PANDANGAN DAN SIKAP GEREJA TERHADAP ALIRAN KHARISMATIK di INDONESIA Abstrak Gerakan Kharismatik (sering disebut Pembaruan Kharismatik; Charismatic Renewal) dikenal juga dengan nama gerakan Pentakosta Baru (Neopentacostal). Tak dapat disangkal bahwa gerakan Kharismatik ini mempunyai banyak persamaan dengan gerakan aliran Pentakostal (lama). Warga menilai gerakan kharismatik secara posisitf dan negatif. Kata Kunci,: Gereja, Pentakostal, Kharismatik.
Oleh, Sunggul Pasaribu (Dosen FKIP Universitas HKBP Nommensen)
BAB I PENDAHULUAN
1. Latarbelakang Ditengah – tengah jemaat yang sedang berkembang di Indonesia lahir suatu gerakan kerohanian , dan telah berlangsung beberapa lamanya. Salah satu gerakan itu disebut dengan nama “ Gerakan Kharismatik “. Sebenarnya Gerakan ini disebut juga dengan Gerakan Pentakosta Baru (Neo–Pentacostal). Gerakan Kharismatik ini menampakkan diri dengan munculnya kelompok – kelompok anggota jemaat dimana cara mengungkapkan Imannya berbeda dengan cara atau kebiasaan umum dalam Jemaat. Oleh karena itu dengan timbulnya gerakan ini, maka Gereja tidak boleh fakum , dan harus tanggap terhadapnya. Karena hal ini dapat dikatakan menjadi suatu tantangan bagi tugas pelayanan Gereja. Abineno ( 1982 , 276 ) mengatakan bahwa “ orang – orang yang ikut dalam kelompok atau gerakan baru itu , adalah berasal dari warga jemaat kita , bagian dari tubuh jemaat kita sendiri. Bahkan sebagian dari mereka tetap menjalankan kewajiban terhadap persekutuan jemaat. Seperti mendoakan warga lain , dan turut juga memikul biaya – biaya yang diperlukan bagi pelayanan jemaat “. Oleh karena itu jemaat – jemaat haruslah mengambil sikap yang bijaksana dan bertanggungjawab terhadap gerakan itu , karena kenyataan menunjukkan bahwa salah satu kritik yang ditujukan kepada Gereja ialah bahwa Gereja terlalu sibuk dengan urusan organisasi dan administrasi, serta pelayanan rutin dalam Gereja. Demikian juga halnya bahwa Gereja kurang memberikan waktu dan perhartian terhadap pelayanan dan hal – hal yang timbul ditengah – tengah Masyarakat yanng sering menimbulkan banyak tantangan terhadap hidup kerohanian dari para warga Jemaat. Oleh karena itulah banyak dari warga jemaat terhisap kedalam persekutuan Gerakan Kharismatik.
2. Masalah Sesuai dengan topik yang telah dituliskan pada bagian latarbelakang, maka untuk memperjelas masalah yang dikemukakan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut : a. Gereja sering lupa akan tugas kehadirannya ditengah – tengah dunia , yaitu tugas bersaksi melalui Pelayanan – pelayanan bentuk baru dan nyata. b. Kehadiran Gerakan Kharismatik di Indonesia membuat warga Gereja meninggalkan gerejanya sendiri. Sehingga ragu akan aliran Gereja mana yang diikuti. Hal ini menimbulkan kepercayaan yang tidak stabil, oleh karenanya Jemaat harus bersikap bijaksana dan bertanggungjawab terhadap aliran ini. c. Kepercayaan yang terombang – ambing ( tergoncang ) oleh hadirnya gerakan Kharismatik maka pihak Gereja dalam hal ini, harus siap membenahi diri mendewasakan warga Jemaat.
3. Tujuan Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut : a. Untuk menyadarkan Gereja bersama warganya terhadap tantangan yang dihadapi atas timbulnya gerakan Kharismatik. b. Untuk menyadarkan Gereja agar jangan hanya terlalu sibuk dalam urusan – urusan organisasi dan administrasi semata, melainkan boleh mengambil makna positif dari lahirnya gerakan Kharismatik dan juga mampu melihat hal – hal yang berdampak negatif bagi kehidupan warga Gereja.
c. Supaya Gereja semakin giat memberikan perhatian terhadap tugas pelayanan atas hal – hal yang timbul di tengah – tengah Masyarakat.
