OPTIMASI KONSENTRASI BAP DAN MEDIA DASAR UNTUK PERBANYAKAN SEREH WANGI (Cymbopogon nardus) SECARA IN VITRO
INA AGISTINA
BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Optimasi konsentrasi BAP dan media dasar untuk perbanyakan sereh wangi (Cymbopogon nardus) secara in vitro adalah benar karya bersama saya dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Ina Agistina NIM G34100038
ABSTRAK INA AGISTINA. Optimasi Konsentrasi BAP dan Media Dasar untuk Perbanyakan Sereh Wangi (Cymbopogon nardus) secara In Vitro. Dibimbing oleh SUHARSONO dan YOHANA CAECILIA SULISTYANINGSIH. Sereh wangi (Cymbopogon nardus) termasuk kedalam suku Poaceace yang memiliki banyak manfaat. Salah satu manfaat sereh wangi adalah sebagai bahan dasar dalam pembuatan minyak astiri. Produksi sereh wangi di Indonesia saat ini semakin menurun dengan mutu yang rendah, sedangkan harga bibitnya semakin tinggi. Salah satu upaya untuk menurunkan biaya bibit adalah dengan teknik kultur in vitro dengan menggunakan media dasar yang sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi BAP yang optimal dan media dasar sederhana yang dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman sereh wangi secara in vitro. Pada media dasar MS, BAP mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perbanyakan tunas. Konsentrasi BAP yang optimal untuk perbanyakan tunas sereh wangi adalah 2 mg/l. Media dasar yang tersusun dari 2 g/l Hyponex (20:20:20) mempunyai pengaruh yang sama dengan media MS untuk perbanyakan tunas sereh wangi sehingga media Hyponex pada konsentrasi 2 g/l dapat digunakan untuk mengganti media MS. Kata kunci: BAP, Growmore, Hyponex, perbanyakan tunas, sereh wangi
ABSTRACT INA AGISTINA. Optimization of BAP and Basic Medium for Citronella (Cymbopogon nardus) In Vitro Propagation. Supervised by SUHARSONO and YOHANA CAECILIA SULISTYANINGSIH. Citronella (Cymbopogon nardus) is a herbaceous plant belonging to the Poaceace family which has a lot of uses. It is used as raw material in production of essential oil. Currently citronella production in Indonesia decreases, and it also has lower quality, whereas the seedling price increase. One of the efforts to reduce the seedling price is to apply seedling production by using in vitro propagation technique with a simple basic medium. This study aimed to determine the optimum concentration of BAP and simple basic medium that can be used for citronella in vitro propagation. Application of BAP in MS medium showed significant effect on citronella shoot multiplication. For citronella shoot multiplication, optimum concentration of BAP was 2 mg/l. Basic medium composed of 2 g/l Hyponex (20:20:20) gave the same effect with MS medium for shoot multiplication of citronella, therefore Hyponex medium at a concentration of 2 g/l can be used to substitute the MS medium. Keywords: BAP, Growmore, Hyponex, plant propagation, citronella.
OPTIMASI KONSENTRASI BAP DAN MEDIA DASAR UNTUK PERBANYAKAN SEREH WANGI (Cymbopogon nardus) SECARA IN VITRO
INA AGISTINA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi
BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 hingga Juni 2014 ini berjudul Optimasi Konsentrasi BAP dan Media Dasar untuk Perbanyakan Sereh Wangi (Cymbopogon nardus) secara In Vitro. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Suharsono, DEA dan Ibu Dr Yohana Caecilia Sulistyaningsih, MSi selaku pembimbing atas waktu yang disediakan, segala bimbingan, dukungan, arahan, kesabaran, serta saran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Muhadiono, MSc selaku penguji skripsi atas semua saran, masukan, dan perbaikan yang telah diberikan. Terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf di laboratorium Biologi Molekular dan Selular Tanaman (BMST), khususnya kepada Mba Nia Dahniar, SP, Mba Sarah, Pak Mulya dan Pak Iri atas segala bantuan. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan seperjuangan S1 Maulani, Salsabila, Nurrizky, Mardiyah dan Bustomi, rekan-rekan S2 juga rekan-rekan S3 di BMST.. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat tercinta Aulia Citra Utami, Hanindya Widyawati, Catur Putri, Nita Ayu Kusumaningsih, Nailirrahma, teman-teman di Chlorophyl 47, Lingkaran Inspirasi, Mentari Jingga, serta teman-teman seperjuangan di Biologi 47 atas segala dukungan dan kebersamaan selama ini. Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada kedua orang tua Ibu Dede Sumiati dan Bapak Sugiri (alm.), adik Dio Alif Utama, Ferly Gustiansyah, Paman Husen, Bibi Acah serta seluruh keluarga atas segala do’a, kasih sayang, semangat, dan dukungan yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2015 Ina Agistina
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Bahan
2
Metode
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3
Penentuan Konsentrasi BAP yang Optimal untuk Perbanyakan Tunas
3
Pengaruh Media terhadap Jumlah Tunas
6
SIMPULAN
9
SARAN
9
DAFTAR PUSTAKA
10
LAMPIRAN
12
RIWAYAT HIDUP
16
DAFTAR TABEL 1 Rata-rata jumlah tunas sereh wangi pada media MS dengan perlakuan BAP 2 Rata-rata jumlah tunas sereh wangi pada 4 media dasar 3 Hasil analisis komponen makro dan mikro media Hyponex, Growmore dan MS
4 6 7
DAFTAR GAMBAR 1 Pengaruh hormon BAP terhadap pertumbuhan rata-rata jumlah tunas pada setiap minggu setelah tanam (MST) 2 Morfologi tunas sereh wangi yang berumur 6 MST di media dasar MS yang mengandung beberapa konsentrasi BAP. 3 Kultur in vitro sereh wangi yang berumur 4 MST pada 4 jenis media dasar yang mengandung 2 mg/l BAP.
