PELAKSANAAN BUDAYA DEMOKRASI DALAM PEMILIHAN KETUA HMJ HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN UNIVERSITAS NEGERI MALANG
SKRIPSI
OLEH HENDRA IRAWAN NIM 106811400214
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Mei, 2010
PELAKSANAAN BUDAYA DEMOKRASI DALAM PEMILIHAN KETUA HMJ HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN UNIVERSITAS NEGERI MALANG
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Negeri Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
OLEH HENDRA IRAWAN NIM 106811400214
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Mei, 2010
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi oleh Hendra Irawan ini Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji Malang, 14 Mei 2010 Pembimbing I
Drs. H. Suparman Adi Winoto, SH., M.Hum NIP: 19540410 198003 1 002
Malang, 14 Mei 2010 Pembimbing II
Drs. Margono, M.Pd., M.Si NIP: 19610518 198701 1 001
T0; T0; Ba’ dan Ma’ (My Hero) Ba’Ma’, yang senantiasa memberikan motivasi bisu, namun kudapat membaca semua kebisuan itu. Kalian pahlawan tanpa tanda jasa yang sejati. Ntah kapan ku bisa membalas semua tetesan keringat, tetesan air mata, mata, lelah dan letih letih selama membiayai kuliah ini. ini. Ku tahu ini tak seberapa bagi sebagian orang tertentu. Tapi ini melebihi biasa bagi seorang anak kampong. Tak tahu dengan apa aku harus membayar semua itu. Rasanya Rasanya tak cukup hanya mendengarkan, mentati menjalankan semua nasehatmu atau mendoakan kalian. kalian. Saat ini aku hanya bisa menjawab keraguan semua orang tentang kondisi keluarga kita, saat ini anakmu hanya bisa memberikan keyakinan bahwa orang seperti kita juga bisa bermimpi dan meraih mimpi itu, yang dalam perjalanannya laksana mengibarkan bendera di medan perang. Maafkan jika semua itu belum cukup menebus dan belum bisa membayar apa yang telah dipersembahkan Ba’Ma’, Ba’Ma’, ku yakin ini sungguh sungguh belum setimpal dengan yang yang kalian lakukan untukku. untukku. Walaupun ini terkesan berlebihan bagi sebagian orang. Saat Saat ini, ini, hanya sebuah tumpukan kertas yang bisa kupersembahkan untuk kalian. kalian. Tumpukan kertas yang kurangkai selama satu semester, tumpukan kertas yang melelehkan semangat, dan mengalirkan keringat demi sebuah harapan dan membungkam coletehan banyak orang di sekitar kita. Ba’Ma’ terimkasih atas semua yang telah kalian berikan selama ini. Ku yakin atas doa dan restu kalian serta izin Allah bisa menjadi yang terbaik diantara yang terbaik. T0: T0: SaudaraSaudara-Saudaraku Kak Wan, Yuk Anita, Yuk Wita, Adikku Moko, Adikku Efran, Adikku Wefi. Kerja keras keras dan atas bantuan kalian ku bisa mencapai apa yang diamanahkan Ba’Ma’ selama 4 tahun ini. Ku tahu dan sadar kalian semua telah memberikan sumbangan sumbangan tenaga, pikiran, semangat dan materi yang tak sanggup untuk ku hitung. Ntah kapan ku bisa membayar semua itu. LagiLagi-lagi ku harus mengulang semua pernyataanku. Detik ini selama 4 tahun kebersamaan kita terjarak, selama itu pula kalian terus mensupport mensupport tanpa henti. Dan selama 4 tahun hanya tumpukan buku yang tercoret oleh sebuah tinta yang mungkin bagi kalian tak begitu berguna, tetapi inilah yang bisa ku berikan kepada kalian. Terimaksih atas amanah yang telah diberikan. Jasa baik kalian semua tak akan hilang. Ku berjanji akan menjadi apa yang selama ini kalian harapkan dari 4tahun samaama-sama Ba’Ma’ membiayai dan mendoakanku hingga pada saat ini kuraih gelar Sarjana. Semoga jasajasa-jasa
itu yang membuatku berhutang Budi pada kalian semua. Atas doa dan restu AllahAllah-lah aku bisa membalas hutang budi itu, yang aku sendiri tak tahu kapan itu akan akan lunas. Tapi itu tak akan begitu gampang tergelam. To; To; Keponakan Skripsi ini ku persembahkan buat ponakanku yang masih bergelut di dunia pendidikan. Eti Sapitri, Sucil, Icha, Shinta, Kapri, Boby, Ryan, Ralek, Island an Iswan..Buat kalian semua tetap menapak menapak masa depan dengan wajah cerah dan pernuh senyum. Walaupun mungkin keadaan kita tidak mendukung. Bermimpilah seindah mungkin, bercitabercita-citalah setinggi setinggi mungkin karena kalian hidup untuk mengejar citacita-cita. Orang hidup tanpa cita, atau takut bercitabercita-cita ibarat mayat yang berjalan, tanpa arah dan tujuan. Yakinlah kehidupan kalian sekarang tak selamanya begini. Jika kalian kaya sekarang itu bukan milik kalian dan tidak abadi. Jangan terlena karena keadaan sekarang, roda terus berputar. Jika yang sekarang kondisi kondisi ekonomi kurang kurang menjanjikan jangan pesimis. Jika Jika kesempatan untuk diwarisi ilmu lebih terbuka, raihlah itu. Banyak contoh orang yang diwarisi harta, ketika tua malah keluarga menjadi pecah. Kita harus keluar dari keadaan sekarang, untuk masa depan kita kita kelak dan keluarga keluarga kita..selamat belajar dan bercitabercita-cita!
SENI HIDUP BERFIKIRLAH PADA HATIMU TENTANG HARI INI.. BERDAMAILAH PADA PIKIRANMU TENTANG HARI INI.. ADA SEBUAH MAKNA YANG HARUS KAU RENUNGKAN.. ADA SEBUAH KARUNIA YANG HARUS SYUKURI.. TENTANG BERJUTA HARI YANG T’LAH LALUI.. TENTANG BERBAGAI ASA YANG TERAIH.. TENTANG TAWA YANG TERURAI LEPAS.. TENTANG CERITA-CERITA YANG TELAH ADA.. BAHKAN… TENTANG DUKA YANG MENGGORES PERIH.. TENTANG AIR MATA YANG TELAH TUMPAH.. TENTANG ASA YANG KANDAS.. TENTANG KHAYAL YANG MELAYANG.. DAN TENTANG CITA YANG TERAMPAS, KARENA SEMUA ITU ADALAH KARUNIA.. SEMUA ITU ADALAH UJIAN.. KARENA SEMUA ITU ADALAH HIDUP.. ITULAH WARNA HIDUP, ITULAH CERMINAN DIRI SEBUAH BUKTI BAHWA HIDUP INI TAK SELALU BERJALAN DENGAN RENCANA KITA, BUKTI BAHWA TUHAN PUNYA RENCANA.. BERSYUKURLAH KARENA MASIH ADA HARI INI, DAN BERBAHAGIALAH KARENA MASIH ADA HARI INI…
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
Skripsi oleh Hendra Irawan ini Telah dipertahankan di depan dewan penguji Pada tanggal 26 Mei 2010 Dewan Penguji
Prof. Dr. H. Sukowiyono, SH., MH., NIP: 19540501 197903 1 002
Ketua
Drs. H. Suparman Adi Winoto, SH., M.Hum., NIP: 19540410 198003 1 002
Anggota
Drs. Margono, M.Pd., M.Si., NIP: 19610518 198701 1 001
Anggota
Mengetahui, Ketua Jurusan PPKn
Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Drs. I Ketut Diara Astawa, SH., M.Si NIP 19540522 198203 1 005
Prof. Dr. Haryono, M.Pd NIP. 19631227 198802 1 001
ABSTRAK
Irawan, Hendra. 2010. Pelaksanaaan Budaya Demokrasi dalam Pemilihan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang. Skripsi Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (1) Drs. H. Suparman Adi Winoto, SH., M.Hum. (2) Drs. Margono M.Pd., M.Si Kata Kunci: Budaya Demokrasi, HMJ, Proses penetapan calon, Sosialisasi, Pemilihan, Penetapan ketua, Pelantikan, Sikap. Kampus merupakan ladang mencari pengetahuan dan pengalaman bagi mahasiswa. Mahasiswa sebagai agent of change harus membekali dirinya dengan terlibat dalam kegiatan-kegiatan keorganisasian yang ada di kampus. Salah satu organisasi yang ada di tingkat jurusan adalah Himpunan Mahasiswa Jurusan atau sering disingkat HMJ. Sebagai organisasi, HMJ setiap tahunnya selalu ada pergantian ketua. Ketua HMJ dipilih langsung oleh mahasiswa jurusan. Dalam pemilihan tersebut perlu kiranya menerapkan budaya demokrasi pada setiap pemilihan ketua organisasi mahasiswa khususnya Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mendeskripsikan proses penetapan calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan, (2) Untuk mendeskripsikan proses sosialisasi calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan, (3) Untuk mendeskripsikan proses pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan, (4) Untuk mendeskripsikan proses penetapan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan, (5) Untuk mendeskripsikan proses pelantikan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan, (6) Untuk mendeskripsikan sikap calon yang menang dan calon yang kalah. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Subjek penelitiaanya adalah pembina HMJ, Ketua DMF, Ketua KPU dan anggotanya, calon yang menang dan calon yang kalah, pemilih (nahasiswa) dan pengurus HMJ. Adapaun tahapan pengumpulan data yang dipergunakan adalah observasi partisipasif, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data dengan menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian yang diperloleh dari penelitian ini adalah (1) budaya demokrasi yang ada dalam proses penetapan calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan yaitu (a) musyawarah; (b) persamaan hak; (c) politik bersih; dan (d) taat pada aturan yang berlaku. (2) budaya demokrasi dalam proses sosialiasi calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan adalah: (a) persamaan hak; (b) solidaritas; (c) toleransi; (d) kejujuran; (e) adab yang terpuji. (3) budaya demokrasi dalam proses pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan yaitu: (a) persamaan hak terhadap seluruh mahasiswa; (b) menghargai hak orang lain; (c) menghargai kebebasan orang lain dalam menentukan pilihan terhadap dua kandidat yang ada; (d) mentaati aturan yang telah dibuat; (e) adanya partisipasi
i
mahasiswa dalam pemilu. (4) budaya demokrasi dalam penetapan ketua HMJ terpilih adalah: (a) keterbukaan atau transparansi; (b) kejujuran; dan (c) kosisten dalam menjalankan prosedur yang berlaku, sehingga keputusan dalam penetapan calon terpilih tersebut tidak menimbulkan kontroversi dari masing-masing kandidat. (5) budaya demokrasi dalam pelantikan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan yaitu: (a) taat pada aturan; dan (b) persamaan dan solidaritas. (6) budaya demokrasi yang mencerminkan sikap calon yang menang dan calon yang kalah adalah: sikap calon yang menang yang mecerminkan budaya demokrasi yaitu: (a) tidak merayakan kemenangan dengan berlebihan; (b) tidak menunjukan sikap arogan atau emosional atas kemenangan; dan (c) tidak bersikap pamer kepada yang calon yang kalah. Sikap yang kalah yang mencermin budaya demokrasi yaitu (a) tidak anarkhis; (b) tidak menunjukan protes yang berlebihan; dan (c) kedewasaan dalam menerima kekalahan atau tidak arogan. Dari penelitian ini saran yang diajukan peneliti yaitu: (1) KPU sebagai penyelenggara harus berani membuat perubahan dalam mensosialisasikan agenda pemilu. Pertama, masing-masing jurusan harus dipasang spanduk atau banner yang berukur besar. Kedua, perlu melibatkan HMJ yang lama dan jurusan dalam rangka sosialisasi tersebut. Ketiga, perlu ada acara yang sifatnya menghibur akan tetapi substansinya sosialisasi, dengan cara KPU bekerjasama dengan HMJ masing-masing. (2) terkait model kampanye untuk kandidat KPU harus berani membuat perubahan. Terobosan yang harus dilakukan KPU adalah: Petama, kampanye ke kelas-kelas tetap ada tetapi diadakan model kampanye terbuka. KPU dan HMJ bekerjasama untuk menyelenggarakan kampanye terbuka,. Kedua, perlu ada debat terbuka untuk mengiformasikan kepada mahasiswa tentang kompetensi masing-masing kandidat. Ketiga, kampanye lisan membolehkan para kandidat untuk memasang banner, spanduk, atau baliho yang berukur besar di lingkungan jurusan, sehingga nuansa pemilu sangat ramai dengan banyaknya iklan-iklan tersebut. Keempat, visi misi yang dibangun oleh kandidat haruslah menyentuh kepentingan mahasiswa jurusan, sehingga dapat membawa perubahan yang bermanfaat. (3) letak bilik suara yang satu dengan bilik yang lainnya harus berjauhan, karena jika berdekatan seperti pada pemilu yang sudah berlangsung akan memberikan ruang kepada pemilih yang satu dengan yang lainnya untuk berdiskusi menentukan pilihan salah satu kandidat dan kehadiran panwaslu harus tepat waktu dan ketegasan panwaslu di lapangan harus ditunjukan.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdullilah hirobbil’alamin. Segala puja dan puji penulis sampaikan kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat, pencerahan lahir dan batin. Allah SWT yang tidak pernah henti-hentinya mendengarkan segala keluhan dan memberikan kecerdasan dalam berpikir dan bertindak. Sujud syukur penulis lakukan atas selesainya skripsi ini tepat pada waktunya sebgaimana harapan penulis. Dengan demikian purnalah tugas penulis sebagai mahasiswa. Sholawat serta salam tidak lupa disampaikan kepada junjungan Nabi akhir zaman Muhammad SAW. Berkat perjuangan dan jasa beliau sehingga manusia mengalami kemajuan dan merasakan nikmatnya perdamaian. Terima kasih kepada kedua orang tua, saudara-saudara dan keponakankeponakanku yang selalu memberikan semangat, menghibur, dukungan materil dan moril kepada penulis. Semangat dan motivasi yang tidak pernah surut didengungkan sehingga penulis tidak pernah putus asa dalam menggali dan mencari data-data dalam menyelesaikan skripsi. Doa dan kerja keras orang tua yang mampu memompa semangat penulis sehingga tidak ada sedikit pun untuk mengeluh apalagi mundur dalam menyelesaikan skripsi. Ayah dan Bunda semoga amal dan ibadah diterima di sisi Allah SWT. Terima kasih juga penulis haturkan kepada Ibu dan Bapak selaku orang tua yang telah memberikan banyak kasih dan memberikan bimbingan dalam membentuk kepribadian penulis. 1. Bapak Prof. Dr. Haryono, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial.
iii
2. Bapak Drs. Ketut Diara Astawa, SH, M.Si selaku ketua jurusan Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan yang selalu memberikan kemudahan dalam proses penulisan skripsi ini. 3. Bapak Drs. H. Suparman Adi Winoto, SH., M.Hum selaku dosen pembimbing I dan sekaligus Penasehat Akademik (PA). 4. Bapak Drs. Margono, M.Pd, M.Si. selaku dosen pembimbing II. 5. Sang masa depanku kelak, Novita Yanti. Terimkasih ya Ma, tanpa henti memberikan semangat dikalah drof maupun senang. Selalu jadi korban ketika Beibh lagi pusing dan capek. Semua kebaikan tetap beibh inget dicatan yang tak mungkin lupa. Moga tetap menjadi orang yang sabar 6. Teman-temanku mahasiswa Hukum dan kewarganegaraan angkatan 2006, khususnya Off A dan B , (Aan, Dinar, Anita, Fita, Farida, Ratna, Ida, Kak Sika, Tya, Christy, Ira, Devi, Hanafi dan Dhita) dan lainnya yang tak bisa saya sebutkan satu persatu. Atas dorongan serta semangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga kalian tetap ingat akan kenangan selama 4tahun. 7. Terimakasih kepada kawan-kawan HMI semua angkatan (Viki, Bambang, Shunu, Ager, Ken Anis, Dian Dwi, Dian Vindi, Risa, Mia, Yuni, Majid, dan lain-lain. Kawan-kawan Angkatan 2008, 2009, saya bangga atas semangat kekeluargaan yang melekat, semoga ini bukan menjadi perpisahan kita untuk selamanya, amien. 8. Ketua dan Anggota KPU FIP, (Fikri, Anwar, Eri, Tyas, Reno dan Diana) Ketua DMF FIP (Bambang Didyo), para informan, para kandidat (Mi’roj
iv
dan Farijal) yang telah bersedia dan membantu mengumpulkan data, jasa baik kalian tetap tertulis disanubari. Penulis yakin skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, sehingga masukan dan kritik akan selalu penulis harapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam proses pembuatan skripsi ini penulis melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun tidak sengaja. Semoga Allah SWT mengampuni kesalahan yang telah kita lakukan dan berkenan untuk selalu menunjukkan jalan yang benar.
Malang, Mei 2010
Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK....................................................................................................................... i KATA PENGANTAR.................................................................................................... iv DAFTAR ISI................................................................................................................... vi DAFTAR TABEL........................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR...................................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................................................................ 11 C. Tujuan................................................................................................................... 12 D. Manfaat Penelitian............................................................................................... 13 E. Definisi Istilah...................................................................................................... 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Demokrasi 1. Pengertian Demokrasi.................................................................................... 16 2. Tipe-tipe Demokrasi....................................................................................... 20 3. Pengertian Budaya Demokrasi....................................................................... 27 4. Pelaksanaan Budaya Demokrasi.................................................................... 34 B. Proses Demokrasi 1. Proses Penetapan Calon................................................................................. 47 2. Proses Sosialisasi............................................................................................ 51 3. Proses Pemilihan............................................................................................ 54 4. Proses Penetapan dan Pelantikan................................................................... 61 5. Sikap Calon yang Menang dan Calon yang Kalah ……………………….. 64 C. Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) 1. Pengertian HMJ.............................................................................................. 67 2. Fungsi dan Tugas HMJ................................................................................... 68 3. Tujuan HMJ................................................................................................... 69 vi
4. Dasar Hukum HMJ........................................................................................ 70 5. Wewewnang dan Tanggung Jawab HMJ........................................................ 71 6. Perangkat HMJ............................................................................................... 71 D. HMJ Hukum dan Kewarganegaraan.................................................................... 72 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian........................................................................... 77 B. Kehadiran Peneliti................................................................................................ 79 C. Lokasi Penelitian.................................................................................................. 80 D. Jenis Data dan Sumber Data................................................................................ 81 E. Prosedur Pengumpulan Data................................................................................ 84 F. Teknik Analisis Data............................................................................................ 90 G. Pengecekan Keabsahan Penemuan Data.............................................................. 92 H. Tahap-Tahap Penelitian....................................................................................... 97 BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data 1. Gambaran Umum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan a. Sejarah Jurusan.................................................................................. 102 b. Visi, Misi dan Tujuan......................................................................... 105 c. Keabsahan dan Organisasi................................................................. 106 d. Ketenagaan dan Sarana Pendidikan................................................... 107 e. Kompetensi Lulusan........................................................................... 109 f. Struktur Program Kurikulum............................................................. 110 2. Proses Penetapan Calon Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a. Dasar Hukum...................................................................................... 111 b. Penetapan Persyaratan Bakal Calon................................................... 113 c. Persyaratan Bakal Calon.................................................................... 114 d. Pencalonan Ketua HMJ...................................................................... 116 3. Proses Sosialisasi Ketua HMJ Hukum dan Kewaganegaraan a. Dasar Hukum..................................................................................... 117 b. Sosialisasi.......................................................................................... 119 c. Sanksi terhadap yang Melanggar....................................................... 121
vii
4. Proses Pemilihan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a. Dasar Hukum...................................................................................... 122 b. Pemungutan Suara............................................................................. 124 c. Tata Cara Pemungutan Suara............................................................. 128 5. Proses Penetapan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a. Dasar Hukum..................................................................................... 130 b. Proses Perhitungan Suara................................................................... 131 c. Penetapan........................................................................................... 133 6. Proses Pelantikan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a. Dasar Hukum...................................................................................... 134 b. Pelantikan........................................................................................... 134 7. Sikap Calon yang Menang dan Calon yang Kalah................................... 136 a. Sikap Calon yang Menang................................................................. 137 b. Sikap Calon yang Kalah..................................................................... 138 B. Temuan Penelitian 1. Proses Penetapan Calon Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a. Dasar Hukum...................................................................................... 139 b. Penetapan Persyaratan Bakal Calon................................................... 139 c. Persyaratan Bakal Calon.................................................................... 140 d. Pencalonan......................................................................................... 141 2. Proses Sosialisasi Calon Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraa a. Dasar Hukum...................................................................................... 142 b. Sosialisasi........................................................................................... 143 c. Sanksi terhadap yang Melanggar....................................................... 143 3.
Proses Pemilihan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a. Dasar Hukum..................................................................................... 144 b. Pemungutan Suara.............................................................................. 145 c. Tata Cara Pemungutan Suara............................................................. 146
4. Proses Penetapan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a. Dasar Hukum...................................................................................... 147 b. Proses Perhitungan............................................................................. 147 c. Penetapan............................................................................................ 148 5. Proses Pelantikan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a. Dasar Hukum...................................................................................... 149 viii
b. Pelantikan........................................................................................... 149 6. Sikap Calon yang Menang dan Calon yang Kalah a. Sikap Calon yang Menang.................................................................. 150 b. Sikap Calon yang Kalah..................................................................... 150 BAB V PEMBAHASAN A. Proses Penetapan Calon Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan.................. 158 B. Proses Sosialisasi Calon Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraa................................................................................................... 160 C. Proses Pemilihan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan............................ 164 D. Proses Penetapan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan ………............... 169 E. Proses Pelantikan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan ………............... 171 F. Sikap Calon yang Menang dan Calon yang Kalah............................................... 172 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan........................................................................................................... 175 B. Saran..................................................................................................................... 177 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 180
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Tabel 4.1
Halaman : Jumlah Mahasiswa Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan tahun 2006-2009……..................
108
Tabel 4.2
: Jenis dan Skor Pelanggaran.......................................
123
Tabel 4.3
: Rekapitulasi Perhitungan Suara.................................
134
Tabel 4.4
: Ringkasan Temuan Penelitian...................................
151
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
Gambar 2.1 : Struktur Organisasi HMJ Hukum dan Kewarganegaraan………………....................................
76
Gambar 4.1 : Struktur Organisasi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan……………………………………....
111
Gambar 4.2 : Pamflet Calon Nomor 1……………………………....
120
Gamabar 4.3 : Pamflet Calon Nomor 2.................................................
120
Gambar 4.4 : Bilik Suara............ ………………...............................
128
Gambar 4.5 : Kertas suara...................................................................
129
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
Lampiran 1
: Foto-Foto selama proses pemilihan…………....
184
Lampiran 2
: Surat izin penelitian kepada Ketua Jurusan…....
187
Lampiran 3
: Surat izin penelitian kepada Pembina HMJ…...
188
Lampiran 4
: Pedoman wawancara ………………….............
189
Lampiran 5
: Format konsultasi penyusunan Skripsi………………...........................................
191
Lampiran 6
: Pernyataan keaslian tulisan.................................
194
Lampiran 7
: Daftar Riwayat Hidup........................................
195
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem demokrasi di Indoensia sudah mengalami kemajuan yang pesat. Kemajuan itu dapat dilihat dari adanya pemilihan presiden secara langsung. Bahkan tidak hanya pada pemilihan presiden saja, pemilihan Kepala Daerah juga menggunakan sistem pemilihan secara langsung. Hal ini tentunya sangat jauh berbeda ketika dibandingkan 32 di bawa rezim Orde Baru. Sistem demokrasi pada masa pemerintahan Soeharto masih sangat tertutup. Bisa dikatakan pada masa itu tidak ada kebebasan. Trias politica tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pihak eksekutif sangat berkuasa, mengintervensi yudikatif dan juga legislatif. Padahal eksekutif tidak boleh mencampuri urusan yudikatif terlebih lagi mendikte lembaga ini. Begitu juga sebaliknya pihak yudikatif tidak ada hak untuk mencampuri urusan eksekutif. Ekskutif, legislatif dan yudikatif harus berjalan sesuai dengan relnya masing-masing. Jika kita lihat sekarang ketiga lembaga tersebut sudah berjalan sebagaimana mestinya. Tentunya ini kemajuan yang sangat besar. Ada banyak pendapat yang mencuat bahwa sistem demokrasi telah tumbuh dan berkembang di Indonesia. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Pri Sulisto (dalam Ulhak, 2009:1): Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat demokrasi di kawasan Asia, berkat keberhasilan mengembangkan dan melaksanakan sistem demokrasi negara Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara-negara di kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa diantaranya masih diperintah dengan ‘tangan besi’, selain itu Indonesia juga bisa menjadi contoh, bahwa pembangunan sistem demokrasi dapat berjalan seiring dengan upaya pembangunan ekonomi.
1
2
Keberhasilan Indonesia melaksanakan pemilihan umum secara langsung pada tahun 2004 tentunya adalah sebuah prestasi yang besar. Walaupun itu tidak diikuti dengan keberhasilan pada pemilihan umum pada tahun 2009, karena adanya permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) tetapi pemilihan itu berjalan aman dan tentram. Pemilihan umum pada tahun 2004 mengantarkan Indonesia sebagai negara terdemokratis ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan India. Sebagaimana dinyatakan oleh Muhammad Nasih (2009): Pemilu 2004 diakui oleh dunia sebagai pemilu yang paling rumit berhasil diselenggarakan dengan sukses, tanpa setetes darah pun yang terjatuh. Keberhasilan Pemilu 2004 membuat Indonesia memperoleh gelar sebagai negara terdemokratis ketiga setelah Amerika dan India. Kedewasaan
rakyat dalam
mengikuti pemilihan
umum
patut
diapresiasi. Dengan kedewasaan ini tentunya menjadi modal bagi bangsa ini untuk tetap konsisten dalam menjalankan sistem demokrasi yang sudah ada. Untuk menjaga konsistensi tersebut dibutuhkan kedewasaan masyarakat dalam memahami makna demokrasi. Masyarakat harus benar-benar paham apa itu demokrasi, apa itu pemilihan umum, bukan hanya sekedar mencoblos, sehingga sistem demokrasi di Indonesia pada akhirnya berjalan demokrasi substansial bukan demokrasi permukaan. Menurut Porter (dalam Sumitro, 2000:146) demokrasi substansial merupakan pendalaman demokrasi di mana semua warga negara mempunyai akses yang mudah pada proses pemerintahan dan suara dalam pengambilan keputusan secara kolektif. Demokrasi substantif menaruh perhatian pada berkembangnya kesetaraan dan keadilan, kebebasan sipil dan hak asasi manusia, pendek kata adanya partisipasi murni dalam pemerintahan oleh mayoritas warga negara.
3
Sosialisasi kepada masyarakat akhirnya menjadi sebuah keharusan demi lestarinya sistem demokrasi di Indonesia. Lingkungan keluarga harus menjadi pilar utama dalam mensosialisasikan hal tersebut. Menurut Rush dan Phillip yang diterjemahkan oleh Kartini Kartono (2005:67) bukti yang diperoleh mengenai peranan keluarga dalam sosialisasi politik menyatakan, bahwa anak-anak itu secara keseluruhan dipengaruhi oleh lingkungan, secara tidak langsung. Keluarga itu menyajikan dan juga merupakan bagian dari lingkungan yang bisa menghasilkan perolehan pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap tertentu secara umum dianut oleh keluarga tadi. Untuk mensosialisasikan itu harus menyentuh semua lapisan masyarakat. Dalam artian tidak hanya masyarakat-masyarakat yang sudah ada (baku) tapi masyarakat regenarasi. Masyarakat regenerasi yang dimaksudkan adalah masyarakat yang selama ini masih belum berstatus sebagai masyarakat murni. Masyarakat regenerasi ini adalah mereka yang masih menempuh jenjang pendidikan misalnya sekolah atau kuliah. Bagi yang menempuh jenjang pendidikan di sekolah atau masih kuliah (mereka yang kuliah strata satu) misalnya perlu disosialisasikan tentang sistem demokrasi secara benar. Sebab dalam demokrasi ada tiga aspek yang perlu mendapatkan perhatian dalam rangka memantapkan pertumbuhan dan perkembangan sistem demokrasi. Pertama, pembaharuan dan transformasi budaya politik. Kedua, mengfungsionalkan lembaga-lembaga politik secara maksimal sesuai dengan ideologi dan konstitusi dan ketiga menyangkut partisipasi masyarakat yang sehat, wajar, merata bertanggung jawab. Artinya untuk membentuk dan
4
menanamkan kepada masyarakat ketiga aspek tersebut butuh pengenalan sejak dini kepada masyarakat. Budaya berasal dari kata budi (akal) dan daya (kemampuan) yang berarti kemampuan akal manusia. Sedang demokrasi berasal dari demos dan kratos artinya
rakyat dan pemerintahan. Jadi budaya demokrasi, dapat
diartikan sebagai pola pikir, pola sikap, dan pola tindak warga masyarakat yang sejalan dengan nilai-nilai kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan antar manusia yang berintikan kerjasama, saling percaya, menghargai keanekaragaman, toleransi, kesamaderajatan, dan kompromi. Budaya demokrasi merupakan salah satu bentuk pelaksanaan budaya politik, sehingga dengan demikian secara tidak langsung budaya demokrasi adalah pola tingkahlaku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik, (Kantaprawira, 1992:25). Budaya demokrasi dibentuk oleh unsur-unsur demokrasi. Unsur-unsur Budaya demokrasi antara lain: pertama, kebebasan. Kebebasan adalah keleluasaan untuk membuat pilihan terhadap beragam pilihan atau melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk kepentingan bersama atas kehendak sendiri tanpa ada tekanan dari pihak manapun, bukan kebebasan untuk melakukan hal tanpa batas. Kebebasan harus digunakan untuk hal yang bermanfaat bagi masyarakat, dengan cara tidak melanggar aturan yang berlaku. Kedua, persamaan. Tuhan menciptakan manusia dengan harkat dan martabat yang sama. Dalam masyarakat manusia memiliki kedudukan yang sama di depan hukum, politik, mengembangkan kepribadiannya masing-masing, sama haknya untuk menduduki jabatan pemerintahan. Ketiga, solidaritas, adalah
5
kesediaan untuk memperhatikan kepentingan dan bekerjasama dengan orang lain. Solidaritas sebagai perekat bagi pendukung demokrasi agar tidak jatuh ke dalam perpecahan. Keempat, toleransi adalah sikap atau sifat toleran. Toleran artinya bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan kelakuan) yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri. Kelima, menghormati kejujuran, adalah keterbukaan untuk menyatakan kebenaran agar hubungan antar pihak berjalan baik dan tidak menimbulkan benih-benih konflik dimasa depan. Keenam, menghormati penalaran adalah penjelasan mengapa seseorang memiliki pandangan tertentu, membela tindakan tertentu dan menuntut hal serupa dari orang lain. Kebiasaan memberi penalaran akan menumbuhkan kesadaran bahwa ada banyak alternatif sumber informasi dan ada banyak cara untuk mencapai tujuan. Ketujuh, keadaban adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir-batin atau kebaikan budi pekerti. Perilaku yang beradab adalah
perilaku
yang
mencerminkan
penghormatan
terhadap
dan
mempertimbangkan kehadiran pihak lain yang tercermin dalam sopan santun dan beradab. Penanaman budaya demokrasi dalam sistem demokrasi adalah sesuatu yang mutlak dilakukan agar sistem demokrasi ini tetap tegak di bumi Indonesia. Penanaman budaya demokrasi tersebut bisa melalui lingkungan kerluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan pendidikan (sekolah). Ketiga lingkugan itu sangat berperan dalam menanamkan nilai-nilai demokrasi sejak dini di kalangan generasi penerus bangsa. Dalam ranah keluarga penyelesaian masalah apapun selalu dilakukan secara musyawarah.
6
Orang tua selalu melibatkan partisipasi anggota keluarga yang lain untuk mencapai kemufakatan, sehingga keputusan yang nantinya keluar adalah keputusan bersama. Dalam proses lahirnya keputusan bersama itu, semua anggota keluarga yang ada mempunyai hak dan kewajiban yang sama juga. Semua anggota keluarga berhak untuk mengungkapkan pendapatnya, tidak ada larangan ataupun pengekangan terhadap hak anggota keluarga satu dengan yang lainnya. Semua dianggap sama, duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Itulah budaya demokrasi yang melekat dalam lingkungan keluarga. Ketika sudah menjadi kesepakatan bersama, keputusan pun dijalankan dengan penuh kesadaran
oleh
anggota
keluarga.
Jika
ditarik
kesimpulannya,
ada
manfaatyang besar dalam bermusyawarah yang sangat dirasakan keluarga. Pertama, seluruh anggota keluarga merasa berarti atau berperanan. Kedua, anggota keluarga ikut bertanggung jawab terhadap keputusan bersama. Keitga, tidak ada anggota keluarga yang merasa ditinggalkan. Keempat, semangat kekeluargaan dan kebersamaan semakin kokoh (dalam Kholil, 2009). Dalam lingkup masyarakat, budaya demokrasi dapat diterapkan dalam kegiatan Pemilihan Ketua RT (Rukun Tetangga), Ketua RW (Rukun Warga), untuk di tingkatan desa akan memilih Kepala Desa (Kades). Musyawarah yang menyangkut kepentingan bersama, seperti program pembangunan masyarakat dan lingkungan. Dua hal ini yang dapat mencerminkan berjalan tidaknya budaya demokrasi dalam masyarakat. Kedua hal itu tentunya sangat penting untuk menumbuhkembangkan sistem demokrasi di masyarakat. Masyarakat sangat berperan dalam memberikan contoh kepada generasi
7
penerusnya. Dengan demikian kedua hal di atas dapat berlangsung dan tetap kokoh di masyarakat. Penanaman budaya demokrasi di ranah sekolah atau pendidikan tidak bisa dianggap sepele. Penanaman budaya demokrasi ranah ini dalam skala kecil artinya ketika ruang lingkupnya adalah Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) bukan dalam lingkup perkuliahan atau ranah kampus. Sistem pendidikan Indonesia dewasa ini telah mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Siswa bukan lagi seorang diri sebagai objek dalam peraturan sekolah melainkan juga sebagai subjek. Dahulu sekolah masih menggunakan sistem kurikulum 1994, siswa hanya sebagai objek dari peraturan yang dibuat oleh pihak sekolah dalam artian tidak ada pelibatan siswa atau siswi ketika akan membuat peraturan sekolah. Tentu sebuah keironisan yang terjadi kala itu. Mengapa? Karena siswa sebagai bagian dari sekolah, seharusnya juga dilibatkan dalam membuat peraturan sekolah. Sebagai pelaksana dari aturan sekolah sudah sepatutnya siswa-siswi diminta pendapatnya terhadap apa yang akan dijadikan aturan. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman serta majunya dunia pendidikan dewasa ini, siswa tidak hanya sebagai objek hukum dalam sebuah aturan sekolah tetapi juga terlibat dalam menghasilkan peraturan sekolah. Inilah yang kemudian dikatakan sebagai budaya demokrasinya sekolah. Keterlibatan siswa untuk dapat membangun budaya demokrasi yang lebih baik dapat dilihat dalam hal berkut: pertama, menyusun tata tertib bersama. Kedua, menyusun kelompok piket kelas. Ketiga, mermilih ketua OSIS dan ketua kelas. Dalam tiga hal itulah minimal budaya demokrasi di sekolah dapat
8
diterapkan, sehingga nantinya siswa benar-benar memiliki dasar dalam berdemokrasi. Kemudian menimbulkan pertanyaan, bagaimana sistem demokrasi yang berlangsung di kampus? Apakah sama dengan di sekolah? Sistem demokrasi yang ada di kampus sedikit berbeda. Kampus atau universitas ruang lingkupnya lebih luas dibadingkan sekolah. Setiap universitas terdiri dari berbagai fakultas dan setiap fakultas terdiri dari jurusan dan progam studi (Prodi). Pos-pos yang bisa menjadi sarana demokrasi mahasiswa tidak terbatas seperti pos-pos di sekolah. Salah satunya dekan fakultas dalam hal penjaringan di pilih langsung oleh mahasiswa. Walaupun penjaringan ini tidak menular ke jurusan, karena di jurusan tidak mengenal penjaringan terhadap bakal calon ketua jurusan. Seharus dan sepatutnya rektor, dekan dan ketua jurusan dipilih langsung oleh mahasiswa. Sebab, para pimpinan tersebut bersentuhan langsung dengan mahasiswa. Mahasiswa yang akan merasakan gaya kepemimpinan mereka, apakah sudah melayani kepentingan mahasiswa ataukah masih jauh dari harapan. Kemudian yang murni menjadi ranah proses demokrasi mahasiswa adalah organisasi mahasiswa (Ormawa). Organisasi mahasiswa dapat diartikan sebagai wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendikiawanan berserta integritas kepribadian (UM, 2006:74). Dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi Pasal 5, organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi mempunyai fungsi sebagai sarana dan wadah: (1) perwakilan
9
mahasiswa tingkat perguruan tinggi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa, menetapkan garis-garis besar program dan kegiatan kemahasiswaan; (2) pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan; (3) komunikasi antar mahasiswa; (4) pengembangan potensi jati diri mahasiswa sebagai insan akademis, calon ilmuwan dan; (5) intelektual yang berguna di masa depan; (6) pengembangan
pelatihan
keterampilan
organisasi,
manajemen
dan
kepemimpinan mahasiswa; (7) pembinaan dan pengembangan kader-kader bangsa yang berpotensi dalam melanjutkan kesinambungan pembangunan nasional; dan (8) untuk memelihara dan mengembangkan ilmu dan teknologi yang dilandasi oleh norma-norma agama, akademis, etika, moral, dan wawasan kebangsaan. Organisasi mahasiswa di lingkup Universitas Negeri Malang dibentuk berdasarkan Surat Kepututsan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 155/U/1998, tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Sesuai dengan Pedoman Ormawa Universitas Negeri Malang tahun 2002, struktur organisasi kemahasiswaan terdiri atas Organisasi Pemerintahan Mahasiswa (OPM), dan Organisasi Non Pemerintahan Mahasiswa (ONPM). OPM meliputih tiga tingkatan. Pertama, tingkat Universitas terdiri dari Lembaga Legislatif Universitas (LLU) yang disebut Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), dan Lembaga Eksekutif Universitas (LEU) yang disebut Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM Universitas). Kedua, tingkat fakultas yang terdiri dari Lembaga Legislatif Fakultas (LLF) yang dijalankan oleh Dewan Mahasiswa Fakultas (DMF) dan Lembaga Eksekutif Fakultas (LEF) yang dijalankan oleh Badan
10
Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMFA). Ketiga, tingkat jurusan disebut Himpunan Mahasiwa Jurusan. Sedangkan Organisasi Non Pemerintahan Mahasiswa (ONPM) yakni Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) (UM, 2006:7475). Organisasi mahasiswa tingkatan paling bawa adalah Himpunan Mahasiswa Prodi. Ada 3 HMP yaitu HMP PAUD, HMPP II (PP II di Sawojajar) dan HMPP III (PP III di Blitar). Tiap-tiap organisasi kemahasiswaan disemua tingkatan dipilih langsung oleh mahasiswa. Di tiap fakultas dikenal adanya Pemilu Raya Fakultas (PRF) untuk memilih Ketua BEM Fakultas, Ketua HMJ masing-masing dan Ketua HMP masing-masing. Tingkatan Universitas juga dikenal dengan Pemilu Raya Universitas (PRU) untuk memilih Presiden Mahasiswa (Presma) dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM). Di sinilah sebenarnya proses berdemokrasinya mahasiswa dapat dilaksanakan, serta proses inilah yang menentukan majunya tidaknya organisasi mahasiswa dalam satu priode kepengurusan. Tentunya proses ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa ketika kelak terjun kemasyarakat. Perlu kiranya untuk dapat menerapkan budaya demokrasi pada setiap pemilihan ketua Organisasi Mahasiswa (ormawa), sebagai konsumsi pengetahuan dan bekal yang mungkin dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai mahasiswa berkewajiban untuk menggali dan mencari empirisitas selama menjadi insan akademik. Mahasiswa adalah panutan bagi masyarakat sekaligus penerus nilai-nilai yang ada dalam masyarakat tertutama dalam budaya serta nilai-nilai yang hidup dalam sistem demokrasi. Oleh karena itu momen pemilu raya fakultas adalah momentum yang sangat tepat untuk dapat melaksana dan menanamkan budaya
11
demokrasi dalam setiap pemilihan ketua ormawa secara umum, terutama pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan. Berangkat dari uraian di atas, peneliti terbesit untuk menganalisis pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraa. Tak lain dan tak bukan adalah untuk mengetahui budaya demokrasi yang terlaksana dalam pemilihan tersebut sekaligus untuk menambah pengetahuan serta menerapkannya kelak di masyarakat. Dari latar belakang tersebut diatas maka peneliti sanga tertarik untuk meneliti dan menganalisis “Pelaksanaan Budaya Demokrasi dalam Pemilihan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan”. Peneliti konsentrasinya di Organisasi mahasiswa tingkat Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakulatas Ilmu
Sosial,
pada
diselenggarakan
tanggal
16
waktu
pemilihan
raya
Desember
2009,
Jurusan
fakultas Hukum
yang dan
Kewarganegaraan masih termasuk dalam bagian dari fakultas Ilmu Pendidikan.
B. Rumusan Masalah Masalah utama penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan budaya demokrasi dalam pemilihan Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Hukum dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang? Masalah utama ini dirinci sebagai berikut: 1. Bagaimana proses penetapan calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan? 2. Bagaimana proses sosialisasi calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan?