BAB II SEJARAH ALIRAN KHARISMATIK 1. Apakah Itu Gerakan Kharismatik Aliran Kharismatik adalah gerakan sekelompok orang Kristen yang menekankan Baptisan Roh dan Karunia – karunia Rohani. Penganut – penganutnya terdapat pada hampir semua Gereja. Aliran ini timbul disebabkan banyak anggota Jemaat yang merasa kurang puas akan pelayanan Gereja, dan juga Gereja tidak sanggup memenuhi kebutuhan anggotanya, sehingga banyak dari anggota Jemaat keluar dari Gereja asal kemudian membentuk suatu kelompok diluar Gereja. Menurut sejarah Gereja , sebelum ada aliran kharismatik sebenarnya sudah ada muncul Gerakan Pembangunan Rohani didaerah pedalaman di Asia Kecil kira – kira tahun 160. Timbulnya Gerakan Pembangunan Rohani ini adalah karena banyak orang Kristen merasa kecewa oleh karena Roh Kudus tidak tidak menyataak dirinya lagi dengan nyata dan ajaib di dalam Gereja. Misalnya seperti hal nubuat, ekstase dan bahasa lidah ( glosolali ) sudah hilang lenyap. Kaum Kristen hannya mementingkan jabatan yang tetap dan organisasinya saja. Dan juga jemaat tidak lagi merindukan kedatangan Kristus kedua kalinya. Dalam hal ini timbul pertanyaan dikalangan anggota Jemaat; Dimanakah Roh yang akan menyertai Jemaat Tuhan selaku Penolong dan penghibur menurut janji Yesus sendiri ( Yoh 14 : 16 )?. Dalam hal inilah Montanus bersama dua orang Nabia yang bernama Priscilla dan Maximilla bangkit , dan mereka mulai berbicara dalam bahasa lidah, kadang – kadang berekstase samapai tak sadar. Menurut mereka itulah tanda bahwa Roh Penolong telah dating. Berkhof ( 1957 , 32 ) mengatakan bahwa “ Gerakan Pembangunan Rohani ini lebih lebih dikenal dengan nama Gerekan Montanisme”.
Gerakan ini menganjurkan supaya hidup didalam Roh. Namun walaupun gerakan ini sempat merambak pada waktu itu , akan tetapi pada abab ke IV pengaruhnya telah lenyap. Pada wakt itu Gereja menolak Gerakan Montanisme ini, karena ajarannya tidak sesuai dengan Alkitab, dan ajaran itu dianggap sesat oleh Gereja pada waktu itu. Berkaitan dengan Gerakan Kharismatik , maka pada abad XVIII, seorang pendeta dari Inggris bernama Jhon Wesley, secara tidak langsung mempengaruhi sejarah timbulnya Gerakan Kharismatik , walaupun ia bukanlah pelopor dari Kharismatik. Wesley mengatakan tentang adanya dua tahap tentang hidup orang Kristen, yaitu pembenaran dan permulaan pengudusan dan pengudusan yang sempurna . Kemudian pada abad XIX , di Amerika Serikat ada suatu Gerakan yang sekaligus melanjutkan pemikiran Wesley , dan Gerakan ini disebut Holiness Movement ( gerekan kekudusan ). Perintisnya bernama Charles Grandison Finney, yaitu seorang dosen pada sebuah Seminari di Oberlin ( USA ) pada tahun 1840. Ia membedakan antara pekerjaan Roh Kudus pada saat orang bertobat dan saat ia dikuduskan. Pekerjaan Roh pada saat pengudusan disebut Baptisan Roh dan Baptisan Roh serta pengudusan disebut Second Blessing ( berkat kedua ). R. Budiman mengemukakan bahwa “ Akibat dari ajaran ini timbul dua orang golongan orang Kristen , yakni yang tidak memiliki Baptisan Roh , dan mereka hanya bertobat , belum mengalami pengudusan. Golongan yang kedua adalah semacam golongan elite yang memiliki Baptisan Roh , dan mereka adalah yang hidupnya disucikan”. Menjelang akhir abad ke XIX ada perkembangan baru , Baptisan Roh dihubungkan dengan pengudusan hidup. Dan ini berubah menjadi sarana untuk menerima kekuatan ( empowerment ) bagi tugas kesaksian dunia. Ajaran ini didasarkan atas Lukas 24 : 49 ; Kis 1 : 5 , 8. Perkembangan dari gerakan yang tersebut diatas mengahasilkan Gerakan Pentacosta (
Pentacostal Movement ). Gerakan ini dipelopori Mahasiswa – mahasiswa di sekolah Alkitab di Topeka. Pada tahun 1901 mereka menyelidiki data – data Alkitab tentang Baptisan Roh. Dalam penyelidikan itu dikatakan bahwa menurut Kitab Suci apabila seseorang menerima Baptisan Roh, akan tetapi terdapat tanda – tanda yaitu bahasa Lidah ( glosolali ). Prinsip ini menjadi ciri khas Pentakosta pada kemudian hari. Abineno ( 1980 , 278 ) menuliskan bahwa “ Tentang lahirnya gerakan Pentakosta , pendapat orang tidak sama. Ada yang mnegatakan lahir pada tanggal 01 Januari 1901 , yaitu ketika seorang Mahasiswa bernama Agnes Ozman mulai berbicara dengan bahasa Roh, setelah terjadi penumpangan tangan keatasnya. Pendapat yang lain mengatkan lahir pada tanggal 09 April 1906 di Los Angeles, yaitu ketika tujuh orang menerima Baptisan Roh Kudus mulai berbicara dengan Bahasa Roh”. Mengenai waktu lahirnya gerakan ini sesuai dengan kedua pendapat diatas tidak jauh berbeda. Namun yang sangat penting kita lihat ialah pengertian dari kedua pendapat tersebut menyatakan bahwa pada saat peristiwa rerjadinya Baptisan Roh Kudus , mereka mulai berbicara dengan Bahasa Roh. Dan pada waktu itulah disebut sebagai lahirnya Gerakan Pentakosta. Gerakan Pentakosta pada mulanya menganggap dirinya sebagai suatu Gerakan Kebangunan Oikumenis dalam Gereja – geraja yang telah ada. Oleh sebab itu pada mulanya pengikut – pengikutnya tidak mau mengorganisasikan diri sebagai suatu denominasi baru. Bahkan mereka mengatakan organisasi yang Religius manusiawi bertentangan dengan Jemaat Allah yang hidup. Tetapi suatu hal yang kita lihat ialah bahwa Gerakan ini mengajarkan suatu pola hidup yang tertentu , yaitu menuntut supaya semua anggota Jemaat harus berbicara dengan Bahasa Roh. Dan mereka menonjolkan karunia – karunia Roh tanpa memperhatikan Karunia – karunia yang lain.
