Para Lansia Redam dengan Agroterapi
Stress
UNAIR NEWS – Bercocok tanam kini menjadi aktivitas baru yang dilakukan para lanjut usia di wilayah Medokan Semampir, Sukolio, Surabaya. Sebanyak 45 lansia diajak oleh mahasiswa profesi dan dosen Departemen Promosi Kesehatan dan Komunitas Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga untuk melakoni agroterapi pada Selasa (1/8). Mahasiswa profesi yang juga penanggung jawab acara, Putri Mulyasari, mengatakan para lansia diajak mengikuti pelatihan pemanfaatan limbah botol bekas dan sampah rumah tangga sebagai media tanam. Pelatihan yang dilaksanakan di balai rukun warga wilayah setempat juga dihadiri oleh kader lingkungan dan kader lansia. Agroterapi adalah terapi stress dengan menggunakan tanaman sebagai media. Tumbuhan ditanam di botol bekas dan digantung secara vertikal. Ada tanaman sawi, kangkung, bayam merah, tomat, cabai, dan terung. “Kami mengajari mereka untuk menanam bibit secara mandiri hingga proses panen. Vertical garden (kebun vertikal) bisa memuat sekitar 120 botol. Nanti pengairannya juga nggak susah karena airnya tinggal mengalir dari atas ke bawah,” tutur Putri. Nantinya, tanaman kebun vertikal akan ditempatkan di balai rukun warga. Para lansia juga membentuk jadwal piket agar tanaman-tanaman tersebut tetap terawat. Selain itu, mereka juga dianjurkan untuk memupuk tanaman-tanaman dengan menggunakan vetsin, air cucian beras, dan sari-sari sayuran. Di samping mengajari lansia bercocok tanam, kelompok mahasiswa profesi juga membagikan bibit-bibit tanaman sawi kepada warga sekitar.
Terapi tumbuhan Dosen asal Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas Keluarga Gerontik, Setho Hadiyusmana, S.Kep., Ns., M.NS, menjelaskan bahwa para lansia juga rentan mengalami stress. Pada orang yang berusia lanjut, stress diakibatkan berbagai faktor seperti sindrom post-power hingga kesehatan. “Lansia cenderung post-power syndrome. Dulu biasanya sibuk bekerja tetapi sekarang sudah tidak melakukan apa-apa. Bisa stress karena ditinggal orang terdekat karena perceraian, anak dan cucu sudah tidak tinggal serumah, atau bisa jadi karena tidak menikah. Penurunan kapasitas tubuh (sakit-sakitan) juga bisa menjadi penyebab stress pada lansia,” tutur Setho. Setho mengatakan, untuk mengurangi rasa stress, lansia perlu memiliki aktivitas alternatif. Umumnya, memelihara hewan menjadi sarana terapi bagi lansia. Namun, merawat tanaman juga bisa menjadi alternatif bagi lansia. Sebab, perawatan tumbuhan tak begitu menyita waktu dan ruang para lansia khususnya bagi mereka yang tinggal di perkotaan. “Jika nanti sudah panen, sayuran tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Hidup sehat itu tidak mahal kok karena bisa dari kebun sendiri. Jadi, meski sudah di usia lanjut, kita masih tetap produktif dan tidak menggantungkan produkproduk dari luar,” ungkap Setho. Penulis: Defrina Sukma S Editor : Nuri Hermawan
Mahasiswa FKp Satu-Satunya Delegasi Keperawatan pada Kompetisi Riset Dunia UNAIR NEWS – Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga mengirimkan satu tim delegasi untuk mengikuti Hokkaido Indonesian Student Association Scientific Meeting-14 (HISAS-14) di Hokkaido University, Jepang. HISAS 14 yang digelar pada 18-19 Maret 2017 tersebut merupakan sebuah acara diskusi ilmiah antar peneliti muda yang diadakan oleh Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Hokkaido. Kegiatan ini menjadi ajang bagi para peneliti