Pengaruh Komunikasi Pemasaran terhadap Ekuitas Merek Partai Politik Suatu Studi tentang Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan) di Kota Bandung dan Sekitarnya Oscar Benyamin Magister Manajemen, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
Abstract The 2014 general election was the fourth election after the reformation movement. Political parties had a chance to promote their ideas and programs in the campaign periods. During the campaign periods, all political parties used their chances to communicate their proposed ideas and programs for the future of Indonesia. The objective of this study is to describe Bandung inhabitants’s perception of campaign activities, their opinion about the parties with a Customer Based Brand Equity model, and the effect of people’s perception of the campaign activities on brand equity of Partai Demokrat and PDI-Perjuangan. This study uses multiple regression linear to analyze the effect of campaign activities to political party’s brand equity. The findings of this study show that peopleintensive and broadcasting campaigns have significantly affected both Partai Demokrat and PDIPerjuangan’s brand equity. However, Internet campaign did not affect the brand equity of the two parties. From this study, political parties are advised to pick out unique topics for their campaigns, do beneficial campaign activities, design more attractive posters, and optimize Internet as media for the 2019 general election. Keywords: political marketing, political brand, brand equity, campaign
I.
Pendahuluan
Tahun 2014 adalah tahun politik bagi Republik Indonesia, karena pada tahun tersebut, seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki hak suara berhak untuk memilih partai politik yang akan mewakilinya di parlemen (DPR, DPRD, dan DPD) serta memilih Presiden dan Wakil Presiden yang akan menjadi pemimpin eksekutif di Republik Indonesia. Besarnya wilayah Indonesia dengan latar belakang budaya yang beragam menjadi tantangan tersendiri bagi partai politik, karena itu partai politik harus mampu membangun komunikasi yang efektif dan tepat sasaran.Komunikasi ini dimanfaatkan oleh partai politik dengan tujuan mensosialisasikan program kerja mereka untuk menarik perhatian masyarakat Indonesia. Seluruh kegiatan komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi, mempengaruhi sikap masyarakat akan citra suatu produk, dan mempererat hubungan antara penjual dengan pembeli adalah bagian dari komunikasi pemasaran Komunikasi pemasaran juga dilakukan oleh partai politik selama masa kampanye terbuka dilakukan.Komunikasi pemasaran adalah cara kampanye yang dinilai efektif untuk menyampaikan atau mensosialisasikan program dan agenda-agenda politik yang mereka usung. Komunikasi ini dapat disalurkan melalui banyak saluran, antara lain people-intensive campaign, broadcasting campaign, dan internet campaign. Komunikasi pemasaran merupakan salah satu elemen dari politicalmarketing. Konsep political marketing adalah fondasi dasar dari seluruh kegiatan politik, yang ditujukan untuk memuluskan jalan bagi partai politik, tokoh politik, dan pemerintahan dalam mencapai keberhasilan dalam berpolitik.Bagian lain dari konsep political marketing adalah political branding yang didefinisikan sebagai cara pandang masyarakat melihat dan menilai partai politik, tokoh politik, dan bisa juga terhadap pemerintahan. Penelitian kali ini akan melihat bagaimana masyarakat Indonesia menilai kegiatan kampanye yang dilakukan oleh partai politik, bagaimana masyarakat Indonesia menilai partai politik yang ada di Indonesia dengan pendekatan customer based brand equity, sebuah model tentang ekuitas merek yang 201
Zenit Volume 3 Nomor 3 Desember 2014
dikembangkan oleh Kevin L. Keller, dan terakhir akan dilihat bagaimana pengaruh komunikasi pemasaran yang dilakukan partai politik terhadap ekuitas merek partai politik. Untuk memudahkan proses analisis, digunakan dua partai politik sebagai objek penelitian yaitu Partai Demokrat (pemenang Pemilu 2009) dan pemenang Pemilu 2014, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIPerjuangan). Dua partai politik ini dipilih dengan pertimbangan, selama sepuluh tahun ke belakang Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia keenam bersama Partai Demokrat telah sukses meraih sejumlah prestasi, seperti angka pengangguran yang terus menurun, pertumbuhan ekonomi yang terus naik, dan pendapatan per kapita juga mengalami kenaikan. Prestasi ini tidak cukup kuat untuk kembali memenangkan Partai Demokrat dalam Pemilu tahun 2014 dan pemenang Pemilu 2014 adalah PDI-P, sebuah partai yang selama sepuluh tahun terakhir ini menempatkan diri sebagai partai oposisi bukan partai lain yang menjadi mitra koalisi Partai Demokrat selama periode 2009-2014. II.
