TESIS – TE142599
OPTIMASI REKONFIGURASI JARINGAN PADA KONDISI BEBAN YANG BERUBAH TERHADAP WAKTU MENGGUNAKAN ALGORITMA BINARY PARTICLE SWARM OPTIMIZATION YOAKIM SIMAMORA 2214201204 DOSEN PEMBIMBING Prof. Ir. Ontoseno Penangsang, M.Sc., Ph.D. Dr. Rony Seto Wibowo, S.T., M.T. PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN TEKNIK SISTEM TENAGA JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017 1
TESIS – TE142599
OPTIMISASI REKONFIGURASI JARINGAN PADA KONDISI BEBAN YANG BERUBAH TERHADAP WAKTU MENGGUNAKAN ALGORITMA BINARY PARTICLE SWARM OPTIMIZATION
Yoakim Simamora 2214201204 DOSEN PEMBIMBING Prof. Ir. Ontoseno Penangsang, M.Sc, Ph.D. Dr. Rony Seto Wibowo, S.T., M.T.
PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN TEKNIK SISTEM TENAGA JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
TESIS – TE142599
OPTIMAL DISTRIBUTION NETWORK RECONFIGURATION CONSIDERING TIME VARYING LOAD USING BINARY PARTICLE SWARM OPTIMIZATION
Yoakim Simamora 2214201204 ADVISOR Prof. Ir. Ontoseno Penangsang, M.Sc, Ph.D. Dr. Rony Seto Wibowo, S.T., M.T.
MAGISTER PROGRAM POWER SYSTEM ENGINEERING ELECTRICAL ENGINEERING DEPARTMENT FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
Scanned by CamScanner
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama
: Yoakim Simamora
Program Studi : Teknik Sistem Tenaga NRP
: 2214 201 204
Dengan ini menyatakan bahwa isi dari keseluruhan tesis saya dengan judul “OPTIMISASI REKONFIGURASI JARINGAN PADA KONDISI BEBAN YANG
BERUBAH
TERHADAP
WAKTU
MENGGUNAKAN
ALGORITMA BINARY PARTICLE SWARM OPTIMIZATION” adalah benar-benar hasil karya intelektual mandiri, diselesaikan tanpa menggunakan bahan-bahan yang tidak diijinkan dan bukan merupakan karya pihak lain yang saya akui sebagai karya sendiri. Semua referensi yang dikutip maupun yang dirujuk telah ditulis secara lengkap pada daftar pustaka. Apabila ternyata pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku. Surabaya, 17 Januari 2017 Yang Membuat Pernyataan,
Yoakim Simamora NRP. 2214 201 204
iii
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
iv
OPTIMISASI REKONFIGURASI JARINGAN PADA KONDISI BEBAN YANG BERUBAH TERHADAP WAKTU MENGGUNAKAN ALGORITMA BINARY PARTICLE SWARM OPTIMIZATION Nama Mahasiswa : Yoakim Simamora NRP
: 2214 201 204
Pembimbing
: 1. Prof. Ir. Ontoseno Penangsang, M.Sc, Ph.D. 2. Dr. Rony Seto Wibowo, S.T, M.T. ABSTRAK
Rekonfigurasi jaringan merupakan salah satu cara untuk mengoptimalkan aliran energi dengan membuka dan menutup switches yang terdapat pada jaringan distribusi Penelitian ini membahas tentang rekonfigurasi jaringan pada kondisi beban yang berubah terhadap waktu untuk meminimalkan rugi energi pada sistem distribusi. Penelitian ini menggunakan 2 skenario dalam proses rekonfigurasi, skenario pertama adalah rekonfigurasi fixed, menentukan konfigurasi jaringan distribusi yang paling optimal berdasarkan kondisi beban puncak setiap bus, setelah topologi jaringan yang paling optimal telah ditentukan, kemudian topologi jaringan pada kondisi permintaan maksimum diaplikasikan pada semua variasi beban untuk meminimalkan rugi energi, skenario kedua adalah rekonfigurasi per jam, Rekonfigurasi per jam, menentukan konfigurasi jaringan distribusi yang paling optimal dengan untuk setiap level pembebanan. Kedua skenario rekonfigurasi dalam penelitian ini dioptimalkan menggunakan algoritma binary particle swarm optimization. Skema ini diujikan pada sistem distribusi 20kV kota Medan. Hasil simulasi kondisi awal sistem distribusi 20 kV kota Medan memiliki rugi energi awal sebesar 325,29 kWh/hari dengan tegangan minimum 19,7756 kV. Hasil simulasi untuk rekonfigurasi dengan skenario 1 didapatkan rugi energi sebesar 249 kWh/hari dengan tegangan minimum 19,8209 kV dan 10 pergantian switch. Sedangkan untuk rekonfigurasi dengan skenario 2 didapatkan rugi energi sebesar 244,02 kWh/hari dengan tegangan minimum 19,8209 kV dan 71 pergantian switch. Kata kunci: rekonfigurasi, variasi beban, rugi energi, binary particle swarm optimization
v
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
vi
OPTIMAL DISTRIBUTION NETWORK RECONFIGURATION CONSIDERING TIME VARYING LOAD USING BINARY PARTICLE SWARM OPTIMIZATION By
: Yoakim Simamora
Student Identity Number
: 2214 201 204
Advisor
: 1. Prof. Ir. Ontoseno Penangsang, M.Sc, Ph.D. 2. Dr. Rony Seto Wibowo, S.T., M.T. ABSTRACT
Network reconfiguration is one way to optimize power flow by opening and closing switches found on the distribution network. In this study discusses distribution network reconfiguration under variable demand for minimize energy losses in distribution system. This research using two scenarios, the first scenario is reconfiguration for maximum demand , in this case the optimum topology is determined for the maximum demand condition of each node. Later on, maintaining this topology, the loss behavior for 24 hours, in function of hourly load profiles in each node is analyzed. The second scenario is hourly reconfiguration, it finds optimal topology and associated energy losses, for each one of 24 hour interval, in function of the different hourly demand profiles of the systems. Both scenarios in this study using binary particle swarm optimization. The scheme is tested in the 20 kV distribution system of Medan. The results of the initial conditions simulating the 20 kV distribution system of Medan have energy losses 337,16 kWh/Day with minimum voltage 19.7756 kV. After the first scenario reconfiguration is obtained energy losses 249 kWh/Day with minimum voltage 19,8209 kV and 10 switching operations, and after the second scenario reconfiguration is obtained energy losses 244,02 kWh/Day with minimum Voltage 19,8209 kV and 71 switching operations. Keywords : reconfiguration, variable demand, energy losses, binary particle swarm optimization
vii
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
viii
KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah
melimpahkan
rahmat
serta
karunia-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan Tesis yang berjudul “OPTIMISASI REKONFIGURASI JARINGAN PADA KONDISI BEBAN YANG BERUBAH TERHADAP WAKTU MENGGUNAKAN ALGORITMA BINARY PARTICLE SWARM OPTIMIZATION”. Adapun tujuan dari penyusunan Tesis ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar master teknik pada bidang studi Teknik Sistem Tenaga, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Dalam penyusunan laporan Tesis ini, kami banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dengan tulus ikhlas menyampaikan banyak terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua T. Simamora/br. Sihite, abang dan kakak L. Simamora/br. Nainggolan, B.Simamora/br. Sitepu, Adik-adik ku Riston Simamora dan Welly Simamora, atas dukungan, semangat, kasih sayang dan doa untuk keberhasilan penulis, serta kedua keponakan Putri Simamora dan Indira Simamora sebagai penyemangat dan penyejuk hati. 2. Bapak Prof. Ir. Ontoseno Penangsang, M.Sc, Ph.D. dan Bapak Dr. Rony Seto Wibowo, S.T, M.T. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran serta bimbingannya. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Adi Soeprijanto, M.T. dan Bapak Dimas Fajar Uman Putra, S.T, M.T. selaku dosen di Laboratorium Simulasi Sistem Tenaga yang telah memberikan sarannya. 4. Bapak Suyanto, S.T, M.T., yang telah memberikan banyak masukan dalam penyelesaian tesis ini. 5. Teman-teman seperjuangan angkatan 2014 Genap Ayusta, Rohmanita, Vicky, Nuha, Alif yang telah memberi banyak masukan dalam penyelesaian tesis ini, tetap semangat untuk kita semua.
ix
6. Teman-teman pasca sarjana sistem tenaga Septi, Ciptian, Evin, Ari, Bang Mul, Dini, Niken, Lia, Yuli, Trisna, Khalil dan seluruh teman-teman angkatan 2013, 1014, 2015, 2016 atas dukungan yang telah diberikan. 7. Seluruh Asisten Laboratorium Simulasi Sistem Tenaga yang telah memberi banyak masukan, dukungan, dan kerjasama selama ini. 8. Seluruh dosen dan administrasi Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. 9. Semua pihak yang telah banyak membantu untuk menyelesaikan Tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam Tesis
ini. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik, koreksi, dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk pengembangan ke arah yang lebih baik. Akhir kata semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Surabaya, Januari 2017
Penulis
x
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ...................................... iii ABSTRAK ..................................................................................................... v ABSTRACT ..................................................................................................vii KATA PENGANTAR .................................................................................. ix DAFTAR ISI ................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiii DAFTAR TABEL ....................................................................................... xv BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2
Perumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3
Batasan Masalah ..................................................................................... 3
1.4
Tujuan ..................................................................................................... 3
1.5
Kontribusi Penelitian .............................................................................. 4
BAB 2
REKONFIGURASI JARING DISTRIBUSI
2.1. Sistem Penyaluran Tenaga Listrik .......................................................... 5 2.2. Analisa Aliran Daya Sistem Distribusi ................................................... 7 2.2.1 Aliran Daya pada Sistem Distribusi Radial ................................ 8 2.3
Rekonfigurasi Pada Jaringan Distribusi Radial ..................................... 11
2.4
Algoritma Particle Swarm Optimization (BPSO) ................................ 11 2.4.1
Dasar Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) ............ 12
2.4.2
Binary Particle Swarm Optimization (BPSO) ......................... 13
2.5. Kurva Beban Harian Tiap Trafo Distribusi ........................................... 14 2.6. Kurva Total Beban Harian..................................................................... 16 2.7. Rugi-rugi Pada Transformator............................................................... 16
xi
2.8. Estimasi Aliran Energi .......................................................................... 17 BAB 3
PEMODELAN SISTEM DISTRIBUSI UNTUK PENERAPAN ALGORITMA BINARY PARTICLE SWARM OPTIMIZATION
3.1. Sistem Distribusi Penyulang NR7 84 Bus ............................................ 19 3.2. Data Penelitian ..................................................................................... 19 3.3. Prinsip Dasar Rekonfigurasi ................................................................. 22 3.3.1
Rekonfigurasi Jaringan Pada Kondisi Beban yang Bervariasi ......................................................................... 30
3.4. Penerapan BPSO untuk Rekonfigurasi Jaringan Distribusi .................. 31 3.5. Fungsi Objektif .................................................................................... 32 3.6. Constrain (Batasan-batasan) ................................................................ 33 BAB 4
SIMULASI DAN ANALISIS DATA
4.1
Analisis Rugi – rugi Transformator ..................................................... 35
4.2
Hasil Simulasi Total Pembebanan Penyulang NR7 84 Bus .................. 36
4.3
Hasil Simulasi Sistem Distribusi Penyulang NR7 84-Bus Sebelum Rekonfigurasi ......................................................................... 38
4.4
Hasil Simulasi Sistem Distribusi Penyulang NR7 84-Bus Setelah Rekonfigurasi Fixed Menggunakan Algoritma BPSO ............. 40
4.5
Hasil Simulasi Sistem Distribusi Penyulang NR7 84-Bus Setelah Rekonfigurasi Per Jam Menggunakan Algoritma BPSO ......... 44
4.6 BAB 5
Analisis Hasil Simulasi ......................................................................... 47 PENUTUP
5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 49 5.2. Penelitian Berikutnya ............................................................................ 49 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51 LAMPIRAN A ..................................................................................................... 55 LAMPIRAN B...................................................................................................... 77 BIOGRAFI PENULIS ....................................................................................... 81 xii
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1
Penyaluran Daya Listrik.............................................................. 6
Gambar 2.2
Single Line Diagram Contoh Jaring Distribusi Radial ............... 9
Gambar 2.3
Konsep Modifikasi Point Pada PSO ......................................... 13
Gambar 3.1
Diagram Alir Penelitian ........................................................... 19
Gambar 3.2
Konfigurasi Sistem Penyulang NR7 84 Bus ................................... 21
Gambar 3.3
Kurva Karakteristik Beban Residensial .................................... 22
Gambar 3.4
Kurva Karakteristik Beban Komersial ...................................... 22
Gambar 3.5
Kurva Karakteristik Beban Publik ............................................ 23
Gambar 3.6
Kurva Karakteristik Beban Industri .......................................... 23
Gambar 3.7
Sistem IEEE 33 bus dengan loop numbers ............................... 30
Gambar 3.8
Diagram Alir Penerapan BPSO untuk Rekonfigurasi Jaringan ..................................................................................... 32
Gambar 4.1
SLD Penyulang NR7 84 Bus Kondisi Awal ............................. 37
Gambar 4.2
Tegangan Minimum Setiap Interval Waktu pada Konfigurasi Awal dan Setelah Rekonfigurasi Skenario 1 .................................. 43
Gambar 4.3
Tegangan Minimum Setiap Interval Waktu pada Konfigurasi Awal dan Setelah Rekonfigurasi Skenario 2 .................................. 46
xiii
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
xiv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1
Nilai Pembebanan Tiap Jenis Beban Weekday .......................... 23
Tabel 3.2
Data kVA Trafo Pada Penyulang NR7 ...................................... 24
Tabel 3.3
Data Pengukuran Tiap Gardu Distribusi ......................................... 27
Tabel 3.4
Kelompok Kombinasi Switch OFF IEEE 33 Bus ........................... 30
Tabel 4.1
Hasil Analisis Rugi- rugi Trafo Distribusi PB368 (200 kVA) .................................................................................. 36
Tabel 4.2
Hasil Identifikasi Pembebanan Penyulang NR7 ........................ 37
Tabel 4.3
Hasil Aliran Energi JTM Penyulang NR7 84 Bus Kondisi Awal ........................................................................................... 39
Tabel 4.4
Hasil Aliran Energi JTM Penyulang NR7 84 Bus Kondisi Awal dan Sesudah Rekonfigurasi Fixed .................................... 41
Tabel 4.5
Hasil Aliran Energi JTM Penyulang NR7 84 Bus Kondisi Awal dan Sesudah Rekonfigurasi Per Jam ................................ 45
Tabel 4.6
Hasil Simulasi Sistem Distribusi Radial 84-Bus Menggunakan Binary Particle Swarm Optimization ................. 48
xv
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
xvi
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1.
Sistem Distribusi merupakan salah satu sistem dalam sistem tenaga listrik yang mempunyai peran penting karena berhubungan langsung dengan konsumen energi listrik, terutama konsumen energi listrik tegangan menengah dan tegangan rendah [1]. Dengan bertambahnya jumlah konsumen, maka akan meningkatkan jumlah titik-titik beban dan rangkaian beban, jika switching rangkaian tidak diperhitungkan dengan cermat, maka rugi-rugi di jaringan akan semakin besar. Di lain pihak, permintaan beban dari tiap titik-titik beban berbeda-beda dalam setiap waktu, baik itu per jam, per hari, atau bahkan kondisi tertentu (musiman). Dengan demikian pengaturan pola switching perlu untuk dioptimalkan baik secara otomatis maupun manual. Pengaturan otomatis diperlukan untuk pengaturan switching beban pada waktu yang relatif singkat (skala jam atau harian), sedangkan pengaturan manual untuk skala waktu musiman. Banyak algoritma yang telah dilakukan untuk mengurangi rugi-rugi dan service
restoration
melalui
rekonfigurasi
jaring
distribusi.
Pendekatan
rekonfigurasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama adalah heuristic, mathematical programming, dan artificial intelligence (AI). Pendekatan rekonfigurasi jaring distribusi heuristik yang diusulkan menurut Civanlar adalah algoritma pertukaran switch heuristik untuk mengurangi feeder loss dan memperkenalkan rumus sederhana untuk memperkirakan perubahan kerugian daya ketika sekelompok beban ditransfer dari satu feeder yang lain [2]. Baran dan Wu menyajikan metodologi rekonfigurasi heuristik berdasarkan metode pertukaran cabang untuk mengurangi kerugian daya dan tujuan load balancing [3]. Nagata dan Hasaki menyajikan metodologi rekonfigurasi secara mathematical programming untuk perbaikan sistem distribusi [4]. Pendekatan AI menggunakan berbagai jenis metaheuristik telah diusulkan untuk optimisasi tujuan tunggal masalah rekonfigurasi jaring distribusi. Nara pada tahun 1992 memperkenalkan GA untuk rekonfigurasi jaring distribusi untuk
1
meminimalkan kerugian daya [5]. Zhu mengusulkan pendekatan Binary Genetic Algorithm dengan proses mutasi adaptif untuk memecahkan rekonfigurasi jaring distribusi dengan tujuan minimal kerugian daya [6]. Su menyajikan rekonfigurasi jaring distribusi dengan Ant Colony Optimization (ACO) untuk pengurangan kerugian daya [7]. Shariatkhah menggunakan harmony search algorithm dan dynamic programming untuk memecahkan rekonfigurasi feeder distribusi untuk konfigurasi minimum kerugian daya [8]. Wu Chang Wu menyajikan rekonfigurasi jaring distribusi menggunakan Binary Coding Particle Swarm Optimization untuk mengurangi kerugian daya pada system Distribusi [9]. Souza mengusulkan pendekatan artificial intelligent Copt-aiNet dan Opt-aiNet untuk meminimalkan rugi biaya pada jaringan distribusi [10]. Seperti yang disebutkan sebelumnya permasalahan rekonfigurasi sistem distribusi telah dilakukan dengan mempertimbangkan permintaan beban yang konstan (steady state). Enrique Lopez pada tahun 2004 mengusulkan pendekatan rekonfigurasi jaring distribusi dengan mempertimbangkan variasi beban per jam dengan metode dynamic programming untuk mengurangi rugi energi pada jaring distribusi [11], Zidan pada tahun 2008 mengusulkan multi objective rekonfigurasi dengan mempertimbangkan variasi beban menggunakan metode indeks switching untuk meminimalkan rugi energi dan meningkatkan nilai indeks keandalan pada sistem jaring Distribusi [12]. Queiroz mengusulkan metode artificial intelligent yaitu Adaptive Hybrid Genetic Algorithm untuk mengurangi rugi energi pada jaring distribusi mempertimbangkan perubahan beban terhadap waktu [13]. Terkahir pada tahun 2016 Souza mengusulkan rekonfigurasi jaring distribusi menggunakan metode Clonal Selection Algorithm dan Opt-aiNet Algorihm untuk mengurangi kerugian biaya harian pada sistem distribusi [14] [15]. Kennedy dan Eberhart mengusulkan sebuah pendekatan yang disebut Particle Swarm Optimization (PSO) untuk mengatasi masalah optimisasi fungsi kontinu[16]. Hal ini tidak untuk mengatasi masalah optimisasi fungsi diskrit. Oleh karena itu, Kennedy dan Eberhart mengusulkan versi modifikasi dari PSO yang disebut Binary Particle Swarm Optimization (BPSO) yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah optimisasi fungsi diskrit [8]. Pada penelitian ini, rekonfigurasi pada jaring distribusi menggunakan metode Binary Particle Swarm 2
Optimization (BPSO) dengan mempertimbangkan variasi beban per interval waktu dalam satu hari. Tujuan dari rekonfigurasi jaring ini adalah untuk memperoleh rekonfigurasi jarring distribusi yang optimal tiap interval waktu dengan rugi energi paling minimal. 1.2. Perumusan Masalah Pada penelitian ini permasalahan yang akan dibahas yaitu: 1. Bagaimana melakukan estimasi pada setiap titik beban tiap interval waktu (jam). 2. Bagaimana meminimalkan rugi energi dengan rekonfigurasi jaringan Distribusi radial. 3. Bagaimana melakukan proses rekonfigurasi dengan mempertimbangkan perubahan beban terhadap waktu menggunakan metode binary particle swarm optimization. 1.3. Batasan Masalah Agar penelitian ini tidak menyimpang dari ketentuan yang digariskan maka diambil batasan dan asumsi sebagai berikut: 1. Harmonisa pada sistem diabaikan. 2. Koordinasi proteksi pada sistem diabaikan. 3. Simulasi dilakukan menggunakan program MATLAB. 4. Keberagaman waktu untuk analisa beban dilakukan per jam per hari. 1.4. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu: 1. Mendapatkan estimasi pembebanan setiap titik beban tiap interval waktu (jam). 2. Mendapatkan konfigurasi jaringan baru yang optimal pada penyulang NR7 dengan mempertimbangkan perubahan beban terhadap waktu menggunakan algoritma Binary Particle Swarm Optimization. 3. Meminimalkan rugi energi melalui hasil rekonfigurasi jaringan.
3
1.5.
Kontribusi Penelitian tentang topik rekonfigurasi di Jurusan Teknik Elektro ITS
pertama kali dilakukan oleh Rodhi Faiz dengan tujuan pemulihan pelayanan saat gangguan [17], dan Cokorde untuk minimisasi kehilangan daya total menggunakan metode Genetic Algorithm (GA) [18]. Kemudian topik ini dikembangkan oleh Eddon Mufrizon dengan fungsi tujuan minimisasi kerugian daya sekaligus memperbaiki profil tegangan sistem [19], Julianus melakukan meneliti rekonfigurasi jarring dengan mempertimbangkan harmonisa pada jaring distribusi menggunakan metode Ant Colony Optimization (ACO) [20]. Pada tahun 2011, Stephan menggunakan metode Two Layer Particle Swarm Optimization (TL-PSO) untuk rekonfigurasi jaring distribusi dalam rangka pemulihan pelayanan ketika gangguan dan minimisasi kehilangan daya Distribusi [21], pada tahun 2013 Jamal Darusalam menggunakan metode optimisasi Harmony Search Algorithm (HSA) untuk meminimalkan kerugian daya pada sistem distribusi yang terpasang unit pembangkit tersebar terbarukan [22], pada 2014 Aji Akbar Firdaus menggunakan metode optimasi Binary Particle Swarm Optimization untuk meningkatknan Voltage Stability Index pada jaringan distribusi weakly meshed [23]. Terakhir pada 2016, Yuli Prasetyo menggunakan metode optimasi Binary Firefly Algorithm untuk memimalkan kerugian daya pada system Distribusi [24]. Penelitian yang telah dilakukan masih mempertimbangkan permintaan beban yang konstan. Mengacu pada metode-metode yang telah digunakan pada rekonfigurasi jaringan, maka penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi sebagai berikut : 1.
Menerapkan rekonfigurasi jaringan pada kondisi perubahan beban terhadap waktu.
2.
Mengaplikasikan metode Binary Particle Swarm Optimization (BPSO) untuk mendapatkan kerugian energi yang paling minimal.
3.
Menerapkan metode Binary Particle Swarm Optimization (BPSO) pada sistem Distribusi radial 20 kV kota Medan.
Metode ini akan diaplikasikan pada sistem distribusi radial 84 bus yang datanya diperoleh dari PT. PLN (Persero) Rayon Pancurbatu Sumatera Utara.
4
BAB 2 REKONFIGURASI JARING DISTRIBUSI Sistem distribusi merupakan jaring yang langsung terhubung dengan beban. Sehingga sistem distribusi sangat sensitif apabila terjadi penambahan beban. Akibat dari penambahan beban, arus yang mengalir pada sistem menjadi bertambah besar, sehingga mengakibatkan kerugian daya yang besar. Apabila penambahan beban terus-menerus terjadi, peralatan-peralatan distribusi yang dipakai akan rusak dan kehandalan menurun. Oleh karena itu, suatu tindakan diperlukan untuk mengurangi kerugian daya. Salah satu cara yang digunakan adalah rekonfigurasi jaring distribusi. Rekonfigurasi jaring distribusi adalah suatu cara untuk mengurangi kerugian daya pada jaring distribusi serta untuk meningkatkan kehandalan sistem distribusi. Cara untuk mengurangi kerugian daya dan meningkatkan kehandalan sistem adalah dengan mengatur ulang konfigurasi jaring dengan membuka dan menutup switch yang terdapat pada jaring distribusi [17]. Sehingga arus yang mengalir pada jaring distribusi dapat diatur. Dalam kondisi operasi normal, rekonfigurasi jaring dilakukan karena dua alasan: 1. Mengurangi kerugian daya pada sistem. 2. Mendapatkan
pembebanan
yang
seimbang
untuk
mencegah
pembebanan yang berlebih pada jaring (load balancing) 2.1.
Sistem Penyaluran Tenaga Listrik Energi listrik dihasilkan pada pembangkit listrik tenaga air (PLTA),
pembangkit listrik tenaga gas (PLTG), pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU), pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD). Gambar 2.1 menunjukkan proses penyaluran tenaga listrik mulai dari pembangkit, transmisi dan distribusi. Tenaga listrik yang dihailkan oleh pembangkit umumnya sebesar 20 kV, kemudian di gardu induk, pembangkit tegangan listrik tersebut dinaikan dengan transformator penaik tegangan menjadi
5
150 kV (tegangan tinggi) selanjutnya listrik tegangan tinggi disalurkan melalui saluran transmisi atau saluran udara tegangan tinggi (SUTT) untuk dikirimkan ke gardu distribusi, yang kemudian tegangannya diturunkan menjadi 20 kV. Tegangan sistem Distribusi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu Distribusi primer (20 kV) dan Distribusi sekunder (380/220 V). jaringan Distribusi 30 kV sering disebut system Distribusi tegangan menengah (TM) dan jaringan Distribusi 380/220 V jaringan Distribusi tegangan rendah (TR).
