Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
OPTIMASI SEGMENTASI CITRA MEDIS MENGGUNAKAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMAZATION DAN SEEDED REGION GROWING THRESHOLD M. Azwar Charis1, M. Hariadi2 Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, ITS, Surabaya 60111
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Dalam identifikasi citra medis yang berbantukan komputer, proses segmentasi sering digunakan untuk diagnosa dan perawatan penyakit, namun seringkali proses segmentasi yang dilakukan secara manual oleh tenaga ahli membutuhkan waktu yang sangat lama dan sering ditemukannya adanya kesalahan hasil segmentasi karena kesalahan manusia itu sendiri. Proses segmentasi bertujuan untuk membagi citra menjadi beberapa region yang homogen berdasarkan kriteria kemiripan tertentu. Metode optimasi dalam penelitian ini menggunakan algoritma Particle Swarm Optimazation, yang diharapkan dapat memperbaiki pendeteksian segmentasi sebelumnya, penggunaan metode thresholding berdasarkan region diharapkan mampu mendeteksi area citra dari hasil optimasi menggunakan algoritma PSO antara area WhiteMatter (WM), GreyMatter (GM) dan Cerebrospinal Fluid (CSF). Berdasarkan uji coba terhadap citra otak MRI dan dengan metode region growing thershold didapatkan nilai prosentase akurasi, sensitifitas, dan spesifitasnya antara WhiteMatter maupun GrayMatter. Adapun nilai prosentase dari area WhiteMatter antara lain: Akurasi (89.89%), Sensitifitas (94.19%) dan Spesifisitas (99.25%). dan untuk area GrayMatter antara lain: Akurasi (82.37%), Sensitifitas (91.40%) dan Spesifisitas (97.28%). Untuk evaluasi kinerja menggunakan analisa ROC pada area WhiteMatter didapatkan nilai probabilitas area dibawah kurva (AUC) sebesar 0.73 dan point Cut-Off sebesar 0.9389. Untuk area GrayMatter didapatkan nilai probabilitas area dibawah kurva (AUC) sebesar 0.76 dan point Cut-Off sebesar 0.9377. Kata kunci: Citra Medis, Jaringan Otak, MRI, K-Means Clustering, Region Growing Threshold, ROC, Segmentasi.
PENDAHULUAN Dalam analisa citra medis untuk diagnosa yang berbantukan kamputer, proses segmentasi sering diperlukan sebagai tahap dalam diagnosa citra medis. MRI merupakan teknik pencitraan diagnostik yang sangat bermanfaat dalam mendeteksi dini perubahan abnormal pada jaringan dan organ yang tidak melibatkan paparan radiasi seperti X-ray, karena teknik ini dapat memberikan informasi yang sangat jelas akan visualisasi struktur anatomi tubuh manusia. MRI dapat membantu dokter mengevaluasi baik struktur organ dan bagaimana itu bekerja. MRI memungkinkan mendeteksi kelainan otak, serta penilaian anatomi fungsional normal otak, yang tidak dapat dicapai dengan teknik pencitraan lain. ISBN : 978-602-97491-5-1 A-6-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Magnetic Resonance Imaging merupakan teknik digital imaging yang sangat bermanfaat, karena teknik ini dapat memberikan informasi yang jelas dari anatomi tubuh manusia, baik dalam dua dimensi (2D) maupun tiga dimensi (3D) dan sebuah metode diagnosik yang juga merupakan hasil rekonstruksi computer. MRI melakukan scan terhadap nucleus hydrogen yang merupakan atom terbanyak dalam tubuh manusia. Dalam pendekatan terdahulu, misalnya, analisa komponen independen citra fMRI menggunakan Self-Organizing Clustering [1]. Dengan menggunakan algoritma Particle Swarm untuk pengenalan klasifikasi citra fMRI berbasis fitur [2]. Pengolahan berbasis Cluster pada analisa data fMRI [3]. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan sebuah metode alternatif dalam melakukan proses segmentasi pada citra otak MRI yang dapat memberikan hasil sensitifitas, spesifisitas dan akurasi yang tinggi dan diharapkan dapat memberikan konstribusi pada proses segmentasi secara otomatis yang mampu meminimalisir kesalahan dari proses segmentasi yang ada. Citra Digital Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik penggambaran penampang tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom hidrogen. Tehnik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan tergantung pada banyak parameter [4]. Alat tersebut memiliki kemampuan membuat gambaran potongan tanpa banyak memanipulasi tubuh pasien. Bila pemilihan parameternya tepat, kualitas gambaran detil tubuh manusia akan tampak jelas, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti.