muda dari berbagai disiplin ilmu, baik dalam maupun luar negeri untuk bertukar pengetahuan dan mendiskusikan hasil penelitiannya. Tim delegasi FKp UNAIR yang beranggotakan Rio Cristianto, Nurullia Hanum Hulfida, dan Lintang Kusuma Ananta, mahasiswa semester 1 Program Pendidikan Profesi Ners berhasil meluluskan 2 paper terbaik yang berjudul “Psychoreligious Dhikr Therapy be Affect to Anxiety Level of Pulmonary Tuberculosis Patients” dan “Family Stigma who Have Family Member with Mental Illness: Schizophrenia”. “Paper tersebut meneliti tentang pengaruh terapi psikoreligius dengan metode dzikir terhadap kecemasan yang dialami oleh para penderita Tuberkulosis Paru, dan stigma keluarga yang memiliki anggota keluarga yang mengidap Schizofrenia,” terang Rio yang juga ketua tim delegasi. Pada penyelenggaraan yang ke-14 tahun ini, HISAS mengangkat tema “Indonesia Sustainable Development Goals: Chance and Challenge for a Better Future”. Rio juga menambahkan bahwa sebelum mengikuti kegiatan ini, tim harus mengikuti proses seleksi yang dimulai sejak November 2016 dengan mengirimkan abstrak penelitian. Tim reviewer untuk
penyeleksian ini terdiri dari mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan master dan doktor di Hokkaido University. Lebih dari 200 abstrak penelitian telah dikirim oleh mahasiswa undergraduate maupun postgraduate, akademisi, dan praktisi dari berbagai universitas dan institusi pemerintahan di Indonesia dan Jepang. “Hanya ada 52 paper penelitian terbaik yang lulus seleksi dan berhak untuk dipresentasikan secara oral dan bersaing memperebutkan predikat best paper dan best presentation,” imbuhnya. Acara HISAS 14 dimulai dengan dengan opening speech yang disampaikan oleh Prof. Michel La Fay perwakilan dari Hokkaido University, dan Mr. Hiroshi Yamamoto dari Hokkaido Gas, kemudian secara resmi dibuka oleh perwakilan KBRI Tokyo, Dr. Ben Perkasa Drajat. Sebelum memasuki sesi acara inti, yaitu presentasi dari para peserta, acara dimulai dengan lecture oleh dua orang invited speaker, yakni Dr. Marie Stefanie dari Fakultas Pertanian Hokkaido University dan Dr. Shuji Tamumura dari Horonobe Japan Research Institute of the Subsurface Environment. Pada sesi inti yaitu presentasi paper penelitian, peserta dibagi ke dalam lima cluster yaitu Health & Life Sciences, Innovation & Technology, Agrotechnology, Sustainable Environment & Renewable Energy dan Social & Human Sciences. Tim delegasi FKp masuk ke dalam cluster Health & Life Sciences bersama beberapa tim lainnya dari disiplin ilmu kesehatan, seperti ilmu kedokteran, farmasi, dan kimia. Pada sesi ini, peserta mempresentasikan paper penelitiannya, kemudian didiskusikan dengan peserta lainnya dan diuji oleh para panelis. “Panelis yang menjadi penguji dan juri berasal dari kalangan mahasiswa doktor dan staf peneliti yang sedang menempuh studi dan bekerja di Hokkaido University,” tegasnya.
Meski pada tahun ini tim delegasi FKp belum dapat mempersembahkan predikat best paper ataupun best presentation, tetapi HISAS 14 telah memberikan banyak pelajaran berharga. “Banyak pelajaran yang kami dapatkan dalam keikutsertaan acara ini. Kami dapat merasakan atmosfer diskusi ilmiah berskala internasional dengan para peneliti yang pakar di bidangnya yang memperluas cakrawala berpikir kami, melatih komunikasi dan percaya diri, menambah ilmu tentang membuat karya penelitian yang berkualitas, serta memperluas jejaring mancanegara,” pungkas Rio.
