PELAKSANAAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DI PUSKESMAS SE-KOTA KENDARI TAHUN 2016
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh: DESI ARWANTI J1A1 12 019
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillahirabbilaalamiin, Subhanallahi wabihamdih wasubhanallahiladzim, tiada kata yang paling pantas diucapkan selain beribu rasa syukur yang memenuhi seluruh jiwa penulis yang lemah tanpa daya atas segala nikmat dan kehendak-Nya. Jika bukan karena rahmat, kehendak, hidayah dan karunia-Nya, maka tentulah tugas akhir ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada baginda kekasih Allah, Rasulullah Muhammad SAW sebagai pendidik terbaik sepanjang peradaban manusia. Skripsi ini berjudul “Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Di Puskesmas se-Kota Kendari Tahun 2016” yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Kesehatan Masyarakat Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo. Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi ini, penulis senantiasa mendapat bantuan, bimbingan, pengarahan, petunjuk dan doa dari berbagai pihak yang memungkinkan skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, penghargaan dan penghormatan setinggi-tingginya kepada Bapak Dr.Yusuf Sabilu, M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak Ainurafiq,SKM., M.Kes selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini .
v
Dari lubuk hati terdalam penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga, cinta, kasih dan sayang yang terdalam kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda yang tersayang Ansari dan Ibunda yang tercinta Warniti, S.Pd yang dengan sabar, ikhlas dan penuh pengorbanan serta tanpa rasa lelah merawat dan membesarkan penulis hingga sekarang, yang selalu memberikan restu, dukungan serta harapan, cinta dan kasih sayangnya, yang selalu memanjatkan doa kepada sang pencipta agar perjalanan studi putra-putrinya serta masa depan berjalan dengan lancar dan sukses. Ketahuilah, anakmu ini sungguh mencintai dan menyayangi ayah dan ibu lebih dari apapun di dunia ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara dan saudariku terkasih Mujahdin, ST., Makhlukddin, ST., Wafiq Asizah dan Alipya Aziziy yang dengan penuh keikhlasan selalu memberikan doa, dukungan, nasehat, semangat dan motivasi kepada penulis. Semoga penulis menjadi salah satu alasan kalian tersenyum dan bahagia dan tetap menjadi kebanggan keluarga. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat : 1.
Rektor Universitas Halu Oleo Kendari.
2.
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari.
3.
Para Pembantu Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari.
4.
Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari.
vi
5.
Ibu Hariati Lestari, SKM., M.Kes, Bapak Sahrudin, SKM., M.Kes, dan Ibu Karma Ibrahim, SKM., M.Kes selaku penguji yang telah memberikan banyak pengetahuan serta memberikan motivasi kepada penulis.
6.
Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo yang telah mendidik dan membantu penulis selama masa perkuliahan.
7.
Kepala Badan Riset Daerah Provinsi Sulawesi tenggara yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis.
8.
Ibu dr. Hj. Maryam Rufiah MR., M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Kendari dan ibu Erny, SKM., M.Kes selaku kepala seksi P2PL Dinkes Kota Kendari yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk pengambilan data sekunder terkait penelitian dan ibu Sitti Israwati Aga, SKM selaku Koordinator Surveilans Dinas Kesehatan Kota dan seluruh petugas Surveilans Puskesmas se-Kota Kendari atas waktu yang diluangkan dan telah banyak memberikan bantuan dan arahan.
9.
Sahabat-sahabatku Diah Windari, S.KM, Destri Muliastri, Asmaul Husna, Nursasmita Ningsih, Kartini, S.KM,
Fiola Finandakasih, S.KM, Tiara
Hastuti, S.KM, Nur Tri Fitriani Ahmad Putri, S.KM, Ratih Dewi Anggraeni, S.KM., Putri Puspita Dewi, S.KM, Ismawati, S.KM, Dina Wunari Wa Ode, S.KM, Dita Anugrah Pratiwi, S.KM, Ardillah Fauziah, S.KM. Terima kasih atas canda tawa selama ini, dan terima kasih telah menjadi sahabatku dari awal kita bertemu di semester 1 sampai sekarang.
vii
10. Teman-teman peminatan epidemiologi 2012 yang penulis tidak bisa sebutkan namanya satu per satu. Terima kasih banyak atas segala bentuk dukungan moril dan materil serta doa dan semangatnya. Tetap semangat meraih kesuksesan. 11. Seluruh senior dan adik-adik junior yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi. Akhir kata penulis mengucapkan semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin.
Kendari,
Penulis
viii
April 2016
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGAJUAN HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ABSTRAK ABSTRACT I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Ruang Lingkup Penelitian F. Defini dan Istilah, Glosaruim G. Organisasi dan Sistematika
i ii iii iv v ix xi xii xiii xiv xvi xvii
1 5 5 8 7 7 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauana Peneliti Sebelum B. Tinjauan Umum Tentang Surveilans Episemiologi C. Tinjauan Umum Tentang Surveilans Puskesmas D. Tinjauan Umum Tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) E. Kerangka Konsep Dan Definisi Konsep
9 11 24 30 32
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian B. Pengelolaan Peran Sebagai Peneliti C. Lokasi Penelitian D. Sumber Data E. Teknik Pengumpulata Data F. Teknik Analisis Data G. Pengecekan Validitas Data H. Jadwal Penelitian
37 37 37 37 41 42 43 44
ix
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian B. Hasil Penelitian C. Pembahasan
45 61 82
V. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran
93 94
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
98
x
DAFTAR TABEL No.
Tabel
Halaman
1.
Indikator Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
16
2.
Hubungan Variabel, Informasi, Informan, dan Metode
39
3.
Luas Wilayah Kota Kendari Menurut Kecamatan Tahun
47
2014 4.
Jumlah Penduduk kota Kendari menurut kecamatan dan
50
Jenis Kelamin Tahun 2014 5.
Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kota Kendari
52
6.
Jumlah Puskesmas menurut Kecamatan di Kota Kendari
52
Tahun 2014
xi
DAFTAR GAMBAR No.
Gambar
Halaman
1.
Surveilans Terpadu Penyakit (STP)
30
2.
Bagan Kerangka Konseptual
34
3.
Peta Administrasi Kota Kendari Tahun 2015
46
xii
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1.
Pedoman Wawancara
100
2.
Lembar Observasi
104
3.
Content Analisis
106
4.
Informed consent
140
5.
Distribusi informan pada Puskesmas se-Kota Kendari tahun
141
2016 6.
Dokumentasi
143
7.
Surat izin penelitian dari Badan Riset Daerah Provinsi
151
Sulawesi Tenggara 8.
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
xiii
152
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang dan singkatan ( )
Arti
C % < > ≥ / ±
Kurung Pembuka Kurung Penutup Derajat Celsius Persen Lebih Kecil Lebih Besar Sama dengan Lebih Besar per Kurang Lebih
A ARI AC
Acute Respiratory Infections Air Conditioner
B BPS BAPPEDA
Badan Pusat Statistik Badan Perencanaan Dan Pembangunan Daerah
D Ditjen Dkk Depkes Dinkes
Direktur Jendral Dinas Kesehatan Kota Departemen Kesehatan Dinas Kesehatan
K Kemenkes KIA KLB
Kementerian Kesehatan Kesehatan Ibu dan Anak Kejadian Luar Biasa
M MENKES
Menteri Kesehatan
0
xiv
Lambang dan singkatan MNTE P P2 P2MPL
Arti Maternal and Neonatal Tetanus Elimination
Permenkes Polindes Pustu Puskesmas PWS
Pemberantasan Penyakit Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Peraturan Menteri Kesehata Poliklinik Desa Puskesmas Pembantu Pusat Kesehatan Masyarakat Pemantauan Wilayah Setempat
R RI Riskesdas
Republik Indonesia Riset Kesehatan Dasar
S Sultra SKD STP SP2TP
Sulawesi Tenggara Sistem Kewaspadaan Dini Surveilans Terpadu Penyakit Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Penyakit
T TCG
Tim Gerak Cepat
U UPT
Unit Pelayanan Terpadu
W WHO W2
World Health Organization Laporan Mingguan
xv
PELAKSANAAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DI PUSKESMAS SE-KOTA KENDARI TAHUN 2016
Oleh :
Desi Arwanti J1A1 12 019
ABSTRAK Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Pelaksanaan surveilans epidemiologi merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah penyakit menular maupun penyakit tidak menular, mengurangi kesakitan, mencegah kematian, penyembuhan penderita dan mencegah terjadinya peningkatan penyakit. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Penyakit dan permasalahannya di Puskesmas se-Kota Kendari tahun 2016 dilihat dari pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan interpretasi data serta diseminasi informasi. Jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Informan dalam penelitian ini adalah seluruh petugas surveilans Puskesmas tahun 2016 di Kendari dan koordinator surveilans Dinas Kesehatan Kota Kendari. Hasil penelitian menunjukan pelaksanaan surveilans meliputi pengumpulan data yang dilakukan hanya mencakup data kesakitan berupa laporan penyakit dan pemakaian obat dari Poli Umum, Pustu dan laporan masyarakat setempat. Pengolahan data surveilans dilakaukan secara manual dan hanya memanfaatkan komputer disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan teks laporan belum sampai pada penyajian pemetaan data dengan pemanfaatan progam Geographycal Information System (GIS). Analisis dan interpretasi data dilakukan berdasarkan variabel epidemiologi (orang, waktu dan tempat) yang dilakukan secara manual. Penyebarluasan data belum efektif karena pelaksanaannya belum sepenuhnya memanfaatkan teknologi yang ada dan tidak rutin dilakukan setiap bulan. Namun, ketersedian tenaga kerja, pelatihan dalam mendukung keterampilan petugas surveilans, serta sarana dan prasana yang terdapat di setiap Puskesmas belum berjalan efektif sehingga menghambat pelaksanaan surveilans. Kata kunci : Surveilans, Penyakit Menular dan Tidak Menular, Puskesmas.
xvi
IMPLEMENTATION OF EPIDEMIOLOGICAL SURVEILLANCE THROUGHOUT LOCAL GOVERNMENT CLINIC OF KENDARI CITY IN 2016
By : Desi Arwanti J1A1 12 019 ABSTRACT PHC is a technical implementation unit of the City Health Office that responsible for organizing the health development in one or a part of the district area. Epidemiological surveillance implementation is one of effort to overcome the problem of communicable diseases and noncommunicable diseases, reducing the pain, death preventing, healing the patients and preventing of disease progression. The purpose of this study was to describe the implementation of the Epidemiological Surveillance of diseases and its problems Throughout Local Government Clinic of Kendari City In 2016 views of data collecting, data processing, data analysis and interpretation and dissemination of information. The type of this study was qualitative study with case study approach. Informants in this study were all of surveillance officer of Local Government Clinic in 2016 in Kendari and surveillance coordinator of Kendari City Health Office. The results showed the surveillance implementation includes data collected cover only morbidity data in the form of reports of illness and drug use from the General Clinic, sub local government clinic, and local communities report. Surveillance data processing manually and only use the computer that presented in form of tables, charts, and text of the report is not yet at the presentation of the data mapping with utilization the program of Geographic Information System (GIS). Data Analysis and interpretation conducted manually based on epidemiological variables (people, time and place). Dissemination of data was not effective yet because its implementation is not fully utilizing the existing technology and was not routinely performed every month. However, the availability of officer, training in support of surveillance officer’s skill, and facilities and infrastructures in every local government clinic was not effective yet thus hampering surveillance implementation. Keywords: Surveillance, Communicable and Non-Communicable Diseases, Local Government Clinic.
xvii
1
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam Kepmenkes RI No.1116 tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan menyebutkan bahwa surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta melakukan penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan atau kebijakan (Mahfudhoh, 2015). Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai indikator, yang meliputi indikator angka harapan hidup, angka kematian, angka kesakitan, dan status gizi
masyarakat sehingga banyak program-program
kesehatan yang dilakukan pemerintah terutama pada penduduk usia rentan, seperti program Safe Motherhood Initiative, program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), program Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE), dan program Pemberantasan Penyakit Menular (Depkes RI, 2010). Penyakit menular masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah penyakit tidak menular. Penyakit menular tidak mengenal batas-batas daerah administratif, sehingga pemberantasan penyakit menular memerlukan kerjasama antar daerah, misalnya antar propinsi, kabupaten/kota bahkan antar negara. Beberapa penyakit menular yang menjadi masalah utama di Indonesia adalah diare, malaria, demam berdarah dengue, influensa, tifus abdominalis, penyakit 1
2
saluran pencernaan dan penyakit lainnya. Beberapa penyakit tidak menular yang menunjukkan kecenderungan peningkatan adalah penyakit jantung koroner, hipertensi, kanker, diabetes mellitus, kecelakaan dan sebagainya (Kemenkes, 2003). Untuk
melakukan
upaya
pemberantasan
penyakit
menular,
penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit dan keracunan, serta penanggulangan penyakit tidak menular diperlukan suatu sistem surveilans penyakit yang mampu memberikan dukungan upaya program dalam daerah kerja Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional, dukungan kerjasama antar program dan sektor serta kerjasama antara Kabupaten/Kota, Propinsi, Nasional dan internasional. Pada tahun 1987 telah dikembangkan Sistem Surveilans Terpadu (SST) berbasis data, Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP), dan Sistem Pelaporan Rumah Sakit (SPRS), yang telah mengalami beberapa kali perubahan dan perbaikan. Disamping keberadaan SST telah juga dikembangkan beberapa sistem Surveilans khusus penyakit Tuberkulosa, penyakit malaria, penyakit demam berdarah, penyakit campak, penyakit saluran pernapasan dan lain sebagainya. Sistem Surveilans tersebut perlu dikembangkan dan disesuaikan dengan ketetapan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 Tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya
Penanggulangan,
Keputusan
Menteri
Kesehatan
N0.1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
3
Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indinesia Nomo 45 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan serta kebutuhan informasi epidemiologi untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular dan penyakit tidak menular (Kemnkes, 2003). Surveilans merupakan “batu loncatan” dalam kegiatan kesehatan masyarakat. Karena dengan surveilans kita akan mendapatkan data yang akurat tentang kejadian kesehatan di masyarakat (Heryana, 2015). Surveilans kesehatan masyarakat digunakan untuk mengetahui status kesehatan masyarakat, memantau perkembangan kesehatan masyarakat, menentukan prioritas kesehatan, mengevaluasi program kesehatan dan mengembangkan penelitian kesehatan (Mahfudhoh, 2015). Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan (Imari, 2011). Surveilans epidemiologi dalam penyelenggaraannya memiliki banyak indikator kerja, sehingga membutuhkan banyak kegiatan perekaman, pengumpulan, pengolahan, dan analisis data yang diperoleh dari berbagai unit sumber data. Banyaknya kegiatan perekaman, pengumpulan, pengolahan data
4
akan memberikan beban kerja dan menganggu upaya meningkatkan kinerja surveilans. Oleh karena itu, diperlukan penyelengaraan sistem surveilans yang sesedikit mungkin indikator kerja serta sesederhana mungkin, tetapi tetap dapat mengukur kualitas penyelengaraan surveilans dalam memberikan informasi. Indikator yang paling sering digunakan adalah kelengkapan laporan,
ketepatan
waktu
laporan,
kelengkapan
distribusi/desiminasi
informasi, dan terbitnya buletin epidemiologi (Weraman, 2010). Surveilans Nasional saat ini fungsinya belum dapat memuaskan program serta sektor terkait yang dapat melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan. Hal tersebut dikarenakan, semakin gemparnya otonomi daerah di kabupaten. Dengan adanya otonomi daerah tersebut di kabupaten biasanya provinsi pun untuk meminta data surveilans kadang-kadang mengalami kesulitan padahal surveilans ini tidak mengenal batas wilayah sehingga sistem pengumpulan data mengendor. Di beberapa kabupaten harus memerlukan ijin ke BAPPEDA atau badan administratif untuk mendapatkan data KLB susah padahal idealnya suatu data surveilans bisa langsung diakses kapan saja. Hal ini dikarenakan, adanya semacam hirarki yang akan mempertaruhkan prestisi kepala daerah. Oleh karena itu, diperlukan suatu surveilans epidemiologi yang mampu memberikan dukungan upaya program dalam lingkup Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang merupakan sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai tugas pelayanan, pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan secara paripurna bekerja sama dengan Kabupaten/Kota melalui Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan surveilans dengan baik,
5
teratur,
sistematis
dan
berkesinambungan
sehingga
pencegahan
dan
penanggulangan penyakit dapat berjalan secara. Studi pendahuluan awal yang telah dilakukan terdapat permasalahan sistem informasi di Puskesmas Kota Kendari yaitu kelengkapan laporan informasi yang dihasilkan dalam surveilans penyakit yang sekarang ini belum sepenuhnya dapat dipercaya, pengiriman ketepatan waktu laporan data surveilans yang dilakukan tiap Puskesmas Kota Kendari belum maksimal, dan kurangnya penyebaran informasi serta penertiban buletin epidemiologi dalam penyelenggaran surveilans epidemiologi. Jadi, secara umum pelaksanaan surveilans di Puskesmas Kota Kendari belum berjalan dengan optimal. Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik mengambil judul “Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Penyakit Di Puskesmas se-Kota Kendari Tahun 2016”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pelaksanaan surveilans epidemiologi di Puskesmas se-Kota Kendari Tahun 2016 ?”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui secara mendalam gambaran Pelaksanaan surveilans epidemiologi di Puskesmas se-Kota Kendari Tahun 2016.
6
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui secara mendalam pelaksanaan surveilans epidemiologi di Puskesmas
se-Kota
Kendari
tahun
2016
berdasarkan
proses
pengumpulan data. b. Mengetahui secara mendalam pelaksanaan surveilans epidemiologi di Puskesmas
se-Kota
Kendari
tahun
2016
berdasarkan
proses
pengolahan data. c. Mengetahui secara mendalam pelaksanaan surveilans epidemiologi di Puskesmas se-Kota Kendari tahun 2016 berdasarkan proses analisis data dan interpretasi data. d. Mengetahui secara mendalam perbedaan pelaksanaan surveilans epidemiologi di Puskesmas se-Kota Kendari tahun 2016 berdasarkan penyebarluasan informasi. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi dunia kesehatan dalam menentukan kebijakan melalui kegiatan syrveilans khususnya dalam upaya perencanaan dan pengambilan keputusan program pencegahan penyakit di Puskesmas Kota Kendari. 2. Manfaat bagi Institusi Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana untuk pengambilan kebijakan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan
7
program pencegahan masalah penyakit menular dan tidak menular melalui kegiatan surveilans epidemiologi. 3. Manfaat bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan mengenai sistem surveilans epidemiologi kesehatan dan sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang relevan dengan penelitian ini. E. Ruang lingkup / Batasan penelitian 1. Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Dinas Kesehatan Kota Kendari dan Puskesmas Se-Kota Kendari dan sampel penelitian pada Koordinator Surveilans Dinas Kesehatan Kota Kendari dan Koordinator Surveilans SeKota Kendari. 2. Pada penelitian ini variabel bebas yang digunakan yaitu pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan diseminasi informasi. F. Definisi dan Istilah, Glosarium 1. STP adalah singkatan dari Surveilans Terpadu Penyakit merupakan pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit menular dan surveilans epidemiologi penyakit tidak menular dengan metode pelaksanaan surveilans epidemiologi rutin terpadu beberapa penyakit yang bersumber data Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Surveilans Epidemiologi Rutin Terpadu, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan, dan atau faktor risiko kesehatan.
8
2. SP2TP adalah singkatan dari Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas merupakan tata cara pencatatan dan pelaporan yang lengkap untuk pengelolaan puskesmas, meliputi keadaan fisik, tenaga, sarana, dan kegiatan pokok yang dilakukan serta hasil yang dicapai oleh puskesmas. G. Organisasi / sistematika Proposal penelitian ini berjudul Pelaksanaan surveilans epidemiologi di Puskesmas Se-Kota Kendari
Tahun 2016, yang dibimbing oleh
Pembimbing I Dr. Yusuf Sabilu, M.Si dan Pembimbing II Ainurafiq, SKM., M.kes serta tim penguji oleh Hariati Lestari, SKM., M.Kes, Sahrudin, SKM., M.Kes dan Karma Ibrahim, SKM., M.Kes.
9
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Penelitian Sebelumnya Vindarianti latif (2011) meneliti mengenai Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) di Puskesmas Waetuno Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi Tahun 2010. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bersifat studi kasus. Subjek penelitian adalah Koordinator P2M Puskesmas Waetuno, Kepala Puskesmas Waetuno, Petugas Poli Umum, dan staf P2M Puskesmas. Hasil dari penelitian ini bahwa pelaksanaan surveilans epidemiologi di Puskesmas Waetuno Kecematan Wangi-Wangi belum berjalan dengan optimal dikarenakan kurang berperan aktifnya petugas Pukesmas. Nur kalsum (2011) meneliti mengenai Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi
Tuberkulosis
(TB)
di
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Lalonggasumeeto Kabupaten Konawe Tahun 2010. Jenis penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, pengamatan observasi, dan pengamatan dokumen. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan surveilans epidemiologi yang meliputi pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu secara aktif dan pasif, pengolahan data menggunakan komputer, analisis data yang belum maksimal dikarenakan keterampilan dan pengetahuan petugas yang masih kurang, penyebarluasan informasi yang belum efektif dikarenakan
hanya
menggunakan dua media yaitu pelaporan rutin dan minlok, proses umpan balik belum tepat sasaran yaitu hanya berupa undangan, investigasi penyakit
9
10
yang dilakukan oleh petugas P2TB, tindakan penanggulangan hanya dilakukan ketika terjadi KLB berupa pemberian obat dan evaluasi kegiatan yang dilakukan setiap akhir tahun. Etty Sugiasih (2012) meneliti Mengenai Gambaran Pelaksanaan Surveilans Campak Di Puskesmas Cepu Dan Tunjungan Kabupaten Blora Tahun 2012. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dan informan dalam penelitian ini adalah petugas pelaksana surveilans dan petugas surveilans dinas kesehatan. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, kemudian dianalisis dengan metode content analysis. Hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perbedaan pada kegiatan surveilans yang meliputi: pengumpulan data, pengolahan dan penyajian data, analisis dan, interpretasi data,penyebarluasan informasi dan umpan balik. Sedangkan kegiatan evaluasi dari kedua puskesmas sama. Andi Nur Janna (2012) meneliti Mengenai Gambaran Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Malaria Di Kabupaten Mamuju Utara. Jenis penelitianya itu observasional deskriptif dan sampel berjumlah 14 orang (exhaustive sampling). Hasil penelitian menunjukkan komponen input yaitu pengetahuan petugas sudah cukup baik (79%), 64,3% berpendidikan D3, 92,9% memiliki tugas rangkap, dan 85,7% memiliki lama kerja <5 tahun serta 64,3% belum mengikuti pelatihan surveilans. Dana berasaldari BOK dan belum maksimalnya ketersediaan sarana penunjang yang dimiliki oleh petugas surveilans malaria.Tahapan proses pelaksanaan surveilans malaria meliputi pengumpulan data belum lengkap, pengolahan, analisa data dan interpretasi
11
telah dilakukan oleh semua petugas surveilans sesuai dengan buku pedoman, 57,1% petugas surveilans malaria belum mendapatkan umpan balik berupa buletin epidemiologi. Komponen outputya itu ketepatan dan kelengkapan laporan masih ada puskesmas yang memiliki ketepatan dan kelengkapan laporan dibawah standard Depkes RI (80%). Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten untuk memberikan pelatihan dan umpan balik berupa buletin epidemiologi malaria secara menyeluruh kepada semua petugas surveilans malaria di tingkat puskesmas. B. Tinjauan Umum Surveilans Epidemiologi 1. Pengertian WHO mendefinisikan surveilens adalah pengukuran sistematis kesehatan
dan
lingkungan
parameter,
rekaman,
dan
transmisi
data/perbandingan dan interpretasi data untuk mendeteksi kemungkinan perubahan dalam status kesehatan dan lingkungan penduduk (Hikmawati, 2011). Menurut
WHO,
surveilans
adalah
proses
pengumpulan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Mencermati pemahaman seperti tersebut diatas, Kementerian Kesehatan (Indonesia) menekankan pentingnya surveilans sebagai suatu kegiatan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan
12
pengolahan data. Surveilans epidemiologi didefinisikan sebagai kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan (Imari, 2011). Surveilans Kesehatan didefinisikan sebagai kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien (Permenkes, 2014). 2. Tujuan Surveilans Epidemiologi a. Tujuan umum Memperoleh
informasi
epidemiologi
penyakit
tertentu
dan
mendistribusikan informasi tersebut kepada pihak terkait, pusat kajian, dan pusat penelitian serta unit surveilans yang lain untuk bisa ditindaklanjuti. b. Tujuan khusus 1. Mengumpulkan data kesakitan, data laboratorium dan Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit dan keracunan di puskesmas, rumah
13
sakit, dan laboratorium sebagai sumber data Surveilans Terpadu Penyakit (STP). 2. Mendistribusikan data kesakitan, data laboratorium, serta KLB penyakit dan keracunan tersebut kepada unit surveilans Dinas kesehatan Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Ditjen P2MPL. 3. Melaksanakan pengolahan dan penyajian data penyakit dalam bentuk tabel, grafik, peta, dan analisis epidemiologi lebih lanjut pada surveilans Dinas kesehatan Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Ditjen P2MPL. 4. Mendistribusikan hasil pengolahan dan penyajian data penyakit beserta hasil analisis epidemiologi lebih lanjut dan rekomendasi program terkait di puskesmas, rumah sakit, laboratorium, kabupaten/Kota, propinsi, nasional, pusat penelitian, pusat kajian, perguruan tinggi, dan sektor terkait lainnya. (Weraman, 2010) 3. Ruang Lingkup Penyelengaraan Surveilans Epidemiologi Masalah kesehatan disebabkan oleh berbagai sebab, oleh karena itu secara operasional masalah-masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh sektor kesehatan sendiri, diperlukan tatalaksana terintegrasi dan komprehensif dengan kerjasama yang antar sektor dan antar program sehingga ruang lingkup surveilans epidemiologi meliputi: (Buton, 2008). a. Surveilans epidemiologi penyakit menular Analisis terus menerus dan sistematika terhadap penyakit menular dan faktor risiko untuk upaya pemberantasan penyakit menular. Menurut
14
Permenkes (2014) Surveilans penyakit menular yang dilakukan meliputi : 1) Surveilans penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (AFP, Campak, Hepatitis B, Diptheri, Pertusis, Tetanus) 2) Surveilans penyakit demam berdarah 3) Surveilans penyakit filariasis 4) Surveilans penyakit tuberculosis 5) Surveilans penyakit diare 6) Surveilans penyakit tifoid 7) Surveilans penyakit kecacingan dan penyakit perut lainnya 8) Surveilans penyakit kusta 9) Surveilans penyakit frambusia 10) Surveilans penyakit HIV/AIDS 11) Surveilans penyakit Hepatitis 12) Surveilans penyakit menular seksual 13) Surveilans penyakit pneumonia, termasuk penyakit infeksi saluran pernapasan akut berat (severe acute respiratory infection) b. Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak
menular
dan
faktor
risiko
untuk
mendukung
upaya
pemberantasan penyakit tidak menular. Menurut Permenkes (2014) Surveilans tidak penyakit menular yang dilakukan meliputi :
15
1) Surveilans penyakit jantung dan pembuluh darah 2) Surveilans diabetes mellitus dan penyakit metabolic 3) Surveilans penyakit kanker 4) Surveilas kronis dan degeneratif 5) Surveilans gangguan mental 6) Surveilans gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan. c. Surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor risiko untuk mendukung program penyehatan lingkungan. d. Surveilans epidemiologi masalah kesehatan Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu. e. Surveilans epidemiologi kesehatan matra Merupakan Analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra. 4. Indikator Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan Kinerja
penyelenggaraan
Sistem
Surveilans
Epidemiologi
Kesehatan diukur dengan indikator masukan, proses dan keluaran. Ketiga indikator tersebut merupakan satu kesatuan, dimana kelemahan salah satu indikator tersebut menunjukkan kinerja sistem surveilans yang belum memadai. Indikator-indikator tersebuat adalah sebagai berikut:
16
Tabel.1. Indikator Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan Masukan Tenaga
Tindakan 1. Pusat
2. Propinsi
3. Kabupaten/Kota
4. Rumah Sakit
Sarana
5. Puskesmas 1. Pusat, Propinsi
2. Kabupaten/Kota
Indikator Unit utama Departemen Kesehatan memiliki : a. 1 tenaga epidemiologi ahli (S3) b. 8 tenaga epidemiologi ahli (S2) c. 16 tenaga epidemiologi ahli (S1) d. 32 tenaga epidemiologi terampil UPT Departemen Kesehatan memiliki : a. 2 tenaga epidemiologi ahli (S2) b. 4 tenaga epidemiologi ahli (S1) c. 4 tenaga epidemiologi terampil d. 1 tenaga dokter umum a. 1 tenaga epidemiologi ahli (S2) b. 2 tenaga epidemiologi ahli (S1) c. 2 tenaga epidemiologi terampil d. 1 tenaga dokter umum a. 1 tenaga epidemiologi ahli (S2) b. 2 tenaga epidemiologi ahli (S1) atau terampil c. 1 tenaga dokter umum a. 1 tenaga epidemiologi ahli b. 1 tenaga epidemiologi terampil 1 tenaga epidemiologi terampil a. 1 paket jaringan elektromedia b. 1 paket alat komunikasi (telepon,faksimili, SSB dan telekomunikasi lainnya) c. 1 paket kepustakaan d. 1 paket pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi dan program aplikasi computer e. 4 paket peralatan pelaksanaan surveilans epidemiologi f. 1 roda empat, 1 roda dua a. 1 paket jaringan elektromedia b. 1 paket alat komunikasi (telepon,faksimili, SSB dan telekomunikasi lainnya) c. 1 paket kepustakaan d. 1 paket pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi dan program aplikasi computer e. 1 paket formulir
17
Proses Kegiatan Surveilans
Keluaran
f. 2 paket peralatan pelaksanaan surveilans epidemiologi g. 1 roda empat, 1 roda dua 3. Puskesmas dan a. 1 paket computer Rumah Sakit b. 1 paket alat komunikasi (telepon,faksimili, SSB) c. 1 paket kepustakaan d. 1 paket pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi dan program aplikasi computer e. 1 paket formulir f. 1 paket peralatan pelaksanaan surveilans epidemiologi g. 1 roda dua 1. Pusat a. Kelengkapan laporan unit pelapor dan sumber data awal sebesar 80% atau lebih b. Ketepatan laporan unit pelapor dan sumber data awal sebesar 80% atau lebih c. Penerbitan buletin kajian epidemiologi sebesar 12 kali atau lebih setahun d. Umpan balik sebesar 80% atau lebih 2. Propinsi a. Kelengkapan laporan unit pelapor dan sumber data awal sebesar 80% atau lebih b. Ketepatan laporan unit pelapor dan sumber data awal sebesar 80% atau lebih c. Penerbitan buletin kajian epidemiologi sebesar 12 kali atau lebih setahun d. Umpan balik sebesar 80% atau lebih 3. Kabupaten/Kota a. Kelengkapan laporan unit pelapor sebesar 80% atau lebih b. Ketepatan laporan unit pelapor sebesar 80% atau lebih c. Penerbitan buletin kajian epidemiologi sebesar 4 kali atau lebih setahun d. Umpan balik sebesar 80% atau lebih 1. Pusat Profil Surveilans Epidemiologi
18
Nasional sebesar 1 kali setahun Profil Surveilans Epidemiologi Propinsi sebesar 1 kali setahun Profil Surveilans Epidemiologi Kabupaten/Kota sebesar 1 kali setahun Sumber: Inspektorat Jenderal Depkes RI, 2003 Selanjutnya
Indikator
Surveilans
Kesehatan
dijabarkan
dalam
Indikator Kinerja Penyelenggaraan terpadu Penyakit sebagai berikut: a. Kelengkapan laporan bulanan STP unit pelayanan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebesar 90%. b. Ketepatan laporan bulanan STP Unit Pelayanan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Kota sebesar 80%. c. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mencapai indikator Epidemiologi STP sebesar 80%. d. Kelengkapan laporan bulanan STP Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Propinsi sebesar 100%. e. Ketepatan laporan bulanan STP Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan Propinsi sebesar 90%. f. Kelengkapan laporan bulanan STP Dinas Kesehatan Propinsi ke Ditjen PPM & PL Depkes sebesar 100%. g. Ketepatan laporan bulanan STP Dinas Kesehatan Propinsi ke Ditjen PPM & PL Depkes sebesar 90%. h. Distribusi data dan informasi bulanan Kabupaten/Kota, propinsi dan nasional sebesar 100%.