Dalam Hal ini dapat kita lihat bahwa ajaran Pentakosta hampir sama dengan apa yang diutamakan oleh Gerakan Kharismatik , yakni sama – sama menonjolkan karunia – karunia Rohani. Memang dikatakan bahwa Gerakan Kharismatik timbul dari Gerakan Pentakosta yaitu pada tahun 1960. Tetapi suatu hal yang asing adri Gerakan ini ialah bahwa aliran ini merembes kepada hampir semua gereja – gereja tanpa mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dan membentuk gereja sendiri. Memang kaum Kharismatik tidak menyetujui semua ajaran Pentacostal, dan mereka juga tidak bermaksud membentuk wadah sendiri seperti Gereja Pentakosta. Gerakan Kharismatik adalah gerakan yang terdapat dalam berbagai gereja – gereja di dunia ini, dengan menggunakan ide dan praktik – praktik yang hampir sama dengan Pentakosta. Menurut Abineno ( 1982, 290 ) bahwa “ maksud dan tujuan gerakan Kharismatik ialah member kepada anggota Jemaat, suatu penghayatan Iman yang lebih Intensif”. Atau seperti yang dikatakan pengikut – pengikut Kharismatik adalah bertujuan sebagai suatu penghayatan baru dari peristiwa Pentakosta yang disertai dengan rupa – rupa Karunia yang tidak lazim lagi bagi banyak gereja pada masa kini. Misalnya Karunia Bahasa Roh, Karunia Nubuat, Karunia Penyembuhan , dan Karunia lain. Dalam hal ini mereka menganggap bahwa gereja kurang dinamis dan seolah – olah gereja telah mematikan karunia – karunia itu. Abineno ( 1982 , 291 ) juga mengatakan “ timbulnya gerakan Kharismatik itu disebabkan oleh berbagai hal yang terdapat dalam Masyarakat , Gereja maupun Theologianya. Diantaranya adalah :
1. Kekecewaan yang ditimbulkan oleh kemakmuran di Negara Barat ataupun Negeri industry. Hidup dalam Masyarakat tidak memberikan kepastian yang dibutuhkan , sekalipun diatur oleh rupa – rupa peraturan yang sulit dan Kompleks. 2. Penderitaan akibat Kemiskinan , kelaparan , penyakit , keterbelakangan baik dalam bidang Sosial , Politik , dan juga dalam bidang – bidang lainnya. 3. Kekacauan yang dialami Ilmu Theologia sesudah perang dunia ke II di Eropah dan Di Amerika, dengan Theologia Allah yang mati ( God Is Dead Theology ) sebagai puncak. 4. Rupa – rupa penyakit yang disebabkan kedangkalan hidup Religius, Kemerosotan moral, pelayanan Gerejani yang kurang baik, dll “. 2. Lahirnya Gerakan Kharismatik di Indonesia Gerakan Kharsimatik seperti yang kita ketahui belumlah begitu tua umurnya. Gerakan ini baru timbul sekitar tahun 60an. Di Indonesia dapat kita lihat bahwa gerakan Kharismatik sanagt berkembang dengan cepat. Dan Gerakan ini dapat kita kenal dalam berbagai – bagai bentuk dan kelompok , misalnya kelompok – kelompok Doa, Kebangunan – kebangunan Rohani, dll.
Sebab – sebab Timbulnya gerakan Kharismatik di Indonesia Timbulnya Gerakan ini adalah disebabkan adanya perubahan dalam berbagai hal, terutama karena pengaruh pembangunan. Pembangunan membawa perubahan nilai disetiap bidang , baik dalam bidang Ekonomi, politik , social , Budaya, dan juga termasuk dalam perubahan Religi. Perubahan ini sudah tentu mempunyai pengaruh terhadap gereja. Karena telah banyak warga Gereja di desa – desa , terutama dikota – kota besar telah mengalami kegersangan Rohani.
Hal ini dikatakan karena ketidak cukupan atau kekurangan daripada perlengkapan Rohani para warga Gereja. Akibat hal diatas sesuai dengan rumusan Abineno ( 1979, 7 ) : a. “Ketidak mampuan dan keterbatasan warga Gereja untuk menghadapi berbagai tantangan sekitarnya, yaitu timbulnya kekafiran modern yang berfokuskan pada ratio manusia. b. Kecenderungan untuk mengisolasikan diri atau memisahkan hidup ke Rohanian dari kehidupan material. Ataupun dengan kata lain telah banyak orang yang cinta uang. c. Diantara kaum cendikiawan , angkatan muda , usahawan dan para pelaksana – pelaksana pembangunan cenderung untuk menjatuhkan diri dari Gereja kerena menganggap Gereja tidak berfungsi lagi”. Sehubungan dengan hal diatas seperti Oktavianus dan Steven tong pernah membangkitkan umat Kristen dari ketidurannya dengan mengadakan Kebangunan Rohani. Dan mereka mendapat sambutan yang hangat dari khalayak ramai dibeberapa tempat. Kemudian timbul pula sebagai rentetan perkelompok yang disebut dengan kelompok – kelompok Doa. Kelompok – kelompok ini mempunyai prinsip dengan menekankan tiga hal yaitu
:
a. Firman itu harus jernih dan tidak bercampur baur. b. Harus bertobat. c. Penginjilan harus disalurkan melalui orang – orang yang sudah bertobat. Menurut mereka bahwa Gereja tidak lagi menghidupkan ketiga Prinsif tersebut, dan seolah – olah gereja sudah dihaluani oleh pengaruh sekularisme dan rationalisme. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa dengan munculnya kelompok – kelompok Doa dan Kebangunan – kebangunan Rohani, menjadi suatu pukulan terhadap Gereja – gereja di Indonesia kerena bisa timbul pertanyaan : Apakah memang Gereja tidak sanggup melaksanakan sendiri
Kebangunan Rohani ? Oleh sebab itu hendaklah Gereja memikirkan dengan matang , sebagaimana Gereja didalam tugasnya adalah menjadi saksi didunia ini. 3. Perkembangan gerakan Kharismatik di Indonesia Gerakan Kharismatik di Indonesia sangat berkembang , terutama di Kota – kota besar. F. D. Bruner ( 1974, 25 ) mengatakan : “ Bahwa Indonesia adalah Negara nomor tiga didunia, dimana Gerakan Kebangunan Rohani berkembang dengan sangat cepat “. 3.1. Gerakan Kharismatik di Jakarta Di Jakarta kelompok Kharismatik menganggap bahwa Gereja adalah sebagai penyelewengan Alkitab, karena Tuhan tidak membuat Gereja di dunia ini menjadi suatu lembaga yang Formal. Dan Tuhan bias hadir dimana – mana dan kepada siapa saja. Yang penting ialah Percaya. Memang kelompok Kharismatik lebih menekankan soal – soal hubungan Pribadi dengan Tuhan , daripada Persekutuan. Dan Persekutuan hanya untuk membagi – bagi pengalaman masing – masing. Karena itu mereka berpendapat adalah lebih baik membuat kelompok – kelompok saja , ( Band , Bruner 74, 25 ). Tetapi kita berpendapat bahwa Justru apa yang dikatakan oleh kelompok Kharismatik , hal itu tidaklah mungkin. Beberapa tanggapan dari kalanagan pejabat dan kaum awam Gereja mengatakan (Peninjau 1987,14), bahwa motivasi dari kelompok ini ialah : a. ”kerena faktor kegiatan Gereja adalah sistim dan struktur dimana angotanya kurang memahami apa sebabnya hidup bergereja. Dan juga kurangnya pelayanan pastoral atau perkunjungan rumah tangga.
b. Di Jakarta nampaknya orang-orang hidup dalam
dunia yang tidak pasti, sehingga
menimbulkan petanyaan yang beraneka ragam. Dan pertanyaan-pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh Gereja dengan secara cepat”. Suatu hal yang perlu dijelaskan bahwa kelompok-kelompok Kharismatik di Jakarta terdiri dari berbagai golongan latar belakang sosial dan denominasi kegerejaan. Pada umumnya mereka mangatakan bahwa melalui gerakan ini, hidup kerohaniannya terasa disegarkan. Dan di sana juga bakat-bakat rohaninya dapat di kembangkan. 3.2. Gerakan Kharismatik di Surabaya Timbulnya gerakan Kharismatik di Surabaya, disebabkan adanya masalah yang belum terselesaikan secara tuntas oleh Gereja. Masalah tersebut menyangkut hal-hal : a. Pengalaman-pengalaman pribadi yang tidak dimiliki orang lain, seperti mendengarkan suara gaib yang menyuruh dia bertobat. Dan pengalaman yang demikian itu tidak mendapat tempat dalam Gereja. Bahkan Gereja menganggap hal itu sebagai angin lalu saja. b. Pelayanan pastoral yang dirasakan kurang memuaskan oleh sementara anggota-anggota jemaat, sehingga timbul rasa kecewa, apatis dan juga rasa apriori, dll. c. Tendensi sementara anggota Gereja, tidak menginginkan kehidupan Gereja menjadi rutin, agar Gereja tidak suam atau lesu. Ada orang-orang yang punya gairah yang cukup besar untuk membawakan semangat hidup kerohanian. Karena itu anggota yang demikian saangat mengharapkan untuk mendapat kesempatan dan tempat dalam kesaksian maupun dalam pelayanan Gereja.
