HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN PERILAKU USAHATANI PETANI MINYAK KAYU PUTIH (Kasas di Desa Piru Kecatnatat~Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat)
PAULUS MELKIANUS PUTTILEIHALAT
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
ABSTRAK PAULUS MELKIANUS PUTTILEIHALAT. Hubungan Antara Perilaku Komunikasi dengan Perilaku Usahatani Petani Minyak Kayu Putih (Kasus di Desa Piru, Kecamatan Seram barat, Kabupaten Seram Bagian Barat). Dibimbing oleh DJUARA LUBIS dan RICHARD W. E. LUMINTANG Penelitian ini bertujuan u n t ~ ~niengetahui k hubungan antara karakteristik petani dan karakteristik usahatani dengan perilaku komunikasi, dan hnbungan antara perilaku komunikasi dengan perilaltu usahatani. Penelitian ini dilakukan di Desa Piru, Kecamatan Serani barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Metode penentuan respoden dilakukan dengan cara represeniatifsample of ir7tncr .systenz, yaitu; pengambilan secara keseluruhan (lengkap) terhadap sampel, di~iiana semua orang mempunyai peluang yang sama untuk diwawancarai dengan ~nelihatIiubungan-hubungan interpersonal petani dalam sruktur jaringan komunikasi (menggunakan medode sensus). Unit analisis adalah petani minyak kayu putih di Desa Piru sebanyak 31 orang, dan didesain sebagai penelitian deskriptif korelasional. Data primer diperoleh melalui observasi, penyebaran kusioner dan pendeltatan sosiometri. Analisis jaringan komunikasi menggunakan teknik sosiometri dan hubungan antar peubah dianalisis dengan menggunakan uji statistilt Rank Sparman dan Khi Kuadrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) karakteristik petani dan karakteristik usahatani yang berhubungan dengan perilaku komunikasi adalah umur, pengalanian usahatani, dan status pekerjaan. Sedangkan karakteristik usahatani adalah luas lahan, modal usaha dan status lahan. (2) Perilaku Itomuniltasi (sentralitas lokal, sentralitas global, kebersamaan, dan keterdedahan media massa) secara keseluruhan berhubungan nyata dengan perilaku usahatani (pengetahuan, sikap, dan tindaltan) dalarn kegiatan usahatani minyak kayu putih. ICata kunci : perilaku komunikasi, perilaku usahatani
SURATPERNYATAAN Dengan i ~ i isaya menyatakan bahwa tesis tIubungan Perilaku Komunikasi dengan Perilaku Usahatani Petani Minyak Kayu Putih; Kasus di Desa Piru Kecatnatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun lcepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang cliterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalaln teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2007
Pnulus Melkiat~~ts Putfileil~nlat N I M . P 054040211
HUBUNGAN PERILAKU KOMUNIKASI DENGAN PERILAKU USAHATANI PETANI MINYAK KAYU PUTIH (Kasus di Desa Piru Kecamatan Scram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat)
PAULUS MELKIANUS PUTTILEIHALAT
Tesis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PRAKATA Puji syukur periulis panjatkan kepada Yesus Kristus, atas berltat dan Itarunia-Nya, sehingga tesis berjudul Hubungan Perilaku Komunikasi dengall Perilaku Usahataui Petani Minyak Kayu Putih di Desa Piru Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, dapat diselesaikan. Terima ltasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada Ketua Komisi Pembimbing: Dr. Ir. Djuara Lubis, MS. dan anggota Komisi Pembimbing Ir. Richard W. E. Lurnintang, MSEA, yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini, serta terima kasih pula saya sampaikan ltepada Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Rektor Universitas Pattimura dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Patti~nura Ambon yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi ke Program Magister di Institut Pertanian Bogor. Penghargaan dari rasa terima kasih penulis sampaikan kepada BUPATI Kabupaten Seram Bagian Barat, Camat Seram Barat, dan Kepala Desa Piru yang telah bersedia rnemberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian dan semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian. Ungkapan terima kasih yang sangat mendalam disampaikan kepada: 1. Almarhum Bapak Drs. Simon Puttileihalat dan Ibu Asnath Puttileihalat yang sangat dicintai dan dihormati serta saudara-saudaraku Bu Leksi dan keluarga, Usi An, Yopi dan keluarga, Ruth dan keluarga serta Eke yang dengan setia da11 penuh cinta kasih selalu mendukung penulis baik dalam materi maupun doa.
2. Bu Remon Puttileihalat dan keluarga yang selalu memberikan dukungan bagi penulis baik dalam materi niaupun doa. 3. Yang tercinta Cristy 'Hitijahubessy yang dengan setia dan cinta selalu memotivasi penulis untuk menyelesaikan tesis serta mendukung penulis dalam doa.
4. Sahabat "kandungku" (teman terbaik) Roni Kesaulya dan Ema Balubull dan lteluarga yang dengan setia dan penuh cinta kasih selalu mendukung penulis baik dalam materi maupun doa. Thanks ya. Beta bangga punya sahabat terbaik seperti kalian.
5. Teman-teman PERMAMA; Bu Tjo, Usi Debi, Usi Ivon, Bu Mon, Bu Nus, Berty dan seluruh keluarga besar PERMAMA di Bogor yang telah memberikan dorongan dan doa pada penulis.
6. Rekan-rekan mahasiswa Koinunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Angkatan 2004 (Ica, Pegy, Yuni, Bagio, Jufri, Dini) yang telah memberikan dultungan dan motivasi bagi penulis Seinoga tesis ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Bogor,
Juli 2007
Paulus Melkianus httileihalat
DAFTAR IS1 Halaman DAFTAR TABEL .... . . . . . ...... . . . . . . . . . . .. . . . . . . ... ...... . . . ....... ......... . .... vii DAFTAR GAMBAR . . . ... ... . . . . . . .. . . . . . . . . . . ... ........ . ...... . . ........ .......
viii
DAFTAR LAMPIRAN ..... . . . . ... ... ...... ...... ....... ........ ................ . ix I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Peneliti ...................... .. 1.3. Keguiiaan Peneht~an..............................................................
I1
TINJAUAN PUSTA 2.1. Usahatani Minyak K ...................................................... 2.2. Perilaku 2.3. Perilaku . . 2.4. Jaringan K o n ~ u n ~ k a s ~ ........................................... 2.5. Keterdedahan Media Massa .......................................................... 2.6. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Komunikasi ... 2.7. Perilaku Usahatani ........................................................................
I11
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ................................ .. 3.1. Kerangka Berp~kir 3.2. Hipotesis ........................................................................................
IV
METODOLOGI PENELITI 4.1. Lokasi dan Waktu Peneli 4.2. Metode Penentuan Responden. .. 4.3. Definis~Operasional ................................................................. 35 4.4. Pengumpulan Data 37 4.5. Validitas dan Reliabilitas Instrumen . . . . 38 4.6. Pengolahan dan Analisa Data ..................................................... 40
V
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 42 42 5.1. Gambaran Unium Wilayah Penelitian 5.1.l. Kabupaten Seram Bagian Barat .......................... . ....... 42 5.1.2. Kecamatan Seram Barat .............................................. 43 5.1.3. Desa Piru . ............................. 46 5.1.4. Karakteristik Petani dan Karakteristik Usahatani ............ 48
1 1 5 5
5.2. Perilaku Komui~iltasi dan Faktor-faktor yang Berl~ubungan 51 Dengannya ...................... . . . .................................................... 5.2.1. Sosigram Jaringan Komunikasi Petani Minyak Kayu 51 Putih .......................... . ..... ................................................ 5.2.2. Analisis Parameter Jaringan Komunikasi ........................ 60 5.2.2.1. Level Sistem ................................................... 60
5.2.2.2. Level Klik ...................................................... 5.2.3. Keterdedahan Media Massa ............................. . ......... 5.2.4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Ko~nunika 5.3. Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Perilaku Usahatani ...... 5.3.1. Perilaku Usahatani ..................... . . .......................... 5.3.2. Analisis Hubungan Perilaku Komunikasi dengan .................................. Perilaku Usahatani ..................... .
64 65 71
80 80 82
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 86 1 . Simpulan ........................................................................................ 86 2 . Saran ............................................................................................ 87
LAMPIRAN ....................................................................................... 92
DAFTAR TABEL Halaman Jaringan komunikasi dan kriteria evaluasi.. .............................. Perbedaan efek komunikasi dengan jaringan komunikasi ................... J ~ ~ m llcepala a l ~ beluarga dan jiwa di Kecalnatan Seram Barat.. ........ Jumlah penduduk menurut lapangan usaha di Kecamatan Seram Barat ..................................................................................................... Jumlah murid berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Seram Barat.. ............................................................................. Proporsi responden petani minyak kayu putih di Desa Piru menurut . . karakter~stikpetani.. .......................................... Proporsi responden petani minyak kayu putih di Desa Piru menurut . . karakterist~kusahatani.. ..................................................... Nilai rata-rata, maksimum, minimum jaringan komunikasi petani minyak kayu putih di Desa Piru ........................................................... Nilai sentralitas lokal, kebersamaan dan keterbukaan petani minyak kayu putih di Desa Piru Distribusi frekuensi keterdedahan petani pada media massa Distribusi tingkat ketersediaan informasi minyak kayu putih pada media lnassa Analisis hubungan antara karakteristik petani dengan perilaku komunikasi di Desa Piru Analisa hubungan antara karakteristik usahatani dengan perilaku komunikasi di Desa Piru Distribusi perilaku usahatani petani minyak kayu putih di Desa Piru Analisa hubungan perilaku komunikasi dengan perilaku usahatani petani minyak kayu putih di Desa Piru
DAFTAR GAMBAR Halaman
No
1. 2.
3.
.
.
Jaringan komunikasi umum.. ................................................. Kerangka pemikiran dalam penelitian ........................................... Sosiogram jaringan komunikasi ailtar petani illinyak kayu putih di Desa Piru .......................................................................
11 33 53
DAFTAR LAMPIRAN No 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7.
Halaman Peta wilayah desa penelitian ... ... . .. . .. . ...... . . . ..... ..... ... . .... .. Produksi Minyak Kayu Putih di Propinsi Maluku Periode 2001 2004....................................................................................... Nilai sentralitas lokal, sentralitas global, dan kebersamaan dalam . . . . jarlngan komun~kasi.......... . Data sosiometri jaringan komunikasi . ......... Data status pilihan responden ............... . . Hasil analisis hubungan dengan menggunakan alat uji statistik Rank Sprrrman ............................................................................................. Hasil analisis hubungan dengan menggunakan alat uji statistik Chi Square. ............................................,..,,...,..,..,...,..,.,,...........................
88 89 90 92 93 94
97
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tersurat beberapa harapan dan sekaligus tujuan bangsa Indonesia yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah dan seluruh segenap rakyat Indonesia sama-sama berperan aktif untuk melakukan pembangunan, termasuk pembangunan pertanian. Otonomi daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan jaminan pelaksanaan pembangunan pertanian di daerah serta bertujuan untuk dapat mewujudkan dua hal, yaitu: (1) memberikan kewenangan yang lebih besar kepada masyarakat uniuk mengambil keputusan sehingga keputusan yang diambil sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat setempat, (2) meningkatkan tingkat partisipasi lokal di dalam pembangunan. Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalah membuka akses yang lebih besar kepada masyarakat untuk berpatisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaannya di daerah (Haemman, 2005). Kabupaten
Seram
Bagian
Barat
mempakan
salah
satu
wilayah
di Provinsi Maluku yang memiliki potensi lahan yang baik untuk pengembangan produksi minyak kayu putih selain di Pulau BUN. Tanaman ini tumbuh dengan subur tanpa pembudidayaan di daerah-daerah perbukitan dengan ketinggian kurang lebih 100 meter dari permukaan laut dan temperatur udara yang panas. Tanaman kayu putih yang diusahakan masyarakat (petani minyak kayu putih) memiliki ciri-ciri daun berkuncup kuning. Menumt Hatta (2003) bahwa tanaman kayu putih yang berkuncup kuning memiliki kandungan sinoel dan rendamen minyak lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanaman kayu putih dengan ciri-ciri kuncup daun benvama merah. Potensi sumber daya alam yang tersedia, apabila didukung dengan potensi sumber daya manusia, maka dapat memberikan hasil yang optimal. Hasil yang optimal ditunjukkan melalui peningkatan produksi, kualitas produksi dan semangat atau motivasi yang tinggi untuk mencari ide-ide atau gagasan-gagasan
baru yang semakin baik, sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang tinggi bagi daerah terutama petani minyak kayu putih dan keluarganya di pedesaan. Namun, walaupun daerah ini dikatakan sebagai daerah penghasil minyak kayu putih dan memiliki kualitas daun yang baik, berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku (2005), tercatat bahwa pada tahun 2001, produksi minyak kayu putih di Maluku sebesar 80.000 liter. Pada Tahun 2002, produksi naik sebesar 288.058 liter, dan Provinsi Maluku merupakan penyumbang terbesar untuk produksi minyak kayu putih untuk Indonesia dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat sebesar 72.062 liter dan Provinsi Jawa Timur sebesar 77.448 liter. Tahun 2003, produksi menurun sebesar 196.594 liter, dan pada Tahun 2004 tejadi lagi peningkatan produksi sebesar 253.190 liter. Data ini menyebutkan bahwa laju peningkatan volume produksi minyak kayu putih di Provinsi Maluku dari tahun ke tahun belum menunjukkan peningkatan volume produksi secara siknifikan, dan masih bersifat fluktuatif. Hal ini berkaitan dengan tragedi kemanusiaan yang melanda Provinsi Maluku pada Tahun 1999. Tragedi ini menyebabkan terjadinya eksodus penduduk dengan mobilitas yang tinggi untuk mencari daerahdaerah tempat tinggal yang aman (baik dalam daerah maupun di luar daerah Maluku) sehingga sebagian lahan tidak terkelola dan kurangnya tenaga kerja. Hal ini juga menyebabkan sarana dan prasarana pendukung maupun saluran informasi antara masyarakat juga menjadi hancur dan sangat terbatas dalam berkomunikasi. Keterbatasan masyarakat dalam berinteraksi
dan
berkomunikasi menunjukkan ketersediaan informasi bagi masyarakat juga semakin rendah, khususnya petani minyak kayu putih di Desa P ~ N .Kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi petani, khususnya petani yang b a n melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih pasca konflik kemanusiaan yang melanda bumi Maluku beberapa tahun lalu. Ketersediaan informasi tentang minyak kayu putih bagi pelaku-pelaku usahatani minyak kayu putih di Kecamatan Seram Barat belum tersedia dengan baik pasca konflik. Berdasarkan hasil penelitian Calvin (2004) menunjukkan bahwa petani minyak kayu putih di Kecamatan Seram Barat kurang mendapatkan penyuluhan tentang minyak kayu putih, sehingga petani dalam melakukan kegiatan usahataninya masih dilakukan dengan cara-cara yang tradisonal.
Kurangnya informasi menyebabkan tingkat kontak petani dengan berbagai sumber informasi sangat terbatas dalam pelaksanaan kegiatan usahatani minyak kayu putih. Keterbatasan informasi umumnya disebabkan kurangnya komunikasi antara petani dengan sumber-sumber informasi Wnyuluh, tokoh masyarakaf dan pihak-pihak sumber informasi lainnya). Petani dalam melakukan kegiatan usahatani selalu memperoleh informasi minyak kayu putih melalui komunikasi interpersonal antara petani dalam lingkungannya saja, dan mengandalkan kemampuan dan pengalaman pribadi sebagai sumber informasi. Dijelaskan juga bahwa, media massa (media elektronik dan media cetak) juga sudah masuk di daerah tersebut, namun informasi tentang minyak kayu putih juga kurang tersedia dengan baik bagi petani selaku produsen minyak kayu putih baik sebelum dan sesudah konflik tejadi. Kondisi ini menunjukkan bahwa keterbatasan untuk mernperoleh informasi dapat mengurangi derajad kemampuan masing-masing petani dalam melakukan kegiatan usahataninya. Derajad kemampuan petani sangat menentukan perilaku komunikasi petani berhubungan dengan petani lain untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih. Kesiapan masing-masing petani untuk berusaha memperoleh informasi, dipengamhi oleh faktor personal petani (karakteristik petani) dan faktor situasional atau faktor lingkungan yang mendukung kegiatan usahatani tersebut (karakteristik usahatani). Faktor-faktor ini secara tidak langsung berpengamh pada perilaku petani dalam melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih, melalui perilaku komunikasinya untuk memperoleh informasi. Oleh sebab itu, ketersediaan informasi dan kesiapan petani untuk menerima dan berbagi infomasi, sangat membantu dalam meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia Pertanian (petani minyak kayu putih). Menurut
Baharsyah (1994)
mengemukakan bahwa untuk meningkatkan mutu SDM pertanian, fokus utama perlu diarahkan pada dua hal. Pertama, peningkatan mutu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, peningkatan mutu ketrampilan disertai dengan pembinaan semangaf disiplin dan profesionalisme keja. Peningkatan mutu haruslah melalui peningkatan efektivitas pendidikan, latihan dan penyuluhan pertanian, dan penyediaan informasi relevan sehingga manusia dapat mengelola dan memanfaatkan SDA yang tersedia sebaik mungkin.
Ketersediaan informasi yang berhubungan dengan usahatani minyak kayu putih, apakah itu bersumber dari hubungan-hubungan interpersonal sesama petani, maupun dari media massa, dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan petani, menguatkan sikap dan tingkah laku atau tindakan, selanjutnya ada kemungkinan terjadi perubahan pada diri petani. Perubahan itu bempa pembahan sikap dan tingkah laku atau tindakan dalam melakukan kegiatan usahatani. Diyakini bahwa melalui hubungan-hubungan interpersonal dan informasi dari media massa kepada petani (berkaitan dengan i~~formasi minyak kayu putih), dapat memotivasi petani untuk melakukan dan memperbaiki cam-cam dalam berusahatani minyak kayu putih. Hubungan-hubungan interpersonal petani dan keterdedahan petani terhadap media massa untuk memperoleh informasi, dapat dianalisis melalui jaringan komunikasi. Analisa terhadap jaringan komunikasi merupakan salah satu bentuk analisis yang tepat untuk melihat alur pesan komunikasi. Alur pesan komunikasi dapat terbentuk dari hubungan-hubungan
interpersonal petani. Hubungan
interpersonal yang tejadi memperlihatkan struktur jaringan komunikasi. Struktur jaringan komunikasi akan menggambarkan pola jaringan komunikasi. Menurut Roger dan Kincaid (1981), analisis jaringan komunikasi (communication nemork analisys) meliputi;
(I) mengidentifikasi
klik dalam suatu sistem; (2)
mengidentifikasi peranan khusus seseomng daiam jaringan, misainya; sebagai Iiasons, bridges dan isolated, serta (3) mengukur berbagai indikator (indeks) stmktur komunikasi, sepefii; keterhubungan klik, keterbukaan klik, keintegrasian klik dan lain sebagainya Jaringan ini penting dipelajari untuk melihat alur pesan komunikasi di antam petani dalam kelompok, siapa akan berkomunikasi dengan siapa, mengatakan apa dan selanjutnya kepada siapa. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dimmuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana hubungan karakteristik petani dan karakteristik usahatani dengan
perilaku komunikasi petani minyak kayu putih?
2. Bagaimana hubungan perilaku komunikasi dengan perilaku usahatani petani minyak kayu putih?
1.2. Tujnan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk : 1 Mengetahui hubungan karakteristik petani dan karakteristik usahatani dengan munikasi petani minyak kayu putih
2.
bungan perilaku komunikasi dengan perilaku usahatani petani minyak kayu putih.
1.3. Kegunaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka penelitian ini berguna untuk : 1. Memberikan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya disiplin Ilmu Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. 2. Hasil Penelitian ini diharapkan dipakai sebagai pelengkap untuk penelitian
lebih lanjut bagi pihak-pihak yang tertarik untuk meneliti masalah yang berkaitan dengan perilaku komunikasi petani minyak kayu putih.
3. Sebagai bahan kajian dalam rangka ikut memperluas teknik analisis jaringan komunikasi antara petani minyak kayu putih dengan sumber-sumber informasi lainnya dalam meningkatkan peluang agribisnis.
11. TJNJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Minyak Kayu Putih
2.1.1. Tanaman Kayu Putih Tanaman kayu putih merupakan tanaman yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia, karena dapat menghasilkan minyak kayu putih (cajoput oit) yang berkhasiat sebagai obaf insektisida dan wangi-wagian. Tanaman ini dapat digunakan untuk konservasi lahan kritis dan kayunya dapat digunakan untuk berbagai keperluan, seperti dalam proses pemanasan minyak kayu putih dalam wadah penyulingan dan lain-lain. Jenis tanaman kayu putih terdiri dari dua jenis, yaitu; tanaman kayu putih yang berjenis daun hijau dan jenis daun merah. Berdasarkan hasil penelitian, yang berdaun hijau memiliki kandungan atau kadar sinoel dalam daun lebih banyak dari tanarnan yang berdaun merah (Hatta,
2003). Tanaman ini dapat tumbuh di
dataran rendah dan di dataran tinggi (pegunungan) dengan kondisi lahan yang kritis dan temperatur udara yang panas. Tanaman kayu putih yang tumbuh di daerah pegunungan biasanya memiliki kadar sinoel di dalam daun dan menghasilkan minyak lebih banyak jika dibandingkan dengan tanaman kayu putih yang berada di daerah yang berdataran rendah dan berawah (Hattzz 2003). Tanaman ini akan mengeluarkan banyaknya daun setelah tejadi kebakaran lahan yang disebabkan tingginya suhu udara. Dalam setahun dilakukan pemanenan daun kayu putih sebanyak dua kali untuk kelangsungan produksi. Daun yang masih terlalu muda atau sudah terlampau tua akan menghasilkan rendamen minyak sedikit dengan mutu yang rendah. Tempat penimbunan daun sebelum disuling sebaiknya dibuat dalam bentuk rak-rak atau menebarkan daun di lantai yang kering dengan ketinggian kurang lebih 20 sentimeter (cm), dengan kondisi suhu kamar dan sirkulasi udara yang terbatas. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya fermentasi daun yang dapat menurunkan kadar sinoel dalam daun. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses penyulingan atau destilasi yaitu; ketel penyulingan (wadah tempat penyulingan), bak pendingin atau kondensor yang b e h n g s i mengubah uap menjadi air, tungku atau perapian yang berhngsi
untuk kebutuhan kalori pembakaran, dan alat penampung minyak yang berfungsi untuk memisahkan air dan minyak, dengan waktu penyulingan antara 3 sampai dengan 4 jam. Selesai penyulingan kemudian minyak disuling di dalam botol atau drumdrum tempat penampungan kemudian ditutup rapat-rapat mulut botol atau drum untuk menghindari penguapan. 2.1.2. Produksi dan Pemasaran Minyak Kayu Putih Di Indonesia ada beberapa daerah yang memproduksi minyak kayu putih, seperti di Jawa Barat dan Jawa Timur, NTT, Papua dan Maluku. Luas areal tanaman kayu putih di daerah Jawa secara keseluruhan kurang lebih 26.714 hektar (Toni, 2005). Produksi minyak kayu putih di Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2000 mencapai 56.219 ton, pada Tahun 2001 mencapai 56.754 ton, dan pada Tahun 2002 mencapai 72.062 ton. Provinsi Jawa Timur Tahun 2000 mencapai 72.062 ton, Tahun 2001 mencapai 73.089 ton, dan Tahun 2002 mencapai 77.48 ton (Parem, 2005). Negara yang menjadi tujuan eksport produksi minyak kayu putih antara lain; Hongkong, Jepang, Taiwan, Malaysia, RRC, India, Nepal dan beberapa negara lain yang ada di benua Eropa dan Benua Amerika. Kondisi ini menunjukkan bahwa permintaan terhadap produksi minyak kayu putih cukup tinggi. Menurut Toni (2005), secara kuantitas produksi minyak kayu putih di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga untuk pemenuhannya hams dilakukan impor tambahan minyak kayu putih dari luar negeri sebanyak 1000 ton olahan per tahun untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan minyak kayu putih di dalam negeri. Oleh sebab itu, pemerintah perlu memperluas lahan pohon kayu putih seluar 56.000 hektar, dan senantiasa memberikan penyuluhan, pembimbingan, informasi pasar yang relevan, dan teknologi yang memadai sehingga dapat merangsang petani produsen untuk melakukan kegiatan produksi. Di Provinsi Maiuku, hutan kayu putih tumbuh secara alami dan tersebar di beberapa tempaf seperti di Pulau Buruh dan Pulau Seram dengan luas lahan kurang lebih 120 hektar dan 50 hektar (Balai Ristand Indag Ambon, 2003). Jenis tanaman kayu putih yang tumbuh dan diusahakan oleh masyarakat setempat adalah bejenis daun hijau, dengan rata-rata produksi minyak kayu putih berkisar
antara 32.494 ton sampai 265.013 ton per tahun (Balai Ristand lndag Ambon, 2003). Produksi hasil olahan minyak kayu putih sebagian besar dipasarkan ke Pulau Jawa dalam bentuk kemasan botol atau drum yang tidak berlebel, oleh agen-agen minyak kayu putih di daerah. Ada juga yang dipasarkan di dalam daerah saja. Kegiatan produksi minyak kayu putih di Kabupaten Seram Bagian Barat, masih menggunakan cam-cara yang lama atau tradisional dalam proses pengolahannya. Kondisi ini juga kurang didukung dengan ketersediaan informasi yang relevan, modal usaha dan bantuan lembaga ekonomi bagi petani, sehingga belum menimbulkan gairah petani untuk melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih secara optimal. Petani dalam memasarkan produksinya sebagian besar hanya berlaku di daerah tempat tinggalnya saja, dan mengharapkan ada pedagang yang datang untuk membeli, baik pedagang pada tingkat desa, kabupaten, antar pulau maupun pesanan dari konsumen. Harga yang dijual oleh masing-masing petani pun bervariasi tergantung pendekatan antara pedagang dengan petani. Umumnya dalam posisi tawar menawar, petani selalu berada pada posisi yang tidak menguntungkan, disebabkan karena kebutuhan ekonominya. 2.2. Perilaku 2.2.1. Pengertian Periiaku
Perilaku merupakan hasil interaksi antara individu baik yang timbul dalam dirinya (faktor personal) maupun faktor-faktor yang berpengaruh yang datang dari luar individu atau faktor situasional (Rakhmat 2002). Faktor personal dapat berupa struktur biologis dalam diri manusia menyangkut genetika, sistem syaraf, dan sistem hormunal. Shuktur genetik dapat mempengaruhi kecerdasan, kemampuan sensasi dan emosi. Stmktur sistem syaraf dapat mengatur pekerjaan otak dan proses pengolahan informasi dalam jiwa manusia Sistem hormunal dapat mempengaruhi mekanisme biologis dan proses psikologis manusia. Faktor situasional dapat berupa faktor ekologi, faktor sosial, faktor teknologi, faktor temporal dan faktor-faktor lain yang berada di sekeliling manusia itu berada. Oleh sebab itu,
perilaku memang merupakan hasil interaksi yang menarik antara
keunikan individu dengan keumuman situasional.
