PELAKSANAAN PROGRAM SEKOLAH BERWAWASAN GENDER DI PROPINSI RIAU Yenita Roza 1), dan Rahmita B.N. Lutfi.,2) 1).
FKIP Universitas Riau, email:
[email protected] 2) Fakultas Ekonomi Universitas Riau
Abstract: Gender mainstreaming being the big issues lately included in Indonesia. To improve the gender equality access for education Indonesian government been launching the schools program name “ Sekolah Berwawasan Gender”. The aim of this study is to explore the schools’ achievement on that government program in The Province of Riau. Giving orientation program, schools were required to design and implement their specific program. Schools also get funded to accelerate their program. The assessment were done based on 10 standard on indicator of the program implementation. Data were collected through questionnaire and direct observation to the schools. This paper discuss finding based on the 10 standard that grouped into schools level and region of the schools. It was found that the highest achievement is reached for standard 3 (85%) that deal with learning outcome, the lowest achievement is given to the standard 5 (56%) about schools’ facilities. This finding will be used as recommendation for the schools and government to improve their program design and implementation of gender equality program. Key Word :sekolah, wawasan gender, pendidikan PENDAHULUAN
pendidikan. Bahkan proses dan institusi pendidikan dipandang berperan besar dalam mensosialisasikan
Dalam dekade terakhir ini, upaya penyadaran gender menjadi perbincangan serius
di
kalangan
aktivis
keluarga-keluarga, pendidikan
wartawan,
dunia
kalangan
politisi.
penyadaran
telah
maupun
Berbagai-strategi
perempuan,
ditawarkan dengan tujuan agar kesetaraan gender
dalam
berbagai
bidang
kehidupan
masyarakat terwujud. Sepertinya strategi yang ditawarkan belumlah mampu mewujudkan kestraan yang diinginkan karena kesenjangan tetap
saja
terjadi
dalam berbagai bidang
kehidupan masyarakat.
dalam
masyarakat,
berbagai
terpresentasi
mendasari
munculnya
berbagai
ketimpangan
tersebut. Secara garis besar, fenomena kesenjangan gender dalam pendidikan dapat diklasifikasi dalam beberapa dimensi, antara lain: (1) kurangnya partisipasi
(under-participation).
Dalam
hal
partisipasi pendidikan, perempuan di seluruh dunia menghadapi problem yang sama. Dibanding lawan jenisnya, partisipasi perempuan dalam pendidikan formal jauh lebih rendah Dinegara-negara dunia ketiga di mana pendidikan dasar belum diwajibkan, jumlah murid perempuan umumnya hanya separuh
Berbagai bentuk kesenjangan gender yang terjadi
dan melestrikan nilai-nilai dan cara pandang yang
bidang juga
kehidupan
dalam
dunia
atau sepertiga jumlah murid laki-laki,1 (2) Kurangnya keterwakilan
(under-representation).
Partisipasi
perempuan dalam pendidikan sebagai tenaga 173
Yenita Roza dkk, Pelaksanaan Program Sekolah Berwawasan Gender di Propinsi Riau
pengajar maupun pimpinan juga menunjukkan
fungsi domestik, sementara itu anak laki-laki
kecenderung disparitas progresif. Jumlah guru
diharapkan
perempuan
keonomi keluarga sehingga harus lebih
pada
jenjang
pendidikan
dasar
berperan
memilih
dalam
menopang
umumnya sama atau melebihi jumlah guru laki-laki.
banyak
keahlian-keahlian
Namun, pada jenjang pendidikan lanjutan dan
keras, teknologi dan industri. Penjurusan
pendidikan tinggi, jumlah tersebut menunjukkan
pada pendidikan menengah kejuruan dan
penurunan drastis. (3) Perlakuan yang tidak adil
pendidikan
(unfair treatment) Kegiatan pembelajaran dan proses
terdapatnya
interaksi dalam kelas seringkali bersifat merugikan
pendidikan
murid perempuan. Guru secara tidak sadar
mengakibatkan tidak berkembangnya
cenderung menaruh harapan dan perhatian yang
persaingan sehat menurut gender. Sebagai
lebih besar kepada murid laki-laki dibanding murid
contoh, bidang ilmu sosial pada umumnya
perempuan. Para guru kadangkala cenderung
didominasi siswa perempuan, sementara
berpikir ke arah "self fulfilling prophecy"terhadap
bidang ilmu teknis umumnya didominasi
siswa perempuan karena menganggap perempuan
siswa
tidak perlu memperoleh pendidikan yang tinggi.