Gambar 2.1 Penyaluran Daya Listrik [25] Dalam melakukan distribusi tenaga listrik diperlukan beberapa komponenkomponen utama yang menunjang distribusi tenaga listrik, yaitu: 1. Gardu Induk (GI) Gardu induk merupakan suatu komponen penting dalam Distribusi tenaga listrik yang berfungsi sebagai pengatur daya. Gardu induk juga berfungsi mentransformasikan daya listrik yang dihasilka dari pusat-pusat pembangkit ke gardu induk lain dan juga ke gardu-gardu Distribusi yang merupakan suatu interkoneksi dalam Distribusi tenaga listrik. 2. Gardu Hubung (GH) Gardu hubung berfungsi menerima daya listrik dan gardu induk yang telah diturunkan menjadi tegangan menengah dan menyalurkan atau membagi daya listrik tanpa merubah tegangannya melalui jaringan distribusi primer menuju gardu atau transformator distribusi. Gardu hubung merupakan satu gardu yang terdiri dari peralatan-peralatan hubung 6
serta alat-alat control lainnya, namun tidak terdapat trafo daya. Alat penghubung yang terdapat pada gardu hubung adalah sakelar beban yang selalu dalam kondisi terbuka (normally open), sakelar ini bekerja atau menutup hanya jika penyulang utama mealui gangguan. 3. Gardu Distribusi (GD) Gardu distribusi adalah suatu tempat atau bangunan instalasi listrik yang didalamnya terdapat alat-alat: pemutus, penghubung, pengaman, dan trafo Distribusi untuk mendistribusikan tegangan listrik sesuai dengan kebutuhan tegangan konsumen. Peralatan-peralatan ini yang menunjang pendistribusian tenaga listrik secara baik yang mencakup kontinuitas pelayanan yang terjamin, mutu yang tinggi, dan menjamin keselamatan bagi manusia. Adapun fungsi dari gardu induk yaitu menyalurkan tenaga listrik tegangan menengah ke konsumen tegangan rendah, menurunkan tegangan menengah menjadi tegangan rendah selanjutnya didistribusikan ke konsumen tegangan rendah, dan menyalurkan tenaga listrik tegangan menengah ke gardu distribusi lainnya. Sistem distribusi dalam suatu daerah biasanya tidak hanya disuplai oleh satu gardu induk, melainkan bisa juga dari gardu induk yang lain. Setiap penyulang memiliki konfigurasi yang dapat terhubung dengan penyulang yang lain. Hal ini dilakukan untuk menjaga kontinuitas daya yang disalurkan dan menjaga kehandalan sistem distribusi. Ada beberapa bentuk sistem jaring yang umum dipergunakan untuk menyalurkan dan mendistribusikan tenaga listrik yaitu : 1. Sistem jaring distribusi radial. 2. Sistem jaring distribusi rangkaian tertutup (loop). 3. Sistem jaring distribusi mesh. 4. Sistem jaring distribusi spindle 2.2
Analisis Aliran Daya Sistem Distribusi Analisis aliran daya pada sebuah sistem tenaga listrik berguna untuk
menghitung beberapa parameter yang penting antara lain arus, tegangan, daya, dan kerugian daya. Beberapa metode analisis aliran daya seperti Gauss-Seidel, 7
Newton-Raphson dan Fast-Decoupled telah terbukti akurat untuk perhitungan analisis aliran daya pada sistem transmisi. Penggunaan metode-metode tersebut pada sistem distribusi dapat memberikan hasil yang kurang akurat karena algoritma yang digunakan berbasis pada topologi sistem transmisi yang berbentuk mesh atau loop tertutup sedangkan sistem distribusi umumnya berbentuk radial atau berstruktur seperti pohon (tree structure). Saluran atau kabel pada sistem distribusi juga memiliki rasio resistansi versus reaktansi (R/X) yang cenderung tinggi sehingga menyebabkan proses penghitungan aliran daya menggunakan metode konvensional di atas gagal konvergen. Efisiensi dari proses optimisasi pada sistem distribusi bergantung pada algoritma power flow karena solusi baru didapat ketika algoritma tersebut dieksekusi secara berulang. Dengan demikian penyusunan algoritma power flow untuk sistem distribusi harus bersifat kokoh (robust) dan hemat waktu. Sebuah metode yang mampu menemukan solusi aliran daya dengan memanfaatkan karakter topologi jaring distribusi akan digunakan pada penelitian ini. Metode tersebut menghindari penggunaan matriks Jacobian atau matriks admitansi Y yang harus digunakan pada metode konvensional sehingga lebih menghemat waktu perhitungan [26]. 2.2.1 Aliran Daya pada Sistem Distribusi Radial Aliran daya pada sistem distribusi memiliki yang berbeda dengan aliran daya pada sistem transmisi. Hal ini dikarenakan sistem distribusi mempunyai jaring berbentuk radial. Salah satu metode untuk menghitung aliran daya pada sistem distribusi radial adalah metode Bus Injection to Branch Current–Branch Current to Bus Voltage (BIBC-BCBV) [27].
8
Gambar 2.2 Single Line Diagram Contoh Jaring Distribusi Radial Gambar 2.2 merupakan contoh sederhana dari jaring distribusi radial. Dari Gambar 2.2 didapatkan persamaan injeksi arus pada persamaan 2.1 sampai dengan persamaan 2.5. (2.1) (2.2) (2.3) (2.4) (2.5) Dari persamaan injeksi arus ke bus, matriks BIBC dapat disusun seperti persamaan 2.6.
(2.6) [
[
]
][ ]
Pola umum persamaan 2.6 dapat ditulis seperti persamaan 2.7. [ ]
[
][ ]
(2.7)
Kemudian dibentuk persamaan untuk mencari nilai tegangan jatuh berdasarkan jalur injeksi arus. Persamaan 2.8 sampai dengan persamaan 2.12 merupakan persamaan untuk menghitung tegangan tiap bus. 9
(2.8) (2.9) (2.10) (2.11) (2.12) Maka tegangan jatuh dapat dihitung menjadi persamaan 2.13 sampai dengan persamaan 2.17. (2.13) (2.14) (2.15) (2.16) (2.17) Dari persamaan tegangan jatuh, matriks BCBV dapat disusun seperti persamaan 2.18.
(2.18) [
]
][
[
]
Pola umum persamaan 2.18 dapat ditulis seperti 2.19. [
]
[
(2.19)
][ ]
Apabila persamaan 2.7 disubstitusikan ke persamaan 2.19, maka persamaan ∆V didapatkan seperti persamaan 2.20 dan persamaan 2.21 [
]
[
][
[
]
[
][ ]
][ ]
(2.20) (2.21)
Penyelesaian aliran daya dapat diperoleh dengan prosedur perhitungan secara iterasi pada persamaan 2.16 sampai dengan persamaan 2.21. Ii(k)
(
(2.22)
)
[∆Vk] = [DLF][Ik]
(2.23)
Persamaan 2.24 adalah persamaan update tegangan baru [Vk+1] = [V1] – [∆Vk]
(2.24)
10
2.3
Rekonfigurasi Pada Sistem Distribusi Radial Sistem distribusi disuplai dari Gardu Induk (GI) yang terbagi menjadi
beberapa penyulang/feeder menuju ke pelanggan listrik [3]. Tipe penyulang yang digunakan adalah radial dimana antara penyulang yang satu dengan yang lain dapat dihubungkan dengan mengoperasikan tie switch. Tie switch dengan posisi terbuka pada kondisi normal ini sangat berperan untuk proses rekonfigurasi jaringan sehingga rugi daya dapat berkurang. Jika suatu penyulang mengalami gangguan, daerah yang padam sementara dapat disuplai kembali secara cepat dengan membuat konfigurasi jaringan baru dengan mengoperasikan beberapa tie switch. Dalam jaringan distribusi tenaga listrik, mengubah status tie switch dari normally open (NO) ke normally closed (NC) atau sebaliknya merupakan perubahan struktur topologi dari jaringan distribusi. Rekonfigurasi Jaringan adalah mengatur ulang konfigurasi jaringan dengan cara membuka dan menutup switch pada jaringan distribusi. Rekonfigurasi jaringan dapat mengurangi rugi jaringan serta meningkatkan keandalan sistem distribusi. 2.4.
Particle Swarm Optimization (PSO) Particle swarm optimization adalah teknik optimasi stokastik berbasis pada
sebuah populasi yang dikembangkan oleh Dr. Eberhart dan Dr. Kennedy pada tahun 1995. Metode ini terinspirasi oleh perilaku sosial dari kawanan burung atau ikan [28]. PSO mempunyai banyak kemiripan dengan teknik komputasi yang lain seperti algoritma genetika. Metode ini di inisialisasikan oleh sebuah populasi acak yang bekerja sama mencari solusi optimal pada suatu fungsi objektif dengan mengupdate tiap generasi. Pada PSO, potensial solusi dikenal dengan nama partikel, partikel terus bergerak di area objektif dengan cara mengikuti partikel paling optimum pada saat itu. Tiap partikel terus mencari solusi terbaik untuk fungsi objektif terkait dengan solusi terbaik yang telah dicapai sejauh ini. Nilai dari fitness ini kemudian disimpan. Nilai inilah yang disebut Pbest. Ketika semua partikel mengambil 11
seluruh sebagai topologi tetangganya maka nilai terbaik yang dicapai disebut Gbest. Konsep PSO terdiri dari langkah tiap iterasi dan perubahan velocity (akselerasi) pada tiap partikel menuju lokasi Pbest dan Gbest. Nilai akselerasi didapat dari sebuah proses dengan membangkitkan nilai acak untuk akselerasi menuju lokasi Pbest dan Gbest. Pada beberapa tahun terakhir, PSO diaplikaskan pada beberapa riset dan aplikasi lain dengan sukses. Hal ini menunjukkan bahwa dengan metode PSO didapat hasil yang lebih baik dan lebih cepat serta lebih murah dibanding dengan metode lain. 2.4.1 Dasar Algoritma Particle Swarm Optimization (PSO) Algoritma PSO sebagai metode optimasi mempunyai beberapa langkah untuk menjalankan algoritma nya. Algoritma tersebut dapat dibagi menjadi beberapa poin sebagi berikut 1. Inisialisasi populasi partikel yang terdistribusi uniform pada suatu bidang pencarian. 2. Evaluasi tiap-tiap posisi dari partikel terhadap fungsi objektif. 3. Jika posisi partikel saat ini lebih baik daripada posisi best sebelumnya maka update posisi best. 4. Tentukan best partikel menurut best posisi dari partikel tersebut 5. Update velocity dari tiap partikel menurut persamaan : vi (t 1) vi (t ) c1.rand ( p p xi (t )) c2 .rand ( pg xi (t ))
(2.25)
6. Pindahkan partikel pada posisi barunya menurut persamaan :
xi (t 1) xi (t ) vi (t 1)
(2.26)
7. Ulangi algoritma pada langkah kedua sampai kriteria yang ingin dicapai terpenuhi. Variasi PSO merupakan pengembangan dari metode yang telah dikembangkan oleh Kennedy dan Eberhart. Dengan ditambahkannya inersia weight sebagai pengontrol keragaman dari original PSO, maka persamaan update partikel menjadi persamaan 2.27.
12
vi (t 1) w.vi (t ) c1.rand ( p p xi (t )) c2 .rand ( pg xi (t ))
(2.27)
Dengan w adalah inersia weight yang memiliki nilai yang bervariasi setiap iterasinya. Persamaan inersia weight yang digunakan adalah seperti persamaan 2.28. (2.28) Pada gambar 2.3. menunjukkan konsep mekanisme pencarian PSO dengan modifikasi velocity dan posisi individu berdasarkan persamaan (2.27) dan (2.28) jika nilai w, c1 dan c2 rand1, rand2 adalah 1. y
Vi k
X ik 1
Vi k 1
Gbest
V Gbest i
X ik
k
k
Pbesti
Vi Pbest
x Gambar 2.3 Konsep modifikasi point pada PSO 2.4.2 Binary Particle Swarm Optimization (BPSO) PSO standar dirancang untuk mengatasi masalah optimisasi fungsi kontinu [28]. Hal ini tidak untuk mengatasi masalah optimisasi fungsi diskrit. Oleh karena itu, Kennedy dan Eberhart mengusulkan versi modifikasi dari PSO yang disebut Binary Particle Swarm Optimization (BPSO) yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah optimisasi fungsi diskrit. Dalam Binary Particle Swarm Optimization (BPSO) Pi dan Pg dari swarm diupdate dalam standar PSO. Perbedaan utama dari standar PSO dan BPSO adalah pada interpretasi dari kecepatan [29]. Pada BPSO kecepatan dibatasi dalam kisaran [0,1]. Persamaan dari kecepatan seperti persamaan 2.29. vij' (t ) sig ((t ))
1 v (t ) 1 e ij
13
(2.29)
Persamaan 2.29 digunakan untuk memperbarui vektor kecepatan partikel. Dan posisi baru partikel diperoleh dengan menggunakan persamaan 2.30.
1 if rij sig (vij (t 1)) xij (t 1) otherwise 0
2.5.
(2.30)
Kurva Beban Harian Tiap Trafo Distribusi Untuk melakukan proses estimasi pembentukan kurva beban harian secara
total suatu penyulang diawali dengan menentukan terlebih dahulu kurva beban harian tiap trafo distribusi. Kurva beban pada tiap trafo ini dapat dibentuk berdasarkan data pengukuran, data prosentase pelanggan tiap jenis beban pada setiap trafo serta database beban harian tiap jenis beban. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa data pengukuran tiap trafo antara lain terdiri atas besarnya daya yang diukur dengan dilengkapi data tentang rating trafo dan waktu dilakukannya pengukuran. Besar daya yang diukur akan menentukan prosentase pembebaban trafo tersebut saat pengukuran. Data pelanggan berisi tentang prosentase tiap jenis beban yang disuplai oleh trafo tersebut. Sedangkan database pembebanan dan database faktor daya digunakan sebagai referensi untuk menentukan besarnya pembebanan pada waktu-waktu yang lain. Estimasi pembebanan jenis beban residensial dinyatakan dengan persamaan 2.30 berikut ini.
Pnref _ res ' .(kVArating.lf lc res pfnref _ res ) Pnres P ref _ res
(2.31)
Dimana : Pnref_res’
= Daya referensi beban residensial jam 1 – 24
Pref_res
= Daya referensi beban residensial ketika pengukuran
pfnref_res
= Faktor daya referensi beban residensial jam 1 – 24 (%)
kVArating
= Rating transformer (kVA)
lf
= Prosentase pembebanan trafo (%)
lcres
= Komposisi pembebanan untuk beban residensial (%)
n
= 1, 2, 3, … , 24
14
Untuk estimasi pembebanan jenis beban komersial, publik, dan industri dihitung dengan menggunakan persamaan seperti di atas. Hanya saja yang berbeda adalah referensi daya, referensi faktor daya, dan komposisi beban menyesuaikan jenis beban yang akan diestimasi. Jika masing-masing jenis beban sudah dihitung pada setiap jamnya (jam 1 - 24) maka nilai pembebanan pada semua jenis beban ditotal pada jam yang sama, sehingga didapatkan nilai pembebanan pada trafo tersebut selama 24 jam. Proses yang sama juga dilakukan pada semua trafo. Penjumlahan nilai pembebanan masing-masing jenis beban pada setiap jam dapat dinyatakan dengan persamaan 2.32 berikut ini.
