K E JliJ A KS.AN A ·A N. DT
PEMBANGlJNAN
BI-D .A: N G
PEK·ER-J AA·.N
UMUM
OLEH
POERNOMOSIDI
HADJISAROSA
BAHAN CERAMAH PADA KURSUS REGULER ANGKATAN KE XI LEMBAGA PERTAHANAN NASIONAL TANGGAL 8 JULl 1978
lampiran
TEORI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH UNTUK NEGARA R.I.
oleh: Poernomosidi Hadjisarosa
Oep. Peker)aan Umum & T enaga Llstrik
PUSLITBANG
PERPUSTAKAAN
pernah disajikan pada kuliah umum di lnstitut Teknologi Bandung pacla tanggal 24 · 6 · 1978
QJ
OEPARTEMEN PE KERJAAN UMUM
P U S LITBANG ~ RPUSTAKAAN
;
/ft/H/Tft
!Diterim <J tgl
1 ·£D
N.l. : ~ro
N.K.: 7//..;2. : 3?"7,- .j[ jHit.P j
~-""'- (
no.~ ..
P U S L-rt ~ ~~ us
;e
1
A. INTRODUKSI
........... tujuan dasar : Kehidupan manusia mengenal sederetan tujuan-tujuan, seperti misalnya peningkatkan produksi (berbagai macam kebutuhan), peningkatan lapangan-kerja, peningkatan penyediaan fasilitas-fasilitas pelayanan umum, peningkatan pendapatan beserta pemerataannya dan lain sebagainya.
Usaha-usaha untuk mencapai tujuan-tujuan seperti itu tercakup dalam "usaha
besar", yang bertujuan mewujudkan keseimbangan antar daerah dalam hal tingkat pertumbuhannya. Tujuan-tujuan itu akhirnya tercakup juga dalam tujuan lain lagi yang lebih luas,
yakni
"kehidupan masyarakat yang adil dan makmur", sebagai tujuan-ideal yang selalu dan tiada akan henti-hentinya dikejar. Tujuan-tujuan dalam berbagai tingkatan, yang manapun juga, menurut kenyataan dicapai melalui "pertumbuhan", yang dikenal sebagai ciri-umum jalannya kehidupan manusia. Disebabkan karena sifatnya yang mendasari usaha pencapaian tujuan-tujuan lain, maka "pertumbuhan" dinyatakan sebagai tujuan dasar.
Atau dengan kata lain dapat disebutkan, bahwa
bersamaan dan tetap dalam kaitannya dengan tujuan-dasar dicapailah tujuan-tujuan lain .
........... gejala katidak-seimbangan :
2 Dalam kehidupan manusia dijumpai adanya gejala ketidak seimbangan/k etidak-merataan yang muncul pertama-tama karena kedua alasan berikut ini: (1)
Gejala ketidak-seimb angan/ketidak -merataan timbul seja_lan dengan terbentuknya "struktur", sebagai akibat diterapkannya pola-pola effisiensi pada berbagai aspek kehidupan manusia, dalam rangka memenuhi tuntutan pertumbuhan.
(2)
Gejala ketidak-seimb anganfketidak -m"rataan timbul karena adanya kecenderungan pada sistim-sosial untuk menolak berlakunya hukum-keseim bangan.
Gejala ketidak-seimb angan/ketidak -merataan yang timbul karena alasan pertama. merupakan kejadian yang tidak dapat dielakkan dan justru merupakan akibat langsung dari usaha pemenuhan persyaratan bagi terwujudnya pertumbuhan itu sendiri. Tindakan yang dapat dilakukan hanyalah mengurangi "keterjalan"-n ya sampai pada batas yang masih dapat ditolerir, mengingat bahwa tindakan seperti ini berakibat menurunkan nilai effisiensi dan berarti mengurangi laju pertumbuhan. Gejala ketidak-seimb angan/ketidak -merataan yang timbul karena alasan kedua, merupakan gejala yang akan selalu timbul dengan sendirinya, selama proses pertumbuhan berlangsung tanpa kendalL Sesuatu yang telah mencapai tingkat pertumbuhan lebih tinggi, akan tumbuh Walaupun keseluruhanny a mengalami pertumbuhan, namun sejalan dengan itu, jarak antar tingkat-pertum buhan menjadi makin besar dan tarus membesar. dengan lebih cepat pula.
Gejala yang timbul karena alasan kedua itu, pada prinsipnya dapat dan sewajarnya perlu dielakkan, yaitu dengan melaksanakan pengendalian atas jalannya proses pertumbuhan. Apabila tinjauan ini dikenakan pada tingkat pertumbuhan di daerah-daerah , sekarang pun keadaannya di Indonesia telah jauh dari keseimbangan , sehingga, selain diperlukan kegiatan yang bersifat mencegah membesarnya jarak antar tingkat pertumbuhan, juga diperlukan langkahlangkah yang membawanya ke keseimbangan . Catatan: (1)
(2)
Gejala yang timbul karena alasan pertama, berlaku dalam suatu "satuan". Disitu dijumpai satu hirarki, sehingga dijumpai satu "satuan mekanisme pengembangan" . Gejala ketidak-seimbangan /ketidak·merata an timbul karena adanya hirarki itu. Peniadaan hirarki berarti peniadaan struktur, dan pengertian "satuan" pun tiada lagi, begitu pula, pola effisiensi tidak berlaku la<Ji. Gejala yang timbul karena alasan kedua, berlaku antar "satuan". Keseimbangan antar "satuan" tidak menghilangkan struktur yang berlaku pada tiap-tiap "satuan" dan pola effisiensi tetap berlaku pada masing·masing.
