JURNAL LENTERA BISNIS
VOL. 5 NO. 2 NOVEMBER 2016 / ISSN 2252-9993
PELAKSANAAN PENDIDIKAN SOFT SKILLS PADA POLITEKNIK LP3I JAKARTA Oleh : Dingot Hamonangan Ismail Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta Gedung sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450 Telp. 021 – 31904598 Fax. 021 - 31904599 Email :
[email protected]
ABSTRAK Pendidikan Indonesia masih bertahan dan terjebak dengan gaya hard skill. Padahal nyaris setiap hari, iklan lowongan pekerjaan di media cetak maupun di internet menggunakan kriteria-kriteria soft skill untuk merekrut pegawainya. Realitas inilah yang menjadikan pendidikan di Indonesia semakin memprihatinkan. Pengangguran terdidik membludak, padahal dunia industri kesulitan mencari pekerja “siap pakai” karena yang tersedia hanya para pencari kerja yang hanya siap bekerja saja. Tujuan penelitian ini untuk melihat Proses pembelajaran soft skills di Politeknik LP3I Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian Studi Lapangan (Field Research). Teknik pengumpulan datanya, melalui observasi dan Studi Pustaka. Hasilnya menunjukkan bahwa konsep pendidikan soft skills di Politeknik LP3I Jakarta cukup bagus. Sayang dalam pelaksanaannya masih perlu dibenahi agar terjadi transformasi (penularan) soft skill bukan hanya pengajaran. Kata kunci: Soft skills, Dunia Industri, Politeknik LP3I Jakarta, Pelatihan, Kepribadian, Emosional Quetions
PENDAHULUAN Salah satu masalah besar di Indonesia adalah masalah pengangguran, yang tidak pernah teratasi setiap tahunnya. Penyebab utama daripada pengangguran pada umumnya disebabkan karena terbatasnya jumlah lowongan kerja tersedia, dibandingkan dengan jumlah pelamar.Semakin sedikit lowongan kerja dibandingkan jumlah pelamar, maka semakin tinggi persaingan. Sehingga penggangguran kemudian membludak. Sayangnya di Indonesia terdapat masalah lainnya, dimana lowongan kerja tersedia, tetapi tidak dapat diisi oleh pelamar yang tersedia karena mereka lemah
kompetensinya terutama dari sisi soft skills. Sejumlah pakar dan praktisi bisnis mengeluhkan sulitnya mendapatkan angkatan kerja yang “siap pakai” bukan “ siap kerja”. Pengertian “siap pakai” menurut Zainuddin Achmad, adalah alumni perguruan tinggi yang begitu lulus sudah “siap pakai “ mengisi posisi lowongan kerja tersedia, tanpa perlu lagi di training di perusahaan. - karena tugas itu sudah dilakukan oleh perguruan tinggi saat kuliah dahulu. Sebaliknya yang dimaksud dengan “siap kerja” adalah mereka yang belum “siap pakai”. Mereka “siap pakai” bekerja hanya bila ditraining terlebih dahulu sekitar 3 bulan sampai satu tahun di
JURNAL LENTERA BISNIS
perusahaan. “Idealnya, perguruan tinggi khususnya politeknik, telah mencetak lulusan “siap kerja” serta memiliki soft skills yang tinggi” tegas Zainuddin Achmad Ketua LP3I Jakarta. Fluer Davis, Minister Counsellor Australian Embassy, dalam suatu seminar SDM di Universitas Negeri Jakarta, 1 Juni 2006 lalu, juga mengeluhkan soal rendahnya soft skill angkatan kerja lulusan perguruan tinggi Indonesia.Dalam paparannya pada seminar tersebut ia mengatakan,sulitnya perusahaan multi nasional memperoleh tenaga kerja siap pakai asal Indonesia, karena bermasalah secara soft skill nya seperti kedisiplinan, kejujuran, etos kerja pantang menyerah dan lain sebagainya. Ungkapan serupa juga disampaikan oleh Ichsan, Konsultan AAMC Grupsebuah perusahaan konsultan SDM yang beroperasi di beberapa negara di Dunia. Ia menjelaskan observasinya tentang perbedaan tenaga kerja Indonesia dibandingkan tenaga kerja asing India dan Philippina. “Kenapa tenaga kerja asal Indonesia umumnya digaji lebih rendah daripada tenaga kerja asal Philippina dan India, terutama disebabkan hal soft skill” tegasnya menyimpulkan.“Umumnya tenaga kerja asal Philippina dan India lebih percaya diri, pintar berbicara dan berdebatdibandingkan tenaga kerja asal Indonesia. Akibatnya, walaupun sering sekali tenaga kerja asal Indonesia jauh lebih pintar dan terampil bekerja, tetapi pendiam dan kurang suka berbicara dan berdiskusi khususnya dalam acara –acara formal”, ungkapnya menambahkan. Ichsan dan Fluer benar. Pengalaman penulis berinteraksi dengan banyak mahasiswa diberbagai perguruan tinggikecuali perguruan tinggi unggulan di tanah air, umumnya mereka kurang positif memperlakukan dirinya dan juga kurang pintar berinteraksi. Postingan-postingan mereka di Media sosial mencerminkan citra diri tersebut. Etika dan cara berkomunikasinya misalnya mencermin rasa rendah diri seperti sering
VOL. 5 NO. 2 NOVEMBER 2016 / ISSN 2252-9993
mengggunakan sms atau wa dengan memulai postingan pesan negatif seperti . “Maaf pak, mengganggu. Apakah bisa ketemu hari ini?.”. Penulis juga sering menguji beberapa mahasiswa baik sebagai dosen atau konsultan. Dan menemukan kemampuan menemukan tugas akhir dan skripsi yang tidak singkron Antara bab 1,2, dan seterusnya, menunjukkan kadar kualitas logika berfikir yang belum baik dan benar. Juga tidak sedikit mahasiswa yang abai terhadap kualitas pekerjaannya, seperti terlihat dari salah ketik dan layout yang buruk dari makalah atau suratsuratnya, menunjukkan kepribadian yang tidak serius mengembangkan potensi dirinya. Tidak bisa dibayangkan bagaimana kalau mereka diterima bekerja dan lalu meremehkan pelayanan terhadap konsumen potensial atau tidak serius dalam kontrol mutu sehingga bisa merugikan perusahaan karena memberi gaji buta, tetapi juga potensial merugikan perusahaan akibat gagal kinerja. Iman Taufik Ketua umum KADIN Cirebon, dalam seminar Optimalisasi Peran dan Jaringan IKPM Gontor untuk mensejahterakan umat, mengatakan masalah terbesar Indonesia hari ini adalah soal SDM ( produktivitas, kreativitas, kepercayaan diri, inisiatif, dan daya saing rendah serta mentalitas birokrat). SDM tersebut diakibatkan pendidikan yang mengutamakan hard competency dan tidak menstimulasi berkembangnya soft competency, padahal soft competency berkontribusi 70% pada keberhasilan seseorang, tegasnya. Mengutip pandangan Spencer Iman Taufik mengatakan, “ cognitive abilities, tidak menjamin SDM menjadi top performers. Dalam bidang profesi & Tehnologi yang kompleks, SDM dengan IQ 120 dari lulusan universitas terbaik berhasil menjadi top performers lebih karena motive, traits, self concept and social role”.Ia menambahkan, kontribusi IQ terhadap superior performance hanyalah 4 % sampai dengan 10% saja.“ Soft competency adalah mindset, character, 20
JURNAL LENTERA BISNIS
attitude, behavior ) yang menyumbang 70 % dari keberhasilan seseorang”tegasnya. Selengkapnya tentang pandangan Spencer kami kutip berikut ini.
