PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN dan SERTIFIKAT KEAHLIAN PBJ Pasal 127 Perpres 54 tahun 2010 di atas mewajibkan PPK untuk memiliki sertifikat keahlian PBJ paling lambat mulai 1 Januari 2012. Sementara sampai saat ini masih banyak PPK yang belum memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang dan jasa pemerintah. Upaya untuk memenuhi ketentuan tersebut melalui pelatihan pengadaan barang dan jasa diikuti dengan ujian sertifikasi telah sering dilakukan namun tetap saja belum sesuai dengan harapan. Salah satu sebabnya adalah rendahnya tingkat kelulusan dalam ujian sertifikasi pengadaan barang dan jasa tersebut. Bagaimana dampaknya terhadap posisi para PPK saat ini dan upaya apa yang seharusnya dilakukan. Selengkapnya baca tulisan berikut .... PEJABAT PEMBUAT KOMITMEN dan SERTIFIKAT KEAHLIAN PBJ A. Latar Belakang. Dalam pasal 127 Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ditetapkan bahwa, ketentuan tentang masa transisi pemberlakuan Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah diatur sebagai berikut: a. Pejabat Pembuat Komitmen pada Kementerian/Lembaga/Instansi lain wajib memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa sejak Peraturan Presiden nomor 54/2010 berlaku (6 Agustus 2010); b. Pejabat Pembuat Komitmen pada Kementerian/Lembaga/Instansi lain yang ditugaskan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat/Kabupaten/Kota, wajib memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa paling lambat tanggal 1 Januari 2012; dan c. Pejabat Pembuat Komitmen pada Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota wajib memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa paling lambat tanggal 1 Januari 2012. Pasal 127 Perpres 54 tahun 2010 di atas mewajibkan PPK untuk memiliki sertifikat keahlian PBJ. Berdasarkan ketentuan tersebut seseorang yang tidak memiliki sertifikat keahlian PBJ tidak boleh menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Kenyataan yang ada saat ini jumlah pegawai yang memiliki sertifikat keahlian masih sangat kurang. Setiap instansi pemerintah memerlukan satu orang PPK sebagai pejabat yang akan melaksanakan pengadaan barang/jasa yang dibutuhkan oleh instansi tersebut. Kewajiban untuk memiliki sertifikat bagi seluruh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada kementerian dan lembaga secara tegas telah ditetapkan berlaku sejak berlakunya Perpres nomor 54 tahun 2010 yaitu sejak tanggal 6 Agustus 2010. Namun dalam pelaksanaannya diberikan toleransi, setidaknya sampai dengan akhir tahun 2011 kedudukan para PPK yang belum memiliki sertifikat keahlian ternyata aman-aman saja terbebas dari kritikan yang terkait dengan kepemilikan sertifikat keahlian PBJ. Memasuki tahun anggaran 2012 setiap kementerian dan lembaga sudah mulai menunjukkan adanya keinginan yang serius untuk menerapkan ketentuan pasal 127 Perpres nomor 54 tahun 2010. Di Kementerian Keuangan keseriusan untuk menaati amanat pasal 127 Perpres nomor 54 tersebut telah dilaksanakan melalui kegiatan crass program berupa pelatihan PBJ secara serentak oleh Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan di beberapa Balai Diklat Keuangan pada tanggal 16 sampai 19
Februari 2012 dan dilanjutkan dengan pelaksanaan ujian sertifikasi pada tanggal 20 Februari 2012 yang lalu. Hasil pelaksanaan kegiatan crass program tersebut telah diumumkan sebagai berikut: No. Tempat Pelaksanaan Jumlah Jumlah Tingkat peserta Lulus Kelulusan 1. Pusdiklat AP 49 25 51,02% 2. BDK Medan 74 30 40,54% 3. BDK Pekanbaru 35 20 57,14% 4. BDK Palembang 43 29 67,44% 5. BDK Cimahi 21 15 71,43% 6. Ciawi 66 37 56,06% 7. BDK Denpasar 30 12 40% 8. BDK Malang 43 26 60,47% 9. BDK Makassar 64 27 42,19% 10. BDK Pontianak 36 23 63,89% 11. BDK Yogyakarta 34 25 73,53% 12. BDK Balik Papan 49 25 51,02% 13. BDK Manado 41 12 29,27% Jumlah 585 306 52,31% Sumber: Pengumuman Hasil Ujian Sertifikasi PBJ Kegiatan crass program tersebut diiukuti oleh