PARADIGMA DAN TEORI PEMBANGUNAN: SEBUAH REVIEW LITERATUR Oleh : Drs. M. Subaidi Muchtar, M.Si. (Dosen Fisipol Univ. Darul ‘Ulum dan Waket Dewan Pengurus Cabang Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten Jombang) Dyah Estu Kurniawati, S.Sos. M.Si. (Dosen Ilmu Hubungan Internasional Univ. Muhammadiyah Malang)
1
PARADIGMA DAN TEORI PEMBANGUNAN: SEBUAH REVIEW LITERATUR Untuk membahas tentang teori pembangunan, dapat dilakukan dari berbagai
sudut
pandang.
Dalam
tulisan
ini,
akan
dipaparkan
pengertian dan sejarah munculnya teori pembangunan yang disertai dengan pemetaan dalam berbagai kategori yang disusun dalam poin per-poin, walaupun tidak menutup kemungkinan akan membahas sisi lain dari pembanguan sebagai pelengkap. Hal ini dimaksudkan agar lebih memudahkan kita untuk masuk dan memahami lebih jauh tentang teori pembangunan itu sendiri. Pengertian-Pengertian Secara
ensiklopedik,
menimbulkan
kata
beberapa
pembangunan
konsep
lain
(development)
yang
berkaitan
dapat dengan
pembangunan. No . 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Konsep Pertumbuhan (Growth) Modernisasi Rekonstruksi/Recover y Westernisasi Perubahan Sosial Pembebasan/Liberalis asi Pembaharuan/Inovasi
Pendekat an Ekonomi
Ditujukan pada
IPTEK Pemulihan Ekonomi Kebudayaa n & IPTEK Sosial Ekonomi Politik IPTEK kmd. SOSPOL Politik
Terutama Negara III Eropa/Negara yang terlibat PD II Terutama Negara Dunia III sebelah Timur Terutama Negara III Terutama Amerika Latin
Pembangunan Bangsa (Nation Building) Pembangunan Politik
Nasional 10. Pengembangan
Politik
Negara pada umumnya
Terutama Negara III Terutama Negara yang baru merdeka Terutama Negara yang baru merdeka Indonesia 2
11. Pembinaan 12. Pembangunan
Politik Eklektik
Indonesia Negara Dunia III
Istilah pembangunan (development), muncul pasca Perang Dunia II yaitu dengan adanya program bantuan luar negeri AS pada masa pemerintahan Presiden Trumman untuk Negara-negara Barat (Eropa) dan Jepang sebagai negara yang banyak dirugikan dalam Perang Dunia II, dan populer disebut Marshal Plan. Bagi negara-negara yang baru merdeka atau yang dikenal dengan istilah negara-negara Dunia ketiga, setelah
Perang
Dunia
II
berakhir
pembangunan
menjadi
suatu
kebutuhan yang mendesak. Mereka dihadapkan pada dua masalah utama, yakni kehancuran ekonomi akibat perang dan penjajahan, dan masalah identitas nasional sebagai negara bangsa (nation building). (Budi Winarno 2004; 132). Negara-negara Dunia Ketiga akhirnya terdorong (bisa juga, didorong) oleh semangat untuk mengejar ketertinggalannya dibandingkan dengan negara lain yang lebih dulu merdeka. Pembangunan menjadi fenomena yang luar biasa karena telah mendominasi dan mempengaruhi pikiran umat manusia secara global, terutama dibagian dunia yang disebut sebagai Dunia Ketiga. Salah satu buktinya adalah kata development diterjemahkan ke dalam bahasa local masing-masing negara, misalnya di Amerika Latin menjadi dessarollo; di Filipina menjadi pang-unlad dalam bahasa Tagalok, pag-uswag dalam bahasa Ilongo, dan progreso dalam bahasa Ilocano (Mansoer Fakih, 2001, 12). Di Indonesia,
seperti yang telah
disebutkan dari awal tulisan ini, development diartikan sebagai pembangunan. Indonesia menerapkan konsep pembangunan sebagai sebagai prioritas utama orde baru sehingga disebut juga sebagai orde pembangunan
dan
Soeharto
dianugerahi
gelar
sebagai
Bapak
Pembangunan.
3
Secara umum, pembangunan merupakan suatu fenomena yang bermuka jamak, karenanya dalam mengkaji pembangunan harus menggunakan
pendekatan
multidispliner,
yaitu
menggunakan
wawasan beberapa disiplin ilmu seperti ekonomi, social, politik, maupun kebudayaan. Keadaan ini menimbulkan berbagai macam interpretasi (self projected reality) terhadap kata pembangunan. Interpretasi
pengertian
pembangunan
antara
lain
dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori besar, yaitu: Kategori Berdasarkan Proses Pembangunan •
Disatu
sisi,
pembangunan
merupakan
fenomena
social
yang
mencerminkan kemajuan manusia, dalam hal ini pembangunan terkait dengan proses perubahan dari satu situasi ke situasi yang dianggap lebih tinggi. Misalnya perubahan dari masyarakat di jaman pra-sejarah menuju jaman sejarah, atau dari masyarakat nomaden menuju masyarakat yang menetap, dll. Dengan kata lain, segala bentuk perubahan baik yang bersifat
alami
maupun
buatan
manusia
bisa
disebut
sebagai
pembangunan. •
Disisi lain, terdapat pengertian pembangunan yang lebih khusus.
Pembangunan diartikan sebagai planned societal change from one state of national being to another more valued state. Dalam hal ini terdapat tiga ciri-ciri pembangunan, yaitu: a. Pembangunan merupakan salah satu varian atau spesies dari societal change, yaitu perubahan yang menyangkut masyarakat bisa berupa perubahan dalam arti politik, ekonomi, kultur, psikologi dsb. Jadi, pembangunan bukan menyangkut sesuatu yang statis tetapi kondisi yang dinamis. b. Pembangunan memiliki kekhususan. Pembangunan tidak terjadi secara kebetulan tetapi melalui proses perencanaan (planned). Proses pembangunan merupakan proses perubahan yang terencana atau direncanakan bukan secara spontan, kebetulan dsb. Jadi dalam konsep 4
pembangunan seperti ini, perubahan yang terjadi secara spontan atau kebetulan seperti dalam kategori pertama tidak termasuk kedalam pengertian pembangunan karena selama peradaban manusia pasti terjadi societal change. c. Pembangunan
merupakan
perubahan
yang
bertujuan
untuk
mencapai situasi nasional yang lebih baik (more valued). Terdapat common
carracter
di
negara-negara
sedang
berkembang
(underdevelopment countries) yang kurang lebih sama, misalnya standart hidup dan produktifitas yang rendah, tingkat pertumbuhan penduduk
yang tinggi
tingginya
angka
dan
beban
pengangguran
ketergantungan dan
setengah
yang
besar,
menganggur,
ketergantungan pada produksi pertanian dan eksport komoditas primer, sangat kecilnya inisiatif dan usaha produktif, ekonomi yang bersifat dualistis (modern/kota >< tradisional/desa). Serta dominasi ketergantungan dan kepekaan hubungan internasional. Namun kondisi yang disebut more valued sangat bervariasi, artinya persepsi suatu bangsa
untuk
menuju
kondisi
yang
diinginkan
adalah
sangat
bervariasi. Dengan kata lain kondisi yang ingin diwujudkan suatu negara disebut: -
nation specific Misalnya orientasi pembangunan Korea Utara yang tertutup dan mengutamakan pemerataan berbeda dengan Korea Selatan yang terbuka dan mengutamakan pertumbuhan.
-
time specific Misalnya di Indonesia, orientasi pembangunan di masa ORLA berbeda dengan ORBA. Masa ORLA Indonesia menitikberatkan pembangunan politik, masa ORBA menitikberatkan pembangunan ekonomi.
5
Kategori Berdasarkan “Nilai” Pembangunan •
Disatu sisi pembangunan dapat diinterpretasikan menjadi sesuatu
yang “netral” atau “bebas nilai” (positivistic), artinya digunakan untuk menjelaskan
proses
dan
usaha
untuk
meningkatkan
kehidupan
ekonomi, politik, budaya, infrastruktur masyarakat dll dan bisa berlaku secara
universal.
Dasarnya
adalah
pemikiran
kaum
Ortodoks
(Westerian) yang memandang teori pembangunan sebagai sesuatu yang
universal,
yang
esensinya
bisa
diterapkan
dimana
saja.
Pembangunan dalam hal ini disejajarkan dengan kata “perubahan social”,
menjadi
membutuhkan
sebuah keterangan
konsep lain
yang
berdiri
seperti
sendiri
pembangunan
sehingga model
kapitalisme, pembangunan model sosialisme, pembangunan model Indonesia, dll. Keberhasilan model pembangunan antara lain dapat diukur dalam lima indikator, yaitu: a.
Kekayaan rata-rata
Pembangunan mula-mula dipakai dalam arti pertumbuhan ekonomi. Sebuah masyarakat dinilai berhasil melaksanakan pembangunan, bila pertumbuhan ekonomi masyarakat tersebut cukup tinggi, dapat dilihat dari Produk Nasional Bruto (PNB atau Gross National Product, GNP) dan Produk Domestik Bruto (PDB atau Gross Domestik Product, GDP). Dengan demikian, pembangunan disini diartikan sebagai jumlah kekayaan keseluruhan sebuah bangsa atau negara. b. Pemerataan Kekayaan keseluruhan yang dimiliki atau yang diproduksi oleh suatu bangsa, tidak berarti bahwa kekayaan itu merata dimiliki oleh semua penduduknya. Oleh karena itu, muncul aspek pemerataan dalam ukuran
pembangunan,
bukan
hanya
PNB/kapita
saja.
