OPTIMASI PROSES REVERSE OSMOSIS PADA RECOVERY DAN PEMEKATAN KOMPONEN FLAVOR LIMBAH CAIR PASTEURISASI RAJUNGAN
NINIK PURBOSARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Proses Reverse Osmosis pada Recovery dan Pemekatan Komponen Flavor Limbah Cair Pasteurisasi Rajungan adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2009 Ninik Purbosari NRP C 351060031
ABSTRACT NINIK PURBOSARI. Optimization Reverse Osmosis Process in Recovery and Concentrated Flavor Component from Liquid Waste of Crab Meat Pasteurization. Supervised by JOKO SANTOSO and UJU. Flavor components recovery from liquid waste of crab meat pasteurization is an economic way for upgrading waste treatment. The process itself is environmental friendly. An appropriate membrane technology, such as reverse osmosis (RO) is useful for this purpose. RO which its pore sizes are generally <1 kDa might produce higher yield compared to other methods. Hence, this study was aimed to observe the influence of transmembrane pressure (TMP), temperature and pH on flux and rejection level as parameters of membrane performance. Response Surface Method (RSM) was used to determine the optimum condition of membrane productivity and then applied on concentration process of flavor. Flavor compounds were subsequently characterized for their proximate composition, non protein nitrogen (NPN) and amino acid profile. The results showed that TMP and temperature affected the membrane performance, however was not pH. Optimum condition of RO performance was at TMP 716 kPa, and 35 oC. Rejection level of protein by RO was up to 100%, it means these compounds cannot penetrate into membrane. The concentration process yielded 1,10% protein as flavor components or 1,64 fold than the initial feed. NPN as a flavor component contributed 0,21 % of flavoring (10% more concentrated than the initial feed). Moreover, the amino acids were dominated by glutamic acid and leucine which contributed 20% and 10% of total amino acid in the concentrate, respectively. Keywords: crab meat pasteurization, flavor recovery, liquid waste treatment, optimization, reverse osmosis, Response Surface Method (RSM)
RINGKASAN NINIK PURBOSARI. Optimasi Proses Reverse Osmosis pada Recovery dan Pemekatan Komponen Flavor Limbah Cair Pasteurisasi Rajungan. Dibimbing oleh JOKO SANTOSO dan UJU. Limbah rajungan jika tidak dimanfaatkan dengan optimal dapat menjadi sumber pencemaran bagi lingkungan. Pemanfaatan limbah cair rajungan masih terbatas, diantaranya untuk pembuatan petis yang dilakukan secara tradisional. Alternatif pemanfaatan yang bernilai ekonomis adalah proses recovery komponen flavor terkait kandungan berbagai komponen flavor dalam rajungan. Proses recovery flavor banyak dilakukan dengan evaporasi atau freeze concentration. Masalah yang muncul pada proses evaporasi adalah hilangnya sebagian komponen volatil flavor karena panas, sedangkan proses freeze concentration menghasilkan rendemen yang rendah. Penggunaan teknologi membran reverse osmosis (RO) yang ramah lingkungan dan tingkat rejeksi yang tinggi diharapkan akan menghasilkan rendemen yang lebih besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tekanan transmembran (TMP), suhu, dan pH terhadap nilai fluks dan rejeksi yang merupakan tolok ukur kinerja membran. Kondisi optimum yang diperoleh selanjutnya diaplikasikan untuk proses recovery dan pemekatan komponen flavor yang didapat. Faktor tekanan transmembran dan suhu berpengaruh terhadap fluks dan rejeksi yang dihasilkan, sedangkan pH tidak berpengaruh. Respon fluks menghasilkan nilai yang mendekati optimum pada kondisi tekanan transmembran 716 kPa dan suhu 35 oC. Nilai rejeksi permeat berkisar 76,89 – 99,77%, sedangkan rejeksi pada proses pemekatan berkisar 89 – 100%. Tingkat rejeksi membran RO bisa mencapai 100%, artinya semua komponen, termasuk protein sebagai makromolekul tidak dapat melewati membran RO dimana ukuran porinya sangat kecil. Fluks pada proses pemekatan mempunyai pola penurunan terbesar pada awal-awal proses pemekatan. Hal ini disebabkan pengaruh polarisasi konsentrasi pada permukaan membran. Semakin tinggi konsentrasi maka terjadinya polarisasi semakin mudah. Proses pemekatan menghasilkan komponen flavor protein 1,10% atau 1,64 kali dibandingkan dengan feed awal. Protein yang berhasil di-recovery sebesar 48%. Non protein nitrogen (NPN) sebagai komponen flavor memberikan kontribusi pada flavouring sebesar 0,21% (lebih pekat 10% dibandingkan dengan feed awal). Asam glutamat dan leusin merupakan asam amino dominan terbesar dengan nilai 20% dan 10% dari total asam amino dalam konsentrat. Kadar garam yang tinggi dari bahan mentah sangat mempengaruhi kandungan asam amino dimana asam glutamat akan lebih kuat berikatan.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi undang-undang 1.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau meyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
OPTIMASI PROSES REVERSE OSMOSIS PADA RECOVERY DAN PEMEKATAN KOMPONEN FLAVOR LIMBAH CAIR PASTEURISASI RAJUNGAN
NINIK PURBOSARI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Tesis
: Optimasi Proses Reverse Osmosis pada Recovery dan Pemekatan Komponen Flavor Limbah Cair Pasteurisasi Rajungan
Nama
: Ninik Purbosari
NRP
: C351060031
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si Ketua
Uju, S.Pi, M.Si Anggota Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,MS
Tanggal Ujian : 19 Januari 2009
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, sebagai penentu segala peristiwa, yang telah memberikan ridhoNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah recovery flavor dan teknologi membran dengan judul “Optimasi Proses Reverse Osmosis pada Recovery dan Pemekatan Komponen Flavor Limbah Cair Pasteurisasi Rajungan”. Karya tulis ini berisi beberapa gagasan dari penulis tentang pemanfaatan limbah cair rajungan dan penggunaan teknologi membran yang ramah lingkungan yang dapat memberikan nilai tambah terhadap limbah tersebut. Proses penelitian digambarkan dengan cukup jelas dan hasil yang diperoleh dibahas dengan membandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. Karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan berbagai hambatan dan tantangan, dan tentu saja dengan segala kemudahan yang mengiringinya, tak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itulah pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih kepada : 1. Orang tua tercinta, atas segala pengorbannya, yang tak mungkin bisa terbalas, 2. Mertua tercinta (almarhum) yang telah berjasa besar dalam melahirkan seseorang yang sekarang menjadi pendamping hidup penulis, 3. Suami tercinta, imam keluarga yang senantiasa mencurahkan segala cinta dan semangat kepada penulis, 4. Anak-anak tersayang atas keberadaannya selama ini, 5. Seluruh keluarga besar, kakak-kakak dan adik-adik yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan studi ini, 6. Bapak Dr. Ir Joko Santoso, M.Si selaku dosen pembimbing sekaligus guru kehidupan, yang telah banyak memberikan ilmu, bimbingan dan arahan, baik dalam keseharian maupun dalam penyusunan tesis, 7. Bapak Uju, S.Pi, M.Si sebagai dosen pembimbing, atas pengorbanan waktu, bimbingan, dan arahan; serta kepercayaannya melibatkan penulis dalam proyek penelitian ini,
8. Ibu Ir. Wini Trilaksani, M.Sc atas semua masukan yang diberikan untuk perbaikan dan pengkayaan tesis ini, 9. Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si. atas waktu yang diluangkan untuk berkonsultasi, dan kerelaannya meminjamkan peralatan selama penulis melaksanakan penelitian, 10. Kustiariyah, S.Pi, M.Si, Kania Arbiaty S.Pi, dan Oktafrina, S.Si yang sudah banyak membantu penulis selama studi, 11. Teman-teman angkatan THP 06 : Mbak Tia, Uci, Mbak Puji, Mas Candra, Mas Aim, Pak Mad, Pak Max ,dan Pak Dani atas kebersamaannya dalam suka dan duka, 12. Teman-teman yang selalu membantu selama penelitian dan penulisan tesis: Ujang, Gilang, Glori, si Jeng Dede, dan Mbak Ria TIP, 13. Semua pihak yang telah memberikan kontribusinya, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga Allah memberikan balasan kebaikan atas semua yang telah dilakukan. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2009
Ninik Purbosari
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Solo pada tanggal 16 Juni 1975 sebagai anak ke-lima dari enam bersaudara pasangan S. Prabowo dan Sumarni. Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuh di SMAN 1 Solo, lulus tahun 1994. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, lulus pada tahun 1999. Penulis bekerja sebagai dosen di Politeknik Negeri Lampung sejak tahun 2000 sampai dengan sekarang. Penulis menikah pada tahun 2002 dengan Setia Gunawan dan dikaruniai dua buah hati, Saskia Shafa’ Qolby Gunawan dan Ilham Rabbani As Sajjad Gunawan. Tahun 2006 penulis diterima di Program Pascasarjana IPB, Program Studi Teknologi Hasil Perairan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xv 1.
PENDAHULUAN ...........................................................................................1 1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah ..................................................................................2 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................3 1.4 Hipotesis....................................................................................................3
2.
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................4 2.1 Limbah Cair Perikanan .............................................................................4 2.2 Komponen Flavor .....................................................................................5 2.2.1 Komponen flavor secara umum .....................................................5 2.2.2 Komponen flavor pada rajungan....................................................6 2.3 Proses Filtrasi dengan Membran...............................................................9 2.3.1 Reverse osmosis (RO) ..................................................................10 2.3.2 Kinerja membran reverse osmosis ...............................................11 2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Membran............................14 2.4.1 2.4.2 2.4.3 2.4.4 2.4.5 2.4.6 2.4.7
Fouling dan polarisasi konsentrasi...............................................14 Tekanan transmembran ................................................................15 Konsentrasi bahan ........................................................................15 Suhu .............................................................................................16 pH.................................................................................................16 Tekanan osmotik ..........................................................................16 Rejeksi..........................................................................................17
3. METODOLOGI PENELITIAN.......................................................................18 3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................................18 3.2 Bahan dan Alat.........................................................................................18 3.3 Tahapan Penelitian ...................................................................................19 3.3.1 Penentuan waktu tunak (steady state) ...........................................20 3.3.2 Pengaruh tekanan transmembran ..................................................21
3.3.3 Pengaruh suhu ...............................................................................21 3.3.5 Pengaruh pH..................................................................................21 3.4 Analisis dan Karakterisasi.........................................................................21 3.4.1 3.4.2 3.4.3 3.4.4
Analisis non protein nitrogen (NPN) .............................................22 Analisis kandungan protein............................................................22 Analisis asam amino ......................................................................23 Analisis proksimat..........................................................................24 (a) Kadar air .................................................................................24 (b) Kadar abu................................................................................24 (c) Kadar protein ..........................................................................25 (d) Kadar lemak............................................................................25 (e) Kadar karbohidrat ...................................................................26
3.5 Rancangan Percobaan ...............................................................................26 3.6 Penentuan Optimasi Proses .......................................................................27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Limbah Cair Pasteurisasi Rajungan ....................................28 4.1.1 Sifat fisik, nilai proksimat, dan kadar NPN ...................................28 4.1.2 Asam amino ...................................................................................29 4.2 Pengaruh Parameter Operasi terhadap Kinerja Membran.........................31 4.2.1 Penentuan waktu tunak (steady state) ............................................31 4.2.2 Pengaruh parameter operasi terhadap fluks ...................................32 4.2.3 Rejeksi............................................................................................35 4.3 Proses Pemekatan......................................................................................38 4.3.1 Respon fluks selama proses pemekatan .........................................38 4.3.2 Respon rejeksi selama proses pemekatan ......................................41 4.3.3 Karakteristik hasil recovery dan pemekatan limbah cair pasteurisasi rajungan ......................................................................42 5. KESIMPULAN ................................................................................................48 5.1 Kesimpulan ..............................................................................................48 5.2 Saran.........................................................................................................48 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................50 LAMPIRAN...........................................................................................................57
DAFTAR TABEL Halaman 1
Beban limbah cair dari beberapa jenis operasi pengolahan perikanan......................................................................................4
2
Komponen flavor dalam fraksi NPN dari berbagai sumber............................6
3
Komposisi komponen flavor ekstrak daging rajungan (snow crab) ...............7
4
Komponen flavor penyebab aroma khas daging rajungan..............................8
5
Pengelompokkan proses membran berdasarkan kisaran partikel yang direjeksi .....................................................................................9
6
Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 0,1 – 1,0 mg/ml......................23
7
Penentuan taraf nilai variabel yang digunakan .............................................26
8
Karakteristik limbah cair pasteurisasi rajungan ............................................29
9
Kandungan asam amino limbah cair pasteurisasi rajungan ..........................30
10
Analisis regresi perlakuan terhadap fluks .....................................................32
11
Hasil analisis ragam perlakuan terhadap fluks..............................................33
12
Data nilai rejeksi berbagai perlakuan............................................................36
13
Hasil analisis regresi terhadap rejeksi ...........................................................37
14
Hasil analisis ragam terhadap rejeksi............................................................37
15
Rejeksi protein selama proses pemekatan.....................................................41
16
Komposisi proksimat hasil proses pemekatan ..............................................43
17
Kandungan asam amino hasil pemekatan .....................................................44
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Perbandingan antara proses osmosis dan reverse osmosis.............................10
2
Proses RO dengan sistem cross flow..............................................................12
3
Lokasi terjadinya fouling pada membran.......................................................14
4
Diagram alir tahapan proses penelitian ..........................................................19
5
Nilai fluks dan waktu tunak limbah cair pasteurisasi rajungan selama proses filtrasi dengan membran RO...................................................32
6
Permukaan respon fluks terhadap suhu dan TMP..........................................34
7
Permukaan respon rejeksi terhadap TMP dan suhu .......................................38
8
Hubungan antara waktu pemekatan dengan nilai fluks..................................39
9
Hubungan antara faktor konsentrasi dengan fluks .........................................39
10
Kromatogram HPLC asam amino limbah pasteurisasi rajungan sebelum dan sesudah filtrasi...........................................................................45
DAFTAR LAMPIRAN 1
Matriks rancangan percobaan dan hasil respon fluks .....................................57
2
Hasil analisis RSM untuk optimasi proses RO ...............................................58
3
Data kadar protein permeat berbagai perlakuan..............................................59
4
Standar BSA yang digunakan dan kurva standar............................................59
5
Tabel hubungan waktu pemekatan dengan fluks ............................................60
6
Tabel hubungan faktor konsentrasi dengan fluks............................................60
7
Daftar berat molekul asam amino ...................................................................61
8
Hasil analisis RSM rejeksi berbagai perlakuan...............................................62
9
Gambar seting peralatan yang digunakan .......................................................63
10 Modul membran RO .......................................................................................64 11 Sampel limbah pasteurisasi rajungan ..............................................................65
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Rajungan tergolong hewan dasar (bentos) pemakan daging yang termasuk satu famili dengan kepiting. Saat ini rajungan merupakan komoditas ekspor unggulan hasil perikanan, khususnya untuk ekspor ke Jepang, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.
Nilai ekspor rajungan olahan ke pasar produktif tersebut
mencapai 2.811 ton dengan nilai 24.037.475 US$ (DKP 2005). Produksi rajungan mengalami peningkatan 4.866 ton per tahun (DKP 2004). Peningkatan produksi akan diikuti dengan peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan, baik limbah padat berupa cangkang atau kulit dan limbah cair berupa air perebusan. Volume limbah cair yang dihasilkan oleh industri rajungan yang diolah secara mekanis mencapai 29-44 m3/ ton rajungan, sedangkan yang diolah secara konvensional berkisar 1-2 m3/ ton rajungan. Limbah cair ini menghasilkan nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan Total Suspended Solid (TSS) masing-masing 4.400, 6.300, dan 620 mg/l (Islam et al. 2004).
Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan limbah hasil
pengolahan tuna, udang, dan tiram. Sementara itu nilai baku mutu limbah cair untuk industri pengolahan ikan adalah : BOD 75 mg/l, COD 100 mg/l, dan TSS 60 mg/l (SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 582 Tahun 1995). Limbah rajungan yang melebihi batas normal tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan jika tidak dimanfaatkan secara optimal. Hal ini menjadi masalah yang harus dicarikan solusinya. Selama ini pemanfaatan limbah rajungan masih terbatas pada limbah padat, dimana cangkang rajungan dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pakan dan pembuatan kitin serta kitosan (Hartati et al. 2002). Pemanfaatan limbah cair masih dilakukan secara tradisional, diantaranya untuk pembuatan petis. Pemanfaatan lain yang bisa dilakukan adalah pengambilan atau recovery komponen flavor dalam limbah tersebut mengingat adanya kandungan komponen flavor yang cukup tinggi dalam rajungan. Selama ini proses recovery flavor dilakukan dengan evaporasi atau freeze concentration. Masalah yang muncul pada proses evaporasi adalah hilangnya
sebagian komponen volatil flavor karena panas (Kranawetter et al. 2005), sedangkan proses freeze concentration menghasilkan rendemen yang rendah (Jayarajah dan Lee 1988). Salah satu teknologi alternatif kompetitif yang bisa digunakan adalah teknologi membran yang hemat energi dan ramah lingkungan (Sheu dan Wiley 1983). Selain itu komponen volatil tetap terjaga. Salah satu teknologi membran adalah reverse osmosis (RO) yang diharapkan dapat menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibanding proses ultrafiltrasi (UF) karena secara teoritis tingkat rejeksi (komponen tertahan) RO lebih tinggi daripada UF. Teknologi RO telah banyak digunakan untuk proses recovery flavor pada apel, lemon, dan mangga (Matsuura et al. 1975; Kane et al. 1995; Olle et al. 1997). Terbatasnya informasi tentang kinerja membran RO yang optimal untuk proses recovery flavor, khususnya pda limbah pasteurisasi rajungan, menjadi alasan kuat dilakukannya penelitian ini. Untuk itulah pada penelitian ini dicari kondisi optimum kinerja RO yang diaplikasikan untuk pemekatan komponen flavor hasil proses recovery.
1.2
Perumusan Masalah Pemanfaatan limbah cair rajungan yang masih terbatas pada pembuatan
petis dengan jumlah kecil dan bersifat tradisional, merupakan tantangan sekaligus masalah yang harus dipecahkan, karena jika limbah tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal maka akan menjadi sumber pencemar lingkungan. Kandungan beberapa
jenis
komponen
flavor
yang
cukup
tinggi
dalam
rajungan
memungkinkan untuk dilakukannya proses recovery komponen tersebut. Proses recovery flavor selama ini dilakukan dengan cara evaporasi yang menyebabkan hilangnya beberapa komponen volatil, dan proses freeze concentration yang menghasilkan rendemen rendah. Teknologi membran dengan suhu rendah dapat digunakan
untuk
meminimalkan
kekurangan
tersebut.
Penggunaan
RO
dimaksudkan untuk mendapatkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan membran jenis lain. Masih terbatasnya informasi tentang recovery flavor limbah cair rajungan dengan menggunakan teknologi membran RO merupakan masalah utama yang ada sekarang ini.
Di sisi lain kinerja optimal dari
penggunaan RO untuk proses recovery tersebut juga belum diketahui, dimana ada beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya tekanan transmembran, suhu, dan pH. 1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian adalah :
(a) Mengetahui pengaruh tekanan transmembran, suhu, dan pH bahan pada kinerja membran RO. (b) Mendapatkan kondisi optimal kinerja membran RO. (c) Melakukan pemekatan dan karakterisasi komponen flavor hasil pemekatan limbah cair rajungan dengan teknologi RO. Manfaat dari penelitian adalah : (a) Dapat mengoptimalkan kinerja membran RO dengan pemakaian variabel terpilih yang berpengaruh. (b) Dihasilkannya produk hasil recovery limbah cair rajungan melalui pemurnian dan pemekatan dengan teknologi RO.
1.4
Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
(a) Tekanan transmembran, suhu, dan pH bahan berpengaruh terhadap kinerja RO. (b) Terdapat komponen flavor hasil pemekatan limbah cair rajungan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Cair Perikanan Limbah cair yang dihasilkan dari pengolahan hasil perikanan mengandung banyak protein dan lemak, akibatnya menghasilkan nilai BOD dan TSS yang cukup tinggi.
Kadar BOD dan TSS tersebut berbeda-beda tergantung jenis
industri yang sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi, jenis bahan mentah, kesegaran, dan jenis produk akhir yang dihasilkan (Gonzales 1996). Karakteristik limbah cair dari berbagai jenis industri hasil perikanan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1
Beban limbah cair dari beberapa jenis operasi pengolahan perikanan
Beban limbah cair
BOD
COD
Minyak/ lemak
Pengolahan ikan (manual) Pengolahan ikan (mekanik) Fillet ikan herring
332 kg/t
-
0,348 kg/t
Padatan Tersuspen si 1,42 kg/t
11,9 kg/t
-
2,28 kg/t
8,92 kg/t
3.482-10.000 mg/l 6,8-20 kg/t
-
-
11,4-64 kg/t
857-6.000 mg/l 1,7-13 kg/t
9,22 kg/t 4,8-5,5 kg/t
7,2-7,8 kg/t
1,74 kg/t 0,21-0,3 kg/t
18,7 kg/t
-
0,461 kg/t
3,8-17 kg/t 5,41 kg/t 0,7-0,78 kg/t 6,35 kg/t
23.500-34.000 mg/l
93.000 mg/l
0-1,92%
-
13.000-76.000 mg/l
-
60-1 560 mg/l
-
160 mg/l 941,69 mg/l
1,780 mg/l 1.401,78 mg/l 949,05 g/l
-
-
6.976 mg/l
-
Pengalengan tuna Pabrik sardin Pengolahan kepiting Pengolahan kerang Cairan darah dari pabrik makanan ikan Air dari pengepresan daging Udang beku Pengalengan ikan
Makanan ikan 245,23 mg/l Sumber : Gonzales (1996)
Limbah cair dalam industri hasil perikanan dilepaskan melalui tahapan sebagai berikut : perlakuan bahan mentah (pencairan dan persiapan), pembersihan (pencucian dan preparasi), dehidrasi, pengepresan, penyaringan, pemanasan, pendinginan, dan pembersihan alat. Cairan ini mengandung darah dan potonganpotongan ikan dan kulit, isi perut, dan kondensat dari operasi pemasakan dan air pendingin dari kondensor (Jenie dan Rahayu 1990).
Limbah pengolahan rajungan diduga mengandung sejumlah senyawa yang terlarut diantaranya asam amino, nukleotida, peptida, dan asam organik (Cha et al. 1993). Limbah tersebut berasal dari effluent industri perikanan jenis krustasea sebesar 28,6% (pencucian) dan 71,4% (proses). 2.2
Komponen Flavor
2.2.1 Komponen flavor secara umum Flavor adalah kombinasi dari rasa, bau, dan perasaan yang ditimbulkan oleh adanya senyawa cita rasa (flavoring agents) yang biasanya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam bahan pangan. Flavor dapat dibuat dari campuran berbagai komponen flavor, baik yang alami maupun sintetik. Berdasarkan bentuk fisiknya flavor dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kelas yaitu bentuk padat
(solid), bentuk cair (liquid), dan bentuk pasta (paste). Protein, lemak, dan karbohidrat adalah komponen struktural pada sel makhluk hidup yang merupakan sumber terbesar pembentuk flavor (Supran 1978). Komponen pembentuk flavor pada produk perikanan lebih banyak ditemukan pada daging moluska dan krustasea. Komponen flavor non volatil pada shellfish merupakan komponen larut air dan mempunyai bobot molekul yang rendah. Komponen-komponen tersebut diklasifikasikan sebagai senyawa nitrogen dan non nitrogen. Senyawa nitrogen meliputi asam amino bebas, nukleotida, basa organik dan senyawa terkait lainnya. Senyawa non nitrogen diantaranya adalah gula, asam organik dan anorganik (Konosu dan Yamaguchi 1982). Sementara itu, Huss (1995) melaporkan bahwa komponen utama dalam fraksi non protein nitrogen adalah basa volatil seperti amonia dan trimethylamine oxide (TMAO),
kreatin, asam mino bebas, nukleotida dan basa purin, serta urea. Komponen flavor yang terdapat dalam fraksi NPN dari berbagai sumber disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil penelitian terhadap daging remis, udang dan kepiting mempunyai aroma dan cita rasa (flavorfull) yang lebih tinggi daripada daging ikan. Demikian juga asam-asam amino bebas yang terkandung dalam krustasea memiliki jumlah yang lebih banyak jika dibandingkan dengan ikan. Taurin, prolin, glisin, alanin, dan arginin dalam tingkat yang tinggi merupakan karakteristik umum yang ditemukan pada setiap krustasea (Konosu dan Yamaguchi
1982).
Senyawa alkilpirazine dan sulfur merupakan kontributor
penting pemberi flavor pada krustasea yang dimasak. Pan dan Kuo (1994) melaporkan bahwa komponen volatil dari alkohol tidak jenuh dan aldehida dengan atom karbon kurang dari 10 merupakan kontributor penting dalam memberikan flavor pada shellfish segar atau mentah. Hayashi et al. (1981) dan Trilaksani et al. (1997) melaporkan bahwa komponen utama penyusun flavor dalam makanan laut terdiri dari asam amino bebas berberat molekul rendah, nukleotida, asam organik, dan gula. Flavor yang mengandung 15 jenis asam amino terikat dan 17 asam amino bebas diperoleh dari proses recovery limbah cair industri pengolahan tiram (Shiau dan Chai 1999). Spurvey et al. (2001) menyatakan komponen-komponen flavor tersebut bersifat larut dalam air. Tabel 2 Komponen flavor dalam fraksi NPN dari berbagai sumber Compound in mg/100 wet weight 1) Total extractives 2) Total free aminoacids : Arginine Glycine Glutamic acid Histidine Proline 3) Creatine 4) Betaine 5) Trimethylamine
Fish
Fish
Cod Herring 1200 1200
Fish Shark species 3000
Crustaceans Poutry Mammalian Leg Lobster muscle muscle 5500 1200 3500
75 < 10 20 < 10 < 1,0 < 1,0 400 0 350
100 < 10 20 < 10 < 1,0 < 1,0 300 150 500 -
3000 750 1000 - 1000 270 750 0 100 100
300 < 10 20 < 10 86 < 1,0 400 0 250
440 < 20 < 20 55 < 10 < 10 0
350 < 10 < 10 36 < 10 < 10 550 0
oxide 6) Anserine 7) Carnosine 8) Urea Sumber : Huss (1995)
150 0 0
0 0 0
1000 0 0 200
0 0 -
280 180 -
2.2.2 Komponen flavor pada rajungan Rajungan merupakan salah satu produk perikanan yang bernilai ekonomis tinggi dan disukai oleh pasar dunia karena memiliki flavor yang khas. Rajungan banyak mengandung glisin, arginin, prolin dan taurin. Keempat jenis asam amino bebas ini yang paling berperan dalam pembentukan komponen rasa aktif rajungan. Konosu et al. (1978); Yamaguchi dan Watanabe (1990) melaporkan bahwa komponen penyebab rasa khas dari daging rajungan adalah sejumlah komponen flavor yang larut air, antara lain : taurin, asam aspartat, threonin, serin, sarkosin, asam glutamat, prolin, glisin, alanin, asam α-aminobutirat, valin, metionin, leusin, tirosin, fenilalanin, ornitin, lisin, histidin, metilhistidin, triptopan, arginin, citosine monophosphate
(CMP),
adenosine
monophosphate
(AMP),
guanine
monophosphate (GMP), inosine monophosphate (IMP), adenosine diphosphate (ADP), adenosin, hypoxanthine, inosine, guanine, citosin, trimrthylamine oxides (TMAO), homarin, ribosa, asam laktat, asam suksinat, Na+, K+, Cl-, ~I dan PO4 3-. Yamaguchi dan Watanabe (1990) melaporkan bahwa asam glutamat memegang peranan penting dalam memberikan rasa umami pada rajungan. Ketika asam glutamat dihilangkan, maka karakteristik dari flavor rajungan menjadi turun. Asam glutamat dalam bentuk garam yaitu monosodium glutamat (MSG) meupakan senyawa cita rasa yang memberikan rasa enak pada rajungan (flavor potentiator) (Winarno 1997). Komposisi komponen flavor rajungan (snow crab) disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi komponen flavor ekstrak daging rajungan (snow crab) Komponen Flavor Tau Asp Thr Ser Sarcosine
Jumlah (mg/100ml) 243 10 14 14 77
Komponen Flavor CMP AMP GMP IMP ADP
Jumlah (mg/100ml) 6 32 4 5 7
150 200 35
Proline 327 Adenine Glutamic acid 19 Adenosine Glycine 623 Hypoxanthine Alanine 187 Inosine α –Aminobutyric 2 Guanine acid Valine 30 Cytosine Methionine 19 Glycinebetaine Ileusine 29 TMAO Leusine 30 Homarine. Tyrosine 19 Glucose Phenilalanine 17 Ribose Ornitine 1 Lactic acid Lysine 25 Succinic acid Histidine 8 NaCl α-Methylhistidine 3 KCl Triptofane 10 NaH 2 PO 4 Arginine 579 NaHPO 4 Sumber : Yamaguchi dan Watanabe (1990)
1 26 7 13 1 1 357 338 80 17 4 100 9 259 376 83 226
Cha et al. (1993) menemukan sejumlah komponen flavor pada rajungan salju (snow crab) masak. Komponen flavor tersebut berupa senyawa aldehida (11 jenis), keton (14 jenis), alkohol (13 jenis), asam (5 jenis), senyawa aromatik (21 jenis), senyawa nirogen (24 jenis), senyawa sulfur (10 jenis), furans (98 jenis), dan senyawa lainnya (16 jenis). Chung (1999) melaporkan bahwa komponen volatil penyebab aroma khas daging rajungan karang (Charybdis feriatus) yang terdeteksi sebanyak 177 komponen, 130 diantaranya telah dapat diidentifikasi. Komponen flavor tesebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Komponen flavor penyebab aroma khas daging rajungan Golongan Asam
Contoh senyawa -
Aldehida
pentenal, hexanal, 2-methyl-(E)butenal, (E)-2-pentenal, benzaldehyde, cyclopentanecarboxaldehide, nonanal,1,3 dimetil benzaldehide
Alkana
decana, 2,6,10,14 tetrametil pentadecane,heptadecane
Aromatik
benzene, toluene, ethylbenzene, p-xylene, m-xylene, oxylene, isopropil benzene, propylbenzene, styrene, C4benzene, 1,3-dietil benzene
Ester
n-butyl acetate, metyl (E, E) farnesate, dietyl phthalate, dibutil phthalate
Furans
2-ethylfuran, 2 penthylfuran, S-hexyldihidro-2(3H)furanone
Piridin
Pyridine, 2-rnethylpyridine, 3-metilpyridine
Naptalen
Naphtalene, 2-methyhzaphthalene, 1-methylnapthalene, C2napthalene, C3-napthalene
Pirazin
Pyrazine, methyl pyrazine, 2-isopropyl pyrazine, 2-acetyl-3methyl pyrazine
Alkohol
2-methyl-propanol, 2 propen-l-ol, 2 pentanol, BHT, phenol, nerolidol, 1 phenylethanol
Keton
3-buten-2-one, 2,3-butadione, 3-hexanone, 2-heptanone, (E,E)3,5-octadien-2-one
Sulfur
Hydrogen sulfide, carbon disulfide, 2-methylthiazole, 5ethyl-3,4-dimethylthiazole, 3,5-dimethyl-1,2,4 trithiolane, 3methyl-2-thiophencarboxaldehyde, 1,2,4-trithiolane, N,Ndimethyl ethanethioamide
Terpen
Limone, camphor, β-ionone
Senyawa lain
Trimetilamin, trimetilazole, 2,3-dihidro-5-metil 1H-indene, 2,3-dididro-4-metil-1H-indene Sumber : Chung (1999) Yamaguchi dan Watanabe (1990) melaporkan bahwa beberapa komponen
yang memberikan kontribusi pada taste rajungan adalah : glisin, alanin, asam glutamat, arginin, AMP, GMP, CMP, dan ion-ion anorganik seperti Na+, K+, Cl-, dan PO 4 3-. Lioe et al. (2005) melaporkan bahwa selain asam glutamat bebas dan asam aspartat, asam amino bebas seperti L-phenylalanine dan L-tyrosine juga berperan penting dalam memberikan rasa umami. Sementara itu Chen dan Zhang (2007) melaporkan bahwa arginin, glisin, dan alanin merupakan komponen utama asam amino bebas yang memberikan cita rasa bagi rajungan.
2.3
Proses Filtrasi dengan Membran Filtrasi merupakan proses pemisahan dua atau lebih komponen dalam
suatu aliran fluida (Brock 1983). Membran merupakan lapisan tipis dari suatu material berpori yang dapat digunakan untuk proses pemisahan. Pori-pori yang kecil pada membran dapat berfungsi sebagai penghalang secara fisik, sehingga mampu meloloskan dan menghalangi molekul senyawa tertentu (Wenten 1999). Menurut Renner dan El-Salam (1991), proses membran dikelompokkan ke dalam tiga kelas yaitu mikrofiltrasi, ultrafiltasi, dan reverse osmosis. Beberapa parameter yang menjadi indikator pengelompokkan tersebut disajikan pada Tabel 5. Tabel 5
Pengelompokkan proses membran berdasarkan kisaran ukuran partikel yang direjeksi.
