I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Otonomi daerah yang mulai diterapkan, memacu setiap daerah mencari
peluang untuk meningkatkan pendapatan daerahnya masing-masing. Sumberdaya alam yang merupakan modal dasar utama untuk pembangunan menjadi tumpuan sebagai lahan eksploitasi yang semakin terancam keberadaanya. Pertimbangan aspek lingkungan diabaikan dengan membayangkan keuntungan jangka pendek tanpa menyadari dampak bencana besar dikemudian hari. Berkurangnya cadangan sumberdaya alam non hayati, khususnya sumber daya alam non hayati yang talc terbaharukan seperti minyak b u d dan gas dam menjadi salah suatu pendorong untuk mencari sumber lain sebagai pengganti. Salah satu kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam yang saat ini merupakan program yang diprioritaskan dalam pembangunan nasional sebagai sumber devisa negara adalah sektor pariwisata. Di Indonesia sektor pariwisata menduduki peringkat ke tiga sebagai penghasil devisa setelah minyak bumi dan kayu lapis (Meneg. LH, 1995). Fenomena tersebut menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia diterima sebagai sektor ekonomi yang penting. Disamping menjadi penggerak ekonomi, pariwisata juga sebagai wahana yang menarik untuk mengentaskan pengangguran (Hartono, 1999). Sejak pertengahan tahun 1980-an, sektor pariwisata di Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan yang pesat dengan jurnlah wisatawan mancanegara yang meningkat dari 1,05 juta pada tahun 1985 menjadi 2,78 juta pada tahun 1993 dengan laju pertumbuhan 12,9 % pertahun. Sebagai gambaran, pada Repelita ke
VI telah ditetapkan sasaran jumlah kunjungan wisata yaitu, 6,s juta wisatawan
mancanegara dan 84 juta wisatawan nusantara dengan perkiraan jumlah penerimaan US $ 8-9 milyar dari wisatawan mancanegara dan Rp. 8,424 milyar dari wisatawan nusantara. Dari jumlah tersebut, sebanyak 13,02 % merupakan pengunjung obyek wisata dam (BPS, 1992). Secara umum pariwisata telah menjadi industri yang terpenting di dunia menurut Dewan Perjalanan dan Pariwisata Dunia (WTTC, 1999 &lam Ceballos-Lascurain, 1995). Berdasarkan perkiraan terbaru dari World Tourism Organization, pendapatan pariwisata dunia tahun 1999 mencapai
US $ 455 milyar dari 657 kedatangan wisatawan
internasional. Pariwisata juga berpotensi menimbukan kerusakan lingkungan bila tidak di lakukan secara hati-hati serta cermat dalam perencanaan dan pengelolaanya. Oleh karena itu perlu disusun suatu konsep wisata yang ramah terhadap lingkungan bahkan dapat menumbuhkan kesadaran lingkungan. Ekoturisme merupakan suatu bentuk wisata alam yang
dapat
mengakomodir persyaratan wisata alam yang ramah lingkungan. Ekoturisme atau ekowisata adalah model pengembangan wisata yang bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau di daerah yang dikelola secara kaidah dam dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahan alamnya, juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Ekowisata adalah bagian bidang wisata dam dimana pencinta konservasi dan wisatawan tertarik bekerjasama untuk memelihara kualitas lingkungan saat satu sama lain saling melindungi wisata (Farrel and Rumyan, 1991). Hal-hal penting yang terdapat dalam ekowisata antara lain :
1. Ekowisata memperhatikan kualitas daya dukung alam dan bersifat
2. Ekowisata merupakan sdah satu program pembangunan dan
pelestarian secara terpadu antara upaya konservasi sumberdaya dam dengan pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. 3. Keberadaan ekowisata dapat meningkatkan status suatu kawasan
menjadi diakui sebagai kawasan dam yang dilindungi. 4. Ekowisata meminimalkan dampak terhadap mutu dan kulitas
keanekaragaman hayati yang disebabkan kegiatan wisata yang bersifat masal/konvensional. 5. Kegiatan ekowisata berbasiskan masyarakat sehingga menjadikan
masyarakat sebagai pemilik, pelaku dan penerima manfaat utama. 6. Masyarakat diupayakan untuk memiliki keyakinan bahwa ekowisata
merupakan alternatif peningkatan pendapatan. 7. Daya tarik kegiatan ekowisata bertumpu pada kekayaan sumberdaya
d a m dan keanekaragaman hayati, sehingga kegiatan ekowisata diharapkan marnpu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati. 8. Ekowisata membuka kesempatan kerja bagi masyarakat setempat
untuk menjadi pelaku ekonomi secara langsung. Bentuk lain dari ekowisata yang lebih menekankan pada keindahan keanekaragaman bentang alam, batuan serta upaya konservasinya dalam rangka melindungi habitat flora dan fauna yang ada di dalamnya addah geowisata.