Penulis: Rio Cristianto (Mahasiswa FKp UNAIR) Editor: Nuri Hermawan
Aksi Cuci Tangan Serentak Dapat Penghargaan Rekor Muri UNAIR NEWS – Aksi gerakan cuci tangan digelar oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jawa Timur di Halaman Fakultas Keperawatan (FKp) Universitas Airlangga, Jumat (17/3). Aksi yang digelar serentak se-Jawa Timur dengan melibatkan 1.500 perawat itu mendapatkan penghargaan dari Museum Muri Indonesia. Aksi tersebut bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) Perawat yang ke-43 tahun. Untuk itu, aksi ini diikuti oleh seluruh perawat di Jawa Timur, 38 Dewan Perwakilan Daerah se Jawa Timur yang tergabung dalam Insan Perawat Jawa Timur, dan 50 institusi pendidikan di Jawa Timur.
Sosialisasi gerakan cuci tangan dipimpin langsung oleh Ketua PPNI Dewan Perwakilan Wilayah Jawa Timur yang juga Dekan FKp Prof Dr Nursalam M.Nurs. Dalam aksi tersebut, Jawa Timur mendapatkan penghargaan berupa Rekor Muri pada sosialisasi gerakan cuci tangan 1.500 perawat serentak dengan kategori peserta terbanyak se-Indonesia. “Sebagai tuan rumah dan pusat pendidikan, terutama kesehatan, di wilayah timur, UNAIR mendukung penuh kegiatan ini. Semua perawat yang ada di FKp ikut andil dalam sosialisasi gerakan cuci tangan ini,” ujar Hanik Endang Nihayati saat wawancara UNAIR NEWS di ruang Jiwa FKp UNAIR. Acara diawali dengan apel pagi, pemotongan tumpeng, pelepasan balon, dan praktek cuci tangan dengan hand sanitizer. Aksi sederhana yang digalakkan oleh para perawat Indonesia ini tidak lain untuk mengajak masyarakat agar lebih peduli terhadap kesehatan diri demi mencegah penularan penyakit berbahaya melalui kontak langsung. Lewat tema yang diusung yaitu Gerakan Perawat Menuju Masyarakat Sehat, diharapkan para perawat Indonesia mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk senantiasa menerapkan hidup sehat. “Dari tahun ke tahun tema perayaan HUT PPNI hampir sama yaitu promosi kesehatan. Salah satunya pada tahun ini yaitu sosialisasi gerakan cuci tangan yang benar. Paling tidak, perawat Indonesia bisa menunjukkan kepedulian dengan cara promosi kesehatan mulai dari diri kita sendiri,” jelas dosen FKp itu. (*) Penulis: Disih Sugianti Editor: Binti Q. Masruroh
Entrepreneur Muda UNAIR: Mimpi Kembangkan Tambak Ikan Mulai Terwujud free instagram followermake up wisudamake up jogjamake up prewedding jogjamake up wedding jogjamake up pengantin jogjaprewedding jogjaprewedding yogyakartaberita indonesiayogyakarta wooden craft
Birokrasi yang Efektif adalah Kunci Kemajuan Ilmu Keperawatan UNAIR NEWS – Salah satu pakar ilmu keperawatan yang dimiliki UNAIR adalah Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs. (Hons). Dekan Fakultas Keperawatan ini memulai pendidikan strata satu di Lambton College, Sarnia Ontario dan kemudian ia lanjutkan studi master di Magister, University of Wolllongong, Australia dan Program Doktor, Universitas Airlangga (UNAIR). Tahun ini, Nursalam menerbitkan sebuah buku bersama Airlangga University Press. Judulnya, Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabet. Menurut pria kelahiran Kediri 25 Desember 1966 ini, prospek lulusan S1 keperawatan sangat terang. Kebutuhan akan perawat selalu meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Maka itu, diperlukan sarjana keperawatan yang berkualitas. UNAIR, kata Nursalam, memastikan bahwa akan mencetak para perawat handal dan potensial. Ilmu keperawatan, kata Nursalam, adalah future sciences dalam
