PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP MONEY POLITICS DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 DI KABUPATEN KOTABARU
Tim Peneliti: Dr. H. Nur Zazin, M.A. Mohamad Erfan, S.Ag, M. Hum Akhmad Gafuri, SH. M.Hum Dodi Rusmana Grace Y Lengkey, SE Drs. H. Hudaidin, MM
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KOTABARU 2015
HALAMAN PENGESAHAN DAN SUSUNAN TIM PENELITI
1 2
3
4 5
:
Pandangan Masyarakat terhadap Money Politics dalam Pemilu Tahun 2014 di Kabupaten Kotabaru
Ketua Peneliti a. Nama b. Jabatan c. Program Studi d. No HP e. Alamat Surat / Email f. Lembaga
: : : : : :
Dr. H. Nur Zazin, M.A. Anggota |KPU Kotabaru Manajemen Pendidikan Islam 08124675413
[email protected] KPU Kotabaru
Anggota Peneliti (6)
:
Lama Penelitian Keseluruhan Biaya Penelitian Dari DIPA KPU Kab. Kotabaru
: : : : : :
Mohamad Erfan, S.Ag, M. Hum Akhmad Gafuri, SH. M.Hum Drs. H. Hudaidin, MM. Grace Y Lengkey Hj. Nor Rahmatiah 4 Bulan
Judul
Rp. 10.000.000,-
Kotabaru, 21 Agustus 2015 Menyetujui Sekretaris KPU Kotabaru
Drs. H. Hudaidin, MM. NIP. 19610821 198903 1 007
Ketua Tim Peneliti
Dr. H. Nur Zazin, M.A.
Mengetahui Ketua KPU Kotabaru
MOHAMAD ERFAN, S.Ag, M. Hum
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Puji syukur dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, atas berkah karunia-Nya maka hasil penelitian dapat disajikan dengan judul “Pandangan Masyarakat terhadap money politics dalam Pemilu Tahun 2014 di Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan” dapat terselesaikan. Disadari bahwa penelitian ini masih kurang sempurna, oleh karenanya diperlukan kritik, saran dan pemikiran bagi para pembaca yang bersifat konstruktif, oleh karena itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1.
Ketua KPU RI di Jakarta yang telah memberikan kesempatan berkarya ilmiah dengan tugas riset
2.
Ketua KPU dan Sekretaris KPU Provinsi Kalimantan Selatan yang telah memberikan arahan dan petunjuk dalam penyelesaian riset ini
3.
Ketua KPU dan Sekretaris KPU Kabupaten Kotabaru dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian riset ini Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
stakeholders pemilu, baik dalam penyelenggaraan maupun dalam merumuskan kebijakan manajemen pemilu selanjutnya. Kotabaru, 21 Agustus 2015 Tim Peneliti
DAFTAR ISI Hlm HALAMAN JUDUL ................................................................................................. LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... KATA PENGANTAR .............................................................................................. DAFTAR ISI.............................................................................................................. ABSTRAK .................................................................................................................
i ii iii iv v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .........................................................................
1
B. Perumusan Penelitian ..............................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................
5
D. Manfaat Penelitian..................................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Money Politics ......................................................................
7
B. Dampak Money Politics .........................................................................
9
C. Hal-hal untuk Memutus Money Politics ................................................
10
D. Pandangan tentang Money Politics ........................................................
11
E. Teori Motivasi............................. ...........................................................
17
F. Kerangka Pemikiran ...............................................................................
19
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian..............................................................
20
B. Sumber Data ...........................................................................................
20
C. Metode Pengumpulan Data .....................................................................
20
D. Metode Penentuan Informan ...................................................................
21
E. Analisis Data ...........................................................................................
22
F. Pengecekan Keabsahan Data...................................................................
22
G. Lokasi Penelitian .....................................................................................
23
H. Organisasi Penelitian...............................................................................
24
I. Waktu Penelitian .....................................................................................
24
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Deskripsi Penelitian.................................................................................
25
B. Analisis Temuan Penelitian ....................................................................
35
BAB V PENUTUP A. Simpulan ...............................................................................................
43
B. Saran .....................................................................................................
46
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
47
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Nur Zazin, dkk, 2015, Pandangan Masyarakat terhadap Money Politics dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 di Kabupaten Kotabaru, Riset KPU Tahun 2015 Kata Kunci : Money Politics Sistem demokrasi melalui pemilihan umum secara langsung sudah menjadi pilihan di Indonesia, risikonya memerlukan biaya yang sangat tinggi, baik oleh penyelenggara dan peserta pemilu, misalnya keluhan para peserta pemilu, di mana para peserta harus mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapat dukungan pemilih, atau bahkan tidak segan-segan pemilih aktif meminta imbalan dari dukungan yang diberikannya, atau muncul issue terjadinya money politik, sehingga fenomena ini menjadikan demokrasi dianggap tidak sehat. Rumusan dalam penelitian ini adalah bagaimana pandangan masyarakat terhadap money politics? Apa bentuk-bentuk money politics dan bagaimana solusi terkait praktek money politics? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yakni metode atau strategi penelitian untuk mengungkap pandangan masyarakat tentang money politics. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model analisis interactif, meliputi konseptualisasi, kategorisasi, dan diskripsi yang dikembangkan atas dasar kejadian (incidence) yang diperoleh ketika penelitian berlangsung. Simpulan hasil penelitian yaitu pandangan masyarakat terhadap money politik benar terjadi seperti membagi-bagi uang dan barang sebelum atau saat pelaksanaan pemungutan suara, namun antara yang memberi dan yang diberi sulit untuk dibuktikan dan di Kotabaru belum ada yang terbukti. Bahwa calon karismatik dan atau calon memiliki reputasi baik yang mampu memberikan sosialisasi dalam pemilu, memiliki kesempatan yang lebih untuk meraih simpati pemilih dan menang. Calon yang menggunakan money politik dalam pemilu lebih efektif mendulang suara, tetapi money politik tidak menjamin kemenangan. Semakin besar dan luas sebaran money politik yang tepat, maka semakin terbuka pendukung memberikan pilihan dan meraih kemenangan Adapun bentuk-bentuk money politics dalam pemilu ada 3 yaitu (1) extrim money politics (secara gradual), (2) Soft money politics (secara halus), (3) Mix money politics. Sedangkan solusi terkait praktek money politics dalam pemilihan umum, yaitu bagi penyelenggara pemilu intensitas volume sosialisasi ditingkatkan, untuk memilih calon terbaik tanpa memandang pemberian uang, dan menolaknya, sosialisasikan figur terbaik calon secara terus menerus, kerjasama dan koordinasi dengan dan antar berbagai pihak, terutama pemerintah, pembuat kebijakan, penegak hukum, lembaga pendidikan, kelompok atau organisasi massa, keluarga dan media massa.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sistem demokrsi di Indonesia
dewasa ini menjadi pilihan dalam
menentukan kepemimpinan, baik di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten. Sistem ini dianggap mampu menjamin kebebasan bagi para warga negara untuk menyalurkan aspirasinya/suaranya yang diwakilkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah, melalui Pemilihan Umum DPR, DPD, DPRD. Sedangkan untuk menentukan pimpinan Nasional dilaksanakan Pemilu Presiden yang pada tahun 2019 akan dilaksanakan secara serentak. Adapun untuk menentukan pemilihan kepala daerah secara demokratis, maka dilaksanakan pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota, yang kesemuanya dilaksanakan penyelengaraannya oleh KPU sesuai tingkatan. Pesertanya adalah Partai Politik dan untuk calon Kepala Daerah di samping dari partai politik atau gabungan partai politik juga dapat dari calon perseorangan atau biasa disebut independen. Konsekwensi pilihan melalui sistem demokrasi di Indonesia ini, menuntut peserta pemilu untuk bersaing baik secara internal partai, maupun antar partai, sebab di antara mereka sungguh ingin menjadi yang terbaik dan pemenangnya. Sehingga dalam pelaksanaan pemilu apapun, tidak heran jika dijumpai partai-partai politik di
awal pencalonan mesra, mau saling berpelukan, siap kalah dan menang, tetapi begitu sudah selesai pemilu saling cemooh dan saling gugat. Fakta
seperti
ini
menujukkan
adanya
persaingan
untuk
meraih
kemenangan, makanya terjadi perang baliho, perang opini, bahkan tidak jarang didengar adanya money politik demi kemenangan. Tetapi demokrasi ini sudah menjadi pilihan di Indonesia. Demokrasi melalui pemilihan umum secara langsung, yang memerlukan biaya yang sangat tinggi, baik oleh penyelenggara dan peserta pemilu. Hal ini pula yang menjadi keluhan para peserta pemilu, di mana para peserta harus mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapat dukungan pemilih, atau bahkan tidak segan-segan pemilih aktif meminta imbalan dari dukungan yang diberikannya. Sehingga fenomena ini menjadikan demokrasi dianggap tidak sehat. Beberapa issue terjadinya money politik adalah karena adanya transaksi bila memilih aku dapat apa?. Isuue kalau mereka terpilih menjadi pejabat Bupati, DPR, DPD, DPRD misalnya, paling-paling nanti juga tidak ingat, tidak perduli lagi dengan rakyat kecil, mereka yang terpilih lebih mementingkan partai atau kelompoknya, sehingga tumbuh budaya issue aji mumpung dia mau calon lalu ditanya apa yang kau berikan, bahkan pemilih tak segan-segan ada yang memanfaatkan momen ini. Bahkan dalam pemilu muncul ahli-ahli ramal, ahli prediksi bahkan ada bandar atau semacam calo pemilu, seseorang yang merasa memiliki ketokohan merasa mampu mendulang suara atau bahkan siap membagikan uang untuk para
pemilih dan iming-iming dapat memenagkan pemilu. Isuue lain seperti ngebom (istilah umum dimasyarakat) artinya di daerah tertentu hampir semuanya dibayar untuk memilih salah satu pasangan calon. Issue membeli penyelenggara pemilu, agar memenangkan calon tertentu dan isuue-issue lainnya. Faktanya politik uang memang terjadi, meskipun pembuktiannya sulit, ini merupakan salah satu praktik busuk yang dikhawatirkan banyak pihak dapat mengancam pelaksanaan pemilihan secara langsung. Begitu berbahayanya praktik politik uang tersebut tentu saja akan sangat berpengaruh terhadap kemurnian dari proses pelaksanaan pemilu. Lalu benarkah praktik politik uang mewarnai perjalanan pesta pemilu? Mengingat isu-isu tentang praktik politik uang dalam setiap pesta demokrasi, di negeri ini selalu saja hampir terjadi. Pertanyaan di atas patut dicermati, untuk dianalisis dan mencari jalan keluar terbaik menghindari money politik, sebab jika dibiarkan dapat mengancam proses demokrasi yang sedang berlangsung. Wacana tentang politik uang pada setiap pesta politik di Indonesia memang selalu menjadi topik menarik untuk dibicarakan. Sebab permainan politik uang sulit dideteksi, meski rame terjadi, dari laporan dan mulut ke mulut, akan tetapi pembuktiannya sulit dan hampir tidak ada. Dari segi hasil jika pelaksanaan pemilu diwarnai politik uang, maka hasilnya terkesan kurang bahkan tidak mempunyai legitimasi bagi suatu pembentukan pemerintahan yang kuat dan dicintai rakyat, sebab selama kepemimpinannya akan fokus mengembalikan uang yang telah dihabiskannya dalam
pemilu, bukan mengurusi rakyat bagaimana agar sejahtera. Di samping itu, politik uang jelas akan menghancurkan sistem demokrasi yang sedang giat-giatnya kita bangun. Lalu bagaimana praktek politik uang tersebut ini terjadi? Sehingga begitu hebat sekali pengaruhnya dalam membunuh kehidupan demokrasi. Sampai saat ini memang tidak ada definisi yang khusus mengenai apa itu politik uang. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) istilah politik uang juga tidak ditemukan, sehingga kejahatan ini sangat sulit dibuktikan untuk kemudian diselesaikan secara hukum. Buktinya sampai sekarang belum ada seorang pun yang diajukan ke meja hijau karena terlibat praktik politik uang. Dibutuhkan bukti-bukti yang sangat konkret untuk membuktikan kejahatan ini. Berbagai permasalahan terkait politik uang terindikasi terjadi di wilayah Kabupaten Kotabaru, di mana ketika pemilihan DPRD, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, disinyalir terjadi praktek politik uang, meski sulit untuk dibuktikan, atau bahkan tidak ada bukti sampai sekarang. Namun demikian fenomena ini justru menjadi menarik, ketika rumornya banyak masyarakat yang diberikan uang untuk memilih calon tertentu, atau bahkan saling bersaing mulai dari 10.000 hingga 250.000 atau bahkan lebih. Lebih unik lagi kondisi ini bersaing ketat seperti lelang, misalnya kalau ada 50.000, maka ada yang memberi tawaran lebih tinggi 75.000, kemudian ada yang memberikan tawaran lebih tinggi lagi 100.000, atau bahkan 200.000, dan seterusnya.