19
i. Umpan balik laporan bulanan Kabupaten/Kota, propinsi dan nasional sebesar 100%. j. Penerbitan buletin Epidemiologi di Kabupaten/Kota adalah 4 kali setahun. k. Penerbitan buletin Epidemologi di propinsi dan nasional adalah sebesar 12 kali setahun. l. Penerbitan profil tahunan atau buku data surveilans epidemiologi Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional adalah satu kali setahun. 5. Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan Penyelenggaraan
surveilans
epidemiologi
kesehatan
wajib
dilakukan oleh setiap instansi kesehatan pemerintah, instansi kesehatan propinsi, instansi kesehatan Kabupaten/Kota dan lembaga masyarakat dan swasta baik secara fungsional atau struktural. Pada
pedoman
penyelengaraan
Surveilans
Epidemiologi
Kesehatan, mekanisme kerja surveilans terdiri atas : a. Identifikasi kasus dan masalah kesehatan serta informasi terkait lainnya. b. Perekaman, pelaporan dan pengolahan data c. Analisis dan intreprestasi data d. Studi epidemiologi e. Penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkannya f. Membuat rekomendasi dan alternatif tindak lanjut. g. Umpan balik
20
Jenis penyelenggaraan surveilans epidemiologi adalah sebagai berikut : (Masrochah, 2006). a. Penyelenggaraan berdasarkan metode pelaksanaan 1) Surveilans epidemiologi rutin terpadu, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan dan atau faktor risiko kesehatan. 2) Surveilans
epidemiologi
khusus,
adalah
penyelenggaraan
surveilans epidemiologi terhadap suatu kejadian, permasalahan , faktor risiko atau situasi khusus kesehatan 3) Surveilans epidemiologi
sentinel, pada
adalah populasi
penyelenggaraan dan
wilayah
surveilans
terbatas
untuk
mendapatkan signal adanya masalah kesehatan pada suatu populasi atau wilayah yang lebih luas. 4) Studi
epidemiologi,
adalah
penyelenggaraan
surveilans
epidemiologi pada periode tertentu serta populasi atau wilayah tertentu untuk mengetahui lebih mendalam gambaran epidemiologi penyakit, permasalahan dan atau faktor risiko kesehatan. b. Penyelenggaraan berdasarkan aktifitas pengumpulan data 1) Surveilans aktif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemilogi dimana
unit
surveilans
mengumpulkan
data
dengan
cara
mendatangi unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.
21
2) Surveilans pasif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya. c. Penyelenggaraan berdasarkan pola pelaksanaan 1) Pola kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada ketentuan yang berlaku untuk penanggulangan KLB dan atau wabah dan atau bencana 2) Pola selain kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada ketentuan yang berlaku untuk keadaan di luar KLB dan atau wabah dan atau bencana. d. Penyelenggaraan berdasarkan kualitas pemeriksaan 1) Bukti klinis atau tanpa peralatan pemeriksaan, adalah kegiatan surveilans dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan klinis atau tidak menggunakan peralatan pendukung pemeriksaan. 2) Bukti laboratorium atau dengan peralatan khusus, adalah kegiatan surveilans dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan laboratorium atau peralatan pendukung pemeriksaan lainnya. 6. Kegiatan Pokok Surveilans 1) Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan cara aktif dan pasif. Jenis data Surveilans Kesehatan dapat berupa data kesakitan, kematian, dan faktor risiko.
22
Pengumpulan data dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain individu, Fasilitas Pelayanan Kesehatan,Unit statistik dan demografi, dan sebagainya. Metode pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara, pengamatan, pengukuran, dan pemeriksaan terhadap sasaran. Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan data, diperlukan instrumen sebagai alat bantu. Instrumen dibuat sesuai dengan tujuan surveilans yang akan dilakukan dan memuat semua variabel data yang diperlukan. 2) Pengolahan data Sebelum data diolah dilakukan pembersihan koreksi dan cek ulang, selanjutnya data diolah dengan cara perekaman data, validasi, pengkodean, alih bentuk (transform) dan pengelompokan berdasarkan variabel tempat, waktu, dan orang. Hasil pengolahan dapat berbentuk tabel, grafik, dan peta menurut variabel golongan umur, jenis kelamin, tempat dan waktu, atau berdasarkan faktor risiko tertentu. Setiap variabel tersebut disajikan dalam bentuk ukuran epidemiologi yang tepat (rate, rasio dan proporsi). Pengolahan data yang baik akan memberikan informasi spesifik suatu penyakit dan atau masalah kesehatan.
Selanjutnya adalah
penyajian hasil olahan data dalam bentuk yang informatif, dan
23
menarik. Hal ini akan membantu pengguna data untuk memahami keadaan yang disajikan. 3) Analisis data Analisis epidemiologi
data
dilakukan
deskriptif
dengan
dan/atau
analitik
menggunakan untuk
metode
menghasilkan
informasi yang sesuai dengan tujuan surveilans yang ditetapkan. Analisis dengan metode epidemiologi deskriptif dilakukan untuk mendapat gambaran tentang distribusi penyakit atau masalah kesehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya menurut waktu, tempat dan orang. Sedangkan analisis dengan metode epidemiologi analitik dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel yang dapat mempengaruhi peningkatan kejadian kesakitan atau masalah kesehatan. Untuk mempermudah melakukan analisis dengan metode epidemiologi analitik dapat menggunakan alat bantu statistik. Hasil analisis akan memberikan arah dalam menentukan besaran masalah, kecenderungan suatu keadaan, sebab akibat suatu kejadian, dan penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan hasil analisis harus didukung dengan teori dan kajian ilmiah yang sudah ada. 4) Diseminasi Informasi Diseminasi informasi dapat disampaikan dalam bentuk buletin, surat edaran, laporan berkala, forum pertemuan, termasuk publikasi ilmiah. Diseminasi informasi dilakukan dengan memanfaatkan sarana teknologi informasi yang mudah diakses.
24
Diseminasi informasi dapat juga dilakukan apabila petugas surveilans secara aktif terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi program kesehatan, dengan menyampaikan hasil analisis (Permenkes, 2014). C. Tinjauan Umum Surveilans Epidemiologi Puskesmas Surveilans Epidemiologi dapat dimulai dari tingkat desa, data berasal dari Polindes dan Pustu. Polindes dan Pustu memberikan data penderita baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular kepada Puskesmas untuk dilanjutkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 1. Penyelenggaraan Surveilans Terpadu Penyakit di Puskesmas a. Pengorganisasian Sesuai dengan peran dan fungsinya maka setiap pemegang program surveilans mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut: 1) Berperan aktif secara dini melakukan pengamatan terhadap penderita, kesling, perilaku masyarakat dan peribahan kondisi. 2) Analisis KLB. 3) Penyuluhan kesehatan secara intensif. 4) Pencatatan dan pelaporan (Kemenkes, 2004) b. Sasaran Sasaran Surveilans Terpadu Penyakit (STP) meliputi beberapa penyakit menular dan penyakit tidak menular dengan variabel menurut sumber data, variabel data dan waktu.
25
1) Sasaran Menurut Data dan Jenis Penyakit Puskesmas Jenis penyakit yang termasuk didalam Surveilans Terpadu Penyakit Berbasis Puskesmas meliputi kolera, diare, diare berdarah, tifus perutklinis, TBC paru BTA (+), tersangka TBC paru, kusta PB, kusta MB, campak, difteri, batuk rejan, tetanus, hepatitis klinis, malaria klinis,malaria vivax, malaria falsifarum, malaria mix, demam berdarah dengue, demam dengue, pneumonia, sifilis, gonorrhoe, frambusia, filariasis, dan influenza. 2) Sasaran Menurut Variabel Data a) Variabel Umur dan Jenis Kelamin Berdasarkan umur, setiap kasus digolongkan pada golongan umur 0 –7 hari, 8 – 28 hari, > 1 tahun, 1-4 tahun, 5- 9 tahun, 10 - 14 tahun, 15-19 tahun, 20 - 44 tahun, 45 – 54 tahun, 55 – 59 tahun, 60 – 69 tahun,70 tahun lebih dan total menurut jenis kelamin b) Variabel Waktu Kunjungan Kasus Setiap kasus dikelompokkan menurut periode waktu mingguan dan bulanan. c) Variabel Total Kunjungan Setiap laporan disertakan data total kunjungan berobat setiap jenis penyakit dan total kunjungan berobat atau total kunjungan pelayanan.
26
d) Variabel Kelengkapan dan Ketepatan Laporan Setiap laporan disertai data kelengkapan dan ketepatan waktu laporan sumber data surveilans. Kelengkapan dan ketepatan laporan surveilans Kabupaten/Kota terdiri dari kelengkapan dan ketepatan laporan unit pelayanan Puskesmas, Rumah Sakit dan Laboratorium.Kelengkapan dan ketepatan laporan
surveilans
Propinsi
dan
Nasional
terdiri
dari
kelengkapan dan ketepatan laporan unit pelayanan Puskesmas, Rumah Sakit dan Laboratorium serta Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kemenkes, 2003). Beberapa Indikator Surveilans, sebagaimana indikator surveilans lainnya antara lain : Kelengkapan laporan, jumlah dan kualitas kajian epidemiologi dan rekomendasi yang dapat dihasilkan, terdistribusinya berita epidemiologi lokal dan nasional,
pemanfaatan
informasi
epidemiologi
dalam
manajemen program kesehatan, menurunnya frekuensi kejadian luar biasa penyakit, dan meningkatnya dalam kajian SKD penyakit (indonesian-publichealth.com, diakses tanggal 13 Desember 2015). 2. Pelaksanaan Surveilans Terpadu Penyakit Bersumber Puskesmas a. Data Surveilans Terpadu Penyakit diperoleh dari data harian pelayanan kesehatan yang disusun dalam sistem perekaman data yang ditetapkan oleh masing-masing Puskesmas.
27
b. Puskesmas mengirimkan data Surveilans Terpadu Penyakit bulanan serta data PWS penyakit potensial KLB mingguan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Puskesmas Sentinel juga mengirimkan data Surveilans Terpadu Penyakit bulanan tersebut ke Dinas Kesehatan Propinsi dan Ditjen PPM&PL Depkes. c. Masing-masing Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi dan Ditjen PPM&PL Depkes melakukan analisis dan penyajian data dalam bentuk tabel, grafik dan peta yang bermakna secara epidemiologi, menarik kesimpulan dan menyusun rekomendasi serta mendistribusikannya kepada unit-unit yang membutuhkannya. (Kemenkes No.1479, 2003) 3. Peran dan Mekanisme Kerja Surveilans Terpadu Penyakit (STP) di Puskesmas Untuk berlangsungnya penyelenggaran surveilans epidemiologi di puskesmas maka Puskesmas (STP Puskesmas) memiliki peran sebagai berikut : a. Pelaksana surveilans epidemiologi nasional diwilayah puskesmas. b. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan penyakit dan masalah kesehatan. c. Melakukan koordinasi surveilans epidemiologi dengan praktek dokter, bidan swasta dan unit pelayanan kesehatan yang berada diwilayah kerjanya.
28
d. Melakukan kordinasi surveilans epidemiologi antar puskesmas yang berbatasan. e. Melakukan SKD-KLB dan penyelidikan KLB di wilayah puskesmas. f. Melaksanakan
surveilans
epidemiologi
penyakit
dan
masalah
kesehatan spesifik local (Kemenkes No.1116, 2003). Surveilans Terpadu Penyakit (STP) dapat dimulai dari tingkat desa, data berasal dari Polindes dan Pustu. Polindes dan Pustu memberikan data penderita baik penyakit menular maupun tidak menular kepada Puskesmas untuk dilanjutkan ke Dinas Kesahatan Kabupaten. STP mencatat semua kegiatan program yang sedang dikerjakan oleh pengelola program yang ada sehingga mendapatkan prioritas yang sesuai dengan permasalahan yang ada pada setiap pengelola program. Pemantauan terhadap semua program yang ada di tingkat puskesmas
seharusnya
dilakukan
oleh
petugas
kesehatan
yang
bertanggungjawab terhadap Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP). Diharapkan keberlangsungannya dapat dilakukan setiap hari sampai kepada laporan tahunan. Proses penataan SP2TP ini dimulai dari masyarakat dangan menghimpu semua data sesuia dengan program puskesmas, baik dilakukan di luar puskesmas maupun dalam puskesmas sehingga akan menjadi satu kesatuan laporan yang dapat mendeteksi penyakit atau masalah kesehatan yang terjadi menurut waktu, tempat atau orang.
29
Selanjutnya, dapat dianalisis semua penyakit menular dan tidak menular, baik yang berisiko KLB atau tidak sehingga bisa dilakukan tindakan yang tepat waktu. Melalui data puskesmas dapat dianalisis perkembangan penyakit secara alamiah dangan memperhitungkan faktor risiko kejadian seperti perubahan ekologi (Weraman, 2010). Kegiatan surveilans di tingkat Puskesmas dilaksanakan oleh petugas surveilans puskesmas dengan serangkaian kegiatan berupa pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi data penyakit, yang dikumpulkan dari setiap desa siaga. Petugas surveilans puskesmas diharuskan: 1) Membangun sistem kewaspadaan dini penyakit, diantaranya melakukan Pemantauan Wilayah Setempat dengan menggunakan data W2 (laporan mingguan). Melalui PWS ini diharapkan akan terlihat bagaimana perkembangan kasus penyakit setiap saat. 2) Membuat peta daerah rawan penyakit. Melalui peta ini akan terlihat daerah-daerah yang mempunyai risiko terhadap muncul dan berkembangnya suatu penyakit. Sehingga secara tajam intervensi program diarahkan ke lokasi-lokasi berisiko. 3) Membangun kerjasama dengan program dan sektor terkait untuk memecahkan kan permasalah penyakit di wilayahnya. 4) Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB Puskesmas, melakukan respon cepat jika terdapat laporan adanya KLB/ancaman KLB penyakit di wilayahnya.
30
5) Melaporkan
kegiatan
surveilans
ke
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota secara berkala (mingguan/bulanan/tahunan).
Kementerian Kesehatan
Profil (tahun)
Distribusi Data Ke Provinsi (bulan)
SKD KLB
1. Mengolah Data STP 2. Analisis dan Rekomendasi 3. Umpan Balik 4. Distribusi Data STP
Dinas Kesehatan Provinsi
Dinas Kesehatan Kab/Kota Data STP 1. PWS Mingguan 2. STP bulanan 3. STP Sentinel (bl) 4. STP KLB 5. STP
Lab
Puskesmas
RS
alur laporan
Pemanfaatan data STP
Gambar . 2 Surveilans Terpadu Penyakit (STP) (Imari, 2011) D. Tinjauan Umum Tentang Kejadian Luar Biasa (KLB) Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB, adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. 1. Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB) Suatu kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit dapat dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
31
a) Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah. b) Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya. c) Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya. d) Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya. e) Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan ratarata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya. f) Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama. g) Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama (Permenkes, 2010).
32
2. Kegiatan SKD-KLB di Puskesmas Kegiatan SKD_KLB merupakan akselerasi atau intensifikasi aktivitas surveilans penyakit potensial KLB yang telah dilaksanakan, yaitu dengan meningkatkan kelengkapan dan ketepatan laporan mingguan W2 serta adanya penyajian dan analisis data yang teratur secara periodic dari setiap indikator penyakit menular yang dilaksanakan SKD. Kegiatan pokok dalam pelaksanaan SKD-KLB pada tingkat puskesmas meliputi : a) Pengumpulan dan pengolahan data b) Penyajian secara analisis data c) Kesimpulan dan tindak lanjut (Dinkes, 2010). E. Kerangka Konsep Dan Definisi Konsep 1. Kerangka konsep Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelanggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya diwilayah kerjanya (Permenkes, 2014). Kegiatan pokok Puskesmas salah satunya adalah melaksanakan usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Surveilans epidemiologi merupakan salah satu alat penting dalam program pencegahan dan pemberantasan penyakit.
33
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar melakukan penanggrulangan secara efektif dan efesien melalui proses pengumpulan data dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelengara program kesehatan (Weraman, 2010). Epidemiologi surveilans dalam pelaksanaan kegiatannya, secara teratur dan terencana melakukan berbagai kegiatan pokok utama surveilans yakni (1) pengumpulan data, (2) pengelolaan data, (3) analisis dan interpretasi data, dan (4) Diseminasi informasi (Permenkes, 2014). Program pemberantasan penyakit baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular secara khusus telah dimulai sejak tahun 1987 sampai sekarang, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular, namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan penelitian WHO. Oleh karena itu, diperlukan suatu surveilans epidemiologi yang mampu memberikan dukungan upaya program dalam lingkup Puskesmas secara paripurna bekerja sama dengan Kabupaten/Kota melalui
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
dalam
menyelenggarakan surveilans dengan baik, teratur, sistematis dan berkesinambungan sehingga pencegahan dan penanggulangan penyakit
34
dapat berjalan secara optimal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut ini : Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Surveilans Epidemiologi Analisis Data dan Interpretasi Data
Diseminasi Informasi
Keterangan:
: Variabel yang diteliti Gambar 3. Bagan Kerangka Konseptual
2. Definisi konsep Surveilans adalah kegiatan pemantauan yang dilakukan secara cermat dan terus menerus terhadap berbagai faktor yang menentukan kejadian dan penyebaran penyakit atau gangguan kesehatan, yang melupiti pengumpulan data, analisa, interpretasi dan penyebarluasan informasi data, sebagai bahan untuk penanggulangan dan pencegahan. Dalam hal ini surveilans mempunyai arti sebagai sistem informasi kesehatan rutin. Berdasarkan teori yang ada, maka dirumuskan definisi konsep dalam penelitian yang akan dilakukan yakni sebagai berikut:
35
a. Pengumpulan Data Di dalam surveilans, kegiatan pengumpulan data merupakan salah satu kegiatan yang utama. Data yang dikumpulkan meliputi data epidemiologi yang jelas, tepat, dapat dipercaya dengan validitas dan reliabilitas yang tinggi dan ada hubungannya dengan penyakit yang mengalami surveilans. Jenis dan bentuk data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan surveilans (Noor, 2008). b. Pengolahan data Pengolahan data untuk dapat memberikan keterangan yang berarti. Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk mentah (row data) yang perlu disusun sedemikian rupa sehingga mudah dianalisis. Data yang terkumpul dapat diolah dalam bentuk tabel, grafik maupun bentuk peta atau bentuk lainnya (Noor, 2008). c. Analisis data Analisis data surveilans menggunakan pendekatan desktiptif dengan determinan epidemiologi, yaitu orang, tempat dan waktu. Da lam melakukan analisis data surveilans dibutuhkan data penunjang diluar informasi yang telah dikumpulkan misalnya data kependudukan, data geografis, data sosial budaya agar penarikan keputusan lebih komprehensif (Hikmawati, 2011).
36
d. Diseminasi InformasI Diseminasi atau penyebarluasan informasi merupakan tahapan lanjut setelah analisis dan interpretasi data. Diseminasi dapat disampaikan dalam rangka untuk meningkatkan kinerja surveilans, keakuratan data dan peningkatan sumber daya manusia yang bekerja di bidang kesehatan. Disamping itu, desiminasi juga bermanfaat untuk action pemecahan masalah (Hikmawati, 2011).
37
III.
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Jenis penelitian digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan berupa studi kasus dengan tujuan agar peneliti dapat memperoleh informasi secara mendalam mengenai gambaran pelaksanaan surveilans epidemiologi di Puskesmas se-Kota Kendari Tahun 2016. B. Pengelolaan Peran Sebagai Peneliti Dalam penelitian yang dilakukan ini, peneliti berperan sebagai instrument utama penelitian, dimana informan kunci dan informan biasa sebagai instrument pendukung dengan menggunakan alat bantu panduan wawancara dan alat rekam suara dan video (kamera digital/HP). Peneliti berperan sebagai pengamat untuk mengobservasi secara langsung, sekaligus sebagai partisipan untuk melakukan interaksi dengan obyek penelitian dilapangan. C. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Dinas Kesehatan Kota Kendari dan Puskesmas Kota Kendari. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa berdasarkan observasi terdapat beberapa masalah yang terkait dengan pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit. D. Sumber Data Sumber data penelitian ini berasal dari informan kunci dan informan biasa, dengan kriteria sebagai berikut :
37
38
1. Informan kunci adalah seseorang yang dapat memberikan informasi secara jelas dan terpercaya, memiliki pengalaman pribadi dalam program surveilans epidemiologi, usia orang bersangkutan telah dewasa, memiliki pengetahuan
yang
luas
mengenai
surveilans
epidemiologi
serta
mengetahui perkembangan dan terlibat langsung dalam program tersebut. Informan kunci dalam penelitian ini sebanyak 1 orang yaitu Koordinator
Surveilans
Dinas
Kesehatan
Kota
Kendari,
dengan
pertimbangan bahwa orang yang bersangkutan memiliki pengetahuan yang luas mengenai surveilans epidemiologi, dapat dipercaya untuk dapat menjadi sumber informasi yang baik dan jelas karena dia terlibat langsung dalam semua komponen kegiatan surveilans epidemiologi, serta mampu mengemukakan pendapat secara baik dan benar. 2. Informan biasa adalah mereka yang memiliki keterlibatan dalam program surveilans. Informan biasa sebanyak 15 orang yakni surveilans Puskesmas Se-Kota Kendari, yang dianggap dapat memberikan informasi yang baik serta mampu mengemukakan pendapat secara baik dan benar tentang kegiatan surveilans epidemiologi dalam wilayah kerjanya karena dia terlibat dalam beberapa komponen kegiatan surveilans epidemiologi. Sasaran penggunaan dan pengumpulan data
menggunakan
triangulasi sumber (dokumen/arsip, hasil wawancara, dan hasil observasi) : 1) Informan kunci dalam penelitian ini adalah Koordinator Surveilans Dinas Kesehatan Kota Kendari.
39
2) Informan biasa dalam penelitian ini ada 15 orang yakni Koordinator surveilans Puskesmas Se-Kota Kendari. 3) Format
laporan
hasil
kegiatan
surveilans
epidemiologi
dari
Puskesmas Kota Kendari. Hubungan antara variabel, informasi, informan serta metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan sebagai berikut : Tabel 2. Hubungan Variabel, Informasi, Informan, dan Metode Variabel Surveilans Epidemiologi
Pengumpulan Data
Informasi Surveilans epidemiologi dilakukan secara terusmenerus,tepat dan terpadu.
Informan 1. Koordinator surveilans Dinkes Kota Kendari 2. Koordinator surveilans puskesmas
1. Jenis data yang dikumpulkan antara lain laporan penyakit, laporan KLB/wabah, hasil pemeriksaan laboratorium, penyelidikan kasus/KLB, pemakaian obat dan kondisi lingkungan 2. Identitas penderita yang dikumpulkan secara lengkap berdasarkan orang, waktu dan tempat. 1. Koordinator 3. Kapan data dikumpulkan surveilans (setiap hari/minggu/bulan). Dinkes Kota 4. Sumber-sumber data surveilans Kendari (unit pelayanan kesehatan, 2. Koordinator laporan laboratorium, laporan surveilans rekam medis, poliklinik desa, puskesmas puskesmas pembantu, dan laporan wabah) 5. Alat yang digunakan untuk
Metode
Wawancara dan Observasi
Wawancara dan Observasi
40
pengumpulan data . 6. Masalah dan kendala yang terjadi dalam proses pengumpulan data surveilans. Pengolahan Data 1. Sistematika pengolahan data surveilans epidemiologi berdasarkan orang, waktu dan tempat. 2. Teknik pengolahan data surveilans (teks, tabel dan grafik serta spot map). 3. Metode pengolahan data surveilans ( manual dan komputerisasi). 4. Kendala dan masalah yang terjadi dalam pengolahan data surveilans.
1. Koordinator surveilans puskesmas
Analisis dan 1. Mengetahui seberapa lama Interpretasi Data bergelut dalam bidang analisis data surveilans. 2. Data yang disediakan dalam keadaan siap dianalisis dan apa yang dianalisis setelah data siap untuk di analisis (terjadi peningkatan atau penurunan kasus setiap bulan/tahun dan membandingkan kasus yang tercatat pada tahun-tahun 1. Koordinator sebelumnya). surveilans 3. Hubungan kasus dengan faktor puskesmas risiko. 4. Alat bantu yang digunakan dalam menganalisis data dan jenis pengukuran data yang digunakan (rate, proporsi, dan rasio). 5. Masalah dan kendala yag terjadi dalam menganalisis data surveilans. Penyebarluasan Data/Informasi
1. Waktu yang tepat untuk penyebaran hasil kegiatan surveilans epidemiologi. 2. Metode penyebaran hasil kegiatan surveilans
1. Koordinator surveilans Dinkes Kota Kendari
Wawancara dan Observasi
Wawancara dan Observasi
41
epidemiologi. 3. Media yang digunakan pada penyebarluasan informasi surveilans. 4. Kepada siapa saja dilakukan penyebaran informasi. 5. Masalah dan kendala yang terjadi dalam penyebaran data/informasi surveilans.
2. Koordinator surveilans puskesmas
Wawancara dan Observasi
E. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data/informasi yaitu : 1. Wawancara mendalam adalah metode pengumpulan data yang dilakukuan dengan cara melakukan dialog langsung dengan informan yaitu informan kunci dan informan biasa. 2. Pengamatan/ observasi terlibat dimana peneliti sebagai instrumen penelitian langsung untuk melihat pelaksanaan pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas, kemudian dikomparasikan dengan hasil wawancara yang dilakukan, untuk melihat kenyataan yang ada dilapangan secara langsung. 3. Pemeriksaan dokumen dan arsip, hal ini ditujukan kepada peneliti dalam menelusuri/memeriksa arsip dan dokumen STP (Surveilans Terpadu Penyakit) dipuskesmas, untuk mencari relevansi antara teori, hasil wawancara dan kebenaran yang ada dilapangan.
42
F. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari wawancara mendalam dilakukan secara manual sesuai dengan petunjuk pengelolaan data kualitatif serta sesuai dengan tujuan penelitian ini dan selanjutnya dianalisis dengan metode “content analysis” kemudian di interpretasikan dan disajikan dalam bentuk narasi. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yakni dilakukan melalui tiga alur sebagai berikut : 1. Reduksi data Analisis pada tahap ini merupakan proses pemilihan, pemusatan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang digunakan di lapangan. Dengan kata lain, pada tahap ini dilakukan analisis untuk
menggolong-golongkan,
direduksi
data
yang
tidak
perlu,
mengarahkan dan mengorganisasi data. 2. Penyajian data Alur analisis yang kedua ini adalah menyajikan data yang telah dianalisis pada alur pertama dan kemudian disajikan dalam bentuk teks narasi. 3. Penarikan kesimpulan Analisis pada alur ini adalah mencari makna benda-benda dan peristiwa yang muncul dari data (Klarifikasi data), serta memfokuskan pada abstraksi data yang tertuang dalam bagan. (Bungin, 2007). Data dari hasil penelitian setelah diraduksi dan disajikan, langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan. Hasil dari data-data yang telah didapatkan dari laporan penelitian selanjutnya digabungkan dan disimpulkan
43
serta diuji kebenarannya, kesimpulan-kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi data yaitu pemeriksaan tentang besar atau tidakya hasil laporan penelitian. Kesimpulan dapat ditinjau sebagai makna-makna yang muncul dari data yang harus diuji validitasnya yaitu kebenarannya, kekokohannya dan kecocokannya.
G. Pengecekan Validitas Temuan Peneliti menerapkan teknik observasi mendalam dengan melihat triangulasi (sumber, metode, teori). Kemudian dilakukan pengecekan dengan proses transferability (temuan dapat ditransfer ke latar lain), atau dengan kata lain hasil temuan dapat diungkapkan dengan mengemukakan teori-teori relevan. Teknik pemeriksaan untuk mencapai keabsahan dari penggunaan triangulasi yakni: 1. Triangulasi sumber seperti dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi dari informan kunci dan informan biasa. 2. Triangulasi metode seperti wawancara mendalam dan metode observasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan metode observasi pada saat wawancara dilakukan. 3. Triangulasi teori digunakan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat, kemudian dilakukan pengecekan dengan proses transferability (temuan dapat ditransfer ke latar lain), atau dengan kata lain hasil temuan dapat diungkapkan dengan mengemukakan teori-teori relevan.
44
Jadwal Penelitian
No 1 2 3 4 5 6
Bulan Januari Februari Maret April Desember I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
Kegiatan Studi kepustakaan Penyusunan Proposal Konsultasi Proposal Seminar Proposal Perbaikan Proposal Pelaksanaan Penelitian
7
Analisis Data
8
Konsultasi Hasil
9
Seminar Hasil
10
Perbaikan Hasil
11
Ujian Skripsi
12
Perbaikan Skripsi
Keterangan
: :
Proposal
:
Hasil
:
Skripsi
Mei
45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Letak Geografi 1) Luas Wilayah Wilayah Kota Kendari terletak di sebelah Tenggara Pulau Sulawesi. Wilayah daratannya terdapat di daratan Pulau Sulawesi mengelilingi Teluk Kendari. Terdapat satu pulau pada wilayah Kota Kendari yang dikenal sebagai Pulau Bungkutoko. Luas wilayah daratan Kota Kendari 267,37 Km2 atau 0,7 persen dari luas daratan Provinsi Sulawesi Tenggara. Kota Kendari yang merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara, secara astronomis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa
berada
di antara 3o54`40`` dan
4o5`05`` Lintang
Selatan (LS) dan membentang dari Barat ke Timur diantara 122o 26`33 dan 122o39`14`` Bujur Timur (BT). Sepintas
tentang
posisi geografisnya,
Kota
Kendari
memiliki batas-batas sebelah Utara: Kabupaten Konawe; sebelah Timur: Laut
Kendari;
sebelah
Selatan: Kabupaten
Konawe
Selatan; sebelah Barat: Kabupaten Konawe Selatan. Kota Kendari terbentuk dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6
45
46
Tahun 1995 yang disahkan pada tanggal 3 Agustus 1995 dengan status Kotamadya Daerah Tingkat II Kendari.
Gambar 4. Peta Administrasi Kota Kendari Tahun 2015 (Sumber: Data Sekunder BAPPEDA) Luas
wilayah
menurut Kecamatan
sangat
beragam.
Kecamatan Baruga merupakan wilayah kecamatan yang paling luas (17,95%), selanjutnya Kecamatan Abeli (16,40%), Kecamatan Puuwatu (14,86%), Kecamatan Poasia (14,12%), Kecamatan Kambu (9,21%), Kecamatan Mandonga (7,77%), Kecamatan Kendari Barat (7,15%), Kecamatan Kendari (5,86%), Kecamatan Wua-Wua (4,17%), dan Kecamatan Kadia (2,51%).
47
Tabel 3. Luas Wilayah Kota Kendari Menurut Kecamatan Tahun 2014 Kecamatan
Luas (km)²
Mandonga 20.77 Baruga 48.00 Puuwatu 39.72 Kadia 6.71 Wua-wua 11.16 Poasia 37.74 Abeli 43.85 Kambu 24.63 Kendari 15.68 Kendari Barat 19.11 Jumlah 295.89 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Kendari, 2015
Persentase (%) 7.77 17.95 14.86 2.51 4.17 14.12 16.40 9.21 5.86 7.15 100.00
2) Ketinggian Wilayah Dilihat berdasarkan ketinggian wilayah kota Kendari di atas permukaan laut, Kecamatan Mandonga merupakan wilayah tertinggi berada pada ketinggian 30 meter di atas permukaan laut. Selanjutnya wilayah Kecamatan Abeli dan Kendari Barat berada pada ketinggian 3 meter di atas permukaan laut. b.
Iklim Iklim sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, Kota Kendari hanya dikenal dua musim yakni musim kemarau dan musim hujan. Keadaan musim sangat dipengaruhi oleh arus angin yang bertiup di atas wilayahnya. Menurut data yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Maritim Kendari tahun 2014 terjadi 172 hari hujan dengan curah hujan 2.263,6 mm dan 2.102,6 jam penyinaran matahari.
48
Suhu udara dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Perbedaan ketinggian dari permukaan laut, daerah pegunungan dan daerah pesisir mengakibatkan keadaan suhu yang sedikit beda untuk masing-masing tempat dalam suatu wilayah. Secara keseluruhan, wilayah Kota Kendari merupakan daerah bersuhu tropis. Menurut data yang diperoleh
dari
Stasiun
Meteorologi
Maritim
Kendari
Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, selama tahun 2014 rata-rata suhu udara maksimum 31,8oC dan rata-rata suhu udara minimum 23,4oC. Tekanan udara rata-rata 1.010,5 millibar dengan kelembaban udara rata-rata 82 persen. Rata-rata Kecepatan angin selama tahun 2014 mencapai 5,60 knot. c. Kependudukan Sumber utama data kependudukan adalah Sensus Penduduk yang dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali. Sensus Penduduk telah dilaksanakan sebanyak 6 kali sejak Indonesia merdeka yaitu pada tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010. Metode pengumpulan data dalam sensus dilakukan dengan wawancara antara petugas sensus dengan responden. Pencacahan dilakukan terhadap seluruh penduduk yang berdomisili di seluruh wilayah teritorial Indonesia termasuk warga negara asing kecuali anggota Korps Diplomatik negara sahabat beserta keluarganya. Bagi penduduk yang bertempat tinggal tetap, dicacah dimana mereka biasa tinggal. Akan tetapi jika sedang bertugas ke luar wilayah lebih dari 6 bulan, tidak dicacah di tempat
49
tinggalnya. Sebaliknya, seseorang atau keluarga menempati suatu bangunan belum mencapai 6 bulan tetapi bermaksud menetap disana, dicacah di tempat tersebut. Untuk penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap dicacah di tempat dimana mereka ditemukan petugas sensus biasanya pada malam „Hari Sensus‟. Termasuk penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap adalah tuna wisma, awak kapal berbendera Indonesia, penghuni perahu/rumah apung, masyarakat terpencil/terasing dan pengungsi. 1) Jumlah penduduk Penduduk kota Kendari berdasarkan Sensus Penduduk 2000 berjumlah 205.240 jiwa. Ketika dilakukan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) pada tahun 2005, diketahui jumlah penduduk kota Kendari meningkat menjadi 226.056 jiwa. Jumlah penduduk berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 tercatat sebanyak 289.966 jiwa. Jumlah Penduduk Tahun 2015 adalah sebesar 335.889 jiwa. Penduduk tersebut tersebar dengan persebaran yang tidak merata. Pada tahun 2014, sebanyak 14,80 persen penduduk kota Kendari tinggal di wilayah Kendari Barat, hanya 6,68 persen tinggal di Kecamatan Baruga dan selebihnya tersebar pada 8 kecamatan dengan persebaran yang bervariasi. Di samping itu, dilakukan penghitungan kepadatan penduduk pada masing-masing
50
wilayah Kecamatan. Kepadatan penduduk adalah banyaknya penduduk per km persegi. Kadia merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk paling tinggi yaitu sebesar 6.775 jiwa per km2 sedangkan Baruga merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk paling rendah yaitu sebesar 467 jiwa per km2. Bila dilihat berdasarkan rasio jenis kelamin, di Kota Kendari terdapat lebih banyak penduduk laki-laki daripada perempuan. Rasio jenis kelamin adalah perbandingan antara banyaknya penduduk laki-laki dengan banyaknya penduduk perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu. Biasanya dinyatakan dengan banyaknya penduduk laki-laki untuk 100 perempuan. Rasio jenis kelamin penduduk Kota Kendari sebesar 101,71 atau dengan kata lain, terdapat 102 penduduk laki-laki untuk tiap 100 penduduk perempuan. Tabel 4. Jumlah Penduduk kota Kendari menurut dan Jenis Kelamin Tahun 2014 Jenis kelamin Kecamatan Laki-laki Perempuan Mandonga 20 956 20 935 Baruga 11 528 11 179 Puuwatu 16 517 15 626 Kadia 22 613 22 847 Wua-wua 14 369 13 903 Poasia 14 739 14 193 Abeli 13 278 12 713 Kambu 25 866 15 567 Kendari 14 871 14 734 Kendari Barat 24 904 24 821 Jumlah 169 371 166 518 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Kendari, 2015
kecamatan Total 41 891 22 437 32 143 45 460 28 272 28 932 25 991 31 433 29 605 49 725 335 889
51
2) Laju pertumbuhan Penduduk Rata-rata laju pertumbuhan penduduk adalah angka yang menunjukkan tingkat
pertumbuhan penduduk per tahun dalam
jangka waktu tertentu. Secara umum, laju pertumbuhan penduduk kota Kendari sebesar 3,51 persen per tahun. d. Fasilitas Kesehatan Pembangunan kesehatan di Kota Kendari dititik beratkan pada peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat. Demikian pula halnya pelaksanaan program Keluarga Berencana diarahkan untuk menciptakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Peningkatan mutu tersebut salah satunya melalui ketersediaan fasilitas kesehatan diantaranya Rumah Sakit, Puskesmas dan Puskesmas Pembantu Rumah Sakit adalah tempat pemeriksaan dan perawatan
kesehatan,
biasanya
berada
dibawah
pengawasan
dokter/tenaga medis, termasuk rumah sakit khusus seperti rumah sakit perawatan paru-paru dan RS jantung. Puskesmas adalah unit pelayanan kesehatan
milik
pemerintah
yang
bertanggungjawab
terhadap
pelayanan kesehatan masyarakat untuk wilayah kecamatan. Tim Puskesmas sesuai jadwal dapat melakukan kegiatan puskesmas keliling ke tempat-tempat tertentu dalam wilayah kerjanya, untuk mendekatkan pelayanan dengan masyarakat. Puskesmas Pembantu (pustu) yaitu unit pelayanan kesehatan masyarakat yang membantu kegiatan Puskesmas di sebagian dari wilayah kerja.
52
Keberadaan tenaga kesehata utamanya dokter di tengah masyarakat akan sangat mempengaruhi derajat dan status kesehatan. Oleh karena itu, banyaknya dokter (di Fasilitas Kesehatan) dalam jumlah penduduk tertentu merupakan suatu indikator penting dalam pembangunan kesehatan. Indikator yang biasa digunakan adalah dokter per 100.000 penduduk. Pada tahun 2014, di Kota Kendari terdapat 57 dokter spesialis, 107 dokter umum, 34 dokter gigi dan 1 dokter spesialis gigi. Tabel 5. Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kota Kendari Fasilitas Kesehatan Tahun Rumas Sakit
Puskesmas
Puskesmas Pembantu
2010 12 14 2011 13 14 2012 13 15 2013 12 15 2014 12 15 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Kendari, 2015
18 16 17 17 17
Tabel 6. Jumlah Puskesmas menurut Kecamatan di Kota Kendari Tahun 2014 Kecamatan Puskesmas Mandonga Labibia Baruga Lepo-lepo Puuwatu Puuwatu Kadia Perumnas dan Jatiraya Wua-wua Mekar dan Wua-wua Poasia Poasia Abeli Abeli dan Nambo Kambu Mokoau Kendari Mata dan Kadia Kendari Barat Benu-benua dan Kemaraya Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Kendari, 2015
53
2. Gambaran Umum Informan Penelitian Informan kunci dalam penelitian ini terdiri dari satu orang yaitu Koordinator Surveilans Epidemiologi Dinas Kesehatan Kota Kendari berinisial SIA, berjenis kelamin perempuan, berumur 34 tahun dan berpendidikan terakhir S1 Kesehatan Masyarakat. Informan biasa dalam penelitian ini terdiri dari 15 orang yaitu petugas Surveilans Epidemiologi Puskesmas se-Kota Kendari. a. HS adalah petugas Surveilans di Puskesmas Nambo, berjenis kelamin perempuan, berumur 33 tahun, berpendidikan terakhir Sarjana Kesehatan Masyarakat. b. M adalah petugas Surveilans di Puskesmas Abeli, berjenis kelamin perempuan, berumur 33 tahun, berpendidikan terakhir Sarjana Kesehatan Masyarakat. c. AK adalah petugas Surveilans di Puskesmas Poasia, berjenis kelamin perempuan, berumur 32 tahun, berpendidikan terakhir Sarjana Kesehatan Masyarakat. d. IV adalah petugas Surveilans di Puskesmas Mekar, berjenis kelamin laki-laki, berumur 36 tahun, berpendidikan terakhir Sarjana Kesehatan Masyarakat. e. JK adalah petugas Surveilans di Puskesmas Benu-benua, berjenis kelamin perempuan, berumur 32 tahun, berpendidikan terakhir Sarjana Kesehatan Masyarakat.
54
f. K adalah petugas Surveilans di Puskesmas Kandai, berjenis kelamin perempuan, berumur 32 tahun, berpendidikan terakhir Sarjana Kesehatan Masyarakat. g. Y adalah petugas Surveilans di Puskesmas Jati Raya, berjenis kelamin perempuan, berumur 34 tahun, berpendidikan terakhir Sarjana Kesehatan Masyarakat. h. IF adalah petugas Surveilans di Puskesmas Mokoau, berjenis kelamin laki-laki, berumur 36 tahun, berpendidikan terakhir Sarjana Kesehatan Masyarakat. i. H adalah petugas Surveilans di Puskesmas Lepo-lepo, berjenis kelamin perempuan, berumur 34 tahun, berpendidikan terakhir Sarjana Kesehatan Masyarakat. j. RL adalah petugas Surveilans di Puskesmas Perumnas, berjenis kelamin perempuan, berumur 51 tahun, berpendidikan terakhir D3 Keperawatan. k. WS adalah petugas Surveilans di Puskesmas Kemaraya, berjenis kelamin perempuan, berumur 37 tahun, berpendidikan terakhir Sarjana Kesehatan Masyarakat. l. HKT adalah petugas Surveilans di Puskesmas Puuwatu, berjenis kelamin perempuan, berumur 33 tahun, berpendidikan terakhir Sarjana Kesehatan Masyarakat.
55
m. SR adalah petugas Surveilans di Puskesmas Wua-wua, berjenis kelamin perempuan, berumur 26 tahun, berpendidikan terakhir D3 Keperawatan. n. AS adalah petugas Surveilans di Puskesmas Labibia, berjenis kelamin perempuan, berumur 35 tahun, berpendidikan terakhir Sarjana Kesehatan Masyarakat. o. HA adalah petugas Surveilans di Puskesmas Mata, berjenis kelamin perempuan, berumur 34 tahun, berpendidikan terakhir Sarjana Keperawatan. 3. Gambaran Penelitian Penelitian di lakukan mulai tanggal 15 Maret 2016, langkah awal yang di lakukan adalah dengan mengantarkan surat izin penelitian dari Litbang pada tempat yang di jadikan sebagai lokasi penelitian yaitu seluruh Puskesmas di Kota Kendari Dinkes Kota. Tujuan yang paling utama adalah Dinkes Kota. Setibanya di Dinkes Kota peneliti memasukkan surat ke bagian adminstrasi untuk di disposisi kemudian dibuatkan surat pengantar penelitian ke Puskesmas se-Kota Kendari. Pada tanggal 17 Maret 2016 peneliti memilih Puskesmas Nambo dan Puskesmas Abeli sebagai puskemas pertama untuk melakukan penelitian dikarenakan lokasi kedua Puskesmas tersebut searah, sehingga peneliti dapat mengefesienkan waktu. Tepat pada pukul 09.10 WITA, peneliti datang lebih siang sebab berdasarkan informasi bahwa Kepala Tata Usaha Puskesmas Nambo biasanya datang pukul 09.00 WITA. Dan tidak lama
56
kemudian ruangan tata usaha terbuka, tetapi kata seorang Staf Tata Usaha mengatakan bahwa Kepala Tata Usaha Puskemas Nambo tidak hadir dikarenakan ada urusan lain yang mendesak, dan Staf Tata Usaha mengantar peneliti memasukkan surat tersebut ke Kepala Puskesmas Nambo. Dan pada hari itu juga setelah di konfirmasi oleh Kepala Puskesmas Nambo peneliti di antar ke petugas Surveilans Puskesmas Nambo untuk diwawancarai sebagai salah satu informan biasa. Kemudian peneliti melanjutkan penelitian ke Puskesmas Abeli. Setalah tiba dilokasi peneliti langsung bertemu dengan Kepala Tata Usaha Puskesmas Abeli dan menyampaikan maksud dan tujuan peneliti serta menyerahkan surat izin penelitian. Selanjutkan peneliti diarahkan ke ruangan P2M untuk bertemu dengan petugas sunveilans puskesmas, hanya saja petugas surveilans tersebut tidak ada ditempat. Keesokan harinya tanggal 18 Maret 2016, peneliti kembali ke Puskesmas Abeli untuk bertemu sekaligus mewawancarai petugas Surveilans. Setelah peneliti melakukan wawancara di Puskesmas Abeli kemudian peneliti melanjutkan penelitian di Puskesmas Poasia. Setibanya di Puskesmas Poasia terlebih dahulu peneliti bertemu dengan Kepala Tata Usaha Puskesmas Poasia, setelah surat izin penelitian di disposisi peneliti diarahkan ke ruangan Bank Data untuk menyampaikan keperluan peneliti selanjutnya peneliti diarahkan ke petugas Surveilans Puskesmas Poasia. Pada tanggal 19 Maret 2016 peneliti melanjutkan penelitian ke Puskesmas Mekar. Setibanya di Puskesmas Mekar ternyata Kepala Tata
57
Usaha belum datang. Sembari menunggu kedatangan Kepala Tata Usaha Puskemas Mekar peneliti meneruskan penelitian ke Puskesmas Jati Raya. Setibanya di Puskesmas Jati Raya petugas Surveilans tidak berada di tempat dan peneliti membuat janji untuk kembali pada hari senin. Kemudian peneliti
melanjutkan lagi
ke Puskesmas
Benu-benua,
sesampainya di Puskesmas Benua-benua terlebih dahulu peneliti bertemu Kepala Tata Usaha untuk memasukkan surat izin penelitian dan mengantar peneliti ke petugas Surveilans Puskesmas Benu-benua untuk melakukan wawancara. Selanjutnya peneliti melanjutkan ke Puskesmas berikutnya yaitu Puskesmas Kandai. Setibanya di Puskesmas Kandai peneliti menuju ruangan Tata Usaha untuk bertemu Kepala Tata Usaha, hanya saja kata seorang staf Tata Usaha bahwa beliau tidak berada ditempat dan meminta peniliti untuk kembali pada hari senin. Kemudian peneliti kembali lagi ke Puskesmas Mekar untuk bertemu Kepala Tata Usaha dan mewawancarai petugas Surveilans Puskesmas Mekar. Pada tanggal 21 Maret 2016 tepat hari senin peneliti kembali ke Puskesmas Kandai dan Puskesmas Jati Raya untuk melakukan wawancara dengan petugas Surveilans sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Setelah melakukan wawancara di kedua Puskesmas tersebut dengan sisa waktu yang ada peneliti melanjutkan penelitian di Puskesmas Mokoau. Setibanya di Puskesmas Mokoau, Kepala Tata Usaha dan petugas Surveilans berada ditempat dan peneliti langsung melakukan wawancara.
58
Tanggal 22 Maret 2016, datang dengan niat untuk mewawancarai petugas Surveilans Puskesmas Kemaraya, hanya saja kata Kepala Tata Usaha Puskesmas Kemaraya menyarankan peneliti untuk datang kembali keesokan harinya dikarenaka petugas Surveilans Puskesmas Kemaraya tidak dapat hadir. Kemudian peneliti melanjutkan penelitian ke Puskesmas Perumnas. Sesampainya di Puskesmas Perumnas Kepala Tata Usaha meminta peneliti untuk menunggu beberapa menit dikarenakan petugas Surveilans masih dalam perjalanan menuju Puskesmas. Setelah beberapa menit akhirnya petugas Surveilans tiba di Puskesmas Perumnas dan peneliti langsung meminta izin untuk melakukan wawancara. Dengan memanfaatkan sisa waktu yang ada peneliti meneruskan penelitian ke Puskesmas Lepo-lepo, sesampainya di Puskesmas Lepo-lepo peneliti langsung bertemu dan meminta izin melakukan penelitian kepada Kepala Tata Usaha. Selanjutnya Kepala Tata Usaha mengarahkan peneliti ke ruangan P2M untuk bertemu dengan petugas Surveilans. Tetapi, saat itu petugas Surveilans belum bersedia untuk diwawancarai dikarenakan beliau sedang istirahat makan siang, sehingga peneliti di minta untuk menunggu. Setelah beberapa lama menunggu akhir petugas Surveilans kembali ke ruangan dan peneliti mulai melakukan wawancara. Keesokan harinya tanggal 23 Maret 2016, peneliti datang lebih awal ke Puskesmas Kemaraya sebab kemarin tanggal 22 Maret 2016 pada saat peneliti ke puskesmas Kepala Tata Usaha memerintahkan untuk datang lebih awal agar bisa bertemu petugas Surevilans lebih cepat. Tidak lama
59
menunggu petugas Surveilans Puskesmas Kemaraya datang dan peneliti langsung meminta kesediaan beliau untuk diwawancarai sebagai informan biasa. Selanjutnya peneliti meneruskan penelitian ke Puskesmas Puuwatu, setibanya di puskesmas peneliti ke ruangan Tata Usaha untuk menyerahkan surat izin penelitian, tetapi Kepala Tata Usaha tidak berada di ruangan yang ada hanya petugas Surveilans dan staf Tata Usaha sehingga peneliti berinisatif terlebih dahulu meminta kesediaan petugas Surveilans untuk diwawancarai. Akhirnya beliau bersedia dan peneliti langsung melakukan wawancara. Setalah melakukan wawancara peneliti disarankan menunggu Kepala Tata Usaha untuk menyerahkan surat izin penelitian secara langsung. Kamis 24 Maret 2016, peneliti bermaksud melanjutkan penelitian di Puskesmas Labibia akan tetapi setibanya di puskesmas Kepala Tata Usaha dan petugas Surveilans sedang turun lapangan melakukan fogging. Sehingga peneliti membuat janji untuk kembali pada tanggal 28 Maret 2016 berhubung keesokan harinya pada tanggal 25 Maret 2016 adalah hari libur nasional. Kemudian untuk memanfaatkan waktu peneliti melanjutkan penelitian ke Puskesmas Wua-wua dan sesampainya di puskesmas sebelum melakukan wawancara terlebih dahulu peneliti bertemu Kepala Tata Usaha untuk memasukkan surat izin penelitian yang selanjutnya peneliti diarahkan ke ruangan P2M. Di ruangan P2M peneliti bertemu dengan petugas Surveilans, hanya saja kata staf di ruangan P2M petugas Surveilans sedang pulang kerumah tetapi beliau akan kembali ke
60
puskesmas sehingga peneliti berinisiatif untuk menunggu. Setelah beberapa lama menunggu petugas Surveilans tersebut datang dan bersedia untuk diwawancarai. Pada tanggal 28 Maret 2016. Sesuai dengan perjanjian pada tanggal 24 Maret 2016 peneliti kembali ke Puskesmas Labibia untuk melakukan penelitian. Setibanya di puskesmas peneliti memasukkan surat izin penelitian ke Kepala Tata Usaha sekaligus mewawancarai petugas Surveilans Puskesmas Labibia. Dan selanjutnya peneliti meneruskan penelitian ke Puskesmas terakhir yaitu Puskesmas Mata. Sesampainya di Puskesmas Mata staf Tata Usaha menginformasikan bahwa Kepala Tata Usaha dan petugas Surveilans sedang mengikuti rapat di Dinkes Kota Kendari yang berlangsung selama 3 hari yang di mulai pada tanggal 28 maret 2016 sampai tanggal 30 Maret 2016. Sehingga peneliti di minta kembali ke puskesmas pada tanggal 31 Maret 2016. Pada tanggal 31 Maret 2016 tepat hari kamis, peneliti mengantarkan surat izin penelitian ke Kepala Tata Usaha Puskesmas Mata dan bertemu dengan
petugas
Surveilans.
Setelah
meminta
kesediaan
petugas
Surveilans, beliau bersedia untuk di jadikan informan biasa dan di wawancarai pada saat itu walaupun dengan keadaan kurang enak badan. Dan akhirnya semua informan biasa di puskesmas se-Kota Kendari peneliti wawancarai. Kemudian peneliti bergegas melanjutkan penelitian ke Dinkes Kota untuk melakukan wawancara pada informan kunci yaitu Koordinator Surveilans Dinkes Kota Kendari. Setibanya di Dinkes Kota
61
Kendari peneliti menuju ruang administrasi Dinkes Kota Kendari untuk memasukkan surat izin penelitian. Selanjutnya peneliti diarahkan bertemu Kepala Sub Bagian P2PL untuk mendisposisi surat izin penelitian. Setalah di disposisi peneliti di antar bertemu Koordinator Surveilans Kota Kendari dan peneliti langsung meminta kesediaan beliau untuk diwawancarai. Setelah melakukan wawancara dengan Koodinator Surveilans Dinkes Kota peneliti kembali ke ruang administrasi untuk membuat surat pernyataan telah melakukan penelitian, hanya saja Kasubag yang berwenang untuk menandatangani surat tersebut telah pulang berhubung jam kerja telah berakhir sehingga peneliti di minta kembali keesokan harinya untuk mengambil surat tersebut. Dan selesai pula peneliti melakukan penelitian ini. B. HASIL PENELITIAN 1. Surveilans Epidemiologi Informan kunci dan biasa memiliki pemahaman dan pengetahuan yang berbeda mengenai kegiatan surveilans, sebagaimana hasil wawancara mendalam berikut: Pemahaman informan kunci tentang surveilans : “Surveilans itu adalah suatu pengamatan suatu penyakit yang secara sistematis dan terus menerus dimana secara terus menerus dan secara sistematis ke daerah-daerah yang berpotensialpotensial penyakit-penyakit yang berpotensial KLB (Kejadian Luar Biasa)”(SIA, 34 tahun, wc: 31 Maret 2016).
62
Pemahaman informan biasa tentang surveilans : “Surveilans itu kegiatan yang dilakukan oleh programmer untuk menunjukkan pencegahan penyakit dilingkungan masyarakat”(HS, 33 tahun, 17 Maret 2016). “Surveilans itu,itu bemana di misalkan kita ada kasus kita langsung lacak toh tempatnya kejadian tersebut kita adakan mi penelitian disitu PE toh penelitian epidemiologi kenapa ada kenapa bisa terjadi kasus”(M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016). “Kegiatan surveilans itu kegiatan yang sistematis yang dilakukan secara terus menerus sesuai dengan kasus yang terjadi”(AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016). “Kalau disini surveilans itu pelacakan dan penemuan. Ada juga yang sudah ditemukan tapi belum pernah dikunjungi itu termasuk juga”(IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016) “Kegiatan surveilans itu kegiatan yang sistematis mulai dari pengumpulan data, pengolahan, penyajian data, evaluasi dan analisisnya”(JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016). “Kegiatan surveilans epidemiologi itu kita melakukan kita melakukan penyelidikan epidemiologi jika ada kasus setelah itu kita adakan turun lapangan kita adakan PE penyelidikan epidemiologi” (K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Kegiatan yang dimulai dari perencanaan maksudnya pengumpulan data pengolahan analisis dan interpretasi data terus kegiatan surveilans itu ada yang dilakukan secara aktif dan ada yang dilakukan secara pasif toh”(Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Kegiatan surveilans itu yaa pemantauan secara terus-menerus terhadap objek atau penyakit yang berkembang dimasyarakat”(IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Kalau kegiatan surveilans itu apa pengamatan secara terusmenerus misalkan ada kasus kalau kasusnya seperti ispa terus liat mi golongan umurnya golongan umur berapa misalkan dia golongan umur balita ee kita ambil nama lengkapnya dimana tapi ispa ada golongannya ispa ringan, ispa sedang, atau ispa berat toh haa kalau misalnya yang mau diambil ispa berat kita liat tempat alamatnya dimana umurnya juga berapa terus kita kunjungi tempatnya maksudnya dia tinggal dimana terus nanti pada saat kita sudah kunjungi kita amati kan kita amati kondisinya bemana kondisinya pada saat terkena penyakit itu toh haa terus pada kita saat itu pantau terus kondisinya sambil kita kasi di PE” (H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016).
63
“Kegiatan surveilans itu suatu kegiatan yang melacak dan menemukan suatu penyakit menular penyakit-penyakit apa saja sekarang itu penyakit tidak menularpun disuvei”(RL, 51 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Hmm surveilans ya.. menurut saya sendiri dia itu kayak semacam kegiatan pencatatan secara terus menerus begitu dan ini penting sekali”(WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Kegiatan pemantauan kasus yang dilakukan secara terus menerus”(HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Kayak seperti pemetaan ee terus pembinaan yaa sebatas itu”(SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Surveilans pelacakan kasus penyakit menular dilapangan” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). “Surveilans itu kegiatan pencatatan kasus sampe pada evaluasi terhadap penyakit menular terus dengan penyakit tidak menular”(HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016).
Berdasarkan
hasil
wawancara
dapat
disimpulkan
bahwa
pengetahuan tentang surveilans oleh beberapa petugas surveilans Puskesmas
se-kota
dengan
Koordinator
surveilans
Dinkes
Kota
menunjukkan tidak adanya perbedaan pemahaman. Hal ini dikarenakan konsep surveilans yang di pahami oleh informan sejalan dengan Permenkes (2014) yang mengatakan bahwa, Kegiatan surveilans Kesehatan didefinisikan sebagai kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah
kesehatan
dan
kondisi
yang
mempengaruhi
terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.
64
2. Pengumpulan Data Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara dengan informan kunci dan informan biasa Adapun pernyataannya adalah sebagai berikut: Jenis data dan sumber data yang dikumpulkan berkaitan dengan surveilans menurut informan SIA : “Kalau ada kasus ispa bisa langsung turun atau lapor dulu sama kita atau setelah turun pi baru melapor kita juga tetap turun karena dinas juga tetap juga ada pembinaannya toh pada puskesmas jadi sama-sama ji kita turun tapi kalau puskesmas dia rutin turunnya jadi untuk penyakit-penyakit tertentu puskesmas dia turun terus kan tupoksinya merekan kan begitu. Jadi jenis datanya itu penyakit-penyakit rawat jalan, data kesakitan ISPA, data kematian juga kalau ada tetap dikumpulkan dan itu data harus dikirim setiap bulannya jadi harus tetap dikumpulkan, misalnya LB1 kan setiap bulan harus lengkap pengiriman dan untuk kota kendari itu tidak gajian kalau tidak ada ada laporan masuk dari puskesmas dan itu sudah komitmen memang”( SIA, 34 tahun, wc: 31 Maret 2016).
Hal senada yang dikatakan oleh petugas-petugas surveilans di Puskesmas se-Kota Kendari : “Sebenarnya bukan ISPA saja banyak digabung semua dbd, ISPA, diare, tipoid satu kali turun datanya semua saya ambil datanya dari poli dengan turun lapangan sama pustu juga karna pustu juga berjalan”(HS, 33 tahun, 17 Maret 2016). “Sumber datanya dari poli umum umpanya kita cara kumpulkan laporan dari poli umum kita rekap di LB1. Kita surveilans kita ambil mi dari LB1 kita dari pustu-pustu kan digabung toh masuk di laporan LB1 kita ambil mi dari situ” ”(M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016). “Terus data primer ji semua ini toh yang masuk itu pasien yang datang berkunjung kan dipoli toh. Sudah pernahkah jalan2 dipoli umum? Kan kalau disitu ada jenis penyakitnya apa terus kita masukkan dalam, kan dipuskesmas itu ada yang namanya lb1 laporan bulan disitu semua penyakit di Lb1. Ini data kesakitan toh jadi ispa 1304 kodenya itu 1302 pale disinimi dia muncul datanya toh dari golongan umur ini dibawah 1 toh dari 0 sampe diatas 7 tahun digolongkan, diklasifikasi dalam umur begini toh
65
dimasukkan mi. Untuk nama tempat dan waktu ispa kita tidak catat dia kecuali pnemoni. Adaji kalau mau liat itu nama penderitanya toh tapi dibukunya mi poli umum. Buku daftar kunjungan pasiennya poli umum toh disitu kalau mau liat detil namanya alamatnya toh. Kalau kita merekap jumlahnya berdasarkan seperti ini kan berdasarkan kelurahan toh, berdasarkan kelurahan kita puskesmas ada 4 wilayah kerja berdasarkan kelurahan itu jumlahnya saja yang dihitug toh tapi untuk pencatatan identitas nama alamat jeniskelaminnya itu toh ada dibuku poli untuk itu programaer da tidak catat kecuali itu pnemoni. Ada ji juga tercatat tapi khusus untuk ispa yang balita harus dicatat dia namanya. Kalau diatas 5tahun nda nda tercatat toh. Bukan artinya tidak tercatat maksudnya programernya da tidak dicatat terus tapi tetatp tercatat dipoli tapi untuk laporannya formatnya tidak diminta namanya toh.” (AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016). “Sebagian dari kunjungan sebagian dari suvei maksudnya kunjungan ke puskesmas sebagian dari penemuan itu mi ada penemuan pasif ada penemuan aktif. Penemuan pasif itu kita yang menunggu disini mereka yang datang. Kalau data aktifnya ada registrasinya sendiri karena itu termasuk kegiatan luar gedung” (IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016). “Data yang saya ambil dari hasil diagnosa dokter yang berada di poli kemudian saya masukkan di buku saya tinggal memindahkan”(JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016). “Kita ambil dari poli umum kemudian kita adakan disini kan surveilans biasa melakukan penyaringan berarti disamping kita ambil data dari poli berarti kita ambil door to door kalau ada keluhan dari masyarakat toh” (K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Sumber data itukan data primer dan data sekunder. Data itu biasanya kita ambil dari orang yang data pasien yang berobat dan register pasien yang berobat disini secara apa data primer dan sekunder terus kalau yang sekunder biasanya kita turun kelapangan, biasa diposyandu, penyuluhan dari rumah ke rumah jadi kalau misalnya ada yang sakit ispa atau kita curigai ispa itu biasanya kita rujuk ke pukskesmas”(Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Sumber data itu dari laporan masyarakat informannya kita dengan data yang ada di poli umum itu tiap hari kita bekkap terus. Itu dia yang masuk di 20 besar di yang masuk di ini format saya ini kan laporan W2 saya. Ini format terbarunya kita untuk dinas kesehatan ini untuk se Indonesia kayaknya formatnya kayak begini untuk format laporan W2 memang. Tapi dibawakan semua penyakit juga ada yang masuk disini itu yang kita cover toh”(IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Misalkan ada kasus kalau kasusnya seperti ispa terus lihat mi golongan umurnya golongan umur berapa misalkan dia golongan
66
umur balita. Kita ambil nama lengkapnya dimana tapi ispa ada golongannya ispa ringan, ispa sedang, atau ispa berat toh haa kalau misalnya yang mau diambil ispa berat kita liat tempat alamatnya dimana umurnya juga berapa terus kita kunjungi tempatnya maksudnya dia tinggal dimana terus nanti pada saat kita sudah kunjungi kita amati kan kita amati kondisinya bemana kondisinya pada saat terkena penyakit itu toh haa terus pada kita saat itu pantau terus kondisinya itu kita ambil mi data lengkapnya namanya umurnya alamatnya terus kita bikin mi kita isi mi di format”(H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Kalau sumber pasif kami ambil dari klinik buku register pasien kemudian kalau yang aktif kami dapat informasi dari warga setempat dari pak lurah pak RT”(RL, 51 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Kalau untuk poli umum mereka yang datang di puskesmas poli, kita mendengar apa laporan dari masyarakat, ada wabah kemudian kita turun langsung begitu yang kita turun yang kita ambil itu jumlah penderitanya berapa, kemudian apa gejalagejalanyanya”(WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Data-data yang kami kumpulkan, yang masuk di poli itu identitasnya lengkap itu semua, terus diagnosa dan pengobatannya”(HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016). „‟Seperti data dari Pustu, dari Pustu yang mereka liat gejala. Ada juga yang dari masyarakat kalau orang sudah rasa gejala klinisnya seperti itu mereka datang sendiri disini, dan ada juga kita ambilkan ke Puskesmas, kita ketemu perorangan. Ada jenis penyakit begitu, kita anu suruh ambilkan kesini, kita lihat gejalagejalanya. Mendaftar di kartu langsungmasuk di Poli umum (SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Sumber data kita berdasarkan poli umum ji. Kalau dilapangan kalau ada yang batuk , flu pokoknya dia flu demam batuk biasanya kalau ada yang begitu kita sarankan mi datang kesini” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). “Laporan LB1 dari Pustu-pustu, poli umum, dan perawatan, rawat inap, itu pasti diambil semua laporan kesakitannya jadi dilihat nanti dari hasil itu yang mana yang bisa kita evaluasi, follow up, itu mi nanti yang kita kunjungi” (HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016).
Hasil wawancara dengan informan tentang jenis data dan sumber data yang telah dikumpulkan terkait dengan kegiatan surveilans di Puskesmas se-Kota Kendari dilakukan melalui data register (nama, alamat,
67
umur) rawat jalan dan rawat inap di poli umum, Pustu, Polindes, Poskesdes berupa laporan penyakit (data kesakitan) dan laporan pemakaian obat. Sedangkan untuk data turun ke masyarakat dikumpulkan berdasarkan kegiata seperti penyelidikan kasus atau pelacakan penyakit yang dilakukan petugas surveilans atau berdasarkan informasi dari pak lurah, pak RT, maupun masyarakat yang ada di daerah tersebut yang dianjurkan ke Puskesmas untuk melakukan tindakan pemeriksaan. Waktu pengumpulan data yang dikemukakan oleh masing-masing petugas surveilans Puskesmas se-Kota Kendari : “Akhir bulan tanggal-tanggal 29 atau 28 dan kalau kirim ke dinkes itu setiap tanggal 5 awal bulan toh. Selalu tepat waktu malah tanggal 3 saya kirim memang mi” (HS, 33 tahun, 17 Maret 2016). “Saya biasanya akhir bulan. Tanggal brapa di? Tanggal 29 kadang-kadang kita suka kirim laporan awal-awal bulan kedinas tanggal 3 itu sudah ke sana mi”(M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016). “Terus iya dilaporkan ji toh. Iya tetapji dilaporkan. Kapan ini tiap bulan dia laporan bulanan, laporan itu tanggal 3 paling lama mi sudah masuk laporan didinas toh” (AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016). “Kalau disini tiap bulan karena tiap bulan harus dilaporkan mengirim laporan bukan mengirim laporan sati-satu mengirim laporan semua jadi sekalian semua dengan program jadi tidak misalnya kayak ispa saja. kalau kita paling lambat tanggal 5 dibulan berikutnya toh” (IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016). “Kalau pengumpulan surveilans, kalau selama ini yang kita lakukan toh, kan setiap bulan ada pengumpulan data ke dinas tiap tanggal 4 biasa sudah di kirim mi” (JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016). “Pengumpulan data surveilans ispa itu sebaiknya dilakukan jika dia pengambilan data sekunder itu dipoli pada akhir bulan untuk mengetahui jumlah ispa itu mengalami penaikkan atau penurunan karena kenapa kalau kita ambil diawal bulan itu datanya kita tidak
68
bisa mengetahui trennya dia naik apa turun jadi kita ambil di akhir bulan kemudian kita rekapitulasi kita tabulasi itu data dia mengalami peningkatan atau penurunan. Sama mi juga kalau dengan data primer yang kita langsung turun ke lapangan. Haa kalau turun lapangan dia tidak menentu harus akhir bulan bisa awal bulan bisa akhir bulan yang penting pada saat akhir bulan kita adakan rekapitulasi data itu yang penting semua terkumpul kita bisa mi tabulasi. Terus untuk ke dinkes pada awal bulan misalkan kita merekap data untuk bulan 3 dilaporkan awal bulan 4 paling lambat tanggal 3 itu laporan sudah masuk”(K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Pengumpulan data dilakukan yaa idealnya setiap hari dikumpulkan data ya dikumpulkan setiap hari karena kan setiap hari kasus itu apa ee berubah-ubah tapi kalau untuk saya mengumpulkan data itu mingguan. Terus kalau” ke dinas itu kalau kasus ispa perbulan tiap tanggal 3 ee tapi nda khusus ispa semua penyakit dikirim mi dalam satu format toh” (Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Ini dia tiap minggu laporan W2. Tiap hari paling lambat hari senin kita kasi kirim lewat sms. Kalau bulan dia tanggal 4 itu dalam bentuk fisik fisikkan begini dalam bentuk grafik” (IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Kalau bikin laporan itu pokoknya satiap tanggal 30 sudah menginput laporan nanti awal bulan kita stor mi ke dinas kesehatan”(H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Pengumpulan data setiap hari kerja kemudian mengadakan ee membuat laporan setiap minggu terus setiap minggu itu ada laporan wabah kemudian ada setiap bulan itu laporan bulanan yang secara fisik kami kirim ke dinas kesehatan kemudian setiap minggunya itu laporan berupa sms ke pusat kemudian ada juga yang perhari untuk kasus-kasus tertentu seperti polio dan campak itu harus masukkan per hari lewat internet. Kalau ispa itu ada 2 ispa pnemoni dan ispa non pnemoni untuk ispa non pnemoni kami hanya survei secara pasif saja kalau ispa pnemoni kami harus secara aktif turun melacak ke rumah-rumah pasien karena kalau yang non pnemoni itu tidak terindikasi wabah sementara yang pnemoni itu berindikasi wabah dan dapat menyebabkan kematian makanya perlu diadakan surveilans aktif” (RL, 51 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Nanti akhir bulan penutupan buku baru datanya”(WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016).
dikumpulkan
“Kalau kita dari puskesmas itu kan tanggal 1 keatas sibuk jadi pengumpulan datanya dilakukan tanggal 25 keatas, pokoknya 27 keatas itu sudah apa membuat rekapan karena tanggal 1 itu sudah harus masuk laporan di dines kota”(HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016).
69
“Kan datanya langsung turun lapangan kalau ispa kita turun lapangan yang mencakup itukan balita yaa ispa balita berarti dengan kata lain kita langsung sama orangtuanya. Oh kalau secara pasif ambil dulu data sekunder dari poli toh untuk melihat seberapa tinggi penyakit itu kan disini ada 3 wilayah kelurahan anawai,wua-wua,terus dilihat mana ispa yang paling tinggi dalam sebulan” (SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Bagusnya setiap hari setiap ada kalau kita posyandu biasa turun biasa promkes penyuluhan disitu. Posyandunya disini ada 12. Perbulan per tanggal 5 terus kalau laporan w2 nanti programer yg kirim lewat sms setiap hari sabtu. Fisiknya nanti menyusul tiap bulan ke dinkes toh” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). „‟Biasanya langsung dikumpulkan, iya.. langsung pencatatan dalam register saja. Jadi, data-data ini saya kumpulkan, nanti petugas di puskesmas ini yang akan ngumpulin datanya kemudian direkap dikirim ke dines tiap awal bulan” (HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016).
Senada dengan hasil wawancara informan biasa yang menyatakan bahwa format laporan dikumpulkan pada awal bulan. Berikut kutipan wawancara oleh informan kunci : “Kan ada formatnya mereka merekap lb1nya poli toh terus mereka bawa kesini. Pengiriman lb1nya itu tiap bulan kalau w2nya iu tiap minggu mereka langsung melalui website ada websitenya langsung terinput ke kemenkes kalau tiap minggunya sms mereka itu sms itu langsung terinput di data kalau stp laporan kunjungannya tidak dia masih pake format begini jadi mereka menginput manual mereka bawa ke kita terus kita input lagi kita bawa ke propinsi via email jarang mi pake laporan fisik kecuali diminta toh. tidak pernah ji karena kalau kalau dorang terlambat ditahan gajinya kalau tidak kirim laporan jadi paling lambat tanggal 5 mereka sudah kirim mi laporannya” (SIA, 34 tahun, wc: 31 Maret 2016).
Berdasarkan hasil wawancara terkait waktu pengumpulan data surveilans
di
peroleh
keterangan
bahwa
Puskesmas
melakukan
pengumpulan data setiap hari kerja berdasarkan waktu kunjungan pasien ke Puskesmas, setiap minggu yang disebut laporan W2, dan laporan LB1 yang dikumpulkan awal bulan berikutnya setiap tanggal 5 ke Dinkes Kota.
70
3. Pengolaha Data Data yang terkumpul selanjutnya diolah menurut orang, tempat dan waktu dalam bentuk tabel dan grafik serta dibuat dalam angka persen atau permil. Hasil penelitian dapat dilihat dengan wawancara berikut ini : Teknik dan metode pengolahan data surveilans : “Langsung tabulasi dalam bentuk rawat jalan. Biasa kita olah pake excel di komputer tapi paling sering manual ji nanti mau buatkan laporan bulanan baru kita tabulasi di excel toh” (HS, 33 tahun, 17 Maret 2016). “Kita menganalisis data sendiri toh olah datanya bemana di? komputer excel pake tabel tapi kalau akhir tahun juga pake grafik. Tabelnya tiap bulan tapi ada juga mingguan kayak W2”(M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016). “Ooh rata-rata disini pengolahan datanya masih ini ji masih seperti maksudnya apa di dibilang manual kita pisahkan ji sendiri toh berdasarkan tidak pake sistem apakah masih ini ji” (AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016). “Analisis sendiri lagi menggunakan dua-duanya komputer dengan manual. Kalau komputer pake execel sama power point” (IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016). “Ooh untuk pengolahan, itu kita biasanya manual saja mungkin.. yang penting bisa ji” (JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016). “Secara manual. Hitung pake itu karena kita kan hitung itu data ispa kita bagi berdasarkan kelurahan kebetulan kita disini ada 4 kelurahan gunung jati, jati mekar, kampong salo, kandai itu kita adakan itu jumlah penderita ispa itu kita bagi berdasarkan kelurahan jadi kita adakan kayak semacam hitung manual. Dalam bentuk tabel. Ada tabel ada pws” (K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Mengolah jadi data itu setelah saya kumpulkan saya catat saya olah di dalam bentuk tabel ditabulasi kemudian dianalisa melalui spss. Berbentuk tabel dan grafik kayak yang disana ispa itu” (Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Kalau pengolahan datanya itu kita secara komputerisasi saja. Saya biasa pake ini tabel dengan diagram. Saya analisis kembali dulu karena biasa ada data yang laporannya sekian ternyata pas turun cek tidak sesuai jumlah itu jadi kita analisis ulang” (IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016).
71
“Cara mengolahnya kita kumpul toh kan kita pilah misalkan umurnya umur yang apa balita toh yang kurang dari 5 tahun terus 5 tahun ke atas mi 5 tahun ke atas misalkan golongan umur paling banyak terkena itu golongan umur berapa saja kalau yang kita kirim ke dines itu biasanya itu golongan semua umur tapi kita pilah golongan balita toh dengan golongan yang ke atas dewasa terus ada formatnya kita isi mi formatnya nama lengkapnya umurnya alamatnya dengan yang hasil pemeriksaan dari dokter misalnya dia ispa atau pnemoni baru mi kita isi diformat” (H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Manual dan komputerisasi dalam bentuk laporan biasa saja angka-angka nanti per 3 bulan kami membuat juga laporan per 3 bulan membuat pula laporan per 6 bulan laporan per 9 bulan jadi trimester 1 trimester 2 trimester 3 dan trimester 4 dalam 1 tahun itu dibuat dalam bentuk grafik batang berdasarkan golongan umur dan berdasarkan wilayah kerja” (RL, 51 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Biasanya metode yang digunakan itu adalah metode pencatatan data penyakit seperti; penyakit flu, diare, ispa,malaria oh tekhniknya anu dia dicatat saja mungkin dikomputer” (WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Pengolahan data biasanya berdasarkan grafik begitu, jadi dilihat disitu peningkatan untuk apa… mengolah data untuk mengevaluasi peningkatan kasusnya sebulan berdasarkan grafiklah maksudnya seperti itu” (HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Manualji penjumlahan. Pake tabel. Sudah siap dianalisis kan digolongkan toh berdasarkan umur nama tempat nanti akhir bulan baru dijumlah. Langsung saja berdasarkan laporan kecuali kalau ada kan kalau ispa kan ada pnemoni kecuali kalau ada yang pnemoni langsung dilaporkan ke dinas untuk ditindaklanjuti toh” (SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Pengolahan data dilakukan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan tempat alamat. Pengolahan data bulanan jarang menggunakan grafik tetapi tabel. Sedangkan grafik digunakan setiap akhir tahun” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). “Format rekapan data kan sudah ada memang tinggal petugas mengisi sesuai dengan kondisi, kalau kondisi sudah mendesak baru menggunkan komputer dan saya isi secara manual saja” (HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016).
72
Pemahaman informan kunci menurut teknik dan metode pengolahan data surveilans sebagai berikut : “Menggunkan grafik. Untuk laporan yang dikirim ke propinsi dalam bentuk excel sedangkan grafiknya disajikan pada saat evaluasi di rapat kesehatan daerah setiap akhir tahun” (SIA, 34 tahun, wc: 31 Maret 2016).
Hasil wawancara tersebut, menunjukkan bahwa dalam mengolah data kasus penyakit Puskesmas se-Kota merekapnya secara manual dan komputerisasi yang dilaporkan berdasarkan nama, golongan umur dan alamat dalam bentuk fisik (teks), tabel, dan kadang-kadang setiap 6 bulan dan 1 tahun dilaporkan dalam bentuk grafik ke Dinkes Kota. 4. Analisis dan Interpretasi Data Analisis dan interperetasi data yang dilakukan di Puskesmas seKota Kendari. Hasil penelitian dapat dilihat dengan wawancara berikut: “Yang menganalisis kita semua. Untuk analisis sejauh ini biasanya untuk formatnya diketik di komputer” (HS, 33 tahun, 17 Maret 2016). “(sambil tersenyum dan menggelengkan kepala) Untuk analisis sejauh ini biasanya tekhniknya itu tidak khusus begitu” (M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016). “Analisis berdasarkan umur, jenis kelamin, tetapi memang ada data untuk ditampilkan digrafik itu saya belum buat tapi yang saya tampilkan digrafik itu seperti berdasarkan umur, desa dan bulan terjadi kasus, setiap bulan per desa dan per umur. Tapi jenis kelaminnya juga ada tapi saya untuk membuat digrafik di atas itu, analisis dibeberapa bulan waktu itu ada” (AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016). “Kalau misalnya standar tiga bulan terakhir ada peningkatan kasus itu kita laporkan, baru setelah ada peningkatan kita sampaikan”(IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016). “Anu apa di‟analisis ini adalah perhitungan manual saja agak miripmi dengan pengolahan” (JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016).
73
“Untuk.. bukan hanya ISPA, heheh…keseluruhannya itu saya membuat laporan kejadian, dianalisis itu sudah 2 tahun terakhir 2013-2014” (K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Untuk sekarang sudah melakukaan analisis dari komputer karna kita input data itu terkendali…kita manual kita masukan itu data ke komputer baru kita analisis, habis kita membuat grafik-grafik kan sudah kentara disitu, apakah terjadi peningkatan jadi kita bisa analisis dengan melihat berdasarkan apa grafik-grafik itu. Kalo tentang secara tabel sajakan masih kita membaca lagi yang mana yang besar peningkatan kasusnya” (Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Untuk menganalisisnya kita lihat dari jumlah data itu. Dimana terjadi kasus tertinggi jadi kita maksudnya dimana terendah, dan kita adakan perbandingan misalkan diumur berapa yang banyak kasusnya, atau dijenis kelamin yang mana banyak kasusnya, atau desa mana yang banyak kasusnya, atau dia terdiri dari di bulanbulan berapa, jadi kita bisa lihat untuk menangani kasus-kasus” (IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Iya selalu, karena ada evaluasi program, evaluasi itukan yang menyelenggarakan dinkes untuk tingkat puskesmas baru diliat jumlahnya meningkat atau tidak setiap bulan” (H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Hmm.. dilihat juga dari data bulanan tapi biasanya dibandingkan dengan data tahunannya biasa kalau evaluasi tahunan. Kalau diminilokakrya dibandingkan data bulanan kalau di evaluasi dibandingkan dengan data tahunan” (RL, 51 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Analisis data itu kami minta bantuan komputer teman karna situasi dan kondisi komputer kami yang belum perbaiki jadi ada teman KTU yang operasikan komputernya atau laptopnya dirumah baru saya lihat dari hasil analisis sekertaris atau KTU saya” (WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Biasanya itu kalau ada kasus biasa itu kan kita analisis bersamasama orang promkes dengan orang kesling toh maksudnya kita kerjasama begitu kan tidak bisa kerja sendiri kita butuh juga teman” (HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Hampir sama ji dengan pengolahan data sebenarnya itu secara komputerisasi saja. Saya biasa pake ini tabel dengan diagram. Saya analisis kembali dulu karena biasa ada data yang laporannya sekian ternyata pas turun cek tidak sesuai jumlah itu jadi kita analisis ulang” (SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Kalau kita itu nanti di dinas kayaknya tidak siap dianalisis karena nanti didinas lagi yang olah kita punya data kalau kita
74
sampe seperti begini saja ada golongan umur nanti ada tabel tersendiri juga untuk kelurahan ini yang dikumpulkankan didinas belum diolah anu Cuma dalam bentuk begini saja” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). “Kita adakan rekapitulasi data itu yang penting semua terkumpul kita bisa mi tabulasi kemudian kita analisis mengetahui jumlah ispa itu mengalami penaikkan atau penurunan karena kenapa kalau kita ambil diawal bulan itu datanya kita tidak bisa mengetahui trennya dia naik apa turun jadi kita ambil di akhir bulan kemudian kita rekapitulasi kita tabulasi itu data dia mengalami peningkatan atau penurunan” (HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016).
