PARKINSON DISEASE Editor: DK Indrasari Utami
Sumber Pustaka: Bradley’s Book, Samuel’s Book
Fungsi Ganglia Basalis normal Korteks (3, 1, 2, 4, 6) GLU
6
Putamen
D2 1 GABA, ENK
D1
5
1
DA
DA
SNc 2
VA/VL
GPe
GABA, Subst P
4
STN
3
GABA
GABA
GLU
GPi/SNr
Batang otak Medulla spinalis Ganglia basalis : Putamen, Globus pallidus eksternus (GPe), Globus pallidus internus (GPi), nukleus subthalamikus (STN), Substansia nigra pars retikulata (SNr), Substansia nigra pars compakta (SNc). Thalamus : Nukleus ventroanterior (VA) dan ventrolateral (VL). Neurotransmiter : Dopamine (DA), GABA, Substansi P, Enkephalin (ENK), Glutamate (GLU). neuron inhibitorik neuron eksitatorik Jaras-jaras : 1 Nigrostriatal 2 indirect striatopallidal 3 direct striatopallidal
4 5 6
pallidothalamik/nigrothalamik thalamokortikal kortikostriatal
1
Parkinson’s disease Korteks (3, 1, 2, 4, 6) 6
GLU
Putamen
D2
D1
5
GABA, ENK 2
SNc VA/VL
GPe
GABA, Subst P
4
STN
3
GABA
GABA
GLU
GPi/SNr
Batang otak Medulla spinalis Pada Parkinson’s disease adanya degenerasi SNc mengakibatkan hilangnya pengaruh dopaminergik terhadap striatum (terhadap reseptor D1 bersifat eksitatorik, sedangkan terhadap reseptor D2 bersifat inhibitorik); sehingga fungsi inhibisi dari direct striatopallidal menurun yang mengakibatkan meningkatnya output inhibitorik dari pallidothalamik dan nigrothalamik; defisiensi dopamine tersebut juga mengakibatkan indirect striatopallidal mengalami disinhibisi [tidak terinhibisi] sehingga fungsi inhibitorik dari jaras pallidosubthalamik mengalami penurunan yang selanjutnya mengakibatkan meningkatnya aktifitas eksitatorik dari nukleus subthalamik, sehingga juga memberikan dampak yang sama seperti halnya melalui direct stritopallidal yaitu meningkatnya aktifitas inhibitorik dari pallidothalamik dan nigrothalamik; sehingga dampak akhir dari berkurangnya pengaruh dopamine melalui direct dan indirect pathway adalah berkurangnya aktifitas thalamokortikal (diskinesia). Levodopa juga dapat menimbulkan diskinesia sebagai akibat dari meningkatnya aktifitas dopaminergik.
2
Levodopa-induced dyskinesia Korteks (3, 1, 2, 4, 6) 6
GLU
Putamen
D2
1 GABA, ENK
D1
5
1
DA
DA
SNc 2
VA/VL
GPe
GABA, Subst P
4
STN
3
GABA
GABA
GLU
GPi/SNr
Batang otak Medulla spinalis
3
Problema stadium lanjut dari terapi PD menggunakan levodopa Berhubungan dengan levodopa : Menurunnya efikasi (akibat progresifitas penyakit) Diskinesia Distonia Morning dystonia (umumnya mengenai kaki) Off period dystonia (distonia akibat khasiat dosis obat menghilang) Peak dose dystonia (distonia saat kadar serum obat mencapai maksimal) Chorea/athetosis Peak dose chorea/athetosis Square wave chorea/athetosis (muncul sepanjang durasi khasiat dari setiap dosis) Beginning of dose, end of dose (muncul saat onset dan/atau akhir khasiat dari setiap dosis) Mioklonus Lain-lain (jarang), meliputi : asteriksis, tics Fluktuasi Wearing-off, berupa : Morning akinesia End-of-dose akinesia Memanjangnya fase latensi dari respon terhadap masing-masing dosis Inefektifitas dosis yang bersifat periodik Fluktuasi [khasiat] mendadak yang tidak dapat diperkirakan (on-off phenomenon) Gangguan psikiatrik : vivid dream, nightmares, gangguan pola tidur halusinasi ringan (umumnya visual) psikosis paranoid mania toxic confusional state Berhubungan dengan penyakita (seringkali resisten terhadap terapi) : Motorik Instabilitas postural mengakibatkan terjatuh Severe freezing [pergerakan total terhenti, seperti patung] Gangguan artikulasi (speech disturbance) Gejala parkinsonisme semakin parah Kognitif dan afektif Depresi Bradyphrenia [bradipsikik] Demensia Gangguan sensoris Beragam keluhan sensoris, termasuk nyeri Akathisia Otonomikb Hipotensi postural Gangguan urinarius [retensio urine] Hipomotilitas gastrointestinal Disfungsi seksual a
sebahagian tidak terbatas hanya disebabkan oleh penyakit fase lanjut, seperti depresi dan keluhan sensoris sebahagian dapat diperparah oleh obat anti-parkinson
b
4
Mengatasi komplikasi pada penderita PD yang mendapatkan levodopa Komplikasi
Manajemen
Nausea
Berikan obat bersamaan makan* Naikkan rasio decarboxylase inhibitor/levodopa Berikan domperidone sebelum dosis levodopa*
Hipotensi orthostatik
Naikkan asupan garam* Naikkan ujung kepala dari tempat tidur* Compressive stocking* Mineralokortikoid* Domperidone*
Diskinesia Peak dose
Turunkan dosis
Beginning of dose dan/atau end of dose
Naikkan dosis, perpendek interval waktu pemberian dosis, tambahkan agonis dopamine
Morning dystonia
Berikan dosis pagi levodopa lebih dini Tambahkan agonis dopamine ? Lithium, baclofen
Nocturnal myoclonus
Hentikan dosis malam levodopa Clonazepam ? methysergide, tricyclic antidepressant
Freezing episodes (tidak selalu akibat levodopa)
Fluktuasi Predictable/unpredictable wearing off
low-obstacle visual cues [kurangi halangan visual] rhythmic routine [giatkan aktivitas rutin]
Perpendek interval waktu pemberian dosis Naikkan dosis Tambahkan agonis dopamine atau selegiline Diet rendah protein Sediaan controlled-release levodopa Terapi eksperimental : levodopa infusi duodenal (via NGT atau gastrostomy tube), atau agonis dopamine infusi subkutan (lisuride)
Dosis inefektif
Bila tablet : gerus sebelum diminum Bila tablet : larutkan dalam minuman berkarbonasi Hindari minum obat bersamaan makan Diet rendah protein
Halusinasi atau konfusi
Hentikan obat antikolinergik Hentikan amantadine Turunkan dosis atau hentikan agonis dopamine Berikan thioridazine Berikan selective mesolimbic atau cortical dopamine antagonist (mis. clozapine) ? ECT (electroconvulsive therapy) *
juga berguna untuk penderita yang mendapatkan bromocriptine dan pergolide
5
Jalur metabolisme dopamine
phenylalanine
PAH
Tyrosine
Dihydroxyphenylalanine (DOPA)
TH
DDC
3-methoxytyramine
COMT
MAO
Homovanilic acid
Dopamine MAO
COMT
Dihydroxyphenylacetic acid
Ensim : phenylalanine hydroxylase (PAH), tyrosine hydroxylase (TH), dopa decarboxylase (DDC), monoamine oxidase (MAO), catechol-o-methyltransferase (COMT). Levodopa (dopa sintetik) berkompetisi dengan asam amino lainnya pada waktu absorbsi melalui GIT maupun menembus BBB; dengan pemberian DDC inhibitor yang hanya beredar dalam sirkulasi (carbidopa, benserazide) memungkinkan pemberian dosis levodopa yang lebih rendah. Setelah levodopa menembus BBB secara kompetitif, maka selanjutnya levodopa ekstraneural diubah menjadi dopamine. Dengan pemberian COMT inhibitor (tolcapone, entacapone) maka akan menghambat aktifitas COMT plasma, sehingga half-life levodopa memanjang yang selanjutnya akan memperpanjang waktu distribusi levodopa dalam menembus BBB. Levodopa ekstraneural yang telah diubah menjadi dopamine akan menjalani reuptake kedalam neuron yang selanjutnya mengalami metabolisme intraneural melalui MAO.
L-dopa − −
− − −
Terapi PD yang paling efektif; namun dengan dampak lanjut fluktuasi motorik pada hampir sebahagian besar penderita. Secara umum : § Penderita usia tua : preparat L-dopa merupakan pilihan pertama dan satu-satunya § Penderita usia menengah : L-dopa sebagai terapi permulaan, selanjutnya ditambahkan dengan agonis dopamine untuk mengurangi efek samping L-dopa § Penderita dewasa muda : agonis dopamine, selanjutnya suplementasi L-dopa dosis kecil (100 mg) seringkali diperlukan untuk memberikan outcome yang lebih baik Indikasi utama dari penggunaan L-dopa : hendaya yang ditimbulkan oleh bradikinesia L-dopa diberikan bersamaan dengan peripherally acting DDC inhibitor (carbidopa, beserazide) untuk mengurangi efek samping seperti : nausea, vomiting, aritmia kardiak, dan hipotensi postural. Dosis : § Dosis permulaan : carbidopa 25 mg—L-dopa 100 mg tid (segera setelah makan) beserazide 50 mg—L-dopa 100 mg tid (segera setelah makan) § Dosis dinaikkan 1 tablet perhari setiap 3 atau 4 hari, sepanjang dapat ditoleransi, selama kurun 4 minggu. § Dosis akhir : dosis minimum untuk aktifitas fungsional sehari-hari (umumnya : <1 gr L-dopa perhari). § Perbaikan umumnya nyata setelah 2 minggu memulai terapi L-dopa
6
−
−
Respon terhadap terapi : § 80% penderita mendapatkan pemulihan signifikan § terdapat penurunan khasiat L-dopa setelah kurun penggunaan 2 – 3 tahun; setelah penggunaan 5 – 6 tahun, hanya 25% - 50% penderita yang masih bertahan sesuai pemulihan awal. § Terapi jangka panjang terbukti menurunkan mortalitas, meskipun munculnya demensia menjadi problema utama § Seiring pulihnya diskinesia, penderita dapat menjadi depresi; dapat ditambahkan SSRI (jangan MAO inhibitor) untuk mengatasi depresi. Efek samping yang berhubungan dengan dosis : § Dosis tinggi dapat menimbulkan peak dose dyskinesia; seringkali muncul sebelum durasi pengobatan berlangsung 1 tahun pada penderita usia muda; efek samping ini akan semakin berat dengan berjalannya waktu dimana hampir 75% penderita mengalaminya setelah pengobatan berlangsung 6 tahun. Peak dose dyskinesia muncul 20 – 90 menit setelah minum obat yang secara klinis menyerupai tardive dyskinesia akibat terapi antipsikotik (umumnya choreiform, meskipun dapat pula distonik, ballistic, atau mioklonik). Efek samping ini dapat diatasi melalui penurunan dosis L-dopa bertahap selama beberapa hari. Pemberian suplementasi vitamin pada penderita yang mendapatkan terapi L-dopa tanpa disertai DDC inhibitor tidak boleh mengandung B6 oleh karena akan mengurangi khasiat obat. § ”End-of-dose” wearing-off phenomenon adalah efek samping yang menjadi semakin nyata pada penderita yang telah menjalani terapi jangka lama. Efek samping ini berhubungan dengan rendahnya kadar plasma dari L-dopa : o Umumnya diatasi dengan pemberian dosis yang lebih kecil dengan pemberian yang lebih sering : o Late afternoon drug failure diatasi dengan pemberian domperidone dan cisapride. o Fluktuasi respon terhadap L-dopa juga dapat diatasi dengan pemberian preparat L-dopa lepas lambat (slow release preparation), atau liquid L-dopa o Obat lainnya untuk mengatasi wearing-off phenomenon : agonis dopamine, amantadine, selegiline, dan antikolinergik (namun tidak ada yang memuaskan) o Diet rendah protein; untuk mengurangi kompetisi absorbsi phenylalanine dan tyrosine, terutama dalam menembus BBB. § Biphasic dose response adalah berupa diskinesia yang berlangsung sesaat segera setelah minum L-dopa dosis pertama di pagi hari yang segera menghilang, namun 1 – 2 jam kemudian muncul spasmus distonik berat terutama mengenai ekstremitas bawah. Spasmus ini seringkali menghilang setelah jadwal dosis L-dopa selanjutnya. Dapat diatasi dengan baclofen 5 – 40 mg/hari. § Efek samping yang paling mengganggu adalah nausea dan vomiting; atasi dengan domperidone 10 – 20 mg 30 menit sebelum minum L-dopa, atau antikolinergik, atau antihistamin. § Vivid dreaming dapat diatasi dengan membatalkan dosis terakhir L-dopa dimalam hari. § Ansietas, agitasi, konfusi, delusi [waham], halusinasi visual, dan psikosis umumnya menunjukkan respon yang segera dengan penurunan dosis L-dopa (dalam satu atau beberapa hari), meskipun pada beberapa kasus memerlukan waktu sampai beberapa minggu untuk menghilang secara komplit. Halusinasi dapat diatasi dengan clozapine, dimulai dengan 6,25 mg selanjutnya dinaikkan bartahap sampai 50 mg/hari. § Euphoria, mania, dan hiperseksualitas dapat diatasi dengan olanzapine; dimulai dengan 2,5 mg/hari ditingkatkan bertahap sampai 10 mg/hari. § Efek samping otonom meliputi : flushing [muka merah], hipotensi orthostatik, dan premature ventricular contraction. o Hipotensi orthostatik : elevasi ujung kepala tempat tidur, antigravity stocking, dan 9-α-fludrocortisone (0,1 – 0,2 mg/hari). o Hipotensi postural dapat diberikan : midrodine (20 – 40 mg/hari). § Penghentian terapi L-dopa secara mendadak harus dihindari, oleh karena dapat menimbulkan keadaan yang menyerupai neuroleptic malignant syndrome berupa : demam, rigiditas, dan koma.
7
−
−
Efek samping yang tidak berhubungan dengan dosis L-dopa : § On-off phenomenon merupakan efek samping yang akan muncul dengan telah berlangsung lamanya terapi menggunakan L-dopa; efek ini tidak dijumpai pada terapi tanpa L-dopa. Disabilitas yang ditimbulkan oleh efek samping ini dijumpai pada 50% penderita yang telah menjalani terapi L-dopa selama 5 tahun atau lebih. Gejala meliputi periode yang tidak dapat diprediksi kemunculannya berupa : akinesia berat, hipotonia yang berlangsung selama 30 menit sampai beberapa jam, dan tidak hilang dengan dosis L-dopa berikutnya. Efek samping ini sebahagian dapat dikurangi dengan pemberian dosis L-dopa setiap 2 jam sekali. Terapi onoff phenomenon : apomorphine subkutan atau infusi (dosis dimulai dengan 1,5 mg dititrasi sampai 7 mg); diberikan sekurang-kurangnya 24 jam setelah pemberian domperidone 3 kali 20 mg. Respon yang baik dapat muncul 10 menit setelah pemberian; namun hanya bertahan sampai 50 menit. Kontraindikasi terapi L-dopa : narrow-angle glaucoma, melanoma, dan penggunaan bersamaan dengan MAO inhibitor.
Agonis dopamine − −
− − − −
−
Agonis dopamine yang bekerja pada reseptor D2 adalah efektif sebagai terapi tambahan (adjunctive treatment) namun tidak sebaik L-dopa sebagai primary symptom control. Bersifat neuroprotektif (apabila teori toksisitas dopamine benar): § Tidak diubah menjadi dopamine, sehingga mengurangi eksitasi neuron dopamine § Bekerja sebagai free radical scavenger dan menginduksi ensim yang memetabolisme radikal bebas. Oleh karena jarang menimbulkan fluktuasi motorik, maka baik diberikan pada penderita usia muda atau usia menengah, dan pada penderita yang mengalami diskinesia. Kekurangan utama preparat ini : kecenderungannya menimbulkan efek samping perilaku, terutama halusinasi visual dan delirium. Efek samping meliputi : hipotensi postural, meteorismus, nausea vomiting, konstipasi, mulut kering, fatigue, sedasi, nasal stuffiness, dan erythromelalgia. Bromocriptine mesylate merupakan agonis dopamine yang paling sering digunakan. § Dapat mengurangi dosis L-dopa sampai 30%. § Dosis awal 2,5 mg/hari, selanjutnya dinaikkan bertahap selama kurun beberapa minggu. Khasiat terapeutik maksimal berlangsung lambat; dan dosis rendah (12 mg/hari) dapat dipertahankan selama beberapa bulan, sebelum memberikan dosis efektif penuh. Dosis maksimum adalah : 30 – 50 mg/hari, umumnya dalam pemberian duakali atau tigakali sehari. § Efek samping meliputi : nausea (dapat diatasi dengan domperidone), vomiting, dan hipotensi postural. Pergolide mesylate merupakan analog ergot mutakhir, bekerja pada baik reseptor D1 maupun D2. Rerata dosis efektif berkisar 2 – 4 mg/hari; dimulai dengan 0,1 mg/hari.
Agonis dopamine Bromocriptine Pergolide Ropinirole Pramipexole Cabergoline Apomorphine
tipe
Protein binding
Rentang dosis (mg)
skedul
Ergot Ergot Nonergot Nonergot Nonergot Nonergot
tinggi tinggi rendah rendah sedang rendah
10 – 40 1–4 3 – 12 1,5 – 4,5 4 1,5 – 7
tid tid tid tid x 2/minggu - /hari sc prn
Terapi kombinasi Banyak penderita usia pertengahan dewasa ini berhasil ditangani menggunakan L-dopa sebagai terapi permulaan untuk selanjutnya ditambahkan dengan agonis dopamine seperti bromocriptine dosis rendah. Rejimen tipikal : carbidopa-L-dopa (25-100) diawali dengan dosis tigakali sehari selama 3 bulan; selanjutnya ditambahkan bromocriptine 2,5 mg/hari dinaikkan bertahap dalam kurun 3 bulan sampai mencapai 2,5 mg tigakali sehari. Dengan rejimen ini diharapkan efek samping lebih kecil, terutama diskinesia dan fluktuasi motorik.
8
Antikolinergik − −
−
Bermanfaat pada stadium permulaan PD, pada saat dimana tremor sebagai keluhan yang paling menonjol. Preparat yang umum digunakan : § Ethopropazine : 10 – 20 mg tid § Benztropine : 0,5 – 4,0 mg bid § Biperidine : 1,0 – 2,0 mg tid § Trihexyphenidyl hydrochloride (Artane) : 1,0 – 5,0 mg tid Efek samping : § Well-tolerated : mulut kering, blurred vision, dizziness. § More serious : konfusi akut, konstipasi, retensio urine, pencetus glaucoma. o Efek buruk terhadap kognitif (konfusi) dapat diatasi melalui penurunan dosis secara sangat bertahap dalam kurun beberapa minggu. o Penghentian antikolinergik mendadak dapat memperburuk gejala (hal ini dapat menimbulkan kekeliruan bahwa obat masih bermanfaat) o Tidak dianjurkan penambahan tranquilizer bagi efek samping kognitif o Konstipasi dapat diberikan laksatif
Amantadine HCl dan amphetamine dapat bekerja meningkatkan pelepasan dopamine endogen dari nerve terminal neuron nigrostriatal didalam neostriatum. − Amantadine HCl : § dosis awal 100mg/hari dinaikkan sampai 100 mg tid § masa kerja singkat, dianjurkan penggunaan intermiten § dapat berguna untuk wearing-off phenomenon § efek samping : depresi, gagal jantung kongestif, pedal edema, livedo reticularis, retensio urine, acute confusional state, halusinasi visual. § Obat ini juga menunjukkan efektifitasnya melalui sifat antikolinergiknya, dan lebih bermanfaat untuk mengatasi tremor. − Amphetamine dahulu pernah dipakai untuk mengatasi krisis okulogirik.
Neuroproteksi Adanya bukti oxidative stress yang menyumbang dalam patogenesis PD, kemungkinan melalui metabolisme dopamine, menimbulkan sejumlah pendekatan terapeutik dalam upaya menekan mekanisme yang menimbulkan stres oksidatif tersebut : − Pemberian preparat L-dopa sebelakang mungkin dalam keseluruhan perjalanan penyakit − Penambahan agonis dopamine dengan tujuan : § Menurunkan dopamine turnover [release—reuptake—metabolisme intraneural] § Memfasilitasi metabolisme free radical − Penggunaan selegiline (MAO-B inhibitor) yang bertujuan : § mengurangi pembentukan free radical oleh MAO § juga menginhibisi neuronal dopamine uptake § menginduksi ensim superoxide dismutase dan katalisis, sehingga meningkatkan perombakan radikal bebas § terbukti bermanfaat baik sebagai terapi tunggal maupun sebagai terapi tambahan bersama L-dopa. § Dosis : 100 µg/kg/hari; setelah sebelumnya melakukan loading dose 10 mg/hari selama 1 minggu. Rejimen umumnya : satu tablet 5 mg pagi hari dan satu tablet 5 mg siang hari bersamaan makan. Dosis 30 mg/hari dapat menimbulkan inhibisi baik MAO-A maupun MAO-B. Selegiline dimetabolisme menjadi amphetamine, mekanisme ini yang menyumbang euphoric effect. § Penggunaan dalam terapi PD masih kontroversi : o paling memadai dipandang sebagai L-dopa sparing agent, dimana juga bermanfaat memperpanjang efek L-dopa pada penderita yang menunjukkan end-of-dose failure.
9
o
o
banyak klinisi yang memulai penggunaannya pada penderita presimptomatis sebelum obat lain diberikan, oleh karena putative neuroprotective effect yang diharapkan. Jangan diberikan bersamaan dengan MAO inhibitor lain, meperidine, dan antidepresan terutama SSRI oleh karena dapat menimbulkan sindroma serotoninergik (delirium, otonomik [demam, keringat, diare], gejala neuromuskular [ataksia, hiperefleksia, mioklonus]).
Tolcapone − − −
−
Menghambat kerja COMT dalam plasma sehingga memperpanjang half-life levodopa, dan memperpanjang waktu distribusi levodopa untuk menembus BBB. Bermanfaat untuk mengatasi wearing-off dalam terapi menggunakan carbidopa/levodopa pada penderita dengan PD fase lanjut. Dosis : § Dosis tolcapone permulaan 100 mg p.o. tid; selanjutnya dinaikkan bertahap sesuai kebutuhan § Dosis levodopa dapat diturunkan : dosis pertama tolcapone sebaiknya diminum bersamaan dengan dosis harian pertama dari carbidopa/levodopa; selanjutnya, dosis tolcapone kedua dan ketiga sebaiknya diberikan interval waktu 6 jam dan 12 jam setelah minum carbidopa/levodopa. Tolcapone tidak boleh diberikan bersamaan dengan MAO inhibitor, dan dosis pemberian obat-obatan yang metabolismenya tergantung pada COMT (methyldopa, dobutamine, apomorphine, isoproterenol) perlu dikurangi.
10