PNEUMATOLOGI AMOS YONG DAN REFLEKSI MISIOLOGI (Perspektif Pentakosta/Kharismatik Indonesia) Junifrius Gultom1
Abstraksi Pemikiran pneumatologis Amos Yong dapat dikatakan mewakili teolog Pentakosta yang progresif, produktif, di mana pemikirannya menjadi pionir cara berteologi Pentakosta yang bersifat dialogis dan ekumenis, bahkan mampu menariknya hingga pada diskursus agama-agama. Pemikiran Amos Yong terkait dengan dialog agama-agama dari perspektif penumatologis, dengan pendekatan yang lebih dialogis ketimbang apologetis. Hal ini merupakan terobosan dari kebiasaan yang dilakukan oleh kelompok Pentakosta/Kharismatik pada umumnya, di mana mereka tidak pernah tertarik untuk mengkaitkan pneumatologi dengan diskursus teologi agama-agama, melainkan berkutat pada persoalan Baptisan Roh Kudus dan pengembangan karunia Roh Kudus yang sering disebut sebagai “anugerah kedua”. Dalam pneumatologinya, Yong menawarkan menawarkan tiga kriteria; divine presence, divine absence dan divine activity, yang dapat memampukan gereja untuk discern kehadiran dan pekerjaan Allah. Yong juga menekankan bahwa Roh Kudus akan memampukan orang-orang Kristen menginternalisasi “the hospitality of God” dengan menolong kita untuk berinteraksi secara positif sebagai host dalam dunia yang pluralis secara agama. Sekalipun pertumbuhan gereja dianggap penting, namun demikian misi eklesiologi harus di bawah konsep missio Dei, yaitu misi yang berfokus pada peningkatan dan kemajuan Kerajaan Allah, ketimbang Pertumbuhan Gereja. Hal ini dikarenakan gereja bukanlah Kerajaan Allah, tetapi agenda dari Kerajaan Allah, sehingga misi tidak berpusat pada gereja. Gereja berpartisipasi dalam misi Allah di dunia.
Pneumatology of Amos Yong and Missiology Reflection (Perspective of Indonesia Pentacostal/Charismatic)
Abstract Amos Yong’s pneumatology could represent of progressive and productive Pentacostal theologian, whose thought became pioneer to make theology of pentacostal with ecumenical and dialogue manner, even brought it to the Religion discourse. Amos Yong’s thought was concerned to religions dialogue with pneumatology perspective, preffering dialogue approach to apologetics. This was a breakthrough of Pentacostal/Charismatics’ customs, which they had never 1
Dosen STT Bethel Petamburan, Jakarta
interested to correlate pneumatology with theology of religions discourses, yet kept focus on issues of Baptism with Holy Spirit or spiritual gifts, which so-called “second blessing”. In Yong’s pneumatology offered three criterions; divine presence, divine absence and divine activity, which enable church to discern the presence and work of God. Yong also emphasized that Holy Spirit will enable christians to internalize “the hospitality of God” by helping us to interact positively as host in religiously pluralistic world. Although the church growth was considered to be important, yet mission of church must be under the concept of missio Dei, which focused on enhancing or improving God’s Kingdom. Mission is not churchcentered, because church is not God’s Kingdom. Church is participated in God’s mission throughout the world.
Pentakostalisme
PENDAHULUAN Penulis
mengangkat
topik
mengenai Pneumatologi Amos Yong karena bagi penulis Amos Yong,
dan
Sains;
Disabilitas, dan Dialog Budha dan Kristen. PEMIKIRAN AMOS YONG
mewakili teolog Pentakosta yang progresif, produktif, dan buah-buah
Discerment of the Spirit2
pemikirannya menjadi pionir cara
Salah satu “terobosan” sekaligus
berteologi Pentakosta yang bersifat
“keberanian” yang dilakukan oleh
dialogis
bahkan
Yong dalam pemikirannya adalah
mampu menariknya hingga pada
terkait dengan dialog agama-agama
diskursus agama-agama. Amos Yong
dari perspektif pneumatologi, selain
adalah
dialognya
dan
Dekan
ekumenis,
dan
J.
Rodman
dengan
sains.
Williams Professor of Theology di
Pendekatanya lebih bersifat dialogis
Regent
University’s
Divinity
dan
pendeta
Assemblies of God.
School
of
ketimbang apologetik. Mengapa saya
pada
the
katakan demikian, karena selama ini
Ia terlahir
orang-orang Pentakosta/Kharismatik
sebagai seorang Malaysia dari orang
tidak
tua China. Pada usia 10 tahun, Yong,
mengkaitkan pneumatologi dengan
bersama orang tuanya, berimigrasi ke
diskursus
pernah
teologi
tertarik
untuk
agama-agama,
Amerika (California). Yong adalah penulis yang sangat kompeten untuk isu-isu
Pentakostal
Global;
2 Amos Yong, Discerning the Spirit(s): A Pentecostal-Charismatic Contribution to Christian Theology of Religions (Sheffield, England: Sheffield Academic Press, 2000)
tetapi kepada pendekatan konservatif
berisi kuaitas-kualitas particular dan
yang
norma-norma
melulu
percakapan “anugerah
berkutat
tentang kedua”
pada
pekerjaan
yang
disebut
harus
diakui
dan
dihormati untuk kebaikannya yang telah
diciptakan
adalah
untuk
baptisan Roh Kudus dan manifestasi-
dialami. Dengan kategori ini, Yong
manifestasi Roh Kudus di dalam
menyimpulkan bahwa Roh ALLAH
konteks gereja lokal dan kaitannya
(dalam Trinitas) yang keberadaan-
dengan
Nya adalah persekutuan dapat secara
spiritualitas
privat
dan
individualistik.