Tinjauan Pustaka
2.1
Partai Politik
Partai politik adalah perkumpulan yang didirikan untuk mewujudkan ideologi tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012). Partai politik berdiri untuk mewakili rakyat dan juga memperjuangkan aspirasi rakyat.Partai politik berlomba untuk memenangi pemilihan umum, sehingga seluruh aspirasi dan kehendak rakyat yang mereka wakili dapat terlaksana pada periode pemerintahan berikutnya.Partai yang memenangi pemilihan umum, dapat menjalankan pemerintahannya sesuai dengan opini mereka, sedangkan partai politik yang tidak memenangkan pemilihan umum dapat menempatkan diri mereka sebagai oposisi. Partai oposisi disebut sebagai watchdog, karena tugas yang dijalankan adalah mengawasi dan memastikan pemerintahan yang berjalan benar-benar menjalankannya dengan baik. Dalam sistem demokrasi, oposisi sama pentingnya dengan pemerintah, sehingga posisi oposisi tidak boleh dihilangkan. (Hofmeister dan Grabow, 2011). 2.2
Komunikasi dalam Dunia Politik
Komunikasi pemasaran dapat didefinisikan sebagai proses manajemen yang mengatur hubungan antara organisasi dengan audiens, melalui pengenalan dan pemahaman karakateristik dari masing-masing audiens, sehingga organisasi dapat membangun serangkaian tindakan komunikasi yang dapat memudahkan mereka menyampaikan pesan kepada auidiens yang dituju. Harapannya, audiens akan memberikan reaksi dan sikap yang positif mengenai pesan yang disampaikan oleh organisasi tersebut(Fill dan Jamieson, 2006). Saluran komunikasi politik dimanfaatkan oleh partai politik untuk sejumlah agenda, antara lain mensosialisasikan program yang akan dibawanya jika memenangkan pemilihan, memperkenalkan kandidat-kandidat yang mereka usung, dan juga dijalankan untuk membina relasi yang baik dengan partai politik lainnya. Dalam menjalankan komunikasi politiknya, partai politik harus mengenal dan memahami terlebih dahulu situasi dan kondisi lingkungan komunikasi mereka. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan antara lain, struktur media massa (jumlah pembaca dalam satu hari), perbandingan antara televisi milik pemerintah dan milik swasta, jumlah masyarakat yang dapat dijangkau oleh televisi dan radio, dan yang terakhir adanya media komunikasi baru yaitu internet dan telepon selular. Menurut Norris (2005), terdapat tiga saluran utama dalam dunia politik yang digunakan dalam berkomunikasi. Ketiga saluran tersebut adalah people-intensive campaign sarana komunikasi yang bersifat langsung, tatap muka, sementara (selama masa kampanye), dan lokal, saluran kedua adalah broadcasting campaign, komunikasi yang memanfaatkan media massa untuk menjangkau masyarakat. Komunikasi ini bersifat nasional, artinya semua aktivitas komunikasi dikendalikan oleh pusat bukan dilakukan oleh masing-masing daerah. Saluran ketiga adalah saluran yang mulai populer namun cukup memberikan dampak yang nyata, yaitu internet campaign, karakternya hampir mirip dengan broadcasting campaign, hanya saja media internet dapat diakses kapan saja, sekalipun masa kampanye telah usai.
202
Pengaruh Komunikasi Pemasaran terhadap Ekuitas Merek Partai Politik Suatu Studi tentang Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan) di Kota Bandung dan Sekitarnya (Oscar Benyamin)
2.3
People-Intensive Campaign
Saluran komunikasi tertua yang digunakan oleh partai politik dalam menarik perhatian dan minat calon pemilihnya. Saluran ini mulai digunakan sejak tahun 1950an di mana para kandidat anggota dewan turun langsung ke lapangan memperkenalkan diri dan menjelaskan program yang mereka bawa.Komunikasi people-intensive campaign bersifat lokal, artinya dari pusat memberikan arahan kemudian pelaksanaannya diserahkan pada masing-masing daerah. Kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam komunikasi ini adalah, membagikan stiker, baju, dan atribut lainnya yang berhubungan dengan partai politik, berkumpul di satu tempat dan diadakan serangkaian kegiatan termasuk pidato ketua atau tokoh partai politik yang berpengaruh, selain itu dapat juga dilakukan dengan door-to-door, artinya relawan atau aktivis partai politik memasuki setiap rumah dan menjelasakan program-program yang akan dijalankan. Untuk sistem pemilihan yang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menentukan nama orang yang akan mewakilinya di parlemen, people-intensive campaign adalah media yang paling tepat untuk para calon (di Indonesia dikenal dengan calon legislatif) memperkenalkan diri. 2.4
Broadcasting Campaign
Komunikasi ini memanfaatkan mediamassa, baik media cetak maupun elektronik untuk berkampanye. Komunikasi ini membutuhkan dana yang cukup besar, karena partai politik harus mengeluarkan sejumlah dana untuk memasang iklan dan menyewa jasa konsultan pemasaran sehingga iklan yang ditampilkan menarik dan mengena ke hati masyarakat. Broadcasting campaign dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.Pemasangan iklan, konferensi pers, penyebaran press release merupakan contoh komunikasi broadcasting-campaign yang bersifat langsung, karena materi yang disampaikan secara penuh diatur dan dikendalikan oleh partai politik.Komunikasi broadcasting campaign yang bersifat tidak langsung adalah pemberitaan yang dilakukan oleh televisi yang materinya berhubungan dengan kegiatan kampanye mereka. Melalui media ini, partai politik akan berlomba mengadakan kegiatan kampanye yang meriah dan akbar sehingga menarik perhatian televisi untuk meliputnya. Tujuannya adalah menguasai materi berita yang disampaikan oleh televisi, sehingga penonton secara tidak langsung akan terpengaruh dalam menentukan pilihannya. Pengadaan poling sementara juga termasuk ke dalam broadcasting campaign. 2.5
Internet Campaign
Sejak tahun 1990an penggunaan media internet sebagai saluran komunikasi politik utama mulai dipertimbangkan. Media internet dipandang sebagai media permanen, karena sekalipun masa kampanye telah usai, program-program dan kegiatan-kegiatan partai politik tetap dapat diakses. Melalui internet, memungkinkan juga bagi partai politik untuk berinteraksi dengan masyarakat. Website resmi partai politik, pemanfaatan media sosial, milis email, adalah contoh komunikasi internetcampaign yang bersifat langsung, sedangkan pemasangan berita yang terkait dengan kegiatan partai politik di portal berita dikategorikan sebagai komunikasi internet campaign tidak langsung. 2.6
