PENA AMPILAN N AGRON NOMI DA AN KAND DUNGAN N MINYA AK AKSES SI JARAK K PAGAR R (Jatroph ha curcass L.) DI DA AERAH BERIKLIM B M BASAH H BOGO OR
JULIO O DE JESU US GOM MEZ
SEKOLA AH PASC CASARJA ANA IN NSTITUT T PERTA ANIAN BO OGOR BOGO OR 2011 1
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar – benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis yang berjudul “ Penampilan Agronomi dan Kandungan Minyak Aksesi Jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Daerah Beriklim Basah Bogor “ merupakan hasil penelitian saya dengan arahan tim pembimbing dan tesis ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun untuk memperoleh gelar pada program sejenis kepada perguruan tinggi manapun. Semua data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam referensi di bagian akhir tesis ini serta dinyatakan dengan jelas dan diperiksa kebenarannya.
Bogor, Desember 2011 Julio de Jesus Gomez
ABSTRACT
JULIO DE JESUS GOMES. Agronomic Performance and Seed Oil Content of Physic Nut (Jatropha curcas L.) in Wet Climate of Bogor. Under supervision of BAMBANG SAPTA PURWOKO as chairman and HARIYADI as member of the advisory committee. Performance of agronomic characters of physic nut was determined on several physic nut genotypes in high rainfall area of Bogor, West Java since January 2010 until September 2011. The research used completely randomized block design with single factor, i.e genotypes (IP-1A, IP-1M, IP-2P, Lombok Timur,Lombok Tengah, Lombok Barat, Sumbawa Besar and Bima) and three replicates. There were two stages of research. In the first stage (January 2010 – December 2010), the plants were without pruning since planting, while in the second stage (January 2011 – September 2011) the plants were pruned. Observation on the first stage showed that the most productive physic nut in high rainfall was the IP – 1A genotype (87.7 kg/ha), and observation on the second stage showed that the most productive physic nut after pruning in high rainfall was the IP – 2P genotype (1014.2 kg/ha). The characters influencing the yield were number of fruits/plant, fruit weight, and number of seeds/plant. The highest oil content (seed basis) was achieved by Lombok Tengah genotype (32.61 %) while on kernel basis it was 53.34 %. Key words : Agronomic performance, pruning, production, dan oil content
RINGKASAN
JULIO DE JESUS GOMEZ. Penampilan Agronomi dan Kandungan Minyak Aksesi Jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Daerah Beriklim Basah Bogor. Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA PURWOKO selaku ketua komisi dan HARIYADI sebagai anggota komisi pembimbing. Dalam rangka pengembangan tanaman jarak pagar sangat diperlukan ketersedian klon unggul yang sesuai dengan kebutuhan konsumen menjadi syarat yang harus dipenuhi dalam usaha pengembangan tanaman jarak pagar sebagai tanaman sumber bahan bakar alternatif. Oleh karena itu diperlukan ketersediaan genotipe unggul yang berproduksi tinggi pada suatu wilayah. Tanaman ini dapat tumbuh mulai dari daerah yang beriklim sangat kering hingga sangat basah, namun potensi produksi setiap genotipe di berbagai wilayah belum diketahui. Pengujian provenan di daerah beriklim basah dengan curah hujan yang tinggi perlu dilakukan guna mendapatkan informasi tentang produksi dan kandungan minyak jarak pagar. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi penampilan agronomi beberapa aksesi jarak pagar unggul yang sesuai dibudidayakan di daerah beriklim basah sebelum dipangkas dan setelah dipangkas. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2010 sampai dengan September 2011 di Kebun Percobaan (UF) Cikabayan IPB, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Depatemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB dan pengujian kadar minyak dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Depatemen Teknologi Industri Pertanian IPB. Pengamatan karakter agronomi terdiri atas pengamatan kuantitatif. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor yaitu genotipe jarak pagar dan diulang sebanyak tiga kali serta satu unit percobaan terdapat dua belas tanaman, dengan ukuran tiap petak adalah 6 m x 8 m. Jarak tanam yang digunakan 2 m x 2 m, dengan blok sebagai ulangannya. Bahan genotipe yang digunakan IP-1A, IP-1M, IP-2P, Lombok Tengah, Lombok Barat, Lombok Timur, Sumbawa Besar dan Bima. Pengamatan dilakukan pada pada semua tanaman dari setiap genotipe pada masing - masing satuan unit percobaan. Percobaan kedua yaitu dengan pemangkasan total dari delapan genotipe dengan tinggi pangkasan 30 cm dari pangkal cabang utama. Hasil penelitian pada percobaan pertama (sebelum pemangkasan) menunjukkan produktivitas jarak pagar tertinggi pada tahun kedua di daerah beriklim basah terdapat pada genotipe IP - 1A dengan bobot kering biji 87.7 kg per ha (35.08 g/tanaman, 420.9 g/petak), IP-2P 73.4 kg/ha (29.37 g/tanaman, 352.4 g/petak), dan terendah dicapai oleh genotipe Bima dengan bobot kering biji 5.7 kg/ha. Pada percobaan kedua (setelah pemangkasan) hasil produksi biji kering tertinggi dicapai oleh genotipe IP-2P (1014.2 kg per hektar) atau (498.46 g/tanaman, 4.87 kg/petak), IP-1A (949.2 kg per hektar) atau (365.20 g/tanaman, 4.56 kg/petak), dan terendah diperoleh dari genotipe Bima dengan bobot biji kering 43.7 kg per hektar. Rendemen minyak biji jarak pagar yang diperoleh
berkisar antara 26.21–32.61 %, sedangkan berdasarkan kernel 48.89–53.34 %. Genotipe Lombok Tengah menghasilkan kadar minyak tertinggi (32.61 %). Kata kunci : Penampilan agronomi, pemangkasan, produksi, kadar minyak
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor,Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi undang – undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
PENAMPILAN AGRONOMI DAN KANDUNGAN MINYAK AKSESI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DI DAERAH BERIKLIM BASAH BOGOR
JULIO DE JESUS GOMEZ
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi Ujian Tesis : Dr. Ir. Winarso D. Widodo, M.S.
Judul Tesis
: Penampilan Agronomi dan Kandungan Minyak Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Daerah Beriklim Basah Bogor
Nama Mahasiswa
: Julio de Jesus Gomez
Nomor Pokok
: A252098021/AGH
Program Studi/Mayor
: Agronomi dan Hortikultura
Disetujui Komisi Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc.
Dr. Ir. Hariyadi, M.S.
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi AGH,
Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.
Tanggal Ujian: 21 November 2011
Dekan Sekolah PascaSarjana,
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Tanggal Lulus :……………
PRAKATA Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa semesta alam, atas segala karunia, rahmat, serta petunjuk dan nikmat-Nya yang tiada terhingga yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan diselesaikannya penulisan tesis ini. Tesis merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Januari 2010 – September 2011, dengan judul “ Penampilan Agronomi dan Kandungan Minyak Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Daerah Beriklim Basah Bogor .“ Dalam pelaksanaan penelitian, penulis menyadari bahwa keberhasilan tersebut merupakan bimbingan dan bantuan yang tulus dan ikhlas dari berbagai pihak baik perorangan maupun lembaga atau instansi tertentu. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam–dalamnya secara khusus kepada Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. Bimbingan beliau yang intensif, cermat, dan terarah memberikan tuntunan kepada penulis cara berpikir analitis, sistematik dan motivasi serta disiplin selama melakukan penelitian hingga penyusunan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada anggota Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Hariyadi, MS. telah memberikan bimbingan yang intensif, motivasi, informasi, teknik, dan kritik serta saran-saran yang bermanfaat dalam penyelesaian studi maupun tesis. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS. selaku koordinator Mayor Agronomi dan Hortikultura yang telah memberi arahan dan saran dan Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis. Terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan FORSCA atas semangat dan dukungannya. Kepada Direktor beserta staf East Timor Coffee Academy (ETICA) dan Ketua Yayasan “LAHER” disampaikan terima kasih telah mengizinkan dan memberi kesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB.
Kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, staf pengajar, staf administrasi disampaikan terima kasih telah memberikan kesempatan, bimbingan, ilmu dan pelayanan yang baik selama pelaksanaan studi di IPB. Penulis bangga dapat menjadi bagian dari keluarga besar IPB. Terima kasih disampaikan juga kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan untuk biaya penelitian melalui Hibah Kompetetif Penelitian Prioritas Nasional (Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M. Sc, sebagai Ketua Tim Peneliti), Pengelola University Farm dan Kebun Percobaan di Cikabayan, para teknisi kebun dan laboran di laboratorium FATETA IPB. Ungkapan serupa disampaikan pula kepada rekan-rekan seperjuangan Baso Daeng, Jose A. Ornai, Simao Belo dan Jorge Araujo atas bantuan dan kebersamaannya serta rekan se-angkatan mayor AGH’2009 yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan semua pihak yang telah banyak membantu dan mendukung penulis selama mengikuti pendidikan di IPB. Akhirnya, kepada kedua orang tua (almarhum Bernardino Anunu dan Bernardina de Zenha), kedua orang tua angkat (Alfredo D.J dan Alda F. Barros), isteri tercinta (Rita Rosalina Gomez), buah hati kami (Fina, Dino, Celzio dan Jebio), adik (Mindo beserta keluarga, Mero beserta keluarga, Neli beserta keluarga, Roberto, Flabio, Quina, Celgusfi) beserta keluarga besar penulis mengucapkan terima kasih atas segala kesabaran, keikhlasan, dorongan, cinta kasih dan doa yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan studi. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan, Amin.
Bogor, Desember 2011 Julio de Jesus Gomez
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada 06 Juni 1974 di Baboe Leten, Atsabe, Ermera, Timor Leste sebagai anak pertama dari delapan bersaudara, pasangan Bapak Bernandino Anunu (alhm) dan Bernardina de Zenha. Menikah dengan Rita Rosalina dan dikarunia satu anak perempuan, Maria Fina. I. Gomez dan dua anak laki - laki, Dino. H.C. Gomez dan Celzio de Deus Gomez. Penulis menamatkan pendidikan formal di SDN XXIV Baboe Leten tahun 1987, SMPN 1 Atsabe pada tahun 1990 dan SMAN 1 Gleno - Ermera pada tahun 1993. Penulis mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Sekolah Tinggi Pertanian Tribhuwana, Malang pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Jurusan Budidaya Pertanian pada tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan program Magister di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2009 pada Mayor Agronomi dan Hortikultura. Penulis bekerja sebagai Pudir III dan Ka. Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan di East Timor Coffee Academy (ETICA), Timor Leste sejak tahun 2003 hingga sekarang.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI
……….………………………………………………
DAFTAR TABEL
xiii
………………………………………………...
xv
……………………………………………..
xvi
……………………………………………
xvii
DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN ……………………………………………………
1
Latar Belakang ……………………………………….……….
1
Tujuan Penelitian ………………………………………………
4
Hipotesis...……………………………………………….……..
4
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………….
5
Botani Jarak Pagar……………………........……………………
5
Penyebaran dan Lingkungan Tumbuh Tanaman Jarak Pagar ….
8
Pemangkasan Jarak Pagar ……………………….………………
11
BAHAN DAN METODE ……………………………………………
17
Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………
17
Bahan dan Alat…………………………………. ………………
17
Metode Percobaan………………………………………………..
17
HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………
23
Kondisi Umum………………………………………………….
23
Hasil Sebelum Pemangkasan..…………………………………..
24
Hasil Setelah Pemangkasan..…………………………………….
27
Kandungan Minyak Biji Jarak Pagar…………………………….
34
PEMBAHASAN UMUM..……….…………………………………..
35
Sebelum Pemangkasan…………………………………………..
37
Setelah Pemangkasan…………………………………………….
38
Kandungan Kadar Minyak Jarak Pagar…..………………………
39
SIMPULAN...……………..…………………………………………..
41
DAFTAR PUSTAKA …………………………………..…………….
43
LAMPIRAN ………………………………………..…………………
51
xv
DAFTAR TABEL
No.
Teks
Halaman
1. Data hasil analisa contoh tanah tempat penelitian…………….
23
2. Rata – rata pengamatan peubah buah jarak pagar……………..
26
3. Rata – rata peubah pengamatan biji jarak pagar………………
27
4. Rata – rata peubah pengamatan cabang tanaman jarak pagar………………………………….…………..…………..
28
5. Rata – rata pengamatan peubah perkembangan diameter cabang tanaman jarak pagar.……………………...…………
29
6. Jumlah daun beberapa genotipe jarak pagar.....……………….
31
7. Rata – rata pengamatan peubah buah jarak pagar.…………....
32
8. Rata – rata pengamatan peubah biji jarak pagar………………
33
9. Rata – rata hasil biji jarak pagar ...…………………………..
33
10. Rata – rata peubah kadar minyak dan hasil minyak jarak pagar ..…………………………………………………..
34
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Teks
Halaman
1. Penampilan tanaman sebelum dipangkas ………………………
24
2. Penampakan buah jarak pagar ……………………………...….
25
3. Variasi bentuk biji basah dan kering jarak pagar…………...….
26
4. Penampilan tanaman setelah dipangkas ………………………..
29
5. Daun beberapa genotipe jarak pagar …………………………...
30
6. Permukaan daun tanaman jarak pagar ………………………… .
30
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Teks
Halaman
1. Denah Penelitian …………………………………………………
51
2. Langka kerja analisis kandungan minyak jarak pagar dengan metode soxhle…………………………….……………………….
52
3. Data Klimatologi Dramaga Bogor tahun 2010…………………….
53
4. Data Klimatologi Dramaga Bogor tahun 2011………....………….
54
5. Kuadrat tengah karakter kuantitatif buah beberapa genotipe jarak pagar..………………………………………………………………
55
6. Kuadrat tengah bobot biji beberapa ekotipe jarak pagar ……….…
55
7. Kuadrat tengah kuantitatif cabang beberapa genotipe jarak pagar ……………………………………………………….
55
8. Kuadrat tengah kuantitatif diameter cabang beberapa genotipe jarak pagar ………………………………………………………..
56
9. Kuadrat tengah kuantitatif daun beberapa genotipe jarak pagar…………..………………………………………………….
56
10. Kuadrat tengah kuantitatif buah jarak pagar.…………………….
56
11. Kuadrat tengah kuantitatif biji jarak pagar……………………….
57
12. Kuadrat tengah biji jarak pagar…………………………………...
57
13. Kuadrat tengah kadar minyak jarak pagar………………………...
57
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan konsumsi minyak yang cepat dan pasokan bahan bakar minyak (BBM) yang terbatas menyebabkan kesulitan dalam perekonomian yang dapat menyebabkan krisis bahan bakar minyak. Alternatif pemecahannya antara lain dengan mencari sumber-sumber bahan bakar alternatif yang mungkin untuk dikembangkan. Salah satu alternatif sumber tersebut adalah biji jarak pagar. Penggunaan tanaman jarak pagar sebagai sumber bahan bakar tidak akan menganggu penyediaan kebutuhan minyak makan nasional, kebutuhan industri oleokimia, dan ekspor crude palm oil (CPO) serta meningkatkan keamanan lingkungan melalui pengurangan produksi polutan dari penggunaan bahan bakar fosil (Manurung 2006; Daryanto 2005; Jongschaap 2008). Dalam rangka menjamin pasokan energi dalam negeri, telah diterbitkan Peraturan Presiden RI No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan Energi Nasional. Dalam Peraturan Presiden tersebut antara lain disebutkan bahwa penyediaan biofuel pada tahun 2025 minimal 5% atau sekitar 23 juta kiloliter dari total kebutuhan energi nasional (Kusdiana 2008). Sumber bahan bakar nabati (BBN) khususnya biodiesel tersebut ditetapkan yaitu kelapa sawit dan jarak pagar (Jatropha curcas L.) (Krisnamurthi 2006; Keraf 2006; Kusdiana 2008). Untuk menyiapkan penyediaan biofuel ini, telah dikeluarkan instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006, tentang penyediaan dan pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) kepada
Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia dan
diinstruksikan untuk melakukan percepatan penyedian bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar alternatif penganti solar. Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, yang merupakan tanaman tahunan yang toleran terhadap kekeringan yang memiliki nilai ekonomis tinggi sebagai sumber energi alternatif (Dwary dan Pramanick 2006; Kadiman 2006; Manurung 2006). Dalam program pengembangannya harus didukung oleh ketersediaan bahan tanaman yang terindentifikasi tingkat dan kepastian hasilnya (Hasnam dan Hartati 2006). Untuk membudidayakan tanaman jarak pagar, yang perlu dipertimbangkan bahan tanaman yang memiliki keunggulan genetik yang dicirikan dengan potensi produksi biji yang tinggi, cepat berproduksi (umur
2
genjah) dan beradaptasi luas terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan (Hasnam dan Mahmud 2006) Jarak pagar dapat tumbuh mulai dari daerah beriklim kering, sangat kering hingga sangat basah dan lahan marginal (Foidl et al. 1996; Heller 1996; Gubitz et al.
