BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Salah satu tujuan diterapkannya kebijakan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dari pemerintah –dalam hal ini pemerintah daerah ditingkat kabupaten/kota- kepada warga masyarakatnya. Namun, setelah sekian lama kebijakan ini dijalankan tidak juga terlihat secara signifikan peningkatan yang berarti dalam pelayanan publik. Bahkan dari hasil beberapa penelitian, seperti yang telah diselenggarakan oleh PATTIRO (2005), PATTIRO (2007), PSKK-UGM (2003), dan BIGS (2002) menunjukkan kecenderungan yang serupa, bahwa pelayanan publik tidak bergerak kearah yang lebih baik. Terutama pelayanan publik bagi warga masyarakat yang miskin. Padahal penegakan kepemerintahan yang baik (good governance) yang paling cepat dan paling mudah ditandai oleh masyarakat dengan menilai bagaimana kualitas pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah daerah. Salah satu faktor yang menghambat peningkatan kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat adalah tidak tersedianya mekanisme yang memungkinkan bagi warga masyarakat/ konsumen untuk menyampaikan pengaduan, keluhan, dan bahkan penolakan terhadap pelayanan yang diberikan penyelenggara pelayanan publik atau instansi penyedia layanan. Ketiadaan mekanisme ini juga menghambat pemerintah daerah dalam melihat kekurangan dan kelemahan dari pelayanannya, karena tidak adanya masukan dan umpan balik. Sesungguhnya, di era reformasi saat ini, pelembagaan mekanisme penyampaian komplain telah diakomodir dalam wujud sebuah komisi. Komisi tersebut bernama Komisi Ombudsman. Hal ini berdasarkan pada TAP MPR No VIII/MPR/ 2001 tentang Kebijakan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Sayangnya, tidak banyak respon positif dari praktek-praktek pelayanan publik yang membuka diri untuk menerima kritik dan pengaduan. Khusus untuk ombudsman, hanya Pemerintah Provinsi DIY saja yang memilikinya. Dalam wujud yang selaras dan nama berbeda, Pemerintah Provinsi Jawa Timur pun telah membentuk Komisi Pelayanan Publik. Upaya pengembangan mekanisme komplain dalam pelayanan publik ini dimaksudkan untuk dapat memastikan bahwa pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat menjalankan fungsi atau urusan-urusannya dalam pelayanan publik dengan lebih baik. Dengan membuka peluang bagi penyaluran komplain dari masyarakat, diharapkan terjadi peningkatan kualitas pelayanan publik oleh instansi-instansi pemerintah daerah. Dalam kerangka program ini, upaya tersebut dilakukan melalui dua bentuk kegiatan, yaitu penguatan kelembagaan mekanisme komplain
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 1 of 32
P5 Kota Semarang dan pelaksanaan Manual Praktis dalam pengelolaan pengaduan masyarakat. Salah satu inovasi yang dikembangkan di Jawa Tengah, dalam hal ini di Kota Semarang adalah Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik (P5) Kota Semarang. P5 Kota Semarang ini merupakan wujud pelembagaan mekanisme komplain terhadap pelayanan publik yang diselenggarakan oleh instansi penyedia layanan di lingkungan Pemerintah Kota Semarang. Sejak berdirinya, tanggal 5 Agustus 2005, melalui Peraturan Walikota No 11 Tahun 2005, P5 Kota Semarang telah banyak berbuat. Berbagai pengaduan masyarakat telah masuk dan ditangani. Akan tetapi, dalam perkembangan muncul kelemahan-kelemahan yang cukup mengganggu kinerja penanganan pengaduan. Sehingga dampak eksistensi P5 terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik belum terasa secara signifikan. Contohnya yaitu pada kelemahan P5 dalam soal posisi dan fungsi pada struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Kota Semarang. Oleh karena itu, untuk memperkuat inovasi pelayanan publik dari Pemerintah Kota Semarang ini, dibutuhkan upaya untuk meneliti, menilai, dan mengkoreksi keberadaan P5 Kota Semarang tersebut. Dan didorong penemuan sebuah model yang ideal dan dapat diterima oleh seluruh pihak yang berkepentingan terhadap peningkatan kualitas pelayanan pemerintah daerah kepada warga masyarakatnya. 2. Tujuan Umum Program Memperkuat inovasi Pemkot Semarang dalam mekanisme komplain terhadap pelayanan publik, yang telah dilembagakan dalam wujud Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik (P5) Kota Semarang, melalui pengkajian keorganisasian P5 Kota Semarang, sehingga dapat secara efektif meningkatkan kualitas pelayanan publik yang dilakukan secara partisipatif dan berpihak kepada kaum miskin (pro-poor) dan peduli jender (gender sensitive). 3. Tujuan Khusus Program Melakukan pengkajian terhadap kedudukan dan fungsi P5 Kota Semarang secara hukum, kelembagaan, personalia, infrastruktur, dan hubungan dengan masyarakat. 4. Output Program 1. Model ideal pengembangan mekanisme komplain P5 Kota Semarang. 2. Manual Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik.
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 2 of 32
5. Metodologi Kajian dilakukan dengan melakukan analisis terhadap kondisi existing P5 yang meliputi beberapa indicator yaitu indicator kelembagaan, indicator hukum, indicator SDM, indicator anggaran dan infrastruktur serta indicator pelayanan. Dari kajian kondisi existing ini dilakukan kajian kemungkinan pengembangan P5 berdasarkan permasalahan yang ada dan ekspektasi masyarakat. Teknik yang dilakukan adalah dengan melakukan content analysis terhadap berbagai dokumen terkait P5. Selain itu juga dilakukan Depth Interview dan Focused Group Discusiion pada kelompok P5, SKPD dan masyarakat pengadu. Untuk mempertajan analisis dilakukan expert meeting dan lokakarya. Secara kronologis alur kegiatan dapat dilihat pada skema berikut : Kajian ini mengacu kepada pendekatan kualitatif, dengan mengandalkan metode-metode seperti wawancara mendalam, focus group discussion, studi dokumen, dan analisis hokum sebagai bagian penting dalam pengkajiannya. Terlebih dahulu, untuk menentukan fokus kajian, disusun terlebih dahulu instrumen kajian. Instrumen ini berupa tabel, yang menetapkan parameter-parameter dari kajian. Dari parameter tersebut ditentukan beberapa indikator turunannya. Sehingga dari indikatorindikator tersebut dapat dirujuk penyusunan variable, sebagai panduan dalam penyusunan panduan metode-metode penggalian informasi dan analisisnya.
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 3 of 32
Table 1. Instrument Kajian versi awal. Parameter Hukum
Indikator Dasar hukum P5
Kerangka hukum pelayanan masyarakat
Kelembagaan
SOTK P5,
Kerangka hukum SOTK
Kelembagaan diluar
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Variabel Bentuk dasar hukum P5 Kekuatan dasar hukum P5 Substansi dari dasar hukum P5 Kecenderungan dan orientasi substansi dasar hukum secara internal Kecenderungan dan orientasi substansi dasar hukum secara eksternal Jaminan hukum untuk keberlanjutan mekanisme pengaduan Jaminan hukum untuk pendanaan mekanisme pengaduan Dasar hukum pelayanan publik
Bentuk reformasi pelayanan publik Kepatuhan Pemkot terhadap hukum pelayanan publik Pemerintah Kedudukan P5 dalam SOTK Orientasi P5 dalam SOTK Kelebihan dan kekurangan P5 dalam kedudukannya saat ini Kemungkinan pengembangan P5 saat ini Keuntungan, resiko, dan konsekuensi dari pengembangan P5 Reaksi terhadap pengembangan P5 Peraturan perundang-undangan tentang SOTK Persyaratan status kelembagaan dalam lingkungan Pemda Reaksi terhadap pembentukan P5 sebagai kantor, badan, dan dinas Keuntungan, resiko, dan konsekuensi terhadap pembentukan tersebut Kelembagaan diluar SOTK
Page 4 of 32
SOTK
Hubungan antar lembaga
Akuntabilitas kepada atasan
Manajemen P5
Mekanisme pengaduan
SDM
Status kepegawaian Jenjang karir Kuantitas petugas Sistem rekruetmen
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Reaksi terhadap kelembagaan diluar SOTK Keuntungan, resiko, dan konsekuensi dari kelembagaan luar SOTK Resistensi SKPD terhadap P5 Resiko dan konsekuensi Akomodasi SKPD terhadap P5 Resiko dan konsekuensi Reaksi balik P5 terhadap resistensi SKPD Resiko dan konsekuensi Reaksi balik P5 terhadap akomodasi SKPD Resiko dan konsekuensi Bentuk-bentuk relasi dengan atasan langsung Atasan P5 untuk pertanggungjawaban Bentuk-bentuk pertanggungjawaban Bentuk-bentuk respon terhadap resistensi atasan Bentuk-bentuk respon terhadap akomodasi atasan Struktur organisasi dan tata kerja menurut ketentuan Struktur keorganisasian yang ideal Mekanisme pengambilan keputusan yang ditentukan Mekanisme keputusan yang dijalankan Mekanisme pengambilan keputusan yang diharapkan Penanganan pengaduan yang ditetapkan Penanganan pengaduan yang dijalankan Penanganan pengaduan yang diharapkan Perencanaan strategis Jabatan, golongan, dan kepangkatan Perkembangan karir Sistem jenjang karir Jumlah petugas Jumlah ideal Tata cara rekruetmen Kompetensi
Page 5 of 32
Sistem pengembangan personal Reward and punishment Hubungan Masyarakat
Komunikasi dan informasi kepada masyarakat, Aksesibilitas masyarakat
Akuntabilitas P5
Customer service Partisipasi masyarakat Infrastruktur
APBD
Sarana dan prasarana
Regenerasi petugas Pengembangan personal
Cara kerja sistem Keberadaan sistem Cara kerja Tatacara penyebaran informasi kepada masyarakat
Akses informasi mekanisme pengaduan Akses informasi P5 Akses pengaduan Daya tanggap Pelaporan P5 Tindak lanjut pengaduan Kepuasan pelayanan Keberadaan partisipasi Bentuk partisipasi Penganggaran Alokasi anggaran Pengaruhnya terhadap P5 Kelengkapan sarana-prasarana Letak kantor
Dalam perkembangannya, instrument kajian ini mengalami penyederhanaan. Ada beberapa alasan yang menyebabkan instrument kajian ini perlu disederhanakan. Yang terutama, alasan keterbatasan waktu, anggaran, dan iklim politik internal birokrasi. Dengan instrument kajian yang begitu komprehensif, dengan masa pelaksanaan program hanya 3 bulan, membuat kemungkinan pencapaiannya menjadi terbatas. Terlebih lagi tenaga yang dapat dikerahkan untuk menjalankan instrument tersebut menuntut jumlah yang cukup besar. Masalah anggaran juga menjadi kendala. Skema program yang meletakkan fondasi kerangka kerjanya pada pola kemitraan, secara tenaga maupun financial, membuat beberapa bagian indicator dan variable
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 6 of 32
dari instrument kajian menjadi sulit dilakukan. Apalagi, pada saat pelaksanaan program ini di internal birokrasi sedang terjadi perseteruan politik, antara kalangan pendukung Wakil Walikota dan pihak Sekda pemkot Semarang, terkait dengan pencalonan kepala daerah pada tahun 2010 mendatang. Penyederhanaan instrument kajian ini menghasilkan sebuah instrument kajian yang lebih padat dan lebih menonjolkan pada sisi pendalaman terhadap aspek-aspek penting kajian program ini.
Table 2. Instrumen Kajian yang disederhanakan Parameter Hokum
Indicator Kerangka Hukum
Kelembagaan Kedudukan dan Organisasi
Fungsi dan Pelayanan
SDM
SDM dan Kepegawaian
Infrastruktur
Anggaran dan Sarana Prasarana
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Variable Bentuk, sifat, dan kekuatan hokum dari regulasi P5 Isi substansial, kecenderungan, dan jaminan hukum yang dapat diberikan dari regulasi P5 Kedudukan dan penilaian posisi P5 dalam SOTK Pemkot Semarang Struktur organisasi P5 Fungsi-fungsi yang dilakukan Mekanisme penanganan pengaduan Hubungan dengan masyarakat Kepegawaian petugas dan jenjang karirnya Kapasitas petugas dan pengembangan profesionalitasnya Perencanaan program dan pengalokasian anggaran Penyediaan sarana dan prasarana
Page 7 of 32
Secara skematik dapat dilihat pada skema dibawah ini
Studi Dokumen Depth Interview
Kajian Kondisi Existing
1. 2. 3. 4.
Indikator Kelembagaan Indikator Hukum Indikator SDM Indikator Anggaran dan infrastruktur 5. Indikator pelayanan
Model Pengembangan
FGD Expert Meeting Lokakarya
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 8 of 32
BAB II GAMBARAN UMUM P5 1. Latar Belakang Berdiirinya P5 Seiring bergulirnya Otonomi Daerah yang juga berimplikasi terhadap pelimpahan wewenang dari pusat ke Daerah, maka perlu adanya sebuah system yang mampu menorong terwujudnya pelayanan publik yang prima. Salah satu upaya untuk membangun pelayanan publik yang berkualitas adalah mengan membentuk sebuah mekanisme pengaduan masyarakat terhadap pelayanan publik. Dalam rangka Program 100 Hari Walikota Semarang pada tahun 2005 melakukan inisiatif positif dengan membentuk P5 sebagai tim yang membantu walikota dalam menangani pengaduan pelayanan public di Kota Semarang. Semangat perbaikan peleyanan public itu juga seiring dengan adanya perumusan dan penetapan Standard Pelayanan Minimal (SPM) Pelayanan Publik pada SKPD yang ada Kota Semarang. Karena masih dalam kerangka program maka P5 dibentuk dengan sederhana dimana petugasnya adalah pegawai di beberapa SKPD yang diberi surat tugas untuk menjadi petugas P5. Pembentukan P5 itu sendiri berdasarkan Peraturan Wali Kota No 11 tahun 2005.
2.
Dasar Hukum 1) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor 63/Kep/M.PAN/7/Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik; 2) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor Kep/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Unit Pelayanan Instansi Pemerintah; 3) Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia Nomor Kep/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik; 4) Peraturan Walikota Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pembentukan Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik
3.
Kedudukan Tugas dan Fungsi P5 a. Kedudukan P5 Adalah lembaga yang membantu Walikota dalam mengkoodinasikan, melaksanakan dan mengendalikan penanganan pengaduan ditingkat pemerintah kota semarang.
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 9 of 32
b. Tugas P5 mempunyai tugas memfasilitasi dan mediasi, menerima dan mengolah pengaduan serta memantau dan mengevaluasi penyelesaian pengaduan. c. Fungsi a. Pelaksanaan fasilitasi dan mediasi antara pelapor pengaduan dengan Unit Kerja Pelayanan Publik; b. Pelaksanaan penerimaan dan pengolahan data serta informasi pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan pelayanan publik; c. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelesaian pengaduan; d. Penyampaian hasil tindak lanjut penyelesaian pengaduan kepada pelapor; e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan bidang tugasnya. 4. VISI dan MISI a. Visi “PRIMA DALAM PENANGANAN PENGADUAN PELAYANAN PUBLIK” b. Misi 1) 2) 3)
5.