Parameter Ukuran partikel tertahan
Mikrofiltrasi >106 Da 0,01 – 10 um
Ultrafiltrasi 103 – 106 Da 0,001 – 0,002 um
Reverse Osmosis < 103 Da < 0,001 um
Tekanan (bar)
<2
1 - 15
> 20
Mekanisme penahanan
Penyaringan molekul
Penyaringan molekul
Penyaringan molekul/ difusi
Fluks ( l m-2h-1)
> 300
30 - 300
3 - 30
Sumber : Renner dan EI-Salam (1991) Membran mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi telah banyak diaplikasikan dalam industri pangan untuk tujuan pengkonsentrasian dan pemurnian biopolimer. Beberapa senyawa makromolekul yang telah diperoleh dari proses membran diantaranya adalah protein, dan polisakarida (Carrere et al. 1998; Jorda et al. 2002; Yeh dan Dong 2003; Cho et al. 2003). Keunggulan proses pemisahan dengan menggunakan membran dibandingkan dengan filtrasi konvensional dalam pemurnian larutan umpan antara lain (Mulder 1996): -
merupakan teknologi yang sederhana,
-
dioperasikan pada suhu ruang,
-
dapat dilakukan secara kontinyu,
-
membran dapat dikombinasikan dengan proses lainnya, tanpa mengalami perubahan fase, baik kimia maupun fisika,
- kinerja membran tidak dipengaruhi densitas,
- biaya operasi relatif rendah, -
tidak menggunakan bahan tambahan atau kimia,
-
relatif mudah untuk meningkatkan skala operasinya.
2.3.1
Reverse osmosis (RO) Proses reverse osmosis (RO) merupakan kebalikan dari proses osmosis
(normal osmosis), dimana pada proses osmosis, terjadi perpindahan pelarut dari larutan yang lebih encer (potensial kimia rendah) ke larutan yang lebih pekat (potensial kimia tinggi) (Gambar 1). Sebaliknya pada proses reverse osmosis pelarut dipaksa berpindah dari larutan pekat ke larutan yang lebih encer dengan bantuan tekanan kerja (Wenten 1999).
Gambar 1 Perbandingan antara proses osmosis dan reverse osmosis (Sumber : http://www.watertiger.net) Membran RO digunakan untuk memisahkan zat terlarut yang memiliki bobot molekul yang rendah seperti garam anorganik atau molekul organik kecil seperti glukosa dan sukrosa dari larutannya.
Membran ini lebih dense/padat
sehingga memerlukan tahanan hidrodinamik yang lebih besar untuk melakukan proses pemisahan. Hal ini menyebabkan tekanan operasi pada RO akan sangat besar untuk menghasilkan fluks yang sama pada proses mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi (Wenten 1999). Proses reverse osmosis mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan proses membran lainnya. Keuntungan tersebut adalah rendemen yang lebih tinggi, terkait dengan ukuran pori yang digunakan (Sheu dan Wiley 1983). Selain itu, dengan partikel yang tertahan berukuran lebih kecil dibandingkan dengan membran lainnya, maka diharapkan keluaran bahan (permeat) yang dihasilkan akan lebih murni.
Penggunaan teknologi membran khususnya RO semakin berkembang dengan diaplikasikannya teknologi tersebut dalam bidang industri. Matsuura et al. (1975) berhasil merecovery komponen flavor dari apple juice dengan teknik reverse osmosis (RO). Lee et al. (1982) melaporkan penggunaan proses ultrafiltrasi dan RO untuk pemurnian dan pengkonsentrasian betalaine. Lebih lanjut Sheu dan Wiley (1983) melaporkan bahwa teknologi reverse osmosis mampu merecovery flavor volatil dari apple juice sebesar 85%. Teknologi membran juga dapat diaplikasikan untuk proses recovery komponen flavor yaitu protein dari limbah pencucian tiram (Shiau dan Chai 1999). 2.3.2 Kinerja membran reverse osmosis Kinerja membran RO pada prinsipnya sama dengan membran yang lain dimana dalam pemisahan terutama dipengaruhi oleh karakteristik membran yang digunakan. Penilaian terhadap karakteristik membran diantaranya meliputi struktur, ukuran pori, serta sifat fisika-kimia lainnya. Parameter utama yang digunakan dalam penilaian kinerja membran filtrasi adalah fluks dan rejeksi (Osada dan Nakagawa 1992). Scott dan Hughes (1996) mendefinisikan fluks sebagai jumlah volume permeat (filtrat) yang diperoleh pada operasi pemisahan per satuan luas permukaan membran dan per satuan waktu dan rejeksi sebagai kemampuan suatu membran untuk menahan partikel berukuran tertentu. Wenten (1999) menyatakan bahwa nilai rejeksi menunjukkan kemampuan suatu membran untuk menahan suatu komponen agar tidak melewati pori membran. Nilai rejeksi membran juga menunjukkan tingkat penolakan membran terhadap suatu komponen. Tingkat penolakan membran tergantung pada Molecular Weight Cut Off (MWCO), yaitu suatu nilai ukuran molekul yang mendekati nilai tertentu yang dapat diterima oleh membran dengan faktor penolakan sebesar 0,99 dalam suatu larutan encer (Toledo 1991). Faktor penting dari membran RO adalah fluks permeat dan selektivitas, dimana fluks dapat ditingkatkan dengan cara mengurangi ketebalan membran. Untuk itu pada umumnya membran RO mempunyai struktur asimetrik dengan lapisan atas yang tipis dan dense serta matriks penyokong dengan tebal 50 – 150 μm. Tahanan ditentukan oleh lapisan atas yang dense (Wenten 1999).
Sistem operasi filtrasi membran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sistem dead-end dan sistem cross flow. Sistem dead-end umpan dilewatkan secara tegak lurus dengan membran, dan hanya mempunyai satu fraksi saja yaitu retentat (molekul yang tidak dapat melewati pori). Pada sistem cross flow, umpan berupa larutan dialirkan sejajar dengan permukaan membran. Hasil proses pada sistem cross flow terdiri dari dua fraksi, yaitu molekul-molekul yang dapat melewati pori-pori membran yang disebut permeat dan molekul berukuran besar yang tidak dapat melewati pori disebut retentat atau konsentrat. Sistem operasi cross flow lebih menguntungkan dibanding sistem dead-end, karena laju cross flow dapat berfungsi sebagai aliran penyapu secara kontinyu terhadap retentat yang menutupi permukaan membran (Gould et al. 2004). Kecepatan aliran cross flow akan semakin kecil dengan semakin dekatnya dengan dinding pori membran dan mencapai nilai nol ketika pada permukaan dinding pori membran (Wenten 1999). Proses RO dengan sistem cross flow dapat dilihat pada Gambar 2.
Jika fluks permeat (J) didefinisikan sebagai jumlah volume cairan yang melewati membran per satuan luas permukaan membran dalam satuan waktu. Gambar 2 Proses RO dengan sistem cross flow Model Hagen-Poiseuille memprediksi besarnya nilai fluks permeat tersebut (www.inge.ag/en/technologie/funktionsweise.html) seperti yang disajikan dalam persamaaan sebagai berikut :
J=
εR 2 ΔΡ 8η ΔΧ
Keterangan : J ε R ΔP η
= = = = =
fluks permeat (ms-1) porositas membran jari-jari membran (m) selisih tekanan dalam membran dengan luar membran (Pa) viskositas cairan yang melewati pori membran (Pas)
(1)
ΔX
= ketebalan membran (m) Ketebalan membran, porositas, dan jari jari pori merupakan karakter yang
unik dari suatu membran dan biasanya digabungkan menjadi satu yang biasa disebut dengan tahanan membran internal (Bai dan Leow 2002). Jika K merupakan koefisien permeabilitas membran (m Pa
-1
s-1) dan Rm merupakan
tahanan membran internal (Pa s m-'), dan hubungan R m = 1/K dan harga Rm dinyatakan dengan persamaan (2) sebagai berikut :
Rm =
8ΔΧ εR 2
(2)
Maka melalui substitusi nilai Rm pada persamaan fluks (persamaan (1)) akan diperoleh persamaan (3): ΔΡ ΔΡ ΔΡεR 2 J= = = ηRm η 8ΔΧ η8ΔΧ εR 2
(3)
Keterangan : J = fluks permeat (ms-1) ε = porositas membran R = jari-jari membran (m) ΔP = selisih tekanan dalam membran dengan luar membran (Pa) Rm = tekanan membran internal (Pas m-1) ΔX = ketebalan membran (m) η = viskositas cairan yang melewati pori membran (Pas) Nilai fluks juga dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi dari koefisien permeabilitas dan tekanan transmembran dengan persamaan (4) sebagai berikut : J = K .ΔΡ
(4)
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Membran Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja membran merupakan faktor yang berpengaruh terhadap nilai fluks dan rejeksi yang dihasilkan.
Faktor
tersebut antara lain fouling dan polarisasi konsentrasi, konsentrasi bahan, suhu, pH bahan, tekanan trasmembran, dan laju alir bahan. Nilai fluks juga dipengaruhi oleh adanya tekanan osmosis pada proses membran. 2.4.1 Fouling dan polarisasi konsentrasi
Masalah utama dalam proses filtrasi dengan membran adalah menurunnya fluks selama proses filtrasi berlangsung. Secara umum dua faktor yang menyebabkan menurunnya fluks adalah fouling dan polarisasi konsentrasi. 1. Fouling Fouling merupakan perubahan yang bersifat irreversibel yang disebabkan
oleh interaksi secara fisik dan kimia antara membran dan partikel yang terdapat dalam larutan yang dipisahkan. Hal ini akan meyebabkan nilai fluks menurun (Wenten 1999). Menurut Gould et al. (2004), fouling pada membran dapat terjadi pada 3 lokasi yaitu di dekat, pada, atau dalam membran yang berupa penyumbatan pori (pore blocking), pembentukan lapisan cake dan penyumbatan pori membran bagian dalam atau interior pore fouling (Gambar 3).
Gambar 3 Lokasi terjadinya fouling pada membran http://www.ete.wur.nl 2.
Polarisasi konsentrasi
Fenomena polarisasi konsentrasi muncul ketika proses mikrofiltrasi atau ultrafiltrasi dilakukan untuk memisahkan bahan-bahan seperti hidrokoloid, protein dan molekul besar lainnya. Molekul-mulekul ini akan terejeksi dan menumpuk serta akan menutupi permukaan membran atau bahkan sampai membentuk lapisan gel atau cake (Cheryan 1998). Pada kondisi ini fluks tidak dipengaruhi lagi oleh tekanan tetapi dikendalikan oleh mekanisme perpindahan massa. Penggunaan tekanan yang lebih tinggi lagi tidak akan dapat meningkatkan besarnya fluks. 2.4.2 Tekanan transmembran
Tekanan transmembran merupakan driving force dalam proses filtrasi dengan menggunakan membran. Tekanan transmembran didefinisikan sebagai perbedaan tekanan antara sisi rententat dan permeat (persamaan 5). P=
Pin + Pout 2
(5)
Keterangan : P in = Tekanan pada saat masuk (Pa) P out = Tekanan pada saat keluar (Pa) Fluks permeat akan meningkat dengan semakin meningkatnya tekanan transmembran, tetapi korelasi ini hanya berlaku pada umpan air murni atau pada kondisi tekanan rendah, konsentrasi umpan rendah, dan laju alir umpan yang tinggi (Mulder 1996). Jika umpan berupa larutan lain, maka besarnya fluks akan naik sampai batas tertentu, tetapi setelah mencapai tekanan tertentu fluks tidak akan meningkat walaupun tekanan dinaikkan. Pada tekanan rendah, fluks akan meningkat secara tidak linier pada peningkatan tekanan, sedangkan pada tekanan tinggi, fluks relatif konstan. Tekanan yang digunakan berkisar antara 30-40 bar (Lee et al. 1982); Sheu and Wiley (1983) menggunakan tekanan sebesar 35- 45 bar untuk proses pengkonsentrasian apple juice. 2.4.3
Konsentrasi bahan
Konsentrasi bahan yang tinggi menyebabkan penurunan fluks sehingga suatu saat fluks akan dapat bernilai nol. Model teori film menyatakan bahwa fluks akan menurun secara eksponensial jika konsentrasi bahan meningkat dan fluks akan mencapai nol jika terjadi konsentrasi bahan sama dengan konsentrasi gel (Mulder 1996). Kondisi ini berlaku pada setiap suhu dan tipe aliran yang berbeda. 2.4.4 Suhu
Suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan fluks yang lebih besar baik pada pressure controlled region maupun mass transfer controlled region. Suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan penurunan viskositas bahan dan proses difusi akan menjadi lebih besar. Suhu yang tinggi menyebabkan retensi gula pada recovery flavor meningkat, sebaliknya retensi komponen volatil flavor menurun
(Sheu and Wiley 1983).
Suhu yang lebih tinggi dilaporkan tidak memberikan
efek pada recovery total asam. Suhu operasional membran berkisar 20 – 45 oC. 2.4.5 pH
Tingkat keasaman atau pH memberikan pengaruh pada kinerja membran. Nilai pH akan berpengaruh terhadap kelarutan zat yang akan dipisahkan oleh membran. Kuo dan Cheryan (1983) melaporkan bahwa pH memberikan pengaruh terhadap kelarutan garam pada proses pengasaman whey sehingga menyebabkan peningkatan fluks. Hal yang sama dilaporkan oleh D’Souza dan Wiley (2003) dimana fluks terendah terjadi pada pH isoelektrik protein, dan tertinggi pada nilai yang bergeser dari pH isoelektrik. 2.4.6 Tekanan osmotik
Makromolekul umumnya tertahan pada permukaan membran, sedangkan molekul berberat molekul rendah dapat menembus membran sebagai permeat. Kontribusi utama tekanan osmotik yang diperoleh dari makromolekul yang tertahan pada permukaan membran rendah, sehingga biasanya diabaikan (Wenten 1999). Proses dimana nilai fluks dan rejeksi tinggi serta koefisien perpindahan massa yang rendah, maka konsentrasi dari makromolekul yang tertahan pada permukaan membran menjadi semakintinggi sehingga tekanan osmotik tidak dapt diabaikan. Jika tekanan osmotik tidak diabaikan, maka persamaan fluks menjadi (persamaan 6).
J =
(ΔΡ − Δπ ) (ηRm)
(6)
Keterangan : ∆P = beda tekanan hidraulik ∆π = beda tekanan osmotik η = viskositas cairan yang melewati pori membran (Pas) Rm = tekanan membran internal (Pas m-1) 2.4.7
Rejeksi
Tingkat rejeksi membran terhadap suatu komponen dikenal sebagai nilai rejeksi membran. Rejeksi yang dihasilkan oleh suatu membran akan berbeda
bersamaan dengan berbedanya bobot molekul larutan yang dilewatkan (Mulder 1996). Nilai rejeksi membran dari suatu komponen dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut (D’souza dan Wiley 2003; Kumar et al. 2003) : R = 1− Keterangan :
Cp Cr
R = tingkat rejeksi membran C p = konsentrasi permeat C r = konsentrasi retentat
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 – Agustus 2008 di Laboratorium Industri Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), FPIK IPB. Analisis proksimat dan NPN dilakukan di Laboratorium Pengolahan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP), Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Analisis kandungan protein dengan metode Bradford dilakukan
di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, Departemen Teknologi Hasil Perairan, FPIK IPB, dan analisis kandungan asam amino dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Pertanian Cimanggu Bogor.
3.2
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah "limbah cair" pasteurisasi dari industri pasteurisasi rajungan. Sumber bahan baku tersebut diambil dari industri pengolahan rajungan di wilayah Losari dan Cirebon. Bahan untuk analisis proksimat dan NPN diantaranya asam borat, dietil eter, dan TCA 7%. Analisis asam amino menggunakan standar murni asam amino, bufer asam asetat, larutan pengering dan derivatisasi berupa metanol, picolotiocianat, dan triethylamine. NaOH 0, 1 N digunakan untuk mencuci membran. Peralatan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah : satu unit membran RO (CSM Model No RE 75-1812-50GPD). Modul membran yang digunakan reverse osmosis dengan nilai 95% NaCI.
Peralatan dan bahan
pendukung lain yang digunakan meliputi pemanas listrik, gelas ukur, pH meter, stop watch dan termometer, thermostat, filter ukuran 0,3 mikron. Alat-alat untuk analisis diantaranya : cawan porselen, desikator, timbangan analitik, biuret, labu erlenmeyer, gelas piala, gelas pengaduk, thermostat, kolom Pico tag 3,9 x 150 nm,
1 unit HPLC dengan
pipet tetes, micro pipet, pH meter, dan
spektrofotometer.