1999; Openshaw 2000), namun untuk dapat berproduksi baik tanaman
tetap membutuhkan kondisi ekosistem tertentu. Budidaya tanaman jarak pagar pada lokasi yang sesuai akan memberikan tingkat produksi yang optimal. Produktivitas tanaman yang tinggi ditentukan oleh bahan tanaman yang digunakan yakni melalui biji bagi tanaman yang heterozigos jarang dilakukan kecuali untuk tujuan tertentu (Hartmann et al.
2002) akan tetapi metode
perbanyakan dengan biji lebih baik digunakan untuk memperoleh periode produktivitas yang panjang. Untuk keperluan konservasi digunakan bibit asal perbanyakan stek batang (Heller 1996). Kebutuhan bibit pertanaman 1 ha dengan jarak tanam 2 m x 2 m adalah 2500 tanaman (Puslitbang Perkebunan 2006). Penelitian potensi produksi biji kering tanaman jarak pagar di lahan kering dengan curah hujan rendah telah dilakukan di Pulau Lombok, NTB. Provenan Lombok Barat pada tahun pertama mencapai hasil sebesar 880.8 kg/ha (352.31g/tanaman) dari tanaman asal stek, dan 749.8 kg/ha (299.92 g/tanaman) dari tanaman asal biji, serta 484.1 kg/ha atau (193.64 g/tanaman) dari tanaman asal biji yang dipangkas (Santoso et al. 2008). Varietas IP-1A, yang dilepas oleh Puslitbangbun, pada tempat yang sama mencapai hasil 656.5 kg/ha pada tahun pertama (Santoso
dan Purwoko
2008a). Untuk meningkatkan produktivitas
tanaman jarak pagar, komponen yang sangat penting adalah pengolahan tanah dan pemupukan. Pemupukan menggunakan pupuk kandang dapat meningkatkan produksi hingga 100% dibanding tanpa pengolahan dan pemupukan (Pranowo et al. 2007). Pemangkasan dilakukan untuk mengatur ukuran dan bentuk pohon sesuai dengan tipe pertumbuhan dan produksi yang diinginkan, meningkatkan tunas terminal, memperbaiki kualitas buah dengan pendekatan keseimbangan pertumbuhan vegetatif, memperbaiki penetrasi cahaya ke dalam kanopi sehingga cahaya tersebut dapat digunakan untuk pengembangan tunas bunga, jumlah bunga
3
menjadi buah (fruit set) dan pertumbuhan buah, mempermudah pengelolaan pohon (Widodo 1995; Raden 2009). Salah satu tindakan agronomis untuk perbaikan teknologi budidaya tanaman jarak pagar melalui pemangkasan, pada tanaman jarak pagar sangat diperlukan guna memperoleh tajuk tanaman yang efisien dalam memproduksi buah, meningkatkan produksi hasil panen, membentuk struktur fisik tanaman seperti payung dan meningkatkan cabang produktif. Berhubung semakin banyak cabang produktif yang dihasilkan maka buah dan biji yang dihasilkan akan semakin banyak pula sampai pada jumlah cabang terminal tertentu (Mahmud 2006). Oleh karena itu pengaturan arsitektur yang berdasarkan jumlah cabang primer dan sekunder yang dipelihara menjadi penting untuk diteliti agar dapat membentuk arsitektur tajuk yang baik sehingga tanaman mampu menghasilkan bunga dan buah yang baik. Jumlah cabang primer dan sekunder akan menentukan jumlah bunga, buah dan biji tanaman jarak pagar. Oleh karena itu pemangkasan tajuk yang teratur dan berpola dengan merujuk pada jumlah cabang primer dan sekunder akan membentuk tajuk dan cabang yang ideal untuk meningkatkan produktivitas tanaman jarak pagar (Mahmud 2006). Pemanfaatan tanaman jarak pagar di daerah beriklim basah diperlukan. Lapanjang et al. ( 2008) menyatakan pertumbuhan tanaman jarak pagar pada kondisi air yang tercukupi lebih baik dibandingkan tanaman yang mengalami stres kekeringan. Pengujian pada daerah beriklim basah perlu dilakukan guna mendapatkan informasi mengenai potensi produksi jarak pagar yang ditanam pada daerah beriklim basah. Kumar dan Sharma (2008), dan Kaushik et al. (2007) menyatakan informasi genetik tentang morfologi, agronomi dan kandungan minyak jarak pagar penting diketahui dalam rangka program pengembangannya. Hasil - hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa produktivitas jarak pagar pada tahun pertama cukup bervariasi yakni; 0.3 kg/pohon atau 833 kg/ha (Heller 1996), 400 kg/ha/tahun (Jones dan Miller 1992), dan 200 kapsul per tanaman atau 0.36 kg/pohon (Hasnam et al. 2007), dan 880 kg/ha (Santoso et al. 2008). Disamping itu, kandungan minyak biji (oil content in whole seed) yang dihasilkan oleh berbagai provenan di India sekitar 33.50–38.42 % (Ginwal et al. 2004), IP-
4
2A 31-32 %, IP-2P 32-34 % dan IP-2M 31-32 % (Hasnam et al. 2008). Dengan demikian, perbaikan teknik budidaya untuk meningkatkan produksi jarak pagar di Indonesia perlu dilakukan mengingat hingga saat ini teknologi budidaya berdasarkan kondisi spesifik wilayah Indonesia sangat terbatas. Pengujian pada tahun pertama di Bogor menunjukkan bahwa IP-2P dapat memberikan hasil yang tertinggi yakni; 558.33 kg/ha atau 223.21 g per tanaman. Genotipe IP-2P memiliki produktivitas yang tinggi karena merupakan genotipe yang beradaptasi di daerah dengan curah hujan tinggi. Genotipe yang berasal dari daerah beriklim kering kurang sesuai ditanam di daerah beriklim basah (Arisanti 2010). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi penampilan agronomi jarak pagar unggul yang sesuai dibudidayakan di daerah beriklim basah sebelum dan setelah dipangkas. Hipotesis Hipotesis dalam percobaan penelitian ini adalah terdapat genotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang berdaya hasil tinggi di daerah beriklim basah.
5
TINJAUAN PUSTAKA Botani Jarak Pagar Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan kini menyebar di seluruh daerah tropika di dunia. Jatropha curcas dibawa ke Indonesia dan ditanam paksa pada zaman pemerintahan Jepang karena akan dijadikan BBN oleh tentara Jepang. Jarak pagar masih satu keluarga dengan tanaman karet dan ubi kayu (Hambali et al. 2006). Klasifikasi tanaman jarak pagar termasuk, Divisi; Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Euphorbiales, Famili Euphorbiaceae, Genus: Jatropha, dan Spesies Jatropha curcas L.( Wiesenhutter 2003; Nurcholis dan Sumarsih 2007; Hariyadi
2005; Dwary dan Pramanick 2006; Hendroko dan Prihandana 2006).
Genus Jatropha memiliki 175 species (Liu et al. 2007), dan ada 5 species yang tumbuh di Indonesia yakni Jatropha curcas L. dan Jatropha gossypiifollia yang sudah digunakan sebagai tanaman obat sedangkan Jatropha integerrima Jacq, Jatropha multifida dan Jatropha podagrica Hook digunakan sebagai tanaman hias (Hasnam 2006). Jarak pagar berbentuk pohon kecil atau semak dengan tinggi tanaman mencapai 5 meter (Wiesenhutter 2003; Heller 1996; Ginwal 2004) atau perdu dengan tinggi 1-7 meter (GFU dan GTZ (Prihandana dan Hendroko
2004) dan bercabang tidak teratur
2006). GFU dan GTZ
2004; Henning
2000,
Hambali et al. 2006 menyatakan bahwa tanaman jarak pagar mempunyai sistem percabangan yang tidak teratur, batangnya berkayu, berbentuk silindris dan bergetah. Kondisi lingkungan yang optimal memungkinkan tanaman jarak pagar berbuah sepanjang tahun, dengan periode panen banyak 3 kali dalam setahun. (Mahmud et al. 2006), pada kondisi tersebut akan ditemukan 4 tingkat stadia generatif yaitu; bunga, buah muda, buah tua dan buah kering. Buah dipanen setelah buah berwarna kuning dan dikeringanginkan pada tempat yang teduh. Buah tersebut memiliki biji yang berwarna hitam mengkilat dan umumnya berjumlah 1500 biji per kilogram. Tanaman ini mampu hidup sampai berumur 50 tahun, diperbanyak dengan biji atau stek. Dari biji yang berkecambah akan
6
tumbuh 5 akar, yakni satu buah akar tunggang dan 4 akar cabang sedangkan bibit yang berasal dari stek tidak mempunyai akar tunggang. Pada kondisi kandungan air tanah yang baik perkecambahan membutuhkan waktu 10 hari dengan memunculkan radikula dan empat akar peripheral (Heller 1996). Wiesenhutter (2003) menyatakan tanaman jarak pagar termasuk tanaman sukulen yang menggugurkan daunnya selama musim kering sehingga tanaman ini adaptif pada lingkungan arid dan semi - arid. Daun tanaman jarak pagar adalah daun tunggal berlekuk dan bersudut 3 atau 5, daun tersebar sepanjang batang, permukaan atas dan bawah daun berwarna hijau dengan bagian bawah yang lebih pucat dibanding permukaan atas. Daunnya lebar dan berbentuk jantung atau bulat telur melebar dengan panjang 5–15 cm. Helai daunnya bertoreh, berlekuk, dan ujungnya meruncing. Tulang daun menjari dengan jumlah 5–7 tulang daun utama, daunnya dihubungkan dengan tangkai daun dan panjang tangkai daun antara 4–15 cm (Henning 2000; Tim Jarak Pagar 2006, Hambali et al. 2006). Tanaman jarak pagar pada musim kemarau yang panjang selalu menggugurkan daunnya (Alamsyah 2006). Menurut Mahmud et al. (2006) pada awal pertumbuhan tanaman jarak pagar sangat peka terhadap kekurangan air, sehingga jika setelah penanaman tidak segera turun hujan, tanaman perlu diairi segera seperlunya. Bunga tanaman jarak pagar adalah bunga majemuk berbentuk malai atau tersusun dalam satu rangkaian (inflorescence), berwarna kuning kehijauan, persentase bunga betina 5-10% dari 100 bunga atau lebih, muncul di ujung batang masa berbunga betina 3-4 hari, bunga betina membuka 1-2 hari sebelum bunga jantan, lama pembungaan inflorenscence 10-15 hari dan bunga menyerbuk dengan bantuan serangga, berkelamin tunggal dan berumah satu (putik dan benangsari dalam satu tanaman). Jumlah bunga jantan 4-5 kali lebih banyak dibanding bunga betina (Hambali et al. 2006). Bunga jantan maupun bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan yang tumbuh di ujung batang atau ketiak daun. Bunga mempunyai 5 kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang ± 4 mm. Benang sari mengumpul pada pangkal dan berwarna kuning dan tangkai putik pendek berwarna hijau dan kepala putik melengkung keluar berwarna kuning. Bunganya mempunyai 5 mahkota dan setiap tandan terdapat lebih dari 15 bunga atau
7
berkisar 0-30 bunga betina (Wiesenhutter 2003; Henning 2000; Heller 1996; Felter dan Lloyd
1998; Hambali et al.