Disamping masalah tersebut diatas, Nababan (1981,8) mengatakan masih terdapat juga masalah yang menyangkut situasi Gereja seperti : a.mereka kurang puas akan pelayanan Pendeta atau Majelis Gereja. Karena mereka merasa kurang dikunjungi atau kurang dilayani kerohaniannya, sehingga mereka tidak merasakan fungsi atau manfaat bergereja. Karena itu mereka mencari sesuatu diluar Gereja. b. mereka kurang puas akan pemberitaan Allah pada hari Minggu , dan pemahaman Alkitab yang diadakan Gereja. Pemberitaan Firman dikatakan terlalu Teoritis ( dogma ) , dan kurang menyapa kehidupan sehari – hari , sehingga tidak dinikmati kegunaanya ataupun berkatnya. c. Gereja kurang berinisiatif untuk mengajak anggotanya dalam mengabarkan Injil dan Gereja tidak mengajarakan bagaimana cara agar anggotanya bisa mencari jiwa yang baru, sehingga menambah bilangan orang percaya. Serta Gereja jarang sekali berbicara soal praktek penginjilan pribadi. d. Gereja lebih banyak atau lebih sibuk mengatur organisasinya. Atau dengan kata lain Gereja terlalu Tradisionalistis dalam menangani masalah yang terjadi dalam kehidupan gereja “. Tujuan Gereja Kharismatik di Surabaya Gereja Kharismatik di Surabaya adalah bertujuan untuk memperbaharui hidup kerohanian yang sesempurna mungkin. Dengan kata lain bagaimana supaya orang percaya dapat hidup dalam kepenuhan Roh. Dalam hal ini berarti tujuan dari Gerakan Kharismatik ini adalah untuk memperbaharui Gereja. Karena hidup dalam kepenuhan Roh berarti hidup dalam kelimpahan karunia – karunia Roh Kudus ( Band. 1 Kor 12 : 8 – 11 ). Pengikut – pengikut gerakan ini mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut , maka hal – hal yang mutlak
dibutuhkan ialah : mengikuti kelompok – kelompok Doa, menaikkan Doa secara Pribadi di rumah, banyak membaca Firman Tuhan, sehingga dapat dekat kepada Tuhan. Dan juga berupaya untuk mengalami sendiri Karunia – karunia Roh Kudus. Untuk mencapai tujuan itu dibutuhkan Baptisan Roh Kudus, ( Band. Peninjau 1987 , 27 ). Kalau kita melihat paparan diatas, berarti banyak anggota Jemaat yang hidup kerohaniannya sangat besar. Misalnya dalam hal Bersekutu, Berdoa , Rindu akan Firman Tuhan dan menerapkan dalam hidupnya sehari – hari. Dengan demikian hendaknya lah Gereja mau untuk lebih mendekatkan diri, dalam arti bahwa Gereja dapat memenuhi kebutuhan Rohani dari para anggota Jemaat. Sehingga mereka dapat dan mampu untuk tinggal dalam Gereja. 3.3.Gerakan Kharismatik di Medan Dalam beberapa tahun belakangan ini banyak warga Gereja di Sumatera Utara, khusunya di Medan mengalami pergumulan – pergumulan hidup. Kehidupan Jemaat yang selama ini dibina melalui sistim pelayanan Tradisional, terasa terancam dengan munculnya suatu Gerakan yang disebut Kelompok Doa Kharismatik. Dalam hal ini pemimpin – pemimpin Jemaat dan tokoh – tokoh Gereja lainnya mulai menyadari akan hal ini, dan menjadi bahan perbincangan dalam setiap pertemuan – pertemuan Formal atau Informal. Seorang tokoh Gerakan Kharismatik yang bernama Verbuger dalam wawancaranya dia mengkritik Gereja dan mengatakan : “ Bahwa Gereja hanya membawa orang setengah jalan”. Gereja seharusnya mengajar orang untuk mempunyai pandangan yang tepat tentang Allah dalam Yesus dan menyakinkan orang tentang hubungannya dengan Allah ( seperti Bapa dan Anak ), sehingga dia dapat melangkah dengan Iman. Tetapi kenyataannya bahwa Gereja terlalu
disibukkan oleh persoalan – persoalan Dogma dan Theologi. Kekurangan ini terasa setelah Gereja diresahkan oleh kelompok – kelompok atau Gerakan Kharismatik. 3.4.Gerakan Kharismatik di Timor Gerakan Kharismatik yang timbul di Timor umumnya dikenal dengan nama Gerakan Roh, gerakan ini juga menekankan peranan daripada Roh Kudus. Atau dengan jelasnya gerakan ini adalah suatu bentuk kelompok – kelompok kecil orang Kristen yang berkumpul dan tinggal bersama – sama. Mereka bersaksi tentang apa yang mereka anggap sebagai perbuatan – perbuatan besar dari Roh Tuhan. Gerakan ini memberitakan Firman Tuhan dengan tujuan supaya orang yang mau mengaku dosanya dan juga supaya orang dapat menerima pembebasan yang akan datang melalui kepercayaan yang telah dibaharui, serta ketaatan terhadap tuntutan dari Roh Kudus. Gerakan ini menunjukkan dirinya dan menjalankan kegiatannya dengan membentuk kelompok – kelompok , dan mereka pergi kedesa – desa , juga kepada Jemaat didalam wilayah pelayanan Gereja Masehi Injili Timor. Dalam tiap – tiap kelompok dipimpin oleh seorang yang telah dipanggil dengan cara yang luar biasa dan yang dianggap sebagai penunjukan langsung Oleh Roh Kudus. Jumlah anggota tiap – tiap kelompok ada yang hanya 3 atau 4 Orang, tetapi ada yang sampai 20 Orang. Kelompok – kelompok ini sebagian besar terdiri dari orang – orang yang masih muda. Kegiatan Pokok dari kelompok – kelompok ini adalah memberitakan Yesus Kristus kepada orang – orang, dan memberi kesaksian terhadap kekuasaan Allah dalam kehidupannya sendiri dan dalam pengalamannya dengan orang lain. Kepada semua orang – orang khususnya orang – orang yang mengikuti pertemuan – pertemuan diharapkan pertobatan pribadi, terutama mereka yang telah mengaku dosanya dan menyerahkan dirinya kepada Kristus serta ketaatan mutlak kepada tuntutan Roh Kudus.