3
........... tantangan :
Niat untuk mewujudkan keseimbangan antar daerah Jalam hal tingkat pertumbuhannya, dan itulah titik sentral pembahasan ini, dihadapkan pada pertanyaan-pertan yaan berikut ini: (1)
Kriterium apakah yang dipakai untuk menyatakan tingkat pertumbuhan?
(2)
Satuan produk manakah yang akan dipakai sebagai variabel dalam perencanaan? {Setiap usaha pada dasarnya rnelampaui tahapan perencanaan terlebih dahulu).
Jawaban atas pertanyaan-pertan yaan tersebut berpijak pada pengertian-pengert ian serta teori yang akan diketengahkan dalam Bab berikutnya.
4
B. PENGERTIAN DAN TEORI "BERKEMBANGNYA WI LA YAH"
........... kriterium : Berbagai kalangan mempergunakan kriteriurn "pendapatan daerah" untuk mengukur Sebagian dari kalangan itu mempergunakan "pendapatan daerah
tingkat pertumbuhan daerah.
per kapita" sehagai kriterium.
Catatan: Penggunaan "pendapatan daerah per kapita" sebagai kriterium, akan membawa pada kesimpulan, bah· wa pada banyak daerah di luar pulau Jawa belum lagi perlu dilakukan usaha-usaha pembangunan, berhubung telah menunjukkan angka yang lebih tinggi daripada di Jaw a.
Pemakaian "pendapatan daerah" sebagai kriterium untuk mengukur tingkat pertum· buhan daerah bukannya salah, melainkan sangat sukar untuk rnencari l
Selain dari itu, "pendapatan belurn memberikan gambaran yang
memadai tentang kebutuhan sebenarnya dari masyarakat.
Pendapatan tinggi belum berarti
suatu kemudahan bagi rnasyarakat dalam memperoleh kebutuhannya. Adapun kriterium yang dipilih untuk menyatakan tingkat pertumbuhan sesuatu daerah adalah justru tidak langsung memberitahukan perturnbuhannya sendiri, melainkan memberitahukan faktor "tingkat kemudahan" bagi masyarakat dalam mendapatkan kebutuhan-kebutuh· annya, baik berupa kebutuhan hidup maupun berupa kebutuhan-kebutuhan untuk melakukan kegiatan-usaha.
5 Kriterium "tingkat kemudahan" memberikan pula ukuran bagi "kesempatan untuk tumbuh" serta ukuran bagi "daya tarik".
Dengan "kesempatan untuk tumbuh" yang seim-
bang, pada dasarnya dapat dicapai tingkat pertumbuhan yang seimbang pula. Catatan: (1)
(2)
Scbagai pengganti "t;ngkat keml!dahan" dapat pula dipcrgunakan rumusan "tingkat ketersediaan". Kedua-duanya dapat dipergunakan dan berlaku mempengaruhi orientasi serta pertimbangan masyarakat dalam rangka menentukan lokasi tempat bermukim maupun lokasi dan jenis kegiatan-usahanya. Dari sinilah muncur fak. A daya-tarik dan ikut menentukan ali ran-modal. Kaitannya dengan pcrtumbuhan ialah pada "kebutuhan untuk melakukan kegiatan usaha". Makin tersedia atau makin mudah diperolehnya kebutuhan itu. akan makin besar pula kesempatan bagi berkembangnya proses kegiatan-usaha, sebagai proses pemenuh keseluruhan kebutuhan manusia. Sebagai catatan pula. proses kegiatan-usaha ialah kumpulan keseluruhan kegi· atan-usaha yang dilakukan oleh manusia, baik yang tercakup dalam bidang ekonomi, sosial maupun politik .
•.......... prinsip-prinsip satuan-produk
Mengenai satuan-produk yang dipilih sebagai variabel dalarn perencanaan, sudah tentu adalah satuan produk yang benar-benar menampung makna dari kriterium tersebut.
Da~am
hubungan ini, predikat "satuan" berlaku mencakupi dirnensi wilayah. \11/ujudnya sendiri akan merupakan "satuan wilayah".
Selain dari itu, predikat "satuan" jugamencakupi penger\i;Jil
"satuan" dalam mekanisme pengembangan, sehingga satuan produk yang dimaksudkan itu dapat diberi sebutan Satuan Wilayah Pengembangan, atau disingkat SWP. "Mekanisrne pengernbangan" yang dimaksudkan itu dijurnpai sebagai rnekanisme "berkembangnya wilayah".
