OPTIMASI PENGHAMBATAN PENGENDAPAN JUS JAMBU BIJI MERAH DENGAN METODE SONIKASI
ADE DAMAYANTI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Optimasi Penghambatan Pengendapan Jus Jambu Biji Merah dengan Metode Sonikasi” adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2013
Ade Damayanti NIM F34090064
ABSTRAK ADE DAMAYANTI. Optimasi Penghambatan Pengendapan Jus Jambu Biji Merah dengan Metode Sonikasi. Dibimbing oleh SAPTA RAHARJA. Jus jambu biji merah merupakan minuman segar yang mempunyai khasiat karena mengandung zat antioksidan. Produk jus atau sari buah jambu biji merah yang beredar di pasaran masih ditemukan adanya pengendapan. Pengendapan tersebut kurang disukai oleh sebagian masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas jus jambu biji merah agar pengendapan dapat dihambat. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh waktu sonikasi dan amplitudo terbaik dalam meningkatkan stabilitas suspensi jus jambu biji merah, dan mengetahui penerimaan jus jambu biji merah oleh panelis pada kombinasi waktu sonikasi dan amplitudo terbaik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kondisi optimum terjadi pada amplitudo 23% dan waktu sonikasi 50 menit dengan ukuran partikel sebesar 298.48 nm, sedangkan sampel tanpa sonikasi sebesar 311.78 nm. Penggunaan metode sonikasi pada pengecilan ukuran jus jambu kurang cocok untuk diterapkan karena hasil pengecilan ukuran yang didapat tidak jauh berbeda. Berdasarkan uji organoleptik, tekstur dan penampakan jus jambu biji merah dengan proses sonikasi tidak berbeda signifikan dengan sampel tanpa sonikasi, sedangkan untuk parameter rasa berbeda secara signifikan. Hasil pengujian stabilitas suspensi menunjukan bahwa sampel dengan perlakuan sonikasi lebih baik dibanding tanpa sonikasi. Kata kunci : jus jambu biji merah, pengendapan, sonikasi, optimum, ukuran partikel ABSTRACT ADE DAMAYANTI. Optimization Inhibition of Precipitation Guava Juice by Sonication. Supervised by SAPTA RAHARJA.
The guava juice is one kind of beverage product and has benefit as antioxidant. It was found that precipitation still happens to this product on marketplace which consumers are less preferable of precipitation guava juice. Therefore, it is necessary to improve the quality of the guava juice in order to inhibit precipitation. The aim of this research are to identify the effect of sonication time and amplitude ultrasonic wave to the stability of guava juice. Moreover, the purpose of this study is to identify the acceptances of panelist toward product sample applied by best combined of sonication time and amplitude value. Based on the research, the most optimum result determined was amplitude of 23% and sonication time of 50 minute where average particle size of guava juice was 298.48 nm with sonication and 311.78 nm without sonication. The application of sonication on guava juice is not recommended because the result of size particle is not much different. Based on organoleptic test, texture and appearance of guava juice by sonication were not different significantly with any sample without sonication, whereas for the parameter texture was different significantly. Suspension stability test results showed that samples with sonication treatment were better than samples without sonication. Keywords : guava juice, precipitation, sonication, optimal, particle size
OPTIMASI PENGHAMBATAN PENGENDAPAN JUS JAMBU BIJI MERAH DENGAN METODE SONIKASI
ADE DAMAYANTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Optimasi Penghambatan Pengendapan Jus Jambu Biji Merah dengan Metode Sonikasi Nama : Ade Damayanti NIM : F34090064
Disetujui oleh
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi : Optimasi Penghambatan Pengendapan Jus Jambu Biji Merah dengan Metode Sonikasi Nama : Ade Damayanti NIM : F34090064
Disetujui oleh
Dr Ir Sapta Raharja, DEA Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Optimasi Penghambatan Pengendapan Jus Jambu Biji Merah dengan Metode Sonikasi” berhasil diselesaikan. Tema yang diangkat dalam penelitian yang dilaksanakan selama April 2013 sampai Agustus 2013 ini ialah proses pengecilan ukuran partikel. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan teristimewa kepada: 1. Bapak Dr. Ir Sapta Raharja, DEA selaku Pembimbing Akademik atas perhatian dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi. 2. Ibu Dr. Ir. Liesbetini Haditjaroko, MS dan Ibu Dr. Dwi Setyaningsing. M.Si selaku dosen penguji. 3. Seluruh dosen, laboran dan staf Departemen Teknologi Industri Pertanian atas ilmu dan bantuannya selama masa perkuliahan. 4. Bapak Dr. Akhiruddin. M.Si, Ibu Mercy Kurniati. M.Si, Pak Faisal dan Mba Irna yang telah memberikan arahan selama penelitian di laboratorium Biofisika Material IPB. 5. Mba Zulfa atas saran dan bantuan selama melakukan penelitian. 6. Kedua orang tua, kakak dan adik beserta keluarga besar atas do’a dan kasih sayangnya. 7. Keluarga besar TIN 46 atas keceriaan dan kenangan indah tak terlupakan. 8. Kakak-kakak TIN 45 atas informasi dan semangat yang telah diberikan selama melakukan penelitian. 9. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2013
Ade Damayanti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
3
Waktu dan Tempat Penelitian
3
Bahan
3
Alat
3
Metode Penelitian
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Analisis Karakteristik Bahan
6
Vitamin C
8
Pengendapan pada Sari Buah Atau Jus Jambu Biji Merah
9
Penggunaan Metode Sonikasi pada Jus Jambu Biji Merah
10
Analisis Ukuran Partikel dengan Metode Response Surface Method (RSM)
13
Uji Ukuran Partikel dengan PSA
14
Stabilitas Suspensi
18
Pengujian Mutu Jus Jambu Biji Merah
21
Uji Organoleptik
24
SIMPULAN DAN SARAN
25
Simpulan
25
Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
54
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Level dari faktor-faktor sonikasi Desain matriks percobaan Hasil analisis proksimat jambu biji merah Kandungan vitamin C beberapa buah Hasil pengujian vitamin C jambu biji merah Hasil pengujian ukuran partikel dengan mikroskop digital Perbandingan ukuran partikel sampel dengan produk pasaran Hasil uji statistik pengecilan ukuran partikel jus jambu biji merah Hasil pengujian stabilitas suspensi Hasil uji statistik stabilitas suspensi jus jambu biji merah Hasil pengujian stabilitas suspensi akhir Hasil pengujian mutu jus jambu biji merah Hasil pengukuran warna dengan colortec colormeter Hasil pengujian vitamin C jus jambu biji merah
5 5 7 8 9 13 14 15 18 20 21 21 23 23
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Diagram alir penelitian Rumus bangun pektin ultrasonic processor Cole-Parmer Proses kavitasi akustik Hubungan waktu sonikasi dengan ukuran partikel pada amplitudo 20% Hubungan amplitudo dengan ukuran partikel pada waktu sonikasi 50 menit Kurva hubungan ukuran partikel dengan distribusi volume Permukaan respon ukuran partikel dengan variasi waktu sonikasi dan amplitudo Kontur ukuran partikel dengan variasi waktu sonikasi dan amplitudo Pengujian stabilitas suspensi Respon permukaan hubungan waktu sonikasi dan amplitudo terhadap stabilitas suspensi Kontur plot hubungan waktu sonikasi dan amplitudo terhadap stabilitas suspensi Hubungan antara parameter organoleptik terhadap bobot kesukaan
4 9 11 11 12 12 15
16 16 19 20 20 24
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Prosedur pengujian karakterisasi jambu biji merah Diagram alir pembuatan jus jambu biji merah Hasil Uji Particle Size Analyzer (PSA) pada jus jambu optimum Hasil Uji Particle Size Analyzer (PSA) pada jus jambu tanpa sonikasi
29 32 33 35
DAFTAR LAMPIRAN LANJUTAN 5 6 7 8 9 10
Analisis statistik ukuran partikel Analisis statistik stabilitas suspensi Form isian uji organoleptik Pengujian mutu jus jambu biji merah Hasil analisis uji ukuran partikel menggunakan mikroskop Hasil uji organoleptik
37 38 39 40 43 46
PENDAHULUAN Latar Belakang Jus buah merupakan cairan yang diperoleh dengan cara memeras buah secara langsung. Saat ini, jus dijadikan minuman alternatif yang praktis dan modern. Jenis minuman sari buah atau jus dapat dibagi menjadi dua macam yaitu keruh (cloud juice) dan jernih (unclear juice). Sifat keruh pada jus atau sari buah merupakan parameter fisik yang dikehendaki, terutama berasal dari pektin dan komponen tidak larut yang terdapat pada buah-buahan. Pektin yang terdapat pada sari buah akan membantu mempertahankan kenampakan keruh (Tamaroh 2004). Sifat keruh pada jus menjadi kendala pada saat penyajian yaitu terjadinya pengendapan pada dasar wadah atau botol. Hal ini dapat terjadi karena bahan yang bersifat tidak larut penyebab kekeruhan jus atau sari buah akan mengendap dalam waktu tertentu dan menjadikan kenampakan tidak menarik (Tamaroh 2004). Pengendapan tersebut dapat menurunkan ketertarikan konsumen dan dapat berakibat kehilangan pasar. Bahan bersifat tidak larut biasanya mempunyai ukuran partikel yang tidak seragam sehingga tidak akan terdispersi secara merata pada minuman dan mempunyai berat molekul (BM) yang tinggi sehingga akan cepat mengendap karena adanya gaya berat (Tamaroh 2004). Jus jambu biji merah yang saat ini berkembang di pasaran masih mengalami pengendapan dan diperlukan pengadukan atau pengocokan sari buah atau jus sebelum dikonsumsi. Pengendapan pada produk jus jambu biji merah pada kemasan tertutup tidak dapat terlihat namun dapat dirasakan secara tekstur oleh lidah. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya agar kestabilan jus jambu biji merah dapat dipertahankan sehingga pengendapan dapat dihambat. Salah satu usaha yang dimungkinkan dapat mengatasi masalah tersebut yaitu dengan mengecilkan ukuran partikel untuk meningkatkan stabilitas suspensi. Metode pengecilan ukuran partikel dapat dilakukan dengan cara metode presipitasi, mechanical process, gas phase synthesis, forrm in place seperti lithography (khusus pembuatan coating), dan penggunaan gelombang ultrasonik. Pemakaian metode sonikasi diharapkan dapat mengecilkan ukuran partikel jus jambu biji merah sehingga pada penelitian ini metode sonikasi dicoba karena penggunaan alat ini praktis, prosesnya yang mudah, waktu, dan amplitudo dapat diatur sesuai kebutuhan dan tidak berlangsung lama. Keuntungan penggunaan metode sonikasi yaitu mengurangi waktu proses, memiliki ketelitian tinggi, dan konsumsi energi rendah (Tiwari et al. 2009). Dalam teknologi pangan, nanoteknologi dapat memperbaiki daya spreadability dan stabilitas, serta menciptakan pangan yang lebih rendah lemak. Misalnya vitamin dan mineral dapat dibuat dalam bentuk emulsi nano sehingga bisa mempercepat daya serap oleh tubuh (Winarno 2010). Aplikasi gelombang ultrasonik bermanfaat dalam menimbulkan efek kavitasi akustik yang akan digunakan dalam pembuatan bahan berukuran nano (Nakahira et al. 2007). Energi gelombang ultrasonik tersebut melalui jaringan akan melepaskan energi (kalor) sehingga terjadi pemanasan yang mengakibatkan suhu jaringan meningkat dan kemudian menimbulkan efek kavitasi, yaitu pembentukan, pertumbuhan, dan
2 pecahnya gelembung di dalam sebuah cairan sehingga memiliki diameter lebih kecil dan dapat berukuran nano (Jos et al. 2011). Pengujian ini dilakukan dengan mengamati pengaruh waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik pada stabilitas suspensi yang terbentuk. Pembuatan ukuran lebih kecil pada jus jambu biji merah ini diharapkan dapat menghambat pengendapan sehingga meningkatkan kualitas dari jus jambu dan memperbaiki penampilan yaitu memberikan kenampakan yang lebih menarik (estetis). Selain itu, produk jus jambu hasil sonikasi dapat memicu daya serap lebih tinggi oleh tubuh karena ukuran yang super kecil (nanopartikel) dapat lebih leluasa memasuki bagian-bagian tubuh, yang dikenal bioavailability dibanding dengan material yang berukuran besar sehingga nanopartikel akan lebih mudah diserap oleh sel secara individu (Winarno dan Fernades 2010). Perumusan Masalah 1. Penentuan ukuran partikel dari produk minuman sari buah/jus jambu biji merah yang terdapat di pasaran. 2. Penerapan metode sonikasi (waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik) terhadap ukuran partikel dan stabilitas suspensi. 3. Uji organoleptik terhadap jus jambu biji merah sebelum dan sesudah sonikasi. Tujuan Penelitian Mengidentifikasi pengaruh waktu sonikasi dan amplitudo terbaik dalam meningkatkan stabilitas suspensi jus jambu biji merah. 2. Mengetahui penerimaan jus jambu biji merah oleh panelis pada kombinasi waktu sonikasi dan amplitudo terbaik. 1.
Manfaat Penelitian Optimasi penghambatan pengendapan pada jus jambu biji merah dengan metode sonikasi diharapkan dapat memperkecil ukuran partikel jus jambu sehingga pengendapan pada jus jambu dapat dihambat dan memiliki nilai tambah berupa penampilan yang lebih menarik dan peningkatan daya serap lebih tinggi oleh tubuh. Bagi industri, dapat membuat produk jus atau sari buah kesehatan dengan manfaat tambahan berupa peningkatan daya serap lebih tinggi. Hal ini dikarenakan, masyarakat mulai tertarik untuk mencoba produk pangan baru dengan manfaat lebih yang terkandung pada produk. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada pengecilan ukuran partikel jus jambu biji merah dengan melihat hubungan antara variasi waktu sonikasi dan amplitudo terbaik yang digunakan. Selanjutnya dilakukan uji penerimaan jus jambu biji merah pada waktu sonikasi dan amplitudo terbaik dibandingkan terhadap jus jambu tanpa sonikasi.
3
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilaksanakan sejak bulan April 2013 sampai Agustus 2013. Penelitian dilakukan di Laboratorium Dasar Ilmu Terapan, Laboratorium Teknologi Pengemasan, Distribusi dan Transportasi, Laboratorium Pengawasan mutu, Laboratorium Instrumen Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian serta Laboratorium Biofisika Material Departemen Fisika, Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika, Institut Pertanian Bogor. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah jambu biji merah varietas jambu biji lokal yang diperoleh dari Pasar Anyar, Bogor, Jawa Barat. Sedangkan bahan untuk analisis yaitu aquades, heksana, CuSO4, H2SO4 1.25%, asam borat, NaOH 3.25%, kertas saring, etanol 95%, NaOH 6N dan bahan kimia lainnya.
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain ultrasonic processor (Cole Parmer 20 KHz, 130 watt) dengan kapasitas proses untuk sampel 10 ml –50 ml untuk skala lab, timbangan, blender, saringan probe 250 mesh, cawan porselen, cawan alumunium, buret, desikator, pipet, mikroskop digital merk Sony.ccd IRIS COLOR (ZEISS) dan PSA (Particle Size Analyzer) merk Horiba Instruments Inc, dan alat gelas lainnya.
Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan terbagi menjadi dua yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan yang dilakukan meliputi proses karakterisasi jambu biji merah (analisis proksimat, total padatan terlarut, warna, dan vitamin C), pengukuran partikel produk minuman jus jambu biji merah di pasaran, dan formulasi pembuatan jus jambu biji merah. Penelitian utama yang dilakukan meliputi proses sonikasi, pengujian mutu jus jambu biji merah, uji stabilitas suspensi, uji ukuran partikel, dan uji organoleptik. Adapun diagram alir tahapan penelitian yaitu sebagai berikut :
4 Daging jambu biji merah
Pengujian karakteristik jambu biji merah
Pembuatan jus jambu biji merah
Sonikasi : (Waktu sonikasi 10, 20, 30, 40 dan 60 menit)
Sonikasi: (Amplitudo gelombang 20 %, 25%, 30%, 35% dan 40%)
Jus jambu biji merah berukuran nano
Analisis akhir
Pengujian stabilitas dan mutu jus jambu biji merah
Selesai
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian Response Surface Methodology (RSM) merupakan suatu metode gabungan antara teknik matematika dan teknik statistika, digunakan untuk membuat model dan menganalisa suatu respon Y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas (faktor X) guna mengoptimalkan respon tersebut (Montgomery 2001). Model orde dua, biasanya terdapat kelengkungan dan digunakan model polinomial orde kedua yang berbentuk fungsi kuadratik. k
k
i 1
i 1
Y 0 i X i ii X i2 ij X i X j i j
Keterangan : Y = Respon Pengamatan (ukuran partikel)
5 βo βi βii βij Xi Xj k
= Intersep = Koefisien linier = Koefisien kuadratik = Koefisien interaksi perlakuan = Kode perlakuan untuk faktor ke-I (waktu sonikasi) = Kode perlakuan untuk faktor ke-j (amplitudo) = Jumlah faktor yang dicobakan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian adalah CCD (Central Composit Design) dengan nilai α = 1.414. CCD digunakan karena model orde utama dapat diketahui melalui pengujian apakah range variabel bebas bersifat optimum yaitu dengan mengambil data yang ada perlakuan 1,1; -1,1; 1,-1; -1,-1; dan 0,0. Nilai-nilai tiap level dari waktu sonikasi dan amplitudo dapat ditentukan rentangnya seperti ditunjukan Tabel 1. Tabel 1 Level dari faktor-faktor sonikasi Level Faktor 1.414 -1 0 Waktu (menit) 57 45 50 Amplitudo (%) 37 25 30
1 55 35
-1.414 43 23
Desain matrik percobaan dari Tabel 1 diolah menggunakan software SAS 9.1 dan menghasilkan desain seperti yang ditunjukan Tabel 2. Tabel 2 Desain matriks percobaan Waktu Sonikasi Sampel (menit) 1 45 2 45 3 55 4 55 5 43 6 57 7 50 8 50 9 50 10 50 11 50 12 50 13 50
Amplitudo (%) 25 35 25 35 30 30 23 37 30 30 30 30 30
Ukuran Partikel (μm) X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13
Tahap awal untuk penelitian ini dilakukan karakterisasi bahan untuk mengetahui komponen yang ada pada jambu biji merah. Parameter yang diuji terdiri dari kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar air, kadar serat, dan kadar
6 karbohidrat (by difference). Prosedur uji analisis proksimat ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Setelah bahan dianalisis, maka dilakukan pembuatan jus jambu biji merah. Cara pembuatan jus jambu biji menurut Kumalaningsih (2007) ada dua cara yaitu cara pertama mencuci jambu biji sampai bersih, kemudian jambu biji dimasukan ke dalam blender kemudian ditambahkan air matang dengan perbandingan jambu dan air sebesar 1:2. Proses penghancuran dilakukan hingga halus dan homogen. Cara kedua, dengan menekan bagian tengah jambu biji hingga hancur kemudian ditambahkan air matang dan diaduk hingga tercampur rata lalu disaring. Formulasi pembuatan jus jambu biji merah dapat dilihat pada Lampiran 2. Formulasi yang dipilih adalah cara pertama dengan alasan agar mendapatkan karakter jus yang hampir serupa dengan produk di pasaran. Pada jus jambu biji merah yang telah dibuat akan dilakukan metode sonikasi dengan gelombang ultrasonik dan selanjutnya akan dilakukan pengujian ukuran partikel. Penelitian utama yaitu penggunaan gelombang ultrasonik untuk mengecilkan ukuran partikel jus jambu dan optimasi dilakukan dengan Response Surface Method (RSM). Pada penelitian ini titik optimum pada jus jambu biji merah dengan metode sonikasi belum diketahui sehingga dilakukan penentuan titik optimum yang akan menjadi titik tengah pada Response Surface Method (RSM). Penentuan tersebut dilakukan dengan cara jus jambu biji merah yang telah dibuat dikecilkan ukuran partikelnya dengan alat ultrasonic processor dengan variasi waktu 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit serta amplitudo 20%, 25%, 30%, 35%, 40%. Prosedur penentuan titik optimum dilakukan dengan cara melihat waktu sonikasi dan amplitudo terbaik yang dapat menghasilkan ukuran partikel terkecil. Selanjutnya data akan diolah dengan software SAS. Software SAS dipilih karena bentuk dari respon permukaan dapat terlihat dengan jelas, hasil analisis pengolahan data dilaporkan secara lengkap tanpa terpisah dengan analisis anova, penentuan nilai titik kritis dapat langsung diketahui karena solusi yang dihasilkan hanya satu. Optimasi menggunakan Response Surface Method (RSM) memberikan keuntungan karena dapat menghemat biaya dan waktu (Muhandri et al. 2011). Selain itu, RSM merupakan teknik yang populer untuk studi optimasi akhir-akhir ini seperti pada optimasi kondisi klarifikasi enzimatis jus pisang menggunakan metode respon permukaan (RSM) (Lee et al. 2005), optimasi kondisi respon permukaan klarifikasi dari jus buah carambola menggunakan enzim komersial (Abdullah 2006), dan efek sonikasi terhadap warna, asam askorbat, dan inaktivasi ragi pada jus tomat (Adekunte et al. 2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Karakteristik Bahan Jambu biji (P. guajava L) merupakan buah yang mengandung senyawa vitamin C, kalium, β-karoten, Fe, Se, Cu, Zn, likopen, lutein, xantin, cryptoxanthin, zeaxanthine, anthozyanidin, quercetin, lignin serta anti inflamasi (Wiralis dan Purwaningsih 2009). Jambu biji mengandung likopen, yaitu zat
7 karotenoid yang memiliki aktivitas antioksidan yang bermanfaat memberikan perlindungan pada tubuh dari radikal bebas. Jambu biji yang banyak mengandung likopen terutama jambu biji yang berdaging merah (Parimin 2006). Buah jambu biji memiliki manfaat untuk pengobatan (terapi) bermacammacam penyakit, seperti memperlancar pencernaan, menurunkan kolesterol, antioksidan, menghilangkan rasa lelah, lesu, demam berdarah, dan sariawan. (Cahyonoa 2010). Jambu biji merah yang dipakai pada penelitian ini yaitu varietas jambu biji lokal. Jambu biji lokal daging buahnya berwarna merah, berbiji banyak, buahnya berukuran kecil dan rasanya manis (Cahyono a 2010). Uji total padatan terlarut dan uji warna dilakukan untuk menggambarkan kondisi buah yang digunakan dalam pembuatan sampel jus jambu biji merah. Pengujian total padatan terlarut menggunakan refraktometer bertujuan untuk melihat konsentrasi bahan terlarut sedangkan pada uji warna menggunakan colortex colormeter bertujuan untuk melihat kematangan buah. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan buah jambu biji merah yang dipakai adalah buah dengan kondisi matang tua dengan hasil refraktometer sekitar 23.33 brix. Hal ini berarti dalam 100 g bahan, 23.33 g merupakan zat padat terlarut dan 76.67 adalah air dan padatan tidak terlarut. Perolehan nilai brix pada sampel jus jambu biji merah berbeda yaitu sebesar 2.9 brix. Hal ini dikarenakan bahan sudah mengandung air dalam jumlah tinggi sehingga nilai brix yang diperoleh kecil. Hasil uji colortex colormeter sebesar A*= 3331, L*= 3012, B*= 7953. Nilai B yang besar dan nilai Hue 23.980 menunjukan bahwa buah berwarna merah yang berarti sudah matang. Buah-buah jambu biji yang telah mencapai derajat kematangan optimal (masak petik) memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Cahyonoa 2010): a. Kulit buah telah menguning (hijau kekuning-kuningan atau putih kekuningkuningan dengan warna yang menarik, sehat, dan segar). b. Permukaan kulit buah halus dan tekstur agak lunak (bila dipegang terasa empuk) c. Buah berukuran maksimal menurut varietasnya Analisis proksimat terdiri dari komponen yang ada pada bahan berdasarkan komposisi kimia dan fungsinya. Analisis proksimat pada umumnya terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, kadar lemak, dan kadar karbohidrat (by difference). Karakterisasi jus jambu dimulai dengan analisis proksimat dan formulasi pembuatan jus jambu biji merah. Analisis proksimat pada jambu biji merah didapatkan hasil seperti berikut : Tabel 3 Hasil analisis proksimat jambu biji merah Parameter Uji Hasil Penelitian Kadar air (% bb) 73.56 Kadar abu (% bb) 0.76 Kadar lemak (% bk) 0.42 Kadar Protein (% bk) 1 Kadar serat (% bk) 2.83 Kadar karbohidrat (by difference) (%) 21.43 * Sumber : (Cahyonob 2010)
Literatur* 77 – 86 0.43 - 0.7 0.4 - 0.5 0.9 - 1.0 2.8 - 5.5 9.5 – 10
8 Pada Tabel 3 memperlihatkan perolehan hasil proksimat untuk kadar abu, kadar protein, kadar serat kasar, dan kadar lemak sudah sesuai dengan literatur tetapi kadar air mengalami sedikit perbedaan dengan literatur. Hal ini dapat disebabkan karena tempat dan proses panen dari jambu biji merah berbeda dan ketebalan dari potongan jambu yang tidak seragam. Kadar air merupakan parameter utama yang terlibat dalam reaksi perusakan bahan dan kandungan air dalam buah ikut menentukan kesegaran dan daya terima konsumen. Menurut (Muchtadi et al. 2010), setiap buah-buahan mempunyai komposisi yang berbedabeda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perbedaan varietas, keadaan iklim, tempat tumbuh, pemeliharaan tanaman, cara pemanenan, tingkat kematangan, waktu panen, kondisi selama pemeraman dan kondisi saat penyimpanan. Kadar karbohidrat yang didapat jauh lebih besar dibandingkan dengan literatur (Tabel 3) karena perolehan kadar karbohidrat dilakukan secara by difference yaitu 100% dikurangi dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar serat. Vitamin C Buah-buahan yang segar, sayuran, dan beberapa tablet suplemen asam askorbat sintetik dapat memenuhi segala kebutuhan tubuh. Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam air (aqueous antioxidant). Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air dan esensial untuk biosintesis kolagen (Naidu 2003). Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal akibatnya, kerusakan sel akan dihambat (Winarsi 2007). Tabel 4 Kandungan vitamin C beberapa buah Buah Vitamin C (mg/100 g) Pepaya 26.67 Nanas 12.86 Jeruk Mandarin 10.11 Jeruk Valencia 31.02 Mangga Indramayu 37.14 Jambu Biji 52.06 Apel malang 5.82 Pisang Raja 12.12 *Sumber : (Zakaria et al. 2000) Jambu biji memiliki kandungan vitamin C lebih besar dibanding buahbuahan yang lain (Tabel 4 ). Salah satu efek antioksidan vitamin C tampak pada perbaikan sistem imun. Sistem imun manusia memiliki peran utama untuk melindungi diri dari berbagai faktor penyebab penyakit. Selain itu, vitamin C dibutuhkan untuk menjaga fungsi kolagen sehingga mengurangi kekeriputan kulit dan menjaga tubuh dari serangan infeksi dan alergi (Winarsi 2007). Pada penelitian ini dilakukan uji vitamin C pada jambu biji merah dan didapatkan hasil sebagai berikut :
9 Tabel 5 Hasil pengujian vitamin C jambu biji merah Parameter uji Hasil penelitian Vitamin C (mg/100 g) 38.72 *Sumber : (Zakaria et al. 2000)
Literatur* 52.06
Berdasarkan Tabel 5 di atas vitamin C yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Hal ini dapat disebabkan karena varietas jambu yang dipakai tidak sama, begitu pula dengan kematangannya. Hal ini didukung oleh literatur bahwa komponen kimia di dalam buah-buahan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain perbedaan varietas, keadaan iklim, tempat tumbuh, dan cara pemeliharaan tanaman, cara pemanenan, kematangan pada waktu panen, dan kondisi penyimpanan setelah panen (Susanto dan Sethoyadi 2011). Pengendapan pada Jus atau Sari Buah Jambu Biji Merah Di pasaran, jus buah atau sari buah terdiri dari dua macam yaitu sari buah yang berbentuk keruh (cloud juice) dan sari buah yang jernih (clear juice). Pada cloud juice sering timbul gangguan stabilitas kekeruhan yang menyebabkan jus mengalami pengendapan dibagian dasar kemasan sehingga mempunyai penampakan jernih di bagian permukaan (Anugrahati et al. 2004). Kekeruhan yang terjadi pada jus atau sari buah dikarenakan masih mengandung pulp dari buah tersebut. Pulp yang halus tersuspensi tersebut menyebabkan jus buah tampak keruh (Iriani et al. 2005). Pulp yang tersuspensi dalam jus atau sari buah mengandung pektin yang dapat berfungsi sebagai penstabil suspensi. Pektin merupakan senyawa yang dalam larutan akan bersifat sebagai pembentuk koloid. Sifat koloid senyawa pektin dapat mencegah pengendapan suspensi sari buah atau jus. Pada waktu ekstraksi sari buah atau jus akan dihidrolisis oleh enzim pektin metilesterase (PM) sehingga kehilangan sifat koloidnya akibatnya partikel tersuspensi termasuk pektin yang menyebabkan kekeruhan pada jus atau sari buah akan mengendap (Iriani et al. 2005). Pektin ialah polimer linier dari asam D-galakturonat yang berikatan dengan ikatan 1,4-αglikosidik. Asam D-galakturonat memiliki sturktur yang sama seperti struktur Dgalaktosa, perbedaannya terletak pada gugus alkohol primer C6 yang memiliki gugus karboksilat (Hart et al. 2003).
Gambar 2 Rumus bangun pektin (Sulistijani 2002) Enzim pektin metilesterase (PM) akan menghidrolisis gugus metal ester pada molekul pektin sehingga terbentuk metanol dan gugus karboksil bebas, tetapi rantai polimer tetap utuh (Syah 2012). Gugus karboksil bebas ini akan bereaksi
10 dengan ion kalsium yang terdapat dalam sari buah atau jus dan membentuk garam pektat yang tidak larut sehingga menyebabkan timbulnya endapan. Kandungan terbesar pada analisis proksimat jambu biji merah adalah kandungan karbohidrat sebesar 21.43%. Karbohidrat dengan berat molekul tinggi seperti pektin, pati, selulosa dan lignin. Komponen yang dapat menyebabkan kekeruhan pada jus jambu biji adalah pektin yang apabila kehilangan sifat koloidnya akan mengendap. Hal ini didukung oleh literatur bahwa Jenis serat yang cukup banyak terkandung di dalam jambu biji adalah pektin yang merupakan serat yang bersifat larut di dalam air (Astawan 2008). Pada minuman dalam kemasan botol, pengendapan menyebabkan bagian bawah dari minuman tersebut terlihat lebih kental dari bagian atasnya. Bila pengendapan dibiarkan terus berlanjut, bahkan tidak mungkin bagian atas menjadi bening. Semakin ke bawah semakin kental dan semakin mencolok warnanya. Produk yang penampilannya seperti itu akan kehilangan daya tariknya, padahal kehilangan daya tarik dapat berakibat kehilangan pasar (Suparno 2012). Oleh karena itu, berbagai usaha perlu dilakukan agar tidak terjadinya proses koagulasi dan proses pengendapan partikel ke bagian bawah. Salah satu usaha yang dilakukan untuk menghambat pengendapan tersebut yaitu dengan metode sonikasi. Tujuan pengecilan ukuran partikel ini yaitu menjaga kestabilan suspensi, memperbaiki penampilan dan dapat meningkatkan daya serap lebih tinggi oleh tubuh. Pengecilan ukuran partikel diharapkan dapat membuat penampakan jus lebih baik. Menurut Philip dan Woodroof (1980) dalam Anugrahati (2004) semakin besar ukuran partikel kemungkinan terjadinya penggumpalan antar partikel semakin besar. Penggunaan Metode Sonikasi pada Jus Jambu Biji Merah Salah satu aplikasi nanoteknologi yang telah diterapkan pada jambu biji yaitu nanopartikel untuk edible coating. Penelitian yang dilakukan Zaragoza et al. (2013) yaitu pembuatan edible coating jambu biji dengan memakai solid lipid nanopartikel (SLNs) untuk mempertahankan umur simpan didapatkan ukuran 326 nm, 290 nm, 239 nm, 238 nm, 227 nm untuk masing-masing cycle homogenisasi yang berbeda. Penelitian tentang efek sonikasi dengan karbonasi pada jus jambu biji merah telah dilakukan oleh Cheng et al. (2007) dengan hasil bahwa sonikasi dengan perlakuan karbonasi tidak efisien untuk menginaktivasi mikrobial di dalam suhu ruang. Pengecilan ukuran partikel sampel menggunakan alat ultrasonic processor Cole-Parmer yang mempunyai spesifikasi, frekuensi sebesar 20 KHz, dan daya sebesar 130 Watt. Alat tersebut memiliki waktu sonikasi, amplitudo, dan pulsa gelombang yang dapat diatur sesuai kebutuhan. Ultrasonik dalam bentuk gelombang akan ditransmisikan melewati suatu media menggunakan tekanan gelombang dari induksi gerakan vibrasi molekul. Pada keadaan tersebut gelombang akan menyebabkan blending (penekukan) dan stretching (perenggangan) struktur molekul medium dengan variasi waktu. Secara umum, frekuensi ultrasonik berada pada rentang 20 kHz -10 MHz dan terbagi menjadi tiga bagian yaitu ultrasonik frekuensi rendah (20 - 100 kHz), ultrasonik frekuensi sedang (100 kHz - 2 MHz), dan ultrasonik frekuensi tinggi (2-10 MHz) (Sitorus 2011).
11
Gambar 3 ultrasonic processor Cole-Parmer
Pada alat ultrasonic processor Cole-Parmer terpasang daya maksimum yang dapat digunakan sebesar 130 watt. Daya adalah energi yang ditransferkan dan diekspresikan dalam satuan watt. Persen amplitudo yang sering digunakan berkisar antara 20-40% dari daya yang telah tersedia. Hal ini dikarenakan pada rentang tersebut memiliki efisiensi cukup tinggi. Daya akustik diukur dalam Watts (W) atau miliwatts (mW) yang menjelaskan jumlah energi akustik yang dihasilkan tiap waktu. Besarnya daya yang dibawa gelombang ultrasonik (P) adalah : E P= t Pemakaian amplitudo akan berpengaruh terhadap intensitas yang dikeluarkan alat sehingga penggunaan waktu sonikasi dan amplitudo harus diatur dan disesuaikan dengan karakteristik bahan. Gelombang ultrasonik yang digunakan adalah gelombang ultrasonik dengan intensitas rendah agar tidak merusak bahan atau medium yang dilaluinya (Rejo 2002). Intensitas adalah sejumlah tenaga (energi per waktu) per luas dan sebanding dengan kuadrat amplitudo tekanan. I ∞ P2 Gelombang ultrasonik digunakan untuk membuat gelembung kavitasi (cavitation bubbles) pada material larutan. Ketika gelembung pecah dekat dengan dinding sel maka akan terbentuk gelombang kejut dan pancaran cairan (liquid jets) yang akan membuat dinding sel pecah. Pecahnya dinding sel akan membuat komponen di dalam sel keluar bercampur dengan larutan. Energi dalam ultrasonik merupakan intensitas gelombang ultrasonik yang merambat dan membawa energi pada suatu luas permukaan per satuan waktu. Jika energi gelombang ultrasonik tersebut melalui jaringan, maka akan melepaskan energi (kalor) sehingga terjadi pemanasan yang mengakibatkan suhu jaringan meningkat dan kemudian menimbulkan efek kavitasi, yaitu pembentukan, pertumbuhan dan pecahnya gelembung di dalam sebuah cairan (Jos et al. 2011). Tekanan suara Gelombang tekanan Perubahan ukuran gelembung Waktu
Gambar 4 Proses kavitasi akustik (Hapsari 2007)
12
Ukuran partikel (µm)
Tahap awal sonikasi dimulai dengan mencari waktu dan amplitudo terbaik. Tahap awal amplitudo yang dipakai yaitu 20% dengan variasi waktu sonikasi 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit. Selanjutnya dilakukan pengukuran ukuran partikel menggunakan mikroskop digital. Hasil rentang waktu yang terbaik yaitu pada selang 50 menit dengan rata-rata ukuran partikel sebesar 12.1 µm. Penetapan ini berdasarkan perolehan rata-rata ukuran partikel terkecil yang didapat diantara sampel yang diuji cobakan seperti ditunjukan Gambar 5. 25 20
21.4
19.55 21.05
17.05 12.1
15
13.75
10 5 0 10
20
30
40
50
60
Waktu sonikasi (menit)
Gambar 5 Hubungan waktu sonikasi dengan ukuran partikel pada amplitudo 20%
Ukuran partikel (µm)
Pengujian selanjutnya yaitu menentukan amplitudo terbaik dengan variasi amplitudo mulai dari 20%, 25%, 30%, 35% dan 40%. Rentang amplitudo terbaik yang terpilih yaitu pada amplitudo 30% dengan waktu sonikasi 50 menit dengan rata-rata ukuran partikel sebesar 10.8 µm. Penetapan ini berdasarkan perolehan rata-rata ukuran partikel terkecil yang didapat diantara sampel yang diuji cobakan seperti ditunjukan Gambar 6. 20 15
16.6 12.1
12.55
20
25
13.9 10.8
10 5 0
30
35
40
Amplitudo (%)
Gambar 6 Hubungan amplitudo dengan ukuran partikel pada waktu sonikasi 50 menit Pada waktu sonikasi 50 menit dan amplitudo 30% ditetapkan sebagai titik center pada rancangan RSM. Penetapan model untuk respon yang diukur yaitu ukuran partikel dan stabilitas suspensi mengunakan Central Composite Design
13 (CCD) dengan model kuadratik. Desain CCD dibuat rotatable oleh pemilihan α. Nilai α bergantung dari jumlah titik pada factorial portion dalam desain. Nilai α = (nf)1/4 menghasilkan sebuah rotatable CCD dimana nf adalah jumlah titik yang digunakan pada factorial portion. Rotatable artinya variansi dari nilai prediksi respon pada titik x (V[ŷ(x)] ) sama pada semua titik x yang jaraknya sama pada desain pusat atau konstan di lingkaran. Selanjutnya dilakukan pengujian ukuran partikel terhadap beberapa kombinasi waktu sonikasi dan amplitudo yang telah didesain secara metode respon permukaan (RSM).
Analisis Ukuran Partikel dengan Metode Response Surface Method (RSM) Pengujian ukuran partikel dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel jus jambu biji merah yang telah melalui proses sonikasi. Pengujian ini menggunakan mikroskop digital dan uji PSA (Particle Size Analyzer). Mikroskop digital digunakan untuk melihat ukuran rata-rata partikel yang diujikan. Mikroskop optis dengan perbesaran 1000 x dapat dengan jelas dipergunakan untuk mengenai bentuk partikel yang memiliki ukuran sampai 1 µm (Astawan 2012). Sedangkan uji PSA digunakan untuk melihat ukuran, sebaran, dan distribusi partikel pada sampel optimum jus jambu biji merah. Ukuran partikel 13 sampel dengan rancangan RSM dapat dilihat pada Tabel 6 .
Tabel 6 Hasil pengujian ukuran partikel dengan mikroskop digital Ukuran Partikel (µm) Sampel Rata-rata (µm) Besar Kecil 11.55 A = 25% T= 45 menit 17 6.1 6.2 A = 35% T= 45 menit 10.2 2.2 11.65 A = 25% T= 55 menit 20.6 2.7 7.75 A = 35% T= 55 menit 13.7 1.8 10.3 A = 30% T= 43 menit 17.9 2.7 13 A = 30% T= 57 menit 22.4 3.6 5.2 A = 23% T= 50 menit 8.6 1.8 8.1 A = 37% T= 50 menit 14.4 1.8 8.5 A = 30% T= 50 menit 14.3 2.7 8.05 A = 30% T= 50 menit 12.5 3.6 10.8 A = 30% T= 50 menit 18 3.6 10.75 A = 30% T= 50 menit 19.7 1.8 11.2 A = 30% T= 50 menit 19.7 2.7 Keterangan : A = Amplitudo dan T = Waktu sonikasi Hasil pengujian ukuran partikel optimum dengan mikroskop digital (Tabel 6) yang telah didesain oleh RSM yaitu pada waktu sonikasi 50 menit dan amplitudo 23 menit dengan ukuran partikel rata-rata terbesar 5.2 µm. Namun titik ini belum dikatakan optimum karena hasil pengujian selanjutnya akan dimasukan kedalam software SAS untuk mengetahui titik kritis yang dapat mengoptimumkan
14 ukuran partikel. Pada produk jus atau minuman sari buah jambu biji merah yang terdapat di pasaran dilakukan pengujian ukuran partikel dengan tujuan sebagai pembanding dengan sampel yang telah dibuat pada penelitian ini. Perbandingan ukuran partikel yang dihasilkan yaitu sebagai berikut : Tabel 7 Perbandingan ukuran partikel sampel dengan produk pasaran Nama Ukuran partikel (µm) Keterangan Merk A 93.8 Pergerakan partikel cepat Merk B 136.8 Pergerakan partikel cepat Blanko (Tanpa sonikasi) 51.1 Pergerakan partikel cepat Sampel optimum sementara 5.2 Pergerakan lambat
Pada tahap ini ukuran partikel jus jambu hasil sonikasi sudah lebih kecil dibandingkan merk A dan merk B sehingga laju pergerakan partikel melambat yang mengakibatkan larutan menjadi stabil. Pada titik optimum ini akan dilakukan uji Particle Size Analyzer (PSA) untuk melihat distribusi ukuran partikel dan ukuran terkecil yang didapat setelah mengalami sonikasi. Analisis ukuran partikel dengan Particle Size Analyzer (PSA) Analisis lebih lanjut ukuran partikel jus jambu biji merah dilakukan dengan Particle Size Analyzer (PSA). Hasil dari uji PSA akan menunjukan distribusi ukuran partikel menurut intensitas, number, dan volume. Pengujian analisis PSA, sampel jus jambu biji merah terlebih dahulu harus diketahui indeks biasnya. Indeks bias jus jambu biji merah yang diperoleh sebesar 1.3372. Indeks bias dipakai karena prinsip pengukuran PSA yang menggunakan sinar laser yaitu mendeteksi penyebaran cahaya. Sampel yang diletakan pada kuvet (wadah) akan dideteksi ukuran partikelnya melalui pemberian sinar laser. Seberkas sinar yang dihamburkan oleh partikel-partikel koloid yang bergerak di dalam larutan akan mengalami fluktuasi intesitas cahaya dan terjadinya pergeseran frekuensi. yang akan mengalami gerak brown yang berfluktuasi terhadap waktu (Astawan 2012). Pada Gambar 7 menunjukan ukuran partikel dengan distribusi volume jus jambu biji merah yang terbaca dengan metode cummulant method sebagai berikut :
(A)
15
(B) Gambar 7 Kurva hubungan antara ukuran partikel dengan distribusi volume dengan variasi sampel : (A) Jus jambu biji merah tanpa sonikasi (B) Jus jambu optimum Hasil uji PSA untuk sampel optimum dengan amplitudo 23% dan waktu sonikasi 50 menit menghasilkan ukuran rata-rata sebesar 298.48 nm (Lampiran 3) dan 311.78 nm untuk blanko (tanpa sonikasi) (Lampiran 4). Hasil pengukuran pada sampel optimum dan blanko (jus jambu tanpa sonikasi) menghasilkan ukuran yang tidak jauh berbeda dengan selisih antara keduanya yaitu sebesar 13.13 nm. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7 yang menunjukan distribusi volume pada sampel A dan B memperlihatkan kurva hanya bergeser sedikit sehingga ukuran partikel yang didapat tidak jauh berbeda Hasil pengolahan menggunakan software SAS didapat persamaan model ukuran partikel sebagai berikut: Y = 65.03147 - 4.015803 X1 + 2.91577 X2 + 0.037175 X12 - 0.062825X22 + 0.0145 X1X2 Keterangan: Y = Ukuran Partikel (µm) X1 = Waktu sonikasi (menit) X2 = Amplitudo (%) Berdasarkan persamaan Y (ukuran partikel) di atas dapat diketahui bahwa koefisien X22 (-0.062825) lebih kecil dibandingkan koefisien X12 (0.037175) yang artinya respon ukuran partikel lebih dipengaruhi waktu sonikasi (X12) daripada faktor amplitudo (X22). Variabel yang dilihat pada persamaan Y yaitu X12 dan X22 karena model yang digunakan adalah model orde kedua kuadratik. Tabel 8 Hasil uji statistik pengecilan ukuran partikel jus jambu biji merah Parameter Keterangan Hasil Analisis Statistika (Nilai p) X1 0.3924 Tidak signifikan X2 0.4193 Tidak signifikan X1*X1 0.2858 Tidak signifikan X2*X2 X1*X2 Lack of Fit
0.0918 0.7426 0.12688
Tidak signifikan Tidak signifikan tidak ada lack of fit
16 Hasil analisis statistik pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa waktu sonikasi dan amplitudo tidak berpengaruh terhadap respon artinya menerima H1. Hal ini dapat diketahui dari nilai p untuk waktu dan amplitudo lebih besar dari α (0.05). Bila nilai p lebih besar dari α, maka menolak H0 (waktu sonikasi dan amplitudo berpengaruh terhadap respon) dan menerima H1 (waktu sonikasi dan amplitudo tidak mempunyai pengaruh terhadap respon). Nilai R2 untuk persamaan model relatif rendah yaitu sebesar 51.79%. Nilai koefisien determinasi menjelaskan bahwa sekitar 51.79 % data dari hasil penelitian merupakan pengaruh dari faktorfaktor perlakuan sedangkan 48.21 % berasal dari variabel luar lainnya yang tidak diteliti. Hasil analisis SAS dapat dilihat pada Lampiran 5 yang menunjukan hasil ANOVA untuk model dan prediksi model. Hasil uji lack of fit menunjukkan bahwa nilai p sebesar 0.126188 lebih besar dari α (0.05) berarti tidak ada lack of fit. Hasil ini berarti bahwa model cukup menggambarkan sebaran data yang dihasilkan dari penelitian ini sehingga model dapat digunakan. Penggambaran permukaan respon dan kontur dari data hubungan waktu sonikasi dan amplitudo terhadap ukuran partikel dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.
Gambar 8 Permukaan respon ukuran partikel dengan variasi waktu sonikasi dan amplitudo
Gambar 9 Kontur ukuran partikel dengan variasi waktu sonikasi dan amplitudo Gambar 8 menunjukkan bahwa ukuran partikel memperlihatkan bentuk pelana atau saddle point. Optimasi pada ukuran partikel tidak menunjukan hasil yang diinginkan terlihat pada kurva yang terbentuk. Pada Gambar 9 kontur plot tidak menunjukan semakin kecil lingkaran yang dibentuk tetapi membelakangi daerah-daerah optimum sedangkan titik-titik berwarna merah merupakan titik percobaan yang telah dilakukan. Pada SAS diberikan titik kritis yang dapat mengoptimumkan ukuran partikel yaitu dengan kombinasi waktu sonikasi selama 48.3971 menit dan amplitudo sebesar 28.7906% tetapi bentuk respon permukaan
17 berbentuk saddle point. Setelah diujikan titik kritis tersebut menghasilkan ratarata ukuran partikel sebesar 365 nm. Ukuran partikel tersebut jauh lebih besar dibanding blanko 311.78 nm dan sampel optimum hasil pengujian RSM melalui mikroskop sebesar 298.48 nm. Hal ini menunjukan ternyata titik kritis yang direkomendasikan belum tentu memiliki ukuran yang kecil. Ukuran partikel yang didapat berkaitan dengan ketidakcocokan penggunaan metode sonikasi pada jus jambu biji merah dan lamanya waktu sonikasi pada sampel . Hasil pengujian ukuran partikel pada titik kritis dibandingkan dengan hasil analisis penentuan titik optimum melalui mikroskop. Kombinasi terbaik yang terpilih yaitu pada amplitudo 23 % dan waktu sonikasi 50 menit. Hal ini karena pada kombinasi tersebut ukuran yang didapat jauh lebih kecil dan lebih homogen dibandingkan dengan titik kritis yang direkomendasikan pada SAS. Nilai Poly Dispersity Index (PDI) atau distribusi ukuran partikel pada sampel (amplitudo 23% dan waktu sonikasi 50 menit) yaitu 1.2790 lebih homogen dibanding sampel titik kritis (amplitudo 28.7906% dan waktu sonikasi 48.3971 menit) sebesar 2.0880. Nilai indeks polidipersitas menunjukkan penyebaran distribusi ukuran partikel. Semakin kecil nilai indeks polidispersitas menunjukkan distribusi ukuran partikel dan semakin sempit, yang berarti ukuran diameter partikel semakin homogen (Yuan 2008). Pengecilan ukuran partikel jus jambu biji merah dengan metode sonikasi kurang cocok digunakan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu komponen yang ada pada jus jambu tidak dapat dipecah menjadi bagian yang lebih kecil, lama sonikasi, dan ketidakhomogenan sampel. Komponen dalam jus jambu tersebut dapat berupa serat larut air yang terdapat pada jambu. Usaha pemecahan pektin menggunakan metode sonikasi mungkin kurang cocok dan salah satu usaha lain yang dapat digunakan yaitu pemakaian enzim pektinase. Menurut Pedrolli et al. (2009) pektinase merupakan enzim yang mampu memecah polisakarida pektin menjadi asam galakturonat. Energi yang dihasilkan ketika penggunaan sonikasi ini berkisar antara 1153 joule sampai dengan 7414 joule. Besarnya energi yang dihasilkan belum bisa memecah pektin atau serat yang terkandung pada jus jambu biji merah. Hal ini dapat disebabkan karena terjadi proses penyerapan gelombang ultrasonik oleh medium yang dilewati. Proses absorpsi menyebabkan arah gelombang menyebar dan dapat merubah beberapa parameter gelombang seperti panjang gelombang dan amplitudo. Banyaknya energi yang masuk ke dalam sistem dapat menambah formasi dari partikel-partikel teraglomerasi (Konwarh 2011). Hal ini menyebabkan ukuran dari partikel semakin besar karena terjadi pengikatan partikel bersamaan sehingga saling berdekatan. Selain itu, pada sampel terdapat waktu optimum untuk memperkecil ukuran partikel, dimana setelah waktu optimum itu terlewati maka ukuran tidak dapat kecil lagi tetapi justru kembali membesar (Timuda et al. 2010). Lama waktu sonikasi yang diujikan pada jus jambu biji merah berkisar antara 23-57 menit. Waktu sonikasi yang dicobakan tersebut mungkin kurang lama sehingga ukuran partikel berukuran kecil tidak tercapai. Perlakuan sonikasi menyebabkan timbulnya kavitasi sehingga semakin lama waktu sonikasi, maka ukuran dari partikel-partikel yang terbentuk semakin mengecil (Nakahira et al. 2007). Metode pengecilan ukuran partikel selain metode sonikasi yaitu metode emulsifikasi, metode pemecahan, metode pengendapan dan metode difusi emulsi
18 mungkin dapat digunakan. Material yang nanometer memiliki sejumlah sifat kimia dan fisika yang lebih unggul dari material berukuran besar. Sifat-sifat tersebut dapat diubah dengan melakukan pengontrolan terhadap komposisi kimiawi, modifikasi permukaan, pengontrolan partikel, dan ukuran material (Lead 2007). Stabilitas Suspensi Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas waktu yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan. Stabilitas fisika berarti contoh mempertahankan sifat fisika awal termasuk penampilan, kesesuaian, keseragaman, disolusi, dan kemampuan untuk disuspensikan (Agoes 2001). Pada pengujian stabilitas jus jambu biji merah dilakukan penambahan gula pasir. Penambahan tersebut dilakukan untuk mendapat karakter jus yang hampir serupa dengan produk di pasaran yaitu dibuat dengan perbandingan jus dan gula 4:1 lalu dipanaskan sampai suhu mencapai 700C selama 15 menit. Suspensi yang baik dapat diperoleh dengan memerhatikan beberapa faktor yaitu fase dispersi mengendap secara lambat, jika mengendap dapat segera terdispersi kembali menjadi campuran yang homogen jika dikocok dan suspensi tidak boleh terlalu kental agar dapat dituang dengan mudah melalui botol atau dapat mengalir (Ansel et al. 1989). Salah satu masalah yang umum terjadi pada stabilitas suspensi yaitu bagaimana menimbun ukuran partikel dan menjaga keseragaman dari partikel tersebut agar stabilitas bahan tetap dapat dijaga. Pengamatan stabilitas suspensi jus jambu biji merah dilakukan dengan melihat waktu yang diperlukan sampel untuk membentuk dua lapisan yang terpisah. Pengukuran stabilitas suspensi dilakukan setelah sampel didiamkan selama 24 jam (1 hari). Adapun pengujian 13 sampel kombinasi waktu sonikasi dan amplitudo dengan RSM didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 9 Hasil pengujian stabilitas suspensi jus jambu biji merah Waktu sonikasi (menit) Amplitudo (%) Stabilitas suspensi (%) 45 25 85 45 35 73 55 25 80 55 35 75 43 30 97 57 30 97 50 23 84 50 37 84 50 30 79 50 30 96 50 30 99 50 30 96 50 30 99
19 Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa sampel yang dapat meningkatkan suspensi pada amplitudo 20% dengan waktu sonikasi 50 menit sebesar 99%. Namun, titik ini belum dikatakan optimum karena hasil pengujian stabilitas suspensi selanjutnya akan dimasukan ke dalam software SAS untuk mengetahui titik optimum pada pengujian menggunakan RSM. Setelah diolah menggunakan software SAS titik kritis yang direkomendasikan yaitu pada amplitudo 29.2105% dengan waktu sonikasi 48.8866 menit.
Gambar 10 Pengujian stabilitas suspensi Suspensi yang baik dapat dilihat dari ukuran partikel yang homogen dan bentuknya yang tidak kental dan konstan selama penyimpanan. Menurut Tamaroh (2004) semakin rendah kecepatan pengendapan yang terjadi semakin stabil suspensi tersebut. Suspensi yang stabil harus tetap homogen, partikel benar-benar terdispersi dengan baik dalam cairan, zat yang terdispersi harus halus, dan tidak boleh cepat mengendap jika dikocok endapan harus cepat terdispersi kembali (Priyambodo 2007). Stabilitas suspensi selanjutnya dianalisis dengan software SAS dengan memasukan hasil stabilitas suspensi dengan variasi waktu sonikasi dan amplitudo. Hasil pengolahan SAS menunjukan persamaan model sebagai berikut : Y = 0.938 - 0.00375 X1 - 0.02125 X2 - 0.014625X12 - 0.079625 X22 + 0 .0175 X1X2 Keterangan : Y = Stabilitas suspensi (%) X1 = Waktu sonikasi (menit) X2 = Amplitudo (%) Berdasarkan persamaan Y (stabilitas suspensi) di atas dapat diketahui bahwa koefisien X12 (-0.014625) lebih besar dibandingkan koefisien X22 (0.079625) yang artinya respon stabilitas suspensi lebih dipengaruhi oleh faktor waktu sonikasi (X12) daripada faktor amplitudo (X22). Dari persamaan di atas dapat dilihat slope (kemiringan) pada X1 atau X2 negatif artinya tidak ada hubungan positif terhadap stabilitas suspensi. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis statistika (nilai p) untuk X1 dan X2 yang tidak mempengaruhi respon.
20 Tabel 10 Hasil uji statistik stabilitas suspensi jus jambu biji merah Parameter Keterangan Hasil Analisis Statistika (Nilai p) X1 0.9134 Tidak signifikan X2 0.5434 Tidak signifikan X1*X1 0.721 Tidak signifikan X2*X2 X1*X2 Lack of Fit
0.0609 0.6942 0.324322
Tidak signifikan Tidak signifikan Tidak ada lack of fit
Hasil analisis statistik pada Tabel 10 yang menunjukan bahwa waktu dan amplitudo tidak berpengaruh terhadap respon yaitu menerima H1 (waktu sonikasi dan amplitudo tidak mempunyai pengaruh terhadap respon). Nilai R2 untuk persamaan model relatif rendah sebesar 44.23%. Nilai koefisien determinasi menjelaskan bahwa sekitar 44.23% data dari hasil penelitian merupakan pengaruh dari faktor-faktor perlakuan sedangkan 57.77 % berasal dari variabel luar lainnya yang tidak diteliti selain waktu sonikasi dan amplitudo. Hasil uji lack of fit menunjukkan bahwa nilai p sebesar 0.324322 (lebih besar dari α 0.05) berarti tidak ada lack of fit. Hasil ini menunjukkan bahwa model cukup menggambarkan sebaran data yang dihasilkan dari penelitian ini sehingga model dapat digunakan. Hasil analisis statistik SAS dapat dilihat pada Lampiran 6 yang menunjukan hasil ANOVA untuk model dan prediksi model.
Gambar 11 Respon permukaan hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo terhadap stabilitas suspensi
Gambar 12 Kontur plot hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo terhadap stabilitas suspensi
21 Respon permukaan (Gambar 11) dapat memaksimumkan nilai stabilitas suspensi. Kontur yang terbentuk mulai mendekati daerah-daerah optimum yang terlihat pada Gambar 12. Hasil kontur yang terbentuk menunjukan bahwa masih diperlukan percobaan pada titik-titik kritis yang dapat mengoptimumkan stabilitas suspensi. Pada SAS diberikan titik kritis yang dapat mengoptimumkan stabilitas suspensi yaitu dengan kombinasi waktu sonikasi selama 48.8866 menit dan amplitudo sebesar 29.2105% pada titik -0.2268 (waktu), -0.15791 (amplitudo) dengan bentuk respon permukaan yang berbentuk maksimum. Setelah dilakukan pengujian terhadap titik kritis tersebut didapatkan hasil stabilitas suspensi sebesar 96%. Pada Tabel 11 memperlihatkan bahwa sampel ini sudah lebih baik dibandingkan stabilitas suspensi pada blanko, merk A, dan merk B. Tabel 11 Hasil pengujian stabilitas suspensi Nama sampel Stabilitas suspensi (%) Blanko 74 Merk A 78 Merk B 91 Sampel optimum 96 Metode sonikasi dapat menghambat terjadinya pengendapan pada jus jambu merah meskipun dengan nilai R square 44.23% pada stabilitas suspensi. Hal ini menunjukan bahwa terdapat variabel lain yang tidak diteliti yang dapat berpengaruh terhadap stabilitas suspensi jus jambu biji merah. Variabel lain yang dimaksud dapat berupa ukuran partikel dari jus jambu biji merah. Ukuran partikel jus jambu biji merah dengan metode sonikasi kurang cocok untuk diterapkan sehingga berpengaruh terhadap stabilitas suspensi yang terbentuk. Pengujian Mutu Jus Jambu Biji Merah Pengujian kadar protein, kadar lemak dan kadar serat kasar Jus jambu biji merah yang telah melalui proses sonikasi selanjutnya akan dilakukan pengujian mutu berupa kadar lemak, kadar serat kasar dan kadar protein. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah proses sonikasi mempengaruhi kandungan gizi pada jus jambu biji merah. Hasil pengujian mutu jus jambu biji merah ditunjukkan pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil pengujian jus jambu biji merah Hasil Penelitian Parameter Uji Kontrol Sampel Optimum Kadar Lemak (% bk) 0.975 0.51 Kadar Protein (% bb) 0.155 0.14 Kadar Serat kasar (% bb) 0.021 0.016 Sumber* : Al-Jedaah dan Robinson (2002)
Literatur * 0.5 0.8 3.7
22 Kadar lemak berfungsi sebagai sumber energi yang paling penting dibanding karbohidrat dan protein. Berdasarkan (Tabel 12) menunjukan bahwa kadar lemak terjadi penurunan setelah mengalami sonikasi yaitu dari 0.975% menjadi 0.51%. Penurunan tersebut dapat disebabkan oleh sampel kontak dengan udara cukup lama sehingga mengalami oksidasi namun sampel optimum hasil sonikasi menunjukan kesesuaian dengan literatur. Pada umumnya buah-buahan memiliki kadar protein dan kadar lemak yang rendah kecuali pada buah avokat (kadar lemak < 4%) (Muchtadi dan Ayustaningwatno 2010). Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh yaitu sebagai zat pembangun dan zat pengatur. Kadar protein mengalami penurunan setelah mengalami sonikasi yaitu dari 0.155% menjadi 0.14%. Hal ini dapat disebabkan karena adanya perlakuan pemanasan dapat menurunkan protein. Menurut (Andarwulan et al. 2011) protein dapat berubah sifat fisika-kimianya karena pengaruh panas, penambahan pH, pengaruh pelarut organik (seperti alkohol dan aseton) dan penambahan garam. Serat kasar adalah bagian tanaman pangan yang tersisa atau tidak dapat dihidrolisis kembali oleh larutan asam sulfat (H2SO4) atau larutan natrium hidroksida (NaOH) dan kandungan tersebut belum menunjukan kandungan serat total makanan (Sulistijani 2002). Hasil perolehan kadar serat kasar mengalami penurunan setelah mengalami sonikasi yaitu dari 0.021% menjadi 0.016% dan nilai yang dihasillkan tidak sesuai dengan literatur. Hal ini dapat disebabkan karena sampel terlebih dahulu disaring dengan saringan berukuran 250 mesh sehingga tidak lolos saringan pada kertas saring whatman 41 yang dipakai pada saat analisis dan dapat disebabkan juga sampel masih larut dalam asam dan basa sehingga mengurangi nilai kandungan serat. Menurut Sulistijani (2002) kadar serat kasar nilainya lebih rendah dibandingkan dengan kadar serat makanan yaitu sekitar 1/3-1/2 dari nilai serat makanan karena asam sulfat dan natrium hidroksida berkadar 1.25% mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk menghidrolisis komponen-komponen makanan dalam jumlah besar dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan. Hasil pengujian mutu jus jambu biji merah sebelum dan sesudah sonikasi yaitu terjadi penurunan pada kadar lemak dan protein sedangkan serat kasar yang diperoleh sangat rendah. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa metode sonikasi dapat berpengaruh terhadap penurunan kandungan gizi pada jus jambu akibat adanya pemanasan, getaran suara, lamanya sonikasi dan lain-lain. Uji vitamin C dan pengukuran warna Secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dalam penentuan mutu bahan pangan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Penerimaan warna suatu bahan berbeda-beda tergantung dari faktor alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno 2004). Tiga model warna yang digunakan untuk mendefinisikan warna adalah RGB (merah, hijau, dan biru) model, CMYK (cyan, magenta, kuning, hitam) model, dan L*a*b* model. Di antara tiga model warna, model L*a*b* memiliki distribusi warna yang seragam, meliputi semua warna pada model warna RGB
23 dan CMYK (Yam dan Papadakis 2004). Warna pada sampel jambu biji merah, jus jambu biji merah dan jus jambu biji merah sonikasi diukur dengan colortec colormeter version 4.1. Parameter yang diamati yaitu nilai chroma dan nilai Hue untuk melihat perubahan warna yang dihasilkan sebelum dan sesudah sonikasi. Nilai L*, A* dan B* yang didapat sebagai berikut: Tabel 13 Hasil pengukuran warna dengan colortec colormeter Nama L* A* B* Hue (0) Chroma ∆A* sampel Kontrol
2292 2899
6710
24.74
7309
Sampel optimum
2915 2901
6734
24.67
7332
2
∆B*
∆L*
24
623
Pada Tabel 13 menunjukan bahwa nilai Hue untuk kontrol dan sampel optimum tidak berbeda jauh yaitu 24.740 dan 24.670. Nilai yang didapat tersebut menandakan bahwa warna produk merah dan stabilitas warna dapat dipertahankan. Nilai chroma pada kontrol sebesar 7304 dan sampel optimum sebesar 7322. Nilai ini tidak berbeda jauh sehingga intensitas warna dapat dipertahankan. Dari pengujian warna tersebut dapat disimpulkan bahwa metode sonikasi tidak mengakibatkan penurunan warna terhadap sampel. Hal ini dapat dilihat dari perubahan nilai L*, A*, dan B* yang bernilai positif. Pada penelitian ini dilakukan uji vitamin C pada jus jambu tanpa sonikasi dan jus jambu sonikasi. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh dari metode sonikasi terhadap kandungan vitamin C pada sampel. Hasil pengujian vitamin C ditunjukan pada Tabel 14.
Tabel 14 Hasil pengujian vitamin C jus jambu biji merah Hasil Penelitian Parameter uji Kontrol Sampel Optimum Vitamin C (mg/100 ml) 100.32 95.04 Sumber : * Cheng et al. 2007
Literatur * 110
Perbedaan varietas jambu biji yang dipakai dapat menyebabkan perbedaan kandungan vitamin C yang diperoleh. Jambu yang dipakai oleh Cheng et al. (2007) adalah jambu biji Penang Malasyia. Pada Tabel 13 di atas menunjukan bahwa kandungan vitamin C jus jambu hasil sonikasi mengalami penurunan sebesar 5.26% dari jus jambu tanpa sonikasi yaitu dari 100.32 mg/100 ml menjadi 95.04 mg/100 ml. Hal ini dapat disebabkan karena sampel mengalami kontak dengan udara luar atau pengaruh dari pemanasan. Hal ini didukung oleh literatur bahwa vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak, disamping larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim serta katalis tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau pada suhu yang rendah (Winarno 2002).
24 Uji Organoleptik
Bobot kesukaan
Uji organoleptik adalah disiplin ilmu yang menganalisa dan mengukur respon indera manusia terhadap komposisi produk yang dapat digunakan sebagai alat pengukuran daya terima terhadap produk (Susiwi 2009). Uji organoleptik pada jus jambu biji merah menggunakan metode penyajian berpasangan (paired presentation) yaitu contoh yang disajikan sebanyak dua buah dalam waktu yang sama dan uji scoring. Variasi yang dilakukan pada uji organoleptik ini yaitu jus jambu biji merah tanpa sonikasi (blanko) dan hasil sonikasi. Penambahan gula pasir diberikan untuk kedua sampel tersebut sebanyak 15 g untuk 320 ml jus yang bertujuan untuk meningkatkan rasa dan menambah flavor pada jus tersebut. Rasa manis adalah salah satu dari lima sifat dasar dan hampir secara universal dianggap sebagai rasa yang disukai. Gula berfungsi sebagai pemberi rasa manis dan membentuk aroma yang khas (Triyono 2010). Selain itu, gula dapat menyempurnakan rasa asam dan cita rasa serta memberikan efek kekentalan dan pengawetan. Kemudian sampel tersebut dipanaskan sampai mendidih lalu didiamkan sampai dingin. Penilaian organoleptik dilakukan oleh 30 panelis agak terlatih. Panelis diminta mengungkapkan respon terhadap tiga paremeter yaitu rasa, tekstur dan penampakan. Berdasarkan uji organoleptik yang telah dilakukan didapatkan hasil seperti yang ditunjukan pada Gambar 13. 5.2 5 4.8 4.6 4.4 4.2
5.13
5.07 5.03 4.73
Rasa
4.63
4.73
Tekstur
A (Sonikasi)
Penampakan B (Tanpa sonikasi)
Gambar 13 Hubungan antara parameter organoleptik terhadap bobot kesukaan Pengujian terhadap tekstur dan penampakan dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara sampel sonikasi dan tanpa sonikasi. Tekstur yang diharapkan yaitu panelis sudah tidak bisa merasakan partikel-partikel pada lidah sedangkan penampakan meliputi keadaan sampel secara keseluruhan yang dapat meningkatkan ketertarikan konsumen. Hasil organoleptik untuk tekstur dan penampakan didapatkan nilai F hitung lebih kecil dari F tabel secara berturut-turut yaitu 0.685, 0.026 < 4.18 (F tabel 5%). Hasil tersebut dapat dilihat pada Lampiran 10 yang memperlihatkan analisis sidik ragam dan varian. Nilai yang didapat tersebut tidak diperlukan uji lanjut sehingga dapat disimpulkan jenis sampel tidak berpengaruh secara signifikan terhadap respon tekstur dan penampakan. Hal ini dapat disebabkan karena tekstur dari sampel yang telah disonikasi tidak mengalami perubahan ukuran sehingga tekstur yang dirasakan hampir sama dengan sampel jus jambu biji merah tanpa sonikasi. Sedangkan untuk penampakan menunjukan bahwa dengan dilakukan sonikasi, sampel tidak
25 mengalami perubahan yang besar sehingga penampakan yang terlihat hampir sama dengan sampel jus jambu biji merah tanpa sonikasi. Rasa menentukan keputusan panelis untuk menerima atau menolak suatu produk. Hasil organoleptik pada rasa menunjukan F hitung lebih besar dari F tabel yaitu 4.767 > 4.18 ( F tabel 5% ) sehingga dilakukan uji lanjut duncan. Hasil uji lanjut duncan terhadap rasa memiliki selisih lebih besar dibandingkan nilai Least Significant Range (LSR) yaitu 0.4>0.38 sehingga dapat disimpulkan rasa pada jus jambu biji merah dengan sonikasi lebih disukai dibandingkan tanpa sonikasi. Hal ini dapat disebabkan karena sampel telah terlebih dahulu mengalami perlakuan sonikasi yang mengakibatkan sampel terasa hangat dan partikel jus secara tidak langsung sudah mengalami pergerakan. Pada sampel sonikasi partikel lebih cepat mengikat gula sehingga rasa sampel sonikasi lebih terasa dibanding sampel jus jambu biji merah tanpa sonikasi. Selain itu, kandungan vitamin C pada jus jambu sonikasi masih cukup tinggi sehingga berpengaruh rasa. Menurut Winarno (2004) rasa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penggunaan metode sonikasi pada jus jambu biji merah dalam mengecilkan ukuran partikel kurang cocok untuk digunakan. Hal ini, dikarenakan pada pengujian ukuran partikel optimum yaitu pada amplitudo 23% dan waktu sonikasi 50 menit didapatkan rata-rata ukuran partikel sebesar 298.48 nm sedangkan untuk jus jambu biji merah tanpa sonikasi sebesar 311.78 nm. Hasil tersebut memperlihatkan hasil pengecilan ukuran yang didapat tidak jauh berbeda dan berpengaruh terhadap stabilitas suspensi yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan oleh variabel lain yang tidak diteliti, komponen yang ada pada jus jambu biji merah sulit untuk diperkecil, dan lama sonikasi yang digunakan. Respon penerimaan pada uji organoleptik dengan kombinasi waktu sonikasi 50 menit dan amplitudo 23% didapatkan hasil bahwa tekstur dan penampakan tidak berpengaruh secara signifikan sedangkan rasa berpengaruh secara signifikan. Hal ini berarti, tekstur dari sampel yang telah disonikasi tidak mengalami perubahan ukuran sehingga tekstur yang dirasakan hampir sama dengan sampel jus jambu biji merah tanpa sonikasi dan berpengaruh terhadap penampakan yang dihasilkan. Rasa pada sampel sonikasi lebih disukai karena partikel dalam larutan sudah mengalami pergerakan dan pemanasan yang didapatkan ketika proses sonikasi. Hasil pengujian stabilitas suspensi menunjukan bahwa sampel dengan perlakuan sonikasi lebih baik dibanding tanpa sonikasi.
Saran Penambahan bahan penstabil berupa Carboxy Methyl Cellulose (CMC) atau gum arab pada konsentrasi tertentu mungkin dapat dilakukan untuk
26 menghasilkan jus jambu biji merah yang stabil sehingga pengendapan dapat dihambat, memiliki penampakan menarik dan dapat disukai konsumen.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah L, Sulaiman NN, Aroua MK, dan Mohdnoor MMJ. 2007. Response surface optimization of conditions for clarification of carambola fruit juice using a commercial enzyme. J Food Eng 81 (2007) 65–71. Adekunte AO, Tiwari BK, Cullen PJ, Scannel AGM, Donnell. 2006. Effect of sonication on colour, ascorbic acid and yeast inactivation in tomato juice. J Food Chem122 (2010) 500–507. Agoes G. 2001. Studi Stabilitas Sediaan Farmasi. Bandung: Teknologi Farmasi Prog Pasca Sarjana, Institut Teknologi Bandung. Al-Jedah JH dan Robinson RK. 2002. Nutritional value and microbiolgical safety of fresh fruit juice sold through retail outlets in Qatar. Pakistan J nutri 1 (2);79-81, 2002. Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta (ID): PT. Dian Rakyat. Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ibrahim F, Asmanizar, Aisyah I, penerjemah. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Introduction to PHarmaceutical Dosage Forms. Edisi ke IV. Anugrahati AN, Artha N, Muryani D. 2004. Peranan cloudifier pada Jus Jeruk Pontianak. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan Vol 2 No 1 April 2004. AOAC. 1980. Official Methods of Analysis. The Association of Official Analytical Chemistry. AOAC. Int.,Washington DC. AOAC. 1984. Official Methods of Analysis. The Association of Official Analytical Chemistry. AOAC. Int.,Washington DC. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. The Association of Official Analytical Chemistry. AOAC. Int.,Washington DC. AOAC. 1999. Official Methods of Analysis. The Association of Official Analytical Chemistry. AOAC. Int.,Washington DC. Apriyantono A, Fardiaz, Puspitasari, Sedarnawati, dan Budiyanto.1989. Analisa Pangan. Bogor (ID) : PAU Pangan dan Gizi. Astawan M. 2008. Sehat dengan Buah. Jakarta (ID) : PT. Dian Rakyat. Bastian F, Ishak E, Tawali AB, dan Bilang M. 2013. Daya terima dan kandungan zat gizi formula tepung tempe dengan penambahan Semi Refined Carrageenan (SRC) dan bubuk kakao. J Aplikasi Tekn Pangan Vo..2 No.1. Cahyonoa B. 2010. Budi Daya Jambu Biji di Pekarangan dan Perkebunan. Yogyakarta (ID): Lily Publisher. Cahyonob B. 2010. Mengenal Guava. Edisi Pertama.Yogyakarta (ID): Lily Publisher. Hal 4. Cheng LH, Soh CY, Liew SC, The FF. Effects of Sonication and Carbonation on Guava Juice Quality. J Food Chem 104 (2007) 1396–1401.
27 Jos B, Pramudono B, Aprianto. 2011. Ekstraksi oleoresin dari kayu manis berbantu ultrasonik dengan menggunakan pelarut alkohol. Reaktor, Vol. 13 No. 4, Desember 2011, Hal. 231-236. Gardjito M dan Wardana AS. 2003. Hortikultura Teknik Analisis Pasca Panen. Yogyakarta (ID) : Trans Media Mitra Printika. Hapsari BW. 2007. Sintesis nanosfer berbasis ferrofluid dan poly lactic acid dengan metode sonikasi. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hart H, Craine LE, and Hart DJ. 2003. Kimia Organik. Suatu Kuliah Singkat. Achmadi SS, Penerjemah; Safitri A, Editor. Edisi. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari : Organic Chemistry. A Short Course. Ed ke-11. Iriani ES, Said EG, Suryani A, dan Setyadjit. 2005. Pengaruh konsentrasi penambahan pektinase dan kondisi inkubasi terhadap rendemen dan mutu jus Mangga Kuini (Mangifera odorata Griff). J.Pascapanen, 2, pp. 11–17. Konwahrh R, Karak N, Sawian EM, Baruah S, Mandal M. 2011. effect of sonication and aging on the templating attribute of starch for green silver nanoparticles and their interactions at bio-interface. J Carbo Polymers 83 (2011) 1245–125. Kumalaningsing S. 2007. Antioksidan alami. Surabaya (ID): Trubus Agrisarana. Lead J. 2007. Nanoparticle In The Aquatic and Terrestrial Environments. Issues in Environmental Science and Technology 24:1-18. Lee WC, Yusof S, Hamid NSA, Baharin BS. 2006. Optimizing conditions for hot water extraction of banana juice using Response Surface Methodology (RSM). J Food Eng 75 (2006) 473–479. Lee WC, Yusof S, Hamid NSA, Baharin BS. 2007. Optimizing conditions for enzymatic clarification of banana juice using Response Surface Methodology (RSM). J Food Eng 73 (2006) 55–63. Muchtadi TR dan Ayustaningwatno F. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung (ID) : Alfabeta. Muhandri T, Ahza BA, Syarief R, Sustrisno 2011. Optimasi proses ekstrusi mi jagung dengan metode respon permukaan. J Tek Ind Pangan Vol.XXII No.2 Th.2011. Montgomery DC. 2001. Design and Analysisi of Experiments. Fifth Edition. John Wililey and Sons, Inc. New York. Hlm 427-448. Naidu, K.A. 2003 Vitamin C in human health and disease is still a mystery ? An overview. Nutrition Journal 2003, 2:7. Nakahira A, Nakamura S, Horimoto M. 2007. Synthesis of modified hdroxyapatite (hap) subtituted with fe ion for dds application. Osaka: IEEE Transactions on Magnetic 43 (6):2465-2467. Parimin 2007. Jambu Biji Budidaya dan Ragam Pemanfaatannya. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Pedrolli MAC, Gomes E.dan Carmona EC. 2009. Pectin and Pectinases : Production, characterization and industrial application of microbial pectinolytic enzymes, Op. Biotechnol. J., 3, pp. 9–18. Priyambodo B. 2007. Manajemen Industri Farmasi, edisi ke-1. Yogyakarta (ID): Global Pustaka Utama. Standar Nasional Indonesia (SNI) 2009. SNI Jambu biji. Badan Standarisasi Nasional. ICS 67.080.10.
28 Sitorus B, Suendo V, Hidayat F. 2011. Sintesis polimer konduktif sebagai bahan baku untuk perangkat penyimpan energi listrik. Jurnal ELKHA vol 3 No.1 Maret 2011. Suparmo. 2012. Dinamika Partikel Koloid. Yogyakarta (ID) : UNY Press. Susanto WH dan Setyohadi RB. 2011. Pengaruh varietas Apel (Malus sylvestris) dan lama fermentasi oleh khamir Saccharomyces cerivisiae sebagai perlakuan pra-pengolahan terhadap karakteristik sirup. J Tekn Pertani Vol.12 No. 3 [Desember 2011] 135-142. Sulistijani AD. 2002. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta (ID) : Trubus Agriwidia. Susiwi S. 2009. Penilaian Organoleptik. [Internet]. [diunduh 2013 Juli 22]. Tersedia pada: http:// Organoleptik.pdf. Syah D. 2012. Pengantar Teknologi Pangan. Bogor (ID) : IPB Press. Tamaroh S. 2004. Usaha peningkatan stabilitas nektar buah jambu biji (Psidium Guajava L) dengan penambahan Gum Arab dan CMC (Carboxy Methyl Cellulose). LOGIKA, Vol.1, No.1. Timuda GE, Maddu A, Irmansyah, Widiyatmoko B. 2010. Sintesis Partikel Nanocrystaline TiO2 untuk Aplikasi sel Surya menggunakan Metode Sonokimia. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jawa Tengah dan DIY Semarang hal.104-109. Tiwari BK, Donnell OPC, Cullen JP. 2009. Effect Of sonication on retention of anthocyanins in blackberry juice. J Food Eng 166-171. Triyono. 2010. Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Karakteristik Sari Buah dari Beberapa Varietas Pisang (Musa paradisiaca L). Prosiding SeminarNasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693 – 4393. Winarno F.G. 2002. Kimia Hasil Pertanian. Jakarta (ID): Gedia. Pustaka Utama. Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gedia. Pustaka Utama. Winarno FG dan Fernandez I E.2010. Nanoteknologi bagi Industri Pangan dan Kemasan. Bogor (ID): M-BRIO PRESS. Winarno. 2010. Nanoteknologi. [Internet]. [diunduh 2012 Maret 29]. Tersedia pada: http://www.foodreview.com. Winarsi H 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas.Yogyakarta (ID): Kanisius. Yam KL dan Papadakis S.E. 2004. A Simple digital imaging method for measuring and analyzing color of food surfaces. J Food Eng Vol. 61 Tahun 2004 Hal.137-142. Yuan Y, Gao Y, Zhao J, Mao L. 2008. Characterization and stability evaluation of β-carotene nanoemulsions prepared by high pressure homogenization under various emulsifying conditions. J Food Res Int 41:61–68. Zakaria FR, Irawan B, Pramudya dan Sanjaya. 2000. Intervensi sayur dan buah pembawa vitamin C dan E meningkatkan sistem imun populasi buruh pabrik di Bogor. Buletin Teknologi dan IndustriPangan. II (2) : 21-27. Zaragoza Z, Silva M, Zamorano R, Villegas C, Cortez G dan Guerrerro Q. 2013. Use of solid lipid nanoparticles (slns) in edible coatings to increase guava (Psidium guajava l ) shelf-life. J Food res Int 51 (2013) 946–95.
29 Lampiran 1 Prosedur pengujian karakterisasi jambu biji merah a) Kadar Protein (AOAC 1995) Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikro-kjeldahl. Sampel dihomogenkan, kemudian sampel seberat 0.1 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml lalu ditambahkan katalis (CuSO4 dan Na2SO4) dan 2.5 ml H2SO4 pekat 98%. Selanjutnya sampel didekstruksi selama 30-40 menit sampai berwarna hijau bening. Setelah didinginkan, sampel ditambahkan dengan air suling hingga tanda tera. Sebanyak 5 ml larutan hasil pengenceran ditambahkan dengan 10 ml NaOH 40%, disuling selama 5 menit. Hasil penyulingan ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml asam borat (2%) dan 0,1 ml campuran indikator hijau bromkresol 0,1% dengan merah metal 0.1% (5:1), kemudian dititrasi dengan larutan HCL 0.1 N sampai berwarna merah muda. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar N (%) = A x N HCL x 14.001 x 100% sampel Kadar protein (% b/b) = % N x Faktor konversi Kadar Protein % bk =
Kadar protein (% bb) X100 (100-kadar air)
Dimana : A = selisih ml HCL yang digunakan untuk menitrasi blanko dan contoh N = normalitas larutan HCL b) Kadar air (AOAC 1995) Sebanyak 2-10 g contoh ditimbang di dalam cawan yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya, lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 oC selama 2 jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan (kehilangan berat selama pengeringan 30 menit tidak lebih dari 0.05%) Kadar air (% bb) =
B1-B2 B1
x 100%
Dimana : B1 = Berat contoh awal (g) B2 = Berat contoh akhir (g) c) Kadar lemak (AOAC 1995) Sebanyak 2 g contoh bebas air diekstraksi dengan pelarut organik heksana dalam alat soxhlet selama 6 jam. Contoh hasil ekstraksi diuapkan dengan cara diangin-anginkan dalam over bersuhu 105oC. Contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap.
30 Kadar lemak % bb =
bobot lemak x 100% bobot contoh
Kadar lemak % bk =
Kadar lemak (%bb) X100 (100-kadar air)
d) Kadar serat (AOAC 1995) Sebanyak 1 g bahan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 100 ml H2SO4 0.325 N. Kemudian dihidrolisis di dalam autoklaf bersuhu 105oC selama 15 menit. Bahan didinginkan, kemudian ditambahkan 50 ml NaOH 1.25 N. Bahan dihidrolisis kembali di dalam autoklaf bersuhu 105 oC selama 15 menit. Bahan disaring menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Setelah itu, kertas saring dicuci berturut-turut dengan air panas ditambah 25 ml H2SO4 0,325 N dan air panas ditambah 25 ml aseton/alkohol. Angkat dan keringkan kertas saring dan bahan dalam oven 110 oC selama 1-2 jam. Kadar serat (% bb) =
bobot kertas saring akhir-bobot kertas saring awal X 100 bobot contoh awal
Kadar serat (% bk) = 100% - (K.lemak + k.air) /100% x kadar serat (% bb)
e) Kadar karbohidrat Pada analisis bahan baku, kadar karbohidrat dihitung dengan cara by different, yaitu pengurangan jumlah komponen bahan total dengan jumlah kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar serat. Kadar karbohidrat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar karbohidrat (%) = 100% - (K. Air + K. Abu + K. Lemak + K. Protein +K.Serat) f) Pengujian Vitamin C bahan (Gardjito 2003) Sebanyak 100 g bahan yang sudah dihancurkan dalam blender. Kemudian dimasukkan dalam labu ukur 250 ml, encerkan sampai tanda tera dengan menambah air destilata yang digunakan sebagai pembilas blender, selanjutnya disaring menggunakan kertas saring. Filtrat yang diperoleh sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 2-3 tetes pati 1 %, kemudian dititrasi dengan larutan iod 0.01 N sampai timbul perubahan warna biru stabil. Setiap ml iod sebanding dengan 0.88 mg asam askorbat. Asam askorbat mg/g = (ml iod x N x 0.88 x fp x 100)/ berat bahan fp : faktor pengencer N : normalitas
31 g) Total padatan terlarut (AOAC 1984) Jumlah padatan terlarut dihitung menggunakan refraktometer, bahan yang diukur diambil sedikit dan diteteskan kepada alat. Kemudian diukur nilai total padatan terlarut dengan mengamati nilai yang berada dintara batas terang dan batas gelap dalam satuan 0Brix.
32 Lampiran 2 Diagram alir pembuatan jus jambu biji merah (modifikasi dari Kumalaningsing (2007) Mulai
Jambu biji merah Pencucian Pembelahan Penambahan air matang (air matang : jus jambu= 2:1)
Penghancuran (blender) Penyaringan (saringan 250 mesh) Jus jambu biji merah Selesai
Ampas
33 Lampiran 3 Hasil ukuran partikel dengan PSA pada jus jambu optimum (amplitudo 23% dan waktu sonikasi 50 menit)
34
35 Lampiran 4 Hasil uji Particle Size Analyzer (PSA) pada jus jambu tanpa sonikasi
36
37 Lampiran 5 Analisis statistik ukuran partikel ANOVA for Y1
Fit Statistics for Y1 ____________________________________________ Master Model Predictive Model ____________________________________________ Mean 9.465385 9.465385 R-square 51.79% 51.79% Adj. R-square 17.35% 17.35% RMSE 2.121472 2.121472 CV 22.41295 22.41295 ____________________________________________
Canonical Analysis: Stationary point for Y1 ________________________________________________________________________ Stationary point: Critical value is a Saddle Point Predicted response at stationary point: 9.82827 Standard error of predicted value: 0.928718 ________________________________________________________________________
Canonical Analysis: Critical value for Y1 _____________________________ Factor Name Coded Uncoded _____________________________ WAKTU -0.32057 48.3971 AMPLI -0.24188 28.7906
38 Lampiran 6 Analisis statistik stabilitas suspensi
\
Canonical Analysis: Stationary point for Y1 ________________________________________________________________________ Stationary point: Critical value is a Maximum Predicted response at stationary point: 0.940095 Standard error of predicted value: 0.041587 ________________________________________________________________________
Canonical Analysis: Critical value for Y1 _______________________________ Factor Name Coded Uncoded _______________________________ WAKTU -0.22268 48.8866 ( -0.22268) AMPLITUD -0.15791 29.2105 ( -0.15791) _______________________________
39 Lampiran 7 Lembar uji organoleptik jus jambu biji merah Nama Panelis : …………………… Tanggal : .............................. Berilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh. Catatan : * Untuk Tekstur, rasakan ada atau tidaknya partikel jus jambu biji merah pada lidah Anda Spesifikasi 1. Rasa Sangat enak Enak Agak enak Netral Kurang enak Agak kurang enak Sangat kurang enak 2. Tekstur Sangat kasar Kasar Agak kasar Netral lembut Agak lembut Sangat lembut 3.Penampakan (Keseluruhan) Sangat suka Suka Agak suka Netral Kurang suka Agak kurang suka Sangat tidak suka
Kode Contoh A B
40 Lampiran 8 Pengujian mutu jus jambu biji merah a) Kadar lemak kasar (AOAC 1980) Sebanyak 2 g sampel disebar diatas kapas yang beralas kertas saring dan digulung membentuk thimble. Kemudian masukan ke dalam oven dengan suhu 600C selama 24 jam. Setelah itu dimasukan ke dalam labu soxhlet. Kemudian ekstraksi selama 6 jam, dengan pelarut lemak berupa heksan sebanyak 150 ml. Lemak yang terekstrak, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100 0C selama 1 jam. Bobot lemak terekstrak Kadar lemak= Bobot sampel b) Kadar protein kasar (AOAC 1980) Sebanyak 0.25 g sampel, dimasukan ke dalam labu kjehdal 100 ml dan tambahkan selenium 0.25 g dan 3 ml H2SO4 pekat. kemudian lakukan dekstruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam, sampai larutan jernih. Setelah dingin tambahkan 50 ml aquadest dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan destilasi dititrasi dengan HCL 0.1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan sama dilakukan terhadap blanko. Dengan metode ini diperoleh kadar Nitrogen total yang dihitung dengan rumus : % N=
S-B X N HCL X 14 X 100% w X 1000 X 2.5
Keterangan : S : volume titran sampel (ml); B: volume titran blanko (ml); w: bobot sampel kering (ml). Kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar Nitrogen dengan Faktor perkalian untuk berbagai bahan pangan berkisar 5.186.38. N HCL yang dipakai = 0.132 sedangkan 2.5 adalah faktor koreksi dari alat yang dipakai. c) Kadar serat kasar (AOAC 1980) Sebanyak 1 g sampel dilarutkan dengan 100 ml H 2SO4 1.25%, dipanaskan hingga mendidih lalu dilanjutkan dengan dekstruksi selama 30 menit. Kemudian saring dengan kertas saring dan dengan bantuan corong Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan 20-30 ml air mendidih dan dengan 25 ml air sebanyak 3 kali. Residu didekstruksi kembali dengan NaOH 1.25% selama 30 menit. Lalu saring dengan cara seperti diatas dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H2SO4 1.25% mendidih, 25 ml air sebanyak tiga kali dan 25 ml alkohol. Residu dan kertas saring dipindahkan ke cawan porcelain dan dikeringkan dalam oven 130 0C selam 2 jam. Setelah dingin residu beserta cawan porcelain ditimbang (A), lalu dimasukan ke dalam tanur 6000C selama 30 menit, didinginkan, dan ditimbang kembali (B).
41 Bobot serat kasar = W-W0 W = bobot residu sebelum dibakar dalam tanur = A- (bobot kertas saring + cawan) : A : bobot residu + kertas saring + cawan W0 = bobot residu setelah dibakar dalam tanur = B- (bobot cawan) : B : bobot residu + cawan Kadar serat kasar=
Bobot serat kasar X 100% Bobot sampel
Catatan : Untuk sampel jus jambu pada penelitian ini, sampel yang digunakan untuk blanko berkisar + 21 g dan sampel sonikasi + 19 g karena dengan sampel 1 g kadar serat kasar yang diperoleh adalah nol sehingga diperlukan sampel yang lebih banyak. d) Pengujian Stabilitas Suspensi (Bastian et al. 2013) Untuk pengujian kestabilan suspensi, sampel dimasukan ke tabung reaksi hingga mencapai ketinggian kurang lebih 10 cm. Lakukan pengamatan terhadap waktu yang diperlukan bagi sampel untuk membentuk dua fasa atau dua lapisan yang terpisah, tinggi total sampel dalam tabung reaksi, dan tinggi lapisan atas yang terpisah. Selanjutnya lakukan perhitungan kestabilan suspensi, dengan rumus : total larutan-cairan yang terpisah % Kestabilan suspensi = x 100% total larutan e) Warna (Apriyantono et al.1989) Intensitas warna diukur dengan menggunakan Colortex. Nilai yang terbaca pada alat antara lain nilai A, B, dan L (tingkat kecerahan). Warna produk berdasarkan nilai °Hue dapat dilihat pada Tabel 9. Intensitas warna ditunjukkan melalui nilai Chroma yang dihitung dengan rumus sebagai berikut: 𝐶 = 𝑎2 + 𝑏2 H = tan-1 (b/a) Keterangan : C = Chroma, menunjukan intensitas warna sampel H = oHue, menunjukkan stabilitas warna sampel L = Tingkat kecerahan A = positif, cenderung berwarna merah negatif, cenderung hijau B = positif, cenderung kuning negatif, cenderung biru
42
Hue 18°-54° 54°-90° 90°-126° 126°-162° 162°-198° 198°-234° 234°-270° 270°-306° 306°-342° 342°-18°
Warna produk Red (R Yellow Red (YR) Yellow (Y) Yellow Green (YG) Green (G) Blue Green (BG) Blue (B) Blue Purple (BP) Purple (P) Red Purple
f) Pengujian Kadar Vitamin C jus atau sari buah (AOAC 1999) Kadar vitamin C ditentukan dengan cara titrasi Iod. Sebanyak 5 ml jus dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml. Ditambahkan 20 ml air destilata dan beberapa tetes larutan pati sebagai indikator. Selanjutnya segera dititrasi dengan larutan Iod 0.01 N sampai timbul warna biru. Tiap ml larutan Iod equivalen dengan 0.88 mg asam askorbat. ml Iod x 0.01 N x 0.88 x P x 100 A= ml contoh A = mg asam askorbat per 100 ml sari buah P = jumlah pengenceran N = normalitas
43 Lampiran 9 Hasil pengujian ukuran partikel dengan mikroskop digital
Sample X1
Sample X2
Sample X3
Sample X4
Sample X5
Sample X6
44
Sampel X7
Sampel X8
Sampel X9
Sampel X10
Sampel X11
Sampel X12
45
Sampel X13 Hasil pengujian ukuran partikel dengan mikroskop digital Ukuran Partikel (µm) Besar Kecil
Rata-rata (µm)
Sampel
Keterangan
X1
A = 25% T= 45 menit
17
6.1
11.55
X2
A = 35% T= 45 menit
10.2
2.2
6.2
X3
A = 25% T= 55 menit
20.6
2.7
11.65
X4
A = 35% T= 55 menit
13.7
1.8
7.75
X5
A = 30% T= 43 menit
17.9
2.7
10.3
X6
A = 30% T= 57 menit
22.4
3.6
13
X7
A = 23% T= 50 menit
8.6
1.8
5.2
X8
A = 37% T= 50 menit
14.4
1.8
8.1
X9
A = 30% T= 50 menit
14.3
2.7
8.5
X10
A = 30% T= 50 menit
12.5
3.6
8.05
X11
A = 30% T= 50 menit
18
3.6
10.8
X12
A = 30% T= 50 menit
19.7
1.8
10.75
X13
A = 30% T= 50 menit
19.7
2.7
11.2
A = Amplitudo T = Waktu sonikasi
46 Lampiran 10 Hasil pengujian organoleptik jus jambu biji merah Rasa Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Yj ∑j(Yij)² (Yj) ² rata-rata
A B 6 4 6 5 2 4 5 3 6 5 6 7 2 3 5 6 5 4 5 4 3 5 6 5 7 6 5 6 5 4 6 7 6 5 5 4 6 6 3 2 5 6 6 5 6 3 5 3 5 4 6 5 6 5 5 6 6 6 4 4 154 142 834 710 23716 20164 5.13333 4.73333
Yi 10 11 6 8 11 13 5 11 9 9 8 11 13 11 9 13 11 9 12 5 11 11 9 8 9 11 11 11 12 8 296
∑i(Yij)² 52 61 20 34 61 85 13 61 41 41 34 61 85 61 41 85 61 41 72 13 61 61 45 34 41 61 61 61 72 32 1544 43880
Yi ² 100 121 36 64 121 169 25 121 81 81 64 121 169 121 81 169 121 81 144 25 121 121 81 64 81 121 121 121 144 64 3054
47 Dilakukan analisis sidik ragam untuk mengetahui nyata atau tidaknya perbedaan antar perlakuan Faktor Koreksi SS Total SS perlakuan SS Panelis SS error Analisis varian Sumber keragaman Perlakuan Panelis Error Total
Df 1 29 29 59
1460.266667 83.73333333 2.4 66.73333333 14.6
SS 2.4 66.733 14.6 83.733
MS 2.4 2.30115 0.50345
F. Hit F. Tabel 5% 4.76712 4.18
H0 : Jenis sampel tidak berpengaruh secara signifikan terhadap respon rasa H1 : Jenis sampel berpengaruh secara signifikan terhadap respon rasa Kesimpulan : F Hitung > F tabel : Tolak H0 Uji lanjut Terdapat minimal satu sampel yang berbeda secara signifikan terhadap respon rasa UJI LANJUT 1. Urutkan rata-rata terkecil sampai terbesar 1 2 5.133333 4.733333 2. Tuliskan MS error dari tabel anova MS error : 0.503448 3. Hitung standar error Standar error = √(MS error/jumlah panelis) Standar error = 0.129543 4. Tuliskan nilai dari tabel p ; galat yang digunakan = galat error Banyaknya nilai p = k 2 k = jumlah rata-rata 2.895 5. Hitung nilai LSR LSR = nilai p x standar error LSR = 0.38
48
6. Bandingkan selisih antara nilai rata-rata dengan nilai LSR Rata-rata terbesar - rata2 terkecil pertama >< LSR (k) Rata-rata terbesar - rata2 terkecil kedua >
0,38 Kesimpulan: Rasa jus jambu sampel A lebih disukai dibanding jus jambu sampel B
49 Tekstur Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Yj ∑j(Yij)² (Yj) ² ratarata
A 3 5 7 5 3 5 5 3 3 3 6 4 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 139 669 19321
B 5 5 7 5 4 5 6 3 3 3 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 6 5 4 4 4 5 5 4 142 694 20164
4.6333
4.733
Yi 8 10 14 10 7 10 11 6 6 6 11 8 10 10 10 10 10 9 10 10 9 10 11 10 9 9 9 10 10 8 281
∑i(Yij)² 64 100 196 100 49 100 121 36 36 36 121 64 100 100 100 100 100 81 100 100 81 100 121 100 81 81 81 100 100 64 1363 39485
Yi ² 64 100 196 100 49 100 121 36 36 36 121 64 100 100 100 100 100 81 100 100 81 100 121 100 81 81 81 100 100 64 2713
50 Dilakukan analisis sidik ragam untuk mengetahui nyata atau tidaknya perbedaan antar perlakuan Faktor Koreksi SS Total SS perlakuan SS Panelis SS error Analisis varian Sumber keragaman Perlakuan Panelis Error Total
1316.016667 46.98333333 0.15 40.48333333 6.35
df 1 29 29 59
SS MS F. Hit F. Tabel 5% 0.15 0.15 0.68504 4.18 40.4833 1.39598 6.35 0.21897 46.9833
H0 : Jenis sampel tidak berpengaruh secara signifikan terhadap respon tekstur H1 : Jenis sampel berpengaruh secara signifikan terhadap respon tekstur Kesimpulan : F Hitung < F tabel : Terima H0 (Tidak berpengaruh) tidak uji lanjut
51 Penampakan Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Yj ∑j(Yij)² (Yj) ² rata-rata
A 5 6 3 3 6 6 2 5 4 6 5 5 5 5 5 6 5 6 5 6 5 6 7 5 6 4 5 6 5 4 152 804 23104 5.067
B 5 5 3 4 5 6 3 5 4 5 6 5 5 6 5 7 5 5 6 6 6 6 3 3 6 6 6 5 5 4 151 793 22801 5.03
Yi 10 11 6 7 11 12 5 10 8 11 11 10 10 11 10 13 10 11 11 12 11 12 10 8 12 10 11 11 10 8 303
∑i(Yij)² 50 61 18 25 61 72 13 50 32 61 61 50 50 61 50 85 50 61 61 72 61 72 58 34 72 52 61 61 50 32 1597 45905
Yi ² 100 121 36 49 121 144 25 100 64 121 121 100 100 121 100 169 100 121 121 144 121 144 100 64 144 100 121 121 100 64 3157
52 Dilakukan analisis sidik ragam untuk mengetahui nyata atau tidaknya perbedaan antar perlakuan Faktor Koreksi SS Total SS perlakuan SS Panelis SS error
1530.15 66.85 0.016666667 48.35 18.48333333
Analisis varian Sumber keragaman Perlakuan Panelis Error Total
df 1 29 29 59
SS MS F. Hit 0.01667 0.01667 0.02615 48.35 1.66724 18.4833 0.63736 66.85
F. Tabel 5% 4.18
H0 : Jenis sampel tidak berpengaruh secara signifikan terhadap respon penampakan keseluruhan H1 : Jenis sampel berpengaruh secara signifikan terhadap respon penampakan keseluruhan Kesimpulan :F Hitung < F tabel : Terima H0 (Tidak berpengaruh) tidak uji lanjut
53
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Garut pada tanggal 18 Januari 1991 dari ayah Rusyadi dan Rokayah Spd. Penulis merupakan anak ke empat dari delapan bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN I Wanamekar Garut pada tahun 2003, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Wanaraja Garut hingga tahun 2006. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2009 di SMA Negeri 1 Garut dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa kuliah S1 penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan yaitu CYBERTRON ASRAMA pada tahun 2009, Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB 2009-2010, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FATETA 20102011, BEM FATETA 2011-2012, komunitas bidang energi BEIC (2012), dan Forum Bina Islami (FBI) FATETA 2011-2012. Selain itu, penulis aktif juga dalam mengikuti kepanitiaan yang ada di IPB seperti panitia jalan sepeda santai alumni IPB, panitia napak tilas FATEMETA IPB, Techno F 2011, Fateta Social Activity, Hari Warga Industri (HAGATRI 2011), IPB Festival dan lain-lain. Penulis menjadi asisten praktikum Teknologi Pati, Gula dan Sukrokimia pada tahun 2013 dan pernah melaksanakan Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian yang didanai DIKTI pada tahun 2011 dengan judul “Potensi Ekstrak Daun Tembakau pada Sabun Cair untuk Meningkatkan Resistensi pada Mikroba” (2010). Penulis melaksanakan praktek lapangan pada Juli-Agustus 2012 di PT. Condong Garut dengan judul “Mempelajari Aspek Pengawasan Mutu Karet di PT. Condong Garut”. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian dan Laboratorium Biofisika Material dengan judul “Optimasi Penghambatan Pengendapan Jus Jambu Biji Merah dengan Metode Sonikasi” di bawah bimbingan Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA.