Public Disclosure Public Disclosure Authorized Authorized Public Disclosure Authorized
Public Disclosure Public Disclosure Authorized Authorized Public Disclosure Authorized
49691
untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
PEDOMAN PRAKTIS
Edisi Lokakarya
THE WORLD BANK OFFICE JAKARTA Indonesia Stock Exchange Building, Tower II/12-13th Fl. Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta 12910 Tel: (6221) 5299-3000 Fax: (6221) 5299-3111 THE WORLD BANK The World Bank 1818 H Street N.W. Washington, D.C. 20433 USA Tel: (202) 458-1876 Fax: (202) 522-1557/1560 Email :
[email protected] Website : www.worldbank.org
Dicetak bulan Mei 2010
Daftar Isi Daftar istilah Bab 1. Memperkenalkan Analisis Belanja Publik 1.1 Apakah yang dimaksud dengan Analisis Belanja Publik (PEA)? 1.2 Mengapa PEA bermanfaat? 1.3 Siapa saja yang akan menggunakan PEA? 1.4 Apa sajakah yang termasuk dalam PEA?
ii 1 1 1 2 3
Bab 2. Melakukan Analsis Belanja Publik 2.1 Menulis proposal penelitian 2.2 Mengumpulkan data 2.3 Memasukkan data ke dalam suatu format yang dapat digunakan untuk analisis 2.4 Menganalisis data, merumuskan kesimpulan dan rekomendasi 2.5 Menulis laporan
5 5 5 6 6 6
Bab 3. Proposal Penelitian
7
Bab 4. Pengumpulan dan Persiapan Data untuk analisis 4.1 Mengumpulkan data 4.2 Menyiapkan data untuk analisis
9 9 11
Bab 5. Menganalisis Data, Merumuskan Kesimpulan dan Rekomendasi 5.1 Bab pendahuluan 5.2 Bab perencanaan dan anggaran 5.3 Bab penerimaan 5.4 Bab belanja 5.5 Sektor-sektor strategis
15 16 23 23 38 46
Bab 6. Menulis Laporan PEA 6.1 Kenali pembaca Anda 6.2 Kesalahan-kesalahan umum dalam penulisan laporan 6.3 Format yang konsisten, struktur yang jelas 6.4 Penulisan laporan PEA sebagai suatu tim 6.5 Referensi lebih lanjut 6.6 Petunjuk-petunjuk tambahan: beberapa hal yang bisa dipelajari Lampiran Lampiran 1: Garis Besar Standar PEA Lampiran 2: Persyaratan data
51 51 51 52 53 53 53 55 75
Daftar Istilah APBD Regional Government Budget (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) APBN State Budget (Anggaran Pendapatan Belanja Nasional) Bappeda RegionalDevelopmentPlanningAgency(BadanPerencanaanPembangunanDaerah) Bappenas National Development Planning Agency (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) Bawasda Regional Monitoring Agency (Badan Pengawasan Daerah) BKD Regional Civil Service Agency (Badan Kepegawaian Daerah) BKN State Civil Service Agency (Badan Kepegawaian Negara) BMT Budget Master Tabel BPHTB Land and building transfer fee (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) BPS Central Bureau of Statistics (Badan Pusat Statistik) BPS-SK Financial statistics from Central Bureau of Statistics (Statistik Keuangan Badan Pusat Statistik) Bupati District Head CPI Consumer Price Index CSO Civil Society Organization DAK Special Allocation Fund (Dana Alokasi Khusus) D&L Damage and Loss DAU General Allocation Fund (Dana Alokasi Umum) Desa Village Dinas Local Technical Agency Office DPRD Provincial House of Representatives (regional parliament) (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) GDP Gross Domestic Product GER Gross Enrollment Rate GoI Government of Indonesia GRDP Gross Regional Domestic Product HDI Human Development Index Kabupaten District (regency) Kecamatan Subdistrict Kelurahan Urban village Kepmen Ministerial Decree (Keputusan Menteri) Keppres Presidential Decision (Keputusan Presiden) Km Kilometer Kota City (urban district) LG Local Government MDG Millennium Development Goal MoF Ministry of Finance MoHA Ministry of Home Affairs MoNE Ministry of National Education MSS Minimum Service Standard NGO Non-Governmental Organization NR Natural Resources O&M Operations and Maintenance PAD Own-Source Revenue (Pendapatan Asli Daerah) PBB Land and Building Tax (Pajak Bumi dan Bangunan) PDAM Local Water Supply Utility (Perusahaan Daerah Air Minum) Perpu Regulation in Lieu of Law (Peraturan Pemerintah Penggati Undang-Undang) Perda Regional Regulation (Peraturan Daerah) PFM Public Financial Management
ii
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Podes BPS Village Potential Survey (Potensi Desa) Polindes Village Maternity Center (Pos Persalinan Desa) Puskesmas Community Health Center at Sub-district Level (Pusat Kesehatan Masyarakat) Posyandu Integrated Health Service Unit (Pusat Pelayanan Terpadu) Pustu Sub-community Health Center (Puskesmas Pembantu) Regional Budget Consolidated Budget consisting of Central Government Budget (Deconcentrated), Provincial Budget and District Budget. Renstra Ministry/Agency Medium-Term Strategic Plan (Rencana Strategis) RGDP Regional GDP RKPD Regional Government Work Plan (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) RPJMD Regional Medium-Term Development Plan (rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Sakernas Labor Force Survey (Survei Tenaga Kerja Nasional) SDO Subsidy for Autonomous Region (Subsidi untuk Daerah Otonom) SIKD Regional Finance Information System (Sistem Informasi Keuangan Daerah) SKPD Regional Government’s Working Unit (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) SME Small/Medium Enterprise STR Student Teacher Ratio Sub-National Budget Consolidated Budget consisting of Provincial and District Budgets, but excluding Central Government. Susenas BPS National Socio-Economic Survey (Survei Sosial Ekonomi Nasional) TKD Regional Performance Bonus (Tunjangan Kinerja Daerah) WB World Bank
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
iii
Bab 1 Memperkenalkan Analisis Belanja Publik
Bab 1 Memperkenalkan Analisis Belanja Publik
1.1 Apakah yang dimaksud dengan Analisis Belanja Publik (PEA)? Analisisbelanjapublik(PublicExpenditureAnalysisatauPEA)merupakansuatucaramenganalisisbagaimanapemerintah mengalokasikan dan mengelola sumber daya keuangan mereka. Tujuan melakukan analisis adalah memberikan rekomendasi tentang bagaimana pemerintah dapat mengelola keuangan publik secara lebih efisien dan efektif di masa yang akan datang. 1.2 Mengapa PEA bermanfaat? Semua pemerintah memiliki sumber daya yang terbatas. Hal ini berarti bahwa terdapat kebutuhan untuk memutuskan secara bijaksana bagaimana sumber daya-sumber daya finansial tersebut akan dialokasikan untuk mendatangkan manfaat-manfaat bagi masyarakat secara maksimal. Akan tetapi, untuk dapat membuat keputusan-keputusan tersebut, pemerintahmembutuhkaninformasidananalisisyangakuratdantepatwaktuuntukmenjawabpertanyaan-pertanyaan penting, seperti: 1. Berapa jumlah uang yang harus dibelanjakan oleh pemerintah? Dari mana asal Penerimaan tersebut? Apakah yang berpotensi, apabila ada, untuk mempertebal potensi pembiayaan pemerintah? 2. Untuk apa sajakah sumber daya yang telah dibelanjakan oleh pemerintah sebelumnya? 3. Layanan-layanan publik seperti apa yang disediakan oleh anggaran yang tersedia pada saat ini? Sektorsektor apa sajakah yang menyediakan layanan yang baik dan sektor-sektor apa yang membutuhkan perbaikan? 4. Siapa penerima manfaat utama dari pembelanjaan yang dilakukan oleh Pemerintah? Sebagai contoh, apakah orang kaya atau orang miskin? Perempuan atau laki-laki? Wilayah-wilayah terpencil atau kota? Apakah manfaat-manfaat tersebut disalurkan secara merata? Apakah para penerima manfaat mempunyai akses layanan yang sama? Apakah ada lapisan-lapisan masyarakat yang kurang beruntung yang membutuhkan perhatian khusus? 5. Sudahkan layanan-layanan yang diberikan menghasilkan pengembangan sumber daya manusia yang lebih baik bagi masyarakat? Sebagai contoh, apakah tingkat kecakapan menulis dan membaca, mutu pendidikan, tingkat morbiditas, harapan hidup, dsb, telah ditingkatkan? 6. Seberapa efektifkah kerangka kerja dan proses perencanaan dan penyusunan anggaran yang ada pada saat ini? Apakah anggaran disetujui secara tepat waktu? Apakah dana-dana disediakan pada waktu yang tepat? Apakah prioritas-prioritas perencanaan tercermin dalam anggaran? 7. Seberapa besar kapasitas kepegawaian negeri sipil dalam manajemen keuangan publik? Apakah terdapat bidang-bidang yang dapat ditingkatkan? Apabila ada, melalui cara apakah peningkatan-peningkatan tersebut dilakukan? Jawaban-jawaban atas pertanyaaan-pertanyaan semacam ini akan membantu pemerintah untuk mengenali prioritasprioritas yang harus ditangani melalui pembelanjaan pemerintah dan membantu mereka dalam membuat keputusankeputusan yang bijaksana tentang cara terbaik untuk mengalokasikan dana.
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
1
Bab 1 Memperkenalkan Analisis Belanja Publik
1.3 Siapa sajakah yang akan menggunakan PEA? Banyak kelompok orang yang sangat berbeda akan menggunakan PEA: Pemerintah daerah (Badan pelaksana) Cabang eksekutif dari pemerintah, sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk pertama-tama menentukan prioritas-prioritas pembangunan dan mengalokasikan anggaran untuk memenuhi sasaran-sasaran pembangunan, dapat menggunakan analisis untuk membantunya dalam proses pengalokasian. Apabila PEA dilakukan secara teratur (misalnya sekali dalam setahun atau setiap dua tahun), PEA dapat juga digunakan sebagai suatu perangkat pemantauan untuk mengevaluasi apakah target-target pembangunan telah dipenuhi. Laporan PEA juga mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan pengembangan kapasitas, menyediakan suatu rencana kerja untuk bermacam-macam program untuk mendukung pemerintah daerah. DPRD (Badan legislatif) Badan legislatif bertanggung jawab untuk menyetujui baik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). Oleh karena itu, badan legislatif daerah ini memerlukan analisis untuk membantu di dalam evaluasi anggaran yang diajukan, khususnya untuk menentukan apakah analisis ini sesuai dengan sasaran-sasaran dan prioritas-prioritas pembangunan yang diidentifikasi dalam RPJMD. PEA juga dapat berfungsi sebagai perangkat pemantauan untuk badan legislatif dalam mengevaluasi kinerja eksekutif. Pemerintah pusat Laporan PEA memberikan suatu dasar bagi Pemerintah Pusat (Pemerintah Indonesia) untuk mengamati bagaimana pemerintah daerah membelanjakan uang mereka dan sejauh mana pemerintah daerah telah menjalankan peraturan dan mengikuti petunjuk yang ditentukan dalam sektor-sektor keuangan dan otonomi daerah. Individu/lembaga advokasi Individu-individu dan organisasi-organisasi (Sebagai contoh, Kelompok Swadaya Masyarakat (Non-Governmental Organization – NGOs) dan Organisasi Masyarakat Sipil (Civil Society Organizations-CSOs)) dengan kepentingankepentingan tertentu dan tujuan-tujuan advokasi dapat menggunakan PEA untuk membantu mereka dalam pekerjaan advokasi dan melobi. Kebijakan-kebijakan advokasi dikembangkan berdasarkan pekerjaan analitis yang tepat dan PEA berfungsi sebagai satu sumber untuk pekerjaan analitis ini. Para Peneliti dan akademisi Para peneliti juga dapat menggunakan metode PEA sebagai suatu kerangka kerja untuk penelitian mereka sendiri. Metode PEA ini merupakan suatu metode untuk menganalisis bagaimana pemerintah mengalokasikan sumber dayasumber daya mereka dan dapat melengkapi penelitian mereka yang ada. Laporan-laporan PEA dapat juga digunakan sebagai sumber informasi untuk para peneliti dan mahasiswa yang tertarik dengan isu-isu keuangan publik daerah. Donor-donor dan program-program pemerintah daerah yang lain Donor-donor dan program-program pemerintah daerah yang lain dapat menggunakan kebutuhan-kebutuhan pengembangan pembangunan kapasitas yang diidentifikasikan dalam laporan PEA sebagai suatu dasar untuk membantu mereka dalam mengembangkan program-program mereka sendiri. Sektor swasta Entitas-entitas dari sektor swasta yang telah menanamkan modal, atau yang tertarik untuk berinvestasi dalam suatu provinsi atau kabupaten/kota tertentu, dapat menggunakan PEA untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang daerah tersebut. PEA merupakan sumber informasi umum tentang struktur ekonomi, sumber-sumber penerimaan, prioritas-prioritas pembelanjaan pemerintah daerah, dan keberhasilan-keberhasilan dan tantangan-tantangan pemberian layanan publik. PEA juga mencerminkan kapasitas pemerintah daerah, serta tingkat keterbukaan dalam kegiatan-kegiatannya.
2
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 1 Memperkenalkan Analisis Belanja Publik
Masyarakat Menerbitkan PEA merupakan suatu cara penting agar Pemerintah menjadi terbuka tentang sumber daya-sumber daya masyarakat yang digunakannya. PEA menampilkan informasi keuangan yang dikumpulkan dari dokumen-dokumen anggaran yang panjang dan biasanya rumit dalam suatu format yang jauh lebih mudah dipahami. Selanjutnya, PEA berisi analisis belanja yang jelas yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk meminta pertanggung-jawaban para politikus dan pemerintah atas janji-janji dan tanggung jawab-tanggung jawab mereka. 1.4 Apa sajakah yang termasuk dalam PEA? PEA merupakan suatu metode dinamis yang harus direvisi secara teratur untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para pengguna (bagian 1.3). Setiap PEA paling tidak harus mencakup semua hal berikut: Bab 1: Pendahuluan Bab ini harus memperkenalkan kepada pembaca tentang wilayah geografis yang diteliti. Bab ini harus mencakup informasi tentang sejarah, geografi, kependudukan, struktur pemerintahan, struktur ekonomi, dan kecenderungan indikator-indikator makroekonomi yang penting dari wilayah tersebut, seperti tingkat kemiskinan, laju pertumbuhan, angka kesempatan kerja, indeks pembangunan manusia (HDI), dan standar layanan minimum (MSS). Bab 2: Perencanaan dan penyusunan anggaran Bab ini harus menyampaikan kepada pembaca suatu ikhtisar tentang proses perencanaan dan penyusunan anggaran pada tingkat nasional dan bagaimana tingkat daerah memberikan kontribusi kepada kerangka kerja nasional. Analisis harus mencakup analisis tentang apakah pemerintah daerah mematuhi kerangka kerja nasional. Selanjutnya, bab ini harus menetapkan tingkat konsistensi di antara dokumen-dokumen perencanaan (RPJMD, Renstra, RKPD, dll.) dan apakah prioritas-prioritas yang ditentukan dalam dokumen-dokumen perencanaan tercermin dalam anggaran. Bab 3: Penerimaan Tujuan bab ini adalah memberikan suatu gambaran yang komprehensif tentang Penerimaan di tingkat daerah. Hal ini termasuk memperhitungkan amplop total Penerimaan, termasuk suatu analisis tentang kecenderungan sumber Penerimaan. Sebagai contoh, apakah pemerintah daerah pada dasarnya memperoleh Penerimaannya dari Penerimaan Asli Daerah (PAD) atau transfer-transfer dari Pemerintah Pusat? Bab ini juga mencakup perhitungan-perhitungan defisit dan surplus pemerintah daerah, dan kebijakan pembiayaannya. Akhirnya, bab ini mencakup analisis tentang bagaimana pemerintah daerah mencatat Penerimaan dan pembiayaannya, dan apakah terdapat ketidaksesuaian-ketidaksesuaian. Bab 4: Belanja Tujuan bab ini adalah memberikan suatu gambaran yang komprehensif tentang belanja pada tingkat daerah. Hal ini termasuk menghitung total belanja dan menganalisis belanja yang berlaku menurut waktu, sektor, klasifikasi ekonomi, dan dilakukan oleh tingkat pemerintah yang mana (pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah pusat). Bab ini juga melihat kemampuan pemerintah daerah untuk menyerap anggarannya dengan menganalisis tingkat realisasi.Tujuan bab ini adalah memberikan rekomendasi tentang bagaimana pemerintah dapat memperbaiki efektivitas dan efisiensi pembelanjaan publik. Bab 5: Sektor-sektor strategis: pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur Tujuan bab ini adalah memberikan analisis yang lebih tajam tentang sektor-sektor yang paling penting bagi pemberian layanan publik: kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Untuk masing-masing dari ketiga sektor ini, bab ini melakukan analisis terhadap pembelanjaan dan membandingkannya dengan apa yang sudah dicapai dengan pembelanjaan tersebut,baikdalamhalkeluaransepertipegawai,gedung-gedungdanlayanan-layanan,danjugaapakahpembelanjaan telah mencapai tingkat yang lebih baik dalam hasil-hasilnya. Sebagai contoh, sudahkah pembelanjaan untuk kesehatan meningkat? Apabila sudah, apakah hal ini telah menghasilkan layanan-layanan yang lebih baik (akses, kualitas, dll.) dan, apabila layanan-layanan yang lebih baik telah diberikan, apakah hal ini telah menurunkan tingkat penyakit atau angka kematian. Rekomendasi yang diberikan berdasarkan analisis ini dapat termasuk mengidentifikasikan area-area
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
3
Bab 1 Memperkenalkan Analisis Belanja Publik
kesehatan atau pendidikan yang menjadi prioritas yang harus ditargetkan pemerintah, atau bagaimana pemerintah dapat meningkatkan pembelanjaannya dalam suatu sektor tertentu (misalnya dana-dana yang lebih banyak harus dialokasikan untuk memelihara infrastruktur yang ada alih-alih untuk membangun infrastruktur yang baru). Terlampir dalam Lampiran 1 adalah Garis Besar Standar PEA Minimum yang menyediakan bab-bab, bagian-bagian, dan pertanyaan-pertanyaan pokok yang harus dimasukkan seluruhnya dalam PEA.
4
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 2 Melakukan Analisis Belanja Publik
Bab 2 Melakukan Analisis Belanja Publik
Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang langkah-langkah utama dalam melakukan PEA: 2.1 Menulis proposal penelitian Sebelum memulai setiap kegiatan penelitian, memiliki suatu proposal penelitian yang komprehensif adalah penting. Tujuan proposal penelitian ini adalah menentukan tentang apakah penelitian ini nantinya, mengapa penelitian ini penting, siapa saja yang akan melakukan penelitian ini, siapa saja yang akan menjadi pembaca sasaran, serta penentuan waktu dan ruang lingkup penelitian. Langkah persiapan ini penting untuk menghindari melakukan pekerjaan yang tidak berkaitan dan, apabila bekerja dalam sebuah tim, memastikan bahwa terdapat suatu pengertian yang sama di antara para anggota tim. Langkah ini penting karena menetapkan ruang lingkup penelitian juga berarti menetapkan ruang lingkup data yang perlu dikumpulkan. Bab 3 memberikan petunjuk lebih lanjut tentang menulis suatu proposal penelitian. 2.2 Mengumpulkan data Pada saat proposal telah selesai, peneliti (atau tim peneliti) dapat memulai pengumpulan data. Hal ini merupakan salah satu tahap penelitian yang paling penting, karena kualitas penelitian secara langsung berkaitan dengan kualitas data. Terdapat empat karakteristik kualitas data yang penting: data harus terperinci, dapat diperbandingkan, akurat dan tepat waktu. Semakinterperincidatayangdiberikan,semakinbaikanalisisyangdilakukan.Apabiladatabersifatsangatluasdanumum, peneliti akan mengalami kesulitan dalam mencari penjelasan tentang kecenderungan dan menarik kesimpulan. Untuk membuat perbandingan menurut waktu, atau menurut kabupaten/kota yang berbeda, data yang digunakan harus dapat diperbandingkan. Sebagai contoh, apabila belanja di sektor pertanian untuk kabupaten 1 mencakup perikanan tetapitidakmencakupperikanandikabupaten2,haliniberartiinformasitentangpertaniantidakdapatdiperbandingkan kecuali informasi tentang perikanan dari kabupaten 1 dihapuskan. Penting bagi peneliti menguji data dengan teliti untuk memastikan bahwa data-data tersebut dapat diperbandingkan. Keakuratan data juga penting, meskipun terkadang hal ini tidak selalu dapat dikendalikan oleh peneliti dan dapat bergantung pada metode yang digunakan oleh mereka yang bertanggung jawab atas pengumpulan data primer (misalnya BPS). Sebagai contoh, sering terdapat beberapa versi APBD yang berbeda (pra-audit, pasca-audit, dll.) dan penting bahwa data yang digunakan adalah data yang tersedia yang paling akurat. Terdapat dua aspek tentang apakah data tepat waktu: pertama, kesimpulan-kesimpulan tentang keuangan publik hanya dapat didasarkan pada data yang diperoleh selama bertahun-tahun. Berdasarkan perhitungan kasar dari pengalaman secara umum adalah bahwa data harus dikumpulkan dalam jangka waktu minimum lima tahun. Semakin lama jangka waktu yang digunakan untuk mempersiapkan data, semakin baik analisis dan kesimpulankesimpulannya. Selanjutnya, data yang terbaru dibutuhkan untuk melakukan penelitian yang relevan. Memperoleh akses untuk mendapatkan informasi keuangan tidak selalu merupakan proses yang mudah dan peneliti harus kreatif dalam menemukan cara-cara yang berbeda untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan telah lengkap. Selanjutnya, peneliti dapat saja memperoleh data yang tidak konsisten dari sumber-sumber yang
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
5
Bab 2 Melakukan Analisis Belanja Publik
berbeda dan harus membuat penilaian tentang sumber mana yang lebih tepat (berdasarkan prinsip-prinsip tentang data yaitu harus terperinci, dapat diperbandingkan, akurat, dan tepat waktu). Bab 4, Bagian 4.1 akan memberikan petunjuk lebih lanjut tentang proses pengumpulan data. 2.3 Memasukkan data ke dalam suatu format yang dapat digunakan untuk analisis Data mentah (sebagai contoh, yang ditemukan di dalam APBD atau RPJMD) seringkali ditemukan dalam suatu format yang tidak sesuai untuk analisis. Beberapa permasalahan penting termasuk: a) data hanya tersedia dalam bentuk hardcopy; b) data tidak dapat diperbandingkan karena format anggaran telah berubah; dan c) klasifikasi sektoral dan ekonomi antar pemerintah yang bermacam-macam. Oleh karena itu, untuk menjamin konsistensi dalam penggunaan data sepanjang analisis, penting sekali bahwa data dimasukkan ke dalam suatu format yang membuat informasi dapat dibandingkan dan dianalisis. Hal ini termasuk memasukkan informasi ke dalam sebuah tabel umum. Petunjuk ini mencakup sebuah tabel induk yang diusulkan supaya semua informasi tentang anggaran dimasukkan ke dalamnya sebelum analisis dilakukan. Bab 4, Bagian 4.2 memberikan petunjuk lebih lanjut tentang memasukkan data ke dalam suatu format yang bermanfaat untuk analisis. 2.4 Menganalisis data, merumuskan kesimpulan dan rekomendasi Setelah pengumpulan data selesai dan data dimasukkan ke dalam suatu tempat dan format, (para) peneliti siap melakukananalisis. Sementara Bab 5 menetapkan bermacam-macam metode yang diperlukan untuk menganalisis data untuk menulis suatu laporan PEA, di bawah ini terdapat beberapa langkah umum yang dianjurkan untuk melakukan analisis data: ((a) Berdasarkan data yang tersedia, kecenderungan-kecenderungan apakah yang terlihat? Apakah indikator tetap tidak berubah, meningkat atau menurun? (b) Mengapa kecenderungan terjadi? Adakah sebuah alasan untuk terjadinya kecenderungan tersebut? Komponen (a) dan (b) membentuk kesimpulan analisis. (c) Berdasarkan alasan yang menjelaskan kecenderungan, apakah ada hal yang dapat dilakukan Pemerintah untuk memperbaiki situasi? Hal ini merupakan rekomendasi. Secara keseluruhan, tanda dari analisis yang baik adalah bahwa kecenderungan, kesimpulan, dan rekomendasi terkait satu sama lain, dan bahwa semua ini merupakan hasil yang berasal dari data yang tersedia. Petunjuk lebih lanjut tentang menganalisis data ditemukan di dalam Bab 5. 2.5 Menulis laporan Berdasarkan analisis dan kesimpulan yang diambil dalam Langkah 4, (para) peneliti akan menggabungkan penelitian dan pesan-pesan yang penting ke dalam suatu laporan final tertulis. Sementara analisis yang kuat didasarkan pada kualitas data itu penting untuk integritas dan validitas kesimpulan dan rekomendasi, suatu laporan singkat yang ditulis dengan baik merupakan media di mana pesan-pesan penting disampaikan kepada pembacanya. Terdapat beberapa karakteristik tentang suatu laporan yang ditulis dengan baik: a) Memiliki struktur yang jelas dan konsisten. Buku petunjuk ini memberikan suatu struktur umum (lihat Bagian 1.4) yang sampai sekarang banyak diikuti oleh sebagian besar laporan PEA.Meskipunparapenelitibebasuntukmenambahkanbahanterkaittambahanuntukmembuatperbandingandengan penelitian PEA yang lain, buku petunjuk ini menyarankan agar para peneliti tetap mengikuti struktur keseluruhan; b) semua isi yang dimasukkan ke dalam laporan PEA relevan dengan pesannya secara keseluruhan; dan c) menggunakan kalimat-kalimat yang singkat dan tidak menggunakan jargon. Bab 6 memberikan petunjuk lebih lanjut tentang menulis suatu laporan PEA.