Mendasari yang demikian, maka perlu dilakukan kajian/penelitian secara mendalam untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat tentang politik uang, mengapa terjadi dan bagaimana solusi yang tepat terkait praktek politik uang. Kajian ini dituangkan dalam bentuk riset dengan mengangkat judul” “Pandangan Masyarakat terhadap Money Politics dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 di Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan”.
B. Perumusan Masalah Rumusan masalah penelitian ini adalah sebagaimana berikut ini. 1.
Bagaimana pandangan masyarakat terhadap money politics dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 di Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan?
2.
Apa bentuk-bentuk money politics dalam Pemilihan Umum di Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan di Kabupaten Kotabaru?
3.
Bagaimana solusi terkait praktek money politics dalam Pemilihan Umum di Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan di Kabupaten Kotabaru?
C. Tujuan Penelitian Adapun
tujuan
penelitian
ini
adalah
untuk
menjawab
ketiga
permasalahan di atas adalah berikut ini. 1.
Untuk mengetahui bagaimana Pandangan
Masyarakat terhadap money
politics dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 di Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan
2.
Untuk mengetahui mengapa terjadi money politics dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 di Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan
3.
Untuk mengetahui solusi terkait praktek money politics dalam Pemilihan Umum di Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan di Kabupaten Kotabaru
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan input terhadap 1. Implementasi penyelenggaraan pemilu oleh penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan juga oleh masyarakat sebagai pemilih, yang luber dan jurdil serta bersih dari politik uang 2. Menjadi bahan untuk perumusan kebijakan manajemen pemilu di masa mendatang oleh KPU RI, KPU Provinsi dan khususnya KPU Kabupaten Kotabaru demi terwujudnya Pemilu yang Good Governance dan clean Governance. 3. Menjadi bahan rumusan pembuatan aturan terkait money politic bagi DPR, DPRD, dan Bawaslu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Money Politics Berbagai media dan di masyarakat issue money politik sudah tidak asing lagi terdengar, atau bahkan ada di tempat tertentu yang senagaja memasang baliho bertuliskan “menerima serangan fajar (money politics)”. diberbagai lliteratur juga banyak dibahas terkait hal ini. Bahkan saat ini ada isuue baru yang berkembang menjadi
mahar politik, apa bedanya dengan money politik, untuk mendapatkan
dukungan harus dengan uang itu intinya. Berikut ini adalah pengertian money politik yang dikutip dari Adon Silafadu dkk. Bahwa money politics dalam Bahasa Indonesia adalah suap, arti suap dalam buku kamus besar Bahasa Indonesia adalah uang sogok. Menurut pakar hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, definisi money politics sangat jelas, yakni mempengaruhi massa pemilu dengan imbalan materi. Yusril mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Indra Ismawan (1999: 4) kalau kasus money politics bisa di buktikan, pelakunya dapat dijerat dengan pasal tindak pidana biasa, yakni penyuapan. Tapi kalau penyambung adalah figur anonim (merahasiakan diri) sehingga kasusnya sulit dilacak, tindak lanjut secara hukum pun jadi kabur. Secara umum money politics biasa diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu. Ada yang mengartikan money politics sebagai tinadakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan.Secara umum money politics biasa diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu. Ada yang mengartikan money politics sebagai tindakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan. Di dalam pemilihan umum atau PEMILU ada beberapa praktik tindakan money politics misalnya;
a. Distribusi sumbangan, baik berupa barang atau uang kepada para kader partai, penggembira, golongan atau kelompok tertentu, Didalam Undang-Undang nomor 30 tahun 2003 mengenai masalah dana kampanye telah ditentukan maslah dana kampanye pada pasal 43 antara lain; Dana kampanye dapat diperoleh dari pasangan calon, partai politik yang mencalonkan, sumbangan pihak lain yang tidak mengikat dan meliputi sumbangan perseorangan atau badan hukum swasta Pasangan calon wajib memiliki rekening khusus dana kampanye. Sumbangan dana kampanye dari perseorangn tidak boleh lebih dari Rp 100.000.000,- dan dari badan swasta tidak boleh lebih dari Rp 750.000.000,b. Pemberian sumbangan dari konglomerat atau pengusaha bagi kepentingan partai politik tertentu, dengan konsesi-konsesi yang ilegal, c. Penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk kepentingan dan atau mengundang simpati bagi partai poltik tertentu (L. Sumantri, 2004 : 148-149) Ada beberapa macam-macam bentuk pemberian uang dari kandidat kepada anggota dewan yang terlibat dengan politik uang (Money politics). Macam-macam itu adalah sebagai berikut: 1. Sistem ijon. 2. Melalui tim sukses calon. 3. Melalui orang terdekat. 4. Pemberian langsung oleh kandidat. 5. Dalam bentuk cheque. Akan tetapi tidak banyak juga Money politics ini yang tidak berhasil pada akhirnya dalam masalah pembelian suara pemilih maupun dari anggota dewan (DPRD). Ada bebarapa faktor yang membuat hal ini terjadi, yaitu:
1. Adanya hubungan keluarga dan persahabatan. 2. Bakal calon bersikap ragu-ragu. 3. Adanya anggota yang terlanjur mempunyai komitmen tersendiri. 4. Adanya anggota yang dianggap opportunis. B. Dampak Money politics Ciri khas demokrasi adalah adanya kebebasan (freedom), persamaan derajat (equality), dan kedaulatan rakyat (people’s sovereghty). Di lihat dari sudut ini, demokrasi pada dasarnya adalah sebuah paham yang menginginkan adanya kebebasan, kedaulatan bagi rakyatnya yang sesuai dengan norma hukum yang ada. Dengan demikian adanya praktik Money politics berarti berdampak terhadap bangunan, khususnya di Indonesia berarti prinsi-prinsip demokrasi telah tercemari dalam praktek politik uang. Suara hari nurani seseorang dalam bentuk aspirasi yang murni dapat dibeli demi kepentingan. Jadi pembelokan tuntutan bagi nurani inilah yang dapat dikatakan kejahatan. Sisi etika politik yang lainnya adalah pemberian uang kepada rakyat dengan harapan agar terpilihnya partai politik tertentu berimbas pada pendidikan politik, yaitu mobilisasi yang pada gilirannya menyumbat partisipasi politik. Rakyat dalam proses seperti ini tetap menjadi objek eksploitasi politik pihak yang memiliki kekuasaan. Timbulnya kesenjangan sosial dengan adanya money politics antara si kaya dengan si miskin karena hanya orang-orang yang memiliki suit yang dapat menjabat di pemerintahan dan karena tidakadanya kemampuan politik yang baghus akan timbul masalah-masalah seperti korupsi.
C. Hal-hal untuk Memutus Money politics Jika money politics terus terjadi, dapat dipastikan bahwa dunia politik akan menjadi semakin rusak. Demokrasi prosedural hanya akan menjadi lahan bagi kaum medioker, yaitu mereka yang tidak memiliki prestasi memadai, untuk meraih kekuasaan. Bahkan sangat mungkin demokrasi prosedural akan dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki hasrat tak terbendung dan kerakusan untuk menguasai harta kekayaan negara. Karena itu, segala macam cara kemudian mereka lakukan untuk memperoleh kekuasaan. Dan kekuasaan itu nantinya akan digunakan untuk mengembalikan uang yang telah digunakan untuk memperoleh kekuasaan itu. Bahkan ia akan digunakan untuk mendapatkan kekayaan dengan jumlah yang berlipat-lipat. Karena itulah, Money politics harus dianggap sebagi kejahatan besar dalam politik yang harus dilawan dan dienyahkan secara bersama-sama. Untuk melawan praktik money politics, diperlukan para politikus sejati yang benar-benar memahami bahwa pengertian politik adalah seni menata negara dan tujuannya adalah menciptakan kebaikan bersama agar rakyat lebih sejahtera. Politik memerlukan orang-orang baik, memiliki keunggulan komparatif dalam artian memiliki kompetensi, dan sekaligus juga memiliki keunggulan kompetitif. Sebab, kebaikan dalam politik perlu diperjuangkan sampai ia tertransformasi ke dalam kebijakan-kebijakan politik negara. Beberapa pihak-pihak yang turut berperan dalam melakukan perubahanperubahan politik adalah negara, dinasti, kelas sosial, elite dari berbagai golongan, kelompok generasional (khususnya generasi muda), kelompok etnis dan budaya. Negara disini dapat berperan mengurangi praktik money politics dengan menegakkan hukum dengan merata dan membuka lapangan pekerjaan pekerjaan seluasnya. Demikian keluarga sebagai pranata awal dan paling penting dalam proses sosial, bagaimana orang tua dapat memberikan sosialisasi kepada anak mengenai pentingnya hidup bernegara yang baik dan menekaknkan makna kejujuran.
Sekolahpun dapat menjadi media sosialisasi bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi bahaya praktek money politik karena mengingat media sosialisasi sekolah lebih luas daripada di dalam keluarga. Disini para generasi dapat dipersiapkan sejak dini untuk menjadi penguasa pemerintahan yang bersih di kemudian hari. Media massa juga memiliki peran aktif dalam kehidupan masyarakat sekarang, dimana media massa merupakan media sosialisasi yang kuat dalam membentuk keayakianan baru. D. Pandangan tentang Money Politics Dayu (2015) menjelaskan uang politik adalah, uang yang diperlukan secara wajar untuk mendukung operasionalisasi aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan oleh peserta pilkada. Besarannya ditetapkan dengan UU dan PP. Contohnya biaya administrasi pendaftaran pasangan kandidat, biaya operasional kampanye pasangan kandidat, pembelian spanduk dan stiker, dan lain sebagainya. Sumbernya bisa berasal dari simpatisan dengan tidak memiliki kepentingan khusus dan besarannya ditentukan dalam UU dan PP. Adapun yang dimaksud dengan politik uang atau yang sering diistilahkan dengan money politics adalah, uang yang ditujukan dengan maksudmaksud tertentu seperti contohnya untuk melindungi kepentingan bisnis dan kepentingan politik tertentu. Politik uang bisa juga terjadi ketika seorang kandidat membeli dukungan parpol tertentu atau membeli suara dari pemilih untuk memilihnya dengan iming-iming imbalan yang bersifat finansial. Politik uang bisa juga terjadi ketika pihak penyandang dana berkepentingan bisnis maupun politik
tertentu. Bentuknya bisa berupa uang, namun bisa pula berupa bantuan-bantuan sarana fisik pendukung kampanye pasangan kandidat tertentu (Teddy Lesmana, 2011). Sumbangan politik uang terhadap kebutuhan dana dalam jumlah besar, terutama untuk komponen tidak resmi yang harus dikeluarkan kandidat, signifikan. Ini setidaknya dapat dilihat dari pendapat Hanta Yuda AR. Menurutnya, biaya besar yang karena pilkada kerap disertai dengan praktek politik uang dan pemakelaran pencalonan kepala daerah. Politik uang dan pemakelaran inilah yang menyebabkan biaya pilkada semakin menggelembung dan ongkos demokrasi semakin tinggi (Koran Tempo, 23 November 2010). Menurut Wahyudi Kumorotomo (2009) ada beragam cara untuk melakukan politik uang dalam pilkada langsung, yakni: (1) Politik uang secara langsung bisa berbentuk pembayaran tunai dari "tim sukses" calon tertentu kepada konstituen yang potensial, (2) sumbangan dari para bakal calon kepada parpol yang telah mendukungnya, atau (3) "sumbangan wajib" yang disyaratkan oleh suatu parpol kepada para kader partai atau bakal calon yang ingin mencalonkan diri sebagai bupati atau walikota. Adapun politik uang secara tidak langsung bisa berbentuk pembagian hadiah atau doorprize, pembagian sembako kepada konstituen, pembagian semen di daerah pemilihan tertentu, dan sebagainya. Para calon bahkan tidak bisa menghitung secara persis berapa yang mereka telah habiskan untuk sumbangan, hadiah, spanduk, dan sebagainya, disamping biaya resmi untuk pendaftaran keanggotaan, membayar
saksi, dan kebutuhan administratif lainnya. Ramlan Surbakti (Kompas, 2 April 2005), mencatat bahwa peluang munculnya politik uang dalam pilkada dapat diidentifikasi sejak awal, yakni Pertama, untuk dapat menjadi calon diperlukan "sewa perahu", baik yang dibayar sebelum atau setelah penetapan calon, sebagian atau seluruhnya. Jumlah sewa yang harus dibayar diperkirakan cukup besar jauh melampaui batas sumbangan dana kampanye yang ditetapkan dalam undang-undang, tetapi tidak diketahui dengan pasti karena berlangsung di balik layar. Kedua, calon yang diperkirakan mendapat dukungan kuat, biasanya incumbent , akan menerima dana yang sangat besar dari kalangan pengusaha yang memiliki kepentingan ekonomi di daerah tersebut. Jumlah uang ini juga jauh melebihi batas sumbangan yang ditetapkan undang-undang. Karena berlangsung di balik layar, maka sukar mengetahui siapa yang memberi kepada siapa dan berapa besarnya dana yang diterima. Ketiga, untuk kabupaten/kota yang jumlah pemilihnya sekitar 10.000 sampai dengan 100.000 pemilih, tetapi wilayahnya memiliki potensi ekonomi yang tinggi, pengusaha yang memiliki kepentingan ekonomi di daerah tersebut bahkan dapat menentukan siapa yang akan terpilih menjadi kepala daerah. Dengan jumlah dana yang tidak terlalu besar, sang pengusaha dapat memengaruhi para pemilih memilih pasangan calon yang dikehendakinya melalui "perantara politik" yang ditunjuknya di setiap desa. Keempat , untuk daerah dengan tiga atau lebih pasangan calon bersaing, perolehan suara sebanyak lebih dari 25 persen dapat mengantarkan satu pasangan calon menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. Dalam
situasi seperti ini, penggunaan uang memengaruhi pemilih melalui "perantara politik" di setiap desa/kelurahan mungkin menjadi pilihan "rasional" bagi pasangan calon”. Jika Ramlan Surbakti masih melihat potensi politik uang dalam Pilkada, Didik Supriyanto mengangkatnya dari fakta empiris. Menurutnya, berdasarkan aktor dan wilayah operasinya, politik uang dalam pilkada bisa dibedakan menjadi empat lingkaran sebagai berikut: (1) Lingkaransatu,adalah transaksi antara elit ekonomi (pemilik uang) dengan pasangan calon kepala daerah yang akan menjadi pengambil kebijakan/keputusan politik pascapilkada; (2) Lingkaran dua,adalah transaksi antara pasangan calon kepala daerah dengan partai politik yang mempunyai hak untuk mencalonkan; (3) Lingkaran tiga, adalah transaksi antara pasangan calon dan tim kampanye dengan petugas-petugas pilkada yang mempunyai wewenang untuk menghitung perolehan suara; dan (4) Lingkaran empat,adalah transaksi antara calon dan tim kampanye dengan massa pemilih (pembelian suara) (Transkrip Diskusi Publik Terbatas, ijrsh.files.wordpress.com/2008/06/politik-uang-dalam-pilkada.pdf, diunduh tgl. 24 Desember 2011). Menurut Didik Supriyanto,politik uang lingkaran empat ini biasa disebut dengan political buying , atau pembelian suara langsung kepada pemilih. Lebih lanjut dikatakannya, ada banyak macam bentuk political buying , yakni pemberian ongkos transportasi kampanye, janji membagi uang/barang, pembagian sembako atau semen untuk membangun tempat ibadah, ”serangan fajar”, dan lain-lain. Modus politik uang tersebut berlangsung dari pemilu ke pemilu, tidak terkecuali dalam pilkada dan
praktik-praktik jual beli suara ini bukan semata-mata didasari oleh kebutuhan ekonomi sebagian besar pemilih, tetapi juga karena hal tersebut sudah lama berlangsung setiap kali ada pemilihan (misalnya pilkades) sehingga masyarakat menganggapnya sebagai sesuatu yang lumrah, meski mereka tahu bahwa hal itu melanggar ketentuan. Namun berbagai kejadian politik uang dalam pilkada langsung seringkali tidak tersentuh oleh penegakan hukum karena sulitnya pembuktian akibat tidak adanya batasan yang jelas mengenai politik uang, disamping sebagian masyarakat menganggap sebagai sesuatu yang lumrah.Bahkan, yang lebih memprihatinkan adalah masyarakat kian permisif dengan praktek politik uang dalam pemilu.Hasil polling Litbang Harian Kompas, menemukan bahwa sebagian besar publik tidak menolak kegiatan bagi-bagi uang yang dilakukan caleg/parpol (Kompas, 16 Maret 2009). Terkait politik uang yang makin menguat, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pernah membuat survei khusus untuk mengukur tingkat skala politik uang dalam pilkada.Survei tersebut dilakukan dengan populasi nasional pada bulan Oktober 2005 dan Oktober 2010. Survei menggunakan metode penarikan sampel Multistage Random Sampling (MRS). Jumlah sampel sebanyak 1.000 orang responden dengan tingkat kesalahan sampel (sampling error ) sebesar plus minus 4%. Hasil survey menunjukkan publik yang menyatakan akan menerima uang yang diberikan oleh kandidat mengalami kenaikan. Pada tahun 2005, sebanyak 27,5% publik menyatakan akan menerima uang yang diberikan calon dan memilih calon
yang memberi uang. Angka ini naik menjadi 37,5% di tahun 2010. Demikian pula Publik yang mempersepsi bahwa politik uang akan mempengaruhi pilihan atas kandidat, juga mengalami kenaikan dari 53,9% di tahun 2005 menjadi 63% di tahun 2010 (suarapublik.co.id/index/index.php?...politik-uang.. diunduh tgl. 24 Desember 2011). Situasi ini tidak lepas dari adanya perubahan radikal terhadap karakter dan perilaku pemilih pascareformasi, khususnya setelah Pemilu 1999.Kacung Marijan (Kompas, 7 Agustus 2008)menyebut keikutsertaan pemilih dalam pemilu 1999 sebagai pemilih bercorak sukarela (voluntary). Di mana terjadi keterlibatan yang intens dari pemilih selama proses pemilu. Hal ini tidak lepas dari euforia reformasi yang
masih
dirasakan
masyarakat
serta
harapan
yang
besar
terhadap
perubahan.Pemilu 2004 menunjukkan perilaku pemilih yang berbeda.Antusiasme pemilih mulai menurun dan perilakunya sudah mulai bercorak rasional.Bahkan menurut Kacung Marijan sudah tergolong rasional pragmatis dengan melakukan praktik-praktik transaksional (jual beli suara) di mana pemilih mulai menghitung imbalan dari suara yang diberikan.Perilaku ini tidak lepas dari penilaian bahwa wakilwakil rakyat hasil pemilu 1999 yang mereka harapkan ternyata tak mampu berbuat banyak dan tidak memberikan perubahan berarti (Marijan dalam Taufiqurrahman, 2010). Survei LSI juga menemukan kecenderungan yang sama, bahwa ada rasionalitas pragmatis pemilih, meski selain rasionalitas pragmatis, muncul juga semangat kedaerahan, etnisitas, agama dan kelompok dalam preferensi pemilih
(www.lsi.or.id ) Kebutuhan dana yang semakin besar mendorong politisi menggali dana dari berbagai sumber. Fenomena ini tidaklah khas Indonesia. Sebagai gambaran, sebagaimana yang ditulis Denny JA (2006) tentang “Uang dan Politik”, di negara Amerika Serikat yang kaya sekalipun seorang calon tidak dapat membiayai pengeluaran pemilu sendirian.
E. Teori Motivasi Teori Maslow yang dibangun atas dasar asumsi bahwa orang mempunyai kebutuhan untuk maju dan berkembang.Menurut Ali Faried (2011, 104), “asumsi ini mengandung arti bahwa program motivasi akan lebih besar kemungkinannya berhasil, jika kebutuhan tingkat atas dapat terpenuhi”.
Teori
Motivasi oleh Maslow dalam Ali Faried adalah: Teori pemenuhan secara bertingkat, yang artinya ada kebutuhan yang paling tinggi disebut kebutuhan realisasi diri (self actualization), yaitu kebutuhan untuk memenuhi diri sendiri dengan penggunaan kemampuan maksimum, keterampilan dan potensi, diikuti dengan kebutuhan penghargaan (exteems) yaitu kebutuhan akan penghargaan diri, dan penghargaan dari orang lain. Dilanjutkan dengan kebutuhan rasa memiliki (belongings), social dan cinta, berikut kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security) yaitu kebutuhan akan kebebasan dari ancaman, yakni aman akan ancaman kejadian/ atau lingkungan dan yang paling di bawah adalah kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal dan bebas dari sakit. Jadi kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang paling mendasar dan yang paling primer harus dipenuhi dalam kegiatan kerja sama. Selanjutnya teori motivasi diungkapkan oleh ilmuan Herzberg yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg.
Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang. Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik.
F. Kerangka pemikiran
Pemilu
Teori Motivasi
Bentuk-bentuk Proses Money Politics
Solusi Meminimalisir BAB III Money Politics
Pemilu Luber, Jurdil dan Berintegritas
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis dan pendekatan penelitian kualitaitf dengan jenis penelitian deskriptif. Alasan penentuan pendekatan kualitatif berdasarkan pendapat Staruss dan Corbin yaitu “Metode kualitatif dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif” (Strauss dan Corbin, 2009; 5). Jenis penelitian deskriptif menurut Ndraha artinya menjelajah atau appearance yang meliputi suatu bidang, seluas-luasnya, pada suatu ketika atau masa tertentu (Andi Prastowo, 2011, hal. 57). Penelitian model ini bermaksud membuat pencandraan
(deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian, artinya
penelitian ini adalah akumulasi data dasar dalam cara deskriptif semata-mata tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan, mentes hipotesis, membuat ramalan atau mendapatkan makna dan implikasi. Sedangkan para ahli sepakat bahwa penelitian deskriptif lebih luas mencakup segala bentuk penelitian kecuali penelitian histories dan eksperimental B. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah pertama, data primer berupa data yang diperoleh melalui observasi seperti isu-isu daerah yang berkembang money politics dan hasil wawancara secara mendalam terhadap informan yang telah
ditetapkan, yaitu tokoh agama/masyarakat, tokoh pemuda, dan beberapa yang pernah calon dari parpol. Kedua adalah data sekunder berupa data yang diperoleh dari dokumen, seperti koran, dan hasil liputan terkait money politik.
C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan: 1.
Observasi, menurut Marshall dalam Sugiyono (2009; 64) adalah ”through observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached to those behavior, melalui observasi, peneliti belajat tenang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut. Metode ini digunakan oleh peneliti dengan cara mendatangi lokasi tempat atau orang yang diduga pernah melakukan money politics, atau setidaknya melihat bagaimana ia mempraktekan waktu kejadian dalam pemilu 2014 sesuai data yang diperlukan
2.
Dokumentasi, adalah pengumpulan data berdasarkan catatan peristiwa yang sudah berlalu seperti dalam bentuk tulisan, gambar atau karya monumental dari seseorang. Data tentang dugaan money politics, baik berupa lisan, tulisan, gambar atau slebaran
3.
Wawancara, adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksinya makna dalam suatu topik tertentu. Teknik ini untuk memperoleh data tentang bagaimana terjadinya money politics, bentuk-bentuk money politics dan apa solusinya.
D. Metode Penentuan Informan Metode penentuan sampel untuk penelitian ini berupa snowball sampling, dengan terlebih dahulu menentukan key information, dalam hal ini adalah peneliti dan selanjutnya beberapa tokoh agama dan tokoh masyarakat yang dapat memberikan informasi. Ketika informan kunci telah ditentukan, maka selanjutnya melalui prinsip snowball sampling menentukan informan selanjutnya berkembang secara terus-menerus informan-informan lain sampai pencarian informasi dirasakan jenuh. Prinsip ini sesuai dengan pendapat Nasution yaitu “ ketika informasi sudah jenuh maka pencarian informasi dihentikan karena sudah cukup. Terjadinya kejenuhan informasi disebut redundancy of information” (Nasution, 2003; 33).
E. Metode Analisis Data Metode analisis data, peneliti pergunakan metode analisis dari Miles and Huberman dengan tahapan seperti berikut ini: 1. Data Reduction (reduksi data), yaitu merangkum data, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk pengumpulan data selanjutnya 2. Data Display (penyajian Data), setelah data direduksi selanjutnya adalah mendisplay data supaya data lebih terorganisasi, tersusun dalam pola hubungan sehingga akan semakin mudah dipahami
3. Conclusion Drawing/ verification, selanjutnya langkah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
F. Metode Pengujian Keabsahan Data Penelitian ini menggunakan pengujian keabsahan data dari Linclon and Guba dalam Sugiyono (2009; 121-131) berupa: 1. Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dapat dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negative dan member check. 2. Uji transferability, merupakan validitas eksternal yang menunjukkan derajat ketepatan artinya hasil penelitian ini dapat digunakan dalam konteks dan situasi sosial lain 3. Uji dependability, merupakan penjelasan oleh peneliti dengan mnguraikan rekam jejak aktivitas dilapangan 4. Uji confirmability, atau uji obyektifitas yang mirip dengan uji dependability yang pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Pengujian ini adalah pengujian terhadap hasil penelitian berkaitan dengan proses yang dilakukan.
G. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di wilayah Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan.
H. Organisasi Penelitian Organisasi atau tahapan penelitian ini, dilakukan dengan beberapa langkah yaitu : 1. Observasi awal 2. Penyusunan Proposal a. Penyusunan Bab I b. Penyusunan Bab 2 c. Penyusunan Bab 3 3. Pelaksanaan Riset a. Penyusunan Bab 4 b. Penyusunan Bab 5 4. Penyusunan Laporan Penelitian.
I. Waktu Penelitian Waktu dan jadwal tahapan penelitian direncanakan seperti terlihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 3. 2 Jadwal Kegiatan Tahapan Penelitian NO
1 1 2 3 4 5 6 9 10
KEGIATAN
2 Penyusunan administrasi Data Awal Penyusunan Proposal Rapat Tim Pembagian Tugas Penyusunan draft wawancara Ke lapangan Riset Penyusunan Laporan Penyampaian laporan ke KPU Kab.Kotabaru
JADWAL (tahun 2015) JUNI
JULI
AGUSTUS
3
4
5
X X X X X X X X
KETE RANG AN 6
BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang berhasil dikumpulkan dipaparkan sebagai berikut : 1.
Sumber berita antara menyebutkan tentang money politics di Kabupaten Kotabaru, sebagai berikut : “Dugaan Money politics Warnai Pemilu di Pedalaman “
Kotabaru, (Antaranews.Kalsel) – Gelaran pesta demokrasi di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan tercoreng menyusul dugaan adanya sejumlah oknum calon legislatif yang melakukan politik uang (money politics). Wakil Ketua DPRD Kotabaru, Masdar, S.Sos yang dalam Pemilu kali ini juga mencalonkan menjadi anggota legislatif dari PDI Perjuangan ini mengaku cukup mempunyai bukti dan saksi-saksi atas praktik tidak fear yang dilakukan sejumlah oknum caleg tersebut. “Bukan serangan fajar yang sembunyi-sembunyi, tapi sudah terang-terangan membagikan uang kepada warga, bahkan sebagian besar warga dua desa di Kecamatan Kelumpang Utara ini sudah mereka kasih uang rata-rata Rp100.000 per orang,” ujar Masdar dengan nada kecewa. Keberanian oknum caleg tersebut menurut dia, cukup beralasan karena daerah pemilihan (Dapil) 2 yang mencakup 7 kecamatan keberadaannya relatif terpencil karena di tempatnya di pedalaman. Sehingga beranggapan kalau sikap curang tersebut tidak akan terpantau oleh panitia pengawas pemilu (Panwaslu). Hal senada juga dikeluhkan Ahmad, salah satu caleg dari Partai PKPI yang berada di Dapil yang sama. Menurut pengakuannya, sejak masa kampanye sudah santer berembus issu bagi-bagi uang oleh sejumlah oknum caleg kepada warga.
“Awalnya saya menganggap itu hanya sekedar issu, tapi begitu di lapangan ternyata memang benar adanya. Hal itu diketahui dari pengakuan sejumlah warga meski tidak bersedia menyebut nama,” ujar Ahmad. Baik Masdar maupun Ahmad mengaku, atas sikap curang sejumlah oknum caleg tersebut jelas meresahkan dan merugikan caleg lain termasuk dirinya berdua. Karena dari peta kekuatan basis suara yang selama ini dibina ternyata tidak mencapai dari target. “Meski belum semuanya masuk, namun hingga saat ini suara yang terkumpul baru sekitar 700an, hal itu karena basis suara saya sudah terpecah karena tergiur dengan pembagian uang oknum caleg lain,” ungkap Ahmad. Atas fakta tersebut, Masdar melalui DPC telah melaporkannya kepada Panwas kecamatan, berikut bukti-bukti dan keterangan saksi. Dirinya berharap agar masalah tersebut dapat ditindak lanjuti oleh Panwaslu Kabupaten. 2.