3.3
Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam enam tahapan. Tahapan tersebut dalam rangka penentuan optimasi proses membran RO untuk recovery komponen flavor dengan rejeksi tertinggi. Tahapan tersebut adalah prefiltrasi, penentuan waktu tunak (steady state), perlakuan tekanan transmembran, suhu dan pH bahan terhadap nilai fluks dan rejeksi untuk seleksi variabel, optimasi proses, pemekatan, dan karakterisasi flavor yang dihasilkan (Gambar 4). Limbah
Karakterisasi (proksimat, NPN,
Prefiltrasi dengan membran ukuran mesh 0,3 μm Karakterisasi (proksimat, NPN,
Penentuan waktu tunak (steady state) Penentuan pengaruh tekanan transmembran, suhu, dan pH bahan Optimasi proses Pemekatan Konsentr
Karakterisasi komponen flavor (proksimat, NPN, asam amino) Gambar 4 Diagram alir tahapan proses penelitian Sebelum proses recovery, dilakukan pre-filtrasi dengan filter ukuran 0,3 mikron. Pada proses recovery sejumlah
limbah cair dimasukkan ke dalam
wadah kemudian dipanaskan pada suhu tertentu. Untuk memanaskan dan mempertahankan bahan pada suhu tertentu, wadah dilengkapi dengan pemanas listrik dan thermostat. Produk hasil proses membran (permeat dan retentat) diresirkulasikan ke dalam wadah. Pada waktu tertentu dilakukan sampling terhadap permeat untuk pengukuran fluks dan nilai rejeksi.
Permeat hasil
sampling ditampung untuk diukur kandungan protein dengan menggunakan metode Bradford. Nilai tunak fluks (steady state) yang diperoleh dari hasil pengukuran fluks, dijadikan dasar untuk memulai perhitungan fluks pada perlakuan seleksi
variabel yaitu perlakuan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja membran yaitu tekanan transmembran, suhu, dan pH. Selanjutnya dari variabel yang terpilih tersebut akan digunakan untuk proses optimasi RO. Kondisi optimum dari kinerja RO selanjutnya digunakan untuk proses pemekatan bahan. Proses pemekatan bahan dilakukan dengan cara memasukkan ± 0,8 l limbah cair ke dalam wadah bahan. Selama proses berlangsung fraksi permeat yang berupa air tidak diresirkulasikan tetapi dibiarkan dalam wadahnya, sehingga fraksi retentat sebagai konsentrat menjadi semakin pekat. Indikator proses dievaluasi dengan melihat hubungan antara faktor konsentrasi dengan nilai fluks. Faktor konsentrasi didefinisikan sebagai perbandingan antara volume umpan di awal proses dengan volume retentatnya (Cheryan 1998). Proses akhir adalah karakteristik hasil recovery flavor yang didapatkan. Setiap proses membran selesai dilakukan, membran dicuci dengan cara meresirkulasikan larutan pembersih dengan NaOH 1% sehingga pH larutan menjadi 10,5 - 11,0. Fluks membran diuji kembali hingga mencapai fluks semula.
3.3.1 Penentuan waktu tunak (steady state) fluks (Uju 2005)
Waktu tunak fluks ditentukan dengan menghitung fluks permeat sejak kondisi variabel parameter proses terpasang. Jeda waktu pengukuran dan penghitungan fluks permeat dilakukan setiap satu menit sekali selama satu jam dan selanjutnya dilakukan setiap 5 menit. Fluks dianggap tunak jika 5-10 kali pengukuran memperoleh nilai yang sama.
3.3.2 Pengaruh tekanan transmembran
Pengaruh tekanan transmembran dilihat dengan mencobakan beberapa nilai tekanan pada proses recovery pada kisaran 345 – 552 kPa. Setiap tekanan yang dicobakan diukur nilai fluks dan rejeksinya.
3.3.3 Pengaruh suhu
Pengaruh suhu dilihat dengan mencobakan beberapa nilai suhu pada proses recovery yaitu 30, 35, dan 40 oC. Setiap tekanan yang dicobakan diukur nilai fluks dan rejeksinya.
3.3.4 Pengaruh pH
Dicobakan beberapa nilai pH pada proses recovery yaitu 4; 6,5; dan 9. Setiap pH yang dicobakan diukur nilai fluks dan rejeksinya.
3.4
Analisis dan Karakterisasi
Variabel parameter operasi proses yang diteliti meliputi pengaruh tekanan transmembran, suhu, dan nilai pH. Indikator kinerja membran dilihat dengan mengukur fluks permeat, sedangkan indikator kualitas produk (retentat) yang dihasilkan ditentukan dengan mengukur nilai rejeksi membran. Sampling dan pengukuran nilai rejeksi dilakukan pada keadaan kondisi fluks steady state. Analisis bahan dilakukan pada raw material, pre-filtrasi, dan hasil akhir proses RO (produk utama/retentat). Analisis meliputi uji fisik dengan melihat warna dan bau, dan analisis kimia meliputi uji proksimat, non protein nitrogen (NPN), dan asam amino. Analisis komponen flavor (asam amino) menggunakan HPLC, sedangkan kandungan protein dengan metode Bradford. Persentase bahan terlarut hasil recovery dari proses pengkonsentrasian dapat dihitung berdasarkan rumus berikut ini (Sheu dan Wiley 1983):
Recovery (%) =
% terlarut x volume konsentrat x100% % terlarut x volume bahan
3.4.1 Analisis non protein nitrogen (NPN) (SNI 01-4413-2006)
Penghitungan non protein nitrogen (NPN) menggunakan metode pengukuran
nitrogen bebas. Senyawa nitrogen yang terdapat dalam contoh
diuraikan oleh NaOH, kemudian amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat dan dititar dengan larutan asam standar. Sampel ditimbang sebanyak 5 g, dimasukkan ke dalam labu didih 250 ml, kemudian ditambahkan 100 ml air suling dan 10 ml NaOH 30% (natrium hidroksida dilarutkan ke dalam 350 ml air). Selanjutnya dihubungkan dengan alat penyuling. Penyulingan dilakukan selama lebih kurang 20 menit, sebagai penampung digunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator (10 ml hijau bromkresol 0,1% dicampur dengan 2 ml merah metil 0,1% dalam alkohol 95%). Setelah itu ujung pendingin dibilas dengan air suling, kemudian dilakukan titrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai warna larutan yang semula berwarna biru atau hijau berubah menjadi violet. Larutan blanko dibuat sama dengan langkah di atas, hanya saja tidak ditambah dengan sampel. Perhitungan : Nitrogen bebas (%) =
(b − a) x d x 0,014 x 100% a
dimana: a = bobot sampel (g) b = volume HCl 0,1 N yang dipergunakan peniteran sampel (ml) c = volume HCl 0,1 N yang dipergunakan peniteran blanko (ml) d = normalitas HCl
3.4.2 Analisis kandungan protein (Bradford 1976)
Konsentrasi protein ditentukan menggunakan metode Bovine Serum Albumin (BSA) sebagai standar. Persiapan pereaksi Bradford dilakukan dengan melarutkan 25 mg comassie brilliant blue G-250 dalam 12,5 ml etanol 95%, lalu ditambahkan dengan 25 ml asam fosfat 85% (w/v). Jika sudah larut dengan sempurna, maka ditambahkan akuades hingga mencapai volume 0,5 l dan disaring dengan kertas saring Whatman No 1 sesaat sebelum digunakan. Konsentrasi protein diukur dengan cara 0,1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya sebanyak 5 ml pereaksi Bradford diinkubasi
selama 5 menit dan diukur dengan spektrofotometer pada λ 595 nm. Larutan standar diberi perlakuan yang sama dengan larutan sampel dengan konsentrasi 0,1 – 1,0 mg/ml. Tabel komposisi volume larutan dalam pembuatan larutan standar konsentrasi 0,1 – 1,0 mg/ml dari larutan stok BSA konsentrasi 2 mg/ml disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Pembuatan larutan standar BSA konsentrasi 0,1 – 1,0 mg/ml Konsentrasi BSA (mg/ml) 0,1
Volume BSA (ml) 0,05
Volume akuades (ml) 0,95
0,2
0,10
0,90
0,3
0,15
0,85
0,4
0,20
0,80
0,5
0,25
0,75
0,6
0,30
0,70
0,7
0,35
0,65
0,8
0,40
0,60
0,9
0,45
0,55
1,0
0,50
0,50
3.4.3
Analisis asam amino (AOAC 1995)
Pengukuran asam amino dilakukan dengan menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Tahapan meliputi hidrolisis, derivatisasi, dan injeksi. Tahap hidrolisis, sampel ditimbang sebanyak 0,25 – 0,50 gram kemudian dimasukkan ke dalam tabung 25 ml, setelah itu ditambahkan HCl 6N sebanyak 5 – 10 ml dan dipanaskan selama 24 jam pada suhu 100 oC kemudian disaring. Tahap derivatisasi, sampel diambil 30 ml dan ditambahkan larutan pengering berupa metanol, picolotiocianat, dan triethylamine, setelah itu dikeringkan atau divakumkan. Proses selanjutnya ditambahkan 30 ml larutan derivatisasi berupa metanol, picolotiocianat, dan triethylamine, lalu didiamkan selama 20 menit kemudian ditambahkan bufer 20 ml natrium asetat 1 M. Tahap akhir adalah diinjeksikan ke alat. Larutan standar yang digunakan adalah asam amino standar (asam amino murni). Kondisi alat yang digunakan adalah sebagai berikut: Temperatur
= suhu ruang
Kolom Kecepatan alir Batas tekanan Program Fase gerak
= = = = =
Pico tag 3,9 x 150 nm 1,5 ml/menit 3000 Psi gradien asetonitril 60% buffer natrium asetat 1M Detektor = UV Panjang Gelombang = 254 nm Perhitungan : Kadar asam amino (mg/g) =
luas area contoh konsentrasi standar x x BM x Fk luas area standar bobot sampel
3.4.4 Analisis proksimat
(a) Kadar air (Apriyantono et al. 1989) Cawan porselen kosong dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC selama 12 jam. Kemudian cawan tersebut didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya (A gram). Selanjutnya cawan tersebut diisi sampel dan ditimbang (B gram). Cawan berisi sampel dimasukkan dalam oven pada suhu 105 oC sampai beratnya konstan (kurang lebih 16 jam), kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang (C gram). persamaan : Kadar air (%) =
Kadar air dapat dihitung dengan
(B − C) x 100% (B − A)
(b) Kadar abu (Apriyantono et al. 1989) Analisis kadar abu dilakukan dengan cara
:
cawan porselen kosong
dipanaskan dalam oven tanur pengabuan selama 30 menit pada suhu 400 oC. Kemudian didinginkan dalam desikator, seteleh dingin ditimbang beratnya (A gram). Dilanjutkan penimbangan sampel dan cawan bersama-sama (B gram), kemudian dimasukkan dalam tanur pengabuan sampai beratnya tetap (warna keabu-abuan). o
Pengabuan dilakukan dua tahap. Tahap pertama pada suhu 400
C, dilanjutkan suhu 550 oC sampai bebas dari arang. Setelah itu sampel dan
cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang beratnya (C gram). Kadar abu dihitung dengan persamaan :
Kadar abu (%) =
(C −A) x100% (B − A)
(c) Kadar protein (Apriyantono et al. 1989) Sampel ditimbang sebanyak 2 g dan dimasukkan dalam labu Kjeldahl 100 ml, dan ditambahkan 2 buah tablet Kjeldahl, kemudian ditambah 15 ml H 2 SO 4 lalu didestruksi selama ± 30 menit sampai diperoleh cairan hijau jernih. Cairan didinginkan, kemudian ditambah akuades 5 ml dan dipindahkan ke tabung destilasi dengan hati-hati, lalu dibilas lagi dengan akuades 5-10 ml. Selanjutnya ke dalam tabung destilasi ditambahkan 10-12 ml NaOH (60 gram NaOH + 5 g Na 2 S 2 O 3 .5H 2 O dalam 100 ml akuades) sampai cairan berwarna coklat kehitaman. Hasil destilasi ditampung dengan gelas erlenmeyer 125 ml yang berisi 10 ml larutan H 3 BO 3 dan 2-3 tetes indikator campuran metil merah dan metil biru. Hasil destilasi ini kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Larutan blanko juga dibuat tanpa menggunakan sampel. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus : N(%) =
(ml HCl sampel − ml HCl blanko) x N HCl x1 4,007 x100% berat sampel (mg)
Protein (%) = N (% ) x 6,25 (d) Kadar lemak (Apriyantono et al. 1989) Labu lemak dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (W 1 ). Sampel ditimbang 5 g (W 2 ) dimasukkan dalam kertas saring kemudian ditutup dengan kapas. Kertas saring berisi sampel tersebut kemudian dimasukkan dalam alat ekstrak soxhlet lalu dipasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut dietil eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya. Refluks dilakukan minimal 5 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Destilasi pelarut yang ada dalam labu lemak ditampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak yang berisi hasil ekstrasi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC. Setelah dikeringkan sampai berat
tetap, kemudian didinginkan dalam desikator, labu lemak ditimbang kembali (W 3 ). Berat lemak dihitung dengan rumus : Kadar lemak (%) =
(W3 − W1) (g) x100% W2 (g)
(e) Kadar karbohidrat Karbohidrat dihitung by difference dengan persamaan : Karbohidrat (%) =
3.5
100% - (% kadar abu + % kadar air + % kadar protein + % kadar lemak)
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam tahap penelitian ini adalah two level factorial design (Box et al. 1979; Montgomery 2001). Tiga parameter atau variabel yang dipilih meliputi tekanan transmembran, suhu dan pH, sedangkan respon yang diukur adalah fluks (J) dan rejeksi (R obs ). Sementara itu, batasan taraf nilai variabel yang digunakan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Penentuan taraf nilai variabel yang digunakan Parameter
Nilai pengkodean dan taraf sebenarnya -1
0
-1
TMP (x1) kPa
345
103,5
552
Suhu (x2) oC
30
35
40
pH (x3)
4
6,5
9
Model rancangan percobaan untuk mengetahui hubungan linier dari variabel tekanan transmembran dan laju alir bahan terhadap respon nilai fluks dan rejeksi diberikan pada persamaan di bawah ini :
Y = a o + ∑a i x i + ∑a ij x i x j i
i<j
Keterangan: Y = respon dari masing-masing perlakuan x i ; x j = variabel bebas ao = intersep ai = koefisien regresi orde pertama a ij = koefisien interaksi untuk interaksi variable i dan j
3.6 Penentuan Optimasi Proses
Untuk menentukan optimasi proses digunakan model kuadratik pengaruh faktor respon dengan metode respon permukaan (Response Surface Method) (Box et al. 1979; Montgomery 2001) dengan rancangan CCD (Central Composite Design). Model rancangan tersebut adalah sebagai berikut : Υ = ao + Σai xi + Σaij xi x j + Σaii xi2 i
i< j
i
Keterangan : Y = respon dari masing-masing perlakuan x i ; x j = variabel bebas variabel ao = intersep ai = koefisien regresi orde pertama a ij = koefisien interaksi untuk interaksi variabel i dan j a ii = koefisien kuadratik variabel
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Limbah Cair Pasteurisasi Rajungan
Karakteristik limbah cair pasteurisasi rajungan meliputi sifat fisik dan kimia. Sifat fisik meliputi warna dan bau, sedangkan sifat kimia meliputi nilai proksimat bahan baku, kadar NPN, dan kadar asam amino. 4.1.1 Sifat fisik, nilai proksimat, dan kadar NPN
Limbah cair hasil pasteurisasi rajungan mempunyai warna coklat keruh dengan bau segar khas rajungan. Warna coklat keruh limbah cair disebabkan oleh adanya bahan-bahan terlarut dan tersuspensi di dalamnya, baik bahan organik maupun anorganik. Bahan-bahan organik ini berasal dari serpihan daging, darah dan juga lendir pada proses pengolahan. Bahan organik meliputi protein sebesar 0,88%, lemak 0,21%, dan karbohidrat sebesar 0,08%. Kandungan protein merupakan bahan organik paling tinggi karena sebagian protein tersebut larut pada saat proses pasteurisasi. Hal ini didukung juga oleh hasil penelitian (Voigt et al. 1990) yang menyatakan bahwa kandungan protein rajungan bisa mencapai 28%. Namun demikian, kandungan protein pada limbah cair pasteurisasi ini lebih kecil dibandingkan protein larutan ekstrak rajungan yang mencapai 1,65% (Jayarajah dan Lee 1999) dan lebih besar dibandingkan protein pada limbah pencucian tiram sebesar 0,23% (Shiau dan Cha 1999). Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan bahan baku dan proses pengolahan yang dilakukan. Kandungan bahan anorganik berupa abu sebesar 0,48%. Hasil ini lebih besar dengan kadar abu limbah surimi yang berkisar 0,11 – 0,41% (Lin et al. 1995) dan limbah pencucian tiram sebesar 0,21% (Shiau dan Cha 1999). Nilai pH terukur sebesar 8,3; nilai ini hampir sama atau mendekati nilai pH dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Driscoll (1990) terhadap limbah pengolahan rajungan sebesar 8,6. Nilai pH limbah pasteurisasi rajungan lebih tinggi daripada pH limbah pengolahan kerang-kerangan yang bernilai 7,5 (Cros et al. 2004). Perbedaan nilai tersebut menunjukkan karakteristik yang berbeda pada setiap
bahan baku serta proses pengolahan. Karakteristik limbah cair pasteurisasi rajungan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Karakteristik limbah cair pasteurisasi rajungan Parameter pH Protein (% b/v) Lemak (% b/v) Abu (% b/v) Karbohidrat (% b/v) Kadar air (% b/v) Salinitas (o/ oo ) NPN (% b/v)
Nilai 8,30 ± 0,00 0,88 ± 0,01 0,21 ± 0,04 0,48 ± 0,06 0,08 ± 0,14 98,36 ± 0,01 33,00 ± 1,41 0,23 ± 0,00
Komponen Non Protein Nitrogen (NPN) sangat penting dalam menunjukkan kualitas komponen flavor dalam suatu bahan, dimana semakin tinggi kadar NPN, maka akan semakin besar potensi bahan tersebut sebagai sumber flavor (Shiau dan Chai 1990). Hal yang sama dilaporkan oleh Shahidi et al. (1993) bahwa NPN merupakan senyawa penting karena dapat mempengaruhi perkembangan perubahan dari warna, flavor, dan rasa produk hasil laut. Kadar NPN limbah cair pasteurisasi rajungan mencapai 0,23%, dimana hasil ini lebih tinggi daripada air cucian tiram yang hanya bernilai 0,014% (Shiau dan Cha 1990), tetapi lebih kecil dari limbah ekstrak lobster yang mencapai 1,06 % (Jayarajah dan Lee 1999). Perbedaan hasil diduga karena karakteristik bahan baku yang berbeda, baik dari bahan mentahnya sendiri maupun proses pengolahannya.