Membuka akses yang luas bagi masyarakat untuk menyampaikan permasalahan terhadap pelayanan yang diberikan oleh aparatur Pemerintah Kota Semarang Sebagai mediator dan fasilitator masyarakat atas pelayanan publik Pemerintah Kota Semarang Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam pelayanan publik Pemerintah Kota Semarang
Tujuan dan Sasaran a. Tujuan 1) Mewujudkan pembaharuan manejemen Pemerintahan Kota, yang menekankan standart pelayanan minimal dalam melayani warganya 2) Menunjukan pergeseran peran Pemerintah Kota dari penguasa menjadi pelayan / fasilitator masyarakat 3) Membuka partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan publik 4) Mewujudkan pemerintahan yang bersih b. Sasaran 1) Memotivasi aparatur Pemerintah Kota untuk mengacu pada Standart Pelayanan Minimal
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 10 of 32
2) Menumbuhkan kepedulian warga kota Semarang terhadap upaya meningkatkan mutu
pelayanan publik 3) Meningkatkan kinerja aparatur Pemerintah Kota Semarang 6.
SUSUNAN ORGANISASI P5 a. Penanggungjawab Penyelenggaraan Pelayanan Publik; Penanggung jawab pelayana b. c. d. e.
publik adalah Sektretaris Dareah. Penanggungjawab P5; penanggung jawab P5 adalah Asisten Adminstrasi Sekretaris Daerah. Koordinator P5; Koordinatro P5 adalah Kepala Bagian Organisasi Sekretariat Daerah. Sekretariat; Kelompok Kerja.
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 11 of 32
Bagan Organisasi Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Terhadap Pelayanan Publik (P5) Kota Semarang Tahun 2006-Sekarang PENANGGUNG JAWAB PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK Sekretaris Daerah : Drs. H Sumarmo HS, SH, MSi
PENANGGUNG JAWAB P5 Asisten Adminstrasi Sekda : Masdiana Safitri, SH
KOORDINATOR P5 Kepala Bagian Organisasi : Drs. Kuncoro Himawan, SH Msi
SEKRETARIAT Rian Titik Minarni. SH Anton Brahmanto, ST
KELOMPOK KERJA I Bapak Sutamadi
KELOMPOK KERJA III Bapak YM Yonata Kristanto, S.sos
Bawasda Badan Kesbang dan Linmas Kantor Satpol PP Kantor Infokom Bag. Hukum Bag. Pemerintahan Umum Bag. Pemerintahan Kelurahan Bag. Organisasi Kecamatan dan Kelurahan se Kota
Bappeda Bapedalda Dinas Tata Kota dan Permukiman Dinas Pekerjaan Umum Dinas Pertamanan dan Pemakaman Dinas Kebakaran Kantor BPN Bag. Pembangunan
KELOMPOK KERJA II Bapak Dwi Supriyadi, ST Dinas Perindustrian dan Perdagangan Dinas Kalautan dan Perikanan Dinas Pertanian Dinas Koperasi dan UKM Dinas Perhubungan Dinas Pasar Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kantor PDE Bag. Umum
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
KELOMPOK KERJA V Bapak M. Jumian S.ST BKPM PB dan A DPKD Bag. Ekonomi PDAM RPH BHP PD Bank Pasar Perusda Percetakan RSUD PPTSP
KELOMPOK KERJA IV Bapak Ir. Maryono Badan Kepegawaian Daerah BKKBN Dinas Pendidikan Dinas Pendaftaran Penduduk dan Capil Dinas Kesehatan Dinas Kebersihan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Bag. Sosial
Page 12 of 32
7.
Jumlah Pengadu Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir ini (2006-2007) Jumlah Pengadu ke P5 mengalami kenaikan, berikut table Pengaduan dan Penanganan Pengaduan yang dilakukan P5 dalam kurun waktu 2 tahun terakhir. Tabel Data Pengaduan Tahun 2006-2007 2006 Pokja
Pengaduan Masuk
2007 Tertangani
Pengaduan Masuk 157 48
Tertangani
Kelompok Kerja I 110 91 148 Kelompok Kerja II 27 24 34 Kelompok Kerja 162 140 229 197 III Kelompok Kerja 92 92 40 39 IV Kelompok Kerja V 27 24 56 53 Jumlah 409 317 512 417 Sumber : Laporan Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan publik Kota Semarang tahun 20062007 Pengaduan yang masuk ke P5 antara lain berasal dari : 1. Telepon 2. SMS 9299 (untuk tahun 2006) 3. Surat 4. Fax 5. Datang langsung 6. Piye jal (Suara Merdeka) 7. Suara waega (Jawa Pos) 8.
Alur Penanganan Pengaduan Pengaduan yang ditangani oleh P5 adalah permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan publik yang diberikan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan kewenangan masing-masing SKPD dan menyelaraskan Kebijakan Pemerintah dengan masyarakat.
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 13 of 32
Alur Penanganan Pengaduan di P5 Kota Semarang
Tugas Sekretaris • Menerima pengadu yang datang atau telepon dengan sikap ramah, sopan dan penuh perhatian • Menyiapkan kelengkapan administrasi pengaduan • Menjawab pengaduan (bila permasalahan dapat dijawab langsung) • Meneruskan aduan kepada Pokja I s/d V sesuai dengan lingkup kerja Pokja Tugas Pokja • Menerima pengadu yang datang atau telepon dengan sikap ramah, sopan dan penuh perhatian • Menjawab pengaduan (bila permasalahan dapat dijawab langsung) • Meninjau ke lokasi jika diperlukan • Meneruskan aduan kepada SKPD • Mengklarifikasi dan mediasi/fasilitasi pengaduan antara pengadu dan SKPD yang terkait • Memantau proses penanganan pengaduan di SKPD • Memberikan rekomendasi kepada SKPD sehubungan dengan pengaduan masing-masing SKPD
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 14 of 32
9.
Media Pengaduan Pelayanan pengaduan dilayani oleh P5 melalui : 1. Datang Langsung ke : Gd. Moch. Ikhsan Lt.I Jl. Pemuda 148 Semarang, 2. Telepon 024 3561717 dan 3588292 3. Fax 024 3588292 4. E-mail
[email protected]
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 15 of 32
BAB III ANALISA KONDISI EXISTING
1.