2006). Penyerbukan tanaman jarak
dilakukan oleh serangga. Pertumbuhan buah memerlukan waktu 90 hari dari pembungaan sampai biji masak (Rijssenbeek 2006). Tanaman dapat berproduksi pada umur 4–5 bulan, sementara produksi penuh terjadi pada umur sekitar 5 tahun dengan kemampuan menghasilkan 2–4 kg biji/tanaman/tahun. Buah atau kapsul jarak pagar merupakan buah yang terbagi tiga ruang dan berisi masing-masing satu biji. Buah berbentuk bulat telur dengan diameter antara 2-4 cm. Buah berwarna hijau saat masih muda dan berubah menjadi kuning ketika telah matang kemudian berubah menjadi abu kecoklatan hingga hitam saat masak (Henning 2000; Felter dan Lloyd 1998), terdapat 420 buah dan 1580 biji per kg (Dwary dan Pramanick 2006). Proses pemasakan buah pada malai tidak serentak. (Heller
1996). Berdasarkan observasi pada klon (provenan) jarak pagar di
Indonesia yang telah dikumpulkan oleh Puslitbang Perkebunan,terlihat adanya variasi bentuk dan ukuran buah, keserempakan pemasakan buah dan jumlah biji per buah (Hasnam; Mahmud 2006). Bentuk biji jarak bulat lonjong berwarna coklat kehitaman hingga hitam dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan bobot berkisar 0.4 – 0.6 gram per biji (Wiesenhutter 2003; Tim Jarak Pagar 2006; Prihandana dan Hendroko 2006). Produksi bunga dan biji dipengaruhi oleh curah hujan dan unsur hara. Kekurangan unsur hara akan menyebabkan produksi biji berkurang. Bila dalam setahun hanya terdapat satu kali musim hujan maka pembuahan biasanya hanya terjadi sekali dalam setahun. Bunga dan buah terbentuk sepanjang tahun dan mulai berbunga setelah tanaman berumur 4-5 bulan, sedangkan pembentukan buah dimulai pada umur 4-5 bulan ( Hariyadi 2005; Heller 2000; Rijssenbeek 2006). Pemanenan dilakukan bila buah telah masak dengan ciri–ciri kulit buah berwarna kuning (ripe) dan mulai mengering (over ripe). Biasanya buah masak pada tahap pertama kali setelah tanaman berumur 6–8 bulan. Secara fisiologis, biji yang diperoleh dari kapsul yang masak berwarna kuning memiliki kandungan minyak yang paling tinggi dibanding dengan tingkat kematangan lainnya. Heller
8
(1996) dan Heller (2000) menyatakan bahwa biji yang diperoleh dari pemanenan terlalu awal memiliki kandungan minyak yang rendah, sedangkan bila panen terlambat dilakukan buah akan pecah dan biji–biji akan berhamburan jatuh sehingga menyebabkan kehilangan panen. Pemanenan buah merupakan kegiatan penting dalam agribisnis. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanenan buah jarak pagar, antara lain; kriteria panen, teknik pemanenan, pengeringan dan penyimpanan biji. Pemanenan buah dilakukan setelah biji masak, yakni kurang lebih 90 hari setelah terjadi pembungaan. Buah masak dicirikan dengan kulit buah berubah warna dari hijau ke kuning kecoklatan atau hitam dan mengering juga ciri lain kulit buah terbuka sebagian secara alami. Produksi pertama dapat mencapai 0.5-1.0 ton biji kering per hektar per tahun dan selanjutnya akan meningkat secara bertahap dan akan stabil sekitar 5 ton pada tahun kelima setelah tanam (Prihandana dan Hendroko 2006). Hariyadi (2005) menyatakan bahwa dengan tingkat populasi tanam 2500 pohon per hektar, maka tingkat produktivitas dapat mencapai antara 5-10 ton biji per hektar. Biji jarak pagar dari buah kuning rendemen minyak sekitar 30-40 % (Pusat Penelitian dan Perkembangan Perkebunan 2006); 36.0-38.7 % (Tim Peneliti 2006); 31-37 % (Dwary dan Pramanick 2006). Jika rendemen minyak sebesar 35 % maka setiap hektar lahan dapat diperoleh 2-3.5 ton minyak/ha/tahun. Wiesenhutter (2003) menyatakan bahwa produktivitas tergantung pada sifat genetik tanaman, jarak tanam, kondisi iklim, dan tanah setempat serta input produksi yang diberikan, seperti halnya di Cape Verde, Amerika latin hasilnya antara 780-2.250 kg per hektar, di India dengan penerapan irigasi hasilnya dapat mencapai 12 ton per ha dan di Mali, Afrika hasil produktivitas jarak pagar berkisar 2-2.4 ton per hektar. Penyebaran dan Lingkungan Tumbuh Jarak Pagar Sebelum tahun 2005, tanaman jarak pagar tidak mendapat perhatian khusus di Indonesia. Namun di tengah krisis bahan bakar minyak (BBM) yang melanda Indonesia pada tahun 2005, tanaman jarak pagar mendapat perhatian karena dapat menjadi sumber minyak nabati yang dapat diolah menjadi bahan bakar pengganti
9
minyak bumi dan atau penganti energi fosil (solar, minyak tanah, dan minyak bakar) (Becker and Makkar 1999). Jarak pagar dapat tumbuh pada tanah marginal atau lahan kritis, sesuai untuk program reboisasi. Lahan marginal dan kritis biasanya kekurangan air sementara Jatropha curcas toleran terhadap kekurangan air sehingga cocok ditanam di daerah yang kurang air (Heller 1996; Mandal 2005; Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2006). Pada musim kemarau tanaman ini menggugurkan daunnya tetapi akarnya tetap mampu menyerap air tanah. Oleh karenanya
Jatropha curcas biasa disebut sebagai tanaman pioner, tanaman
penahan erosi dan tanaman yang dapat mengurangi kecepatan angin. Menurut Heller (1996) jarak pagar beradaptasi baik pada tanah marginal miskin hara dan curah hujan rendah. Di daerah Amazon jarak pagar tumbuh baik pada daerah kering dengan rata - rata curah hujan antara 300 - 1000 mm per tahun dan juga tumbuh dengan baik pada curah hujan yang lebih tinggi dengan aerasi baik. Wiesenhutter (2003) mengemukakan bahwa tanaman jarak pagar membutuhkan curah hujan 500-600 mm per tahun dan di Cape Verde juga tumbuh baik pada curah hujan 250 mm per tahun dan rata-rata suhu tahunan 20-280c dengan kelembaban yang tinggi dan kondisi kering dapat meningkatkan kandungan minyak pada biji. Jarak pagar telah menyebar luas di daerah tropis dan sub-tropis. Informasi kisaran curah hujan daerah penyebarannya bervariasi, antara lain dilaporkan dari 200 - 2000 mm per tahun (Heller 1996), minimal 250 mm tetapi pertumbuhan terbaik dengan 900-1200 mm (Becker and Makkar 1999) bahkan di Indonesia dijumpai di beberapa daerah dengan curah hujan lebih dari 3000 mm seperti di Bogor, Sumatera Barat, dan Minahasa. Jarak pagar ditemukan tumbuh pada ketinggian 0-1700 meter dari permukaan laut, dengan suhu 11-380C (Heller 1996; Arivin dkk, 2006). Selanjutnya dikemukakan Heller (1996) bahwa jarak pagar tidak tahan cuaca yang sangat dingin (frost) dan tidak sensitif terhadap panjang hari (day length). Jatropha curcas L. dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi atau ketinggian sekitar 1000 meter di atas permukaan laut. Curah hujan berkisar antara
10
300–2380 mm/tahun. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak adalah 20–260C. Tanaman ini memiliki sistem perakaran yang mampu menahan air sehingga tahan terhadap kekeringan, juga dapat tumbuh di tanah pasir, tanah berbatu, tanah lempung (liat), serta dapat beradaptasi pada tanah yang kurang subur, memiliki drainase baik (tidak tergenang) dan pH tanah antara 5.0 – 6.5 (Hariyadi 2006). Menurut Openshaw (2000) tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada tanah beririgasi baik dengan aerasi yang baik dan beradaptasi yang baik pada tanah marjinal dengan kandungan nutrisi yang rendah. Pada tanah yang miskin hara dan keras (Garnayak et al. 2008), pertumbuhan akar menurun (Kumar dan Sharma 2008). Kerapatan tanaman yang ideal 2500 tanaman per ha, dan produktivitas maksimumnya setelah berumur 5 tahun (Sirisomboon et al. 2007) dan dapat hidup lebih dari 50 tahun (Sirisomboon et al. 2007; Henning 2007). Di daerah - daerah dengan kelengasan tanah tidak menjadi faktor pembatas (misalnya irigasi atau curah hujan cukup merata) jarak pagar dapat berproduksi sepanjang tahun, tetapi tidak dapat bertahan dalam kondisi tanah jenuh air. Meskipun iklim kering meningkatkan kadar minyak biji, masa kekeringan yang berkepanjangan akan menyebabkan jarak menggugurkan daunnya untuk menghemat air yang akan menyebabkan stagnasi pertumbuhan. Sebaliknya, pada daerah-daerah basah dengan curah hujan yang terlalu tinggi seperti di Bogor misalnya, maka akan selalu didapatkan tanaman jarak pagar yang memiliki pertumbuhan vegetatif lebat tetapi disertai kurangnya pembentukan bunga dan buah. Sementara itu, Arivin et al. (2006) melaporkan bahwa di Desa Cikeusik, Malingping, Banten dengan curah hujan 2.500-3.000 mm/tahun, umumnya ditemukan tanaman jarak pagar yang memiliki bunga, buah muda, buah tua dan buah kering dalam satu cabang. Walaupun curah hujan daerah ini cukup tinggi, yang memungkinkan radiasi rendah, pembuahan terlihat cukup baik. Hal ini diduga merupakan hasil interaksi potensi genetik dengan faktor-faktor lingkungan seperti temperatur yang selalu panas (± 27°C), letaknya di tepi pantai, serta tekstur tanahnya yang berpasir sangat menjamin drainase dan aerasi yang baik. Tanaman ini dapat tumbuh pada semua jenis tanah, tetapi pertumbuhan yang lebih baik dijumpai pada tanah-tanah ringan atau lahan-lahan dengan drainase dan
11
aerasi yang baik (terbaik mengandung pasir 60-90%). Tanaman ini dapat pula dijumpai pada daerah-daerah berbatu, berlereng pada perbukitan atau sepanjang saluran air dan batas-batas kebun (Heller 1996, Arivin et al. 2006). Menurut Okabe dan Somabhi (1989) tanaman jarak pagar yang ditanam pada tanah bertekstur lempung berpasir memberikan hasil biji tertinggi dibanding tanah bertekstur lainnya. Meskipun jarak pagar terkenal dapat tumbuh dengan baik di tanah yang dangkal dan pada umumnya ditemukan tumbuh di tanah berkerikil, berpasir, dan berliat, pertumbuhan jarak di tanah yang tererosi berat tidak baik (kerdil). Jarak pagar dapat tumbuh pada tanah-tanah yang ketersediaan air dan unsur – unsur haranya terbatas atau tanah marjinal, tetapi lahan dengan air tidak tergenang merupakan tempat yang optimal bagi tanaman ini untuk tumbuh dan berproduksi secara optimal. Bila perakarannya sudah cukup berkembang, jarak pagar dapat toleran terhadap kondisi tanah-tanah masam atau alkalin (terbaik pada pH tanah 5.5-6.5) (Heller 1996; Arivin dkk. 2006). Kondisi tanah dan iklim menggambarkan bahwa jarak pagar masih dapat tumbuh atau ditanam pada lahan masam sesuai dengan kisaran pH 4.5–7.8 (Mulyani 2007). Untuk memperoleh pertumbuhan yang baik juga produksi dan mutu yang baik, kecukupan air dan unsur hara tanah harus diperhatikan. Kondisi daerah yang relatif kering dengan intensitas radiasi yang tinggi dapat menyebabkan daun tanaman gugur dan produktivitasnya menurun. Jika tanaman jarak pagar ditanam pada daerah yang curah hujannya tinggi hal yang perlu diperhatikan adalah pembuatan drainase, karena akar tanaman jarak pagar tidak tahan terhadap genangan air (Santoso et al. 2008). Pemangkasan Jarak Pagar Sebagai tanaman perdu yang pembungaannya terbentuk secara terminal, percabangan jarak pagar termasuk unik karena setelah tandan bunga mekar akan tumbuh sepasang tunas yang akan tumbuh menjadi cabang berikutnya. Dalam kondisi normal kejadian tersebut berjalan terus-menerus, sehingga secara alamiah percabangan yang terbentuk menjadi tidak teratur dan tidak produktif. Untuk
12
memperoleh cabang produktif maka percabangan tanaman jarak pagar harus diatur melalui pemangkasan. Untuk melakukan pemangkasan perlu pemahaman aspek fisiologi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ada dua cara tanaman tumbuh ; (a) pertumbuhan primer, yaitu peningkatan panjang tajuk (length of shoots) dan akar yang menyebabkan peningkatan tinggi dan lebar kanopi, (b) pertumbuhan sekunder, yakni peningkatan ukuran (thickness) batang dan akar. Kedua tipe pertumbuhan tersebut membutuhkan pembelahan sel yang diikuti pembesaran dan diferensiasi sel (Marini 2003). Widodo (1995) mengatakan bahwa salah satu upaya atau tindakan agronomis yang dapat dilakukan untuk perbaikan teknik budidaya, termasuk tanaman jarak pagar adalah pembentukan kerangka (frame) tajuk (arsitektur) tanaman melalui pemangkasan. Pembentukan arsitektur tanaman melalui pemangkasan akan dapat mengefisienkan ruang tumbuh dan dapat meningkatkan produktivitas terutama yang berbunga di ujung ranting (terminal), karena tujuan pembentukan arsitektur tajuk untuk mengatur sistem percabangan, penerimaan cahaya yang merata, menyebarkan percabangan agar dapat membagi ruang tumbuh secara merata, mempermudah pengelolaan pohon, memprediksi hasil serta bentuk pohon yang seragam. Pemangkasan bertujuan untuk mengoptimalkan penangkapan cahaya untuk mencapai produksi biomassa yang tinggi (Jackson 1980), membuka ruang kanopi untuk menangkap ruang cahaya (Lakso 1994) sehingga memperbaiki distribusi cahaya di antara struktur pembuahan (Lakso dan Corelli Grappadeli
1992;
Wunsche dan Lakso 2000). Ada dua bentuk pemangkasan yang perlu dilakukan pada tanaman jarak pagar yaitu pemangkasan untuk membentuk cabang-cabang produktif dan pemangkasan cabang-cabang vegetatif. Pada pertumbuhan awal di lapangan, jarak pagar akan membentuk cabang-cabang vegetatif yang dicirikan dengan ukuran cabang lebih panjang dengan jumlah daun 20-25 lembar dibandingkan dengan cabang produktif yang lebih pendek dengan jumlah daun 6-8 lembar (Puslitbangbun
2006). Pemangkasan pada tanaman jarak pagar terutama
ditujukan untuk membentuk kanopi tanaman seperti semak atau payung. Hal ini
13
penting karena tanaman jarak pagar berbunga terminal, sehingga jumlah cabang berkorelasi positif dengan produksi buah dan biji (Mahmud 2006). Dalam intensitas pemangkasan dikenal ada istilah; tipping/pinching (memangkas atau memetik pucuk ranting), cutting back (memangkas sebagian cabang), stubbing (memangkas cabang dekat pangkalnya dan menyisakan 2-5 ruas sehingga menyerupai “punting cerutu” dan thinning (penjarangan cabang dengan cara memotong tepat pada pangkalnya). Intensitas untuk tujuan pelatihan tajuk di kategorikan lagi menjadi dua (2) yakni; (a) heading back (pemotongan batang, cabang atau ranting) dan, (b) thinning out (pembuangan cabang untuk menjarangkan percabangan yang rapat) (Widodo 1995). Cabang tempat tumbuhnya bunga dan buah jarak pagar (yang disebut sebagai cabang terminal) sangat ditentukan oleh jumlah cabang primer dan sekunder yang tumbuh dari batang utama. Oleh karena itu pengaturan arsitektur tajuk yang berdasarkan jumlah cabang primer dan sekunder yang dipelihara menjadi penting untuk diteliti agar dapat membentuk arsitektur tajuk yang baik sehingga jumlah bunga dan buah banyak serta kualitas minyak yang dihasilkan tinggi. Menurut Ferry (2006) jumlah cabang primer yang perlu dipelihara antara 3–5 cabang sedangkan jumlah cabang sekunder yang perlu dipelihara sebanyak 3 cabang. Hal ini dilakukan agar setiap pohon jarak pagar mempunyai 40-45 cabang terminal. Berdasarkan laporan Mahmud (2006) hasil penelitian di India menunjukkan bahwa jumlah cabang terminal yang ideal per tanaman pada tanaman jarak pagar adalah 40 cabang dan jumlah buah 10-15 per tandan. Jika jumlah cabang terminal per pohon lebih dari 40 cabang maka jumlah buah per tandan akan berkurang dan ukurannya mengecil sehingga akan mempengaruhi mutu biji yang dihasilkan. Pemangkasan pada tanaman jarak pagar terutama untuk membentuk kanopi tanaman seperti semak atau payung. Hal ini penting karena tanaman jarak pagar berbunga terminal, sehingga jumlah cabang berkorelasi positif dengan produksi buah dan biji. Untuk itu, pada akhir tahun pertama perlu dilakukan pemangkasan pertama dengan memotong tanaman hingga tersisa hanya 30 cm dari permukaan tanah, untuk merangsang pertumbuhan cabang - cabang. Selanjutnya pada akhir
14
tahun 2 pemangkasan berikutnya dilakukan dengan memotong cabang-cabang tanaman sepanjang 2/3 bagian cabang - cabang tersebut (Raden 2009). Pemangkasan dilakukan terhadap tunas–tunas yang tidak produktif (wiwilan) dilakukan dua minggu sekali. Di samping pemangkasan untuk merangsang pertumbuhan percabangan, pemangkasan rutin juga perlu dilakukan terhadap cabang - cabang yang terserang penyakit, cabang-cabang yang mati atau lemah. Sekali dalam 10 tahun peremajaan (rejuvenasi) dilakukan dengan cara memotong tanaman setinggi 30 cm dari permukaan tanah (seperti pemangkasan tahun 1). Setelah peremajaan ini tanaman akan segera menghasilkan buah setelah 6-8 bulan kemudian (Anonim
2005). Pemangkasan di samping membentuk
cabang produktif yang lebih banyak juga untuk memperkuat struktur fisik tanaman yang berbentuk perdu dan bersifat sukulen. Pada dasarnya perlu adanya penghematan bahan fotosintat sewaktu pohon masih aktif memproduksi fotosintat, perlu efisiensi sistem jaringan dalam tubuh tanaman agar hasil asimilasi cukup untuk membentuk bunga dan buah. Jumlah cabang primer dan sekunder akan menentukan jumlah bunga dan buah serta biji jarak pagar. Peningkatan efisiensi dilakukan dengan memangkas bagian yang bersifat negatif (hanya menyerap dan tidak menyumbangkan fotosintat) atau dengan mengurangi (memangkas) bagian pengguna fotosintat, seperti daun-daun yang ternaungi, cabang-cabang yang tidak produktif dan cabang-cabang yang saling tumpang tindih (Widodo 2009; Raden et al. 2009). Bunga terminal, seperti tanaman jarak pagar, membutuhkan penyiapan tempat berbunga (bearing unit) yang banyak dan diikuti dengan perakaran pohon yang baik agar dapat menyangga buah yang lebat. Pembentukan tajuk jarak pagar diperlukan agar tajuk tempat keluarnya bunga dan buah dapat terbentuk dengan percabangan yang seragam. Pangkas bentuk ini berumuskan 3 – 9 – 27 sehingga dapat menghasilkan produksi yang terbaik untuk tanaman berbunga terminal. Apabila tipe tajuk yang sesuai untuk menyediakan tempat pembungaan terbentuk, pemangkasan selanjutnya berupa pemeliharaan bentuk dan pembersihan tajuk tanaman (Widodo 1995). Bentuk tajuk membuka (open center) dapat meningkatkan pemerataan cahaya sehingga laju fotosintesis netto dan produksi per satuan luasan maksimum
15
(Lambers 1987). Cahaya sangat berperan penting terhadap pertambahan asimilat total dan partisi asimilat kearah sink (Gifford et al.