para pejabat eselon IV dan eselon III karena tujuannya agar seluruh PPK yang ada saat ini dapat memiliki sertifikat keahlian PBJ. Hasil pelaksanaan ujian sertifikasi tersebut ternyata baru menghasilkan 306 orang lulusan yang akan memperoleh sertifikat keahlian PBJ. Karena itu dengan masih banyaknya peserta yang tidak lulus dalam ujian sertifikasi tersebut berarti masih banyak lagi PPK di lingkungan Kementerian Keuangan yang belum memiliki sertifikat keahlian. Jika dibandingkan dengan pelaksanaan ujian sertifikasi di tempat lain tingkat kelulusan 52,31% pada crass program tersebut di atas sudah tergolong tinggi. Di tempat lain tingkat kelulusan tersebut jauh lebih rendah bahkan ada yang sampai kurang dari 5%. Hasil penelusuran penulis terhadap pengumuman hasil ujian sertifikasi PBJ dalam bulan Januari 2010 diluar Kementerian Keuangan sebagai berikut: No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Pelaksana Badan Penelitian, pengembangan dan Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi IAIN Ambon Ditjen Pendidikan Dasar Kementrian Diknas Lembaga Pengembangan dan Konsultasi Nasional Balai Diklat Pekerjaan Umum Wilayah VII Palembang Sekretariat Daerah Pemda Depok Badan Kepegawaian Negara Jakarta Badan Koordinasi Penanaman Modal Bappeda Provinsi Jawa Tengah Insitut Teknologi Bandung Universitas Airlangga TVRI Palembang Sekretariat Daerah Pemda Kab Belu Badan Diklat Daerah Provinsi Jawa Barat Balai Pemberdayaan dan Pengawasan Jasa Konstruksi Dinas Ciptakarya dan Tata Ruang Pemda Jateng Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur
Waktu Jumlah Jumlah Ujian Peserta LULUS 13-1-2012 44 20
% Lulus 45,45
16-1-2012 17-1-2012 19-1-2012 19-1-2012 19-1-2012 20-1-2012 20-1-2012 20-1-2012 20-1-2012 20-1-2012 20-1-2012 20-1-2012 21-1-2012 21-1-2012
93 30 140 107 97 60 49 22 49 209 68 88 95 46
7 9 62 34 44 17 23 13 24 99 15 28 26 8
7,53 30 44,29 31,78 45,36 28,33 46,93 59,09 48,98 47,37 22,06 31,81 27,37 17,39
27-1-2012
187
118
63,10
17.
Kanwil Kementrian Agama Provinsi Sumsel Jumlah Sumber: Pengumuman Hasil Ujian Sertifikasi PBJ
27-1-2012
83 1.467
3 550
3,61 37,49
B. Tugas pokok PPK. Tugas pokok Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah mewakili instansi/satker dalam membuat perikatan atau perjanjian dengan pihak lain. Tanpa PPK berarti instansi/satker tidak dapat melakukan perjanjian dengan pihak lain. Menurut pasal 55 Perpres nomor 54 tahun 2010 setiap pengadaan barang/jasa yang dengan nilai lebih dari Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) harus dilaksanakan dengan menggunakan Surat Perintah Kerja atau Surat Perjanjian (kontrak). Karena itu pengadaan barang/jasa dengan nilai di atas Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) tidak dapat dilakukan jika tidak ada PPK. Kalaupun telah ditunjuk PPK yang tidak memiliki sertifikat keahlian PBJ maka banyak pihak yang mempertanyakan keabsahan SPK dan kontrak yang ditandatanganinya. Secara rinci tugas pokok PPK telah diatur dalam pasal 11 Perpres nomor 54 tahun 2010 yaitu: a. Menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang meliputi: 1) Spesifikasi teknis barang/jasa 2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS) 3) Rancangan kontrak b. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/jasa; c. Menandatangani kontrak; d. Melaksanakan kotrak dengan penyedia barang/jasa: e. Mengendalikan pelaksanaan kontrak; f. Melaporkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA; g. Menyerahkan hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA dengan bertia acara penyerahan; h. Melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan i. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Pelaksanaan tugas pokok PPK seperti menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/jasa, menandatangani kontrak, melaksanakan kotrak dengan penyedia barang/jasa, dan mengendalikan pelaksanaan kontrak, merupakan paktor yang sangat penting bagi terlaksananya kegiatan instansi/satker. Tanpa PPK berarti instansi bersangkutan tidak dapat membuat suatu perikatan atau perjanjian dengan pihak penyedia barang/jasa. Padahal banyak sekali kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah yang hanya dapat dilaksanakan oleh PPK karena nilainya lebih dari Rp10.000.000,(sepuluh juta rupiah). C. Permasalahan Tugas pokok PPK berkaitan erat dengan penggunaan anggaran belanja negara/daerah, karena itu dalam pelaksanaannya menuntut suatu keahlian dan ketelitian serta tanggung jawab yang berbeda dengan tugas pokok pegawai administratif lainnya. Kesalahan dalam pelaksanaan tugas pokok PPK dapat berakibat timbulnya kerugian negara yang berujung pada tuntutan ganti rugi atau tuntutan pidana. Hal inilah yang ditengarai menjadi salah satu penyebab mengapa banyak pegawai negeri yang berupaya menghindari jabatan sebagai PPK. Cara yang yang paling mudah untuk menghindari dari jabatan tersebut adalah dengan tidak memiliki sertifikat keahlian PBJ. Sampai berakhirnya tahun anggaran 2011, ternyata ketiadaan sertifikat keahlian bagi PPK belum menyebabkan masalah berarti bagi instansi pemerintah. Hal ini dikarenakan berbagai pihak masih memberi toleransi untuk tidak mempermasalahkan kewajiban bersertifikat tersebut. Tetapi mulai
tahun 2012 toleransi demikian sudah seharusnya dikurangi karena jika terus diberikan berarti pasal 127 Perpres nomor 54 tahun 2010 tidak memiliki kekuatan apa-apa selain sebagai aturan tertulis di atas kertas saja. Dan ini berarti meruntuhkan martabat pemerintah sendiri sebagai pihak yang wajib melaksanakan peraturan tersebut. Semasa berlakunya Keppres 80 tuntutan untuk memiliki sertifikat keahlian PBJ telah diatur dalam pasal 52 ayat (1) Keppres nomor 80 tahun 2003 bahwa mulai tanggal 3 November 2003 Kepala Kantor/satker/Pemimpin Proyek/ Pemimpin Bagian Proyek/Pengguna Anggaran Daerah/Pejabat yang disamakan harus memiliki sertifikat keahlian. Kenyataannya sampai akhir tahun 2005 pegawai yang memiliki sertifikat keahlian masih sangat sedikit dibanding dengan yang dibutuhkan oleh pemerintah. Karena itu Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) selaku pihak yang berwenang menerbitkan sertifikat keahlian membuat kebijakan bahwa tanda ikut serta dalam pelatihan PBJ diberlakukan sebagai penganti sertifikat keahlian, sehingga walaupun peserta diklat PBJ tidak lulus dalam ujian sertifikasi tetap boleh menjadi PPK. Agaknya kebijakan seperti itu tidak sepatutnya diulangi lagi oleh LKPP setelah berlakunya Perpres nomor 54 tahun 2010. Masalahnya adalah bagaimana jika sampai dengan awal tahun 2012 jumlah pegawai yang memiliki sertifikat keahlian dimaksud masih tetap kurang, tindakan apa yang seharusnya segera diambil oleh pemerintah. Jika dilihat bahwa isi Perpres nomor 54 tahun 2010 sebenarnya merupakan perbaikan dari Keppres nomor 80 tahun 2003, dan sebagian besar aturan yang ada dalam Keppres nomor 80 tahun 2003 masih tetap diadopsi oleh Perpres nomor 54/2010 maka dapat disimpulkan bahwa sebenarnya untuk memahami Perpres tersebut tidak terlalu sulit asalkan ada keinginan yang sungguh sungguh. Salah satu penyebab rendahnya tingkat kelulusan dalam ujian sertifikasi pengadaan barang dan jasa selama ini adalah karena kurangnya minat dan motivasi para pegawai. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya apresiasi pemerintah terhadap para pemegang sertifikat tersebut. Sebagai contoh jika ditunjuk sebagai panitia lelang, maka kegiatan yang dilaksanakan oleh panitia lelang tersebut hanya diakui sebagai kegiatan tambahan. Pegawai yang ditunjuk menjadi panitia lelang tetap harus menyelesaikan tugas pokoknya. Bagi pegawai fungsional yang sehari-hari berupaya mengumpulkan angka kredit dari setiap kali melaksanakan kegiatan, kegiatan sebagai panitia lelang tersebut tidak diakui sebagai kegiatan yang dapat dinilai angka kreditnya. Honorarium sebagai panitia pengadaan barang dan jasa juga masih dinilai terlalu kecil.
D. Penyelesaian masalah Keberadaan setiap satker/instansi pemerintah tentu sudah diperhitungkan dalam upaya melaksanakan tugas pokok pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Setiap satker memiliki tugas pokok yang dirancang untuk membantu pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Karena itu adalah tidak mungkin bagi pemerintah untuk mengurangi jumlah satker hanya karena kekurangan jumlah pegawai yang bersertifikat keahlian PBJ. Dan tidak mungkin pula menghentikan kegiatan instansi/satker. Jika kegiatan instansi/satker terhenti (karena tidak ada pegawai yang dapat ditunjuk menjadi PPK) tugas pemerintah akan terganggu. Contohnya di lingkungan Kementerian Agama masih banyak sekali satker seperti Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN), dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) yang belum ada PPK. Jika MTsN dan MAN tersebut dihentikan kegiatannya akan banyak sekali pelajar yang terpaksa berhenti sekolah atau mencari sekolah lain. Jalan yang mungkin dapat ditempuh adalah:
1. Mengulangi kebijakan yang pernah dilakukan oleh LKPP yaitu untuk sementara memberlakukan surat keterangan tanda mengikuti dalam Diklat PBJ sebagai pengganti sertifikat keahlian. Kebijakan ini jelas bertentangan dengan pasal 127 Perpres 54 tahun 2010. Karena itu secara tidak langsung akan merendahkan martabat pemerintah sendiri sebagai pembuat peraturan. 2. Mengurangi jumlah pekerjaan yang seharusnya ditangani oleh PPK melalui SPK dan Kontrak. Pengurangan tersebut dilakukan agar lebih banyak pekerjaan pengadaan yang dapat dilakukan tanpa melalui PPK. Cara ini dilakukan dengan menaikkan batas pengadaan yang harus melalui PPK. Saat ini pekerjaan pengadaan barang/jasa yang harus dilaksanakan dengan SPK dan kontrak oleh PPK berdasarkan pasal 55 Perpres nomor 54 tahun 2010 adalah sebagai berikut: a. Dilakukan dengan SPK, untuk pekerjaan: o pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai di atas Rp10.000.000,- sampai dengan Rp100.000.000,o pengadaan jasa konsultansi dengan nilai di atas Rp10.000.000,- sampai dengan Rp50.000.000,b. Dilakukan dengan Kontrak untuk pekerjaan: o pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai di atas Rp100.000.000,o pengadaan jasa konsultansi dengan nilai di atas Rp50.000.000,3. Mendorong upaya untuk memperbanyak pegawai yang bersertifikat keahlian PBJ sehingga tidak ada lagi kesulitan dalam pengangkatan PPK. Upaya ini dapat ditempuh dengan memperbanyak pelaksanaan diklat. Serta memberikan motivasi kepada setiap peserta diklat, baik dengan memberikan reward kepada peserta yang lulus misalnya dengan meningkatkan honoraium panitia lelang, maupun dengan funishment bagi peserta yang tidak sungguhsungguh dalam mengikuti diklat.