4
. Sebagai paradigma baru dalam kepariwisataan, geowisata menawarkan konsep kegiatan wisata alam yang menonjolkan keindahan, keunikan, kelangkaan dan keajaiban suatu fenomena dam yang berkaitan erat dengan gejala-gejala geologi yang dijabarkan dalam bahasa populer dan sederhana. Pengembangan geowisata merupakan salah satu upaya terobosan dalam kepariwisataan yang relatif terukur mengingat elemen yang dibutuhkan seluruhnya memanfaatakan sumberdaya lokal yang telah tersedia (Kusumahbrata, 1999). Beberapa pengertian 6
dan definisi tentang geowisata banyak diungkapkan oleh para ahli untuk mentleskripsikan secara jelas makna dari geowisata itu sendiri, Geowisata diartikan sebagai kondisi dan proses geologi yang dapat diangkat ke dalam hakekat kepariwisataan sehingga mampu memberikan kepuasan, kenikmatan, perasaan-perasaan yang khas, motivasi serta saling pengertian baik secara rasional maupun secara irrasional (Sampurno, 1999). Geowisata mempunyai dua aspek yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan yaitu : Konservasi
keragaman geologi dan secara otomatis
konservasi flora dan fauna yang ada di dalamnya. Latar belakang tatanan kepulauan Indonesia yang secara geologis terbentuk oleh hasil tumbukan tiga lempeng tektonik besar yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Hindia Australia dan satu Lempeng Tektonik Kecil yaitu Lempeng Philipina (Katili, 1973) mengakibatkan Indonesia mengalami pentahapan geodinamik sehingga selain menjadi daerah yang labil dan rawan bencana alam juga menghasilkan rangkaian bentang alam yang indah dengan komposisi batuan yang beragam. Potensi kekayaan keanekaragaman bentang darn inilah yang harus dimanfaatkan dan dikelola untuk mendukung Pembangunan Nasiond.
Gunung Kidul merupakan salah satu dari lima Daerah Tingkat II di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Bappeda Gunung Kidul, 1999) yang memiliki kondisi tanah kering dan tandus yang disusun oleh batugarnping dan lebih dikenal dengan istilah karst. Karst merupakan suatu istilah untuk menjelaskan keadaan suatu daerah yang disusun oleh batugamping terumbu tebal yang menunjukkan topografi khas seperti dolina, uvala, polye, conical hill, goa dan lain-lain. Pada daerah karst pola pengeringan permukaan yang muncul sebagai sungai permukaan tidak berkembang dengan baik, sebagai gantinya banyak muncul sungai-sungai di bawah permukaan yang akan muncul pada tempat-tempat tertentu sebagai mata air. Lahan karst terbentuk apabila memenuhi empat persyaratan yaitu : a) terdiri dari batugamping murni, masif, keras dan kristalin, b) Ketebalan batugamping lebih dari 100 meter c) berlapis baik dan banyak terdapat rekahan, dan d)terekspresi oleh relief diatas permukaan laut yang tinggi sehingga dapat memudahkan sistem sirkulasi air (Summerfield, 1991). Proses pelarutan batugamping yang merupakan proses terpenting pembentukan karst bisa dijelaskan menurut reaksi kimia batugamping dengan air dan kandungan gas C02 terlarut sebagai berikut :
Proses pelarutan batugamping tersebut terutarna disebabkan oleh C02 yang bersumber dari atmosfer yang diperkaya oleh faktor biologis dan kegiatan gunung api. Variasi faktor lain yang ikut berperan dalam pembentukan bentang alam karst di alam adalah jenis batugamping, struktur geologi, faktor biologi,
6
suhu udara, angin dan curah hujan. Ekosistem kawasan karst merupakan gabungan dari ekosistem endokarst d m ekosistem eksokarst. Endokarst merupakan semua fenomena yang dijumpai di bawah permukaan tanah kawasan karst sedangkan Eksokarst semua fenomena yang dijumpai diatas permukaan kawasan karst. Karst Gunung Kidul berkembang pada batuan gamping yang berumur Miosen dengan luas sekitar 13.000 km2dengan jumlah kubah karst yang **
diperkirakan mekapai 40.000. Secara tektonis pembentukan karst Gunung Kidul diawali dengan fase pengangkatan akibat tektonik dengan arah Barat-Timur dengan kemiringan landai ke arah selatan sekitar lo0, sehingga mempunyai pola pengaliran ke arah Samudra Hindia (van Bemmelen, 1970). Sifat tandus dan kering disebabkan karena Gunung Kidul batuannya tersusun oleh dominasi batugamping yang mernpunyai sifat porositas tinggi dan mudah larut sehingga tidak mampu menahan air hujan (Jemings, 1985). Narnun demikian kawasan tersebut sebenarnya mempunyai keistimewaan yang khas dan unik. Geowisata merupakan salah satu altematif pengelolaan kawasan karst Gunung Kidul yang mempunyai arti yang sangat penting karena :
-
Kawasan tersebut merupakan kawasan yang spesifik yang perlu dikonservasi karena didalamnya terdapat flora dan fauna yang khas.
-
Karst Gunung Kidul secara aklamasi oleh International Union of Speleology tahun 1994 diusulkan sebagai bentuk alam warisan dunia (World Natural Heritage).
-
Merupakan akuifer air tanah yang cukup besar dan produktif yang dapat mensuplai wilayah Yogyakarta dan sekitarnya (Sunarto, 1999).
-
Terdapat proses alami pembentukan eksokarst dan endokarst yang terlengkap di dunia dari stadia muda-tua dan telah berumur ribuan-jutaan tahun yang masih berlangsung hingga saat ini.
-
Keunikan bentang dam karst seperti perbukitan kerucut, goa bawah tanah, air sungai bawah tanah, danau alam, mata air, pantai karang, dan bentukan tekstur dan struktur batuannya yang beranekaragam.
-
Memperkaya jenis wisata yang terdapat di Yogyakart. sehingga dapat diintegrasikan dengan wisata lain sehingga merupakan alternatif tujuan wisata yang tidak kalah indahnya.
-
Banyak peninggalan bersejarah pada jaman manusia purba terutama yang terdapat di goa-goa.
-
Berpotensi sebagai pusat penelitian dan laboratoriurn darn karst di Indonesia. Dengan melihat begitu banyak manfaat yang terdapat di kawasan karst
Gunung Kidul tersebut, diharapkan pengelolaan kawasan karst sebagai kawasan geowisata dapat melindungi, menjaga, memelihara dan memanfaatkannya secara aman dan lestari. Tanpa mengurangi kepentingan sektor lain untuk memanfaatkan kawasan karst secara maksimal, diperlukan kesepakatan antara para pengguna kawasan karst untuk mendayagunakan daerah itu secara adil dan berimbang untuk kelestariannya (Samodra, 1999). Oleh karena itu dalam pengelolaannya sebagai kawasan geowisata maka diperlukan perencanaan wisata yang matang mulai dari pembagian zonasi kawasan, penentuan jalur wisata dan aspek-aspek lain yang berupa sarana dan prasarana fisik yang mendukung jalur wisata serta peran masyarakat disekitarnya.