1984). Ramaiah,
Venkataramanan (1987), dan Stuttle dan Martini (1986) menyatakan bahwa pada tanaman perkebunan, kakao dan kopi partisi bahan kering ke cabang lateral relatif tinggi. Secara teoritis partisi demikian terjadi karena cahaya matahari pagi yang kaya akan infra merah mendorong sintesis sitokinin dan menghambat translokasi karbohidrat dari cabang ke batang sehingga cabang merupakan sink yang lebih kuat dibandingkan dengan batang. Pada masa reproduktif cabang tanaman merupakan source yang baik (Ryugo 1988).
17
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun Percobaan Cikabayan (University Farm) Institut Pertanian Bogor dengan ketinggian tempat 240 meter di atas permukaan laut. Waktu pelaksanaan : 1. Sebelum pemangkasan dimulai dari bulan Januari 2010 sampai dengan Desember 2010. 2. Setelah pemangkasan dimulai dari bulan Januari 2011 sampai dengan bulan September 2011. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah 8 genotipe jarak pagar yaitu ekotipe Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa Besar dan Bima serta genotipe hasil
pengembangan
Puslitbangbun
yaitu
IP-1A
(Asembagus),
IP-1M
(Muktiharjo), dan IP-2P (Pakuwon). Alat–alat yang digunakan antara lain; timbangan (EK3450), jangka sorong (Vernier caliper-0-100 mm), soxhlet, mistar/meteran, kamera dan alat bantu lainnya. Metode Percobaan Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktor tunggal genotipe (IP-1A, IP-1M, IP-2P, Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa Besar dan Bima) dengan tiga ulangan sehingga jumlah satuan percobaan sebanyak 24. Jarak tanam yang digunakan adalah 2 m x 2 m, jumlah tanaman per petak sebanyak 12 tanaman. Tanaman pada awal 2010 berumur satu tahun empat bulan dan tanaman dipangkas awal bulan Januari 2011 berumur 2 tahun empat bulan. Tanaman dipangkas dengan ketinggian pangkasan 30 cm dari cabang utama dan cabang yang dipelihara antara 3-5 cabang. Denah percobaan terdapat pada Lampiran 1. Model persamaan linear yang digunakan adalah sebagai berikut : Yij
: µ + τi + pj + εij ;
i : 1,2,3……….,8 ; j : 1,2,3
Dimana : Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan ke ί kelompok ke j, µ : Rerata umum,
18
τi : Pengaruh genotipe atau pengaruh perlakuan ke i, pj : Pengaruh pengelompokan ke j, εij : Pengaruh galat pada perlakuan ke ί dan kelompok ke j. Pengolahan data menggunakan uji F (analisis ragam) dengan aplikasi SAS, dan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) digunakan untuk menguji beda nyata genotipe pada taraf 5 %. Pengamatan dilakukan terhadap karakter yang mendukung daya hasil : I. Pengamatan sebelum pemangkasan (alami) peubah yang diamati ialah; Pengamatan buah. 1. Jumlah kapsul per tandan (g): Jumlah buah per malai diamati dengan menghitung jumlah buah yang terbentuk pada setiap malai pada saat panen. 2. Jumlah buah per tanaman Jumlah buah per tanaman diamati dengan menghitung buah yang terbentuk selama periode 12 bulan. 3. Bobot buah rata-rata (g) : Bobot buah rata-rata dapat dilakukan atau diamati dengan menyimbang masing – masing buah pada tandan dan dibuat rata-rata. Pengamatan Biji 1. Jumlah biji per tanaman: Jumlah biji per tanaman dapat dihitung dengan mengalikan jumlah buah per tanaman dengan jumlah biji rata-rata per buah. 2. Bobot basah biji (g). Bobot basah biji dapat diukur dengan menimbang biji dari buah yang dipanen dan dirata-ratakan. 3. Bobot kering biji (g) Bobot kering biji diukur dengan dengan menimbang sejumlah biji yang telah dikeringkan dan dirata-ratakan. 4. Bobot 100 biji (g) Bobot 100 biji diukur dengan menimbang 100 biji kering dengan 3 kali pengulangan untuk setiap genotipe.
19
5. Bobot kering biji per tanaman (g): Bobot kering biji per tanaman dihitung dengan mengalikan bobot kering biji rata-rata dengan jumlah biji per tanaman. 6. Bobot kering per petak (kg) dan Bobot kering biji per petak dihitung dengan menjumlahkan bobot kering biji per tanaman dalam satu petak (ukuran petak 6 m x 8 m). 7. Bobot kering biji per hektar (kg). Bobot kering biji per hektar dihitung dengan mengkonversikan bobot kering biji per petak (luas petak 48 m2 ) ke dalam skala penanaman untuk luas 1 hektar. II. Peubah pengamatan dilakukan terhadap karakter yang mendukung produksi setelah pemangkasan Cabang tanaman a) Panjang tunas cabang (cm) : Panjang tunas cabang diamati dengan mengukur pada saat tumbuh tunas setelah pemangkasan dimulai dari pangkal tunas hingga titik tumbuh menggunakan meteran. b) Jumlah cabang yang berbunga (cabang produktif) : Pengamatan jumlah cabang yang berbunga dihitung ketika cabang yang telah dipangkas mulai berbunga dari sekian banyak tunas yang tumbuh dalam satu pohon tanaman. c) Jumlah daun: Pengamatan daun dihitung total daun yang tumbuh pada karakter tunas-tunas baru setelah pemangkasan. d) Diameter cabang (mm) Diameter cabang diukur setelah dipangkas dan tanaman berumur 2 minggu pada pangkal tunas dengan menggunakan jangka sorong.
20
Pengamatan buah. a) Umur buah panen Umur buah panen dihitung dari mulai pangkas hingga panen (75% buah masak). b) Jumlah kapsul/tandan (g): Jumlah buah/malai diamati dengan menghitung jumlah buah yang terbentuk pada setiap malai pada saat panen. c) Jumlah buah/tanaman Jumlah buah/tanaman diamati dengan menghitung buah yang terbentuk selama periode panen. d) Bobot buah rata-rata (g) : Bobot buah rata-rata dapat dilakukan atau diamati dengan menimbang masing–masing buah pada tandan dan dibuat rata-rata. Pengamatan Biji a) Jumlah biji per tanaman: Jumlah biji per tanaman dapat dihitung dengan mengalikan jumlah buah per tanaman dengan jumlah biji rata-rata per buah. b) Bobot basah biji (g). Bobot basah biji dapat diukur dengan menimbang biji dari buah yang dipanen dan dirata-ratakan. c) Bobot kering biji (g) Bobot kering biji diukur dengan dengan menimbang sejumlah biji yang telah dikeringkan dan dirata-ratakan. d) Bobot 100 biji (g) Bobot 100 biji diukur dengan menimbang 100 biji kering dengan 3 kali pengulangan untuk setiap genotipe. e) Bobot kering biji per tanaman (g): Bobot kering biji per tanaman dihitung dengan mengalikan bobot kering biji rata-rata dengan jumlah biji per tanaman.
21
f) Bobot kering per petak (kg) Bobot kering biji per petak dihitung dengan menjumlahkan bobot kering biji per tanaman dalam satu petak (ukuran petak 6 m x 8 m). g) Bobot kering biji per hektar (kg). Bobot kering biji per hektar dihitung dengan mengkonversikan bobot kering biji per petak (luas petak 48 m2 ) ke dalam skala penanaman untuk luas 1 hektar. Analisis Kadar Minyak a) Kadar minyak biji (dengan kulit biji) b) Kadar minyak kernel (tanpa kulit biji). Pengujian kadar minyak ini dilakukan setelah panen. Pengujian dan pengukuran kadar minyak dilakukan dengan mengekstraksi minyak dari biji secara mekanis dengan menggunakan blender dan analisis kandungan minyak dilakukan dengan menggunakan metode Soxhlet (BSN 1992). Prosedur analisis kandungan minyak jarak pagar dengan menggunakan metode Soxhlet dapat disajikan pada Lampiran 2. Analisis minyak berbasis biji (dengan kulit biji) % kandungan minyak biji = Bobot lemak terekstraksi x 100% Bobot sampel kering biji Analisis minyak berbasis kernel (tanpa kulit biji) % kandungan minyak kernel = Bobot lemak terekstraksi x 100% Bobot sampel kernel
23
HASIL DAN PEMBAHASAAN Kondisi Umum Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan (University Farm), Institut Pertanian Bogor dengan ketinggian tempat 240 m di atas permukaan laut, 06.55 LS dan 106.72 BT yang dimulai pada bulan Januari 2010 – September 2011. Hasil analisis tanah lokasi penelitian yang dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB disajikan lengkap pada Tabel 1. Tabel 1. Data hasil analisis contoh tanah tempat penelitian Tanah
Hasil
Kriteria*
C.Organik (%)
1.44
rendah
N – total (%)
0.15
rendah
P Bray (ppm)
3.7
sangat rendah
P HCl 25% (ppm)
35.4
sedang
Ca (me/100g)
3.76
tinggi
Mg (me/100g)
0.64
rendah
K (me/100g)
0.19
rendah
Na (me/100g)
0.30
rendah
KTK (me/100g)
15.42
rendah
KB (%)
31.71
rendah
Al (me/100g)
2.48
H (me/100g)
0.29
sangat rendah
pH H20
5.00
masam
Tekstur Pasir (%)
11.31
Debu (%)
15.23
Liat (%)
73.46
*Menurut kriteria Departemen Ilmu Tanah & Sumberdaya Lahan, IPB, Bogor.
24
Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Dramaga Bogor, Kota Bogor memiliki rata–rata curah hujan tinggi (337.6 mm/bulan), o
suhu harian
o
antara 23.0 C–31.6 C, jumlah rata–rata bulan basah 12 bulan/tahun. Berdasarkan kondisi tersebut maka menurut Schmidt dan Ferguson kota Bogor termasuk wilayah yang beriklim basah (Wisnubroto et al. 1983). Data Klimatologi wilayah Darmaga Bogor dari bulan Januari 2010 sampai dengan Juni 2011 disajikan pada Lampiran 3 dan 4. Hasil Sebelum Pemangkasan
Gambar 1. Penampilan sebelum dipangkas. Buah jarak pagar akan masak sekitar 40-50 hari setelah pembuahan (Wiessenhutter 2003). Buah berwarna hijau muda , tumbuh dan berkembang menjadi hijau tua (mature) ketika matang (masak fisiologis), kemudian menguning (ripe), warna berubah menjadi hitam atau mulai mengering (senesen). Jika terlalu kering buah akan pecah saat lewat masak (Heller 2000; Henning 2000). Buah jarak pagar (Jatropha curcas L.) atau seringkali disebut juga sebagai kapsul serta istilah biologisnya dinamai buah kendaga (rhegma), mempunyai sifat seperti buah berbelah dan tiap bagian buah muda pecah sehingga biji yang terdapat di dalamnya terlepas dari ruang (Tjitrosoepomo 1987). Dalam penelitian ini jumlah rhegma keseluruhan genotipe jarak pagar termasuk buah berkendaga tiga, saat masak terpecah menjadi tiga bagian yakni, masing–masing mengeluarkan satu biji. Bijinya berbentuk bulut lonjong berwarna coklat
25
kehitaman hingga hitam dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan berat berkisar 0.4-0.6 gram per biji. Warna buah muda dan buah masak antar genotipe tidak berbeda. Warna buah muda dan buah tua atau masak antar genotipe tidak berbeda. Pada buah muda berwarna hijau muda dan masak fisiologis berwarna kuning (Gambar 2).
(a)
(c1)
(b)
(c2)
(d)
Gambar 2. Buah Jarak pagar (a) buah muda, (b) buah masak, (c1,c2) penampakan biji dalam bilik pada buah muda dan tua, (d) buah kering. Proses pematangan buah pada setiap tandan atau malai tidak serempak. Proses pemanenan pada tanaman jarak pagar dilakukan secara bertahap. Cara panen dilakukan dengan memetik buah yang telah berwarna kuning. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yeyen et al. (2006) bahwa tingkat kemasakan buah kuning memberikan kadar minyak yang paling tinggi. Hasil penelitian Santoso (2009) bobot kapsul pada saat masak kuning rata-rata berkisar 10.2-11.4 g. Tabel 2 menunjukkan genotipe memberikan efek yang signifikan terhadap bobot buah rata-rata, tetapi tidak memberikan efek yang signifikan terhadap jumlah buah per tanaman dan jumlah biji per tanaman. Bobot buah tertinggi dicapai oleh genotipe IP-1A (7.16 g/buah), IP–2P (6.19 g/buah)
dan yang
terendah genotipe Bima (1.49 g/buah). Genotipe tidak menunjukkan perbedaan nyata terhadap jumlah buah per tanaman dan jumlah biji per tanaman.
26
Tabel 2. Rata – rata pengamatan buah peubah jarak pagar. Genotipe
Jumlah Bobot buah Jumlah buah/tanaman rata-rata (g) biji/tanaman IP - 1A 3.3 7.16 a 49.4 IP - 1M 0.8 2.97 bc 11.3 IP - 2P 3.0 6.19 a 48.8 Lombok Timur 1.2 3.04 bc 16.9 Lombok Barat 0.9 2.55 c 13.8 Lombok Tengah 1.7 3.64 b 26.1 Sumbawa 1.2 2.93 bc 18.7 Bima 0.7 1.49 c 9.2 Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRTα: 0.05 % , pada peubah; jumlah buah per tanaman, bobot buah rata-rata(g), dan jumlah biji per tanaman. Biji jarak pagar setelah dipanen tampak berwarna hitam kecoklatan pada genotipe Lombok Timur, Lombok Tengah, berwarna hitam pada aksesi IP–2P, IP – 1M, IP–1A, Lombok Barat, Sumbawa besar dan Bima. Saat biji mulai kering pada permukaan biji akan tampak garis–garis putih dan retak–retak halus pada permukaan biji di saat mulai kering (Gambar 3).
( a)
( b)
Gambar 3. Variasi bentuk biji; (a) biji basah dan (b) biji kering jarak pagar. Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan perlakuan genotipe menyebabkan perbedaan nyata terhadap bobot kering biji per tanaman (g), bobot kering biji per petak (kg), bobot kering biji per hektar (kg), dan tidak menyebabkan perbedaan nyata terhadap bobot basah biji (g) dan bobot 100 butir (g). Bobot kering biji per tanaman terberat dicapai oleh genotipe IP-1A (35.08 g/tanaman), IP-2P (29.37
27
g/tanaman) dan terendah diperoleh genotipe Bima (2.30 g/tanaman). Bobot kering biji per petak tertinggi diperoleh dari asal genotipe IP–1A (420.9 g) dan terendah genotipe Bima (27.6 g) sedangkan bobot kering biji per hektar tertinggi dicapai oleh genotipe IP – 1A (87.6 kg/ha) dan terendah ekotipe Bima (5.7 kg/ha). Tabel 3. Rata – rata pengamatan peubah biji jarak pagar. Bobot basah biji (g)
Bobot 100 biji (g)
Bobot biji Bobot Bobot Genotipe kering/tan kering biji kering aman (g) per petak biji per (g) ha (kg) IP - 1A 1.09 62.00 35.08 a 420.9 a 87.7 a IP - 1M 1.10 68.28 4.31 bc 51.7 bc 10.8 bc IP - 2P 1.14 64.00 29.37 b 352.4 ab 73.4 ab Lombok Timur 1.05 73.00 3.76 bc 45.1 bc 9.4 bc Lombok Barat 1.11 66.33 2.83 c 34.0 c 7.1 c Lombok Tengah 1.11 65.79 12.11 abc 145.3 abc 30.3 abc Sumbawa 1.13 69.63 6.10 bc 73.2 bc 15.2 bc Bima 1.03 66.08 2.30 c 27.6 c 5.7 c Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRTα : 0.05 % . Hasil penelitian Arisanti (2010) pada tahun pertama (tanpa pemangkasan) pengujian genotipe dan tempat yang sama menunjukkan produksi biji kering yang tertinggi dicapai oleh genotipe IP-2P (558.33 kg/ha) dan IP-1A (295.83 kg/ha). Namun pada pengujian produksi tahun ke dua justru hasil produksi IP-1A tidak terlalu jauh dibandingkan dengan produktivitas genotipe IP-2P. Genotipe IP1A dan IP-2P memiliki produktivitas atau potensi daya hasil hampir sama, hal ini karena merupakan genotipe yang beradaptasi di daerah yang dengan curah hujan tinggi (Bogor). Hasil Setelah Pemangkasan Tabel 4 menunjukkan perlakuan genotipe
memberikan efek yang
signifikan terhadap jumlah cabang sekunder dan jumlah cabang produktif, tetapi tidak memberikan efek yang signifikan jumlah cabang primer, panjang cabang minggu ke – 2 sampai minggu minggu ke–8. Jumlah cabang produktif tertinggi terdapat pada genotipe IP-2P (2.3), dan terendah genotipe Bima (1.0) (Tabel 4).
28
Tabel 4. Rata – rata pengamatan peubah cabang tanaman jarak pagar. Genotipe
JCP
JCS
PC 2MSP
PC 4MSP
PC 6MSP
PC
CP
8MSP
IP – 1A 4.8 6.0 a 3.6 16.6 26.8 35.6 1.9 b IP – 1M 4.2 5.0 b 3.8 12.2 25.6 30.0 1.4 c IP – 2P 4.8 6.2 a 2.6 15.6 17.7 25.4 2.3 a Lombok Timur 3.7 5.0 b 3.5 13.4 22.5 25.6 1.0 d Lombok Barat 3.4 3.6 c 3.7 13.7 27.1 35.9 1.0 d Lombok Tengah 3.8 4.8 bc 3.6 17.9 27.1 37.8 1.1 d Sumbawa Besar 3.3 4.2 bc 3.7 15.6 24.3 30.7 1.3 cd Bima 3.1 4.0 c 3.6 12.3 22.1 26.8 1.0 d Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α : 0.05; JCP= jumlah cabang primer, JCS= jumlah cabang sekunder, PC= panjang cabang, CP= cabang produktif, MSP = minggu setelah pemangkasan (cm). Pemangkasan total batang utama dapat meningkatkan jumlah cabang primer yang tidak dibatasi dan jumlah cabang tertinggi hampir dicapai pada semua genotipe. Peningkatan jumlah cabang primer dan sekunder pada tanaman yang dipangkas, sejalan dengan pendapat Marini (2003) yang menyatakan bahwa pemangkasan batang utama akan merangsang pembentukan cabang yang lebih banyak dan lebih cepat dibandingkan dengan tidak dipangkas. Penambahan jumlah cabang ini dapat terjadi karena hilangnya dominasi apikal akibat pemangkasan tunas batang utama. Hal ini disebabkan tunas – tunas lateral pada batang utama tumbuh dan berkembang yang pada akhirnya membentuk cabang utama (Salisbury, Ross 1995 dan Widodo 1995). Model hubungan distribusi cahaya dengan proses fungsi fisiologi seperti induksi pucuk bunga, jumlah bunga menjadi buah (fruit set), dan kualitas buah menjadi nilai yang berguna. Aplikasi model intersepsi cahaya dan distribusi cahaya dalam memodifikasi kanopi pohon secara signifikan dapat meningkatkan kualitas buah. George et al. 1993 dan Mowat dan George (1994) menyatakan bahwa mikroklimat di dalam kanopi pohon dapat mempengaruhi inisiasi pembungaan, perubahan bunga menjadi buah (fruit set) dan kualitas buah. Guillermo (2000) menyatakan bahwa intersepsi photosynthetically active radiation (PAR) selama proses pengisian biji meningkatkan bobot biji dan konsentrasi minyak pada bunga matahari.
29
Gambar 4. Penampilan tanaman setelah dipangkas. Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan genotipe menyebabkan perbedaan terhadap diameter cabang (cm) minggu ke–X, tetapi tidak menyebabkan perbedaan nyata terhadap: diameter cabang minggu ke– IV, diameter cabang minggu (cm) ke–VI, dan diameter cabang minggu (cm) ke– VIII. Diameter dan panjang cabang tertinggi terjadi pada genotipe Lombok Tengah (1.50 cm) dan terendah genotipe IP–1A (1.20 cm). Tabel 5. Rata – rata peubah pengamatan diameter batang tanaman jarak pagar. Diameter Diameter Diameter Diameter cabang cabang cabang cabang minggVIII minggu X minggu VI minggu.IV (cm) (cm) (cm) (cm) IP – 1A 0.80 0.87 1.03 1.20 b IP – 1M 0.80 0.87 1.07 1.33 ab IP – 2P 0.87 1.00 1.13 1.27 ab Lombok Timur 0.90 1.00 1.05 1.23 b Lombok Barat 0.87 1.00 1.02 1.23 b Lombok Tengah 0.90 1.03 1.23 1.50 a Sumbawa Besar 0.97 1.00 1.16 1.33 ab Bima 0.93 1.03 1.07 1.37ab Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α : 0.05. Genotipe
Keaktifan pertumbuhan dan perkembangan ini sangat didukung oleh ketersediaan hasil fotosintat yang tersimpan pada cabang tersebut serta zat hara dan air. Hal ini sesuai dengan pendapat Marini (2003) yang menyatakan bahwa pertumbuhan diameter batang dan panjang tajuk tanaman membutuhkan pembelahan sel yang diikuti pembesaran sel dan diferensiasi sel yang akan berimplikasi pada pertumbuhan primer dan sekunder cabang tanaman jarak pagar.
30
(a)
(b)
(e)
(f)
(c)
(g)
(d)
(h)
Gambar 5. Daun beberapa genotipe jarak pagar; (a) IP-1A, (b) IP-1M, (c) IP-2P, (d) Lombok Timur, (e) Lombok Barat, (f) Lombok Tengah, (g) Sumbawa, dan (h) Bima
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 6. Permukaan daun tanaman jarak pagar; (a) daun muda licin berwarna kekuningan, (b) permukaan atas daun muda licin berwarna coklat, (c) permukaan bawah daun muda licin dan berwarna coklat, (d) permukaan atas daun tua licin dan berwarna hijau. Daun jarak pagar bertipe daun tunggal yang terletak pada buku batang yang didukung oleh tangkai daun, dengan tangkai daun berbentuk silinder dan tidak berongga. Daun jarak pagar berbentuk bulat dengan bentuk ujung daun yang runcing dan pada pangkal daun berlekuk dalam, memiliki tipe tulang daun menjari dengan 5 tulang daun utama. Daun muda tidak memiliki bulu daun. Jika dilihat dari permukaan daun, tanaman ini memiliki tekstur permukaan bawah daun muda dan daun tua yang licin (Gambar 6). Daun muda tanaman ini umumnya berwarna
31
coklat pada genotipe IP-1A, IP-1M, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat, Sumbawa, Bima dan warna hijau kekuningan pada aksesi IP-2P. Daun tua berwarna hijau muda pada genotipe IP-1M, Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa Besar dan Bima. Karakter jumlah daun muncul setelah dipangkas antar aksesi terdapat perbedaan. Dari beberapa genotipe jumlah daun yang muncul pertama dan yang paling banyak berasal provenan IP-2P, yang paling lama muncul dan sedikit adalah genotipe Bima. Tabel 6. Jumlah daun beberapa genotipe jarak pagar. JD III JD IV JD VI JD VIII JD X JD II (MSP) (MSP) (MSP) (MSP) (MSP) (MSP) IP – 1A 11.7 18.9 19.9 22.9 47.2 67.1 ab IP – 1M 11.0 14.4 16.6 21.1 36.8 66.5 ab IP – 2P 13.6 16.4 20.2 22.9 61.5 83.8 a Lombok Timur 7.6 12.7 14.6 22.3 54.3 61.7 b Lombok Barat 7.4 13.0 18.8 21.5 51.4 56.1 b Lombok Tengah 5.9 11.8 15.9 24.2 59.3 61.6 b Sumbawa Besar 9.7 15.6 20.3 25.3 53.7 63.6 ab Bima 6.4 12.1 17.7 21.1 57.3 46.8 b Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α : 0.05; JD=jumlah daun dan MSP= Minggu setelah pemangkasan. Genotipe
Hasil yang disajikan pada Tabel 6 menunjukkan genotipe memberikan efek yang signifikan terhadap jumlah daun minggu ke–X, tetapi tidak memberikan efek yang tidak signifikan terhadap; jumlah daun minggu ke–II, jumlah daun minggu ke–III, jumlah daun minggu ke–IV, jumlah daun minggu ke–VI, dan jumlah daun minggu ke–VIII. Jumlah daun tertinggi minggu ke–X adalah genotipe IP–2P (83.8), dan terendah genotipe Bima (46.8). Genotipe IP–2P lebih cepat berbunga (32.7 MSP), dan yang paling lambat genotipe Sumbawa Besar (52.0 MSP) dan Bima (52.0 MSP) (Tabel 7). Jarak pagar yang ditanam di wilayah beriklim basah baik dipangkas maupun tidak dipangkas akan tetap berbunga pertama pada bulan Maret – April. Tampak ada perbedaan umur saat berbunga pertama diantara ekotipe. Provenan IP-2P waktu berbunganya lebih cepat dibandingkan dengan ekotipe yang berasal dari Lombok Timur, Lombok Barat, Lombok Tengah serta Sumbawa Besar dan Bima. Kemudian bunga terbentuk dan berkembang pada periode itu juga terus
32
berkembang membentuk kapsul, sehingga dapat dipanen pada bulan April – Juni. Panen kedua (sekitar bulan Juni – Agustus) dapat dilakukan karena pembungaan kedua terjadi pada bulan April – Juni. Tabel 7. Rata – rata peubah pengamatan buah jarak pagar. Genotipe
Umur Jumlah Jumlah Jumlah berbunga tandan/tanaman buah/tandan buah/tanaman (HSP) IP – 1A 40.0 ab 2.3 a 6.9 b 15.9 a IP – 1M 44.3 a 2.1 ab 2.9 c 6.1 b IP – 2P 32.7 b 2.8 a 10.4 a 29.1 a Lombok Timur 46.3 a 0.7 c 1.4 c 0.9 b Lombok Barat 45.0 a 0.4 c 1.3 c 0.5 b Lombok Tengah 47.7 a 0.4 c 0.7 c 0.3 b Sumbawa Besar 52.0 a 0.4 c 2.4 c 0.9 b Bima 52.0 a 1.1 c 1.1 c 1.2 b Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α : 0.05. HSP= Hari setelah pangkas. Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan genotipe berpengaruh nyata terhadap jumlah tandan per tanaman, jumlah buah per tandan, dan jumlah buah per tanaman. Jumlah tandan per tanaman tertinggi dicapai oleh genotipe IP – 2P (2.8 tandan/tanaman) dan terendah diperoleh genotipe Lombok Barat, Lombok Tengah dan Sumbawa Besar (0.4). Jumlah kapsul per tandan tertinggi dicapai oleh provenan IP-2P (10.4), dan jumlah kapsul terendah ditemui pada genotipe Lombok Tengah (0.7). Jumlah buah per tanaman tertinggi yaitu genotipe IP–2P (29.1), terendah genotipe Lombok Tengah (0.3). Keunggulan ke dua genotipe (IP– 1A dan IP–2P) tersebut dibanding ekotipe lainnya ialah pada variabel jumlah kapsul telah terlihat dari sejak tahun kedua hingga tahun ketiga. Tabel 8 menunjukkan genotipe memberikan hasil yang berbeda secara signifikan terhadap bobot buah (g), bobot basah biji (g), jumlah biji per tanaman, dan tetapi tidak menyebabkan perbedaan nyata terhadap bobot 100 butir (g). Bobot buah tertinggi dicapai oleh genotipe IP–1A (8.80 g), IP–2P (7.80 g) dan terendah pada genotipe Bima (2.24 g). Bobot basah biji tertinggi genotipe IP–2P (1.33 g) dan terendah genotipe Bima (0.11 g). Jumlah biji per tanaman tertinggi dicapai oleh genotipe IP–2P (906.3) dan terendah pada genotipe Lombok Barat (71.3 ).
33
Tabel 8. Rata – rata pengamatan peubah biji jarak pagar. Genotipe
Bobot buah Bobot basah Jumlah Bobot 100 (g) biji (g) biji/tanaman biji (g) IP – 1A 8.80 a 1.10 b 640.7 a 72.4 IP – 1M 4.01 c 0.33 ab 277.7 b 67.4 IP – 2P 7.80 a 1.33 a 906.3 a 67.0 Lombok Timur 3.39 c 0.88 abc 84.0 b 72.6 Lombok Barat 2.65 c 0.33 abc 71.3 b 70.4 Lombok Tengah 4.69 abc 0.33 bc 132.0 b 69.0 Sumbawa Besar 6.43 abc 0.11 c 203.0 b 66.1 Bima 2.24 c 1.06 b 78.0 b 64.9 Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α : 0.05. Hasil analisis (Tabel 9) menunjukkan bahwa perlakuan genotipe memberikan pengaruh yang signifikan terhadap bobot kering biji per tanaman, bobot kering biji per petak dan bobot kering biji per hektar. Bobot kering biji per tanaman tertinggi diperoleh dari genotipe IP–2P (498.46 g) dan terendah genotipe Bima (16.38 g). Bobot biji kering per petak tertinggi dicapai oleh genotipe IP–2P (4.87 kg), terendah genotipe Lombok Timur (0.30 kg). Bobot biji kering per hektar tertinggi dapat dicapai oleh genotipe IP-2P ( 1014.2 kg/ha), IP–1A (949.2 kg/ha) sedangkan terendah pada genotipe Bima (43.7 kg/ha). Tabel 9. Rata – rata hasil biji jarak pagar. Genotipe
Bobot kering biji Bobot biji kering Bobot kering biji per tanaman (g) per petak (kg) per hektar (kg) IP – 1A 365.20 a 4.56 a 949.2 a IP – 1M 108.30 b 1.47 b 307.2 b IP – 2P 498.46 a 4.87 a 1014.2 a Lombok Timur 21.84 b 0.30 b 62.3 b Lombok Barat 27.09 b 0.48 b 99.2 b Lombok Tengah 44.88 b 0.38 b 78.5 b Sumbawa Besar 79.17 b 1.07 b 222.1 b Bima 16.38 b 0.21 b 43.7 c Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α : 0.05. Hasil yang diperoleh setelah pemangkasan lebih tinggi dibanding sebelum pemangkasan. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi pangkasan 30 cm dari batang utama dan pemeliharaan 3-5 cabang memiliki potensi produksi yang tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Mahmud (2006) dan Ginwal et al. (2004) dan
34
Raden et al. (2008) yang menyatakan bahwa semakin banyak cabang produktif yang dihasilkan pada tanaman jarak pagar maka buah dan biji yang dihasilkan akan semakin banyak pula. Selanjutnya, Ferry (2006) menyatakan bahwa jumlah cabang primer yang perlu dipelihara untuk mendukung produksi yang tinggi pada tanaman jarak pagar adalah 3–5 cabang primer. Kandungan Minyak Biji Jarak Pagar Genotipe berpengaruh signifikan terhadap kandungan minyak biji, tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar minyak kernel jarak pagar. Kandungan minyak berbasis biji tertinggi dicapai oleh genotipe Lombok Tengah (32.61%) dan terendah genotipe Sumbawa Besar (26.21 %). Kadar minyak kernel berkisar antara 48.89-53.34% (Tabel 10). Tabel 10. Rata – rata peubah kadar minyak dan hasil minyak jarak pagar. Minyak kernel Hasil minyak biji/ha Minyak biji (%) (Kg) (whole seed) (%) IP – 1A 29.25 ab 48.89 278.12 a IP – 1M 27.86 ab 50.26 85.59 ab IP – 2P 28.93 ab 49.54 293.44 a Lombok Timur 29.59 ab 52.73 18.45 c Lombok Barat 31.34 ab 52.42 31.11 b Lombok Tengah 32.61 a 53.34 25.67 b Sumbawa Besar 26.21 b 49.30 58.23 ab Bima 29.83 ab 49.71 13.05 c Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT α : 0.05. Genotipe
Tabel 4 dan 10 menunjukkan bahwa terjadi kecenderungan tanaman yang memiliki jumlah cabang, baik cabang primer, sekunder maupun cabang produktif yang banyak mempunyai kandungan minyak biji yang lebih rendah dibandingkan dengan yang memiliki cabang lebih sedikit, tetapi setelah dikonversikan ke satuan hektar hasil minyak yang diperoleh tanaman yang cabang banyak memiliki hasil minyak biji per hektar lebih tinggi (Tabel 10).
35
PEMBAHASAN UMUM Tanaman jarak pagar secara alami mempunyai pola pertumbuhan cabang secara spiral, tipe percabangan yang tumbuh dari tunas terminal yang sedang berbunga
dichotomus
(membagi
dua),
berbunga
terminal
dan
bersifat
indeterminate (Raden 2009). Sudut cabang jarak pagar berkisar antara 40-450, dengan demikian menunjukkan bahwa arah tumbuh atau sifat percabangan jarak condong ke atas (patens). Tjitrosoepomo
(2005) menyatakan bahwa cabang
dengan batang pokok membentuk sudut kurang lebih 450 disebut condong ke atas. Jika tanaman memiliki sedikit cabang primer, maka tipe pertumbuhan tampak tegak. Namun bila cabang primer banyak, maka tipe pertumbuhan tampak seperti semak dan kondisi ini hampir ditemukan pada semua ekotipe. Jika tanaman hingga berumur dua tahun dan tidak dilakukan pemangkasan, akan menimbulkan tinggi tanaman bervariasi di antara ekotipe, namun secara umum tanaman memiliki tinggi sedang antara 1-2 m dan yang terendah ditemukan pada ekotipe IP–2P, IP–1A dan IP–1M. Ukuran diameter batang suatu ekotipe atau provenan akan bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah cabang (batang) primer. Hal ini disebabkan percabangan primer banyak terbentuk dipangkal batang yang dekat permukaan tanah. Sistem percabangan pada jarak pagar tidak beraturan. Cabang sekunder tumbuh dan berkembang pada batang utama dekat permukaan tanah (pangkal batang - akar) sehingga sering dijumpai pada tanaman dan sulit dibedakan batang utama dengan cabang primer. Dan perpanjangan cabang primer terhenti setelah terbentuk bunga pada bagian terminal cabang tersebut (Tjitrosoepomo 1987). Tajuk merupakan refleksi dari pola pertumbuhan batang tanaman, sistem percabangan, stuktur dan distribusi daun, tempat induksi pembungaan dan buah atau pembentukan pucuk terminal (Halle et al. 1987). Pemangkasan batang utama dapat mengubah bentuk dan ukuran tajuk atau model tajuk tanaman jarak pagar. Model tajuk ini terbentuk seperti payung dan menyebar dan perubahan model tajuk ini merupakan indikasi dari struktur visual (view) bentuk pohon yang merefleksikan perilaku bentuk pohon akibat dominasi apikal. Tanaman yang dipangkas batang utamanya akan kehilangan dominasi apikal karena pengendali tunas apikal dihilangkan dari pucuk batang utama sehingga tunas - tunas lateral
36
dapat tumbuh dan berkembang menjadi cabang tanaman. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Raden
(2009) dan Marini
(2003) yang
berpendapat bahwa pemangkasan pucuk batang utama dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan vegetatif dekat bagian yang dipangkas. Pemangkasan merangsang pertumbuhan tunas lateral. Tumbuhnya tunastunas lateral ini posisinya tepat pada posisi pangkas pucuk batang utama, dengan panjang tunas lateral yang relatif tidak begitu jauh berbeda cabang bagian bawah lainnya. Hasil penelitian Raden
dengan cabang-
(2009) menunjukkan
bahwa tanaman kontrol (tidak dipangkas) atau yang dipangkas tunas apikalnya maka model tajuk terbentuk seperti kerucut. Wilson (2000) dan Cline (1997) menyatakan bahwa arsitektur tajuk tanaman pohon dikendalikan oleh dominasi apikal. Model pangkasan batang utama dengan ketinggian 30 cm ini dapat menyebabkan penetrasi cahaya yang masuk ke dalam kanopi tanaman lebih tinggi dan dapat memperbaiki sirkulasi udara dalam kanopi tanaman serta mengurangi kelembaban udara di bawah pohon tanaman jarak pagar. Kondisi ini dapat mengurangi serangan hama dan penyakit, hal berhubungan dengan pergerakan udara kering sepanjang kanopi tanaman. Menurut Marini (2003) cahaya sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk perkembangan tunas, bunga, fruit set, serta pertumbuhan dan perkembangan buah. Hal ini diasumsikan bahwa semakin tinggi jarak pangkasan dari permukaan tanah, maka induksi jumlah cabang yang akan dihasilkan semakin banyak pula. Ini terjadi karena batang utama yang lebih tinggi dari permukaan tanah memiliki tunas-tunas lateral (axillary bud) lebih banyak dibandingkan dengan batang utama yang dipangkas lebih pendek dari permukaan tanah. Disamping itu pula yang terjadi pada diameter batang yang menunjukkan perubahan bahwa semakin tinggi pangkasannya dari permukaan tanah memiliki diameter batang yang lebih besar pula. Hal ini berhubungan erat dengan karakter batang utama tanaman untuk mendukung percabangan yang banyak (Tabel 4). Dengan percabangan tanaman yang terbentuk, baik tanaman yang melalui pemangkasan batang utama, selain merubah model struktur pohon juga dapat membawa dampak positif terhadap pertumbuhan generatif
khususnya bunga,
buah dan biji tanaman jarak pagar. Tanaman ini berbunga terminal,
37
produktivitasnya berkorelasi positif dengan jumlah cabang tanaman, karena semakin banyak jumlah cabang primer dan sekunder, maka produksi buah dan biji semakin tinggi pula, akan tetapi berdasarkan hasil penelitian ini tidak semua cabang primer yang terbentuk dapat menghasilkan bunga dan buah. Bunga pertama terinduksi dari pucuk cabang primer dengan cukup membutuhkan daun rata - rata 7-15 daun, induksi bunga ke dua kembali terjadi pada (terminal 2), demikian dan seterusnya induksi bunga ke-3 (terminal 3) dan ke-4 (terminal 4) terjadi pada cabang sekunder yang sama jika kondisi cabang pertumbuhannya baik (vigor). Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan bunga pada masing – masing terminal (bunga dalam satu tandan) akan terjadi dalam satuan waktu yang tidak bersamaan oleh karena itu dapat menyebabkan waktu panen yang tidak serempak. Sebelum Pemangkasan Hasil menunjukkan bahwa tanaman jarak pagar yang ditanam tanpa diberikan perlakuan (alami) pada percobaan pertama ternyata memberikan produksi yang cukup rendah seperti genotipe IP–1A (87.7 kg per ha) dan IP-2P (73.4 kg per ha). Hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kondisi tanaman (alami). Kondisi lingkungan dengan curah hujan yang terlalu tinggi rata–rata curah hujan 337.6 mm per bulan, suhu harian antara 23.0oC–31.6oC, jumlah rata– rata bulan basah 12 bulan per tahun dan angin cukup kencang sehingga menyebabkan bunga yang terbentuk menjadi gugur (rontok). Disamping itu karena dengan kondisi tajuk tanaman yang terlalu rimbun atau lebih banyak dan jumlah daun yang banyak akan berpengaruh terhadap mikroklimat kurang baik di sekitar kanopi, penetrasi cahaya masuk lebih rendah akan berdampak terhadap produksi jumlah buah, jumlah biji dan bobot biji per tanaman. Hasil penelitian Arisanti (2010) pada tahun pertama (tanpa pemangkasan) pengujian genotipe sama pada tempat yang sama menunjukkan produktivitas IP2P 558.33 kg/ha dan IP-1A 295.83 kg/ha. Hasil penelitian Santoso et al. (2008) pada tahun pertama di Lombok menunjukkan genotipe IP-1A ini memiliki produksi 656.5 kg/ha, Lombok Timur 376.3 kg/ha, Lombok Tengah 351.7 kg/ha, Sumbawa Besar 551.1 kg/ha dan Bima 604.7 kg/ha. Raden (2009) melaporkan
38
hasil tahun pertama di daerah Bogor untuk ekotipe Lombok Barat 272 kg biji kering per ha. Setelah Pemangkasan Data hasil mengindikasikan bahwa pemangkasan total dengan tinggi pangkasan 30 cm dari batang utama dan cabang yang dipelihara antara 3-5 cabang pada genotipe IP-2P dan IP-1A dapat meningkatkan produksi jumlah buah per tanaman (29.1 dan 15.9), jumlah biji per tanaman (906.3 dan 640.7), bobot kering biji per tanaman (498.46 g dan 365.20 g), bobot kering biji per petak (4.87 kg dan 4.56 kg) dan bobot kering biji per hektar (1014.2 kg dan 949.2 kg). Hal ini sejalan dengan pendapat Mahmud (2006), Raden (2009), Ginwal et al. (2004) yang menyatakan bahwa semakin banyak cabang produktif yang dihasilkan pada tanaman jarak pagar maka buah dan biji yang dihasilkan akan semakin banyak pula. Hal ini terjadi karena telah menyederhanakan bentuk tajuk, mengurangi kompetisi antar organ, antagonisme pertumbuhan vegetatif dan generatif serta keseimbangan alokasi asimilat dalam menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman serta mengarahkan strategi pertumbuhan dan perkembangan ke arah yang menguntungkan sehingga produktivitas tinggi. Selain itu pada percobaan setelah pemangkasan faktor curah hujan lebih rendah dan angin berkurang jika dibanding dengan tahun 2010. Pemangkasan cabang utama secara nyata pada beberapa genotipe dapat menunda waktu pembungaan tanaman. Tertundanya waktu pembungaan ini disebabkan tanaman jarak pagar membutuhkan waktu untuk menginduksi pertumbuhan tunas – tunas vegetatif baru terutama cabang lateral sehingga waktu berbunga lebih lambat. Coombs et al. (1994) menyatakan bahwa tanaman yang dipangkas menyebabkan pohon menunda pembungaan karena tanaman tersebut memerlukan waktu untuk membentuk kerangka (frame) kanopi. Secara umum persentase cabang berbunga dan jumlah buah per tandan lebih rendah dari tanaman sebelum dipangkas (alami), hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua cabang yang dipangkas total akan menghasilkan bunga dan buah. Produksi tanaman jarak pagar bervariasi, tergantung kondisi kesuburan tanah dan iklim. Ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap produktivitas
39
tanaman jarak pagar. Percobaan dilakukan pada tanah yang bersifat masam dengan pH 5.0 dengan kriteria sifat kimia tanah C.organik, N, P205 dan K rendah. Sementara itu KTK dan KB termasuk kriteria rendah serta hasil susunan kation hasil analisis sampel tanah menunjukkan bahwa Ca tinggi, Mg rendah, K kriteria rendah dan Na pada kriteria rendah pula. Kondisi tanah tersebut menggambarkan bahwa kesuburan tanah tempat penelitian termasuk dalam kriteria rendah (Tabel 1). Kandungan Kadar Minyak Jarak Pagar Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kandungan minyak (rendemen) yang dihasilkan oleh ke delapan provenan adalah 29.45 %. Nilai tersebut jika dibandingkan dengan rendemen yang dihasilkan dari penelitian Hasnam et al. (2008) pada populasi komposit IP-2A hasil seleksi massa populasi IP-1A kadar minyak 31% - 32%, IP-2P hasil seleksi massa populasi IP-1P 32% 34%, dan IP-2M hasil seleksi massa populasi IP-1P 31% - 32% menunjukkan nilai hampir sama. Jumlah buah banyak pada suatu tanaman akan menyebabkan ukuran dan bobot per buah berkurang (Forshey 1986) dan komponen kualitas buah menurun (McFadyen et al.
1996). Selanjutnya, Leon et al.
(2003)
menyatakan hasil minyak suatu tanaman ditentukan oleh jumlah biji per tandan atau per malai dan bobot biji. Cara panen dilakukan dengan memetik buah yang telah berwarna kuning. Hal ini sangat relevan dengan hasil penelitian Yeyen et al. (2006) bahwa tingkat kemasakan buah memberikan kadar minyak yang paling tinggi. Raden (2009) melaporkan kandungan minyak biji jarak untuk tahun pertama panen berkisar 30.39 % - 34.43 %. Santoso (2009) melaporkan bahwa persentase kandungan minyak pada musim kemarau lebih tinggi dibanding dengan pada musim hujan. Arisanti (2010) melaporkan bahwa kadar minyak biji pada panen pertama tertinggi dicapai oleh genotipe Lombok Tengah (36.00 %). Produktivitas tanaman tergantung dari sifat genetik tanaman, kondisi iklim dan tanah setempat serta input produksi yang diberikan (Wiesenhutter 2003). Jika rendemen minyak sebesar 35% dan produktivitas 6-10 ton/ha, maka setiap hektar lahan diperoleh 2.1-3.5 ton minyak per hektar per tahun.
41
SIMPULAN
Genotipe IP-2P dan IP-1A merupakan genotipe yang memiliki keunggulan untuk dikembangkan di daerah beriklim basah. Sebelum pemangkasan produktivitas genotipe IP–2P mencapai 73.4 kg per ha, setelah pemangkasan produktivitas IP–2P mencapai 1014.2 kg per ha. Produktivitas genotipe IP–1A sebelum pemangkasan 87.7 kg per hektar dan setelah pemangkasan 949.2 kg per ha. Rendemen minyak biji jarak pagar yang diperoleh berkisar antara 26.21–32.61 %, sedangkan berdasarkan kernel 48.89–53.34 %. Genotipe Lombok Tengah menghasilkan kadar minyak tertinggi (32.61 %). IP-2P setelah pemangkasan dapat menghasilkan minyak 293.44 kg per ha sedangkan IP-1A menghasilkan minyak 278.12 kg per ha.
43
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah A. 2006. Biodisel Jarak Pagar (Bahan Bakar Alternatif Ramah Lingkungan). PT Agromedia Pustaka, Jakarta. Anonim 2005. Scientific Exchange Studi Sistem Produksi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Bioenergi di India. Laporan Tim Scientific Exchange. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Arisanti Y. 2010. Analisis karakter agronomi dan pola pita isozim jarak pagar (Jatropha curcas L.) di daerah beriklim basah. Thesis Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Arivin AR, Fauzi, Allorerong D, Mahmud Z, Effendi DS, Sumanto, Syahrizal 2006. Karakteristik fisik lingkungan daerah pertanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Desa Cikeusik-Banten. Makalah disampaikan dalam Lokakarya II Status Teknologi Jarak Pagar. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Depertemen Pertanian, Jakarta (tidak dipublikasikan). Becker, Makkar HPS. 1999. Jatropha and Moringa. Source of Renewable Energy for Fuel, Edible Oil, Animal Feed and Pharmaceutical Product – Ideal Trees for Increasing Cash Income. Presented at the World Bank Environment Forum. Dagdeburg. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia Minyak Kelapa Sawit. SNI 01-2891-1992. Jakarta: BSN. Cline MG. 1997. Concepts and terminology of apical dominance. Am. J. Bot. 8 4:1064-1069. Coombs DP, Blackburne-Maze P, Cracknell M, Bentley R. 1994. The Complete Book of Pruning. Ward Lock. 224p. Daryanto A. 2005. Analisis Kebijakan Pemerintah di Bidang Energi: Penanaman Jarak Pagar sebagai solusi alternatif Pengadaan Sumberdaya Energi Terbarukan Seminar Nasional”Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn) untuk Biodisel dan Minyak Bakar” Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi-LPPM IPB, Kampus IPB Gunung Gede, Bogor.22 Desember 2005. Dwary A, Pramanick B. 2006. Jatropha – a biodiesel for future. Everyman’s Sci.XL. 430-432. Felter HW, Llyod JU. 1998. Curcas Pergans – Purging-Nut. Henriette’s Herbal Homepage.http://www.henriettesherbal.com/eclectic/king/curcas-purg.html [September 2006].
44
Ferry Y. 2006. Menghitung perkiraan produksi jarak pagar. Info Tek. Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol.1(2) Februari 2006. Foidl N, Foidl G, Sanchez M, Mittelbach M, Hackel S. 1996. Jatropha curcas as source for production of biofuel in Nicaragua. Biores.Technol 58:77-82. Forshey CG. 1986. Chemical fruit thinning of apples. New Yorks Food and Life Sci. Bull.116:1-7. Garnayak DK, Pradhan RC, Naik SN, Bhatnagar N. 2008. Moisture-depedent physical properties of Jatropha seed (Jatropha curcas L.). Industrial crops and pruducts:27:123-129. George AP, Morley Bunker MJ, Nissen RJ, and Collins RJ. 1993. Effect of pollination and irradiance on fruiting of persimmon (Diospyros kaki L.) in subtropical Australia. J. Hort. Sci 68:54-447. [GFU] Global Facilitation Unit for Underutilized Species and [GTZ] Deutsche Gesellschaft fur Techinsche Zusammenarbeit, GmbH. 2004. Case Study “Jatropha curcas”. Hartlieb Euler, David Gorris, Hagenstr.16 Frankfurt April 2004. Germany. Gifford RM, Thome JH, Hitz WD, and Giaquinta RT. 1984. Crop productivity and photoassimilate partitioning. Scince.225:801-808. Ginwal HS, Rawat PS, Srivastava RL. 2004. Seed sources variation in growth performance and oil yield of Jatropha curcas Linn. In central India. Silvae Genetica 53,4:186-192. Gubitz GM, Mittelbach M, Trabi M. 1999. Exploitation of the tropical oil seed plant Jatropha curcas L. Biores. Technol.67:73-82. Guillermo AAD, Aguirrezabel LAN, Andrade FH, and Pereyra VR. (2000). Solar radiation intercepted during seed filling and oil production in two sunflower hybrids. Crop Sci. 40:1637-1644. Halle MG, and Orcutt DM. 1987. The Physiology of Plant Under the Stress. John Willey and Son, New York.206p. Hambali E, Suryani A, Dadang, Hariyadi, Hanafie H, Reksowardojo IK, Rivai M, Ihsanur M, Suryadarma P, Tjitrosoemito S, Soerawidjaja TH, Prawitasari T, Prakoso T, Purnama W. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodisel. Penebar Swadaya.132 hal. Hariyadi 2005. Sistem budidaya tanaman jarak pagar(Jatropha curcas L.) Prosiding Seminar Nasional: Pengembangan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Biodisel dan Minyak Bakar. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi.Institut Pertanian Bogor.22 Desember 2005. Hartmann HT, Kester DE, Davies Jr FT, Geneve RL. 2002. Plant Propagation: Principles and Practices. Printice Hall Inc. 770p. Hasnam dan Hartati. 2006. Penyediaan benih unggul harapan jarak pagar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta 11-12 April 2006.
45
Hasnam, Mahmud Z. 2006. Pedoman Umum Perbenihan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departamen Pertanian. Hasnam, Syukur C, Hartati RS, Wahyuni S, Pranowo D, Susilowati E, dan Purlani E, dan Heliyanto B. 2007. Pengadaan bahan tanaman jarak pagar di Indonesia; desa mandiri energi serta strategi penelitian di masa datang. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Jarak Pagar III di Balittas Malang, 5 November 2007. Hasnam, Syukur C, Hartati RS, Wahyuni S, Pranowo D. Susilowati E, dan Purlani E. 2008. Populasi komposit jarak pagar (Jatropha curcas L.). Diskripsi populasi Komposit IP-2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. Henning R. 2000. The Jatropha Booklet. A guide to the Jatropha system and Its Dissemination in Zambia, produced for GTZ- Suport- Project Southern Province, Zambia.http//www.jatroph.de/documents/jcl-booklet.pdf[Januari 2006]. Henning R, Heller J. 2007. “ The Jatropha system” Production and use of the oil Jatropha curcas L. For rural income generation, as raw material and as renewable energy-researh aspects. Expert meeting Jatropha. Brussels 7 December 2007. www.jatropha.de [diakses 13 Mei 2011]. Heller J. 1996. Physic nut. Jatropha curcas L. Promotion The Conservation and Use of Underutilized and Neglected Crop 1. International Plant Genetic Resources Institute. Rome.66p. Jackson JE. 1980. Light interception and utilization by orchard systems. Hort.Rev. 2:208-267. Jongschaap REE. 2008. A to Z of Jatropha curcas L. Claims and facts on Jatropha curcas L. Wageningen UR-Plant Research International, Wageningen, The Netherlands. www.jatropha.wur.nl [Desember 2008]. Jones N, and Miller. 1992. Jatropha curcas . A Multipurpose Species for Problematic Sites. The World Bank Report. Asia Technical Department. Agriculture Division. Kadiman K. 2006. Pengembangan teknologi bioenergi di Indonesia. Seminar Nasional Pengembangan dan Pemanfaatan Jarak Pagar Sebagai Bio-energi di Indonesia. Hotel Shangri-la, Jakarta 25 Februari 2006. Kaushik N, Kumar K, Kumar S, Roy S. 2007. Genetic variability and divergence studies in seed traits and oil content of Jatropha (Jatropha curcas L.) accessions. Biomass and Bioenergy 31:497-502. Keraf S. 2006. Kebijakan Energi Nasional. Seminar Nasional Pengembangan dan Pemanfaatan Jarak Pagar sebagai Bio-energi di Indonesia. Hotel Shangri-la, Jakarta 25 Februari 2006. Krisnamurthi B. 2006. Pengembangan bahan bakar nabati/BBN (Biofuel) dan kebijakan diversifikasi energi. Lokakarya Status Teknologi Budidaya Jarak
46
Pagar”Teknologi dan Benih Unggul Harapan Indonesia”. Puslitbang Perkebunan-Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kumar A, Sharma S. 2008. An evaluation of multipurpose oil seed crop for industrial uses (Jatropha curcas L.): A review. Industrial Crops and Products 28:1-10. Kusdiana D. 2008. Kondisi riil kebutuhan energi di Indonesia dan sumbersumber energi alternatif yang terbarukan. Makalah dalam Seminar HKI: Strategi Penelitian Berbasis Paten untuk Sumberdaya Energi Terbarukan. Direktorat Riset dan Kajian Strategi Institut Pertanian Bogor. Lakso AN. 1994. Apple.In: B. Schaffer, P. Andersen (eds). Handbook of Environmental Physiology of Fruit Crops. 1-Temperate Crops. CRC Press Unv.of Florida. Boca Raton,FL.P3-35. Lakso AN, and Corelli-Grappedelli L. 1992. Implication of pruning and training practice to carbon partitioning and fruit development in apple. Acta Hort. 322:321-329. Lambers H. 1987. Does variation in photosynthetic rate explain variation in growth rate and yield. Neth. J. Agric. Sci. 35:505-519. Lapanjang I. Purwoko BS, Hariyadi, Budi SW, Melati M. 2008. Evaluasi beberapa ekotipe jarak pagar (Jatropha curcas L.). untuk toleransi cekaman kekeringan. Bul.Agron. 36:2, Desember 2008. Leon AJ, Andrade FH, Lee M. 2003. Genetic analysis of seed oil concentration across generation and environments in sunflower. Crop Sci.43:135-140. Liu HF, Kirchhoff BK, Wu GJ, Liao JP. 2007. Microsporogenesis and male gametogenesis in Jatropha curcas L. Journal of Torrey Botanical Society 134(3):335-343. Mahmud Z. 2006. Pemangkasan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) Info Tek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Vol.1 (6), juni 2006. Mahmud Z, dan Rivaie AA. 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Edisi-2. Jakarta Deptan. Bogor, hal.35. Mahmud Z, dan Rivaie AA. 2006. Kultur teknis jarak pagar. (Jatropha curcas L.). Makalah pada Lokakarya Status Teknologi Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta, 11−12 April 2006. 8 hlm. Mandal R. 2005. Energy – Alternatif Solution for India’s Needs : Bio-diesel. www.jatropha.de/schmook1.htm [September 2005]. Manurung R. 2006. Minyak jarak pagar murni (Pure Jatropha Oil) bahan baku pengganti bahan bakar minyak. Seminar Nasional Pengembangan dan
47
Pemanfaatan jarak pagar sebagai Bio-energi di Indonesia. Hotel Shangrila, Jakarta 25 Februari 2006. Marini RP. 2003. Physiology of pruning fruit tress. Virginia Cooperative Extension. P422 – 025. McFadyen LM, Hutton RJ, and Barlow EWR. 1996. Effect of crop load on fruit water relation and fruit growth in peach. J. Hort. Sci. 71(3):469-480. Mowat AD, George AP. 1994. Ecophysiology of persimmon. In Schaffer, B and P. Andersen (eds) Handbook of Environmental Physiology of Fruit Crop CRC Press. Inc., Boca Raton, Florida, USA,p32-209. Mulyani A. 2007. Karakteristik dan evaluasi kesesuaian lahan untuk pengembangan jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Indonesia. Dalam : Solusi Miskelola Tanah dan Air untuk Memaksimalkan Kesejahteraan Rakyat. Prosiding Kongres Nasional IX Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI); Yogyakarta 5-7 Desember 2007.p819-836. Nurcholis M, Sumarsih S. 2007. Jarak Pagar dan Pembuatan Biodisel. Yogyakarta: Kanisius.83p. Okabe T, Somabhi M. 1989. Eco-physiological studies on drought tolerant crops suited to the Northeast Thailand. Technical Paper No.5. Agricultural Development Research Center in Northeast Thailand. Moe Din Daeng, Khon Kaen 40000, Thailand. Openshaw K. 2000. A review of Jatropha curcas: an oil plant of unfulfilled promise. Biomass Bioenergy 19:1-15. Pranowo D, Herman M, dan Ferry Y. 2007. Pengaruh pengolahan tanah dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan produksi awal jarak pagar. Lokakarya II Status Teknologi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.), Bogor, 29 Nopember 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. hlm 23 - 26. Prihandana R, Hendroko R. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Penerbit PT Agromedia Pustaka, Jakarta. 82 hal. Puslitbang Perkebunan, 2006. Panduan Umum Perbenihan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Ed.2. Pusat penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. Hal:36. [Pustibangbun] Pusat Penelitian dan Perkembangan Perkebunan 2006. Petunjuk Teknis Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor. [Pustibangbun] Pusat Penelitian dan Perkembangan Perkebunan 2006. Informasi Teknologi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Vol.1. No. 6. Juni 2006. http//www.puslitbangbun.deptan.go.id. [Diakses 6 Juni 2011]. Quinn M. 2005. Jatropha curcas – The Power Plant. Enhancing International Cooperation on Biomass. Paper in 5th Global Forum on Sustainable Energy. Vienna,11-13 May 2005.