mendukung program pemerintah menurunkan angka kematian dan sakit, melalui peran promotif dan preventif. Juga, sebagai kajian holistik, humanistik dan caring yang selalu diterapkan dalam melaksanakan asuhan kepada pasien bagi semua profesi kesehatan. Nursalam berharap, baik pemerintah maupun institusi pendidikan/kampus bisa selalu mendukung dan memfasilitasi pengembangan ilmu keperawatan. Dengan memperbanyak program penelitian serta pembangunan SDM melalui penggelontoran beasiswa, penambahan alokasi formasi, dan lain sebagainya. Termasuk, menggenjot jumlah sarana praktik lewat pengadaan laboratorium yang representatif. Diperlukan pula penguatan jejaring penyaluran lulusan melalui program Government to Government, Person to Person, maupun Government to Person. “Yang jelas, di samping dukungan finansial, pemerintah juga harus serius membenahi birokrasi. Birokrasi harus dipangkas dan perlu action real untuk mendukung semua kebijakan,” ungkap lulusan Lambton College, Sarnia Ontario ini. Nursalam tergolong aktif di banyak organisasi. Termasuk, di Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Baik di level regional atau provinsi, maupun di tingkat nasional. Selain aktif mengajar dan memberi bimbingan tugas akhir, Nursalam pun rutin mempublikasikan hasil penelitian. Juga, sering mengikuti konfrensi baik tingkat nasional maupun internasional. Misalnya, pada 2009, dia mengikuti 4th National Nursing Research Conference, Malaysia, the immune response modulation on CD4 & cytokine (IFNy) nursing care approach model on patient with HIV/AIDS, Malaysia, 5th International Conference on Information & Communication Technology System, Nursing Informatics Development to Create Indonesia Nurses with Global Standard, ITS Surabaya dan Shanghai International Conference (Nursing Education in Indonesia: Todays and Future Role), Shanghai.Tahun lalu, Nursalam turut serta di gelaran The 5th International Nursing Conference (The Power of Caring in
Improving Nursing Quality of Care and Patient Safety). (*) Penulis: Rio F. Rachman Editor: Defrina Sukma Satiti
Kusnanto Tekuni Keperawatan Sejak SLTA UNAIR NEWS – Menekuni ilmu keperawatan sedari muda menjadi jalan yang dipilih Dr. Kusnanto, S.Kep., M.Kes. Laki-laki kelahiran Mojokerto, 29 Agustus 1968 tersebut mengatakan bahwa sebelum menempuh program sarjana keperawatan di Universitas Padjajaran Bandung, ia lebih dulu mendalami ilmu keperawatan di Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) setara SLTA dan kemudian ia juga mendalami ilmu keperawatannya di Akademi Keperawatan. Dari latar belakang pendidikan seperti itulah, Kusnanto pun mahir dalam bidang fundamental of nursing dan medical surgical nursing. “Untuk lebih mematangkan keilmuan yang sudah saya tekuni, saya juga melanjutkan master dan doktoralnya di bidang keperawatan di UNAIR,” terangnya. Untuk memanfaatkan ilmu yang ditekuni, Kusnanto yang kini menjabat sebagai Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan UNAIR, aktif dalam asosiasi keperawatan, seperti Indonesian Nursing National Association dan The Association of Indonesian Nursing Education. Selain itu, beberapa karya ilmiahnya pun juga telah dipublikasikan, tercatat beberapa jurnal yang terpublikasikan antara lain Self care management model-holistic psicospiritual care Development toward the independence and blood sugar level and HbA1C of type 2 diabetes mellitus patients, di tahun 2012. Tidak hanya itu, Kusnanto juga turut berperan aktif
