Jurnal 2.4
Paradoks dan Berteori dalam Tinjauan berbasis Sumber Daya Augustine A Lado, Universitas Clarkson; Nancy G. Boyd, Universitas North Texas, Peter Wright Universitas Memphis; Mark Kroll, Universitas Lousiana Tech
Bekerja dengan dan melalui paradoks-paradoks yang disampaikan dalam Tinjauan Berbasis Sumberdaya dari manajemen strategis, para akademis dapat mengerti kontradiksi dan tekanan yang melekat pada saat menciptakan dan mempertahankan kinerja perusahaan yang lebih baik. Kami mengidentifikasi dan membahas berbagai macam paradok-paradoks tinjauan berbasis sumber daya, memberi ilustrasi bagaimana pemikiran paradoks dapat meningkatkan berteori dan membuka visi baru agar mengetahui dan mengerti. Akhirnya kami membahas utilitas perspektif paradoks ilmu pengetahuan Tinjauan Berbasis Sumberdaya selanjutnya. Paradoks “tekanan dinamis dari pertentangan pendekatan” (Rosen, 1994; xvii) menempatkan ilmu pengetahuan dan praktek organisasi dan manajemen. Pemakaian paradoks dapat meningkatkan pemikiran yang berbeda atau “oposisi” (Cameron, 1986; Rothenberg, 1976; Schumacher, 1977) mengolah kepentingan (Davis, 1971; Weick, 1979) dan meningkatkan “potensi generatif” teori (DiMaggio, 1995; Gergen, 1978). Selanjutnya para peneliti dan eksekutif bisnis telah mengatahui bahwa kehidupan organisasi penuh dengan paradoks (Bouchikhi, 1998, Mitroff, 1995) dan jika, sebagaimana
dinyatakan,
lingkungan
bisnis
digolongkan
oleh
pertumbuhan
kompleksitas dan kekacauan (Handy, 1994; Price Waterhouse Change Integration Team , 1996) perusahaan-perusahaan dapat berhasil atau gagal berdasarkan perbedaanperbedaan dalam kemampuan-kemampuan mereka untuk mengatur paradoks. tinjauan berbasis sumber daya dari manajemen strategis memberikan lensa teoritis untuk meneliti bagaimana perusahaan – perusahaan mengatur paradoks. Berdasarkan dasar bahwa keanekaragaman, sumber daya-sumber daya untuk mengkopi dan kemapuan-kemampuan memberikan dasar keuntungan strategis dan kinerja perusahaan yang lebih unggul, Tinjauan berbasis Sumber Daya telah mendorong
serangkaian kepntingan bagi akademis manajemen strategis (Amit & Schoemaker, 1993; Barney, 1991; Conner, 1991; Pateraf, 1993; Rumelt, 1984) dan bidang-bidang terkait lainnya seperti manajemen sumber daya manusia (Lado & Wilson, 1994; Wright & McMahan 1992) manajeme operasi (Cox 1996) , pemasaran (Hunt, 2000; Hunt & Morgan, 1995) dan Sistem Informasi Manajemen (Bharadwaj, 2000; Mata, Fuerst & Barney, 1995). Akademis telah menyaring dan memperluas ajaran pokok Tinjauan berbasis Sumber Daya untuk menjelaskan bagaimana kemampuan-kemampuan dinamis (Dyer & Singh, 1998; Teece, Pisano & Shuen, 1997) dan proses-proses pengembangan pengetahuan dan pemakaian (Grant, 1996; Nanaka , 1994; Spender, 1996) mengerakkan keuntungan strategis yang berkesinambungan. Selanjutnya sinergi ilmu pengetahuan telah menambah integrasi pemahaman-pemahaman Tinjauan berbasis Sumber Daya dengan ide-ide yang berasal dari ilmu ekonomi organisasi (Mahoney & Pandian, 1992), teori ekologi populasi (Barnett, Greve & Park, 1994), teori institusi (Oliver, 1997) dan teori belajar organisasi (Lei, Hitt & Bettis, 1996) satu sama lain. Namun demikian kritik-kritik menganggap logika Tinjauan berbasis Sumber Daya sebagai paradoks, menanamkan kontradiksi-kontradiksi dan ambiguitasambiguitas.
Logika
Tinjauan
berbasis
Sumberdaya
menghasilkan
implikasi
bertentangan bagi akademis dan praktisi manajerial (Priem & Butler, 2001). Misalnya Logika Tinjauan berbasis Sumberdaya menyatakan bahwa kemampuan mengukur sumberdaya berarti sumber daya ini sepertinya menjadi sumber keuntungan kompetitif yang berkesinambungan. Logika ini juga menyatakan bahwa tidak ada “peraturan untuk kaum kaya” dan dapat digunakan untuk menghasilkan resep-resep manajerial mengenai bagaimana perusahaan-perusahaan dapat mencapai keuntungan strategis melalui penyebaran – penyebaran sumber daya mereka. Ambiguitas penyebab – kesukaran hubungan-hubungan penyebab pengurai antara sumber daya dan hasil organisasi (Lippman & Rumerlt, 1982) menyatakan bahwa manajer memiliki kemampuan terbatas untuk mengerti sumber – sumber manfaat kompetetif berkesinambungan. Kritik-kritik terhadap paradoks-paradoks bersamaan dengan masalah-masalah kemampuan tidak dapat diputarbalikkan, tautology dan kemungkinan kemunduruan tidak terbatas sebagai bukti bahwa Tinjauan berbasis Sumberdaya tanpa harap tidak dapat ditukarkan lagi. Nampaknya mereka berpegang pada pendapat ilmu pengetahuan tradisional (misal Brown , 1977; Chalmers, 1999) yang menganggap bahwa kehadiran
paradoks dalam teori merusak utilitas ilmiah dan menghilangkan kemampuan untuk membimbing ilmu pengetahuan dan praktek (Collie, 1994; Foss 1996; Porter, 1991; Priem & Butler, 2001). Namun peneliti lainnya telah berperan besar terhadap kritik ini dengan menyelesaikan paradoks-paradoks agar menghasilkan pemahaman-pemahama teoritis baru (misal Kogut & Zander, 1996; Leonard-Barton, 1992; Miller & Shmasie, 1996). Dalam artikel ini kami mengambil pendekatan berbeda. Klaim yang melingkupi kami sebagai perspektif teoritis, Tinjauan berbasis Sumberdaya biasa mengatasi tantangan-tantangan paradoks dalam menciptakan dan mempertahankan kinerja perusahaan lebih unggul. Pernyataan ini didasarkan pada pendapat alternative dimana paradoks dalam permintaan ilmiah “intrinsic dan tidak terhapuskan “ (Poundstone, 1988:18) Beberapa paradoks Tinjauan berbasis Sumberdaya mungkin mencerminakan faktor – faktor endogin yaitu mereka melekat pada logika Tinjauan berbasis Sumberdaya yang mencerminkan sifat pembentukan teori dan ilmu pengetahuan (misal Poundstone, 1988; Rosen, 1994). Sebagai tambahan paradok-paradoks Tinjaun berbasis Sumber daya mungkin mencerminkan faktor-faktor eksogen yaitu paradoks-paradoks dalam teori memungkinkan akademis untuk mengeksplorasi dan mendapatkan pengertian dunia kami leibh baik (misal DiMaggio, 1985; Queinn & Cameron, 1988, Starbuck, 1988). Oleh karena itu kami mengidentifikasi dan menjelaskan berbagai macam paradoks Tinjauan berbasis Sumber daya dan membahas bagaimana mereka dapat membantu perkembangan ilmu pengetahuan dan pemahaman. Dalam mengembangkan ide-ide kami, kami mencari “pengertian yang rumit” (Bartunek, Gordon & Weathersby, 1983) dari proses berteori dripada model sederhana dari realitas kompleks dan paradoks. Seperti prinsip keanekaragaman (Ashby, 1960) nyatakan, praktek manajemen kompleks dalam organisasi – organisasi kontemporer memerlukan moda-mada berteori yang kompleks (Casti, 1994; Tsoukas & Hatch , 2001). Pembahasan kami mengenai paradoks-paradoks Tinjauan berbasis Sumberdaya dimulai untuk mengatasi pehatian bahwa “kami menghadapi beberapa jenis paradoks paskamodern” yang meminta kami “ mencari pendekatan-pendekatan baru dalam berteori” dan menghasilkan pengeritan baru bagi bidang manajemen strategis (Spender & Grant, 1996:9). Setelah memberikan latar belakang konsepsi, kami mengidentifikasi dan membahas sejumlah paradoks-paradoks Tinjauan berbasis Sumberdaya dengan
pendapat mengembangkan pemahaman yang lebih besar. Akhirnya, kami membahas utilitas perspektif paradoks dalam ilmu pengetahuan Tinjauan berbasis Sumberdaya.
PARADOKS : LATAR BELAKANG KONSEPSI
Akademis-akademis organisasi dan manajemen telah menyatakan bahwa pemakaian paradoks dapat menimbulkan pengertian dengan membiarkan akademis mengatasi kontradiksi logis (atau teka-teki kata-kta) dalam teori dan mengidentifikasi tekanan-tekanan dan oposisi-oposisi untuk mengembangkan teori-teori yang lebih mencakup (Poole & Van de Ven, 1989). Bekerja dengan paradoks dapat membantu mengembangkan refleksifitas dan meningkatkan pembicaraan diantara akademis dan manajer (Morgan, 1983; Zald, 1996) Oleh karena itu paradoks-paradoks dapat berfungsi sebagai perangkat konsepsi yang berguna yang memperluas kemampuan kami diluar batas-batas yand ditentukan oleh logika formal (Ford & BAckoff, 1988; Starbuck, 1988) Pertanda bahwa pernyataan-pernyataan kami tentang peran paradoks dalam berteori dalam Tinjauan berbasis Sumberdaya, kami memberikan gambaran singkat dari konseptualisasi paradoks yang ada diikuti oleh pembahasan paradoks dalam filosofi ilmu pengetahuan.
Konseptualisasi-konseptualisasi Paradoks yang ada
Istilah paradoks telah dikonseptualisasikan dengan cara yang berbeda termasuk formal/logis, bahasa informal/ umum dan retorik. Konseptualisasi ini dapat mencerminkan “permainan bahasa” yang berbeda dimana orang-orang bermain ketika mereka merasakan fenomena yang kompleks dan ganjil (Wittgenstein, 1953). Tabel 1 meringkas berbagai macam definisi paradoks dan aplikasi-aplikasi mereka dalam studi organisasi dan manajemen
Tabel 1 Paradoks : Definisi - Definisi dan Pemakaian- Pemakaian /Aplikasi - Aplikasi dalam Studi-Studi Organisasi dan Manajemen
Jenis Paradoks
Definisi (sumber)
Contoh Aplikasi dalam Studi – Studi Organisasi dan Manajemen
Formal/ Logis
Bahasa Informal/ umum
Dua
dalil
bertentangan
dan
Poole dan Van de Ven (1988) menggunakan
berlawanan yang ditimbulkan oleh
paradoks logis sebagai “batu uji” untuk
pernyataan-pernyataan bagus (van
menganalisa tekanan struktur tindakan
Heigenoort, 1972)
dalam studi-studi organisasi dan manajemen
“”digunakan dengan bebas sebagai
- Hatch dan Ehrlich (1987) menggunakan
paying informal untuk kontrakdiksi
humor
yang
menimbulkan
menjelaskan bagaimana individu-individu
pemikiran segala hal“ Poole & Van de
mengatasi paradoks dan ambiguitas
Ven, 1989, 563)
dalam kehidupan organisasi
menarik
dan
spontan
(atau
ironi)
untuk
- Leweis (2000) menyelidiki paradoksparadoks
ortanisasi,
belajar
dan
keterlibatan - Sundaramurthy membahas
dan
Lewis
paradoks-paradoks
(2003) tata
laksana perusahaan - Stohl dan Cheney (2001) membahas bernagai
macam
paradokspartisipasi
dlam tim kerja organisasi - Farson
(1996)
menggambarkan
bagaimana kemustahilan dapat menjadi sumber kompetensi manajerial - Eylon dan Allison (2002) secara empiris memperlihatkan bagaimana orang-orang dalam organisasi lebih bersedia membagi informasi yang rancu dengan kolaborator daripada pesaing Kritik retorik/literary
“kesimpulan atau apodosis yang bertentangan
dengan
apa
yang
- Calos dan Smircich (1999) dan Kilduff dan
Mehra
(1997)
menyatakan
diharapkan penonton” (Oxford English
pendekatan paskamodern atau paska
Dictionary Online , 2003)
struktur untuk berteori yang dirancang untuk mengungkap kontradiksi-kontrdiksi dalam teori-teori moderni berbasis logika positif - Weick (1999) memerlukan refleksifitas lebih besar dalam berteori - Zald (1996) menyatakan bahwa peneliti
ikut serta dalam percakapan yang diterangi.
Beberapa akademis mengambil difinisi tunggal paradoks untuk meningkatkan ketelitian (misal Lewis, 2000) yang lainnya menggunakan kombinasi definisi untuk menghasilkan pengertian fenomena organisasi yang lebih kaya (Poole & Van de Ven, 1989), dengan mengambil pendekatan yang terakhir kami menggunakan paradoks dengan tiga cara : formal/ logis, bahasa informal/umum dan pemakaian-pemakaian retorik. Kami menggunakan paradoks dalam pengertian logis untuk mengatasi masalah-masalah epistemology disekitar logika Tinjauan berbasis Sumberdaya, seperti masalah-masalah kemampuan tidak dapat diputarbalikkan, tautology dan kemunduran terhingga/ tidak terbatas. Karena manajemen strategis juga bidang prakmatik, kami menggunakan paradoks dalam bahasa informal/umum untuk mengerti bagaimana pelaku membuat kontradiksi, oposisi dan ambiguitas namapk untuk mengatasi konteks pekerjaan. akhirnya sepanjang berteori merupakan kegiatan yang tidak saling terkait satu sama lain maka kami menggunakan paradoks dalam pengertian retorik untuk membuka pandangan-pandangan baru (berbeda) ilmu pengetahuan dan untuk mengetahui dan dengan anggapan untuk mengembangkan penyelidikan yang produktif. (Cook & Brown, 1999). Bersama-sama tiga pemakaian paradoks ini memberikan pemahaman yang integratif dan holistik dari fenomena Tinjauan berbasis Sumber daya.
Paradoks dalam Filosofi Ilmu Pengetahuan
Dalam rangka menghargai peran paradoks dalam berteori di Tinjauan berbasis Sumber daya, mempertimbankan peran paradoks ke dalam filosofi ilmu pengetahuan merupakan hal yang penting.Sebagaimana tertulis diatas, kritik yang menyatakan bahwa Tinjauan berbasis Sumber daya memuat paradoks-paradoks yang menghilangkan kekuatan penjelas yang ditelusuri dari pandangan tradisional penyelidikan ilmu pengetahuan yang mempertahankan bahwa paradoks-paradoks merupakan hal yang buruk bagi penyelidikan ilmu pengetahuan(Brown 1977); Whitehead &Russel 1927). Pandangan ini telah ditantang keras oleh ilmuwan “alam” (misal Chargaff, 1977; Heisenberg, a958) dan sosial (misal Kaplan , 1964; Luhman, 1990; Merton 1976), oleh filosofer ilmu pengetahuan (misal Godel,1970; Godman & Elgin, 1988; Holstadler,
1979) dan oleh orang-orang yang mempelajari ilmu pengetahuan (misal Harding, 1991; Latour, 1987). Bersama-sama karya mereka menyatakan bahwa “ilmu pengetahuan secara sengaja diciptakan berdasarkan kontradiksi-kontradiksi (Tieunissen, 199l: 17). Dalam pandangan ilmu pengetahuan , para penyeldik kekuatan paradoks berpikir dua kali mengenai asumsi-asumsi tentang realitas , kebenaran dan pengetahuan (Krippendoff, 1984; Quine, 1976). Bekerja dengan paradoks membuat akademis yang mencari kebenaran sering
menganggap bahwa mereka tidak dapat mencapainya
(Chargaff, 1977: 21). Seperti yang Kurt Godel (1970) perlihatkan, pernyataanpernyataan muncul yang tidak berasal dari serangkaian aksioma matematika ataupun terbukti salah atau benar. Selanj”utnya apa yang merupakan keberenaran tergantung pada “permainan bahasa”yangdigunakan orang-orang untuk membentuk atau membuat realitas masuk akal (Berger & Lickman , 1967; Wittgenstein, 1953). Sepanjang “kebenaran tidak menempati suatu tempat, ataupun manapun” (Dunnettee, 1970 mengutip McCall & Bobko, 1990: 381), pencarian kebenaran
tetap berlangsung.
Pencarian tersebut dapat menghasilkan pengetahuan yang lebih besar sama halnya dengan menghasilkan ketidaktahuan. Dengan kata lain. “semakin kita tahu banyak, semakin sedikit yang kita ketahui” (Chargaff, 1977:5). Oleh karena itu gagasan-gagasan seperti realitas, kebenaran, pengetahuan dan kemajuan cenderung proksimal daripada distal (Goodman & elgin, 1988; Lakatos, 1976, 1978) yang mencerminkan hubunganhubungan kami dan dunia kami (Berman, 1984). Dalam pandangan ini, pengetahuan dimengerti sebagai penyebab dan dampak, suatu keadaan dan arus (Snowden 2002) yang mencerminkan bagaimana muatan pengetahuan dan konteks pengetahuan dijalin agar tidak terpisah (misal Cook & Brown, 1999). Dengan memahami pengetahuan secara terus menerus sebagai penyebab dan dampak memberi tantangan bagi pemikir positif tradisional dimana menekankan pengetahuan sebagai obyek yang “ditemukan” sendiri
melalui metode ilmiah dan
memisahkan pengetahuan “subyektif” terhadap seni dan filosofi (Chalmers, 1999;) Selain itu pandangan pengetahuan paradoks menyatakan bahwa “ yang disebut penyebab hanya dapat diidentifikasi sedemikian rupa dalam proses mempengaruhi “sesuatu” yang dengan bukti yang sama hanya dapat diidentifikasi sebagai “dampak” bersama dengan .....”sesuatu” yang menghasilkannya” (Fisher, 2003:32). Selanjutnya, gagasan kemajuan ilmiah dianggap sebagai pergerakan garis lurus terhadap kebenaran
tertentu dan final tetapi sebagai proses dialektikal oposisi-oposisi, kontradiksikontradiksi dan konflik-konflik, keputusan mana menghasilkan paradoks-paradoks ditingkat yang lebih kompleks (Rosen, 1994; Whitehead, 1978). Pandangan kemajuan ilmiah ini ditekankan pada karya Imre Lakatos (1976, 1978), Lakatos (1978) mengajukann”metodologi Program – Program Pencarian Ilmiah” (MPPI) yang mencari reorientasi pembahasan mengenai kepalsuan, yang didominasi oleh Popper (Chalmers, 1999), MPPI milik Lakatos menawarkan sintesa persaingan laporan kemajuan ilmiah – tercermin dalam laporan Popper (1959), Kuhn (1970) dan Feyerabend(1988), antara lain menjadi kerangka kerja yang koheren (jika paradoksial) untuk mengerti pertumbuhan teori-teori ilmiah. Dalam kerangka kerja, Lakatos mencatat bahwa “batas pemisah antara “teori-teori” lembut, tidak terbukti dan keras, “dasar empiris” terbukti tidak ada : semua dalil ilmu pengetahuan merupakan teoritis, dan tidak akurat, dapat keliru” (1978: 16). Dia mengusulkan “kepalsuan yang menyenangkan (sebagaimana ditentang pemalsuan “naif” Popper) sebagai dasar yang lebih baik untuk menilai pengetahuan ilmiah atau klaim-klaim kebenaran sepanjang memungkinkan pengujian sistem teori-teori yang bertentangan dalam program penelitian. Hipotesa-hipotesa tambahan membentuk sabuk protektif disepanjang inti pokok program penelitian. Inti pokok yang terdiri dari serangkaian fakta-fakta, ide-ide atau dalil-dalil yang diambil oleh ilmuwan yang bekerja dalam program penelitian ini bebas dari usaha-usaha pemalsuan. Para peneliti dapat berfokus pada penambahan inti pokok program penelitian dengan meningkatkan isi teortisnya, dengan membuatnya mampu mengatasi fenomena baru. Bertentangan dengan ahli pemalsuan naif, Lakatos menyatakan bahwa pemalsuan tidak ada sebelum muncul teori yang lebih baik, sebelumnya teori yang lebih baik tidak dapat muncul jika semua pernyataan teoritis harus menanggung bagian terberat dari pemalsuan. Dalam sistem Lakatos, kemajuan ilmiah yang berasal dari saling mempengaruhi dialektika yang berkelanjutan antar teori-teori ganda dan bertentangan dalam program penelitian “organik”. Sebagaimana yang telah kami bahas dalam tulisan sebelumnya, ide Lakatos dapat digunakan untuk menggambarkan bagaimana program penelitian “pembentukan” seperti Tinjauan berbasis Sumber Daya dapat menjadi progresif. PARADOKS-PARADOKS TINJAUAN BERBASIS SUMBER DAYA
Dalam bagian ini kami meneliti teka-teki kata-kata dan bahasa umum serta sumber – sumber rhetorik paradoks dalam Tinjauan Berbasis Sumber Daya. Di permukaan paradoks-paradoks ini nampaknya dapat diselesaikan, misalnya, melalui pemisahan sementara dan ruang (Poole & Van de Ven, 1989). Keputusan tersebut masih tidak menutupi kontradiksi-kontradiksi atau tekanan-tekanan tingkat lebih dalam yang mendukung epistomologi Tinjauan Berbasis Sumber Daya. Pembahasan
kami
dimaksudkan
sebagai
ilustrasi
daripada
mendalam.