Satuan produk SWP adalah apa yang nampak dan diwujudkan
oleh proses "berkembangnya wilayah". Catatan: ( 1)
(2)
Sengaja di pergunakan sebutan "berkembangnya wilayah" untuk membedakan tekanan artinya dari sebutan "pengemhangan wilayah". "Bcrkembangnya wilayah" mengandung arti sebagai obyek ;;engamatan seperti apa adanya, sedangkan "pengembangan wilayah" mengandung arti sebagai suatu tindakan mengembangkan wilayah. "Berkembangnya wilayah" dapat ditinjau analcxJ dengan sebutan "berkembangnya pohon". Pohonnya sendiri merupakan apa yang nampak dan diwujudkan oleh proses "berkembangnya pohon". Untuk dapat mempengaruhi jalannya perkembangan si pohon, perlu dikenal terlebih Baru setelah itu dapat dilakukan tindakan dahulu mekanisme "berkembangnya pohon". mcngembangkan pohon, lebih baik daripada sebelumnya dan secara terarah. ·
Hasil pengenalan atas jalannya proses "berkembangnya wilayah", termasuk mekanismenya, dituangkan ke('alam rumusan-rumusan yang disajikan sebagai Teori Berkembangnya Wilayah.
Jalannya analisa, secara memintas (memotong kompas, menempuh jarak sependek
mungkin), dapat diketengahkan sebagai berikut.
6 .......... struktur satuan-produk :
Menurut wujudnya, kebutuhan masyarakat dapat dikelompokkan kedalam jasa atau
barang. Berbicara mengenai kebutuhan berupa pendapatan, tidak lain adalah pendapatan yang ekwivalen nilainya dengan jasa atau barang yang dihasilkannya.
Jasa, barang ataupun penda-
patan merupakan produk dari proses kegiatan-usaha, periksa Catatan {2) hal. 5. ngenai kebutuhan berupa lapangan kerja, tidak lain
~dalah
Berbicara me-
kegiatan-usaha itu sendiri.
Penam·
bahan lapangan-kerj<J berarti pengembangan proses kegiatan-usaha.
Catatan:
(11
Yang tergolong kebutuhan berupa barang ialah prasarana, sarana, barang-barang modal, bah an baku/penolong dan barang-konsumsi. Yang tergolong kebutuhan berupa jasa (langsung dikonsumsi) ialah misalnya jasa pendidikan, jasa pelayanan kesehatan, jasa pelayanan peribadahan, jasa pernerintahan, jasa perlindungan hukum, jasa keamanan, jasa-angkutan dan lain sebagainya.
(2)
Mengenai kebutuhan ringan" kebutuhannya. kan oleh masyarakat.
berupa jasa, pertama-tama dibedakan menurut "tingkat kese-
Jasa, dengan
ti~gkat-keseringan
tinggi, kebutuhannya sangat dirasa·
Untuk menjangkaunya menyangkut mobilitas, yang berarti pula biaya,
sehingga penyediaannya berada dalam j;mgkauan lokal.
Penyediaan jasa sifatnya langsung,
sehingga kegiatan-usaha yang menghasilkannya juga berada dalarn jangkauan lokal.
Atau
s~ba
liknya dapat disebutkan, bahwa kegiatan-usaha penghasil jasa memberikan pelayanan yang berjangkauan lokal. Selain dari itu, kegiatan-usaha penghasil jasa dikenal "berorientasi kedalam" dalam arti, bahwa jasa yang dihasilkannya itu ditujukan kepada masyarakat yang berada dalam wilayah yang sama.
Dengan demikian, dalam memberikan peiJyanan kegiJtan-usaha penghasil jasa
(yang langsung dikonsumsi) rne'lunjukkan ciri-ciri : (a) berjangkauan lokal, dan (b) berorientasi kedalam.
Kegiatan-usaha ini untuk selanjutnya dikenal dengan kegiatan·usaha N-E.
Berbeda dengan jasa, penyediaan barang sifatnya tidak langsung.
Barang disedrakan
melalui jasa-distribusi {terrliri dari jasa-perdagangan d;m jasa-angkutan, seb<1gai bagian-bagi;m yang tak terpisahkan).
Pengamatan atas pergerakan barang ditujukan pada kegiatan-usaha
penghasil jasa-distribusi.
Penghasil barangnya scndrri dapat berada dalam jangkauan lokal ma-
upun jangkauan tidak lokal, seperti di wilayah lain, di pulau lain ataupun di negara lain. Dalam rangka ini, kegiatan-usaha penghasil jasa-distribusi Juga masih dikenal sebagai "berorientasi kedalam", walaupun barangnya berasal dari luar wilayah. Disamping memberikan pelayanan kepada masyarakat yang berada dalam wilayah sarna berupa barang, juga berfungsi melayani pemasaran hasil produksi masyarakat dalam wilayah itu
kepasaran di luar, seperti kc wilayah lain, ke pulau lain ataupun ke negara lain.
Dalam hubu-
7
ngan ini, kegiatan-usaha penghasil jasa-distribudi dikenal "berorientasi keluar". Dengan demikian, dalam rnemberikan pelayanan, kegiatan-usaha penghasil jasa-distribusi menunjukkan ciri-ciri : (a) selain berjangkauan lokal, juga tidak lokal, dan (b) disamping berorientasi kedalam, juga berorientasi keluar.