Dalam hal ini bahwa aktifnya Gerakan itu telah banyak penduduk desa – desa sudah terhitung sebagai orang Kristen. Dengan demikian sudah tentu Gereja Masehi Injili Timor harus lebih giat bekerja dalam bidang pelayanan kepada Jemaat – jemaat.
Bab III PANDANGAN DAN SIKAP GEREJA TERHADAP GERAKAN KHARISMATIK
1. Segi Positif Abineno, (1979, 17) mengatakan :” bahwa gerakan Kharismatik sangat menonjolkan hal pertobatan. dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan, sudah banyak orang-orang, baik pria maupun wanita telah menemukan keselamatan yang diberikan oleh Yesus Kristus. Dengan kata lain sudah banyak orang yang telah bertobat dan mau mendengar firman Allah. Pertobatanpertobatan khususnya berlangsung ditempat-tempat dimana evangelisasi atau pekabaran Injil yang traditional tidak bisa memasukinya. Kita melihat terutama orang-orang yang bukan kristen, anggota-anggota jemaat yang telah lama meninggalkan Gereja, kaum intelektual,dll. Suatu hal yang lain disamping pertobatan, mereka juga menekankan hal persekutuan. Di dalam loersekutuan, mereka berdoa bersama-sama, mendengarkan firman Allah dan menyanyi secara bersama-sama.Suatu hal yang perlu kita ingat, bahwa gerakan Kharismatik telah banyak orang anggota jemaat telah belajar untuk berdoa sendiri. Hal
kesaksian
juga
sangat
ditekankan
oleh
pengikut-pengikut
gerakan
Kharismatik.Tetapi umumnya kesaksian yang mereka pakai berbeda dengan bentuk kesaksian yang dipakai oleh banyak Gereja. Karena kesaksian yang mereka pakai kebanyakan mengandung pengalaman manusia, dan dalam hal ini dianggap sebagai norma atau ukuran bagi semua orang. Kesaksian yang demikian tidak dapat kita terima, karena kita mengetahui bahwa bukanlah kaesaksian manusia yang menjadi ukuran tetapi firman Allah lah yang harus kita saksikan.Oleh sebab itu kesaksian mereka sangat kita sayangkan sekalipun kita mengakui bahwa oleh kesaksian mereka itu ada juga orang yang bertobat dan menerima Yesus sebagai Juruselamat.
2. Segi Negatif
Di samping segi-segi positif gerakan Kharismatik juga mempunyai aspek-aspek yang negatif.Maksudnya aspek-aspek yang dapat menimbulkan kesulitan atau bahaya dalam jemaat. Aspek-aspek yang negatif itu menurut Abineno (1979,26-29) ialah : a.
“Luapan emosi, dimana kita melihat bahwa dalam kumpulan-kumpulan doa atau dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh gerakan Kharismatik, sering terjadi luapan emosi itu. Merekan mengatakan bahwa emosi sebagai ciptaan Allah adalah bagian hakiki dari manusia. Namun dalam hal ini perlu diperhatikan, sering kita tidak dapat melihatnya dengan nyata oleh luapan emosi itu, misalnya kebenaran manjadi kabur, batas aoa yang boleh dan yang tidak boleh menjadi cair. Oleh karena itu dalam Kitab Suci kita dinasehati, supaya berusaha menguasai diri. Dan ini adalah salah satu dari buah roh (band Gal 5:23; 2 Ptr 1:6).
b.
Mengisolir diri. Gerakan Kharismatik nampaknya hanya mau berfungsi sebagai koreksi terhadap kekurangan dan kesalahan-kesalahan Gereja. Salah satu dari koreksi itu ilah penemuan kembali dan pemanfaatan dari kharisma-kharisma yang telah dilupakan oleh Gereja. Tetapi koreksi itu tidak mau atau segera diterima oleh Gereja, sehingga menimbulkan ketegangan diantara mereka. Mereka saling menuduh dan saling mempersalahkan. Dan untuk membela diri, pengikut-pengikut gerakan Kharismatik lebih memperkuat isolasi.
