PANDANGAN ISLAM TERHADAP NIAT DAN SEMANGAT DALAM PENINGKATAN KINERJA1 Oleh: Kamrani Buseri2 A. PENDAHULUAN Islam adalah agama yang bertujuan menghantarkan umatnya untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Untuk itu Islam mengajarkan sekaligus mendorong pemeluknya untuk bekerja dengan sebaik-baiknya (ahsanu ‘amala). Bekerja sendiri merupakan tanda syukur kehadirat Allah atas
ne’mat
yang
diberikan
Allah
kepadanya sebagaimana yang
digambakan oleh Allah dalam firmannya pada surah Saba’ ayat 13: “Bekerjalah hai keluarga Nabi Daud sebagai tanda bersyukur kepada Allah”. Di lain pihak, Islam juga menegaskan bahwa posisi atau derajat seseorang ditentukan oleh amalnya, maksudnya seseorang akan bernilai di mata manusia maupun dalam pandangan Allah SWT, atas track record pekerjaan sehari-harinya, bukan atas dasar suatu jabatan yang terpundak di bahunya. Tentu saja suatu pekerjaan yang positif, yakni yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Tugas pokok manusia sebagai abdullah dan khalifatullah di muka bumi ini menggiring kita kepada dua corak amal atau kerja kita yakni kerja yang bersifat keduniawian dan keukhrawian. Sebagai abdullah kita diharuskan melakukan amal-amal atau pekerjaan keukhrawian seperti ibadah
mahdhah,
zikir,
salawat
dan
lainnya,
sementara
sebagai
khalifatullah mengharuskan kita melakukan kerja-kerja duniawiah seperti bertani, berdagang, sebagai pegawai negeri maupun lainnya. Keduanya harus seimbang dilakukan. Untuk mencapai keseimbangan dan kerja yang positif dan kerja yang berkualitas tidak terlepas dengan masalah niat dan masalah semangat 1
Disampaikan pada Pemaknaan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang dikaitkan dengan Pencerahan Pegawai Lingkup Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (BALITTRA), di Aula BALITTRA Banjarbaru, tanggal 28 Januari 2014. 2
Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam, pengajar Ilmu Pendidikan Islam, Filsafat Ilmu dan Manajemen Pendidikan Islam pada Pascasarjana IAIN Antasari, Ketua Dewan Pengawas Syariah Bank Kalimantan Selatan, Asesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT), Ketua Dewan Penasehat Majelis Ulama
Indonesia Provinsi Kalimantan Selatan, dan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Al-Washliyah Kalimantan Selatan.
1
atau ghairah dalam bekerja. Niat adalah fondasi dalam kerja setiap orang dan dasar bagi berpahala atau tidaknya pekerjaan itu.
ﺳﻣﻌت رﺳول ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ:ﺳﻣﻌت ﻋﻣر ﺑن اﻟﺧطﺎب رﺿﻲ ﷲ ﻋﻧﮫ ﻋﻠﯨﻰ اﻟﻣﻧﺑر ﻗﺎل ﻓﻣن ﻛﺎﻧت ھﺟرﺗﮫ إﻟﻰ، وإﻧﻣﺎ ﻟﻛل اﻣرىء ﻣﺎ ﻧوى، )إﻧﻣﺎ اﻷﻋﻣﺎل ﺑﺎﻟﻧﯾﺎت:ﻋﻠﯾﮫ وﺳﻠم ﯾﻘول رواه ﺑﺧﺎري.( ﻓﮭﺟرﺗﮫ إﻟﻰ ﻣﺎ ھﺎﺟر إﻟﯾﮫ، أو إﻟﻰ اﻣرأة ﯾﻧﻛﺣﮭﺎ،دﻧﯾﺎ ﯾﺻﯾﺑﮭﺎ “Hanyasanya setiap amal tergantung dengan niat, dan bagi setiap orang sesuai dengan apa yang diniatkannya. Siapa yang berhijrah karena bermaksud dunia akan diperolehnya, atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya”. B. BEBERAPA PENGERTIAN Niat ( )اﻟﻧﯾﺔsama dengan ( )اﻟﻘﺻد واﻟﻌزمyang berarti bermaksud dan berketetapan hati, bersungguh-sungguh, bersikeras3. Adapun semangat dalam bahasa Arab disebut dengan ( ) اﻟﻐﯾرة – اﻟﻧﺟوة4 Niat seringkali dikaitkan dengan motif yang seakar dengan motivasi, sementara motivasi diartikan ke dalam bahasa Indonesia dengan sesuatu yang mendorong seseorang untuk berbuat atau melakukan sesuatu. Memang bila disadari bahwa sebelum kita bermaksud melakukan