Kelembagaan Kedudukan dan fungsi P5 diatur dalam Peraturan Walikota Semarang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pembentukan Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik . Dalam Peraturan Walikota tersebut P5 mempunyai kedudukan sebagai lembaga yang membantu walikota dalam mengkoordinasikan, melaksanakan dan mengendalikan penanganan pengaduan di tingkat Pemerintah Kota. Tugas P5 adalah memfasilitasi dan mediasi, menerima dan mengolah pengaduan serta memantau dan mengevaluasi penyelesaian pengaduan. Terhadap kedudukan dan fungsi P5 tersebut maka beberapa hal yang menjadi pertanyaan mendasar adalah : 1. Apakah fungsi P5 tersebut sudah memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap penanganan complain pelayanan publik? 2. Apakah dengan kedudukan P5 sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota tersebut sudah cukup powerfull untuk melaksanakan fungsi sebagai lembaga penanganan complain pelayanan public sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut ? Kedudukan P5 masih dalam domain internal complain mechanisme Pemerintah Kota Semarang dimana P5 merupakan alat (tools) walikota untuk menangani pengaduan masyarakat. Namun kedudukan tersebut lebih kuat dibandingkan Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) yang ada pada setiap SKPD, karena memungkinkan adanya external control diluar SKPD sehingga sedikit banyak menuntut SKPD untuk menyelesaikan pengaduan masyarakat sesuai dengan tupoksinya. Selain itu juga memungkinkan penyelesaian lintas SKPD untuk pengaduan yang penyelesaiannya memang menjadi concern lebih dari satu SKPD. Jika menilik peraturan walikota maka sesungguhnya kedudukan P5 mempunyai kedudukan yang cukup kuat karena menjadi alat control walikota terhadap kinerja pelayanan SKPD. Namun dalam implementasinya kedudukan tersebut secara structural mengalami degradasi dengan hanya menjadi sub ordinasi Bagian Organisasi Setda Pemkot, Sub Bag Tatalaksana Organisasi. Hal tersebut membawa konsekwensi lebarnya gap structural dari P5 sampai dengan Walikota sehingga secara fundamental P5 kehilangan akses langsung terhadap terhadap walikota . Bahkan kalau dilihat dari nomenklatur penganggaran maka kedudukan P5 hanya menjadi program Bagian Organisasi
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 16 of 32
Konsekuensi lainnya adalah adanya inferiority institusi P5 dalam melakukan fungsinya karena harus berhadapan dengan SKPD dengan eselon yang lebih tinggi. Secara skematis dapat dilihat pada diagram berikut :
Skema 1. Implementasi Kedudukan P5
Walikota Semarang
Setda Kota Semarang SKPD Asisten III
Bagian Organisasi
Sub Bagian Tata Laksana Organisasi
P5
Secara lebih sistematis beberapa analisa terkait kedudukan P5 secara existing adalah sebagai berikut :
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 17 of 32
Tabel 1 Analisa Kondisi Eksisting Kedudukan P5
No
Kondisi Existing
Analisa
1
Kedudukan P5 pembantu walikota
sebagai
2
Implementasi kedudukan P5 berada di bawah bagian organisasi
Dibandingkan UPM SKPD memang lebih memiliki kekuatan karena secara structural berada diluar SKPD. Konflik kepentingan jika pengaduan terkait dengan private interest walikota. Sebagai media complain internal independesi kurang terjamin. Gap birokrasi semakin panjang Inferiority institusi P5 Mekanisme penganggaran yang tergantung dg bagian organisasi Implikasi perencanaan strategis dan pengembangan SDM yang terbatas.
Fungsi P5 sesuai dengan Peraturan Walikota adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan fasilitasi dan mediasi antara pelapor pengaduan dengan Unit Kerja Pelayanan Publik. 2. Pelaksanaan penerimaan dan pengolahan data serta informasi pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan pelayanan public. 3. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelesaian pengaduan 4. Penyampaian hasil tindak lanjut penyelesaian pengaduan kepada pelapor. 5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan bidang tugasnya
Jika melihat fungsi eksisting P5 diatas maka kita melihat bahwa fungsi utama P5 dalam penanganan pengaduan masyarakat adalah pada fasilitasi dan mediasi pengaduan. Fasilitasi dan mediasi ini mempertemukan dua kepentingan yaitu kepentingan masyarakat sebagai pengadu dengan SKPD sebagai teradu. Karena bersifat sebagai fasilitator dan mediator maka out put maupun out come nya sangat bergantung pada kemampuan dan bargaining position P5 untuk “menekan” SKPD agar dapat memenuhi/menyelesaikan pengaduan masyarakat tersebut. Sementara jika kita menilik kedudukan P5 yang masih menjadi Sub Ordinasi Bagian
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 18 of 32
Organisasi , maka penyelesaian terhadap pengaduan masyarakat itu sendiri sangat tergantung pada itikad baik dan kinerja SKPD bersangkutan. Semestinya P5 tidak hanya berfungsi melakukan fasilitasi, mediasi dan juga evaluasi saja tetapi dapat melakukan fungsi somasi kepada SKPD terhadap penanganan pengaduan yang tidak mendapat perhatian. 2. Dasar Hukum Keberadaan lembaga mekanisme komplain internal dari Pemda Kota Semarang, yang bernama P5 Kota Semarang, berdiri secara legal dari Peraturan Walikota No 11 Tahun 2005. Perwali mengenai Pembentukan Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik (P5) Kota Semarang ini dimaksudkan sebagai landasan hukum peningkatan pelayanan publik, terutama dalam hal penanganan pengaduan. Sebagai lembaga yang terhitung masih muda, P5 Kota Semarang sudah dapat dinilai memiliki kedudukan hukum dan politik yang kuat. Hal ini diperoleh dari kedudukannya sebagai lembaga yang membantu Walikota dalam mengkoordinasikan, melaksanakan, dan mengendalikan penanganan pengaduan di tingkat Pemerintah Kota Semarang. Kedudukannya ini apabila merujuk pada PP No 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah sama dengan salah satu bentuk perangkat daerah yang menjadi pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu lembaga teknis daerah. Disebutkan bahwa lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik dimana penanganan pengaduan tergolong kebijakan daerah yang spesifik. Namun jika dilakukan analisis lebih mendalam aspek hukum pembentukan P5 dapat ditemukan beberapa kelemahan antara lain : a. P5 berdiri dengan regulasi dan dasar hukum dari Peraturan Walikota No 11 Tahun 2005. Perwali mengenai Pembentukan Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik (P5) Kota Semarang, dan SK Walikota No 065/192 Tahun 2005 mengenai Tata Laksana Pusat Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik Pemerintah Kota Semarang. Peraturan Walikota secara hierarkis sebenarnya dibawah Peraturan Daerah (Perda) sehingga b. Kedua regulasi ini tidak memberikan landasan hukum yang jelas dan tegas terhadap P5 secara kelembagaan. Selain itu tidak ada pengaturan terkait wewenang yang dimiliki oleh P5 yang diperlukan sebagai institusi yang menyelesaikan pengaduan pelayanan public. c. Kedua regulasi mengandung sifat contradictio in terminis. Karena sudah menyatakan P5 sebagai lembaga teknis yang berfungsi membantu Walikota, namun dalam pengaturan selanjutnya tentang organisasi tidak menunjukkan kedudukan
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 19 of 32
sebagaimana yang dimaksudkan karena terdegradasi secara structural sehingga regulasi yang ada membuka peluang bagi kemandulan P5 sejak awal dibantuk. d. Kedua regulasi tidak memberikan penjelasan dan aturan yang jelas mengenai status kepegawaian dan batas waktu pengabdian pegawai. serta tidak ada pula cara perekruetan pegawai P5 itu sendiri. Hal ini membawa implikasi pada improvisasi yang dilakukan dengan cara yang sederhana yaitu melalui penugasan staff yang ada di SKPD melalui surat penugasan dari Setda Nomor 800/5359/2008. Karena bersifat penugasan sudah semestinya ada pembatasan waktu namun hal tersebut tidak ada. e. Pertanggungjawaban P5 sebagai lembaga yang membantu Walikota juga tidak diatur didalamnya. Sebagai lembaga yang membantu walikota maka P5 semestinya bertanggung jawab kepada walikota. Namun sebagai lembaga yang melayani public seharusnya juga mempunyai pertanggung jawaban terhadap public. Kelemahan yuridis dari kewenangan P5 Pemkot Semarang ini ada pada landasan asumsinya, yang percaya pada kapasitas dan kemauan baik dari unit kerja pelayanan publik. Setiap unit kerja yang menjadi sasaran komplain dari warga pelapor, diasumsikan, akan bekerja sepenuh hati dan bertindak fair untuk menyelesaikan permasalahan yang dilaporkan dan ditangani P5 Pemkot Semarang. Dan diasumsikan, setiap unit kerja tersebut akan menghasilkan penyelesaian masalah yang memuaskan dan tidak menimbulkan ekses bagi warga pelapor. Landasan asumsi lainnya, Sekda, sebagai penanggungjawab pelayanan publik, memberikan dukungan penuh terhadap pelaksanaan pekerjaan dari P5 Pemkot Semarang. Dukungan dalam bentuk administrasi, kepemerintahan, dan anggaran kepada setiap rekomendasi dan hasil fasilitasi dan mediasi dari P5 Pemkot Semarang. 3.