Jangkauan tidak lokal, terutama dikaitkan
dengan pelayanannya yang berorientasi keluar, dan pada prinsipnya diusahakan untuk menjangkau jarak sejauh mungkin, yaitu sejalan dengan usaha pencapaian pasaran yang seluas-luasnya.
Kegiatan-usaha ini untuk selanjutnya dikenal dengan kegiatan-usaha E .
...... ..... pembentuk struktur : Pertumbuhan, menuntut diterapkannya pola-pola effisiensi pada segenap kegiatan-usaha, baik yang tergolong dalam bidang ekonomi, sosia! maupun politik ; dengan dernikian juga pada kegiatan-usaha N-E dan kegiatan-usaha E.
Pelaksanaannya terlihat pada pertimbangan
skala-ekonomis dan pemilihan lokasi yang paling menguntungkan dalam pemberian pelayanan. Selain dari itu, juga dalam bentuk kecenderungan berkelompoknya berbagai kegiatan·usaha untuk memenuhi kebutuhan bersama, sebagai suatu jalan yang menguntungkan. Bagikegiatan-usaha N-E, lokasi yang dinilai paling menguntungkan ialah lokasi-sentral, sesuai dengan ciri-ciri dalam pelayanannya (Gambar a).
Sedangkan untuk kegiatan-usaha E,
lokasi yang dinilai paling rnenguntungkan ialah lokasi-ujung, sesuai dengan ciri-ciri dalam pelayanannya (Gambar b), terutama dalam hal jangkauannya yang tidak-lokal dan ''berorientasi keluar.
Pergeseran
lokasi, dari sentral ke ujung, membawa keuntungan ekonomis sebesar : BM=1,46m.a.R3(2,15
-1) *)
Dari persamaan tersebi.Jt diperoleh petunjuk, bahwa dengan makin luasnya wilayah yang terlayani, f(R), akan makin terasa besarnya keuntungan. Catatan: Pada ukuran wilayah Kecamatan, pengaruh lokasi sentral pada umumnya masih terasa. Lebih dari ukuran itu. tidak lagi dijumpai peranan sentralnya, periksa lokasi kota·kota besar pads umumnya. • ldari penulis
8 Perbedaan, dalam hal pemilihan lokasi yang dinilai paling menguntungkan, antara kegiatan-usaha N-E dan kegiatan-usaha E tidak mengurangi kecenderungan untuk berkelompok, mengingat bahwa : (a) berkelompoknya kegiatan-usaha tetap merupakan langkah yang menguntungkan,
dan (b) kegiatan-usaha N-E mudah menyesuaikan diri, sesuai dengan ciri-ciri
dalam pelayanannya, yaitu yang berjangkauan lokal dan berorientasi kedalam. Sepanjang analisa yang dilakukan sampai pada tahapan ini diperoleh petunjuk, bahwa unsur pembentuk struktur pacta wilayah ialah jasa-distribusi.
Jasa-jasa lain bukanlah unsur
pembentuk struktur, walaupun dapat mempengaruhi dujud strukturnya. Catatan: Dimanapun lokasi dari kegiatan-usaha penghasil barang, akhirnya biaya distribusilah yang rnenentukan jangkauan pemasaran, dengan demikian juga luasnya pemasaran. Dengan demikian, analisa lebih lanjut yang dimaksudkan untuk mengenal wujud strukturnya, ditujukan pada tingkah-laku jasa-distribusi.
..••.•••... simpul jasa-distribusi ; Kegiatan-usaha ekonomi bermula pada sumber-alam dan berakhir pada konsumenakhir.
Bertolak pada sumber-alam diperoleh produk-primer, melalui kegiatan-usaha primer
(produksi}.
Kegiatan-usaha primer, dengan demikian juga produk primer, berlokasi pada tern-
pat diketemukannya sumber-alam. Catatan: Konsumen-akhir ialah pihak yang menampung barang-barang-konsumsi, sehingga industri tidak terma· suk konsumen-akhir. Jasa-distribusi, pada hakekatnya berperan memasarkan produk-primer menuju konsumen-akhir.
Selama perjalanan, produk-primer dapat mengalami perobahan melalui proses pe-
murnian, pengolahan, pengerjaan dan sebagainya, dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan konsumen-akhir.
Proses-proses seperti itu merupakan fungsi kegiatan-usaha sekunder (produk-
si}, yang bersifat melengkapi kegiatan-usaha distribusi (tertier), dalam rangka pemasaran produk-primer. Sumber-alam, letaknya tersebar-sebar.
Konsumen-akhirpun berada tersebar-sebar.
Kegiatan-usaha distribusi berperan menghubungkan kedua-duanya, sehingga menghadapi derajad penyebaran yang lebih besar lagi.
Dalam rangka mengatasi kenyataan demikian itu, terja-
9
dilah bentuk-bentuk yang mencerminkan penerapan prinsip-prinsip effisiensi pada proses distribusi, yaitu berupa simpul-simpul jasa-distribusi, periksa Gam bar L Proses pemasaran, yang bermula patla produk-prirner dan menuju konsumen-akhir, menggambarkan adanya arus-barang, begitu pula arus jasa-distribusi.
Pada simpul-simpul itu
arus jasa-distribusi, juga arus-barang, terputus .