12
3. Bagaimana
proses
pemilihan
ketua
HMJ
Hukum
dan
penetapan
ketua
HMJ
Hukum
dan
pelantikan
ketua
HMJ
Hukum
dan
Kewarganegaraan? 4. Bagaimana
proses
Kewarganegaraan? 5. Bagaimana
proses
Kewarganegaraan? 6. Bagaimana sikap calon yang menang dan calon yang kalah?
C. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan proses penetapan calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan! 2. Untuk mendeskripsikan proses sosialisasi calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan! 3. Untuk mendeskripsikan proses pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan! 4. Untuk mendeskripsikan proses penetapan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan! 5. Untuk mendeskripsikan proses pelantikan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan! 6. Untuk mendeskripsikan sikap calon yang menang dan calon yang kalah!
13
D. Manfaat Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah: 1) Bagi Peneliti Penelitian ini berguna bagi peneliti sebagai sarana kegiatan belajar melatih sikap kritis dan ilmiah guna menanggapi pelaksanaan budaya demokrasi dalam pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan sekaligus dalam rangka mencari pengetahuan serta jika masih belum terlaksana dicari pemecahannya secara ilmiah. 2) Bagi Jurusan Hukum dan Kewaganegaraan Jurusan Hukum dan Kewaganegaraan berkepentingan terhadap penelitian ini sebagai bahan kajian yang diperlukan bagi jurusan dalam mengembangkan misi pendidikan yang telah ditetapkan dan sekaligus sebagai sumber referensi dalam penelitian-penelitian yang mempunyai hubungan yang sama. 3) Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pemahaman masyarakat tentang budaya demokrasi sehingga masyarakat akan sadar politik yang mengerti hak dan kewajiban sebagai warga negara, dengan demikian budaya demokrasi dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara 4) Bagi Pemerintah Diharapkan penelitian ini dapat membantu pemerintah untuk menanamkan dan mengajarkan tentang bagaimana cara menerapkan
14
budaya demokrasi yang baik untuk rakyatnya, sehingga sistem demokrasi di bumi Indonesia terus berkembang.
E. Definisi Istilah 1) Pelaksanaan Pelaksanaan dalam bahasa Inggris implementation yang artinya penerapan, sedangkan dalam bahasa Indonesia berarti perihal yang meliputi perbuatan, usaha. Pelaksanaan bisa berarti proses, cara, perbuatan, melakasanakan (rancangan keputusan dan sebagainya). 2) Budaya Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. 3) Demokrasi Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena. Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos atau cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
15
4) Budaya Demokrasi Budaya menunjuk pada orientasi dari tingkahlaku individu atau masyarakat terhadap demokrasi. Budaya-budaya yang terkadung dalam
demokrasi,
budaya
tersebut
harus
diterapkan
dalam
berdemokrasi. Budaya demokrasi, dapat diartikan sebagai pola pikir, pola sikap, dan pola tindak warga masyarakat yang sejalan dengan nilai-nilai kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan antar manusia yang
berintikan
kerjasama,
saling
percaya,
menghargai
keanekaragaman, toleransi, kesamaderajatan, dan kompromi. 5) Pemilihan Pemilihan adalah proses melakukan pilihan terhadap sesuatu. Dalam konteks ini adalah proses melakukan pilihan terhadap ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan. Dalam artian yang singkat pemilihan adalah menunjukkan sesuatu yang sedang dipilih 6) HMJ Organisasi mahasiswa yang ada di tingkat Jurusan. HMJ singkatan dari Himpunan Mahasiswa Jurusan. 7) Hukum dan Kewarganegaraan Hukum dan Kewarganegaraan merupakan nama Jurusan yang ada dalam Fakultas Ilmu Sosial, merupakan tempat diadakannya penelitian. 8) HMJ Hukum dan Kewarganegaraan. Organisasi mahasiswa yang berada di Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Demokrasi 1. Pengertian Demokrasi Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos atau cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sejalan dengan itu dalam Kamus Besar Bahasa Inggris (Oxford English Dictionary) demokrasi diartikan pemerintahan oleh rakyat, bentuk pemerintahannya terletak pada kedaulatan rakyat secara menyeluruh dan dijalankan secara langsung oleh rakyat atau oleh pejabat yang dipilih langsung oleh rakyat (Suyatno, 2008:35). Menurut pandangan Mahfud (dalam, Rosyada 2005:109): Ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara. Pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental; kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya.
16
17
Demokrasi
mempunyai
arti
penting
bagi
masyarakat
yang
menggunakannya sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalan organisasi negara dijamin. Dalam konteks pemerintah (penguasa) menjalankan kedaulatan yang diberikan oleh rakyat kepada negara. Di negaranegara Barat keadaan ini timbul setelah merasakan sulit dan pahitnya pemerintahan bila dipegang oleh satu orang atau satu golongan tertentu, sehingga kekuasaan tersebut harus dipisah-pisahkan. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Pendemokrasian berbeda pada berbagai negara, tergantung negara tersebut memberikan keluasan hak dan kewajiban kepada rakyatnya dalam hal pemerintahan, misalnya kepentingan masyarakat tersalurkan lewat senat, partai politik dan parlemen. Dari keadaan inilah terbentuk dan timbul perbedaan pendemokrasian tersebut di atas pada masing-masing negara. Demokrasi sering disebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara, hal ini dikarenakan sistem demokrasi mengandung beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan sistem politik yang lain. Menurut para penyokong sistem demokrasi, ada beberapa kelebihan dari sistem ini sebagaimana diuraikan oleh Prasetyo (2000:15). Pertama, janji persamaan kesempatan politik bagi tiap individu yang dijamin oleh hukum, bahkan bukan saja kesempatan politik melainkan juga kesempatan ekonomi. Kedua, kelebihan sistem demokrasi adalah mempersatukan masyarakat dalam perbedaan karena rakyat bisa bersatu sebab mempunyai dasar serta tujuan yang sama. Dasar dan tujuan yang sama ini diatur melalui
pola
kekuasaan
yang
distributif
dan
partisipatif.
Demokrasi
18
memperkenankan bahkan menganjurkan adanya kompetisi politik yang terbuka, karena dari sana ada mekanisme kontrol. Ketiga, kelebihan dari sistem demokrasi adalah legitimasi yang berpangkal pada prosedural dan diatur dalam konstitusi. Artinya kekuasaan dipilih berdasarkan pada pilihan rakyat yang diatur secara konstitusional. Rakyat dalam prinsip demokrasi bukan kumpulan massa anonim melainkan kekuatan sosial yang terhimpun dalam berbagai organ. Demokrasi bukan semata-mata prinsip politik melainkan juga dasar ideologi yang kerap kali dijadikan alat perjuangan berbagai gerakan rakyat. Kemandirian politik rakyat menjadi tujuan utama bagi penerapan sistem demokrasi. Banyak ahli mencoba menjelaskan tentang demokrasi seperti, Hungtington yang di kutip oleh Suyatno dalam bukunya Menjelajahi Demokrasi. Menurut Hungtington (dalam Suyatno, 2008:33) ....demokrasi yang sesungguhnya adalah kebebasan, persamaan, persaudaraan, warga negara yang secara efektif mengontrol kebijakan, pemerintah yang bertanggung jawab, jujur dan terbuka dalam politik, memiliki pertimbangan yang rasional dan luas, kekuasaan partisipasi yang setara kebijakan-kebijakan lain dalam masyarakat. Dalam kutipan tersebut sangat nampak jelas, jika berbicara demokrasi tidak sekedar membahas pemilihan umum yang diselenggarakan setiap lima tahunan atau dua kata yang membentuk kata demokrasi secara epistimologi. Akan tetapi lebih dari itu, bagaiamana kebebasan individu yang ada, bagaimana persaudaraan yang tumbuh, apakah warga negara dapat mengontrol secara efektif, bagaimana dengan pertanggungjawaban pemerintah, apakah pemerintah tersebut benar-benar akuntabel, transparan serta bagaimana dengan kebijakan-kebijakan yang diputuskan apakah telah melalui proses pertimbangan yang rasional yang berpihak
19
kepada rakyat. Itulah gambran yang disampaikan oleh Hungtington untuk menunjukan betapa luas dan rumitnya mejelaskan demokrasi. Demokrasi harus dapat memberikan apa yang menjadi keinginan rakyat banyak bukan kehendak golongan tertentu, karena negara adalah milik rakyat, tugas negara (pemerintah) mensejahterahkan rakyatnya. Sebagaimana dinyatakan oleh Philipe C. Schmitter dan Tery Lynn Karl (dalam Suyatno, 2008 : 35) Demokrasi politik modern adalah sistem pemerintahan di mana penguasa mempertanggungjawabkan tindakannya kepada warga negara, bertindak secara langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan wakil-wakil rakyatnya. Menurut Hendry B Mayo (dalam Mahfud, 2000:19) menyatakan: A democratic political system is one in which public policies are made on a majority basis, by representatives subject to effective popular control at periodic elections which are conducted on the principle of political equality and under conditions of political freedom (sistem politik demokratis adalah sistem yang menunjukan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik). Larrry Diamond, Juanz Linz dan Seymour Martin (dalam Presetyo, 2005:11) menindaklanjuti pernyataan Mayo, dengan menyusun kreteria untuk sistem politik yang demokratis, diantaranya: (1) kompetisi yang sungguh-sungguh dan meluas diantara individu-individu dan kelompok masyarakat; (2) partisipasi politik yang melibatkan semua warga; dan (3) tingkat kebebasan sipil dan politik yang memadai. Joseph A Schmeter (dalam Prasetyo, 2005:11) demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat. Sidney Hook (dalam Rosyada, 2005) berpendapat demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah
20
yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya dengan pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
2. Tipe-tipe Demokrasi Secara umum tipe-tipe demokrasi ada dua. Pertama, demokrasi langsung atau direct democracy yaitu terjadinya bilamana untuk mewujudkan kedaulatan di tangan rakyat pada sauatu negara, setiap warga negara dari negara tersebut boleh menyampaikan langsung tentang hal ikhwal persoalan dan pendapatnya kepada
21
pihak eksekutif, (Syafeiie, 2005:139). Dalam demokrasi ini, masyarakat dapat merumuskan kepentingan bersama dan menemukan alternatif pemecahan masalah, serta melaksanakannya dalam semangat kebersamaan. Kedua, demokrasi perwakilan yaitu terjadi bilamana untuk mewujudkan kadaulatan di tangan rakyat pada suatu negara, diperlukan adanya semacam lembaga legislatif karena masyarakat yang begitu banyak di suatu negara tidak mungkin seluruhnya duduk di lembaga tersebut (Syafeiie, 2005:140). Sebagaimana diuraikan oleh Kholil (2009), menyebutkan pembagian demokrasi dari segi ideologi dan dari segi titik perhatiannya. Demokrasi dilihat dari ideologinya ada dua yaitu demokrasi konstitusional (demokrasi liberal) dan demokrasi rakyat (demokrasi proletar). Demokrasi konstitusional yaitu kekuasaan pemerintahan terbatas dan tidak banyak campur tangan serta tidak bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya karena kekuasaan dibatasi oleh konstitusi. Penganut demokrasi ini adalah negara-negara Eropa barat, Amerika Serikat, India, Pakistan, Indonesia, Filipina, Singapura. Sedangkan demokrasi rakyat (demokrasi proletar) adalah demokrasi yang berlandaskan ajaran komunisme dan marxisme. Demokrasi ini tidak mengakui hak asasi warga negaranya. Demokrasi
ini
bertentangan
dengan
demokrasi
konstitusional. Demokrasi ini mencita-citakan kehidupan tanpa kelas sosial dan tanpa kepemilikan pribadi. Negara adalah alat untuk mencapai komunisme yaitu untuk kepentingan kolektifisme. Demokrasi dilihat dari titik perhatiannya, pertama demokrasi formal (negara-negara liberal) adalah demokrasi menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik, tanpa upaya untuk mengurangi kesenjangan ekonomi. Kedua,
22
demokrasi material (negara-negara komunis), menitikberatkan pada upaya-upaya menghilangkan perbedaann pada bidang ekonomi, kurang persamaan dalam bidang politik bahkan kadang dihilangkan. Ketiga, demokrasi gabungan (negaranegara nonblok), demokrasi yang menghilangkan kesenjangan ekonomi dan sosial, persamaan dibidang politik, dan hukum. Dalam merealisasikan ide pemerintahan-rakyat dengan sistem perwakilan ternyata masing-masing negara menggunakan cara-caranya sendiri. Cara masingmasing negara tersebut di samping terdapat persamaan juga terdapat perbedaan satu sama lain. Sehubungan dengan perbedaan-perbedaan itu banyak diantara para ahli ketatanegaraan mencoba untuk memberikan klasifikasi terhadap sistem pemerintahan negara. Dalam pembahasan ini peneliti hanya fokus dalam klasifikasi seperti yang dinyatakan oleh Kranenburg. Kranenburg meyatakan bahwa (dalam Uruk, 1983:66): The classsification is as follow: a) representative popular government with a parliamentary system, b) representative popular government with separation if powers and c) representative popular government subject to some direct popular influence (e.g. referendum, or popular initiative). Kranenburg menggolongkan negara yang menggunakan sistem demokrasi modern yaitu demokrasi yang tidak langsung tetapi demokrasi yang menggunakan sistem perwakilan tiga golongan. Terhadap golongan-golongan tersebut, dipergunakan sebagai ukuran yaitu hubungan antara masing-masing alat perlengkapan negara yang menjalankan tiga macam fungsi negara yaitu tugas eksekutif, tugas legislatif dan tugas yudikatif. Dilihat dari sifat hubungannya antara masing-masing alat perlengkapan negara yang menjalankan fungsi tersebut dapat disimpulkan adanya tiga golongan sistem pemerintahan yaitu: (a) pemerintahan rakyat melalui perwakilan dengan sistem parlementer; (b)
23
pemerintahan rakyat melalui perwakilan dengan sistem pemisahan kekuasaa; dan (c) pemerintahan rakyat melalui perwakilan dengan disertai pengawasan langsung oleh rakyat (yaitu dengan jalan referendum atau adanya hak inisiatif dari rakyat). Ketiga nama tersebut dipertegas lagi: (a) demokrasi dengan sistem parlementer; (b) demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan; dan (c) demokrasi dengan sistem referendum (Uruk, 983:68). Pengklasifikasian ini sama dengan yang dilakukan oleh Soehino dalam bukunya Ilmu Negara. Tipe demokrasi itu dibedakan menjadi: (a) demokrasi dengan sistem parlementer; (b) demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan; dan (c) demokrasi dengan sistem referendum (Soehino, 1998:243). Ada perbedaan dan persamaan yang dijelaskan oleh Soehino. Perbedaannya terletak pada tempat serta fungsi badan perwakilan rakyat tersebut di dalam susunan negaranya sedangkan persamaannya dari ketiga tipe demokrasi tersebut terdapat adanya badan perwakilan rakyat. Demokrasi parlementer berhubungan antara badan perwakilan dan badan yang menjalankan kekuasaan eksekutif kedua-duanya dapat saling mempengaruhi. Badan eksekutif harus bertanggung jawab kepada badan perwakilan. Kebijakan pemerintahan badan eksekutif harus sesuai dengan yang dikehendaki oleh parelemen atau badan perwakilan. Jika parlemen tidak menyetujui kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan oleh eksekutif, maka parlemen dapat menyatakan mosi tidak percaya. Apabila dinyatakan mosi tidak percaya oleh parlemen maka badan eksekutif (pemerintah) berserta Menteri-Menterinya harus mengundurkan diri. Pertanggungjawaban ini dapat dilakukan perseorangan atau dapat juga bersama-sama untuk Menteri seluruhnya. Menteri-menteri bersama-sama sering disebut dengan nama kabinet atau sering juga disebut Dewan Menteri. Mereka-lah
24
yang menentukan kebijakan pemerintahan. Dalam sistem ini kepala negara baik Raja, Ratu atau Presiden mempunyai kedudukan yang tidak dapat diganggu-gugat. Semua
kesalahan
dalam
pemerintahan
menjadi
tanggungjawab kabinet.
Sebaliknya dalam sistem ini eksekutif dapat membubarkan parlemen, artinya apabila dalam perselisihan antara parlemen dengan eksekutif (pemerintah), Menteri-menteri itu berpendapat bahwa parlemen tidak lagi mencerminkan kehendak rakyat, maka pemerintah dapat membubarkan parlemen dan segera mengadakan pemilihan baru. Akan tetapi pembubaran ini lazimnya hanya diperkenankan satu kali. Apabila dalam pemilihan yang baru ternyata menghasilkan badan perwakilan yang suaranya membenarkan badan perwakilan yang dulu maka pemerintah yang harus bubar. Sistem pemerintahan ini bersumber dari negra Inggris yang sebenarnya merupakan hasil perkembangan yang berabadabad kemudian ditiru oleh negara-negara lain. Demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan, pemerintah (eksekutif) tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Ada pemisahan yang penuh antara badan eksekutif dan badan perwakilan (parlemen). Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh seorang Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Dalam menjalankan tugasnya Presiden dibantu oleh para Menteri. Menteri-menteri tersebut dipilih oleh Presiden sendiri sehingga mereka bertanggungjawab kepada Presiden bukan pada parlemen. Kekuasaan parlemen dalam bidang legislatif. Parlemen bertugas membuat dan menentukan peraturan perundang-undangan. Parlemen sekalipun dengan suara mayoritas tidak dapat menjatuhkan Presiden maupun para Menteri. Sebaliknya Presiden tidak dapat membubarkan Parlemen. Apabila terjadi perselisihan antara kedua badan tersebut (eksekutif dan legislatif),
25
maka badan yudikatif-lah yang akan memutuskannya. Dalam sistem ini kedudukan badan eksekutif bebas dari pengaruh badan perwakilan (parlemen). Sistem ini dipergunakan pertama kali oleh Amerika Serikat. Kemudian ditiru dibeberapa negara pada umumnya negara-negara di benua Amerika. Sistem ini sebenarnya realisasi dari ide ajaran trias politica yaitu ajaran yang memisahkan tigas kekuasaan negara, kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. Demokrasi dengan sistem referendum merupakan sistem ketatanegaraan di Swiss. Sistem ini merupakan salah satu jalan untuk menghindarkan suatu pemerintahan yang bersifat absolut yang dijalankan di Swiss. Dalam sistem ini badan eksekutifnya hanya merupakan badan-pekerja dari badan perwakilan (parlemen). Pemerintah hanya menyelenggarakan apa yang menjadi kehendak rakyat (badan perwakilan). Apabila ada perbedaan pendapat diantara keduanya, maka badan eksekutif harus mengikuti badan perwakilan. Oleh karena itu sistem ini oleh Prof. Budisusetya (dalam Uruk, 1983:71) mengemukakan bahwa “sistem ini lebih tepat disebut demokrasi dengan sistem badan pekerja”. Ada juga yang menyebut sistem demokrasi dengan pengawasan langsung oleh rakyat. Untuk mengadakan kontrol terhadap badan perwakilan diadakan lembaga referendum. Referendum merupakan lembaga yang diadakan untuk memberikan kemungkinan kepada rakyat untuk mengontrol tindakan-tindakan badan perwakilan secara langsung oleh rakyat sendiri. Referendum yaitu pemungutan suara secara langsung oleh rakyat yang berhak bersuara menentukan tentang pendapat rakyat. Badan eksekutif dalam sistem ini
di Swiss disebut Bundesrat yang
bersifat suatu dewan merupakan bagian dari badan legislatif yang disebut
26
Bundesversammlung. Bundesversammlung ini terdiri dari Nationalrat dan standerat. Nationalrat merupakan badan perwakilan nasional, sedangkan standerat merupakan perwakilan-perwakilan negara bagian yang disebut kanton. Dengan demikian bundesrat tidak dapat dibubarkan oleh Bundesversammlung. Referendum ada dua macam yaitu: (a) referendum wajib (referendum obligatoir; compulsary referendum) dan (b) referendum yang tidak wajib atau referendum fakultatif (optical referendum). Referndum wajib adalah pemungutan suara yang harus diadakan antara rakyat, untuk menentukan barang sesuatu itu akan dapat berlaku atau tidak, misalnya perubahan terhadap undang-undang dasar. Di Swiss udang-undang dasar sebelum berlaku terlebih dahulu harus diadakan referendum. Referendum tidak wajib ialah pemungutan suara yang dapat dituntut adanya oleh rakyat, untuk menentukan apakah suatu undang-undang yang telah berlaku itu akan boleh terus berlaku atau tidak. Demokrasi adalah sesuatu yang bersifat universal. Namun tidak ada satu sistem demokrasi yang berlaku untuk semua bangsa atau semua negara. Istilah boleh sama, tetapi isi dan cara perwujudannya bisa berbeda-beda dari masingmasing negara. Inilah yang terjadi dengan istilah demokrasi dalam kehidupan masyarakat modern-kontemporer. Perbedaan dalam menerapakan tipe-tipe demokrasi dalam sebuah negara sebagaimana diuraikan oleh Maran (2001:202) disebabkan dua hal. Pertama, karena perbedaan kacamata kultural yang dipakai oleh setiap bangsa dalam memandang demokrasi. Kedua, karena hakekatnya yang dinamis atau yang berubah, seperti halnya kepentingan-kepentingan manusia lainnya yang terus berkembang dalam sejarah, hakekat demokrasi dan karena itu artinya pun terus berubah sesuai dengan kebutuhan serta tuntutan zaman.
27
Meskipun isi dan cara pelaksanaanya berbeda-beda, demokrasi memuat prinsip-prinsip dasar yang sama. Prinsip-prinsip termaksud adalah persamaan, hormat terhadap nilai-nilai luhur manusia, hormat terhadap hak-hak sipil dan kebebasan serta fair play. Persamaan yang dimasudkan di sini adalah persamaan kesempatan bagi semua orang sebagai warga negara untuk mencapai pengembangan maksimum potensialitas-potensialitas fisik, intelektual, moral, spiritual, dan untuk mencapai tingkat partisipasi sosial oleh setiap pribadi yang konsisten dengan tingkat kematangan yang telah diperolehnya. Dari prinsipprinsip di atas pada akhirnya akan melahirkan beberapa ciri hakiki demokrasi yang dapat diterima secara umum. Secara singkat dijelaskan oleh Maran (2001:206), bahwa suatu pemerintahan disebut demokratis bila memenuhi kreteria-kreteria berikut: (1) adanya persetujuan rakyat; (2) adanya partisipasi efektif rakyat dalam pembuatan keputusan politik; (3) adanya persamaan kedudukan di hadapan hukum; (4) adanya kebebasan individu untuk menentukan diri; (5) adanya penghormatan terhadap hak asasi manusia; (6) adanya pembagian pendapatan yang adil; (7) adanya mekanisme kontrol sosial terhadap pemerintah; dan (8) adanya ketersedian dan keterbukaan informasi.
3. Pengertian Budaya Demokrasi Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Budaya berasal dari kata budi (akal) dan daya (kemampuan) yang berarti kemampuan akal manusia. Menurut E.B. Tylor (Setiadi, 2008:27) budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedang
28
demokrasi berasal dari demos dan kratos artinya rakyat dan pemerintahan. Jadi budaya demokrasi, dapat diartikan sebagai pola pikir, pola sikap, dan pola tindak warga masyarakat yang sejalan dengan nilai-nilai kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan antar manusia yang berintikan kerjasama, saling percaya, menghargai keanekaragaman, toleransi, kesamaderajatan, dan kompromi. Budaya demokrasi merupakan salah satu bentuk pelaksanaan budaya politik. Secara tidak langsung budaya demokrasi dapat dijelaskan pula bahwa, budaya demokrasi adalah pola tingkahlaku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik (Kantaprawira, 1992:25). Budaya demokrasi dibentuk oleh unsur-unsur dan prinsip-prinsip demokrasi, sehingga secara tidak langsung unsur-unsur dan prinsip-prinsip demokrasi termasuk dalam budaya demokrasi. Selain itu dalam konteks pemilu ada tujuh budaya demokrasi yang harus ditegakan yaitu asas-asas pemliu yang meliputi asas langsung, umu, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dengan demikian prinsip-prinsip, unsur-unsur demokrasi dan asas-asas pemilu dapat dikatakan sebagai budaya demokrasi. Secara umum demokrasi mengandung prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam sebuah negara demokrasi, sehingga cita-cita rakyat sebagai pemegang kedaulatan benar-benar dapat terwujud. Untuk mewujudkan itu pemerintah atau negara harus menerapakan prinsip-prinsip demokrasi sebagai pedomannya. Menurut Inu Kencana Syafeiie (dalam Rosyada, 2005:122) adapun prinsip-prinsip demokrasi sebagaimana yang harus diterapkan tersebut adalah: (a) adanya pembagian kekuasaan; (b) adanya pemilihan umum yang bebas; (c) adanya manajemen yang terbuka; (d) adanya kebebasan individu; (e) adanya peradilan yang bebas; (e) adanya pengakuan hak minoritas; (f) adanya pemerintahan yang berdasarkan hukum; (g) adanya pers yang
29
bebas; (h) adanya beberapa partai politik; (i) adanya musyawarah; (j) adanya persetujuan; (k) adanya pemerintahan yang konstitusional; (l) adanya ketentuan tentang pendemokrasian; (l) adanya pengawas terhadap adminitrasi negara; (m) adanya perlindungan hak asasi; (n) adanya pemerintahan yang mayoritas; (o) adanya persaingan keahlian; (p) adanya mekanisme politik; (q) adanya kebijaksanaan negara; (r) adanya pemerintahan yang mengutamakan tanggung jawab. Suatu pemerintahan dikatakan demokratis apabila dalam mekanisme pemerintahan mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Masykuri Abdillah (dalam, Rosyada 2005:122) prinsip-prinsip demokrasi terdiri dari terdiri atas prinsip: persamaan, kebebasan dan pluralisme. Sedangkan dalam pandangan Rober A Dahl terdapat enam prinsip yang harus ada dalam sistem demokrasi yaitu: (a) kontrol atas keputusan pemerintah; (b) pemilihan yang teliti dan jujur; (c) hak memilih dan dipilih (d) kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman; (e) kebebasan mengakses informasi; (f) kebebasan berserikat. Suasana kehidupan yang demokratis merupakan dambaan bagi umat manusia termasuk Indonesia. Demokrasi tidak boleh menjadi gagasan yang utopis dan berada dalam alam retorika semata, melainkan sebagai sesuatu yang mendesak dan harus diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prinsip-prinsip demokrasi yang telah disebutkan di atas adalah kewajiban negara yang mengklaim menganut sistem demokrasi untuk dipegang teguh dan sebagai pedoman dalam mengatur dan melaksanakan kehidupan yang demokratis. Menurut Austin Ranney (dalam Kholil, 2009) unsur-unsur budaya demokrasi antara lain: 1) Kebebasan, adalah keleluasaan untuk membuat pilihan terhadap beragam pilihan atau melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk kepentingan bersama atas kehendak sendiri tanpa tekanan dari pihak manapun, bukan kebebasan untuk melakukan hal tanpa batas. Kebebasan harus digunakan untuk hal yang bermanfaat bagi masyarakat, dengan cara tidak melanggar aturan yang berlaku.
30
2) Persamaan, Tuhan menciptakan manusia dengan harkat dan martabat yang sama. Dalam masyarakat, manusia memiliki kedudukan yang sama di depan hukum, politik, mengembangkan kepribadiannya masing-masing, sama haknya untuk menduduki jabatan pemerintahan. 3) Solidaritas, adalah kesediaan untuk memperhatikan kepentingan dan bekerjasama dengan orang lain. Solidaritas sebagai perekat bagi pendukung demokrasi agar tidak jatuh ke dalam perpecahan. 4) Toleransi, adalah sikap atau sifat toleran. Toleran artinya bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan) yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri. 5) Menghormati kejujuran, adalah keterbukaan untuk menyatakan kebenaran, agar hubungan antar pihak berjalan baik dan tidak menimbulkan benih-benih konflik di masa depan. 6) Menghormati penalaran, adalah penjelasan mengapa seseorang memiliki pandangan tertentu, membela tindakan tertentu, dan menuntut hal serupa dari orang lain. Kebiasaan member penalaran akan menumbuhkan kesadaran bahwa ada banyak alternatif sumber informasi dan ada banyak cara untuk mencapai tujuan. 7) Keadaban, adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir-batin atau kebaikan budi pekerti. Perilaku yang beradab adalah perilaku yang mencerminkan penghormatan terhadap dan mempertimbangkan kehadiran pihak lain yang tercermin dalam sopan santun, dan beradab. Salah satu budaya demokrasi yang sangat vital adalah prinsip kesukarelaan. Kesukarelaan ini akan muncul jika ada kepercayaan. Menurut Inglehart, budaya demokrasi erat kaitannya dengan sikap saling percaya (interpersonal trust) antarwarga negara. Hal senada juga diungkapkan oleh Francis Fukuyama (dalam Nasih, 2009), diantara warga negara akan terjadi saling kerja sama dan bahkan juga sinergi jika ada rasa saling percaya. Dalam konteks yang lebih luas rakyat percaya pada anggota perwakilan (DPR) dan pemerintah yang menjalankan pemerintahan. Akan tetapi jika rakyat tidak ada sikap percaya pada pemerintah, maka akan sangat sulit menumbuhkembangkan budaya demokrasi di suatu negara. Kepercayaan antar elit politik yang selama ini belum sepenuhnya menjadi sebuah kebiasaan yang baik untuk dijadikan contoh masyarakat. Selalu ada kecurigaan antara penguasa dengan oposisi. Terkadang
31
oposisi cenderung untuk menghalangi setiap langkah kebijakan yang diambil pemerintah. Seharusnya kadar ketidakpercayaan itu lebih fokus pada hal-hal yang dirasa penting untuk disikapi, bukan atas dasar kepentingan politik. Dalam ranah ini, tentunya budaya demokrasi saling mempercayai dalam konteks yang positif. Kepercayaan yang dibangun bukan sekedar untuk mendukung, karena berangkat dari kesamaan kepentingan golongan. Akan tetapi benar-benar untuk mengawal setiap kebijakan yang diputuskan. Kepercayaan yang berangkat atas dasar kolusi tentunya tidak tepat dijadikan kepercayaan dalam budaya demokrasi. Koalisi dalam demokrasi bukanlah budaya demokrasi yang didasarkan saling percaya. Selanjutnya budaya demokrasi yang sangat penting adalah keterbukaan. Keterbukaan bukanlah ideologi. Keterbukaan hanyalah merupakan wahana yang diperlukan agar demokrasi dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Keterbukaan merupakan salah satu unsur demokrasi yang bisa dijadikan budaya demokrasi. Keterbukaan dalam budaya politik Indonesia dilaksanakan agar rakyat semakin mengetahui hak dan kewajibannya. Selain juga berarti bahwa keterbukaan dilaksanakan agar rakyat semakin dapat mengadakan komunikasi, baik dengan pemerintah maupun dengan wakil-wakilnya yang ada dilegislatif. Dalam rangka melaksanakan keterbukaan di Indonesia menurut Cosmas Batubara (dalam Alfian dan Nazaruddin, 1991:132) perlu memperhatikan hal-hal berikut: a) sistem pemerintahan yang berlaku di Indonesia. Sistem Pemerintahan negara Indonesia berkaitan erat dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam sistem politik demokrasi Pancasila yaitu: (1) musyawarah untuk mufakat; dan (2) tidak memutlakkan sesuatu. Prinsip ini harus merujuk dan didasarkan pada konstitusi (Undang-Undang Dasar 1945) yang
32
mengamanatkan antara lain, kedudukan hak dan kewajiban pemerintah serta kedudukan hak dan kewajiban warga negara. b) konsensus nasional. Konsensus nasional terkait dengan sistem UndangUndang Dasar. c) Hubungan kemasyarakatan yang berlaku di Indonesia. Hubungan kemasyarakatan yang berlaku di Indonesia harus mengikuti way of life yaitu Pancasila. Salah satu wahana untuk menerapakan budaya demokrasi tersebut adalah dengan Pemilihan Umum (pemilu). Pemilu dalam sebuah negara menjadi wahana diterapkan tidaknya budaya demokrasi. Oleh karena itu, dalam pemilihan tersebut sedikitnya ada tujuh budaya demokrasi yang harus ditanamkan dalam diri warga negara. Asas-asas dalam pemilihan umum menurut peneliti secara langsung merupakan budaya demokrasi yang harus ditegakkan serta diaplikasikan dalam kehidupan berdemokrasi. Budaya demokrasi yang berasal dari asas-asas dalam pemilihan umum itu lazim disingkat Luber dan Jurdil (berdasarkan UndangUndang No 10 tahun 2008). Asas langsung artinya setiap warga negara berhak memberikan suaranya tanpa melalui perwakilan. Individu itu sendiri yang harus memberikan suaranya. Asas umum dapat diartikan bahwa semua warga negara yang sudah cukup umur harus memberikan suaranya. Asas bebas di sini dimaksudkan seseorang dalam memberikan suaranya lepas dari tekanan atau intimidasi bahkan pengaruh-pengaruh dari pihak lain, tidak ada paksaan dari pihak manapun dalam memberikan hak suaranya. Memberikan suara dengan mengikuti hati nurani, bukan karena ajakan atau rasa takut kepada pihak-pihak tertentu yang mencalonkan diri. Asas rahasia, dalam sebuah pemilihan umum apa yang kita
33
pilih sangat rahasia, tidak patut orang lain tahu sekalipun penjaga TPS, yang mengetahui kemana suara kita hanya diri kita sendiri. Asas jujur mengandung arti bahwa pemilu harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Sesuai dengan asas jujur, tidak boleh ada suara pemilih yang dimanipulasi. Adapun asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewahan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu. Pemilihan umum yang menjadi syarat utama dilakukan bagi tegaknya demokrasi akan menghasilkan yang menang dan yang kalah. Selanjutnya hasil itu akan menentukan siapa yang memegang kekuasaan, dan siapa yang berada di luar kekuasaan serta menjadi oposisi. Dengan melaksanakan budaya demokrasi seperti yang peneliti sebutkan di atas akan mendorong kedewasaan berdemokrasi bagi setiap individu dalam sebuah negara. Kedewasaan yang dimaksudkan adalah berani menerima apapun hasil pemilihan. Keberanian dalam menerima kekalahan dan tidak arogan dalam menerima kemenangan merupakan budaya yang harus ditumbuhkembangkan dalam berdemokrasi. Sebab hal ini akan menciptakan kondisi yang aman dan tentraman. Saling mengontrol serta memberikan kritikan yang membangun kepada yang terpilih, bukan saling mencelah dan menjatuhkan. Di sinilah sebenarnya roh demokrasi itu harus dipahami dan diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
34
Secara umum budaya demokrasi mencakup unsur-unsur demokrasi sebagaimana tersebut di atas dan prinsip-prinsip dari demokrasi itu sendiri. Prinsip-prinsip budaya demokrasi secara umum antara lain: (a) kekuasaan suatu negara sebenarnya berada di tangan rakyat atau kedaulatan ada di tangan rakyat; dan (b) masing-masing orang bebas berbicara, mengeluarkan pendapat, berbeda pendapat dan tidak ada paksaan. Secara sepesifik budaya demokrasi adalah kebiasaan-kebiasaan atau pola tingkahlaku elit politik dan masyarakat yang baik, di dalam negara yang menganut sistem demokrasi. Kebiasaan-kebiasaan itu tentunya yang konstitusional. Dalam artian kebiasaan yang memang baik, tidak melanggar aturan atau pedoman kehidupan berbangsa bernegara. Oleh karena itu lahirnya budaya demokrasi tidak lepas dari sistem demokrasi yang dianut oleh suatu negara.
4. Pelaksanaan Budaya Demokrasi a. Pelaksanaan budaya demokrasi dalam keluarga Pada kenyataannya bangunan nilai demokrasi, tidak bisa begitu saja ada di dalam diri individu. Selalu dibutuhkan internalisasi secara intens agar terwujud karakter individu sebagai perwujudan nilai yang berlaku. Secara konkret nilai dapat dipahami sedemkian rupa hingga melahirkan sikap dan perilaku yang sejajar dengan pemaknaan secara umum. Dalam tuntutan inilah dibutuhkan sarana yang tepat dalam upaya penyemaian konsep-konsep abstrak tersebut dan keluarga menjadi salah satunya. Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dengan anak, karena keluarga merupakan satuan terkecil dan merupakan awal dari interkasi antara anak dan orang tua. Keluarga yang menghadirkan anak kedunia ini, secara kodrati keluarga mempunyai tugas mendidik anak kearah jalan yang
35
baik. Tugas orang tua mendidik anak-anaknya agar menjadi manusia yang mempuyai budaya, berbudi pekerti serta berpendidikan dalam artian luas, sehingga sudah selayaknyalah orang tua membimbing dan mengajarkan kepada anaknya untuk berbuat dan bertindak dengan penuh hati-hati. Menurut Driyarkara (dalam Setiawan, 2006:22) menyatakan bahwa: Orang pertama yang harus mendidik anak adalah orang tua. Orang tualah yang bertanggung jawab mendidik anaknya agar berkembang menjadi manusia dewasa yang utuh. Pendidikan yang dilakukan harus dengan cinta kasih, di mana orangtua dan anak harus saling berkomunikasi. Hasil didikan orang tua tersebut menjadi modal dasar anak dalam bergaul dengan teman-temannya di lingkungan masyarakat. Oleh sebab itu, apabila pergaulan anak-anak tersebut menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka orang tua-lah yang menjadi sorotan, orang tua menjadi tumpuhan kesalahan. Mereka akan menerima sanksi dari masyarakat atas perbuatan atau tindakan yang dilakukan anak-anaknya. Penghakiman terhadap orang tua sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab anak akan menirukan apa yang dialaminya dalam keluarga tersebut. Dalam istilah pribahasa disebutkan “buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya” inilah yang menjadi landasan dasar masyarakat memvonis orang tua yang tidak bisa mendidik anak. Demokrasi dalam keluarga sangatlah penting sebagai langkah awal anak untuk dapat menerapakan nialai-nilai atau budaya demokrasi dalam lingkungan yang lebih luas. Sebagaimana dinyatakan oleh Raharjo (dalam Ulhak, 2009:15) ….pembiasaan sikap dan perilaku demokratis harus dimulai dari lingkungan sosial yang paling kecil yakni keluarga. Harus ada perlindungan bagi hadirnya jiwa merdeka bagi setiap anggota keluarga, baik ayah, ibu maupun anak. Keluraga harus mampu menjadi lingkungan pertama yang memiliki perhatian bagi penyemaian nilai-nilai
36
demokrasi,…hadirnya keluarga-keluarga yang berjuang membangun semangat demokratis akan bermanfaat besar bagi suburnya iklim demokrasi di dalam tubuh masyarakat. Sejak kecil anak lahir dan berkembang di dalam keluarga, kemudian dari keluarga itulah mula-mula terisi tentang nilai-nilai dalam pribadi anak dengan jalan pergaulan, saling komunikasi antara orang tua dan anak sehingga dapat saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Orang tua dengan tidak merencanakan menanamkan kebiasaan yang diharuskan oleh nenek moyang kepada anak serta pengaruh yang lain yang diperoleh dari masyarakat di mana mereka bertempat tinggal. Tentang hubungan orang tua dengan anaknya merupakan syarat mutlak dan mempunyai peran yang penting dalam menentukan kepribadian atau sikap anak. Hubungan yang dimaksud adalah hubungan keluarga dengan anak, meliputi kasih sayang, perhatian dan keteladanan. Orang tua diharapkan mempunyai hubungan yang dekat dengan anak, sehingga anak tidak merasa khawatir untuk mengeluarkan isi hatinya tentang masalah yang dihadapi. Orang tua harus mempunyai sifat yang terbuka terhadap anak, sikap terbuka antara orang tua terhadap anak adalah suatu jalan untuk menjalin hubungan yang baik. Orang tua dengan anak harus saling membantu dan mengisi dalam kelemahan. Contoh beberapa sikap yang mencerminkan budaya demokrasi, yang dapat ditanamkan pada anak sejak dini oleh orang tua misalnya: orang tua mengajarkan anaknya agar dalam menyampaikan pendapat atau permintaan harus dilakukan secara sopan, kemudian dalam melakukan sesuatu atau menginginkan sesuatu seharusnya anak tidak memaksakan kehendaknya dan harus paham terhadap keadaan, persoalan yang ada dalam keluarga, kesediaan untuk menerima kehadiran sanak saudara, menghargai pendapat anggota keluarga lainya,
37
senantiasa musyawarah untuk pembagian kerja, serta terbuka terhadap suatu masalah yang dihadapi bersama. Musyawarah merupakan budaya demokrasi yang sangat berkembang dalam keluarga. Masalah-masalah keluarga hendaknya diselesaikan dengan musyawarah. Kepala keluarga harus bisa menyerap aspirasi atau pendapat dari anggota keluarga yang lain untuk mencapai kata mufakat. Manfaat musyawarah di lingkungan keluarga adalah: (a) seluruh anggota keluarga merasa berarti atau berperanan; (b) anggota keluarga ikut bertanggung jawab terhadap keputusan bersama; (c) tidak ada anggota keluarga yang merasa ditinggalkan; dan (d) semangat kekeluargaan dan kebersamaan semakin kokoh. Beberapa contoh pengajaran nilai-nilai tersebut di atas pada seorang anak, diharapkan anak dapat memperaktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga setelah dewasa anak tersebut dapat memiliki dan menjalankan nilai-nilai demokrasi tersebut dalam kehidupannya. b. Pelaksanaan budaya demokrasi di lingkungan kampus Sejak reformasi bergulir di negeri ini, atmosfer demokrasi berhembus kencang disegenap lapisan dan lini kehidupan masyarakat. Masyarakat pun menyambut “peradaban” baru itu dengan antusias. Kebebasan yang terpasung bertahun-tahun lamanya kembali berkibar di atas panggung kehidupan sosial. Meskipun demikian, atmosfer demokrasi itu tampaknya belum diimbangi dengan kematangan, kedewasaan, dan kearifan, sehingga kebebasan berubah menjadi “hukum rimba”. Disadari atau tidak, ketidakmatangan, ketidakdewasaan dan ketidakarifan masyarakat dalam menyongsong tumbuhnya iklim demokrasi tidak terlepas dari buruknya penanaman nilai-nilai demokrasi dalam dunia pendidikan. Kelas bukan
38
lagi menggambarkan masyarakat mini yang mencerminkan realitas sosial dan budaya, melainkan telah menjadi ruang karantina yang membunuh kebebasan dan kreativitas anak didik. Dosen belum mampu bersikap melayani kebutuhan mahasiswa berdasarkan prinsip kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan sebagai pilar demokrasi tetapi lebih cenderung bersikap bak “diktator” yang memposisikan mahasiswa sebagai objek yang bebas dieksploitasi sesuai dengan selera dan kepentingannya. Masih menjadi sebuah pemandangan yang langka ketika seorang dosen tidak sanggup menjawab pertanyaan mahasiswa, mau bersikap ksatria untuk meminta maaf dan berjanji untuk menjawabnya pada lain kesempatan. Hampir sulit ditemukan, mahasiswa yang melakukan kekhilafan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri. Sering terjadi adalah pola-pola indoktrinasi dan dogma-dogma menyesatkan. Mahasiswa di posisikan sebagai pihak yang paling bersalah, sehingga harus menerima sanksi yang sudah dirumuskan tanpa melakukan “kontrak sosial” bersama mahasiswa. Akan tetapi seiring dengan berhembusnya iklim demokrasi di negeri ini, sudah saatnya dilakukan upaya serius untuk membumikan budaya demokrasi di kelas. Prinsip kebebasan berpendapat, kesamaan hak dan kewajiban, tumbuhnya semangat persaudaraan antara mahasiswa dan dosen harus menjadi “roh” pembelajaran di kelas pada matakuliah apa pun. Interaksi dosen dan mahasiswa bukanlah sebagai subjek-objek, melainkan sebagai subjek-subjek yang sama-sama belajar membangun karakter, jatidiri, dan kepribadian. Profil dosen yang demokratis tidak bisa terwujud dengan sendirinya, tetapi membutuhkan proses pembelajaran.