universal hadir pada semua orang,
Dengan dasar Trinitarian, Yong
kebudayaan,
dan
tempat-tempat
meletakkan pneumatologinya dengan
hingga
tingkat
mana
menggunakan tiga kategori umum
ciptaan
secara
autentik
pengalaman
(akan
sebagai kesatuan dalam kepelbagaian
disinggung juga hal ini di bawah ini)
dan kepelbagaian di dalam kesatuan.3
agamawi
yaitu: kehadiran ilahi, aktifitas ilahi
Dalam
komunitas
pendekatannya,
dialami
Amos
dan absensi (ketidakhadiran) ilahi. Ia
melihat bahwa mem-frame teologi
membangun hal ini di atas dasar
agama-agama sebagai suatu subset
pernyataan Donald Gelpi bahwa
dari doktrin ALLAH secara generik
“pengalaman masa kini dari realitas
merupakan
ALLAH Kristen dimulai pada suatu
optimistik. Demikian pula, mem-
perjumpaan
Hembusan
frame-nya dengan kategori-kategori
Kudus (the Holy Breath) yang
kristologi secara defensif memang
disadari” dengan klaim bahwa semua
bisa
pengalaman
esensial
agama-agama lain, tetapi sedikit
merupakan bersifat Roh.” Kemudian
efektif dalam keterlibatan yang lebih
Yong
ofensif
dengan
secara
mengembangkan
kategori
saja
sesuatu
yang
membungkam
yang
mengakui
over
klaim
segi
kehadiran Roh ALLAH itu sebagai “pengalaman kita akan relasional, dan
melalui
ini,
kategori
dari
ALLAH, dimediasi oleh kehadiran Roh
ALLAH.
Berkat
pekerjaan
Firman dan Roh, semua hal-hal yang
3
Joe Davis, Engaging Amos Yong’s Foundational Pneumatology and Theology of Discernment from Latino Pentecostal Perspectives. Lihat: http://love2justice.wordpress.com/2013/05/2 6/engaging-amos-yongs-foundationalpneumatology-and-theology-ofdiscernment-from-latino-pentecostalperspectives
partikularitas inkarnasional ALLAH
secara positif sebagai host dalam
(Yoh. 1:14), dan keseimbangannya
dunia yang pluralis secara agama. Aktivitas ilahi dijelaskan sebagai
akan aspek universalitas dari Roh yang
dicurahkan
kepada
semua
force fields iman, pengharapan dan
4
kasih yang diciptakan Roh Kudus
absennya
yang memampukan umat manusia
diskursus Roh di dalam teologi
beranjak dari hubungan-hubungan
Barat,
yang
manusia (baca: flesh, Kis. 2:17). Yong
mengkiritik
yang
berpengaruh
pada
teralienasi,
terluka
dan
kecurigaan kepada spirits dalam
destruktif menuju hubungan yang
agama-agama lain. Yong kemudian
rekonsiliatif,
mempercayai bahwa Roh sebenarnya
menyembuhkan dan menyelamatkan.
bisa saja telah memperluas kehadiran
Oleh karenanya aktifitas universal
dan aktifitas ALLAH di dalam
dari
agama-agama non-Kristen. Namun,
mengintegrasikan
untuk tidak mengaburkannya dengan
lingkungannya dalam suatu cara
roh-roh yang destruktif dan demonik,
sedemikian rupa sehingga ia dapat
maka
menjadi autentik bagi dirinya sendiri
Yong
menawarkan
mencoba tiga
untuk
kriteria-seperti
dan
saling
Roh
menjadi
membangun,
adalah
untuk
sesuatu
pelayanan
kepada
dalam
yang disebutkan di atas-yaitu divine
hubungan-hubungannya
presence, divine absence dan divine
orang lain. Namun, Yong menyadari
activity yang dapat memampukan
bahwa ideal semacam itu bersifat
gereja untuk discern kehadiran dan
eskatologi walau disela oleh Roh
pekerjaan ALLAH atau menolak
Kudus, maka ciptaan menghadapi
yang demonik atau destruktif itu.
divine absence dan belum dapat
Yong juga menekankan bahwa Roh
terwujud di sini dan sekarang karena
Kudus akan memampukan orang-
penolakan manusia kepada tujuan-
orang Kristen menginternalisasi “the
tujuan
hospitality
mengekspresikan kebebasannya yang
of
God”
dengan
menolong kita untuk berinteraksi
ilahi
destruktif, ketidakadilan,
dengan
mereka,
yang
ketidakadilanalianasi,
dan
4
Craig Ott, et al., Encountering Theology of Mision. Biblical Foundations, Historical Developments, and Contemporary Issues. (Grand Rapids, MI: Baker Books, 2010), 308-09
penindasan-penindasan.
Ini
yang
kemudian disebutnya sebagai wujud
meyakini bahwa agama tersebut
dari pekerjaan demonic spirits.
dapat
diakui
sebagai
memberitakan Problem Untuk Orang-orang Injili, Tidak Bagi Pentakostal/ Kharismatik Secara pribadi merasa tertantang oleh pemikiran Yong ini. Yang menarik adalah, Yong kemudian mengemukakan proses tiga rangkapsemacam screening-yang dapat men discern
apakah
Roh
ALLAH
sungguh-sungguh ada hadir di dalam agama-agama, termasuk kekristenan yaitu pertama, kriteria eksperiensialfenomenologi. Kedua, kriteria etismoral; ketiga, soteriologikal teologis. Kriteria
yang
pertama
merujuk
kepada
bentuk-bentuk
aestetik
berupa symbol-simbol, dan ritualritual.
Kriteria
pengalaman-
pengalaman rohani yang fenomenal itu
akan
dilihat
melahirkan
sejauhmana
suatu
ia
bentuk-bentuk
tindakan-tindakan etis yang holistik, hubungan-hubungan komunal yang terpelihara
dan
diperkuat,
maka
untuk sementara dapat dikatakan bahwa Roh ALLAH yang universal itu memang sungguh hadir di agama tersebut.
Namun,
krusial
pada
menjadi kriteria
titik ketiga,
menyangkut aspek soteriologi. Yong
berita
yang
keselamatan
ketika ia terbukti membawa tandatanda yang bersifat praksis yaitu keadilan, kasih, keberpihakan kepada kaum marjinal dan tindakan-tindakan lainnya yang bersifat liberatif. Bila tidak, Yong menyebutnya, situasi itu sebagai divine absence. Dan dalam situasi
ini,
maka
sesungguhnya dengan
agama
sedang
roh-roh
itu
bersekutu
yang
demonik,
walaupun kelihatannya menampilkan kehebatan Dengan
bersifat pemahaman
fenomenal. seperti
ini,
maka bukan tidak mungkin orangorang Pentakostal/Kharismatik yang mengklaim penuh Roh Kudus itu, sesungguhnya bersekutu dengan roh yang
denomik
dan
destruktif—
karena Yesus telah mengatakan, “dari buahnyalah kamu mengenal mereka”—bila tidak menunjukkan tanda-tanda praksis seperti di atas, dan dengan sendirinya menjadi tidak relevan untuk membicarakan peran soteriologisnya. Diskursus misi dalam kaitannya dengan Spirit/spirits pada konteks Asia telah lama disadari karena memang Asia (dan juga Afrika)
bernama
segala bentuk kepercayaan serta
moderat maksudnya, Yung lebih
budaya besar yang inheren dengan
memilih pendekatan yang holistik,
dunia roh. Namun, tampaknya orang-
yang
orang Injili sendiri lebih memilih
pembacaan Alkitab Barat dengan
untuk memasukkannya di dalam
presuposisi Pencerahan dan ekstrim
bingkai “Bible in the Context,”
pembacaan yang dualistik Kosuke
karena kekuatiran mereka akan “roh
Koyama yang membutakan kita dari
yang lain,” yang bukan dimaksudkan
kebenaran-kebenaran
oleh Alkitab. 5 Pneumatologi Yong
sejarah
ini masih sulit diterima oleh orang-
Theology yang me-reduce ayat-ayat
orang Injili karena dianggap suatu
Alkitab kepada sekedar politis.
proyek ambisius yang dapat mendomestifikasi
(meminjam
istilah
Bagi
Hwang
6
adalah negara-negara dimana hidup
Yung.
menghindari
dan
ekstrim
utama
penafsiran
orang-orang
Kharismatik
Lebih
sendiri,
dari
Minjung
Pentakosta/ pengetahuan
men-
dunia roh, lebih kepada genre-genre
dan
seperti power encounter, exorcism
Roh
dan healing movement. Tampaknya
Kudus. Saya teringat bagaimana
untuk mewujudkan genre-genre ini
reaksi keras orang-orang Injili dan
ditingkat
Ortodoks-dengan melakukan walk
Pentakosta/ Kharismatik tidak terlalu
out-atas presentasi dan dramatisasi
pusing
kontekstualisasi
sinkretisme.
Lesslie
Newbigin)
sinkretisme-kan resiko
Injil,
kekristenan
depersonalisasikan
dari
Spirit
oleh
praktis,
orang-orang
dengan Di
isu awal
sekitar pelayanan
seorang teolog wanita muda asal
Yonggi Cho, Korea, banyak orang-
Korea, Dr. Chung Hyun Kyung pada
orang Injili menuduhnya sesat karena
pertemuan WCC di Canberra 1991.
pneumatologinya
serta
ajaran-
ajarannya
umum
terlalu
Pandangan yang lebih moderat
secara
dari orang-orang Injili ini pernah
sinkretis, yang memcampur adukkan
diajukan oleh seorang teolog yang
pneumatologi Taoism, 6
5
Lihat: Bong Rin Ro, Bible in Asia Context, 1982; Paul G. Hiebert, Anhtropological Insights for Missionaries, 1985
Alkitab
Shamanism
dan
dengan Faith
Hwang Yung, Mangoes or Bananas? The Quest for an Authentic Asian Christian Theology. Biblical Theology in an Asian Context. (Oxford, UK., Regnum, 1997), 224-225
Movement
Theology.
Namun,
belakangan,
tuduhan-tuduhan
itu
pengetahuannya akan agama-agama Timur bersama dengan kuasa-kuasa
makin mereda, bahkan pemikiran-
adikrotinya,
pemikiran pneumatologi Yonggi Cho
Buddhisme,
telah menjadi subjek yang secara
Jepang seperti Soka Gakkai. Ia
rutin
symposium
merujuk “evil spirit world” dalam
Internasional Teologi Yonggi Cho,
buku itu dimana berada di bawah
oleh para ahli-ahli dari seluruh dunia,
kuasa dan otoritas ALLAH yang
baik para pengkritik Cho, hingga
maha kuasa.
diangkat
pada
Maka
yang mendukungnya. Allan Anderson dalam esainya
sebagaimana yoga,
agama-agama
sebenarnya
Kharismatik
pada
Pentakosta/
(Neo-Pentakosta)
Pentecostal
merupakan pihak yang lebih “bisa
7
diajak dialog” terkait dengan usaha-
Cho,
usaha kontekstualisasi dunia roh
berhasil
kepada agama-agama Asia. Paling
teologi
tidak untuk tingkat pengembangan
kontekstual di dalam tulisan-tulisan
pengetahuan dan kesadaran akan
dan pelayanannya. Didukung oleh
dunia Roh/roh itu sendiri. Memang,
beberapa disertasi (di Birmingham
masih “terganjal” oleh masalah yang
dan di Fuller) mengenai tema-tema
terkait dengan soteriologi. Sebab,
seperti Korean Church Growth and
bagaimanapun,
Yonggi Cho, dan atas dasar buku Cho
Pentakosta/
Fourth
menyakini bahwa akhirnya roh-roh
berjudul,
“Contextual
Theology of David Yonggi Cho,” menyimpulkan
bahwa
sebenarnya
telah
mengembangkan
suatu
Dimension,
Anderson
orang-orang Kharismatik
menyatakan untuk jangkauan tertentu
pada
pesan Pentakostal Cho merupakan
dimenangkan kepada Kristus. One
suatu teologi kontekstual yang telah
more
beradaptasi
pernyataan yang sering dilontarkan
dan
mentransformasi
kepercayaan
person
lain
masih
harus
for Christ adalah
situasi-situasi budaya dan agama . . .
oleh
Konsep Cho dalam buku Fourth
Kharismatik dan keyakinan mereka
Dimension
akan pekerjaan Roh Kudus seperti
dikaitkan
dengan
pada 7
Asia Journal of Pentecostal Studies 7:1 (2004), 101-123
orang-orang
masa
membawa
Kisah para
Pentakosta/
Rasul tenung
yang untuk
meninggalkan praktek-praktek majik
kontekstualisasi pesan Kristen pada
mereka dan mengikut Roh yang
dunia
disembah orang-orang Kristen.
pemetaan
Sementara itu, orang-orang Injili
roh,
dikuasai kemudian
kemungkinan pengembangan yang
terhadapnya.
dialogis
dan
berbasis penghayatan kerja ALLAH masa kini yang lebih dinamis. Peter Wagner melihat bahwa orang-orang adalah
people of prayer dan bahwa mereka percaya ALLAH mempunyai kuasa atas Setan, penyakit, kemiskinan dan alienasi. Pada tahun 1980an, orangorang Pentakosta/Kharismatik dan Para Penggagas Gelombang Ketiga mengutarakan pendekatan spiritual mereka kepada pelayanan dan misi. Mereka kemudian menggagas ide peperangan rohani (spiritual walfare) yang berfokus pada identifikasi rohroh dimana mereka percaya bahwa mengendalikan
yang
roh-roh
dilakukan
untuk
peperangan
Penginjilan dan Dialog Antar Agama/Iman
Orang-
orang Pentakosta/ Kharismatik lebih
Pentakosta/Kharismatik
daerah-daerah
berbasis
praksis, karena kesetiaan mereka pada sola scriptura-nya.
untuk
oleh
sendiri tampaknya “sudah mengunci”
dinamis,
dimaksudkan
kawasan-kawasan
yang menjadi penentang bagi Injil8 . Maka, pada Pentakosta/Kharismatik,
Karena discernment of the Spirit Amos Yong dalam rangka dialog agama-agama maka, isu yang krusial adalah
bagaimana
orang-orang
Pentakosta/
Kharismatik
memahaminya di dalam kerangka semangat mereka akan pemberitaan Injil?