Ditambahkan pula oleh hasil wawancara informan kunci “SIA” dalam kutipan wawancara sebagai berikut : “Analisis data kalau memang kasus itu yang sifatnya emergensi secepatnya dianalisis. Tetapi karena kita ini artinya berangkat dari awal data itu mulai dari awal bulan akhir tahun. umpama bulan Januari kita me..melakukan pendataan melakukan survei, kita analisis setelah melakukan pendataan. Jadi mungkin setelah artinya, bukan mungkin artinya setelah pendataan baru kita menganalisa menganalisis baru kita memberikan kesimpulan. Habis itu kita ee programer melakukan ee.. penyampaian di forum seperti di minilokakarya bahwa hasil survei untuk surveilans ISPA atau data-data lain nanti dibahas dalam awal tahun, awal bulan pada tahun baru”.(SIA, 34 tahun, wc: 31 Maret 2016).
Hasil wawancara tersebut informan menginterpretasikan bahwa dalam menganalisis data yang bertugas menganalisis adalah semua petugas dengan membaningkan jumlah kasus yang terjadi apakah mengalami peningkatan atau penurunan, dan tidak ada teknik khusus dalam menganalisis data, menganalisis data dilakukan diakhir bulan setiap melakukan evaluasi program, proses analisis data dilakukan secara manual, sama halnya dalam pengolahan data dan tidak ada teknik khusus dalam menganalisis data.
75
5. Diseminasi Informasi Diseminasi informasi kegiatan surveilans epidemiologi ispa. yang dilakukan Puskesmas se-Kota Kendari berdasarkan hasil wawancara mendalam sebagai berikut: Waktu Diseminasi informasi “Maksudnya? Disaat itu juga disaat kita turun lapangan langsung tidak pake lama kepada masyarakat tidak mungkinnya mi sama kapus” (HS, 33 tahun, 17 Maret 2016). “Ooh,saya biasanya adakan penyuluhan diposyandu-posyandu toh 2x ji kalian turun ke posyandu-posyandu penyuluhan ispa diare. Iya satu kali penyuluhan semua dengan diare. Yaah metode langsung” (M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016). “Ooh,sama ini tiap bulan kita adakan minlok toh untuk kita bahas tentang kasus penyakit yang ada” (AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016). “Minlok yah tiap bulan”(IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016). “Setelah kita melakukan pendataan ini kita langsung melaporkan apa yang kita temukan dilokasi kita kita laporkan”( JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016). “Kalau maksudnya secara khusus tidak tapi pada waktu Minlok, kan kita sering adakan Minlok jadi semua PM atau PTM dibawah standar untuk bulan itu kita laporkan, jadi pengambil kebijakan sebenarnya, kalau bukan kepala Puskesmas, kepala tata usaha berati mereka yang akan menentukan langkah langkah apa yang kita akan ambil ini akan menjadi target untuk bulan depanya” (K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Setiap bulan kita adakan yang namanya Minlok jadi semua informasi tentang penyakit naik atau turun dipuskesmas kita sampaikan disitu” (Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Pada Minlok sama kalau ada kasus KLB langsung melapor ke Dinkes” (IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Setelah pulang dari lapangan kita buat kayak rekapan kita simpan untuk Puskesmas dan kita kirim ke Dinas” (H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Haa.. itu penyebaran data, tadi saya sudah katakan kasus yang sifatnya emergensi secepatnya, pada waktu 24 jam kita harus
76
sebarkan ke masyarakat terutama dan juga pemerintah setempat habis itu kita tindak lanjuti atau kita koordinasikan kepada dinas kesehatan Kota Kendari bagaimana langkah-langkah untuk kasus ini bisa ditanggulangi secepatnya karena sifatnya emergensi, tapi kalau hanya sifatnya data, hanya sifatnya pemberitahuan bahwa ada gejala-gejala yang bisa puskesmas menanggulangi atau memecahkan masalah mungkin hanya sebagai sms saja atau surat yang dari Kepala Puskesmas dikirim ke dinas dan juga ditembuskan kepada pak camat dan kepala kelurahan untuk sebagai laporan supaya bisa kita ketahui bahwa wabah atau suatu kasus, sudah ada yang terindikasi” (RL, 51 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Dalam minilokakarya setiap bulan, di akhir bulan kan, merekap nanti di akhir bulan dari tanggal satu sampai tanggal 5 itukan tidak ada kegiatan, jadi merekap laporan kan untuk dikirim ke dinas kesehatan setelah nanti dikirim baru kami mengadakan minilokakarya untuk evaluasi kembali hasil-hasil program kan” (WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Perbulan itupun juga kalo adakan MINLOK, tapi kalo tidak ada itupun juga secara informasi biasa-biasa saja pada saat mereka datang mengumpulkan laporan itu, itupun kita adakan tidak secara apa namanya rutin begitu cuman datang menyetor kepada kita disini datanya”(HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Biasanya pelaporan atau penyebarluasannya itu awal bulan disetor ke Dinas dan biasanya kalau ada KLB baru disetor ke Dinas untuk penyebarluasan informasi dan selanjutnya dievaluasi” (SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Sebaiknya setiap bulan pada saat minilokakrya, melihat data kasusnya kemudian data kita sebarkan” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). “Secara kolektif tiap bulan” (HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016).
Hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa waktu diseminasi yang dilakukan di masing-masing Puskesmas yaitu dengan menyebarkan secara lansung saat melakukan pendataan dilapangan, melalui kegiatan Minilokakarya (Minlok) setiap bulan dari hasil analisa masalah kesehatan, dan masing-masing programer memaparkan hasil kegiatannya kemudian memberi informasi melalui penyuluhan.
77
Metode Diseminasi informasi hasil kegiatan surveilans epidemiologi yang dilakukan setiap Puskesmas di Kota Kendari. Berikut kutipan wawancaranya : “Melalui suara nda pake papan pengumuman kapan pake papan pengumuman tidak akan ada yang baca, mending kalau door to door rumah kerumah posyandu itu saja”(HS, 33 tahun, 17 Maret 2016). “Apakah itu yang pamlet atau apakah namanya itu yang dilipat2 bukan pamflet kayaknya itu sa lupa mi namanya” (M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016). “Mmm kita penyuluhan lintas program dengan promkes toh. Promkes juga yang biasa lakukan penyuluhan. Tidakji tidak pake internet kan hasil datanya ini dalam bentuk laporan toh print out ji langsung print out dikirim ke dinas. Kemasyakatnya tidak kayaknya iya penyuluhanji tetap itu dilaksanakan penyuluhan nyatami juga pake begitu leflet lembar balikpake ji tapi kalau mau dibagi datanya diinternet begitu tidak. Dines juga kayak tidak ji” (AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016). “Kalau sekarang masih jarang kayaknya kalau ispa paling penyuluhan individu itupun kalau datang konsultasi toh atau kita survei lingkungan. Kalau penyuluhan kelompok belum ada untuk ispa karena dia itu dia kan kronis terus menular jadi penyuluhan individu ji” (IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016). “Metode yang memberikan informasi seperti penyuluhan, langsung diberi format pencatatan, Kalau wabah atau KLB itu langsung menelpon ke dinas, bahwa wilayah ini ada terjadi KLB, jadi mereka dari dinas turun langsung ke wilayah kerja bersama sama kepetugas puskesmas dari kapus apa semua langsung turun ke lapangan”( JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016). “Itu menyurat kita kan kebetulan disini metode penyebar luasan informasinya itu kita cuma menyurat bisa selain ke dinas kebetulan ada jejaring kerjasama dengan kantor kesehatan pelabuhan kelas 2 kendari ya disitu juga kita bagi informasi selain kedinas kita juga ke kantor kesehatan pelabuhan. Kalau masyarakatnya kita cuma adakan penyuluhan. Kalau kita penyuluhan tidak khusus harus ispa, penyuluhan itu kita ambil semua penyakit yang naik apa yang lagi ternnya naik. Haa biasanya kita adakan penyuluhan itu sekali sebulan kadang dua kali sebulan tapi tidak menentu juga kadang kita liat juga kalau misalkan kasusnya turung berarti kan biasanya pada saat kita turun penjaringan disitu kita adakan penyuluhan door to door juga” (K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016).
78
“Ee penyuluhan yang kita lakuakan biasa perorangan atau kelompok biasa diposyandu atau dari rumah ke rumah jadi biasa kita gabung dengan penyakit lain, ispakan erat kaitannya dengan penyakit lain jadi kita gabung” (Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Disini itu untuk penyebarluasan informasi itu kita masih terbatas ini kendala dana juga karena itu harus butuh dana sementara dananya kita terbatas. Hmm dalam bentuk ini saja dalam bentuk laporan, dalam bentuk pernah kita buat dalam bentuk selebaranselebaran juga yang kita edar dengan laporan fisik yang kita bawa ke dinas kesehatan. Kalau penyuluhannya itu dia hampir tiap posyandu itu ada penyuluhan . biasa tinggal diliat saja ee di posyandu daerah manasaja yang tinggi di ininya kasus ispa biasa sambil diselingi penyakit lain tapi tetap fokus juga dengan ispa” (IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Kalau metode yang digunakan bentuk kayaknya hanya pemberitahuan begini bentuknya bentuk penyakit dalam bentuk apa bentuk laporan toh informasinya terus dilampirkan mi kayak seperti ini grafik. Kayaknya untuk petugas disini saja. Kalau untuk masyarakatnya nda” (H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Hanya metode kayak penyuluhan biasa menggunakan metode ceramah menggunkan brosur plamflet. Kalau dinas kesehatan biasanya hanya untuk ada intervensi dari dinas kesehatan itu untuk misalnya kayak pemberantsan penyakit tertentu” (RL, 51 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Hasil kegiatan dijabarkan di minilokakarya Puskesmas selama ini baru nanti dilanjutkan ke dinas kesehatan” (WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Media yang kita kasih itu yang kita berikan itu seperti gambargambar kita sebar di masyarakat kemudian kita penyuluhan, tetapi penyuluhannya tidak kelompok tapi individu informasi kita sebar, masyarakat memang seperti itu” (HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Bentuk penyuluhannya itu langsung turun kelapangan toh kalau ada yang dinyatakan penyakit ispa misalnya yang menderita ispa dibulan itu paling langsung turun kelapangan untuk mendata sekaligus juga dengan petugas keslingnya toh tentang pola hidupnya kan biasa juga dari kebiasaannya” (SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Pake poster . dia itu promkes biasa dia gabung” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). “Kita memberikan informasi kepada kader bahwa disini kenapa dia banyak ISPA, kaya kemarin ISPA itu banyak. Begitu saja,
79
sama dengan petugas-petugas Pustu yang lain secara tertulispun jarang. Iya betul. tapi untuk apa namanya memberikan seperti catatan laporan begini..tidak” (HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016).
Berdasarkan hasil wawancara mengenai diseminasi informasi ke Dinkes Kota maupun masyarakat pihak puskesmas melakukan metode pemberian ceramah atau penyampaian lisan melalui penyuluhan yang dilakukan oleh tim surveilans ( promkes dan kesling) dengan bantuan gambar-gambar seperti poster dan pampflet. Hal yang sedikit berbeda yang dikemukan oleh pihak Dinkes Kota Kendari. Berikut kutipan wawancaranya : “Kecuali ada kasus kayak dbd baru-baru baru kita sebarkan ke masyarakat. Itu promkes mi lagi yang punya peranan untuk masalah promosi kesehatan jadi orang promkes yang datang kesini, datanya korang didaerah mana yang tinggi ininya supaya kita turun itu kan sudah tupoksinya juga orang promkes kayak kemarin dianawai toh mereka turun mi promosi penyuluhan disana satu paket promkes kesling programernya sama kita surveilansnya atau biasa kita dulu turun baru mereka atau kita mapingkan saja mereka kelurahan mana yang tinggi ininya toh dan mereka langsung turun promosi. Kalau maping yang ada baru khusus dbd ji kayaknya kan yang paling sering dbd toh campak tidak kalau ispa na ispa paling tinggi sebenarnya hanya kita belum mapingkan karena kita belum tau caranya itu saja. Belum ada pelatihannya yang GIS toh belum ada yang satusatunya pernah GIS itu dbd sebenarnya samaji harusnya modelnya cuman beda penyakitnya saja toh cuman datanya sama semua ji kalau GIS tapi kita tidak bisa bikinkan maping bisaji tapi kalau mapingkan kan kecuali kalau sudah ada kumulatif bagusnya kalau kita maping itu kayak pertengahan tahun per 6 bulan kita maping toh kalau 1bulan belum kelihatan kalau kita langsung maping disini paling banyak lebih bagus itu kalau 6 bulan atau 1tahun pi baru kita maping akhir tahunnya toh nanti sa mau belajar juga yang begitu yang mapingnya supaya kita bisa tau” (SIA, 34 tahun, wc: 31 Maret 2016).
80
Hasil wawancara tersebut informan kunci menyatakan bahwa diseminasi informasi di setiap Puskesmas se-Kota kendari sesuai tupoksinya dilakukan secara tim (programer surveilans, promkes, dan Kesling) melalui penyuluhan dan maping yang disebut GIS. Akan tetapi, program maping saat ini di Kota Kendari hanya terbatas pada penyakit DBD saja. 6. Kendala Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi “Kendaraan itu ji. Kendaraan karena ini daerah pesisir hehehe daerah pesisir setengah mati toh” (HS, 33 tahun, 17 Maret 2016). “Ituji transport” (M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016). “Hambatannya tidak ji nda ada ji yang terlalu ini” (AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016). “Tidak ada ji hambatannya” (IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016). “Selama ini surveilans itu khususnya ISPA belum ada kecuali DBD itu dari tingkat I memang” (JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016). “Alhamdulillah tidak. Karena sejauh ini setiap pasien yang kita tanya atau masyarakat yang kita turung penjaringan kita tanya keluhannya apa mereka apa-apa masalahnya sejauh ini mereka apa orangnya terbukalah istilahnya tidak ada yang ditutupi” (K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Hambatan ketika kita mendapat kasus ispa dilapangan kita kan merujuk pasien ke pusat fasilitas pelayana masyarakat salah satunya puskesmas kadang mereka ogah-ogahan untuk itu, itu salah satu hambatan”(Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Hambatannya biasa ada laporan masyarakat biasa kita kesasar di alamat biasa kita tuju dialamat ini ternyata kita pergi ditempat situ ternyata bukan disitu penderitanya biasa kita kadang-kadang salah tulis alamat juga” (IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Kalau hambatan-hambatannya nda ada semua berjalan dengan baik ji karena semua bisa terlaksana. Alhamdulillah bisa ji kita lakukan semuanya” (H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Selama ini berjalan cukup lancar karena walaupun ee kami disini kekurangan petugas kami disini mempunyai 3 wilayah kerja
81
seharusnya itu mempunyai 3 petugas karena kalau ditemukan kasus di 2 tempat kami hanya 1 petugas bisa membagi diri jadi disitulah kendalanya kurangnya sumber daya manusia disini” (RL, 51 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Sa kira tidak ada masalah, karena semua tenaga-tenaga kesehatan yang ada di lapangan bisa diajak kerjasama”(WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Keterbatasan tenaga biasanya jadi kita mengolah tidak tepat waktu dengan seharusnya karna banyaknya pekerjaan” (HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Alhamdulillah tidak ji karena masyarkatnya juga aktif toh” (SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Kan laporan ini laporan berulang kan sudah diminta disurveilans diminta lagi item-itemnya itu terus kurang tenaga kayaknya” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). “Ya itu tadi kurangnya petugas yang ikut berperan dalam analisis jadi ya saya analisis sendiri sesuai dengan yang sering saya lakukan”(HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016).
Hal yang serupa dikemukan oleh informan kunci mengenai kendala dalam pelaksanaan sureilans epidemiologi yang berjalan di Kota Kendari. Berikut kutipan wawancaranya : “Itu ji masalah petugas puskesmasnya ji yang kurang tenaganya disana tenaga surveilansnya, mereka sering pindah-pindah terus mereka juga banyak rangkap jabatan jadi mereka tidak optimal itu kerja tentang surveilans kan rangkap. Kan kalau programer mengolah juga data terus surveilans merekap semua penyakit dari programer mau pm mau ptm” (SIA, 34 tahun, wc: 31 Maret 2016). Berdasarkan hasil wawancara tersebut pelaksanaan surveilans di Kota Kendari untuk di daerah pesisir terhambat masalah transportasi dalam mendukung pelaksanaan surveins epidemiologi, masalah kurangnya tenaga kerja sehingga adanya rangkap jabatan di
82
beberapa Puskesmas, dan sebagian Puskesmas beranggapan tidak memiliki masalah dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi. C. PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian mengenai Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi di Puskesmas se-Kota Kendari Tahun 2016 dinilai dari aspek pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan interpretasi data serta diseminasi informasi adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara aktif dan pasif. Jenis data Surveilans Kesehatan dapat berupa data kesakitan, kematian, dan faktor risiko. Pengumpulan data dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain individu, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, unit statistik dan demografi, dan sebagainya.
Metode
pengumpulan
data
dapat
dilakukan
melalui
wawancara, pengamatan, pengukuran, dan pemeriksaan terhadap sasaran. Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan data, diperlukan instrumen sebagai alat bantu. Instrumen dibuat sesuai dengan tujuan surveilans yang akan dilakukan dan memuat semua variabel data yang diperlukan (Permenkes, 2014). Berdasarkan observasi yang dilakukan di setiap Puskesmas se-Kota Kendari menunjukkan bahwa sumber data yang dilakukan petugas kesehatan dalam pengumpulan data surveilans terkait Kendari identitas penderita berdasarkan orang (nama penderita, nama kepala keluarga, umur, dan jenis kelamin), waktu (tanggal, bulan, dan tahun kunjungan
83
pasien
yang
sakit)
dan
tempat
(alamat
penderita
berdasarkan
desa/kelurahan), terdapat data kesakitan dan laporan monitoring indikator peresepan obat diperoleh dari pencatatan hasil kunjungan pasien di poli umum, dari pustu, dari ruang perawatan serta UGD dan laporan dari masyarakat. Pencatatan data dan pelaopran surveilans yang dilakukan oleh petugas kesehatan di setiap Puskesmas Kota Kendari identitas berdasarkan variable epidemiologi orang (nama penderita, nama kepala keluarga, umur, dan jenis kelamin), waktu (tanggal, bulan, dan tahun kunjungan pasien
yang
sakit)
dan
tempat
(alamat
penderita
berdasarkan
desa/kelurahan) belum menunjukkan kelengkapan pengumpulan data oleh Puskesmas di Kota Kendari terkait penyakit menular maupun tidak menular, hal ini menunjukkan validitas data yang dikumpulkan masih rendah. Satu hal yang penting diperhatikan dalam pengumpulan data adalah validitas data terhadap pengecekan data. Namun, pengumpulan data hanya berdasarkan pada total penemuan penderita dan jumlah kasus penderita penyakit yang sesuai dengan golongan umur. Penentuan tempat (place) hanya berdasarkan pada desa/kelurahan (tidak menunjukan data lengkap dari alamat/ tempat tinggal penderita). Berdasarkan waktu (time) yakni jika ada kasus dicatat berdasarkan periode bulanan secara manual. Alat yang digunakan pada pengumpulan data surveilans di setiap Puskesmas Kota Kendari menggunakan beberapa format yang dibuat secara komputerisasi dan ada juga beberapa format yang dibuat secara
84
manual namun pengisian format tersebut rata-rata masih menggunakan manual. Pengumpulan data pada setiap pasien yang diperiksa, formulir dapat dibedakan atas dua yaitu pengumpulan data secara manual, bentuk formulir harusnya dirancang agar konsisten dengan isi data reka medis pasien sehingga informasinya dapat dikumpulkan dan dicatat secara efesien dan pengumpulan dengan menggunakan sistem database komputer, formulir manual sebaikanya dirancang sedemikian rupa sehingga isinya sama dengan yang tertera dilayar komputer. Pengumpulan data surveilans epdemiologi Imari (2011) mengatakan bahwa ketepatan waktu yang bukan seharusnya dapat mengacaukan pola kurva dari data surveilans yang akan dianalisis. Waktu pengumpulan data surveilans dilakukan secara rutin di Puskesmas se-Kota Kendari setiap awal bulan yaitu pada tanggal 1 sampai tanggal 5 dari hasil wawancara oleh informan kunci menuturkan bahwa waktu pengumpulan data sudah menjadi komitmen karena dari puskesmas jika pengumpulan data tidak dilakukan maka tidak diberikan gaji. Pengumpulan data dilakukan setiap hari dari buku register kunjungan pasien, pustu, dan laporan masyarakat berdasarkan penuturan informan biasa. Kegiatan surveilans ini mestinya harus dilakukan secara efisien dan terus menerus, khususnya dari pengumpulan data, karena data harus dilakukan analisis selanjutnya dapat dihitung jumlah kasus yang ada. Kendala yang dihadapi oleh petugas puskesmas di Kota Kendari dari hasil wawancara, mengatakan bahwa faktor keterbatasan tranportasi bagi
85
petugas yang bertugas didaerah pesisir dan kurangnya tenaga kesehatan juga merupakan kendala yang dihadapi. 2. Pengolahan Data Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di Puskesmas se-Kota Kendari diketahui bahwa pengolahan yang dilakukan oleh petugas kesehatan masih berupa data mentah yang bersumber dari daftar register (kunjungan pasien, lapangan, pustu, dan laporan masyarakat). Selanjutnya, data tersebut direkapitulas, diolah, dan diringakas menjadi tabel dan grafik menggunakan
program
excel
pada
komputer
sehingga
dapaat
memudahkan untuk dianalisis. Saat ini, kemajuan teknologi komputerisasi dalam proses pengolahan data, terutama untuk kemudahan menyajikan hasil pengolahan data berdasarkan variable epidemiologi yang diinginkan Puskesmas di Kota Kendari dalam melakukan pengolahan dan penyajian data hanya terbatas pada tabel dan grafik. Padahal penggunaan mapping atau pemetaan dengan program Geographycal Information System (GIS) yang sudah mulai diperkenalkan dalam pemanfaatan pembuatan kesimpulan dapat jauh lebih mempermudah petugas kesehatan dalam pengolahan dan analisis data. Sehingga informasi yang dihasilkan dapat dijadikan acuan perencanaan dalam pemecahan masalah kesehatan. Kenyataan yang ada hal tersebut belum dimanfaatkan dalam menunjang pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit menular maupun penyakit tidak menular yang semakin tahun semakin tinggi
86
jumlah kasusnya di beberapa Puskesmas se-Kota Kendari. Hal ini dikarenakan, kurangnya pelatihan yang diadakan oleh Dinas Kesehatan Kota maupun Dinas Kesehatan Propinsi terkait masalah pelaksanaan surveilans epidemiologi di Puskesmas. Prinsipnya kegiatan pengolahan data surveilans akan terlaksana dengan baik jika didukung oleh sarana dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan yang semakin hari semakin meningkat. Saat ini, kurangnya petugas kesehatan yang dimiliki Puskesmas sehingga tidak dapat dilakukan pengolahan data dengan baik. Padahal sesuai Permenkes No.45 Tahun 2014, sangat jelas dinyatakan hasil pengolahan dapat berbentuk tabel, grafik, dan peta menurut variabel golongan umur, jenis kelamin, tempat dan waktu, atau berdasarkan faktor risiko tertentu. Setiap variabel tersebut disajikan dalam bentuk ukuran epidemiologi yang tepat (rate, rasio dan proporsi). Pengolahan data yang baik akan memberikan informasi spesifik suatu penyakit dan atau masalah kesehatan. Selanjutnya adalah penyajian hasil olahan data dalam bentuk yang informatif, dan menarik. Hal ini akan membantu pengguna data untuk memahami keadaan yang disajikan (Permenkes, 2014). 3. Analisis dan Interpretasi Data Menurut Hikmawati (2011) Analisis data surveilans menggunakan pendekatan desktiptif dengan determinan epidemiologi, yaitu orang, tempat dan waktu. Dalam melakukan analisis data surveilans dibutuhkan data penunjang diluar informasi yang telah dikumpulkan misalnya data
87
kependudukan, data geografis, data sosial budaya agar penarikan keputusan lebih komprehensif. Penyajian data dengan menggunakan tabulasi dan dikombinasikan dengan grafik memudahkan kita melakukan analisis. Analisis data dilakukan sejak membuat tabulasi data dari register harian, sehingga adanya suatu kalainan yang terjadi di wilayah kerja kita dapat segera diketahui dilakukan tindakan pencegahan. Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari informan tentang analisis dan interpretasi data, di Puskesmas se-Kota Kendari data analisis dengan menggunakan jenis pengukuran epidemiologi proporsi dan rate dengan perbandingan jumlah kasus dengan jumlah penduduk, data diinterpretasikan berdasarkan perhitungan bulanan dan tahunan, untuk laporan tidak dilakukan dengan alasan dilakukan pada saat rekapan data bulanan berdasarkan tempat (kelurahan/desa), orang (jenis kelamin), dan umur (golongan balita dan semua umur). Namun, penentuan pemetaan dan stratifikasi wilayah kerja yang rawan belum dilakukan oleh petugas kesehatan, hanya melalui perhitungan penemuan penderita, untuk grafik pada analisis data biasanya digunakan pada saat evaluasi program, dan adanya analisis trend penyakit. Hal ini dikarenakan kurang tersedianya pelatihan-pelatihan untuk petugas kesehatan dalam menganalisis data, kurang keterampilan yang dimiliki oleh petugas kesehatan, serta keterbatasan tenaga kesehatan di setiap Puskesmas Kota Kendari.
88
Penggunaan analisis data dan interpretasi data tergantung pada tingkat unit kesehatan yang bersangkutan, sehingga dapat di analisis. Hasil analisa dan interpretasi data disebarluaskan pada unit-unit yang berkepentingan agar dapat digunakan untuk perencanaan tindak lanjut. Data diinterpretasikan dengan membandingkan data bulanan jika evaluasi pada saat kegiatan minlok namun membandingkan dengan data tahunan pada kegiatan evaluasi tingkat kota yang dilakukan setiap tahun. 4. Diseminasi Informasi Diseminasi Informasi dapat dilakukan ke tingkat atas maupun kebawah. Data/informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan surveilans epidemiologi penyakit disampaikan kepada pihak-pihak yang dapat melakukan tindakan penanggulangan penyakit campak atau upaya peningkatan program kesehatan, pusat-pusat penelitian dan pusat-pusat kajian serta pertukaran data dalam jejaring surveilans epidemiologi agar diketahui terjadinya peningkatan atau penurunan kasus. (Arias, 2010) Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Puskesmas se-Kota Kendari memperlihatkan bahwa petugas kesehatan Puskesmas di Kota kendari dalam menyebarluaskan data/informasi kasus sudah mulai memanfaatkan teknologi seperti layanan internet dan sms. Akan tetapi hal ini hanya terbatas pada pelaporan kasus-kasus tertentu, untuk saat ini masih menggunakan penyebaran informasi secara manual yaitu biasanya petugas melaporkan kasus penyakit melalui pencatatan dan pelaporan saja untuk dilaporkan ke unit-unit kesehatan lain guna dilakukan tindak lanjut.