sesuatu, lazim di dalam hati kita selalu terbetik apa yang mendorong kita bermaksud melakukan sesuatu itu. Sesuatu yang terbetik itu harus diluruskan dengan niat kita. “Di dalam Al-Qur’an, niat mengerjakan sesuatu karena Alah dinyatakan dengan berbagai ungkapan. Ada kalanya diungkapkan dengan “menghendaki kehidupan akhirat” (antara lain pada surat Al-Isra:19), atau sering juga diungkapkan dengan “menghendaki keredhaan Allah” (antara lain pada surat Al-Lail:20, An-Nisa:114)”5 Niat terbagi kepada niat ibadah yakni melakukan sesuatu sematamata karena Allah, dan niat iqtishadiyah atau niat dagang yakni melakukan sesuatu karena sesuatu selain Allah seperti ingin memperoleh pujian, harta, kedudukan dan sebagainya. Niat ibadah mendatangkan keikhlasan dan kesadaran yang tinggi, tidak tergantung dari ada tidaknya reward duniawi yang bisa dilihat, namun ia bekerja atas dasar kesadaran 3
Lihat Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta, 1984, h. 1579. Ibid, h. 1102. 5 Ir. Permadi Alibasyah, Bahan Renungan Kalbu, Cahaya Makrifat Bandung, 2005, h. 46. 4
2
ruhaniahnya. Inilah yang disebut dengan kecerdasan spiritual. Seorang pegawai atau guru menunaikan tugasnya karena Allah, maka pekerjaannya akan selalu baik dan terbaik
meskipun tidak ada pimpinan yang
mengawasinya. Dia sadar andaikata reward duniawai diperolehnya kecil, masih ada keyakinan bahwa akan memperoleh reward yang lebih bermakna yakni pahala akhirat yang kekal abadi. Melalui sikap positif itulah, dia akan memperoleh kesenangan, kegairahan dalam bekerja hingga yakin akan mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Sebaliknya bila seseorang berniat dagang dan ternyata reward yang diperoleh tidak memenuhi harapannya, maka dia akan menjadi kecewa dan inilah cikal bakal munculnya sakit hati yang menjauhkan dari kebahagiaan. Nabi
mengingatkan
bahwa
betapa
banyak
pekerjaan
yang
merupakan amalan akhirat tetapi berubah menjadi amalan dunia karena salah atau jeleknya niat, dan betapa banyak amalan duniawi yang berubah menjadi amalan akhirat karena betul atau baiknya niat. Bekerja termasuk pekerjaan akhirat bila dilakukan dengan penuh kesadaran bahwa Allah menyuruh kita untuk mencari nafkah. Tetapi bekerja termasuk pekerjaan dunia, bila kita melakukannya karena sematamata untuk mencari nafkah belaka6. C. NIAT SEBAGAI FONDASI MOTIVASI Niat sangat penting, karena niat itulah yang memberi dan mengarahkan kan motivasi bagi seseorang untuk beraktivitas. Gordon M Hart menggambarkan bahwa yang paling luar adalah tingkah laku, kemudian sikap dan seterusnya yang terdalam adalah nilai7 Niat yang benar
motivasi yang benar. Dalam pandangan Islam niat
yang benar itu disebut niat yang ikhlas atau niat melakukan sesuatu sematamata karena Allah, bukan karena yang lainnya.
6
Ibid., h. 47. Hart, Gordon M., Values Clarification for Counselors: How to Counselors, Social Workers, Psychologists, and Other Human Service Workers Can Use Available Techniques. Illinois USA, Charles C Thomas Pub-lisher Springfield, 1978, h.6. 7
3
Runtut munculnya : dari iman yang benar yang benar
sikap yang benar
niat yang benar
nilai
perilaku yang benar.
Bisa digambarkan seperti berikut, bahwa yang paling mendasar adalah iman dan keyakinan atau believe and conviction, kemudian muncul nilai atau value, dari value muncul sikap atau attitude dan terakhir muncullah dipermukaan yang tampak yakni perilaku atau behavior.