Bagaimanapun,
mengakui berubah
konteks telah
kita
harus
yang
terus
menantang
kita
memikirkan ulang akan pola-pola pendekatan kita terhadap Alkitab dan pendekatan misi kita. Stephen B. Bevans dan Roger P. Schroeder benar berkata, “ … berada di dalam misi
artinya
berubah
secara
berkesinambungan sebagaimana Injil berhadapan dengan konteks-konteks yang baru dan beragam. Namun perubahan
seperti
itu,
bukanlah
semena-mena, namun selalu ada hal8
Michael Pocock, et al., The Changing Face of World Missions. Engaging Contemporary Issues and Trends. (Grand Rapids, MI: Baker Books, 2005), 188
hal tertentu yang bersifat konstan yang-meskipun berbeda
hal-hal
itu
muatannya-selalu
bisa hadir
sebagai suatu kerangka kerja dengan
sosial membuat orang-orang Injili
mana
sungkan
untuk
dialog
dengan
Gereja
mengidentifikasikan
dirinya sendiri dan sekitar mana 9
pesan Injil mengambil bentuknya.” Dalam
kepercayaan-
kepercayaan/agama
lain.
Namun
Indonesia,
saya lebih menyetujui pandangan
dimana kenyataan pluralis agama,
yang seimbang bahwa penginjilan
suku, ras dan bahasa membuat dialog
dan dialog dapat diberlangsungkan
menjadi suatu keniscayaan. Penulis
seperti pandangan Lessie Newbigin,
sendiri menyetujui pemikiran bahwa
Johannes Nissen, dan David J. Bosh.
Penginjilan dilakukan
konteks
mengembangkan
dan
Dialog
sekaligus.
dapat
Tidak
ada
Studi historis dan hermeneutik dari
Misi
PB
dan
Misi
yang
pertentangan. Penginjilan seharusnya
dilakukan oleh Johannes Nissen 10
tidak meniadakan dialog, dan dialog
menunjukkan
seharusnya
referensi
tak
mengorbankan
bahwa
apapun
di
ada
PB
yang
penginjilan. Namun bagaimana hal
mendukung
itu dapat dilakukan? Ini terkait
yang meng-kristen-kan orang lain.
dengan apa definisi kita tentang
PB secara hermeneutik menentang a
dialog dan apa definisi kita tentang
triumphant evangelization paradigm.
penginjilan.
Kristeninasi
Kelompok Injili dan Ekumenikal
merupakan
cara-cara
tidak
dan suatu
penginjilan
proselitisasi konsep
yang
telah cukup lama ada di dalam
manipulatif dan tidak sesuai dengan
perdebatan-perdebatan
Alkitab.
pada
khususnya
pertemuan-pertemuan
WCC
Pemberitaan
seharusnya
konsern
dan IMC. Orang-orang Ekumenikal
keselamatan
cenderung
pengampunan-Nya
terlalu
menekankan
Dialog, sementara orang-orang Injili
Kristus
cenderung
tersebut
kepada
proyek
dan
Injil pada
ALLAH
dan
melalui Yesus
membiarkan
mengambil
orang
keputusan.
penyelamatan jiwa. Keutamaan (the
Pelayanan diakonal sosial gereja
primacy) penginjilan atas aksi-aksi
tidak boleh dipergunakan sebagai sarana untuk mempengaruhi orang
9 Stephen B. Bevans dan Roger P. Schroeder, Constants in Context: A Theology of Mission for Today (Maryknoll, NY.: Orbis, 2004), 72.
10
Johannes Nissen, New Testament and Mission Historical and Hermeneutical Perspectives (2006)
dari
kepercayaan
lain
merubah
sosial dan ekonomi. Namun, ia telah
agamanya. Aksi sosial gereja harus
secara penuh memberitakan Injil dan
murni
dengan
sebagai
solidaritas
panggilan
kemanusiaan
bagi sebagai
demikian
pekerjaannya
sebagai misionaris telah selesai.
teladan Yesus.
Namun Newbigin menjelaskan
Maka kemudian benar apa yang
bahwa
penginjilan
adalah
suatu
dikatakan oleh Newbigin 11 , bahwa
keharusan dan Kristus mempunyai
penginjilan tidak sekedar membawa
tempat yang unik di dalam sejarah
orang-orang menjadi Kristen. Sukses
dan tak dapat disamakan dengan
misi tidak dapat diukur baik oleh
dewa-dewa
Pertumbuhan Gereja, dan bukan pula
juruselamat agama lain. Maka karena
oleh
masyarakat,
Injil adalah kebenaran, ia harus
penyakit-penyakit
dibagikan secara universal. Ia tak
menyediakan pendididkan,
dapat sekedar opini privat. Ketika
memanusiakan
menghapuskan sosial,
kesembuhan, ekonomi. contoh
dan
pengembangan
Newbigin Rasul
mengajukan
sharekan,
juruselamat-
kita
memberi
kesempatan kepada mereka untuk
yang
memahami kebenaran dengan cara
orang-orang
mereka sendiri, memahami siapa diri
Kristen di Roma bahwa ia telah
mereka karena mereka dapat kisah
menyelesaikan
di
sejati dimana mereka merupakan
dari
bagian di dalamnya. Inilah suatu
Yerusalem hingga Adriatik dan ia
tempat yang paling penting dari
tidak “mempunyai lagi tempat untuk
kebutuhan akan pemahaman yang
bekerja di sana” (Rom. 15:23).
benar
Dengan pernyataan ini, Paulus mau
Newbigin.
