366
. Hukllm dan Pembangllnan
HUKUM ISLAM DAN PELAKSANAANNYA DI INDONESIA Nunung Wirdyaningsih
'"
Menurut penulis artike! ini hubungan antara struktur sosial dan hukum di Indonesia mempunyai nilai penting Unluk dibicarakan. Para pengamat hukum dan masyarakat berpendapat bahwa perkembangan struktur sosia! di Indonesia tidak atau kurang sesuai dengan hukumnya. Karena, setiap struktur sosia! seharusnya mengembangkan sistem hukumnya sendiri yang sesuai. Dalam hubungan ini suatu struktur sosial itu boleh disebut sebagai suatu sarana untuk dapat menjalankan sistem hukumnya. ."
Pendahuluan Penulis selalu teringat ketika Prof. Satjipto Rahardjo memberikan kuliah Sosiologi Hukum pad a peserta program Pasca Sarjana 1999-2000 Universitas Indonesia di Salemba yang menjelaskan bahwa penerapan hukum di Aceh dengan di Jawa Timur berbeda karena masyarakatnya yang berbeda. Ketika Kapolda Aceh mengatakan bahwa seorang penjudi harus dihukum berat hal tersebut sangat efektif diberlakukan di Aceh yang mayoritas masyarakatnya muslim dan masih menjunjung tinggi nilai-nilai hukum Islam. Berbeda dengan masyarakat Jawa Timur yang sudah sangat heterogen dan nilai-nilai agama tidak dapat diterapkan secara murni dalam kehidupan masyarakatnya. Apabila kita lihat lebih jauh walaupun jumlah penduduk Indonesia adalah mayoritas Islam . pelaksanaan hukum di setiap daerah berbeda-beda sesuai dengan kondisi. nilai-nilai dan lingkungan masyarakat dari daerah tersebul. Seperti halnya Aceh dan Jawa Timur bila kita lihat jumlah penduduknya adalah mayoritas muslim tapi ada perbedaan antara struktur sosial dan hukum yang berlaku di masyarakat tersebul.
OklOber - Desember 2001
Hukum Islam dan Pelaksanaannya di Indonesia
367
Salah saru kendala bagi bangsa Indonesia dalam rangka menegakkan hukum yang sama adalah berbedanya struktur sosial, kondisi. nilai-nilai yang ada pada masyarakat tersebut. Masalah hubungan antara struktur sosial dan hukum di Indonesia cukup mempunyai nilai penting untuk dibicarakan, antara lain untuk memenuhi kebutuhan ya ng cuh.'UP praktis, misalnya dalam rangka pembuatan dan pelaksanaan hukum yang efektif atau keperluan diagnostik, artinya menjelaskan tentang penyakit-penyakit dalam kehidupan hukum kita yang bersumber pada adanya ketidakcocokan antara struktur sosial dan hukum yang dipakai. Para pengamat hukum dan masyarakat dengan cara-caranya sendiri ternyata dalam satu hal mereka sepakat bahwa perkembangan struktur sosial di Indonesia tidak atau kurang sesuai dengan hukumnya. Setiap struktur sosial seharusnya mengembangkan sistem hukumnya send iri yang sesuai. Dalam hubungan ini suatu struktur sos ial itu boleh disebut sebagai suatu sarana untuk dapat menjalankan sistem hukumnya itu. Menurut Prof. Hazairin, ada dua macam pandangan mengenai hUkum, yaitu sebagai berikut. I I. Hukum hanyalah suatu segi dari penjelmaan hidup kemasyarakatan, yakni serangkaian hubungan tertentu yang timbul dalam dan dari masyarakat tertentu pula, yaitu serangka ian peraturan hidup yang berpokok kepada hak dan kewajiban yang berlaku selama dikuatkan oleh masyarakat itu . yang akan terletak tidak berkekuatan manakala . masyarakatnya itu berubah sikap dan menimbulkan penje lmaan baru yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya yang baru pula. 2. Hukum bukanlah hanya suatu segi dari penjelmaan hidup kemasyarakatan saja, yang semata-mata taat kepada unsur-unsur ya ng ada dalam pergaulan manusia dengan manusia saja dalam masyarakat itu. Selain dari hubungan antar manusia yang demikian merupakan masyarakat sesama manusia, setiap manusia yang menjadi anggota masyarakat itu juga mempunyai -mau tidak mau- hubungan ruh dengan ruh Tuhan Yang Maha Esa, kepada siapa terganrung hidup matinya, demikian juga keselamatan hidup kemasyarakatannya. Pandangan pertama hanya meiillat hukum sebagai masalah manusia dan amar manusia sesamanya. Unsur-unsur lain seperti hubungannya
, Anwar Harjono, Indnnesia Kila Pemikiran Berwmv(uan Iman-Islam. (Jo.tkarta : Getna Insani Pers., 1995), him. 81
Nomor 4 Tahun 2001
368
Hukum dan Pembangunan