4.1.2 Asam amino
Asam amino merupakan bagian atau pecahan dari protein yang memegang peranan penting dalam komponen flavor larut air. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa asam amino memegang peranan penting dalam taste active dari beberapa jenis hasil perikanan (Yamaguchi dan Watanabe 1990; Chen dan Zhang 2007). Kandungan asam amino limbah cair pasteurisasi rajungan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Kandungan asam amino limbah cair pasteurisasi rajungan No Asam amino Kadar (mg/g) Proporsi (%)* 1 Asam aspartat 0,45 9,37 2 Asam glutamat 0,96 19,90 3 Serin 0,15 3,12 4 Glisin 0,11 2,25 5 Histidin 0,17 3,50 6 Arginin 0,15 3,06 7 Threonin 0,28 5,85 8 Alanin 0,32 6,70 9 Prolin 0,16 3,37 10 Tirosin 0,18 3,66 11 Valin 0,27 5,70 12 Methionin 0,26 5,41 13 Sistein 0,06 1,27 14 Isoleusin 0,17 3,50 15 Leusin 0,63 13,01 16 Phenilalanin 0,19 4,04 17 Lisin 0,30 6,29 Ket : * dihitung berdasarkan persen total komponen yang teridentifikasi Asam glutamat dan leusin merupakan asam amino dominan terbesar dengan proporsi 19,90%, dan 13,01% dari total asam amino dalam bahan mentah. Asam glutamat merupakan komponen paling penting dalam pembentukan cita rasa pada makanan hasil laut. Asam glutamat dan asam aspartat memberikan cita rasa asam pada seafoods, namun dalam bentuk garam sodium, seperti MSG, akan memberikan cita rasa umami (Yamaguchi et al. 1971). Hal yang sama dilaporkan oleh Yamaguchi dan Watanabe (1990) bahwa asam glutamat memegang peranan penting dalam memberikan rasa umami dalam rajungan, dimana jika asam glutamat ini dihilangkan, maka karakteristik dari flavor rajungan menjadi turun. Asam glutamat juga ditemukan dalam jumlah yang relatif lebih tinggi pada lobster
(Jayarajah dan Lee 1999), udang (Hue et al. 2003) dan tiram (Je et al. 2005) dibandingkan dengan asam amino lainnya. Asam glutamat sebagai komponen tertinggi dalam limbah cair pasteurisasi rajungan ini berbeda dengan hasil yang dilaporkan oleh Yamaguchi dan Watanabe (1990) dimana glisin merupakan bagian terbesar yang memberikan rasa khas manis pada rajungan.
Hal ini diduga adanya pengaruh garam jenuh yang
diberikan pada saat proses pasteurisasi (kadar garam terukur sebesar 33o/ oo ). Keberadaan asam glutamat akan semakin kuat dengan adanya garam karena terjadi interaksi diantara keduanya.
4.2 Pengaruh Parameter Operasi terhadap Kinerja Membran
Penelitian dilakukan untuk mencari kondisi optimal dari membran RO, yang akan dioperasikan untuk proses pemekatan. Parameter yang digunakan meliputi tekanan transmembran (TMP), suhu (T), dan pH. Respon yang diukur adalah fluks dan rejeksi, yang merupakan indikator kinerja membran. Fluks merupakan jumlah cairan yang melewati membran per satuan luas permukaan membran dan satuan waktu, sedangkan rejeksi merupakan kemampuan membran untuk menahan suatu komponen agar tidak melewati membran (Wenten 1999).
4.2.1 Penentuan waktu tunak (steady state)
Waktu tunak atau steady state yang diperoleh dari bahan baku sebelum prefiltrasi adalah 86 menit dengan nilai fluks sebesar 1,89 L/m2.jam (Gambar 5). Nilai ini jauh lebih lama dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Jayarajah dan Lee (1999) dimana waktu tunak dicapai pada menit ke 10.
Hal ini diduga
berkaitan dengan perbedaan karakteristik membran yang digunakan. Sementara itu waktu tunak untuk limbah pengolahan rajungan yang sudah dilakukan filtrasi dengan membran 0,3 mikron adalah 42 menit dengan nilai fluks 2,84 L/m2.jam (Uju 2008). Dengan demikian, melalui metode prefiltrasi atau penyaringan awal dengan membran 0,3 mikron, mampu meningkatkan nilai fluks pada kondisi tunak sebesar 50%. Nilai yang didapatkan jauh lebih besar dari hasil yang dilaporkan oleh Vandanjon et al. (2002) dimana proses penyaringan awal pada bahan baku dapat meningkatkan fluks sebesar 28%.
Fluks (L/m2.jam)
2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0
5
18
27
42
57
72
86
96
120 125 130 135 140
Waktu (menit ke-)
Gambar 5 Nilai fluks dan waktu tunak limbah cair pasteurisasi rajungan selama proses filtrasi dengan membran RO 4.2.2
Pengaruh parameter operasi terhadap fluks
Matriks rancangan percobaan dan hasil analisis pengaruh variabel proses dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Pengaruh TMP, suhu dan pH terhadap respon fluks yang dihasilkan dapat dilihat dari hasil analisis regresi, sebagaimana disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Analisis regresi perlakuan terhadap fluks Faktor Koefisien Koefisien SE T Constant 1,33536 0,19470 6,859 TMP 0,29655 0,09143 3,243 Suhu 0,30667 0,09143 3,354 pH 0,03002 0,09143 0,328 TMP*TMP -0,25796 0,10063 -2,.563 Suhu*Suhu -0,07058 0,10063 -0,701 pH*pH -0,04937 0,10063 -0,491 TMP*Suhu 0,11500 0,11946 0,963 TMP*pH 0,19750 0,11946 1,653 Suhu*pH 0,07000 0,11946 0,586 S = 0,3379 R-Sq = 82,3% R-Sq(adj) = 59,5%
P 0,000 0,014 0,012 0,752 0,037 0,506 0,639 0,368 0,142 0,576
Faktor yang terdiri dari satu variabel menunjukkan efek linier, sedangkan faktor yang terdiri dari dua variabel menunjukkan efek interaksi antara kedua variabel. Faktor yang berpangkat dua menunjukkan efek kuadratik terhadap hasil atau respon yang dihasilkan. Nilai T dan P digunakan untuk mengetahui signifikan atau tidaknya masing-masing faktor terhadap respon yang dihasilkan. Semakin kecil nilai P, semakin signifikan harga koefisiennya, maka makin berperan terhadap respon yang dihasilkan. Nilai yang didapatkan menunjukkan bahwa faktor x 1 (TMP), x 2 (suhu) dan TMP kuadrat secara linier berpengaruh nyata terhadap fluks yang dihasilkan (α<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa tekanan transmembran dan suhu berpengaruh signifikan terhadap nilai fluks. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zakour dan Mc Lellan (1993); Jayarajah dan Lee (1999) dimana tekanan transmembran yang dioperasikan dengan suhu tertentu meningkatkan nilai fluks secara linier dengan kenaikan tekanan dan suhu yang diberikan. Wenten (1999) melaporkan bahwa tekanan transmembran akan mempengaruhi nilai fluks, pada kondisi dimana pengaruh polarisasi konsentrasi tidak terlalu besar. Secara umum suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan harga fluks yang tinggi pula. Hasil analisis terhadap respon fluks menunjukkan bahwa pengaruh nilai pH tidak berpengaruh terhadap fluks yang dihasilkan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian D’Souza dan Wiley (2003) dimana pH akan mempengaruhi nilai fluks yang dihasilkan. Nilai fluks akan meningkat pada kondisi pH rendah. Hal ini diduga karena nilai pH sudah bergeser dari titik isoelektriknya. Nilai fluks akan terendah pada kondisi pH isoelektrik, dan akan meningkat atau mencapai tertinggi jika pH bergeser dari titik isoelektrik. Nilai koefisien yang bertanda negatif pada efek kuadratik dari TMP, dan suhu menunjukkan bahwa pada efek kuadratik TMP dan suhu terdapat titik belok, yaitu tekanan transmembran dan suhu tertentu dimana fluks tertinggi dicapai, namun setelah melewati nilai tersebut justru fluks menurun. Sementara itu hasil analisis ragam disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil analisis ragam perlakuan terhadap fluks Sumber Regression
DF 9
Seq SS 3,71387
Adj SS 3,71387
Adj MS 0,412652
F 3,61
P 0,052
Linear Square Interaction Residual error Lack-of-fit Pure error Total
3 3 3 7 5 2 16
2,49772 0,75909 0,45705 0,79918 0,79918 0,00000 4,51305
2,49772 0,75909 0,45705 0,79918 0,79918 0,00000
0,832574 0,253031 0,152350 0,114169 0,159836 0,000000
7,29 2,22 1,33
0,015 0,174 0,338
Analisis ragam terhadap fluks menunjukkan bahwa model secara linier berpengaruh signifikan terhadap respon fluks yang dihasilkan. Interaksi antar faktor dapat dilihat dari permukaan respon yang terbentuk. Permukaan respon fluks terhadap faktor yang mempengaruhinya disajikan pada Gambar 6. Respon fluks terhadap suhu dan TMP berupa grafik garis lengkung atau parabolik dimana nilai TMP tertentu memberikan respon fluks tertinggi, namun kemudian terjadi penurunan nilai fluks. Titik inilah yang menjadi titik balik dari faktor tekanan transmembran (TMP). Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa nilai fluks akan meningkat seiring dengan peningkatan tekanan transmembran, sampai pada konsentrasi tertentu, fluks tidak lagi tergantung pada tekanan transmembran (D’Souza dan Wiley 2003). Fluks juga cenderung turun pada suhu yang lebih rendah. 2
1
2
Fluks (L/m .jam) 0
45 35 500
600 6 00
TMP (kPa)
700
25
o
Suhu ( C)
800
Gambar 6 Permukaan respon fluks terhadap suhu dan TMP Penurunan nilai fluks diduga karena adanya fenomena fouling atau polarisasi konsentrasi, dimana limbah cair pasteurisasi rajungan berupa konsentrat dengan bobot molekul tinggi tidak dapat semuanya melewati membran sehingga sebagian akan menempel di permukaan membran dan menyebabkan terjadinya penempelan/ fouling. Ketika gaya dorong yaitu tekanan bekerja pada sisi umpan maka beberapa bagian padatan terlarut akan tertahan pada sisi membran, sedangkan pelarut akan lolos melepas menembus membran. Hal ini menunjukkan
bahwa membran yang digunakan mempunyai resistensi terhadap padatan terlarut, sedangkan pelarut dapat lebih bebas menembus membran (Wenten 1999). Interaksi antar faktor TMP dan suhu sebagai faktor yang berpengaruh dalam kinerja membran, menghasilkan suatu model persamaan empiris sebagai berikut : Y = 1,33 + 0,30 TMP + 0,31 T - 0,26 TMP2 Persamaan di atas menunjukkan faktor TMP dan suhu secara signifikan memberikan pengaruh positif, dimana kenaikan TMP dan suhu akan diikuti pula oleh kenaikan respon yang dihasilkan.
Nilai optimum masing-masing faktor
berdasarkan perhitungan model empiris yaitu nilai TMP adalah 716 kPa, dan suhu 35 oC. Kondisi proses pada nilai-nilai tersebut, fluks yang dihasilkan mencapai nilai optimum berkisar pada nilai 1-2 L/m2.jam, terjadi kondisi TMP 716 kPa dan suhu 35 oC.
Artinya kinerja membran mencapai hasil terbaik pada kondisi
tersebut. Nilai fluks tersebut hampir sama dengan penelitian sebelumnya dimana proses RO terhadap limbah pengolahan seafoods menghasilkan fluks berkisar 1-2 L/m2.jam dengan tekanan transmembran 2 MPa (Vandanjon et al 2002). Namun demikian nilai tersebut relatif lebih kecil dibandingkan hasil yang dilaporkan oleh Jayarajah dan Lee (1999); Cros et al (2004), dimana teknologi RO untuk ekstrak lobster dan limbah kerang-kerangan menghasilkan fluks berturut-turut sebesar 0,9-10,5 L/m2.jam dan 10-25 L/m2.jam pada tekanan 120 KPa – 2,5 MPa. Kondisi optimasi yang berbeda ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Ben et al. (1990) dimana optimasi proses mikrofilftrasi apple juice terjadi pada tekanan transmembran 350 kPa dan suhu 50-55 oC. Perbedaan nilai diduga karena kinerja membran sangat spesifik
terhadap bahan yang dipisahkan.
Tingginya salinitas bahan baku diduga menjadi penyebab kecilnya nilai fluks pada proses RO, terkait dengan banyaknya garam mineral sehingga membutuhkan tekanan tansmembran yang lebih besar untuk melawan tekanan osmosis.
4.2.3
Rejeksi
Nilai rejeksi merupakan kemampuan membran dalam menahan komponen tertentu pada larutan umpan sehingga komponen tersebut tertahan di jalur retentat dan tidak dapat melewati membran. Nilai rejeksi pada penelitian ini diperoleh
dari pengukuran kadar protein berbagai perlakuan (Lampiran 3). Data diolah dengan metode Respon Surface Method (RSM) dalam software Minitab 14. Nilai rejeksi protein hasil proses filtrasi dengan membran RO disajikan pada Tabel 11. cerminan
Kandungan protein pada permeat dapat dijadikan sebagai
rejeksi dari membran RO. Artinya bahwa permeat mengandung
komponen-komponen, diantaranya adalah protein, yang masih bisa lolos melewati membran. Semakin kecil kadar protein dalam permeat, berarti nilai rejeksi semakin besar, dimana protein gagal menembus membran RO, atau berhasil ditolak oleh membran dan tetap berada pada jalur retentat. Nilai rejeksi terukur berada pada kisaran 76,89 – 99,77%. Nilai rejeksi tertinggi terdapat pada perlakuan 5 sebesar 99,77%, disusul oleh perlakuan 15 dan 14 sebesar 98,86% dan 98,17%. Nilai rejeksi 99,77% artinya komponen flavor berupa protein berhasil ditahan oleh membran untuk tidak melewatinya, sehingga tetap berada dalam jalur retentat (sebagai konsentrat). Nilai ini hampir mencapai 100% dimana semua komponen termasuk protein mampu ditolak semuanya oleh membran.
Hasil ini sesuai
dengan penelitian yang dilkukan oleh D’Souza dan Wiley (2003), dimana tingkat rejeksi protein mendekati 100%. Tabel 11 Data nilai rejeksi berbagai perlakuan Perlakuan o
Pengkodean
Perlakua n
TMP (kP)
T ( C)
pH
TMP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
552 759 552 759 552 759 552 759 483 828 655 655 655
30 30 40 40 30 30 40 40 35 35 27 43 35
-1 1 -1 1 -1 1 -1 1 -1,68 1,68 0 0 0
655 655
35 35
4,5 4,5 4,5 4,5 9,5 9,5 9,5 9,5 7,0 7,0 7,0 7,0 3,0 11, 0 7,0
15
0 0
T
pH
-1 -1 -1 -1 1 -1 1 -1 -1 1 -1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 -1,68 0 1,68 0 0 -1,68 0 0
1,68 0
Rejeksi (%) 79,18 89,70 94,74 97,25 99,77 94,74 76,89 88,33 88,10 86,50 86,96 88,33 94,28 98,17 98,86
16 17
655 655
35 35
7,0 7,0
0 0
0 0
0 0
97,03 96,11
Hasil rejeksi terhadap membran RO juga menunjukkan bahwa membran RO sebagai teknologi filtrasi sudah cukup bisa digunakan dalam proses recovery komponen flavor, khususnya protein. Hanya saja perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang pencapaian nilai optimal untuk kinerja membran. Hasil analisis regresi (Tabel 12) dari respon rejeksi permeat menunjukkan bahwa faktor kuadrat dari TMP, suhu, dan interaksi suhu-pH berpengaruh secara signifikan (α<0,05), terhadap rejeksi yang dihasilkan. Nilai koefisien pada ketiga faktor tersebut negatif yang berarti terdapat titik belok atau nilai otimum pada respon yang dihasilkan.
Interaksi antara pH dan suhu pada nilai tertentu
menghasilkan respon rejeksi yang optimal. Pola respon rejeksi protein ini hampir sama dengan rejeksi abu pada whey dengan ultrafiltrasi (D’Souza dan Wiley 2003) dimana pada nilai pH tertentu rejeksi menjadi optimal. Sementara itu, hasil analisis ragam (Tabel 13) juga menunjukkan bahwa model kudrat dan interaksi antar faktor juga berpengaruh signifikan (α<0,05) terhadap respon rejeksi. Nilai lack-of-fit (α>0,05) menunjukkan bahwa model sudah sesuai dengan data yang ada (Iriawan dan Astuti 2006). Tabel 12 Hasil analisis regresi terhadap rejeksi Faktor Konstan TMP Suhu pH TMP*TMP Suhu*suhu pH*pH TMP*suhu TMP*pH Suhu*pH
Koefisien Koefisien SE T 41,306 2,356 97,3265 1,108 1,107 1,2264 -0,256 1,107 -0,2838 0,357 1,107 0,3956 -2,893 1,218 -3,5237 -2,793 1,218 -3,4018 -0,302 1,218 -0,3683 0,731 1,446 1,0575 -0,572 1,446 -0,8275 -4,531 1,446 -6,5500 S= 4,089 R-Sq= 83,9% R-Sq (adj) = 63,2%
P 0,000 0,304 0,805 0,731 0,023 0,027 0,771 0,488 0,585 0,003
Tabel 13 Hasil analisis ragam terhadap rejeksi Sumber Regresi Linier
DF 9 3
Seq SS 609,350 23,779
Adj SS 609,350 23,779
Adj MS 67,706 7,926
F 4,05 0,47
P 0,039 0,710
Kuadrat Interaksi Residual error Lack-of-fit Pure error Total
227,927 357,644 117,046 113,126 3,919 726,396
3 3 7 5 2 16
75,976 119,215 16,721 22,625 1,960
227,927 357,644 117,046 113,126 3,919
4,54 7,13
0,045 0,016
11,55
0,082
Respon rejeksi terhadap pengaruh TMP, suhu,dan pH juga dapat lihat pada bentuk permukaan respon. Rejeksi sebagai fungsi suhu, dan pH disajikan pada Gambar 7. 100
90 Rejeksi (%) 80
70 -2
-1
0 TMP (kPa)
1
-2
-1
0
1 Suhu (oC)
Gambar 7 Permukaan respon rejeksi terhadap TMP dan suhu 4.3 Proses Pemekatan
Proses pemekatan limbah cair pasteurisasi rajungan menghasilkan konsentrat. Kinerja proses juga diteliti berdasarkan indikator kinerja membran yaitu fluks dan rejeksi yang terjadi. Setelah itu dilakukan karakterisasi pada konsentrat yang dihasilkan. 4.3.1 Respon fluks selama proses pemekatan
Nilai optimum parameter dari hasil perhitungan empiris yaitu TMP (771 kPa) dan suhu (35 oC) selanjutnya diaplikasikan untuk proses pemekatan limbah cair rajungan. Nilai pH yang digunakan adalah 5, yang merupakan pH titik isoelektik, dimana kelarutan protein paling rendah. Hal ini sama dengan yang dilaporkan oleh Wenten (1999) bahwa kelarutan terendah protein albumin berada pada titik isoelektriknya (pH 4,7). Hasil yang konsisten juga dilaporkan oleh Rao et al. (2002), dimana karakterisasi konsentrat protein kedelai yang dilakukan melalui ultrafiltrasi menghasilkan kelarutan terendah pada nilai pH 4,0 - 5,0.
Kondisi kelarutan yang rendah dari protein berakibat protein tetap tertahan di jalur retentat sebagai konsentrat yang lebih pekat. Proses pemekatan dilakukan dengan mengoperasikan proses membran tanpa mensirkulasikan kembali permeat yang lolos dari membran RO, sehingga retentat menjadi lebih keruh atau pekat. Hasil proses pemekatan disajikan pada
2
Fluks (L/m .jam)
Gambar 8 dan 9. 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
y = -1,00Ln(x) + 2,8117 2
R = 0,97
0
10
20
25
30
35
40
45
50
Waktu (Menit ke-)
Gambar 8 Hubungan antara waktu pemekatan dengan nilai fluks Hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin lama waktu proses pemekatan, nilai fluks semakin turun, dan menjadi stabil pada menit-menit terakhir. Penurunan fluks tertinggi terjadi pada awal proses dibandingkan dengan menit-menit berikutnya. Hal ini disebabkan pengaruh tekanan sebagai driving force yang mendorong partikel-partikel terlarut lebih cepat sehingga terjadi penumpukan partikel pada permukaan membran. Penumpukan partikel tersebut yang menyebabkan nilai fluks menurun. Peningkatan konsentrasi ini akan menimbulkan aliran balik secara difusi menuju umpan tetapi setelah beberapa waktu kondisi steady state akan tercapai (Wenten 1999). Kondisi kejenuhan (steady state) membran terhadap penumpukan partikel ditunjukkan dengan nilai fluks yang stabil pada menit-menit akhir pemekatan. Kondisi ini sama dengan hasil penelitian Widoretno (2005) dimana penurunan fluks secara tajam terjadi pada menit-menit awal proses dan relatif stabil menjelang akhir proses. 3.5
2
Fluks (L/m .jam)
3 2.5
y = -1,00Ln(x) + 2,8117
2
R2 = 0,97
1.5 1
0
0.5 0 1
1.26
1.53
1.67
1.81
1.96
2.12
Faktor konsentrasi (Vf/Vt)
2.28
2.46
Gambar 9 Hubungan antara faktor konsentrasi dengan fluks Gambar 9 memperlihatkan fenomena penurunan nilai fluks, dimana semakin besar faktor konsentrasi umpan, dalam arti semakin pekat hasil proses pemekatan, maka nilai fluks akan makin menurun. Bertambahnya konsentrasi umpan akan meningkatkan jumlah partikel. Partikel-partikel tersebut pada akhirnya akan menumpuk di permukaan membran karena daya dorong dari tekanan. Akibatnya partikel akan tertahan di permukaan membran dan tidak dapat melewati atau menembus membran, sehingga permeat yang keluar menjadi sedikit. Sedikitnya permeat yang keluar berarti nilai fluks juga kecil. Cheryan (1986) melaporkan bahwa konsentrasi bahan yang tinggi dapat meningkatkan viskositas dan menurunkan daya difusi bahan melalui membran sehingga nilai fluks akan menurun. Fluks dari feed yang mengandung asam-asam amino, akan mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya waktu filtrasi dan pemekatan, sebagai akibat perbedaan tekanan dan konsentrasi. Penyumbatan pada membran bisa terjadi karena adanya peristiwa penyerapan peptida dan asam amino yang terakumulasi pada dinding pori membran, umumnya peptida pendek dan asam amino yang mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan ukuran pori membran, sehingga partikel dengan mudah masuk ke dalam pori membran sebagai penyebab penyumbatan internal (Guell dan Davis 1996). Gambar 8 dan 9 menunjukkan kecenderungan yang sama dimana pola penurunan fluks terbesar terjadi pada awal proses pemekatan dan stabil pada akhir proses. Fenomena ini menunjukkan terjadinya polarisasi konsentrasi pada awal proses pemekatan. Semakin tinggi konsentrasi, maka terjadinya polarisasi semakin mudah terjadi. Beberapa peneliti sebelumnya juga menjelaskan bahwa polarisasi konsentrasi terjadi pada 10 menit awal proses pemekatan (Jayarajah dan
Lee 1999; Wenten 1999; Widoretno 2005). Peristiwa tersebut didukung oleh Wenten (1999) dimana penurunan fluks secara cepat pada awal filtrasi disebabkan oleh konsentrasi polarisasi, sedangkan penurunan fluks dalam jangka waktu panjang merupakan kontribusi dari peristiwa fouling.
4.3.2 Respon rejeksi selama proses pemekatan
Hasil rejeksi protein selama proses pemekatan disajikan dalam Tabel 14. Nilai rejeksi tersebut menggambarkan kemampuan membran RO dalam menahan komponen protein agar tidak mampu menembus membran, sehingga akan tetap berada di jalur retentat (sebagai konsentrat). Nilai rejeksi berkisar 89 – 100%. Nilai rejeksi yang bervariasi atau fluktuatif diduga karena pengaruh dari polarisasi konsentrasi dan fouling yang sulit untuk dikendalikan. Hasil rejeksi pada Tabel 14 dapat menjelaskan bahwa rejeksi protein oleh membran RO bisa mencapai 100%. Artinya seluruh komponen termasuk protein mampu ditolak oleh membran untuk tidak melewatinya. Hal ini karena senyawa protein sebagai makromolekul tidak dapat melewati membran RO dimana ukuran porinya sangat kecil (Wenten 1999). Adapun nilai rejeksi kurang dari 100% diduga disebabkan oleh adanya peristiwa hidrolisis protein oleh asam pada perlakuan pH rendah, sehingga ukuran molekul menjadi lebih kecil dan dapat lolos melewati membran. Tabel 14 Rejeksi protein selama proses pemekatan Waktu (menit) 0 20 25 30 35 40 45 50
Rejeksi (%) 100 98 100 99 99 89 99 89
Nilai rejeksi RO sebesar 89-100% mendekati nilai rejeksi ekstrak lobster sebesar 100% dengan RO (Jayarajah dan Lee 1999), rejeksi karaginan dengan
mikrofiltrasi sebesar 100% (Uju 2005), dan rejeksi whey dengan ultrafiltrasi sebesar 100% (D’Souza dan Wiley 2003). Tetapi nilai tersebut lebih besar dari rejeksi protein kedelai dengan ultrafiltrasi yang bernilai 75% (Kumar et al 2003). Perbedaan nilai tersebut diduga karena pengaruh jenis dan karakteristik membran yang berbeda serta bahan baku yang berbeda pula. Karakteristik membran sangat menentukan kualitas dari bahan yang dipisahkan.
4.3.3
Karakteristik hasil recovery dan pemekatan limbah cair pasteurisasi rajungan
Karakteristik komponen flavor hasil pemekatan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah kandungan gizi yang meliputi kadar proksimat dan NPN.
Bagian kedua adalah kandungan asam amino yang merupakan
komponen penting dalam cita rasa/ flavor. (a) Kadar proksimat dan NPN
Beberapa jenis komponen flavor dapat diambil dari bagian tubuh ikan atau shellfish, baik yang masih segar atau pun dalam bentuk limbah hasil pengolahan. Beberapa flavor dari jenis gula, asam suksinat, asam amino bebas, dan nukleotida yang dikandung oleh Chinese mitten crab (Eriocheir sinensis), yaitu rajungan sebagai makanan tradisional di Cina berhasil dianalisis tentang efek taste active (Chen dan Zhang 2007). Recovery flavor pada penelitian ini adalah mengambil komponen flavor yang terdapat pada limbah cair pasteurisasi rajungan melalui filtrasi dengan membran reverse osmosis (RO).
Flavor yang dimaksud adalah flavor larut air
(water soluble), berupa protein, peptida, dan asam amino. Hal ini didukung oleh hasil penelitian sebelumnya seperti yang dilaporkan oleh Okada (1990) bahwa sumber flavor yang bisa diambil dari jaringan ikan dan shellfish antara lain senyawa-senyawa basa nitrogen, asam amino bebas, nukleotida, gula, asam organik, dan bahan-bahan anorganik. Jayarajah dan Lee (1999) juga menemukan sejumlah asam amino bebas, nukleotida, dan asam organik, serta gula dalam proses pengkonsentratan ekstrak lobster dengan metode ultrafiltrasi dan reverse osmosis.
Vandanjon et al. (2002) juga menemukan beberapa jenis komponen flavor dari limbah hasil pengolahan produk laut (seafoods) yang mengandung dua macam senyawa sumber pemberi rasa (flavouring). Jenis yang pertama terdiri dari senyawa dengan bobot molekul rendah (<400 g.mol-1), sangat volatil, dan terdiri dari beberapa kelompok seperti aldehida, keton, alkohol, ester, senyawa berisi N dan S. Jenis kedua terdiri dari senyawa flavor larut air termasuk asam amino bebas bobot molekul rendah (taurin, asam glutamat, dan glisin), basa-basa ammonium, peptida, nukleotida (turunan purin), asam-asam
organik (asam
laktat), gula (glukosa, ribosa), dan gram-garam anorganik (Na+, K+, Cl-). Sifat kimia dari limbah pengolahan rajungan setelah dilakukan proses pemekatan mengalami perubahan. Kandungan proksimat hasil proses pemekatan disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Komposisi proksimat hasil proses pemekatan Parameter Protein (% b/v) Lemak (% b/v) Kadar air (% b/v) Kadar abu (% b/v) Karbohidrat (% b/v) NPN (% b/v)
Prefiltrasi 0,67 ± 0,00 0,11 ± 0,03 98,76 ± 0,02 0,33 ± 0,09 0,13 ± 0.10 0,19 ± 0,01
Konsentrat 1,10 ± 0,08 0,22 ± 0,06 97,34 ± 0,01 1,10 ± 0,00 0,25 ± 0.11 0,21 ± 0,00
Persentase Pemekatan 64 100 -1,4 233 88 10
Kandungan protein total pada sampel yang sudah diprefiltrasi mengalami penurunan dibandingkan dengan bahan mentah awal. Reduksi protein, lemak, kadar abu, dan NPN berturut-turut sebesar 23,86%, 52,17%, 31,5%, dan 17,39%. Hal ini dikarenakan sebagian partikel-partikel terlarut berukuran besar sudah tersaring atau tertahan oleh membran pada saat proses prefiltrasi, sehingga hanya molekul kecil saja yang bisa lolos melewati membran. Membran dengan ukuran 0,3 mikron untuk pre filtrasi sudah cukup untuk mengurangi partikel besar atau makromolekul yang akan menyebabkan tejadinya blocking pada membran RO. Hasil ini didukung juga oleh penelitian Uju (2005) dimana proses prefiltrasi dengan membran ukuran 0,3 mikron sudah cukup untuk pemisahan awal karaginan. Kadar protein pada konsentrat yang lebih tinggi dari nilai prefiltrasi (64% lebih pekat) dikarenakan pada saat proses pengkonsentrasian, umpan menjadi lebih pekat, artinya partikel terlarut bertambah menjadi banyak. Hal yang
sama terjadi pada komponen gizi yang lain, dimana lemak lebih pekat 100%, kadar abu 233%, dan karbohidrat 88%. Proses pemekatan menjadikan komponen gizi banyak mengalami perubahan bentuk menjadi lebih kecil sehingga komponen menjadi lebih padat sehingga larutan menjadi lebih pekat. Kondisi yang berlawanan terjadi pada kadar air. Proses pemekatan secara otomatis mengakibatkan jumlah air berkurang. Air dalam bahan yang dialirkan melalui membran, setelah lolos melewati membran tidak diresirkulasikan kembali, sehingga konsentrat menjadi semakin pekat. Fenomena yang sama terjadi pada kadar NPN, dimana setelah perlakuan prefiltrasi kadarnya berkurang, dan menjadi lebih besar setelah melalui proses pemekatan. NPN memberikan kontribusi pada flavouring sebesar 0,21%, dimana NPN disini adalah NPN total, yaitu gabungan beberapa senyawa diantaranya nukleotida, urea, dan basa volatil. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan nilai NPN ekstrak lobster sebesar 1,06% (Jayarajah dan Lee 1988) dan NPN dari konsentrat kedelai sebesar 5% (Kumar et al. 2003).
