Kalbiscentia,Volume 2 No.1 Februari 2015
ISSN 2356 - 4393
Organisasi Virtual, dari Makna Leksikal Hingga Implementasi Yulius Denny Prabowo Informatika, Institut Teknologi dan Bisnis Kalbis, Jakarta Jalan Pulo Mas Selatan Kav. 22, Jakarta Timur, DKI Jakarta 13210 Email:
[email protected] Abstract: Application of the virtual organization has been conducted in some organizations, however there is no virtual organizational characteristics that can be used to say an organization has implemented this. In Indonesia, the implementation of virtual organizations have not found even the definition and characteristics of virtual organizations have not been defined. This study used qualitative methods to examine the literature on the application of virtual organizations, this study was conducted in order to extract the characteristics of virtual organizations in general. The results of this study are the findings of five major characteristic of virtual organization and implementation of a virtual organization levels in the organization. Keywords: virtual organization, characteristic virtual organization, qualitative method, hermeneutic method. Abstrak: Penerapan organisasi virtual telah dilakukan pada beberapa organisasi, meskipun demikian belum ada karakteristik organisasi virtual yang dapat digunakan untuk mengatakan sebuah organisasi telah menerapkan hal ini. Di Indonesia penerapan organisasi virtual belum ditemukan bahkan definisi dan karakteristik organisasi virtual belum terdefinisikan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mengkaji literatur mengenai penerapan organisasi virtual, kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengekstrak karakteristik organisasi virtual secara umum. Hasil penelitian ini berupa temuan lima karakteristik mayor organisasi virtual serta tingkatan implementasi organisasi virtual pada organisasi. Kata kunci: organisasi virtual, karakteristik organisasi virtual, metode kualitatif, metode hermeneutik
I. PENDAHULUAN Globalisasi membuka batas antar negara termasuk didalamnya batasan dalam hal sumber daya manusia. Teknologi informasi terutama internet membuat hampir semua orang dapat terhubung satu dengan yang lain tanpa terkendala batasan geografis. Dewasa ini banyak orang menggunakan teknologi internet untuk saling berkomunikasi, hal ini membuat jarak secara geografis tidak lagi menjadi penghalang. Perkembangan teknologi informasi terjadi pada berbagai bidang, perkembangan tersebut dapat berupa peningkatan kualitas perangkat keras, kualitas jaringan dan kualitas akses internet. Perkembangan ini membuat peluang penerapan teknologi informasi pada berbagai sektor organisasi makin meningkat. Pada awalnya berbagai sektor organisasi menggunakan teknologi informasi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pada tingkatan operasional, dengan kata lain penerapan penggunaan
28
teknologi informasi pada tahapan ini berupa otomatisasi berbagai pekerjaan rutin yang dilakukan secara repetitif. Namun pada perkembangannya teknologi akhirnya bergeser dari hal yang semula bersifat pendukung operasional menjadi hal yang sifatnya lebih strategis. Hal ini tentu mengikuti perkembangan organisasi dan kompleksitas masalah yang dihadapi oleh organisasi, sehingga membuat organisasi mulai bergeser dan memandang penerapan teknologi informasi sebagai salah satu cara yang strategis untuk menghadapi persaingan, tujuan penerapan sistem informasi atau teknologi informasi dari semula yang digunakan untuk mempermudah pekerjaan sehari-hari bergeser menjadi lebih stategis. Sedangkan tujuan dari pergeseran ini adalah agar perusahaan dapat beroperasi, bertahan dan memenangkan persaingan. Konsep virtual organization menarik diteliti dalam konteks globalisasi saat ini sebagai salah satu strategi perusahaan untuk mendapatkan akses
Organisasi Virtual, dari Makna Leksikal Hingga Implementasi....
kepada sumberdaya manusia yang berkualitas namun sekaligus menekan biaya operasional. Perkembangan internet yang telah menjangkau hampir seluruh daerah membuat jarak dalam arti fisik bukan lagi menjadi masalah. Penggunaan komputer berupa personal komputer maupun laptop bahkan perkembangan teknologi dan perangkat keras gadget yang marak digunakan membuat penggunaan komputer sebagai alat bantu dalam menyelesaikan pekerjaan meningkat. Perkembangan inilah yang meningkatkan peluang penerapan virtual organization pada organisasi dan bisnis. Penelitian mengenai penerapan organisasi virtual sendiri telah banyak dilakukan, antara lain pada pendidikan [1], [2], kesehatan [3], [4], layanan masyarakat [5] dan Industri [6], [7], [8], namun hingga saat ini tidak ada definisi spesifik mengenai organisasi virtual. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk-bentuk penerapan Virtual Organization pada berbagai studi kasus agar dipahami bentuk penerapan dan teknologi yang digunakan serta kemungkinankemungkinan manfaat tambahan yang didapatkan organisasi yang menerapkan Virtual organization. Agar diperoleh pemahaman menyeluruh mengenai konsep virtual organization. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pemicu penerapan organisasi virtual pada berbagai industri dan mendorong penelitian-penelitian sejenis dilakukan.
II. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan proses penyelidikan untuk memahami permasalahan berdasarkan pada penciptaan gambaran menyeluruh secara lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci dan disusun dalam sebuah latar alamiah [9]. Penelitian kualitatif mengakui nilai yang terkandung dalam penelitian, secara aktif melaporkan nilai dan prasangkanya serta nilai informasi yang dikumpulkan. Bahasa penelitian kualitatif bersifat pribadi, informal dan berdasar pada definisidefinisi yang berkembang selama penelitian. Dalam metodologi kualitatif berlaku logika induktif, kategori muncul dari pemberi informasi atau literatur, bukan diidentifikasi sebelumnya oleh peneliti, munculnya kategori ini memberi informasi ikatan konteks kuat yang mengarah ke pola dan teori yang menjelaskan suatu fenomena. Pertanyaan tentang keakuratan informasi ditunjukkan dengan langkah pembuktian informasi secara triangulasi. Desain
penelitian kualitatif adalah desain yang cenderung tidak memiliki aturan dan prosedur tetap, tetapi lebih terbuka dan terus berkembang. Desain ini mempunyai risiko yang melekat dalam prosedur yang rancu [9]. Seperti penelitian kualitatif pada bidang ilmu yang lain, penelitian pada bidang teknologi informasi yang menggunakan pendekatan kualitatif, menggunakan berbagai data yang bersumber dari hasi interview, kumpulan dokumen, data hasil observasi dan hasil persepsi peneliti atas suatu kondisi. Sebuah penelitian kualitatif dirancang sedemikian rupa untuk membantu seseorang peneliti memahami keadaan lingkungan dan orang yang berada di dalamnya [10]. Metode riset kualitatif memiliki berbagai macam teknik pengumpulan data. Pada umumnya seorang peneliti menggunakan teknik pengumpulan data seperti: wawancara, pengamatan atas para partisipan dan penelaahan dokumentasi tertulis. Dokumen yang digunakan sebagai sumber data dapat berupa data dari laporan perusahaan, memo, surat edaran, dokumen faks dan berbagai dokumen lainnya [10]. Dalam kajian kualitatif, data dibedakan menjadi dua bentuk : data primer dan data sekunder. Secara umum , data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari narasumber pada organisasi yang dikaji. Sedangkan data sekunder bersumber dari kumpulan artikel, buku, penelitian orang lain dan berbagai sumber lainnya yang dipublikasikan secara terbuka sebelumnya. Pada umumnya peneliti yang menggunakan metode kualitatif menggunakan teknik wawancara dan mempelajari materi yang terdokumentasi terlebih dahulu sebagai sumber data yang utama, sebelum menggunakan sumber data lain. Namun seiring perkembangan metode penelitian kualitatif, semakin banyak ditemukan penggunaan data sekunder sebagai sumber data utama dalam penelitian kualitatif [10]. Penelitian mengenai penerapan organisasi virtual sendiri telah beberapa kali dilakukan pada berbagai sektor, antara lain pada sektor pendidikan [1], [2], sektor kesehatan [3], [4], sektor layanan masyarakat [5] dan sektor Industri [5], [6], [8]. Meskipun beberapa penelitian telah dilakukan, namun hingga saat ini tidak ada definisi spesifik mengenai organisasi virtual. Secara umum organisasi virtual mempunyai karakteristik: adanya kerjasama, ada ketergantungan terhadap teknologi informasi, anggotanya berjauhan secara fisik, dan waktu kerja yang fluktuatif [10]. Liu dan Xu merancang dan membuat implementasi kelas virtual pada e-learning dengan meng-
29
Kalbiscentia,Volume 2 No.1 Februari 2015
gunakan jadex sistem. Arsitektur organisasi kelas virtual pada penelitian ini terdiri atas tiga model: Model Lingkungan adalah model yang menggambarkan sumber daya yang tersedia bagi agen kelas virtual, terdiri dari: sumber belajar, student record, dan knowledge database. Role model merupakan model yang menggambarkan peran agen terhadap pekerjaan dalam e-learning, terdiri dari tiga peran yaitu: Student Agent yang dirancang untuk membantu siswa untuk dapat menjalankan proses belajarnya, Teacher Agent merupakan model yang menjalankan peran guru sepenuhnya pada kelas virtual. dan Instructor Agent merupakan model yang menjalankan peran sebagai administrator kelas virtual. Secara fungsional kelas virtual dibagi menjadi empat modul, modul-modul tersebut adalah: Intelegent learning yang merupakan modul yang berfungsi untuk mendokumentasikan fitur layanan yang biasa dipergunakan oleh siswa atau guru. Modul Tanya Jawab yang berfungsi untuk memfasilitasi interaksi antara role siswa dan role guru. Modul Diskusi Online, modul ini memfasilitasi interaksi beberapa pengguna sekaligus dalam satu sesinya, dan Modul Online Cooperating, yang diorganisasi oleh instructor agent untuk melakukan pekerjaan bersama-sama. Secara keseluruhan penelitian ini menyajikan pendekatan perancangan dan implementasi kelas virtual. Hasilnya berupa model organisasi dan arsitektur kelas virtual [1]. Penelitian tentang penerapan virtual organization yang dilakukan oleh Seror merupakan studi kasus pada industri layanan publik di industri kesehatan di India. Penelitian ini menganalisa desain infrastruktur virtual di India yang digunakan untuk kepentingan publik. Penelitian ini menggunakan desain infrastruktur virtual yang ada untuk digunakan sebagai desain infrastruktur virtual untuk layanan privat dan publik pada sistem kesehatan di India. Tujuannya adalah untuk menggambarkan bentuk infrastruktur virtual dalam sistem kesehatan di India. Penelitian ini juga membahas mengenai peran infrastruktur virtual di India yang selain digunakan untuk melayani sistem kesehatan juga digunakan untuk melayani konsumen publik dan pribadi dalam layanan di industri pendidikan, penelitian dan pemerintahan, serta konsekuensi penggunaan infrastruktur yang sama. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa desain infrastruktur yang ada untuk industri kesehatan sudah cukup baik, hal ini dilihat dari sisi kolaborasi yang telah ada. Penelitian ini juga
30
menemukan adanya kerjasama rumah sakit lokal dengan rumah sakit internasional diluar India. Hal ini tentu saja menaikkan kualitas layanan rumah sakit lokal tersebut. Secara umum dapat disimpulkan Implementasi infrastruktur organisasi virtual mempunyai korelasi positif terhadap perkembangan layanan kesehatan di India [5].
III. PEMBAHASAN Mengacu pada definisi Oxford kata “Virtual” didefinisikan sebagai : tujuan nyata, bukan mengacu pada penamaan atau definisi yang khusus. Dalam penelitiannya Bultje dan van Wijk menyimpulkan bahwa definisi dari Organisasi Virtual (Virtual Organization ) tergantung pada sudut pandang penulis mengenai definisi “Virtual”. Tabel 1 merupakan tabel yang mendefinisikan empat sudut pandang definisi “Virtual” [11]. Tabel 1 Empat sudut pandang definisi virtual
Organisasi virtual secara umum dideskripsikan sebagai jaringan rekan (independen) yang tersebar, akibatnya diperlukan kepercayaan antar pihak – pihak terkait yang relatif lebih besar dibanding organisasi konvensional agar tujuannya dapat tercapai. Untuk dapat mendapatkan bentuk organisasi virtual yang sesuai, diperlukan pendekatan top-down dari business plan ke business strategies. Pemahaman dan kepentingan rekan dalam jaringan kerja organisasi merupakan bagian dari proses evolusi organisasi virtual. Organisasi virtual didefinisikan sebagai jaringan yang fleksibel antar entitas independen dan dihubungkan oleh teknologi informasi agar dapat saling berbagi ketrampilan, pengetahuan serta akses pada keahlian orang lain dengan cara non tradisional. Hal ini tidak selalu dilakukan kedua pihak, sering pula salah satu pihak berperan sebagai pemberi layanan bagi pihak lain, begitu juga sebaliknya. [12]. Secara implisit hal tersebut mengatakan bahwa seseorang tidak perlu lagi pergi ke tempat fisik untuk mendapatkan informasi atau berhubungan dengan
Organisasi Virtual, dari Makna Leksikal Hingga Implementasi....