dengan alam sekeliling , bahkan dengan yang menjadikan manusia itu sendiri, yakni Tuhan Yang Maha Esa tidak menjadi perhatiannya. Pandangan kedua justru sebaliknya, yakni melihat hukum tidak hanya sesuatu yang berdiri sendiri melainkan ada kaitannya yang sangat kuat dengan Tuhan dan merupakan sumber hukum yang utama. Yang pertama dinamakan paham kemasyarakatan, dan yang kedua dinamakan paham ketuhanan . Oi Indonesia pemahaman yang paling tepat digunakan menurut penulis adalah paham ketuhanan karena sesuai dengan falsafah negara bahwa Indonesia adalah negara berketuhanan Yang Maha Esa dan berdasarkan pasal 29 UUO 1945 ayat (1) bahwa negara (Republik Indonesia) berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Oalam membicarakan sistem hukum di Indonesia maka pad a sistem hukum di Indonesia berlaku sistem hukum yang majemuk karena ada tiga sistem hukum yang berlaku di Indonesia yaitu sistem hukum Adat, Islam dan Barat (Kontinental). Bila kita melihat mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama [slam maka penulis mencoba mengkaji lebih mendalam mengenai Hukum [slam dan pelaksanaannya oleh masyarakat dan penguasa di Indonesia. Pada masa Rasulullah dan para sahabatnya hukum [slam berjalan sebagaimana mestinya, diterima dan dijalankan oleh masyarakatnya dengan kesadaran penuh sehingga kondisi wilayah yang dikuasai oleh Islam merupakan wilayah yang adil, tertib dan makmur. Kondisi demikian dapat menjadi sumber inspirasi bagi penguasa dan masyarakat Indonesia dalam menegakkan hukum yang adil dan diterima oleh seluruh bangsa Indonesia. Islam adalah ajaran Allah yang diturunkan melalui wahyu kepada nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada ummat manusia, sebagai pedoman hidup demi kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat. Ajaran [slam menurut Mahmud Syaltut, dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, akidah dan syariat, atau seperti dalam bukunya yang lain dibagi menjadi akidah , ahkam (hukum syariat), dan ahlak. Dari pembagian ini jelas bahwa hukum Islam merupakan bag ian dari totalitas ajaran Islam yang bersumber dari wahyu. Oalam kajian Ushul Fiqih yang dimaksud hukum Islam adalah seperangkat aturan yang ditetapkan secara Iangsung dan tegas oleh Allah atau ditetapkan pokok-pokoknya untuk mengatur hubungan antara manusia dan Tuhannya , manusia dengan sesamanya , dan manusia dengan alam semesta. Hukum Islam telah ada sejak manusia (masyarakat) ada (qadim) karena ia adalah firman Allah yang tidak berhuruf dan tidak bersuara.
Oktober - Desember 2001
Hukum Islam dan Peiaksallaallnya di Indonesia
369
Oleh karena hukum itu dibuat untuk manusia, Allah menurunkan sesuatu yang berfungsi untuk mengerahui hukum tersebut, yang dalam Ushul Fiqh dikenal dengan istilah dalil , yang terdiri dari dua yaitu bersifat qath'i dan manlli. Oleh karena itu hukum Islam pun ada dua macam. Pertama , hukum Islam yang ditetapkan secara langsung dan tegas oleh Allah , yaitu hukum-hukum yang diturunkan dari dalil yang qath 'j, Hukum ini jUll1lahnya tidak banyak dan dalam perkembangannya dikenal dengan syariah. Kedua, hukum yang ditetapkan pokok-pokoknya saja, maksudnya ialah hukum yang ditetapkan oleh dalil yang zhalllli. Hukum jenis ini jumlahnya sangat banyak, dan dapat atau perlu dikembangkan dengan ijtihad. Hasil pengembangannya itulah yang kemudian dikenal dengan istilah fiqih. Hukum Islam kategori syariat bersifat tsabat (konstan, tetap), artinya tetap berlaku universal di sepanjang zaman, tidak mengenal perubahan dan tidak boleh disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Situasi dan kondisilah yang harus menyesuaikan diri dengan syariat. Sedangkan hukum Islam kategori fiqih bersifat murunah (fleksibel, elastis), tidak (harus) berlaku universal, mengenal peru bahan, serta dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Sungguhpun demikian sebagai ajaran samawi, hukum Islam dengan kedua macamnya itu mempunyai sifat dan karakteristik yang secara umum berbeda dengan hukum budaya (hukum wad'i, produk manusia). Sifat dan karakter tersebut yang terpenting antara lain sebagai berikut. ' I. Hukum Islam adalah serentetan peraturan yang digunakan untuk beribadah. Melaksanakannya merupakan suatu ketaatan yang pelakunya berhak mendapat pahala dan ll1eninggalkan atau ll1enyalahinya merupakan suatu kell1aksiatan yang pelakunya akan dibalas dengan siksaan di akhirat. 2. Kepatuhan kepada hukum Islam merupakan tolok ukur keimanan seseorang. 3. Hukum Islam bersifat ijabi dan salbi, artinya hukum Islam itu memerintahkan. mendorong, dan menganjurkan melakukan perbuatan makruf serta melarang perbuatan munkar dan segala macam kemudaratan. Berbeda dengan hukum wad'i, aspek ijabi dalam hukum Islam lebih dominan. Hal ini mengingat tujuan utama pensyariatan hukum Islam adalah mendatangkan, menciptakan, dan memelihara Ibrahim Hosen, "Fungsi Hukum Islam dalam Kehidupan Umat Islam" dalam Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, ed. Amrullah A. (Jakarta: Gema Insani
2
Press, 1996), him . 87-88
Nomor 4 Tahun 200]
370
Hukum dan Pembangunan