menegaskan
bahwa
ia
diberitakan,
menaklukkan
semua
orang
mengatakan
seluruh
Paulus
kita
dan
kepada
pekerjaannya
kawasan
mulai
tidak
terhadap Maka,
Injil
menurut
dimana
pertanyaan
Injil
tentang
di
makna sejarah manusia –sejarah
wilayah-wilayah itu, juga bukan
universal dan kisah personal dari tiap
telah
manusia-diajukan.
mengatasi
masalah-masalah
Newbigin
menegaskan bahwa Kristus adalah 11 Lessie Newbigin, The Gospel in a Pluralistic Society, (Grand Rapids, MK: William Eerdmans & Geneva: WCC,1989), 121-125, 158, 182.
the clue of history. Ia menolak proyek
Yesus
Sejarah-nya
Schweitzer, teologi pluralisme Paul
dalam Yesus Kristus, tetapi ia tidak
Knitter
exclusivist dalam pengetrtian, tidak
dan
John
menyangkal
Hick
ke-pusat-an
yang Yesus
menyangkal
kemungkinan
keselamatan dari orang-orang non-
Kristus. kontribusi
Christian. Ia juga inclusivist dalam
esensial dari Kristen untuk dialog
pengertian bahwa ia menolak untuk
sederhananya menceritakan kisah,
membatasi
kisa Yesus, kisah Alkitab.
Jika
ALLAH kepada jemaat Kristen,
orang Kristen menshare kisah yang
tetapi ia menolak inklusifisme yang
merupakan
kisah
menganggap
menyelamatkan
dunia,
Oleh
karena
itu,
yang maka
ia
pekerjaan
Kristen
bahwa
sebagai
anugerah
agama
sarana-sarana
bukan berarti tidak respek kepada
keselamatan.
Ia
kisah-kisah
pengertian
mengakui
pada
agama-agama/
non
pluralist
bahwa
kepercayaan-kepercayaan lain, yang,
pekerjaan
barangkali, lebih baik dan sempurna.
dalam kehidupan semau manusia,
Ia menuturkan kisah itu dengan
tetapi ia menolak pluralism yang
sederhananya
menyangkal
sebagai
seseorang
anugerah
dalam
ALLAH
di
keunikan
dan
yang dipilih dan dipanggil ALLAH
decisiveness dari apa yang ALLAH
untuk menjadi bagian dari kelompok
telah
yang
Kristus.
dipercayakan
Bukanlah
bisnis
kisah kita
itu. untuk
kerjakan
Penulis
di dalam
Yesus
mempertimbangkan
mempertobatkan orang lain. Tetapi
bahwa pandangan komprehensif dari
hanya pekerjaan Roh Kudus ALLAH
Newbigin mengenai penginjilan dan
yang dapat menjamah orang-orang
dialog sangat cocok dengan konteks
sehingga mereka dapat menerima
Indonesia.
kisah itu.
Indonesia
Penulis, oleh karena itu, setuju
Jika
mengadopsi
tercapai.
dengan
menghadirkan
Kekristenan
di dan
mempraktekkan ini, dua gol akan
dengan pandangan Newbigin terkait hubungan
gereja-gereja
Pertama,
ia
kehadiran
akan Kristen
dengan agama-agama dunia, yaitu
yang penuh damai di Indonesia.
exclusivist dalam arti ia menegaskan
Kedua, ia mendorong orang-orang
keunikan kebenaran pengwahyuan di
Kristen
untuk
tetap
confident
terhadap
Injil.
pertama
sukses menambah gedung gereja
merupakan poin kritikal bagi gereja/
atau gereja lokal. Tetapi saya tidak
orang Pentakostal dan Injili yang
bermaksud untuk mengatakan bahwa
mengadopsi suatu penginjilan agresif
penanaman gereja tidak penting.
triumphal dan kurang perhatian pada
Tetapi
usaha-usaha dialog. Yang kedua,
Indonesia, secara khsusus di wilayah
kritikal poin untuk gereja-gereja arus
perkotaan sudah sangat kritis dan
utama
tidak
yang
Yang
kurang
di
dalam
ekspansi
perlu.
gereja-gereja
Misi
sudah
di
tidak
penginjilan. Kita tidak seharusnya
dimengerti lagi sebagai pertumbuhan
berhenti memberitakan Injil hanya
Kerajaan
karena ada praktek palsu darinya. Ini
pertumbuhan
merupakan tuhas penting Gereja
Sepanjang
sebagaimana dikatakan oleh David J.