Pembahasan teka teki kata-kata logis berfungsi untuk menggambarkan penyataan kami bahwa beberapa paradoks Tinjauan berbasis Sumber Daya mencerminkan paradoksparadoks yang melekat pada penyelidikan ilmiah. Pembahasan paradoks-paradoks bahasa umum dimaksudkan untuk menunjukkan bagaimana para peneliti dan pelakupelaku organisasi dengan berpindah-pindah membentuk dan membuat konflik-konflik, ambiguitas-ambiguitas dan kontradiksi-kontradiksi menjadi masuk akal untuk mendapatkan pengertian yang lebih baik dari dunia sekitar. Akhirnya, pembahasan paradoks-paradoks retorik dimaksudkan untuk mendorong refleksifitas berteori dalam Tinjauan berbasis Sumber Daya dengan pandangan membuka wacana.
Teka-Teki Kata-Kata Logis dalam Tinjauan berbasis Sumber Daya
Teori berbasis Sumber Daya membuat akademis mengalami dilema dimana variabel – variabel yang secara teori paling menarik adalah teori yang dapat diidentifikasi atau diukur” (Spender & Grant, 1996; 8). Jika sumber daya tidak dapat diobservasi, maka sumber daya tersebut tidak dapat ditiru dengan mudah dan oleh karena itu membentuk dasar manfaat kompetitif terus menerus (Barney 1991; Reed &DeFillipi, 1990). Jika sumber daya tidak dapat diobservasi, maka sumber daya tersebut tidak dapat diukur dengan tepat dan diverifikasi secara empiris (Godfrey & Hill, 1995), oleh karena itu dengan memastikan kemampuannya untuk menghasilkan manfaat kompetitif terus menerus membuat dapat diperdebatkan. Selain kemampuan tidak dapat ditiru, Priem dan Butler (2001) menanyakan nilai teoritis dari Tinjauan berbasis Sumber Daya khususnya ide-ide Barley (1991) tentang sumber daya yang harus dapat dinilai, jarang dan tidak dapat terus menerus dalam rangka untuk menghasilkan manfaat kompetitif yang terus menerus. Dengan menarik
ide-ide Popper (1959) tentang pemalsuan, mereka berpendapat bahwa dalil-dalil Tinjauan berbasis Sumber Daya ini adalah tautologi, yaitu menurut definisi benar dan tidak dapat berdasarkan pengujian empiris. Akhirnya, beberapa peneliti berpendapat bahwa Tinjauan berbasis Sumber Daya dalam bahaya tergelincir ke dalam suatu “kemunduran terhingga” (Collie, 1994). Dengan demikian, logika Tinjauan berbasis Sumber Daya dapat menimbulkan penelitian tanpa akhir dan sia-sia untuk persediaan akhir sumber daya-sumber daya dan kemampuan-kemampuan yang menghasilkan manfaat kompetitif terus menerus. Misalnya ketika pembelajaran organisasi diidentifikasi sebagai “kompetensi pokok” (Let dkk, 1996; Prahalad & Hamel 1990) , maka akan memicu proses “pembelajaran” tidak pernah berakhir mengenai pembelajaran bagaimana belajar” (Collie, 1994). Jadi, masalah kemunduran terhingga ini dapat mengurangi utilitas teoritis Tinjauan berbasis Sumber Daya dalam menjelaskan dan memperkirakan manfaat kompetitif terus menerus. Teka-teki kata-kata mencerminkan paradoks-paradoks epistemologi Tinjauan berbasis Sumber Daya yang menimbulkan kekhawatiran dapat membatasi kontribusi teori ini (foss, 1996; Priem & Butler, 2001). Dengan pembentukan ide-ide Lakatos, kami mencapai pengertian yang berbeda tentang peran teka teki kata-kata dalam mempercepat ilmu pengetahuan Tinjauan berbasis Sumber Daya. Pertama, sepanjang pemalsuan digunakan untuk menilai pernyat an-pernyataan pengetahuan, pemalsuan yang canggih daripada naif mungkin sesuai sepanjang pemalsuan digunakan untuk menilai Tinjauan berbasis Sumbe Daya sebagai sistem teori ganda dan saling tergantung. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, Tinjauan berbasis Sumber Daya telah menjalani perkembangan aliran pemikiran yang tergantung pada serangkaian asumsi-asumsi teoritis yang berbeda dan perangkat alatalat analisa yang jelas serta koda kata-kosa kata
untuk menyelidiki fenomana
manajemen strategis. Karena perkembangan tersebut mencerminkan persaingan yang sehat antar aliran-aliran Tinjauan berbasis Sumber Daya, kami memandangnya sebagai tanda kemajuan teoritis. Kedua, inti pokok program penelitian Tinjauan berbasis Sumber Daya nampaknya telah muncul. Para akademis yang bekerja dengan Tinjauan berbasis Sumber Daya telah menggunakan konsep-konsep paradoks (seperti ambiguitas
penyebab) dan tautologi dalam Tinjauan berbasis Sumber Daya untuk mengembangkan ruang lingkup program penelitian ini. Konsep-konsep seperti tahu sama tahu/diamdiam, kekhususan dan ketergantungan jalan (Dierickx & Cool, 199; Reed & Defillipi, 1990;Schoemaker, 1990;Teece dkk, 1997) telah menjadi bahan pokok dalam konteks berteori Tinjauan berbasis Sumber Daya. Usaha-usaha untuk mengembangkan lebih lanjut ide-ide pokok untuk meningkatkan isi teori yang dapat membantu mengubah Tinjauan berbasis Sumber Daya program menjadi program penelitian progresif. Misalnya para peneliti yang telah menyelidiki tekanan-tekanan antara pembentuan nilai dan penangkapan nilai (bowman & Ambrosini, 2000; Moran & Goshal, 1999) dan tiruan dan pengganti (mcEvily,
Das & McCabe, 2000) antara lain telah