2000/2001,persentase siswa perempuan yang
tinggi
menunjukkan
stereotype di
laki-laki.
dalam
Indonesia
Pada
tahun
ilmu
masih sistem yang pola
ajaran
Menurut Philip Robinson, ketimpangan
bersekolah di SMK program studi teknologi
dalam pendidikan dapat dibedakan menjadi
industri baru mencapai 18,5 persen, program
dua, yaitu ketimpangan pada akses terhadap
studi pertanian dan kehutanan 29,7 persen.
pendidikan dan ketimpangan pada hasil atau
Sedangkan ketimpangan pada hasil
outcome pendidikan.2 Laporan departemen
pendidikan
pendidikan yang penyusunannya dibiayai
pendidikan.Ketimpangan
UNICEF, juga menjelaskan bahwa kondisi
pendidikan menunjukkan adanya perbedaan
pendidikan
sangat
antara laki-laki dan perempuan pada prestasi
anak
pendidikan.Prestasi di antara mereka tidak
melanjutkan
sepadan.Prestasi laki-laki lebih tinggi atau
di
memprihatinkan, perempuan pendidikan
Indonesia khususnya
yang
ingin
pada
akhir hasil
lebih baik daripadaperempuan.Ketimpangan
mereka yang berasal dari keluarga miskin
akses pendidikan dapat berdampak pada
dan tinggal di pedesaan.
feminisasi dalam pendidikan. Ketidaksamaan gejala
kesempatan dalam pendidikan antara laki-
atau
laki dan perempuan akan berdampak pada
program studi sebagai salah satu bentuk
kecenderungan melihat bahwa perempuan
diskriminasi gender secara sukarela ke dalam
hanya bisa diterima pada sistem pendidikan
bidang keahlian. Pemilihan jurusan-jurusan
tertentu. Di masyarakat berkembang sikap
bagi anak perempuan lebih dikaitkan dengan
bahwa perempuan hanya cocok pada jenis 174
pemisahan
itu
juga
menengah,
perbedaan
atau
Selain
kesekolah
bagi
adalah
gender
ditemukan
dalam
jurusan
marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016
pendidikan
tertentu
dan
tidak
pantas
memilih sistem pendidikan lainnya. Dengan
menerima beban pekerjaan yang jauh lebih
rendahnya
tingkat
pendidikan penduduk yang berjenis kelamin perempuan
maka,
secara
kaum laki-laki. Keempat, perempuan hanya
berat dan lebih lama daripada yang dipukul kaum laki-laki.
otomatis
Faktor lain yang turut mempengaruhi
perempuan belum berperan secara maksimal.
bias
gender
dalam
Pencanangan wajib belajar pada usia 6 tahun
muncul persaingan dengan teknologi yang
pada tahun 1984 dan program wajib belajar 9
menggantikan peranan pekerja perempuan
tahun pada tahun 1994, belum memberikan
dengan
hasil yang signifikan terhadap perempuan.
perempuan
Terjadinya pengingkaran dan diskriminasi
khususnya perempuan yang memiliki tingkat
terhadap hak-hak perempuan seperti yang
pendidikan rendah ditambah pula dengan
digambarkan di atas, menurut Masdar F.
kemampuan ekonomi yang masih lemah.3
mesin.
pendidikan
Dampaknya,
menjadi
adalah
lagi-lagi
korban
teknologi
Mus’udi pangkal mulanya adalah disebabkan
Propinsi Riau merupakan sebuah
oleh adanya pelebelan sifat-sifat tertentu
propinsi yang berkomitmen mewujudkan
pada kaum perempuan yang cenderung
kesetraan
gender.
Salah
satu
bentuk
merendahkan.
komitmen
tersebut
ditunjukkan
melalui
berwawasan
gender
Misalnya
perempuan
itu
lemah, lebih emosional ketimbang nalar,
penetapkan
cengeng, tidak tahan banting, tidak patut
dengan melakukan beberapa tahap seperti
hidup
sosialisasi ke semua kabupaten/kota di
selain
di
dalam
Setidaknya
ada
empat
menimpa
perempuan
rumah persoalan
yang
provinsi
Riau,
selanjutnya
melakukan
adanya
peninjauan kepada sekolah yang sudah
proses
mulai berwawasan gender. Saat ini tahap
subordinasi (meletakkan perempuan di bawah
yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi
supremasi lelaki), perempuan harus tunduk
melalui Dinas Pendidikan Provinsi Riau
kepada sesame manusia, yakni kaumlelak.
adalah memberikan bantuan kepada sekolah
Pemimpin atau imam hanya pantas dipantas
yang dianggap sudah merespon kegiatan
dipegang oleh laki-laki, perempuan hanya
sekolah berwawasan gender tersebut.
pelebelan
bolehh
ini1.
menjadi
perempuan diletakkan
akibat
tangga.
sekolah
Pertama,
makmum
cenderung di
melalui
Kedua,
Sekolah berwawasan gender adalah :
dimarginalkan,
suatu sekolah yang baik aspek akademik,
karena
sosial, aspek lingkungan fisiknya, maupun
perempuan
lingkungan masyarakatnya memperhatikan
sering menjadi sasaran tindak kekerasan oleh
secara seimbang baik kebutuhan spesifik
kedudukannya
pinggir.
saja.
yang
Ketiga,
lemah,
untuk laki-laki maupun perempuan. Dengan 175
Yenita Roza dkk, Pelaksanaan Program Sekolah Berwawasan Gender di Propinsi Riau
demikian gutu, orang tua, tokoh, anggota
pendidikan berwawasan gender.Disamping itu
masyarakat di sekitarnya, serta siswa laki-
temuan ini menjadi dasar untuk memberikan saran
laki
akan
kepada sekolah maupun Dinas Pendidikan Propinsi
itu
Riau untuk meningkatkan kemampuan sekolah
dan
perempuan
pentingnya,
dan
mempraktekkan
menyadari
oleh
karena
tindakan-tindakan
yang
memberikan pelayanan yang berwawaan gender.
setara dan adil gender. Sedangkan berwawasan
gender,
ciri-ciri antara
sekolah (1).
Penilaian sekolah berwawasan gender
Kepemimpinan dilakukan secara horisontal
telah dilakukan sejak tahun 2014 di Propinsi
dan team work kooperatif yang ramah
Riau. Kegiatan dilakukan dalam beberapa
terhadap perbedaan. Selain itu, manjemen
tahapan yang dimulai dengan permintaan
tidak menawarkan peran stereotipi gender
dari dinas pendidikan tingkat Propinsi ke
sehingga
target
semua kabupaten untuk mengirim utusan ke
sekolah; (2). Pembagian peran atau posisi
propinsi untuk mengikuti sosialisasi dan
fleksibel
pelatihan.
menghalangi
tergantung
lain
capaian
pada
:
METODE PENELITIAN
kebutuhan,
Setiap
Kabupaten
diminta
kesempatan, komitmen dan kualitas serta
mengirim satu utusan dari TK, SD, SMP,
pembakuan peran / posisi secara ketat
SMA dan SMK. Peserta utusan kabupaten ini
banyak menimbulkan masalah ( stereotipi,
mengikuti sosialisasi dan pelatihan dengan
subordinasi,
materi
marginalisasi,
beban
lebih,
penjelasan
program
Sekolah
kekerasan; mekanisme pengambil keptusan
Berwawasan Gender dan persiapan yang
seimbang dan memperhatikan qouta minim
perlu mereka lakukan untuk implementasi
30% dari perempuan; menghargai perbedaan
program.
gaya, cara kerja laki-laki dan perempuan
Peserta
pelatihan
diminta
untuk
harus dimaknai sebagai kekuatan selama
menyiapkan sekolah mereka untuk dinilai
mencapai target; budaya sekolah harus
oleh tim reviewer akan kesiapan mereka
menghindari
stereotipi,
menjalankan program. Terdapat 12 TK, 11
diskriminatif, merendahkan salah satu jenis
SD, 12 SMP, 9 SMA dan 10 SMK yang
kelamin dan ; manajemen yang ramah
berpartisipasi pada kegiatan ini. Dari hasil
terhadap perempuan, bahan pajangan kantor,
penilaian terhadap 54 sekolah yang dinilai
kalender, poster, screen komputer tidak
maka 15 sekolah diundang ke tingkat
boleh melecehkan salah satu jenis kelamin;
propinsi untuk menyajikan program mereka.
mendorong dan membantu setiap individu
Sekolah-sekolah ini diberikan dana untuk
untuk maju dan setara.Penulisan makalah ini
akselerasi pelaksanaan sekolah berwawasan
bertujuan mengekplore kesiapan sekolah di berbagai
gender.
perilaku
yang
jendang dalam merencanakan dan menjalankan 176
marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016
Pada tulisan ini data kesiapan sekolah
Hasil pengolahan data dari penilaian
yang dikumpulkan dibagi dalam 10 bagian
sekolah
sesuai
berdasarkan
dengan
standar
pada
indikator
dikelompokkan
dan
dianalisa
sepuluh
standar
indikator
berwawasan
gender.
sekolah berwawasan gender.Data diolah dan
sekolah
Data
dianalisa menurut jenjang pendidikan dan
dibandingkan
kabupaten asal sekolah.
pendidikan dan kabupaten tempat sekolah
berdasarkan
ini
jenjang
berada. PEMBAHASAN
Capaian Standar Menurut Jenjang Sekolah 80%
75%
71%
72%
65%
60%
60% 40% 20% 0% TK
SD
SMP
SMA
SMK
Grafik 1: Perbanding Capaian Menurut Jenjang Sekolah Grafik diatas mengambarkan capaian rata-rata
dari
sepuluh
standar
sekolah-sekolah ini mempunyai potensi dan
yang
keinginan
yang
sangat
tinggi
untuk
dikelompokkan menurut jenjang sekolah.
menjalankan program sekolah berwawasan
Capaian terbaik ada ditingkat SD dan
gender. Jarak waktu sosialisasi dan penilaian
terendah di tingkat TK. Secara umum
yang terlalu dekat membuat sekolah tidak
capaian
dapat
demikian
ini
belum
untuk
memuaskan,
penilaian
namun
tahap
memaksimalkan
kegiatan
mereka.
awal
Persentase Capaian Standar 1 -10 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
71%
78%
84% 72% 63%
69%
76%
77%
74%
56%
177
Yenita Roza dkk, Pelaksanaan Program Sekolah Berwawasan Gender di Propinsi Riau
Grafik 2: Persentase Capaian Standar 1-10 Pada
grafik
diperlihatkan
pengembangan diri. Capaian tertinggi dan
rataan capaian setiap standar pada semua
satu-satunya capaian diatas 80% adalah pada
sekolah mulai dari TK sampai SMA/SMK.
standar kelulusan. Standar ini menuntut zero
Standar yang paling rendah capaiannya
HIV dan narkoba, dimana hampir semua
adalah
sekolah sudah memiliki kriteria ini.
standar
5
diatas
tentang
sarana
dan
prasarana.Penilaian pada standar ini lebih
Dari
temuan
lapangannsekolah
bersifat kuantitatif karena langsung melihat
sebetulnya
secara phisik jumlah dan keberimbangan
mempermasalahkan gender ditempat mereka
sarana dan prasarana untuk siswa laki-laki
namun demikian semuanya berjalan tanpa
dan perempuan. Standar lain yang masih
diprogramkan
rendah
sekolah berwawasan gender. Pada standar
capaiannya
adalah
standar
4
menyatakan
sesuai
tuntutan
tidak
program
mengenai standar Tenaga Pendidik dan
proses
Tenaga Kependidikan. Pada standar ini
membedakan tindakan terhadap siswa laki-
dituntut keberimbangan jumlah guru laki-
laki
laki
pembelajaran
dan
perempuan, sedangkan
secara
sekolah
sudah
dan
menyatakan
perempuan namun
juga
dapat
memperlihatkan
dari guru laki-laki. Namun demikian masih
rencana bahwa mereka akanmemperlakukan
ditemukan
siswa secara setara.
ketimpangan
dalam
kesempatan
untuk
yang
tidak
proses
umum jumlah guru perempuan lebih banyak
permasalahan
RPP
dalam
tidak
menyatakan
Capaian Standar Menurut Kabupaten Kota 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
82%
81%
75%
77% 77%
71% 69% 67%
71%
57% 49%
48%
Grafik 3: Capaian Sekolah Menurut Kabupaten/Kota 178
Pada
kegiatan
berwawasan
gender
penilaian setiap
sekolah
kabupaten
Berikut ini dibahas capaian masingmasing standar menurut jenjang sekolah:
diminta untuk mengirim 5 sekolah utusan, namun
tidak
semua
kabupaten/kota
memenuhi permintaan. Hanya untuk level
Capaian
paling sedikit
mengirim utusannya, hanya dua sekolah yaitu untuk level TK dan SMP. Dari hasil penilaian kabupaten ini juga mendapatkan nilai terendah. Kabupaten yang lengkap mengirim
utusan
Pelalawan,
Inhu,
adalah Rohul
Kabupaten
dan
Bengkalis.
Namun demikian kelengkapan utusan tidak mengambarkan program.
kualitas
Kabupaten
pelaksanaan
Pelalawan
sudah
mengirim 5 utusan namun nilai yang didapat masih rendah.Kondisi terbaik didapatkan oleh kabupaten Inhu dan Kota Pekanbaru.
standar
nasional
pendidikan
SMP yang semua kabupaten mengirimkan utusanya. Kota Dumai
berdasarkan
(1) Capaian Indikator Standar Isi. Standar pada standar ini terdapat 5 indikator yaitu pemilihan materi muatan lokal yang responsive pembelajaran
gender
yaitu
untuk
rancangan mewujudkan
lingkungan belajar yang kondusif untuk mendorong keadilan dan kesetaraan gender, rancangan dan pelaksanaan materi ajar yang berkeadilan gender, peluang yang sama bagi siswa
laki
menggunakan
dan
perempuan
dalam
media pembelajaran
serta
fungsi media dalam mendorong siswa laki dan perempuan untuk dapat kosentrasi dalam belajar.
Capaian Standar Isi Menurut Jenjang Sekolah 77% 80%
78%
74%
63%
58%
60% 40% 20% 0% TK
SD
SMP
SMA
SMK
Grafik 4: Capaian sekolah pada Standar Isi
Dari
Grafik
diatas
dapat
dilihat
capaian pada level TK/Paud dan SMA lebih
rendah
dibandingkan
jenjang
sekolah
lainnya.Hal ini terjadi karena pada level 179
Yenita Roza dkk, Pelaksanaan Program Sekolah Berwawasan Gender di Propinsi Riau
TKmereka belum memprogram perbedaan
kerjasama dalam diskusi kelompok. Karena
kegiatan dan fasilitas mengingat usia murid
pengalaman social yang beragam maka
yang mengikuti pendidikan. Pada tingkat
melalui standar ini guru juga diminta untuk
SMA kebutuhan akan perbedaan justru
memfasilitasi cara belajar yang beragam serta
sangat terasa tetapi sekolah belum bisa
memberikan kesempatan
memfasilitasi.
yang
(2) capaian Indikator Standar Proses
sama
mengambil
untuk
dan perhatian
aktif
belajar
dan
kesimpulan
dari
sebuah
Terlepas
dari
proses
Standar ke dua merupakan standar proses,
pembelajaran.
standar ini memastikan bahwa siswa laki-laki
pembelajaran, sekolah juga dituntut untuk
dan perempuan mendapatkan akses yang
memberikan kesempatan yang sama bagi
sama dalam proses pembelajaran. Terdapat
siswa
Sembilan pertanyaan pada standar proses ini
mereka.
yang mengatur kesempatan siswa dalam
memberikan contoh tokoh yang sukses secara
mengemukan
berimbang antara tokoh laki dan perempuan.
gagasan,
keaktifan
dan
untuk
menjadi
Guru
juga
pemimpin dituntut
kelas untuk
Capaian Standar Proses Menurut Jenjang Sekolah 88% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
75%
TK
81%
74%
SD
71%
SMP
SMA
SMK
Grafik 5: Capaian sekolah pada Standar Proses Pada Grafik 5 diatas dapat dilihat
yang diwawancara mengatakan ini sudah
capaian standar proses pada semua sekolah
berjalan
dapat dikatakan baik. Secara umum pada
diprogramkan untuk sekolah berwawasan
semua level mereka tidak membedakan
gender.Pada standar proses yang masih
siswa laki-laki dan perempuan dalam proses
terlihat masalah kesetaraan gender adalah
belajar. Semua murid dapat kesempatan yang
pada
sama
digunakan
dalam
mengemukakan
pendapat
ataupun mengerjakan tugas dikelas. Guru
sejak
materi
lama
atau guru
bukan
contoh-contoh dalam
karena
yang
pembahasan
materi.Kesulitan yang dihadapi pada standar 180
marwah,Vol. XV No.2 DesemberTh. 2016
proses ini adalah memilih pada materi apa
terciptanya kondisi adil dan aman dalam
konteks gender bisa diintegrasikan dan cara
kehidupan
menyusun
pelecehan sek dan kekerasan baik terhadap
rencana
pembelajaran
yang
berwawasan gender. (3)
Standar
serta
tidak
terjadi
siswa laki-laki maupun perempuan. Satu hal
Capaian
Kelulusan.
bersama
Indikator Kelulusan
Standar mengatur
empat hal yaitu kewajiban bagi siswa laki-
lagi
yang sangat penting dari
standar
kelulusan adalah zero point pengidap HIV bagi siswa.
laki dan perempuan untuk saling mehargai,
Capaian Standar Kelulusan Menurut Jenjang Sekolah 90% 90%
84%
86%
85%
85% 80%
75%
75% 70% 65% TK
SD
SMP
SMA
SMK
Grafik 6: Capaian Sekolah pada Standar Kelulusan Grafik capaian
6
sekolah
diatas pada
memperlihatkan semua
tingkatan
dengan Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Melalui
standar
ini
dituntut
adanya
dengan hasil yang baik untuk standar
keberimbangan antara jumlah guru laki-laki
kelulusan.
dan perempuan. Keberimbangan ini tidak
Secara
umum
untuk
semua
standar, capaian standar kelulusan paling
hanya
tinggi dibandingkan standar lainnya.Tidak
proporsional dari jenjang pendidikan dan
ada sekolah yang bermasalah dengan HIV,
keterlibatan
sekolah yang bermasalah dengan narkoba
Promosi
sangat
dilakukan secara berimbang, hal ini juga
sedikit.
terhadap
semua
Masalah gender
penghargaan berjalan
dari
jumlah
dalam
jabatan
tetapi
juga
inservise
juga
dituntut
dari
training. untuk
baik,
berlaku untuk tenaga kependidikan seperti
meskipun ada masalah pelecehan seksual
pustakawan, laboran dan lain-lain. Standar
masih pada batas yang dapat segera diatasi
ini
oleh sekolah sehingga tidak berkelanjutan.
kekerasan fisik terhadap siswa, tidak ada
(4) Capaian Indikator Standar Tenaga Pendidik
dan
Kependidikan.
Standar
keempat mengatur hal-hal yang berkaitan
juga
mengatur
agar
berkurangnya
guru yang meminta pungutan terhadap siswa serta pemberian bimbingan studi lanjut yang sama untuk semua siswa
181
Capaian Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Menurut Jenjang Sekolah 71%
80%
76% 61%
58%
44%
60% 40% 20% 0%
TK
SD
SMP
SMA
SMK
Grafik 7: Capaian Sekolah pada Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Capaian pada Standar Pendidik dan
(5) Capaian Indikator Standar Sarana
tenaga kependidikan sangat bervariasi antar
dan PrasaranaStandar Sarana dan Prasana
jenjang
merupkan standar yang sangat mudah untuk
pendidikan.
Hasil
terendah
didapatkan pada tingkat TK dan paling baik
dilihat
pada SMA. Sebetulnya rendahnya tingkat
mendapatkan perhatian lebih baik dari pihak
capaian ditingkat TK tidaklah menunjukan
sekoah maupun pihak penilai. Pada standar
hal yang mengkawatirkan karena salah satu
ini diatur keberadaan toilet, tempat duduk
poin yang dinilai adalah keberimbangan
dikelas,
jumlah
perempuan,
kenyamanan dan keamanan siswa pada
sedangkan secara umum guru TK adalah
standar ini juga diatur ketersediaan taman,
perempuan.
yang
alat bermain, pagar sekolah serta adanya
adalah
CCTV untuk memantau keamanan. Untuk
kesempatan yang sama untuk mendapatkan
layanan kesehatan dan ibadah juga diatur
pengembangan
masalah
ketersedian ruang BK dan UKS, ruang ganti
utama bukan soal gender tetapi penunjukan
dan tempat ibadah.Ruang ini diharapkan
yang tidak merata da nada kecendrumgan
tersedia secara terpisah untuk siswa laki-laki
menugaskan orang yang sama untuk ikut
dan perempuan.
guru
ditemukan
laki-laki
dan
Permasalahan pada
diri,
standar
lain ini
meskipun
secara
media
phisik
sehingga
yang digunakan.
sering
Untuk
pelatihan berkali-kali.
182
Capaian Standar Sarana dan Prasarana Menurut Jenjang Sekolah 80%
60%
60%
49%
60%
57%
53%
40% 20% 0% TK
SD
SMP
SMA
SMK
Grafik 8: Capaian Sekolah pada Standar Sarana dan Prasarana Capaian pada standar sarana dan
Sekitar
50%
sekolah
sudah
prasarana pada semua jenjang sekolah seperti
memberikan fasilitas yang berbeda untuk
ditampilkan
hanya
UKS ataupun ruang BK, meskipun mereka
mencapai 60 persen. Pada standar ini semua
masih menggunakan ruang yang sama tetapi
fasilitas
langsung
sudah ada sekat yang membedakan ruang
sehingga penilaian lebih objektif. Semua
laki-laki dan perempuan. Untuk fasilitas
sekolah sudah memilah antara toilet siswa
media belajar, ketersediaan pagar sekolah
laki-laki
masih
ataupun tempat bermain tidak ditemukan
banyak sekolah yang memposisikan toilet
masalah yang berarti.Tempat duduk dikelas
laki-laki
pada
dapat
dan
grafik
dilihat
secara
perempuan
dan
berdampingan.
diatas
namun
perempuan
secara
secara umum sekolah memisahkan untuk
Permasasalah
yang
siswa laki-laki dan perempuan dan juga
ditemukan hampir disemua sekolah adalah
memberikan
jumlah toilet yang belum berimbang dengan
phisik seperti tinggi siswa dan juga untuk
jumlah murid dan jumlah toilet laki-laki dan
siswa
perempuan
Hanya
pandang.
beberapa sekolah yang menyediakan fasilitas
(6)
tidak
dibedakan.
yang
perhatian
pada
bermasalah
Capaian
perbedaan
dengan
Indikator
jarak
Standar
yang berbeda untuk toilet laki-laki dan
Pengelolaa. Standar Pengelolaan digunakan
perempuan seperti tempat sampah dan
untuk
gantungan tas. Permasalahan umum yang
kesetaraan gender di sekolah. Pengaturan
juga ditemukan
tidak
dimulai dengan visi dan misi sekolah yang
ketersediaan
memuat jaminan tersebut. Nilai dan norma
tempat ganti pakaian bagi siswa perempuan
sekolah harus bisa diterima oleh laki-laki dan
setelah olah raga, sehingga mereka harus
perempuan. Aktifitas dan peraturan dan
ganti pakaian di toilet atau tempat lain yang
bantuan edukatif pembelajaran yang dibuat
kurang tertutup.
sekolah harus dapat diakses, dimanfaatkan 183
tersedianya
atau
disekolah minimnya
adalah
mengatur
terjaminnya
terlaksana
Yenita Roza dkk, Pelaksanaan Program Sekolah Berwawasan Gender di Propinsi Riau
dan dikontrol oleh siswa laki-laki dan
dilakukan secara berimbang untuk guru dan
perempuan.Pada standar pengelolaan juga
staf laki-laki dan perempuan. Keputusan
diatur temuan, teguran dan arahan yang
yang
diberikan oleh pengawas. Struktur organisasi
dimusyawarahkan secara bersama antara
sekolah dan penugasan kepada guru harus
laki-laki dan perempuan.
dilakukan
pada
rapat
harus
Capaian Standar Pengelolaan Menurut Jenjang Sekolah 77% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
78%
76% 66%
60%
TK
SD
SMP
SMA
SMK
Grafik 9: Capaian Sekolah pada Srandar Pengelolaan Pada
standar
pengelolaan
yang
sudah mencantumkan kesetaraan gender
ditampilkan pada grafik 9 capaian sekolah
pada visi dan misi namun pelaksanaanya
dibawah 80% dengan capaian terendah pada
belum maksimal.
tingkat TK dan diikuti oleh tingkat SMA
(7)
Capaian
Indikator
yang berada dibawah 70%. Pada tingkat TK
Pembiayaan.
mereka
ditemukan pada standar 7.Pada standar ini
secara
umum
belum
Pengaturan
Standar
mengintegrasikan kesetaraan gender dalam
dinyatakan
visi dan misi. Namun demikian dalam
menampung kegiatan dan kebutuhan siswa,
pelaksanan
tenaga pendidik dan kependidikan secara
kegiatan
akademik
mereka
bahwa
pembiayaan
berimbang
sama untuk siswa laki-laki dan perempuan.
perempuan.Semua
Dengan pertimbangan usia peserta didik
mengakses dan memantau anggaran sekolah
mereka
serta dapat mengikuti evaluasi terhadap
terlalu
menekankan
pembedaan siswa laki-laki dan perempuan.
laki-laki
harus
memberikan pendidikan dan fasilitas yang
belum
untuk
anggaran
mereka
harus
dan dapat
pembiayaan sekolah.
Pada tingkat SMA sebagian sekolah bahkan
184
Capaian Standar Pembiayaan Menurut Jenjang Sekolah 73%
80%
74%
63%
72% 61%
60% 40% 20% 0% TK
SD
SMP
SMA
SMK
Grafik 10: Capaian Sekolah pada standar Pembiayaan
Tidak
berbeda
dengan
standar
tentang penilaian. Menurut standar ini,
sebelumnya, pada standar pembiayaan TK
penilaian harus mempertimbangkan budaya,
dan SMA juga mendapatkan nilai yang lebih
perubahan karakter serta kodrat laki-laki dan
rendah dari jenjang sekolah lainnya. Tidak
perempuan. Secara umum sekolah tidak
ditemukan
khusus
bermasalah dengan penilaian karena selama
mengangarkan kegiatan berbasis sekolah
ini mereka juga tidak membedakan siswa
berwawasan
laki-laki dan perempuan dalam penilaian.
sekolah
gender
yang
pada
programnya.
Secara umum juga belum semua pihak punya
Namun
akses
mendapatkan capaian yang tinggi pada
dan
evaluasi
terhadap
anggaran
sekolah. (8)
demikian
sekolah
tidak
standar ini karena kegiatan tidak dibuat Capaian
Indikator
Standar
dalam rencana tertulis.
Penilaian. Standar 8 merupakan standar
Capaian Standar Penilaian Menurut Jenjang Sekolah 80% 78%
80%
76%
75% 75%
72%
70% 65% TK
SD
SMP
SMA
SMK
Grafik 11: Capaian Sekolah pada standar Penilaian
185
(9) Capaian Indikator Standar Peserta
yang
responsif
Didik. Keberadaan peserta didik diatur pada
penyimpangan
standar nomer 9. Pada standar ini disebutkan
gender
bahwa jumlah siswa laki-laki dan perempuan
kesempatan
harus berimbang sesuai kondisi. Semua siswa
optimal.
gender, dan
sehingga
tidak
pelecehan semua
untuk
terjadi berbasis
siswa
berprestasi
dapat secara
berhak mendapatkan fasilitas lingkungan
Capaian Standar Peserta Didik Menurut Jenjang Sekolah 100%
84%
75%
80%
80%
74%
70%
60% 40% 20% 0% TK
SD
SMP
SMA
SMK
Grafik 12: Capaian Sekolah pada Standar Peserta didik tentang Indikator 9 mengatur tentang standar
kekhasan
jurusan
laki-laki
dan
perempuan belum berobah.
peserta didik. Pada standar ini sekolah dituntut
untuk
tidak
penerimaan
antara
siswa
perempuan.
Dilihat
pada
ternyata
SMK
memiliki
membedakan laki-laki grafik nilai
dan diatas
capaian
terendah. Hal ini terjadi karena jumlah siswa laki-laki dan perempuan pada SMK sangat ditentukan olah jurusan yang mereka miliki. Terdapat kecendrungan lebih banyak siswa laki-laki pada jurusan tertentu seperti listrik dan otomotif. Sekolah sudah mencoba untuk mensosialisasikan jurusan tersebut kepada masyarakat
namun
image
masyarakat
Capaian Indikator Standar Partisipasi Masyarakat Pada standar 10 diatur partisipasi masyarakat sekolah
dan
yang
menyangkut
keanggotaannya.
komite Anggota
komite sekolah harus berimbang antara lakilaki dan perempuan pada setiap jabatan. Melalui komite sekolah ini akan terjalin komunikasi antara sekolah dan orang tua untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan kebutuhan responsive gender.
186
Capaian Standar Partisipasi Masyarakat Menurut Jenjang Sekolah 100%
84%
76%
64%
80%
72%
71%
60% 40% 20% 0% TK
SD
SMP
SMA
SMK
Grafik 13: Capaian Sekolah pada Standar Partisipasi Masyarakat
Pada standar partisipasi masyarakat
secara umum selama ini tidak ditemukan
digambarkan pada grafik 13 bahwa SD
masalah yang serius tentang bias gender
medapat capaian yang tertinggi. Hal ini
disekolah; (3) Secara umum SMA capaiannya
terjadi karena pada tingkat sekolah dasar
lebih rendah dari jenjang sekolah lainnya.; (4)
keterlibatan orang tua di sekolah masih
Standar Sarana dan Prasarana merupakan
tinggi. Secara umum pada komite sekolah
indikator yang paling rendah capaiannya
masih dominan anggota laki-laki meskipun
pada semua jenjang sekolah
dalam urusan siswa disekolah lebih banyak Dari
orangtua perempuan yang berurusan.
diberikan KESIMPULAN DAN SARAN
hasil
temuan
beberapa
saran
diatas
dapat
yang
dapat
meningkatkan capaian semua standar pada
Dari hasil pengolahan data penilaian
indicator sekolah berwawasan gender yaitu:
pelaksanaan program sekolah berwawasan
(1) pemerintah propinsi Riau melalui Dinas
gender di Propinsi Riau dapat disimpulkan
Pendidikan disarankan untuk melakukan
hal-hal berikut: (1) secara umum sekolah di
pendampingan
Propinsi
perencanaan
Riau
sudah
mulai
mengenal
ke dan
sekolah
untuk
pelaksanaan
program
program sekolah berwawasan gender dan
sekolah berwawasan gender terutama pada
sudah
untuk
standar proses; (2) sekolah perlu diberikan
menjalankannya; (2) dari temuan lapangan
dana untuk sarana dan prasaran untuk
capaian sekolah pada indikator sekolah
meningkatkan
berwawasan gender cukup baik namun
terutama melalui sarana dan prasarana; (3)
demikian hal ini belum karena sekolah sudah
dinas Pendidikan melalui bidang terkait
menjalankan program akan tetapi karena
perlu melakukan
punya
keinginan
layanan
kajian
kepada
lanjutan
siswa
untuk 187
Yenita Roza dkk, Pelaksanaan Program Sekolah Berwawasan Gender di Propinsi Riau
melihat faktor rendahnya capaian ditingkat SMA;
(4)
dinas
Kabupaten/kota
yang
memiliki capaian rendah disarankan untuk meningkatkan menjalankan
komunikasi program
dengan
dalam Dinas
Pendidikan Tingkat Propinsi,
Endnotes:
1
Ace Suryadi dan Ecep Idris, Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan, cet 1, Bandung Genesindo, 2004, hlm 19
2
Mansour Faqih, Gender Sebagai Alat Anilisis Sosial, edisi 4 november 1996
3
Mufidah Ch, Paradigma Gender, Bayumedia Publishing, 2003 hlm 4-6
Malang,
DAFTAR PUSTAKA Ace Suryadi dan Ecep Idris, Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan, cet 1, Bandung Genesindo, 2004 Mansour Faqih, Gender Sebagai Alat Anilisis Sosial, edisi 4 November 1996 Mufidah Ch, Paradigma Gender, Malang, Bayumedia Publishing, 2003 Philip Robinson, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : Rajawali Press, 1981, hlm 277
188