Customer Based Brand Equity (CBBE)
CBBE adalah model pengembangan dari model brand equity yang dibuat oleh David B. Aaker (1991). CBBE menjelaskan bagaimana kekuatan merek suatu produk diukur berdasarkan penilaian konsumen. Terdapat tiga hal yang menentukan kuat tidaknya brandequity dari suatu produk, antara lain pembeda merek tersebut dengan merek lainnya, dengan memiliki perbedaan yang mencolok maka suatu merek akan lebih mudah dikenali dan diingat oleh konsumen (Keller, 2013). Hal berikutnya adalah tingkat pengetahuan konsumen mengenai merek tersebut, pengetahuan yang dimiliki konsumen dapat berasal dari pengalaman yang mereka sendiri alami atau orang lain di sekitar mereka yang mengalaminya. Pengetahuan ini dapat berasal dari hasil mempelajari, merasakan, melihat, dan mendengar merek tersebut.Hal yang ketiga adalah sikap yang ditunjukkan oleh konsumen terhadap pemasaran yang dilakukan oleh merek tersebut. Sikap konsumen dapat dinilai 203
Zenit Volume 3 Nomor 3 Desember 2014
berdasarkan persepsi, preferensi, dan perilaku yang muncul akibat pemasaran yang dilakukan oleh merek tersebut (Keller, 2013). 2.7
Brand Identity
Identitas sebuah merek harus dikenali dan menarik perhatian konsumen.Dengan meraih perhatian (salience) dari konsumen, merek tersebut sudah berada di jalur yang tepat dalam membangun kekuatan merek. Baik atau tidaknya identitas suatu merek dikenal oleh konsumen mereka dapat diukur dari seberapa tinggi tingkat kesadaran (awareness) konsumen akan merek tersebut dan seberapa mudah konsumen menyebutkan merek tersebut ketika dipancing dengan beberapa pertanyaan yang memiliki keterkaitan dengan merek. Identitas sebuah merek dibangun melalui dua aspek yaitu brand recall dan brand recognition. Brandrecall adalah kemampuan seorang konsumen menyebutkan suatu merek, setelah konsumen dipancing dengan diberikan beberapa petunjuk yang berhubungan dengan merek tersebut. Brand recognition adalah kemampuan konsumen menemukan suatu merek ketika merek tersebut disandingkan dengan merek-merek yang lainnya yang menawarkan produk sejenis. Kedua aspek ini dapat membantu perusahaan menilai seberapa dalam dan luas merek mereka disadari oleh konsumen (Keller, 2013). 2.8
Brand Meaning
Membangun brand meaning sama saja dengan usaha perusahaan membentuk karakter dari suatu merek dan membentuk posisi tertentu di pikiran konsumen sesuai dengan keinginan perusahaan. Brand meaning dibangun melalui dua aspek yaitu kinerja merek (brand performance) dan citra merek (brand imagery), di mana kinerja menyasar sisi pikiran konsumen, sedangkan citra merek menyasar sisi perasaan konsumen (Keller, 2013). Penilaian konsumen mengenai kinerja merek bedasarkan hasil yang mereka alami ketika menggunakan produk tersebut.Bagaimanapun inti dari sebuah merek adalah produk itu sendiri.Ketika kinerja produk memenuhi kepuasan konsumen, maka itu menjadi langkah awal baik merek membangun ekuitas merek yang kuat.Penilaian kinerja merek tidak hanya berkutat pada pengalaman pribadi, hasil cerita dari orang sekitar yang telah menggunakannya juga dapat dijadikan acuan.Kinerja merek adalah modal utama bagi sebuah merek untuk mengkomunikasikan dirinya kepada konsumen.Selain kinerja, merek juga harus memperhatikan citra yang terbangun dari merek itu sendiri, karenanya brand imagery merupakan aspek kedua dalam pembangunan brand meaning (Keller, 2013). Pecitraan suatu merek berasal dari unsur-unsur ekstrinsik merek tersebut.Pencitraan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan psikologis konsumen.Aspek ini bersifat tidak kasat mata, tetapi memiliki pengaruh yang kuat dalam membangun asosiasi-asosiasi yang menghubungkan konsumen dengan merek.Pencitraan suatu merek dapat berasal dari pengalaman yang dirasakan konsumen secara langsung atau juga melalui pesan-pesan yang disampaikan oleh merek itu sendiri baik melalui iklan maupun saran informasi lainnya (Keller, 2013). 2.9
Brand Responses
Reaksi terhadap suatu merek dapat berasal dari pikiran dan juga perasaan. Reaksi yang berasal dari pikiran akan menghasilkan penilaian (brand judgement) yang dapat berupa opini dan evaluasi dari konsumen terhadap merek. Penilaian dari konsumen umumnya berdasarkan empat hal yaitu mutu, kredibilitas, pertimbangan, dan superioritas.Mutu suatu merek dinilai berdasarkan atribut dan kelebihan yang dimilikinya yang dapat membedakan merek tersebut dengan merek lainnya. Penilaian ini menjadi dasar konsumen menunjukkan perilaku tertentu dalam membentuk persepsi akan suatu merek, atau dengan kata lain perceived quality suatu merek ditentukan oleh penilaian dan kepuasan konsumen (Keller, 2013). Penilaian konsumen tidak berhenti hanya pada mutu produk, tetapi juga kredibilitas dari perusahaan yang memegang merek tersebut.Latar belakang suatu merek menjadi salah satu bahan yang digunakan konsumen dalam membentuk penilaiannya. Dimensi-dimensi yang dijadikan patokan dalam menilai kredibilitas suatu perusahaan antara lainbrand expertise, brand trustworthiness, dan 204
Pengaruh Komunikasi Pemasaran terhadap Ekuitas Merek Partai Politik Suatu Studi tentang Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan) di Kota Bandung dan Sekitarnya (Oscar Benyamin)
brand likability. Merek yang disukai dan dipercaya akan menjadi sia-sia jika akhirnya tidak menjadi pertimbangan konsumen dalam menentukan pilihannya, karenanya elemen berikut dari penilaian merek (brand judgement) adalah masuk tidaknya merek tersebut ke dalam pertimbangan konsumen. Tahapan akhir dari brand judgement adalah superior, merek yang mendapat penilaian terbaik dari konsumen akan selalu menjadi pilihan pertama ketika konsumen harus memilih satu merek untuk dibeli. Jadi, sebuah merek dikatakan mendapat penilaian yang baik dari konsumen ketika merek tersebut disukai dan dipercaya, selanjutnya merek tersebut selalu masuk dalam pertimbangan dan puncaknya ketika merek itu senantiasa menjadi pilihan pertama di pikiran konsumen (Keller, 2013). Unsur berikutnya dalam membangun brand response yang baik adalah penilaian yang berasal dari perasaan konsumen atau disebut juga dengan brand feeling. Menurut Keller (2013), penilaian ini berasal dari reaksi emosional yang konsumen rasakan setelah menggunakan produk dari merek tersebut. Pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan kerap kali membantu konsumen membentuk perasaan terhadap merek tersebut. Enam bangunan dalam membentuk perasaan akan suatu merek antara lain, kenyamanan (warmth), keceriaan (fun), ketertarikan (excitement), keamanan (security), rasa diterima (social approval), dan respek pada diri sendiri (self respect). 2.10 Brand Relationship Tahapan akhir dalam membangun ekuitas merek adalah tercapainya ikatan dan rasa memiliki yang kuat dari konsumen terhadap merek.Tahapan ini memiliki dua dimensi yang dapat diukur dengan empat kategori.Dua dimensi yang dimaksud adalah dimensi intensitas dan juga dimensi aktivitas.Dimensi intensitas diukur dengan attitudinal attachment dan sense of community, sedangkan dimensi aktivitas diukur dengan behavioral loyalty dan active engagement (Keller, 2013). Kategori behavioral loyalty adalah tahapan dalam membangun resonansi sebuah merek.Kategori ini dapat diukur berdasarkan seberapa sering dan seberapa banyak jumlah produk yang dibeli konsumen untuk sebuah merek. Konsumen yang loyal akan sebuah merek merupakan aset yang berharga karena besar kemungkinan mereka juga akan secara aktif mempromosikan merek tesebut kepada kerabat mereka. Perilaku membeli sebuah merek secara berulang hanyalah awal dalam membangun resonansi merek, tahapan berikutnya adalah attitudinal attachment.Tahapan ini menunjukkan adanya ikatan yang positif antara merek dengan konsumen di mana konsumen telah merasa cinta dengan merek tersebut.Rasa cinta ini muncul karena adanya kepuasan yang mereka rasakan selama menggunakan berbagai produk dari sebuah merek dalam kurun waktu yang lama.Setelah konsumen jatuh cinta dengan sebuah merek, para konsumen secara sukarela akan berkumpul dan membentuk sebuah kelompok sosial bagi sesama pecinta merek tersebut. Tahapan ini disebut dengan sense of community.Sebuah fenomena yang sangat menguntungkan bagi perusahaan, karena melalui komunitas ini mereka dapat mengemabangkan pasar mereka.Tahapan akhir dari membangun resonansi merek adalah kerelaan para konsumen ikut membantu mempromosikan merek tersebut (active engagement).Mereka telah menjadi duta merek, sekalipun mereka tidak diminta. III.
Metode Kerja
Untuk mendapatkan informasi terkait persepsi masyarakat mengenai kegiatan kampanye yang dilakukan oleh Partai Demokrat dan PDI-Perjuangan melalui saluran people-intensive dan broadcasting, dibagikan kuesioner kepada 150 responden yang telah melakukan proses Pemilu dan berdomisili di Kota Bandung dan sekitarnya. Setiap responden diberikan kuesioner yang terdiri atas 27 pertanyaan.Kuesioner tersebut terdiri atas pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan tanggapan masyarakat terhadap kegiatan kampanye yang dilakukan oleh partai politik dan juga mengenai citra partai politik menggunakan pendekatan Customer Based Brand Equity. Responden diminta memberikan penilaian 1 – 5 akan setiap pernyataan yang diberikan, dengan ketentuan 1 : Responden sangat tidak setuju dengan pernyataan yang diberikan 2 : Responden sangat tidak setuju dengan pernyataan yang diberikan 3 : Responden ragu-ragu dengan pernyataan yang diberikan 4 : Responden setuju dengan pernyataan yang diberikan 5 : Responden sangat setuju dengan pernyataan yang diberikan 205
Zenit Volume 3 Nomor 3 Desember 2014
Hasil yang didapat akan diolah dan dianalisis. Untuk mendapatkan informasi terkait pandangan masyarakat mengenai kegiatan kampanye yang dilakukan partai politik, akan disajikan dengan grafik batang. Begitu juga dengan informasi terkait ekuitas merek partai politik. Untuk melihat bagaimana pengaruh kegiatan kampanye yang dilakukan oleh partai politik terhadap ekuitas merek partai politik, akan digunakan pendekatan regresi linear berganda, dengan kampanye melalui saluran people intensive, broadcasting, dan internet sebagai variabel bebas dan ekuitas merek partai politik sebagai variabel tidak bebas. IV.
Hasil dan Pembahasan
4.1
Persepsi terhadap People-Intensive Broadcasting dan Internet Campaign Gambar 1 Grafik Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Kampanye Partai
Sumber : Hasil Penelitian
Berdasarkan grafik yang ditampilkan pada Gambar 1, dapat disimpulkan bahwa saluran broadcasting campaign adalah saluran yang paling mendapatkan respon positif diikuti saluran peopleintensive, dan saluran internet. Dari kelompok people intensive, baik kampanye yang dilakukan oleh Partai Demokrat maupun PDI-Perjuangan terlihat bahwa kegiatan kampanye yang bersifat sosial paling disukai sedangkan kegiatan kampanye berupa konser musik paling tidak disukai oleh masyarakat. Kegiatan kampanye lainnya berupa orasi dari tokoh partai maupun pemasangan stiker di kendaraan umum cukup mendapatkan respon yang baik dari masyarakat. Informasi lain yang didapat adalah masyarakat mengakui informasi mereka yang berkaitan dengan partai cukup bertambah akibat kegiatan kampanye yang dilakukan. Kampanye yang dilakukan oleh kedua partai politik pada saluran broadcasting, mendapatkan respon yang baik. Pemasangan iklan di televisi merupakan kegiatan kampanye yang paling mendapat perhatian masyarakat, diikuti pemasangan iklan di koran, pemasangan baligho di tempat umum, dan masyarakat cenderung tidak tertarik dengan berita yang membahas partai politik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kegiatan kampanye melalui saluran ini cukup membawa perubahan pandangan masyarakat akan partai politik, terutama PDI-Perjuangan. Sebagai catatan, tema yang diangkat oleh PDI-Perjuangan selama kampanye 2014 adalah pencalonan Joko Widodo sebagai calon presiden mereka dan masih tingginya ketergantungan bangsa Indonesia akan produk import. Topik yang diangkat Partai Demokrat adalah prestasi-prestasi yang diraih Susilo Bambang Yudhoyono selama menjadi Presiden keenam Republik Indonesia. Kampanye melalui media internet terlihat belum efektif. Nilai yang diraih oleh kedua partai politik untuk saluran ini masih rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa partai politik di Indonesia harus bebenah diri untuk saluran ini, karena media internet sebenarnya media potensial yang jika dikelola dengan baik akan membawa banyak manfaat.
206
Pengaruh Komunikasi Pemasaran terhadap Ekuitas Merek Partai Politik Suatu Studi tentang Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan) di Kota Bandung dan Sekitarnya (Oscar Benyamin)
4.2
Persepsi Masyarakat terhadap Ekuitas Merek Partai Politik Gambar 2 Grafik Ekuitas Merek Partai Politik
Sumber: Hasil Penelitian
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa tahapan kedua partai politik telah kuat dalam tahapan brand identity maupun brand meaning, sedangkan untuk tahapan brand response dan brand relationship masih harus ditingkatkan kembali. Informasi lain yang diperoleh adalah PDI-Perjuangan mengungguli Partai Demokrat di seluruh tahapan ekuitas merek. Untuk tahapan brand identity, hasil ini menunjukkan bahwa lambang PDI-Perjuangan dan slogan “Indonesia Hebat” lebih dikenal masyarakat dibandingkan lambang dan slogan Partai Demokrat “Beri Bukti Bukan Janji”.Brand meaning merupakan tahapan untuk melihat asosiasi apa saja yang melekat dengan partai politik. Asosiasi terkuat untuk Partai Demokrat adalah ketokohan Susilo Bambang Yudhoyono, diikuti warna dan lambang partai, kemudian ideologi parati. Asosiasi terkuat untuk PDI-Perjuangan adalah warna dan lambang partai, calon presiden yang mereka usung Joko Widodo, diikuti julukan wong cilik, dan asosiasi yang terkait dengan keluarga Soekarno. Keunggulan PDI-Perjuangan untuk tahapan brand response, memberikan alasan mengapa PDI-Perjuangan dapat memenangkan Pemilu.Tahapan brand response adalah tahapan yang melihat bagaimana masyarakat mempersepsikan kualitas dari kedua partai politik ini.Masyarakat menilai bahwa PDI-Pernjuangan lebih kompeten, mendengarkan suara rakyat, memberikan rasa aman, dan partai yang kredibel.Tahapan terakhir adalah tahapan yang melihat ikatan yang terjalin antara masyarakat dengan partai politik.Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat merasa lebih dekat dengan PDI-Pernjuangan dibandingkan dengan Partai Demokrat. Tabel I Uji ANOVA Partai Politik PARTAI DEMOKRAT PDIPERJUANGAN
MODEL
Sum of Square Regression 11.285 Residual 27.065 Total 38.350 Regression 23.074 Residual 33.403 Total 56.477
df
Mean square 3 3.762 146 .185 149 3 7.691 146 0.229 149
F
Sig.
20.291 .000b 33.618 .000b
Sumber: Hasil Penelitian
Tabel I adalah hasil yang melihat bagaimana variabel-variabel bebas secara bersama-sama memberikan pengaruh pada variabel tak bebas. Nilai probabiliti (sig.) yang dihasilkan baik untuk Partai Demokrat maupun PDI-Perjuangan adalah 0,000 (<0,05), hasil tersebut menunjukkan bahwa ketiga variabel bebas tersebut memberikan pengaruh secara nyata pada variabel tak bebas yaitu ekuitas merek partai politik. Temuan ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Sparks (2006) bahwa media memiliki peranan penting dalam menggiring opini masyarakat. Media memiliki 207
Zenit Volume 3 Nomor 3 Desember 2014
kekuatan untuk menuntun masyarakat melihat suatu fakta melalui sudut pandang terntentu, sehingga pandangan masyarakat akan sejalan dengan keinginan media tersebut. Saluran kampanye seperti people-intensive, broadcasting, dan internet adalah media yang dapat dimanfaatkan oleh partai politik untuk membangun sebuah opini terkait partai politik. Maryani dan Djaenuri (2012) menyatakan pergerakan partai politik diawali dengan menjual sebuah isu atau permasalahan yang sedang terjadi di negeri tersebut kemudian partai politik mempromosikan solusi yang mereka bawa. Selanjutnya akan dibahas mengenai pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabel tak bebas. Tabel II Tabel Uji t Partai Politik PARTAI DEMOKRAT
MODEL
Constant Peopleintensive Broadcasting Internet PDIConstant PERJUANGAN Peopleintensive Broadcasting Internet
UNSTANDARDIZED COEFFICIENT B Std. error -.080 .789 .268 .069 .275 .071 .632 .364 .783 .216 .588 -.088
.223 .074 .081 .057
STANDARDIZED COEFFICIENT Beta
t
Sig.