Perilaku (behavior)
Sikap (attitude)
Nilai (value)
Niat yang benar (intention)
Iman dan keyakinan (believe and conviction)
Semua amal atau pekerjaan sertiap orang di dahului oleh niatnya, sebagaimana penegasan Rasul SAW sebelumnya. D. MOTIVASI DAN SEMANGAT Motivasi kb (peng)alasan, daya batin, dorongan. Jadi sesuai dengan niat kita apakah dorongan ibadah atau dorongan lain yang memotivasi kita bekerja. Sesuatu yang mendorong atau yang menjadi alasan kita bekerja ada yang bersifat motivasi internal dan eksternal. Motivasi yang bersumber dari iman kepada Allah, sangat kuat pengaruhnya terhadap semangat bekerja seseorang. Semangat
kerja (working morale) merupakan bagian penting dari
kecerdasan spiritual.
4
Pepatah Arab menyatakan
ﻣن ﺟد وﺟدartinya siapa yang bersungguh-
sungguh pasti mendapatkannya. Seseorang yang bersungguh-sungguh berusaha dalam berbagai hal insya Allah akan mencapai apa yang dicitacitakannya.
“Hai manusia, Sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguhsungguh menuju Tuhanmu, Maka pasti kamu akan menemui-Nya” (Q. S. AlInsyiqaq: 6).
E. KERJA KERAS, INOVATOR DAN KUALITAS KENERJA Islam sangat menghargai kerja keras, dan hal itu dicontohkan oleh Rasulullah sendiri. Muhammad seorang yatim piatu dan hidup dalam keadaan susah, beliau sejak kecil berusaha mencari rezeki dengan mengambil upah menggembala kambing milik orang Quraisy. Setelah berusia 12 tahun beliau sudah belajar berdagang dengan ikut bersama paman beliau Abu Thalib ke Syiria, kemudian belaiu berdagang sendiri dan selanjutnya menjadi eksporter yakni beliau bukan saja berdagang di sekitar Mekkah tetapi sudah jauh seperti ke Syam, Irak, Yordania dan Yaman. Akhirnya beliau menjadi kaya raya sebagaimana penegasan Allah SWT pada surah
“dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan”. Kekayaan Muhammad tergambar pada saat memberikan mahar untuk menikahi Khadijah yaitu sebesar 20 ekor unta muda ditambah dengan 12 ons emas. Diceriterakan pula bahwa Nabi pernah membagikan lebih dari 1500 onta kepada beberapa orang Quraisy setelah perang Hunain. Pernah
5
membagikan uang 90.000 dirham kepada orang banyak dengan meletakkan uang tersebut di atas tikar sampai habis, dan lainnya8. Manusia yang beriman terhadap Kitab Allah Alquran terbagi kepada tiga kelompok, sebagaimana penegasan Allah pada Q. S. Fathir (35):32 berikut:
“kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar” (Q. S. Fathir (35):32). Adapun yang dimaksud dengan orang yang Menganiaya dirinya sendiri (ﻟﻧﻔﺳﮫ
)ظﺎﻟمialah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada
kebaikannya, dan pertengahan ( ) ﻣﻘﺗﺻدialah orang-orang yang kebaikannya berbanding dengan kesalahannya, sedang yang dimaksud dengan orangorang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ( ) ﺳﺎﺑق ﺑﺎﻟﺧﯾراتialah orangorang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat kesalahan. Dalam penjelasan yang lain adapun yang dimaksud dengan kelompok yang menganiaya dirinya sendiri (zhalimun li nafsihi) yaitu orang-orang yang melakukan
segala
yang
wajib,
tetapi
yang
dilarang
(haram)
juga
dikerjakannya; orang-orang pertengahan yaitu yang mengerjakan sesuatu yang wajib, meningalkan yang haram, mengerjakan sebagian yang sunnat, tetapi tetap mengerjakan yang makruh. Adapun orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebajikan yaitu orang-orang yang selalu mengerjakan yang wajib dan yang sunnat, meningglkan yang haram dan yang makruh, bahkan yang mubah (dibolehkan) sekalipun kadang-kadang juga mereka tinggalkan. Berkenaan dengan ketiga golongan manusia ini Nabi menyatakan bahwa orang-orang yang yang lebih dahulu dalam kebajikan mereka akan masuk sorga tanpa dihisab, sementara orang-orang yang pertengahan akan 8
Lihat Muhammad Syafii Antonio, Muhammad SAW The Super Leader Super Manager, PLM (Prophetic Leadership & Management Centre, Jakarta, 2007, h. 92-93.