Pntotal _ trafo _ loading Pn res Pn pub Pncom Pnind
(2.32)
dimana : n = 1, 2, 3, … , 24 Jika nilai total pembebanan pada trafo tersebut diplot maka akan didapatkan kurva beban harian pada masing-masing trafo. Kurva beban harian pada setiap trafo mempunyai profil yang khas dan berbeda-beda pada setiap trafo, tergantung dari komposisi dan volume beban yang disuplai oleh trafo tersebut. Misalnya, jika pada suatu trafo hanya menyuplai beban komersial saja (lfcom = 100%) maka profil kurva harian tersebut sama dengan kurva harian beban komersial yang digunakan sebagai database referensi, hanya saja volumenya yang berbeda. Akan tetapi bila suatu trafo menyuplai beban campuran (mix), misalkan beban residensial dengan beban komersial, maka profil kurva harian yang terbentuk sangat khas, artinya berbeda sama sekali dengan profil kurva harian yang digunakan sebagai database. Hal ini terjadi karena masing-masing jenis beban mempunyai kontribusi pembebanan dengan komposisi dan volume yang berbeda. Bila salah satu jenis beban mempunyai komposisi dan volume lebih dominan (jauh lebih besar) dari komposisi dan volume beban lain maka profil kurva harian trafo tersebut cenderung menyerupai kurva harian beban yang lebih dominan.
15
2.6.
Kurva Total Beban Harian Setelah diperoleh kurva harian pada masing-masing trafo distribusi, maka
jika beban seluruh trafo pada waktu yang sama dijumlahkan (mulai jam 1 sampai jam 24) maka akan diperoleh kurva total beban harian pada suatu penyulang. Hal ini dapat dinyatakan dengan persamaan 2.33 berikut. jum _ trafo
Pntotal _ penyulang
Pn m 1
1000
m
(MW)
(2.33)
Dimana : n = 1, 2, 3, … ,24 m = banyaknya trafo dalam penyulang tersebut Nilai daya pada kurva ini merupakan daya murni yang dipakai oleh beban konsumen tanpa rugi-rugi di jaringan. Secara profil, bentuk kurva total ini identik dengan bentuk kurva hasil pengukuran beban penyulang di gardu induk. Akan tetapi secara volume (nilai daya) pada tiap-tiap komponen waktu tidaklah sama karena rugi-rugi di jaringan belum terhitung. 2.7
Rugi-rugi Pada Transformator Rugi-rugi pada trafo distribusi diklasifikasikan menjadi dua yaitu Rugi-
rugi daya tanpa beban (No-Load Losses) rugi-rugi daya saat berbeban (Load Losses).
Data Trafo Distribusi yang dapat diperoleh adalah (KVA, No-Load
Losses, Rated Load Losses dan Impedansi) [30]. Sehingga Rugi-rugi daya pada trafo distribusi dihitung dengan rumus: 2
=
x
(2.34)
dimana : kVAload = Beban trafo (kVA) kWloss-R = Rugi-rugi berbeban trafo pada load (kW) kVArated = Kapasitas trafo (kVA) Jadi total rugi-rugi daya pada trafo distribusi adalah (2.35) dimana : 16
kWloss-trf-L = Total rugi-rugi berbeban trafo (kW) kWloss-trf-N = Rugi-rugi trafo tanpa beban (kW) 2.8
Estimasi Aliran Energi Estimasi aliran energi diperoleh dari pengolahan keluaran aliran daya.
Data–data yang digunakan untuk estimasi aliran energi adalah data aliran daya dan panjang interval [31]. Energy Flow diestimasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut: EAi = Intk.Pi
(2.36)
ERi = Intk.Qi
(2.37)
dimana: EAi = Besar Aliran Energi Aktif pada bus i (kWh) ERi = Besar Aliran Energi Reaktif dari bus i (kVARh) Intk = Besar interval ke-k yang pada saat energi dihitung (Jam) Pi
= Besar Aliran Daya Aktif pada bus i (kW)
Qi = Besar Aliran Daya Reaktif pada bus i (kVAR) sedangkan aliran rugi-rugi energi diestimasi dengan menggunakan persamaan berikut: EAij = Intk .Pij
(2.38)
ERij = Intk .Qij
(2.39)
dimana: EAij = Besar Rugi Energi Aktif dari bus i ke bus j (kWh) ERij = Besar Rugi Energi Reaktif dari bus i ke bus j (kVARh) Intk = Besar interval ke-k yang pada saat energi dihitung (Jam) Pij = Besar Rugi Daya Aktif dari bus i ke bus j (kW) Qij = Besar Rugi Daya Reaktif dari bus i ke bus j (kVAR) Jaringan Distribusi dimodelkan menjadi tiga bagian untuk menghitung rugi-rugi energi pada jaringan distribusi Jaringan Tegangan Menengah, Trafo, dan Jaringan Tegangan Rendah. Dalam penelitian ini rugi energi yang diperhitungkan hanya pada bagia JTM dan trafo distribusi.
17
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
18
BAB 3 PEMODELAN SISTEM DISTRIBUSI UNTUK PENERAPAN ALGORITMA BINARY PARTICLE SWARM OPTIMIZATION Langkah – langkah penelitian dibuat dalam diagram alir seperti gambar 3.1. Berdasarkan gambar 3.1 diketahui bahwa penelitian dimulai dengan melakukan pengumpulan data sampai dengan menampilkan hasil simulasi. Gambar 3.1 menunjukkan langkah-langkah penelitian yang jelas dan terperinci.
MULAI
Pengumpulan data Pengukuran Trafo Distribusi, data saluran sistem distribusi
Meminimalkan rugi jaring distribusi
Analisa karakteristik jenis beban untuk menentukan kurva harian tiap jenis beban
Berhasil
Tidak
Ya
Penerapan metode estimasi untuk menentukan pembebanan tiap titik beban
Menampilkan Hasil simulasi STOP
Analisa aliran daya pada konfigurasi awal tiap interval waktu
Rugi jaringan distribusi tiap interval waktu Rekonfigurasi Jaring distribusi menggunakan algoritma BPSO tiap interval waktu Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian
19
Proses estimasi pembentukan kurva beban harian secara total suatu penyulang diawali dengan menentukan terlebih dahulu kurva beban harian tiap trafo distribusi. Kurva beban pada tiap trafo ini dapat dibentuk berdasarkan data pengukuran, data prosentase pelanggan tiap jenis beban pada setiap trafo serta database beban harian tiap jenis beban. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa data pengukuran tiap trafo antara lain terdiri atas besarnya daya yang diukur dengan dilengkapi data tentang rating trafo dan waktu dilakukannya pengukuran. Besar daya yang diukur akan menentukan prosentase pembebaban trafo tersebut saat pengukuran. Data pelanggan berisi tentang prosentase tiap jenis beban yang disuplai oleh trafo tersebut. Sedangkan database pembebanan dan database faktor daya digunakan sebagai referensi untuk menentukan besarnya pembebanan pada waktu-waktu yang lain Jika nilai total pembebanan pada trafo tersebut diplot maka akan didapatkan kurva beban harian pada masing-masing trafo. Kurva beban harian pada setiap trafo mempunyai profil yang khas dan berbeda-beda pada setiap trafo, tergantung dari komposisi dan volume beban yang disuplai oleh trafo tersebut. Misalnya, jika pada suatu trafo hanya menyuplai beban komersial saja (lfcom = 100%) maka profil kurva harian tersebut sama dengan kurva harian beban komersial yang digunakan sebagai database referensi, hanya saja volumenya yang berbeda. Akan tetapi bila suatu trafo menyuplai beban campuran (mix), misalkan beban residensial dengan beban komersial, maka profil kurva harian yang terbentuk sangat khas. Tahapan selanjutnya setelah proses estimasi pembebanan selama 24 jam dilakukan adalah pengamatan data sebelum dan sesudah rekonfigurasi serta analisa data untuk mengetahui seberapa besar rugi energi, pada saat konfigurasi awal atau sebelum rekonfigurasi dengan setelah direkonfigurasi dari hasil proses algoritma Binary Particle Swarm Optimization (BPSO). 3.1
Sistem Distribusi Feeder Penyulang NR7 84 Bus Penelitian ini menggunakan data sistem distribusi feeder NR7 84 bus yang
memiliki 83 sectionalizing switch (normally close) dan 14 tie switch (normally open). Gambar 3.2 menunjukkan konfigurasi sistem distribusi feeder NR7 84 bus 20
1
84
2
Substation
3
Bus
4
Sectionalizing Switch
64
63
5
Tie Switch
6 54 7 85
8 9 10 55 11 86
65
66
12
56 13 14 87
15 16 17 58
57
18 67 19 20 21
88
22 23 89
24
59
25 68
26
69
70
74
75
71
72
60 27 28 90
29 73
30 31 61
91
32
76
33 62 34
92
35 36
77
37 93
38
81
94
39
95 96
40
97
78 80
41 79
42
82
83
84
43 44
45
46
47
48
49
Gambar 3.2. Konfigurasi Sistem Penyulang NR7 84 Bus
21
50
51
52
53
3.2 Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data salah satu penyulang yang ada di Medan, yaitu data penyulang NR7 dari Gardu Induk Namorambe. Penyulang ini mempunyai komposisi jenis beban yang mayoritas adalah beban residensial. Pada penyulang NR7 terdapat 84 bus dan 83 saluran. Sedangkan data kurva tiap jenis beban yang digunakan sebagai referensi untuk melakukan proses identifikasi adalah data hasil survei lapangan dari PT. Hagler Bailly Indonesia untuk PT. PLN Persero tentang survei karakteristik beban daerah-daerah di luar Jawa. Data ini berupa gambar kurva harian tiap jenis beban, yang kemudian nilai pembebanan pada masing-masing kurva pada tiap-tiap jam selama 24 jam dapat ditentukan. Gambar kurva ditunjukkan pada Gambar 3.3 – Gambar 3.6 dan nilai pembebanannya ditunjukkan pada Tabel 3.1. 0.25
P (MW)
0.2 0.15 0.1 0.05 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324
Hour Gambar 3.3. Kurva Karakteristik Beban Residensial 4
P (MW)
3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Waktu (Jam) Gambar 3.4. Kurva Karakteristik Beban komersial
22
6
P (MW)
5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Waktu (Jam) Gambar 3.5. Kurva Karakteristik Beban Publik
P (MW)
25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Waktu (Jam) Gambar 3.6. Kurva Karakteristik Beban Industri Tabel 3.1 Nilai Pembebanan Tiap Jenis Beban Weekday Jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Residensial Publik Weekday Weekday (MW) (MW) 0.134 0.128 0.119 0.118 0.121 0.138 0.154 0.125 0.102 0.095 0.104
3.62 3.55 3.25 2.18 1.38 1.33 1.35 1.26 1.19 1.12 0.88 23
Komersial Weekday (MW)
Industrial Weekday (MW)
3.076 2.776 2.713 2.59 2.544 2.602 2.946 3.566 3.717 3.95 4.18
5 4.8 4.2 4.5 4.5 4.3 4 6 15 19 19.2
Tabel 3.1 Nilai Pembebanan Tiap Jenis Beban Weekday (lanjutan) Jam 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Residensial Publik Weekday Weekday (MW) (MW) 0.104 0.82 0.086 0.81 0.081 0.8 0.085 0.8 0.088 0.82 0.104 0.88 0.112 0.95 0.168 1.55 0.201 3.2 0.208 3.4 0.203 3.6 0.193 3.63 0.16 3.7
Komersial Weekday (MW) 4.3 4.092 3.796 3.726 3.636 3.825 4.415 4.755 4.908 5.2 5.028 4.16 3.349
Industrial Weekday (MW) 20 13 18 19.5 18.7 16.7 13 9.5 8.2 7 6.3 5.5 8
Sedangkan faktor daya diasumsikan sama pada rentang waktu 24 jam. Masing-masing adalah beban faktor daya beban residensial = 0.85, beban publik = 0.88, beban komersial = 0.87, dan beban industri = 0.90. Asumsi ini dilakukan karena keterbatasan data tentang karakteristik faktor daya harian tiap jenis beban dan faktor daya ini cenderung selalu berubah setiap hari, tergantung jenis beban yang dipakai sehingga sulit ditentukan karakteristiknya. Faktor daya yang dipakai pada proses identifikasi ini didasarkan asumsi umum faktor daya dari tiap jenis beban. Data trafo-trafo yang ada di penyulang NR7 ditunjukkan pada Tabel 3.2 berikut. Tabel 3.2 Data KVA Trafo pada Penyulang NR7 No 1 2 3 4 5
Kode Trafo PB368 PB258 PB421 PB135 PB149
Rating (kVA) 200 160 100 160 100 24
Remark Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial
Tabel 3.2 Data KVA Trafo pada Penyulang NR7 (lanjutan) No 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Kode Trafo PB137 PB532 PB394 PB333 PB139 PB831 PB494 PB140 PB284 PB498 PB142 PB497 PB144 PB437 PB207 PB459 PB206 PB460 PB259 PB843 PB205 PB844 PB845 PB500 PB507 PB260 PB535 PB836 PB332 PB838 PB138 PB185 PB285 PB839
Rating (kVA) 200 100 50 160 160 25 100 160 160 100 315 100 400 160 250 100 160 100 100 25 160 25 25 100 200 160 100 25 200 200 160 100 100 100
25
Remark Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Public Residensial Commercial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Commercial Residensial Public Residensial Residensial Residensial Residensial
Tabel 3.2 Data KVA Trafo pada Penyulang NR7 (lanjutan) No 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
Kode Trafo PB339 PB499 PB493 PB447 PB837 PB136 PB250 PB495 PB840 PB841 PB141 PB496 PB143 PB412 PB518 PB533 PB335 PB349 PB433 PB204 PB203 PB187 PB847 PB846
Rating (kVA) 100 100 100 200 50 160 100 100 25 25 315 160 100 100 100 160 160 250 100 160 160 100 250 100
Remark Residensial Residensial Residensial Residensial Commercial Residensial Public Residensial Commercial Commercial Residensial Residensial Residensial Residensial Residensial Commercial Residensial Residensial Public Residensial Residensial Residensial Public Commercial
Data pengukuran tiap gardu distribusi digunakan sebagai data awal untuk melakukan proses identifikasi karakteristik tiap jenis beban. Data pengukuran yang ditunjukkan berikut adalah data yang dapat digunakan (berperan) untuk melakukan proses identifikasi jenis beban, ditunjukkan pada Tabel 3.3 berikut.
