PARTISIPASI MASYARAKAT DI DALAM PELESTARIAN & PENDOKUMENTASIAN WARISAN KOTA SURABAYA 1706-1940 (Benny Poerbantanoe)
PARTISIPASI MASYARAKAT DIDALAM PELESTARIAN DAN PENDOKUMENTASIAN WARISAN (ARSITEKTUR) KOTA SURABAYA TAHUN 1706 - 1940 Benny Poerbantanoe Staf Pengajar Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Arsitektur – Universitas Kristen Petra
ABSTRAK Dalam memasuki usianya yang ke 708 tahun, perkembangan dan pengembangan tata ruang kota Surabaya oleh partisipasi masyarakat mengalami pertumbuhan yang pesat. Baik oleh partisipasi masyarakat yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Termasuk pada upaya pelestarian warisan (arsitektur) kota, yang berimplikasi kepada nilai-nilai ; estetika dan sosial, ekonomi, budaya didalam menjamin keseimbangan lingkungan, keamanan-keselamatan dan kesehatan publik serta keberlanjutan kehidupan. Oleh karenanya partisipasi masyarakat pada pelestarian perlu dibangun kepada kesadaran akan arti visi dan misi dari keberadaan warisan (arsitektur) kota itu pada masa lampau, sekarang dan akan datang. Kata kunci: Surabaya, Partisipasi Masyakarat, Pelestarian dan Pendokumentasian Warisan Arsitektur Kota.
ABSTRACT In the age of 708, the people participation in the development of Surabaya spatial planning has grown so fast. The positive and negative impacts has been roled in maintaining the architecture heritage in the city. The attempt of conservation has many values, such as social aesthetic, economy and culture of its city. Yet, will maintain the environment sustainability, like public health, and safe life. Because of that people participation on preservation need to be build upon consciousness of the meanings of vission and mission of the past, present and future urban heritage civilization. Keywords: Surabaya, people participation, conservation and documentation architectural heritage.
PELESTARIAN, PENATAAN RUANG DAN PARTISIPASI Pelestarian sebagai salah satu jenis pendekatan di dalam perencanaan kota (penataan ruang) tergolong relatif masih baru, meskipun sejak lama telah ada perhatian terhadap subyek ini, yaitu sejak abad kedua sebelum masehi. Pelestarian menjadi urgen karena adanya suatu kejutan yang timbul, yaitu ketika skala pembongkaran-pembongkaran dan bentuk-bentuk penghancuran bangunan-bangunan serta kawasankawasan bersejarah semakin besar dan tidak terkendali. Upaya pelestarian & pendokumentasian warisan (arsitektur) kota di Indonesia, sebagai salah satu wujud praktek partisipasi didalam penataan-ruang, sebenarnya telah lama hidup dan berkembang diberbagai kalangan masyarakat. Meskipun partisipasi itu baru mengedepan menjadi issue penting pada pertengahan dekade 1990, didalam perkembangan & pengembangan tata ruang kota dan wilayah di Indonesia. Dan
diformalkan melalui penetapan dan pemberlakuan; • Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 69 Tahun 1996, tentang peran serta masyarakat didalam penataan ruang. • Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 9 Tahun 1998, tentang tata cara peran serta masyarakat didalam proses perencanaan tata ruang di daerah. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Sedangkan ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsunan hidupnya. Dan tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanaan maupun tidak. Didalam penataan ruang baik kota maupun wilayah, ternyata wujud partisipasi oleh masyarakat bisa diketemukan yang bersifaat positif maupun negatif.
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
43
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 29, No. 1, Juli 2001: 43 - 51
Di Surabaya, upaya pelestarian & pendokumentasian warisan (arsitektur) kota secara resmi dimulai bersamaan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Walikotamadya Surabaya Nomor 188.45/251/402.1.04/1966 pada tanggal 26 September 1996. Yang memuat dan menetapkan 61 bangunan sebagai benda cagar budaya yang dilindungi. Menyusul semakin meluasnya dan tidak terkendalinya; skala pembongkaranpembongkaran dan bentuk-bentuk penghancuran bangunan-bangunan serta kawasan-kawasan bersejarah oleh berbagai kalangan masyarakat. Seperti misalnya; • Kantor PT. Kereta Api Indonesia DAOP VIII (eks. Kantor Telegraph Soerabia ) dan Balai Peninggalan Harta (eks. Kantor Pos & Telegram Soerabaja), di jalan Stasiun SemutBibis Surabaya. • Toko Aurora dan Toko Sentral (eks. Hellendorn) dan lain-lain, di jalan Tunjungan Surabaya. • Kompleks Markas dan Asrama Korps Marinir, di jalan Walikota Mustajab Surabaya. • Kompleks RS. Simpang, gedung RRI (Radio Republik Indonesia), gedung BTN (Bank Tabungan Nasional), di jalan Pemuda Surabaya. Sebagai respons dari keluarnya Keppres (Keputusan Presiden) Nomor 32 Tahun 1990, yang mewajibkan tiap kota di Indonesia menetapkan Peraturan Daerah tentang Cagar Budaya (Lindung), selambat-lambatnya dua tahun setelah Keppres ini dikeluarkan. Masih adakah partisipasi masyarakat didalam upaya pelestarian dan pendokumentasian warisan (arsitektur) kota Surabaya, ditengah maraknya pembongkaran, penghancuran bangunan-bangunan serta kawasan-kawasan bersejarah oleh kalangan masyarakat yang lain itu ? Mengapa partisipasi masyarakat itu diperlukan sebagai upaya kolektif bagi pelestarian & pendokumentasian warisan (arsitektur) kota, sebagai bagian dari kegiatan penataan ruang di Surabaya ? Bagaimana saja sebenarnya wujud partisipasi serta masyarakat itu tumbuh dan berkembang dalam kehidupan kota Surabaya ? Bagaimana pula seyogyanya wujud partisipasi masyarakat itu dapat ditumbuh kembangkan ? PERLINDUNGAN BUDAYA DAN ALAM Pelestarian dan pendokumentasian warisan (arsitektur) kota adalah salah satu bentuk dari perlindungan terhadap cagar budaya dan ilmu pengetahuan. 44