Dengan
demikian, bangsa atau negara yang berhasil melakukan pembangunan adalah mereka yang disamping tinggi produktivitasnya, penduduknya juga makmur dan sejahtera secara relatif merata. c. Kualitas Kehidupan 6
Untuk mengukur kesejahteraan penduduk suatu negara digunakan tolok ukur PQLI (Physical Quality of Life Index), dengan tiga indicator yaitu, pertama rata-rata harapan hidup sesudah umur satu tahun, kedua rata-rata jumlah kematian bayi, dan ketiga rata-rata prosentasi buta dan melek huruf. d. Kerusakan Lingkungan Sebuah negara dengan produktifitas, pemerataan dan kualitas hidup yang tinggi bisa berada dalam proses untuk menjadi miskin bila dalam proses pembangunannya tidak memperhatikan factor kelestarian lingkungan. Muncul sebuah paradigma pembangunan berwawasan lingkungan (sustainable development). e. Keadilan Sosial dan Kesinambungan Pembangunan
yang
dijalankan
oleh
suatu
negara
tidak
hanya
berdasarkan pertimbangan moral saja, yaitu keadilan, tetapi juga berkaitan dengan kelestarian pembangunan. Artinya pembangunan yang berhasil, adalah pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan, dalam arti tidak terjadi kerusakan social maupun kerusakan alam. •
Disisi lain, terdapat pandangan dari kelompok Radikal (Kiri) bahwa
pembangunan (development) tidak bersifat netral atau “tidak bebas nilai” (post Positivistik), merupakan sebuah diskursus, suatu pendirian atau paham, bahkan merupakan suatu ideology (developmentalism) dan juga merupakan teori tertentu tentang perubahan social. Dalam hal ini bersamaan dengan teori pembangunan terdapat teori-teori perubahan social lain seperti Imperialisme, Teori Ketergantungan dll. Dilihat dari kelahirannya, developmentalisme sebagai paham, selain dikembangkan dalam rangka membendung pengaruh dan semangat antikapitalisme bagi rakyat Dunia Ketiga, juga merupakan siasat baru untuk mengganti formasi social kolonialisme yang baru runtuh. Developmentalisme
sebagai
sebuah
diskursus
dilontarkan
Pasca
Perang Dunia II atau dalam Perang Dingin, sekitar tahun 1950-an dan 7
1960-an, untuk membendung sosialisme, sehingga ia menjadi bungkus baru kapitalisme. Paham ini didesign oleh para ilmuwan social yang diterapkan oleh pemerintah Amerika dalam bentuk the Foreign Assistance Act of 1966 yang intinya adalah bagaimana melakukan penaklukan ideology dan teoritis terhadap negara-negara Dunia Ketiga. Development, diidentikkan dengan gerakan langkah demi langkah menuju higher modernity. Yang dimaksud dengan modernitas disini merefleksi pada bentuk perkembangan dan kemajuan teknologi dan ekonomi seperti yang dialami oleh negara-negara maju/industri. Oleh karena itu, teori pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses modernisasi sehingga muncul istilah Teori Pembangunan dan Modernisasi. Dalam
perkembangan
paradigmatiknya,
konsep
dan
teori
pembangunan telah berkembang sedemikian pesat dari hasil kajian dan
penelitian para ilmuwan sosial. Landasan paradigmatik ini
mempengaruhi cara pandang peneliti dan perencana pembangunan serta policy makers dalam merumuskan pola strategi pembangunan di negara-negara dunia, khususnya negara-negara berkembang dalam merancang tranformasi pembangunan yang dikehendaki. Tulisan ini merupakan sebuah review dari berbagai paradigma pembangunan yang meliputi (1) Paradigma Modernisasi, (2) Paradigma Pertumbuhan, (3)
Paradigma
Ketergantungan,
(4)
Paradigma
Pemerataan,
(5)
Paradigma Kesejahteraan, dan (6`) Paradigma Pembangunan yang Berpusat pada Manusia 1. PARADIGMA MODERNISASI Paradigma
ini
didasarkan
pad
konsep
dikotomi
modern
dan
tradisioonal, yang dalam berbagai literatur sosial dideskripsikan bahwa modern adalah simbol kemajuan, pemikiran rasional, cara kerja yang 8
efisien
dalam masyarakat modern di negara maju. Sedangkan
tradisional adalah simbol masyarakat yang belum maju, cara berfikir yang irrasional dan cara kerja yang tidak efisien, ini didasarkan pada usaha pertanian di negara-negara miskin. Teori dan paradigma modernisasi juga didasarkan pada faktor-faktor non materiil sebagai penyebab kemiskinan yang menjelma dalam psikologi
individu
atau nilai-nilai kemasyarakatan yang menjadi
orientasi penduduk dalam tingkah lakunya. Jadi, pendidikan menjadi salah satu cara yang sangat penting untuk mengubah psikoligis atau nilai-nilai budaya dalam masyarakat. Dalam perkembangannya ada teori-teori yang menekankan aspek kondisi
material
yaitu
pembentukan
lembaga-lembaga
yang
menunjang modernisasi, misalnya teori dari Hoselitz. Ada juga teoriteori
yang
menekankan
lingkungan
kerja
sebagai
cara
untuk
menciptakan manusia modern, misalnya teori dari Inkeles dan Smith. Tetapi teori modernisasi biasanya bersifat a-historis dan
hukum-
hukumnya dianggap universal. Misalnya dalam konteks masyarakat dan perkembangan masyarakat ada anggapan bahwa masyarakat bergerak secara linier dari tradisional menuju modern. Gejala ini dianggap universal berlaku dimasyarakat manapun pada segala waktu. Pada saatnya bila sudah waktunya masyarakat pada akhirnya akan menjadi modern seperti negara-negara Eropa. Faktor-faktor yang mendorong atau menghambat pembangunan harus dicari dalam negara yang bersangkutan, bukan diluarnya. Misalnya rendahnya pendidikan pada sebagian besar penduduk, adanya nilainilai budaya lokal yang bersifat tradisional jauh dari modernitas dan sebagainya. Beberapa Teori Modernisasi 1). Max Weber : Etika Protestan
9
Merupakan
teori
yang
menekankan
nilai-nilai
budaya
(masalah
manusia) khususnya nilai-nilai agama. Teori Weber ini adalah tentang peran
agama
(Protestan)
sebagai
faktor
yang
menyebabkan
tumbuhnya perkembangan kapitalisme di Eropa Barat dan Amerika Serikat yang mempengaruhi perilaku individu. Etika
Protestan
lahir
di
Eropa
melalui
Agama
Protestan
yang
dikembangkan oleh Calvin, yang mengajarkan bahwa: pada dasarnya setiap orang sudah ditakdirkan untuk masuk surga atau masuk neraka. Tetapi manusia tidak tahu apakah akan masuk surga atau neraka sehingga muncul perasaan cemas karena ketidak jelasan nasibnya kelak. Salah satu cara untuk mengetahui apakah mereka masuk surga atau neraka dapat dilihat dari keberhasilannya dalam kerjanya di dunia. Dengan kepercayaan ini para penganut Agama Protestan bekerja keras tanpa pamrih, artinya mereka bekerja bukan untuk kekayaan material tapi untuk mengatasi kecemasan. Jadi kaya adalah produk sampingan dari pengabdiannya kepada agama, walau kemudian bisa berubah menjadi sebaliknya. Dalam
perkembangannya,
istilah
Etika
Protestan
tidak
lagi
dihubungkan dengan Agama Protestan itu sendiri tapi kemudian menjadi nilai tentang kerja keras (etos) untuk mencapai sukses. Misalnya di Jepang, terdapat agama Tokugawa. Oleh karena itu Jepang berhasil membangun kapitalisme dengan pertumbuhan ekonomi yang dapat mensejajarkan Jepang dengan negara-negara dio Eropa Barat dan Amerika Serikat. 2). David Mc Clelland : Dorongan Berprestasi (N-Ach) David Mc. Clellend menekankan aspek psiokologis individu dalam teori yang dibangunnya. Konsepnya adalah The Need for Achivement, (NAch) yaitu kebutuhan atau dorongan untuk berprestasi.
10
Dalam teorinya disebutkan bahwa kebutuhan atau dorongan untuk berprestasi ini tidak sekedar untuk meraih imbalan material yang besar, tetapi kepuasaan batin atas keberhasilannya. Bila dalam masyarakat ada banyak orang yang memiliki N-Ach yang tinggi (berjiwa wiraswasta) maka masyarakat tersebut akan dapat mencapai pertumbuhan kesimpulan
ekonomi yang tinggi. bahwa
mendorong
David Mc. Clellend sampai
proses
pembangunan
berarti
membentuk manusia wiraswasta dengan N-Ach tinggi, Caranya adalah melalui pendidikan individual dilingkungan keluarga. 3). Alex Inkeles dan David H. Smith : Manusia Modern Inkeles dan Smith menekankan faktor manusia sebagai komponen penting dalam pembangunan, juga menekankan lingkungan material (lingkungan kerja) sebagai salah satu cara terbaik untuk membentuk manusia modern yang bisa membangun. Pembangunan bagi Inkeles dan Smith bukan hanya pemasokan modal dan
teknologi,
tetapi
dibutuhkan
manusia
yang
dapat
mengembangkan sarana material tersebut supaya menjadi produktif, sehingga dibutuhkan manusia modern. Ciri-ciri manusia modern menurut Inkeles dan Smith adalah: (1) Terbuka terhadap pengalaman dan ide-ide baru. (2) Berorientasi ke masa sekarang dan masa depan. (3) Memiliki kesanggupan tentang perencanaan. (4) Percaya bahwa manusia bisa menguasai alam. Berbeda dengan Mc. Clellend yang percaya bahwa perubahan dicapai dengan menekankan pendidikan dalam arti meningkatkan mentalitas anak didik (teoritis). Sedang Inkeles dan Smith percaya bahwa perubahan dicapai dengan cara langsung memberikan pengalaman kerja sehingga dapat mengubah sikap dan tingkah laku manusia (praktis).
11
Persamaannya
dengan
Mc.
Clellend
bahwa
keduanya
percaya
pendidikan adalah cara yang paling efektif untuk membentuk manusia modern. Oleh karenanya paradigma modernisasi percaya bahwa adanya perbedaan perkembangan negara-negara maju (development) dan negara terbelakang (underdevelopment) karena: (1) Negara-negara terbelakang tersebut masih tradisional belum berhasil lepas landas karena baik orang-orangnya maupun nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat masih belum modern sehingga tidak menopang proses pembangunan. ‘dibangunkan
(2) dari
Negara-negara tidurnya’
dengan
underdevelopment memperkenalkan
harus nilai-nilai
modern yang rasional dan sarana-sarana atau lembaga-lembaga modern yang menopang proses pembangunan. (3) Dalam hal proses transformasi pembangunan negara-negara maju (development) bisa banyak menolong dengan masuknya faktor-faktor eksternal berupa modal, teknologi dan lain-lain 2. PARADIGMA PERTUMBUHAN Pemikiran pembangunan pada paradigma ini difokuskan pada konsep tahap-tahap pertumbuhan ekonomi dimana proses pembangunan dilihat sebagai serangkaian tahap-tahap keberhasilan yang harus dilalui
oleh
semua
negara.