........... hubungan fungsionil antar kota : Terjadinya simpul Jilsa-distribusi menimbulkan pusat kegiatan-usaha distribusi, yaitu yang mencakupi perdagangan dan angkutan.
Dtsilu terlibat sejumlah manusia, yang memerlu-
kan juga pelayanan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. fungsi melayani itu melibatkan pula sejumlah manusia.
Kegiatan-usaha yang ber-
Begitu seterusnya, sehingga terjadilah
konsentrasi kegiatan-usaha dengan disertai pemukiman manusia-rnanusianya, yang membentuk kehidupan kota.
Dalam kaitan inilah, simpul jasa-distribusi dinyatakan sebagai titik-tumpu
bagi tumbuh dan berkembangnya kota, menu rut konsiderasi ekonomi. A tau dengan kata lain. kota mempunyai fungsi ekonomi dalam rangka peranannya sebagai simpul jasa-distribusi.
Catatan: Dapat terjadi, bahwa suatu kota dibangun tanpa mempunyai fungsi ekonomi. Sebagai contoh ialah kota Palangkaraya (selam~ kota itu tidak mempunyai hinterland). Sebagai pusat perdagangan, maka harga-barang yang berlaku pada simpul (kota) merupakan ukuran harga-pasar bagi barang-barang yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan-usaha produksi yang berada disekitarnya.
Sebaliknya, kegiatan-usaha produksi berusaha untuk dapat
mencapai tingkat harga-pasar yang berlaku pada simpul (kota). Simpul, mempunyai kelebihan dari sekedar sebagai pasar.
Suatu barang yang dapat
mencapai tingkat harga-pasar yang berlaku pada suatu simpul, akan terjamin pemasarannya sampai pada konsumen-akhir. Dalam usahanya untuk mencapai tingkat harga-pasar yang berlaku pada simpul, kegiatan-usaha produksi memperhitungkan besarnya biaya-angkutan yang perlu ditutupnya, periksa Gambar 2.
Untuk suatu jenis barang berlaku harga-produksi minimum, sehingga untuk
suatu tingkat harga pasar pada simpul berlaku pula suatu batas wilayah, yang menggambarkan dan disebut Wilayah Pengaruh Simpul.
Dalam wilayah pengaruh itu, kegiatan-usaha produksi
dapat mencapai harga-pasar dan berarti dapat terjangkau oleh pelayanan pemasaran. wilayah, berarti tidak terjangkau lagi oleh pelayanan pemasaran sesuatu simpul.
Diluar
10
Dengan menurunnya biaya-angkutan Wilayah Pengaruh Simpul menjadi lebih luas. Makin merendah biaya-angkutan, akan makin luas wilayah pengaruhnya. Menurunnya biaya-angkutan disebabkan diantaranya oleh meningkatnya teknologi angkutannya.
Sedangkan teknologi meningkat sejalan dengan membesarnya volume arus barang
(gejala perkembangan).
Teknologi angkutan yang meningkat, sebaliknya menuntut syarat,
berupa "pengumpulan barang" sebelum diangkut. Pengumpulan barang, tidak lain adalah suatu bentuk simpul jasa-<listribusi juga.
Sejalan dengan berlangsungnya perkembangan, bermun-
culanlah simpul-simpul jasa-<listribusi, yang nampak sebagai kota-kota (kecil) baru. Simpul yang timbul kemudian itu, sifatnya melengkapi simpul yang telah ada sebelumnya.
Simpul yang timbul kemudian itu berada dalam sub-ordinasi simpul yang telah ada sebe-
lumnya. Teknologi angkutan, yang menghubungkan simpul yang telah ada sebelumnya itu dengan simpul lain, dapat pula meningkat sejalan dengan makin memadatnya arus barang. ningkatan teknologi angkutan berpengaruh memperbaiki tingkat harga-pasar.
Pe-
Perbaikan ting-
kat harga-pasar membawa pengaruh pula pada perbaikan tingkat harga-pasar pada simpul yang berada dalam sub-ordinasi, periksa Gambar 3 : (HPo)2 ke (HPJ)2 berpengaruh pada perobahan (HPoh ke (HP1hTingkah-laku jasa-distribusi, sebagaimana diungkapkan pada Gambar 2, berlaku untuk satu jenis barang.
Jasa-distribusi tidak membedakan jenis barang *) dan menampung sekaliuus
berbagai jenis barang. Gambaran mengenai tingkah-laku jasadistribusi dalam menampung sekaligus berbagai jenis barang, didapatkan melalui cara "penumpangan" (super imposed), periksa Gambar 4.
Lebih dekat pada simpul, lebih banyak pula jenis barang yang terjangkau oleh pe-
layanan pemasaran, yang berarti lebih luas kesempatan yang tersedia untuk perkembangan kegiatan-usaha. Simpul yang terjadi kemudian itu dapat pula menimbulkan simpul baru, yang sifatnya melengkapi padanya.
Bagitu seterusnya, sehingga terbentuk sederetan simpul-simpul yang
terikat satu dengan lainnya dalam hubungan fungsionil pemasaran.
Hubungan seperti itu me-
nampakkan adanya susunan hirarki, yang arahnya ditentukan oleh arah dari orientasi geographis pemasarannya, periksa Gambar 5.