6
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 3 Proposal Penelitian
Bab 3 Proposal Penelitian
Sebelum memulai pengumpulan data atau melakukan analisis apa pun, memiliki suatu proposal penelitian yang komprehensif adalah penting. Tujuan proposal penelitian adalah tentang apakah penelitian ini nantinya, mengapa penelitian ini penting, siapa saja yang akan melakukan penelitian ini, siapa saja yang akan menjadi pembaca sasaran, serta waktu yang tepat dan ruang lingkup penelitian. Langkah persiapan ini penting untuk menghindari melakukan pekerjaan yang tidak berkaitan dan, apabila bekerja dalam sebuah tim, memastikan bahwa terdapat suatu pengertian yang sama di antara para anggota tim. Setidaknya, suatu proposal penelitian PEA perlu mencakup beberapa hal berikut: Latar belakang: Keadaaan-keadaan seperti apa yang telah membawa kepada kebutuhan akan sebuah PEA? Apakah seseorang telah meminta PEA? Apabila demikian, siapakah orang tersebut? Tujuan Penelitian: Uraikan apa yang sedang ingin dicapai oleh PEA. Sebagaimana disebutkan dalam bagian 1, tujuan utama PEA adalah memberikanrekomendasikepadapemerintahtentangbagaimanaanggaran-anggarandapatdialokasikansecaralebih efektif. Adakah tujuan-tujuan tambahan yang sedang ingin dicapai oleh PEA? Sebagai contoh, apakah PEA sedang mencoba mengembangkan kapasitas anggota tim untuk bekerja dalam suatu tim? Apakah PEA sedang mencoba mengumpulkan dokumen-dokumen anggaran dan perencanaan untuk perpustakaan-perpustakaan universitas atau suatu pangkalan data? Pembaca utama: Kenalilah untuk siapakah penelitian ini pertama-tama ditujukan dan bagaimana (para) pembaca diharapkan untuk menggunakan penelitian ini. Ruang lingkup penelitian: Hal ini termasuk mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan pokok tentang penelitian yang harus dijawab; suatu jangka waktu yang disetujui yang akan dicakup oleh penelitian ini (misalnya tahun dan data yang dibutuhkan); ruang lingkup penelitian secara geografis (misalnya berapa banyak kabupaten/kota yang akan dicakup dalam PEA?); cakupan isi penelitian (misalnya jenis data yang dibutuhkan); suatu ikhtisar tentang struktur laporan, walaupun hal ini dapat berubah seiring waktu tergantung pada data yang dikumpulkan dan analisis yang dilakukan sehingga struktur harus tetap fleksibel; dan secara umum membahas jenis kesimpulan dan rekomendasi yang diharapkan. Penentuan waktu: Menyediakan diagram Gantt tentang penentuan waktu penelitian, termasuk milestones (pengumpulan data selesai, rancangan awal selesai, dll.).
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
7
Bab 3 Proposal Penelitian
Tim penelitian – peranan dan tanggung jawab: Bagian ini akan menggambarkan susunan tim peneliti dan peranan yang diharapkan dari anggota-anggota tim. Bagian ini tidak relevan apabila hanya ada seorang peneliti. Beberapa peranan yang disarankan mencakup: Pemimpin tim: Bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua anggota tim memahami peranan-peranan dan tanggung jawabtanggung jawab mereka dan bekerja sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan bersama. Beberapa tugas yang diembannya mencakup: -Memastikan bahwa proposal penelitian ini selesai dan disetujui oleh tim dan para pihak terkait; - Mengawasi penyelesaian tugas-tugas dari setiap anggota tim peneliti pada waktu yang tepat. - Meminta (kenyataannya, memaksa) anggota-anggota tim untuk menyerahkan analisis dan bahan tertulis mereka. - Mengumpulkan dan menyusun setiap bab yang ditulis oleh anggota-anggota tim yang berbeda. - Menyunting semua bahan-bahan tertulis.Tugas ini termasuk menyunting untuk konsistensi, gaya bahasa, susunan/ aliran dan urutan yang logis antara bab-bab, bagian-bagian dan sub-bagia-sub-bagian, dan antara kalimat-kalimat dalam seluruh laporan. Peneliti: Orang ini akan bertanggung jawab untuk melakukan bagian penelitian yang ditugaskan kepadanya oleh pemimpin tim. Hal ini termasuk mengumpulkan data, menganalisis data, dan menulis bagian-bagian atau bab-bab yang terkait dari laporan. Peneliti juga harus memastikan bahwa pekerjaannya konsisten dengan anggota tim yang lain, sehingga pada saat tim mengumpulkan rancangan akhir bersama-sama, analisis memiliki struktur, isi, dan kualitas yang serupa. Proposal harus memberikan tanggung jawab-tanggung jawab tertentu kepada setiap peneliti. Asisten peneliti Peneliti dapat memilih untuk mempekerjakan seorang asisten peneliti untuk menolongnya dalam setiap aspek penelitian. Jumlah peneliti senior dan asisten peneliti yang dibutuhkan untuk suatu tim PEA bergantung kepada ruang lingkup penelitian (jangka waktu, geografi, dll.).
8
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 4 Pengumpulan dan Persiapan Data untuk Analisis
Bab 4 Pengumpulan dan Persiapan Data untuk Analisis
4.1 Mengumpulkan data Tujuan bagian ini adalah menjelaskan kepada peneliti tentang langkah-langkah pengumpulan data (apa yang perlu dikumpulkan dan dari sumber yang mana), isu-isu apakah yang mungkin ditemui oleh peneliti dan bagaimana isu-isu tersebut dapat diatasi 4.1.1 Persyaratan-persyaratan data Data kuantitatif dan kualitatif dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu PEA. Sebagaimana dibahas dalam Bab 2, semakin terperinci dan lengkap data yang tersedia, semakin baik pula analisis yang akan dilakukan. Untuk suatu daftar lengkap tentang persyaratan data minimum, silahkan merujuk pada Lampiran 2. Bagian ini akan memberikan suatu ikhtisar tentang data yang dibutuhkan dan sumber-sumber data tersebut. Data kuantitatif: • Data fiskal: Data mencakup APBN, APBD, DAU, DAK, pinjaman, pajak-pajak daerah, pembagian Penerimaan, dan PAD. • Data non-fiskal: Data mencakup data kependudukan; angka kemiskinan; angka kesempatan kerja; indikatorindikatorpendidikansepertijumlahsekolah,guru,murid;tingkatpartisipasi;indikator-indikatorkesehatanseperti jumlah pegawai dan pusat-pusat kesehatan; indikator-indikator infrastruktur seperti panjang jalan, sarana-sarana air dan sanitasi yang tersedia; susunan DPRD; dan susunan pegawai negeri sipil. Data kualitatif: • Proses perencanaan: Apakah terdapat rencana-rencana prasyarat? Apakah perencanaan bersifat partisipatif? Bagaimana rencana-rencana dipantau? • Proses penyusunan anggaran: Seberapa tingkat partisipasi publik dalam proses penyusunan anggaran? Apakah informasi yang bersifat kuantitatif digunakan untuk mengambil keputusan-keputusan tentang anggaran? Bagaimana keputusan-keputusan tentang anggaran dibuat dalam sektor-sektor tertentu? Apakah anggaran tersediabagipublik?Unitmanayangbertanggungjawabuntukpembayaran?Sudahkandibentuksuatubendahara daerah? Apakah yang dimaksud dengan mekanisme-mekanisme pembayaran? Sudahkah penyusunan anggaran kinerja dilakukan? Bagaimana kinerja anggaran dipantau? • Transfers: Berapa banyak transfer-transfer cicilan yang diterima oleh Pemerintah Daerah dari Pemerintah Pusat dan seberapa tepat waktu transfer-transfer tersebut?
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
9
Bab 4 Pengumpulan dan Persiapan Data untuk Analisis
Sumber-sumber data: Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber (dan sumber-sumber ini dapat saja tidak konsisten), namun di bawah ini terdapat suatu daftar sumber-sumber yang disarankan: • Departemen Keuangan • Biro Pusat Statistik (BPS) • Departemen Pekerjaan Umum, Departeen Kesehatan, dan Departemen Pendidikan • Badan Kepegawaian Negara (BKN) • Pemerintahprovinsi(DinasKeuangan,DinasPerencanaan,DinasKesehatan,DinasPendidikan,danDinasPekerjaan Umum) • Instansi-instansi terkait dari pemerintah-pemerintah kabupaten/kota • Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk suatu daftar lengkap tentang persyaratan-persyaratan data minimum dan sumber-sumber data, silahkan mengacu pada Lampiran 2. 4.1.2 Isu-isu pengumpulan data Selama proses pengumpulan data dari instansi-instansi pemerintah dan sumber-sumber lain, peneliti dapat menemui banyak hambatan. Bagian ini menguraikan beberapa isu-isu umum yang dihadapi oleh para peneliti dan menyarankan beberapa solusi untuk mengatasi isu-isu tersebut. Hal ini bukanlah suatu daftar menyeluruh tentang isu-isu potensial dan hal ini pada akhirnya terserah para peneliti untuk mencari solusi-solusi mereka sendiri. 1. Tidak ada akses untuk mendapatkan data Para peneliti akan sering menemui hambatan-hambatan dalam memperoleh akses untuk mendapatkan data. Bahkan pada saat pemerintah provinsi memberikan berkas-berkas pengesahan yang diwajibkan, para peneliti pada akhirnya akanbertemudenganpemerintahdaerahdaninstansi-instansiyangkeberatanuntukmemberikandokumen-dokumen tersebut. Solusi 1 yang dianjurkan: Membahas isu dengan kenalan-kenalan para peneliti yang berada di instansi-instansi pemerintah atau donor (apabila mereka membiayai penelitian Anda). Sebagai contoh, apabila penelitian merupakan bagian dari suatu program yang lebih besar yang didanai oleh donor, program dapat membentuk suatu komite manajemen program atau serupa dengan perwakilan-perwakilan pemerintah yang duduk pada komite ini. Komite ini atau instansi-instansi donor terkait(sepertiBankDunia)dapatmemberikanberkas-berkastambahanyangditujukankepadapemerintah/instansi tertentu yang enggan memberikan akses data. Solusi 2 yang dianjurkan: Apabila solusi 1 tidak berhasil, mintalah kenalan-kenalan para peneliti yang berada di pemerintah atau donor untuk melakukan intervensi secara langsung. Sebagai contoh, komite manajemen program atau donor terkait dapat menghubungi instansi pemerintah secara langsung. Mereka dapat memperoleh akses untuk menemui otoritasotoritas yang lebih tinggi pada wilayah tertentu tersebut atau, apabila memungkinkan, seorang perwakilan komite dapat menemani peneliti menghadap instansi pemerintah. Solusi 3 yang dianjurkan: Mencari sumber-sumber lain untuk data tertentu tersebut. Pilihan-pilihan termasuk menggunakan substitusisubstitusi yang mendekati sebagai angka-angka yang mewakili atau menggunakan data yang serupa dari sumbersumber pusat (Jakarta).
10
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 4 Pengumpulan dan Persiapan Data untuk Analisis
2. Data dari sumber-sumber yang berbeda Data dapat dikumpulkan dari sumber-sumber yang berbeda (misalnya menunjukkan angka-angka yang berbeda) dan mungkin saja data berbeda secara signifikan. Sebagai contoh, data kependudukan dari BPS daerah dan Bappeda seringkali memuat perbedaan-perbedaan yang besar. Solusi yang dianjurkan: Mengumpulkan informasi yang lebih banyak tentang data-data yang berbeda, khususnya tentang definisi-definisi, tujuan-tujuan, bagaimana data dikumpulkan dan ketersediaan data. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ini, peneliti kemudian dapat memutuskan data mana yang lebih akurat dan relevan. 4.2 Menyiapkan data untuk analisis Bagian ini akan membahas aspek-aspek penting dalam mempersiapkan data untuk analisis. Pertama-tama, hal ini termasuk memutuskan ciri-ciri data sebelum memulai analisis. Secara khusus, bagian ini akan membahas mengapa pencapaian kesepakatan tentang data dan analisis merupakan hal yang penting.Yang kedua, bab ini akan menjelaskan tabel data, apa tujuan tabel data tersebut dan bagaimana cara mengisinya. 4.2.1 Menyepakati sumber, ruang lingkup dan analisis data Tujuan dari menyepakati sumber data adalah menggunakan rangkaian data yang konsisten selama analisis tersebut. Hal ini khususnya penting dalam kasus-kasus di mana analisis pada bagian-bagian yang berbeda dilaksanakan oleh peneliti yang berbeda-beda. Hal-hal berikut ini perlu disepakati: Sumber data : pemerintah pusat atau pemerintah daerah Data dapat diperoleh dari dua sumber: pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Sebagai contoh, Departemen Keuangan menyimpan data fiskal pemerintah daerah dalam sebuah pangkalan data yang disebut sebagai Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) dan yang lebih mudah diakses melalui website SIKD. Apabila para peneliti berasal dari daerah, mereka memiliki akses langsung terhadap data fiskal dari pemerintah daerah. Ada kelebihan dan kekurangan dari kedua sumber tersebut. Kelebihan data yang bersumber dari pemerintah pusat adalah bahwa data tersebut tersedia bagi semua daerah dan oleh karenaitudapatdiperbandingkanantar-provinsi(danantar-kabupaten/kota).Namun,karenadatatersebutdimasukkan secara manual ke dalam SIKD, maka data tersebut mungkin mengalami kesalahan manusia dalam pemasukannya. Sebaliknya, data yang dikumpulkan secara langsung dari pemerintah-pemerintah daerah mungkin lebih akurat. Akan tetapi, apabila peneliti memiliki akses terhadap laporan-laporan yang telah diaudit, data-data tersebut dapat mencakup informasi yang lebih terperinci. Apabila tersedia, maka informasi tersebut dapat digunakan untuk perbandingan dalam suatu daerah (misalnya antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam provinsi yang sama), namun tidak dapat dipergunakan untuk analisis antar daerah (misalnya antar provinsi atau antar kabupaten/kota di provinsi yang berbeda). Perbedaan antara sumber pemerintah pusat dan pemerintah daerah berlaku terhadap data fiskal serta sebagian indikator keluaran dan hasil kuantitatif lainnya. Tim peneliti perlu menyepakati rangkaian data mana yang akan digunakan dalam seluruh analisis PEA. Sumber data kependudukan: Data kependudukan tersedia dari banyak sumber yang tersedia dari BPS pusat, BPS daerah (ibukota provinsi) dan berbagai instansi pemerintah-pemerintah daerah. Kesepakatan tentang data yang digunakan merupakan hal yang penting karena data-data ini akan menghasilkan angka-angka per kapita. Sebagaimana dibahas di bagian 3.1.3, apabila terdapat ketidaksesuaian antara sumber-sumber data yang berbeda, peneliti harus memutuskan rangkaian data mana yang akan digunakan berdasarkan informasi yang berkaitan dengan metodologi, ketersediaan data, definisi rangkaian data, dan lain-lain.
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
11
Bab 4 Pengumpulan dan Persiapan Data untuk Analisis
Rentang waktu: Sebagaimana dibahas dalam tahap proposal, rentang waktu untuk analisis perlu disepakati sejak awal. Sebagaimana dibahasdalamBab1,semakinlamarentangwaktunya,semakinbaikanalisisnya.Namun,adaketerbatasan-keterbatasan besar dalam ketersediaan data. Sebagai contoh, provinsi-provinsi yang dibentuk setelah desentralisasi tidak memiliki data sebelum tahun 2000. Idealnya, rentang waktu minimum adalah lima tahun. Apabila memungkinkan, tahun-tahun yang sama juga harus digunakan untuk semua data. Satu-satunya keterbatasan adalah bahwa tahun-tahun terakhir untuk indikator-indikator hasil (indikator SUSENAS, SAKERNAS, kesehatan dan pendidikan) seringkali tidak tersedia, sehingga mungkin terdapat rentang-rentang waktu berbeda dalam data fiskal (ketika data terbaru sudah tersedia). Ini merupakan suatu keterbatasan, tetapi tetap merupakan hal yang penting bahwa analisis PEA setidak-tidaknya menggunakan data selama lima tahun. Indeks Harga Konsumen (IHK): Tim peneliti perlu menyepakati IHK karena semua data fiskal nominal harus diubah menjadi angka-angka riil (yakni, angka-angkahargatetap)untukmemperhitungkaninflasi.ApabilaIHKdaerahtidaktersedia,kesepakatanharustercapai berkaitan dengan angka-angka IHK mana yang akan digunakan sebagai angka-angka yang mewakili. Selanjutnya, para peneliti harus menyepakati tahun dasar untuk angka-angka riil. Pada umumnya, tahun dasar adalah tahun paling awal (atau terdahulu) dalam rangkaian data. Namun, agar analisis berwawasan ke depan, para penyusun menyarankan para peneliti untuk menggunakan tahun terakhir (yakni yang baru saja lewat) sebagai tahun dasar. Kelebihan yang diperoleh dengan melakukan hal ini adalah bahwa ketika membandingkan angka-angka kecenderungan dan angka-angka dalam bentuk penampang lintang (yang terakhir), angka-angkanya akan konsisten dan dapat diperbandingkan. Hal ini telah terbukti sebagai cara yang paling efektif apabila laporan ditulis oleh suatu tim peneliti yang hampir setiap saat bekerja secara independen. 4.2.2 Tabel Induk Anggaran Setelahdicapainyakesepakatantentangsumberdata,IHKdanrentangwaktu,danpengumpulandatatelahdiselesaikan, langkah berikutnya adalah memasukkan data ke dalam sebuah format yang membuatnya dapat diakses untuk analisis. Sebagaimana dibahas dalam bagian proposal penelitian, data harus dapat diperbandingkan. Oleh karena itu, data mentahharusdiformatkembalisehinggaangka-angkadapatdiperbandingkanmenuruttahun,wilayahgeografis,sektor dan klasifikasi ekonomi. Terdapat dua hambatan besar dalam perbandingan. Pertama, format-format anggaran telah diubah beberapa kali selama dekade yang lalu. Kedua, pemerintahan yang berbeda mungkin menyusun departemen pemerintahannya dengan cara yang berbeda-beda. Sebagai contoh, ruang lingkup tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum mungkin berbeda-beda antar-kabupaten. Untuk membantu para peneliti dalam menyusun kembali data fiskal ke dalam format yang dapat diperbandingkan, panduan ini disertai dengan sebuah CD yang berisi sebuah dokumen Excel yang disebut “Tabel Induk Anggaran” (selanjutnya disebut sebagai BMT/Budget Master Table). BMT menggunakan format di mana semua data fiskal harus dimasukkan sebelum analisis apa pun. Tujuan BMT adalah untuk menggabungkan semua informasi anggaran pemerintah daerah ke dalam satu lokasi dengan format yang jelas dan konsisten tanpa mempedulikan klasifikasi ekonomi atau sektoral yang berbeda. Penting untuk memuat semua data fiskal dalam satu sumber, khususnya apabila penelitian dilakukan oleh sebuah tim, karena akan memastikan bahwa para peneliti yang berbeda akan menggunakan angka-angka yang konsisten dalam analisis mereka masing-masing. Lembar sebar (spreadsheet) Excel BMT terdiri dari empat bagian: 1. Read me: Bagian ini menyediakan semua informasi tentang data-data yang digunakan dalam BMT. Bagian ini juga menyediakan data kependudukan dan IHK daerah yang digunakan untuk menghasilkan angka-angka riil dan angka-angka per kapita. 2. Anggaran daerah: Bagian ini mencakup anggaran-anggaran dari pemerintah provinsi dan semua kabupaten/ kota dalam provinsi tersebut. Bagian ini mencakup angka-angka rencana dan realisasi untuk rentang waktu yang disepakati.