89
Bentuk penyebarluasan informasi yang dilakukan yakni dari unit pelayanan kesehatan tingkat bawah ke tingkat tertinggi mulai dari Posyandu, Poskesdes, Pustu, dan Puskesmas. Petugas kesehatan merampungkan
semua
data
dalam
bentuk
laporan
yang
akan
dipresentasikan dalam pertemuan rutin atau minilokakarya (Minlok). Berbeda dengan diseminasi informasi surveilans epidemiologi yang dikemukan oleh Imari (2011), yang menyatakan bahwa hasil analisis lanjut berupa suatu penarikan kesimpulan dari suatu tabel, grafik, atau peta yang dapat disampaikan pada berbagai pihak yang membutuhkan melalui media seperti laporan analisis surveilans epidemiologi (paper), penyajian dlam seminar, penulisan dalam (buletin atau majalah), penyajian pada pertemuan organisasi, dan pertugas yang melakukan analisis lanjut terlibat dalam rapat program atau penyususnan perencanaan, pengendalianm monitoring dan evaluasi program. Sehingga dalam proses diseminasi tidak hanya ditujukan pada Dinas Kesehatan Kota maupun Dinas Kesehatan Propinsi saja, tetapi juga pada masyarakat yang kemudian bersama-sama membuat suatu program perencanaan dalam menurunkan kasus penyakit menular maupun tidak menular. 5. Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Penyakit Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan
90
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan. (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/MENKES/SK/VIII/2003). Pelaksanaan Surveilans epidemiologi di setiap Puskesmas se-Kota Kendari belum berjalan sesuai dengan kaidah yang sebenarnya. Informasi dari data epidemiologi yang telah dikumpulkan dan diolah idealnya dapat menjadi bahan dasar perencanaan dan pertimbangan kebijakan dan program kesehatan yang efektif belum terjadi. Padahal secara teori Surveilans mempunyai mekanisme yang baku serta dapat berfungsi sebagai deteksi Dini dalam Proteksi terhadab kejadian KLB dan Wabah. Namun, kenyataannya saat ini pelaksanaan Surveilans dilapangan yang dilakukan petugas kesehatan lebih mengarah mengarah pada Kolecting data. Sehingga fungsi dan manfaatnya menjadi lemah bahkan tak berarti dalam pencegahan, penanggulangan dan pengendalian penyakit hanya sebatas pengetahuan mengenai jumlah kasus yang terjadi tiap tahunnya tanpa adanya kebijakan yang dilakukan. Observasi yang dilakukan di Puksesmas se-Kota Kendari yakni setiap informan memiliki pemahaman yang sama yakni petugas kesehatan di Puskesmas Kota Kendari beranggapan bahwa pelaksanaan surveilans epidemiologi sudah berjalan secara baik sesuai dengan format yang ada. Akan tetapi, jumlah kasus penyakit yang terjadi tiap tahun di Puskesmas selalu meningkat. Hal ini dikarenakan, kurangnya sumber daya manusia
91
yang tersedia, kurangnya pelatihan-pelatihan yang dapat mendukung keterampilan petugas kesehatan dilapangan, belum adanya pemerataan pemanfaatan teknologi layanan internet di setiap Puskesmas sehingga terjadi rangkap kerja yang menyebabkan petugas kesehatan kewalahan melakukan tugas yang tidak sesuai dengan keterampilan yang dimiliki masing-masing petugas kesehatan. Kegiatan surveilans epidemiologi mempunyai peran yang sangat penting dalam penurunan dan pemberantasan penyakit di Puskesmas seKota Kendari, mengingat masih tingginnya kasus penyakit menular maupun tidak menular sehingga kegiatan surveilans merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara sistematis dan terus menerus agar diketahui peningkatan dan penurunan kasus setiap bulan atau setiap tahun dan merupakan pengamatan penyakit pada populasi yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, untuk menjelaskan pola penyakit, mempelajari riwayat penyakit dan memberikan data dasar untuk pengendalian dan penanggulangan penyakit tersebut. D. KETERBATASAN PENELITIAN 1. Lambatnya penerbitan surat dari instansi. Hal ini disebabkan karena tidak adanya petugas yang berwenang untuk menandatangani surat peneliti ditempat pada saat itu. 2. Sulitnya bertemu dengan informan. Hal ini disebabkan karena banyaknya kesibukkan informan jadi tidak bisa diwawancarai. Sehingga, perlu
92
mencari waktu yang tepat serta suasana yang kondusif untuk melakukan penelitian. 3. Tempat informan yang berbeda-beda dan jarak tempuh yang cukup jauh dari tempat tinggal peneliti.
93
V. PENUTUP
A. SIMPULAN Berdasarkan uraian tersebut, diperoleh kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Kegiatan surveilans dari segi pengumpulan data di setiap Puskesmas Kota Kendari yakni jenis data yang dikumpulkan berupa laporan penyakit (data kesakitan) dan laporan pemakaian obat yang bersumber dari petugas Pustu dan data Puskesmas. Untuk pengumpulan data laporan mingguan (W2) dan laporan bulanan (Lb1) ke Dinkes Kota sebagian Puskemas mengirimkan laporan W2 via-sms dan laporan Lb1 via-email sesuai dengan format yang ada. Sedangkan sebagian Puskesmas mengirimkan laporan Lb1 langsung ke Dinkes Kota dalam bentuk laporan fisik. 2. Kegiatan surveilans dari segi pengolahan data dilakukan oleh petugas secara manual dan memanfaatkan komputer pribadi, dilaporkan setiap bulan dengan format laporan disajikan dalam bentuk tabel dan teks peningkatan kasus penyakit dan untuk laporan tahunan disajikan dalam bentuk grafik. 3. Kegiatan surveilans dari segi analisis dan interpretasi data, informan menganalisis data menggunakan variabel epidemiologi (orang, waktu dan tempat), hal tersebut diperoleh dari informan kunci yang menuturkan bahwa analisis data menggunakan perhitungan persen, sedangkan interpretasi dilakukan dengan membandingkan data bulanan dan tahunan.
93
94
4. Kegiatan surveilans dari segi diseminasi informasi terfokus pada penyampaian secara lisan maupun dalam bentuk laporan ke unit pelayanan kesehatan yang secara rutin dilakukan setiap bulan pada masing-masing Puskesmas dalam pertemuan Minilokakarya (MINLOK). B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut: 1.
Diharapkan kepada para petugas surveilans di Puskesmas yang ada dikota kendari agar memaksimalkan kegiatan surveilans yang berjalan untuk menekan angka kejadian penyakit menular maupun tidak menular dimasyarakat.
2.
Diharapkan kepada pemerintah, utamanya Dinas Kota Kendari agar mengadakan pemantauan secara berkala di masyarakat umum terutama di tempat-tempat yang rawan sebagai daerah yang wilayahnya tergolong epidemik dan pandemik serta lebih mempersiapkan Puskesmas sebagai pusat informasi dan pelayanan langsung di masyarakat dalam mencegah dan menanggunalangi penyakit menular maupun tidak menular, memberi dukungan dan memberdayakan masyarakat.
3.
Diharapkan Kepada Kepala Puskesmas yand ada di Kota Kendari agar mengawasi kinerja dan kedisplinan stafnya serta lebih melengkapi segi fasilitas sarana dan prasarana yang dibutuhkan seperti fasilitas komputer, tansportasi, penambahan tenaga kesehatan serta hal-hal lain yang dibutuhkan guna lancarnya kegiatan surveilans di Puskesmas.
95
4.
Memberikan penyuluhan dan sosialisasi secara terus-menerus kepada masyarakat mengenai penyakit menular dan penyakit tidak menular sehingga masyarakat mengetahui hal-hal yang berkenaan dengan penyakit menular dan penyakit tidak menular dan mampu mencegah penularannya.
5.
Perlunya pelatihan khusus kepada tenaga kesehatan di tingkat Puskesmas khususnya dari tenaga surveilans terhadap masalah penyakit sehingga ada respon positif melalui tindakan pencegahan dan penanggulangan penyakit.
6.
Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti serupa hendaknya lebih mengembangkan variabel, desain penelitian, dan metode pengambilan sampel yang akan diteliti lebih berbeda agar hasil yang diperoleh lebih signifikan.
96
DAFTAR PUSTAKA Amiruddin, Ridwan. 2012. Surveilans Kesehatan Masyarakat. IPB Press. Bogor. Badan Pusat Statistik Kota Kendari. 2015. Kota Kendari Dalam Angka. Kendari. Budioro, 2007. Pengantar Epidemiologi, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Bungin, Burhan, 2007. Metode Penelitian Kualitatif, Rajawali Pers, Jakarta. Buton, La Djabo. 2008, Bahan Ajar Mata Kuliah Surveilans Kesmas, Unhalu, Kendari. Depkes RI, 2010. Profil Kesehatan Kesehatan Indonesia 2009, Depkes RI Direktorat Jenderal PPM & PLP, Jakarta. . 2003. Surveilans Epidemiologi Penyakit (PEP), Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Depkes R.I, Jakarta. . 2004. Bimbingan Keterampilan dalam Tata Laksana Penderita Infeksi
Saluran Pernafasan Akut pada Anak, Jakarta. Dinkes
Provinsi DIY. 2010. Profil Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta.Yogyakarta: Dinas Kesehatan Provinsi D. I. Yogyakarta.
Dinkes Provinsi Jwa Tengah. 2010. Pedoman Dasar Pelaksanaan Surveilans Privinsi Jawa Tengah. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara, 2012. Profil Kesehatan Sulawesi Tenggara tahun 2012. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Dinkes Kota Kendari . 2013. Laporan Surveilans Terpadu Penyakit (STP) di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Kendari. Dinas Kesehatan Kota Kendari. Dinkes Kota Kendari . 2014. Laporan Surveilans Terpadu Penyakit (STP) di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Kendari. Dinas Kesehatan Kota Kendari. Dinkes Kota Kendari . 2015. Laporan Surveilans Terpadu Penyakit (STP) di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Kendari. Dinas Kesehatan Kota Kendari.
96
97
Hasrianti, 2011. Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Demam Tifoid Di Puskesmas Perawatan Abeli Kota Kendari Tahun 2010, Unhalu, Kendari. Heryana, A. 2015. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular. Universitas Esa Unggul. Jakarta. Hikmawati, I. 2011. Buku Ajar Epidemiologi. Nuha Medika. Yogyakarta. Http://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/pengembangan-surveilans-penyakitberbasis-masyarakat, diakses tanggal 16 Desember 2015 Imari,S.
2011. Surveilans Epidemiologi Prinsip,Aplikasi,Manajemen Penyelenggaraan dan Evaluasi Sistem Surveilans. FETP Kemenkes RIWHO. Jakarta.
Kalsum, N. (2011). Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Tuberkulosis (TB) Di Wilayah Kerja Puskesmas Lalonggasymeeto Kabupaten Konawe Tahun 2010. Skripsi Universitas Halu Oleo. Kendari. Kemenkes. 2003. Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan. Kemenkes RI. Kemenkes. 2003. Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi penyakit Menular Dan Penyakit Tidak Menular Terpadu. Kemenkes RI Latif,V. 2011. Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Di Puskesmas Waetuno Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi Tahun 2010. Skripsi Universitas Halu Oleo. Kendari. Masrochah,S. 2008. Sistem Informasi Surveilans Epidemiologi Sebagai Pendukung Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit di Dinas Kesehatan Kota Semarang, Universitas Diponegoro. Semarang. Mahfudhoh, B. 2015. Komponen Sistem Surveilans Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Dinas Kesehatan Kota Kediri. Artikel Ilmiah. FKM Universitas Airlangga. Surabaya. Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Rineka Cipta. Jakarta. Permenkes. 2014. Tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan. Permenkes RI Permenkes. 2010. Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan. Permenkes RI.
98
Sugiasih, E. 2012. Gambaran Pelaksanaan Surveilans Campak Di Puskesmas Cepu Dan Tunjungan Kabupaten Blora Tahun 2012. Skripsi Universitas Negeri Semarang. Weraman, P. 2010. Dasar Surveilans Kesehatan Masyaratakat. Gramata Publishing. Jakarta. Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. World Health Organization. 2008. Measles, www.who.int. diakses tangga13 Desember 2015. World Health Organization Indonesia. 2012. Report on Situational Analysis of Acute Respiratory Infections in Children in Indonesia. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA PELAKSANAAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DI PUSKESMAS SE-KOTA KENDARI TAHUN 2016
(Untuk Petugas Surveilans Puskesmas) Nama informan : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan : Puskesmas : Jabatan : Masa kerja ::
1. Menurut Anda, kegiatan surveilans itu seperti apa? 2. Menurut Bapak/Ibu, siapa saja tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi di Puskesmas? Bagaimana peran masingmasing pihak tersebut? 3. Bagaimana dengan sarana dan prasarana yang tersedia dalam mendukung pelaksanaan surveilans epidemiologi di Puskesmas? 4. Bagaimana dengan pelaksanaan surveilans epidemiologi yang selama ini berjalan? 5. Dapatkah Anda jelaskan, apa saja sumber data surveilans ? Apa sudah tersedia secara lengkap? 6. Dapatkah Anda jelaskan, jenis data apa saja yang telah Anda kumpulkan dalam kegiatan surveilans ini? 7. Dapatkah Anda jelaskan, alat pengumpulan data seperti apa yang telah digunakan dalam kegiatan surveilans ? 8. Menurut Anda, kapan sebaiknya melaksanakan pengumpulan data surveilans ? 9. Bagaimana cara Anda melakukan pengolahan data? Apakah itu rutin?
10. Bagaimana cara Anda menyajikan data yang telah diolah tersebut? 11. Dalam bentuk apakah penyajian data yang Anda lakukan? 12. Pernahkah Anda mendapat pelatihan pengolahan data dan penyajian data? Bila pernah sebutkan!
13. Bagaimana cara Anda membuat kesimpulan dari data-data tersebut? 14. Menurut Anda kapan sebaiknya dilakukan penyebaran data surveilans ? 15. Menurut Anda, kepada siapa saja dilakukan penyebaran informasi? 16. Apakah Anda melaporkan data kasus ke Dinas Kesehatan Kota? 17. Kapan Anda melaporkan data kasus ke Dinas Kesehatan Kota? 18. Apakah Anda jika melaporkan data kasus selalu tepat waktu? 19. Jika tidak tepat waktu apakah Anda diberi sanksi oleh petugas Dinas Kesehatan Kota?
20. Apakah laporan Anda selalu lengkap? 21. Bagaimana penyuluhan yang seharusnya dilakukan? 22. Apakah ada kebijakan pemerintah terkait surveilans epidemiologi? Bagaimana bentuk kebijakannya? 23. Bagaimana kerjasama lintas sektor dalam mendukung pelaksanaan surveilans epidemiologi ? 24. Apakah masyarakat terlibat aktif dalam mendukung pelaksanaan surveilans epidemiologi? Bagaimana bentuk keterlibatannya? 25. Bagaimana sistem monitoring yang dilakukan DKK terhadap pelaksanaan surveilans epidemiologi ? 26. Terkait dengan pelaksanaan surveilans epidemiologi, apa saja hambatan yang dirasakan selama ini? 27. Upaya-upaya apa yang diberikan pihak Puskesmas untuk meningkatkan dan mengembangkan produktivitas kerja petugas surveilans? 28. Keluaran (output) apa yang Bapak/Ibu lakukan dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi? 29. Apa saja saran yang dapat Bapak/Ibu ajukan untuk perbaikan pelaksanaan surveilans epidemiologi kedepannya?
PEDOMAN WAWANCARA PELAKSANAAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DI PUSKESMAS SE-KOTA KENDARI TAHUN 2016
(Untuk Petugas Surveilans Dinas Kesehatan) Nama informan : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan : Jabatan : Masa kerja :
1. Bagaimana dengan pelaksanaan surveilans epidemiologi yang selama ini berjalan di Kota Kendari? 2. Apa saja indikator pelaksanaan surveilans epidemiologi di Kota Kendari? 3. Hal apa saja yang Anda lakukan apabila menemukan kasus? 4. Menurut Bapak/Ibu apakah petugas surveilans di Puskesmas telah melaksasnakan tugasnya secara kompeten? 5. Bagaimana cara Anda merekap data ? 6. Berasal dari manakah data yang Anda dapatkan? 7. Bagaimana frekuensi tentang laporan kejadian di wilayah kerja Anda? 8. Puskesmas mana saja yang sering mengalami keterlambatan dan puskesmas mana saja yang mengalami ketepatan dalam pengumpulan laporan? 9. Apakah Anda pernah mengikuti pelatihan tentang surveilans? Bila pernah sebutkan! 10. Bagaimana cara Anda melakukan pengolahan data? 11. Apakah Anda rutin melakukan pengolahan data tersebut? 12. Bagaimana cara penyajian data yang telah diolah tersebut? 13. Dalam bentuk apakah penyajian data yang telah diolah tersebut? 14. Apakah Anda pernah mengikuti pelatihan pengolahan data dalam penyajian data? Bila pernah sebutkan!
15. Bagaimana cara Anda menyebarluaskan kepada pihak yang membutuhkan? 16. Pihak mana saja yang biasanya membutuhkan data tersebut? 17. Kapan jadwal pengumpulan data kasus? 18. Apabila terjadi keterlambatan dalam pengumpulan data kasus, apa yang dilakukan oleh dinas kesehatan dalam menangani hal ini? 19. Bagaimana dinas kesehatan mengevaluasi kegiatan surveilans yang ada di seluruh puskesmas di Kota Kendari? 20. Bagaimana sistem monitoring yang dilakukan DKK terhadap pelaksanaan surveilans epidemiologi? 21. Dalam bentuk apakah Anda menidaklanjuti informasi yang ada? 22. Bagaimana keterlibatan instansi lain dalam peran membuat kebijakan di wilayah kerja Anda? 23. Upaya-upaya apa yang diberikan pihak DKK untuk meningkatkan dan mengembangkan produktivitas kerja petugas surveilans ? 24. Apa saja kendala dari pelaksanaan surveilans epidemiologi di Puskesmas? 25. Apa saja saran yang dapat Bapak/Ibu ajukan untuk perbaikan Pelaksanaan suervilans epidemiologi di Kota kendari?
Lampiran 2 LEMBAR OBSERVASI PELAKSANAAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DI PUSKESMAS SE-KOTA KENDARI TAHUN 2016 1. Observasi Tentang Pengumpulan Data No.
Pertanyaan check List Pengumpulan data
1.
Pencacatan hasil kunjungan pasien
2.
Identitas penderita berdasarkan -
Orang
-
Tempat
-
Waktu
3.
Data kasus
4.
Laporan investigasi penyakit
5.
Hasil pemeriksaan laboratorium
6.
Jumlah kasus - Minggu - Bulan - Tahun
7.
SK petugas surveilans
8.
Laporan KLB
9.
Ketepatan waktu pelaporan
10.
Kelengkapan isi laporan
11.
Data kesakitan
12.
Laporan stock dan pemeriksaan logistik
Hasil Observasi ya
tidak
2.
Observasi Tentang Pengolahan Dan Penyajian Data No.
Pertanyaan check List Pengolahan dan penyajian data
1.
Frekuensi dan distribusi kasus
2.
Metode pengolahan data surveilans
3.
Teknik pengolahan data
4.
Bentuk penyajian data kasus disertai data
Hasil Observasi ya
tidak
jumlah kasus 5.
Penggunaan komputer dalam pengolahan data
6.
Pemantauan kasus mingguan
7.
Penentuan stratifikasi dasa/kelurahan
3. Observasi Tentang Analisis Dan Interpretasi Data No.
Pertanyaan check List
Hasil Observasi
Analisis data 1.
Waktu pelaksanaan (harian/mingguan/bulanan)
2.
Data dalam keadaan siap di analisis
3.
Jenis pengukuran yang digunakan (rate,
ya
tidak
proporsi dan rasio 4.
Grafik penderita
5.
Grafik kasus berdasarkan golongan umur
4. Observasi Tentang Diseminasi Informasi No.
Pertanyaan check List Penyebarluasan informasi
1.
Pemanfaatan media internet dalam penyebarluasan informasi
Hasil Observasi ya
Tidak
Lampiran 3
Data 1. Surveilans epidemiologi Kegiatan Surveilans : Informan kunci “Surveilans itu adalah suatu pengamatan suatu penyakit yang secara sistematis dan terus menerus dimana eee… secara terus menerus untuk secara sistematis ke daerahdaerah yang berpotensial-potensial penyakitpenyakit yang berpotensial KLB (Kejadian Luar Biasa)”(SIA, 34 tahun, wc: 31 Maret 2016).
Informan biasa “Surveilans itu kegiatan yang dilakukan oleh programmer untuk menunjukkan pencegahan penyakit dilingkungan masyarakat”(HS, 33 tahun, 17 Maret 2016). “Surveilans itu,itu bemana di misalkan kita ada kasus kita langsung lacak toh tempatnya kejadian tersebut kita adakan mi penelitian disitu PE toh penelitian epidemiologi kenapa ada kenapa bisa terjadi kasus”(M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016).
Kategori
Reduksi Data
Content Analisis (Analisis Isi)
Surveilans adalah pengamatan secara sistematis dan terusmenerus terhadap penyakit didaerah berpotensi KLB.
Surveilans adalah kegiatan pencegahan penyakit dimasyarakat.
Surveilans adalah kegiatan penyelidikan epidemiologi yang dilakukan setelah ada kasus.
Display Data
Jika surveilans dilakukan terhadap penyakit menular yang berpotensi KLB, maka jika terjadi
Kesimpulan
Surveilans adalah Surveilans adalah Surveilans adalah kegiatan kegiatan penyelidikan kegiatan pengamatan secara epidemiologi yang pengamatan/pemantauan/ sistematis dan terusdilakukan setelah ada pencatatan secara menerus terhadap penyakit kasus. sistematis dan terusyang terjadi dalam menerus terhadap masyarakat. Kegiatannya Surveilans adalah penyakit menular maupun dimulai dari pengumpulan, kegiatan yang sistematis tidak menular yang terjadi pengolahan, penyajian, mulai dari pengumpulan, di masyarakat/lapangan. evaluasi, dan analisis data. pengolahan, penyajian, Pendekatan pelaksanaan evaluasi, dan analisis Kegiatan surveilans kegiatan surveilans dapat data, baik secara aktif dimulai dari kegiatan dilakukan secara pasif maupun pasif. pengumpulan, maupun aktif. Jika data pengolahan, penyajian, surveilans menunjukkan Surveilans adalah evaluasi, dan analisis ada kasus penyakit kegiatan pemantauan data. berpotensi KLB dalam secara terus-menerus masyarakat, maka perlu terhadap penyakit Pendekatan pelaksanaan dilakukan kegiatan dimasyarakat surveilans dapat penyelidikan epidemiologi dilakukan secara aktif terhadap kasus penyakit maupun pasif. tersebut. Hasil kegiatan surveilans digunakan untuk memetakan kejadian penyakit dalam masyarakat dan menjadi dasar kegiatan pembinaan kesehatan. Surveilans adalah kegiatan pencatatan secara terus-menerus terhadap penyakit menular dan penyakit tidak menular.
“Kegiatan surveilans itu kegiatan yang sistematis yang dilakukan secara terus menerus sesuai dengan kasus yang terjadi”(AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016). “Kalau disini surveilans itu pelacakan dan penemuan. Ada juga yang sudah ditemukan tapi belum pernah dikunjungi itu termasuk juga”(IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016). “Kegiatan surveilans itu kegiatan yang sistematis mulai dari pengumpulan data, pengolahan, penyajian data, evaluasi dan analisisnya”(JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016). “Kegiatan surveilans epidemiologi itu kita melakukan kita melakukan penyelidikan epidemiologi jika ada kasus setelah itu kita adakan turun lapangan kita adakan pe penyelidikan epidemiologi” (K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Kegiatan yang dimulai dari perencanaan eh maksudnya pengumpulan data pengolahan analisis dan interpretasi data terus kegiatan surveilans itu ada yang dilakukan secara aktif dan ada yang dilakukan secara pasif toh”(Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Kegiatan surveilans itu yaa pemantauan secara terus-menerus terhadap objek atau penyakit yang berkembang dimasyarakat”(IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016).
Surveilans adalah kegiatan yang sistematis dan terusmenerus sesuai kasus yang terjadi. Surveilans adalah kegiatan pelacakan dan penemuan kasus.
Surveilans adalah kegiatan yang sistematis mulai dari pengumpulan, pengolahan, penyajian, evaluasi, dan analisis data. Surveilans adalah kegiatan penyelidikan epidemiologi setelah adanya kasus.
Surveilans adalah kegiatan pengumpulan, analisis, dan interpretasi data, baik secara aktif maupun pasif.
Surveilans adalah kegiatan pemantauan secara terusmenerus terhadap penyakit dimasyarakat.
Surveilans adalah kegiatan pencegahan penyakit dimasyarakat.
Surveilans adalah pengamatan secara sistematis dan terusmenerus terhadap penyakit didaerah berpotensi KLB
Data hasil surveilans digunakan untuk memetakan kejadian penyakit dan melakukan kegiatan pembinaan.
kasus penyakit tersebut dalam masyarakat dilakukan kunjungan untuk melakukan penyelidikan epidemiologi lebih lanjut.
Surveilans adalah kegiatan yang sistematis dan terus-menerus sesuai kasus yang terjadi. Suveilans adalah kegiatan pemetaan dan pembinaan.
“Kalau kegiatan surveilans itu apa pengamatan toh secara terus-menerus misalkan ada kasus kalau kasusnya seperti ispa terus liat mi golongan umurnya golongan umur berapa misalkan dia golongan umur balita ee kita ambil nama lengkapnya dimana tapi ispa ada golongannya ispa ringan, ispa sedang, atau ispa berat toh haa kalau misalnya yang mau diambil ispa berat kita liat tempat alamatnya dimana umurnya juga berapa terus kita kunjungi tempatnya maksudnya dia tinggal dimana terus nanti pada saat kita sudah ada kunjungi kita amati kan kita amati kondisinya bemana kondisinya pada saat terkena penyakit itu toh haa terus pada kita saat itu pantau terus kondisinya sambil kita kasi di PE” (H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Kegiatan surveilans itu suatu kegiatan yang melacak dan menemukan suatu penyakit ee penyakit menular penyakitpenyakit apa saja sekarang itu penyakit tidak menularpun disuvei”(RL, 51 tahun, wc : 22 Maret 2016). “eh.. surveilans ya.. menurut saya sendiri dia itu kayak semacam kegiatan pencatatan secara terus menerus begitu..em..em.. dan ini penting sekali”(WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Kegiatan pemantauan kasus yang dilakukan secara terus menerus”(HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016). Surveilans adalah kegiatan pengamatan secara terusmenerus disertai penyelidikan epidemiologi.
Surveilans adalah kegiatan pelacakan dan penemuan kasus penyakit menular dan penyakit tidak menular. Surveilans adalah kegiatan pencatatan secara terusmenerus.
Surveilans adalah kegiatan pemantauan secara terusmenerus.
“Kayak seperti pemetaan ee terus pembinaan yaa sebatas itu”(SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Surveilans pelacakan kasus penyakit menular dilapangan” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). Surveilans adalah kegiatan pencatatan sampai evaluasi penyakit menular dan penyakit tidak menular.
Surveilans adalah kegiatan pelacakan kasus penyakit menular dilapangan.
Jenis pengumpulan data berupa data rawat jalan, data kesakitan, dan data kematian (kalau ada). Sumber data dari Puskesmas, laporan masyarakat, dan hasil turun lapangan.
Suveilans adalah kegiatan pemetaan dan pembinaan.
“Surveilans itu kegiatan pencatatan kasus sampe pada evaluasi terhadap penyakit menular terus ee dengan penyakit tidak menular”(HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016).
2. Pengumpulan Data Jenis data dan sumber data terkait surveilans : Informan Kunci “Kalau ada kasus ispa bisa langsung turun atau lapor dulu sama kita atau setelah turun pi baru melapor kita juga tetap turun karena dinas juga tetap juga ada pembinaannya toh pada puskesmas jadi sama-sama ji kita turun tapi kalau puskesmas dia rutin turunnya jadi untuk penyakit-penyakit tertentu puskesmas dia turun terus kan tupoksinya merekan kan begitu. Jadi jenis datanya itu penyakitpenyakit rawat jalan, data kesakitan ISPA, data kematian juga kalau ada tetap dikumpulkan dan itu data harus dikirim setiap
Jenis pengumpulan data berupa data rawat jalan, data kesakitan, dan data kematian (kalau ada). Sumber data dari Puskesmas, laporan masyarakat, dan hasil turun lapangan. Sumber data dari Poli umum, dan rawat inap dan Pustu. Sumber data dari hasil
Jenis pengumpulan data berupa data rawat jalan, data kesakitan, dan data kematian (kalau ada).
Pengumpulan data dibedakan menurut sumber data yaitu data primer dan data sekunder.
Sumber data dari penemuan pasif adalah laporan diagnosa dokter dan kunjungan pasien/
Jenis pengumpulan data yang dikumpulkan berupa data rawat jalan, data kesakitan, dan data kematian (kalau ada). Pengumpulan data surveilans dibedakan menurut sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dapat dilakukan secara pasif dan aktif. Penemuan data secara pasif dikumpulkan dari
bulannya jadi harus tetap dikumpulkan, misalnya LB1 kan setiap bulan harus lengkap pengiriman dan untuk kota kendari itu tidak gajian kalau tidak ada ada laporan masuk dari puskesmas dan itu sudah komitmen memang”( SIA, 34 tahun, wc: 31 Maret 2016) Informan Biasa
“Sebenarnya bukan ISPA saja banyak digabung semua dbd, ISPA, diare, tipoid satu kali turun datanya semua saya ambil datanya dari ee poli dengan turun lapangan sama pustu juga karna pustu juga berjalan”(HS, 33 tahun, 17 Maret 2016). “Sumber datanya dari poli umum toh umpanya kita cara anukan laporan toh dari poli umum kita rekap di LB1. Kita surveilans kita ambil mi dari LB1 kitaa dari pustu-pustu kan digabung toh masuk di laporan LB1 kita ambil mi dari situ” ”(M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016). “Terus data primer ji semua ini toh yang masuk itu pasien yang datang berkunjung toh kan dipoli toh. Sudah pernahkah jalan2 dipoli umum? Kan kalau disitu ada jenis penyakitnya apa toh aa terus kita masuk dalam aa kan dipuskesmas itu ada yang namanya lb1 laporan bulan toh nah disitu semua penyakit di lb1. Ini data kesakitan toh jadi ispa 1304 kodenya itu 1302 pale disinimi dia muncul datanya toh dari golongan umur ini dibawah 1 toh Sumber data dari Poli umum dan Pustu.
