PANDANGAN MAHASISWA JAKARTATERHADAP PERNIKAHAN ANTAR ETNIS TIONGHOADAN PRIBUMI Dewi Sumarni, Marisa Harun, Sofi Zhang Binus University, Jl. Kemanggisan Ilir III No.45, Palmerah, Jakarta Barat 11480, 021-532-7630
[email protected];
[email protected];
[email protected]
ABSTRACT Interracial marriage is one of the problems between Native Indonesians and Chinese Indonesians. The purpose of this research was to acknowledge Jakarta college students’ perception of Native Indonesians and Chinese Indonesians interracial marriage. This research mainly focusing on cultural values influence on personal values and how this personal values build college students’ perceptions. Method used was quantitative research, research scope is three colleges in Jakarta with different racial background. Result indicates the differences between Native Indonesians and Chinese Indonesians’ perception on interracial marriage. Native Indonesians college students are willing to do interracial marriage in some conditions, while Chinese Indonesians college students are not willing to do interracial marriage. (DM). Keyword: interracial marriage, indigenous people of Indonesia, Chinese Indonesian, college studentsperception
ABSTRAK Salah satu permasalahan antara orang pribumi dan tionghoa adalah mengenai pernikahan campuran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan mahasiswa Jakarta terhadap pernikahan campuran pribumi-tionghoa. Rancangan penelitian akan berfokus pada pengaruh nilai budaya terhadap nilai pribadi dan bagaimana nilai pribadi itu membentuk pandangan mereka terhadap pernikahan campuran. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dari 3 universitas di Jakarta. Hasil menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pandangan orang pribumi dan pandangan orang tionghoa. Mahasiswa pribumi bersedia melakukan pernikahan campuran dengan syarat dan kondisi tertentu, sedangkan mahasiswa tionghoa sebagian besar tidak bersedia melakukan pernikahan campuran. (DM). Kata Kunci: pernikahan campuran, pribumi, tionghoa, pandangan mahasiswa
2
PENDAHULUAN Masih banyak orang tionghoa maupun pribumi yang memilih pasangan hidup satu etnis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi fenomena ini, yaitu dari sisi psikologi sosial di mana seseorang cenderung memilih pasangan hidup yang memiliki latar belakang yang sama, juga dapat disebabkan oleh prasangka (stereotype) buruk yang dimiliki kedua belah pihak terhadap satu sama lain. Alasan penulis membahas topik ini adalah karena masalah kawin campur antara orang Tionghoa dan pribumi sudah terjadi sejak leluhur orang Tionghoa-Indonesia yang berimigrasi ke Indonesia.Akan tetapi, pada jaman sekarang pernikahan campur seperti itu malah masih sensitif untuk dibahas.Hoon (2004) menuturkan, bahwa beberapa tahun belakangan, secara umum orang Tionghoa tidak lagi mengalami aksi anarkis dari orang pribumi sehingga pada generasi muda lebih banyak interaksi sosial antara etnis Tionghoa dan pribumi. Hal ini kemungkinan memiliki andil dalam proses pemilihan pasangan hidup antara etnis Tionghoa dan pribumi dan pandangan mereka terhadap pernikahan antar-etnis. Selain dipengaruhi faktor sosial budaya yang telah dijelaskan di atas, pemilihan pasangan hiidup juga memiliki landasan teori ilmiah.Salah satunya adalah teori nilai (value theory) dari Robert H. Coombs. Menurut Coombs (1961), seseorang cenderung mengkaji apakah pasangan memiliki nilai-nilai (values) yang sesuai dengan nilai yang dianutnya. Nilai-nilai yang dimiliki seseorang secara perlahan dibangun dari latar belakang agama, kelas, dan pengaruh sosial budaya, seperti keluarga dan lingkungan pertemanan. Sistem nilai ini membentuk cara pandang seseorang, salah satunya yang berdampak pada hubungan antar-etnis adalah prasangka ras(racial prejudice). Prasangka ras ini merupakan hambatan nyata dalam pemilihan pasangan. Van der Kroef (1953) menuturkan bahwa masalah antar etnis di Indonesia masih banyak terjadi dibandingkan dengan negara-negara tetangga.Faktor yang paling besar menjadi penyumbang masalah adalah faktor agama.Sebagian besar orang pribumi beragama Islam sedangkan kebanyakan etnis tionghoa beragama Buddha dan Kristen. Dari hasil penelitian Hollingshead (1950) di Amerika, ia menemukan bahwa ras adalah faktor utama yang paling mempengaruhi batasan seseorang bersedia menikahi pasangannya.Faktor agama berada kedua setelah faktor ras.Terlihat jelas dari analisa Hollingshead (1950), bahwa ras sangat mendukung kecenderungan homogami dalam memilih pasangan hidup. Dari latar belakang penelitian di atas, masalah yang kami akan kami teliti ada dua, yaitu faktor apa sajakah yang mempengaruhi mahasiswa tionghoa dan pribumi Jakarta dalam pemilihan pasangan dan bagaimana pandangan mahasiswa Jakarta terhadap pernikahan campuran antar etnis tionghoa dan pribumi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi mahasiswa Jakarta dalam pemilihan pasangan, nilai apa saja yang dimiliki mahasiswa Jakarta dalam pemilihan pasangan dan mengetahui pandangan mahasiswa tionghoa dan pribumi Jakarta terhadap pernikahan campuran.
3
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif, dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengambilan data.Pengumpulan data dilakukan di tiga universitas, yaitu universitas Bina Nusantara dengan populasi 23.000 mahasiswa, universitas Trisakti dengan populasi 15000 mahasiswa dan universitas Esa Unggul dengan populasi 10000 mahasiswa.Jumlah sampel dari masing-masing universitas adalah 68 sampel. (dengan perhitungan 10% margin of error dan 90% level of confidence). Metode analisis data yang digunakan yaitu berdasarkan Koenjaraningrat (1983:178) dengan menggunakan metode pendekatan dengan skala 1-4. Sangat tidak setuju (STS) menunjukkan angka 1, tidak setuju (TS) menunjukkan angka 2, setuju (S) menunjukkan angka 3 dan sangat setuju (SS) menunjukkan angka 4. Bila jumlah data mendekati angka 1 berarti pandangan negatif, sedangkan bila hasil data mendekati angka 4 maka pandangan positif.
HASIL DAN BAHASAN 1. Faktor-faktoryang mempengaruhi pemilihan pasangan Menurut Coombs pemilihan pasangan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ada dalam diri seseorang.Nilai-nilai tersebut terdiri dari nilai pribadi (personal values) dan nilai cultural (cultural values).Kedua nilai ini dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam pemilihan pasangan. Menurut Hollingshead, faktor-faktor tersebut antara lain ras, agama dan kelas. 1.1 Personal Values
Tabel 1Nilai Pribadi Orang Pribumi
Tabel 2Nilai Pribadi Orang Tionghoa
Pada skala mengenai personal value yang paling penting bagi mahasiswa pribumi dari ketiga universitas di atas menunjukkan kecenderungan yang hampir sama.Dapat dilihat bahwa agama mendominasi perbandingan skala.Sedangkan, bagi mahasiswa tionghoa, terlihat perbedaan yang signifikan.Bagi mahasiswa Binus dan Trisakti, ras menunjukkan nilai yang paling penting,sedangkan bagi mahasiswa EsaUnggul, agama menunjukkan nilai yang paling penting.
4 Nilai yang paling penting bagi mahasiswa pribumi adalah nilai agama. Nilai ini sangat penting bagi mereka, terlihat dari nilai yang signifikan dibanding nilai lainnya. Bagi mahasiswa tionghoa, nilai agama dan nilai ras menduduki posisi yang sejajar. 1.2 Cultural Values (orangtua dan teman) Tabel 3Pengaruh Orangtua Pribumi
Tabel 4Pengaruh Orangtua Tionghoa
Mahasiswa pribumi dari ketiga universitas mengakui bahwa orangtua berpengaruh dalam pemilihan pasangan.Mahasiswa tionghoa dari ketiga universitas mengakui bahwa orangtua berpengaruh dalam pemilihan pasangan. Hal ini menunjukkan budaya timur yaitu pernikahan bukan hanya masalah dua orang tapi dua keluarga. Tabel 5Pengaruh Teman Mahasiswa Pribumi
Tabel 6Pengaruh Teman Mahasiswa Tionghoa
Dapat dilihat dari 3 universitas di atas, walaupun kebanyakan teman ber-ras sama, mereka tidak merasa lebih nyaman dengan ras yang sama. Bagi mahasiswa tionghoa Binus, walaupun kebanyakan teman ber-ras sama, mereka tidak merasa lebih nyaman berteman dengan ras yang sama. Bagi mahasiswa tionghoa Trisakti, kebanyakan teman mereka ber-ras sama, mereka juga merasa lebih nyaman berteman dengan ras yang sama. Bagi mahasiswa tionghoa Esa Unggul, teman kebanyakan ber-ras berbeda dan mereka tidak merasa lebih nyaman berteman dengan ras yang sama.
