OPTIMASI SINTESIS MONOLAURIN MENGGUNAKAN KATALIS ENZIM LIPASE IMOBIL PADA CIRCULATED PACKED BED REAKTOR
PRIMA LUNA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Sintesis Monolaurin Menggunakan Katalis Enzim Lipase Imobil pada Circulated Packed Bed Reaktor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi dan kutipan dari karya penulis lain, yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, April 2011
Prima Luna NRP F251080341
ABSTRACT PRIMA LUNA. Optimization Lipase-Catalyzed Synthesis of Monolaurin in Circulated Packed Bed Reactor. Supervised by NURI ANDARWULAN and TRI HARYATI Monolaurin is a special food grade monogliceride, which has a function beside as emulsifier and food preservative, also has an ability to destroy Herpes and HIV-1 virus. It was reported that monolaurin had the greatest antimicrobial activity among monoglycerides. Novozyme® 435 catalyze the esterification of lauric acid and glycerol in organic solvent. The purpose of this research were : 1) to obtain optimum condition to synthesis monolaurin using Novozyme® 435; 2) to analyze the stability of Novozyme® 435 in continuous system. Continuous Esterification was employed in circulated packed bed reactor. This research was using Response Surface Methods (RSM) as experimental design and temperature and time reaction were as variables. Continuous circulated packed bed reactor had residence time of 23,57 minute, glycerol/ oil molar ratio of 5:1, solvent/substrate ratio of 8,8:1, and the process produced MAG up to 80%. Optimization of synthesis MAG obtained quadratic equation which was Y= - 61,700 + 6,088 x 1 +3,259 x 2 – 0,065 x 1 2 + 0,017 x 1 x 2 – 1,792 x 2 2 with R2 = 0,5408, optimum temperature and time reaction of 46,92oC and 1,1 hour, respectively. The product yield was 81,09% and contained MAG of 83,15%. The product had acid value of 1,78±0,08 %, peroxide value of 0,49 ± 0,14 meq O 2 /kg MAG, free glycerol content of 0,26%, and melting point 53-53,5oC. The enzyme remain stable during 10 reaction cycles and up to 70% produced of MAG at each cycle. Keywords: monolaurin, continuous esterification reaction, optimization, enzyme stability
RINGKASAN
PRIMA LUNA. Optimasi Sintesis Monolaurin Menggunakan Katalis Enzim Lipase Imobil Pada Circulated Packed Bed Reaktor. Dibimbing oleh: NURI ANDARWULAN dan TRI HARYATI Monoasilgliserol (MAG) adalah salah satu emulsifier yang banyak digunakan sebagai bahan tambahan pangan. MAG secara luas digunakan dalam produk bakeri, margarine, produk susu, dan confectionary karena sifat emulsifikasi, stabilisasi, dan conditioning (Damstrup et al., 2005). Salah satu jenis MAG, yaitu monolaurin, monogliserida dari asam laurat, merupakan salah satu produk turunan dari minyak, yang memiliki keistimewaan. Kegunaan monolaurin adalah sebagai bahan pengawet pangan dan sanitizer. Saat ini monolaurin sudah banyak digunakan dalam industri kosmetik, farmasi dan obat-obatan. Monolaurin dilaporkan memiliki kemampuan menghancurkan virus herpes dan HIV-1 serta menurunkan resiko penularan virus ini pada bayi dari ibu hamil yang terinfeksi HIV, selain itu monolaurin juga efektif menghambat sel vegetative B. Cereus, mengakibatkan kerusakan membran, menyebabkan kebocoran protein intraselular dan asam nukleat sehingga menurunkan aktivitas enzim yang berperan dalam metabolisme pada bakteri gram prositif (Cotton dan Marshall, 1997; Kabara 1993). Tujuan penelitian ini adalah : 1) Mencari kondisi optimum untuk sintesis monolaurin melalui proses esterifikasi enzimatis circulated packed bed reactor; 2) Menguji stabilitas enzim Novozyme® 435 dalam reaksi esterifikasi circulated packed bed reactor. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah reaksi esterifikasi enzimatis circulated packed bed reactor. Rancangan percobaan optimasi pada penelitian ini menggunakan Central Composite Design dari Response Surface Methods (RSM). Hasil penelitian pendahuluan menghasilkan MAG 77,33 % dengan rendemennya sebesar 82,26% pada proses batch reaksi esterifikasi enzimatis. Kondisi reaksi pada proses reaksi batch tersebut kemudian dikonversi ke esterifikasi menggunakan reaktor packed bed sirkulasi. Kondisi reaksi kontinyu menggunakan rasio asam lemak/gliserol (1:5); volume reaktan 50 ml, rasio substrat/ pelarut (1:8,8), dan residence time 23,57 menit. Hasil optimasi reaksi kontinyu menggunakan respon permukaan tanggap menunjukkan persamaan kuadrat optimasi MAG adalah Y= - 61,700 + 6,088 X 1 +3,259 X 2 – 0,065 X 1 2 + 0,017 X 1 X 2 – 1,792 X 2 2 . Suhu dan waktu reaksi optimum yaitu 46,92oC dan 1,1 jam. Hasil optimasi diverifikasi sebanyak lima kali menghasilkan MAG 83,19% dan rendemen 81,09. Karakterisasi sifat kimia produk hasil verifikasi memiliki bilangan asam 1,78 ±0,08 %, bilangan peroksida 0,49 ± 0,14 meq O 2 /kg MAG, kadar gliserol bebas 0,26%, dan memiliki kisaran titik leleh 5353,5 oC. Berdasarkan jumlah produk MAG yang dihasilkan terlihat bahwa selama 10 kali reaksi terjadi penurunan jumlah produk MAG sekitar 7% dari komposisi MAG awal, sedangkan rendemen produk MAG dan Jumlah MAG selama 10 kali siklus reaksi mengalami penurunan masing-masing sekitar 16% dari rendemen serta jumlah MAG awal. Kata kunci: monolaurin, esterifikasi enzimatis kontinyu, optimasi, stabilitas enzim
Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1.
2.
Dilarang mengutip sebagian atas seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
OPTIMASI SINTESIS MONOLAURIN MENGGUNAKAN KATALIS ENZIM LIPASE IMOBIL PADA CIRCULATED PACKED BED REAKTOR
PRIMA LUNA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc
Judul Tesis
:
Nama
Optimasi Sintesis Monolaurin Menggunakan Katalis Enzim Lipase Imobil pada Circulated Packed Bed Reaktor : Prima Luna
NRP
: F251080341
Program Studi :
Ilmu Pangan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si NIP. 19630701 198811 2 001 Ketua
Dr. Ir. Tri Haryati, MS Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Ratih Dewanti, M.Sc NIP. 19620920 198603 2 002
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr NIP. 19650814 199002 1 001
Tanggal Ujian:
April 2011
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis dengan judul ”Optimasi Sintesis Monolaurin Menggunakan Katalis Enzim Lipase Imobil pada Circulated Packed Bed Reaktor” dapat diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si dan Ibu Dr. Ir. Tri Haryati, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, arahan, bimbingan dan pendanaan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 2. Prof. Dr. Ir. Purwiyatno Hariyadi, M.Sc selaku dosen penguji atas ilmu, saran dan masukan bagi sempurnanya karya ilmiah penulis ini. 3. Orang tuaku Papah dan Mamah (Prof. H. Sambas Basuni dan Hj. Nurahmat, SE. M.Pd) yang selalu menjadi inspirasi bagi penulis, Papa dan Mama Palembang (H. Sumanto dan Hj. Swati), adik-adik tercinta (de tiara&de utik) serta keluarga besar atas doa dan semangat yang telah diberikan. 4. Suami dan anak-anak tercinta (Koko Setiawan, Abang Ayyash, dan Dede Nusaibah) atas doa, pengorbanan, semangat dan kasih sayang yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. 5. Sahabat seperjuangan IPN 2008 : Ibu-ibu manis (Teh Elin, Teh Susi, Mba Titin, Mb Siti, Mb Yeni), Alin, Lia, Ira, Nono, Arief atas segala bantuan dan motivasinya, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satupersatu. 6. WAMY (World Assembly Moslem Youth) atas bantuan beasiswa sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Indofood Riset Nugraha 2010 atas bantuan dana penelitian yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat berjalan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, April 2011
Prima Luna
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 08 Juni 1983 dari ayah Prof. Dr. Ir. H. Sambar Basuni, MS dan Ibu Hj. Nurahmat, SE. M.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 1 Bogor dan pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK. Penulis memilih Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA). Penulis menyelesaikan pendidikan sarjananya pada bulan Juni tahun 2005. Kemudian pada tahun 2008 penulis melanjutkan studi Magister Sains di Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sejak tahun 2009 hingga saat ini, penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Badan Litbang Kementerian Pertanian.
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Monoasilgliserol (MAG) adalah salah satu emulsifier yang banyak digunakan sebagai bahan tambahan pangan. MAG secara luas digunakan dalam produk bakeri, margarine, produk susu, dan confectionary karena sifat emulsifikasi, stabilisasi, dan conditioning (Damstrup et al., 2005). Komersial MAG banyak terbuat dari gliserolisis minyak atau lemak. Reaksi gliserolisis dipercepat dengan penggunaan katalis basa inorganik, seperti NaOH atau Ca(OH) 2 pada temperatur tinggi (220-260oC). Kandungan MAG dalam keseimbangan bervariasi antara 10-60% tergantung pada rasio gliserol dengan minyak dalam campuran reaksi. Penelitian sintesis monoasilgliserol (MAG) dan diasilgliserol (DAG) secara enzimatis telah banyak dilakukan sebelumnya, antara lain Pujiastuti (1998) dan Nuraeni (2008) telah berhasil memanfaatkan Destilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS) sebagai bahan baku pembuatan emulsifier mono- dan diasilgliserol (M-DAG), kemudian Kitu (2000) telah berhasil memanfaatkan Destilat Asam Lemak Minyak Kelapa (DALMIK) sebagai bahan baku pembuatan emulsifier mono- dan diasilgliserol (M-DAG) secara enzimatis. Salah satu jenis MAG, yaitu monolaurin, monogliserida dari asam laurat, merupakan salah satu produk turunan dari minyak, yang memiliki keistimewaan. Kegunaan monolaurin adalah sebagai bahan pengawet pangan dan sanitizer. Saat ini monolaurin sudah banyak digunakan dalam industri kosmetik, farmasi dan obat-obatan. Produk paten dari monolaurin yang sudah beredar adalah Lauricidin(R). Monolaurin dilaporkan memiliki kemampuan menghancurkan virus herpes dan HIV-1 serta menurunkan resiko penularan virus ini pada bayi dari ibu hamil yang terinfeksi HIV, selain itu monolaurin juga efektif menghambat sel vegetative B. cereus (Cotton dan Marshall, 1997). Monolaurin juga dilaporkan dapat mengakibatkan kerusakan membran, menyebabkan kebocoran protein intraselular dan asam nukleat sehingga menurunkan aktivitas enzim yang berperan dalam metabolisme pada bakteri gram positif (Kabara, 1983).
2
Produk monolaurin dapat dibuat dari berbagai macam minyak yang memiliki kandungan asam laurat tinggi seperti Destilat Asam Lemak Minyak Kelapa (DALMIK), minyak kelapa, minyak inti sawit, dan asam laurat komersial itu sendiri. Asam laurat merupakan asam lemak jenuh rantai sedang yang mengandung 12 atom karbon dan tidak memiliki ikatan rangkap. Asam laurat mengandung gugus hidrokarbon non polar pada bagian ekornya dan asam karboksilat yang polar pada bagian kepala. Hal tersebut menyebabkan asam laurat ini dapat berinteraksi baik dengan air maupun minyak. Pembuatan MAG dan DAG dilakukan secara kimia dan enzimatis. Cara kimia merupakan cara yang paling banyak digunakan dalam industri, namun reaksi kimia seperti ini berlangsung lama, tidak selektif, dan menggunakan energi dalam jumlah besar. Selain itu, cara ini akan menghasilkan produk samping yang tidak dikehendaki seperti warna gelap, rasa terbakar, dan flavor yang menyimpang. Sintesis MAG secara enzimatis menjadi pilihan peneliti beberapa tahun terakhir, karena aktivitas katalitik enzim yang sangat tinggi dan kemampuannya bekerja pada suhu relatif rendah (McNeill et al., 1992). Sintesis enzimatis
dapat
dilakukan
dengan
hidrolisis,
esterifikasi
asam
lemak,
transesterifikasi ester asam lemak dan gliserolisis minyak atau lemak dengan menggunakan
enzim
lipase.
Berkembangnya
teknologi
enzim
imobil
meningkatkan stabilitas enzim (Haryadi, 1996), salah satu enzim imobil yang banyak digunakan adalah Lipozyme dan Novozyme. Dengan pertimbangan nilai ekonomi dan kesehatan dari produk turunan minyak dan lemak, monolaurin, maka perlu upaya kajian teknologi pengolahan minyak atau lemak untuk menghasilkan produk tersebut. Pada penelitian ini monolaurin disintesis dengan cara esterifikasi yaitu mereaksikan asam laurat dan gliserol menggunakan enzim lipase imobil. Faktor-faktor yang menentukan agar sintesis MAG secara esterifikasi enzimatis berlangsung optimal antara lain: faktor suhu, waktu reaksi, dosis enzim, dan jumlah pelarut yang digunakan. Suhu dan waktu reaksi pada penelitian terdahulu, akan digunakan sebagai titik tengah optimasi setelah diuji cobakan dan hasilnya konstan. Kemudian dilakukan tahap optimasi dan verifikasi untuk mencari kondisi optimum sintesis MAG dari asam
3
laurat secara enzimatis serta dilakukan pula pengujian stabilitas enzim imobil yang digunakan, yaitu Novozyme® 435. Harga lipase komersial biasanya sangat tinggi karena proses produksinya yang sulit dan memakan waktu. Selain itu, dalam proses reaksi enzimatis, lipase tidak dapat digunakan kembali lagi karena terlarut dalam media reaksi. Hal ini menyebabkan biaya reaksi yang dikatalisis lipase menjadi meningkat. Perlu adanya penelitian tentang teknik penggunaan kembali lipase, salah satunya adalah teknik reaksi immobilisasi dengan bantuan support sebagai media pembantu yang dapat menahan enzim dalam struktur molekulnya. Recovery dan penggunaan kembali (reuse) enzim dari reaksi esterifikasi dikarenakan alasan biaya (cost). Oleh karena itu stabilitas lipase dalam reaksi adalah parameter penting (Rozendaal,1997). Kehilangan aktivitas selama reaksi inesterifikasi disebabkan oleh dua faktor, yaitu inaktivasi panas lipase dan kontaminasi oleh komponen minor dalam reaktan. Kontaminasi reaktan dapat dicegah dengan cara penyaringan secara hati-hati dari reaktan tersebut, tapi lipase harus tahan pada suhu relatif tinggi yang digunakan dalam reaksi. Stabilitas enzim imobil diuji dengan cara penggunaan kembali (re-use) enzim pada reaksi esterifikasi dengan cara enzim dipisahkan dari reaksi, kemudian dicuci dengan pelarut dan dikeringkan. Setelah itu digunakan kembali pada proses dan kondisi reaksi yang sama beberapa kali. Hal ini bertujuan untuk melihat seberapa stabil enzim imobil komersial dapat digunakan dengan menganalisis parameter rendemen dan komposisi MAG yang dihasilkan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Mencari kondisi optimum untuk sintesis monolaurin melalui proses esterifikasi enzimatis circulated packed bed reactor.
2.
Menguji stabilitas enzim Novozyme® 435 dalam reaksi esterifikasi circulated packed bed reactor dengan melihat parameter rendemen dan komposisi MAG
4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1.
Pengembangan teknologi pembuatan monolaurin dengan metode enzimatis
2.
Informasi seberapa stabil enzim lipase imobil dapat digunakan dalam reaksi esterifikasi enzimatis circulated packed bed reactor memproduksi monolaurin yang optimum
5
TINJAUAN PUSTAKA Asam Lemak Laurat Asam laurat atau asam dodekanoat adalah asam lemak jenuh berantai sedang (middle-chained fatty acid, MCFA) yang tersusun dari 12 atom C. Sumber utama asam lemak ini adalah minyak kelapa, yang dapat mengandung 50% asam laurat, serta minyak inti sawit (palm kernel oil). Sumber lain adalah susu sapi. Asam laurat memiliki titik lebur 44°C dan titik didih 225°C sehingga pada suhu ruang berwujud padatan berwarna putih, dan mudah mencair jika dipanaskan. Rumus kimia: CH 3 (CH 2 ) 10 COOH, berat molekul 200,3 g.mol-1. Asam-asam lemak rantai pendek memiliki kemampuan kelarutan dalam pelarut air, semakin panjang
rantai asam-asam
lemak maka kelarutannya dalam air semakin
berkurang. Asam kaprilat pada 30 oC mempunyai nilai kelarutan 1, yang artinya 1 gram asam kaprilat dapat larut dalam setiap 100 g air pada suhu 30 oC. Sedangkan asam stearat mempunyai nilai kelarutan sekitar 0,00034 pada suhu 30 oC (Ketaren, 2005).
Sifat kelarutan tersebut digunakan sebagai dasar untuk
memisahkan berbagai asam lemak yang tidak jenuh, yaitu dengan proses kristalisasi. Sifat fisikokimia asam laurat banyak dimanfaatkan oleh industri yang menghasilkan produk personal care dan farmasi, misalnya pada industri shampo. Natrium laurilsulfat adalah turunan yang paling sering dipakai dalam industri sabun dan shampoo, sedangkan pada industri kosmetik, asam laurat ini berfungsi sebagai pengental, pelembab dan pelembut. Asam laurat atau asam lemak berantai menengah berbeda dengan asam lemak berantai panjang yang memiliki molekul lebih besar. Sifat-sifat metabolisme asam lemak rantai menengah jauh lebih mudah dicerna dan diserap usus dan dibawa ke hati untuk diubah menjadi energi. Itu karena asam lemak rantai menengah memiliki molekul ukuran lebih kecil sehingga cepat menghasilkan energi untuk tubuh. Asam laurat banyak terdapat pada minyak kelapa yang telah dikenal sejak 4000 tahun yang lalu sebagai minyak kesehatan dalam obat-obatan Ayurvedic. Penelitian terakhir menyebutkan kandungan minyak dan lemak dalam minyak kelapa, yaitu asam lemak rantai sedang (MCFA) dan monogliserida dari asam lemak tersebut, memiliki sifat anti mikroba dan mirip dengan kandungan asam
6
lemak dalam air susu ibu (ASI) (Kabara, 1983; Jensen et al., 1992; Jensen, 1996; Kolezko et al., 1992). Asam lemak jenuh pada minyak kelapa didominasi oleh asam lemak laurat yang memiliki rantai karbon 12, sehingga minyak kelapa sering juga disebut minyak laurat. Asam lemak jenuh rantai menengah inilah yang membuat minyak kelapa murni bermanfaat bagi kesehatan. Minyak kelapa berdasarkan kandungan asam lemak digolongkan ke dalam minyak asam laurat (Ketaren, 2005), karena kandungan asam lauratnya paling besar jika dibandingkan asam lemak lainnya. Komposisi asam lemak minyak kelapa dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa asam lemak jenuh minyak kelapa lebih kurang 90 persen. Minyak kelapa mengandung 84 persen trigliserida dengan tiga molekul asam lemak jenuh, 12 persen trigliserida dengan dua asam lemak jenuh dan 4 persen trigliserida dengan satu asam lemak jenuh. Tabel 1 Komposisi Asam lemak Minyak Kelapa Asam Lemak Asam lemak jenuh: Asam kaproat Asam kaprilat Asam Kaprat Asam Laurat Asam miristat Asam palmitat Asam stearat Asam arachidat Asam lemak tidak jenuh: Asam palmitoleat Asam oleat Asam linoleat
Rumus Kimia
Jumlah (%)
C 5 H 11 COOH C 7 H 17 COOH C 9 H 19 COOH C 11 H 23 COOH C 13 H 27 COOH C 15 H 31 COOH C 17 H 35 COOH C 19 H 39 COOH
0,0 – 0,8 5,5 – 9,5 4,5 – 9,5 44,0 – 52,0 13,0 – 19,0 7,5 – 10,5 1,0 – 3,0 0,0 – 0,4
C 15 H 29 COOH C 17 H 33 COOH C 17 H 31 COOH
0,0 – 1,3 5,0 – 8,0 1,5 – 2,5
Sumber: Thieme (1968) Di dalam Ketaren (2005)
Sumber asam laurat lain adalah minyak inti sawit (PKO). Minyak inti sawit adalah minyak berwarna putih kekuning-kuningan yang diperoleh dari proses ekstraksi inti buah tanaman Elaeis guineensis Jacq (SNI 01-0003-1992), sedangkan Crude Palm Oil (CPO) didapatkan dari ekstraksi daging sawit. Bagian buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1. Kedua jenis minyak tersebut akan diolah lebih lanjut menjadi beberapa produk turunannya seperti Refined Bleached
7
and Deodorized Palm Oil (RBDPO), RBDPKO, minyak goreng, minyak makan, margarine, shortening dan lain sebagainya.
