PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DALAM MENGATASI KENAKALAN SISWA DI MAN I JAKARTA
Disusun Oleh: Maryanah NIM: 103011026643
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DALAM MENGATASI KENAKALAN SISWA DI MAN I JAKARTA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana (S1) Pendidikan Islam (S.Pd.I) Oleh Maryanah NIM: 103011026643 Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Rusdi Djamil, M.Ag NIP. 150 274 762
Heny Narendrany Hidayati, M.Pd NIP. 150 277 688
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M
ABSTRAK Maryanah NIM. 103011026643 Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Dalam Mengatasi Kenakalan Siswa Di MAN I Jakarta Bimbingan dan konseling adalah suatu proses membantu siswa dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Siswa membutuhkan bantuan untuk mengetahui tindakan yang harus dilakukan dalam berinteraksi dengan sesama siswa, dewan guru, staf sekolah maupun dengan masyarakat disekitarnya. Pelayanan bimbingan di sekolah sangat membantu untuk menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan. Dengan begitu, mereka tidak akan melakukan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi disekitar lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Bimbingan dan Konseling, kenakalan yang dilakukan siswa, serta peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa. Dalam penelitian penulis menggunakan metode “Deskriptif Analisis” yaitu metode yang meneliti dan menemukan informasi yang seluas-luasnya tentang variabel yang bersangkutan dan tidak bermaksud dan mengidentifikasi hubungan antara variabel. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di MAN I Jakarta dapat diketahui bahwa pelaksanaan Bimbingan dan Konseling sudah cukup baik, hal ini dapat dilihat dari hasil jawaban mayoritas siswa menjawab selalu, yakni layanan BK berupa pemberian informasi tentang tata tertib sekolah cukup baik. Siswa menjawab selalu, yakni guru BK mengadakan pemeriksaan kerapihan seragam sekolah terhadap siswa. Siswa menjawab selalu, yakni sekolah mengadakan razia terhadap benda-benda tajam, dan sebagainya. Kenakalan yang dilakukan siswa MAN I Jakarta diantaranya seperti membolos, tidak memakai seragam yang benar, keluar kelas tanpa izin saat pelajaran berlangsung, dan sebagainya. Kenakalan tersebut dapat terjadi dikarenakan kurangnya pengawasan serta pelaksanaan tata tertib yang masih longgar. Oleh karenanya kenakalan yang dilakukan siswa dikategorikan ke dalam kenakalan yang masih dalam tahap kewajaran. Peran Bimbingan dan Koneling dalam mengatasi kenakalan siswa saling berkaitan karena tidak terlepas dari dua fungsi, yakni fungsi pemahaman yang berfungsi memberikan pelayanan yang berguna untuk memahami keadaan siswa dan lingkungannya. Sedangkan fungsi pencegahan berfungsi mencegah atau menghindarkan siswa dari mengalami masalah yang mungkin menggangu, menghambat atau menimbulkan kesulitan dalam proses perkembangan siswa.
KATA PENGANTAR ﺴ ِﺑ ْ ﷲ ِﻢ ِ ﻦﺣْاﻟ ﱠﺮ ا ِ ﺣ ْﻴﻢِلا ﻤ ْ ﱠر Alhamdulillah Puji dan syukur kehadirat Allah swt., Tuhan semesta alam, berkat rahmat, taufiq dan inayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Nabi Besar Muhammad saw., beserta keluarganya, para sahabatnya dan semoga kepada umatnya yang mengikuti ajaranya hingga akhir zaman. Karya tulis yang berjudul Pelaksanaan Bimbingan Konseling Dalam Mengatasi Kenakalan Siswa Di MAN I Jakarta, merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.). Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sebagaimana yang diharapkan, meskipun waktu, tenaga, dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, demi terselesainya skripsi ini. Namun, kiranya hasil penelitian yang tertuang dalam skripsi ini dapat memberi manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Selama proses penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, motivasi, serta bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) serta para pembantu Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Drs. Rusdi Djamil, M.Ag, dan Henny Narendrani, M.Pd, Dosen Pembimbing skripsi, terima kasih atas segala waktu, tenaga, ilmu, serta kesabaran yang diberikan dalam membimbing dan mengarahkan penulis.
4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat. 5. Kepala MAN I Jakarta, yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian di MAN I Jakarta, serta para guru MAN I Jakarta, yang telah membantu penulis dalam penyediaan data, hingga penulis dapat menyelesaikan jenjang S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dimana dalam penulisan skripsi ini turut memberikan andil besar dalam hal penyediaan bahan pustaka dan sumber-sumber bacaan untuk kelancaran penulisan skripsi ini. 7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Mardjuki dan Ibunda Usdianti, yang telah mendidik dan mengasuh dengan segala jerih payah dan kasih sayangnya hingga penulis dapat menempuh jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dengan baik. Semoga segala jerih payah dan usaha yang diberikan manjadi amal sholeh dan diterima di sisi Allah swt., amin. 8. Kakak Muhammad Yusuf dan Adik Zaenal Arifin , terima kasih atas segala do'a, semangat, dan motivasi dan juga bantuan yang diberikan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 9. Kakek Djana Muhamad dan Nenek Suryati, yang tak pernah henti memberikan semangat dan motivasi. Sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Semoga Allah Swt selalu memberi kemudahan dalam setiap urusannya. 10. Sahabat-sahabatku Herlina, Anengsih, Hamidah, dan Masrifah, yang selalu memberikan dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis, semoga selalu sukses dalam menjalankan aktivitasnya. 11. Teman-teman mahasiswa FITK angkatan 2003 khususnya mahasiswa PAI kelas A, yang telah membantu penulis untuk berbagi pendapat dan tenaganya berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
Akhirnya, hanya kepada Allah swt., jualah semuanya dikembalikan. Semoga segala amal yang telah mereka sumbangkan mendapatkan balasan yang lebih baik dan menjadi amal kebaikan di akhirat nanti. Jakarta, 23 Juni 2008 Penulis
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Matriks Variabel………………………………………………………..
Tabel 2
Kisi-kisi Instrument Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling…………
Tabel 3
Kisi-kisi Instrument Kenakalan Siswa………………………………….
Tabel 4
Penjelasan Tentang Tata Tertib Sekolah Kepada Siswa………………..
Tabel 5
Siswa Datang Ke Sekolah Tepat Waktu………………………………..
Tabel 6
Siswa Mengikuti Pelajaran Sampai Selesai…………………………….
Tabel 7
Siswa Ke Sekolah Berpakaian Seragam………………………………..
Tabel 8
Sekolah Mengadakan Pemeriksaan Kerapihan Seragam Sekolah Terhadap Siswa…………………………………………………………
Tabel 9
Siswa Langsung Pulang Ke Rumah Setelah Jam Pelajaran Selesai…….
Tabel 10 Guru BK Menjelaskan Penggunaan Waktu Luang Siswa…………… Tabel 11 Guru BK Menjelaskan Tata Cara Belajar Yang Baik………………….. Tabel 12 Siswa Mengikuti Kegiatan Praktik…………………………………….. Tabel 13 Guru Mata Pelajaran Memberikan Tugas Individual…………………... Tabel 14 Siswa Mengikuti Kegiatan Ekstra Kulikuler di Sekolah………………. Tabel 15 Guru Mata Pelajaran Memberikan Tugas Kelompok………………….. Tabel 16 Guru Mata Pelajaran Mengadakan Remedial Kepada Para Siswa……... Tabel 17 Guru BK Menjelaskan Tentang Tata Pergaulan Diantara Siswa………. Tabel 18 Ada Perhatian Yang Serius dari Guru BK jika ada Siswa yang bermasalah……………………………………………………………... Tabel 19 Guru BK Menjelaskan Tentang Bahaya Penyalahgunaan Narkoba…… Tabel 20 Sekolah Memanggil Nara Sumber Untuk Menjelaskan Bahaya Narkoba………………………………………………………………… Tabel 21 Sekolah Memanggil Nara sumber Untuk Menjelaskan Bahaya Menonton Film Porno………………………………………………….. Tabel 22 Siswa Melakukan Diskusi Kelompok Dalam Belajar………………….. Tabel 23 Sekolah Mengadakan Razia Terhadap Benda-benda Tajam…………… Tabel 24 Siswa Melakukan Kenakalan…………………………………………...
Tabel 25 Siswa Tidak Mentaati Perintah Guru…………………………………... Tabel 26 Siswa Masuk Kelas Tanpa Keterangan………………………………… Tabel 27 Siswa Datang Terlambat Ke Sekolah…………………………………... Tabel 28 Siswa Melakukan Bolos Sekolah………………………………………. Tabel 29 Siswa Merusak Sarana Dan Prasarana…………………………………. Tabel 30 Siswa Suka Mencoret-coret Tembok…………………………………... Tabel 31 Siswa Memeras (Memalak) Teman Di Sekolah……………………….. Tabel 32 Siswa Berkata Kotor Di Sekolah………………………………………. Tabel 33 Siswa Membawa Senjata Tajam Ke Sekolah…………………………... Tabel 34 Siswa Berkelahi Dengan Teman Di Sekolah…………………………... Tabel 35 Siswa Melakukan Tawuran…………………………………………….. Tabel 36 Siswa Membawa Buku-buku Porno Ke Sekolah………………………. Tabel 37 Siswa Membaca Buku Porno…………………………………………... Tabel 38 Siswa Merokok………………………………………………………… Tabel 39 Siswa Meminum Minuman Keras……………………………………… Tabel 40 Siswa Menonton Film Porno…………………………………………… Tabel 41 Siswa Ke Kantin Sekolah Saat Pelajaran Berlangsung………………… Tabel 42 Siswa Tidak Mengikuti Pelajaran Sampai Selesai……………………... Tabel 43 Siswa Menggunakan Obat-obatan Terlarang…………………………...
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Angket Untuk Siswa
Lampiran 2
Berita Wawancara Guru BK MAN I Jakarta
Lampiran 3
Berita Wawancara Wakil Kepala Sekolah MAN I Jakarta
Lampiran 4
Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 5
Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 6
Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 7
Surat Riset/Wawancara
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkannya dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara optimal dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam suasana asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian sehingga individu dapat bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungannya.1 Pelayanan bimbingan merupakan bagian integral di lembaga pendidikan, melalui pelayanan bimbingan ini diharapkan siswa mampu bertindak dan bertingkah laku sesuai dengan tuntutan lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Hal ini selaras dengan konsep kurikulum Sekolah Menengah Umum tahun 1994, tentang Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling, seperti yang dikutip oleh W.S Winkel bahwa “Bimbingan merupakan bantuan khusus yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan”.2 Sekolah merupakan tempat berkumpulnya siswa yang tentunya mereka masing-masing memiliki latar belakang yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya baik dari segi keadaan keluarga, ekonomi, adat istiadat, agama maupun dari segi sifat, bakat dan minat. Oleh karena adanya perbedaan sebagaimana tersebut di atas, maka tidak mustahil pula akan timbul berbagai macam problema yang mereka hadapi dalam menempuh pendidikan. Pada hakekatnya memang semua orang pasti mempunyai problema dalam hidupnya, namun adakalanya mereka dapat mengatasi atau memecahkannya sendiri, dan ada pula yang tidak dapat mengatasinya sendiri, sehigga mereka memerlukan bantuan orang lain yang 1
Hallen A, Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 9 W.S Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogyakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997), Cet. I, h. 78 2
mampu memberikan alternatif, serta solusi pemecahannya melalui bimbingan, arahan-arahan, nasehat, dan penyuluhan. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang sangat pesat dan masuknya budaya-budaya asing yang mengakibatkan dekadensi moral, “kenakalan remaja diantaranya penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pengaruh film-televisi-video, iklim kekerasan dan kurangnya disiplin yang berlangsung di masyarakat, kelompok sebaya yang menyimpang dari berbagai faktor negatif lainnya dalam kehidupan sosial.3 Kenakalan yang dilakukan oleh remaja menurut Kartini Kartono pada intinya merupakan produk kondisi masyarakatnya dengan segala pergolakan sosial yang ada di dalamnya dan bisa disebut juga sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial.4 Ketidakmampuan mereka dalam memilih perbuatan baik dan buruk di sekitar masyarakat dengan segala pergolakan sosial yang menyimpang dari berbagai faktor negatif lainnya, maka pelayanan bimbingan di sekolah sangat membantu
untuk
menemukan
pribadi,
mengenal
lingkungan,
dan
merencanakan masa depan. Dengan begitu, mereka tidak akan melakukan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di sekitar lingkungannya. Siswa tingkat SMU termasuk dalam kelompok remaja madya yang ditandai dengan situasi psikologis yang serba tidak seimbang, sehingga pada saat melewati suatu tahap sosialisasi memungkinkan mereka terbawa oleh arus budaya dan norma yang keliru. Pada masa peralihan tersebut mereka dapat melakukan tindakan-tindakan sendiri, tidak lagi berpedoman pada ajaran agama yang secara jelas menganjurkan untuk bertingkah laku dengan baik dan sesuai dengan nilai-nilai agama. Masa seperti ini dapat mempengaruhi pola tingkah laku siswa SMU selama berada pada lingkungan sekolah. “Apabila kelompoknya menampilkan sikap dan perilaku yang baik maka ia cenderung akan ikut baik, apabila 3
Emil Durkheim, Pendidikan Moral: Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 1990), Terjemahan Drs Lukas Ginting, h. 13 4 Kartini Kartono, Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), Cet. Ke-3, h. 4
kelompoknya itu menampilkan sikap dan perilaku yang melecehkan nilai-nilai moralitas maka sangat dimungkinkan remaja akan menampilkan perilaku seperti kelompoknya tersebut.”5 Tujuan sekolah menyediakan sarana pelayanan secara efektif dan membantu siswa dalam pengembangan potensi kognitif, maka perlu adanya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah sebagai tempat pencurahan segala permasalahan murid disamping kegiatan belajar. Bimbingan konseling di sekolah adalah pelayanan pada semua murid yang mengacu pada perkembangan mereka secara menyeluruh dan mereka dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang mereka hadapi. Dalam hal ini seorang guru pembimbing harus bertanggung jawab dalam memberikan bimbingan dan konseling kepada siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang mereka hadapi, dan membantu mereka dalam memilih perbuatan baik dan buruk di sekitar masyarakat yang sedang menghadapi kemerosotan moral, sehingga mereka tidak menyimpang dari berbagai faktor negatif dalam kehidupan sosial. Dari latar belakang inilah penulis tertarik untuk membahas ke dalam judul Skripsi “PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING DALAM MENGATASI KENAKALAN SISWA DI MAN I JAKARTA ”.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di MAN I Jakarta. Jenis pelayanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada siswa MAN I Jakarta. Kenakalan siswa MAN I Jakarta. Jenis kenakalan yang dilakukan siswa MAN I Jakarta. Penyebab terjadinya kenakalan di MAN I Jakarta. Peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa. 5
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Rosda Karya, 2002), Cet. Ke-3, h. 198
Pembatasan Masalah Berdasarkan pada identifikasi tersebut, maka penulis merasa perlu untuk memberikan pembatasan masalah yang akan penulis bahas, yaitu: Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dari segi Bidang layanan BK, antara lain: Pengembangan kehidupan pribadi, Pengembangan kehidupan sosial, Pengembangan kemampuan belajar, Pengembangan karir. Jenis kenakalan siswa terdiri dari kenakalan yang bersifat a-moral dan asosial, kenakalan yang bersifat kriminologi. a). Kenakalan yang bersifat a-moral dan a-sosial, antara lain: Tidak mentaati perintah guru, Tidak masuk kelas tanpa keterangan, Datang terlambat ke sekolah, Membolos, Merusak sarana dan prasarana, Mencoret-coret tembok, Berkata kotor di sekolah, Membawa buku-buku porno, Membaca buku-buku porno, Merokok, Pergi ke kantin sekolah saat pelajaran berlangsung, Tidak mengikuti pelajaran sampai selesai. b). Kenakalan yang bersifat kriminologi, antara lain: Memeras (Memalak) teman di sekolah, Membawa senjata tajam, Berkelahi dengan sesama teman, Melakukan tawuran, Meminum-minuman keras, Menonton film porno, Menggunakan obat-obatan terlarang. Peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa.
Perumusan Masalah Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: Pelayanan Bimbingan dan Konseling apa saja yang diberikan MAN I Jakarta untuk mengatasi kenakalan remaja? Kenakalan apa yang dilakukan siswa di MAN I Jakarta? Bagaimana peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa MAN I Jakarta?
Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah: Tujuan penelitian a. Mengetahui pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di MAN I Jakarta. Mengetahui kenakalan yang dilakukan siswa di MAN I Jakarta. Mengetahui peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa di MAN I Jakarta. Kegunaan hasil penelitian Melalui analisa temuan dan hasil penelitian ini, maka kegunaan yang akan diambil adalah: a. Menambah pengetahuan peneliti tentang Bimbingan dan Konseling untuk bekal dikemudian hari sebagai tenaga pengajar yang peduli terhadap kebutuhan siswa terhadap pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. b. Untuk menambah sumber bacaan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. c. Dapat digunakan sebagai masukan untuk pengembangan sekolah, yang meliputi pelaksanaan Bimbingan dan Konseling terhadap siswa. d. Menambah sumber pengetahuan tentang mengatasi kenakalan siswa di lingkungan sekolah.
