PEIGKATA KIERJA SISTEM LMDS MEGGUAKA M-QAM ADAPTIF DA SELECTIO COMBIIG DI BAWAH PEGARUH ITERFERESI DA REDAMA HUJA Yuni Faisyah – 2207 100 659 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Email :
[email protected] Abstrak Kemampuan nirkabel (wireless) dalam era informasi sekarang ini semakin terbatas. Salah satu sistem yang dapat melayani kebutuhan tersebut adalah LMDS (Local Multipoint Distribution Services). LMDS merupakan sistem komunikasi gelombang milimeter yang bekerja pada frekuensi 20-40 GHz yang mampu menyediakan saluran untuk layanan suara, data, internet, video, dan data digital lainnya yang membutuhkan kapasitas kanal yang lebih besar. Salah satu permasalahan propagasi pada sistem komunikasi milimeter adalah redaman yang disebabkan oleh hujan. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengurangi pengaruh interferensi dan redaman hujan, dimana pada penelitian ini akan digunakan teknik MQAM adaptif dan Selection Combining yang dapat meningkatkan kinerja dari sistem LMDS. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa adanya interferensi dari sel BS lain sangat berpengaruh terhadap kinerja sistem LMDS sehingga nilai SNRnya semakin menurun. Penggunaan teknik Selection Combining pada sistem MQAM terbukti dapat meningkatkan link availability sebesar 3.92% pada pengamatan pada BER maksimum 10-6 . Selain link availability, teknik SC juga dapat meningkatakan nilai effisiensi bandwith yaitu sebesar %pada BER 0.01% untuk jarak 3 km dan 4 km berturut-turut adalah 6.86 dB dan 26.96 dB. Dengan demikian penggunaan teknik SC diversity baik digunakan untuk pelanggan jauh. Kata kunci: LMDS, M-QAM Adapif, Selection Combining, Gain Diversity. I.
PENDAHULUAN
Meningkatnya permintaan kebutuhan pelanggan akan layanan komunikasi terutama pada komunikasi data untuk internet cukup tinggi. Akan tetapi keinginan para pelanggan untuk dapat mengakses layanan tersebut dimanapun mereka berada belum dapat dipenuhi. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan nirkabel (wireless). Salah satu sistem yang dapat melayani kebutuhan tersebut adalah LMDS (Local Multipoint Distribution Services). LMDS merupakan sistem komunikasi gelombang milimeter yang bekerja pada frekuensi 20-40 GHz
yang mampu menyediakan saluran untuk layanan suara, data, internet, video, dan data digital lainnya yang membutuhkan kapasitas kanal yang lebih besar. Sistem ini dapat mengirimkan sinyal dengan cepat pada bit rate 1.5 GBps saat downstream dan 200 MBps saat upstream serta sistem ini mendapati gangguan minimal. Redaman yang disebabkan oleh hujan merupakan salah satu permasalahan propagasi pada sistem komunikasi milimeter. Pada frekuensi di atas 10 GHz, fading yang disebabkan oleh hujan menjadi cukup besar (>1dB/km) dan dapat mengurangi keandalan sistem. Peristiwa fading sangat mempengaruhi penyampaian gelombang elektromagnetik karena dapat menyebabkan sinyal yang diterima terganggu. Karena negara Indonesia merupakan negara tropis maka redaman hujan menjadi permsalahan yang penting. Semakin tinggi curah hujan rata – rata maka semakin besar pula redaman hujan yang terjadi. Untuk mengurangi pengaruh interferensi dan redaman hujan, dapat dilakukan beberapa metode untuk mengoptimalkan kinerja sistem antara lain yaitu penggunaan modulasi adaptif, pengkodean rangkap (Convotional Code dan Reed Solomon) dan teknik diversity. Pada penelitian ini akan diterapkan modulasi dengan menggunakan sistem MQAM Adaptif dan Selection Combining (SC) yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja dari sistem LMDS. II. METODE PENELITIAN A.
Model Sistem Model sistem transmisi adaptif yang digunakan pada penelitian adalah penggunaan modulasi M-QAM secara adaptif seperti pada gambar 3.1. Pertama bit-bit informasi akan digunakan sebagai input modulator menggunakan proses modulasi M-QAM. Level modulasi yang digunakan sesuai dengan signal to noise ratio (S#R) yang diterima pada receiver. Setelah proses modulasi, sinyal termodulasi tersebut akan dikirimkan melalui kanal yang mengalami rain fading. Kemudian setelah melewati kanal yang dipengaruhi inteferensi antar sel, noise AWGN n[k] dan redaman hujan A[k] selanjutnya sinyal informasi akan dikirimkan pada receiver dan masuk pada sistem
1
⅟√A[k]
n[k]
Int[k]
Gambar 1. Model Sistem M-QAM dengan Selection Combining
SC diversity, dimana output dari diversity ini adalah sinyal dengan SINR terbesar diantara 2 kanal yang diterima, yang kemudian akan di proses sebagai dasar estimasi kanal. Estimasi kanal disini bersifat ideal dan delay feedback sangat kecil, sehingga dapat diabaikan. SINR output hasil estimasidi kirimkan kembali pada pemancar sebagai referensi untuk penentuan level modulasi. B.
Synthetic Storm Technique (SST) Metode statistik Synthetic Storm Technique (SST) digunakan untuk memprediksi redaman hujan sepanjang link [1]. Redaman hujan dapat dihitung dengan menggunakan pengukuran curah hujan langsung dan data cuaca dengan mempertimbangkan arah dan kecepatan angin. Metode synthetic storm mendeskripsikan suatu intensitas curah hujan sebagai fungsi dari panjang lintasan/link (Km) dimana hujan tersebut bergerak sepanjang lintasan karena adanya pergerakan angin dengan kecepatan tertentu. Dari besarnyakecepatan dan arah mata angin maka diperoleh kecepatan angin dalam lintasan (vr). Intensitas curah hujan R (mm/h) diukur menggunakan alat ukur curah hujan dengan waktu sampling T (s) sepanjang lintasan dengan jarak tertentu. Pembagi lintasan ∆L dapat diperoleh dengan rumusan sebagai berikut:
∆L = vr × T km
C.
Konfigurasi Sistem LMDS Sebuah sel pada sistem LMDS memiliki ukuran tetap dan terdiri dari empat sektor, dimana empat sektor tersebut di-cover oleh satu Base Station dengan antena sektoral 900. Konfigurasi sistem terdiri dari 9 Base Station dengan empat sektor 900 per operasi sel. Setiap sel dalam sistem LMDS memiliki ukuran sel 6 x 6 km2 sehingga ukuran tiap sektor selnya adalah 3 x 3 km2 atau jika ada 16 sel berarti ukurannya 24 x 24 km2.Gambar 2 menunjukkan plan frekuensi untuk layanan LMDS. “A” dan “B” menyatakan polarisasi vertikal, sedangkan “a” dan “b” berarti polarisasi horizontal. Hal ini berarti ada 2 kali jumlah frekuensi reuse[3]. Garis tebal menunjukkan batas sel. Pada satu sel, sektor yang bertetangga menggunakan polarisasi orthogonal untuk meminimalkan interferensi antar sel. Interferensi antar sel pada sel yang berbeda dapat menurunkan efisiensi bandwith.
(1)
Sehingga, total redaman hujan A (dB) dapat dihitung dengan rumus berikut: n −1
Am = ∑ aR mb − j × ∆ L j
(2)
Gambar 2. Skenario sel [4]
j =0
D.
dimana n = L / ∆ L dan koefisien a dan b bergantung dari frekuensi gelombang radio, polarisasi gelombang radio, dan canting angle (sudut jatuh) dari hujan. Koefisien tersebut berdasarkan pada Rec ITU-R P.838-3-2005. Pada penelitian frekuensi yang digunakan sebesar 30 Hz dengan polarisasi horizontal sehingga koefisien yaitu a=0.2403, dan b=0.9485. [2]
Perhitungan Signal-to-#oise Ratio (S#Rk) dan Signal-to- Interference #oise Ratio (SI#Rk) Sistem
Untuk menghitung SNRk harus diketahui terlebih dahulu nilai SNRcs nya dan untuk menentukan nilai SNRcs maka diperlukan parameter-parameter dari sistem LMDS. Dimana parameter LMDS tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
2
Tabel 1. Parameter Sistem LMDS Jarak 1 km (k=1,38.10-23 dan T0=298 K)[5] Parameter Transmit Power into Antenna
Units dBW
Formula
Value
Ptx : transmit power per carrier
0
Transmit Antenna Gain
dBi
Gt : Gant
Frequency
GHz
f : Transmit frequency
Path Length
Km
d : Hub to Subscriber Station Range
Field Margin
dB
Lfm : Antenna Misalignment
Free Space Loss
dB
FSL = -92.45-20*log(f)-20*log(d)
-121.992
Total Path Loss
dB
Ltot = FSL + Lfm
-122.992
Receiver Antenna Gain
dBi
Gr = Gant
Effective Bandwidth
MHz
Receiver Noise Figure
dB
Thermal Noise
dBw/MHz
Sistems Loss
dB
Received Signal Level Thermal Noise Power Spectral Density
dBW dBW/MHz
C/N Clear Sky
dB
20.15 30 1 -1
34.96
BRF = Receiver Noise Bandwidth
40
NF : Effective Noise Figure
5
10*log(k*To*B)
-143.86
Lsys = Gt+Ltot+Gr
-67.882
RSL = Ptx+Lsys
-67.882
No = 10*log(k*To*B)+NF
-138.86
C/N = RSL-No-10*log(BRF)
54.957
0
10
10
-4
10
-8
(3) dimana S#Rcs adalah S#R pada kondisi clear sky dan Ak adalah total redaman hujan sepanjang link. Sedangkan nilai SI#Rk sistem diperoleh dengan persamaan : 1 1
(4)
-10
10
0
+ 1
(5)
dapat diperoleh grafik BER vs S/N untuk kinerja modulasi M-QAM pada kanal AWGN menggunakan Matlab yang ditampilkan pada gambar 3.
15 20 S/N (dB)
25
30
35
Tabel 2.Skenario Modulasi Adaptif BER 10-6 Jenis Modulasi
Skenario level modulasi MQAM Adaptif
3T B S 2 M − 1 1 − erf 2(M − 1) N log 2 M M
10
Gambar 3. Kinerja Modulasi QAM
Untuk dapat menganalisa kinerja dari sistem modulasi M-QAM adaptif, maka terlebih dahulu ditentukan nilai threshold S/N pada masing-masing level modulasi M-QAM yang akan digunakan. Pada tugas akhir ini nilai BER yang diinginkan adalah 10-6 dan 10-11. Dengan menggunakan persamaan: Pb =
5
Dari gambar 3 diatas maka didapatkan nilai operasi untuk BER maksimum 10-6 dan 10-11 seperti ditunjukkan pada tabel 2 dan 3.
S#R k SIRtot dimana SIR (Signal-to-Interference Ratio) merupakan perbandingan antara daya sinyal yang diterima dari base stasiun utama dengan daya penginterferen-nya
E.
-6
10
10
S#R k = S#R cs − Ak
SI#Rk =
4QAM 16QAM 64QAM
-2
BER
Hasil S#R clear-sky (S#Rcs) pada kondisi clear sky diatas selanjutnya akan dilakukan pengolahan guna mendapatkan nilai S#R sistem. Dimana redaman hujan memberikan pengaruh terhadap penurunan level daya terima S#Rk seperti yang ditunjukkan pada persamaan di bawah ini [3]:
Interval S/ (dB)
No Transmisi
S/N< 13,54
4 QAM
13,54≤S/N≤20,42
16 QAM
20,42≤S/N≤26,56
64 QAM
S/N>26,56
Tabel 3.Skenario Modulasi Adaptif BER 10-11 Jenis Modulasi No Transmisi
Interval S/ (dB) S/N< 16,53
4 QAM
16,53≤S/N≤23,46
16 QAM
23,46≤S/N≤29,65
64 QAM
S/N>29,65
F.
Selection Combining Diversity Selection combining diversity merupakan teknik diversity combining yang paling sederhana. Pada teknik ini, penerima memilih sinyal yang paling baik, dalam hal ini sinyal dengan SNR terbesar. Blok diagram dari metode ini ditunjukkan pada gambar 4,
3
ada sejumlah m cabang diversity untuk sinyal yang masuk ke rangkaian pemilih, dimana γ merupakan nilai SNR terbesar yang dipilih dan merupakan output dari rangkaian berikut dibawah ini.
Berdasarkan kurva CCDF pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa nilai intensitas curah hujan yang terjadi di Surabaya sebesar 140,7 mm/jam pada probalilitas outage 0,01%. Sedangkan gambar 5 merupakan kurva dari kumpulan data redaman hujan tiap event.
Gambar 4. Selection Combining[6]
Dimana nilai S#Rk Selection Combining dapat di rumuskan sebagai berikut: S#Rk SC = mak ( γ , γ )
(6)
1 2
G.
Effisiensi Bandwith Effisiensi bandwidth merupakan pengukuran dari laju transmisi informasi per Hz dari bandwidth yang digunakan, yang bertujuan untuk mengirimkan sinyal informasi yang maksimum dengan bandwidth minimum yang mungkin. Satuan untuk effisiensi bandwidth adalah bit/s/Hz. Pada sistem modulasi adaptif, effisiensi bandwitdh dapat dinyatakan sebagai berikut :
R # = ∑ log 2 (M i ) P( M i ) B i =0
Gambar 6. Kurva CCDF Redaman Hujan Multilink
B.
Signal to #oise Ratio (S#Rk) dan Signal to interference #oise Ratio(SI#Rk) Setelah mendapatkan nilai redaman hujan A[k], langkah selanjutnya yaitu menghitung nilai SNRk seperti persamaan 3 dan SINRk seperti persamaan 4. Dimana perhitungan dapat ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
(7)
Dimana R adalah effisiensi bandwidth (bps/Hz), N B
adalah jumlah data, M i adalah level modulasi dan P ( M i ) = probabilitas kemungkinan masing-masing modulasi. III. ANALISA HASIL PENGUKURAN A.
Intensitas curah hujan d surabaya Indonesia merupakan suatu negara di kawasan tropis yang memiliki intensitas hujan yang cukup tinggi.. Pada penelitian ini pengukuran curah hujan dilakukan di lingkungan kampus ITS Surabaya menggunakan disdrometer optik selama 7 bulan yaitu bulan Januari – Maret 2007 dan November 2007 – Februari 2008 dengan waktu sampling T 10 detik. 10
1
pengukuran
Prob.[Curah Hujan > absis]%
10
10
0
10
10
Dari gambar 6 dapat dikatakan bahwa bahwa pengaruh interferensi dari sel BS lain terhadap link utama (link BS1-TS) tidak terlalu signifikan karena pengaruh interferensi dari sel BS lain telah diredam oleh hujan. Sehingga semakin besar redaman hujan maka pengaruh interferensi semakin kecil. C.
-1
140.7 mm/jam 10
Gambar 7. Kurva CDF SRk dan SIRk
-2
-3
-4
0
50
100
150 200 250 Curah Hujan (mm/jam)
300
350
400
Gambar 5. Kurva CCDF Curah Hujan di Surabaya
Knerja sistem M-QAM Pada subbab ini akan ditampilkan hasil simulasi pengolahan data SINRk ke dalam sistem M-Quadratur Amplitudo Modulation (M-QAM) untuk menentukan kinerja sistem berupa link availability dan effisiensi bandwith. Nilai link availability merupakan suatu syarat esensial dalam perencanaan sistem komunikasi radio. Dengan adanya nilai link availability maka suatu model perencanaan dapat diketahui dan di analisa apakah model perencanaan tersebut dapat diaplikasikan atau tidak.