39
Kelas merupakan forum yang strategis bagi dosen dan mahasiswa untuk sama-sama belajar menegakkan pilar-pilar demokrasi. Contoh pelaksanaan budaya demokrasi di kampus sebagaimana disinggung di atas, adanya pengakuan persamaan derajat dalam menerima peraturan. Artinya tidak ada ada subjek-objek melainkan subjek-subjek. Dosen dan mahasiswa sama-sama subjek. Sehingga komunikasi yang tercipta bukanlah komunikasi antara raja dengan prajurit atau kyai dengan santri. Jika hal itu tercipta maka akan melahirkan budaya politik kaula. Jika budaya demokrasi masih mengadopsi budaya politik kaula jelas akan melayukan tunas-tunas demokrasi yang sedang tumbuh, dikarenakan mahasiswa menggangap dirinya tidak berdaya mempengaruhi atau mengubah sistem, karena itu menyerah kepada segala kebijaksanaan dan keputusan para pemegang jabatan (Kantaprawira, 1992:33). Dalam hal ini mahasiswa di posisikan sebagai kaula yang diharuskan pasif, menuruti sistem yang ada sekalipun itu salah. Pola-pola yang demikian harus dihapuskan dari sistem pendidikan. Bukahkah dalam Undang-undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 disebutkan: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berangkat dari legitimasi inilah lembaga pendidikan tertutama kampus harus memberikan wadah kepada mahasiswa untuk berdemokrasi. Selain dicontohkan di atas pelaksanaan demokrasi juga dilakukan dengan memberikan ruang gerak terhadap mahasiswa untuk berdemokrasi dalam kelas, dengan melakukan diskusi-
40
diskusi sesama mahasiswa dengan dikontrol oleh dosen. Dalam berdiskusi tersebut setiap individu diberikan hak yang sama untuk mengeluarkan dan menyampaikan pendapatnya. Setiap mahasiswa diajarkan untuk menghargai setiap pendapat orang lain walaupun pendapat itu mungkin salah. Titik tekannya adalah menghargai setiap perbedaan dalam forum. Semua mahasiswa dipandang sama hak dan kewajibannya. Untuk pelaksanaan budaya demokrasi diluar kelas, mahasiswa diberikan kesempatan, mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan. Organisasi mahasiswa di kampus harus dijadikan sarana dalam melatih dan mengasah kecerdasan mahasiswa. Dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi Pasal 1 disebutkan: Organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi. Selanjutnya dalam Pasal 2 disebutkan: Organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mah siswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa. Berdasarkan landasan tersebut di atas sangat jelas bahwa mahasiswa diberikan ruang untuk berdemokrasi. Pelaksanaan budaya demokrasi dilakukan dengan memberikan hak suara setiap ada pemilihan raya fakultas untuk memilih ketua BEM Fakultas, DMF dan Ketua HMJ. Pemilihan raya universitas untuk memilih Presiden Mahasiswa dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM). Setiap tahun pesta demokrasi untuk mahasiswa itu diadakan. Di sinilah pelaksanaan budaya demokrasi itu dimunculkan, kedewasaan mahasiswa diuji. Selama peneliti menjadi mahasiswa, sudah tiga kali mengikuti serta mengamati
41
proses pemilihan raya fakultas dan universitas. Pernah terjadi tindakan anarkhis yang dilakukan oleh mahasiswa karena alasan pemilu penuh kecurangan, sehingga semua suara dibakar. c. Pelaksanaan budaya demokrasi dalam masyarakat Pelaksanaan demokrasi selain dalam lingkungan keluarga dan sekolah juga dalam lingkungan masyarakat menjadi titik pemaparan peneliti. Masyarakat merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari manusia, hal ini terjadi karena pada dasarnya manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa manusia lainnya. Dalam kehidupan bermasyarakat kecenderungan tiap individu, selalu berusaha untuk mengaplikasikan budaya demokrasi yang telah diperolehnya baik dalam kelurga maupun di sekolah, tapi terkadang dalam prakteknya di lapangan pelaksanaan budaya demokrasi tersebut masih belum optimal. Untuk melengakapi kekurangan tersebut, biasanya seseorang mencoba untuk belajar kembali guna memperbaikinya. Sehubungan dengan hal tersebut Latief (2007:33) menyatakan bahwa: “Masyarakat adalah wadah di mana individu mengalami proses pembelajaran secara langsung”. Dalam kehidupan bermasyarakat setiap manusia hendaknya mempunyai tangung jawab untuk selalu memperhatikan dan memikirkan kepentingan bersama dalam setiap tindakan yang dilaksanakan. Berangkat dari hal tersebut tentunya tanggung jawab setiap orang untuk selalu berpikir, bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang demokrasi yang sesuai dengan kehidupan masyarakat. Hal itu perlu dilakukan dalam rangka memperkecil perselisihan, konflik atau perpecahan dalam masyarakat.
42
Salah satu bentuk pelaksanaan budaya demokrasi yang dapat ditampilkan dalam kehidupan bermasyarakat misalnya; dengan memahami dan menghargai pendapat dan kepentingan orang lain, melibatkan diri dalam upaya memecahkan persoalan bersama, dan mentaati peraturan lingkungan dan hukum yang berlaku dalam masyarakat, bersedia bergaul dengan teman tanpa membeda-bedakan, menerima teman-teman yang berbeda latar belakang budaya, ras dan agama, menghargai pendapat teman meskipun pendapat itu berbeda dengan kita, mengutamakan musyawarah, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan masalah. Pesta demokrasi menjadi wahana untuk mengimplementasikan budaya demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam masyarakat yang menjadi pesta demokrasinya ialah memilih ketua Rukun Tetangga dan juga ketua Rukun Warga dan pemilihak Kepada Desa. d. Pelaksanaan budaya demokrasi dalam kehiduapan berbangsa dan bernegara Melaksanakan budaya demokrasi dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi menjadi keharusan setiap warga negaranya. Budaya demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan pengkonsistensian prinsipprinsip dan unsur-unsur demokrasi secara umum. Nilai-nilai demokrasi ini dirasakan merupakan elemen penting, karena nilai-nilai demokrasi ini tidak hanya ditujukan untuk rakyat saja tetapi juga pemerintah sebagai orang yang menjalakan pemerintahan dalam sebuah negara. Indonesia masih memegang teguh budaya demokrasi yang berasal dari budaya politik. Menurut Almond dan Verba yang diuraikan oleh Hatta (2008), dalam budaya politik kita mengenal tipe-tipe budaya politik yaitu: (a) budaya
43
politik parokial (parochial political culture); (b) budaya politik kaula (subjek political culture); dan (c) budaya politik partisipan (participant political culture). Pertama, budaya parokial artinya terbatas pada wilayah atau lingkungan yang kecil dan sempit misalnya yang bersifat provinsial. Dalam tipe budaya politik ini, tidak ada peran politik yang bersifat khusus. Individu tidak mengharapkan perubahan apapun dari sistem politik. Hal ini diakibatkan karena individu tidak merasa bahwa mereka adalah bagian dari bangsa secara keseluruhan. Individu hanya merasa bahwa mereka terikat dengan kekuasaan yang dekat dengan mereka, misalnya suku mereka, agama mereka, ataupun daerah mereka. Budaya politik ini juga mengindikasikan bahwa masyarakatnya tidak memiliki minat maupun kemampuan untuk berpartisipasi dalam politik. Perasaan kompetensi politik dan keberdayaan politik otomatis tidak muncul, ketika berhadapan dengan institusi-institusi politik. Oleh karena itu, terdapat kesulitan untuk mencoba membangun demokrasi dalam budaya politik parokial, hanya bisa terjadi bila terdapat institusi-institusi dan perasaan kewarganegaraan baru. Budaya politik ini bisa ditemukan dalam masyarakat suku-suku di negara-negara belum maju, seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Budaya politik parokial kentara misalnya, di dalam budaya masyarakat yang masih nomaden, ini terjadi di kafilah-kafilah badui jazirah Arabia, suku-suku pedalaman Indonesia seperti Kubu, Dani, Asmat, Anak Dalam, dan sejenisnya. Contoh tersebut dalam pengertian fisik. Namun, dapat pula kita kembangkan parokialisme dalam pengertian lebih luas. Misalnya, dapat kita sebut bahwa sebagian warga Aceh, Papua dan Maluku yang hendak memisahkan diri dari
44
Republik Indonesia sebagai menganut budaya politik parokial, oleh sebab mereka tidak mengidentifikasi diri sebagai warga negara Republik Indonesia. Kedua, budaya politik subyek atau kaula adalah budaya politik yang tingkatannya lebih tinggi dari parokial oleh sebab individu merasa bahwa mereka adalah bagian dari warga negara. Individu yang berbudaya politik subyek juga memberi perhatian yang cukup atas politik akan tetapi sifatnya pasif. Mereka kerap mengikuti berita-berita politik tetapi tidak bangga atasnya dalam arti, secara emosional mereka tidak merasa terlibat dengan negara. Saat mereka tengah membicarakan masalah politik, cenderung ada perasaan tidak nyaman sebab mereka tidak mempercayai orang lain begitu saja. Pada akhirnya, saat berhadapan dengan institusi negara mereka merasa lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa. Budaya politik subyek atau kaula banyak berlangsung di negara-negara yang kuat (strong government) tetapi bercorak otoritaritarian atau totalitarian, misalnya budaya ini banyak terjadi di Indonesia saat pemerintah Presiden Suharto (masa Orde Baru). Di masa tersebut, jarang ada yang berani membincangkan masalah politik secara bebas, terlebih lagi mengkritik Presiden ataupun keluarganya. Demokrasi sulit untuk berkembang dalam masyarakat dengan budaya politik subyek, karena masing-masing warga negaranya tidak aktif. Perasaan berpengaruh terhadap proses politik muncul bila mereka telah melakukan kontak dengan pejabat lokal. Selain itu mereka juga memiliki kompetensi politik dan keberdayaan politik yang rendah, sehingga sangat sukar untuk mengharapkan artisipasi politik yang tinggi, agar terciptanya mekanisme kontrol terhadap berjalannya sistem politik.
45
Ketiga, budaya politik partisipan adalah budaya politik yang lebih tinggi tingkatannya ketimbang budaya politik subyek. Dalam budaya politik partisipan, individu mengerti bahwa mereka adalah warga negara yang punya sejumlah hak maupun kewajiban. Hak untuk menyatakan pendapat, memperoleh pekerjaan, penghasilan, pendidikan, dan di sisi lain kewajiban untuk membayar pajak. Budaya politik partisipan sering dan merasa bebas mendiskusikan masalah politik. Mereka merasa bahwa, hingga tingkatan tertentu, dapat mempengaruhi jalannya perpolitikan negara. Mereka pun merasa bebas dan mampu mendirikan organisasi politik baik untuk memprotes ataupun mendukung pemerintah. Jika tidak mendirikan organisasi politik, mereka pun banyak bergabung ke dalam organisasi sukarela baik bersifat politik maupun tidak. Saat mengikuti pemilu mereka cukup berbangga hati. Budaya politik partisipan utamanya banyak terjadi di negara-negara dengan tingkat kemakmuran dan keadilan yang cukup tinggi. Jarang budaya politik partisipan terdapat di negara-negara yang masih bercorak otoritarian, totaliter ataupun terbelakang secara ekonomi, jika tidak makmur secara ekonomi, maka budaya politik partisipan muncul dalam sistem politik yang terbuka seperti demokrasi liberal. Budaya politik partisipan merupakan lahan yang ideal bagi tumbuh suburnya demokrasi. Hal ini dikarenakan terjadinya harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah, yang ditunjukan oleh tingkat kompetensi politik, yaitu menyelesaikan sesuatu hal secara politik, dan tingkat efficacy atau keberdayaan, karena mereka merasa memiliki setidaknya kekuatan politik yang ditunjukan oleh warga negara. Oleh karena itu mereka merasa perlu untuk terlibat dalam proses pemilu dan mempercayai perlunya keterlibatan dalam politik. Selain
46
itu warga negara berperan sebagai individu yang aktif dalam masyarakat secara sukarela, karena adanya saling percaya (trust) antar warga negara. Oleh karenanya dalam konteks politik, tipe budaya ini merupakan kondisi ideal bagi masyarakat secara politik. Namun dalam kenyataannya tidak ada satupun negara yang memiliki budaya politik murni partisipan, pariokal atau subyek. Melainkan terdapat variasi campuran di antara ketiga tipe-tipe tersebut, ketiganya menurut Almond dan Verba yang diuraikan oleh Hatta (2008) tervariasi ke dalam tiga bentuk budaya politik, yaitu: (a) budaya politik subyek-parokial (the parochial- subject culture); (b) budaya politik subyek-partisipan (the subject-participant culture); dan (c) budaya politik parokialpartisipan (the parochial-participant culture). Untuk membangun budaya demokrasi yang baik harus menganut tipe politik partisipan. Partisipasi Politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, seperti memilih kepala negara atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah. Dalam tipe ini mendorong kedewasaan masyarakat dalam menerima hasil pemilihan. Kedewasaan berpolitik ini akan melahirkan budaya demokrasi yang sehat dalam sebuah negara. Bentuk sikap yang dapat dikembangkan sebagai perwujudan pelaksanaan budaya demokrasi dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara misalnya; besedia menerima kekalahan secara dewasa dan ikhlas, kesediaan para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya, memiliki kejujuran dan integritas, memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada publik, menghargai hak-hak kaum minoritas, menghargai perbedaan yang
47
ada pada rakyat, mengutamakan musyawarah untuk kesepakatan bersama untuk menyelesaikan masalah-masalah kenegaraan.
B. Proses Demokrasi Dalam sebuah pesta demokrasi ada beberapa proses yang harus dilalui oleh seorang kandidat. Proses yang dimaksudkan adalah: (1) proses penetapan calon; (2) proses sosialisasi; (3) proses pemilihan; (4) prose penetapan dan pelantikan; dan (5) sikap calon yang menang dan calon yang kalah. Dalam proses yang peneliti sebutkan di atas point kelima bukanlah proses yang secara tegas ada dalam sebuah tahapan dalam pemilu. Akan tetapi peneliti ingin meneliti bagaimana sikap calon yang menang dan bagaimana juga sikap calon yang kalah. Sikap calon yang menang dan kalah ini ada korelasinya dengan budaya demokrasi yang menjadi fokus penelitian ini. Dengan demikian sikap tersebut harus dibahas oleh peneliti.
1. Proses Penetapan Calon Berbicara proses penetapan berarti berbicara proses penjaringan. Proses penjaringan dilakukan untuk menyeleksi individu atau person yang berkeinginan atau berminat untuk mencalonkan diri. Dalam proses penjaringan itu dibutuhkan persyaratan-persyaratan yang dibuat oleh yang berwenang sebagai alat penjaringan. Pada umumnya lembaga yang berwenang untuk membuka penjaringan tersebut adalah penyelenggara. Di tingkat nasional (negara) dalam sebuah pemilihan Presiden atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang melakukan penjaringan tersebut adalah KPU, sebab KPU merupkan institusi yang legal sebagai penyelenggara pemilihan umum. Persyaratan sebagaimana
48
dimaksudkan di atas ditetapakan dalam musyawarah, sehingga persyaratan yang ditetapkan untuk menjaring para bakal calon tersebut merupakan keputusan bersama, bukan keputusan sepihak atau golongan tertentu. Dengan demikian memenuhi prinsip demokrasi. Dalam demokrasi segala keputusan tidak boleh diputuskan sepihak, tetapi harus diputuskan secara musyawarah. Hal ini senada dengan yang dinyatakan oleh Syafeii (2005:136), yaitu musyawarah merupakan salah satu prinsip demokrasi yang harus diterapkan dalam pengambilan keputusan sehingga out put nya menjadi keputusan bersama bukan sepihak, jika tidak diterapkan berarti secara substansi keputusan itu tidak demokratis. Tentunya persyaratan atau peraturan itu nantinya harus memenuhi rasa keadilan masyarakat kampus dalam artian tidak asal buat, harus memahami dan mengerti kondisi mahasiswa. Pasca persyaratan tersebut diputuskan maka akan ada orang-orang yang ingin mendaftarkan diri. Keterlibatan mereka tersebut merupakan partisipasi politik. Menurut Milbarath (dalam Maran, 2001:156), ada empat faktor utama yang mendorong orang untuk berpartipasi dalam kehidupan politik. Pertama, karena adanya perangsang, maka orang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam hal ini minat untuk berpartisipasi dipengaruhi misalnya oleh seringnya mengikuti diskusi-diskusi politik melalui media massa atau melalui diskusi informasl. Kedua, karena faktor karakteristik pribadi seseorang. Orangorang yang berwatak sosial, yang punya kepedulian sosial, politik, ekonomi, biasanya mau terlibat dalam aktivitas politik. Ketiga, faktor karakter sosial seseorang. Karakter sosial menyangkut status sosial ekonomi, kelompok ras, etnis dan agama seseorang. Bagaimanapun
49
lingkungan sosial seseorang itu ikut mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku seseorang dalam bidang politik. Orang yang berasal dari lingkungan sosial yang lebih rasional dan menghargai nilai-nilai seperti keterbukaan, kejujuran, keadilan, dan lain-lain tentu akan maju juga memperjuangkan tegaknya nilai-nilai tersebut dalam bidang politik. Oleh karena itulah mereka mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Keempat, faktor situasi atau lingkungan politik itu sendiri. Lingkungan politik yang kondusif membuat orang dengan senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam lingkungan politik yang demokratis, orang merasa lebih bebas dan nyaman untuk terlibat dalam aktivitasaktivitas politik ketimbang dalam lingkungan politik yang totaliter. Lingkungan politik yang sering diisi dengan aktivitas-aktivitas brutal dan kekerasan dengan sendirinya menjauhkan masyarakat dari wilayah politik.
.
Semua kampus atau perguruan tinggi di Indonesia dalam melaksanakan pesta demokrasi tak lepas dari aturan. Aturan tersebut tentunya dibuat oleh lembaga yang berwenang, sehingga mempunyai kekuatan hukum. Lembaga yang berwenang yang menangani hal ini adalah KPU atau sejenisnya. Sejenisnya yang peneliti maksud, karena dimungkinkan setiap kampus berbeda-beda namanya. Di Universitas lain namanya bukan KPU tetapi BPPR (Badan Pelaksana Pemilu Raya) tetapi subtansi yang dikerjakan sama dengan KPU yang ada di Universitas lainnya. KPU-lah yang berhak mengeluarkan peraturan dan membahas syaratsyarat yang akan dijadikan ukuran atau patokan seorang kandidat. Sistematika secara umum proses penetapan calon harus terlebih dahulu menetapan persyaratan calon atau kandidat. Calon atau kandidat yang sudah terdaftar akan di verifikasi. Verifikasi bertujuan untuk memeriksa persyaratan
50
yang diajukan oleh bakal calon sehingga dapat diketahui siapa yang lolos verifikasi dan yang tidak lulus verifikasi. Dalam melakukan verifikasi KPU harus memandang semua bakal calon sama, sehingga yang tidak memenuhi persyaratan harus ditindak sesuai dengan aturan main yang ada. Sebagai penyelenggara KPU tidak ada kewajiban untuk membelah salah satu kandidat, seperti menutupi kekurangan berkas-berkas bakal calon atau dengan memberikan toleransi diluar aturan yang dibuat. Dalam proses penetapan calon agar budaya demokrasi terlaksana, maka unsur-unsur budaya demokrasi juga harus diterapkan. Dalam pandangan Austin Ranney (dalam Kholil, 2009) unsur-unsur budaya demokrasi dikelompokan antara lain: a) Kebebasan, adalah keleluasaan untuk membuat pilihan terhadap beragam pilihan atau melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk kepentingan bersama atas kehendak sendiri tanpa tekanan dari pihak manapun, bukan kebebasan untuk melakukan hal tanpa batas. Kebebasan harus digunakan untuk hal yang bermanfaat bagi masyarakat, dengan cara tidak melanggar aturan yang berlaku. b) Persamaan, Tuhan menciptakan manusia dengan harkat dan martabat yang sama. Dalam masyarakat, manusia memiliki kedudukan yang sama di depan hukum, politik, mengembangkan kepribadiannya masing-masing, sama haknya untuk menduduki jabatan pemerintahan. c) Solidaritas, adalah kesediaan untuk memperhatikan kepentingan dan bekerjasama dengan orang lain. Solidaritas sebagai perekat bagi pendukung demokrasi agar tidak jatuh ke dalam perpecahan. d) Toleransi, adalah sikap atau sifat toleran. Toleran artinya bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan) yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri. e) Menghormati kejujuran, adalah keterbukaan untuk menyatakan kebenaran, agar hubungan antar pihak berjalan baik dan tidak menimbulkan benihbenih konflik di masa depan. f) Menghormati penalaran, adalah penjelasan mengapa seseorang memiliki pandangan tertentu, membela tindakan tertentu, dan menuntut hal serupa dari orang lain. Kebiasaan member penalaran akan menumbuhkan kesadaran bahwa ada banyak alternatif sumber informasi dan ada banyak cara untuk mencapai tujuan. g) Keadaban, adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir-batin atau kebaikan budi pekerti. Perilaku yang beradab adalah perilaku yang mencerminkan
51
penghormatan terhadap dan mempertimbangkan kehadiran pihak lain yang tercermin dalam sopan santun, dan beradab. Kandidat yang lolos verifikasi disebut sebagai calon dan berhak mengikuti proses yang selanjutnya. Sebaliknya yang tidak lolos tidak berhak untuk mengikuti proses atau maju ke fase selanjutnya.
2. Proses Sosialisasi Proses sosialisasi termasuk dalam sosialisasi politik. Sosialisasi politik menurut Rush dan Phillip yang diterjemahkan oleh Kartono (2005:25) adalah suatu proses, bagaimana memperkenalkan sistem politik pada seseorang dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala politik. Proses sosialisasi yang dimaksudkan di sini adalah proses yang dilakukan seorang kandidat dalam mempengaruhi massa, sehingga dapat memberikan suara kepada si kandidat. Lazimnya cara sosialisasi tersebut dikenal dengan istilah kampanye. Definisi kampanye jika mengacu pada Undang-Undang No 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, kampanye adalah kegiatan untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program pasangan calon. Secara sederhana kampanye dapat diartikan sebagai kegiatan peserta pemilu untuk menyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi dan misi, serta program kerjanya. Kampanye tak lain sebuah pendekatan yang lazim dilakukan oleh kandidat dengan memberikan janji-janji politik kepada pemilih. Janji-janji tersebut tentunya terkait dengan isu-isu perubahan. Natalie Dylan (2009) menyatakan: Perubahan menjadi isu kuat setiap kampanye politik di manapun. Bahkan presiden terpilih Barack Obama menjadikannya dalam satu kemasan
52
kalimat yang menjadi ikon setiap kampanyenya dan selalu menggunkan yes we can untuk meyakinkan audiennya. Proses sosialisasi politik sangat penting untuk pemfiguran seorang calon. Terlebih lagi seorang politikus, sosialisasi menjadi sebuah keharusan baginya untuk memperkenalkan visi misi partai politik yang dipimpin. Visi misi partai harus dipromosikan kepada khalayak luas. Tujuan dari sosialisasi tersebut tak lain adalah untuk mempengaruhi dan sekaligus mengajak masyarakat agar mendukung partainya. Finishingnya dari promosi itu menjadikan partai politik tersebut mendulang suara dan memenangkan pemilu. Menurut Maran (2001:138) sosialisasi politik bagi para politisi tak mungkin dihindari, tanpa sosialisasi politik para politisi tidak lebih dari orangorang yang banyak berbicara tentang politik, tetapi tidak tahu memainkan peranan mereka sebagai politisi yang matang. Untuk menjadi politisi yang matang, mereka harus belajar tahap demi tahap, seperti halnya seorang pemuda harus banyak belajar untuk menjadi orang yang dewasa. Kuantitas dan kualitas sosialisasi dalam menghadapi pemilu akan menentukan menang tidaknya seorang kandidat tersebut. Sosialisasi berarti menciptakan ruang interaksi antara kandidat dan pemilih. Interaksi tersebut menggiring masyarakat untuk dapat terlibat dalam proses pemilu. Kampanye menjadi kewajiban calon untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat. Kampanye harus dilakukan oleh semua kandidat. Semua kandidat harus
mendapatkan
kesempatan
kampanye
sama,
tidak
boleh
ada
pengistimewahan terhadap salah satu calon. Kampanye merupakan bagian dari pemilihan. Dalam pemilihan harus menerapkan ciri-ciri pemilihan umum yang
53
demokratis salah satunya perlu adanya persamaan hak kampanye. Sebagaimana di jelaskan oleh Austin Ranney (dalam Kholil, 2009) bahwa: Persamaan hak kampanye, melalui kampanye mereka memperkenalkan program kerja kepada rakyat pemilih, pemecahan masalah yang ditawarkan, serta program kesejahteraan. Dalam kampanye masing-masing kandidat harus berani mengedepankan logika. Pada waktu kampanye selalu menjadi sorotan masyarakat karena selalu memakn korban. Masing-masing massa terlalu fanatik dengan kandidat yang diusung, sehingga ketika di lapangan selalu terjadi bentrok. Kedua kandidat harus memegang teguh tanggung jawab yang melekat. Seorang kandidat harus punya adab, karena sebagai calon akan menjadi panutan. Kandidat yang berkompetisi tidak hanya unggul itelektual akan tetapi budipkerti atau akhlak. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Austin Ranney (dalam Kholil, 2009) ada beberapa unsurunsur budaya demokrasi antara lain: (1) solidaritas, adalah kesediaan untuk memperhatikan kepentingan dan bekerjasama dengan orang lain. Solidaritas sebagai perekat bagi pendukung demokrasi agar tidak jatuh ke dalam perpecahan; (2) toleransi, adalah sikap atau sifat toleran. Toleran artinya bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan) yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri; (3) menghormati kejujuran, adalah keterbukaan untuk menyatakan kebenaran, agar hubungan antar pihak berjalan baik dan tidak menimbulkan benih-benih konflik di masa depan; (4) keadaban, adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir-batin atau kebaikan budi pekerti. Perilaku yang beradab adalah perilaku yang mencerminkan penghormatan terhadap dan mempertimbangkan kehadiran pihak lain yang tercermin dalam sopan santun, dan beradab. Selama proses kampanye kandidat dan masing-masing tim sukses hendaknya menjunjung tinggi budaya demokrasi sebagaimana disebutkan di atas. Keadaban, kejujuran, toleransi, dan sikap solidaritas harus dipegang teguh oleh kedua
54
kandidat dan masing-masing tim sukses. Dengan demikian kampanye tidak berujung pada malapetaka.
3. Proses Pemilihan Proses pemilihan adalah salah satu bentuk penerapan partisipasi politik. Menurut Syarbaini dkk (2004:69) partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, seperti memilih kepala negara atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan pemberian suara dapat dianggap sebagai bentuk partisipasi politik aktif yang paling kecil, karena hal itu menuntut suatu keterlibatan minimal, yang akan berhenti jika pemberian suara telah terlaksana (Kartono, 2005:127). Lagi pula, tanpa melihat adanya pembatasan-pembatasan lainnya, kegiatan pemberian suara tidak boleh dibatasi oleh seringnya pemilihan. Dalam pemilu semakin banyak orang yang berpartisipasi menunjukan tingkat kemajuan sistem demokrasi. Dalam pandangan Rossseau (dalam Mariana, 2008:32), demokrasi tanpa partisipasi secara langsung oleh rakyat merupakan bentuk pengingkaran terhadap demokrasi itu sendiri. Asumsi ini mendasari pandangan bahwa pemilihan para pejabat politik secara langsung lebih demokratis dibandingkan melalui mekanisme perwakilan. Kualitas sistem demokrasi ikut ditentukan oleh kualitas proses seleksi para wakil termasuk wakil yang memperoleh mandat untuk memimpin pemerintahan (Mariana 2008:33). Michael Rush dan Philip Althoff (dalam Maran, 2001:147) memberikan pandangan bahwa partisipasi politik dianggap sebagai akibat dari sosialisasi politik. Namun kiranya perlu juga dicatat bahwa partisipasi politik pun berpengaruh terhadap sosialisasi politik, tanpa partisipasi politik, sosialisasi tidak
55
berjalan. Partisipasi dapat juga dijelaskan sebagai usaha terorganisir oleh para warga negara untuk memilih pemimpin-pemimpin mereka dan mempengaruhi bentuk dan jalannya kebijaksanaan umum. Usaha ini dilakukan berdasarkan kesadaran akan tanggung jawab mereka terhadap kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dalam sebuah negara. Partisipasi politik berbeda dengan mobilisasi politik. Partisipasi politik merupakan usaha pengerahan massa oleh golongan elit politik untuk mendukung kepentingan-kepentingannya. Mobilisasi politik lebih pada sifat pemaksaan karena sebuah keputusan yang dibuat yang berwenang. Mobilisasi tampak dalam upaya pengerahan sejumlah besar orang oleh golongan elit tertentu untuk mendengarkan pidato-pidato politik dalam suatu rapat umum, atau dalam upaya menggerakkan sejumlah besar orang untuk mengacaukan suatu kedutaan asing. Partisipasi politik berbeda-beda dari masyarakat yang satu kemasyarakat yang lain. Kadar partisipasi politik pun bervariasi dari tiap masyarakat. Menurut Maran (2001:148) konsep partisipasi politik mencakup apa yang disebut dengan apatisme politik, alienasi politik dan kekerasan politik. Dalam masyarakat tidak jarang kita temukan orang atau individu yang apatis terhadap urusan-urusan politik dan orang-orang teralienasi, terasing dari kehidupan politik. Selain itu terdapat juga orang-orang yang melakukan kekerasan politik. Apatisme politik adalah sikap yang dimiliki orang yang tidak berminat atau tidak punya perhatian terhadap orang lain. Orang yang apatis adalah orang yang pasif, yang mengandalkan perasaan dalam menghadapi permasalahan dan tidak mampu melaksanakan tanggung jawab yang baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat serta selalu merasa terancam.
56
Sinisme politik adalah sikap yang dimiliki orang yang menghayati tindakan dan motif orang lain dengan perasaan curiga. Orang-orang yang sinisme lebih bersikap pesimisme ketimbang optimisme. Mereka menganggap bahwa politik merupakan urusan yang kotor, bahwa para politisi itu tidak dapat dipercaya, bahwa individu menjadi korban dari kelompok yang melakukan manipulasi, bahwa kekuasaan dijalankan oleh orang-orang yang tak tahu malu. Alienasi politik menurut Robert Lane (dalam Maran, 2001:155), adalah perasaan keterasingan dari kehidupan politik dan pemerintahan masyarakat. Orang-orang tipe ini cenderung melihat peraturan-peraturan yang ada sebagai hal yang tidak adil dan hanya menguntungkan para penguasa. Anomi politik adalah perasaan kehilangan nilai dan arah hidup, sehingga tak ada motivasi untuk mengambil tindakan-tindakan yang berarti dalam hidup ini. Orang yang berperasaan demikian menganggap penguasa bersikap “tidak peduli” terhadap tujuan-tujuan hidupnya. Seperti halnya alienasi, anomi adalah perasaan terpisah dari masyarakat. Alienasi dan anomi politik pada gilirannya bisa mencetuskan kekerasan politik. Bentuk partisipasi politik seseorang tampak dalam aktivitas-aktivitas politiknya. Menurut Maran (2001:148) bentuk partisipasi politik yang paling umum dikenal adalah pemungutan suara (voting) entah untuk memilih para calon wakil rakyat atau pun untuk memilih kepala negara. Ada perbedaan pandangan tentang pentinya peranan voting atau pemungutan suara dalam kehidupan politik. Masyarakat yang demokratis sangat menghargai voting sedangkan masyarakat nondemokratis tidak menghargainya. Menurut Milbarath (dalam Maran, 2001:156), ada empat faktor utama yang mendorong orang untuk berpartipasi
57
dalam kehidupan politik. pertama, karena adanya perangsang, maka orang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam hal ini minat untuk berpartisipasi dipengaruhi misalnya oleh seringnya mengikuti diskusi-diskusi politik melalui media massa atau melalui diskusi informasl. Kedua, karena faktor karakteristik pribadi seseorang. Orang-orang yang berwatak sosial, yang punya kepedulian sosial, politik, ekonomi, biasanya mau terlibat dalam aktivitas politik. Ketiga, faktor karakter sosial seseorang. Karakter sosial menyangkut status sosial ekonomi, kelompok ras, etnis dan agama seseorang. Bagaimanapun lingkungan sosial seseorang itu ikut mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku seseorang dalam bidang politik. Orang yang berasal dari lingkungan sosial yang lebih rasional dan menghargai nilai-nilai seperti keterbukaan, kejujuran, keadilan, dan lain-lain tentu akan maju juga memperjuangkan tegaknya nilai-nilai tersebut dalam bidang politik. Oleh karena itulah mereka mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Keempat, faktor situasi atau lingkungan politik itu sendiri. Lingkungan politik yang kondusif membuat orang dengan senang hati berpartisipasi dalam kehidupan politik. Dalam lingkungan politik yang demokratis, orang merasa lebih bebas dan nyaman untuk terlibat dalam aktivitasaktivitas politik ketimbang dalam lingkungan politik yang totaliter. Lingkungan politik yang sering diisi dengan aktivitas-aktivitas brutal dan kekerasan dengan sendirinya menjauhkan masyarakat dari wilayah politik. Kesadaran politik warga negara menjadi faktor determinan dalam partisipasi politik masyarakat, artinya berbagai hal yang berhubungan dengan pengetahuan dan kesadaran akan hak dan kewajiban yang berkaitan dengan lingkungan masyarakat dan kegiatan politik menjadi ukuran dan kadar seseorang
58
terlibat dalam proses partisipasi politik. Berdasarkan fenomena di atas W. Page memberikan pandangan tentang
model-model partisipasi. Menurut W. Page
(dalam Rahman, 2007:289) model-model partisipasi politik dibagi empat tipe, yaitu: (1) apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah tinggi maka partisipasi politik cenderung aktif; (2) sebaliknya kesadaran dan kepercayaan sangat kecil maka partisipasi politik menjadi pasif dan apatis; (3) kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan terhadap pemerintah lemah maka perilaku yang muncul adalah militan radikal; (4) kesadaran politik rendah tetapi kepercayaan kepada pemerintah tinggi maka partisipasinya menjadi sangat pasif artinya hanya berorientasi pada out politik. Secara umum tipologi partisipasi sebagai kegiatan dibedakan menjadi tiga: (1) partisipasi aktif yaitu partisipasi yang berorientasi pada proses input dan output; (2) partisipasi pasif yaitu partisipasi yang berorientasi hanya pada output, dalam artian hanya mentaati peraturan pemerintah, menerima dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah; (3) golongan putih atau kelompok apatis, karena menganggap sistem politik yang ada telah menyimpang dari apa yang dicitacitakan. Milbrath dan Goel (dalam Rahman, 2007:289) dalam pandangannya membedakan partisipasi menjadi empat: (1) kelompok apatis adalah mereka yang tidak akan berpatisipasi dan akan menarik diri dari proses politik; (2) spektator adalah orang yang setidaktidaknya pernah ikut memilih dalam pemlihan umum; (3) gladiator yakni komunikator, spesialis mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai, pekerja kampanye dan aktivis masyarakat; (4) pengkritik dalam bentuk partisipasi yang tidak konvesional. Adapun bentuk-bentuk partisipasi politik dipaparkan oleh Michael Rush dan Philip Althoff (dalam Kartono, 2005:121) meliputi: (1) menduduki jabatan politik; (2) mencari jabatan politik; (3) menjadi anggota aktif dalam sebuah organisasi politik; (4) menjadi anggota pasif dalam sebuah organisasi politik; (5)
59
menjadi anggota aktif dalam sebuah organisasi semi-politik; (6) menjadi anggota pasif dalam sebuah organisasi semi-politik; (7) partisipasi dalam rapat umum, demontrasi dan lain sebagainya; (8) partisipasi dalam diskusi politik formal dan (9) partisipasi dalam pemungutan saura. Partisipasi sangat penting, tanpa partisipasi politik kehidupan politik akan mengalami kemacetan. Dalam pemilihan atau pemungutan suara ada asa-asas yang merupakan budaya demokrasi dan harus benar-benar diimplementasikan oleh seluruh warga masyarakat. Asas-asas tersebut sering kita kenal dengan singkatan LUBER JURDIL. Pertama, langsung artinya warga negra yang sudah berhak memilih dapat secara langsung memilih partai atau kelompok peserta pemilihan umum tanpa perantara. Kedua, umum artinya menyerahkan hak yang disimbolkan dengan menusuk atau mencontreng harus dilandasi oleh pemikiran dan segala konsekuensinya, mengerti apa dan untuk apa pemilihan umum. Sebab itu anakanak, orang gila dan lain-lain atas pertimbangan tertentu tidak diberi hak untuk memilih dalam pemilihan umum. Jadi, tidak seluruh warga negara berhak ikut dalam pemilihan umum, melainkan pada umumnya atau mayoritas. Ketiga, bebas dimaksudkan agar pilihan seseorang itu betul-betul sesuai dengan keinginanya, maka seseorang tidak boleh dipaksa atau ditekan untuk memilih A tau B. Apabila pemilih dalam pemilihan umum dipaksa, maka kemungkinan kesetiannya kepada pemerintah berkurang dan akan menimbulkan gejala-gejala yang kurang menyenangkan dalam masyarakat seperti kerusuhan, pemberontakan atau perbuatan kriminal lainnya. Selain itu suara yang diberikan pemilih pada waktu pencoblosan tidak diketahui oleh sistem yang dibuat, dengan kata lain tidak ada sistem yang mendukung sehingga pilihan kita dapat diketahui.
60
Keempat, rahasia artinya pemilihan menyangkut hak-hak yang sangat pribadi. Untuk itu apa yang menjadi pilihan seseorang tidak dapat diketahui oleh siapa pun, karena itu sangat bersifat pribadi sehingga orang lain tak wajib mengetahuinya. Kelima, jujur dan adil artinya asas ini lebih ditunjukan pada pihak-pihak yang terlibat dalam menyelenggarakan pemilihan umum, seperti petugas-petugas (KPU dan panwaslu) pemilihan umum harus jujur dan bersikap adil kepada semua peserta pemilihan umum. Pemilihan umum bisa dikatakan demokratis apabila memenuhi ciri-ciri pemilihan umum yang demokratis. Menurut Austin Ranney (dalam Kholil, 2009) ciri-ciri pemilihan umum yang demokratis itu antara lain: a) Hak pilih umum, pemilu disebut demokratis manakala semua warga negara dewasa menikmati hak pilih pasif dan aktif. Hak pilih pasif, yaitu hak warga negara untuk dapat dipilih menjadi wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat. Hak pilih aktif, yaitu hak setiap warga negara untuk dapat memilih atau menggunakan hak pilihnya dalam pemilu untuk memilih wakilnya yang akan mewakilinya di lembaga perwakilan rakyat. b) Kesetaraan bobot suara, suara tiap-tiap emilih diberi bobot yang sama, artinya tidak boleh ada sekelompok warga negara, apapun kedudukan, sejarah kehidupan, dan jasa-jasanya, yang memperoleh lebih banyak wakil dari warga lainnya. Contoh bila harga sebuah kursi parlemen adalah 420.000 suara, masa harus ada jaminan bahwa tak ada sekelompok warga negarapun yang kurang dari kuota tersebut mendapatkan satu atau bahkan lebih di parlemen. c) Tersedianya pilihan yang signifikan, para pemilih harus dihadapkan pada pilihan-pilihan atau calon-calon wakil rakyat atau partai politik yang berkualitas. d) Kebebasan nominasi, pilihan-pilihan itu harus datang dari rakyat sendiri melalui organisasi atau partai politik yang telah diseleksi untuk memdapatkan calon yang mereka pandang mampu menterjemahkan kebijakan organisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. e) Persamaan hak kampanye, melalui kampanye mereka memperkenalkan program kerja kepada rakyat pemilih, pemecahan masalah yang ditawarkan, serta program kesejahteraan. f) Kebebasan dalam memberikan suara, para pemilih dapat menentukan pilihannya secara bebas, mandiri, sesuai dengan pertimbanganpertimbangan hati nuraninya.
61
g) Kejujuran dalam penghitungan suara, kecurangan dalam penghitungan suara akan menggagalkan upaya menjelmakan rakyat ke dalam badan perwakilan rakyat. Pemantau independen dapat menopang perwujudan kejujuran dalampenghitungan suara. h) Penyelenggaraan secara periodik, pemilu tidak boleh dimajukan atau diundurkan sekehendak hati penguasa. Pemilu tidak boleh digunakan oleh penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya akan tetapi pemilu digunakan untuk sarana penggantian kekuasaan secara damai dan terlembaga. Ciri-ciri di atas ditambahkan oleh Supriyanto (2009), ia menyatakan bahwa: Pemilu yang baik adalah yang predictable prosses dan unpredictable result; proses atau prosedurnya pasti, namun hasilnya tidak pasti, alias tidak ada yang bisa memastikan siapa pemenangnya. Itulah karakter pokok penyelenggaraan pemilu yang demokratis: jadwal dan tahapan tahapan pemilu sudah pasti, proses-proses pelaksanaan sudah jelas, dan prosedur-prosedur teknis administratif sudah baku tidak ada yang diragukan lagi, tidak ada yang dipertanyakan lagi. Baik pemilih, peserta maupun penyelenggara tahu pasti apa yang harus dilakukan. Do dan don’t-nya jelas, sehingga siapapun akan mendapat manfaat dan sanksi pasti atas apa yang dilakukannya.
4. Proses Penetapan dan Pelantikan Sebelum melangkah ke proses penetapan terpilih terlebih dahulu melalui tahap perhitungan suara. Proses pelantikan adalah tahap akhir dari serangkaian tahap yang harus dilalui bagi kandidat terpilih. Mulai dari tahap pencalonan atau pendafataran hingga tahap paling akhir yaitu pelantikan. Tahapan yang rawan terjadi bentrok massa adalah adalah tahapan penetapan dan pelantikan. Hal itu bisa dipicu karena pendukung kubu masing-masig tidak menerima hasil perhitungan suara. Banyak contoh yang kita saksikan, baik secara langsung atau melalui media massa. Kadang yang menjadi permasalahan adalah penilaianpenilaian yang subjektivitas dari kedua kubu. Kubu yang kalah menilai ada
62
kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu, sedangkan kubu yang menang menilai itu sudah sesuai dengan prosedur. Adu argumen tak bisa dielakkan yang akhirnya bisa berujung pada perkelahian, pembakaran, demo, anakhis dan sebagainya, yang intinya dengan adanya kerusuhan semacam itu dapat menghambat jalannya penetapan dan pelantikan calon yang menang. Di negara demokratis hal-hal semacam ini jarang terjadi, karena kedewasaan berpolitik mereka sudah matang. Jika berbicara skala luas (negara) merujuk inti sari dari Undang-Undang No 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, khusus pada bab penetapan dan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih yang diatur dalam Pasal 159-163, menjelaskan bahwa pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia. Dalam hal tidak ada pasangan calon terpilih, pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung. Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang diperoleh sama oleh dua pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh tiga pasangan calon atau lebih, penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang. Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan jumlah yang sama diperoleh oleh lebih dari 1 (satu) pasangan calon, penentuannya dilakukan
63
berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang. Dalam Pasal160 disebutkan pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 ditetapkan dalam sidang pleno KPU dan dituangkan dalam berita acara hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Berita acara sebagaimana dimaksud disampaikan pada hari yang sama oleh KPU kepada: (1) majelis permusyawaratan rakyat; (2) dewan perwakilan rakyat; (3) dewan perwakilan daerah; (4) mahkamah agung; (5) mahkamah konstitusi; (6) presiden; (7) partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon; dan (8) presiden dan wakil presiden terpilih. Pasangan calon terpilih dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dalam hal calon Wakil Presiden terpilih berhalangan tetap sebelum pelantikan, calon Presiden terpilih dilantik menjadi Presiden. Dalam hal calon Presiden terpilih berhalangan tetap sebelum pelantikan, calon Wakil Presiden yang terpilih dilantik menjadi Wakil Presiden. Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agamanya, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan sidang paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden yang lama. Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak dapat bersidang, Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agamanya, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat. Jika Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat bersidang, Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agamanya, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di
64
hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.
5. Sikap Calon yang Menang dan Calon yang Kalah Menang atau kalah adalah keniscayaan dalam sebuah pemilihan. Meraih kemenangan ataupun mendapatkan kekalahan seperti dalam pemilu pasti terjadi. Siapa yang tidak ingin memenangkan sebuah pemilihan? Bahkan dengan menempuh segala cara seperti praktek politik uang atau money politics. Dalam politik, semua menjadi mungkin. Banyak cara yang terkadang tidak rasional dilakukan oleh para calon untuk memenangkan pemilu. Kekalahan tipis bisa menjadi kemenangan mutlak atau sebaliknya. Kemenangan atau kekalahan, keduanya memiliki konsekuensi logis, baik positif maupun negatif. Menurut Munawar (2009) konsekuensi positif dalam sebuah kemenangan bisa berarti selangkah menuju sebuah harapan. Konsekuensi negatifnya bisa memunculkan sikap arogan dan percaya diri yang berlebihan. Konsekuensi negatif dalam sebuah kekalahan bisa berarti hilangnya kepercayaan diri, stress, hingga tindakan anarkhis. Konsekuensi positifnya adalah keharusan menerima kekalahan sebagai sebuah kenyataan dilandasi kesadaran untuk melakukan koreksi diri dan belajar untuk berjiwa besar. Siap atau tidak siap, para calon yang berkompetisi akan menerima kenyataan, kemenangan atau kekalahan. Dalam politik, jarang terjadi hasil seri, kalaupun terjadi, pasti mengundang kontroversi. Kontroversi juga sering terjadi karena proses yang tidak lazim, kemenangan diraih karena proses rekayasa dimenangkan dan kekalahan diterima karena ada proses rekayasa dikalahkan, dengan terhormat maupun dengan tidak terhormat.
65
Barack Obama memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat secara luar biasa. Kandidat Demokrat itu menang telak atas rivalnya John McCain dari partai Republik. John McCain juga luar biasa, dengan kepala tegak dan kebesaran hati seorang negarawan, langsung mengucapkan selamat kepada rivalnya. Dia bahkan menyatakan siap mendukung Obama sebagai Presiden AS. Pernyataan itu disampaikan di hadapan ribuan pendukungnya, kendati para pendukung ada yang mencemooh Obama. Sikap positif McCain sama dengan yang ditunjukkan Hillary Clinton ketika dikalahkan Obama saat bertarung untuk menjadi calon Presiden AS mewakili Partai Demokrat. Sebagaimana dikutip oleh Judarwanto (2009): Saya tahu bahwa kemenangannya merupakan kebanggaan bagi kaum Afrika-Amerika dan kemenangannya juga merupakan pilihan rakyat AS. Di negara kita, kesempatan itu terbuka bagi semua orang, tak terkecuali senator Obama yang memiliki ide dan kemampuan. Kita semua orang Amerika, buat saya, itu ikatan paling penting. Biarkan dia (Obama) memimpin kita. Seluruh warga Amerika harus saling bahu-membahu membantu untuk membawa Amerika kepada kesejahteraan, melindungi segenap bangsa. Sikap patriotis dan kedewasaan berdemokrasi yang dilakukan McCain itu tampaknya langka dijumpai di Indonesia. Tidak banyak yang bersikap elegan seperti McCain. Banyak kasus menunjukkan seorang calon bupati atau gubernur kalah, bukan memberi selamat kepada pemenang, tetapi selalu mencari celah untuk menggugat pemilu yang telah dilakukan. Sebuah contoh besar bagi bangsa ini adalah Megawati sewaktu dikalahkan SBY. Jangankan mengucapkan selamat, sampai sekarang untuk bicara, bertemu muka atau bertegur sapa saja belum pernah. Contoh besar tadi banyak diteladani contoh kecil yang lain. Setelah kalah pemilu, bebagai calon gubernur, calon walikota yang kalah bukan memberi selamat kepada pemenang akan tetapi selalu mencari celah untuk menggugat pemilu yang telah dilakukan. Ada calon bupati atau gubernur yang kalah masanya
66
melakukan pengrusakan kantor KPU atau demo ke DPR. Sementara calon bupati lainnya ada yang sampai sekarang sakit hati mempermasalahkan keabsahan ijazah lawannya yang sudah menang dan masih banyak lagi contoh ketidakdewasaan, ketidak-eleganan yang belum mencerminkan sikap dewasa dalam berdemokrasi. Sikap yang menang tidak perlu arogan dan berlebihan dalam merayakan kemenangan, begitu juga sikap yang kalah harus berani mengakaui keunggulan lawan dan berpikir positif atas segala kekalahan. Jika kekalahan tersebut murni karena rekayasa harus diselesai dengan prosedur yang berlaku dan harus taat pada aturan. Calon yang kalah tidak perlu mencari kambing hitam dari kekalahan tersebut, karena hal itu tidak mencerminkan budaya demokrasi. Berjiwa besar dan bersikap ksatria itulah budaya demokrasi yang harus ditegakan. Amerika Serikat memberikan ilustrasi betapa indanya demokrasi yang berjalan di sana. Betapa ksatrianya mereka yang kalah dalam kompetisi pemilu mengakui kekalahan dan mengucapkan selamat kepada yang menang. Menarik untuk dipahami apa yang disampaikan oleh Kusmin (2009) dalam artikelnya yang berjudul “menang terhormat, kalah bermartabat”. Ada pesan substansial yang secara sederhana ingin disampaikan bahwa menang secara terhormat merupakan upaya sebuah tindakan yang terpuji lagi mulia. Persoalannya, upaya pencapaian menang secara terhormat bukanlah sesuatu yang bisa diwujudkan dengan cara pada saat pencontrengan saja atau sebagaimana ucapan ”simsalabim” seperti tukang sulap. Untuk menang secara terhormat dilakukan dari jauh hari. Hal itu dilakukan dengan kerja keras untuk menggalang dukungan dan simpati. Menang terhormat dilakukan dengan perilaku politik yang santun dan tidak mencederai demokrasi hati nurani rakyat.
67
C. Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) 1. Pengertian HMJ Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) merupakan bagian dari organisasi intra kampus, sehingga pengertian Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) secara eksplisit mengikuti pengertian organisasi intra kampus disebutkan dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi dalam Pasal 1 ayat (1) organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi (kampus) adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi. Apabila
merujuk
pada
Suarat
Keputusan
Rektor
Nomor:
0644/KEP/J36/KM/2002 tentang Pedoman Ormawa Universitas Negeri Malang Pasal 40 pengertian HMJ ada dua; pertama, HMJ merupakan badan eksekutif organisasi kemahasiswaan ditingkat jurusan sebagai pelaksana program kerja kegiatan kemahasiswaan sesuai dengan bidang jurusannya, kedua HMJ adalah subsistem kelembagaan nonstruktural tingkat fakultas. Merujuk pada katalog Universitas Negeri Malang (2006:75) disebutkah bahwa Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) adalah badan eksekutif organisasi kemahasiswaan ditingkat jurusan sebagai pelaksana program kerja kegiatan kemahasiswaan
sesuai
dengan
jurusannya
kelembagaan nonstruktural difakultas.
serta
merupakan
subsistem
68
2. Fungsi dan Tugas HMJ Sebagai organisasi kemahasiswaan dalam kampus fungsi HMJ sama dengan fungsi organisasi kemahasiswaan lainnya secara umum. Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) berfungsi: (1) perwakilan mahasiswa tingkat perguruan tinggi untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa, menetapkan garis-garis besar program dan kegiatan kemahasiswaan; (2) pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan; (3) komunikasi antar mahasiswa; (4) pengembangan potensi jatidiri mahasiswa sebagai insan akademis, calon ilmuwan dan intelektual yang berguna di masa depan; (5)
pengembangan pelatihan
keterampilan organisasi, manajemen dan kepemimpinan mahasiswa; (6) pembinaan dan pengembangan kader-kader bangsa yang berpotensi dalam melanjutkan kesinambungan pembangunan nasional; dan (7) untuk memelihara dan mengembangkan ilmu dan teknologi yang dilandasi oleh norma-norma agama, akademis, etika, moral, dan wawasan kebangsaan. Surat Keputusan Rektor Nomor: 0644/KEP/J36/KM/2002 tentang Pedoman Ormawa Universitas Negeri Malang, Pasal 41 disebutkan fungsi HMJ yaitu: (1) sebagai wadah untuk menjabarkan, melaksanakan dan mengembangkan kegitan kemahasiswaan sesuai dengan jurusannya; (2) melaksanakan kordinasi dan sinkronisasi kegiatan ormawa di tingkat jurusan. Sedangkan dalam Pasal 42, tugas HMJ yaitu: (1) menjabarkan, melaksanakan, mengembangkan kegiatan kemahasiswaan sesuaikan dengan jurusannya sebagaimana telah digariskan oleh LLF (Lembaga Legislatif Fakultas) dalam konferensi fakultas bersama-sama LEF (Lembaga
Eksekutif Fakultas); dan
(2) menyampaikan laporan secara
tertulistentang pelaksanaan Garis Besar Program Kerja (GBPK) kepada Lembaga
69
Legislatif Fakultas (LLF) minimal 3 bulan sekali dalam satu periode kepengurusan, dalam forum persidangan yang diselenggarakan untuk itu. Oleh sebagian mahasiswa organisatoris HMJ dijadikan sarana mengenal berbagai karakter, sifat dan sikap seseorang. Wadah dalam menggali jati diri serta sebagai wadah menyalurkan bakat minat yang terpendam baik soft skill maupun hard skill. Dengan organisasi dapat menambah ilmu pengetahuan secara empiris serta banyak manfaat positif yang dapat dipetik dengan ikut aktif dalam organisasi kemhasiswaan terutama HMJ, yang merupakan organisasi mahasiswa yang paling dasar di lingkungan Kampus. Organisasi sebagai tempat belajar, belajar mengenal sifat orang, belajar mengenal perbedaan, belajar menghargai perbedaan, belajar berinteraksi dengan individu yang lain. Seperti dinyatakan secara sederhana oleh Muslim (2008) “organisasi memberikan panduan bagi kita untuk belajar”.
3. Tujuan HMJ Secara umum tujuan dari HMJ adalah: (1) sebagai wahana dan sarana (wadah) pengembangan diri serta aspirasi mahasiswa jurusan ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendikiawanan serta integritas kepribadian; (2) membangun serta menciptakan organisasi yang sehat dan dinamis demi tercapainya tujuan bersama; (3) menciptakan iklim yang kondusif guna menggerakkan pertumbuhan dan dinamika perkembangan pendidikan bidang pendidikan, kesenian, sosial, teknologi serta kebudayaan; dan (4) mendorong tumbuhnya daya eksplorasi dan kreatifitas mahasiswa jurusan agar dapat lebih peka dan tanggap terhadap persoalan riil yang dihadapi. HMJ adalah bagian dari organisasi mahasiswa yang ada di lingkungan Universitas Negeri Malang. Sebagai organisasi kemahasiswaan tujuan HMJ
70
mengikuti tujuan dari dibentuknya Organisasi tersebut. Mengacuh pada Surat Keputusan Rektor Universitas Negeri Malang Nomor: 0644/KEP/J36/KM/2002 tentang Pedoman Ormawa Universitas Negeri Malang, Pasal 2 dan 3. Dalam Pasal 2,
disebutkan
tujuan
pengembangan
kemahasiswaan
diarahkan
dan
dikembangankan agar mahsiswa mampu meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan serta cinta tanah air. Dipertegas lagi dalam Pasal 3, yaitu organisasi kemahasiswaan diarahkan dan dikembangkan agar mahasiswa mampu meningkatkan daya penalaran; menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; berjiwa penuh pengabdian, kemandirian; serta memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap masa depan universitas, bangsa, dan negara, didasarkan atas tata kehidupan masyarakat ilmiah.
4. Dasar Hukum HMJ Dasar hukum Himpunan Mahasiswa Jurusan yaitu: pertama, Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Kedua, Surat Keputusan Rektor Nomor: 0644/KEP/J36/KM/2002 tentang Pedoman Ormawa Universitas Negeri Malang, Ketiga Ketetapan Konferensi 2009 Organisasi Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang nomor: 06/KONF/DMFIP/I/2009 tentang Anggaran Rumah Tangga Organisasi Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
71
5. Wewenang dan Tanggung Jawab HMJ Dalam Pasal 43 Surat Keputusan Rektor Nomor: 0644/KEP/J36/KM/2002 tentang Pedoman Ormawa Universitas Negeri Malang Wewenang HMJ adalah mengkordinasi kegiatan-kegiatan kemahasiswaan sesuai dengan jurusannya. Tanggung
jawab
HMJ:
(1)
sebagai
badan
eksekutif
organisasi
kemahasiswaan di tingkat jurusan, HMJ bertanggung jawab kepada mahasiswa jurusan yang disampaikan dalam forum mahasiswa jurusan; dan (2) sebagai subsistem kelembagaan nonstruktural fakultas, HMJ bertanggung jawab kepada dekan.
6. Perangkat HMJ Perangkat HMJ terdiri dari Pembina dan Pengurus HMJ. Pembina HMJ di tunjuk oleh Ketua Jurusan masing-masing. Pembina HMJ berasal dari kalangan Dosen yang dianggap kompeten oleh Ketua Jurusan. Tugas Pembina HMJ adalah sebagai pengayom, pengarah, dan mengawasi jalannya roda pemerintahn HMJ. Pembina HMJ adalah sebagai tempat pertimbangan dan persetujuan dalam mengambil keputusan oleh pengurus HMJ. Semua pengurus HMJ berasal dari Mahasiswa. Pemilihan pengurus HMJ mutlak hak prerogratif Ketua HMJ terpilih. Tidak ada aturan yang membatasi atau menentukan kepengurusan HMJ tiap-tiap jurusan. Hanya yang menjadi kebiasaan dalam memilih pengurus yaitu pertimbangan angkatan. Maksimal yang boleh menjadi pengurus tidak melebihi dari angkatan ketua HMJ terpilih. Misalnya, yang menjadi Ketua HMJ sekarang Angkatan 2008, maka kepengurusannya maksimal angkatan 2008 dan minimal 2009. Dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 155/U/1998 tentang
72
Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi Pasal 7 disebutkan pengurusan organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi pada masing-masing tingkat sekurang-kurangnya terdiri atas ketua umum, sekretaris dan anggota pengurus. Pengurus ditetapkan melalui pemilihan yang tata cara dan mekanismenya ditetapkan oleh mahasiswa yang bersangkutan. Keanggotaan organisasi kemahasiswaan pada masing-masing tingkat adalah seluruh mahasiswa yang terdaftar dan masih aktif dalam kegiatan akademik. Dengan
berlandaskan
Surat
Keputusan
Rektor
Nomor:
0644/KEP/J36/KM/2002 tentang Pedoman Ormawa Universitas Negeri Malang Pasal 44 terkait kepengurusan antara lain: (1) kepengurusan HMJ terdiri atas penngurus harian dan pengurus komisi; (2) pengurus harian terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara dan para ketua bidang; (3) ketua HMJ dipilih melalui pemilu raya yang diselenggarakan untuk itu; (4) kepengurusan HMJ ditetapkan melalui surat keputusan dekan; dan (5) penjabaran lebih lanjut tentang kenngurusan HMJ diatur dalam TAP OPM fakultas.
D. HMJ Hukum Dan Kewarganegaraan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Hukum dan Kewarganegaraan merupakan organisasi mahasiswa yang berada di tingkat jurusan. HMJ adalah wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendekiawanan serta integritas kepribadian untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi. Bagi mahasiswa Hukum dan Kewarganegaraan keberadaan HMJ sangat penting guna mencari dan membekali dirinya dengan pengetahuan dalam berorganisasi serta mendapatkan pengalaman yang bersifat pengembangan potensi diri.
73
Dalam berproses di HMJ berdampak langsung terhadap pematangan kepribadian yang tentunya sangat menunjang, kelak mahasiswa terjun langsung ke masyarakat. HMJ tempat belajar cara bersikap demokratis, belajar menghargai, menghormati pendapat dan pandangan orang lain, serta dapat memahami arti perbedaan. Akan tetapi bukan berarti yang tidak masuk pengurus HMJ tidak mendapatkan pengetahuan dan pengalaman, tetapi para pengurus lebih cepat mendapatkannya, hal ini disebabkan karena mereka selama satu priode kepengurusan selalu duduk bersama baik itu dalam menyusun program kerja, sharring, atau menyikapi kebijakan jurusan, fakultas atau bahkan universitas. Kebersamaan dalam perbedaan sifat, karakter, pandangan, pengalaman dan sebagainya, akan sangat berguna untuk memahami individu yang satu dengan yang lain. Pengurus Harian HMJ Hukum dan Kewarganegaraan teridiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan para Ketua Bidang. Selama menjalankan roda organisasi para pengurus didampingi oleh pembina HMJ yang ditunjuk oleh ketua jurusan. Pembina HMJ akan selalu mengayomi, memberikan pertimbangpertimbangan serta mengawasi pengurus HMJ. Sebagaimana di sampaikan oleh pembina HMJ Drs. Margono M.Pd., M.Si. selaku pembina HMJ tahun 2009. “Saya mengarahkan mahasiswa itu bagaimana cara merencankan, membuat dan melaksanakan program kerja, sehingga mereka medapatkan pengalaman belajar secara langsung dari event-event tersebut. Saya lebih banyak menerapkan tut wuri handayani. Saya menganggap mereka sudah dewasa, sudah paham sendiri, dan ternyata mereka tetap jalan. Saya tekankan kepada mereka jangan sampai bertengkar dan jangan sampai ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan dari
74
luar. Jika ada masalah wajib lapor tetapi selama saya menjadi pembina yang mereka laporkan kesaya hanya masalah dana, sponsor yang tidak ada”. Pengurus HMJ harus bisa berdiri di atas kaki sendiri, dalam artian berani berkreatifitas, karena memang sudah bukan berstatus siswa lagi yang selalu mendapatkan pendampingan dari dosen. Para pengurus dipandang sudah mampu dan dewasa dalam menjalan roda pemerintahan HMJ sehingga sudah selayak dan sepatutunya mereka bekerja sendiri. Akan tetapi tetap harus memperhatikan pertimbangan-pertimbangan dari pembina ataupun dari pihak jurusan. Dosen yang pernah menjadi Pembina HMJ Hukum dan Kewarganegaraan diantarannya: (1) Drs. Kt. Diara Astawa, SH., M.Si (selama dua priode); (2) Nuruddin Hady, SH.,MH; (3) Drs. Margono, M.Pd.,M.Si; (4) Rusdianto Umar, SH.,M.Hum. Adapun mahasiswa yang pernah menjabat sebagai Ketua HMJ dalam kurun waktu 2004-2010 yaitu: 1. Mansyur priode 2004 2. Sutrisno priode 2005 3. Erna Tigayanti priode 2006 4. Abdul Afif priode 2007 5. Afid Farhan Prabowo priode 2008 6. Anis Surahman priode 2009 7. Mi’raj Al Absrori-sekarang Mengenai job deskripsinya, Ketua dan wakil ketua secara umum tugasnya: (1) mengarahkan, mengkoordinasikan, memantau, dan mengendalikan keputusan; (2) membuat surat keputusan, ketetapan, tugas, dan surat rekomendasi mengenai semua jenis pelaksanaan organisasi; (3) melaporkan dan mempertanggung
75
jawabkan program kerja pengurus; dan (4) menyelenggarakan laporan pertanggung jawaban pada akhir kepengurusan. Sekretaris tugasnya yaitu: (1) mengelola dan bertanggung jawab atas kearsipan; (2) menginventarisir bentuk keadministrasian dan persuratan; (3) membantu pelaksanaan kegiatan yang ada dengan bantuan kesekretariatan. Bendahara tugasnya antara lain: (1) mengelola dan
memberikan
masukan
terhadap
keuangan;
(2)
memasukkan
dan
mengeluarkan hal yang terkait dengan keuangan dari rekomendasi ketua; (3) Membantu pengurus lain memperoleh dana dalam pelaksanaan kegiatan; dan (4) menyusun laporan keuangan. Dalam kepengurusan HMJ terdapat bidang-bidang tertentu yang dibuat berdasarkan kebutuhan organisasi. Ketua bidang penalaran tugasnya: (1) bekerjasama dengan bidang lain; (2) penanggung jawab kegiatan bidang penalaran; dan (3) merencanakan, memformat kegiatan yang berhubungan dengan bidang penalaran. Ketua bidang pengabdian masyarakat tugasnya: (1) bekerjasama dengan bidang lain; (2) penanggung jawab kegiatan bidang pengabdian
masyarakat;
(3)
merencanakan,
berhubungan
dengan
bidang
pengabdian
memformat masyarakat.
kegiatan Ketua
yang Bidang
Kesejahteraan tugasnya: (1) bekerjasama dengan bidang lain; (2) penanggung jawab bidang kesejahteraan; (3) merencanakan, memformat kegiatan yang berhubungan dengan bidang kesejahteraan. Ketua Bidang Bakat Minat tugasnya: (1) bekerjasama dengan bidang lain; (2) penanggung jawab bidang bakat minat; dan (3) merencanakan, memformat kegiatan yang berhubungan dengan bidang bakat minat. Ketua Bidang Kerohanian tugasnya: (1) bekerjasama dengan bidang lain; (2) penanggung jawab bidang kerohanian; dan (3) merencanakan memformat
76
kegiatan yang berhubungan dengan bidang kerohanian. Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi (infokom): (1) bekerjasama dengan bidang lain; (2) penanggung jawab bidang Infokom; dan (3) merencanakan memformat kegiatan yang berhubungan dengan bidang Infokom.
Ketua Mi’roj Al-Abshori
Wakil Ketua Alfian Fauzi
Sekretaris I Maichel Adityas
Bendahara Diana Novita Sari
Penalaran Khoirul Fikri
Bakmin M. Ali R
Kesejahteraan Dentrik P
Kerohanian Hary Masrukin
Sekretaris II Asma’ul Mufida
PengMas Anwar H
InfoKom Huda Imam
Gambar 2.1. Struktur Organiasi HMJ Hukum dan Kewarganegaraan (sumber: HMJ Hukum dan Kewarganegaraan)
BAB III METODE PENELTIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian tentang pelaksanaan budaya demokrasi dalam pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penetapan pendekatan ini didasarkan atas pertimbangan bahwa peneliti ingin mengemukakan fenomena-fenomena yang terjadi dalam pemilihan Ketua HMJ, apakah budaya demokrasi tersebut telah terimplementasikan dalam Pelaksanaan Pemilihan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan. Penelitian dengan pendekatan deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai fenomena realitas sosial yang berada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2008: 68). Menurut Sanapiah Faisal (2005:20) menyatakan penelitian deskriptif (descriptive research) yang biasa disebut penelitian taksonomik (taxonomic reserach) adalah penelitian untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti akan tetapi tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antarvariabel yang ada. Ada banyak pendapat yang memberikan definisi tentang penelitian kualitatif (qualitative research). Ada dua pendapat yang peneliti cerna sesuai
77
78
dengan penelitian ini. Denzin dan Licoln (dalam Moleong, 2008:5) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Dalam pengertian ini, masih tetap mempersoalkan latar alamiah dengan maksud agar hasilnya dapat digunakan untuk menafsirkan fenomena dan yang dimanfaatkan untuk penelitian kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian. Dalam penelitian kualitatif metode yang biasannya dimanfaatkan adalah wawacara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen. Moleong (2008:6) membuat definisi yang merupakan hasil mensistensiskan pengertian-pengertian yang di sampaikan oleh para ahli bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistik dan dengan cara-cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Menurut Bogdan dan Bikien (dalam Arhdana, 2008) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. Surachrnad (dalam Ardhana, 2008) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci. Ary, Jacobs, dan Razavieh (dalam Ardhana, 2008) menjelasan bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalam. Para peneliti berusaha menernukan semua variabel yang penting. Berdasarkan batasan tersebut
79
dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya. Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian
yang
penelaahannya kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif. Studi kasus bisa dilakukan terhadap individu (Faisal, 2005:22). Sejalan dengan pendefinisian di
atas Arikunto (2002:120) menyatakan studi
kasus yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subyek yang sangat sempit. Tetapi di tinjau dari sifat penelitian, penelitian kasus lebih mendalam.
B. Kehadiran Peneliti Kehadiran peneliti dalam penelitian yang berolakasi di Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan adalah untuk mencari dan mengumpulkan data yang selengkapnya dari permasalahan yang diangkat oleh peneliti yaitu Pelaksanaan Budaya Demokrasi dalam Pemilihan Ketua HMJ. Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan merupakan tempat peneliti kuliah. Dengan demikian lokasi penelitian bukanlah tempat yang asing bagi peneliti. Peranan peneliti dalam penelitian ini, sebagai pengamat partisipan, dimana peneliti hanya meneliti fenomena-fenomena yang terjadi dilokasi penelitian. Kehadiran peneliti di lokasi penelitian sangat penting. Mengingat pentingnya kehadiran peneliti tersebut, agar kehadiran peneliti tidak dianggap menimbulkan
80
persepsi negatif, maka peneliti memberitahukan identitas peneliti kepada Ketua Jurusan, Seretaris Jurusan, Dosen Pembina HMJ, dan Pengurus HMJ itu sendiri, dengan menjaga serta mematuhi peraturan yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kepercayaan dari pihak jurusan, sehingga data yang diperoleh valid. Mengingat peran peneliti dalam penelitian ini sangat penting. Maka hubungan yang baik harus dibangun antara peneliti dengan subyek penelitian. Tujuan kegiatan tersebut adalah untuk membantu mengumpulkan data yang valid dari para informan. Peneliti bertindak sebagai seorang pengumpul data, perencana, pelaksana, penganalisis, penafsir data, dan sebagai pelapor hasil penelitian.
C. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian adalah Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan. Gedung kuliah Hukum dan Kewarganegaraan bertempat di I-3. Sebelumnya Hukum dan Kewarganegaraan merupakan bagian dari Fakultas Ilmu Pendidikan dengan nama Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pada waktu Pemilihan Ketua HMJ priode tahun 2010 masih ikut dalam pemilihan Ormawa Fakultas Ilmu Pendidikan. Tanggal 1 Januari 2010 PPKn terpisah dari Fakultas Ilmu Pendidikan dan tergabung dalam Fakultas Ilmu Sosial dengan nama Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan. Sehubungan dengan penelitian ini adalah lokasi Jurusan sendiri dan merupakan bagian Jurusan yang ada di Universitas Negeri Malang, maka secara langsung alamat Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan adalah alamat Universitas Negeri Malang yaitu Jalan Semarang 5 Malang atau Jalan Surabaya 6 Malang. Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan dijadikan sebagai tempat
81
penelitian karena Jurusan ini dalam matakuliahnya banyak memuat masalah kehidupan berbangsa dan bernegara, tentang pemerintahan, tentang hukum, dan tentang demokrasi. Peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana sebenarnya penerapan budaya demokrasi itu terlaksana dalam sebuah pesta demokrasi fakultas dan jurusan. Walaupun tidak bisa dijadikan patokan (benchmark) bawasannya mahasiswa Hukum dan Kewarganegaraan adalah mahasiswa yang patuh pada nilai-nilai demokrasi. Jika mahasiswa Hukum dan Kewarganegaraan tidak saja taat pada nilai-nilai demokrasi apalagi dengan jurusan yang lain tentunya tidak seperti itu. Berjalan tidaknya demokratisasi bukan karena seseorang itu mahasiswa Hukum dan Kewarganegaraan atau jurusan lain akan tetapi kembali lagi pada individu masing-masing tersebut.
D. Jenis Data dan Sumber Data 1. Jenis Data Data dalam penelitian ini adalah sebagai informan atau keterangan yang mendukung suatu penelitian sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan. Penelitian tentang Pelaksanaan Budaya Demokrasi menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data skunder. a) Data primer diproleh melalui wawancara (interview) dan pengamatan (observasi). Data yang diperoleh melalui wawancara antara lain tentang : (1) proses penetapan calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan; (2) proses sosialisasi masing-masing calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan (3) proses pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan; (4) proses penetapan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan terpilih; (5) proses pelantikan ketua
82
HMJ Hukum dan Kewarganegaraan terpilih; (6) sikap calon yang menang dan sikap calon yang kalah. Sedangkan data yang diperoleh melalui pengamatan anatara lain data: (1) gambaran umum tentang kondisi jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, (2) gambaran tentang struktur organisasi HMJ Hukum dan Kewarganegaraan, dan (3) gambaran tentang struktur keorganisasian pada Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, b) Data sekunder, diperoleh dari dokumen dan buku-buku yang terkait dengan masalah penelitian. 2. Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian kualitatif
ialah kata-kata dan
tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data utama merupakan kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai. Sumber data utama dicatat melalui cacatan tertulis atau melalui perekaman video atau audio tape, pengambilan foto atau film (Moleong, 2008:157). Sumber data adalah subyek dari mana data diperoleh, yaitu semua orang yang telah menjadi informan dalam penelitian, disamping ada data yang berasal dari dokumen (Arikunto, 2008:129). Pada penelitian ini data yang diperlukan diperoleh dari beberapa sumber yaitu: pertama, dari informan kunci (key informan), dalam hal ini data yang diperoleh berupa data primer. Menurut Spardley (dalam Ulhak, 2009:38) ada beberapa persyaratan yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan informan yaitu: (a) mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturisasi sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui tetapi juga dihayati; (b)
83
mereka yang tergolong masih berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti; dan (c) mereka yang mempunyai kesempatan dan waktu yang memadai untuk dimintai informasi. Informan kunci (key informan) yang dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini antara lain : (1) pembina HMJ; (2) Ketua dan anggota KPU; (3) Ketua DMF; (4) pengurus HMJ; (5) calon yang dipilih; (6) pemilih. Bungin (2008:77) menyatakan ada dua cara memperoleh informan penelitian, yaitu melalui snowbolling sampling, dan key person. Memperoleh informan dengan cara snowbolling sampling digunakan apabila peneliti tidak mengetahui siapa yang memahami informasi objek penelitian, karena itu ia harus melakukan langkah-langkah: (1) peneliti ketika memulai penelitian dan pengumpulan informasi, ia berupaya menemukan gatekeeper, yaitu siapapun orang yang pertama dapat menerimanya di lokasi objek penelitian yang dapat memberi petunjuk tentang siapa yang dapt diwawancarai, atau diobservasi dalam rangka memperoleh informasi tentang objek penelitian; (2) gatekeeper bisa pula sekaligus menjadi orang pertama diwawancarai, namun kadang gatekeeper menunjuk orang lain yang lebih paham tentang objek penelitian; (3) setelah wawancara pertama berakhir, peneliti meminta informan menunjuk orang lain berikutnya yang dapat diwawancarai untuk melengkapi informasi yang sudah diperolehnya; dan (4) terus menerus setiap habis wawancara peneliti meminta informan menunjuk informan yang lain yang dapat diwawancarai pada waktu yang lain. Memperoleh informan penelitian melalui key person digunakan apabila peneliti sudah memahami informasi awal tentang objek penelitian maupun
84
informan penelitian sehingga ia membutuhkan key person untuk memulai melakukan wawancara atau observasi. Key person ini adalah tokoh formal atau tokoh informal. Tokoh formal dalam penelitian ini: Pembina HMJ. Sedangkan tokoh informal dalam penelitian ini: (1) Para Calon (2) Pengurus HMJ; (3) Mahasiswa Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan atau pemilih; dan (4) mahasiswa yang mengetahui objek penelitian seperti pengurus KPU dan DMF. Kedua, dari dokumen, dalam penelitian ini data yang diperoleh berupa data skunder, terutama terkait dengan dokumen yang membahas tentang Pelaksanaan Budaya Demokrasi dalam Pemilihan Ketua HMJ. Ketiga, dari peristiwa, yaitu data yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan KPU Fakultas. Untuk memperoleh informasi yang lebih lebih jelas dan lengkap tentunya peneliti tidak akan terhenti pada satu atau beberapa wawancara saja, tetapi dilakukan secara terus menerus sehingga informasi yang diperoleh diharapkan akan lebih banyak.
E. Prosedur Pengumpulan Data Menurut Moleong (2008:127) proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap yang meliputi: (1) tahap memasuki lokasi penelitian (getting in); (2) tahap ketika berada di lokasi penelitian (getting along); dan (3) tahap pengumpulan data (logging the data)” 1. Tahap memasuki lokasi penelitian a) Peneliti melakukan penelitian atau pengamatan selama menjadi mahasiswa Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan dan selama berproses di organisasi mahasiswa baik di tingkat Jurusan (HMJ), tingkat Fakultas (BEMFA) dan tingkat Universita (BEM Universitas). Sebenarnya penelitian pendahuluan itu sudah
85
dimulai oleh peneliti selama terlibat langsung dalam berproses di organisasi mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan. b) Walaupun tempat penelitian merupakan Jurusan peneliti sendiri akan tetapi tetap peneliti menuju ke lokasi penelitian dengan memenuhi beberapa persyaratan administratif, seperti: surat ijin melakukan penelitian dari fakultas yang ditujukan kepada Ketua Jurusan dan Pembina HMJ. 2. Tahap ketika di lokasi penelitian Peneliti
melaporkan
diri
kepada
Ketua
Jurusan
Hukum
dan
Kewarganegaraan dengan menunjukan semua dokumen yang berkaitan dengan izin penelitian di Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan. Dalam usaha mempermudah dan melancarkan pencarian data maka peneliti melakukan pendekatan dan komunikasi yang akrab, dengan cara memperkenalkan diri kepada semua pihak yang terkait dengan penelitian walaupun peneliti merupakan mahasiswa di Jurusan tersebut. Dengan harapan pihak-pihak terkait dapat memberikan informasi sevalid mungkin. 3. Tahap pengumpulan data Pada tahap ini peneliti fokus pada penelitian di lapangan. Fokusnya mencari dan mengumpulkan data sebanyak mungkin serta mendetail dari para informan yang berasal dari mahasiswa. Peneliti menggali informasi dari Ketua dan Anggota KPU, Ketua DMF, para kandidat serta Pengurus HMJ HMJ Hukum dan Kewarganegaraan. Penggalian informasi ini dilakukan dari pagi hingga siang dan tidak menutup kemungkinan sore karena banyak dari para informan kuliah sore, atau ketika HMJ mengadakan rapat. Dalam kesempatan ini peneliti menjalin
86
komunikasi yang intens dengan para informan dan melakukan pendekatan secara santai dalam artian tidak formal. Dengan pendekatan ini peneliti berharap tercipta suasana kearaban dan suasana kekeluargaan. Proses pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik sebagai berikut : a) Observasi Partisipatif Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan penganalisisan terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Menurut Afriani (dalam, Bajari 2009) observasi partisipatif (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan di mana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian responden. Sesuai dengan pendapatnya Yuliaistana (dalam Faisal, 1990:78) menyatakan bahwa observasi partisipatif adalah observasi yang sekaligus melibatkan diri selaku orang dalam situasi tertentu. Hal ini agar memudahkan peneliti memperoleh data atau informasi dengan mudah dan leluasa. Akan tetapi pada situasi lain, peneliti berperan sebagai orang luar, hal ini untuk menjaga obyektifitas data yang dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, karena tingkat kedalaman hasil observasi partisipatif ini sangat bergantung pada kesempatan atau waktu
87
peneliti di lapangan. Peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang diucapkan dan berpartisipasi dalam aktivitas yang diteliti. Bungin (2008:115) memberikan gambaran observasi partisipatif adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit, karena itu observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu oleh pancaindra lainnya. Dengan teknik observasi, peneliti melakukan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap situasi dan kondisi objek untuk memperoleh fakta dan gejala secara alamiah langsung di lapangan terkait dengan penelitian yang telah direncanakan. Pengamatan yang dilakukan peneliti sudah dimulai sejak menjadi pengurus organisasi mahasiswa di tingkat Jurusan (pengurus HMJ) dan Fakultas (pengurus BEMFA). b) Wawancara Mendalam Wawancara merupakan teknik penelitian yang paling sosiologis dari semua teknik-teknik penelitian sosial. Hal ini karena bentuknya yang berasal dari interaksi verbal antara peneliti dan responden. Menurut Benny dan Hughes (dalam Black dan Dean, 2001:305), wawancara bukan sekedar alat dan kajian (studi) akan tetapi wawancara juga seni kemampuan sosial, peran yang kita mainkan memberikan kenikmatan dan kepuasan. Hubungan yang berlangsung dan terus-menerus memberikan keasyikan, sehingga kita berusaha untuk terus menguasainnya. Oleh karena peran
88
memberikan kesenangan dan keasyikan maka yang dominan dan terkuasai akan membangkitkan semangat untuk berlangsungnya wawancara. Menurut Denzin (dalam Black dan Dean, 2001:305) wawancara adalah pertukaran percakapan dengan tatap muka di mana seseorang memperoleh informasi dari yang lain. Percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Bungin (2008:108) memberikan definisi mengenai wawancara mendalam, secara umum wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatan dalam kehidupan informan. Dalam wawancara ini pertanyaannya sudah terformat untuk Mahasiswa yang terlibat dalam pemlihan Ketua HMJ yaitu Ketua KPU dan Anggotannnya, Ketua DMF dan pemilih di mana pertanyaan dan jawabannya telah ditetapkan. Selain itu wawancara juga dilakukan denga Pembina HMJ, para kandidat dan para pengurus HMJ, dalam wawancaranya tidak menggunakan pedoman secara sistematis dan lengkap, sehingga subyek diberikan kebebasan dalam mengunggkapkan padangannya sendiri tanpa harus ada paksaan.
89
c) Dokumentasi Bungin (2008:122) dan Moleong (2008:218) dalam bukunya samasama membedahkan dokumentasi dalam dua tipe, yaitu dokumentasi pribadi dan dokumentasi resmi. Dokumen pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman dan kepercayaan. Dokumen pribadi dapat berupa buku harian, surat pribadi dan otobiografi. Sedangkan dokumen resmi adalah dokumen resmi dapat dibedahkan atas interen dan eksteren. Dokumen interen dapat berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan lembaga untuk lapangan sendiri seperti laporan rapat keputusan pimpinan serta kebiasaan-kebiasaan. Dokumentasi eksteren berupa bahan-bahan informasi yang dikeluarkan suatu lembaga seperti majalah, buletin, berita-berita yang disiarkan kepada media mass dan pengumuman. Sejumlah fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk suratsurat, catatan harian, cenderamata, laporan, artefak, foto, dan sebagainya. Sifat utama data ini tidak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam. Secara detail bahan dokumenter terbagi beberapa macam, yaitu otobiografi, surat-surat pribadi, buku atau catatan harian, memorial, klipping, dokumen pemerintah atau swasta, data di server dan flashdisk, data tersimpan di website. Secara umum dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa dalam bentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dalam penelitian
90
ini dokumen digunakan karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan meramalkan terhadap permasalahan yang diteliti.
F. Teknik Analisis Data Sebagaimana
disampaikan
sebelumnya
bahwa
penelitian
dengan
pendekatan deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai fenomena realitas sosial yang berada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2008: 68). Berangkat dari pemahaman di atas analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif untuk menggambarkan faktor-faktor masalah yang diteliti sehingga analisis data dilakukan sejak awal dan sepanjang proses penelitian berlangsung dan selama pengumpulan data. Miles dan Huberman yang dikutip oleh Salim (2006:20-24) menyebutkan ada tiga langkah pengolahan data kualitatif, yakni reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan kesimpulan (conclusion drawing and verification). Dalam pelaksanaannya reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi, merupakan sebuah langkah yang sangat luwes, dalam arti tidak terikat oleh batasan kronologis. Secara keseluruhan langkah-langkah tersebut saling berhubungan selama dan sesudah pengumpulan data, sehingga model dari Miles dan Huberman disebut juga sebagai Model Interaktif.
91
1. Reduksi data Reduksi data adalah tahap awal yang dilakukan oleh peneliti dalam pengolahan data. Dalam tahap ini peneliti melakukan pemilihan, dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh. Data-data lapangan yang sudah terkumpul selanjutnya dipilih dan dipilah untuk ditentukan derajat relevansinya dengan maksud penelitian. Datadata yang sudah terpilih kemudian dipadukan dan diklasifikasikan atas dasar-dasar tema-tema tertentu. Setelah diklasifikasikan maka data-data ini diabstraksikan atau diringkas dengan maksud untuk menarik intisarinya. 2. Penyajian data Peneliti mengembangkan sebuah deskripsi informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Display data atau penyajian data yang lazim digunakan pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif. Bentuk teks naratif ini selanjutnya diringkas dan dilakukan penyusunan sesuai dengan rumusan masalah. Dengan demikian didapatkan kesimpulan sementara atau hipotesis yang berupa temuan dalam kegiatan penelitian. 3. Penarikan kesimpulan Peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi dengan mencari makna setiap gejala yang diperolehnya dari lapangan, mencatat keteraturan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur kausalitas dari fenomena dan proposisi. Verifikasi dilakukan secara kontinyu selama proses penelitian berlangsung, sejak peneliti memasuki lokasi penelitian dan selama proses pengumpulan data. Kemudian peneliti menganalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulkan dengan mencari pola, gejala, hubungan persamaan, hal-hal
92
yang sering timbul yang di tuangkan dalam kesimpulan yang bersifat tentatif. Bertambahnya data melalui proses verifikasi, akan diperoleh kesimpulan yang bersifat utuh.
G. Pengecekan Keabsahan Penemuan Data Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan tekni pemeriksaaan. Dalam pelaksanaan pemeriksaan didasarkan pada kreteria tertentu. Menurut Moleong (2008:324), ada empat kreteria yang digunakan yaitu: (1) cridibility (derajat kepercayaan);
(2)
(keteralihan);
transferability
(3)
dependability
(ketergantungan); dan (4) confirmability (kepastian). Penerapan kreteria derajat kepercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari nonkualitatif. Fungsi dari kreteria ini adalah : (1) melaksanakan
inkuiri
sedemikian
rupa
sehingga
tingkat
kepercayaan
penemuannya dapat dicapai. (2) mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan seorang peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dengan begitu peneliti bertanggungjawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ia ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut. Untuk keperluan itu peneliti harus melakukan penelitian kecil guna memastikan usaha memverifikasi tersebut. Kebergantungan merupakan substitusi istilah reliablitas dalam penelitian yang nonkualitatif. Konsep kebergantungan lebih luas daripada reliabilitas. Hal ini
93
disebabkan oleh peninjauannya dari segi bahwa konsep itu memperhitungkan segala-galanya yaitu yang ada pada reliabilitas itu sendiri ditambah faktor-faktor lainnya yang terkait. Kreteria kepastian berasal dari konsep objektivitas menurut nonkualitatif. Objektivitas-subjektivitas suatu hal bergantung
pada orang seorang. Menurut
Scriven (dalam Moleong, 2008: 326) selain itu masih adan unsur kualitas yang melekat pada konsep objektivitas. Hal itu digali dari pengertian bahwa jika sesuatu itu objektif, dapat dipercaya faktual dan dapat dipastikan. Subjektif berarti tidak dapat dipercaya atau melenceng. Hal ini inilah yang dijadikan tumpuan pengalihan
pengertian
objektivitas-subjektivitas
menjadi
kepastian.
Jika
nonkualitatif menekankan pada orang, maka penelitian alamiah menekankan pada data. Dengan demikian kebergantungan itu bukan pada orang tapi pada data. 1) Perpajangan keikutsertaan Dalam setiap penelitian kualitatif, kehadiran peneliti dalam setiap tahap penelitian kualitatif membantu peneliti untuk memahami semua data yang dihimpun dalam penelitian. Oleh karena itu hampir dipastikan bahwa peneliti kualitatif adalah orang yang langsung melakukan wawancara dan observasi dengan informan-informannya. Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian. Perpanjangan keikusertaan berarti peneliti tinggal dilapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Jika hal ini dilakukan maka akan: (1) membatasi gangguan dari dampak peneliti pada kontek; (2) membatasi kekeliruan (biases) peneliti; dan (3) mengkonpensasikan pengaruh dari kejadian-
94
kejadian yang tidak biasa atau pengaruh sesat (Moleong, 2008:327). Perpanjangan keikutsertaan peneliti akan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. 2) Penggunaan teknik triangulasi Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Salah satu cara yang paling penting dan mudah dalam uji keabsahan hasil penelitian adalah dengan melakukan triangulasi peneliti, metode, teori dan sumber data (Bungin, 2008:256). Hal ini sejalan dengan Denzin (dalam Moleong, 2008:330) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Triangulasi dengan penyidik atau peneliti. Cara ini dilakukan untuk menguji kejujuran, subjektivitas dan kemampuan merekam data oleh peneliti di lapangan. Hal ini sebagai antisipasi meminimalisir kesalahan-kesalahan yang dilakukan peneliti ketika bekerja di lapangan. Melihat kemungkinan ini, maka perlu dilakukan triangulasi terhadap peneliti atau penyidik yaitu dengan meminta bantuan peneliti lain melakukan pengecekan langsung, wawancara ulang, serta merekam, data yang sama di lapangan. Patton (dalam Moleong, 2008:330) triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan apa
95
yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dengan persepektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang-orang
berpendidikan
menengah
atu
tinggi,
orang
berada,
orang
pemerintahan; dan (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen berkaitan. Triangulasi sumber data juga memberikan kesempatan untuk dilakukannya hal-hal sebagai berikut: (1) penilaian hasil penelitian dilakukan oleh responden; (2) mengoreksi kekeliruan oleh sumber data; (3) menyediakan tambahan informasi secara suka rela; (4) memasukan informan dalam kanca penelitian, menciptkan kesempatan untuk mengikhtisarkan sebagai langkah awal analisis data; (5) menilai kecukupan menyeluruh data yang dikumpulkan (Bungin, 2008:257). Triangulasi dengan metode, menurut Patton (Burhan Bungin, 2008:257) dengan menggunakan strategi: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data; dan (2) pengecekan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Triangulasi ini dilakukan untuk melakukan pengecekan terhadap penggunaan metode pengumpulan data, apakah informasi yang didapat dengan metode interview sama dengan metode observasi atau sebaliknya. Teknik ini dilakukan untuk menguji sumber data apakah sumber data ketika di-interview dan diobservasi akan memberikan informasi yang sama atau berbeda. Apabila berbeda maka peneliti harus dapat menjelaskan perbedaan itu, tujuannya adalah untuk mencari kesamaan data dengan metode yang berbeda. Menurut Bardiansyah (dalam Bungin, 2008: 257) triangulasi dengan teori, dilakukan dengan menguraikan pola, hubungan dan menyertakan penjelasan yang
96
muncul dari analisis untuk mencari tema atau penjelasan pembanding. Secara induktif dilakukan dengan menyertakan usaha pencarian cara lain untuk mengorganisasikan data yang dilakukan dengan jalan memikirkan kemungkinan logis dengan melihat apakah kemungkinan-kemungkinan itu dapat ditunjang dengan data. Triangulasi dengan teori menurut Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 2008:331) berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Patton (dalam Moleong, 2008:331) berpendapat lain, bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelasan banding (rival explanation). Jadi, triangulasi berarti cara terbaik untuk menghilangkan perbedaanperbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Dengan kata lain bahwa dengan triangulasi, peneliti dapat me-recheck temuan dan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode atau teori. Untuk itu peneliti dapat melakukannya dengan jalan: (1) mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan; (2) mengecek dengan berbagai sumber data; dan (3) memanfaatkan berbagi metode agar pengecekan kepercayaan data dapat dilakukan. 3) Ketekunan pengamatan Untuk memperoleh derajat keabsahan yang tinggi, maka jalan penting lainnya adalah dengan meningkatan ketekunan di lapangan. Pengamatan bukanlah suatu teknik pengumpulan data yang hanya mengandalkan kemampuan pancaindra, namun juga menggunakan semua pancaindra termasuk pendengaran, perasaan, dan insting penelitian. Meningkatkan ketekunan pengamatan di
97
lapangan, berarti derajat keabsahan telah ditingkatkan juga (Bungin, 2008:256). Keajegan pengamatan berarti mencari secara konsisten intepretasi dengan berbagai cara dalam kaitan dengan proses analisis yang konstan atau tentatif. Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain jika perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka
ketekunan
pengamatan menyediakan kedalaman. Ketekunan
pengamatan
berarti
peneliti
hendaknya
mengadakan
pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktorfaktor yang menonjol. Kemudian ia menalaah secara rinci sampai pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa. Teknik ini menuntut agar peneliti mampu menguraikan secara rinci bagaimana proses penemuan secara tentatif dan penelaah secara rinci itu dapat dilakukan.
H. Tahap-Tahap Penelitian Langkah-langkah yang ditempuh dalam melaksanakan penelitian ini dibagi menjadi tiga, antara lain: (1) tahap persiapan; (2) tahap pelaksanaan; dan (3) tahap pelaporan. 1) Tahap Persiapan Tahap ini kadang dikenal dengan istilah tahap pra-lapangan. Disebut demikian karena tahap ini masih dalam mempersiapakan sebelum ke lapangan. Tahap persiapan atau tahap pra-lapangan meliputi:
98
a) Tahap merumuskan masalah Tahap ini merupakan tahapan paling urgen karena penelitian ada atas dasar adanya masalah yang ingin dibahas. Perumusan masalah dilakukan pada waktu mengajukan usulan penelitian dan diulangi kembali pada waktu menulis laporan karena rumusan masalah merupakan salah satu unsur penelitian yang tidak dapat dipisahkan dari unsur-unsur lainnya. Jika tidak ada masalah, penelitian itu tidak dapat dilaksanakan. Pada dasarnya penelitian kualitatif tidak dimulai dari sesuatu yang kosong, tetapi dilakukan berdasarkan persepsi seseorang terhadap adanya masalah. Menurut Guba (dalam Moleong, 2008:93), masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang menimbulkan tanda-tanya dan dengan sendirinya memerlukan upaya untuk mencari sesuatu jawaban. Faktor yang berhubungan tersebut dalam hal ini mungkin berupa konsep, data empiris, pengalaman, atau unsur lainnya. b) Tahap memilih lapangan Cara terbaik yang perlu ditempuh dalam penentuan lapangan penelitian ialah dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan mempelajari serta mendalami fokus serta rumusan masalah penelitian. Dalam tahap ini juga perlu mempertimbangkan letak geografis dan praktis tempat yang akan dijadikan lokasi penelitian. Pertimbangan itu mencakup, biaya dan tenaga, sehingga perlu dipertimbangkan dalam menentukan lokasi penelitian.
99
c) Penyusunan proposal Penyusunan proposal adalah syarat dalam menyampaikan penelitian kepada pihak terkait. Proposal dalam tahap ini sebagai alat untuk menyakinkan Dosen Pembimbing dan istitusi (jurusan, fakultas dan universitas) bahwa permasalahan itu memang layak dan patut untuk diangkat. Penyusunan proposal dalam penelitian ini sangat penting, karena akan dijadikan pedoman dalam pelaksanan penelitian. d) Tahap Perizinan Walaupun peneliti merupakan mahasiswa Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, bukan berarti masalah perizinan tidak diurus. Dalam
rangka
memberitahukan
kepada
mahasiswa
dan
agar
mempermudah peneliti dalam memperoleh data dilapangan maka perizinan perlu untuk diurus. Surat izin penelitian dikeluarkan oleh Fakultas Ilmu Sosial ditujukan kepada Ketua Jurusan dan Pembina HMJ Hukum dan Kewarganegaraan. 2) Tahap Pelaksanaan Tahap ini merupakan tahapan bekerja di lapangan atau tahap ini dikenal dengan tahap pekerjaan lapangan. Tahapan ini meliputih: (1) tahap pengumpulan data; (2) tahap penyusunan data; (3) tahap analisis data; dan (4) kesimpulan a) Tahap pengumpulan data Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan metode
wawancara
(interview),
pengamatan
(observasi),
dan
dokumentasi. Data-data yang dikumpulkan melalui metode wawancara
100
(interview), pengamatan (observasi), dan dokumentasi adalah data yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. b) Tahap penyusunan data Pada tahap ini setelah data Pelaksanaan Budaya Demokrasi dalam Pemilihan Ketua HMJ terkumpul, maka data tersebut disusun. Penyusunan data bertujuan untuk mendapatkan data-data lengkap dan tepat yang berkaitan dengan fokus penelitian. c) Tahap analisis data Dalam
tahap
ini,
analisis
data
dalam
penelitian
ini
menggunakan teknik analisis model interkatif, yaitu data tentang Pelaksanaan Budaya Demokrasi dalam Pemilihan Ketua HMJ dirangkum dan disusun secara sistematis, setelah itu data di urutkan sesuai dengan rumusan masalah dan yang terakhir adalah pengambilan kesimpulan dari data yang telah dibahas. d) Tahap kesimpulan Tahap ini adalah tahap menyimpulkann setelah data tentang Pelaksanaan Budaya Demokrasi dalam Pemilihan Ketua HMJ selesai dianalisis. Kesimpulan adalah berdasarkan rumusan dalam penelitian, sehingga data-data yang tidak berhubungan dengan rumusan masalah dibuang begitu juga sebaliknya data-data yang dianggap ada korelasinya dengan substansi permasalahannya dimasukan sebagai data temuan.
101
3. Tahap Pelaporan Tahap ini adalah tahap pelaporan yang dilaksanakan setelah berhasil menyimpulkan data yang akurat tentang Pelaksanaan Budaya Demokrasi dalam Pemilihan Ketua HMJ. Pelaporan disusun secara sistematis dan sesuai dengan Pedoman Penulisan karya Ilmiah.
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. PAPARAN DATA 1. Gambaran Umum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan a) Sejarah Jurusan Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan tergabung dalam Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang sejak tahun 2010. Universitas Negeri Malang atau disingkat UM adalah salah satu perguruan tinggi negeri yang berada di Kota Malang. Berdasarkan katalog Universitas Negeri Malang (2006:11-16) dan situs resmi www.um.ac.id., UM berasal dari Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang diresmikan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Prof. Mr. Muhammad Yamin pada tanggal 18 Oktober 1954. Pada tanggal 20 Mei 1964 bertempat di gedung SKMAN Malang dilangsungkan upacara peresmian IKIP Malang dari hasil reorganisasi. IKIP MALANG memiliki 4 fakultas yang meliputi: (1) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) ; (2) Fakultas Keguruan Sastra dan Seni (FKSS); (3) Fakultas keguruan Ilmu Sosial (FKIS); (4) Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta (FKIE). Sedangkan Fakultas Keguruan Tehnik (FKT) lahir setelah satu tahun reorganisasi. Selanjutnya nama dan istilah fakultas yang ada diadakan penyesuaian secara nasional pada tahun 1982. FIP tidak mengalami perubahan, FKSS menjadi Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS), FKIS menjadi Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS), FKIE menjadi Fakultas Pendidikan Matematika
102
103
dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA), dan FKT menjadi Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan (FPTK). Berdasarkan SK Presiden RI No. 93 Tahun 1999 menetapkan bahwa IKIP MALANG berubah menjadi Universitas Negeri Malang (UM) dan berdasarkan SK Dirjen Dikti No. 143/DIKTI/KEP/2000, UM mempunyai 6 fakultas, yaitu Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Sastra (FS), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Ekonomi (FE), dan Fakultas Teknik (FT) serta Program Pascasarjana (PPS). Kemudian memasuki tahun 2008, UM mendirikan Fakultas Ilmu Keolargaan (FIK) dan Oktober 2009 mendirikan Fakultas Ilmu Sosial (FIS). Pemaparan data terkait gambaran Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan mengacu pada katalog Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan (2009:19-25). Latar belakang berdirinya Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan yang dahulunya bernama Civics Hukum, terinspirasi oleh fenomen universal bahwa setiap negara berusaha melakukan pembinaan terhadap warga negaranya dengan menjadi warga negara yang baik melalui pendidikan formal. Berdasarkan fenomena tersebut, timbul persoalan tentang siapa tenaga pendidik yang akan mengajarkan pelajaran pendidikan kewarganegaraan tersebut, sementara pengajar Civics di sekolah dilakukan oleh guru-guru yang belum memiliki kompetensi yang memadai dan profesional dalam mengajarkan mata pelajaran tersebut. Memperhatikan kebutuhan-kebutuhan di lapangan, peran IKIP Malang sebagai lembaga pendidikan yang mendidik calon guru, pada tahun kuliah 1963 Fakultas Keguruan Ilmu Sosial IKIP Malang mendirikan jurusan civics-hukum, sebagai wadah untuk mendidik tenaga guru yang memiliki kewenangan mengajar
104
mata pelajaran tersebut. Pada awalnya, jurusan yang dimaksud bernama jurusan “Civics-Hukum”, yang menjadi subbagian jurusan Sejarah, FKIS. Selanjutnya, seiring dengan perkembangan dan pembaharuan di bidang pendidikan pada umumnya, Jurusan civics hukum berdiri sendiri sebagai jurusan dan tidak menjadi subbagian jurusan Sejarah. Perkembangan berikutnya mengalami perubahan nama serta program yang dilaksanakan. Secara kronologis, perkembangan nama Jurusan Pendidikan
Moral
Pancasila
dan
Kewarganegaraan
(PMP-Kn)
dapat
didiskripsikan secara jelas. Pertama, pada tahun 1963 jurusan PPKn berdiri dengan nama Sub Jurusan Civics-Hukum. Kedua, pada tahun 1968 berubah menjadi jurusan Civics-Hukum (berdasarkan buku pedoman tahun 1969 Fakultas Keguruan Ilmu Sosial). Ketiga, pada tahun 1970, dengan adanya perubahan dalam penataan jurusan di lingkungan IKIP Malang (khususnya FKIS), jurusan Civics Hukum menjadi bagian dari jurusan Sejarah Civics Hukum (berdasarkan buku Pedoman 1970 FKIS IKIP Malang). Nama jurusan yang digunakan adalah Sejarah-Civics Hukum. Keempat, pada tahun 1973 berdasarkan buku pedoman tahun 1975 nama jurusan berubah menjadi Subdepartemen sejarah Civics, yang menjadi bagian dari Departemen Sejarah-Civics. Kelima, pada tahun 1975, sesuai dengan buku pedoman IKIP Malang tahun 1976-1979, nama jurusan berubah menjadi Departemen Civics. Keenam, pada tahun 1980 sesuai dengan buku pedoman IKIP Malang 1980, nama jurusan berubah menjadi Departemen Civics Hukum. Ketujuh, pada tahun 1982 sesuai dengan ketentuan dalam buku pedoman IKIP Malang 1982, nama jurusan diubah menjadi Departemen Pendidikan Pancasila dan Kewargaan Negara. Kedelapan, pada tahun 1983 berdasarkan buku
105
pedoman IKIP Malang 1984-1987, nama jurusan di ubah menjadi Jurusan Pendidikan Moral Pancasila dan Kewargaan Negara dan berlaku sampai dengan tahun 1995. Kesembilan, pada tahun 1995 Jurusan Pendidikan Moral Pancasila dan Kewargaan Negara berubah nama menjadi Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Kesepuluh, berdasarkan SK Rektor Nomor 0381/KEP/PT 28.H/C/2000, mulai berlaku tahun ajaran 2000/2001 Jurusan PPKn berada dalam naungan Fakultas Ilmu Pendidikan, seiring dengan perubahan IKIP Malang menjadi Universitas Negeri Malang. Sedangkan Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang sebelumnya menjadi naungan PPKn berubah menjadi Fakultas Ekonomi. Kesebelas, pada bulan Oktober 2009 didirikan Fakultas Ilmu Sosial, sehingga PPKn ditarik kembali dari FIP, dan digabung dengan Fakultas Ilmu Sosial. Dengan demikian nama jurusan berubah menjadi Hukum dan Kewarganegaraan. PPKN menjadi Program Studinya PPKn. b) Visi, Misi dan Tujuan Sebagaimana diketahui bahwa setiap jurusan yang ada di Universitas Negeri Malang mempunyai visi dan misi masing-masing. Visi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, yaitu jurusan yang unggul dan menjadi rujukan dalam pengembangan keilmuan, pendidikan dan teknologi pembelajaran yang berbasis nilai-nilai
luhur
bangsa
Indonesia.
Misi
dari
Jurusan
Hukum
dan
Kewarganegaraan, yaitu: (1) menghasilkan guru pendidikan kewarganegaraan profesional yang menguasai dasar keilmuan dan praktik belajar kewarganegaraan; (2) menyelenggarakan kajian nilai, moral, hukum, politik dan sosial budaya melalui kinerja pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat; (3)
106
membangun organisasi yang sehat dalam rangka penguatan tata kelola jurusan yang transparan, demokratis, kesederajatan adil dan religius. Tujuan jurusan Hukum dan Kewarganegaraan yaitu: (1) menghasilkan guru PPKn atau guru pendidikan kewarganegaraan, guru kewarganegaraan dan guru tata negara yang memiliki wawasan, pemahaman dan penguasaan terhadap landasan, ruang lingkup dan sumber ajar; (2) menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan mempresentasikan konsep-konsep atau ide-ide baru kehidupan masyarakat dalam pendidikan moral Pancaila dan kewarganegaraan serta tata negara demi kepentingan pendidikan yang selaras dengan tuntutan masyarakat bangsa Indonesia. c) Keabasahan dan Organisasi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan (HKn) resmi dan syah (eligible) berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dikti) nomor 143/Dikti/Kep/2000 tanggal 12 Mei 2000 tentang jenis dan jumlah jurusan pada fakultas-fakultas di lingkungan Universitas Negeri Malang. Prodi S-1 PPKn (Hukum dan Kewarganegaraan) terakreditasi B berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi Perguruan Tinggi (BAN PT) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Republik Indonesia nomor 004/BAN-PT/Ak-X/S1/VI/2006/tanggal 01 Juni 2006. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 60 tahun 1999, struktur organisasi jurusan Hukum dan Kewarganegaraan (PPKn) terdiri dari atas unsur pimpinan (Ketua Jurusan, Sekretaris Jurusan dan Kepala Laboratorium) serta unsur pelaksana akademik atau para dosen. Jurusan dipimpin oleh ketua yang dibantu oleh sekretaris jurusan. Ketua Jurusan bertanggung jawab kepada pimpinan
107
fakultas. Ketua dan Sekretaris jurusan diangkat untuk masa jabatan 4 tahun dan dapat dipilih kembali. Jurusan PPKn memiliki laboratorium, sebagai satuan pelaksana yang dipimpin oleh seorang Kepala. Ketua dan Sekretaris Jurusan serta Kepala Laboratorium diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan universitas atas usul Dekan setelah mendapat pertimbangan Senat Fakultas. Sebagaimana disebutkan oleh Ketua Laboratorium Dra. Arbaiyah Prantiasih, M.Si., dan dikuatkan oleh Drs. Suparlan Al Hakim, M.Si. Semenjak tahun 1969 hingga menjadi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, sudah mengalami 11 kali pergantian Ketua Jurusan. Adapun nama-nama yang pernah menjadi Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan yaitu: 1. Drs. Mas Abudhari 2. Drs. Warsito Soeparyo 3. Drs. H. Cahyoto M.Pd 4. Drs. Suharto, SH 5. Drs. Warsito Soeparyo 6. Drs. H. Suparlan, M.Si 7. Drs. H. Suparman Adi Winoto, SH., M.Hum 8. Drs. H. Suparman Adi Winoto, SH., M.Hum 9. Dra. Yayik Sayekti, SH., M.Hum 10. Achmad Budiono, SH., M.Si 11. Drs. Kt. Diara Astawa, SH., M.Si. d) Ketenagaan dan Sarana Pendidikan Jumlah tenaga dosen 23 orang dengan jabatan fungsional akademik sebagai berikut: Guru Besar 1 orang, Lektor Kepala 13 Orang, Lektor 7 orang,
108
dan Asisten Ahli 3 orang. Ditinjau dari jenjang pendidikannya, dosen Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan (PPKn) terdiri dari: Sarjana/S1 3 orang, S2 19 orang, S3 2 orang, serta 3 orang sedang menempuh program S3. Jumlah mahasiswa dari tahun ke tahun selalu meningkat, bahkan jurusan Hukum dan Kewarganegaraan mulai tahun 2008 membuka kelas nonreguler hingga pada tahun 20009. Berikut ini peneliti paparkan jumlah mahasiswa Hukum dan Kewarganegaraan yang masuk dalam kurun waktu 2006-2009. Pembatasan tersebut didasarkan bahwa angkatan 2005 seharusnya sudah lulus, sehingga peneliti hanya membatasi pada angkatan 2006 ke atas. Tabel 4.1. Jumlaha Mahasiswa Jurusa Hukum dan Kewarganegaraan 2006-2009
No
Tahun Angkatan
1 Mahasiswa 2006 2 Mahasiswa 2007 3 Mahasiswa 2008 4 Mahasiswa 2009 Totalitas
Mahasiswa Reguler 72 82 60 51
Mahasiswa Nonreguler 42 83
Total 72 82 102 134 390
(Sumber : Subag Pendidikan FIP dan KPU FIP)
Sarana pendidikan yang sangat menunjang proses belajar-mengajar mahasiswa di Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan adalah Laboratorium dan Perpustakaan. Penempatan personel di dalam unit kerja serta deskripsi tugasnya diatur dan menjadi wewenang Ketua Jurusan dengan memperhatikan atau pertimbangan Ketua Laboratorium. Tata kerja Laboratorium Hukum dan Kewarganegaraan (PPKn) adalah sebagai berikut: (1) kepala Laboratorium berstatus
memimpin
dan
mengkoordinasikan
pelaksanaan
fungsi-fungsi
laboratorium serta bertanggung jawab kepada Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan; (2) tenaga laboran bertugas melaksanakan tugas-tugas administrasi, dokumentasi dan bertanggung jawab kepada kepala laboratorium
109
Hukum dan Kewarganegaraan; (3) unit pendidikan dan pengajaran bertugas mengelola fungsi pendidikan dan pengajaran serta bertanggung jawab kepada kepala laboratorium; (4) unit pengabdian kepada masyarakat melaksanakan tugastugas layanan pada masyarakat dan bertanggung jawab kepada kepala laboratorium; (5) unit penelitian dan pengembangan bertugas mengelola fungsifungsi penelitian dan pengembangan serta bertanggung jawab kepada kepala laboratorium; (6) kelembagaan lobaratorium Hukum dan Kewarganegaraan memiliki hubungan kosultatif dan informatif dengan dosen-dosen pembina matakuliah Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan; (7) hubungan ke luar Jurusan atau ke luar Universitas Negeri Malang mengikuti aturan prosedural yang berlaku di lingkungan Universitas Negeri Malang; dan (8) tata kerja pada masing-masing seksi atau unit diatur dalam pedoman sendiri. Sarana dan prasana laboratorium dikelompokkan ke dalam perangkat keras (hard ware), perangkat lunak (soft ware) dan bahan-bahan habis pakai. Perangkat keras terdiri atas: (1) prasarana yang berupa gedung dan ruang laboratorium sebagai tempat untuk menyelenggarakan kegiatan ilmiah; dan (2) peralatan yaitu: komputer, televisi, video kaset, OHP, slide projektor, laptop, LCD, foto kamera, mesin ketik dan mesin foto kopy. Sebagai alat bantu dalam melaksakan ilmiah. Perangkat lunak (soft ware) yang ada berupa sarana media pengajaran seperti media grafis, majalah ilmiah, hasil penelitian, hasil pengabdian masyarakat, bukubuku latihan kerja, modul dan model-model kehidupan masyarakat dan miniatur. e) Kompentensi Lulusan Kompetensi utama lulusan jurusan Hukum dan Kewarganegaraan mahasiswa memiliki kewenangan penuh sebagai guru PPKn atau guru pendidikan
110
kewarganegaraan atau guru kewarganegaraan dan guru tata negara pada jenjang SLTP dan sederajat, SMA, SMK dan yang sederajat. Kompentensi pendukung mahasiswa lulusan Hukum dan Kewarganegaraan bisa menjadi konsultan moral, guru etika, guru sosiologi dan guru antropologi. Kompetensi yang mendukung lainnya menjadi pegawai pemerintah, aktivis LSM, wartawan dan advokasi HAM. f) Struktur Program Kurikulum Kurikulum 2002 yang diberlakukan bagi mahasiswa mulai dari angkatan 2003/2004 dan seterusnya merupakan pengembangan kurikulum sebelumnya yang dilakukan oleh jurusan Hukum dan Kewarganegaraan (HKn), berdasarkan Surat Keputusan Mendiknas nomor 232/U/2000, Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002, Keputusan Mendiknas nomor 013/U/1998 serta hasil pengembangan kurikulum Universitas Negeri Malang. Struktur program kurikulum jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang terdiri dari: (1) matakuliah pengembangan kepribadian (MPK) 10 sks; (2) matakuliah keilmuan dan keterampilan (MKK) 95 sks; (3) matakuliah keahlian berkarya (MKB) 22 sks; (4) matakuliah perilaku berkarya (MPB) 10 sks; (5) matakuliah kehidupan bermasyarakat (MBB) 13 sks.
111
Ketua Jurusan Drs. Kt. Diara Astawa, SH., M.Si
Sekretaris Jurusan Drs. Nur Wahyu R, M.Pd., M.Si
Kepala Laboratorium Dra. Arbaiyah Prantiasih., M.Si
Pendidikan & pengajaran
Penelitian
Pengabdian pada Masyarakat
Dosen
Mahasiswa
Gambar. 4.1. Struktur Organisasi Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan (sumber: Katalog Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan)
2. Proses Penetapan Calon Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a) Dasar Hukum Terkait proses ini diatur dalam Peraturan Khusus Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Nomor:12/PK/DMF IP/PEM/2009 tentang Pemilu Raya Fakultas Ilmu Pendidikan dalam Pasal 20, 21, 22 dan 23. Secara spesifik dasar hukum penetapan di sini adalah dasar hukum penetapan syarat-syarat bakal calon. Menurut Bambang Dibyo sebagai DMF FIP
112
secara yuridis memaparkan syarat-syarat secara umum yang di buat oleh DMF FIP: Jika mengacu pada peraturan Khusus Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Nomor: 12/PK/DMF IP/PEM/2009 tentang Pemilu Raya Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, pasal 20 menyebutkan tentang persyaratan calon peserta pemilu harus dipenuhi oleh seorang calon ketua HMJ adalah: (1) tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang yang masih aktif kuliah; (2) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (3) memiliki keterampilan dalam mengelola organisasi dengan ditunjukkan sertifikat dan atau Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan Universitas Negeri Malang; (4) memiliki jiwa kepemimpinan; (5) cakap berbicara, membaca, menulis, dan mendengar; (6) tidak sedang mengalami kesulitan dalam bidang akademik, ditunjukkan dengan pencapaian IPK minimal 2,75 yang penghitungannya berdasarkan pedoman pendidikan Universitas Negeri Malang; (7) memahami sistem pemerintahan mahasiswa di Universitas Negeri Malang; dan (8) calon ketua HMJ minimal duduk di semester 2 (dua), maksimal duduk di semester 4 (empat). Pasal 21 menyebutkan bahwa tata cara pencalonan yakni sebagai berikut: (1) setiap mahasiswa Fakultas Ilmu pendidikan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20, dapat mengajukan diri sebagai calon peserta pemilu; (2) calon peserta pemilu raya mendaftarkan diri kepada KPU; (3) calon peserta pemilu raya menyerahkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 kepada KPU sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan KPU ; (4) KPU menetapkan dan mengumumkan nama-nama calon peserta pemilu paling lambat 1 hari setelah ditetapkan sebagai peserta pemilu; dan (5) prosedur, format kelengkapan administrasi, dan tata cara pengajuan daftar calon ditetapkan oleh KPU. Pasal 22 menyatakan: (1) jadwal waktu pendaftaran untuk menjadi peserta pemilu raya ditetapkan ole KPU; (2) penetapan nomor urut peserta pemilu raya dilakukan melalui undian oleh KPU dan dihadiri oleh peserta pemilu raya; dan (3)
113
apabila peserta pemilu raya tidak hadir dalam undian nomor urut, peserta harus menerima hasil undian nomor urut, yang telah ditetapkan KPU FIP. Dalam Pasal 23 dijabarkan lebih lanjut: (1) setiap calon peserta pemilu raya wajib menyerahkan: (a) surat pencalonan yang ditandatangani oleh yang bersangkutan; (b) daftar riwayat hidup; (c) surat pernyataan kesediaan menjadi calon peserta pemilu raya yang ditandatangani oleh yang bersangkutan; dan (d) kelengkapan administrasi yang telah ditentukan oleh KPU; (2) format pengisian data calon sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 ayat (1) ditetapkan oleh KPU; (3) penelitian terhadap kelengkapan dan penetapan atas keabsahan data sebagaimana dimaksud pada Pasal 23 ayat (1) dilakukan oleh KPU; (4) nama calon yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 20, ditetapkan dalam rapat pleno KPU; (5) nama calon yang telah ditetapkan, diumumkan dalam berita acara dan dipulikasikan melalui papan pengumuman di Fakultas Ilmu Pendidikan. b) Penetapan Persyaratan Bakal Calon KPU selaku penyelenggara pemilu raya fakultas terlebih dahulu menggodok syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bakal calon ketua organisasi mahasiswa. Persyaratan yang dibuat oleh KPU tersebut dibahas dalam rapat pleno. Berdasarkan persyaratan yang tertuang dalam Pasal 20 di atas, diimprovisasi oleh KPU berdasarkan kebutuhan dan perkembangan kamajuan organisasi, sehingga harapan untuk mendapatkan calon yang kompeten yang mampu membawa perubahan dapat tercapai. Persyaratan yang dibuat oleh KPU harus lepas dari kepetingan politik, dalam artian sewaktu persyaratan itu digodok tidak untuk menjatuhkan atau mendzolimi yang akan mengajukan diri sebagai calon ketua HMJ khusunya Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan. Merupakan
114
hasil kesepakatan anggota KPU untuk menetapkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh bakal calon. Terkait persyaratan di atas sebagaimana dinyatakan oleh Ketua KPU, Khoirul Fikri Sofi: Seperti ini mas, proses penetapan syarat-syarat calon ketua oramawa itu diputuskan dalam rapat pleno KPU dan sangat alot sekali, tertutama ketika pembahasan point IPK harus 2.75, akan tetapi dengan pertimbangan yang sangat matang akhirnya disepakati secara bersama oleh seluruh KPU.....dalam menetapkan syarat-syarat tersebut tidak ada indikasi ingin menjatukan salah satu calon atau pun bermuatan politis. Apa yang diputuskan oleh KPU terkait syarat-syarat tersebut sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal di atas sebagaimana dikuatkan oleh anggota panwaslu sekaligus Ketua DMF FIP Bambang Dibyo: ...persyaratan yang dibuat oleh KPU tersebut ada payung hukumnya yaitu Peraturan Khusus Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Nomor:12/PK/DMF IP/PEM/2009 tentang Pemilu Raya Fakultas Ilmu Pendidikan, Aturan Dasar dan Aturan Rumah Tangga(AD/ART) Fakultas Ilmu Pendidikan dan mengacu pada SK Rektor nomor: 0644/KEP/J36/Km/2002 tentang Pedoman Organisasi Kemahasiswaan, sehingga persyaratan yang dibuat KPU itu sangat prosedural sekali, syaratsyarat itu tidak ada indikasi untuk menjatuhkan salah satu kandidat semua mahasiswa FIP (khusunya Hukum dan Kewarganegaraan) boleh mengajukan diri untuk maju sebagai calon ketua HMJ tanpa kecuali asal bisa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan KPU. c) Persyaratan Bakal Calon Berdasarkan hasil keputusan KPU calon ketua HMJ Fakultas Ilmu Pendidikan, harus memenuhi persyaratan sebagaimana dipaparkan oleh Khoirul Fikri Sofi selaku ketua KPU: (1) bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (2) tercatat sebagai mahasiswa aktif Fakultas Ilmu Pendidikan periode 2009/2010 dengan menyerahkan fotokopi KTM dan KTR yang masih berlaku; (3) memiliki keterampilan dalam mengelola organisasi; (4) memiliki jiwa kepemimpinan; (5) cakap berbicara, membaca, dan menulis; (6) tidak sedang mengalami kesulitan dalam bidang akademik, ditunjukkan dengan pencapaian IPK min 2,75 yang penghitungannya diatur dalam Pedoman
115
Pendidikan Universitas Negeri Malang. Dengan menyerahkan seluruh foto kopi KHS masing-masing 1 lembar; (7) memahami sistem pemerintahan mahasiswa di Universitas Negeri Malang; (8) calon Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) minimal semester 2; dan (9) menyerahkan 2 lembar Pas foto ukuran 4 x 6 berwarna, background merah dengan memakai jas almamater logo universtas dapat terlihat. Persyaratan di atas diterima semua kalangan mahasiswa. Indikator bahwa persyaratan tersebut diterima semua mahasiswa Hukum dan kewarganegaraan. Sebagaimana dinyatakan oleh anggota KPU, Sri Wahyuningtyas: Keterimaan syarat-syarat tersebut diseluruh mahasiswa, khususnya mahasiswa Hukum dan Kewarganegaraan dapat dilihat dari tidak adanya yang komplin dari mahasiswa jurusan tersebut, hingga penetapan calon. Dari jurusan hukum dan Kewarganegaraan sendiri ada tiga bakal calon yang mendaftarkan diri, tetapi sampai penetapan calon hanya ada dua calon yang dinyatakan lolos verifikasi. Dalam proses penetapan calon setelah terlebih dahulu menetapkan persyaratan untuk bakal calon, kemudian sosialisasi persyaratan-persyaratan bakal calon ketua HMJ, setelah itu ada tahap verifikasi, tahap ini adalah melakukan pengecekkan terhadap kelengkapan-kelengkapan persyaratan yang diajukan oleh bakal calon. Sejalan dengan pendapat di atas Mi’roj Al Abshori selaku kandidat menyatakan: Persyaratan yang dibuat KPU sudah prosedural sekali, tidak ada indikasi untuk menggalkan salah satu bakal calon, kalau masalah IPK yang 2,75 itu bisa diterima secara universal. Ada ada calon yang tidak lulus bukan karena persyaratannya yang terlalu berat tapi hanya sebagai taktik politik (mengelabuhi) saja, memang sengaja, jadi memang dari orangnya sendiri yang tidak mau melengkapi persyaratan tersebut. Tidak jauh berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Mi’roj, Farijal Rohman selaku kandidat kedua, juga berpendapat: Bahwa tidak ada indikasi untuk menjatuhkan salah satu kandidat dalam proses penetapan calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan, kalau saya pribadi tidak ada masalah dengan persyaratan tersebut, cuma kadang orang di belakang kita saja yang rameh, kalo menurut saya tidak ada indikasi-indikasi demikian.
116
d) Pencalonan Ketua HMJ Setelah
syarat-syarat
tersebut
ditetapakan
oleh
KPU,
kemudian
disosialisasikan di jurusan masing-masing. KPU membuka jadwal pendaftaran untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa masing-masing jurusan, untuk mendaftarkan diri. Pendaftaran bakal calon dimulai tanggal 30 November sampai dengan tanggal 2 Desember 2009. Dengan ditetapkannya syarat-syarat yang harus dipenuhi bakal calon oleh KPU, secara langsung kran pendaftaran terbuka untuk kalangan mahasiswa. Terkait tata cara pencalonan sebagaimana dipaparkan oleh Khoirul Fikri Sofi selaku ketua KPU: (1) setiap mahasiswa Fakultas Ilmu pendidikan yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan oleh KPU dapat mengajukan diri sebagai calon peserta pemilu; (2) calon peserta pemilu raya mendaftarkan diri kepada KPU; (3) calon peserta pemilu raya menyerahkan persyaratan sebagaimana ditetapkan oleh KPU sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan KPU; (4) KPU menetapkan dan mengumumkan nama-nama calon peserta pemilu paling lambat 1 hari setelah ditetapkan sebagai peserta pemilu; dan (5) prosedur, format kelengkapan administrasi, dan tata cara pengajuan daftar calon ditetapkan oleh KPU. Penelitian terhadap kelengkapan dan penetapan atas keabsahan data dilakukan oleh KPU. Nama calon yang telah memenuhi persyaratan ditetapkan dalam rapat pleno KPU. Nama calon yang telah ditetapkan, diumumkan dalam berita acara dan dipublikasikan melalui papan pengumuman di Fakultas Ilmu Pendidikan. Dalam perjalananya bakal calon yang mendaftarkan diri ke KPU ada tiga orang. Mereka adalah: (1) Mi’raj Al–Abshori; (2) Farijal Rohman Kurniawan; (3) Huda Iman Sarifudin. Proses verifikasi dilakukan tanggal 2 Desember 2009. Setelah dilakukan verifikasi atas berkas ketiganya yang lolos verifikasi tersebut dua orang, yaitu (1)
117
Mi’raj Al-Abshori; dan (2) Farijal Rohman Kurniawan, sedangkan yang tidak lolos verifikasi adalah Huda Imam Sarifudin. Pengumuman hasil verifikasi dilakukan pada tanggal 3 Desember 2009. Pengumuman tersebut adalah pernyataan secara resmi oleh KPU. Pernyataan yang dimaksudkan adalah menetapkan bakal calon menjadi calon. Bakal calon yang ditetapkan menjadi calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan yaitu: (1) Mi’raj Al-Abshori; dan (2) Farijal Rohman Kurniawan. Bakal calon yang dinyatakan KPU lolos verifikasi apabila memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dan berhak untuk mengikuti pengundian nomor urut dan apabila tidak hadir maka nomor urutnya ditetapkan oleh KPU. Sebagaimana yang dinyatakan oleh ketua KPU Khoirul Fikri Sofi: Proses selanjutnya bagi yang dinyatakan lolos verifikasi yaitu penetapan nomor urut peserta pemilu raya dilakukan melalui undian oleh KPU dan dihadiri oleh peserta pemilu raya. Apabila peserta pemilu raya tidak hadir dalam undian nomor urut, peserta harus menerima hasil undian nomor urut,yang telah ditetapkan KPU. Seperti ditambahkan oleh Eri
Hendro Kusuma ada beberapa hal
persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon yaitu: (1) setiap calon peserta pemilu raya wajib menyerahkan: (a) surat pencalonan yang ditandatangani oleh yang bersangkutan; (b) daftar riwayat hidup; (c) surat pernyataan kesediaan menjadi calon peserta pemilu raya yang ditandatangani oleh yang bersangkutan; dan (d) kelengkapan administrasi yang telah ditentukan oleh KPU.
3. Proses Sosialisasi Calon Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a) Dasar Hukum Sosialisasi calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan yang dimaksudkan di sini adalah kampanye. Secara rinci tahapan kampanye dijelaskan dalam Peraturan Khusus Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Nomor:
118
12/PK/DMF IP/PEM/2009 tentang Pemilu Raya Fakultas Ilmu Pendidikan, dalam Pasal 24, 25 dan 26. Dalam Pasal 24 yaitu: (1) dalam penyelenggaraan pemilu raya, wajib diadakan kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilu raya; (2) kegiatan kampanye ditetapkan oleh KPU; (3) materi kampanye pemilu raya berisi visi dan misi serta program kerja peserta pemilu raya; (4) penyampaian materi kampanye pemilu raya dilakukan dengan cara sopan, tertib dan edukatif; dan (5) pedoman dan jadwal pelaksanaan kampanye ditetapkan oleh KPU. Pasal 25 menyebutkan bahwa kampanye pemilu raya dapat dilakukan melalui: (1) pertemuan terbatas; (2) penyiaran melalui radio kampus; (3) penyebaran bahan kampanye kepada umum; dan (4) kegiatan lain yang tidak melanggar ketentuan. Dalam Pasal 26 menyatakan kampanye pemilu raya dilarang: (1) menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan peserta pemilu raya yang lain; (2) menghasut atau mengadu domba antar mahasiswa, baik perseorangan maupun kelompok; (3) mengancam dan melakukan tindak kekerasan; dan (4) merusak dan atau menghilangkan alat publikasi peserta pemilu raya yang lain; Pelanggaran peserta pemilu diatur dalam Pasal 27. Dalam ayat (1) pelanggaran atas ketentuan mengenai larangan pelaksanaan kampanye dikenai sanksi berupa: (a) peringatan lisan dan tertulis; (b) apabila poin (a) tidak diindahkan maka dicabut haknya sebagai peserta pemilu raya, dan tidak diperkenankan mengikuti pemilu raya pada tahun yang sama; dalam ayat (2) tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan kampanye ditetapkan oleh KPU.
119
b) Sosialisasi Kampanye adalah kegiatan peserta pemilu raya untuk menyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi dan misi, serta program kerjanya. Dalam pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan juga tidak jauh berbeda dengan gaya kampanye dilakukan oleh para politisi dalam sebuah pemilihan. Ada dua bentuk kampanye yaitu kampanye tertulis dan lisan. Kampanye tertulis mulai dari tanggal 7-13 Desember 2009 sedangkan kampanye lisan dari tanggal 8-9 Desember 2009. Kampanye tertulis yaitu para kandidat diberikan hak untuk menyampaikan visi misinya dalam bentuk tulisan, pamflet, spanduk atau banner atau membuat buletin. Dalam kampanye lisan, para kandidat memaparkan visi misi di setiap kelas. Sebagaimana disampaikan oleh Ketua KPU, Khoirul Fikri Sofi: Bentuk kampanye ada dua yaitu kampanye tertulis dan kampanye lisan. Untuk kampanye tertulis para calon diperbolehkan menyebarkan pamflet dengan ukuran maksimal menggunakan kertas A4. Disebarkan di jurusan masing masing, dilarang menggunakan baliho atau banner yang berukuran besar. Sedangkan model kampanye lisan para kandidat memaparkan visimisinya dengan cara masuk ke kelas-kelas yang pada waktu ada matakuliah, karena keterbatasan waktu sehingga banyak kelas-kelas yang tidak bisa dimasuki dan memberikan kampanye. Visi dan misi yang disampaikan Mi’roj Al Abshori pada waktu kampanye Visi: Mengoptimalkan mahasiswa PPKn yang mandiri, kreatif, inovatif, aktif dan tanggung jawab yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Misi: 1. Membina mahasiswa dan HMJ PPKn yang bertanggung jawab yang mampu menunjukan identitas dan eksistensi dalam akademik maupun keorganisasian 2. Menumbuhkan rasa kekeluargaan dan kerukunan antar mahasiswa 3. Mengadakan kajian-kajian ilmiah dan kegiatan-kegiatan sosial yang berguna bagi mahasiswa PPKn khususnya 4. Mengembangkan kreatifitas, bakat, minat dan potensi mahasiswa melalui kegiatan-kegiatan kampus, ekstrakuliler dan berbagai organisasi
120
Visi dan misi yang disampaikan Farijal Rohman Kurniawan pada waktu kampanye Visi: Menumbuhkembangkan jiwa dan semangat nasionalisme kebangsaan dan ke-UM-an pada diri mahasiswa PPKn Misi: 1. Membuat dan mengajak mahasiswa PPKn lebih peduli pada kegiatan kampus dan luar kampus 2. Menciptakan suasana mahasiswa PPKn yang edukatif, kritis dan revolusioner dengan semangat kekeluargaan dan persatuan 3. Menjadikan HMJ PPKn sebagai penyalur aspirasi secara interaktif 4. Menjadikan HMJ PPKn profesional (Sumber: KPU FIP)
Gambar 4.2. Pamflet Calon No 1
Gambar 4.3. Pamflet Calon No 2.
(sumber: KPU)
Secara subtansial dari masing-masing calon sudah melaksanakan kampanye sesuai denga aturan yang dibuat KPU. Namun masih ada kekurang yaitu
belum
terkovernya
mahasiswa
jurusan
untuk
mendapatkan
atau
medengerkan pemaparan visi-misi masing-masing kandidat. Akan tetapi tidak ada calon yang merasa tidak terima karena memang itulah aturannya. Sebagaimana diungkapkan oleh masing-masing kandidat. Mi’roj Al-Abshori menyatakan:
121
Kampanye lisan dengan memasuki kelas-kelas yang ada kuliah pada hari itu. Akan tetapi itupun kurang efektif karena masalah waktu yang molor (manajemen waktunya) selain itu hanya tiga kelas yang bisa dikampayei sedangkan kelas-kelas yang lain tidak, tetapi saya pribadi tidak ada protes kepada KPU. Farijal Rohman selaku calon kedua berpandangan: emang sih kurang efektif tapi bagi saya pribadi itu tidak ada masalah, karena memang batasan waktu yang diberikan tidak satu hari penuh sehinga kalau banyak kelas yang tidak tersentuh kampanye itu wajar. Kalau saya sendiri tidak suka protes-protes, diterima saja. Secara teknis operasional mekanisme kampanye yang dibuat oleh KPU fakultas sangat jelas, apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak diperbolehkan oleh kandidat selama kampanye. Mekanisme kampanye yang dibuat oleh KPU. Berdasarkan hasil wawacara dengan Anwar Hamid salah satu anggota KPU menyatakan bahwa mekanisme kampanye yang dibuat sudah mencakup semua. Pertama, tentang materi yang cakupannya meliputi: (a) pengenalan (nama, jurusan, dan pengalaman organisasi); (b) penyampian visi dan misi; (c) planing program kerja. Kedua, tentang peraturan yang meliputi: (a) penyampaian materi dengan sopan dan tertib; (b) kampanye dilakukan secara tatap muka, selebaran dan pamflet; (c) kampanye tulis sesuai dengan tempat dan waktu yang telah ditentukan oleh KPU; (d) tiap papan pengumuman maksimal dua pamflet; dan (e) media kampanye tulis harus berstempel KPU. Ketiga, tentang ketentuan kampanye lisan meliputi: (a) kampanye disampaikan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar; (b) dalam kampanye tidak boleh menghina, memfitnah dan berkata kotor; (c) kampanye lisan disampaikan maksimal 10 menit untuk visi dan misi dan planing program kerja setiap calon; (d) dalam kampanye ini calon dimasukkan dalam ruangan secara bersamaan; dan (e) untuk waktu tanya jawab, maksimal 15 menit. Keempat, tentang pakaian kampanye lisan; (a) baju ber-kerah warna bebas atau hem; (b) celana atau rok warna hitam bukan jeans; (c) sepatu fantovel; (d) memakai jas almamater; dan (e) memakai kerudung putih untuk calon prempuan. c) Sanksi terhadap yang Melanggar Aturan tentang larangan adalah (a) dilarang menghina, memojokkan, memfitnah peserta pemilu dan orang lain baik kampanye lisan maupun tulis; (b) dilarang merusak atau menghilangkan media kampanye peserta pemilu lain; (c)
122
dilarang melakukan money politics; dan (d) dilarang berkampanye melebihi alokasi waktu yang telah ditentukan. Selama masa kampanye peluang untuk melakukan kesalahan oleh masingmasing kandidat dan tim suksesnya sangat terbuka, sehingga untuk meminimalisir hal tersebut dibuat sanksi bagi yang melanggar. Terkait sanksi sebagaimana dinyatakan oleh Khoirul Fikri Sofi selaku ketua KPU: (1) teguran baik secara lisan maupun tulisan serta pencabutan hak sebagai peserta pemilu; (2) bagi calon yang mendapat teguran baik lisan maupun tulisan sebanyak 3 kali akan dicabut haknya sebagai peserta pemilu raya FIP; dan (3) peserta yang tidak mengikuti kampanye lisan satu kali (1X) akan mendapat teguran, tidak mengikuti kampanye lisan dua kali (2X) akan mendapat teguran tertulis dan peserta yang tidak mengikuti kampanye lisan tiga kali (3X) akan dicabut haknya sebagai calon. Secara detail Khoirul Fikri juga memaparkan sanksi-sanksi tersebut berikut dengan bobot pelanggaran yang harus diterima oleh kandidat yang melakukan pelanggaran. Tabel 4.2. adalah paparan saknsi berserta bobotnya.
4. Proses Pemilihan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a) Dasar Hukum Ada dua dasar hukum yang dijadikan aturan, yaitu: pertama, Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi Pasal 2 menyatakan “organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa”. Penjelasan dalam pasal ini memberikan kesempatan untuk menegakkan sistem demokrasi (pemilihan) dalam memilih Ketua HMJ.
123
Tabel 4.2. Jenis dan Skor Pelanggaran
NO. 1.
PELANGGARAN Segala bentuk kampanye tulis yang melebihi ukuran A4
2.
Media kampanye tulis mengandung unsur SARA dan pornografi
3.
JENIS
BOBOT
Ringan
5
Berat
10
Ringan
5
Ringan
5
Berat
10
Berat
10
Ringan
5
Berat
10
Berat
10
Menempel media kampanye tulis selain di mading atau papan pengumuman di lingkungan FIP UM (kampus pusat, kampus PP2, kampus PP3)
4.
Menempel media kampanye tulis di mading atau papan pengumuman di tempat ibadah
5.
Merusak dan atau menghilangkan media kampanye tulis peserta pemilu raya yang lain
6.
Melakukan money politic
7.
Tidak memakai pakaian yangtelah ditentukan oleh KPU FIP UM
8.
Menghasut atau mengadu domba antar mahasiswa, baik perorangan maupun kelompok
9.
Menghina dan mendiskreditkan peserta yang lain
10.
Mengancam dan melakukan tindak kekerasan
Berat
10
11.
Tidak mengikuti kampanye lisan 1x
Ringan
5
12.
Tidak mengikuti kampanye lisan maksimal 2
Berat
10
kali
Kedua, Surat Keputusan Rektor nomor: 0644/KEP/J36/KM/2002 tentang Pedoman Organisasi Kemahasiswaan Universitas Negeri Malang, dalam Pasal 38 menyebutkan ketua umum Lembaga Eksekutif Fakultas (LEF) dipilih berdasarkan suara terbanyak melalui pemilihan umum (pemilu raya) secara langsung, umum,
124
bebas, jujur, dan adil (luber jurdil). HMJ termasuk dalam Lembaga Eksekutif Fakultas yang berada di Jurusan. Secara implisit keputusan rektor tersebut melegitimasi penyelenggaraan pemilu untuk memilih Ketua HMJ. Pemilihan ketua HMJ berpijak pada hukum yang berlaku di Universitas Negeri Malang dengan dipertegas oleh payung hukum yang lebih tinggi. Proses pemilihan dijelaskan dalam Pasal 28, 29 dan 30 Peraturan Khusus Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Nomor: 12/PK/DMF IP/PEM/2009 tentang Pemilu Raya Fakultas Ilmu Pendidikan. Pasal 28 menyebutkan hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara ditetapkan oleh KPU. Pasal 29 menyebutkan: (1) untuk memberikan suara dalam pemilu raya, dibuat surat suara; (2) surat suara pemilu raya memuat nomor urut, nama dan foto peserta pemilu raya; dan (3) jumlah, jenis, bentuk, ukuran dan warna surat suara ditetapkan oleh KPU. Pasal 30 menyebutkan bahwa: (1) suara dinyatakan sah apabila tanda coblos terdapat pada 1 (satu) foto peserta pemilu raya; dan (2) tata cara pemberian dan pemungutan suara lebih lanjut diatur oleh KPU. b) Pemungutan Suara Proses pemilihan atau pemungutan suara berlangsung tanggal 16 Desember 2009. Menjadi harapan masyarakat (mahasiswa) banyak ketika berbicara pemungutan suara dapat menerapkan budaya demokrasi yang merupakan asas-asas dalam pemilu. Akan tetapi ketika mengimplementasikan ke lapangan sangat sulit sekali. Sebagaimana diungkapkan oleh Sri Wahyuningtyas salah satu anggota KPU yang menjaga TPS di Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, dia mengungkapkan bahwa: Menjadi sebuah harapan dari semua anggota KPU sebagai penyelenggara pemilu raya fakultas untuk dapat melaksanakan pemilu ini secara
125
demokratis, seoptimal mungkin dapat melaksanakan asas luber dan jurdil pada waktu pemungutan suara, akan tetapi masih ada saja celah membuat kita tidak optimal, karena teledor, terlebih lagi panwaslu yang ada pada waktu itu datangnya telat dan hanya satu orang sehingga pengawasan yang dilakukan pun kurang maksimal. Hal inilah yang dijadikan celah oleh tim sukses masing-masing kandidat untuk melakukan pengerahan massa untuk memilih kandidat yang diinginkan. Adanya banyak pendapat dari para pemilih yang menyatakan bahwa pemilu HMJ tahun ini kurang demokratis baik dari pemilih, panwaslu, KPU dan bahkan para kandidat. Salah satu indikatornya yang disebutkan pengerahan massa tertentu untuk mempengaruhi pemilih baik secara diam-diam maupun secara langsung. Hal ini diungkapkan oleh Anwar Hamid salah anggota KPU yang jaga TPS di jurusan Hukum dan Kewarganegaraan: Banyak terjadi pengerahan massa oleh masing-masing tim sukeses dari kedua kandidat bahkan dilakukan di depan TPS sebelum nyoblos, terlebih lagi pada pagi hari di mana panwaslu belum hadir, bahkan ada salah satu tim sukses yang sengaja duduk dekat bilik suara untuk memberikan pengaruh kepada pemilih sekaligus penokohan untuk kandidatnya. Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa informan pada intinya pendapat mereka sama terkait penerapan asas-asas pemilu yang masih belum masksimal berikut ini peneliti paparkan: Nunik Ratnawati menyatakan bahwa: Asas luber dan jurdil menurut saya belum sepenuhnya terlaksana dalam pemilu HMJ tahun ini, yang jelas ada pengerahan massa bahkan saya ditawari oleh salah satunya tim sukses, hal itu diperparah dengan letak bilik suara yang berdekatan, sehingga jika ada dua pemilih yang melakukan pencoblosan mereka bisa saling berdiskusi untuk memilih yang mana, menurut saya dalam hal ini asas bebas dan rahasia masih belum terlaksana. Viki Hamzah menyatakan: Dalam perpolitikan pengerahan massa oleh masing-masing kandidat itu pasti ada karena setiap tim sukses punya tujuan untuk memenangkan kandidatnya, sehingga pengerahan massa, mempengaruhi pemilih serta ajak-mengajak juga terjadi demi meraih suara sebanyak-banyaknya. Saya
126
sepakat sekali ketika dikatakan bahwa pemilu hari ini masih belum sempurna menerapkan asas-asas pemilu, akan tetapi proses pembelajaran demokrasi harus tetap berjalan walaupun belum sempurna. Asma’ul Mufida menyatakan: Tidak bisa dipungkiri pengerahan massa dalam pemilu HMJ tahun ini sangat nampak sekali, itu tidak hanya dilakukan oleh salah satu kandidat saja bahkan kedua kandidat tersebut, massa dipengaruhi harus milih calon yang mereka usung. Akan tetapi jika dikatakan tidak demokratis kurang tepat, karena saya memandangnya biasa dalam pemilu ada pengerahan massa sebab masing-masing ingin menang tetapi selama tidak meninggalkan asas-asas pemilu. Eri Hendro Kusuma juga menambahkan: Saya sepakat sekali mas, ketika dalam pemungutan suara pemilihan ketua HMJ tahun ini ada dugaan kurang demokratis, salah satu indikasinya ada pengkondisian massa yang dilakukan tidak hanya salah satu kandidat tapi kedua-duanya, bahkan primodialisme kelas masih kental. Misalnya ketika calon dari kelas B, maka semua mahasiswa dari kelas tersebut dikondisikan untuk memilih calon yang dari kelas B, ini dilakukan oleh tim sukses masing-masing kandidat. Ditambah lagi bilik suara yang letaknya memberikan celah kepada pemilih untuk saling berbisik, berntanya “kamu pilih apa, pilih ini saja” sangat aneh jika dibilik suara saja terjadi tawar-menawar pilihan. Sedikit berbeda dengan apa yang sampaikan oleh informan yang ada di atas namun sacara substansi sama, adalah diungkapkan oleh Bambang Dibyo selaku Ketua DMF dan sekaligus anggota panwaslu menyatakan: Memang iya diduga kurang demokratis jika dikatakan demikian, karena dengan adanya pengerahan massa tersebut berarti mempengaruhi pemilih dan itu bertentangan dengan asas-asas pemilu terutama asas bebas. Dengan adanya ajakan atau pengaruh dari salah satu kandidat jadinya suara yang diberikan tidak berangkat dari hati nurani. Namun di sisi lain bahwa mahasiswa hari ini masih sangat apatis terhadap pemilu baik di tingkat jurusan, fakultas bahkan universitas, sehingga untuk menarik mereka berpartisipasi dalam pemilu terkadang itu menjadi caranya, karena walaupun sudah kampanye di kelas-kelas tetap saja mereka cuek dengan agenda pemilu, sehingga terkadang pengerahan massa menjadi pembenar untuk menarik mahasiswa yang demikian untuk terlibat dalam pencoblosan.
127
Berbicara pengerahan massa berdasarkan wawacara dengan beberapa pemilih yang ada di jurusan Hukum dan Kewarganegaraan ternyata mereka tidak terpengaruh oleh ajakan tim sukses masing-masing kandidat. Seperti yang dinyatakan oleh Dian Dwi Permana: Saya sempat ditawarin oleh salah satu tim sukses, ntar pilih ini ya mas minta tolong. Ya tapi saya tidak menjatuhkan pilihan pada kandidat yang mereka suruh. Saya memilih bukan karena pengaruh tetapi karena melihat visi misi meraka. Hal senada juga disampaikan oleh Aa’ Pakar Jagat Alam: Ada memang ajakan-ajakan seperti itu dan saya juga dibilangin oleh teman dekat dari salah satu kandidat yang mencalonkan diri, tapi saya tetap memilih berdasarkan hati nurani saya, ini kan demokrasi. Nunik Ratnawati menyatakan: Pengaruh sih ada dari masing-masing tim sukses bahkan saya disuruh mbak milih ini aja, milih nomor urut ini saja. Kalo saya tetap milih berdasarkan hati saya sendiri bukan karena pengaruh yang mengajak. Senada dengan hal itu Viki Hamzah juga menyatakan: Pengerahan massa ada dari masing-masing calon. Kalo saya sendiri tidak terpangaruh oleh ajakan-ajakan tersebut apalagi ditekan untuk memilihsalah satu calon. Saya memilih berdasarkan analisa saya sendiri, siapa yang cocok menurut pandangan saya itu yang saya pilih. Seperti yang disampaikan oleh Nunik Ratnawati bahwa bilik suara pertama dan bilik suara kedua letaknya sangat berdekatan. Kondisi seperti itu memberikan celah kepada pemilih untuk berdiskusi dengan pemilih yang lain. Proses pemilu tidak bisa dilepaskan dari proses pemenangan. Oleh karena itu tim sukses berusaha semaksimal mungkin untuk bisa mempengaruhi massa dan memberikan suara pada kandidat yang dijagokan. Selain itu mahasiswa dari tahun ketahun ke-apatisan-nya semakin meningkat sehingga menjadi serba dilema. Antara mendahulukan kedemokratisan dan membunuh sifat apatis mahasiswa,
128
sehingga pengerahan massa itu terjadi karena untuk membunuh karakter apatis mahasiswa dan akhirnya kedemokratisannya tenggelam. Asas-asas pemilu pada waktu pemilihan HMJ Hukum dan Kewarganegaraan tidak berjalan optimal. Hal ini disebabkan permasalahan kesadaran mahasiswa masih kurang untuk terlibat dalam pemilu dan kesadaran para tim sukses sangat rendah dalam memahami makna demokratis sehingga berbagai cara dilakukan. Sebagaimana diketahui jumlah pemilih (daftar pemilih tetap) 477 mahasiswa. Dengan rincian yaitu: pertama, pemilih dari angkatan 2006 ada 72 mahasiswa; kedua pemilih dari angkatan 2007 ada 82 mahasiswa; ketiga, pemilih dari angkatan 2008 ada 102 mahasiswa; keempat, pemilih dari angkatan 2009 ada 134 mahasiswa; kelima, pemilih dari angkatan yang belum lulus 87 mahasiswa. Pemilih yang memilih pada waktu pemungutan suara 207 mahasiswa. Jumlah pemilih yang demikian dapat dikatakan kurang antusias. Jika dipersentasi, maka partisipasi mahasiswa Hukum dan Kewarganegaraan mencapai 43, 39%.
Gambar 4.4. Bilik Suara (sumber: KPU)
c) Tata Cara Pemungutan Suara Mahasiswa yang akan memberikan suaranya harus memenuhi persyaratan yang telah dibuat oleh KPU. Terkait tata cara pencoblosan, prosedur yang harus
129
dilakukan kan oleh pemilih sebagaimana di dijelaskan jelaskan oleh Anwar Hamid selaku anggota KPU yang bertugas di TPS jurusan Hukum dan Kewarganegaraan: Ada da beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh pemilih sebelum mencoblos di antaranya: (1) mahasiswa yang masih aktif kuliah dibuktikan dengan menunjukkan KTM atau KTR kepada penjaga KPPS setempat; (2) mengisi engisi daftar presensi p sesuai dengan namanya dan membubuhkan tanda tangan kemudian diberi kertas suara; suara (3) KTM atau KTR tetap ditahan oleh petugas KPPS KPPS; (4) mahsiswa ahsiswa dipersilahkan mencoblos di bilik yang telah lah disediakan dengan menggunakan mengguna alat yang telah disediakan sediakan; (5) setelah etelah selesai mencoblos mahasiswa dipersilahkan memasukkan kertas suara ke tempat yang sesuai dengan ketentuan; ketentuan (6) jarii kelingking kiri dicelupkan ketinta tinta sebagai bukti telah menggunakan hak pilihnya pilihnya; dan (7) KTM atau KTR diberikan kembali kembali. Dalam pemilu semakin banyak orang yang berpartisipasi menunjukan tingkat kemajuan sistem demokrasi. Tim sukses masing-masing masing masing kandidat harus bekerja keras dalam pemilihan demi mendulang suara yang lebih banyak. Proses ajak-mengajak akan sangat mempengaruhi mem suara yang diperoleh. Gerak erak-gerik tim sukses sangat menentukan suara yang masuk kekantong ke kandidat, didat, karena itu kandidat selalu mematang mematangkan tim suksesnya secara tepat.
Gambar 4.5. Kertas Suara (sumber: Dokumentasi KPU)
130
5. Proses Penetapan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a) Dasar Hukum Peraturan Khusus Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Nomor: 12/PK/DMF IP/PEM/2009 tentang Pemilu Raya Fakultas Ilmu Pendidikan. Pasal 31 menyebutkan: (1) penghitungan suara dilakukan oleh KPU di tempat yang telah ditetapkan oleh KPU; (2) penghitungan suara dapat dihadiri oleh peserta pemilu raya, pengawas pemilu, dan civitas akademika Fakultas Ilmu Pendidikan; (3) penghitungan suara dilakukan dengan cara yang memungkinkan saksi, pengawas pemilu, civitas akademika yang hadir dapat menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara; (4) peserta pemilu raya dan civitas akademika melalui saksi dapat mengajukan keberatan apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan; (5) dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi dapat diterima, KPU seketika itu juga mengadakan pembetulan; (6) KPU membuat berita acara yang ditandatangani oleh ketua dan atau sekretaris KPU serta dapat ditandatangani oleh saksi dan pengawas pemilu segera setelah selesai perhitungan suara; dan (7) KPU memberikan 1 (satu) eksemplar salinan berita acara kepada saksi dan atau peserta pemilu yang hadir, dengan tembusan kepada Pembantu Dekan III FIP. Proses penetapan dan sosialisasi ini diatur dalam Pasal 32 dan 33, Peraturan Khusus Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Nomor: 12/PK/DMF IP/PEM/2009 tentang Pemilu Raya Fakultas Ilmu Pendidikan. Pasal 32 menyebutkan: (1) penetapan untuk ketua BEMFA, ketua HMJ dan ketua HMPP didasarkan pada perolehan suara terbanyak; (2) dalam hal perolehan suara calon terpilih terdapat jumlah suara yang sama, maka dilakukan pemungutan
131
suara ulang bagi kedua calon yang bersangkutan; dan (3) tata cara pelaksanaan penetapan calon terpilih ditetapkan oleh KPU FIP. Dengan berlandaskan Keputusan Rektor Nomor: 0644/KEP/J36/KM/2002 tentang Pedoman Ormawa Universitas Negeri Malang pasal 44 terkait kepengurusan point (d) kepengurusan HMJ ditetapkan melalui surat keputusan dekan. Dalam Pasal 33 menyebutkan Sosialisasi hasil pemilu dilakukan satu hari setelah penetapan hasil pemilu raya.
b) Proses Perhitungan Suara Proses perhitungan suara berlangsung pada malam hari, yaitu setelah pemungutan suara pada siang harinya. Dalam perhitungan suara kewajiban penyelenggara untuk menetapkan mekanisme atau prosedural agar tertib dan terlaksana dengan aman. Perhitungan suara merupakan tahapan yang sangat rawan terjadi anarkis. Hal dikarenakan ada mahasiswa yang kurang menerima kekalahannya. Untuk mengantisipasi hal tersebut KPU membuat tata cara dalam perhitungan suara. Sebagaimana yang disampaikan oleh Khoirul Fikri Sofi selaku Ketua KPU: Ada pun tata cara dalam perhitungan suara yang dibuat oleh KPU fakultas adalah: (1) ada breffing terlebih dahulu dengan peserta pemilu dengan tim sukses atau perwakilan salah satu dari keduanya membahas pemasalahan yang ada sebelum perhitungan suara dimulai; (2) setelah breffing dilakukan tidak ada lagi breffing kembali pembahasan yang berkaitan dengan perhitungan suara; (3) hasil breffring diumumkan sebelum pemungutan suara dimulai kepada seluruh civitas akademika yang hadir pasa saat itu; (3) penghitungan suara dilakukan oleh KPU pada pukul 20.00 WIB; (4) penghitungan suara dimulai dari penghitungan suara untuk HMPP, HMJ, DMF, dan BEMFA; (5) penghitungan suara dapat dihadiri oleh peserta pemilu raya, pengawas pemilu, dan civitas akademika Fakultas Ilmu Pendidikan dengan menyerahkan KTM/KTR kepada satpam di depan pintu masuk; (6) penghitungan suara dilakukan dengan cara yang memungkinkan saksi, pengawas pemilu, dan civitas akademika FIP yang hadir dapat menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara dengan menunjukkan KTM atau KTR kepada penjaga atau pengawas pintu depan aula E1; (7) untuk calon tunggal dapat menjadi ketua walaupun kartu suara yang masuk hanya satu kartu suara yang sah; (8) dalam hal keberatan yang
132
diajukan oleh saksi dapat diterima panwaslu dan KPU akan melaksanakan pembetulan setelah penghitungan suara selesai; (9) segera setelah penghitungan suara, KPU membuat berita acara yang ditanda-tangani oleh calon, saksi mengetahui ketua umum KPU, dan panitia pengawas pemilu; (10) KPU memberikan satu eksemplar salinan berita acara kepada saksi dan atau peserta pemilu yang hadir dengan tembusan pada Pembantu Dekan III FIP; dan (11) bagi civitas akademika FIP yang menghadiri perhitungan suara apabila mengganggu jalannya perhitungan suara maka akan di keluarkan dari tempat perhitungan suara oleh KPU dan Panwaslu. Pristiwa anarkhis pernah terjadi dalam perhitungan suara pada tahun 2007. Hal itu disebabkan karena tidak adanya batasan terhadap mahasiswa yang akan menyaksikan perhitungan suara. Mahasiswa dari segala fakultas pun boleh menyaksikan perhitungan tersebut, bahkan dari luar kampus. Ketika di dalam ruangan perhitungan, mereka (mahasiswa yang identitasnya tidak jelas) memprovokatori Tim Sukses masing-masing, sehingga ketika ada kekeliruan dalam perhitungan suara terjadi perdebatan panjang. Alhasil perhitungan tahun 2007 tidak dapat diketahui dikarenakan para penyaksi dalam ruangan meminta kertas suara dibakar, dengan alasan pemilu banyak terjadi kekurangan. Mulai pada tahun 2008 ada aturan yang dikeluarkan oleh KPU untuk membatasi peserta yang akan menyaksikan perhitungan suara. Peserta yang akan menyaksikan perhitungan suara harus memenuhi persyaratan sebagaimana yang diputuskan oleh KPU. Persyaratan bagi mahasiswa yang akan menyaksikan jalan perhitungan suara: pertama, hanya untuk mahasiswa dari Fakultas Ilmu Pendidikan dengan menunjukan KTM/KTR kepada petugas penjaga; kedua, KTM/KTR tersebut diserahkan kepada petugas selama menyaksikan perhitungan suara dan bisa diambil kembali jika akan meninggalkan ruangan; ketiga, ada strill area yang diberlakukan untuk tim sukses, sehingga peserta lain tidak boleh
133
memasuki tempat tersebut; keempat, mahasiswa yang bukan tim sukses tidak berhak bersuara atau mengeluarkan pendapat kecuali atas permintaan KPU. Kesuksesan perhitungan suara pada tahun 2008 ditiru oleh KPU 2009. Peserta tidak dapat melakukan intervensi terhadap hasil perhitungan suara. Apabila ada dugaan kecurangan di lapangan dilaporkan ke panwaslu dan yang berhak melaporkan tersebut adalah Tim Sukses masing-masing kandidat. Selama proses perhitungan suara ada peraturan yang harus diketahui oleh saksi dari masing-masing Tim Sukses. Peraturan tersebut terkait kartu suara. Kartu suara yang dianggap sah apabila sesuai dengan aturan. Aturan tersebut sebagaimana dijelaskan oleh anggota KPU, Eri Hendro Kusuma: ....(1) kartu suara berstempel asli KPU dan berparaf oleh petugas administrasi KPU; (2) kartu suara dianggap sah selama foto calon tidak sobek, tidak tercoret-coret, dan tidak kotor serta tidak basah; (3) pemilih mencoblos salah satu foto saja untuk calon Senator DMF, calon Ketua BEMFA, dan calon Ketua HMJ; (4) pemilih mencoblos di dalam garis foto calon Senator DMF, calon ketua BEMFA, dan calon ketua HMJ, atau tidak melebihi garis foto dari calon Senator DMF, calon Ketua BEMFA, dan calon Ketua HMJ; (5) kartu suara yang telah di coblos berada pada tempatnya, artinya kartu suara untuk calon Senator DMF berada dalam kotak suara DMF, kartu suara untuk calon Ketua BEMFA berada dalam kotak suara BEMFA, kartu suara untuk calon Ketua HMJ berada dalam kotak suara HMJ.
c) Penetapan Penetapan calon yang menang setelah selesainya perhitungan suara. Menurut ketua KPU Khoirul Fikri Sofi: ....menurut aturan mereka yang mendapatkan suara terbanyak dalam perhitungan suara dinyatakan menang, pada waktu itu juga ditetapkan oleh KPU sebagai ketua HMJ, dengan menetapakannya dalam berita acara. Sebagaimana diketahui bahwa dalam pemilihan pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan keterlibatan mahasiswa untuk melakukan pencoblosan dapat dikatakan kurang antusias. Hal ini dapat dilihat dalam proses perhitungan yang
134
dilakukan oleh KPU. Suara terbanyak oleh Mi’roj Al-Abshori dengan perolehan 96 suara, Farijal 90 suara, abstain 15 suara dan suara rusak 6 suara. Selisih suara yang menang dan kalah hanya terpaut 6 suara. Tabel 4.3. Rekapitulasi Perhitungan Suara
No Nama calon 1 Mi’roj Al-Abshori 2 Farijal Rohman K Total Suara
Jumlah Suara 96 90 186
Abstain 15
Rusak 6
15
6
Jumlah 117 90 207
(sumber: dokumentasi KPU FIP)
6. Proses Pelantikan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a) Dasar Hukum Keputusan Rektor Nomor: 0644/KEP/J36/KM/2002 tentang Pedoman Organisasi Kemahasiswaan Universitas Negeri Malang. Sesuai dengan Pasal 38 ayat 2 menyatakan pengesahan ketua umum Lembaga Eksekutif Fakultas (LEF) dilakukan oleh Lembaga Legislatif Fakultas (LLF) dalm forum konferensi dan di tetapkan dengan surat keputusan dekan.
b) Pelantikan Proses pelantikan adalah tahap akhir dari serangkaian tahap yang harus dilalui bagi seorang kandidat terpilih. Mulai dari tahap pencalonan atau pendafataran hingga tahap paling akhir yaitu pelantikan. Sebelum dilantik oleh dekan fakultas calon yang menang terlebih dahulu disahkan oleh KPU yang dituangkan dalam berita acara setelah perhitungan suara HMJ yang bersangkutan. Sebagai pengabsahan secara hukum, maka Ketua HMJ terpilih dan pengurusnya dilantik oleh dekan fakultas bersangkutan. Dalam hal ini, ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan dilantik oleh dekan Fakultas Ilmu Sosial. Hal ini disebabkan, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan tanggal 1 Januari 2010 resmi
135
menjadi bagian dari Fakultas Ilmu Sosial. Hal dibenarkan oleh Ketua KPU Khoirul Fikri Sofi: Tahapan pelantikan HMJ Hukum dan Kewargengaraan dilaksanakan oleh Fakultas Ilmu Sosial (FIS) karena memang berdasarkan pada kesepakatan awal dengan pihak PD III dan Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, kita tidak sampai pada pelantikan karena pelantikan diserahkan kepada Fakultas Ilmu Sosial. Dengan demikian yang melantik Ketua terpilih dan jajarannya adalah Dekan FIS. Hal itu dikuatkan oleh Bambang Dibyo selaku panwaslu dan Ketua DMF menyatakan: ....iya untuk HMJ Hukum dan Kewarganegaraan sebelum pemilu sempat menjadi polemik bagaimana dengan sistem pemilu di HMJ Hukum dan Kewarganegaraan, akhirnya disepakatilah bahwa untuk pemilu HMJ ini masih inklud dengan FIP artinya menjadi tanggungjawab KPU FIP. Akan tetapi tidak sampai pada tahap pelantikan. HMJ Hukum dan Kewarganegaraan tidak mengikuti pelantikan di Fakultas Ilmu Pendidikan, karena memang mereka sudah bergabung dengan Fakultas Ilmu Sosial dan sesuai kesepakatan sebelum pemilu bahwa KPU FIP hanya mengantarkan pada tahapan perthitungan suara. Ketua KPU yang sudah mengetahui hasil perhitungan suara kemudian menyampaikan berita acara kepada PD III setelah itu beliau yang akan meneruskan kepada PD III Fakultas Ilmu Sosial. Pelantikan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan baru berlangsung tanggal 23 Maret 2010, di gedung Aula Perpustakaan dilantik secara langsung oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial oleh Bapak Prof. Dr. Haryono, M.Pd. Pelantikan dihadiri oleh seluruh pengurus ormawa FIS. Untuk jumlah seluruh pengurus HMJ tahun 2010 ada 40 personal. Ada 5 orang di posisi pengurus harian (PH), 6 orang di posisi Bidang Penalaran, 6 orang di bidang Bakat Minat, 5 orang di bidang Kesejahteraan, 6 orang bidang kerohanian, 6 orang di posisi Pengabdian masyarakat, dan 6 orang dibidang Informasi dan komunikasi. Sebagaimana dibenarkan oleh Ketua HMJ terpilih, Mi’roj Al-Abshori: Untuk pelantikan memang tidak ikut FIP lagi mas. Saya dan teman-teman baru dilantik pada tanggal 23 Maret 2010 di Aula Perpustakaan. Untuk
136
dikepengurusan saya ada enam bidang yaitu: (1) bidang penalaran; (2) bidang bakat minat; (3) bidang kesejahteraan; (4) bidang kerohania; (5) bidang pengabdian masyarakat; dan (6) bidang informasi dan komunikasi. Dalam pelantikan tersebut ada pengikraran janji mahasiswa yang dibacakan oleh ketua Badan Eksekutif Fakultas Ilmu Sosial (BEM FIS) dan diikuti oleh seluruh pengurus organisasi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial, mulai dari Pengurus HMJ yang meliputih: (1) HMJ Hukum dan Kewarganegaraan; (2) Pengurus HMJ Geografi; dan (3) Pengurus HMJ Sejarah, Pengurus BEMFA dan Pengurus DMF. Pelantikan sangat penting sebagai kekuatan legalitas pengurus untuk menjalankan roda keorganisasian. Beralihnya Jurusan Hukum dan Kewaraganegaraan yang semulanya tergabung dalam FIP sekarang tergabung dengan FIS, menyebabkan pelantikan ormawa di FIS sedikit tertunda akan tetapi Surat Keputusan untuk menjalankan kegiatan keormawaan sudah diberikan kepada masing-masing pengurus ormawa, sehingga kegiatan ormawa tetap berjalan meskipun belum dilantik.