kemasiahatan bagi ummat manusia . Sedangkan aspek salbi, yang bertujuan menghindari kemudaratan dan kerusakan, sebenarnya telah tercakup di dalamnya. Kemasiahatan individu dan masyarakat harusiah berimbang. Artinya kemasiahatan individu bukaniah sekedar tujuan sampingan, yang hanya diperhatikan jika membawa kemaslahatan bagi masyarakat. 4. Hukum Islam tidak hanya berisi perintah dan larangan, tetapi juga berisi ajaran-ajaran untuk membentuk pribadi-pribadi muslim sejati, berahlak mulia , berhati suci, berjiwa tinggi (tidak kerdil) serta mempunyai kesadaran ak"n segala tanggung jawab. Termasuk di dalamnya kewajiban menjalin hubungan yang erat dan harmonis antar sesama manusia dan Khaliknya dengan cara yang sangat sempurna. 5. Hukum Islam berpangkal dari iman yang meyakinkan manusia tentang kebebasan dari segala macam penghambaan dari selain Allah. Hukum Islam mengembangkan kesadaran dalam diri manusia yang beriman tentang kesamaan seluruh manusia di hadapan Allah . Semua manusia adalah hamba Allah, sama dengan semua mahluk lainnya. Manusia dipilih oleh Allah menjadi khalifah di bumi ini berdasarkan al-Quran surat al-Baqarah ayat 3,6 dan 165 (Q.S. 2 : 3,5, 165) . Dalam hukum Islam inilah terpadu kesadaran moral dengan kesadaran sosial. Dari landasan ini dapat dipahami bahwa ada empat bidang utama format hukum Islam, yaitu sebagai berikut 3 a) Bidang ibadah, tentang hukum-hukum yang menata pembinaan hubungan manusia dengan Penciptanya yang kepada Dia manusia harus mengabdi. Dengan berbagai ragam ibadah yang disyariatkan manusia ditumbuhkembangkan kesadaran moral sekaligus kesadaran sosialnya. b) Bidang muamalah, tentang hukum-hukum yang menata pembinaan hubungan manusia dengan sesamanya, dalam melakukan interaksi untuk memenuhi hajat hidup sehari-hari dengan sesamanya, dalam rangka kesadaran moral untuk mengembangkan interaksi sosial dalam kehidupannya. c) Bidang munakahat, tentang seperangkat hukum yang menata pembinaan kehidupan dan rumah tangga yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan keturunannya, yang akan mewarisi 3 Ali Yafie. "Fungsi Hukum Islam dalam Kehidupan Umat" dalam Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasiollol. ed. Aml1.lllah A. (Jakarta: Gema Insani Press, 19%) him. 94.
Oktober - Desember 2001
Hukum Islam dan Pelaksanaannya di Indonesia
371
nilai-nilai moral dan norma-norma sosial yang dikembangkan dalam kehidupan itu. d) Bidang jinayac, tentang hukum-hukum yang menata pembinaan bermasyarakat yang bertanggungjawab dengan hak-hak setiap manusia dilindungi. Oari setiap manusia dituntut tanggung jawab atas kewajiban-kewajibannya dalam rangka mewujudkan kehidupan bermasyarakat yang bermoral sehingga setiap manusia dapat hidup bebas, terhormat, tertib , aman dan damai. Nilai kemanusiaan dan martabat manusia sang at terhormal dalam hukum Islam, sejalan dengan petunjuk al-Quran yang menetapkan status manusia sebagai mahluk lerhormal (QS. 17 :70). Maka lima komponen dasar kemaslahatan hidupnya, yakni jiwa raga, kehormatan, akal pikiran, harta benda, nasab, dan agama (keyakinannya) merupakan landasan dan semangat dan menjiwai seluruh batang tubuh hukum Islam. Dalam kaitan itu dapat dipahami keberadaan hukum Islam itu sebagai ralunat untuk dan kesejahteraan lahir dan batin bagi semua. Patokan Hukum Islam adalah kebenaran dan keadilan (Q.S. 2:176. 213, 4: 170, 9:45, 4:58, 135, 5:8, 6:52). Kedua nilai lersebul harus dikembangkan dalam sikap. ucapan, perilaku, dan pengambilan kepulusan. Kedua nilai ini harus diberlakukan unluk semua orang, sekalipun ia musuh. Kewajiban-kewajiban yang dituntut hukum Islam dari setiap manusia adalah kewajiban individual, namun disamping itu dilumut juga kewajiban bersama untuk memenuhi kepentingan bersama c1alam kehidupan bermasyarakat. Ajaran Islam memperkenalkan prinsip bahwa set iap orang ditunlut bekerja melakukan pembenahan atas dirinya dan lingkungannya dan setiap orang bertanggung jawab atas segala apa yang dilakukannya. Tak seorangpun yang sudah dewasa dapat mengelak dari tanggung jawab. Hal ini dituntut sepanjang kehidupan manusia di dunia dan akan dituntaskan di akhirat kelak. Dalam hubungan ini , hukum Islam memperkenalkan adanya pahala/ganjaran baik dan sanksi derita. Pada masa Rasulullah dan para sahabatnya hukum Islam berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang telah ditentukan oleh al-Quran dan Hadits Rasul. Bila tidak terdapat ketentuannya dalam kedua sumber eli atas maka para sahabat berijtihad dengan menggunakan akal pikirannya berdasarkan al-Quran dan Hadits dalam memutuskan suatu perkara.