Masih menurut Iman Taufik, soft skill juga merupakan karakter dari 50 orang terkaya di Amerika Serikat.
Pandangan senada disampaikan oleh Dr. Syahrial Yusuf dan DH. Ismail Alfaruqi dalam bukunya 9 kebiasaan manusia superbahagia. “Superbahagia” istilah yang digunakan untuk mengintrodusir profil para tokoh sukses dan bahagia dari berbagai profesi yang ditelitinya setidaknya memiliki 9 kebiasaan-kebiasaan hidup positif ( baik hard competensy maupun soft competensi ) yang semuanya bersumber daripada kecerdasan spritual atau iman – taqwa. Diantara kebiasaan – kebiasaan superbahagia tersebut adalah kebiasaan terampil mengambil keputusan berdasarkan kebenaran ilahi (zikir) dan pikiran yang ilmiah ( pikir ) , terampil membangun tim impian / dream team, cerdas mengelola aset, peduli sosial & lingkungan, piawai memanage waktu, senantiasa berkinerja unggul dan lain-lain. Kebiasaan-kebiasaan positif itulah yang membuat hidup mereka selalu bahagia,
VOL. 5 NO. 2 NOVEMBER 2016 / ISSN 2252-9993
produktif, serta mampu berkarya bahkan ketika situasi tidak kondusif, tulis Dr. Syahrial dan Dingto Hamonangan Ismail Alfaruq. Dari beberapa pandangan ahli dan pakar di atas menjadi jelas, betapa vitalnyakontribusi pembinaan soft skills terhadap ketangguhan fisik, psikis, spritual seseorang.Atas kesadaran tersebut, Politeknik LP3I Jakarta sebagai lembaga Pendidikan vokasional yang berorientasi kerja dan wirausaha sangat peduli dengan pengembangan soft skillbagi mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan dilingkungan Politeknik LP3I Jakarta. Buahnya adalah sampai tahun 2016, Politeknik LP3I Jakarta masih berhasil menempatkan kerja sekitar 85% dari setiap lulusannya bahkan sebelum di wisuda.Namun demikian, dengan perkembangan dunia industri yang eskalatif, perubahan gaya hidup konsumen serta kerasnya persaingan di dunia pendidikan vokasional, pembenahan pembinaan soft skills di Politeknik LP3I Jakarta harus terus menerus dilakukan. Berdasarkan latar belakang diatas, dalam kajian ilmiah ini penulis akan menguraikan lebih lanjut tentang “Proses Pelaksanaan Pendidikan Soft Skills di Politeknik LP3I Jakarta”.
RUMUSAN MASALAH Dalam studi tentang pelaksanaan (sistem) pendidikan ini, penulis akan mendeskripsikan permasalahan pada 3 hal, yaitu : 1. Bagaimana proses pelaksanaan Pendidikan Soft Skilldi Politeknik LP3I Jakarta? 2. Kendala apa saja yang dihadapi dalam proses pelaksanaan Pendidikan Soft Skill tersebut di Politeknik LP3I Jakarta? 3. Bagaimana solusi yang direkomendasikan untuk mengatasi hambatan atau kendala dalam proses
21
JURNAL LENTERA BISNIS
pelaksanaan Pendidikan Soft Skill di Politeknik LP3I Jakarta?
METODOLOGI PENELITIAN Kajian tentang proses pelaksanaan Soft Skill di Politeknik LP3I Jakarta ini dibuat berdasarkan 1. Studi Lapangan ( Field Research), yaitu Penulis melakukan riset dengan cara mendatangi langsung Kampus yang menjadi objek kajian. Tehnik pengumpulan datanya, yaitu : wawancara dan observasi. 2. Studi Pustaka (Library Research) mengumpulkan data dan informasi ilmiah yang bersumber dari bukubuku dan dokumen laporan pelaksanaan soft skils serta referensi tertulis lainnya.
LANDASAN TEORITIS Arti dan Defenisi Soft Skills Ada banyak pengertian dan defenisi soft skills sehingga tak sedikit keliru memaknai softskills secara tepat; juga karena softskills melibatkan tujuan pembelajaran yang intangible, sehingga ditemui banyak kendala dalam menerapkan maupun mengukur hasil belajarnya. Oleh karenanya, perlu penjelasan tentang makna softskills itu sendiri selain merujuk pada pandangan lembaga resmi, juga merujuk kepada pandangan pakar serta menelisik praktek pelaksanaan soft skills di beberapa perguruan tinggi. Direktorat Akademik Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas ( 2008), mengartikansoft skills dengan mengutip pandangan Bernthal, et.al (2003), yaitu perilaku personal dan interpersonal yang mengembangkan dan memaksimalkan kinerja seseorang. “Soft skills adalah semua ketrampilan pengembangan diri yang tidak bersifat teknis, seperti kemampuan pengelolaan keuangan, kualitas hidup, ketrampilan berpikir kritis
VOL. 5 NO. 2 NOVEMBER 2016 / ISSN 2252-9993
dan lain-lain”. tulisnya. Pengertian ini menekankan aspek pengembangkan diri diluar aspek teknis. Mengutip terminologi Peter de Jager (2005), disebutkan bahwa untuk memahami “soft skills” akan lebih mudah jika kita memahami kata yang merupakan lawan katanya, yaitu “hard skills.” Hard skillsadalah ketrampilan yang dapat langsung dilihat hasilnya dalam proses pembelajaran, selesai. Sementara soft skills merupakan kemampuan yang bersifat superfisial, hasil tidak langsung dilihat, serta memiliki hubungan yang kuat dengan kemampuan personal dan interpersonal seseorang. Lebih lanjut Direktorat Akademik Depdiknas (2008) menyimpulkan bahwa Baik soft skill maupun afektif keduanya tidak berada dalam ranah yang berkaitan dengan keterampilan teknis, bidang keilmuan profesi, ataupun hal yang bersifat motorik. Tetapi, keduanya justru berada pada kawasan kompetesi kepribadian. “Keduanya lebih erat berkait dengan EQ, SQ, hati, to live together dan to be daripada dengan IQ, hand, head, to do, atau to know. Dengan demikian, tampaknya makna soft skill tidak jauh berbeda dengan kemampuan afektif. Namun, tentu ada perbedaannya, karena bila tidak mengapa harus diberi nama baru. Soft skill tampaknya dimaksudkan memberikan gambaran kemampuan kepribadian yang jauh lebih luas daripada kompetensi afektif. Hal ini terlihat dari begitu banyak dan luasnya lingkup atribut soft skills” tulisnya. Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel lebih spesifik lagi memberikan makna soft skills sebagai kemampuan mengelola diri dan orang lain. Ia memberikan beberapa contoh soft skill dalam keterampilan manajemen diri (kepemimpinan, komunikasi, membina hubungan, pengembangan diri dan sebagainya ). Melihat pengertian soft skills seperti dijelaskan di atas, soft skills lebih berkaitan dengan kecerdasan emosi dan 22
JURNAL LENTERA BISNIS
kecerdasan spritual. Kecerdasan emosional adalah kecerdasan mengenali diri, membuang sifat dan kepribadian negatif, lalu mengenali kepribadian orang lain dan membantunya mengembangkan kepribadian positif nya dan serta kemampuan memotivasi orang lain. Sedangkan kecerdasan spritual adalah kemampuan memberi makna dalam hidup, bergunabagi orang lain serta cerdas secara ruhaniyah ( tauhid). Illah Sailah dalam bukunya yang berjudul Pengembangan Soft Skills di Perguruan Tinggi 2007, menulis definisi soft skill sebagai: Keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intra-personal skills) yang mampu mengembangkan secara maksimal unjukkerja (performans) seseorang. Illah Sailah membagi soft skills menjadi dua bagian, yaitu intrapersonal skills dan interpersonal skills. Intrapersonal skills adalah keterampilan seseorang dalam ”mengatur” diri sendiri. Adapun Interpersonal skills adalah keterampilan seseorang yang diperlukan dalam berhubungan dengan orang lain. Intrapersonal skills sebaiknya dibenahi terlebih dahulu sebelum seseorang mulai berhubungan dengan orang lain. Dua jenis keterampilan tersebut dirinci sebagai berikut: 1. Intrapersonal Skill a. Transforming Character b. Transforming Beliefs c. Change management d. Stress management e. Time management f. Creative thinking processes g. Goal setting & life purpose h. Accelerated learning techniques 2. Interpersonal Skill a. Communication skills b. Relationship building c. Motivation skills d. Leadership skills e. Self-marketing skills f. Negotiation skills
VOL. 5 NO. 2 NOVEMBER 2016 / ISSN 2252-9993
g. Presentation skills h. Public speaking skills Menurutnya, belakangan yaitu kirakira tahun 2006-an sedang dikembangkan atribut lain yang tergolong pada extra personal concern, yang mengandung makna kearifan/welas asih atau wisdom. Atribut ini penting karena kalaulah dia menjadi seorang pengusaha maka tidak menjadi pengusaha yang bengis, memiliki kebijakan yang berorientasi pada win-win solution. Dengan menggunakan definisi di atas, tampak bahwa soft skill merupakan bagian penting dari kompetensi seseorang untuk dapat “berhasil” dalam hidupnya. Illah memberikan ilustrasi, lulusan perguruan tinggi yang soft skill nya kurang di antaranya ditandai dengan perilaku tidak tangguh, cepat bosan, bertabiat seperti kutu loncat, tidak dapat bekerja sama, kurang jujur, tidak memiliki integritas dan bahkan tidak memiliki rasa humor. Tentu saja sarjana dengan perilaku seperti itu, peluang keberhasilnya di pasar kerja terbatas. “Seorang pemain bola yang kompeten harus mahir tidak saja dalam kemampuan teknis seperti berlari, menendang, dan bertahan (inilah yang disebutnya sebagai hard skill), tetapi juga harus mampu dalam bekerjasama dalam tim, gigih, mengambil inisiatif, berani mengambil keputusan, dan lain-lain (kemampuan ini yang disebutnya sebagai softskill)” jelas Ketua Kopertis Wilayah 3 ini lebih lanjut. Senada dengan Illah Sailah, Wahyu Psikolog dari UGM juga menjelaskan bahwa banyak ditemukan hasil penelitian yang menunjukkan kesuksesan individu dalam bekerja dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian individu. “Penelitian kemudian mengarah pada pertanyaan karakteristik kepribadian seperti apakah yang mendukung kesuksesan dalam bekerja. Dari banyak teori kepribadian, teori kepribadian lima 23
JURNAL LENTERA BISNIS
faktor (five factors personality) banyak dipakai untuk meninjau kesuksesan dalam bekerja. Lima faktor kepribadian tersebut merupakan gambaran mengenai karakteristik khas individu yang unik dan relatif stabil” tegasnya. Adapun Lima faktor kepribadian tersebut antara lain : 1. Ketahanan Pribadi (conscientiousness). Ketahanan pribadi ini ditunjukkan dengan karakter gigih, sistematis, pantang menyerah, motivasi tinggi dan tahan terhadap beban pekerjaan. 2. Ekstraversi (extraversion). Tipe
kepribadian ini ditandai dengan keterampilan membina hubungan dan komunikasi yang efektif, pandai bergaul, bekerja sama, aktif, mengutamakan kerjasama, atraktif dan asertif (terbuka). 3. Keramahan (agreableness). Tipe ini ditandai dengan sikap ramah, rendah hati, tidak mau menunjukkan kelebihannya, mudah simpati, hangat, dapat dipercaya dan sopan. 4. Emosi Stabil (emotion stability). Tipe ini ditandai dengan sikap yang tenang, tidak mudah cemas dan tertekan, mudah menerima, tidak mudah marah dan percaya diri. 5. Keterbukan terhadap pengalaman (openess). Individu dengan tipe ini memiliki daya pikir yang imajinatif, menyukai tantangan, anti kemapanan, kreatif, kritis dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Wahyu, menjelaskan lebih lanjut, bahwa dari kelima faktor di atas, faktor ketahanan pribadi dan kestabilan emosi merupakan prediktor yang paling besar terhadap kesuksesan dalam bekerja secara umum. Ketiga faktor lainnya menjadi prediktor kesuksesan yang tidak langsung, tergantung dari kriteria pekerjaan yang diemban. Misalnya ekstraversi lebih tepat untuk pekerjaan yang membutuhkan hubungan interpersonal atau negosiasi, individu dengan tipe keramahan lebih tepat pada pekerjaan
VOL. 5 NO. 2 NOVEMBER 2016 / ISSN 2252-9993
yang membutuhkan sifat kooperatif, tipe keterbukaan terhadap pengalaman lebih tepat pada posisi peneliti atau tim kreatif. Hasil penelitian terbaru menemukan bahwa peranan tipe kepribadian terhadap kesuksesan diperantarai oleh motivasi. Artinya jika tidak didukung dengan motivasi yang kuat, efektivitas peranan tersebut menjadi berkurang, jelasnya lebih lanjut. Dari beberapa defenisi soft skills di atas dalam jurnal ini penulis mengambil sintesa yaitu soft skill sebagai ketangguhan pribadi seseorang dalam menjalani proses pekerjaan, mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) dan dalam berhubungan dengan orang lain (inter-personal skills) serta kearifan/welas asih atau wisdomsehingga mampu mengembangkan kinerja pribadi dan organisasi secara maksimal. Hubungan Soft skills dengan Hard skills serta kepemimpinan Melihat pada pengertian soft skill di atas, sangatlah jelas sukses seseorang tergantung dari kualitas soft skill yang dipunyainya. Kecerdasan skill menjadi bernilai rendah bahkan tak punya makna, bila seseorag kehilangan kredibilitas atau ia tidak jujur, tidak bertangung jawab, tidak mampu bekerjasama, dan sebagainya,maka dapat dipastikan,”keberhasilan” akan jauh darinya. Illah Sailah mentamsilkan seorang pemain bola yang kompeten harus mahir tidak saja dalam kemampuan teknis seperti berlari, menendang, dan bertahan (inilah yang disebutnya sebagai hard skill), tetapi juga harus mampu dalam bekerjasama dalam tim, gigih, mengambil inisiatif, berani mengambil keputusan, dan lainlain (kemampuan ini yang disebutnya sebagai softskill. Dalam kehidupan sehari-hari hal ini sangat nyata. Karyawan yang pintar, tetapi pendiam dan tidak bergaul serta tidak peduli lingkungan, akan dikucilkan oleh teman-temannya sehingga sulit 24
JURNAL LENTERA BISNIS
berkembang dan sulit mendapatkan promosi. Pegawai yang tidak tangguh secara psikis dan tidak cerdas secara spritual, akan gagal mengurai pekerjaan yang kompleks yang membutuhkan ketenangan dan kejernihan. Wahyu Widhiarso- Psikolog asal UGM juga menjelaskan Soft skills memiliki banyak manfaat, baik dalam pengembangan karir serta etika profesional. “Esensi soft skills adalah kesempatan. Lulusan memerlukan soft skills untuk membuka dan memanfaatkan kesempatan. Sukses di dalam sebuah pekerjaan tidak hanya bergantung kepada rasio dan logika individu tetapi juga kapasitas kemanusiannya” tegasnya. Sedangkan tentang hubungan hard skills dan soft skill, Wahyu membuat analogi sebagai berikut. “Kemampuan yang dimiliki manusia dapat diibaratkan sebagai Gunung Es (Ice Berg). Yang nampak di luar permukaan air ialah kemampuan Hard Skill/ Technical Skill, sedangkan kemampuan yang berada di bawah permukaan air dan memiliki porsi yang paling besar ialah kemampuan Soft Skill” tegasnya lebih lanjut. Selanjutnya, juga menarik ditelisik bahwa ada kondisi tertentu ( enabling) yang sangat dibutuhkan seseorang sehingga pengaruh soft skillsnya lebih menunjang kesuksesannya. Yaitu bahwa kadar, tugas dan tingkat kepemimpinan seseorang. Artinya semakin rendah posisi seseorang dalam struktur organisasi, semakin kecil kebutuhannya terhadap terhadap soft skills, ia lebih butuh hard skills. Kebalikannya, semakin tinggi tingkat kepemimpinan seseorang dan semakin kompleks masalah yang dihadapi serta semakin banyak berhubungan dengan orang lain maka semakin membutukan soft skills. Dengan demikian, soft skils juga berhubungan dengan kepemimpinan. Bukankah, kepemimpinan adalah seni menggerakkan orang lain untuk mencapai
VOL. 5 NO. 2 NOVEMBER 2016 / ISSN 2252-9993
tujuan organisasi. Jadi semakin tinggi level posisi seseorang dalam organisasi maka semakin membutuhkan kecerdasan soft skills. Sebagaimana dicontohkan oleh 50 CEO ternama di Amerika, bagi mereka itu, sangat jelas bahwa kesuksesan mereka ditentukan oleh kompetensi kepribadiannya. Bagi mereka soft skill benar-benar merupakan modal sukses yang menentukan.
Sumber: Direktorat Akademik Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas ( 2008).
Kouzes & Posner dalam bukunya berjudul A leader’s Legacy menjawab tantangan pemimpin masa depan juga menyebutkan vitalnya soft skills dalam menunjang keberhasilan kepemimpinan. Menurutnya, kepemimpinan adalah suatu hubungan. Yaitu hubungan antara mereka yang ber-aspirasi memimpin dan mereka yang memilih mengikuti memimpin. “Tujuan pemimpin adalah memobilisasi orang lain agar melayani suatu tujuan. Dan jika Anda disni memang hendak melayani suatu tujuan, tujuan itu yang harus diutamakan”, tulisnya seraya menggaris bawahi pentingnya kesediaan pemimpin untuk memberikan pelayanan terbaik, keberanian berkorban untuk mewujudkan tujuan jangka panjang bahkan kesediaan untuk menghargai kritik dan kuat menderita. Itulah harga untuk menjadi pemimpin yang mengembang dirinya dengan cara melayani orang lain, pesan penulis buku yang telah diterjemahkan ke 17 bahasa dan terjual 1,4 juta copy tersebut. Hanya dengan kesediaan untuk 25
JURNAL LENTERA BISNIS
VOL. 5 NO. 2 NOVEMBER 2016 / ISSN 2252-9993
berbuat bagi orang lain maka seorang pemimpin berhasil menjadi pemimpin hebat dan dapat mewariskan “ pengaruh yang abadi” tegasnya mantap. Manfaat soft skills dalam arti yang lebih luas, juga bisa kita lihat dalam peningkatan kreativitas dan kehandalan berpikir para jenius dunia. Michael Michalko (2001), meneliti para jenius pemilik ratusan bahkan ribuan hak paten sekalipun yang disebut sebagai pemikir produktif ( lawan dari cara berfikir reproduktif) membutukan soft skill yang baik sehingga membuat mereka mampu melihat apa yang tidak bisa dilihat orang lain, dan mampu memikirkan apa yang tidak dipikirkan orang lain. “ Ketika dihadapkan pada suatu masalah, mereka bertanya kepada diri sendiri, berapa banyak cara berbeda yang bisa digunakan untuk melihat masalah, bagaimana mereka bisa memikirkannya kembali, dan berapa banyak cara berbeda yang bisa memecahkannya, ketimbang bertanya bagaimana mereka telah diajar untuk memecahkannya” tegasnya. Tentu saja untuk bisa kreatif dan sabar menjalani proses berpikir produktif membutuhkan soft skill yang baik seperti open minded, kesabaran, kesiapan menunda kesenangan jangka pendek untuk perwujudkan tujuan dan seterusnya.
abstrak. Dilihat dari proses peningkatannya, semakin ke kanan semakin berorientasi pada kegiatan yang langsung dan semakin ke kiri semakin berorientasi pada kegiatan yang tidak langsung. Misalnya hard skills yang dapat ditingkatkan dengan studi mandiri dengan didukung oleh pelatihan yang intensif. Untuk memahami konsep aritmetika misalnya, mahasiswa harus belajar dengan mandiri yang didukung dengan fasilitasi dosen untuk Pada peta tersebut terlihat bahwa soft skills terletak antara perilaku individu dan keterampilan pengelolaan diri ( lihat tabel dibawah ini). Intervensi yang dapat diberikan dalam meningkatkan soft skills adalah dengan pelatihan atau dengan pembinaan yang intensif. Di sisi lain nilainilai dan moral dapat ditingkatkan dengan kegiatan berfokus pada peningkatan kesadaran diri” tegasnya.
MEKANISME PENGEMBANGAN SOFTSKILLS Pengembangan soft skills seperti dijelaskan di atas, lebih terkait dengan perubahan sistem kepribadian seseorang yang tentu tidak bisa dibentuk secara instan seperti halnya hard skill, tetapi harus melalui pembinaan intensif. Wahyu Widhiarso menjelaskan bahwa ibarat sebuah peta atribut personal yang menggambarkan atribut-atribut dari kompetensi hingga moral individu dalam sebuah kontinum. Dilihat dari konstraknya, semakin bergerak ke kanan menunjukkan atribut tersebut semakin empirik dan sebaliknya semakin bergerak ke kiri atribut tersebut semakin
Dari beberapa pandangan di atas, Softskills tidak cukup hanya diajarkan, tetapi harus ditularkan secara intensif. Oleh karena itu kegiatan pengembangan soft skills tidak akan optimal bila hanya berhenti pada pelatihan, seminar dan workshop saja. Pengembangan soft skills harus dipraktekkan berulang-ulang dan didampingi oleh mentor (Illah Sailah, 2008). Dengan kata lain kegiatan harus terencana, terprogram dan tersistem. Setiap kegiatan harus ada coach atau mentor yang membimbing kemana arah kegiatan tersebut akan dilaksanakan, walau tidak harus setiap saat ada. Apalagi dengan kemajuan tehnologi saat ini pendampingan 26
JURNAL LENTERA BISNIS
juga bisa dilakukan secara on line. Kegiatan pelatihan pun harus terprogram dengan baik. Ada need assesment,ada durasi, capaian dan keberlanjutan. Kegiatan tidak hanya berhenti di pelatihan tanpa adanya coaching oleh para coach yang tangguh, sampai akhirnya dalam durasi tertentu akan terjadi transformasi diri yang seutuhnya. Nilai-nilai yang dikembangkan di dalam dan di luar kelas pun harus serta kurikulum pun harus saling terkait. Bahkan lebih jauh lagi, akan lebih powerfull bila apa yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh mahasiswa adalah ilmu dan sprit soft skills. Orang bijak mengatakan, bila anda ingin mencetak pemimpin, maka langkah utama dan pertama adalah dengan memperlakukan mahasiswa sebagai pemimpin. Bila seluruh dosen, tenaga kependidikan memperlakukan para mahasiswa sebagai pemimpin dan membayangkan mereka sebagai pemimpin masa depan, maka perlakuan setiap orang kepada mereka akan sangat baik dan semua itu adalah soft skills dalam pengertian luas. Prijosaksono dalam buku berjudul the Power of Transformation (2005) menuliskan bahwa transformasi diri selama tiga bulan (90 hari) akan mampu membangun kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih baik. Dalam buku itu juga diuraikan bahwa ada 5 prinsip transformasi yaitu: 1. meyakini dan mendayagunakan kekuatan dan anugrah Tuhan dalam diri 2. membuat pilihan dan keputusan dalam diri 3. melakukan kebiasaan-kebiasaan baik secara terus menerus dalam kehidupan 4. mampu membangun interaksi dengan orang lain 5. mampu bekerja secara sinergis dan kreatif dengan orang lain dalam organisasi Bertolak dari fakta dan pandanganpandangan di atas dan menelisik best practise pelaksanaan pembinaan soft skills
VOL. 5 NO. 2 NOVEMBER 2016 / ISSN 2252-9993
pada beberapa kampus terkemuka dapat disimpulkan bahwa pembinaan soft skills perlu dikelola secara terintegrasi oleh sebuah badan atau tim yang berada dilangsung di pimpinan utama kampus. PEMBAHASAN 1. Pelaksanaan Pendidikan Soft Skill di Politeknik LP3I Jakarta. Secara singkat dapat digambarkan bahwa pelaksanaan soft skills di Politeknik LP3I Jakarta sebagai berikut: Tahapan - Tahapan Pelaksanaan Soft Skill di Politeknik LP3I Jakarta
Seperti digambarkan di atas, bahwa alur proses pendidikan soft skill di Politeknik LP3I Jakarta dilakukan dalam dua tahapan. Yaitu, tahapan pra kuliah dan pada kuliah semester 1- semester IV. a. Pra Kuliah dilaksanakan saat PSPL Prakuliah sebelum perkuliahan dimulai), maksimal 1 minggu sebelum perkuliahan dimulai/ dimasukkan pada agenda PSPL( Materi yang diberikanadalah:Visi-Misi menjadi Mahasiswa. Dengan maksud agar mahasiswa Politeknik LP3I Jakarta untuk selanjutnya disebut PLJ, siap menjadi mahasiswa dan generasi harapan bangsa dan diawali dengan sukses belajar selama di Politeknik LP3I Jakarta tepat waktu sehingga bisa bekerja sesuai minat dan bakat serta berguna bagi lingkungannya. Selama seminggu lebih mahasiswa dipandu membuat visi baru sebagai mahasiswa Politeknik LP3I Jakarta dikenalkan segenap fasilitas Politeknik LP3I Jakarta untuk bisa mandiri. Pimpinan kampus, juga sering mengundang 27
JURNAL LENTERA BISNIS
narasumber dari motivator atau tokoh dan pengusaha muda yang sedang popular umumnya yangmemiliki latar belakang mandiri sejak usia muda. Hal ini selaras dengan tagline Politeknik LP3I Jakarta siap kerja. b. Semester 1- IV Semester 1 sampai semester 4 (empat) kegiatan soft skills dilaksanakan berdasarkan kalenderak ademik dan sesuai juknis. Pada umumnya dilaksanakan setelah pelaksanaan Ujian Tengah semester melalui pelatihan atau workshop. Selain itu pada semester ini juga dilaksanakan mata kuliah pengembangan diri yang dimasukkan kedalam kurikulum.Materi pelatihan soft skill pada semester 1 (satu), adalah tentang bagaimana Menentukan Tujuan Hidup (Visi, Misi). Maksudnya adalah agar para mahasiswa baru tersebut, memiliki tujuan hidup baru setelah bergabung di LP3I. Tujuan dan program baru tersebut akan dilaksanakan sejak bergabung dengan LP3I sampai setelah lulus dari LP3I. Pada sesi training ini, dijelaskan siapa dirinya, darimana, mau kemana, serta bagaimana tahapan-tahapan melaksanakan cita-citanya sejak saat itu hingga selesai kuliah, bekerja, dan bahkan berkeluarga dan memiliki usaha. Menurut Rony Setiawan, pembimbingan mahasiswa sejak dini dalam menetapkan visi –misi dan cara mencapainya dimaksudkan agar mahasiswa efektif dalam menyelesaikan kuliahnya. Dengan memiliki tujuan yang jelas, membuat mahasiswa akan lebih terkendali, tegasnya. Sayangnya siapa yang menjadi narasumber pada materi ini masih tergantung selera pengelola menafsirkan juknisnya. Padahal ini lah momentum terpenting dan paling strategis bagi pihak kampus untuk mewarnai kepribadian mahasiswa baru tersebut. Masih disemester satu, di dalam mata kuliah,
VOL. 5 NO. 2 NOVEMBER 2016 / ISSN 2252-9993
mahasiswa juga mendapatkan materi pengembangan diri di dalam kelas yang diajarkan dosen-dosen PD. Secara umumnya materi pengembangan diri memuat materi tentang pembangunan karakter, kekuatan pikiran, kepribadian sikap dan kepribadian, kemampuan komunikasi dan interaski, serta etika kerja dan persiapan kerja yang ditulis seorang dosen senior Politeknik LP3I Jakarta, Euis Winarti. Semester 2 (dua), Materi “Manajemen Waktu dan Meningkatkan Motivasi diri”. Dimaksudkan untuk memberikan wawasan dan motivasi serta keterampilan kepada mahasiswa untuk dapat menggunakan waktu secara efektif. Sehingga dapat memilih diantara kompleksitas program dari yang penting dan genting dan penting tetapi tidak genting serta mampu menghindari dari pemborosan waktu serta trampil menghilangkan kebiasaaan menunda pekerjaan. Semester 3 (tiga), Materi“ Kerjasama Tim, Berfikir Kreatif dan Kepemimpinan Efektif. Materi ini berikan dengan maksud agar mahasiswa yang pada semester itu sudah mulai mempersiapkan diri untuk magang dan atau bekerja sesuai misi LP3I mencetak mahasiswa “siap pakai” . Karena itu harus mulai belajar kecerdasan emosional dan kemampuan bekerja dengan tim. Pada semester ini juga mahasiswa ditingkatkan motivasinya. Agar dapat bertahan dari berbagai kesulitan. Semester 4 (empat), Materi Karyawan Bervisi Wirausaha &” Spiritual Entrepreneur Quotient” maksud dari materi ini adalah pengetahuan kompetensi seorang wirausaha bagaimana ia bekerja dan mengoperasionalkan bisnis seharihari. Dengan materi ini diharapkan mahasiwa dan alumni LP3I terampil menjadi pengusaha dan minimal memiliki visi dan mindset kewirausahaan. Disamping materi-materi di atas, pengembangan soft skill mahasiswa juga dilakukan dengan mentoring agama.Mentoring Agama, bertujuan 28
JURNAL LENTERA BISNIS
mengingkatkan akhlak dan etos hidup mahasiswa LP3I untuk dapat mengamalkan ajaran agamanya masingmasing. Kegiatan mentoring agama satu kali dalam satu minggu minimal 100 menit, jadual pelaksanaan mentoring disesuaikan dengan kondisi perkuliahan agar tidak menganggu proses perkuliahan. Pelaksanaan mentoring agama di LP3I sangat tidak hanya teoritis tetapi lebih aflikatif diasuh oleh dosen terlatih sehingga sangat cocok bagi jiwa remaja yang umumnya labil dan lebih membutuhkan modeling ketimbang model ceramah saja. Selain itu juga ada Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sebagai wadah pengembangan kepemimpinan dan keterampilan organisasi sesuai prodi. Setiap mahasiswa diwajibkan menjadi anggota salah satu UKM sesuai dengan bidangnya. Kegiatan Penunjang, memberikan wawasan dan pengetahuan tentang beauty class, Company Visit, kegiatan ini berdasarkan SOP dan JUKNIS LP3I 2016. Penanggung jawab Soft skill Pelaksanaan soft skill sejauh ini dilaksanakan oleh Kabid Akademik atau Head of education bekerjasama dengan Kabid C & P ( sebuah badan khusus di LP3I yang secara khusus yang bertugas membatu menempatkan kerja calon alumni LP3I) untuk setiap semesternya. Head of education membuat anggaran biaya pelaksanaan kegiatan training soft skill. Kegiatan dan anggaran kegiatan disampaikan kepada Branch Manager untuk mendapat persetujuan. Setelah mendapat persetujuan dari Branch Manager, selanjutnya mencari dan menentukan Nara sumber yang sesuai dengan materi yang akan di berikan pada training soft skill. Setelah di setujui, barulah di umumnya kepada Mahasiswa melalui Pembimbing Akademik. Pembimbing akademik mengarahkan pentingnya acara inibagi masa depan mahasiswa pada waktu bekerja. Setiap kegiatan training soft skill dibuat Daftar
VOL. 5 NO. 2 NOVEMBER 2016 / ISSN 2252-9993
kehadiran mahasiswa. Dari daftar hadir dapat dibuat rekapitulasi training soft skill dari setiap mahasiswa. 2. Kendala apa saja yang dihadapi dalam
proses pelaksanaan Pendidikan Soft Skill tersebut di Politeknik LP3I Jakarta? Kendala yang sering ditemui dilapangan adalah bahwa keindahan aturan main dalam juknis tidak paralel dilapangan. Posisi soft skills yang tidak dikelola secara khusus atau sebuah badan seperti bahasa Inggris dan rumah Enterpreneur misalnya, membuat pelaksanaan soft skillssering diperlakukan sebagai “penggugur kewajiban saja”. Tak heran pelaksanaan soft skills selain ditentukan secara terburu-buru tanpa perencanaan yang mantap dan profesional berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran dan output. Menurut Pakar SDM, tahap-tahap Pelatihan dan Pengembangan (Werther& Davis 1996) haruslah melalui beberapa tahapan berikut secara ketat pula yaitu:
1. Analisis kebutuhan 2. Penetapan tujuan pelatihan dan
pengembangan 3. Penyusunan isi program 4. Penerapan prinsip-prinsip pembelajaran 5. Pemilihan metode pelatihan dan
pengembangan 6. Evaluasi pelatihan dan pengembangan
Pertanyaannya, mungkinkah tahapan di atas dilakukan secara optimal tanpa dukungan sumber daya dan sumber dana yang memadai. Belum lagi, jika pelaksanaan training soft skill jika dianalisis berdasarkan prinsip pembelajaran.
29
JURNAL LENTERA BISNIS
Prinsip-PrinsipPembelajaran 1. Partisipasi 2. Pengulangan 3. Relevansi 4. Kecepatan transfer 5. Umpan balik Padahal melihat Vital dan strategisnya soft skills sebagai pengungkit kesuksesan, semestinya menjadi prioritas bagi manajemen LP3I. Pengembangan soft skills tidak akan optimal bila hanya dilakukan melalui pelatihan, seminar dan workshop saja. Pengembangan soft skills harus dipraktekkan berulang-ulang dan didampingi oleh mentor. Hal lain yang juga tampak dilapangan dalam pelaksanaan soft skillsadalah jumlah peserta pelatihan yang sangat besar jumlahnya antara 70 sampai 100 mahasiswa per -event, namun tidak didukung oleh sarana prasarana latihan yang memadai dan ruang gedung yang luas. Hal ini membuat pelatihan menjadi kurang ideal, dan tidak nyaman serta sangat melelahkan bagi narasumber yang mengisi acara serta membosankan bagi peserta. Kendala lain yang juga menjadi sebab soft skillkurang dapat ditularkan dengan baik adalah tiadanya modul khusus dalam setiap pelatihan. Modul pelatihan sangat tergantung dari pada narasumber. Padahal, pelatihan yang baik dan ideal menurut (Schuler & Jackson 2006, Mondy 2008) harus dipersiapkan dengan sebaikbaiknya, mendapatkan anggaran yang memadai serta dukungan manajemen puncak. Tanpa persiapan yang baik akan sulit mencapai tujuan pelatihan yaitu meningkatkan kinerja jangka pendek dan kompetensi guna mengantisi pasi kebutuhan masa depan organisasi yang terus berkembang dan berubah. Dalam waktu 2 sampai 3 pelatihan soft skills di Politeknik LP3I Jakarta, narasumber akan kesulitan melaksanakan prinsip di atas secara merata terhadap jumlah peserta yang besar sementara waktu terbatas.
VOL. 5 NO. 2 NOVEMBER 2016 / ISSN 2252-9993
3. Bagaimana solusi yang direkomendasikan untuk mengatasi hambatan atau kendala dalam proses pelaksanaan Pendidikan Soft Skill di Politeknik LP3I Jakarta? Sebagaimana dijelaskan di atas, sebagai kampus berorientasi kerja dan link and match dengan dunia usaha Politeknik LP3I Jakarta harus dapat merespons aspirasi dunia usaha yang memprioritaskan soft skills para pencari kerja. Dengan pengalaman puluhan tahun LP3I, tentu saja memiliki kemampuan men-delivery pengetahuan dan keahlian mahasiswa dibidang program studi yang diajarkan, tidak diragukan lagi. Namun bagaimana dengan pembinaan soft skills mahasiswanya yang harus adaptif dengan perubahan dan selaras dengan tuntunan human capital di dunia industri. Guna merespons perubahan tersebut, diperlukan tidak saja langkah besar dengan memperkuat posisi strategis dari soft skills di Politeknik LP3I Jakarta tetapi juga dukungan dari para pimpinan. Bahkan para pemimpin Politeknik LP3I Jakarta seharusnya memimpin langsung pengembangan soft skills, dibantu satu badan khusus sehingga pelaksanaan soft skills menjadi terpadu. Tugasnya Badan khusus tersebut, mulai dari merancang pelatihan, pembelajaran dan mentoring soft skills mahasiswa hingga berkomunikasi secara intensif dengan para pihak terkait bagi perbaikan berkesinambungan. Konten materi kurikulum soft skills pun perlu diselaraskan dengan perkembangan baru dibidang pengembangan diri dan juga selaras dengan perkembangan usia mahasiswa Politeknik LP3I Jakarta yang umumnya remaja. Secara khususpembelajaran soft skillsmelalui pelatihan dan workshop perlu pembenahan serius dari perencanaan, memilih narasumber yang tepat dan pelaksanaan pelatihan yang professional, memahami perkembangan psikologi remaja serta mampu menyampaikan materi secara menyenangkan bagi peserta pelatihan. Singkatnya mengikuti kaidah30
JURNAL LENTERA BISNIS
VOL. 5 NO. 2 NOVEMBER 2016 / ISSN 2252-9993
kaidah yang teruji yang secara singkat digambarkan pada tabel desain pelatihan berikut ini.
2.
Dengan penerapan tahapan-tahapan diatas secara disiplin, narasumber akan mengetahui percis apa yang menjadi kebutuhan mahasiswa dalam hal pengembangan dirinya pada semester satu. Lalu bagaimana cara membantu para mahasiswa baru tersebut, agar mampu mengelola waktu dan seterusnya tentu membutuhkan perencanaan yang matang dan perancangan pelatihan yang tepat hingga pembimbingan.Tentu saja tugas itu tidak bisa dilakukan secara amatiran, tetapi juga membutuhkan SDM yang ahli dan handal, juga waktu yang cukup dan apatah lagi mengingat jumlah mahasiswa Politeknik LP3I Jakarta yang berjumlah sekitar ribuan mahasiswa yang harus mengikuti pendidikan soft skills setiap tahun.
3.
dengan perubahan dunia industri beberapa perusahaan mulai mengeluhkan kinerja beberapa alumni Politeknik LP3I Jakarta terutama tentang daya juang saat bekerja, kemampuan interpersonal skills dan manajemen diri. Kendala-kendala Pada Proses Pendidikan Soft skills di Politeknik LP3I Jakarta terjadi terutama karena banyak birokrasi yang harus ditempuh dalam melakukan suatu kegiatan dan padat nya jadwal kegiatan di Kampus serta keterbatasan SDM penyelenggara soft skill di kampus pengembangan Politeknik LP3I Jakarta. Solusi dalam penanganan soft skills di Politeknik LP3I Jakarta adalah perlunya dibentuk satu badan khusus yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan soft skill di Politeknik LP3I Jakarta yang bertugas merencanakan pelatihan dan mentoring, memperbaiki modul, melaksanakan pendampingan dan mentoring mahasiswa serta melaksanakan soft skills yang lebih fun dan berkualitas serta menemukan instruktur yang tepat dan kompeten dalam mengisi kegiatan soft skill tersebut.
SARAN KESIMPULAN 1.
Proses pelaksanaan pendidikan soft skill di Politeknik LP3I Jakarta sudah berjalan sistemik setiap semester dengan mengacu kepada juknis LP3I tahun 2011. Sejak saat itu, telah dilakukan perbaruan. Namun demikian secara umum soft skilldi Politeknik LP3I Jakarta telah berhasil memukau ribuan perusahaan di Indonesia dan mempekerjakan alumni Politeknik LP3I Jakarta bahkan ratarata 85% sudah bekerja bahkan sebelum wisuda. Namun seiring
Pendidikan Softskill di Politeknik LP3I Jakarta mempunyai fungsi yang strategis dalam menyiapkan karakter mahasiswa sehingga mampu bersaing dengan kompetitor lainnya bahkan yang berasal dari warga dari bangsa lainnya di era MEA saat ini. Dalam upaya meningkatkan fungsinya tersebut, pelaksanaan soft skills memerlukan proses pelaksanaan yang terpadu, berkesinambungan dan karena itu perlu dikelola untuk sebuah tim profesional.
31
JURNAL LENTERA BISNIS
Program ini juga perlu melihatkan tiga pihak yaitu mahasiswa melalui UKM secara partisipasipatif, tim dosen PD atau para narasumber atau praktisi dari dunia usaha sebagai pengguna akhir dari lulusan LP3I. Pelaksanaan soft skill juga harus terintegrasi mulai dari pelaksanaan PSPL dimana pada saat itu dilakukan proses penanaman visi-misi dan perubahan mindset, lalu dilanjutkan dengan pendidikan pengembangan diri, serta motivasi setiap 10 menit diawal kuliah oleh setiap dosen, serta pelaksanaan manajemen waktu secara mandiri oleh mahasiswa lalu diikuti dengan kedisiplinan mengisi agenda harian (berisi kegiatan kuliah dan aktivitas sosial dan karir). Perubahan kultur pun harus diupayakan guna mendukung pembinaan soft skills mahasiswa.
VOL. 5 NO. 2 NOVEMBER 2016 / ISSN 2252-9993
EdisiKesepuluh (terjemahan), Jakarta: PenerbitErlangga. Panduan Pengembangan Soft Skills Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta Prijosaksono, Ari wibowo dan Roy Sembel, Self Management Series, Dont Let Any Body Or Anything Control Your Life, Aplikasi Praktis Manajemen Diri dalam Kehidupan Sehari-hari, Jakarta, Sinar Harapan, 2003. Putra, Bayu Airlangga, Handout Pelatihan dan Pengembangan untuk perkuliahan Manajemen SDM di FE Universitas Narotama. SOP
DAFTAR PUSTAKA Direktorat Akademik, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Pengembangan soft skills dalam proses Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Fluer Davies, Makalah Seminar Nasional “meningkatkan kualitas Sumber daya manusia, Program Pasca Sarjana Doktor (S3), PP. SDM, 1 Juni 2016. Kouzes & Posner A Leader’s LegacyMenjawab Tantangan Pemimpin Masa Depan, 2007, Jakarta, Bhuana Ilmu Populer Michalko, Michael, 2001. Cracking Creativity the Secrets of Creative Genius Business, Education, & Personal, Yogjakarta, Andi. Mondy, R.W., 2008, ManajemenSumberDayaManusia,
pendidikan OP-PDK-11-26 Pelaksanaan Training Soft skill, PetunjukTeknis No. 3 tahun 2013 BAB XXIII Training PembentukaKarakterMahasiswa (Training Soft skill)
Schuler, R.S. & Jackson, S.E., 2006, Human Resource Management, International Perspective, Mason: Thomson South-Western. Sutanto, Jusuf, 2007, Kearifan Timur dalam Etos Kerja dan seni Memimpin, Jakarta, Kompas. Wahyu Widhiarso, Dosen Fakultas Psikologi UGM Bagian Pendidikan dan Psikometri, Evaluasi Soft Skills Dalam Pembelajaran, Makalah Disampaikan pada Kegiatan Seminar dan Sarasehan “Evaluasi Pembelajaran Mata Kuliah Umum Kependidikan” di FIP UNY tanggal 14 Februari 2009. Werther, W.B. & Davis, K., 1996, Human Resources and Personnel th Management, 5 Ed., Boston: McGraw-Hill. 32
JURNAL LENTERA BISNIS
VOL. 5 NO. 2 NOVEMBER 2016 / ISSN 2252-9993
Yusuf, Syahrial dan DH. Ismail Alfaruqi, 9 Kebiasaan Manusia Superbahagia, 2013, Jakarta, Lentera Ilmu Cendekia.
33