Gambar 1 Bagian-bagian buah kelapa sawit (FAO, 2006) Minyak inti sawit mengandung berbagai komponen asam lemak. Komposisi trigliserida yang mendominasi minyak inti sawit adalah trilaurin, yaitu trigliserida dengan tiga asam laurat sebagai ester asam lemaknya. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam laurat yang tinggi dan kisaran titik leleh yang sempit, sedangkan minyak sawit mentah hanya memiliki sedikit kandungan asam laurat dan kisaran titik leleh yang luas. Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh asam palmitat (C16) sekitar (40-46%), kandungan asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat (C 18:1) sekitar (39-45%) dan asam linoleat (7-11%), sedangkan pada minyak inti sawit didominasi oleh asam laurat (46-52 %), asam miristat (1417%), dan asam oleat (13-19%). Kandungan asam lemak dalam kedua jenis minyak tersebut secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 2.
8
Tabel 2 Komposisi asam lemak minyak sawit dan minyak inti sawit Minyak inti sawit Asam Lemak Minyak kelapa sawit (%) (%) Asam kaprilat 3–4 Asam kaproat 3–7 Asam laurat 46 – 52 Asam miristat 1.1 – 2.5 14 – 17 Asam palmitat 40 – 46 6.5 – 9 Asam stearat 3.6 – 4.7 1 – 2.5 Asam oleat 39 – 45 13 – 19 Asam linoleat 7 – 11 0.5 – 2 Sumber : Eckey (1995)
Minyak inti sawit memiliki kemiripan sifat dan komposisi asam lemak dengan minyak kelapa, sehingga dalam penggunaannya dapat bersifat sebagai bahan subtitusi. PKO dan minyak kelapa sering digunakan oleh industri oleokimia sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk surfaktan dan emulsifier. Kandungan asam laurat yang cukup tinggi pada minyak inti sawit menjadi salah satu kelebihan karena asam lemak ini memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh. Pengolahan minyak dari kelapa sawit ini akan mengalami peningkatan seiring dengan semakin tingginya permintaan pasar dan majunya teknologi rekayasa pengolahan minyak. Teknologi tersebut diharapkan dapat menghasilkan produk yang dapat diaplikasikan di berbagai aspek industri pengolahan serta dapat bersaing dengan produk minyak nabati lainnya di pasar dalam negeri maupun internasional. Gliserol Gliserol, disebut juga gliserin, adalah suatu larutan kental yang memiliki rasa manis, tidak berwarna, tidak memiliki bau, dan bersifat higroskopis. Gliserol merupakan gula alkohol dan mempunyai tiga gugus hidroksil yang bersifat hidrofilik sehingga dapat larut dalam air. Oleh karena itu, larutan kental ini banyak digunakan sebagai pelembab pada kosmetik. Rumus kimia gliserol adalah C 3 H 8 O 3 dengan nama kimia propane-1,2,3-triol. Gliserol memiliki berat molekul 92. 10, massa jenis 1,261 g/cm3, titik didih 290oC, dan viskositas 1.5 Pa.s (Wikipedia, 2006). Struktur molekul gliserol bisa dilihat pada Gambar 2.
9
Gambar 2 Struktur molekul gliserol Gliserol
dapat
digunakan
sebagai
bahan dasar
untuk pembuatan
monogliserida, digliserida, dan trigliserida melalui proses reaksi gliserolisis, esterifikasi atau inesterifikasi secara kimia atau enzimatis. Bila suatu radikal asam lemak berkaitan dengan gliserol maka akan terbentuk suatu monogliserida. Reaksi asam lemak dan gliserol dapat dilihat pada Gambar 3. Trigliserida akan terbentuk bila tiga asam lemak beresterifikasi dengan satu molekul gliserol (Winarno, 2002). Penggunaan gliserol akan menyebabkan reaksi keseimbangan menuju ke arah kanan reaksi esterifikasi sehingga menghasilkan produk MAG yang cukup tinggi (Fischer, 1998). O H 2 C-OH HC-OH
O + HO-C-R
H 2 C-OH Gliserol Gambar 3
H 2 C-O-C-R 1 HC-OH
+ H2O
H 2 C-OH Asam lemak
Monoasilgliserol
air
Reaksi esterifikasi satu molekul asam lemak dengan satu gliserol (Winarno, 2002) Monoasilgliserol
Monoasilgliserol atau MAG tersusun atas sebuah asam lemak dan dua gugus hidroksil bebas yang menempel pada sebuah molekul gliserol. Bagian asam lemaknya atau rantai asil lemaknya bersifat lipofilik dan dapat bercampur dengan bahan-bahan yang berlemak, sedangkan grup hidroksilnya bersifat hidrofilik dapat bercampur dengan air (O’Brien, 1998). MAG adalah emulsifier yang paling
10
banyak digunakan dalam pangan, farmasi, dan industri kosmetik (Bornscheuer, 1995). MAG dan turunannya sebanyak 75% digunakan sebagai emulsifier pangan di dunia dan di Amerika Serikat sekitar 100 juta kilogram digunakan per tahunnya (Sagalowicz, 2006; Birnbaum, 1981 di dalam Chetpattananondh et al.., 2008). Menurut
Li dan Ward (1993) di dalam Bornscheuer (2005), MAG juga
bermanfaat untuk kesehatan, misalnya MAG yang mengandung n-3-PUFA seperti EPA
dan
DHA
positif
mencegah
kerusakan
cardiovascular,
dan
monopentadecanoglycerol digunakan sebagai bahan tambahan perawatan rambut. Struktur molekul MAG dapat dilihat pada Gambar 4.
O H2 C
O
H C
OH
H2 C
OH
C R1
Gambar 4 Monoasilgliserol Pada skala industri, MAG telah banyak diproduksi dengan menggunakan metode gliserolisis kimia minyak/lemak dan gliserol. Reaksi gliserolisis kimia ini dilakukan pada suhu tinggi (220 – 250o C) menggunakan katalis basa inorganik dalam atmosfer gas nitrogen. Penggunaan suhu tinggi memiliki beberapa kelemahan, seperti warna gelap, rasa terbakar, dan mengkonsumsi energi yang banyak. Gliserolisis kimia komersial biasanya menghasilkan 30-60% MAG, 35-50% DAG, 1-20% TAG, 1-10% asam lemak bebas dan logam garam basa (Damstrup et al., 2006). Menurut WHO dan arahan EU, MAG dan DAG dari asam lemak disyaratkan mengandung kurang lebih 70% MDAG, 30% MAG, dan maksimum gliserol 7% (Damstrup et al., 2006). Untuk menghasilkan produk MAG dengan kemurnian
tinggi
(90-95%),
MAG
sering
dimurnikan
dari
campuran
kesetimbangan dengan distilasi. Gliserolisis dengan katalis enzim lipase lebih banyak digunakan beberapa tahun belakangan, hal ini dikarenakan teknologi yang digunakan lebih baik dengan menggunakan suhu lebih rendah. Suhu yang lebih rendah dibawah 80o C
11
membuat produksi MAG yang sensitif terhadap panas dengan asam lemak tidak jenuh rantai panjang lebih mudah, dimana jika dilakukan dengan proses kimia sulit dilakukan. MAG dari gliserolisis kimia menjadi bahan atau senyawa potensial bagi industri dengan fungsional yang lebih baik atau profil nutrisi asam lemak yang lebih sehat (Damstrup et al., 2005). Reaksi gliserolisis enzimatis pada suhu rendah memiliki kelemahan karena mengandung tiga fase, yaitu fase hidrofobik minyak, fase gliserol hidrofilik, dn fase enzim padat. Karena enzim memiliki karakteristik hidrofilik, gliserol sering mengikat partikel enzim dan membuat akses molekul minyak ke partikel enzim menjadi sulit. Hal ini menyebabkan rendemen MAG menjadi relatif rendah dan waktu reaksi tidak praktis dari sudut pandang industri. Tabel 3 Kandungan MAG setelah reaksi gliserolisis dalam berbagai pelarut Pelarut
Kandungan MAG
Tidak menggunakan pelarut Kloroform n-Heptan n-Heksan Iso-oktan Asetonitril Toluen 2- Butanon Aseton Isopropanol Etanol 3-Pentanon Tert-Pentanol Tert-Butanol
0.0 + 0.00 0.0 + 0.00 1.1 + 0.02 1.4 + 0.03 1.5 + 0.17 2.0 + 0.07 2.9 + 0.20 5.4 + 0.10 11.5 + 0.73 18.0 + 0.31 21.0 + 0.18 29.4 + 0.26 64.9 + 1.12 83.6 + 0.14
Sumber: Damstrup et al. (2005)
Pengunaan
pelarut
yang
cocok
pada
sistem
akan
memperbaiki
bercampurnya substrat sehingga sistem akan homogen dan meningkatkan konversi substrat, waktu reaksi, dan distribusi produk membentuk MAG (Damstrup et al., 2005). Pelarut seperti n-heksan, n-heptan, dioksan, asetonitril, aseton, isooktan, 2-metil-2 propanol (tert-butanol), 2-metil-2 butanol (tertpentanol), atau campuran beberapa pelarut akan berguna untuk reaksi inesterifikasi lipase. Data pada Tabel 3 menunjukkan kandungan MAG setelah reaksi gliserolisis dalam beberapa pelarut dengan kondisi reaksi: rasio
12
gliserol/minyak, 5:1; waktu reaksi 150 menit; suhu 50o C; pelarut 50 ml/10 g minyak; dosis enzim 30% (w/w minyak). MAG terdiri dari beberapa jenis, salah satu diantaranya adalah gliserol monolaurat atau monolaurin adalah senyawa multifungsi dengan sifat sebagai emulsifier dan antimikroba (Cotton dan Marshall, 1997). Monolaurin terbentuk dari reaksi antara gliserol dan asam laurat. Keistemewaan dari monolaurin lainnya adalah dapat menghambat sel vegetative Bacillus cereus (Cotton et al., 1997). Penelitian-penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa monolaurin dapat menghambat aktivitas Listeria monocytogenes, B. stearothermophilus dan B. subtilis (Kabara, 1983). Transesterifikasi Pembuatan MAG dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode seperti esterifikasi langsung, reaksi gliserolisis, serta dapat dilakukan secara enzimatis maupun kimia. Esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dan alkohol untuk membentuk ester. Reaksi esterifikasi kimia sederhana dapat dilakukan pada suhu tinggi tanpa menggunakan katalis dan pada suhu yang lebih rendah dilakukan dengan katalis. Reaksi esterifikasi langsung terjadi antara ester asam lemak dengan gliserol dan dilakukan pada suhu tinggi dan waktu yang cukup lama dengan bantuan katalis asam. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi sangat dihindari karena akan terjadi reaksi sekunder yaitu polimerisasi gliserol, dehidratasi gliserol dengan pembentukan akrolein. Air yang merupakan hasil samping dari reaksi esterifikasi ini harus dijerap dengan menggunakan zat kimia tertentu agar reaksi tidak reversible. Pada metode gliserolisis, lemak/ minyak dalam bentuk trigliserida direaksikan dengan gliserol dan ditambahkan katalis kimia kemudian dipanaskan pada suhu yang tidak terlalu tinggi (± 1200C) atau tergantung tingkat kereaktifan katalis yang digunakan (Banu et al., 1983). Metode pembuatan MAG secara enzimatis dilakukan pada suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan metode kimia dikarenakan enzim yang digunakan memiliki karakteristik kerja yang spefisik pada suhu tertentu. Tahapan reaksi
13
transesterisfikasi antara gliserol dan minyak atau lemak (reaksi gliserolisis) dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 5
Reaksi esterisfikasi antara gliserol dan minyak atau lemak (reaksi gliserolisis). (Monteiro et al. 2003)
Reaksi inesterifikasi ini dapat terjadi secara acak maupun terarah. Secara umum reaksi inesterifikasi dapat terjadi secara batch, semi-continously, atau continously. Reaksi ini akan berjalan dengan empat tahapan, yaitu: perlakuan awal minyak, penambahan katalis, terjadi reaksi, dan deaktivasi enzim. Reaksi terjadi secara acak mengikuti hukum keseimbangan hingga menghasilkan komposisi MAG, DAG, dan TAG tertentu. Penggunaan katalis dalam reaksi inseterifikasi akan berpengaruh terhadap peningkatan laju reaksi yang terjadi. Katalis yang digunakan dalam reaksi inesterifikasi dapat berupa katalis kimia maupuan katalis enzimatis. Kedua jenis katalis ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penggunaan katalis kimia lebih banyak dilakukan, karena katalis kimia memiliki kelebihan antara lain mudah penanganannya, harganya yang murah, mudah dipisahkan, dan dapat digunakan dalam konsentrasi yang relatif rendah. Namun penggunaan katalis kimia pun memiliki kekurangan antara lain terjadinya variasi produk yang beragam karena gugus asil terdistribusi dengan acak. Menurut Bornscheuer (1995), produk hasil sintesis secara kimiawi memiliki rendemen yang rendah, warna yang gelap, dan flavor yang kurang baik.
14
Penggunaan katalis enzimatis mulai dilirik untuk memperbaiki kekurangan yang terdapat pada penggunaan katalis kimia. Katalis enzimatis memiliki keunggulan antara lain produk yang dihasilkan tidak memiliki keragaman besar. Hal ini dikarenakan penggunaan enzim lipase memiliki kespesifikan tertentu artinya enzim ini akan memotong ikatan antara gliserol dan asam lemak pada titik tertentu (Elizabeth dan Boyle, 1997). Sintesis MAG enzimatis dapat dilakukan dengan hidrolisis, esterifikasi asam lemak, transesterifikasi ester asam lemak dan gliserolisis minyak atau lemak dengan katalis lipase. Kelemahan metode enzimatis ini adalah harga enzim yang relatif mahal dan bersifat labil. Namun, dengan berkembangnya teknologi enzim imobil, enzim dapat digunakan ulang sampai beberapa kali sehingga mengurangi biaya keseluruhan. Sifat labil enzim dapat diatasi dengan berkembangnya teknik enzimologi mikroakueus dimana stabilitas enzim dapat ditingkatkan (Hariyadi, 1996). Mikroakueus adalah kondisi lingkungan reaksi dengan konsentrasi air terbatas, yaitu tidak lebih dari 0.1% v/v. Kondisi ini akan mempermudah reaksi sintesis produk, isolasi produk, dan pemakaian ulang enzim. Kondisi mikroakueus dapat diterapkan dengan menggunakan pelarut organik sebagai pengganti air dalam reaksi. Kehadiran air dalam campuran reaksi dapat membentuk asam lemak bebas yang tidak diinginkan (Damstrup et al., 2005) Damstrup
et al. (2005) telah melakukan penelitian memproduksi MAG
secara enzimatis dengan reaksi gliserolisis menggunakan pelarut organik yang sesuai. Beberapa pelarut murni dan campuran digunakan dalam sistem reaksi batch yang menggunakan 5.26 g gliserol, 10 g minyak bunga matahari, 50 ml pelarut, 3 g Novozym® 435 lipase, suhu reaksi 50o C, selama 150 menit. Dari 13 pelarut yang diuji tert-butanol dan tert-pentanol adalah pelarut murni yang cocok untuk reaksi gliserolisis cepat dengan menghasilkan kandungan MAG 68-82%. Pada tahun berikutnya, Damstrup et al. (2006) melakukan penelitian kembali dengan memproduksi MAG secara gliserolisis enzimatis dalam pelarut tertpentanol dengan optimasi menggunakan RSM (Response Surface Methodology). Bahan yang digunakan adalah 10 g minyak bunga matahari, berbagai rasio substrat, dan berbagai jumlah pelarut dalam sistem pada suhu 50o C, serta dilakukan dalam berbagai waktu reaksi. Parameter proses yang diteliti adalah
15
dosis enzim, waktu reaksi, rasio substrat gliserol/minyak, dan jumlah pelarut. Parameter yang paling signifikan dalam pengujian untuk menghasilkan MAG adalah dosis enzim dan waktu reaksi. Kondisi optimal yang menghasilkan rendemen MAG tinggi adalah dosis enzim 18 % (w/w minyak); rasio gliserol/minyak 7:1 (mol/mol); jumlah pelarut 500 ml (v/w minyak)dan waktu reaksi 115 menit. Kandungan MAG yang dihasilkan adalah 76%. Monteiro et al. (2003) melakukan penelitian reaksi esterifikasi enzimatis dengan substrat asam laurat dan gliserol (rasio molar 1:5) dalam sistem homogenus dengan katalis enzim Lipozyme IM. Aktivitas enzim Lipozyme IM adalah 5-6 BAUN/g (Batch Acidolysis Units Novo). Pelarut yang digunakan adalah n-heksan dan tert-butanol (1:1 v/v). Hasil reaksi pada sistem homogenus nheksan/tert butanol (1:1 v/v) lebih baik karena produk yang dihasilkan adalah monolaurin dengan sedikit sekali dilaurin. Sedangkan pada reaksi menggunakan pelarut heksan saja, produk yang dihasilkan adalah campuran monolaurin dan dilaurin. Hal ini berarti penggunaan campuran pelarut tert butanol dan heksan (1:1 v/v) dapat meminimalisir terjadinya migrasi asil. Sistem pelarut menjadi lebih polar dari heksan murni menyebabkan pengambilan air dari medium sehingga mencegah terjadinya inaktivasi enzim dan meningkatkan konversi substrat menjadi produk yang diinginkan. Konversi asam laurat menjadi monolaurin dianalisis menggunakan GC dengan waktu retensi 22 menit sebesar 65% selama 8 jam reaksi. Haryati et al. (2007, tidak dipubilkasikan) melakukan penelitian reaksi esterifikasi dilakukan dengan mereaksikan substrat yaitu asam lemak laurat dan gliserol. Asam lemak laurat dan gliserol direaksikan dalam tabung erlenmeyer sebanyak 1:5 (mol/mol substrat), ditambah campuran pelarut heksan 250 ml dan tertier butanol 190 ml, kemudian diagitasi menggunakan orbital shaker dengan kecepatan 200 rpm. Reaksi dilakukan pada suhu 50o C. Setelah suhu reaksi yang diinginkan dalam rotary shaker tercapai, ditambahkan enzim lipase dengan perbandingan 5% (w/w minyak). Reaksi dibiarkan berjalan hingga 55 jam. Kemudian produk dari enzim dipisahkan dengan cara disaring, kemudian filtrat disentrifuse untuk memisahkan dari pelarut. Setelah itu di fraksinasi 16-18 jam
16
pada suhu 7o C. Pemisahan endapan yang merupakan produk hasil fraksinasi kemudian dilakukan dengan cara penyaringan. Suhu dan waktu reaksi merupakan faktor penting dalam reaksi esterifikasi. Suhu dan waktu reaksi dijadikan sebagai parameter dalam penelitian ini. Pemilihan suhu reaksi 50o C dalam reaksi esterifikasi enzimatis telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Sedangkan pemilihan waktu reaksi 55 jam adalah berdasarkan hasil penelitian terdahulu pada sintesis monolaurin (Haryati et al., 2007, tidak dipublikasikan). Tabel 4 Perbandingan kondisi reaksi esterifikasi menggunakan enzim lipase Parameter
Kitu (2000)
Substrat
10 g DALMS: 14 g gliserol 1,2 g
Jumlah Enzim
Kondisi reaksi
Shaker 200 rpm, suhu 60o C, 4 jam
Arbianti et al. (2008) Asam laurat: gliserol 3:3 Sumber lipase biji wijen 90% dari berat substrat Suhu 53o C, 18 jam
Nuraeni (2008) DALMS: gliserol 2:3 (mol/mol) 4 % (w/w dari total substrat)
Shaker 250 rpm, suhu 50o C, 5 jam
Damstrup, et al. (2006) Sunflower oil: gliserol 1:7 (mol/mol) 18% (w/w oil)
Watanabe, et al. (2003) Minyak kaya DAG: gliserol 2:1
Suhu 50o C, 115 menit
Suhu 50o C, 7 hari
5% (bk)
Kromatogram GC untuk standar 1-monolaurin menunjukkan puncak dengan waktu retensi 11,074 menit (Luas Area 9,32068%) dan 11,709 ( Luas Area 90,67392%). Adanya dua puncak pada standar tersebut kemungkinan dikarenakan oleh bentuk isomernya. Berdasarkan waktu retensi puncak standar, Haryati (2007, tidak dipublikasikan) menyimpulkan bahwa produk yang dihasilkan pada kromatogram GC dengan waktu retensi 11,162;11,973; 12,210, dan 12,536 menit dengan luas area total adalah 73,69194 % adalah monolaurin, sedangkan pada puncak dengan waktu retensi 18,723 DAG dengan luas area 1,54413% (Gambar 6). Menurut Widiyarti dan Hanafi (2008) dilaporkan bahwa
17
hasil analisis LC-MS terhadap diester yang diperkirakan dilaurin, menghasilkan
Respon Detektor
kromatogram dengan puncak dominan pada waktu retensi 17,8 menit.