26
Tabel 3.3 Data Pengukuran Tiap Gardu Distribusi No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 26 27 28 29 30 31 32
Kode
Rating
Trafo PB368 PB258 PB421 PB135 PB149 PB137 PB532 PB394 PB333 PB139 PB831 PB494 PB140 PB284 PB498 PB142 PB497 PB144 PB437 PB207 PB459 PB206 PB460 PB259 PB843 PB205 PB844 PB500 PB507 PB260 PB535
(kVA) 200 160 100 160 100 200 100 50 160 160 25 100 160 160 100 315 100 400 160 250 100 160 100 100 25 160 25 100 200 160 100
Pembebanan Pembebanan (kVA) 108 63.8 9 171.2 113 146 51 38.5 129.6 121.6 5 79 84.8 108.8 81 141.75 76 184 120 177.5 65 160 59 81 0.5 80 5.25 66 100 128 71
27
(%) 54 43 9 107 113 73 51 77 81 76 20 79 53 68 81 45 76 46 75 71 65 100 59 81 2 50 21 66 50 80 71
Jam Pengukuran 19 18 18 21 21 20 18 20 21 20 11 20 19 19 21 18 20 18 20 20 19 21 18 21 9 18 18 19 18 22 20
Tabel 3.3 Data Pengukuran Tiap Gardu Distribusi (lanjutan) No 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
Kode
Rating
Trafo PB836 PB332 PB838 PB138 PB185 PB285 PB839 PB339 PB499 PB493 PB447 PB837 PB136 PB250 PB495 PB840 PB841 PB141 PB496 PB143 PB412 PB518 PB533 PB335 PB349 PB433 PB204 PB203 PB187 PB847 PB846
(kVA) 25 200 200 160 100 100 100 100 100 100 200 50 160 100 100 25 25 315 160 100 100 100 160 160 250 100 160 160 100 250 100
Pembebanan Pembebanan (kVA) 4.5 206 42 96 63 26 69 33 39 94 38 16.5 104 22 68 4.25 7.5 59.85 78.4 82 6 14 91.2 96 42.5 44 110.4 116.8 88 57.5 49
28
(%) 18 103 21 60 63 26 69 33 39 94 19 33 65 22 68 17 30 19 49 82 6 14 57 60 17 44 69 73 88 23 49
Jam Pengukuran 18 22 18 19 19 18 19 11 18 21 18 18 19 18 19 18 18 18 18 21 18 18 18 19 19 19 19 20 21 18 19
Data bus dan data saluran digunakan untuk melakukan proses estimasi aliran daya dan rugi-rugi energi di jaringan sedangkan untuk komposisi tiap jenis beban, masing-masing gardu trafo distibusi melayani 1 jenis beban saja. Dengan menggunakan data pengukuran yang meliputi data tentang rating trafo, prosentase pembebebanan, komposisi beban, dan faktor daya masingmasing trafo, kita mengidentifikasi
sudah dapat
karakteristik
melakukan proses perhitungan
pembebanan
masing-masing
trafo.
untuk Untuk
melakukan estimasi pembebanan pada setiap trafo selama rentang waktu 24 jam digunakan persamaan 2.31 dan persamaan 2.32 pada bab sebelumnya. Sehingga dari data pengukuran tersebut di atas dapat diperoleh hasil estimasi pembebanan masing-masing trafo yang ditunjukkan pada lampiran. Setelah pembebanan masing-masing trafo selama 24 jam didapatkan maka pembebanan total dalam satu penyulang selama 24 jam juga dapat ditentukan, yaitu dengan cara menjumlahkan beban masing-masing trafo pada tiap jam, sehingga didapatkan karakteristik pembebanan harian total pada penyulang tersebut.. Selanjutnya hasil data pembebanan hasil estimasi ini dapat dijadikan data untuk memperoleh nilai rugi energi pada konfigurasi awal dan data untuk melakukan proses rekonfigurasi. 3.3
Prinsip Dasar Rekonfigurasi Rekonfigurasi jaring distribusi radial adalah proses merubah nilai arus
maupun impedansi penyulang atau memindahkan suplai suatu titik beban trafo distribusi dari suatu penyulang ke penyulang lain, seperti impedansi dan arus penyulang. Akibat perubahan kedua parameter tersebut turut merubah rugi daya dan jatuh tegangan pada penyulang, keseimbangan arus phasa dan keseimbangan arus penyulang serta arus hubung singkat pada sisi ujung penyulang. Oleh sebab itu proses rekonfigurasi suatu system distribusi harus mempertimbangkan factorfaktor tersebut, terutama rugi daya dan jatuh tegangan. Konfigurasi radial dengan rugi daya dan jatuh tegangan yang paling minimum, secara ideal hanya dapat diperoleh saat tercapainya keseimbangan arus maupun impedansi penyulang. Konfigurasi sistem akan menjadi loop jika salah 29
satu tie switch dalam keadaan closed. Maka untuk menjaga konfigurasi jaringan tetap radial harus membuka salah satu sectionalizing switch. Jumlah tie switch yang ditutup harus sama dengan jumlah sectionalizing switch yang dibuka. Contoh sistem IEEE 33 bus dengan loop numbers dijelaskan seperti pada gambar 3.7. 1
Sect. Switch (NC) Tie Switch (NO) Bus
S1
2
S2
3
S18
S22
19
4
S19
23
S3
S23
S4
LOOP 1
20
S20
S24
S5
21
S6
S33 S7
S21
LOOP 5
22
6 7
26
S8
12
S12
29
S27
27
28
S29
S28
30
9
10 S11
S37
S26
S9
S10
S35
25
S25
8
LOOP 2
24
5
11
S34
LOOP 3 13
14 S13
S14
S30
LOOP 4
15
31
16
S15
32
S31
S16 33
17 S17
18
S32
S36
Gambar 3.7 Contoh sistem IEEE 33 bus dengan loop numbers Gambar 3.7 menjelaskan bahwa sistem IEEE 33 bus dapat dikelompokkan menjadi 5 loop. Hal ini dikarenakan pada sistem IEEE 33 bus terdapat 5 buah tie switch. Jumlah loop sama dengan jumlah tie switch yang ada pada sistem. Tabel 3.4 Kelompok Kombinasi Switch OFF Loop 1
Switch OFF 2, 3, 4, 5, 6, 7, 18, 19, 20, 33
2
8, 9, 10, 11, 21, 35
3
12, 13, 14, 34
4
15, 16, 17, 29, 30, 31, 32, 36
5
22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 37
30
Semua kemungkinan tie switch yang ditutup dengan sectionalizing switch yang
dibuka
dikelompokkan
menjadi
5
kelompok.
Kombinasi
switch
dikelompokkan seperti pada table 3.4. Masing – masing loop dipilih salah satu switch sehingga ada 5 buah switch yang dalam keadaan OFF. Kombinasi switch terdiri dari 5 buah switch yang dalam keadaan OFF. Kombinasi switch ini yang menjadi masukan pada metode Binary Particle Swarm Optimization. Binary memiliki 2 input yaitu kondisi “1’’ dan “0”. Kondisi “1” menunjukkan bahwa switch dalam keadaan ON. Kondisi “0” menunjukkan switch dalam keadaan OFF. 3.3.1 Rekonfigurasi Jaringan dengan Beban yang Bervariasi Profil beban bervariasi dari satu titik point ke titik point lainnya, ini dikarenakan tipe konsumen yang bebeda dan permintaan pembebanan yang berubah sepanjang hari. Dua skenario akan dilakukan untuk menentukan operasi pergantian switch yang paling optimal untuk mengurangi rugi energi. Skenario pertama adalah konfigurasi untuk beban puncak, pada skenario ini topologi yang paling optimal ditentukan berdasarkan kondisi beban puncak setiap bus. Setelah topologi jaringan yang paling optimal telah ditentukan, kemudian topologi jaringan pada kondisi permintaan maksimal digunakan untuk menentukan rugi energi pada semua interval waktu (24 jam). Skenario kedua adalah menentukan topologi jaringan yang paling optimal dengan mempertimbangkan perubahan beban terhadap waktu, rekonfigurasi digunakan untuk meminimalkan rugi energi tiap profil beban yang berbeda.
31
3.4. Penerapan Algoritma BPSO untuk Rekonfigurasi Jaringan Distribusi Gambar 3.8 merupakan diagram aliran penerepan algoritma BPSO untuk rekonfigurasi jarring Distribusi. MULAI
Inisialisasi parameter Binary Particle Swarm Optimization (BPSO)
Masukkan data-data sistem distribusi
Merumuskan kerugian daya yang akan dioptimasi dan batas yang diperoleh Update velocity, update particles’ coordinate
Menghitung fitness function setiap partikel dengan running load flow radial
Evaluasi fitness function, update Pbest, update Gbest
Tidak
Apakah fitness function lebih baik dari pada sebelumnya ?
Ya Nilai kerugian daya minimal
STOP
Gambar 3.8. Diagaram Alir Penerapan BPSO untuk Rekonfigurasi Jaringan.
32
Gambar 3.8 Diagram Alir Rekonfigurasi Jaring Distribusi Menggunakan BPSO Urutan langkah-langkah penggunaan BPSO untuk rekonfigurasi jaringan Distribusi 84 bus adalah sebagai berikut : Langkah 1
: Inisialisasi parameter Binary Particle Swarm Optimization (BPSO), antara lain velocity, inertia weight, maximum iteration, kandidat-kandidat switches yang dibentuk secara kelompok berdasarkan loop, koefisien akselerasi, fitness function untuk Pbest.
Langkah 2
: Memasukkan data dari sistem distribusi yaitu resistansi (R), reaktansi (X), konfigurasi sistem distribusi dan beban di tiap bus.
Langkah 3
: Merumuskan fungsi obyektif yaitu kerugian daya yang minimal.
Langkah 4
: Melakukan
update
velocity,
kemudian
menghitung
update
particles’ coordinate. Langkah 5
: Dari velocity dan particles’ coordinate, dilakukan running program load flow radial pada pada kombinasi open switches yang baru untuk mendapatkan fitness function (kerugian daya)
Langkah 6
: Evaluasi hasil fitness function dengan update Pbest dan update Gbest. Apabila hasil fitness function yang baru lebih baik maka kombinasi open switches yang baru menggantikan kombinasi yang sebelumnya, sehingga kerugian daya minimal didapatkan
Langkah 7
: Cek kriteria penghentian iterasi. Jika kriteria belum dipenuhi maka kembali ke langkah 4. Kriteria penghentian menggunakan jumlah iterasi maksimum.
3.5 Fungsi Objektif Fungsi objektif adalah sebuah fungsi yang digunakan untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam suatu optimasi aliran daya. Fungsi Objektif dalam penelitian ini adalah untuk meminimalkan rugi jaringan. Persamaan fungsi objektif untuk meminimalkan rugi jaringan sesuai dengan persamaan (3.1). (3.1)
∑ dimana Nd adalah jumlah periode pembebanan (1-24 jam), dan energi selama periode i.
33
adalah rugi
3.5 Batasan – batasan (Constraint) Batasan – batasan (Constraint) adalah persyaratan yang tidak boleh dilanggar dalam membuat suatu optimasi aliran daya. Batasan – batasan ini digunakan untuk membantu mendapatkan suatu hasil yang paling optimal. Jika batasan – batasan ini dilanggar maka hasil yang didapatkan bukan suatu hasil yang optimal. Pada penelitian ini menggunakan batasan – batasan sebagai berikut. 1. Constraint Tegangan Constraint tegangan adalah suatu batasan tegangan yang tidak boleh dilanggar. Batasan tegangan penelitian ini mengacu pada referensi [12] yakni : 0,95 pu ≤ V ≤ 1,05 pu
(3.2)
Dimana batas bawah tegangan adalah 0,95 pu dan batas atas tegangan adalah 1,95 pu. Sehingga tegangan pada sistem distribusi harus berada dalam range ± 5% dari tegangan nominal. 2. Jaring Distribusi tetap terjaga radial. Setelah proses rekonfigurasi topology jaringan harus tetap terjaga radial.