4 5 8
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Komposisi Media MS (Murashige dan Skoog 1962) Komposisi Pupuk Hyponex (20:20:20) Komposisi pupuk NPK (16:16:16) Komposisi Pupuk Growmore (32:10:10) Sidik ragam pertambahan jumlah tunas pada perlakuan dosis BAP Sidik ragam pertambahan jumlah tunas pada perlakuan jenis media dasar
13 13 14 14 15 15
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman sereh wangi (Cymbopogon nardus) termasuk suku Poaceae yang merupakan salah satu tanaman rumput-rumputan. Tanaman sereh wangi diperbanyak secara vegetatif yaitu melalui perbanyakan anakan (tunas). Bibit sereh wangi yang digunakan untuk perbanyakan berasal dari sobekan rumpun yang masih mengandung akar (Santoso 1992). Bagian batang dan daun sereh wangi bisa dimanfaatkan sebagai pengusir nyamuk karena mengandung zat-zat seperti geraniol, metil heptenon, terpen, terpen-alkohol, asam-asam organik, dan terutama sitronela yang dapat digunakan sebagai obat nyamuk semprot (Setyaningsih et al. 2006), sedangkan komponen turunannya banyak digunakan dalam industri kosmetika, parfum, sabun dan farmasi (Daswir dan Kusuma 2005). Selain itu kegunaan yang sangat terkenal adalah sebagai bahan pembuatan minyak sereh yang saat ini telah dikembangkan di Indonesia dan menjadi salah satu komoditas ekspor non migas (Sunarto 1992). Sebelum perang dunia kedua, Indonesia merupakan negara pengekspor utama minyak sereh wangi, namun saat ini negara produsen utama minyak sereh wangi adalah Tiongkok. Menurut Daswir dan Kusuma (2005), harga ekspor minyak sereh wangi sangat tinggi, selain itu permintaan minyak sereh wangi di pasar internasional juga cukup besar, karena kebutuhan pasar selalu meningkat 35% per tahun. Suprapto pada tahun 2013 menyatakan bahwa harga ekspor minyak atsiri meningkat hingga mencapai US$ 10 per kilogram dari yang semula hanya US$ 4-4,5 per kilogram. Penurunan volume ekspor minyak sereh wangi di Indonesia karena kurang tersedia bahan baku, rendahnya mutu dan produktivitas tanaman dibandingkan produksi Tiongkok dan Taiwan, juga petani yang kurang maksimal dalam pengelolaan tanaman (Daswir dan Kusuma 2005). Produksi tanaman sereh wangi perlu ditingkatkan. Bibit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam produksi pertanian (Wattimena 1992). Oleh sebab itu perbanyakan bibit dengan mutu yang baik sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi minyak sereh. Perbanyakan bibit C. nardus yang efisien dengan kualitas bibit yang baik dapat dilakukan dengan teknik kultur jaringan. Menurut Wattimena (1992), teknik kultur jaringan merupakan salah satu teknologi maju dan tepat guna yang dapat diterapkan sesuai degan kebutuhan dan kondisi di Indonesia. Keunggulan menggunakan teknik kultur jaringan ini antara lain dapat menghasilkan bibit berkualitas unggul yang seragam, daya multiplikasi tinggi, siklus yang pendek, produksi terus menerus tanpa bergantung musim, hanya membutuhkan ruangan kecil untuk produksi, dan perbanyakan klonal secara besar-besaran dapat diperoleh dalam waktu singkat (Wheterell 1982). Tanaman hasil kultur jaringan yang dihasilkan bebas dari patogen karena dilakukan secara steril. Tanaman induk yang sehat yaitu bebas dari hama penyakit dan virus, dapat meningkatan produksi tanaman. Bibit yang sehat berkaitan erat dengan ketersediaan bibit unggul bermutu. Metode alternatif perbanyakan bibit sereh wangi secara in vitro salah satunya yaitu dengan optimasi pada media dasar sederhana. Penggunaan bahan
2 kimia seperti garam-garam MS (Murashige dan Skoog 1962) sebagai media tumbuh memerlukan biaya cukup mahal, sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengurangi biaya produksi bibit melalui penyediaan media tumbuh in vitro yang lebih murah dan mudah didapat. Penggunaan bahan pupuk majemuk seperti NPK, Hyponex dan Growmore dapat menjadi alternatif pengganti hara makro dan mikro media MS, karena pupuk majemuk mengandung hara makro dan mikro yang lengkap (Shintiavira et al 2012). Pupuk majemuk yang ditambah dengan zat pengatur tumbuh (ZPT) diharapkan dapat menjadi substitusi penggunaan bahan kimia. Hal ini dapat membuat harga jual bibit terjangkau oleh petani, sehingga petani mendapat keuntungan yang lebih besar. Media dasar yang digunakan merupakan media yang mengandung unsur hara makro, hara mikro dan sumber karbon yang berupa gula untuk menggantikan karbon yang biasanya didapat dari atmosfer melalui fotosintesis (Gunawan 1992). Zat pengatur tumbuh mempunyai peranan yang besar dalam teknik kultur jaringan. George dan Sherrington (1984) menyatakan bahwa pada umumya media perbanyakan in vitro menggunakan zat pengatur tumbuh dari golongan sitokinin, seperti BAP (6-bensil amino purin). BAP merupakan salah satu zat pengatur tumbuh yang banyak digunakan untuk memacu pembentukan tunas dengan daya aktivitas yang kuat untuk mendorong proses pembelahan sel. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi BAP yang optimal dan jenis media dasar sederhana yang sesuai untuk perbanyakan tanaman sereh wangi secara in vitro.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Juni 2014 di Labolatorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman (BMST), Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati (PPSHB), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), Institut Pertanian Bogor. Bahan Bahan tanaman yang digunakan berasal dari kultur in vitro tanaman sereh wangi yang merupakan koleksi Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman PPSHB IPB. Media Murashige dan Skoog (MS) tahun 1962 (Lampiran 1) digunakan sebagai media dasar untuk perbanyakan tunas sereh wangi. Media Hyponex (Lampiran 2), NPK (Lampiran 3) dan Growmore (Lampiran 4) adalah media yang diuji dalam penelitian ini. BAP (6-Benzilaminopurin) adalah zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam percobaan ini.
3 Metode Percobaan ini terdiri dari 2 percobaan yaitu: (1) Penentuan konsentrasi BAP yang optimal untuk perbanyakan tunas dan (2) Pengujian beberapa media dasar sederhana untuk perbanyakan jumlah tunas. Percobaan 1: Penentuan konsentrasi BAP optimal untuk perbanyakan tunas Planlet berupa tunas yang berasal dari tanaman in vitro ditanam di dalam botol yang berisi media dasar MS yang mengandung BAP dengan konsentrasi yang berbeda sebagai perlakuan. Percobaan ini dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan pada penelitian ini adalah 0, 1, 2 dan 3 mg/l BAP. Setiap ulangan terdiri dari 8 botol, dan setiap botol berisi 3 eksplan. Eksplan berupa tunas awal ditanam pada media MS, lalu ditumbuhkan di ruang kultur dengan suhu 24o-25o C. Pengamatan dilakukan setiap minggu dengan mengamati jumlah tunas yang tumbuh, dan dilakukan selama 6 minggu. Percobaan 2: Pengujian beberapa media dasar untuk perbanyakan tunas Semua planlet yang dihasilkan dari percobaan perbanyakan tunas di subkulturkan dalam media MS tanpa penambahan BAP selama 4 minggu, untuk menghilangkan pengaruh perlakuan sebelumnya. Planlet ini digunakan sebagai bahan percobaan 2. Planlet dipotong dan dipilih bagian tunas awal. Eksplan berupa tunas ini lalu ditanam di dalam botol yang berisi beberapa macam media perlakuan ditambah BAP dengan kadar yang paling efektif dari percobaan 1 yaitu 2 mg/l. Percobaan ini dilakukan dengan RAL dengan satu faktor perlakuan dan tiga ulangan. Faktor perlakuan pada percobaan ini adalah jenis media dasar yang terdiri dari empat macam yaitu MS, 2 g/l Hiponex, 1 g/l Growmore dan 2 g/l NPK. Setiap ulangan terdiri dari 5 botol, dan setiap botol berisi 3 eksplan. Eksplan ditumbuhkan di ruang kultur dengan suhu 24o-25o C. Pengamatan dilakukan setiap minggu dengan mengamati jumlah tunas yang tumbuh, selama 6 minggu. Pengolahan data Data dari hasil pengamatan dianalisis dengan perangkat lunak Statistical Analysis System (SAS). Bila uji F menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap hasil maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk menentukan perlakuan yang berpengaruh terhadap hasil.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Konsentrasi BAP yang Optimal untuk Perbanyakan Tunas Pada konsentrasi 1-3 mg/l, BAP berpengaruh nyata terhadap pembentukan tunas sejak 1 MST sampai dengan 6 MST (Lampiran 5). Penambahan BAP pada media berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas yang dihasilkan. Jumlah tunas yang terbanyak diperoleh pada pemberian 2 mg/l BAP dengan nilai rata-rata 4,17 pada 6 MST, sedangkan perbanyakan yang terendah yaitu 1,11 pada 6 MST terjadi pada tunas yang ditanam di media yang tidak mengandung BAP (Tabel 1). Hasil ini menunjukkan bahwa hormon sitokinin sintetik BAP merupakan ZPT
4 yang efektif untuk penggandaan tunas. Menurut Bhojwani dan Razdan (1983) BAP lebih aktif dalam memacu pembentukan tunas dari pada kinetin dan 2-iP. Aktivitas utama sitokinin didalam tanaman juga mendorong pembelahan sel dan memberikan pengaruh yang efektif terhadap inisiasi tunas serta untuk penggandaan tunas (George dan Sherrington 1984). Tabel 1 Rata-rata jumlah tunas sereh wangi pada media MS dengan perlakuan BAP Perlakuan BAP (mg/l)
Jumlah tunas pada umur 1MST
2MST
3MST
4MST
5MST
6MST
0
0MST 0,00
0,37a
0,53a
0,67a
0,89a
1,11a
1,11a
1
0,00
1,46b
2,08b
2,57b
3,04b
3,24b
3,24b
2
0,00
1,72b
2,43b
2,90b
3,64c
4,17c
4,17c
3
0,00
1,56b
2,22b
2,90b
3,32bc
3,52bc
3,52bc
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata pada DMRT 5% (Uji selang berganda Duncan)
Rata-rata jumlah tunas
Pemberian 2 mg/l BAP menghasilkan tunas yang lebih banyak dibanding dengan 3 mg/l BAP. Hal ini diduga disebabkan sitokinin endogen yang terdapat pada eksplan telah mampu mendorong pembentukan tunas, sehingga hanya membutuhkan tambahan sitokinin yang tidak terlalu tinggi (Wattimena 1992). Jumlah tunas mengalami peningkatan setiap minggu, dari 1 sampai dengan 5 MST (Gambar 2). Pada umur 6 MST jumlah tunas tetap sama seperti pada 5 MST. Hal ini kemungkinan dikarenakan tanaman sudah tua, sehingga pembelahan selnya lambat dan kandungan unsur hara di dalam medianya sudah berkurang.Selain itu pada 5 MST tunas terlihat mulai berubah khususnya warna daun menjadi kuning. Hal ini disebabkan hara yang terdapat dalam media sudah mulai habis, sehingga daun mengalami kekurangan nutrisi dan menguning (Salisbury dan Ross 1995). Oleh sebab itu setelah 5 MST tanaman harus di subkultur. 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1
2
3
4
5
6
Umur kultur pada minggu setelah tanam (MST) konsentrasi BAP
0
1
2
3
Gambar 1 Pengaruh hormon BAP terhadap pertumbuhan rata-rata jumlah tunas pada setiap minggu setelah tanam (MST)
5 Pemberian BAP dengan konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda pula. Pada penelitian ini, 2 mg/l BAP merupakan konsentrasi yang paling optimal untuk perbanyakan tunas sereh wangi, sehingga konsentrasi ini digunakan untuk percobaan 2. Penggunaan zat pengatur tumbuh BAP 2 mg/l untuk menggandakan tunas secara in vitro juga berhasil pada pembentukan atau multiplikasi tunas pada tanaman pepaya (Diniyah 2005), nanas bogor (Chasanah 2006) dan manggis (Nursetiadi 2008). Secara morfologi tunas yang dihasilkan dari media yang tidak mengandung BAP relatif sama dengan yang mengandung BAP (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa sampai dengan kadar 3 mg/l, BAP tidak mengubah morfologi tanaman sereh wangi.
Gambar 2 Morfologi tunas sereh wangi yang berumur 6 MST di media dasar MS yang mengandung beberapa konsentrasi BAP. (a) 0 mg/l, (b) 1 mg/l, (c) 2 mg/l, (d) 3 mg/l. Ukuran bar=1 cm Inisiasi akar mulai terjadi sejak 1 MST. Pertambahan jumlah dan panjang akar terjadi hingga 5 MST. Jumlah akar terbanyak terlihat dari perlakuan tanpa BAP. Semakin tinggi kandungan BAP, akar yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan dengan BAP pada konsentrasi yang lebih rendah. Pertumbuhan akar ini didukung oleh hormon auksin yang merupakan hormon pertumbuhan yang dapat menginduksi perakaran (George dan Sherrington 1984). Hormon auksin tidak ditambahkan pada media sehingga kandungan auksin pada tanaman sereh wangi kemungkinan lebih rendah dibandingkan hormon sitokinin karena ditambahkan pada media. Namun pertumbuhan akar sereh wangi ini lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan tunas. Hal ini diduga karena faktor genetik tanaman dan auksin endogen yang telah mampu menstimulasi pertumbuhan akar. Hasil penelitian Vuylseteker et al (1998) pada tanaman sawi putih (Cichorium intibus L) menunjukkan bahwa auksin endogen lebih cepat menginisiasi akar dibandingkan dengan auksin eksogen. Hal ini juga didukung oleh George dan Sherrington (1984) yang menyatakan bahwa kecepatan dalam inisiasi dan pertumbuhan akar dapat dicapai di media tanpa penambahan auksin alami atau sintetik, karena adanya auksin endogen dan garam mineral yang terkandung dalam media MS, sehingga masih memungkinkan terbentuknya akar. Planlet sereh wangi memiliki akar dan anakan yang lengkap pada 5 MST, sehingga pada umur 5 MST tanaman sudah dapat diaklimatisasi.
6 Pengaruh Media terhadap Jumlah Tunas Pembentukan tunas pada media dasar MS, 2 gr/l Hyponex, 2 gr/l NPK dan 1 g/l Growmore yang mengandung 2 mg/l BAP sudah mulai terjadi pada 1 MST. Pada 1 MST rata-rata jumlah tunas lateral tidak berbeda nyata antar semua media (Lampiran 6). Pada 2 MST media berpengaruh terhadap tunas yang dihasilkan dan tunas terbanyak dihasilkan pada perlakuan MS dengan rata-rata 1,99 (Tabel 2). Tabel 2 Rata-rata jumlah tunas sereh wangi pada 4 media dasar Media
Jumlah tunas pada umur 0MST
1MST
2MST
3MST
4MST
5MST
MS
0,00
1,18a
1,99b
2,64b
3,05b
3,39d
Hyponex 2g/l
0,00
1,10a
1,54ab
2,01a
2,89ab
3,26d
NPK 2g/l
0,00
0,88a
1,26a
1,73a
2,37a
2,80d
Growmore 1g/l
0,00
0,81a
1,29a
2,09a
2,53ab
2,96d
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata pada DMRT 5% (Uji selang berganda Duncan)
Tanaman sereh wangi pada media MS mulai mengalami pertumbuhan tunas pada 1 MST. Jumlah tunas terus meningkat secara stabil setiap minggu hingga 5 MST. Pada media Hyponex 2 g/l dan NPK 2 g/l jumlah tunas mulai mengalami peningkatan pada 4 MST dan pada media Growmore 1 g/l peningkatan jumlah tunas mulai terjadi sejak 3 MST. Perbedaan awal kecepatan pembentukan tunas ini diduga karena tanaman memerlukan penyesuaian dengan media tumbuh. Sel-sel tanaman sereh wangi pada media Hyponex 2 g/l dan NPK 2 g/l menyerap serta memanfaatkan unsur hara dengan baik pada 3 MST sedangkan pada media Growmore 1 g/l terjadi pada 2 MST. Menurut Sari et al (2011), setelah masa penyesuaian dengan media tumbuh, eksplan tanaman anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum BL.) mampu memanfaatkan nutrisi dan hormon BAP yang terdapat pada media untuk perkembangan dan pertumbuhan jaringan, sehingga sel mengalami diferensiasi. Media MS pada penelitian ini memberikan hasil yang lebih baik untuk perbanyakan tunas sereh wangi dibandingkan dengan media dasar lainnya. Menurut Purnamaningsih (2006), media MS dengan penambahan BA 5 mg/l dan thidiazuron 0,4 mg/l pada varietas padi Taipei 309, Ciherang, Cisadane dan IR64 menginduksi multiplikasi tunas yang cukup tinggi. Media dasar sederhana berupa pupuk majemuk (Hyponex 2 g/l, Growmore 1 g/l dan NPK 2 g/l) memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan MS untuk perbanyakan tunas sereh wangi pada 4 MST, sehingga media tersebut dapat digunakan sebagai pengganti media MS. Ketiga media tersebut mampu menstimulasi pembentukan tunas rata-rata antara 2,80 hingga 3,26 pada minggu kelima dan keenam. Hyponex 2 g/l menghasilkan rata-rata tunas terbanyak dari tiga pupuk majemuk yang digunakan, yaitu 3,26 yang mendekati rata-rata jumlah tunas yang dihasilkan media MS yaitu 3,39. Menurut Shintiavira et al (2012) media Hyponex juga mendukung pertumbuhan tanaman krisan yang lebih baik dibandingkan
7 dengan media Growmore. Hal ini diduga karena perbedaan kandungan unsur hara (makro dan mikro) juga perbedaan rasio N, P dan K pada media yang digunakan. Unsur hara makro kalsium (Ca) tidak terdapat pada media Growmore 1 g/l dan NPK 2 g/l (Tabel 3). Tidak adanya unsur Ca pada media Growmore 1 g/l menjadikan ukuran batang dari tunas sereh wangi lebih kecil dibandingkan tunas yang ditumbuhkan pada media lainnya. Pada media NPK 2 g/l yang juga tidak mengandung Ca beberapa tunas daunnya menggulung. Menurut Novizan (2007), Ca berfungsi dalam pembentukan dinding sel yang sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan sel baru, sehingga tercukupinya kebutuhan Ca menghasilkan tanaman yang lebih kuat, sedangkan kekurangan unsur Ca menjadikan tunas atau daun muda menjadi menggulung. Tabel 3 Hasil analisis komponen makro dan mikro media Hyponex, Growmore dan MS Unsur Hara Makro N total P K Ca Mg Na S Hara Mikro Fe Mn Cu Zn B Co Mo
MS g/l
Hyponex Hijau* g/l
NPK g/l
Growmore* g/l
0,8682 0,0388 0,7822 0,1198 0,0036 0,0184 1,4290
0,3114 0,3900 0,3842 0,0014 0,0022 0,0030 0,0000
0,3333 0,3333 0,3333 -
0,2675 0,0913 0,0620 0,0000 0,0008 0,0012 0,0658
11x10-3 14,48x10-3 13,04x10-6 3,92x10-3 2,16x10-3 12,42x10-6 18,26x10-5
1,19x10-4 4,34x10-4 3,8x10-5 4,4x10-5 1,4x10-4 2,5x10-5 0,0000
-
4,69x10-4 3,57x10-4 9,3x10-5 9,3x10-5 1,42x10-4 0,0000 9,5x10-4
*Sumber: Shintiavira et al (2012)
Unsur hara makro sulfur (S) memiliki fungsi yang sama dengan unsur nitrogen (N) dalam perkembangan bagian tanaman yang sedang tumbuh, seperti pucuk, akar dan anakan (Novizan 2007). Pertumbuhan tanaman sereh wangi pada media Hyponex 2 g/L yang tidak mengandung unsur S tidak begitu berpengaruh, karena unsur hara N pada media sudah cukup untuk memenuhi pertumbuhan dan perkembangan vegetatif tanaman. Unsur hara makro magnesium (Mg) pada media MS lebih tinggi dibandingkan pada media lainnya yaitu 0,0036 g (Tabel 3). Unsur Mg ini berpengaruh terhadap morfologi tanaman sereh wangi. Menurut Hardjowigeno (1995), Mg merupakan unsur pokok pembentuk klorofil, yang sangat berpengaruh terhadap morfologi tanaman. Klorofil berperan dalam proses fotosintesis yang menghasilkan cadangan makanan untuk pertumbuhan tanaman, sehingga pertumbuhan organ-organ tanaman seperti daun, batang dan akar dapat tumbuh sempurna. Tercukupinya unsur Mg dalam jumlah lebih tinggi menjadikan tunas sereh wangi pada media MS lebih baik dibandingkan pada media lainnya (Gambar
8 3). Kandungan Mg pada media Hyponex 2 g/l menempati urutan kedua setelah media MS, sehingga morfologi batang dan daun sereh wangi pada media Hyponex 2 g/l lebih baik dengan batang dan daun yang lebih lebar jika dibandingkan dengan sereh wangi pada media Growmore 1 g/l dengan kandungan unsur Mg hanya 0,0008 g dan media NPK 2 g/l tanpa kandungan unsur Mg. Selain unsur hara makro, sereh wangi juga membutuhkan unsur hara mikro untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur hara mikro atau trace element hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit, dan jika jumlahnya berlebih, unsur mikro dapat meracuni tanaman sehingga pertumbuhan tanaman terganggu. Kandungan unsur hara mikro besi (Fe), Mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn) dan boron (B) yang terdapat pada media MS, 2 g/l Hyponex dan 1 g/l Growmore mendukung pertumbuhan tanaman sereh wangi. Menurut Novizan (2007), unsur mikro Fe, Mn, Cu, Zn dan B berperan sebagai aktivator enzim yang berfungsi sebagai katalisator metabolisme yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada media Growmore 1 g/l tidak terdapat unsur kobalt (Co) dan pada media Hyponex 2 g/l tidak terdapat unsur molibdenum atau Mo (Tabel 3), namun hal ini tidak mempengaruhi pertumbuhan sereh wangi. Menurut Novizan (2007), unsur Co dan Mo memiliki peran yang sama yaitu berperan dalam fiksasi nitrogen, sehingga kedua unsur ini dapat saling menggantikan pada pupuk majemuk. Secara morfologi tunas yang ditumbuhkan di media MS lebih baik daripada di media dasar lain yang terdiri dari pupuk majemuk. Hal ini dikarenakan kandungan unsur hara makro dan mikro pada media MS lebih lengkap dibandingkan pada media lainnya. Walaupun 2 g/l NPK dan 1 g/l Growmore memberikan jumlah tunas yang tidak berbeda nyata, tetapi tunas yang dihasilkan di media 2 g/l Hyponex lebih baik, karena batang dan daun yang dihasilkan lebih besar dan lebar, seperti morfologi tanaman sereh wangi pada media MS (Gambar 3).
Gambar 3 Kultur in vitro sereh wangi yang berumur 4 MST pada 4 jenis media dasar yang mengandung 2 mg/l BAP. (a) MS, (b) Hyponex 2g/l, (c) Growmore 1g/l, (d) NPK 2g/l. Ukuran bar =1 cm Sama seperti percobaan sebelumnya yaitu pada penentuan konsetrasi optimal BAP, pada percobaan ini juga tidak ada pertambahan tunas setelah 5 MST. Tunas juga mulai menunjukan perubahan warna menjadi kuning setelah 5 MST. Hal ini menandakan bahwa usia tanaman yang sudah tua, sehingga
9 pertumbuhannya lambat atau berhenti. Oleh sebab itu tunas harus disubkultur pada 5 MST. Tanaman sereh wangi yang ditanam pada media dasar ini sudah dapat diaklimatisasi pada 4 MST, karena akar dan anakan sudah lengkap dan sebelum tanaman mengalami kematian. Menurut Handayani et al (2013) tanaman manggis (Garcinia mangostana) yang ditanam secara in vitro mengalami stagnasi pertumbuhan dikarenakan usia tanaman yang sudah lanjut sehingga daya regenerasi selnya berkurang. Stagnansi atau pertumbuhan yang tetap juga terjadi pada eksplan kalus daun binahong (Anredera cordifolia L.) pada minggu keempat setelah tanam (Sugiyarto dan Kuswandi 2014). Penggantian media kultur jaringan MS dengan media dasar sederhana untuk perbanyakan tanaman sereh wangi secara in vitro dapat menurunkan biaya produksi. Menurut Shintiavira et al (2012) pemanfaatan Hyponex dan Growmore mampu menurunkan biaya produksi, karena harga media per liter lebih rendah 7086% dibandingkan penggunaan media MS. Hal ini dapat menjadi pertimbangan yang penting dalam produksi bibit sereh wangi skala besar.
SIMPULAN Konsentrasi 2 gr/L BAP memberikan hasil terbaik untuk perbanyakan bibit sereh wangi secarain vitro. Hyponex (20:20:20) dengan konsentrasi 2 g/l dapat digunakan sebagai media dasar untuk menggantikan media MS dalam produksi bibit sereh wangi.
SARAN Penelitian lanjutan untuk memacu perakaran sehingga diperoleh tunas yang lebih baik untuk meningkatkan keberhasilan aklimatisasi di lapangan perlu dilakukan. Percobaan perakaran dapat dilakukan dengan beberapa konsentrasi ZPT dari golongan auksin dan interaksinya dengan sitokinin. Percobaan untuk menentukan konsentrasi Hyponex (20:20:20) yang tepart perlu dilakukan. Aklimatisasi sebaiknya dilakukan pada tanaman yang berumur 4 MST.
10
DAFTAR PUSTAKA Bhojwani SS, Razdan MK. 1983. Plant Tissue Culture: Theory and Practice. Netherlands (NL): Elsevier Science Chasanah N. 2006. Studi pertumbuhan vegetatif tanaman nanas (Ananas comosus L. Merr.) cv. Queen hasil perbanyakan in vitro subkultur di lapang. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Daswir, Kusuma I. 2005. Pengembangan tanaman sereh wangi di Sawah Lunto Sumatera barat (Andropogon nardus Java de Jone). [Internet]. [Diunduh 2013 November 2]. Tersedia pada: http:// balittro. litbang. deptan. go. id/ ind/ images/ file/ perkembangan%20TRO/ edsusvol18no1/2Daswir.pdf Diniyah L. 2005. Pengaruh BA dan NAA terhadap regenerasi Pepaya IPB-1 secara in vitro.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. George EF, Sherrington PD. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture, Handbook and Directory of Comercial Laboratories. England (UK): Easter Pr. Gunawan LW. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Bogor (ID). IPB Pr. Handayani RS, Poerwanto R, Sobir, Purwito A, Ermayanti TM. 2013. Pengaruh batang bawah dan jenis tunas pada mikrografting manggis (Garcinia mangostana) secara in vitro. J Agron Indonesia. 41(1): 47-53 Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo Murashige T, Skoog F. 1962. A revised medium for rapid growth and bioassay with tobacco tissue culture. Plant Physiol. 15:473-497 Nursetiadi E. 2008. Kajian macam media dan konsentrasi BAP terhadap multiplikasi tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) secara in vitro. [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Novizan. 2007. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka Purnamaningsih R .2006. Induksi kalus dan optimasi regenerasi empat varietas padi melalui kultur in vitro. J AgroBiogen. 2(2):74-80 Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung (ID): ITB Pr. Terjemahan dari Plant Physiology. Ed ke-4 Santoso HB. 1992. Sereh Wangi, Bertanam dan Penyulingan. Yogyakarta (ID): Kanisius Sari YP, Manurung H, Novita V. 2011. Mikropropagasi tanaman anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum BL.) secara in vitro dari sumber eksplan tunas pucukpada media MS (Murashige-Skoog) dengan penambahan madu. J Mulawarman Scientifie. 10(1): 51-62 Setyaningsih, Hambali E, Nasution M. 2006. Aplikasi minyak sereh wangi (citronella oil)dan geraniol dalam pembuatan skin lotion penolak nyamuk. J Tek Ind Pert. 17(3): 97-103 Shintiavira H, Soedarjo M, Suryawati, Winarto B. 2012. Studi pengaruh substitusi hara makro dan mikro media MS dengan pupuk majemuk dalam kultur in vitro krisan. J Hort. 21(4):334-341 Sugiyarto L, Kuswandi PC. 2014. Pengaruh 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan benzyl aminopurin (BAP) terhadap pertumbuhan kalus daun binahong
11 (Anredera cordifolia L.) serta analisis kandungan flavonoid total. J Penelitian Saintek. 19(1): 23-30 Sunarto. 1992. Uji performansi alat penyulingan minyak atsiri dengan menggunakan metode uap langsung pada penyulingan biji Lada dan daun Sereh Wangi. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suprapto. 2013. Harga minyak atsiri naik 100%. [Internet]. [Diunduh 2013 November 2]. Tersedia pada: http://log.viva.co.id/news/read/135248 harga_minyak_atsiri_naik_100_ Vuylseteker C, Dewaele E, Rambour S. 1998. Auxin induced late-ral root formation in chicory. Annals of Botany. 81: 449 - 454. Wattimena GA. 1992. Bioteknologi Tanaman I. Bogor (ID). IPB Pr. Wheterell DF. 1982. Introduction In Vitro Propagation. New Jersey (USA): Avery Pub.
12
LAMPIRAN
13 Lampiran 1 Komposisi Media MS (Murashige dan Skoog 1962) Bahan NH4NO3a KNO3a KH2PO4 H3BO3 Na2MoO4.2H2O CoCl2.6H2O KI CaCl2.2H2Oa MgSO4.7H2O MnSO4.4H2O ZnSO4.7H2O CuSO4.5H2O Na2EDTA FeSO4.7H2O Thiamine-HCl Niacin (asam nikotinat) Pyridoxine-HCl Glycine Myo inositol Gula pasir Agar
Konsentrasi senyawa dalam media (mg/l) 1650 1900 170 6.2 0.25 0.025 0.83 440 370 22.3 8.6 0.025 37.3 27.8 0.1 0.5 0.5 2.0 100 30 g/l 8 g/l
Lampiran 2 Komposisi Pupuk Hyponex (20:20:20) Bahan Total Nitrogen(N) Amonium Nitrat Nitrogen terlarut Posfat (P2O5) Kalium (K2O) Kalsium (Ca) Magnesium (Mg) Sulfur (S) Boron (B) Tembaga (Cu) Iron (Fe) Mangan (Mo) Molybdenum (Mo) Zinc (Zn)
Konsentrasi senyawa dalam media (%) 20 4 4 12 20 20 0,05 0,1 0,2 0,02 0,05 0,01 0,05 0,05 0,05
14 Lampiran 3 Komposisi pupuk NPK (16:16:16) Bahan N P2O5 K2O.
Konsentrasi senyawa dalam media (%) 16 16 16
Lampiran 4 Komposisi Pupuk Growmore (32:10:10) Bahan Total Nitrogen(N) Ammoniacal Nitrogen Nitrate Nitrogen Urea Nitrogen Available Phosphoric Acid (P2O5) Soluble Potash (K2O) Calcium (Ca) Magnesium (Mg) Chelated Magnesium Sulfur (S). Combines Boron (B) Copper (Cu) Chelated Copper Iron (Fe) Chelated Iron Manganese (Mo) Chelated Manganese Molybdenum (Mo) Zinc (Zn) Chelated Zinc
Konsentrasi senyawa dalam media (%) 32 2 3 27 10 10 0,05 0,10 0,10 0,20 0,02 0,05 0,05 0,10 0,10 0,05 0,05 0,005 0,05 0,05
15 Lampiran 5 Sidik ragam pertambahan jumlah tunas pada perlakuan dosis BAP Minggu I
II
III
IV
V
VI
Sumber Keragaman Dosis Galat Total Dosis Galat Total Dosis Galat Total Dosis Galat Total Dosis Galat Total Dosis Galat Total
db 3 8 11 3 8 11 3 8 11 3 8 11 3 8 11 3 8 11
Jumlah Kuadrat 3.38106227 0.59427879 3.97534106 6.81747430 0.38337489 7.20084919 10.38318851 0.34478520 10.72797371 13.98414208 0.71659647 14.70073855 16.08591579 0.94815916 17.03407495 17.56250000 1.08666667 18.64916667
Kuadrat tengah 1.12702076 0.07428485
F hitung
Pr > F
15.17
0.0012*
2.27249143 0.04792186
47.42
<.0001*
3.46106284 0.04309815
80.31
<.0001*
4.66138069 0.08957456
52.04
<.0001*
5.36197193 0.11851990
45.24
<.0001*
5.85416667 0.13583333
43.10
<.0001*
Keterangan : *Berbeda nyata pada taraf α = 0,05
Lampiran 6 Sidik ragam pertambahan jumlah tunas pada perlakuan jenis media dasar Minggu I
II
III
IV
V
VI
Sumber Keragaman Jenis media Galat Total Jenis media Galat Total Jenis media Galat Total Jenis media Galat Total Jenis media Galat Total Jenis media Galat Total
db 3 8 11 3 8 11 3 8 11 3 8 11 3 8 11 3 8 11
Jumlah Kuadrat 0.27453092 1.11907933 1.39361025 1.02374233 0.49096267 1.51470500 1.29973433 0.38036267 1.68009700 0.87798533 0.71254933 1.59053467 0.66210558 0.92490467 1.58701025 0.57729167 0.85500000 1.43229167
Keterangan : *Berbeda nyata pada taraf α = 0,05
Kuadrat tengah
F hitung
Pr > F
0.09151031 0.13988492
0.65
0.6025
0.34124744 0.06137033
5.56
0.0234*
0.43324478 0.04754533
9.11
0.0058*
0.29266178 0.08906867
3.29
0.0793
0.22070186 0.11561308
1.91
0.2066
0.19243056 0.10687500
1.80
0.2250
16
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, 22 Agustus 1992 sebagai anak pertama dengan dua adik dari pasangan Bapak Sugiri (alm.) dan Ibu Dede Sumiati. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2004 di SD Negeri 01 Ciampea Bogor. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2007 di SMP Negeri 1 Ciampea Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Leuwiliang Bogor dan lulus pada tahun 2010. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB penulis melanjutkan pendidikanya sebagai salah satu mahasiswa Biologi, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Insitut Pertanian Bogor pada tahun 2010. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Biologi Dasar TPB pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014, asisten praktikum Pendidikan Agama Islam TPB pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014 dan asisten praktikum Pengantar Genetika Molekuler tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga pernah aktif sebagai sekretaris Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) BEM TPB IPB 2010/2011, staf Biosains Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMABIO) 2011/2012 dan Sekretaris PSDM HIMABIO 2012/2013. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan, di antaranya adalah sekretaris divisi acara Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) IPB dan Masa Perkenalan Fakultas (MPF) FMIPA, Ketua divisi acara Masa Perkenalan Departemen (MPD) Biologi, Pesta Sains Nasional (PSN) bidang Biologi dan Kunjungan Industri Biologi. Penulis pernah melakukan Praktik Lapangan di Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) dengan topik Karakterisasi Varietas Tanaman Tomat Lycopersicon esculentum Mill. di Dataran Tinggi Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang-Bandung, Jawa Barat.