atau/dan gereja-gereja lokal yang
Bosh, “It is not an optional extra but
bersangkutan
a sacred duty.”12
cabang di tempat itu mereka akan
ALLAH,
gereja-gereja. sebuah
Muslim
Kami, orang-orang Pentakosta/ Kharismatik sangat giat melakukan penanaman gereja (church planting), sedemikian giatnya, maka tidak lagi mempedulikan rasio perbandingan wilayah dengan gereja. Keberatankeberatan kepada SKB 1969/PBM
memahami misi itu sendiri. Penulis pandangan
sendiri bahwa
misi
tidak
seharusnya disederhanakan sebagai
Sementara
kaum
menganggap
gerakan
menyulut reaksi Muslim dengan menggunakan isu ijin mendirikan banguan sebagai tujuannya yang sudah dirancang. Mereka menekan pemerintah
untuk
menekan
fenomena ini. Penulis
berpandangan
pertumbuhan diukur
mempunyai
mempunyai
Kristen sebagai suatu agresi. Ini
2006 semata-mata terkait dengan pertanyaan teologis akan makna
denominiasi
belum
membukanya. Isu Terkait Church Planting
tetapi
secara
gereja
bahwa
seharusnya
geografis
bukan
pertambahan gereja lokal semata. Gerakan
penanaman
gereja
dari
orang-orang Injil dan Pentakosta ini dipengaruhi oleh konsep-konsep misi
12
David J. Bosh, Transforming Mission. Paradigm Shift in Theology of Mission (Maryknoll, NY.: Orbis, 1991), 413
dan
pertumbuhan
gereja
Peter
Wagner. Ia sendiri dipengaruhi oleh
diliputi
oleh
McGavran, yang mempromosikan
Kudus.”15
kehadiran
Roh
bahwa pertumbuhan gereja sebagai
Misi eklesiologi kita harus di
“gol misi yang utama dan tak dapat
bawah konsep Misi sebagai missio
tergantikan
Dei,
(“a
chief
and
16
Misi yang berfokus pada
irreplaceable goal of mission.”). 13
peningkatan dan kemajuan Kerajaan
Sebagai hasilnya, penekanan pada
ALLAH, ketimbang Pertumbuhan
pertumbuhan
Gereja. ALLAH-lah yang menjadi
angka
menjadi
pengukur bagi suksesnya misi.
Inisiator dan pemilik misi. Istilah
Kontras terhadap pandangan ini,
yang kemudian popular di pertemuan
Eddie Gibbs mengkritik pandangan
WCC
McGavran bahwa, “ia tak membuat
melahirkan
dengan jelas hubungan antara Gereja
Dunia—Gereja, bukan seperti yang
dan Kerajaan ALLAH …penanaman
sebelumnya dimengerti ALLAH—
Gereja
dengan
Gereja—Dunia. Dengan formula ini
14
jelaslah bahwa ALLAH telah ada di
Lagi, kritik yang sama dilancarkan
dunia sebelum gereja hadir di dunia
oleh Orlando E. Costas. Ia berkata,
ini. Fokus misi bukanlah apa yang
“Pengukuran secara angka itu sendiri
dilakukan
telah menjadi obesitas eklesialistik;
bukanlah Kerajaan ALLAH, tetapi
menjadi
sinonim
membangun Kerajaan ALLAH.”
di
Uppsala formula:
oleh
tahun
1968
ALLAH—
gereja.
Gereja
organik dibingungkan oleh birokrasi; menurunkan
derajat
konsepsual
menjadi suatu abstraksi teoritis; dan diaconal
diturunkan
menjadi
semacam aktifitas sosial murahan. Empat dimensi ini akan kurang integritasnya secara teologis bila bila semuanya
13
tidak
dimotifiasi
dan
Donal McGavran, Understanding Church Growth 1980 (revised edition) (Grand Rapids, MI.: Williams Eerdmans), 24. 14 Eddie Gibbs, I Believe in Church Growth (London: Penguin, 1995), 15.
15
W.R. Shenk, ed, Exploring Church Growth (Grand Rapids, MI: William Eerdmans, 1983), 106. 16 Istilah, mission Dei pertama sekali diartikulasikan oleh Karl Barth (1932) yang melihat misi sebagai aktifitas ALLAH sendiri (Bosh, 389). Istilah itu kemudian dipopulerkan oleh Karl Hartenstein pada tahun 1934 dan diterima secara meluas oleh lingkungan ekumenikal pada the 1952 Willingen Conference of the International Missionary Council. IMC menjelaskan misi sebagai Misi ALLAH dari konsep Trinitas. Kemudian hari, istilah inilah telah mendapatkan perhatian meluas di literaturliteratur Kristen dan konferensi-konferensi. Para sarjana yang mempopulerkannya diantaranya David J. Bosh, Charles van Engen, Darrell Guder, dan Christopher J.H. Wright.
agenda dari Kerajaan ALLAH. Jadi
memahami
misi bukan berpusat pada gereja.
Engen
Gereja berpartisipasi dalam misi
mengemukakan bahwa the yearning
ALLAH di dunia. Jika ALLAH
for numerical growth (hasrat bagi
memiliki misi, maka gereja tidak
pertumbuhan
eksis untuk dirinya sendiri, ia ada
suatu tanda esensial dari kehadiran
bukan untuk tujuannya sendiri.
gereja yang sejati.