Imam Hanafi (Wartawan Antara) Kotabaru, (Antaranews.Kalsel) - Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, segera berkoordinasi dengan Panwas Provinsi untuk menindaklanjuti adanya kasus dugaan politik uang (money politics) terhadap partai Golkar. Ketua Panwaslu Kotabaru, Hj Asni Hardjati, Senin menegaskan, pihaknya akan melakukan penyelidikan dan pengumpulan barang bukti, adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oknum caleg Golkar. "Namun temuan di lapangan menunjukkan bahwa pelanggaran tersebut bukan atas nama caleg, melainkan atas nama partai, sehingga secara hukum menjadi sumir karena tidak melibatkan person si caleg, ujar Asni. Dalam penyelidikan yang dilakukannya, Asni menjelaskan bermula dari laporan warga pada 12 April lalu menyusul terjadinya aksi bagi-bagi uang dengan nominal Rp100.000 dan barang berupa sarung atas nama caleg dari partai Golkar, sehari sebelum pencoblosan. Namun yang membagi bukan nama caleg sebagaimana yang dilaporkan tersebut, tetapi orang lain. Meski demikian ia bersama bidang penegakan hukum melakukan pemeriksaan dan penyelidikan.
Setelah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait termasuk dengan kejaksaan, Panwas belum bisa memutuskan sanksi, karena pelanggaran bukan atas nama caleg melainkan partai. Untuk itu perlu menyampaikan hal ini bersama Panwas provinsi. Sementara disinggung adanya pelanggaran lain terkait jalannya pemilu, Asni mengaku secara umum Pemilu di Kotabaru berjalan lancar. Memang ada pelanggaran-pelanggaran yang bersifat administratif. Contohnya, Kelompok Penitia Pemungutan Suara (KPPS) tidak memajang Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Tempat Pemungutan Suara (TPS), sejumlah TPS tidak mempunyai blangko C1. Ada pula blangko C1 yang tertukar dengan daerah lain, bahkan ada pula orang yang termasuk DPT namun tidak mendapat undangan. "Meski tidak berdampak pada hasil pemungutan suara, namun pelanggaranpelanggaran tersebut menjaid catatan kami agar ke depan untuk diperbaiki khususnya dalam pelaksanaan Pemilihan Presiden bulan Juli mendatang, ujarnya. Masih menurut Hj Asni, dari perhitungan sementara di Kabupaten Kotabaru terjadi peningkatan angka golput yang mencapai 30-40 persen. Kondisi tersebut sebut dia, bukan semata karena warga enggan mencoblos, tapi ada yang disebabkan ketidak tahuan petugas PPS tentang seluk beluk hak bagi pemegang suara. "Satu contoh di TPS 6 ada laporan warga yang tidak dapat undangan, namun datang dengan membawa KTP sekitar pukul 12.30 Wita, namun oleh petugas tidak dijinkan sebelum membawa foto copy KTP. Padahal di daerah itu tidak ada mesin foto copy, akhirnya warga terpaksa pulang tanpa mau mencoblos, terang dia. Editor: Asmuni Kadri COPYRIGHT © ANTARA 2014 3.
Oleh Imam Hanafi Kesulitan Proses Dugaan Politik Uang Selasa, 15 April 2014 12:17 WIB Kotabaru, (Antaranews Kalsel) - Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, kesulitan untuk memproses dugaan politik uang yang dilakukan Calon Legislatif atau simpatisan partai politik, karena bukti minim. "Untuk dapat dilanjutkan ke proses pidana, dugaan politik uang itu harus memenuhi alat bukti kuat, seperti bukti fisik uang, ada penerima, ada pelaku, ada saksi, dan ada bukti rekaman dari pemberi yang menyerahkan kepada penerima
uang untuk memilih atau mencoblos ke caleg atau partai politiknya," kata Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Kotabaru, Hj Asni Hardjati, didampingi Devisi Hukum dan Pengawasan Pelanggaran, Yulianto di Kotabaru, Selasa. Yulianto mengakui, menerima beberapa laporan dugaan politik uang, dari beberapa daerah di Kotabaru, tetapi setelah dikonfirmasi, laporan tersebut tidak dilengkapi dengan bukti-bukti yang kuat, seperti, bukti rekaman yang mengarahkan untuk mencoblos seseorang atau partai politik. Menurut dia, selain tidak ada bukti rekaman, sebagian besar para saksi yang ditunjuk, saat dikonfirmasi berbalik enggan menolak menjadi saksi, karena keselamatan jiwanya terancam. "Hal itulah yang menyebabkan Panwaslu sulit untuk menindaklanjuti dugaan politik uang, meski di lapangan masyarakat juga mengakui bahwa ada oknum yang membagi-bagi uang," terang dia. Ia mengaku selalu berkoordinasi dengan Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu), apabila mendapatkan laporan adanya dugaan politik uang atau pemberian barang dari caleg kepada warga. Ketua Panwaslu Kotabaru Hj Asni Hardjati menyatakan, pihaknya segera berkoordinasi dengan Panwas Provinsi untuk menindaklanjuti adanya kasus dugaan politik uang terhadap Partai Golkar. "Panwaslu akan melakukan penyelidikan dan pengumpulan barang bukti, adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oknum caleg Golkar," ujarnya. Namun temuan di lapangan menunjukkan bahwa pelanggaran tersebut bukan atas nama caleg, melainkan atas nama partai, sehingga secara hukum menjadi sumir karena tidak melibatkan person si caleg. Dalam penyelidikan yang dilakukannya, Asni menjelaskan bermula dari laporan warga pada 12 April lalu menyusul terjadinya aksi bagi-bagi uang dengan nominal Rp100.000 dan barang berupa sarung atas nama caleg dari Partai Golkar, sehari sebelum pencoblosan.Namun yang membagi bukan nama caleg sebagaimana yang dilaporkan tersebut, tetapi orang lain. Meski demikian ia bersama bidang penegakan hukum melakukan pemeriksaan dan penyelidikan. Setelah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait termasuk dengan kejaksaan, Panwas belum bisa memutuskan sanksi, karena pelanggaran bukan atas nama caleg melainkan partai. Untuk itu perlu menyampaikan hal ini bersama Panwas provinsi.   COPYRIGHT © ANTARA 2014
4.
KH. Mukhtar Mustajab (Tokoh Masyarakat/Ketua MUI) Menurut Kyai Sepuh di Kotabaru yang sampai saat ini masih enerjik dan siap dimintai pendapat, petuah dan diskusi lainnya. Beliau ketika diminta penjelasan terkait money politik sangat antusias kemudian menjelaskan bahwa dalam pemilu terkadang masyarakat tidak tahu siapa calon yang terbaik untuk dipilih, bahkan pemilih hanya tahu duitnya sampai ke rumah dan meminta untuk memilih. Sedangkan pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagaimana diberitakan diberbagai media seperti Tv one, tentang fatwa haram MUI atas hukum politik uang (money politic) berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW seperti diungkapkan Ketua MUI, Din Syamsuddin kepada para wartawan usai konferensi pers di Gedung MUI Pusat, Rabu 19 Maret 2014 "MUI sudah memberikan fatwa haram atas suap menyuap pada pemilu legislatif. Dalilnya jelas, pihak yang menyuap dan disuap dilaknat Allah dan kedua pihak jelas mendapatkan siksaan neraka," kata Din pada rapat bersama tokoh organiasai masyarakat Islam di Gedung MUI Jakarta, Selasa (24/6/2014) Kemudian beliau memberikan dokumen terkait money politik, yang antara lain isinya adalah batas money politik. bahwa dalam upaya pencapaian tujuan politik ada yang berbentuk pengerahan massa. Lobi-lobi, pendekatan pejabat, dan tokoh masyarakat yang semuanya memerlukan biaya. Ada yang disebut dngan transport, uang jasa, konsumsi, lembur dll. Pengeluaran biaya dalam upaya pencapaian tujuan dimaksud mungkin berupa gaji tetap (sudah menjadi profesinya), tambah uang lembur atau pemberian yang sama sekali tidak pernah dilakukan kecuali pada waktu ada tujuan tersebut. Pertanyaannya a. Sampai di manakah batasan money politics menurut ketentuan syari’at Islam, apakah cara-cara di atas dapat dikategorikan money politics (haram) b. Bolehkah money politik itu dilakukan dengan dalih demi menegakkan kebenaran dan kebenaran yang bagaimana? c. Bagaimana status hukumnya hasil dari tujuan (gaji/honor) yang dilakukan dengan cara money politik yang dilarang (haram)? Jawaban : a. Bahwa money politik (risywah) menurut syari’at Islam adalah pemberian sesuatu untuk membatalkan yang hak dan membenarkan yang batil.
Adapun pemberian dengan cara-cara di atas ada yang masuk bagian money politik, seperti memberi kepada seseorang untuk memilih orang yang tidak boleh dipilih, ada yang tidak masuk kategori money politik seperti beberapa contoh di atas, transportasi dan lain-lain. b. Money politik (risywah) itu tidak boleh kecuali untuk menegakkan kebenaran, maka itu boleh bahkan bisa jadi wajib, seperti ada calon yang satu fasik money politik dan yang lain adil tanpa memberi uang tidak bisa jadi. Adapun bagi penerima mutlak tidak boleh c. Status hukum hasil dari tujuan (gaji/honor) yang dilakukan dengan cara money politik yang dilarang ditafsil (1) jika tidak mampu atau tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan tugasnya, maka haram (2) jika benarbenar mampu dan mengerjakan sesuatu dengan tugasnya, maka hukumnya halal. 5.
Drs. H. Salman Basri (Ketua NU Kotabaru) PBNU memandang tentang money politik dalam pemilu jelas haram. Ini dimaksudkan agar politik uang akan terkurang. Hanya perlu keseriusan untuk mewujudkannya. Selain itu, dibutuhkan kerjasama dan sinergi antara pihak satu dengan lain, supaya menghasilkan suatu yang besar, membangun karakter bangsa menjadi lebih baik. Seperti telah banyak diberitakan, bahwa Wakil Ketua Lembaga Bashul Masail PBNU, KH Arwani Faishol, menyatakan, money politik yang dilakukan oleh siapa pun untuk mempengaruhi massa agar berpihak kepadanya, maka itu masuk dalam kategori diharamkan. “Bahkan bagi yang banyak harta, lalu kewajiban bayar zakatnya disalurkan dengan tujuan yang sama, yakni agar orang memilih dia, itu juga haram namanya, dan tidak boleh dilakukan,” kata KH Arwani Faishol, mengingatkan. Money politik ini hampir senada dengan suap menyuap, sebagian ada juga yang memiliki pandangan bahwa selama tidak mengambil hak dan merugikan orang lain, maka bukan masuk kategori suap ataupun money politik. Namun ini juga sulit dibedakan mana sebenarnya yang merugikan atau tidak, orang yang sengaja memperjuangkan haknya kemudian ia memberikan sejumlah uang sendiri tidak mengambil hak orang lain, tidak merugikan hak orang lain, ini juga beda-beda tipis, sehingga hati kita lah yang harus merasakan ini bagian dari suap/money politik atau tidak.