dalam berbagai pengabian masyarakat. “Dalam pengabdian masyarakat, pada tahun 2012, saya memberikan pelatihan manajemen stress melalui penerapan metode progressive muscle relaxation pada kelompok paguyuban penderita diabet di wilayah kerja puskesmas Kebonsari Surabaya,” imbuhnya. Dari berbagai karya dan ketekunannya dalam mengembangkan dan mengabdikan keilmuan Fundamental of Nursing, Medical Surgical Nursing, Tak ayal, kalau Kusnanto mendapatkan berbagai penghargaan, seperti Piagam penghargaan Dirjen Dikti, tahun 2006. Piagam Penghargaan Ketua PMI Propinsi Jawa Timur, tahun 2014 dan Piagam Penghargaan Walikota Surabaya, tahun 2014. Kusnanto juga menuliskan buku Pengantar Profesi dan Praktik keperawatan profesional yang terbit tahun 2004. Dintanya mengenai alasan menekuni keperawatan dasar, Kusnanto menjelaskan bahwa itu sudah bagian dari pendidikan yang diambil sejak masih muda. “Kalau saya mengambil keperawatan dasar, karena itu yang mendasari ilmu keperwatan. Saya dilahirkan jadi perawat sejak SPK, Akademi Keperawatan, Sarjana Keperawatan, hingga doktor, itulah yang mendasari saya mengambil fokus keperawatan dasar,” pungkasnya. (*) Penulis: Nuri Hermawan Editor : Faridah Hari
Teliti
Demografi
Kesehatan
Ibu dan Anak, Tim Peneliti UNAIR Meraih DHS Fellowship UNAIR NEWS – Posisi perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga umumnya berbeda. Umumnya, perempuan memiliki posisi yang lebih rendah. Dalam hal kesehatan, sering kali perempuan tidak bisa atau tidak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan mengenai kesehatannya sendiri atau anaknya. Lalu, bagaimana bila perempuan memiliki posisi sosial yang lebih baik, lebih berpendidikan, memiliki kontrol atas sumber daya termasuk keuangan, dan status kesehatan yang lebih baik? Fenomena inilah yang kini tengah diteliti oleh tiga dosen Universitas Airlangga dalam waktu setahun ke depan. Ketiga dosen itu adalah Susy K. Sebayang, Ph.D. (S-1 Kesehatan Masyarakat Program Studi di luar Domisili Banyuwangi), Ferry Efendi, Ph.D. (Fakultas Keperawatan), dan Erni Astutik (S-1 Kesehatan Masyarakat PDD UNAIR Banyuwangi). Ketiganya melakukan penelitian terhadap hal itu dengan dukungan dari United States Agency of International Development (USAID) melalui The Demographic and Health Surveys (DHS) Fellowship Program. Program DHS adalah program internasional untuk pengumpulan data demografi dan kesehatan di berbagai negara dengan standar yang sama. Di Indonesia, program itu bernama Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). “USAID memberikan support (dukungan) bagi peneliti dari berbagai negara berkembang dalam bentuk fellowship untuk melakukan analisis lanjutan dari data DHS, mengintegrasikan data DHS ke dalam sistem pengajaran, dan melakukan capacity building di dalam organisasinya sendiri,” tutur Susy ketika diwawancarai. Sebelum berhasil mendapatkan dukungan dari USAID, tim diminta
untuk mengirimkan proposal penelitian yang selaras dengan visi dan misi program DHS. Dalam penelitian itu, nantinya tim akan melakukan analisis tentang perkembangan pemberdayaan perempuan di negara-negara ASEAN (Association of South East Asia Nation). “Mengapa ASEAN? Sekarang ini sudah ada Masyarakat Ekonomi ASEAN. Beberapa universitas di ASEAN, termasuk UNAIR, sudah masuk dalam AUN (ASEAN University Networking). Oleh karena itu, sudah sepantasnya isu ASEAN mulai diangkat di pembelajaran di kampus,” tutur Susy. Kelompok perempuan yang akan diteliti adalah kelompok ibu-ibu berusia dewasa dan ibu berusia remaja yang usianya berkisar 15-19 tahun. Dari situ, tim akan melihat perkembangan pemberdayaan perempuan di antara kedua kelompok itu. Serta, dampaknya terhadap kesehatan dirinya dan anaknya. Setelah analisis dilakukan, Susy dan tim berharap agar penelitiannya bisa dijadikan dasar bagi kebijakan pemerintah mengenai pemberdayaan perempuan dan peningkatan kesehatan reproductive, maternal, neonatal, dan child health. Pada tahun 2017, terpilih enam tim dari enam negara yang berhak menerima beasiswa kemitraan dari USAID. Yakni, tim asal Mesir, Nepal, Pakistan, Filiphina, Kamboja, dan Indonesia. Tim peneliti UNAIR menjadi satu-satunya tim dari Indonesia. Penerimaan proposal yang lolos seleksi diumumkan pada Kamis (12/1) lalu. Sebagai penerima beasiswa DHS, tim akan mengikuti dua kali lokakarya analisis data di negara yang belum ditentukan tempatnya. Lokakarya akan diselenggarakan tanggal 6-17 Maret 2017 dan 25 April-4 Mei 2017. Pada lokakarya pertama, tim akan dikenalkan tentang data DHS dan pemantapan pertanyaan penelitian. Pada lokakarya kedua, tim akan melakukan finalisasi penelitian. Dari ilmu yang didapat dari pelaksanaan lokakarya, pihaknya
berencana menyelenggarakan pelatihan dan pembimbingan di UNAIR untuk menganalisis dan membuat publikasi dengan data DHS. “Harapan tim tentunya kita bisa tembus ke jurnal bereputasi internasional yang terindeks Scopus,” pungkas doktor lulusan Universitas Sydney, Australia, itu. Penulis: Defrina Sukma S. Editor : Faridah hari
Rangkaian Pengmas Magister Keperawatan UNAIR Sesuai Aturan Dikti UNAIR NEWS – Ketua Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan (FKp) Universitas Airlangga, Dr. Tintin Sukartini, SKp., M.Kes., menjelaskan bahwa serangkaian kegiatan pengabdian masyarakat yang dilaksanakan mahasiswa prodi Magister (S-2) FKp dalam satu semester terakhir 2016 ini, sesuai SK Dikti bahwa kegiatan mahasiswa baik S1 dan S2 harus dilibatkan dalam penelitian dan pengabdian masyarakat. ”Selama ini mahasiswa S-2 kan hanya terlibat dalam pengajaran yang rutin, setelah selesai tesis, selesai sudah, lulus. Sedangkan sekarang tidak, dengan peraturan Dikti itu mereka harus dilibatkan dalam penelitian dosen dan pengabdian kepada masyarakat,” kata Dr. Tintin Sukartini, ketika ditemui di arena pengmas di RSJ Menur. Rangkaian pengmas yang dijalani sejak September itu, diawali dilaksanakan di Kelurahan Dupak Bandarejo, Surabaya. Kemudian berlanjut di Balai RW IV Dupak Bangunsari (8/11), di RS PHC (24/11). Awal Desember 2016 giliran S2 Keperawatan Komunitas
di RW V Dupak Bangunsari dengan tema “Perilaku Kecendekiawanan Sosialisasi dan Optimalisasi Program Bank Sampah”. Selanjutnya pengmas di Kelurahan Dalpenang, Kab. Sampang, Sabtu (10/12), dan terakhir di RSJ Menur (20/12). Karena sejak awal masuk sudah disosialisasikan bahwa mahasiswa S-2 harus bikin program penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (pengmas), sehingga dalam semester akhir 2016 itu pengmas sudah berjalan lancar oleh empat minat prodi Magister Keperawatan. Keempat minat prodi Magister Keperawatan itu adalah Keperawatan Medical Bedah, Keperawatan Jiwa, Keperawatan Komunitas, dan Manajemen Keperawatan. Itu sebabnya masing-masing minat mempunyai program pengmas. Kepada
mahasiswa
S2
minat
Keperawatan
Jiwa,
Tintin
mengapresiasi positif. Pasalnya, minat jiwa angkatan pertama yang hanya diikuti 19 mahasiswa itu, dalam satu bulan bisa membuat dua kegiatan pengmas yang relatif besar. Pengmas pertama dilaksanakan di Rumah Sakit Primasatya Husada Citra (PHC), 24 November dengan tema “Meningkatkan Caring Perawat Melalui Pelaksanaan Asuhan Keperawatan (Askep) Psikososial pada Penyakit Kronis di Rumah Sakit”. Kemudian yang kedua seminar di RSJ Menur 20 Desember 2016 dengan topik ”Peran Perawat Jiwa pada Lansia untuk Hari Tua yang Sejahtera.” ”Minat Jiwa ini luar biasa, walau baru pertama dan belum ada yang diconto dari kakak kelasnya, tetapi mampu membuat dua program pengmas yang dikemas secara lebih besar. Pengmas itu tidak saja berguna bagi teman-teman sejawat, tetapi juga untuk orang lebih banyak lagi,” kata Tintin. Dalam sosialisasi di awal masuk sudah dijelaskan bahwa sampai dua tahun lulus harus mempunyai target-target tertentu terkait kompetensi mereka, sehingga mahasiswa harus berinisiatif menyusun program-programnya. Selanjutnya manajemen prodi tinggal memantau, memberi arahan, sesuai target mereka supaya selanjutnya bisa lulus tepat waktu (dua tahun).