Perbedaan nilai diduga
dikarenakan perbedaan karakteristik bahan baku, dan preparasi awal (ekstrak daging dan limbah cair).
(b) Asam Amino
Pengukuran komponen flavor selain protein adalah asam-asam amino yang terkandung di dalamnya. Hasil analisis kandungan asam amino disajikan pada Tabel 16 dan Gambar 10. Tabel 16 Kandungan asam amino hasil pemekatan Jenis asam amino 1. Asam aspartat 2. Asam glutamat 3. Serin 4. Glisin 5. Histidin 6. Arginin 7. Threonin 8. Alanin 9. Prolin 10. Tirosin 11. Valin
Kadar Prefiltrasi Konsentrat % b/v mg/g % b/v mg/g 0,72 0,072 0,14 0,0139 1,87 0,187 0,36 0,0357 0,28 0,028 0,08 0,0077 0,25 0,025 0,01 0,0011 0,41 0,041 0,08 0,0082 0,36 0,036 ttd ttd 0,43 0,043 0,09 0,0093 0,53 0,053 0,11 0,0114 0,26 0,026 0,06 0,0055 0,37 0,037 0,09 0,0088 0,47 0,047 0,11 0,0110
Persentase Pemekatan 418 424 264 2173 400 362 365 373 320 327
0,0101 12. Methionin ttd 13. Sistein 0,0066 14. Isoleusin 0,0124 15. Leusin 16. Phenilalanin 0,0101 0,0025 17. Lisin Ket : ttd = tidak terdeteksi
0,10 ttd 0,07 0,12 0,10 0,03
0,078 0,025 0,034 0,107 0,037 0,060
0,78 0,25 0,34 1,07 0,37 0,60
672 415 763 266 2300
A
B
C
Keterangan : (1) Asam aspartat (2) Asam glutamat (3) Serin (4) Glisin
(5) (6) (7) (8)
Histidin Arginin Threonin Alanin
(9) Prolin (13) Sistein (17) Lisin (10) Tirosin (14) Isoleusin (11) Valin (15) Leusin (12) Methionin (16) Phenilalanin
Gambar 11 Kromatogram HPLC asam amino limbah pasteurisasi rajungan sebelum dan sesudah filtrasi (A merupakan hasil analisis limbah cair pasteurisasi rajungan sebelum filtrasi, B permeat filtrasi 0,3 mikron, C konsentrat pemekatan dengan membran reverse osmosis) Sistein dan arginin yang tidak terdeteksi diduga karena kandungannya sangat kecil sehingga tidak terbentuk peak-peak pada hasil kromatogram pengukuran asam amino dengan HPLC atau memang sudah tidak ada dalam sampel (Gambar 11). Gambar kromatogram yang ditunjukkan meliputi limbah cair pasteurisasi sebelum mendapatkan perlakuan apa pun, setelah pre-filtrasi, dan setelah dilakukan proses pemekatan. Konsentrat mengandung asam amino tertinggi dibandingkan bahan mentah awal dan hasil prefiltrasi karena pada proses pemekatan terjadi pengurangan kandungan air sehingga larutan menjadi lebih pekat. Konsentrat ini diduga terdiri dari beberapa komponen, diantaranya adalah protein yang tertahan oleh membran, sehingga tetap berada dalam jalur retentat sebagai konsentrat. Asam glutamat dan leusin merupakan asam amino dominan terbesar dengan nilai 20%, dan 10% dari total asam amino dalam konsentrat. Hasil ini sama dengan tren pada bahan mentah awal (sebelum perlakuan), dimana tidak sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan terhadap snow crab. Kandungan asam amino pada snow crab, nilai tertinggi dimiliki oleh glisin yang mencapai 623 mg/100 ml. Glisin inilah yang memberikan rasa khas manis pada snow crab (Yamaguchi dan Watanabe 1990). Perbedaan ini diduga karena pengaruh perlakuan garam yang ditambahkan pada proses pasteurisasi rajungan. Garam yang ditambahkan pada komponen yang mengandung asam glutamat menyebabkan terjadinya ikatan antara keduanya sehingga taste yang dihasilkan akan menjadi lebih kuat. Dugaan lain adalah pengaruh pH pada proses pemekatan, dimana pada pH yang digunakan yaitu pH 5, asam glutamat terikat sangat kuat dibandingkan dengan asam amino yang lain, terkait dengan derajat ionisasi yang dimilikinya (Poedjiadi dan Supriyanti 2006). Kadar asam glutamat sebesar 1,87 mg/g dan asam aspartat 0,72 mg/g lebih besar dibandingkan hasil penelitian Chen dan Zhang (2007) yang menemukan
asam glutamat dan asam aspartat dalam Chinese mitten crab dengan jumlah kecil yaitu 0,19 mg/g dan 0,30 mg/g. Asam glutamat dan asam aspartat memberikan cita rasa asam pada seafoods, namun dalam bentuk garam sodium, seperti MSG, akan memberikan cita rasa umami (Yamaguchi et al. 1971). Alanin sebagai komponen terbesar kedua dengan kadar 1,07 mg/g dapat menimbulkan rasa manis yang menyenangkan, dimana biasanya terdapat dalam jumlah yang relatif besar dalam seafoods, seperti rajungan (snow crab), kepiting, dan kerang-kerangan (Fuke dan Konusu 1991; Spurvey et al. 1998; Wu dan Shiau 2002). Nilai terendah dimiliki oleh glisin dan sistein, disusul oleh prolin. Meskipun beberapa jenis asam amino bebas terdapat dalam jumlah yang kecil dalam konsentrat limbah rajungan ini, namun bisa dimungkinkan justru nilai rasa atau taste impacts akan lebih kuat. Hal ini sesuai dengan hasil yang dilaporkan oleh Chen dan Zhang (2007) bahwa meskipun beberapa jenis asam amino terdapat dalam jumlah sedikit dalam daging rajungan, namun efek rasa yang ditimbulkan lebih kuat, karena mereka mempunyai nilai ambang yang rendah. Artinya, bahwa dengan kuantitas yang rendah, sudah mampu menimbulkan efek rasa yang besar. Persentase pemekatan semua asam amino melebihi 100% dimana hal tersebut menunjukkan tingkat kekeruhan dari konsentrat.
Proses pemekatan
mampu meningkatkan kandungan asam amino dalam konsentrat yang berhasil direcovery. Proses pemekatan mengakibatkan kandungan air berkurang sehingga konsentrat menjadi lebih pekat.
5
5.1
KESIMPULAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah bahwa faktor tekanan transmembran dan suhu berpengaruh signifikan terhadap respon fluks, sedangkan pH tidak berpengaruh. Waktu tunak atau stady state dicapai pada menit ke-85 untuk limbah pasteurisasi rajungan sebelum filtrasi dan menit ke-42 untuk limbah yang sudah difiltrasi. Pre-filtrasi atau penyaringan awal dengan membran 0,3 mikron, mampu meningkatkan nilai fluks pada kondisi tunak sebesar 50%. Nilai fluks meningkat seiring dengan peningkatan tekanan transmembran dan suhu, sampai pada konsentrasi tertentu fluks tidak lagi tergantung pada tekanan transmembran dan suhu. Pada titik tertentu, fluks mengalami penurunan sehingga terdapat titik belok atau kondisi optimum. Kondisi optimum kinerja RO diperoleh TMP 716 kPa dan suhu 35 oC. Faktor kuadrat suhu tekanan dan suhu berpengaruh terhadap respon rejeksi. Hasil rejeksi semua perlakuan berkisar 76,89 – 99,77%, artinya pada kisaran tersebut komponen mampu ditahan oleh membran untuk tidak melewatinya. Rejeksi pada proses pemekatan mencapai 100% yang berarti bahwa semua komponen diantaranya protein bisa ditolak oleh membran sehingga tetap berada di jalur retentat, sebagai konsentrat komponen flavor. Protein yang berhasil di-recovery sebesar 48%. Proses pemekatan mampu menaikkan kadar protein menjadi 64% lebih pekat dibanding kondisi sebelumnya. Asam glutamat dan leusin sebesar 1,87 mg/g dan asam aspartat 0,72 mg/g merupakan asam amino dominan terbesar dengan nilai persentase 20%, dan 10% dari total asam amino yang berhasil direcovery dalam konsentrat.
5.2
Saran
Saran yang bisa diberikan adalah : 1.
Adanya perlakuan pendahuluan terhadap bahan baku limbah cair pasteurisasi rajungan untuk mengurangi kadar salinitas sehingga nilai fluks bisa ditingkatkan, yaitu dengan proses dialisis.
2.
Perlu dilakukan karakterisasi senyawa lain dalam komponen flavor hasil pemekatan seperti komponen asam amino bebas, nukleotida dan asam organik.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis. Washington DC. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. [BSN]. Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia. Metode Pengukuran Nitrogen Bebas. SNI-01-4413-2006. Jakarta. Badan Standardisasi Nasional. Bai R, Leow HF. 2002. Microfiltration of activated sludge waster water-the effect of system operation parameter. Separation and Purification Tech. 19:209-220. Box GEP, Hunter HG, Hunter JS. 1979. Statistical for Experimenters : An Introduction to Design, Data Analysis, and Model Building. Canada: John Wiley and Sons Inc. Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive for the quantitation of microgram quantitites of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Anal Biochem 72:248-254. Brock TD. 1983. Membrane Filtration : A User’s Guide and Manual. Madison: Science Tech.Inc. Carrere H, Schaffer A, Rene F. 1998. Cross-flow filtration of guar gum solutions experimental results. Separation and Purification Tech.14:59-67. Cha YJ, Cadwaller KR, Baek HH. 1993. Volatile flavor components in snow crab cooker effluent and effluent concentrate. J. Food. Sci. 58(3):525-530. Chen DW, Zhang M. 2007. Non-volatile taste active compounds in the meat of Chinese mitten crab (Eriocheir sinensis). J. Food. Chem. 204: 1200-1205. Cheryan M. 1998. Ultrafiltration and Microfiltration Handbook. New Holland: Technomick.
Cho CW, Lee DY, Kim CW. 2003. Concentration and purification of soluble pectin from mandarin peels using crossflow microfiltration system. Carbohydrate Polymer. 54: 21-26. Choi H, Zhang K, Dionysiou DD, Oerther DB, Sorial GA. 2005. Influence of crossflow velocity on membrane performance during filtration of biological suspension. J. Membrane. Sci. 248:189-199. Chung HY, Cadwallader KR. 1994. Aroma extract dilution analysis of blue crab meat volatiles. J. Agric. Food. Chem. 42:2280-2287 Chung HY. 1999. Volatile components in crabmeats of Charybdis feriatus. Jurnal Agric. Food. Chem. 47(6): 2280-2287. Cros S, Lignot B, Razafintsalama C, Jaouen P, Bourseau P. 2004. electrodialysis desalination and reverse osmosis concentration of an industrial mussel cooking juice: Process impact on pollution reduction and aroma quality. J.Food.Sci. 69(6):C435-C442. Cros S, Lignot B, Bourseau P, Jaouen P, Prost C. 2006. Desalination of mussel cooking juices by electrodialysis on aroma profile. J. Food. Eng. 69:425-436. Departemen Pertanian. 1986. Standar Metoda Pengujian Kimia (SPI-KAN1981). Di dalam Standar Pertanian Bidang Perikanan. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Statistik Hasil Perikanan 2002. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Statistik Hasil Perikanan 2005. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Dornier M, Decloux M, Lebert A, Trystram G. 1994. Use of experimental design to establish optimal cross flow filtration condition: Application to raw cane sugar clarification. J. Food. Process. Eng. 17:73-92. Driscoll PE, Terence P. 1990. Waste minimazation and product recovery in the crabmeat processing industry. Food Industry Enviromental Conference. D’Souza NM, Wiley DE. Whey Ultrafiltration : Effect of operating parameters on flux and rejection. Proceeding of the 5 th International Membrane Science and Technology Conference. Australia. Sydney. Eakin
DE, Singh RP, Kohler GO, Knuckles K. 1978. Alfalfa protein fractionation by ultrafiltration. J. Food. Sci. 43:544 -552.
Fuke S, Konosu S. 1991. Taste active components in some foods: a review of Japanese research. Physiology and Behavior. 49(5):863-868. Fukumoto LR, Delaquis P, Girard B. 1998. Microfiltration and ultrafiltration ceramic membranes for apple juice clarification. J. Food. Sci. 63(5):845850. Gonzalez JF. 1996. Waswater Treatment in the Fishery Industry. Rome : FAO Fishery Technical Paper hal 355. Gould CK, Harrold SJ, Weitnaeur WK. 2004. A practical approach to controlling the fouling of ultrafiltration membranes : A case study of the successful development of a commersial soy protein application. http//:www.osmonics.com [25 Februari 2004]. Guell C, Davis RH. 1996. Membrane fouling during microfiltration of protein mixtures. J.Membrane.Sci. 119:269-284. Ham R, Yamamoto H, Watanabe Y. 2000. The effect of shear rate on controlling concentration, polarization and membrane fouling. Desalination 1:421-432. Hartati FK, Susanto T, Rakhmadiono S, Adi SL. 2000. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tahap deproteinasi menggunakan enzim protease dalam pembuatan kitin dari cangkang rajungan (Portunus pelagicus). Biosain 2: 68-77. Hayashi T, Yamaguchi K, Konusu S. 1981. Sensory analysis of taste active compounds in extract of boiled snow crab meat. J. Food. Sci. 46:479-493. Heath HB, Reineccius. 1986. Flavor Chemistry and Technology. New York: AVI Book. Hue MS, Kim JS, Shahidi F. 2003. Component and nutritional quality of shrimp processing by product. Food. Chem. 82:235-242 Huss HH. 1995. Quality and Quality Changes in Fresh Fish. Rome: Food and Agriculture Organization of The United Nations. Iriawan N, Astuti SP. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Yogyakarta: Penerbit Andi. Islam MS, Khan S, Tanaka M. 2002. Waste loading in shrimp and fish processing effluents. Potential source of hazards to the coastal and near shore environments. Marine Pollution Bulletin. 49:103-110.
Jayarajah CN, Lee CM. 1988. Extraction and concentration of flavoring agent from shellfish waste. Annual meeting of institute technology. Juni 1922. Jayarajah CN, Lee CM. 1999. Ultrafiltration/reverse osmosis concentration of lobster extract. J. Food. Sci. 64(1): 93-98 Jenie BSL, Rahayu WP. 1990. Penanganan Limbah Industri Pangan. Yogyakarta: Kanisius. Je JY, Park PJ, Jung WK, Kim SK. 2005. Amino acid changes in fermented oyster (Crassbtera gigas) sauce with different fermentation periods. Food. Chem. 91:155-18. Jorda J, Marechal P, Rigal L, Pontalier PY. 2002. Biopolymer purification by ultrafiltration. Desalination 148:187-191. Kane, Braddock LRJ, Sims CA, Matthews RF. 1995. Lemon juice aroma concentration by reverse osmosis. J. Food. Sci. 60:190-194. Kessler HG. 1986. Energy aspects of food concentration. Di dalam: MacCarthv D, editor. Concentration and Drying of Foods. London and New York : Elsevier Applied Science Publisher. hlm 147-163. Kirk DE, Montgomery MW dan Kortekaas MG. 1983. Clarification of pear juice by hollow fiber ultrafiltration. J.Food. Sci. 48:1663-1666. Konusu S, Yamaguchi K, Hayashi T. 1978. Studies on flavor components in boiled crabs-I: amino acids and related compounds in extract . Soc.Sci.Fish. 44:505-510. Konusu S, Yamaguchi K. 1982. The flavor components in fish and shellfish. Di dalam: Roy RE, editor. Chemistry and Biochemistry of Marine Products. Westport: Avi Pub.Co. Kranawetter H, Liebminger A, Samhaber WM. 2005. Comparison between evaporation and reverse osmosis process for concentrating aromatic juices done with passion fruit as an example. Austria. Institute of Process Technology. 5 hal. Kumar NSK, Yea MK, Cheryan M. 2003. Soy protein concentrates by ultrafiltration. J. Food. Sci. 68(7):2278-2283. Lee YN, Wiley RC, Sheu MJ, Schlimme DV. 1982. Purification and concentration of betalaines by ultrafiltration and reverse osmosis. J. Food. Sci. (47):465-471.