Menurut Walgito (2002). perilaku dalam pengertian yang luas adalah perilaku yang nampak (over behavior) dan perilaku yang tidak nampak (inert behavior). Hal tersebut (aktivitas motorik) terrnasuk aktivitas emosional dan kognitif. Perilaku yang ada pada individu atau organisme tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang bersangkutan baik stimulus ekstemal maupun stimulus internal. Perilaku dibedakan menjadi, (I) perilaku yang alami (innate behavior), (2) perilaku operan (operant behavior). Perilaku alami adalah perilaku yang dibawah sejak organisme dilahirkan dan perilaku operan adalah perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi sebagai reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme bersangkutan. Dikatakan bahwa, pada manusia perilaku psikologis inilah yang dominan, di mana sebagian besar perilaku yang dibentuk diperoleh melalui proses belajar. Perilaku disebabkan oleh insting, karena merupakan perilaku yang innate, perilaku bawaan dan insting akan mengalami perubahan karena pengalaman. Perilaku adalah segala tindak tanduk ucapan maupun perbuatan seseorang yang dapat diamati baik secara langsung maupun tidak langsung melalui panca indera (Slamet, 1978). Wardhani yang diacu dalam Tomatala (2004) menjelaskan bahwa, perilaku merupakan fungsi gabungan dari situasi dan sikap-sikap yang dibawah individu kepada situasi dan situasi kompleks yang memuat sejumlah sikapsikap sekaligus menjadi relevan, sekali situasi itu sudah terperinci, maka perilaku menjadi semacam resultante dari berbagai sikap yang relevan. Soedjanvo (1993) menunjukkan beberapa karakteristik perilaku, yaitu: 1. Arah perilaku, menunjukkan apakah seseorang menyetujui atau tidak menyetujui, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak
memihak,
apakah
menggunakan
tidak
menggunakan,
atau
memanfaatkan atau tidak memanfaatkan suatu obyek. Seorang yang mempunyai perilaku mendukung suatu obyek mempunyai sikap positif terhadap obyek tersebut. 2.
Intensitas atau kekuatan perilaku, menunjukkan bahwa perilaku untuk setiap orang itu belum tentu sama. Dua orang boleh mempunyai sikap positif
terhadap suatu obyek, namun mungkin beda perilakunya yaitu ada yang berperilaku positif dan betperilaku negatif.
3.
Kekuasaan perilakq menunjukkan luasnya cakupan aspek obyek perilaku yang disetujui atau tidak disetujui seseorang.
4.
Konsistensi perilaku, ditunjukkan oleh kesesuaian antara pemyataan perilaku yang dikemukakan oleh subyek, dengan responsnya terhadap obyek perilaku tersebut.
Konsistensi
perilaku juga
ditunjukkan
oleh tidak
adanya
keseimbangan dalam perbuatan seseorang. Sekali waktu berperilaku setuju dan waktu yang lain berperilaku tidak mendukung obyek tersebut.
5. Spontanitas yaitu sejauh mana kesiapan subyek untuk menyatakan perilakunya secara spontan. Suatu perilaku mempunyai spontanitas yang tinggi apabila perbuatamya itu tanpa perlu mengadakan pengungkapan atau desakan agar subyek menyatakan perilakunya.
2.3. Perilaku Komuoikasi Setiap tindak komunikasi selalu ada konsekuensi. Sepetti dikatakan Hovland yang di acu dalam Effendy (2001) bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the proces to mod13 the behavior of other individuals). Menurut Jahi (1998), ada tiga efek komunikasi massa, yaitu kognitif, afektif, dan konotif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadatan, belajar dan tambahan pengetahuan. Efek afektif berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap (attitude). Efek konatif berhubungan dengan perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu menurut cara tettentu. Istilah perilaku komunikasi (communication behavior) berarti tindakan atau kegiatan seseorang, kelompok atau khalayak, ketika terlibat dalam proses komunikasi (Effendy, 2001). Berlo (1960) menyatakan bahwa perilaku komunikasi
seseorang menjadi kebiasaan
perlakuannya. Hasil penelitian
Megawati yang diacu dalam Ichwanudin (1988) menyebutkan bahwa perilaku komunikasi kelompok tani penghijauan berhubungan dengan tingkat keterdedahan media massa. Berdasarkan tinjauan di atas, perilaku komunikasi adalah ciriciri yang nampak atau melekat dalam din individu yang menjadi kebiasaan dalam
perlakuannya ketika terlibat dalarn proses komunikasi dengan pihak lain (individu maupun kelompok).
2.4. Jariogan Komunikasi 2.4.1. Pengertian Jaringan Komunikasi Jaringan komunikasi (communication Network) adalah suatu hubungan yang relatif stabil antara dua individu atau lebih yang terlibat dalam proses pengiriman dan penerimaan informasi (Rogers dan Kincaid, 1981). Hal ini sependapat dengan Lewis (1987) yang mengatakan bahwa jaringan komunikasi adalah sistem yang merupakan garis komunikasi yang menghubungkan pengirim pesan dengan penerima pesan. Rogers (1983) mengemukakan bahwa jaringan komunikasi adalah suatu jaringan yang terdiri dari individu-individu yang d i n g berhubungan oleh arus komunikasi yang terpola. Pemyataan ini diperkuat oleh Berger dan Chaffe yang diacu dalam Purnomo (2002) menyatakan bahwa jaringan komunikasi sebagai suatu pola yang teratur dari kontak-kontak antara individu yang dapat diidentifikasi sebagai pertukaran informasi yang dialami seseorang di daiam sistem sosialnya. Robins yang diacu dalam Mislini (2006) berpendapat bahwa jaringan komunikasi adalah dimensi vertikal dan horisontal dalam komunikasi organisasi yang dibangunkan dalam bermacam-macam pola. Jaringan komunikasi dibagi daiam lima macam jaringan, yaitu; jaringan rantai, jaringan Y, roda, lingkaran dan jaringan semua saluran, seperti terlihat pada Gambar 1 berikut ini:
Rantai
Y
Rodatstar
Semua saluran
Gambar I Jaringan komunikasi umum (Robbins, 1984)
Lingkaran
Berdasarkan kriteria tersebut bahwa tidak ada satupun jaringan yang akan menjadi terbaik untuk semua kejadian. Apabila kecepatan yang penting, maka jaringan Foda dan semua saluran yang lebih disukai. Jaringan rantai, jaringan Y dan jaringan roda mendapat nilai tinggi untuk kecermatamya Susunan jaringan semua saluran adalah yang terbaik apabila tujuannya adalah untuk mencapai kepuasan pegawai yang tinggi. Tabel I menunjukkan bahwa untuk mengukur efektifitas jaringan komunikasi maka dapat menggunakan empat kriteria. Tabel 1 Jaringan komunikasi dao kriteria evaluasi Jenis Jaringan Komunikasi Kriteria
Rantai
Y
Rods
Lingkaran
Kecepatan
Sedang
Sedang
Cepat
Lamban
Semua Saluran Cepat
Kecermatan
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Rendah
Sedang
Sedang
Sedang
Tinggi
Tidak ada
Sedang
Sedang
Rendah
Tinggi
Timbulnya Pemimpin Ada Moril
Tidak ada Tinggi
Sumber: Robins, SP (1984)
Berkaitan dengan prespektifjaringan, maka ada beberapa konsep yang perlu dipahami, sehingga dapat mempertajam analisis terhadap jaringan komunikasi, yaitu konsep jaringan sentralisasi versus desentralisasi. Konsep ini kemudian dikenal dengan jaringan komunikasi model Y,bintang, all chonnel, rantai, konsep independen di mana anggota bebas dari pemilihan terhadap posisinya untuk menjadi apa kemudian informasi (berkomunikasi) lebih dapat terpuaskan, Beebe dan Masterson yang diacu dalam Mislini (2006). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan pengertian jaringan komunikasi secara lebih khusus sesuai dengan penelitian ini, yaitu suatu rangkaian hubungan di antara individu-individu, sehingga membentuk pola-pola atau model-model jaringan komunikasi tertentu.
2.4.2. Analisa Jaringan Komunikasi Komunikasi diberi batasan sebagai suatu proses di mana para partisipan membuat dan membagi informasi antara satu sama lain dengan tujuan mencapai suatu saling pengertian. Komunikasi selalu merupakan tindakan bemama, suatu proses bersama dalam berbagi informasi antara dua atau lebih orang-orang (Suprapto, 2006). Konsepsi analisis jaringan komunikasi menekankan komunikasi dianggap sebagai suatu proses saling tukar-menukar informasi. Analisis jaringan komunikasi dalam perilaku manusia maka digunakan pendekatan komunikasi konvergen (Kincaid dan Schramm, 1987). Komunikasi konvergen, masalahmasalah pokok yang ditayangkan oleh peneliti komunikasi, berubah dari efek komunikasi
"
"
apa
kepada apa yang dilakukan manusia dalam berkomunikasi
(Suprapto, 2006). Komunikasi konvergen adalah suatu kecenderungan menuju suatu titik yang sama atau menuju satu sama lain. Proses komunikasi konvergen dapat berlangsung di mana dua orang atau lebih berpatisipasi dalam tukar menukar informasi untuk mencapai suatu saling pengertian antara yang satu dengan yang lainnya. Pada waktu yang bersamaan maka dapat pula tejadi suatu kecenderungan menjauh atau memisah satu sama lain yang disebut divergensi. Meskipun saling pengertian merupakan tujuan atau fungsi utama komunikasi, tetapi ha1 ini bukan pengertian absolut karena tidak adanya ketidak pastian pada pertukaran informasi. Namun beberapa pertukaran lingkaran pertukaran informasi mengenai suatu topik mungkin menambah saling pengertian, tetapi tidak melengkapinya. Hal ini karena pengertian bersama tidak pernah dicapai secara mutlak, mengingat kenyataan bahwa pengertian bersama seperti halnya pengertian, merupakan proses pertanyaan yang tidak pernah mengenal akhir, oleh dua orang atau lebih. Proses bertanya ini selalu dapat berlanjut terus, memasuki tingkat pengertian bersama yang lebih mendalam iagi. Rogers dan Kincaid (1981),
menegaskan
bahwa analisis jaringan
komunikasi merupakan metode penelitian untuk mengidentifikasi struktur komunikasi dalam suatu sistem, di mana data hubungan mengenai arus komunikasi dianalisis dengan menggunakan beberapa tipe hubungan interpersonal sebagai unit analisis. Lebih lanjut salah satu tujuan penelitian komunikasi dengan
menggunakan analisis jaringan komunikasi adalah untuk memahami gambaran umum mengenai interaksi manusia dalam suatu sistem. Analisa jaringan komunikasi mendeskipsikan hubungan-hubungan antara unsur dan hubungannya dengan struktur komunkasi interpersonal. Shuktur komunikasi itu sendiri adalah susunan dari unsur-unsur yang berlainan yang dapat dikenal melalui pola arus komunikasi dalam suatu sistim. Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara efek komunikasi dengan jaringan komunikasi. Tabel 2 Perbedaan efek komunikasi dengan jaringan komunikasi Keterangan
Pendekatan Efek Komunikasi
Analisa Jaringan Komunikasi
Model linier
Model konvergen .
Individual
Beberapa tipe hubungan interpersonal Indeks dari struktur komunikasi (contoh: indek keterkaitan dan indek integrasi)
Model yang digunakan pada pendekatai ini Unit analisis Tujuan variabelvariabel independen Tujuan variabelvariabel dependen
Karakteristik individu
Efek dari komunikasi 1. Siapa berkomunikasi dengan siapa (pengetahuan, sikap, 2. Persetujuan dan pengertian individan atau perilaku du dalam jaringan yang nyata)
Sumber: Rogers (1986) Inti dari perbedaan di atas adalah bahwa komunikasi konvergen sebagai proses pertukaran informasi dengan satu atau lebih individu lainnya, sementara komunikasi linier adalah sebagai proses komunikasi satu arah. Analisis jaringan komunikasi menggambarkan jaringan hubungan interpersonal yang dihasilkan lewat pertukaran informasi dalam struktur komunikasi interpersonal. Rogers (1986) mendefinisikan bahwa jaringan komunikasi terdiri dari saling keterkaitan antara individu-individu yang dihubungkan oleh arus atau alur komunikasi yang terpola. Beberapa ha1 yang dapat dilakukan dalam jaringan komunikasi, yaitu: (I) mengidentifikasi klik dalam suatu sistim; (2) mengidentifikasi peranan khusus seseorang dalam jaringan, misalnya; sebagai liaisons, bridges dan isolated; dan
(3) mengukur berbagai
indikator
(indeks) stmktur komunikasi
seperti
keterhubungan klik, keterbukaan klik, keintegrasian klik dan lain sebagainya. Klik
adalah bagian dari sistem (sub sistem) di mana anggota-anggotanya relatif lebih sering berinteraksi satu sama lain dibandingkan dengan anggota-anggota lainnya dalam sistem komunikasi (Rogers dan Kincai41981). Dasar untuk mengetahui apakah individu-individu itu dapat dimasukan ke dalam suatu klik atau tidak, ada tiga kritera yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi klik, yaitu: (1) setiap klik minimal harus terdiri dari tiga anggota;
(2) setiap anggota klik minimal hams mempunyai derajad keterhubungan 50 persen dari hubungan-hubungannya di dalam klik; dan (3) selumh anggota klik baik secara langsung maupun tidak langsung hams saling berhubungan melalui suatu rantai hubungan hadic yang berlangsung secara kontinyu dan menyeluruh di dalam klik (Rogers dan Kincaid, 1981). Pengidentifikasian klik juga dipakai untuk mengukur derajad stmlaur komunikasinya. Melalui klik juga dapat dilacak tingkat keinovatian anggotaanggotanya yaitu dengan melihat tingkat (derajad) keterbukaan dari klik (Clique Openness). Keterbukaan suatu klik dapat dilihat dari pola hubungan antara anggota-anggotanya dengan individu-individu di luar batas klik tersebut. Semakin banyak angota klik yang berhubungan dengan anggota lain di luar klik tersebuf maka semakin tinggi derajad keterbukaan klik tersebut. Semakin tinggi derajat keterbukaan klik berarti semakin banyak informasi-informasi bam yang diterima oleh anggota-anggota klik. Oleh karenanya suatu klik yang lebih terbuka, secara teoiritis akan membawa anggota-anggota klik lebih inovatif. Liason adalah seorang individu yang menghubungkan dua klik atau lebih dalam suatu sistem, namun tidak menjadi anggota klik manapun. Bridge adalah seorang individu yang menghubungkan dua klik atau lebih dalam suatu sistem, dan menjadi anggota dari klik-klik tersebut. Isolated adalah individu yang tidak menjadi angota dalam suatu sistem atau individu yang tidak terlibat dalam jaringan komunikasi (Rogers dan Kincaid, 1981). Knoke dan Kuklinski yang diacu dalam Setyanto (1 993) menegaskan bahwa analisa jaringan komunikasi mempunyai dua konsep dasar tentang tingkah laku sosial, yakni; (1) dalam analisis jaringan harus dilihat bahwa keterlibatan individu yang ada di dalamnya tidak hanya seorang melainkan melibatkan banyak pelaku yang berpatisipasi dalam sistem sosial itu. Sifat hubungan yang terdapat pada
individu juga terdapat individu lain yang terlibat dan mungkin dapat mempengaruhi terhadap persepsi, kepercayaan dan tindakan dari masing-masing individu. Analisis jaringan, langkah-langkah ini tidak hanya berhenti pada penjumlahan dari tingkah laku sosial saja, dan (2) di dalam jaringan per111 diperhatikan berbagai tingkatan struktur dalam sistem. Sebab suatu struktur sosial tertentu berisi keteraturan pola hubungan dari suatu keadaan konkrit. Muhamad (1995), menyatakan
bahwa
untuk mengetahui jaringan
komunikasi serta perannya dapat digunakan analisis jaringan. Hasil analisis jaringan dapat mengetahui bentuk hubungan atau koneksi orang-orang dalam organisasi serta kelompok tertentu (klik), keterbukaan satu kelompok dengan kelompok lainnya dan orang-orang yang memegang peranan utama dalam organisasi. Beberapa istilah komunikasi yaitu: 1. Opinion leader yaitu pemimpin informal dalam organisasi. Mereka ini
tidaklah selalu orang-orang yang mempunyai otoritas formal dalam organisasi tetapi membimbing tingkah laku anggota organisasi dan mempengaruhi keputusan mereka 2. Gate keepers adalah individu yang mengontrol arus informasi di antara
anggota organisasi.
Mereka
berada
di
tengah
suatu jaringan
dan
menyampaikan pesan dari satu orang kepada orang lain atau tidak memberikan informasi. Gate keepers dapat menolong anggota penting dari organisasi seperti pimpinan, menghindarkan informasi yang terlampau banyak dengan jalan hanya memberikan informasi yang penting-penting saja terhadap mereka. Dalam ha1 ini gate keepers mempunyai kekuasaan dalam memutuskan apakah suatu informasi penting atau tidak.
3. Bridge adalah anggota kelompok atau klik dalam suatu organisasi yang menghubungkan kelompok itu dengan anggota kelompok lain. lndividu ini membantu saling memberi informasi di antara kelompok-kelompok dan mengkoordinasikan kelompok.
4. Cosmopolite adalah individu yang menghubungkan organisasi dengan lingkungannya. Mereka ini mengumpulkan informasi dari sumber-sumber yang ada dalam lingkungan dan memberikan informasi mengenai organisasi kepada orang-orang tertentu dalam lingkungannya.
5. Liason sama peranannya dengan bridge tetapi individu itu sendiri bukanlah anggota dari satu kelompok tetapi merupakan penghubung di antara satu kelompok dengan kelompok lainnya lndividu ini juga membantu dalam berbagai infonnasi yang relevan di antara kelompok-kelompok organisasi. 6. Isolate adalah anggota organisasi yang mempunyai kontak terbatas dengan orang lain dalam organisasi. Orang-orang ini menyembunyikan diri dalam organisasi atau diasingkan oleh teman-temannya. Menurut Scot yang diacu dolam Sopiana (2003), indikator untuk menganalisa jaringan komunikasi terdiri atas 5 (lima) bagian, yaitu; 1. Koneksi (Connectedness) adalah derajad di mana anggota-anggota sistem
berhubungan dengan anggota-anggota lain dalam sistem. Nilai Connecredness diukur dengan membandingkan semua ikatan yang sedang terbentuk dengan kemungkinan hubungan yang mungkin terjadi. 2. Keterjangkauan (Reachabilify) adalah jumlah hubungan yang menghubungkan
seorang individu dengan individu lain dalam jaringan. 3. Reciprociry adalah persetujuan dua orang tentang eksistensi hubungan mereka. 4. Kebersamaan (Betwenness) adalah frekuensi di mana satu titik terletak di
antara titik-titik pada jarak yang menghubungkan mereka. Behvenness diukur dari indeks potensi kontrol komunikasi (perantara informasi/penghubung). 5. Sentralitas (Cenrraliry) adalah derajat dimana seseorang berhubungan dengan
seseorang yang lain dalam sistem, sehingga sentralitas juga dapat digunakan untuk mengukur keterunggulan seseorang dalam sistem. Sentralitas terdiri atas; sentralitas lokal (local cenrralify) dan sentralitas global (global cenfralify). Sentralitas lokal adalah derajad di mana seorang individu berhubungan dengan individu yang lain dalam sistem. Sentralitas lokal menunjukkan jumlah hubungan yang dapat dibuat individu dengan individu lain dalam sistem. Sentralitas global digunakan untuk mengukur tingkat pentingnya seseorang dalam jaringan atau disebut closeness centrality dalam konsep Freeman (Borgatti dan Freeman yang diacu dalam Mislini, 2006). Indeks memperlihatkan posisi seseorang dalam sistem. Nilai sentralitas global menunjukkan jumlah ikatan yang seseorang butuhkan untuk menghubungi semua titik dalam jaringan (Scot yang diacu dalam Mislini, 2006). Semakin kecil nilai sentralitas global
menunjukkan semakin muda bagi seseorang untuk menghubungi semua titik dalam jaringan. Hasil penelitian Wunawarsih yang diacu dalam Mislini (2006) ditemukan bahwa nelayan dengan sentralitas lokal dan kebersamaan yang tinggi lebih muda untuk beradaptasi karena aktif melakukan interaksi dengan warga masyarakat lainnya sehingga dapat rnemperoleh infonnasi yang berkaitan dengan adaptasi di lokasi pemukiman. Nelayan yang mempunyai nilai sentralitas global rendah lebih mudah beradaptasi dan mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menghubungi semua individu dalam sistem.
2.4.3. Struktur Jaringan Komunikasi Jaringan dalam sosiologi lazim dikonsepsikan sebagai suatu tipe hubungan antara aktor, ditandai oleh bentuk interaksi timbal balik yang simetris. Setiap hubungan antar aktor yang terjalin dalam masyarakat adalah suatu bentuk jaringan (the building block of network) karena merupakan dasar hubungan sosial yang berbeda melahirkan jaringan yang berbeda pula (Usman yang diacu dalam Muksin, 2002). Menurut Rogers dan Kincaid (1981), dalam menjalin hubungan
-
sosial, setiap aktor membawa ciri-ciri kepribadiannya sendiri, sehingga konfigurasi masuknya atau keluamya seorang aktor dalam jalinan hubungan sosial mempengaruhi struktur interaksi yang diciptakan. Hasil penelitian Muksin (2002), menunjukkan bahwa pola komunikasi yang terbentuk pada anggota KTMS adalah pola roda merupakan komunikasi yang memusat pada satu orang. Anggota KTMS melakukan komunikasi dengan pola memusat dengan pusat utama komunikasi adalah ketua kelompok. Rogers dan Kincaid (1981), membedakan pola atau model jaringan komunikasi ke dalam jaringan personal jari-jari (radial personal network) dan jaringan personal saling mengunci (interlocking personal network). Model jaringan demikian bersifat memusat dan menyebar. Jaringan personal yang memusat (interlocking) mempunyai derajad integrasi yang tinggi. Sementara jaringan personal yang menyebar (radial) mempunyai derajat integrasi yang rendah, namun mempunyai sifat keterbukaan terhadap lingkungannya. Rogers dan Kincaid menegaskan,
individu yang terlibat dalam jaringan komunikasi
interlocking terdiri dari individu-individu yang homopili, namun kurang terbuka terhadap lingkungannya.
2.5. Keterdedahan Media Massa
Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak (Cangara, 2000). Media komunikasi yang dimaksud adalah media m a s y yakni media elektronik (radio dan televisi) dan media cetak (surat kabar, majalah, buky brosur, leaflet, dan lain-lain). Kedua media massa tersebut termasuk media moderen yang paling berhasil menyiarkan hasil pembangunan ke seluruh penjuruh negeri, di mana media tersebut mempunyai kemampuan meliput wilayah yang luas dan dapat melangkah batasbatas literasi (Jahi, 1988). Menurut Van den Ban and Hawkins (1999), media massa dapat digunakan untuk mengubah pola perilaku, terutama yang kecil dan relatif kurang, atau pembahan untuk memenuhi keinginan yang ada. Depari dan McAndrews (1998), mengatakan bahwa peranan media massa dalam pembangunan adalah sebagai agen pembaharu (agent of social chnnge). Letak peranannya adalah membantu mempercepat proses peralihan masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat moderen. Informasi baru tentang pertanian yang dikomunikasikan melalui berbagai macam saiuran, secara umum dapat diklasifikasikan (Rogers, 1966) sebagai berikut: 1. Media massa terdiri dari majalah pertanian, surat kabar, siaran pertanian melalui radio dan televisi. 2. Sumber informasi terdiri dari tetangga, petani dan teman, kelompok usaha,
kelompok profesi dan kelompok sosial.
3. Sumber komersial terdiri dari hubungan petani dengan pedagang dan dealer, demonstrator dan bulletin komersial. 4. Sumber agen pemerintah terdiri dari bulletin, pertemuan dan hubungan petani
dengan penyuluh dan ahli. Menurut Mulyana (2001) komunikasi antara orang-orang secara tatap muka memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi diadik (dyadic communicafion) yang melibatkan hanya dua orang. Ciri-ciri komunikasi dyadic adalah pihak-pihak yang
berkomunikasi (1) berbeda dalam jarak yang dekat, (2) mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan baik secara verbal maupun nonverbal. Menumt Tubbs clan Moss (2000), komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi disebut juga komunikasi insani (humun communication) yang diartikan sebagai proses pembentukkan makna di antara dua orang atau lebih. Jahi (1988) mengemukakan efek komunikasi massa ada tiga dimensi, yakni dimensi kognitif (meliputi peningkatan kesadara~ belajar dan pengetahuan), afektif (meliputi emosi, perasaan dan sikap) dan bnafif(meliputi perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu atau tindakan menurut cara tertentu). Menurut Depari dan McAndrews (1998), mengatakan dalam tugas menjangkau dan mempengamhi audiens yang besar jumlahnya, penggabungan media masa dengan komunikasi anlar pribadi mempakan sarana yang paling efektif untuk menjangkau masyarakat, dalam usaha memperkenalkan ide baru dan membujuk masyarakat untuk memanfaatkan inovasi bam. Menurut Jahi (1988), televisi masih mempakan fenomena urban seperti media massa laimya, televisi dapat dipakai untuk memberitahu rakyat tentang berbagai ha1 yang menyangkut pembangunan nasional, membantu masyarakat berpatisipasi dalam pembuatan keputusan dan mendidik rakyat, agar memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam pembangunan sosial maupun ekonomi. Siaran radio merupakan satu-satunya cam yang paling efektif untuk mencapai khalayak, maka radio dinilai tetap mempakan media siaran utama yang dapat diandalkan. Keterdedahan adalah mendengarkan, membaca, melihat atau secara lebih umum mengalami dengan sedikitnya sejumlah perhatian minimal pada pesan media. Menurut Rogers (1966), keterdedahan pada media massa mempunyai korelasi yang tinggi, sehingga dapat dibuat suatu indeks keterdedahan pada media massa paling tidak dikotomikan ke dalam ha1 berikut; 1. Setidaknya pemah terdedah (misalnya; kebiasaan membaca surat kabar sekali seminggu).
2. Tidak terdedah Mulyani (1991) mengatakan bahwa keterdedahan petani pada media komunikasi berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi. Keterdedahan terhadap media massa mempunyai indikasi positif terhadap respons petani guna
meningkatkan produktivitasnya Gonzales yang diacu dalam Jahi (1988) menegaskan bahwa khalayak sesungguhnya aktif, terutama dalam memilih keterdedahannya, memilih hal-ha1 yang patut diperhatikan untuk diingat dan dipelajari.
2.6. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku komunikasi 2.6.1. Karakteristik Petani
Karakteristik petani sangat menentukan dengan siapa petani berkomunikasi dalam jaringan komunikasi. Berdasarkan kerangka penelitian yang diajukkan oleh Rogers dan Kincaid (1981) mengenai pengaruh jaringan komunikasi pada pembahan perilaky salah satu unsur yang mempenganhi terbentuknya jaringan komunikasi adalah karakteristik individu (petani). Karakteristik petani ialah ciriciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang petani yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindakan terhadap lingkungannya (Zulkarnain, yang diacu dalam Mislini, 2006). Hasii penelilitian Purnomo (2002) ditemukan bahwa tidak ada hubungan antara tipe diri dengan jaringan komunikasi menunjukkan
bahwa
karakteristik
individu
bukan
faktor
utama
yang
mempengaruhi jaringan komunikasi. Menurut Lionberger dan Gwin (1982), karakteristik individu merupakan aspek personal seseorang yang meliputi; umur, tingkat pendidikan dan ciri psikologinya.