Dengan
penjelasan
ini,
pertumbuhan pada
bagian
angka)
pertumbuhan
ini
merupakan
Hasrat bagi
angka
bersumber
Indonesia memahami pertumbuhan
penting di dalam Alkitab, semuanya
gereja dan pertumbuhan Kerajaan
merujuk kepada realitas esensial
ALLAH di dalam pandangan dan
yang sama. Namun van Engen,
praktek yang seimbang? Jika konsep
menekankan bahwa the yearning
pertumbuhan gereja dipisahkan dari
melibatkan
konsep
Kerjaan
Gereja, tempatnya di dalam misi
ALLAH, maka akan jatuh kepada
ALLAH, dan perannya di dalam
strategi
metode-metode
dunia. Pemahaman yang seimbang
pragmatis dan duniawi. Ia akan
ini berakhir dengan konsep gereja
menjustifikasi cara2 yang illegal dan
misional,
tak Alkitabiah sepanjang bertumbuh
fragmentasi teologi dan praktek serta
secara angka (kuantitatif).
tempat ALLAH sebagai pusat bagi
dan
suatu
yang
banyak
aslinya
bagaimana seharusnya gereja2 di
pertumbuhan
pada
gereja.
sikap
tidak
motif
terkait
mem-
pertumbuhan itu. Dalam kedaulatan KESIMPULAN
ALLAH, pertumbuhan merupakan
Penulis lebih menyetujui konsep misi yang holistik, maka penulis
efek alamiah dari kehadiran Roh Kudus di dalam gereja.18
mengadopsi pandangan Charles van Engen’s Yearning for Numerical Growth. percaya
17
Dengan bahwa
ini,
penulis
gereja
harus
bertumbuh tetapi bagaimana kita 17 Charles van Engen, God’s Missionary People. Rethinking the Purpose of the Local Church (Grand Rapids, MI: Baker Books, 1995, the third printing), 81-84.
18
Untuk skema komparasi dan penjelasan detail mengenai perbedaan konsep pertumbuhan gereja dan konsep gereja misional, lihat Gailyn van Rheenen, “Contrasting Missional and ChurchGrowth Perspective” dalam Mission Resources Network. Online: http://www.mrnet.org /system /files/library/contrasting_missional_and_Ch urch_growth_perspectives.pdf
Penulis
menyimpulkan
dengan
mengutip pernyataan Karl Barth, “Suatu pertumbuhan yang secara abstrak sekedar ekstensif bukanlah pertumbuhan sebagai the communion santorum. Oleh karenanya ia tidak akan
pernah
sehat
bila
Gereja
mencoba untuk bertumbuh hanya atau
secara
utama
pengertian
di
horizontal,
dalam dengan
berpandangan pada jumlah terbesar para pengikut.” 19 Kembali, Wilbert R. Shenk mengingatkan bahayabahaya dalam Pertumbuhan Gereja, “Pada tempat pertama, ia cenderung bersifat penultimate (tempat nomor dua)
bukan
yang
the
ultimate
(tertinggi). Kedua, ia menghasilkan myopia
dalam
visi
20
discernment.”
19
Karl Barth, Church Dogmatics, (Edinburgh: T.& T. Clark, 1957), 10 20 Shenk, Op.cit., 214-7
dan
DAFTAR PUSTAKA Asia Journal of Pentecostal Studies 7:1 (2004) Barth, Karl. Church Dogmatics, Edinburgh: T.& T. Clark, 1957 Bevans, Stephen B. and Schroeder, Roger P. Constants in Context: A Theology of Mission for Today, Maryknoll, NY.: Orbis, 2004 Bosh, David J. Transforming Mission. Paradigm Shift in Theology of Mission, Maryknoll, NY.: Orbis, 1991 Davis, Joe. Engaging Amos Yong’s Foundational Pneumatology and Theology of Discernment from Latino Pentecostal Perspectives at http://love2justice.wordpress.com/2013/05/26/engaging-amos-yongsfoundational-pneumatology-and-theology-of-discernment-from-latinopentecostal-perspectives Gibbs, Eddie. I Believe in Church Growth, London: Penguin, 1995 Hiebert, Paul G. Anhtropological Insights for Missionaries, 1985 McGavran, Donald. Understanding Church Growth, Grand Rapids, MI.: Williams Eerdmans, 1980 Newbigin, Lessie. The Gospel in a Pluralistic Society, Grand Rapids, MK: William Eerdmans & Geneva: WCC,1989 Nissen, Johannes. New Testament and Mission Historical and Hermeneutical Perspectives, 2006 Ott, Craig. et al. Encountering Theology of Mision. Biblical Foundations, Historical Developments, and Contemporary Issues, Grand Rapids, MI: Baker Books, 2010 Pocock, Michael. et al. The Changing Face of World Missions. Engaging Contemporary Issues and Trends, Grand Rapids, MI: Baker Books, 2005 Ro, Bong Rin. Bible in Asia Context, 1982 Shenk, W.R. ed, Exploring Church Growth, Grand Rapids, MI: William Eerdmans, 1983
Yong, Amos. Discerning the Spirit(s): A Pentecostal-Charismatic Contribution to Christian Theology of Religions, Sheffield, England: Sheffield Academic Press, 2000 Yung, Hwang. Mangoes or Bananas? The Quest for an Authentic Asian Christian Theology. Biblical Theology in an Asian Context, Oxford, UK., Regnum, 1997 van Engen, Charles. God’s Missionary People. Rethinking the Purpose of the Local Church, Grand Rapids, MI: Baker Books, 1995 van Rheenen, Gailyn. “Contrasting Missional and ChurchGrowth Perspective” in Mission Resources Network. Online: http://www.mrnet.org /system /files/library/contrasting_missional_and_Church_growth_perspectives.pdf