Berdasarkan hal di atas ada beberapa yang perlu dilihat, dan sekaligus merupakan tugas kita: pemberian ruang kesaksian dan pelayanan yang wajar kepada anggota-anggota jemaat. Pembangunan hidup persekutuan hendaknya ditingkatkan, karena hali inilah yang merupakan salah satu kekurangan dalam jemaat-jemaat pada waktu ini dan atas kekurangan
inilah yang dapat menimbulkan gerakan Kharismatik.Kemudian para anggota jemaat harus turut mengambil bagian dalam kebaktian secara aktif.Tetapi tidak semua tuntutan yang diharapkan oleh gerakan Kharismatik dapat dipenuhi. Karena disatu pihak gerakan ini juga harus mau untuk mendekatkan diri kepada Gereja-Gereja demi tujian yang sama dalam pelayanan.
BAB IV Jawaban dan Sikap Gereja Terhadap Gerakan Kharismatik
Gereja Kharismatik sebagaimana dikatakan merupakan suatu tangtangan bagi pelayanan Gereja pada masa kini.Karena itu Gerja harus melihat kembali bagaimanakah pelayanan Gereja pada masa kini. Chris Hartono, (1984,58) mengemukakan bahwa :” dalam hal pelayanan Gereja pertama-tama haruslah disadari bahwa segala hal yang berhubungan dengan pelayanan hendaknya menjadi pola anutan, misalnya tentang pengertian pelayanan, tujuan pelayanan, pelaksanaan pelayanan, dan lain sebagainya, dan hal inilah yang harus dipegang dan diterapkan oleh dan dalam pelayanan Gereja masa kini. Sebab itulah yang akan berhadapan dengan tantangan pelayanan masa kini”. Gereja juga harus memahami bagaimana pelayanan dizaman modern seperti di Indonesia, yang pada saat ini berada didalam tahap pembangunan.Karena pembangunan juga membawa perubahan nilai dalam berbagai bidang termasuk nilai religi. Tentang pelayanan Gereja pada masa kini, Chria Hartono, (1984,63) juga mengatakan, “bahwa gereja pada masa kini tidak dilepaskan dari hubungannya dengan masyarakat yang ada dalam ruang dan waktu tertentu, dalam situasi dan kondisi tertentu. Dalam rangka itu, Gereja perlu mencari dan menemukan bentuk dan cara-cara pelayanan yang cocok den mengena dengan konteks masyarakatnya”. Gereja di sepanjang zaman mempunyai tugas untuk melayani, tugas panggilan untuk melayani dapat dilakukan dalam berbagai cara dan bentuk. Tetapi pelayanan dapat berjalan dengan baik jika semua anggota Gereja menyadari dan menghayati tugas panggilannya.Karena sebagai anggota Gereja, mereka juga berfungsi didalam hal pelayanan.
Kepelbagaian organisasi dan ajaran Gereja di Indonesia. Seperti telah disinggung di atas, memang sejak 1930-an dan terlebih – lebih pada masa Jepang dan Revolusi, gereja – gereja di indonesia sudah mulai merasakan kebutuhan untuk bekerjasama dan bersatu untuk memenuhi tugas dan panggilan bersama di negara dan bangsa yang satu. Gereja sadar bahwa ia turut bertanggungjawab mengisi kemerdekaan Indonesia yang baru saja dapat diperoleh setelah melalui perjuangan yang berat dan panjang. Tetapi di lain pihak Gereja Indonesia belum bisa melepaskan diri dari beban sejarah yang sudah ratusan tahun mengganyutinya, yakni keterikatan kepada tradisi gereja Barat (ajarannya, sistim organisasinya, pola kepemimpinannya, sistem pengkaderannya, tata ibadahnya dst). Bahkan hingga hari ini, kalau kita hendak jujur sebagian besar gereja Indonesia masih lebih berkiblat kepada ‘ibu rohani’ nya di Barat : Lutheran, Calvinis, Methodis, Babtis, Pentakosta dsb, ketimbang secara bersama membangun suatu teologi dan eklesiologi yang khas Indonesia. Memang gereja Indonesia tidak mungkin secara total memutuskan hubungan dengan gereja di Barat dan memulai dari nol segala sesuatunya. gereja di Indonesia berdiri serta berjalan pada garis tradisi dan sejarah gereja yang sudah dimulai sejak zaman Perjanjian Baru. Tetapi kita juga telah melihat bahwa kepelbagaian aliran dan denominasi gereja yang ada di Barat adalah produk permasalahan yang kompleks (bukan semata – mata gerejawi teologis, melainkan juga sosial - politik- ekonomi - budaya) yang tidak relevan bagi Indonesia. Sebab itu, sambil mewarisi pemahaman gerejawi yang dari Barat, kita juga perlu bersikap kritis terhadapanya dan membangun diatas warisan itu wawasan yang relevan bagi perkembangan dan kebutuhan di Indonesia. Pada tanggal 25 Mei 1950 sejumlah 29 gereja mengumumkan suatu manifest (pernyataan) tentang pembentukan Dewan Gereja – gereja di Indonesia (DGI) yang bertujuan