34
BAB 4 SIMULASI DAN ANALISIS Bab ini menjelaskan tentang 2 hal yaitu hasil perhitungan estimasi total pembebanan penyulang NR7 84 bus kota Medan dan hasil simulasi yang menggunakan algoritma pemrograman seperti yang telah dibahas pada Bab 3. Algoritma dibuat dengan software MATLAB versi 2014a. Pada penelitian ini, rekonfigurasi jaring distribusi dengan mempertimbangkan variasi beban akan dilakukan dengan dua skenario , yaitu : 1. Rekonfigarasi fixed, menentukan konfigurasi jaring distribusi
dengan
algoritma BPSO yang paling optimal berdasarkan kondisi beban puncak. Setelah topologi jaringan yang paling optimal telah ditentukan, kemudian topologi jaringan pada kondisi permintaan maksimum diaplikasikan pada semua variasi beban untuk meminimalkan rugi energi. 2. Rekonfigurasi per jam, menentukan konfigurasi jaringan distribusi yang paling optimal dengan menggunakan algoritma BPSO untuk setiap level pembebanan. setelah kedua skenario ini disimulasikan, kemudian akan dibandingan dengan rugi energi pada konfigurasi awal. 4.1
Analisis Rugi-Rugi Transformator Distribusi Rugi-rugi pada trafo distribusi diklasifikasikan menjadi dua yaitu Rugi-
rugi daya tanpa beban (No-Load Losses) rugi-rugi daya saat berbeban (Load Losses).
Data Trafo Distribusi yang dapat diperoleh adalah (kVA, No-Load
Losses, Rated Load Losses dan Impedansi). Untuk menghitung rugi-rugi pada transformator pada saat berbeban digunakan persamaan 2.34, untuk rugi transformator tanpa beban dianggap konstan sesuai SPLN 50 1997. Tabel 4.1 merupakan hasil analisis rugi-rugi transformator PB368 (200 kVA).
35
Tabel 4.1. Hasil Analisis Rugi-rugi Trafo Distribusi PB 368 (200 kVA) Losses Load (kW) No Load (kW) 0.63062415 0.355 0.5754147 0.355 0.49734165 0.355 0.48901821 0.355 0.51419954 0.355 0.66883526 0.355 0.83291869 0.355 0.54875814 0.355 0.36539394 0.355 0.31696268 0.355 0.37986361 0.355 0.37986361 0.355 0.25975141 0.355 0.23042579 0.355 0.25374575 0.355 0.27197336 0.355 0.37986361 0.355 0.44055188 0.355 0.99124172 0.355 1.41890412 0.355 1.51945451 0.355 1.44728155 0.355 1.30820451 0.355 0.89908549 0.355
Jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 4.2
Total Losses P (kW) 0.985624 0.930415 0.852342 0.844018 0.8692 1.023835 1.187919 0.903758 0.720394 0.671963 0.734864 0.734864 0.614751 0.585426 0.608746 0.626973 0.734864 0.795552 1.346242 1.773904 1.874455 1.802282 1.663205 1.254085
Hasil Analisis Total Pembebanan Penyulang NR7 84 Bus Kota Medan Dengan menggunakan data pengukuran yang meliputi data tentang rating
trafo, prosentase pembebebanan, komposisi beban, dan faktor daya masingmasing
trafo,
mengidentifikasi
kita
sudah
karakteristik
dapat
melakukan
pembebanan
proses
perhitungan
masing-masing
trafo.
untuk Untuk
melakukan estimasi pembebanan pada setiap trafo selama rentang waktu 24 jam digunakan persamaan 2.31 dan persamaan 2.32 pada bab sebelumnya.
36
Setelah pembebanan masing-masing trafo selama 24 jam didapatkan maka pembebanan total dalam satu penyulang selama 24 jam juga dapat ditentukan, yaitu dengan cara menjumlahkan beban masing-masing trafo pada tiap jam, sehingga didapatkan karakteristik pembebanan harian total pada penyulang tersebut. Tabel 4.2 Hasil Identifikasi Pembebanan Penyulang NR7 Interval 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Total Energi (kWh) 3632.4 3474.07 3293.16 3062.1 3028.79 3417.32 3802.95 3142.02 2642.16 2447.87 2632.58 2628.94
Interval 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Total Energi (kWh) 2208.01 2105.96 2170.96 2238.94 2620.02 2833.61 4218.03 5205.62 5406.34 5308.17 5046.53 4255.81
Tabel 4.2 menjelaskan tentang hasil estimasi pembebanan penyulang NR7 84 bus kota Medan dan hasil aliran energi jaringan tegangan menegah 20 kV serta hasil analisis rugi energi trafo Distribusi sehingga diperoleh total pembebanan penyulang NR7 84 bus kota Medan. Gambar 4.1 merupakan kurva karakteristik penyulang NR7, kurva karakteristik penyulang NR7 mendekati bentuk kurva karakteristik beban residensial. Energi (kWh)
6000
Total Energi (kWh)
5000 4000 3000 2000 1000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Waktu (Jam)
Gambar 4.1. Kurva Karakteristik Pembebanan Penyulang NR7 84 Bus
37
4.3
Hasil Simulasi Sistem Distribusi Penyulang NR7 84 Bus Kondisi Awal 1
84
2
Substation
3
Bus
4
Sectionalizing Switch
64
63
5
Tie Switch
6 54 7 85
8 9 10 55 11 86
65
66
12
56 13 14 87
15 16 17 58
57
18 67 19 20 21
88
22 23 89
24
59
25 68
26
69
70
74
75
71
72
60 27 28 90
29 73
30 31 61
91
32
76
33 62 34
92
35 36
77
37 93
38
94
39
81
95 96
40
97
78 80
41 79
42
82
83
84
43 44
45
46
47
48
49
50
51
52
Gambar 4.2 Single line diagram Penyulang NR7 bus kondisi awal
38
53
Kondisi awal adalah kondisi dimana sistem distribusi penyulang NR7 84 bus masih dalam keadaan normal. Pada kondisi awal ini belum dilakukan rekonfigurasi. Konfigurasi jaringan sistem distribusi penyulang NR7 dalam keadaan normal sesuai dengan gambar 4.2. Berikut ini hasil dari simulasi pada kondisi awal : Tabel 4.3 Hasil Aliran Energi JTM Penyulang NR7 84 Bus Kondisi Awal Interval 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Rugi Energi P (kWh) Q (kVARh) 15.06 23.05 13.78 21.08 12.28 18.79 10.63 16.27 10.34 15.83 13.15 20.12 16.28 24.92 11.15 17.06 7.9 12.09 6.8 10.4 7.85 12.01 7.82 11.98 5.53 8.47 5.03 7.7 5.34 8.18 5.68 8.69 7.76 11.88 9.09 13.91 20.11 30.77 30.77 47.08 33.21 50.81 32.04 49.02 28.94 44.28 20.62 31.55 337.16 515.94
39
Minimum Voltage (kV) 19.8482 19.8548 19.8632 19.8731 19.8752 19.8595 19.8437 19.8705 19.8909 19.8987 19.8913 19.8915 19.9087 19.9129 19.9103 19.9075 19.8920 19.8830 19.8261 19.7841 19.7756 19.7794 19.7903 19.8227 19.7756
Tabel 4.3 menjelaskan tentang rugi-rugi energi dan tegangan minimum pada sistem distribusi penyulang NR7 84 bus tiap interval waktu pada kondisi awal (sebelum rekonfigurasi). Tabel 4.3 menunjukkan hasil simulasi, diperoleh nilai tegangan minimum pada kondisi awal antara 19.7756 kV sampai 19.9129 kV. Sistem distribusi penyulang 84 bus pada kondisi awal dapat dikatakan memiliki rugi energi yang cukup besar. Total nilai rugi jaringan pada kondisi awal sebesar 337.16 kWh. Oleh karena itu diperlukan suatu cara untuk meminimalkan rugi jaringan sistem distribusi penyulang NR7 84 bus. Langkah yang digunakan adalah metode rekonfigurasi. Rekonfigurasi dilakukan dengan cara mengatur ulang konfigurasi jaringan sistem distribusi dengan cara membuka dan menutup switch. Pada penilitian akan dilakukan 2 skenario rekonfigurasi jaringan, yaitu rekonfigurasi fixed dan rekonfigurasi per jam. 4.4
Hasil Simulasi Sistem Distribusi Penyulang NR7 84 Bus Setelah Rekonfigurasi Fixed Menggunakan Algoritma Binary PSO Tahap ini dilakukan rekonfigurasi fixed pada sistem distribusi penyulang
NR7 84 bus. Rekonfigurasi dilakukan dengan cara mengatur ulang jaringan sistem distribusi pada kondisi pembebanan maksimum. Setelah mendapat konfigurasi yang optimal, konfigurasi tersebut diaplikasikan untuk semua pembebanan selama 24 jam. Setelah dilakukan simulasi dengan nilai pembebanan puncak pada setiap bus menggukan algoritma BPS0, switch open dengan reduksi rugi daya terbaik adalah 84, 9, 10, 17, 19, 26, 29, 75, 34,39, 43, 95, 96, 97.
40
Tabel 4.4. Hasil aliran energi JTM penyulang NR7 84 bus kondisi awal dan sesudah rekonfigurasi dengan skenario 1 Rekonfigurasi Awal Interval Losses P Q (kWh) (kVARh) 15.06 23.05 1 13.78 21.08 2 12.28 18.79 3 10.63 16.27 4 10.34 15.83 5 13.15 20.12 6 16.28 24.92 7 11.15 17.06 8 7.9 12.09 9 6.8 10.4 10 7.85 12.01 11 7.82 11.98 12 5.53 8.47 13 5.03 7.7 14 5.34 8.18 15 5.68 8.69 16 7.76 11.88 17 9.09 13.91 18 20.11 30.77 19
Setelah Rekonfigurasi Losses P Q (kWh) (kVARh) 11.14 18.98 10.19 17.37 9.1 15.5 7.86 13.34 7.64 12.93 9.7 16.4 12.01 20.3 8.23 13.94 5.84 9.91 5.03 8.54 5.8 9.83 5.78 9.8 4.09 6.94 3.72 6.32 3.95 6.7 4.19 7.12 5.74 9.72 6.72 11.38 14.83 25.11
Reduksi Losses (%) 26.0292 26.0522 25.8958 26.0583 26.1122 26.2357 26.2285 26.1883 26.0759 26.0294 26.1146 26.087 26.0398 26.0437 26.03 26.2324 26.0309 26.0726 26.2556
Open Switch 84 84 84 84 84 84 84 84 84 84 84 84 84 84 84 84 84 84 84
41
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17 17
19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19 19
26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26
29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29
75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75
34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34 34
39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39
43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43 43
95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95 95
96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96
97 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97 97
Tabel 4.4 Hasil aliran energi JTM NR7 84 bus kondisi awal dan sesudah rekonfigurasi dengan skenario 1 (lanjutan) Rekonfigurasi Awal Interval 20 21 22 23 24
Losses P Q (kWh) (kVARh) 30.77 47.08 33.21 50.81 32.04 49.02 28.94 44.28 20.62 31.55 337.16 515.94
Setelah Rekonfigurasi Losses P Q (kWh) (kVARh) 22.69 38.5 24.49 41.56 23.63 40.13 21.35 36.26 15.23 25.91 249 422.49
Reduksi Losses (%) 26.2593 26.2572 26.2484 26.2267 26.1397 26.1226
Open Switch 84 84 84 84 84
42
9 9 9 9 9
10 10 10 10 10
17 17 17 17 17
19 19 19 19 19
26 26 26 26 26
29 29 29 29 29
75 75 75 75 75
34 34 34 34 34
39 39 39 39 39
43 43 43 43 43
95 95 95 95 95
96 96 96 96 96
97 97 97 97 97
19.95
Kondisi Awal Rekonfigurasi Fixed
Tegangan (kV)
19.9
19.85
19.8
19.75
19.7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Waktu (Jam) Gambar 4.3. Tegangan Minimum Setiap Interval Waktu pada Konfigurasi Awal dan Setelah Rekonfigurasi Skenario 1. Pada sistem distribusi penyulang NR7 84 bus terdapat 14 buah switch dalam keadaan open. Pada kondisi awal switch yang open yaitu switch 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96 dan 97. Setelah dilakukan rekonfigurasi jaring dengan algoritma BPSO didapatkan kombinasi switch open yang baru. Kombinasi switch open tersebut adalah 84, 9, 10, 17, 19, 26, 29, 75, 34, 39, 43, 95, 96, 97. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa untuk meminimalkan rugi energi dengan rekonfigurasi skenario 1 membutuhkan 10 pergantian switch selama 24 jam. Hasil simulasi pada sistem distribusi penyulang NR7 84 bus ditunjukkan pada tabel 4.4 dan gambar 4.3. Tabel 4.4 menjelaskan tentang hasil aliran energi pada sistem distribusi penyulang NR7 setelah rekonfigurasi. Gambar 4.3 menunjukkan tegangan minimum untuk setiap interval waktu di sistem distribusi penyulang NR7 84 bus setelah rekonfigurasi. Nilai tegangan minimum setelah rekonfigurasi mengalami perbaikan dengan rata-rata 0,15% setiap interval waktu. Kombinasi switch open yang baru diaplikasikan pada semua pola beban tiap interval waktu untuk meminimalkan rugi energi, total rugi energi setelah
43
rekonfigurasi dengan skenario 1 pada sistem distribusi penyulang NR7 84 bus adalah sebesar 249 kWh atau berkurang sebesar 26.13% . 4.5
Hasil Simulasi Sistem Distribusi Penyulang NR7 84 Bus Setelah Rekonfigurasi Per Jam Menggunakan Algoritma Binary PSO Tahap
ini
dilakukan
rekonfigurasi
jaring
Distribusi
dengan
mempertimbangkan perubahan pembebanan pada periode interval waktu 24 jam pada sistem distribusi penyulang NR7 84 bus. Rekonfigurasi dengan algoritma BPSO dilakukan untuk setiap pembebanan selama interval 24 jam. Pada sistem distribusi penyulang NR7 84 bus terdapat 14 buah switch dalam keadaan open. Pada kondisi awal switch yang open yaitu switch 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96 dan 97. Setelah dilakukan rekonfigurasi jaring dengan algoritma BPSO didapatkan kombinasi switch open yang baru tiap interval waktu. Kombinasi switch open tersebut ditunjukkan pada tabel 4.5. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa untuk meminimalkan rugi energi dengan rekonfigurasi skenario 2 membutuhkan 71 pergantian switch selama 24 jam. Hasil simulasi pada sistem distribusi penyulang NR7 84 bus ditunjukkan pada tabel 4.5 dan gambar 4.4. Tabel 4.5 menjelaskan tentang hasil aliran energi pada sistem distribusi penyulang NR7 setelah rekonfigurasi. Gambar 4.4 menunjukkan tegangan minimum untuk setiap interval waktu di sistem distribusi penyulang NR7 84 bus setelah rekonfigurasi. Nilai tegangan minimum setelah rekonfigurasi mengalami perbaikan dengan rata-rata 0,17% setiap interval waktu. Kombinasi switch open yang baru tiap interval waktu ditentukan menggunakan algoritma BPSO untuk meminimalkan rugi energi, total rugi energi setelah rekonfigurasi dengan skenario 2 pada sistem distribusi penyulang NR7 84 bus adalah sebesar 244.02 kWh atau berkurang sebesar 27.96%.