Dalam
pemikiran
pembangunan ekonomi merupakan fungsi
seperti
ini
teori
dari sejumlah tabungan
(saving), investasi (inversment), dan bantuan laur negeri (foreign-aid) yang semuanya sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang ternyata telah terbukti berhasil di negara-negara maju (development). Dalam paradigma ini para pakar ekonomi secara tradisional
mengukur
tingkat
pembangunan
ekonomi
dengan
pertumbuhan gross national product (produk domestik bruto) dan pendapatan masional per kapita. Diasumsikan bahwa kesenjangan 12
antara tingkat kelompok pendapatan akan dijembatani dengan efek penetesan kebawah (trickle down effect) yang akan terjadi dengan sendirinya atau bisa terjadi melalui kebijakan-kebijakan konvensional. Paradigma
pertumbuhan
ini
menguasai
pemikiran
tentang
pembangunan setelah Perang Dunia II. Ciri-ciri paradigma ini adalah : 1.
Menginterpretasikan
pembangunan
sebagai
identik
dengan
pembangunan ekonomi. 2.
Tolak ukur pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi. Misalnya PBB
tahun 1970-an menetapkan bahwa pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 % per tahun untuk jangka waktu yang lama dipandang sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan. 3.
Pertumbuhan ekonomi ini adalah fungsi saving, strategi investasi dan
capital out put ratio. Artinya, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh faktor saving, strategi investasi dan capital out put ratio. 4.
Peran pemerintah dalam pembangunan adalah memperbesar saving
misalnya dengan perpajakan, meperbesar ekspor non migas, bantuan luar negeri dan sebaginya. Serta memperkecil capital out put ratio artinya mengefisienkan proses produksi (misalnya dengan deregulasi,dan sebagainya). 5.
Ketimpangan merupakan kebutuhan sosial (social necessity) dan
karenanya dapat dibenarkan. Ketimpangan akan menjadi productive base bagi pertumbuhan, karena dengan ketimpangan, golongan kaya akan dapat melakukan saving untuk investasi. Keadaan ini oleh Simon Kuznetz digambarkan dalam Kurve U dan Simon Kuznetz sebagai berikut :
13
T Pemerataan T
3
1
R
2 R
T
T
Pertumbuhan Ekonomi
Keadaan 1 : Pertumbuhan ekonomi rendah (R) Pemerataan tinggi (T) Keadaan 2 : Pertumbuhan ekonomi tinggi (T) Pemerataan rendah (R) Keadaan 3 : Pertumbuhan ekonomi tinggi (T) Pemerataan rendah (T) 6. Bukan berarti bahwa paradigma pertumbuhan tidak memperhatikan kemiskinan, akan tetapi kemiskinan diharapkan dapat dipecahkan melalui trickle down effect (efek tetesan), artinya dari hasil sampingan pertumbuhan itu sendiri. Dalam perkembangannya ada beberapa teori yang berkembang dalam paradigma pertumbuhan diantaranya: (1) Paradigma Pentahapan, (2) Paradigma Pertumbuhan Berimbang (balanced growth). (3) Paradigma Pertumbuhan Tidak Berimbang (unbalanced growth).
b. Paradigma Pentahapan 14
Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah WW. Rostow yang dikenal sebagai pandangan dari seorang economic historian tentang pertumbuhan ekonomi. Menurut
Rostow
(keterbelakangan)
proses menuju
transisi
dari
development
underdevelopment (kemajuan)
dapat
digambarkan sebagai serangkaian tahap-tahap yang akan dilalui oleh semua negara. Oleh karenanya teori ini juga dikenal dengan sebutan the stage theory atau linier theory Dalam pandangan paradigma ini, setiap masyarakat akan berkembang melalui
jalur
yang
sama,
karenanya
setiap
masyarakat
dapat
diklasifikasikan kedalam salah satu dari 5 tahap perkembangangan masyarakat. Tahap-tahap tersebut adalah : (1) Traditional society (masyarakat tradisional). (2)
Precondition for take off (prakondisi
untuk tinggal landas menuju Take off (tinggal landas). (3) Self sustaining growth (melaju dengan kekuatan sendiri). (4) Drive to Maturity (dorongan menuju kematangan). (5) High mass consumption (konsumsi massal yang melimpah. (1)Masyarakat Tradisional, Pada tahap ini ditandai oleh (a) Struktur masyarakat berkembang di dalam fungsi produksi yang amat terbatas. (b) Menggunakan sebagian besar dari sumber-sumber untuk bertani. (c) Kekuasaan politik terletak di daerah, yaitu pada penguasa-penguasa tanah. (2) Masyarakat dalam tahap mempersiapkan tinggal landas, pada tahap ini ditandai oleh : (a) Masyarakat mulai membangun social overhead capital, berupa infra struktur sosial dan ekonomi,
berupa
jalan raya, rel kereta api, kesehatan, tetapi sebagian besar investasi untuk social everhead capital. (b) Pergeseran masyarakat agraris ke perdagangan dan manufaktur. (c) 75 % tenaga kerja masih di sektor pertanian. (d) Pergeseran dari orientasi politik, ekonomi dan sosial tingkat lokal ke orientasi nasional. (e) Angka kelahiran mulai menurun. 15
(f) Pergeseran dari spoil system ke merit sytem. (g) Pertanian menghasilkan produk lebih banyak untuk memberi makan sektor urban. (h) Surplus produksi sektor agraris akan dialihkan ke sektor modern. (3) Tinggal landas, pada tahap ini ditandai oleh: (a) Tingkat investasi diukur sebagai proporsi pendapatan nasional harus meningkat 5-10 %. (b) Adanya pertumbuhan satu atau beberapa cabang industri dalam sektor manufaktur yang cukup tinggi sehingga menjadi leading sector. (c) Tumbuhnya secara cepat, kerangka politik, sosial dan institusional yang mendorong tumbuhnnya dinamika sektor modern (4) Self sustaining growth. Tahap ini perkembangan masyarakat ditandai oleh Industri berkembang pesat tidak hanya pada teknikteknik industri tapi juga dalam aneka barang yang dirpoduksi, yaitu barang konsumsi dan barang modal. (5) High mass consumption, Tahap yang paling tinggi sebagai tahapan perkembangan masyarakat modern ditandai oleh: (a) Konsumsi tidak hanya barang primer, maupun sekunder tetapi barang tersier dan lux. (b) Produksi untuk kebutuhan barang konsumsi yang tahan lama. (c) Investasi
tidak
menjadi
tujuan
utama
tetapi
surplus
ekonomi
dialokasikan untuk kesejahteraan sosial dan penambahan dana sosial. (d) Pembangunan sudah bisa berkesinambungan dan bisa menopang kemajuan.
c.
Paradigma Pertumbuhan Berimbang
(Balanced
Growth). Varian
lain
Pertumbuhan
dari
paradigma
Berimbang
pertumbuhan
(balanced
adalah
Growth).
Paradigma
Pemikiran
ini
dikembangkan oleh Rosenstein Rodan dan Ragnar Nurkse, keduanya menentang upaya pembangunan yang bersifat gradualisme dan inkrementalisme. Karena gradualisme dan inkrementalisme dalam 16
proses pembangunan tidak akan membawa suatu bangsa ke tataran hidup yang lebih tinggi. Dasar
pemikirannya
adalah
bahwa
hubungan
fungsional
antara
kekuatan-kekuatan yang mendorong atau menghambat pembangunan penuh dengan discontinuites dan lumps. Suatu dorongan besar (big push) diperlukan untuk mengatasi inertia dalam ekonomi yang stagnan agar dapat mengatasi stagnasi ekonomi, oleh karenanya paradigma ini dikenal juga dengan istilah big push theory (teori Dorongan Besar). Dasar teori ini mendasarkan pada konsep ekonomi klasik yaitu konsep external economies. Externalitier menyangkut baik manfaat maupun kerugian
yang
berakumulasi
pada
masyarakat
atau
bagian
daripadanya yang tidak jatuh pada investor yang lama. Hambatan pembangunan menurut Rosentein Rodan adalah kendalakedala yang berasal dari mekanisme pasar berupa limitations imposed by market. Untuk mengatasi limitasi tersebut Rodan menggunakan konsep externalities yaitu: (1)Hal tidak dapat dipisah-pisahkan suplai social everhead capital (seperti pembangkit tenaga lsitrik, jalan, jembatan, transportasi dan komunikasi) , adalah bersifat indispensable dan mengakibatkan external
economies.
Investasi
dalam
infrastruktur
atau
soscial
overhead capital mempunyai industrial mix, long gestation period dan minimum durability. (2) Hal tidak dapat dipisah-pisahkan permintaan (indivisibility of demand). Pengambilan keputusan untuk mengadakan investasi adalah interdependen.
Karenanya
investasi
yang
berdiri
sendiri
akan
mempunyai resiko tinggi. Berdasarkan asumsi diatas maka Rodan menarik kesimpulan bahwa harus ada upaya minimum kritis (critical minimum effort) untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, yaitu melalui investasi simultan di berbagai sektort atau kegiatan ekonomi. Pandangan ini paralel dengan Ragnar Nurkse yang melihat bahwa kegagalan pembangunan di 17
banyak negara disebabkan karena mereka terperangkap dalam lingkaran setan keterbelakangan (vicious circle of underdevelopment) sebagaimana visualisasi dibawah ini :
LINGKARAN SETAN KEMISKINAN
Pendapatan Rendah
Produktivitas Rendah
Kemampuan Menabung Rendah
Kapital Kurang Pendapatan yang rendah mereflesikan produktivitas yang rendah yang disebabkan oleh kurangnya modal, dan kurangnya modal disebabkan oleh kemampuan menabung yang rendah, dan lingkaran setan inipun berlanjut. Untuk mengatasi hal ini dapat dipecahkan melalui serangan frontal berupa serangan frontal gelombang investasi didalam sejumlah industri yang beraneka ragam (pertumbuhan berimbang) untuk dapat memutuskan lingkaran setan kemiskinan. Dengan kata lain, investasi kapital secara sinkronis pada beraneka ragam industri yang dapat memperluas pasar merupakan tindakan esensial
untuk
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi
sekaligus
mengatasi lingkaran setan kemiskinan.
18
Paradigma
d.