McLeod dan O'Keefe yang diacu dalam Mislini, (2006)
mengemukakan bahwa variabel demografi seperti jenis kelamin, umur dan status sosial merupakan indikator yang digunakan untuk menerangkan perilaku komunikasi. Hasil penelitian Wardhani yang diacu dalam Mislini (2006) menunjukkan bahwa ka~akteristik demografis berhubungan dengan sumbersumber informasi tentang ayam buras. Sumber pengaruh di masyarakat pedesaan menurut Tubbs dan Moss (2001) biasanya berasal dari orang-orang yang dikenal sebagai pemuka pendapat atau opinion leaders, yang tidak lain adalah para pemimpin atau pemuka masyarakat yang melalui hubungan personal sehari-harinya dapat mempengaruhi orang lain dalam pembuatan keputusan dan pembentukan opini.
Berdasarkan tinjauan di atas, karakteristik individu adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan di lingkungannya. Karakteristik individu berupa umur, pendidikan formal, status pekerjaan dan pengalaman berusaha. a. Umur
Umur dapat menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat perbedaan keragam perilakunya berdasarkan usia yang dimiliki. Menumt Bettinghaus yang diacu &lam Ramdhani (2002), terdapat perbedaan antara individu yang berbeda usianya. Keragaman itu mungkin tidak terletak dalam segala sifat yang melekat di antara yang mudah dan yang tua, tetapi agaknya pada perbedaan pengalaman yang dimilikinya, hakekat dan jenis dari stnrktur sikap (atifude)serta pemprosesan informasi yang dipunyai masing-masing individu. Berdasarkan perbedaan kemampuan mental dan pengalaman yang dimiliki seseorang dikaitkan dengan umumya, maka perilaku komunikasi seseorang juga akan berbeda sesuai dengan umur yang dimilikinya. Hasil penelitian Kuswamo yang diacu dalam Tomatala 2004, ditemukan bahwa semakin tua usia seseorang maka semakin tinggi motivasi untuk mendengarkan radio dan mendengarkan televisi. b. Pendidikau
Pendidikan mempakan proses belajar yang dapat dijadikan sebagai cam untuk dapat membawa ke arah perubahan. Pendidikan juga mempakan tingkat intelegensia yang berhubungan dengan daya pikir. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin luas ilmu pengetahuan, sehingga menimbulkan cara berpikir yang iebih baik. Pendidikan menggambarkan tingkat kemampuan kognitif dan bobot atau derajat ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang. Pendidikan merupakan usaha mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmuilmu dan pengalaman-pengalaman
yang sudah diakui dan direstui oleh
masyarakat. Suwandi yang diacu dalam Jamie (1994) menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses yang bertujuan untuk merubah sikap dan tingkah laku seseorang untuk menjadi seperti yang dikehendaki oleh pendidikan itu. Hasil penelitian Mislini (2006) mengatakan bahwa pendidikan berhubungan nyata
dengan dinamika kelompok KSM, dimana anggota KSM yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, memahami isi proposal yang dianjurkan, saling menghargai dan menerima informasi sehingga berpengamh positif terhadap kedinamisan kelompok. Gonzales yang diacu dalam Jahi (1988) merangkum pendapat beberapa ilmuwan bahwa pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi
umumnya lebih
menyadari kebutuhan
akan
informasi,
sehingga
menggunakan lebih banyak jenis su~nberinformasi dan lebih terbuka terhadap media massa. c. Pengalaman Usahatani Pengalaman merupakan salah satu cara kepemilikan pengetahuan yang dimiliki seseorang dalam kumn waktu yang tidak ditentukan. Pengalaman yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sudah berapa lamakah petani melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih. Secara psikologi semua pikiran manusia, kepribadian dan tempramen ditentukan oleh pengalaman indera. Pemikiran dan perasaan bukan penyebab perilaku, tetapi disebabkan karena penyebab masa lalu (Rakhmat, 2001). Seorang yang bekeja dalam bidang tertentu pada waktu relatif lama akan semakin banyak memperoleh pengalaman. Pengalaman berupa keahlian dan dibarengi dengan banyak belajar (membaca) maka pengetahuan yang diperoleh semakin tinggi dan dapat meningkatkan kepekaan dalam menyerap sumber-sumber informasi yang dibutuhkan. Pengalaman adalah akumulasi dari proses belajar mengajar yang dialami oleh seseorang (Gagne yang diacu dalam Mislini, 2006). Kecenderungan seseotang untuk berbuat, tergantung dari pengalamannya, karena menentukan minat dan kebutuhan yang dirasakan. Hasil penelitian Murtiyeni yang diacu dalam Tomatala (2004) ditemukan bahwa semakin tinggi tingkat pengalaman dan status peternak sapi perah, maka semakin tinggi pula respons petemak pada saluran interpersonal. Pengalaman seorang petani secara tidak langsung berpengaruh pada proses pengambilan keputusan. Petani yang memiliki pengalaman berusahatani lebih lama cendemng sangat selektif dalam proses pengambilan keputusan (Mardikanto
yang diacu dalam Ramdhani, 2002). Hasil penelitian Pasaribu (2001) ditemukan bahwa pengalaman usahatani berhubungan dengan peranan individu pada Kelompok Tani Jetis Prenggan dan Kelompok Tani Sembuh Wetan di Desa Sidikarto, Yogyakarta. d. Status Pekerjaan
Pekejaan digambarkan sebagai jenis mata pencaharian yang dapat didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup petani dan keluarganya. Pada prinsipnya jenis pekejaan yang dimiliki oleh setiap orang itu berbeda-beda. Ada yang memilih satu jenis pekejaan sebagai pekerjaan pokok atau utama, namun ada yang lebih dari satu jenis pekejaan yang dikatakan sebagai pekerjaan sampingan. Hal ini disebabkan karena keinginan manusia yang menginginkan kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi secara layak. Menurut Maslow yang diacu
dalam Umar (2005) bahwa manusia merupakan mahkluk yang keinginannya tak terbatas atau tanpa benti. Keinginan ini yang menghamskan seseorang untuk ekstra kerja di luar pekejaan pokoknya guna mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Berdasarkan uraian di atas maka tingkat perhatian seseorang terhadap suatu pekejaan yang dijalankannya dikaitkan dengan status pekejaan, maka perilaku komunikasi orang tersebut juga berbeda sesuai dengan status pekejaannya Hasil penelitian Minar (1988) mengatakan bahwa status pekejaan berhubungan dengan tingkat adopsi inovasi rumput unggul.
2.6.2. Karakteristik Usahataoi
Kegiatan usahatani terbagi dalam empat unsur pokok. Unsur-unsur tersebut dikenal dengan nama faktor-faktor produksi yang terdiri dari; tanah, tenaga kerja, modal dan pengelolaan atau menajemen. Pengenalan dan pemahaman terhadap unsur-unsur pokok tersebut menjadi sangat penting temtama menyangkut kepemilikan dan penguasaan terhadap unsur pokok tersebut. Menurut Fadholi (1989) bahwa kepemilikan memberikan kekuatan dan kekuasaan untuk berbuat terhadap faktor-faktor tersebut dalam kegiatan usahataninya. Perbedaan status pemilikan terlihat aspek positif dan negatif terhadap perlakuan dalam melakukan
kegiatan usahatani. Seorang individu yang menguasai dan atau memiliki unsurunsur pokok tadi dapat memberikan posisi atau status sosial yang tinggi di lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas maka karakteristik usahatani adalah unsur-unsur pokok yang terdapat dalam suatu kegiatan produksi yang dimiliki dan dikuasai oleh seseorang dalam melakukan kegiatan usahataninya Ada beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur karakteristik usahatani, yaitu; luas lahan, modal usahatani dan status lahan. a. Luas lahan Lahan merupakan media untuk melakukan kegiatan produksi usahatani. Lahan adalah sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan sangat penting dalam berbagai segi kehidupan manusia, khususnya petani (Mosher yang diacu dalam Fadholi, 1989). Menurut Fadholi (1989), lahan digunakan sebagai ukuran untuk melihat besar kecilnya usahatani. Luas lahan merupakan salah satu faktor yang tumt mempengamhi jumlah produksi yang dihasilkan dari suatu kegiatan usahatani. Semakin besamya luas lahan, maka semakin banyak frekuensi hubungan yang dapat dibuat oleh seorang individu dengan pihak-pihak sumber informasi, untuk meningkatkan kegiatan usahataninya. Pada umumnya petani dengan pemilikan lahan yang luas, menempati posisi status sosial lebih tinggi di lingkungan sosialnya (Mardikanto yang diacu dalam Ramdhani, 2002). Hal ini juga dikatakan oleh Salkin yang diacu dalam Damihartini (2005), bahwa luas lahan garapan mempengamhi kecepatan petani dalam menerima suatu inovasi.
b. Status Lahan
Status lahan merupakan hubungan tanah atau lahan yang dijadikan usaha dengan pengolahannya, sehingga dapat memberikan kontribusi. Menurut Fadholi (1989), tanah atau dapat dikelola (lahan) berdasarkan statusnya dapat digolongkan atas 5 (lima), yaitu; tanah milik, tanah sewa, tanah sakaf tanah gadai dan tanah pinjaman. Status lahan dengan pengelolaannya, mempunyai kebaikan-kebaikan maupun
kelemahan-kelemahan,
misalnya
lahan
berstatus
milik
dalam
pengelolaannya si pemilik bebas merencanakan dan menentukan kegiatan usaha apa yang diusahakannya serta bebas dalam segala hal. Lahan dengan status bukan milik ( baik itu; tanah sewa, tanah sakat, tanah gadai clan tanah pinjaman) adalah lahan yang memiliki keterbatasan dalam pengelolaannya. Perbedaan tingkat status lahan petani,
berpengaruh
terhadap cara
pengelolahan maupun perilaku komunikasi petani. Berdasarkan hasil penelitian Muslih yang diocu dalam Damihartini (2005), bahwa status lahan tidak berhubungan dengan pemahaman prosedur pengajuan kredit pangan. c. Modal Usahataoi
Modal adalah faktor penunjang utama dalam suatu kegiatan usahatani. Tanpa modal, petani merasa sulit untuk mengembangkan usahataninya. Menurut Fadholi (1989), modal berdasarkan sumbernya dapat dikelompokan atas 5 (lima) bagian, yaitu; modal pribadi, pinjaman atau kredit, hadiah warisan, dari usaha lain dan kontrak sewa. Modal usahatani dapat berupa tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, bahan pertanian @upuk, bibit, obat-abatan), piutang di bank dan uang tunai. Modal usahatani yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu modal berupa uang tunai yang digunakan sebagai modal usahatani. Hubungan dengan ketersediaan modal, sumber modal merupakan salah satu faktor penting untuk pembiayaan suatu kegiatan usahatani.
Modal yang bersumber dari kantong
pribadi seorang petani bebas dalam penggunaannya. Modal yang bersumber dari bukan kantong pribadi (pinjaman atau kredit, hadiah warisan, dari usaha lain dan kontrak sewa) adalah sumber modal yang memiliki keterbatasan dalam penggunaannya. Berdasarkan uraian singkat di atas maka dapat kita katakan bahwa perbedaan modal usahatani berpengaruh terhadap perilaku komunikasi seorang petani berupa cara-cara atau tindakan dalam melakukan suatu kegiatan usahatani.
2.7. Perilaku Usahatani Usahatani adalah ilrnu yang mempelajari tentang manusia, lahan dan tanaman atau hewan. Manusia menyangkut intern usahatani yang meliputi petani, keluarga petani dan bagaimana petani
mengelola usahataninya. Lahan
menyangkut kondisi fisik dari faktor produksi yang dimiliki dan dikuasai oleh petani. Sedangkan tanaman atau hewan menyangkut proses budidaya dan proses biologi. Timmer ymg diacu daIum Fadholi (1989) menyatakan bahwa ilmu usahatani mempakan penghubung antara ilmu teknik pertanian dan ilmu pertanian sosial dengan senantiasa menyelenggarakan dan memperbaiki keberadaannya di dalam ilmu pertanian. B e m i ada suatu tindakan atau perlakuan dan interaksi yang dilakukan oleh seseorang terhadap suatu obyek yang mengarah pada suatu pembahan, baik pada perubahan perilaku maupun usaha yang dilakukannya. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa perilaku usahatani adalah tindakan atau kegiatan seorang petani atau keluarga petani dengan memanfaatkan lahan dan faktor produksi yang ada dengan menggunakan teknik pertanian (caracam pembudidayaan atau biologi) dan teknik pertanian sosial (hubungan yang dapat dibentuk dengan orang lain untuk memperoleh
informasi) guna
memperbaiki keberadaan usahataninya. Petani adalah mahkluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain untuk mendapatkan informasi guna meningkatkan kegiatan usahatani yang diusahakannya. Komunikasi dapat menjambatani hubungan antar manusia yang terlibat dalam proses komunikasi. Proses komunikasi adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) atau alat sebagai media (Effendy, 2001). Perilaku terbagi dala~ntiga aspek yaitu aspek kognisi (kognitif), aspek afeksi (afektif) dan aspek konatif. lndikator yang digunakan untuk mengukur perilaku usahatani petani minyak kayu putih di Desa Pim terdiri dari; pengetahuan, sikap dan tindakan.
a. Pengetahuan Walgito (2002) menyatakan bahwa pengetahuan adalah mengenal suatu obyek baru selanjutnya menjadi sikap terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan disertai oleh kesiapan untuk bertindak sesuai pengetahuan tentang obyek itu. Seseorang mempunyai sikap tertentu terhadap suatu obyek berarti orang tersebut telah mengetahuinya. Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai ingatan mengenai sesuatu yang bersifat spesifik atau umum; ingatan mengenai metode atau proses; ingatan mengenai pola, susunan atau keadaan (Kibler yang diacu dalam Zahid, 1997). Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan Winkel (1987) bahwa pengetahuan merupakan ingatan tentang hal-ha1 yang pernah dipelajari (fakta, kaidah, prinsip atau metode). Menurut Soekanto (2001), pengetahuan adalah kesan dalam pikiran seseorang sebagai hasil penggunaan panca indera. Sementara Supriadi yang diacu dalam Zahid, 1997 mengemukakan bahwa pengetahuan adalah sekumpulan
informasi yang dipahami, dan dipercleh melalui proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian din sendiri maupun lingkungannya. Individu mendapatkan pengetahuan baik melalui proses belajar, pengalaman atau media elektronik yang kemudian disimpan dalam memori individu. b. Sikap
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpresepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap timbul dari pengalaman tidak dibawah sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Oleh sebab itu, sikap dapat dipertegull atau diubah (Rakhmaf 2002). Hal yang sama dikemukakan oleh Walgito (2002) bahwa sikap terbentuk dalam perkembangan individu dan faktor pengalaman individu mempunyai peranan sangat penting dalam rangka pembentukan sikap individu yang bersangkutan. Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanent mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya (Van den Ban and Hawkins, 1999). Sikap juga adalah
kecendemngan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana seseorang berhadapan dengan obyek sikap. Hal ini sejalan dengan pernyataan Meyrs yang diacu dalam Sanvono (2002) bahwa sikap adalah suatu reaksi evaluasi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang. Mar'at (1981) menyebutkan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek tersebut, selanjutnya memberikan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik dan buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, setuju atau tidak setuju kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap. Menurut Arif (1995), sikap mempakan tingkah laku manusia yang masih terselubung atau belum menampakan diri keluar, yang dapat dikatakan sebagai kesiapan atau kecenderungan untuk bereaksi terhadap obyek tertentu yang di hadapi, dilihat, diraba, didengar, dicium dan d i m pada situasi lingkungan tertentu. c.
Tindakan Tindakan mempakan suatu keputusan yang dibuat oleh seseorang dalam
melakukan suatu kegiatan yang berlangsung dari suatu proses komunikasi yang tejadi. Tindakan adalah h a i l kumulatif selumh proses komunikasi, sehingga biasanya efektivitas komunikasi diukur dari tindakan nyata (action) yang dilakukan oleh komunikate (Rakhmat, 2002). Arif (1995) menjelaskan bahwa perilaku atau tingkah laku adalah kebiasaan bertindak yang menunjukkan tabiat seseorang yang terdiri dari pola-pola tingkah laku yang digunakan oleh individu dalam melakukan kegiatan. Tindakan yang diambil oleh seseorang dalam melakukan suatu kegiatan biasanya didasarkan pada pengetahuan yang dimilikinya, baik dari proses belajar atau pengalaman untuk bertindak maupun secara spontanitas muncul dalam diri seseorang karena teimotivasi. Tindakan ini didasarkan pada sikap subyek yang sudah mengetahui atau mengenal obyek yang ditelitinya. Berdasarkan uraian di atas maka pengetahuan merupakan suatu proses belajar yang dialami seswrang berdasarkan pengalamannya terhadap suatu obyek
dan kemudian menemukan obyek baru yang sama dengan pengalaman itu dan bemsaha untuk mengambil sikap agar lebih mengenal lebih mendalam tentang obyek tersebut selanjutnya melakukan tindakan terhadap obyek itu. Hasil penelitian Tomatala (2004), bahwa pemanfaatan media komunikasi sangat efektif untuk dapat menambah wawasan pengetahuan dan mengubah sikap maupun tindakan petemak dalam pengembangan usaha petemakan sapi potong di Kecamatan Sukanegara, Kabupaten Cianjur.
111. KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Berpikir Perilaku komunikasi adalah ciri-ciri yang nampak atau melekat dalam diri individu yang menjadi kebiasaan dalam perlakuannya ketika terlibat dalam proses komunikasi dengan pihak lain (individu maupun kelompok). Perilaku komunikasi (communicafion behavior) berarti tindakan atau kegiatan seseorang, kelompok atau khalayak, ketika terlibat dalam proses komunikasi (Effendy, 2001). Komunikasi m e ~ p a k a njembatan terjadinya proses pembahan perilaku. Proses pembahan perilaku sangat tergantung pada isi pesan yang disampaikan oleh sumber ke penerima dalam suatu proses komunikasi. Proses pembahan perilaku juga dapat terjadi melalui pemanfaatan media komunikasi baik media elektronik maupun media cetak. Media elektronik maupun media cetak merupakan sarana komunikasi bagi khalayak untuk memperoleh infotmasi. Infonnasi yang berkaitan dengan kegiatan usahatani minyak kayu putih, meliputi; cara-cara pemeliharaan tanaman, teknis produksi, serta manajemen usahatani. Infotmasi ini dapat diperoleh petani melalui proses komunikasi. Proses komunikasi dapat dilakukan petani melalui hubungan-hubungan interpersonal petani dengan cam kontak dengan sesama petani, kontak dengan penyuluh, kontak dengan tokoh rnasyarakat maupun dengan pihak-pihak pemberi sumber informasi lainnya (komunikasi dua arah). Hubungan yang terjalin dalam suatu proses komunikasi menentukan alur informasi yang diterima petani. Alur informasi akan menggambarkan siapa berkomunikasi dengan siapa untuk memperoleh informasi minyak kayu putih. Oleh sebab itu, salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengetahui alur informasi minyak kayu putih dalam hubungan-hubungan interpersonal petani maka dapat dilakukan dengan pendekatan komunikasi konvergen melalui analisis jaringan komunikasi. Analisis jaringan komunikasi dapat mengidentifikasi beberapa hal; (I) identifikasi klik dalam suatu sistem, identifikasi peranan khusus seseorang dalam jaringan misalnya sebagai liaisons. bridges dan isolated; dan mengukur berbagai indikator (indeks) stmktur komunikasi seperti sentralitas lokal, sentralitas global, dan kebersamaan.
Media massa merupakan proses komunikasi bersifat seuah. Dikatakan searah karena media massa tidak dapat memberikan umpan balik tentang apa yang dikomunikasikan. Media massa hanya alat yang berfungsi untuk membantu petani memperoleh sejumlah informasi dalam pengembangan usahataninya Seberapa besar informasi yang diterima petani melalui terpaan media massa sedikit banyaknya tergantung dari tingkat keterdedahan petani terhadap media massa. Tingkat keterdedahan diukur dari; jenis media, frekuensi ( berapa kali petani menonton, mendengar, membaca dalam jangka waktu satu minggu), intensitas (lamanya) dan isi pesan (ketersedian isi pesan tentang minyak kayu putih dari berbagai media massa). Tingkat keterdedahan petani terhadap media massa dan hubungan-hubungan interpersonal petani dalam kegiatan usahatani minyak kayu putih dapat menggambarkan perilaku komunikasi petani untuk memperoleh informasi dari berbagai sumber-sumber informasi guna pelaksanaan kegiatan usahataninya. Salah satu faktor yang turut berperan dan menentukan perilaku komunikasi petani memperoleh informasi tentang usahatani minyak kayu putih yaitu karakteristik petani dan karakteristik usahatani. Karakteristik petani dan karakteristik usahatani merupakan faktor-faktor personal dan situasional yang berhubungan dengan perilaku komunikasi petani dan mempakan sebab tidak langsung terhadap perilaku usahatani. Semakin banyak informasi yang petani peroleh dari hubungan-hubungan interpersonalnya dan keterdedahan petani terhadap media massa, maka dapat meningkatkan pengetahuan, memperkuat sikap dan tindakan petani untuk melakukan kegiatan tersebut. Karakteristik petani dalam penelitian ini terdiri dari umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani dan status pekejaan. Karakteristik usahatani terdiri dari luas lahan, status lahan dan modal usahatani. Perilaku komunikasi terdiri dari jaringan komunikasi (sentralitas lokal, sentralitas global dan kebersamaan) dan keterdedahan media massa (media elektronik dan media cetak). Perilaku usahatani terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Gambar 2 menjelaskan hubungan perilaku komunikasi dengan perilaku usahatani.
KARAKTERISTIK PETANI (XI)
XI 1 Umur
1 XI2
II
PERILAKU KOMUNIKASI
Pendidikan
X3 1 Jaringan komunikasi
X13 Pengalaman usahatani
- sentralitas lokal
X 14 Status pekejaan
- senhalitas global - kebersamaan
/ KARAKTERISrn USAHATAM (X2)
0') -+ Y 11 Pengetahuan Y12 Sikap
Y 13 Tindakan X32 Keterdedahan media massa
- jenis media - frekuensi -
X21 Luas lahan
PERILAKU USAHATANI
intensitas
- isi pesan
X22 Modal usahatani X23 Status lahan
Gambar 2 Kerangka pemikiran hubungan ~erilakukomunikasi dengan perilaku usahatani petani minyak kayu putih 3.2. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Karalcteristik petani dan karakteristik usahatani berhubungan dengan perilaku komunikasi petani minyak kayu putih. b. Perilaku komunikasi berhubungan dengan perilaku usahatani petani minyak
kayu putih.
IV. METODOLOGI PENELITLAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Piru Kecamatan Seram Barat Kabupaten Seran Bagian Baraf dengan pertirnbangan daerah ini memiliki tanaman kayu putih yang tumbuh dengan baik pada kondisi lahan yang kristis dengan temperatur suhu udara yang cukup tinggi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Nopember sampai dengan Desember 2006. 4.2. Metode Penentuan Responden
Sesuai ketentuan dalam analisis jaringan komunikasi maka penentuan responden dilakukan dengan cara representatf sample of intaa system, yaitu pengambilan secara keselumhan (lengkap) terhadap sampel sebagai obyek penelitian
(menggunakan medode sensus). Rogers dan Kincaid (1981)
menjelaskan bahwa sistem penarikan sampel intak m e ~ p a k a nkeuntungan utama untuk pengukuran sosiometri: data karakteristik responden dan hubungan atau kontak diadik responden dapat tersedia karena setiap orang diwawancarai. Populasi adalah semua petani minyak kayu putih di Desa Pim sebanyak 3 1 orang. Unit analisisnya adalah hubungan interpersonal antar individu yang terlibat (dyad). Hubungan diadik (dyadic) adalah komunikasi antar pribadi sebagai
komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas (DeVito, 1997). Penelitian ini didesain sebagai penelitian deskriptif korelasional.
4.3. Definisi Operasional
a. Umur adalah usia responden atau petani yang dihitung sejak dilahirkan sampai saat penelitian dilakukan (saat responden diwawancarai). Satuan umur dinyatakan dalam tahun, dan dibagi dalam tiga kategori: muda (24 - 36 tahun), baya (37 - 49 tahun),dan tua (50 - 62 tahun), yang diukur dengan menggunakan skala ordinal. b. Pendidikan formal adalah jenjang sekolah yang pernah diikuti responden
hingga dilakukannya wawancara. Pengukuran dengan kategori rendah (tamat SD) skor 1, sedang (tamat SMP) skor 2, dan tinggi (tamat SMA) skor 3, yang diukur dengan menggunakan skala ordinal. c. Pengalaman usahatani adalah lamanya petani (tahun) menekuni kegiatan usaha minyak kayu putih dihitung mulai dari awal berusahatani minyak kayu putih sampai dengan saat penelitian dilakukan. Satuan pengalaman dinyatakan dalam tahun, dan dibagi dalam tiga kategori; rendah (2 - 6 tahun) skor 1, sedang (7 - 11 tahun) skor 2 dan tinggi (12 - 16 tahun) skor 3, yang diukur dengan menggunakan skala ordinal. d. Status Pekerjaan adalah jenis pekerjaan yang ditekuni oleh responden sebagai satu-satunya
sumber
pokok
mata
pencahariannya.
Status pekerjaan
dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu; (a) pekejaan pokok dan (b) pekerjaan sampingan, yang diukur dengan menggunakan skala nominal. e. Luas lahan kayu putih adalah luas lahan yang digunakan oleh petani untuk usaha minyak kayu putih, dinyatakan &lam satuan luas. Lahan dinyatakan dalam hektar (ha), dan dibagi dalam tiga kategori; rendah (1 - 7 ha) skor 1, sedang (8 - 15 ha), dan tinggi (16 - 23 ha), yang diukur dengan menggunakan skala ordinal.
f. Modal Usahatani adalah dukungan dana b e ~ p auang tunai yang digunakan petani pada awal usaha dilakukan. Satuan modal usaha dinyatakan dalam nilai uang, dan dibagi dalam tiga kategori; rendah (1,2 - 2,4 juta rupiah) skor 1, sedang (2,5
- 3,7 juta
rupiah) skor 2, dan tinggi (3,8 - 5 juta rupiah) skor 3,
yang diukur dengan menggunakan skala ordinal.
g. Status lahan adalah keberadaan kepemilikan dari suatu tanah atau lahan yang diusahakan oleh seorarlg petani. Hasil pengukuran dikategorikan: (a) pribadi dan (b) sewa. Status lahan pribadi adalah lahan yang secara hukum sah dimiliki oleh petani dalam melakukan aktivitas usahanya. Sedangkan Status lahan sewa adalah lahan yang bukan menjadi milik pribadi, yang diukur dengan menggunakan skala nominal. h. Sentralitas lokal adalah derajad dimana seorang individu berhubungan dengan individu lain dalam satu sistem yang didasari pada kepentingan individu akan keadaan saat ini (Scot yang diacu oleh Mislini 2006). Di UCMET IV, nilai sentralitas lokal diperoleh melalui normalized degree centrality (dalam persen) atau centrality degree. Nilai sentralitas lokal diperoleh melalui ne~ork>centraIi@>degree,kemudian dibagi dalam tiga kategori; rendah (2 -
6) skor 1, sedang (6 - 10) skor 2, dan tinggi (I 1 - 14) skor 3, yang diukur dengan menggunakan skala ordinal. i.
Sentralitas global adalah nilai yang menunjukkan kemampuan yang dimiliki seseorang individu untuk dapat menghubungi semua individu dalam sistem. Di UCMET IV, Boorgati el al., yang diacu oleh Mislini 2006 menyebutnya "closeness
centrality".