Gambar 1. Citra Resonansi Magnetik otak dari bagian anatomi yang sama
Pencitraan Tomografi positron menyediakan teknologi pertama untuk clustering pola aktivasi pada otak manusia dengan resolusi spasial tinggi dengan mengukur perubahan dalam aliran darah dan metabolisme energy. Pengolahan citra digital menunjukkan pada pemprosesan gambar 2 dimensi menggunakan komputer. Dalam konteks yang lebih luas, pengolahan citra digital mengacu pada pemprosesan setiap data 2 dimensi. Citra digital merupakan sebuah larik (array) yang berisi nilai-nilai real maupun komplek yang direpresentasikan dengan deretan bit tertentu. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitude f dititik koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x,y dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital. Fitur adalah semua hasil pengukuran yang bisa diperoleh dan merupakan karakteristik pembeda dari objek fitur yang dapat berupa simbol (mis. warna), Numerik (mis. berat), atau gabungan keduanya. Fitur dapat dinyatakan dengan variabel kontinu, diskrit atau biner. ISBN : 978-602-97491-5-1 A-6-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
METODA Untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini, diperlukan suatu rencana penelitian yang cocok untuk pengklusteran berbasis segmentasi citra otak MRI sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaannya secara sistematis. Gambar 2 merupakan diagram alir langkah-langkah untuk pengklusteran berbasis segmentasi citra MRI untuk mendapatkan citra jaringan otak yang akan terpisah satu sama lain, antara White Matter (WM), Gray Matter (GM), dan Cerebrospinal Fluid (CSF). Data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu citra otak MRI yang berekstensi dicom yang berasal dari Rumah Sakit Husada Utama Surabaya.
Gambar 2. Flowchart Eksperimen
Segmentasi berbasis Cluster Segmentasi berbasis cluster menggunakan data multidimensi untuk mengelompokkan pixel citra di-cluster berdasarkan kedekatan jarak antar pixel. Segmentasi berbasis cluster ini mulai popular sejak diimplementasikan pada aplokasi OCR, pengenalan sidik jari hingga remote sensing. Keberhasilan dari proses segmentasi berbasis cluster ditentukan dari keberhasilan dalam mengelompokkan fitur-fitur yang berdekatan ke dalam satu cluster. K-Means adalah suatu metode penganalisaan data atau metode Data Mining yang melakukan proses pemodelan tanpa supervisi (unsupervised) dan merupakan salah satu metode yang melakukan pengelompokan data dengan sistem partisi. Metode K-Means berusaha mengelompokkan data yang ada ke dalam beberapa kelompok, dimana data dalam satu kelompok mempunyai sifat yang sama satu sama lain [5]. Metode K-means merupakan teknik yang cukup sederhana dan cepat dalam pekerjaan pengelompokkan data (clustering). Prinsip utama dari teknik ini adalah menyusun sebuah nilai k prototipe/pusat massa (centroid)/rata-rata (mean) dari sekumpulan data berdimensi n. Teknik ini mensyaratkan nilai k sudah diketahui sebelumnya (apriori). Algoritma K-Means dimulai dengan pembentukan prototipe cluster di awal kemudian secara iteratif prototipe cluster ini diperbaiki hingga konvergen (tidak terjadi perubahan yang signifikan pada prototipe cluster). Perubahan ini diukur menggunakan fungsi objektif J yang umumnya didefinisikan sebagai jumlah atau rata-rata jarak tiap item data dengan pusat massa kelompoknya. Secara lebih detil algoritma K-Means adalah seperti berikut: ISBN : 978-602-97491-5-1 A-6-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