Geowisata layak dikembangkan dengan pertimbangan banyak nilai positif yang dikandungnya
Nilai-nilai tersebut meliputi nilai keindahan yang
ditunjukkan oleh keanekaragaman bentukan bentang alam yang khas seperti perbukitan kerucut, goa bawah tanah, sungai bawah tanah, telaga, bentukan mineral serta jenis batuannya. Nilai pendidikan ditunjukkan oleh proses alamiah bentang dam tersebut terbentuk, bahan pembentuknya, serta umur dari morfologi karst tersebut. Sedangkan nilai petualangan dapat diikuti pada kegiatan penelusuran goa, penjelajahan aliian Bengawan Solo purba serta penjelajahan perbukitan kerucut karst. Kunci utama keberhasilan geowisata adalah : inventarisir dan identifikasi sumberdaya keanekaragaman geologi, konsemasi sumberdaya dam, pembagian zona wisata karst, penentuan jalur geowisata, sarana dan prasarana yang memadai serta peran serta masyarakat sekitarnya.
1.2.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan Karst Daerah Tingkat 11Gunung Kidul Yogyakarta yang secara geografis terletak antara 110°21' dan T46'
-
8'09'
- 110°50' Bujur Timur
Lintang Selatan dengan Ibu Kota Wonosari (Bappeda
Kab.Gunung Kidul, 1999). Lokasi penelitian dipilih secara spesifik tepatnya di daerah Wonosari - Tepus dan sebagian Baron (Gambar 1) yang mempunyai luas masing-masing 204 Ha dan 1.114 Ha dengan memperhatikan
beberapa
pertimbangan yaitu: 1. Wonosari merupakan pusat kota di Gunungkidul yang sekaligus berhngsi sebagai pintu gerbang menuju wisata karst memiliki sarana dan prasarana yang relatif tersedia.
2. Jalur Wonosari - Tepus merupakan jalur yang diperkirakan padat dengan
obyek geowisata dan dapat mewakili keanekargaman bentang dam karst di Gunungkidul. 3. Jalur Wonosari- Tepus- Baron merupakan jalur wisata yang sebelumnya
sudah dikembangkan sebagai wisata goa dan wisata pantai. 4. Aksesibilitas Wonosari - Tepus mudah dan bagus. 5. Ketersediaan air tanah di Wonosari cukup untuk mendukung pengembangan
geowisata disekitarnya.
LAUT JAWA
MprWn
Gambar 1. Lokasi penelitian dan rencana jalur geowisata di Kec. Wonosari - Tepus Gunungkidul (daerah yang diarsir)
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui dan menentukan karakteristik sumberdaya keanekaragaman
geologi untuk pengembangan geowisata, yaitu eksokarst Wonosari Tepus-Baron.
2. Mengetahui tingkat kelayakan pengelolaan kawasan karst sebagai kawasan
geowisata. 3. Membagi satuan geomorfologi karst di daerah penelitian untuk membantu
memudahkan pembagian zonasi karst daerah penelitian. 4. Membagi zona karst dalam bentuk peta zonasi berdasarkan pemdaatanya
sebagai kawasan geowisata agar upaya konservasi dapat berjalan dengan tidak menghalangi aktifitas lain diluar kegiatan wisata. 5. Menentukan jalur geowisata dalam bentuk peta jalur geowisata di daerah
Wonosari
- Tepus berdasarkan keunggulan dan keunikan proses geologi,
sejarah geologi, keanekaragaman geologi dan keindahan batuan dan mineral di sekitar jalur geowisata. 6. Mengetahui kesiapan sarana dan prasarana fisik, sebagai pendukung
pengembangan geowisata.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Membuka wawasan bagi pemerintah daerah dan masyarakat sekitar pada khususnya mengenai berbagai macam potensi yang ada pada sumberdaya alam karst sehingga gambaran bahwa kawasan karst sebagai kawasan kering, tandus dan tidak memiliki nil& jual dapat dihilangkan. Selain itu diharapkan obyek geowisata dapat menumbuhkan kesadaran mengenai pentingnya kawasan karst untuk dilindungi dan dilestarikan. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah daerah setempat dalarn merencanakan dan mengevaluasi pengelolaan kawasan karst secara lebih menguntungkan dengan menjadikannya sebagai kawasan geowisata.
1.4.