Nilai
sentralitas
global
diperoleh
melalui
nenvork>centrality>closeness, kemudian dibagi dalam tiga kategori; rendah
(1023,8
-
1266,l) skor 1, sedang (781,4 - 1023,7) skor 2 dan tinggi (539 -
781,3) skor 3, yang diukur menggunakan skala ordinal. j.
Kebersamaan adaiah memjuk pada frekuensi seorang individu melakukan hubungan dengan satu klik di antara klik l a i ~ y a singkatnya , hubungan (lokal dan global) yang potensial pengendali komunikasi (informan brokers atau liaison).
Di
UCINET
IV,
nilai
kebersamaan
diperoleh
melalui
network>centrality>be~eeness,kemudian dibagi dalam tiga kategori; rendah (0 - 90,53) skor I, sedang (90,54
-
181,07) skor 2 dan tinggi (181,08 -
272,33) skor 3, diukur menggunakan ordinal. k. Keterdedahan pada media massa adalah intensitas responden untuk mendapatkan informasi dari aktivitas membaca, menonton, dan mendengarkan materi-materi yang disajikan oleh berbagai sumber informasi. Keterdedahan dihitung untuk masa satu minggu dalam jangka waktu enam bulan sebelum
penelitian. Tingkat keterdedahan terdiri dari jenis media, frekuensi, intensitas dan isi pesan. Dibagi dalam tiga kategori; rendah (5 - I I ) diberi skor I, sedang (12 - 18) diberi skor 2, dan tinggi (19 - 25) diberi skor 3. Pengukuran dengan menggunakan skala ordinal .
I.
Pengetahuan, sejauhmana pemahaman petani dalam pelaksanaan kegiatan usahatani minyak kayu putih, melalui informasi yang diterimanya, meliputi; cam-cara pemeliharaan tanaman kayu putih, tehnik produksi dan manajemen usahatani, dibagi dalarn tiga kategori; rendah (29 - 40) skor 1, sedang (41
-
52) skor 2, dan tinggi (53 - 64), skor 3, yang diukur dengan menggunakan
skala ordinal. m. Sikap, sejauhmana petani rnengikuti atau mengabaikan hubungan-hubungan komunikasi antar sesama petani, penyuluh, tokoh-tokoh masyarakat dan berbagai media komunikasi sebagai sumber informasi dalam pengembangan usaha minyak kayu putih, meliputi; cara-cara pemeliharaan tanaman kayu putih, tehnik produksi dan manajernen usahatani, dibagi dalam tiga kategori; rendah (28 - 31) skor 1, sedang (32 - 35) skor 2, dan tinggi (36 - 39) skor 3, yang diukur dengan menggunakan skala ordinal. n. Tindakan, sejauhmana petani melakukan atau menerapkan terlaksananya kegiatan usahatani mir~yak kayu putih, meliputi; cara-cara pemeliharaan tanarnan kayu putih tehnik produksi dan rnanajemen usahatani, dibagi dalam tiga kategori; rendah (31 - 37) skor 1, sedang (38 - 44) skor 2 dan tinggi (45 51) skor 3, yang diukur dengan menggunakan skala ordinal.
4.4. Pengumpulan Data
Kualitas pengumpulan data berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Pengurnpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber dan berbagai cara (Sugiyono, 2006). Data dikumpulkan dengan setting alamiah, pada petani minyak kayu putih di Desa Piru dengan metode sensus. Pengumpulan data dapat menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan tiga cara dalam mendapatkan data primer yaitu pertanta diperoleh rnelalui obsewasi, yaitu mengadakan pengamatan secara langsung pada subyek penelitian
untuk menguji kebenaran jawaban responden pada kuesioner dan wawancara yang dilakukan sebelum melakukan penelitian. Kedua di peroleh secara langsung dari responden melalui penyebaran kuesioner yang berisi pernyataan, pertanyaan dan jawaban dari indikator variabel karakferistik petani, karakteristik usaha, perilaku komunikasi dan perilaku usahatani. Pengumpulan data mengenai keterlibatan responden di dalam jaringan komunikasi dilakukan dengan pendekatan sosiometri, yaitu dengan mengajukan pertanyaan darimana responden memperoleh informasi mengenai cara-cara pemeliharaan tanaman kayu putih sampai pada cara proses destilasi atau
penyulingan
minyak
dan cam-cara
pengelolaannya
atau
menyangkut manajemen usaha tersebut. Sedangkan cara yang digunakan untuk mendapatkan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait dengan jalan mendatangi instansi tersebut untuk memperoleh data sekunder, sehingga ha1 ini dapat menentukan kualitas data hasil penelitian dari segi pengumpulan data.
4.5. Validitas dao Reliabilitas Instrurneutasi
Kualitas intrumen penelitian berkenan dengan validitas dan reliabilitas intrumen. Inshumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur, dan instrumen reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2006). Suatu instrumen penelitian yang valid hams memiliki validitas internal dan validitas eksternal. Validitas internal, inshumen dikembangkan menurut teori-tori yang relevan sehingga dapat mencerminkan apa yang diukur. Validitas eksternal, instrumen dikembangkan dari fakta empiris bempa kenyataan yang telah diungkapkan pada berbagai pustaka empiris, mempertimbangkan pengalaman dan hasil penelitian terdahulu dalam kasus yang relevan dan memperhatikan nasehat dan pendapat para ahli, terutama dari komisi pembimbing. Titik berat dari ujicoba validitas instrumen dalam penelitian ini digunakan validitas isi. Validitas isi, yakni suatu alat ukur atau instrumen yang ditentukan dengan memasukan semua aspek sebagai kerangka konsep yang akan diukur
(Kerlinger, 1990). Uji validitas menggunakan korelasi product moment (Arikanto, 1998). Adapun ~ m u s p r o d u c moment t tersebut adalah:
Keterangan: my
= Koefisien
korelasi product nzoment
N
= jumlah responden
X
= butir soal ke x
Y
= total
butir soal dalam kuesioner
Nilai r, yang diperoleh dibandingkan dengan nilai koefisien my-product moment dari tabel korelasi. Bila rv
(bit)
maka butir pertanyaan
> dari r,
dinyatakan valid, tetapi kalau rq(&~, > dari
rxy(hifung) maka
perlu ada perbaikan
pada butir tersebut atau dikeluarkan dari pertanyaan. Berdasarkan hasil pengujian instmmen menunjukan bahwa nilai r , selang kepercayaan
= 0,05
(hi,)
=
0,765
b,
r,
=
0,231 pada
persen untuk (n) = 51, yang menunjukan bahwa butir
pertanyaan dinyatakan valid. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan tingkat konsistensi suatu alat ukur, sehingga dapat dipercaya atau diandalkan. Suatu alat ukur dikatakan mempunyai tingkat keterandalan reliabel tinggi apabila alat ukur tersebut digunakan dua kali atau lebih untuk mengukur gejala yang sama mempunyai hasil pengukuran relatif konsisten (Singarimbun dan Effendi, 1989). Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini digunakan cara internal consisrenq, dimana dilakukan dengan cara mencobakan instmmen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu (Sugiyono, 2006). Uji coba kuesioner dilakukan pada 20 orang di Desa Kaibobu yang bukan desa penelitian. Uji coba dilakukan untuk melihat sejauhmana pertanyaan dan atau pernyataan dalam kuesisoner dapat dipahami sehingga tidak menimbulkan bias jawaban (Kerlinger, 1990).
Teknik untuk menguji konsistensi alat ukur menggunakan metode
Cronbach-alpha, dimana pengukuran hanya dilakukan satu kali. Rumusnya adalah sebagai berikut:
dimana: rl,
= koefisien reliabilitas instrumen
k
banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal jumlah varians butir = varians total
[70b2 at2
= =
Hasil uji reliabilitas untuk variabel perilaku usahatani (pengetahuan, sikap dan tindakan) memiliki nilai r sedangkan nilai r
,hl
hi,,
> dari r
tabel.
Nilai ,r, ih
untuk n = 51 dengan selang kepercayaan
adalah 0,7410, =
0,05 persen
adalah 0,276. Berdasarkan perbandingan nilai ini maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner penelitian ini adalah reliabel. 4.6. Pengolahan dan Analisa Data
Data yang terkumpul pada penelitian diolah dengan dua cara, yaitu: 1. Analisa deskriptif terhadap data dan hasil pengamatan.
Analisa deskriptif ini digunakan untuk melihat sebaran dari karakteristik dan keadaan dari variabel yang diamati dan menggunakan nilai frekuensi, persentase dan rataan. Analisis tabulasi silang untuk melihat sejauhmana keadaan variabel dilihat dari variabel lainnya. Analisis jaringan komunikasi pada petani minyak kayu putih, terutama terkait dengan derajad sentralitas lokal, derajad sentralitas global dan kebersamaan dipergunakan langkah-langkag sebagai berikut; a) Melakukan analisis pola jaringan komunikasi dengan cara membuat matrik hubungan komunikasi antar petani minyak kayu putih yang diamati dari hasil pertanyaan sosiometri. Dari sini kemudian dilakukan sosiogram yang menggambarkan aliran infomasi.
b) Melakukan pengukurar~ sentralitas lokal antar petani minyak kayu putih dengan menggunakan NE7WOJW > CENTRALITY > DEGREE c) Melakukan pengukuran sentralitas global yang menunjukkan kemampuan seorang petani yang dapat menghubungi semua petani minyak kayu putih dalam sistem
dengan menggunakan NETWORK > CENTRALITY >
CLOSENESS. d) Melakukan pengukuran kebersamaan pada seorang petani melakukan hubungan dengan satu klik di antara klik lainnya dengan menggunakan
NETWOJW>CENTRALITY>BEWEENESS, kemudian dikategorikan rendah, sedang, dan tinggi. Data jaringan komunikasi ini dianalisis dengan menggunakan UCMET IV. UCMET IV adalah sofivare yang dikembangkan oleh Borgatti, el a[., (1996) yang dirancang khusus untuk analisa jaringan komunikasi. UCMET IV dipilh karena mudah digunakan dan menghasilkan estimasi optimum setelah tiga ulangan perhitungan (Boggatti dan Everett yang diacu oleh Mislini 2006).
2. Analisis hubungan Analisis tersebut menggunakan uji Rank Spearman berikut:
dimana: r, = nilai koefisien korelasi Rank Spearman 1 = bilangan konstan 6 = bilangan konstan di = beda antara dua pengamatan berpasangan n = banyaknya ulanganlpengamatan
Apabila nilai r, > r,~&r.= 95% maka hipotesis yang diajukan diterima. Khusus untuk melihat hubungan antara status pekeijaan dan status lahan dengan perilaku komunikasi maka digunakan analisa uji Chi-Square. Perhitungan di atas akan dilakukan dengan bantuan program Komputer, yaitu program Excel dan program Statistik SPSS.for Windows Ver 10.00 (Syahri, 2003).
V. BASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 5.1.1. Kabupaten Seram Bagian Barat Kabupaten Seram Bagian Barat adalah salah satu Kabupaten yang berada di Pulau Seram. Wilayah ini sesuai dengan namanya terletak di bagian paling barat dari Pulau Seram. Kabupaten ini ban! dimekarkan atau memiliki daerah otonomi sendiri pada Tahun 2000 oleh pemerintah pusat. Letak geografis Kabupaten Seram Bagian Barat dibatasi oleh : Laut Seram di sebelah Utara, Laut Banda di sebelah Selatan, Laut Buru di sebelah Barat, dan Kabupaten Maluku Tengah di sebelah Timur. Daerah ini terkonsentrasi pada ketinggian 0 sampai dengan 100 meter (m) di atas permukaan laut. Kondisi iklim di daerah tersebut menurut Zona Agroklimat dan Klasifikasi Oldeman (LTA-72, 1986), daerah tersebut memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu: (1) Dataran Rendah (kurang dari 500 meter dari permukan laut) Temperatur 25,8 sampai dengan 27,2 derajad selsius, curah hujan antara 1.000 sampai dengan 4.500 milli meter per tahun. Pada zona ini terdapat wilayah dengan tipe hujan yang tersebar merata dan wilayah dengan jumlah bulan basah antara tiga sampai dengan sembilan bulan per tahun.
(2) Dataran Tinggi (lebih besar dari 500 meter dari permukaan laut). Temperatur 22 derajad selsius, curah hujan antara 3.000 sampai dengan 4000 millimeter per tahun lebih dari sembilan bulan basah. Musim Timur atau Tenggara berlangsung pada Bulan April sampai dengan Bulan September, dimana banyak terdapai turun hujan. Sedangkan pada musim Barat dimulai dari Bulan Nopember atau Bulan Desember dengan bertiup Angin Barat dan Barat Laut yang berubah-ubah, dengan curah hujan yang relatif kecil. Musim pancaroba terjadi pada Bulan April dan Bulan Oktober, dimana pada Bulan Oktober dan Nopember tejadi musim kemarau. Luas wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat adalah 53.148 kilometer persegi ( ~ m ~yang ) , terdiri dari luas laut 49,058 kilometer persegi (km2) dan luas daratan 4,090 kilometer persegi (km2). Letak geografisnya berada pada 02,55 derajad sampai dengan 03,30 derajad Lintang Selatan (LS) dan 127 derajad
sampai dengan 55 derajad Bujur Ti~nur(BT). Secara administratif pemerintahan, Kabupaten Seram Bagian Barat terdiri dari empat kecamatan, yaitu; +:*
Kecamatan Huamual Belakang dengan luas wilayah 453 kilometer persegi 0un2)-
-3 Kecamatan Seram Barat dengan luas wilayah 702 kilometer persegi (h2). *:.
Kecamatan Kairatu dengan luas wilayah 1439 kilometer persegi (km2), dan Kecamatan Taniwel dengan luas wilayah 1496 kilometer persegi (km2). Daerah pusat administratif Kabupaten Seram Bagian Barat
terletak di
Kecamatan Seram Barat. Jarak kota kabupaten dengan ibu kota Provinsi Maluku (Kota Ambon) bejarak 86,2 kilometer (km), dan dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi laut dan darat dengan kisaran waktu tempuh empat sampai dengan lima jam pe jalanan.
5.1.2. Keearnatan Seram Barat Kecamatan Seram Bamt sesuai dengan namanya terletak di sebelah barat dari Kabupaten Seram Bagian Bamt. Secara ietak geografis Kecamatan Seram Barat berada pada tiga derajad sampai dengan 30 derajad Lintang Selatan (LS) dan 125 derajad sampai dengan 55 derajad Bujur Timur (BT), yang dibatasi oleh : Kecamatan Taniwel (Sebelah Utara), Kecamatan Lehitu (Sebelah Selatan), Selat Manipa (Sebelah Barat), Kecamatan Kairatu (Sebelah Timur). Wilayah kecamatan ini sebagian besar berada di daemh pantai dimana terdapat dua belas desa masing-masing sembilan desa pantai dan tiga desa bukan pantai. Desadesa tersebut adalah Desa kulur, Iha, Luhu, Loki, Kaibobu, Eti, Lumoli, Morekau, Niniari, Piru, Ariate, dan Desa Kawa. Kecamatan ini juga memiliki jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 9500 KK dan jumlah jiwa 52.575. Jumiah penduduk berdasarkan usia sekolah berada pada usia tujuh sampai dengan 24 tahun dengan jumlah usia sekolah tiap tahunnya selalu meningkat (Badan Pusat Statistik Kabupaten Seram Bagian Barat). Tabel 3 menunjukkan variasi angka jumlah kepala keluarga dan jumlah jiwa di setiap desa di Kecamatan Seram Barat.
Tabel 3 Jumlah kepala keluarga dan jiwa di Kecamatan Seram Barat, 2005 Jumlah Kepala Keluarga (KK)
Desa Kulur
137
Iha
758
Luhu
2.924
Lokki
1 SO3
Kaibobu
377
Eti
921
Lumoli
124
Morekau
100
726
Persentase ("Yo) 1,38
N (Jiwa)
Niniari Piru Ariate Kawa
658
3.076
5,85
Jumlah
9.500
52.575
100,OO
Surnber :Badan Pusat Statistik Kabupaten Seram Bagian Barat, 2005 Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase jumlah penduduk terbesar di Kecamatan Seram Barat terdapat pada Desa Luhu sebesar 33,15 persen dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 2.924 kepala keluarga dan jumlah penduduk sebanyak 17.431 jiwa, Desa Piru 17,75 persen dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.749 kepala keluarga dan jumlah penduduk sebanyak 9.337 jiwa, Desa Loki 15,36 persen dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.503 kepala keluarga dan jumlah penduduk sebanyak 8.077 jiwa , dan desadesa lainnya rata-rata di bawah 10 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya jumlah penduduk pada suatu daerah (desa), maka semakin tinggi mobilitas penduduk untuk dapat mememnuhi kebutuhan hidupnya. Ketersediaan
lapangan
usaha
dapat
membantu
masyarakat
untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. Tabel 4 menunjukkan jumlah penduduk menurut lapangan usaha untuk setiap desa di Kecamatan Seram Baraf Kabupaten Seram Bagian Barat.
Tabel 4 Jumlah penduduk menurut lapangan usaba di Kecamatan Seram Barat, 2005 Desa Kulur
Lapangan Usaha Pertanian Perdagangan Transportasi 129 2
Jasa Lainnya Jumlah 5 136
Luhu Lokki Kaibobu Eti Lumoli Morekau Niniari Piru Ariate Kawa (6,10%) (1,30%) - (5,71%) Jumlah 8588 230 40 39 875 Persent (87,88%) (2,36%) (0,41°/,) (0,40°/) (8,9S0L) Sumber :Badan Pusat Statistik Kabupaten Seram Bagian Baraf 2005
9772 lO0,OO
Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat lima lapangan usaha di Kecamatan Seram Baraf yaitu; bidang pertanian, perdagangan, tranportasi, jasa serta usaha pendukung lainnya dari berbagai sektor yang tersebar di 12 desa tersebut. Lapangan usaha di bidang pertanian duduk sebagai peringkat pertama di daerah tersebut dengan jumlah usaha sebanyak 8588 lapangan usaha atau sebesar 87,88 persen, bidang perdagangan sebanyak 230 lapangan usaha atau sebesar 2,36 persen, bidang transportasi sebanyak 41 lapangan usaha atau 0,41 persen, bidang jasa sebanyak 39 lapangan usaha atau sebesar 0,40 persen dan lapangan usaha
lainnya sebagai pendukung sektor perekonomian daerah tersebut sebanyak 875 lapangan usaha atau sebesar 8,95 persen. Lapangan usaha dibidang pertanian paling banyak berada di Desa Luhu sebanyak 2910 lapangan usaha atau sebesar 33,88 persen dan Desa Morekau adalah desa yang memiliki lapangan usaha
dibidang pertanian sedikit sebanyak 75 lapangan usaha atau sebesar 0,87 persen di Kecamatan Seram Barat. Tabel 5 menunjukkan jumlah murid berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Seram Barat. Tabel 5 Jumlah murid berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Seram Barat, 2005
Sumber :Badan Pusat Staiistik Kabupaten Seram Bagian Baraf 2005 Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah murid berdasarkan tingkat pendidikan di Kecamatan Seram Barat periode Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2004 mengalami peningkatan setiap tahunnya, baik pada tingkat pendidikan SD, SMP dan SMA. Hal ini disebabkan karena kondisi Daerah Maluku tiap tahun semakin kondisif setelah dilanda tragedi kemanusiaan pada Tahun 1999 sehingga berdampak pada jumlah murid pada ketiga jenjang pendidikan tersebut. Berdasarkan jumlah murid pada masing-masing jenjang pendidikan di Kecamatan Seram Barat menunjukkan bahwa jumlah murid paling banyak berada pada tingkat pendidikan SD (28.968 orang) dan paling sedikit berada pada tingkat pendidikan SMA (3.742 orang). Hal ini disebabkan jumlah bangunan SD lebih banyak (56 buah bangunan) yang terdiri dari 43 SD Negeri dan 13 SD Swasta sehingga memiliki daya tampung murid lebih banyak jika dibandingkan dengan tingkat pendidikan SMP dan SMA yang masing-masing hanya memiliki 13 dan 5 buah bangunan saja, sehingga memiliki daya tampung murid sangat sedikit.
5.13. Desa Piru Desa Piru adalah salah satu desa yang berada di daerah administratif Kecamatan Seram Barat dan merupakan Kota Kabupaten yang ditetapkan pada Tahun 2005, dengan memiliki ketinggian dari permukaan laut sekitar kurang lebih lima meter. Secara letak geografis wilayah Desa Piru sebagian besar berada di daerah pesisir pantai d m wilayah sebagiannya memanjang ke arah pegunungan.
Luas Desa Piru secara keseluruhan seluas 77,50 kilometer bujur sangkar ( ~ m ~ ) , dengan jumlah penduduk sebanyak 9,337 jiwa, yang terdiri dari; jumlah penduduk laki - laki sebanyak 4. 374, dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 4.963 jiwa. Wilayah Desa Piru berbatasan dengan; Desa Morekau dan Desa Lurnoli di Sebelah Utara, Teluk Piw di Sebelah selatan, Desa Ariate dan Petunan Desa Luhu di Sebelah Barat, dan Desa Nuniari clan Desa Eti Sebelah Timur. Sebagian besar mata pencaharian penduduk asli daerah setempat adalah sebagai petani dan nelayan. Luas lahan yang digunakan untuk lahan pertanian yaitu seluas 1.244 hektar (ha). Jenis tanaman yang diusahakan oleh masyarakat setempat adalah sebagian besar tanaman umur panjang, seperti kelapa, cengkeh, pala, jambu mete dan tanaman umur panjang lainnya di sarnping ternak (ternak sapi potong). Selain tanaman umur panjang, masyarakat juga mengusahakan tumbuhan kayu putih. Luas lahan hutan kayu putih di Desa Piru seluas 2000 hektar (ha). Cara pengusahaan tumbuhan ini masih dilakukan masyarakat setempat dengan cam-cara tradisional, seperti teknologi dalam penyulingan atau destilasi rnenggunakan peralatan yang masih bersifat sederhana yang dibuat sendiri oleh masyarakat setempat seperti sebuah drum kosong yang digunakan sebagai bak pemasakan daun. Cam pengusahaan ini sudah dilakukan secara turuntemurun oleh masyarakat setempat. Sarana dan prasarana umum yang ada di Desa Piru terdiri dari sarana pendidikan; dua unit bangunan tisik Sekolah Dasar, satu unit bangunan fisik Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan satu unit bangunan fisik Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Untuk sarana kesehatan terdapat satu unit bangunan fisik rumah sakit (masih dalam proses membangun) dan satu unit Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS). Untuk sarana peribadatan terdapat dua unit bangunan gereja dan satu unit bangunan mesjid. Perlu dijelaskan juga bahwa di Desa Piru belum tersedia fasilitas komunikasi seperti telepon rumah rnaupun telepon umum yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk keperluan komunikasi. Untuk lembaga keuangan, hanya terdapat satu unit yaitu Bank Pernbangunan Daerah Maluku yang baru beroperasi pada Tahun 2005 ketika daerah ini dijadikan sebagai pusat kota kabupaten. Lampu listrik yang digunakan oleh masyarakat hanya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat pada malam
hari karena di siang hari lampu listrik di daerah tersebut tidak menyala. Media massa yang sudah masuk dan digunakan oleh masyarakat setempat bempa televisi dan radio. Untuk media cetak seperti majalah, koran, buku-buku panduan seperti minyak kayu putih dan buku-buku teknis lainnya belum ada di lokasi penelitian. Kalaupun ada masyarakat yang memiliki maka individu tersebut membelinya di Kota Ambon atau pemberian temankenalan. 5.1.4. Karakteristik Petani dan Karakteristik Usahatani
Karakteristik petani ialah cirisiri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang petani yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindakan terhadap lingkungannya (Zulkarnain, yang diacu dalarn Mislini, 2006). Ciri-ciri atau sifatsifat yang dimiliki oleh petani meliputi beberapa faktor atau unsur-unsur yang melekat pada diri seseorang dapat dikatakan sebagai karakteristik petani. Peubah karakteristik petani dalam penelitian ini terdiri atas umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani dan status pekerjaan. Kategori responden dari masingmasing indikator dilakukan dengan teknik analisis deskriptif (Arikanto,L998). Analisis deskriptif diharapkan dapat mampu menggambarkan karakteristik petani yang melaksanakan kegiatan usaha minyak kayu putih di Desa Piru, Kecamatan Seram Baraf Kabupaten Seram Bagian Baraf Provinsi Maluku. Tabel 6 menunjukkan proporsi responden berdasarkan distribusi karakteristik petani minyak kayu putih di Desa Piru. Tabel 6 Proporsi responden petani minyak kayu pntih di Desa Piru menurut karakteristik petani, Tahuo 2006 Karakteristik Petani
Kategori
Umur (Tahun)
Muda SedanglBaya Tua Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Tingkat Pendidikan
N (orang)
Persentase (%)
9 14 8 31
29,OO 45,20 25,80 100,OO 61,30 22,60 16,lO 100,oO Bersambung
19 7 5 31
Lanjutan Karakteristik Petani
Kategori
Pengalaman Usahatani (Tahun)
Rendah Sedang Tinggi Jumlah Sampingan ~ o k o kJumlah
Status Peke jaan
N (orang)
Persentase (%)
14 8
45,20 25,80 29,OO 100,OO 38,70 61,30 100,OO
9 31 12 19 31
Tabel 6 menunjukkan bahwa umur responden bervariasi antara 25 sampai dengan 60 tahun, dan jumlah terbanyak pada kategori baya sebesar 45,2 persen. Berdasarkan umur responden, kelompok ini dapat dikatakan sebagai kelompok usia produktif ditinjau dari kemampuan melaksanakan pekejaan. Pendidikan formal petani paling banyak berada pada kategori rendah (SD) sebesar 61,3 persen. Dengan kondisi ekonomi masyarakat yang tidak memadai dan jarak wilayah yang jauh dari pusat sekolah menyebabkan banyak masyarakat yang putus sekolah. Kebanyakan responden kategori ini banyak ditemui di daerah anak dusun atau wilayah petuanan Desa Pim. Petani minyak kayu putih di Desa Pim paling banyak memiliki pengalaman usahatani minyak kayu putih berada pada kategori rendah sebanyak 45,2 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata petani belum berpengalaman dalam kegiatan usahatani minyak kayu putih. Dengan demikian petani lebih banyak memperoleh informasi minyak kayu putih melalui hubungan-hubungan interpersonalnya dengan petani yang sudah berpengalaman. Petani yang sudah berpengalaman adalah petani yang sudah lama melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih lebih dari 11 tahun. Berdasarkan status pekejaannya, petani lebih banyak memilih pekejaan atau kegiatan usaha minyak kayu putih sebagai pekejaan pokok sebesar 61,3 persen. Hal ini karena kegiatan usaha minyak kayu putih dianggap sebagai satusatunya sumber mata pencahariannya. Kondisi ini juga didukung dengan ketersediaan lahan tanaman kayu putih yang tumbuh dengan baik di daerah tersebut.
Petani berstatus pekejaan pokok lebih banyak berinteraksi dengan
sesama petani minyak kayu putih laimya, untuk memperoleh informasi yang
berhubungan
dengan pengembangan usahatani minyak kayu
putih jika
dibandingkan dengan petani berstatus pekejaan sampingan. Tabel 7 menunjukkan proporsi responden minyak kayu putih di Desa Pim menulut karakteristik petani dan karakteristik usahatani, Tahun 2006. Tabel 7 Proporsi respoudeu minyak kayu putih di Desa Piru menurut karakteristik usahatani, Tahuu 2006 Karakteristik Usahatani Luas Lahan (ha)
Modal Usaha
Status Lahan
Kategori Rendah Sedang Tinggi Jumlah Rendah Sedang Tinggi Jumlah Sewa Pribadi Jumlah
N (orang)11 15
48;4
35.5
5 31 14 11 6 31 12 19 31
16,l 100,O 45.2 ,353 19,3 100,O 38.7 6113 100,O -
Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa petani minyak kayu putih di Desa Pim lebih banyak melakukan kegiatan usahatani pada kategori sedang sebanyak 48,4 persen. Hal ini didasarkan pada tingkat kepemilikan lahan yang dimiliki oleh
masing-masing petani, dimana ada petani yang memiliki lahan pribadi dan ada yang memiliki lahan sewa. Perbedaan luas lahan dapal mempengaruhi petani dalam melakukan interaksi dengan petani yang lain untuk memperoleh informasi minyak kayu putih. Berdasarkan modal usahatani, petani lebih banyak melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih pada kategori rendah sebesar 45, 2 persen. Hal ini disebabkan karena modal yang digunakan untuk melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih adalah modal milik pribadi dari masing-masing petani. Kondisi ini sangat berkaitan dengan ketersediaan modal usahatani bagi petani. Dijelaskan bahwa di lokasi penelitian petani sangat sulit memperoleh bantuan modal untuk melakukan kegiatan usahatani. Kondisi yang menyebabkan banyak petani mengambil keputusan untuk memakai modal sendiri untuk melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih. Lahan yang digunakan petani untuk melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih lebih banyak didominasi oleh
lahan pribadi sebesar 61,3 persen. Hal ini disebabkan sebagian besar petani yang melakukan kegiatan tersebut adalah penduduk asli daerah setempat yang secara iangsung memiliki lahan tersebut secara turun temurun. Status lahan juga berpengaruh pada petani dalam melakukan hubungan dengan petani lain untuk memperoleh informasi minyak kayu putih. Berdasarkan hasil penelitian, petani lahan pribadi lebih banyak melakukan hubungan dengan petani lain untuk memperoleh informasi minyak kayu putih jika dibandingkan dengan petani status lahan sewa. Hal ini disebabkan karena sebagian besar petani yang berstatus lahan pribadi adalah petani yang menjadikan pekejaan ini sebagai pekerjaan pokok untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. 5.2. Perilaku Komunikasi Petani dan Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengannya
5.2.1. Sosiogram Jaringan Komunikasi Petani Minyak Kayu Putih Sosiogram adalah sebuah peta komunikasi yang menggambarkan pola jaringan komunikasi. hubungan-hubungan
Pola jaringan
komunikasi dapat t e h n t u k melalui
interpersonal antar petani sebagai unit analisis yang
membentuk s t ~ k t u r jaringan
komunikasi.
S t ~ k t u r jaringan
komunikasi
menggambarkan alur atau a l i m informasi dari satu petani ke petani yang lain dan dari sumber-sumber informasi yang berada di luar sistem
tersebut. Kondisi
hubungan dalam jaringan komunikasi membentuk pola atau model dari jaringan komunikasi yang digambarkan di dalam sosiogram jaringan komunikasi. Menurut Kincaid dan Schramm (1987), untuk menganalisis jaringan komunikasi dalam perilaku manusia maka digunakan pendekatan komunikasi konvergen.
Dalam komunikasi konvergen,
masalah-masalah
pokok yang
ditayangkan oleh peneliti komunikasi, berubah dari " apa efek komunikasi" kepada apa yang dilakukan dalam berkomunikasi. Jadi dalam komunikasi konvergen melihat pada suatu kecenderungan menuju suatu titik yang sama atau menuju satu sama lain. Artinya dalam komunikasi konvergen menginginkan adanya saling pengertian, pemahaman atau makna dibalik proses komunikasi yang berlangsung. Karena tujuan utama dari komunikasi adalah adanya saling pengertian. Namun ha1 ini bukan berarti metupakan pengertian yang absolut, karena tidak adanya ketidak pastian pada pertukaran informasi, tetapi beberapa
pertukaran lingkaran informasi mungkin menambah saling pengertian, tetapi tidak melengkapinya. Kondisi ini menyebabkan adanya kecenderungan menjauh atau memisah satu m a lain yang disebut divergemi. Dalam penelitian ini, analisis jaringan komunikasi digunakan untuk mempelajari tingkah laku petani minyak kayu putih yang ada
di Desa Piru
Kecamatan Seram Barat dalam memperoleh informasi menyangkut minyak kayu putih. Analisis jaringan komunikasi menggambarkan hubungan petani siapa berkomunikasi dengan siapa, membicarakan apa, selanjutnya informasi itu diteruskan kepada siapa. Tujuan penggunaan analisis jaringan komunikasi petani minyak kayu putih adalah untuk mengetahui perilaku petani untuk memperoleh informasi menyangkut minyak kayu putih. Hubungan-hubungan yang tejalin akan membentuk suatu struktur dalam jaringan komunikasi petani minyak kayu putih. Dari struktur jaringan komunikasi menggambarkan setiap ikatan dari hubungan yang tejadi. Ikatan hubungan membentuk klik-klik tertentu. Dalam masing-masing klik yang terbentuk, dapat diidentifikasikan hubungan-hubungan interpersonal petani dalam dan luar klik, setta apa peranan petani dalam arah komunikasinya.
Arah
komunikasi
menentukan
jumlah
hubungan,
mengidentifikasi peranan seorang petani dalam sistem yang dapat digambarkan dalam sosiogram jaringan komunikasi.. Arah komunikasi dalam penelitian ini dapat berlangsung dalam dua bentuk; (1) komunikasi yang searah, dan (2) komunikasi dua arah (hubungan timbal balik). Komunikasi searah yaitu petani hanya memilih petani lain sebagai teman bicara, tanpa dipilih oleh petani pemberi informasi @etani ini bersifat pasif). Sedangkan komunikasi dua arah dimana seorang petani memilih dan dipilih sebagai teman bicara, artinya antara petani tersebut dengan petani yang diajak komunikasi m a - s a m a saling membutuhkan informasi ( m a - s a m a aktif memberikan informasi satu dengan lainnya). Gambar 3 menunjukJcan hubunganhubungan interpersonal petani untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih di Desa Piru.
Gambar 3 Sosiogram jaringan komunikasi antar petani minyak kayu putih di Desa Piru
Klik yang terbentuk didasarkan pada lokasi tempat tinggal petani, yaitu:
I. Klik I bejumlah 10 orang yaitu petani : PS, LS, YS, DL, JA, YU, RT, RD, EU, dan SN. 2. Klik I1 berjumlah 9 orang yaitu petani: LR, IK, HE, HA, RN, AX, MT,MU, dan SL. 3. Klik I11 bejumlah 12 orang yaitu petani: LA,LM, BO, SU, MS, AI, IN, RL,
AL, ZL, UR, dan DS. Lokasi tempat tinggal merupakan kendala bagi petani dalam berhubungan dengan petani lain di luar kliknya. Petani yang jarang melakukan komunikasi atau berhubungan dengan petani lain di luar klik disebabkan karena beberapa alasan, yaitu; (1) Sebagian besar petani-petani tersebut tidak saling mengenal sehingga tidak pernah berkomunikasi, (2) jarak masing-masing wilayah yang berjauhan dan (3) sulitnya hansportasi darat. Kurangnya interaksi di luar kliknya maka perilaku
komunikasi petani untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih hanya berlaku di dalam lokasi tempat tinggal atau kliknya masing-masing. Namun ada beberapa petani yang melakukan hubungan dengan petani lain di klik yang berbeda. Petani yang banyak memiliki hubungan di dalam klik dan di luar kliknya menunjukkan petani yang memiliki perilaku komunikasi yang baik untuk mendapatkan informasi tentang minyak kayu putih. Menurut Roger dan Kinciad (1981), individu yang melakukan hubungan dengan individu lain di luar kliknya dan saling memberikan informasi dan mengkoordinir individu lain dalam kliknya, maka diidentifikasikan individu tersebut berperan sebagai bridge. Petani yang berperan sebagai bridge dalam penelitian ini adalah; petani SN, DL, LR, HA, LM dan petani BO. SN adalah petani yang berperan sebagai bridge. Peranan SN sebagai bridge dalam jaringan komunikasi dapat dijelaskan dengan beberapa ha1 mendasar yang melatarbelakangi usahataninya, yaitu; SN adalah petani yang sudah lama berpengalaman dalam pelaksanaan kegiatan usahatani minyak kayu putih selama lima belas tahun. Sudah pasti berbagai pengalaman sudah diperoleh dan diraih dalam perjalanan usahataninya. Selain sebagai petani penghasil minyak kayu putih, SN juga melakukan kegiatan bisnis minyak kayu putih dengan agen besar (pedagang besar) di Kota Ambon. Berbagai kegiatan tentang minyak kayu putih di
tingkat kabupaten maupun di tingkat provinsi sudah pemah diikutinya. Sehingga petani tersebut lebih banyak memiliki informasi tentang kegiatan usahatani minyak kayu putih. Oleh sebab itu, semua petani pada klik satu memperoleh informasi minyak kayu putih dari petani SN. Di luar kliknya, SN berhubungan dengan petani HA, LM dan BO. Petani
HA dan LM adalah petani yang juga melakukan kegiatan bisnis minyak kayu putih selain melakukan kegiatan produksi. HA dan LM juga mempakan petani yang selalu mengikuti kegiatan-kegiatan minyak kayu putih di tingkat kabupaten dan provinsi sama-sama dengan petani SN, dan selalu menghubungi penyuluh yang sama untuk memperoleh informasi menyangkut minyak kayu putih. Pertemuan yang seringkali tejadi menyebabkan interaksi komunikasi di antam mereka untuk tukar menukar informasi menyangkut minyak kayu putih. Informasi yang mereka peroleh juga diberikan kepada petani lain di dalam kliknya. Perlu dijelaskan bahwa infonnasi yang diberikan ketiga petani tersebut (SN,HA dan
LM) kepada masing-masing petani dalam kliknya hanya menyangkut cara-cara pemeliharaan tanaman dan teknik produksi minyak kayu putih. Manejemen usahatani tidak pemah dibicarakan atau diinformasikan kepada petani lain. Hal ini disebabkan karena petani SN, HA dan LM adalah petani yang melakukan kegiatan bisnis sehingga mereka lebih banyak terbuka untuk berbicata menyangkut manajemen usahatani minyak kayu putih di antata mereka saja jika dibandingkan dengan petani lain yang tidak melakukan kegiatan tersebut. Selain SN di klik saty DL adalah petani yang memberikan informasi menyangkut cam-cam pemeliharaan dan teknik produksi kepada petani LR. DL dipilih oleh LR oleh karena beberapa alasan, yaitu; DL dan LR masih hubungan saudara, dan kemudian DL adalah salah satu petani minyak kayu putih yang sudah lama melakukan kegiatan penyulingan minyak kayu putih selama dua belas tahun. Dilihat dari lamanya melakukan kegiatan usahatani maka DL memiliki banyak pengalaman. Berdasarkan pengalaman, DL memberikan informasi minyak kayu putih kepada petani pada klik satu, dan di luar klik yaitu pada petani LR. Di dalam kliknya, petani DL juga memberikan informasi kepada petani lain yang memiliki pengalaman usahatani minyak kayu putih masih minim baik yang berumur baya (petani LS, JA, YU, RD) maupun muda (petani RT dan EU). Petani DL seialu
berinteraksi (memilih dan dipilih) dengan petani PS dan YS yang sama-sama sudah berpengalaman &lam kegiatan usahatani minyak kayu putih lebih dari 10 tahun. Oleh sebab itu DL dikatakan sebagai bridge karena memiliki peranan memberikan informasi kepada petani lain yang ada di luar dan di dalam kliknya dan turut mengkoordinasikan klik tersebut. Gambar 3 klik dua, petani HA adalah petani yang paling banyak melakukan hubungan dengan petani lain baik di dalam maupun di luar kliknya. Di dalam klik, semua petani berhubungan dengan HA untuk memperoleh informasi minyak kayu putih (komunikasi searah). Informasi yang diberikan lebih banyak menyangkut cam-cara pmeliharaan tanaman kayu putih dan cara-cara teknik produksi. Infomasi yang diberikan kebanyakan informasi yang juga berasal dari hubunganhubungan petani HA di luar kliknya seperii dengan SN dan LM pada klik satu dan klik dua serta penyuluh. Perlu dijelaskan bahwa informasi yang diperoleh dari penyuluh bempa buku-buku panduan minyak kayu putih yang diberikan kepada ketiga petani tersebut (SN, HA dan LM). Petani HA sudah lama melakukan kegiatan penyulingan minyak kayu putih selama 15 tahun. Dilihat dari lamanya melakukan kegiatan usahatani, maka HA memiliki banyak pengalaman dalam kegiatan tersebut, khususnya menyangkut cam-cara pemeliharaan tanaman dan teknik produksi minyak kayu putih. Oleh sebab itu, banyak petani pada klik dua lebih banyak memilih HA untuk memperoleh informasi menyangkut kegiatan usahatani minyak kayu putih. Berdasarkan penjalasan yang di uraikan di atas maka dapat dikatakan bahwa HA adalah petani yang berperan sebagai bridge dalam kliknya. Dijelaskan juga bahwa
LR juga berperan sebagai bridge. Informasi yang diterima LR menyangkut minyak kayu putih dari DL juga disampaikan kepada petani lain di dalam kliknya (petani IK dan HE). Gambar 3 klik tiga menunjukkan bahwa petani LM adalah petani yang juga memiliki peranan sebagai bridge. Petani LM memiliki hubungan dengan petani lain di l u x kliknya (SN dan HA) dan saling tukar menukar infomasi menyangkut kegiatan usahatani minyak kayu putih berdasarkan pengalaman kemudian informasi yang diperoleh dberikan juga kepada petani lain di dalam kliknya. Petani LM adalah petani penghasil minyak kayu putih dan melakukan kegiatan
bisnis dengan agen minyak kayu putih yang ada di ibu kota provinsi (sama dengan petani SN dan HA). Pengalaman LM dalam melakukan kegiatan usahatani sudah tiga belas tahun. LM juga
sering mengikuti kegiatan-kegiatan menyangkut
minyak kayu putih di tingkat kabupaten dan provinsi. Petani LM juga melakukan kontak dengan penyuluh untuk memperoleh informasi (komunikasi bersifat searah) sehingga banyak informasi yang diperolehnya. Petani BO adalah petani yang juga berperan sebagai bridge. Informasi yang diterima 80 menyangkut minyak kayu putih dari SN dan HA juga disampaikan kepada petani lain di dalam kliknya (petani MS, RL, ZL dan SU) khususnya menyangkut cara-cam pemeliharaan tanaman dan teknik produksi. Hubungan yang terjalin antam BO dengan SN dan HA h q a sebatas teman biasa saja (samasama petani minyak kayu putih). BO adalah petani yang baru melakukan kegiatan usaha
minyak
kayu
putih
selama delapan
tahun.
Untuk
menambah
pengetahuannya, maka petani ini melakukan kunjungan ke petani SN dan HA yang dianggap memiliki banyak informasi menyangkut minyak kayu putih. Berdasarkan penjelasan ini maka dapat dibuktikan bahwa 80 juga berperan sebagai bridge. Perlu dijelaskan juga bahwa petani SN, HA dan LM juga berhubungan dengan penyuluh dan Kepala Desa Piru. Informasi dari penyuluh bempa pemberian buku-buku bacaan atau buku panduan minyak kayu putih. Petani lain yang ingin memiliki buku panduan tersebut diperoleh dengan jalan foto copy. Pertemuan antara ketiga petani dengan penyuluh dilakukan dengan cara kunjungan ke kantor atau rumah penyuluh secara perorangan. Hubungan dekat antara penyuluh dengan ketiga petani disebabkan karena SN, HA dan LM merupakan petani binaan dari Departeman Perindustrian Provinsi Maluku. Penyuluh bekeja di laboratorium Departemen Perindustrian Provinsi Maluku yang berkedudukan di Kota Ambon pada bidang teknis pengujian mutu dan kualitas minyak kayu putih. Hal ini menyebabkan petani SN, HA dan LM selalu berhubungan dengan penyuluh untuk memperoleh infomasi. Dijelaskan juga bahwa sampai sekarang ini belum ada penyuluh lapangan yang bertugas di lokasi penelitian maupun di tingkat kecamatan. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar petani di lokasi penelitian merasa sulit berhubungan
dengan penyuluh. Hubungan petani SN, HA dan LM dengan Kepala Desa Piru hanya sebatas penunjukkan untuk mewakili desa mengikuti kegiatan-kegiatan menyangkut minyak kayu putih di tingkat kabupaten maupun tingkat provinsi dengan tujuan informasi yang diperoleh dapat didiseminasikan kepada petani yang lain. Perlu dijelaskan bahwa penunjukkan itu didasarkan pada surat penunjukkan yang dikirimkan dari Departemen Perindustrian di Kota Ambon kepada pemerintah desa untuk petani SN, HA dan LM.
Kepala Desa Piru
menginformasikan ha1 ini kepada ketiga petani tersebut. Data di lapangan menunjukkan bahwa Kepala Desa P ~ Ntidak pemah memiliki hubungan dengan penyuluh. Namun Kepala Desa memiliki hubungan secara tidak langsung dengan instansi terkait melalui surat penunjukkan yang dikirimkan ke pihak desa. Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa p l a komunikasi yang terbentuk dalam masing-rnasing klik dan hubungan antara klik adalah pola semua saluran (a11 channel). Artinya perilaku komunikasi petani bebas untuk menentukan siapa yang dipilihnya untuk berkomunikasi, sehingga informasi yang diterima dapat memuaskan petani tersebut. Menurut Robins (1984) bahwa bentuk pola komunikasi semua saluran memiliki tingkat kecepatan dan moril yang tinggi untuk menyebarkan informasi, namun memiliki tingkat kecermatan yang sedang dan tidak menimbulkan adanya pemimpin dalam stmktur jaringan komunikasi. Petani pada klik tiga memiliki tingkat kecepatan dan kecermatan yang lebih baik untuk menyebarkan informasi minyak kayu putih jika dibandingkan dengan petani pada klik satu dan klik dua. Hal ini disebabkan sifat keterbukaan petani dalarn bemubungan dengan petani lain untuk mengkomunikasikan pesan tentang informasi minyak kayu putih. Dengan jumlah petani yang lebih banyak, informasi tersebut dapat tersebar dengan cepat kepada semua petani dalam klik. Dilihat dari tingkat kecermatannya, petani pada klik ini lebih cermat dalam menyebarkan informasi tentang minyak kayu putih. Artinya petani sudah dapat mengetahui kepada siapakah mereka dapat memperoleh informasi tersebut dan melalui petani rnana informasi tersebut dapat tersebar, sehingga efektivitas jaringan terlihat dari peranan individu dalam sistem. Kondisi ini berarti dengan adanya keterbukaan menunjukan adanya moril yang baik dari petani untuk mernpercepat aliran informasi tersebut. Sehingga semakin cepat informasi tersebar
maka semakin efektif suatu jaringan komunikasi. Petani pada klik satu dan klik dua, beberap ha1 yang mempengaruhi tingkat kecepatan dan kecermatan petani untuk memperoleh informasi, yaitu; pertma, petani lebih banyak memperoleh informasi terfokus hanya pada satu orang petani saja dalam klik, sehingga dinamika arus informasi dalarn klik berjalan lambat. Kedua, pemberi informasi (orang yang dianggap sebagai kunci penyebaran informasi dalam klik) kurang cermat untuk melihat petani mana dalam kliknya yang memiliki kemampuan untuk menyebarkan informasi tersebut sehingga dapat terdistribusi dengan cepat ke semua petani dalam klik. Artinya pemberi informasi dengan satu kali perlakuan (hanya memberikan informasi satu kali saja kepada petani lain dalam klik yang dianggap memiliki kemampuan yang besar untuk menyebarkan informasi atau menuruskan informasi tersebut kepada petani lain) informasi tersebut dapat diperoleh semua petani dalam klik. Kurang cermatnya tingkat pemilihan petani terhadap petani lain yang memiliki kemampuan untuk menyebarkan informasi dan rendahnya tingkat ketergantungan petani dalam hubungannya menyebabkan informasi tersebut menjadi lambat. Lambatnya arus informasi dalarn klik berpengaruh pada efektivitas jaringan komunikasi. Berdasarkan ha1 ini maka dapat dipastikan bahwa arus informasi yang dialirkan kepada masing-masing petani pada klik satu dan klik dua kurang cepat jika dibandingkan dengan petani pada klik tiga. Perlu dijelaskan juga bahwa petani pada klik satu dan klik dua juga memiliki morii yang baik untuk menyebarkan informasi kepada petani lain, walaupun dilihat dari kecepatan dan kecermatannya maka petani pada klik tiga lebih efektif dalam menyebarkan informasi tentang minyak kayu putih. Selain petani memperoleh informasi tentang minyak kayu putih melalui hubungan interpersonal yang didasarkan pada pengalaman pribadi, petani juga memperoleh informasi minyak kayu putih dari media massa (buku bacaan minyak kayu putih). Buku bacaan banyak menyediakan informasi tentang minyak kayu putih, khususnya menyangkut teknik produksi dan cam-cara pemeliharaan tanaman atau tumbuhan kayu putih. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petani baik pada klik satu, dua dan tiga, sama-sama memanfaatkan buku bacaan sebagai alat panduan mereka daiam melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih. Banyak dari petani tersebut ada yang
rnelakukan interaksi dengan petani lain untuk mendiskusikan materi-materi yang ada pada buku panduan dan membentuk klik-klik kecil yang terdiri dari tiga sampai dengan empat orang. Kondisi ini hampir terjadi pada semua petani dalam masing-masing klik. Melalui inforrnasi yang diterima petani tentang rninyak kayu putih baik yang bersumber dari komunikasi interpersonal petani dan lnelalui buku bacaan sangat membantu petani dalam melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih. Berdasarkan hasil di lapangan menunjukkan bahwa secara keseluruhan petani pada masing-masing klik sudah dapat menerapkan cara-cara pemeliliaraan tanaman dan teknis produksi rninyak kayu putib dengan baik. Semua diperoleh petani melalui hubungan-hubungan interpersonalnya (berdasarkan pengalaman pribadi) dengan petani lain dan rnelalui panduan buku bacaan, sehingga memperkaya pengetahuan petani: memperkuat sikap sekaligus tindakan petani untuk melakukan kegiatan usahatani 5.2.2. Analisis Parsmeter Jaringan Komunikasi 5.2.2.1. Level Sistem
Komunikasi merupakan suatu proses yang berlangsung secara terusmenerus, dimana peran sumber dan penerima berganti-ganti dalam pertukaran pesan. Pertukaran pesan secara bergantian antara sumber dan penerima aka11 menimbulkan proses pengertian bersama di antara keduanya. Variabel jaringan komunikasi yang diukur terdiri dari sentralitas lokal, sentralitas global, dan kebersamaan dengan menggunakan alat analisis Sofware (Inicer IV. Tabel 8 menunjukan nilai rata-rata, maksimum, minimum dari hubungan-hubungan yang terjadi dalam jaringan komunikasi (sentralitas lokal, sentralitas global, dan kebersamaan). Tabel 8. Nilai rata-rata, maksimum, minimum tiga indeks jaringan komunikasi petani minyak kayu putih di Desa Piru
Persen
Nilai S k o r Minyak Kayu Putill Maksirnurn Persen
Mini~nuln
Persen
(20,96)
14
3
(9,67)
Jaringan Komunikasi
Rata-rata
Sentralitas Lokal
6,s
Sentralitas Global
727,O
1266
539
Kebersalnaan
49.0
272
0
(45,16)
Sentralitas Lokal
Sentralitas lokal adalali derajat yang menyatakan dimana seorang individu berhubungan dengan individu yang lain dalam sistern. Sedangkan nilai sentralitas lokal adalah nilai yang nienunjukan jumlah atau banyaknya
hubungan yang
mampu atau diciptalcan oleh seorang individu di dalam sistem. Nilai ini yang kemudian digunakan sebagai gambaran nilai sentral lokal absolut yang rnenunjukan jumlah hubungan tersebut yang dibentuk oleh individu. Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai sentralitas lokal rata-rata adalah 6,5 atau
20,96 persen. Hal ini memperlihatkan baliwa rata-rata petani di Desa Piru mampu melakukan
interaksi
dengan enam orang untuk
memperoleh
informasi
menyangkut minyak kayu putih. Beberapa orang petani memiliki kemampuan berbicara dengan petani lain lebih dari rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa petani tersebut mempunyai keterbukaan untuk berbicara tentang minyak kayu putih lebih dari rata-rata petani yang lain dalaln sistem. Petani tersebut adalah SN,
HA, dan LM yang memiliki nilai tertinggi dan mempunyai peranan yang besar dalarn menyebarkan informasi minyak kayu putih kepada petani dalam sistem. Sedangkan YU: IK: MT,dan DS adalah petani yang memiliki nilai terendah di bawah nilai rata-rata. Hal ini menunjukkan bahwa petani tersebut mempunyai keterbukaan untuk berbicara tentang minyak kayu putih kurang dari rata-rata petani yang lain dalam sistem yaitu sebanyak tiga orang atau sebesar 9,67 persen. Hal ini disebabkan karena ke-empat petani tersebut melakukan kegiatan minyak kayu putih hanya sebagai pekerjaan sampingan dan bukan sebagai pekerjaan poltok. Menurut hasil wawancara dengan beberapa petani menyebutkan bahwa kegiatan penyulingan minyak kayu putih dilakukan apabila tidak ada orderan kerja (tukang bangunan). Disamping tukang bangunan ada petani yang juga memiliki pekerjaan pokok sebagai nelayan. Kondisi ini yang menyebabkan frekuensi hubungan petani tersebut dengan petani minyak kayu putih lain juga rendah. Perbedaan jumlah hubungan yang dapat dibentuk oleh petani akan mempengaruhi perilaku komunikasi petani untulc memperoleh informasi tentang minyak kayu putih dalam peleksanaan kegiatan usahataninya.
