ORGANISASI ISLAM DAN PENGARUHNYA PADA HUKUM ISLAM DI INDONESIA Djamila Usup
Abstrak
Organisasi Islam khususnya Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama telah membentuk komite-komite yang mencakup spektrum kehidupan keagamaan dan sosial yang luas termasuk didalamnya adalah hukum yakni fiqhi yang membahas berbagai masalah secaa teratur untuk memutuskan suatu hukum atau masalah-masalah kontemporer yang dikaji dalam Lajnah Bahts Al Masail al Diniyah yang respontif terhadap perkembangan hukum Islam di Indonesia yang paling monumental adalah masalah Bunga Bank dan pendirian BPR di samping itu telah mempraktekan visi teologi praktis dan system moral yang jelas dan spesifik yang menjadi sebuah tatanan dan aturan yang penuh makna bagi masyarakat.
A. Pendahuluan Latar belakang Masalah Di dalam masyarakat
Indonesia terdapat beraneka ragam organisasi
social kemasyarakatan (ormas) yang dibentuk atas dasar kesamaan agama yang dianut.Keragaman tersebut dapat dilihat dari segi cakupan orientasi kegiatan,pola kepemimpinan, serta amalia keagamaan. Organisasi Islam di Indonesia diantaranya adalah : Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), Jamiatul Wasliyah, Al-Irsyad, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Organisasi Islam yang akan dibahas,diwakili oleh dua ormas keagamaan besar yang sudah
berakar
dimasyarakat,
yaitu
Nahdlatul
Ulama
(NU)
dan
Muhammadiyah.Begitu mengakarnya kedua ormas tersebut,sampai-sampai
aktifitas atau ritual keagamaan keduanya menjadi sebuah “kultur” yang tidak bisa dilepaskan dari citra ormas itu. Akibatnya masing-masing anggotanya memegang kuat “kultur” itu. NU mewakili masyarakat pedesaan dan tradisional,sementara Muhammadiyah
mewakili
masyarakat
perkotaan,kawasan
industrial
dan
modern.Keduanya mempunyai kesamaan dalam upaya mengembangkan ajaran Islam,terutama hukum Islam dimensi syari”ah yang terjadi di masyarkat.Kita yakin bahwa para ulama baik dari
NU maupun dari Muhammadiyah,akan
berhasil melakukan revitalisasi posisi dan peranan mereka dalam memmbentengi umat dan bangsa ini dengan keteladanan moral yang baik,mulia dan luhur yang bertumpu pada ajaran amar ma’ruf nahi mungkar. B. Rumusan Masalah. Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas penulis mencoba merumuskan masalah sebagai berikut : 1 Sejarah berdirinya Ormas Islam NU dan Muhammadiyah 2. Pengaruh Ormas Islam dalam Pengembangan Hukum Islam di Indonesia C. Pembahasan 1. Sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Organisasi Nahdlatul Ulama di didirikan
pada tanggal 16 Rajab 1344
H (31 Januari 1926 ) di Surabaya.1 Pendirinyan adalah alim ulama dari tiap-tiap daerah di Jawa Timur salah satunya adalah KH. Hasyim Asy’ari. Kemudian pada Muktamar tahun 1928, NU menetapkan anggaran dasarnya untuk mendapatkan
1 Faisal Ismail, Dilemah NU, Ditengah Badai Pragmatisme Politik,(Cet, I; Jakarta: Proyek peningkatan Kehidupan beragama Badan litbang Agama dan Diklat Keagamaan Depak RI, 2004), h. 10-11
pengakuan resmi dari pemerintah Belanda, pengakuan yang ahirnya diterima tanggal 6 Februari 1930. Maka pada saat itu pula NU menetapkan tujuannya untuk mempromosikan anutan yang ketat pada keempat mazhab dan mengerjakan apa saja yang menjadikan kemaslahatan Agama Islam. NU menetapkan dirinya menjadi pengawas tradisi dengan mempertahankan ajaran kempat mazhab, meskipun pada kenyataannya mazhab Syafi’I yang dianut oleh kebanyakan umat Islam diseluruh Nusantara.2 Dilihat dari sejak berdirinya sampai sekarang cukup memberikan suatu pemahaman kepada kegamaan
kita bahwa NU sebagai organisasi
benar-benar sangat menginginkan adanya satu gerak kebersamaan
dalam komunitas masyarakat Muslim dengan berada pada satu komando dalam mewujudkan tujuan bersama.Sekalipun Nu mempertahankan ortodoksi
abad
pertengahan namun dalam konteks dapat membangkitkan semangat umat Islam melalui lembaga-lembaga pesantren,dan berhasil menanamkan semangat dan watak anti kolonialisme dengan berpegang teguh pada ajaran Islam dan memelihara semangat ahlus Sunnah wal jamaah, demi mewujudkan persatuan dan kesatuan serta kekuatan umat Islam.3 Adapun organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 atau 18 November 1912.4 Muhammadiyah sebagai organisasi social keagamaan (organisasi kemasyarakatan) yang mengemban visi
2
Andree Feillard op. cit., h. 13
3
H. Alamsyah Ratu Perwira Negara, Islam dan pembangunan politik di Indonesia, (Jakarta ; CV. Haji Mas Agung, 1987), h. 186-187 4
Lebi lanjut kajian mengenai berdirinya Muhammadiyah dapat dilihat pada Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Cet . * ; Jakarta : LP3ES, 1996), h 84-95
da’wah amar ma’ruf nahi munkar senantiasa bersifa aktif dan konstruktif dalam usaha-usaha pembangunan dan refrmasi nasional sesuai dengan khittah (garis) perjuangannya serta tidak akan tinggal diam dalam menghadapi kondisi-kondisi kritis yang dialami oleh bangsa dan Negara.Karena itu , Muhammadiyah senantiasa terpanggil untuk berkipra dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berdasarkan pada 9
khittah perjuangan antara lain sebagai berikut :
Muhammadiyah meyakini bahwa Negara dan usaha-usaha membangun kehidupan berbangsa dan bernegara,baik melalui perjuangan politik maupun melalui pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun kehidupan dimana nilai-nilai Ilahiah melandasi dan tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan,keadilan, perdamaian,ketertiban, kebersamaan ,dan keadaban untuk terwujudnya “Baldatu Thaiyyibatun Wa Rabbun Ghafur”.5 Yayasan
Muhammadiyah
sebagai
sebuah
organisasi
sosial
kemasyarakatan yang hingga saat ini mengelola dan membina lembaga pendidikan mulai dari tingkat Raudhatul Athfal (TK) hingga perguruan tinggi, disamping meyakini dan memahami makna dan hakekat pendidikan seperti yang disebut diatas, Yayasan Muhammadiyah juga secara eksplisit mempunyai dan menetapkan fungsi serta ciri khas dari pendidikan Yayasan Muhammadiyah itu sendiri.6 Visi Yayasan Muhammadiyah adalah membentuk manusia bertaqwa yang memiliki kecerdasan dan kemampuan intelektual dan diamalkan sebagai 5 Hajriyanto Y Thohari, Muhammadiyah dan pergulatan Politik Islam Modernis, (Cet. I ; Jakarta : PSAP Muhammadiyah, 2005), h. xv 6 Azhar Arsyad, Ke-DDI-an, (Cet. I; Yogyakarta: Lkis, 2003), h.62
ibadah terhadap Allah SWT, melahirkan misi Yayasan Muhammadiyah berperan dalam bentuk pendidikan, dakwah dan usaha sosial. Kemudian dikenal dengan trilogy Yayasan Muhammadiyah yang terangkum dalam motto (Iman, Ilmu dan Amal). Pendidikan Yayasan Muhammadiyah di daerah diisyratkan adanya kerjasama tiga komponen yakni pegawai syara’, tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah setempat sebagai sosok guru yang sangat menentukan keberhasilan Yayasan Muhammadiyah, di semua tempat banyak di tentukan dari kebersamaan unsur-unsur tersebut sebagai komponen masyarakat yang menjadi basis Yayasan Muhammdiyah7 Kehadiran Yayasan Muhammadiyah di tengah-tengah masyarakat sangat memikirkan mutu pendidikan, sehingga masyarakat dapat merasakan perubahan pada kualitas pendidikan, terutama dalam keagamaan. Yayasan Muhammadiyah dalam memerankan diri di tengah-tengah perkembangan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, warga Yayasan Muhammadiyah secara cermat turut memecahkan masalah dengan penuh keikhlasan serta menyadari bahwa sesungguhnya cita-cita nasional dapat terwujud secara optimal dan dapat menemukan relevansi nilai-nilai fundamental, yakni nilai-nilai Islam dengan realitas. Dengan dinamika sosial yang berkembang pada setiap kehidupan masyarakat, Yayasan Muhammadiyah juga sebagai salah satu wadah pendidikan yang potensial bagi masyarakat umum, khususnya pada masyarakat di Kecamatan Belang Kabupaten Minahasa Tenggara yang selalu intens memberikan pencerahan dan pemberdayaan masyarakat.
7
Ibid., h. 55-56
Masyarakat yang ada sekarang, seakan menuntut dan dipentingkan untuk meningkatkan pemerataan Pendidikan Agama Islam sehingga masyarakat Islam tidak hanya belajar di satu tempat saja, akan tetapi di tempat kegiatan-kegiatan keagamaan seperti pengajian di masjid, ceramah, bimbingan keagamaan. Selain itu Yayasan Muhammadiyah juga mendirikan pendidikan formal yakni, pondok pesantren yang merupakan basis awal keberadaan Yayasan Muhammadiyah yang di dalamnya berbagai macam kegiatan-kegiatan keagamaan.
D. Pengaruh Ormas Islam dalam Pengembangan Hukum Islam Di Indonesia. Ormas Islam, yang diwakili oleh dua ormas keagamaan besar yang sudah berakar dimasyarakat , yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sangat berpengaruh didalam pengembangan hukum Islam di Indonesia.Karena keduanya mempunyai kesamaan dalam upaya hukum Islam
mengembangkan ajaran Islam, terutama
dimensi syari’ah yang terjadi di masyarakat. Bentuk-bentuk
kegiatan itu sebagai berikut : 1. Pengajaran, baik melalui saluran pendidikan ( Pesantren, madrasah, perguruan tinggi) maupun saluran lain 2. Keputusan-keputusan ( fatwa –fatwa ) sebagai jawaban dari petanyaan yang diajukan dari masalah-masalah sosial yang menuntut penyelesaian hukum. 3. Aksi-aksi social sebagai perwujudan pelaksanaan hukum Islam dalam kehidupan masyarakat.
Terkait dengan poin 2 di atas,NU memiliki Dewan Bahsul Masa’il alDiniyyah Ulama. Komisi ini berfungsi sebagai suatu forum pengkajian hukum yang membahas berbagai masalah keagamaan. Keputusan komisi ini yang berbentuk fatwa, yang nantinya diharapkan bisa menjadi bimbingan bagi warga NU dalam mengamalkan agama sesuai dengan paham ahlussunnah waljama’ah. Dalam Mubes NU di kediri telah menghasilkan 11 fatwa, yang antara lain berisi : pemanfaatan rukyat Internasional sebagai pedoman dalam menetapkan awal dan akhir bulan Qamariyah, do’a antar umat beragama, perempuan yang ditinggal suaminya sementara dia sudah mendaftar naik haji, puasa sunnah hari Arafah bagi Muslimin yang tidak sedang melakukan ibadah haji, menguasakan urusan Negara kepada non muslim dan lain-lain.8 Sedangkan Muhammadiyah memiliki Majelis Tarjih yang berfungsi tidak hanya memilih dan menguatkan salah satu pendapat yang ada dalam fiqh, tetapi juga secara khusus mengkaji berbagai hkum Islam yang dihadapi umat Islam, dari mulai persoalan klasik sampai persoalan kontemporer. Adapun fatwa yang diputuskan oleh majelis ini antara lain tentang tuntunan keluarga sakinah dan nikah antar agama, hukum aborsi, zakat profesi, koperasi pinjam meminjam dan asuransi.9
8
Mengenai fatwa-fatwa hasil dari pengkajian komisi ini dapat dibaca dalam K.H.A. Azis Masyhuri, Masail Diniyah Hasil Muktamar dan Mubes Jam’iyah Ahlith Thoriqah Al-Mu’tabaroh Al-Nahdiyyah (t. tp : tp., t.t) dan Djamaluddin Miri, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam,(Cet. II, Surabaya : LTN NU Jatim dan Diantara Surabaya, 2005) 9
Fatwa-fatwa majelis Tarjih ini dapat dilihat dalam salah satu hasil Muktamar Tarjih MuhammadiyahXXI yang diselenggarakan di Malang pada 12-16 februari 1989.
Dalam surat keputusan PP-Muhammadiyah No. 5 / PP- 1971, dalam Qa’idah Lajnah Tarjih disebutkan tugas pokok Majelis Tarjih Muhammadiyah yaitu : 1. Menyelidiki dan memahami ilmu agama Islam untuk memperoleh kemurniannya. 2. Menyusun akidah,akhkak, ibadah dan muamalah duniawi. 3. Memberi fatwa dan nasihat, baik atas permintaan maupun inisiatif Majelis Tarjih Muhammadiyah sendiri yang dipandang perlu. 4. Menyalurkan perbedaan pendapat / paham dalam bidang keagamaan kearah yang lebih maslahat. 5. Mempertinggi mutu ulama. 6. Hal-hal lain dalam bidang keagamaan yang ditugaskan oleh PPMuhammadiyah.10 Sepanjang sejarahnya, Muhammadiyah sebenarnya lebih tampak sebagai organisasi social –keagamaan, bukan organisasi politik. Ini hampir sama dengan organisasi social keagamaan lainnya, yaitu NU. NU dan Muhammadiyah lebih konsen bergerak di bidang social kemasyarakatan seperti pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi umat dan semacamnya. Tapi dalam sejarahnya, meski Muhammadiyah
dan
NU
pada
dasarnya
merupakan
organisasi
social
kemasyarakatan keagamaan, tapi keduanya acapkali tak bisa menghindar dari
10
Abdul Azis Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid III (Jakarta : PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2003), h. 1064.
realitas politik. Keduanya secara langsung maupun tidak,seringkali bersentuhan dengan persoalan politik, Negara dan kekuasaan.11 Dengan demikia,kedua majelis itulah yang senantiasa turut memecahkan problem hukum yang terjadi atau persoala-persoalan kontemporer yang muncul ditengah-tengah masyarakat, yang meresahkan masyarakat dan membutuhkan jawaban secepat mungkin. Jika jawaban atau respon tidak segera diberikan, maka tidak menutup kemungkinan masyarakat akan membuat hukum sendiri. Misalnya, persoalan nikah beda agama. Jika para ulama tidak memberikan kepastian hukum Islam yang jelas mengenai persoalan ini maka pernikahan beda agama kan banyak dilakukan dengan alas an bahwa nikah beda agama (kawin dengan wanita ahhlul al-kitab) adalah diperbolehkan berdasarkan surah al- Maidah ayat 5. Namun MUI dan Majelis Tarjih Muhammadiyah melarang pernikahan beda agama dengan alas an banyak mafsadanya daripda maslahatnya. Keputusan-keputusan pemerintah yang terkait dengan hukum Islam pun selalu mendapat bahan dari kedua majelis ini. Karena itu, NU dan Muhammadiyah mempunyai peran
yang sangat penting dalam bidang
pembangunan hukum Islam. Setiap kebijakan pemerintah yang terkait dengan hukum Islam dipastiakan meminta pertimbangan ahli hukum Islam dari NU dan Muhammadiyah. Seperti perannya dalam pemunculan setiap perundang-undangan yang menyentu hukum Islam.
11 Lebih lanjut, lihat Andree Feillard, op.cit., dan Syafi’I Ma’arif, Independensi Muhammadiyah di Tengah Pergumulan Pemikiran Islam dan Politik, Editor Imran Nasri dan Syarifuddin Arba (Jakarta : CiIDESINDO dan Dinamika, 2000)
Misalnya peran NU dalam membentuk Undang-undang Perkawinan. Hampir 2/3 usulan NU masuk dalam UU itu. Bahkan menurut Andree Feilard, RUU Perkawinan diselesaika oleh NU dan ABRI. Apalagi terjadinya Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang kemudian hari memberikan peran signifikan dalam pembentukan UU lainnya yang bermuatan hukum Islam. Bahkan Kompilasi itu diambil dari mazhab Syafi’I (dengan maksud mempermuda pekerjaan para ahli hukum) yang merupakan mazhab yang menjadi rujukan warga Nahdiyin dalam mengambil keputusan hukum. Dan proyek Kompilasi Hukum Islam (KHI) sudah dipresentasikan oleh NU pada tahun 1987 Kemudian pada akhir tahun 1999 muncul ICMI ( Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ) yang dipandang sebagai indikasi semakin akomodatifnya negara terhadap
aspirasi uamat Islam. Meskipun pada perkembangannya sering
bersentuhan dengan politik, tetapi paling tidak telah memberikan dimensi Islam di kalangan menengah atas. Kalangan penentu kebijakan di pemerintahan. Dengan demikian , peran organisasi Islam seperti NU,Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), Jamiatul Wasliyah, Al-Irsyad, Majelis Ulama Indonesia ( MUI) dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ( ICMI).Ini telah banyak memberikan kontribusi dan sangat diperlukan dalam menciptakan masyarakat madani dalam rangka menemukan kepastian hukum Indonesia. Oleh sebab itu, diharapkan ormas-ormas Islam itu lebih responsive menghadapi masalah-masalah social keagamaan yang timbul akibat kemajuan IPTEK. Mengingat masalah-masalah social keagamaan yang dihadapi umat sekarang ini pada umumnya sangat sangat kompleks, maka sebaiknya ijtihad dalam rangka pembaharuan hukum Islam lebih
tepat dilakukan dengan cara ijtihad kolektif dengan mempergunakan berbagai disiplin ilmu yang relevan dengan permasalahannya. Hasil ijtihad para mujtahid, baik yang dilaksanakan secara perorangan maupun yang dilaksanakan oleh organisasi Islam telah nelahirkan beberapa peratura perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Diantaranya Undangundang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria jo Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, Undangundang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok kekuasaan Kehakiman jo Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975,, Undangundang Nomor 7 tahun 1992 tentang Bank Indonesia jo Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, Undang – undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang KHI. Selain fatwa dikeluarkan oleh MUI sebagai lembaga yang ditunjuk Oleh pemerintah memberi fatwa tentang masalah keagamaan
yang bersifat umum
secara nasional, ada juga fatwa yang dikeluarkan oleh masing-masing organisasi Islam seperi NU yang dipercayakan kepada majelis Bahsul Masailnya, Muhammadiyah dengan Majelis Tarjinya dan Majelis lainnya yang dibentuk oleh organisasi-organisasi Islam lainnya, yang kadang –kadang melahirkan perbedaan pendapat karena perbedaan metode yang digunakan, yang kemudian dipedomani oleh pengikutnya.
Dasar umum penetapan fatwa yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) didasarkan kepada adillat al-ahkam
yang paling kuat dan membawa
kemaslahatan bagi umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya Selain itu dasar fatwa adalah al-Qur’an , Hadis, Ijma’, Qiyas, dan dalil-dalil hukum lainnya. Sedangkan prosedur penetapan fatwa dilakukan dengan langkahlangkah yang telah ditetapkan. Dikalangan organisasi Nahdlatul Ulama, fatwa hukum Islam dilakukan dengan metode ijtihad batsul masail NU yang ditetapkan dalam musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Bandar Lampung, yang secara garis besar dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian ketentuan umum yang berisi tentang al-kutub al-mu’tabarat (kitab standar),dan bagian sistim pengambilan keputusan hukum serta petunjuk pelaksanaan. Begitu pula dengan muhammadiyah yang memiliki metode pengambilan hukum dalam Majelis Tarjih dan pengembangan peemikiran Islam (MT-PPI), serta
organisasi Persatuan Isalam (Persis) yang ditetapkan
dengan metode ijtihad Dewan Persis yang memungkinkan terjadinya perbedaan penetapan hukum. Di Indonesia, Islam lebih Pluralis. Tidak seperti dinegara Islam lainnya yang berpedoman pada salah satu mazhab tertentu. Misalnya di Mesir, setiap permasalahan baru diselesaikan dengan mengambil pendapat yang kuat dalam mazhab Imam abu Hanifah12 Malaysia yang berpegang pada mazhab
12
Pada perkembangan selanjutnya, upaya reformasi huku Islam di Mesir sudah nampak dalam hukum keluarga yang tidak lagi berpegang pada mazhab Abu Hanifah saja, melainkan bersandar juga pada empat mazhab lainnya walaupun pada masalah-masalah lainnya mazhab Abu Hanifah yang masih mendominasi di Negara tersebut. Hukum yang diambil dari empat mazhab lainnya diambil denan memilih hal-hal yang sesuai dengan kondisi zaman. Lebih lanjut dapat dilihat dalam Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta : PT. Raja Grafindo persada, 2006), h. 193-195.
Syafi’i, Arab Saudi dengan mazhab Hambali, Irak dengan Syi’ah yang semuanya dilakukan oleh lembaga yang dibentuk oleh pemerintah masing-masing Negara yang diberikan wewenang untuk menetapkan hukum suatu masalah. Kesimpulan . Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah :
Perkembangan
hukum Islam di Indonesia sangat dipengaruhi oleh
Ormas-ormas Islam terutama dari Ormas Nahdlatul Ulama dan Ormas Muhammadiyah, karena kedua Ormas ini telah berakar di masyarakat. NU mewakili
masyarakat
pedesaan dan tradisional, sementara
Muhammadiyah mewakili masyarakat perkotaan , kawasan industrial dan modern.
Sepanjang sejarahnya, NU dan Muhammadiyah sebenarnya lebih tampak sebagai organisasi social keagamaan,bukan organisasi politik. Keduanya lebih konsen dibidang social kemasyarakatn seperti pendidikan,kesehatan dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan Abdul Azis (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid III, Jakarta : PT. Ichtiar Baru va Hoeve, 2003 Feilanrd, Andree., NU Vis-à-Vis Negara, Yokyakarta : LKIS, 1999 Manan, Abdul., Reformasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta : PT. Raja grafindo Persada, 2006 Masyhuri, K.H.A Azis., Masail Diniyah Hasil Muktamar & Mubes Jam’iyah Ahlith Thoriqoh Al- Mu’tabaroh Al-Nahdiyyah (t.t : tp.,t.t.) Ma’rif, Syafi’i., Independensi Muhammadiyah di Tengah Pergumulan Pemikiran Islam& Politik, Editor Imron Nasri & Syarifuddin Arba, (Jakarta : CILDENSINDO dan Dinamika,2000) Miri, Djamaluddin., Solusi Problematika Aktual Hukum Islam,Cet. II, Surabaya : LTN NU Jatim & Diantara Surabaya, 2005 Noer, Deliar., Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Cet. 8 ; Jakarta : LP3ES, 1996 Perwiranegara Ratu Alamsyah, Islam dan Pembangunan Politik di Indonesia, Jakarta : CV. Haji Mas Agung, 1987 Thohari Y. Hajriyanto, Muhammadiyah dan Pergulatan Politik Islam Modernis, Cet, I ; Jakarta : PSAP Muhammadiyah, 2005 Suara Muhammadiyah. di Era Millenium III Tantangan dan Harapan, Edisi Perdana; Makassar: PT. Umitoha Ukhuwah Grafika, 2000.
Hasil Muktamar XIX Yayasan Muhammadiyah, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Program umum dan taushiyah, Makassar, 2003