4
Tabel 4. Link Availability (%) sistem MQAM Tanpa SC Diversity pada BER maksimum 10-6dan 10-11 Panjang Link Mode Transmisi
1 km
2 km
Adaptive
10-6 99.9987
10-11 99.9985
10-6 99.9712
10-11 99.9658
10-6 99.9351
3 km 10-11 98.8295
4 km 10-11 10-6 99.8890 98.0044
Fixed 4 QAM
99.9987
99.9985
99.9715
99.9662
99.9353
98.8302
99.8891
98.0045
Fixed 16 QAM
99.9978
99.9966
98.3806
97.8275
97.7881
97.4971
97.5209
97.3382
Fixed 64 QAM
98.2889
97.7900
97.5296
97.3300
97.3000
97.1839
97.1851
97.0897
Tabel 5. Effisiensi Bandwith (bps/Hz) sistem MQAM Tanpa SC Diversity pada BER maksimum 10-6dan 10-11 Panjang Link Mode Transmisi
1 km
2 km
3 km
4 km
Adaptive
10-6 4.9818
10-11 4.6849
10-6 3.5539
10-11 3.1054
10-6 3.0441
10-11 2.1457
10-6 2.7950
10-11 1.5060
Fixed 4 QAM
1.9992
1.9991
1.9831
1.9799
1.9616
1.3049
1.9341
0.8150
Fixed 16 QAM
3.9974
3.9960
2.0765
1.4195
1.3726
1.0270
1.0651
0.8388
Fixed 64 QAM
2.9517
2.0634
1.5976
1.2470
1.1886
0.9818
0.9849
0.8150
menentukan kinerja sistem berupa link availability dan effisiensi bandwith. Nilai link availability merupakan suatu syarat esensial dalam perencanaan sistem komunikasi radio. Dengan adanya nilai link availability maka suatu model perencanaan dapat diketahui dan di analisa apakah model perencanaan tersebut dapat diaplikasikan atau tidak. Dimana dari tabel 4 dapat di lihat bahwa nilai link availability 99.99% dapat dicapai untuk panjang lintasan 1km pada modulasi adaptif, 4 dan 16 QAM baik pada BER maksimum 10-6dan 10-11. Semakin jauh panjang lintasanya maka nilai link availabilitynya semakin kecil. Demikian juga dengan nilai effisiensi bandwith pada tabel 5 semakin panjang lintasan nilainya juga semakin kecil. Pada modulasi fixed 64 QAM nilai effisiensi bandwith lebih kecil dibandingkan dengan fixed 16QAM hal ini disebabkan karena pada modulasi 64 QAM banyak mengalami outage. D.
Gain Diversity Pada dasarnya prinsip kerja dari SC diversity adalah memilih nilai SNR terbesar diantara konfigurasi dua link. Perbedaan antara nilai SNR pada konfigurasi dua link independent (tanpa pengaruh diversity) dengan nilai SNR/SINR yang didapatkan hasil proses teknik diversity disebut gain diversity. Adapun hasil perhitungan nilai gain diversity adalah berikut sebagai berikut:
Dengan adanya gain diversity dapat memberikan perbaikan kinerja dari sistem tersebut. Seperti pada table 4.10 pada panjang link 4 km dengan probabilitas outage 0,01% menghasilkan gain diversity sebesar 26.96 dB. Semakin besar panjang link semakin besar diversity gain yang dihasilkan. E.
Knerja sistem M-QAM dan Selection Combining Pada bagian ini akan dilakukan pengolahan data SINR yang telah dihitung menggunakan teknik selection combining diversity untuk kemudian di masukkan ke dalam sistem M-QAM Adaptif dengan panjang lintasan 1,2,3, dan 4 km. Setelah penambahan teknik SC diversity pada sistem M-QAM hasilnya dapat dilihat pada tabel 6, dimana nilai link availability secara kesuluruhan mengalami peningkatan pada panjang lintasan 1km untuk modulasi non-adaptif 64 QAM nilai link availabilitynya adalah 99.9179 %. sedangkan untuk sistem MQAM tanpa SC nilai link availabilitynya adalah 98.2889%. Berdasarkan pada tabel 7dapat dilihat untuk panjang link 1 km untuk sistem MQAM Adaptif dengan SC diperoleh nilai efisiensi bandwidth 5.9494Bps/Hz sedangkan pada sistem yang tanpa SC diperoleh nilai efisiensi bandwidth 4.9818Bps/Hz. Secara keseluruhan peningkatan kinerja sistem MQAM dengan SC dapat di gambarkan sebagai berikut:
Tabel 6 Hasil Perhitungan Diversity Gain SC (dB)
Panjang link (km) 1 2 3 4
Probabilitas outage 0.01% SINRk SINRkSC Gain 25.08 25.09 0.01 -0.1232 0.666 0.789 -23.49 -16.63 6.86 -48.95 -21.99 26.86 Gambar 8. Kurva kenaikan link availability
5
Tabel 7. Link Availability (%) sistem MQAM dan SC Diversity pada BER maksimum 10-6dan 10-11 Mode Transmisi
Panjang Link 1 km
2 km
3 km
4 km
10-6
10-11
10-6
10-11
10-6
10-11
10-6
Adaptive
99.9987
99.9986
99.9760
99.9719
99.9554
99.9297
99.9448
99.9154
10-11
Fixed 4 QAM
99.9987
99.9986
99.9760
99.9719
99.9554
99.9297
99.9448
99.9154
Fixed 16 QAM
99.9978
99.9967
99.9268
99.8949
99.8996
99.8704
99.8908
99.8587
Fixed 64 QAM
99.9179
99.8656
99.8545
99.7974
99.8321
99.7925
99.8246
99.7894
Tabel 8. Effisiensi Bandwith (bps/Hz) sistem MQAM dan SC Diversity pada BER maksimum 10-6dan 10-11 Mode Transmisi Adaptive Fixed 4 QAM Fixed 16 QAM Fixed 64 QAM
Panjang Link 1 km
2 km
3 km
4 km
10-6
10-11
10-6
10-11
10-6
10-11
10-6
10-11
5.9494
5.9174
5.8558
5.8005
5.8142
5.7580
5.7983
5.7408
1.9992
1.9992
1.9858
1.9833
1.9735
1.9583
1.9672
1.9498
3.9975
3.9961
3.9130
3.8752
3.8808
3.8460
3.8704
3.8322
5.8539
5.7605
5.7406
5.6388
5.7009
5.6300
5.6876
5.6249
Pemanfaatan gain diversity terlihat cukup signifikan pada jarak 3 km dan 4 km berturut turut nilainya adalah 6.86 dB dan 26.96 dB. IV. PUSTAKA [1] Haniah Mahmudah, Achmad Mauludiyanto dan Gamantyo Hendrantoro, “Prediksi Redaman Hujan Menggnakan Synthetic Storm Technique (SST)”, Thesis, Jurusan Teknik Elektro, ITS, Surabaya, 2006. [2] ITU R P.838-3, “Specific attenuation model for rain for use in prediction methods”, 2005. Gambar 9. Kurva kenaikan effidiensi bandwith
Dari gambar 7 dan gambar 8 dapat diketahui bahwa penggunaan SC diversity mengalami peningkatan rata – rata kenaikan link availabilitynya sebesar 3.9184% dan peningkatan rata – rata kenaikan effisiensi bandwith sebesar 111.28% IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dari hasil simulasi yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai intensitas curah hujan di Indonesia khususnya Surabaya mengalami peningkatan mencapai sebesar 140,1 mm/jam dengan peluang kemunculan 0.01% dalam satu tahun sehingga menyebabkan redaman hujan yang relatif besar. Pada performance jarak 1 km dan 2 km dari link utama, rata – rata peningkatan nilai link availability dan effisiensi bandwith menggunakan SC diversity sangat kecil yaitu sekitar 2,81 % dan 0,431% sehingga untuk jarak ini cocok digunakan untuk pelanggan dekat. Sedangkan pada performance jarak 3 km dan 4 km dari link utama, rata – rata peningkatan nilai link availability dan effisiensi bandwith menggunakan SC diversity cukup signifikan yaitu sekitar 5,025% dan 188,03 % sehingga untuk jarak ini cocok digunakan untuk pelanggan yang jaraknya jauh.
[3]
[4]
[5]
Hakegard, J.E.,(2000), “Coding and Modulation for LMDS and Analisysis of LMDS Channel”, J Res.#atl.Inst.Stand.Technol., Vol.105,721-754. Abdo. Z.A.S,”Site-Diversity Against Rain Fading In LMDS System”, M.Eng Thesis University Technology Malaysia, 2007.
Chu Y.C, Chen K.S., “Effect of Rain Fading on Efficiency of Ka-Band LMDS System in The Taiwan Area”, IEEE Trans. On Vehicular Technology, Vol. 54, Jan. 2005.
[6] Rappaport,
T.S., “Wireless Communications Principles and Practice”, Prentice Hall, hal 386, 2002
RIWAYAT PENULIS Yuni Faisyah, lahir di Tulungagung tanggal 12 Juni 1984. Merupakan anak keempat dari pasangan Sochib dan Hj. Rupini Nurhayati. Pada tahun 2002 tercatat sebagai salah satu siswa lulusan SMAN 1 Tulungagung, kemudian tahun 2004 melanjutkan studi Diploma 3 di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. Dan pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi di Institut Teknologi Sepuluh Nopember untuk memperoleh gelar sarjana.
6
7
8
9
10