Nomor 4 Tahun 2001
Hukum dan Pembangunan
372
Hal ini dapat diuraikan dari fungsi hukum Islam bagi umat Islam yang tidak dapat dipisahkan dari pembahasan mengenai karakteristik hukum Islam. Beberapa fungsi hukum Islam adalah sebagai berikut' I.
Fungsi Ibadah Berdasarkan uraian di atas, fungsi paling utama hukum Islam adalah untuk beribadah. Hukum Islam adalah ajaran Tuhan yang harus dipatuhi umat manusia, dan kepatuhannya merupakan ibadah yang sekaligus juga merupakan indikasi keimanan seseorang. Sebagai implementasinya, setiap pelaksanaan hukum Islam diberi pahala, sedangkan setiap pelanggarnya diancam siksaan.
2.
Fungsi Amar Ma'ru(Nahi Munkar Walaupun hukum Islam telah ada dan eksis mendahului masyarakat karena kalam Allah yang qadim, dalam praktiknya hukum Islam tetap bersentuhan dengan masyarakat. Contohnya adalah proses pengharaman hukum riba dan khamar (minuman keras), jelas menunjukkan adanya keterkaitan penetapan hukum Allah dengan subjek dan objek hukum (perbuatan mukallaj). Penetapan hukum tidak pernah mengubah atau memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya. Riba dan khamar tidak diharamkan sekaligus, tetapi secara bertahap. Penetap hukum menyadari bahwa hukum tidak bersifat elitis dan melangit. Ketika suatu hukum lahir, yang terpenting adalah bagaimana agar hukum tersebut dipatuhi clan dilaksanakan dengan kesadaran penuh . Penetap hukum sangat menyadari bahwa cukup riskan bila riba dan khamar diharamkan secara sekaligus bagi masyarakat pecandu riba dan khamar. Berkaca dari pengharaman riba dan khamar tampak bahwa hukum [slam berfungsi pula sebagai salah satu sarana pengendali sosial (kontrol sosial) . Kita sulit membayangkan apa saja yang akan terjadi jika hukum riba dan khamar dipaksakan. Hukum Islam tidak hanya untuk hukum Islam. Hukum juga memperhatikan kondisi masyarakat agar hukum tidak dilecehkan dan tali kendali sosial terlepas. Secara langsung akibat buruk riba dan khamar memang hanya menimpa para pelakunya, namun secara tidak langsung lingkunganpun ikut terancam bahaya tersebut.
4
Op. cit. him. 88-90
Oktober - Desember 2001
Hukum Islam dan Pelaksanaannya di Indonesia
Dari fungsi amar ma'ru! nah! munkar ini akull Lereapai rujuan hukum Islam yaitu mendatangkan (menciptakan) kell1L1slahnran dun menghindarkan kemudaratan di dunia dan akhira!. 3. Fungsi Zawajir Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzins. yang disertai dengan ancaman hukuman alau sanksi hukull1 . Qisasd!yat dilerapkan ul1tuk tindak pidana tcrhadap jiwa/badan. hlJdl
Nomor 4 Tohun ZOOI
374
Hukum dan Pembangunan
utama. Hal ini bergantung pada sudut pandang ahli hukum Islam dan kasus yang dihadapi. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, ia banyak melakukan ijtihad di lapangan hukum, antara lain sebagai berikut. 5 1. Menurut Q.S. al-Maidah (5) ayat 38, orang yang mencuri diancam dengan hukuman potong tangan. Hukuman bagi pencuri memiliki fungsi memaksa untuk melindungi warga. Tetapi pada masa pemerintahan Kalifah Umar, ia tidak menerapkan hukuman potong tang an terhadap seseorang yang terpaksa mencuri pada musim paceklik dan terjadi kelaparan di masyarakat. Berarti dalarn kasus ini Kalifah Umar memandang fungsi kontrol sosial yang lebih dominan dan berdasarkan pertimbangan keadaan darurat dan kemaslahatan jiwa masyarakat. 2. Mengucapkan talak tiga sekaligus di zaman nabi dan khalifah Abu Bakar dianggap talak satu. Namun pada zaman Khalifah Umar dianggap sebagai talak yang tidak mungkin rujuk kembali sehingga suami isteri, kecuali salah satu pihak (dalam hal ini bekas isteri) kawin lebih dulu dengan orang lain. Garis ini ditentukan oleh Umar berdasarkan kepentingan para wanita, karena di zamannya banyak pria yang mudah mengucapkan talak tiga dengan wanita lain. Tujuannya adalah untuk melindungi kaum wan ita dari penyalahgunaan hak talak yang berada di tangan pria sehingga pria lebih berhati-hati mempergunakan hak talak itu. 3. AI-Quran telah menetapkan golongan-golongan yang berhak menerima zakat, termasuk mualaf di dalamnya, yaitu orang-orang yang baru memeluk agama Islam karena masih lemah imannya dan mungkin terputus hubungannya dengan keluarganya sehingga perlu dilindungi. Khalifah Umar menghentikan pemberian zakat kepada mualaf itu berdasarkan perimbangan bahwa Islam telah kuat, umat Islam telah banyak sehingga tidak perlu lagi diberikan keistimewaan kepada golongan khusus dalam tubuh umat Islam. 4. Di dalam al-Quran (Q.S. 5:5) terdapat ketentuan yang membolehkan pria muslim menikahi wanita ahlul kitab (wanita Yahudi dan Nasrani) . Akan tetapi khalifah Umar melarang perkawinan campuran tersebut untuk melindungi kedudukan wanita Islam dan keamanan (rahasia) negara . 5. Ij tihad Khalifah Umar mengenai peradilan adalah sebagai berikut.
5
M . Daud Ali, Asas-asas Hukum Islam , (Jakarta: Rajawali Pre ss , 199 1), him. 157-1 58
Oktober - Desember 2001
Hukum Islam dan Pelaksanaannya di Indonesia
375
a) Tugas memuruskan suaru perkara adalah kewajiban seorang hakim. Bila suatu perkara yang diajukan tidak terdapat ketentuannya dalam al-Quran dan sunnah Nabi, maka bandingkanlah (qiyaskan) perkara itu dengan perkara sebelumnya. Apabila dalam kasus yang sarna telah ada penyelesaiannya , maka pergunakanlah kaidah hukum yang telah ada itu untuk menyelesaikan kasus tersebut. b) Dalam memutus suaru perkara hendaknya dipelajari dulu berkasnya sebaik-baiknya dan putuskanlah seadil-ad ilnya tanpa menyamakan kedudukan para pihak. Keadilan iru harus diwujudkan dalam praktek , sebab bila tidak diwujudkan tidak ada artinya. c) Para pihak boleh didamaikan tetapi isi perdamaian tidak boleh menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. d) Bila terdapat kekeliruan dalam keputusan yang telah diberikan, maka janganlah ragu untuk mengubahnya kembali. Fungsi kontrol sosial dan interaksi sos ial juga terlihat dalam kasus pidana lainnya, sepert i hukuman bagi pelaku zina dan pClllhunuhan. Dalam hal ini dibutuhkan schock therapy . Sccara psi kologi s. hukuman "sadis " berdasarkan hukum Islam dapat mencegah orang lain be rbuat serupa, namun ada yang tidak sependapat. Konon pad a masa klasik ketika pelaku kejahatan dihukum gantung dengan disaksikan oleh orang banyak . justru pad a saat itulah penjahat yang lain beraksi dan menggerayangi kantong hadirin yang sedang berdesak-desakan. Artinya hukum sebagai schock therapy, dalam konteks psikologis tidak terbukti hasilnya. Selama manusia masih ada dan selama mereka masih diberi nafsu oleh Tuhan, maka perbuatan nista tidak akan berakhir, betapapun beratnya hukulllan yang diancamkan. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa hukuman "sadis" akan membuat orang merasa ngeri. Berdasarkan pembahasan ini , kita juga harus memperh imngkan dua jenis penekanan di dalam hukum [slam, yaitu aspek pribadi dan aspek perbuatan. Aspek pribadi (person, insan), secara teoritis akademik lebih dominan pada bidang perdata [slam , sedangkan aspek perbuatan lebih dominan pad a bidang pidana Islam. Dua penekanan ini membawa kita kepada pemahaman mengapa perdata Is[am sangat mementingkan "keridhaan ked uabelah pihak" dan mengecam berbagai bentuk atau unsur kezaliman. Sebaliknya di dalam pidana Islam, sifat "keridhaan keduabelah pihak" sangat d ihindari. Misalnya, zina tidak bisa dihalalkan dengan dalih "suka sama suka " . Perbuatan membunuh memang bisa dimaatkan oleh keluarga korban, tetapi tetap saja ada bentuk ganti rugi yang diberikan.
Nomar 4 Tahun 2001
376
Hukum dan Pembangunan
Penekanan dua aspek yang berbeda di atas hanyalah secara teoritis akademik. Artinya perdata Islam tidak sepenuhnya bertoleransi dengan asas "suka sarna suka". Dalam beberapa kasus perdata Islam , ketika hakim memandang perbuatan tertentu sebagai ancaman bagi masyarakat, dapat saja menjatuhkan hukuman ta 'zir dengan berbagai bentuknya. Dalam hukum pidana Islam, aspek perbuatan memang ditekankan, namun aspek pribadi juga diperhatikan. Seorang ahli hukum Islam harus mampu memilah fungsi-fungsi hukum Islam di atas sesuai dengan situasi dan kondisi. la juga harus mampu mencari fungsi yang dominan bagi kasus tertentu dan fungsi utama bagi kasus ya ng lain. Proses mencari dan menghayati apa yang dominan diamara fungsi-fungsi tersebut dengan memperhatikan dua orientasi di atas merupakan tugas dan sekaligus kenikmatan sendiri bagi ahli hukum Islam. Semuanya ini diperlukan dalam rangka mencapai maqasid asy syariah. yakni melindungi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda.
Pelaksanaan di Indonesia. Ummat Islam eli Indonesia adalah bagian mutlak cJari rakyat Indonesia, bahkan mereka mencerminkan bagian terbesar dari bangsa Indonesia yang populasinya sudah mendekati 190 juta jiwa. Hak sejarah mereka di tanah air in i sudah sepuluh abad hadir melalui pedagang dan kemudian disebarkan oleh para ulama dan terus berkembang serta ajarannya memasyarakat hingga terpatri dalam kebudayaan rakyat Indonesia. Penjajahan asing oleh dunia Barat yang berlangsung selama tiga setengah abad, sekalipun disertai usaha keras mencairkan nilai-nilai Islam yang telah mengkristal dalam norma-norma kehidupan rakyat tidak mampu mencabut akar-akar budaya Islam yang telah tertanam dalam kepribadian bangsa Indonesia. Hukum Islam teIah diterima dan berkembang dalam masyarakat Indonesia sebelum kedatangan penjajah asmg, diupayakan sedikit demi sedikit dipangkas hingga akhirnya yang tertinggal -selain hukum ibadah- adalah sebagian hukum keluarga (nikah, talak, rujuk, dan sebagainya) dengan Pengadilan Agama sebagai pelaksananya. Walaupun demikian, hukum Islam tetap berfungsi mempertahankan dan memelihara semangat anti penjajah dan kezaliman dalam sanubari umat Islarn/rakyat Indonesia, melalui mata rantai perlawanan Indonesia sampai direbutnya kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Oktober - Desember 2001
Hukum Islam dan Pelaksanaanrrya di Indonesia
377
Bila mempelajari sejarah hulcum Hindia Belanda mengenai kedudukan hulcum Islam, maka terbagi dalam dua periode yaitu:' 1. Peri ode penerimaan hulcum Islam sepenuhnya (receptio in complexu). Hulcum Islam diperlalcukan secara penuh terhadap orang Islam karena mereka telah memeluk agama Islam. Belanda - sejak berdirinya VOCtetap mengalcui apa yang telah berlaku sejak berdirinya kerajaankerajaan Islam di Nusantara, seperti hukum kekeluargaan Islam, hulcum perkawinan, dan hukum waris. 2. Periode penerimaan hulcum Islam oleh hukum adat (theorie receptie). Hukum Islam baru berlaku bila dikehendaki atau diterima oleh hukum adat, berdasarkan pendapat Snouck Hurgronje yang dituangkan dalam Undang-undang Dasar Hindia Belanda. Pendapat ini ditentang keras oleh Hazairin dan menganggap teori tersebut adalah teori Iblis karena mengajak orang Islam untuk tidak mematuhi dan melaksanakan perintah Allah dan sunnah Rasulnya. Menurut Hazairin norma dasar yang tercantum dalam pasal 29 ayat (I) tersebut tafsirannya adaIah sebagai berikut: ' I. Dalam Negara Republik Indonesia tidak boleh berlalcu atau diberlakukan hukum yang bertentangan dengan norma-norma (hukum) agama dan norma kesusilaan bangsa Indonesia. 2. Negara Republik Indonesia wajib menjalankan dalam makna menyediakan fasilitas yang berasal dari agama yang dipeluk bangsa Indonesia, dapat terlaksana sepanjang pelaksanaan hukum agama itu memerlukan bantuan alat kekuasaan atau penyelenggara negara . Misalnya syariat dari agama Islam , tidak hanya memuat hukumhukum sholat, zakat, puasa, tetapi juga mengandung hukum dunia baik perdata maupun publik yang memerlukan kekuasaan negara untuk menjalankannya secara sempurna. Maksudnya adalah pada hukum harta kekayaan, hulcum wakaf, penyelenggaraan ibadah haji, peIanggaran-pelanggaran hulcum perkawinan dan kewarisan, pelanggaran-pelanggaran pidana Islam seperti zina, yang memerlukan kekuasaan kehakiman atau peradilan k11USUS (peradilan agama) untuk menjalankannya, yang hanya dapat diadakan oleh negara dalam rangka pelaksanaan kewajibannya menjalankan syariat yang berasal dari (, Ismail Suny, "Kedudukan Hukum [slam dalarn Sistem Ketatanegaraan Indonesia " dalarn Dimensi Hukum Islam daLam Sistem Hukum Nasional, (Jaka rta: Gema Insani Press, 1996)
him . 131-132 . Hazairin, Demokrasi PancasiLa. (Jakarta: Tintamas, 1973), him. 18
7
Nomor 4 Tahun 2001
378
Hukum dan Pembangunan