44
Tabel 4.5. Hasil aliran energi JTM penyulang NR7 84 bus kondisi awal dan sesudah rekonfigurasi dengan skenario 2 Rekonfigurasi Awal Interval Losses P Q (kWh) (kVARh) 15.06 23.05 1 13.78 21.08 2 12.28 18.79 3 10.63 16.27 4 10.34 15.83 5 13.15 20.12 6 16.28 24.92 7 11.15 17.06 8 7.9 12.09 9 6.8 10.4 10 7.85 12.01 11 7.82 11.98 12 5.53 8.47 13 5.03 7.7 14 5.34 8.18 15 5.68 8.69 16 7.76 11.88 17 9.09 13.91 18 20.11 30.77 19
Setelah Rekonfigurasi Losses P Q (kWh) (kVARh) 10.76 18.08 9.85 16.54 8.82 14.79 7.6 12.7 7.39 12.32 9.31 15.89 11.71 20.11 8.04 13.33 5.7 9.81 4.9 8.44 5.65 9.72 5.64 9.7 3.98 6.85 3.62 6.24 3.84 6.6 4.08 7.02 5.59 9.66 6.55 11.31 14.44 24.79
Reduksi Losses (%) 28.55246 28.51959 28.1759 28.50423 28.52998 29.20152 28.07125 27.89238 27.8481 27.94118 28.02548 27.87724 28.02893 28.03181 28.08989 28.16901 27.96392 27.94279 28.19493
Open Switch
84 84 84 84 84 4 4 84 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
45
64 64 64 64 64 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
86 86 86 86 86 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
66 66 66 66 66 66 18 66 17 17 17 17 66 66 66 66 17 17 66
21 21 21 21 21 20 20 21 19 19 19 19 21 21 21 21 21 21 21
26 26 26 26 26 25 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26
29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29 29
75 75 75 75 75 75 32 75 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
36 36 36 36 36 36 35 76 35 35 35 35 35 35 35 35 35 35 34
38 38 38 38 38 37 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39 39
44 44 44 44 44 41 42 41 45 45 45 45 41 41 41 41 45 45 41
81 81 81 81 81 95 49 95 49 49 49 49 48 48 48 48 49 49 49
96 96 96 96 96 96 96 96 82 82 82 82 96 96 96 96 82 82 96
97 97 97 97 97 97 97 97 83 83 83 83 52 52 52 52 83 83 97
Tabel 4.5. Hasil aliran energi JTM penyulang NR7 84 bus kondisi awal dan sesudah rekonfigurasi dengan skenario 2 (lanjutan) Rekonfigurasi Awal Interval Losses P Q (kWh) (kVARh) 30.77 47.08 20 33.21 50.81 21 32.04 49.02 22 28.94 44.28 23 20.62 31.55 24 337.16 515.94
Setelah Rekonfigurasi Losses P Q (kWh) (KVAR) 22.69 38.5 24.49 41.56 23.63 40.13 21.35 36.26 14.39 24.57 244.02 414.92
Reduksi Losses (%) 26.25934 26.25715 26.24844 26.22668 30.21339 27.94857
Open Switch
84 84 84 84 4
46
9 9 9 9 9
10 10 10 10 10
17 17 17 17 66
19 19 19 19 19
26 26 26 26 25
29 29 29 29 29
75 75 75 75 75
34 34 34 34 76
39 39 39 39 38
43 43 43 43 45
95 95 95 95 49
96 96 96 96 96
97 97 97 97 97
19.95
Kondisi Awal Rekonfigurasi Per Jam
Tegangan (kV)
19.9
19.85
19.8
19.75
19.7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Waktu (Jam) Gambar 4.4. Tegangan Minimum Setiap Interval Waktu pada Konfigurasi Awal dan Setelah Rekonfigurasi Per Jam. 4.6
Analisis Hasil Simulasi Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa rugi energi pada jaring distribusi sebelum
rekonfigurasi sebesar 337,16 kWh/hari, dengan menggunakan rekonfigurasi skenario 1 (rekonfigurasi fixed) rugi energi dapat diminimalkan menjadi 249 kWh/Hari atau berkurang sebesar 26,13% dengan 10 pergantian switch, sedangkan rekonfigurasi scenario 2 (konfigurasi per jam), rugi energi dapat diminimalkan menjadi 244,02 kWh/Hari atau berkurang sebesar 27,95% dengan 71 pergantian switch. Dari hasil simulasi, sangat wajar jika rekonfigurasi per jam disebut meminimalkan rugi energi yang lebih baik daripada rekonfigurasi fixed, namun demikian minimisasi rugi energi dengan metode rekonfigurasi sangat penting memperhatikan jumlah pergantian switch untuk merubah konfigurasi jaring distribusi, karena melakukan rekonfigurasi dengan jumlah pergantian switch yang besar mengakibatkan gangguan transient, mengunrangi life time switch, resiko pemadaman dan meningkatkan biaya pergantian switch (jika sistem masih menggunakan sistem manual). rekonfigurasi fixed lebih dapat diterima dalam penerapan di lapangan, karena rekonfigurasi fixed dapat mengurangi rugi energi 47
dengan jumlah pergantian switch yang lebih sedikit dan meminimalkan efek dari jumlah pergantian switch dalam jumlah yang cukup besar. Tabel 4.6 Hasil Simulasi Sistem Distribusi Radial 84-Bus Menggunakan Binary Particle Swarm Optimization Menggunakan
Jumlah
Kerugian
Binary Particle
Pergantian
energy
Switch
(kWh/Hari)
-
337,16
-
19,7756
10
249
26,13
19,8209
71
244,02
27,95
19,8209
Swarm Optimization Sebelum Rekonfigurasi Rekonfigurasi Fixed Rekonfigurasi Per Jam
48
Reduksi (%)
Minimum Voltage (kV)
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Dari hasil simulasi pada sistem distribusi penyulang NR7 84 bus didapat
beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.
Bentuk kurva total pembebanan penyulang NR7 84 bus mendekati bentuk kurva karakterisik beban residensial, hal ini dikarenakan mayoritas beban di sepanjang penyulang NR7 adalah beban residensial.
2.
Rekonfigurasi per jam mengurangi rugi energi lebih baik dibandingkan rekonfigurasi fixed. Rekonfigurasi per jam mengurangi rugi energi sebesar 93,14 kWh/hari (27,95%) dengan 71 pergantian switch, rekonfigurasi fixed mengurangi rugi energi sebesar 88,16 kWh/hari (26,13%) dengan 10 pergantian switch.
5.2 1.
Saran Untuk penelitian selanjutnya dapat dikembangkan melalui penggabungan antara rekonfigurasi jaring distribusi dan distributed generator dengan mempertimbangkan variasi beban.
2.
Untuk meningkatkan performa sistem distribusi radial, penelitian selanjutnya dapat dikembangkan dengan multi objective function. Multi objective
function
dapat
meliputi
meminimalkan
rugi
jaringan,
meminimalkan deviasi tegangan, perbaikan indeks keandalan dan penyeimbangan beban penyulang. 3.
Untuk penelitian selanjutnya dapat dikembangkan variasi beban per bulan atau per tahun.
49
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
50
DAFTAR PUSTAKA [1]
Mohammad Reza Andervazh, Javad Olamaei, Mahmoud Reza Haghifam, “Adaptive multi-objective distribution network reconfiguration using multi-objective discrete particles swarm optimisation algorithm and graph theory”, IET Gener. Transm. Distrib., 2013, Vol. 7.
[2]
Civanlar, S., Grainger, J.J., Yin, H., Lee, S.S.H., “Distribution feeder reconfiguration for loss reduction”, IEEE Trans. Power Deliv., 1988, 3, (3), pp. 1217–1223 .
[3]
Baran, M.E., Wu, F.F., “Network reconfiguration in distribution systems for loss reduction and load balancing”, IEEE Trans. Power Deliv., 1989, 4, (2), pp. 1401–1407.
[4]
T. Nagata., H. Sasaki, “An efficient algorithm for distribution network reconfiguration,” IEEE Power Engineering Society Summer Meeting, vol. 1, pp. 54-59, 2001.
[5]
Nara, K., Shiose, A., Kiagawa, M., Ishihara, T., “Implementation of genetic algorithm for distribution system loss minimum configuration”, IEEE Trans. Power Syst., 1992, 7, (3), pp. 1044–1051.
[6]
Zhu, J.Z., “Optimal reconfiguration of electrical distribution network using the refined genetic algorithm”, Electr. Power Syst. Res., 2002, 62, (1), pp. 37–42.
[7]
Su, C.T., Chang, C.F., Chiou, J.P., “Distribution network reconfiguration for loss reduction by ant colony search algorithm”, Electr. Power Syst. Res., 2005, 75, (2–3), pp. 190–199.
[8]
Shariatkhah, M.H., Haghifam, M.R., Salehi, J., Moser, A., “Duration based reconfiguration of electric distribution networks using dynamic programming and harmony search algorithm”, Int. J. Electr. Power Energy Syst., 2012, 41, (1), pp. 1–10.
[9]
Wu-chang wu., Men-shen Tsai., “Feeder reconfiguration using binary coding particle swarm optimization”, International Journal of Control, Automation, and Systems, vol. 6, n0.4, pp. 484-494, August 2008.
51
[10] S.S.F. Souza, R. Romero., J.F Franco, “Artificial immune networks coptainet and opt-ainet applied to reconfiguration problem of radial electrical distribution system,” Electric Power System Research, Vol 119, pp. 304312, 2015. [11] Enrique Lopez., Hugo Opazo,. Luis Garcia,. Patrick Bastard, “Online reconfiguration considering variability demand: Application to real network,” IEEE Transactions on Power System, vol. 19, N0. 1, February 2004. [12] Aboelsood
Zidan,
E.F.
El-Saadany,
“Multi
objective
network
reconfiguration in balanced distribution systems with variable demand,” International Conference on Electrical Power and Energy Convertion System, 2011. [13] Leonardo Queiroz,. Christiano Lyra, “Adaptive hybrid genetic algorithm for technical Loss reduction in distribution networks under variable demands,” IEEE Transactions on Power Systems, Vol. 24, No. 1, February 2009. [14] Simone S.F. Souza., Ruben Romero., “Distribution system reconfiguration with variable demand using the opt-ainet algorithm,” 13th International Conference on European Energy Market, 2016. [15] Simone S.F. Souza., Ruben Romero., “Distribution system reconfiguration with variable demand using clonal selection algorithm,” 18th International on Intelligent System Application to Power systems, 2016. [16] Y. Shi, R. Eberhart, “Empirical Study of Particle Swarm Optimization”, In Proceedings of the 1999 IEEE Congress on Evolutionary Computation, Piscatawaym, NJ, IEEEPress, pp 1945-1950, 1999. [17] Faiz, RM (2003), “Rekonfigurasi Jaring Distribusi Untuk Penulisan Pelayanan Menggunakan Metode Fuzzy-GA”, Tesis Master, ITS, Surabaya. [18] Cokorde, GIP (2007), “Rekonfigurasi Jaring Distribusi Tenaga Listrik Menggunakan Breeding Genetic Algorithm (BGA)”, Tesis Master, ITS, Surabaya.