12
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 4 Pengumpulan dan Persiapan Data untuk Analisis
3.Anggaranpusat/pembelanjaandekonsentrasi:Bagianinimencakuppembelanjaanpusat(dana-danadekonsentrasi) yang dialokasikan ke provinsi. Karena keterbatasan data, data yang tersedia biasanya merupakan angka-angka realisasi dan dirinci per sektor. 4. Angka-angka konsolidasi: Bagian ini menyediakan angka-angka anggaran konsolidasi dalam bentuk nominal, riil, dan per kapita. BMT dibuat secara manual dengan memasukkan data dari kumpulan laporan-laporan anggaran pemerintah daerah. Setiap kotak tabel terdiri dari poin-poin terkait dari laporan-laporan anggaran tersebut. Pada suatu titik, asumsi/estimasi dapat dibuat untuk informasi yang tidak berhubungan langsung dengan laporan anggaran. Sebagai contoh, apabila kita mengubah harga-harga menjadi harga-harga riil, maka harus ada rujukan nyata kepada faktor inflasi mana yang telah digunakan dan tahun yang menjadi tahun dasar. Poin pentingnya adalah mendokumentasikan setiap asumsi atau estimasi sehingga informasi ini dimuat untuk rujukan di masa depan. Dokumen-dokumen dalam CD: Contoh tabel Induk (lihat master_gpea_final.xls) Latihan (lihat master_gpea_exercise.xls)
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
13
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab 5 Analisis Data, Penyusunan Kesimpulan, dan Rekomendasi
Bab ini membahas jenis-jenis analisis yang diperlukan untuk menulis laporan PEA. Ini termasuk mengidentifikasi bagan-bagan mana yang bermanfaat untuk setiap bab dan menjelaskan data mana yang diperlukan untuk melakukan analisis dan membuat grafik. Bab ini juga mempertimbangkan berbagai kesimpulan yang dapat diambil dari analisis tersebut. Bab ini dibagi berdasarkan bab-bab minimum yang diharapkan dari sebuah laporan PEA, antara lain: 1. Pendahuluan • Analisis ekonomi daerah • Analisis demografi daerah • Analisis kemiskinan 2. Perencanaan dan penyusunan anggaran • Analisis prioritas pembangunan • Hubungan perencanaan dan penganggaran • Praktik yang baik untuk perencanaan dan penganggaran • Perencanaan dan penganggaran pembangunan partisipatif • Analisis kerangka kerja peraturan • 3. Penerimaan • Gambaran penerimaan keseluruhan • Analisis penerimaan terperinci • Analisis pembiayaan 4. Belanja • Gambaran pengeluaran keseluruhan • Analisis pengeluaran sektoral • Analisis Klasifikasi Ekonomi • Analisis perubahan belanja daerah • Analisis belanja pemerintah pusat 5. Sektor-sektor Strategis (pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur) • Analisis belanja berdasarkan sektor-sektor strategis • Analisis kinerja untuk setiap sektor strategis
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
15
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
5.1 BAB PENDAHULUAN 5.1.1 Tujuan Tujuan bab ini dalam PEA adalah memberikan latar belakang umum tentang demografi dari provinsi ini, dengan fokus pada analisis sosial dan ekonomi. Apabila para peneliti dan/atau pemerintah daerah mengemukakan isu-isu khusus terkait dengan provinsi tersebut (dianggap sebagai ”isu-isu lokal”), maka isu-isu tersebut harus dikemukakan dalam bab ini. 5.1.2 Jenis analisis Topik-topik berikut ini biasanya dibahas dalam bagian ini: 1. Analisis ekonomi daerah a. Pertumbuhan ekonomi b. Struktur perekonomian c. Inflasi 2. Analisis demografi daerah a. Struktur kependudukan dan ketenagakerjaan b. Pengangguran 3. Analisis kemiskinan a. Angka kemiskinan b. Indeks Pembangunan Manusia 1. Analisis ekonomi daerah Analisis ekonomi daerah melihat kondisi ekonomi makro secara umum dari provinsi yang bersangkutan, khususnya dengan membandingkan dengan provinsi-provinsi lain dan posisi Indonesia secara keseluruhan. Terdapat tiga unsur utama dalam analisis ekonomi: pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian dan inflasi. a. Pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan pendapatan domestik regional bruto (PDRB), PDRB per kapita). Tujuannya adalah untuk memahami ukuran dari perekonomian provinsi/kabupaten serta tingkat pertumbuhan ekonomi daerah, khususnya dibandingkan dengan provinsi dan kabupaten lain di Indonesiadan dengan pertumbuhan rata-rata nasional. Sumber data: Kantor Statistik Daerah dan Badan Perencanaan Daerah. Contoh 1: membuat perbandingan antar provinsi Grafik batang berikutnya merupakan sebuah contoh tentang bagaimana ukuran perekonomian daerah dapat disajikan. Grafik tersebut menunjukkan PDRB per kapita di Provinsi Gorontalo, dibandingkan dengan provinsiprovinsi lain di Sulawesi, di Indonesia Timur dan di seluruh Indonesia. Grafik tersebut menunjukkan dua kecenderungan: 1) Gorontalo memiliki perekonomian yang sangat kecil, sebagaimana yang diukur berdasarkan PDRB per kapita, dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia; dan 2) Meskipun perekonomian Gorontalo telah mengalami pertumbuhan antara tahun 2000-2006, pertumbuhan tersebut mengikuti suatu kecenderungan umum di seluruh Indonesia. PDRB riil per kapita merupakan indikator yang lebih disukai karena ketika menggunakan PDRB total, populasi tidak diperhitungkan, namun populasi memberi kontribusi dalam pembuatan PDRB.
16
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar 1. Pertumbuhan ekonomi di Gorontalo, perbandingan dengan tingkat provinsi dan nasional, 2000-2005
PDRB riil per kapita (Rp juta)
10
8
6
4
2
0 2000
Pertumbuhan PDRB riil (%)
14
2001
Nasional
2002 Indonesia Timur
2003
2004 Sulawesi
2005 Gorontalo
12 10 8 6 4 2 0 -2
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
-4 -6 Nasional
Indonesia Timur
Sulawesi
Gorontalo
Sumber: PDRB Grafik garis di atas menunjukkan pertumbuhan ekonomi riil, sebagaimana yang diukur dengan perubahan dalam PDRB Gorontalo antara tahun 1994 dan 2005, dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya. Terlihat pada grafik tersebut bahwa sampai dengan tahun 2005, Gorontalo mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata provinsi-provinsi lain di Sulawesi, Indonesia Timur dan di tingkat nasional. Akan tetapi, pada tahun 2005, tingkat pertumbuhan di Indonesia Timur tiba-tiba meningkat sampai lebih dari sembilan persen (meningkat dari kurang dari satu persen pada tahun 2004), dan melampaui tingkat pertumbuhan di provinsi Gorontalo.
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
17
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
Isu-isu lainnya yang harus diselidiki: Langkah penting berikutnya setelah mengidentifikasikan kecenderungan-kecenderungan adalah menyelidiki mengapa kecenderungan-kecenderungan tersebut mungkin telah terjadi. Beberapa pertanyaan lanjutan yang umumnya diajukan antara lain adalah sebagai berikut: • Apa yang telah mengakibatkan peningkatan PDRB per kapita di Gorontalo dan secara umum di semua provinsi di Indonesia? • Apa saja faktor-faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Gorontalo? • Mengapa provinsi-provinsi di Indonesia Timur tiba-tiba mengalami pertumbuhan yang signifikan pada tahun 2005? b. Struktur perekonomian (PDRB sektoral, PDRB sektoral per kapita) Tujuannya adalah untuk menganalisis sektor-sektor mana yang mendorong perekonomian daerah (provinsi atau kabupaten/kota). Analisis ini dapat membandingkan satu provinsi/ kabupaten/kota dalam kurun waktu tertentu atau membandingkan dengan berbagai pemerintahan daerah. Sumber data: Badan Statistik Daerah dan Badan Perencanaan Daerah. Contoh 2: kontribusi sektoral Contoh pada Gambar 2 menunjukkan sektor-sektor mana yang memberikan kontribusi kepada perekonomian daerah. Grafik lingkaran (pie graph) di bawah ini menunjukkan bahwa pertanian merupakan sektor terbesar untuk Kepulauan Nias (yang terdiri dari dua kabupaten), disusul oleh perdagangan, restoran dan hotel. Kepulauan Nias memiliki sangat sedikit kegiatan dalam sektor manufaktur, pertambangan dan listrik, gas dan air (yang digabungkan sebesar 4,5 persen). Gambar 2. Komposisi sektoral untuk PDRB di Kepulauan Nias, 2005 Jasa keuangan 5.5%
Jasa 10.1%
Transportasi & komunikasi 6.9%
Pertanian 43.0%
Pertambangan & Penggalian 2.3%
Perdagangan, Restoran, & Hotel 22.1% Bangunan 7.9%
Listrik, Gas, & Air 0.4%
Industri Pengolahan 1.8%
Gambar 3 menunjukkan PDRB per kapita Gorontalo antara tahun 2000 dan 2005, dibandingkan dengan upah riil. Grafik tersebut menunjukkan beberapa kecenderungan: (i) Pertanian merupakan suatu bagian yang signifikan dari PDRB per kapita Gorontalo di sepanjang semua tahun. (ii) Komposisi sektoral secara keseluruhan dari PDRB masih tetap cukup konsisten walaupun persentase PDRB dari listrik, air dan gas telah meningkat. (iii) Walaupun PDRB per kapita telah meningkat, upah riil telah mengalami penurunan pada tahun 2005 dan 2006.
18
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
2,500 783 2,000
855
1,000 879
754 689
639
750
1,500 500 1,000 250
500 -
Pendapatan riil (Rp ‘000) (pada harga konstan 2000)
PRDB per kapita, Rp milyar (pada harga konstan 2000)
Gambar 3. Komposisi sektoral untuk PDRB per kapita di Gorontalo, 2000 -2006
2000
2001
2002
Pertanian Pengolahan Bangunan Transportasi & Komunikasi Jasa
2003
2004
2005
2006
Pertambangan & pengolahan Listrik, Gas & Air Perdagangan, Restoran & Hotel Jasa keuangan Penghasilan riil
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Beberapa pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Mengapa upah riil mengalami penurunan? • Mengapa sektor listrik, gas dan air mengalami peningkatan? c. Inflasi Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran yang menyeluruh tentang inflasi di tingkat daerah. Tingkat inflasi dapat dibandingkan di antara tahun-tahun yang berbeda, antar kabupaten/kota, antar provinsi atau dengan angka-angka di tingkat nasional/daerah. Gambar 4. Tingkat Inflasi untuk Gorontalo, perbandingan dengan tingkat provinsi dan nasional, 2004-2007 25 20
Nasional Manado Makassar Gorontalo
15 10 5 0
04 04 04 04 04 04 05 05 05 05 05 05 06 06 06 06 06 06 07 07 07 07 n- ar- ay- Jul- ep- ov- an- ar- ay- Jul- ep- ov- an- ar- ay- Jul- ep- ov- an- ar- ay- Jula J M M S N J M M S N J M M S N J M M
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
19
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar 4 memberikan satu contoh tentang bagaimana analisis inflasi dapat disajikan. Grafik tersebut menunjukkan beberapa kecenderungan: (i) Secara keseluruhan, inflasi di Gorontalo telah mengikuti kecenderungan-kecenderungan yang berlaku untuk di daerah-daerah lain di Indonesia (ii) Walaupun sesuai dengan daerah-daerah lain di Indonesia, Gorontalo nampaknya mengalami peningkatan dan penurunan yang lebih ekstrim, sebagaimana ditunjukkan oleh sudut-sudut yang tajam pada grafik garis tersebut. (iii) Sejak pertengahan tahun 2007, inflasi di Gorontalo lebih rendah dari daerah-daerah lain di Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Beberapa pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Mengapa Gorontalo mengalami peningkatan dan penurunan yang lebih ekstrim dalam tingkat inflasi? • Apakah terdapat alasan mengapa perubahan-perubahan inflasi di Indonesia memiliki dampak yang lebih kuat bagi Gorontalo? • Apa yang mendorong pergerakan harga di Gorontalo (makanan, sektor jasa, bahan bangunan, dll)? 2. Analisis demografi daerah Tujuan analisis demografi daerah adalah untuk menyelidiki kondisi-kondisi kependudukan dan ketenagakerjaan, dengan fokus pada isu-isu berikut ini: a. Struktur populasi dan ketenagakerjaan Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan sektor-sektor kunci yang mana yang menyerap tenaga kerja dan menganalisis tingkat pendidikan dari orang-orang yang telah memiliki pekerjaan. Analisis ini dapat membandingkan angka-angka di tingkat kabupaten/kota, serta dengan angka-angka di tingkat provinsi dan nasional. Sumber data: Kantor Statistik Daerah dan Badan Perencanaan Daerah. Contoh 3: Analisis ketenagakerjaan Gambar 5 menunjukkan sektor-sektor mana saja yang memberikan lapangan kerja yang paling besar di Gorontalo antara tahun 2001 dan 2006. Grafik tersebut menunjukkan dua kecenderungan yang menonjol: 1) sebagian besar lapangan kerja di Gorontalo ada di sektor pertanian; dan 2) walaupun sejauh ini masih faktor pendorong ketenagakerjaan yang paling besar, proporsi lapangan kerja dalam sektor pertanian telah turun dari 63 persen pada tahun 2001 sampai dengan 55 persen pada tahun 2006.
400
100
300
75 63
56
62 51
48
200
55 50
25
100
0
20
2001
2002
2003
2004
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
2005
2006
0
Angkatan kerja di sektor pertanian (%)
Angkatan kerja (’000)
Gambar 5. Ketenagakerjaan pada tingkat sektoral di Gorontalo, 2001-2006
Lainnya (kiri) Pengolahan (kiri) Jasa Umum/Sosial/Pribadi (kiri) Perdagangan (kiri) Pertanian (kiri) Angkatan kerja di sektor pertanian (%) (kanan)
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Beberapa pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Apakah terdapat penurunan yang signifikan pada proporsi tenaga kerja di bidang pertanian? • Apabila demikian, apa yang menyebabkan penurunan tersebut? • Sektor-sektor apa yang telah tumbuh dalam hal ukuran tenaga kerja? • Mengapa sektor-sektor tersebut telah mengalami peningkatan? b. Angka pengangguran Tujuan analisis ini adalah untuk mengevaluasi angka pengangguran di daerah dengan perbandingan-perbandingan lain seperti tingkat rata-rata nasional, angka-angka di provinsi-provinsi serupa lainnya dan/atau kabupaten/kota lainnya. Sumber data antara lain Kantor Statistik Daerah dan Badan Perencanaan Daerah. Contoh 4: angka pengangguran di Gorontalo Gambar 6 membandingkan angka pengangguran di Gorontalo dengan angka pengangguran di tingkat nasional and angka rata-rata untuk provinsi-provinsi di Indonesia Timur. Grafik tersebut menunjukkan dua kecenderungan: (i) Antara tahun 2001 dan 2006, pengangguran di Gorontalo menurun meskipun pengangguran di kawasan Indonesia Timur dan di Indonesia secara keseluruhan meningkat. (ii) Pengangguran di Gorontalo mengalami fluktuasi yang jauh lebih besar dari tahun ke tahun dibandingkan dengan Indonesia Timur dan Indonesia. Gambar 6. Tingkat pengangguran di Gorontalo, perbandingan dengan tingkat nasional, 2001-2006
Tingkat pengangguran (%)
16 Nasional
14
Gorontalo
Indonesia Timur
12 10 8 6 4 2 0
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Beberapa pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Mengapa pengangguran mengalami penurunan di Gorontalo sementara kecenderungan secara keseluruhan di Indonesia Timur maupun Indonesia mengalami peningkatan? • Mengapa angka pengangguran di Gorontalo berfluktuasi sangat besar antara tahun-tahun tersebut?
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
21
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
3. Analisis kemiskinan a. Angka kemiskinan Analisis ini harus menyelidiki kecenderungan-kecenderungan kemiskinan sepanjang waktu, dan dibandingkan dengan angka kemiskinan di provinsi/kabupaten/kota lain dan angka di tingkat nasional. Tujuan analisis ini adalah untuk melihat apakah angka kemiskinan di tingkat provinsi/kabupaten/kota telah mengalami peningkatan atau penurunan selama tahun-tahun yang dianalisis. Selain itu, penting untuk menentukan apakah kecenderungankecenderungan yang diidentifikasi di tingkat provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan kecenderungankecenderungan di provinsi-provinsi lainnya atau dibandingkan dengan angka kemiskinan di Indonesia. Sumber data: Kantor Statistik Daerah. b. Indeks Pembangunan Manusia Analisis ini menyelidiki kecenderungan-kecenderungan kemiskinan dalam kurun waktu tertentu dan dibandingkan dengan angka kemiskinan di provinsi/kabupaten/kota lainnya dan di tingkat nasional. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan apakah Indeks Pembangunan Manusia (HDI) di provinsi/kabupaten/kota telah mengalami peningkatan atau penurunan selama kurun waktu yang dianalisis. Selain itu, penting untuk mengetahui apakah kecenderungan di provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan sesuai dengan kecenderungan di provinsi-provinsi lainnya atau dibandingkan dengan kecenderungan HDI di Indonesia. Analisis HDI juga dapat menggabungkan faktor-faktor pendukung HDI (angka harapan hidup, tingkat melek huruf, tingkat partisipasi pendidikan ratarata, atau penghasilan per kapita) di masing-masing provinsi; oleh karena itu, perincian data dapat memberikan wawasan yang lebih luas dalam analisis ini. Sumber data: UNDP Human Development Report. Contoh 5: angka kemiskinan dan indeks pembangunan manusia Tabel 1 menunjukkan cara penyajian angka kemiskinan dan angka HDI. Angka kemiskinan dalam tabel tersebut menunjukkan adanya beberapa kecenderungan: 1) Angka kemiskinan di provinsi Gorontalo adalah 28,9 persen, yang jauh lebih tinggi dibandingkan angka kemiskinan nasional sebesar 16,7 persen; 2) angka HDI di Gorontalo serupa dengan angka HDI di tingkat nasional. Tabel
1.
Angka
kemiskinan
dan
HDI
di
Gorontalo,
Indikator
perbandingan
dengan
Gorontalo Tertinggi
PDRB per kapita (Rp juta, 2005)
Terendah
tingkat
nasional
Nasional Rata-rata
Tertinggi
Terendah
Rata-rata
5.2
2.8
3.7
407.3
0.9
12.6
Angka Kemiskinan (2004,%)
32.5
10.8
28.9
51.0
2.9
16.7
Angka melek huruf (2006,%)
83.1
60.0
70.8
99.3
7.3
71.5
Angka partisipasi bersih (2006,%)
67.9
39.3
46.2
90.4
8.2
57.8
HDI (2005)
70.4
65.9
67.5
77.4
46.9
69.6
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Beberapa pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Apakah angka kemiskinan dan HDI di Gorontalo telah berubah sepanjang tahun-tahun tersebut? • Apakah mengalami peningkatan datau penurunan? • Apabila berubah, faktor-faktor apakah yang menyebabkan perubahan tersebut? • Apakah perubahan pada angka kemiskinan dan HDI telah mengalami perubahan sepnajang tahun? • Apakah kecenderungannya sesuai dengan kecenderungan di tingkat nasional atau Indonesia timur? Apabila terdapat perbedaan, harus dijelaskan mengapa terdapat perbedaan.
22
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
5.2 BAB PERENCANAAN DAN ANGGARAN 5.2.1 Tujuan Tujuan bab ini dalam PEA adalah untuk memahami secara lebih baik perencanaan pembangunan daerah dan hubungannya dengan proses penyusunan anggaran. Sebagian besar dokumen dasar yang wajib dianalisis adalah dokumen-dokumen anggaran (APBD) yang diperoleh dari kantor-kantor anggaran dan dokumen-dokumen perencanaan dari kantor Bappeda yang bersangkutan. 5.2.2 Jenis analisis yang diperlukan Topik-topik berikut ini biasanya dibahas dalam bagian ini: 1. Analisis prioritas pembangunan 2. Hubungan perencanaan dan penganggaran 3. Praktik yang baik untuk perencanaan dan penganggaran 4. Perencanaan dan penganggaran pembangunan partisipasif 5. Analisis kerangka kerja peraturan 1. Analisis prioritas pembangunan Untuk menjelaskan prioritas-prioritas pembangunan provinsi, bagian ini memerlukan diskusi tentang sektor-sektor prioritas yang disebutkan dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) provinsi, penjelasan singkat tentang fungsi utama (urusan wajib) dan fungsi pilihan (urusan pilihan) dari pemerintah daerah, serta penilaian tingkat hubungan dan sinkronisasi antara berbagai dokumen perencanaan. 2. Hubungan perencanaan dan penganggaran Bagian ini meninjau fungsi anggaran sebagai sebuah alat perencanaan pembangunan dan bagaimana anggaran digunakan dalam menentukan prioritas-prioritas pembangunan. Bagian ini menilai apakah anggaran yang ada (APBD) benar-benar berhubungan dengan dokumen-dokumen perencanaan dan apakah anggaran tersebut mencakup sasaran-sasaran pembangunan sebagaimana dikemukakan dalam dokumen-dokumen perencanaan. 3. Praktik yang baik untuk perencanaan dan penganggaran Bagian ini meninjau apakah dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran yang ada telah mempertimbangkan prinsip-prinsip Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) dan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK). Bagian ini bertujuan menentukan seberapa baik konsep RPJM dan ABK telah diterapkan dalam sistem anggaran saat ini. 4. Perencanaan dan penganggaran pembangunan partisipatif Pada bagian ini, kita meninjau seberapa baik daerah telah menerapkan proses partisipatif dalam perencanaan pembangunan, dan manfaat serta kekurangan dari penggunaan proses tersebut. 5. Analisis kerangka kerja peraturan Bagian ini memeriksa apakah proses perencanaan dan penganggaran telah dilaksanakan sesuai dengan peraturanperaturan yang ada dan terjadi dalam jangka waktu yang diminta. 5.3 BAB PENERIMAAN 5.3.1 Tujuan Tujuan bab ini adalah untuk memahami total cakupan pembiayaan yang tersedia untuk daerah dan sumbersumber penerimaan tersebut, termasuk cakupan sumber pembiayaan yang berasal dari pemerintah pusat atau daerah. Dengan demikian, angka-angka yang dibutuhkan dikonsolidasikan dari semua kabupaten / kota yang bersangkutan, pemerintah provinsi dan Pemerintah Pusat (dana dekonsentrasi dan tugas pembantua). Sebagian besar dokumen dasar yang perlu dianalisis adalah dokumen-dokumen anggaran (APBD) yang diperoleh dari kantor-kantor anggaran atau Bappeda.
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
23
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
5.3.2 Jenis Analisis yang diperlukan Topik-topik berikut ini biasanya dibahas dalam bagian ini untuk memberikan suatu analisis yang menyeluruh atas penerimaan daerah: (i) Gambaran penerimaan keseluruhan: Tujuan analisis ini adalah untuk memberikan suatu gambaran gabungan tentang kecenderungan-kecenderungan penerimaan umum di provinsi ini. Analisis ini harus mencakup data penerimaan baik dari pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. (ii) Analisis penerimaan terperinci Bagian kedua memberikan suatu analisis yang lebih terperinci atas sumber-sumber penerimaan utama (DAU, DAK, Pendapatan Bagi Hasil dam Pendapatan Asli Daerah (PAD)). Analisis ini mencakup setiap jenis penerimaan: kecenderungan-kecenderungan seiring berjalannya waktu, apakah berasal dari pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten / kota; dan faktor-faktor apa yang menyebabkan peningkatan atau penurunan setiap jenis penerimaan. (iii) Analisis pembiayaan Bagian ini bertujuan untuk memahami tingkat surplus/defisit yang dialami oleh pemerintah daerah; dan bagaimana pemerintah provinsi/kabupaten/kota membiayai defisit atau mengalokasikan surplus tersebut; serta bagaimana akun-akun tersebut dicatat dalam APBD. 5.3.3 Gambaran Menyeluruh tentang Penerimaan Tujuan dari analisis ini adalah untuk memberikan suatu gambaran menyeluruh tentang seberapa besar penerimaan gabungan yang diterima oleh daerah. Bagian dari analisis umum ini adalah membandingkan penerimaan gabungan provinsi tersebut dengan provinsi-provinsi lain yang setara di Indonesia, dan dengan rata-rata Indonesia. Aspekaspek kunci dari analisis ini antara lain sebagai berikut: • Kecenderungan-kecenderungan seiring waktu: apakah penerimaan total telah mengalami peningkatan atau penurunan seiring waktu? Mengapa? Bagaimana kecenderungan tersebut apabila dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia atau angka rata-rata Indonesia? Untuk membandingkan dengan provinsi-provinsi lain, analisis tersebut harus menggunakan angka-angka per kapita. • Tingkat pemerintahan: tingkat pemerintahan yang mana yang menerima penerimaan daerah? Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota? Apakah hal tersebut telah mengalami perubahan seiring waktu? • Distribusi antar kabupaten/kota: kota atau kabupaten yang mana yang menerima tingkat penerimaan yang paling tinggi? Yang mana yang menerima tingkat penerimaan paling rendah? Mengapa? Untuk membandingkan antara kabupaten/kota, analisis tersebut harus menggunakan angka-angka per kapita. • Komposisi penerimaan: apa saja yang merupakan sumber penerimaan utama – DAU, DAK, Bagi Hasil, PAD? Apakah komposisi penerimaan tersebut telah mengalami perubahan seiring waktu? Contoh 6: Kecenderungan-kecenderungan sepanjang waktu Gambar 7 merupakan sebuah contoh dari sebuah grafik time series yang menunjukkan kecenderungankecenderungan penerimaan dalam kurun waktu tertentu di Gorontalo.
24
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar 7. Sumberdaya keuangan per kapita di Gorontalo, 1998-2006 1,800 Rp ’000
1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0
1998
1999
2000
2001
2002
Pendapatan Asli Daerah Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Hibah Presiden (untuk pembangunan)/INPRES DAK Dana lainnya
2003
2004
2005
2006*
Dana Bagi Hasil Pajak Subsidi Daerah Otonom/SDO DAU Dana Penyeimbang lainnya
Grafik tersebut menunjukkan beberapa kecenderungan yang dapat ditelaah: (i) Sejak 2001, penerimaan per kapita di Gorontalo telah meningkat secara stabil. (ii) Sejak 2001, sumber-sumber penerimaan telah berubah secara signifikan. Sebagian besar penerimaan berasal dari dana perimbangan, yang terdiri dari DAU, DAK dan Bagi Hasil. (iii) Sebagian besar dari peningkatan pada penerimaan berasal dari dana perimbangan, yang merupakan mekanisme utama yang digunakan Permerintah Pusat untuk mengalihkan manajemen keuangan ke pemerintah daerah, sebagai bagian dari reformasi desentralisasi di Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Beberapa pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Mengapa penerimaan per kapita mengalami peningkatan? • Apakah pertumbuhan dalah penerimaan di Gorontalo lebih tinggi atau lebih rendah dari pertumbuhan penerimaan di provinsi-provinsi lainnya di Indonesia? Mengapa hal tersebut terjadi? • Rekomendasi-rekomendasi apa yang mungkin berguna bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan?
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
25
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
Contoh 7: Komposisi penerimaan Tabel 2. Komposisi penerimaan fiskal di Gorontalo dan gabungan kabupaten/kota, 2002-2006 2002
2003
2004
2005
2006*
Province
Rp mlyr
%
Rp mlyr
%
Rp mlyr
%
Rp mlyr
%
Rp mlyr
%
DAU
157.05
81
210.55
79
231.71
82
211.01
78
340.80
89
31.08
16
41.94
16
41.59
15
46.11
17
40.70
11
Bagi Hasil Pajak
6.04
3
7.23
3
7.58
3
12.99
5
3.57
1
DAK
0.00
0
5.61
2
0.00
0
0.00
0
0.00
0
Bagi Hasil Penerimaan SDA
0.46
0
0.32
0
0.72
0
0.08
0
0.00
0
Pendapatan Asli Daerah
Penerimaan Lain-lain Total
0.00
0
0.25
0
0.00
0
0.04
0
0.00
0
194.63
100
265.90
100
281.60
100
270.24
100
385.07
100
2002
2003
2004
2005
2006*
Districts/Cities
Rp mlyr
%
Rp mlyr
%
Rp mlyr
%
Rp mlyr
%
Rp mlyr
%
DAU
478.46
82
558.80
78
559.96
74
569.46
72
825.53
77
DAK
13.66
2
26.94
4
48.60
6
56.74
7
103.00
10
Pendapatan Asli Daerah
31.13
5
48.70
7
49.32
6
45.91
6
52.80
5
Bagi Hasil Pajak
37.53
6
29.76
4
53.55
7
57.29
7
57.92
5
Bagi Hasil Pajak Dari Bantuan Provinsi
0.00
0
10.40
1
11.88
2
12.17
2
11.01
1
Penerimaan Lain-lain
11.37
2
24.05
3
23.14
3
34.48
4
14.58
1
3.57
1
1.85
0
3.26
0
3.59
0
3.19
0
Bagi Hasil Penerimaan SDA Dana Penyesuaian Total
4.26
1
20.31
3
12.08
2
10.90
1
0.00
0
579.98
100
720.80
100
761.80
100
790.53
100
1,068.04
100
Tabel 2 menunjukkan penerimaan di Gorontalo per tahun dan berdasarkan komposisinya, dan dipisahkan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kotanya. Tabel tersebut menunjukkan beberapa kecenderungan yang tampak: (i) Antara tahun 2002 dan 2006, penerimaan tingkat provinsi dan penerimaan tingkat kabupaten / kota meningkat hampir dua kali lipat. (ii) Sebagian besar dari penerimaan tersebut baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten / kota berasal dari DAU. (iii) Di tingkat kabupaten / kota, DAK telah meningkat hampir sebesar 600 persen dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2006. (iv) Sebagian yang sangat kecil dari penerimaan tersebut berasal dari PAD, yang berarti provinsi tersebut sangat bergantung pada aliran dana dari Pemerintah Pusat.
26
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Beberapa pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Mengapa kecenderungan-kecenderungan tersebut terjadi? • Bagaimana pertumbuhan penerimaan di Gorontalo apabila dibandingkan dengan pemerintah provinsi / kabupaten / kota lainnya di Indonesia? • Faktor-faktor apa yang mempengaruhi peningkatan pada DAK dan DAU? • Apakah faktor-faktor tersebut berbeda di Gorontalo apabila dibandingkan dengan pemerintah daerah lainnya di Indonesia? Contoh 8: Komposisi Penerimaan berdasarkan Kabupaten/Kota Gambar 8. Komposisi penerimaan fiskal di kabupaten dan kota di Gorontalo, 2005 1,400 1,200
Rp’000
1,000 800 600 400 200 0 Gorontalo
Bone Bolango
Pendapatan Asli Daerah Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam DAK Dana Penyesuaian
Boalemo
Pohuwato
Kota Gorontalo
Dana Bagi Hasil Pajak DAU Dana Bagi Hasil Pajak & bantuan dari provinsi Pendapatan lainnya
Grafik tersebut membandingkan komposisi penerimaan di pemerintah kabupaten / kota di Gorontalo. Grafik tersebut mengindikasikan beberapa kecenderungan: (i) Semua pemerintah kabupaten / kota di Gorontalo mendapatkan sebagian besar penerimaannya dari DAU. (ii) Beberapa kabupaten, termasuk Bone Bolango, Baolemo dan Pohuwato, menerima aliran DAK yang signifikan dibandingkan dengan dua kabupaten/kota lainnya. (iii) Kota Gorontalo memiliki tingkat PAD paling tinggi. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Beberapa pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Mengapa tiga kabupaten menerima jumlah DAK yang lebih besar dibandingkan dengan Kota Gorontalo atau kabupaten Gorontalo? • Mengapa Kota Gorontalo memiliki tingkat PAD yang tinggi dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten di Gorontalo?
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
27
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
Contoh 9: Perbandingan dengan pemerintah daerah lainnya Gambar 9 membandingkan penerimaan daerah gabungan per kapita di Gorontalo dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Provinsi-provinsi lainnya yang dipilih adalah semua provinsi yang dibentuk pada tahun 1999, sebagai bagian dari reformasi desentralisasi di Indonesia. Grafik tersebut menunjukkan bahwa kapasitas keuangan Gorontalo merupakan salah satu dari yang paling lemah, di antara provinsi-provinsi yang baru dibentuk. Gambar 9. Perbandingan sumberdaya penerimaan fiskal pemerintah daerah di Gorontalo dengan daerah-daerah lainnya, 2005 Transfer per kapita (kiri) 4,500
6,000
PAD per kapita (kiri) Jml pendapatan daerah (kanan)
4,000
5,000
3,500 3,000
4,000
2,500 3,000
2,000 1,500
2,000
1,000
Jml total pendapatan (Rp. bn)
Pendapatan per kapita daerah (Rp ‘000)
Pendapatan lain per kapita (kiri)
1,000
500
t ra
at
Ba
ar
pu Pa
es w Su
la
a
iB
Ri p.
u uk al M
Ke
ta U
lit Be ka
ng Ke
p.
Ba
au
ra
g un
ta on or G
Ba
nt
en
lo
-
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Beberapa pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Mengapa penerimaan per kapita Gorontalo lebih rendah dari provinsi-provinsi yang baru dibentuk lainnya? 5.3.4 Analisis penerimaan terperinci Tujuan bagian ini adalah untuk menganalisa secara lebih terperinci setiap sumber penerimaan dan bagaimana setiap jenis penerimaan tersebut berdampak pada tingkat penerimaan secara keseluruhan di provinsi ini. Regional governments derive revenue from three main sources:
28
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Penerimaan ini dikumpulkan oleh pemerintah daerah dan mungkin mencakup pajak daerah, retribusi dan penghasilan investasi. b. Dana Perimbangan Dana ini digunakan oleh Pemerintah Pusat untuk menyeimbangkan kemampuan keuangan pemerintah daerah: (i) Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana hibah berdasarkan diskresi yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada semua pemerintah daerah untuk mencapai kesetaraan keuangan. DAU dialokasikan dengan menggunakan suatu rumus yang berlaku secara nasional berdasarkan faktor-faktor seperti jumlah penduduk, luas daerah, produk domestic regional bruto (PDRB) per kapita, indeks pembangunan manusia, anggaran dan belanja gaji PNS, tingkat pendapatan asli daerah (PAD) dan bagi hasil. (ii) Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah hibah tunai yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan khusus daerah. (iii) Bagi Hasil (dari pajak dan sumberdaya alam) adalah penerimaan yang berasal dari pajak (di tingkat nasional) dan sumberdaya malam yang dibagi di antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah berdasarkan suatu perbandingan yang telah disepakati yang tertuang dalam perundang-undangan. c. Penerimaan Lainnya Penerimaan ini terdiri dari antara lain penerimaan hibah, dana kontijensi, dana otonomi khusus (misalnya di Aceh dan Papua), dan dana bagi hasil/bantuan keuangan lainnya dari pemerintah provinsi atau kabupaten/kota lainnya. Bagian ini juga akan mengkaji isu-isu berikut ini untuk setiap jenis penerimaan: • Kecenderungan seiring waktu: apakah pendapaan total telah meningkat atau menurun seiring waktu? Mengapa hal tersebut terjadi? Bagaimana kecenderungan tersebut apabila dibandingkan dengan probinsi-provinsi lainnya di Indonesia atau angka rata-rata Indonesia? Untuk membandingkannya dengan provinsi-proviinsi lainnya, analisis ini harus menggunakan angka-angka per kapita. • Tingkat pemerintah: tingkat pemerintahan yang mana yang menerima penerimaan daerah? Pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota? Apakah hal tersebut telah mengalami perubahan seiring waktu? • Distribusi ke seluruh kabupaten/kota: kota atau kabupaten mana yang menerima tingkat penerimaan yang paling tinggi? Yang mana yang menerima penerimaan yang paling rendah? Mengapa terdapat perbedaan tersebut? Untuk membandingkan antara kabupaten/kota, analisis tersebut harus menggunakan angka-angka per kapita. • Rencana vs realisasi penerimaan: apakah pemerintah daerah merealisasikan penerimaan yang telah direncanakannya? • Komposisi penerimaan: untuk setiap jenis penerimaan, faktor-faktor utama apa yang menyebabkan peningkatan atau penurunan penerimaan tersebut? Bagaimana kecenderungan tersebut apabila dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia?
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
29
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
Contoh 10: Kecenderungan penerimaan seiring waktu Gambar 10. Kecenderungan DAU per kapita di Gorontalo, 2006 1000 DAU per kapita (Rp ‘000)
900
888
800 700 600 500
633
561
626
624
400
367
300 200 100
239
184
258
232
0 2002
2003 Provinsi
2004
2005
2006
Kabupaten/Kota
Gambar di atas merupakan suatu cara sederhana untuk menunjukkan pertumbuhan DAU di Gorontalo antara tahun 2002 dan 2006. Grafik tersebut menunjukkan bahwa meskipun DAU mengalami pertumbuhan yang tidak besar antara tahun 2002 dan 2005, peningkatan yang paling signifikan terjadi pada tahun 2006. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Beberapa pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Faktor-faktor apa yang menyebabkan peningkatan yang signifikan pada tahun 2006? • Bagaimana peningkatan tersebut apabila dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia? Contoh 11: Kecenderungan-kecenderungan penerimaan di seluruh kabupaten / kota Gambar 11 menunjukkan bagaimana DAU didistribusikan ke seluruh kabupaten/kota di Gorontalo terkait dengan kesenjangan keuangan per kapita dan anggaran gaji PNS mereka.
30
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
3.0
2.0
2.5
1.8 1.6 1.4
2.0
1.2 1.0
1.5
Rp juta
Rp juta
Gambar 11. Distribusi DAU per kapita ke pemerintah kabupaten/kota di Gorontalo, terkait dengan kesenjangan keuangan dan anggaran gaji
0.8
1.0
0.6 0.4 0.2
0.5 0.0
0 Gorontalo
Boalemo
Bone Bolango
DAU 2005 per kapita
Kota Gorontalo
Pohuwato
DAU 2006 per kapita
Gaji per kapita
Gambar ini menunjukkan bahwa alokasi DAU tampaknya memiliki korelasi dengan besarnya anggaran gaji pegawai suatu kabupaten/kota. Akan tetapi, dalam beberapa kasus (misalnya, Kabupaten Pohuwato) komponen kesenjangan keuangan menggantikan rendahnya anggaran gaji pegawai. Kesenjangan keuangan adalah perbedaan antara kebutuhan belanja suatu kabupaten/kota dan kemampuan keuangan kabupaten/kota tersebut. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi besarnya kesenjangan keuangan? Misalnya, di Gorontalo, kesenjangan keuangan di Kabupten Pohuwato tinggi karena pemerintah kabupaten/kota memberikan layanan untuk wilayah yang luas; dan karena tingginya biaya konstruksi. Contoh 12: Alokasi DAK berdasarkan sektor Gambar 12 menunjukkan fokus sektoral pada alokasi-alokasi DAK. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2006, sebagian besar DAK dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan dan jalan.
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
31
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar 12. Alokasi-alokasi DAK berdasarkan sektor di Gorontalo, 2006
Pertanian 10%
Pemerintah 4%
Lingkungan 1% Pendidikan 23%
Perikanan 5% Pasokan air & sanitasi 5% Irigasi 5%
Kesehatan 23%
Jalan 24%
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • DAK dipergunakan untuk membiayai apa (misalnya ruang kelas, fasilitas kesehatan, pelatihan, infrastruktur jalan)? Berikan satu atau dua contoh kegiatan DAK dari pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi. Contoh 13: Rencana vs realisasi penerimaan Tabel 3. Tingkat realisasi dana bagi hasil, Gorontalo, 2002-2005 2002
2003
2004
2005
Bagi Hasil Pajak
132.24
111.76
109.88
249.36
Bagi Hasil Penerimaan SDA (Bukan Pajak)
33.34
23.94
82.69
n.a.
Bagi Hasil Pajak
121.94
116.03
103.98
89.61
Bagi Hasil Penerimaan SDA (Bukan Pajak)
84.75
60.96
151.06
247.78
Province
Districts/Cities
Tabel di atas menunjukkan bahwa Gorontalo melampaui ekspektasinya dan mendapatkan dana bagi hasil yang lebih besar dari yang diharapkannya, namun secara umum tidak mencapai harapan untuk penerimaan bagi hasil non-pajak (sumberdaya alam). Namun demikian, pada tahun 2004 dan 2005, pemerintah kabupaten/kota mendapatkan dana bagi hasil non-pajak yang secara signifikan lebih besar dari yang direncanakan. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Mengapa beberapa estimasi rencana penerimaan terlalu kecil dan yang lainnya terlalu besar?
32
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Contoh 14: Komposisi penerimaan asli daerah Tabel 4. Komposisi pendappatan asli daerah, Gorontalo, 2002-2006 Province
2002 Rp % mlyr 23.84 77 1.04 3
Pajak Retribusi Laba Perusahaan 0.00 Milik Daerah Penerimaan Asli 6.20 Daerah Lainnya Total Penerimaan Asli 31.08 Daerah
2003 Rp % mlyr 29.29 70 5.46 13
Districts/Cities
Pajak Retribusi Laba Perusahaan 0.35 Milik Daerah Penerimaan Asli 10.71 Daerah Lainnya Total Penerimaan Asli 31.13 Daerah
2005 Rp % mlyr 37.41 81 2.80 6
2006* Rp % mlyr 37.48 92 0.00 0
0
0.18
0
0.28
1
0.29
1
1.00
2
20
7.01
17
6.37
15
5.61
12
2.22
5
100
41.94
100
41.59
100
46.11
100
40.70
100
2002 Rp mlyr 4.82 15.24
2004 Rp % mlyr 33.45 80 1.50 4
2003
15 49
Rp mlyr 6.36 17.67
1
2004
13 36
Rp mlyr 7.88 29.75
1.14
2
34
23.53
100
48.70
%
2005
2006* Rp % mlyr 7.34 15 26.86 55
16 60
Rp mlyr 7.31 26.44
16 58
2.12
4
3.48
8
3.02
6
48
9.57
19
8.67
19
11.23
23
100
49.32
100
45.91
100
48.45
100
%
%
%
Tabel di atas, yang memperlihatkan komposisi pendapatan asli daerah, menunjukkan beberapa kecenderungan: 1) Antara tahun 2002 dan 2006, pendapatan asli daerah sedikit meningkat, namun masih merupakan persentase yang sangat kecil dari penerimaan daerah secara keseluruhan. 2) Pemerintah provinsi mendapatkan jumlah pendapatan asli daerah yang sama dengan pemerintah kabupaten/kota. 3) Di tingkat provinsi, sebagian besar pendapatan asli daerah berasal dari pajak. Sebaliknya, di tingkat kabupaten/kota, separuh dari pendapatan asli daerah berasal dari retribusi. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Beberapa pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Apa yang menyebabkan adanya sedikit peningkatan pada PAD? Bagaimana pertumbuhan PAD di provinsi ini dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia? • Mengapa sebagian besar pajak yang dipungut oleh provinsi, bukan pemerintah kabupaten/kota? Apa dasar hukum untuk pemungutan pajak tersebut? Dapatkan pemungutan pajak ditingkatkan dengan menjadi lebih efisien atau efektif? • Pajak/retribusi apa yang paling umum ditemukan di provinisi ini? • Jenis layanan apa yang diberikan oleh pemerintah kabupaten / kota di mana mereka memungut pendapatan? Bagaimana pemerintah kabupaten/kota dapat meningkatkan pendapatan asli daerahnya?
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
33
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
Contoh 15: Perbandingan PAD di seluruh kabupaten dan kota Gambar 13. Pendapatan asli daerah per kapita, perbandingan antara kabupaten/kota, Gorontalo, 2005 160
Rp ‘000
140 120 100 80 60 40 20 0
Bone Bolango Gorontalo Boalemo Pohuwato
Provinsi Kota Gorontalo
Pendapatan Asli Daerah per kapita
Grafik tersebut di atas menunjukkan tingkat pendapatan asli daerah yang dikumpulkan oleh pemerintah daerah di Gorontalo dan menunjukkan bahwa Kota Gorontalo memiliki tingkat PAD yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan pemerintah kabupaten lainnya dan pemerintah provinsi. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Mengapa PAD tertinggi ada di Kota Gorontalo? Suatu penjelasan harus diberikan, seperti: Mungkin hal tersebut terjadi karena Kota Gorontalo adalah sebuah kota yang memiliki jumlah penduduk yang lebih besar dan kegiatan ekonomi yang lebih banyak dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten di daerah pedesaan, atas pihak mana pemerintah dapat mengenakan retribusi untuk berbagai layanan, seperti layanan kesehatan, pendahtaran kendaraan bermotor, sewa kios di pasar, dll.
34
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Contoh 16: Perbandingan pajak dan retribusi di antara kabupaten/kota Tabel 5. Pajak dan retribusi, tingkat kabupaten/kota, Gorontalo, 2005 Kota Gorontalo Pajak Pajak Penerangan Jalan
Rp juta 2,526.77
% 69.31
Pajak Hotel dan Restauran
500.67
13.73
Pajak Reklame Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Gailan Golongan C Total Pajak Retribusi Pelayangan Kesehatan Izin Mendirikan Bangunan Pemakaian Kekayaan Daerah Jasa Pemberi Pekerjaan Pelayanan Pasar Total Retribusi
341.17
9.36
Boalemo Pajak Pajak Penerangan Jalan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Gailan Golongan C Pajak Reklame
216.23
5.93
Pajak Hotel dan Restauran
3,645.79 Rp juta 12,085.41 1,154.23 572.24 401.77 354.03 16,516.43
% 73.17 6.99 3.46 2.43 2.14
Total Pajak Retribusi Pelayanan Administrasi Pemakaian Kekayaan Daerah Pelayanan Kesehatan Pelayanan Pasar Izin Mendirikan Bangunan Total Retribusi
Rp juta 291.30
% 50.62
175.33
30.47
51.60
8.97
37.99
6.60
575.43 Rp juta 257.93 257.07 149.59 102.61 95.76 1,670.73
% 29.9 29.8 17.3 11.9 11.1
Tabel 5 memberikan contoh berbagai komponen pajak dan retribusi di Kota Gorontalo dan Kabupaten Baolemo. Tabel tersebut menunjukkan beberapa kesimpulan: (i) Pajak dan retribusi di Kota Gorontalo dan Kabupaten Baolemo sesuai dengan pajak dan retribusi yang tercantum dalam UU No. 34/2000. (ii) Pajak hiburan dan retribusi parker umumnya merupakan bagian dari pajak dan retribusi yang tertinggi, khususnya di wilayah perkotaan. Akan tetapi, hal itu tidak terjadi di Kota Gorontalo. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Mengapa pajak hiburan dan retribusi parkir bukan bentuk pajak dan retribusi yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota? Salah satu penjelasan yang mungkin diberikan: pajak dan retribusi tersebut kurang layak mengingat kegiatan usaha dan pariwisata masih relatif tertinggal di Gorontalo dan jumlah mobil masih terbatas. Hanya setelah perekonomian tumbuh peluang akan meningkat untuk Kota Gorontalo untuk memobilisasi penadapatn asli daerah yang lebih signifikan.
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
35
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
Contoh 17: Pendapatan yang direncanakan vs yang direalisasikan Tabel 6. Perbandingan pendapatan asli daerah, perbandingan di tingkat provinsi dan gabungan kabupaten/ kota, Gorontalo, 2002-2005 Provinsi Pajak
2002 116.30
2003 86.42
2004 96.79
2005 99.40
Retribusi
115.46
69.45
87.35
103.58
Laba perusahaan milik daerah Penerimaan asli daerah lainnya Total penerimaan asli daerah
0.00 89.19 109.63
131.99 148.05 89.95
85.21 67.47 90.35
98.53 128.53 102.47
Kabupaten/Kota Tax Retribusi Laba perusahaan milik daerah Penerimaan asli daerah lainnya Total penerimaan asli daerah
2002 105.14 99.16 56.38 102.33 100.25
2003 100.55 92.80 165.53 126.21 108.95
2004 105.58 95.38 58.25 73.99 89.30
2005 105.00 102.78 35.19 58.63 81.97
Tabel 6 menunjukkan apakah pendapatan asli daerah yang direncanakan sama dengan jumlah pendapatan yang direalisasikan oleh pemerintah daerah. Tabel tersebut menunjukkan dua kecenderungan: (i) Tidak ada pola yang jelas dalam realisasi PAD selama periode antara tahun 2002 dan 2005. Kelebihan realisasi dalam satu tahun sering diikuti oleh kekurangan realisasi pada tahun berikutnya. Misalnya, laba dari badan usaha milik daerah dan pendapatan asli daerah “lainnya” pada tahun 2003 dan 2004, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota turun secara signifikan pada tahun-tahun berikutnya. (ii) Akan tetapi, pemungutan pajak pada umumnya dilaksanakan sesuai rencana. Kecuali pemungutan pajak provinsi pada tahun 2003, pemungutan pajak oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/ kota tidak sesuai dengan jumlah yang direncanakan sebesar kurang dari 10 persen. Kabupaten mencatat tingkat realisasi yang lebih baik dibandingkan provinsi untuk retribusi. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Metode apa yang digunakan untuk membuat estimasi PAD? Dapatkah metodologi tersebut ditingkatkan untuk memastikan perencanaan yang lebih akurat? 5.3.5 Analisis Pembiayaan Bagian ini bertujuan untuk memahami tingkat surplus/defisit yang dimiliki oleh pemerintah daerah; dan bagaimana pemerintah provinsi/kabupaten/kota membiayai deficit tersebut atau mengalokasikan surplus tersebut; serta bagaimana akun-akun tersebut dicatat dalam APBD. Contoh 18: Kinerja keuangan provinsi Gambar 14 menunjukkan apakah pemerintah provinsi/kabupaten/kota di Gorontalo mencatat defisit atau surplus, dan kita dapat lihat bahwa pemerintah tersebut secara konsisten mencatat surplus antara tahun 2002 dan 2005.
36
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar 14. Surplus dan defisit, perbandingan di antara pemerintah-pemerintah daerah Gorontalo, 2002 to 2005
Persentase total pengeluaran
15
10
5
0 2002
2003
2004
2005
-5
-10 Provinsi
Kota Gorontalo
Kab. Gorontalo
Boalemo
Pohuwato
Bone Bolango
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Apa yang pada umumnya dilakukan oleh Kabupaten/Kota terkait dengan surplus? Misalnya, apakah mereka menginvestasikan surplus tersebut atau mengakumulasikannya dalam dana cadangan? Contoh 19: pelaporan dana luncuran Tabel 7 menunjukkan data yang dilaporkan dalam bagian pembiayaan dari APBD sebagaimana ditetapkan dalam Kepmendagri No. 29/2002. Tabel 7. Dana luncuran, perbandingan di antara pemerintah daerah, Gorontalo, 2006 Dana luncuran ke 2006
Province
Kota Gorontalo
Bone Bolango
Kab. Gorontalo
Pohuwato
10.16
12.25
0.49
4.30
14.17
Anggaran dana luncuran di 2006
6.49
12.25
-
4.30
14.17
Selisih
3.67
-
0.49
-
-
Tabel tersebut menunjukkan bahwa secara umum, laporan pembiayaan didokumentasikan dengan cara yang buruk dan dana luncuran dilaporkan dengan cara yang tidak konsisten. Misalnya, dana luncuran dilaporkan dalam satu tahun anggaran sering tidak konsisten dengan dana luncuran yang dianggarkan pada tahun berikutnya. Pelaporan yang buruk tersebut bukan hanya menciptakan kesalahan dalam rencana anggaran untuk tahun berikutnya, namun juga meningkatkan risiko kesalahan anggaran.
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
37
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
5.4
BAB BELANJA
5.4.1 Tujuan Tujuan bab ini adalah untuk memahami bagaimana pemerintah daerah membelanjakan anggaran mereka, bagaimana kecederungan belanja sepanjang waktu, seberapa banyak uang yang dibelanjakan oleh setiap tingkatan pemerintah (nasional, provinsi, kabupaten/kota) di provinsi, serta bagaimana uang tersebut dibelanjakan di semua klasifikasi dan sektor ekonomi. Angka-angka yang dibutuhkan digabungkan dari semua kabupaten/kota yang bersangkutan, serta angka-angka provinsi. Dokumen-dokumen dasar yang diperlukan untuk melaksanakan analisis ini terutama adalah dokumendokumen anggaran (APBD) yang diperoleh dari Bappeda. 5.4.2 Jenis analisis yang diperlukan Topik-topik berikut ini biasanya dibahas dalam bagian ini: 1. Gambaran belanja secara keseluruhan 2. Analisis belanja sektoral 3. Analisis belanja berdasarkan klasifikasi Ekonomi 4. Analisis variasi belanja daerah 5. Analisis belanja pemerintah pusat 1. Gambaran belanja secara keseluruhan Bagian in bertujuan untuk mengilustrasikan kecenderungan-kecenderungan pada belanja daerah total dalam kurun waktu tertentu dan bagaimana belanja daerah per kapita berbeda di antara seluruh kabupaten / kota, serta membandingkannya dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Pemahaman tentang tingkat pemerintahan yang mana yang membelanjakan sebagian besar uang (pemerintah pusat, provinsi atau kabupaten / kota) juga penting. Contoh 20: kecenderungan-kecederungan sepnjang waktu dan di antara tingkatan pemerintahan. Gambar 15 menunjukkan pertumbuhan belanja di Gorontalo dan kepada tingkatan pemerintahan yang mana dana tersebut dialokasikan.
4,000
700
3,500
600
3,000
500
2,500
400
2,000
300
1,500
200
1,000
100
500 -
2002
2003 Kabupaten/Kota (kiri) Dekonsentrasi (kiri)
38
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
2004
2005
2006*
Provinsi (kiri) Total Nasional (kanan)
0
Belanja nasional (Rp milyar)
Belanja daerah (Rp milyar)
Gambar 15. Total belanja, tingkat provinsi dan gabungan kabupaten Gorontalo, 2002 s.d. 2006
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar ini menunjukkan dua kecenderungan: (i) Sejak 2002, belanja di Gorontalo telah meningkat secara signifikan. Belanja daerah Gorontalo, yang mencakup belanja tingkat provinsi dan kabupaten, telah meningkat sebesar lebih dari 100 persen sejak tahun 2002. (ii) Peningkatan tersebut menjadi lebih signifikan apabila belanja dekonsentrasi Pemerintah Pusat digabungkan dengan belanja daerah gabungan. Dalam periode antara tahun 2002 dan 2006, belanja dekonsentrasi meningkat hampir sepuluh kali lipat dan kontribusinya kepada belanja daerah gabungan Gorontalo meningkat dari 24 persen pada tahun 2002 menjadi sekitar 60 persen pada tahun 2006. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Beberapa pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Apa yang menyebabkan pertumbuhan pada belanja dekonsentrasi? Mengapa bentuk belanja ini lebih disukai dibandingkan dengan bentuk-bentuk pengalihan dana antar pemerintah lainnya? • Apakah pertumbuhan dan dominasi belanja dekonsentrasi di Gorontalo sesuai dengan kecenderungan di provinsi-provinsi lainnya di Indonesia? Contoh 21: perbandingan per kapita tingkat provinsi Gambar 16 menunjukkan belanja per kapita di Gorontalo dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Gambar ini menunjukkan bahwa belanja di Gorontalo berada di bawah tingkat rata-rata nasional, namun sama dengan provinsi-provinsi lainnya di Sulawesi.
NTB Sumatera Barat DI Yogyakarta Sumatera Selatan Kalimantan Barat NTT Sulawesi Selatan Sumatera Barat Bengkulu Kalimantan Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Tenggara Gorontalo Bali Bangka Belitung Jambi DKI Jakarta Maluku Utara Maluku Sulawesi Tengah NAD (Aceh) Riau Kalimantan Tengah Papua Kalimantan timur
Jawa Timur Lampung
5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Jawa Barat Jawa Tengah Banten
Total belanja daerah per kapita (Rp juta)
Gambar 16. Jumlah total belanja gabungan per kapita berdasarkan provinsi, 2005
Total Belanja per kapita
Rata-rata nasional
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
39
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Faktor-faktor apa yang menyebabkan beberapa provinsi tertentu memiliki belanja per kapita yang lebih tinggi dan provinsi-provinsi lainnya memiliki belanja per kapita yang lebih rendah, dibandingkan dengan Gorontalo? 2. Analisis belanja sektoral Bagian ini meninjau belanja daerah gabungan yang dikategorikan berdasarkan klasifikasi sektoral. Bagian ini akan menjelaskan format anggaran yang berlaku, perubahan-perubahan dalam format anggaran dan bagaimana belanja diklasifikasikan selama rentang waktu 5 sampai dengan 6 tahun. Secara keseluruhan, bagian ini harus menganalisis jenis-jenis belanja yang mendominasi belanja daerah dalam kurun waktu tertentu di tingkat provinsi dan kabupaten. Fokus dari analisis ini biasanya ditujukan pada empat sektor utama: 1. Aparat pemerintah 2. pendidikan 3. kesehatan 4. infrastruktur Nilai harga kontan lebih baik digunakan untuk analisis kecenderungan sepanjang waktu. Gambar 17. Belanja sektoral gabungan, Gorontalo, 2002-2006
Belanja daerah (Rp milyar)
1600 1400
8%
1200
22%
1000 17%
800 600 400 200 0
20%
16%
18%
28%
27% 5% 6% 24%
6% 4%
2002
19% 27% 7% 5%
8% 17%
21%
26%
6% 5%
82% 5%
29%
32%
36%
2003
2004
2005
lainnya Infrastruktur Pendidikan
40
10%
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Kesehatan Pertanian Admin & aparat pemerintah
37%
2006*
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar17 menunjukkan belanja sektoral gabungan (provinsi, kabupaten dan kota) menurut sektor. Gambar ini menunjukkan beberapa kecenderungan: (i) Proporsi yang dibelanjakan untuk administrasi dan aparat pemerintah meningkat secara sigfnifikan dari 24 persen pada tahun 2002 menjadi 37 persen pada tahun 2006. (ii) Proporsi belanja total yang dikeluarkan untuk pendidikan menurun sejak tahun 2002. (iii) Proporsi belanja total yang dikeluarkan untuk infrastruktur meningkat, sementara proporsi yang dikeluarkan untuk kesehatan masih relatif sama. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Beberapa pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Faktor-faktor apa yang mengakibatkan peningkatan dan penurunan belanja di setiap sektor? Misalnya, mengapa pemerintah Gorontalo mebelanjakan jumlah yang jauh lebih besar untuk administrasi dan aparat pada tahun 2006 dibandingkan dengan tahun 2002? • Mengapa proporsi belanja untuk pendidikan menurun? • Bagaimana komposisi nelanja sektoral Gorontalo dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia? Misalnya, apakah provinsi lainnya juga membelanjakan lebih dari sepertiga dari belanja mereka untuk administrasi dan aparat? • Bagaimana gabungan belanja sektoral dapat ditingkatkan? 3. Analisis Klasifikasi Ekonomi Bagian ini memeriksa belanja daerah gabungan yang dikategorikan berdasarkan klasifikasi ekonomi. Bagian ini akan menjelaskan format anggaran yang ada, perubahan pada format anggaran dan bagaimana belanja diklasifikasikan dalam rentang waktu 5 sampai dengan 6 tahun. Bagian ini juga harus menjelaskan cara-cara untuk mengatasi berbagai macam format anggaran dan apa yang harus dikompromikan untuk memungkinkan dilakukannya perbandingan rangkaian waktu. Secara keseluruhan, bagian ini harus menganalisis jenis belanja yang mendominasi belanja daerah sepanajang waktu di tingkat provinsi dan kabupaten. Untuk analisis kecenderungan, lebih baik pergunakan nilai-nilai harga kontan.
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
41
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
Contoh 22: perincian belanja gabungan Tabel 8 menunjukkan gabungan belanja menurut klasifikasi ekonomi. Tabel 8. Belanja gabungan tingkat provinsi dan kabupaten berdasarkan klasifikasi ekonomi, Gorontalo, 2002-2006 2002 Provinsi
Rp mlyr
Pegawai
15
Barang dan jasa Perjalanan dinas Perawatan
2003
2004
2005
2006*
Rp mlyr
%
Rp mlyr
%
Rp mlyr
%
Rp mlyr
%
8
51
20
81
30
66
26
91
23
14
7
36
14
43
16
51
20
130
33
4
2
17
7
22
8
27
11
0
0
%
2
1
4
2
6
2
8
3
0
0
121
64
111
44
74
28
70
28
115
29
34
18
32
13
41
15
31
12
55
14
Total
190
100
251
100
267
100
252
100
391
100
Districts/Cities
Rp mlyr
Pegawai
Modal Lain-lain
2002
2003 %
Rp mlyr
2004 %
Rp mlyr
2005 %
Rp mlyr
2006* %
Rp mlyr
%
282
51
356
49
409
54
405
52
510
46
Barang dan jasa
19
3
78
11
81
11
135
17
186
17
Perjalanan dinas
6
1
15
2
18
2
18
2
12
1
Perawatan
4
1
22
3
30
4
12
1
6
1
206
37
230
32
197
26
175
22
314
28
36
7
22
3
25
3
40
5
88
8
553
100
722
100
760
100
784
100
Modal Lain-lain Total
100
Tabel tersebut menunjukkan beberapa kecenderungan yang tampak: (i) Di tingkat provinsi, kurang lebih sepertiga dari belanja total digunakan untuk barang dan jasa, dan 29 persen lainnya digunakan untuk belanja modal. Belanja pegawai menghabiskan 23 persen dari total belanja provinsi. Jumlah yang dihabiskan untuk belanja modal sangat bervariasi dari tahun ke tahun, dari hampir dua pertiga pada tahun 2002, sampai di bawah sepertiga pada tahun 2006, sementara belanja pegawai naik tiga kali lipat sepanjang jangka waktu yang sama. (ii) Di tingkat kabupaten / kota, hampir separuh dari belanja total dihabiskan untuk pegawai, dua kali lipat dari jumlah yang dihabiskan oleh pemerintah prvinsi. Pemerintah kabupaten / kota menghabiskan proporsi yang sama untuk pekerjaan modal, namun hanya 17 persen dari total belanja untuk barang dan jasa: separuh dari jumlah proporsional yang dihabiskan di tingkat Provinsi.
42
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Mengapa belanja pegawai serta barang dan jasa meningkat dengan sangat signifikan di tingkat provinsi? Apakah kecenderungan ini terjadi karena adanya peningkatan dalam jumlah PNS, gaji, atau biaya terkait lainnya? • Mengapa proporsi yang begitu besar dari belanja kabupaten / kota dihabiskan untuk belanja pegawai? Bagaimana jumlah tersebut dibandingkan dengan keadaan di provinsi-provinsi lainnya di Indonesia? • Infrastruktur apa yang telah dikembangkan dari belanja modal? Misalnya, apakah dana tersebut digunakan untuk gedung pemerntah, rumah sakit, sekolah, jalan atau jembatan? 4. Analisis variasi belanja daerah Dalam bagian ini, perbandingan antar kabupaten dianalisis. Perbandingan tingkat kabupaten memberikan informasi yang berguna tentang tingkat belanja secara keseluruhan dan gabungan belanja. Sebagai contoh, hal ini mungkin mencakup tingkat belanja per kapita, tingkat belanja modal, dan tingkat belanja sektoral atau klasifikasi ekonomi. Beberapa pertanyaan kunci untuk penyelidikan lebih lanjut antara lain sebagai berikut: • Kabupaten mana yang memiliki tingkat belanja per kapita paling tinggi? • Kabupaten mana yang memiliki tingkat belanja pendidikan/kesehatan/ infrastruktur/pegawai per kapita paling tinggi? Apabila mungkin, gunakan grafik untuk mengilustrasikan apabila terdapat perbedaan, seperti Gambar 18 di bawah ini. Contoh 23: perbandingan belanja tingkat kabupaten Gambar 18 membandingkan belanja per kapita dari beberapa kabupaten dan kota di Provinsi Maluku. Gambar ini menunjukkan bahwa belanja per kapita di Kabupaten Maluku Tenggara Barat besarnya dua kali lipat dari belanja per kapita di Kota Ambon.
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
43
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar 18. Perbandingan belanja per kapita antara beberapa kabupaten/kota di Maluku tahun 2008. 4,500 4,000 3,500
Rp ‘000
3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 Kab. M. Ten Bar
Kab. Kep. Aru
Kab. SBT
Kab. SBB
Pengeluaran Per Kapita
Kab. M. Tenggara
Kab. Buru
Kab. M. Tengah
Kota Ambon
Pendapatan Per Kapita
Sumber: SIKD, Depkeu (2009) Catatan: Angka-angka merupakan estimasi Bank Dunia Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Mengapa kabupaten tertetu memiliki pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten lainnya dan Kota Ambon? Penjelasan yang mungkin diberikan: kabupaten yang baru dibentuk pada umumnya memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Hal ini mungkin karena adanya biaya-biaya yang diperlukan untuk pembentukan struktur pemerintahan (pegawai dan infrastruktur). Perbandingan dengan kabupaten yang baru dibentuk lainnya mungkin akan berguna. 5. Analisis belanja Pemerintah Pusat Dalam bagian ini, analisis atas belanja oleh pemerintah pusat di tingkat provinsi / kabupaten / kota dilakukan dengan fokus pada tiga sektor kunci, yaitu kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. Belanja tersebut mencakup dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan (TP). Sampai tingkat tertentu, belanja pemerintah pusat juga mengharuskan adanya beberapa pembagian biaya atau pembiayaan tambahan dari APBD, yang harus dijelaskan. Contoh 24: perbandingan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia Gambar 19 menunjukkan bahwa dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya, Gorontalo telah menerima belanja dekonsentrasi yang relatif besar dari pemerintah pusat.
44
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Belanja dekonsnetrasi per kapita (Rp ‘000)
Gambar 19. Belanja dekonsentrasi pemerintah pusat per kapita berdasarkan provinsi, 2005 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 50
M
pu a
u
uk
al
Pa
B Ja ant w Ja a B en wa a r Ja Ten at wa ga Tim h u R r Ra Lam iau ta pu 2N n as g Su io m na at Su era N l m T S Su at el B la e a Ka we ra U tan lim si S ta an ela ra ta ta Ka nB n lim ar an at t W an S Ba es el li tS a DI um tan Yo ate gy ra ak Nu Ban ar sa gk Tr a B Jamta Su ngg el b law ar itu i es a Ti ng iT m en ur Su Be gga l a Ka w ng ra lim esi ku an Te lu n Su tan gah law Tim es ur Go i Uta Ka ro ra lim nt alo an M tan NA alu T D ku eng M ah alu ku
-
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Mengapa Gorontalo menerima jumlah belanja dekonsentrasi yang begitu besar? Contoh 25: belanja pemerintah pusat Gambar 20. belanja pemerintah pusat untuk sektor-sektor yang didesentralisasi, provinsi dan kabupaten, 2005 700
Rp milyar
600 500 400 300 200 100 0 Pertanian
Kesehatan Provinsi
Admin & aparat
Kabupaten/Kota
Infrastruktur
Lain-lain
Pendidikan
Belanja dekonsentrasikan
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
45
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar 20. menunjukkan fokus sektoral pada dana dekonsentrasi, yang menunjukkan beberapa kecenderungan: (i) Dana dekonsentrasi jarang digunakan untuk administrasi pemerintahan dan aparat. (ii) Terpisah dari administrasi dan aparat, dana dekonsentrasi merupakan sumber dana yang dominan untuk semua sektor lainnya, khususnya kesehatan dan pertanian. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Bagaimana dana dekonsentrasi digunakan? Apakah dana dari pemerintah pusat telah digunakan untuk membangun infrastruktur tambahan, atau menjalankan program-program baru? Perubaanperubahan apa yang telah terjadi sebagai akibat dari belanja pemerintah pusat? • Bagaimana pemerintah pusat memutuskan cara untuk mengalokasikan dana dekonsentrasi? • Kapan Dana Alokasi Umum (DAU) digunakan, dan bukan Dana Alokasi Khusus (DAK)? • Apakah pemerintah pusat mengidentifikasikan prakarsa-prakarsa yang sesuai untuk dana dekonsentrasi? 5.5 SEKTOR-SEKTOR STRATEGIS 5.5.1 Tujuan Tujuan bab ini adalah untuk menganalisis belanja dalam sektor-sektor strategis. Secara umum, tiga sektor yang paling penting dalam kaitannya dengan penyediaan layanan umum adalah pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Selanjutnya, baik pendidikan maupun infrastruktur merupakan sektor-sektor di mana bagian-bagian belanja yang signifikan terjadi. Karena setiap provinsi memiliki karakteristik yang unik, mungkin ada pula sektor-sektor penting lainnya yang perlu dipertimbangkan selain ketiga sektor tersebut. Bab ini juga mencakup pembahasan tentang indikator kinerja tingkat daerah (baik yang berupa output maupun outcome) dan mengkaitkan indikator-indkator tersebut dengan kecenderungan-kecenderungan dalam hal belanja. Perbandingan antar kabupaten dan di seluruh provinsi juga harus dianalisis untuk memahami secara lebih baik kinerja penyediaan layanan provinsi ini. Perbandingan lanjutan juga harus dilakukan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Data yang dibutuhkan biasanya digabungkan dari semua kabupaten/kota yang terkait, serta dari sumber-sumber provinsi. Dokumen-dokumen dasar yang diperlukan untuk meakukan analisis tersebut pada umumnya adalah dokumen-dokumen anggaran dan perencanaan di tingkat dinas. 5.5.2 Jenis-jenis analisis yang diperlukan Topik-topik berikut ini biasanya dibahas dalam bagian ini: 1. Analisis belanja berdasarkan sektor-sektor strategis 2. Analisis kinerja untuk setiap sektor strategis 1. Analisis belanja berdasarkan sektor-sektor strategis Bagian ini berisi analisis terperinci atas belanja pada setiap sektor strategis yang diidentifikasi. Hal ini dicapai dengan menganalisis seberapa banyak yang dibelanjakan dalam setiap klasifikasi ekonomi dan program yang besar di setiap sektor/dinas. Contoh-contoh berikut ini menunjukkan bagaimana analisis tersebut dilakukan untuk belanja untuk pendidikan. Disarankan agar sektor-sektor lainnya, seperti kesehatan, infrastruktur, dll, mengikuti pola yang sama.
46
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Contoh 26: kecenderungan-kecenderungan belanja sepanjang waktu Gambar 21. Kecenderungan-kecenderungan dalam belanja pendidikan daerah, Gorontalo, 2002-05 35
600
29
26
25
500
25
30 25
400
20
300
15
200 100 0
382 266 2002 Belanja daerah (kiri)
2003
368
2004
654
2005
%
Rp milyar (harga konstan 2005
700
10 5 0
Persentase dari jumlah totak (kanan)
Gambar 21 menunjukkan bahwa walaupun total belanja pendidikan telah meningkat secara signifikan, proporsi dari total belanja yang dikeluaran untuk pendidikan sebenarnya menurun dari 29 persen pada tahun 2002 menjadi 25 persen pada tahun 2005. Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Beberapa pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Jenis-jenis program apa yang menjadi fokus dari peningkatan anggaran tersebut? Misalnya, apakah peningkatan pendanaan diarahakan untuk peningkatan kualitas pengajaran, atau peningkatan akses kepada pendidikan, atau peningkatan angka melek huruf? • Bagaimana tingkat belanja pendidikan di Gorontalo apabila dibandingkan dengan provinsiprovinsi lainnya di Indonesia? Contoh 27: perbandingan dengan provinsi-provinsi lainnya Gambar 22 menunjukkan belanja pendidikan daerah di Gorontalo (di tingkat kabupaten/kota dan provinsi) dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Secara keseluruhan, belanja pendidikan di Gorontalo lebih tinggi dari tingkat rata-rata. Hal ini berlaku baik ketika membandingkan belanja pendidikan sebagai bagian dari belanja total maupun belanja per kapita.
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
47
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar 22. Belanja endidikan daerah per pelajar yang bersekolah di SD dan SMP berdasarkan provinsi, 2005 40
3,000
35
2,500
25 20
1,500
15
1,000
%
Rp ‘000
30 2,000
10 500 Papua Barat DI Yogyakarta Sulawesi Tenggara Kalimantan Tengah Papua Sulawesi Barat Bali Sulawesi Utara Kep. Riau Riau NAD (Aceh) Kalimantan timur Sumatera Barat Gorontalo Kalimantan Selatan Jambi Bengkulu NTT Bangka Belitung Maluku Sulawesi Selatan National Kalimantan Barat Jawa Tengah DKI Jakarta NTB Jawa Timur Maluku Utara Sulawesi Tenggara Sumatera Selatan Lampung SumateraUtara Jawa Barat Banten
5 0
Belanja pendidikan daerah per siswa yang masuk ke sekolah dasar & menengah (kiri) Persentase dari belanja pendidikan daerah
Pada tahun 2005, belanja daerah Gorontalo per pelajar usia sekolah yang bersekolah di SD dan SMP adalah Rp 1,3 juta per kapita, lebih tinggi Rp 311.000 dibandingkan jumlah rata-rata nasional sebesar Rp 990.000. Sementara itu, pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi di Gorontalo’ membelanjakan 27 persen dari total belanja mereka untuk pendidikan, 2 poin persen lebih tinggi dari nilai rata-rata nasional. Contoh 28: ketersediaan sumberdaya untuk pendidikan Tabel 9 menunjukkan sumberdaya keuangan total yang disediakan untuk sektor pendidikan oleh berbagai tingkatan pemerintahan (pemerintah kabupaten /kota, provinsi dan pusat). Tabel 9. Sumberdaya keuangan yang tersedia untuk pendidikan, provinsi+kabupaten/kota+dekonsentrasi, 2002-2005 2002 Rp bn Province expenditure District expenditure Deconcentrated expenditure
2003 %
2004 %
Rp bn
2005 %
Rp bn
%
6.3
2
14.1
4
11.7
3
13.9
2
191.2
72
257.1
67
264.9
72
252.9
39
68.9
26
110.8
29
91.0
25
387.3
59
Total regional education expenditure (2005 prices)
266.4
100
382.1
100
367.6
100
654.1
100
Nominal total regional education expenditures
218.9
326.8
334.3
654.1
30.3
-3.9
43.8
28.80
26.43
25.22
24.64
Growth real total regional education expenditures Education expenditure (% of total regional)
48
Rp bn
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 5 Analisa Data, Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
Tabel ini menunjukkan adanya beberapa kecenderungan: (i) Antara tahun 2002 dan 2004, sebagian besar dari anggaran pendidikan dibelanjakan oleh pemerintah kabupaten/kota. (ii) Kan tetapi, pada tahun 2005, belanja dekonsentrasi menjadi proprorsi yang terbesar dari belanja pendidikan secara keseluruhan. (iii) Walaupun belanja pendidikan meningkat pada tahuna 2003 (secara riil), jumahnya sebenarnya sedikit menurun pada tahun 2004 (3,9 persen) namun kembali meningkat secara signifikan pada tahun 2005 (43,8 persen). Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Beberapa pertanyaan lanjutan yang umum diajukan antara lain sebagai berikut: • Mengapa belanja dekonsentrasi meningkat begitu signifikan pada tahun 2005? Perubahan apa yang terjadi pada kebijakan pemerintah yang menyebabkan pertumbuhan tersebut? • Mengapa belanja pendidikan riil menurun pada tahun 2004 namun meningkat pada tahun 2003 dan 2005? Faktor-faktor apa yang menyebabkan fluktuasi dalam alokasi belanja tersebut? Programprgram baru apa yang ditambahkan pada tahun 2003 dan 2005 untuk mendapatkan peningkatan belanja? Contoh 29: klasifikasi ejonomi Gambar 23. Klasifikasi ekonomi dari belanja pendidikan, Gorontalo, 2005 1%
7%
11 % 2%
Perjalanan, pemeliharaan 37 % & lainnya Modal Barang & jasa
25 %
Pegawai
Pegawai
86 %
Perjalanan, pemeliharaan & lainnya Modal Barang & jasa
31 %
Gambar 23 menunjukkan bahwa gabungan belanja di tingkat kabupaten/kota berbeda dengan gabungan belanja pendidikan di tingkat provinsi: (i) Di tingkat kabupaten/kota, hanya 3 persen dari total belanja penddikan yang tidak dikeluarkan untuk pegawai atau modal. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar dana dibelanjakan untuk guru atau infrastruktur (seperti sekolah). Gambar itu juga menegaskan bahwa dana yang dibelanjakan untuk pemeiharaan seklah dan ruang kelas sangat sedikit. (ii) Sebaliknya, pemerintah provinsi membelanjakan proporsi yang signifikan dari anggaran penddikannya untuk barang dan jasa serta sebagian kecil untuk perjalanan dinas dan pemeliharaan.
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
49
Bab 5 Analisa Data, Kesimpulan dan Rekomendasi
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang perlu dipertimbangkan: Setelah menganalisis dokumen-dokumen APBD lebih jah, beberapa pertanyaan yang biasanya diajukan antara lain adalah sebagai berikut: • Jenis pegawai apa yang dipekerjakan oleh pemerintah kabupaten/kota, dan untuk keperluan apa? • Bagaimana belanja pekerjaan modal dipergunakan, dan seberapa besar dari dana tersebut yang digunakan untuk pemeliharaan? • Prioritas-prioritas apa yang diidentifikasikan dari sektor pendidikan di provinsi dan apakah alokasi anggaran mencerminkan suatu fokus pada prioritas-prioritas tersebut? 2. Analisis kinerja untuk setiap sektor strategis Bagian ini berisi perbandingan antara belanja untuk sektor-sektor strategis dalam kurun waktu tertentu (5 sampai 6 tahun idealnya) dengan perubahan-perubahan pada indikator-indikator kinerja yang secara khusus diidentifkasi untuk masing-masing sektor. Ha tersebut dapat didasarkan pada input, output atau outcome. Indikator-indikator berikut ini merupakan contoh dari indikator-indikator yang digunakan dalam sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur: Indikator-indikator yang disarankan untuk pendidikan: • Pencapaian pendidikan berdasarkan tahun kelahiran • Akses kepada pendidikan dasar umum berdasarkan kelompok penghasilan • Kecenderungan-kecenderungan dalam angka partisipasi bersih dan kotor untuk pendidikan dasar dan menengah • Rasio guru/murid, rasio murid/ruang kelas, jangka waktu pendidikan rata-rata Indikator-indikator yang disarankan untuk kesehatan: • Penggunaan layanan kesehatan • Penggunaan fasilitas kesehatan umum berdasarkan kelompok penghasilan • Akses kepada layanan perawatan kesehatan berdasarkan kelompok penghasilan • Belanja kesehatan kantung sendiri bulanan per kapita • Angka kematian • Rasio dokter/penduduk Indikator-indikator yang disarankan untuk infrastruktur: • Daerah cakupan irigasi dan akses kepada infrastruktur jalan • Akses kepada air bersih dan listrik • Kualitas sanitasi, air bersih dan sanitasi • Kualitas dan kuantitas infrastruktur jalan Setiap indikator kinerja dapat dianalisis sesuai dengan peningkatan (atau penurunan) sepanjang waktu, perbadingan antara kabupaten/kota/provinsi, dan perbandingan dengan nilai rata-rata nasional.
50
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 6 Menulis Laporan PEA
Bab 6 Menulis Laporan PEA
Berdasarkan pengalaman, ada beberapa kesalahan umum yang dibuat oleh banyak penulis. Bab ini bertujuan memberikan beberapa petunjuk tentang bagaimana para penulis dapat menghindari kesalahan-kesalahan umum tersebut. 6.1 Kenali pembaca Anda Dalam menulis sebuah laporan PEA, tidak hanya penting untuk diingat bahwa laporan tersebut dimaksudkan untuk dibaca oleh pembaca yang berbeda, tetapi juga bahwa pembaca inti terdiri atas para pembuat kebijakan penting di tingkat pusat maupun daerah. Para pembuat kebijakan secara khusus menerima banyak laporan, yang beberapa di antaranya mungkin sangat tebal dan berisi penjelasan-penjelasan yang panjang. Penting untuk diingat bahwa pembaca a) mungkin tidak mempunyai waktu untuk membaca karena keterbatasan waktu; b) mungkin mempunyai banyak tugas lain yang harus diselesaikan; dan c) mungkin tidak mempunyai pengetahuan yang dalam tentang topik dari laporan tersebut ataupun tentang jargon teknis. Kami mengamati bahwa banyak laporan yang tidak terbaca karena terlampau tebal, berisi penjelasan-penjelasan yang terlampau rumit, atau materinya disajikan dalam format yang tidak menarik. Sebuah laporan PEA harus menghindari kekurangan-kekurangan tersebut. 6.2 Kesalahan-kesalahan umum dalam penulisan laporan Sebagaimana disebutkan di atas, laporan PEA harus menghindari kekurangan-kekurangan umum dalam laporanlaporan pemerintah. Untuk itu, di bawah ini terdapat beberapa cara untuk menghindari kesalahan-kesalaham umum tersebut: Buatlah secara singkat! Laporan PEA harus singkat dan langsung kepada pokok permasalahan. Hindari pengulangan dan bahasa yang rumit serta bertele-tele. Gunakan istilah-istilah yang tepat dan tidak bermakna ganda. Membuat daftar istilah: Hal ini perlu guna membantu mereka yang tidak memiliki latar belakang teknis untuk memahami berbagai akronim dan singkatan yang dijumpai dalam teks tersebut. Hindari jargon dan kalimat-kalimat yang panjang: Gunakan kalimat-kalimat yang sederhana, spesifik, dan tepat. Secara khusus hindari kalimat-kalimat yang panjang. Apabila kalimat lebih panjang dari tiga baris, maka kalimat tersebut terlampau panjang. Gunakan kata-kata yang dapat dimengerti oleh orang-orang yang tidak berlatar belakang ekonomi atau keuangan. Hanya materi yang relevan yang dimasukkan: Analisis harus obyektif, relevan dan spesifik. Hubungan antar alinea: Alinea harus disusun secara logis, dan pertahankan suatu aliran yang jelas
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
51
Bab 6 Menulis Laporan PEA
Kemukakan satu ide dalam satu alinea: Kalimat-kalimat dalam setiap alinea juga harus ditata secara logis dan saling berhubungan secara jelas. Suatu gagasan utama untuk setiap alinea akan membantu menuntun penggunaan kata-kata yang efektif dan mempertahankan suatu aliran yang jelas di antara kalimat-kalimat. Gunakan grafik dan tabel-tabel: Sebuah gambar mengandung ribuan kata. Apabila mungkin, jelaskan analisis Anda dengan grafik atau tabel. Referensi harus jelas: Apabila materi-materi dari sumber-sumber lain digunakan berikan referensi secara jelas. Selain data-data dari departemen-departemen pemerintah, termasuk akademisi lain, laporan-laporan dll. Jangan menjiplak. Sebuah daftar periksa akhir: Apabila PEA telah selesai, setiap bagian harus dibaca kembali dan pertanyaanpertanyaan berikut harus ditanyakan: - Apakah semua temuan yang penting sudah tercakup? - Apakah isinya disajikan secara logis berdasarkan temuan tim? Apakah terdapat temuan-temuan yang berlawanan yang perlu dijelaskan secara khusus? - Apakah terdapat penjelasan-penjelasan yang tumpang tindih yang perlu dirapikan? - Apakah terdapat berbagai substansi yang belum diartikulasikan secara jelas? 6.3 Format yang konsisten, struktur yang jelas Salah satu kesalahan yang paling sederhana yang dilakukan para peneliti adalah menggunakan format laporan yang tidak konsisten. Garis besar PEA minimum yang terdapat dalam Bagian 1.4 dan Lampiran 1 mengacu pada isi dari bagian utama laporan. Akan tetapi, bagian ini, mengacu pada cara membuat format laporan tersebut. Misalnya, apakah judul-judulnya konsisten? Apakah grafik-grafik dan tabel-tabel dibuat dalam bentuk yang mudah dibaca? Apakah terdapat halaman untuk daftar isi? Apakah terdapat daftar tabel dan grafik? Apakah terdapat daftar referensi? Di bawah ini terdapat beberapa petunjuk sederhana tentang pembuatan format laporan Anda. • Setiap bab memerlukan sebuah judul yang menggunakan jenis dan ukuran huruf yang sama. • Untuk membantu pembaca, bagilah setiap bab ke dalam bagian-bagian dan subbagian sebagaimana diperlukan. Setiap bagian dan subbagian harus menggunakan judul dengan jenis huruf yang konsisten. Susunannya harus dibuat dengan jelas, misalnya dengan menggunakan huruf besar, huruf miring, garis bawah atau atau huruf tebal untuk bagian dan subbagian. Susunan ini harus dibuat kembali dalam daftar isi. • Tabel-tabel, grafik-grafik dan gambar-gambar harus disebutkan satu per satu secara jelas dan konsisten. Setiap tabel, grafik dan gambar juga harus memiliki sebuah judul yang diketik dalam sebuah jenis huruf yang berbeda dengan bagian utama teks. • Tabel-tabel, grafik-grafik dan gambar-gambar harus mengutip sumber data yang relevan. • Karena setiap bab memusatkan perhatian pada bidang tema yang spesifik, berbagai rekomendasi laporan sebaiknya ditulis per bab sebagai bagian akhir dari setiap bab. Checklist Di bawah ini adalah checklist yang harus dimasukkan dalam semua laporan PEA: 1. Sampul 2. Halaman judul Termasuk judul laporan; nama-nama anggota tim peneliti; organisasi-organisasi yang yang terkait dengan laporan tersebut; status rancangan (misalnya draf pertama, draf kedua, draf final), dan tanggal penyelesaian/penyerahan. 3. Daftar Isi 4. Daftar tabel 5. Daftar grafik 6. Daftar gambar 7. Daftar lampiran [Daftar isi, daftar tabel, daftar grafik, dafar gambar dan daftar lampiran harus akurat dengan tata letak yang jelas (termasuk indentasi) dan masukkan nomor halaman]
52
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Bab 6 Menulis Laporan PEA
8. Daftar istilah 9. Isi laporan (body) Sebagaimana disarankan dalam Buku Pedoman ini, sebuah laporan dapat berisi bab-bab berikut ini: i. Gambaran Umum 1. Bagian 1 a. Sub-bagian 1 b. Sub-bagian 2 2. Bagian 2 ii. Perencanaan dan Penganggaran iii. Penerimaan iv. Pembelanjaan v. Bab Sektoral 10. Referensi 11. Lampiran 6.4 Penulisan laporan PEA sebagai suatu tim Laporan PEA sering ditulis oleh sebuah tim dengan berbagai anggota tim yang bertanggung jawab untuk menulis bagian-bagian berbeda dari laporan tersebut. Meskipun kerja sama dalam pekerjaan ini berarti lebih banyak data dapat dikumpulkan dan dianalisis, hal ini juga menimbulkan risiko bahwa setiap peneliti akan menulis dengan gaya penulisan yang berbeda dan menggunakan format yang berbeda. Dari awal, tim harus sepakat tentang jenis huruf, ukuran huruf, spasi, spasi antara bagian dan subbagian, serta berbagai hal lainnya terkait format laporan. Sementara setiap anggota tim bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pekerjaan setiap anggota konsisten dalam keseluruhan laporan, pemimpin tim bertanggung jawab atas penyuntingan laporan tersebut untuk memastikan konsistensi semua pekerjaan dari para peneliti yang berbeda tersebut. 6.5 Referensi lebih lanjut Situs-situs internet (Website) berikut ini menyediakan bimbingan lebih lanjut tentang penulisan laporan: • University of South Australia, Report Writing (dikutip pada tanggal 17 Juni, 2008), http://www.roma.unisa. edu.au/07118/language/reports.htm • The International Development Research Centre, Writing A Research Report (dikutip pada tanggal 17 Juni, 2008), http://www.idrc.ca/en/ev-56466-201-1-DO_TOPIC.html 6.6 Petunjuk-petunjuk tambahan: beberapa hal yang dapat dipelajari Berdasarkan pengalaman para peneliti yang melakukan PEA, kami sedang menyusun beberapa petunjuk dan cara yang akan membantu peneliti untuk menulis sebuah laporan PEA yang lebih baik. Hal-hal berikut ini menggambarkan beberapa masalah umum yang timbul dalam berbagai laporan PEA: Selalu bertanya “Mengapa”? Jebakan yang paling umum di mana para peneliti terperangkap ketika menulis sebuah laporan PEA adalah bahwa ketika mereka menerangkan suatu kecenderungan dengan sangat baik, mereka lupa melanjutkan keterangan tersebut dengan suatu penjelasan tentang mengapa kecenderungan tersebut terjadi. Misalnya, apabila kecenderungan menunjukkan bahwa Penerimaan per kapita meningkat antara tahun 1999 dan tahun 2005, maka pertanyaannya adalah mengapa hal ini terjadi? Apakah hal ini disebabkan oleh suatu peningkatan dalam DAU, DAK or PAD? Apabila disebabkan oleh DAU, mengapa terjadi peningkatan dalam DAU? Apakah kapasitas fiskal meningkat? Atau apakah telah terjadi peningkatan dalam PAD? Apabila demikian, lalu mengapa? Apakah penarikan pajak sudah semakin efisien? Atau apakah lebih banyak usaha yang didaftar dan oleh karena itu terdapat peningkatan pajak pendaftaran? Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa memberi penjelasan sederhana tentang terjadinya peningkatan dalam PAD sudah cukup. Apabila menulis, berusahalah untuk berpikir dari perspektif pembaca. Dalam contoh di atas, pembaca akan secara otomatis bertanya: mengapa telah terjadi peningkatan dalam PAD? Pembaca akan
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
53
Bab 6 Menulis Laporan PEA
mengharapkan untuk memperoleh suatu alasan terkait kebijakan atau perilaku yang menjelaskan kecenderungan tersebut. Misalnya, apakah terdapat sebuah jenis PAD yang baru yang diperbolehkan oleh peraturan? Atau apakah pemerintah daerah telah memberikan perhatian yang lebih besar terhadap penarikan pajak daerah? Apabila terjadi suatu kecenderungan, pada umumnya ada suatu alasan yang menerangkan mengapa kecenderungan tersebut terjadi dan seorang peneliti yang baik akan bertanya “mengapa”. Melampaui persyaratan-persyaratan minimum: This Buku pedoman ini telah banyak membicarakan bagaimana memenuhi berbagai persyaratan minimum bagi sebuah PEA. Selain memenuhi standar minimum, para peneliti didorong untuk memasukkan gagasan-gagasan penelitian mereka sendiri yang akan memberikan kontribusi terhadap keseluruhan kualitas penelitian dan berbagai rekomendasi. Struktur PEA bersifat dinamis dan para peneliti tidak harus merasa dibatasi oleh berbagai metodologi dan indikator yang ditetapkan dalam buku panduan ini. Beberapa cara untuk keluar melampaui persyaratan-persyaratan minimum termasuk: • Mengumpulkan lebih banyak data: Peneliti harus merasa bebas untuk mengumpulkan lebih banyak data daripada yang ditetapkan dalam Lampiran 2. Ini mungkin termasuk menambah indikator-indikator hasil yang baru dalam sektor kesehatan, pendidikan dan infrastruktur, menambah rentang waktu data (yakni 10 tahun lebih baik dari lima tahun), atau memperoleh lebih banyak informasi yang lebih rinci tentang APBD dengan mengambil sumber dari berbagai laporan belanja yang lebih rinci dari Dinas terkait. Kesemuanya ini akan sangat membantu meningkatkan kedalaman analisis PEA. • Menggunakan metodologi-metodologi lain: Bab 4 menguraikan beberapa metodologi yang disarankan untuk menganalisis data. Para peneliti tidak harus dibatasi untuk hanya menggunakan berbagai metodologi yang dikemukakan dalam Bab 4. • Menganalisis sector-sektor lain: PEA memusatkan perhatian pada pemberian layanan publik sehingga tidak dapat dihindari bahwa sektor-sektor yang menjadi pusat perhatian adalah sektor pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Akan tetapi, para peneliti harus merasa bebas untuk mengidentifikasi sektor-sektor lainnya yang memiliki kepentingan khusus bagi pemerintah atau peneliti sendiri. Misalnya, pertanian dan perikanan sering merupakan sektor-sektor penting bagi beberapa provinsi, dan mungkin juga sektor lain yang menarik dalam PEA. Dalam segala hal, para peneliti mungkin mengalami keterbatasan data dan harus menyadari bahwa melakukan analisis yang memadai dan menarik berbagai kesimpulan yang bijaksana data-data masih perlu dirinci, akurat, dapat diperbandingkan dan tepat waktu. Pembulatan: Satu petunjuk akhir yang sederhana tetapi penting adalah bahwa ketika menyajikan analisis, usahakan untuk membulatkan angka-angka sedemikian rupa sehingga mudah dibaca oleh pembaca sementara hal-hal yang dirinci akan tetap bermakna. Misalnya, Penerimaan per kapita untuk suatu provinsi adalah Rp.95.698 di kabupaten 1, tetapi Rp.98,374 untuk kabupaten 2. Dalam contoh ini, pembulatan angka tidak diperlukan karena semua angka diperlukan untuk menunjukkan perbedaan antara kabupaten 1 dan 2. Akan tetapi, apabila perbandingannya adalah keseluruhan Penerimaan kabupaten 1 yakni sebesar Rp.128.476.890.346,00 sedangkan keseluruhan Penerimaan kabupaten 2 adalah Rp.130.900.087.756,00 maka angka-angka tersebut harus dibulatkan ke angka miyar rupiah terdekat sehingga menjadi Rp 128 milyar dan Rp 131 milyar, untuk masing-masingnya. Metode pembulatan lainnya adalah dengan menggunakan bilangan desimal. Dalam contoh yang kedua, masing-masing angka dibulatkan menjadi Rp.128,48 milyar dan Rp.130,9 milyar. Dengan kedua metode tersebut, angka-angka jauh lebih mudah dibaca dan dimengerti. Terserah kepada peneliti yang mana yang dipilih, namun peneliti harus berhati-hati dengan konsistensi dalam pembulatan angka.
54
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Pendahuluan
Ringkasan eksekutif
Bab
Ekonomi
Geografi & Kependudukan
Konteks administrasi
Bagian Utama
Untuk menggambarkan pembangunan ekonomi daerah: struktur ekonomi, pertumbuhan, ketenagakerjaan, isu lokal
Untuk menggambarkan lokasi dan kependudukan provinsi
Untuk menyediakan uraian singkat tentang konteks daerah administrasi
Tujuan
Grafik menunjukkan struktur ekonomi
Grafik menunjukkanp pertumbuhan PRDB berdasarkan sektor Grafik garis menunjukkan tingkat pertumbuhan PRDB provinsi dan nasional
Apakah tingkat pertumbuhan telah meningkat atau menurun selama kurun waktu ini? Mengapa? Apakah tingkat pertumbuhan provinsi lebih tinggi atau lebih rendah daripada tingkat pertumbuhan nasional?
Penjelasan singkat tentang konfigurasi etnis, sejarah tata kemerintahan dll (kalau mungkin)
Grafik menunjukkan trend pertumbuhan penduduk
Grafik pie menunjukkan jumlah total penduduk per kabupaten/kota
Grafik pie menunjukkan luas tanah dan kontribusi luas kabupaten/kota ke daerah probvinsi keseluruhan.
Peta provinsi
Jumlah kabupaten, kota, dan ukuran masing-masing daerah administratif
Indikator utama
Apa yang dimaksud dengan struktur ekonomi provinsi?
Kependudukan
Lokasi
Konteks administrasi
Pertanyaan-pertanyaan utama
Lampiran 1: Garis Besar Standar PEA
Lampiran Proses utama
Kebijakan utama
Lampiran
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
55
56
Perencanaan dan penganggaran (Siklus Penganggaran)
Kemiskinan
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah 1. Menggambarkan kerangka perencanaan dan penganggaran nasional 2. Menilai apakah proses penganggaran dan perencanaan mengikuti kerangka nasional 3. Menilai konsistensi dokumen perencanaan dengan rencana nasional 4. Menilai apakah anggaran mencerminkan prioritas pembangunan yang terdapat di dalam dokumen perencanaan
Menggambarkan kondisi kemiskinan dibandingkan dengan kondisi kemiskinan nasional
Grafik menunjukkan pertumbuhan ketenagakerjaan berdasarkan sektor Grafik garis menunjukkan tingkat pertumbuhan ketenagakerjaan di provinsi dan nasional
Sektor kerja mana yang tumbuh paling cepat? Mengapa? Apakah tingkat pertumbuhan peluang kerja di provinsi lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan dengan tingkat nasional? Mengapa?
Grafik menunjukkan angka kemiskianan di provinsi dan provinsi nasional Grafik menunjukkan tred kemiskinan Gambarkan tingkat terkini dari Indeks pembangunan Manusia dan Standar Pelayanan Minimum
Apakah angka kemiskinan di povinsi lebih tinggi daripada angka kemiskinan di tingkat nasional? atau lebih rendah? Apakah angka kemiskinan telah meningkat atau menurun? HDI dan SPM
Apa yang merupakan masalah ekonomi daerah khusus? contoh: Isu khusus tentang masalah ekonomi malnutrisi? konflik? Apa yang dan tantangannya menyebabkan masalah-masalah ini?
Grafik menunjukkan struktur tenaga kerja
Sektor apa yang memberikan kontribusi terhadapa peluang kerja?
Lampiran
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
57
Menilai hubungan antara dokumen perencanaan
Menggambarkan prioritas pembangunan provinsi
Menilai apakah penganggaran daerah dan provinsi mengikuti pedomana nasional
Proses Penganggaran
Prioritas Pembangunan dan Penganggaran
Menilai apakah perencanaan daerah dan provinsi mengikuti pedoman nasional
Proses Perencanaan
Tanggal menyerahkan dokumen perencanaan
Apakah prioritas pembangunan di dokumen perencenaan tingkat provinsi juga tercermin di Reinstra dan dokumen perencanaan di tingkat kabupaten ?
Uraian singkat tentang urusan wajib dan urusan pilihan. RJPMD, Renstra dll
RJPMD
Bandingkan proses perencanaan
Apakah proses penganggaran mengikuti proses yang ditentukan oleh pedomana nasional? Sektor apa yang diprioritas dan disebutkan dalam RPJM provinsi?
Tanggal menyerahkan dokumen perencanaan
Apakah dokumen anggaran diserahkan sesuai dengan batas waktu nasional?
Apakah dokumen anggaran tiap tahun mengikuti format yang diminta oleh pedoman nasional?
Apakah proses perencanaan telah mengikuti proses yang ditentukan Bandingkan proses perencanaan oleh pedomana nasional?
Apakah dokumen perencanaan diserahkan sesuai dengan batas waktu nasional?
dokumen perencanaan apa yang diminta oleh pedomana nasional? Jumlah dokumen perencanaan Apakah pemerintah daerah telah mengeluarkandokumentersebut?
Kalau tidak mengikuti pedoman, bagaimana cara untuk memperbaiki? melalui pembangunan kapasitas? bantuan tehnis?
Kalau tidak mengikuti pedoman, bagaimana cara untuk memperbaiki? melalui pembangunan kapasitas? bantuan tehnis?
Penerimaan dan Pembiayaan
58
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Gambaran Umum tentang Penerimaan
Ringkasan dan rekomnendasi
1. Menghitung potensi pendapatan total 2. Memahami sumber pendapatan dan hambatannya 3. Menghitung defisit dan surplus (mengidentifikasi kebijakan) 4. Memahami bagaimana pemerintah daerah mencatat pendapatan mereka dan pembiayaannya
Memahami hubungan antara perencanaan dan penganggaran
2. Bagaimana penerimaan didistribusikan ke kabupaten/ kota?
Berapa besar penerimaan yang diperoleh daerah selama ini?
Apakah anggaran mencerminkan prioritas pembangunan dalam dokumen perencanaan?
Apakah anggaran publik memperlihatkan tujuan pembangunan yang disebutkan di dokumen perencanaan?
Apakah prioritas pembangunan tingkat provinsi konsisten dengan rencana nasional?
Tabel 1
Penerimaan fiskal per kapita (untuk masing-masing penerimaan)
RJPMD, Renstra etc
Analisis Benchmark
Bagaimana provinsi mengalokasikan dana mereka untuk menyamakan kapasitas fiskal?
Kalau tidak, apa cara untuk menghubungkan perencanaan dan penganggaran?
Lampiran
Penerimaan hasil bagi pajak/ Penerimaan hasil bagi SDA
DAK (Dana Alokasi Khusus)
DAU (Dana Alokasi Umum)
4. Bagaimana mereka mendistribusikan di dalam provinsi? Apakah ada ketidakadilanyangmencolok? Mengapa?
3. Bagaimana komposisinya?
2. Berapa besar selama kurun waktu ini? Apakah konsisten? (Provinsi dan Kab/Kota)
1. Apa peraturan dan formulanya
4. Bagaimana pendistribusian DAK ke berbagai tingkat pemerintah (prov & kab/kota) dan antar kab/kota Penerimaan hasil bagi pajak/ Penerimaan hasil bagi SDA per kapita (Provinsi & Kab/Kota)
DAK per kapita (Provinsi & Kab/ Kota)
2. Berapa besar DAK selama kurun waktu ini? 3. Bagaimana komposisi sektoral DAK?
DAK sektor dan provinsi/kab/ kota (alokasi vs realisasi)
Angka kemiskinan, pegawai negeri dan kebutuhan belanja (dari formula DAU)
DAU Per kapita (Provinsi & Kab/ Kota)
Tabel 2
1. Bagaimana gambaran dan hambatannya? Bagaimana cara kerja dalam praktek? DAK digunakan untuk membiayai apa?
3. Bagaimana distribusi di dalam provinsi? berhubungan dengan Angka kemiskinan? Berkaitan dengan pegawai negeri? berhubungan dengan kebutuhan belanja?
2. Bagaimana trend selama ini? Mengapa?
1. Bagaimana gambaran dan hambatannya?
3. Bagaimana komposisi penerimaan (DAU, DAK, dll)?
Analisis Benchmark
Analisis Benchmark
Analisis korelasi
Analisis Benchmark
Seberapa efektif formula DAU? dari perspektif yang tidak setara?
Lampiran
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
59
60
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Ringkasan dan Rekomendasi
Pembiayaan
PAD (Sumber Asli Daerah)
4. Bagaiaman Provinsi/kab/ kota mencatat surplus/ defisit? Apakah konsisten dengan surplus/defisit riil yang dihitung berdasarkan penerimaann total dikurangi belanja total?
3. Bagaiaman Provinsi/kab/ kota mengalokasikan surplus?
2. Bagaiaman Provinsi/kab/ kota membiayai defisit?
1. Berapa banyak surplus / defisit??
4. Seberapa efisiennya mekanisme pengumpulannya? Apakah provinsi dan kab/kota mempunyai satu sistem pelayanan?
3. Bagaimana pajak utama dan retribusi (provinsi/kab/ kota)?
2. Bagaimana kompisisnya?
1. Berapa besar selama kurun waktu ini? Apakah konsisten selama kurun waktu ini? (Provinsi dan Kab/Kota)
Membiayai aliran masuk, keluar dan carry over
Penerimaan yang dikumpulkan vs biaya yang terkumpul
PAD per kapita (Provinsi & Kab/ Kota)
Analisis Benchmark
Menganalisis Perda perpajakan utama dan retribusi. Bagaiamana angka relatif terhadap kab/kota lain atau provinsi lain?
Analisis Benchmark
Apakah daerah mempunyai ruang fiskal? Bagaimana menciptakannya?
Apakah daerah perlu meningkatkan? Kalau ya, yang mana?
Lampiran
Belanja
Pendahuluan
Memahami variasi antar kabupaten
Memahami bagaimana dana dibelanjakan klasifikasi ekonomi, sektor
Memahami siapa (pemerintah pusat, pemerintah provinsi atau kabupaten) yang membelanjakan dana
Memahami trend pengeluaranbersamaan dengan berjalannya waktu
Menghitung pengeluaran daerah keseluruhan
Lihat tabel 1
Pengeluaran total; populasi
Bagaimana pengeluaran daerah per kapita dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia?
Siapa yang membelanjakan dana? Pemerintah pusat? Pemerintah provinsi? atau pemerintah daerah?
Lihat tabel 1
Berapa total pengeluaran daerah bersamaan dengan berjalannya waktu?
Grafik batang memperlihatkan siapa yang melakukan pembelanjaan bersamaan dengan berjalannya waktu
Grafik batang memperlihatkan belanja per kapita dibandingkan dengan provinsi lainnya
Grafik garis memperlihatkan pengeluaran daerah bersamaan dengan berjalannya waktu?
Apakah pemerintah pusat mendominasi belanja? Implikasi kebijakan?
Lampiran
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
61
Klasifikasi Ekonomi dan Sektoral Rutin vs Pembangunan; Modal v NonModal)
62 Lihat tabel 2
Lihat tabel 3
Lihat tabel 4
Secara keseluruhan, jenis pengeluaran apa yang mendominasi belanja daerah bersamaan dengan berjalannyawaktu?Mengapa?
Jenis pengeluaran apa yang mendominasi belanja provinsi bersamaan dengan berjalannyawaktu?Mengapa?
Jenis pengeluaran apa yang mendominasi belanja kabupaten bersamaan dengan berjalannya waktu? Mengapa?
Jelaskan format anggaran, perubahan dalam format anggaran dan bagaimana pengeluaran diklasifikasikan
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah Grafik garis/ batangmenjukkan gabungan antara jenis belanja bersamaan dengan berjalannya waktu di tingkat kabupaten.
Grafik garis / batangmenjukkan gabungan antara jenis belanja bersamaan dengan berjalannya waktu di tingkat provinsi.
Grafik garis/ batang memperlihatkan gabungan jenis pengeluaran bersamaan dengan berjalannya waktu
Dengan berasumsi bahwa salah satu jenis pengeluaran lebih efektif daripada pengeluaran lain ( misalnya, pembangunan), apakah ada bauran pengeluaran yang efektif?
Pertimbangkan implikasi format anggaran yang terlalu sering diubah
Lampiran
Sektoral
Lihat tabel 7
Lihat tabel 8
Pada sektor apa yang paling penting - kesehatan, pendidikan dan infrastruktur - siapa yang mendominasi belanja (pemerintah pusat, provinsi atau kabupaten)? Mengapa?
Lihat tabel 6
Di tingkat provinsi, sektor apa yang paling penting? Mengapa?
Di tingkat kabupaten, sektor apa yang paling penting? Mengapa?
Lihat tabel 5
Sektor mana yang telah mendominasi belanja bersamaan dengan berjalannyawaktu?Mengapa?
Tabel 8
Grafik menunjukkan distribusi sektoral untuk beberapa tahun.
Grafik menunjukkan distribusi sektoral untuk beberapa tahun.
Grafik menunjukkan distribusi sektoral untuk beberapa tahun.
Apakah pemerintah pusat mendominasi belanja? Implikasi kebijakan?
Apakah porsi anggaran yang mencukupi telah dialokasikan ke sektorsektor layanan penting seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur? [dengan asumsi bahwa pemberian layanan mempunyai korelasi kuat dengan jumlah anggaran yang dialokasikan ke sektor-sektor tersebut)
Lampiran
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
63
64
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Rencana versus Realisasi
Belanja oleh Kabupaten Lihat tabel 9
Lihat tabel 9
Lihat tabel 9
Lihat tabel 9
Angka realisasi total
Lihat tabel 10
Lihat tabel 11
Kabupaten mana yang mempunyai tingkat belanja per kapita terbesar? Mengapa?
Kabupaten mana yang mempunyai tingkat belanja pendidikan terbesar per kapita? Mengapa?
Kabupaten mana yang mempunyai tingkat belanja kesehatan terbesar per kapita? Mengapa?
Kabupaten mana yang mempunyai tingkat belanja infrastruktur terbesar per kapita? Mengapa?
Berapa angka realisasi keseluruhan? Apakah pemerintah mampu membelanjakan anggaran mereka? Kalau tidak, mengapa? Bagaimana trend realisasi untuk klasifikasi ekonomi? Jelaskan alasan untuk angka dibawah realisasi dan kelebihan belanja. Bagaimana trend realisasi untuk sektor? Jelaskan alasan untuk angka dibawah realisasi dan kelebihan belanja.
Tabel menunjukkan persen realisasi
Tabel menunjukkan persen realisasi
Grafik batang membandingkan belanja di sektor infrastruktur dari kabupaten yang berbeda
Grafik batang membandingkan belanja di sektor kesehatan dari kabupaten yang berbeda
Grafik batang membandingkan belanja di sektor pendidikan dari kabupaten yang berbeda
Grafik batang membandingkan belanja oleh kabupaten yang berbeda
Apakah pemerintah mampu membelanjakan dana yang mereka alokasikan? Kalau tidak, mengapa?
Apakah ada ketidaksetaraan yang sangat besar antar kabupaten? Kalau ya, bisakah diperbaiki? Bagaimana caranya?
Lampiran
Sektoral
Perencanaan
Kesehatan
Ringkasan dan Rekomendasi
Temuan-temuan
Menganalisis kebijakan di sektor kesehatan untuk provinsi
1. Garis besar alokasi sektoral dan kinerja sektoral terkini (hubungan antara pengeluaran sebagai masukan dan kinerja sektoral atau indikator sebagai hasil). Semoga hasil keluaran dan masukan bisa membenarkan kepada sebuah daerah dalam menghabiskan anggarannya. 2. Untuk melihat bagaimana hasil keluaranmencerminkan belanja dan belanja mencerminkanprioritas.
-Apakah sektor kesehatan merupakan prioritas dalam perencanaan provinsi? -Kalau benar, apa yang merupakan prioritas di sektor kesehatan yang spesifik?
Apakah pemerintah pada umumnya memenuhi target anggaran (angka realisasi)? Implikasi kebijakan?
Apakah ada ketidaksetaraan antara kabupaten? Implikasi kebijakan?
Sektor apa yang mendominasi belanja? Implikasi kebijakan?
Jenis belanja apa yang mendominasi pengeluaran? Implikasi kebijakan?
Siapa yang melakukan belanja paling besar? Implikasi kebijakan?
Dokumen perencanaan
Setuju dengan dokumen perencanaan yang akan dianalisis
- Menyetujui definisi sektoral - Menyetujui sumber data - Menganalisis data dari BPS dan/ atau Dinas - Membandingkan hasil belanja output-outcome dengan daerah lain - Benefit incidence (sangat dasar)
Lampiran
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
65
66
Belanja (Input)
Menganalisis pola belanja untuk sektor kesehatan
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah - Bagaimana pengeluaran rumah tangga untuk sektor kesehatan ? - Apakah lebih besar atau lebih kecil daripada rata-rata nasional? Provinsi lain yang serupa?
- Bagaimana proporsi belanja kesehatan menurut pemerintah daerah, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat? - Bagaimana trendnya selama ini? Mengapa?
- Berapa belanja kesehatan per kapita? ‘- Apakah lebih besar atau lebih kecil daripada belanja nasional per kapita? Bandingkan dengan provinsi lain yang serupa? - Berapa belanja kesehatan per kapita di masing-masing kabupaten? Apakah ada variasi besar antar kabupaten?
- Berapa persen belanja total daerah untuk sektor kesehatan? - Apakah bagian dari belanja total untuk kesehatan telah meningkat atau menurun selama ini? Mengapa? - Apakah belanja untuk sektor kesehatan telah meningkat atau menurun selama ini? Mengapa?
Apakah terdapat perbedaan prioritas sektor kesehatan antar kabupaten? -Apakah prioritas sektor kesehatan konsisten dengan prioritas kesehatan nasional?
APBD, Dekon. HH
Lampiran
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
67
Hasil keluaran
Menganalisis kondisi kesehatan terkini
Menganalisis output apa yang telah dicapai melalui belanja Belanja (Output) kesehatan (misalnya, infrastruktur, fasilitas, SDM, program dll).
Tingkat kematian, nutrisi anak, kematian bayi.