Perlindungan terhadap cagar budaya dan ilmu pengetahuan dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya bangsa berupa; peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, monumen nasional yang berguna untuk pengembanan ilmu pengetahuan dari ancaman yang disebabkan oleh kegiatan alam atau manusia. (Keppres Nomor 32/1990). Kriteria kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah; tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan geologi yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu pelestarian dan pendokumentasian warisan (arsitektur) kota sebagai bagian dari upaya penataan ruang yang komprehensif, perlu memandang tak sempit arti dan makna dari "mempunyai manfaat tinggi untuk membangun ilmu pengetahuan". Tata ruang kota mempunyai sifat yang tak statis. Karena itu tiap kegiatan penataan ruang, termasuk didalamnya pelestarian dan pendokumentasian warisan (arsitektur) kota, perlu selalu diupayakan agar responsif terhadap situasi tata ruang yang dinamis. Dengan demikian, arti dan makna "mempunyai manfaat tinggi untuk membangun ilmu pengetahuan" itu perlu didalami dan hendaknya diinterpretasi; mempunyai manfaat tinggi sebagai generator pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya bagi masyarakat secara luas, guna mencapai; keseimbangan lingkungan, keamanan-keselamatan dan kesehatan publik serta berkelanjutan kehidupan kota. Pelestarian dan pendokumentasian warisan (arsitektur) kota adalah salah satu alat utama yang tersedia bagi para perencana yang berupaya untuk meletakan perkembangan fisik, sosial, ekonomi, politik dan estetika dengan baik . (Wayne O Attoe, 1979). Karena itu pelestarian dan pendokumentasian warisan (arsitektur) kota perlu diupayakan agar tidak sekedar sebagai kegiatan mengumpulkan, mencatat dan meregistrasi benda-benda mati (arsitektur bangunan gedung), untuk ditampilkan sebagai monumen-museum, yang berfungsi sebagai memori dari sebuah tata ruang kota. Pelestarian warisan (arsitektur) kota sebagai suatu aspek dari penataan ruang berlangsung dalam berbagai skala (substansi & teretori) dan
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
PARTISIPASI MASYARAKAT DI DALAM PELESTARIAN & PENDOKUMENTASIAN WARISAN KOTA SURABAYA 1706-1940 (Benny Poerbantanoe)
situasi yang berbeda-beda. Dengan demikian penyelenggaraan kegiatan pelestarian tidak hanya terbatas dalam kaitan dengan bangunan gedung atau lingkungan permukiman saja. Prasarana transportasi baik jaringan jalan raya maupun rel kereta, penerangan jalan, penutup lobang pematusan, lokasi-lokasi bersejarah, ruang terbuka hijau dan muka bangunan (facade), sama perlunya dilestarikan sebagaimana bangunan-bangunan individu, karena benda-benda itu adalah juga elemen-elemen penting bagi perwujudan bentuk serta sifat kota. Dan pada lingkungan alamiah diluar buatan manusia, yaitu tempat-tempat yang secara ekologis kritis atau lokasi-lokasi tempat bagi sumber kehidupan dan penghidupan kolektif yang dibutuhkan untuk manusia bisa survival, maka jelaslah bahwa issue pelestarian tidak terbatas hanya pada bangunan-bangunan yang terpisah (secara parsial). Skala pelestarian akan bisa meliputi ; kawasan alamiah, kota dan desa, garis cakrawala, artefak urban (permukiman & kehidupannya), wajah jalan, bangunangedung, potongan dan obyek karakteristik.(Wayne O Attoe, 1979). PERSPEKTIF PELESTARIAN WARISAN (ARSITEKTUR) KOTA Warisan kota bukan hanya sekedar arsitektur bangunan gedung kuno saja, akan tetapi meliputi; apa, bagaimana dan mengapa arsitektur-arsitektur bangunan dihadirkan serta hadir membawa kemaslahatan dan kemudaratan bagi kehidupan kolektif di perkotaan. Berhubungan dengan visi dan misi. Kota (lansekap arsitektur) pada dasarnya terbangun dari adanya unsur-unsur fisik yang meliputi; masa bangunan dan fungsinya, ruang luar ang terbentuk, jaringan sirkulasi-pedestrian dan tempat parkir, penghijauan dan ekosistem, utilitas dan sarana penunjang lainnya. Serta unsurunsur non fisik yang meliputi; sosial, ekonomi, budaya, politik dan religius, yang mempengaruhi pembentukannya. (Mohammad Danisworo, 1990). Suatu rencana-rancangan ruang kota, tidak lagi hanya merupakan jaringan jalan yang membagi gedung-gedung di dalam blokblok, tetapi merupakan suatu papan catur besar dimana bermacam-macam segi kehidupan berlaku. (Pattrick Geddes, 1940).