6
dihisab tetapi dengan perhitungan yang ringan, adapun mereka yang menzhalim dirinya akan ditawan dan dikenakan kepadanya duka cita atau disiksa terlebih dahulu baru akan masuk sorga. Firman Allah ini mendorong agar kita umat manusia menjadi orangorang yang selalu lebih dahulu dalam kebajikan agar masuk sorga tanpa dihisab, merupakan kelompok manusia yang istimewa. Orang-orang yang lebih dahulu dalam kebajikan adalah orang yang inovatif, menemukan sesuatu yang baru dan sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi umat manusia. Dilain pihak Islam mendorong kepada umatnya agar selalu bekerja, karena posisi seseorang tergantung dari kerja atau amalnya. Firman Allah pada surah Al-Ahqaaf: 19.
“dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan”. Kerja dalam pandangan Islam haruslah yang terbaik sebagaimana ditegaskan Allah pada surah Al-Mulk: 2.
“yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. F. SEMANGAT TINGGI DAN KINERJA HEBAT Ada beberapa langkah untuk membetulkan niat dan menumbuhkan semangat kerja, antara lain: 1. Menyadari bahwa pekerjaan yang kita lakukan adalah sesuai dengan ketentuan dari Tuhan. 2. Meyakini bahwa pekerjaan tersebut bila diniatkan karena Allah, maka ia akan menjadi ibadah.
7
3. Menyadari bahwa sesuatu yang bersifat ibadah akan mendatangkan pahala di dunia dan di akhirat kelak. Pahala di akhirat lebih baik dari pahala di dunia. 4. Meyakini bahwa urusan reward adalah urusan Tuhan dan Tuhan tidak pernah menzalimi makhluknya. 5. Meyakini bahwa pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan ketentuan Allah akan mendatangkan ketenangan dalam hidup di dunia ini, karena apa yang dipilihkan Allah untuk kita itulah yang terbaik.. 6. Meyakini bahwa kehidupan di dunia ini baik, tetapi kehidupan di akhirat adalah lebih baik. 7. Menyadari bahwa hakikat kehidupan di dunia ini adalah periode dan tempat ujian untuk berkompetisi atau berlomba-lomba menggapai prestasi (amal) kehidupan yang terbaik atau menggapai kualitas hidup yang terbaik (fastabiqul al-khairat), al-Baqarah (2):148. Oleh sebab itu dalam proses menghadapi hidup dan kehidupan ini harus mengimplementasikan sesuatu yang berkualitas seperti
dinamis, kreatif, inovatif, efisien dalam arti tidak
mubazir dan efektif dalam arti selalu terarah kepada tujuan. Di sisi lain hidup yang berkualitas itu adalah kerja keras, tekun, sungguh-sungguh, optimis dan positif, meskipun keputusan final berada di tangan Allah. Oleh sebab itu manusia harus menyadari wilayah kewenangan dia sesuai dengan yang diberikan Tuhan untuk menghadapi kehidupan, sekaligus menyadari wilayah Tuhan. Atas dasar itulah segala bentuk amal, baik berupa ibadah dan lainnya, bahkan hidup dan mati sendiri hanyalah diserahkan kepada Allah. Amal yang dimulai dari gerak hati sampai dilakukan oleh anggota harus selalu diorientasikan kepada apa yang diredhai Allah. 8. Sifat-sifat kehidupan di dunia menurut an-Nahlawi9, sebagai berikut: a. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan sementara, tempat perlintasan dan instrumen untuk menuju kehidupan di akhirat, karena itu tidak boleh dijadikan sebagai tujuan kehidupan. Menjadikan dunia sebagai puncak kehidupan dan tujuan akhir akan melalaikan dan membuat manusia lupa 9
Al-Nakhlawy ‘Abd ar Rahman., Usul at-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibiha fi alBait wa al-Madrasah wa al-Mujtami’, Damsyiq: Dar al-Ma’arif, 1979, h. 47-49. 8
terhadap tujuan penciptaan dunia, yang sebenarnya hanyalah tempat ujian manusia. Tempat kehidupan yang sejati (dar al-baqa) adalah akhirat, sedang dunia hanyalah wadah kehidupan yang akan lenyap. b. Kehidupan dunia penuh dengan hiasan indah (az-zinah) dan perhiasan (az-zukhruf), syahwat serta pelbagai kelezatan (al-muladzdzat) yang pada hakikatnya menjadi bagian instrumen dunia yang menambah sempurnanya (dan beratnya) ujian dan cobaan kepada manusia (Hud (11): 15-16; Ali Imran (3): 14). c. Seorang muslim tidak saja boleh menikmati dunia bahkan memiliki hak penuh untuk menikmati kehidupan dunia asal sesuai dengan ketentuan syariah (al-Qashah (28):77; dan al-A’raf (7): 32). Dalam hal ini muslim dapat menikmati dunia sebagaimana orang-orang kafir dan mulhid, tetapi dengan syarat bahwa hal itu tidak melalaikan dari ketaatan kepada Allah. Yakni seorang muslim harus memanfaatkan dunia untuk kepentingan
kehidupan
akhirat
dan
menundukkan
dunia
untuk
kepentingan melaksanakan ketaatan kepada Allah. Seorang muslim boleh menikmati harta sembari digunakan untuk membayar zakat, dapat menikmati memperoleh anak guna dididik menjadi seorang hamba yang taat kepada Allah dan syariat-Nya. Demikian seterusnya seorang muslim menikmati apa saja yang diperbolehkan oleh syara’ dan dengan tujuan yang dibenarkan oleh syara’ pula. d. Dunia ini memiliki tatanan sosial dan tatanan kemanusiaan yang telah ditradisikan oleh Allah (sunnatullah) di antara pelbagai bangsa dan umat. Siapapun yang berusaha di dunia maka hasil usahanya akan diperoleh secara penuh di dunia, dan siapapun yang menundukkan dunia karena mencari ridha Allah, maka ia akan beruntung di dunia dan akhirat. e. Masa kehidupan dunia ini sangat singkat tidak dapat dibandingkan dengan masa kehidupan d akhirat bahkan tidak sebanding dengan satu jam atau satu hari waktu di akhirat (Thaha (20):102-104). f. Kehidupan dunia adalah tempat berusaha dengan segala keletihan, kepayahan dan kesungguhannya (al-Insyiqaq (48):6). g. Allah akan menolong orang-orang yang beriman baik pada kehidupan dunia maupun akhirat, karena kehidupan dunia tidaklah semata-mata 9
tempat menampakkan kekafiran dan kerusakan tetapi juga tempat penampakkan keimanan dan kebaikan dengan pertolongan Allah (Ghafir (40):51). h. Kehidupan dunia adalah tempat permainan (la’ib), kelalaian (lahw), perhiasan (zinah) saling membanggakan (tafakhur) dan perlombaaan untuk menjadi yang terbanyak ( takatsur) dari segi harta dan anak-anak( al-Hadid (57):20 dan at-Takatsur (102): 1-2). Posisi alam semesta dan manusia sama sebagai makhluk Allah, alam yang menjadi ayat-ayat Allah bersifat selalu tunduk kepada ketentuan Allah. Manusia dengan kemampuan berpikir dan memilih, maka ada yang tunduk dan ada yang tidak tunduk. Kesadaran akan hakikat manusia, hakikat alam dan hakikat kehidupan akan menjadikan manusia memahami dirinya dan sekaligus memahami Tuhannya. G. PENUTUP Menurut Islam, setiap pekerjaan tergantung dari niat atau maksud mengerjakannya, dan segala sesuatu tergantung dengan niatnya. Niat yang benar lahir dari iman yang benar. Dari niat yang benar yakni niat ibadah disertai ikhlas, akan mendorong kepada pekerjaan yang baik dan akan memperoleh ganjaran di dunia sekaligus di akhirat. Balasan di akhirat lebih baik dari balasan di dunia. Niat yang benar akan mengarahkan motivasi atau dorongan untuk bekerja, dan niat yang muncul dari iman kepada Allah akan menuntun nilai, sikap dan perilaku yang bersemangat tidak terikat apakah dilihat atau tidak dilihat pimpinan. Islam mendorong untuk kerja keras, bersemangat dan kerja berkualitas agar memperoleh derajat atau posisi terhormat di sisi manusia dan si sisi Allah, sekaligus mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak. Kerja keras, kerja yang baik disertai do’a, ikhlas dan tawakkal akan mampu menjadikan jiwa yang tenang dan bahagia.
10