7. Sikap Calon yang Menang dan Calon yang Kalah Seorang kandidat yang bertarung diharuskan untuk siap menang dan siap kalah. Petarung sejati harus siap menang, optimis dalam berkompetisi merebutkan jabatan yang diinginkan. Akan tetapi sangat keliru jika seorang calon hanya mau menerima kemenangan dan tidak sanggup menerima kekalahan. Menang dan kalah semua butuh persiapan. Untuk menang butuh persiapan dari awal, membentuk tim sukses yang bisa mobile dan membobilisasi massa, menata visi misi yang revoluisoner dan sebagainya. Kalah pun harus dipersiapkan, mental dan kesehatan.
137
Mental yang berani menerima kenyataan, fisik yang berani untuk berpikir dewasa sehingga akan timbul pikiran sehat ketika kalah, tidak ada mosi tidak percaya kepada penyelenggara. Sebagai mahasiswa tidak keliru jika bersikap bijaksana dalam menerima hasil pemilihan. Jika para tokoh politik misalnya McCain, Hillary Clinton dan Yusuf Kalla bisa bersikap sebagai negarawan tentunya mahasiswa bisa bersikap sebagai aktivis yang demokratis. Sikap manusiawi ketika kecewa melihat hasil pemilu, karena banyak yang sudah dikorbankan baik materil, tenaga, pikiran bahkan ada sebagian mahasiswa yang harus rela tidak mengikuti matakuliah demi mempersiapkan segala yang dibutuhkan mulai dari tahapan pencalonan hingga tahapan perhitungan suara.
a) Sikap Calon yang Menang Dalam konteks pemilihan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan sikap demokratis dan patriotis ditunjukan oleh para kandidat yang berkompetisi merebutkan jabatan sebagai orang nomor satu di Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, baik yang menang dan kalah tidak menunjukan sikap pecundang, masing-masing dari mereka menunjukkan sikap sebagai aktivis ormawa yang tangguh. Para kandidat siap menang dan kalah. Mereka (para kandidat) memandang ini sebagai proses belajar dalam perpolitikan. Seperti yang dinyatakan oleh Mi’roj Al-Abshori sebagai kandidat yang menang: ....kalo sesama calon tidak ada masalah sampai sekarang pun mas, komunikasi biasa saja, tidak ada permusuhan tidak ada pertengkaran selayaknya temen biasa seperti dulu mas ....kadang yang bikin isu-isu yang tidak benar itu malah orang lain yang tidak mengerti apa-apa. Kalau kita berdua biasa-biasa saja tidak masalah kok mas.
138
Kemenangan calon tidak membuat sikap arogan atau perayaan yang berlebihan. Calon yang menang biasa saja, ada kebanggaan tersendiri itu wajar. Sebagaimana dinyatakan oleh Viki Hamzah: ....mereka menerima kekalahan tersebut, tidak ada sikap-sikap yang berlebihan dari kedua calon pasca perhitungan suara, saya tidak melihat indikasi calon yang kalah akan melakukan tindakan yang bertentangan dengan aturan, dan yang menang juga tidak bersikap berlebihan ya sewajarnya saja. ....saya melihat mereka menerima kekalahan tersebut dengan sikap arif dan bijaksana. Anwar Hamid menyatakan: Saya melihatnya biasa mas, calon yang menang tidak berlebihan dalam merayakan kemenangan. Bahkan saya tidak melihat ada perayaan yang yang sifatnya menyinggung yang kalah atau memancing emosi. Dalam kelas sikap Ari biasa-biasa saja.
b) Sikap Calon yang Kalah Calon yang kalah bersikap wajar, tidak ada arogansi yang ditunjukan oleh kandidat yang kalah. Sebagaimana disampaikan oleh Sri Wahyuningtyas salah satu pendukung yang kalah dan anggota KPU: Sikap yang menang seneng tentunya tapi sewajarnya, tidak berlebihan yang kalah juga menerima, tidak ada juga sikap yang protes dari yang kalah mulai selesainya perhitungan suara sampai pelantikan pun tidak ada masalah....mereka memahami kalau mereka sama-sama berlajar berdemokrasi. Pendapat di atas dipertegas oleh Dian Dwi Permana sebagaimana dinyatakan berikut ini: Walaupun menang dengan selisih tidak sampai 10 suara, saya melihat ada keterimaan baik dari yang kalah itu terlihat dengan selesainya perhitungan suara mereka saling bersalaman mengucapkan selamat kepada yang menang sehingga saya menyimpulkan yang kalah pun bisa menerima kekalahan tersebut ....dalam pandangan saya belum terjadi sikap saling menjatuhkan terhadap calon terpilih. Secara Jujur diakui secara langsung oleh kandidat yang kalah. Farijal Rohman menyatakan berikut ini:
139
Saya menerima, tak ambil positif thinking saja saya menghargai ini sebagai proses pembelajaran. Dari awal memang saya punya komitmen, kalau saya kalah tidak akan berpikir negatif terhadap yang menang ....masalah hubungan saya dengan ketua yang terpilih kembali seperti semula tidak ada yang berubah mas biasa saja ....ngapain sih mas protes, saya menghargai banget dan saya bukan orang yang suka protes-protes, enjoy aja mas. Jiwa patriotis yang ditunjukan oleh kedua kandidat sungguh telah merubah wajah demokrasi dalam pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan tahun ini. Kedua calon sama-sama memandang tidak perlu arogan dan harus bersikap bijak dalam menerima hasil perhitungan suara. Mereka sekapat tidak ada yang patut disesali dalam kekalahan dan tidak juga perlu uforia yang berlebihan.
B. TEMUAN PENELITIAN 1. Proses Penetapan Calon Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a) Dasar Hukum Dalam proses penetapan calon ketua ormawa baik HMJ, BEM dan DMF, KPU sudah melakukan prosedural yang benar. Mengacu pada Peraturan Khusus Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Nomor: 12/PK/DMF IP/PEM/2009 tentang Pemilu Raya Fakultas Ilmu Pendidikan dalam Pasal 20, 21 22 dan 23.
b) Penetapan Persyaratan Calon Selama proses pembahasan persyaratan calon tidak ada indikasi atau bermuatan politis, sehingga dapat menjatuhkan lawan politik atau menutup langkah kandidat yang ingin mengajukan diri sebagai calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan dengan cara mempersulit persyaratannya. Proses penetapan syarat-syarat calon ketua HMJ dilaksanakan melalui rapat pleno di KPU. Persyaratan tersebut berlaku bagi semua HMJ di FIP. Pembahasan persyaratan
140
tersebut melalui proses yang lama dan dianalisa secara mendalam bahkan selama proses itu terjadi perdebatan yang panjang.
c) Persyaratan Bakal Calon Hasil persyaratan tersebut disepakati secara aklamasi oleh seluruh anggota hingga menjadi ketetapan KPU. Syarat-sayarat yang harus dipenuhi oleh bakal calon ketua HMJ berdasarkan hasil musyawarah KPU, yakni:
(1) bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa; (2) tercatat sebagai mahasiswa aktif Fakultas Ilmu Pendidikan periode 2009/2010 dengan menyerahkan fotokopi KTM dan KTR yang masih berlaku; (3) memiliki keterampilan dalam mengelola organisasi; (4) memiliki jiwa kepemimpinan; (5) cakap berbicara, membaca, dan menulis; (6) tidak sedang mengalami kesulitan dalam bidang akademik, ditunjukkan dengan pencapaian IPK min 2,75 yang penghitungannya diatur dalam Pedoman Pendidikan Universitas Negeri Malang. Dengan menyerahkan seluruh foto kopi KHS masing-masing 1 lembar; (7) memahami sistem pemerintahan mahasiswa di Universitas Negeri Malang; (8) calon Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) minimal semester 2; dan (9) menyerahkan 2 lembar Pas foto ukuran 4 x 6 berwarna, background merah dengan memakai jas almamater logo universtas dapat terlihat. Peraturan di atas adalah hasil dari improvisasi KPU terhadap aturan yang dibuat oleh DMF. Persyaratan calon peserta pemilu harus dipenuhi oleh seorang calon ketua HMJ adalah: (1) tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan
yang masih aktif kuliah; (2) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (3) memiliki keterampilan dalam mengelola organisasi dengan ditunjukkan sertifikat dan atau Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan Universitas Negeri
141
Malang; (4) memiliki jiwa kepemimpinan; (5) cakap berbicara,membaca, menulis, dan mendengar; (6) tidak sedang mengalami kesulitan dalam bidang akademik, ditunjukkan dengan pencapaian IPK minimal 2,75 yang penghitungannya berdasarkan pedoman pendidikan Universitas Negeri Malang; (7) memahami sistem pemerintahan mahasiswa di Universitas Negeri Malang; dan (8) calon ketua HMJ minimal duduk di semester 2 (dua), maksimal duduk di semester 4 (empat). Hasil keputusan itu merupakan keputusan secara demokratis oleh anggota KPU. Secara umum syarat-syarat tersebut sudah demokratis. Hal ini terbukti dengan tidak adanya calon ketua HMJ dari berbagai jurusan yang melakukan protes terhadap persyaratan tersebut, sehingga dapat ditafsirkan keputusan itu sudah memenuhi kebutuhan mahasiswa. Jika persyaratan itu dirasa berat, mahasiswa boleh mengajukan keberatan kepada KPU. Akan tetapi jika tidak ada yang mengajukan keberatan, secara tidak langsung persyaratan itu memberikan keringan kepada mahasiswa.
d) Pencalonan Tata cara pencalonan yakni sebagai berikut: (1) setiap mahasiswa yang memenuhi persyaratan dapat mengajukan diri sebagai calon peserta pemilu; (2) calon peserta pemilu raya mendaftarkan diri kepada KPU; (3) calon peserta pemilu raya menyerahkan persyaratan kepada KPU sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan; (4) KPU menetapkan dan mengumumkan nama-nama calon peserta pemilu paling lambat satu hari setelah ditetapkan sebagai peserta pemilu. Kelengkapan yang diserahkan diverifikasi oleh KPU, yang tidak memenuhi persyaratan dinyatakan tidak lolos verifikasi dan tidak berhak ikut
142
dalam tahap selanjutnya. Sedangkan yang lolos verifikasi ditetapkan oleh KPU sebagai calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan. Calon yang dinyatakan lolos Verifikasi harus menyerahkan persyaratan kepada KPU. Setiap calon peserta pemilu raya wajib menyerahkan: (a) surat pencalonan yang ditandatangani oleh yang bersangkutan; (b) daftar riwayat hidup; (c) surat pernyataan kesediaan menjadi calon peserta pemilu raya yang ditandatangani oleh yang bersangkutan; dan (d) kelengkapan administrasi yang telah ditentukan oleh KPU. Adapun budaya demokrasi yang terdapat dari proses ini yaitu musyawarah, politik bersih, taat pada aturan. Musyawarah dilakukan oleh KPU dalam menetapkan syarat para bakal calon ketua ormawa. Segala sesuatu ditetapkan secara aklamasi, artinya disepakati secara bersama oleh semua anggota KPU. Setiap peraturan yang dibuat oleh KPU bersih dari indikasi-indikasi ingin menghambat bakal calon yang lain, dalam artian tidak bermuatan politis. Semua dilakukan sesuai dengan prosedural yang ada, baik mengacu pada aturan yang dibuat oleh DMF dan peraturan yang lebih tinggi lagi. Dengan demikian segala peraturan tersebut murni untuk kepentingan bersama.
2. Proses Sosialisasi Calon Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a) Dasar Hukum Adanya kampanye bersandarkan pada peraturan yang dibuat oleh DMF. Peraturan Khusus Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Nomor: 12/PK/DMF IP/PEM/2009 tentang Pemilu Raya Fakultas Ilmu Pendidikan. Dalam Pasal 24, 25, 26 dan 27.
143
b) Sosialisasi Bentuk kampanye yang diatur oleh KPU adalah kampanye tertulis dan kampanye lisan. Kedua bentuk kampanye dilaksanakan sesuai jadawal yang telah ditetapkan oleh KPU. Kampanye tertulis dengan menyebarkan pamflet di madingmading yang ada di jurusan. Kampanye lisan dengan cara masuk ke kelas-kelas jika pada hari itu ada kuliahnya. Bagi kelas yang tidak ada matakuliah pada hari tersebut, maka tidak mendapat kampanye dari masing-masing kandidat. Sebelum pelaksanaan kedua bentuk kampanye tersebut, semua kandidat terlebih dahulu melakukan briffing dengan KPU, guna mendapat penjelasan hal-hal yang diperbolehkan dan yang dilarang oleh kedua tim sukses dan kandidat masingmasing sekaligus penjelasan tentang sanksi jika melanggar. Selama proses kampanye kedua kandidat tidak melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. Kampanye pemilu raya dapat dilakukan melalui: (1) pertemuan terbatas; (2) penyiaran melalui radio kampus; (3) penyebaran bahan kampanye kepada umum; dan (4) kegiatan lain yang tidak melanggar ketentuan.
c) Sanksi terhadap yang Melanggar Hal-hal yang dilarang dalam kampanye: (1) menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan peserta pemilu raya yang lain; (2) menghasut atau mengadu domba antar mahasiswa, baik perseorangan maupun kelompok; (3) mengancam dan melakukan tindak kekerasan; dan (4) merusak dan atau menghilangkan alat publikasi peserta pemilu raya yang lain. Mengenai pelanggaran peserta pemilu: 1) pelanggaran atas ketentuan mengenai larangan pelaksanaan kampanye dikenai sanksi berupa: (a) peringatan
144
lisan dan tertulis; (b) apabila poin (a) tidak diindahkan maka dicabut haknya sebagai peserta pemilu raya, dan tidak diperkenankan mengikuti pemilu raya pada tahun yang sama; dan 2) tata cara pengenaan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan kampanye ditetapkan oleh KPU berikut ini: Selama kampanye dibuka hingga selesai tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh kedua kandidat. Kedua kandidat sangat mentaati aturan yang telah dibuat oleh KPU. Dengan tidak adanya pelanggaran yang dibuat baik ringan, sedang maupun berat menunjukan kedewasaan berpolitik keduanya patut diapresiasi, sebab jika ada pelanggaran menunjukan kesadaran mereka dalam belajar berdemokrasi masih rendah. Budaya demokrasi yang didapatkan dari proses ini yaitu musyawarah dan kedewasaan berpolitik. Musyawarah dilakukan oleh KPU terhadap masingmasing kandidat dengan harapan kandidat dapat memahami dan menerima aturan yang dibuat oleh KPU. Sosialisasi aturan kampanye agar masing-masing calon tidak melakukan perbuatan atau melakukan pelanggaran selama kampanye.
3. Proses Pemilihan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a) Dasar Hukum Pertama, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
nomor
155/U/1998
tentang
Pedoman
Umum
Organisasi
Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi dalam Pasal 2. Kedua, Keputusan Rektor nomor: 0644/KEP/J36/KM/2002 tentang Pedoman Organisasi Kemahasiswaan Universitas Negeri Malang dalam Pasal 38. Ketiga, Peraturan Khusus Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Nomor: 12/PK/DMF IP/PEM/2009 tentang Pemilu Raya Fakultas Ilmu Pendidikan dalam Pasal 28, 29 dan 30.
145
b) Pemungutan Suara Pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan diduga belum demokratis. Ketidak-demoktiras-an tersebut indikatornya pertama, adanya pengerahan massa oleh tim sukses masing-masing kandidat. Pengerahan atau pengkondisian massa tersebut dilakukan baik secara langsung, maupun secara diam-diam yaitu dengan SMS (short message service). Sudah dipastikan bahasa yang terkirim lewat pesan singkat pun berisi ajakan atau pengaruh untuk memilih salah satu kandidat yang dijagokan. Dengan demikian mahasiswa memilih bukan atas dasar keinginannya akan tetapi karena dipengaruhi atau mungkin ditekan, dengan bahasa mengingatkan secara terus-menerus bahkan sampai diantarkan ke TPS. Jika demikian asas bebas dalam pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan di duga tidak terlaksana. Kedua, terkait letak bilik suara dan keberadaan panwaslu. Bilik suara yang letaknya berdekatan memberikan kesempatan kepada pemilih untuk saling pengaruhi. Hal ini diperparah dengan kedatangan panwaslu yang tidak tepat waktu. Anggota KPU sebagai penjaga TPS kewalahan dalam melayani para pemilih sehingga apa yang terjadi didekat bilik suara pun tidak bisa dihindarkan, bahkan kedua tim sukses menempatkan timnya untuk duduk dekat bilik suara, supaya dapat memberikan pengaruh kepada siapapun yang memilih sehingga asas jujur dalam hal ini tidak terlaksana. Pemilih yang memberikan suara kurang antusias. Sebagaimana diketahui jumlah pemilih (daftar pemilih tetap) 477 mahasiswa. Pemilih yang memilih pada waktu pemungutan suara 207 mahasiswa. Jumlah pemilih yang demikian dapat dikatakan kurang antusias. Persentasi partisipasi mahasiswa Hukum dan
146
Kewarganegaraan mencapai 43, 39%. Jika dicari persentasi jumlah pemilih setelah dikurangi suara abstain adalah 40, 25% karena suara abstain sama dengan suara golput.
c) Tata Cara Pemungutan Suara Adapun tata cara yang harus diperhatikan oleh pemilih dalam memberikan suaranya: (1) mahasiswa Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Pendidikan yang masih aktif dibuktikan dengan menunjukkan KTM atau KTR; (2) mengisi daftar peresensi sesuai dengan namanya dan membubuhkan tanda tangan kemudian diberi kertas suara; (3) KTM atau KTR tetap ditahan oleh petugas KPPS; (4) mencoblos di bilik suara yang telah disediakan dengan menggunakan alat yang telah di sediakan; (5) setelah selesai mencoblos mahasiswa dipersilahkan memasukkan kertas suara ke tempat yang sesuai dengan ketentuan; (6) jari kelingking kiri dicelupkan ke tinta sebagai bukti telah menggunakan hak pilihnya; dan (7) KTM atau KTR diberikan kembali. Budaya demokrasi yang terlaksana dalam proses pemilihan ini adalah asas-asas pemilu. Dalam pemilu terdapat asas-asas yang termasuk dalam budaya demokrasi. Asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Terutama asas bebas dan jujur tidak terlaksana dengan baik. Masing-masing kandidat pada waktu pemungutan suara memobilisasi massa dengan pendekatan primodialisme kelas, bahkan ajakan secara langsung dengan diantar hingga TPS tanpa segan-segan pemilih tersebut ditunggu sampai selesai melakukan pencoblosan. Jika pemilihan terjadi demikian maka budaya bebas dalam memilih tidak teraplikasikan di lapangan. Kemudian kejujuran dari masing-masing kandidat dan penyelenggara untuk menyelenggarakan pemilu yang sehat dan bersih tidak
147
berjalan dengan baik. Masing-masing kandidat menggunakan cara-cara yang melawan aturan. Dengan duduk dekat bilik suara dan memberikan kode-kode tertentu kepada yang sedang melakukan pencoblosan. Bisa dikatan pemilu hari ini tidak jujur dan bersih dari perbuatan-perbuatan dengan budaya demokrasi.
4. Proses Penetapan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a) Dasar Hukum Dasar hukum yang digunakan dalam pembahasan ini adalah Keputusan Rektor Nomor: 0644/KEP/J36/KM/2002 tentang Pedoman Ormawa dalam Pasal 44, Peraturan Khusus Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Nomor: 12/PK/DMF IP/PEM/2009 tentang Pemilu Raya Fakultas Ilmu Pendidikan, dalam Pasal 31, 32 dan 33 dan Ketentuan KPU,
b) Proses Perhitungan Sebelum perhitungan suara ada ketentuan dari KPU yang disepakati bersama Tim Sukses masing-masing kandidat yaitu: (1) kartu suara berstempel asli KPU dan berparaf oleh petugas administrasi KPU; (2) kartu suara dianggap sah selama foto calon tidak sobek, tidak tercoret-coret, dan tidak kotor serta tidak basah; (3) pemilih mencoblos salah satu foto saja untuk calon Senator DMF, calon Ketua BEMFA, dan calon Ketua HMJ; (4) pemilih mencoblos di dalam garis foto calon Senator DMF, calon ketua BEMFA, dan calon ketua HMJ, atau tidak melebihi garis foto dari calon Senator DMF, calon Ketua BEMFA, dan calon Ketua HMJ; (5) kartu suara yang telah di coblos berada pada tempatnya, artinya kartu suara untuk calon Senator DMF berada dalam kotak suara DMF, kartu suara untuk calon Ketua BEMFA berada dalam kotak suara BEMFA, kartu suara untuk calon Ketua HMJ berada dalam kotak suara HMJ.
148
Penghitungan suara dilakukan oleh KPU. Penghitungan suara dapat dihadiri oleh semua mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan dan khusunya mahasiswa jurusan Hukum dan Kewarganegaraan. Penghitungan suara HMJ Hukum dan Kewarganegaraan bersamaan dengan perhitungan BEM, DMF dan HMJ yang berada dalam naungan ormawa FIP, karena jurusan Hukum dan Kewarganegaraan pada waktu itu masih tergabung dengan FIP. Proses penghitungan suara disaksikan oleh kedua kandidat mulai awal hingga akhir. Selisih suara yang menang dan yang kalah hanya enam suara. Proses perhitungan yang diadakan di Aula FIP berlangsung damai. Mahasiswa yang menyaksikan perhitungan suara tidak melakukan perbuatan melanggar tata tertib yang dibuat oleh KPU. Dalam peraturan KPU bagi mahasiswa menggangu jalan proses perhitungan akan dikeluarkan oleh KPU.
c) Penetapan Penetapan ketua HMJ didasarkan pada perolehan suara terbanyak. Dalam hal perolehan suara calon terpilih terdapat jumlah suara yang sama, maka dilakukan pemungutan suara ulang bagi kedua calon yang bersangkutan. Mi’roj Al-Abshori sebagai kandidat dinyatakan menang setelah perhitungan suara selesai dan langsung ditetapakan oleh KPU dalam berita acara sebagai ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan tahun 2010. Kepengurusan HMJ ditetapkan melalui surat keputusan dekan. Dalam hal ini kepengurusan HMJ Hukum dan Kewarganegaraan ditetapkan oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial. Budaya demokrasi yang ada dalam proses ini adalah persamaan hak dan taat pada aturan. Persamaan di sini maksudnya bahwa semua mahasiswa FIP dan khususnya jurusan Hukum dan Kewarganegaraan selama dia memenuhi tata tetib
149
sebagaimana dibuat oleh KPU berhak untuk mengikuti proses perhitungan suara. Taat pada aturan atau prosedural artinya dalam menetapkan ketua terpilih KPU hanya taat pada pada aturan, yaitu Peraturan Khusus Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Nomor: 12/PK/DMF IP/PEM/2009 tentang Pemilu Raya Fakultas Ilmu Pendidikan, Pasal 32 menyebutkan “penetapan untuk ketua BEMFA, ketua HMJ dan ketua HMPP didasarkan pada perolehan suara terbanyak”. Jelas siapa pun yang mendapatkan suara terbanyak dalam perhitungan suara harus ditetapkan sebagai ketua terpilih. Sedangkan yang mau komplen atau mengajukan keberatan silakan melaporkan ke panwaslu sehingga tidak mengganggu jalannya perhitungan suara.
5. Proses Pelantikan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan a) Dasar Hukum Keputusan Rektor Universitas Nomor: 0644/KEP/J36/KM/2002 tentang Pedoman Organisasi Kemahasiswaan Universitas Negeri Malang. Sesuai dengan Pasal 38 ayat (2).
b) Pelantikan Pelantikan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan berlangsung pada hari selasa pada tanggal 23 maret 2010 di Aula Perpustakaan. Proses pelantikan ini didahului oleh penetapan calon terpilih oleh KPU. Penetapan di lakukan setelah selesai perhitungan suara dan ditetapkan pada berita acara KPU dan konferensi. Pelantikan dilakukan oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial. Ormawa yang dilantik adalah: (1) ketua dan pengurus BEM FIS; (2) ketua dan pengurus DMF; (3) ketua dan pengurus HMJ Hukum dan Kewarganegaraan; (4) ketua dan pengurus HMJ Geografi; (5) ketua dan pengurus HMJ sejarah, Dalam pelantikan
150
tersebut ada pengucapan janji oramawa yang harus di taati dan dijalankan oleh mahasiswa yang terpilih sebagai pengurus. Budaya demokrasi dalam proses pelantikan yaitu menaati aturan yang berlaku, sistematis sesuai mekanisme yang ada dan kebersamaan. Pelantikan dilakukan secara serentak seluruh ormawa Fakultas Ilmu Sosial.
6. Sikap Calon yang Menang dan Calon yang Kalah a) Sikap Calon yang Menang Calon yang menang tidak merayakan kemenangan dengan berlebihan, tidak menunjukan sikap arogan dan emosional, disikapi dengan biasa-biasa saja, tidak ada sikap untuk memamerkan atas hasil yang dicapai terlebih lagi memanasmanasi calon dan tim sukses yang kalah. Inilah kematangan politik yang ditunjukan kepada publik Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan.
b) Sikap Calon yang Kalah Sikap calon yang kalah menunjukan sikap yang dewasa dalam berpolitik, mengucapkan selamat kepada yang menang dan bersalaman, tidak emosional dalam menanggapi kekalahan dalam pemilihan, tidak ada protes, anarkis ataupun berusaha mencari kambing hitam dari kekalahan tersebut. menerima hasil kekalahan, introspeksi diri dan menghargai setiap proses demokrasi yang sudah berjalan. Budaya demokrasi yang dapat diambil dalam pembahasan ini dari kedua sikap calon tersebut yaitu; kedewasaan dalam berpolitik, berani menerima kekalahan, tidak saling bermusuhan, menghargai dan menghormati hasil pemilihan.
97
BAB V PEMBAHASAN
A. Proses Penetapan Calon Ketua HMJ Hukum Dan Kewarganegaraan Penetapan calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan merupakan wewenang penuh KPU Fakultas. Sekalipun KPU merupakan hasil bentukan dari Dewan Mahasiswa Fakultas akan tetapi lembaga ini tidak punya hak mengatur rumah tangga KPU apalagi mempengaruhi keputusan atau ketetapan yang diputuskan. Adapun persyaratan calon ketua HMJ secara umum adalah; (1) bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (2) tercatat sebagai mahasiswa aktif Fakultas Ilmu Pendidikan dengan menyerahkan fotokopi KTM dan KTR yang masih berlaku; (3) memiliki keterampilan dalam mengelola organisasi; (4) memiliki jiwa kepemimpinan; (5) cakap berbicara, membaca, dan menulis; (6) tidak sedang mengalami kesulitan dalam bidang akademik, ditunjukkan dengan pencapaian IPK min 2,75 yang penghitungannya diatur dalam Pedoman Pendidikan Universitas Negeri Malang. Dengan menyerahkan seluruh foto kopi KHS masingmasing 1 lembar; (7) memahami sistem pemerintahan mahasiswa di Universitas Negeri Malang; (8) calon ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) minimal semester 2; dan (9) menyerahkan 2 lembar pas foto ukuran 4 x 6 berwarna, background merah dengan memakai jas almamater logo universtas dapat terlihat. Penetapan syarat-syarat tersebut di atas diputuskan dalam rapat pleno. Syarat-syarat tersebut disepakati secara bersama oleh seluruh anggota KPU. Proses penetapan tersebut telah melalui prosedural yang berlaku. Penetapan
158
159
syarat-syarat dikeluarkan melalui SK KPU. Syarat itu berlaku bagi semua bakal calon ketua HMJ yang ada di lingkungan Fakultas Ilmu Pendidikan. Ini sama halnya dengan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Jika mengacu pada negara calon Presiden dan Wakil Presiden pun ditetapkan oleh KPU. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa persyaratan tersebut diputuskan dalam rapat pleno, dengan demikian persyaratan tersebut diambil dalam sebuah musyawarah. Artinya KPU sudah menerapkan budaya demokrasi yang paling substansi yaitu musyawarah. Dalam proses ini telah menerapakan budaya demokrasi yaitu musyawarah. Sesuai dengan pendapatnya Syafeii (2005:136) musyawarah merupakan salah satu prinsip demokrasi yang harus diterapkan dalam pengambilan keputusan sehingga out put-nya menjadi keputusan bersama bukan sepihak, jika tidak diterapkan berarti secara substansi keputusan itu tidak demokratis. Dalam persyaratan tersebut tidak ada pembedaan untuk calon tertentu. Persyaratan itu berlaku sama untuk semua calon tidak ada pengecualian, sehingga persyaratan tersebut sudah memenuhi budaya demokrasi. Dengan demikian proses penetapan calon ini telah sesuai dengan budaya demokrasi yaitu adanya persamaan. Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Austin Ranney (dalam Kholil, 2009) ada beberapa unsur-unsur budaya demokrasi antara lain: 1) Kebebasan, adalah keleluasaan untuk membuat pilihan terhadap beragam pilihan atau melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk kepentingan bersama atas kehendak sendiri tanpa tekanan dari pihak manapun, bukan kebebasan untuk melakukan hal tanpa batas. Kebebasan harus digunakan untuk hal yang bermanfaat bagi masyarakat, dengan cara tidak melanggar aturan yang berlaku. 2) Persamaan, Tuhan menciptakan manusia dengan harkat dan martabat yang sama. Dalam masyarakat, manusia memiliki kedudukan yang sama di depan hukum, politik, mengembangkan kepribadiannya masing-masing, sama haknya untuk menduduki jabatan pemerintahan.
160
3) Solidaritas, adalah kesediaan untuk memperhatikan kepentingan dan bekerjasama dengan orang lain. Solidaritas sebagai perekat bagi pendukung demokrasi agar tidak jatuh ke dalam perpecahan. 4) Toleransi, adalah sikap atau sifat toleran. Toleran artinya bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan) yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri. 5) Menghormati kejujuran, adalah keterbukaan untuk menyatakan kebenaran, agar hubungan antar pihak berjalan baik dan tidak menimbulkan benihbenih konflik di masa depan. 6) Menghormati penalaran, adalah penjelasan mengapa seseorang memiliki pandangan tertentu, membela tindakan tertentu, dan menuntut hal serupa dari orang lain. Kebiasaan memberi penalaran akan menumbuhkan kesadaran bahwa ada banyak alternatif sumber informasi dan ada banyak cara untuk mencapai tujuan. 7) Keadaban, adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir-batin atau kebaikan budi pekerti. Perilaku yang beradab adalah perilaku yang mencerminkan penghormatan terhadap dan mempertimbangkan kehadiran pihak lain yang tercermin dalam sopan santun, dan beradab. Dalam masyarakat, manusia memiliki kedudukan yang sama di depan politik, hukum, mengembangkan kepribadiannya masing-masing, sama haknya untuk menduduki jabatan pemerintah. Persyaratan tersebut secara subtansi sangat kontekstual
dengan
SDM
yang
dimiliki
oleh
jurusan
Hukum
dan
Kewarganegaran. Mahasiswa yang mendaftarkan diri dan setelah diverifikasi memenuhi persyaratan di atas akan ditetapkan sebagai calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan, sehingga berhak untuk mengikuti tahap selanjutnya. Ada pun budaya demokrasi yang ada dalam proses ini yaitu: musyawarah, persamaan hak, politik bersih dan taat pada aturan yang berlaku.
B. Proses Sosialisasi Calon Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan Proses sosialisasi atau kampanye hanya bisa diikuti oleh bakal calon yang ditetapkan oleh KPU sebagai calon atau kandidat. Secara sederhana tujuan sosialisasi ini adalah untuk memperkenalkan lebih jauh calon kepada mahasiswa. Perkenalan ini sekaligus membawa misi politik calon yang bersangkutan. Para
161
kandidat memaparkan visi misi, janji-janji politik sekaligus isu perubahan jika nantinya terpilih sebagai ketua HMJ. Natalie Dylan (2009) menyatakan: Perubahan menjadi isu kuat setiap kampanye politik dimanapun. Bahkan presiden terpilih Barack Obama menjadikannya dalam satu kemasan kalimat yang menjadi ikon setiap kampanyenya dan selalu menggunakan yes we can untuk meyakinkan audiennya. Menurut Maran (2001:138) sosialisasi politik bagi para politisi tak mungkin dihindari, tanpa sosialisasi politik para politisi tidak lebih dari orang-orang yang banyak berbicara tentang politik, tetapi tidak tahu memainkan peranan mereka sebagai politisi yang matang. Dalam penyelenggaraan pemilu raya, wajib diadakan kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilu raya. Kegiatan kampanye ditetapkan oleh KPU. Materi kampanye pemilu raya berisi visi dan misi serta program kerja peserta pemilu. Kampanye pemilu raya dilakukan dengan cara sopan, tertib dan edukatif. Kampanye pemilu raya dapat dilakukan melalui: (1) pertemuan terbatas; (2) penyiaran melalui radio kampus; (3) penyebaran bahan kampanye kepada umum; dan (4) kegiatan lain yang tidak melanggar ketentuan. Dalam kampanye pemilu raya dilarang: (1) menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan peserta pemilu raya yang lain; (2) menghasut atau mengadu domba antar mahasiswa, baik perseorangan maupun kelompok; (3) mengancam dan melakukan tindak kekerasan; dan (4) merusak dan atau menghilangkan alat publikasi peserta pemilu raya yang lain; Pelanggaran atas ketentuan mengenai larangan pelaksanaan kampanye dikenai sanksi berupa: (a) peringatan lisan dan tertulis; (b) apabila poin (a) tidak diindahkan maka dicabut haknya sebagai peserta pemilu raya, dan tidak diperkenankan mengikuti pemilu raya pada tahun yang sama.
162
Mekanisme kampanye yang dibuat oleh KPU fakultas pertama, tentang materi yang cakupannya meliputi: (1) pengenalan (nama, jurusan, dan pengalaman organisasi); (2) penyampaian visi dan misi; (3) planing program kerja. Kedua, tentang peraturan yang meliputi: (1) penyampaian materi dengan sopan dan tertib; (2) kampanye dilakukan secara tatap muka, selebaran dan pamflet; (3) kampanye tulis sesuai dengan tempat dan waktu yang telah ditentukan oleh KPU fakultas; (4) tiap papan pengumuman maksimal dua pamflet; dan (5) media kampanye tulis harus berstempel KPU fakultas. Ketiga, tentang ketentuan kampanye lisan meliputi: (1) kampanye disampaikan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar; (2) dalam kampanye tidak boleh menghina, memfitnah dan berkata kotor; (3) kampanye lisan disampaikan maksimal 10 menit untuk visi dan misi dan planing program kerja setiap calon; (4) dalam kampanye ini calon dimasukkan dalam ruangan secara bersamaan; dan (5) untuk waktu tanya jawab, maksimal 15 menit. Keempat, tentang larangan; (1) dilarang menghina, memojokkan, memfitnah peserta pemilu dan orang lain baik kampanye lisan maupun tulis; (2) dilarang merusak atau menghilangkan media kampanye peserta pemilu lain; (3) dilarang melakukan money politics; dan (4) dilarang berkampanye melebihi alokasi waktu yang telah ditentukan. Kelima, tentang sanksi; (1) teguran baik secara lisan maupun tulisan serta pencabutan hak sebagai peserta pemilu; (2) bagi calon yang mendapat teguran baik lisan maupun tulisan sebanyak 3 kali akan dicabut haknya sebagai peserta pemilu raya FIP; dan (3) peserta yang tidak mengikuti kampanye lisan satu kali (1X) akan mendapat teguran, tidak mengikuti kampanye lisan dua kali (2X) akan mendapat teguran tertulis dan peserta yang
163
tidak mengikuti kampanye lisan tiga kali (3X) akan dicabut haknya sebagai calon. Keenam, tentang pakaian kampanye lisan; (1) baju ber-kerah warna bebas atau hem; (2) celana atau rok warna hitam bukan jeans; (3) sepatu fantovel; (4) memakai jas almamater; dan (5) memakai kerudung putih untuk calon prempuan. Pelaksanaan kampanye berjalan damai, tertib dan prosedural. Selama kampanye kedua calon dan tim suksesnya menyadari akan pentingnya menghargai aturan yang telah ditetapkan oleh KPU, sehingga pelanggaran yang dilakukan oleh kedua calon tidak ada. Masing-masing calon menjalankan peraturan kampanye yang dibuat tersebut dengan bijaksana, ini disebabkan oleh keduanya sudah merasakan hak kampanye yang sama. Selama proses kampanye dalam pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan telah mencerminkan budaya demokrasi karena hak-hak kampanye telah diberikan pada masing-masing kandidat tanpa pengecualian. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Austin Ranney (dalam Kholil, 2009) ada beberapa unsur-unsur budaya demokrasi antara lain: Adanya persamaan hak dalam kampanye, melalui kampanye mereka memperkenalkan program kerja kepada rakyat pemilih, pemecahan masalah yang ditawarkan, serta program kesejahteraan. Hal di atas dikuatkan para kandidat menerapkan dan memegang teguh rasa solidaritas, toleranasi terhadap calon yang lain, berkampanye dengan watak yang jujur, menerapkan perilaku-perilaku yang satun dan ramah kepada kandidat yang lain sehingga kampanye tidak menimbulkan konflik. Dengan demikian kampanye sudah mencerminkan budaya demokrasi karena telah menerapkan unsur-unsur budaya demokrasi yang membentuknya. Sesuai dengan yang dipaparkan oleh
164
Austin Ranney (dalam Kholil, 2009) ada beberapa unsur-unsur budaya demokrasi antara lain: (1) solidaritas, adalah kesediaan untuk memperhatikan kepentingan dan bekerjasama dengan orang lain. Solidaritas sebagai perekat bagi pendukung demokrasi agar tidak jatuh ke dalam perpecahan; (2) toleransi, adalah sikap atau sifat toleran. Toleran artinya bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan) yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri; (3) menghormati kejujuran, adalah keterbukaan untuk menyatakan kebenaran, agar hubungan antar pihak berjalan baik dan tidak menimbulkan benih-benih konflik di masa depan; (4) keadaban, adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir-batin atau kebaikan budi pekerti. Perilaku yang beradab adalah perilaku yang mencerminkan penghormatan terhadap dan mempertimbangkan kehadiran pihak lain yang tercermin dalam sopan santun, dan beradab. Pelaksanaan unsur-unsur budaya demokrasi menjadi sangat mutlak dilakukan oleh semua kandidat sehingga mampu menciptakan kondisi yang stabil. Sebagai kalangan intelektual budaya-budaya yang tersebut di atas memang patut melekat di dalam diri mahasiswa terlebih lagi sebagai aktivis kampus yang harus menjunjung tinggi logika. Adapun budaya demokrasi dalam proses ini yaitu: persamaan hak, solidaritas, toleransi, kejujuran dan adab yang terpuji.
C. Proses Pemilihan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan dipilih secara langsung oleh mahasiswa jurusan. Ketua umum Lembaga Eksekutif Fakultas (LEF) dipilih berdasarkan suara terbanyak melalui pemilihan umum (pemilu raya) secara langsung, umum, bebas, jujur, dan adil (luber jurdil). Suara mahasiswa jurusan akan menentukan pemegang jabatan ketua HMJ selama satu priode ke depan, karena masa bakti jabatan ketua HMJ satu tahun. Esensial dari demokrasi adalah partisipasi publik dalam memilih pejabat-pejabat politik. Menurut pandangan Rossseau (dalam Mariana dan Caroline, 2008:32) menyatakan:
165
“Demokrasi tanpa partisipasi secara langsung oleh rakyat merupakan bentuk pengingkaran terhadap demokrasi itu sendiri”. Asumsi ini mendasari pandangan bahwa pemilihan para pejabat politik secara langsung lebih demokratis dibandingkan melalui mekanisme perwakilan. Kualitas sistem demokrasi ikut ditentukan oleh kualitas proses seleksi para wakil termasuk wakil yang memperoleh mandat untuk memimpin pemerintahan (Mariana dan Caroline, 2008:33). Untuk terpilihnya pemimpin pemerintahan yang dikehendaki oleh rakyat perlu senantiasa adanya pemilihan umum yang tidak dipengaruhi atau diintervensi oleh pihak-pihak tertentu. Itulah sebenarnya salah satu prinsip-prinsip demokrasi yang harus dipegang oleh pemerintahan yang demokratis. Apabila ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan itu ditunjuk bukan dipilih, berarti belum memegang prinsip-prinsip demokrasi. Dengan demikian pemilihan umum yang diselenggarakan
tersebut
sudah
memenuhi
budaya
demokrasi.
Artinya
pelaksanaan budaya demokrasi sudah berjalan dengan adanya pemilihan tersebut. Dengan demikian prinsip-prinsip demokrasi sudah termanifestasikan dalam HMJ tersebut. Adapun tata cara yang harus diperhatikan oleh pemilih dalam memberikan suaranya: (1) mahasiswa aktif Fakultas Ilmu Pendidikan (jurusan masing-masing) dibuktikan dengan menunjukkan KTM atau KTR; (2) mengisi daftar peresensi sesuai dengan namanya dan membubuhkan tanda tangan kemudian diberi kertas suara; (3) KTM atau KTR tetap ditahan oleh petugas KPPS; (4) mahsiswa aktif dipersilahkan mencoblos dibilik yang telah disediakan dengan menggunakan alat yang telah disediakan; (5) setelah selesai mencoblos mahasiswa dipersilahkan memasukkan kertas suara ke tempat yang sesuai dengan ketentuan; (6) jari
166
kelingking kiri dicelupkan ke tinta sebagai bukti telah menggunakan hak pilihnya; dan (7) KTM atau KTR diberikan kembali. Pemilu HMJ Hukum dan Kewarganegaraan tahun ini masih berkutik dengan masalah apatisme mahasiswa terhadap proses demokrasi yang berjalan di kampus. Hal ini dibuktikan dengan tingkat partisipasi pemilih hanya 43%. Mahasiswa sekarang hanya mau terlibat, apabila itu menyangkut kuliah kecuali hal itu mereka masa bodoh terhadap apa yang terjadi sekalipun itu berada di sekitarnya. Memang tidak bisa dihindari pemilu dari tahun ketahun selalu dihantui oleh sifat masa bodoh dari kalangan mahasiswa, tidak terkecuali tahun ini. Kondisi ini membuat masing-masing tim sukses kedua kandidat harus bekerja keras. Kedua tim sukses untuk mengajak para pemilih untuk terlibat. Bahkan caracara tersebut diduga kurang demokratis. Salah satu indikatornya dengan memobilisasi massa ke tempat TPS dan memberikan memberikan pesan-pesan. Akan tetapi hal tersebut hal tersebut tidak bisa mementahkan bahwa pemilu HMJ tersebut tidak demokratis. Dalam pemilu HMJ ini tidak ada sistem yang mendukung bahwa pemilih yang diajak tersebut benar-benar memilih kandidat yang disarankan oleh yang mengajak tersebut. Adanya dugaan atau pendapat dari para informan yang menyatakan bahwa pemilu HMJ tahun ini tidak demokratis. Mereka berpandangan karena salah satu indikatornya ada pengerahan massa, sehingga bertentangan dengan asas bebas. Perlu diketahui bahwa asas bebas dimkasudkan agar pilihan seseorang itu betulbetul sesuai dengan keinginanya, maka seseorang tidak boleh dipaksa dan ditekan untuk memilih A atau B. Apabila para pemilih dalam pemilihan umum dipaksa, maka kemungkinan kesetiannya kepada pemerintah berkurang dan akan
167
menimbulkan gejala-gejala yang kurang menyenangkan dalam masyarakat seperti kerusuhan, pemberontakan atau perbuatan kriminal lainnya. Selain itu suara yang diberikan pemilih pada waktu pencoblosan tidak diketahui oleh sistem yang dibuat, dengan kata lain tidak ada sistem yang mendukung sehingga pilihan kita dapat diketahui. Nuansa pemilihan umum selalu dihiasi oleh proses ajak-mengajak yang dilakukan baik oleh tim sukses, kerabat atau bahkan oleh kandidat sendiri. Selama itu dalam kadar yang wajar dalam artian tidak memaksa keselamatan pemilih untuk memilih calon yang diajukan dan tidak juga diketahui oleh pengajak siapa yang kita pilih. Namun jika paksaan itu disertai dengan ancaman dan kemudian adan sistem yang mendukung untuk dapat mengetahui semua suara pemilih ke siapa sebelum perhitungan suara maka pemilu tersebut tidak demokratis. Dalam pemilu HMJ Hukum dan Kewarganegraan tidak menemukan ada sistem-sistem sebagaimana disebutkan di atas, sehingga sebelum perhitungan suara kandidat yang menang tidak bisa dipastikan. Semua proses dari tahap pendaftaran hingga pencoblosan tidak ada yang melawan prosedural yang berlaku. Sesuai dengan yang dikemukan oleh Supriyanto (2009): Pemilu yang baik adalah yang predictable prosses dan unpredictable result; proses atau prosedurnya pasti, namun hasilnya tidak pasti, alias tidak ada yang bisa memastikan siapa pemenangnya. Pemilu HMJ Hukum dan Kewarganegaraan telah mencermin budaya demokrasi. Asas-asas-asas pemilu sudah terlaksana dengan dengan baik. Semua mahasiswa dan mahasiswi mempuyai hak pilih dan memilih yang sama. Kebebasan dalam memilih calon-calon yang ada tanpa tekanan tercerminkan dalam pemilu HMJ ini. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Austin
168
Ranney (dalam Kholil, 2009) bahwa ciri-ciri pemilihan umum yang demokratis itu antara lain: a) Hak pilih umum, pemilu disebut demokratis manakala semua warga negara dewasa menikmati hak pilih pasif dan aktif. Hak pilih pasif, yaitu hak warga negara untuk dapat dipilih menjadi wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat. Hak pilih aktif, yaitu hak setiap warga negara untuk dapat memilih atau menggunakan hak pilihnya dalam pemilu untuk memilih wakilnya yang akan mewakilinya di lembaga perwakilan rakyat. b) Tersedianya pilihan yang signifikan, para pemilih harus dihadapkan pada pilihan-pilihan atau calon-calon wakil rakyat atau partai politik yang berkualitas. c) Kebebasan nominasi, pilihan-pilihan itu harus datang dari rakyat sendiri melalui organisasi atau partai politik yang telah diseleksi untuk memdapatkan calon yang mereka pandang mampu menterjemahkan kebijakan organisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. d) Kebebasan dalam memberikan suara, para pemilih dapat menentukan pilihannya secara bebas, mandiri, sesuai dengan pertimbanganpertimbangan hati nuraninya. e) Penyelenggaraan secara periodik, pemilu tidak boleh dimajukan atau diundurkan sekehendak hati penguasa. Pemilu tidak boleh digunakan oleh penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya akan tetapi pemilu digunakan untuk sarana penggantian kekuasaan secara damai dan terlembaga. Dalam pemilu HMJ Hukum dan Kewarganega sistem pemilihan yang digunakan adalah pemilihan umum secara langsung tanpa melalui penunjukan oleh pihak jurusan. Dengan demikian telah menerapkan budaya demokrasi. Hal ini sesuai dengan yang dipaparkan oleh Inu Kencana Syafeiie prinsip-prinsip demokrasi (dalam, Rosyada 2005:122) adalah: (a) adanya pembagian kekuasaan; (b) adanya pemilihan umum yang bebas; (c) adanya manajemen yang terbuka; (d) adanya kebebasan individu; (e) adanya peradilan yang bebas; (e) adanya pengakuan hak minoritas; (f) adanya pemerintahan yang berdasarkan hukum; (g) adanya pers yang bebas; (h) adanya beberapa partai politik; (i) adanya musyawarah; (j) adanya persetujuan; (k) adanya pemerintahan yang konstitusional; (L) adanya ketentuan tentang pendemokrasian; (l) adanya pengawas terhadap adminitrasi negara; (m) adanya perlindungan hak asasi; (n) adanya pemerintahan yang mayoritas; (o) adanya persaingan keahlian; (p) adanya mekanisme politik; (q) adanya kebijaksanaan negara; (r) adanya pemerintahan yang mengutamakan tanggung jawab.
169
Adapun budaya demokrasi yang terdapat dalam pemilihan ini, yaitu persamaan hak, terhadap seluruh mahasiswa menghargai hak orang lain, menghargai kebebasan orang lain dalam menentukan pilihan terhadap dua kandidat yang ada, mentaati aturan yang telah dibuat, partisipasi mahasiswa dalam pemilu.
D. Proses Penetapan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan Dengan
berlandaskan
Surat
Keputusan
Rektor
Nomor:
0644/KEP/J36/KM/2002 tentang Pedoman Ormawa Universitas Negeri Malang Pasal 44 terkait kepengurusan point (d) kepengurusan HMJ ditetapkan melalui surat keputusan dekan dan dalam Peraturan Khusus Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Nomor: 12/PK/DMF IP/PEM/2009 tentang Pemilu Raya Fakultas Ilmu Pendidikan, Pasal 32 menyebutkan: (1) penetapan untuk ketua BEMFA, ketua HMJ dan ketua HMPP didasarkan pada perolehan suara terbanyak; (2) dalam hal perolehan suara calon terpilih terdapat jumlah suara yang sama, maka dilakukan pemungutan suara ulang bagi kedua calon yang bersangkutan; dan (3) tata cara pelaksanaan penetapan calon terpilih ditetapkan oleh KPU FIP. Ada pun tata cara dalam perhitungan suara yang dibuat oleh KPU fakultas adalah: (1) ada breffing terlebih dahulu dengan peserta pemilu dengan tim sukses atau perwakilan salah satu dari keduanya membahas pemasalahan yang ada sebelum perhitungan suara dimulai; (2) setelah breffing dilakukan tidak ada lagi breffing kembali pembahasan yang berkaitan dengan perhitungan suara; (3) hasil breffring diumumkan sebelum pemungutan suara dimulai kepada seluruh civitas
170
akademika yang hadir pasa saat itu; (3) penghitungan suara dilakukan oleh KPU pada pukul 20.00 WIB; (4) penghitungan suara dimulai dari penghitungan suara untuk HMPP, HMJ, DMF, dan BEMFA; (5) penghitungan suara dapat dihadiri oleh peserta pemilu raya FIP, pengawas pemilu, dan civitas akademika Fakultas Ilmu Pendidikan dengan menyerahkan KTM/KTR kepada satpam di depan pintu masuk; (6) penghitungan suara dilakukan dengan cara yang memungkinkan saksi, pengawas pemilu, dan civitas akademika FIP yang hadir dapat menyaksikan secara jelas proses penghitungan suara dengan menunjukkan KTM atau KTR kepada penjaga atau pengawas pintu depan aula E1; (7) untuk calon tunggal dapat menjadi ketua walaupun kartu suara yang masuk hanya satu kartu suara yang sah; (8) dalam hal keberatan yang diajukan oleh saksi dapat diterima panwaslu dan KPU akan melaksanakan pembetulan setelah penghitungan suara selesai; (9) segera setelah penghitungan suara, KPU membuat berita acara yang ditandatangani oleh calon, saksi mengetahui ketua umum KPU, dan panitia pengawas pemilu; (10) KPU memberikan satu eksemplar salinan berita acara kepada saksi dan atau peserta pemilu yang hadir dengan tembusan pada Pembantu Dekan III FIP; dan (11) bagi civitas akademika FIP yang menghadiri perhitungan suara apabila mengganggu jalannya perhitungan suara maka akan di keluarkan dari tempat perhitungan suara oleh KPU dan Panwaslu. KPU melaksanakan prosedural yang ada dalam melakukan pemungatan suara.
Proses
perhitungan
suara
pada
pemilihan
HMJ
Hukum
dan
Kewarganegaraan sangat terbuka untuk mahasiswa fakultas. Keterbukaan dan kejujuran dalam perhitungan suara, prosedural dalam menetapakan calon yang terpilih. Calon yang terpilih ditetapkan dengan suara terbanyak.
171
Pelaksanaan budaya demokrasi itu dapat dilihat dari apakah sistem itu sesuai dengan ciri-ciri pemilihan umum yang demokratis. Dalam proses ini sudah menerapkan budaya demokrasi. Sesuai dengan pernyataan Austin Ranney (dalam Kholil, 2009) bahwa pemilu dapat dikatakann menerapkan budaya demokrasi apabila menerapakan ciri-ciri dari pemilihan umum yang demokrtis, yaitu: Kejujuran dalam penghitungan suara, kecurangan dalam penghitungan suara akan menggagalkan upaya menjelmakan rakyat ke dalam badan perwakilan rakyat. Pemantau independen dapat menopang perwujudan kejujuran dalampenghitungan suara. Adapun budaya demokrasi dalam proses ini yaitu keterbukaan atau transparansi, kejujuran serta kosisten dalam menjalankan prosedur yang berlaku, sehingga keputusan dalam penetapan calon terpilih tersebut tidak menimbulkan kontroversi dari masing-masing kandidat.
E. Proses Pelantikan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegraan terpilih dan seluruh pengurusnya dilantik langsung oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial, karena KPU FIP hanya mengantarkan hingga penetapan ketua terpilih. Hal ini disebabkan Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan sudah tergabung dengan Fakultas Ilmu Sosial. Dalam pelantikan tersebut sekaligus serah terima jabatan dari ketua yang kepada ketua terpilih. Dengan adanya pelantikan tersebut secara hukum ketua dan pengurus HMJ Hukum dan Kewarganegaraan resmi dan berhak mengatur rumah tangganya. Proses pelantikan HMJ Hukum dan Kewarganegaraan telah menerapkan budaya demokrasi. Dalam pelantikan tersebut tidak ada pembedaan antara HMJ yang satu dengan HMJ yang lain. Ketua HMJ dilantik dengan seluruh ketua
172
organisasi mahasiswa di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial. Sikap persamaan dan solidaritas telah diterapkan pada proses pelantikan tersebut. Sesuai dengan pandangan Austin Ranney (dalam Kholil, 2009) ada beberapa unsur-unsur budaya demokrasi yang harus diterapkan sehingga proses itu bisa dikatakan berbudaya demokrasi yaitu: (1) persamaan, Tuhan menciptakan manusia dengan harkat dan martabat yang sama. Dalam masyarakat, manusia memiliki kedudukan yang sama di depan hukum, politik, mengembangkan kepribadiannya masing-masing, sama haknya untuk menduduki jabatan pemerintahan; (2) solidaritas, adalah kesediaan untuk memperhatikan kepentingan dan bekerjasama dengan orang lain. Solidaritas sebagai perekat bagi pendukung demokrasi agar tidak jatuh ke dalam perpecahan. Ada pun budaya demokrasi yang terdapat dalam proses ini adalah: taat pada aturan, persamaan dan solidaritas. Semua proses pemilihan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan yang menjadi dasar hukumnya yaitu: pertama, Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor: 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Kedua, Surat Keputusan Rektor Universitas Negeri Malang Nomor: 0644/KEP/J36/KM/2002
tentang
Pedoman
Organisasi
Kemahasiswaan
Universitas Negeri Malang. Ketiga, Peraturan Khusus Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Nomor: 12/PK/DMF IP/PEM/2009 tentang Pemilu Raya Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Adapun budaya demokrasi dalam proses ini yaitu mentaati prosedur yang ada. Sistematika yang ada di lalui dengan tahapan yang jelas.
F. Sikap calon yang menang dan calon yang kalah Dalam berkompetisi selalu ada konsekuensi menang dan kalah. Keduanya memimiliki
konsekuensi
yang
berbeda.
Kandidat
yang
menang
akan
173
menimbulkan
kebanggaan
sendiri
sedangkan
yang
kalah
sebaliknya.
Permasalahan klasik sering terjadi ketika kalah kandidat dan tim suksesnya mencari titik kelemahan yang terjadi selama pemungutan suara. Bahkan tidak jarang kita saksikan dimedia massa calon yang kalah protes dengan berbagai cara. Mulai cara-cara yang bijak hingga cara yang tidak bijak. Dalam pemilihan kepala daerah masih sering kita dengar dan saksikan peristiwa penyerbuan ke KPU, pembakaran, demontrasi hingga bentrok massa. Semua itu terjadi karena ketidakterimaan dari kubu kedua belah pihak. Dalam pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan masingmasing kandidat baik yang kalah dan yang menang menerima hasil perhitungan suara. Para calon menyaksikan perhitungan suara dari awal hingga akhir. Pasca perhitungan suara di mana keduanya memiliki selisih suara yang sedikit, yaitu Mi’roj Al-Abshori mendapat 96 suara sedangkan Farijal mengantongi 90 suara. Selisih suara yang begitu dekat tidak membuat sang calon kalah menyerang KPU atau kandidat yang menang. Keduannya bersalaman yang kalah mengucapkan selamat kepada yang menang. Pasca perhitungan dan penetapan calon tidak peneliti temukan protes oleh kandidat yang kalah. Kemenangan dalam pandangan ketua terpilih adalah kebanggan, akan tetapi kebanggaan tersebut dimaknai secara wajar. Begitu sebaliknya kandidat yang kalah memaknai positif hasil perhitungan tersebut. Mulai perhitungan suara hingga pelantikan dilaksanakan tidak ada gebrakan-gebrakan yang dilakukan oleh kandidat yang kalah, dalam bentuk isu, dan aksi. Kedewasaan berpolitik dan menerima setiap hasil yang telah dilakukan dengan jiwa besar. Berani untuk menerima kekalahan dan siap untuk menerima kemenangan.
174
Sikap kedua calon mencerminkan sikap seorang patriot, seorang aktivis sejati. Aktivis yang matang pemikirannya yang selalu mengedepankan logika sehingga bertindak penuh bijaksana. Para calon baik yang kalah dan menang sudah bersikap dewasa dalam menyikapi hasil pemilu. Berperilaku yang arif dan bijaksana, sangat mencerminkan budaya demokrasi. Austin Ranney (dalam Kholil, 2009) berpendapat bahwa terlaksananya unsur-unsur budaya demokrasi akan mencerminkan berjalannya budaya demokrasi dalam sebuah pemilihan. Salah satunya, ia bersikap layaknya orang beradab. Beradab di sini dimaksudkan oleh Austin Ranney, adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir-batin atau kebaikan budi pekerti. Perilaku yang beradab adalah perilaku yang mencerminkan penghormatan terhadap dan mempertimbangkan kehadiran pihak lain yang tercermin dalam sopan santun, dan beradab. Kedua calon mencerminkan etika politik yang tinggi. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Nasiwan (dalam Samiana, 2006:71): ....harapan etika politik yaitu disepakatinya norma-norma bersama untuk membangun kesejahteraan, kedamaian dan kemajuan masyarakat hal itu menjadi inti dari nilai-nilai demokrasi. Adapun sikap calon yang menang yang mencerminkan budaya demokrasi yaitu: tidak merayakan kemenangan dengan berlebihan, tidak menunjukan sikap arogan atau emosional atas kemenangan, tidak bersikap pamer kepada yang calon yang kalah. Sikap yang kalah yang mencermin budaya demokrasi yaitu tidak anarkhis, tidak menunjukan protes yang berlebihan, kedewasaan dalam menerima kekalahan atau tidak arogan.
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan Pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan mulai dari proses penetapan calon hingga proses pelantikan telah melaksanakan budaya demokrasi di kampus. Secara rinci kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Penetapan calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan sudah menerapkan budaya demokrasi. Adapun budaya demokrasi yang ada dalam proses ini yaitu: (a) musyawarah, (b) persamaan hak, (c) politik bersih dan (d) taat pada aturan yang berlaku. 2. Proses sosialisasi calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan. Setelah tahap penetapan calon sudah terlaksana dan selesai dengan meloloskan beberapa kandidat, selanjutnya adalah tahap kampanye. Dalam proses ini telah menerapkan budaya demokrasi. Adapun budaya demokrasi dalam proses ini yaitu: (a) persamaan hak dalam kampanye, (b) solidaritas, (c) toleransi, kejujuran dan adab yang terpuji. 3. Pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan telah menerapkan budaya demokrasi. Pemilihan tersebut telah mengimplementasikan budaya demokrasi yaitu asas-asas dalam pemilu: (a) langsung; (b) bebas; (c) rahasia; (d) jujur; dan (e) adil. selain itu budaya demokrasi dalam proses ini yaitu pemilihan secara langsung; terlaksananya hak pilih pasif dan hak pilih pasif; keterbukaan atau transparansi; kejujuran serta kosisten dalam menjalankan prosedur yang berlaku, sehingga keputusan dalam penetapan
175
176
calon terpilih tersebut tidak menimbulkan kontroversi dari masing-masing kandidat. 4. Penetapan ketua HMJ Hukum dan kewarganegaraan. Dalam tahap ini terlebih dahulu dilakukan perhitungan suara. Proses perhitugan suara sudah memenuhi ciri-ciri pemilihan umum yang demokratis, yaitu kejujuran dalam penghitungan suara. Adapun budaya demokrasi dalam proses ini yaitu: (a) keterbukaan atau transparansi, (b) kejujuran, (c) kosisten dalam menjalankan prosedur yang berlaku, sehingga keputusan dalam penetapan calon terpilih tersebut tidak menimbulkan kontroversi dari masing-masing kandidat. 5. Pelantikan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan berlangsung pada hari selasa pada tanggal 23 maret 2010 di Aula Perpustakaan Universitas Negeri Malang. Adapun budaya demokrasi yang terlaksana dalam proses sosialisasi ini adalah; (a) persamaan; (b) taat pada aturan dan prosedur yang berlaku; (c) solidaritas. 6. Para kandidat dalam menerima hasil pemilu menunjukan sikap mencerminkan budaya demokrasi. Adapun sikap calon yang menang yang mencerminkan budaya demokrasi yaitu: tidak merayakan kemenangan dengan berlebihan, tidak menunjukan sikap arogan atau emosional atas kemenangan, tidak bersikap pamer kepada yang calon yang kalah. Sikap yang kalah yang mencermin budaya demokrasi yaitu tidak anarkhis, tidak menunjukan protes yang berlebihan, kedewasaan dalam menerima kekalahan atau tidak arogan.
177
B. Saran Dari hasil penelitian terhadap pelaksanaan budaya demokrasi HMJ Hukum dan Kewarganegaraan penelitian memberikan saran sebagai upaya perbaikan terhadap pemilihan ketua HMJ priode selanjutnya, yakni: 1. Secara umum proses-proses yang berlangsung dalam pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan sudah berlangsung demokratis. Akan tetapi bukan berarti tidak perlu ada perbaikan untuk pemilu selanjutnya. Menurut peneliti yang harus diperbaiki adalah masalah model sosialisasi yang dilakukan
oleh
KPU.
KPU
seperti
tidak
ada
greget
dalam
mensosialisasikan agenda pemilu. Sarana sosialisasi yang digunakan hanya dalam bentuk spanduk itupun hanya satu buah. Sarana promosi yang demikian minim tentunya sangat kurang menarik apalagi spanduk itu hanya dipasang di Fakultas. KPU harus berani membuat trobosan dalam mensosialisasikan agenda pemilu. Hal itu bisa dilakukan dengan cara menambah jumlah spanduk dan mengadakan talk show kejurusan masingmasing. Pertama, masing-masing jurusan harus dipasang spanduk atau banner yang berukur besar. Kedua, perlu melibatkan HMJ yang lama dan jurusan dalam rangka sosialisasi tersebut. Dengan demikian atmosfer pemilu benar-benar dirasakan oleh mahasiswa. Ketiga, perlu ada acara yang sifatnya menghibur akan tetapi substansinya sosialisasi, dengan cara KPU bekerjasama dengan HMJ masing-masing. 2. Saran yang kedua adalah masalah model kampanye. Menurut peneliti model kampanye ke kelas-kelas kurang cukup greget. Terlebih lagi model yang digunakan adalah dengan target “sembarangan” dalam bahasa
178
peneliti kampanye tersebut “main judi” kenapa demikian? Karena jadwal kampanye tidak disamakan dengan jadwal kuliah pada hari kampanye tersebut, sehingga kampanye yang dilakukan terkadang tidak menyetuh mahasiswa. Sebab mahasiswa yang tidak ada matakuliah pada hari itu berarti tidak mendapatkan kampanye dari masing-masing kandidat. Terobosan yang harus dilakukan KPU adalah: Petama, model kampanye lisan yang lama ditambah dengan model kampanye terbuka. KPU dan HMJ bekerjasama untuk menyelenggarakan kampanye terbuka, sehingga atmosfer pemilu dirasakan oleh mahasiswa. Akan tetapi kampanye ke kelas-kelas
tetap
ada.
Kedua,
perlu
ada
debat
terbuka
untuk
mengiformasikan kepada mahasiswa tentang kompetensi masing-masing kandidat. Ketiga, kampanye lisan membolehkan para kandidat untuk memasang banner, spanduk, atau baliho yang berukur besar di lingkungan jurusan, sehingga nuansa pemilu sangat ramai dengan banyaknya iklaniklan tersebut. Keempat, visi misi yang dibangun oleh kandidat haruslah menyentuh kepentingan mahasiswa jurusan, sehingga dapat membawa perubahan yang bermanfaat. 3. Saran yang ketiga terkait masalah teknis dan kesadaran penyelenggara. Menurut peneliti pada waktu pemungutan saura, letak bilik suara yang satu dengan bilik yang lainnya harus berjauhan, karena jika berdekatan seperti pada pemilu yang sudah berlangsung akan memberikan ruang kepada pemilih yang satu dengan yang lainnya untuk berdiskusi menentukan pilihan salah satu kandidat. Sebab kondisi itu sering terjadi, dilakukan oleh masing-masing tim sukses atau teman-teman dari kandidat masing-masing.
179
Kemudian yang sangat urgen kehadiran dan ketegasan panwaslu di lapangan. Kehadiran panwaslu yang tidak tepat waktu mengakibatkan daerah bilik suara yang seharusnya strill dari siapa pun akan tetapi sekitar bilik suara ramai oleh para tim sukses, sehingga sedikit banyak mempengaruhi pilihan pemilih. Hal itu diperparah dengan ketidaktegasan panwaslu dan penjaga TPS. Panwaslu dan anggota KPU yang bertugas tidak bertindak tegas terhadap perbuatan para tim sukses atau pemilih yang lain. Ada kesan yang terlihat membiarkan serta seolah-olah melegitimasi tindakan yang dilakukan para tim sukses dan pemilih tersebut. Seharusnya dan secara aturan panwaslu dan penjaga TPS harus memberikan teguran atau peringatan terhadap tim sukses dan pemilih yang melakukan tindakan tersebut. Sebab hal ini akan mencidrai proses demokrasi yang sedang berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian dan Nazaruddin, Sjamsuddin. 1991. Profil Budaya Politik Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama. Ardhana. 8 Februari 2008. Metode Penelitian Studi Kasus. (www.ardhana12.wordpress.com) diakses 13 Februari 2010.
(Online)
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipata. Bajari, Atwar. 18 April 2009. Mengolah Data dalam Penelitian Kualitatif. (Online) (http://atwarbajari.wordpress.com) diakses 13 Februari 2010. Basri, Seta. 2008. Budaya dan Sosialisasi Politik, (Online), (http//:yahoogroups.yahoo.com) diakses 23 Januari 2010. Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kencana. Black, James A dan Dean J Champion. Tanpa tahun. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Terjemahan oleh E. Koswara, Dira Salman., Alfin Ruzhendi. 2001. Bandung: Refika Aditama. Chadwick, Bruce A.,Bahr, Howard M. & Albrecht, Stan L.Tanpa tahun. Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial. Terjemahan oleh Sulistia, M.L., Yan Mujianto., Ahmad Sofwan. & Suhardjito. Semarang: IKIP Semarang Press. Dylan,
Natalie. 18 April 2009. Janji-janji Politik. (http://nataliedylann.blogspot.com) diakses 3 Maret 2010.
(Online)
Faisal, Sanapiah. 1990. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada . Faisal, Sanapiah. 2005. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Gaffar, Janedjri M. 06 April 2009. Menuju Pemilu yang Jurdil (Online) (http://www.ahmadheryawan.com) diakses tanggal 3 Februari 2010. Hatta. 13 maret 2008. Budaya Politik di Indonesia. (Online) (dalam http://catatanhattamultiply.com) diakses 6 Februari 2010. Hendro. 4 Januari 2008. Pengertian Demokrasi (http://sakauhendro.wordpress.com) diakses 27 Januari 2010.
180
(Online).
181
Judarwanto, Widodo. 29 November 2009. Kekalahan Pemilu dan Demokrasi yang Indah (http://korandemokrasiindonesia.wordpress.com) diakses 6 Maret 2010. Kantaprawira, Rusadi. 1992. Sistem Politik Indonesia (Suatu Model Pengantar). Bandung: Sinar baru algensindo. Kartono, Kartini. 2005. Pengatar Sosiologi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ketetapan Konferensi 2009 Organisasi Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang nomor: 06/KONF/DMFIP/I/2009 tentang Anggaran Rumah Tangga Organisasi Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Kholil,
Munawar. 6 Januari 2009. Budaya Demokrasi. (http://halil4.wordpress.com) diakses tanggal 25 Januari 2010.
(Oline)
Kusmin. 10 Juli 2009. Menang Terhormat Kalah Bermartabat. (Online) (http://www.waspada.co.id) diakses 6 Maret 2009. Latief, Abdul. 2007. Pendidikan Berbasis Masyarakat. Bandung: Refika Aditama. Mariana, Dede., dan Caroline, Paskarina. 2008. Demokrasi dan Sistem Politik Desentralisasi. Jakarta:Graha Ilmu. Maran, Rafael Raga. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Rineka Cipta. Meleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Munawar, Am. 12 Oktober 2009. Yang Kalah dan Yang Menang. (Online) (http:// www kangnawar.com) diakses 6 Maret 2010. Muslim, Imran. 28 Februari 2008. Organisasi Belajar di HMJ TP, kenapa tidak? (Online) (http://tpers.net) diakses 6 februari 2010. Nasih, Mohammad. 11 Mei 2009. Membangun Budaya Demokrasi. (Online) (http://www.ahmadheryawan.com) diakses 3 februari 2010. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Peraturan Khusus Dewan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan Nomor : 12/PK/DMF IP/Pem/2009 tentang Pemilu Raya Fakultas Ilmu Pendidikan. 2009. Malang: Universitas Negeri Malang.
182
Prasetyo, Eko. 2005. Demokrasi Tidak Untuk Rakyat. Yogyakarta: Resist Book. Raharjo, Agung. 2009. Keluarga dan Persemaian Nilai Demokrasi, (Online), (http: bloggpress.com) diakses 22 Juni 2009. Rahman. A. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogjakarta: Graha Ilmu Rosyada, Dede., Ubaidillah, A., Rozak, Abdul., Sayuti, Wahdi., dan Salim, M. Arskal. 2005. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Prenada Media. Rush, Michael dan Phillip, Althoff. 1971. Pengatar Sosiologi Politik. Terjemahan oleh Kartini Kartono. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Salim, Agus. 2006. Analisis Data Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Samiana, I Made., Retnaningsih, Ning., dan Pulungan, Halomoan., 2006. Etika Politik dan Demokrasi (Dinamika Politik Lokal di Indonesia). Salatiga: Pustaka Percik Santoso, Topo. 2007. Hukum dan Proses Demokrasi (Problematika Seputar Pemilu dan Pilkada). Jakarta: Kemitraan Patnership. Santoso, Topo. 10 Maret 2005. Soal Batalnya Calon Kepala Daerah. (Online) (http://www.prakarsa-rakyat.org) diakses 23 Maret 2010. Setiawan, Benni. 2006. Manifesto Pendidikan. Ar-Ruzz: Yogjakarta. Setiadi, Elly M., Hakam, Kama Abdul., dan Effendi, Ridwan. 2008. Ilmu Sosial dan Dasar Budaya. Jakarta: Kencana. Supriyanto, Didik. 3 Maret 2009. Ketidakpastian Hukum Pemilu. (Online) (http://klikpemilu.blogspot.com) diakses 8 Februari 2010. Soehino. 1998. Ilmu Negara. Yogjakarta: Liberty. Sumitro. 2000. Demokrasi dan Masyarakat Sipil di Dunia Ketiga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 155 tahun 1998 tentang Pedoman umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. 1989. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Surat
Keputusan Rektor Universitas Negeri Malang Nomor: 0644/KEP/J36/KM/2002 tentang Pedoman Organisasi Kemahasiswaan Universitas Negeri Malang. 2002. Malang: Universitas Negeri Malang.
183
Suyatno. 2008. Menjelajahi Demokrasi. Bandung: Humaniora. Syafiie, Inu Kencana. 2005. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: Refika Aditama. Syarbaini, Syahrial., Rahman, A., dan Djihado, Monang. 2004. Sosiologi dan Politik. Jakarta: Ghalia Indonesia. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.. Ulhak, Zia 2009. Implementasi Nilai Demokrasi dalam Kegiatan OSIS Sekolah (Studi pada SMPN 5 Malang). Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Malang. Universitas Negeri Malang. 2006. Katalog Universitas Negeri Malang. Malang: BAAKPSI. Universitas Negeri Malang. 2009. Katalog Universitas Negeri Malang. Malang: BAAKPSI. Universitas Negeri Malang. 2009. Katalog Fakultas Ilmu pendidikan Universitas Negeri Malang Juruasan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Malang: BAAKPSI. Uruk, M Huta. 1983. Asas-Asas Ilmu Negara. Jakarta: Erlangga. Wikipedia. 29 Agustus 2009. Organisasi Kemahasiswaan Intra Kampus. (Online) (http://id.wikipedia.org) diakses 10 Februari 2010. Yuliastana. 5 Maret 2004. Materi dan Metode Penelitian. (http://www.damandiri.or.id) diakses 2 Maret 2010. .
(Online)
184
Gambar 01. Rapat Proses Penetapan Calon
Gambar 02. kampanye lisan di kelas (Sumber: Dokumentasi KPU FIP)
Gambar 03.. suasana kampanye lisan di kelas
185
Gambar 04. Registrasi
Gambar 06.. Masukan kartu suaran (Sumber: Dokumentasi KPU FIP)
Gambar 05.. Pencoblosan
Gambar 07.. Bukti sudah memilih
186
Gambar 08.. Perhitungan Suara
Gambar 10.. Penandatanganan serahterima sera jabatan
(Sumber: Dokumentasi KPU FIP)
Gambar 9.. Suasana perhitungan suara
Gambar 11.. Suasana Pelantikan
189
PANDUAN WAWANCARA
Pembina HMJ 1. Bagaimana sejarah berdirinya Hukum dan Kewarganegaraan? 2. Apakah pengurus HMJ HKn dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan Jurusan? 3. Adakah himbauan atau saran yang diberikan pihak jurusan terhadap prosesproses pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan? 4. Bimbingan-bimbingan apa saja yang telah diberikan bapak selaku pembina dalam rangka pengembangan HMJ HKn?
Pengurus HMJ HKn 1. Bagaimana gambaran secara umum tentang HMJ HKn? 2. Bagaimana
proses
penetapan
calon
ketua
HMJ
Hukum
dan
Kewarganegaraan? 3. Bagaimana proses sosialisasi masing-masing calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan? 4. Bagaimana proses pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan? 5. Bagaimana proses penetapan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan terpilih? 6. Bagaimana proses pelantikan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan terpilih? 7. Bagaimana sikap calon yang menang dan sikap calon yang kalah? 8.
Bagaimanakah tata cara pemilihan ketua HMJ secara umum?
9. Apakah pengurus HMJ HKn dilibatkan dalam proses pengambilan kebijakan Jurusan? 10. Bimbingan-bimbingan apa saja yang telah diberikan bapak/ibu selaku pembina dalam rangka pengembangan HMJ HKn?
Ketua DMF, Ketua KPU dan Anggotannya, Para Calon dan Mahasiswa/Pemilih 1. Bagaimana
proses
Kewarganegaraan?
penetapan
calon
ketua
HMJ
Hukum
dan
190
2. Bagaimana proses sosialisasi masing-masing calon ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan? 3. Bagaimana proses pemilihan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan? 4. Bagaimana proses penetapan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan terpilih? 5. Bagaimana proses pelantikan ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan terpilih? 6. Bagaimana sikap calon yang menang dan sikap calon yang kalah? 7.
Bagaimanakah tata cara pemilihan ketua HMJ secara umum?
191
FORMAT KONSULTASI PENYUSUNAN SKRIPSI JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN, PRODI PPKn FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MALANG SEMESTER GENAP 2010
1. Nama Mahasiswa/NIM
: Hendra Irawan/106811400214
2. Judul Skripsi
: Pelaksanaan Budaya Demokrasi dalam Pemilihan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang
3. Dosen Pembimbing
: (1) Drs. H. Suparman Adi Winoto, SH., M. Hum (Pembimbing I) (2) Drs. Margono, M.Pd, M.Si (Pembimbing II)
No Aspek yang dikonsultasikan (BAB /
Penilaian/komentar
Hari dan
Paraf
Pembimbing
Tanggal
Dosen
SUB BAB) 1 2
Proposal Skripsi (Bab I, II, III) Proposal Skripsi (Bab I, II, III)
pembimbing Rumusan masalah
1-3-2010
Isi kajian pustaka belum
8-3-2010
sesuai dengan judul
3
ACC Skripsi (Bab I, II, III) ACC
10-3-2010
4
Skripsi (Bab IV, V dan IV) Paparan data keluar dari
13-4-2010
substansi judul skripsi 5 6 7
Skripsi (Bab IV, V VI, Skripsi) Skripsi (Bab IV, V VI, Skripsi) ACC Skripsi (Bab IV, V VI, Skripsi)
Pembasan dan kesimpulan belum tepat Pembasan dan kesimpulan belum tepat ACC
20-4-2010 22-4-2010 26-4-2010
Malang, 14 Mei 2010 Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan
Drs. I Ketut Diara Astawa, SH., M.Si NIP. 19540522 198203 1 005
192
FORMAT KONSULTASI PENYUSUNAN SKRIPSI JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN, PRODI PPKn FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MALANG SEMESTER GENAP 2010
1. Nama Mahasiswa/NIM
: Hendra Irawan/106811400214
2. Judul Skripsi
: Pelaksanaan Budaya Demokrasi dalam Pemilihan Ketua HMJ Hukum dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Malang
3. Dosen Pembimbing
: (1) Drs. H. Suparman Adi Winoto, SH., M. Hum (Pembimbing I) (2) Drs. Margono, M.Pd, M.Si (Pembimbing II)
No Aspek yang dikonsultasikan (BAB /
Penilaian / komentar
Hari dan
Paraf
Pembimbing
Tanggal
Dosen
SUB BAB) 1
2
3
pembimbing
Proposal Skripsi (Bab I, II, III)
Rumusan masalah belum
Proposal Skripsi (Bab I, II, III)
Isi kajian pustaka masih
Proposal Skripsi (Bab I, II, III)
Isi kajian pustaka masih
sesuai dengan judul
kurang mendalam
kurang mendalam
4
ACC Skripsi (Bab I, II, III) ACC
5
Skripsi (Bab IV, V dan IV) Paparan data, temuan penelitian harus ada subsub bahasan dan sumber
1-3-2010
8-3-2010
15-5-2010 18-3-2010
27-4-2010
referensi belum lengkap 6
Skripsi (Bab IV, V dan IV) Paparan data dan Temuan penelitian masih belum
4-5-2010
lengkap 7
Skripsi (Bab V, VI, Skripsi)
Pembahasan dan
11-5-2010
193
kesimpulan perlu perbaikan 8
ACC Skripsi (Bab V, VI, Skripsi)
ACC
14-5-2010
Malang, 14 Mei 2010 Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan
Drs. I Ketut Diara Astawa, SH., M.Si NIP. 19540522 198203 1 005
194
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Hendra Irawan
NIM
: 106811400214
Jurusan/Program Studi
: Hukum dan Kewarganegaraan/S1 PPKn
Fakultas
: Ilmu Sosial
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai hasil atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Malang, 26 Mei 2010 Yang membuat pernyataan,
Hendra Irawan
195
Penulis adalah an anak ketiga dari lima bersaudara.. Ayah penulis beranama Sarjono dan Ibunda penulis bernama Ellysyah. Penulis lahir dari keuarga sederhana di pulau sumatra te tepatnya provinsi sumatra selatan. Dilahirkan Dilahir di sebuah kompoeng nan jauh di mato. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di desa kelahirannya, lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2000 melanjutkan elanjutkan ke SLTPN 3 Tanah Abang diterima melalui jalur PMDK dan selesai pada tahun 2003. Pada tahun 2003 diterima di SMAN 1 Unggulan Muara Enim melalui jalur PMDK, tetapi tidak selesai dan hijrah ke SMUN 3 Muara Enim Enim, Jurusan IPS di diwisuda pada tahun 2006. Pada tahun yang sama Penulis di terima Universitas Negeri Malang melalui jalur PMDK. Selain menjalani rutin rutinitas akademis demis Penulis juga aktif dalam organisasiorganisasi organisasi kemahasiswaan mulai ulai dari Pengurus HMJ Hukum dan Kewarganegaraan, BEM Fakultas Ilmu Pendidikan dan BEM Universitas Negeri Malang. Bahkan aktif hingga sekarang di salah satu u Organisasi Ekstra Kampus yang ada di lingkungan UM. Nama Lengkap
: Hendra Irawan Sarel
Alamat Asal
: Jalan Pertamina Tanah Abang no 27 Muara Enim Enim, sumatra-selatan sumatra
Alamat di Malang
: Jalan Bendungan Sutami no 88-b
Semboyan
: Hiduplah lah tanpa menjadi parasit bagi orang laen
Motto
: Yakin Usaha Sampai
Cita-Cita
: Politikus tahu diri, Pengacara yang tahu keadilan and Dosen yang cerdas
Motivasi
: Jika saya tak menemukan jalan, maka saya akan membuat jalan
Kamut
: Hidup tak selalu berjalan atas rencana kita, karena itu hidup dalam rencana Tuhan
Pengalaman Organisasi 1. Bakat Minat HMJ Hukum dan Kewarganegaraan Tahun 2007 2. Humas dan Penggalian Dana BEM FIP tahun 2008 3. PTKP HMI KOM IP Tahn 2008 4. Kabid PTKP HMI KOM IP T Tahun 2009 5. Wakil Ketua BEM FIP Tahun ahun 2009 6. Menteri Politik Hukum dan Keamana Kabinet UM Bersatu (BEM UM) 2010 2010.
siaplah untuk