Ikhwal biaya kegiatan, dikatakan memang ada sedikit bantuan anggaran dari fakultas, selanjutnya mahasiswa menggali dana sendiri, misalnya bekerjasama dengan PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia). Dengan di-back-up anggaran PPNI maka kegiatan pengmas bisa lancar dan bahkan gratis. Sehingga pesertanya banyak dan sukses dari segi pencapaian sasaran. Sebagai Kaprodi, Tintin berharap semua kegiatan Tridarma Perguruan Tinggi ini berjalan lancar, sehingga mahasiswa lulus tepat waktu dengan berkualitas. Selain itu juga terpenuhinya target publikasi baik untuk jurnal internasional terakreditasi dan atau jurnal internasional terindeks scopus. “Jadi target kami sekarang bagaimana mendampingi mahasiswa bisa menyelesaikan studinya dengan lancar, tepat waktu, dan menghasilkan publikasi yang sesuai peraturan universitas,” demikian Dr. Tintin Sukartini, SKp., M.Kes. (*) Penulis : Bambang Bes
Mahasiswa Magister Keperawatan UNAIR ‘Sharing’ Ilmu untuk Perawat RSJ Menur UNAIR NEWS – Mahasiswa program studi Magister Keperawatan minat jiwa Fakultas Keperawatan (FKp) Universitas Airlangga kembali melaksanakan pengabdian masyarakat, Selasa (20/12). Pengmas kali kedua ini dengan berbagi ilmu dalam bentuk Seminar Keperawatan untuk perawat di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Menur, Surabaya. Pengmas sebelumnya dilaksanakan kepada perawat RS PHC Surabaya (24/11) lalu.
Seminar ini dibuka oleh Kabid Keperawatan RSJ Menur, Adi Suwito, S.Kep., Ners., S.Psi., yang juga dihadiri oleh Kepala Program Studi Magister Keperawatan FKp UNAIR, Dr. Tintin Sukartini, SKp., M.Kes. Dalam seminar bertema “Peran Perawat Jiwa pada Lansia untuk Hari Tua yang Sejahtera” ini tampil tiga mahasiswa program magister sebagai pembicara yaitu Rustafariningsih, S.Kep., Ners, Henry Wiyono, S.Kep., Ners., dan Sri Widyowati, S.Kep., Ners. Kepala program studi Magister Keperawatan FKp UNAIR, Dr. Tintin Sukartini, SKp., M.Kes, dalam sambutannya memberikan apreasiasi terhadap kegiatan yang dilaksanakan oleh mahasiswa S2 minat keperawatan jiwa ini. Pasalnya, dalam satu semester ini sudah dua kegiatan yang relatif besar berhasil dilaksanakan. Ketika di RS PHC mahasiswa melatih perawat disana untuk meningkatkan Caring Perawat Melalui Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Psikososial pada Penyakit Kronis di Rumah Sakit. “Ini luar biasa. Padahal peminatnya hanya 19 orang mahasiswa, tetapi dalam satu semester ini sudah dua kegiatan seminar besar yang bisa dilaksanakan,” kata Dr. Tintin, dosen bidang medical bedah FKp UNAIR ini.