BAB II KAJIAN TEORETIK Bimbingan Konseling 1. Pengertian Bimbingan Konseling Bila ditinjau dari segi sejarah perkembangan ilmu bimbingan dan konseling di Indonesia, maka sebenarnya istilah bimbingan dan konseling pada awalnya dikenal dengan istilah bimbingan dan penyuluhan yang merupakan terjemahan dari guidance and counseling penggunaan istilah ini dicetuskan oleh Tatang Mahmud. Secara etimologi bimbingan dan penyuluhan terjemahan dari kata “Guidance” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti “menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu.”6 Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai bantuan atau tuntunan. Namun meskipun demikian tidak berarti semua bentuk bantuan atau tuntunan adalah bimbingan. Pengertian bimbingan secara terminologi, menurut Abu Ahmadi adalah “bantuan yang diberikan kepada individu agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami dirinya, memahami lingkungan, mengatasi hambatan, juga menentukan masa depan yang lebih baik.”7 Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar peserta didik mengenai kelemahan atau kekautan dirinya sendiri serta menerima secara positif dan dinamis sebagai model pengembangan diri lebih lanjut. Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta didik mengenal secara objektif lingkungannya, baik lingkungan sosial, maupun lingkungan fisik dan menerima berbagai lingkungan tersebut secara positif dan dinamis. 6
Hallen, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 1 Abu Ahmadi dan Ahmad Royani, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 1 7
Dalam “Jear book of education” 1995, bimbingan adalah “suatu proses membantu individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.”8 Dari uraian diatas dapat dibatasi bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengatasi sendiri kesulitankesulitan dalam kehidupannya atau dengan kata lain bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada seseorang dalam usaha memecahkan sendiri kesukaran-kesukaran yang dihadapinya. Dalam rangka bimbingan itu hendaknya individu diberi kebebasan untuk memilih, pembimbing hanya membentuk menetapkan suatu pilihan, tetapi tidak berarti bahwa pembimbing itu yang memilih, si terbimbing sendirilah yang harus menetapkan dan menentukan sikapnya, sehingga ini dapat mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal di sekolah, keluarga dan masyarakat. Menurut Crow dan Crow yang dikutip oleh H.M Umar dan Sartono, “guidance” dapat diartikan sebagai: “bantuan yang diberikan seseorang baik pria maupun wanita yang memiliki pribadi yang baik dari pendidikan yang
memadaikepada
menolongnya
seorang
mengemudikan
individu
dari
kegiatan-kegiatan
setiap
usia
hidupnya
untuk sendiri,
mengembangkan arah pandangannya, membuat pilihannya sendiri, dan memikul bebannya sendiri.”9 Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian bimbingan adalah: a). Bimbingan merupakan suatu proses membantu individu. b). Bimbingan merupakan suatu proses yang terus menerus.
8
I Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung: CV Ilmu, 1975), h. 25 9 M. Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), h. 9
c). Bantuan yang diberikan adalah bantuan psikologis agar individu dapat mengembangkan dirinya secara maksimal sesuai dengan potensi kemampuannya. d). Tujuan utama bimbingan adalah agar individu dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. e). Untuk pelaksanaan bimbingan diperlukan petugas yang memiliki keahlian dan pengalaman khusus dalam permasalahan bimbingan dan konseling. Jadi, pengertian bimbingan secara luas adalah suatu proses pemberian yang terus menerus dan sistematis kepada individu di dalam memecahkan masalah yang dihadapinya agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami dirinya, kemampuan untuk dapat merealisasikan kemampuan dirinya sesuai dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungannya, baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Sedangkan istilah konseling berasal dari bahasa Inggris yaitu “To Counsel” yang berarti memberi saran atau nasihat.10 Disamping itu, istilah bimbingan selalu dirangkaikan dengan istilah konseling, hal ini disebabkan karena bimbingan dan konseling merupakan suatu kegiatan yang integral. Secara umum istilah bimbingan dan konseling merupakan kalimat yang sukar untuk dipisahkan keduanya merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu Guidance and Counseling. Counseling adalah “Suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana yang seorang (Counselor) membantu yang lain (Counselee) supaya ia dapat lebih memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah-masalah hidup yang dihadapi waktu itu dan waktu yang akan datang.”11
10 11
Hallen, Bimbingan..., h. 11 I Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan…, h. 29
Menurut Koestoer Partowisastro menyebutkan pengertian konseling dalam dua hal pengertian, yaitu: a). Dalam arti luas, konseling adalah segala ikhtiar pengaruh psikologis terhadap sesama manusia. b). Dalam arti sempit, konseling merupakan suatu hubungan yang sengaja diadakan dengan manusia lain, dengan maksud agar dengan berbagai cara psikologis, dapat mempengaruhi kepribadiannya sedemikian rupa, sehingga dapat diperoleh sesuatu efek tertentu.12 Dari pengertian diatas dapatlah dikemukakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada klien untuk memecahkan masalah yang dihadapinya yang dilakukan secara face to face atau dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan klien yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan dimana proses pemberian bantuan itu berlangsung melalui wawancara dalam serangkaian pertemuan dan tatap muka antara guru pembimbing dengan klien dengan tujuan agar klien mampu memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu mengarahkan dirinya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki ke arah perkembangan yang optimal. Dan harus diingat bahwa dalam rangka usaha pemberian bimbingan atau bantuan melalui kegiatan konseling merupakan bagian yang amat penting dan dinyatakan sebagai jantung dari usaha bimbingan secara keseluruhan. 2. Fungsi Bimbingan dan Konseling 12
Koestoer Partowisastro, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Jakarta: Erlangga, 1987), Jilid II, h. 15-16
Pentingnya pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah dapat dilihat dari beberapa fungsi Bimbingan dan Konseling bagi perkembangan pribadi siswa sebagai makhluk sosial yang senantiasa bersosialisasi dengan masyarakat baik di sekolah maupun di luar sekolah. Menurut Dr. Syamsu Yusuf dan Dr. A. Juntika Nurihsan mengemukakan bahwa Bimbingan dan Konseling dalam membantu individu
memiliki
fungsi
pemahaman,
Preventif
(pencegahan),
Pengembangan, Perbaikan (penyembuhan), Penyaluran, Adaptasi, dan Penyesuaian.13 Drs.Paimun lebih lanjut menjelaskan Bimbingan dan Konseling di sekolah memiliki beberapa fungsi, antara lain: Fungsi pengembangan, yaitu membantu siswa dalam mengembangkan potensi (bakat, minat, kemampuan), dan wawasan, ilmu pengetahuan, sikap dan nilai-nilai luhur serta keterampilan agar dapat berkembang secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya dan masyarakat. Fungsi penyaluran, yaitu membantu siswa dalam menyalurkan bakat, minat, kemampuan, aspirasi atau cita-citanya. Penyaluran dapat diarahkan pada jenis lanjutan sekolah, pemilihan jurusan, kegiatan ekstrakurikuler, dan lapangan yang sesuai dengan minat, bakat, cita-cita dan kepribadian. Fungsi perbaikan, yaitu membantu siswa dalam memperbaiki kesalahan, kekurangan, kelemahan dalam cara berbicara, bersikap dan bertindak, baik terhadap diri sendiri maupun pada orang lain. Termasuk perbaikan dalam cara berpikir, cara merasa, cara merespon sesuatu yang berkaitan dengan pelajaran, pekerjaan, musibah atau kasus yang menimpa atau dialami siswa. Fungsi pencegahan, yaitu membantu siswa agar tidak terjadi kesalahan dalam memilih lanjutan pendidikan (sekolah, memilih jurusan, memilih program sekolah, dan sebagainya). Pencegahan juga dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam memilih pekerjaan (jabatan) dalam masyarakat. Fungsi ini juga berguna untuk mencegah terjadinya salah suai (mal-adjusment) siswa baik terhadap diri sendiri, orang lain (masyarakat) dalam pekerjaan. Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dalam rangka membantu siswa memperoleh kemajuan dalam perkembangan secara optimal. Penyesuaian disini meliputi penyesuaian dengan orang lain, dengan 13
Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), Cet. Ke-2, h. 16
dirinya sendiri, dengan program studi atau jurusan, dengan lanjutan sekolah dengan kondisi dan situasi dimana siswa berada dan penyesuaian dengan jabatan apabila ia telah memperoleh pekerjaan. Fungsi pengadaptasian, yaitu fungsi yang membantu staf sekolah khususnya guru, untuk menyesuaikan program pengajaran dan program bimbingan kepada kebutuhan dan tingkat perkembangan serta aspirasi siswa.14 Sebagaimana tujuan diadakannya layanan Bimbingan dan Konseling adalah agar siswa mencapai perkembangan optimal, potensi-potensi dalam dirinya yang bersifat dapat berkembang semestinya, serta mencapai kematangan diri yang sempurna. Maka fungsi Bimbingan dan Konseling adalah untuk membantu siswa dalam menjalani proses perkembangan yang kadang kala berupa permasalahan-permasalahan baru yang belum pernah dihadapi oleh siswa. Tidak jarang siswa merasa kebingungan dan membutuhkan bantuan dari orang yang lebih tahu cara penyelesaian masalah yang dihadapi tersebut. 3. Prinsip Bimbingan dan Konseling Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip disini adalah hal-hal yang dapat menjadi pegangan didalam proses bimbingan dan penyuluhan, seperti halnya
dalam
memberikan
pengertian
mengenai
bimbingan
dan
penyuluhan, maka di dalam mengemukakan prinsip-prinsip bimbingan dan penyuluhan ini masing-masing para ahli mempunyai sudut pandang sendiri-sendiri untuk meletakkan titik berat permasalahannya, untuk memberikan bukti tersebut akan diuraikan beberapa pendapat mengenai hal tersebut: Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan dan penyelenggaraan pelayanan uraian berikut ini akan mengemukakan prinsip-prinsip bimbingan dan 14
Paimun, Sari Perkuliahan Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2005), h. 14-15, t.d.
konseling yang telah diramu dari sejumlah sumber. Untuk itu penulis akan mengemukakan sejumlah prinsip bimbingan dan konseling yang dirumuskan oleh Prayitno dkk dalam buku Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (1997) bahwa prinsip-prinsip bimbingan konseling menyangkut empat prinsip yaitu: a. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan: Yaitu sebuah bimbingan dan konseling yang melayani semua individu tanpa membedakan satu sama lain dengan beraneka ragam tingkah laku individu yang unik dan dinamis. b. Prinsip yang berkenaan dengan permasalahan individu Yaitu bimbingan konseling yang memperhatikan kondisi mental individu karena disebabkan adanya kesenjangan sosial, ekonomi, dan budaya. c. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program pelayanan Yaitu sebuah program bimbingan konseling yang harus di selaraskan dengan program pendidikan dimana program tersebut harus fleksibel dengan kebutuhan individu. d. Prinsip berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan Yaitu suatu bimbingan konseling diharapkan dapat mengembangkan individu yang akhirnya siswa tersebut mampu mengambil keputusan terhadap permasalahan yang dihadapi melalui bantuan dari guru pembimbing dan orang tua.15 Dari
prinsip-prinsip
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
guru
pembimbing yang telah memahami secara benar dan mendasar prinsipprinsip dasar bimbingan konseling tersebut akan dapat menghindarkan diri dari
kesalahan
dan
penyimpangan-penyimpangan
dalam
praktek
pemberian layanan bimbingan dan konseling.
4. Asas Bimbingan dan Konseling Dalam
penyelenggaraan
pelayanan
bimbingan
dan
konseling
diperlukan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila asasasas itu diikuti dan terselenggara dengan baik sangat dapat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan, 15
Hallen, Bimbingan…, h. 64
sebaliknya apabila asas-asas itu diabaikan atau dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orangorang yang terlibat di dalam pelayanan, serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri.16 Asas-asas tersebut terdapat 12 macam, diantaranya yaitu: a. Asas Kerahasiaan Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan kepada orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak, terutama penerima bimbingan klien sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaikbaiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien, sehingga akibatnya pelayanan bimbingan tidak dapat tempat di hati klien. b. Asas Kesukarelaan Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak klien, maupun dari pihak konselor. Klien diharapkan secara suka dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa, menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan segenap fakta, data dan seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor, dan konselor juga hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas. c. Asas Keterbukaan Dalam pelaksanaan bimbingan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, diharapkan masingmasing pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah. d. Asas Kekinian Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan bukan masalah yang sudah lampau, dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami di masa yang akan datang. Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Jika 16
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), cet. I, h. 115
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
diminta bantuan oleh klien atau jelas-jelas terlihat misalnya adanya siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan. Asas Kemandirian Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan si terbimbing dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Asas Kegiatan Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien sehingga ia mampu dan melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling. Asas Kedinamisan Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Asas Keterpaduan Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan sebagai aspek kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Di samping keterpaduan pada diri klien, juga harus diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Asas Kenormatifan Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu, maupun kebiasaan seharihari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Asas Keahlian Usaha bimbingan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan. Asas Alih Tangan Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas alih tangan jika konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, namun individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka
konselor dapat mengirim individu tersebut kepada petugas atau badan yang lebih ahli. l. Asas Tut Wuri Handayani Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap kepada konselor saja, namun di luar hubungan proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya pelayanan bimbingan dan konseling itu.17 5. Tujuan Bimbingan dan Konseling Tujuan bimbingan dan konseling sebenarnya sudah dapat dilihat dari pengertian bimbingan konseling itu sendiri, yaitu untuk membantu siswa memahami dirinya sendiri, sehingga sanggup mengarahkan diri dan bertingkah laku yang wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Untuk lebih jelasnya Singgih D. Gunarsa mengemukakan beberapa uraian mengenai tujuan pelaksanaan bimbingan di sekolah meliputi anak didik, sekolah, guru dan orang tua murid, yaitu: a. Dalam hal melayani anak didik di sekolah, seorang pembimbing dapat berbuat berbagai usaha membantu anak didik : 1. Membantu dalam memahami tingkah laku orang lain. 2. Membantu anak supaya hidup dalam kehidupan yang seimbang antara aspek fisik, mental dan sosial. 3. Membantu anak didik untuk memperoleh kepuasan pribadi dalam penyesuaian diri secara maksimal terhadap masyarakat. b. Pada umumnya pelayanan bimbingan di sekolah meliputi tugas-tugas: 1. Mengumpulkan dan menyusun data-data mengenai anak didik, yang meliputi hasil-hasil tes. 2. Mengadakan penelitian terhadap anak didik dan keluarga dari anak yang memerlukan bantuan pembimbing. 3. Menyelenggarakan program testing untuk seleksi masuk bagi calon-calon murid. c. Pelayanan bimbingan bagi guru, selain dalam bentuk penataran, dapat juga dalam bentuk pemberian bantuan sebagai berikut: 1. Membantu keseluruhan program pendidikan dengan meneliti dan mengenai kebutuhan-kebutuhan anak didik. 2. Membantu dalam mengenai pentingnya ketertiban diri dalam program pendidikan. 17
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan…, h. 116-120
d. Pelayanan bimbingan bagi orang tua murid Dalam rangka bimbingan anak
didik,
pembimbing
mengundang orang tua dengan tujuan: 1. Membantu memberikan pengertian tentang program pendidikian pada umumnya. 2. Dengan mengundang orang tua anak didik, maka ingin diberikan bantuan dalam membina hubungan yang lebih baik antara keluarga dan sekolah, terutama dalam masalah belajar anak didik.18 Dari tujuan-tujuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan penyuluhan dapat tercapai dan pelayanannya dapat dilaksanakan dengan efektif, apabila ada kerjasama yang baik antara kepala sekolah, konselor, wali kelas, guru pembimbing, staf pengajar, orang tua murid dan anak didik.
Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Pelaksanaan bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen (bagian) dari keseluruhan penyelenggaraan pendidikan di sekolah, atau lembaga-lembaga pendidikan yang mempunyai strategi dasar sebagai tempat berpijak bagi pelaksanaan bantuan/pelayanan yang harus diberikan kepada siswa yang bersangkutan yang memiliki masalah. Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa pelaksanaan bimbingan konseling ialah suatu proses pemberian bantuan/pelayanan kepada siswa pada setiap jenjang sekolah, dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan dan kenyataan tentang adanya kesulitan yang dihadapi siswa dalam rangka mengembangkan pribadinya secara optimal. Sehingga siswa dapat memahami tentang diri, mengarahkan diri, serta perilaku, atau bersikap sesuai dengan tuntutan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Bantuan mana yang
18
Singgih D. Gunarsa, Psikologi untuk Membimbing, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1995), cet. Ke-8, h. 30
diberikan dengan melalui cara-cara yang efektif yang bersumberkan pada ajaran agama serta nilai-nilai agama yang ada pada diri pribadinya.19 Bidang Pelayanan Bimbingan dan Konseling Pembahasan mengenai bidang pelayanan Bimbingan dan Konseling berarti membahas bentuk pemberian bantuan kepada individu yang membutuhkan bantuan tersebut. Permasalahan yang dihadapi individu berbeda-beda, hal ini mempengaruhi pemberian bantuan yang berbedabeda pula. Adapun bidang pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah dan madrasah, menurut Drs. Tohirin M.Pd, adalah: a. b. c. d. e. f.
Bidang Pengembangan Pribadi Bidang Pengembangan Sosial Bidang Kegiatan Belajar Bidang Pengembangan Karir Bidang Pengembangan Kehidupan Berkeluarga Bidang Pengembangan Kehidupan Beragama.20
2. Metode Bimbingan dan Konseling Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.21 Sedangkan metode secara harfiah menurut M. Arifin adalah “jalan yang harus dijalani dalam mencapai tujuan. Adapun pengertian hakiki dari metode adalah segala sarana yang dapat diinginkan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan.”22 Adapun metode bimbingan dan konseling menurut M Arifin adalah: a. Wawancara
19
Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-dasar Pelaksanaannya, (Jakarta: CV Rajawali, 1985), Cet. 1, h. 11 20 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 123 21 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. Ke-2, h. 740 22 M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan, (Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1982), Cet. I, h. 43
Yaitu salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup kejiwaan anak bimbing pada saat tertentu yang memerlukan bantuan. b. Metode Group Guidance (Bimbingan secara Kelompok) Bilamana metoda interview atau wawancara merupakan cara pemahaman tentang keadaan anak bimbing secara individual, maka bimbingan kelompok adalah sebaliknya, yaitu cara pengungkapan jiwa/ batin serta pembinaannya melalui kegiatan kelompok seperti ceramah, diskusi, seminar, dan sebagainya. c. Metode Non Direktif (Cara yang tidak Mengarah) Cara lain untuk mengungkapkan segala perasaan dan pikiran yang tertekan sehingga menjadi penghambat kemajuan belajar anak bimbing adalah metode non-direktif. Metode ini dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu: 1. Client Centered, yaitu cara pengungkapan tekanan batin yang dirasakan menjadi penghambat anak bimbing dalam belajar dengan sistem pancingan yang berupa satu, dua pertanyaan yang terarah. 2. Edukatif, yaitu cara mengungkapkan tekanan perasaan yang menghambat perkembangan belajar dengan mengorek sampai tuntas perasaan/ sumber yang menyebabkan hambatan dan ketegangan dengan cara-cara ‘client centered”, yang diperdalam dengan permintaan/ pertanyaan yang motivatif dan persuasive (meyakinkan) untuk mengingat-ingat serta mendorong agar lebih berani mengungkapkan perasaan tertekan sampai keakar-akarnya. d. Metode Psikoanalisis (Penganalisaan Jiwa) Metode ini berasal dari dari psiko-analisis Freud yang dipergunakan untuk mengungkapkan segala tekanan perasaan yang sudah tidak lagi disadari. Menurut teori ini, manusia yang senantiasa mengalami kegagalan usaha dalam mengejar cita-cita atau keinginan, menyebabkan timbulnya perasaan tertekan makin menumpuk. Bilamana tumpukan perasaan gagal tersebut tidak dapat diselesaikan, maka akan mengandap ke dalam lapisan jiwa bawah sadarnya.
e. Metode Direktif (Metode yang bersifat Mengarahkan) Metode ini lebih bersifat mengarahkan kepada anak bimbing untuk berusaha
mengatasi
kesulitan
(problema)
yang
dihadapi.