Waktu Retensi (menit) Gambar 6
Kromatogram GC untuk sintesis monolaurin dengan reaksi esterifikasi enzimatis secara batch (Haryati et al., 2007, tidak dipublikasikan)
Enzim Lipase Lipase (triasilgliserol ester hidrolase, EC. 3.1.1.3) adalah enzim yang memilki kemampuan mensintesis minyak atau lemak. Lipase juga mengkatalisis hidrolisis triasilgliserol pada interfase minyak dalam air dan akan membentuk ikatan ester pada lingkungan dengan kondisi sedikit air. Reaksi yang mungkin terjadi pada kondisi lingkungan tersebut adalah esterifikasi, transesterifikasi, polimerisasi, laktonisasi (Divakar dan Manohar, 2007). Lipase sebagai katalis dapat diperoleh dari berbagai organisme seperti tanaman, hewan, dan mikroorganisme. Lipase komersial yang tersedia saat ini terutama diperoleh dari mikroorganisme seperti bakteri, kapang, dan khamir. Pada umumnya lipase dari
18
hewan dan tumbuhan memiliki stabilitas termal yang lebih rendah daripada lipase mikrobial,
sehingga
industri
lebih
banyak
menggunakan
lipase
dari
mikroorganisme. Mikroorganisme penghasil lipase dari bakteri antara lain P. Flourescens, S. Carnosus, B. Stearothermophillus, C. Viscocum. Lipase yang berasal dari kapang adalah A. Niger, R. Miehei, R. Delemar. Sedangkan lipase dari khamir dapat diperoleh dari C. Cylindriceae, C. Auriculariae, C. Curvata, dan Hansenula aromala (Borgstrom et al., 1984). Beberapa jenis lipase yang dapat mengkatalisis reaksi esterifikasi adalah R. Miehei, A. Niger, R. Delemar, G. Candidum, P. Camembertii, R. Arrhizus, C. Antartica, Pseudomonas sp., C. Viscosum. Lipase-lipase tersebut telah diteliti dapat menghasilkan MAG sebagai produk utama pada beberapa jenis substrat (Bornscheuer, 1995). Novozym® 435
yang disuplai oleh Novozymes A/S
(Bagsvaerd, Denmark) adalah lipase komersial yang berasal dari C. Antartica yang diproduksi submerged fermentation rekayasa genetik dari mikroorganisme Aspergillus oryzae dan diabsorbsi dalam macroporous resin (Damstrup 2006). Candida antartica
et al.,
termasuk kedalam kelompok enzim yang
selektifitasnya tidak signifikan dan mengkatalisis reaksi gliserol pada tiga posisi (Gunstone et al., 1997). Reaksi yang dikatalisis oleh enzim lipase berlangsung pada sisi aktif enzim. Menurut Brady et al. (1990) di dalam Hariyadi (1995), sisi aktif lipase terdiri dari trio residu asam amino yaitu Ser-Asp-His. Dalam struktur enzim, sisi aktif ini tersembunyi di balik suatu tutup, yaitu polipeptida yang sering disebut lid enzim. Secara fisiologis lid enzim tersebut berfungsi untuk mencegah kerusakan proteolitik asam-asam amino sisi aktif, yang akan berdampak negatif terhadap aktivitas enzim. Lid bersifat fleksibel dan pada waktu membuka menyebabkan substrat dapat mencapai sisi aktif enzim. Lid mengandung residu triptofan (Trp) yang bersifat nonpolar. Pada saat enzim inaktif, sisi aktif lipase masih berada dalam keadaan tertutup karena lid berinteraksi dengan residu hidrofobik di sekitar inti katalitik. Keberadaan lingkungan hidrofobik (nonpolar) di sekitar enzim akan memberikan kesempatan bagi lid untuk membuka, karena adanya interaksi antara area nonpolar lid dengan lingkungan hidrofobik. Perubahan struktur yang
19
menyebabkan terbukanya sisi aktif ini, menyebabkan substrat mudah untuk berafinitas dengan sisi aktif lipase, sehingga terjadi proses katalisis. Stabilitas Enzim Lipase Imobil Stabilitas enzim dapat diartikan sebagai kestabilan aktivitas enzim selama penyimpanan dan penggunaan enzim tersebut,serta kestabilan terhadap senyawa yang bersifat merusak seperti pelarut tertentu (asam,basa) dan oleh pengaruh suhu atau pH ekstrim. Stabilitas merupakan sifat penting yang harus dimiliki oleh enzim dalam aplikasinya sebagai biokatalis. Pasa prinsipnya, ada dua cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh enzim yang mempunyai stabilitas tinggi yaitu: (1)
menggunakan
enzim
yang
memiliki
stabilitas
ekstrim
alami;
(2)
mengusahakan peningkatan stabilitas enzim yang secara alami tidak/ kurang stabil. Peningkatan stabilitas dapat ditempuh melalui: (a) imobilisasi enzim; (b) modifikasi kimia; dan (c) protein engineering (Janecek, 1993). Lipase merupakan enzim yang memiliki peran yang penting dalam bioteknologi modern. Banyak industri yang telah mengaplikasikan penggunaan enzim sebagai biokatalis. Lipase terkenal memiliki aktivitas yang tinggi dalam reaksi hidrolisis dan dalam kimia sintesis. Lipase dapat berperan sebagai biokatalis untuk reaksi hidrolisis, esterifikasi, alkoholisis, asidolisis atau aminolisis. Candida dan Rhizopus yang merupakan organisme yang paling sering dipakai sebagai sumber sintesis penghasil lipase (Pandey et al., 1999). Enzim Lipase akan mengkatalis reaksi pada interfase, dan untuk menghasilkan kecepatan reaksi yang tinggi, maka area interfase antara reaktan dan fase enzim yang lebih hidrofilik dibutuhkan. Hal ini dapat dicapai dengan produksi dispersi lipase yang baik dalam fase organik misalnya dengan menggunakan surfaktan atau dengan mengimobilisasi enzim pada partikel pendukung macroporous. Imobilisasi lipase biasanya dipilih untuk proses inesterifikasi (Rozendaal, 1997). Imobilisasi lipase akan memperbaiki stabilitas, pemisahan produk, dan pemisahan enzim dari reaksi untuk digunakan kembali (Nawani et al., 2006). Penggunaan enzim lipase dalam reaksi esterifikasi untuk menghasilkan MAG sudah banyak dilakukan dan memberikan hasil yang jauh lebih baik
20
daripada dengan katalis kimia. Hanya saja secara ekonomis penggunaan katalis enzim lipase lebih mahal. Untuk mengatasi masalah ini enzim lipase digunakan pada fase imobil sehingga dapat digunakan berulang-ulang dan memungkinkan untuk diaplikasikan pada proses circulated packed bed reactor. Dengan perkembangan teknologi peneliti dari Novozymes A/S, Bagsvaerd, Denmark telah berhasil memproduksi Novozyme® 435
yang diklaim sebagai enzim yang
harganya terjangkau. Lipase imobil ini kemudian dikomersialisasikan untuk memenuhi kebutuhan produksi komoditas minyak dan lemak. Enzim lipase imobil menjadi pilihan dalam reaksi untuk mencapai kecepatan
reaksi
inesterifikasi.
Enzim
imobil
dilakukan
dengan
cara
mengadsorpsi enzim ke dalam partikel macroporous dengan interaksi ionik atau hidrofobik, karena protein tidak dapat larut dalam reaksi campuran. Partikel macroporous harus memiliki area yang cukup pada permukaan dalam untuk mengadsorpsi sejumlah lipase dan area permukaan bahan sekitar 10-100 m2/g yang normal digunakan. Diameter rata-rata pori partikel pendukung > 100 nM banyak dipilih. Kemudian asal bahan kimia permukaan partikel juga penting diperhatikan. Enzim imobil yang digunakan pada penelitian ini adalah Novozyme® 435. Novozyme® 435 dibeli dari Novozymes A/S (Bagsvaerd, Denmark) adalah lipase komersial yang berasal dari C. Antartica yang diproduksi rekayasa genetik dengan submerged fermentation dari mikroorganisme Aspergillus oryzae dan diadsorbsi dalam macroporous resin (Damstrup
et al., 2006). Novozyme® 435 adalah
katalis yang stabil pada suhu tinggi dan pelarut organik. Bisa digunakan pada operasi reaksi batch dan column tapi khususnya cocok digunakan untuk fixed-bed reactor. Novozyme® 435 digunakan sebagai esterase untuk memproduksi spesifik ester seperti yang digunakan di industri kosmetik pada suhu proses rendah. Enzim ini juga digunakan dalam re-sintesis lemak dari gliserol dan asam lemak dimana asam lemak spesifik dimasukkan. Dengan mengoperasikan pada suhu relatif rendah (60-70o C), pembentukan produk samping dapat diminimumkan dan akan mengurangi biaya pemurnian (Anonim, 2009a).
21
Stabilitas enzim merupakan parameter penting dalam reaksi, hal ini dikarenakan harga enzim yang mahal. Oleh karena itu recovery dan penggunaan kembali (re-use) dari reaksi sangat dibutuhkan. Kehilangan aktivitas enzim selama reaksi inesterifikasi dikarenakan dua faktor, yaitu inaktivase enzim lipase dan kontaminasi dari komponen minor dalam reaktan. Kontaminasi reaktan dapat dicegah dengan cara penyaringan reaktan secara hati-hati, sedangkan ketahanan enzim pada suhu tinggi adalah syarat mutlak sebagai katalis. Nawani, et al. (2006) telah melakukan penelitian tentang imobilisasi enzim dan stabilitas lipase dari enzim thermofilik yang berasal dari Bacillus sp. Beberapa uji dilakukan untuk melihat stabilitas dari enzim imobil antara lain uji kestabilan enzim pada suhu tinggi. Enzim yang diuji adalah enzim dalam aqueous, diimobilisasi, dan dimobilisasi dengan cross linked pada suhu 0-80o C.
Gambar 7
Pengaruh suhu pada enzim aqueous, imobil, dan imobil cross link (Nawani et al., 2006)
Data pada Gambar 7, .menunjukkan bahwa enzim imobil lebih stabil pada reaksi suhu tinggi. Kemudian dilakukan juga uji stabilitas enzim dalam siklus yang circulated packed bed reactor. Metode pengujian mengacu pada Sigurgisladottir
et al. (1993), yaitu enzim yang diimobilisasi dengan Silica dan
HP 20 diuji dalam 25 siklus masing-masing selama 30 menit. Pada setiap siklus, 2 ml campuran reaksi mengandung substrat ditambahkan enzim imobil dan diinkubasi selama 30 menit dengan shaker yang kontinyu pada suhu 60o C. Kemudian di sentrifuse dan
supernatan diukur absorpsinya pada 420 nm.
Endapan dicuci dengan 0,05 M buffer fosfat (pH 8.0) dan digunakan dalam siklus berikutnya dengan prosedur yang sama. Hasil pengujian penggunaan enzim dalam siklus kontinyu dapat dilihat pada Tabel 5.
22
Tabel 5
Retensi aktivitas lipase dalam penyangga padat pada siklus yang berbeda
Padatan No penyangga 1 HP 20 2 Silica
Sisa Aktivitas Enzim (%) 5 siklus 10 siklus 15 siklus 20 siklus 25 siklus 100 93 86 79 71 100 89 78 58 46
(Sigurgisladottir et al., 1993)
Berdasarkan Tabel di atas, Lipase dalam penyangga padat (imobil) pada siklus 10 kali belum mengalami penurunan aktivitas enzim yang signifikan. Menurut penelitian Fernandez-Lorente, et al. (2001) Lipase imobil yang berikatan hidrofobik dapat digunakan dalam 10 kali reaksi esterifikasi tanpa penurunan yang signifikan sebagai biokatalis. Yang et al. (2006) melaporkan bahwa stabilitas enzim pada operasi reaksi gilserolisis minyak bunga matahari secara kontinyu aktivitas lipase (novozyme 435) cukup stabil selama 31 hari reaksi (Gambar 8). Tidak terdeteksi asam lemak bebas setelah 15 hari reaksi. Tidak ada penurunan aktivitas lipase hingga hari terakhir reaksi.
Gambar 8
Stabilitas reaksi kontinyu Novozyme® 435 mengkatalisis gliserolisis minyak bunga matahari. Kondisi reaksi: gliserol/minyak 3.5:1 (mol/mol), suhu 40 C, waktu tinggal 40 menit, dan tert butyl alcohol/minyak 2:1 (w/w) (Yang et al., 2006)
Yang et al. (2003), melakukan penelitian penggunaan ulang Novozyme® 435 dengan recovery lipase pada reaksi esterifikasi dan menggunakan kembali enzim hasil recovery pada percobaan selanjutnya. Seperti terlihat pada gambar 8, tidak ada penurunan yang signifikan pada aktivitas enzim setelah beberapa reaksi
23
batch. Sekitar
90% dari aktivitas enzim (selama pembentukan MAG)
dipertahankan setelah 14 kali reaksi (Gambar 9).
Gambar 9
Kandungan MAG vs jumlah reaksi batch pada penelitian penggunaan kembali Novozyme® 435 dengan kondisi reaksi sama (Yang et al., 2003)
24
METODOLOGI PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan Februari 2011 bertempat di Laboratorium Kimia SEAFAST Center IPB dan Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP), IPB . Bahan Dan Alat Bahan baku untuk sintesis monolaurin adalah asam lemak laurat teknis komersial, gliserol, enzim lipase Novozyme® 435 dari Novozymes A/S (Bagsvaerd, Denmark), standar monolaurin dari Sigma, heksan teknis, dan tertbutanol p.a (Sigma). Bahan kimia yang digunakan (NA 2 S 2 O 3 ) 0.1N, larutan Wijs, larutan Alkohol 95%, indikator PP dan pati, Larutan NaOH 0.01N, larutan kloroform, Dimetil formamida (DMF), benzena, dan aquades. Alat-alat yang digunakan dalam penellitian ini adalah rangkaian reaktor packed bed yang dilengkapi dengan tangki stok, pompa peristaltik (BT 100-1 F), waterbath (Stephen Haake, Germany) serta wadah penampung produk, serangkaian peralatan GC (Gas Chromatography) dengan detektor FID (Flame Ionization Detector), GC-MS Pyrolisis, neraca analitik, Aw-meter (Shibaura WA360), pH meter, kertas saring dan peralatan gelas. Reaktor packed bed yang digunakan dalam penelitian ini dibuat sesuai dengan disain pada Gambar 10. Reaktor dibuat dari bahan gelas dan dibuat berjaket untuk sirkulasi air dari waterbath, sehingga suhu reaktor dapat dipertahankan. Reaktor juga dilengkapi dengan filter pada bagian atas dan bawah untuk memisahkan antara enzim dan substrat. Tinggi reaktor 62 mm, diameter luar 52 mm, diameter dalam 21 mm dan volume kosong 16,5 mililiter. Volume kerja reaktor 15 mililiter setelah diisi enzim novozyme sebanyak 4,6 gram. Volume kerja reaktor ditentukan dengan cara menghitung waktu yang diperlukan oleh substrat dengan laju aliran tertentu untuk mengalir melalui reaktor packed bed yang berisi enzim novozyme. Hasil perkalian antara waktu untuk mengalir melalui reaktor dengan laju aliran substrat merupakan volume kerja reaktor.
25
Gambar 10 Desain reaktor Skema proses produksi MAG secara circulated packed bed reactor dapat dilihat pada Gambar 12. Rangkaian
alat esterifikasi enzimatis menggunakan
reaktor packed bed dapat dilihat pada Gambar 11 dimana substrat dari wadah reaktan (B) dialirkan dengan laju tertentu ke dalam reaktor packed bed yang berisi enzim lipase (A) menggunakan pompa peristaltik(E). Produk yang dihasilkan ditampung dalam wadah produk (C).
Keterangan : A. Reaktor Enzim B. Wadah Reaktan C.Wadah Produk D. Waterbath E. Pompa Peristaltik Gambar 11
Rangkaian alat reaksi esterifikasi menggunakan Reaktor Packed Bed (Soekopitojo, 2003)
26
Gambar 12
Skema alur reaksi esterifikasi enzimatis circulated packed bed reactor Metode Penelitian
Analisis Sifat Kimia Bahan Baku Asam laurat dan enzim yang digunakan dalam proses esterifikasi dianalisis terlebih dahulu untuk menentukan kualitas bahan baku. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, asam lemak bebas (ALB), dan bilangan peroksida. Enzim dilakukan karakterisasi terlebih dahulu dengan dilakukan pengukuran pH dan Aw enzim. Uji Coba Reaksi Sintesis Monolaurin Secara Batch Uji coba hasil penelitian mengacu pada metode penelitian terdahulu. Proses esterifikasi dilakukan dengan mereaksikan substrat yaitu asam lemak laurat dan gliserol (Gambar 12). Asam lemak laurat dan gliserol direaksikan dalam tabung erlenmeyer sebanyak 1 : 5 (mol/mol substrat), ditambah campuran pelarut organik, kemudian diagitasi menggunakan orbital shaker dengan kecepatan 200 rpm. Reaksi dilakukan pada suhu 50o C. Setelah suhu reaksi yang diinginkan dalam rotary shaker tercapai, ditambahkan enzim lipase dengan perbandingan 5% (w/w minyak). Reaksi dibiarkan berjalan hingga 55 jam. Kemudian produk dari enzim dipisahkan dengan cara disaring, kemudian filtrat disentrifuse untuk memisahkan dari pelarut. Setelah itu di fraksinasi 16-18 jam pada suhu 7o C. Endapan yang merupakan produk hasil fraksinasi dipisahkan dengan cara penyaringan.
27
Gambar 13
Diagram alir penelitian pendahuluan pada proses esterifikasi untuk sintesis MAG
28
Optimasi dan Verifikasi Reaksi Esterifikasi untuk Sintesis Monoasilgliserol dalam Circulated Packed Bed Reactor Konversi Reaksi Esterifikasi Proses Batch ke Circulated Packed Bed Reactor Sebelum dilakukan optimasi reaksi, terlebih dahulu dilakukan konversi dari proses batch ke proses circulated packed bed reactor. Hasil dari proses batch dipilih yang memiliki hasil dengan kadar MAG dan rendemen tertinggi, serta rasio substrat dan pelarut yang efektif untuk dilakukan proses secara circulated packed bed reactor. Optimasi Reaksi Esterifikasi Circulated Packed Bed Reactor Pada tahap ini dilakukan penelitian untuk mencari kondisi optimum proses esterifikasi enzimatis secara circulated packed bed reactor yang dapat menghasilkan produk dengan kadar MAG tinggi. Diagram alir tahap optimasi dan proses reaksi esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15. Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap ini mengikuti rancangan Central Composite Design (CCD) dari Respon Surface Methodology (RSM) dengan dua variabel yaitu waktu dan suhu reaksi esterifikasi. Penentuan titik tengah diambil dari reaksi circulated packed bed reactor yang menghasilkan kadar MAG dan rendemen terbaik serta dari referensi literatur. Sebagai contoh perlakuan dan kode perlakuan, serta rancangan percobaan masingmasing dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7.
