PENGARUH FUNGSI PENGARAHAN KEPALA RUANGAN TERHADAP KEPATUHAN PERAWAT PELAKSANA MENJALANKAN PATIENT SAFETY : FIVE MOMENT HAND HYGIENE DI RUANG KEPERAWATAN INTENSIF RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
THE INFLUENCE FUNCTION OF THE DIRECTION OF HEAD ROOM ON ADHERENCE NURSES RUN PATIENT SAFETY: FIVE MOMENTS OF HAND HYGIENE IN THE INTENSIVE NURSING HOSPITAL DR . WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
PARIDA LAIRING, IRFAN, ELLY L. SJATTAR Konsentrasi Kepemimpinan dan Manejemen Keperawatan, Program Studi Magister Keperawatan Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi: Parida Lairing Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar Jln.Perintis Kemerdekaan, Makassar Sulawesi Selatan Email:
[email protected] 081343652558
ABSTRAK PARIDAH LAIRING. Pengaruh fungsi pengarahan kepala ruangan terhadap kepatuhan perawat pelaksana menjalankan patient safety : five moment hand hygiene di ruang keperawatan intensif RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar (dibimbing oleh Irfan Idris dan Ariyanti Saleh). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh fungsi pengarahan kepala ruangan terhadap kepatuhan perawat pelaksana menjalankan Patient safety : five moment hand hygiene di ruang perawatan intensif di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jenis penelitian ini adalah eksperiment dengan pendekatan one group pre test – post test design. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner dan lembar observasi. Jumlah sampel penelitian ini adalah 73 orang yang berasal dari ruang ICU, CVCU dan PICU. Data di analisis dengan menggunakan analisis statistik dilanjutkan dengan uji chi-square dan Marginal Homogeneity Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi pengarahan supervisi kepala ruangan sebelum dilakukan intervensi 68.5% berada pada kategori kurang, sedangkan sesudah intervensi semua ( 100% ) berada pada kategori baik. Fungsi pengarahan supervisi mengalami peningkatan secara bermakna dengan nilai hasil Mc Namer Test p= 0.000. Tingkat kepatuhan perawat pelaksana terhadap five moment hand hygiene sebelum pelaksanaan supervisi 71.2% berada pada kategori kurang, 1.4% berada pada kategori baik. Setelah pelaksanaan supervisi terjadi peningkatan kepatuhan secara bermakna yang dapat dibuktikan dengan nilai hasil marginal homogeneity test p=0.000 . Tingkat kepatuhan perawat pelaksana terhadap five moment hand hygiene berdasarkan ruangan dianalisis dengan uji statistik Chi-Square, hasil didapatkan p=0.470 (>0.005) yang berarti tidak ada perbedaan bermakna pada tingkat kepatuhan antara ketiga ruangan (ICU, CVCU, dan PICU). Kata kunci = fungsi pengarahan, five moment hand hygiene, dan kepatuhan.
ABSTRACT PARIDAH LAIRING. The influence function of the direction of head room on adherence nurses run patient safety: five moments of hand hygiene in the intensive nursing Hospital Dr . Wahidin Sudirohusodo Makassar (Supervised by Irfan Idris and Ariyanti Saleh ). The purpose of this study was to determine the effect of directing the function of head room on adherence nurses run Patient safety : five moments of hand hygiene in intensive care at Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar . This research is an approach to experiment with one group pre test - post test design . The instrument used was a questionnaire and observation sheet . The number of samples of this study were 73 people who came from the ICU , CVCU and PICU . Data were analyzed using statistical analysis followed by chi-square test and Marginal homogeneity test The results showed that the function of the direction of head room supervision before intervention was 68.5 % in the low category , whereas after the intervention all ( 100 % ) were in the good category . The function of the direction of supervision has increased significantly with the value of the results of Mc Namer Test p = 0.000 . Compliance level nurses to five moments of hand hygiene prior to the supervision of 71.2 % in the low category, 1.4 % were in the good category . After the implementation of the supervision of compliance increased significantly which can be proved by the value of the marginal homogeneity test P = 0.000 . Compliance level nurses to five moments of hand hygiene based on the room were analyzed by Chi - Square test statistic , the results obtained p = 0.470 ( > 0.005 ) which means that there are no significant differences in the level of compliance among the three rooms ( ICU , CVCU , and PICU ) . Keyword = function directives , five moments of hand hygiene , and compliance .
PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan salah satu unit pemberi jasa pelayanan kesehatan yang unik dan kompleks. Mempunyai keunikan tersendiri karena selain sebagai unit bisnis juga memiliki misi sosial, diharuskan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan biaya terkendali. Selain itu dituntut harus memiliki standar pelayanan minimal, efisiensi, efektifitas, produktifitas dan terjangkau oleh masyarakat. Kompleks karena tidak hanya terdiri dari jenis dan macam penyakit yang harus mendapat perhatian dari para medical provider, namun juga dengan adanya sejumlah orang atau personil yang secara bersamaan berada dirumah sakit sehingga rumah sakit menjadi sebuah “gedung pertemuan” berinteraksi secara langsung dan tidak langsung dan mempunyai kepentingan dengan penderita-penderita yang dirawat dirumah sakit. Penderita yang sedang dalam proses asuhan perawatan dirumah sakit, khususnya yang dirawat di ruang perawatan intensif secara umum tentu keadaan lebih berat dibanding pasien-pasien yang di rawat di luar ruang intensif. Hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi silang. Dari gambaran kondisi tersebut, jelas sulit dan sukar untuk mencegah penularan penyakit infeksi, khususnya mencegah terjadinya “cross infection” atau infeksi silang dari orang/personel tersebut ke penderita yang sedang dirawat ( Darmadi, 2008). Infeksi yang terjadi pada penderita-penderita yang sedang dalam proses asuhan perawatan ini disebut infeksi nososkomial ( Darmadi, 2008). Infeksi nosokomial dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh Semmelweis dan hingga saat ini tetap menjadi masalah yang cukup menyita perhatian. Menurut Prof. Didier Pitet (2009), infeksi nosokomial menyebabkan 1,5 juta kematian setiap hari di seluruh dunia. Studi yang dilakukan WHO di 55 rumah sakit di 14 negara di seluruh dunia juga menunjukkan bahwa 8,7% pasien rumah sakit menderita infeksi selama menjalani perawatan di rumah sakit. Sementara di negara berkembang, diperkirakan lebih dari 40% pasien di rumah sakit terserang infeksi nosokomial, sementara di Amerika Serikat, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial dan diseluruh dunia, 10% pasien rawat inap di rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat, 1,4 juta infeksi setiap tahun. Penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Rizki, 2009). Pada tahun 2011 ditemukan angka kejadian infeksi nosokomial di RSUP.Dr.Wahidin Sudirohusodo makassar sebesar 236 atau 1,48% dari total 15903 pasien yg dirawat yang terdiri dari plebitis 193 atau 81,8%, sepsis 12 atau 5,1% dan dekubitus 31 atau 13,1% RSUP.Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, 2011).
(medical record
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh RSUP.Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, dapat terlihat dengan adanya SK Direktur Utama RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar No.HK.05.09.01.5.1.954 tentang penerapan program patient safety dan SK Direktur Utama No.HK.03.06/01.02/1688/2012 tentang kebijakan peningkatan mutu & keselamatan pasien di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Yang terimplementasi melalui pencanangan program patient safety pada tahun 2008 dengan menerapkan 6 goals, yaitu: Goals 1. Identifikasi pasien secara benar, Goals 2.Meningkatkan komunikasi efektif, Goals 3.Meningkatkan keselamatan penggunaan obat-obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi, Goals 4.Menjamin sisi operasi yang tepat, prosedur yang tepat serta pasien yang tepat dengan
penerapan check list keselamatan operasi/tindakan beresiko tinggi, Goals
5.Menurunkan resiko infeksi nosokomial dengan hand hygiene dan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri), Goals 6. Menurunkan resiko cedera karena jatuh dengan check list asessment resiko jatuh.( Quality & Safety RSWS 2012 ). Salah satu goals dari patient safety adalah Menurunkan resiko infeksi dengan penggunan APD (Alat Pelindung Diri) dan hand hygiene. Pada umumnya mencuci tangan dilakukan hanya dengan membersihkan (menggosok) telapak tangan dan punggung tangan saja, sehingga kuman atau bakteri yang ada disela-sela jari dan ujung jari tangan masih tetap menempel ditangan. Oleh karena itu, mencuci tangan sesuai prosedur yang benar sangat diharapkan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial (WHO, 2009). Mencuci tangan merupakan rutinitas yang murah dan penting dalam prosedur pengontrolan
infeksi,dan
merupakan
metode
terbaik
untuk
mencegah
transmisi
mikroorganisme (James, 2008). Pada umumnya mencuci tangan dilakukan hanya dengan membersihkan (menggosok) telapak tangan dan punggung tangan saja, sehingga kuman atau bakteri yang ada disela-sela jari dan ujung jari tangan masih tetap menempel ditangan, oleh karena itu mencuci tangan sesuai prosedur yang benar sangat diharapkan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial (WHO, 2009). Tindakan mencuci tangan oleh perawat secara signifikan dapat menurunkan angka infeksi nosokomial. Tindakan mencuci tangan dengan menggunakan handrub dapat mengurangi infeksi nososkomial hingga 30% dibanding dengan tidak melakukan cuci tangan (wells, 2003). Hampir semua bakteri transien dapat dihilangkan dengan sabun dan air, tetapi bakteri residen akan tetap tinggal. Pencuci tangan bakterisida membuat rosedur ini lebih efektif karena menghilangkan bakteri residen (James, 2008). Infeksi nosokomial mempunyai dampak yang cukup luas, antara lain menambah cacat fungsional dan stres emosional pasien, peningkatan biaya ekonomi, peningkatan lama hari
rawat, bahkan dapat menyebabkan kematian
( Ducel, 2002). Sebuah laporan yang di rilis
kantor audit nasional Inggris mengungkapkan bahwa infeksi yang didapat di rumah sakit bertanggung jawab atas kematian 5000 pasien pertahun, serta peningkatan biaya pengobatan sekitar 1 milliar setiap tahunnya ( Murphy, 2002). Salah satu upaya yang dijalankan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohuodo Makassar dalam mencegah infeksi Nosokomial adalah dengan membudayakan kepatuhan mencuci tangan di kalangan petugas kesehatan. Pasien yang sedang dalam proses asuhan perawatan di rumah sakit dapat mengalami infeksi silang yang dapat ditularkan melalui tangan petugas kesehatan, misalnya perawat. Hal ini dapat dicegah dengan cara mencuci tangan sebelum kontak dengan pasien, sesudah kontak dengan pasien sebelum melakukan prosedur invasif, setelah terpapar dengan cairan tubuh pasien dan setelah kontak dengan lingkungan pasien. Kelima kondisi tersebut dikenal dengan istilah five moment hand hygiene ( WHO 2009). Five moment hand hygiene merupakan salah satu indikator yang dipersyaratkan Joint Commission International ( JCI ) harus mencapai 100% bagi seluruh petugas kesehatan yang memberi asuhan kepada pasien. Namun pada kenyataan sampai saat ini persentase kepatuhan perawat terhadap five moment hand hygiene di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar khususnya ruang Intensif Care Unit ( ICU ) pada bulan April 2013 mencapai 50% sedangkan pada bulan Mei 2013 menurun menjadi 40%. Di ruang Neonatal Intensif Care Unit ( NICU ) pada bulan April 2013, tingkat kepatuhan mencuci tangan mencapai 60% sedangkan pada bulan Mei 2013 menurun menjadi 45%. Data ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan perawat terhadap five moment hand hygiene di ruang ICU dan NICU masih belum konsisten. Untuk mencapai target 100% kepatuhan Perawat Pelaksana terhadap Five Moment Hand Hygiene dibutuhkan peran dan fungsi pengarahan Kepala Ruangan. Ketidak patuhan perawat melaksanakan five moment hand hygiene akan mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak pada mutu pelayanan Rumah Sakit, dimana pasien tidak aman atau beresiko mengalami infeksi nosokomial. Untuk mempertahankan konsistensi perawat dalam menjalankan patient safety: five moment hand hygiene maka dibutuhkan supervisi/ bimbingan secara continue dari kepala ruangan segagaimana Mc Gregor (Gomes, 2003) mengemukakan tentang Teori X yang mengatakan para manajer menggunakan asumsi bahwa manusia mempunyai ciri seperti para pekerja yang pada dasarnya tidak senang bekerja dan apabila mungkin maka mereka akan berusaha mengelakkannya. Para pekerja harus dipaksa, diawasi, atau diancam dengan berbagai tindakan punitif agar tujuan organisasi tercapai.
METODE PENELITIAN Jenis dan Desain Penelitian penelitian eksperimen, yang bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu, kemudian hasil (akibat) dari perlakuan tersebut dibandingkan dengan hasil yang dicapai setelah perlakuan yang sama namun teknik berbeda. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Eksperiment dengan pendekatan One Group pretest-posttest design yaitu penelitian untuk membandingkan hasil intervensi sebelum dan setelah dilakukan intervensi (Sugiono, 2011) Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data penelitian akan Waktu pengambilan data dan melaksanakan kegiatan penelitian yaitu bulan 15 Desember 2013 s/d 10 Januari 2014. Penelitian ini akan dilaksanakan di ruang intensif care unit ( ICU, CVCU dan PICU ) di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar Populasi dan Sampel Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan (Margono, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat pelaksana yang ada di intensif care unit ( ICU, CVCU dan PICU )selama penelitian berlangsung dengan jumlah 79 orang. Sampel penelitian adalah perawat pelaksana termasuk katim yang bekerja di Ruang Rawat intensif (ICU, CVCU dan PICU ) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar sebanyak 66 orang Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan Pra-test (perawat pelaksana mengisi kuisioner supervise, peneliti melakukan audit kepatuhan five moments hand hygiene pada perawat pelaksana), Membimbing kepala ruangan menerapkan peran pengarahannya (Supervisi), Memberikan kesempatan kepada Kepala ruangan untuk menjalankan fungsi pengarahan (supervisi) khususnya kepatuhan Hand Hygiene selama 3 minggu, Post test (perawat pelaksana mengisi kuisioner penerapan supervise dan peneliti melakukan audit kepatuhan Hand Hygiene pada perawat pelaksana) Analisis data Dalam penelitian ini data diolah dengan mengunakan program komputer, adapun uji yang, yaitu uji Marginal Homogeneity Test dan Chi-Square. Agar uji statistik yang didapat lebih akurat, data penelitian ini akan diolah menggunakan perangkat lunak komputer dengan SPSS. Kriteria penilaian apabila nilai p ≤ 0,05.
HASIL PENELITIAN Karakteristik Subjek Penelitian Tabel 1. dapat dilihat bahwa penelitian ini dilakukan di ruang perawatan intensif (ICU, CVCU, dan PICU) Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar . Populasi dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana yang bertugas di ruang intensif dengan jumlah sampel sebanyak 73 orang, sebagian besar responden adalah perempuan (76.7%) dengan status kepegawaian PNS 51 orang (69.9%). Tingkat pendidikan adalah Diploma III sebanyak 45 orang (61.7 %), masa kerja kurang dari 6 tahun sebanyak 42 orang (57.5 %) dan responden lebih banyak berada di ruang ICU sebanyak 37 orang (50.7%). Pelaksanaan fungsi pengarahan supervisi kepala ruangan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi Tabel 2. Hasil penelitian pada tabel 5.2 dapat dilihat bahwa pelaksanaan fungsi pengarahan supervisi kepala ruangan sebelum dan sesudah intervensi mengalami peningkatan secara bermakna dengan nilai hasil uji McNemar p=0.000. Kepatuhan perawat pelaksana melakukan five moment hand hygiene di ruang intensif sebelum dan sesudah penerapan supervisi oleh kepala ruangan Tabel 3. Berdasarkan tabel 5.3 diatas, nampak bahwa supervisi kepala ruangan mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap tingkat kepatuhan five moment hand hygiene perawa pelaksanat di ruang intensif. Hal ini dapat dibuktikan dari uji statistik Marginal homogeneity dengan perolehan p=0.000 (<0.005).. Kepatuhan perawat pelaksana terhadap five moment hand hygiene berdasarkan ruangan sebelum dan sesudah penerapan fungsi pengarahan supervisi kepala ruangan di Ruang Intensif RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Tabel 4. Pada tabel 5.4. di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kepatuhan di antara tiga ruangan (ICU, CVCU, dan PICU) yang dibuktikan dengan uji statistic chi-square dengan perolehan p=0,470 (>0.005). PEMBAHASAN Pada penelitian ini dapat dilihat di dapatkan gambaran bahwa ditinjau dari segi jenis kelamin responden dengan jenis kelamin perempuan ada 56 orang (76%), status ketenagaan PNS ada 51 orang (69.9%), Masa kerja responden mayoritas 1-5 tahun ( 57,5% ) dan responden terbanyak di ruang ICU yakni 37 orang (50,7%). Setelah dillakukan krostabulasai maka didapatkan hasil bahwa jenis kelamin, status kepegawaia, pendidikan, masa kerja dan ruangan tidak ada pengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan perawat pelaksana menjalankan five moment hand hygiene. Bahkan diantara ruang perawatan di ruang intensif
(ICU, CVCU, dan PICU) juga tidak ada perbedaan bermakna antara satu dengan yang lain. Hal ini mungkin disebabkan karena responden mendapatkan informasi dari narasumber yang sama tentang hand hygiene sehingga mempunyai persepsi yang sama. Juga saat sosialisasi awal di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo mempunyai persepsi yang sama dan saat sosialisasi juga dilakukan di ruangan yang sama Hasil penelitian didapatkan bahwa pelaksanaan fungsi pengarahan supervisi sebelum dan sesudah intervensi mengalami peningkatan secara bermakna. Dapat dibuktikan pada uji Mc Nemar test dengan perolehan p=0.000. Pelaksanaan supervisi sebelum intervensi berada pada kategori kurang sebanyak 68.5%. Hasil wawancara dengan kepala ruangan didapatkan bahwa hal ini terjadi karena kepala ruangan belum paham betul bagaimana melakukkan supervisi yang benar. Di samping itu juga masih ada yang berpersepsi bahwa supervisi adalah penilaian semata yang akhirnya tidak dibarengi dengan pembimbingan. Supervisi tidak diartikan sebagai mencari kesalahan tetapi lebih kepada pengawasan, dihargai dulu pencapaian atau hal positif dulu yang ditanggapi dan member jalan keluar untuk hal yang masih kurang agar terjadi peningkatan. Dengan demikian staf tidak merasa ia sekedar dinilai akan tetapi dibimbing untuk melakukan pekerjaannya dengan benar (Marquis 2010). Berdasarkan hasil penelitian Mua E.L (2011), ada hubungan yang bermakna antara supervisi dengan kinerja perawat, terjadi peningkatan kinerja yang optimal rata-rata 20.61 (85.88%) setelah dilakukan supervisi. Supervisi terencana akan membantu tenaga perawat mengerjakan pekerjaannya secara efektif. Pelaksanaan supervisi tidak lepas dari yang melakukan supervisi untuk itu supervisor harus mampu mempraktekkan manajemen yang fleksibel, komunikator dan melibatkan perawat pelaksana dalam pengambilan keputusan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Suyanto (2009) mengemukakan bahwa supervisi yang di lakukan memerlukan peran aktif semua perawat yang terlibat dalam pelayanan keperawatan sebagai mitra kerja yang memiliki ide-ide, pendapat dan pengalaman yang perlu didengar, dihargai dan diikutsertakan dalam proses perbaikan asuhan keperawatan. Berdasarkan hasil penelitian Lupia L (2009) ada hubungan bermakna antara supervisi dan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan dimana p< 0.003. Hal ini sejalan dengan teori Dua Faktor Herzber yaitu factor ekstrinsik bahwa supervisi dan pengawasan berkualitas merupakan salah satu factor motivasi yang mempengaruhi kinerja (Ilyas, 2004).. Kepatuhan merupakan modal dasar seseorang berperilaku. Menurut Kelman (1958) dalam Sarwono (1997) dijelaskan bahwa perubahan sikap dan perilaku individu diawali dengan proses patuh, identifikasi, dan tahap terakhir berupa internalisasi. Pada awalnya
individu mematuhi anjuran / instruksi tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman/sangsi jika dia tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika dia mematuhi anjuran tersebut. Tahap ini disebut tahap compliance (kepatuhan). Biasanya perubahan yang terjadi pada tahap ini sifatnya sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan.Tetapi begitu pengawasan itu mengendur/ hilang, perilaku itu pun ditinggalkan. Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau ketidak pahaman tentang pentingnya perilaku yang baru, dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda jenisnya, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut (change agent). Melalui supervisi yang baik perawat pelaksana akan mendapat dorongan positif sehingga mau belajar dan meningkatkan kemampuan profesionalnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Halafah (2012) menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan mencuci tangan akan semakin baik pula penerapan prosedur cuci tangannya. Penelitian ini menyarankan peningkatan kesadaran tentang pentingnya mencuci tangan sehingga dapat menerapkan prosedur cuci tangan secara tepat. Semakin baik supervisi kepada perawat semakin baik pula kinerja perawat, begitupun sebaliknya semakin tidak bagus supervisi semakin tidak baik kinerjanya (Buheli, 2010). Frekwensi dan kualitas supervisi menjadi sangat penting dalam melakukan supervisi dimana supervisi merupakan bagian dari fungsi pengarahan yang akan meningkatkan kinerja. Perubahan perilaku individu baru dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu itu sendiri dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya (Kelman 1958 ). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kepatuhan perawat pelaksana terhadap five moment hand hygiene sebelum penerapan supervisi 52 (71.2%) berada pada kepatuhan kategori kurang dan 1 (1.4%) berada pada kategori kepatuhan baik Sedangkan sesudah pelaksanaan supervisi 3 (4.1%) berada pada kepatuhan kategori kurang dan 36 (49.3%) berada pada kepatuhan kategori baik. Hal ini dapat di simpulakan bahwa supervisi mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kepatuhan perawat pelaksana menjalankan five moment hygiene. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan uji statistik marginal homogeneity dengan perolehan P= 0.000 (<0.005).. Hasil penelitian kepatuhan perawat pelaksana terhadap five moment hand hygiene di ruangan CVCU sebelum dan sesudah penerapan fungsi pengarahan supervisi, diperoleh hasil sebagai berikut: Sebelum pelaksanaan supervisi, kepatuhan perawat berada pada kategori kurang
sebanyak 12 (16,4%) dan 0 berada pada kategori baik. Setelah dilakukan supervisi, kepatuhan perawat berada kategori kurang sebanyak 2 (2,7%) dan 8 (11%) berada pada kategori baik. Hasil penelitian kepatuhan perawat pelaksana terhadap five moment hand hygiene di ruangan PICU sebelum dan sesudah penerapan fungsi pengarahan supervisi, diperoleh hasil sebagai berikut: Sebelum pelaksanaan supervisi, kepatuhan perawat berada pada kategori kurang sebanyak 14 (19,2%) dan 1 (1,4%) berada pada kategori baik. Setelah dilakukan supervisi, kepatuhan perawat berada kategori kurang sebanyak 0%, 9 (12,3%) berada pada kategori sedang, dan 8 (11%) berada pada kategori baik. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kepatuhan yang signifikan diantara tiga ruangan yaitu ICU, CVCU, dan PICU. Hal tersebut diperkuat dengan dengan hasil uji statistik Chi-Square dengan perolehan p=0,470 (P>0.005). Asumsi peneliti bahwa tidak ada perbedaan kepatuhan terhadap five moment hygiene pada ruangan ICU, CVCU, dan PICU karena ketiga ruangan tersebut merupakan ruangan intensif yang memiliki aturan, lingkungan, dan sarana cuci tangan yang relatif sama. Artinya, mereka bertindak sesuai dengan aturan dan perintah yang diberikan. Selain itu, nara sumber dalam proses sosialisasi hand hygiene adalah orang yang sama dan diberikan kepada seluruh karyawan rumah sakit pada waktu dan tempat yang sama. Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah petugas kesehatan dapat melaksanan five moment hygine sesuai dengan standar Joint Comission International (JCI) yaitu kepatuhan mencapai 100%. Tetapi hasil akhir yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa kepatuhan petugas kesehatan hanya mencapai 49,3%. Berdasarkan dari teori Kelman (1958) yang mengemukakan bahwa perubahan sikap dan perilaku individu diawali dengan proses patuh, identifikasi, dan tahap terakhir berupa internalisasi. Pada awalnya individu mematuhi anjuran / instruksi tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman/sangsi jika dia tidak patuh, atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika dia mematuhi anjuran tersebut. Tahap ini disebut tahap compliance (kepatuhan). Biasanya perubahan yang terjadi pada tahap ini sifatnya sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan.Tetapi begitu pengawasan itu mengendur/ hilang, perilaku itupun ditinggalkan. Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru, dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda jenisnya, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut yang dikenal sebagai change agent..
KESIMPULAN DAN SARAN Tingkat pendidikan, jenis kelamian, status kepegawaian, dan masa kerja perawat pelaksana tidak berrpengaruh terhadap kepatuhan menjalankan five moment hand hygiene baik sebelum maupun sesudah intervensi. Kepatuhan perawat pelaksana menjalankan five moment hand hygiene Setelah pelaksanaan fungsi pengarahan supervisi kepala ruangan mengalami peningkatan secara signifikan. Terjadi peningkatan kepatuhan terhadap five moment hand hygiene pelaksanaan fungsi pengarahan supervisi kepala ruangan setelah intervensi. Tidak ada perbedaan secara signifikan di ruangan dalam hal kepatuhan terhadap five moment hand hygiene. Dari beberapa kesimpulan di atas maka peneliti ingin member saran kepada pihak
yang terkait; Untuk pihak RS agar membuat Standar Prosedur
Operasional tentang fungsi pengarahan kepala ruangan serta melakukan monev pada area yang telah menjadi target penelitian kami untuk tetap melaksanakan fungsi supervise yang sudah ada. Kepala perawatan Rumah Sakit hendaknya dalam meningkatkan fungsi pengarahan dilakukan secara berkala terkait pelaksanaan fungsi manajemen keperawatan yang dilakukan oleh kepala ruang di ruangan agar dapat di evaluasi dan dilakukan umpan balik terkait kepatuhan perawat terhadap five moment hand hygiene agar kepatuhan perawat semakin lebih baik. Untuk pengembengan keilmuan, perlu dilakukan penelitian yang serupa namun waktu yang lebih lama agar hasil yang didapatkan bisa menggambarkan perubahan yang bersifat internalisasi. Dan kalau bisa sampel juga ada yang berasal dari luar intensif ( tidak homogen ) sehingga dapat diketahui perbedaanya. DAFTAR PUSTAKA Alimul, Azis A. 2007. Riset Keperawatan dan tehnik penulisan Ilmiah Edisi kedua. Jakarta. Penerbit Salemba Medika. Arwani, & Supriyanto, H. (2005). Manajemen Bangsal Keperawatan. EGC: Jakarta Asmuji (2012). Manajemen Keperawatan Konsep & Aplikasi, AR.Ruzz Media, Yogyakarta Dahlan, S. M. (2009). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Darmadi, (2008), infeksi nosokomial,problematika dan pengendaliannya , Salemba Medika: Jakarta Departemen Kesehatan R.I, (2005), Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan.
[email protected] Ducel,G, (2002), Prevention of hospital acquired infections: a practical guide,http://www.who.int/csr/resources/publications/whocdscsreph200212.pdf Gillies, Dee Ann. (2000). Manajemen Keperawatan, Sebagai Suatu Pendekatan Sistem, penerjemah Neng Hati Sawiji, Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran (IAPKP)
Gomes, C. F. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan ke-2. Penerbit Andi: Yogyakarta Hidayat, A. A, (2007), Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika, Jakarta Hidayat,T, (2009). Aspek-aspek Manajemen Keperawatan yang Berpengaruh Terhadap Kompetensi Personal Perawat di Rawat Inap RSUD Kalimantan Selatan. http://empiris.undip.ac.id/17880/1/Taufik.Hidayat.pdf, diakses 15 Oktober 2012. Huber,LD. (2000). Leadership Nursing and Care Management. Second Edition. Phidelpia:WB.Sonders Company. Huber,LD.(2010). Leadership and Nursing Care management. 4th Edition. Philadelphia: Pennsylvania: Sunders Elsevier James Joyce, Baker colin, Swain Helen, (2008), prinsip-prinsip sains untuk keperawatan, Erlangga, Jakarta. Lupia, L. (2009). Hubungan Faktor-faktor Motivasi dengan Kinerja Perawat dalam Melaksanakan Askep di ruangan Rawat Indap RSUD Kenfamenanu Kab TTU. http://digilib.unismu.ac.id/download.phh?id Karim, H., Ngatimin, R., &Hadju, V. (2012). Kepatuhan Pekerja Kesehatan terhadap Sosialisasi Program Cuci Tangan di IGD RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal Kesehatan. Diakses tanggal 12 Juni 2013. Keliat, Sugihartono, Sri H, ( 2012 ). Manajemen Keperawatan, Aplikasi MPKP Di Rumah Sakit, EGC, Jakarta Kurniadi, A. (2013). Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya: Teori, Konsep dan Aplikasi. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. Marquis, B.L & Huston C.J. (2000) The Leadership Rule and Management Function Nursing, Theory and Application ,Edition 3 Philadelpia :Hppincdt. Marquis, B.L & Huston C.J. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan; Teori dan Aplikasi, Edisi 4. Jakarta: EGC Mua, E.L. (2010). Pengaruh Pelatihan Supervisi Klinik Kepala Ruangan terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Perawat Pelaksana di ruang Rawat Inap di RS Woodward Palu, http://eprints.undip.ac.id/17376/1/emanuael-versi-hasmoko.pdf. Akses tanggal 14 Oktoktober 2012 Murphy,Janice, (2002), Literature Review On Relationship between Cleaning and Hospital Acquired Infections, http://cupe.ca/updir/ cleaning_ and_infection _control.pdf Notoatmodjo, S. (2005), Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta Notoatmodjo, S. (2010), Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta Nursalam, (2011). Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktek keperawatan Profesional, Edisi 3Jakarta: Salemba Medika Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta. Penerbit Salemba Medika
Parhusip, (2005), Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial serta pengendaliannya,http://repository.usu.ac.id/paru-parhusip4. pdf Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, (2008), Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo, Makassar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, (2010), Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo, Makassar Rekam Medis, (2011), Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo, Makassar Rizki Abror, (2009), Menkes: Infeksi Nosokomial Harus Dikendalikan,Senin, 9 November 2009 | 08:08 WIB, http://www.kompas.com Rosenthal V. D., Guzman Sandra, Safdar Nasia, (2005), Reduction in nosocomial infection with improved hand hygiene in intensive care units of a tertiary care hospital in Argentina http://www.inicc.org/trabajos/196.pdf Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Edisi Pertama Yogyakarta: Graha Ilmu. Sitorus, R & Panjaitan, R. (2011). Manajemen Keparawatan: Manajemen Keperawatan di Ruang Perawat. Sagung Seto: Jakarta. Sitorus, Ratna (2006). Model Praktik Keperawatan di Rumah Sakit. Cetakan I. Sugiono, (2010),Metode Penelitian Pendidikan, Alfabeta ,Bandung Terry.R.G & Rue.L.W. (2011). Dasar – Dasar Manajemen. Bumi Aksara Jakarta. Wells, (2003), Final Guideline: prevention of Health care AssociatednInfections in Primary and Community Care, http://www.nice.org.uk/ nice media /pdf/infection control fullguideline.pdf WHO
(2008), Penerapan Kewaspadaan Standar di fasilitas pelayanan kesehatan,http://www.who.int/csr/resources/publications/AMStandardPrecautions_b ahasa. pdf
WHO (2009), guidelines on hand hygiene in health care. www.who. Int / patientsafety / en.pdf WHO (2012), Hand Hygiene in Outpatient and Home-based Care and Long-ermC
LAMPIRAN Table 5.1. Distribusi frekwensi responden berdasarkan karakteristik di ruang intensif RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar. (n=73). Kategori Kelamin
Frekwensi
Prosentase (%)
Laki-laki
17
23.3
Perempuan
56
76.7
PNS
51
69.9
Kontrak
22
30.1
D3
45
61.7
S1
7
9.5
Ners
21
28.8
1-5 Tahun
42
57.5
1-10 Tahun
16
22
11-15 Tahun
2
2.8
16-20 Tahun
7
9.5
> 20 Tahun
6
8.2
ICU
37
50.7
CVCU
19
26.0
PICU
17
23.3
Status Kepegawaian
Pendidikan
Masa Kerja
Ruangan
Sumber : Data Primer 2014
Tabel 5.2. Distribusi frekwensi responden berdasarkan pelaksanaan fungsi pengarahan supervisi kepala ruangan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi di Ruang Intensif RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar. (n=73) Fungsi supervise Waktu
Kurang
Baik
N
%
n
%
Sebelum intervensi
50
68.5
23
31.5
Sesudah intervensi
0
0
73
100
Tabel 5.3. Distribusi frekwensi responden berdasarkan kepatuhan perawat pelaksana terhadap Five moment hand hygine sebelum dan sesudah dilakukan fungsi pengarahan supervisi di Ruang Intensif RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. (n=73) Kepatuhan Waktu
Kurang
Sedang
Baik
n
%
n
%
n
%
Sebelum supervisi
52
71.2
20
27.4
1
1.4
Sesudah supervisi
3
4.1
34
46.6
36
49.3
Tabel 5.4. Kepatuhan perawat pelaksana menjalankan five moment hand hygiene berdasarkan ruangan sebelum dan sesudah penerapan supervisi di Ruang Intensif RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. (n=73)
Kepatuhan terhadap five moment Waktu ICU
Sedang
Baik
n
%
n
%
n
%
Sebelum
26
35.7
7
9.5
0
0
Sesudah
1
1.4
16
22
20
27.3
12
16.4
11
15.0
0
0
Sesudah
2
2.7
9
12.3
8
11
Sebelum
14
19.2
2
2.8
1
1.4
Sesudah
0
0
9
12.3
8
11
CVCU Sebelum
PICU
Kurang