Pengarahan yang diberikan kepada anak bimbing adalah dengan memberikan
secara
langsung
jawaban-jawaban
terhadap
permasalahan yang menjadi sebab kesulitan yang dihadapi/ dialami anak bimbing. f. Metode Sosiometri Yaitu suatu cara yang dipergunakan untuk mengetahui kedudukan anak bimbing dalam hubungan kelompok.23 3. Teknik Bimbingan dan Konseling Menurut I Djumhur dan Moh. Surya dalam bukunya bimbingan dan penyuluhan di sekolah mengatakan “bahwa teknik bimbingan memerlukan pendekatan-pendekatan yaitu pendekatan secara kelompok dan pendekatan secara individu.”24
Pendekatan secara kelompok disebut juga group
guidance dan pendekatan secara individu disebut individu counseling. Konseling merupakan salah satu teknik dalam bimbingan yang begitu penting sehingga sering disebut “jantung” atau “hati” dari bimbingan. Apabila dua orang sedang melakukan wawancara belum tentu dikatakan sebagai konseling jika tidak memenuhi syarat-syarat yang ada pada konseling, antara lain: a) Konseling biasanya meliputi langkah-langkah tertentu yaitu usaha mengenal masalah, latar belakang dan kehidupan orang tersebut, agar pertolongan yang diberikan sesuai dengan masalah dan kebutuhannya. b) Keterlibatan dan tanggung jawab bersama, hal ini berarti konselor dan klien harus bekerja sama dalam memahami dan mencari jalan keluar dari persoalan tersebut.
23 24
M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan…, h. 44-50 I Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan…, h. 106
c) Peranan emosi dalam konseling, biasanya dalam melakukan konseling klien harus dapat mengendalikan emosinya agar masalahnya dapat diselesaikan. d) Klien merasa sadar bahwa dia membutuhkan pertolongan dari seseorang untuk menyelesaikan masalahnya.25 Pada
umumnya
teknik
yang
dipergunakan
dalam bimbingan
mengambil dua pendekatan yaitu pendekatan secara kelompok dan pendekatan secara individual. a) Bimbingan Kelompok Teknik ini dipergunakan dalam membantu siswa atau sekelompok murid dalam memecahkan masalah-masalah dengan melalui kegiatan kelompok. Masalah yang dihadapi mungkin bersifat kelompok, yaitu yang dirasakan bersama oleh kelompok atau bersifat individual sebagai anggota kelompok. Dengan demikian penyelenggaraan bimbingan kelompok dimaksudkan dapat membantu mengatasi masalah bersama atau
membantu
individu
yang
menghadapi
masalah
dengan
menempatkan dalam suatu kehidupan kelompok. Beberapa bentuk bimbingan kelompok menurut I Djumhur dan Moh. Surya dalam bukunya bimbingan dan Penyuluhan di sekolah, yakni: 1) Home room program (program home room) Yaitu suatu program kegiatan yang dilakukan dengan tujuan agar guru-guru dapat mengenal murid-muridnya lebih baik, sehingga dapat membantunya secara efisien. Kegiatan ini dilakukan dalam kelas dalam bentuk pertemuan antara guru dengan murid diluar jam-jam pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu. 2) Karyawisata/field trip Karyawisata atau field trip disamping berfungsi sebagai kegiatan rekreasi atau metode mengajar, dapat pula berfungsi sebagai salah
25
Kartini Kartono, Bimbingan di SMA dan Perguruan Tinggi, (Salatiga, 1985), h. 140
satu teknik dalam bimbingan kelompok. Dengan karyawisata murid mendapat kesempatan meninjau obyek-obyek yang menarik dan mereka mendapat informasi yang lebih baik dari obyek itu. Disamping
itu
murid-murid
mendapat
kesempatan
untuk
memperoleh penyesuaian dalam kehidupan kelompok, misalnya dalam berorganisasi, kerjasama, rasa tanggung jawab, percaya pada diri sendiri, juga dapat mengembangkan bakat dan cita-cita yang ada. 3) Diskusi kelompok Diskusi kelompok merupakan suatu cara dimana murid-murid akan mendapat kesempatan untuk memecahkan masalah bersama-sama. Setiap murid mendapat kesempatan untuk menyumbangkan pikiran masing-masing dalam memecahkan suatu masalah. 4) Kegiatan kelompok Kegiatan kelompok dapat merupakan teknik yang baik dalam bimbingan karena kelompok memberikan kesempatan kepada individu untuk berpartisipasi dengan sebaik-baiknya. Banyak kegiatan tertentu yang lebih berhasil jika dilakukan dalam kelompok. Untuk mengembangkan bakat-bakat dan menyalurkan dorongan-dorongan dapat dilakukan melalui kegiatan kelompok. Dengan kegiatan ini setiap anak mendapat kesempatan untuk menyumbangkan pikirannya juga dapat mengembangkan rasa tanggung jawab. 5) Organisasi Murid Organisasi murid baik dalam lingkungan sekolah maupun luar sekolah, dapat merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok. Melalui organisasi ini banyak masalah-masalah yang sifatnya individual maupun kelompok dapat diselesaikan. Dalam organisasi murid mendapat kesempatan untuk belajar mengenai berbagai aspek kehidupan sosial. Mengaktifkan murid dalam organisasi murid dapat mengembangkan bakat kepemimpinan di samping menumpuk rasa tanggung jawab dan harga diri.
6) Sosiodrama Dalam kesempatan ini individu akan menghayati secara langsung situasi masalah yang dihadapinya, dari pementasan itu kemudian diadakan diskusi mengenai cara-cara pemecahan masalahnya. 7) Psikodrama Jika sosiodrama merupakan teknik untuk memecahkan masalahmasalah sosial, maka psikodrama adalah teknik untuk memecahkan masalah psikis yang dialami oleh individu. Dengan memerankan suatu peranan tertentu, konflik atau ketegangan yang ada dalam dirinya dapat dikurangi atau dihindarkan. Kepada sekelompok murid dikemukakan suatu cerita yang didalamnya tergambarkan adanya suatu ketegangan psikis yang dialami oleh individu. Kemudian murid-murid diminta untuk memainkan di muka kelas, bagi murid yang mengalami ketegangan, permainan dalam peranan itu dapat mengurangi ketegangannya. 8) Remedial teaching Remedial teaching atau pengajaran remedial yaitu bentuk pengajaran yang diberikan kepada seorang murid untuk membantu memecahkan kesulitan belajar yang dihadapinya. Remedial ini mungkin berbentuk penambahan pelajaran, pengulangan kembali, latihan-latihan, penekanan aspek-aspek tertentu, tergantung dari jenis dan tingkat kesulitan belajar yang dialami murid. Cara ini merupakan salah satu teknik memberikan bimbingan yang dapat diberikan
secara
kelompok
ataupun
individuil
tergantung
kesulitannya. Jika kesulitan itu dirasakan oleh suatu kelompok maka diberikan secara kelompok, sedangkan jika hanya dialami oleh seorang murid saja maka diberikan secara individuil.26 b) Bimbingan Individu
26
I. Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan…, h. 106-108
Bimbingan secara individual biasanya disebut konseling atau penyuluhan. Dengan penyuluhan, seorang konselor memberikan bantuan dengan komunikasi langsung, hubungan empat mata antar dua pribadi, melalui percakapan dalam rangka mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Dalam melaksanakan penyuluhan, konselor sedapat mungkin bersikap simpatik dan penuh pengertian. Konselor sebaiknya turut merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang akan diberikan konseling. Seorang konselor perlu bersikap seperti itu, supaya orang yang bersangkutan dapat menaruh kepercayaan penuh terhadap konselor
dan
dengan
demikian
memungkinkan
keberhasilan
penyuluhan tersebut. Ada 3 macam penyuluhan: 1. Konseling yang langsung (Directive Counseling) Pada penyuluhan ini konselor mengambil peranan penting dan berusaha memberi pengarahan yang sesuai dengan penyelesaian masalahnya. Konselor seolah-olah menjadi pusatnya dalam proses penyelesaian masalah. 2. Konseling yang tidak langsung (Non-directive Counseling) Sebagai kebalikan dari directive counseling maka non-directive counseling menempatkan si penerima konseling dalam posisi pusat penyuluhan. Si penerima menjadi pusat daripada tindakan-tindakan dan proses penyuluhan ini. Konselor hanya mendengarkan, menampung pembicaraan, sedangkan yang diberi konseling mengambil peranan aktif, berbicara bebas. 3. Konseling eklektic (Eclectic Counseling) Adalah campuran dari directive dan non-directive counseling. Pada eclectic counseling, konselor menampung pembicaraan dan penyaluran semua perasaan kekesalan di samping konselor juga
memberikan
pengarahan
dalam
mencari
dan
menemukan
27
pemecahan persoalannya.
4. Mekanisme Program Bimbingan dan Konseling Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah maupun di berbagai lembaga yang membutuhkan harus memiliki mekanisme pelaksanaan yang baik dan menyeluruh serta kerja sama berbagai pihak di lembaga tersebut. Sedangkan mekanisme pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di sekolah, antara lain: a. Program Bimbingan dan Konseling harus diorganisir sehingga sesuai dengan kebutuhan siswa. Setiap siswa memiliki kebutuhankebutuhan tertentu yang berbeda satu dengan yang lain. Bimbingan harus sesuai atau disesuaikan dengan kebutuhan siswa tersebut. Program bimbingan harus didasarkan atas pemenuhan kebutuhan yang nyata dari lingkungan daerah dimana sekolah berada. b. Program bimbingan harus merupakan kesatuan dengan program sekolah secara integral dari keseluruhan program sekolah. c. Setiap petugas bimbingan mempunyai peranan sesuai dengan sifat dan kemampuan fungsional masing-masing di sekolah tersebut. d. Perlu koordinasi dan kerjasama yang baik diantara petugas bimbingan jika guru mengalami kesulitan dapat berkoordinasi dengan konselor, psikolog, dokter, psikiater dalam melaksanakan tugas bimbingan, jika konselor mengalami kesulitan, misalnya dalam hal sarana prasarana, dia dapat berkonsultasi dengan kepala sekolah, dan sebagainya. e. Kepala sekolah sebagai penanggung jawab pelaksanaan program bimbingan dan konseling dapat mengadakan rapat dengan semua petugas BK serta semua staf sekolah lainnya, jika terdapat permasalah yang dialami dari para petugas bimbingan dalam rangka mengatasi permasalah bimbingan dan konseling tersebut.28 Dalam mekanisme pelaksanaan bimbingan dan konseling hubungan kerjasama dari berbagai pihak di sekolah sangat dibutuhkan, programprogramnya tidak hanya dilaksanakan oleh seorang guru Bimbingan dan Konseling, tetapi dalam hal ini dilaksanakan oleh guru-guru pada setiap mata pelajaran untuk bimbingan belajar, kepala sekolah, staf sekolah, 27 28
Singgih D. Gunarsa, Psikologi untuk…, h. 44-45 Paimun, Sari Perkuliahan Bimbingan…, h. 27
keamanan, bahkan orang tua atau wali murid, dalam hal ini guru Bimbingan dan Konseling hanya sebagai koordinator dari kegiatan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada siswa di sekolah.
Kenakalan Siswa Pengertian Kenakalan Siswa Menurut Sarlito, bahwa "kenakalan remaja adalah perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum."29 Zakiah Daradjat dalam bukunya “kesehatan mental” mengemukakan bahwa jika kenakalan ditinjau dari segi agama, maka segala kelakuan dan tindakan yang terlarang dalam agama jika dilakukan oleh orang yang sudah dewasa akan berdosa dan diakhirat nanti akan dihukum. Tetapi, jika tindakan itu dilakukan oleh anak-anak yang belum baligh, maka tanggung jawab dan dosanya belum dapat dipikulkan kepadanya.30 Kenakalan remaja adalah remaja yang sering berkelompok yang menyebabkan terganggunya orang-orang di sekitarnya, baik pada malam hari maupun siang hari pada waktu sedang istirahat dengan menciptakan keributan dan mengganggu ketenangan suasana dan melanggar tata kesopanan bertetangga.31 Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah perbuatan yang dilakukan oleh remaja yang bertentangan dengan norma-norma, baik norma agama, susila, atau norma yang berlaku dalam masyarakat yang dapat merugikan dirinya dan orang lain, jika perbuatan melanggar hukum itu dilakukan orang dewasa, maka dinamakan kejahatan. Namun apabila dilakukan oleh anak-anak itu tidak termasuk tindakan melanggar hukum sehingga tidak dapat dikenakan sangsi hukum formal, dan tindakannya ini disebut kenakalan. 29
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-6, h. 207 30 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 2001), Cet. Ke-23, h. 107 31 Singgih D. Gunarsa dan Ny. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), Cet. Ke-13, h. 18
Masa Remaja Masa remaja adalah masa peralihan di antara masa anak-anak dan masa dewasa, dimana anak-anak mengalami pertumbuhan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Masa ini mulai kira-kira pada umur 13 tahun dan berakhir kira-kira umur 21 tahun. Masa 9 tahun (13-21) yang dilalui oleh anak-anak itu, tidak ubahnya sebagai suatu jembatan penghubung antara masa tenang yang selalu bergantung kepada pertolongan dan perlindungan orang tua, dengan masa berdiri sendiri, bertanggung jawab dan berpikir matang. Dalam melalui masa adolesensi ini, tidak sedikit anak-anak yang mengalami kesukaran-kesukaran atau problem-problem yang kadang-kadang menyebabkan kesehatannya terganggu, jiwanya gelisah dan cemas, pikirannya terhalang menjalankan fungsinya dan kadang-kadang kelakuannya bermacam-macam.Masa ini adalah masa terakhir dari pembinaan kepribadian, dan setelah masa itu dilewati, anak-anak telah berpindah ke dalam dewasa. Jika kesukaran-kesukaran dan problema-problema yang dihadapinya tidak selesai dan masih menggelisahkan sebelum meningkat dewasa, maka usia dewasa akan dilalui dengan kegelisahan dan kecemasan pula.32 1).