Tingkat Imunisasi
Tingkat penggunaan layanan kesehatan
- Tingkat imunisasi bagi provinsi? Untuk masingmasing kabupaten? Bandingkan dengan tingkat nasional? Penggunaan layanan kesehatan : perawatan sendiri, dibandingkan dengan perawatan klinik dll
Jumlah petugas kesehatan
Jumlah Puskesmas
Beberapa indikator umum: tingkat kematian/nutrisi anak/kematian bayi untuk provinsi? antar kabupaten? dibandingkan dengan tingkat nasional
- Rasio kelahiran yang dibantu pertugas kesehatan?
- Berapa banyak dokter dan perawat yang terdapat per 10,000 orang? Per km2? - Bagaimana perbandingannya dengan kabupaten di provinsi? - Bandingkan dengan kabupaten-kabupaten di provinsi? Apakah terdapat variasi besar antar kabupaten? Antar kota dan kabupaten?
- Berapa banyak Puskesmas yang terdapat di provinsi? - Bagaiman perbandingannya dengan rata-rata nasional? - Berapa banyak Puskesmas di dalam masing-masing kabupaten? Variasi antar kabupaten?
- Anggaran kesehatan sudah dialokasi ke apa? Sesuai dengan klasifikasi program? Sesuai dengan klasifikasi ekonomi?
68
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Perencanaan
Pendidikan
Ringkasan dan Rekomendasi
Menganalisis kebijakan di bidang pendidikan untuk provinsi
Menganalisishubungan antara belanja, output Temuan-temuan dan outcome (hasil keluaran)
-Apakah pendidikan merupakan prioritas dalam perencanaan provinsi? -Kalau benar, apa yang merupakan prioritas pendidikan yang spesifik?
Apakah ada ketidaksetaraan di sektor kesehatan antar kabupaten? Antara laki-laki dan perempuan? Apakah hal ini tercermin di tingkat belanja?
- Apakah ada hubungannya?
Apakah ada keluaran lain seperti Tingkat HIV, dll
Tingkat penggunaan layanan kesehatan umum menurut jenis kelamin (gender)?
Tingkat penggunaan fasilitas kesehatan umum menurut tingkat penghasilan?
Bagaimana tingkat penggunaan fasilitas kesehatan umum? Bandingkan dengan rata-rata nasional? Provinsi lain yang serupa? Bandingkan tingkat penggunaan antar daerah? Ada variasi?
Dokumen perencanaan
Tingkat penggunaan layanan kesehatan umum
Tingkat penggunaan layanan kesehatan
Menyetujui dengan dokumen perencanaan yang akan dianalisis
Analisis Benefitincidence
Analisis Benefitincidence
Kalau ada hubungan, area mana yang mungkin untuk difokuskan di sektor kesehatan?
Lampiran
Belanja (Input)
Menganalisis pola belanja di sektor pendidikan
- Berapa besar belanja pendidikan yang terbesar menurut klasifikasi ekonomi?
- Berapa belanja rumah tangga untuk pendidikan? - Apakah lebih tinggi atau lebih rendaha dibandingkan dengan rata-rata nasional? Ada provinsi lain yang serupa?
- Berapa belanja pendidikan per kapita? ‘- Apakah lebih tinggi daripada rata-rata nasional per kapita? Bandingkan dengan provinsi lain yang serupa? - Berapa belanja pendidikan per kapita tiap kabupaten? Apakah ada banyak variasi antar kabupaten?
- Berapa porsi belanja sektor pendidikan dilakukan oleh pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat?-Bagaimana trendnya selama ini? Mengapa?
- Berapa persentase total belanja daerah untuk pendidikan? - Apakah bagian dari total belanja pendidikan telah meningkat atau menurun selama ini ? Mengapa? - Apakah belanja pendidikan telah meningkat atau menurun selama ini? Mengapa?
- Apakah ada perbedaan prioritas pendidikan antar kabupaten? -Apakah prioritas pendidikan konsisten dengan prioritas pendidikan nasional?
Lampiran
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
69
70
Menganalisis hasil keluaran apa yang telah dicapai melalui belanja Belanja (Output) di bidang pendidikan (misalnya infrastruktur, fasilitas, SDA, program, dll).
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah Mungking terdapat output lainnya, seperti buku teks, jarak ke sekolah, dll.
Buku teks, jarak ke sekolah, dll
Kondisi kelas
Kehadiran guru
- Bagaimana tingkat absen guru? - Bagaimana kondisi kelas di provinsi? - Bandingkan dengan ratarata nasional? bandingkan antara daerah dan provinsi?
Kualifikasi guru
Jumlah guru
Jumlah sekolah
- Bagaimana tingkat kualifikasi guru?
- Berapa rasio guru dan siswa (STR) untuk provinsi? Dibandingkan STR nasional - Berapa STR untuk masingmasing daerah? Adakah variasi antar kabupaten? Mengapa?
- Berapa banyak sekolah yang terdapat di provinsi? - Berapa jumlah rata-rata siswa per sekolah di provinsi? - Bagaimana kalau dibandingkan dengan ratarata nasional? - Angka rata-rata siswa per sekolah di masing-masing daerah? Adakah variasi antar kabupaten?
- Program dan klasifikasi ekonomi
- Analisis GDS
Lampiran
Perencanaan
Infrastruktur
Ringkasan dan Rekomendasi
Untuk menganalisis kebijakan infrastruktur di tingkat provinsi
Menganalisishubungan Temuan-Temuan antara belanja, output dan hasil keluaran
-Apakah infrastruktur menjadi prioritas dalam perencanaan provinsi? - kalau ya, apa prioritas infrastruktur yang spesifik?
Apakah ada ketidaksetaraan di sektor pendidikan antara laki-laki dan perempuan? Apakah ini tercermin di tingkat belanja?
- Apakah ada hubungannya di sini?
Dokumen perencanaan
Menyetujui dokumen perencanaan yang akan dianalisis
Kalau ada hubungannya, bidang mana saja yang bisa difokuskan dalam sektor pendidikan?
Analisis Benefitincidence
- Penggunaan fasilitas sekolah negeri berdasarkan jenis kelamin (gender)? Hasil keluaran lainnya
Analisis Benefitincidence
- Penggunaan fasilitas sekolah negeri berdasarkan tingkat penghasilan?
Apakah ada hubungan antara jarak kesekolah dengan angka pendaftaran?
- Berapa angka pendaftaran bruto di tingkat SD? tingkat SMP? Tingkat SLTA? - Bagaimana perbandingannya dengan rata-rata nasional? - Bandingkan dengan GER untuk masing-masing daerah. - Bandingkan dengan angka pendaftaranberdasarkanjenis kelamin (gender)
Lampiran
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
71
72
Belanja (Input)
Menganalisis pola belanja infrastruktur
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah - Berapa belanja rumah tangga infrastruktur? - Apakah lebih tinggi atau lebih rendah daripada ratarata nasional? Ada provinsi lain yang serupa?
- Berapa porsi belanja infrastrukturyangdialokasikan oleh pemerintah daerah, provinsi dan pusat? - Bagaimana trend selama ini? Mengapa?
- Berapa belanja infrastruktur per kapita? - Apakah lebih tinggi daripada rata-rata nasional per kapita? dibandingkan dengan provinsi lain yang serupa? - Berapa besar belanja infarstruktur per kapita tiap kabupaten? Apakah ada banyak variasi antar kabupaten?
- Berapa persentase dari total belanja daerah untuk infrastruktur? - Apakah bagian dari total belanja infrastruktur telah meningkat atau menurun selama ini? Mengapa? - Apakah belanja infrastruktur telah meningkat atau menurun selama ini? Mengapa?
- Apakah ada prioritas infrastruktur yang berbeda antar kabupaten? - Apakah prioritas infrastruktur konsisten dengan tingkat nasionaI?
APBD, Dekon.HH
Lampiran
Menganalisis kondisi infrastruktur terakhir
Belanja (output)
Hasil keluaran
Menganalisishubungan Temuan-Temuan antara belanja, output dan hasil keluaran.
Analisis indikator infrastruktur (Sanitasi umum, tidak ada sanitasi, saluran air, kualitas air, sanitasi, jangkauan irigasi, jangkauan jalan, akses ke listrik dan indikator lain yang relevan) untuk menilai sbb:
Menganalisis output apa yang telah tercapai melalui infrastruktur, sarana, SDM, program, dll).
- Apakah ada hubungannya?
- Apakah ada peningkatan bersamaan dengan berjalannya waktu? - Lebih tinggi atau lebih rendah daripada angka nasional? Bandingkan dengan kabupaten di dalam provinsi (apakah ada ketidaksetaraan antar kabupaten)? - Bedakan akses sesuai dengan kelompoknya, misalnya tingkat penghasilan (atau gender, kalau mungkin)
- Panjang jalan - Kualitas jalan - Perbandingan bersamaan dengan berjalannya waktu. Bandingkan dengan provinsi lain, dengan tingkat nasional, bandingkanantarakabupaten dan provinsi
Apa yang telah mendominir belanja sektor infrastruktur menurut klasifikasi ekonomi?
- Apa yang telah menjadi belanja yang paling besar dalam sektor infrastruktur meurut sub-sektor? misalnya, transportasi, telekomunikasi,. bangunan pemerintah, dll
Panjang jalan; kualitas jalan
Analisis Benefitincidence, analisis urutan waktu
Kalau ada hubungannya, apa saja yang mungkin difokuskan di bidang infrastruktur?
Lampiran
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
73
Isu lokal
74
Ringkasan dan Rekomendasi
Masih harus diputuskan
Ringkasan dan Rekomendasi
Apakah ada ketidaksetaraan di bidang infrastruktur antara kabupaten? Antara tingkat penerimaan? Apakah ini tercermin di tingkat pengeluaran?
Lampiran
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Lampiran
Lampiran 2: Persyaratan-Persyaratan data Tujuan dari bagian ini adalah untuk menyediakan peneliti persyaratan data (baik yang kuantitatif maupun kualitatif ) dan beberapa saran untuk bisa mendapatkan data tersebut. Tabel dibawah memberikan saran tentang rentang waktu dari data, tetapi hal ini tergantung pada ruang lingkup penelitian. Sebagaimana yang dibahas di dalam pedoman ini, kami menyarankan untuk mengumpulkan data paling sedikitnya lima tahun, dan aturan penting adalah lebih banyak data yang didapat akan bisa menghasilkan kualitas analisis yang lebih baik. Data dikumpulkan pada tingkat nasional maupun daerah. Kalau ada dua sumber untuk data yang sama (contohnya APBD), maka para peneliti perlu memutuskan, untuk data tersebut, sumber mana yang akan dipergunakan untuk analisis. Setiap sumber data mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Lihat bagian 4.2.1 untuk petunjuk kebenaran setiap sumber. 1. Sumber Nasional: Departemen Keuangan (MoF); Badan Penelitian Statistik (BPS); No 1
Jenis Fiskal
Nama
Sumber
Indikator
APBN
Depkeu
Belanja Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
APBD
Anggaran Daerah (Kab/Kota & Tingkat Provinsi) terdiri atas Penerimaan (berdasarkan pokok anggaran), belanja rutin (berdasarkan bagian dan golongan ekonomi), belanja pembangunan (berdasarkan sektor)(Format Makuda), Pembelanjaan publik dan aparat (format Kepmendagri 29); atau Pembelanjaan langsung dan tidak langsung (format Permendagri 13).
BPS ; MoF
Penerimaan, Rutin, Pembangunan
DAU
Alokasi DAU dan Data Dasar yang digunakan untuk perhitungan DAU (Kab/Kota & Tingkat Provinsi)
Depkeu
Alokasi DAU, kependudukan, pengaruh kemiskinan, wilayah, IHBG, dll.
DAK
DAK Dana Reboisasi dan DAK Non Dana Reboisasi (Kab/Kota & Tingkat Provinsi)
Depkeu
Alokasi DAK (Sektor infrastruktur, kesehatan, pendidikan)
Data tentang Pinjaman dan tunggakan Pemerintah Daerah
Depkeu
Pinjaman yang direalisasi, Jumlah Tunggakan Pinjaman, Total tunggakan
Data tentang Pajak dan Pungutan Daerah
Depkeu
Pajak, Pungutan
Depkeu
Alokasi PBB, BPTHB, PPh, SDA berdasarkan jenis dan wilayah
Pinjaman
Pajak daerah
2
Uraian Belanja Nasional (Dengan alokasi pada tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota). Data dikelompokan berdasarkan jenis pendanaan, satuan pembayaran, sektor, program, tingkat proyek
Pembagian pendapatan
Pembagian penerimaan Pajak dan Penerimaan Bukan Pajak untuk pemerintah daerah
Sensus Penduduk atau data kependu dukan dari BPS
Sensus penduduk nasional, diselenggarakan sekali dalam sepuluh tahun atau data kependudukan tahunan dari BPS
Non Fiskal
Indikator Sosial
BPS
Kependudukan
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
75
Lampiran
Indikator ekonomi
Karakteristik Pemerintah Daerah
Susenas
Susenas terdiri atas INTI (annual) MODUL (satu kali dalam tiga tahun). Ini mencakup karakteristik keluarga dan anggota keluarga dalam keluarga yang dijadikan contoh.
Sakernas
Survei Ketenagakerjaan Nasional (Sakernas) mencakup karakteristik pasar tenaga kerja nasional dari semua usia kerja dalam rumah tangga yang dijadikan contoh.
BPS
Pencapaian pendidikan, angka melek huruf, % dari penduduk kota, pendapatan dan belanja rumah tangga.
BPS
Angkatan kerja (berdasarkansektor), angka kesempatan kerja, angka pengangguran, dll.
Podes
Penelitan Potensi Desa (PODES) memberikan informasi tentang karakteristik dan infrastruktur desa.
BPS
Jumlah sarana (sekolah, Puskesmas, dll.), % keluarga yang mempunyai telepon, jenis jalan yang tersedia, berapa hektar bidang sawah, dll.
PDRB
Produk-produk Daerah (kab/kota & tingkat provinsi) berdasarkan harga yang berlaku dan tetap
BPS
Produk-produk sektoral
Jalan
Jenis jalan di tingkat kabupaten
Dep PU
Panjang Jalan, bagian dari setiap jenis jalan
GDS 1 1, GDS 1+, GDS 2
WBOJ & PSKKUGM
Indikator Tata kelola pemerintahan dan desentralisasi (transparansi, akuntabilitas,kualitas pelayanan)
BKN
Jumlah pegawai negeri berdasarkan pengelompokan struktural, fungsional, karakteristik, golongan, dll.
Survei Tata Kelola Pemerintahan dan Desentralisai (GDS)
Sensus Pegawai Negeri
Jumlah pegawai negeri berdasarkan tempat
2. Data dari sumber Daerah : Kuantitatif Jenis Indikator Wajib
Fiskal
76
Nama
Tahun
Sumber
Indikator
Kependu dukan
Terakhir
BPS Daerah
Untuk memperoleh nilai per kapita
IHK Daerah
Terakhir
BPS Daerah
Untuk memperoleh nilai riil
Laporan keuangan provinsi dan daerah (lebih diutamakan laporan keuangan yang telah diaudit)
Uraian yang paling terperinci tentang • Penerimaan • Belanja - Rutin & Pembangunan (format Makuda) - Publik & Aparat (Format Kepmendagri 29 ) - Langsung & Tidak langsung (Format Permendagri 13) - Rincian belanja untuk sarana kesehatan dan sekolah, berdasarkan jenis • Pendanaan (format anggaran baru)
APBD
Terakhir
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Lampiran
Fiskal
Pinjaman
Fiskal
Bagi Hasil SDA
Sosial
Kependu dukan
Sosial
Sosial
Kemiskinan
Pendidikan
Terakhir
Terakhir
Terakhir
Terakhir
Terakhir
Pemerintah provinsi dan kabupaten
• Tingkat utang • Pinjaman berdasarkan sumber (pemerintah pusat, bank dll.).
Pemerintah provinsi
• Kriteria yang digunakan untuk alokasi bagi hasil minyak, gas dan kehutanan kepada kabupaten/kota • Jumlah yang dialokasikan kepada setiap kabupaten/kota
Pemerintah Daerah
• Perkiraan jumlah penduduk dari pemerintah daerah • Perkiraan penduduk dari kantor BPS daerah
Pemerintah Daerah
• Perkiraan kemiskinan dari pemerintah daerah • Perkiraan kemiskinan dari kantor BPS daerah
Pemerintah Daerah
• Jumlah sekolah, berdasarkan jenis • Jumlah siswa • Jumlah guru (termasuk reguler dan non-reguler) • Jumlah retribusi yang dipungut • Indikator pendidikan yang digunakan oleh pemerintah daerah (angka melek huruf, tingkat pendaftaran di sekolah, pencapaian pendidikan, dll.).
Sosial
Kesehatan
Terakhir
Pemerintah Daerah
• Jumlah puskesmas • Jumlah dokter dan petugas kesehatan lainnya (termasuk reguler and non-reguler) • Jumlah retribusi yang dipungut • Indikator kesehatan yang digunakan pemerintah daerah (kelahiran yang ditangani oleh petugas-petugas yang trampil, angka kematian bayi)
Infrastruktur
Air dan Sanitasi
Terakhir
Pemerintah Daerah dan Provinsi
• Status dan kondisi infrastruktur air yang ada • Akses ke air bersih
Jalan
Terakhir
Pemerintah Daerah dan Provinsi
• Panjang jalan, berdasarkan jenis • Kondisi jalan
Politik Daerah
DPRD
Terakhir
Kantor KPU Provinsi
• Komposisi anggota DPRD (partai politik yang diwakili) • Karakteristik anggota DPRD (latar belakang pendidikan, jenis kelamin)
Tata kelola pemerintahan
Pegawai Negeri
Terakhir
Pemerintah Daerah dan Provinsi
• Jumlah pegawai negeri, berdasarkan kategori struktural dan fungsional serta tingkat profesionalisme
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
77
Lampiran
Kualitatif Jenis
Perencanaan
Anggaran
Nama
Proses Perencanaan
Terakhir
Sumber
Bappeda
Penyusunan Anggaran
Terakhir
Biro Keuangan, Bappeda, Kepala dinas
Publikasi Anggaran
Terakhir
Bappeda, Sekda
• Apakah anggaran dipublikasikan kepada masyarakat? Apabila ya, bagaimana caranya (surat kabar, berita negara dll.)?
Biro Keuangan, Bappeda
• Unit mana yang bertanggung jawab atas pembayaran? • Apakah Bendahara Umum Daerah (BUD) sudah dibentuk? • Bagaimana mekanisme pembayarannya (SPP)? • Apakah terdapat masalah-masalah dalam manajemen perbendaharaan? Apabila ya, apa saja masalahnya? • Apakah anggaran tersebut telah direvisi selama tahun anggaran?
Bappeda
• Apakah pelaksanaan penganggaran telah diperkenalkan? • Apabila ya, bagaimana pelaksanaan tersebut dipantau?
Biro Keuangan
• Kapan dan berapa kali transfer cicilan telah diterima pemerintah daerah dari pemerintah pusat dan provinsi? - DAU - DAK - Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam - Bagi Hasil dari Pajak
Pelaksanaan Penganggaran
Pembayaran transfer
Terakhir
Terakhir
Terakhir
Format -- electronic wherever possible
78
Indikator • Rencana-rencana apa yang sekarang tersedia? • Apakah masyarakat berperan serta dalam proses perencanaan tersebut? Apabila ya, bagaimana? • Apakah ada suatu rencana/strategi peningkatan ekonomi rakyat? Apabila ya, sektor (sektor-sektor) mana yang akan difokuskan? • Bagaimana pencapaian dari berbagai rencana yang dipantau? • Apakah ada mekanisme formal bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses penganggaran? Apabila ya, seberapa efektif? • Bagaimana informasi kuantitatif yang digunakan untuk mengambil berbagai keputusan tentang anggaran? • Bagaimana keputusan-keputusan dibuat tentang intervensi pemerintah dalam suatu sektor khusus? • Lembaga/badan mana yang membuat keputusan tentang alokasi anggaran akhir?
Pelaksanaan Anggaran
Transfer
Tahun
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
Referensi
References Aran, Meltem (2007). Note on “Pro-Poor Targeting and the Effectiveness of Indonesia’s Fuel Subsidy Reallocation Programs”. Jakarta. Indonesia Ghozali, Abbas. “Analisis Sejarah Kebijakan, Penyelenggaraan, dan Kondisi Pendidikan Dasar serta Implikasinya pada Pendidikan Dasar Gratis”. Makalah individual untuk studi Pendidikan Gratis yang diselenggarakan oleh BAPPENAS. Jakarta. Indonesia. Pemerintah Daerah Kabupaten Belu (2004). Rencana Strategis Kabupaten Belu 2004-2008 Pemerintah Daerah Kabupaten Belu (2004). Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten Belu Periode 20042008 Pemerintah Daerah Kabupaten Minahasa (2003). Rencana Stratejik Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Minahasa Tahun 2003-2007 Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan (2004). Rencana Strategis Kabupaten Timor Tengah Selatan 2004-2008 Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Selatan (2005). Rencana Strategis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Timor Tengah Selatan Tahun 2005-2009 Pemerintah Daerah Kota Binjai. Peraturan Walikota Binjai nomor 050-6525 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Binjai 2006-2010. Pemerintah Daerah Kota Magelang (2005). Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Magelang Tahun 2005-2010. Pemerintah Daerah Kota Manado (2005). Peraturan Daerah nomor 04 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Manado 2005-2010. Pemerintah Daerah Kota Manado (2005). Matriks Program Lima Tahunan (RPJMD dan Renstra SKPD). Dinas Pendidikan Kota Manado Pemerintah Indonesia (2007). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten. Pemerintah Indonesia (2005). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pemerintah Indonesia (2005). Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pemerintah Indonesia (2003). Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pemerintah Indonesia (2002). Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 29 tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pedoman Praktis untuk Menganlisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah
79
Referensi
Pemerintah Indonesia (2004). Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah Indonesia (2004). Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Tandon, Ajay (2005), Measuring Eficiency of Macro Systems: An Application to Millennium Development Goal Attainment, Asian Development Review, Vol 22, no. 2, pp. 108-125 WHO (2005), “ Sub National Health System Performance Assessment in Indonesia”. processed World Health Organization, Geneva World Bank (2005). “Education in Indonesia: Managing the Transition to Decentralization”, volume 1 – volume 3. Jakarta, Indonesia. World Bank (2007a). “Investing in Indonesia’s Education: Allocation, Equity, and Efficiency of Public Expenditures”. Jakarta, Indonesia. World Bank (2007b). Indonesia Public Expenditure Review. “Spending on Development: Making the Most of Indonesia’s New Opportunities”. Jakarta. Indonesia World Bank. “Teacher Employment and Deployment in Indonesia: Opportunities for Equity, Efficiency, and Quality Improvement.” Jakarta. Indonesia.
80
Pedoman Praktis untuk Menganalisis Pengeluaran Publik di Tingkat Daerah