48
Raden I. Purwoko BS, Hariyadi, Ghulamahdi M, Santosa E. 2008. Karakteristik daun jarak pagar (Jatropha curcas L.) dan hubungannya dengan fotosintesis. Bull. Agron. (36) (2): 168-175. Raden I. 2009. Hubungan arsitektur tajuk dengan fotosintesis, produksi dan kandungan minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.) Disertasi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Ramaiah PK., and Venkantaramanan D. 1987. Coffea,.In M.R.Sethuraj, A.S. Raghavendra (eds). Tree Crop Physiology. Elsevier, Amsterdam. P247-262. Rijssembeek W. 2006. Jatropha Planting Mannual. Handbook on Jatropha curcas. FACT Foundation. www.fact-fuels.org [September 2006]. Ryugo K. 1988. Fruit Culture : Its Science and Art. John Wiley and Sons. New York, 344p. Salisbury FB, and Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid 2.(Terjemahan Diah R. Lukman dan Sumaryono). Bandung : ITB. 173p. Santoso BB, Purwoko BS. 2008a. Pertumbuhan bibit tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) pada berbagai kedalaman dan posisi tanam benih. Bull.Agron.Vol. 36. No.1. p:70-77. Santoso BB, Hasnam, Hariyadi, Susanto S, dan Purwoko BS. 2008. Potensi hasil jarak (Jatropha curcas L.) pada tahun pertama budidaya di lahan kering Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Bul.Agron.36:161-167. Sirisomboon P, Kitchaiya P, Pholpho T, Mahattanyavanich W. 2007. Physical and mechanical properties of Jatropha curcas L. fruits, nuts and kernel. Biosystems Engeneering 97:201-207. Stuttle GW, and Martini GC. 1986. Effects of light intensity and carbohydrate reserves on frowering in olive. J. Amer. Soc.Hort. Sci. 111(1):27-31. Tim Jarak Pagar. 2006. Buku saku, Tanya Jawab Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Rajawali Nusantara Indonesia. Tim Peneliti. 2006. Uji Adaptasi Jarak Pagar di Kabupaten Kutai Kartanegara. Kerjasama Universitas Kutai Kartanegara dan Balitbangda Kukar. Universitas Kutai Kartanegara, Tenggarong, Kalimantan Timur. Tjitrosoepomo G. 1987. Morfologi Tumbuhan.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 268p. Tjitrosoepomo G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. 266p. Widodo WD. 1995. Pemangkasan Pohon Buah – Buahan. Penebar Swadaya Jakarta. Hal.103. Wiesenhutter J. 2003. Use of Physic Nut (Jatropha curcas L.) to Combat Desertification and Reduce Proverty. Deutsche Gesellschaft for Technische Zusammenarbelt (GTZ).Comvention project to combat desertification. www.gtz.de/desert. [Diakses 27Desember 2009].
49
Wilson BF. 2000. Apical control of branch growth and angle in woody plants. Amer. J. Bot. 87:601-607. Wisnubroto S, Aminah SL, Nitisapto M. 1983. Asas-Asas Meteorologi Pertanian. Ghalia Indonesia. Jakarta. 171p. Wunsche JN, and Lakso AN. 2000. The relationship between leaf area and light interception by spur and extension shoot leaves and apple orchard productivity. HortScience 35:1202-1206. Yeyen PW, Joko H, Rusmim M. 2006. Pengaruh tingkat kemasakan buah jarak pagar terhadap kadar minyak. Infotek Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Puslitbang Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol.1.No.6.
LAMPIRAN
51
Lampiran 1. U
Denah Penelitian
S
A1
A3
A2
A6
A4
A5
A7
A8
Blok I
A6
A5
A4
A3
A7
A8
A2
A1
Blok II
A2
A6
A5
A1
A4
A3
A8
A7
Blok III
Kemiringan lahan
Jalan
3m
♣
2m
♣
♣
♣
2m
3m
♣
2m
♣
♣
♣
2m
♣
♣
♣
♣
♣
♣
♣
♣
♣
♣
♣
♣
♣
♣
♣
♣
5 m
Keterangan : A1 : IP -1A, A2 : IP – 1M , A3 : IP – 2P, A4 : Lombok Timur , A5 : Lombok Barat A6:LombokTengah, A7: Sumbawa Besar, A8 : Bima.
52
Lampiran 2. Prosedur analisis kandungan minyak jarak pagar dengan metode Soxhlet Bahan
: heksana, kapas, dan kertas saring
Alat
: Timbangan, blender, labu sox hlet, dan Oven
Langkah Kerja : a. Timbang 5 gram sampel biji kering jarak pagar yang telah dihaluskan dengan menggunakan blender/grinder b. Biji yang telah dihaluskan tersebut diletakan di atas kapas yang beralaskan kertas saring dan kemudian mengulung membentuk thimble c. Kemudian gulungan yang membentuk thimble yang berisi biji yang telah dihaluskan tersebut dimasukkan ke dalam soxhlet berulang-ulang hingga 60 x (agar sempurna). d. Ekstraksi dilakukan selama 90 menit dengan suhu 80 - 1000C dengan menggunakan pelarut lemak berupa heksana sebanyak 150 ml e. Setelah 2 jam lemak yang terekstraksi dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 150 ml f. Erlenmeyer di masukkan ke dalam oven selama 1 – 1.15 menit dengan suhu 100oC selama 1 jam. g. Setelah dikeluarkan dari Oven Erlenmeyer didinginkan dalam desikator selam 30 menit kemudian ditimbang. Analisis minyak berbasis biji (dengan kulit biji) % kandungan minyak biji = Bobot lemak terekstraksi x 100% Bobot sampel kering biji Analisis minyak berbasis kernel (tanpa kulit biji) % kandungan minyak kernel = Bobot lemak terekstraksi x 100% Bobot sampel kernel
Alat Soxhlet
Lampiran 3. BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI DRAMAGA BOGOR Lokasi : Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor Lintang : 6031’LS Bujur : 106044’BT Elevasi : 201 m Januari 2010 – Desember 2010 Bulan
Jan. Feb. Mar. Apr. Mei. Juni. Juli. Agst. Sept. Okt. Nop. Des Jumlah Rata-rata
R2 (0C)
Temperatur Max (oC) Min (oC)
Kelembaban udara (%
Penyinaran matahari (Cal/Cm2/mnt)
KA
Curah hujan (mm)
RT2
RT2
RT2
RT2
Lama
Intenst
Km/J
RR
25.3 25.9 26.0 27.1 26.7 25.9 25.8 25.8 25.3 25.4 25.0 25.5 309.7 23.8
30.2 31.8 31.8 33.2 32.7 31.2 31.5 31.8 31.4 31.5 31.6 30.3 379 31.6
22.9 23.3 23.0 23.2 23.7 23.1 22.9 22.7 22.8 22.7 23.2 22.9 276.4 23.0
88 85 86 77 84 86 84 84 84 86 82 83 1009 84
39 57 56 78 54 54 63 69 61 54 47 37 669.0 55.7
223 254 240 257 254 253 272 317 355 356 315 201 3297.0 275
2.0 1.8 2.7 2.6 2.7 2.1 2.4 2.6 2.3 2.1 2.0 2.4 27.7 2.3
252.0 460.7 414.5 42.9 330.9 303.4 270.4 477.6 601.0 436.2 284.3 177.3 4051.2 -
53
Lampiran 4. BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI DRAMAGA BOGOR
Januari 2011 – September 2011
Bulan
RT-2 25.4 25.6 25.7 25.8 26.1 26.1 26.2 25.8 25.3 232 25.78
MAX 29.6 30.5 30.9 31.8 32.0 32.2 32.2 31.8 31.4 282.4 31.38
Kelembaban nisbi (%) MIN 22.8 22.6 22.8 23.0 23.0 22.5 30.9 22.7 22.8 213.1 23.68
RT2 83 79 82 84 84 80 82 84 84 742 82.44
Penyinaran matahari 8 jam (%) 33 37 35 46 51 66 47 69 61 445 49.44
Kecepatan angin Intensitas Cal/cm2/mnt km/jam 232 2.2 283 1.9 280 1.9 317 1.9 300 1.5 307 1.6 318 1.9 318 2.6 357 2.4 2712 17.9 301.33 1.98
Curah hujan (mm) HH 16 16 26 24 24 16 16 17 16 171 -
RR 203 86 140 278 361 275 202 142 106 1793 -
54
Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agts. Sept. Jumlah Rata-rata
Temperatur (ºC)
55
Lampiran 5. Kuadrat tengah karakter kuantitatif peubah buah pada beberapa genotipe jarak pagar. Sumber
db
keragaman
Jumlah
Jumlah
Bobot buah rata-
buah/tanaman
biji/tanaman
rata (g)
Kelompok
2
4.12tn
783.43tn
10.95tn
Genotipe
7
3.11tn
1019.48*
11.09 *
Galat
14
1.91
418.60
3.32
Keterangan : *= berbeda, tn= tidak berbeda pada taraf nyata 5%.
Lampiran 6. Kuadrat tengah karakter kuantatif peubah bobot biji pada delapan genotipe jarak pagar. Kuadrat tengah Sumber Keragaman
db
Bbt basah biji(g)
Bbt 100 biji(g)
Bbt kering biji(g)
Bbt kering biji/ tan.
Bbt kering biji/petak (g)
Bbt kering biji/ ha (kg)
Kelompok
2
0.13tn
24.55tn
0.06tn
509.45tn
73362.02tn
1530.02tn
Genotipe
7
0.15*
34.80tn
0.09tn
503.20*
72463.43*
1547.99tn
Galat
14
0.04
36.25
0.02
184.16
26520.01
784.40
Keterangan : *= berbeda, tn= tidak berbeda pada taraf 5 %, Bbt = bobot.
Lampiran 7. Kuadrat tengah karakter kuantitatif cabang pada delapan aksesi jarak pagar Kuadrat tengah
Sumber Keragaman
db
JCP 12 HSP
Kelompok
2
Genotipe Galat
0.23tn
JCS 12 HSP 0.68tn
7
4.46tn
14
1.72
PC III (cm)
PC VI (cm)
PC VIII (cm)
PC X (cm)
1.02tn
20.84tn
9.62tn
16.55tn
0.14tn
2.03*
0.43tn
13.02tn
33.9tn
73.82tn
0.68*
0.93
0.63
42.26
67.8
123.7
0.03
CP
Keterangan : *=berbeda pada taraf 5%, tn = tidak beda nyata pada taraf 5 %; JCP=Jumlaah cabang primer, JCS=jumlah cabang sekunder, PC=panjang cabang, HSP= Hari setelah dipangkas.
56
Lampiran 8. Kuadrat tengah sifat kuantitatif diameter cabang pada delapan genotipe Sumber Keragaman
Kuadrat tengah db
D C III MSP (cm)
D C VI MSP(cm)
D C VIII MSP (cm)
DCX MSP (cm)
Kelompok 2 1585.3tn 0.082tn 0.06tn 0.04 tn Genotipe 7 1393.8tn 0.01 0.005 * 0.03 * Galat 14 1321.48 0.02 0.03 0.02 Keterangan : tn = tidak beda nyata pada taraf 5 %; DC=Diameter cabang , MSP= Minggu setelah dipangkas.
Lampiran 9. Kuadrat tengah karakter kuantitatif daun pada delapan aksesi jarak pagar Kuadrat tengah Sumber Keragaman
db
JD II HSP (cm)
Kelompok Genotipe Galat
2 7 14
9.43tn 22.02 tn 21.19
JDIII HSP (cm) 18.99tn 35.36tn 32.82
JDIV HSP (cm)
JDVI HSP (cm)
JDVII HSP (cm)
733.93tn 904.14tn 1443.9
52.35tn 7.54 tn 47.55
2052.98 tn 292.27 tn 255.81
JD X HSP (cm) 8.22tn 391.58 * 198.71
Keterangan : tn = tidak beda nyata pada taraf 5 %; JD=Jumlah daun , HSP = Hari setelah dipangkas.
Lampiran 10. Kuadrat tengah karakter kuantitatif buah pada delapan aksesi jarak pagar Kuadrat tengah Sumber Keragaman
db
UMRB (HSP)
Jumlah buah/tandan
Jumlah tandan/tanam an.
Jumlah buah/tanaman
Kelompok Genotipe Galat
2 7 14
364.62tn 121.90* 37.38
8.86tn 35.96* 3.62
0.10tn 2.67t* 0.36
143.39tn 320.22* 34.46
Keterangan : * berbeda, tn = tidak beda nyata pada taraf 5 %; UMRB=Umur berbuah.
57
Lampiran 11. Kuadrat tengah karakter kuantitatif biji pada delapan aksesi jarak pagar Kuadrat tengah Sumber Keragaman
db
Bbt buah ratarata(g)
Jumlah biji per tanaman
Bbt basah biji (g)
Bbt kering biji rata-rata
Bobot 100 biji (g)
Kelompok
2
14.58tn
149078.42tn
0.08tn
0.03tn
47.56tn
Genotipe
7
18.11*
287163.42*
0.75*
0.04tn
25.11tn
Galat 14 5.22 30669.56 0.23 0.05 Keterangan : tn = tidak beda nyata, *= beda nyata pada taraf 5 %; Bbt=Bobot
28.42
Lampiran 12. Kuadrat tengah karakter kuantitatif biji pada delapan aksesi jarak pagar Kuadrat tengah Sumber Keragaman
db
Bbt kering biji per tanaman (g)
Bobot biji per petak (kg)
Bobot kering biji per hektar (kg)
Kelompok Genotipe Galat
2 7 14
52933.65* 77631.61* 21027.99
7622446.84tn 11178952.57* 3028031
294227.34tn 459719.76* 145129.91
Keterangan : tn = tidak beda nyata, * = beda nyata pada taraf 5 %;
Lampiran 13. Kuadrat tengah kadar minyak pada delapan aksesi jarak pagar Kuadrat tengah Sumber Keragaman
db
Biji kering (%)
Kelompok 2 0.24606667 tn Genotipe 7 11.60540417* Galat 14 8.3832381 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata, * = beda nyata pada taraf 5 %.
Kernel (%) 0.1311 tn 0.2340 tn 6.1876