Pengertian Remaja
Pengertian remaja dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan “mulai dewasa; sudah sampai umur untuk kawin.”33 Kartini Kartono mengartikan masa remaja sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara kanak-kanak dengan masa dewasa.34 Zakiah Daradjat mengartikan remaja merupakan peralihan 32
Zakiah Daradjat, Kesehatan…, h. 96-97 Tim Penyusun Kamus; Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Cet. I, h. 831 34 Kartini Kartono, Psikologi Anak, (Bandung: Alumni, 1979), h. 149 33
dari kanak-kanak menjadi dewasa dalam satu segi sedang mengalami kegoncangan dan ketidakpastian.35 Remaja adalah masa transisi dari anak menjadi dewasa, yang di mulai dengan tanda-tanda puberty dan berakhir bila si anak telah mencapai kematangan fisik dan psikis.36 Lebih lanjut Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa, “remaja adalah suatu tingkatan umur, dimana anak-anak tidak lagi anak-anak, akan tetapi belum dapat dipandang dewasa. Jadi remaja adalah umur yang menjembatani antara umur anak-anak dan umur dewasa.”37 Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan di atas, penulis dapat menegaskan bahwa, yang dimaksud remaja adalah individu yang sedang mengalami suatu masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Yang meliputi semua perkembangan dan perubahan, baik fisik maupun psikis. 2). Rentangan Usia Masa Remaja Sarlito Wirawan Sarwono menyatakan bahwa, “sebagai pedoman umum, kita dapat menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah bagi remaja Indonesia.”38 Sedangkan menurut Singgih D. Gunarsa, membagi periode remaja antara usia 12-21 tahun, dia membaginya kedalam tiga fase yaitu: remaja dini (pubertas) pada usia 12-15 tahun, remaja madya 17-18 tahun, lanjut pada usia 18-21 tahun.39 Dalam menanggapi pendapat para pakar psikologi tentang rentangan usia masa remaja yang bermacam-macam itu, Zakiah Daradjat memberikan komentar bahwa, “batasan usia masa remaja yang dikemukakan oleh para pakar itu adalah wajar dan cocok bagi 35
Zakiah Daradjat, Psikologi Anak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet. Ke-4, h. 38 B. Simandjuntak, Psikologi Perkembangan; Dasar Psikologi Kriminal, (Bandung: Tarsito, 1979), Cet. Ke-2, h. 361 37 Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), Cet. Ke-2, h. 28 38 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. Ke-6, h. 50 39 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: Gunung Mulia, 1995), Cet. Ke-7, h. 204 36
masing-masing masyarakat, sesuai dengan nilai dan ukurannya sendiri-sendiri. Kendatipun demikian umur yang ditentukan sebagai batas yang menentukan masa remaja para ahli mengambil patokan antara 13-21 tahun adalah usia masa remaja. Sedangkan yang khususnya mengenai perkembangan jiwa agama dapat diperpanjang menjadi 13-24 tahun.”40 Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rentangan usia masa remaja dapat disesuaikan dengan kondisi individu itu sendiri dan masyarakat disekitarnya. b. Ciri-ciri Remaja Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa masa remaja adalah suatu proses transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Dalam kondisi seperti inilah terlihat bahwa remaja itu masih labil. Keadaan labil ini biasa yang terlihat dan ciri-ciri khas remaja itu sendiri yang membedakan mereka dari kanak-kanak dan orang dewasa.41 Ciri-ciri khas remaja antara lain: 1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kaku dalam bergerak, sebagai akibat perkembangan fisik, ini biasanya menyebabkan perasaan rendah diri pada remaja. Untuk menutup hal tersebut remaja terkadang berperilaku berlebihan. 2. Secara keseluruhan tidak ada keseimbangan, terutama emosi yang sangat labil. Emosional yang berubah-ubah, berubah yang suasana hati yang tidak dapat di duga-duga sering menyulitkan orang tua mereka dan begitupun dewasa untuk mengadakan pendekatan. 3. Perombakan pandangan dan petunjuk hidup yang telah diperoleh pada masa sebelumnya. Hal ini menyebabkan perasaan kosong di dalam diri remaja ingin merenggangkan ikatan dengan orang tua atau dengan orang dewasa lainya. 4. Gelisah, kegelisahan ini terjadi karena remaja mempunyai banyak keinginan tetapi tidak punya kemampuan untuk 40 41
h. 218
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet. Ke-14, h. 72 Agoes Dariyanto, Psikologi Perkembangan Remaja, (Jakarta: Ghia Indonesia, 2004),
memenuhinya. Banyak cita-cita dan angan-angan sampai setinggi langit, tetapi tidak mungkin terpenuhi. 5. Banyak fantasi berkhayal merupakan ciri khas remaja. Banyak hal yang tidak mungkin tercapai, biasa tercapai dengan fantasi. Remaja berfantasi mengenai banyak pengagum untuk mengejarnya, sesungguhnya dalam kesepiannya membuat cerita khayalan tersebut.42 c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Remaja Sejak di dalam kandungan hingga lahir, seorang individu tumbuh menjadi anak remaja atau dewasa. Hal ini berarti terjadi proses perubahan pada diri setiap individu. Aspek-aspek perubahan yang dialami oleh setiap individu meliputi fisik, kognitif maupun psikososialnya. Secara umum ada 3 faktor yang mempengaruhi perkembangan individu, antara lain: 1. Faktor Endogen (Nature) Dalam pandangan ini nyata bahwa perubahan-perubahan secara fisik maupun psikis, dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat hederiter yaitu yang diturunkan oleh orang tuanya, misalnya postur tubuh (tinggi badan, bakat, minat, kecerdasan, dan sebagainya). 2. Faktor Exogen (Nuture) Pandangan faktor ini menyatakan bahwa perubahan dan perkembangan individu sangat mempengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu itu sendiri. Faktor ini diantaranya berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik berupa tersedia sarana dan fasilitas, cuaca, dan sebagainya), sedangkan lingkungan sosial berupa keluarga, tetangga, teman, dan sebagainya) 3. Interaksi antara endogen dan exogen
42
Agoes Dariyanto, Psikologi Perkembangan…, h. 219
Dalam kenyataannya, masing-masing faktor tersebut tidak dapat dipisahkan. Kedua faktor ini saling berpengaruh, sehingga terjadi interaksi antara faktor internal maupun eksternal, yang kemudian membentuk dan mempengaruhi perkembangan individu.43
1. Jenis-jenis Kenakalan Siswa Pada umumnya kenakalan siswa dapat digolongkan dua kelompok yang besar, sesuai kaitannya dengan norma hukum, yakni: a. Kenakalan yang bersifat a-moral dan tidak diatur dalam undangundang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran umum. b. kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan Undang-undang dan hukum yang berlaku dengan perbuatan melanggar hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa.44 Kenakalan siswa di sekolah merupakan salah satu bentuk dari dua golongan tersebut, yaitu kenakalan yang bersifat a-moral dan a-sosial dan tidak diatur dalam Undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran hukum dari pengumpulan kasus mengenai kenakalan yang dilakukan oleh remaja dan pengamatan murid disekolah lanjutan maupun mereka yang sudah putus sekolah dapat dilihat adanya gejala : 1. Berbohong, memutarbalikan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan. 2. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. 3. Pergi dari rumah tanpa izin orang tua (minggat/kabur) atau menentang keinginan orang tua.
43 44
Agoes Dariyanto, Psikologi Perkembangan…, h. 14-15 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja…, h. 19
4. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk mempergunakannya. 5. Bergaul dengan teman yang memberi perngaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal 6. Membaca buku porno kebiasaan menggunakan bahasa tidak sopan, seolah-olah menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan dari orang dewasa.45
2. Sebab-sebab Kenakalan Siswa Pada dasarnya kenakalan siswa dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal: a. Faktor internal adalah hal-hal yang bersifat dari dalam diri siswa itu sendiri, baik sebagai akibat dari perkembangan atau pertumbuhan maupun akibat dari suatu jenis penyakit mental/kejiwaan yang ada dalam diri siswa itu sendiri. b. Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar diri pribadi siswa yang bersangkutan, antara lain: 1. Keadaan Keluarga Sebagian besar anak dibesarkan oleh keluarga, di samping itu kenyataan menunjukkan bahwa di dalam keluargalah anak mendapatkan pendidikan dan pembinaan pertama kali. Karena itu,
perilaku
orang
tua
sangat
berpengaruh
terhadap
perkembangan si anak. Tindakan kriminal yang dilakukan oleh orang tua atau salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi jiwa anak. 2. Keadaan Sekolah Dunia pendidikan kedua bagi anak-anak setelah keluarga adalah sekolah. Selama dalam proses pembinaan, pengembangan dan 45
Singgih D. Gunarsa, Psikologi…, h. 20
pendidikan sekolah biasanya terjadi interaksi antara sesama siswa, dan antara siswa dengan pendidik. Proses interaksi tersebut dalam kenyataannya bukan hanya memiliki aspek sosiologi yang positif saja. Akan tetapi, juga membawa akibat lain yang memberi dorongan bagi anak remaja di sekolah untuk menjadi nakal. 3. Keadaan Masyarakat Keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam berbagai corak dan bentuk akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap anak-anak remaja, dimana mereka hidup berkelompok
perubahan-perubahan
masyarakat
yang
berpengaruh berlangsung secara cepat dan ditandai dengan peristiwa yang menegangkan, seperti persaingan di bidang perekonomian, pengangguran, yang bervariasi pada garis besarnya memiliki korelasi yang relevan dengan adanya kejahatan pada umumnya, termasuk kenakalan remaja.46
4. Cara Mengatasi Kenakalan Siswa Adapun cara yang dilakukan dalam upaya mengatasi kenakalan remaja sebagaimana yang dikemukakan oleh seorang kriminologi, Soerdjono Dirjo Siswono, S.H., yang dikutip Soedarsono dalam bukunya “Kenakalan Remaja”, mengemukakan bahwa asas umum dalam pengulangan kejahatan yang banyak dipakai oleh Negara-negara maju, yaitu: a. Cara moralitas, dilaksanakan dengan penyebaran ajaran agama dan moral, perundang-undangan yang baik dan sarana-sarana yang dapat menekan nafsu untuk berbuat kejahatan.
46
Kartini Kartono, Patologi Sosial…, h. 20-22
b. Cara abolisionalistis, berusaha memberantas mengulangi kejahatan dengan sebab musababnya, umpamanya diketahui bahwa faktor tekanan ekonomi (kemelaratan) merupakan salah satu penyebab kejahatan, maka usaha untuk mencapai tujuan dalam mengurangi kejahatan yang disebabkan oleh faktor ekonomi, merupakan cara abolisiolistis.47 Perioritas utama di dalam mengatasi kenakalan remaja adalah mencegah dengan cara memadai dan imprehensif. Adapun cara mencegah kenakalan remaja dengan cara preventif, kuratif, dan rehabilitas. Sedangkan pendekatan preventif terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Usaha dari rumah tangga Menciptakan rumah tangga atau keluarga yang beragama, kemudian menciptakan keluarga yang harmonis adanya kesamaan normanorma yang dipegang antara bapak atau ibu dan keluarga lainnya di keluarga dalam hal mendidik anak, memberikan kasih sayang secara wajar kepada anak, memberikan perhatian yang cukup terhadap pergaulan anak remaja di lingkungan masyarakat setempat, dan mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan ‘krisis keluarga’ secara positif dan konstruktif. 2. Usaha dari sekolah Sarana dan prasarana sekolah memadai, kuantitas dan kualitas guru yang memadai, mengembalikan wibawa guru, kesejahteraan guru ( kondisi sosial ekonomi guru) perlu diperbaiki, tugas rangkap guru antar sekolah sebaiknya dihindari, kurikulum sekolah yang terlalu padat/banyak dan kurang relevan hendaknya ditinjau kembali, lokasi sekolah hendaknya berada diluar daerah rawan, jauh dari pembelanjaan pusat hiburan/keramaian. 3. Di lingkungan masyarakat 47
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1989), Cet. I, h. 93
Mengenai lingkungan masyarakat sangat tergantung pada usaha yang dilakukan orang dewasa yang ada di lingkungan tersebut memberikan perhatian dan membina para remajanya untuk berkreasi secara bebas dan terarah, selain itu dengan memberikan kepercayaan kepada
para
remaja
untuk
ikut
serta
dalam
suatu
tugas
kemasyarakatan sehingga akan terbentuk rasa tanggung jawab pada diri mereka akan hak dan kewajibannya sebagai bagian dari masyarakat. Mengarahkan dan memberi contoh yang baik kepada para remaja akan menghasilkan suatu generasi penerus harapan semua anggota masyarakat.48 Menurut Prof. DR. dr. H. Dadang Hawari, dibutuhkan langkahlangkah konkret oleh masyarakat yaitu mampu menciptakan kondisi lingkungan hidup yang bebas dari rasa takut, aman, dan tentram, bebas dari segala bentuk kerawanan sebagaimana yang tertera pada pengaruh lingkungan masyarakat terhadap timbulnya kenakalan remaja.49 Bagi remaja yang sedang dalam masa perkembangan membutuhkan lingkungan yang dapat menerimanya, menghargai setiap prilakunya serta memberikan bimbingan yang menuntunnya menjalani kehidupan yang luhur, beradab dan menghargai hidup, mengetahui cara mengisinya dengan
hal-hal
yang
positif
serta
bermanfaat
bagi
diri
dan
lingkungannya.
Peran Bimbingan dan Konseling dalam Upaya Mengatasi Kenakalan Siswa Peranan Bimbingan dan Konseling dalam upaya mengatasi kenakalan siswa tidak lepas dari sifat Bimbingan dan Konseling itu sendiri yang terdiri dari empat, yaitu pemahaman, pencegahan, perbaikan, pemeliharaan dan 48
Dadang Hawari, Al-qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), Cet. Ke-3, h. 200 49 Dadang Hawari, Al-qur’an Ilmu Kedokteran…, h. 201
pengembangan. Dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling pada umumnya mengedepankan dua fungsi, yaitu: Fungsi pemahaman Dalam hal ini Bimbingan dan Konseling berfungsi memberikan pelayanan yang berguna untuk memahami keadaan siswa dan lingkungannya, serta memberikan pemahaman siswa terhadap informasi yang mereka perlukan.
Fungsi pencegahan (Preventif) Pelayanan
Bimbingan
dan
Konseling
bersifat
mencegah
atau
menghindarkan siswa dari mengalami masalah yang mungkin mengganggu, menghambat, atau menimbulkan kesulitan dalam proses perkembangan siswa. House dan Walker menambahkan bahwa salah satu cara untuk mencegah seseorang agar tidak terlibat ke dalam permasalah yang lebih besar adalah dengan menunjukkan bahaya atau penderitaan yang akan timbul apabila sesuatu dilakukan.50 Dapat disimpulkan disini bahwa bimbingan dan konseling berfungsi memberikan pelayanan dalam memahami keadaan siswa dan lingkungannya, juga
menghindarkan
siswa
dari
masalah
yang
mungkin
dapat
mengganggunya. Selain itu, Bimbingan dan Konseling berfungsi dalam membantu memecahkan masalah siswa dan menumbuhkan kembangkan potensi yang dimiliki siswa agar dapat menempatkan diri sesuai dengan kondisi yang dihadapinya. Layanan Bimbingan dan Konseling dalam hal ini dapat pula menggunakan istilah pengendalian sosial. Dimana kenakalan remaja itu merupakan penyimpangan dari nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Sedangkan arti dari pengendalian sosial itu menurut Joseph S. Roucek dan Associates adalah: “pengawasan oleh masyarakat 50
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan…, h. 205
terhadap jalannya pemerintahan atau dalam arti luasnya pengawasan terhadap segala proses, baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang berlaku.”51 Pengendalian sosial ini dilaksanakan agar mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat atau suatu sistem pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai kedamaian melalui keserasian antara kepastian dengan keadilan atau keseimbangan. Dari sudut sifatnya dapatlah dikatakan bahwa pengendalian sosial dapat bersifat preventif atau represif, atau bahkan kedua-duanya. “Usaha-usaha preventif, misalnya dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal dan informal. Sedangkan represif berwujud penjatuhan sanksi terhadap para warga masyarakat yang melanggar atau menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku atau pengendalian sosial itu dapat dilakukan melalui sosialisasi, tekanan sosial dan melalui kekuatan.”52
51
Joseph S. Roucek dan Associates, Soerjono Soekanto, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. Ke-20, h. 227 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2008. adapun lokasi yang dijadikan tempat untuk melakukan kegiatan penelitian yakni di salah satu sekolah negeri yang berada di wilayah kecamatan Grogol yaitu MAN I Jakarta, tepatnya di jalan Rawa Bahagia Jakarta Barat.
B. Metode Penelitian dan Variabel Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah “Deskriprif Analisis” yaitu metode yang meneliti dan menemukan informasi yang seluas-luasnya tentang variabel yang bersangkutan dan tidak bermaksud mengidentifikasikan hubungan antara variabel.1 Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta tahun 2007. Untuk memudahkan data, fakta, dan informasi yang mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. a). Jenis penelitian lapangan ini dimaksudkan agar dapat diperoleh fakta, data dan informasi yang lebih obyektif dan akurat mengenai pelaksanaan bimbingan konseling dalam mengatasi kenakalan siswa di MAN I Jakarta.
1
h. 19
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rajawali Press, 1995), Cet. Ke-10,
b). Penelitian kepustakaan penulis lakukan dengan mempelajari atau menelaah dan mengkaji buku yang erat kaitannya dengan masalah yang akan dibahas yaitu pelaksanaan bimbingan konseling dalam mengatasi kenakalan siswa di MAN I Jakarta. 2. Variabel Penelitian Adapun variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Independent Variable ( Variabel Bebas), yaitu pelaksanaan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan di MAN I Jakarta. 2. Dependent Variable (Variabel Terikat), yaitu kenakalan siswa di MAN I Jakarta dalam proses belajar mengajar.
Tabel 1 Matriks Variabel No.
Vari
Dimensi
Indikator
abel (X) Pela
Bidang
ksan
layanan
aan
Bimbinga
Bim
n dan
bing
Konseling
an dan
• Pengembangan Kehidupan Pribadi
• Membantu memahami, menilai, mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat, minat, serta kondisi sesuai dengan
Kon
karakteristik kepribadian dan
selin
kebutuhan dirinya.
g
• Membantu memahami, menilai, • Pengembangan Kehidupan Sosial
mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya,
anggota keluarga dan warga lingkungan sosial yang lebih luas. • Membantu mengembangkan • Pengembangan
kemampuan belajar dalam
Kemampuan
rangka mengikuti pendidikan
belajar
sekolah. • Membantu memahami dan
• Pengembangan Karir
menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.
No.
Vari
Dimensi
Indikator
abel (Y) Ken
• Kenakalan yang
akal
bersifat a-moral
pelanggaran terhadap norma-
an
dan a-sosial
norma yang berlaku dalam
sisw a
• Kenakalan yang tergolong
masyarakat maupun sekolah. • Kenakalan yang
• Kenakalan yang bersifat
bersifat
melanggar hukum dan
kriminologi
penyelesaiannya dengan hukum yang berlaku.
C. Unit Analisis 1. Populasi
Yang dimaksud dengan populasi yaitu keseluruhan subjek penelitian.2 Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MAN I Jakarta yang berjumlah 112 siswa laki-laki dan 81 perempuan. Dari populasi target tersebut, yang menjadi populasi terjangkau adalah siswa kelas X-XI yang berjumlah 193 orang.3 2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.Untuk mempermudah penulis dalam melakukan penelitian ini, maka penulis mengambil teknik sampling, dengan mengacu kepada pendapat Suharsimi Arikunto, yaitu: “Apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya lebih besar dapat diambil 10-15%, atau 20-25%, atau lebih”.4 Dalam penelitian ini, penulis hanya mengambil 30 % saja dari jumlah populasi terjangkau yang tersebut diatas yaitu sebanyak 60 siswa yang penentuannya dilakukan secara acak (random sampling). Dalam teknik random sampling ini semua individu dalam populasi diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai responden dalam memberikan pandangan tentang pelaksanaan bimbingan konseling dalam mengatasi kenakalan siswa, yang merupakan pembahasan dalam penelitian ini. Karena semua anggota populasi mempunyai hak yang sama untuk terpilih menjadi sampel.
D. Instrumen Penelitian Instrumen Penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih 2
h. 118
3
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), Cet. Ke-2,
Sumber: Wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah; Ibu Nurlaela Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), Cet. Ke-12, h. 115 4
baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.5 Instrumen penelitian yang digunakan untuk memperoleh data mengenai Pelaksanaan bimbingan konseling dalam mengatasi kenakalan siswa adalah dalam bentuk quesioner yang diperuntukan kepada siswa, dan wawancara untuk mendapatkan informasi mengenai Pelaksanaan bimbingan konseling dalam mengatasi kenakalan siswa.