6.
Zainal Abidin, S. Sos (mantan Komisioner KPU Periode 2008-2013) Pandangan issue money politics dalam pemilu menurut saya ada namun sulit dibuktikan
7.
Yusuf Firdaus (Lulusan Fak dakwah IAIN Antasari Banjarmasin/Ketua PPK Pulau Laut Utara) Apabila memberikan sesuatu dan mengikat untuk memilih yang dilakukan dalam pamilu, baik berbentuk uang atau barang yang dapat dinilai uang, maka menurut saya keduanya dikatakan money pilitic. Faktanya issu ini sering terdengar seperti serangan fajar kisaran 50.000 ke atas, tapi sulit untuk dibuktikan, bahkan terkadang masyarakat seolah-olah sudah terbiasa mendengar isuu ini, meski sulit dibuktikan, ada juga yang seolah-olah menunggu kehadiran serngan fajar. Faktanya setahu saya masalah ini sampai sekarang belum pernah terbukti atau belum pernah terangkat di Kotabaru. Secara politik selama tidk terbukti, maka tidak masalah, namun jika dipandang dari sudut agama yang saya fahami, maka Allah Maha Tahu, menurut ku merupakan kiasan dari sogok menyogok/suap menyuap, jika dimaknai seperti ini maka dianggap haram, baik yang menerima maupun menolak. Jika itu menang, maka dianggap tidak berkah dibawa selama hidupnya. Solusi apa yang tepat? a. Memperbanyak sosialisasi, untuk memilih calon terbaik tanpa memandang pemberian uang, dan menolaknya b. Sosialisasikan figur terbaik calon secara terus menerus, meski sulit membendung c. Seleksi calon dari peserta pemilu d. Mengajak masyarakat untuk tidak memilih yang money politik
8.
http://banjarmasin.tribunnews.com/2014/04/13/panwaslu-kotabaru-terimalaporan-dugaan-politik-uang BANJARMASINPOST.CO.ID, KOTABARU - Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Kotabaru Asni Harijanti mengatakan ada menerima beberapa laporan terkait dugaan politik uang, sehari sebelum hajatan pemilihan legeslatif dimulai. Menurut Asni, ada beberapa laporan yang masuk ke panwaslu terkait dugaan tersebut dan telah diterima bagian yang menangani di Panwaslu.
"Ada beberapa laporan kita terima, terkait dugaan politik uang oleh beberapa partai. Soal itu kini sudah ditangani oleh Gakumdu (Gabungan Penegak Hukum Terpadu)," ujarnya. Tak hanya soal itu, Asni mengaku, membuatnya sangat terkejut, informasi diperolehnya ada salah satu caleg dari salah satu partai yang meminta dikembalikan uangnya. Dengan alasan karena saat penghitungan di salah satu TPS, suara caleg bersangkutan kosong. "Informasi saya dapat dari salah seorang warga," jelasnya. 9. Ibnu Fauzi (Direktur Poltek/Ketua Pemuda Muhammadiyah/Politisi Muda PAN Kotabaru) Wawancara tanggal 12 Agustus 2015, di Depan Kantor KPU Kotabaru, menuturkan “Fakta di lapangan, bahwa money politik benar ada, yaitu ada yang dengan terang-terangan, seperti membagi uang H-1, atau bahkan hari H sebelum pencoblosan. Ibnu juga menuturkan bahwa pernah menyaksikan dari kejauhan orang yang berjalan dengan tas dan membagi-bagi uang ke rumah-rumah di saat malam menjelang pemilihan. Ada juga yang dibagikan dikelompok-kelompok tertentu. Ada juga yang membagi-bagi mukena, kerudung, sarung, baju, jam tangan dan cendermata lainnya. Berbagai macam gaya dan cara memang unik, ada yang datang ke rumah memberi mukena, kerudung atau sarung misalnya dengan minta tolong agar memilihnya nanti di pemilu DPRD, ada juga yang dengan merelakan ini ulun berii pian, handak memilih silahkan atau kada juga silahkan, yang penting ini lun berikan ke pian. Ibnu juga menjelaskan bahwa money politik memang tidak kenal keluarga, saudara. Seperti contoh, esok mau pemilihan, sesepu di keluarga itu mengadakan rapat keluarga agar kita bersatu memilih keluarga kita ni....namun sesepuh itupun ragu, jika gak dikasih apa-apa jangan-jangan besok gak memilih, dikasih saja belum tentu memilih apalagi enggak?. Ada juga cerita lain tentang calon yang gamang atau ragu apakah saat pemilihan nanti memberikan uang lagi kepada pemilih atau sudah merasa mantap, bahwa pendukungnya akan tetap setia? Berdasarkan konsultasi dan rapat diputuskan bahwa merasa mantap dan tidak perlu lagi diberikan uang untuk besok pagi saat pemilihan. Hasilnya calon ini kalah dalam pemilu. Cerita lain lagi di salah satu dapil calon incumben, diberikan pembinaan dengan mengusulkan beberapa fasilitas dan terpenuhi, dari fasilitas
pelabuhan, masjid, sekolah-sekolah. Mushalla, bahkan kegiatan-kegiatan keagamaan juga dibantu hingga ratusan juta rupiah dan program-program lain pun terealisasi, tetapi saat pemilu tidak memberikan uang kepada pemilih. Hasilnya suaranya rendah dan kalah dengan calon baru yang datang, tetapi sebelum pemilihan datang dengan membagi-bagikan uang dan suaranya signifikan. Bahkan di beberapa daerah lain diketahui hanya memberikan uang sedikit 5 ribu sampai 25 ribu, tetapi yang lain tidak memberikan, maka suaranya signifikan yang memberikan bahkan menang. Jadi diturukan Ibnu, bahwa seyakin-yakinnya kita punya pendukung yang kuat, maka belum tentu menjami memilih, jika tidak diberikan sesuatu kepadanya. Money politik lebih efektif mendulang suara, tetapi money politik belum tentu menjamin kemenangan. Semakin luas sebaaran da besaran money poltik, maka semakin terbuka kemungkinan pendukung memilih. Mendasari yang demikian, maka ada fenomena kalau membaca yang demikian, maka kalau mau becalon harus punya strategi antara lain dengan cara mencari 10 orang dekat tps, maka hasilnya akan jelas, jika kurang, maka tidk akan diberikan lagi dan jika terpenuhi 10 orang misalnya akan ditambah. 10. Dr. H. Akhmad Kamal (Ketua KNPI/Tokoh Muda NU Kotabaru) Menurutnya money politik dewasa ini bukan menjadi barang baru, sudah atau bahkan sudah mendarah daging pada orang sebagian besar politisi, boleh jadi politic is money, money is the true politic. Masyarakat Indonesia juga tidak bisa lari dari kenyataan, bahwa setiap pemilu (apapun pemilunya bahkan kepada sampai kepada pemilih, ketua RT, suguhan basa basi tidak laku tanpa rupiah. Dulu masih secara sirr, now is riil action (terang terbuka/siapa paling banyak ngasihnya, (sayangnya belum sampai ke kita-kita goyonnya heheheh..). Bagaimana Indonesia akan menjadi lebih baik kalau jalannya masih kaya gini terus atau terus kaya gini?. Akhirnya money politik dimata manusia menjadi sah-sah saja, karena hampir semua melakukan itu. Tetapi hukum Allah berbeda. Dia juga menuturkan bahwa ada fenomena saat pencalonan ingin memenangkan pemilu, karena mereka menggunakan uang, maka untuk memenangkan juga dengan uang, apa lagi jika dikawatirkan yang menang nanti dhalim atau kuranng amanah. Tetapi apakah menjamin bahwa yang mengaku bersih dan bukan dhalim dan menuduh orang lain itu tidak bersih, dia juga bersih?, maka sulitlah membedakannya. Memang sebaiknya calon dan masyarakat samasama memahami untuk tidak menerima dan memberikan uang saat
pencalonan, sehingga pemilih menjadi jernih dan tidak terpengaruh. Meski diyakini tidak semua masyarakat menerima jika diberi dan memilih sesuai permintaan si pemberi. Ada juga yang beranggapan biar siapapun memberi duit.... pilihanku tetap dan tidak berubah misalnya. 11. Awaluddin, S.PdI. politisi muda pernah caleg) Money politik menurut penuturannya adalah jika seseorang diberikan uang untuk diarahkan memilih dan dia menerima dan mau merubah pilihannya sesuai yang dikehendaki si pemberi, maka itu money pilitik, jika ia tidak mau maka berarti tidak. Di beberapa masyarakat tetangganya beragam asumsi ada yang dengan diberikan uang ia merubah dukungannya tetapi ada pula yang tidak merubah, artinya siapapun memberikan uang, ia tetap pada pendiriannya, diberikan uang atau tidak. Memang pada saat pencalonan issu money politics sangat tinggi di dapilnya, dan sebagian masyarakat mengakuinya ada yang sampai menerima lebih dari 500.000 dari beberapa orang yang memberi dan mengatasnamakan calon, namun faktanya hal tersebut tidak dapat dibuktikan, dan menurut issu masyarakat bahwa kebanyakan yang pernah memberikan itu memang menang, ketimbang saya yang hanya mengandalkan keluarga dan teman dekat. Tetapi kami juga masih meyakini bahwa kebaikan dan kebenaran akan menang. Saya juga melihat bahwa ada calon yang tidak menggunakan uang tetapi terpilih. Memang ini juga calon dari tokoh yang dikenal, memiliki keluarga karismatik, dan kebetulan rajin jama’ah ke masjid, berdo’a, shalat malam dan shalat dhuha. 12. H. Ayit (Pengusaha pemerhati politik) Menurutnya apakah jika dibagikan uang terhadap keluarga sendiri, juga monry politik, apakah juga jika bagi-bagi uang dalam pemilu diniatkan shadaqah, artinya terpilih atau tidak apa yang dikeluarkan menjadi niat pahala juga masuk kategori monye politik. sebab dalam dunia politik itu sulit diprediksi, bahkan ada yang beranggapan berpolitik dan money politik itu tidak jelas, apalagi masyakat kita ini sangat hormat, orang yang bertamu biasanya membawakan oleh-oleh, apakah ini juga kategori money politik. Ada juga yang jauh-jauh hari berinvestasi baik kepada masyarakat, memberikan sumbangan waktunya masih jauh dari pemilu, baik dengan teman, tetangga tetapi dia memiliki niat untuk maju dalam pemilu dan biar dia dipilih, apakah seperti ini juga masuk kategori manoy politik.
Money ada yang ekstrim money politik berupa serangan fajar, bagibagi uang dan barang sebelum pemungutan suara bahkan di tengah jalan menuju TPS, ada secara halus (soft money politik) dengan membangun hubungan emosional memberikan bantuan pertemanan, berbuat baik jauh-jauh hari sebelum pemilu, memberikan hadiah atau pemberian secara berkelanjutan dengan memelihara konstuennya dengan pembinaan agar suara tidak ke manamana, meski tidak hanya jaminan, kelemahannya jika ada yang ekstrim bisa berubah. Dan yang terakhir money politik menggunakan kedua cara soft dan ekstrim. Akhirnya money politik bisa tidak terbatas, sehingga harus ada batasan-batasan tentang money plitik dan tidak money politik. Pemilu dan politik bisa diartikan gambling, jika menang yang beranggapan dapat mengembalikan, jika kalah jadi masalah, bahkan jadi gila. Makanya ada sebagian yang berasumsi jika mereka menang dalam pemilihan cenderung memikirkan bagaimana mengambalikan, ketimbang membangun. Ada juga yang berani mengambil resiko mengeluarkan uang jor-joran karena memang dia mampu dan jika kalah ya biasa saja dan diniatkan jadi kebaikan. Yang masalah jika dia berhutang, namun gamblingnya tinggi, namun jika kalah ini akan menimbulkan masalah tersendiri. Solusi dalam money politik, menurut saya sangat sulit dan rumit, rasanya dalam pemilu sangat sulit diberantas, dan secara manusiawi bila orang berbuat baik, maka kita pasti membalas kebaikan. Sedangkan dalam pemilu tersirat atau tidak tersirat, biasanya berbuat kebaikan meminta balasan dipilih., Jika ditinjau dari hukum Islam money politik bagian dari suap menyuap dikatakan haram, maka apakah jika niat baik dan ikhlas memberikannya dengan niat ingin menjadi pemimpin dan dapat menyebarkan kebaikan dan yang menerima tidak merasa terpaksa dan keduanya merasa tidak dirugikan? apakah ini juga masuk kategori haram? atau halal?, ketika orang merebut haknya takut jika nanti terpilih pemimpin yang kurang baik misalnya, dan kita tidak dapat menghindari harus dengan jalan money politik yang sama misalnya, apakah ini juga haram? 13. Roni Safriansyah (Akaddmeisi/Politikus/pernah Caleg belum terpilih) Dia puya konstituen dan meminta untuk memilihnya, ternyata saat pemilu suaranya tidak ada. Dilain waktu dikonfirmasi mengapa suaraku tidaka da di TPS mu? Jawabnya ujar kuitan ulun jangan memilih itu, karena abah wan mama sudah menerima duit dari calon lain. Ada juga yang bilang bahwa abah mama sudah menerima tapih wan mukena, kerudung dari calon lain.
B. Analisis Data 1. Pandangan Masyarakat tentang money politik Fenomena money Politik atau Politik Uang di Indonesia seakan sudah menjadi sesuatu yang wajar, bahkan menjadi suatu keharusan. Idealnya seorang yang dicalonkan dan mencalonkan diri sebagai seorang bintang dalam suatu partai politik untuk mengikuti suatu pemilihan legislatif ataupun eksekutif haruslah memiliki bekal pengetahuan dan pengamalaman politik bukan hanya sekedar terkenal dan memiliki dompet tebal. Akan kemana Indonesia ini untuk kedepannya tentulah ditentukan oleh pemimpinnya. Merupakan suatu kemunduran untuk Indonesia apabila para pemimpin kita hanyalah seorang pemimpin karbit-an yang hanya muncul apabila pemilihan mendekat dan menghilang ketika pemilihan telah usai (Adon Silafadu dkk, 2013-2014, hal. 5) Adon dkk menjelaskan bahwa “menurut pakar hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra, definisi money politics sangat jelas, yakni mempengaruhi massa pemilu dengan imbalan materi. Yusril mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Indra Ismawan 1 kalau kasus money politics bisa di buktikan, pelakunya dapat dijerat dengan pasal tindak pidana biasa, yakni penyuapan. Tapi kalau penyambung adalah figur anonim (merahasiakan diri) sehingga kasusnya sulit dilacak, tindak lanjut secara hukum pun jadi kabur. Secara umum money politics biasa diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu. Ada yang mengartikan money politics sebagai tinadakan jual beli suara pada sebuah proses politik
1
dan kekuasaan.Secara umum money
Indra Ismawan, Money Politics Pengaruh Uang Dalam Pemilu, Yogyakarta, Penerbit Media Presindo, 1999. hlm. 4.
politics biasa diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu. Mendasari definisi tersebut, berarti fenomena dan berbagai pendapat dalam penelitian ini, apa yang menjadi issue di Kabupaten Kotabaru merupakan bagian dari money politics, yakni adanya issu orang yang memberikan uang untuk mempengaruhi orang lain, meski dalam kenyataannya tidak diketahui sebenarnya yang memberi dan tidak ada kemauan mengakui siapa yang menerima atau sulit dibuktikan, namun jika dilihat dari segi arti masuk dalam kategori money politik, yakni upaya untuk mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu, berupa uang atau barang. Bahwa calon karismatik dan baik mampu bersosialisasi dalam pemilu memiliki kesempatan yang lebih untuk meraih simpati pemilih dan menang daripada yang lain. Calon yang menggunakan money politik dalam pemilu lebih efektif mendulang suara, tetapi money politik, tidak menjamin kemenangan. Semakin besar dan luas sebaran money politik yang tepat, maka semakin terbuka pendukung memberikan pilihan dan meraih kemenangan. . 2. Bentuk-Bentuk Money Politik Dalam Adon dkk juga menjelaskan bahwa money politics sebagai tindakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan. Di dalam pemilihan umum atau PEMILU ada beberapa praktik tindakan money politics misalnya;
d. Distribusi sumbangan, baik berupa barang atau uang kepada para kader partai, penggembira, golongan atau kelompok tertentu, Didalam Undang-Undang nomor 30 tahun 2003 mengenai masalah dana kampanye telah ditentukan maslah dana kampanye pada pasal 43 antara lain; Dana kampanye dapat diperoleh dari pasangan calon, partai politik yang mencalonkan, sumbangan pihak lain yang tidak mengikat dan meliputi sumbangan perseorangan atau badan hukum swasta Pasangan calon wajib memiliki rekening khusus dana kampanye. Sumbangan dana kampanye dari perseorangn tidak boleh lebih dari Rp 100.000.000,- dan dari badan swasta tidak boleh lebih dari Rp 750.000.000,e. Pemberian sumbangan dari konglomerat atau pengusaha bagi kepentingan partai politik tertentu, dengan konsesi-konsesi yang ilegal, f. Penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara untuk kepentingan dan atau mengundang simpati bagi partai poltik tertentu (L. Sumartini, 2004 : 148-149) Ada beberapa macam-macam bentuk pemberian uang dari kandidat kepada anggota dewan yang terlibat dengan politik uang (Money politics). Macam-macam itu adalah sebagai berikut: a. Sistem ijon. b. Melalui tim sukses calon. c. Melalui orang terdekat. d. Pemberian langsung oleh kandidat. e. Dalam bentuk cheque.
Akan tetapi tidak banyak juga Money politics ini yang tidak berhasil pada akhirnya dalam masalah pembelian suara pemilih maupun dari anggota dewan (DPRD). Ada bebarapa faktor yang membuat hal ini terjadi, yaitu: b. Adanya hubungan keluarga dan persahabatan. c. Bakal calon bersikap ragu-ragu. d. Adanya anggota yang terlanjur mempunyai komitmen tersendiri. e. Adanya anggota yang dianggap opportunis. Jika dianalisis, maka hasil penelitian ini menjelaskan bahwa bentukbentuk money politik dalam pemilu, ada 3 yaitu : a. extrim money politics (secara gradual) berupa serangan fajar, bagi-bagi uang dan barang sebelum pemungutan suara bahkan di tengah jalan menuju TPS, hingga membuat perjanjian b. soft money politics (secara halus) dengan membangun hubungan emosional memberikan bantuan pertemanan, berbuat baik jauh-jauh hari sebelum
pemilu,
berkelanjutan
memberikan
dengan
hadiah
memelihara
atau
pemberian
konstituennya
atau
secara daerah
pemilihannya dengan pembinaan agar suara tidak ke mana-mana, meski tidak dapat memberikan jaminan, kelemahannya jika ada yang ekstrim bisa berubah. c. Mixs money politics yaitu menggunakan kedua cara extrim dan soft money politics.
3. Solusi Money Politics Adon dkk menjelaskan juga jika money politics terus terjadi, dapat dipastikan bahwa dunia politik akan menjadi semakin rusak. Demokrasi prosedural hanya akan menjadi lahan bagi kaum medioker, yaitu mereka yang tidak memiliki prestasi memadai, untuk meraih kekuasaan. Bahkan sangat mungkin demokrasi prosedural akan dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki hasrat tak terbendung dan kerakusan untuk menguasai harta kekayaan negara. Karena itu, segala macam cara kemudian mereka lakukan untuk memperoleh kekuasaan. Dan kekuasaan itu nantinya akan digunakan untuk mengembalikan uang yang telah digunakan untuk memperoleh kekuasaan itu. Bahkan ia akan digunakan untuk mendapatkan kekayaan dengan jumlah yang berlipat-lipat. Karena itulah, Money politics harus dianggap sebagi kejahatan besar dalam politik yang harus dilawan dan dienyahkan secara bersama-sama. Untuk melawan praktik Money politics, diperlukan para politikus sejati yang benar-benar memahami bahwa pengertian politik adalah seni menata negara dan tujuannya adalah menciptakan kebaikan bersama agar rakyat lebih sejahtera. Politik memerlukan orang-orang baik, memiliki keunggulan komparatif dalam artian memiliki kompetensi, dan sekaligus juga memiliki keunggulan kompetitif. Sebab, kebaikan dalam politik perlu diperjuangkan sampai ia tertransformasi ke dalam kebijakan-kebijakan politik negara. Beberapa pihak-pihak yang turut berperan dalam melakukan perubahan-perubahan politik adalah negara, dinasti, kelas sosial, elite dari berbagai golongan, kelompok generasional (khususnya generasi muda), kelompok etnis dan budaya. Negara disini dapat berperan mengurangi praktik money politics dengan menegakkan hukum dengan merata dan membuka lapangan pekerjaan
pekerjaan seluasnya. Demikian keluarga sebagai pranata awal dan paling penting dalam proses sosial, bagaimana orang tua dapat memberikan sosialisasi kepada anak mengenai pentingnya hidup bernegara yang baik dan menekaknkan makna kejujuran. Sekolahpun dapat menjadi media sosialisasi bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi bahaya praktek money politik karena mengingat media sosialisasi sekolah lebih luas daripada di dalam keluarga. Disini para generasi dapat dipersiapkan sejak dini untuk menjadi penguasa pemerintahan yang bersih di kemudian hari. Media massa juga memiliki peran aktif dalam kehidupan masyarakat sekarang, dimana media massa merupakan media sosialisasi yang kuat dalam membentuk keayakianan baru. Adapun hasil penelitian ini menjelaskan bahwa solusi dalam money politik adalah : e. Memperbanyak sosialisasi, untuk memilih calon terbaik tanpa memandang pemberian uang, dan menolaknya f. Sosialisasikan figur terbaik calon secara terus menerus, meski sulit membendung g. Seleksi calon dari peserta pemilu h. Mengajak masyarakat untuk tidak memilih yang money politik Dalam hal ini peneliti juga sepakat bahwa solusi untuk mengurangi money politik adalah dengan a. diperlukan para politikus sejati yang benar-benar memahami bahwa pengertian politik adalah seni menata negara dan tujuannya adalah menciptakan kebaikan bersama agar rakyat lebih sejahtera b. partisipasi aktif untuk melakukan perubahan-perubahan politik lebvih baik dari negara, dinasti, kelas sosial, elite dari berbagai golongan,
kelompok generasional (khususnya generasi muda), kelompok etnis dan budaya. c. Penegakan hukum yang dilakukan oleh Negara. Mengurangi praktik money politics dengan menegakkan hukum dengan merata dan membuka lapangan pekerjaan pekerjaan seluasnya. d. Bagi keluarga sebagai pranata awal dan paling penting dalam proses sosial, bagaimana orang tua dapat memberikan sosialisasi kepada anak mengenai pentingnya hidup bernegara yang baik dan menekaknkan makna kejujuran. e. Sekolahpun dapat menjadi media sosialisasi bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi bahaya praktek money politik karena mengingat media sosialisasi sekolah lebih luas daripada di dalam keluarga. Disini para generasi dapat dipersiapkan sejak dini untuk menjadi penguasa pemerintahan yang bersih di kemudian hari. f. Media massa juga memiliki peran aktif dalam kehidupan masyarakat sekarang, dimana media massa merupakan media sosialisasi yang kuat dalam membentuk keayakianan baru.
BAB V KESIMPULAN A. Simpulan 1. Pandangan Masyarakat terhadap money politik dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 di Kabupaten Kotabaru Provinsi Kalimantan Selatan adalah money politik merupakan upaya untuk mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu berupa uang atau barang agar menggunakan pilihnnya kepada calon atau orang tertentu. Money Politik di Kabupaten Kotabaru memang terjadi seperti membagi-bagi uang dan barang sebelum pelaksanaan pemungutan suara,
namun antara yang
memberi dan yang diberi sulit untuk dibuktikan dan dimintai pengakuannya dan sampai pada pemilu tahun 2015 belum pernah ada yang terbukti. Bahwa calon karismatik dan atau calon memiliki reputasi baik yang mampu memberikan sosialisasi dalam pemilu, memiliki kesempatan yang lebih untuk meraih simpati pemilih dan menang. Calon yang menggunakan money politik dalam pemilu lebih efektif mendulang suara, tetapi money politik tidak menjamin kemenangan. Semakin besar dan luas sebaran money politik yang tepat, maka semakin terbuka pendukung memberikan pilihan dan meraih kemenangan
2. Bentuk-bentuk money politics dalam pemilu ada 3 yaitu a. Extrim money politics (secara gradual) berupa serangan fajar, bagibagi uang dan barang sebelum pemungutan suara bahkan di tengah jalan menuju TPS, atau membuat perjanjian. b. Soft money politics (secara halus) dengan membangun hubungan emosional memberikan bantuan pertemanan, berbuat baik jauh-jauh hari sebelum pemilu, memberikan hadiah atau pemberian secara berkelanjutan dengan memelihara konstuennya dengan pembinaan agar suara tidak ke mana-mana, meski tidak dapat memberikan jaminan, kelemahannya jika ada yang ekstrim bisa berubah. c. Mix money politics yaitu menggunakan kedua cara extrim dan soft money politics 3. Solusi terkait praktek money politics dalam pemilihan umum a. Bagi
penyelenggara
pemilu
intensitas
volume
sosialisasi
ditingkatkan, untuk memilih calon terbaik tanpa memandang pemberian uang, dan menolaknya, sosialisasikan figur terbaik calon secara terus menerus, meski sulit membendung, serta eleksi calon dari peserta pemilu b. Mengajak masyarakat untuk memilih calon terbaik. berakhlaq dan komitmen serta tidak memilih calon yang money politik
c. Diperlukan para politikus sejati yang benar-benar memahami bahwa pengertian politik adalah seni menata negara dan tujuannya adalah menciptakan kebaikan bersama agar rakyat lebih sejahtera d. Partisipasi aktif untuk melakukan perubahan-perubahan politik lebih baik, dari negara, parpol, dinasti, kelas sosial, elite dari berbagai golongan, kelompok generasional (khususnya generasi muda), kelompok etnis dan budaya e. Penegakan hukum yang dilakukan oleh Negara. Mengurangi praktik money politics dengan menegakkan hukum dengan merata dan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya f. Bagi keluarga sebagai pranata awal dan paling penting dalam proses sosial, bagaimana orang tua dapat memberikan sosialisasi kepada anak mengenai pentingnya hidup bernegara yang baik dan menekankan makna kejujuran g. Sekolahpun dapat menjadi media sosialisasi bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi bahaya praktek money politik h. Media massa juga memiliki peran aktif dalam kehidupan masyarakat sekarang, di mana media massa merupakan media sosialisasi yang kuat dalam membentuk keyakianan baru.
B. Saran-Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan sebagai berikut : 1. Bagi Partai Politik hendaknya meningkatkan kualitas selektifitas rekrutmien
terhadap calon-calon yang akan maju sebagai legislatif
maupun ekskutif, sehingga dapat merebut hati masyarakat tanpa money politik 2. Bagi pembuat undang-undang hendaknya
memperhatikan prioritas
penyusunan peraturan terkait money politik 3. Bagi masyarakat hendaknya tidak mudah tergiur atau sengaja menunggu serangan fajar (money politik) saja, tetapi lebih mementingkan pilihan terhadap calon yang berkualitas, jujur, bertanggung jawab dan amanah, demi masa depan daerah, dan negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Faried, 2011. Teori dan Konsep Administrasi dari Pemiliran Paradigmatik Menuju Redefinisi.PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Ali, Danny Januar, 2006. Politik Yang Mencari Bentuk: Kolom di Majalah Gatra,: LKiS, Yogyakarta. Fitriyah, http://www.academia.edu/5254598/FENOMENA_POLITIK_UANG_DA LAM_PILKADA Indra Ismawan, Money politics Pengaruh Uang Dalam Pemilu, Yogyakarta, Penerbit Media Presindo, 1999 Kumorotomo Wahyudi, 2002. Etika Administrasi Negara. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Kumorotomo Wahyudi, “Intervensi Parpol, Politik Uang Dan Korupsi: Tantangan Kebijakan Publik Setelah Pilkada Langsung”, Makalah, disajikan dalam Konferensi Administrasi Negara, Surabaya, 15 Mei 2009http://r.search.yahoo.com/_ylt. L. Sumartini, S.H, Money politics dalam Pemilu, Jakarta Badan Kehakiman Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, , 2004. Hal 148-149
Lesmana,Teddy, “Politik Uang Dalam Pilkada”(elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index .php/searchkatalog/.../9009.pdf , diunduh tgl. 2 Desember 2011). Lingkaran Survey Indonesia dalam artikelnya di Kajian Bulanan Edisi 09-Januari 2008 dan Edisi 10 -Februari 2008 ( dapatdiunduh di www.lsi.or.id ). MUI Prov Jatim, Rancangan Materi Mudzakarah Komisi Fatwa MUI Wilayah Timur, Komisi Fatwa MUI Jawa Timur, tth. Sugiyono, 2009.Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Bandung.
Strauss and Corbin, 2009.Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif.Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Taufiqurrahman, Rasionale Pilihan Pemilih Pada Pemilu Kepala Daerah Kabupaten Sijunjung Tahun 2010” (pasca.unand.ac.id/id/wpcontent/uploads/2011/09/Artikel-tesis.pdf, diunduh tgl. 1 Desember 2011). Gatra, 19 Pebruari 2009 Kompas tanggal 2 April 2005 Kompas, 16 Maret 2009 Koran Tempo, 23 November 2010 Kompas, 7 Agustus 2008 Suarapublik.co.id/index/index.php?...politik-uang..diunduh tgl. 24 Desember 2011. Transkrip Diskusi Publik Terbatas, ijrsh.files.wordpress.com/2008/06/politik-uangdalam-pilkada.pdf, diunduh tgl. 24 Desember 2011. https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/06/teori-teori-motivasi/
PEDOMAN WAWANCARA
1. Dalam pemilu ada issue tentang money politik, bagaimana pandangan Bapak/Ibu tentang money politik dalam pemilu 2014, baik DPR, DPD, DPRD dan Pemilu Presiden? 2. Bagaimana menurut bapak apakah memang terjadi money politik? dan mengapa ini terjadi? 3. Apakah money politik ini karena menjadi budaya atau karena peserta pemilu takut jika tidak money politik jadi kalah? Ataukah karena permintaan pemilih? 4. Bagaimana bentuk-bentuk money politik? 5. Bagaimana pandangan bapak terkait aturan dan sanksi terkait money politik? 6. Bagaimana pandangan bapak tentang money pilitik / politik uang dari sisi hukum pidanan di Indonesia, dan hukum Islam?. Informan dapat memberikan jawaban keduanya atau satu sisi hukum saja) 7. Bagaimana solusi terkait maraknya issue yang membudaya terkait money
politik dalam pemilu?