Lee GH, Suriyaphan O, Cadwallader KR. 2001. Aroma components of cooked tail meat of american lobster (Homarus americanus). J.Agric.Food Chem. 49:4324-4332. Lin TM, Park JW, Morrissey MT. 1995. Recovered protein and reconditioned water from surimi processing waste. J.Food. Sci. 60(1):4-9 Lioe HN, Apriyantono A, Takara K, Wada K, Yasuda M. 2005. Umami taste enhancement of MSG/NaCl mixtures by subthreshold L-a-aromatic amino acids. J.Food.Sci.70(7):S401-S405. Masciola DA, Viadero RC, Reed BE. 2001. Ultrafiltrarion flux prediction for oil-in-water emulsions: analysis of series resistances. J.Membrane. Sci. 184:197-208. Matsuura T, Baxter AG, Sourirajan S. 1975. Reverse osmosis recovery of flavor components from apple juice waters. J. Food. Sci. 40:1039-1046. Montgomery DC. 2001. Design and Analysis of Experiment. New York: John and Wiley Inc. Mulder M. 1996. Basic Principles of Membrane Technology. Dordrecht: Kluwer Acad mic. Okada M. 1990. Fish as raw food material. Dalam Science of Processing Marine Food Products. Editor: Motohiro T. Tokyo: Japan International Cooperation Agency. Olle D, Baron A, Lozano YF, Sznaper C, Baurnes R, Bayonove C, Brillouete JM. 1997. Microfiltration and reverse osmosis affect recovery of mango pure flavor compound. J. Food. Sci 62 :1116-1119. Osada Y, Nakagawa T. 1992. Membrane Science and Technology. New York: Marcel Dekker. Pan S, Kuo JM. 1994. Flavor of Shellfish and Kamaboko Flavorants. Glasgow: Blackie Academis and Professional. Poedjiadi A, Supriyanti T. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Rao A, Shallo HE, Ericson AP, Thomas RI. 2002. Characterization of soy protein concentrate produced by membrane ultrafiltration. J.Food. Sci. 67(4):1412-1418. Renner E, El Salam MHA. 1991. Application of Ultrafiltration in the Dairy Industry. London and New York: Elsevier Science.
Scott K, Hughes R. 1996. Industrial membrane separation technology. London: Chapman & Hall. Sheu MJ, Wiley RC. 1983. Preconcentration of apple juice by reverse osmosis. J. Food. Sci. 48:422-429 Shiau CY, Chai T. 1990. Characterization of oyster shucking liquid wastes and their utilization as oyster soup. J. Food. Sci. 55:374-378. Shiau CY, Chai T. 1999. Protein recovered from oyster wash water by ultrafiltration and their utilization as oyster sauce through fermentation. J. Marine. Sci. Tech.7(2):110-116. Simon A, Vandanjon, Levesque G, Bourseau P. 2002. Concentration and desalination of fish gelatin by ultrafiltration and continous diafiltration processes. Desalination 144: 313-318. Singh N, Cheryan M. 1997. Fouling of ceramic microultrafiltration membrane by corn starch hydrolysate. J. Membrane. Sci. 135:195-202. Sjafei A. 2002. Studi mengenai karakteristik dan proses pengolahan limbah cair industri hasil perikanan [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, FPIK, IPB. Spurvey S, Pan BS, Shahidi F. 2001. Flavour of sellfish. Di dalam : Shahidi F, editor. Flavor of Meat, Meat Products and Seafood. Ed ke2. New York: Blackie Academic & Professional. Hlm. 159-196. Sridhar S, Kale A, Khan AA. 2002. Reverse osmosis of edible oil industry effluent. J. Membrane. Sci. 205:83-90 Sumarto. 2005. Kajian kinerja proses membran nanofiltrasi dalam pemisahan asam amino dari hidrolisat enzimatik protein cacing tanah [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Supran MK. 1978. Lipids as a Source of Flavour. Washington DC: American Chemical Soc. Susilowati S. 1994. Aktivitas enzim bromelin dalam proses fermentasi kecap ikan secara enzimatis pada berbagai konsentrasi garam [skripsi]. Bogor: Program Studi Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan IPB. Toledo RT. 1991. Fundamentals of Food Processing Engineering. Ed ke-2. New York: Chapman dan Hall. Trilaksani W, Nurjanah, Nurhayati T, Irianto HE, Basmal J. 1997. Ekstraksi dan pemanfaatan komponen flavor dan pigmen karatenoid dari limbah udang
(Tahun II). [Laporan Penelitian Agricultural Research and Management Project (ARMP) II]. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Uju. 2005. Kajian proses pemurnian dan pengkonsentrasian karaginan dengan membran mikrofiltrasi [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Uju, Ibrahim B, Trilaksani W, Nurhayati T, Riyanto B. 2008. Proses recovery bahan flavor pada limbah cair pengolahan rajungan dengan teknologi reverse osmosis. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. XIX (1):67-79. Vandanjon L, Cros S, Jaouen P, Quemeneur F, Bourseau P. 2002. Recovery by nanofiltration and reverse osmosis of marine flavour from seafood cooking waters. Desalination. 144:379-385. Voight MN, Osborne R, Hall DE. 1990. Profile test active components in crab products/by-products and in cod surimi. Dalam Advance in fisheries technology and biotechnology for increase profitability. Editor: MN Voight dan JR Botta. Lancester: Technonmic Publishing. Wenten. 1999. Teknologi Membran Industrial. Bandung: ITB Press. Widoretno. Pemurnian dan pemekatan larutan raw sugar dengan menggunakan teknologi membran [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wu HC, Shiau CY. 2002. Proximate composition, free amino acids and peptides contents in commercial chicken and other meat essences. J.Food. Drug. Analys.10:170-177. Yamaguchi S, Yoshikawa T, Ikeda S, Ninomiya T. 1971. Measurement of relative taste intensity of some a-amino acid and 5’-nukleotides. J. Food. Sci. 36:846-849. Yamaguchi K, Watanabe K. 1990. Taste-active components of fish and shellfish. Dalam Science of Processing Marine Food Products. Editor: Motohiro T. Tokyo: Japan International Cooperation Agency. Yamaguchi S. 1991. Fundamental properties of umami taste. J. Agric. Chem. Soc. Japan.65(5):903-906. Yeh HM, Dong JH. 2003. Further analysis of permeate flux for membrane ultrafiltration along solid rod tubular. J. Food. Sci. Eng. 6: 1-7.
Zakour P, Mclellan MR. 1993. Optimization and modelling of apple juice cross-flow microfiltration with a ceramic membrane. J. Food. Sci. 58(2):369-374.
Lampiran 1 Matriks rancangan percobaan dan hasil respon fluks Run 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Parameter Kode Permeat (ml) Fluks TMP T pH TMP T pH 1 2 3 Rataan 552 30 4,5 -1 -1 -1 2,60 2,00 2,20 2,27 0,36 759 30 4,5 1 -1 -1 5,80 5,40 5,20 5,47 0,86 552 40 4,5 -1 1 -1 5,00 5,40 5,30 5,23 0,83 759 40 4,5 1 1 -1 6,40 6,60 6,20 6,40 1,01 552 30 9,5 -1 -1 1 2,80 2,40 2,60 2,60 0,41 759 30 9,5 1 -1 1 5,60 6,00 5,80 5,80 0,92 552 40 9,5 -1 1 1 2,40 2,30 2,50 2,40 0,38 759 40 9,5 1 1 1 13,00 14,20 13,20 13,47 2,13 483 35 7,0 1,68 0 0 2,60 2,60 2,60 2,60 0,41 828 35 7,0 1,68 0 0 6,40 7,20 6,80 6,80 1,07 655 27 7,0 0 -1,68 0 3,40 3,60 3,60 3,53 0,56 655 43 7,0 0 1,68 0 13,00 12,40 12,20 12,53 1,98 655 35 3,0 0 0 -1.68 9,80 9,00 8,60 9,13 1,44 655 35 11,0 0 0 1.68 7,40 8,00 7,80 7,73 1,22 655 35 7,0 0 0 0 8,00 8,00 9,00 8,33 1,32 655 35 7,0 0 0 0 8,00 8,00 9,00 8,33 1,32 655 35 7,0 0 0 0 8,00 8,00 9,00 8,33 1,32
Lampiran 2 Hasil analisis RSM untuk optimasi proses RO
Central Composite Design Factors: Base runs: Base blocks:
3 17 1
Replicates: Total runs: Total blocks:
1 17 1
Two-level factorial: Full factorial Cube points: Center points in cube: Axial points: Center points in axial:
8 3 6 0
Alpha: 1.68179
Response Surface Regression: Fluks versus TMP, Suhu, pH The analysis was done using coded units. Estimated Regression Coefficients for Fluks Term Constant TMP Suhu pH TMP*TMP Suhu*Suhu pH*pH TMP*Suhu TMP*pH Suhu*pH
Coef 1,33536 0,29655 0,30667 0,03002 -0,25796 -0,07058 -0,04937 0,11500 0,19750 0,07000
SE Coef 0,19470 0,09143 0,09143 0,09143 0,10063 0,10063 0,10063 0,11946 0,11946 0,11946
S = 0,3379
T 6,859 3,243 3,354 0,328 -2,563 -0,701 -0,491 0,963 1,653 0,586
R-Sq = 82,3%
P 0,000 0,014 0,012 0,752 0,037 0,506 0,639 0,368 0,142 0,576
R-Sq(adj) = 59,5%
Analysis of Variance for Fluks Source Regression Linear
DF 9 3
Seq SS 3,71387 2,49772
Adj SS 3,71387 2,49772
Adj MS 0,12652 0,832574
F 3,61 7,29
P 0,052 0,015
Square Interaction
Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7
3 3
0,75909 0,45705
Perlakuan TMP T 552 30 759 30 552 40 759 40 552 30 759 30 552 40
0,75909 0,45705
pH 4,5 4,5 4,5 4,5 9,5 9,5 9,5
0,253031 0,152350
TMP -1 1 -1 1 -1 1 -1
Kode T -1 -1 1 1 -1 -1 1
2,22 1,33
pH -1 -1 -1 -1 1 1 1
0,174 0,338
Protein mg/ml 0,91 0,45 0,23 0,12 0,01 0,23 1,01
R e s i d u a l E r r o r 7 0 , 7 9 9 1 8 0 ,
79918 0,114169 Lack-of-Fit 5 Pure Error 2 Total 16
0,79918 0,79918 0,159836 0,00000 0,00000 0,000000 4,51305
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
759 483 828 655,5 655,5 655,5 655,5 655,5 655,5 655,5
40 35 35 27 43 35 35 35 35 35
9,5 7,0 7,0 7,0 7,0 3,0 11,0 7,0 7,0 7,0
1 -1,68 1,68 0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 -1,68 1,68 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 -1,68 1,68 0 0 0
kuan
Lampiran 4 Standar BSA yang digunakan dan kurva standar Standar BSA 0,005 0,007 0,009 0,010 0,015 0,050 0,100 1,000
Absorbansi 0,020 0,030 0,039 0,051 0,058 0,073 0,081 0,094
0,51 0,52 0,59 0,57 0,51 0,25 0,08 0,05 0,13 0,17
Lamp iran 3 Data kadar protei n perm eat berba gai perla
Kurva standar protein y = 0,01x + 0,01 R2 = 0,99
absorbansi
0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0.004
0.007
0.009
0.01
0.015
0.05
0.1
Konsentrasi BSA (mg/ml)
Lampiran 5 Tabel hubungan waktu pemekatan dengan fluks Waktu (t)(mnt) 0 10 20 25 30 35 40 45 50
Permeat (ml) 19,0 13,0 9,4 8,4 7,0 6,4 5,6 5,2 5,0
Fluks 3,0 2,1 1,5 1,3 1,1 1,0 0,9 0,8 0,8
Lampiran 6 Tabel hubungan faktor konsentrasi dengan fluks Wtk 0 10 20 25 30 35 40 45
Permeat (ml) 19,0 13,0 9,4 8,4 7,0 6,4 5,6 5,2
Retentat (ml) 800 634 524 480 441 408 378 351
CF = Vf/Vr) 1 1,26 1,53 1,67 1,81 1,96 2,12 2,28
Fluks 3 2,1 1,5 1,3 1,1 1,0 0,9 0,8
1
50
5,0
325
2,46
0,8
Chemical formula
Molecular weight, g/mol
Isoleucine
C 6 H 13 NO 2
131,1736
Leucine
C 6 H 13 NO 2
131,1736
Lysine
C 6 H 14 N 2 O 2
146,1882
Methionine
C 5 H 11 NO 2 S
149,2124
Phenylalanine
C 9 H 11 NO 2
165,1900
Threonine
C 4 H 9 NO 3
119,1197
Tryptophan
C 11 H 12 N 2 O 2
204,2262
Valine
C 5 H 11 NO 2
117,1469
Arginine
C 6 H 14 N 4 O 2
174,2017
Histidine
C6H9N3O2
155,1552
Amino acid
Lampiran 7 Daftar berat molekul asam amino Alanine
C 3 H 7 NO 2
89,0935
Asparagine
C4H8N2O3
132,1184
Aspartate
C 4 H 7 NO 4
133,1032
Cysteine
C 3 H 7 NO 2 S
121,1590
Glutamate
C 5 H 9 NO 4
147,1299
Glutamine
C 5 H 10 N 2 O 3
146,1451
Glycine
C 2 H 5 NO 2
75,0669
Proline
C 5 H 9 NO 2
115,1310
Serine
C 3 H 7 NO 3
105,0930
Tyrosine
C 9 H 11 NO 3
181,1894
Lampiran 8 Hasil analisis RSM rejeksi berbagai perlakuan Central Composite Design Factors: Base runs: Base blocks:
3 17 1
Replicates: Total runs: Total blocks:
Two-level factorial: Full factorial Cube points: Center points in cube: Axial points: Center points in axial: Alpha: 1.68179
8 3 6 0
1 17 1
Response Surface Regression: Rejeksi versus TMP, Suhu, pH The analysis was done using coded units. Estimated Regression Coefficients for Rejeksi
Term Constant TMP Suhu pH TMP*TMP Suhu*suhu pH*pH TMP*suhu TMP*pH Suhu*pH
Coef 97,3265 1,2264 -0,2838 0,3956 -3,5237 -3,4018 -0,3683 1,0575 -0,8275 -6,5500
SE Coef 2,356 1,107 1,107 1,107 1,218 1,218 1,218 1,446 1,446 1,446
T 41,306 1,108 -0,256 0,357 -2,893 -2,793 -0,302 0,731 -0,572 -4,531
P 0,000 0,304 0,805 0,731 0,023 0,027 0,771 0,488 0,585 0,003
Analysis of Variance for Rejeksi
Source Regression Linear Square Interaction Residual Error Lack-of-fit Pure error Total
Df 9 3 3 3 7 5 2 16
Seq SS 609,350 23,779 227,927 357,644 117,046 113,126 3,919 726,396
Adj SS 609,350 23,779 227,927 357,644 117,046 113,126 3,919
Adj MS 67,706 7,926 75,976 119,215 16,721 22,625 1,960
F 4,05 0,47 4,54 7,13
P 0,039 0,710 0,045 0,016
11,55
0,082
Unusual Observations for Rejeksi
Obs
StdOrder
Rejeksi
Fit
SE Fit
Residual
2 7
2 7
89,700 76,890
84,367 82,138
3,347 3,347
5,333 -5,248
St Residual 2,27 R -2,23 R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Estimated Regression Coefficients for Rejeksi using data in uncoded units
Term Constant TMP Suhu pH TMP*TMP
Coef 97,3265 1,2264 -0,2838 0,3956 -3,5237
Suhu*suhu pH*pH TMP*suhu TMP*pH Suhu*pH
-3,4018 -0,3683 1,0575 -0,8275 -6,5500
Lampiran 9 Gambar seting peralatan yang digunakan
Keterangan : a. Pressure gauge b. Modul membran RO CSM Model No: RE75-1812-50GPD c. Termostat d. Pompa e. Jalur retentat f. Feed (umpan) g. Jalur permeat h. Beaker glass i. Pemanas listrik
Lampiran 10 Modul membran RO
Spek : - Thin film composite membrane - 10", 12" standard - Accept Customer's size and label - Membrane sheet manufactured by Dow - FDA compliant materials - Service Life: 2 to 3 years - Service Flow Rate: 50, 75,100 GPD - Max. Pressure: 125PSI - Max. Temperature: 100°F (38°C) - Extremely high system recoveries (>80%) - Unknown variation of feed water quality - Special permeate quality requirement - Best in household purifier or home application - Assembled by Food grade material Features: - thin film composite membrane - all household 10", 12" standard - accept customer design in size, label, etc. - membrane sheet manufactured by dow - fda compliant materials
Lampiran 11 Sampel limbah pasteurisasi rajungan
Keterangan : A = limbah awal (raw) B = limbah setelah pre-filtrasi C = permeat hasil proses RO D = konsentrat hasil pemekatan