.303 .306 .122
-.102 3.898 3.895 1.735
.919 .000 .000 .085
.219 .551 -.112
3.507 2.909 7.281 -1.538
.001 .004 .000 .126
Sumber: Hasil Penelitian
Pada bagian ini akan dilakukan pembahasan terkait hasil yang diperoleh dari uji t guna melihat pengaruh dari masing-masing variabel bebas yaitu komunikasi pemasaran yang dibedakan berdasarkan saluran yang digunakan terhadap variabel tak bebas yaitu ekuitas merek dari kedua partai politik. Adapun hipotesis yang diujikan pada penelitian kali ini antara lain. H0 : Persepsi masyarakat pada people-intensive campaign tidak memberikan pengaruh positif terhadap ekuitas merek partai politik H1 : Persepsi masyarakat pada people-intensive campaign memberikan pengaruh positif terhadap ekuitas merek partai politik H0 : Persepsi masyarakat pada broadcasting campaign tidak memberikan pengaruh positif terhadap ekuitas merek partai politik H2 : Persepsi masyarakat pada broadcasting campaign memberikan pengaruh positif terhadap ekuitas merek partai politik H0 : Persepsi masyarakat pada internet campaign tidak memberikan pengaruh positif terhadap ekuitas merek partai politik H3 : Persepsi masyarakat pada internet campaign memberikan pengaruh positif terhadap ekuitas merek partai politik H0akan ditolak jika nilai probabiliti (sig.) lebih kecil dari (0,05) atau dengan kata lain komunikasi pemasaran memberikan pengaruh positif terhadap ekuitas merek partai politik. Berdasarkan Tabel 2 (Partai Demokrat), nilai probabiliti dari variabel bebas yang pertama dan kedua adalah 0,000 (<0,05) sehingga dapat dinyatakan bahwa persepsi masyarakat pada people-intensive campaign dan broadcasting campaign memberikan pengaruh positif terhadap ekuitas merek partai politik, sedangkan nilai probabiliti untuk variabel bebas ketiga yaitu persepsi masyarakat terhadap internet campaign adalah 0,085 (>0,05) dengan kata lain pada tingkat kepercayaan 95%, variabel bebas ketiga tidak memberikan pengaruh positif terhadap ekuitas merek partai politik. Informasi lain yang dapat diperoleh dari Tabel 2 adalah notasi koefisien dari masing-masing variabel. Baik variabel bebas pertama maupun yang kedua memiliki notasi positif (+), artinya semakin baik persepsi masyaratkan terhadap kegiatan kampanye yang dilakukan oleh Partai Demokrat, maka ekuitas merek Partai Demokrat akan semakin kuat juga. Informasi lainnya yang dapat diperoleh adalah besaran pengaruh dari kedua variabel bebas yaitu, variabel broadcasting campaign lebih mempengaruhi ekuitas merek dari Partai Demokrat dibandingkan variabel people-intensive campaign. Hasil ini dapat 208
Pengaruh Komunikasi Pemasaran terhadap Ekuitas Merek Partai Politik Suatu Studi tentang Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan) di Kota Bandung dan Sekitarnya (Oscar Benyamin)
dilihat dari nilai koefisien variabel broadcasting campaign (0,275) yang lebih besar dari nilai koefisien variabel people-intensive campaign (0,268). Hasil yang tidak jauh berbeda juga ditunjukkan oleh Tabel 2 (PDI-Perjuangan), di mana variabel bebas pertama dan kedua memberikan pengaruh positif terhadap ekuitas merek partai politik, sedangkan variabel bebas yang ketiga tidak cukup kuat untuk menolak H0, karena nilai probabiliti yang dihasilkan sebesar 0,126 (>0,05). Begitu juga dengan notasi koefisien yang dihasilkan, baik variabel pertama maupun kedua sama-sama menghasilkan notasi yang positif, artinya semakin baik persepsi masyaratkan terhadap kegiatan kampanye yang dilakukan oleh PDI-Perjuangan, maka ekuitas merek PDI-Perjuangan akan semakin kuat juga. Informasi lainnya yang diperoleh Tabel II adalah nilai koefisien variabel broadcasting campaign (0,588) lebih besar dari nilai koefisien yang dimiliki oleh variabel people-intensive campaign (0,216), hasil ini menunjukkan bahwa saluran jurnalistik (broadcasting) memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap ekuitas merek PDI-Perjuangan dibandingkan dengan kampanye melalui saluran people-intensive. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa aktivitas komunikasi pemasaran (kampanye) yang dilakukan oleh kedua partai politik melalui saluran people-intensive dan broadcasting telah efektif dan memberikan pengaruh yang nyata dalam proses pembentukan ekuitas merek partai politik.Hasil yang positif bukan berarti pekerjaan rumah untuk kegiatan kampanye di kedua saluran ini telah usai, karena masih ada beberapa parameter yang kurang mendapati respon positif dari masyarakat.Pada saluran people-intensive, masyarakat memberikan respon positif terhadap kegiatan kampanye yang tergolong ke dalam kegiatan sosial, tetapi memberikan respon kurang baik untuk kegiatan kampanye yang bersifat hura-hura seperti konser musik. Di lain pihak kegiatan kampanye seperti konser musik tidak dapat dihilangkan begitu saja, karena melalui kegiatan seperti itu, kesempatan partai politik diliput oleh media jurnalistik menjadi terbuka. Ada baiknya kedua kegiatan itu dikombinasikan atau dilakukan secara bersama-sama sehingga benefit yang diperoleh akan maksimal. Selain itu, orasi yang dilakukan oleh tokoh-tokoh politik mendapatkan respon yang cenderung netral, artinya kegiatan kampanye ini masih dapat dioptimalkan kembali oleh partai politik. Menurut Nicholls (1998), orang-orang yang ingin menyampaikan pendapatnya secara terbuka (public speaking) harus memahami lima konsep dasar dalam menyampaikan pidato yang menarik, yaitu pesan yang dikirim harus sederhana sehingga mudah dipahami oleh audiens, pembicara harus memahami latar belakang budaya dari audiens, penggunaan intonasi dan nada berbicara harus disesuaikan dengan kondisi, pembicara harus memperhatikan komunikasi non-verbal, dan yang terakhir pembicara harus percaya diri dan terlihat meyakinkan. Kelima konsep tersebut merupakan kunci mencapai keberhasilan dalam berpidato dan kemungkinan audiens terpengaruh menjadi besar. Saluran komunikasi yang kedua adalah broadcasting, menurut perhitungan statistik, saluran ini memberikan pengaruh positif terhadap ekuitas merek partai politik. Hasil analisis menunjukkan bahwa iklan-iklan yang dipasang oleh partai politik telah berhasil menarik perhatian dan mempengaruhi pandangan masyarakat, tetapi masih ada kegiatan kampanye yang kurang mendapat perhatian oleh sebagai contoh pemasangan baligho di sejumlah tempat umum. Sharndama dan Mohammed (2013) mengungkapan poster dan media cetak sejenis memiliki pengaruh terhadap tingkat kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap sebuah partai politik dan nama tokoh yang mewakilinya. Hanya saja poster yang baik harus memperhatikan sejumlah elemen baik dari segi grafolog (gaya dan bentuk huruf), leksikal (makna tiap kata), sintaksis (makna tiap kalimat), dan semantik (makna secara keseluruhan, kombinasi dari kalimat dan gambar yang ditampilkan). Pemasangan poster kampanye harus memperhatikan seluruh elemen yang terdapat dalam poster tersebut, seperti pose tokoh politik yang ditampilkan, penggunaan jenis huruf, dan kesesuaian antara kalimat, slogan, dan foto yang ditampilkan akan mempengaruhi persepsi orang yang melihat poster tersebut. Variabel ketiga adalah persepsi masyakat akan internet campaign yang secara statistik menunjukkan hasil yang kurang baik, atau dengan kata lain tidak memberikan pengaruh positif terhadap pembentukan ekuitas merek partai politik. Melihat hasil ini bukan berarti partai politik harus meninggalkan media internet dalam mempromosikan diri mereka, sebaliknya mereka harus semakin kreatif agar media internet dapat memberikan pengaruh positif di kemudian hari. Media internet bukan saja berkaitan dengan situs resmi partai tapi dapat juga berupa pembuatan halaman di sejumlah media jejaring sosial, seperti Facebook, Twitter, Youtube, dan lain sebagainya. Auvinen (2012) menilai media internet adalah media yang baik untuk melakukan kegiatan kampanye karena melalui 209
Zenit Volume 3 Nomor 3 Desember 2014
internet, komunikasi dua arah antara tokoh partai politik dengan masyarakat dapat terwujud. Setidaknya ada delapan alasan mengapa media internet khususnya jejaring sosial merupakan sarana kampanye yang menarik yaitu, masyarakat yang mengutarakan pendapatnya bisa saja menggunakan nama anonim, sehingga dia tidak perlu merasa takut dalam menyampaikan pendapat kepada partai politik yang bersangkutan, alasan kedua masyarakat mendapat kesempatan menerima berita atau informasi dari berbagai sumber, alasan selanjutnya kesempatan melihat kehidupan pribadi dan sisi lain dari tokoh partai politik menjadi mungkin, kemudian masyarakat juga dapat menerima berita terhangat lebih cepat, informasi yang diterima akan ditambahi bumbu-bumbu asumsi pengguna yang menyebarkan berita tersebut, karena berita disebarkan oleh pengguna jejaring sosial, terkadang informasi yang disebarkan menjadi sangat subjektif tetapi dapat membantu partai politik melihat langsung reaksi masyarakat, selain itu pengguna juga secara bebas menggabungkan sejumlah informasi yang mereka terima, dan yang terakhir pemerintah tidak punya wewenang untuk mensensor pesan atau informasi yang pengguna jejaring sosial sebarkan. Howard (2006) juga menyatakan hal yang tidak jauh berbeda, beliau melihat edemocracy semakin dekat dan pasti akan terjadi, penggunaan internet (disebut sebagai hypermedia) dalam pemerintahan dan kampanye politik memudahkan kedua belah pihak (pemerintah atau partai politik dengan masyarakat) dalam berinteraksi. Hanya saja, pemerintah harus menyiapkan regulasi yang memadai sehingga internet dapat dijadikan media interaksi yang sehat. Berdasarkan tiga temuan yang diperoleh, dapat dilihat bahwa masyarakat Indonesia tertarik dengan kegiatan kampanye yang dilakukan oleh partai politik, hanya saja konten dan bentuk kegiatan yang dilakukan harus kembali disesuaikan dengan konidisi yang sedang terjadi. Masyarakat Indonesia membutuhkan bentuk kampanye yang informatif dan memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi di Indonesia, terlihat dari adanya ketertarikan responden akan pidato tokoh partai politik, kerelaannya mereka menonton iklan kampanye di televisi, dan adanya niat untuk melihat iklan yang terpasang di media cetak. Temuan ini sejalan juga dengan kesimpulan yang didapatkan oleh Lipsitz et al. (2005), bahwa masyarakat sebenarnya tidak membenci kegiatan kampanye, mereka hanya tidak menyukai isi iklan kampanye. Hasil temuan mereka mengungkapkan bahwa masyarakat menginginkan materi kampanye yang berisikan tentang solusi dalam masalah yang sedang terjadi, pandangan tokoh-tokoh yang mereka usung akan suatu isu, dan program-program yang benar-benar berbeda. Temuan lainnya yang didapatkan mereka bahwa masyarakat mengharapkan adanya komunikasi bolak-balik antara tokoh partai politik dengan masyarakat, baik secara langsung maupun melalui perantara, sebagai contoh melalui media internet. V.
Simpulan dan Saran
5.1
Simpulan
Masyarakat Indonesia lebih menyukai kegiatan kampanye yang bersifat sosial daripada kegiatan kampanye yang bersifat hiburan semata. Orasi yang menarik dan sederhana masih dapat diandalkan untuk Pemilu selanjutnya. Iklan-iklan yang dipasang di media cetak dan elektronik akan mendapatkan respon positif jika tema yang diangkat berupa permasalahan yang sedang terjadi dan diikuti dengan pemberian solusi. Media poster dapat memberikan pengaruh asalkan gambar dan pesan yang disampaikan sesuai dan sederhana. Media internet belum mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat. Kedua partai politik sudah cukup kuat untuk tahapan brand identity dan brand meaning. Partai politik harus bekerja lebih keras lagi agar masyarakat semakin yakin akan kualitas dari Partai Demokrat dan PDI-Perjuangan, sehingga brand response dari kedua partai politik akan semakin kuat. Masyarakat yang puas dengan kinerja partai politik, otomatis akan menguatkan relasi antara masyarakat dengan partai politik tersebut. Relasi yang baik akan menguatkan brand relationship dari partai politik. 5.2
Saran
Sebelum merancang strategi kampanye, ada baiknya partai politik melakukan riset terlebih dahulu guna mengetahui isu dan permasalahan apa yang sedang menjadi perhatian masyarakat. Partai 210
Pengaruh Komunikasi Pemasaran terhadap Ekuitas Merek Partai Politik Suatu Studi tentang Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan) di Kota Bandung dan Sekitarnya (Oscar Benyamin)
politik yang tema kampanyenya menjawab permasalahan tersebut akan mendapatkan respon yang positif dari masyarakat. Partai politik harus memperhatikan bentuk kegiatan kampanye yang dilakukan. Masyarakat menyukai kegiatan kampanye yang dampaknya langsung terasa, seperti pengobatan gratis, pemb, sunatan massal, dan lain sebagainya. Orasi atau pidato yang disampaikan harus sederhana, menjawab permasalahan, dan tokoh-tokoh yang melakukan orasi harus tampil meyakinkan. Pemasangan poster dan baligho harus kembali dievaluasi, karena poster dan baligho yang tidak menarik tidak akan memberikan pengaruh apa-apa. Media internet ini harus dioptimalkan untuk kampanye 2019, karena media ini memiliki sejumlah potensi yang jika dimaksimalkan akan memberikan pengaruh positif terhadap partai politik sendiri. Sebagai contoh, melalui media internet, terbuka kemungkinan terjadinya interaksi antara tokoh partai politik dengan masyarakat, selain itu kampanye melalui media internet tidak terbatas oleh ruang, waktu, dan lokasi, sehingga setiap saat dapat diakses oleh masyarakat yang ingin mencari tahu tentang partai politik. VI.
Daftar Pustaka
Aaker, D. A., Managing Brand Equity : Capitalization the Value of a Brand Name, USA : The Free Press, 1991 Ahmed, Mirza A., Lodhi, Suleman A., Shahzad, Mirza N., dan Ahmad, Zahoor (2012),”Political Brand : Role of Social Agent as a Promotional Tool for the Development of Political Interest”, Arabian Journal of Business and Management Review, Vol. 2, No. 2, Oct 2012 Ansor, “Peran Iklan Politik Pencitraan dan Dampaknya pada Pilkada di Kabupaten Sleman”, Jurnal Penelitian IPTEK-KOM, Vol. 13 No. 2, 2011 Auvinen, Ari-Matti, “Social Media – The New Power of Political Influence”, Suomen Toivo – Think Tank, Centre for European Studies, 2012 BPS
(2012) Statistic Indonesia. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=11¬ab=76. Diakses pada tanggal 31 Juli 2014
Coffee, H., Voorpostel, M., “Young People, Parents, and Radical Right Voting. The Case of the Swiss People’s Party”, Electoral Studies 29 (2010) 435 – 443, 2010 Daignault, P., Soroka, S., Giasson, T., “The Perception of Political Advertising During an Election Campaign : A Measure of Cognitive and Emotional Effects”, Canadian Journal of Communication Corporation, Vol. 38 (2013) 167-186, 2013 Fill, Chris dan Jamieson, Barbara (2006) Marketing Communication. Edinburgh Business School Heriot-Watt Unniversity French, Alan dan Smith, Gareth (2008), “Measuring Political Brand Equity : a Consumer Oriented Approach”, European Journal of Marketing, Vol. 44 No.3/4, 2010 pp 460-470 Gurau, Calin dan Ayadi, Nawel (2011), “Political Communication Management : the Strategy of the Two Main Candidates During the 2007 French Presidential Elections”, Journal of Communication, Vol. 15 No. 1, pp 5-22 Hofmeister, W. dan Grabow, K., Political Parties: Functions and Organization in Democratic Societes, Singapore: Konrad Adenauer Stiftung, 2011 Howard, Phillip N., New Media Campaigns and the Managed Citizen, UK : Cambridge University Press, 2006 Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012). http://kbbi.web.id. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2014 Keller, Kevin Lane. Strategic Brand Management Building, Measuring, and Managing Brand Equity, UK : Pearson Education Ltd., 2013 Lees-Marshment, Jennifer (2010) Political-marketing.org. http:// http://www.political-marketing.org/. Diakses pada tanggal 15 September 2014 Lipsitz, K., Trost, C., Grossmann, M., dan Sides, J., “What Voters Want From Political Campaign Communication”, Political Communication Taylor and Francis Inc., 22:337-354.
211
Zenit Volume 3 Nomor 3 Desember 2014
Marland, Alex. (2013), “What is a Political Brand : Justin Trudeau and the Theory of Political Brand”, Paper Presentation, Canadian Communication Association and the Canadian Political Science Association, 6th June 2013 Maryani, Dedeh dan Djaenuri, Aries. Manajemen Pemasaran Politik, Bandung, Indonesia : CV Esvira Mandiri, 2012 Nicholls, Anne, Mastering Public Speaking : How to Prepare and Deliver a Successful Speech or Presentation, Grolier International,1998 Norris, Pipa. Managing Political Parties and Democracy in Theoretical and Practical Perspectives : Development in Party Communications, USA : National Democratic Institute for International Affairs, 2005 Resnick, D., Casale, D., “The Political Participation of Africa’s Youth : Turnout, Partisanship, and Protest”, World Institute for Development Economic Research, Working Paper No. 2011/56, 2011 Sharndama, E., Mohammed, I., “Stylistic Analysis of Selected Political Campaign Posters and Slogans in Yola Metropolis of Adamawa State of Nigeria”, Asian Journal of Humanities and Social Sciences (AJHSS), Vol 1 – Issue 3, 2013 Sparks, Glenn G., Media Effect Research : A Basic Overview, 2 nd Ed., Canada : Thomson Wadsworth, 2006 Wiefels, Paul. The Chasm Companion : A Field Guide to Crossing the Chasm and Inside Tornado, New York : Harper Business, 2002
212