“Membentuk Gereja Kristen yang Esa di Indonesai “. Pembentukan DGI merupakan tonggak sejarah yang sangat penting dalam sejarah Gereja di Indonesia, dan peristiwa itu tidak terlepas dari dua faktor
pendorong utama yaitu,: Semangat dan Gerakan Keesaan di tingkat
Internasional, yang antara lain terwujud dalam pembentukan Dewan Gereja se- Dunia (DGD) di Amsterdam 1948 Semangat kesatuan dalam bangsa Indonesia yang sudah terpupuk sejak masa pergerakan kebangkitan nasional awal abad XX ini hingga masa Revolusi. Kehadiran DGI (kemudian PGI) telah banyak membawa gereja di Indonesia ke tingkat yang lebih dewasa. Melalui forum – forum dan program – program yang diadakannya gereja di Indonesia bersama – sama menggumuli bermacam – macam masalah dan tantangan, bukan hanya menyangkut masalah kerohanian dalam arti sempit (yakni : peribadatan, ajaran, pemahaman Firman, pengkaderan tenaga rohaniawan dsb), melainkan juga hal – hal yang lebih luas sosial – politik – ekonomi – kebudayaan – hankam, dsb, yang kesemuanya juga menjadi bidang pelayanan gereja. Namun harus pula diakui bahwa hingga sidang rayanya yang terakhir, cita – cita dan tujuan tsb di atas belum terwujud sepenuhnya, a.l. kerena perbedaan penafsiran terhadap rumusan itu sendiri. Itulah sebabnya sekarang rumusan yang dipakai sedikit lebih “longgar “, yakni “ menampakkan keesaan gereja di Indonesia “, dengan argumen antara lain : Gereja di Indonesia bahkan seluruh dunia, pada hakikatnya adalah satu, cuma sayangnya belum sungguh – sungguh terlihat. Keesaan gereja tidak sama dengan keseragaman dan tidak harus terwujud dalam kesatuan secara organisasi, biarlah gereja di dalam segala keanekaragamannya memperkaya keberadaan gereja di Indonesia, sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Baiklah kita masing – masing menilai, apakah pemahaman yang demikian sudah cukup dalam mewujudkan cita – cita keesaan itu. Kalaupun kita belum merasa cukup, sekurang – kurangnya produk SR X 1984 yl, yakni Lima Dokumen Keesaan ( LDKG ) telah merupakan langkah maju kearah ideal itu.
BAB V Kesimpulan
1. Gerakan Kharismatik di Indonesia bukanlah lahir begitu saja tanpa ada yang membawa dari Negara asing (Badan Penginjil/Zendinh). Gerakan ini merupakan saudara kandung dari Revival Pentakostal, di mana pada awalnya gerekan ini bukanlah untuk membentuk suatu gereja. Teapi hanya untuk mempercepat kebangkita dan kebangunan rohani bagai warga gereja. Karena gereja dinilai terlalu bertahan dengan peribahan yang formalistic. 2. Di satu sisi gerakan ini munul karena ketidakpuasan atas pelayanan gereja yang berbentuk legal formalistic. Sehingga adanya perasaan ketidakpuasaan iman warga jemaat. Gerakan ini bertumbuh dan berkembang lebih disebabkan pola, dan gaya gerakan kharismatik yang bersifat fenomental dan hysteria. 3. Bagi gereja, masalahnya adalah karena gerakan kharismatik ini sangat diminati warga jemaat sehingga lambaut laun, warga gereja tidak tertarik lagi mengikuti ibdah/kebaktian di gereja asal warga jemaat. Dikahwatirkan, keanggotaan wraga gereja semakin lama semakin menviut, semakin berkurang, lalu mereka pindah keanggotaan gereja. 4. Dengan semakin banyaknya pengikut gerakan kharismatik ditambah pelayanan yang semakin berkembang, maka gerakan ini akan membentuk diri sebagai formal, gereja yang punya nama organisasi.
gereja yang
Kepustakaan.
Alkitab 1996
Alkitab, Jakarta : Lembaga Alkitab Indonesia
Abineno, Ch.J.L 1983
Jemaat, Jakarta: BPK- Gunung Mulia.
---------------------
Gerakan Kharismatik, Apaka Itu BPK GM Jakarta
1981 Aleshire, Daniel 1981
Christian Education Handbooks, t.k : Broadman Press.
Ali,Lukman dkk 1994
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Boice, M. James 1983
Fondation Of the Christian Faith, Illions: IVP
Butarbutar, H 1977
Panggilan untuk berbuah, Pearaja: Tarutung.
Coward, Harold 1989
Pluralisme: Tantangan Bagi Agama – agama, Yogyakarta: Kanisius.
Douglass, J.D. (ed.) 1994 Kasih/OMF.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini I, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Douglass, J.D ( ed.) 1996 Kasih/OMF..
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini II, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Enklaar, Berkof 1996
Sejarah Gereja, Jakarta: BPK- Gunung Mulia.
Griffiths, Michael 1995
Gereja dan Panggilannya Dewasa Ini, Jakarta: BPK- Gunung Mulia.