Sumber data dari Poli umum dan Pustu.
Sumber data yaitu data primer dari hasil kunjungan pasien di Poli umum berdasarkan kelurahan.
Data dari penemuan pasif berupa registrasi pasien dan penemuan aktif dari survei lapangan.
kunjungan pasien di Poli umum.
Sumber data dari hasil penemuan aktif yaitu survei lapangan yang dilakukan oleh petugas, kegiatan door to door, dan laporan masyarakat jika ada wabah.
registrasi pasien di Poli umum.
Sumber data dari hasil diagnosa dokter di Poli umum. Sumber data dari hasil laporan masyarakat jika ada wabah dan kegiatan door to door.
laporan diagnosa dokter dan kunjungan pasien/ registrasi pasien di Poli umum. Sedangkan penemuan data secara aktif Dari hasil survei lapangan yang dilakukan oleh petugas, kegiatan door to door, dan laporan masyarakat jika ada wabah.
dari 0 sampe diatas 7 tahun digolongkan, diklasifikasi dalam umur begini toh dimasukkan mi. oh untuk nama tempat dan waktu ispa kita tidak catat dia kecuali pnemoni. Adaji kalau mau liat itu nama penderitanya toh tapi dibukunya mi poli umum. Buku daftar kunjungan pasiennya poli umum toh disitu kalau mau liat detil namanya alamatnya toh. Kalau kita merekap jumlahnya berdasarkan seperti ini kan berdasarkan kelurahan toh, berdasarkan kelurahan kita puskesmas ada 4 wilayah kerja berdasarkan kelurahan itu jumlahnya saja yang dihitug toh tapi untuk pencatatan identitas nama alamat jeniskelaminnya itu toh ada dibuku poli untuk itu programaer da tidak catat kecuali itu pnemoni. Ada ji juga tercatat tapi khusus untuk ispa yang balita harus dicatat dia namanya. Kalau diatas 5tahun nda nda tercatat toh. Bukan artinya tidak tercatat maksudnya programernya da tidak dicatat terus tapi tetatp tercatat dipoli tapi untuk laporannya formatnya tidak diminta namanya toh.” (AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016). “Sebagian dari kunjungan sebagian dari suvei maksudnya kunjungan ke puskesmas toh sebagian dari penemuan itu mi ada penemuan pasif ada penemuan aktif. Penemuan pasif itu kita yang menunggu disini mereka yang datang. Kalau data aktifnya ada registrasinya sendiri karena itu termasuk kegiatan luar Sumber data dari penemuan pasif yaitu kunjungan pasien dan penemuan aktif dari survei dilapangan.
gedung” (IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016). “Data yang saya ambil dari hasil diagnosa dokter yang berada di poli kemudian saya masukkan di buku saya tinggal memindahkan”(JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016). “Kita ambil dari poli umum kemudian kita adakan disini kan surveilans biasa melakukan penyaringan berarti disamping kita ambil data dari poli berarti kita ambil door to door kalau ada keluhan dari masyarakat toh” (K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Sumber data itukan data primer dan data sekunder. Data itu biasanya kita ambil dari orang yang data pasien yang berobat dan register pasien yang berobat disini secara anu ee apa data primer ee sekunder terus kalau yang sekunder biasanya kita turun kelapangan ee biasa diposyandu ee penyuluhan dari rumah ke rumah jadi kalau misalnya ada yang sakit ispa atau kita curigai ispa itu biasanya kita rujuk ke pukskesmas”(Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Sumber data itu dari laporan masyarakat ee informannya kita dengan data ee yang ada di poli umum itu tiap hari kita bekkap terus. Itu dia yang masuk di 20 besar di yang masuk di ini format saya ini kan laporan w2 saya he’eh ini format terbarunya kita untuk dinas kesehatan ini untuk se Indonesia kayaknya formatnya kayak begini untuk Sumber data dari hasil diagnosa dokter di Poli umum.
Sumber data dari Poli umum dan door to door di masyarakat.
Sumber data dari data primer dan sekunder yaitu registrasi pasien dan data dari turun lapangan.
Sumber data dari Poli umum.
format laporan w2 memang. Tapi dibawakan semua penyakit juga ada yang masuk disini itu yang kita cover toh”(IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Misalkan ada kasus kalau kasusnya seperti ispa terus liat mi golongan umurnya golongan umur berapa misalkan dia golongan umur balita ee kita ambil nama lengkapnya dimana tapi ispa ada golongannya ispa ringan, ispa sedang, atau ispa berat toh haa kalau misalnya yang mau diambil ispa berat kita liat tempat alamatnya dimana umurnya juga berapa terus kita kunjungi tempatnya maksudnya dia tinggal dimana terus nanti pada saat kita sudah kunjungi kita amati kan kita amati kondisinya bemana kondisinya pada saat terkena penyakit itu toh haa terus pada kita saat itu pantau terus kondisinya itu kita ee ambil mi data lengkapnya namanya umurnya alamatnya terus kita bikin mi kita isi mi di format”(H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Kalau sumber pasif kami ambil dari klinik buku register pasien kemudian kalau yang aktif kami dapat informasi dari warga setempat dari pak lurah pak RT” (RL, 51 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Kalau untuk poli umum mereka yang datang di puskesmas poli, kita mendengar apa laporan dari masyarakat, ada wabah kemudian kita turun langsung begitu yang kita turun yang kita ambil itu jumlah penderitanya berapa, kemudian apa Sumber data dari buku register pasien.
Sumber data dari buku register pasien dan informasi dari masyarakat.
Data dari Poli umum dan laporan masyarakat jika ada wabah petugas melakukan pendatan.
gejala-gejalanyanya”(WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Eeemmm data-data yang kami kumpulkan, yang masuk di poli itu emm identitasnya lengkap itu semua, trus diagnosanya trus pengobatannya”(HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Seperti data dari Pustu, dari Pustu yang mereka liat gejala. Ada juga yang dari masyarakat kalau orang sudah rasa gejala klinisnya seperti itu…mereka datang sendiri disini, dan ada juga kita ambilkan ke Puskesmas,e…kita ketemu perorangan. Ada jenis penyakit begitu,e kita anu suruh ambilkan kesini, kita lihat gejala-gejalanya. Mendaftar di kartu langsungmasuk di Poli umum (SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Sumber data kita berdasarkan poli umum ji. Kalau dilapangan kalau ada yang batuk , flu pokoknya dia flu demam batuk biasanya kalau ada yang begitu kita sarankan mi datang kesini” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). “ee laporan LB1 dari Pustu-pustu, poli umum, dan eee perawatan ya, rawat inap, itu pasti diambil semua laporan kesakitannya jadi diliat nanti dari hasil itu yang mana yang bisa kita evaluasi, follow up, itu mi nanti yang kita kunjungi” (HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016). Data dari diagnosa di Poli umum.
Sumber data dari Poli umum dan Pustu.
Sumber data dari Poli umum dan data turun lapangan.
Data dari Pustu, Poli umum, dan rawat inap.
Waktu pengumpulan data terkait surveilans: Informan Kunci “Kan ada formatnya mereka merekap lb1nya poli toh terus mereka bawa kesini. Pengiriman lb1nya itu tiap bulan kalau w2nya iu tiap minggu mereka langsung melalui website ada websitenya langsung terinput ke kemenkes kalau tiap minggunya sms mereka itu sms itu langsung terinput di data kalau stp laporan kunjungannya tidak dia masih pake format begini jadi mereka menginput manual mereka bawa ke kita terus kita input lagi kita bawa ke propinsi via email jarang mi pake laporan fisik kecuali diminta toh. tidak pernah ji karena kalau kalau dorang terlambat ditahan gajinya kalau tidak kirim laporan jadi paling lambat tanggal 5 mereka sudah kirim mi laporannya” (SIA, 34 tahun, wc: 31 Maret 2016). Informan Biasa “Akhir bulan tanggal-tanggal 29 atau 28 dan kalau kirim ke dinkes itu setiap tanggal 5 awal bulan toh. Selalu tepat waktu malah tanggal 3 saya kirim memang mi” (HS, 33 tahun, 17 Maret 2016). “Saya biasanya akhir bulan. Tanggal brapa di? Tanggal 29 kadang-kadang kita suka kirim laporan awal-awal bulan
Laporan w2 dikirim setiap minggu melalui website dan sms. Sedanglan laporan Lb1 dikirim paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya melalui email dan dikirim langsung ke Dinkes.
Setiap awal bulan tanggal 3.
Setiap awal bulan tanggal 3.
Laporan w2 dikirim setiap minggu melalui website dan sms. Sedanglan laporan Lb1 dikirim paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya melalui email dan dikirim langsung ke Dinkes. Laporan Lb1 dikirim ke Dinkes setiap awal bulan tanggal 3. Laporan Lb1 dikirim ke Dinkes setiap awal bulan tanggal 4. Laporan Lb1 dikirim ke Dinkes setiap awal bulan. Laporan w2 setiap hari senin minggu berikutnya. Sedangkan laporan lb1 setiap tanggal 4 bulan berikutnya.
Laporan Lb1 dikirim ke Dinkes setiap akhir
Laporan mingguan (laporan w2) rutin dilakukan setiap minggu dan dikirim melalui sms dan website yang langsung terhubung ke pusat.
Laporan bulanan (laporan lb1) rutin dilakukan setiap bulan pada tanggal 1-5 dan dikirim dalam bentuk lapoan ke fisik melalui email dan atau langung ke Dinkes Kota.
Waktu pengumpulan data pada sistem surveilans epidemiologi di Puskesmas se-Kota Kendari meliputi laporan w2 (mingguan) dan laporan lb1 (bulanan). Laporan w2 (mingguan) dikirim setiap minggu melalui sms dan website di Pusat,tetapi tidak semua Puskesmas mengirikmakan laporan mingguannya melalui sms maupun website. Sedangkan laporan lb1 (bulanan) dikirim setiap awal bulan secara langsung dalam bentuk laporan fisik di Dinkes Kota dan ada beberapa Puskesmas mengirikmkan laporan Lb1 (bulanan) viaemail ke Dinkes.
kedinas tanggal 3 itu sudah ke sana mi”(M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016). “Terus iya dilaporkan ji toh. Iya tetapji dilaporkan. Kapan ini tiap bulan dia laporan bulanan, laporan itu tanggal 3 paling lama mi sudah masuk laporan didinas toh” (AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016). “Kalau disini tiap bulan karena tiap bulan harus dilaporkan mengirim laporan bukan mengirim laporan sati-satu mengirim laporan semua jadi sekalian semua dengan program jadi tidak misalnya kayak ispa saja. kalau kita paling lambat tanggal 5 dibulan berikutnya toh” (IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016). “Kalau.. pengumpulan surveilans, kalau selama ini yang kita lakukan toh, kan setiap bulan ada pengumpulan data ke dinas tiap tanggal 4 biasa sudah di kirim mi” (JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016). “Pengumpulan data surveilans ispa itu sebaiknya dilakukan jika dia pengambilan data sekunder itu dipoli ee pada akhir bulan untuk mengetahui jumlah ispa itu mengalami penaikkan atau penurunan karena kenapa kalau kita ambil diawal bulan itu datanya kita tidak bisa mengetahui trennya dia naik apa turun jadi kita ambil di akhir bulan kemudian kita rekapitulasi kita tabulasi itu data dia mengalami peningkatan atau penurunan. Ee sama mi juga kalau dengan data primer yang kita langsung turun ke Setiap awal bulan tanggal 3.
Setiap awal bulan paling lambat tanggal 5.
Setiap awal bulan tanggal 4.
Setiap awal bulan tanggal 3.
bulan.
lapangan. Haa kalau turun lapangan dia tidak menentu harus akhir bulan bisa awal bulan bisa akhir bulan yang penting pada saat akhir bulan kita adakan rekapitulasi data itu yang penting semua terkumpul kita bisa mi tabulasi. Terus untuk ke dinkes pada awal bulan misalkan kita merekap data untuk bulan 3 dilaporkan awal bulan 4 paling lambat tanggal 3 itu laporan sudah masuk”(K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Pengumpulan data dilakukan yaa idealnya setiap hari dikumpulkan data ya dikumpulkan setiap hari karena kan setiap hari kasus itu apa ee berubah-ubah tapi kalau untuk saya mengumpulkan data itu mingguan. Terus kalau” ke dinas itu kalau kasus ispa perbulan tiap tanggal 3 ee tapi nda khusus ispa semua penyakit dikirim mi dalam satu format toh” (Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Ini dia tiap minggu laporan w2. Tiap hari paling lambat hari senin kita kasi kirim lewat sms. Kalau bulan dia tanggal 4 itu dalam bentuk fisik fisikkan begini dalam bentuk grafik” (IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Ee kalau bikin laporan itu pokoknya satiap tanggal 30 sudah menginput laporan nanti awal bulan kita stor mi ke dinas kesehatan”(H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Pengumpulan data setiap hari kerja kemudian mengadakan ee membuat laporan setiap minggu terus setiap Setiap awal bulan tanggal 3.
Laporan w2 setiap hari senin minggu berikutnya. Sedangkan laporan lb1 setiap tanggal 4 bulan berikutnya. Setiap awal bulan.
Setiap awal bulan.
minggu itu ada laporan wabah kemudian ada setiap bulan itu laporan bulanan yang secara fisik kami kirim ke dinas kesehatan kemudian setiap minggunya itu laporan berupa ee sms ke pusat kemudian ada juga yang perhari untuk kasus-kasus tertentu seperti polio dan campak itu harus masukkan per hari lewat internet. Kalau ispa,ispa itu ada 2 ispa pnemoni dan ispa non pnemoni untuk ispa non pnemoni kami hanya survei secara pasif saja kalau ispa pnemoni kami harus ee secara aktif turun melacak ke rumahrumah pasien karena kalau yang non pnemoni itu tidak terindikasi wabah sementara yang pnemoni itu berindikasi wabah dan dapat menyebabkan kematian makanya perlu diadakan surveilans aktif” (RL, 51 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Eeee…nanti akhir bulan penutupan buku Setiap akhir bulan. baru dikumpulkan datanya”(WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016). Setiap awal bulan. “Kalau kita dari puskesmas itu kan tanggal 1 keatas sibuk jadi pengumpulan datanya dilakukan tanggal 25 keatas, pokoknya 27 keatas itu sudah eeee... apa membuat rekapan karena tanggal 1 itu sudah harus masuk laporan di dines kota”(HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016). Setiap awal bulan. “Kan datanya langsung turun lapangan kalau ispa kita turun lapangan yang mencakup itukan balita yaa ispa balita berarti dengan kata lain kita langsung sama orangtuanya. Oh kalau secara pasif
ambil dulu data sekunder dari poli toh untuk melihat seberapa tinggi penyakit itu kan disini ada 3 wilayah kelurahan anawai,wua-wua,terus dilihat mana ispa yang paling tinggi dalam sebulan” (SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Bagusnya setiap hari setiap ada kalau kita posyandu biasa turun biasa promkes penyuluhan disitu. Posyandunya disini ada 12. ee perbulan per tanggal 5 terus kalau laporan w2 nanti programer yg kirim lewat sms setiap hari sabtu. Fisiknya nanti menyusul tiap bulan ke dinkes toh” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). “Biasanya langsung dikumpulkan, iya.. langsung pencatatan dalam register saja. Jadi, data-data ini saya kumpulkan, nanti petugas di puskesmas ini yang akan ngumpulin datanya kemudian direkap dikirim ke dines tiap awal bulan” (HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016).
3. Pengolahan Data Teknik dan metode pengolahan data surveilans : Informan Kunci “Pake grafik. Kalau yang dikirim ke propinsi itu yang excelnya kalau grafiknya disajikan pada evaluasi ji rapat akhir tahunan rapat kesda toh rapat kesehatan daerah baru pake grafik kalau yang kita buat dipropinsi kita
Laporan w2 setiap hari sabtu melalui sms. Sedangkan laporan lb1 setiap awal bulan.
Setiap awal bulan.
Data diolah dalam bentuk excel dan disajikan dalam bentuk grafik setiap akhir tahun dalam rapat Kesda.
Data diolah dalam bentuk excel dan disajikan dalam bentuk grafik setiap akhir. Pengolahan data
Metode pengolahan data dilakukan secara manual dan komputerisasi menggunakan program excel dan power point.
Setiap petugas surveilans di Puskesmas se-Kota Kendari melakukan teknik dan metode pengolahan data secara manual dan
kasi kalu mereka mau toh jadi yang kita kasi excelnya” (SIA, 34 tahun, wc: 31 Maret 2016).
Data diolah menggunakan excel, setiap bulan disajikan dalam bentuk tabel setiap bulan dan setiap tahun disajikan dalam bentuk grafik.
Data ditabulasi secara manual menggunakan excel.
Informan Biasa “Langsung tabulasi dalam bentuk rawat jalan. Biasa kita olah pake excel di komputer tapi paling sering manual ji nanti mau buatkan laporan bulanan baru kita tabulasi di excel toh” (HS, 33 tahun, 17 Maret 2016). “Kita menganalisis data sendiri toh olah datanya bemana di? komputer excel pake tabel tapi kalau akhir tahun juga pake grafik. Tabelnya tiap bulan tapi ada juga mingguan kayak w2”(M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016).
Data diolah secara manual.
Data diolah secara manual menggunakan excel dan power point.
Data diolah secara manual.
Data diolah secara manual disajikan dalam bentuk
“Ooh rata-rata disini pengolahan datanya masih ini ji masih seperti maksudnya apa di dibilang manual ee kita pisahkan ji sendiri toh berdasarkan nda pake sistem apakah masih ini ji” (AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016). “Analisis sendiri lagi menggunakan duaduanya computer dengan manual. Kalau komputer pake execel sama power point” (IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016). “Ooh untuk pengolahan, itu kita biasanya anu..eh.. manual saja mungkin.. yang penting bisa ji” (JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016). “secara manual. Hitung pake itu karena kita kan hitung itu data ispa kita bagi
ditabulasi secara manual dengan komputer menggunakan program excel. Pengolahan data ditabulasi secara manual dengan komputer menggunakan program excel dan power point. Data diolah secara manual disajikan dalam bentuk tabel berdasarkan nama, umur, dan tempat. Data diolah secara manual disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Data diolah berdasarkan umur, jenis kelamin, dan alamat disajikan dalam tabel setiap bulan serta grafik setiap akhir tahun.
komputerisasi Pengolahan data disajikan menggunakan program setiap bulan dalam bentuk excel dan power point. tabel dan tahun dalam Data yang telah diolah bentuk grafik/diagram tersebut disajikan setiap berdasarkan umur, jenis bulannya dalam bentuk kelamin, dan alamat. tabel dan setiap tahun dalam bentuk grafik/diagram berdasarkan umur, jenis kelamin, dan alamat.
berdasarkan kelurahan kebetulan kita disini ada 4 kelurahan gunung jati, jati mekar, kampong salo, kandai itu kita adakan itu jumlah penderita ispa itu kita bagi berdasarkan kelurahan jadi kita adakan kayak semacam hitung manual. Dalam bentuk tabel. Ada tabel ada pws” (K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Mengolah jadi data itu setelah saya kumpulkan saya catat ee saya olah di dalam bentuk tabel ditabulasi ee kemudian dianalisa melalui spss. Ee berbentuk tabel dan grafik kayak yang disana ispa itu” (Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Kalau pengolahan datanya itu kita secara komputerisasi saja. Saya biasa pake ini tabel dengan diagram. Saya analisis kembali dulu karena biasa ada data yang laporannya sekian ternyata pas turun cek tidak sesuai jumlah itu jadi kita analisis ulang” (IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Cara mengolahnya kita kumpul toh kan kita pilah misalkan umurnya umur yang apa balita toh yang kurang dari 5 tahun terus 5 tahun ke atas mi 5 tahun ke atas misalkan golongan umur paling banyak terkena itu golongan umur berapa saja kalau yang kita kirim ke dines itu biasanya itu golongan semua umur tapi kita pilah golongan balita toh dengan golongan yang ke atas dewasa terus ada formatnya kita isi mi formatnya nama lengkapnya umurnya alamatnya dengan
tabel berdasarkan kelurahan.
Data diolah dalam bentuk dan grafik kemudian dianalisis melalui spss.
Data diolah secara komputerisasi menggunakan tabel dan diagram.
Pengolahan data dikategorikan berdasarkan umur, kemudian data dimasukkan kedalam format yang ada.
yang hasil pemeriksaan dari dokter misalnya dia ispa atau pnemoni baru mi kita isi diformat” (H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Manual dan komputerisasi dalam bentuk laporan biasa saja angka-angka nanti per 3 bulan kami membuat juga laporan per 3 bulan membuat pula laporan per 6 bulan laporan per 9 bulan jadi trimester 1 trimester 2 trimester 3 dan trimester 4 dalam 1 tahun itu dibuat dalam bentuk grafik batang berdasarkan golongan umur dan berdasarkan wilayah kerja” (RL, 51 tahun, wc : 22 Maret 2016). “eh..eh Biasanya metode yang digunakan itu adalah metode pencatatan data penyakit seperti; penyakit flu, diare, ispa,malaria oh tekhniknya anu dia dicatat saja mungkin dikomputer” (WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Pengolahan data biasanya berdasarkan grafik begitu, jadi dilihat disitu peningkatan untuk apa… mengolah data untuk mengevaluasi peningkatan kasusnya sebulan berdasarkan grafiklah maksudnya seperti itu” (HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Manualji penjumlahan. Pake tabel. Sudah siap dianalisis kan digolongkan toh berdasarkan umur nama tempat nanti akhir bulan baru dijumlah. Langsung saja berdasarkan laporan kecuali kalau ada kan kalau ispa kan ada pnemoni kecuali kalau ada yang pnemoni langsung dilaporkan ke dinas untuk ditindaklanjuti Data diolah secara manual dalam bentuk grafik berdasarkan golongan umur dan dibagi dalam laporan per 3 bulan, 6 bulan, dan 9 bulan.
Data diolah menggunakan komputer.
Data yang telah diolah disajikan dalam bentuk grafik.
Data diolah secara manual dalam bentuk tabel berdasarkan nama, umur, dan tempat.
toh” (SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Pengolahan data berdasarkan umur,jenis kelamin, dengan tempat alamat. Tabel kalau grafik akhir tahun kalau perbulan jarang biasanya akhir tahun kalau tabelnya tiap bulan” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). “Disini format rekapan data kan sudah ada memang tinggal kita yang isi tergantung dari kondisi, kalau kondisi sudah mendesak baru komputer terpakai ya saya isi secara manual saja” (HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016).
4. Analisis dan Interpretasi Data Informan Kunci “Analisis data kalau memang kasus itu yang sifatnya emergensi secepatnya dianalisis. Tetapi karena kita ini artinya berangkat dari awal data itu mulai dari awal bulan akhir tahun. umpama bulan Januari kita me..melakukan pendataan melakukan survei, kita analisis setelah melakukan pendataan. Jadi mungkin setelah artinya, bukan mungkin artinya setelah pendataan baru kita menganalisa menganalisis baru kita memberikan kesimpulan. Habis itu kita ee programer melakukan ee.. penyampaian di forum seperti di minilokakarya bahwa hasil survei untuk surveilans ISPA atau data-data lain nanti dibahas dalam awal tahun, awal
Data diolah berdasarkan umur, jenis kelamin, dan alamat dalam tabel serta grafik setiap akhir tahun.
Data diolah secara manual menggunakan komputer.
Analisis dan interpretasi data dilakukan dengan membandingkan jumlah kasus dari awal sampai akhir tahun kemudian ditarik kesimpulan.
Analisis dan interpretasi data dilakukan dengan membandingkan jumlah kasus dari awal sampai akhir tahun yang kemudian ditarik kesimpulan. Data dianalisis tidak menggunakan teknik secara khusus.
Data dianalisis berdasarkan umur, jenis kelamin,dan bulan terjadi kasus kemudian
Analisis data dilakukan secara manual seperti melakukan pengolahan data.
Analisis data tidak menggunakan teknik khusus.
Analisi data dengan mengadakan rekapitulasi dan evaluasi setiap bulan dari data yang telah dikumpulkan.
Analisis data disajikan
Analisis data dan interpretasi data yang dilakukan setiap petugas surveilans di Puskesmas se-Kota Kendari dilakukan secara manual dan komputer seperti halnya pada pengolahan data, tidak menggunakan teknik khusus. Data yang ada setiap bulannya direkapitalusi dan di evaluasi yang disajikan dalam bentuk tabel, diagram, dan grafik berdasarkan umur, jenis kelamin, dan bulan
bulan pada tahun baru”.(SIA, 34 tahun, wc: 31 Maret 2016). Informan Biasa “Yang menganalisis ya.. anu.. kita semua begitu. Untuk analisis sejauh ini biasanya untuk formatnya diketik di komputer” (HS, 33 tahun, 17 Maret 2016).
“(sambil tersenyum dan menggelengkan kepala) em…em.. Untuk analisis sejauh ini biasanya tekhniknya itu eh.. tidak khusus begitu” (M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016). “Analisis berdasarkan umur, jenis kelamin, tetapi memang ada datanya untuk menampilkan digrafik itu aaa…eee sa belum buat tapi yang saya tampilkan digrafik itu sepertiii eee berdasarkan umur, desa dan bulan terjadi kasus, bulan per desa dan per umur. Tapi jenis kelaminnya juga ada tapi saya untuk membuat digrafik di atas itu, analisis dibeberapa bulan waktu itu ada” (AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016). “Kalau misalnya, ee….standar tiga bulan terakhir ada peningkatan kasus itu kita laporkan, baru setelah ada peningkatan kita sampaikan”(IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016). “Anu apa di’analisis ini adalah perhitungan manual saja agak miripmi dengan pengolahan” (JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016).
Data dianalisis menggunakan format sesuai dengan yang ada di komputer. Data dianalisis tidak menggunakan teknik secara khusus.
Data dianalisis berdasarkan umur, jenis kelamin,dan bulan terjadi kasus kemudian ditampilkan dalam bentuk grafik.
Data dianalisis setiap 3 bulan terakhir jika terjadi peningkatan kasus.
Data dianalisis secara manual seperti melakukan pengolahan data.
ditampilkan dalam bentuk grafik. Data dianalisis secara manual menggunakan format sesuai dengan yang ada di komputer seperti melakukan pengolahan data, tidak menggunakan teknik secara khusus disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Data dianalisis dengan mengadakan rekapitulasi dan evaluasi setiap bulan dari data yang telah dikumpulkan. Data dianalisis bersama tim promkes dan kesling untuk menentukan bentuk perencanaan selanjutnya dari kasus yang ada. Data dianalisis oleh Dinkes.
berdasarkan umur, jenis kelamin, dan bulan terjadinya kasus dalam bentuk tabel, diagram, dan grafik.
Data dianalisis bersama tim promkes dan kesling untuk menentukan bentuk perencanaan selanjutnya dari kasus yang ada.
Data selanjutnya dianalisis oleh Dinkes Kota.
Analisis dan interpretasi data dilakukan dengan membandingkan jumlah kasus dari awal sampai akhir tahun yang kemudian ditarik kesimpulan.
terjadinya kasus. Kemudian petugas surveilans bersama tim promkes dan tim kesling menganalisis data tersebut dengan membandingkan jumlah kasus yang terjadi tiap bulannya dalam setahun. Sehingga Dinkes Kota dapat melakukan penarikkan kesimpulan dan menentukan perecanaan selanjutnya dari kasus yang ada.
“Untukk…bukan hanya ISPA, heheh…keseluruhannya itu saya membuat laporan kejadian, dianalisis itu sudah 2 tahun terakhir 2013-2014” (K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Untuk sekarang sudah melakukaan analisis dari komputer karna kita input data itu terkendali…kita manual kita masukan itu data ke komputer baru kita analisis, habis kita membuat grafik-grafik kan sudah kentara disitu, apakah terjadi peningkatan jadi kita bisa analisis dengan melihat berdasarkan apa grafikgrafik itu. Kalo tentang secara tabel sajakan masih kita membaca lagi yang mana yang besar peningkatan kasusnya” (Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Untuk menganalisisnya kita lihat dari jumlah data itu. Dimana terjadi ee kasus tertinggi jadi kita maksudnya dimana terendah, dan kita adakan perbandingan misalkan diumur berapa yang banyak kasusnya, atau dijenis kelamin yang mana banyak kasusnya, atau desa mana yang banyak kasusnya, atau dia terdiri dari di bulan-bulan berapa, jadi kita bisa lihat untuk menangani kasus-kasus” (IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Iya selalu, karena ada evaluasi program, evaluasi itukan yang menyelenggarakan dinkes untuk tingkat puskesmas baru diliat jumlahnya meningkat atau tidak setiap bulan” (H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016). “eeemmm..diliat juga dari data bulanan Semua data dianalisis tidak terkhusus Ispa.
Data dianalisis secara manual menggunakan komputer disajikan dalam grafik.
Data dianalisis dengan membandingkan jumlah kasus yang terjadi setiap bulan dalam setahun sehingga dapat ditindaklanjuti.
Data dianalisis dengan mengadakan evaluasi setiap bulan dari data yang telah dikumpulkan.
Data dianalisis dengan
tapi biasanya dibandingkan dengan data tahunannya biasa kalau evaluasi tahunan. Kalau diminilokakrya dibandingkan data bulanan kalau di evaluasi dibandingkan dengan data tahunan” (RL, 51 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Analisis data itu kami minta bantuan komputer teman karna situasi dan kondisi komputer kami yang belum perbaiki jadi ada teman KTU yang operasikan komputernya atau laptopnya dirumah baru saya lihat dari hasil analisis sekertaris atau KTU saya” (WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Biasanya itu kalau ada kasus biasa itu kan kita analisis bersama-sama orang promkes dengan orang kesling toh ee maksudnya kita kerjasama begitu kan tidak bisa kerja sendiri kita butuh juga teman” (HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Hampir sama ji dengan pengolahan data sebenarnya itu secara komputerisasi saja. Saya biasa pake ini tabel dengan diagram. Saya analisis kembali dulu karena biasa ada data yang laporannya sekian ternyata pas turun cek tidak sesuai jumlah itu jadi kita analisis ulang” (SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Kalau kita itu nanti di dinas kayaknya tidak siap dianalisis karena nanti didinas lagi yang olah kita punya data kalau kita sampe seperti begini saja ada golongan
membandingkan data setiap bulan dan evaluasi data tahunan.
Data dianalisis secara manual menggunakan komputer.
Data dianalisis bersama tim promkes dan kesling untuk menentukan bentuk perencanaan selanjutnya dari kasus yang ada.
Data dianalisis secara komputerisasi yang disajikan dalam tabel dan diagram.
Data dianalisis oleh Dinkes.
umur nanti ada tabel tersendiri juga untuk kelurahan ini yang dikumpulkankan didinas belum diolah anu Cuma dalam bentuk begini saja” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). “Kita adakan rekapitulasi data itu yang penting semua terkumpul kita bisa mi tabulasi kemudian kita analisis mengetahui jumlah ispa itu mengalami penaikkan atau penurunan karena kenapa kalau kita ambil diawal bulan itu datanya kita tidak bisa mengetahui trennya dia naik apa turun jadi kita ambil di akhir bulan kemudian kita rekapitulasi kita tabulasi itu data dia mengalami peningkatan atau penurunan” (HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016).
5. Diseminasi Informasi Informan Kunci “Kecuali ada kasus kayak dbd baru-baru baru kita sebarkan ke masyarakat. Itu promkes mi lagi yang punya peranan untuk masalah promosi kesehatan jadi orang promkes yang datang kesini eh datanya korang didaerah mana yang tinggi ininya supaya kita turun itu kan sudah tupoksinya juga orang promkes kayak kemarin dianawai toh mereka turun mi promosi penyuluhan disana satu paket promkes kesling programernya sama kita surveilansnya atau
Data dianalisis dengan mengadakan rekapitulasi data sebelumnya.
Diseminasi informasi dilakukan oleh setiap programer, promkes dan kesling menggunakan metode ceramah saat penyuluhan dan maping di masyarakat.
Diseminasi informasi dilakukan oleh setiap programer, promkes dan kesling menggunakan metode ceramah saat penyuluhan dan maping di masyarakat. Diseminasi informasi dilakukan saat mengadakan penyuluhan di posyandu. Diseminasi informasi
Diseminasi informasi dilakukan secara tim oleh setiap programer, promkes, dan kesling.
Diseminasi informasi dilakukan pada waktu 24 jam apabila telah terjadi kasus yang sifatnya emergency.
Diseminasi informasi
Setiap Puskesmas Kota Kendari memiliki pendapat masing-masing mengenai waktu diseminasi informasi atau penyebaran informasi. Beberapa Puskesmas beranggapan bahwa diseminasi informasi dilakukan pada waktu 24 jam apabila terjadi kasus yang bersifat emergency kemudian dilakukan
biasa kita dulu turun baru mereka atau kita mapingkan saja mereka kelurahan mana yang tinggi ininya toh dan mereka langsung turun promosi. Kalau maping yang ada baru khusus dbd ji kayaknya kan yang paling sering dbd toh campak tidak kalau ispa na ispa paling tinggi sebenarnya hanya kita belum mapingkan karena kita belum tau caranya itu saja. Belum ada pelatihannya yang GIS toh belum ada yang satu-satunya pernah GIS itu dbd sebenarnya samaji harusnya modelnya cuman beda penyakitnya saja toh cuman datanya sama semua ji kalau GIS tapi kita tidak bisa bikinkan maping bisaji tapi kalau mapingkan kan kecuali kalau sudah ada kumulatif bagusnya kalau kita maping itu kayak pertengahan tahun per 6 bulan kita maping toh kalau 1bulan belum kelihatan kalau kita langsung maping disini paling banyak lebih bagus itu kalau 6 bulan atau 1tahun pi baru kita maping akhir tahunnya toh nanti sa mau belajar juga yang begitu yang mapingnya supaya kita bisa tau” (SIA, 34 tahun, wc: 31 Maret 2016). Waktu diseminasi informasi terkait penyakit : Informan Biasa
“Maksudnya? Disaat itu juga disaat kita turun lapangan langsung tidak pake lama kepada masyarakat tidak mungkinnya mi
Diseminasi informasi dilakukan saat turun lapangan dimasyrakat .
dilakukan setiap bulan pada saat Minlok. Diseminasi informasi dilakukan setelah melakukan pendataan di masyarakat. Diseminasi informasi dilakukan setelah rekapitulasi data di puskesmas. Diseminasi informasi dilakukan pada waktu 24 jam apabila telah terjadi kasus yang sifatnya emergency. Diseminasi informasi dilakukan setiap awal bulan.
dilakukan setelah rekapitulasi data di puskesmas.
Diseminasi informasi dilakukan setiap bulan pada saat posyandu dan pendataan dimasyarakat.
Diseminasi informasi dilakukan setiap awal bulan pada saat pertemuan Minlok.
rekapitulasi data di Puskesmas. Sedangkan sebagian Puskesmas berpendapat bahwa diseminasi informasi dilakukan setiap awal bulan pada saat pertemuan Minlok dan melakukan penyuluhan pada saat posyandu.
Diseminasi informasi dilakukan saat mengadakan penyuluhan di posyandu.
Diseminasi informasi dilakukan setiap bulan pada saat Minlok.
Diseminasi informasi dilakukan setelah melakukan pendataan di masyarakat.
Diseminasi informasi dilakukan setiap bulan pada saat Minlok.
“Setelah kita melakukan pendataan ini kita langsung melaporkan apa yang kita temukan dilokasi kita kita laporkan”( JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016).
Diseminasi informasi dilakukan pada saat Minlok.
sama kapus” (HS, 33 tahun, 17 Maret 2016). “Ooh,saya biasanya adakan penyuluhan diposyandu-posyandu toh 2x ji kalian turun ke posyandu-posyandu penyuluhan ispa diare. Iya satu kali penyuluhan semua dengan diare. Yaah metode langsung” (M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016). “Ooh,sama ini tiap bulan kita adakan minlok toh untuk kita bahas tentang kasus penyakit yang ada” (AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016). “Minlok yah tiap bulan”(IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016).
“Kalau maksudnya secara khusus tidak tapi pada waktu Minlok, kan kita sering adakan Minlok jadi semua PM atau PTM dibawah standar untuk bulan itu kita laporkan, jadi pengambil kebijakan sebenarnya, kalau bukan kepala Puskesmas, kepala tata usaha berati mereka yang akan menentukan langkah langkah apa yang kita akan ambil ini akan menjadi target untuk bulan depanya” (K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Setiap bulan kita adakan yang namanya
“Setelah pulang dari lapangan kita buat kayak rekapan kita simpan untuk Puskesmas dan kita kirim ke Dinas” (H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016).
Minlok jadi semua informasi tentang penyakit naik atau turun dipuskesmas kita sampaikan disitu” (Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Pada Minlok sama kalau ada kasus KLB langsung melapor ke Dinkes” (IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016).
“Haa.. itu penyebaran data, tadi saya sudah katakan kasus yang sifatnya emergensi secepatnya, pada waktu 24 jam kita harus sebarkan ke masyarakat terutama dan juga pemerintah setempat habis itu kita tindak lanjuti atau kita koordinasikan kepada dinas kesehatan Kota Kendari bagaimana langkahlangkah untuk kasus ini bisa ditanggulangi secepatnya karena sifatnya emergensi, tapi kalau hanya sifatnya data, hanya sifatnya pemberitahuan bahwa ada gejala-gejala yang.. bisa puskesmas me.. menanggulangi atau memecahkan masalah mungkin hanya sebagai ee.. sms saja atau surat yang dari Kepala Puskesmas dikirim ke dinas dan juga ditembuskan kepada pak camat dan kepala kelurahan untuk sebagai laporan supaya bisa kita ketahui bahwa wabah atau suatu kasus, ee sudah ada yang terindikasi” (RL, 51 tahun, wc : 22 Maret
Diseminasi informasi dilakukan setiap bulan pada saat Minlok. Diseminasi informasi dilakukan pada saat Minlok. Diseminasi informasi dilakukan setelah rekapitulasi data di puskesmas. Diseminasi informasi dilakukan pada waktu 24 jam apabila telah terjadi kasus yang sifatnya emergency.
2016). “Dalam minilokakarya setiap bulan, di akhir bulan kan, merekap nanti di akhir bulan dari tanggal satu sampai tanggal 5 itukan tidak ada kegiatan, jadi merekap laporan kan untuk ee dikirim ke dinas kesehatan setelah nanti dikirim baru kami mengadakan minilokakarya untuk evaluasi kembali hasil-hasil program kan” (WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Perbulan itupun juga kalo adakan MINLOK, tapi kalo tidak ada itupun juga secara informasi biasa-biasa saja pada saat mereka datang mengumpulkan laporan itu, itupun kita adakan tidak secara apa namanya rutin begitu cuman datang menyetor kepada kita disini ee datanya”(HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Biasanya pelaporan atau penyebarluasannya itu awal bulan disetor ke Dinas dan biasanya kalau ada KLB baru disetor ke Dinas untuk penyebarluasan informasi dan selanjutnya dievaluasi” (SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Sebaiknya setiap bulan pada saat minilokakarya, melihat data kasusnya kemudian data kita sebarkan” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). “Secara kolektif tiap bulan” (HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016).
Diseminasi informasi dilakukan dilakukan setiap bulan pada saat Minlok.
Diseminasi informasi dilakukan pada saat Minlok dan pada saat masyarakat berkunjung dipuskesmas.
Diseminasi informasi dilakukan setiap awal bulan.
Diseminasi informasi dilakukan setiap bulan pada saat Minlok.
Diseminasi informasi dilakukan setiap bulan.
Metode diseminasi informasi terkait penyakit: Informan Biasa
“Melalui suara nda pake papan pengumuman kapan pake papan pengumuman tidak akan ada yang baca mm mending kalau ee kalau door to door rumah kerumah posyandu itu saja”(HS, 33 tahun, 17 Maret 2016). “Apakah itu yang pamlet atau apakah namanya itu yang dilipat2 bukan pamflet kayaknya itu sa lupa mi namanya” (M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016). “Mmm kita penyuluhan lintas program dengan promkes toh. Promkes juga yang biasa lakukan penyuluhan. Tidakji tidak pake internet kan hasil datanya ini dalam bentuk laporan toh print out ji langsung print out dikirim ke dinas. Kemasyarakatnya tidak kayaknya iya penyuluhanji tetap itu dilaksanakan penyuluhan nyatami juga pake begitu leflet lembar balikpake ji tapi kalau mau dibagi datanya diinternet begitu tidak. Dines juga kayak tidak ji” (AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016). “Kalau sekarang masih jarang kayaknya kalau ispa paling penyuluhan individu itupun kalau datang konsultasi toh atau kita survei lingkungan. Kalau penyuluhan kelompok belum ada untuk ispa karena dia itu dia kan kronis terus menular jadi penyuluhan individu ji” (IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016). Metode diseminasi informasi dilakukan secara lisan saat door to door dan posyandu. Metode diseminasi informasi dengan menggunakan pamflet. Diseminasi informasi dilakukan dengan metode penyuluhan menggunakan pamflet ke masyarakat.
Diseminasi informasi dilakukan dengan metode penyuluhan secara individu.
Metode diseminasi informasi dilakukan secara lisan. Metode diseminasi informasi dengan menggunakan pamflet. Diseminasi informasi dilakukan dengan metode penyuluhan secara individu maupun kelompok. Diseminasi informasi dilakukan dengan metode pemberitahuan dan laporan ke Dinkes.
Diseminasi informasi dilakukan dengan metode penyuluhan dan ceramah menggunakan brosur pamflet. Diseminasi informasi dilakukan dengan menggunakan media
Diseminasi informasi dilakukan dengan memberikan informasi kepada kader dan petugas Pustu.
Diseminasi informasi dilakukan dengan metode penyuluhan secara individu maupun kelompok.
Metode diseminasi informasi dilakukan secara lisan.
Diseminasi informasi dilakukan dengan metode ceramah menggunakan brosur pamflet. Diseminasi informasi dilakukan dengan menggunakan media gambar.
Diseminasi informasi dilakukan dengan menggunakan poster.
Diseminasi informasi
Diseminasi informasi atau penyebaran informasiyang dilakukan dengan memberitahukan informasi kepada setiap kader dan petugas Pustu disetiap kelurahan. Selanjutnya melakukan penyuluhan baik secara individu maupun kelompok. Penyuluhan tersebut dilakukan mengunakan metode ceramah/lisan dan menggunakan media gambar seperti brosur, pamflet, dan Poster.
“Metode yang memberikan informasi seperti penyuluhan, langsung diberi format pencatatan, Kalau wabah atau KLB itu langsung menelpon ke dinas, bahwa wilayah ini ada terjadi KLB, jadi mereka dari dinas turun langsung ke wilayah kerja bersama sama kepetugas puskesmas dari kapus apa semua langsung turun ke lapangan”( JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016). “Itu menyurat kita kan kebetulan disini metode penyebar luasan informasinya itu kita Cuma menyurat bisa selain ke dinas kebetulan ada jejaring kerjasama dengan kantor kesehatan pelabuhan kelas 2 kendari ya disitu juga kita bagi informasi selain kedinas kita juga ke kantor kesehatan pelabuhan. Kalau masyarakatnya kita cuma adakan penyuluhan. Kalau kita penyuluhan tidak khusus harus ispa to’ penyuluhan itu kita ambil semua penyakit yang naik apa yang lagi ternnya naik. Haa biasanya kita adakan penyuluhan itu sekali sebulan kadang dua kali sebulan tapi tidak menentu juga kadang kita liat juga kalau misalkan kasusnya turung berarti kan biasanya pada saat kita turun penjaringan disitu kita adakan penyuluhan door to door juga” (K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Ee penyuluhan yang kita lakuakan biasa perorangan atau kelompok ee biasa diposyandu atau dari rumah ke rumah ee jadi biasa kita gabung dengan penyakit Diseminasi informasi dilakukan dengan metode penyuluhan.
Diseminasi informasi dilakukan dengan metode penyuluhan dan door to door.
Diseminasi informasi dilakukan dengan metode penyuluhan.
gambar. Diseminasi informasi dilakukan dengan menggunakan poster. Diseminasi informasi dilakukan dengan memberikan informasi kepada kader dan petugas Pustu.
dilakukan dengan metode pemberitahuan dan laporan ke Dinkes.
lain toh ispakan erat kaitannya dengan penyakit lain jadi kita gabung” (Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Disini itu untuk penyebarluasan informasi itu kita masih terbatas ini kendala dana juga karena itu harus butuh dana sementara dananya kita terbatas. Aa dalam bentuk ini saja dalam bentuk laporan he’eh dalam bentuk pernah kita buat dalam bentuk selebaran-selebaran juga yang kita edar dengan laporan fisik yang kita bawa ke dinas kesehatan. Kalau penyuluhannya itu dia hampir tiap posyandu itu ada penyuluhan . biasa tinggal diliat saja ee di posyandu daerah manasaja yang tinggi di ininya kasus ispa biasa sambil diselingi penyakit lain tapi tetap fokus juga dengan ispa” (IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Kalau metode yang digunakan bentuk apa di kayaknya hanya pemberitahuan begini bentuknya bentuk penyakit dalam bentuk apa bentuk laporan toh informasinya terus dilampirkan mi kayak seperti ini grafik. Kayaknya untuk petugas disini saja. Kalau untuk masyarakatnya nda” (H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Hanya ee apa metode kayak penyuluhan biasa menggunakan metode ceramah menggunkan brosur plamflet. Kalau dinas kesehatan biasanya hanya untuk ee ada intervensi dari dinas kesehatan itu untuk misalnya kayak pemberantsan penyakit tertentu” (RL, 51 tahun, wc : 22 Maret Diseminasi informasi dilakukan dengan metode penyuluhan di posyandu.
Diseminasi informasi dilakukan dengan metode pemberitahuan dan laporan ke Dinkes.
Diseminasi informasi dilakukan dengan metode penyuluhan dan ceramah menggunakan brosur pamflet.
2016). “Hasil kegiatan dijabarkan di minilokakarya Puskesmas selama ini baru nanti ee dilanjutkan ke, laporan dilanjutkan ke dinas kesehatan” (WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Media yang kita kasih itu yang kita berikan itu seperti gambar-gambar kita sebar di masyarakat kemudian kita penyuluhan, tetapi penyuluhannya tidak kelompok tapi individu informasi kita sebar, masyarakat memang seperti itu” (HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Bentuk penyuluhannya itu langsung turun kelapangan toh kalau ada yang dinyatakan ee penyakit ispa misalnya yang menderita ispa dibulan itu paling langsung turun kelapangan untuk mendata sekaligus juga dengan petugas keslingnya toh tentang pola hidupnya kan biasa juga dari kebiasaannya” (SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Pake poster . dia itu promkes biasa dia gabung” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). “Kita memberikan informasi kepada eee kader ini bahwa disini kenapa dia banyak ISPA, kaya kemarin ISPA itu banyak. Begitu saja, sama dengan petugaspetugas Pustu yang lain secara tertulispun jarang. Iya betul..aaa tapi untuk eee apa namanya memberikan
Diseminasi informasi dilakukan dalam pertemuan Minlok. Diseminasi informasi dilakukan dengan metode penyuluhan individu maupun kelompok menggunakan media gambar. Diseminasi informasi dilakukan dengan metode penyuluhan.
Diseminasi informasi dilakukan dengan menggunakan poster. Diseminasi informasi dilakukan dengan memberikan informasi kepada kader dan petugas Pustu.
seperti catatan laporan begini..tidak” (HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016). 6. Kendala Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Informan Kunci “Itu ji masalah petugas puskesmasnya ji yang kurang tenaganya disana tenaga surveilansnya, mereka sering pindah-pindah terus mereka juga banyak rangkap jabatan jadi mereka tidak optimal itu kerja tentang surveilans kan rangkap. Kan kalau programer mengolah juga data terus surveilans merekap semua penyakit dari programer mau pm mau ptm” (SIA, 34 tahun, wc: 31 Maret 2016).
“Ituji transport” (M, 33 tahun, wc : 18 Maret 2016).
“Kendaraan itu ji. Kendaraan karena ini daerah pesisir hehehe daerah pesisir setengah mati toh” (HS, 33 tahun, 17 Maret 2016).
Informan Biasa
“Hambatannya tidak ji nda ada ji yang terlalu ini” (AK, 32 tahun, wc: 18 Maret 2016).
Kendala dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa adalah kurang tenaga surveilans, petugas sering berpindah tempat, dan rangkap jabatan oleh petugas surveilans yang menghambat proses pendataan pengolahan.
Kendala dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa adalah keterbatasan kendaraan. Kendala dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa adalah keterbatasan transpotrasi. Tidak terdapat hambatan.
Kendala dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa adalah kurang tenaga surveilans, petugas sering berpindah tempat, dan rangkap jabatan oleh petugas surveilans yang menghambat proses pendataan pengolahan.
Kendala dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa adalah kurang tenaga surveilans, petugas sering berpindah tempat, dan rangkap jabatan oleh petugas surveilans yang menghambat proses pendataan pengolahan.
Tidak memiliki hambatan dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi
Kendala dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa adalah kurang kesadaran diri masyarakt untuk memeriksakan ke fasilitas kesehatan.
Kendala dalam pelaksanaan surveilans Kendala dalam epidemiologi Ispa adalah pelaksanaan surveilans keterbatasan kendaraan epidemiologi Ispa adalah keterbatasan kendaraan. Kendala dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa adalah kurang kesadaran diri masyarakt untuk memeriksakan ke fasilitas kesehatan. Kendala dalam
Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh informan mengatakan bahwa kendala dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa adalah Beberapa Puskesmas berpendapat bahwa keterbatasan kendaraan, keterbatasan petugas surveilans, petugas surveilans yang sering berpindah-pindah, terjadinya rangkap jabatan petugas surveilans serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan merupakan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan surveilans. Sedangkan beberapa Puskesmas lainnya berpendapat bahwa mereka tidak memiliki hambatan dalam pelaksanaan surveilans
“Tidak ada ji hambatannya” (IV, 36 tahun, wc :19 Maret 2016). “Selama ini surveilans itu khususnya ISPA belum ada kecuali DBD itu dari tingkat I memang” (JK, 32 tahun, wc : 19 Maret 2016). “Alhamdulillah tidak. Karena sejauh ini setiap pasien yang kita tanya atau masyarakat yang kita turung penjaringan kita tanya keluhannya apa mereka apaapa masalahnya sejauh ini mereka apa orangnya terbukalah istilahnya tidak ada yang ditutupi” (K, 32 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Hambatan eem ketika kita mendapat kasus ispa dilapangan kita kan merujuk pasien ke pusat fasilitas pelayanan masyarakat salah satunya puskesmas kadang mereka ogah-ogahan untuk itu, itu salah satu hambatan”(Y, 34 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Hhmm hambatannya biasa ee ada laporan masyarakat ee biasa kita kesasar di alamat biasa kita tuju dialamat ini ternyata kita pergi ditempat situ ternyata bukan disitu penderitanya biasa kita kadang-kadang salah tulis alamat juga” (IF, 36 tahun, wc : 21 Maret 2016). “Kalau hambatan-hambatannya nda ada semua berjalan dengan baik ji karena semua bisa terlaksana toh Alhamdulillah bisa ji kita lakukan semuanya” (H, 34 tahun, wc : 22 Maret 2016).
Tidak terdapat hambatan. Tidak terdapat hambatan
Tidak terdapat hambatan.
Kendala dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa adalah kurang kesadaran diri masyarakt untuk memeriksakan ke fasilitas kesehatan. Kendala dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa adalah ketidakjelasan laporan masyarakat.
Tidak terdapat hambatan.
pelaksanaan surveilans Ispa baik di Puskemas epidemiologi Ispa adalah maupun di lapangan. ketidakjelasan laporan masyarakat. Tidak memiliki hambatan dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa baik di Puskemas maupun di lapangan. Kendala dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa adalah kurangnya tenaga surveilans.
epidemiologi Ispa baik di Puskemas maupun di lapangan.
“Selama ini berjalan cukup lancar karena walaupun ee kami disini kekurangan petugas kami disini mempunyai 3 wilayah kerja seharusnya itu mempunyai 3 petugas karena kalau ditemukan kasus di 2 tempat kami hanya 1 petugas bisa membagi diri jadi disitulah kendalanya kurangnya sumber daya manusia disini” (RL, 51 tahun, wc : 22 Maret 2016). “Sa kira tidak ada masalah, karna semua tenaga-tenaga kesehatan yang ada di lapangan bisa diajak kerjasama”(WS, 37 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Keterbatasan tenaga biasanya jadi kita mengolah tidak tepat waktu dengan seharusnya karna banyaknya pekerjaan,,hehe” (HKT, 33 tahun, wc : 23 Maret 2016). “Alhamdulillah tidak ji karena masyarkatnya juga aktif toh” (SR, 26 tahun, wc : 24 Maret 2016). “Kan laporan ini laporan berulang kan sudah diminta disurveilans diminta lagi item-itemnya itu terus kurang tenaga kayaknya” (AS, 35 tahun, wc : 28 Maret 2016). “Ya itu tadi kurangnya petugas yang ikut berperan dalam analisis jadi ya saya analisis sendiri sesuai dengan yang sering saya lakukan”(HA, 34 tahun, wc : 31 Maret 2016).
Kendala dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa adalah kurangnya tenaga surveilans.
Tidak terdapat hambatan.
Kendala dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa adalah kurangnya tenaga surveilans. Tidak terdapat hambatan.
Kendala dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa adalah kurangnya tenaga surveilans. Kendala dalam pelaksanaan surveilans epidemiologi Ispa adalah kurangnya tenaga surveilans.
Lampiran 4 INFORMED CONSENT (SURAT PERNYATAAN)
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
:
Umur
:
Alamat
:
Pekerjaan
:
Setelah membaca keterangan/penjelasan mengenai manfaat dan tujuan dari penelitian ini yang berjudul “Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Di Puskesmas Se-Kota Kendari Tahun 2016”, menyatakan bersedia diikut sertakan sebagai subjek dalam penelitian tersebut. Dalam melaksanankan penelitian, saya bersedia di wawancarai dan memberi jawaban yang sesuai dengan kenyataaan pada diri saya.
Kendari,
Peneliti
(Desi Arwanti)
Maret 2016
Informan
(……………………)
Tanggal wawancara
Lampiran 5
Tempat
Informan Kunci Umur 34 tahun
Jabatan
Umur
S-1 Kesehatan Masyarakat S-1 Kesehatan Masyarakat S-1 Kesehatan Masyarakat S-1 Kesehatan Masyarakat S-1 Kesehatan Masyarakat S-1 Kesehatan Masyarakat S-1 Kesehatan Masyarakat S-1 Kesehatan Masyarakat
Pendidikan
Petugas Surveilans Petugas Surveilans Petugas Surveilans Petugas Surveilans Petugas Surveilans Petugas Surveilans Petugas Surveilans Petugas Surveilans
Jabatan
S-1 Kesehatan Masyarakat Koordinator Surveilans Dinkes Kota Kendari
33 tahun 33 tahun 32 tahun 36 tahun 32 tahun 32 tahun 34 tahun 36 tahun
Informan Biasa
Kode informan SIA
Kode informan HS M AK IV JK K Y IF
Pendidikan
DISTRIBUSI INFORMAN DI DINAS KESEHATAN KOTA KENDARI DAN PUSKESMAS SE-KOTA KENDARI TAHUN 2016
No 31 Maret 2016
Puskesmas
Tanggal wawancara 17 Maret 2016 18 Maret 2016 18 Maret 2016 19 Maret 2016 19 Maret 2016 21 Maret 2016 21 Maret 2016 21 Maret 2016
1.
No Nambo Abeli Poasia Mekar Benu-benua Kandai Jati Raya Mokoau
Dinkes Kota Kendari
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Lepo-lepo Perumnas Kemaraya Puuwatu Wua-wua Labibia Mata
22 Maret 2016 22 Maret 2016 23 Maret 2016 23 Maret 2016 24 Maret 2016 28 Maret 2016 31 Maret 2016
H RL WS HKT SR AS HA
34 tahun 51 tahun 37 tahun 33 tahun 26 tahun 35 tahun 34 tahun
S-1 Kesehatan Masyarakat D-3 Keperawatan S-1 Kesehatan Masyarakat S-1 Kesehatan Masyarakat D-3 Keperawatan S-1 Kesehatan Masyarakat S-1 Keperawatan
Petugas Surveilans Petugas Surveilans Petugas Surveilans Petugas Surveilans Petugas Surveilans Petugas Surveilans Petugas Surveilans
Lampiran 6. Dokumentasi L
Gambar 1. Buku kunjungan pasien di Poli umum Puskesmas
Gambar 2. Penyajian data dalam bentuk grafik
Gambar 3. Laporan bulanan data kesakitan
Gambar 4. STP Puskesmas berdasarkan umur dan tempat/kelurahan
Gambar 5. Format laporan mingguan (W2) di Puskesmas
Gambar 6. Format laporan Bulanan (LB1) di Puskesmas
Gambar 7. Wawancara dengan salah satu informan biasa
Gambar 8. Wawancara dengan informan kunci