agama Islam untuk kepentingan ummat Islam yang menjadi warga negara Republik Indonesia. 3. Syariat yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan negara untuk melaksanakannya karena dapat dijalankan sendiri oleh setiap pemeluk agama yang bersangkutan menjadi kewajiban pribadi pemeluk agama itu sendiri menjalankannya menurut agamanya masing-masmg. Misalnya hukum-hukum yang berkenaan dengan ibadah. Memasalahkan budaya hukum Islam, maka kita dihadapkan pada dua kemungkinan yaitu: 1. mengenai hukum positif Islam, sehingga terbatas memasalahkan hukum yang berlaku bagi mereka yang beragama Islam, atau 2. mengenai nilai-nilai hukum Islam, yang akan dapat berlaku bagi seluruh warga negara bahkan mungkin seluruh penduduk termasuk yang bukan warga negara. Alternatif pertama dapat kita lihat pad a mas a sekarang sebagai kelanjutan politik hukum pada masa kolonial, baik melalui Aturan Peralihan Pasal II UUD 1945 maupun yang kemudian dituangkan ke dalam peraturan Perunclang-unclangan baru. Ciri khas orientasi ini adalah masih diakuinya pembedaan hukum dalam hukum perdata Barat, hukum Islam , dan hukum Adat. Bidang yang terutama dijangkau adalah hukum perdata. Lembaga yang dipergunakan adalah lembaga peradilan agama. Yang dimaksud dengan "hukum positif Islam" hanyalah yang menjadi hukum materiil atau hukum substantif Peradilan Agama, yang berlaku di Pengadilan Agma Islam. Hal ini terlihat dari munculnya UU No. I tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah No.9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan clari UU No. 1 tahun 1974, Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1985 tentang Wakaf, UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang No . 32 tahun 1999 tentang Zakat dan Undangundang No. 40 tahun 1999 tentang Haji. Alternatif kedua ialah hukum positif Islam yang bersumber dari nilai-nilai agama Islam. Kita tarik asas-asas hukum Islam, kemudian menuangkannya sebanyak mungkin ke dalam hukum nasional. Dengan cara demikian maka pembudayaan hukum [slam tidak saja teljadi di bidang hukum perdata, khususnya hukum keluarga, tetapi juga di bidang lain, seperti hukum pidana, hukum tata negara, clan hukum administrasi negara. Dengan orientasi ini maka hukum Islam akan benar-benar menjadi sumber hukum nasional di samping Pancasila, tanpa menimbulkan
Oktober - Desember 2001
Hukum Islam dan Pelaksanaannya di Indonesia
379
anggapan bahwa hukum Islam adalah kuno. Kedua alternatif ini dapat mempengaruhi pembentukan hukum nasional di masa yang akan datang" Untuk menuangkan hukum Islam yang terdapat di al-Quran dan Hadits menjadi suatu bentuk perundang-undangan diperlukan rechtskunst (seni menyusun undang-undang). Membuat undang-undang adalah perbuatan politik karena itu tidak dapat dilepaskan dari persoalan politik. Yang menjadi pertanyaan adalah politik yang bagaimana yang dapat meyakinkan masyarakat, khususnya Badan Pembuat Undang-undang bahwa normanorma dalam al-Quran itu apabila dituangkan dalam bentuk undangnndang-undang atau benruk peraturan perundang-undangan lainnya, dapat memenuhi keadilan set iap orang. Seperti yang sudah ki ta bahas tentang pelaksanaan hukum Islam pad a masa awal penegakan Islam dapat kita lihat bahwa aturan Islam tersebut bila diterapkan dengan benar-benar oleh manusianya sebagai pribadi yang menyadari bahwa dirinya adalah ciptaan Tuhan dan harus bertanggung jawab atas segala perbuatannya terhadap Sang Pencipta, maka persoalan penegakan hukum yang selalu terjadi di Indonesia akan hilang. Hal ini berpu lang kepada manusia sebagai pembuat hukum . pelaksana hukum dan pengguna hukum untuk dapat menegakkan hukum seadil-adilnya dengan melihat kondisi dan situasi masyarakatnya. Apabila kita tinjau masalah pembudayaan hukul1l Islam dalam kaitannya dengan pembenrukan hukum di masa akan datang serra rag am politik hukum yang akan mendasarinya berkaitan dengan "struktur" suatu sistem hukum, maka l1lemahami teori tentang pertingkatan hukum (scu/enbau des reclUS hierarchie) menjadi relevan. Teori peningkatan hukum beranggapan bahwa berlakunya suatu hukul1l harus dapat dikembalikan kepada hukul1l yang lebih tinggi kedudukannya. Hal tersebut dapat kita uraikan sebagai berikut :9 I. Ada cita-cita hukum yang merupakan norma yang abstrak. 2. Ada norma antara yang dipakai sebagai perantara untuk l1lenCapal cita-cita hukum. 3. Ada norma kongkret yang dinikmati orang sebagai hasil penerapan norma antara atau penegakkannya di Pengadilan.
8 Padmo Wahjono, "Buuaya Hukum Islam dalam Pcrspeklif Pembenlukan Hukull1 di Masa Datang"" dalam Dimensi Hukum Islam dalam Sis/em Hukum Nasional. Ed. AlIlfuliah Ahmad. (Jakarta: Gema Insl1ni Press, 1996) , him . 167 .