Sentralitas Global Selain sentralitas lokal yang luelihat banyaknya jumlah hubungan yang dibuat petani, ukuran lain yang penting digunakan dalaln jaringan komunikasi ini adalah sentralitas global. Sentralitas global menunjukan posisi atau keberadaan seseorang di dalam sistem. Nilai sentralitas global menunjukan berapa langkah yang diperlukan oleh seorang individu untuk bisa mencapai seluruh individu di dalam sistem. Sentralitas global diperlukan sebagai bahan pertimbangan untuk memilih orang yang tepat sebagai kunci penyebar informasi. Semakin kecil nilai sentralitas global yang dimiliki individu maka semakin besar kemampuan individu tersebut untuk menghubungi semua orang dalam sistem. Tabel 8 menunjukan bahwa nilai sentralitas global terendah adalah 539, dan tertinggi adalah 1266. Hal ini berarti bahwa petani yang nilai sentralitas global terendah menunjukan petani dengan abses terbesar pada seluruh petani dalam sistem. dan petani yang memiliki nilai sentralitas global tinggi menunjukan petani dengan altses terendah dengan petani lain dalam sistem. Petani yang memiliki nilai sentralitas global terendah adalah petani SN, HA, dan LM. Ketiga petani tersebut adalah petani yang mempunyai lce~nampuan yang besar untuk berhubungan dengan petani lain di luar kliknya serta penyuluh dan Kepala Desa Piru, sehingga informasi yang diterima, didistribusikan juga kepada seluruh petani yang lain dalam sistim (khususnya pada masing-masing petani dalam klik). Sedangkan petani yang memiliki nilai sentralitas global tertinggi adalah petani YU. Hal ini berarti petani yang memiliki nilai sentralitas global tertinggi menunjukan petani yang memiliki akses paling rendah dengan petani lain dalam sistem. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa YU adalah petani yang memiliki julnlah hubungan paling sedikit dalam sistem, dan memiliki akses kemampuan untuk menyebarkan infor~nasi itu juga sangat terbatas. Hal ini karena YU memiliki status pekerjaan minyak kayu putih bukan sebagai pekerjaan pokok namun sebagai kegiatan sampingan. Pekerjaan pokok. petani tersebut adalah sebagai buruh bangunan (tukang bangunan). Berdasarkan penjelasan ~nenyangkut sentralitas global ini maka dapat diketahui seharusnya kepada petani siapakah informasi itu harus di berikan sehingga dengan mudah informasi itu terdistribusi dengan cepat ke seluruh petani
j ~ ~ grendah. a Kondisi ini sangat berhubungan dengan status pekerjaan mereka seperti yang sudah dijelaskan di atas. 5.2.2.2. Level Klik Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa struktur jaringan komunikasi mernbentuk tiga klik yang didasarkan pada wilayah tempat tinggal. Pola ltomunikasi yang terbentuk dalam jaringan komunikasi petani minyak kayu putih umumnya adalah pola semua saluran atau all channel. Pola komunikasi yang berbentuk sernua saluran rnenunjukan pola komunikasi bersifat terbuka. Aritinya ada sifat keterbukaan dari masing-masing
petani
atau
individu
dalam
menyampaikan pesan inforrnasi kepada petani yang lain. Jaringan komunikasi petani minyak kayu putih pada masing-masing klik dapat dilihat dari nilai ratarata sentralitas lokal, kebersamaan dan keterbukaan pada masing-masing kelompok secara jelas dijelaskan pada Tabel 9.
Tabel 9 Nilai sentralitas lokal, kebersamaan dan keterbukaan petani millyak kayu putih di Desa Piru Klik
Sent. Lokal a:N(%) a
Kebersamaan b b:N (%)
I 10 9 6.7 67,OO 2 11 9 8 62,22 I 5.6 3 67,OO 111 12 I! 6.7 Keterangan: N = ju~nlahanggota dalam klik X = hubungan yang murigkin terjadi a = rata-rata sentralitas lokal b = rata-rata kebersamaan c = jumlah hubungan anggota ke luar klik
20,OO 11,ll 25,OO
Keterbukaan c 6
6 6
c:x (%) 66,70 75,OO 5454
Tabel 9 menunjukkan bahwa petani pada klik I mampu berhubungan dalam ltlik sebesar 67,OO persen dengan petani lain dalaln klik. I-Ial ini memperlihatkan bahwa rata-rata petani pada klik satu dan klik tiga mampu melakukan interaksi dengan enam orang dan ada yang memiliki kemampuan berbicara dengan petani lain lebih dari kemampuan rata-rata petani dalam kliknya. Petani pada klik dua hanya mampu melakukan interaksi dengan lima orang petani, namun ada juga beberapa orang yang memiliki kemampuan lebih dari kelnalnpuan rata-rata petani atau petani pada klik 11 mampu berhubungan dalam klik sebesar 62,22 persen. Semaltin banyak petani dalam suatu klik maka semakin banyak jumlah hubungan yang dapat dibentuk petani satu dengan petani yang lain untuk memperoleh
iliformasi tentang ~ninyakkayu putih dan sebaliknya semakin sedikit petani dalam suatu klik maka jumlali Iiubungan yang dapat dibentuk juga terbatas. l'ingkat ketergantungan petani dengan petani lain dalam masing-masing klik (Itlik I = 20,OO %. klik I1 = 1 1 , ) 1 %, dan klik 111 = 25.00 Oh).Hal ini menunjukkan baliwa petani pada klik 11 memiliki tingkat ketergantungan yang rendah dengan petani lain ~ ~ n t umemperoleh k informasi tentang minyak kayu putih dalam klik. Artinya petani pada klik I1 hanya memiliki tingkat ketergantungan tentang informasi minyak ltayu putih dengan satu orang dari 9 orang dalam klik. Petani pada klik 111 memiliki tingkat ketergantungan yang ti~iggi dengan petani lain untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih. Artinya petani pada klik
I11 me~nilikitingkat ketergantungan dengan empat orang dari 12 orang dalam klik. Semakin banyak jumlah petani dalam satu klik maka semakin tinggi tingkat ketergantungan petani untulc memperoleh infor~nasi. Ti~igkatketerbukaan petani dalam rnengkomunikasikan pesan atau informasi pada petani lain dalam klik yang tertinggi berada pada petani pada klik I1 sebesar 75,OO persen. Hal ini disebabkan karena makin kecil jumlali petani dalam satu klik ~iiaka cenderung memiliki sifat keterbukaan yang tinggi untuk menyebarkan infor~nasikepada petani yang lain. Petani pada klik I dan klik 111 masing-masing ~nemilikitingkat kererbultaan rendah sebesar 66,70 persen dan 54,54 persen. Hal ini disebabkan karena jumlah petani pada masing-masing klik (klik I dan Klik 111) lebih banyak jika dibandingkan dengan petani pada klik dua. Makin banyak jurnlah petani dalam satu klik maka semakin rendah sifat keterbukaan di antara individu untuk menyebarkan informasi. 5.2.3. Keterdedahan Media Massa
a. Frekuensi Keterdedahan Media Massa Frekuensi menunjukkan berapa kali dalam seminggu petani menonton televisi, rnetidengarkan radio, membaca buku, dan ~nembaca koran. Semakin banyak petani terdedah dengan media massa, maka berpengaruh pada perilaku petani untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih. Tabel 10 menunjukltan distribusi frekuensi keterdedahan petani pada media massa dalam janglta waktu satu rninggu.
Tabel 10 Distribusi frekuensi keterdedahan petaui pada media massa Media Massa Media Elektronik : * Televisi
* Radio
Jumlah
Kategori
N (orang)
Penentase (%j
6 14
19,35 45,17 35,48 100,oo 45,17 38,70 16,12 100,OO 4 1,93 32.26 25,80 100,oo 51,61 38,70 9,67
Rendah (1-3 kalvminggu) Sedang (46 kaliiminggu) Tinggi ( 7-9 kaliiminggu ) Rendah (1-3 kalVminggu) Sedang (4-6 kaliiminggu) Tinggi ( 7-9 kalilminggu )
11 14
12 5
Media Cetak : )
-
Sedang (3-5 kaliimin~u) Tinggi (6-8 kaliirninggu )
* Surat Kabar
Rendah (0-2 kaliiminggu) Sedang (3-5 kaliiminggu) Tinggi (6-8 kalilminggu )
13 10 8 16 12 3
Tabel 10 menunjukkan bahwa keterdedahan petani pada media elektronik melalui televisi dengan persentase 6ekuensi menonton untuk kategori rendah menunjukkan 19,35 persen dimana petani hanya menonton satu sampai dengan tiga kali dalam seminggu, kategori sedang 45,16 persen di mana petani hanya menonton empat sampai dengan enam kali dalam seminggu, dan kategori tinggi 35,48 persen di mana petani menonton tujuh sampai dengan sembilan kali dalam seminggu. Frekuensi penggunaan radio oleh petani berada pada kategori rendah 45,17 persen di mana petani hanya mendengarkan siaran radio satu sampai dengan tiga kali dalam seminggu, kategori sedang 38,70 persen di mana petani hanya mendengarkan siaran radio empat sampai deugan enam kali dalam seminggu dan kategori tinggi 16,12 persen di mana petani mendengarkan siaran radio tujuh sampai dengan sembilan kali dalam seminggu. Pada umumnya, rata-rata petani menonton dan mendengarkan radio hanya pada sore hari untuk media radio dan malam hari untuk televisi. Perlu dijelaskan, bagi petani yang hanya memiliki radio dapat mendengarkan siamn tersebut hingga malam hari. Tigkat keterdedahan petani pada media cetak melalui swat kabar dengan persentase frekuensi membaca untuk kategori rendah menunjukkan 51,61 persen
di mana frekuensi petani membaca surat kabar hanya no1 (tidak membaca) sampai dengan dua kali dalam seminggu, kategori sedang 38,70 persen, di mana frekuensi petani membaca tiga sampai dengan lima kali seminggu, dan kategori tinggi 9,67 persen dimana frekuensi petani membaca enam sampai dengan delapan kali dalam seminggu. Untuk waktu membaca disesuaikan dengan waktu istirahat petani, dan kondisi ini dapat berlangsung pada siang hari (waktu santai petani setelah istirahat bekerja) atau sore hari dan malam hari. Untuk buku bacaan frekuensi membaca untuk kategori rendah menunjukkan 41,93 persen dimana frekuensi petani membaca buku bacaan hanya no1 (tidak membaca) sampai dengan dua kali dalam seminggu, kategori sedang 32,26 persen dengan frekuensi membaca tiga sampai dengan lima kali dalam seminggu, dan kategori tinggi 25,80 persen dengan frekuensi membaca enam sampai dengan delapan kali dalam seminggu. Berdasarkan uraian di atas dijelaskan bahwa minat petani dalam menonton televisi dan mendengarkan radio tinggi, keduanya berada pada kategori sedang yaitu sebesar 45,17 persen dan 38,70 persen. Namun jika kita melihat atau membandingkan kedua data nilai tersebut menunjukkan bahwa petani lebih banyak menaruh minat untuk menonton televisi jika dibandingkan dengan mendengar siaran radio. Hal ini karena pada waktu pagi, siang hingga sore hari aliran listrik menjadi padam sehingga sebagian besar petani hanya menonton televisi pada malam hari. Media cetak, minat petani membaca buku bacaan lebih tinggi jika dibandingkan dengan surat kabar. Jumlah petani yang membaca buku bacaan sebesar 32,26 persen dan berada pada kategori sedangdengan frekuensi membaca tiga sampai dengan lima kali seminggu. Hal ini disebabkan karena buku bacaan lebii banyak menyediakan informasi kepada petani behubungan dengan pekejaannya sebagai petani minyak kayu putih. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dijelaskan bahwa untuk media elektronik petani lebih banyak terdedah dengan televisi jika dibandingkan dengan radio. Sedangkan untuk media cetak, petani lebii banyak terdedah dengan buku bacaan dibandingkan dengan surat kabar. Namun seberapa besar tingkat keterdedahan petani dengan ketersediaan informasi tentang minyak kayu putih maka dapat dijelaskan pada penjelasan mengenai ketersediaan informasi
menyangkut minyak kayu putih pada media elektronik (televisi dan radio) dan media cetak (buku bacaan dan surat kabar). b. Ketersediaan Informasi Minyak Kayu Putih Pada Media Massa
Informasi mempakan salah satu faktor yang sangat berperan penting bagi seorang petani dalam melakukan kegiatan usahataninya. Tanpa informasi maka petani dapat mengalami kesulitan dalam pengembangan kegiatan usahatani, sehingga dalam melakukan kegiatan tersebut masih menggunakan cara-cara yang bersifat tradisional dan belum berorentasi pada perbaikan mutu produksi baik secara kualitas maunpun kuantitas. Perbaikan mutu produk sebaiknya didukung dengan ketersediaan informasi kepada petani, sehingga petani dapat memahami dan menyadari tindakamya dalam kegiatan usahatani tersebut. Kesadaran yang timbul dalam diri petani dapat memberikan motivasi serta meningkatkan derajad kemampuan petani untuk bertindak positif (tindakan nyata) yang mengarah pada suatu proses pembahan perilaku atau tingkah laku dalam melakukan kegiatan usahatani.
Proses pembahan
perilaku petani dapat dilihat berdasarkan
pengetahuan petani dalam melakukan kegiatan tersebut, sikap petani bempa ideide atau gagasan-gagasan yang bersifat positif, sehingga berani untuk mengambil suatu keputusan untuk melakukan tindakan yang positif. Kondisi ini cenderung dapat terjadi apabila ditunjang dengan penyediaan informasi yang relevan berkaitan dengan kegiatan usahatani minyak kayu putih kepada petani. Salah satu sumber yang dapat menyediakan informasi bagi petani yaitu melalui media mass% baik media elektronik maupun media cetak. Ketemdiaan informasi dalam penelitian ini berkaitan dengan cara-cara pemeliharaan tanaman kayu putih, wa-cara proses penyulingan (produksi), serta manajemen usahatani melalui media massa. Tabel 10 menunjukkan ketersediaan informasi pada media massa melalui media massa elektronik (televisi dan radio), dan media massa cetak (buku bacaan dan surat kabar) dalam proses pengembangan usahatani minyak kayu putih.
Tabel 11 Distribusi tingkat ketersediaan informasi minyak kayu putih pada media massa
* Televisi
Rendah (Tidak tersedia) Sedang (kurang tersedia) Tinggi ( tersedia )
23 7 1
* Radio
Rendah (Tidak tersedia) Sedang (kurang tersedia) Tinggi ( tersedia )
18 9 4
Rendah (Tidak tersedia) Sedang (kurang tersedia) ~ingg;(tersedia )
28 3 0
Rendah (Tidak tersedia) Sedane. (kurane. tersedia)
0 1
Media Cetak : Surat Kabar +
* Buku
74,19 22,58 3,23 100,oo 58,06 29,04 12,90 100,oo 90,33 9.67 0 lO0,OO 0,OO 3.22
Berdasarkan data penelitian pada Tabel 11 menunjukkan bahwa ketersediaan informasi pada media elektronik melalui televisi; kategori rendah 74,19 persen, kategori sedang 22,58 persen, kategori tinggi 3,23 persen. Untuk radio, kategori rendah 58,06 persen, kategori sedang 29,04 persen, kategori tinggi 12,90 persen. Ketersediaan informasi melalui media cetak, yakni pada -swat kabar masingmasing berada pada kategori rendah 90,33 persen dan kategori sedang 9,67 persen. Untuk buku bacaan ketersediaan informasi masing-masing berada pada kategori sedang 3,22 persen dan kategori tinggi 96,77 persen. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa ketersediaan informasi menyangkut minyak kayu putih pada media massa elektronik melalui televisi dan radio kurang tersedia dengan baik bagi petani dalam melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih. Berdasarkan pernyataan petani bahwa informasi menyangkut kegiatan atau usahatani minyak kayu putih kurang tersedia dalam penayangan televisi maupun pemberitaan di radio. Untuk media televisi kalaupun penayangan itu ada program siaran pada pagi, siang atau pada sore hari maka
sudah tentu petani tidak dapat menontonnya karena lampu listrik di lokasi penelitian hanya bemyala pada malam hari dan petani hanya dapat menonton televisi pada waktu malam hari. Petani kebanyakan pada malam hari menonton televisi bempa acara-acara hiburan seperti musik, sinetron dan liputan-liputan berita terkini. Ketersediaan informasi mengenai minyak kayu putih pada media massa cetak yakni untuk surat kabar dikatakan kurang tersedia, ha1 ini berdasarkan pernyataan petani yang ~nengatakanbahwa pemberitaan yang ada pada surat kabar isinya kebanyakan pada berita-berita politik dan masalah-masalah sosial lainnya. Kalaupun ada menyangkut pertanian atau agribisnis yang pasti bukan menyangkut pengembangan atau seputar kegiatan usaha minyak kayu putih. Untuk media massa buku bacaan, informasi menyangkut minyak kayu putih dikatakan sangat tersedia. Berdasarkan data penelitian di atas menunjuWcan ketersediaan infomasi untuk buku bacaan sebesar 96,77 persen petani mengatakan tersedia. Hal ini disebabkan karena buku bacaan yang dimiliki oleh petani selumh isi pesannya berbicara menyangkut kegiatan usaha minyak kayu putih mulai dari cam-cara pemeliharaan tanaman kayu putih sampai pada teknik produksi atau proses penyulingan minyak kayu putih. Namun untuk kegiatan manajemen usahatani tidak tersedia dengan baik. Petani memperoleh buku bacaan dari penyuluh dan sesama teman petani IaLmya bempa buku, kemudian untuk memperolehnya dengan jalan dicopy bahan tersebut . Berdasarkan
penjelasan
secara
keseluruhan
menyangkut
tingkat
keterdedahan petani di atas, dapat dijelaskan bahwa tingkat keterdedahan petani terhadap media massa lebih banyak ke media elektronik jika dibandingkan dengan media cetak. Kondisi ini disebabkan karena sebagian besar petani terdedah dengan berita-berita hiburan, siaran berita maupun acara-acara keagamaan yang ditayangkan maupun diperdengarkan oleh radio. Sedangkan ketersediaan infomasi menyangkut minyak kayu putih tidak tersedia dengan baik. Untuk media cetak (buku bacaan) sebagian besar atau hampit seiumh petani minyak kayu putih terdedah dengan buku bacaan. Hal ini disebabkan karena pada buku bacaan infomasi menyangkut minyak kayu putih tersedia pada media tersebut
5.2.4. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Komunikasi a. Karakteristik Petani Karakteristik petani dapat diukur dengan empat indikator, yaitu; umur, pendidikan, pengalaman usahatani dan status pekejaan. Jaringan komunikasi diukur dengan menggunakan tiga indikator, yaitu; senhalitas lokal (SL), sentralitas global (SG) dan kebersamaan (K). Keterdedahan media massa (KMM) indikator yang digunakan adalah frekuensi keterdedahan petani pada media massa dalam jangka waktu satu minggu. Tabel 12 menjelaskan hubungan karakteristik petani dengan perilaku komunikasi petani minyak kayu putih di Desa Piru. Tabel 12 Analisis hubungan autara karakteristik petani dengan perilaku komunikasi di Desa Piru, Tahnn 2006 Nama Peubah
Indikator
Perilaku Komunikasi Jaringan ~omuiikasi SL SG K 0,557* 0,402* 0.550* 0,178 0,007 0,082
KMM
Karakteristik Umur 0,213 Petani Pendidikan 0,116 Pengalaman Usahatani Status Pekejaan 3,854* 5,554* 3,789 3,564 Keterangan : * berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. SL = Senhalitas Lokal, SG = Sentralitas Global, K = Kebersamaan dan KMM = Keterdedahan Media Massa Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa hipotesa no1 (HO) ditolak dan hipotesa satu (HI) diterima pada taraf kepercayaan 95 persen untuk analisis hubungan antara umur dengan perilaku komunikasi. Berarti terdapat hubungan nyata antara umur dengan perilaku komunikasi (senhalitas lokal, sentralitas global dan kebersamaan). Semakin tua usia petani maka memiliki frekuensi hubungan lebih banyak dengan petani lain untuk berbagi informasi tentang minyak kayu putih dan cenderung dipilih sebagai orang yang tepat untuk menyebarkan informasi tentang minyak kayu putih kepada petani yang lain. Sehingga banyak petani yang memiliki tingkat ketergantungan dengan petani tersebut untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih. Hal ini disebabkan karena sebagian besar petani di Desa Piru yang bemsia tua adalah petani yang sudah berpengalaman dalam kegiatan usahatani minyak kayu putib. Sehingga berdasarkan pengalaman yang dimilikinya maka banyak petani melakukan
hubungan dengan petani tersebut untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih. Sebagian besar petani yang berhubungan dengan petani tersebut adalah petani yang belum berpengalaman (barn melakukan kegiatan usahatani setelah terjadi tmgedia kemanusiaan). Menwut Bettinghaus yang diacu dalatn Ramdhani (2002), terdapat perbedaan antara individu yang berbeda usianya. Keragaman itu mungkin tidak terletak dalam segala sifat yang melekat di antara yang mudah dan yang tua, tetapi agaknya pada perbedaan pengalaman yang dimilikinya. Analisis statistik menunjukkan bahwa umur dengan keterdedahan media massa tidak berhubungan nyata. Hal ini disebabkan karena tingkat keterdedahan petani pada media massa bempa televisi, radio dan media cetak berada pada kategori rendah. Penggunaan media elektronik (televisi dan radio) sebagai sumber informasi bagi petani temyata informasi yang diperoleh tidaklah sesuai dengan kebutuhan petani dalam kaitannya dengan kegiatan usahatani minyak kayu putih, karena petani lebih banyak memperoleh informasi mengenai acara-acara dalam bentuk berita, hiburan dan siaran kerohanian yang tidak ada hubungan dengan usahanya. Untuk radio, petani lebih banyak menggunakamya guna memperoleh informasi seperti berita, kesenian tradisional, dan siaran kerohanian. Dijelaskan juga bahwa penggunaan radio jarang dimanfaatkan oleh petani. Dalam ha1 ini dapat dikatakan bahwa kebutuhan informasi masyarakat desa sifatnya sangat spesifik seperti sapta usahatani yang kurang mendapatkm perhatian dari berbagai stasiun televisi maupun radio. Untuk media cetak (buku bacaan) informasinya lebih banyak diperoleh petani yang berhubungan dengan kegiatan usahatani minyak kayu putih, walaupun tingkat keterdedahan petani lebii banyak berada pada kategori sedang d m rendah. Dijelaskan juga bahwa pada pagi hingga siang hari lampu listrik di daerah tersebut menjadi padam, sehingga petani (urnur muda, baya dan tua) terdedah dengan media elektronik pada sore hingga malam hari. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa hipotesa no1 (HO) diterima dan hipotesa satu (HI) ditolak pada taraf kepercayaan 95 persen untuk analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan perilaku komunikasi. Bemrti tidak terdapat hubungan nyata antara pendidikan dengan perilaku komunikasi (sentralitas lokal sentralitas global, kebersamaan dan keterdedahan media massa),
untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih. Petani dengan latar pendidikan manapun, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk saling berhubungan memperoleh informasi minyak kayu putih. Untuk memperoleh informasi minyak kayu putih bukan dilihat dari tingginya p e n d i d i i seseorang, namun didasarkan pada pengetahuan petani tentang obyek tersebut. Menurut Supriadi yang diacu dalam Zahid (1973), pengetahuan adalah sekumpulan informasi yang dipahami melalui proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri sendiri maupun lingkungannya. Perlu dijelaskan juga bahwa sebagian besar petani di Desa Piru memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Namun bukan berarti petani tidak bisa baca dan tulis. Hasil penelitian menunjukan bahwa petani yang berpendidikan rendah juga mampu sama-sama dengan petani yang berpendidikan sedang dan tinggi melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih berpedoman pada buku bacaan minyak kayu putih. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa hipotesa no1 (HO) ditolak dan hipotesa satu (HI) diterima pada taraf kepercayaan 95 persen untuk analisis hubungan antara pengalaman dengan perilaku komunikasi. Berarti terdapat hubungan nyata antara pengalaman dengan perilaku komunikasi (sentralitas lokal, sentralitas global dan kebersamaan). Semakin lama pengalaman petani dalam kegiatan usahatani minyak kayu putih maka memiliki frekuensi hubungan lebii banyak dan cenderung dipilih oleh banyak petani sebagai orang yang tepat dalam memberikan informasi tentang minyak kayu putih. Sehingga banyak petani yang memiliki tingkat ketergantungan dengan petani tersebut untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih. Hal ini disebabkan karena petani yang berpengalaman adalah petani yang sudah lama melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih lebii dari 12 tahun. Sehingga dalam kurun waktu tertentu mengalami proses belajar untuk meningkatkan pengetahuan serta kepekaan petani dalam menyerap sumber-sumber informasi yang dibutuhkannya. Hasil penelitian di Desa Pin, menunjukkan bahwa petani yang berpengalaman lebih banyak proaktif dalam memberikan penjelasan atau informasi kepada petani lain dalarn melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih. Berdasarkan pengalamamya maka banyak petani (kum~g berpengalaman) memilih petani tersebut untuk
memperoleh informasi tentang minyak kayu putih. Menurut Gagne yang diacu dolam Mislini (2006) mengatakan bahwa pengalaman adalah akumulasi dari
proses belajar mengajar yang dialami seseorang. Sehingga kecenderungan seseorang untuk berbuat tergantung dari pengalaman, k a n a menentukan minat dan kebutuhan yang dirasakan (Darma dan batnagar yang diacu dalam Mislini, 2006). Analisis statistik menunjukkan bahwa pengalaman dengan keterdedahan media massa tidak berhubungan nyata. Semakin tinggi atau rendahnya pengalaman petani sama-sama memiliki tingkat keterdedahan terhadap media massa berada pada kategori sedang dan rendah. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan informasi pada media massa, khususnya media elektronik (televisi dan radio). Televisi dan radio kurang menyediakan informasi yang menjadi kebutuhan petani (inforniasi minyak kayu putih). Sehingga petani yang berpengalaman tinggi atau rendah sama-sama memanfaatkan televisi dan radio sebagai pengisian waktu senggang mereka setelah seharian bekeja. Untuk media cetak (buku bacaan) lebih banyak menyediakan informasi tentang minyak kayu putih. Petani dengan pengalaman yang berbeda sama-sama memanfaatkan buku bacaan untuk menambah pengetahuan dan wawasan mereka untuk melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa hipotesa no1 (HO) ditolak dan hipotesa satu (HI) diterima pada taraf kepercayaan 95 persen untuk analisa hubungan antara status pekejaan dengan perilaku komunikasi. Berarti terdapat hubungan nyata antara status pekejaan dengan perilaku komunikasi (sentralitas lokal dan sentralitas global). Petani yang memiliki status pekejaan sebagai pekejaan pokok memiliki kekuensi hubungan lebih banyak dengan petani lain dan lebih memilih orang yang tepat sebagai kunci penyebaran informasi tentang minyak kayu putih jika dibandiigkan dengan petani yang berstatus pekejaan sampingan. Hal ini disebabkan petani pekejaan pokok melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih sebagai satu-satunya sumber mata pencaharia~yauntuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga petani tersebut tetmotivasi untuk l e b i banyak melakukan hubungan untuk memperoleh informasi dari berbagai sumber informasi guna menunjang kegiatan usahataninya. Kondisi ini berbeda dengan petani pekejaan sampingan. Petai ini
walaupun melakukan hubungan dengan petani lain untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih, namun memliki kekuensi hubungan yang sangat rendah. Hal ini disebabkan keterlibatan petani tersebut dalam komunitas juga rendah dan lebih terfokus pada sumber mata pencaharian yang lain, sehingga informasi yang diperoleh juga terbatas. Menurut Maslow yang diacu dalam Umar (2005) bahwa manusia merupakan mahkluk yang keinginannya tak terbatas atau tanpa henti. Keinginan ini yang mengharuskan seseorang untuk ekstra kerja di luar pekerjaan pokoknya guna mendapatkan penghasilan yang lebih baik. Analisis statistik menunjukkan bahwa status pekerjaan dengan kebersamaan dan keterdedahan media massa tidak berhubungan nyata. Hal ini disebabkan karena petani yang melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih baik berstatus pekejaan pokok maupun berstatus pekerjaan sampingan sama-sama melakukan hubungan dan memilii ketergantungan untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani di Desa Piru (petani status kerja sampingan) walaupun memiliki frekuensi hubungan yang rendah dengan petani lain, namun masih m e m i l i kemauan untuk memperoleh buku bacaan dari petani yang lain dengan jalan foto copy. Untuk keterdedahan media massa, petani dengan status pekejaan pokok maupun pekejaan sampingan sama-sama terdedah dengan media radio maupun televisi pada sore hingga malam hari, walaupun program acara yang didengar maupun ditonton tidak menyediakan informasi yang petani butuhkan. Untuk buku bacaan, kedua petani tersebut samasama terdedah dengan infomasi yang disajikan melalui buku bacaan. Namun dilihat dari frekuensi terdedah dengan buku bacaan, maka petani pekejaan pokok lebih banyak terdedah jika dibandingkan dengan petani pekejaan sampingan. Hal ini disebabkan karena petani pekejaan sampingan mempunyai waktu k e j a yang lebih banyak ke pekerjaan yang lain (bukan kegiatan usahatani minyak kayu putih). b. Karakteristik Usahatani Karakteristik usahatani dapat diukur dengan tiga indikator, yaitu; luas lahan, modal usahatani dan status lahan. Tabel 13 menjelaskan hubungan karakteristik petani dengan perilaku komunikasi petani minyak kayu putih di Desa Piru.
Tabel 13 Aualisa hubur~gauautara karakteristik usahatani dengan perilaku komunikasi di Desa P i u , Tahuu 2006 Nama Peubah
Iudikator
SL
Perilaku Komunikasi Jaringau Komunikasi SG K
KMM
Karakteristik Luas Lahan 0,599* 0,404* 0,443* 0,372 0,473* 0,528' 0,322 03344 Usahatani Modal Usabatani Status Laban 18,458* 9,554 12,737* 8,591 Keteranaan : * berbeda nvata oada taraf keoercavaan 95%. . . . . SL = Sentralitas Lokal, SG = Sentralitas Global, K = Kebersamaan dan KMM = Keterdedahan Media Massa Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa hipotesa no1 (HO) ditolak dan hipotesa satu (HI) diterima pada taraf kepercayaan 95 persen untuk analisa hubungan antara luas lahan dengan perilaku komunikasi. Berarti terdapat hubungan nyata antara luas lahan dengan perilaku komunikasi (senhlitas lokal, sentralitas global dan kebersarnaan). Semakin luas lahan yang digunakan petani dalam kegiatan usahatani minyak kayu putih maka semakin tinggi frekuensi petani berhubungan dengan petani lain dan cendemng untuk memilih orang yang tepat (kunci penyebar informasi) untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih. Sehingga tingkat ketergantungan petani tersebut dengan petani lain untuk mernperoleh informasi tentang minyak kayu putih juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena petani yang memiliki lahan yang luas adalah sebagian besar petani yang melakukan pekejaan ini sebagai sumber utama mat. pencahariamya. Besarnya luas lahan sangat menentukan produksi yang dicapai. Lahan yang luas membutuhkan besamya biaya untuk kegiatan operasionalnya (biaya tenaga kerja bantu untuk panen dan biaya pikul bahan mentah). Oleh sebab itu, lahan yang luas dengan biaya yang besar untuk mendapatkan produksi yang maksimal maka petani b e ~ S a h a untuk memperoleh informasi tentang rninyak kayu putih sebanyak-banyaknya
dari
pihak-phak
sumber
informasi
untuk
dapat
mengembangkan kegiatan usahatani tersebut. Sehingga petani dalam melakukan kegiatan usahataninyajuga tidak memsa dimgikan. Hal ini dapat membantu petani apabila didukung dengan ketersediaan informasi pasar. Sehingga semakin banyak informasi yang tersedia bagi petani maka dapat menambah pengetahuan petani,
memperkuat sikap petani dalam pengambilan keputusan sekaligus melakukan tindakan yang bersifat positif untuk usahanya (tindakan posistif adalah tindakan nyata). Analisis statistik menunjukkan bahwa luas lahan dengan keterdedahan media massa tidak berhubungan nyata. Petani dengan luas lahan yang berbedabeda -ma-sama
memiliki tingkat keterdedahan terhadap media massa. Hal ini
seperti yang sudah dijelaskan pada uraian di atas. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa hipotesa no1 (HO) ditolak dan hipotesa satu (Hl) diterima pada taraf kepercayaan 95 persen untuk analisa hubungan antara modal usaha dengan perilaku komunikasi. Berarti terdapat hubungan nyata antan modal usaha dengan perilaku komunikasi (sentralitas lokal dan sentralitas global). Semakin besar modal usaha yang digunakan dalam kegiatan usahatani maka semakin tinggi frekuensi hubungan petani dengan petani
lain dan cenderung memilih orang yang tepat untuk memperoleh infonnasi tentang minyak kayu putih. Hal ini disebabkan karena petani yang mengeluarkan biaya yang besar berpengharapan hasil yang mereka peroleh sebanding dengan korbanan yang mereka keluarkan. Oleh sebab itu, segala upaya dan cara yang mereka lakukan untuk dapat memperoleh informasi tentang minyak kayu putih, baik yang bersumber dari hubungan interpersonal petani tersebut maupun usaha petani untuk memperoleh informasi melalui media cetak (buku bacaan). Sehingga melalui informasi yang diterima petani, dapat meningkatkan pengetahuan, sikap petani dalam pengambilan keputusan sekaligus tindakan nyata petani untuk melakukan. Analisis statistik menunjukkan bahwa modal usaha dengan kebersamaan dan keterdedahan media massa tidak berhubungan nyata. Hal ini disebabkan karena petani dengan kategori modal usaha yang berbeda sama-sama memiliki ketergantungan dengan petani lain untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani di Desa Pim baik dengan kategori modal yang berbeda-beda sama-sama memilih orang yang tepat sebagai kunci penyebaran informasi tentang minyak kayu putih, dan saling tukar menukar informasi di antara petani tersebut. Untuk keterdedahan, petani samasama terdedah dengan media massa, baik media elektronik (televisi dan radio) maupun media cetak @uku bacaan dan surat kabar). Walaupun informasi kurang tersedia pada media televisi dan radio, namun dapat menambah wawasan dan
pengetahuan petani tentang perkembangan pemberitaan baik di dalarn maupun di luar negeri. Untuk media cetak (buku bacaan), petani modal rendah, sedang maupun tinggi sama-sama terdedah dengan materi yang disajikan dalam buku bacaan. Namun jika dilihat dari frekuensi terdedah menunjukan bahwa petani dengan modal usaha yang besar memiliki frekuensi keterdedahan yang tinggi jika dibandingkan dengan petani lain. Hal ini sangat berkaitan dengan besamya penggunaan modal yang dikorbankan dalam kegiatan usahatani tersebut. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa hipotesa no1 010) ditolak dan hipotesa satu (Hl) diterima pada taraf kepercayaan 95 persen untuk analisa hubungan antara status lahan dengan perilaku komunikasi. Berarti terdapat hubungan nyata antara status lahan dengan perilaku komunikasi (sentralitas lokal dan kebersamaan). Petani yang memiliki lahan pribadi memiliki eekuensi hubungan lebih banyak dengan petani lain dan memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih, jika dibandingkan dengan petani berstatus lahan sewa yang cendemng memiliki frekuensi hubungan yang rendah. Hal ini disebabkan karena sebagian besar petani yang memiliki lahan pribadi adalah petani yang melakukan pekejaan ini sebagai pekejaan pokok sekaligus sumber utama mata pencahariannya. Petani tersebut adalah penduduk asli daerah setempat yang sudah lama menggantungkan hidupnya dengan kegiatan usahatani minyak kayu putih. OIeh sebab itu, petani tersebut lebih banyak berperan untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih. Hal ini berbeda dengan petani lahan sewa, dimana kecendemgan petani yang melakukan kegiatan usahatani adalah petani pendatang (bukan penduduk asli Desa P i ) yang tinggal di daerah tersebut dan tidak memiliki pekejaan tetap. Petani ini yang melakukan kegiatan usahatani hanya sebagai pekejaan sampingan dan bukan semata-mata sebagai pekejaan poko. Kondisi ini sangat mempengmhi motivasi petani untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih (frekuensi hubungan rendah). Untuk tingkat ketergantungan menunjukkan bahwa petani lahan sewa lebih banyak memiliki tingkat ketergantungan dengan petani lahan pribadi. Hal ini disebabkan karena petani lahan sewa lebih banyak menghabiskan waktunya dengan kejaan lain (bukan usahatani minyak kayu putih), sehingga hubungan petani tersebut dalam kelompok juga rendah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa petani lahan sewa lebih banyak memperoleh informasi dari petani lahan pribadi. Menurut Soedjarwo (1993), perilaku akan menunjukan apakab seseorang menyetujui atau tidak menyetujui, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak, apakah menggunakan tidak menggunakan, atau memanfaatkan atau tidak memanfaatkan suatu obyek. Karena seorang yang mempunyai perilaku mendukung suatu objek, mempunyai sikap positif terhadap objek tersebut. Analisis statistik menunjukkan bahwa luas lahan dengan sentralitas global dan keterdedahan media massa tidak berhubungan nyata. Petani berstatus lahan pribadi maupun sewah, sama-sama memilih orang yang tepat sebagai kunci penyebaran informasi, dan sama-sama terdedah dengan media massa untuk menambah wawasan dan pengetahuan petani. Ikhtisar Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa:
1. Tidak semua karakteristik petani berhubungan dengan perilaku komunikasi. Umur berhubungan nyata dengan sentralitas lokal, sentralitas global, dan kebersamaan. Pengalaman usahatani berhubungan nyata dengan sentralitas lokal, sentralitas global, dan kebersamaan. Status pekejaan berhubungan nyata dengan sentralitas lokal, dan sentralitas global.
2. Tidak
semua
karakteristik
usahatani
berhubungan
komunikasi. Luas lahan berhubungan nyata
dengan
perilaku
dengan sentralitas lokal,
sentralitas global, dan kebersamaan. Modal usaha berhubungan nyata dengan sentralitas lokal, dan sentralitas global. Status lahan berhubungan nyata dengan sentralitas lokal dan kebersamaan.
53. Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Perilaku Usahatani 5.3.1. Perilaku Usahatani
Perilaku komunikasi meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan. Tabel 14 menjelaskan distribusi perilaku usahatani petani minyak kayu putih di Desa Piru. Tabel 14 Distribusi perilaku usahatani petani minyak kayu putih di Desa Piru, Tahnn 2006 Perilaku Usahataui
Kategori
Pengetahuan
Rendah Sedang Tinggi
(29 - 40) (41 - 52) (53 - 64)
Sikap
Rendah Sedang Tinggi
(28 -31) (32 - 35) (36 - 39)
Tindakan
Rendah Sedang Tiggi
(31 -37) (38 - 44) (45 -51)
Nilai rataan skor
48,Ol
36,09
43,6 1 Berdasarkan rataan skor menunjukkan bahwa petani di Desa Piru memiliki pengetahuan 48,01. Hal ini jika dikaitakan dengan kategori skor nilai menunjukkan bahwa, pengetahuan petani tentang kegiatan usahatani minyak kayu putih (cara-cara pemeliharaan tanaman, teknis produksi dan manajemen usahatani) masih tergolong sedang. Hal h i disebabkan karena dalam melakukan kegiatan usahatani, petani lebih banyak mengetahui tentang hal-bal yang bersifat teknis saja, seperti; cara-cara pemeliharaan tanaman dan teknik produksi minyak
kayu putih. Pengetahuan ini petani peroleh melalui hubungan-hubungan interpersonal petani dengan pihak-pihak sumber informasi (sesama petani, penyuluh dan Kepala Desa) dan ketersediaan infonnasi tentang minyak kayu putih melalui buku bacaan. Pengetahuan petani tentang manajemen usahatani masih dikatakan sangat minim (rendah). Hal h i disebabkan karena sebagian besar petani di Desa Piru belum pemah mendapat penyuluhan, bimbingan atau peiatihanpelatihan tentang manajemen usahatani minyak kayu putih. Sehingga ha1 ini juga
menjadi kendala bagi petani dalam pengelolaan kegiatan usahatani minyak kayu putih. Hal ini berarti pengetahuan petani di Desa Piru dalam melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih lebih banyak mengetahui pada cam-cara pemeliharaan tanaman dan teknik produksi. Sikap petani dalam melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih berdasarkan rataan skor memiliki nilai 36,09. Jika dikaitakan dengan kategori skor nilai menunjukkan bahwa, sikap petani dalam melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih (cara-cara pemeliharaan tanaman, teknis produksi dan manajemen usahatani) sudah tergolong baik atau tinggi. Hal ini disebabkan sebagian besar petani tidak mengabaikan hubungan-hubungan interpersonal petani dengan sesama petani dan sumber-sumber informasi lainnya (penyuluh dan Kepala Desa) untuk saling tukar menukar informasi tentang minyak kayu putih. lnformasi yang diperoleh melalui media catak (buku bacaan) juga didiskusikan dengan petani lain, walai~punsifat diskusinya bersifat informal (diskusi antara dua orang atau lebih). Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin banyaknya petani melakukan interaksi dengan pihak-pihak lain (sesama petani, penyuluh dan Kepala Desa) untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih, maka ha1 ini akan memperkuat sikap petani dalam melakukan kegiatan usahatani. Tindakan petani dalam melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih berdasarkan rataan skor memiliki nilai 43,61. Jika dikaitakan dengan kategori skor nilai menunjukkan bahwa, Tmdakan petani dalam melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih (cam-cam pemeliharaan tanaman, teknis produksi dan manajemen usahatani) masih tergolong sedang. Hal ini disebabkan karena pengetahuan petani tentang minyak kayu putih lebih banyak tentang cara-cara pemeliharaan tanaman dan teknik produksi minyak kayu putih, jika dibandingkan dengan manajemen usahatani. Sehingga petani lebih memahami dalam pelaksanaan kegiatan operasionalnya. Pemahaman petani menunjukkan sikap sekaligus tindakan petani dalam melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih. Perlu dijelaskan juga bahwa walaupun sebagian besar tindakan petani dalam melakukan kegiatan usahatani tergolong sedang, namun ada beberapa orang petani yang sudah dapat melakukan kegiatan usahatani (cara-eara pemeliharaan tanaman, teknik produksi dan manajemen usahatani) dengan baik.
Petani tersebut adalah petani yang memiliki kegiatan bisnis minyak kayu putih dengan agen minyak kayu putih di kota tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa sebagian besar petani minyak kayu putih di Desa Pim melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih dengan baik, khususnya menyangkut cam-cara pemeliharaan tanaman dan teknik produksi minyak kayu putih. Menyangkut manejemen usahatani, sebagian besar petani belum dapat melakukan kegiatan itu dengan baik, dan hanya beberapa orang petani saja (petani yang melakukan kegiatan bisnis minyak kayu putih). 5.3.2. Analisis Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Perilaku Usahatani
Perilaku komunikasi meliputi jaringan komunikasi (sentralitas lokal, sentralitas global, kebersamaan) dan keterdedahan media massa. Perilaku usahatani terdiri dari; pengetahuan, sikap dan tindakan. Tabel 15 menunjukan hasil analisis korelasi perilaku komunikasi dengan perilaku usahatani. Tabel 15 Analisa hubungan perilaku komunikasi dengan perilaku usahatani petani minyak kayu putih di Desa Piru, Tahun 2006 Peubah
Indikator
Perilaku Usahatani Pengetahuan Sikap Tindakan 0,661* 0,639* 0,73 1* 0,369* 0,41 I* 0,424' 0,48 1* 0,540* 0,582* 0,563* 0,513' 0,605*
Perilaku Sentralitas Lokal Komunikasi Sentralitas Global Kebersamaan Keterdedahan Media Massa Keterangan :'berbeda nyata pada tmf kepercayaan 95%. a. Pengetahuau
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa hipotesa no1 (HO) ditolak dan hijmtesa satu (HI) diterima pada taraf kepercayaan 95 persen untuk analisa hubungan antara perilaku komunikasi dengan pengetahuan. Berarti terdapat hubungan nyata antara perilaku komunikasi (sentralitas lokal, sentralitas global, kebersamaan dan keterdedahan media massa) dengan pengetahuan. Hal ini disebabkan
pengetahuan
petani
diperkaya
melalui
hubungan-hubungan
interpersonal petani dan keterdedahan petani terhadap media cetak @uku bacaan). Hubungan-hubungan interpersonal tejalin dengan cam petani melakukan kontak
dengan sesama petani, kontak dengan penyuluh dan kontak dengan kepala desa untuk memperoleh infonasi tentang minyak kayu putih. Melalui media cetak (buku bacaan) infonasi tentang minyak kayu putih tersedia dengan baik bagi petani. Sehingga pengetahuan petani yang diperoleh melalui hubungan-hubungan interpersonal petani dan media cetak (buku bacaan) adalah sejumlah informasi yang telah dimiliki petani berdasarkan proses belajar untuk mengetahui berbagai ha1 teknis terkait dengan informasi usahatani minyak kayu putih maupun sejumlah infomasi laimya yang berhubungan dengan pengembangan kegiatan usahatani minyak kayu putih. Kondisi ini menentukan efek kognitif guna menguatkan sikap menuju pada perubahan diri seseorang, apakah itu menuju pada pembahan sikap maupun pembahan tingkah laku atau tindakan yang nanti akan ditimbulkan oleh petani, sehingga peranan komunikasi interpersonal dalam hubungan-hubungan interpersonal petani dan media cetak (buku bacaan) menjadi kunci dalam proses kegiatan usahatani minyak kayu putih. Dengan demikian maka komunikasi interpersonal dalam hubungan-hubungan interpersonal petani dan media cetak dapat diandalkan dalam pengembangan usahatani minyak kayu putih di lokasi penelitian. b. Sikap Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa hipotesa no1 (HO) ditolak dan hipotesa satu (HI) diterima pada taraf kepercayaan 95 persen untuk analisa hubungan antara perilaku komunikasi (sentralitas lokal, sentralitas global, kebersamaan dan keterdedahan media massa) dengan sikap. Berarti terdapat hubungan nyata antara perilaku komunikasi dengan sikap. Hal ini disebabkan hubungan-hubungan interpersonal petani dan keterdedahan petani pada media cetak ( b u h bacaan) untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih dapat menambah pengetahuan petani dalam kegiatan usahataninya. Pengetahuan petani yang dibarengi dengan pengenalan terhadap karakteristik dari obyek tersebut selanjutanya menjadi sikap (melakukan atau tidak melakukan). Sikap merupakan kecendemngan untuk menuju pada suatu proses pembahan tingkah laku atau tindakan nyata. Apabila sikap tidak disertai dengan pengetahuan seseorang tentang obyek, maka sikap itu akan bersifat sikap yang negatif (tidak melakukan). Tetapi bila sikap disertani dengan pengetahuan seseorang tentang
obyek, maka sikap itu akan bersifat positif (melakukan). Menurut Mar'at (1981), sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek tersebut, selanjutnya memberikan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik dan buruk, positif dan negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan, setuju atau tidak setuju, kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap potensi sikap. Kondisi ini menunjukkan bahwa sikap petani di Desa Pim adalah sikap yang positif dalam melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih. Sikap petani yang positif tergambar pada hubungan-hubungan interpersonal petani yaitu dengan cara; melakukan kontak dengan sesama petani, kontak dengan penyuluh, kontak dengan kepala desa dan keterdedahan petani pada media cetak (buku bacaan) untuk memperoleh informasi tentang usahatani minyak kayu putih. Semakin banyak petani melakukan hubungan untuk memperoleh informasi maka semakin terbuka sifat keterbukaan petani dengan petani yang lain. Sehingga semakin tinggi sifat keterbukaan petani dalam sistem menunjukkan semakin kuat sikap petani untuk melakukan kebiatan usahatani minyak kayu putih. c. Tindakan
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa hipotesa no1 (HO) ditolak dan hipotesa satu (HI) diterima pada taraf kepercayaan 95 persen untuk analisa hubungan antara perilaku komunikasi dengan tindakan. Berarti terdapat hubungan nyata antara perilaku komunikasi (sentralitas lokal, sentralitas global, k e b e m a a n dan keterdedahan media massa) dengan tindakan. Hal ini disebabkan karena peranan petani dalam hubungan-hubungan interpersonal (kontak dengan sesama petani, kontak dengan penyuluh serta kontak dengan kepala desa) dan keterdedahan petani pada media cetak (buku bacaan) sangat berdampak positif terhadap tindakan petani &lam melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih. Hubungan yang positif (membicarakan usahatani minyak kayu putih) dengan petani yang lain menunjukkan sifat keterbukaan antara sesama petani untuk membicarakan hal-ha1 yang berkaitan dengan kegiatan usahataninya dalam suatu proses komunikasi. Proses komunikasi yang dibangun berdasarkan kepentingan bersama dan sating terbuka antara sesama petani, menunjukkan semakin kuat hubungan antara petani untuk memperuleh informasi. Sews psikologi, semakin
kuat hubungan antara sesama petani, maka cenderung memiliki sikap yang sama yang mengarah pada suatu tindakan bersama.. Menumt Rakhmat (2002) tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses komunikasi, sehingga biasanya efektivitas komunikasi diukur dari tindakan nyata (action) yang dilakukan oleh komunikate. Oleh sebab itu, semakii banyak petani melakukan hubungan dengan sumbersumber informasi (sesama petani, penyuluh dan kepala desa) ditambah dengan pengalaman pribadi petani menunjukan perilaku komunikasi petani juga semakin baik sehingga menyebabkan, pengetahuan semakin bertambah, sikap semakin tinggi dan semakin tinggi juga tindakan yang dilakukan oleh petani dalam kegiatan usahatani minyak kayu putih. Jadi, perilaku komunikasi yang baik dapat memberikan efek konatif pada diri seseorang, sehingga terjadi pembahan tindakan atau tingkah laku, dalam ha1 ini berupa tindakan nyata dalam proses pengelolaan usahatani minyak kayu putih. Ikhtisar
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa perilaku komunikasi yang baik dapat menentukan perilaku petani dalam melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih. Perilaku komunikasi ditandai dengan interaksi atau hubunganhubungan interpersonal petani dengan sesama petani, melakukan kontak dengan penyuluh, kontak dengan kepala desa, kontak dengan sumber-sumber informasi lainnya dan keterdedahan petani pada media cetak (buku bacaan) untuk mernperoleh infonnasi tentang minyak kayu putih. Semakin banyak petani melakukan interaksi dan memiliki sifat keterbukaan yang tinggi dengan sesama petani dalam suatu proses komunikasi Dubungan-hubungan interpersonal maupun keterdedahan petani pada media massa), maka dapat menambah pengetahuan petani, memperkuat sikap sekaligus reaksi positif terhadap tindakan (tindakan nyata untuk melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih). Dengan demikian, komunikasi interpersonal melalui huhungan-hubungan interpersonal petani dan keterdedahan petani pada media cetak (buku bacaan) mempakan kunci pelaksanaan kegiatan usahatani minyak kayu putih di Desa Pim.
SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa : 1. Terdapat hubungan karakteristik petani (umur, pengalaman usahatani, status pekejaan) dan karakteristik usahatani (luas lahan, modal usaha, status lahan) dengan perilaku komunikasi. Hal ini berarti semakin bertambah umur petani dan semakin lama pengalaman berusahatani minyak kayu putih serta melakukan pekerjaan ini sebagai pekerjaan pokok ditambah dengan semakin tingginya interaksi atau hubungan-hubungan
interpersonal petani dan
fiekuensi keterdedahan petani pada media cetak (buku hacaan) menunjukan perilaku komuniaksi petani tersebut semakin baik. Perilaku komunikasi petani yang baik dapat diukur melalui keterunggulan petani &lam
sistem.
Keterunggulan didasarkan pada kemampuan petani untuk dapat menerima informasi yang berhubungan dengan usahatani yang dijalankannya. Untuk dapat meningkatkan kemampuan petani, maka petani hams lebih banyak melakukan
komunikasi
interpersonal
melalui
hubungan-hubungan
interpersonalnya (kontak dengan sesama petani, kontak dengan penyuluh, kontak dengan kepala desa, kontak dengan sumber-sumher informasi lainnya) dan keterdedahan petani pada media cetak (buku bacaan) sehingga tidak mengaiami kegagalam dalam melakukan kegiatan usahatani tersebut.
2. Terdapat hubungan antara perilaku komunikasi (senbalitas lokal sentralitas global, kebersamaan, keterdedahan media massa) dengan perilaku usahatani (pengetahuan, sikap, dan tindakan). Hal ini berarti perilaku komunikasi dapat menentukan perilaku petani &lam melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih dengan cara komunikasi interpersonal melalui hubungan-hubungan interpersonal petani (kontak dengan sesama petani, kontak dengan penyuluh kontak dengan kepaa desa, kontak dengan sumber-sumber informasi lainnya) dan keterdedahan petani pada media massa. Hal ini dapat memberikan efek pada pengetahuan, sikap dan tindakan petani, yang mengarah pada proses perubahan tingkah laku dalam pelaksanaan kegiatan usahatani minyak kayu putih. Dengan demikian, komunikasi interpersonal melalui hubunganhubungan interpersonal petani dan keterdedahan petani pada media cetak
(buku bacaan) dapat menjadi kunci keberhasilan petani dalam pengembangan kegiatan usahatani minyak kayu putih di Desa Piru.
2. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disarankan; 1.
Komunikasi interpersonal melalui hubungan-hubungan interpersonal petani (kontak dengan sesama petani, kontak dengan penyuluh, kontak dengan kepala desa, kontak dengan sumber-sumber informasi lainnya) dan keterdedahan petani pada media cetak (buku bacaan) merupakan kunci pelaksanaan kegiatan usahatani minyak kayu putih di Desa Piru.
2. Untuk dapat meningkatkan pelaksanaan kegiatan usahatani minyak kayu putih di Desa Piru, maka perlu dibentuk kelompok-kelompok petani minyak kayu putih dan memiliki struktur organisasi yang dapat dipertanggung jawabkan (hubungan vertikal dan horisontal dalam kelompok), sehingga informasi dapat dengan mudah terdistribusi kepada semua petani dalam kelompok. Semakin banyak informasi yang diterima kelompok, maka semakin tinggi tingkat interaksi antara petani untuk menimbulkan saling pengertian antara sesama petani sehingga kelompok tersebut semakin dinamis. Makin dinamisnya suatu kelompok dapat memberikan suasana nyaman bagi petani untuk melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih.
DAFTAR PUSTAKA Arif, M. 1995. Materi Pokok Organisasi dan Menajemen. Universitas Tebuka, Jakarta Arikunto, S. 1998. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta Baharsyah, S. 1994. Manusia dan Pertanian. Arah Strategi dan Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian di Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia dalam Pembangunan Pertanian: PERHAPI. Bogor Balai Ristand Indag Ambon. 2003. Penyulingan Minyak Kayu Putih. Ambon: Dinas Pendustrian dan Perdagangan Maluku. BPS Provinsi Maluku, 2005. Provinsi Maluku dalam Angka 2005. Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku. BPS Kabupaten Seram Bagian Barat, 2005. Kabupaten Seram Bagian Barat dalam Angka 2005. Badan Pusat Statistik Kabupaten Seram Bagian Barat. Berlo, D.K. 1960. The Process of Communication:An Introduction to Theory and Practice. New York: Holt, Rinehart, dan Klinston. Cangara, H. 2000. Pengantar Ilmu Komunikasi.Raja Grafindo Persada. Jakarta Calvin, 2004. Hubungan Antara Pengetahuan Petani dengan Kegiatan Usahatani Minyak Kayu Putih di Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Baraf Provinsi Maluku. Skrepsi J u N S ~Budidaya ~ Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian. Universitas Pattimum. Ambon Devito, J. A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Maulana Profesional Books, Jakarta Depari, E. dan McAndrews C. 1998. Peran Komunikasi Massa dalam Pembangunan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, 2004. Buku Neraca Sumber Daya Alam Spesial Daerah. Provinsi Maluku: Kejasama PUSPICS UGM, dan Pemerintah Daerah Provinsi Maluku. Damihartini, R. 2005. Hubungan Karakteristik Petani dengan Kompetensi Agribisnis Pada Usahatani Sayuran di Kabupaten Kediri Jawa Timur. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sajana, Institut Pertanian Bogor. Effendy, U.O. 2001. Ilmu Pengantar Komunikasi. Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya. Bandung. Fadholi, H. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta Hatta, S. 2003. Budi Daya dan Penyulingan Kayu Putih. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Haemman, H. 2005. Kemitnan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal. Yayasan Mitn Pembangunan Desa-Kota dan BIC-Indonesia, Jakarta.
Ichwanudin. 1998. Hubungan Perilaku Komunikasi Peserta Kelompok Penggerak Parawisata (KOMPEPAR) dengan Adopsi Program Sapta Pesona di Kabupaten Sukabumi. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Jahi A. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia Ketiga. Gramedia, Jakarta Jamie, M. Y, 1994. Sistim Penyuluhan Pembangunan Pertanian Indonesia. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sajana, Institut Pertanian Bogor. Kerlinger, F. N. 1990. Asas-Asas Penelitian Behavioral. Simatupang L.R, penerjemah; Yogyakarta: Gajah Mada University. Kincaid, D. L dan W. Schramm, 1987. Azas-azas Komunikasi Antar Manusia. LP3ES, Jakarta Lionberger H. F. and P.H. Gwin, 1982. Communication Strategy : A Guide for Agricultural Change Agents, The Interstate Printers and Publisher. Inc. Colombia Campus, Denville Iilinois Lewis, P.V. 1987. Organizational Communication: The Sience of Effective Management. John Wiley and Sands. New York. Mar'at. 1981. Sikap Manusia, Pembahan serta Pengukurannya. Ghalia, Jakarta Minar, N. 1988. Hubungan Beberapa Karakteristik Sosial Ekonomi dan Perilaku Petani Mengadopsi Rumput Unggul di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk Kabupaten Majalengka. Jawa Barat. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sajana, Institut Pertanian Bogor. Mislini, 2006. Analisis Jaringan Komunikasi Pada Kelompok Swadaya Masyarakat. Kasus KSM di Desa Taman Sari, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Muhammad, A. 1995 .Komunikasi Organisasi. Bumi Aksara. Jakarta Muksin, 2002. Jaringan Komunikasi dan Kohesivitas. Kajian Iklim Kelompok dan Aplikasi Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Ramah Lmgkungan di Desa Punvasari Bogor, Jawa Barat. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Lnstitut Pertanian Bogor. Mulyana, D. 2001. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya, Bandung. Mulyani, E. S. 1991. Hubungan keterdedahan pada media komunikasi, partisipasi dan cui-ciri individu petani dengan tingkat penerapan teknologi sistem usahatani tanaman temak di Batumarta, Sumatra Selatan. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Parera, E. 2005. Nilai Ekonomi Total Hutan Kayu Puti di Propinsi Maluku Sebagai Salah Satu Sumber Pendapatan Asli Daerah. Kasus di Desa Piru
Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sajana, Institut Pertanian Bogor. Pasaribu, A. 2001. Hubungan Karakteristik Individu dengan Jaringan Komunikasi Kelompok Tani Pengendalian Hama Terpadu. Studi Kasus Kelompok Tani Jetis Prenggan dan Sembuh Wetan, Desa Sidikarto, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewah Yogyakarta. [Skipsi]. Bogor: Jumsan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Purnomo, A. 2002. Hubungan Tipe Diri Dengan Jaringan Komunikasi. Kasus T a ~ n aPesantren Wirausaha Agribisnis Abdurrahman bin Auf di Desa Bulan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. [Skipsi]. Bogor: Jumsan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Rakhmat, J., 2001. Metode Penelitian Komunikasi. Remaja Rosdakarya, Bandung ,2002. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya, Bandung Ramhdani, D. 2002. Peranan Kelompok Tani Dalam Upaya Meningkatkan Kemarnpuan Petani Dalam Pengambilan Keputusan Usahatani. Kasus Petani Lada di Kecamatan Loa, Kabupaten Kutai, Provinsi Kalimantan T i u r . [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sajana, Institut Pertanian Bogor. Robbin, S. 1984. Management: Concept and Practice. Newjersey: Prentice Hall Inc Rogers, E.M.1966. Mass Media Exposure and Modernizations among Colombian Peasants. Public Opinion Quettrly, New York Rogers, E.M and D.L. Kincaid. 1981. Communication Networks ; Toward a New Paradigma for Research. The Free Press, New York Rogers, E.M. 1983. Dzfision of innovafions. Third Edition. New York: The Free Press Rogers, E.M. 1986. Communication Technology. The new media in sociefy. The Free Press. A Division of Macmillan, Inc. New York Setyanto, A. 1993. Hubungan Karakteristik Petani dan Keterkaitannya dalam Jaringan Komunikasi dengan Adopsi Paket Teknologi Supra Insus di Desa Pandeyan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukaharjo, Jawa Tengah. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Singarimbun, M. dan S. Effendi, 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta Slamet, M. 1978. Kumpulan Bahan Bacaan Penyuluhan Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor Soedjawo, 1993. Pemantapan Kerniskinan Melalui Kegiatan Pembangunan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta Soekanto, S. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada, Jakarta Sopiana, 2003. Hubungan Karakteristik Petani dan Jaringan Komunikasi dengan Perilaku Usahatani Tebu. Studi Kasus di Lokasi Transmigrasi Desa Tanah
Abang, Kecamatan Bunga Mayang, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta, Bandung Suprapto, T. 2006. Pengantar Teori Komunikasi. Media Preeindo, Yogyakarta Syahri, 2003. Aplikasi Statistik Praktis dengan SPSS. 10 for Windows. Graha Ilmu, Yogyakarta Tomatala, G.S. 2004. Pemanfaatan Media Komunikasi dan Perilaku Usaha Peternak Sapi Potong. Kasus Petemak Sapi Potong di Kecamatan Sukanegara Kabupaten Cianjur. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Toni, 2005. Potensi dan Peluang Pengembangan Indusbi Minyak Kayu Putih di Indonesia. htt~://www.Telaga.org/artikel.php? Diakses 14-2-2006 Tubbs, S.L. dan S. Moss. 2000. Human Communication : Konteks-Konteks Komunikasi. Mulayana D. dan Gembirasari, penejemah; Mulayana D, editor. Remaja Rosdakarya, Bandung 2001. Human Communication: Konfeks-konfeks K o m u n i h i . Remaja Rosdakarya. Bandung Umar, H. 2005. Riset Sumber Daya Manusia. Alfa Beta, Bandung Van den Ban, A. W., and H.S. Hawkins 1999. Penyuluhan Pertanian (Tejemahan) Kanisius, Yogyakarta Walgito, B. 2002. Psikologi Sosial. ANDI, Yogyakarta Winkel, W.S. 1987.Psikologi Pengajaran. Gramedia, Jakarta Zahid, A. 1997. Hubungan Karakteristik Petemak Sapi Perah dengan Sikap dan Perilaku Aktual dalam Pengelolaan Limbah Petemakan. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sajana, Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1 Peta lokasi penilitian di Desa Piru Kecamatan Seram Barat
Lampiran 2 Produksi minyak kayu putih di Propinsi Maluku periode 2001 - 2004 Tahun
Produksi (liter)
Persentase (%)
817,842
100,OO
Total Surnber : BPS Provinsi Maluku. 2005.
Lampiran 3. Nilai level sitem dalam jaringan kornunikasi
INISIAL PETANI PS
SENTRALITAS LOKAL 7
SENTRALITAS GLOBAL 293
KEBERSAMAAN
SENTRALITAS GLOBAL 727.0 1266 539
KEBERSAMAAN
Rata-rata Max Min
SENTRALITAS LOKAL 6.5 14 3
29
49 272 0
Lampiran 4. Nilai level klik dalam jaringan komunikasi
MISLAL PETANI PS LS YS DL JA
W RT RD EU SN
Rata-rata
Max Min
SENTRALITAS LOKAL
SENTRALITAS GLOBAL
KEBERSAMAAN
7 4 8 10 6 3 5 4 6 14
293 484 484 273 484 486 484 484 506 25 1
29 0 92.5 184 1.5 0 1.5 1.5 1 197
SENTRALITAS LOKAL
SENTRALITAS GLOBAL
KEBERSAMAAN
6.7 14 3
423.0 506 25 1
46.7 197 0
KLIK 11
INISIAL PETANI LR
SENTRALlTAS LOKAL
SENTRALITAS GLOBAL
KEBERSAMAAN
5
LK
3
HE HA
6 13 7 4 3 6
467 502 505 263 282 474 472 470
103.5 0 7.75 178.25 128.14 1.5 0 108.32
SENTRALITAS LOKAL
SENTRALITAS GLOBAL
KEBERSAMAAN
5.6 13 3
437.8 505 263
59.3
RN AX
MT
MU
Rata-rata Max
Mi
178 0
KLIK 111 INISIAL PETANI LM
Rata-rata Max
Mi
SENTRALITAS LOKAL 13
SENTRALITAS GLOBAL 170
KEBERSAMAAN
SENTRALITAS LOKAL 6.7 13 3
SENTRALITAS GLOBAL 212.4 395 170
KEBERSAMAAN
272.58
46.6 272 0
Lampiran 4. Data sosiometrl jaringan komunikasi
Lampiran 5. Data status piliban responden
Lampiran 6. Hasil analiiis hubungan dengan menggunakan alat uji statistik Rank Sparman Correlations Spearman's rho
SENTRALITA L O W SENTRALITAS GLOBAL KEBERSAMAAN KETERDEDAHAN MEDIA MASSA
*
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient
UMUR PENDIDIK PENGALAMAN AN 0.557* 0.178 0.543* 0.001 0.338 0.002 31 31 31 0.402* 0.007 0.518* 0.019 0.969 0.003 31 31 31 O.550* 0.082 0.410* 0.001 0.659 0.022 31 31 31 0.213 0.116 0.201
Sig. (2-tailed) N
0.103 31
0.536 31
0.117 31
Spearman's rho
Correlation Coefficient Sig. - 0-tailed) . N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N MEDIAConelation Coefficient
LUAS LAHAN 0.599* 0.000 31 0.404* 0.024 31 0.443* 0.01 1 31 0.372
MODAL USAHA 0.473* 0.006 31 0.528* 0.002 31 0.372 0.039 31 0.344
Sig. (2-tailed) N
0.039 31
0.058 31
SENTRALITA LOKAL
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) -
~
N
SENTRALITAS GLOBAL KEBERSAMAAN KETERDEDAHAN MASSA
*
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Spearman's rho
SENTRALITAS LOKALl
SENTRALITAS GLOBAL KEBERSAMAAN
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N KETERDEDAHAN MEDIA MASSA
*
Correlation Coefficient
N Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed
PENGETAHUAN 0.731*
SIKAP TINDAKAN 0.661* 0.639*
0.000 31 0.41 l* 0.022 31 .540* .002 31 .563*
0.000 31 0.424* 0.017 31 .582* .001 31 .513*
0.000 31 0.369* 0.041 31 .48 1* ,006 31 .605*
31
31
31
Lampiran 7. Hasil analisis hubnngan dengan meuggunakan alat uji statistik Chi Square
Hubungan Status Pekerjaan dengan perilaku Komunikasi Test Statistics
Chi-square
I sentra lokal I 3.854
Asymp. Sig. a 0 cells (.O%) have expecied frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 29.5.
Test Statistics Chi-Squarea Asymp. Sig. a. 0 cells (.Ox) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 32.5.
Test Statistics kebersarnaan 3.789
Chi-square*
I Asymp. Sig. I
.052
1
a. 0 cells (.0°,4have ) expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 19.0.
Test Statistics
1 keterdedahan Chi-squarea
1
7.364
Asymp. Sig. a. 0 cells (.Ox) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 22.0.
Hubungan Status Lahan dengan Perilaku Komunikasi Test Statistics sentra lokal Chi-squarea df Asymp. Sig.
18.458 1
,000
a. 0 cells (.O%)have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequencyis 29.5.
Test Statistics
Asymp. Sig. a. 0 cells (.Ox)have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 32.5.
Test Statistics
Chi-squarea
I kebersamaan I I 12.737 1
Asymp. Sig.
a. 0 cells (-0%)have expeded frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 19.0.
Test Statistics keeterded
Asymp. Sig.
.OW
a. 0 cells (.O%)have expeded frequencies less than 5. The minimum expeded cell hequency is 22.0.
NO. Resp:
.......
PETUNJUK PENGISLAN KUESIONER Pilihan jawaban yang menurut BpMbu benar, dengan cam m e l i n ~ k a r i jawaban yang telah disediakan. Mohon diisi dengan ~enielasaasingkat jika terdapat titik untuk tempat jawaban. Kami mohon semua pertanyaan dapat diisi sehingga tidak ada yang terlewatkan.
A. KARAKTERISTIK PETANI
.......................................................................... 2. Alamat .................................................................................... 3. Umur ..............(khun) 1. Nama Lengkap
4. Pendidikan formal terahkir? a. Tidak tamat SD,
c. Tamat SLTPISederajad
b. Tamat SDfSederajad
d. Tamat SLTAJSederajad
e. Diploma
f. Sarjana
5 . Apakah BpWIbu melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih sebagai: a. pekerjaan pokok (utama)
b. Pekerjaan sampingan
6. Jika jawabannya (a) pada point 5, berapa lama melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih ......................tahun. Jika jawahannya @), berapa lama melakukan kegiatan tersebut ........... (tahun) dan apa pekerjaan pokok FpMlbu sekarang ini ..................................................
7. Apakah BpMbu pemah mengikuti kursudlatihan tentang minyak kayu putih dalam 5 tahun terahkir? a. Ya
b. Tidak
8. Bila ya, sebutkan: No
Nama
Lama
Kursusbtihan
@ari)
1 2
3 4
-
Tahun
Tempatl Lokasi
Penyelenggara
KARAKTERISTIK USAHATANI I . Berapa luas lahan yang diusahakan BpMbu, untuk kegiatan usahatani minyak kayu putih ............hektar (ha). 2. Apakah lahan tersebut adalah; a. Lahan Pribadi
b. Lahan Sewa
3. Kalau itu lahan pribadi atau lahan sewa, apakah Bpkllbu melakukan kegiatan ini s e c m kontinyu (terus menerus)? a. Ya
b. Tidak
4. Jika pilihan jawabannya a atau b, apa alasannya ..............................................
5. Apakah Bpkiibumembutuhkan modal untuk kegiatan usahatani minyak kayu
putih?
a. Ya
b. Tidak
6. Jika pilihan jawabannya Ya, modal tersebut bersumber dari mana: a. Modal sendiri (modal pribadi petani sendiri) b. Modal Pinjaman (modal yang beyasal dari sumber lain, d m bukan modal dari kzntong pribadi petani) Jika iawabannva modal sendiri :
7. Berapa besar biaya awal yang digunakan BpkiIbu untuk melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih? Rp.
.........................
8. Modal tersebut digu~takmuntuk biaya-biaya apa saja, sebutkan?
e ......................................................................................... 9. Apakah modal yang Bpk/Ibu miliki sudah d i d a n cukup untuk melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih?
a. Ya
b. Tidak
10. J i a tidak, apa alasannya.. .............................................................
............................................................................................. 11. Apa komentar BpklIbu sesuai pilihan jawaban pada nomor 17: ..................
Jika iawabannva modal piniaman :
........................... ............................................................................................. 13. Berapa besar modal awal yang BpkIIbu pinjam? Sebutkan! Rp ......... 12. Dari mana sumber pinjaman modal tersebut. Jelaskan!
14. Modal tersebut digunakan untuk membiayai hal-ha1 apa saja dalam pelaksanaan kegiatan usahatani minyak kayu putih, jelaskan! ..........................
15. Apakah modal tersebut sudah dirasakan cukup bagi BpMbu dalam melakukan kegiatan usahatani minyak kayu putih? a. Ya
b. Tidak
16. (Berhubungan dengan jawaban nomor 14). Jika tidak, apa alasannya!
17. Bagaimana sistim pengembalian pinjaman modal tersebut, jelaskan!
18.Bagaimana
...........
ketersediaan modal usahatani di daerah tempat Bpknbu
melakukan kegiatan usahatani @ilih salah satu jawaban di bawah ini)? a. Tersedia b. Kurang Tersedia c. Tidak Tersedia 19. Apa komentar BpWIbu sesuai pilihan jawaban pada nomor 17: ..................
..............................................................................................
PERILAKU KOMUNIKASI JARINGAN KOMUNIKASI 20. Apakah BpWlbu sangat membutuhkan informasi tentang minyak kayu putih
dalam kegiatan usahatani minyak kayu putih?
a. Ya
b. Tidak
21. Jika Ya: apakah informasi itu berhubungan dengan cara<ara pemeliharaan tanaman minyak kayu putih, card-cara teknis produksi minyak kayu puyih dan manejemen usahatani minyak kayu putih? a. Ya
b. Tidak
22. Dari siapa BpWIbu memperoleh informasi yang berkaitan dengan cara-cara pemeliharaan tanaman, teknis produksi minyak k a ~ uputih dan manajemen usahatani minyak kayu putih, sebutkan dan berikanlah tanda silang serta informasinya menyangkut ha1 apa saja (tanda silang bisa lebih dari satu, sesuai dengan kondisi yang BpWIbu alami)
23. Bagaimana cara Bpk/Ibu memperoleh informasi tersebut? (berilah tanda silang sesuai yang BpMbu alami pada option di bawah ini) jawaban bisa lebih dari satu.
I
a. Dengan cam melakukan kunjungan ke sumber tersebut (pemberi infonnasi) b. Sumber datang ke Bpkllbu kemudian memberikan informasi tersebut. c. Pada pertemuan-pertemuan yang bersifat informal yang lebih dari dua orang d. Lain-lain, sebutkan:
.......................................................................................
24. Apakah informasi yang BpWlbu terima dapat mengatasi masalah yang di hadapi? a. Ya
b. Tidak
25. Jika Ya, misalnya seperti apa (berikan contoh kasusnya)! .................................
............................................................................................................................ 26. Berhubungan dengan pertanyaan no. 23. Kalau dalam bentuk pertemuanpertemuan informal apakah BpWlbu aktif memberikan masukadide-ide waktu pertemuan itu? a. Tidak pemah b. Kadang-kadang c. Selalu
27. Apakah BpWIbu sering bertemu dalam bentuk pertemuan informal untuk membicarakan kegiatan menyangkut usahatani minyak kayu putih? a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pemah
28. Kalau jawabannya kadang-kadang atau tidak apa alasannya, jelaskan! ...........
KETERDEDAHAN MEDIA MASSA 29. Jenis media apa yang sering digunakan oleh BpMbu untuk memperoleh informasi tentang minyak kayu putih, dan berapa banyak dalam seminggu serta intensitas waktu paling banyak pada waktu mana.
TV
Radio Surat Kabar Majalah Buku Brosur Leaflet
Waktu (pagi, siang, sore, malam)
Frekuensi (banyaknya dalam seminggu)
Jenis Media
I
I
30. Bagaimana menurut pendapat Bpkllbu tentang ketersediaan informasi minyak kayu putih pada media massa di bawah ini?
Keterangan. A = tersedia
B = kurang tersedia
C = tidak tersedia
31. Media apakah yang paling disukai atau sering digunakan oleh BpWIbu? Jawaban boleh lebih dari satu: a. Televisi b. Radio c. Surat Kabar d. Buku Bacaan e. Majalah f. Leaflet g. Brosur 32. Untuk televisi jenis saluran yang sering digunakan olen BpWIbu? Jawaban boleh lebih dari satu: a. TVRI b. TPI c. RCTI d. SCTV e. Lain-lain, sebutkan ........................ 33. Untuk televisi, jenis program siaran apa yang biasanya Bpk/Ibu menontoil, sebutkan!............................................................................................................
34. Untuk radio, jenis program siaran apa yang biasanya BpklIbu menonton, sebutkan!............................................................................................................
...........................................................................................................................
35. Menurut Bpk/Ibu media massa yang paling banyak menyajikan informasi tentang kegiatan usahatani minyak kayu putih? (lingkarilah option dibawah ini bisa lebih dari satu yang dianggap sesuai dengan kondisi yang terjadi) a. Televisi b. Radio c. Surat Kabar d. Buku Bacaan e. Majalah f. Leaflet g. Brosur 36. Berikanlah pendapat atau komentar Bpknbu berhsarkan pilihan jawaban pada soal no. 35, kenapa memilih jawaban tersebut (kaitannya dengan pemeliharaan tanaman, teknik produksi minyak kayu putih dan manajemen usahatani)!
.............................................................................................................................
Pilihlah jawaban sesuai dengan pendapat BpkIIbu mengenai pernyataanpemyataan dibawah ini.
PENGETAHUAN 1. Tanaman yang tumbuh dekat tanaman kayu putih dapat mempengaruhi poduksi daun? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 2. Penyiangan adalah kegiatan membersihkan tanaman-tanaman pengganggu yang tumbuh dekat tanaman kayu putih? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 3. Pernangkasan bertujuan untuk mencegah pertumbuhan tanarnan rneninggi sehingga produksi daun dapat meningkat dan pemetikan daun dilakukan dengan mudah? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 4. Pemangkasan dilakukan dengan cara memotong batang kayu putih serendahrendahnya setelah pemetikan daun yang pertama? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 5. Pemberian insektisida kepada tanaman kayu putih dapat mencegah penyerangan hama terhadap tanaman tersebut? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 6 . Ravm adalah salau satu hama yang menyerang tanaman kayu putih dari a k Z y a dan harus diberikan pesti&a? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 7. Pemetikan daun kayu putih sebaiknya pada awal musim kemarau? a Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 8. Diragut adalah salah satu cara dalarn pemetikan daun kayu putih yang sangat baik? c. Setuju a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju
9. Pemangkasan juga merupakan salah satu cara dalam pemetikan daun kayu putih yang sangat baik? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 10. Daun yang terlalu mudah dan tua tidak terlalu bagus untuk menghasilkan minyak kayu putih yang baik? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 11. Jumlah daun yang melebihi kapasitas ketel untuk proses penyulingan minyak kayu putih, maka sebahagian daun harus disimpan dalam suatu ruangan di atas lantai yang kering dengan sirkulasi dan temperatusr suhu yang rendah, atau sebaiknya dibuat dalam bentuk rak-rak? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 12. Untuk penyulingan minyak kayu putih diperlukan waktu 2 sampai dengan 4 atm? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 13. Lamanya waktu untuk proses penyulingan minyak kayu putih berkisar antara 3 sampai dengan 4 jam? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 14. Bahan pernbuatan ketel penyulingan dari bahan kuningan dapat mempengaruhi wama minyak yang dihasilkan? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Sehlju 15. Penentuan kualitas minyak dilakukan dengan membuat penampunganpenampungan berdasarkan periode waktu proses penyulingan. a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 16. Biaya produksi usahatani adalah biaya yang digunakan d a l h satu kali proses produksi kegiatan usahatani? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 17. Pendapatan usahatani diperoleh dari penerimaan hasil produksi dikurangi dengan besamya biaya produksi usahatani? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju
18. Untuk dapat menekan biaya produksi maka perlu dilakukan dengan teknologi hemat biaya. Teknologi hemat biaya adalah teknologi yang murah dan cara menggunakannya sangat mudah. a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 19. Untuk dapat berhasil dalam kegiatan usahatani minyak kayu putih maka perlu memperhatikan peluang pasar? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 20. Ciri-ciri seorang wirausaha salah satunya adalah kreatif dan inovatif? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 21. Kreatif dan inovatif adalah kemampuan berpikir dan bertindak yang baru dan berbeda? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju
22. Lahan yang bersih dapat meningkatkan kualitas hasil produksi? a. Tidak Sehju b. Kurang Setuju c. Setuju 23. Tujuan pemangkasan cabar.g kayu putih untuk meningkatkan ~roduksidaun kayu putih? a. Tidak Setuju b. Kurane. - Setuiu c. Setuju 24. Salah satu keputusan untuk dapat meningkatkan kualitas produksi yaitu dengan melakukan pengendalian terhadap hama penyakit? a. Tidak Setuiu b. Kurang Seiuju c. Setuju 25. Cara di rungut adalah adalah cara pemitikan daun kayu putih yang benar? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 26. Dalam setahun pemetikan daun kayu putih hanya 1 sampai dengan 2 kali saja? a. Tidak Setuju b. Kurang Setnju c. Setuju
27. Untuk meningkatkan kualitas minyak (wama minyak) maka hams menggunakan bahan yang terbuat dari alumunium? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 28. Daun yang terlalu banyak dalam ketel (melebihi kapasitas ketel) sangat berpengaruh terhadap h a i l produksi minyak kayu putih? k a. ~ i d a Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 29. Dengan membuat periode penyulingan maka dapat menentukan kualitas minyak yang baik? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 30. Perencanaan biaya produksi usahatani sangat penting untuk kelangsungan kegiatan usahatani minyak kayu putih? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 31. Perencanaan jumlah produksi yang diinginkan harus disesuaikan dengan luas lahan yang digunakan? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Se&jjc 32. Modal mempakan kendala utama dalam usahatani? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 33. Wirausaha tidak hanya memerlukan pengetahilan tetapi juga ketrampilan a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 34. Wirausaha hams kreatif dan inovatif . a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 35. Petani harus berani mengambil keputusan dan menanggung resiko dari kegiatan usahatani yang diajalankannya? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju 36. Keputusan yang baik harus dilandaskan pada pemikian yang rasional dalam melakukan kegiatan usahatani? a. Tidak Setuju b. Kurang Setuju c. Setuju
Berilah tanda centang (4) pada pilihan jawaban yang sesuai dengan tindakan BpWIbu dalam melakukan kegiaian usahatani minyak kayu putih. Keterangan: Tindakan; M = Melakukan K K = Kadang-kadang T M = Tidak Melakukan
No
/
37
1 Anakah BnWlbu selalu ~nelakukanwmbersihan lahan untuk
I I
mctijaga penulnbuhan poholl knyu pulih? ~ ~ k i l selalu h u mel&ukan pcm:ingkasx~pada nnring daun kayu putih? Apakah dalam setahun BpWlhu melakukan pemanenan daun Kayu putih 1 sampai dengan 2 kali? Apakah BpWIbu selau memberikan insektisida pada tanaman kayu putih? Apakah Bpknbu membuat tempat penyimpanan daun kayu Putih sesuai persyaratannya? 1 Apakah BpkiIbu selalu memperhatikan pengisian daun dalam ketel penyulingan? Untuk nendapatkan kualitas mifiyak yang baik, apakah BpMbu menggantikan alat berbahan kuningan dengan alat berbahan alumunium? 1 A ~ a k a hBoknbu melakukan pemanasan daun kayu putih pada kisaran waku 3 sampai dengan 4 jam? 1 Apakah BpMbu melakukan kaksi penyulingan minyak untuk
1
I
I
I
I
1 I I I
I
39 40 41
42
/
43
44
45
I
Pertanyaan
Tindakan I M I K K I TM
I
minyak k;lyu puti'n, biaya produksi? apakah BpWIbu
1, 1 I
1 1 !