orang-orang lain karena pekerjaan dapat dilakukan secara elektronik pada setiap lokasi. Sudut pandang peneliti tidak dapat lepas dari pemahamannya mengenai definisi virtual dan akan mempengaruhi penelitiannya. Pemahaman peneliti mengenai definisi virtual ini mempengaruhi pandangan peneliti terhadap objek penelitiannya [11]. Pada beberapa literatur virtual dipandang sebagai sebuah hubungan yang tidak nyata secara fisik, termasuk di dalamnya outsourcing. Hubungan ini dapat terjadi antar individu dengan organisasi atau antara individu dengan individu [13]. Hubungan secara virtual juga dapat terjadi antar organisasi, disini organisasi dipandang sebagai sebuah aktor [5]. Virtualisasi juga sering dipahami sebagai penggunaan teknologi informasi untuk mempermudah komunikasi antar aktor, baik dalam satu organisasi fisik maupun lintas organisasi. Teknologi informasi secara umum dapat digunakan sebagai sebuah sistem untuk mempermudah interaksi antar aktor [3]. Menurut kajian literatur, penggunaan teknologi informasi dalam konsep virtualisasi tidak dapat dihindarkan, teknologi informasi digunakan sebagai alat yang memungkinkan aktor dalam organisasi virtual untuk dapat saling bertukar informasi dan bekerja sama tanpa terkendala oleh jarak secara fisik. Meskipun demikian organisasi virtual bukan semata penerapan teknologi informasi untuk memfasilitasi interaksi secara virtual. Pada beberapa penelitian pemahaman virtualisasi dipahami sebagai bentuk hubungan antar individu, antara individu dengan organisasi dan antar organisasi yang saling menyadari ketergantungannya untuk mencapai tujuan bersama sehingga tujuan masing-masing juga dapat tercapai. Konsep virtualisasi juga dapat dipahami dalam bentuk hubungan antar individu secara tidak langsung dengan menggunakan perangkat teknologi informasi sebagai pengantara dengan tujuan untuk memudahkan individu saling berkerja sama dan berbagi informasi untuk mencapai tujuan bersama [10]. Konsep virtualisasi juga diterapkan pada hubungan antara individu dengan organisasi, dalam hal ini organisasi tidak membatasi individu yang tergabung dalam organisasi untuk bekerja dalam satu ruang fisik yang sama, oleh kerena itu individu dalam organisasi dapat bekerja tanpa harus berada di ruangan yang sama, hal ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja[2]. Konsep virtualisasi yang lain adalah adanya hubungan antar organisasi untuk mencapai tujuan bersama yang saling menguntungkan. Organisasiorganisasi terhubung berdasarkan kepentingan masing-masing dan interaksi antar organisasi tersebut
membentuk sebuah organisasi virtual dengan tujuan yang sama, tujuan masing-masing organisasi dengan sendirinya akan tercapai apabila tujuan organisasi virtual ini tercapai, sehingga masing-masing organisasi mengerahkan kemampuan maksimalnya dan mensinergikan dengan kompetensi organisasi partner demi mencapai tujuannya [5]. Pada umumnya definisi organisasi virtual dikenali dari karakteristiknya berupa adanya kerjasama, ketergantungan terhadap dukungan teknologi informasi, berjauhan secara fisik serta waktu kerja yang fluktuatif. Organisasi virtual mampu menghapus kendala seperti waktu dan lokasi, yang seringkali menyebabkan ketidakefisienan dalam bisnis. Organisasi virtual juga bukan berfokus pada penghematan biaya namun berfokus pada bagaimana menghasilkan produk atau layanan tertentu. Organisasi virtual secara rutin dikaji, kemapanan organisasi virtual bersifat temporer. Organisasi yang menerapkan konsep organisasi virtual harus siap berubah sesuai tantangan yang dihadapi organisasi saat itu. Value untuk organisasi yang menerapkan konsep organisasi virtual dapat diwujudkan dengan mencari peluang bisnis baru, implementasi teknologi baru atau mencari partner dan supplier yang lebih baik.
A. Bentuk Virtual Organization Terdapat beberapa bentuk organisasi virtual yang mempunyai karakteristik dan keunggulan masing – masing, setiap bentuk organisasi virtual ini mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda. Bentuk organisasi yang biasa digunakan adalah: organization network, network organization, objective virtual organization dan subjective virtual organization [14]. Sebuah organization network atau jaringan organisasi merupakan sekumpulan organisasi yang saling terhubung. Jaringan yang dibentuk ini mempengaruhi setiap unit organisasi yang terhubung didalamnya, outsourcing juga dapat digolongkan sebagai jaringan organisasi, Demikian pula jaringan organisasi untuk rantai pasok industri dengan struktur antara hirarki dan pasar, misalnya kerjasama yang dilakukan didasarkan kepercayaan antar usaha kecil dan menengah. Sebuah network organization atau organisasi jaringan adalah organisasi yang terdiri dari aktor berupa komputer dan manusia, aktor tersebut saling bekerja sama tanpa dibatasi jarak secara fisk. Aktor komputer adalah sebuah sistem informasi yang dibangun dengan menggunakan input informasi
31
Kalbiscentia,Volume 2 No.1 Februari 2015
yang sudah diolah oleh manusia. Organisasi jenis ini berfokus pada optimalisasi kreativitas dan pembentukan pengetahuan baru. Dukungan sistem informasi ini menyebabkan entitas dalam organisasi dapat melakukan pekerjaannya di lingkungan manapun, terutama ketika pekerjaan tersebut terkait dengan pengumpulan data dan distribusi data. Organisasi tipe ini sangat memungkinkan pekerjanya bekerja lebih efektif dan efisien dengan menggunakan teknologi informasi. Akibatnya dukungan TI menjadi sangat penting. Contoh organisasi yang mengadopsi konsep ini adalah wisdom.nl yang merupakan jaringan organisasi yang terdiri dari konsultan virtual dari Eropa dan India untuk membuat website perusahaan lain secara global. Sebuah organisasi yang menerapkan bentuk subjective virtual organization merupakan organisasi virtual yang dibentuk berdasarkan tujuan. Organisasi jenis ini terdiri dari manusia dan aktor virtual untuk melaksanakan kegiatan. Pada umumnya aktor virtual yang berupa sistem informasi digunakan untuk menggantikan pekerjaan operasional manusia yang sifatnya konstan dan berulang, seperti menghitung tagihan membayar gaji dan bonus, memesan pesanan pelanggan pada supplier serta mendokumentasikan karakteristik pelanggan yang digunakan sebagai masukan untuk sistem pakar sehingga secara otomatis penawaran produk yang sesuai dengan karakteristik pelanggan dapat dilakukan. Bahkan pada tingkat yang lebih lanjut aktor virtual ini dapat digunakan untuk memperkirakan rute yang optimal untuk kepentingan pegiriman pesanan dan manginformasikannya kepada pengantar barang. Organisasi jenis ini akan mengoptimalkan efisiensi, efektifitas dan daya saing melalui prosesnya. Biasanya organisasi formal yang menerapkan bentuk ini didukung oleh penggunaan robot dan otomasi logistik. Sistem informasi pada organisasi yang menerapkan bentuk ini sebagian besar digunakan untuk mengontrol kegiatan operasional organisasi. Sedangkan manusia berperan untuk memastikan sistem informasi berjalan lancar serta membuat keputusan untuk kemudian dieksekusi sistem agar semua pekerjaan operasional mencapai kinerja dan layanan optimal. Organisasi virtual subyektif dapat digambarkan sebagai sebuah kumpulan entitas dalam sebuah domain virtual yang memiliki pengaruh signifikan terhadap semua entitas yang terlibat. Ini merupakan dunia virtual dalam arti sebenarnya, dimana tindakan
32
atau pernyataan individu setiap entitas akan direspon oleh entitas lain yang dapat berupa aktor virtual atau manusia. Dalam struktur ini, batasan antara aktor virtual dan nyata menjadi kurang signifikan. Dalam dunia ini, informasi dan interaksi antar entitas dapat dilakukan dalam domain virtual, termasuk pertemuan dengan entitas lainnya untuk melakukan kegiatan bisnis mereka. Interaksi antar manusia, komunikasi antar entitas, bisa dimaksimalkan dan dioptimalkan karena ada hampir tidak ada batasan atau sekurangnya ada batas yang lebih sedikit dalam hal penggunaan sumber daya, sehingga lebih banyak kebebasan untuk melakukan kegiatan.
B. Penerapan Organisasi Virtual Dalam sebuah organisasi virtual, para pekerja tidak diharuskan melakukan pekerjaan mereka pada lokasi atau waktu tertentu. Oleh kerena itu, muncul berbagai pengaturan kerja dalam organisasi virtual yang bertujuan untuk mengakomodasi fleksibilitas lokasi dan jam kerja. Pendekatan penerapan organisasi virtual yang banyak digunakan adalah: Telecommuting dimana para pekerja tidak diharuskan melakukan pekerjaan mereka pada lokasi atau waktu tertentu. Oleh kerena itu, muncul berbagai pengaturan kerja dalam organisasi virtual yang bertujuan untuk mengakomodasi fleksibilitas lokasi dan jam kerja. Telecenter yang menyerupai sebuah kantor umum yang menyediakan akses internet dan komputer, hal ini biasa diterapkan pada daerah dimana akses internet belum merata. Sehingga pekerja yang tidak memiliki akses internet pribadi dapat berhubungan dengan kantor untuk melakukan pekerjaannya melalui komputer dan akses internet yang ada dikantor umum. Mobile working yaitu sebuah adalah istilah dimana lingkungan kerja karyawan mobilitasnya sangat tinggi, pendekatan ini pada umumnya diterapkan bagi jenis pekerja yang mobilitasnya sangat tinggi. Pekerja jenis ini dapat bekerja sepanjang perjalanan mereka baik di pesawat, mobil atau kereta. Biasanya penggunaan Personal Digital Assistant (PDA) dan peralatan telepon seluler yang canggih menjadi pilihan teknologi yang digunakan. Hot desking yaitu sebuah pendekatan yang menggabungkan konsep organisasi fisik dengan organisasi virtual. Disini sebuah meja kerja yang dianggap sebagai sebuah workstation digunakan oleh beberapa pekerja. Hal ini mengidikasikan bahwa pekerja dalam organisasi yang memilih pendekatan ini tidak bekerja di kantor dalam periode yang lama,
Organisasi Virtual, dari Makna Leksikal Hingga Implementasi....
hal ini juga mengindikasikan pentingnya pengaturan pekerja dan workstation yang digunakan. Hotelling yang merupakan pengembangan pendekatah hot desking namun jumlah workstation yang disediakan dapat lebih dibatasi serta organisasi tidak lagi memerlukan pengaturan pemakaian workstation secara permanan, karena dalam pendekatan ini pekerja harus memesan workstation terlebih dahulu sebelum dapat menggunakannya. Virtual Team, yang merupakan sekelompok individu dalam sebuah organisasi yang hanya bekerja dan berkomunikasi satu sama lain secara elektronik. Mereka dapat saja bekerja di lokasi yang berbeda di seluruh dunia, penggunaan internet, e-mail, dan forum komunikasi merupakan hal yang penting. Biasanya rapat dilakukan melalui video conference, organisasi yang menerapkan pendekatan ini kebanyakan adalah organisasi penelitian yang berskala internasional.
C. Karekteristik Organisasi Virtual Dari literatur yang dikaji tidak didapatkan definisi organisasi virtual yang baku, hal ini memperkuat penelitian oleh Bultje & Wijk, yang menyimpulkan adanya pengaruh pemahaman kata virtual oleh setiap organisasi yang menerapkannya sehingga tidak didapatkan definisi baku mengenai organisasi virtual. Selain karena pemahaman kata virtual, perbedaan tersebut juga dapat terjadi karena pengaruh objek dimana penelitian tersebut diterapkan. Meskipun tidak ada definisi yang baku mengenai organisasi virtual, ada beberapa karakteristik yang ditemukan dalam literatur yang dikaji sehingga dapat mencirikan sebuah organisasi disebut dengan organisasi virtual, rangkuman karakteristik organisasi virtual (KO) yang diperoleh dari literatur sebelumnya adalah sebagai berikut : KO1: Semua literatur sebelumnya yang dikaji Liu, Sijtsema, Karia & Asaari, Camarinha, Liu & Xu, Kawamoto, [15], Marinesscu&Boloni dan Serror menyimpulkan bahwa organisasi virtual terbentuk oleh aktor berupa manusia, organisasi atau sistem yang setiap aktornya mempunyai kompetensi individual yang berbeda. KO2: Sebagian besar literatur menganalisis organisasi virtual terbentuk oleh beberapa organisasi yang independen, hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan Liu, Sijtsema, Karia & Asaari, Camarinha, Liu & Xu, Plisson dan Serror, namun ada juga beberapa organisasi virtual yang tidak berupa jaringan antara organisasi, seperti pada penelitian Kawamoto dan Marinescu & Boloni.
KO3: Aktor yang tergabung pada organisasi virtual tidak selalu mempunyai identitas yang sama, bisa saja aktor tersebut menggunakan identitas masingmasing. Disini organisasi virtual dipandang sebagai sebuah sistem yang mengitegrasikan kompetansi namun tanpa merubah identitas, meskipun demikian ada juga beberapa organisasi virtual yang memiliki satu identitas seperti yang tardapat pada literatur yang ditulis oleh Plisson yang mengkaji organisasi virtual secara teoritis. KO4: Menggunakan teknologi informasi sebagai sebuah media atau sistem untuk bertukar informasi antar aktor dalam organisasi virtual adalah sebuah keharusan. Teknologi Informasi mampu menjembatani kendala jarak dan waktu yang menjadi kendala pertukaran informasi antar aktor. Semua penelitian yang dianalisis menunjukkan peran teknologi informasi dalam hal tersebut, baik pada industri industri, pendidikan, layanan masyarakat maupun kesehatan. KO5: Organisasi virtual cenderung tidak mempunyai hirarki, hubungan antar elemen dalam organisasi virtual bersifat rekanan, namun pada beberapa penelitian masih juga terdapat hubungan hirarki antara aktor dalam organisasi virtual. KO6: Organisasi virtual pada dasarnya juga mengusahakan jaringan antar aktor yang dibangun untuk mencapai tujuan bersama seramping mungkin, hal ini bertujuan untuk memudahkan komunikasi dan diseminasi informasi antar aktor. Meskipun demikian hal ini tidak selalu dapat diwujudkan, pada penelitian Karia&Asaari menunjukkan bahwa masih dibutuhkan organisasi yang cenderung hirarki. KO7: Batasan yang cenderung kabur antar aktor, aktor dalam organisasi virtual melakukan tugas masing-masing untuk mencapai tujuan bersama, seringkali sebuah pekerjaan ditangani oleh beberapa aktor secara bersamaan sehingga batasan tugas antar aktor dalam tipe pekerjaan seperti ini cenderung kabur. Namun tidak semua pekerjaan mempunyai karakteristik demikian misal pada penelitian Karia&Asaari , dalam penelitiannya setiap aktor didalam organisasi virtual mempunyai tugas dan wewenang yang jelas. KO8: Organisasi virtual terbentuk karena kesadaran masing-masing aktor yang tergabung didalamnya untuk mencapai sebuah kepentingan/ tujuan bersama yang hanya bisa tercapai jika setiap aktor bekerja sama. Penelitian yang dilakukan oleh Liu , Sijtsema, Karia & Asaari, Camarinha, Liu & Xu, Kawamoto, Plisson, Marinesscu & Boloni dan
33
Kalbiscentia,Volume 2 No.1 Februari 2015
Serror menunjukkan bahwa semua organisasi virtual terbentuk karena adanya kepentingan bersama. KO9: Meskipun organisasi virtual terbentuk karena kesadaran setiap aktor untuk mencapai kepentingannya,mereka harus saling bekerja sama namun tidak semua aktor menanggung risiko dalam organisasi virtual. Penelitian yang dilakukan oleh Karia & Asaari dan Serror menunjukkan bahwa ada aktor dalam hal ini berupa individu yang dalam organisasi virtual diposisikan sebagai rekan dalam konteks tugasnya namun sekaligus diposisikan sebagai karyawan dalam organisasi virtual, hal itu berarti ada aktor yang tidak menanggung risiko dalam organisasi virtual apabila organisasi tersebut gagal mencapai tujuannya. KO10: Selain kesadaran antar aktor, faktor lain yang mendasari terbentuknya organisasi virtual adalah hubungan yang didasarkan atas kepercayaan antar aktor dalam organisasi virtual. Dalam organisasi virtual setiap aktor mempercayai aktor lain menggunakan kompetensinya masing-masing untuk mencapai tujuan bersama, hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan Liu , Sijtsema, Karia & Asaari, Camarinha, Liu & Xu, Kawamoto, Plisson, Marinesscu&Boloni dan Serror.
KO14: Organisasi virtual secara umum adalah sekumpulan aktor, aktor tersebut pada umumnya tersebar pada beberapa tempat yang secara geografis terpisah. Meskipun pada salah satu metode implementasinya mungkin saja aktoraktor ini dapat berada pada satu tempat yang sama, Namun sebenarnya organisasi virtual dibentuk guna memfasilitasi aktor-aktor agar dapat tetap berhubungan meskipun terpisah secara geografis.
IV. SIMPULAN Dari 14 kriteria tersebut hanya ada 5 kriteria yang terdapat pada seluruh literatur. Kelima karakteristik yang ditemukan dalam literatur yang dapat mencerminkan karakteristik organisasi virtual tersebut dapat dilihat pada tabel.2. Tabel 2 Karakteristik yang ada pada seluruh literatur
KO11: Organisasi virtual terbentuk karena adanya kepentingan bersama, namun organisasi virtual dapat juga terbentuk berdasarkan kepentingan satu aktor yang dominan seperti pada penelitian Karia & Asaari dan Serror. Dengan demikian, kepemilikan atas organisasi virtual tidak selalu berupa kepemilikan bersama. KO12: Sebagian besar relasi dalam organisasi virtual sifatnya dinamis, maksudnya setiap aktor mungkin saja berelasi dengan aktor manapun dalam organisasi virtual pada suatu saat dan berelasi dengan aktor lain pada saat yang lain atau bersaman. Namun ada relasi yang sifatnya cenderung tetap seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Liu, Karia & Asaari, Liu & Xu dan Kawamoto. KO 13: Organisasi virtual pada dasarnya merupakan respon aktor untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar dengan menggabungkan kompetensi setiap aktor. Seringkali nilai inovasi teknologi pada organisasi virtual tidak memberikan nilai tambah secara langsung pada produk atau jasa yang diberikan pada konsumen, nilai tambah yang diberikan inovasi teknologi lebih pada peningkatan caracara berkomunikasi antar elemennya, seperti pada penelitian yang dilakukan Karia & Asaari, Kawamoto dan Serror.
34
Kajian literatur mengenai organisasi virtual juga menunjukkan bahwa organisasi virtual dapat diimplementasikan pada tiga tingkatan yaitu: a. Pada tingkatan strategis yang bertujuan untuk mengantisipasi perkembangan bisnis, dengan cara melakukan aliansi dengan organisasi lain. b. Pada tingkatan manajerial yang bertujuan untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan dengan mengeliminasi struktur organisasi sehingga struktur organisasi perusahaan lebih ramping. c. Pada tingkatan operasional, pada tingkatan ini penerapan organisasi virtual dilakukan dengan cara kolaborasi antar aktor untuk melakukan pekerjaan yang sifatnya rutin serta menjadi inti bisnis organisasi tersebut, tujuannya adalah untuk mengoptimalkan proses
Organisasi Virtual, dari Makna Leksikal Hingga Implementasi....
Untuk membentuk sebuah organisasi virtual diperlukan aktor yang mempunyai kompetensi individual yang berbeda, mempunyai kesadaran untuk bekerjasama mencapai tujuan bersama, secara umum aktor tersebar secara geografis dan menggunakan teknologi informasi sebagai sarana untuk bertukar informasi antar aktornya. Sebuah organisasi dapat dikatakan telah menerapkan organisasi virtual apabila telah menerapkan konsep virtual pada ketiga tingkatan diatas. Jadi sebuah organisasi yang menerapkan organisasi virtual sebenarnya tidak sekedar menggunakan teknologi informasi sebagai alat untuk memperlancar pertukaran informasi, memandang organisasi dalam suatu organisasi virtual sebagai rekan yang sejajar atau memperamping struktur organisasinya. Organisasi virtual adalah sebuah konsep relasi virtual yang dipercaya organisasi dapat berguna untuk mencapai tujuannya yang diterapkan pada ketiga tingkatan: strategis, manajerial dan operasional
V. DAFTAR RUJUKAN [1]
Liu & Xu.“Design and Implementation of Virtual Class Based On Jadex” , IEEE Computer Society. 2005
[2]
Kawamoto et al. “Experience on the Implementation of a Collaborative Virtual Environment for Educational Application”, IEEE International Conference on System, Man, and Cybernetics. 2006.
[3]
Marinescu & Boloni. “Social Network Based Virtual Organization for Biomedical Research” IEEE 978-14244-6376-3. 2010.
[4]
A. Seror. “Design of Virtual Infrastructures for Public and Private Services : The Indian Healthcare System”,
[5]
Y. Jianhua & Y. Fujimoto. “ Modelling, Implementation and Simulation of Virtual Factory Based on Colored Timed PetriNet”, 2000.
[6]
Karia N & Asaari M. “ Telework Implementation toward Virtual Organization in Malaysia”, University Sains Malaysia. 2004.
[7]
Guofu et al. “Study on Production Process Control of Virtual Organization in Small and Medium – Sized Enterprises Based on Manufacturing Resource Workload”, International Conference on Computer Science and Software Engineering. 2008.
[8]
Cresswel , J.W. “Research Design : Qualitative, Quantitative and Mixed Method Approach” , Sage Publication. 2002.
[9]
L. J. Mooleong. “Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung“: PT. Remaja Rosdakarya. 2004.
[10] Sijtsema. “The Virtual Organization and Knowledge Development : A Case of Expectation”, University of Gronigeen - Netherland. 2004. [11] R. Bultje & J. V. Wijk. “Taxonomy of Virtual Organization Based on Definition, Characteristic and Topology” , vOnet Newsletter 2(3) page 7-21, 1998. [12] L. Pang. “Understanding Virtual Organizations”, ISACA Journal, vol. 6. 2011. [13] N. Karia & M. Asaari. “Telework Implementation toward Virtual Organization in Malaysia”, University Sains Malaysia. 2004. [14] Camarinha-Matos L.M., Afsarmanesh, H. “Brief Historical Perspective For Virtual Organizations”, VIRTUAL
ORGANIZATIONS
–
Systems
and
Practices, Springer. 2005. [15] Plisson, J., et al. “An Ontology for Virtual Organization Breeding Envirointment” , IEEE Vol 37. 2007.
Hawaii International Conference on System Science. 2011.
35