E. Teknik Pengumpulan Data Pada umumnya seseorang yang ingin memperoleh data, menggunakan teknik pengumpulan data yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Maka dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu: Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan tentang data dan informasi yang dibutuhkan dari objek penelitian. Adapun dalam observasi ini penulis mengadakan pengamatan langsung dalam rangka memperoleh data tentang gambaran ecara umum di MAN I Jakarta. Wawancara (Interview) Wawancara diartikan sebagai percakapan dengan maksud tertentu.53 Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data penunjang mengenai pelaksanaan bimbingan konseling dalam mengatasi kenakalan siswa di MAN I Jakarta. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara disusun pedoman wawancara yang memuat sejumlah pertanyaan. Angket atau kuesioner Angket adalah daftar pertanyaan mengenai suatu masalah atau bidang yang diteliti untuk dilengkapi dengan jawaban oleh responden.54 Daftar
5
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian…, h. 136 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 1993), Cet. Ke-4, h. 135 53
atau kumpulan pertanyaan yang dipersiapkan penulis disebarkan kepada siswa untuk mendapatkan jawaban secara langsung. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi dari responden tentang pendapat atau pribadinya,
atau
hal-hal
yang
diketahuinya
tentnag
pelaksanaan
Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa. Angket yang digunakan penulis adalah angket tertutup. Jumlah items dalam angket penelitian ini adalah 40 items yang masing-masing memiliki 4 (empat pilihan jawaban). Angket diberikan kepada 60 orang siswa/i kelas I - II MAN I Jakarta yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, digunakan untuk memperoleh data tentang pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa di MAN I Jakarta. Untuk lebih jelasnya perhatikan kisikisi soal berikut ini: Tabel 2 Kisi-Kisi Instrument Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Variabel
Indikator
1. Pelaksanaan • Membantu memahami, Bimbingan Konseling
menilai, mengembangkan
Butir Soal
Jumlah
1, 2, 3, 4, 5,
7
6, 19
potensi dan kecakapan, bakat, minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya. • Membantu memahami, menilai, mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman
54
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian…, h. 76
14, 15, 16, 17, 18, 20
6
sebaya, anggota keluarga dan warga lingkungan sosial yang lebih luas. • Membantu
8, 9, 10, 12,
5
13
mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah.
7, 11
• Membantu memahami dan
2
menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.
Tabel 3 Kisi-Kisi Instrument Kenakalan Siswa Variabel
Indikator
2. Kenakalan • Kenakalan yang tergolong Siswa
Butir Soal 21, 22, 23,
pelanggaran terhadap
24, 25, 26,
norma-norma yang berlaku
27, 29, 33,
dalam masyarakat maupun
34, 35, 38,
sekolah. • Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dan penyelesaiannya sesuai dengan hukum yang berlaku.
Jumlah 13
39 28, 30, 31, 32, 36, 37, 40
7
F. Teknik Analisis Data Dalam teknis pelaksanaan atau analisanya, yaitu dengan memeriksa jawaban-jawaban dari tiap responden atau siswa, lalu dijumlahkan dan menghasilkan skor total, diklasifikasikan dan ditabulasikan (dibuat tabel), data yang didapat dari setiap item pertanyaan akan dibuat satu tabel masingmasing. Adapun jenis distribusi frekuensi yang digunakan adalah jenis distribusi frekuensi prosentase, yaitu: P=
F × 100 % N Keterangan:
F : Frekuensi yang sedang dicari prosentasenya. N
: Number Of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu)
P
: Angka prosentase.55
55
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), Cet. Ke-15, h. 43
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Temuan Penelitian Dalam penelitian ini penulis mengambil data dengan populasi terjangkau yaitu siswa kelas X-1, X-2, X-3, XI-Ipa, XI-Bahasa, XI-Sains yang berjumlah 193 orang, dan yang dijadikan responden atau sampel dalam penelitian ini berjumlah 60 orang, disebarkan dengan tujuan untuk mendapatkan data tentang Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa di Madrasah Aliyah Negeri I Jakarta. Angket ini berisi 30 pertanyaan dengan 4 alternatif pilihan jawaban. Untuk mendapatkan informasi yang lebih lanjut tentang Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa, maka dilakukan wawancara kepada guru bidang studi Bimbingan Konseling dengan maksud untuk memperjelas informasi dari siswa yang didapat dari angket. Salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan angket yang disebarkan pada responden. Kemudian data yang diperoleh dari siswa dalam bentuk angket, diolah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Adapun jenis distribusi frekuensi yang digunakan adalah jenis distribusi frekuensi prosentase, yaitu:
P=
F × 100 % N
Keterangan: F = Frekuensi yang sedang dicari prosentasenya N = Number of Cases (Jumlah frekuensi/banyaknya individu)
P = Angka prosentase.56 Hasil angket dimasukkan dalam tabulasi yang merupakan proses mengubah data dan instrumen pengumpulan data (angket) menjadi angka (prosentase), dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:
No. 1.
Jumlah
Tabel 4 Penjelasan Tentang Tata Tertib Sekolah Kepada Siswa Alternatif Jawaban F % Selalu 23 38% Sering 10 17% Kadang-kadang 23 38% Tidak Pernah 4 7% 60 100%
Dari tabel 4 diatas diketahui bahwa layanan BK berupa pemberian informasi tentang tata tertib sekolah cukup baik. Ini dibuktikan dengan jawaban siswa yang menjawab penjelasan tentang tata tertib sekolah selalu diberikan sebanyak 38%, banyaknya siswa yang menjawab kadang-kadang yakni 38% dan yang menjawab sering sebanyak 17%, sedangkan yang menjawab tidak pernah sebanyak 7%. Jawaban siswa yang menunjukkan tingkat persentase yang sama antara jawaban selalu dan kadang-kadang memberi penjelasan bahwa penjelasan tentang tata tertib sekolah diberikan dengan menggunakan pendekatan individual karena belum tersedianya waktu bimbingan yang cukup untuk memberikan layana secara berkelompok. Adapun siswa yang menjawab sering mendapat layanan, sedangkan siswa yang menjawab sering adalah siswa yang sering berkonsultasi denan guru BK, dan yang menjawab tidak pernah adalah siswa yang kurang berkonsultasi dan memperhatikan informasi yang diberikan guru BK. Tabel 5 Siswa Datang Ke Sekolah Tepat Waktu 56
Bambang Soepeno, Statistik Terapan: Dalam Penelitian Ilmu Sosial dan Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), Cet. I, h. 14
No. 2.
Alternatif Jawaban Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
Jumlah
F 33 7 15 5 60
% 55% 12% 25% 8% 100%
Dari tabel 5 diatas diketahui bahwa mayoritas siswa yang selalu datang tepat waktu ke sekolah dapat dilihat dari persentase siswa yang menjawab selalu sebanyak 55%, siswa yang menjawab kadang-kadang sebanyak 25% mereka hanya beberapa kali terlambat ke sekolah dibuktikan dengan 12%, siswa yang menjawab sering serta jawaban tidak pernah sebanyak 8%. Mayoritas siswa yang menjawab selalu datang tepat waktu dikarenakan di sekolah mempunyai bimbingan tertentu terhadap siswa yang terlambat datang ke sekolah. Siswa mulai terbiasa dengan disiplin yang diterapkan di sekolah melalui Bimbingan dan Konseling. Sedangkan siswa yang menjawab sering dan kadang-kadang adalah siswa yang kesadaran berdisiplinnya masih kurang dan mereka mengacuh tak acuh sanksi yang diberikan sekolah terhadap siswa yang terlambat datang ke sekolah. Adapun siswa yang menjawab tidak pernah karena siswa memang datang tepat waktu saat pelajaran belum dimulai.
No. 3.
Jumlah
Tabel 6 Siswa Mengikuti Pelajaran Sampai Selesai Alternatif Jawaban F % Selalu 45 75% Sering 0% Kadang-kadang 8 13% Tidak Pernah 7 12% 60 100%
Dari tabel 6 menyatakan bahwa mayoritas siswa menjawab selalu mengikuti pelajaran di sekolah sampai selesai sebanyak 75%. Siswa yang menjawab sering bahkan tidak ada dapat dilihat dari persentase 0%, dan yang menjawab kadang-kadang sebanyak 13%. Adapun siswa yang menjawab tidak pernah sebanyak 12%.
Mayoritas siswa yang menjawab selalu mengikuti pelajaran sampai selesai menunjukkan bahwa keberhasilan BK membangun kesadaran siswa untuk memperoleh ilmu pengetahuan sangat besar terbukti pada umumnya mereka mengikuti pelajaran sampai jam pelajaran di sekolah berakhir. Adanya siswa yang menjawab kadang-kadang karena siswa meninggalkan sekolah sebelum jam pelajaran di sekolah berakhir.
No. 4.
Jumlah
Tabel 7 Siswa Ke Sekolah Berpakaian Seragam Alternatif Jawaban F % Selalu 48 80% Sering 5 8% Kadang-kadang 4 7% Tidak Pernah 3 5% 60 100%
Dari tabel 7 diketahui bahwa siswa selalu berpakaian seragam jika ke sekolah, dibuktikan dengan banyaknya siswa yang menjawab selalu yaitu 80%, siswa yang kadang-kadang berpakaian seragam jika ke sekolah dapat dilihat dari 7% siswa yang menjawab, siswa yang sering berseragam sebanyak 8%, sedangkan siswa yang menjawab tidak pernah berseragam sekolah yakni hanya sebanyak 5%. Siswa yang selalu berseragam sekolah adalah karena adanya sanksi tertentu yang diberikan guru BK jika ada siswa yang tidak berseragam sekolah, serta adanya peranan aktif orang tua siswa untuk membina kesadaran untuk mematuhi disiplin sekolah, adapun siswa yang menjawab kadangkadang dan tidak pernah adalah dikarenakan peranan lingkungan serta orang tua yang kurang bekerja sama dengan sekolah dan guru BK untuk memberi kesadaran siswa dalam berpakaian.
No.
Tabel 8 Sekolah Mengadakan Pemeriksaan Kerapihan Seragam Sekolah Terhadap Siswa Alternatif Jawaban F %
5.
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
Jumlah
30 8 18 4 60
50% 13% 30% 7% 100%
Tabel 8 kuantitas sekolah (giru BK) mengadakan pemeriksaan kerapihan seragam sekolah terhadap siswa, siswa yang menjawab selalu sebanyak 50%, yang menjawab kadang-kadang 30%, yang menjawab sering sebanyak 13%, ini menunjukkan bahwa pemeriksaan kerapihan siswa memang diadakan oleh guru BK, hal ini dibuktikan bahwa hanya 7% siswa yang menjawab tidak pernah. Kuantitas pemeriksaan seragam sekolah yang dilaksanakan dapat mempengaruhi terhadap kesadaran berdisiplin siswa, oleh karena itu jika pemeriksaan kerapihan seragam sekolah hanya dilakukan pada waktu tertentu saja akan berakibat ada beberapa siswa yang memanfaatkan kondisi tersebut untuk kurang rapi dalam berpakaian seragam. Tabel 9 Siswa Langsung Pulang Ke Rumah Setelah Jam Pelajaran Selesai
No. 6.
Jumlah
Alternatif Jawaban Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
F 27 3 25 5 60
% 45% 5% 42% 8% 100%
Dari tabel 9 diatas dapat diketahui bahwa mayoritas siswa langsung pulang ke rumah setelah jam pelajaran di sekolah berakhir, hal ini ditunjukkan dengan hasil jawaban selalu yang diberikan siswa sebanyak 45%, namun siswa yang menjawab kadang-kadang sebanyak 42% menunjukkan bahwa pemberian informasi tentang pemanfaatan waktu luang perlu ditingkatkan lagi, karena
masih ada siswa yang menjawab tidak pernah langsung pulang ke rumah sebanyak 8% dan siswa yang sering langsung pulang ke rumah sebanyak 5%. Siswa yang menjawab selalu pulang ke rumah adalah siswa yang telah menyadari penggunaan waktu luang yang efektif dan efisien serta kerja sama orang tua yang baik dengan guru BK untuk memperhatikan siswa. Dan tidak terpengaruh terhadap lingkungan yang kurang baik, adapun siswa yang menjawab kadang-kadang dan sering adalah siswa yang banyak terpengaruh oleh lingkungan yang kurang baik yang kurang memiliki kesadaran untuk penggunaan waktu luang yang efektif dan efisien ataupun siswa yang terlepas dari pengawasan orang tua. Tabel 10 Guru BK Menjelaskan Penggunaan Waktu Luang Siswa No. Alternatif Jawaban F % 7. Selalu 17 28% Sering 12 20% Kadang-kadang 19 32% Tidak Pernah 12 20% Jumlah 60 100%
Tabel 10 menunjukkan pelaksanaan pelayanan BK terhadap penggunaan waktu luang secara efektif dan efisien, siswa yang menjawab kadang-kadang sebanyak 32%, siswa yang menjawab selalu sebanyak 28%, sedangkan siswa yang menjawab layanan ini sering diberikan sebanyak 20% sama banyaknya dengan siswa yang menjawab tidak pernah yaitu 20% memberi penjelasan bahwa penjelasan tentang penggunaan waktu luang hanya sesekali diberikan kepada siswa dan perlu ditingkatkan agar siswa memiliki kesadaran dalam menggunakan waktu luangnya untuk hal-hal yang bermanfaat. Pelayanan BK berupa penjelasan tentang penggunaan waktu luang bertujuan agar siswa dapat menggunakan waktu luangnya untuk hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya. Dengan minimnya pengalaman siswa dalam kehidupan jangan sampai membuat siswa membuang-buang waktu dengan
percuma atau bahkan adanya waktu luang akan memberikan kesempatan siswa untuk melakukan kenakalan.
No. 8.
Jumlah
Tabel 11 Guru BK Menjelaskan Tata Cara Belajar Yang Baik Alternatif Jawaban F % Selalu 25 42% Sering 8 13% Kadang-kadang 21 35% Tidak Pernah 6 10% 60 100%
Dari tabel 11 diatas dapat diketahui bahwa guru BK selalu menjelaskan tentang cara belajar yang baik, ditunjukkan dengan jawaban sebanyak 42%, sedangkan yang menjawab kadang-kadang sebanyak 35% memberi penjelasan bahwa guru BK memang memberikan penjelasan tentang tata cara belajar tetapi perlu ditingkatkan lagi, siswa yang menjawab sering sebanyak 13% serta ada siswa yang tidak pernah mendapatkan layanan ini sebanyak 10%. Informasi tentang cara belajar yang baik dibutuhkan siswa disamping untuk menunjang keberhasilan dalam belajar juga dapat mencegah terjadinya kenakalan, karena waktu yang dgunakan untuk berbuat nakal boleh jadi dapat digunakan untuk mengerjakan tugas ataupun megulang pelajaran sehingga tidak ada waktu untuk berbuat nakal. Tabel 12 Siswa Mengikuti Kegiatan Praktik
No. 9.
Jumlah
Alternatif Jawaban Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
F 31 20 9 60
% 52% 33% 15% 0% 100%
Dari tabel 12 diatas dapat diketahui bahwa salah satu upaya sekolah dalam mencegah kenakalan siswa adalah dengan mengadakan beberapa kegiatan praktik. Kegiatan praktik adalah salah satu tata tertib sekolah yang harus
dilakukan oleh seluruh siswa. Kebanyakan dari hasil jawaban siswa selalu mengikuti kegiatan praktik sebanyak 52%, siswa yang menjwab sering sebanyak 33%, sedangkan yang menjawab kadang-kadang sebanyak 15%, dari hasil jawaban ini dapat diketahui bahwa kesadaran siswa untuk mengikuti kegiatan praktik sudah cukup baik namun masih harus ditingkatkan lagi. Mayoritas siswa yang menjawab selalu dan sering mengikuti kegiatan praktik karena adanya pengawasan dan guru BK yang cukup terhadap siswa untuk melaksanakan kegiatan praktik tersebut juga atas kerja sama dengan guru mata pelajaran, namun masih ada beberapa siswa yang luput dari pengawasan tersebut, sehingga mereka berkesempatan untuk tidak mengikuti kegiatan praktik walaupun hanya beberapa kali.
No. 10.
Jumlah
Tabel 13 Guru Mata Pelajaran Memberikan Tugas Individual Alternatif Jawaban F % Selalu 22 37% Sering 8 13% Kadang-kadang 24 40% Tidak Pernah 6 10% 60 100%
Tabel 13 memberi penjelasan bahwa guru mata pelajaran memberikan tugas individual (PR) dalam proses pembelajaran masih sangat kurang dan perlu ditingkatkan lagi, diketahui dari siswa yang menjawab kadang-kadang sebanyak 40%, siswa yang menjawab selalu hanya 37%, siswa yang menjawab sering sebanyak 13% dapat juga diketahui bahwa ada beberapa guru mata pelajaran yang tidak pernah memberikan PR dilihat dari jawaban siswa yang menyatakan tidak pernah sebanyak 10%. Pemberian tugas individual (PR) dari guru mata pelajaran penting dilakukan disamping untuk membantu siswa dalam memahami dan mengingat pelajaran juga dapat mencegah siswa untuk melakukan kenakalan karena waktu yang digunakan untuk melakukan kenakalan sudah digunakan untuk
mengerjakan tugas, jika siswa tidak mengerjakan tugas maka mereka akan mendapatkan bimbingan dari guru BK. Tabel 14 Siswa Mengikuti Kegiatan Ekstra Kulikuler di Sekolah No. Alternatif Jawaban F % 11. Selalu 18 30% Sering 4 7% Kadang-kadang 20 33% Tidak Pernah 18 30% Jumlah 60 100%
Tabel 14 memberikan informasi bahwa siswa yang mengikuti ekstra kulikuler mayoritas siswa menjawab kadang-kadang yakni 33%, dari jawaban selalu dan tidak pernah yang sama banyaknya yaitu 30%, bahkan ada siswa yang sering mengikuti kegiatan ini hanya 7%. Kondisi yang menunjukkan kurangnya jumlah siswa yang mengikuti kegiatan ekstra kulikuler di sekolah memberikan siswa waktu yang lebih luas di luar sekolah. Hal ini dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk melakukan banyak hal di lingkungan luar sekolah tersebut. Terutama di wilayah tempat tinggalnya yakni teman-teman sekolah untuk melakukan halhal yang kurang bermanfaat bagi proses perkembangan dan proses pembelajaran mereka.
