Pengantar Redaksi bersama dan harapan kita agar ara pembaca majalah TBK
Bupati dan Wakil Bupati terpilih
yang budiman. Terima kasih
untuk masa jabatan 2011-2016 nanti
anda tetap setia bersama kami.
mampu mengakomodir, kepentingan
Sembari saudara mengikuti rubrik-
daerah
rubrik yang kami sajikan, kami dari
meningkatkan
redaksi TBK sangat mengharapkan
masyarakat Karo umumnya.
P
ini
terutama
untuk
kesejahteraan
kritik dari bapak-bapak, ibu-ibu serta
Selamat kepada Bapak Dr.
saudara/ saudari para pembaca agar
Kena Ukur Surbakti dan Terkelin
TBK dapat lebih mampu memenuhi
Brahmana, SH sebagai Bupati dan
selera
para
Wakil Bupati Kab. Karo
pembaca
yang
semoga tetap sehat dan
budiman
untuk
mampu bertugas dengan
hari-hari kedepan.
penuh
Saudara/ saudari
pengabdian.
yang
kasih.
kami
semangat Terima
Mejuah-juah.
hormati. Bulan Februari 2011 ini kami mengetengahkan sorotan utama yang
REDAKSI TBK
menyangkut hasil pemilukada di
Kabupaten Karo tercinta ini. Hasil Pemilukada hendaknya dapat digunakan sebagai hasil kita
1
Birokrasi Yang (Tidak Pernah) Merdeka ? “Catatan Memperingati 65 Tahun Kemerdekaan” Anderiasta Tarigan ajian tentang reformasi birokrasi seakan tidak bernah berakhir. Sebagai contoh, mantra “reformasi birokrasi” selalu menjadi “tema kampanye”, “kutipan orasi para kandidat” atau bahkan “pokok doa bersama” ketika memulai pertarungan politik (baik di tingkat Desa, Kabupaten/Kota, Propinsi bahkan di tingkat Nasional). Level kajian juga terentang dalam spectrum yang cukup luas, mulai dari Roadmap Reformasi Birokrasi ala Kementrian PAN (2009) atau mungkin reformasi birokrasi dari desa (lihat Sudjatmiko, Kompas 14/08). Namun hasilnya mudah ditebak, perjalanan reformasi birokrasi seakan “sejarah tanpa perubahan”. Pertanyaannya, apakah reformasi birokrasi tak mungkin dilakukan setelah 65 tahun republic ini merdeka? Apakah
kekuatan resistensi lebih unggul daripada kekuatan pro-reformasi di alam demokrasi ini? Atau lebih baik tak usah berbicara lagi reformasi birokrasi? Sejumlah pertanyaan diatas merupakan suasana kebatinan penyusunan tulisan ini. KESADARAN BIROKRAT DAN BIROKRASI YANG MERDEKA Sejatinya, dalam kajian ilmu administrasi Negara terdapat 2 (dua) kubu dalam memandang keberadaan birokrasi. Para penganut birokrasi Hegelian memandang bahwa birokrasi merupakan struktur perantara (mediating structure) antara penguasa dan warga. Sementara para penganut Marxian, memandang birokrasi hanyalah alat kelas penguasa (Thoha, 2002, Tjokrowinoto, 2002). Dalam perkembangannya, perbedaan 2 kubu tersebut semakin kabur dan lebih menyerupai labirin tanpa bias diurai siapa memanfaatkan
K
2
siapa. Format social tanpa kendali dominant sebagaimana dikemukakan Rhodes (2003) merupakan salah satu uraian yang cukup gampang menjelaskan fenomena birokrasi di abad ini. Untuk itu dalam meletakkan watak birokrasi konsep conscientizacao (tingkat kesadaran) yang diintrodusir freire (1985) dalam bukunya Paedagogy of Oppressed berguna sebagai alat bantu. Freire membagi tingkat kesadaran mulai dari magis, naif dan kritis. Mengikuti tipologi Fraire, dapat dikatakan bahwa ketika seorang birokrat masih memiliki tingkat kesadaran magis, ia akan kesulitan melihat kaitan antara persoalan dengan situasi atau sistem yang membelitnya. Implikasinya ia akan menerima begitu saja keadaan yang menimpanya. Bagi birokrat dengan kesadaran magis “tahu” mempersoalkan keadaan. Lebih baik menerima dan meratapi nasip, suatu saat “ratu adil” akan memberi kelegaan. Kelompok kedua adalah para birokrat dengan tingkat kesadaran naif. Kelompok ini memandang sistem sebagai suatu yang given. Sistem sudah bagus, tak perlu dipersoalkan. Yang menjadi pokok perjuangan bagi
kelompok ini adalah bagaimana tetap eksis dalam sistem ini. Ikutlah selera zaman, begitulah jargon kelompok ini. Kalau orang menyogok untuk mendapatkan jabatan, ikutlah menyogok. Kalau perlu main dukun, pakailah dukun. Kelompok yang ketiga adalah birokrat yang memiliki kesadaran kritis. Kelompok ini senantiasa “gelisah” memandang sistem yang keliru ini. Bagi kelompok ini sistem ini menindas bukan saja bagi “penguasa” tetapi juga bagi yang “dikuasai”. Tak ada yang bisa diharapkan dari sistem yang keliru ini. Dari kelompok yang ketiga ini sering bermunculan konsep dan aksi untuk melahirkan birokrasi yang “merdeka” ditandai dengan adanya profesionalisme dan harga diri. Namun yang sangat disayangkan, kelompok ini sering dicurigai kelompok “utopis”, “sok moralis”, “radikal” sehingga serikat tak diberi ruang karena (dianggap) merongrong wibawa pemerintah. Lalu bagaimana? Timbulah dua kubu dalam memaknai kehadiran birokrasi yang merdeka. Satu kubu menganggap, dewasa inilah puncak kemerdekaan birokrasi. Birokrasi tidak lagi menjadi mesin politik “golkar” seperti 3
zaman orde baru yang dikenal dengan konsep “monoloyalitas”. Birokrasi bebas bergerak tanpa terbelenggu dengan hiruk pikuk politik, setidaknya inilah filosofi yang dianut melalui konsep “netralitas birokrasi”. Kubu yang lain, menganggap justru saat inilah birokrasi kehilangan kemerdekaannya. Birokrasi harus mengadakan “deal-deal politik” di balik layar dengan petualang politik untuk mempertahankan eksistensinya. Dengan format politik sebagai panglima seperti yang saat ini sedang berlangsung, birokrasi tak lebih hanyalah alat kelas penguasa sebagaimana dimaksud Marx.
masih rendah dan demokrasi masih belum melembaga (kompetisi, transparansi dan partisipasi masih rendah), birokrasi hanya menjadi alat penguasa untuk melestarikan kekuasaannya selanjutnya, ketika tingkat kemandirian birokrasi berada pada kategori sedang dan demokrasi memasuki masa transisi maka birokrasi cendrung mulai menempatkan diri sebagai mediator atau broker antara kepentingan warga dan penguasa. Namun seringkali birokrasi masih menghindar dan melepaskan diri dari tanggung jawab. Pada tahap akhir, ketika demokrasi sudah mapan dan birokrasi mencapai tingkat kemandirian tinggi, ia akan bekerja professional. Pada tingkat ini birokrasi menjadi mitra bagi pada peminpin politik untuk menjalankan kebijakan yang mensejahterakan rakyat. Pada titik inilah kemerdekaan bagi birokrasi menemukan makna yang sebenarnya. DIMANA KITA SEKARANG DAN HENDAK KEMANA KITA?
DEMOKRASI DAN REFORMASI BIROKRASI. Adakah korelasi antara demokrasi dengan reformasi birokrasi? Pertanyaan ini setidaknya telah dijawab oleh Eva Etzioni-Halevy (2009). Eva yang melakukan studi di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, dan Prancis, menguraikan 3 (tiga) kemungkinan hubungan antara birokrasi dan demokrasi. Pada tahap awal, ketika tingkat kemandirian birokrasi
Birokrasi kita saat ini hanya bergerak dari “monoloyalitas” ke “multiloyalitas”. Jika pada masa orde baru, birokrasi menjadi 4
salah satu pilar penyangga kekuasaan dengan jargon “monoloyalitas” maka saat ini di era reformasi, birokrasi menjadi makhluk yang multiloyalitas”. Demokrasi procedural yang menempatkan pejabat politik pada setiap level pemerintah sebagai “pejabat pembinaan kepegawaian” memberi insentif pembentukan perilaku “multiloyalitas” birokrasi. Meminjam analogi Eva Etizioni – Halevy sebagaimana disinggung diatas, ketika demokrasi belum mapan, kepastian jalur karir tak jelas maka birokrat mengambil solusi yang aman secara politik dan murah secara ekonomis yakni mendekati pemimpin politik dan menyatakan loyal. Inilah pangkal mula “multiloyalitas” birokrasi. Kehadirannya semata-mata situasional dan dilematis. Carut marut birokrasi sebagaimana diuraikan diatas membuat kita miris dan pesimis hadirnya birokrasi ideal (ideal type) sebagaimana dikonsepsikan Weber puluhan tahun silam ketika ia menulis Wirtschaft (ekonomi) und Gesellschaft (masyarakat).
Pilihan kini terbuka lebar, tergantung kita para birokrat. Apakah menjadi birokrat kritis dengan menjaga stamina hingga menggapai harapan akan ada perubahan kea rah yang lebih baik walau perlahan. Atau kita justru menurunkan tingkat kesadaran dan larut dalam hingga binger kesadaran naïf dan berprinsip “biarlah air bah datang asal setelah aku”. Kitalah yang memilihnya, yang jelas disaat kita merayakan 65 tahun kemerdekaan republic ini, birokrasi seakan belum memberi makna bagi kata “merdeka”.
Penulis tinggal di Kabanjahe Pemerhati Pemerintahan Dan Sekarang Berdinas di Dispora Kab. Karo.
Menjadi PAHLAWAN Buat Sahabat 5
ak mudah menjadi seorang sahabat. Kalau sekedar menemani sahabat jalan-jalan, itu sih gampang. Demikian juga bila sekedar mendengarkan keluh kesah seorang sahabat, itupun
T
semua ini diraih melalui perjuangan yang tak henti dari para pahlawan bangsa. Mereka silih berganti, generasi demi generasi, melawan penjajah yang hendak memperbudak dan merampas
tak sulit. Hamp ir semua sahabat pasti dapat melakukannya. Tapi,
kekayaan dan martabat tanah airnya selama berpuluh-puluh
bisakah kita menjadi pahlawan buat sahabat? Arti Seorang Pahlawan Setiap kita mendengarkan kata pahlawan yang terbayang dalam benak kita adalah para pejuang yang gugur di medan
tahun. Konon ratusan ribu bahkan mungkin jutaan putra bangsa telah gugur menjadi pahlawan dalam perjuangan merebut kemerdekaan ini. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati para pahlawannya.
peperangan. Mereka ini telah menyediakan jiwa dan raganya
Karena itu pula kita mengenal banyak pahlawan, namanya
guna membela tanah air dan bangsanya agar lepas dari belenggu penjajahan. Atas pengorbanan yang dilakukan itulah mereka mendapatkan pahala, dan karenanya disebut orang-orang yang mendapat pahala atau kita sebut pahlawan.
diabadikan di berbagai nama jalan, gedung, lapangan udara, atau tempat-tempat penting. Sebagian lagi menjadi pahlawan tak dikenal yang makamnya dirawat dengan baik di seluruh pelosok negeri. Tak lupa untuk mengenang kepahlawanan
Bagi bangsa Indonesia pahlawan menduduki tempat
mereka, setiap tanggal 10 November bangsa Indonesia
tersendiri dalam hati sanubari. Menyimak sejarah kelahiran Negara dan bangsa Indonesia, Siapapun menyadari bahwa
memperingati hari pahlawan. Namun sebenarnya, yang berhak menyandang pahlawan bukan saja mereka 6
mengorbankan jiwa dan raga dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Pahlawan juga akan ada di sekitar kita. Contohnya adalah guru, para pendidik anak-anak bangsa. Mereka membaktikan
dirinya melakukan hal-hal terbaik bagi orang lain tanpa menharapkan imbalan bagi pribadinya adalah pahlawan. Kita pun dapat menjadi pahlawan buat sahabat-sahabat di sekitar kita. Untuk menjadi
dirinya mencerdaskan anak-anak bangsa meskipun dengan
pahlawan buat sahabat, tentu saja tak harus mengorbankan
pendapatan yang tak begitu besar kita mengenalnya sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Berangkat dari pemahaman ini, maka kita pun dapat menemukan orang-orang yang telah menjadi pahlawan. Pak polisi yang menjaga
jiwa dan raga kita, tapi tetap membuat yang baik, dimana dan kapan saja.
ketertiban masyarakat
dan keamanan dengan tanpa
pamrih adalah para pahlawan. Pak hakim yang menegakkan hukum demi keadilan adalah para pahlawan. Para insinyur dan ahli teknologi yang berbuat di laboratorium untuk menemukan teknologi atau obat penyembuh sakit, juga dapat disebut pahlawan pendek kata orang-orang yang menyediakan
Cara Jitu Menegur Bawahan 7
K
adangkala kita sebagai pimpinan merasa sungkan dan risih saat harus menegur rekan sekantor yang salah meskipun yang kita tegur adalah bawahan, namun demi kedisiplinan dan berjalannya system kerja yang teratur, maka apa boleh buat kita sebagai pimpinan harus menegur mereka yang salah. Berikut bagaimanan menegur bawahan yang baik dan jitu
alasan dan informasi yang akurat, ditambah keyakinan maka sudah cukup alasan kita untuk menegurnya. 3. Lakukan secara proporsional. Usahakan kita jangan menegur ditengah orang banyak. Dan jangan sekalipun menegur melalui bantuan orang lain. Lakukanlah dengan empat mata dari pribadi ke pribadi. Pilihlah tempat yang dapat melindungi privacy. Ersikaplah proporsional jangan mempermalukan mereka di depan orang lain. 4. Berikan teguran dalam keadaan tenang. Ingatlah! Jangan menegur dalam keadaan emosional. Karena emosi yang tak terkendali bisa memperburuk keadaan dan lingkungan pekerjaan. Lagi pula sesuatu yang dilakukan dalam keadaan tenang hasilnya akan jauh lebih baik dan objektif. Teguran hendaknya jangan melenceng dari persoalan. Artinya kita tidak boleh menyinggung halhal yang tidak berkaitan dengan masalah pokok. Apalagi jika kita menyinggung masalah pribadi. Selain itu pula kita jangan mengungkit-ungkit kesalahan yang sudah berlalu mengesankan bahwa kita seorang pendendam. 5. Dengarkan pembelaannya. Kita jangan hanya menegur tanpa mau kita mendengarkan
1. Kumpulkan data-data yang akurat. Dalam menegur seseorang kita harus memiliki alas an dan datadata yang akurat. Tanpa hal ini, kita bisa dianggap sewenang-wenang. Namun, setelah mengumpulkan data atau alasan tersebut kita tinggal menentukan waktu dan tempat membahas permasalahan ini. Akan tetapi perlu diingat pula oleh kita sebagai pimpinan jangan mencaricari kesalahan orang lain hanya karena kita merasa ingin menegur secara obyektif. 2. Tegurlah setelah terjadi kesalahan. Kita jangan menundanunda waktu untuk menegur. Begitu kita telah melihat adanya kesalahan atau pelanggaran lakukanlah segera peneguran. Jangan menunda waktu untuk mencari kesalahan lainnya untuk bukti. Dan ingat ini bukan sidang pengadilan yang mengancam terdakwa masuk penjara. Jika kita telah menemukan atau memiliki 8
penjelasannya. Tentu ia punya pembelaan diri mengapa ia melakukan kesalahan tersebut. Maka tak ada salahnya kita dengarkan baik-baik masalahnya. Siapa tahu bisa membantu kita dalam menyelesaikan persoalan ini. Setelah menegur, alangkah bijak jika kita juga memberikan solusi dan jalan keluar sebagai upaya perbaikan. Beritahu apa yang kita inginkan langkah selanjutnya, jangan biarkan mereka melakukan kesalahan lagi hanya karena mereka tidak tahu apa keingin kita sebagai pimpinan. 6. Membuat kesepakatan Bicarakan hal terbaik yang dapat kita dan mereka lakukan untuk memperbaiki keadaan secara bersama. Kemudian buatlah kesepakatan dan komitmen dalam rangka perbaikan. Tentukan batas waktu. Akhiri prosedur pemberian teguran ini dengan saling pengertian, kemudian carilah kesepakatan agar kita bisa melihat perbaikan yang dilakukannya. Jangan lupa teguran harus dilakukan dengan tegas sekaligus adil. Jangan hanya menegur orangorang yang tidak kita sukai. Dalam hal ini kita sebagai pemimpin harus mengesampingkan sikap subjektif. Jika kita hanya menegur orangorang tertentu, tentu ini preseden
buruk bagi citra seorang pemimpin. Mereka akan mengecap kita sebagai orang yang pilih kasih dan tidak adil. Dan hal yang tak kalah penting dalam menegur tunjukkan sikap untuk membantu, bukan menghukum atau menakut-nakuti dengan peraturan yang ada. 7. Awali keteladanan dari diri sendiri. Ini merupakan kiat jitu terakhir dan sangat penting. Kesalahan bawahan sebenarnya dapat diminimalisir dengan keteladanan seorang pemimpin. Jadi kuncinya awali sesuatunya dari diri sendiri karena hampir dipastikan dimana seorang pemimpin dapat memberikan contoh terbaik biasanya akan diikuti oleh bawahan dengan baik pula. Patuhi komitmen yang telah disepakati dengan sikap pribadi yang menawan dan jadi teladan. (Nurus Syamsu) “Kesehatan diatas segalagalanya, banyak orang kehilangan segala-galanya karena kesehatannya buruk”.
9
Seni Bertengkar ALA DR. GARY SMALLEY
P
erceraian bukan disebabkan suami istri bertengkar. Justru melalui pertengkaran, pasangan suami istri dapat memecahkan persoalan dalam perekawinan mereka. Tapi untuk mencapainya tentu saja ada seninya. Dr. Gary Smalley dalam buku Making Love Las Forever (Membina kasih untuk selamanya), memberikan kunci yang berlaku dalam keluarganya, yaitu : 1.
2.
3.
Jelaskan apa yang menjadi pokok perselisihan. Pasti anda mengerti pasangan Anda jelasjelasnya sebelum maju ke penyelesaian. Upayakan untuk bekerja menuju pengertian dalam dua bidang, yaitu menjaga perasaan dan kebutuhan pasangan. Tetap berpegang pada masalah yang dibahas. Jangan mengungkit-ungkit sakit hati atau masalah lama. Bila Anda menyimpang dari permasalahan, mungkin perlu diperhatikan faktor lain dalam perselisihan, misalnya kelatihan, tingkat esterogen rendah, gula darah rendah, stres, masalah rohani atau emosional. Peliharalah sebanyakbanyaknya kontak fisik dengan
4. 5.
6. 7.
8.
9. 10. 11.
12.
13.
10
lemah lembut. Jangan menggunakan kata sarkastik. Hindari pernyataan-pernyataan kamu. Gunakan saya rasa atau saya kira. Jangan ada kata Kamu selalu .... Kamu tidak akan. Jangan gunakan pernyataan yang berlebih-lebihan. Jangan memaki. Jangan biarkan cekcok meningkat amarah. Kalau ini terjadi, sepakatilah untuk melanjutkan pembicaraan dilain waktu. Hindari adu kekuatan dan tindakan, misalnya Kamu tidur di sofa nanti malam! Jangan gunakan perlakuan diam (ngambek). Jagalah agar pertengkaran Anda tidak didengar orang lain. Pastikan apa yang Anda kemukakan dapat dipahami oleh pasangan. Selesaikan masalah dengan solusi win-win (menangmenang) yaitu kedua belah pihak setuju dengan solusi. Usahakan untuk mencerminkan rasa hormat dalam kata-kata dan tindakan, selama penyelesaian perselisihan.
Menjelajahi Dunia Internet emajuan Teknologi Informasi (TI) merupakan factor pendorong utama terjadinya globalisasi. Dengan TI kita dapat berinteraksi dengan siapapun, dibelahan bumi manapun dan kemanapun. Internet merupakan salah satu dari teknologi yang tengah berkembang pesat di dunia. Awalnya, internet dikembangkan oleh dunia kampus dan inter guna keperluan penelitian, namun sekarang dapat dinikmati oleh masyarakat umum. Hal ini melihat manfaat yang dapat diambil dari teknologi ini. Bahkan beberapa Negara terus mendorong masyarakatnya untuk memanfaatkan internet guna mencerdaskan bangsanya. Banyak yang dapat dilakukan melalui internet, seperti mencari data melalui search engine, melihat-lihat (browsing), ngobrol (chatting), surat menyurat elektronik (Email), belajar, diskusi interaktif (milis), cari teman, belanja, dan
K
sebagainya. Kita tak perlu keluar rumah untuk jalan-jalan keliling dunia untuk mengetahui sesuatu hal di belahan bumi lain. Mungkin TENAH juga perlu membuka e-mail sehingga mempermudah pengiriman berita. Bagi netter pemula biasanya hanya melakukan browsing dari satu web/ home page ke web lain. Banyak menu pilihan belantara cyber ini, sehingga perlu ditetapkan info apa yang ingin dicari sebelum kita mulai mebrowse, sebab salah jalan bisa tersesat masuk ke web lain. Hati-hati sebab banyak juga web kurang baik bagi setiap pengunjung dan Anda bisa tersesat di sana. Di internet banyak sekali web yang bernuansa kristiani terutama dari luar negeri, di Indonesia juga sudah ada beberapa. Ada yang membuat info tentang buku-buku kristen, dan bila kita memiliki akses maka kita dapat memesan buku 11
itu lewat internet. Ada juga yang memuat tentang organisasi/ gereja. Sehingga diharapkan informasi tentang mereka dapat diketahui masyarakat umum yang membutuhkannya, juga dengan itu dapat menciptakan link/ network. Jemaat yang sedang diluar negeri atau berada di wilayah pelayanan suatu gereja tetap dapat mengikuti perkembangan. Dan hal terpenting, setiap orang yang memiliki kepentingan dengan organisasi/ gereja tersebut dapat memberikan aspirasinya lewat media ini yang bisa menjadi masukan positif. Ada beberapa home pege yang bernuansa kristiani, antara lain : www.haleluyanet.com www.doulos.or.id www.gki.or.id www.hkbp.or.id www.bethany.or.id GBKP juga sudah ada internet sekalipun masih berapiliasi secara oikumene, namun kurang bisa dikonsumsi semua orang karena masih berbahasa Jerman. Bisa dilihat di : www.oikumene.de/partner/idgbkp) Bagi yang ingin melanjutkan study di perguruan tinggi, hampir semua PTN dan
beberapa PTS telah membuat Home page sebagai sarana informasi sehingga calon mahasiswa dapat memilih tempat study sesuai dengan kemampuannya, misalnya : www.itb.ac.id www.ui.ac.id www.unair.ac.id www.usu.ac.id www.undip.ac.id www.uph.edu www.maranatha.edu, dll Sementara bagi yang sedang mencari pekerjaaan atau ingin meningkatkan karir, beberapa home page menyediakan layanan jasanya bagi mereka, seperti : www.jobsdb.com www.karir.com www.birokerja.com www.consultcareer.com www.hotjobs.com www.job-indonesia.com, dll Bahkan ada beberapa home page isinya tentang budaya Karo dan berita-berita dari Tanah Karo. Bagi yang rindu Tanah Karo atau Kota Medan boleh mengunjungi situs ini tanpa harus datang dari tempat yang jauh. www.berastagi.co.nz www.tanahkaro.com www.takasima.web.com 12
www.putrakaro.com www.anakmedan.com www.batakweb.com Sebelumnya ada beberapa banyak situs-situs Karo yang baru dan ada yang dibuat secara pribadi seperti mahasiswa Karo membuat www.lamurde.tripod.com, juga ada permatagbkp.web.com. Namun belum berjalan dengan baik. Dalam waktu dekat home page Permata akan dapat dirampungkan. MAILING LIST PERMATA Membuat home page Permata merupakan program kerja Permata klasis Jakarta Bandung. Namun sampai sekarang masih dalam proses pencarian data. Namun untuk melihat animo masyarakat terhadap internet saat ini sudah ada mailing list bagi Permata, merupakan tempat diskusi interaktif/ jambur inganta ngerana bagi pemuda gereja dan bagi siapa saja yang tertarik terhadap Permata. Milis Permata merupakan tempat obrolan paling ramai seputar Permata dan Orang Karo di internet. Ada belajar/ bekerja di luar negeri, namun masih didominasi dari Jakarta dan Bandung, sebagian ada dari Medan, Batam,
Lampung dan sebagainya. Info mulai dari renungan, tips-tips menarik, mencari teman, lowongan pekerjaan dan berita menarik tentang sosial masyarakat Karo. Untuk mencari peserta, caranya mudah : 1. Kirim e-mail kosong (tanpa berita) ke :
[email protected]. 2. Dalam waktu 15 menit Anda akan menerima kembali mail konfirmasi tersebut tanpa merubah apapun (klik reply kemudian klik send). 3. Anda sudah menjadi anggota dan secara otomatis akan menerima e-mail melalui :
[email protected]. Kalau menemui kesulitan dapat mehubungi bagian pelayanan :
[email protected]
Martin L Peranginangin, PKJB
13
Sejarah Perkembangan Kabupaten Karo anah Karo berbentuk sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II setelah melalui proses yang sangat panjang dan dalam perjalanan sejarah Kabupaten ini telah mengalami beberapa perubahan mulai dari zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang hingga zaman kemerdekaan. Sebelum kedatangan penjajahan Belanda diawal abad XX di daerah dataran tinggi Karo, di kawasan itu hanya terdapat kampung (kuta), yang terdiri dari satu atau lebih “kesain” (bagian dari kampung). Tiap-tiap kesain diperintah oleh seorang “pengulu”. Menurut P. Tambun dalam bukunya “Adat Istiadat Karo”, balai Pustaka 1952, arti dari pengulu adalah seorang dari marga tertentu dibantu oleh 2 orang anggotanya dari kelompok “Anak Beru” dan “Senina”. Mereka ini
T
disebut dengan istilah “Telu si Dalanen” atau tiga sejalan menjadi satu badan administrasi / pemerintahan dalam lingkungannya. Anggota ini secara turun menurun dianggap sebagai “pembentuk kesain” , sedang kekuasaan mereka adalah pemerintahan kaum keluarga. Diatas kekuasaan pengulu kesain, diakui pula kekuasaan kepala kampong asli (Perbapaan) yang menjadi kepala dari sekumpulan kampung yang asalnya dari kampung asli itu. Kumpulan kampung itu dinamai Urung. Pimpinannya disebut dengan Bapa Urung atau biasa juga disebut Raja Urung. Urung artinya suatu kelompok kampung dimana semua pendirinya masih dalam satu marga atau dalam satu garis keturunan. Menurut P. Tambun seperti diatas ada beberapa system atau cara 14
penggantian perbapan atau Raja Urung atau juga Pengulu dizaman itu, yaitu dengan memperhatikan hasil keputusan “runggun/ permusyawaratan” kaum kerabat berdasarkan kepada 2 (dua) dasar / pokok yakni : a. Dasar Adat : “SintuaSinguda” yang dicalonkan. Yang pertama-tama berhak menjadi Perbapan adalah anak tertua. Namun kalau ia berhalangan atau karena sebab yang lain, yang paling berhak di antara saudara-saudaranya adalah jatuh kepada anak termuda. Dari semua calon Perbapaan maka siapa yang terkemuka atau siapa yang kuat mendapatkan dukungan, misalnya siapa yang mempunyai banyak Anak Beru dan Senina, besar kemungkinan jabatan Perbapan / Raja Urung atau Pengulu, akan jatuh kepadanya. Jadi dengan demikian, kedudukan Perbapan, yang disebutkan di atas harus jatuh kepada yang tertua atau yang termuda, tidaklah sepenuhnya dijalankan secara baik waktu itu. Banyak contoh terjadi dalam hal pergantian Perbapan seperti itu, antara lain ke daerah Perbapan Lima Senina. Lebih-lebih kejadian seperti itu terjadi setelah didaerah itu berkuasa kaum penjajah Belanda dipermulaan abad XX (1907). Belanda melakukan “intervensi” dalam hal penentuan siapa yang
dianggap pantas sebagai Perbapan dari kalangan keluarga yang memerintah, walaupun ada juga selalu berdasarkan adat. b. Dasar “Bere-bere”, yakni menurut keturunan dari pihak ibu. Hanya dari keturunan ibu/ kemberahen tertentu saja yang pertama-tama berhak menjadi Perbapan. Namun setelah kedatangan penjajahan Belanda sistem atau dasar “Bere-bere” ini dihapuskan. Mengangkat dan mengganti Perbapan dilakukan oleh “Kerunggun” Anak Beru-Senina dan Kalimbubu. Namun setelah zaman Belanda cara seperti itu dipermodern, dengan cara kekuasaannya dikurangi, malah akhirnya diambil alih oleh kerapatan Balai Raja Berempat. Demikian pula, dasar pengangkatan “Pengulu” dan Perbapan. Kekuasaan Raja Urung yang tadinya cukup luas, dipersempit dengan keluarnya Besluit Zelfbestuur No. 42/1926, dimana antara lain dapat dibaca.... jabatan Raja-raja Urung dan Pengulu akan diwarisi oleh keturunan langsung yang sekarang ada memegang jabatan itu..... Marilah kembali melihat sistem pergantian Perbapan Urung dan Pengulu Kesain, sebelum datangnya penjajahan Belanda ke daerah dataran Tinggi Tanah Karo. 15
Yang pertama-tama berhak untuk mewarisi jabatan Perbapan Urung atau Pengulu ialah anak tertua, kalau dia berhalangan, maka yang paling berhak adalah anak yang termuda/ bungsu. Sesudah kedua golongan yang berhak tadi itu, yang berhak alah anak nomor dua yang tertua, kemudian anak nomor dua yang termuda. Orang yang berhak dianggap sanggup menjadi Perbapan Urung tapi karena sesuatu sebab menolaknya, maka dengan sendirinya hilang haknya dan hak keturunannya yang menjadi Perbapan/ Raja Urung. Hal ini juga menurut P. Tambun dalam bukunya merupakan adat baru. Maksudnya adalah untuk menjaga supaya pemangkuan perbapan yang dilaksanakan oleh orang lain hanya dilakukan dalam keadaan terpaksa. Sementara itu orang yang berhak menurut adat menjadi Perbapan/ Raja, tetapi masih dalam keadaan dibawah umur ataupun belum kawin, maka jabatan itu boleh dipangku/ diwakili kepada orang lain menunggu orang yang berhak itu sudah mencukupi syarat. Peraturan tetap tentang memilih siapa sebagai pemangku itu tidak ada. Yang sering dilakukan ialah orang yang paling cakap diantara kaum sanak keluarga terdekat, termasuk juga Anak Beru dan marga yang seharusnya
memerintah sebagai Perbapan/ Raja. Adapun jabatan pemangku itu dipilih dari kalangan Anak Beru dari lain marga dari Perbapan/ Raja. Jadi mustahillah sipemangku tadi berhak atas kerajaan yang dipangkunya untuk selama-lamanya, pasti disatu waktu akan dikembalikan kepada yang berhak. Sedangkan kalau jabatan sebagai Perbapan/ Raja dipegang oleh kaum keluarga dari si pemangku yang berhak, misalnya saudara satu ayah lain ibu, ada kemungkinan akan mendakwa dan mempertahankan jabatan itu di kemudian hari, terlebih kalau dia sudah bertahun-tahun sudah memangku jabatan itu, sehingga merasa segan malah menolak menyerahkannya kembali kepada berhak. Keadaan seperti itu juga pernah terjadi, malah menimbulkan perselisihan berkepanjangan antar kerabat yang seketurunan. Dalam pemangkunya sementara itu, diadatkan sehingga merupakan kewajiban bagi si pemangku yaitu menyerahkan 1/3 dari semua pendapatan kerajaan kepada orang yang seharusnya memangku jabatan tersebut. Seperti diuraikan di depan, baik Perbapan Urung/ Raja Urung ataupun Pengulu yang dibantu oleh “Anak Beru-Senina”, yang merupakan “Telu Sendalanen”, 16
maka jabatan dari “Anak BeruSenina” itupun juga bersifat turuntemurun. Dengan sistem ini Pemerintah Tradisional Karo telah berjalan hampir ratusan tahun. Sistem itu mengalami sedikit perubahan pada abad ke 18 ketika Karo berada dibawah pengaruh Aceh yang membentuk raja berempat di Tanah Karo. Seiring dengan masuknya pengaruh kekuasaan Belanda ke daerah Sumatera Timur melalui kerajaan Siak Riau maka terjadi pula perubahan penting di daerah ini karena Belanda juga ingin menguasai seluruh Tanah Karo di Deli waktu itu sudah mulai berkembang perkebunan tembakau yang sudah diusahai oleh pengusaha-pengusaha Belanda. Namun tidak selamanya kekuasaan Belanda tertanam dengan mudah di daerah Sumatera Utara terlebih-lebih di daerah dataran tinggi Karo. Dan bagi orang Karo di masa lampau, kedatangan Belanda identik dengan pengambilan tanah rakyat untuk perkebunan. Banyak penduduk Deli dan Langkat yang kehilangan tanahnya karena Sultan memberikan tanah secara tak semena-mena untuk jangka waktu 99 tahun (kemudian konsesi 75 tahun) kepada perkebunan tanpa menghiraukan kepentingan rakyat. Kegetiran dan
penderitaan penduduk melahirkan perang Sunggal yang berkepanjangan (1872-1895) yang juga dikenal sebagai perang Tanduk Benua atau Batakoorlog. Dalam perang tersebut orang Melayu dan orang Karo bahu-membahu menentang Belanda, antara lain dengan membakar bangsal-bangsal tembakau. Di satu pihak ada persoalan antara Sultan Deli dan Datuk Sunggal karena Sultan Deli memberikan konsesi kepada Maskapai Belanda untuk membuka perkebunan tembakau dan daerah Sunggal termasuk di dalamnya. Perlawanan rakyat Sunggal dipimpin oleh Datuk Kecil (Datuk Muhammad Dini), Datuk Abdul Jalil dan Datuk Sulung Barat. Bantuan dari Tanah Karo dipusatkan di kampung Gajah. Tokoh Karo yang sangat terkenal dalam peperangan ini adalah Langkah Surbakti, berasal dari kampung Susuk Tanah Karo dan Nabung Surbakti, dikenal sebagai Penghulu Juma Raja. Karena hebatnya serangan-serangan yang dilancarkan, pihak Belanda mengirim ekspedisi ke Sunggal sampai tiga kali. Akibat peperangan itu, di pihak tentara Belanda banyak jatuh korban. Serdadu berkebangsaan Eropah 28 orang dan serdadu Bumi Putra tewas 3 orang. 17
Yang luka-luka, serdadu Eropah 320 orang dan serdadu Bumi Putra 270 orang. Pekabaran injil ke Tanah Karo (1894) tidak terlepas dari kerusuhan-kerusuhan perkebunan tersebut. Pihak perkebunan mengharapkan bahwa gangguangangguan orang Karo akan dapat dipadamkan melalui pekabaran injil. Jadi yang membiayai misionari (Nederlans Zendilingsgenotschap), ke Karo adalah pihak perkebunan, diprakarsai oleh J.TH Gremers, Direktur Perkebunan tembakau Deli Maatschappij pada saat itu. Garamata yang mengadakan perlawanan pada awal abad ini (1901-1905) juga berpendapat bahwa jika Belanda dibiarkan ke Tanah Karo maka tanah rakyat mungkin sekali diambil untuk perkebunan. Pikiran ini didasarkan pada pengalaman orang Karo di dataran rendah, di Deli dan Langkat. Selanjutnya dia juga berpendapat orang Karo mempunyai cara hidup sendiri dan istiadatnya sendiri dan tidak perlu dicampuri oleh orang Belanda (lihat Masri Singarimbun, Garamata : Perjuangan melawan Penjajah Belanda, 1901-1905, Balai Pustaka, Jakarta 1992). Namun kekuatan Belanda yang begitu besar tidak dapat dibendung. Sebelumnya pembangkangan yang sangat terkenal dilakukan oleh
Sibayak PA Tolong atau Sibayak Kuta Buluh, yang melakukan pembangkangan terhadap pembayaran pajak kepada Belanda (lihat Bab VI buku Darmawan Prinst dan Darwin Prinst : Sejarah dan Kebudayaan Karo, penerbit Grama Jakarta, 1985). 1.
Masa Penjajahan Belanda Setelah Belanda dapat menguasai daerah Sumatera Timur melalui perjanjian dengan raja-raja yang berbentuk kontrak yang disebut dengan Lange Verklaring (Perjanjian Panjang) dan Korte Verklaring (Perjanjian Pendek) maka pada tanggal 1 Maret 1887 Belanda membentuk daerah Sumatera Timur menjadi daerah Kresidenan yang sebelumnya termasuk daerah Kresidenan Sumatera Timur yang berkedudukan di Bengkalis (Riau). Kresidenan Sumatera Timur dipimpin oleh Seorang Residen bangsa Belanda, berpusat di Medan yang terdiri atas 4 daerah afdeling yaitu : Afdeling Deli dan Serdang, Afdeling Simalungun dan Karo Laden, Afdeling Langkat, dan Afdeling Asahan. Selanjutnya wilayah administrasi afdeling Simalungun dan Karo Laden dibagi lagi menjadi Onderafdeling, yaitu onderafdeling Simalungun dan Onderafdeling Karo Laden. Masing-masing dari 18
Onderafdeling itu dipimpin oleh Controleur (Pengawas) orang Belanda berkedudukan di Pematang Siantar dan Kabanjahe. Di daerah administrasi Onderafdeling Karo Laden, Pemerintahannya disebut dengan nama Selfbestuur, di bawah kekuasaan Controleur Belanda, terdapat 5 pemerintahan swapraja pribumi tingkat Kerajaan / lanschaap yang dipimpin oleh Sibayak dan 18 Kerajaan Urung yang dipimpin oleh Raja Urung yang merupakan pemerintahan pribumi bawahan atau bagian dari Kerajaan / Landschap (Ke-Sibayaken).
Adapun kelima pemerintahan Swapraja Pribumi atau Lanschap yang dipimpin oleh Sibayak itu adalah : 1. Landschaap Lingga yang berkedudukan di Kabanjahe yang membawahi enam urung yaitu Urung XII Kuta di Kabanjahe, Urung Telu Kuru di Lingga, Urung Lima Senina di Batu Karang, Urung Tiga Pancur di Tiga Pancur, Urung IV Teran dan Naman dan Urung Tiganderket di Tiganderket. 2. Landschaap kuta buluh yang berkedudukan di Kuta Buluh membawahi dua urung yaitu Urung Namohaji di Kuta Buluh
dan Urung Liang Melas di Sampe Raya. 3. Landschaap Sarinembah yang berkedudukan di Sarinembah membawahi empat urung yaitu Urung XVII Kuta di Sarinembah, Urung Perbesi di Perbesi, Urung Juhar dan Urung Kuta Bangun di Kuta Bangun. 4. Landschaap Suka membawahi empat urung yaitu Urung Suka di Suka, Urung Suka Piring di Seberaya, Urung Ajinembah di Ajinembah dan Urung Tongging di Tongging. 5. Landschaap Barusjahe membawahi dua urung yaitu Urung Sipitu Kuta di Barusjahe dan Urung Sienam Kuta di Sukanalu. Walaupun nama Selfbestuur tapi dalam prakteknya para Raja-raja (Sibayak) hanya sebagai alat-alat pemerintah Belanda dalam mencapai tujuan politiknya, hal ini terbukti dari kenyataan bahwa raja-raja tersebut tidak bebas menentukan kebijakan pemerintahan misalnya soal pajak dan rodi, pembangunan sekolah dan lain-lain. Maka tidak heran selama Belanda berkuasa di Indonesia di Tanah Karo tidak ada satu buah pun Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Atas. Menyadari akan hal inilah maka beberapa tokoh muda mulai bergerak dalam bidang politik 19
dengan membentuk organisasi partai politik yang sudah ada di Medan, Batavia dan Yogyakarta.
Limpek-limpek Kegeluhen
Adi Rido Pekepar Radu La Ngalo Adi Rutang Pekepar Radu Ngalo
T
entu enggo me si angka, adi ngikutken si biasa kalak si rido nge maka ngalo, kalak si rutang nge si arus nggalar. Kepeken labo gelgel bage, sebab ibas sada-sada bagin perlakon lit jadi adi radu rutang pekepar maka enggo radu ngalo. Erkiteken sie banci turah kemamangen entah pe jadi
penungkunen iba ukurta, tuhu kin lah e? Penungkunen e banci ituriken jababna. Ibas sada kuta lit sada jabu, pendahinna ku juma ku rumah. Kalimbubu si arah ndeharana kalak si lit buatenna entah pe kalak lit. Ibas sada paksa anak jabu enda seh perluna duit man pokokna nuan-
20
nuan. Jumana enggo mesai kal ibanna, nimai nuan nari ngenca. Atena nuan kentang, tapi la lit duitna nukur bibit kentang ras pupukna. Erkiteken sie kuliper ia ras ndeharana ndarami duit raihen ku temanna sebalengen rumah ras si sada kesain, tapi sada pe la rulih. Kujah isingetkenna, ku je isingetkenna, tapi kurang iperdiateken kalak. Ngituh tuhu nggeluh enda ndai, duit man pokok nuan-nuan pe la lit. Bas kalimbubunta ah lit nge min duit, tapi labo iangkana geluhta mesera, labo sekalipe kita isampatina. Em gelah itehndu: nina man ndeharana. “Adi lit sura-surandu ngeraih man Bapa ah, tangkapken manuk ena sada, kari sidahi ia, maka banci kam ngerana nehken sura-surandu,” nina ndeharana ngaloi. Adi bage naring ... lanai padah ... enggo me ...,” nina rikutken nembeh atena rido pusuhna nandangi kalimbubuna e. Kalimbubuna e kalak mejingkat ras kalak nggit erdahin. Seakatan nampati ndeharana ku juma, erbinaga ka ia. Tiap minggu ia ndarami barang binaga si man baban ku Medan. Mulih i Medan nari maba taneh gemuk tah pupuk. Tambah sie, adi ibas kuta e man bana nge kalak
kerina minjam, bage pe erdaya barang ulih ku juma. Ibas rumahna lit ka kede-kedena inganna erbinaga. Sekali maba barang ia i Medan nari, emkap pupuk sada motor truk. Kenek motor truk e sekalak ngenca. Emaka terpaksa isampatina pesusur barang e ras nusunca ibas kedena. Ndeharana i juma denga, anakna kerina sekolah. Latih kal akapna ngangkati pupuk e, enggo curcur kal panasna. Sanga bage ka reh kalak si nukur ku kedena. Je teringet ia kelana si banci ikut nampati. Kela pe labo sekali pe nggit nampati. Itehna pe bagenda latihna kuakap, labo ia reh ngurupi, lalap nge la iangkana ukurku”, bagem nina rido ibas pusuhna. Labo iangkana kelana pe enggo me leben rido pusuhna, bage ka pe si kela labo itehna rido pusuh mamana. Jadina ia pekepar radu rido pusuh erbahan sada pe ia la ngalo. Si jadi eme bibit ceda ukur sebab duana ia si agakagaken. Maka ola jadi bage, kai arusna ilakoken? Si ilakoken e me balikna. Adi ndai pekepar ia rido, arusna pekepar ia rutang. Kalimbubu, eme si mamana idahna kelana paksana susah, la lit pokokna nuan-nuan, rutang min pusuhna mereken penampat. Iana ka me si kela; idahna mamana kuskas latih
21
erdahin rutang ka pusuhna nampati, tentu adi bage duana ia rutang pusuh, duana ka ia ngalo. Tambah sie ibas ia pekepar ola siagak-agaken maka ola jadi bibit si sangkuten pusuh. Kerna si enda perlu iangka ibas ndalinken lagu langkah nandangi sangkep nggeluh, senina, kalimbubu ras anak beru, maka ola jadi si la bagi ukur arah pudi. Payo entah lang?
(Bujur Sitepu)***
Mutah NGUKUMI BARUS las tengah wari e, kurang nge perehna sum e, ibas kuta si Degal, perik kabang ku bas page e. Ijem gelmelala denga rumah adat. gel si Degal lawes mantik ku sabahSi Degal anak perana kuta sabah matik cibakut ras itik. E maka si beluh mantik cibakut ras itik i mekatep erkiteken beluhna matik la sabah. Gia ia anak perana kuta, tapi ndekah enggo kari datca mbue. Kerina labo seri ras anak perana kuta si si datca e itustusina. deban. Adi anak perana kuta berngi kenca, apai denga ka paksana terang Deherken sebabna muro bula e, lawes niar-niar kuta kujah kuje sekalak si nguda-nguda, si Tega ngenehen si nguda-nguda, nenahkenca gelarna. Adi ngikutken tutur, rimpal ras nure-nure. Sora surdam entah nge kalak enda. Gia situhuna labo lit beluat (balobat) i teruh sapo rusur perkade-kaden, aminna gia kuta kalak ibegi. Tapi adi si Degal kenca elah enda pedauh, tapi gel-gel nge si man berngi pinter nge gelgel ku tatapen sabab kelang-kelang kelbung surambih inganna medem. Adi la lit ingan sabah e kal ngenca. Aminna gia temanna ngeranai, minter ia medem. labo si kade-kaden, tapi ibas kerjakerja kalak, rusur nge kalak enda si Paksa e paksana muro i sabah. tatapen, gia la si perkuanen. Erkiteken Melala ka perik mbunga si mbulan labo enggo si Degal nure-nure entah takal, ecah, kedi-kedi ras pua rusur reh naki-naki, e maka labo enggo man buron, erkiteken perik si man iperkuankenna si Tega, gia rusur ia page kerina e, tapi si mbuena kal reh mentas arah galungi sabahna. Si Tega rusur mbue-mbue sekali reh, perik pe sip nge rusur. Labo enggo nina mbunga si mbulan takal. Tapi paksana
A
22
sekali kal gia, “Kuja kam e kaka?” entah nina, “Ija nari kam e kaka?” Bagem kalak enda, rusur si tatapen, merincuh si perkuanen, tapi radu mbelin akapna takalna mulaisa ngerana. Idah si Tega pe dem pertustus si Degal cibakut, labo enggo pernah nina, “Enta deba cibakutndu ena kaka!” Mekatep nge idahna dua puluh ah ibas tustusen e, labo enggo pernah nina, “Enta sada kal cibakut ena gelah kututung kaka.” Sekali mentas si Degal arah galungi sabah si Tega. Entah kai dalanna maka pang si Tega ngerana, nina, “Ih dem kal kap dat kam sada tustusen kaka.” “Melala,” nina ngaloi si Degal. “Banci man bangku deba kaka, gelah kututung,” nina si Tega. Sinik si Degal. Sabab labo atena iberena min. “Sip nari pe kam kaka. Degil naring nge kam kaka.” “Piga kin man bandu?” “Dua ah, gelah kututung. Langa aku man e.” “Ah, endi baba gia kari kerina ku rumah. Tanggerken kari.” “La gelah julandu e kaka?” “Lang. Idahndu nge kap teptep wari aku mantik. Rulih kal nge gelgel. Si dat aku nderbih pe langa keri.” “La kin pet bibi ras bengkila?” “Pet kin gia, adi teptep wari nari kal nge e man bengkau, me leja ka nge? Enggo tabehen iakap kami bulung gadung kayu e saja entah pucuk ropah e.” “E gia. Baba ku rumah kaka. Jagar-jagarku nge ndai.”