a. Inisialisasi nilai J b. Tentukan prototipe cluster awal (bisa secara acak ataupun dipilih salah satu dari koleksi data) c. Masukkan tiap satuan data ke dalam kelompok yang jarak dengan pusat massa-nya paling dekat. d. Ubah nilai pusat massa tiap cluster sebagai rata-rata (mean) dari seluruh anggota kelompok tersebut e. Hitung fungsi objektif J f. Jika nilai J sama dengan sebelumnya, g. berhenti atau ulangi langkah 3 Particle Swarm Optimation Particle Swarm Optimation mempunyai kesamaan dengan algoritma genetik, yang mana dimulai dengan suatu populasi yang random dalam bentuk matriks [6]. Namun PSO tidak memiliki operator evolusi yaitu crossover seperti pada algoritma genetik. Baris pada matriks disebut partikel atau dalam algoritma genetik sebagai kromosom yang terdiri dari nilai suatu variabel. Setiap particle berpindah dari posisinya semula ke posisi yang lebih baik dengan suatu velocity. Pada algoritma PSO vektor Update velocity untuk masing-masing particle kemudian menjumlahkan vektor velocity tersebut ke posisi partikel. Update velocity dipengaruhi oleh kedua solusi yaitu global best yang berhubungan dengan biaya yang paling rendah yang pernah diperoleh dari suatu particle dan solusi local best yang berhubungan dengan biaya yang paling rendah pada populasi awal. Jika solusi local best mempunyai suatu biaya yang kurang dari biaya solusi global yang ada, maka solusi local best menggantikan solusi global best [7]. Proses dalam algoritma PSO dapat dijelaskan sebagai berikut; Sebanyak partikel (P) disebar secara acak pada ruang solusi yg ada, Posisi partikel (i) pada waktu (t), akan diperbaiki menurut persamaan: xi(t+1)= xi (t) + vi (t+1) (1) Dimana: i : Posisi partikel, t : Waktu xi(t) : Posisi patikel (i) pada waktu (t), vi (t+1): Kecepatan partikel Kecepatan partikel, dihitung dengan: vi (t+1)=w vi (t)+ n1r1 (pbesti (t) – xi (t)) + n2r2 (gbest (t) – xi (t)) Dimana: pbesti (t) : gbest (t) : r1 dan r2: n1 : n2 :
Solusi lokal terbaik yang dicapai partikel i sampai saat t, Solusi global terbaik yang dicapai Bilangan acak terdistribusi seragam pada interval (0,1) Factor skala kognitif (bernilai 2) Faktor skala sosial (bernilai 2), w : Variabel bobot inersia
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-6-4
(2)
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Tabel 1. PseudoCode Algoritma PSO [10] INPUT Step 1 Step 2 Step 3 Step 4 Step 5 Step 6 Step 7 Step 8 Step 9 Step 10
Jml Partikel (N); Swarm (S); Posisi Terbaik(P) Set t 0 Initialize S dan Set P ≡ S Evaluate S dan P, >>indek g (gbest) While (kriteria yang tidak tercapai) Update S Evaluate S Update P dan mendefinisi indeks g Set t t+1 End While Print posisi terbaik ditemukan
Gambar 3. Operasi Algoritma PSO
Nilai w merupakan faktor kritis yang menentukan perilaku konvergen algoritma PSO, direkomendasikan nilai w yang besar pada awalnya agar menghasilkan ekplorasi global pada ruang solusi, selanjutnya nilai w diturunkan secara bertahap untuk mendapatkan solusi yg lebih baik. Seeded Region Growing Threshold Region growing adalah prosedur bottom-up yang dimulai dengan piksel "seed", dan kemudian tumbuh daerah dengan menambahkan piksel tetangga yang memiliki sifat yang mirip (misalnya cahaya, warna, tekstur, gradien, sifat geometris) untuk seed [8]. Konektivitas ketetanggaan digunakan untuk mendefinisikan antara piksel tetangga. Kita dapat menentukan varians untuk sifat dari citra; region growing berhenti bila pixel ditemui tidak berada dalam varians ini. Nilai Seed dapat dipilih secara interaktif (max 0.2) untuk dipilih yang terbaik dalam pendeteksian ketetanggaannya [8]. Segmentasi berbasis Region adalah teknik untuk menentukan area secara langsung. Formulasi dasar dari untuk Segmentasi berbasis region [8] adalah: (a)
= .