Sumber Daya Manusia Personil yang berada di P5 merupakan penugasan dari Setda melalui surat tugas, dan berasal dari beberapa SKPD antara lain DPU, Dinsos, Bappeda, Kesbanglinmas dan Bagian Organisasi. Penunjukan personil P5 oleh SKPD tersebut berdasarkan permintaan dari BKD, kemudian SKPD menunjuk personil yang dianggap tepat untuk bertugas di P5. Status kepegawaian personil yang bertugas di P5 masih berada di SKPD masing-masing . Konsekwensinya mereka masih menerima tugas-tugas kedinasan dari SKPD asal diluar ugas mereka sebagai personil P5. Status kepegawaian petugas P5 sama dengan PNS yang lain sesuai dengan peraturan kepegawaian. Petugas P5 mempunyai kesempatan yang sama dengan PNS yang lain sesuai dengan regulasi yang ada. Namun demikian berdasarkan depth interview dengan personil di P5 mereka merasa bahwa karir mereka stagnan karena merasa tidak diperhatikan oleh SKPD
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 20 of 32
asal . Padahal karir yang ada salah satunya promosi dari SKPD masing-masing. Kondisi tersebut membawa konsekwensi pada motivasi kerja petugas P5. Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh personil P5 adalah komunikatif, responsive dan inovatif. Pada saat awal dibentuk kompetensi tersebut belum banyak dimiliki, namun setelah berjalan dan pengalaman kompetensi tersebut sedikit demi sedikt mulai terpenuhi. Namun demikian tidak ada program pengembangan kualitas SDM di lingkungan P5 secara khusus. Pelatihan yang pernah diikuti itupun atas undangan dari Men Pan yaitu Pelatihan Manual Practise. Secara internal pengembangan SDM mengandalkan learning from experience (belajar dari pengalaman) karena keterbatasan dana dan waktu. Pola reward and punishment bagi petugas P5 juga belum diterapkan . Jika menilik tingkat pendidikan sebenarnya sudah memadai dimana jumlah petugas P5 saat ini berjumlah 7 orang yang berpendidikan S1 sebanyak 5 orang dan SMU 2 orang. Namun spesialisasi keahlian terkait bidang yang ditangani belum memadai. Pangkat/golongan dari personel P5, di awal pendiriannya, adalah Penata Tk 1/ III/d (2 orang), Penata / III/c (3 orang), Penata Muda/ III/a (5 orang), Pengatur Muda/ II/a dan TPHL (1 orang).Saat ini pangkat/golongan dari personel P5 adalah Penata Tk 1/ III/d (2 orang), Penata Muda Tk 1/ III/b (3 orang), dan TPHL (1 orang). Secara kuantitas masih sangat terbatas dimana 1 pokja terdiri dari 1 orang yang menangani 56 SKPD. Selama ini belum terjadi turn offer hanya 1 staf saja yang mutasi, sehingga mereka yang berada di P5 adalah orang yang sama sejak P5 dibentuk. 4.
Anggaran dan Infrastruktur Sebagai konsekwensi sebagai sub ordinasi bagian Organisasi maka P5 tidak mempunyai kewenangan membuat perencanaan dan pengelolaan anggaran sendiri. Akibatnya alokasi anggaran yang diberikan kepada P5 masih sangat minim. Data berikut adalah jumlah alokasi angaran untuk P5 :
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 21 of 32
Berdasarkan depth interview dapat diketahui beberapa kondisi infrastruktur yang kurang antara lain : mobil operasional yang belum ada, computer yang kurang dan sering ngadat, SMS centre dan sarana sosialisasi masih tergabung di infokom. 5.
Pelayanan Berdasarkan hasil depth interview maupun FGD beberapa kondisi pelayanan P5 dapat digambarkan sebagai berikut : a. Sosialisasi yang dilakukan oleh P5 masih sangat minim. Selama ini hanya dilakukan sekali dengan mengumpulkan SKPD, Camat dan Lurah. Selain itu juga menyebarkan leaflet/brosur melalui Infokom disebarkan kelurahan dan kecamatan. Acara siaran walikota di radio maupun televisi juga disisipi informasi tentang P5. Sosialisasi yang dilakukan paling bawah hanya pada level kelurahan dan belum sampai ke RT/RW. Minimnya sosialisasi juga diperkuat oleh pengakuan masyarakat dimana mereka mengetahui P5 karena kebetulan, orang lain, berita Koran dan karena punya kedekatan dengan aparat. Sosisalisasi oleh P5 pada tingkat Kelurahan tdiak merata . Adak Kelurahan yang dikunjungi oleh P5 untuk sosialisasi tetapi ada juga yang belum bahkan tidak semua RT mengetahui keberadaa P5. b. Masyarakat menilai mudah dalam menyampaikan pengaduan ke P5 karena dapat dilakukan melalui telepon. Selain itu masyarakat juga merasa nyaman dan aman serta
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 22 of 32
tidak ada rasa takut (khawatir) ketika melakukan pengaduan di P5. Sementara pelayanan penerimaan pengaduannya juga sudah dianggap cepat. Namun permasalahannya penanganan pengaduan yang sudah masuk menurut masyarakat kurang cepat. Pengadu ada yang mengaku baru sebulan kemudian ada petugas dari SKPD teradu yang datang. Sementara pengadu yang lainnya merasa tidak ada tindaklanjut karena tidak ada penyelesaian dan pengadu yang lain merasa hanya beberapa yang ditindaklanjuti sehingga pengadu merasa tidak puas. c. Pola komunikasi antara pengadu, P5 dan SKPD teradu belum terjalin dengan harmonis , dimana sering adanya keterputusan informasi terkait proses pengaduan yang sedang ditangani oleh P5 sehingga baik pengadu maupun SKPD teradu tidak mempunyai informasi yang cukup dari P5 terkait hasil penyelesaian pengaduan yang dilaporkan. d. Berdasarkan laporan P5 dari tahun 2005 sampai dengan 2006 media pengaduan yang paling banyak digunakan adalah SMS sebagaimana terlihat pada table berikut :
Trend Media Pengaduan 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
219 108
79
2005
W ar ga
22
ar a
Pi
ye
Ja l
6 0
2006
Su
ail
0
Em
ili
fa ks im
Su ra t
SM S
n
12 5
Te l
ep o
203
106
Da ta ng
La ng su n
g
62 46
Namun ironisnya justru SMS centre yang dimiliki oleh P5 saat ini tidak dapat berfungsi dengan baik. Perkembangan di tahun 2007 juga menunjukkan gejala menarik. Yaitu menonjolnya pemanfaatan media pengaduan melalui surat kabar, melalui Rubrik Piya Jal di Harian Suara Merdeka dan Rubrik Suara Warga di Harian Radar Semarang. Pemanfaatan media koran ini bahkan mengalahkan pemanfaatan media telpon, SMS, dan datang langsung ke kantor.
