PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR DI DEALER PANORAMA MOTOR KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Universitas Negeri Semarang
Oleh Singgih Budi Utomo 3450402527
FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN 2007 i
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada : Hari
:
Tanggal
:
Menyetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Sugito, S.H NIP. 130529532
Drs. Rustopo S.H, M.Hum NIP. 130515746
Mengetahui : Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan
Drs. Slamet Sumarto, M.Pd. NIP. 131570070
ii
iii
PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi ini telah dipertahankan didepan siding Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Univerditas negeri Semarang pada : Hari
:
Tanggal
:
Penguji Skripsi
Pujiono, S.H NIP. 132207403
Anggota 1
Anggota II
Drs. Rustopo S.H, M.Hum NIP. 130515746
Drs. Sugito, S.H NIP. 130529532
Mengetahui : Dekan,
Drs. Sunardi. MM NIP. 130367998
iii
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Juli 2007
Singgih Budi Utomo NIM 3450402543
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO : Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaannya sendiri (Q.S ArRo’du:11). Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (Al-Baqarah:286). Ketabahan, kesabaran, keuletan, serta usaha dan doa merupakan kunci keberhasilan dalam meraih kesuksesan. PERSEMBAHAN Puji
Syukur
Kehadirat
terselesaikannya
Allah
skripsi
SWT
ini,
atas
peneliti
mempersembahkan kepada : ¾ Bapak, ibu, dan kakakku terrcinta untuk doa dan kasih
sayangnya
yang
selalu
mengiringi
langkahku. ¾ Kakek, Nenekku (mbah marto), serta Dwi aryningsih
yang
kusayangi
yang
selalu
memberikan dukungan dan doa. ¾ Teman-temanku Henie, Mogol, Martina, Akher, Yudha, adiel, sothok, penyet, adh, penyet dan teman-teman yang lainnya atas dorongan semangatnya. ¾ Untuk teman-temanku ilmu hukum angkatan ‘02 ¾ Anak-anak kos Evergrëën. ¾ Almamaterku yang aku banggakan.
v
vi
PRAKATA Dengan Mengucap Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang bejudul ”Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Sepeda Motor Di Dealer Panorama Motor Kabupaten Sragen, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program studi Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Dalam Penulisan skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan dan pertolongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, Msi, Rektor Universitas Negeri Semarang 2. Drs. H. Sunardi, MM, Dekan Fakultas Ilmu Sosial. 3. Drs. Slamet Sumarto, M.Pd Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Semarang. 4. Dra. Martitah, M. Hum, Ketua Program Studi Ilmu Hukum S1 5. Pujiono, S.H, selaku dasen penguji skripsi. 6. Drs. Sugito S.H, yang telah membimbing dan memberi pengarahan hingga selesai penyusunan skripsi ini. 7. Drs. Rustopo S.H, M.Hum, yang telah membimbing dan memberi pengarahan hingga selesai penyusunan skripsi ini selesai. 8. Bp. Djarwanto selaku kepala cabang Dealer Panorama Motor yang telah memberi ijin untuk melakukan penelitian. vi
vii
9. Ny. Harmamik selaku Admnistrasi Dealer Panorama Motor yang telah memberikan informasi sehingga penyusunan skipsi ini selesai. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Tentu saja besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan bagi kita semua. Amin.
Semarang, Juli 2007
Penulis
vii
viii
SARI
Budi Utomo, Singgih, 2007. berjudul Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli di Dealer Panorama Motor Kabupaten Sragen Jurusan Hukum Dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Uneversitas Negeri Semarang. Drs. Sugito S.H. Drs. Rustopo S.H,
M.Hum 64 H. Kata Kunci : Pelaksanaan Perjanjian, Pembiayaan Konsumen Dalam dunia perdagangan, salah satu sistim pembiayaan alternatif yang cukup berperan aktif dalam menunjang dunia usaha akhir-akhir ini sewa beli. Sewa beli adalah salah satu bentuk perjanjian yang memberikan kemudahan bagi masyarakat khususnya kota Sragen untuk mendapatkan sepeda motor dengan sistim pembayaran berkala”. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana prosedur pelaksanaan perjanjian sewa beli sepeda motor di Dealer Panorama Motor Kabupaten sragen?, (2) Bagaimana penyelesaiannya apabila terjadi perselisihan antara pihak dealer Panorama Motor dan pihak debitur (konsumen) yang timbul karena wanprestasi ?. Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian sewa beli sepeda motor di Dealer Panorama Motor Kabupaten sragen. (2) Untuk mengetahui bagaimana cara menyelesaikan masalah apabila terjadi perselisihan antara pihak dealer Panorama Motor dan konsumen yang timbul karena wanprestasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Lokasi
penelitian di Dealer Panorama Motor Kabupaten Sragen, Pendekatan yang digunakan berupa metode yuridis sosiologis. Sumber data dalam penelitian ini adalah Kepala cabang Dealer Panorama Motor kabupaten sragen, Administrasi Dealer Panorama Motor, Debt Colector, surveyor, dan Konsumen Dealer Panorama Motor. Tehnik pengumpulan data berupa wawancara, dan dokumen. Validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi, data yang dikumpulkan dianalisis dengan cara pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan verifikasi data atau penarikan kesimpulan.sewa beli (Hire Purchase) adalah jualbeli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan pembeli dengan pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik suatu barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah harganya dibayar lunas. Hasil penelitian ini yaitu pelaksanaan perjanjian perjanjian sewa beli merupakan perjanjian hutang piutang dengan penyerahan hak milik setelah pembayaran angsuran yang terakhir, artinya dalam perjanjian sewa beli tersebut penyerahan hak milik sepenuhnya di tangan konsumen setelah pembayaran angsuran yang terakhir kali dibayar lunas oleh konsumen, dan selama angsuran tersebut belum dilunasi oleh konsumen maka BPKB sepeda motor tersebut tetap di pegang oleh pihak dealer. Masalah yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian sewa beli sepeda motor di dealer Panorama Motor kabupaten Sragen adalah keterlambatan atau penunggakan pembayaran angsuran/cicilan oleh pihak konsumen. Upaya penyelesaian terhadap masalah yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian sewa beli kendaraan bermotor roda dua di dealer Panorama motor kabupaten Sragen dikenal dengan istilah” Collection Management Atau Account Receivable(A/R) Management’. Dalam menyelesaikan
viii
ix
permasalahan akibat wanprestasi, Dealer Panorama Motor menggunakan sistim “prosedur penanganan terhadap customer bermasalah” yang bagi menjadi delapan tahapan waktu penyelesaian. Apabila terjadi permasalahan yang berkaitan dengan yuridis hukum maka Dealer Poanorama Motor Kabupaten Sragen secara khsusus memerlukan kehadiran legal yang ditunjuk oleh pihak manajemen. Tapi pada prinsipnya setiap permasalahan yang diakibatkan oleh costumer diselesaikan secara kekeluargaan dan apabila tidak bisa diserahkan pengadilan atau pihak yang berwajib.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Proses pembuatan perjanjian sewa beli sepeda motor Kabupaten Sragen telah memenuhi syarat-syarat perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. Upaya Penyelesaian apabila terjadi perselisihan antara pihak kreditur (perusahaan pembiayaan) dan pihak debitur (konsumen) yang timbul karena wanprestasi di Dealer Panorama Moor dikenal dengan istilah” Collection Management Atau Account Receivable(A/R) Management’. Istilah tersebut adalah suatu proses pengelolaan (account receivable) untuk mencegah atau mengurangi kerugian perusahaan yang mungkin timbul akibat keterlambatan pembayaran dari konsumen. Dalam menyelesaikan permasalahan akibat wanprestasi Dealer Panorama Motor menggunakan sistim “prosedur penanganan terhadap konsumen bermasalah” yang dibagi menjadi delapan tahapan waktu penyelesaian.
ix
x
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL............................................................................................. i PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................... ii PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................... iii PERNYATAAN.................................................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ v PRAKATA ........................................................................................................... vi SARI...................................................................................................................... vii DAFTAR ISI......................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xiii BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah................................................. 4 C. Perumusan Masalah............................................................................ 5 D. Tujuan Penelitian................................................................................ 5 E. Manfaat Penelitian.............................................................................. 6 F. Sistimatika Skripsi.............................................................................. 6 BAB II. Kajian Pustaka......................................................................................... 8 A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya ............................................... 8 1. Pengertian Perjanjian.................................................................... 8 2. Syarat sahnya Perjanjian .............................................................. 10
x
xi
3. Asas-asas Hukum Perjanjian ........................................................ 12 4. Macam-macam Perjanjian ............................................................ 14 5. Akibat-akibat Perjanjian............................................................... 15 6. Hapusnya Perjanjian..................................................................... 16 B. Tinjauan Umum Tentang Pembiayaan Konsumen (consumer Finance) ............................................................................................. 18 1. Pengertian Pembiayaan Konsumen .............................................. 18 2. Dasar Hukum Perjanjian Pembiayaan Konsumen (consumer finance) ........................................................................................ 22 3. Para
Pihak
dan
Kedudukannya
dalam
Pembiayaan
Konsumen (consumer finance) .................................................... 24 4. Dokumen Pembiayaan Konsumen ............................................... 27 5. Mekanisme Transaksi Pembiayaan Konsumen ............................ 28 6. Jaminan-jaminan Dalam Pembiayaan Konsumen ........................ 33 C. Wanprestasi ........................................................................................ 34 BAB III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 37 A. Dasar Penelitian .................................................................................. 37 B. Lokasi Penelitian ................................................................................ 37 C. Fokus Penelitian ................................................................................. 38 D. Pendekatan Studi Penelitian ............................................................... 38 E. Metode Pengumpulan Data ............................................................... 38 1. Wawancara ................................................................................... 38 2. Dokumen ...................................................................................... 39
xi
xii
F. Objektivitas dan Keabsahan Data....................................................... 39 1. Objektivitas................................................................................... 40 2. Keabsahan Data ............................................................................ 41 G. Metode Analisis Data.......................................................................... 41 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 44 A. Hasil Penelitian ................................................................................... 44 1. Gambaran Umum Objek Penelitian .............................................. 44 2. Struktur Organisasi Kantor PT FIF Cabang Kota Tegal............... 47 3. Pelaksanaan Perjanjian Pembiayaan Sepeda Motor Pada PT FIF Cabang Kota Tegal................................................................. 48 4. Masalah
yang
timbul
dalam
pelaksanaan
perjanjian
pembiayaan kendaraan bermotor roda dua pada PT FIF Cabang Kota Tegal ....................................................................... 65 B. Pembahasan......................................................................................... 68 1. Pelaksanaan perjanjian pembiayaan konsumen sepeda motor pada PT FIF cabang Kota Tegal.................................................... 68 2. Masalah
yang
timbul
dalam
pelaksanan
perjanjian
pembiayaan kendaraan bermotor roda dua pada PT FIF Cabang Kota Tegal dan upaya penyelesaiannya........................... 76 BAB VI. PENUTUP ............................................................................................. 92 A. Simpulan ............................................................................................. 92 B. Saran.................................................................................................... 94 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 95 LAMPIRAN xii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam dunia perdagangan kita mengenal berbagai macam perjanjian, salah satu diantaranya adalah “Perjanjian Sewa Beli“. Perjanjian ini timbul dalam praktek karena adanya tuntutan kebutuhan yang semakin berkembang dalam masyarakat. Perjanjian sewa beli di Indonesia dewasa ini berkembang dengan pesat. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek sehari-hari, banyaknya peminat dari masyarakat terhadap perjanjian tersebut, terutama dalam pemenuhan kebutuhan sekundernya. Baik dalam kalangan produsennya (penjual) maupun konsumen (pembeli). Perjanjian tersebut sering kita jumpai pula dalam praktek dunia perdagangan sepeda motor. Bahkan perjanjian sewa beli tersebut dapat dikatakan tumbuh dan berkembang subur di Indonesia. Namun pertumbuhan tersebut tidaklah disertai dengan perkembangan perangkat peraturan secara memadai. Di Indonesia perjanjian sewa beli ini belum diatur dalam suatu undang–undang tersendiri, sehingga dalam praktek sering timbul masalah-masalah yang berkaitan dengan lembaga sewa beli tersebut. Dengan keadaan yang demikian ini lembaga sewa beli dirasa kurang memberikan suatu kepastian hukum. Oleh sebab itu maka perlu diadakannya suatu perundang-undangan yang mengatur tentang sewa beli. 1
2
sepeda motor merupakan salah satu kebutuhan transportasi yang sangat fital, karena dengan memiliki dan menggunakan sepeda motor dirasa dapat mendukung segala aktifitas manusia itu sendiri. Misalnya saja saperti ketika akan pergi ke tempat kerja, sekolah, berkunjung ke tempat kerabat, atau bahkan sebagai sarana dalam melaksanakan pekerjaannya seperti sales yang harus berkeliling dari tempat satu ke tempat lainnya dengan menggunakan sepeda motor. Selain itu sepeda motor dirasa lebih mudah dan praktis dibanding dengan alat transportasi lainnya untuk mendukung segala aktifitas manusia. Oleh karena itu kebutuhan akan sepeda motor sebagai alat trasportasi sangatlah tinggi. Tetapi karena keterbatasan kemampuan ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan untuk membeli sepeda motor di dealer secara tunai. Maka dari itu diperlukan cara yang tepat dan benar menurut hukum. Kerukunan, kebersamaan, dan kekeluargaan merupakan cara yang dirasa cukup baik untuk mencapai tujuan bersama itu. Menyadari keterbatasan ekonomi penduduk kota Sragen, maka salah satu dealer yang ada di kota Sragen yaitu Dealer Panorama Motor memberikan kemudahan dalam mendapatkan sepeda motor, membeli sepeda motor dengan cara angsuran dan menggunakan perjanjian sewa beli dimana perjanjian tersebut memuat tentang hak dan kewajiban dari pihak penjual dan pembeli. Melihat kenyataan yang ada, perjanjian sewa beli sepeda motor sangat diminati oleh masyarakat kota Sragen, sehingga perjanjian tersebut tumbuh 2
3
subur dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga sewa beli mendapatkan tempat dalam masyarakat kota Sragen, baik dalam kalangan menengah keatas maupun masyarakat menengah kebawah. Perjanjian sewa beli mempunyai manfaat ganda, yaitu memberi keuntungan kedua belah pihak, baik bagi penjual maupun pembeli. Bagi penjual sepeda motor untung karena kendaraannya akan lebih banyak terjual. Sedangkan keuntungan bagi pembeli adalah bahwa pembeli akan segera dapat memperoleh barang (sepeda motor) walaupun mereka belum mempunyai uang yang cukup secara kontan. Secara umum kesepakatan perjanjian yang ada masih sangat sederhana, yaitu hanya memuat ketentuan pelaksanaan pembelian sepeda motor itu sendiri yang merupakan realisasi dari perjanjian. Dapat dijelaskan pula bahwa kesepakatan yang terjadi di dealer Panorama Motor adalah suatu perikatan yang mengikat antara kedua belah pihak. Dari penjelasan diatas, maka hubungan hukum yang lahir antara pihak dealer dengan pembelinya merupakan suatu hubungan hukum yang lahir karena adanya suatu perjanjian. Dimana sesuai dengan asas kebebasan berkontrak, maka setiap orang dapat melakukan perjanjian yang perjanjian tersebut akan mengikat para pihak yang membuatnya, seperti yang terjadi dalam Dealer Panorama Motor Kabupaten Sragen. Kesepakan atau perjanjian yang ada di dealer Panorama Motor tersebut dapat digolongkan perjanjian sewa beli, karena dalam hal ini pihak dealer 3
4
akan menyerahkan hak milik sepenuhnya atas sepeda motor kepada setiap pembeli setelah mereka memenuhi dan melaksanakan kewajiban sebagai penyewa sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati bersama. Dalam praktek perjanjian sewa beli menggunakan perjanjian baku atau standar, yaitu dituangkan dalam bentuk formulir. Dari segi biaya dan waktu bentuk perjanjian memang lebih hemat karena penjual tinggal menyodorkan formulir yang sudah dipersiapkan sebelumnya, sedang calon penyewa tinggal menyatakan kehendaknya untuk menerima atau menolak isi perjanjian tersebut. Akan tetapi jika diamati bentuk perjanjian seperti ini akan lebih menguntungkan bagi penjual, karena mengenai isi perjanjiannya ditentukan secara sepihak yaitu oleh penjual sepeda motor. Sehingga dalam keadaan yang demikian ini pembeli hanya bersikap pasif yaitu tinggal menyatakan menerima atau menolak isi perjanjian yang tertera dalam formulir tersebut. Dalam artian bahwa pihak dealer menawarkan suatu ketentuan saja dan tinggal calon pembeli yang menentukan menerima atau menolak saja, pembeli tidak dapat melakukan penawaran terhadap isi dari surat perjanjian sewa beli tersebut. Maka tidak mungkin jika pengusaha dalam menentukan isi perjanjiannya lebih mementingkan hak-haknya daripada kewajibannya, dan bagi pembeli tidak ada kebebasan untuk ikut menentukan isi perjanjiannya. Dalam perjanjian sewa beli sepeda motor, penyerahan hak milik baru akan dilakukan pada saat pembayaran angsuran terakhir/pelunasan dan pembeli 4
5
dilarang untuk menjual atau mengalihkan kendaraan yang menjadi obyek sewa beli kepada orang lain sebelum dibayar lunas. Namun dalm kenyataan yang ada sering kita jumpai adanya pembeli sewa yang melanggar larangan tersebut. Dari uraian diatas maka penulis merasa tertarik dan mempunyai kenginan untuk mengetahui secara lebih mendalam lagi mengenai praktek perjanjan sewa beli sepeda motor di Dealer Panorama Motor kabupaten Sragen. Untuk itu dalam penulisan skripsi ini, penulis memilih judul “PELAKSANAN PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR DI DEALER PANORAMA MOTOR KABUPATEN SRAGEN”. B. PEMBATASAN MASALAH Dalam penelitian penulis membatasi masalah ini tentang prosedur perjanjian, dan penyelesaian perselisihan antara pihak yang menyewakan dan pihak penyewa sepeda motor dalam perjanjian sewa beli. C. RUMUSAN MASALAH Dari rumusan masalah di atas, maka permasalahan yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa beli di Dealer Panorama Motor Kabupaten Sragen? 2. Bagaimana penyelesaiannya apabila terjadi perselisihan antara pihak yang menyewakan (Dealer Panoram Motor) dengan pihak penyewa yang timbul karena adanya wanprestasi? D. TUJUAN PENELITIAN 5
6
Di dalam suatu penelitian pada umumnya mempunyai tujuan tertentu. Begitu juga penulis disini sudah barang tentu tidak terlepas dari adanya tujuan tersebut. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. untuk mengetahui lebih jelas tentang bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa beli sepeda motor di Dealer Panorama Motor di Daerah tingkat II Kabupaten Sragen. 2. untuk mengetahui bagaimana cara menyelesaikan masalah antara pihak dealer dan penyewa sepeda motor apabila terjadi perselisihan yang timbul karena wanprestasi. E. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini mempunyai manfaat bagi perkembangan ilmu hukum. 2. Manfaat praktis a) Menambah wawasan mengenai wanprestasi dan penyelesaian dalam perjanjian sewa beli. b) Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah skripsi ini. c) Dapat digunakan untuk pedoman bagi peneliti-peneliti berikutnya. F. SISTEMATIKA SKRIPSI 6
7
Sistematika skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu : 1. Bagian awal skripsi Bagian awal skripsi terdiri dari ; Halaman judul, halaman pengesahan, abstraksi, halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar, daftar isi, daftar bagan, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran. 2.
Bagian utama skripsi berisi : Bab kesatu berisi pendahuluan tentang latar belakang masalah, Penegasan istilah, Permasalahan, Tujuan Penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan skripsi. Bab kedua berisi Tinjauan Pustaka tentang tinjauan umum perjanjian, berisi pengertian perjanjian,asas-asas perjanjian, syarat sahnya perjanjian. Kemudian dilanjutkan dengan tinjauan umum perjanjian jual beli yang berisi pengertian perjanjian jual beli, kewajiban para pihak dalam jual beli, peralihan hak dalam jual beli, wanprestasi, dan resiko dalam jual beli. Bab ketiga berisi Metode penelitian tentang Dasar penelitian, lokasi penelitian, fokus penelitian, sumber data, alat dan teknik pengumpulan data, keabsahan data, analisis data. Bab keempat berisi tentang hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini akan membahas tentang prosedur perjanjian sewa beli dan
7
8
penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi di dealer Panorama motor Kabupaten Sragen. Bab kelima berisi tentang Penutup yang terdiri dari simpulan dan saran yang akan penulis kemukakan dalam skripsi ini. 3. Bagian akhir skripsi atau penutup berisi daftar pustaka dan lampiranlampiran.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN UMUM PERJANJIAN 1. Pengertian Perjanjian pada umumnya Pengertian perjanjian menurut ketentuan pasal 1313 KUH Perdata adalah sebagai berikut : “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang lain atau lebih”. Mengenai batasan tersebut para sarjana hukum perdata umumnya berpendapat bahwa definisi atau batasan atau yang terdapat didalam ketentuan pasal 1313 KUH Perdata kurang lengkap dan bahkan dikatakan terlalu luas banyak mengandung kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam Pasal 1313 KUH Perdata sebagai berikut: a. Hanya menyangkut sepihak saja Hal tersebut dapat dilihat dalam perumusan “satu orang atau lebih” kata “mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari dua pihak. Seharusnya dirumuskan “saling mengikatkan diri” jadi consensus antara pihak-pihak. b. Kata “perbuatan” mencakup tanpa consensus Pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa, tindakan melawan hukum yang tidak mengandung consensus seharusnya menggunakan kata “persetujuan”. 9
10
c. Pengertian perjanjian terlalu luas Pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin juga diatur dalam lapangan hukum keluarga. d. Tanpa menyebut tujuan Dalam Pasal 1313 KUH Perdata tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengaitkan diri itu tidak jelas untuk apa (Abdul Kadir Muhammad,1992:78). Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut di atas, maka kiranya perlu diadakan perbaikan-perbaikan mengenai perjanjian tersebut. Pengertian perjanjian akan lebih baik apabila “sebagai satu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih” (J Satrio 1982: 322). Para ahli hukum memberikan suatu pengertian perjanjian yang berbeda-beda. Perjanjian adalah:”Suatu persetujuan yang diakui oleh hukum” (Abdul Kadir Muhammad,1992). Persetujuan ini merupakan arti yang pokok dalam dunia usaha dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang. Sedangkan Subekti memberikan pengertian perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal” (Subekti 1991 : 1). Dari peristiwa itulah, timbul hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya perjanjian ini berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis
11
Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu. Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kriditur sedangkan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi dinamakan debitur atau si berhutang. 2. Asas-asas Perjanjian a. Asas Kepribadian Asas kepribadian ini dapat kita lihat dalam pasal 1315 KUH Perdata yang berbunyi pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri. Maksud mengikatkan diri pada pasal 1315 KUH Perdata adalah diajukan pada memikul kewajiban-kewajiban atau menyanggupi melakukan sesuatu, sedangkan meminta ditetapkannya suatu janji ditujukan pada memperoleh hak-hak atas sesuatu atau mengenai sesuatu. b. Asas Konsensualitas Arti asas konsensualitas pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul, karena itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai halhal yang pokok dan tidak diperlukan suatu formalitas.(Subekti,1982 : 15) Dari asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian itu cukup secara lisan saja, namun undang-undang menetapkan bahwasannya
12
suatu perjanjian diharuskan diadakan secara tertulis tetapi yang demikian itu merupakan suatu pengecualian. Pada umumnya perjanjian itu adalah sah dalam arti sudah mengikat. Apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai kesepakatan yang pokok dalam perjanjian. Berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata atau suatu pengertian bahwa untuk membuat suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara pihak-pihak yang membuat perjanjian. Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata menentukan suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu . Para
pihak
yang
membuat
undang-undang
itu
telah
mengikatkan dirinya untuk memenuhi perjanjian yang dibuat secara sah adalah berlaku sebagai undang-undang (Subekti,1982 : 15) c. Asas Kebebasan Berkontrak Asas ini berhubungan dengan isi perjanjian. Pada dasarnya setiap
orang
bebas
untuk
mengadakan
dan
menentukan
isi
perjanjian.asas kebebasan berkontrak inilah yang memungkinkan lahirnya perjanjian-perjanjian baru yang tidak terdapat dalam KUH Perdata dan dapat masuk dan berkembang di Indonesia. Meskipun demikian tidak berarti bahwa terhadap perjanjian tersebut tidak dapat diberlakukan KUH Perdata. Hukum perjanjian itu menganut sistem terbuka hal ini tercantum dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang berbunyi:
13
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka membuatnya.“ 3. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian Suatu perjanjian dianggap sah apabila mengikat kedua belah pihak dan memenuhi syarat-syarat perjanjian yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu : a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. Sepakat mengikatkan diri artinya pihak-pihak yang mengikatkan perjanjian ini mempunyai persesuaian kehendak tentang hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan. Kata sepakat ini lahir dari kehendak yang bebas dari kedua belah pihak, mereka menghendaki secara timbal balik. Dengan kata sepakat maka perjanjian tidak dapat ditarik secara sepihak saja namun atas kehendak kedua belah pihak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sepakat yang dimaksud adalah perjanjian atau perikatan yang timbul atau lahir sejak tercapainya kesepakatan, sebagaimana diatur dalam pasal 1321 KUH Perdata yang memberikan pengertian bahwa perjanjian yang diadakan para pihak itu tidak akan terjadi bilamana ada kekhilafan, paksaan atau penipuan di dalam sepakat yang diadakan. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Kecakapan untuk membuat suatu perikatan artinya orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Menurut pasal 1329
14
KUH Perdata “setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan cakap”, sedangkan orangorang yang tidak termasuk cakap hukum dalam membuat persetujuan diatur dalam pasal 1330 KUH Perdata yaitu : 1) Orang-orang yang belum dewasa 2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan 3) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang c. Suatu hal tertentu Yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu barang yang jelas atau tertentu. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya, jumlahnya walaupun tidak diharuskan oleh undang-undang. d. Suatu sebab yang halal (causa) Kata ‘causa’ berasal dari bahasa latin artinya sebab. Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan causa yang halal bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau mendorong orang membuat perjanjian melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak yang melakukan perjanjian. Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, namun yang diperhatikan atau yang
15
diawasi
oleh
undang-undang
ialah
isi
perjanjian
itu,
yang
menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak, apakah dilarang undang-undang atau tidak. Dari uraian tentang syarat-syarat sahnya perjanjian di atas maka syarat tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektif terdapat dalam dua syarat pertama karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian, apabila tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan oleh salah satu pihak, sedangkan syarat objektif terdapat dalam dua syarat yang terakhir, apabila syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum. 4. Akibat-akibat Perjanjian Akibat–akibat yang ditimbulkan karena adanya perjanjian diatur dalam pasal-pasal KUH Perdata yaitu : a. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan untuk itu dan perjanjian itu dilaksanakan dengan itikad baik. Sesuai dengan pasal 1338 KUH Perdata. b. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undangundang. Sesuai dengan pasal 1339 KUH Perdata
16
c. Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi dan manfaat bagi pihak ketiga (selain dalam hal yang diatur dalam pasal 1317 KUH Perdata). Sesuai pasal 1340 KUH Perdata. d. Tiap orang yang berpiutang boleh mengajukan batalnya segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh orang yang berpiutang, asalkan dapat dibuktikan. Sesuai dengan pasal 1341 KUH Perdata. 5. Wanprestasi dalam suatu perjanjian Menurut pasal 1365 KUH Perdata, wanprestasi adalah tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk, artinya debitur tidak memenuhi prestasinya sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa : a. Sama sekali tidak memenuhi prestasi b. Tidak tunai memenuhi prestasinya c. Terlambat memenuhi prestasinya d. Keliru memenuhi prestasinya (Abdul Kadir Muhammad, 2000:203204)
17
Dalam perjanjian sewa beli apabila pihak penyewa melakukan salah satu dari bentuk-bentuk wanprestasi, maka untuk pelaksanaan hukumnya Undang-undang menghendaki penyewa untuk memberikan pernyataan lalai kepada pihak yang menyewakan. Dengan demikian, wanprestasi yang dilakukan oleh pihak yang penyewa itu pokoknya harus secara formal dinyatakan telah lebih dahulu, yaitu dengan memperingatkan penyewa bahwa penyewa atau pihak menghendaki pembayaran seketika atau jangka waktu pendek yang telah ditentukan. Singkatnya, hutang itu harus ditagih dan yang lalai harus ditegur dengan peringatan atau sommatie. Cara pemberian teguran terhadap debitur yang lalai tersebut telah diatur dalam dalam pasal 1238 KUH Perdata yang menentukan bahwa teguran itu harus dengan surat perintah.atau dengan akta sejenis. Yang dimaksud dengan surat perintah dalam pasal tersebut adalah peringatan resmi dari juru sita pengadilan, sedangkan yang dimaksud dengan akta sejenis adalah suatu tulisan biasa (bukan resmi), surat maupun telegram yang tujuannya sama yakni untuk memberi peringatan peringatan kepada debitur untuk memenuhi prsetasi dalam waktu seketika atau dalam tempo tertentu, sedangkan menurut Ramelan Subekti akta sejenis lazim ditafsirkan sebagai suatu peringatan atauy teguran yang boleh dilakukan secara lisan, asal cukup tegas yang menyatakan desakan kreditur kepada debitur agar memenuhi prestasinya seketika atau dalam waktu tertentu.
18
B. Tinjauan Umum Perjanjian Sewa Beli 1. Pengetian Perjanjian Sewa Beli Mengenai perjanjian sewa beli ini ada beberapa definisi dari para pakar di Indonesia diantaranya yaitu, Sewa beli sebenarnya semacam jual beli, setidak-tidaknya sewa beli lebih mendekati jual beli dari pada sewa menyewa, meskipun ia merupakan campuran dari keduanya dan diberikan jual sewa menyewa (Prof. R. Subekti SH : 52) Menurut Prof. Dr. Ny. Sri Soedewi Masychoen Sofyan, SH : 25 memberikan definisi perjanjian sewa beli sebagai berikut : “HIRE PUCHASE (HUUR KOOP) : ialah lembaga jaminan yang banyak terjadi dalam praktek di Indonesia namun sampai kini belum dapat pengaturannya dalam Undang-Undang. Perjanjian sewa beli adalah perjanjian dimana hak tersebut akan berakih pada pembeli sewa jika harga barang tersebut sudah dibayar lunas”.
Menurut isi dari SK Menteri Perdagangan dan Kopersi No. 34 / KP / II / 1980 adlah sebagai berikut : “sewa beli (Hire Purchase) adalah jualbeli barang dimna penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan pembeli dengan pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik suatu barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah harganya dibayar lunas”.
Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis baru, sewa beli di Indonesia belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan
19
oleh para pakar hukum diatas dan juga surat keputusan Menteri Perdagangan dan Kopersi tidak ada keseragaman. Namun kalau diperhatikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian sewa beli lebih cenderung mengarah atau menjurus pada bentuk perjanjian jual beli, dari pada sewa menyewa. Karena dalam perjanjian sewa beli, peralihan hak milik adalah yang menjadi pokok utamanya. Jadi tujuan sewa beli adalah untuk menjual barang, bukan untuk menyewakan atau menjadi penyewa barang. Perjanjian sewa beli adalah merupakan percampuran antara perjanjian jual beli dan sewa menyewa. Oleh karena itu pihak pembeli tidak dapat membeli barang sekaligus atau lunas, maka diadakn suatu perjanjan dimana pembeli diperbolehkan mengangsur dengan beberapa kali angsuran. Sedangkan hak milik baru akan berpindah tangan pada saat pembeli sudah membayar semua angsuran dengan lunas. Dan selama angsuran tersebut belum dilunasi maka pembeli masih menjadi penyewa. Sebagai penyewa, maka ia hanya berhak atas pemakaian atau mengambil manfaat atas barang tersebut dan penyewa tidak mempunyai hak untuk mengalihkan atau memindah tangankan barang tersebut kepada orang lain. Jika hal tersebut dilakukan oleh pembeli sewa, maka ia akan dikenai sanksi pidana karena dianggap menggelapkan barang milik orang lain. undang-undang tersendiri, akan tetapi baru diatur dalam SK Menteri Perdagangan dan Koperasi no. 34 / KP / II / 1980. namun dalam
20
SK Menteri tersebut belum dijelaskan mengenai hak-hak dan kewajiban para pihak dalam sewa beli. Disitu hanya dijelaskan tentang perjanjian kegiatan usaha sewa beli, jual beli dengan angsuran, dan sewa. Mengenai objek perjanjian sewa beli telah ditentukan secara jelas dalam pasal 2 ayat (1) SK Menteri tersebut, yaitu semua barang niaga tahan lama yang baru dan tidak mengalami perubahan tekhnis, baik berasal dari produksi sendiri ataupun hasil perakitan (assembling) atau hasil produksi lainnya didalam negeri. Namun dalam pasal tersebut tidak dijelaskan mengenai wujudnya apakah barang bergerak atau tetap. Dalam perjanjian sewa beli yang bertindak sebagai subyek adalah penjual sewa. Mengenai pihak yang dapat menjadi pembeli sewa, ini bisa perseorangan atau badan hukum. Penjual sewa ataupun pembeli sewa ini umumnya sering dengan istilah “para pihak”. 2. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Sewa Beli Dalam perjanjian sewa beli seperti ini berarti diperlukan hak dan kewajiban yang sama antara penjual dan penuyewa. Hak dan kewajiban sewa beli hampir sama dengan hak dan kewajiban dalam jual beli, yaitu mempunyai tujuan mengalihkan hak milik atas suatu barang. Hanya saja ada perbedaan mengenai cara pembayaran serta perolehan miliknya. Dari uraian diatas, jika melihat dari perjanjiannya maka kewajiban penjual sewa adalah sebagai berikut :
21
a. Menyerahkan barang atau benda (tanpa hak milik) kepada pembeli sewa. b. Menyerahkan hak milik secara penuh kepada pembeli sewa, setelah obyek tersebut dilunasi Kewajiban yang pertama tersebut dilakukan oleh penjual sewa pada saat ditutupnya perjanjian sewa beli antara penjual sewa dan pembeli sewa. Yang diserahkan adalah hanya untuk menguassaai atas barangnya saja, bukan hak milik atas barang. Penyerahan ini dimaksudkan agar barang yang menjadi obyek sewa beli tersebut dapat digunakan atau diambil manfaatnya oleh pembeli sewa. Kewajiban yang kedua untuk menyerahkan hak milik dari suatu barang itu kepada pembeli sewa secara sepenuhnya yang dimaksud adalah bahwa penjual sewa setelah menyerahkan hak tersebut, bebas berbuat apa saja atas barang miliknya. Penyerahan ini dilakukan setelah pembeli sewa melunasi angsuran-angsuran yang menjadi harga barang tersebut. 3. Bentuk dan Isi Perjanjian Sewa Beli a. bentuk perjanjian sewa beli Bentuk perjanjian sewa beli Sesuai dengan sistem terbuka yang dianut dalam Buku III KUH Perdata mengenal adanya asas kebebasan berkontrak (pasal 1338 ayat 1) maka pihak dalam membuat perjanjian sewa beli, para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan bentuk dan isi perjanjiannya. Hukum perjanjian memberikan kebebasan
22
sepenuhnya pada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar Undang-Undang, ketertiban umum, dan Kesusilaan. Sehingga berdasarkan hal tersebut diatas, maka perjanjian sewa beli dapat dibuat secara lisan maupun tulisan. Namun agar para pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa beli itu merasa aman dari penyelewengan atau penipuan, maka perjanjian sewa beli harus dituangkan dalam bentuk tertulis, baik itu dengan akta notaris maupun akta dibawah tangan. b. isi perjanjian sewa beli Isi perjanjian sewa beli sepeda motor yang dituangkan dalam bentuk tulisan baik dengan akta notaris maupun akta dibawah tangan pada umumnya berisi tentang : 1) Tanggal mulai berlakunya perjanjian sewa beli. 2) Jumlah angsuran dan berapa kali angsuran tersebut harus dibayar oleh pembeli sewa. 3) Jangka waktu untuk tiap-tiap angsuran. 4) Penjelasan mengenai ciri dan jenis barang serta keadaan barang. 5) Harga barang apabila dibeli secara tunai. 6) Cara pembayaran angsuran tidak dengan tunai. 7) Tanda tangan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian diatas materai, minimal Rp. 6000, 00.
23
8) Hal-hal yang dianggap perlu seperti : angsuran, bunga, pajak, asuransi, dan lain sebaginya (Prof. R. Subekti SH 1990:56 ). 4. Resiko Dalam Sewa Beli Pada perjanjian-perjanjian tertentu, mengenai resiko telah ada pengaturannya, seperti yag telah dijelaskan dalam uraian diatas misalnya : pada perjanjian resiko ada pada pihak pembeli (pasal 1460 KUHPerdata), sedangkan pada perjanjian sewa menyewa resiko ditentukan pada pihak penjual (pasal 1553 KUHPerdata). Kedua perjanjian resiko tersebut sebenarnya adalah merupakan unsur dari perjanjian sewa beli. Tetapi perjanjian sewa beli bukanlah perjanjian jual beli atau penjanjian sewa menyewa, tetapi merupakan perjanjian jenis baru. Oleh karena itu mengenai siapa yang menjadi penanggung resiko apabila terjadi suatu overmacht tidak ada ketentuan yang mengaturnya. 5. Berakhirnya Perjanjian Sewa Beli dimuka telah dijelaskan bahwa perjanjian sewa beli sampai saat sekarang belum ada Undang-Undang khusus yang mengaturnya. Sewa beli hanya didasari oleh SK Menteri No. 34 / KP / II / 1980. Dimana dalam SK Menteri ini, sewa beli belum diuraikan secra lengkap dan rinci, Termasuk di dalam isinya belum memuat tentang kapan berakhirnya suatu perjanjian sewa beli. Berakhirnya perjanjian sewa beli ini, para pihak boleh sesuai dengan kesepakatan para pihak sehingga sudah barang tentu disisni
24
terdapat kemungkinan cara untuk mengakhirinya. Adapun kemungkinankemungkinan yang dapat dijadikan cara untuk mengakhiri suatu perjanjian tersebut : a. apabila angsuran sudah dibayar lunas oleh pihak penyewa b. apabila salah satu pihak meninggal dunia dan tidak ada ahli warisnya yang meneruskan, atau mungkin ada ahli warisnya yang namun tidak mau meneruskan c. apabila terjadi perampasan barang yang menjadi obyek perjanjian sewa beli oleh pihak penjual sewa terhadap pihak lawannya d. apabila setelah adanya putusan dari pengadilan yang bersifat tetap (Prof. Subekti 1991 : 43) Dari uraian diatas yang paling umum terjadi dalam hal peralihan hak secara penuh dalam sewa beli sepeda motor terjadi jika si pembeli sewa telah membayar angsuran sepeda motor guna melunasi harga barang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
BAB III METODE PENELITIAN
A. DASAR PENELITIAN Kegiatan penelitian merupakan kegiatan yang dilaksanakan atau dilakukan untuk memecahkan masalah secara ilmiah, sistematis, dan logis. Maka perlu penerapan langkah-langkah tertentu yang mendukung penelitian. Metode penelitian yang digunakan untuk mengkaji tentang pelaksanaan perjanjian sewa beli sepeda motor pada Dealer Panorama Motor di Daerah Tingkat II Kabupaten Sragen adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong 2002 : 3). “Metode penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian dengan beberapa pertimbangan. Diantaranya yaitu metode ini menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dan responden, selain itu metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2002 : 5)”. Terkait dengan jenis penelitian tersebut, maka pendekatan penelitian bertumpu pada pendekatan fenomenologis, yakni usaha untuk memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap situasi tertentu (Moleong, 2002 : 9). Disini peneliti berusaha untuk masuk kedalam dunia konseptual para subyek yang diteliti sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam 25
26
kehidupan sehari-harinya. Dengan pendekatan inilah diharapkan bahwa pelaksanaan Perjanjian sewa beli sepeda motor pada Dealer Panorama Motor di Daerah Tingkat II Kabupaten Sragen dapat dideskripsikan secara teliti dan mendalam. B. LOKASI PENELITIAN Lokasi yang digunakan untuk penelitian yaitu DEALER PANORAMA MOTOR KABUPATEN SARAGEN. Alasan pemilihan lokasi penelitian di Dealer Panorama Motor kabupaten Sragen adalah sebagai berikut : 1. lokasi dekat dengan kediaman peneliti sehingga memudahkan peneliti melakukan penelitian. 2. lokasi mudah dijangkau. 3. Di Dealer Panorama Motor Kabupaten Sragen, terdapat berbagai penyimpangan dalam perjanjian sewa beli. Sehingga secara normatif dapat diteliti sesuai dengan metode yang digunakan. C. FOKUS PENELITIAN Fokus dasarnya adalah masalah yang bersumber dari pengalaman peneliti atau melalui pengetahuan yang bersumber dari pengalaman peneliti melalui pengetahuan yang diperoleh melalui kepustakaan ilmiah atau kepustakaan lainnya (Moleong, 1991:65). Fokus dalam penelitian ini tentang pelaksanaan perjanjian sewa beli sepeda motor, dan penyelesaian perselisihan antara pihak dealer dan pihak penyewa jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian sewa beli sepeda motor.
27
D. SUMBER DATA PENELITIAN Sumber data penelitian utama dalam penelitian kualitatif adalah katakata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lainlain (lofland 1984:47). Sumber data penelitian yang digunakan peneliti untuk memperoleh data adalah : 1. Kata-kata dan tindakan Kata-kata
dan
tindakan
orang-orang
yang
diamati
atau
diwawancarai merupakan sumber data utama, sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video, pengambilan foto, atau film (DR. Lexy J. Moleong, M.A 2000:112). Dalam menggunakan kata-kata dan tindakan, peneliti melakukan secara sadar dan terarah, karena memang telah direncanakan sebelumnya oleh peneliti. Dan dari pelbagai informasi yang tersedia tidak seluruhnya akan digali oleh peneliti, karena peneliti mempunyai seperangkat tujuan yang diharapkan akan bisa dicapai untuk memecahkan sejumlah masalah penelitian. 2. Sumber data tertulis Sumber data tertulis adalah sumber data yang berasal dari sumber buku dan majalah ilmiah, arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi (DR. Lexy J. Moleong, M.A 2000:113). Sumber buku diatas sangat berharga bagi peneliti guna menjajaki keadaan perseorangan atau masyarakat di tempat penelitian dilakukan.
28
E. Tekhnik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa tekhnik pengumpulan data, antara lain : 1. Observasi Observasi atau pengamatan berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran (DR. Irawan Soehartono 1995:69). Akan tetapi, observasi atau pengamatan dalam penelitian ini akan dipersempit, yaitu pengamatan dengan indera penglihatan yang berarti tidak mengajukan pertanyaan-pertanyaan Dalam observasi atau pengamatan dalam penelitian ini peneliti secara langsung melakukan pengamatan tentang pelaksanaan perjanjian sewa beli sepeda motor, dan penyelesaian perselisihan antara pihak dealer (yang menyewakan) dan pihak penyewa dalam perjanjian sewa beli sepeda motor di Dealer Panorama Motor. 2. Wawancara (Interview) Wawancara adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden, dan jawabanjawaban responden dicatat atau direkam dengan alat perekam (DR. Irawan Soehartono
1995:69).
Maksud
mengadakan
wawancara
adalah
mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan dan kebulatan; merekonstruksi kebulatan-kebulatan sebagai yang telah dialami di masa lalu (M. Iqbal Hasan, 2002 : 85).
29
Wawancara dilakukan dengan responden secara bebas terpimpin artinya dengan melakukan tanya jawab secara langsung kepada responden dengan
memberikan
daftar
pertanyaan
yang
telah
dipersiapkan
sebelumnya. Penulis juga mengajukan pertanyaan lain sesuai dengan perkembangan yang ada pada waktu penelitian berlangsung. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data atau informasi tentang masalah yang diteliti. 3.
Studi Dokumen Studi dokumen adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek penelitian, namun melalui dokumen (DR. Irawan Soehartono 1995:69). Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen yang diperoleh dari arsip-arsip yang berhubungan dengan terjadinya suatu perjanjian sewa beli dan wanprestasi dalam suatu perjanjian sewa beli di dealer Panorama Motor kota Sragen.
F. Keabsahan Data Moleong memandang bahwa data merupakan konsep paling penting bagi penelitian kualitatif yang diperbaharui dari konsep kesatuan atau validitas dan keandalan atau reabilitas versi positifisme dan disesuaikan dengan tuntutan pengetahuan, kriteria dan paradigma sendiri (Moleong, 2002: 171). Dalam penelitian ini teknik pemeriksaan data yang digunakan yaitu triangulasi. Triangulasi merupakan bentuk pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan
30
atau sebagai pembanding dalam data itu. Menurut Denzim membedakan empat macam bentuk pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori (Moleong, 2002: 178). Menurut Patton, triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajad kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif hal ini dapat dicapai dengan jalan : 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara 2. Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. 3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang mengenai situasi peneliti dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu. 4. Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan. 5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan (Moleong, 2002: 178). Triangulasi dengan memanfaatkan sumber yang berarti membandingkan dengan mengecek balik derajad kepercayaan suatu informasi yang diproses melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode penelitian kualitatif ini hanya dapat dicapai dengan dua bahan pembanding yaitu : 1. Membandingkan data hasil pengamatan di lokasi penelitian dengan hasil wawancara dengan responden.
31
2. Membandingkan hasil wawancara dengan responden dengan isi dokumen yang berkaitan dengan fokus penelitian. G. Metode Analisis Data Analisis data adalah proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis atau ide seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu (Moleong 2003 : 3). Analisis data dilakukan dengan mengkaji makna yang terkandung didalamnya. Kategori data, kriteria untuk setiap kategori, analisis hubungan antar kategori, dilakukan peneliti sebelum membuat interpretasi. Peranan statistik tidak diperlukan karena ketajaman analisis peneliti terhadap makna dan konsep dari data cukup sebagai dasar dalam menyusun temuan penelitian, karena dalam penelitian kualitatif selalu bersifat deskriptif, artinya data yang dianalisa dalam bentuk deskriptif fenomena, tidak berupa angka atau koofisien tentang hubungan antar variabel. Menurut Milles dan Huberman (1992 : 91) terdapat dua jenis analisis data, yaitu : 1. Analisis mengalir/flow analysis models Dalam analisis mengalir, tiga komponen analisis yakni reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi dilakukan secara mengalir dengan proses pengumpulan data dan saling bersamaan. 2. Analisis Interaksi/interactive analysis models Dalam analisis interaksi, komponen reduksi data dan sajian data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Setelah data
32
terkumpul, maka tiga komponen analisis (reduksi data, sajian data, penarikan simpulan atau verifikasi) berinteraksi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis jenis yang kedua yaitu model interaksi atau interactive analysis models, dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Pengumpulan data Peneliti
mencari
data
melalui
wawancara,
observasi,
dokumentasi pada Dealer Panorama Motor di Daerah Tingkat II Kabupaten Sragen, dan kemudian melaksanakan pencatatan data. b. Reduksi data Setelah data tersebut terkumpul dan tercatat semua, selanjutnya direduksi yaitu menggolongkan, mengartikan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan sehingga nantinya mudah dilakukan penarikan kesimpulan jika yang diperoleh kurang lengkap maka peneliti mencari kembali data yang diperlukan di lapangan. 3. Penyajian data Data yang telah direduksi tersebut merupakan sekumpulan informasi yang kemudian disusun atau diajukan sehingga memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 4. Penarikan kesimpulan atau verifikasi Setelah data disajikan, maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Dalam penarikan kesimpulan atau verifikasi ini, didasarkan pada reduksi data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat
33
dalam penelitian ini. Secara sistematis, langkah-langkah analisis interaksi dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut : Model Analisis Interaksi Pengumpulan Data Penyajian Data Reduksi Data
Kesimpulan Atau Verifikasi
(Milles dan Huberman dalam Rohidi 1992:20) H. Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini peneliti membagi empat tahap yaitu ; tahap sebelum ke lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Pada tahap pertama pra lapangan, peneliti mempersiapkan segala macam yang diperlukan sebelum peneliti terjun ke dalam kegiatan penelitian yaitu : 1. Menyusun rancangan penelitian 2. Mempertimbangkan secara konseptual teknis serta praktis terhadap tempat yang akan digunakan dalam penelitian 3. Membuat surat ijin penelitian 4. Menentukan informasi pada responden yang akan membantu peneliti dengan syarat-syarat tertentu
34
5. Mempersiapkan perlengkapan penelitian 6. Dalam penelitian, peneliti harus bertindak sesuai etika yang berkaitan dengan tata cara penelitian yaitu di Dealer Panorama Motor Daerah tingkat II Kabupaten Sragen. Tahap kedua yaitu pelaksanaan penelitian yang dilakukan di Dealer Panorama Motor Daerah Tingkat II Kabupoaten Sragen. Pelaksanaannya yaitu : 1. Melakukan wawancara dengan Kepala dealer Panorama Motor dan pegawaipegawainya. 2. Mengambil data-data di Dealer Panorama Motor Daerah Tingkat II Kabupaen Sragen yang menunjang dalam penelitian ini. 3. Melakukan wawancara dengan para nasabah Dealer Panorama Motor cabang Sragen dan anggota masyarakat lain yang berkaitan dengan fokus penelitian. 4. Mengamati obyek penelitian yaitu Dealer Panorama Motor cabang Sragen dan kondisi masyarakat di sekitarnya. Tahap ketiga yaitu analisis data, setelah semua data yang di lapangan terkumpul, maka peneliti akan mereduksi, menyajikan data serta mengambil kesimpulan/verifikasi data. Setelah tahap analisis data selesai dan telah diperoleh kesimpulan, maka penulis masuk pada tahap keempat yaitu penulisan laporan. Laporan penelitian ditulis berdasarkan hasil yang peroleh dilapangan. Pada tahap keempat yaitu pekerjaan laporan dengan bersungguh-sungguh mengambil data yang diperlukan di lapangan dengan menggunakan
35
kemampuan yang dimiliki dan berusaha memahami latar belakang penelitian dengan cara wawancara, pengambilan data, dan pengamatan yang sebenarnya terjadi di lapangan.
BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum dealer panorama motor Dealer panorama motor adalah suatu usaha perorangan yang bergerak dibidang jual beli sepeda motor baik dengan cara tunai (cash) maupun kredit. Penjualan sepeda di dealer panorama motor dengan menggunakan sistim kredit perlu digunakan sebuah perjanjian, yang biasa disebut dengan perjanjian sewa beli. Dealer panorama motor berdiri dan disahkan pada tahun 1996 dan beralamat di jalan Raya Sukowati nomor 303 Sragen Berdirinya Dealer panorama motor di kota Sragen juga mempunyai visi dan misi sebagai berikut, yaitu antara lain : 1. Visi Ikut membantu masyarakat menciptakan lapangan pekerjaan khususnya bagi penduduk kota Sragen. 2. Misi a. Meningkatan taraf perekonomian kota Sragen menjadi lebih baik. b. Menekan tingkat pengangguran khususnya kota Sragen. Menyadari dan menyikapi kejadian yang ada dikota Sragen maka dealer panorama motor berusaha untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat kota Sragen, yaitu dengan memberikan kemudahan untuk 36
37
pengertian perjanjian yang berbeda-beda. Diantaranya yaitu, perjanjian mendapatkan sepeda motor dengan sistim kredit. Sehingga masyarakat tidak merasa berat untuk membayar kendaraan bermotor secara tunai Untuk mendirikan dealer panorama motor di kabupaten Sragen pengusaha diwajibkan untuk memiliki ijin usaha. Untuk dapat memiliki ijin usaha harus mengajukan permohonan dengan melengkapi syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam Surat Keputusan Menteri dan Koperasi NO.34/KP/II/1980. Adapun yang menjadi syarat tersebut adalah : a. Permohonan harus memiliki surat ijin usaha perdagangan (SIUP). b. Permohonan harus menentukan salah satu kegiatan sewa beli atau jual beli dengan angsuran atau sewa sebagai kegiatan usaha. c. Perusahaan harus berbentuk badan hukum yang berdasar hukum yang berlaku di Indonesia. d. Modal perusahaan atau saham perusahaan seluruhnya milik warga Negara Indanesia (WNI). e. Direksi atau penanggung jawab perusahaan dan seluruh pengurus perusahaan adalah WNI. f. Mempunyai kantor tetap di Indonesia yang beralamat jelas. g. Perusahaan harus memperkerjakan seorang tenaga ahli dibidangnya. h. Tidak memperkerjakan tenaga kerja atau tenaga ahli warga Negara asing, kecuali atas rekomendasi menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Negara. i. Mempunyai rencana kerja untuk sedikitnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun.
38
j. Dalam hal diperlukannya asuransi maka penutupannya harus dilakukan pada perusahaan asuransi nasional yang berkedudukan di Indonesia. 2. Pelaksanaan perjanjian sewa beli sepeda motor di dealer Panorama Motor cabang Sragen Menurut sistim terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian, maka bentuk perjanjian sewa beli pada dasarnya adalah bebas. Para pihak diberi kebebasan untuk memilih bentuk perjanjian yang mereka kehendaki, yaitu dapat secara lisan maupun tulisan. Perjajian secara tulisan dapat dibedakan yaitu dengan akte dibawah tangan atau dengan akte notaris. Namun didalam prakteknya perjanjian sewa beli kendaraan bermotor di dealer panorama motor, selalu dituangkan dalam bentuk tertulis dengan akta dibawah tangan, yaitu dalam bentuk standar. Disini pihak dealer Panorama Motor telah menyediakan formulir yang telah memuat isi perjanjian untuk para calon penyewa. Perjanjian sewa beli kendaraan bermotor di Dealer Panorama Motor dituangkan dalam bentuk standar maka proses pembuatannyapun juga mudah, yaitu apabila ada yang mengajukan permohonan perjanjian sewa beli untuk jenis kendaraan tertentu, maka pihak dealer hanya tinggal menyodorkan yang sebelumnya telah mereka persiapkan kepada calon penyewa. Sedangkan calon penyewa juga tinggal menandatangani perjanjian sewa beli tersebut, jika calon penyewa tersebut setuju dengan isi dari surat perjanjian yang disodorkan oleh pihak dealer, perjanjian sewa beli sepeda motor di Dealer Panorama Motor kabupaten Sragen dapat berlangsung.
39
Dengan ditandatanganinya surat perjanjian oleh kedua pihak, maka terjadilah perjanjian sewa beli. Jadi tidak memerlukan beberapa saksi, pada umumnya surat perjanjian sewa beli tersebut cukup ditempeli dengan materai minimal Rp.6000,- (enam ribu rupiah) agar kekuatan hukum lebih kuat. Calon penyewa akan menerima kendaraan yang dibelinya secara kredit setelah penyewa tersebut lebih dahulu membayar uang muka kepada pihak dealer panorama motor. Mengenai jumlah uang muka yang harus dibayar oleh penyewa biasanya berkisar antara 30% sampai 40% dari jumlah harga kendaraan tersebut. Biasanya besarnya uang muka tersebut ditetapkan oleh pihak dealer saja, calon penyewa hanya bersifat pasif dan harus mau menerimanya (wawancara dengan Ny. Harmamik selaku admistrasi tanggal 14 Februari 2007). Jadi untuk dapat menutup perjanjian sewa beli kendaraan bermotor tersebut tidak memerlukan syarat-syarat yang bermacam-macam. Syaratsyarat yang diajukan pada pihak penyewa tersebut antara lain : a. Menyerahkan Fotocopi KTP calon penyewa. b. Menyerahkan Slip gaji (bagi pegawai negeri). c. Fotocopi Kartu Keluarga. d. Menyetujui semua ketentuan yang ada dalam surat perjanjian sewa beli. Dalam hal ini dapat dilakukan dengan penandatanganan akte perjanjian sewa beli dibawah tangan.
40
e. Bersedia membayar uang muka yang telah ditetapkan pihak dealer (wawancara dengan Deva Triwidodo selaku penyewa pada tanggal 01 maret 2007). Setelah surat perjanjian sewa beli ditandatangani kedua pihak, maka timbullah suatu perikatan diantara mereka yang memberikan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Dalam prakteknya bahwa sebelum calon penyewa tersebut menandatangani perjanjian sewa beli pihak dealer biasanya mengadakan survey lapangan yang bertujuan untuk mengetahui apakah calon penyewa tersebut sudah memenuhi syarat sebagai calon penyewa di dealer panorama motor atau tidak. Adapun syarat-syarat yang sudah ditetapkan oleh dealer panorama motor kepada calon penyewa, agar dapat menjadi penyewa kendaraan bermotor di dealer panorama motor adalah sebagai berikut : 1. Calon penyewa harus mempunyai pekerjaan tetap 2. Calon penyewa harus mempunyai penghasilan tetap 3. Calon penyewa tidak pernah berurusan dengan polisi atau cacat kelakuan (wawancara dengan Bp. Yudha Saputra selaku surveyor pada tanggal 25 februari 2007) Dari data yang terkumpul setelah penulis mengadakan wawancara dengan salah satu karyawan dealer panorama motor, hak dan kewajiban kedua pihak dalam praktek perjanjian sewa beli sepeda motor secara umum dapat penulis uraikan sebagai berikut : 1. Hak dan kewajiban pihak yang menyewakan (dealer panorama motor) adalah sebagai berikut:
41
a. Hak penjual sewa 1) Penjual sewa berhak atas pembayaan harga kendaraan bermotor dari pembeli sewa, sesuai dengan kesepakatan mereka dalam perjanjian. 2) Penjual sewa berhak aas pembayaran uang denda sebagai akibat dari terjadinya keterlambatan pembayaran yangs seharusnya dilakukan oleh pihak pembeli sewa tepat pada waktunya yang diperjanjikan. 3) Penjual sewa berhak untuk memegang atau menahan surat Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor yang disewa belikan sebagai jaminan selang angsuran belum dibayar lunas. 4) Penjual sewa berhak untuk menarik kembali kendaraan bermotor yang menjadi obyek perjanjian sewa-beli, apabila pihak pihak pembeli sewa melanggar ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian sewa beli, termasuk juga apabila tidak melakukan pembayaran angsuran sebagaimana yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak . b. Kewajiban penjual sewa Disamping hak-hak diatas, penjual sewa juga mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut : 1) Menyerahkan kendaraan bermotor yang dijadikan obyek perjanjian sewa beli tersebut kepada penyewa pada saat dibayarkan uang muka ( down payment).
42
2) Menyerahkan hak milik atas kendaraan bermotor yang mernjadi obyek perjanjian sewa beli kepada penyewa setelah penyewa membayar angsuran terakhir sekaligus merupakan pelunasan terhadap harga kendaraan bermotor. Dalam hal ini yang diserahkan adalah BPKB-nya. 2. Hak dan kewajiban penyewa Hak dan kewajiban penyewa adalah sebagai barikut : a. Hak penyewa 1) Penyewa berhak atas penyerahan kendaraan bermotor yang menjadi obyek perjanjian sewa beli setelah penyewa membayar uang muka. 2) Penyewa berhak menerima penyerahan hak milik atas kendaraan bermotor yang menjadi obyek perjanjian sewa beli tersebut, setelah angsuran yang terakhir dibayar lunas atau sesudah harga kendaraan tersebut dibayar lunas oleh penyewa. b. Kewajiban penyewa Yang menjadi kewajiban utama penyewa adalah sebagai berikut: 1) Membayar angsuran sepeda motor sesuai dengan isi perjanjian sewa-beli yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak. 2) Penyewa tidak boleh atau dilarang memindahtangankan obyek perjanjian sewa-beli kepada pihak ketiga selama perjanjian sewa beli masih berlangsung. Dalam hal ini angsuran belum dilunasi seluruhnya oleh pihak penyewa.
43
3) Membayar biaya balik nama dan biaya perpamjangan surat tanda nomor kendaraan (STNK) maupun surat-suat yang lain yang ada hubungannya denan kendaraan tersebut. 4) Menjaga serta merawat kendaraan bermotor yang menjadi obyek perjanjian sew beli atas biaya sendiri 5) Menanggung seluruh resiko atas kendaraan bermotor tersebut, sejak kendaraan bermotor diserahkan pada pihak penyewa (wawancara dengan Ny. Harmamik, selaku administrasi pada tanggal 28 februari 2007) 3. Masalah yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian sewa beli sepeda motor di dealer Panorama Motor Kota Sragen Perlu diketahui bahwa dalam suatu perjanjian dalam bentuk apapun kedua belah pihak saling mengikatkan diri untuk melakukan suatu yang sudah diperjanjikan. Namun dalam prakteknya tidak menutup kemungkinan bahwa salah satu pihak yang sudah menyepakati perjanjian tersebut tidak melaksanakan apa yang sudah diperjanjikan. Dalam suatu perjanjian sewa beli apabila seorang penyewa tidak mau melaksanakan apa yang sudah diperjanjikan maka seorang penyewa tersebut dapat dikatakan telah lalai atau alfha atau seorang penyewa tersebut sudah melakukan wanprestasi. Mengenai wanprestasi atau ingakar janji yang paling umum terjadi di dealer panorama motor adalah masalah penuggakan pembayaran angsuran dari pihak penyewa. Hal ini ditegaskan bahwa jika penyewa membayar angsuran namun tidak tepat pada waktunya maka pihak dealer diijinkan
44
mendatangi penyewa untuk menagih tunggakan angsuran tersebut (wawancara dengan Aidil Rohmat selaku deep colector pada tanggal 15 februari 2007). Penuggakan pembayaran angsuran sepeda motor di dealer Panorama motor disini biasanya disebabkan oleh beberapa faktor yang mendorongnya. Adapun faktor-faktor yang mendorong seorang penyewa melakukan wanprestasi adalah sebagai berikut: a. Ekonomi Pihak penyewa biasanya merasa terbebani dengan angsuran yang harus dibayar setiap bulan, karena penyewa masih mencukupi kebutuhan keluarga mereka sehari-harinya. b. penyewa pergi dalam hal ini penyewa biasanya pergi atau raib karena dirasa bahwa penyewa tidak dapat melanjutkan angsuran dan penyewa merasa takut apabila pihak dealer akan melaporkan pada pihak yang berwajib (wawancara dengan Bp. Deva Triwidodo selaku pennyewa sepeda motor pada tanggal 01 maret 2007). Masalah yang timbul dalam perjanjian sewa beli sepeda motor di Dealer Panorama Motor kabupaten Sragen tidak hanya masalah penuggakan pembayaran angsuran saja, tapi juga terjadinya pemindah tanganan obyek perjanjian sewa beli yaitu sepeda motor kepada pihak ketiga (wawancara dengan Ny. Harmamik selaku administrasi pada tanggal 14 februari 2007)
45
B. PEMBAHASAN 1. Pelaksanaan perjajian sewa beli sepeda motor di dealer panorama motor kabupaten SRAGEN. Mekanisme pelaksanaan perjanjian sewa beli sepeda motor di dealer Panorama Motor cabang Sragen pada dasarnya sama dengan perjanjian sewa beli yang dilakukan oleh dealer yang lain, yaitu dengan menggunakan perjanjian tertulis diatas materai minimal Rp.6000,00. Untuk dapat melakukan perjanjian sewa beli sepeda motor didealer Panorama Motor cabang Sragen, calon penyewa harus memenuhi beberapa syarat yang sudah ditetapkan oleh pihak dealer. Syarat-syarat tersebut antara lain adalah : a. Calon penyewa harus mempunyai pekerjaan tetap. b. Calon penyewa harus mempunyai penghasilan tetap. c. Calon penyewa tidak pernah cacat kelakuan. d. Calon penyewa harus mau memenuhi semua hak dan kewajibannya. Beberapa pakar hukum di Indonesia memberikan definisi perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal” (Subekti 1991 : 1). Dari peristiwa itulah, timbul hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya perjanjian ini berupa
rangkaian
perkataan
yang
mengandung
janji-janji
atau
kesanggupan yang diucapkan atau ditulis Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut suatu
46
hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan itu. Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur sedangkan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi dinamakan debitur atau si berhutang. Namun ada pakar lain yang mengatakan perjanjian adalah “Suatu persetujuan yang diakui oleh hukum” (Abdul Kadir Muhammad,1992). Persetujuan ini merupakan arti yang pokok dalam dunia usaha dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang. Pengertian perjanjian menurut ketentuan pasal 1313 KUH Perdata adalah sebagai berikut : “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang lain atau lebih”. Mengenai batasan tersebut para sarjana hukum perdata umumnya berpendapat bahwa definisi atau batasan atau yang terdapat didalam ketentuan pasal 1313 KUH Perdata kurang lengkap dan bahkan dikatakan terlalu luas banyak mengandung kelemahan-kelemahan. Suatu perjanjian dianggap sah apabila mengikat kedua belah pihak dan memenuhi syarat-syarat perjanjian yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu : a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri Sepakat
mengikatkan
diri
artinya
pihak-pihak
yang
mengikatkan perjanjian ini mempunyai persesuaian kehendak tentang hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan. Kata sepakat ini lahir dari kehendak yang bebas dari kedua belah pihak, mereka menghendaki
47
secara timbal balik. Dengan kata sepakat maka perjanjian tidak dapat ditarik secara sepihak saja namun atas kehendak kedua belah pihak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sepakat yang dimaksud adalah perjanjian atau perikatan yang timbul atau lahir sejak tercapainya kesepakatan, sebagaimana diatur dalam pasal 1321 KUH Perdata yang memberikan pengertian bahwa perjanjian yang diadakan para pihak itu tidak akan terjadi bilamana ada kekhilafan, paksaan atau penipuan di dalam sepakat yang diadakan. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Kecakapan untuk membuat suatu perikatan artinya orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Menurut pasal 1329 KUH Perdata “setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan cakap”, sedangkan orangorang yang tidak termasuk cakap hukum dalam membuat persetujuan diatur dalam pasal 1330 KUH Perdata yaitu : 1) Orang-orang yang belum dewasa 2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan 3) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang c. Suatu hal tertentu Yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu barang yang jelas atau tertentu. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya, jumlahnya walaupun tidak diharuskan oleh undang-undang.
48
d. Suatu sebab yang halal (causa) Kata ‘causa’ berasal dari bahasa latin artinya sebab. Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan causa yang halal bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau mendorong orang membuat perjanjian melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak yang melakukan perjanjian. Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, namun yang diperhatikan atau yang diawasi
oleh
undang-undang
ialah
isi
perjanjian
itu,
yang
menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak, apakah dilarang undang-undang atau tidak. Dari uraian tentang syarat-syarat sahnya perjanjian di atas maka syarat tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektif terdapat dalam dua syarat pertama karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian, apabila tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan oleh salah satu pihak, sedangkan syarat objektif terdapat dalam dua syarat yang terakhir, apabila syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Mengenai definisi perjanjian sewa beli ini ada beberapa definisi dari para pakar di Indonesia diantaranya yaitu, Sewa beli sebenarnya semacam jual beli, setidak-tidaknya sewa beli lebih mendekati jual beli
49
dari pada sewa menyewa, meskipun ia merupakan campuran dari keduanya dan diberikan jual sewa menyewa (Prof. R. Subekti SH : 52) Menurut isi dari SK Menteri Perdagangan dan Kopersi No. 34 / KP / II / 1980 adlah sebagai berikut : “sewa beli (Hire Purchase) adalah jual beli barang dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan setiap pembayaran yang dilakukan pembeli dengan pelunasan atas harga barang yang telah disepakati bersama dan yang diikat dalam suatu perjanjian, serta hak milik suatu barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah harganya dibayar lunas”. Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar hukum diatas dan undang-undang serta surat keputusan Menteri Perdagangan dan Kopersi tidak ada keseragaman. Namun kalau diperhatikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian sewa beli lebih cenderung mengarah atau menjurus pada bentuk perjanjian jual beli, dari pada sewa menyewa. Karena dalam perjanjian sewa beli, peralihan hak milik adalah yang menjadi pokok utamanya. Jadi tujuan sewa beli adalah untuk menjual barang, bukan untuk menyewakan atau menjadi penyewa barang. Perjanjian sewa beli adalah merupakan percampuran antara perjanjian jual beli dan sewa menyewa. Oleh karena itu pihak pembeli tidak dapat membeli barang sekaligus atau lunas, maka perlu diadakan suatu perjanjan dimana pembeli diperbolehkan mengangsur dengan beberapa kali angsuran. Sedangkan hak milik baru akan berpindah tangan pada saat pembeli sudah membayar semua angsuran dengan lunas. Dan selama angsuran tersebut belum dilunasi maka pembeli masih menjadi penyewa.
50
Sebagai penyewa, maka ia hanya berhak atas pemakaian atau mengambil manfaat atas barang tersebut dan penyewa tidak mempunyai hak untuk mengalihkan atau memindah tangankan barang tersebut kepada orang lain. Jika hal tersebut dilakukan oleh pembeli sewa, maka ia akan dikenai sanksi pidana karena dianggap menggelapkan barang milik orang lain. Mengenai objek perjanjian sewa beli telah ditentukan secara jelas dalam pasal 2 ayat (1) SK Menteri perdagangan dan koperasi nomor No. 34 / KP / II / 1980, yaitu adalah semua barang niaga tahan lama yang baru dan tidak mengalami perubahan tekhnis, baik berasal dari produksi sendiri ataupun hasil perakitan (assembling) atau hasil produksi lainnya didalam negeri. Namun dalam pasal tersebut tidak dijelaskan mengenai wujudnya apakah barang bergerak atau tetap. Dalam perjanjian sewa beli yang bertindak sebagai subyek adalah penjual sewa. Mengenai pihak yang dapat menjadi penyewa, ini bisa perseorangan atau badan hukum. Penjual sewa ataupun pembeli sewa ini umumnya sering dengan istilah “para pihak”. Dalam perjanjian sewa beli seperti ini berarti diperlukan hak dan kewajiban yang sama antara penjual dan penyewa. Hak dan kewajiban sewa beli hampir sama dengan hak dan kewajiban dalam jual beli, yaitu mempunyai tujuan mengalihkan hak milik atas suatu barang. Hanya saja ada perbedaan mengenai cara pembayaran serta perolehan miliknya. Dari uraian diatas, jika melihat dari perjanjiannya maka kewajiban penjual sewa adalah sebagai berikut :
51
a. Menyerahkan barang atau benda (tanpa hak milik) kepada pembeli sewa. b. Menyerahkan hak milik secara penuh kepada pembeli sewa, setelah obyek tersebut dilunasi Kewajiban yang pertama tersebut dilakukan oleh penjual sewa pada saat ditutupnya perjanjian sewa beli antara penjual sewa dan pembeli sewa. Yang diserahkan adalah hanya untuk menguasai atas barangnya saja, bukan hak milik atas barang. Penyerahan ini dimaksudkan agar barang yang menjadi obyek sewa beli tersebut dapat digunakan atau diambil manfaatnya oleh pembeli sewa. Kewajiban yang kedua untuk menyerahkan hak milik dari suatu barang itu kepada pembeli sewa secara sepenuhnya yang dimaksud adalah bahwa penjual sewa setelah menyerahkan hak tersebut, bebas berbuat apa saja atas barang miliknya. Penyerahan ini dilakukan setelah penyewa melunasi angsuran-angsuran yang menjadi harga barang tersebut. Mengenai bentuk dan isi perjanjian sewa beli di Dealer Panorama Motor dapat berupa: a. bentuk perjanjian sewa beli Bentuk perjanjian sewa beli Sesuai dengan sistem terbuka yang dianut dalam Buku III KUH Perdata mengenal adanya asas kebebasan berkontrak (pasal 1338 ayat 1) maka pihak dalam membuat perjanjian sewa beli, para pihak diberikan kebebasan untuk menentukan bentuk dan isi perjanjiannya. Hukum perjanjian memberikan kebebasan
52
sepenuhnya pada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar Undang-Undang, ketertiban umum, dan Kesusilaan. Sehingga berdasarkan hal tersebut diatas, maka perjanjian sewa beli dapat dibuat secara lisan maupun tulisan. Namun agar para pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa beli itu merasa aman dari penyelewengan atau penipuan, maka perjanjian sewa beli harus dituangkan dalam bentuk tertulis, baik itu dengan akta notaris maupun akta dibawah tangan. b. isi perjanjian sewa beli Isi perjanjian sewa beli sepeda motor yang dituangkan dalam bentuk tulisan baik dengan akta notaris maupun akta dibawah tangan pada umumnya berisi tentang : 1) Tanggal mulai berlakunya perjanjian sewa beli. 2) Jumlah angsuran dan berapa kali angsuran tersebut harus dibayar oleh pembeli sewa. 3) Jangka waktu untuk tiap-tiap angsuran. 4) Penjelasan mengenai ciri dan jenis barang serta keadaan barang. 5) Harga barang apabila dibeli secara tunai. 6) Cara pembayaran angsuran tidak dengan tunai. 7) Tanda tangan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian diatas materai, minimal Rp. 6000, 00. 8) Hal-hal yang dianggap perlu seperti : angsuran, bunga, pajak, asuransi, dan lain sebaginya (Prof. R. Subekti SH 1990:56 ).
53
Pada perjanjian-perjanjian tertentu, mengenai resiko telah ada pengaturannya, seperti yag telah dijelaskan dalam uraian diatas misalnya : pada perjanjian resiko ada pada pihak pembeli (pasal 1460 KUHPerdata), sedangkan pada perjanjian sewa menyewa resiko ditentukan pada pihak penjual (pasal 1553 KUHPerdata). Mengenai resiko dalam sebenarnya adalah merupakan unsur dari perjanjian sewa beli. Tetapi perjanjian sewa beli bukanlah perjanjian jual beli atau penjanjian sewa menyewa, tetapi merupakan perjanjian jenis baru. Oleh karena itu mengenai siapa yang menjadi penanggung resiko apabila terjadi suatu overmacht tidak ada ketentuan yang mengaturnya. dimuka telah dijelaskan bahwa perjanjian sewa beli sampai saat sekarang belum ada Undang-Undang khusus yang mengaturnya. Sewa beli hanya didasari oleh SK Menteri No. 34 / KP / II / 1980. Dimana dalam SK Menteri ini, sewa beli belum diuraikan secara lengkap dan rinci, Termasuk di dalam isinya belum memuat tentang kapan berakhirnya suatu perjanjian sewa beli. Pada dasarnya berakhirnya perjanjian sewa beli terdapat beberapa kemungkinan
cara
untuk
mengakhirinya.
Adapun
kemungkinan-
kemungkinan yang dapat dijadikan cara untuk mengakhiri suatu perjanjian sewa beli adalah sebagai beikut : a. Apabila angsuran sudah dibayar lunas oleh pihak penyewa b. Apabila salah satu pihak meninggal dunia dan tidak ada ahli warisnya yang meneruskan, atau mungkin ada ahli warisnya yang namun tidak mau meneruskan
54
c. Apabila terjadi perampasan barang yang menjadi obyek perjanjian sewa beli oleh pihak penjual sewa terhadap pihak lawannya d. Apabila setelah adanya putusan dari pengadilan yang bersifat tetap (Prof. Subekti 1991 : 43) Dari uraian baik menurut pakar hukum maupun menurut UndangUndang diatas yang paling umum terjadi dalam hal peralihan hak secara penuh dalam sewa beli sepeda motor terjadi jika si penyewa telah membayar angsuran sepeda motor guna melunasi harga barang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Sedangkan mengenai masalah resiko siapa yang harus menanggung biaya apabila penyewa telah terbukti melakukan wanprestasi, adalah penyewa sendiri. Karena penyewa dirasa telah melanggar isi dari perjanjian sewa beli yang sudah disepakatinya bersama antara penyewa dan pihak Dealer. 2. Penyelesaian masalah yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian sewa beli sepeda motor di dealer Panorama Motor cabang Sragen Masalah yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian sewa beli sepeda motor di Dealer Panorama Motor cabang Sragen yang biasa terjadi adalah masalah penunggakan pembayaran angsuran oleh penyewa, namun tidak menutup kemungkinan bahwa penyewa tersebut juga memindah tangankan objek perjanjian pada pihak ketiga (wawancara dengan Ny. Harmamik selaku administrasi tanggal 28 Februari 2007). Jika penyewa tidak mau membayar angsuran sepeda motor selama dua bulan berturutturut maka penyewa tersebut sudah dianggap melakukan wanprestasi atau ingkar janji.
55
Perlu dipahami bahwa dalam suatu perjanjian sewa beli dalam bentuk apapun, berarti kedua belah pihak saling mengikatkan dirinya untuk melaksanakan sesuatu yang telah diperjanjikan (prestasi). Namun dalam kenyataan yang ada tidak menutup kemungkinan dapat terjadi bahwa salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan. Dalam
suatu
perjanjian
apabila
salah
satu
pihak
tidak
melaksanakan kewajiban atau yang telah diperjajikannya, maka dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi. Dapat pula dikatakan bahwa penyewa lalai atau alfha atau ingkar janji atau bahkan telah melakukan sesuatu hal yang dilarang atau tidak boleh dilakukan. Dimuka telah dijelaskan, wanprestasi menurut pasal 1365 KUH Perdata, adalah tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Mengenai wanprestasi yang paling umum terjadi dalam praktek adalah masalah pembayaran angsuran dari penyewa. Jika penyewa tidak mau membayar angsuran sepeda motor selama dua bulan berturut-turut, maka sesuai pasal yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat atas kesepakatan bersama yaitu antara pihak dealer dengan calon penyewa, maka pihak yang menyewakan (dealer) sepeda motor atau kuasanya berhak datang untuk menagih pada penyewa. Namun dalam prakteknya apabila si penyewa terbukti tidak melunasi angsuran sepeda motor selama dua kali berturut-turut maka
56
pihak yang menyewakan memberikan surat peringatan pertama bagi sipenyewa untuk segera melunasi tunggakan cicilan tersebut. Apabila jika dengan surat peringatan pertama penyewa belum melunasi tunggakan cicilan maka pihak dealer diperbolehkan datang langsung ke alamat sipenyewa untuk menagih tunggakan angsuran tersebut. Jika pada waktu tersebut pihak dealer datang untuk menagih uang angsuran pada pihak penyewa, dan pihak penyewa belum mempunyai uang untuk melunasi maka pihak penyewa berhak untuk mengajukan permohonan bahwa penyewa akan melunasi tunggakan angsuran dalam jangka waktu maksimal dua minggu. Dengan adanya pengajuan permohonan dari penyewa untuk melunasi tunggakan angsuran, maka pihak dealer harus mau memenuhi hak dari sipenyewa, dan pihak yang menyewakan tidak bisa langsung menarik sepeda motornya sampai batas yang ditentukan oleh sipenyewa, karena itu sudah termasuk dalam surat perjanjian. Biasanya permohonan tersebut dilakukan dengan lisan oleh pihak penyewa. Tapi jika dalam jangka waktu yang sudah disepakati bersama itu pihak penyewa belum juga melunasi tunggakan angsurannya, maka pihak yang menyewakan berhak untuk mencabut sepeda motor tersebut dengan paksa, dan penyewa diwajibkan membayar denda atau kerugian yang ditanggung, serta uang transport yang telah ditentukan oleh pihak yang menyewakan. Meskipun kendaraan bermotor yang menjadi obyek perjanjian tersebut sudah ditarik oleh pihak penjual, maka pihak penyewa diberi hak
57
untuk menebus kembali kendaraan yang sudah ditarik dalam waktu yang sudah ditentukan oleh pihak yang menyewakan. Serta sipenyewa diwajibkan melunasi semua angsuran yang belum dilunasi ditambah dengan semua biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang menyewakan. Jika kendaraan bermotor yang menjadi obyek dari perjanjian tersebut tidak ditebus kembali maka kendaraan tersebut akan menjadi hak sepenuhnya oleh pihak penjual. Pihak pembeli tidak mempunyai hak suatu apapun atas obyek yang telah diperjanjikan, semua pembayaran yang sudah dikeluarkan oleh penyewa kepada dealer akan menjadi hak sepenuhnya oleh pihak dealer. Setelah itu perjanjian sewa beli tersebut dianggap berakhir dan tidak ada keterikatan lagi antara kedua pihak. Selain masalah pembayaran, sering juga kita jumpai terjadinya wanprestasi dari penyewa namun dengan kasus yang lain. Wanprestasi yang dimaksud adalah dilakukannya pemindah tanganan obyek perjanjian yaitu kendaraan bermotor dengan cara dijual kepada pihak ketiga oleh penyewa sebelum sipenyewa membayar angsuran sampai lunas kepada pihak dealer. Seperti yang telah kita ketahui ciri khas perjanjian sewa beli adalah bahwa hak milik akan berpindah tangan pada penyewa pada saat harga barang dibayar lunas. Oleh karena itu jika harga barang belum dibayar lunas , maka penyewa belum mempunyai hak milik sepenuhnya atas barang yang menjadi obyek perjanjian. Penyewa hanya berhak memakai dan menggunakan barang tersebut seuai dengan sifat dan tujuannya,
58
sehingga pemindah tanganan yang menjadi obyek perjanjian sewa beli adalah merupakan hal yang dilarang dan dapat diancam dengan tindakan pidana penggelapan (pasal 372 KUHP) dan tindak pidana penipuan (pasal 378 KUHP) Beberapa aspek yuridis yang harus diperhatikan dalam mengkaji terjadinya suatu tindak pidana yang terkait dengan perjajian sewa beli di dealer panorama motor cabang Sragen yaitu antara lain : 1. Tindak pidana penggelapan (pasal 372 KUHP) Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penggelapan apabila memenuhi beberapa unsur-unsur sebagai berikut : a. Barang siapa. b. Dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum. c. Barang yang sama sekali atau sebagian adalah milik orang lain Jadi meskipun STNK dan BPKB sepeda motor tersebut atas nama penyewa, itu tidak bisa dijadikan sebagai alasan, karena tetap saja penyewa tidak berhak menjual atau memindah tangankan kepada pihak ketiga karena sifat dari kendaraan bermotor tersebut adalah motor sewaan. Jadi sipenyewa berkewajiban untuk menjaga dan merawat obyek perjanjian tersebut. 2. Tindak pidana penipuan (pasal 378 KUHP) Suatu perbuatan dapat di kategorikan sebagai tindak pidana penipuan apabila meliputi unsur-unsur sebagai berikut : a. Barang siapa. b. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
59
c. Dengan melawan hukum baik nama palsu atau keadaan palsu, tipu muslihat maupun perkataan bohong. d. Membujuk orang agar menyerahkan barang. Apabila unsur-unsur dalam pasal 378 KUHP dikaitkan dengan perjanjian sewa beli yang telah ditanda tangani bersama ternyata alamat, nama dan persyaratan yang tertera dan terlampir dalam surat perjanjian hanya dipinjam nama saja oleh orang lain atau pihak ketiga dilakukan dengan sengaja, maka tindakan penyewa dapat dituduh telah melakukan tindak pidana “persekongkolan jahat karena telah melakukan penipuan untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan untuk keuntungan diri sendiri atau orang lain”. Menurut keterangan yang diperoleh dari dealer panorama motor ini, mengenai adanya larangan tersebut pasti pihak dealer memberitahu atau menjelaskan kepada penyewa untuk tidak mengalihkan atau menjual kendaraan yang menjadi obyek perjanjian sewa beli sebelum angsuran lunas. Penjelasan ini diberikan pada waktu disepakatinya perjanjian sewa beli, sehingga apabila calon penyewa tersebut merasa keberatan dengan isi surat perjanjian tersebut, maka perjanjian sewa beli tersebut tidak akan jadi dilaksanakan. Namun demikian dalam prakteknya tetap banyak juga penyewa yang melanggar isi dari perjanjian sewa beli tersebut. Biasanya pihak penyewa menjual kembali obyek perjanjian yaitu kendaraan bermotor yang disewa belinya sebelum sipenyewa membayar lunas ansurannya. Hal
60
ini dilakukan penyewa dengan alasan ekonomi, yaitu karena adanya tuntutan kebutuhan yang mendesak kepada penyewa kemudian penyewa menjual kendaran bermotor yang disewa belinya dari dealer secara sembunyi-sembunyi atau tanpa sepengetahuan dealer. Pihak penjual sendiri juga dirasa jarang melakukan pengawasan terhadap obyek yang diperjanjikan yang berada di tangan penyewa. Pada umumnya penjual baru tahu kalau kendaraan tersebut telah dipindahtangankan atau dijual oleh penyewa apabila penyewa macet dalam pembayaran angsurannya. Jika terjadi kemacetan oleh pihak penyewa maka pihak dealer akan memberikan peringatan baik secara lisan ataupun tulisan. Kalau peringatan ini diabaikan maka dealer akan segera menarik kendaan yang menjadi obyek perjanjian sewa beli. Biasanya pada waktu dealer akan melakukan penarikan inilah dealer baru tahu kalau kendaraan yang menjadi obyek perjanjian sewa beli tersebut telah digelapkan atau dipindah tangankan oleh penyewa. Apabila ada kejadian seperti ini maka tindakan dealer adalah mengusut dimana kendaraan yang menjadi obyek perjanjian tersebut berada untuk dapat ditarik kembali. Pihak ketiga sebagai pembeli kedua tersebut tidak mempunyai alasan untuk mempertahankan kendaraan tersebut untuk tetap dapat dikuasainya. Jika pihak ketiga tetap mempertahankan kendaraan yang menjadi obyek perjanjian tersebut, maka ia dianggap sebagai penadah dan bisa dikenai sanksi pidana. Menurut pasal 1471 KUHPerdata, jual beli barang
61
milik orang lain adalah batal. Sehingga jual beli yang dilakukan penyewa dengan pihak ketiga juga ikut batal selama perjanjian sewa beli antara penyewa dan dealer masih berlangsung. Menyikapi kejadian diatas, penyelesaian selanjutnya dalam praktek adalah pihak dealer memberikan kebijakan kepada penyewa untuk melunasi angsuran yang masih kurang sesuai yang ada dalam perjanjian. Sehingga kebijakan seperti ini dapat penulis anggap sebagai suatu kelonggaran yang diberikan bagi pihak penyewa maupun pihak ketiga yang beitikad baik. Apabila penyewa mau bertanggung jawab dan mengangsur kembali sampai angsuran tersebut lunas, maka kendaraan dapat diserahkan kembali pada sipenyewa. Tetapi jika penyewa tidak mau melunasi kekurangan angsurannya, maka pihak ketigalah yang harus bertanggung jawab atas pelunasan angsurannya. Itupun kalau pihak ketiga masih mau mendapatkan sepeda motor yang menjadi obyek perjanjian sewa beli tersebut. Apabila dalam hal ini pihak ketiga ternyata bersedia meneruskan angsuran, maka pihak ketiga tinggal meneruskan perjanjian yang telah dibuat antara pihak dealer dan penyewa. Kecuali kalau pihak pihak ketiga menginginkan balik nama dari penyewa ke pihak ketiga, maka akan dibuat kembali perjanjian lagi pada pihak ketiga yang menginginkan obyek perjanjian tersebut bisa balik nama. Pihak ketiga tidak perlu membayar uang muka kepada dealer, namun pihak ketiga tetap akan dikenai biaya balik nama atas obyek perjanjian serta meneruskan angsuran yang belum terbayar oleh penyewa.
62
Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa kedudukan pihak ketiga dalam hal ini tetap lemah, karena apabila kendaraan yang telah ia beli secara lunas dari pihak penyewa ternyata benar-benar ditarik oleh dealer dan penyewa tidak mau bertanggung jawab, maka pihak ketiga akan kehilangan kendaraan yang telah ia bayar. Namun apabila pihak ketiga menginginkan kendaraanya lagi maka ia harus melunasi kekurangan angsuran berikut dendanya. Namun kalau diperhatikan dari uraain diatas, sumber pokok dari permasalahan adalah terjadinya kemacetan pembayaran angsuran, dan pemindah tanganan obyek perjanjian yang dilakukan oleh pihak penyewa.meskipun larangan-larangan itu sudah dijelaskan sebeluymnya pada saat perjanjian itu mendapat kesepakan antara kedua pihak. Apabila penyewa dan pihak ketiga sama-sama tidak mau melakukan pelunasan angsurannya, maka kendaraan bermotor tersebut akan beralih hak milik sepenuhnya menjadi milik dealer. Mengenai uang yang sudah dibayar pihak ketiga kepada penyewa tersebut, pihak dealer tidak mau tahu dan itu merupakan urusan dari pihak penyewa dengan pihak ketiga. Tentang masalah resiko dalam perjanjian sewa beli, sesuai dengan praktek yang ada di Dealer Panorama Motor, mengenai siapa yang menanggung resiko sudah ditetapkan dalam surat perjanjian sewa beli yaitu dibebankan pada penyewa sejak penyewa menerima kendaraan bermotor atau obyek perjanjian. Hal ini terjadi karena penjual sewa yang
63
menentukan isi dari perjanjian sewa beli tersebut secara sepihak. Dengan demikian tentunya pihak dealer menentukan isi perjanjian sewa beli tersebut dengan lebih menguntungkan dirinya sendiri dibandingkan dengan penyewa. Jadi berakhirnya perjanjian sewa beli sepeda motor pada umumnya pada saat pembayaran agsuran yang terakhir. Sedangkan kemungkinan berakhirnya perjanjian sewa beli ini dengan cara lain dapat dikatakan jarang terjadi. Hal ini dikarenakan pihak dealer bertindak teliti dalam menentukan calon pembeli sewa. Untuk masalah penyelesaian perselisihan yang terjadi seperti kasus diatas, biasanya pihak deler menggunakan dua cara yaitu dengan musyawarah mufakat, dan dengan gugatan pengadilan. Namun dalam praktek yang biasa terjadi pihak dealer biasanya lebih memilih menggunakan cara musyawarah mufakat, karena dengan menggunakan cara tersebut dirasa lebih efektif dan tidak terlalu rumit, serta biaya yang dikeluarkanpun lebih murah dibandingkan dengan menggunakan cara gugatan pengadilan. Namun tidak menutup kemungkinan untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam perjanjian sewa beli ini melalui gugatan pengadilan. Hal itu dilakukan oleh pihak dealer apabila penyewa sudah benar-benar tidak mau bertanggung jawab kesalahan yang sudah diperbuatnya, dengan maksud memindahtangankan obyek perjanjian tersebut.
BAB V PENUTUP
A. SIMPULAN Dari empat bab yang telah penulis kemukakan diatas maka dapat diambil kesimpulan tentang pelaksanaan Perjanjian sewa beli di Dealer Panorama Motor kabupaten Sragen yaitu diantaranya : 1. Perjanjian sewa beli sepeda motor di Dealer Panorama Motor merupakan perjanjian tunggal dengan berdasarkan kesepakatan bersama antara pihak dealer dengan calon penyewa sepeda motor. 2. Apabila terjadi penyewa melakukan wanprestasi dalam perjanjian sewa beli maka yang bertanggung jawab sepenuhnya terhadap resiko adalah penyewa. Hal ini sesuai dengan isi dari perjanjian sewa beli yang sudah diepakati antara kedua belah pihak. 3. Untuk masalah penyelesain perselisihan dalam perjanjian sewa beli kendaraan bermotor didalam prakteknya dapat ditempuh dengan dua cara yaitu melalui musyawarah mufakat dan melalui gugatan di pengadilan. 4. Penyelesaiasn perselisihan dengan cara melalui gugatan pengadilan adalah merupakan jalan terakhir yang ditempuh oleh dealer, apabila penyewa sudah benar-benar tidak mau bertanggung jawab atas semua kesalahannya, yaitu dengan maksud memindah tangankan kendaraan bermotor yang menjadi obyek dari perjanjian sewa beli. 64
65
B. SARAN Dari simpulan diatas, maka penulis berusaha memberikan saran yaitu antara lain : 1. Pihak dealer seharusnya memberikan kesempatan bagi pihak penyewa untuk ikut serta dalam menentukan isi dari perjanjian sewa beli sepeda motor agar penyewa tidak merasa terbebani dengan syarat-syarat yang diajukan pihak dealer. 2. Pihak dealer sebaiknya lebih sering mengadakan pengawasan terhadap obyek yang diperjanjikan yaitu kendaraan bermotor, agar pihak dealer tahu apabila pihak penyewa bermaksud memindah tangankan obyek perjanjian sewa beli kepada pihak ketiga. 3. Penyewa sepeda motor di dealer Panorama Motor Cabang Sragen harusnya sadar akan kewajibanya untuk membayar angsuran tepat pada waktunya agar tidak terjadi kredit macet yang selama ini pihak merugikan dealer panorama motor cabang Sragen.