(b) merupakan area/region yang saling terhubung untuk i=1,2,..n (c) ⋂ = ∅ , untuk semua i=1,2,…n (d) ( ) = bernilai TRUE untuk i=1,2,…n (e) = bernilai FALSE untuk tiap region yang berdekatan Ri dan Rj. ⋃ ISBN : 978-602-97491-5-1 A-6-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode analisa ROC dan analisa Jaccard dari hasil segmentasi dengan membandingkan efisiensi berbagai langkah dalam menghitung peta aktivasi dalam studi satu subjek berdasarkan mengoptimalisasi rasio dari jumlah aktivasi yang terdeteksi dengan jumlah positif salah (FP) yang ditemukan [9]. Ada dua parameter dalam analisis ROC, yaitu sensitifitas dan spesifisitas [10]. pertama adalah proporsi aktivasi benar terdeteksi untuk semua aktivasi nyata, juga dikenal sebagai TruePositif (TP) dan proporsi piksel yang salah diakui aktif di semua piksel tampa aktivasi nyata sebgai False Positif (FP), didefinisikan sebagai spesifitas kurang dari 1. Untuk mencari Nilai Akurasi dapat menggunakan analisa Jaccard [11]. Tabel 2. Hubungan antara probabilitas hasil pengukuran, prevalensi dan level tes Diagnosa Positif Negatif Total
Hasil Tes Positif Negatif True Positif (TP) False Negati f (FN) False Positif (FP) True Negatif (TN) Q Q’
Total P P’ 1
Pendefinisian secara statistik: Sensitifitas (SE): Probabilitas kemampuan tes untuk mengidentifikasi hasil pemeriksaan aktual positif dengan benar (tingkat positif benar, persentase). SE = TP/(TP + FN) = TP/P (3) Spesifitas (SP): Probabilitas kemampuan tes untuk mengidentifikasi hasil pemeriksaan negatif dengan benar. (tingkat negatif benar, persentase). SP = TN/(FP + TN) = TN/P’ (4) Effisiensi (EFF) : Probabilitas kemampuan untuk menjalankan tugas secara cepat dan tepat. EFF = TP + TN (5) Analisa Jaccard (J) (koefisien Tanimoto) digunakan untuk mengukur tumpang tindihnya antar dua buah Set. Hal ini didefinisikan sebagai ukuran perpotongan dari set dibagi dengan ukuran union [11]. Dengan kata lain analisa Jaccard diukur sebagai rasio jumlah pixel milik kedua daerah (A, B) dengan kesatuan jumlah mereka, yang dapat dirumuskan sebagai berikut: | ∩ | ( , )= (6) | ∪ |
Dimana A dan B adalah dua set himpunan. Hal ini juga dapat dinyatakan dalam set positif benar (TP), positif salah (FP), dan negatif salah (FN) atau bisa dituliskan J = TP / (FP + TP + FN).
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-6-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Gambar 4. Diagram Venn Tabel 3. Parameter klasifikasi AUC
No
Probabilitas
Hasil Test
01 02 03 04 05 06
1.00 0.90-0.99 0.80-0.89 0.70-0.79 0.60-0.69 0.50-0.59
Sempurna Sangat Bagus Bagus Cukup Bagus Kurang Bagus Buruk
HASIL DAN DISKUSI Pada citra sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut, akan dilakukan Preprocessing, Setelah melalui preprocessing, maka proses selanjutnya yaitu Ekaluasi Citra, Skull Removing, penghapusan noise dan cropping. Baru metode K-Mean dan K-Mean dioptimasi PSO bisa diterapkan. Karena dilakukan pengambangan secara biasa tidak bisa mendeteksi lebih baik, maka bisa dilakukan pengambangan dengan metode region growing dengan nilai T sebesar 0,1. Sehingga hasil citra dapat dibandingkan dengan hasil proses segmentasi manual secara thresholding (T=1). Dalam hal ini operasi Aritmatika digunakan untuk mencari nilai luas area atau region (TP, FP, FN, TN) pada kedua biner, dari operasi tersebut didapatkan nilai Confusion matriknya.
Gambar 5. Salah satu hasil optimasi dengan algoritma PSO dari kiri ke kanan: Citra hasil Segmentasi, area White Matter (WM), area Grey Matter (GM), dan area CerebroSpinal Fluid (CSF)
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-6-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
Tabel 4. Hasil Nilai Prosentasi Sensitifitas, Spesifitas, dan Akurasi (WM)
K-Means Clustering (%)
Optimasi PSO (%)
No
Citra
1
7011.tif
93.07
97.93
83.67
99.85
97.81
88.59
2
7012.tif
89.66
96.80
76.32
87.06
99.19
84.21
3
7013.tif
89.80
93.78
69.82
99.98
98.76
95.76
4
7014.tif
87.95
95.99
72.08
88.83
99.99
88.79
5
7015.tif
81.02
99.92
80.86
99.22
98.79
94.99
6
7016.tif
73.18
99.86
72.78
89.79
99.95
89.61
7
7017.tif
73.99
99.18
71.19
93.89
98.71
87.70
8
7018.tif
73.26
99.42
70.95
90.98
99.84
90.07
9
7019.tif
67.79
99.95
67.62
99.63
99.69
96.96
10
7020.tif
91.07
99.58
74.89
92.67
99.72
82.21
Rerata
82.08
98.24
74.02
94.19
99.24
89.89
Sensitifitas Spesifitas
Akurasi
Sensitifitas Spesifitas
Akurasi
Tabel 5. Hasil Nilai Prosentasi Sensitifitas, Spesifitas, dan Akurasi (GM)
K-Means Clustering (%)
Optimasi PSO (%)
No
Citra
1
7011.tif
91.96
86.47
54.11
97.60
98.35
89.36
2
7012.tif
79.75
96.71
70.80
83.07
97.98
76.52
3
7013.tif
76.63
91.93
50.60
96.61
96.65
75.94
4
7014.tif
99.35
98.16
93.58
93.77
99.93
93.58
5
7015.tif
97.74
94.06
76.28
97.64
94.13
76.41
6
7016.tif
99.63
87.49
50.23
99.89
96.36
86.78
7
7017.tif
93.80
96.89
83.86
93.45
96.81
83.32
8
7018.tif
92.51
95.57
76.04
93.09
95.53
76.40
9
7019.tif
61.74
97.95
55.14
78.02
99.57
93.77
10
7020.tif
82.16
95.81
66.39
80.81
97.45
71.66
Rerata
87.53
94.10
67.70
91.39
97.28
82.37
Sensitifitas Spesifitas
Akurasi
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-6-8
Sensitifitas Spesifitas
Akurasi
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
A
B
Gambar 6. Hasil Analisa Kurva ROC WM (A) dan GM (B) Tabel 6. Hasil probabilitas evaluasi kinerja dari optimasi PSO menggunakan ROC No
Region
AUC
Point Cut-Off
Interval Kepercayan (95%)
1
WM
0.73000
0.9389
0.49755
0.96245
2
GM
0.76000
0.9377
0.53829
0.98171
Setelah didapatkan tingkat Sensitifitas dan Spesifitasnya maka metode analisa kurva ROC bisa diterapkan, untuk mendapatkan nilai dibawah kurva (AUC) pada area White Matter dan Gray Matter. Metode K-Means dioptimasi PSO mempunyai nilai AUC berturu-turut sebesar 0.73 dan 0.76 yang berdasarkan klasifikasi AUC ROC menandakan bahwa tes yang dilakukan cukup bagus pada area White Matter dan Gray Matter. KESIMPULAN Berdasarkan uji coba dan analisis hasil dari percobaan yang telah dilakukan pada optimasi segmentasi jaringan otak MRI, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Akurasi rata-rata dari metode optimasi dengan PSO antara WhiteMatter dan GrayMatter berturut-turut adalah 89.89% dan 82.37%. Hal tersebut menunjukkan bahwa metode optimasi menggunakan PSO mampu memberikan hasil akurasi segmentasi lebih baik daripada menggunakan K-Means (74.02 dan 67.7%). 2. Sensitifitas rata-rata metode optimasi dengan PSO antara WhiteMatter dan GrayMatter berturut-turut lebih tinggi (94.19% dan 91.39%) dari K-Means (82.08% dan 87.53%), dan itu menandakan bahwa nilai probabilitas hasil tes aktual positif lebih baik daripada hanya menggunakan K-Means biasa. 3. Spesifitas rata-rata metode optimasi dengan PSO antara WhiteMatter dan GrayMatter berturut-turut lebih tinggi (99.24% dan 97.28%) daripada hanya menggunakan K-Means (98.24% dan 94.10%), dan itu menandakan bahwa nilai probabilitas hasil tes negatif menurun daripada hanya menggunakan K-Means biasa. 4. Dalam analisa ROC, metode optimasi dengan PSO pada area WhiteMatter dan GrayMatter memiliki nilai luas AUC sebesar 0.73 dan 0.76, yang menunjukkan bahwa pengujian kedua area tersebut mempunyai klasifikasi AUC yang cukup bagus. DAFTAR PUSTAKA [1]
Esposito, et al. “Independent Component Analysis of fMRI group studies by SelfOrganizing Clustering”. Elsevier-Neuro Image. Vol 25; 193–205, 2005.
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-6-9
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 14 Juli 2012
[2]
Niiniskorpi, et al. “Particle Swarm Feature Selection For fMRI Pattern Classification”. In Proceedings of BIOSIGNALS. pp.279-284, 2009.
[3]
Heller, et al. “Cluster-based Analysis of fMRI data”. Elsevier: Neuro Image. Vol 33;599– 608, 2006.
[4]
Atlas, Scott W. “Magnetic Resonance Imaging of the Brain and Spine, 4th Edition”. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia. 2009.
[5]
Rui Xu. and Donald C. Wunsch. “Clustering”. IEEE Press-John Wiley & Sons, Inc. New Jersey, 2009.
[6]
Eberhart, R. and Kennedy, J. “Particle Swarm Optimization”. Proceedings of IEEE International Conference on Neural Networks. vol 4:1942-1948, 1995.
[7]
Eberhart, R. and Shi, Y.“Particle Swarm Optimizer-Development, Applications, Resources”. Proceedings of IEEE International Conference on Neural Networks. Vol 3:7803-6657, 2001.
[8]
Mancas, Matei., Gosselin, Bernard., Macq, Benoit,. “Segmentation using Growing Thresholding”. Proceedings of SPIE. Vol 5672; 388-398. 2005.
[9]
Westin, L. Kallin. “Receiver Operating Characteristic (ROC) Analysis”. Departement of Computing Science. Umea University-Swedia. 2003.
[10]
Fawcett, Tom.“An introduction to ROC analysis”. Elsevier: Pattern Recognition Letters Vol 27; 861–874. 2006.
[11]
Jinn-Yi Yeh., J.C. Fu. “Parallel Adaptive Simulated Annealing for computer-aided measurement in functional MRI analysis”. ScienceDirect: Expert Systems with Applications. Vol 33; 706–715, 2007.
[12]
Konstantinos E. and Michael N. “Particle swarm optimization and intelligence : advances and applications”. Information Science Reference Publisher. Hershey, New York, 2010
[13]
Putra, D. “Pengolahan Citra Digital”. Andi Publisher. Yogyakarta, 2010
ISBN : 978-602-97491-5-1 A-6-10
a
Region-