Kota adalah bisa dipahami dan dimengerti sebagai suatu (lansekap) arsitektur. Arsitektur yang bukan sekedar gambar (lukisan) dari kota yang bisa dilihat saja, melainkan sebagai suatu struktur (konstruksi). Yaitu struktur dari kota sepanjang waktu. Menurut sifatnya, arsitektur ini adalah bersifat kolektif. Pada awalnya manusia membangun rumah untuk menyediakan lingkungan yang lebih menyenangkan, melindungi diri dari cuaca-iklim yang tidak diinginkan. Dan akhirnya menciptakan lingkungan (iklim) buatan dengan tujuan estetika (keindahan). Disini arsitektur disebut sebagai muncul bersamaan dengan jejak pertama dari suatu kota. Jadi arsitektur itu jauh berakar didalam pembentukan peradaban dan itu adalah artefak-artefak yang permanen dan universal. Tujuan estetika dan penciptaan lingkungan yang lebih baik bagi kehidupan, adalah dua karakter permanen dari arsitektur. Hal ini menerangkan kota merupakan penciptaan manusia. Kota adalah lambang perjalanan dari sejarahnya. Kota itu terwujud dan tersusun oleh adanya kolase-kolase.(Colin Rowe, 1979). Kota merupakan karya manusia yang sempurna, yang dibuat hanya oleh orang-orang yang benar-benar mengerti tentang urban (kota). Konsep kota, tepatnya artefak kota sebagai karya seni yang selalu muncul dan diketemukan dalam bentuk yang bervariasi, dalam segala zaman dan kehidupan sosial – ekonomi – budaya – politik religius. Artefak kota selalu berkaitan dengan suatu tempat, peristiwa, waktu dan wujud kota. Seorang harus dapat dengan mudah membedakan waktu masa lampau, masa sekarang dan masa depan. Sebagian kenyataan serta keadaan masa lampau yang masih dapat kita alami sekarang ini memberikan makna permanensi (kenangan masa lampau). Didalam visi dan misi menjamin manusia untuk bisa mudah survival. Yang baik diteruskan dan dikembangkan, yang buruk direvisi atau ditinggalkan. Jaringan sirkulasi (jalan) dan rancanan kota adalah makna permanensi yang terdalam. Rancangan tata ruang kota berlaku dan berlangsung lama pada hakikatnya tak dapat digantikan, meski sering dilakukan penyesuaian. Warisan (arsitektur) kota Surabaya adalah artefak-artefak (kota masa lalu) yang berevolusi didalam pembentukan tata ruang Surabaya. Artefak-artefak kota yang berevolusi didalam pembentukan tata ruang Surabaya baru bisa diidentifikasi (didokumentasi) mulai tahun 1746. Setelah pertama kali Surabaya mulai "dipetakan" oleh Ir. Muller atas perintah van Im Hoff yang
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
45
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 29, No. 1, Juli 2001: 43 - 51
ketika itu adalah Gubernur Jendral pada pemerintahan Hindia Belanda. Sejak itu artefakartefak pembentuk tata ruang kota Surabaya mulai dapat dilihat dalam klasifikasi waktu sebagai berikut: - Masa Pra Kemerdekaan, yang terbagi dalam periode ; • Pra Gemeente Surabaya (1706 - 1905). • Pemerintahan Gemeente Surabaya (1906 1940). • Pemerintahan Pendudukan Jepang (1942 1945). - Masa Kemerdekaan & Pasca Kemerdekaan, yang terbagi alam periode; • Agresi Belanda l & II (1945 - 1950). • Pemerintahan Daerah Kota Besar Surabaya (1950 - 1964 ). • Peralihan Pemerintahan Daerah Kotapraja - Kotamadya (1964 - 1974). • Pemerintahan Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya (1974 - 2000). • Pemerintahan Kota Surabaya (2000 - ....). Berdasarkan klasifikasi waktu tersebut diatas itu, barulah kemudian dapat diketahui bahwa pada tahun 1706 - 1905, tata ruang kota Surabaya adalah sebuah permukiman pesisir dengan kegiatan perdagangan yang mempunyai hinterland daerah subur. Terbangun dengan adanya dua artefak, yaitu; (a). kawasan permukiman di dalam benteng, untuk pemukim Belanda dan (b). kawasan permukiman di luar benteng untuk pemukim non Belanda. Dan dalam kurun waktu dua abad inilah tata ruang kota Surabaya mulai berkembang ke arah hilir sebagai sebuah "permukiman kota" sebagaimana deffinisi yang berlaku universal saat itu. Pada periode tahun 1906 - 1941, tata ruang kota Surabaya berkembang pesat berlipat dua dari luas 4.275 hektar (1905) menjadi 8.280 hektar (1930). Perluasan ke arah hilir, linier dengan sungai Surabaya (kalimas) mulai dari kawasan di seputar Jembatan Merah hingga Wonokromo, melahirkan artefak-artefak baru dalam rupa; kawasan, aktivitas & fasilitas kota, melengkapi artefak-artefak lama (lokal) yang telah terbangun lebih dahulu, dalam teretori seperti misalnya; • Goebeng - Pacar keling (1908), dengan karakteristik sebagai kawasan perumahan umum, yang ditandai dengan adanya kompleks perumahan dinas dan depo kereta api. • Sawahan-Tidar (1906-1916), dengan karakteristik sebagai kawasan perumahan umum, yang ditandai dengan adanya fasilitas 46
•
•
•
•
•
pelayanan publik seperti gedung; STM - jalan Patua, Sekolah Don Boscho - jalan Tidar, Pengadilan - jalan Raya Arjuna dll. Darmo - Koepang (1916), dengan karakteristik sebagai kawasan perumahan umum dengan kapling besar dengan arsitektur khas seperti sekarang dijumpai sebagai; gedung museum Mpu Tantular, rumah dinas PANGDAM, rumah tinggal di simpang jalan Bintoro - Imam Bonjol dll. Yang ditandai dengan adanya fasilitas pelayanan publik seperti gedung; RSK. Vincentius A Paulo jalan Raya Diponegoro, RS. Darmo - jalan Raya Darmo, SMUK. Santa Maria - jalan Raya Darmo, SMUK. Sint Louis & Kathedral Surabaya - jalan Polisi Istimewa dll. Ketabang dan sekitarnya (1916), dengan karakteristik sebagai kawasan perumahan umum dengan kapling besar - menengah, yang ditandai dengan adanya fasilitas pelayanan publik, seperti misalnya gedung; Balai Kota Surabaya - jalan Taman Surya, SMU kompleks Wijayakusuma serta THR Mall (eks. Yaarmark ), kompleks Markas dan Asrma Korps Marinir - jalan Walikota Mustajab dll. Oendaan dan sekitarnya (1916), dengan karakteristik sebagai kawasan perumahan umum dengan kapling besar - menengah, yang ditandai dengan adanya fasilitas pelayanan publik, seperti misalnya gedung; RS. Mata Undaan - jalan Undaan Kulon. rumah-rumah Letnan-Kapten-Mayor Cina dengan arsitekturnya yang khas di jalan Kalianyar - Undaan Wetan. Ngagel (1916), sebagai kawasan industri yang ditandai dengan adanya dominasi bangunan industri, yang berposisi linier serta mempunyai akses langsung terhadap jalur rel kereta api Surabaya-Malang. Disamping kampung-kampung eksisting dengan karakteristik lokal yang dipertahankan keberadaannya seperti; Peneleh-Lawang Seketeng, Ambengan, Karanggayam, dinoyo, Keputran-Grudo, Kampung Malang-Surabayan, Keputran dll.
Pada periode pra Gemeente Surabaya (17061905) sampai dengan periode pemerintahan Gemeente Surabaya (1906 - 1940), teridentifikasi adanya tiga langgam arsitektur yang menyertai dan mewarnai kehadiran artefak-artefak baru itu, antara lain; Empire Style, Indiche dan Nieuw Bouwen. Yang apabila dicermati secara seksama dapat disebutkan bahwa langam-langam itu
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
PARTISIPASI MASYARAKAT DI DALAM PELESTARIAN & PENDOKUMENTASIAN WARISAN KOTA SURABAYA 1706-1940 (Benny Poerbantanoe)
adalah gambaran rangkaian evolusi karakteristik produk arsitektural dalam rangka adaptasi dengan iklim lokal yang troopis, terkait upaya mengeleminir rasa gerah pendatang Belanda yang berasal dari iklim dingin. Sementara dari sisi lain penghadiran; kawasan, aktivitas & fasilitas kota yang baru diantara dua periode itu dapat disebut sebagai tidak bisa dilepaskan dari perkembangan sosial, ekonomi, politik serta kaidah-kaidah pemenuhan fasilitas pelayanan publik di perkotaan yang ada pada masa itu. Sebagai illustrasi untuk bahan eksplorasi lebih dalam, berikut ini ditunjukkan kemungkinan fenomena yang diduga merupakan gambaran adanya hubungan antara; tempat, peristiwa, waktu serta wujud kawasan, seperti misalnya sebagai berikut: • Kawasan Pecinan - Arab, dengan Undangundang Wijkenstelsel (?). • Pembangunan fasilitas pendidikan, dengan politik Etis (Balas Budi) dari van Deventer. Yang kemudian ternyata berekses melahirkan praktek pembedaan sekolah untuk; pendatang Belanda, Cina dan penduduk lokal (?). • Pembangunan jaringan kereta api - trem listrik didalam kota maupun antar kota, dengan kebijaksanaan membangun akses (kemudahan) untuk koleksi produk perkebunan-pertanian hinterland kota, agar cepat dapat segera dikapalkan ke Eropa. Disamping untuk akses keperluan koleksi bahan baku, distribusi hasil produksi serta tranportasi pekerja industri (?). • Pembangunan gedung-gedung Bank dan perkantoran di seputar kawasan perdagangan Jembatan Merah - Kembang Jepun, dengan makin meningkatnya kedatangan dan jumlah Pengusaha Belanda yang membutuhkan dukungan permodalan (?). • Pembangunan RS. Mardi Santoso - jalan Bubutan dan juga RS. Darmo - jalan Raya Darmo dengan misi kemanusiaan–kepedulian sosial oleh sekelompok masyarakat Belanda kepada kesehatan masyarakat lokal (?). • Museum Mpu Tantular (eks. rumah dinas Direktur Javasche Bank ) - jalan Raya Darmo, dengan gedung Bank Jatim (eks. Javasche Bank) - jalan Garuda (?). • Hotel Majapahit Mandarin (eks. Oranje Hotel) - jalan Tunjungan, dengan Hotel Sarkies - jalan Embong Malang serta Makam Peneleh (?). • Viaduct kereta api yang dibangun berbeda dalam wujud 11 tipe konstruksi, mulai dari
jalan Sulawesi-Kapasan/Sidotopo–Pasarturi, sebagai upaya mengurangi perlintasan pada satu bidang (?). • Dan lain-lain masih banyak lagi. Warisan (arsitektur) kota hendaknya tak hanya dipandang dari sudut sejarah kota itu sendiri, tetapi juga perlu bisa dilihat dari elemenelemen yang ada di kota itu atau permanensi, baik itu perumahan (permukiman) maupun monumen yang ada di kota itu, dalam kaitan bangunan gedung bangunan gedung secara individual dengan kota secara keseluruhan. Suatu monumen yang didalam kota baik bila berguna untuk umum, berada pada lokasi yang sesuai, serta dibuat sesuai dengan peraturan. (Millizia, 1990). Monumen yang dibangun seharusnya ekspresif, memiliki struktur dan bentuk yang sederhana, serta dengan atau tanpa tulisan yang jelas dan pendek, sehingga dapat ditangkap makna keberadaannya dalam pendangan sekejap. Monumen adalah artefak kota alami maupun buatan, yang menyatu dalam komposisi kota. Pada komposisi kota segala sesuatu harus mengekspresikan diri sebagai kehidupan yang khas dari kebersamaan di dalam komposisinya (Poete, 1990). Pada artefak-artefak baru di tata ruang kota Surabaya, beberapa bangunan gedung dapat diidentifikasi sebagai monumen sebagaimana deskripsi diatas, dalam konteks komposisi mikro massa bangunan terhadap ruang luar yang terbentuk, seperti misalnya: • Posisi dan tampilan gedung Balai Kota Surabaya (eks. kantor Gemeente), di tengah ruang kawasan permukiman Ketabang, Gubeng, Ngagel, Darmo, Sawahan. Serta di ujung poros jalan Yos Sudarso - Panglima Sudirman - Urip Sumpharjo - Raya Darmo. (Gambar 1) • Posisi dan tampilan gedung Museum Mpu Tantular (eks. rumah dinas direktur Javasche Bank) dengan arsitekturnya yang khas dan mencolok, pada awalan poros jalan utama di kawasan permukiman Darmo. • Posisi dan tampilan gedung eks. Lindeteves Stokvis, dengan menara loncengnya yang karakteristik di persimpangan jalan Kebon Rojo - Pahlawan. • Posisi dan tampilan shilloutte gunung Penanggungan sebagai sebuah vista yang karakteristik pada poros jalan; Tunjungan dari
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
47
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 29, No. 1, Juli 2001: 43 - 51
arah persimpangan jalan GemblonganPraban. Dan poros jalan Yos SudarsoPanglima Sudirman - Urip Sumoharjo - Raya Darmo dari arah gedung Balai Kota Surabaya.
Gambar 1. Gedung Balai Kota Surabaya (Eks. Kantor Gemeente Soerabaja-1950) & Taman Surya • Sebagai akhiran utara pada poros jalan Raya Darmo - Urip Sumohardjo - Panglima Sudirman - Yos Sudarso. • Salah satu pocle perkotaan di Surabaya, open space “aktif” (tujuan penataan massa) yang menjadi public space. Tak semua artefak kota bersifat permanensi (tetap), karena kenyataannya tak semua artefak kota mampu bertahan lama (beradaptasi). Karena permanensi terbagi menjadi dua yaitu sebagai; elemen propelling dan elemen pathologic . Adanya artefak-artefak memungkinkan kita untuk mempelajari dan memahami suatu kota, atau sebaliknya artefak-artefak itu serangkaian elemen yang terisolasi yang anya memiliki sedikit keterkaitan dengan sistem urban (kota). Historical dari propelling permanence merupakan suatu bentuk masa lalu yang masih dapat kita alami, dan pathological permanence merupakan sesuatu yang terisolasi tak dapat beradaptasi dengan evolusi teknologi dan sosial. Koridor perdagangan jalan Tunjungan adalah salah satu contoh kasus. Jalan Tunjungan adalah salah satu artefak (elemen) pembentuk jati diri (tetenger) kota Surabaya. Tanpa adanya jalan Tunjungan bukanlah kota Surabaya. Sementara 48
dalam lingkup mikro; Jati diri jalan Tunjungan terlihat karena adanya kehidupan aktivitas perdagangan (shopping street) dan bangunanbangunan pertokoan (elemen) yang karakteristik seperti; SIOLA (eks. White Away), AURORA (sudah hancur), SENTRAL (eks. Hellendornsudah hancur), METRO (diterlantarkan), hotel Majapahit Mandarin (eks. Oranje Hotel) dan lain-lain, termasuk jaringan rel trem listrik yang melintas sejajar di tengah jalan (sekarang sudah tidak ada). Koridor perdagangan jalan Tunjungan adalah salah satu contoh wujud klasifikasi proppeling permanence sekaligus pathologis permanence bagi tata ruang kota Surabaya. Walaupun derajat kwalitasnya sebagai salah satu arteak pembentuk identitas kota sudah menurun sehubungan dengan "digusurnya" beberapa elemen pembentuknya. Sejarah ada sepanjang suatu obyek itu tetap digunakan, jadi sepanjang bentuk itu berhubungan dengan aslinya. Ketika bentuk dan fungsi dipisah dan hanya tinggal bentuk saja yang tetap dianggap vital, sejarah berpindah kedalam memori. Ketika sejarah berakhir, memori dimulai. Bisa dikatakan bahwa proses dimana kota ditracekan pada bentuk adalah sejarah urban, tetapi rangkaian kejadiannya adalah memori. (Peter Eisenman, 1990). Dalam proses dinamisasi, suatu kota cenderung menuju pada evolusi daripada preservasi, dan artefak kota (monumenmonumen) yang berevolusi tak hanya tampil sebagai hasil preservasi, tetapi harus tampil sebagai sebagai elemen pengembang yang propelling (Aldo Rossi, 1990). Bahwa bersikap konservasi cenderung ke sikap konservatif. bahwa sikap ini tidak boleh menimbulkan sikap nostalgia yang kaku alias kolot. Seharusnya kebalikannya ; perlu kreativ serta inovativ menuju hari esok yang indah dan nyaman lingkungan, dimana kesejahteraan masyarakat dalam tingkatan apapun perlu dapat dijamin secara langgeng (Han Awal, 1992). Karena semua itu upaya pelestarian warisan kota perlu berpegang kepadakriteria dan motivasi sebagai berikut: kriteria; estetika, keaneka-ragaman, kelangkaan, peranan sejarah, memperkuat kawasan didekatnya, keistimewaan. motivasi; melindungi warisan alam dan buatan, menjamin adanya variasi didalam
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
PARTISIPASI MASYARAKAT DI DALAM PELESTARIAN & PENDOKUMENTASIAN WARISAN KOTA SURABAYA 1706-1940 (Benny Poerbantanoe)
arsitektur kota, ekonomis, simbolis (Wayne O Attoe, 1979).
•
Sebab; kota adalah tempat dimana setiap individu harus dapat hidup bermartabat, aman dan harmonis. Dimana pencapaian terbesar dari kehidupan modern dan kemudahan abadi yang diberikan oleh keindahan alam harus tersedia secara adil bagi semua lapisan warga masyarakat. WUJUD PRAKTEK PARTISIPASI MASYARAKAT & NILAI-NILAINYA Didalam penataan ruang (perkembanganpengemanan) kota Surabaya, teridentifikasi adanya tiga proses yang melibatkan partisipasi masyarakat, yaitu; memperkuat, mentransformasikan serta memperkenalkan elemenelemen kawasan kota, baik yang bersifat; mendukung upaya pendokumentasian dan pelestarian warisan kota maupun menghancurkan. Delapan teknis untuk melestarikan elemenelemen kawasan, sebagai warisan kota yaitu; gentrifikasi, rehabilitasi, konservasi, preservasi, renovasi, restorasi dan rekonstruksi, didalam kerangka ikut menjamin keberlanjutan vitalitas kehidupan kolektif sosial, ekonomi, budaya di perkotaan. Termasuk identitas kota . (Mohammad Danisworo, 1990). Wujud-wujud peran serta masyarakat yang dapat diidentifikasi serta diklasifikasi sebagai upaya ikut membangun permanence pathologic permanence proppeling sehingga dapat secara langsung maupun tidak langsung ikut bermanfaat menjamin vitalitas kehidupan (sosial, ekonomi, budaya) dan identitas kota (estetika), saat ini antara lain seperti: • pemanfaatan - pendayagunaan gedung; eks. Internationale Credit en Handelvereeneging Rotterdam - jalan Taman Jangengrono , Bank Jatim (eks. Javasche Bank ) - jalan Garuda, Bank BII (eks. Nutsparbank ) - jalan Sikatan, gedung PT. Asuransi Jiwa Sraya (eks. Fa Frozer Eaton & Co) - jalan Rajawali, PTP. XXI & XII (eks. Koloniale Bank) - jalan Rajawali, PTP (eks. Handeslvereeniging Amsterdam) - jalan Merak dll; sebagai elemen-elemen yang masih hidup menandai kawasan perkantoran - perbankan Jembatan Merah-Krembangan. Salah satu artefak (kolase-layer) pembentuk identitas kota. Bernilai ekonomi, sosial dan estetika.
•
•
•
•
pemanfaatan - pendaya gunaan gedung; SIOLA (eks. White Away), Hotel Majapahit Madarin (eks. Oranje Hotel), Kantor BPN (eks. De Vrienschap), Bank Hakagita, Museum Pers; Apotik Simpang (eks. Nederlansche Aaneming Maashappij) sebagai elemen-elemen yang masih hidup menandai kawasan perdagangan Tunjungan. Salah satu artefak (kolase-layer) pembentuk identitas kota Surabaya. Bernilai ekonomi, sosial dan estetika. pemanfaatan - pendayagunaan gedung; eks. Lindeteves Stolvis, Surabaya Post (eks. Surabajasche Handelsblad), Kantor Gubernur (eks. Gouverneure Kantoor) sebagai elemenelemen yang masih hidup menandai kawasan perkantoran jalan Pahlawan - Pasar besar. Salah satu artefak (kolase-layer) pembentuk identitas kota Surabaya. Bernilai ekonomi, sosial dan estetika. pemanfaatan - pendayagunaan gedung; Balaikota (eks. kantor Gemeente ) - jalan Taman Surya, Kompleks SMUN Wijayakusuma (eks. Hoogere Burgerschool Soerabia ) - jalan Wijayakusuma, sebagai elemen-elemen yang masih hidup menandai kawasan perumahan Ketabang. Salah satu artefak (kolase-layer) pembentuk identitas kota Surabaya. Bernilai ekonomi, sosial dan estetika. pemanfaatan - pendayagunaan gedung; museum Mpu Tantular (eks. rumah dinas Direktur Javasche Bank ), rumah dinas PANGDAM V BRAWIJAYA, rumah sakit Darmo, SMU Santa Maria (eks. Zuster Ursulin School), SMU Sint Louis & Kathedral Surabaya (eks. Broeder School Derde RK Kerk) - jalan Polisi Istimewa, kantor Wismilak - perempatan Raya Darmo, rumah tinggal jalan Bintoro-Imam Bonjol, rumah tinggal jalan Bintoro-Raya Darmo, Bank Niaga (eks. klinik bersalin dr. Nawir), City Bank - simpang jalan Polisi Istimewa Raya Darmo dll.sebagai elemen-elemen yang masih hidup menandai kawasan perumahan Darmo. Salah satu artefak (kolase-layer) pembentuk identitas kota Surabaya. Bernilai ekonomi, sosial dan estetika. (Gambar 2) pemanfaatan - pendayagunaan gedung; eks. Bir Bintang (Ned Indische Beerbrouwerijn) jalan Ratna untuk fasilitas pertokoan dan hiburan, Boma Bisma Indra - di jalan Raya Ngagel, sebagai elemen-elemen yang masih hidup menandai bekas kawasan industri
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
49
DIMENSI TEKNIK ARSITEKTUR Vol. 29, No. 1, Juli 2001: 43 - 51
Ngagel. Salah satu artefak (kolase-layer) pembentuk identitas kota Surabaya. • Dan masih banyak lagi yang lainnya.
•
•
•
•
•
pemusnahan - penelantaran gedung; rumah tinggal sebagai elemen-elemen yang menandai kawasan Gubeng untuk dibangun kembali sebagai ruko dan perkantoran yang bersimbolkan Amerika (patung Liberty di graha SA dan restaurant Biliton). pemusnahan gedung; rumah tinggal LetnanKapten-Mayor Cina disepanjang jalan Kalianyar, Undaan Wetan - Ambengan, Ngemplak - Ondomohen sebagai elemenelemen yang menandai adanya pergeseran kawasan permukiman Cina dari Kembang Jepun. pemusnahan dan penelantaran gedung; Stasiun Surabaya Kota (Semut), Kantor PT. KAI (eks. kantor Telegraph Soerabia ) - jalan Stasiun Kota, Balai Peninggalan Harta (eks. Kantor Pos dan Telgram Surabaya) - jalan Bibis, sebagai elemen-elemen yang menandai kawasan Bibis - Semut. Penghapusan jalur angkutan rel (trem listriktrem uap) yang melewati tengah kota, sebagai elemen yang menandai kota Surabaya memiliki prasarana angkutan massal perkotaan. (Gambar 3) Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Gambar 2. Siola-Ramayana Dept. Store – 2001 (Eks. White Away), Permanence Pathologic & Proppeling Koridor Perdagangan Tunjungan. • Vista yang indah bersama gunung penanggungan dilatar belakang menjadi rusak karena billboard iklan, motivasi ekonomi yang dangkal. Sementara itu, disamping wujud-wujud partisipasi masyarakat yang dapat diidentifikasi serta diklasifikasi sebagai upaya "positif" ikut membangun permanence pathologic – permanence proppeling, guna dapat menjamin vitalitas kehidupan dan identitas kota. Terdapat pula wujud-wujud peran serta masyarakat yang dapat diidentifikasi sebagai bersifat "negatif", karena sifatnya yang melemahkan kemudahan survival masyarakat. Atau bahkan memusnahkan, seperti misalnya: • pemusnahan-penelantaran gedung pertokoan; AURORA, SENTRAL (eks. Hellendorn), METRO, termasuk penghapusan trem listrik oleh Pemerintah Kota, sebagai elemenelemen yang menandai kawasan perda gangan Tunjungan.
50
Gambar 3. Trem Listrik Kota Surabaya s.d 1969, Permanence Pathologic & Proppeling Kota yang Tergusur. • karena euforia PON VII atau provokasi industri otomotif.
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
PARTISIPASI MASYARAKAT DI DALAM PELESTARIAN & PENDOKUMENTASIAN WARISAN KOTA SURABAYA 1706-1940 (Benny Poerbantanoe)
DISKUSI DAN REKOMENDASI •
•
•
•
•
•
•
Upaya pelestarian warisan (arsitektur) kota perlu dapat diartikan dan dimaknai mempunyai manfaat tinggi sebagai generator pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya bagi masyarakat secara luas, guna mencapai; keseimbangan lingkungan, keamanan-keselamatan & kesehatan publik serta berkelanjutan kehidupan kota. Masih terdapat potensi partisipasi masyarakat didalam upaya pelestarian warisan (arsitekur) kota di Surabaya, sebagai bagian dari kegiatan penataan ruang. Walaupun masih bersifat parsial, tidak sinergis serta terorganisasi. Diduga bahwa; partisipasi masyarakat awam didalam upaya pelestarian warisan (arsitektur) kota, terjadi tidak lebih karena motivasi ekonomi secara sempit dan parsial (karena alasan warisan dari pendahulu). Diduga bahwa; partisipasi masyarakat akademik didalam upaya pelestarian warisan (arsitektur) kota di Surabaya nasih sangat rendah. Hal ini terindikasi dari banyaknya gedung-gedung warisan lama yang dihancurkan. Pelestarian warisan kota perlu bisa disosialisasikan dengan lebih intensif sebagai tindak sinergis yang dapat menghasilkan manfaat sosial, ekonomi, budaya bagi kehidupan kolektif, yang tidak sekedar berlingkup pendokumentasian saja. Kesadaran partisipasi masyarakat didalam pelestarian warisan kota perlu mendapat dukungan luas dari Pemerintah Kota dan Masyarakat Akademis. Mekanisme insentif dan disinsentif perlu dapat dikongkritan bagi dorongan peningkatan partisipasi masyarakat didalam pelestarian warisan (arsitektur) kota.
Catanese, Anthony J., Introduction To Urban Planning, McGraw-Hill London, United Kingdom. 1979. Handinoto, Perkembangan Kota & Arsitektur Belanda di Surabaya, Andi Offset, Yogyakarta, Indonesia. 1996. KEPPRES (Keputusan Presiden) Nomor 32/1990, tentang Kawasan Lindung dan cagar Budaya, Jakarta, Indonesia.1990. PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 69/1996, tentang Peran Serta Masyarakat Didalam Penataan Ruang, Jakarta, Indonesia. 1996. PERMENDAGRI (Peraturan Menteri Dalam Negeri) Nomor 9/1998, tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Didalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah, Jakarta, Indonesia. 1998. Rossi,
Aldo, Architecture of The City, Cambrigde, Mass; The Massachusetts Institute of Technology Press, USA. 1980.
UU (Undang-undang) Nomor 24/1992, tentang Penataan Ruang, Jakarta, Indonesia. 1992.
DAFTAR PUSTAKA Appleyard, Donald, Urban Conservation In Europe And America, Cambridge, Mass; The Massachusetts Institute Of Technology Press, USA., 1979. Danisworo, Mohammad, Urban Landscape Sebagai Komponen Penentu Kualitas Lingkungan Kota, Makalah Seminar, Surabaya, Jurusan Arsitektur FTSP UK. PETRA, Indonesia. 1990. Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/
51