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 23 of 32
Klaim kerjasama pemanfaatan media massa sebagai wahana penyaluran pengaduan agaknya perlu dicermati, mengingat keberadaan Rubrik Piye Jal (Suara Merdeka) dan Suara Warga (Radar Semarang) ternyata tidak terkait dengan kerja bersama P5 Pemkot Semarang. Kondisi ini lebih bersifat simbiosis mutualisme secara informal, bukan sebuah kerjasama kontraktual yang saling memberikan keuntungan bisnis ataupun performa. Sehingga seharusnya media sms melalui dua harian daerah itu tidak dicantumkan dalam laporan bulanan P5. Terkecuali pengaduan sms yang direspon secara proaktif oleh P5 dan ditindaklanjuti dalam mekanisme penanganan pengaduan. Akan tetapi, sangat disayangkan, dalam laporan bulanan P5 pemkot Semarang tersebut tidak dicatat pula bagaimana status dan perkembangan proses penanganan setiap kasus. Ketiadaan pencatatan ini menyebabkan performa atau kinerja P5 pemkot Semarang tidak dapat dinilai. Akibatnya kontribusinya bagi peningkatan pelayanan publik dari instansi pemkot pemberi layanan juga tidak dapat dinilai. Disamping itu, di tahun 2007 ini, juga menunjukkan mulai munculnya gejala stagnasi di kalangan petugas P5 Pemkot Semarang. Gejala tersebut nampak dari banyaknya pelaporan pengaduan yang tidak dicatatkan media pengaduannya dalam laporan bulanan P5 Pemkot Semarang. 45 40 35
telpon
30
non sms
25
kekantor
20
surat email
15
fax
10
sarana media
5 0 Jan
Feb
Mar
Ap
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
Okt
Nop
Des
Jumlah pengabaian pencatatan ini (didalam legenda Grafik diatas disebut Non-media) sangat signifikan. Terutama pada awal (Bulan Januari), tengah (Bulan Juni), dan di akhir tahun (Bulan November).
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 24 of 32
Apabila kita abaikan dua media yang dominan diatas (non-media dan sms media massa), maka dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan luar biasa dalam hal pengaduan masyarakat terhadap pelayanan publik di Kota Semarang. Dan apabila dikaitkan dengan kinerja P5 Kota Semarang, maka gagasan untuk merombak kelembagaan P5 menjadi wacana yang patut direalisasikan. Di tahun 2007, trend perkembangan pengaduan yang ditangani P5, seperti tahuntahun sebelumnya, menunjukkan indikasi penurunan jumlah, meski masih fluktuatif.
7,00 6,00
5,91
5,00 4,64 4,00 3,00 2,53
2,32
2,00
1,27
1,05
D es
0,42
N op
ep
0,21
S
st A gu
Ju l
0,0
Ju n
0,21
ei
0,21
M
ar M
Fe b
Ja n
0,00
A p
0,63
O kt
1,00
Bahkan di bulan Februari hingga Maret terjadi penurunan jumlah pengaduan yang sangat tajam. Meski diikuti dengan kenaikan pengaduan pada bulan Juni, namun kenaikannya tidak signifikan. Bahkan ternyata selama bulan Juli hingga Oktober terjadi stagnasi. Penyebab menurun dan stagnannya jumlah pengaduan dapat diperkirakan penyebabnya. Yaitu, tidak adanya sosialisasi yang memadai kepada masyarakat, tidak adanya komunikasi dan kerjasama dengan SKPD lain, dan mulai terjadinya kejenuhan karena ketiadaan motivasi karier bagi petugas P5 Pemkot semarang. Disamping itu, diketahui pula kalau kenaikan jumlah pengaduan lebih dikarenakan dimasukkannya media massa sebagai wahana penyampaian pengaduan. Sayangnya, dari laporan bulanan P5 tidak dapat dilihat perkembangan penyelesaian setiap kasus yang ditangani pengaduannya.
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 25 of 32
BAB IV MODEL PENGEMBANGAN P5 Dari sisi historis dan kebijakan, P5 dapat dipandang sebagai bentuk inisiatif dan sikap afirmatif Pemkot Semarang untuk berusaha menemukan cara-cara yang tepat dalam meningkatkan pelayanan publik di Kotanya, walaupun pada awalnya hanya sebagai bentuk program Desk 100 hari Walikota Semarang. Usia P5 yang baru menginjak 3 tahun sebenarnya dapat menjadi embrio bentuk pelembagaan penanganan pengaduan pelayanan publik secara internal (mekanisme komplain internal) yang memang mutlak diperlukan. Namun berdasarkan kajian terhadap kondisi eksisting yang ada dan dibandingkan dengan harapan (ekspektasi) masyarakat diperlukan upayaupaya lebih jauh untuk pengembangan atau penguatan P5, agar dapat menjadi institusi pengaduan pelayanan public yang handal dan prima. Pengembangan P5 dapat dilakukan dengan melihat indikator-indikator berikut, yang meliputi kelembagaan, hukum, anggaran dan infrastruktut, serta SDM dan pelayanan. Matriks berikut ini dapat menjelaskan kondisi existing per indikator dan pengembangan yang dapat dilakukan. No
Indikator
1
Fungsi dan pelayanan
2
SDM/ Kepegawaian
Kondisi Existing Sebagai mediator dan fasilitator pengaduan masyarakat dan memonitor penyelesaian pengaduan serta memberikan rekomendasi. Penyelesaian sangat tergantung pada I'tikad baik pihak teradu. Pengaduan ringan dapat diselesaikan dengan baik, namun pengaduan yang berat penyelesaian kurang optimal Pola komunikasi antara pelapor, P5 dan SKPD teradu kurang selaras. Dirangkap oleh pegawai SKPD Pegawai P5 masih memiliki tugas pokok dan fungsi di SKPD asal, dan keterikatan dengan kepemimpinan SKPD asal Bekerja pada dua institusi dilingkungan Pemda yang sama, yakni P5 dan SKPD asal Jenjang karir sangat bergantung pada SKPD asal dan penempatan di P5 berdampak buruk bagi perkembangan karir terutama bagi pegawai yang bukan berasal dari Bagian Organisasi, sehingga berpengaruh terhadap motivasi. Kompetensi yang ditentukan dan dikembangkan bersifat generalis dan tidak mendapatkan penambahan pengetahuan dan ketrampilan
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Pengembangan Disamping fungsi-fungsi yang telah ada, P5 dapat dikembangkan dan diperkuat untuk menutupi kelemahankelemahannya, yakni dengan menempatkan fungsi sebagai evaluator kinerja pelayanan pengaduan, fungsi ajudikasi, dan fungsi untuk memberikan somasi/peringatan terhadap SKPD teradu yang lalai. Pegawai yang direkrut memang khusus untuk penempatan di P5 dan bukan dengan cara penugasan dari SKPD asal. Tugas pokok dan fungsi kepegawaiannya memang diletakkan pada kelembagaan P5 sehingga dapat bekerja full time untuk P5. Jenjang karir bagi pegawai yang ditempatkan di P5 dilepaskan dari SKPD asal dan perkembangan karirnya bergantung pada bagaimana kinerjanya selama penempatan di P5. sehingga keberadaan kepegawaian P5
Page 26 of 32
yang memadai.
3
Anggaran dan infrastruktur
Masuk dalam item program dan kegiatan pada pos alokasi anggaran dari Bagian Organisasi, pada nomenklatur Sekretaris Daerah. Penempatan P5 tersebut menyebabkan keterbatasan gerak dalam perencanaan, kapasitas pengembangan, dan pengelolaan. Infrastruktur yang tersedia tidak memenuhi kebutuhan dari fungsi-fungsi yang dijalankannya.
4
Hukum
Dasar hukum yang ada ternyata tidak memberikan landasan hukum yang jelas dan tegas terhadap P5 secara kelembagaan. Selain itu tidak ada pengaturan terkait wewenang yang dimiliki oleh P5 yang diperlukan sebagai institusi yang menyelesaikan pengaduan pelayanan public. Kedua regulasi yang menjadi landasan hukum keberadaan P5 ternyata mengandung sifat contradictio in terminis didalam pasal-pasalnya. Karena setelah menyatakan P5 sebagai lembaga teknis yang berfungsi membantu Walikota – sebagaimana layaknya sebuah SKPD, namun dalam pengaturan selanjutnya tentang organisasi, tidak menunjukkan kedudukan P5 sebagaimana yang dimaksudkan tersebut. Dan malah kedudukan P5 terdegradasi secara structural sehingga regulasi yang ada sesungguhnya menyebabkan kemandulan fungsi dan kewenangan P5 sejak awal dibantuk. Kedua regulasi tidak memberikan penjelasan dan aturan yang jelas mengenai status kepegawaian dan batas waktu pengabdian pegawai. serta tidak ada pula cara perekruetan pegawai P5 itu sendiri. Hal ini membawa implikasi pada improvisasi yang dilakukan dengan cara yang sederhana yaitu melalui penugasan staff yang ada di SKPD melalui surat penugasan dari Setda Nomor 800/5359/2008. yang tidak ada batas waktu penugasannya. Pertanggungjawaban P5 sebagai lembaga yang
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
sesuai dengan aturan kepegawaian dan prestasi kinerjanya. Kompetensi khusus harus menjadi persyaratan kepegawaian P5 dan menjadi ketrampilan yang harus dikembangkan. Lebih mandiri dalam perencanaan dan pengelolaan anggaran, dalam pengertian P5 sebagai sebuah SKPD atau berkedudukan yang sejajar dengan SKPD, sehingga memiliki kewenangan anggaran dan program yang sama. Dengan demikian, kelengkapan Infrastruktur memang merupakan pemenuhan terhadap kebutuhan lembaga. Kedua regulasi yang mengatur keberadaan P5 tersebut harus direvisi dan disesuaikan dengan fungsi dan kewenangan kelembagaan yang paling optimal, sehingga P5 memliki kekuatan yang cukup untuk dapat menangani pengaduan pelayanan public secara prima dan akuntabel. Revisi dilakukan terutama pada bagian pengertian, fungsi dan kewenangan, kepegawaian, anggaran, partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban.
Page 27 of 32
4
Kelembagaan
membantu Walikota juga tidak diatur didalamnya. Sebagai lembaga yang membantu walikota maka P5 semestinya bertanggung jawab kepada walikota. Namun sebagai lembaga yang melayani public seharusnya juga mempunyai pertanggungjawaban kepada public. Sebagai lembaga teknis yang membantu walikota dalam menangani pengaduan pelayanan publik, P5 mengalami degradasi menjadi sub ordinasi dari Bagian Organisasi, Sekda. Secara organisasi, P5 menjadi sebuah kelompok kerja yang bernaung di bawah SOTK Bagian Organisasi, Sekda, sehingga tidak memiliki kewenangan dan kekuatan untuk berhadapan dengan SKPD teradu. Sebagai media/ mekanisme komplain internal dilingkungan Pemkot Semarang, keberpihakan kepada masyarakat pengadu sangat rendah apalagi jika terkait dengan SKPD asal dan walikota
P5 harus berubah menjadi lembaga teknis yang memiliki struktur organisasi dan tata kerja Perubahan kelembagaan menjadi Lembaga yang lebih berpihak pada public, independen, dan memiliki kewenangan yang cukup untuk melaksanakan fungsinya secara optimal.
Perubahan kelembagaan menjadi persyaratan mutlak bagi pengembangan yang dibutuhkan untuk meningkatkan performa penanganan pengaduan pelayanan publik. Kedudukan sebuah institusi penanganan pengaduan pelayanan publik dapat diposisikan pada dua ranah. Ranah pertama adalah dalam ranah internal dari lingkungan pemerintah daerah. Keberadaannya di ranah ini menempatkannya sebagai administrasi banding, dimana institusi ini lebih merupakan alat investigasi atau lembaga pembantu pimpinan daerah. Ranah kedua adalah dalam ranah eksternal dari lingkungan pemerintah daerah. Keberadaannya sebagai auxiliary body, seperti Ombudsman. Dalam ranah internal, P5 mempunyai beberapa alternatif pengembangan, seperti pengembangan menjadi badan atau kantor, dinas, lembaga khusus –setingkat lembaga teknis dilingkungan pemerintah daerah, atau komite –lembaga ad-hoc yang dibentuk untuk tugas tertentu dan khusus. Sementara dalam ranah eksternal, P5 dapat dikembangkan dalam institusi yang mirip dengan ombudsman. Masing-masing alternatif mempunyai kelemahan dan kelebihan. Namun secara umum dapat disampaikan bahwa ranah internal memiliki kelebihan utama pada kemudahan untuk memperoleh dukungan anggaran dan kelengkapan infrastruktur penunjang. Sementara kelemahan utamanya terletak pada kedudukannya yang masih dalam lingkup lingkungan pemerintah daerah sehingga mengurangi keberpihakan terhadap publik. Sementara ranah eksternal mempunyai kelebihan pada kewenangan yang lebih luas dalam mengatasi batas-batas birokrasi. Disamping keberpihakan pada kepentingan masyarakat dan
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 28 of 32
membuka diri sebagai media partisipasi bagi masyarakat dalam pelayanan publik. Namun kelemahan utamanya ada pada kerentanan untuk memperoleh dukungan anggaran yang cukup dan kelengkapan infrastruktur pendukung. Tabel analisa terkait alternatif-alternatif pengembangan P5 saat ini dapat dilihat berikut : Model
Strength
Weaknesess
Opportunity
Threaty
Contoh
Proses politik dan legislasi di tingkat DPRD yang harus dilalui. Perda SOTK Pemkot Semarang telah disahkan oleh DPRD.
Badan atau Kantor penanganan pengaduan pelayanan publik (sebagai sebuah gagasan).
Tidak memperoleh jaminan keberlanjutan diluar lima tahun periode kepemimpinan sang walikota. Hal ini terkait dengan
Lembaga Ombudsman Daerah DIY (yang berdiri atas dasar Peraturan Gubernur DIY)
Badan atau Kantor
Kedudukan yang setara dengan lembaga teknis daerah sebagai SKPD. Memiliki kelengkapan Infrastruktur pendukung. Mempunyai kewenangan teknokratis dan birokratis dalam proses perencanaan dan penganggaran daerah. Mendapatkan legitimasi hukum kuat, dalam wujud Perda SOTK mengenai lembaga teknis daerah yang bersangkutan.
Keberpihakan kepada warga pelapor dan masyarakat untuk isu-isu yang tergolong sensitif (seperti penyalahgunaan jabatan, korupsi, dan halhal terkait dengan pribadi kepala daerah dan keluarganya) diragukan. Belum ada modus atas lembaga sejenis di kalangan pemda lain di Indonesia. Dapat terjebak kedalam budaya dan prosedur birokratis –yang belum direformasi- sehingga mengundang kekhawatiran soal jangka waktu penanganan pengaduan sejak diterimanya laporan pengaduan dari warga pelapor. Pertanggungjawaban hanya dilakukan kepada walikota sebagai kepala daerah.
Kebutuhan memberikan dukungan teknis untuk penanganan pengaduan pelayanan pada SKPD (PP No 41 2007). Pengadaan penghargaanpenghargaan, atau award, terhadap inovasi-inovasi pelayanan publik dan tata pemerintahan yang disediakan oleh Menpan dan Mendagri.
Lembaga Khusus atau Komite Ad Hoc
Tidak menjadi bagian dari struktur organisasi perangkat daerah. Dasar hukum, regulasi, dan anggaran menjadi kewenangan dan tanggungjawab walikota Keberadaan SDM lebih
Ketergantungan secara politik dan hukum kepada kebijaksanaan dan visi dari walikota. Pengaduan terkait kepentingan politik dan pribadi dari walikota dan keluarganya sulit untuk
Kebijakan Pemerintah di era otonomi daerah yang membuka terjadinya inovasiinovcasi dalam pelayanan publik dan tata pemerintaha, dan mendorongnya
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 29 of 32
Auxiliary body, seperti ombudsman
independen karena perekruetan personal dari luar pemerintahan. Memiliki kewenangan untuk melakukan penanganan pengaduan, investigasi, hingga ketingkat penyelesaian masalah. Bergerak dengan hak dan kewajiban, serta kewenangan dan tanggungjawab yang lebih kuat terhadap SKPD teradu. Mempunyai fleksibelitas dalam bekerja dan mampu mengatasi/ menembus batasan-batasan birokrasi.
ditangani. Pertanggungjawaban secara organisatoris dilakukan kepada walikota., dan pertanggungjawaban secara moral dan politik dilakukan kepada masyarakat.
Memiliki tingkat Independensi secara politik dan keberpihakan pada masyarakat yang tinggi. Membuka lebar-lebar ruang partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik dilingkungan pemkot. Memiliki tingkat kewenangan yang tinggi karena berdiri diatas landasan hukum perda. Mendapatkan jaminan keberadaan secara keberlanjutan yang tidak terpengaruh oleh siklus politik pilkada dan pemilu. Memiliki otoritas perencanaan dalam RKA lembaga dan penyelenggaraan keuangan dalam nomenklatura kelembagaan di APBD.
Ketergantungan penyediaan besaran anggaran dan kelengkapan infrastruktur pendukung pada prosesproses politik penganggaran DPRD. Pertanggungjawaban secara kelembagaan dan politik dilakukan kepada DPRD, sedangkan pertanggungjawaban kepada masyarakat dilakukan secara moral dan hukum.
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
dengan pemberian penghargaan atau award.
Mendapat legitimasi politik dan hukum dari Pemerintah, berkait dengan pengesahan UU Ombudsman dan UU Keterbukaan Informasi Publik. Pemerintah membuka peluang dan memberi penghargaan terhadap inovasiinovasi dibidang pelayanan publik dan tata pemerintahan bagi pemerintah daerah.
siklus politik lima tahunan -pilkada, jika muncul walikota terpilih yang baru.
Keberadaannya harus berdiri dan memperoleh legitimasi dengan melalui proses politik dan legislasi ditingkat Pemkot dan DPRD
Komisi Pelayanan Publik, Provinsi Jawa Timur (yang berdiri dengan dasar hukum Perda Pelayanan Publik Provinsi Jawa Timur)
Page 30 of 32
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Sebagai institusi internal dalam lingkungan Pemkot Semarang, yang bertugas khusus untuk menangani pengaduan pelayanan publik, P5 telah memberikan manfaat yang cukup memadai bagi kualitas pelayanan umum di Kota Semarang. Akan tetapi, berdasarkan hasil kajian yang dilakukan PATTIRO ditemukan permasalahan yang harus segera diperbaiki. Permasalahan tersebut adalah : 1. Secara kelembagaan, kedudukan P5 sangat lemah, karena hanya menjadi bagian dari program dan kegiatan dari Bagian Organisasi, Sekda Kota Semarang. 2. Sumber Daya Manusia yang dimiliki juga lemah, dan tidak memiliki sistem pengaturannya, baik dari pola recruitment, kompetensi, motivasi dan pengambangan kualitas SDM pegawainya. 3. Peraturan Walikota tentang pembentukan P5 menempatkannya pada posisi yang tidak memiliki cukup kewenangan dan fungsi yang memadai. 4. Anggaran dan infrastruktur yang yang disediakan terbatas, karena secara struktural P5 tidak memiliki kewenangan dan fungsi untuk melakukan perencanaan dan pengelolaan anggaran sendiri. 5. Pelayanan penyelesaian pengaduan dirasakan oleh masyarakat tidak sesuai dengan ekspektasi (harapan) masyarakat. 6. Sangat diperlukan adanya peningkatan kapasitas P5, secara kelembagaan maupun personal, sehingga dapat menjadi institusi penanganan pengaduan pelayanan publik yang prima dan handal -sesuai dengan harapan masyarakat
B. SARAN/REKOMENDASI Berdasarkan temuan terhadap permasalahan tersebut, PATTIRO merekomendasikan tiga alternatif pengembangan P5, sebagai bagian dari penguatan kelembagaannya. Oleh karena itu, sebagai lembaga penanganan pengaduan, agar sesuai dengan ekspektasi masyarakat, beberapa hal berikut dapat dilakukan, antara lain : 1. Penguatan kelembagaan P5 melalui alternatif-alternatif pengembangan, sebagaimana dapat dilihat pada tabel analisis diatas. Untuk melengkapi analisis SWOT tersebut, dapat direkomendasikan struktur dan fungsi dari masing-masing alternatif pengembangan itu. a. Alternatif pertama; menjadi badan atau kantor. Alternatif ini mempunyai kelebihan secara struktural kuat karena menjadi bagian dari SKPD. Sebagai SKPD yang merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah, P5 mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik –sesuai Pasal 8 PP No 41 Tahun 2007- yakni penanganan pengaduan pelayanan publik.
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 31 of 32
Sebagai SKPD pendukung tugas-tugas kepala daerah, P5 memiliki fungsi-fungsi : perumusan kebijakan teknis, pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah, pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya, dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan walikota. b. Alternatif kedua; menjadi lembaga khusus atau komisi ad hoc. Alternatif ini menempatkan political will dari walikota sebagai pijakan utama. Secara struktural, keberadaan P5 sebagai lembaga khusus atau komisi ad hoc sangat kuat, meski hanya dalam rentang waktu kepemimpinan sang walikota. Fungsi-fungsi yang dapat dijalankan oleh P5 dalam kapasitasnya sebagai lembaga khusus atau komisi ad hoc adalah : dokumentasi, investigasi, klarifikasi dan verifikasi, mediasi dan rekomendasi. c. Alternatif ketiga; menjadi auxiliary body. Alternatif ini mempunyai kelebihan pada kedudukannya yang lebih independen secara politik dan hukum. Dan mempunyai kekuatan untuk lebih berpihak pada kepentingan masyarakat. Fungsi-fungsi yang dapat dilakukannya adalah : menerima pengaduan dan mendokumentasikannya; melakukan pemeriksaan substansi, klarifikasi dan verifikasi; melakukan investigasi; melakukan koordinasi dan kerjasama; melakukan negosiasi, mediasi, arbritase, dan ajudikasi; pelaporan kepada pengadu dan publik. 2. Proses penguatan kelembagaan tersebut, yang dilakukan dengan alternatif-alternatif pengembangan, dapat dilakukan melalui dua pendekatan : pendekatan peningkatan kapasitas dan pendekatan sistem. Kedua pendekatan tersebut dibedakan dalam hal sifat dalam jangka waktu pelaksanaannya. Pendekatan peningkatan kapasitas lebih bersifat bertahap dan jangka panjang/ menengah, dan memperhitungkan perubahan dari dalam. Sedangkan pendekatan sistem bersifat langsung dan jangka pendek, dan berpijak pada perubahan kebijakan dan politik.
Laporan Pengkajian Penguatan Mekanisme Komplain P5 Kota Semarang
Page 32 of 32