52
[19] Eddon, M (2008), “Rekonfigurasi jaring distribusi untuk meminimalkan rugi daya dan jatuh tegangan menggunakan metoda Fuzzy-Ant Colony Optimization (ACO)”, Tesis Master, ITS, Surabaya. [20] Julianus,
GD
(2008),
“Estimasi
Pengurangan
Susut
Distribusi
Menggunakan Kombinasi Rekonfigurasi dengan Algoritma Ant Colony dan Pemasangan Filter Harmonic”, Tesis Master, ITS, Surabaya. [21] Stephan (2011), Rekonfigurasi Jaring Distribusi Untuk Meminimalkan Kerugian Daya Menggunakan Two Layer - Particle Swarm Optimization (TL-PSO)”, Tesis Master, ITS, Surabaya. [22] Jamal Darusalam Giu (2013), “Rekonfigurasi Optimal Sistem Distribusi dengan
Penetrasi
Distributed
Pembangkit
Generator)
Tersebar
Menggunakan
Terbarukan
Metode
(Renewable
Harmony
Search
Algorithm”, Tesis Master, ITS, Surabaya [23] Aji Akbar Firdaus (2014), “Rekonfigurasi Jaring Distribusi Weakly Meshed Menggunakan Algoritma Binary Particle Swarm Optimization untuk mengurangi Voltage Stability Index dengan Kerugian daya Minimal,” Tesis Master, ITS, Surabaya. [24] Yuli Prasetyo (2016), “Optimasi Rekonfigurasi Jaringan dan Penentuan Lokasi Serta Kapasitas Kapasitor Secara Simultan Untuk Mengurangi Rugi Jaringan Menggunakan Binary Firefly Algorithm,” Tesis Master, ITS, Surabaya. [25] Hadi, Abdul, Pabla, As.,”Sistem Distribusi Daya Listrik”, Erlangga, Cetakan Pertama, Bandung, 1994. [26] Jen-Hao T, “A Direct Approach for Distribution System Load Flow Solutions”, IEEE Trans. on Power Delivery, 2003, vol.18, no.3, pp. 882887. [27] G. W. Chang, S. Y. Chu, ” An Improved Backward/Forward Sweep Load Flow Algorithm for Radial Distribution Systems”, IEEE Transactions On Power Systems, Vol. 22, No. 2, May 2007. [28] J. Kennedy and R. Eberhart, “Particle Swarm Optimization”, In IEEE Int. Conf on Neural Networks, Perth, Australia, 1942-1948, 1995.
53
[29] Mojtaba Ahmadieh Khanesar., Mohammad Teshnehlab., Mahdi Aliyari Shoorehdeli., “A Novel Binary Particle Swarm Optimization”, Proceedings of the 15th Mediterranean Conference on Control and Automation, July 2007, Athens-greece. [30] Jeff Triplett., Stephen Rinell., Jim Foote., “Evaluating Distribution System Losses Using Data from Deployed AMI dan GIS Systems”, IEEE Rural Electric Power Conference (REPC), 2010. [31] Daniel Rohi., Radita Sodixtes Arauna., “Aplikasi Pendekatan Aliran Daya untuk Estimasi Rugi-Rugi Energi Sistem Distribusi 20 kV”, Jurnal EECCIS Vol. II, No. 1, Juni 2008.
54
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
55
LAMPIRAN A Kurva pembebanan masing-masing trafo distribusi di sepanjang penyulang NR7 hasil estimasi adalah sebagai berikut 1. Kurva Pembebanan Trafo 368 140 120
P (KW)
100
Q (KVAR)
P (KW)
80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
2. Kurva Pembebanan Trafo 258 120 P (KW)
100
Q (KVAR)
P (KW)
80 60 40 20 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
3. Kurva Pembebanan Trafo 421 25 20
P (KW) Q (KVAR)
P (KW)
15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
55
P (KW)
4. Kurva Pembebanan Trafo 135 160 140 120 100 80 60 40 20 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
5. Kurva Pembebanan Trafo 149 120
P (KW)
100
Q (KVAR)
80 P (KW)
60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
6. Kurva Pembebanan Trafo 137 140
P (KW)
120
Q (KVAR)
100 P (KW)
80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
56
P (KW)
7. Kurva Pembebanan Trafo 532 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
8. Kurva Pembebanan Trafo 394 40
P (KW)
35
Q (KVAR)
30 P (KW)
25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
9. Kurva Pembebanan Trafo 333 120
P (KW)
100
Q (KVAR)
P (KW)
80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
57
10. Kurva Pembebanan Trafo 139 200
Q (KVAR) P (KW)
150
P (KW)
100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
11. Kurva Pembebanan Trafo 831 10
P (KW)
8
Q (KVAR)
P (KW)
6 4 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
12. Kurva Pembebanan Trafo 494 80
P (KW)
70
Q (KVAR)
60
P (KW)
50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
58
13. Kurva Pembebanan Trafo 140 100
P (KW) Q (KVAR)
80
P (KW)
60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
14. Kurva Pembebanan Trafo 284 140 P (KW)
120
Q (KVAR)
100 P (KW)
80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Time (Hours)
15. Kurva Pembebanan Trafo 498 80
P (KW)
70
Q (KVAR)
60
P (KW)
50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
59
16. Kurva Pembebanan Trafo 142 250
P (KW)
200
Q (KVAR)
P (KW)
150 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
P (KW)
17. Kurva Pembebanan Trafo 497 80 70 60 50 40 30 20 10 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
18. Kurva Pembebanan Trafo 144 350
P (KW)
300
Q (KVAR)
250 P (KW)
200 150 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
60
19. Kurva Pembebanan Traf0 437 120
P (KW)
100
Q (KVAR)
P (KW)
80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
20. Kurva Pembebanan Trafo 207 200
P (KW) Q (KVAR)
150
P (KW)
100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
P (KW)
21. Kurva Pembebanan Trafo 459 80 70 60 50 40 30 20 10 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
61
P (KW)
22. Kurva Pembebanan Trafo 206 160 140 120 100 80 60 40 20 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
23. Kurva Pembebanan Trafo 460 70
P (KW)
60
Q (KVAR)
P (KW)
50 40 30 20 10 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
P (KW)
24. Kurva Pembebanan Trafo 259 80 70 60 50 40 30 20 10 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
62
P (KW)
25. Kurva Pembebanan Trafo 843 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
26. Kurva Pembebanan Trafo 205 140
P (KW)
120
Q (KVAR)
100 P (KW)
80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
27. Kurva Pembebanan Trafo 844 6
P (KW)
5
Q (KVAR)
P (KW)
4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
63
P (KW)
28. Kurva Pembebanan Trafo 845 16 14 12 10 8 6 4 2 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
P (KW)
29. Kurva Pembebanan Trafo 500 80 70 60 50 40 30 20 10 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
P (KW)
30. Kurva Pembebanan Trafo 507 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
64
31. Kurva Pembebanan Trafo 260 120
P (KW)
100
Q (KVAR)
P (KW)
80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
32. Kurva Pembebanan Trafo 535 70
P (KW)
60
Q (KVAR)
50 P (KW)
40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
33. Kurva Pembebanan Trafo 836 5
P (KW)
4
Q (KVAR)
P (KW)
3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
65
34. Kurva Pembebanan Trafo 332 200
P (KW) Q (KVAR)
P (KW)
150 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
35. Kurva Pembebanan Trafo 838 100
P (KW)
80
Q (KVAR)
P (KW)
60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
36. Kurva Pembebanan Trafo 138 120
P (KW)
100
Q (KVAR)
P (KW)
80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
66
P (KW)
37. Kurva Pembebanan Trafo 185 80 70 60 50 40 30 20 10 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
P (KW)
38. Kurva Pembebanan Trafo 285 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Time (Hours)
P (KW)
39. Kurva Pembebanan Trafo 839 80 70 60 50 40 30 20 10 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
67
40. Kurva Pembebanan Trafo 339 70
P (KW)
60
Q (KVAR)
P (KW)
50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
41. Kurva Pembebanan Trafo 499 70
P (KW)
60
Q (KVAR)
50 P (KW)
40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
P (KW)
42. Kurva Pembebanan Trafo 493 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
68
43. Kurva Pembebanan Trafo 447 70
P (KW)
60
Q (KVAR)
50 P (KW)
40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
44. Kurva Pembebanan Trafo 837 20
P (KW) Q (KVAR)
P (KW)
15 10 5 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
45. Kurva Pembebanan Trafo 136 120
P (KW)
100
Q (KVAR)
P (KW)
80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
69
P (KW)
46. Kurva Pembebanan Trafo 250 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
P (KW)
47. Kurva Pembebanan Trafo 495 80 70 60 50 40 30 20 10 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
48. Kurva Pembebanan Trafo 840 5
P (KW)
4
Q (KVAR)
P (KW)
3 2 1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
70
P (KW)
49. Kurva Pembebanan Trafo 841 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
50. Kurva Pembebanan Trafo 141 120
P (KW)
100
Q (KVAR)
P (KW)
80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
51. Kurva Pembebanan Trafo 496 140
P (KW)
120
Q (KVAR)
100 P (KW)
80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
71
P (KW)
52. Kurva Pembebanan Trafo 143 80 70 60 50 40 30 20 10 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
53. Kurva Pembebanan Trafo 412 12
P (KW)
10
Q (KVAR)
P (KW)
8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
54. Kurva Pembebanan Trafo 518 25
P (KW) Q (KVAR)
20
P (KW)
15 10 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
72
55. Kurva Pembebanan Trafo 533 100
P (KW) Q (KVAR)
P (KW)
80 60 40 20 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
56. Kurva Pembebanan Trafo 335 120
P (KW)
P (KW)
100
Q (KVAR)
80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
57. Kurva Pembebanan Trafo 349 50
P (KW)
40
Q (KVAR)
P (KW)
30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
73
58. Kurva Pembebanan Trafo 433 100
P (KW)
80
Q (KVAR)
P (KW)
60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
59. Kurva Pembebanan Trafo 204 140
P (KW)
120
Q (KVAR)
P (KW)
100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
P (KW)
60. Kurva Pembebanan Trafo 203 120
P (KW)
100
Q (KVAR)
80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
74
P (KW)
61. Kurva Pembebanan Trafo 187 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
P (KW) Q (KVAR)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
62. Kurva Pembebanan Trafo 847 250
P (KW)
P (KW)
200
Q (KVAR)
150 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
P (KW)
63. Kurva Pembebanan Trafo 846 50
P (KW)
40
Q (KVAR)
30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Waktu (Jam)
75
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
76
LAMPIRAN B Data Saluran pada Penyulang NR7 84 Bus Saluran Bus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Bus 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Impedansi R X (Ohm) (Ohm) 0.1296 0.1983 0.0054 0.00826 0.0108 0.01653 0.0108 0.01653 0.0108 0.01653 0.0108 0.01653 0.0108 0.01653 0.0216 0.03305 0.0108 0.01653 0.0108 0.01653 0.0108 0.01653 0.0054 0.00826 0.0054 0.00826 0.0108 0.01653 0.0108 0.01653 0.0216 0.03305 0.0108 0.01653 0.0216 0.03305 0.0108 0.01653 0.0108 0.01653 0.0054 0.00826 0.0216 0.03305 0.0108 0.01653 0.0216 0.03305 0.01361 0.02082 0.0054 0.00826 0.0054 0.00826 0.0216 0.03305 0.0108 0.01653 0.0108 0.01653 0.0216 0.03305 0.0108 0.01653 0.0108 0.01653 0.0108 0.01653
77
Data Saluran pada Penyulang NR7 84 Bus (lanjutan) 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 5 9 11 17 57 23 25 30 32 4 63 10 65 19 27 68 69 70 71 29 73
36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74
0.0054 0.0054 0.0108 0.0108 0.0108 0.0054 0.0108 0.0108 0.0054 0.0108 0.0108 0.0108 0.0054 0.0108 0.0108 0.0216 0.0108 0.0108 0.0108 0.0108 0.0108 0.0108 0.0108 0.0108 0.0108 0.0108 0.0216 0.0216 0.0108 0.02808 0.0216 0.0054 0.0054 0.0108 0.0108 0.0054 0.0108 0.0216 0.0054 78
0.00826 0.00826 0.01653 0.01653 0.01653 0.00826 0.01653 0.01653 0.00826 0.01653 0.01653 0.01653 0.00826 0.01653 0.01653 0.03305 0.01653 0.01653 0.01653 0.01653 0.01653 0.01653 0.01653 0.01653 0.01653 0.01653 0.03305 0.03305 0.01653 0.04297 0.03305 0.00826 0.00826 0.01653 0.01653 0.00826 0.01653 0.03305 0.00826
Data Saluran padaPenyulang NR7 84 Bus (lanjutan) 74 33 37 41 46 79 80 51 52 53 2 64 55 66 58 67 60 75 76 77 78 81 82 83
75 0.0054 76 0.0054 77 0.0216 78 0.0216 79 0.0216 80 0.0108 81 0.0108 82 0.0108 83 0.0054 84 0.0054 Tie Switch 54 0.0168 66 0.04032 56 0.01344 67 0.0672 59 0.0504 72 0.0622 61 0.03535 76 0.0336 77 0.02016 78 0.02352 81 0.01344 82 0.03696 83 0.00672 84 0.00672
79
0.00826 0.00826 0.03305 0.03305 0.03305 0.01653 0.01653 0.01653 0.00826 0.00826 0.03948 0.09474 0.03158 0.1579 0.11843 0.14622 0.08306 0.07895 0.04737 0.05527 0.03158 0.08685 0.01579 0.01579
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
80
BIOGRAFI PENULIS Penulis memiliki nama lengkap Yoakim Simamora. Lahir di Medan pada tanggal 18 Desember 1989. Penulis mengawali pendidikan di SD Swasta Markus Medan 1995-2001. Kemudian melanjutkan ke SMP Swasta Methodist-8 Medan pada tahun 2001-2004. Setelah lulus dari SMA Negeri 12 Medan pada tahun 2007, penulis melanjutkan pendidikan Strata-1 di Universitas Sumatera Utara (USU), Jurusan Teknik Elektro konsentrasi Sistem Tenaga Listrik, dan lulus tahun 2013. Pada tahun 2014 melanjutkan pendidikan Magister di Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Semasa kuliah penulis aktif mengikuti berbagai seminar nasional maupun internasional dan pelatihan. Penulis merupakan salah satu member di Laboratorium Simulasi Sistem Tenaga (B.103) ITS. Penulis dapat dihubungi di alamat email :
[email protected].
81
---Halaman ini sengaja dikosongkan---
82