Perumusan Permasalahan
1.4.1. Permasalahan kawasan karst
Permasalahan yang ada pada kawasan karst baik yang alamiah atau akibat aktifitas manusia adalah : 1. Kelestarian kawasan karst sebagai habitat flora dan fauna tertentu yang
semakin terancam dengan adanya kerusakan bentang alam akibat penambangan, pemukiman dan aktifitas pertanian. 2. Sifat porositas yang tinggi dan pola sebaran sumber air di karst yang tidak
merata dan hanya terdapat pada tempat-tempat tertentu menjadikan daerah tersebut sering mengalami kesulitan air. 3. Tingkat pencemaran air tanah karst yang menunjukkan kecenderungan
meningkat akan mengancam keberadaan ekosistem karst. 4. Perusakan sumber akuifer akibat aktifitas manusia mengakibatkan sumber
tersebut tidak dapat menjalankan fbngsinya sebagaimana mestinya. Dengan mengasumsikan bila permasalahan yang ada tersebut dapat dapat diatasi, maka diharapkan melalui hasil penelitian ini dapat untuk rnenjawab beberapa permasalahan seperti : 1. Apakah potensi sumberdaya dam yang berupa keanekaragaman geologi
khususnya kawasan eksokarst Jalur Wonosari
-
Tepus
-
Baron memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai obyek geowisata ? 2. Pembagian zona karst untuk menentukan zona geowisata dan zona pendukung
wisata agar zona pemanfaatan lainnya seperti untuk pertanian, peternakan, pemukiman, pertambangan tidak merasa terganggu dengan aktifitas geowisata serta untuk mengurangi dampak dari pencemarannya.
3. Bagaimana menentukan jalur wisata berbasis SIG,aspek apa saja yang harus
dipenuhi ? 4. Bagaimana kesiapan prasarana dan sarana untuk pengembangan geowisata di
Gunung Kidul ? Apakah dapat mendukung keragaman wisata yang sudah ada di Yogyakarta ?
1.4.2
Kerangka Pemikiran
Dasar pemikiran tentang Analisis Pengelolaan Kawasan Karst Gunung Kidul sebagai Kawasan Geowisata adalah upaya pelestarian dan pemanfaatan kawasan karst sebagai kawasan geowisata disamping memperkenalkan bentuk alternatif wisata dam yang mempunyai masa depan yang cerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat (Garnbar 2). Hal yang mendasari pertimbangan pengembangan kawasan karst sebagai kawasan geowisata adalah :
-
Ekosistem karst mengandung dua pengertian dipandang dari sudut kepentingannya yaitu, fisik dam karst dan sosial budaya masyarakat di kawasan
karst.
Untuk
menjaga
kelestariannya
sekaligus
memberdayakannya, upaya yang dilakukan adalah memadukan dua kepentingan tersebut agar saling mendukung dan dijaga keseimbangan antara melestarikan dan memanfaatkannya.
-
Menginventarisir keunikan keanekaragaman geologi merupakan dasar bagi pembagian
zona
karst
dalarn
pemanfaatannya
sehingga
dapat
meminimalkan dampak kerusakan ekosistem karst dalam bentuk peta zonasi dan jalur geowisata.
-
Tingkat kerusakan ekosistem karst yang semakin mengkhawatirkan bagi keberadaan air tanah, proses darn pembentukan karst, flora dan fauna karst.
-
Kawasan ini sebagian kecil sudah dikembangakan sebagai obyek wisata, sebagai contoh adalah wisata goa. Dengan pertimbangan itu berarti sarana dan prasarana tentunya sebagian sudah ada.
-
Kesulitan air yang selama ini merupakan kendala utama, sebagian sudah teratasi dengan masuknya program subsidi pemipaan pemerintah dari goagoa yang berpotensi air tanah.
-
Pemanfaatan kawasan karst yang bernilai ekonomis dan ekologis merupakan kunci untuk melindungi kawasan karst.
EKOSISTEM KARST
,
SOSIAL BUDAYA
FISIK ALAM
FLORA
Unik Lanmb Spesifik
INVENTARISMI & ANALISIS Aktifitas Manusia Keanekararn.n C m a l a m i a h geologi Nilai Kualitas & Kuantitas
V KONSERVASI Mempelajari
PETA ZONASI GEOWISATA
-
~ermnf.atkan Mengamankan
A
PETA JALUR GEOWISATA
Keanekaragaman geologi I Sarana &
Aksesibilitas
Geografis (SIG)
i
-
Ekonomis (O ~koloas
<
GEOWISATA
(Peta Panduan Geowisata)
Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian