Optimasi Penjadwalan Rute Pelayaran Kapal Distribusi LPG PT. PERTAMINA Berdasarkan Skenario Perubahan Komposisi, 30% Propan - 70% Butan Aditya Wiralaksana Putra, Ketut Buda Artana, Trika Pitana Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan ITS, Surabaya
ABSTRACT Pertamina new policies in changing the composition of mix LPG bringing the impact to the product distribution routes. The composition of Mix LPG which initially consisting of 50% propane - 50% butane turned into 30% propane - 70% butane. This change resulting adverse impacts of increasing the operational cost of shipping vessels in the transportation of LPG distribution. Increased cost is technically due to the reduced number of cargo transported because of incompatibilities of the ship tank with the cargo composition. If the amount of transported cargo reduced, this mean the number of trips in the process of moving the cargo will increase and the total transportation cost will increase as well. This research objective is to find the most effective shipping routes and optimum amount of cargo that can be transported to the ship. By recombining the three variables, which are the LPG refinery, the vessels, and the LPG depot destination. After that, we have to formulate the mathematical model and a linear program of the combination of variables. The objective function in linear programming is to find shipping routes and vessels used from the combinations, with minimum total cost. Then, we do the modeling of filling LPG at the LPG depot based on the selected route and used vessels. The modeling of filling LPG at the LPG depot conducted based on the required composition of LPG, 30% propane - 70% butane. Finally it can be seen the optimal amount of cargo that must be distributed. KEY WORDS: Transportation Problem; Scheduling; Linear Program; Supply and demand. 1. PENDAHULUAN Kebijakan PT.Pertamina mengubah komposisi mix LPG tersebut memberikan dampak pada berubahnya pola pengoperasian kapal dalam mengangkut dan mendistribusikan LPG ke wilayah-wilayah. Pola operasi distribusi tersebut harus menjamin ketersediaan pasokan LPG untuk mencukupi persyaratan minimal ketahanan stok dari Pemerintah. Karakteristik kapal pengangkut LPG yang dipakai Pertamina saat ini kapasitas tangki cargo terbagi menjadi dua tangki sama besar untuk propan dan butan atau setara dengan kapasitas 50%-50%. Berubahnya komposisi propan dan butan menjadi 30%-70% akan mengakibatkan kekosongan sebagian pada muatan tangki propan, dengan begitu maka total muat kargo yang di angkut akan lebih sedikit. Kondisi inilah yang akan mempengaruhi pola operasi. Selain itu, setiap kali kapal melakukan voyage atau perjalanan selalu membutuhkan biaya angkut (freight cost). Sehingga PT.Pertamina tetap mengeluarkan besar biaya yang sama namun dengan jumlah muatan angkut kargo yang lebih sedikit dikarenakan perubahan komposisi tersebut. Kerugian biaya muat angkut
biasa disebut dead freight. Sehingga jika di jumlah maka total freight cost yang dikeluarkan Pertamina dengan kondisi perubahan komposisi propan 30% - butan 70% akan lebih besar dari kondisi komposisi sebelumnya. Oleh karena itu perlu dilakukan sebuah kajian optimasi penjadwalan terhadap pemilihan penugasan kapal dan rute pelayaran distribusi LPG Pertamina yang efektif juga efisien. Dengan tujuan untuk tetap menjaga stok ketahanan LPG di seluruh instalasi dan depot-depot di dalam negeri dengan tetap mempertahankan biaya operasi angkutan laut yang ekonomis. 2. POLA DISTRIBUSI LPG Operasi Kapal Distribusi LPG Pertamina Pola operasi kapal di Pertamina mempunyai karakteristik tersendiri sesuai dengan muatan yang diangkut. Secara umum muatan di Pertamina terbagi menjadi dua yaitu minyak dan gas. Dalam gambaran umum ini hanya akan dibahas pola operasi dalam pendistribusian LPG. Skema distribusi LPG Pertamina secara tujuan garis besar adalah membawa muatan LPG dari kilang untuk menyuplai kebutuhan LPG di depot-depot daerah. Alur transportasi distribusi berawal dari titik kilang (loading port) kemudian menuju titik depot (discharging port) lalu kembali ke kilang. Untuk wilayah Region 1, muatan LPG dibawa dari kilang oleh tipe kapal medium range, small 1, dan small 2 menuju ke Region1 secara langsung. Banyaknya muatan yang diangkut kapal-kapal tersebut berdasarkan kesesuaian antara permintaaan dan kebutuhan LPG di depot daerah dengan kapasitas produksi kilang gas. Untuk wilayah region2, region3, region4, dan region 5 muatan LPG dibawa oleh Kapal Large Range dari kilang dan berhenti di titik Ship to Ship (STS) untuk kemudian muatan ditransfer ke kapal-kapal tipe medium range, small 1, dan small 2 yang selanjutnya di suplaikan ke depot di regionregion tersebut. Titik Ship to Ship adalah tempat labuh di lautan, dimana diadakan transfer muatan dari tipe kapal-kapal besar ke tipe kapal-kapal yang lebih kecil. Perpindahan pola operasi yang demikian disebabkan karena beberapa faktor, pertama dikarenakan ketidak sesuaian sarat air kapal large range dengan kedalaman pelabuhan yang ada di wilayah region 2, region 3, region 4 ,dan region 5. Umumnya kedalaman pelabuhan bongkar (discharge port) di wilayah region tersebut rendah. Sehingga kapal-kapal berukuran besar seperti large range yang memiliki sarat air tinggi tidak dapat bersandar. Kedua, dikarenakan kapal tipe medium range, small 1, dan small 2 memiliki sarat air yang lebih kecil sehingga dapat memasuki perairan pelabuhan yang kedalamannya rendah. Ketiga, wilayah region 2, region 3, region 4, dan region 5 meliputi wilayah jawa, bali,
2
Putra A.W, Artana K.B, Pitana T./Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Surabaya
Kalimantan, dan Sulawesi. Total depot LPG yang harus disuplai di wilayah region-region tersebut berjumlah sebelas depot. Sedangkan delapan depot diantaranya berada di wilayah jawa dan tiga depot sisanya tersebar di bali, kalmantan dan Sulawesi. Berdasar data yang ada wilayah Pulau Jawa yang mengkonsumsi 50% lebih dari total demand
LPG nasional. Sehingga model transportasi akan lebih efektif jika produk LPG dari kilang di angkut dengan kapal besar terlebih dahulu hingga mendekati wilayah yang memiliki demand tinggi. Setelah itu di distribusikan ke depot-depot LPG menggunakan kapal-kapal berukuran lebih kecil.
Kilang
Region 5
Ship to Ship point
Region 4
Region 1 Region 3 Region 2
Gambar 1. Skema Pola Operasi Kapal Distribusi LPG Identifikasi Data Pelabuhan, Kapal, dan Jarak Komponen utama dari analisa penjadwalan rute pelayaran adalah data Kilang (Loading Port), Depot LPG (Discharging Port), dan Kapal yang saat ini beroperasi. Identifikasi Kilang (Loading Port) Pada pembahasan penelitian ini terdapat lima lokasi tempat pengolahan LPG Pertamina yang existing saat ini sekaligus digunakan sebagai loading port. Kelima loading port tersebut antara lain : 1. Kilang Tanjung Uban 2. Kilang Dumai 3. Kilang Tanjung Jabung
4. 5.
Kilang FPSO Belanak Natuna Kilang Bontang
Pada proses identifikasi loading port ini, ada beberapa komponen yang harus diketahui antara lain : 1. Posisi dan Lokasi Loading port 2. Kapasitas tangki penampungan LPG 3. Kapasitas produksi harian LPG 4. Kecepatan Pompa Pelabuhan / Terminal Loading 5. Waiting Time Pelabuhan rata-rata Berikut tabel rincian data dari identifikasi Loading port;
Tabel 1. Tabel Identifikasi Loading port No
Kilang
Kapasitas tangki Produksi
kapasitas produksi harian
kec pompa (Cu.m/Hour)
idle port Time (hours)
1 2 3 4 5
Tanjung Uban Dumai Tanjung Jabung Belanak Bontang
62,800 243,264 480,000 450,000 500,000
3,000 2,500 5,200 5,000 5,000
1000 2000 2000 2000 2000
2 2 2 2 2
Identifikasi Depot (Discharging Port) Pada perencanaan pola distribusi LPG di Indonesia, terdapat 15 depot yang ditetapkan pendistribusiannya dengan menggunakan kapal LPG. Kelima belas depot tersebut antara lain; • Depot Tanjung Uban
• Depot Cilacap
• Depot Tandem • Depot Pangkalan Susu • Depot P. Layang(plaju) • Depot Tanjung Priok • Depot Eretan
• • • • •
Depot Semarang Depot Tanjung Perak Depot TTM Manggis Depot Gresik Depot Tanjung Wangi
3
Putra A.W, Artana K.B, Pitana T./Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Surabaya
• Depot Balongan
• Depot Balikpapan • Depot Makassar
Pada proses identifikasi discharging port ini, komponenkomponen yang harus diketahui antara lain :
1. Lokasi Discharging port
2. 3. 4. 5.
Kapasitas tangki penampungan LPG Kapasitas konsumsi harian LPG Kecepatan Pompa Pelabuhan Waiting Time Pelabuhan rata-rata
Berikut tabel rincian data dari identifikasi Discharging port;
Tabel 2. Tabel Identifikasi Discharging port No
Depot
Region
1
Depot Tanjung Uban
2
Depot Tandem
3 4 5 6
Depot Eretan
7
Depot Balongan
8
Depot Cilacap
9
Kapasitas Tangki
Daily Of idle port Kec. Pompa Security of Take (DOT) (Cu.m/ hour) Supply (days) Time (hours)
4,647
750
200
6.20
2
350
100
100
3.50
2
Depot Pangkalan Susu
6,000
900
250
6.67
2
Depot P. Layang(plaju)
1,255
398
150
3.15
2
Depot Tanjung Priok
9,000
1,700
250
5.29
2
10,000
1,850
250
5.41
2
3,000
648
200
4.63
2
3,050
400
200
7.63
2
Depot Semarang
10,000
1,608
250
6.22
2
10
Depot Tanjung Perak
8,000
800
250
10.00
2
11
Depot TTM Manggis
3,000
300
200
10.00
2
12
Depot Gresik
10,000
1,000
250
10.00
2
13
Depot Tanjung Wangi
3,000
298
200
10.07
2
14
Depot Balikpapan
2,080
428
200
4.86
2
15
Depot Makassar
2,500
500
200
5.00
2
Region 1
Region 2
Region 3
Region 4
Region 5
Identifikasi Kapal LPG Pada perencanaan pola distribusi LPG ini menggunakan 19 kapal LPG Pertamina yang saat ini dioperasikan dalam proses pendistribusian LPG. 19 kapal LPG tersebut antara lain; • GAS SUMATERA • AE GAS EX DEAUVILLE • ASIAN GAS • ASIAN GAS II • GAS KALIMANTAN • GAS NATUNA • GAS SOECHI XXVIII • GAS INDONESIA • APODA • ERATAN EX HEBRIS
• MAHARSHI SHIVATREYA • NAVIGATOR ARIES • NAVIGATOR PLUTO • RAGGIANA • BW CHALLENGER • BW CLIPPER • GAS KOMODO EX • MILL HOUSE • MAERSK VENTURE
Dalam Pengidentifikasian Jenis Kapal ini, kriteria yang dibutuhkan meliputi :
1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
8. 9.
Tipe Kapal Dead Weight Ton (DWT) Gross register tonnage (GRT) Speed Kapal (kondisi laden dan kondisi ballast) Kecepatan Pompa (saat loading ataupun saat discharging) Bunker Consumption at Sea a. In Laden b. Ballast Bunker Consumption in Port a. Saat loading b. Saat discharging c. Saat Heating d. Saat Idle Charter Rate Bendera (Flag State)
Berikut tabel rincian data dari identifikasi Jenis Kapal LPG;
4
Putra A.W, Artana K.B, Pitana T./Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Surabaya
Tabel 3. Tabel Data Spesifik Kapal
DWT (MT)
Nama Kapal
GAS SUMATERA GAS DEAUVILLE ASIAN GAS ASIAN GAS II GAS KALIMANTAN GAS NATUNA GAS SOECHI XXVIII GAS INDONESIA APODA ERATAN HEBRIS M. SHIVATREYA NAV. ARIES NAV. PLUTO RAGGIANA BW CHALLENGER BW CLIPPER GAS KOMODO EX MILL HOUSE MAERSK VENTURE
Type
4,065.0 2,962.0 3,695.5 2,609.9 3,530.0 3,213.0 2,900.0 3,607.0 17,294.0 19,999.0 19,900.0 23,358.0 23,484.0 23,479.0 56,885.0 58,677.0 56,875.0 58,610.0 58,159.0
SMALL II SMALL I SMALL I SMALL I SMALL I SMALL I SMALL I SMALL I MR MR MR MR MR MR VLGC VLGC VLGC VLGC VLGC
ECC
0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56 0.56
Kec Pompa (cu.m/hr)
Speed (Kn)
Cargo Tank capacity (MT)
GRT
2,276.40 1,658.72 2,069.48 1,461.54 1,976.80 1,799.28 1,624.00 2,019.92 9,684.64 11,199.44 11,144.00 13,080.48 13,151.04 13,148.24 31,855.60 32,859.12 31,850.00 32,821.60 32,569.04
3,449 3,617 3,239 3,617 3,385 3,285 3,395 3,392 18,50 15,39 15,39 18,31 18,47 18,32 45,03 47,17 45,03 47,19 47,38
Laden Ballast
Load
Disch
11 11.5 12 11 11 14 12 11 11 11 14.5 12 12 12 15 15 15 15 15
2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 1500 2000 4400 2000 2400 2400 2400
750 250 600 200 250 250 250 600 2000 2000 2000 2000 1000 2000 4240 1000 4240 2400 2400
12.5 13 13 12.5 11 16.5 16.5 11.5 13 12.5 15.5 13 15.5 14 15 15 15 15 15
Charter Rate (per day)
Bendera
$ 8,200 Indonesia $ 7,990 Bahama $ 6,475 Indonesia $ 6,250 Indonesia $ 7,100 Indonesia $ 6,300 Indonesia $ 6,475 Indonesia $ 6,800 Indonesia $ 29,000 Latvia $ 30,400 Norway $ 22,600 Indian $ 35,000 Liberia $ 34,300 China $ 29,000 Norway $ 35,500 Indonesia $ 23,000 Bahama $ 22,000 Liberia $ 16,000 Singapore $ 30,900 Singapore
Tabel 4. Tabel Data Konsumsi Bahan Bakar Kapal Bunker Consumption (MT/Day) AT SEA Nama Kapal
In Laden
IN PORT (Idle) Ballast
Loading
Discharge
Idle
Heating
MFO MDO HSD MFO MDO HSD MFO MDO HSD MFO MDO HSD MFO MDO HSD MFO MDO HSD GAS SUMATERA GAS DEAUVILLE ASIAN GAS ASIAN GAS II GAS KALIMANTAN GAS NATUNA GAS SOECHI XXVIII GAS INDONESIA APODA ERATAN HEBRIS M. SHIVATREYA NAV. ARIES NAV. PLUTO RAGGIANA BW CHALLENGER BW CLIPPER GAS KOMODO EX MILL HOUSE MAERSK VENTURE
8.20 10.0 5.60 7.80 8.00 7.30 7.20 5.50 19.7 29.0 32.0 23.0 23.3 26.0 47.0 43.0 49.0 43.0 40.0
0.87 0.00 0.84 0.65 0.70 0.80 0.65 0.80 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 8.00 1.10 10.00 0.00 5.50 0.00 7.80 0.00 7.00 0.00 7.00 0.00 7.10 0.00 6.00 0.00 17.7 6.50 28.5 6.00 30.0 0.00 23.0 4.00 23.0 0.00 26.0 0.20 43.0 0.00 43.0 0.25 47.0 0.00 43.0 0.20 38.0
0.87 0.00 0.84 0.65 0.70 0.80 0.65 0.80 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 1.10 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6.00 6.00 0.00 4.00 0.00 0.20 0.00 0.25 0.00 0.20
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3.70 0.00 4.00 6.00 0.00 7.00 11.0 10.0 12.00 9.50 12.00
3. Model Optimasi Penjadwalan Dalam memudahkan kerangka berpikir untuk menentukan skema dan formula optimasi, hal yang perlu dilakukan adalah
0.90 0.00 6.40 0.65 0.70 0.70 0.65 0.70 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6.50 0.70 0.00 5.50 0.00 0.00 0.00 0.25 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5.70 0.00 4.00 6.00 0.00 7.00 10.00 10.00 12.00 8.50 12.00
1.40 0.00 1.54 1.30 1.20 0.70 1.20 1.20 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 2.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6.00 0.70 0.00 5.50 0.00 0.00 0.00 0.25 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.50 0.00 2.50 3.00 0.00 5.00 7.00 4.50 5.00 5.50 9.00
0.87 0.00 0.64 0.65 0.60 0.70 0.65 0.70 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 1.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5.50 0.50 0.00 5.00 0.00 0.20 0.00 0.25 0.00 0.20
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
pemetaan terhadap aspek-aspek yang berpengaruh pada proses penjadwalan. Dalam kajian penelitian ini tujuan utamanya adalah menentukan total biaya minimum pengapalan dalam
5
Putra A.W, Artana K.B, Pitana T./Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Surabaya
pola transportasi distribusi LPG berdasar perubahan komposisi LPG campuran, propan 30% - butan 70%. Selain menentukan fungsi obyektif kita juga harus mampu mencari batasan-batasan (constraint) untuk menentukan agar pilihan nilai optimal nantinya adalah layak diaplikasikan atau memenuhi syarat dalam kondisi sebenarnya. Berikut ditunjukkan dalam bagan permodelan komponen untuk mencapai rute penjadwalan optimal. Bagaimana data di olah dan dihubungkan sehingga dapat mencakup semua unsur aspek yang berkaitan guna mencapai tujuan optimal.
Besarnya harga bunker atau biaya bahan bakar mengacu berdasarkan harga yang ditentukan oleh perusahaan Pertamina melalui SK Direktur pemasaraannya. Adapun besarnya biaya berdasarkan kurs dollar terhadap rupiah. Pada analisa pembahasan ini menggunakan nilai kurs $1 = Rp. 9.000,-. Port Charges Adalah biaya yang diakibatkan pada saat melakukan kegiatan proses bongkar atau muat di pelabuhan. Dalam satu kali kapal melakukan Round Trip Day akan dikenai biaya port charges dua kali. Yaitu biaya port charges saat berada di loading port dan saat berada di discharge port. Namun dalam penelitian kali ini besarnya biaya port charges di kedua pelabuhan dianggap sama dengan perhitungan yang seragam. Untuk menghitung besarnya biaya port charges menggunakan acuan pada tarif jasa pelabuhan Pelindo. Hitungan dianggap seragam pula untuk semua jenis pelabuhan. Port charges hanya dibedakan untuk dua jenis, yaitu perhitungan untuk kapal berbendera Indonesia dan kapal berbendera asing. Variabel pada kapal yang digunakan untk menghitung port charges adalah Gross Register Tonnage (GRT). Batasan Dalam Optimasi penjadwalan (constraint) Constraint merupakan logika-logika matematis yang disimpulkan dari pemodelan yang perlu ditambahakan. Bertujuan agar semua kombinasi rute pelayaran yang muncul nantinya adalah kombinasi yang layak (feasible). Constraint dalam analisa Optimasi penjadwalan ini adalah, a. Muatan yang diangkut < Kapasitas Produksi Jumlah muatan yang diangkut oleh kapal harus lebih kecil dari kapasitas produksi pada kilang. Sehingga jika terjadi demand depot yang membutuhkan agar kapal membawa muatan yang lebih besar dari kapasitas kilang, maka kombinasi rute tersebut tidak akan muncul.
Gambar 2. Bagan Permodelan Komponen Optimasi Kesepakatan Penggunaan Pompa Adalah penentuan pompa yang akan digunakan baik dalam proses bongkar (discharge) maupun muat (loading). Dalam proses bongkar di depot atau proses muat ketika di kilang, baik pelabuhan maupun kapal menyediakan sistem pompa masing-masing. Penentuan pemilihan pompa diputuskan dengan memilih pompa yang memiliki kemapuan kecepatan pompa yang lebih besar. Jarak Antara Loading Port dan Discharge Port Merupakan matriks kombinasi jarak dari masing-masing lokasi loading port dan discharge port yang telah diketahui. Yang nantinya dapat digunakan sebagai acuan perhitungan untuk menentukan lamanya Round Trip Day (RTD). Round Trip Day (RTD), adalah waktu hari yang dibutuhkan kapal untuk menempuh satu kali perjalanan dari loading port menuju discharge port lalu kembali lagi ke loading port. Data matriks kombinasi jarak dari lokasi loading port dan discharge port telah diketahui dari pengambilan data di perusahaan terkait. Harga Bunker
b. Muatan yang diangkut > Kebutuhan Depot Muatan yang diangku kapal harus lebih besar dari kebutuhan demand depot tersebut. Bertujuan agar dapat mengcover kecukupan supply depot tersebut untuk beberapa waktu. Hal ini berhubungan dengan jumlah permintaaan harian (daily of take) dari depot tersebut dan total waktu tempuh kapal (Round trip day) yang akan menjadi batasan (constraint) lanjut. c. Waktu Tempuh Kapal < Batas waktu Urgensi Depot Waktu tempuh kapal harus lebih besar dari waktu urgensi depot. Waktu urgensi depot yang dimaksud adalah jangka waktu hari dimana persediaan supply LPG di depot tersebut kurang dari batas stok keamanan (safety stock). Sehingga jumlah waktu tempuh kapal nantinya harus lebih besar. Dengan logika model matematis sebagai berikut.
Dimana; : waktu tempuh kapal terpilih : waktu urgensi depot : jumlah kapasitas maksimal tangki depot / jumlah tangki setelah disuplai : jumlah stock aman yang harus dijaga dalam tangki : daily of take
6
Putra A.W, Artana K.B, Pitana T./Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Surabaya
d. Muatan yang diangkut < Kapasitas Angkut Kapal Muatan yang diangkut kapal harus lebih kecil dari kapasitas angkut kapal. Sehingga jika terjadi muatan angkut yang lebih besar dari kapasitas tangki kapal, maka kombinasi rute tersebut tidak akan muncul.Hal ini akan berpengaruh pada jumlah trip yang dilakukan oleh kapal untuk melakukan kegiatan pendistribusian LPG. 4. Model Matematis Untuk Optimasi Model matematis ditentukan berdasar dari bagan komponen penyusun penjadawalan rute optimal. Model matematis merupakan pola awal penentuan perhitungan yang nantinya akan diterjemahkan dalam bahasa algoritma linear. Algoritma linear adalah bentuk formula perhitungan yang akan digunakan untuk menjalankan serangkaian proses analisa Optimasi penjadwalan. Model Matematis Berdasar pada identifikasi variabel utama dan aspekaspek yang berpengaruh pada biaya transportasi laut maka formula Total Freight Cost adalah sebagai berikut. ! ∗ !# $ % ∗ & $ '()* ) (+,)
AbF;9=FO 6@C:gNNM $ AbF;9=FO 6@C:hdNe AbF;9=FO 6@C: cdef
D8E;F =>; ∗ ijkcdef Rlm ∗ ?Rlm n $ jkcdef Rom ∗ ?Rom n $ jkcdef pGo ∗ ?pGo nq AbF;9=FO 6@C: gNNMr
A8BB8C: =>; ∗ ijkgNNMr Rlm ∗ ?Rlm n $ jkgNNMr Rom ∗ ?Rom n $ jkgNNMr pGo ∗ ?pGo nq
?Rom n $ jkhdNe
: =EB; ∗
pGo
∗ ?pGo nq
• 689O@ s8FEB=FO 6@C:
• <;8 =>; $ ?@9: =>;
689O@ D@8E=FO 6@C: $
<;8 =>; A8BB8C: =>; $
689O@ =CP789O=FO 6@C: $
D8E;F =>;
689O@ s;8:=FO 6@C:
G
A8BB8C: =>; HIJ KL J
D8E;F =>;
• AbF;9=FO 6@C: AbF;9=FO 6@C:cdef $
ijkhdNe Rlm ∗ ?Rlm n $ jkhdNe Rom ∗
• 6789:;9 8:; 6
UVWX20]W^ -YZ1 $ -/0^Y _/W`a]W^ -YZ1
AbF;9=FO 6@C: hdNe
-./0120 3/12 ∗ 345
UVWX20 -YWZV[\1]YW -YZ1
689O@ D@8E=FO 6@C:
MHIJ
D@8E=FO ?@9: =>; ∗ ijkNtd Rlm ∗
KNJ
?@9: =>; D@8E=FO ?@9: =>; $ =CP789O=FO ?@9: =>; $
?Rlm n $ jkNtd Rom ∗ ?Rom n $ jkNtd
QEB; =>; ?@9:
pGo
∗ ?pGo nq
689O@ =CP789O=FO 6@C: R
D@8E=FO ?@9: =>; HIJ KS
=CP789O=FO ?@9: =>; ∗
=CP789O=FO ?@9: =>;
ijkdMuv.
RHIJ
?Rom n $ jkdMuv.
J
KSLJ
QEB; =>; ?@9: 2 ∗ : =EB;
∗ ?Rlm n $ jkdMuv. pGo
689O@ s;8:=FO 6@C:
Rom
∗
∗ ?pGo nq
=CP789O=FO ?@9: =>; ∗ ij
Port Charges (berdasar biaya labuh Pelindo)
Rlm
Rlm
∗ ?Rlm n $ j
?Rom n $ j
pGo
Rom
∗
∗ ?pGo nq
Fungsi di atas akan mencari total biaya yang terjadi dalam satu kali pengapalan yang nantinya perlu dihitung total cost untuk semua kombinasi rute yang muncul. Sedangkan untuk mencari biaya minimum adalah melalui seleksi kombinasi yang terjadi dengan memilih hasil biaya pengapalan yang
7
Putra A.W, Artana K.B, Pitana T./Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Surabaya
terkecil. Secara prinsip optimasi dilakukan dengan cara menerapkan algoritma diatas untuk semua kombinasi rute yang muncul dan dilakukan pemilihan berdasar nilai total freight cost yang muncul. Untuk mentransformasikan algoritma diatas menjadi linear program maka perlu penyederhanaan untuk memunculkan faktor nilai X yang akan dicari. Dalam metode optimasi ini nilai X ditentukan sebagai notifikasi rute dan kapal yang akan dipilih. Sehingga nilai X nantinya adalah bilangan biner. Pertama diklasifikasin berdasar algoritma sebelumnya dengan cara memisahkan faktor cost yang dipengaruhi oleh kombinasi loading port dan discharge port dengan faktor cost yang dipengaruhi oleh kapal (vessel). Sehingga dapat disebutkan X1 adalah nilai biner sebagai notifikasi dipilihnya kombinasi rute. Sedangkan X2 adalah nilai biner sebagai notifikasi penugasan kapal. Berikut adalah penyederhanaan algoritma total freight cost untuk ditransformasikan dalam bentuk program linier.
Dimana, Cijk Sijk vl k vb k vpbk vpm k Nladen MFO Nladen MDO Nladen HSD Nballast MFO Nballast MDO Nballast HSD Nload MFO Nload MDO Nload HSD Ndisch. MFO Ndisch. MDO Ndisch. HSD Nidle. MFO Nidle. MDO Nidle HSD P MFO P MDO P HSD t idle
= Charter hire kapal = jarak pelabuhan = kecepatan kapal saat membawa muatan = kecepatan kapal saat kosong = kecepatan pompa bongkar = kecepatan pompa muat = Konsumsi MFO saat laden = Konsumsi MDO saat laden = Konsumsi HSD saat laden = Konsumsi MFO saat ballast = Konsumsi MDO saat ballast = Konsumsi HSD saat ballast = Konsumsi MFO saat loading = Konsumsi MDO saat loading = Konsumsi HSD saat loading = Konsumsi MFO saat discharging = Konsumsi MDO saat discharging = Konsumsi HSD saat discharging = Konsumsi MFO saat idle = Konsumsi MDO saat idle = Konsumsi HSD saat idle = Harga MFO = Harga MDO = Harga HSD = idle time Port
B @ C ∗ !" !"
!"
'(&
)
#$%& '*&
+)"
,$%&
'-.&
)
,$%&
'-(&
2 ∗ 1 +2 ∗ 3 ) 2 ∗ 4 ) !
#$%&
! ∗ "
#$%&
'(&
∗
48;9 : ) 56> <=; ∗ 4<=; : ) 52 ∗ 1 : ∗ 56?1 89 ∗
!
,$%&
'-.&
<=;
∗ 4<=; :2 )
∗ 56 1 89 ∗ 489 : ) 56 1 8;9 ∗ 48;9 : )
56 1 <=; ∗ 4<=; : )
,$%&
'-(&
∗ "561 @.
89
∗ 489 : )
561 @. 8;9 ∗ 48;9 : ) 61 @. <=; ∗ 4<=; + )
,$%&
'-(&
(1)
+ ∗ D )
) 2 ∗ 1 + ∗ D3E )
5671 89 ∗489:)5671 8;9 ∗48;9 :)5671 <=; ∗4<=; :
<=;
'*&
+)
'(&
∗ 4<=; :D ) !
,$%&
'-.&
∗ 56 1 89 ∗ 489 : )
56 1 8;9 ∗ 48;9 : ) 56 1 <=; ∗ 4<=; : )
+)
,$%&
'-(&
∗
"561 @. 89 ∗ 489 : ) 561 @. 8;9 ∗ 48;9 : ) 61 @. <=; ∗ 4<=; :+ )
,$%&
'-(&
∗ 5=
56 <=; ∗ 4<=; :23
89
∗ 489 : ) 56
8;9
'(&
)
'*&
+ ∗ D )
5671 89 ∗489 :)5671 8;9 ∗48;9:)5671 <=; ∗4<=; :
"
!"
'*&
+ )
5671 89 ∗489:)5671 8;9 ∗48;9 :)5671 <=; ∗4<=; : ,$%&
)
,$%&
'-(&
∗ 48;9 : )
(2)
C ∗ !"
'-.&
5= 89 ∗ 489 : ) 56 8;9 ∗ 48;9 : ) 56 <=; ∗ 4<=; :23
5=?1
!"
∗
'*&
52 ∗ 1 : ∗ 56?1 89 ∗ 489 : ) 56?1 8;9 ∗ 48;9 : )
∗ 56> 89 ∗ 489 : ) 56> 8;9 ∗
489 : ) 56?1 8;9 ∗ 48;9 : ) 5=?1
,$%&
'-(&
)
56> 89 ∗489:)56> 8;9 ∗48;9:)56> <=; ∗4<=; :
∗ "
5671 89 ∗ 489 : ) 5671 8;9 ∗ 48;9 : ) 5671 <=; ∗ 4<=; : )
)
2 ∗ 4 )
)
'*&
,$%&
'-.&
Linear Program Dari model matematis yang telah tersusun lalu ditulis dalam bentuk linear lalu ditransformasikan dalam model linear program untuk ditentukan fungsi tujuan (Objective function) dan batasan kendalanya (constraint). Berikut adalah bentuk algoritma dari Total Freight Cost. #$%&
'(&
'*&
) 2 ∗ 1 + ∗ D3 )
+D3E )
2 ∗ 4 ) 52 ∗ 1 : ∗ 56?1 89 ∗ <=; ∗ 4<=; : )
489 : ) 56?1 8;9 ∗ 48;9 : ) 5=?1
!
,$%&
'-.&
∗ 56 1 89 ∗ 489 : ) 56 1 8;9 ∗ 48;9 : )
56 1 <=; ∗ 4<=; :2 ) !
,$%&
'-(&
∗ "561 @.
89
∗ 489 : )
8
Putra A.W, Artana K.B, Pitana T./Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Surabaya
561 @. 8;9 ∗ 48;9 : ) 61 @. <=; ∗ 4<=; +2 ) !
,$%&
'-(&
∗ 5=
89
∗ 489 : ) 56
56 <=; ∗ 4<=; :2
8;9
data yang nantinya akan dipilih salah satu dalam proses menjalankan optimasi. Susunan data tersebut dapat ditulis sebagai berikut.
∗ 48;9 : )
(3)
Objective Function, F.G ∑ ∑ ∗ IJ K LM ∗ !"
5671 89 ∗489 :)5671 8;9 ∗48;9:)5671 <=; ∗4<=; :
"
'(&
+ ∗ 2 )
V
=P= ;QQ R9SP K, L ∶ , ;?=Q6P W= X
Rumusan yang diketik dalam warna merah menunjukkan faktor-faktor perhitungan yang dapat dirangkum menjadi satu jenis faktor tersendiri yang dipengaruhi oleh salah satu komponen kombinasi. Dalam bentuk Linear program adalah sebagai berikut.
'*&
Y
'*&
)
+ )
Set data untuk Sij diambil dari daftar tabel data kombinas jarak Kilang, titik STS, dan Depot. Sedangkan nilai Cost1 dan Cost2 adalah faktor biaya yang dipengaruhi oleh kapal. Untuk Cost1 adalah faktor biaya yang selain dipengaruhi oleh kapal juga dipengaruhi oleh besarnya jarak pelayaran. Untuk Cost2 hanya faktor biaya yang dipengaruh oleh kapal. =P= ;QQ ZP==P7= KL \
\
]
]
∶ [ , 9=1^ ′ [ , 9=2^
Set data untuk Cost1 dan Cost2 adalah hasil perhitungan faktor biaya untuk semua kapal yang digunakan. Rumus :)56 :)56 : 56 ∗4 ∗4 ∗4 !" 71 89 89 71 8;9 8;9 71 <=; <=; +D3 IJN K LM3 )perhitungan yang dipakai adalah hasil penyederhanaan rumus '*& perhitungan total freight cost. ,$%& ,$%& ! !" ) ) 2 ∗ 1 + ∗ D ) '-.& '-(& Fungsi linear program diatas nantinya akan dijalankan dalam pernagkat lunak Komputer yaitu LINGO. 2 ∗ 4 ) 52 ∗ 1 : ∗ 56?1 89 ∗ Dalam penelitian ini digunakan software LINGO 6.0. LINGO 489 : ) 56?1 8;9 ∗ 48;9 : ) 5=?1 <=; ∗ 4<=; : ) adalah software yang dirancang untuk secara efisien ,$%& ! ∗ 56 1 89 ∗ 489 : ) 56 1 8;9 ∗ 48;9 : ) membangun dan pemecahkan permasalahan linier, nonlinier, '-.& dan integer. ,$%& 56 1 <=; ∗ 4<=; :2 ) ! ∗ "561 @. 89 ∗ 489 : ) '-(&
561 @. 8;9 ∗ 48;9 : ) 61 @. <=; ∗ 4<=; +2 ) !
,$%&
'-(&
∗ 5=
89
∗ 489 : ) 56
56 <=; ∗ 4<=; :2 D IJN K LM
8;9
5. Analisa Optimasi Penjadwalan
∗ 48;9 : )
(4)
Sehingga dalam bentuk persamaannya yang lebih sederhana seperti ditunjukka di bawaaah ini. Objective Function,
F.G ∗ IJ M ∗ 5 1 :IJN M
) 2 IJN M
(5)
Subject to: X1 + X2 = 2 (jumlah jenis pemilihan) X2 = 1 (X1) biner; (X2) biner; Dengan nilai Sij adalah besarnya jarak untuk semua kombinasi loading port dan discharge port yang disertakan dalam proses optimasi. Sehingga Sij merupakan susunan set
Berdasar pada pola operasi kapal dalam distribusi LPG maka kita akan melakukan klustering optimasi . Optimasi di lakukan secara bertahap berdasar kluster yang telah ditentukan. Dengan melakukan model optimasi seperti ini bertujuan untuk menyederhanakan masalah kombinasi. Kombinasi yang muncul dengan model optimasi yang dipisah dua tahap akan lebih kecil jika dibandingkan dengan yang dihitung dalam satu rangkaian. Hal inilah yang akan memudahkan kita dalam menghitung. Pertama dilakukan optimasi untuk wilayah region 1.Tahap kedua dilakukan optimasi wilayah region 2, region 3, region 4, region 5. Optimasi yang dilakukan secara parsial berikut tidak akan mempengaruhi hasil optimal yang dicapai antara tahap pertama dan kedua. Hal ini di karenakan jenis kapal yang digunakan untuk beroperasi pada optimasi penjadwalan tahap pertama dan tahap kedua berbeda. Pada optimasi tahap pertama kita akan melakukan analisa suplai distribusi LPG dari kilang hingga ke depotdepot di region 1 secara lagnsung. Kapal-kapal yang digunakan pada tahap optimasi ini adalah untuk semua kapal yang memiliki tipe medium range, small 1, dan small 2. Optimasi tahap kedua kita melakukan analisa suplai distribusi LPG dari kilang hingga ke titik Ship to ship Balongan, Teluk Kalbut, dan Eratan yang mewakili wilayah suplai region 2, region 3, region 4, region 5. Kapal-kapal yang digunakan pada tahap optimasi ini adalah untuk semua kapal yang memiliki tipe Large Range.
9
Putra A.W, Artana K.B, Pitana T./Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Surabaya
Tabel 5. Set data faktor biaya pada optimasi region 1
Optimasi Penjadwalan Region 1 Optimasi penjadwalan region satu dilakukan untuk empat depot yang berada di wilayah region 1, yaitu depot Tanjung uban, depot Pangkalan susu, depot Tandem, dan depot Pangkalan layang (Plaju). Untuk kilang yang mensuplai wilayah region 1 adalah kilang Tanjung uban dan kilang Dumai. Depot Tanjung Uban karena jaraknya yang sangat dekat dengan kilang Tanjung uban maka kita bisa mengeliminasi nya dalam proses pemilihan jadwal rute. Proses transfer LPG dari kilang Tanjung uban ke depot Tanjung uban bisa dilakukan dari jalan darat sehingga tidak membutuhkan proses pengapalan. Untuk kapal yang digunakan adalah semua kapal existing kecuali yang memiliki tipe Large Range, sehingga jumlah kapal yang digunakan adalah 14. Menentukan jumlah kombinasi Kilang (i) dan Depot (j); `
N
K, L
a
Jumlah opsi kapal yang disertakan dalam optimasi adalah; d
bc KL
Menentukan set data; 1. Data DISTANCE (Sij) untuk semua kombinasi kilang (i) dan Depot (j) diambil dari daftar jarak yang kemudian di konversikan dalam satuan Kilometer (km). Tabel 4. Set Data Jarak Pada Optimasi Region 1 ROUTES COMBINATION (shown by Code)
DISTANCE (km)
A-I
586
A-J
660
A-K
438
B-I
417
B-J
491
B-K
718
2. Data Faktor biaya yang dipengaruhi oleh kapal dan jarak yaitu COST1 dihitung berdasar rumusan yang telah ditentukan. Perhitungan dilakukan untuk semua kapal yang disertakan dalam proses optimasi. 3. Untuk data faktor biaya yang dipengaruhi oleh kapal saja, yaitu COST2 dihitung berdasar rumusan yang telah ditentukan. Perhitungan dilakukan untuk semua kapal yang disertakan dalam proses optimasi. Sehingga diperoleh Set data untuk COST1 dan COST2 sebagai berikut.
VESSELS
COST 1
COST 2
GAS SUMATERA
IDR
483,759
IDR
77,308,483
AE GAS EX DEAUVILLE
IDR
502,889
IDR
85,701,919
ASIAN GAS
IDR
343,645
IDR
32,318,813
ASIAN GAS II
IDR
404,544
IDR
49,653,079
GAS KALIMANTAN
IDR
455,738
IDR
47,702,365
GAS NATUNA
IDR
305,472
IDR
42,579,013
GAS SOECHI XXVIII
IDR
335,218
IDR
44,554,554
GAS INDONESIA
IDR
396,645
IDR
31,867,570
APODA
IDR 1,397,606
IDR 214,580,377
ERATAN EX HEBRIS
IDR 1,834,605
IDR 203,137,816
MAHARSHI SHIVATREYA
IDR 1,256,917
IDR 179,399,689
NAVIGATOR ARIES
IDR 1,617,548
IDR 228,835,067
NAVIGATOR PLUTO
IDR 1,551,916
IDR 252,636,510
RAGGIANA
IDR 1,434,724
IDR 219,401,460
Ditentukan, Objective Function, e
d
F.G ∗ IJ M ∗ 5 1 :IJN M
) 2 IJN M
Subject to: X1 + X2 = 2 (jumlah jenis pemilihan) X2 = 1 (X1) biner; (X2) biner; Kemudian linear program yang telah ditentukan ditulis dalam bahasa program dan dijalankan pada software LINGO 6.0. Proses optimasi dilakukan untuk mencari tiga kombinasi paling optimal untuk menyuplai tiga depot di region 1.
10
Putra A.W, Artana K.B, Pitana T./Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Surabaya
Optimasi Nilai Optimal Pertama Region 1 #INPUT Model Input pada layer awal LINGO 6.0 terdiri dari, Set data, Ojective function dan Constraint.
Gambar 5. Layer Output LINGO Pada Proses Optimasi Nilai Optimal Pertama Pada Region 1 (bag.2)
Gambar 3. Layer Input LINGO Pada Proses Optimasi Nilai Optimal Pertama Pada Region 1 #OUTPUT Setelah program dijalankan, layer output atau solution report pada LINGO 6.0 menunjukkan hasil berupa nilai X minimal dan besarnya objective function berdasar substitusi nilai X yang dipilih atau dihasilkan.
Pada gambar layer solution report LINGO 6.0 diketahui bahwa untuk hasil optimal pertama dengan kombinasi yang layak adalah; •
Rute terpilih X1 : BI , Kilang Dumai – Depot Tandem
•
Kapal ditugaskan X2 : Gas Natuna
Objective value sebagai total freight cost: IDR 169.960.800 Untuk mendapatkan jumlah optimal muatan yang seharusnya dibawa kapal dalam tiap kali trip dimodelkan dalam pola pengisian di Depot.
Inventory level Depot Tandem Berdasar rute yang dipilih untuk depot Tandem dibawa dari kilang Dumai oleh kapal GAS NATUNA. Model Pengisiannya pada depot tandem disesuaikan dengan kapasitas tangki kapal terpilih. Untuk waktu urgensi pengisian di depot tandem juga harus lebih besar dari waktu tempuh (RTD) kapal dengan rute terpilih. Model pengisian dilakukan dengan menyesuaikan juga menjaga keseimbangan komposisi LPG untuk 30%propan – 70% butan. Untuk mengetahui waktu urgensi depot Tandem dilakukan dengan rumusan sebagai berikut.
Gambar 4. Layer Output LINGO Pada Proses Optimasi Nilai Optimal Pertama Pada Region 1 (bag.1)
Diketahui data rute terpilih dan depot Tandem; : 350 : 100 : 100
11
Putra A.W, Artana K.B, Pitana T./Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Surabaya
fg h. i jklm (sehingga rata-rata pengisian dilakukan pada hari ke 3) Sedangkan untuk mencari kuantitas optimal muatan yang dibawa kapal adalah sebagai berikut. gnopkj qnrpkm srtmokp 8K.uvL w
gnopkj qnrpkm srtmokp @@x y
w
sehingga tabel permodelannya seperti contoh berikut. Tabel 4.10 Pola Aplikasi Pengisian Muatan di Depot Tandem
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 .. .. 30
supply dibawa safety stock kapal propan(30%) butan(70%) total P B Total P B Total stock Depot Tandem
105 75 45 105 75 45 105 75 45 105 75 45 105 75 45 105 75 45 …. …. 45
245 175 105 245 175 105 245 175 105 245 175 105 245 175 105 245 175 105 …. …. 105
350 250 150 350 250 150 350 250 150 350 250 150 350 250 150 350 250 150 …. …. 150
90 210
300
90 210
300
90 210
300
90 210
300
90 210
300
…. …. …. ….
…. ….
30 70 30 70 30 70 30 70 30 70 30 70 30 70 30 70 30 70 30 70 30 70 30 70 30 70 30 70 30 70 30 70 30 70 30 70 …. …. …. …. 30 70
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 …. …. 100
sehingga dari tabel pemodelan dapat diketahui; muatan per trip= demand Depot P. Layang (Plaju) per tahun= jumlah trip kapal 1 th=
300
MT
36,000
MT
trip rata2 kapal 1 bulan=
10
120
Total cost per Tahun=
IDR
21,455,373,120
Untuk mengetahui apakah RTD kapal memenuhi syarat untuk suplai di depot Tandem maka dilakukan rumusan berikut. R; z
Atau, jika hasilnya dibawah kapasitas tangki kapal
hari ke
1.73 hari
RTD=
(120 kali) kali
Setelah mengetahui jumlah muatan per trip optimal kapal GAS NATUNA yang dibawa untuk suplai depot Tandem maka rangkaian perhitungan total cost dilakukan lagi dengan memasukkan nilai muatan sebesar 300 MT. Sehingga didapat nilai Round trip (RTD) day dan total cost yang baru. Untuk total cost dikalikan dengan jumlah trip kapal pertahun sehingga didapat besarnya biaya transportasi distribusi dalam satu tahun.
{. |} z h. i (Memenuhi syarat) Selanjutnya untuk mencari nilai optimal rute yang mensuplai depot Pangkalan Layang, Pangkalan Susu, STS Teluk Semangka, STS Teluk Balongan, dan STS Teluk Kalbut dilakukan dengan metode yang sama. Proses optimasi untuk mencari nilai optimal pada region 1 selanjutnya dilakukan dengan mengeliminasi set data-data yang telah terpilih pada nilai optimal sebelumnya, sehingga didapat nilai optimal kedua dan ketiga yang mensuplai depot Pangkalan Layang dan Pangkalan Susu. Proses optimasi untuk mencari nilai optimal pada region 2, region 3, region 4, dan region 5 selanjutnya dilakukan dengan mengidentifikasi ulang set data-data yang dibutuhkan dalam lingkup region tersebut. Selanjutnya proses dilakukan dan di ulang untuk mencari nilai optimal pertama, kedua, dan ketiga sehingga terpenuhi semua rute untuk mensuplai titik-titik STS di wilayah region tersebut. 6. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, beberapa kesimpulan yang dapat diambil yaitu : 1. Rute pelayaran yang efektif dengan total cost paling minimum untuk mendistribusikan LPG di wilayah region 1 adalah sebagai berikut; a. Depot Tandem disuplai dari kilang Dumai menggunakan kapal GAS NATUNA. Dengan efektif muatan per trip yang dibawa oleh kapal adalah 300 Metric tone. Sehingga jumlah trip kapal untuk menyuplai Depot Tandem per tahun sebanyak 120 kali. Total biaya operasi pengapalan satu tahun untuk operasi rute ini adalah Rp 21.455.373.120. b. Depot Pangkalan layang disuplai dari kilang Tanjung Uban menggunakan kapal GAS SOECHI XXVII. Dengan efektif muatan per trip yang dibawa oleh kapal adalah 1.194 Metric tone. Sehingga jumlah trip kapal untuk menyuplai Depot Pangkalan layang per tahun sebanyak 120 kali. Total biaya operasi pengapalan satu tahun untuk operasi rute ini adalah Rp 29,748,383,040. c. Depot Pangkalan Susu disuplai dari kilang Dumai menggunakan kapal ASIAN GAS. Dengan efektif muatan per trip yang dibawa oleh kapal adalah 2.200 Metric tone. Sehingga jumlah trip kapal untuk menyuplai Depot Pangkalan Susu per tahun sebanyak 147 kali. Total biaya operasi pengapalan satu tahun untuk operasi rute ini adalah Rp 37.080.494.514.
12
2.
3.
4.
Putra A.W, Artana K.B, Pitana T./Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS Surabaya
Rute pelayaran yang efektif dengan total cost paling minimum untuk mendistribusikan LPG di wilayah region 2, region 3, region 4, region 5 yang di wakili oleh STS adalah sebagai berikut; a. STS Balongan disuplai dari kilang Tanjung jabung menggunakan kapal Mill House. Dengan efektif muatan per trip yang dibawa oleh kapal adalah 25.702 Metric tone. Sehingga jumlah trip kapal untuk menyuplai STS Balongan per tahun sebanyak 38 kali. Total biaya operasi pengapalan satu tahun untuk operasi rute ini adalah Rp 44,934,636,758. b. STS Teluk Semangka disuplai dari kilang Tanjung Uban menggunakan kapal BW CHALLENGER. Dengan efektif muatan per trip yang dibawa oleh kapal adalah 24.757 Metric tone. Sehingga jumlah trip kapal untuk menyuplai STS Teluk Semangka per tahun sebanyak 49 kali. Total biaya operasi pengapalan satu tahun untuk operasi rute ini adalah Rp 74,661,164,613. c. STS Kalbut di situbondo disuplai dari kilang Bontang menggunakan kapal GAS KOMODO. Dengan efektif muatan per trip yang dibawa oleh kapal adalah 24.653 Metric tone. Sehingga jumlah trip kapal untuk menyuplai STS Kalbut di situbondo per tahun sebanyak 52 kali. Total biaya operasi pengapalan satu tahun untuk operasi rute ini adalah Rp 76,226,240,584. Bahwa jumlah muatan LPG yang optimal untuk suplai depot dicapai, jika jumlah kuantitas suplai LPG yang dibawa kapal setelah ditambah muatan sisa tangki depot pada hari suplai, jumlahnya sama dengan atau mendekati kapasitas maksimum tangki depot. Jenis kapal-kapal Pertamina yang tersedia saat ini tidak cukup efektif dalam operasi pendistribusian suplai LPG dengan komposisi 30% propan – 70%butan. Hal ini dikarenakan tipe kapasitas tangki muat pada kapal-kapal yang tersedia sebagian besar memiliki kriteria tangki 50% propan – 50% butan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Energy, B. (u.d.). How Canadian Markets Work. National Energy Board: http://www.neb_one.gc.ca. 2 june 2010 2. Gasdom. (2008). Rencana konversi minyak tanah ke LPG tahun 2009. Jakarta: Pertamina. 3. Luenberger, D. G. (1984). Linear and Nonlinear Programming. Massachusetts: Addison Wesley. 4. Prana, R. (2007). Aplikasi Kombinatorial pada Vehicle Routing Problem. Jurusan Teknik Informatika ITB . 5. Render, B., Stair, R. M., & Hanna, M. E. (2003). Quantitative Analysis for Management. New Jersey: Prentice Hall. 6. Setijoprajudo. (1999). Diktat Metode Optimasi. Surabaya: ITS. 7. Siringoringo, & Hotniar. (2005). Seri Teknik Riset Operasional Pemrograman Linear. Yogyakarta: Graha Ilmu. 8. Wibisono, D. K. (2010). Optimasi Kebutuhan Kapal LPG Berdasarkan Skenario Planning Penambahan Storage Pada Tahun 2012. Jakarta: Pertamina. 9. Wiralaksana, A. P. (2010). Laporan Kerja Praktek PT.Pertamina Shipping. Surabaya: Jurusan Teknik Sistem Perkapalan ITS. 10. Zeplin. (2010). Desain rute dan penjadwalan kendaraan Distribusi Air Mineral Wilayah Surabaya. UK Petra .