Ciri-ciri hubungan fungsionil antar simpul, tidak lain
menggambarkan ciri-ciri hubungan fungsionil antar kota. Orientasi Geographis Pemasaran yang dijumpai pada wilayah-wilayah kepulauan Indo· nesia, mengarah pada "perairan dalam".
Apakah arah ini keliru ?.
Tidak, justru tepat sekali,
mengingat bahwa arahnya sesuai dengan orientasi perdagangan antar daerah. *) Kecuali beberapa jenis barang yang torgolong khusus, seperti minyak, kayu glondongan dan
ternak, yang mempergunakan fasilitas distribusi yang khusus pula.
Makin intensif
11
berlangsungnya perdagangan antar daerah, akan makin tinggi tingkat ketergantungan ekonomis antar daerah, yang berarti makin kokoh Kesatuan Ekonomi Nasional.
Selain dari itu, perda-
gangan antar daerah yang intensif membuka peluang bagi berlangsungnya "spesialisasi daerah" yang berarti memperluas kesempatan untuk perkembangan .
........... batas Satuan Wilayah Pengembangan : Terdapat simpul-simpul (kota-kota) yang titl11k berada dalam sub-ordinasi sesuatu simpul.
Simpul-simpul (kota·kota) ini dinyatakan sebagai simpul-simpul (kota-kota) Orde-
Kesatu.
Hubungan antar simpul Orde-Kesatu, sifatnya tukar-menukar pada tingkatan fungsi
yang sama tinggi, walaupun besar rnasing-masing tidak perlu sama. Batas Wilayah Pengaruh dari simpul Orrle-Kesatu, m lampaui simpul-simpul yang berada dalam sub-ordinasinya, merupakan batas Satuan Wilayah Pengernbangan.
Wilayah
yan~
tercakup didalamnya tunduk pada satu "satuan'" mekanisme p-:::.1gembangan, yaitu "satu;m · mekanisme berkembangnya wilayah.
Catatan: Mengingatkart kemb~li, bahwa Satuan Wilayah Pengembangan yang dimaksudkan itu, dikenal ~ebag: i satuan produk ya:1g nampak dan diwujudkan oleh proses "berkembang·nya wilayah", artinya diken .I seperti apa adanya.
SWP
= SWE + Xs,p
Batas Wilayah Pengaruh Simpul Orde-Kesatu diidentifikasi berdasarkan kaidah-kaidah ekonomi, dan memang tidak ada lain dari itu.
Wilayah yang tercakup didalamnya, lebih tepat
jika dinyatakan sebagai Satuan Wilayah Ekonomi (SWE).
Dengan memperluas pengamatan
kearah kebutuhan-kebutuhan yang tergolong Non-Ekonomi (X 5 ,pl. terwujudlah Satuan Wilayah Pengembangan.
12
........... kaitannya dengan "tingkat kemudahan·· Jasa-distribusi dengan kepadatan tinggi menunjukkan "'tingkat kcmudahan" yang tinggi pula bagi masyarakat dalam rnernperoleh kebutuhar· 1ya.
Jasa-distribusi dengan kepadatan
tinggi mengundang teknologi angkutan yang tinggi puia dan memberikan peluang bagi berlakunya tingkat harga-pasar yang berlaku pada simpul, yang menguntungkan pula. Dengan tingkat harga-pasar yang menguntungkan, wilayah penCJaruhnya pun luas.
Dengan demikian terdapat
hubungan ketergantungan
PadJ Satuan Wilayah PengembJngan yang lebih luas dijumpai ting-
kat-kemudahan yang lebih tingg1.
13
C. STRATEGI PENGEMBANGAN WILAVAH
.....•.••.• keseimbangan dan tingkat perataan : Dalam suatu SWP tidak dijumpai adanya keseimbangan/perataan. dikarenakan perbeSedangkan antar SWP pada primipnya dapat dicapai kcseimbangan_ Denga1 daan hirarki. demikian, maka, apabila pada wilayah Nasional dikehendaki adanya keseimbangan
densa~.
tingkat perataan yang tinggi, diperlukan hadirnya sejumlah besar SWP yang dalam keadaan seMakin tinggi tingkat perataan yang hendak dicapai, rnakin besar pula jumlah Svi imbang. yang harus terjadi .
••.•..•.... periode-periode pembinaan : Pada wilayah Nasional dijumpai lebih dari 70 SWP, yang tersebar mulai dari Sabanq sampai Merauke.
Sebagai contoh diberikan garnbaran rnengenai SWP yang berlaku di bagian
Utara Pulau Sumatera, periksa Gambar 7_ Sekian banyak SWP itu menunjukkan ukuran yang tidak sa rna besarnya. "Tingka I kemudahan" yang bcrlaku tidak sama tingginya, yang berarti bahwa kesempatan untuk tumbuh pun tidak sama.
Hadirnya sejumlah SWP seperti itu, merupakan suatu pra-kondisi bag1
berlangsungnya pertumbuhan nasional yang makin tidak seimbang, selama terhadapnya dilakukan suatu perombakan.
tiolil~
14
Arah perombakan yang perlu dilakukan adalah jelas, yaitu membawa sejumlah SWP tersebut kedalam keadaan keseimbangan.
Sasaran jangka panjang yang ingin dicapai ialah
keseimbangan dengan tingkat perataan tinggi, yang berarti menuju terwujudnya SWP-SWP yang dalam keadaan keseimbangan dan berjumlah lebih banyak, bahkan jauh lebih banyak, dari 70 buah.
Dalam hubungan ini timbul pertanyaan : Apakah langsung mengarah pada keseimba·
ngan dengan jumlah SWP lebih dari 70 buah ?.
Ataukah bertindak menyeimbangkan SWP
yang berjumlah 70 buah itu ? . Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut," perlu terlebih dahulu dipertimbangkan bahwa : (a)
penyeimbangan merupakan proses deffisiensi : dalam hubungan ini perlu diukur kemampuan dalam penyediaan dana untuk mentolerir deffisiensi tersebut ; pada saat ini rasanya untuk menutup kebutuhan dana bagi penyeimbangan ke - 70 buah SWP itu saja sudah berat :
(b)
berapapun jumlahnya, penyeimbangan SWP membawa keuntungan Nasional yang amat besar, yaitu misalnya : b.l. dengan SWP yang seimbang dapat diwujudkan perdagangan antar daerah yang effisien; b.2. perdagangan antar daerah yang effisien membuka peluang berlangsungnya spesialisasi daerah ; b.3. spesialisasi daerah membuka kesempatan yang lebih luas bagi pertumbiJhan daerah, yang selanjutnya membuka kesempatan berlangsungnya perdagangan antar daerah yang makin intensit ; b.4. perdagangan antar daerah yang makin intensif, berarti meningkatkan ketergantungan ekonomis antar daerah, yang berarti memperkokoh Kesatuan Ekonomi Nasional ; b.5. keseluruhannya memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan Nasional yang lebih effisien, periksa contoh pada Gambar 8. Dengan memperhatikan pertimbangan tersebut, langkah yang perlu ditempuh ialah
mewujudkan secepatnya keadaan keseimbangan, walaupun dengan tingkat perataan yang rendah, kurang dari 70 buah, terlebih dahulu. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan langkah ini dinyatakan sebagai Periods I.
Cata13n: Jumlah SWP kurang dari 70 buah, misalnya 12. Penurunan jumlah tidak berarti meninggalksn sisanya yang berjumlah 58, melainkan dengan memberikan kesempatan bagi SWP-SWP yang berukuran kecil untuk mengelompokkan diri menjadi SWP yang leblh besar, guna mengimbangi SWP-SWP lainnya yang sudah besar dan kuat.
15
Dengan berakhirnya Periode I, pertumbuhan Nasiona! berlangsung dengan lebih effisien.
Pertumbuhan seperti ini dibiarkan terus berlangsung selama suatu peri ode, yang dinyata-
kan sebagai Periode II.
Dalam Periode II ini, peningkatan pendapatan nasional diharapkan
terjadi dengan lebih cepat, atau sebagai gantinya perluasan kesempatan kerja terjadi dengan lebih cepat. Periode II
dianggap perlu diakhiri, pada saat kemampuan penyediaan dana untuk
membiayai perataan telah cukup memadai.
Pada saat itu, mulailah Periode Ill, yang mengarah
pada tingkat perataan tinggi, dengan jalan memperbesar kembali jumlah.SWP, periksa Gambar
9.
........... proses pengelompokkan : Proses pengelompokkan antar sejumlah SWP didasarkan pada daya-tarik harga-pasar. Pada salah satu simpul Orde-Kesatu, yang diproyeksikan sebagai Orde-Kesatu-nya masa depan, diciptakan tingkat harga-pasar yang menarik bagi SWP selebihnya.
Untuk itu, kepadatan jasa-
distribusi pada simpul tersebut secepatnya ditingkatkan. Untuk meningkatkan kepadatan jasa-distribusi dalam waktu yang relatip singkat, dapat ditempuh melalui pengembangan industri.
Sebagai suatu kumpulan industri, akan secepatnya
melibatkan jasa-distribusi yang meningkat dan berakibat peningkatan jasa-distribusi setempat. Kepadatan jasa-distribusi yang rneningkat mengundang teknologi angkutan yang lebih tinggi, yang berpengaruh memperbaiki tingkat harga-pasar. Dalam hal, industri tidak tertarik untuk datang, cara yang ditempuh ialah langsung rnelibatkan teknologi angkutan yang lebih tinggi, dengan menanggung beban subsidi.
Pemilihan
teknologi, berikut frekwensi, sedemikian rnenarik, sehingga benar-benar memberikan keunSetelah penggabungan terjadi, baru ke-
tungan bagi SWP-SWP selebihnya untuk bergabung. mudian kepadatan jasa-distribusi meningkat.
Pada suatu saat kepadatan yang diperlukan ter-
capai, dan berakhirlah masa subsidi. Pengelompokan SWP yang terjadi karena perbaikan tingkat harga-pasar, merupal
Usaha untuk memperbaiki tingkat harga-
Modal ini seharusnya akan membawa keuntungan yang lebih besar,
apabila ditanamkan pada SWP yang telah berkernbang. dal merupakan suatu gejala deffisiensi ( -- ). teoritis hasilnya tetap ( - ). suatu deffisiensi.