mengembangkan ruang lingkup teoritis program penelitian Tinjauan berbasis Sumber Daya. Ketiga, Lakatos (1976) memperlihatkan bagaimana sistem teoritis berkembang dari kebenaran-kebenaran dasar atau tautologi-tautologi dapat berkembang dengan menetapkan asumsi-asumsi baru, hipotesa-hipotesa tambahan, dan/atau batas-batas kontekstual dapat diterapkan atau dengan memperkenalkan istilah-istilah baru atau mendefinisikan kembali istilah-istilah lama. Para peneliti yang bekerja dalam program penelitian Tinjauan berbasis Sumber Daya telah berperan besar dalam pernyataanpernyataan tautologi dengan mengidentifikasi
asumsi-asumsi yang berbeda yang
dikaitkan dengan aliran-aliran pemikiran Tinjauan berbasis Sumber Daya (misal Conner, 1991. Schulze, 1994) dengan menentukan konteks sementara (misal Audia, Locke & Smith, 2000; Leonard Barton 1992; Miller 1993) dan konteks ruang (misal Miller & Shamsie, 1996) dimana jenis berbeda dari sumber daya dan kemampuan membantu menguatkan kinerja dan dengan memperkenalkan istilah-istilah baru (misal Brandenburger & Nalebuff, 1995; Lado , Boyd & Hanlon, 1997) . Selain usaha-usaha yang bertentangan, pemalsuan naif sebagai dasar penyangkalan prinsip pokok Tinjauanberbasis Sumber Daya telah didiskreditkan (Mahoney,1993, Powell, 2001). Sebagaimana telah dibahas, program penelitian Tinjauan berbasis Sumber Daya nampaknya tumbuh subur ditengah-tengah lautan paradoks-paradoks dan tautologitautologi. Keempat, teka teki kata-kata kemunduruan terhingga dalam Tinjaun berbasis Sumber Daya mungkin
tidak menjadi tanggungjawab dalam meningkatkan sistem
teoritis karena orang-orang yang menganut filosofi positif ilmu pengetahuan akan membuat kami yakin (misal Collis, 1994; Priem & Butler, 2001). Kemunduran terhingga akan menjadi masalah bagi orang-orang yang menganut “logika dibentuk kembali” dari ilmu pengetahuan sebagai ketidakpastian. Tetapi sebagaimana Kaplan katakan logika dibentuk kembali diam-diam menganggap fiksasi makna adalah akibat dari fiksasi kami pada ilmu pengetahuan di momen yang diberikan (1964:69) sebaliknya para peneliti yang bekerja dengan paradoks mungkin mencakup pendapat “pemakaian logika” (Kaplan, 1964) yang mengenal s dan pemikiran terbuka dari konsep-konsep manajemen strategis sebagai kebaikan-kebaikan teoritis (misal Bobko, 1985). Logika tersebut mendorong para peneliti untuk menginvestigasi fenomena Tinjauan berbasis Sumber Dayasebagai proses-proses dialektika pemasukakalan (Weick, 1995). Dalam hal ini, konsep-konsep teoritikal diperkenalkan, dimodifikasi dan diubah sepanjang waktu karena para peneliti dan praktisi mendapatkan pengetahuan baru dan mengerti bagaimana perusahaan-perusahaan menghasilkan kinerja yang unggul. Paradoks pembelajaran organisasi memberi contoh bagaimana gagasan “pemakaian logika” menghasilkan pengertian dinamika pengembangan pengetahuan yang lebih lengkap untuk mendapatkan manfaat strategis (Leonard-Barton, 1992). Konseptualisasi sebagai “pembelajaran satu lompatan “ (Argyris & Schon, 1978), pembelajaran organisasi mungkin efektif meningkatkan, memungkinkan eksploitasi kompetensi/kemampuan-kompetensi untuk mendapatkan manfaat kompetetif (misal Fiol & Lyles, 1985; Lei dkk, 1996, March 1991). Meskipun pembelajaran satu lompatan dapat meningkatkan adaptasi organisasi, pembelajaran ini dapat mengancam kemampuan adaptasi, menjadi “jebatan keras” (Levitt & March 1988) dan sumber kerugian kompetitif ketika lingkungan organisasi berubah secara drastis (LeonardBarton, 1992). Sebaliknya, “pembelajaran dua lompatan” (Argyris & Schon, 1978) suatu pembelajaran organisasi yang dapat meningkatkan inovasi, memungkin eksplorasi kompetensi-kompetensi organisasi. Pembelajaran dua lompatan juga meningkatkan kemampuan adaptasi tetapi juga mengancam adaptasi (Weick 1979), meningkatkan ketidakefisiensi dalam menggunakan sumber daya-sumber daya organisasi yang jarang. Dengan mengkonseptualisasikan pembelajaran organisasi sebagai penjajaran dinamis dari proses-proses satu lompatan dan dua lompatan dari masing-masing ekploitasi kompetensi dan ekplorasi kompetensi (March, 1991), kami mendaptkan
pengertian yang lebih baik tentang bagaimana manfaat kompetitif didapatkan atau hilang. Penjajaran tersebut mungkin menciptakan konflik-konfik internal atau “dunia pemikiran” yang bertubrukan (Fiol, 1995) karena pelaku-pelaku organisasi berjuang membuat tegangan-tegangan ini menjadi masuk akal dan membuat makna-makna baru , mendorong kebutuhan untuk melakukan konseptualisasi kembali pembelajaran sebagai kemampuan pokok. Hasilnya lebih dari pencarian pengetahuan obyektif untuk menjelaskan dan memperkirakan dengan mendesak makna-makna tetap konsep-konsep , seperti pembelajaran organisasi, kompetensi pokok dan manfaat kompetitif, teka teki kata-kata kemunduran terhingga menyatakan kebutuhan bagi para peneliti untuk mencakup epistomlogi daripada mencari pengertian yang lebih baik (Goodman & Elgin, 1988: Kaplan, 1964).