No. 12.
Tabel 15 Guru Mata Pelajaran Memberikan Tugas Kelompok Alternatif Jawaban F % Selalu 10 17% Sering 12 20%
Kadang-kadang Tidak Pernah Jumlah
36 2 60
60% 3% 100%
Dari tabel 15 dapat diketahui bahwa guru mata pelajaran hanya sesekali saja memberikan tugas kelompok ini, diketahui dari siswa yang menjawab kadang-kadang sebanyak 60%, yang menjawab sering sebanyak 20%, yang menjawab selalu sebanyak 17% dan yang menjawab tidak pernah sebanyak 3%. Tugas kelompok diberikan kepada siswa untuk membimbing siswa agar dapat mengembangkan dirinya sebagai makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan siswa lain. Tugas kelompok ini juga dapat meningkatkan kerja sama antar sesama siswa untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Siswa dalam masa perkembangannya membutuhkan aktualisasi diri di dalam kelompoknya. Jika tidak ada kegiatan positif untuk tempat mereka beraktualisasi, maka mayoritas siswa mencari kegiatan lain. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh lingkungan, jika lingkungan tempat ia berada adalah lingkungan yang berorientasi positif, maka siswa akan melakukan kegiatan-kegiatan positif, sebaliknya bila siswa terbiasa dengan lingkungan yang berorientasi negatif yang terbiasa melakukan penyimpangan-penyimpangan, maka ia pun akan terpengaruh untuk melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut. Tabel 16 Guru Mata Pelajaran Mengadakan Remedial Kepada Para Siswa No. Alternatif Jawaban F % 13. Selalu 21 35% Sering 12 20% Kadang-kadang 21 35% Tidak Pernah 6 10% Jumlah 60 100%
Tabel 16 menunjukkan bahwa remedial yang dilakukan guru mata pelajaran perlu ditingkatkan lagi, hal ini diketahui dari hasil siswa yang
menjawab selalu dan kadang-kadang sebanyak 35%, siswa yang menjawab sering sebanyak 20%, sedangkan yang menjawab tidak pernah 10%. Siswa yang menjawab selalu dan sering adalah siswa yang nilai hasil belajar dalam ranah kogntifnya kurang dari standar kelulusan yang ditetapkan oleh guru mata pelajaran, sedangkan siswa yang hanya kadang-kadang adalah siswa adakalanya nilai kurang dari standar kelulusan. Sedangkan yang menjawab tidak pernah yaitu siswa yang nilai dalam ranah kognitifnya sudah mencapai standar kelulusan. Remedial merupakan bentuk pelayanan Bimbingan belajar yang merupakan program dari Bimbingan dan Konseling. Bimbingan belajar sangat membantu siswa dalam memperoleh cara belajar yang baik sehingga siswa dapat termotivasi untuk belajar lebih baik lagi. Tabel 17 Guru BK Menjelaskan Tentang Tata Pergaulan Diantara Siswa No. Alternatif Jawaban F % 14. Selalu 15 25% Sering 15 25% Kadang-kadang 25 42% Tidak Pernah 5 8% Jumlah 60 100%
Dari tabel 17 dapat dilihat bahwa penjelasan tentang cara pergaulan kepada siswa masih perlu ditingkatkan lagi, hal ini dapat dilihat dari siswa yang menjawab kadang-kadang sebanyak 42%, selalu dan sering 25%, sedangkan yang menjawab tidak pernah sebanyak 8%. Penjelasan tentang cara pergaulan yang baik kepada para siswa penting diberikan, siswa MAN yang berada dalam masa peralihan belum memiliki pengalaman yang cukup untuk bergaul dengan sesama secara benar dan beradab. Oleh karena itu mereka sangat membutuhkan bimbingan dari orang yang lebih tahu bagaimana bersikap atau bertingkah laku baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya.
No. 15.
Jumlah
Tabel 18 Ada Perhatian Yang Serius dari Guru BK jika ada Siswa yang Bermasalah Alternatif Jawaban F % Selalu 24 40% Sering 8 13% Kadang-kadang 24 40% Tidak Pernah 4 7% 60 100%
Masalah yang dimiliki siswa tidak selamanya selalu masalah yang rumit yang membutuhkan penanganan yang serius, terkadang masalah tersebut dapat diselesaikan secara sederhana. Walaupun demikian tetap saja setiap siswa yang mempunyai masalah tertentu harus mendapatkan perhatian dari sekolah tentunya dengan penanganan yang serius. Dari tabel 18 menjelaskan perhatian yang diberikan terhadap siswa yang bermasalah sudah mulai diberikan, terlihat dari hasil siswa yang menjawab selalu dan kadang-kadang menunjukkan persentase yang sama yaitu 40%, siswa yang menjawab sering 13%, dan yang menjawab tidak pernah sebanyak 7%. Tabel 19 Guru BK Menjelaskan Tentang Bahaya Penyalahgunaan Narkoba No. Alternatif Jawaban F % 16. Selalu 10 17% Sering 5 8% Kadang-kadang 38 63% Tidak Pernah 7 12% Jumlah 60 100%
Tabel 19 memberitahukan bahwa guru Bimbingan dan Konseling pernah memberikan informasi tentang bahaya penyalahgunaan narkoba, dapat dilihat dari hasil siswa yang menjawab kadang-kadang sebanyak 63%, selalu 17%, tidak pernah 12%, dan siswa yang menjawab sering hanya 8%.
Informasi tentang penyalahgunaan narkoba dapat diberikan baik oleh guru BK maupun dari nara sumber yang memang sudah memahami betul tentang bahaya narkoba. Hal ini penting dilakukan oleh sekolah agar siswa tidak terbujuk untuk melakukan coba-coba menggunakan obat-obatan terlarang yang dapat dikategorikan ke dalam kenakalan remaja.
No. 17.
Jumlah
Tabel 20 Sekolah Memanggil Nara Sumber Untuk Menjelaskan Bahaya Narkoba Alternatif Jawaban F % Selalu 0% Sering 3 5% Kadang-kadang 7 12% Tidak Pernah 50 83% 60 100%
Dari tabel 20 didapatkan keterangan tentang pemberian informasi kepada siswa mengenai bahaya narkoba masih kurang. Hal ini dibuktikan dengan hasil jawaban siswa menjawab tidak pernah dengan persentase jawaban sebanyak 83%, yang menjawab kadang-kadang 12%, sering 5%, bahkan tidak ada satupun siswa yang menjawab selalu. Nara sumber yang lebih memahami tentang bahaya narkoba tentu lebih efektif dalam memberikan penjelasan tentang bahaya narkoba jika guru Bimbingan dan Konseling lebih menambah pengetahuan siswa serta untuk menunjukkan kepada siswa bahwa tidak benar menggunakan narkoba karena memiliki bahaya-bahaya tertentu bagi tubuh mereka.
Tabel 21 Sekolah Memanggil Nara sumber Untuk Menjelaskan Bahaya Menonton Film Porno
No. 18.
Alternatif Jawaban Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
Jumlah
F 8 3 9 40 60
% 13% 5% 15% 67% 100%
Dengan mengetahui bahaya menonton film porno maka kemudian tentu akan ada kemungkinan siswa jauh dari perbuatan tersebut, maka menjadi penting bagi siswa untuk mengetahui seberapa bahaya menonton film porno. Dari tabel 21 diatas diketahui bahwa informasi yang didapatkan siswa masih sangat kurang, dapat dilihat dari hasil jawaban siswa tidak pernah sebanyak 67%, 15%menjawab kadang-kadang, jawaban selalu sebanyak 13%, dan sering sebanyak 5%.
No. 19.
Jumlah
Tabel 22 Siswa Melakukan Diskusi Kelompok Dalam Belajar Alternatif Jawaban F % Selalu 20 33% Sering 6 10% Kadang-kadang 25 42% Tidak Pernah 9 15% 60 100%
Kalangan remaja berpendapat bahwa orang tua sudah tidak dapat lagi dijadikan pegangan, namun untuk berdiri sendiri pun mereka belum cukup kuat, oleh karena itu mudah terjerumus ke dalam perkumpulan remaja. Dalam lingkungan sekolah tentunya juga membuat kelompok-kelompok dimana anggotanya adalah teman-teman sekolah yang sebaya yang mempunyai persoalan yang sama, dalam perkumpulan itu mereka bisa saling memberi dan mendapatkan dukungan mental. Apabila kelompok itu berbuat sesuatu seperti kenakalan remaja atau perkelahian maka dilakukan secara berkelompok. Kelompok-kelompok merupakan suatu yang alamiah terjadi di kalangan siswa yang diperlukan adalah bagaimana mendorong kelompok-kelompok
tersebut melakukan hal-hal yang positif. Salah satunya adalah dengan membuat kelompok-kelompok belajar. Dari tabel 22 diatas dapat diketahui bahwa diskusi kelompok dan belajar kelompok perlu ditingkatkan lagi, dilihat dari perolehan hasil siswa menjawab kadang-kadang sebanyak 42%, selalu 33%, yang menjawab tidak pernah sebanyak 15%, dan hanya 10% siswa yang menjawab sering. Tabel 23 Sekolah Mengadakan Razia Terhadap Benda-benda Tajam No. Alternatif Jawaban F % 20. Selalu 27 45% Sering 10 17% Kadang-kadang 18 30% Tidak Pernah 5 8% Jumlah 60 100%
Untuk
mengetahui
siswa
membawa
benda-benda
tajam
yang
dikhawatirkan dapat melukai teman-temannya di sekolah, adalah dengan jalan merazia siswa. Selain itu efek razia yang kemudian membuat siswa jera untuk membawa benda tersebut ke sekolah lagi. Dari tabel 23 dapat diketahui bahwa pelaksanaan razia terhadap bendabenda tersebut sudah cukup baik, dibuktikan dengan hasil jawaban selalu sebanyak 45%, kadang-kadang sebanyak 30%, sering 17% dan tidak pernah sebanyak 8%. Tabel 24 Siswa Melakukan Kenakalan No. Alternatif Jawaban F % 21. Selalu 16 27% Sering 30 50% Kadang-kadang 9 15% Tidak Pernah 5 8% Jumlah 60 100% Dari tabel 24 menunjukkan tentang anggapan siswa bahwa di sekolah
kenakalan memang dilakukan oleh siswa, dibuktikan dari hasil jawaban sering
yang diberikan siswa sebanyak 50%, 27% siswa yang menjawab selalu, adapun siswa yang menjawab kadang-kadang sebanyak 15%, dan tidak pernah sebanyak 8%.
No. 22.
Jumlah
Tabel 25 Siswa Tidak Mentaati Perintah Guru Alternatif Jawaban F Selalu 4 Sering 5 Kadang-kadang 46 Tidak Pernah 5 60
% 7% 8% 77% 8% 100%
Dari tabel 25 diatas dapat diketahui bahwa siswa mayoritas kurang mentaati perintah gurunya, dilihat dari hasil jawaban kadang-kadang yang diberikan sebanyak 77%, adapun yang tidak pernah melanggar perintah guru sebanyak 8% jumlah yang sama dengan siswa yang sering tidak mentaati perintah gurunya. Dan yang menhawab tidak mentaati perintah guru sebanyak 7%. Bimbingan kepada siswa untuk mentaati perintah guru perlu ditingkatkan lagi. Penanaman sopan santun di lembaga pendidikan sangat membantu siswa bagaimana mengambil suatu sikap dalam suatu keadaan.
No. 23.
Jumlah
Tabel 26 Siswa Masuk Kelas Tanpa Keterangan Alternatif Jawaban F % Selalu 3 5% Sering 1 2% Kadang-kadang 12 20% Tidak Pernah 44 73% 60 100%
Tentang siswa yang tidak masuk kelas tanpa keterangan dikhawatirkan mereka berangkat dari rumah dengan tujuan ke sekolah tetapi di tengah jalan mereka pergi ke tempat tujuan lain bersama teman-teman mereka, namun
bukan berarti setiap yang tidak masuk tanpa keterangan mereka melakukan bolos sekolah, adakalnya karena kurangnya kerja sama keluarga dengan pihak sekolah sehingga tidak memberitahukan alasana mengapa siswa tidak masuk tersebut. Dari tabel 26 dapat dikatakan bahwa semangat mereka masuk kelas ke sekolah masih tinggi, dibuktikan dengan hasil jawaban siswa tidak pernah tidak masuk tanpa keterangan sebanyak 73%, walaupun masih ada siswa yang menjawab kadang-kadang sebanyak 20%, menjawab selalu 5%, dan menjawab sering 2%. Tabel 27 Siswa Datang Terlambat Ke Sekolah No. Alternatif Jawaban F % 24. Selalu 3 5% Sering 1 2% Kadang-kadang 23 38% Tidak Pernah 33 55% Jumlah 60 100% Dari tabel 27 dapat diketahui bahwa siswa tidak pernah datang terlambat
ke sekolah (55%), sedangkan yang menyatakan kadang-kadang (38%), siswa yang selalu datang terlambat 5%, dan yang sering datang terlambat 2%, hasil ini menunjukkan masih kurangnya kesadaran siswa untuk mematuhi peraturan sekolah sehingga perlu bimbingan dari berbagai pihak agar seluruh siswa dapat datang tepat aktu ke sekolah.
No. 25.
Jumlah
Tabel 28 Siswa Melakukan Bolos Sekolah Alternatif Jawaban F Selalu 3 Sering 8 Kadang-kadang 12 Tidak Pernah 37 60
% 5% 13% 20% 62% 100%
Dari tabel 28 dapat diketahui bahwa sikap disiplin waktu siswa baik, terbukti bahwa mayoritas siswa menjawab tidak pernah melakukan bolos
sekolah sebanyak 62%, yang menjawab kadang-kadang sebanyak 20%, sering 13%, dan 5% siswa yang selalu bolos sekolah. Siswa yang melakukan bolos sekolah biasanya kurang motivasi untuk memperoleh ilmu pengetahuan atau karena situasi kelas yang terkadang kurang menggairahkan untuk tetap berada di dalamnya serta terpengaruh ajakan teman untuk bolos sekolah.
No. 26.
Jumlah
Tabel 29 Siswa Merusak Sarana Dan Prasarana Alternatif Jawaban F Selalu 4 Sering 6 Kadang-kadang 15 Tidak Pernah 35 60
% 7% 10% 25% 58% 100%
Tindakan siswa yang tidak pernah melakukan perusakan sarana dan prasarana cukup baik, dilihat dari hasil siswa yang menjawab tidak pernah sebanyak 58%, walaupun masih ada siswa yang menjawab kadang-kadang sebanyak 25%, yang menjawab sering 10%, dan yang menjawab selalu sebanyak 7%.
No. 27.
Jumlah
Tabel 30 Siswa Suka Mencoret-coret Tembok Alternatif Jawaban F Selalu 5 Sering 7 Kadang-kadang 13 Tidak Pernah 35 60
% 8% 12% 22% 58% 100%
Dari tabel 30 diatas dapat diketahui bahwa upaya sekolah dalam menanamkan kebiasaan cinta lingkungan cukup baik, namun perlu diadakan tindakan untuk meminimalisasi dilakukannya perbuatan tersebut, terbukti dengan siswa yang tidak pernah melakukan coret-coret tembok sebanyak 58%,
tetapi masih adanya siswa 22% yang kadang-kadang mencoret-coret tembok, 12% siswa yang sering dan 8% siswa yang menjawab selalu melakukannya.
No. 28.
Jumlah
Tabel 31 Siswa Memeras (Memalak) Teman Di Sekolah Alternatif Jawaban F % Selalu 0% Sering 3 5% Kadang-kadang 7 12% Tidak Pernah 50 83% 60 100%
Kegiatan memalak (memeras) bisa digolongkan dalam bentuk kenakalan kriminal yang dilakukan siswa. Dari tabel 31 dapat diketahui bahwa 83% siswa yang menjawab tidak pernah melakukannya menunjukkan angka yang cukup baik, ada yang menjawab kadang-kadang melakukannya sebanyak 12%, dan yang menyatakan sering melakukannya yaitu 5%.
No. 29.
Jumlah
Tabel 32 Siswa Berkata Kotor Di Sekolah Alternatif Jawaban F Selalu 7 Sering 7 Kadang-kadang 17 Tidak Pernah 29 60
% 12% 12% 28% 48% 100%
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa mayoritas siswa menjawab tidak pernah berkata kotor (48%), namun kadang-kadang (28%) mereka berbicara tidak sopan dengan mengucapkan kata-kata kotor ketika berbicara dengan orang lain. Bahkan hanya 12% siswa yang selalu dan sering melakukannya.
No.
Tabel 33 Siswa Membawa Senjata Tajam Ke Sekolah Alternatif Jawaban F %
30.
Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
Jumlah
3 4 53 60
5% 0% 7% 88% 100%
Adakalanya siswa yang hendak melakukan tawuran atau perkelahian di sekolah atau setelah ke luar sekolah mereka tidak ragu-ragu membawa senjata tajam ke sekolah ataupun mereka yang menggunakannya untuk menakutnakuti teman yang lain agar diberi uang. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa mayoritas siswa menjawab 88% tidak membawa senjata tajam, 7% menjawab kadang-kadang, dan tidak ada sering membawanya tetapi ada siswa yang selalu membawa senjata tersebut sebanyak 5%.
No. 31.
Jumlah
Tabel 34 Siswa Berkelahi Dengan Teman Di Sekolah Alternatif Jawaban F % Selalu 5 8% Sering 1 2% Kadang-kadang 20 33% Tidak Pernah 34 57% 60 100%
Dari tabel 34 dapat diketahui bahwa tindakan menjauhi perkelahian dianggap sudah cukup baik, walaupun masih sangat perlu diminimalisasi, terbukti dengan siswa yang menjawab tidak pernah berkelahi sebanyak 57%, yang masih kadang-kadang berkelahi 33%, ada juga yang selalu berkelahi sebanyak 8%, dan hanya 2% siswa yang sering berkelahi di sekolah.
Tabel 35 Siswa Melakukan Tawuran
No. 32.
Alternatif Jawaban Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
Jumlah
F 2 2 4 52 60
% 3% 7% 7% 87% 100%
Dari tabel 35 sama halnya dengan perkelahian tindakan menjauhi tawuran pun dianggap sudah cukup baik, walaupun masih sangat perlu diminimalisir, terbukti dengan siswa yang menjawab tidak pernah ikut tawuran sebanyak 87%, yang masih kadang-kadang ikut tawuran 7%, ada juga yang selalu mengikuti tawuran sebanyak 3%, dan hanya 3% siswa yang sering mengikuti tawuran baik dengan teman di sekolah maupun dengan teman-teman dari sekolah lain.
No. 33.
Jumlah
Tabel 36 Siswa Membawa Buku-buku Porno Ke Sekolah Alternatif Jawaban F % Selalu 0% Sering 0% Kadang-kadang 3 5% Tidak Pernah 57 95% 60 100%
Kematangan organ-organ reproduksi siswa mendorong mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan ke arah pemuasan yang mereka inginkan, tetapi karena adanya norma serta nilai dalam masyarakat yang menentang perbuatan-perbuatan tersebut, maka jalan pemuasan yang lain yang dipilih siswa adalah dengan membaca buku-buku porno, mereka tidak dapat menghentikan perbuatan tersebut sampai mereka membawanya ke sekolah. Namun dari tabel 36 diatas mayoritas siswa tidak melakukan hal tersebut, terbukti dari siswa yang menjawab tidak pernah melakukannya sebanyak 95%, dan hanya 5% siswa yang menjawab kadang-kadang melakukannya. Tabel 37 Siswa Membaca Buku Porno
No. 34.
Alternatif Jawaban Selalu Sering Kadang-kadang Tidak Pernah
Jumlah
F 4 2 4 50 60
% 7% 3% 7% 83% 100%
Tabel 37 menunjukkan bahwa sama halnya dengan membawa buku-buku porno ke sekolah, jawaban siswa yang menunjukkan tidak pernah membaca pun masih sangat baik yaitu 83%, jika di sekolah mereka tidak membaca tetapi di tempat lain mereka membaca walaupun hanya 7% yang menjawab selalu dan kadang-kadang serta 3% yang menjawab sering. Tabel 38 Siswa Merokok No. Alternatif Jawaban F % 35. Selalu 4 7% Sering 5 8% Kadang-kadang 5 8% Tidak Pernah 46 77% Jumlah 60 100% Tabel 38 menerangkan bahwa siswa menjawab tidak pernah merokok
sebanyak 77%, dan 7% menjawab selalu merokok, yang mejawab kadangkadang dan sering sebanyak 8%. Perilaku merokok di kalangan para remaja merupakan tindakan yang melanggar peraturan, mengingat status mereka pelajar dan usia mereka yang baru beranjak remaja pada umumnya perilaku merokok di usia remaja kemungkinan didasari oleh faktor lingkungan dan pergaulan.
No. 36.
Jumlah
Tabel 39 Siswa Meminum Minuman Keras Alternatif Jawaban F Selalu 3 Sering Kadang-kadang 4 Tidak Pernah 53 60
% 5% 0% 7% 88% 100%
Siswa
yang
meminum-minuman
keras
pada
umumnya
hanya
menghilangkan rasa ingin tahu terhadap minuman tersebut. Adakalnya mereka didorong oleh teman-teman, adapun bagi siswa yang selalu melakukannya dikarenakan mereka mengalami suatu masalah dan tidak dapat menyesuaikan diri yang mengakibatkan frustasi, ataupun karena memang lingkungannya yang mengatakan trend terhadap meminum-minuman keras. Hal inilah yang membuat siswa yang awalnya hanya coba-coba kemudian karena merasakan ketenangan setelah meminumnya, maka diantara mereka ada yang terus melakukannya. Dari tabel 39 dapat diketahui bahwa lebih banyak siswa yang tidak pernah meminum-minuman keras sebanyak 88%, artinya mayoritas siswa yang tidak melakukannya. Siswa yang menjawab kadang-kadang sebanyak 5%, tetapi tidak ada siswa yang sering melakukannya.
No. 37.
Jumlah
Tabel 40 Siswa Menonton Film Porno Alternatif Jawaban F Selalu 1 Sering 3 Kadang-kadang 6 Tidak Pernah 50 60
% 2% 5% 10% 83% 100%
Dari tabel 40 diketahui bahwa mayoritas siswa tidak pernah menonton film porno, dibuktikan dengan jawaban tidak pernah yang diberikan siswa sebanyak 83%, siswa yang mengaku kadang-kadang menonton sebanyak 10%, jawaban sering sebanyak 5%, dan hanya 2% siswa yang menjawab selalu. Rasa bersalah yang didapatkan setelah siswa melakukan hal tersebut akan berdampak negatif terhadap perkembangan sosial anak.
No. 38.
Jumlah
Tabel 41 Siswa Ke Kantin Sekolah Saat Pelajaran Berlangsung Alternatif Jawaban F % Selalu 4 7% Sering 2 3% Kadang-kadang 9 15% Tidak Pernah 45 75% 60 100%
Dari tabel 41 dapat diketahui bahwa siswa tidak pernah ke kantin sekolah saat pelajaran berlangsung yakni 75%, mengingat ketatnya tata tertib yang berlaku, namun masih adanya siswa yang kadang-kadang (15%) keluar kelas menunjukkan adanya celah yang diberikan oleh guru mata pelajaran, sehingga siswa dapat keluar kelas tanpa sepengetahuan, siswa yang menjawab selalu keluar kelas ( 7%), tetapi hanya 3% yang menjawab sering.
No. 39.
Jumlah
Tabel 42 Siswa Tidak Mengikuti Pelajaran Sampai Selesai Alternatif Jawaban F % Selalu 0% Sering 9 15% Kadang-kadang 13 22% Tidak Pernah 38 63% 60 100%
Dari tabel 42 diatas dapat diketahui bahwa siswa mengikuti pelajaran sampai selesai sebanyak 63%, siswa yang menjawab kadang-kadang sebanyak 22%, dan yang sering tidak mengikuti pelajaran sampai selesai sebanyak 15%. Siswa yang tidak mengikuti pelajaran sampai selesai ada kemungkinan karena mereka kurang sehat kemudian diberi izin untuk kembali ke rumah, namun ada juga yang tidak mengikuti karena siswa tersebut bosan di kelas kemudian melakukan bolos sekolah.
No. 40.
Jumlah
Tabel 43 Siswa Menggunakan Obat-obatan Terlarang Alternatif Jawaban F % Selalu 0% Sering 1 2% Kadang-kadang 2 3% Tidak Pernah 57 95% 60 100%
Dari tabel 43 diatas dapat diketahui bahwa perilaku siswa untuk tidak menggunakan narkoba dan sejenisnya sudah sangat baik, hal ini terbukti dari jawaban siswa yang menjawab tidak pernah sebanyak 95%, 3% menjawab kadang-kadang, 2% menjawab sering. Remaja yang menggunakan narkoba ini adalah remaja yang merasa ingin tahu kemudian menggunakannya ataupun karena dorongan dari teman-teman di kelompoknya. Pemberian informasi tentang bahaya narkoba perlu ditingkatkan dalam hal ini, agar siswa tersebut tidak selamanya terjerumus dalam kebiasaan tersebut.
B. Pembahasan Terhadap Temuan Penelitian Berdasarkan data keseluruhan yang telah diuraikan pada temuan penelitian, maka dapat diketahui bahwa pelaksanaan Bimbingan dan Konseling mayoritas siswa menjawab selalu dengan persentase 38%, yakni layanan BK berupa pemberian informasi tentang tata tertib sekolah cukup baik. 55% siswa menjawab selalu dating tepat waktu ke sekolah. 75% siswa menjawab selalu mengikuti pelajaran di sekolah sampai selesai. 80% siswa menjawab selalu berpakaian seragam jika ke sekolah. 50% siswa menjawab selalu, yakni guru BK menadakan pemeriksaan kerapihan seragam sekolah terhadap siswa. 45% siswa menjawab selalu langsung pulang ke rumah setelah jam pelajarandi sekolah berakhir. 42% siwa menjawab selalu, yakni guru BK menjelaskan tentang cara belajar yang baik. 52% siswa menjawab selalu mengikuti kegiatan praktik. 35% siswa menjawab selalu, yakni guru mata pelajaran mengadakan remedial kepada siswa. 40% siswa menjawab selalu, yakni mendapat perhatian yang serius dari guru BK terhadap siswa yang
bermasalah. 45% siswa menjawab selalu, yakni sekolah mengadakan razia terhadap benda-benda tajam. 32% siswa menjawab kadang-kadang, yakni guru BK menjelaskan penggunaan waktu luang. 40% siswa menjawab kadang-kadang, yakni guru mata pelajaran memberikan tugas individual. 33% siswa menjawab kadang-kadang mengikuti kegiatan ekstra kulikuler di sekolah. 60% siswa menjawab kadang-kadang, yakni guru mata pelajran memberikan tugas kelompok. 42% siswa menjawab kadang-kadang, yakni guru BK menjelaskan tentang tata pergaulan diantara siswa. 63% siswa menjawab kadang-kadang, yakni guru BK menjelaskan tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. 42% siswa menjawab kadang-kadang melakukan diskusi kelompok. Hal ini membuktikan dari hasil wawancara bahwa dua bulan sekali sekolah mengadakan razia terhadap benda-benda tajam.57 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan Bimbingan dan Konseling sudah cukup baik, hal ini terbukti dari hasil persentase mayoritas siswa menjawab selalu, juga dari hasil wawancara bahwa di sekolah telah menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan Bimbingan dan Konseling.58 Adapun besarnya kenakalan siswa yang biasa dilakukan di Madrasah Aliyah Negeri I Jakarta dapat dilihat dari besarnya prosentase jawaban siswa mayoritas siswa menjawab tidak pernah, yaitu 73% siswa tidak pernah tidak masuk tanpa keterangan. 55% siswa menjawab tidak pernah dating terlambat ke sekolah. 62% siswa menjawab tidak pernah melakukan bolos sekolah. 58% siswa menjawab tidak pernah merusak sarana dan prasarana. 58% siswa menjawab tidak pernah mencoret-coret tembok. 83% siswa menjawab tidak pernah memeras (memalak) teman di sekolah. 48% siswa menjawab tidak pernah berkata kotor di sekolah. 88% siswa menjawab tidak pernah berkelhi dengan di sekolah. 87% siswa menjawab tidak pernah melakukan tawuran. 95% siswa menjawab tidak pernah membawa buku-buku porno ke sekolah. 83% siswa menjawab tidak pernah membaca buku porno. 77% siswa 57 58
Sumber: Wawancara dengan guru BK; Ibu Hartati Sumber: Wawancara dengan wakil…, Nurlaelah
menjawab tidak pernah merokok. 88% siswa menjawab tidak pernah meminum-minuman keras. 83% siswa menjawab tidak pernah menonton film porno . 75% siswa menjawab tidak pernah ke kantin sekolah saat pelajaran berlangsung. 63% siswa menjawab tidak pernah mengikuti pelajaran sampai selesai. 95% siswa menjawab tidak pernah menggunakan obat-obatan terlarang. 77% siswa menjawab kadang-kadang tidak mentaati perintah guru. Hal ini membuktikan dari hasil wawancara bahwa guru BK memberikan skorsing selama tiga hari kepada siswa yang melanggar tata tertib sekolah.59 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kenakalan yang terjadi di MAN I Jakarta masih dalam tingkatan yang masih wajar, hal ini terbukti dari hasil persentase mayoritas siswa menjawab tidak pernah, juga dari hasil wawancara bahwa sekolah mengadakan kerja sama dengan orang tua siswa dan pihak (lembaga) lain guna menanggulangi kenakalan siswa.60 Peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa tidak terlepas dari dua fungsi, yaitu fungsi pemahaman yakni berfungsi memberikan pelayanan yang berguna untuk memahami keadaan siswa dan lingkungannya, serta memberikan pemahaman siswa terhadap informasi yang mereka perlukan,
sedangkan
fungsi
pencegahan
berfungsi
mencegah
atau
meghindarkan siswa dari mengalami masalah yang mungkin mengganggu, menghambat atau menimbulkan kesulitan dalam proses perkembangan siswa. Hal ini membuktikan dari hasil wawancara bahwa dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling menggunakan pendekatan individual dan pendekatan kelompok, yakni dalam hal melayani keluhan-keluhan atau masalah-masalah yang dialami oleh siswa.61
59
Sumber: Wawancara dengan guru…, Hartati Sumber: Wawancara dengan guru…, Hartati 61 Sumber: Wawancara dengan guru…, Hartati 60
BAB V PENUTUP Setelah melakukan penelitian dan melakukan pengolahan terhadap data yang penulis peroleh, maka tahap akhir dari penyusunan skripsi ini adalah memberikan kesimpulan dan saran.
A. Kesimpulan Berdasarkan data yang dihimpun, ditabulasikan dan diinterpretasikan, maka dapat diketahui: 1. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan di MAN I Jakarta adalah penanganan terhadap siswa yang bermasalah, diantaranya kenakalan yang dilakukan oleh siswa dengan menggunakan pendekatan individu dan pendekatan kelompok, langkah-langkah yang dilakukan adalah; pertama, menetapkan skor pada setiap kesalahan yang dilakukan siswa (skoring), kedua, memberikan surat peringatan, ketiga, mengundang orang tua ke sekolah untuk membuat perjanjian yang disepakati oleh orang tua, sekolah dan siswa, langkah selanjutnya apabila kenakalan yang dilakukan mendapat skor yang cukup tinggi maka sekolah memutuskan untuk mengeluarkan siswa dari sekolah. Oleh karena itu, pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di MAN I Jakarta sudah cukup baik, hal ini dapat dilihat dari hasil jawaban mayoritas siswa menjawab selalu, yakni layanan BK berupa pemberian informasi tentang tata tertib sekolah cukup baik. Siswa menjawab selalu, yakni guru BK mengadakan pemeriksaan
kerapihan seragam sekolah terhadap siswa. Siswa menjawab selalu, yakni sekolah mengadakan razia terhadap benda-benda tajam, dan sebagainya. 2. Kenakalan yang dilakukan siswa MAN I Jakarta adalah kenakalan yang secara umum dialami oleh seluruh siswa sekolah yang berada pada tingkat SMU dan termasuk ke dalam kelompok remaja madya yang ditandai dengan situasi psikologis yang serba tidak seimbang, sehingga pada saat melewati suatu tahap sosialisasi memungkinkan mereka terbawa oleh arus budaya dan norma yang keliru, diantara kenakalan yang dilakukan adalah karena mereka mengikuti kenakalan yang dilakukan oleh temannya sebagai trend, kenakalan tersebut diantaranya seperti membolos, tidak memakai seragam yang benar, keluar kelas tanpa izin saat pelajaran berlangsung, dan sebagainya, kenakalan tersebut dapat terjadi dikarenakan kurangnya pengawasan serta pelaksanaan tata tertib yang masih longgar. Oleh karenanya kenakalan yang dilakukan siswa dikategorikan ke dalam kenakalan yang masih dalam tahap kewajaran. 3. Peran Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi kenakalan siswa saling berkaitan karena tidak terlepas dari dua fungsi, yakni fungsi pemahaman yang berfungsi memberikan pelayanan yang berguna untuk memahami keadaan siswa dan lingkungannya. Sedangkan fungsi pencegahan berfungsi mencegah atau menghindarkan siswa dari mengalami masalah yang mungkin mengganggu, menghambat atau menimbulkan kesulitan dalam proses perkembangan siswa.
B. Saran-saran Berdasarkan kesimpulan yang sudah dipaparkan oleh penulis, maka penulis memberikan saran-saran antara lain sebagai berikut: 1. Untuk mencapai efektifitas Program Bimbingan dan Konseling, perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak yang terkait, dalam lingkungan sekolah perlu adanya kerja sama dari kepala sekolah, seluruh dewan guru, staf sekolah, masyarakat sekitar sekolah dan terutama orang tua siswa sendiri.
2. Dalam memberikan nasihat untuk remaja, dalam hal ini siswa hendaknya memperhatikan aspek psikologis dan mendengarkan pendapatnya sehingga diperoleh jalan keluar yang dapat disetujui oleh siswa maupun petugas BK serta orang tua siswa. 3. Untuk memecahkan persoalan yang dihadapi siswa koordinasi sekolah dengan orang tua siswa perlu ditingkatkan, karena orang tua yang lebih mengetahui keadaan anak yang sebenarnya, oleh karena itu perlu adanya hubungan yang aktif antara sekolah dengan orang tua siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Ahmad Royani, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 1991. Arifin, M. Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan, Jakarta: PT Golden Terayon Press, Cet. I, 1982. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. 12, 2002. Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. 14, 1993. ______, Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung, Cet. 23, 2001. ______, Pembinaan Remaja, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. 2, 1976. ______, Psikologi Anak, Jakarta: Bulan Bintang, Cet. 4, 1982. Dariyanto, Agoes, Psikologi Perkembangan Remaja, Jakarta: Ghia Indonesia, 2004. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Cet. 2, 2002. Djumhur, I. dan Moh. Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Bandung: CV Ilmu, 1975. Durkheim, Emil, Pendidikan Moral: Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, Terjemahan Drs Lukas Ginting, Jakarta: Erlangga, 1990. Gunarsa, Singgih D. dan Ny. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, Cet. 13, 2000. Gunarsa, Singgih D, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta: Gunung Mulia, Cet. 7, 1995. ______, Psikologi untuk Membimbing, Jakarta: PT BPK Gunung Muilia, Cet. 8, 1995. Hallen, A. Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Ciputat Press, 2002.
Hartati, Wawancara, Jakarta, 26 Mei 2008. Hawari, Dadang, Al-qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Jakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, Cet. 3, 1997 Kartono, Kartini, Bimbingan dan Dasar-dasar Pelaksanaannya, Jakarta: CV Rajawali, Cet. 1, 1985. ______, Bimbingan di SMA dan Perguruan Tinggi, Jakarta: Salatiga, 1985. ______, Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. 3, 1998. ______, Psikologi Anak, Bandung: Alumni, 1979. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. 2, 2003. Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda Karya, Cet. 4, 1993 Nurlaelah, Wawancara, Jakarta, 26 Mei 2008. Paimun, Sari Perkuliahan Bimbingan dan Konseling, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2005, t.d. Partowisastro, Koestoer, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Jakarta: Erlangga, Jilid II, 1987. Prayitno, dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. I, 1999. Simandjuntak, B. Psikologi Perkembangan; Dasar Psikologi Kriminal, Bandung: Tarsito, Cet. 2, 1979. Soekanto, Soerjono, Sosiologi Sebuah Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. 20, 1995. Simandjuntak, B. Psikologi Perkembangan; Dasar Psikologi Kriminal, Bandung: Tarsito, Cet. 2, 1979. Soepeno, Bambang, Statistik Terapan: Dalam Penelitian Ilmu Sosial & Pendidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997. Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, Jakarta: PT Bina Aksara, Cet. 1, 1989.
Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. 15, 2005. Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Rajawali Press, Cet. 10, 1995. Tim Penyusun Kamus; Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Cet. I, 1998. Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007. Umar, M. dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, Bandung: CV Pustaka Setia, 1998. Winkel, W.S, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Yogyakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Cet. I, 1997. Wirawan Sarwono, Sarlito, Psikologi Remaja, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. 6, 2002. Yusuf, Syamsu dan A, Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, Cet.2, 2006. Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Rosda Karya, Cet. 3, 2002.
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Matriks Variabel…………………………………………………46
Tabel 2
Kisi-kisi Instrument Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling……50
Tabel 3
Kisi-kisi Instrument Kenakalan Siswa……………………………51
Tabel 4
Penjelasan Tentang Tata Tertib Sekolah Kepada Siswa……………54
Tabel 5
Siswa Datang Ke Sekolah Tepat Waktu……………………………55
Tabel 6
Siswa Mengikuti Pelajaran Sampai Selesai……………………55
Tabel 7
Siswa Ke Sekolah Berpakaian Seragam…………………………56
Tabel 8
Sekolah Mengadakan Pemeriksaan Kerapihan Seragam Sekolah Terhadap Siswa………………………………………………57
Tabel 9
Siswa Langsung Pulang Ke Rumah Setelah Jam Pelajaran Selesai….57
Tabel 10 Guru BK Menjelaskan Penggunaan Waktu Luang Siswa…………58 Tabel 11 Guru BK Menjelaskan Tata Cara Belajar Yang Baik………………59 Tabel 12 Siswa Mengikuti Kegiatan Praktik…………………………………59 Tabel 13 Guru Mata Pelajaran Memberikan Tugas Individual………………60 Tabel 14 Siswa Mengikuti Kegiatan Ekstra Kulikuler di Sekolah……………61 Tabel 15 Guru Mata Pelajaran Memberikan Tugas Kelompok………………62 Tabel 16 Guru Mata Pelajaran Mengadakan Remedial Kepada Para Siswa…62 Tabel 17 Guru BK Menjelaskan Tentang Tata Pergaulan Diantara Siswa…63 Tabel 18 Ada Perhatian Yang Serius dari Guru BK jika ada Siswa yang bermasalah………………………………………………………64 Tabel 19 Guru BK Menjelaskan Tentang Bahaya Penyalahgunaan Narkoba…64 Tabel 20 Sekolah Memanggil Nara Sumber Untuk Menjelaskan Bahaya Narkoba………………………………………………………65 Tabel 21 Sekolah Memanggil Nara sumber Untuk Menjelaskan Bahaya Menonton Film Porno…………………………………………66
Tabel 22 Siswa Melakukan Diskusi Kelompok Dalam Belajar……………66 Tabel 23 Sekolah Mengadakan Razia Terhadap Benda-benda Tajam……67 Tabel 24 Siswa Melakukan Kenakalan……………………………………67 Tabel 25 Siswa Tidak Mentaati Perintah Guru………………………………68 Tabel 26 Siswa Masuk Kelas Tanpa Keterangan………………………68 Tabel 27 Siswa Datang Terlambat Ke Sekolah………………………………69 Tabel 28 Siswa Melakukan Bolos Sekolah………………………………69 Tabel 29 Siswa Merusak Sarana Dan Prasarana……………………………70 Tabel 30 Siswa Suka Mencoret-coret Tembok……………………………70 Tabel 31 Siswa Memeras (Memalak) Teman Di Sekolah…………………71 Tabel 32 Siswa Berkata Kotor Di Sekolah…………………………………71 Tabel 33 Siswa Membawa Senjata Tajam Ke Sekolah………………………...72 Tabel 34 Siswa Berkelahi Dengan Teman Di Sekolah……………………….. 72 Tabel 35 Siswa Melakukan Tawuran…………………………………………. 73 Tabel 36 Siswa Membawa Buku-buku Porno Ke Sekolah………………….... 73 Tabel 37 Siswa Membaca Buku Porno……………………………………….. 74 Tabel 38 Siswa Merokok……………………………………………………... 74 Tabel 39 Siswa Meminum Minuman Keras…………………………………... 74 Tabel 40 Siswa Menonton Film Porno………………………………………... 75 Tabel 41 Siswa Ke Kantin Sekolah Saat Pelajaran Berlangsung……………... 76 Tabel 42 Siswa Tidak Mengikuti Pelajaran Sampai Selesai………………….. 76 Tabel 43 Siswa Menggunakan Obat-obatan Terlarang……………………….. 77
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Angket Untuk Siswa
Lampiran 2
Berita Wawancara Guru BK MAN I Jakarta
Lampiran 3
Berita Wawancara Wakil Kepala Sekolah MAN I Jakarta
Lampiran 4
Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 5
Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 6
Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 7
Surat Riset/Wawancara
Lampiran 1
ANGKET UNTUK SISWA IDENTITAS RESPONDEN Nama
:
Kelas
:
Jenis Kelamin : PETUNJUK PENGISIAN ANGKET 1. Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang memerlukan jawaban dari anda. 2. Kami mengharapkan kesediaan anda untuk mengisi pertanyaan tersebut dengan sebenar-sebenarnya, karena kejujuran anda dapat membantu kami dalam mengumpulkan data yang sebenarnya dalam penelitian ini. 3. Anda cukup melingkari atau memberi tanda silang (X) pada jawaban yang tersedia dengan kenyataan yang sebenarnya anda rasakan. 4. Jawaban anda kami jamin kerahasiaannya serta tidak mempengaruhi nilai belajar anda. A. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
1. Apakah guru BK menjelaskan tentang tata tertib sekolah ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
2. Apakah anda datang ke sekolah tepat waktu ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
3. Apakah anda mengikuti pelajaran di sekolah sampai selesai ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
4. Apakah anda selalu berpakaian seragam jika ke sekolah ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
5. Apakah sekolah mengadakan pemeriksaan kerapihan seragam sekolah terhadap siswa ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
6. Apakah anda langsung pulang ke rumah, apabila jam pelajaran yang anda ikuti telah selesai ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
7. Apakah guru BK menjelaskan tentang penggunaan waktu luang secara efektif dan efisien ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
8. Apakah guru BK menjelaskan tentang cara belajar yang baik ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
9. Apakah anda mengikuti kegiatan praktek (shalat berjama’ah, membaca alqur’an, dan sebagainya) ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
10. Apakah guru mata pelajaran memberikan tugas individual (PR) ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
11. Apakah anda mengikuti kegiatan ekstra kulikuler di sekolah ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
12. Apakah guru mata pelajaran memberikan tugas kelompok ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
13. Apakah guru mata pelajaran mengadakan remedial (pengulangan pelajaran yang telah lalu agar memperoleh tambahan nilai) kepada para siswa ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
14. Apakah guru BK menjelaskan tentang tata pergaulan kepada para siswa ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
15. Apakah ada perhatian yang serius dari guru BK jika ada siswa yang bermasalah ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
16. Apakah guru BK menjelaskan tentang bahaya penyalahgunaan obat-obatan terlarang ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
17. Apakah sekolah memanggil nara sumber (kepolisian) untuk menjelaskan tentang bahaya narkoba ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
18. Apakah sekolah memanggil nara sumber (psikolog) untuk menjelaskan bahaya menonton film porno ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
19. Apakah anda melakukan diskusi kelompok dalam belajar ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
20. Apakah sekolah mengadakan razia terhadap benda-benda tajam ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
B. Kenakalan Siswa
21. Menurut anda, apakah siswa di sekolah ini melakukan kenakalan ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
22. Apakah anda mentaati perintah guru ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
23. Apakah anda tidak masuk kelas tanpa keterangan ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
24. Apakah anda datang terlambat ke sekolah ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
25. Apakah anda membolos ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
26. Apakah anda merusak alat-alat (bangku, meja, papan tulis, penghapus, dan sebagainya) di kelas ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
27. Apakah anda mencoret-coret tembok sekolah atau kelas anda ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
28. Apakah anda suka memeras (memalak) teman anda ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
29. Apakah anda berkata kotor di sekolah ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
30. Apakah anda membawa senjata tajam ke sekolah ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
31. Apakah anda berkelahi dengan sesama teman di sekolah ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
32. Apakah anda ikut tawuran antar sekolah ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
33. Apakah anda membawa buku-buku porno di sekolah ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
34. Apakah anda membaca buku-buku porno di sekolah ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
35. Apakah anda merokok ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
36. Apakah anda meminum-minuman beralkohol ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
37. Apakah anda menonton film porno ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
38. Apakah anda pergi ke kantin sekolah saat pelajaran sedang berlangsung ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
39. Apakah anda tidak mengikuti pelajaran sampai selesai ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
40. Apakah anda menggunakan obat-obatan terlarang ? a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
BERITA WAWANCARA Hari/Tanggal : Senin, 26 Mei 2008 Interviewee
: Hartati S.Pd
Jabatan
: Guru Bimbingan Konseling
Pedoman Wawancara: 1. P: Apakah ibu bekerjasama dengan pihak wali murid dalam mengatasi kenakalan siswa yang sering terjadi di MAN I Jakarta? J: Ya, saya bekerjasama dengan wali murid dalam mengatasi kenakalan tersebut. 2. P: Jika ya, bagaimana bentuk usaha yang dilakukan dalam mengatasi kenakalan tersebut? J: Memanggil orang tua ke sekolah, membuat perjanjian antara sekolah, guru BK, wali murid, dan siswa. 3. P: Apakah ibu suka mengadakan razia, seperti benda-benda tajam, bacaanbacaan porno, serta obat-obatan terlarang? J: Ya, dua bulan sekali siswa di razia untuk kepentingan Bersama menjaga nama baik MAN I Jakarta. 4. P: Jika ya, faktor apa yang menyebabkan siswa membawa benda-benda tersebut? J: Mereka berada tahapan puberitas dimana pada fase tersebut ada rasa ingin tahu yang lebih jauh soal benda-benda tersebut. 5. P: Adakah kerjasama dengan pihak (lembaga) lain, seperti psikolog, kapolsek guna mengatasi kenakalan siswa?
J: Kadang-kadang dilakukan kerjasama dengan petugas BK dari sekolah lain. 6. P: Bagaimana upaya ibu dalam mengatasi siswa yang bermasalah, apakah siswa tersebut mendapat hukuman? J: Guru BK memberikan skorsing selama tiga hari kepada siswa yang melanggar tata tertib sekolah. 7. P: Dalam proses pembinaan siswa, masalah apa saja yang dihadapi siswa? J: Masalah kenakalan remaja, seperti membolos, merokok, melanggar tata tertib sekolah.
8. P: Dalam pembinaan siswa, pelayanan bimbingan dan konseling apa saja yang telah diberikan di MAN I Jakarta? J: Pelayanan menggunakan pendekatan individual dan pendekatan kelompok, dalam hal melayani keluhan-keluhan yang dialami oleh siswa.
Interviewee
Interviewef
Hartati, SPd
Maryanah
BERITA WAWANCARA
Hari/Tanggal : Senin, 26 Mei 2008 Interviewee
: Dra. Nurlaelah, M.Pd
Jabatan
: Wakil Kepala Sekolah
Pedoman Wawancara: 1. P: Sejak kapan bimbingan dan konseling dilaksanakan di MAN I Jakarta? J: Sejak MAN I Jakarta mulai melaksanakan proses pengajaran dan pendidikan. 2. P: Faktor apa yang melatarbelakangi keberadaan bimbingan dan konseling di MAN I Jakarta? J: Sekolah bukan hanya lingkungan tempat siswa memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi juga merupakan lingkungan sosial yang mendampingi siswa dalam proses perkembangannya sebagai makhluk sosial. Selain itu
juga permasalahan siswa sebagai makhluk sosial beragam, siswa memiliki permasalahan serta latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Hal inilah yang menjadi tanggung jawab wali kelas, disamping itu juga harus ada guru khusus untuk menangani permasalahan sosial siswa tersebut. 3. P: Bagaimana pendapat ibu tentang efektifitas pelayanan bimbingan dan konseling? J: efektifitas bimbingan dan konseling dapat dicapai jika ada kerjasama antar beberapa pihak yang termasuk kedalam struktural BK, mulai dari wali kelas sebagai wali dari orang tua di sekolah, dewan guru, keamanan sekolah, maupun orang tua siswa yang lebih mengenali siswa tersebut. Namun di sekolah ini peran orang tua sangat kurang. 4. P: Menurut ibu apa yang dimaksud dengan kenakalan remaja? J: Kenakalan adalah perilaku yang menyimpang dari peraturan-peraturan yang ada baik dalam masyarakat maupun di dalam sekolah yang terkadang dimotori oleh keinginan untuk menonjol dari siswa-siswa yang lain, pada masa ini adalah masa perkembangan siswa kearah kematangan dirinya, dalam dirinya terjadi konflik yang terkadang dapat dipengaruhi oleh keluarga maupun lingkungan dimana siswa/remaja itu berada. 5. P: Apakah siswa di MAN I Jakarta melakukan kenakalan remaja? J: Siswa di sekolah ini melakukan kenakalan dalam tingkatan yang masih wajar, dan di semua sekolah menangani kenakalan siswa yang sama yang ada di sekolah ini. 6. P: Jenis-jenis kenakalan apa saja yang dilakukan siswa di MAN I Jakarta? J: Merokok, membolos, tidak berpakaian seragam, datang terlambat ke sekolah, serta pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan sekolah yang lain. 7. P: Apakah keberadaan bimbingan dan konseling di MAN I Jakarta berpengaruh besar terhadap usaha mengatasi kenakalan siswa? J: Ya, karena bila ada siswa yang melakukan kenakalan, maka siswa akan terkena point dalam layanan bimbingan dan konseling yang dapat
mengakibatkan siswa dikeluarkan dari sekolah tersebut apabila telah mencapai 100 point. 8. P: Apakah sekolah menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan bimbingan dan konseling? J: Ruang BK, 1 set komputer, serta disediakan transportasi untuk keperluan layanan bimbingan dan konseling.
Interviewee
Interviewef
Dra. Nurlaelah, M.Pd
Maryanah
Angket Penelitian Pelaksanaan Bimbingan Konseling Dalam Mengatasi Kenakalan Siswa
Nama Kelas
: :
Petunjuk
: Bacalah terlebih dahulu dengan teliti sebelum menjawab. Berilah tanda check list (√) pada setiap pertanyaan, dengan cara memilih salah satu jawaban yang paling sesuai menurut anda, dengan alternatif jawaban sebagai berikut: SL : Selau SR : Sering KK : Kadang-kadang TP : Tidak Pernah
No
Pertanyaan
1.
Pernahkah guru BK memberikan layanan bimbingan belajar kepada siswa?
2.
Apakah anda pernah membaca/meminjam buku di perpustakaan?
3.
Pernahkah anda meminta bantuan kepada guru BK untuk pemilihan jurusan?
4.
Pernahkah teman anda menghibur pada saat anda sedang sedih?
5.
Apakah anda pernah membuat karya ilmiah/kerajinan tangan di luar jam pelajaran?
SL SR KK TP
Alasan
6.
Apakah anda pernah meminta bantuan kepada guru BK untuk mengatasi masalah yang sedang terjadi?
7.
Apakah anda pernah curhat kepada guru BK?
8.
Apakah anda pernah mengikuti penyuluhan di sekolah?
9.
Apakah anda pernah mengikuti ceramah agama di lingkungan rumah anda?
10. Pernahkah anda mengadakan acara/pertemuan bersama guru-guru di luar jam pelajaran?
11. Apakah anda pernah mengikuti organisasi di sekolah ataupun di lingkungan masyarakat? 12. Apakah anda pernah mengadakan diskusi kelompok tentang bahaya narkoba? 13. Pernahkah di sekolah anda mengadakan bakti sosial?
14. Pernahkah anda mengikuti pelajaran tambahan di sekolah? 15. Pernahkah anda berbohong kepada orang tua, guru ataupun teman? 16. Apakah anda pernah membolos?
17. Apakah anda pernah kabur dari rumah?
18. Apakah anda pernah membawa/membaca buku-buku porno di sekolah? 19. Pernahkah anda menggunakan obatobatan terlarang? 20. Apakah anda pernah bergaul dengan pemakai obat-obatan terlarang? 21. Apakah anda pernah terlibat dalam tawuran antar pelajar? 22. Apakah anda pernah melakukan sikap yang
tidak taat pada perintah orang tua? 23. Apakah anda pernah dimarahi kakak atau orang tua? 24. Apakah anda pernah melakukan sikap yang tidak taat pada perintah guru?
25. Apakah dalam pemecahan masalah siswa, guru BK bekerjasama dengan pihak orang tua? 26. Pernahkah guru BK memberikan hukuman apabila ada yang melanggar tata tertib di sekolah? 27. Pernahkah petugas BK mengadakan razia terhadap benda-benda tajam, bacaan-bacaan porno, serta obat-obatan terlarang? 28. Pernahkah di lingkungan rumah anda mengadakan ceramah agama? 29. Apakah anda pernah mendapatkan peringatan/ teguran dari guru BK?
30. Pernahkah guru BK mengadakan pembinaan khusus pada siswa yang bermasalah?