Dari tabel 5 dan tabel 6, hanya mahasiswa Trisakti yang setuju mereka lebih nyaman dengan ras yang sama. Ini dikarenakan jumlah mahasiswa pribumi dan tionghoa yang sejajar sehingga membuat mereka mengelompokkan diri dengan teman yang ber-ras sama.
5 Pandangan mahasiswa terhadap stereotip ras Tabel 7Pandangan Mahasiswa Pribumi
Tabel 8Pandangan Mahasiswa Tionghoa
terhadap Stereotip Tionghoa
terhadap Stereotip Pribumi
Secara umum, Mahasiswa pribumi dari ketiga universitas sudah tidak mengakui adanya stereotip ras.Bagi mahasiswa Tionghoa Binus dan Esa Unggul, stereotip ras sudah tidak ada. Namun, bagi mahasiswa tionghoa Trisakti ternyata stereotip ras masih ada. Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam fenomena ini. Jumlah mahasiswa pribumi dan tionghoa yang sejajar membangun dua kelompok ras dan membuat mereka saling membandingkan kekurangan satu sama lain. 1.3 Pandangan orangtua dalam tahapan hubungan dengan ras yang berbeda
PribumiDalam Tahapan Hubungan dengan
Tabel 10Pandangan Orangtua TionghoaDalam Tahapan Hubungan
Ras yang Berbeda
dengan Ras yang Berbeda
Tabel 9Pandangan Orangtua
Orangtua dari mahasiswa pribumi Binus dan Trisakti mendukung anaknya untuk berteman, bersahabat hingga berpacaran dengan orang tionghoa, namun tidak mendukung mereka menikah dengan orang tionghoa.Orangtua dari mahasiswa pribumi Esa Unggul hanya mendukung anaknya untuk berteman dan bersahabat dengan orang tionghoa, namun tidak mendukung mereka berpacaran dan menikah dengan ornag tionghoa.Orangtua dari mahasiswa tionghoa ketiga universitas hanya mendukung anaknya untuk berteman dan bersahabat dengan orang pribumi, namun tidak mendukung mereka berpacaran dan menikah dengan orang pribumi.
6 Saat orangtua mendukung anaknya masuk ke sebuah universitas, mereka pasti sudah punya gambaran lingkungan pertemanan dalam universitas tersebut. Orangtua dari mahasiswa universitas yang lebih banyak tionghoanya memiliki kelonggaran dalam pandangan mereka terhadap pernikahan campuran. Sedangkan Orangtua dari mahasiswa universitas yang sedikit tionghoanya memiliki pandangan yang lebih negatif terhadap pernikahan campuran. Ini menunjukkan perbedaan sikap yang bisa dikaitkan dengan lingkungan universitas tersebut. Fenomena ini berbeda bagi orang Tionghoa, data dari ketiga universitas menunjukkan tanggapan yang sama, orangtua mahasiswa tionghoa tidak setuju anaknya memiliki hubungan asmara dengan orang pribumi. 1.4 Perbandingan pengaruh personal value dengan cultural value Tabel 11Perbandingan Pengaruh Personal Value dengan Cultural Value(Pribumi)
Tabel 12Perbandingan Pengaruh Personal Value dengan Cultural Value (Tionghoa) Bagi mahasiswa pribumi Binus, Trisakti dan Esa Unggul,personal value tidak menunjukkan angka positif. Sedangkan cultural values mahasiswa Trisakti dan Esa Unggul menunjukkan angka yang positif dan mahasiswa Binus tetap menunjukkan angka yang negatif. Ini menunjukkan bahwa bagi mahasiswa pribumi, nilai-nilai pribadi ini tidak dipegang erat dan memiliki kemungkinan untuk berubah. Angka dari data mahasiswa Tionghoa ketiga universitas menunjukkan nilai positif dari kedua nilai, yaitu nilai pribadi dan nilai cultural.Ini menunjukkan kedua nilai tersebut penting bagi mereka.Melihat tanggapan mahasiswa terhadap nilai kultural, pengaruh orangtua lebih mendominasi daripada pengaruh teman-teman maupun nilai yang dianutdiri sendiri.Ini membuktikan budaya timur yang masih berkeyakinan bahwa pernikahan adalah urusan dua keluarga, bukan hanya dua pribadi. Keluarga diwakilkan oleh orangtua, memegang peranan penting dalam nilai dan pandangan mahasiswa.
2. Pandangan mahasiswa Jakarta terhadap pernikahan campuran pribumi-tionghoa
7
Dalam bagian kedua, kita akan membahas pandangan mahasiswa Jakarta terhadap pernikahan campuran. Pandangan dapat berubah-ubah, terutama bila ada pergeseran nilai, Karena itu penulis juga akan mengupas lebih lanjut apakah pandangan mereka dapat berubah dengan syarat-syarat tertentu. Selain itu juga penting untuk mengetahui alasan terkuat dibalik pandangan mereka.
8 2.1 Pandangan mahasiswa Jakarta terhadap pernikahan campuran pribumi tionghoa secara umum Tabel 13Pandangan Mahasiswa Pribumi
Tabel 14Pandangan Mahasiswa Tionghoa
Jakarta terhadap Pernikahan Campuran
Jakarta terhadap Pernikahan Campuran
Pribumi Tionghoa Secara Umum
Pribumi Tionghoa Secara Umum
Mahasiswa pribumi dari ketiga Universitas menganggap negatif pernikahan campuran pribumi tionghoa.Mahasiswa tionghoa dari ketiga Universitas menganggap positif pernikahan campuran pribumi tionghoa. Orang tionghoa menyadari bahwa asimilasi merupakan hal yang perlu dilakukan supaya mereka diterima sebagai bangsa indonesia. Hal ini terlihat dari pandangan positif mereka terhadap pernikahan campuran.Sedangkan mahasiswa pribumi malah memiliki pandangan negatif terhadap pernikahan campuran, mereka masih menganggap orang tionghoa sebagai pendatang. 2.2 Pandangan pribadi dalam tahapan hubungan dengan ras yang berbeda Tabel 15Pandangan Pribadi Pribumi Dalam
Tabel 16Pandangan Pribadi Tionghoa Dalam
Tahapan Hubungan dengan Ras yang Berbeda
Tahapan Hubungan dengan Ras yang Berbeda
Terdapat perbedaan pandangan antara 3 universitas.Mahasiswa pribumi Binus bersedia berteman, bersahabat, berpacaran hingga melakukan pernikahan campuran dengan orang tionghoa.Mahasiswa pribumi Trisakti bersedia berteman, bersahabat, berpacaran, namun tidak bersedia melakukan pernikahan campuran dengan orang tionghoa. Mahasiswa pribumi Esa unggul hanya bersedia berteman dan bersahabat dengan orang tionghoa.
9 Mahasiswa tionghoa dari ketiga universitas hanya bersedia berteman dan bersahabat dengan orang pribumi, namun tidak bersedia berpacaran dan menikah.
10 Dalam kenyataannya ditemukan data yang malah berbanding terbalik dengan pandangan mereka terhadap pernikahan campuran secara umum. Mahasiswa pribumi Binus dan Trisakti bersedia berhubungan asmara dengan orang tionghoa, padahal mereka tidak menyetujui pernikahan campuran. Ini menandakan adanya perubahan nilai dari nilai budaya mereka tidak setuju, namun dalam pribadi mereka, mereka memiliki kemungkinan berkompromi dengan nilai budaya tersebut. 2.3 Pandangan pribadi terhadap pernikahan campuran (dengan syarat) Tabel 17Pandangan PribadiPribumi terhadap
Tabel 18Pandangan Pribadi Tionghoa terhadap
Pernikahan Campuran (dengan syarat)
Pernikahan Campuran (dengan syarat)
Mahasiswa pribumi Binus menanggapi positif semua syarat karena pada tabel sebelumnya, mereka bersedia melakukan pernikahan campuran dengan orang tionghoa. Mahasiswa pribumi Trisakti bersedia menikah dengan orang tionghoa asalkan beragama sama atau sesuai dengan pasangan idaman mereka. Mahasiswa pribumi Esa Unggul hanya bersedia menikah dengan orang tionghoa bila beragama sama.Mahasiswa Tionghoa ketiga universitas menanggapi negatif semua syarat yang ada. Dengan suatu kondisi yang berbeda, suatu pilihan dapat berubah karena itu kita harus meneliti lebih dalam pandangan mereka dengan memasukkan syarat-syarat dari nilai yang dianggap penting bagi mereka, yaitu agama. Hasilnya, sebagian mahasiswa pribumi bersedia menikah dengan orang tionghoa asalkan beragama sama. Bagi mahasiswa dari universitas yang lebih banyak tionghoa nya, nilai agama ini dapat digeser oleh figur pasangan idaman. Mereka bersedia menikah dengan orang tionghoa asalkan sesuai dengan pasangan idaman mereka. Bagi mahasiswa dari universitas yang lebih sedikit tionghoa nya, nilai agama ini tidak bergeser. Ini membuktikan bahwa lingkungan sosialisasi sangat berpengaruh dalam pandangan seseorang.
11 2.4 Pandangan pribadi terhadap pernikahan campuran (dengan alasan) Tabel 19Pandangan PribadiMahasiswa
Tabel 20Pandangan
Pribumi terhadap Pernikahan Campuran
PribadiMahasiswaTionghoa terhadap
(dengan alasan)
Pernikahan Campuran (dengan alasan)
Alasan mahasiswa pribumi Binus tidak bersedia melakukan pernikahan campuran adalah karena masalah agama dan orangtua menentang. Alasan mahasiswa pribumi Trisakti tidak bersedia melakukan pernikahan campuran adalah karena masalah agama, tidak sesuai pasangan idaman dan orangtua menentang. Alasan mahasiswa pribumi Esa Unggul tidak bersedia melakukan pernikahan campuran adalah karena masalah agama. Alasan mahasiswa Tionghoa ketiga universitas tidak bersedia melakukan pernikahan campuran adalah karena masalah agama, tidak sesuai pasangan idaman dan orangtua menentang. Setelah meneliti lebih jauh alasan apa yang ada di balik pandangan mereka tersebut. Masalah agama dan ketidaksetujuan orangtua adalah alasan utama mahasiswa Binus tidak bersedia menikah dengan orang tionghoa, masalah agama dan tidak sesuai pasangan idaman adalah alasan utama mahasiswa Trisakti tidak bersedia menikah dengan orang tionghoa, masalah agama adalah satu-satunya alasan mahasiswa Esa Unggul tidak bersedia menikah dengan orang tionghoa.
12
SIMPULAN DAN SARAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan latar belakang sosial dan sistem nilai sebagai acuan untuk meneliti pandangan mahasiswa Jakarta terhadap pernikahan campuran pribumi tionghoa. Dari data yang telah dianalisa, ditemukan keterkaitan yang sangat erat antara nilai dan latarbelakang sosial seseorang dengan pandangan mereka terhadap pernikahan campuran. Bagi orang pribumi, nilai agama menentukan apakah dirinya bersedia menikah dengan orang tionghoa. Secara umum mereka tidak bersedia menikah dengan orang tionghoa, namun saat nilai agama ini terpenuhi, pandangan itu berubah dan mereka bersedia menikah dengan orang tionghoa. Sedangkan bagi orang tionghoa, nilai ras dan nilai agama sama-sama berpengaruh, namun pengaruh orangtua lebih mendominasi. Pengaruh dari orangtua salah satunya adalah nilai ras, sehingga pada akhirnya nilai ras lah yang lebih unggul. Karena nilai ras lebih unggul, mereka tidak bersedia menikah dengan orang yang berbeda ras. Pada generasi selanjutnya, ketika pengaruh generasi tua sudah memudar, nilai agama memiliki kemungkinan untuk menggeser nilai ras orang tionghoa. Penelitian ini dapat dikembangkan menjadi penelitian selanjutnya, misalnya : bagaimana pandangan orang yang pernah berpacaran dengan orang yang berbeda ras terhadap pernikahan
campuran, bagaimana pandangan korban kerusuhan Mei 1998 terhadap pernikahan campuran dan bagaimana cara pasangan pernikahan antar etnis mengatasi permasalahan dalam perbedaan budaya. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam perkembangan hubungan antar etnis pribumi tionghoa.
REFERENSI
代璐遥, 罗莉. 种族主义的解读及其背后的文化积淀 — 警惕全球化中的文化陷阱[J].攀枝花 学院学报, 2007, 24.(2): 55-59. 贺荟中, 连福鑫. 价值观测量方法综述[J]. 教育理论与实践, 2011, 31.(2): 35-38. 王英侠,徐晓军.择偶标准变迁与阶层间的封闭性 — 以 1949 年以来择偶标准变迁为例[J]. 青 年成长与发展研究, 2011,163.(1): 47-51. 张婍,冯江平,王二平.群际威胁的分类及其对群体偏见的影响[J].心里科学进展,2009, 17.(2): 473-480. 张云喜. 社会交换理论视域下的婚姻与择偶[J].山西青年管理干部学院学报,2013, 26.(2): 67-69.
13 Coppel, C. A. (1994). Tionghoa Indonesia dalam krisis. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Dawis, A. (2010). Orang Indonesia Tionghoa Mencari Identitas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka utama Hoon, Chang Y. (2012). Identitas Tionghoa Pasca-Suharto.Jakarta:YayasanNabil dan LP3ES Koentjaraningrat.(1983). Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia Brown, W.O.(1933).Rationalization of Race Prejudice. International journal of Ethics, Vol. 43, No. 3, pp.294-306 Coombs, Robert H. (1961). A Value Theory of Mate Selection.The Family Life Coordinator, Vol. 10, No. 3 , pp. 51-54 Folsom, J. F. (1937).Changing Values in Sex and Family Relations. American Sociological Review, 2, pp. 717-726. Freeman, L. (1955). Homogamy in Interethnic Mate Selection.Sociology and social Research JuliAugust 1955 Norihvettem University Hollingshead, A. B.(1950). Cultural factors in the selection of Marriage Mates. American Sociological Review, Vol. 15, No. 5, pp. 619-627 Hoon, Chang Y. (2004). How to be Chinese: Ethnic Chinese Experience: A Reawakening of their Chinese Identity. Research Collection of Social Science Singapore Management University Jones, M.,Roberts, K. (2007) Interracial dating: An Investigation of the Inconsistencies in General and Personal attitudes. Hanover College Koning, J.,Susanto, A. (2007). A Transforming China and Chinese Indonesians.International Conference: “Implications of a Transforming China: Domestic, Regional and Global Impacts”. Kuala Lumpur: University of Malaya Poerwanto, H. (1976). The Problem of Chinese Assimilation and Integration in Indonesia.Philippine Sociological Review, Vol. 24, No. 1/4, THE CHINESE IN ASEAN COUNTRIES: Changing Roles and Expectations, pp. 51-55 Schwartz, S. H. (2012). An Overview of the Schwartz Theory of Basic Values. The Hebrew University of Jerusalem Tan, Mely G. (1987). The Role of Ethnic Chinese minority in Development: The Indonesian Case. Southeast Asian Studies, vol 25, pp.63-81 Tan, Mely G. (1991). The Social and Cultural Dimensions of the Role of Ethnic Chinese in Indonesian Society.The Role of Indonesia Chinese in Shaping Modern Indonesian Life, pp. 113-125 Tsai, Y.L. (2011). Spaces of Exclusion: Walls of Intimacy: Rethinking “Chinese Exclusivity” in Indonesia Van der Kroef, Justus M. (1953). Chinese Assimilation in Indonesia.Social Research, Vol. 20, No. 4, pp. 445-472 Yancey, G. (2002). Who interracially dates: An examination of the characteristics of those who have interracially dated.Journal of Comparative Family Studies, 33(2), 179-190 Zhu, J. (2011). Status of chinese Indonesia in Post-Authoritorian Indonesia. Journal of Undergraduate Anthropology, pp.30-48
RIWAYAT PENULIS Dewi Sumarni lahir di kota Pontianak pada tanggal 23 September 1992. Penulis menamatkan pendidikan SMA di SMA Santo Paulus Pontianak pada tahun 2010.Saat ini bekerja
14 sebagai private teacher di perumahan Taman Ratu – Jakarta Barat. Marisa Harunlahir di kotaBandung pada tanggal 1 Januari 1991. Penulis menamatkan pendidikan Diploma di Nanyang Academy of Fine Arts pada tahun 2009.Saat ini bekerja sebagai freelance graphic designer di Jakarta. Sofi, B.A., M.Lit.lahir di kota Jambi.Lulusan Master of Literature bidang Linguistics and Applied Linguistics di Beijing Language and Culture University.Sejak tahun 2006 aktif mengajar di Binus University Chinese Department.