, Ibid., him. 174-176
Nomor 4 Tahun 2001
380
Hukum dan Pembangunan
Apabila teori pertingkatan hukum di atas diterapkan pada UUD 1945, maka kita peroleh gambaran sebagai berikut : L Norma Hukum Abstrak atau cita-cita hukum bangsa Indonesia . Pokokpokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan, mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara , baik hukum termlis maupun hukum yang tidak tertulis. 2. Norma Hukum Antara : Undang-undang dasar menciptakan pokokpokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya. Amran-amran menyelenggarakan aturan pokok diserahkan kepada undang-undang . 3. Norma Kongkret Pedomannya ada dalam penjelasan pasal 28. dengan hukum harus berdimensi tiga. yaitu demokratis, berperikemanusiaan, dan berkeadilan sosial. Apabila teori pertingkatan hukum i11l kita terapkan pad a permasalahan hukum Islam sebagai sumber hukum nasional pada masa yang akan datang , maka gambaran pertingkatan hukumnya adalah sebagai berikut : I. Norma Abstrak : Nilai-nilai di dalam Kitab suci al-Quran (universal dan tidak boleh diubah manusia). 2. Norma Antara : Asas-asas (principles) serta pengamran, hasil kreasi manusia sesuai dengan simasi, kondisi, budaya, dan kurun waktu, yang muncul sebagai peramran negara, pendapat ulama, pakarl ilmuwan, atau kebiasaan. 3. Norma Kongkret : Semua hasil penerapan dan pelayanan hukum kreasi manusia bukan nabi, serta hasil penegakan hukum di pengadilan (hukum positif. living law). Tulisan ini dapat diakhiri dengan suatu perenungan sebagaimana yang diungkapkan oleh Prof. HM. Daud Ali bahwa untuk membangun dan membina hukum nasional diperlukan politik hukum tertentu. Untuk mewujudkan satu hukum nasional bagi bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan kebudayaan dan agama yang berbeda ditambah lagi dengan keanekaragaman hukum yang ditingga lkan oleh penguasa kolonial dahulu, adalah bukan pekerjaan mudah. Pembangunan hukum nasional yang akan berlaku bagi semua warga negara tanpa memandang agama yang dipeluknya, haruslah diberlakukan dengan hatihati, karena antara agama yang dipeluk oleh warga negara Indonesia, ada agama yang tidak dapat dipisahkan dari hukum , seperti agama Islam . Oleh karena itu dalam pembangunan hukum nasional di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam , unsur hukum agama harus benar-benar
Oktober - Desember 2001
Hukum Islam dan Pelaksanaannya di Indonesia
381
diperhatikan. Untuk itu perlu ada wawasan dan kebijaksanaan yang jelas dari pemerintah .
Penutup I.
Pelaksanaan hukum Islam pada masa awal tegaknya Islam di jazirah Arab berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang te lah ditentukan oleh al-Quran dan Hadits Rasul. Bila tidak terdapat ketentuannya dalam kedua sumber di atas maka para sahabat berijtihad dengan menggunakan akal pikirannya berdasarkan al-Quran dan Hadits dalam memutuskan suatu perkara. Fungsi hukum Islam saat itu bagi umat Islam tidak dapat dipisahkan dari karakteristik hukum Islam. 2 . Sistem hukum Islam di Indonesia kedudukkannya sama dan sederajat dengan sistem hukum lainnya yang hidup di Indonesia , yaitu hukum ad at dan hukum barar. Selain itu juga menjadi sumber pembentukan hukum nasional yang akan datang. 3. Hukum Islam sebagai hukum yang hidup tetap akan ada sebagai kelengkapan dari hukum nasional. Penerapan dan penegakan llUkum Islam di Indonesia dapat dituangkan ke dalam hukum nasional baik melalui hukum positif Islam maupun melalui nilai-nilai hukum Islam yang berlaku bagi seluruh warga negara. Keduanya dipengaruhi oleh political will yang akan membentuk politik hukum perundang-undangan.
Daftar Pustaka Ali, M. Daud . Asas-asas Hukum Islam. Jakarta : Rajawali P ress, 199 1. Harjono, Anwar. Indonesia Kila Pemikiran Benvawasan Imall - Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Hosen, Ibrahim. "Fungsi dan Karakteristik Hukum Islam dalam Kehidupan Umat Islam" . Dalam Dimensi Hukum Islam dalam Sislem Hukum Nasional. Jakarta : Gema Insani Press, 1995 . Him . 85-92. Lev, Daniel S. "Lembaga Peradilan dan Budaya Hukum di Indonesia" . Dalam Hukum dan Perkembangan Sosial Buku Teks Sosiologis Hukum Buku II. A.A.G Peters dan Koesrani Siswosoebroto. Ed. Jakarta: Sinar Harapan, 1988.
Nomor 4 Tahun 2001
382
Hukum dan Pembangunan
Lukito, Ratna. Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia. Jakarta: INIS, 1988. Rahardjo, Satjipto. Hukum, Masyarakat dan Pembangunan. Bandung: Alumni, 1976. Wahjono, Padmo. "Budaya Hukum Islam dalam Perspektif Hukum di Masa Datang" dalam Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Gema Insani Press, 1995. Him. 167-176. Yafie, Ali. "Fungsi Hukum Islam dalam Kehidupan Umat". Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional. Ed. Amrullah Ahmad et. al. Jakarta: Gema Insani Press, 1996. Him. 93-95.
Okrober - Desenlber 2001