Paradoks-Paradoks Bahasa Umum dalam Tinjauan berbsis Sumber Daya
Untuk memajukan pengertian, di bagian ini menggunakan strategi pembentukan teori alternatif yang meliputi paradoks terhadap tiga jenis paradoks bahasa umum dalam Tinjauan berbasis Sumber Daya yaitu ambiguitas penyebab, tiruan/inovasi dan “peraturan untuk sang kaya”. Paradoks-paradoks ini menggambarkan “adanya keramaian (Tinjauan berbasis Sumber Daya) jika para peneliti mencari dan bekerja dengan ketidaktetapan- ketidaktetapan, kontradiksi-kontradiksi dan tegangan-tegangan” dalam teori (Poole & Van de Ven, 1989:575). Paradoks ambiguitas penyebab. Ambiguitas Penyebab mewakili berkah campuran untuk ilmu pengetahuan Tinjauan berbasis Eumber Daya. Disisi lain, kesulitan relatif menguraikan hubungan-hubungan penyebab antara sumber dayasumber daya dan kemampuan-kemampuan perusahaan dan hasil dinyatakan sebagai rintangan yang signikfikan untuk membatasi manfaat kompetitif perusahaan (Barney, 1991; Lippman, 1990) Selanjutnya , keberlangsungan manfaat kompetitif ditingkatkan ketika sumbr daya-sumber daya dan kemampuan-kemampuan perusahaan menjadi ermburam karena tidak ada seorangpun (termasuk manajer dan pegawai perusahaan yang fokal) dapat mengerti nilai mereka yang meningkatkan sifat-sifat. Disisi lain, opasitas sumber daya-sumber daya dan kesulitan menguraikan hubungan-hubungan sebab akibat dapat menghalangi pengaruh kompetensi-kompetensi tersebut dalam
perusahaan untuk mendapatkan manfaat kompetitif. (Szulanski, 1996). Selanjutnya hubungan-hubugan antar perusahaan yang melibatkan pertukaran kompetensikompetensi tersebut menjadi dapat diperdebatkan. Oleh karena itu, ambiguitas penyebab memungkinkan dan menghalangi keberlangsungan manfaat strategis. Para peneliti telah berusaha untuk “memecahkan” paradoks ambiguitas penyebab dengan menjelaskan asumsi-asumsi mengenai waktu atau tingkat analisa. Misalnya, Mosakowski (1997) telah mengidentifiksi empat jenis ambiguitas penyebab, berdasarkan apakah struktur penyebab keputusan-keputusan strategis dapat dipastikan sebelum atau sesudah fakta implementasi. Secara empiris, King dan Zeithaml (2001) mengklaim telah memcahkan paradoks ambiguitas penyebab dengan mengidentifikasi dan memisahkan dua dimensi : (1) ambiguitas karakteristik – sampai sejauh mana manajer-manajer mengerti sifat-sifat sumber daya khusus terhadap kinerja perusahaan yang unggul dan (2) ambiguitas hubungan – sejauh mana manajer-manajer mengerti struktur penyebab yang menghubungkan sumber daya-sumber daya ke kinerja perusahaan yang unggul. Penelitian mereka menunjukkan bahwa ambiguitas hubungan daripada ambiguitas karakteristik sangat positif dikaitkan dengan kinerja perusahaan yang unggul. Di dalam Studi Mosakowski dan King serta Zeithaml, ambiguitas penyebab dianggap sebagai ketidakpastian relatif – yaitu situasi yang digolongkan oleh kurangnya pengetahuan yang lengkap. Sebaliknya, Daft dan Lengel menyatakan bahwa ambiguitas juga menimbulkan situasi yang samar-samar yang mengacu pada konteks keputusan dimana penafsiran ganda dan bertentangan “ muncul (1956: 556). Kesamaran menunjukkan adanya kekurangan kejelasan daripada kekurangan
informasi. Pembuatan keputusan
berdasarkan situasi yang samar-samar sama dengan model “tong sampah” (Cohen, March dan Olsen, 1972) dimana partisipan tidak boleh tahu pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan boleh mengajukan “solusi” meskipu jika “masalah” tiba-tiba tidak jelas. Karena situasi-situasi tidak pasti dapat dipecahkan dengan mendapatkan informasi yang lengkap dan obyektif, situasi yang samar-samar dapat dipecahkan hanya melalui pertukaran informasi yang ada dan pembuatan penafsiran-penafsiran yang terbagi dan pengertian-pengertian (Daft & Weick, 1984; Weick, 1979). Oleh karena itu, dengan mengkonseptualisasikan ambiguitas penyebab sebagai situasi yang digolongkan oleh kurangnya pengetahuan obyektif hanya akan memberikan penjpelasan sebagian,
Selain mencari determinasi penyebab melalui ketelitian dalam engukuran, para peneliti dan manajer dapat mengeksplorasi cara menggunakan ambiguitas secara strategis (Burke, 1969; Eiseberg, 1985). Misalnya, dengan mengambil perspektif berbasis proses, Eisenberg (1985) meunjukkan bagaimana manajer-manajer dapat menggunakan ambiguitas secara berpindah-pindah untuk meningkatkan keberagaman yang dipersatukan, memfasilitasi perubahan organisasi dan memperkuat sifatsifat hubungan –hubungan sebab akibat
para pelaku. Burke (1969) menyatakan bahwa
dengan mengatur konteks samar-samar yang memerlukan penyebaran sumber dayasumber daya ambiguitas mengacu pada pemakaian pasukan linguistik, sepeti metafora, analog, simili, dan naskah yang membawa keterangan-keterangan yang rapi dari fenomena sosial dan membiarkan interpretasi-interpretasi dan pengertian-pengertian kolektif (Weick, 1989). Oleh karena itu ambiguitas memberikan konteks interpretatif dimana anggota organisasi membuat dan sampai ke pengertian fenomena yang kompleks dan bertentangan. Paradoks tiruan/ inovasi. Alasan utama peneliti-peneliti strategi adalah inovasi-inovasi perusahaan harus dilindungi dari tiruan,karena tiruan mengancam keberlangsungan manfaat kompetitif (Porter, 1980, Rumelt, 1984, 1987). Dalam menganalisa kondisi-kondisi dimana sumber daya – sumber daya perusahaan dapat menghasilkan manfaat kompetitif terus menerus, fokus akademis yang berbasis pada sumber daya menegenai fenomena tersebut adalah kondisi-kondisi historis unik, ke tergantungan-ketergantungan jalan, kompleksitas sosial dan ambiguitas penyebab (Barney, 1991; Reed & DeFillipi, 1990) yang berfungsi sebagai rintangan-rintangan untuk tiruan (mahoney & Pandian, 1992; Rumelt, 1984). Sejauh peniru-peniru tetap ada melalui mekanisme -mekanisme ini, para penemu / inovator berkembang dari komersialisasi inovasi-inovasi mereka dan mereka memiliki insentif yang diperlukan untuk mengerjakan inovasi-inovasi baru yang menguntungkan b agi masyarakat. Namun, akademis lainnya melihat tiruan sebagai “pembantu perempuan” inovasi (Haunschild & Miner, 1997), dalam sistem kapitalis, yang kedua cenderung pergi bersama-sama (Schumpeter, 1934). Tiruan dapat mengesahkan suatu inovasi (Misal Rogers, 1995) meningkatkan legitimasi inovator dalam tempat pasar (DiMaggio & Powell, 1983; Talbert & Zucker, 1983) dan memungkinkan pengambilan dan pemakaian inovasi yang lebih luas dalam masyarakat (Farrell & Soloner, 1985; Rogers,
1985). Dan sebaliknya, rintangan-rintangan terhadap tiruan dapat menimbulkan penggantian kompetensi dimana kompetitor-kompetitor menciptakan dan menggunakan sumber daya-sumber daya dan kemampuan-kemampuan pengganti untuk mencapai manfaat strategis, oleh karena itu meniadakan kebutuhan untuk meniru (McEvily dkk, 2000). Oleh karena itu, tegangan ada baik itu pada saat menyingkirkan manfaatmanfaat yang diperoleh dari kelihaian perusahaan, atau pada saat tiruan meningkatkan inovasi dengan mengembangkan sumber daya-sumber daya pelengkap. Dalam Tinjauan berbasis Sumber Daya, seseorang melihat bahwa kemampuan tidak dapat ditiru mereupakan elemen penting dari manfaat kompetitif terus menerus, dan rintanganrintangan terhadap tiruan dapat menimbulkan inovasi yang sesudah itu mengikis manfaat kompetitif yang melekat pada kompetensi khusus perusahaan. Dengan mengenal paradoks ini, Conner (1985) telah mengidentifikasi kondisi-kondisi dimana inovator ingin mendorong tiruan melalui pengembangan “kloning-klonong” produknya. Situasi tersebut dapat muncul ketika “industri digolongkan oleh jaringan kerja positif secara eksternal misal ketika konsumen-konsumen menilai produk yang banyak, maka semakin banyak konsumen yang menggunakannya” (Conner, 1995: 210). Sebagai penggantinya, McEvily dkk (2000) membahas cara-cara untuk menghindari atau menunda pengganti kompetensi melalui berbagi pengetahuan. Mereka menyatakan bahwa dibawah kondisi tertentu, “pengetahuan eksplisit mungkin lebih bernilai jika dibuat publik, dimana dapat dipengaruhi oleh harapan-harapan dan prilaku kompetitor kompetitor , konsumen-konsumen dan suplier-suplier perusahaan (2000: 306). Jadi, ketika jaringan kerja positif dari luar muncul, kompetitor-kompetitor ingin menghindari persaingan teknologi melalui pemakaian komponen-komponen produk umum, tetapi menggunakan model-model bisnis unik. Pandangan tiruan dan inovasi sebagai pelengkap dapat menghasilkan pengertian kreasi nilai yang lebih luas. Tiruan dapat memacu inovasi dan mempercepat pengembangan dan penggunaan pengetahuan. Sekali lagi, interaksi kompetitif antar peniru dan inovator dapat menghasilkan pilihan konsumen yang halus (Carpenter & Nakamoto, 1994) dan menghasilkan nilai sosial ekonomi yang lebih besar untuk perusahaan dan pemegang saham mereka (Moran & Ghoshal, 1999).
Oleh karena itu, paradoks tiruan/ inovasi menyatakan bahwa ketika perusahaan mencari untukemnghindari tiruan dengan menggerakkan rintangan-rintangan, hal tersebut dapat mendorong kompetitor melakukan inovasi yang mungkin dapat menggantikan inovasi asli, membuat perusahaan segera melakukan pengembangan inovasi baru untuk mendapatkan kembali manfaat kompetitif. Selanjutnya proses-proses pengembangan dan pemakaian pengetahuan melalui inovasi dan tiruan merupakan referensi / petunjuk diri bagi pertumbuhan pengetahuan di industri yang difasilitasi atau dibatasi oleh pertumbuhan pengetahuan dalam perusahaan (Fisher, 2003; Penrose, 1959).Misalnya, Barnett dan Hansen(1996) telah mendokumentasikan proses-proses referensi diri yang menggolongkan tiruan dan inovasi kompetitif. Jadi, tekanan-tekanan kompetetif mendorong pencarian cara-cara untuk meningkatkan kinerja yang mengakibatkan pembelajaran organisasi mengembangkan dan menggunakan pengetahuan lebih baik, sehingga posisi kompetitif perusahaan lebih kuat.
Peraturan-peraturan bagi paradoks sang kaya menekankan tegangan berteori diskriptif dan preskriptif dalam Tinjauan berbasis Sumber Daya Manusia. Karena akademisi organisasi tinggal di dua dunia – satu yang “meminta dan menghargai standar ilmu pengtahuan yang keras” dan satunya lagi “meminta dan menghargai spekulasi tentang bagaimana meningkatkan kinerja perusahaan (Peraturan-peraturan untuk Paradoks bagi Sang Kaya. Teori Tinjauan berbasis Sumber Daya dikritik menawarkan pedoman praktek yang sedikit mengenai bagaimana manajer harus membangun dan mempertahankan manfaat strategis (Priem & Butler, 2001). Meskipun Tinjauan berbasis Sumber menganjurkan ketidak setujuan, dengan menunjukkan sejumlah cara bagaimana manajer dapt menggunakan Tinjauan berbasis Sumber Daya untuk mendapatkan manfaat kompetitif atau menetralkan kerugian kompetitif., mereka umumnya setuju bahwa ambiguitas penyebab membentuk rintangan pada kemampuan aplikasi praktek dari Tinjauan berbasis Sumber Daya untuk menghasilkan manfaat kompetiitf terus menerus (Barney, 2001a). Oleh karena itu peneliti-peneliti Tinjauan berbasis Sumber Daya Manusia nampaknya terperangkap di “Catch-22” (Heller, 1961) yang mengakui disisi lain tidak ada peraturan bagi sang kaya dan berpendapat bahwa manajer dapat menggunakan pemahaman-pemahaman Tinjauan berbasis Sumbe Daya Manusia untuk mendapatkan manfaat kompetitif.
March & Sutton, 1997: 699). Para peneliti Tinjauan berbasis Sumber Daya harus mempertahankan keseimbangan yang berbahaya antara pertentangan dan bahkan permintaan yang bertentangan dari masyarakat penelitian dan dari masyarakat praktek. Para peneliti yang menekankan berteori prespektif menganggap peran legislator; mereka memberi kuasa pada diri mereka untuk mengusulkan peraturan-peraturan bagi sang kaya yang dianggap dapat membimbing dan meningkatkan praktek manajerial. Sebaliknya eksekutif bisnis yang memiliki misi untuk mendapatkan dan mempertahankan manfaat strategi sepertinya tidak mencari etunjuk dalam jurnal-jurnal akademis (atau bahkan buku – buku bisnis populer yang dikarang oleh akademis) eksekutif ini akan mengerti bahwa jika ada peraturan untuk sang kaya , yang lainnya dapat menggunakan mereka untuk mendapatkan untuk mendapatkan manfaat kompetitif dan dalam jangka waktu yang lama tidak seorang pun akan jauh lebih baik (Barney, 2001a). Dalam konteks ini, Farson (1996) menyatakan bahwa pada saat seseorang menemukan teknik manajerial yang berhasil/bekerja, maka dia harus meninggalkannya. Misalnya, Rouse dan Daellenbach (1999) mencatat bahwa pengertian Tinjauan berbasis Sumber Daya Manusia harus ditingkatkan ketika peneliti dan pelaku organisasi terlibat dalam dialog. Mereka menggambarkan bagaimana perusahaan penyedia kain linen di Inggris yang hampir “kehabisan sumber daya” sekarang berubah menjadi perusahaan dengan sumber daya yang paling penting – hubungan antara perusahaan (melalui sopir-sopirnya) dan konsumen-konsumennya. Pengertian ini muncul tiba-tiba melalui pembicaraan antara konsultan yang disewa perusahaan dan sopir truk , yang dianggap kurang berpengetahuan yang mempengaruhi manfaat kompetitif. Percakapan tersebut enghasilkan pengertian yang lebih baik dari perusahaan ini mengenai masalahmasalah kompetitif Konflik-konflik antara Aliran Pemikiran Tinjauan berbasis Sumber Daya. Selama bertahun-tahun, aliran pemikiran yang berbeda dalam Tinjauan berbasis Sumber Daya muncul, masing-masing memiliki asumsi dan dalili yang berbeda. Misalnya Schulze (1994) membedakan antara dua perspektif dalam Tinjauan berbasis Sumber Daya. Pertama perspektif yang menganggap bahwa keseimbangan dan fokus bagaimana perusahaan
memperoleh
dan
mempertahankan
manfaat
kompetitif
dengan
menggunakan keunikan, nilai dan sumber daya yang sulit ditiru (Barney, 1991: Wernerfelt, 1984). Pendukung perspektif lainnya menganggap bahwa proses dinamis
dan fokus mengenai bagaimana stok aset dikumpulkan
dimobilisasikan dan
dikembangkan sepanjang waktu untuk menghasilkan manfaat kompetitif terus menerus. Meskipun beberapa dalil bertentangan, peneliti cenderung menghindari pertentangan dan konflik. Disisi lain perbedaan mencerminkan kekuatan logika Tinjauan berbasis Sumber Daya Manusia. Disisi lain kecenderungan menhindari konflik akan menghasilkan “versi khusus teori-teori yang memperlambat pengakuan hubungan dan menghasilkan kecaman-kecaman antara pendukung (Poole & Van de Ven, 1989, 566). Kinerja paradoks.
Perspektif retorik juga mendorong kami menanyakan
asumsi-asumsi kami mengenai apa yang kami ketahui tentang kinerja perusahaan. Kinerja
perusahan
atau
manfaat
kompetitif
adalah
susunan
“licik”
untuk
mengoperasionalkan dan mengukur. Manfaat kompetitif khususnya manfaat berbasis sumber daya tidak muncul sebagai perusahaan yang bijaksana, dan peneliti tidak akan menemukan manfaat tersebut dalam organisasi, yang menciptakan kinerja unggul berkesinambungan (2001: 885). Perspektif paradoks juga memungkinkan kami mengeksplorasi tegangan antara pengetahuan tentang kinerja organisasi dan kekuatan struktur yang mengesahkan dan menormalisasikan pengetahuan tersebut. Dalam berteori tentang sumber – sumber kinerja perusahaan yang unggul, para peneliti menggunakn kebutuhan Tinjauan berbasis Sumber Daya untuk mengetahui peran mereka dalam reproduksi struktur-struktur kekuatan yang meningkatkan dan mempertahankan kepentingan seksional pemegang saham (misal manajer dan pemegang saham).
PEMBAHASAN
Dalam artikel ini kami mencari reorientasi debat yang terjadi mengenai status dan utilitas Tinjauan berbasis Sumber Daya. Dengan mengambil pendapat yang mengatakan bahwa paradoks melekat pada epistemologi ilmiah, kami menyatakan bahwa para peneliti dapat bekerja dalam dan melalui paradoks-paradoks Tinjauan berbasis Sumber Daya
untuk meningkatkan pengertian daripada memaksakan
kemurnian teoritis melalui pemalsuan Poperian. Perspektif paradoks dapat mempekuat ilmu pengetahuan dan memajukan pengertian.
Agar Tinjauan berbasis Sumber Daya dapat maju, para peneliti harus mencabut pemalsuan (naif) Peperian sebagai dasar validasi empiris. Apabila pemalsuan tersebut digunakan, kami menekankan untuk menggunakan versi canggih daripada naif. Namun pokok masalah program penelitian Tinjauan berbasis Sumber Daya yang melibatkan konsep-konsep yang ditetapkan dan dalil-dalil tautologi (seperti yang terkait dengan nilai sumber, jarang dan ambiguitas penyebab) harus tetap bebas dari usaha-usaha pemalsuan. Selain itu akademis dapat mengeksplorasi peluang-peluang konseptual untuk memasukkan isi ke dalam masalah pokok, misal melalui rekonseptualisasi istilahistilah Tinjauan berbasis Sumbe Daya , misal biaya peluang, sewa dan laba ekonomis (misal Lippmann & Rumelt, 2003a) sebagai cara untuk memajukan programpenelitian ini. Pembahasan kami mengenai paradoks-paradoks bahasa umum menekankan peran bahasa untuk memungkinkan (atau membatasi) pemikiran dan tindakan (misal astley & Zummuto, 1992; Fiol, 1989; Van Maanen, 1995). Jadi metodologi-metodologi penelitian seperti analisa wacana (discourse analysis) (Fairclough, 1995; Hardy, Lawrence & Grant, 2005) dan pendekatan poststructure (Barge &Oliver, 2003) biasanya cocok digunakan untuk menyellidiki fenomena Tinjauan berbasis Sumber Daya yang idiosinkratik, berubah-ubah, rancu dan muncul. Pembahasan mengenai paradoks retorik menyatakan agar peneliti menggunakan konflik sebagai komponen integral ilmu pengetahuan Tinjauan berbasis Sumber Daya. Pendapat bahwa perusahaan merupakan arena ganda, kepentingan yang bertentangan antara kelompok, nilai atau tujuan telah didokumentasikan dengan baik (misal Bouchiki, 1998, Cyert & March, 1963; Sjoberg, 1967). Sebagaimana yang didokumentasikan oleh Margolisdan Walsh (2003), bisnis semakin mengejar tujuan-tujuan sosial yang dimaksudkan untuk mengurangi kemalangan manusia dan tujuan ekonomi yang dirancang untuk membangun kekayaan pemegang saham. Akhirnya, kami yakin bahwa paradoks-paradoks Tinjauan berbasis Sumber Daya merupakan ilustrasi trend pertumbuhan dalam ilmu pengetahuan organisasi dan managemen, sebagaimana diperlihatkan dalam karya Poole dan Van de Ven (1989) dan Lewis dan koleganya (Lewis 2000; Lewis & Grimes, 1999; Sundarmurthy & Lewis 2003). Para akademis ini telah mendokumentasikan bagaimana paradoks-paradoks berfungsi sebagai “alat-alat” konseptual yang memungkinkan kita untuk mendapatkan
pengertian yang lebih baik tentang dunia disekitar kita. Sebagai tambahan, perspektif paradoks yang kami ambil menawarkan kerangka kerja epistomologi yang lebih baik “disesuaikan untuk kekacauan, prilaku buruk dan seni kompleks serta ilmu pengetahuan penelitian dan praktek strategi “ (Powell, 2001: 878). Kami harap pembahasan ini membuat para akademis bebas dari cengkraman pemalsuan naif dan memberi tenaga ilmu pengetahuan manajemen strategis ditahun-tahun mendatang.