“Kam erjagar-jagar. Aku tutus. Adi ipindondu kubere,” nina Degal iberekenna. Erkiteken la ialoken si Tega, iamparkenna idas galungi. Lawes si Degal ku sabahna. Latih kal iakap si Tega rukur erkiteken itadingken si Degal cibakut e. Emaka ibabana ku sapo. Karaben mulih ia ku rumah, ibabana, igulena. Mejile penggulena. Asum man isungkun nandena ija nari datca cibakut e. Adi ikatakenna nocoi, tentu la tek nandena, sabab pelin-pelin kal cibakut, labo banci dat bage ibas kunkun. Emaka sip ia. Kenca elah man, ia naring duana ras nandena, iturikenna kuga dalanna maka ibereken si Degal cibakut e. Cirem nandena megi kata anakna e. Pepagina i sabah reh si Tega ndahi si Degal. Nina, “Cuba nanami ka bekasku nggule e. Entah kadena kari kurang.” Iberekenna cibakut si enggo igule e tare kopor. “Adi kam nggulesa tek aku maka entabeh naring nina, Terakap nge kari sira lacinana. Gia kurang terakap sira entah lacina, adi kam nanggersa, entabeh naring kuakap,” nina si Degal, cirem sitik ia. Italangina tutup kopor e, jenari nina ka, “E ... itamandu ka kap adumna cinur, ntabeh kal e.” Bage me rusur, telu wari sekali, ibereken si Degal rusur cibakut bekasna mantik man si Tega, nande Tega pe enggo nungkun-nungkun ukurna kerna pemere si Degal la erngadi-ngadi cibakut man anakna. Reh nina ukurna maka kuga pe enggo me si ngenan anakna ras si Degal. Ibas sada wari kenca dung peranin i sabah, ikataken si Tega man bibina maka sereh atena man si Degal. 23
Enggo ersada arihna. Isehken bibina man nandena. Ise
hken nandena man bapana. Megi kata e, merawa kal bapana man nandena. Dalanna maka la ia senang, kurang jore iakapna orangtua si Degal. Pendahinna pe ku juma ngenca. Atena min maka kalak bayak perejen anakna. Janah enggo mbaru enda kalak bayak nungkunni anakna. Asum e reh nina si Tega, maka lenga atena sereh. Kenca dung peranin maka atena erjabu. Enda enggo dung peranin, sereh ia nina, labo man kalak bayak ndai, tapi man anak perana kuta pemantik-mantik. Lanai iakapna gunana nggeluh adi sahun si Tega sereh man si Degal. Ndele kal ate nande Tega, erkiteken la senang bapa Tega ibas persereh anakna. Adi nande si Tega, ngena nge atena perserehna anakna man si Degal. Emaka lanai si tabehen ia ibas jabu e. Ibas sada wari lawes si Tega nangkih man si Degal. Megi berita e, murta kap bapa Tega. Bicara idahna berkat, mangkursa pe nggit ia. Pepagina reh piga-piga diberu ngendes kerna si Tega enggo nangkih ku jabu si Degal. Irungguken ate kerna ndigan reh ndahi ia. Minter merawa
kal ia. Ban rawana nina, “Enggo me, maka genduari nari lanai ia anakku. La ise pe banci ku rumah enda ngerungguken kerna perjabun si Tega”. “Labo kalak bage. Adi enggo ia lawes nangkih ku jabu kalak enggo merandal. Pengindona nge erbanca,” nina sekalak turangna. “Melas kal kuakap e. Enggo rutang katangku man kalak si reh mbaru, enda.” “E gia adi enggo idalankenna dalanna, em pagi man beluhen man kalak si reh mbaru enda. Eka man runggunken, nina turangna e. “Melas kal kuakap,” nina bapa si Tega merampus. Ndeharana pe enggo iperengkona. Turangna si nije pe enggo iperengkona ban rawana. Amin gia bage enggo ieteh bapa si Degal, tapi rusur la erngadi-ngadi isuruhna anak beruna ndahi anak beru si Tega, gelah alu anjar-anjar icakapkenna maka idungi kerna perjabun si Tega. Tapi bapa si Tega mekeng kal rusur. Lalap langa banci irungguken. Enggo seh dua tahun la terdungi lalap kerna kerja adat perjabun si Degal ras si Tega erkiteken la senang lalap Pa Tega. Enggo mehuli kula si Tega. Enggo natang tuah. Enggo ipebetehken man kalimbubu, urangtua si Tega. Megi berita maka enggo si Tega natang tuah, kepe nusur kang ukur bapana. Enggo nggit ia iarihken kerna ndahi anakna maba naruh manuk mbentar. Sekali las kal wari. Agakna geling. Lawes si Tega iarakken si Degal lawes ku sabah nocoi kunkun. Datca cibakut, kaperas ribu-ribu ras serpu24
serpu agakna setengah taduken. Jenari lawes ia ridi. Seh ia rumah minter itanggerkenna. Kenca tasak, wari enggo gelap, man ia duana, ntabeh iakapna duana man, sabab beluh kal si Tega nggule nurung. Gesteng kal kerina ibahanna. Kenca elah man agakna setengah jam, reh kalimbubu ras sangkep nggeluh maba pangan si ntabeh. Maba naruh manuk mbentar, mesur-mesuri, erkiteken si Tega enggo mehuli tahunna. Emaka iulihina man, melala denga keri nakan ipan si Degal. Erkiteken ntabeh kal. Kenca dung man kerina, ngisap-ngisap si dilaki janah man belo si diberu ka kerina. Sedak kal iakap si Degal erkiteken besurna. Gulisahen ia rempet. Melala kalak si ermamang ate, lit deba mekusik, “Entah pinakitna nge min tapi adi mara kenca kari, nggit ka ikataken kalak itama mamana ah nge maka mate. Sabab labo mbaru enda senang atena anakna ah man si Degal. Banci ka nge kita iorati polisi”. Reh ka nina ije sekalak ngaloi, “Adi bujur nge kita labo kebiaren. Adi lit kari pengadun, iperiksa dokter kari nakan ras bengkau si tading, labo lit kai ije, ma labo kebiaren.” Enggo mbue cakap. Enggo ndele kal ate nande ras bapa si Degal. Nungkun-nungkun ukurna, nina, “La gelah itama kalimbubu ah anakku ah.” Ukur kerina si arah ia pe kerina naramnaram maka lit ndai isina si la mehuli ibas nakan ras bengkau ndai. Tempa-tempa mutah rusur atena si Degal. Tapi la mbera ndarat. Lesek janah aru ate si Tega ngidah perbulangenna bage. Dungna reh pariban si Degal, Pa Gori, la iangkana kuga maka bage
jadina si Degal. Labo erkiteken itama si la mehuli ibas pangan ndai tapi erkiteken besursa nge man. Nina man si Degal, “Ariko ku ture kita lebe. Entah i ture banci ko kari mutah.” Nina man si Tega, “Ola kam mbiar permen, labo kai pe e. Enta kami ku ture kentisik. I rumah saja kam.” Irande pa Gori si Degal ku ture. Seh i ture suksuk ia duana. Jenari nina Pa Gori, “Kana kai nge engko e?” “Labo kaden pe pa. Ncocoi kami ndai ras permenndu. Dat kami cibakut ras binurung ntah setengah taduken ah. Ntabeh kal kuakap ndai man. Besur kal aku. Ija langa pe nusur nakan ndai enggo ka reh kalimbubuta ah maba pangan ntabeh. Ntabeh kal kuakap man. Menam la kueteh erngadingadi. Dungna sedak kal kuakap, mutah atena rusur, tapi lang denga mbera, adi kari enggo mutah enggo me senang kuakap.” Bicara danak-danak engko e, man ukaten kap engko e. Sengkerauk man bibina, sengkerauk man nande ningen. Enda engko enggo mbelin, nandangi jadi bapa ka kentisik nari. Emaka cuba cekoh kalah-kalahmu e.” Icekuh si Degal kalah-kalahna alu tanna. Lebe la mbera, tapi dungna enggo melala kal iutahkenna. Emaka enggo erturih ukurna. Ia mutah-mutah e, ibegi i rumah nari. Si Tega enggo reh, la tergengkenca i rumah. “Labo kebiaren permen, enggo ia mutah, enggo senang iakapna, ku rumahken gelah. Man si Degal nina nungkun, “Enggo senang akapko beltekmu e ndai?” “Enggo pa,” nina si Degal. “Ku rumah kita dage?” “Sitik nari pa.” 25
Kenca enggo ersenangna iakap si Degal, maka ku rumah ia. Lebe erdalan Pa Gori, jenari arah pudi si Degal, janah arah pudi kal si Tega. Kenca ia kundul teluna i rumah, ituriken Pa Gori kai dalanna maka bage si Degal. “Labo lit pinakit kai pe. Kepe ndai suari nocoi anakku enda ras permain. Datca melala cibakut ras binurung, entabeh iakapna man, beras page mbaru ka nakan, emaka moler. E saja pe min ndai enggo me bias, ije reh ka kalimbubu maba pangan ntabeh. Lanai terangkar anakku enda, enggo
besursa. Emaka tambarna si merandalna, mutah ngenca. Enggo mutah, enggo malem. Emaka enggo merandal, enggo kita mejuah-juah.” Megi kata pa Gori, minter tawa kerina. Nande ras bapa si Degal pe enggo meriah ukurna. Kalimbubu pe enggo meriah kal ukurna. Si meriahna kal ukurna e me si Tega, ndehara si Degal.
Asam Ngerana E
rpagi-pagi si lampas, sope jam
enem, enggo kundul Pa Dumange i kede kopi Pa Gentes. “Kuga, enggo tasak cimpa unung-unungta? Adi enggo tasak tama kopingku, “nina Pa Dumange. “Enggo, piga kin man bandu?” nungkun perkede. “Sada lebe, adi kurang kari ma kupindo tambahna,” nina Pa Dumange. “Adi bage, dua saja. Adi la kari keri, tadingken sada ibas piring e. Adi biasana kuidah keri nge gel-gel duana ibahan kam,” nina Pa Gentes. “Kak, kak, kak,” tawa Pa Dumange, kena kal iakapna. Kek, kek, kek,” tawa ka Pa Gentes. Pa Dumange, tawana erkakkak, tapi Pa Gentes tawana erkekkek. Itama Pa Gentes kopi,
iidangkenna ras dua cimpa unungunung tare piring. Kenca enggo idang i lebe-lebe Pa Dumange, nina, “Isapna gp sada bungkus rikut pe sada colokna.” Sip Pa Gentes, ibuatna ibas lemari nari isap gp sada bungkus ras colok sada, iberekenna man Pa Dumange. Italangi Pa Dumange isap, jenari idekdekna sada, itama ku biberna, jenari icolokina. Iselduna, iamparkenna isapna ibas ingan abu rokok, italangina kulit cimpa unung-unung. Maka ipanna me cimpa e. Kenca keri ipanna sada, inemna kopi. Kenca e ikulitina ka cimpa sada nari, ipanna ka. Jenari inemna ka kopi. “E ma keri nge dua? Tambahi sada nari?” nina Pa Gentes. “Keri aku nge telu nari anak, tapi si karah pudi kari teran, kuga me?” nina Pa Dumange. 26
“Kek, kek, kek,” tawa ka Pa Gentes. Reh ka kalak minem deherken Pa Dumange, temanna minem rusur erpagi-pagi. Pa Dungari ia. “Iah pindo inemenndu Pa Dungari,” nina Pa Dumange. “La pe ipindo, enggom iagak Pa Gentes ah, ras cimpana dua, isapna sada bungkus ras colokna ka sada,” nina Pa Dungari. “Payo, minter tuhu mejingkat Pa Gentes nama tehndu,” nina Pa Dumange. La ndekahsa enggo reh Pa Gentes maba teh susu ras cimpa tare piring. Erhua denga cimpa e, ban lasna. “Isapna ndai ija?” nungkun Pa Dungari. “Banci,” nina Pa Gentes, minter ilegina, iberekenna man Pa Dungari. “Nderbih ngkai maka la kam nggit ngerana isuruh asum mereken luahta si ngalo bere-bere?” nungkun Pa Dungari. “Ibas mereken luah man beberenta, bebere Pa Keramat nderbih?” “Ue.” “Ah, si tuhuna mberat kal nge kuakap nurikenca. Sabap labo ka kueteh seninanta Pa Keramat labo pang ngerana ku tengah. Pangen ia ibedil maka ngerana. Janah pe adi la si mada bebere kal, ma arus nge kita ngerana?” “Perban kam la nggit rebih, emaka kupala-palai kal ngerana,” nina Pa Dungari. “Adi gelgel ma ietehndu kal nge nggit nge aku ngerana ku tengah enda? La gia ngena ate kalak pengeranangku, tapi la tulpak,” nina Pa Dumange. “Genduari, ngkai maka rempet
lanai?” “Mela aku,” nina Pa Dumange. “Ngkai maka mela?” “Maka aku mela, mejile kal ajarku man kalak si njabuken bana. Ola rubat-rubat, mejingkat erdahin gelah minter idah bekas latih, bagah-bageh ningku rusur. Tapi adi aku tep-tep wari rubat ras kalak ah i rumah, mekisat ka ku juma. Mehamat ernande-bapa, bibibengkila, ermami-ermama, ningku, tapi aku sitik pe la mehamat man ise pe. Em dalanna maka lanai aku nggit ngerana ku tengah. Kutatap man bangku belikna kerina si kuturiken e.” “Kak, kak, kak,” tawa ka Pa Dumange. Jenari nina, “Ajarku e gelah begiken, aku la man usihen ningen.” “Kak, kak, kak,” tawa ka Pa Dumange. Jenari nina ka, “Em dalanna aku sip. La lit asam ngerana.” “Eak, adi kerna si ena, ban gelah bage. Ibas asum peberkat sekolah permenta si Timbung mbaru enda, e ngkai maka la kam nggit ngerana?” “E pe iana ka me. Dage la iakap pemela-melaken, ngerana kita mereken ajar man permenta gelah seh kal sekolahna, idahna anakta ah, sada pe la nggit sekolah. Entah labo min tergalari belanjana tep-tep bulan. Seh kelas 4 tah 5 i kutanta enda, ngelandih. Kalak e diberu nge ngelandih, kuga me, kai asamku ngerana. Adi ngerana aku enggo me gelarna pet-pet ngerana naring, asal iembus saja.” “Kak, kak, kak,” tawa ka Pa Dungari. “Ibas kalak mengket rumah, bagi asum mengket rumah anakta ipupus Pa Kulamit, e kuga ka dalanna maka la kam nggit ngerana?” “Mandang bana aku Pa Dungari. Kalak mengket rumah si mbaru, kubahan kata si mejile kal, 27
jenari ma seh nge matandu ernen, rumahku adah tarum rih ras dingding salimar silalap? Ma Enggo petca aku e adi nggit aku ngerana?” nina Pa Dumange terdauhen, “Nuri-nuri aku man kalak si beluhen asangken aku, kuga iakapndu e?” “Jadi ibas kerja kai pe lanai kam nggit ngerana ku tengah?” nungkun Pa Dungari. “Sabap ngerana la rasam, erdiate kalak kerina,” nina Pa Dumange. Tuhu kata Pa Dumange, adi ngerana kita lit min asamta, asam ningen labo duit, tapi adi ola rubat ningen, kita pe ola rubat. Adi tutus atendu sekolah ningen, anakta pe tutus min kerina atena sekolah. Adi ngerana
man kalak si mengket rumah, kita pe enggo min mengket rumah. (Ng.B. 8.7.1988) 1. Kuja pe kam lawes bahanlah usur si mehuli maka meriah akapndu nggeluh. 2. Tambahilah usur pemetehndu, maka kam usur idarami kalak. 3. Tutus kam ibas si kitik, maka iteki ibas si galang.
Turi-turin Karo Sidekah
BENGKAU NTABEH POLA BENGGAL-BENGGAL RARU Oleh : Ngukumi Barus
T
uri-turin enda terjadi ibas sada kuta, kuta apai la pedah ituriken. Ibas sada berngi, ibas sada rumah sadasada. “Aku ulin kuakap ibahan sada rumah kami rumah sadasada o mama,” nina si Ngerti man mamana. Mamana enda e me kap turang nandena janah bapa ndeharana. Jadi ia tumbuk ras impalna kal. “Ngkai maka bage nim Ngerti?” nina mamana nungkun. “Enggo me kuakap rusur
kami man cakapenken anak rumah ah kerina. Kami naring rusur man runggunken kalak la erngadi-ngadi. Mawen-mawen labo kueteh pe salahku, enggo aku irawai anakndu mama!” nina si Ngerti man mamana. Rukur mamana, kuga maka tengteng katana man beberena e. Dungna nina : “Bagenda ban sekali man impalmu. Asum ia ku juma, ope denga ia reh ku rumah, geleh sada manuk, mejile bahan pertasakna, mejile sayat-sayatna 28
ras gat-gatna. Terakap bahan lacina ras acemna. Kettu kal bahan getahna. Kenca dung simpan lebe ibas lemari bengkau. Darami inemen kari pola benggal-benggal raru kelangkelang entebu ras macem. Kenca ben reh ia i juma nari, tentu ku lau ia lebe. Kenca ia reh i lau nari, kenca ia kundul sikap erdakan atena, pedarat bengkau ras nakan e. Bage pe pola benggal-benggal raru e. Mejile bahan pengeranam man impalmu tah kuga nina. Adi la lit manukmu i rumah ah, manuk mamim enda pagi pindo.” “Lit denga nge manuk i rumah ah ma,” nina si Ngerti. Bagem ibas sada wari ibahan si Ngerti man ndeharana/ impalna si Suasa. Ben reh si Suasa raron i juma nari. Kenca ia seh i rumah, minter ibuatna kuran ku lau ia ridi ras ngelegi lau. Reh i lau nari kundul ia pegara api atena. Italangi si Ngerti lemari bengkau, ipedaratna bengkau ndai ras nakan bage pe pola benggalbenggal. Sengget kal si Suasa, perban la enggo bage ibahan perbulangenna man bana. Perubaten nge gel-gel gatin jadi adi ben kenca bage wari erkiteken latihna akapna erdahin ku juma. Cirem ia, meriah kal
ukurna. Langa denga ia ngerana, pangan paksana enggo idang kerina, reh bapa ras nande si Suasa. “Mari kundulken ma!” nina si Ngerti man mamana. “Kundulken nde!” nina si Suasa, ikimbangkenna amak. “Man ia empatna. Entabeh iakapna. Kenca man, nungkun mamana, bagi la ietehna dahin e. “Kai nge ndai dahin, maka gelehko manuk, entabeh sikap perpanmu pola benggal-benggal raru kelang-kelang si macem ras ntebu ibahan ko inemen? “Bagenda nge e ma, perbahan rusur kal kami rubat ras anakndu, kami rusur man runggunken anak rumah enda, enggo mela aku rusur. Adi kalak anak rumah enda la enggo kuidah rubat. Salahku pe mekatep kal la kueteh, enggo aku irawai anakndu. E maka igelehken manuk gia sekali, entah alu dalan bage lanai kari kami rubat-rubat nina ukurku.” Merandal anakku. Emaka kam pe o Suasa, adi nembeh kal atendu man perbulangenndu o anakku, entah kai gia sekali dalanna, entah gia sekali la erdalan, ban pagi pangan 29
entabeh man bana. Gelah alu dalan bage susur ukurndu si merawa, ras lemlem ibas pusuhpusuhndu pekepar. Gelah ola pagi kam rubat rusur man runggunken. Sitik pe lanai ieteh si Suasa kai man belasenkenna ngaloi kata bapana. Bicara erpekara ndai talu tuhu-tuhu iakapna man bana. “Em inget ame!” nina nandena. “Labo rubat man
bahanen ibas erjabu e, tapi ukur mehuli nge man bahanen.” Sip si Suasa megiken kata nandena. Ndauh enggo itangkelina. “Adi rubat kita bas jabu meriah akap kalak si ernembeh ate man banta, enda arus tangkeli,” nina bapana. Kenca wari si e lanai pernah ia rubat ibas jabuna. Enggo silegi-legi ukurna ia pekepar.
Mela La Mersik
M
an jelma manusia sada keriahen ukur adi cawir metua. Gia melala ka nge urangtua nina, maka cawir ola cawirsa. Sabap adi cawir kal metua kurang nge si erkeleng ate ibas ia lanai ngasup erkai pe. Tapi kalak si cawir metua lit kelebihenna asangken kalak si la cawir metua. Kalak si cawir metua melala erbage enggo idahna, ibegina ras igejapkenna ibas kegeluhen enda. Bage me Pa Kurmak seh bagi katana nai, “Mbera-mbera ndekah aku nggeluh gelah kuidah pagi sikugapana pe.” Enggo seh tahun 1982. Si Ampeluk ras ndeharana si Rapan enggo pindah nadingken kota Medan, lawes ku kuta mamana Pa Rapan. Ibereken mamana sitik
jumana. Tambahna isewaina juma kalak si deban. Anakna si Lukpan erdahin i Medan, kenek motor prah naruhi barang-barang. Kenca pigapiga tahun bapana ras nandena ku kuta, turah ukurna ndahi orangtuana sebab empo atena. Seh i kuta iturikenna sura-surana man nandena ras bapana. Meriah kal ukur nande bapana ibas pemindonna erjabu, erkiteken sada si Lukpan kal ngenca anakna. Emaka isungkuni sekalak singuda-nguda e nggit isungkuni. Erkiteken nina si Lukpan dua minggu ngenca ia pere, e maka minter ibahan kerja kitik-kitik, gelah enggo sah ia erjabu. Gelah enggo la nai kalak nise, gia ibaba si Lukpan ndeharana e ku kota inganna erdahin. Ibas kerja si kitik e nungkun 30
Pa Kurmak man si Lukpan, nina, “Ija nge kam erdahin, maka ndekah me bapandu i jenda kam la pernah idah”. “I Medan nini bulang,” nina Lukpan ngaloi. “Erkai dahinndu e kempu.” “Ibas perusahan galang import ras export nini bulang.” “Erbahan pot bunga nge entah pot si nipake i rumah sakit ah kempu?” “Kak, kak, kak,” tawa kalak si megi kata Pa Kurmak. Motu kal iakapna Pa Kurmak. Kenca ndai tawa kerina, nina si Lukpan, “Labo erbahan pot nini bulang. Tapi perusahaan ngirem barang ku luar negeri janah ngaloken barang-barang luar negeri man dayanken i jenda. Ola kam megelut kempu. La enggo kubegi kata port-port ena. Ola tama ukurndu, ietehndu gelah maka nini bulangndu aku, labo enggo ndauh perdalanku ngkahe. Labo enggo ilepusina deleng Barus e.” “Labo aku megelut nini bulang.” “Adi bage kai saja dahinndu i je?” “Aku pegawai kantor.” “Adi bage, tentu galang kal nge gajindu.” “Sitik kal nini bulang. Dua ratus ribu rupiah teptep bulan.” “Sitik nindu, galang kal kap ena.” “Lang nini bulang adi inehen gaji teman-temanku si ni je.” Rukur Pa Kurmak. Reh nina ukurna, “Kempu enda tentu perbual kang bagi bapana. Adi bage ulin kubuali ka ia.” Emaka nina man si Lukpan, “Situhuna galang nge
gajindu e kempu. Tapi adi inehen gaji kami si nuan lacina saja i jenda, enggo kitik kal ena. Adi si suan lacina 1 ha gelah gia, adi enggo erbuah ia paksana perberasenna dat 300 kg sekali ngutip. Adi rembang kenca erga 3000 rupiah sekilo, sekali ngutip dat siwah ratus ribu rupiah. Adi mejile ia, banci kita ngutip dua kali sada minggu. Jadi gaji sada minggu sada juta waluh ratus ribu rupiah. Ban sepuluh kali saja kita ngutip seh mampul. Adi kalak dua puluh kali pe lit ia ngutip maka enggo keri, jadi sepuluh kali siwah ratus ribu, dat kita siwah juta rupiah. Ma galang dat kami perjuma enda.” Megi kata Pa Kurmak, kitik kal ukur si Lukpan. Ikatakenna gajina dua ratus ribu teptep bulan, atena ngataken maka mbelin kal gajina. Gelah mehangke kal kerina si nipulung ibas kerja e. Tapi minter kal kai pe lanai lit ertina gajina e ibahan Pa Kurmak. Rempet tawa kerina megi bual si Lukpan, minter kal ipantikken nini bulangna Pa Kurmak, alu bual ka. Kenca dung tawa, reh nina Pa Kurmak, “Adi enggo kita ngisap, dahi ka entah apai ndai langa idahi kam.” Lawes si Lukpan ndahi kalimbubu si deban, ayona megara mbiring. Kenca piga-piga wari i kuta, kenca sai rebuna, berkat si Lukpan ras ndeharana ku kota Medan, si nina ia erdahin ibas kantor import export galang. Erkiteken lit salahna, dua bulan kenca ia erjabu, ipengadi tokihna. Emaka mulih ia ku kuta. Kenca lima wari ia i kuta, jumpa ia ras Pa Kurmak ibas kede kopi. 31
“Ndigan nai kam reh kempu?” nungkun Pa Kurmak man si Lukpan. “Enggo lima wari nini bulang,” nina ngaloi si Lukpan. “Banci kin itading-tadingken ingandu erdahin ah ndai kempu?” “Enggo kupindoken ngadi nini bulang.” “Engkai maka ipindo kam ngadi. Ma kin mesera kal muat dahin bage belinna gaji?” “Kuinget katandu mbaru enda nini bulang. Beliden gaji ku juma nuan lacina asangken jadi pegawai swasta adah ndai. Emaka enggo kami arih ras kempundu, maka kami nuan lacina saja.” “Payo kal nge kempu. Tapi ija ibuat pokok, melala kal nge kempu.” “Lit denga kubaba duit man pokok kami nini bulang.” “Adi enggo lit pokok, juma ija ibuat?” “Enggo lit 1 ha nina nande ras bapa.” “Merandal kempu adi bage.” “Pagi mulai me ate kami ku juma.” “Tapi gelah itehndu maka bage ningku mbaru enda, murah muat duit siwah juta arah nuan lacina, kitik kal gajindu e ningku, sabap kuidah peruisndu, metunggung kuakap jadi kenek motor Medan – Belawan entah tukang sapu i dalan-dalan kota Medan ah. Iakapndu la kueteh maka gaji dua ratus ribu ibas babahndu nge ngenca, si tuhuna entah lima puluh ribu rupiah kal pe labo lit, nina ukurku asum e ndai. Emaka bage ningku man bandu.” “Kak, kak, kak,” tawa kerina
si nibas kede kopi e. “Bage gia tahan kin kam erdahin ku juma nahanken las matawari ah kempu?” “Ngasup nini bulang.” “Merandal.” Minem pa Kurmak ras si Lukpan. Si Lukpan ibas perjabunna ras ndeharana rubat la erngadi-ngdi. Entah kata rasinna kin bage. Sahun isuanna lacina. Erkiteken pangen ia rusur bual asangken erdahin, kurang pengarakngarak, kurang penama pupuk, rikutken duit penukur pupuk pe bagi si kurang, emaka pemompa pe kurang ka. Tapi bage pe seh paksana, gia la bagi kalak perbuahna, erbuah ka nge lacina si Lukpan. Rembang meherga erga lacina. Tapi bicara gia bage, adi labo melala, tentu labo melala dat duit. Kenca ngadi erbuah lacina, rubat belin si Lukpan ras ndeharana. Tentu perubatenna kerna tukur lacina. Lawes si Lukpan entah ku ja. Ibabakenna kerina duit tukur lacina. Sada bulan kenca si e, enggo ka seh si Lukpan i kuta. Emaka jumpa ka me ia ras Pa Kurmak i kede kopi si biasana ia minem. Nungkun Pa Kurmak, nina, “Ija kam gelgel sada bulan enda kempu ninina?” “I Medan nini bulang.” “Erkai kam i Medan kempu? Maka kempu ah itadingkenndu sisada i jenda?” “Melala kal mbaru enda dat duit erkiteken meherga lacina ndai. Payo tuhu kata nini bulang ndai beliden gaji ku juma asangken erdahin i Medan, nina ukurku, nini bulang.” “Adi bage erkai kam ku 32
Medan?” “Gelah enggo kunanami sekali ibas hotel si mehergana ah kal ateku. Keri gia duit tukur lacina enda la dalih. Entah mate gia denggo gelah enggo inanami senang ateku.” “Iak, iak kempu. Ma meherga kal galar sada berngi ije kempu.” “Meherga nini bulang. Lima puluh ribu rupiah sada berngi.” “Adi bage sewa kamarndu saja keri tengah dua juta kempu. Kuakap ras belanjandu erdalan-dalan kujah-kuje keri nge duit telu juta rupia. Ma bage kempu.” “Payo kal nini bulang. Telu juta mbaru enda tukur lancina ndai keri kal, tading ongkosku mulih naring, maka aku mulih.” “Madin kal me min ndai tukurken juma si telu juta e. Enggo lit jumandu kempu. Enda kam pe la lit tinutuna duit simbue e. La merawa kempu ah bage ibahanndu kempu?” “Engkap maka kami rubat rusur. Tapi aku la mbiar.” Reh nina ukur Pa Kurmak, “Labo banci datca telu juta. Lacinana pe sitik nge. La ka mehuli.” Jenari nina man si Lukpan, “Adi bagena uisndu pe la enggo isabun, bere perhotel adah ndai kam ije medem kempu.” “Lebe la iberena bulang. Pigih, nina. Kucidahken duit si melala e, minter kal nina, bolehboleh.” “Adi bage bujur nge kam rubat la erngadi-ngadi. Ras kempu ah kam ndahi lacina ah ndai. Ikerikendu sisada.” “Nuan sekali nari man bandu kerina duitna ningku nge nini, ma
bujur nge aku e?” nina si Lukpan. “Kak, kak, kak,” tawa kalak si minem ibas kede. Pa Kurmak pe tawa. “Adi kuakap,” nina Pa Kurmak, “Labo lit duitndu telu juta e. Lit sitik dat duit ndai ibabakendu ku Medan. Labo ku hotel. Sebap kuga kal pe la ibere perhotel ah kam medem i hotelna adi uisndu pe melket kal. Bicara itapinta ena itaptapi, maten kerina binurung arah berneh ah. Ibualindu aku rusur kempu. Aku aku ndekah nggeluh enda. Labo terbualindu aku, gia kam kuue-ue.” “Tuhu nge aku medem i hotel si meherga adah ndai bulang.” “Entah tuhu nge min. Kuakap kerina si minem ibas kede enda sada pe la tek. Bage gia cuba sungkun.” Langa denga isungkun si minem kerina, leben ia tawa, “kak, kak, kak,” nina tawa. Sekali berngi kenca elah man, nina si Apeluk man anakna si Lukpan, “ola ko min rusur bual i kede kopi ah. Bual, jenari rubat ko ras permen ena, e saja rusur dahinmu. La teh ko mela.” Megara ayo si Lukpan. Nembeh kal atena man bapana jenari nina ngaloi, “Kam kap kuusih bual. Janah kam kang kuusih rubat. Kam gurungku ras nande. Ipandangindu rusur kami mekisat erdahin ku juma. Kam ras nande pe bageng.” Rukur si Ampeluk kata si Lukpan. Payo kal iakapna. Si Rapan ras ndehara si Lukpan sip. Ibas berngi si e, inget Pa Kurmak maka kuan-kuan, “labo ndauh buah kayu e ndabuh ibas batangna nari. 33
BILANG-BILANG Maka iyo bilang-bilang nu buluh minak Si mula tubuh ni taneh namo jering Ni babo taneh pengite-ngiten enda Ni teruh langit meganjang enda Lako nitabah pe ndube man tabung pertimbakowan nateku ndube Maka kubuat kutukas ndube ia la mela, nande beru Ginting la mela Maka enda enggo me ia mela Maka lanai me rupa lolo la tading jelma ernande erturang Erkite-kiteken anak beru seninangku enggo muang me Kuja dengang perdalan anak Tarigan mergana.
Kak Tangko Bunga ekali, lit me sekalak diberu tua-tua. Lit sada bungana man guro-guro kempu-kempuna. Sekali ku lau ia, itangko kak bunga e. Kabang kak das kayu. Idarami tua-tua enda bunga e. Idahna enggo ibabaken kak ku das kayu. Emaka nina, “O kak, kak, lit tangkongko bungaku?” “Apai,” nina kak. Idahina eltep. Nina man eltep, “O eltep, eltep …… eltep sitik kak, kak tangko bungangku!” “Apai,” nina eltep. Lawes ia idahina piso, Nina
S
man piso, O piso, gat-gat sitik eltep, eltep si la nggit ngeltep kak, kak tangko bungaku!” “Apai, nina Piso. Jenari lawes ia njumpai api. Nina man api, “O api, api, lebur sitik piso, piso si la nggit nektek eltep, eltep si la nggit ngeltep kak, kak tangko bungangku!” “Apai,” nian ka api. Idahina lau. Nina man lau, “O lau, lau nimpeti sitik api, api si la nggit ngelebur, ngelas piso, piso si la nggit nektek eltep, eltep si langgit ngeltep kak, kak tangko bunganku!” 34
“Apai,” nina ka lau. Idahina ka uruk. Nina man uruk, “Tombeng sitik lau, lau si la nggit nimpeti api, api si la nggit ngelebur piso, piso si la nggit nektek eltep, eltep si la nggit ngeltep kak, kak tangko bungaku!” “Apai,” nina ka uruk. Idahina kerbo Ragas sitik uruk-uruk si la nggit ngegas uruk, uruk sila nggit nombeng lau, lau si la nggit nimpeti api, api si la nggit ngelebur piso, piso si la nggit nektek eltep, eltep si la nggit ngeltep kak, kak tangko bunganku Apai nina kerbo Idahina ka erpo, nina man erpo, “O erpo, erpo, rangke sitik kerbo, kerbo si la nggit ngegas uruk, uruk si la nggit nobeng lau, lau si la nimpeti api, api si la nggit ngelas piso, piso si la nggit nektek eltep, eltep si la nggit ngeltep kak, kak tangko bungangku!” “Apai,” nina erpo Idahina menci. Nina man menci, “O menci, menci, ketep sitik erpo, erpo si la nggit ngerangke kerbo, kerbo si la nggit ngegas uruk, uruk si la nobeng lau, lau si la nggit nimpeti api, api si la nggit ngelebur piso, piso si la nggit nektek eltep, eltep si la nggit ngeltep kak, kak tangko bungangku!” “Apai,” nina menci.
Lawes ka ia ndahi kucing. Nina man kucing, “O kucing, kucing, pan sitik menci, menci si la nggit ngeltep erpo, erpo si la nggit ngerangke kerbo, kerbo si la nggit ngegas uruk, uruk si la nggit nobeng lau, lau si la nggit nimpeti api, api si la nggit ngelengas piso, piso si la nggit nektek eltep, eltep si la nggit ngeltep kak, kak tangko bungaku!” “Ue,” nina kucing erkiteken ia sangana melihe kal. Reh nina menci, “Ola aku ipan, kuetep gia erpo.” “Ola aku iketep, kurangke gia kerbo,” nina erpo. “Ola aku irangke, kuegas gia uruk,” nina kerbo. “Ola aku iegas, kutembeng gia lau,” nina uruk. “Ola aku itombeng, kunimpeti gia api,” nina lau. “Ola aku nimpeti, kulebur gia piso,” nina api. Ola aku ilebur, kutektek gia eltep,” nina piso. “Ola aku itektek, kueltep gia kak, kak tangko bunga,” nina eltep. “Ola aku ieltep kuulihken gia buga,” nina kak. Emaka iulihken kak bunga, tapi enggo erkubang-kubang. 000ooo000
35
KUAN-KUAN ♦ Bagi si mekpek buntal, erkiteken ipekpek maka erbelinna. ♦ Page si mbera tungkuk nge maka mbera erbuah. ♦ Bagi tebu duru kesain, nggedang tergawir-gawir, mbelin terbuntang-buntang. ♦ Bagi nangkih pinang surege, nangkih kena sukarna, nusur kena suapna. ♦ Kuan-kuan Sibayak Berastagi, bage litna bage ibaba, bage langna, bage tadingken. ♦ Bagi kurmak sampe rakit, erkiteken dekahen mayap-ayap lupa nantan urat, piah nggeluh erpala-pala, mate terbiar-biar. ♦ Bagi kerbo jalang kedataren, kelajangen la kena embaren, gelap wari la lit sipekarangsa, bene la lit sidaram-daram, penggel lalit sinambarisa.
Telu Senina
T
ersena me ibas sada kuta paksa sinai sangana si e erkuasa denga raja-raja si jadi penguasa pemerintahan ras kerina alat-alat perlengkapenna guna nehken kuasa man kerina rakyat ibas daerah kekuasanna. Amin gia alat-alat kekuasaan bage pe sistim pengorganisasian ras kerina peralaten guna ndukung sistim kekuasaan paksa si e sederhana denga, banci ikataken; upas ibereken peralaten belantan (palu-palu) saja alu serangen se adanya si jadi tanda pengenal. Tapi kerina rakyat ibas daerah
kekuasaanna patuh man penguasa ras kerina alat-alat kekuasaan raja si jadi simbol kedaulatan ibas kerajaan e, janah adi enggo ibere meteroi raja man sada lisensi (izin) kerina jelma si nggelemsa merasa bangga janah megah atena. Emaka sistem kerajaan si dekah umumna ilakoken menurut jenis keturunen dareh. Labo banci rakyat biasa (ginemgem). Tapi si nggelem kuasa ibas lingkuken jabu raja sini ibere tanda menurut jenis bapa (merga). Bage me ibas sada jabu i 36
kuta bagi tersena arah lebe enda ndai tersinget me maka lit me sada jabu i pupusna 3 (telu) anak dilaki janah teluna kalak si ersenina enda ndai erkiteken serana kegeluhenna, lampas kal melumang lanai erbapa, ernande. Amin bage gia kalak si telu enda ndai lalap nge labo mate semangat entah pe mate akal. Tapi turah nge lalap sura-sura ibas ukurna janah mawenmawen erkiteken sui na baban nggeluhna lanai bo cakap patut sura-sura sini belasken kalak enda ndai, sebab enggo iakap meganjangsa ibandingken ras cibal kegeluhen kalak si telu enda ndai. Bage me ibas sada paksa teluna kalak enda ngeranangerana kerna rencana guna idalana ibas wari si reh. Turah ukur sibagenda erdandanken lanai bo iakap kalak enda lit oratna bicara kegeluhen bagi paksa si genduari tetap idalanken. Emaka sada arih kalak si telu lawes lajang ku ingan si ndauh alu nadingken kuta ingan pusung ndabuh. Sope berkat jumpa me kalak si telu senina enda ndai, mungkin enda me si terakhir perjumpan kalak enda, e maka asa bancina teluna kalak enda si nuriken ukurna, bagi kai kin si jadi tersurat ibas pusuhna sekalak-sekalak gelah min ula
pergeluh lalap mesui bagi si genduari. Je nari mulai me anak sintua nuriken ukurna man agina si dua. Maka nina, “adi aku pagi sura-surangku, adi enggo kita jumpa peken-peken, ija ibas peken e lit turah cina cur asa cukupna guna ulam ras bulung mbertik e. bage pe enggo me kuakap megah janah enggo me aku pang tading ibas ingan si bage rupana.” Kenca bage ngerana ka me seninana si peduaken, maka nina, “Adi aku sura-surangku bicara jumpa kita pagi sada ingan ija lit pagi batang kayu si mbelin janah ije lit gantung waren sinuan-sinuan si nggawang, si banci ibahan ingan erjolah-jolah. Aku enggo me aku pang tading ibas ingan e sebab, dingen erjolah-jolah pe enggo me aku banci besur ibahan angin janah erjolah-jolah segedang-gedang wari. Je nari seh me giliren anak si nguda ngerana nuriken surasurana. Anak si nguda enda ibas kuta kalak enda ndai idahna me russur upas raja, si erdalanken kedaulaten raja man kerina rakyatna, janah patuh kerina rakyat. Nina ibas ukur anak si nguda enda ndai, “Bicara reh nina raja man upesna; sikapken
37
si perlu man bengkau ras nakan, ras adumna nina, lanai banci lang patuh nge kap upasna enda, bage me ercakap ibas ukur anak si nguda enda. Emaka reh nina man seninana duana, “Aku pagi surasurangku adi njujuri pagi Dibata janah ngayu pagi tendingku, ateku min aku banci jadi raja ibas negeri enda. Janah adi enggo reh kam duana banci ku pesikap sue ras sura-sura nande ras bapanta ndube. Megi sura-sura agina si nguda enda ndai minter me duana senina anak singuda enda ndai, ngicum tanda labo setuju ras sura-sura agina. Sebab labo iakap mungkin jadi bagi surasura si bagenda rupa pas bagi nina pepatah Melayu; “Seperti pungguk merindukan bulan.” Amin bage gia rencana kalak si telu enda ndai nadingken kuta tetap nge idalanken. Seh me wari keberkaten si enggo itetapken, berkat me kalak si telu erdalan kempak kesunduten. Kenca piga-piga wari erdalin jumpa kalak enda ndai sada peken-peken ibas tapi sada kerangen, i je turah mehumur cina cur ras batang mbertik si mehuli. Emaka reh nina anak sintua, enggo jumpa
kita ingan bagi sura-surangku, emaka, ngadi me aku i jenda gelah banci kubesuri man bangku alu pucuk mbertik ras cina cur enda. Terusken dage perdalanenndu duana agingku, tadingken aku i jenda. Terus me perdalanen kalak si dua nari, sibar me enggo latih erdalan kenca piga-piga wari kenca si ndai jumpa ka me kalak enda duana sada batang kayu si seh kal galangna janah sinuan-sinuan si nggawang pe melala turah i je janah tawanna pe enggo mareare kerina ku teruh. Emaka enggo sikap banci erjolah-johal ije alu nagangi tawan-tawan si mare-are. Je nari nina seninana sintengah, “Enda me ingan si kusura-suraken, emaka i jenda me aku ngadi, gelah ku pesikap waren enda inganku erjolahjolah. Kenca bage banci besur kal aku ibahan angin dingen erjolahjolah. Emaka tading me anak sintengah. Nerusken perdalanen me anak singuda kubas ingan si langa bo ietehna ku tujunna. Tapi bage gia alu semangat si mbelin ibas pusuhna gelah banci jadi raja, anak singuda erdalan alu la erlatih-latih. Tarun ku dekahna, amin gia semangat menggebu-gebu
38
tapi lit nge kepe batas gegeh manusia. Kote daging anak singuda janah idaramina me ingan ngadi. Je nari jumpa me ingan ngadi i tepi sada kuta si la bo pernah idahi anak singuda enda ndai. Kenca ngadi anak si nguda ndai piga-piga paksa, erkiteken latihna minter ia tertunduh. Ibas paksa ia tertunduh reh me anak kuta, mulihna erburu. Idahna me anak singuda, enggo tertunduh ibas sapo juma kalak. Je nari kalak perburu ndai reh ndeheri anak singuda enda ndai janah minter ipemedakna, janah nina, “Ise ko, janah kai atem, reh ku jenda.” Ngaloi anak singuda, “Aku reh i kepultaken nari, erdalan mampa-mampa ku kesunduten enda janah labo kueteh, maka aku enggo seh kubas kuta enda nina. Tapi kalak perburu enda ndai labo tek kerna kata sini belasken anak singuda. Emaka nina kalak e; cinder ko janah, si dahi upas raja gelah minter ko kari oratina. Gendek turi-turin seh me kalak enda ibas rumah penjagaan upas raja janah minter me anak singuda ndai i serahken man upas lako guna iorati. Kenca bage anak singuda labo iakap kalak si jahat, emaka itaruhken ia edahin janah tading i rumah raja.
Sikap pendahin anak singuda jadi daging pe enggo meparas bagi anak raja. Raja pe tep-tep wari iperdiatekenna nge pendahin ras lagu langkah anak singuda enda ndai sebab raja pe labo lit anak ipupusna. Je nari arih me raja ras kemberahen. Nina raja man kamberahen; aku enggo metua, ise nge pagi ngaloken kinirajaan enda. Adi anak seninangku labo lit, amin lit gia kalak e tading i kepultaken janah labo pernah kami ngerana ula ka leb standan. Emaka kuakap, adi kalak si jumpa ras perburu ah mbaru enda, ku pepayo lagu langkahna labo kuakap bagi ginemgem, tapi bisa raja nge kuakap, emaka ngaku akap kam kemberahen bicara la si jadiken jadi anakta denga pagi ia ngaloken kinirajaan enda. Ngeloi kemberahen nina timai lebe gelah ku pepayo lebe perlaguna janah adi enggo kari siakap tengteng labo ceda bicara si tangkuhken ia jadi anakta. Tuhu bagi pengidah raja, kemberahen pe enggo iakapna mehuli. Emaka ibahan me upahna penangkuhen anak singuda jadi putra mahkota, alu sada putra si mehuli janah kerina rakyat i undang lako mahkotaken upacara si mehuli e. Jenari jadi me anak singuda jadi putra mahkota ibas kerajaan si mbaru enda ndai 39
Ibas sada paksa lit me ibegina berita maka lit jelma mampa-mampa i tepi kuta janah atena jumpa ras raja. Emaka ibaba me kalak enda ku lebe-lebe raja ras putra mahkota. Kepeken kalak enda ndai senina putra mahkota. Seh me maka i sungkuni raja kalak enda ndai, ise bapa ras nande kalak enda ndai i kepultaken, kenca ituriken kalak si dua enda, maka enggo terang man raja, maka orang tua kalak enda ndai senina raja. Kenca e jenari ipesikap raja me ingan kalak enda ndai ibas istana raja. Seh maka ipejabu raja me anak si dua enda ndai janah anak singuda ndai itangkuhken jadi raja simbaru.
Malem kal ate kalak sitelu senina enda ndai, tapi maka jadi bagenda pengalonken si telu senina enda ndai eme leben me atena mesui, janah nina kuankuan si nguda “ Tiada bahagia tanpa derita “ Mejuah-juah Kabanjahe, 28 Pebruari 2011 Pa Danggulen
40