Dalam hubungan ini, pengalihan mo-
Apabila keduanya dipersatukan, (+)dan (-). Berapa besarnya deffisiensi yang sebaiknya di-
tanggung, ditentukan berdasarkan suatu proses optimasi, yang sekaligus menentukan jumlah SWP yang hendak diseimbangkan dalam Periode I.
1 Jarak arus-barang
s,
s2 ....................................... sn
GAMBAR 1.
KETERANGAN: P1 K8
Produk-Primer
J~.n
Jm ·produksi sekonder
Jm,d
s1, s2
Konsumen Akhir
Jm-distribusi .......... Sn " Simpul Jm ·distribusi
HARGA PASAR
I
HARGA PRODUKSI : MINIMUM 1
I
GAMBAR 2 : to- t 1, t2, t 3, t 4
a
b
SIMPUL Jm d DAN WILAYAH-PENGARUHNYA Garis Lengkung Biaya Angkutan Wilayah-Pengaruh Simpul Jm,d A menurut Garis Lengkung Biaya·Angkutan t
0
Wilayah-Pangaruh Simpul Jm,d B y~ng terjadi satelah berlakunya Garis Lengkung Biaya·Angkutan t 4.
I I' I
I
GAMBAR 3.
I
sl
~
WP 0
I
I I
if--
KETERANGAN :
HP WP
Harga Pasar Wilayah Pengaruh
index 0 index 1
keadaan asal keadaan setelah berobah
WP 1
-------"""TrTmrr-- -----HARGA-PAS AR (DALAM 100 UNIT)
OSB
IS I
I
1
I
GAMBAR 4 :
WILAYAH -PENGARUH UNTUK MULTI-JENIS BARANG
S
Simpul Jm,d
1,2,3,4,5,6,7,8,9
Jumlah jenis barang yang memperoleh palayanan Jm·distribusi
--o---
Harga-Produksi Minimum
,......
/
/
/
.......
0
......
...............
...... ,
0
// /
.,..,. ...-... ..... ......
.....
0
0
......
.................
0
(
)
0
0
I
0 0
0
o
0 0 0
0 0
0 0
L___
o
- - - -------. --------
a)
I
0 I
------J
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
ORIENTASI GEOGRAPHIS PEMASARAN
I
I
b) GAMBAR 5
I
I
I
I
I
I
I
I
I
--I
STRUKTUR OASAR PENGEMBANGAN WILAYAH
9.2
,' '"'"' ..__, I
.,... .,I
{
--
·-
_,-·-(
/
"' __ /
)
r·
/1
,..._J '
)
... ~
!
....._ __ ,_,..r·-.....~ ..1
0~ 107 ()
§
~9
7.!1
GAMBAR 6
ORIENTASI PEMASARAN GEOGRAPHIS KEPULAUAN INDONESIA KETERANGAN :
Angka
= Bes9rnya bongkar/muat dalam ribuan ton
(1971).
//
....-I
----1-
M 1 82 ( 9.168 9 59 \ - , - - - - T 69
1 I I
4
-~-----~ 0 I
M 1t M 49 B !54
B 11 T 20
T 50
I SWP-31
M237 B 68 T332
/
M 12 B 14 T 21
-j---
I
@<
I
Ic2ooolj
\
M 79 8 62 Tl03
....
~-
ill\_ \
'-J f'--
lu40.952I
KETERANGAN :
I
(2.000)
I
BOr;GkAII/MUAT DALI.M TON
I I
tt.16595 81108 T4407
JUMLAH KENDARAAN /HAIII
GAMBAR 7
SATUAN-SATUAN WILAVAH PENGEMBANGAN DIBAGIAN UTARA PULAU SUMATERA
I
\
GAMBAR 8
SKEMA STRUKTUR PENGEMBANGAN WILAYAH TINGKAT NASIONAL YANG IDEAL, DENGAN LIMA SATUAN WILAYAH EKONDMI YANG SEIMBANG
o~
SIMPUl JASA ORDE KESATU KOMPONEN UTAMA } KOMPONEN FEEDER
SISTIM ANGKUTAN NASIONAl
CONTOH WllAYAH, SEPERTI DAlAM GAMBAR 5 ORIENTASI PEMASARAN GEOGRAPHIS SATUAN WILAYAH EKONOMI ROUTE PElAYARAN INTERNASIONAl
. • . : ..•·.
JUMLAH SWE SEKAAANG
~ 70
\ 60
\\
\
50
\
I
\
I I
\
-;\
~\
""\
\
5., ::::>
-'
::::> ....,
\
\
I \
20
\
:;;
1
I I
1 \ 1
I
I
I
I
I
I
I I 1/ .L __ _, ___ __y
,,
I-
a: w 0.
l
I
z
~
:;;
I
<(
::1: <(
~
I I I
~
w
I
I
~\
10
..............................
I I I
I
I I PERIOOE
-iiE-
KE- 1
20- 30 TH
PERIODE
PERl ODE
KE- 2
KE- 3
10- 20 TH
GAMBAA 9.
TH
I
I
I