Pertumbuhan
Tidak
Berimbang
(unbalanced growth). Paradigma ini pertama kali dikembangkan oleh Albert Hirscman. Pada dasarnya Hirscman tidak menolak paradigma pertumbuhan berimbang bahwa diperlukan dorongan besar (big push) untuk memutus mata rantai kemiskinan dalam bentuk investasi kapital secara simultan diberbagai industri. Tetapi masalahnya justru kurangnya modal tadi yang menghambat pembangunan di negara berkembang. Kemampuan untuk melakukan investasi ini akan akan timbul dan meningkat melalui praktek, dann intensitas praktek ini akan amat tergantung pada sektor modern
yang
justru
merupakan
hal
yang
langka
di
negara
berkembang. Karena itulah Hirscman mengusulkan adanya big push tidak secara simultan di sejumlah besar industri, akan tetapi dibeberapa cabang industri
yang
dipilih
secara
strategis,
dengan
asumsi
bahwa
pembangunan berproses melalui difusi pertumbuhan dari leading sector (sektor yang strategis) dalam ekonomi suatu negara menuju lagging sector (sektor yang terbelakang), dari industri yang satu ke industri yang lain. Hirscman mengusulkan investasi pada industriindustri yang mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage) yang optimal. Hirscman sampai pada konklusi bahwa industri-industri yang berada ditengahtengah proses atau mata rantai produksi akan cenderung mempunyai jumlah keterkaitan yang optimal. 1. PARADIGMA KETERGANTUNGAN Paradigma ketergantungan atau dependensi, lahir dari kalangan ekonom Amerika Latin yang diorganisir oleh suatu badan PBB yaitu ECLA
(Economic
Comission
of
Latin
America)
yang
mencoba
merumuskan paradigma yang paling tepat bagi amerika latin. 19
Amerika Latin merupakan negara yang ketimpangannya besar sekali, terdapat beberapa tuan tanah yang menguasai sebagian besar kepemilikan atas tanah sedangkan sebagian besar rakyat tidak punya tanah. Yang dimaksud dengan ketergantungan adalah keadaan dimana kehidupan
ekonomi
negara-negara
tertentu
dipengaruhi
oleh
perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara lain, dimana negara-negara tertentu hanya berperan sebagai penerima akibat
saja.
ketergantungan
Hubungan manakala
antara
negara-negara
negara-negara
yang
bercirikan
dominan
bisa
berekspansi dan bisa berdiri sendiri, sedangkan ekonomi negara lainnya hanya mengalami perubahan sebagai akibat dari ekspansi tersebut. Paradigma dependensi menggabungkan dua alur pemikiran yaitu: (1) Pemikiran Strukturalis, bahwa dinamika sosial adalah karena struktur masyarakat. (2) Pemikiran Neo Marxis, yang dalam beberapa hal berbeda dengan Marxis. Perbedaan antara Marxis dengan Neo Marxis adalah : (1)
Marxisme klasik melihat perkembangan kapitalisme dari perspektif
negara-negara indutrialis, sedangkan neo marxis melihatnya dari perspektif negara-negara phery-phery. (2)
Marxisme
klasik
menekankan
pada
peranan
revolusioner
kaum
proletar, sedangkan neo marxis menekankan pada peranan emansipatoris dari kelas tani. (3)
Marxisme klasik menekankan pada determinisme faktor-faktor obyektif
sedangkan neo marxis masih memberi tempat pada peranan faktor-faktor subyektif. Salah satu teori utama marxisme adalah historis materialisme, dimana sejarah ditentukan oleh faktor-faktor materi dan setiap negara menjalani tahap-tahap perkembangan yang sama yaitu : Masyarakat tradisional – Masyarakat feodal – masyarakat borjuis kapitalis – 20
masyarakat sosialis – masyarakat komunis – stateless society. Dalam setiap perkembangan ini terjadi proses dialektika yang refleksinya adalah pertentangan kelas. Proses dialektika yang terjadi dalam perkembangan masyarakat ini ditentukan oleh faktor-faktor obyektif lepas dari kehendak subyektif manusia (terjadi begitu saja diluar kendali individu manusia). Karena menurut Marx setiap manusia terdiri dari suprastruktur (ideologi manusia) dan basis ekonomi (terdiri dari production relations dan mode of production). Yang menentukan disini bukan ideologi menentukan basis ekonomi, tapi basis ekonomi yang menentukan ideologi manusia. Jika basis ekonomi berubah maka ideologi pun berubah.
Pada tahun 1960 – 1965 an, faktor obyektif
(basis ekonomi) masyarakat indonesia sudah dianggap dalam keadaan ‘hamil tua’ yang akan melahirkan masyarakat sosialis. Oleh karena itu PKI memanfaatkan momen tersebut. Dari uraian diatas, landasan paradigma dependensi adalah strukturalis dan neo marxis, dan mengkrtitik paradigma-paradigma lain yang ahistoris (tidak sesuai sejarah). Paradigma lain bersifat ahistoris karena paradigma lain cenderung menggunakan pendekatan ideal typical index approach atau gap approach, yang melihat bahwa development dan underdevelopment merupakan dua fenomena yang terpisah, dalam arti perbedaan antara development
dan
under
development
merupakan
perbedaan
karakteristik saja. Misalnya : Underdevelopment Pendidikan Rendah
Development Pendidikan Tingggi
Angka kelahiran Tinggi
Angka kelahiran Rendah
Produktivitas Rendah
Produktivitas Tinggi
Agraris
Industri
21
Konsekwensinya bagaimana
peranan
merubah
pembangunan
karakteristik
tidak
dari
lain
adalah
underdevelopment
menjadi development. Pendekatan dan teori yang demikian bersifat ahistoris, tidak sesuai dengan realitas sejarah. Menurut
paradigma
dependensi
underdevelopment
dan
development bukan dua gejala terpisah, tetapi merupakan dua sisi
dari
fenomena
terintegrasinya kapitalisme
sosial
masyarakat internasional,
yang pra
sama, kapitalis
baik
yaitu
fenomena
kedalam
melalui
sistem
perdagangan
internasional maupun melalui kolonialisme. Hal ini dapat dirujuk dari
perjalanan
sistem
kapitalisme
internasional
yang
berkembang sejak abad 16 – 18 Masehi. Dengan
kata
lain,
disatu
sisi
pembangunan menimbulkan
development di negara-negara kapitalis dan underdevelopment di negara-negara pra kapitalis. Jadi keduanya bukan hanya sifat atau karateristiknya yang berbeda tetapi juga sebagai akibat dari kapitalisme tersebut. Secara empiris bagaimana terjadi gap antara development (kapitalisme) dengan underdevelopment (negara pra kapitalis). Hal ini ditentukan oleh production relations dan mode of production di negara-negara kapitalis yang telah menimbulkan eksploitasi terhadap kelas buruh, petani dan sebagainya. Dalam arti buruh digaji dengan lebih rendah dari harga barang yang dijual di pasar. Konsekwensinya terjadi kesenjangan surplus value dengan biaya produksi. Pada sistem kapitalisme biaya produksi semakin efisien surplus value semakin tinggi, sedang disisi lain buruh hanya menikmati sebagian kecil dari surplus value yang diperoleh oleh pemilik modal.
22
Akumulasi Surplus Value
Eskport Surplus Value Eksport komoditi manufac tur/indu stri
1. Import surplus value dlm bentuk profit interest, 2. Import cheap commodity
Masyarakat Kapitalis
Investasi Surplus Value
Masyarakat pra Kapitalis
Didalam proses investasi surplus value, para kapitalis bekerja dengan kaum comprador, yaitu kelompok pelaku ekonomi dan pejabat negara di negara-negara pinggiran yang menjadi payung politik
kekuatan
kapitalisme
di
negara-negara
pinggiran.
Disamping itu juga dilakukan eksport hasil-hasil industri atau komoditi manufaktur dari negara-negara kapitalis ke negaranegara pra kapitalis yang kemudian menghancurkan sendiri ekonomi rakyat negara pra kapitalis. Kemudian akan terjadi import surplus value (dalam bentuk profit dan investasi) dan import cheap comodity. Sehingga yang terjadi negara kapitalis menjadi development dan negara-negara pra kapitalis menjadi underdevelopment. Beberapa Teorisasi Dependensi 1. Raul Prebisch Perhatian Prebisch tertuju pada sebuah kenyataan mengapa negara-negara yang melakukan spesialisasi dibidang industri
23
menjadi negara-negara kaya, sedangkan mereka yang memilih bidang pertanian tetap saja miskin. Menurut Prebisch teori pembagian kerjasama internasional yang didasarkan pada keunggulan komperatif membuat negaranegara di dunia melakukan spesialisasinya. Negara-negara di dunia terbagi menjadi dua kelompok, negara-negara
PUSAT
(center) yang menghasilkan barang industri dan negara-negaraPINGGIRAN (pherypery) yang memproduksi hasil-hasil pertanian. Keduanya
melakukan
kerjasama,
yang
seharusnya
saling
menguntungkan dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di kedua belah pihak, tetapi secara empiris menunjukkan hal yang sebaliknya, negara-negara pusat berkembang semakin cepat dan sebaliknya di negara-negara pinggiran terjadi proses stagnasi ekonomi bahkan diberbagai negara terjadi proses pemiskinan. Kenyataan ini diakibatkan oleh penurunan nilai tukar dari komoditi pertanian terhadap komoditi barang industri. Barangbarang industri menjadi semakin mahal dibandingkan dengan barang-banrang hasil pertanian. Akibatnya terjadi defisit pada neraca perdagangan negara-negara pertanian bila melakukan transaksi perdagangan dengan negara-negara industri, yang semakin lama defisit neraca perdagangan ini semakin besar. Oleh sebab itu solusinya jika negara-negara pinggiran dalam proses pembangunan yang harus dilakukan adalah Industrialisasi harus dimulai dengan industri substitusi impor. Barang-barang industri yang tadinya diimpor harus diproduksi didalam negeri. Tetapi peran pemerintah harus melakukan upaya-upaya proteksi terhadap industri substitusi impor, sepanjang masih belum mampu bersaing dengan industri di negara-negara maju. 2. Andre Gunder Frank 24
Frank mengembangkan konsep relasi negara-negara pusat dan pinggiran yang disebutnya sebagai negara-negara Metropolis dan negara-negara Satelit. Dalam rangka mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya
kaum
borjuasi
di
negara-negara
metropolis bekerjasama dengan pejabat pemerintah di negaranegara satelit dan kaum borjuasi yang dominan di negara satelit. Sebagai akibat kerjasama antara modal asing dan pemerintah setempat ini, muncullah kebijakan-kebijakan pemerintah yang menguntungkan
modal
asing
dan
borjuasi
lokal,
dengan
mengorbankan kepentingan rakyat banyak negara tersebut. Kegiatan ekonomi praktis merupakan kegiatan ekonomi modal asing yang berlokasi di negara satelit. Fungsi kaum borjuasi lokal adalah mitra yunior yang dipakai sebagai payung politik, serta pemberi kemudahan bagi beroperasinya kepentingan modal asing. Dalam teori Frank ada tiga komponen utama yang menjadi fokus analisisnya: (1) Modal asing, (2) Pemerintah lokal di negara satelit, (3) Kaum borjuasi. Menurut Frank pembangunan hanya terjadi dilingkaran mereka. Oleh karenanya ciri-ciri dari perkembangan kapitalisme satelit adalah : (1) Kehidupan ekonomi yang tergantung. (2) Terjadinya kerja sama antara modal asing dengan klas-klas yang berkuasa di negera satelit, yakni para pejabat pemerintah, klas tuan tanah dan klas pedagang. (3) Terjadinya ketimpangan antara yang kaya (klas yang dominan yang melakukan eksploitasi) dan yang miskin (rakyat jelata yang dieksploitasi) di negara-negara satelit. Bagi Frank Negara-negara terbelakang atau negara satelit hanya dapat membangun jika memutuskan sama sekali hubungannya dengan negara metropolis yang kapitalistik dan mengeksploitasi negara satelit. Karena diberbagai negara satelit (hususnya Amerika Latin) justru lebih baik kondisi sosial ekonominya 25
sebelum melakukan hubungan ekonomi dengan negara-negara kapitalis. 3. Theotonio Dos Santos Bila Frank mendefinisikan bahwa ketergantungan selalu memiliki konsekwensi atau kecenderungan yang bersifat negatif, dimana hubungan negara metropolis selalu berakibat negatif bagi negara satelit. Namun menurut Dos Santos bahwa negara-negara pinggiran atau satelit pada dasarnya hanya merupakan bayangan dari negara-negara pusat atau metropolis. Bila negara pusat yang menjadi induknya berkembang, negara satelit bisa juga ikut berkembang, bila negara induknya mengalami krisis, satelitnya pun kejangkitan krisis. Tetapi
ketika terjadi perkembangan
pada negara-negara satelit itu terjadi bukan karena impuls dan dinamika perkembangan dari negara satelit, melainkan dari negara induknya. Perkembangan seperti ini maka menurut Dos Santos di negara pinggiran dianggap sebagai perkembangan yang tergantung. Dos Santos membedakan tiga bentuk ketergantungan negara pinggiran terhadap negara pusat: (1)Ketergantungan Kolonial. Disini terjadi dominasi politik dalam bentuk penguasaan kolonial atau penjajahan dari negara pusat ke negara pinggiran. Kegiatan ekonomi adalah perdagangan eksport dari hasil bumi di negeri jajahan ke negara penjajah. (2)Ketergantungan Finansial-industrial. Disini tidak ada dominasi politik dalam bentuk penjajahan. Negara
pinggiran
secara
politis
merdeka.
Tetapi
dalam
kenyataannya, negara pinggiran masih dikuasai oleh kekuatankekuatan finansial dan industrial
dari negara pusat, sehingga 26
praktis ekonomi negara pinggiran merupakan satelit dari negara pusat. (3)Ketergantungan Teknologis-industrial. Ini adalah bentuk ketergantungan baru. Kegiatan ekonomi di negara pinggiran tidak lagi berupa ekspor bahan mentah untuk keperluan industri di negara pusat. Perusahaan-perusahaan multi nasional dari negara pusat mulai menanamkan modalnya dalam kegiatan industri yang produknya ditujukan ke pasar dalam negeri dari negara-negara pinggiran. Dalam bentuk yang lebih canggih maka perusahaan-perusahaan kapitalis negara pusat dimiliki oleh pengusaha lokal, tetapi teknologinya ada di tangan perusahaan-perusahaan multi nasional (MNC). Dengan demikian penguasaan
terhadap
surplus
industri
monopoli
dilakukan
melalui
teknologi–industri. 2. PARADIGMA PEMERATAAN
Paradigma pemerataan merupakan reaksi bahwa peningkatan kesejahteraan
tidak
berarti
terjadinya
pemerataan
pembangunan. Ada dua pendekatan dan atau paradigma yang tergolong dalam paradigma ini yaitu : (1) Paradigma neo ekonomi, (2) Paradigma reditribusion with growth (pertumbuhan dengan pemerataan). e. Paradigma Neo Ekonomi Pardigma ini berargumen bahwa harus ada trade off pertumbuhan
dan
pemerataan.
Artinya tidak
pemerataan
maka
pertumbuhan
sebaliknya
kalau
ingin
pemerataan
tidak
akan
mencapai optimal,
oleh
kalau bisa
antara
ingin
ada
optimal,
dan
pertumbuhan karenanya
maka strategi
pembangunan suatu bangsa harus memilih diantara keduanya 27
yang
harus
menekankan
diprioritaskan. pemerataan,
pengangguran
walau
Pandangan
eno
penanggulangan
harus
ekonomi
kemiskinan
mengorbankan
ini dan
pertumbuhan
ekonomi Tokoh dari pendekatan neo ekonomi ini dari Sussex University,
adalah Dudley Seers,
dan Mahbub ul Haq, seorang ahli
matematika ekonomi. Neo ekonomi berpendapat bahwa keberhasilan suatu negara didalam pembangunan harus diukur melalui 3 (tiga) indikator utama diantaranya: (a) Apa yang terjadi dengan kemiskinan, (b) Apa yang terjadi dengan ketimpangan, (c) Apa yang terjadi dengan pengangguran. Menurut keyakinan paradigma ini kalau suatu
negara
tersebut,
berhasil
berarti
menurunkan
negara
tersebut
ketiga telah
masalah berhasil
sosial dalam
pembangunan nasionalnya. Pandangan ini berbeda dengan paradigma
pertumbuhan
yang
hanya
menekankan
pada
pertumbuhan saja tanpa memperhatikan ketiga indikator utama tersebut. 1) Kemiskinan Mengukur indikator kemiskinan memanglah tidak mudah, karena kemiskinan seringkali merupakan suatu fenomena yang multi dimensional yang melingkupi dari seluruh dimensi kehidupan manusia. David Chamber berpendapat bahwa kemiskinan terkait dengan dimensi-dimensi lain oleh karenanya tidak boleh hanya diartikan dengan pendapatan yang rendah tetapi menyangkut dengan faktor-faktor sebagai berikut: (a) Powerlessness, (b) Povery, (c) Vulnerability, (d) Alienation, (e) Physical weakness. Menurut Chamber
bahwa
ketidak
berdayaan
(powerlessness)
pada
kelompok miskin tidak hanya ketika menghadapi elit tetapi 28
ketidak berdayaan mereka juga dalam menghadapi penyakit, kematian dini dan sebagainya. Kerentanan (vulnerability) atau tidak adanya ketahanan artinya bahwa perubahan sedikit yang terjadi pada lingkungan eksternal dirinya akan menyebabkan keterpurukan kelompok
yang
semakin
masyarakat
miskin,
parah
pada
misalnya
komunistas
banjir,
atau
kekeringan,
perubahan ekonomi dan sebagainya. Walaupun mengukur indikator kemiskinan merupakan suatu hal yang sangat sulit maka
para penganut paradigma ini yakin
bahwa kemiskinan bisa diukur, misalnya
melalui (1) Konsumsi
gizi perkapita, (2) Equivalensi (kesetaraan) dengan harga beras, ini sering disebut garis kemiskinan Sayogyo1. Adapun equivalensi Sayogyo sebagaimana tabel dibawah ini: Pengeluaran Rumah Tangga untuk Konsumsi Pangan Non Pangan ∑ Kota Rp. 23.303 Rp.4.602 ± Rp. 27.905/kapita/bulan Desa Rp.15.576 Rp.2.688 ± Rp. 18.244/kapita/bulan Catatan Kurs Dollar saat itu 1 $ = Rp. 2.000,00 Pengukuran kemiskinan dengan cara ini memang terlihat agak sulit karena pendapatan sangatlah bervariasi, hal ini misalnya terjadi pada masa Orde Baru dimana penduduk dibawah garis kemiskinan sebesar 13,5 %
atau 25 Juta Jiwa diukur dari
pengeluaran untuk konsumsi Rumah Tangga. Prof Sayogyo melakukan equivalensi dengan beras maka garis kemiskinan dilihat dari konsumsi beras pada rumah tangga sebagaimana tabel dibawah ini: Paling Miskin
Kota 270 Kg
Desa 280 Kg
Prof Sayogyo adalah seorang peneliti dari IPB yang melakukan pengukuran tingkat kemiskinan dengan equivalen dengan konsumsi beras. 1
29
Miskin Sekali Miskin
360 Kg 480 Kg
240 Kg 320 Kg
Berbagai jenis kemiskinan dalam studi yang dilakukan oleh berbagai peneliti sosial diantaranya: (1) Kemiskinan absolut, Yaitu kemiskinan yang diukur berdasarkan standart baku yang ditetapkan oleh suatu badan atau institusi tertentu. Hal ini misalnya di masa Pemerintahan Orde Baru yang memakai standar
garis
kemiskinan
dengan
income
percapita.
(2)
Kemiskinan Relatif2, yaitu kemiskinan yang diukur dari tingkat kesejahteraan pendapatan
sekelompok rata-rata
penduduk
nasional
atau
dibandingkan tingkat
tingkat
pendapatan
kelompok lain. Misalnya pekerja profesional di Bank tidak bisa disebut miskin bila dibandingkan dengan pendapatan tukang becak. Oleh karenanya pemerintah tidak pernah menunjukkan kemiskinan relatif, hanya menunjukkan kemiskinan absolut dengan gambaran angka penduduk di bawah garis kemiskinan. Hal
ini
dilakukan
agar
pemerintah
dapat
menunjukkan
performance legitimacy pemerintah. 2) Ketimpangan Indikator lain yang dapat dipakai untuk menilai keberhasilan pembangunan suatu bangsa adalah indikator ketimpangan. Ada beberapa cara untuk mengukur ketimpangan: (1)Penduduk di bagi menjadi 5 (lima) bagian. Pengukuran ini dengan membagi struktur ketimpangan ini menjadi lima bagian, dengan rasio pendapatan rata-rata 20 % penduduk terkaya dan pendapatan rata-rata 20 % penduduk termiskin. Di Negaranegara Amerika Latin angka ketimpangan ini berbanding 1 : 50. Contoh kemiskinan yang diilustrasikan oleh Karl Marx, orang yang tinggal dirumah kecil tidak akan merasa miskin karena tetangganya juga tinggal dirumah kecil, berbeda jika tetanggannya tinggal dirumah yang lebih besar dan mewah dari miliknya 2
30
Di
negara-negara
yang
telah
maju
seperti
Jepang
angka
ketimpangan rata-rata berbanding 1 : 12, dimana angka ini menunjukkan tingkat pemerataan pembangunan yang baik. (2)Piramida penduduk yang dibagi menjadi 3 (tiga) bagian. Pemerataan diukur dari berapa persen pendapatan nasional yang diterima oleh 40 % penduduk termiskin. Ukuran yang dapat dipakai diantaranya adalah < 12 % terkategori timpang sekali, 12 % - 17 % terkategori timpang, dan > 17 % Cukup merata. (3) Gini Ratio, Gini Coeficient. Gini ratio diketahui dengan Curve Lorenz, yaitu curve yang menunjukkan berapa persen penduduk mendapatkan berapa persen pendapatan nasional. Dalam suatu situasi dimana pembagian itu merata sekali (yang dalam realitanya tidak ada), kurve Lorenz merupakan garis diagonal, sehingga disebut line of perfect equality. Berikut ini adalah Curve Lorenz.
% Pendapatan Nasional C
40 %
20 % 10 %
A % Penduduk
20 %
60 %
80 %
B
31
Bila pembagian tidak lagi sejalan dengan line of perfect equality maka pembagian tidak merata. Misalnya 60 % penduduk hanya mendapatkan 20 % pendapatan nasional dan 80 % penduduk hanya mendapatkan 40 % pendapatan nasional. Makin dekat kurve lorenz ke garis diagonal maka makin merata pendapatn nasional, dan makin jauh kurve lorenz dari garis diagonal maka pendapatan makin timpang. Ada konsensus diantara para pakar ekonomi bahwa suatu negara dipandang sebagai negara yang sempurna bila gini rasionya ≤ 0,35. 3) Pengangguran Adalah penduduk usia kerja yang tidak bekerja dan atau sedang mencari pekerjaan. Dianggap penduduk usia kerja jika seseorang berumur antara 17 – 60 tahun Jika
Ketiga
ketimpangan
indikator dan
tersebut
pengangguran
diatas bisa
seperti turun
kemiskinan,
maka
negara
tersebut dianggap berhasil dalam proses pembangunannya. Secara konseptual pemikiran diatas adalah cukup mudah tetapi ini merupakan penemuan baru yang kemudian digunakan oleh PBB
dan
World
Bank
sebagai
indikator
keberhasilan
pembangunan suatu negara, maka pemikiran tersebut menjadi cukup
terkenal
dan
digunakan
oleh
para
policy
makers,
perencana pembangunan dan pengamat untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan pada suatu negara. Dalam jajaran paradigma neo ekonomi ini, gagasan konseptual lain yang cukup terkenal adalah sebagaimana digagas oleh Mahbuh ul Haq. Dia adalah
seorang pakar matematika
32
ekonomi, berkebangsaan Pakistan dan
lulus dari Harvard
University. Menurut Mahbub ul Haq bahwa model pembangunan yang dikembangkan di negara-negara Barat tidak dapat diterapkan di negara-negara Dunia Ketiga, oleh karenanya negara-negara Dunia Ketiga harus mengembangkan development style nya sendiri. Development style Dunia Ketiga yang dimaksud Mahbub ul Haq adalah pembangunan harus difokuskan pada 50 % penduduk termiskin melalui penanganan langsung penduduk termiskin tersebut. bukan melalui mekanisme trickle down effect. Oleh karenanya
penanggulangan
kemiskinan
diciptakan
melalui
penciptaan lapangan kerja yang dapat meningkatkan income per capita dan meningkatkan harga diri pada kelompok penduduk termiskin.
Kebijakan
tersebut
akan
dapat
menciptakan
pemerataan yang tidak saja menghilangkan atau mengurangi kemiskinan absolut tetapi juga dapat mengurangi kemiskinan relatif serta mengurangi ketimpangan. Berkaitan dengan ketimpangan pendapatan di Negara Sedang Berkembang
Ul
Haq
berpendapat
bahwa
karena
adanya
ketimpangan didalam masyarakat cenderung mendorong bias didalam alokasi sumber daya
yang ada didalam masyarakat.
Makin timpang pendapatan suatu negara maka makin besar terjadinya bias dalam alokasi sumber daya dalam masyarakat. Dalam rangka mengurangi ketimpangan yang terjadi di negaranegara
sedang
berkembang
Ul
Haq
mengusulkan
dikembangkannya the new international economic order yang tidak eksploitatif sehingga dalam kerangka pengembangan ekonomi
domestik
internasional
maupun
menguntungkan
dalam
kerangka
ekonomi
negara-negara
sedang
berkembang. 33
f. Paradigma Redistribution with Growth Tokoh yang sangat populer dalam jajaran paradigma ini adalah Hollis Chenery dan Ahluwalia. Yang pada prinsipnya keduanya menolak
argumen
mempertentangkan
paradigma antara
neo
pemerataan
ekonomi dan
yang
pertumbuhan
ekonomi. Paradigma ini sebenarnya merupakan koreksi terhadap paradigma pertumbuhan yang secara empiris telah memberikan dampak terhadap terjadinya proses pemikinan dan kesenjangan antar strata dan wilayah yang semakin mencolok. Paradigma ini berargumen bahwa suatu negara bisa mencapai pertumbuhan sekaligus pemerataan, jadi kedua-duanya bisa dicapai secara bersamaan. Artinya bahwa ada kemungkinan untuk menggabungkan upaya mencapai pertumbuhan optimum dengan
upaya
melakukan
pemerataan.
Oleh
karenanya
paradigma Redistribution with Growth tidak mempertentangkan antara pertumbuhan dan pemerataan, bahkan sebaliknya ingin mencapai pemerataan melalui pertumbuhan ekonomi. Persoalannya adalah bagaimana agar pertumbuhan ekonomi mempunyai implikasi terhadap pemerataan. Disadari bahwa pada masa pertumbuhan ekonomi, kelompok atau unit ekonomi yang secara proporsional kecil menyerap proporsi modal yang besar dan mempunyai produktivitas tinggi. Pola pembangunan yang terkonsentrasi ini diperkuat dengan keterbatasan akses rakyat miskin pada tanah, kredit, pendidikan dan sebagainya. Disinilah maka jawaban paradigma ini bahwa : Pemerataan dilakukan tidak hanya melalui peningkatan bagian pendapatan yang diterima kelas bawah tetapi peningkatan pertumbuhan ekonomi dari kelas bawah.
34
Menurut pendekatan ini untuk meningkatkan kesejahteraan golongan miskin dan pertumbuhan ekonomi pada golongan miskin dengan cara sebagi berikut : (1) Meningkatkan laju pertumbuhan GNP sampai tingkay maksimal dengan jalan meningkatkan tabungan dan mengalokasikan sumberdaya
secara lebih
efisien, yang manfaatnya dapat
dinikmati oleh semua golongan masyarakat. (2)Mengarahkan investasi pada kelompok miskin dalam bentuk pendidikan, akses yang lebih besar pada pelayanan publik seperti kesehatan, penyediaan kredit, fasilitas
umum dan
sebagainya. (3)Redistribusi
pendapatan
(atau
konsumsi)
kelompok
miskin
melalui kebijakan fiskal atau melalui alokasi barang konsumsi secara langsung. (4) Pengalihan harta dan sumber daya yang sudah ada kepada golongan miskin, misalnya dalam bentuk land reform Pilihan sektor ekonomi yang dipercaya dapat mengurangi tingkat kemiskinan, kesenjangan dan pengangguran, Hollis Chenery mempromosikan sebuah meletakkn
sektor
patterns of development
pertanian
sebagai
suatu
alat
yang untuk
menyebarluaskan pembangunan terutama untuk menjembatani kesenjangan antara Pusat dan Daerah Pedalaman.
Dalam
konsep patterns of development tersebut sektor ekonomi suatu negara dapat dibedakan menjadi sektor modern dan sektor tradisional. Sektor modern diharapkan menjadi motor penggerak pertumbuhan
ekonomi
yang
akan
mendorong
proses
pembangunan sosial dan ekonomi. Sedang sektor tradisional diharapkan
menjadi
pemasok
bahan
bakar
pada
motor
penggerak tadi dalam bentuk tenaga kerja yang berlimpah dan bahan baku untuk industri di sektor modern. Dalam proses ini penganggurn
dan
setengah
pengangguran
pada
sektor 35
tradisional diharapkan berpindah dan terserap ke sektor modern yang akan dipekerjakan secara produktif dengan meluasnya industri dan jasa. 1. PARADIGMA KESEJAHTERAAN Paradigma kesejahteraan atau walfare paradigm merupakan salah satu paradigma pembangunan yang seringkali digunakan oleh
negara-negara
menanggulangi berorientasi
dunia
dampak angka
untuk
strategi
pertumbuhan
meningkatnya
ketiga
melengkapi
pembangunan
ekonomi,
kemiskinan,
misalnya
dan yang
semakin
pengangguran
dan
sebagainya. Menurut para ahli dibidang ini diyakini bahwa strategi
tricle
down
effect
tidak
terjadi
sehingga
terjadi
kesenjangan yang semakin besar. Paradigma ini tidak anti pertumbuhan (tidak radikal), tapi menurut keyakinannya bahwa pertumbuhan harus dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan. Oleh karenanya paradigma kesejahteraan memandang bahwa keberhasilan
negara
pertumbuhan
dalam
ekonomi
dan
pembangunan peningkatan
diukur
dari
kesejahteraan
berdasarkan ukuran-ukuran yang ada. Dalam paradigma ini ada dua pendekatan yang dijadikan basis argumentasinya yaitu: (1) Paradigma Indikator Sosial (social indicator paradigm) dan (2) Paradigma Kebutuhan Pokok (basic needs paradigm).
1. Paradigma Indikator Sosial Paradigma
ini
tidak
menolak
pandangan
paradigma
pertumbuhan tetapi, ukuran keberhasilan pembangunan yang 36
berupa economic accunting harus dilengkapi dengan ukuranukuran social accounting. Berbagai jenis indikator sosial yang dikemukakan oleh para ahli paling tidak melingkupi beberapa kelompok indikator sosial berikut ini : (1)Indikator yang mengukur aspek-aspek non ekonomis dalam pembangunan,
termasuk
misalnya
data-data
demografis,
informasi mengenai kesehatan, pendidikan serta berbagai aspek kehidupan
sosial
yang
layak,
dan
informasi
mengenai
penggunaan dan pendekatan pelayanan sosial. (2) Indikator yang mengukur kualitas hidup (quality of life) atau tingkat kepuasan dan kelayakan hidup penduduk, baik dengan menggunakan beberapa kriteria obyektif mengenai apa saja yang dapat mendukung suatu kehidupan yang ‘baik’ maupun dengan
menggunakan
kebutuhan-kebutuhan
usaha-usaha
dan
aspirasi
mengidentifikasikan
yang
dirasakan
oleh
masyarakat. (3)Indikator yang mengukur variasi kualitas hidup antar berbagai sektor kependudukan dan karenanya akan mengidentifikasikan eksistensi kepincangan sosial. Tetapi ketiga jenis indikator sosial tersebut tidak selamanya saling berkaitan satu dengan lainnya. Sebagai contoh misalnya indikator pendidikan dan kesehatan. Oleh karenanya para ahli ilmu sosial memberikan arah agar dapat menjawab pertanyaan mengenai hal-hal apa saja yang dapat mendukung kearah timbulnya indikator sosial yang baik. Pertama, suatu indikator yang baik harus menggambarkan secara tepat apapun yang akan diukur. Kedua, Dalam memilih indikator sosial, seseorang harus yakin bahwa data yang diperlukan sudah tersedia dalam bentuk yang diinginkan serta ketepatan yang memadai. Ketiga,
37
Indikator harus bersifat dapat diperhitungkan (quantifiable). Salah satu ukuran social accounting adalah physical quality life of index (PQLI). Mengapa ukuran-ukuran dan indikator-indikator sosial ini penting, sebab indikator-indikator ekonomi makro seperti pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, product domestic
bruto
dan
sebagainya
mengungkap
tingkat
kesejahteraan masayarakat. Dimensi Kesejahteraan Pendidikan
Indikator •
Prosesntase anak usia sekolah yang duduk dibangku sekolah
•
Prosentase
yang
menyelesaikan
jenjang pendidikan tertentu Kesehatan
•
Diukur dari konsumsi kalori perkapita (2100/hari
•
Infant
mortality
rate
150/1000
kelahiran. Sekarang menjadi 60/1000 kelahiran (rata-rata nasional)
Sanitasi
•
Angka
•
melahirkan Prosentasi yang mempunyai sumber
kematian
ibu
karena
air bersih •
Ratio antara penghuni rumah dengan jumlah kamar
•
Kualitas rumah (tanahnya, dinding, ventilasi dsb.)
38
Physical quality life of index (PQLI) merupakan index gabungan yang terdiri dari : (1) infan mortality rate (angka kematian bayi). Yaitu angka kematian bayi per 1000 kelahiran bayi. (2) Harapan hidup bayi yang berumur 1 tahun. (3) Pendidikan ibu, makin tinggi pendidikan ibu kamatian bayi makin turun. Dalam
perkembangannya
indikator-indikator
sosial
semakin
kompleks, berikut ini adalah contoh yang sangat baik betapa indikator-indikator sosial akan semakin kompleks Indikator-indikator diatas dalam perkembangannya
sangat
tergantung pada tingkat perkembangan suatu negara, makin maju suatu bangsa maka makin kompleks indikator-indikator sosial yang melingkupi. 2.
Paradigma Kebutuhan Pokok
Sebenarnya ide ini sudah diungkapkan oleh Mohammad Hatta yang menyatakan bahwa “keadilan sosial hanya bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan pokok”. Namun pemikiran ini tidak dikembangkan secara meluas para ekonom di Indonesia. Gunnar Myrdall seorang ekonom Swedia mengatakan bahwa “pemenuhan kebutuhan pokok merupakan pra syarat bagi aktualisasi diri seseorang, artinya seseorang bisa menjadi apa yang diinginkan, jika terpenuhinya kebutuhan pokoknya. Karena paradigma pertumbuhan seringkali menjadikan manusia sebagai mesin yang terprogram sehingga tidak bisa berekpresi. Momentum perkembangan ide basic needs baru timbul secara meluas
sejak
delenggarakannya
ILO
Wordl
Employment
Conference (1976), ideanya adalah the enthronenments of basic needs (penempatan basic needs sebagai acuan pembangunan). Salah satu tokoh yang ikut dalam konferensi ini adalah Richard Joly dari Institute of Development Study, Sussex University, dia
39
mengatakan “ bahwa pembangunan nasional harus berupaya untuk memenuhi kebutuhan pokok”. Secara operasional basic needs memiliki dua komponen utama, yang meliputi: (1) Kebutuhan pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. (2) Kebutuhan pokok yang berhubungan atau menyangkut masyarakat seperti sumber air bersih, jalan raya, sanitasi dan sebagainya. Meskipun demikian ada perbedaan didalam menafsirkan basic needs, apakah basic needs merupakan kebutuhan yang bersifat universal ataukah merupakan kebutuhan yang bersifat historis dan spesifik, dalam arti tiap bangsa memiliki basic needs yang berbeda-beda. Disamping itu, apakah cakupan basic needs mencakup kebutuhan material dan non materiil seperti spiritual, rasa aman dan lain-lain, ataukah material saja seperti makan, papan dan yang bersifat fisik. Namun secara umum disepakati bahwa kebutuhan dasar dapat dibagi menjadi tiga kategori: (1)Pertama, Pemenuhan konsumsi bahan-bahan pokok seperti pangan, sandang dan perumahan yang dapat dijangkau oleh setiap warga negara. (2)Pemenuhan pelayanan pokok seperti pendidikan, kesehatan, air bersih yang setiap warga negara berhak untuk mempunyai akses yang sama. (3)Pemenuhan melaksanakan
hak
berpartisipasi
program
yang
dalam
membuat
berpengaruh
dan
terhadap
pengembangan pribadi. Pendekatan pembangunan melalui kebutuhan dasar (basic needs)
sangat
penting
dalam
proses
transformasi
dan
pengembangan management pembangunan di suatu negara dengan beberapa alasan berikut ini: 40
(1)Pendekatan kebutuhan dasar berhubungan secara erat dengan proses pemerataan dan keadilan sosial. Penekanan utama terhadap pemenuhan kebutuhan dasar bagi seluruh warga negara berarti bahwa program dan kebijaksanaan pembangunan harus
ditujukan
secara
langsung
pada
sektor
penduduk
termiskin. Bila perlu hal itu atas beban pembiayaan sektor-sektor yang makmur. Selanjutnya, kebutuhan dasar diasumsikan bahwa setiap individu warga negara dapat dijangkau oleh kebutuhan tersebut, sebagai bagian dari hak mereka sebagai anggota masyarakat bangsa. Prinsip dasarnya adalah penghargaan pada setiap manusia semata-mata karena eksistensinya yang pada dasarnya mempunyai hak-hak asasi yang tidak dapat digugat mengenai pemenuhan kebutuhan dasar yang amat penting guna melengkapi serta terpadu dalam kebudayaan. (2)Pendekatan Basic needs penting dalam upaya transformasi pembangunan
karena
konsep
tersebut
termasuk
juga
kebutuhan ekonomi. Kebutuhan dasar meliputi kesejahteraan sosial yang lebih luas dan pelayanan yang menyumbangkan pada
seluruh
kualitas
hidup
serta
meliputi
hak
untuk
berpartisipasi dalam pembangunan diri sendiri 2. PARADIGMA PEMBANGUNAN
YANG
BERPUSAT
PADA
MANUSIA Paradigma ini dikenal juga dengan istilah-istilah seperti human center
development,
humanizing
development
atau
development human with face. Munculnya paradigma ini dari kesadaran
bahwa
underdevelopment
pembangunan yang
berorientasi
di pada
negara-negara pertumbuhan
41
cenderung
mengabaikan
nilai-nilai
kemanusian,
khususnya
pembangunan melalui proses industrialisasi. Maka mulailah para pakar mengkaitkan pembangunan dengan masalah-masalah kemanusian. Paradigma ini sebenarnya tidak menolak
terhadap
proses
industrialisasi
dan
orientasi
pertumbuhan, hal ini seperti yang dikemukakan oleh Misra (1981) bahwa : Pembangunan yang berkemanusiaan tidak berarti de-industrialisasi, tidak berarti pula penolakan terhadap teknologi modern. Ataupun ruralisasi (ruralization) masyarakat manusia,
bukan
pula
berarti
cara
hidup
sosio
teknologis
penghuni gua-gua. Pembangunan yang berkemanusian bukan pembenaran zero-growth economy, bukan pula pembenaran pertumbuhan ekonomi yang amat tinggi demi pertumbuhan itu sendiri. Kesemuanya valid, selama hal itu tidak memperbudak manusia, membawa kepada kekerasan, menyebabkan rakyat kehilangan keseimbangan mental dan kesehatan fisik, dan mengakibatkan ketidak seimbangan masyarakat manusia. Beberapa Teori Paradigma Human Center Development 1. Denis Goulet Denis Goulet salah satu ilmuwan sosial yang mengkaitkan konsep kemanusian dengan pembangunan. Goulet adalah orang Brazil yang mengalami proses dehumanisasi didalam proses pembangunan nasionalnya. Dalam bukunya “ The Cruel Choice” Goulet mengatakan bahwa kinerja pembangunan (development performance) harus diukur dari 3 (tiga) indikator utama yaitu: (1) Life sustanance (hidup berkecukupan), yaitu kemampuan untuk sesuai dengan martabat manusia. Konsep dasar dari hidup yang berkecukupan kebutuhan
adalah
dasar.
kemampuan
Konsep
life
untuk sustanance
menyediakan ini
harus 42
dioperasionalkan didalam berbagai kebijaksanaan pembangunan yang dapat diukur dari kemampuan untuk menopang kehidupan materiil tetapi tidak untuk menopang
hidup
agar
hidup yang berlimpahan tetapi manusia
hidup
sesuai
dengan
martabatnya sebagai manusia. Menurut Goulet, tanpa kemajuan ekonomi yang berkelanjutan dan lestari pada tingkat individual maupun sosial, realisasi potensi manusia adalah msutahil. Jadi jelas bahwa orang ‘ harus cukup mampu untuk menjadi lebih baik’ (have enough in order to be more). Dalam hal ini ada beberapa
hal
yang
harus
diwujudkan:
(a)
respect,
yaitu
menghargai dan menghormati manusia. (b) recognition, yaitu pengakuan akan eksistensi manusia. (c) authenticity, yaitu kebebasan manusia untuk menjadi apa saja yang diinginkan. Karena
orientasi
pertumbuhan
hanya
menjadikan
manusia
sebagai alat produksi semata. (d) identity, yaitu manusia mempunyai identitas diri. Oleh sebab itu pembangunan dalam paradigma
humanizing
development
merupakan
beyond
economic value. (2) Self esteem (harga diri), Pembangunan harus mewujudkan harga diri
manusia,
karena
paradigma
pertumbuhan
seringkali
menempatkan manusia sebagai faktor produksi saja dalam paradigma
pembangunan.
Dalam
paradigma
development
human with face tujuan pembangunan adalah manusia itu sendiri (the ultimate goal development), tetapi apa yang terjadi seringkali manusia hanya menjadi alat untuk tujuan lain. Harga diri ini juga bermakna bahwa seseorang memiliki perasaan bernilai dan kehormatan diri, bahwa ia tidak dipakai sebagai alat oleh orang-orang lain untuk tujuan-tujuan mereka. (3) Liberation (kebebasan). Nilai universal ini dipandang harus menjadi makna pembangunan. Kebebasan disini tidak dipahami dalam artian politis atau ideologis belaka, melainkan dalam 43
artian
yang
lebih
fundamental
emansipasi sosial,
tentang
kebebasan
atau
dan kebebasan dari dominasi kekuatan
negara atau bangsa-bangsa lain. 2. Teori Albert Guerriro Ramos Dalam
teori
berorientasi dehumanisasi, konversi
ini
dipandang
pada
pertumbuhan
karena
manusia
bahwa
dari
pembangunan satu
makhluk
pembangunan
yang
telah
menimbulkan
telah
mengakibatkan
yang
bersifat
multi
dimensional menjadi makhluk yang berdimensi tunggal yaitu dimensi ekonomi saja. Fitrah manusia menurut pandangan ini adalah bersifat multi dimensi, yang meliputi dimensi politik (ikut pemilu), dimensi religi (ibadah), dimensi sosial (bermasyarakat), dimensi kultural (kesenian dan berkebudayaan) dimensi ekonomi (transaksi) dan sebagainya. Dalam dimensi ekonomi, nilai manusia hanya diukur dari kontribusinya terhadap proses peningkatan nilai tambah (value added), peningkatan manfaat (utility) dan peningkatan profit. Nilai manusia dihargai hanya seberapa besar perannya untuk menjadi utility maximizer dan profit maximixer. Konsekwensinya, bilamana manusia tidak lagi memiliki kontribusi, maka bisa mengalami social exclusion (disingkirkan misalnya pemutsan hubungan kerja). Oleh
karena
itu
Ramos
berpendapat
bahwa
proses
pembangunan harus bertujuan untuk mewujudkan masyarakat isonomi, yaitu suatu tipe masyarakat yang memberi kebebasan sepenuhnya bagi anggotanya untuk melakukan suatu self authenticity, yaitu masyarakat yang bebas memilih identitasnya sendiri.
44
3. Paulo Freire Paulo Freire adalah seorang ahli pendidik berkaliber dunia, tahun 1985-1986 pada pertemuan WHO di Acra, Ghana, Freire memberi keynote address. Pandangannya adalah, sebenarnya merupakan kritik terhadap sistem politik yang oppresive di Brazil, dalam sistem politik yang oppresive
berkecenderungan
untuk
manusia
mendegradasikan
hakekat
atau
mendehumanisasikan manusia. Sistem politik oppresive tidak memberikan kesempatan kepada kelompok-kelompok lain diluar elit dalam mengambil keputusan-keputusan ekonomi. Sistem ini cenderung ditopang
ingin oleh
mewujudkan regime
pertumbuhan
otoriter
dimana
ekonomi
yang
pemerintahannya
sangatlah bersifat otoriter pula. Beberapa
pokok-pokok
pikiran
Paulo
Freire
didalam
buku
Education for Critical Consciousness yang dijadikan pegangan bagi aktivis dan policy makers yang memiliki concern terhadap upaya humanisasi pembangunan disebutkan bahwa : (1) Mengkonversikan manusia dari porsinya sebagai subyek menjadi
passive
spectator
(penonton
pasif)
dari
proses
perubahan yang terjadi didalam masyarakat. (2) Sebagai
passive
spectator,
manusia
hanya
mampu
beradaptasi dengan perubahan tersebut (adaptive human being) bukan mengendalikan perubahan tersebut. Jadi dalam posisi seperti ini manusia hanya bersifat sangat pasif terhadap seluruh perubahan yang mempengaruhi dimensi kehidupannya. (3) Regime pemeritahan yang oppresive telah merubah sifat dan atau
fitrah
manusia
dari
makhluk
yang
mempunyai
consciousness of temporality (yaitu kesadaran temporal) menjadi manusia
yang
ahistoris.
Dalam
pandangannya
manusia
sebenarnya memiliki kesadaran bahwa dia memiliki masa lalu, masa kini dan manusia yang akan datang. Karena manusia 45
diletakkan dalam posisi sebagai passive spectator kemudian kehidupan dirinya menjadi ahistoris, dimana manusia menjadi seolah-olah seperti binatang saja terperangkap dengan the permanent to day (yaitu kehidupan kekinian yang abadi), segala jadwal dan pola kehidupan manusia ditentukan oleh penguasa. (4) Masyarakat dibawah regime pemeritahan yang oppresive mengalami keterasingan kultural (cultural alienation), karena regime mensosialisasikan nilai-nilai baru yang sama sekali baru dilingkungan masyarakat, misalnya pandangan tentang jumlah anak dan sebagainya. (5) Masyarakat mengalami massifacition, regime pemeritahan yang
oppresive
telah
mengkonversikan
manusia
menjadi
unthinking manageable agglomeration, yaitu makhluk yang tidak bisa lagi berfikir dan mudah untuk dimanage oleh penguasa. Oleh
karena
dehumanisasi
itu
Paulo
tersebut
Freire
melalui
ingin
mengakhiri
pendidikan
yang
proses
tujuannya
menimbulkan kesadaran kritis (critical consciousness) melalui conscientization
(penyadaran).
Artinya
menumbuhkan
kemampuan pada warganya untuk secara kritis memahami masyarakat dimana dia hidup, dalam rangka untuk merubah masyarakat tersebut, yaitu masyarakat yang secara kritis dapat memahami mengapa dirinya miskin, terbelakang dan tidak survive dalam hidupnya. 4. Ivan Illich Ivan Illich adalah salah satu ilmuwan yang tertarik tentang aspek pendidikan di negara berkembang yang tidak mendukung terhadap proses
pembebasan manusia, bahkan sebaliknya
pendidikan merupakan faktor yang membelunggu daya kritis manusia.
46
Illich mengkritik sistem pendidikan yang mencampur learning dan education. Bagi Illich education adalah pendidikan di lembaga
formal,
sedangkan
learning
merupakan
proses
memperoleh ilmu pengetahuan secara formal dan informal institution. Menurutnya yang terjadi sering ada education tapi tidak ada proses learning, sehingga nilai seseorang hanya berdasarkan ijazah sebagai bukti learning, padahal lembaga non formal bisa melakukan learning. Konsekwensinya adalah terjadi komersialisasi pendidikan seperti yang terjadi negara-negara berkembang (underdevelopment). Disinilah Illich sampai pada suatu keyakinan untuk menghentikan sistem pendidikan yang menjajah dan menggantikannya dengan sistem pendidikan yang berorientasi pada proses pembelajaran, konsep ini oleh Illich disebutnya deschooling society. Dalam pandangannya proses pembangunan yang diorientasikan pada pertumbuhan ekonomi dengan penerapan teknologi dan industrialisasi telah menyebabkan terjadinya dehumanisasi. Oleh karenanya dia menolak dehumanisasi karena dominasi teknologi dan industrialisasi. Teknologi bagi dirinya tidak lagi menjadi pelayanan manusia, hal ini dapat dilihat dari bentuk-bentuknya sebagai berikut : (1) Teknologi telah mendikte human needs. Hal ini terjadi karena akibat kapitalisme yang profit oriented. (2) Teknologi ikut menentukan posisi seseorang dalam stratifikasi sosial, misalnya penggunaan mobil, alat telekomunikasi GSM dan sebagainya. Penolakan dari kalangan ini pada tahun 1970-an muncul
sebuah
gerakan
counter
culture
yang
menolak
kemapanan standart kapitalisme (3) Teknologi memaksakan keusangan (enforced obsollescence), karena terjadinya inovasi teknologi dan kapitalisme.
47
(4)Teknologi merubah posisi manusia sebagai apendix dari teknologi itu sendiri. (5)Teknologi membatasi kebebasan dan mobilitas manusia, karena menurut Illich teknologi mendevaluasi kaki manusia. Sebagai
alternatifnya
maka
menurut
Ivan
Illich
bahwa
pembangunan harus menciptakan masyarakat convivial, yaitu masyarakat yang mempunyai mekanisme peringatan dini bila akan terjadi dominasi teknologi atas manusia.
DAFTAR PUSTAKA Budiman,
Arief.
2000.
Teori
Pembangunan
Dunia
III.
Gramedia. Jakarta. Chilcote, Ronald H. 2003. Teori Perbandingan Politik. Rajawali Press. Jakarta. Fakih, Mansour. 2001. Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, Insist Press. Yogyakarta. Moelijarto. 1987. Politik Pembangunan: Sebuah Analisis, Konsep, Arah dan Strategi. Tiara Wacana. Yogyakarta.
48
Sunaryo, Bambang. Tanpa tahun. Pembangunan Regional: Konsep
dan
Aplikasinya
di
Indonesia.
Pusat
Antar
Universitas, UGM. Yogyakarta. Winarno, Budi. 2004. Globalisasi: Wujud Imperialisme Baru. Tajidu Press. Yogyakarta.
49