29
Waktu reaksi
Suhu reaksi
Lauric acid
Suhu optimum
Waktu optimum
Central Composite Design
gliserol Optimasi
Enzim
Esterifikasi Filtrasi
Gambar 14
Metode Permukaan Tanggap
Produk
Enzim
Diagram alir proses optimasi sintesis monolaurin dengan metode circulated packed bed reactor
Tabel 6 Perlakuan dan kode perlakuan untuk reaksi esterifikasi Perlakuan Suhu Waktu
-1,414 45 oC 1jam
-1 46,5 oC 1,3 jam
Kode perlakuan 0 1 50oC 53,5 oC 2 jam 2,7 jam
Tabel 7 Rancangan percobaan dengan sistem pengkodean No Suhu ( C) Waktu Reaksi (jam) 1 -1 -1 2 1 -1 3 -1 1 4 1 1 5 -1,414 0 6 1,414 0 7 0 -1,414 8 0 1,414 9 0 0 10 0 0 11 0 0 12 0 0 13 0 0 Sumber : Cochran dan Cox (1962)
1,414 55 oC 3 jam
30
Gambar 15
Diagram alir reaksi esterifikasi enzimatis secara circulated packed bed reactor
31
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Central Composite Design. Model Respon Surface digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan waktu dan suhu reaksi terhadap rendemen produk dan komposisi MAG dalam produk. Titik tengah perancangan penelitian diambil dari suhu dan waktu reaksi pada hasil penelitian pendahuluan. Model Response Surface Methodology atau RSM adalah kumpulan teknik matematika dan statistik yang digunakan untuk membentuk model dan menganalisis masalah dalam suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa peubah dan bertujuan untuk mengoptimalisasi respon tersebut. RSM digunakan untuk mengetahui hubungan antara faktor percobaan dengan variabel respon. Berdasarkan hubungan tersebut dapat diperoleh nilai faktor percabaan yang akan menghasilkan nilai variabel respon yang dikehendaki. Seluruh perlakuan terdiri dari 13 set percobaan, dimana model umum rancangan percobaan yang digunakan adalah:
Y = βo +
k
k
k -1,k
i=1
i=1
i=1,j=2
Σ βiXi + Σ βii Xi2 + Σ β i,jXiXj + ε
Keterangan: Y
βo βi β ii β ij Xi Xj k
= Respon Pengamatan = Intercept = Pengaruh linier = Pengaruh kuadratik
= Pengaruh interaksi percobaan = Kode untuk faktor ke-i = Kode untuk fakyor ke-j = Jumlah faktor yang dicobakan
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan program SAS 9.1.3
32
Verifikasi Kondisi Optimum Reaksi Esterifikasi Circulated packed bed reactor Tahap verifikasi merupakan tahap pengujian terhadap kondisi proses optimum. Verifikasi dilakukan dengan maksud untuk memperbaiki tingkat keyakinan bahwa berdasarkan kondisi optimum yang diasumsikan, model yang dikembangkan dapat mewakili sistem yang sebenarnya. Verifikasi dilakukan dengan cara mengaplikasikan kondisi proses tersebut sebanyak lima kali ulangan, Tujuan verifikasi adalah melihat konsistensi produk yang dihasilkan berdasarkan pada nilai CV (Coeficeient Varians). Parameter yang dianalisis pada tahap verifikasi adalah komposisi MAG dan rendemen. Uji Stabilitas Enzim Novozyme 435 pada Reaksi Esterifikasi Circulated packed bed reactor Uji stabilitas enzim dilakukan setelah didapatkan kondisi optimum proses esterifikasi yang telah diverifikasi. Enzim dipisahkan dari substrat reaksi, setelah itu dilakukan pencucian dengan pelarut ± 50 ml, dikering anginkan dan disimpan di refrigerator pada kondisi tertutup rapat jika tidak langsung digunakan, kemudian enzim digunakan kembali dalam reaksi dengan prosedur yang sama dan dilakukan berulang. Reaksi pengulangan dilakukan 10 kali dengan parameter yang dianalisa adalah komposisi MAG. Diagram alir uji stabilitas enzim dapat dilihat pada Gambar 16.
33
Gambar 16
Diagram alir uji stabilitas enzim Novozyme® 435 pada reaksi esterifikasi circulated packed bed reactor Pengamatan
Bahan baku dan Produk MAG yang dianalisis merupakan produk hasil kondisi optimum proses dalam sistesis esterifikasi enzimatis MAG. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui sifat fisik dan kimia bahan baku dan produk
34
MAG yang dihasikan. Analisis yang dilakukan meliputi bilangan Peroksida, kadar asam lemak bebas (ALB),
Aw Enzim, pH enzim, analisis semi kuantitatif
komposisi Gliserida dengan GC, Titik Leleh, dan analisis kuantitatif komposisi Gliserida produk dengan GC-MS Pyrolisis. Analisis Kadar Air Dalam Minyak (AOAC,1995) Sejumlah ± 5 g sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100oC hingga diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus : KA = dengan:
c − ( a − b) x100% c
a = berat cawan dan sampel (g) b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g)
Analisis Bilangan Peroksida, Metode Titrimetri (AOAC, 1995) Contoh minyak ditimbang seberat 5 gram dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer tertutup dan diisi dengan gas N 2 . sampel ditambah dengan 55 ml kloroform dan distirer kemudian ditambah asam asetat glasial sebanyak 20 ml. Larutan KI jenuh ditambahkan sebanyak 0.5 ml kemudian ditutup dengan cepat, digoyang selama 1 menit. Sampel disimpan di tempat yang gelap selama 5 menit pada suhu 15oC sampai 25oC. Setelah itu, sampel ditambahkan 30 ml air destilata. Larutan tersebut dititrasi dengan larutan sodium thiosulfat 0.01N dan digoyang dengan kuat. Larutan pati yang digunakan sebagai indikator ditambahkan ketika warna kuning larutan hampir hilang dan titrasi diteruskan hingga warna biru menghilang. Titrasi juga dilakukan terhadap blanko. (Vs − Vb) xT x 1000 m BP = bilangan peroksida (meq O 2 /kg) Vs = volume sodium thiosulfat untuk titrasi sampel (ml) Vb = volume sodium thiosulfat untuk titrasi blangko (ml) T = konsentrasi sodium thiosulfat yang distandarisasi (N) m = massa sampel (g) BP =
Keterangan :
35
Analisis Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) (AOAC, 1995) Sampel ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dilarutkan ke dalam 50 ml etanol (alkohol) 95%. Larutan ini kemudian ditrasi dengan NaOH 0,01N dengan indikator fenoftalein hingga terlihat warna merah muda selama 10 detik. Kadar asam lemak bebas dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan : Kadar Asam = Keterangan :
V xT x M 10 x m
V
= volume (ml) KOH untuk titrasi
T M m
= normalitas larutan KOH = berat molekul sampel = jumlah sampel yang digunakan
Pengukuran pH Enzim (Hariyadi, 1995) Sebanyak 0.5 gram enzim disuspensikan dalam 15 ml air destilata. Campuran diaduk menggunakan magnetic stirer selama 2 menit dan diinkubasikan pada suhu kamar (±28 oC) selama 30 menit. Selanjutnya dilakukanpengukuran menggunakan pH meter. Pengukuran A w enzim (Hariyadi, 1995) Pengukuran
aktivitas
air
(A w )
enzim dilakukan
secara
langsung
menggunakan a w -meter Shibaura WA-60. Kalibrasi dilakukan garam NaCl dengan A w = 0.7509. Sebanyak 1 gram sampel enzim diletakkan pada tempat sampel pada A w -meter Shibaura WA-60. Selanjutnya A w -meter ditutup dan ditunggu sampai angka hasil pengukuran pada A w -meter konstan. Analisa Komposisi Gliserida MAG Dengan Kromatografi Gas (Modifikasi AOAC Official Method 993.18, 1995) Sampel ditimbang teliti kurang lebih 0.2 mg dimasukkan dalam vial kemudian ditambahkan 0.2 ml BSTFA [bis(trimethylsilil)trifluoro acetamide] dan 0.1 ml TMCS (trimethylchlorsilane) dan 0.1 ml larutan standart internal ntetradecana kemudian dikocok hati-hati dan dipanaskan pada suhu 70o C selama 30 menit setelah itu segera diinjeksikan ke kromatografi gas 1 μl. Dilakukan juga
36
seperti diatas untuk 0.1 ml larutan referensinya (MAG dan DAG) pada kondisi operasi yang sama, peak yang muncul diidentifikasi dengan membandingkan waktu retensi dari referensi. Larutan referensi dibuat dengan menimbang 0.2 mg referensi dilarutkan dalam piridin menggunakan labu takar 10 ml. Kromatografi gas yang digunakan dilengkapi dengan split injeksi atau kolom injeksi dan FID dengan operasi sebagai berikut: suhu kolom awal 50o C dinaikkan menjadi 180o C dengan kenaikan 15 o C/ menit kemudian dinaikkan lagi menjadi 230 o C dengan kenaikan 7 o C/menit dan dinaikkan lagi menjadi 380 o C, suhu detektor 390 o C, suhu injektor 390 o C, kecepatan gas pembawa 0.7 ml N 2 /menit, kecepatan aliran udara 450 ml/menit dan volume injeksi 1 μl. Titik leleh (PORIM Test Method, 1995) Titik leleh didefinisikan sebagai suhu dimana sampel menjadi cair dengan sempurna. Produk mono dan diasilgliserol yang telah disaring dilelehkan dan dimasukkan ke dalam tabung kapiler (3 buah) setinggi 1 cm. Selanjutnya disimpan dalam refrigerator pada suhu 4-100C selama 16 jam. Ikatkan tabung kapiler pada termometer dan masukkan termometer tersebut ke dalam beaker glass (600 ml) berisi air distilasi (sekitar 300 ml). Atur suhu air dalam beaker glass pada suhu 8 – 100C di bawah titik leleh sampel dan suhu air dipanaskan pelan-pelan (dengan kenaikkan 0.50C – 10C/menit) dengan pengadukan (magnetic stirrer). Pemanasan dilanjutkan dan suhu diamati dari saat sampel meleleh sampai sampel naik pada tanda batas atas. Titik leleh dihitung berdasarkan rata-rata suhu dari ketiga sampel yang diamati. Kandungan gliserol bebas (AOCS Official Method Ca 5a-40, 1998) Sebanyak
5 g sampel ditimbang dalam gelas kimia 50 ml. Sampel
dipindahkan ke dalam labu ukur 250 ml dengan penambahan pelarut kloroform sebanyak 22.5 ml. Sebanyak 125 ml air destilata ditambahkan ke dalam labu ukur kemudian labu ditutup. Campuran dalam labu dikocok dengan kuat selama kurang lebih 1 menit. Setelah dikocok, ditambahkan air destilata hingga tanda tera. Campuran didiamkan beberapa menit hingga terbentuk dua lapisan. Fase air yang berada bagian atas dipipet sebanyak 25 ml ke dalam erlenmeyer 250 ml,
37
kemudian ditambahkan asam periodat sebanyak 12.5 ml. Labu erlenmeyer dalam keadaan tertutup alumunium foil. Larutan KI 15% ditambahkan ke dalam labu kemudian didiamkan selama kurang lebih 1 menit. Ditambahkan sebanyak 100 ml air destilata ke dalam labu erlenmeyer. Campuran dititrasi dengan menggunakan larutan natrium tiosulfat 0.1 N hingga warna terbentuk warna kuning. Indikator pati ditambahkan sebanyak 2 ml kemudian dititrasi kembali hingga warna kompleks menghilang. Kandungan gliserol bebas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut ((B-S) x N x 2,302)/W Keterangan :
B – volume titrasi blanko (ml) S – volume titrasi sampel (ml)
N – konsentrasi sodium tiosulfat (N) W – berat sampel (g)
Analisa Komposisi Gliserida MAG Dengan Kromatografi Gas- MS Pyrolisis (Modifikasi Ralph et al., 1991) Sampel, 200-500 µg, dipirolisis dalam tabung kuarsa dalam 120 Pyroprobe (Chemical Data Systems) pada 600 oC (> 50o C / ms) selama 10 s menggunakan gas helium sebagai carrier dengan kecepatan linier 20 ml / menit. Sampel dibawa ke kolom DB-1 60 m X 0,25 mm (J & W Scientific) dipasang pada GC HP 5890 dalam mode splitless. Setting suhu di 80 oC selama 2 menit untuk menjebak dan fokus komponen volatil, kemudian diprogram pada suhu akhir 275 oC pada 4 OC / menit, dan waktu running lebih dari 60 min. Senyawa terselusi terdeteksi dengan Hewlett-Packard 5970 selektif massa detektor dikendalikan oleh HP UNIX stasiun data dan total ion kromatogram (TICS) terbentuk. Senyawa dielusi selama 2 jam
38
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Kimia Bahan Baku Asam laurat yang akan digunakan dalam sintesis monolaurin ini harus memenuhi persyaratan sebagai bahan baku yang meliputi kadar air, kadar asam lemak bebas (ALB), dan bilangan peroksida. Tujuan analisa bahan baku ini adalah untuk melihat mutu asam lemak terhadap karakteristik katalis yang digunakan. Berdasarkan hasil analisis bahan baku, kadar air asam laurat adalah 0,3369 ± 0,017 % (bk). Semakin rendah kadar air yang terkandung dalam bahan baku maka semakin baik, hal ini dikarenakan keberadaan air dalam bahan baku dapat menghidrolisis enzim sehingga mengganggu jalannya reaksi esterifikasi. Kandungan air awal sistem reaksi, jumlah enzim dan rasio mol substrat merupakan faktor-faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi hasil esterifikasi (Linko et al., 1995). Kadar asam lemak bebas (ALB) bahan baku adalah 98,9108 ± 0,3389 % , hal ini menunjukkan kandungan asam lemak bebas yang terdapat pada bahan baku 98,9% adalah asam laurat. Bilangan peroksida bahan baku asam laurat adalah 1,226± 0.07 meq O 2 /kg . Menurut De Greyt et al. (1997), syarat bilangan peroksida yang terdapat pada bahan baku lebih rendah dari 10 meq O 2 /kg. Komposisi asam lemak dalam bahan baku asam laurat dapat diketahui kemurniannya dengan gas chromatography (GC). Asam laurat yang digunakan sebagai bahan baku berdasarkan hasil kromatogram GC hanya memiliki satu puncak pada waktu retensi 7,312 (Gambar 29a). Berdasarkan hasil GC kandungan bahan baku adalah 100% asam laurat. Namun, hasil analisis ALB menunjukkan kandungan asam laurat 99%, sedangkan 1% sisanya kemungkinan asam lemak bebas lainnya dikarenakan bahan baku yang digunakan adalah asam lemak teknis. Asam lemak lainnya tidak muncul pada kromatogram GC dikarenakan jumlah yang terlalu kecil sehingga tidak terdeteksi oleh detektor FID. Asam laurat merupakan asam lemak yang banyak terdapat pada minyak kelapa dan minyak inti sawit. Asam laurat merupakan hasil fraksinasi atau hidrogenasi dari pembuatan minyak kelapa atau minyak inti sawit. Menurut Kitu (2000), kandungan terbesar Destilat Asam Lemak Minyak Kelapa adalah asam laurat (49,34%) dan asam miristat (21,76%). Sedangkan pada minyak inti sawit
39
didominasi oleh asam laurat (46-52 %) dan asam miristat (14-17%). Semakin murni bahan baku asam lemak bebas maka reaksi esterifikasi diharapkan dapat berjalan secara optimal, sehingga akan menghasilkan produk MAG yang tinggi. Selain bahan baku asam laurat, katalis yaitu enzim Novozyme® 435 dianalisis pH dan A w . Hasil pengukuran pH dan A w berturut-turut adalah 4,375 ± 0,021 dan 0,62 ± 0,004 pada suhu 29,5oC. Hasil pengukuran Aw enzim tersebut sedikit lebih rendah dari hasil pengukuran penelitian Imelda (1999) dan Pertiwi (1998) yaitu masing-masing 0,672 dan 0,691. Sedangkan pH enzim pada penelitian ini lebih rendah dari pada hasil pengukuran pH enzim penelitian Pertiwi (1998) yaitu 5,4. Berdasarkan info dari Novo Nordisk Bioindustrial Ltd. Novozyme®
435 mempunyai aktivitas inesterifikasi 10000 PLU/g (Propyl
Laurate Units/gram). Aktivitas esterifikasi Novozyme® 435 adalah 442,14 mM asam /g.menit (Imelda, 1999). Bentuk granula memiliki ukuran partikel 0,3-0,9 mm dan mempunyai bulk density mendekati 430 kg/m3. Sedangkan carrier yang digunakan untuk imobilisasi enzim adalah suatu resin acrylic makroporous (Enzymtech, 2011). Sintesis MAG dengan Reaksi Esterifikasi Secara Batch Pada penelitian ini terlebih dahulu dilakukan uji coba reaksi berdasarkan penelitian terdahulu (Haryati et al., 2007, tidak dipublikasikan). Tahapan awal dalam
melakukan uji coba penelitian adalah pencarian rasio antara jumlah
substrat dan pelarut yang belum diketahui, oleh karena itu dilakukan terlebih dahulu percobaan dengan tujuan mencari rasio jumlah subtsrat dan pelarut yang efektif dan menghasilkan kadar serta rendemen yang maksimal. Jumlah substrat yang digunakan adalah 10 gr, 20 gr, dan 50 gr, sedangkan volume reaktan, dosis enzim, suhu dan waktu reaksi tetap. Hasil dari reaksi kemudian dianalisis menggunakan gas chromatography (GC). Berdasarkan kromatogram GC pada Gambar 17, jumlah substrat 10 gram didapatkan kadar MAG sebesar 71,41% dengan rendemennya sebesar
69,94%, sedangkan jumlah substrat
20 gram
didapatkan kadar MAG sebesar 78,73% dengan rendemennya 79,19%. Jumlah substrat 50 gram didapatkan kadar MAG sebesar 77,33% dengan rendemennya sebesar 82,26%.
40
Keterangan: A. Jumlah substrat 10 g; B. Jumlah substrat 20 g; C. Jumlah substrat 50 g Gambar 17 Kadar monoasilgliserol dan rendemen hasil reaksi esterifikasi enzimatis secara batch Berdasarkan data kadar monoasilgliserol dan rendemen tersebut maka jumlah substrat
50 gram adalah jumlah yang paling efektif terhadap pelarut untuk
menghasilkan kadar monoasilgliserol dan rendemen yang paling tinggi. Produk MAG yang dihasilkan dari proses penggunaan 50 g substrat dianalisis secara kuantitatif menggunakan
GC-MS Pyrolisis. Kromatogram GC-MS Pyrolisis
disajikan pada Gambar 18. Monteiro et al. (2003), melaporkan bahwa reaksi esterifikasi enzimatis asam laurat dan gliserol (1:5 mol/mol) dan campuran pelarut n-hexane/ tert-butanol (1:1 v/v) menghasilkan monolaurin dan sedikit dilaurin. Migrasi asil terlihat dari GC-MS dengan adanya produk sylanized (turunan Trimethylsilyl (TMS) ester) (Gambar 19). Candida antarctica (Novozyme® 435) umumnya dianggap sebagai lipase spesifik, di bawah reaksi pelarut yang tepat. Lipase ini bekerja pada letak spesifik tertentu dan produk yang selektif.
41
Gambar 18
Gambar 19
Kromatogram GC-MS pyrolisis produk MAG pada reaksi esterifikasi enzimatis secara batch
Produk hasil reaksi esterifikasi asam laurat dan gliserol : Monolaurin; 2 Dilaurin: 3 dan 4 berturut-turut turunan silanyzed (TMS ester) (Monteiro et al., 2003)
42
Setelah didapatkan formula rasio jumlah substrat dan pelarut terbaik dengan proses batch, kemudian dilakukan konversi proses esterifikasi enzimatis secara circulated packed bed reactor. Reaksi esterifikasi berlangsung secara sirkulasi, dimana reaktor berisi substrat mengalir menuju reaktor enzim yang jumlahnya tetap kemudian kembali ke reaktor substrat sampai waktu dan suhu reaksi tercapai. Reaksi esterifikasi terjadi selama kontak antara enzim dan substrat yang lewat. Waktu dimana molekul melalui reaktor enzim dengan kecepatan alir tertentu disebut residence time (Yang et al., 2005). Levenspiel (1972), menyebutkan bahwa residence/Space time analog dengan waktu reaksi pada sistem batch dan didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk mengolah reaktan sebanyak satu volume reaktor pada kondisi tertentu Sedangkan, pada penelitian ini residence time didefinisikan sebagai waktu ketika substrat melewati reaktor enzim sehingga reaksi esterifikasi terjadi ketika substrat kontak dengan enzim. Residence time pada penelitian ini dinyatakan dengan rumus:
dimana t adalah residence time (menit), V adalah volume reaktor enzim (ml), dan F adalam kecepatan alir (ml/menit). Residence time pada penelitian ini adalah 23,57 menit. Viskositas fluida merupakan faktor penting dalam efisiensi reaksi. Pelarut berperan penting dalam reduksi viskositas. Yang, et al. (2005) yang melaporkan bahwa pada residence time 30-40 menit kandungan MAG pada reaksi gliserolisis yang dikatalisis oleh enzim novozyme® 435 secara circulated packed bed reactor mencapai 70%. Sehingga diharapkan dengan residence time lebih lama maka kadar MAG produk lebih tinggi dari 70%. Laju aliran substrat ditentukan berdasarkan pendekatan hasil penelitian Soekopitojo (2003) serta hasil uji coba reaksi dimana dengan space time dan kecepatan tersebut reaktan baru dapat mengalir menuju reaktor enzim. Soekopitojo (2003) menentukan space time dengan cara mengalirkan substrat ke reaktor enzim kemudian diperhitungkan dengan kecepatan tersebut berapa ml substrat yang keluar menuju wadah produk selama waktu tertentu. Kecepatan alir adalah jumlah ml produk yang tertampung dibagi dengan waktu yang telah ditentukan. Semakin lambat aliran reaktan, maka kontak dengan enzim semakin lama, sehingga reaksi akan berjalan lebih efektif
43
untuk menghasilkan MAG yang tinggi. Pada penelitian ini reaksi enzimatis berjalan circulated packed bed reactor dengan sirkulasi hingga tercapai waktu reaksi, kemudian ditampung pada wadah produk. Reaktor packed bed dibuat berjaket dari bahan gelas dengan volume kerja 15 mililiter kemudian diisi enzim Novozyme® 435 sebanyak 4,6 gram. Reaksi esterifikasi enzimatis secara circulated packed bed reactor mula-mula dilakukan berdasarkan hasil konversi proses reaksi esterifikasi secara batch, namun mengalami kesulitan pada saat proses reaksi berlangsung, yaitu ketidaklarutan gliserol. Lipase menunjukkan stabilitas dan aktivitas yang baik pada pelarut hidrofobik dengan 2< log P < 4, seperti n-hexane (Laane et al., 1987), namun pada medium tersebut gliserol tidak larut. Pemilihan jenis pelarut merupakan faktor penting dalam reaksi esterifikasi enzimatis, antara lain adalah kelarutan substrat dan produk dalam pelarut, hidrofobisitas pelarut, reaktivitas pelarut, densitas, viskositas, tekanan permukaan, toksisitas, mudah/tidaknya terbakar, masalah pembuangannya ke lingkungan, serta tentunya masalah biaya (Dordick, 1989). Dari berbagai faktor tersebut, yang mendapatkan perhatian sangat besar adalah masalah hidrofobisitas pelarut (Hariyadi, 1995). Jadi, aktivitas katalisis yang tinggi umumnya diamati pada pelarut yang hidrofobik, sementara pelarut yang hidrofilik tidak mendukung munculnya aktivitas katalisis. parameter hidrofobisitas yang dipakai adalah nilai log P dari pelarut yang digunakan. Nilai P diberi batasan sebagai koefisien partisi suatu pelarut pada suatu sistem dua fase yang terdiri dari 1-oktanol dan air (Persamaan 1).
.......................................(1)
Nilai P ini dapat ditentukan dengan mudah melalui percobaan atau pun dengan perhitungan menggunakan konstanta hidrofobisitas gugus-gugus atau fragmenfragmen yang telah ditentukan sebelumnya (Rekker, 1977). Nilai log P suatu campuran pelarut-pelarut dapat ditentukan dengan memakai rumus empiris yang diajukan oleh Hilhorst et al. (1984), proporsional dengan fraksi molar (X), sesuai dengan persamaan 2 berikut ini:
44
..............................(2) Nilai log P juga telah diusulkan untuk digunakan sebagai alat untuk menduga posisi baru keseimbangan suatu sistem reaksi dengan menggunakan sistem pelarut yang lain (Hailing, 1990). Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah heksan dengan nilai log P nya adalah 3,5, sedangkan log P tert butanol adalah 0,4 (Damstrup et al., 2006). Nilai log P dari pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah 1,33. Hal ini berarti pelarut pada penelitian ini cenderung hidrofilik. Sebelum dimasukkan ke dalam reaktor, substrat dan pelarut direaksikan terlebih dahulu dalam erlenmeyer pada orbital shaker suhu 50o C dan putaran 200 rpm selama ±15 menit, hal ini bertujuan agar asam laurat meleleh dan bereaksi terlebih dahulu dengan gliserol dan pelarutnya sehingga larut sempurna dan telah mencapai suhu reaksi. Namun, selama 55 jam diagitasi dalam orbital shaker gliserol tidak larut. Kemudian uji coba reaksi esterifikasi enzimatis secara circulated packed bed reactor dilakukan dengan kondisi gliserol tidak larut tersebut. Campuran reaktan diagitasi selama 15 menit, kemudian dimasukkan ke dalam reaktor reaktan dan dialirkan ke reaktor enzim. Sampling mulai dilakukan pada jam ke-2, karena setelah reaktor beroperasi selama 2 jam mencapai kondisi steady state (Soekopitojo, 2003) dan menurut Yang et al. (2005), komposisi MAG tinggi pada sistem tert butanol sekitar 60-70% diagitasi pada tangki setelah 2 jam reaksi berlangsung. Hasil kadar MAG bisa dilihat pada Gambar 20. Berdasarkan data pada kadar MAG sampling jam ke-2 dan ke-4 pada 3 kali ulangan tidak konsisten kadar monoasilgliserolnya. Hal ini kemungkinan dikarenakan ketidaklarutan gliserol dalam reaktannya. Ketidaklarutan gliserol menyebabkan proses tidak berjalan efektif, karena tidak diketahui berapa persen jumlah gliserol yang telah bereaksi dengan asam laurat. Gliserol yang tidak larut mengalir terlebih dahulu ke reaktor enzim dan mengendap di bagian bawah reaktor. Sehingga, pada proses reaksi terjadi penumpukan gliserol pada selang dan reaktor enzim, sehingga pada pencucian masih terdapat kadar MAG yang tinggi sebesar 79,21%.
45
Keterangan: (A) Sampling jam ke-2; (B) Sampling jam ke-4; (C) Sampling Hasil Pencucian Reaktor Enzim Gambar 20
Kromatogram GC reaksi esterifikasi circulated packed bed reactor dengan kondisi gliserol tidak larut
Penumpukan produk pada reaktor enzim karena tertahannya gliserol. Gliserol sering mengikat partikel enzim, sehingga reaksi antara molekul asam laurat dengan enzim menjadi sulit (Yang et al., 2005). Kondisi tersebut akan berdampak pada produk
MAG yang tidak konsisten pula. Pada penelitian
pendahuluan menggunakan Packed Bed Reactor (PBR) ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum meliputi suhu dan waktu reaksi yang optimum untuk menghasilkan produk MAG yang tertinggi. Percobaaan untuk melarutkan gliserol dalam reaktan kemudian dilakukan dengan tiga metode, antara lain: Metode I, dengan cara meningkatkan rasio jumlah substrat dan pelarut dari kondisi awal yaitu 1:8,8. Rasio antara jumlah substrat dan pelarut yang digunakan adalah 1:10; 1:20; 1:30; 1:40; dan 1:50 diagitasi selama 30 menit dalam orbital shaker. Berdasarkan hasil percobaan tersebut rasio 1:50 menunjukkan gliserol larut sempurna. Namun rasio tersebut tidaklah efektif karena jumlah substratnya sangat sedikit, hal tersebut akan berpengaruh pada hasil rendemen yang didapatkan. Secara ekonomis pun pelarut
46
yang digunakan lebih banyak sehingga biaya reaksi lebih mahal. Metode II, reaksi dilakukan dengan cara melarutkan gliserol sesuai kondisi reaksi batch yang optimum yaitu dengan meraksikan jumlah substrat 50 gram dan total pelarutnya 440 ml selama 55 jam diagitasi dalam orbital shaker, reaksi ini tetap menunjukkan gilserol yang tidak larut sempurna. Metode III, dilakukan dengan cara mengubah komposisi pelarut saja, sedangkan kondisi reaksi yang lainnya tetap dan dilakukan dengan orbital shaker selama 30 menit. Kelarutan gliserol sempurna diperoleh kurang dari 10 menit dengan metode III. Percobaan reaksi esterifikasi enzimatis secara circulated packed bed reactor dengan menggunakan komposisi pelarut yang dihasilkan pada metode III, rasio jumlah substrat (1:5 mol/mol) dan pelarut tetap yaitu 1:8,8 sebagai bahan perbandingan dengan reaksi secara circulated packed bed reactor dengan kondisi gliserol yang tidak larut. Hasil uji coba tersebut menunjukkan komposisi MAG pada sampling jam ke-2 dengan 2 siklus (A) sebesar 83,91% dan jam ke-4 dengan 4 siklus (B) sebesar 79,38% (Gambar 21). Berdasarkan komposisi MAG pada reaksi circulated packed bed reactor baik yang gliserol larut maupun tidak larut memiliki kesamaan yaitu sampling jam ke-2 tinggi sekitar 80%, kemudian reaksi setelah jam ke-4 nya menurun. Oleh karena itu
waktu reaksi 2 jam menjadi titik tengah untuk optimasi reaksi,
sedangkan suhu 50oC dipilih menjadi titik tengah dikarenakan beberapa penelitian sintesis MAG secara enzimatis terdahulu dilakukan pada suhu tersebut antara lain: Nuraeni (1998), Pertiwi (1998), Imelda (1999), Watanabe et al. (2003), dan Damstrup et al. (2005), dan suhu yang konstan selama proses selalu dijaga dengan menggunakan circulated water bath agar pengaruh suhu terhadap proses esterifikasi dapat diminimalkan. Circulated water bath akan memanaskan aliran air sesuai dengan suhu yang telah diatur. Aliran tersebut akan menuju ke wadah reaktan berjaket kemudian ke jaket reaktor enzim dan selanjutnya akan kembali ke waterbath. Jadi aliran air sebagai media pemanasan bersifat kontinyu dan tertutup. Volume reaktan yang diujicobakan pada penelitian ini adalah 50 ml dan 100 ml dengan perbandingan pelarut heksan dan tert butanol berdasarkan metode III. Kondisi reaksi pada kedua volume reaktan adalah tetap. Percobaan dilakukan dengan membandingkan hasil reaksi yaitu komposisi MAG dan rendemen. Hasil
47
reaksi menunjukkan pada volume reaktan 50 ml menghasilkan komposisi MAG 81,12% dan rendemen 67,17%, sedangkan penggunaan volume reaktan 100 ml menghasilkan komposisi MAG 74,96%, DAG 1,84%, dan rendemen 77,9%. Berdasarkan hasil reaksi esterifikasi, maka tidak ada perbedaan yang nyata dari hasil kromatogram GC. Oleh karena itu untuk efisiensi biaya pelarut maka pada penelitian ini digunakan volume 50 ml.
Keterangan: A B C D
Komposisi Monoasilgliserol pada sampling jam ke-2 Komposisi Monoasilgliserol pada sampling jam ke-4 Asam Lemak Bebas pada sampling jam ke-2 Asam Lemak Bebas pada sampling jam ke-4
Gambar 21 Komposisi MAG dan asam lemak bebas pada sampling jam ke-2 (A) dan ke-4 (B) reaksi esterifikasi circulated packed bed reactor
48
Optimasi Sintesis MAG dengan Reaksi Esterifikasi Circulated packed bed reactor Berdasarkan penelitian pendahuluan reaksi esterifikasi circulated packed bed reactor, maka ditentukan kisaran suhu dan waktu untuk memperoleh respon yang optimum dapat dilihat pada Tabel 8. Tahap ini dilakukan dengan mengikuti rancangan Central Composite Design (CCD) dari respon surface methods (RSM) yang memberikan persamaan kuadratik yang dapat menunjukkan pengaruh faktor suhu dan waktu reaksi terhadap respon komposisi MAG, rendemen, jumlah MAG. Seluruh perlakuan terdiri dari 13 unit percobaan dimana setiap perlakuan mengikuti rancangan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya pada metode penelitian dan setting perlakuannya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 8 Perlakuan dan kode perlakuan untuk menghasilkan respon maksimum Perlakuan Suhu Waktu
-1,414 45 oC 1jam
Kode perlakuan -1 0 1 o o 46,5 C 50 C 53,5 oC 1,3 jam 2 jam 2,7 jam
1,414 55 oC 3 jam
Komposisi 13 unit percobaan dapat dilihat pada Tabel 9. Nilai komposisi MAG, rendemen, dan jumlah MAG yang telah diperoleh dari 13 unit percobaan selanjutnya dianalisis dengan RSM (response surface methods) untuk memperoleh suhu dan waktu reaksi optimum yang menghasilkan komposisi MAG maksimum. Komposisi MAG merupakan respon yang utama pada penelitian ini. Persamaan model untuk respon MAG sebagai berikut: Y= - 61,700 + 6,088 X 1 +3,259 X 2 – 0,065 X 1 2 + 0,017 X 1 X 2 – 1,792 X 2 2 Dimana X 1 adalah suhu reaksi dan X 2 adalah waktu reaksi. Hasil analisis ANOVA menggunakan program SAS menunjukkan bahwa model permukaan tanggap memiliki nilai R2= 0,5408 artinya persamaan ini dapat menjelaskan sekitar 54,08%
total variabel bebas yang dipelajari (suhu dan waktu reaksi)
terhadap variabel tak bebas (MAG).
49
Tabel 9 Komposisi 13 reaksi esterifikasi pada reaktor Circulated packed bed reactor Kode Suhu
Kode Waktu
-1 -1 -1 1 1 -1 1 1 -1.414 0 1.414 0 0 -1.414 0 1.414 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
MAG (%) 86,75 79,16 80,82 73,4 73,94 79,04 79,38 77,84 81,72 79,63 79,82 82,9 81,12
Rendemen (%) 67,82 63,04 60,83 88,79 70,75 75 55,65 76,78 71,17 73,22 78,64 88,3 67,21
Jumlah MAG 1,39 1,17 1,16 1,54 1,06 1,39 1,04 1,4 1,3 1,34 1,4 1,53 1,69
Hasil analisis kanonik menunjukkan bahwa nilai prediksi MAG pada titik stasioner adalah 82,96% (maksimum). Nilai MAG maksimum diperoleh pada suhu 46,92oC dan waktu 1,1 jam. 84 83 82 81 80 79 78 77 76 75 74 73 72 71 70 69 68 67 66
Gambar 22
Permukaan tiga dimensi optimasi parameter komposisi monoasilgliserol (MAG)
50
Gambar 22 menunjukkan pengaruh suhu dan waktu reaksi terhadap MAG. Berdasarkan Gambar tersebut tampak kurva pada sumbu Y (waktu reaksi) lebih cembung daripada kurva pada sumbu X (suhu reaksi). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh waktu lebih besar dibanding dengan pengaruh suhu reaksi dalam meningkatkan MAG. Pada sumbu Y tampak MAG akan mencapai maksimum pada waktu reaksi 1,1 jam, namun MAG akan semakin menurun dengan semakin meningkatnya waktu lebih dari 1,1 jam. Pada sumbu X tampak bahwa MAG akan mencapai maksimum pada suhu reaksi 46,92oC, namun akan semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya suhu reaksi yang lebih dari 46,92 oC. Gambar 23 adalah kontur dua dimensi MAG. Berdasarkan gambar tersebut tampak titik belok kurva pada sumbu Y (waktu reaksi) lebih tajam dibanding titik belok kurva pada sumbu X (suhu reaksi). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh waktu reaksi lebih besar dalam meningkatkan MAG produk dibanding dengan pengaruh suhu reaksi. Hasil analisis kanonik menunjukkan bahwa MAG pada titik stasioner menunjukkan nilai maksimum yaitu sebesar 82,96%.
Waktu (Jam)
3 2 1 0 40
42
44
46
48
50
52
54
56
58
Suhu (oC)
Gambar 23
Kontur dua dimensi Optimasi Parameter Komposisi Monoasilgliserol (MAG)
Berdasarkan hasil analisis respon rendemen, persamaan yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Y = 48,859 + 4,639 X 1 – 120,524 X 2 – 0,104 X 1 2 + 3,340 X 1 X 2 – 9,271 X 2 2
60
51
Dimana X 1 adalah suhu dan X 2 adalah waktu reaksi. Hasil analisis ANOVA menggunakan program SAS menunjukkan bahwa model permukaan tanggap memiliki nilai R2= 0,7137, artinya persamaan ini dapat menjelaskan sekitar 71,37% total variabel bebas yang dipelajari (suhu dan waktu reaksi) terhadap variabel tak bebas (rendemen). Hasil analisis kanonik menunjukkan bahwa nilai prediksi rendemen pada titik stasioner adalah 73,65% (saddle point). Nilai rendemen diperoleh pada suhu 46oC dan waktu 1,8 jam. Hasil analisis RSM divisualisasikan dalam bentuk gambar permukaan tiga dimensi dan kontur dua dimensi rendemen seperti tampak pada Gambar 24 dan 25. Gambar 24 menunjukkan pengaruh suhu dan waktu terhadap rendemen. Berdasarkan Gambar 24 terlihat bahwa kurva pada sumbu Y (waktu) lebih cembung dibanding dengan kurva pada sumbu X (suhu). Hal ini berarti pengaruh waktu reaksi lebih besar dari pada suhu reaksi dalam meningkatkan rendemen. Kondisi titik stasioner saddle point menunjukkan karakterisasi dari model permukaan tanggap dimana diduga terdapat dua perlakuan optimum yang dapat menghasilkan rendemen optimum.
Gambar 24 Permukaan tiga dimensi optimasi parameter rendemen
52
Berdasarkan Gambar 25, rendemen akan optimum pada dua perlakuan yaitu pada suhu 44oC dan waktu 1,5 jam serta suhu 48,2oC dan waktu 1,8 jam. Semakin meningkatnya suhu di atas 48,2oC maka rendemen akan semakin menurun. Kontur pada Gambar 25 titik belok pada sumbu Y (waktu reaksi) lebih tajam dibanding titik belok kurva pada sumbu X (suhu reaksi). Hal ini berarti pengaruh waktu reaksi lebih besar dalam meningkatkan rendemen produk dibandingkan pengaruh suhu. Hasil analisis kanonik menunjukkan bahwa rendemen pada titik stationer menunjukkan nilai 73.75%.
Waktu (Jam)
3
2
1
0 40
42
44
46
48
50
52
54
56
58
Suhu (oC) Gambar 26 Kontur dua dimensi optimasi rendemen Rendemen pada penelitian ini adalah persen dari berat hasil dibagi dengan berat produk hasil perhitungan stokiometri. Kenaikan suhu akan menyebabkan kenaikan asam lemak bebas dan diasilgliserol (DAG) yang terdapat dalam rendemen hasil sintesis. Hal ini terjadi dikarenakan reaksi esterifikasi telah mengalami reaksi lanjut dimana migrasi asil semakin banyak terjadi. Reaksi gliserolisis minyak bunga matahari pada suhu 30, 35, 40, 45, dan 50o C dalam sistem packed bed reactor menunjukkan bahwa kenaikan suhu menyebabkan kecenderungan meningkatnya pembentukan MAG. Rendemen MAG konstan setelah suhu 40o C dan TAG telah terkonversi seluruhnya. Hal ini menunjukkan bahwa suhu tidak signifikan pengaruhnya pada sistem packed bed ini, namun hal ini dikarenakan telah tercapainya rendemen 75% pada kesetimbangan reaksi (Yang et al., 2005).
60
53
Gliserol mempengaruhi stabilitas dan homogenitas sistem. Pada penelitian ini rasio molar substrat antara asam laurat dan gliserol adalah 1:5. Semakin rendah gliserol menyebabkan semakin rendahnya MAG karena rendemen yang dihasilkan menjadi rendah. Rendemen reaksi esterifikasi juga ditentukan oleh waktu reaksi, karena reaksi esterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan maka pada waktu tertentu reaksi dapat berjalan ke arah sebaliknya. Jumlah MAG merupakan hasil dari rendemen dikalikan dengan berat hasil reaksi. Jumlah MAG menunjukkan kadar MAG sebenarnya yang terdapat pada hasil reaksi. Persamaan kuadratik dari respon jumlah MAG adalah sebagai berikut: Y= 15,74-0,5X 1 – 2,44 X 2 + 0,0038 X2 + 0,076 X 1 X 2 - 0,29 X 2 2 Dimana X 1 adalah suhu reaksi dan X 2 adalah waktu reaksi.
2 1.9 1.8 1.7 1.6 1.5 1.475 1.4 1.3 1.2 1.1 1 0.9 0.8
Gambar 26
Permukaan tiga dimensi optimasi jumlah monoasilgliserol
54
Hasil analisis ANOVA menggunakan program SAS menunjukkan bahwa model permukaan tanggap memiliki nilai R2= 0,8318 artinya persamaan kuadratik dapat menjelaskan sekitar 83% total variabel bebas (suhu dan waktu reaksi) terhadap variabel tak bebas (jumlah MAG). Hasil analisis kanonik menunjukkan bahwa jumlah MAG pada titik stasioner adalah saddle point (1,4755 gram). Jumlah MAG diperoleh pada suhu 47,23oC dan waktu reaksi 1,9 jam. Model tiga dimensi permukaan tanggap untuk respon jumlah MAG dapat dilihat pada Gambar 26. Berdasarkan Gambar tersebut tampak kurva pada sumbu Y . Pada (waktu reaksi) lebih cembung dibanding dengan kurva pada sumbu X (suhu reaksi). Hal ini berarti bahwa pengaruh waktu reaksi lebih besar dibandingkan dengan pengaruh suhu reaksi dalam meningkatkan jumlah MAG produk. Berdasarkan Gambar 27 tampak bahwa terdapat dua daerah kontur yang terpisah. Kontur pertama memiliki nilai maksimum pada suhu waktu 1.75 jam dan suhu 45.5oC, kemudian daerah kontur dua memiliki nilai maksimum pada waktu 2 jam dan suhu reaksi 49oC. Namun berdasarkan analsis kanonik maka Jumlah MAG pada titik stasioner adalah 1.476 gram. Berdasarkan Gambar 27 tampak titik belok sumbu Y (waktu reaksi) lebih tajam daripada titik belok pada sumbu X (suhu reaksi). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh waktu reaksi lebih besar dalam meningkatkan jumlah MAG produk dibanding pengaruh suhu reaksi.
Waktu (Jam)
3 2.5 2 1.5 1 45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
Suhu (oC) Gambar 27 Kontur dua dimensi Optimasi Jumlah Monoasilgliserol (MAG)
2 1.95 1.9 1.85 1.8 1.75 1.7 1.65 1.6 1.55 1.5 1.45 1.4 1.35 1.3 1.25 1.2 1.15 1.1 1.05 1 0.95 0.9 0.85
55
Berdasarkan hasil analisis respon surface tampak bahwa waktu reaksi merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap respon MAG, rendemen, dan jumlah MAG dalam reaksi esterifikasi circulated packed bed reactor. Circulated packed bed reactor lebih menguntungkan daripada reaktor stirred tank batch. Kelebihannya adalah enzim dapat digunakan kembali, meminimalkan kerja, operasional dan konstruksi reaktor. Permasalahan kehilangan enzim pada proses transfer dapat terhindarkan. Reaktor packed bed juga terpilih karena siap untuk penggandaan skala. Pengaruh circulated packed bed reactor akan meningkatkan produktivitas reaksi. Pada reaksi ini, substrat tidak bisa melalui reaktor enzim dibawah kecepatan alir optimum. Semakin tinggi kecepatan, maka semakin sedikit kontak dengan enzim, dan transfer massa eksternal akan terbatas. Peningkatan kecepatan alir berpengaruh terhadap penurunan kecepatan reaksi. Oleh karena itu waktu reaksi yang optimum akan mencapai konversi yang diinginkan. Sebagian enzim akan terdenaturasi parsial sebagai akibat
pergerakan enzim
menyebabkan abrasi
diantara partikel enzim. Optimasi dilakukan dengan range nilai suhu dan waktu reaksi serta memaksimalkan nilai MAG sebagai parameter utama. Hasil optimasi dari 13 perlakuan desain proses yang diolah dengan respon surface methods (RSM) menghasilkan nilai variabel respon yang optimum. Tabel 10 menunjukkan desain proses optimal yang hasil optimasi dengan RSM Tabel 10 Parameter proses terpilih hasil optimasi Parameter proses optimal Suhu (oC) Waktu (jam)
Nilai 46,92 1,1
Desain proses optimasi dengan MAG maksimal hasil RSM adalah menggunakan suhu 46,92oC dan waktu 1,1 jam. Proses reaksi tersebut diprediksi dapat menghasilkan MAG sebesar 82,96%.
56
Verifikasi Kondisi Optimum Sintesis MAG Secara Circulated packed bed reactor Verifikasi dilakukan
untuk melihat konsistensi produk MAG yang
diperoleh yaitu dengan melihat nilai Coefficient of Variation (CV). Verifikasi kondisi optimum dilakukan sebanyak lima kali ulangan terhadap kondisi optimum reaksi sintesis MAG untuk parameter MAG (suhu 46,92 oC dan waktu 1,1 jam) (Tabel 11). Konsistensi dievaluasi berdasarkan nilai CV.
CV didefinisikan
sebagai rasio dari standar deviasi dengan rata-rata populasi. Persentase CV (relative standard deviation) dapat dihitung dnegan rumus sebagai berikut:
Berdasarkan data hasil verifikasi pada Tabel 11, nilai MAG (83,19 %) lebih tinggi dari prediksi nilai hasil analisis kanonik yaitu 82,96%. CV/ RSD dari verifikasi MAG adalah 4,25%. Hal ini berarti hasil verifikasi dapat diterima. Menurut Patel et al. (2001) melaporkan bahwa RSD/CV sangat bervariasi tergantung pada jenis percobaan, faktor dan karakter yang diukur. Kisaran CV yang dapat diterima adalah kurang dari 15 persen untuk berbagai percobaan. Penyimpangan data hasil verifikasi dan hasil prediksi analsis kanonik sebesar 0,28%. Tabel 11 Hasil verifikasi kondisi optimum sintesis MAG No 1 2 3 4 5 Rata-rata SD %CV/RSD Prediksi Titik Stasioner Penyimpangan
Kadar MAG Hasil Analisis (%) 85,40 78,51 78,79 87,34 85,92 83,19 3,51 4,25 82,96 0,28
Rendemen (%) 78,79 84,18 76,92 84,61 80,93 81,09 2,99 3,69 73,75 9,95
57
Perbedaan nilai MAG antara hasil analisis kanonik dan hasil verifikasi kemungkinan dikarenakan reaksi sistesis MAG menggunakan reaktor circulated packed bed reactor memiliki kendala untuk menjamin aliran berjalan baik melalui reaktor enzim seperti yang diungkapkan oleh Suan (2005). Selang yang menghubungkan reaktor substrat dan enzim melalui pompa peristaltik sering mengalami lipatan. Hal ini yang menyebabkan adanya perbedaan waktu kontak substrat dengan enzim. Lipatan
menyebabkan aliran tidak lancar kemudian
mengakibatkan waktu kontak dengan enzim menjadi tidak sama, akibatnya MAG yang terbentuk berbeda-beda. Kemudian menurut Suan (2005), kendala lain pada sistem packed bed reaktor adalah saluran tersumbat dan pemadatan enzim. Akibatnya alur reaktan yang melewati enzim terhambat dan enzim tidak bekerja efektif. memiliki
Pelarut
pengaruh juga terhadap reaksi katalis-lipase, ada korelasi langsung
antara hidrofobisitas pelarut dan aktivitas enzim. Pelarut organik dapat menyebabkan pengaruh signifikan pada enantioselectivity lipase. Hal ini karena molekul pelarut bisa mengkoordinasikan sisi aktif enzim dengan enansiomer secara berbeda-beda. Faktor lainnya adalah kadar air. Air adalah nukleofil kompetitif untuk enzim asil intermediet. Air berpartisipasi dalam tahap enantioselektivitas, ketika bagian asil dari asil enzim adalah asimetris. Ini berarti bahwa kegiatan enantioselectivity lipase dipengaruhi oleh air hanya dalam kasus substrat dengan sebagian asil kiral. Air dapat bersaing dengan alkohol dalam deacylation. Penghilangan air berpengaruh terhadap reaksi sintesis. Namun, sejumlah kecil air diperlukan untuk aktivasi enzim. Peningkatan suhu tentu akan meningkatkan mobilitas segmen protein, tetapi mengurangi hambatan interaksi hidrofobik. Hal ini menyebabkan secara tidak langsung terhadap penurunan dari enantioselectivity enzim. Kebanyakan lipase secara optimal aktif antara 30 dan 40° C. Mekanisme reaksi lipase dapat dibagi menjadi 4 langkah, yaitu: a) Adsorpsi lipase ke interfase; b) Pengikatan substrat untuk enzim lipase; c) Reaksi kimia; d) Pelepasan produk. Adsorpsi lipase ke interfase merupakan proses interaktif. Hal ini karena melibatkan perubahan konformasi sebagai akibat dari induksi interfase.
58
Perubahan konformasi enzim ke antarmuka akan menarik. Setelah adsorpsi dari enzim ke interfase, sisi aktif terbuka untuk mengikat substrat. Reaksi ini terjadi dengan serangan nukleofilik pada kompleks substrat. Terjadinya reaksi kimia adalah karena aksi dari rangkaian katalitik dalam gugus karbonil, yang mengikat dekat sisi aktif. Karena rangkaian katalitik bereaksi dengan gugus karbonil, rantai asil harus terletak dekat permukaan enzim. Ukuran rantai Asil yang paling penting dalam proses pengikatan. Setelah terikat, produk reaksi dilepaskan. Kemudian tempat tersebut akan diambil oleh substrat lain untuk reaksi dengan menggunakan mekanisme yang sama. Pembentukan kompleks asil enzim adalah karena interaksi hidrofobik. Interaksi kompleks enzim asil merupakan gaya entropis yang cenderung untuk mengumpulkan kelompok-kelompok non-polar. Kompleks enzim dan substrat melibatkan buka tutup atau flap sisi aktif enzim. Ketika menutup, sisi interfase hidrofobik dalam posisi terbuka. Sisi substrat hidrofilik masuk di rongga polar enzim. Hasil pemodelan molekuler menunjukkan bahwa konformasi tutup terbuka distabilkan oleh ikatan hidrogen. Sisi Arg-86 terlibat dalam stabilisasi ini. Sebuah ruang kosong terbentuk antara permukaan hidrofob tutup dan enzim selama aktivasi interfase
untuk mengikat rantai asil. Interaksi antara residu
nonpolar dari ruang kosong dan rantai asil bisa menstabilkan kelompok non-polar. Konfigurasi ruang
kosong bertanggung jawab atas spesifisitas substrat. Ini
menjelaskan kemampuan lipase untuk membedakan panjang rantai asil, derajat jenuh dan lokasi ikatan ganda dalam rantai asil. Oleh karena itu, lipase menunjukkan sifat katalitik ketika memiliki konformasi sesuai dengan substrat. Ping pong atau mekanisme Bi-Bi ganda digunakan untuk menjelaskan reaksi secara keseluruhan terlibat. Ini adalah mekanisme reaksi dalam dua langkah. Pertama, serangan nukleofilik gugus hidroksil serin pada ikatan ester dan hasil dalam pembentukan suatu asil enzim. Setelah itu, porsi alkohol dilepaskan dari molekul substrat. Kedua, hidrolisis dari enzim asil adalah untuk melepaskan enzim bebas. Reaksi ini melibatkan transfer asil donor untuk enzim, diikuti dengan transfer kedua dari enzim untuk substrat akseptor dalam dua reaksi. Skema reaksi dapat dilihat pada Gambar 28.
59
Keterangan: E F R1COOH R2R3OH R2R3COOR1 Kn n Gambar 28
:Enzim : Asil Enzim : Asam Lemak :Alkohol : Ester : Kecepatan konstan : positif untuk arah lanjut, negatif untuk arah sebaliknya
Skema mekanisme ping pong bi bi oleh Candida antartica (Roticci, 2000 di dalam Suan, 2005)
Volume reaktan yang kontak dengan enzim berdasarkan pada residence time penelitian ini adalah 23,57 menit . Berdasarkan pada volume reaktan 50 ml dan kecepatan alir 0,7 ml/ menit, maka reaktan yang kontak dengan enzim adalah 71,43 menit. Sehingga dalam waktu optimum hasil optimasi , yaitu 1,1 jam (66 menit). Reaktan yang kontak dengan enzim adalah 46,2 ml., sehingga reaktan yang tidak bereaksi adalah sekitar 3,8 ml. Walaupun masih terdapat substrat yang tidak bereaksi dengan enzim, namun reaksi esterifikasi enzimatis circulated packed bed reactor ini sudah mencapai maksimum menghasilkan kadar MAG diatas 80%. Kemudian pada verifikasi kondisi optimum MAG, rendemen yang didapat lebih tinggi dari kondisi optimasi untuk rendemen (73,75%) yaitu 81,09% . Hal ini dikarenakan reaksi esterifikasi pembentukan MAG berlangsung optimum. Rendemen pada penelitian ini dipengaruhi pula oleh teknik pemanenan produk. Produk yang dihasilkan setiap reaksinya sangat kecil sekitar 1,4- 2 gram, oleh karena itu dibutuhkan ketelitian saat pemanenan. Produk yang tertinggal dalam
60
reaktor enzim dan selang dicuci menggunakan heksan, sehingga produk akan larut dalam heksan yang kemudian akan di evaporator menggunakan rotavapor. Pada saat rotavapor menjadi sangat kritis karena jumlah produk yang sangat kecil sehingga pengambilan produk harus dilakukan dengan teliti. Setelah itu produk dikristalisasi selama 16-18 jam pada suhu 7o C, kemudian ditimbang setelah berat konstan. CV/RSD dari verifikasi rendemen adalah 3,69%, hal ini berarti hasil verifikasi dapat diterima. Jumlah MAG hasil verifikasi (1.64 gram) lebih besar dari prediksi hasil analisis kanonik optimasi jumlah MAG (1.48 gram). Besar jumlah MAG tergantung pada berat produk hasil reaksi dan komposisi MAG produk. Jumlah MAG perlu diketahui dikarenakan rendemen produk merupakan campuran dari MAG, DAG, dan asam lemak bebas. CV/RSD hasil verifikasi jumlah MAG (10.08%), hal ini berarti hasil verifikasi dapat diterima. Karakterisasi Sifat Kimia Produk Monoasilgliserol Karakterisasi produk dilakukan untuk mengetahui sifat kimia dari MAG yang dihasilkan dari optimasi dengan nilai MAG maksimum. Karakterisasi sifat kimia produk meliputi kadar asam lemak bebas, kadar gliserol bebas, bilangan peroksida, komposisi MAG, dan analisis titik leleh. Karakteristik produk dapat dilihat pada Tabel 12. Produk Monolaurin yang dihasilkan pada penelitian ini merupakan serbuk berwarna putih (Gambar 29).
Gambar 29
Produk monolaurin hasil esterifikasi enzimatis circulated packed bed reactor
61
Tabel 12
Karakteristik monolaurin hasil optimasi dan monolaurin komersial
Parameter
Satuan
Kadar
Monolaurin
Monolaurin
a)
komersial b)
Komersial Bilangan Asam Bilangan Peroksida Kadar Gliserol Bebas Titik Leleh Komposisi Gliserida
%
1.78±0.08
Max 1.5
Max 2
Meq O 2 /kg %
0,49 ± 0,14
-
-
0.26
Max 4
2
o
53-53.5 Monolaurin 83,19
Approx 59-60o Monoester: 90 (campuran asam kaprilat, asam laurat, asam miristat a)Colonial Monolaurin; b) Gliserol Mono Laurat C %
Destilat monolaurin 75
Reaksi esterifikasi selain menghasilkan MAG, DAG, dan TAG juga menghasilkan air sebagai by product. Air dalam reaksi memiliki dua fungsi, yaitu: 1) sebagai syarat bagi enzim untuk mempertahankan hidrasi aktifnya memenuhi kebutuhan aktivitas termodinamik, air yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil; 2) air dapat menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis, karena reaksi esterifikasi berjalan reversible (Gunstone et al., 1997). Reaksi hidrolisis yang terjadi dapat menghasilkan asam lemak bebas. Kadar asam lemak bebas yang terdapat dalam produk diharapkan sekecil mungkin karena mempengaruhi kualitas produk antara lain menyebabkan off odor
akibat oksidasi dan menyebabkan
rendahnya daya emulsifikasi. Hasil analisis kadar asam lemak bebas (ALB) produk MAG hasil verifikasi relatif sama dengan produk monolaurin komersial Tabel 12. Berdasarkan hasil analisis produk MAG hasil verifikasi memiliki kadar asam lemak bebas 1,78±0,08 %. Nilai kadar ALB produk hasil verifikasi jika dibandingkan dengan produk komersial (Colonial Monolaurin) sedikit lebih tinggi. Karakteristik produk komersial memiliki kadar ALB maksimal 1,5% (Anonim, 2009b). Colonial monolaurin merupakan produk yang mengandung monolaurin pada produk pasta gigi, sabun antiseptik, dan body lotion. Sedangkan pada produk komersial gliserol mono laurat yang berfungsi sebagai emulisfier,
62
kadar asam lemak bebas produk hasil penelitian sedikit lebih rendah dari komersial yang memiliki kadar ALB max 2% Bilangan peroksida menunjukkan derajat oksidasi dari minyak/ lemak. Bilangan peroksida 10,0 meq O 2 /kg akan menginaktivasi katalis sebanyak 0,054 kg/ton minyak (De Greyt et al., 1997). Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh akan mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Berdasarkan hasil analisis, didapatkan bilangan peroksida 0,49 ± 0,14 meq O 2 /kg produk MAG (Tabel 12). Nilai tersebut dapat dikatakan relatif kecil. Reaksi oksidasi kemungkinan terjadi dikarenakan suhu yang terlampau tinggi pada saat evaporasi dan terdifusinya oksigen pada saat reaksi esterifikasi berjalan. Gliserol bebas adalah molekul gliserol yang terdapat pada produk. Gliserol bebas berpengaruh terhadap titik asap minyak. Semakin tinggi titik asap maka minyak tersebut semakin baik. Gliserol bebas hadir karena proses reaksi esterifikasi yang tidak sempurna. Kadar gliserol bebas yang terdapat pada produk MAG hasil verifikasi adalah 0,26%. Nilai tersebut lebih rendah dari monolaurin komersial gliserol mono laurat yang memiliki kadar gliserol bebas 2%. Komposisi gliserida bahan baku asam laurat, produk hasil reaksi esterifikasi secara batch, produk hasil esterifikasi secara circulated packed bed reactor dan standar monolaurin dianalisis secara semi kuantitatif menggunakan gas kromatografi (GC-FID). Kromatogram GC bahan baku, produk, dan standar monolaurin tersaji pada Gambar 30. Kemudian untuk mengetahui secara kuantitatif
komposisi
gliserida
menggunakan GC-MS Pyrolisis.
pada
produk
hasil
verifikasi
dianalisis
63
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 30
Kromatogram GC asam laurat (a); standar monolaurin (Sigma) (b); produk reaksi batch (c); produk reaksi circulated packed bed reactor (d)
Gambar 31
Kromatogram GC-MS Pyrolisis produk monolaurin hasil Verifikasi
64
GC MS Pyrolisis (Py / GC / MS) adalah metode instrumental yang memungkinkan untuk mengkarakterisasi produk dari makromolekul kompleks dan tidak volatil yang ditemukan pada hampir materi di alam. Berbeda dari sistem pada GC/MS, sampel dapat dianalisis secara langsung dengan injeksi langsung dari pelarut organik yang sangat halus, beberapa mg/µg dari bahan alam asli. Hasil kromatogram dari analisis produk hasil penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 31. Produk MAG hasil esterifikasi yang telah diverifikasi setelah dibandingkan dengan kromatogram GC-MS Pyrolisis standar monolaurin (Gambar 32), mengandung 71,62% komponen Monolaurin yang terdiri dari 68,99% 2Monolaurin dan 2,63% 1-Monolaurin. Hasil tersebut sesuai dengan Irimescu et al., 2002 menunjukkan bahwa daerah isomer murni 2-monogliserida (98%) dapat diperoleh melalui etanolisis triasilgliserol menggunakan lipase Novozyme® 435 dengan pelarut polar (etanol). Begitu pula dengan reaksi esterifikasi circulated packed bed reactor mengggunakan Novozyme® 435 dengan pelarut organik menghasilkan lebih banyak fraksi 2-Monogliserida (96%).
Gambar 32 Kromatogram GC-MS Pyrolisis standar monolaurin
65
Lemak atau minyak hewani dan nabati merupakan campuran dari gliserida dan komponen lainnya, sehingga tidak mempunyai titik cair yang tajam, tetapi mencair di antara kisaran suhu tertentu. Semakin panjang rantai karbon suatu asam lemak, titik cairnya akan semakin meningkat (Krischenbauer, 1960). Asam lemak yang memiliki derajat kejenuhan yang semakin tinggi akan mempunyai titik cair yang semakin rendah. Asam lemak yang berstruktur trans mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada asam lemak yang berstruktur cis (Ketaren, 2005). Monogliserida termasuk dalam golongan polimorfik seperti trigliserida dan mengeras dari lelehan dalam bentuk kristal α, dimana akan berubah menjadi bentuk kristal sub-α setelah mengalami pendinginan. Kedua bentuk kristal α tersebut termasuk intermediet dan nantinya akan berubah menjadi bentuk kristal β yang stabil dan memiliki titik leleh yang tinggi (Gunstone and Padley, 1997). Berdasarkan hasil analisis, titik leleh asam lemak laurat berada pada kisaran 44oC, sedangkan produk MAG hasil optimasiyang telah diverifikasi memiliki kisaran titik leleh 53-53.5oC. Perbedaan titik leleh ini disebabkan oleh adanya perbedaan jumlah ikatan hidrogen pada gugus karboksil serta interaksi hidrofobik di sepanjang rantai hidrokarbon masing-masing produk. Stabilitas Enzim Novozyme® 435 pada Sintesis MAG Circulated packed bed reactor Stabilitas enzim merupakan faktor penting pada aplikasi bioproses komersial industri lemak dan minyak, terutama dikarenakan harga enzim yang mahal. Stabilitas enzim menunjukkan kemungkinan enzim untuk digunakan kembali tanpa penurunan aktivitas enzim yang signifikan. Stabilitas enzim lipase pada sistem circulated packed bed reactor dapat diketahui dengan cara melakukan analisis terhadap produk yang dihasilkan selama reaktor circulated packed bed reactor yang dioperasikan secara terus-menerus dalam jumlah siklus tertentu. Uji Stabilitas enzim dilakukan dengan cara mengulangi siklus reaksi pada kondisi yang sama yaitu pada suhu dan waktu optimum yang telah diverifikasi. Analisis komposisi asil gliserol dilakukan pada setiap siklus reaksi. Reaksi berlangsung selama 1,1 jam dengan 1 siklus pada suhu 46,92o C, reaksi berlangsung hingga 10
66
siklus. Reaktor dioperasikan dengan space time 23,57 menit (laju aliran substrat 0,7 ml/ menit). Sebelum digunakan kembali enzim dicuci dengan heksan untuk menghilangkan inhibitor yang dapat menghambat kinerja enzim. Kerja enzim dapat dihambat sementara atau tetap oleh inhibitor berupa zat kimia tertentu. Zat kimia tersebut merupakan senyawa selain substrat yang biasa terikat pada sisi aktif enzim sehingga antara substrat dan inhibitor terjadi persaingan untuk mendapatkan sisi aktif .
Gambar 33 Kadar monoasilgliserol (MAG) produk setiap siklus selama uji stabilitas enzim Berdasarkan hasil uji stabilitas enzim pada Gambar 33
tampak profil
produk untuk MAG selama 10 kali siklus reaksi. Terjadi kenaikan yang signifikan pada siklus kedua dimana MAG naik ± 20% yaitu dari 77,62 % (rata-rata dua ulangan siklus pertama) menjadi 92,86% (rata-rata dua ulangan siklus kedua). Hal ini kemungkinan enzim baru dapat bekerja optimum atau mencapai kondisi steady state setelah satu siklus. Namun terjadi pula penurunan komposisi MAG sebesar ± 18% dari siklus kedua (92,86%) ke siklus ketiga (75,85%) dari kadar MAG awal. Kecepatan reaksi meningkat sebanding dengan meningkatnya konsentrasi substrat, kemudian menjadi jenuh pada konsentrasi substrat yang tinggi. Demikian yang terjadi pada penurunan komposisi MAG. Komposisi siklus ketiga hingga kesepuluh relatif stabil dan cenderung membentuk pola linearitas penurunan. Reaksi esterifikasi berjalan reversible karena lipase berfungsi sebagai katalis dalam reaksi. Perbedaan komposisi MAG dikarenakan migrasi asil.
67
Migrasi asil terjadi karena enzim lipase komersil yang digunakan yaitu novozyme® 435 kinerjanya bersifat random (tidak selektif posisi sn-1,3) sehingga memungkinkan terjadi transesterifikasi.
Transesterifikasi terjadi karena asam
lemak terpotong-potong kemudian bereaksi kembali dengan gliserol. Migrasi asil juga terjadi kemungkinan karena pemanasan yang terlalu tinggi pada saat rotavapor. Chabanov, et al. (1979) di dalam Bockish (1998) melaporkan bahwa ineseterifikasi langsung terjadi dimulai pada suhu 70-80oC. Penghilangan pelarut dari produk mencapai suhu 80o C, hal ini dikarenakan pelarut yang digunakan yaitu tert-butanol memiliki titik didih yang tinggi sekitar 83o C (Anonim, 2011). Berdasarkan jumlah produk MAG yang dihasilkan terlihat bahwa selama 10 kali reaksi terjadi penurunan jumlah produk MAG sekitar 7% dari komposisi MAG pada siklus ketiga saat reaksi mencapai steady state. Komposisi MAG setelah 7 kali siklus reaksi adalah 70,48 %. Komposisi MAG yang dihasilkan (y) merupakan fungsi dari siklus reaksi (x) dan dapat dinyatakan dengan persamaan linear: Y= -1,526 x + 83,97........................................................(1) R2= 0,710 Persamaan linear tersebut dilakukan pada siklus ketiga hingga kesepuluh, dikarenakan siklus pertama dan kedua menunjukkan kondisi enzim belum steady state.
Gambar 34 Rendemen hasil uji stabilitas enzim
68
Rendemen merupakan faktor pertimbangan yang sangat penting pula pada aplikasi bioproses circulated packed bed reactor, karena menunjukkan kemampuan enzim untuk tetap menghasilkan jumlah produk yang stabil. Gambar 34 dan 35 menunjukkan rendemen produk MAG dan jumlah MAG selama 10 kali siklus reaksi mengalami penurunan masing-masing sekitar 16 % dari rendemen awal saat reaksi mencapai kondisi steady state. Rendemen MAG setelah 10 kali siklus reaksi adalah 64,25%, sedangkan jumlah MAG adalah 1,16 gram. Rendemen produk MAG yang dihasilkan (y) merupakan fungsi dari siklus reaksi (x) dan dapat dinyatakan dengan pola persamaan linear: Y= -1,366x+ 81,51....................................................(2) R2= 0,557
Gambar 35 Jumlah monoasilgliserol (MAG) Hasil Uji Stabilitas Enzim Sedangkan Jumlah MAG yang dihasilkan (y) merupakan fungsi dari siklus reaksi (x) membentuk suatu pola dan dapat dinyatakan dengan persamaan linear: Y= -0,039x+1,547............................................................(3) R2= 0,700 Pada penelitian ini, persamaan 1, 2, dan 3 digunakan untuk menduga waktu operasi reaktor apabila parameter komposisi MAG, rendemen, dan jumlah MAG
69
yang dihasilkan telah mencapai persentase tertentu dibandingkan dengan parameter-parameter tersebut pada awal reaksi. Dugaan waktu operasi reaktor berdasarkan persamaan parameter-parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 13, 14, dan 15. Pada saat komposisi MAG mencapai 50%, diasumsikan bahwa aktivitas lipase juga tinggal 50%. Hal ini didentikkan dengan waktu paruh aktivitas lipase (Soekopitojo, 2003). Oleh karena itu, waktu paruh aktivitas lipase pada penelitian ini diduga sekitar 30 kali siklus berdasarkan komposisi MAG yang dihasilkan, sedangkan waktu paruh aktivitas lipase pada penelitian ini diduga sekitar 31 kali siklus berdasarkan rendemen MAG yang dihasilkan. Jika berdasarkan jumlah produk MAG yang dihasilkan, maka waktu paruh aktivitas lipase sekitar 20 kali siklus. Tabel 13
Dugaan Jumlah Siklus Operasi Reaktor Berdasarkan Persentase Komposisi MAG yang Dihasilkan
Persentase Komposisi MAGa) (% dari Komponen MAG pada awal reaksi) 96%
7
50%
30
40%
35
30%
40
20%
45
10%
50
a)
Jumlah Siklus Operasi Reaktor
Persentase Komposisi MAG yang dihasilkan diasumsikan setara dengan persentase aktivitas Lipase yang tersisa
70
Tabel 14 Dugaan Jumlah Siklus Operasi Reaktor Berdasarkan Persentase Rendemen Produk MAG yang Dihasilkan Persentase Rendemen Produk MAGa) (% dari Komponen MAG pada awal reaksi) 93,5%
7
50%
31
40%
37
30%
43
20%
48
10%
54
Jumlah Siklus Operasi Reaktor
a)
Persentase Rendemen yang dihasilkan diasumsikan setara dengan persentase aktivitas yang tersisa
Tabel 15
Lipase
Dugaan Jumlah Siklus Operasi Reaktor Berdasarkan Persentase Jumlah Produk MAG yang Dihasilkan
Persentase Jumlah Produk MAGa) (% dari Komponen MAG pada awal reaksi) 92%
7
50%
20
40%
24
30%
27
20%
30
10%
34
Jumlah Siklus Operasi Reaktor
a)
Persentase Jumlah Produk MAG yang dihasilkan diasumsikan setara dengan persentase aktivitas Lipase yang tersisa
Stabilitas enzim pada aplikasi bioproses secara komersial merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam analisis ekonomi. Produk Monolaurin yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dikelompokkan sebagai high cost low volume products, karena perlu biaya tinggi dalam proses produksinya serta produk yang dihasilkan biasanya jumlahnya sedikit. Pada produk jenis ini, umur pakai enzim lipase menjadi pertimbangan utama dan biasanya digunakan secara terusmenerus sampai aktivitasnya tinggal 10% (Soekopitojo, 2003).
71
Berdasarkan komposisi MAG, rendemen, dan Jumlah MAG pada uji stabilitas enzim maka enzim imobil Novozyme® 435 dapat dikategorikan cukup stabil terhadap pelarut organik pada konsentrasi cukup tinggi. Konformasi katalitik tidak berubah dikarenakan suhu dan waktu reaksi serta pelarut kimia yang digunakan dalam reaksi. Stabilitas enzim aktual pada proses tergantung pada faktor suhu, kadar air, pelarut organik, dan konsentrasi substrat (Carta et al., 1991 di dalam Suan, 2005).
72
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kondisi esterifikasi circulated packed bed reactor pada penelitian ini adalah rasio asam lemak/gliserol (1:5); volume reaktan 50 ml, rasio substrat/ pelarut (1:8,8), dan residence time 23,57 menit. Hasil optimasi reaksi tersebut menggunakan respon permukaan tanggap menunjukkan persamaan kuadrat optimasi MAG adalah Y= - 61,700 + 6.088 X 1 +3.259 X 2 – 0.065 X 1 2 + 0.017 X 1 X 2 – 1.792 X 2 2 dan menghasilkan MAG maksimum pada suhu dan waktu reaksi optimum 46,92oC and 1,1 jam. Kemudian hasil optimasi diverifikasi sebanyak lima kali menghasilkan MAG 83,19%, rendemen 81,09%, and jumlah MAG 1,65 gram. Karakterisasi fisikokimia produk hasil verifikasi memiliki bilangan asam 1,78 ±0,08 %, bilangan peroksida 0,49 ± 0,14 meq O 2 /kg MAG, kadar gliserol bebas 0,26%, dan memiliki kisaran titik leleh 53-53,5oC. Berdasarkan jumlah produk MAG yang dihasilkan terlihat bahwa selama 10 kali reaksi terjadi penurunan jumlah produk MAG sekitar 7 % dari komposisi MAG awal, sedangkan rendemen dan jumlah produk MAG selama 10 kali siklus reaksi mengalami penurunan sekitar 16 % dari rendemen awal. Saran 1.
Penelitian lanjutan yaitu purifikasi produk dengan destilasi untuk menghasilkan Monolaurin yang lebih tinggi dan Scaling up produksi Monolaurin.
2.
Aplikasi sintesis monolaurin secara sirkulasi circulated packed bed reactor dibandingkan hasilnya dengan aplikasi secara circulated packed bed reactor tanpa sirkulasi.
73
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2009a. Novozyme 435. www. Novozyme.com [31 Januari 2009] [Anonim]. 2009b. Colonial Monolaurin. http://www.colonialchem.com/Products/ Personal-Care/Colonial-Surfactants/228/Colonial-Monolaurin [12 Februari 2011] [Anonim]. 2011. Tert Butanol. http://www.chemnet.com/dict/dict--75-65-0-id.html. [25 Februari 2011] [AOAC] Association Of Analytical Communities. 1995. Official Methods of Analysis of AOAC International 16th edition, 5th Revision, 1999. Vol 2. USA: AOAC Inc [AOAC]. 1995. Mono and Diglycerides in Fat and Oils Gas Chromatographic Method [AOCS] American Oil Chemists’ Society. 1998. Free Fatty Acid in Fat and Oils Titration Method [AOCS]. 2003. Free Glycerol in Fat and Oils Titration Method Arbianti R, Utami TS, Hermansyah H, Handayani W. 2008. Pemanfaatan Biji Wijen Sebagai Sumber Enzim Lipase untuk Reaksi Esterifikasi GliserolAsam Laurat pada Pembuatan Agen Pengemulsi. Proseeding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses ISSN: 1411-4216 Banu C, Preda N, Vasu SS. 1983. Produsele alimentare si inocuitatea lor. Ed.Tehnica, Bucuresti, 400 – 402. Di dalam : Mono and Diglycerides – Synthesis and Uses. Adina Ionuta Gavrila, R. Avram, P. Chipurici. 12th Romanian International Conference on Chemistry and Chemical Engineering Bornscheuer, UT. 1995. Lipase-catalyzed Snytheses of Monoacylglycerol. Enzyme and Microbial Technology, 17:578-586 Borgstrom,B dan HL Brockman. 1984. Lipases. Elsevier. USA [BSN] Badan Standardisasi Nasional. SNI 01-0003-1992. Minyak Inti Sawit. Chabanov dan Topalova. 1998. Modification of Fats and Oils. Di dalam: Bockisch, M, editor. Fats and Oils Handbook. AOCS Press. Champaign, Illinois Chetpattananondh P dan C Tongurai. 2008. Synthesis of high purity monoglycerides from glycerol and palm stearin. Songklanakarin J. Sci. Tech 30 (4):515-521
74
Cochran W G dan GM Cox. 1962. Experimental Design. John Wiley & Sons, Inc., New York Cotton LN dan DL Marshall. 1997. Monolaurin Preparation Method Affects Activity Againts Vegetative Cells of Bacillus cereus. Journal of Food Science and Technology. 30: 830-833 Damstrup ML, T Jensen, FV Sparso, SZ Kiil, AD Jensen, dan X Xu. 2005. Solvent Optimization for Efficient Enzymatic Monoacylgycerol Production Based on a Glycerolysis Reaction. J.Am. Oil Chem. Soc. 82:559-664 ________. 2006. Production of Heat-Sensitive Monoacylglycerols by Enzimatic Glycerolysis in tert-Pentanol: Process Optimization by Response Surface Methodology. J.Am. Oil Chem. Soc.83: 27-33 De Greyt W, A Huyghebaert, dan M Kellens. 1997. Chemical and Physicochemical Modification of Lipids. Didalam : Structural Modified Food Fats : Synthesis, Biochemistry, and Use. Armand B. Christophe (ed). AOCS Press. Champain, Illinois Divakar S dan B Manohar. 2007. Use of Lipases in the Industrial Production of Esters. Di dalam: J Polaina dan A P MacCabe (eds). Industrial Enzymes: 283-300. Springer. Netherlands Dordick, J. S. 1989. Enzymatic catalysis in monophasic organic solvents. Enzyme Microb. Technol. 11: 194-211.
Eckey SW. 1995. Vegetable Fat and Oil. Di dalam Handbook of Food Agriculture. Reinhold Publishing Corporation. New York. Elizabeth dan Boyle. 1997. Monoglycerides in Food System: Current and Future Uses. Journal of Food Technology.Vol 51 No.8 [Enzymtech]. 2011. http://www.enzymtech.com/files/novolipasespec.pdf. [30 Maret 2011] FAO.
2006. Small Scale Palm Oil http://www.fao.org/docrep. [18 Mei 2006]
Processing
in
Africa.
Fischer W. 1998. Production of High Concentrated Monoglyceride. Lecture given on occasion of the DGF-Symposium in Magdeburg / Germany in October 1998. www.uic-gmbh.de.[24 September 2006] Gunstone, Frank D, dan FB Padley. 1997. Lipid Technologies and Applications. Marcel Dekker Inc. New York-Basel-Hongkong.
75
Hariyadi P. 1995. Synthesis of Monoester and Mono- and Diacylglycerol from Butteroil by Lipase-Catalyzed Esterification in Microaqueous Media. [Disertasi]. Graduate School of University of Wisconsin Madison USA Hariyadi P. 1996. Katalis Enzimatis dalam Pelarut Organik (Enzymatic Catalysis in Organic Solvent). Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 1(1): 52-60 Hilhorst, R, Spruijt, R , Laane, C dan Veeger, C. 1984. Rules for regulation of enzyme activity in reversed micelles as illustrated by conversion of apolar steroids by 20b-hydroxy-steroid dehydrogenase. Eur J. Biochem, 144 : 459-466. Imelda S. 1999. Mempelajari Stabilitas Termal Enzim Lipase Candida antartica dan Rhizomucor meihei dalam Pelarut Hexane, Toluene, dan Benzene. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Janecek S. 1993. Strategies for Obtaining Stable Enzymes. Process Biochem. 28: 435-445 Jensen RG. 1996. The lipids in human milk. Prog. Lipid Res 35(1):53-92 Jensen RG, AM Ferris, dan CJ Lammi-Keefe. 1992. Lipids in human milk and infant formulas. Annu. Rev Nutr 12:417-441 Kabara JJ. 1983. Medium-Chain Fatty Acids and Esters. Di dalam : Antimicrobials in Foods. Alfred L. B. dan P.M Davidson (eds). Mercel Dekker Inc., New York and Basel Ketaren S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press). Jakarta Kitu NE. 2000. Sintesis mono dan diasilgliserol dari Destilat Asam Lemak Minyak Kelapa melalui Esterifikasi dengan Katalis Lipase Rhizomucor meihei [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Koletzko B, I Thiel, dan Springer S. 1992. Lipids in human milk: a model for infant formula. Eur. J Clin. Nutr. 46 Suppl. 4: S45-S55 Krischenbauer. 1960. Fat and Oil. An Outline of Their Chemistry and Technology. New York: Reinhold Publishing Co. Linko Y, Wang Z, Seppala J. 1995. Lipase-catalyzed synthesis of poly(1,4-butyl sebacate) from sebacic acid or its derivatives with 1,4-butanediol. J of Biotech. 40 (2): 133-138
76
Lorente GF, M Terreni, C Mateo, A Bastida, RF Lafuente, P Dalmases, J Huguest dan JM Guisan. 2001. Modulation of lipase properties in macro-aqueous systems by controlled enzyme immobilization: enantioselective hydrolysis of a chiral ester by immobilized Pseudomonas lipase. Enzyme and Microbial Tech 28: 389-396 Mc Neill PG, D Borowitz dan Ralf R Berger. 1992. Selective Distribution of Saturated Fatty Acids into Monogyliceride Fraction During Enzymatic Glycerolisis. J.Am. Oil Chem. Soc. 69:1098-1103 Monteiro JB, Nascimento MG, dan Ninow JL. 2003. Lipase-catalyzed synthesis of monoacylglycerol in a homogenous system. Biotech. Letters 25 : 641644 Nawani N, Rajvinder S, Jagdeep K. 2006. Immobilization and Stability Studies of A Lipase from Thermophilic Bacillus sp: The Effect Process Parameters on Immobilization of Enzyme. Electronic Journal of Biotech. ISSN 07173458. Vol 9 No. 5 Nuraeni, F. 2008. Sintesis Mono-Diasilgliserol (M-DAG) dari Destilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS) Melalui Esterifikasi Enzimatis [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor O’Brien RD. 1998. Fats and Oils : Formulating and Processing for Applications. Technomic Publ. Co. Inc. Lancaster. Basel Oil World. 1994. 1998. Oil World 2012 Up to Date. ISTA, Hamburg Pandey A, Benjamin S, Soccol CR, Nigam P, Krieger N, Soccol VT, 1999. The Real of Microbial Lipases in Biotechnology. Biotechnol. Applm. Biochem., 29, 119-131 Patel, JK, NM Patel, Shiyani RL. 2001. Coefficient of variation in Field Experiments and yardstick there of- An Empirical Study. Curr. Sci. 81 (9):1163-1164 Pertiwi E. 1998. Mempelajari Spesifitas Esterifikasi Enzim Lipase Candida antartika dalam Lingkungan Mikroakueus. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor [PORIM] Palm Oil Research Institute of Malaysia. 1995. PORIM Test Methods. Ministry of Primary Industries Pujiastuti N. 1998. Mempelajari Produksi Emulsifier Campuran Monodiasilgliserol dari destilat asam lemak minyak sawit menggunakan lipase Rhizomucor miehei. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
77
Ralph, J dan Hatfield, R.D. 1991. Pyrolisis-GC-MS Charaterization of Forage Materials. J. ANc. Food Chem 39: 1426-1437 Rozendaal. 1997. Inesterefication of Oils and Fats. Di dalam: Gunstone, et al (eds). Lipid Technologies and Applcation. Marcel Dekker, Inc. New York-Basel-Hong Kong Rekker, R. F. 1977 The Hydrophobic Fragmental Constant.. Elsevier, Amsterdam Sigurgisladottir S, M Konraosdottir, A Jonsson, J K Kristjansson, dan E Matthiasson. 1993. Lipase Activity Of Thermophilic bacteria from Icelandic hot springs. Biotech. Letters 15(4): 361- 366. Suan CL. 2005. Chiral Resolution Of (R,S)-1-Phenylethanol Using Immobilized Lipases in Batch Stirred Tank and Recirculated Packed Bed Reactor. Universiti Teknologi Malaysia. Tesis Swern D. 1995. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products-Industrial and Consumer Non Edible Product From Oils and Fats. Vol. 5. John Wiley and Son. New York Watanabe T, Shimizu M, Sugiuraa M, Satoa M, Kohorib J, Yamadab N, Nakanishic K. 2003. Optimization of Reaction Conditions for the Production of DAG Using Immobilized 1,3- Regiospesific Lipase Lipozyme RM IM. JAOCS. Vol. 80 No. 12 Widiyarti. G. dan Hanafi M. 2008. Pengaruh Konsentrasi Katalis dan Perbandingan Molaritas Reaktan pada Sintesis Senyawa α-Monolaurin. Reaktor (12): 2: 90-97 Williams KA dan A Churchill. 1996. Oils, Fats, and Fatty Food, Their Practical Examination. Gloustesplace, London Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta [Wikipedia]. 2006. Glycerol. http://en.wikipedia.org-wiki-Glycerol.htm [15 Oktober 2009] [Wikipedia]. 2006. Asam Laurat. http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_laurat [01 Desember 2009]
Wulan P, Rejoso MT, Hermansyah H. Reaksi Hidrolisis Minyak Zaitun Menggunakan Lipase Rhizopus yang di Imobilisasi Melalui Metode Adsorpsi. Proseeding
78
Yang . Y, SR Vali, dan Y Ju. 2003. A Process for Synthesizing High Purity Monoglyceride. J. Chin. Inst. Chem. Engrs .34 (6): 617-623 Yang T, Rebsdorf M., Engelrud U, dan Xu X. 2005. EnzymaticProduction of Monoacylglycerols Containing Polyunsaturated Fatty Acids trough ab Efficient Glycerolisis System. J. Agric. and Food Chem. 53: 1475-1481
77
LAMPIRAN
78
79
Lampiran 1 Jumlah sampel Asam Laurat dengan gliserol pada rasio yang telah ditentukan (1:5), rasio jumlah substrat :volume reaktan (1:8,8), rasio pelarut 70%:30% Rasio 1:5
Rasio 1:8,8 (70%:30%)
Asam Laurat (g) 1,7212
Gliserol (g) 3,9588
Tert Butanol (ml) 35
Heksan (ml) 15
80
Lampiran 2 Mekanisme Reaksi Esterifikasi Asam Lemak
O
H2C—OC—C11H23
H2C—OH HC—OC—C11H23
+ HC—OH
HC—OH
Enzim
H2C—OH Asam Lemak
gliserol
H2C—OH
MAG
+
H2O
81
Lampiran 3 Tabulasi Data Hasil Analisis Sifat Kimia Bahan Baku Analisis Kadar Air Bahan Baku Asam Laurat Ulangan
Berat awal (g)
1 2
5,0170 5,0160
Berat cawan (g)
3,8203 3,9949 Rata-rata Standard Deviasi
Berat cawan+sampel (g) 8,8210 8,9934
Kadar air (%) 0,3249 0,3489 0,3369 0,0170
Analisis Kadar Asam Lemak Ulangan 1 2
Berat sampel (g) 2,5189 2,521
V NaOH (ml) 49,95 49,75 Rata-rata Standard Deviasi
N NaOH
BM Asam Laurat/10
ALB
0,25 0,25
20 20
99,15042 98,67116 98,91079 0,3389
Analisis Bilangan Peroksida Bahan Baku Asam Laurat Ulangan 1 2
Berat sampel (g) 5,0161 5,0165
V Natio (ml) 0,7 0,75
Vblanko (ml) 0,1 0,1
Rata-rata Standard Deviasi
N Natio 0,0984 0,0984
100 100
Bilangan Peroksida 1,17701 1,274993 1,226001 0,069284
82
Lampiran 4 Kromatogram GC Bahan Baku Asam Laurat dan Standar Monolaurin Profil Kromatogram GC Bahan Baku Asam Laurat
Profil Kromatogram GC Standar Monolaurin
83
Lampiran 5 Tabulasi Data Hasil Penelitian Pendahuluan
Penentuan Jumlah Substrat Jumlah Asam Rasio Substrat Lemak (g) (g) 1:5 10 3,03 1:5 20 6,06 1:5 50 15,15
gliserol (g)
perlakuan
Produk hasil (g)
6,97 50oC 55 jam 13,94 50oC 55 jam 34,85 50oC 55 jam
2,9034 6,5748 17,0729
Bobot MAG teoritis (g)
Rendemen (%)
4,1511 8,3022 20,7555
Penentuan Komposisi Pelarut (Sampling) Tert Butanol:Heksan (60%:40%)* Sampling jam ke-2 Sampling jam ke-4 Hasil Pencucian Reaktor Enzim
Komposisi Monoasilgliserol (MAG) (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 71,02 84,6 78,74 82,55 78,73 66,79 78,88
71,91
86,85
Mean
Standar Deviasi
78,12 76,02
6,81 8,22
79,21
7,48
*Gliserol Tidak Larut Tert Butanol:Heksan (70%:30%) Sampling jam ke-2 Sampling jam ke-4
Komposisi Monoasilgliserol (MAG) (%)
Asam Lemak Bebas (%)
83,91
4,19
79,38
8,97
69,94 79,19 82,26
84
Penentuan Volume Reaktan Volume (ml)
Perlakuan
Komposisi MAG (%)
Rendemen (%)
DAG (%)
50
50 oC 2 jam
81,12
-
67,17
100
50 oC 2 jam
74,96
1,46
77,9
85
Lampiran 6 Hasil Uji Metode Permukaan Tanggap terhadap Komposisi MAG Response Surface for Variable Y: MAG (%) Response Mean Root MSE R-Square Coef. of Variation
Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Regress
Parameter
INTERCEPT X1 X2 X1*X1 X1*X2 X2*X2
Factor X1 X2
80,006923 2,704290 0,5408 3,3801
Degrees of Freedom 2 2 1 5
Degrees of Freedom 1 1 1 1 1 1
Degrees of Freedom 3 3
Type I Sum of Squares 51,439045 8,845113 0,007225 60,291383
Parameter Estimate -61,700069 6,087768 3,259459 -0,065090 0,017347 -1,792244
Sum of Squares 19,350752 42,180051
R-Square 0,4614 0,0793 0,0001 0,5408
Standard Error
F-Ratio
Prob > F
3,517 0,605 0,00099 1,649
0,0876 0,5725 0,9758 0,2640
T for H0: Parameter =0
214,485637 8,326786 28,833361 0,082488 0,551896 2,062207
Mean Square 6,450251 14,060017
-0,288 0,731 0,113 -0,789 0,0314 -0,0869
Parameter Estimate Prob > |T| from Coded Data 0,7819 81,048552 0,4885 -1,932576 0,9132 -3,042172 0,4560 -1,627244 0,9758 0,086735 0,4136 -1,792244
F-Ratio
Prob > F
0,882 1,923
0,4952 0,2144
Suhu (oC) Waktu (Jam)
86
Canonical Analysis of Response Surface (based on coded data) Factor X1 X2
Critical Value Coded -0,616835 -0,863630
Uncoded 46,915825 1,136370
Suhu (oC) Waktu (Jam)
Predicted value at stationary point 82,958248 Stationary point is a maximum.
87
Lampiran 7 Hasil Uji Metode Permukaan Tanggap terhadap Nilai Rendemen (yield) Coding Coefficients for the Independent Variables Critical Value Coded Uncoded -0,79882 46,005891 -0,195237 1,804763
Factor X1 X2
Suhu (oC) Waktu (Jam)
Response Surface for Variable Y: RENDEMEN (%) Response Mean Root MSE R-Square Coef. of Variation
Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Regress
Parameter INTERCEPT X1 X2 X1*X1 X1*X2 X2*X2
Factor X1 X2
72,566923 6,883774 0,7137 9,4861
Degrees of Freedom 2 2 1 5
Type I Sum of Squares
R-Square
384,136283 174,709517 174,709517 826,822700
0,3316 0,1508 0,2313 0,7137
Degrees of Freedom
Parameter Estimate
Standard Error
1 1 1 1 1 1
295,633616 -5,038925 -117,551038 -0,010764 3,340816 -10,014111
545,973447 21,195845 73,395355 0,209974 1,404852 5,249350
Degrees of Freedom 3 3
Sum of Squares 299,846122 792,820003
F-Ratio 4,053 1,843 5,655 3,490
Prob > F 0,0677 0,2274 0,0490 0,0669
Parameter T for H0: Estimate Parameter Prob > |T| from Coded =0 Data
Mean Square 99,948707 264,273334
0,541 -0,238 -1,602 -0,0513 2,378 -1,908
0,6050 75,699351 0,8189 2,831313 0,1533 9,433333 0,9605 -0,269111 0,0490 16,704082 0,0981 -10,014111
F-Ratio
Prob > F
2,109 5,577
0,1875 0,0285
Suhu (oC) Waktu (Jam)
88
Canonical Analysis of Response Surface (based on coded data) Factor X1 X2
Critical Value Coded -0,798822 -0,195237
Uncoded 46,005891 1,804763
Suhu (oC) Waktu (Jam)
Predicted value at stationary point 73,647625 Stationary point is a saddle point.
89
Lampiran 8 Hasil Uji Metode Permukaan Tanggap terhadap Jumlah MAG Response Surface for Variable Y: JUMLAH MAG (g) Response Mean Root MSE R-Square Coef. of Variation
Regression Linear Quadratic Crossproduct Total Regress
Parameter INTERCEPT X1 X2 X1*X1 X1*X2 X2*X2
1,386000 0,113270 0,8318 8,1724
Degrees of Freedom 2 2 1 5
Degrees of Freedom 1 1 1 1 1 1
Type I Sum of Squares
R-Square
F-Ratio
Prob > F
0,049937 0,157345 0,046438 0,253720
0,1637 0,5158 0,1522 0,8318
1,946 6,132 3,619 3,955
0,2569 0,0605 0,1299 0,1037
Parameter Estimate 15,741265 -0,503265 -2,439918 0,003760 0,075918 -0,294000
Parameter Standard T for H0: Estimate Prob > |T| Error Parameter=0 from Coded Data 23,701611 0,664 0,5429 1,514000 0,918302 -0,548 0,6128 0,086000 1,986910 -1,228 0,2868 0,180000 0,008855 0,425 0,6930 0,046060 0,039905 1,902 0,1299 0,265714 0,094768 -3,102 0.0361 -0,294000
Canonical Analysis of Response Surface (based on coded data) Factor X1 X2
Critical Value Coded -0,788620 -0,050251
Uncoded 47,239831 1,949749
Predicted value at stationary point
Suhu (oC) Waktu (Jam)
1,475567
Stationary point is a saddle point.
90
Lampiran 9a Hasil Optimasi Sintesis MAG dengan Parameter Komposisi MAG Kode Suhu
Kode Waktu
-1 1 -1 1 -1.414 1.414 0 0 0 0 0 0 0
MAG (%)
-1 -1 1 1 0 0 -1.414 1.414 0 0 0 0 0
86,75 79,16 80,82 73,4 73,94 79,04 79,38 77,84 81,72 79,63 79,82 82,9 81,12
Lampiran 9b Hasil Optimasi Sintesis MAG dengan Parameter Rendemen
Kode Suhu -1 1 -1 1 -1.414 1.414 0 0 0 0 0 0 0
Kode Waktu
Berat Asam Lemak Bobot MAG Produk (g) (g)
-1 -1 1 1 0 0 -1.414 1.414 0 0 0 0 0
1,7204 1,7205 1,7121 1,7273 1,717 1,717 1,7264 1,7141 1,7212 1,7214 1,7429 1,7112 1,7196
1,5985 1,4338 1,4786 2,1012 1,6642 1,7641 1,3162 1,8031 1,5848 1,6785 1,7483 1,8436 2,0801
Bobot MAG Teoritis (g)
2,3569 2,3571 2,3456 2,3664 2,3523 2,3523 2,3652 2,3483 2,3580 2,3583 2,3878 2,3443 2,3559
Rendemen (%)
67,82 63,04 60,83 88,79 70,75 75 55,65 76,78 71,17 73,22 78,64 88,3 67,21
91
Lampiran 9c Hasil Optimasi Sintesis MAG dengan Parameter Jumlah MAG
Kode Suhu -1 1 -1 1 -1.414 1.414 0 0 0 0 0 0 0
Kode Waktu -1 -1 1 1 0 0 -1.414 1.414 0 0 0 0 0
MAG (%) 86,75 79,16 80,82 73,4 73,94 79,04 79,38 77,84 81,72 79,63 79,82 82,9 81,12
Bobot MAG Produk (g)
1,5985 1,4338 1,4786 2,1012 1,6642 1,7641 1,3162 1,8031 1,5848 1,6785 1,7483 1,8436 2,0801
Jumlah MAG (g)
1,39 1,17 1,16 1,54 1,06 1,39 1,04 1,40 1,30 1,34 1,40 1,53 1,69
92
Lampiran 10 Tabulasi Data Hasil Karakterisasi Produk Analisis Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Ulangan 1 2
Berat sampel (g) 2,5016 2,4989
V NaOH (ml) 2,3 2,15 Rata-rata SD
BM Asam Laurat/10 20 20
N NaOH 0,1 0,1
ALB 1,838823 1,720757 1,77979 0,083485
Analisis Bilangan Peroksida Ulangan 1 2
Berat sampel (g) 2,5008 2,4995
V Natio (ml) Vblanko (ml) 0,15 0,05 0,2 0,05 Rata-rata SD
N Natio 0,0984 0,0984
Bilangan Peroksida 100 0,393474 100 0,590518 0,491996 0,139331
Analisis Kadar Gliserol Bebas Berat sampel (g) 2,5006
V blanko 11,65
V sampel
N Natio 8,75
0,0984
Gliserol Bebas 2,302 0,262696
93
Lampiran 11 Kromatogram GC Optimasi Response Surface Methodology (RSM)
Kode Perlakuan (1;-1)
Kode Perlakuan (1;1)
Kode Perlakuan (1,414;0)
Kode Perlakuan (0;-1,414)
KodePerlakuan (0;1,414)
94
Kode Perlakuan (-1;-1)
Kode Perlakuan (-1;1)
95
Kode Perlakuan (0;0)
Kode Perlakuan (0;0)
Kode Perlakuan (0,0)
96
Kode Perlakuan (0;0)
Respon Detektor
Kode Perlakuan Optimasi (0; 0)
97
Kode Perlakuan Optimasi (-1,414; 0)
Waktu retensi (menit)
98
Lampiran 12 Kromatogram GC Verifikasi pada Suhu dan Waktu Optimum Perlakuan Verifikasi 1
Perlakuan Verifikasi 2
Perlakuan Verifikasi 3
99
Perlakuan Verifikasi 4
Perlakuan Verifikasi 5
100
Lampiran 13 Hasil Analisis Uji Stabilitas Enzim Komposisi MAG Siklus Reaksi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ulangan 1 76,15 95,53 77,07 78,51 79,03 75,81 75,23 73,94 72,09 67,55
2 79,08 90,19 74,63 80,98 79,74 77,08 69,09 67,19 63,48 73,40
Mean 77,62 92,86 75,85 79,74 79,39 76,45 72,16 70,57 67,79 70,48
SD 2,07 3,78 1,72 1,74 0,50 0,90 4,34 4,77 6,09 4,14
%RSD 2,67 4,07 2,27 2,19 0,64 1,17 6,02 6,76 8,98 5,87
Rendemen Siklus Reaksi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ulangan 1 76,92 90,56 77,47 73,29 80,93 78,79 77,04 72,96 69,17 62,03
2 80,93 82,56 76,40 70,08 69,59 74,28 75,60 69,08 69,00 66,47
Mean 78,93 86,56 76,94 71,69 75,26 76,54 76,32 71,02 69,08 64,25
SD 2,84 5,66 0,75 2,27 8,02 3,19 1,02 2,74 0,12 3,14
%RSD 3,59 6,54 0,98 3,16 10,66 4,16 1,34 3,86 0,18 4,89
101
Jumlah MAG Siklus Reaksi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ulangan 1 1,38 2,04 1,41 1,35 1,53 1,38 1,49 1,34 1,19 1,16
2 1,51 1,75 1,34 1,34 1,31 1,35 1,23 1,09 1,03 1,15
Mean 1,45 1,89 1,37 1,34 1,42 1,36 1,36 1,22 1,11 1,16
SD 0,09 0,20 0,05 0,01 0,16 0,02 0,18 0,17 0,11 0,01
%RSD 6,40 10,81 3,31 0,65 11,35 1,47 13,52 14,22 10,07 0,74
102
Lampiran 14 Perhitungan Dugaan Jumlah Siklus Operasi Reaktor Berdasarkan Persamaan Linear Uji Stabilitas Enzim
Persamaan Linear Kadar MAG pada Uji Stabilitas Enzim Y= -1,526 x + 83,97........................................................(1) Kadar MAG awal pada siklus ke-3 (kondisi steady state) = 75,85 %
Kadar MAG pada siklus ke-7 = Y= (-1,526x7)+83,97 = 73,29
Maka Penurunan Kadar MAG pada siklus ke-7 dari Kadar MAG awal adalah (75,85-73,29)/75,85 x 100% = 3,4% (dibulatkan 3%) Maka, kadar MAG pada siklus ke-7 diduga 97%
Persamaan Linear Rendemen pada Uji Stabilitas Enzim Y= -1,366x+ 81,51....................................................(2) Kadar Rendemen awal pada siklus ke-3 (kondisi steady state) = 76,94 %
Kadar MAG pada siklus ke-7 = Y= (-1,366x7)+81,51 = 71,95
Maka Penurunan Rendemen pada siklus ke-7 dari Rendemen awal adalah (76,94-71,95)/76,94 x 100% = 6,48% (dibulatkan menjadi 6,5%) Maka, kadar MAG pada siklus ke-7 diduga 93,5%
103
Persamaan Linear Jumlah MAG pada Uji Stabilitas Enzim Y= -0,039x+1,547............................................................(3) Jumlah MAG awal pada siklus ke-3 (kondisi steady state) = 1,37 g
Jumlah MAG pada siklus ke-7 = Y= (-0,039x7)+ 1,547 = 1,27
Maka Penurunan Jumlah MAG pada siklus ke-7 dari Jumlah MAG awal adalah (1,37-1,27)/1,37 x 100% = 7,29% (dibulatkan 7%) Maka, Jumlah MAG pada siklus ke-7 diduga 93%