PERAWAT RSJ Menur peserta seminar yang disampaikan mahasiswa minat Jiwa Program Magister Keperawatan UNAIR. (Foto: Bambang Bes) Selaku Kaprodi Program Magister, Dr. Tintin berharap kegiatan seperti ini tidak berhenti hanya karena suatu kewajiban sebagai mahasiswa yang harus melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, tetapi setelah lulus nanti hendaknya juga terus melaksanakan pengabdian untuk masyarakat di sekitarnya. Sedangkan Kabid Keperawatan RSJ Menur, Adi Suwito, dalam sambutannya menyatakan terima kasih dengan sharing ilmu dalam seminar ini, sebab dengan acara ini setidaknya para perawat di instansinya ini dapat tambahan ilmu. Ini sangat berharga, katanya, sebab sebagian besar perawat di sini sudah tidak sekolah, dan hanya bekerja saja. ”Teman-teman ini memperoleh tambahan ilmu kalau ada seminar atau mengikuti seminar seperti sekarang ini, karena itu kami berterima kasih sekali kepada mahasiswa UNAIR yang berkontribusi turut menambah pengetahuan, skill, dan mengupdate wawasan terkini sebagai bekal dalam bekerja teman-teman
disini,” kata Adi Suwito. (*) Penulis: Bambang Bes
Tingkatkan Kompetensi Melalui Kolaborasi Profesi UNAIR NEWS – Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan
UNAIR
menghelat
seminar
nasional
bertajuk
“Membangun Karakter Profesional Perawat, Melalui Pengembangan Kompetensi Profesi dan Interprofessional”, Minggu (17/12). Bertempat di Aula Kahuripan hadir berbagai pembicara yang berasal dari praktisi maupun akademisi. Selain itu, seminar ini tidak hanya dihadiri oleh mahasiswa UNAIR saja, melainkan berasal dari berbagai institusi pelayanan kesehatan, dan akademisi dari berbagai daerah, diantaranya Surabaya, Lumajang, Madiun, Jember, dan Medan. Pemateri pertama, Dr. dr. Slamet Riyadi, dihadapan peserta menjelaskan bahwa hal penting yang perlu diketahui seorang perawat tidak hanya keilmuan saja, tapi seni menerapkan keilmuannya di tengah kehdiupan masyarakat. “Ilmu yang kita ketahui dan kita pelajari harus diaplikasikan di masyarakat. Karya-karya mahasiswa dapat diaplikasikan dalam bentuk pengabdian masyarakat,” tuturnya. Menambahkan pernyataan pemateri pertama, selaku pemateri selanjutnya, Priyati memaparkan bahwa dalam tata kelola klinis atau Good Clinical Governance (GCG), pelayanan klinik merupakan core bisnis rumah sakit. Oleh karena itu, bagi Priyati pengembangan sistem pelayanan klinis melalui penerapan
GCG bertujuan menjaga agar terselenggara dengan baik.
pelayanan
kesehatan
dapat
“Semua harus berjalan berdasakan standar pelayanan yang tinggi serta dilakukan pada lingkungan kerja yang professional,” terangnya. Berlanjut pada sesi kedua, pemateri selanjutnya yakni Misutarno dari RSUD Dr Soetomo. Ia menekankan bahwa pentingnya Patient Centered Care (PCC), yaitu pelayanan yang berorientasi pada pelayanan pasien. “Mari tunjukkan kita sebagai perawat professional dan membuat asuhan keperawatan yang baik dengan memperhatikan diagnostic keperawatan sehingga timbul kepercayaan dokter dan terciptalah kolaborasi,” jelas Misutarno sembari menghimbau kepada seluruh peserta untuk menjadi perawat yang berkarakter. (*) Penulis: Siti Umami Editor: Nuri Hermawan