OPTIMASI DOSIS PUPUK ANORGANIK DAN PUPUK KANDANG AYAM PADA BUDIDAYA TOMAT HIBRIDA (Lycopersicon esculentum Mill. L.)
HAVEEL LUTHFYRAKHMAN A24070153
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ABSTRACT
HAVEEL
LUTHFYRAKHMAN.
DOSAGE
OPTIMIZATION
OF
FERTILIZER AND CHICKEN MANURE IN HYBRID TOMATO CULTIVATION. (Supervised by ANAS DINURROHMAN SUSILA) The objective of this research was know the effect of fertilizer and manure to growth and productivity of hybrid tomato (Lycopersicon esculentum Mill. L).This research obtained at Pasir Sarongge Experimental Field University Farm Bogor Agricultural University, Cipanas, from February to July 2011. The experimental design used was Completely Randomized Block Design, with two factors and three repetitions. First factor was manure dosages which were 0, 10, 20, and 30 ton ha-1. Second factor was fertilizer dosages which were 0%, 75%, and 150% of recommended dosage. Recommended dosage use was 100 kg ha-1 N, 100 kg ha-1 P2O5, and 50 kg ha-1 K2O, recommendation from Ministry of Agriculture (2002). Plant height showed quadratic response to manure at 2 and 4 week after transplanted (WAT), then linier at 6 WAT. As to fertilizer, plant height showed no response at 2 WAT yet showed linier response at 4 and 6 WAT. Interaction between manure and fertilizer happened at 8 WAT. Manure gave linier response to number of leaves at 2, 4, and 8 WAT but not significant at 6 WAT. Fertilizer gave no significant response at number of leaves. Manure gave quadratic response as fertilizer gave linier response to fruit weight per plot, fruit weight per hectare estimation, and relative yield. Optimal manure dosage given from this research was 24.375 ton ha-1. Maximum fruit weight per plot was 17.41 kg per plot. Maximum fruit weight per hectare estimation was 22.79 ton ha-1. Manure gave linier response to fruit weight per plot of grade A and B. Fruit weight per plot of grade C, fruit diameter, and average fruit weight was not affected by manure or fertilizer given.
RINGKASAN
HAVEEL LUTHFYRAKHMAN. Optimasi Dosis Pupuk Anorganik dan Pupuk Kandang Ayam pada Budidaya Tomat Hibrida (Lycopersicon esculentum Mill. L.). (Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pupuk anorganik dan pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan produktivitas tomat hibrida (Lycopersicon esculentum) yang dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB, Cipanas, Bogor pada bulan Februari hingga Juli 2011. Penelitian menggunakan Faktorial Rancangan Kelompok Lengkap Teracak, dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah dosis pupuk kandang ayam yang terdiri atas 0, 10, 20 dan 30 ton ha-1. Faktor kedua adalah dosis pupuk anorganik yang terdiri dari 0%, 75% dan 150% dosis anjuran. Dosis anjuran sesuai rekomendasi Deptan (2002) adalah 100 kg ha-1 N, 100 kg ha-1 P2O5 dan 50 kg ha-1 K2O. Tinggi tanaman menunjukkan respon kuadratik terhadap pupuk organik pada 2 dan 4 MST, serta linier pada 6 MST, sedangkan pupuk anorganik tidak berpengaruh pada 2 MST, namun memberikan respon linier pada 4 dan 6 MST. Interaksi antara pupuk organik dan anorganik terjadi pada 8 MST. Pupuk organik memberikan respon linier terhadap jumlah daun pada 2, 4 dan 8 MST, namun tidak berpengaruh pada 6 MST. Pupuk anorganik tidak berpengaruh terhadap jumlah daun. Pupuk organik memberikan respon kuadratik terhadap bobot buah per petak, estimasi bobot buah per hektar dan hasil panen relatif sedangkan pupuk anorganik memberikan respon yang linier. Dosis optimal pupuk organik yang disarankan dari hasil penelitian ini adalah sebesar 24.375 ton ha-1. Bobot buah per petak maksimal adalah 17.41 kg per petak. Estimasi bobot buah per hektar masksimal sebesar 22.79 ton ha-1. Pupuk organik memberikan respon linier terhadap bobot buah per petak kelas A, kuadratik pada kelas B. Pupuk anorganik memberikan respon linier terhadap bobot buah per petak kelas A dan kelas B. Bobot buah per petak kelas C, diameter buah dan bobot buah rata-rata tidak dipengaruhi oleh pupuk organik dan anorganik yang diberikan.
OPTIMASI DOSIS PUPUK ANORGANIK DAN PUPUK KANDANG AYAM PADA BUDIDAYA TOMAT HIBRIDA (Lycopersicon esculentum Mill. L.)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
HAVEEL LUTHFYRAKHMAN A24070153
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul
:
OPTIMASI DOSIS PUPUK ANORGANIK DAN PUPUK KANDANG AYAM PADA BUDIDAYA TOMAT HIBRIDA (Lycopersicon esculentum Mill. L.)
Nama
:
HAVEEL LUTHFYRAKHMAN
NIM
:
A24070153
Menyetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Anas Dinurrohman Susila, MSi NIP. 19621127 198703 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tanjungbalai Karimun, Propinsi Kepulauan Riau pada tanggal 13 Agustus 1990. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Abdul Rasyidin dan Ibu Ermalia. Tahun 2001 penulis lulus dari SDN 030 P.N. Timah Tanjungbalai Karimun, kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di SMPN 2 Tanjungbalai Karimun. Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 4 (Binaan) Karimun pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima di IPB melalui jalur BUD dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Tahun 2010 hingga 2011 penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Hortikultura dan Perancangan Percobaan. Pada tahun 2009/2010 penulis menjadi staff Departemen Informasi dan Komunikasi Himagron (Himpunan Mahasiswa Agronomi).
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Alah SWT. atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Optimasi Dosis Pupuk Anorganik dan Pupuk Kandang Ayam pada Budidaya Tomat Hibrida (Lycopersicon esculentum Mill. L.)”. Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Pasir Sarongge, Cipanas, Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada Bapak Anas D. Susila selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan saran, bimbingan, serta pengarahan selama penulisan skripsi penelitian ini dan Ibu Tatiek Kartika Suharsi sebagai dosen pembimbing akademik. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teknisi dan pegawai kebun Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB, Bapak Juhana yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian. Kepada kedua orang tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materiil, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang membaca.
Bogor, Februari 2012 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1 Tujuan ............................................................................................................................. 2 Hipotesis ......................................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 3 Botani Tomat .................................................................................................................. 3 Pupuk Kandang Ayam .................................................................................................... 4 Pupuk Anorganik ............................................................................................................ 6 BAHAN DAN METODE ................................................................................................... 8 Tempat dan Waktu Percobaan ........................................................................................ 8 Bahan dan Alat ................................................................................................................ 8 Metode Pelaksanaan........................................................................................................ 8 Pelaksanaan Penelitian .................................................................................................... 9 HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................................... 12 Kondisi Umum .............................................................................................................. 12 Hasil Analisis Tanah ..................................................................................................... 12 Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun ............................................................................... 14 Bobot Buah ................................................................................................................... 17 Pembahasan................................................................................................................... 24 KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................................... 26 Kesimpulan ................................................................................................................... 26 Saran ............................................................................................................................. 26 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 27
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Analisis Kandungan Hara Pupuk Kandang Ayam Petelur ……………..... 5 2. Analisis Tanah Lokasi Percobaan Pasir Sarongge, Cianjur 2011 ………... 13 3. Respon Tinggi Tanaman (cm) pada Setiap Taraf Dosis Pupuk Organik dan Anorganik pada 2, 4 Dan 6 MST ……..……………………….......... 14 4. Pengaruh Interaksi Pupuk Organik dengan Anorganik pada Tinggi Tanaman Umur 8 MST ………...…………………………….…....15 5. Respon Jumlah Daun pada Setiap Taraf Dosis Pupuk Organik dan Anorganik………………………………………………………………….17 6. Respon Bobot Buah Per Petak (kg), Estimasi Bobot Buah Per Hektar (ton) dan Hasil Panen Relatif (%) pada Setiap Taraf Dosis Pupuk Organik dan Anorganik …………………………………………………………………18 7. Respon Bobot Buah Kelas A, B dan C (gram) Per Petak pada Setiap Taraf Dosis Pupuk Organik dan Anorganik…………………………………...... 22 8. Respon Diameter Buah Rata-rata (mm) dan Bobot Buah Rata-rata (gram) pada Setiap Taraf Dosis Pupuk Organik dan Anorganik …..……………. 24
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Pengaruh Interaksi Pupuk Organik dengan Anorganik pada Tinggi Tanaman Umur 8 MST …………………….……………………...16 2. Respon Bobot Buah Per Petak (A), Estimasi Bobot Buah Per Hektar (B) dan Hasil Panen Relatif (C) pada Berbagai Taraf Dosis Pupuk Organik …19 3. Respon Bobot Buah Kelas A, B dan C (gram) Per Petak pada Berbagai Taraf Dosis Pupuk Organik (ton ha-1) …………………………................ 23
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1. Data Cuaca Harian di Lokasi Penelitian Selama Penelitian Berlangsung……………………………………….. 30 2. Data Cuaca Bulanan di Lokasi Penelitian Selama Penelitian Berlangsung………………………………………... 33 3. Konversi Hasil Panen Perpetak ke Estimasi Hasil Perhektar………….. 33 4. Konversi Estimasi Hasil Perhektar ke Hasil Panen Relatif……………. 34 5. Kondisi Tanaman pada 0 MST (a), 5 MST (b), 10 MST (c) dan 15 MST (d)………………………………………………………... 35 6. Kecacatan Buah yang Disebabkan Kondisi Lingkungan: Cracking Konsentris (a), Cracking Radial (b), Catface (c), Blossom End Rot (d) dan Malformasi Buah (e)……………………….. 36
PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat merupakan salah satu sayuran yang umum dikonsumsi di dunia. Hal ini dikarenakan tomat bisa dikonsumsi segar maupun dalam bentuk olahan. Tiga produk olahan tomat yang utama adalah tomato preserves, dried tomatoes dan tomatoes based food (Costa and Heuvelink, 2005). Produksi tomat di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 853 061 ton dan telah mengalami peningkatan setiap tahunnya sejak tahun 2006 (Badan Pusat Statistik, 2011). Produksi ini akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat domestik. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan rata-rata produktivitas tertinggi yaitu sekitar 20 ton ha-1. (Deptan, 2011). Kesadaran terhadap pentingnya pertanian berkelanjutan dan kesulitan untuk mendapatkan serta mahalnya harga pupuk anorganik pada kalangan petani mengarahkan penelitian kepada pemanfaatan limbah organik yang murah, tersedia dan ramah lingkungan yang bisa digunakan sebagai pupuk organik. Salah satu sumber pupuk organik yang umum adalah pupuk kandang ayam. Menurut Odoemena (2006) pupuk kandang ayam merupakan sumber yang baik bagi unsurunsur hara makro dan mikro yang mampu meningkatkan kesuburan tanah serta menjadi substrat bagi mikroorganisme tanah dan meningkatkan aktivitas mikroba, sehingga lebih cepat terdekomposisi dan melepaskan hara. Aplikasi pupuk kandang ayam juga diyakini memperbaiki sifat fisik tanah dan meningkatkan daur hara seperti mengerahkan efek enzimatik atau hormon langsung pada akar tanaman sehingga mendorong pertumbuhan tanaman. Menurut Kandil and Gad (2010) pada tanah lempung berpasir dan tingkat kesuburan yang rendah pemupukan dengan kotoran ayam bisa meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan kualitas hasil panen tomat. Urutan perlakuan yang berpengaruh dari yang paling besar adalah pemberian kotoran ayam, farmyard manure, pupuk NPK mineral, kompos hasil pertanian. Kotoran ayam dan farmyard manure memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap bobot basah dan kering brangkasan, produktivitas dan kualitas buah tomat dibandingkan kontrol berupa perlakuan pupuk NPK. 1
2
Penelitian ini akan mengombinasikan penggunaan pupuk anorganik dan pupuk kandang ayam dalam produksi tanaman tomat dalam upaya mengetahui dosis yang memberikan pertumbuhan dan hasil panen maksimal. Menurut Ogbomo (2011) pemberian pupuk anorganik yang dikombinasikan dengan pupuk organik lebih baik dibandingkan hanya pemberian salah satu pupuk organik atau pupuk anorganik saja. Kombinasi pupuk anorganik dan organik merupakan perlakuan yang paling efektif untuk mencapai pertumbuhan dan hasil yang optimal dalam budidaya tomat.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pupuk kandang ayam dan pupuk anorganik serta interaksinya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat hibrida. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Terdapat dosis pupuk kandang ayam yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. 2. Terdapat dosis pemupukan anorganik yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. 3. Terdapat interaksi antara pupuk kandang ayam dan pupuk anorganik.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan sistematika tumbuhan tingkat tinggi, tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut; divisi: Spermatophyta, subdivisi: Angiospermae, kelas: Dycotiledoneae, ordo: Tubiflorae, famili: Solanacae, genus: Lycopersicon, spesies: Lycopersicon esculentum (Jones, 2008). Tanaman tomat merupakan tanaman yang bisa tumbuh pada hari panjang maupun pendek, tanaman tomat tumbuh di suhu rata-rata di atas 16°C. Untuk pertumbuhan vegetatif, pembungaan dan perkembangan warna buah, suhu optimum yaitu 25°-30°C pada siang hari dan 16°-20°C pada malam hari (Csizinszky, 2005). Tomat merupakan tanaman dengan tipe fotosintesis C3. Tipe penyerbukannya adalah penyerbukan sendiri. Tumbuh baik pada tanah dengan pH 6.0-6.5an tingkat kesuburan tanah sedang hingga tinggi. (Jones, 2008) Berdasarkan pertumbuhannya tanaman tomat dibedakan atas determinate dan indeterminate. Pada tipe pertumbuhan determinate bunga terletak pada ujung tanaman. Pertumbuhan tanaman dan tunas terhenti setelah terjadi pembungaan. Pada tipe pertumbuhan indeterminate, pertumbuhan tanaman dan tunas tetap terjadi dan tidak terhenti setelah terjadi pembungaan (Jones, 2008). Penanaman benih tomat pada umumnya melalui persemaian. Menurut Csizinszky (2005) tingginya harga benih hibrida, panen yang lebih cepat, tampilan dan tegakan tanaman muda yang lebih baik dan manajemen gulma serta organisme pengganggu tanaman yang lebih mudah menjadikan indirect seeding lebih dianjurkan daripada penanaman langsung di lapangan. Tanaman tomat biasa digunakan sebagai tanaman model untuk mempelajari fisiologi, seluler, biokimia dan genetik karena mudah tumbuh, siklus hidupnya pendek dan mudah dimanipulasi. Tanaman tomat merupakan salah satu alat untuk menggali pengetahuan dalam budidaya tanaman hortikultura (Costa dan Heuvelink, 2005).
3
4
Pupuk Kandang Ayam Jenis tanah Andosol pada dataran tinggi termasuk di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat umumnya mempunyai porositas tinggi, bersifat masam, dan daya serap P yang tinggi. Pemberian bahan organik tidak hanya menambah unsur hara bagi tanaman, tetapi juga menciptakan kondisi yang sesuai untuk tanaman dengan memperbaiki aerasi, mempermudah penetrasi akar, dan memperbaiki kapasitas menahan air, meningkatkan pH, KTK, serapan hara menurunkan Al-dd, serta struktur tanah menjadi remah (Dzajuli dan Pitono, 2009). Menurut Ouda & Mahadeen (2008) konduktivitas listrik tanah dan bahan organik tanah meningkat seiring dengan penambahan dosis pupuk organik, namun tidak berpengaruh terhadap pH tanah. Menurut Supardi (1983) tiga hal yang menonjol dari pupuk kandang selaku pembawa hara: (a) kelembaban dan kadar hara yang sangat beragam, (b) kadar hara yang secara relatif rendah bila dibandingkan dengan pupuk buatan, dan (c) nisbah hara yang tidak seimbang, dengan fosfor lebih rendah daripada nitrogen dan kalium. Kerapatan isi dari pupuk kandang yang rendah merupakan satu hal yang tidak menguntungkan, karena hanya akan memperbesar biaya penanganan dan penyebaran. Menurut Singer dan Munns (2006) karena kandungan nutrisi yang relatif rendah dan sifatnya yang meruah, pupuk kandang umumnya digunakan hanya untuk pertanian di sekitar area pupuk tersebut diproduksi. Menurut Odoemena (2006) pupuk kandang ayam merupakan sumber yang baik bagi unsur-unsur hara makro dan mikro. Pupuk kandang ayam mampu meningkatkan kesuburan tanah serta menjadi substrat bagi mikroorganisme tanah dan meningkatkan aktivitas mikroba, sehingga lebih cepat terdekomposisi dan melepaskan hara dalam jumlah yang tinggi. Aplikasi pupuk kandang ayam juga diyakini memperbaiki sifat fisik tanah dan meningkatkan daur hara seperti mengerahkan efek enzimatik atau hormon langsung pada akar tanaman sehingga mendorong pertumbuhan tanaman. Kandungan hara pupuk kandang ayam petelur berdasarkan hasil analisis Laboratorium Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB dalam Suradi (2002) disajikan pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Analisis Kandungan Hara Pupuk Kandang Ayam Petelur Kandungan
C
N
P
K
Ca
Mg
Fe
Cu
Zn
Mn
Hara
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(ppm)
(ppm)
(ppm)
(ppm)
Nilai
35.90 1.05 1.67 1.60 3.30 0.38 746.60 100.00 238.40 463.40
Hasil analisis Laboratorium Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, 2002 Menurut Suradi (2002) secara umum tidak terdapat pengaruh yang berbeda antara pemberian pupuk kandang ayam yang berasal dari ayam petelur dan ayam pedaging terhadap pertumbuhan dan produksi empat varietas tomat. Penelitian tersebut dilaksanakan di Cisarua, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi berada pada ketinggian 1 150 m di atas permukaan laut dengan jenis tanah Andosol. Menurut Kandil and Gad (2010) pada tanah lempung berpasir dan tingkat kesuburan yang rendah pemupukan dengan kotoran ayam bisa meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan kualitas hasil panen. Urutan perlakuan yang berpengaruh dari yang paling besar adalah pemberian kotoran ayam, farmyard manure, pupuk NPK mineral, kompos hasil pertanian. Kotoran ayam dan farmyard manure memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap bobot basah dan kering brangkasan, produktivitas dan kualitas buah tomat dibandingkan kontrol berupa perlakuan pupuk NPK. Menurut Tonfack et al. (2009) pada daerah tropis dengan jenis tanah Andosol yang rendah akan kalium dan posfor serta kelebihan Mg, aplikasi kotoran unggas dalam dosis yang cukup dan waktu yang tepat mampu mempertahankan hasil panen tomat. Hasil panen tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian pupuk anorganik. Menurut Ghorbani et al. (2008) pemberian kotoran unggas menurunkan serangan penyakit dibandingkan perlakuan pupuk yang lain, ditunjukkan oleh 80% tanaman tomat yang sehat. Pemberian pupuk organik berupa kotoran unggas menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap kesehatan tanaman, kualitas pascapanen dan daya simpan buah tomat. Walaupun secara umum pemberian pupuk organik memberikan pengaruh terhadap hasil tanaman tomat dan daya simpannya, kotoran unggas menunjukkan pengaruh yang lebih baik dibandingkan pupuk organik lainnya terhadap daya simpan buah tomat dan hasil panen yang layak dipasarkan setelah penyimpanan selama enam minggu. Percobaan dilakukan
6
pada tanah lempung liat berpasir dengan pH 7 hingga 8. Perlakuan meliputi kotoran sapi, domba dan unggas, pupuk hijau, sampah rumah tangga dan pupuk anorganik berupa urea dan superposfat. Menurut Herencia (2007) pada penelitian yang dilakukan di dalam rumah kaca penggunaan pupuk organik dalam jangka waktu panjang mampu meningkatkan kesuburan tanah, serta hasil panen dan nutrisi yang dikandung oleh buah tidak berbeda dengan perlakuan pemberian pupuk anorganik. Menurut Ewulo et al. (2008) pada tanah yang cukup asam, dengan kandungan bahan organik tanah, N, P, Ca dan Mg yang rendah, kotoran unggas mampu meningkatkan bahan organik tanah, N dan P. Kepadatan tanah berkurang dan kelembaban meningkat seiring dengan peningkatan dosis kotoran unggas yang diberikan. Aplikasi kotoran unggas meningkatkan konsentrasi N, P, K, Ca dan Mg pada daun tomat, tinggi tanaman, jumlah cabang, panjang akar, jumlah dan bobot buah. Dengan menggunakan uji lanjut Duncan (DMRT) hasil panen relatif dari perlakuan aplikasi 25 ton ha-1 kotoran unggas merupakan yang terbaik dan berbeda nyata terhadap kontrol tanpa pemberian kotoran unggas. Menurut Ayeni et al. (2010) pada tanah yang cukup asam dan rendah kandungan bahan organik, N dan P, pemberian 20 ton ha-1 kotoran unggas tidak berbeda nyata dengan perlakuan 300 kg ha-1 NPK 15-15-15 pada variabel kandungan N, P dan K tanaman serta hasil panen. Pupuk Anorganik Pupuk anorganik dibuat oleh industri. Beberapa dari pupuk anorganik merupakan hasil tambang dan sebagian lain dibuat di pabrik. Sebagian besar larut cepat dalam tanah untuk memberikan respon pertumbuhan yang cepat. Namun beberapa pupuk kimia dibuat slow-release. Pupuk anorganik umumnya memiliki hara yang dapat digunakan dalam proporsi yang tinggi dibandingkan dengan yang dikandung pupuk organik (Plaster, 1992). Sebagian besar pupuk anorganik melepaskan ion-ion hara dalam waktu yang cepat. Untuk menurunkan kecepatan pelepasan hara terkadang pupuk dibuat dalam bentuk granul, pellet atau coated. High-analysis fertilizer (pupuk dengan
7
persentase kandungan hara tinggi) menguntungkan karena tidak meruah dan akan mempermudah transportasi dan distribusi (Singer and Munns, 2006). Pupuk anorganik memiliki beberapa dampak negatif jika diberikan tidak tepat dosis, konsentrasi, waktu dan cara. Beberapa dampak dari penggunaan pupuk anorganik yang tidak tepat yaitu eutrofikasi sungai, air tanah dan polusi pada lahan yang bukan lahan pertanian akibat kesuburan yang tidak diinginkan. Pupuk juga bisa merusak tanaman dan mikroba tanah, dikarenakan keracunan ion hara ataupun bahan pembawa. Pupuk anorganik juga bisa meningkatkan keasaman tanah (Singer and Munns, 2006).
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Kegiatan penelitian dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB, Cipanas, Bogor selama lima bulan dari Februari hingga Juli 2011. Lokasi memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Bahan dan Alat Penelitian menggunakan benih tomat varietas hibrida Marta F1. Bahan tanam lain yang digunakan adalah pupuk Urea 46% N, KCl 60% K2O, SP 36 36% P2O5 dan pupuk kandang kotoran ayam petelur, pestisida dengan bahan aktif Famoxadona 22.5% + Cimoxanilo 30%. Peralatan yang digunakan antara lain alat pertanian pada umumnya dan alat pemeliharaan, tray 72 lubang, meteran, timbangan, jangka sorong dan label. Metode Pelaksanaan Penelitian faktorial ini disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah pupuk anorganik dengan taraf 0% dosis anjuran (tanpa pupuk anorganik), 75% dosis anjuran (Urea 127.5 g + SP 36 157.5 g + KCl 52.5 g per petak), dan 150% dosis anjuran pupuk anorganik (Urea 255 g + SP 36 315 g + KCl 105 g per petak). Dosis anjuran rekomendasi dari Deptan (2002) adalah 100 kg ha-1 N, 100 kg ha-1 P2O5 dan 50 kg ha-1 K2O. Sedangkan faktor kedua adalah pupuk kandang ayam dengan empat taraf, yaitu 0 ton ha-1 (tanpa pupuk kandang ayam), 10 ton ha-1 (7.5 kg per petak), 20 ton ha-1 (15 kg per petak) dan 30 ton ha-1 (22.5 kg per petak). Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Satu unit percobaan terdiri dari 20 tanaman tomat, dengan sampel pengamatan setiap unitnya berjumlah 5 tanaman sehingga jumlah tanaman yang diamati berjumlah 180 tanaman. Petak yang digunakan sejumlah 36 petak dengan luas masing-masing petak 1.5 x 5 m. Petak percobaan berupa bedengan dengan lebar 0.9 m, tinggi 0.2 m dan jarak antar bedeng 0.6 m.
8
9
Hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam dan dilanjutkan analisis regresi. Jika interaksi yang diamati berpengaruh nyata, akan dilihat efek pupuk anorganik dalam setiap level pupuk organik. Pelaksanaan Penelitian Pengolahan tanah dilakukan satu minggu sebelum tanam. Pengolahan tanah dilakukan secara manual. Tanah diolah dan dibentuk menjadi bedengbedeng. Pada saat pengolahan tanah diberikan pupuk kandang sesuai dosis perlakuan. Pupuk kandang ayam diberikan sesuai perlakuan dengan cara disebar merata di atas bedengan yang sudah terbentuk kemudian diaduk dengan menggunakan cangkul agar pupuk kandang ayam dan tanah tercampur. Pemupukan anorganik dilakukan dua kali. Pada saat pindah tanam diberikan pupuk Urea dan KCl setengah dari dosis masing-masing perlakuan, serta pupuk SP36 sebanyak dosis penuh masing-masing perlakuan. Pada 4 minggu setelah tanam dilakukan pemupukan susulan Urea dan KCl setengah dosis perlakuan. Pupuk diaplikasikan melingkar pada setiap satu tanaman. Benih tomat disemai di dalam tray dengan media campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Tanah yang digunakan merupakan tanah yang diambil dari lahan yang bukan merupakan area pertanian. Media yang telah dicampur dihaluskan kemudian dianginkan selama tiga hari. Tray diletakkan di dalam rumah plastik, penyiraman dilakukan dua kali sehari. Bibit dipindahkan ke lapangan pada umur 20 hari atau 4-5 helai daun sudah tumbuh. Bibit ditanam dengan jarak tanam 0.6 m x 0.5 m. Bibit ditanam pada lubang tanam, satu bibit per lubang tanam. Pengajiran dilakukan pada satu minggu setelah tanam. Pengajiran dilakukan agar tanaman tidak mudah rebah. Dilakukan pengikatan tanaman ke ajir sebanyak empat kali. Pengikatan menggunakan tali rapia dan dilakukan secara manual. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman, penyiangan gulma, pewiwilan dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan secara manual menggunakan gembor jika tidak terjadi hujan selama dua hari berturut-turut. Penyiangan gulma dilakukan dua minggu sekali dengan cara
10
manual. Pewiwilan dilakukan dengan membuang daun-daun yang sudah rusak akibat layu, sudah tua maupun terkena penyakit serta tunas air. Upaya pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara kuratif, yaitu dilakukan pengendalian jika pada lahan telah terjadi serangan hama dan penyakit yang diperkirakan perlu adanya tindakan pengendalian. Pestisida yang digunakan adalah pestisida dengan bahan aktif Famoxadona 22.5% + Cimoxanilo 30% dengan dosis 4 gram ha-1 dan konsentrasi 2.5 gram liter-1 dengan volume semprot 160 liter hektar-1. Penyemprotan dilakukan pada 5, 7 dan 9 MST. Pemanenan dilakukan dua kali seminggu pada saat buah mencapai tahap breakers. Tahap breakers merupakan tahap di mana kurang dari 10% permukaan buah tomat telah berubah warna dari hijau menjadi merah. Panen pada tahap breakers umum digunakan untuk buah tomat yang akan dipasarkan dalam keadaan segar yang akan didistribusikan ke berbagai wilayah. Pengamatan Pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali untuk pertumbuhan vegetatif, peubah yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah daun. Pengamatan terhadap produktivitas dilakukan pada saat tanaman tomat dapat dipanen dengan peubah meliputi bobot perbuah, diameter buah, bobot buah pertanaman, bobot buah per petak. estimasi bobot buah per hektar, dan pengkelasan buah. Peubah tinggi tanaman diukur dua minggu sekali sejak dua hingga delapan minggu setelah transplant dengan menggunakan meteran. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga titik tumbuh tanaman. Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung jumlah daun yang sudah terbuka sempurna. Bobot buah rata-rata diukur satu persatu menggunakan timbangan. Diameter buah rata-rata diukur satu persatu dengan menggunakan jangka sorong. Buah yang diamati untuk peubah bobot buah dan diameter buah rata-rata adalah buah hasil dari tanaman contoh. Hasil pertanaman dihitung dari total bobot buah pertanaman contoh. Hasil per petak didapat dari bobot total buah dari masingmasing petak kemudian dikonversikan ke estimasi hasil per hektar.
11
Estimasi hasil per hektar dikonversi ke hasil panen relatif (%). Hasil panen relatif (%) merupakan perbandingan antara estimasi hasil panen per hektar suatu perlakuan dengan estimasi hasil per hektar yang tertinggi dari semua perlakuan yang diberikan (di mana 0 = tanpa hasil dan 100 = hasil panen tertinggi). Hasil panen relatif (%) =
estimasi hasil per hektar perlakuan x estimasi hasil per hektar perlakuan tertinggi
x 100%
Dilakukan pengkelasan terhadap buah tomat hasil panen dengan deskripsi kelas sebagai berikut; kelas A: diameter >60 mm dan keadaan buah mulus, kelas B: diameter 40-60 mm dan keadaan buah mulus atau sedikit rusak, kelas C: diameter <40 mm atau buah rusak layak konsumsi (Nurtika dan Abidin, 1997). Pengkelasan dilakukan dengan melakukan pengukuran buah hasil panen satu persatu menggunakan jangka sorong dan pengamatan visual untuk menilai mutu buah. Pengkelasan bertujuan untuk mengetahui tingkat kualitas buah yang dihasilkan dan kelayakan buah untuk didistribusikan ke pasar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi dan Geofisika dari Maret sampai Juli 2011, suhu rata-rata di Pasir Sarongge adalah 20°C, suhu maksimum 27°C, dan suhu minimum 15°C. Kelembaban relatif rata-rata adalah 78%. Lama penyinaran ratarata adalah 48% atau 4.8 jam perhari. Lama penyinaran yang dimaksud adalah persentase lama penyinaran matahari persepuluh jam. Penyakit yang teramati pada petak percobaan adalah layu bakteri, dan ToMV. Layu bakteri disebabkan oleh Phytophtora infestans. ToMV atau Tomato Mozaic Virus dengan gejala tanaman kerdil, daun berbercak kekuningan, berkerut, dan keriting (Jones, 2008). Hama yang menyerang petak percobaan antara lain belalang (Oxya sp.), ulat buah (Helicoperva zea), dan ulat (Spodoptera sp.). Intensitas serangan yang terjadi pada lahan percobaan adalah sebesar 5%. Pada saat pembentukan buah, teramati kecacatan pada buah. Beberapa dari kecacatan ini seperti cracking, catfacing, blossom end rot, dan malformasi buah. Intensitas serangan yang terjadi adalah sebesar 3%. Hasil Analisis Tanah Karakteristik tanah lokasi dilaksanakan penelitian disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis menggambarkan karakteristik fisika dan kimia dari tanah yang digunakan dalam penelitian. Tanah temasuk kelas tekstur liat akibat fraksi liat yang mencapai 70%, fraksi debu hanya 16% dan fraksi pasir hanya 14%.
12
13
Tabel 2. Analisis Tanah Lokasi Percobaan Pasir Sarongge, Cianjur 2011 Ciri Tanah Tekstur: pasir
Nilai
Interpretasi
14 %
debu
16 %
liat
70%
liat
pH tanah
5.7
cukup masam
C
3.86 %
rendah
N
0.41 %
sedang
C/N
9
rendah
P 2 O5
161 ppm
tinggi
K2O Morgan
169 ppm
sedang
Ca
14.39 cmolc/kg
tinggi
Mg
1.28 cmolc/kg
sedang
Na
0.2 cmolc/kg
rendah
KTK
15.70 cmolc/kg
tinggi
KB
>100%
tinggi
Hasil Analisis Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor, 2011. Kemasaman tanah (pH) 5.7 (cukup masam), kandungan karbon (C) 3.86 % (rendah), kandungan nitrogen (N) 0.41% (sedang) serta nisbah karbon dan nitrogen (C/N) sebesar 9 (rendah). Kandungan P2O5 161 ppm (sangat tinggi) dan 169 ppm K2O (sedang). 14.39 cmolc/kg Ca (tinggi), 1.28 cmolc/kg Mg (sedang), 0.33 cmolc/kg K (rendah) dan 0.2 cmolc/kg Na (rendah). Kapasitas tukar Kation (KTK) 15.7 cmolc/kg (tinggi) dan kejenuhan basa (KB) >100% (tinggi). Menurut Jones (2008) tanaman tomat tumbuh baik pada tanah dengan pH 5.5 sampai 6.8, namun pH yang optimal adalah 6.0 sampai 6.5. Secara umum, tanaman tomat akan tumbuh dengan baik pada tanah yang subur, tanah dengan interpretasi kandungan hara makro P, K, Ca dan Mg sedang hingga tinggi. Tanaman tomat membutuhkan tanah yang mengandung hara mikro Fe, Mn dan Zn dalam jumlah yang tinggi, sedangkan hara makro N, Mg, P, S dan hara mikro B dan Cu dalam jumlah sedang. Dinilai dari kesesuaiannya, lahan yang digunakan cukup sesuai dengan kebutuhan tanaman tomat.
14
Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Pertumbuhan vegetatif diamati dengan mengukur tinggi tanaman dan jumlah daun. Tinggi tanaman tomat pada beberapa tingkat umur dan pada beberapa perlakuan dosis pupuk organik dan pupuk anorganik masing-masing disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4 serta jumlah daun disajikan pada Tabel 5. Perlakuan
pupuk
organik
dan
anorganik
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman pada 2 hingga 6 MST (Tabel 3). Pupuk organik berupa pupuk kandang ayam memberikan respon kuadratik pada 2 dan 4 MST serta respon linier pada 6 MST. Pupuk anorganik tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 MST, namun memberikan respon linier pada 4 dan 6 MST. Tabel 3. Respon Tinggi Tanaman (cm) pada Setiap Taraf Dosis Pupuk Organik dan Anorganik pada 2, 4, 6 dan 8 MST Perlakuan
0
2 14.30
4 37.49
6 63.04
8 101.56
10
17.10
48.28
75.29
115.99
20
17.55
49.94
82.22
116.52
30
17.74
50.61
82.38
123.30
L**Q*
L**Q**
L**
-
0-0-0
16.03
42.97
71.17
106.29
75-75-37.5
16.46
47.17
76.40
118.52
150-150-75
17.53
49.60
79.68
118.21
tn
L**
L*
-
tn
tn
tn
*
Pupuk Organik (ton ha-1)
Respon Pupuk Anorganik (N-P2O5-K2O kg ha-1 ) Respon Interaksi Keterangan:
Minggu Setelah Tanam (MST)
Taraf
* ** L Q tn
berbeda nyata pada taraf p<0.05 berbeda nyata pada taraf p<0.01 linier kuadratik tidak nyata
. Interaksi antara pupuk organik dengan anorganik terjadi pada 8 MST. Tidak terdapat interaksi antara pupuk organik dan pupuk anorganik yang diberikan terhadap tinggi tanaman pada 2, 4
dan 6 MST. Karena terdapat
15
interaksi pada minggu ke 8, maka respon tinggi tanaman pada setiap taraf dosis pupuk organik dan anorganik dibahas terpisah, disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh Interaksi Pupuk Organik dengan Anorganik pada Tinggi Tanaman (cm) Umur 8 MST Pupuk Organik (ton ha-1) 0
10
20
30
Respon
Pupuk Anorganik
0-0-0
91.30
102.25
113.74
117.87
L**
(N-P2O5-K2O
75-75-37.5
112.33
117.82
109.98
133.96
L**
150-150-1-75 101.03
127.9
125.83
118.07
tn
kg ha-1 )
Keterangan:
* ** L Q tn
berbeda nyata pada taraf p<0.05 berbeda nyata pada taraf p<0.01 linier kuadratik tidak nyata
Pengaruh interaksi pupuk organik dengan anorganik pada tinggi tanaman umur 8 MST disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 1. Pupuk anorganik sebanyak 0% dan 75% dosis anjuran menunjukkan respon yang linier, sedangkan pupuk anorganik 150% dosis anjuran tidak berpengaruh nyata. Pada respon yang ditunjukkan oleh 0% dan 75% dosis anjuran, penambahan dosis pupuk organik akan menurunkan kebutuhan terhadap pupuk anorganik. Pada 8 MST tinggi tanaman 120 cm dapat dicapai dengan pemberian 75% dosis anjuran pupuk anorganik dan 17.71 ton ha-1 pupuk organik. Tinggi tanaman 120 cm pada 8 MST juga bisa diperoleh dengan pemberian pupuk anorganik 0% dosis anjuran dan pupuk organik sebanyak 30.03 ton ha-1. Berdasarkan hasil penelitian, pupuk anorganik 75% dosis anjuran masih lebih baik dibandingkan 0% dosis anjuran. Pada hasil penelitian ini belum terdapat titik potong antara respon pupuk anorganik 0% dan 75% dosis anjuran. Namun jika dilakukan penelitian lanjutan dengan dosis pupuk organik yang lebih tinggi, kemungkinan akan diperoleh titik potong di mana pada dosis tertentu pupuk organik, pupuk anorganik 0% dosis anjuran akan menghasilkan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan pupuk anorganik 75% dosis anjuran.
16
140
Tinggi Tanaman (cm)
tanpa pupuk anorganik
y = 0,570x + 109,9 R² = 0,464
130
75-75-37,5
120 110
150-150-75 y = 0,912x + 92,61 R² = 0,965
100
Linear (tanpa pupuk anorganik)
90
Linear (75-75-37,5)
80 0
10
20 Pupuk Organik (ton
Gambar 1.
30 ha-1)
Pengaruh Interaksi Pupuk Organik dengan Anorganik pada Tinggi Tanaman Umur 8 MST
Pada variabel tinggi tanaman, pupuk organik mampu meningkatkan ketersediaan dan efisiensi penyerapan hara dari pupuk anorganik yang diberikan ke tanah sehingga kebutuhan akan pupuk anorganik menurun. Hara yang ditambahkan ke tanah bisa dimanfaatkan dengan lebih baik oleh tanaman. Pada penelitian ini, interaksi antara pupuk organik dan pupuk anorganik hanya terjadi pada variabel tinggi tanaman 8 MST, sehingga secara umum belum bisa disimpulkan bahwa penambahan pupuk organik mampu menurunkan kebutuhan pupuk anorganik. Belum bisa diketahui bagaimana efek kombinasi pupuk organik dan pupuk anorganik terhadap budidaya tomat hibrida secara umum. Penelitian ini juga mengamati respon jumlah daun pada setiap taraf dosis pupuk organik dan anorganik yang disajikan dalam Tabel 5. Pupuk organik yang diberikan memberikan respon yang linier terhadap jumlah daun pada 2, 4 dan 8 MST serta tidak berpengaruh nyata pada 6 MST. Pupuk anorganik yang diberikan tidak berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman tomat. Tidak terdapat interaksi antara pupuk organik dengan anorganik yang diberikan pada jumlah daun yang diamati pada penelitian ini.
17
Tabel 5. Respon Jumlah Daun pada Setiap Taraf Dosis Pupuk Organik dan Anorganik Perlakuan
Taraf 0
Organik (ton ha-1)
10 20 30
Respon Anorganik (N-P2O5-K2O kg ha-1 )
0-0-0 75-75-37.5 150-150-75
Respon Interaksi Keterangan:
* ** L Q tn
Minggu Setelah Tanam (MST) 2 4 6 8 5.17 8.20 10.00 12.27 6.39 6.08 6.64 L** 5.84 6.07 6.29 tn tn
9.77 9.59 10.31 L** 9.14 9.54 9.72 tn tn
10.62 10.94 10.99 tn 10.36 10.81 10.74 tn tn
12.47 12.15 13.58 L* 12.06 13.03 12.76 tn tn
berbeda nyata pada taraf p<0.05 berbeda nyata pada taraf p<0.01 linier kuadratik tidak nyata
Bobot Buah Pupuk organik dan anorganik berpengaruh terhadap bobot buah per petak (kg), estimasi bobot buah per hektar (ton) dan hasil panen relatif (%) disajikan pada Tabel 6. Pupuk organik yang diberikan pada percobaan ini memberikan respon kuadratik terhadap bobot buah per petak, estimasi bobot buah per hektar dan hasil panen relatif, sedangkan pupuk anorganik menunjukkan respon yang linier. Tidak ada interaksi di antara perlakuan dosis pupuk yang diberikan sehingga hanya dibahas efek tunggal yang dihasilkan oleh pupuk organik dan anorganik. Respon pupuk organik terhadap bobot buah per petak, estimasi bobot buah per hektar dan hasil panen relatif disajikan pada Gambar 2. Pupuk organik yang diberikan berpengaruh terhadap bobot buah per petak, estimasi bobot buah per hektar dan hasil panen relatif. Ketiga variabel tersebut menunjukkan respon kuadratik terhadap peningkatan dosis pupuk organik yang diberikan. Respon kuadratik yang ditunjukkan menandakan bahwa terdapat dosis optimal di mana
18
penambahan dosis pupuk organik justru akan menurunkan hasil panen relatif. Penambahan dosis pupuk organik melebihi dosis optimal akan menyebabkan kelebihan hara yang berakibat pada penurunan hasil panen. Tabel 6. Respon Bobot Buah Per Petak (kg), Estimasi Bobot Buah Per Hektar (ton) dan Hasil Panen Relatif (%) pada Setiap Taraf Dosis Pupuk Organik dan Anorganik Perlakuan
Taraf
Organik (ton ha-1)
0 10 20 30
Respon Anorganik (N-P2O5-K2O kg ha-1 )
Bobot Buah Perpertak (kg)
0-0-0 75-75-37.5 150-150-75
Respon Interaksi Keterangan:
* ** L Q tn
10.62 15.17 16.45 16.37 L**Q* 12.56 14.91 16.77 L** tn
Estimasi Bobot Buah Per Hektar (ton) 14.16 20.24 21.94 22.31 L**Q* 16.75 19.88 22.36 L** tn
Hasil Panen Relatif (%) 44.06 62.96 68.26 69.41 L**Q* 52.09 61.85 69.56 L** tn
berbeda nyata pada taraf p<0.05 berbeda nyata pada taraf p<0.01 linier kuadratik tidak nyata
Pada Gambar 2 disajikan respon bobot buah per petak (a), estimasi bobot buah per hektar (b) dan hasil panen relatif (c) pada berbagai taraf dosis pupuk organik. Respon kuadratik yang ditandai dengan adanya titik balik pada kurva menunjukkan bahwa ada dosis optimal yang akan menghasilkan bobot buah per petak, estimasi bobot buah per hektar dan hasil panen relatif yang maksimal. Pada Gambar 2.A disajikan pola respon kuadratik yang ditunjukkan oleh bobot buah per petak terhadap penambahan dosis pupuk organik. Bobot buah per petak maksimal yang diperoleh pada penelitian ini adalah 17.41 kg buah tomat segar per petak. Respon estimasi bobot buah per hektar terhadap penambahan dosis pupuk organik ditampilkan pada gambar 2.B. Estimasi bobot buah per hektar maksimal yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebesar 22.79 ton per hektar.
19
Bobot Buah Perpetak (kg)
30 25 y = -0,010x2 + 0,517x + 10,73 R² = 0,363
20 15 10 5 0 0
10
20
30
Estimasi Bobot Buah Perhektar (ton)
Pupuk Organik (ton ha-1) (A)
35
y = -0,014x2 + 0,689x + 14,31 R² = 0,363
30 25 20 15 10 5 0 0
10
20
30
Pupuk Organik (ton ha-1) (B)
Hasil Panen Relatif (%)
100 80 60 40 y = -0,044x2 + 2,145x + 44,52 R² = 0,363
20 0 0
10
20
30
Pupuk Organik (ton ha-1) (C)
Gambar 2. Respon Bobot Buah Per Petak (A), Estimasi Bobot Buah Per Hektar (B) dan Hasil Panen Relatif (C) pada Berbagai Taraf Dosis Pupuk Organik
20
Pada Gambar 2.C digambarkan pola respon kuadratik yang ditunjukkan oleh hasil panen relatif terhadap penambahan dosis pupuk organik. Dosis optimal pupuk kandang ayam adalah sebesar 24.375 ton ha-1. Dosis optimal diperoleh dengan cara menurunkan persamaan regresi yang diperoleh dari analisis statistik. Peningkatan pemberian dosis pupuk organik melebihi 24.375 ton ha-1 justru akan menurunkan hasil panen tomat. Koefisien determinasi atau r square dari ketiga persamaan tergolong rendah yaitu hanya sebesar 36.3%. Koefisien determinasi sebesar 36.3% berarti bahwa persamaan regresi yang diperoleh mampu menjelaskan sebaran data yang diperoleh dengan ketepatan sebesar 36.3%. Perkiraan bobot buah panen yang akan diperoleh jika diberikan dosis tertentu pupuk organik dengan menggunakan persamaan regresi yang tercantum pada Gambar 2 akan memiliki peluang ketepatan 36.3%. Persamaan mampu menjelaskan 36.3% pengaruh pupuk organik terhadap hasil panen relatif, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor di luar persamaan. Angka koefisien determinasi yang rendah bisa dikarenakan berbagai faktor, di antaranya pupuk anorganik yang diberikan, faktor lingkungan atau galat yang ditimbulkan oleh lingkungan serta kurangnya sampel data yang diamati. Percobaan ini merupakan percobaan faktorial dengan dua faktor, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pada Tabel 6 dan Gambar 2 analisis dilakukan terhadap efek tunggal dari pupuk organik terhadap hasil panen relatif karena tidak terdapat interaksi antara pupuk organik dan pupuk anorganik terhadap hasil panen relatif. Meskipun tidak terdapat interaksi, titik-titik sebaran data pada Gambar 2 tetap dipengaruhi oleh perlakuan pupuk anorganik. Misalnya pada perlakuan pupuk organik 0 ton ha-1, titik-titik data pengamatan yang dimasukkan merupakan hasil panen relatif perlakuan pupuk organik 0 ton ha-1 pada berbagai taraf dosis pupuk anorganik. Penambahan jumlah sampel yang diamati akan menghasilkan titik-titik hasil pengamatan yang lebih banyak, dengan penambahan sampel diharapkan angka koefisien determinasi bisa meningkat. Hasil panen buah segar tomat sebanyak 22.79 ton ha-1 masih tergolong rendah karena berdasarkan deskripsi varietas potensi hasil tomat hibrida Marta adalah sebesar 60-80 ton ha-1 namun masih lebih tinggi dibandingkan
21
produktivitas rata-rata Jawa barat yaitu 20 ton ha-1. Salah satu faktor yang paling mungkin menyebabkan rendahnya hasil adalah faktor lingkungan yang tidak bisa dikendalikan, seperti lama penyinaran matahari, curah hujan yang tinggi dan suhu di lokasi penelitian. Penyinaran matahari yang terlalu singkat mengakibatkan menurunnya kemampuan fotosintesis dan transpirasi tanaman. Penurunan kemampuan tanaman dalam berfotosintesis dan bertranspirasi akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan vegetatif dan hasil tanaman tomat. Menurut Jones (2008) meskipun lama penyinaran tidak berpengaruh terhadap pembungaan tanaman tomat, lama penyinaran sangat berpengaruh terhadap hasil. Curah hujan yang terlalu tinggi juga bisa menjadi penyebab rendahnya hasil. Tanaman tomat membutuhkan air yang banyak, namun tidak dalam jumlah yang berlebihan. Akar tanaman tomat tidak mampu berfungsi dengan baik pada kondisi tergenang (anaerobik). Apabila air di sekitar akar sangat banyak, pertumbuhan tanaman tomat akan terhambat, muncul bunga terlambat, bunga sedikit dan jumlah buah akan menurun. Ketika jumlah air tersedia tidak konsisten, akan banyak terjadi kecacatan pada buah seperti cracking dan blossom-end-rot. Secara umum suhu yang dibutuhkan tanaman tomat agar tumbuh, berkembang dan berbuah dengan baik adalah 18.5°C dan 26.5°C. Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika, dari Maret sampai Juli 2011 suhu rata-rata di Pasir Sarongge adalah 20°C, suhu maksimum 27°C, dan suhu minimum 15°C. Suhu minimum di lokasi penelitian berada di bawah rentang suhu yang dibutuhkan tomat untuk tumbuh, berkembang dan berbuah dengan baik. Pupuk anorganik yang diberikan memberikan respon linier terhadap hasil per petak, estimasi hasil per hektar dan hasil panen relatif. Respon linier menunjukkan bahwa belum bisa ditentukan dosis optimal karena variabel yang diamati masih akan meningkat seiring penambahan dosis pupuk anorganik yang diberikan. Respon yang masih linier bisa dikarenakan dosis pupuk anorganik yang digunakan kurang tinggi, rentang dosis yang digunakan terlalu sedikit atau jaraknya terlalu jauh.
22
Pengkelasan Buah Pada penelitian ini juga dilakukan pengamatan terhadap bobot buah per petak berdasarkan kelas. Dilakukan pengkelasan terhadap buah tomat hasil panen dengan deskripsi kelas sebagai berikut; kelas A: diameter >60 mm dan keadaan buah mulus, kelas B: diameter 40-60 mm dan keadaan buah mulus atau sedikit rusak, kelas C: diameter <40 mm atau buah rusak layak konsumsi. Pengkelasan terhadap buah dilakukan untuk mengetahui kelayakan buah untuk didistribusikan ke pasar. Buah dengan kelas A lebih ditujukan untuk supermarket atau pasar yang akan memberikan harga jual tomat yang tinggi. Kelas B ditujukan untuk pasar rakyat. Sedangkan kelas C untuk pasar rakyat namun dengan harga jual yang lebih rendah dibandingkan kelas B. Berdasarkan hasil analisis (Tabel 7), pupuk organik dan anorganik memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot buah kelas A dan B, namun tidak berpengaruh terhadap bobot buah kelas C. Dosis pupuk organik memberikan respon linier pada bobot buah kelas A dan kuadratik pada bobot buah kelas B, sedangkan dosis pupuk anorganik memberikan respon linier pada bobot buah kelas A maupun kelas B. Tabel 7. Respon Bobot Buah Kelas A, B dan C (gram) Per Petak pada Setiap Taraf Dosis Pupuk Organik dan Anorganik Perlakuan
Taraf 0
Organik (ton ha-1)
10 20 30
Respon Anorganik (N-P2O5-K2O kg ha-1 ) Respon Interaksi Keterangan:
* ** L Q tn
0-0-0 75-75-37.5 150-150-75
Bobot Buah Per Petak (gram) Kelas A Kelas B Kelas C 3606.11 3966.11 521.67 5011.33 5310.78 694.44 6277.66 5948.44 792.56 5627.44 5360.78 600.22 L* L**Q** tn 3989.67 4612.83 635.00 5175.42 5012.33 656.42 6226.83 5814.42 665.25 L** L** tn tn tn tn
berbeda nyata pada taraf p<0.05 berbeda nyata pada taraf p<0.01 linier kuadratik tidak nyata
23
Respon bobot hasil kelas A, B dan C (gram) pada berbagai taraf dosis pupuk organik (ton ha-1) disajikan pada Gambar 3. Bobot buah kelas A masih menunjukkan respon yang linier, sehingga kemungkinan total bobotnya akan terus meningkat seiring dengan peningkatan dosis pupuk organik yang diberikan. Sedangkan bobot buah kelas B menurun apabila dosis yang diberikan sudah melewati dosis optimal bagi buah kelas B yaitu sebesar 19,99 ton ha-1. Pupuk organik yang diberikan tidak berpengaruh terhadap bobot buah kelas C.
Bobot hasil (gram)
10000
y = -4.830x2 + 193.1x + 3940. R² = 0.316
8000
Grade A
6000
Grade B 4000
Grade C
y = 73.30x + 4031. R² = 0.161
2000
Linear (Grade A) Poly. (Grade B)
0 0
10
20
30
Pupuk Organik (ton ha-1)
Gambar 3. Respon Bobot Buah Kelas A, B dan C (gram) Per Petak pada Berbagai Taraf Dosis Pupuk Organik (ton ha-1) Ukuran Buah Berdasarkan hasil analisis (Tabel 8) tidak terdapat pengaruh dari pupuk organik dan anorganik terhadap variabel diameter dan bobot buah rata-rata. Pengamatan terhadap diameter dan bobot buah rata-rata diamati pada setiap buah hasil panen pada semua tanaman contoh. Tidak ada perbedaan diameter dan bobot buah yang dihasilkan oleh berbagai taraf dosis pupuk organik dan anorganik. Meskipun berpengaruh terhadap bobot buah kelas A dan kelas B, pupuk kandang ayam dan pupuk anorganik yang diberikan ternyata tidak berpengaruh terhadap diameter dan bobot buah rata-rata. Hal ini dikarenakan buah kelas A dan kelas B yang dihasilkan jumlahnya tidak terlalu berbeda jauh berbeda sehingga analisis
24
statistik menyatakan tidak ada pengaruh nyata yang dihasilkan oleh perlakuan pupuk organik dan anorganik. Tabel 8. Respon Diameter Buah Rata-rata (mm) dan Bobot Buah Rata-rata (gram) pada Setiap Taraf Dosis Pupuk Organik dan Anorganik Perlakuan
Taraf
Organik (ton ha-1)
0 10 20 30
Respon Anorganik (N-P2O5-K2O kg ha-1 )
0-0-0 75-75-37,5 150-150-75
Respon Interaksi
Diameter Buah Rata-rata (mm) 54.22 53.16 52.86 53.94 tn 53.35 53.67 53.61 tn tn
Bobot Buah Rata-rata (gram) 82.85 79.61 76.80 84.71 tn 78.87 82.11 81.24 tn tn
Keterangan: tn tidak nyata
Pembahasan Dosis optimal diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemupukan. Pemupukan harus tepat dosis agar tanaman tidak kekurangan atau kelebihan hara. Menurut Taiz and Zeiger (2002) respon hasil terhadap pemupukan membentuk kurva di mana respon pertumbuhan atau hasil terbagi menjadi tiga zona. Zona pertama adalah zona defisiensi dimana peningkatan ketersediaan hara secara langsung berhubungan dengan peningkatan pertumbuhan atau hasil. Saat ketersediaan hara terus meningkat, terdapat titik kritikal dimana penambahan nutrisi tidak lagi berhubungan dengan penambahan pertumbuhan atau hasil namun terefleksi pada meningkatnya konsentrasi pada jaringan. Zona ini disebut zona kecukupan. Jika konsentrasi pada jaringan terus meningkat melewati zona kecukupan, pertumbuhan dan hasil akan menurun akibat keracunan (zona toksik). Dosis optimal pupuk kandang ayam petelur yang direkomendasikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah 24.375 ton ha-1. Bobot buah per petak maksimal yang diperoleh adalah 17.41 kg per petak. Estimasi bobot buah per hektar adalah 22.79 ton ha-1 buah tomat segar. Rekomendasi yang didapatkan dari penelitian ini bisa digunakan untuk daerah di sekitar lokasi dilaksanakan
25
penelitian atau daerah-daerah lain yang jenis tanahnya relatif sama dengan tanah di lokasi pelaksanaan penelitian ini. Rekomendasi dosis optimal pupuk kandang ayam ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap berbagai variabel pertumbuhan dan hasil panen. Dosis yang direkomendasikan merupakan dosis pupuk kandang ayam yang memberikan pengaruh terbaik terhadap hasil panen relatif (Tabel 6) tanpa mengesampingkan variabel-variabel lain seperti tinggi tanaman (Tabel 3), jumlah daun (Tabel 5), hasil per petak dan estimasi hasil panen per hektar (Tabel 6) serta bobot buah kelas A, B dan C (Tabel 7). Rekomendasi dosis optimal pupuk kandang ayam masih memiliki angka koefisien determinasi yang rendah. Untuk mendapatkan angka koefisien determinasi yang lebih tinggi diperlukan penelitian lanjutan untuk menambah jumlah sampel sehingga rekomendasi dosis memiliki angka kepercayaan yang tinggi dan bisa dilepaskan ke petani. Penggunaan hasil panen relatif dalam menentukan dosis optimal bertujuan agar peneliti lain bisa menggunakan hasil penelitian ini sebagai tambahan data. Dosis pupuk anorganik terbaik belum bisa ditentukan dari penelitian ini. Secara umum pupuk anorganik masih menunjukkan respon linier terhadap tinggi tanaman (Tabel 3), hasil panen relatif, hasil per petak dan estimasi hasil panen per hektar (Tabel 6) serta bobot buah kelas A dan B (Tabel 7). Respon linier menunjukkan
bahwa
peningkatan
dosis
pupuk
anorganik
masih
akan
meningkatkan hasil pengamatan terhadap variabel-variabel tersebut. Namun pupuk anorganik yang diberikan tidak berpengaruh terhadap variabel jumlah daun (Tabel 5), bobot buah kelas C (Tabel 7), serta diameter dan bobot buah rata-rata (Tabel 8). Pada penelitian ini, interaksi antara pupuk organik dan pupuk anorganik hanya terjadi pada variabel tinggi tanaman 8 MST, sehingga secara umum belum bisa disimpulkan bahwa penambahan pupuk organik mampu menurunkan kebutuhan pupuk anorganik. Belum bisa diketahui bagaimana efek kombinasi pupuk organik dan pupuk anorganik terhadap budidaya tomat hibrida secara umum.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini telah mendapatkan dosis pupuk kandang ayam yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. Namun untuk pupuk anorganik, belum ditemukan adanya dosis optimal yang memberikan pengaruh terbaik. Interaksi antara pupuk organik dan anorganik yang diberikan hanya terjadi pada variabel tinggi tanaman saat 8 MST. Dosis pupuk kandang ayam optimal adalah 24.375 ton ha-1. Bobot buah per petak maksimal adalah 17.41 kg per petak. Estimasi bobot buah per hektar masksimal sebesar 22.79 ton ha-1. Dosis optimal ditentukan dari dosis pupuk kandang ayam yang memberikan pengaruh terbaik terhadap hasil panen relatif. Dengan pemberian pupuk kandang ayam sebanyak dosis optimal yang disarankan, pertumbuhan tanaman tomat cukup baik, bobot buah kelas A dan kelas B yang dihasilkan tidak terlalu berbeda. Dosis pupuk kandang yang diberikan tidak berpengaruh terhadap diameter dan bobot buah rata-rata. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menyempurnakan penelitian ini dengan perlakuan dosis pupuk kandang ayam petelur untuk menambah nilai koefisien determinasi sehingga rekomendasi dosis bisa lebih diterima oleh pengguna. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian dengan dosis pupuk anorganik yang lebih tinggi, rentang kelas yang lebih banyak atau jarak yang lebih kecil agar bisa diperoleh dosis pupuk anorganik terbaik. Penelitian sebaiknya dilakukan di lokasi yang berdekatan atau pada jenis tanah yang relatif sama.
26
DAFTAR PUSTAKA Ayeni, L. S., Omole T. O., E. O. Adeleye and S. O. Ojeniyi. 2010. Integrated application of poultry manure and NPK fertilizer on performance of tomato in derived savannah transition zone of Southwest Nigeria. Science and Nature 8(2):50-54. Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Sayuran di Indonesia. http://www.bps.go.id Costa, J. M. and E. Heuvelink. 2005. Introduction: The tomato crop and industry In E. Heuvelink (Eds.). Tomatoes, Crop Production Science in Horticulture:13. CABI Publishing, Wallingford, UK. 1-19. Csizinszky, A. A.. 2005. Production in the open field In E. Heuvelink (Eds.). Tomatoes, Crop Production Science in Horticulture:13. CABI Publishing, Wallingford, UK. 237-256. [Deptan] Departemen Pertanian. 2002. Budidaya Tomat. Dirjen Bina Produksi Hortikultura Direktorat Tanaman Sayuran, Hias dan Aneka Tanaman. http://deptan.go.id [Deptan] Departemen Pertanian. 2011. Produktivitas Tomat menurut Provinsi. Dirjen Bina Produksi Hortikultura Direktorat Tanaman Sayuran, Hias dan Aneka Tanaman. http://deptan.go.id Djazuli, M. dan J. Pitono. 2009. Pengaruh jenis dan taraf pupuk organik terhadap produksi dan mutu purwoceng. Jurnal LITTRI 15(1):41-45. Ewulo, B. S., Ojeniyi S. O., and Akanni, D.A.. 2008. Effect of poultry manure on selected soil physical and chemical properties, growth, yield and nutrient status of tomato. Afr. J. Agric. Res. 3(9): 612-616. Ghorbani, R., A. Koocheki, M. Jahan, and G.A. Asadi. 2008. Impact of organic amendments and compost extract on tomato production and storability in agroecological systems. Agron. Sustain. Dev. 28: 307-311. Gomez, K. A. dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. (Endang S. Dan Justika S. B., Penerjemah). Universitas Indonesia Press. Jakarta. 698 p. Herencia, J. F., J.C. Ruiz-Porras, S. Melero, P. A. Garcia-Galavis, and E. Morillo. 2007. Comparison between organic and mineral fertilization for soil fertility levels, crop macronutrient concentrations and yield. Agron. J. 99(4): 973-983. Jones, J. B. 2008. Tomato Plant Culture: in the Field, Greenhouse and Home Garden. Taylor and Francis Group. USA. 399 p. Kandil, H. and N. Gad. 2010. Response of tomato plants to sulphur and organik fertilizer. Int. J. Academic Res. 2(3):204-210. 27
28
Nurtika, N. dan Z. Abidin. 1997. Budidaya tanaman tomat Dalam A. S. Duriat (Ed). Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bandung. 74-75. Odoemena, C. S. I.. 2006. Effect of poultry manure on growth, yield and chemical composition of tomato (Lycopersicon esculentum, Mill) cultivars. Int. J. Natur. Appl. Sci. 1(1):51-55. Ogbomo, L. K. E.. 2011. Comparison of growth, yield performance and profitability of tomato (Solanum lycopersicon) under different fertilizer types in humid forest ultisols. Int. Res. J. Agric. Sci. Soil Sci. 1(8): 332338. Ouda, B. A. and A.Y. Mahadeen, 2008. Effect of fertilizers on growth, yield, yield components, quality and certain nutrient contents in broccoli (Brassica oleracea). Int. J. Agri. Biol. 10: 627–632. Plaster, J. E.. 1992. Soil Science and Management. Delmar Publishers Inc.. New York, USA. 514 p. Singer, J. and D. N. Munns. 2006. Soils: an Introduction. Pearson Education, Inc.. New Jersey. 446 p. Supardi, G.. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 588 hal. Suradi. 2002. Pertumbuhan dan Produksi Empat Varietas Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) dengan Pemberian Perekat Pestisida dan Pupuk Kandang Ayam. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 45 hal. Taiz, L. and E. Zeiger. 2002. Plant Physiology, third edition. Sinaeur. Sunderland. 690 p. Tonfack, L. B., A. Bernadac, E. Youmbi, V. P. Mbouapouognigni, M. Ngueguim, and A. Akoa. 2009. Impact of organic and inorganic fertilizers on tomato vigor, yield and fruit composition under tropical andosol soil conditions. Fruits 64(3): 167-177.
LAMPIRAN
29
30
Lampiran 1. Data Cuaca Harian di Lokasi Penelitian Selama Penelitian Berlangsung Maret Tanggal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Suhu Rata-rata (ºC) 20 20 19 19 19 20 21 20 19 20 21 21 20 21 21 22 21 21 21 22 22 22 20 20 19 20 19 10 20 20 19
RH
CH
(%) 83 80 87 87 87 87 88 87 87 85 78 78 82 77 77 71 74 77 77 77 72 86 84 87 90 87 84 85 82 85 87
(mm) 0 0 8.7 3.7 8.2 6.1 2.5 21.0 14.8 0 0 3.8 2.8 3.1 0.6 0 46.4 0.3 1.0 0 0 2.0 23.0 55.5 5.5 16.3 27.2 23.0 5.6 23.0 22.8
April Penyinaran Matahari (%) 38 58 21 29 33 25 25 13 17 38 67 63 58 63 38 67 42 58 33 54 63 25 21 21 13 25 21 33 29 33 32
Suhu Rata-rata (ºC) 20 20 19 19 20 20 20 19 19 18 19 20 20 20 20 22 22 21 20 21 20 20 19 19 22 21 20 21 20 20
RH
CH
(%) 89 82 87 87 79 85 85 84 91 87 89 84 85 82 82 74 73 73 79 77 84 85 87 84 77 78 87 86 85 86
(mm) 0.3 24.5 28.9 16.8 0 16.0 48.8 8.0 4.5 33.8 26.6 4.4 55.8 1.0 15.3 0 0 8.5 0 41.6 31.2 34.6 41.4 33.6 1.7 8.9 7.3 0 17.0 8.6
Sumber: Stasiun Cuaca, Pasir Sarongge, Cipanas Keterangan:
RH kelembaban relatif CH curah hujan Penyinaran matahari diukur dari jam 08.00-18.00
Penyinaran Matahari (%) 17 33 17 17 38 38 33 33 17 29 29 38 50 42 33 38 63 58 42 46 46 33 17 13 71 67 13 46 42 38
31
Lampiran 1.
Data Cuaca Harian di Lokasi Penelitian Selama Penelitian Berlangsung (lanjutan)
Mei Tanggal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
Suhu Rata-rata (ºC)
RH
CH
(%)
21 20 21 23 21 20 21 20 22 20 21 21 21 22 22 22 22 22 22 21 21 20 21 21 20 20 22 21 22 21 21
82 88 77 77 85 85 84 93 78 85 78 77 80 81 78 73 72 78 81 78 78 77 76 85 86 82 87 78 75 78 75
Juni
(mm)
Penyinaran Matahari (%)
Suhu Rata-rata (ºC)
16.4 4.9 0 0 10.8 6.9 9.6 29.5 0 31.2 0 0 1.3 0.6 2.4 0 0 0.6 2.4 44.8 0.8 4.7 20.9 9.0 0 17.0 3.8 0 0 1.2 1.3
46 17 54 54 17 29 33 13 58 29 54 58 46 42 71 58 63 42 71 71 58 42 38 21 17 21 21 54 63 25 33
22 23 22 22 21 22 22 22 22 22 22 21 20 21 21 22 21 19 21 19 20 21 21 21 20 21 21 19 21 21
RH
CH
(%)
(mm)
73 76 83 75 74 75 75 72 73 70 71 77 80 77 72 70 70 81 74 81 81 74 74 75 78 72 74
6.4 0 10.0 0 0 0 0 0 0.8 0 0 0 8.3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
87 79 81
50.8 23.2 19.6
Sumber: Stasiun Cuaca, Pasir Sarongge, Cipanas Keterangan:
RH kelembaban relatif CH curah hujan Penyinaran matahari diukur dari jam 08.00-18.00
Penyinaran Matahari (%) 58 54 42 58 63 58 67 71 63 67 63 58 33 58 67 71 71 71 75 67 71 75 67 75 75 75 71 17 54 42
32
Lampiran 1. Data Cuaca Harian di Lokasi Penelitian Selama Penelitian Berlangsung (lanjutan) Juli Tanggal
Suhu Rata-rata (ºC)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
22 22 21 22 21 21 20 21 20 21 21 20 21 22 21 21 22 21 22 21 22 22 22 22 21 20
RH
CH
(%)
(mm)
Penyinaran Matahari (%)
75
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6.9 0 31.4 0 0 0 25.3 0 0.3 0 0 0 0 0
67 63 58 63 58 67 67 63 67 67 71 71 63 71 63 67 63 63 67 67 58 63 67 67 63 63
75 81 77 81 75 74 75 78 77 74 80 81 76 77 76 72 77 77 80 75 72 73 72 71 71
Sumber: Stasiun Cuaca, Pasir Sarongge, Cipanas Keterangan:
RH = kelembaban relatif CH = curah hujan Penyinaran matahari diukur dari jam 08.00-18.00
33
Lampiran 2. Data Cuaca Bulanan di Lokasi Penelitian Selama Penelitian Berlangsung Bulan Maret
April
Mei
Juni
Juli
Curah hujan (mm)
327
519
220
119
64
Hari hujan (hari)
24
25
21
7
4
Suhu rata-rata (°C)
20
20
21
21
21
Kelembaban relatif (%)
82
83
80
76
76
Penyinaran matahari 08.00-18.00 (%)
37
37
43
62
65
Sumber: Stasiun Cuaca, Pasir Sarongge, Cipanas
Lampiran 3. Konversi Hasil Panen Perpetak ke Estimasi Hasil Perhektar Estimasi Hasil Perhektar
=
Hasil Panen Perpetak
x
10 000 m2 Luas Petak
x
Jumlah Tan. Perpetak Jumlah Tan. yang Hidup
=
20 kg
x
10 000 m2 7,5 m2
x
20 19
=
28,07 ton ha-1
Proses perhitungan di atas dimisalkan hasil panen perpetak sebanyak 20 kg dengan 19 dari 20 tanaman perpetak yang hidup.
34
Lampiran 4. Konversi Estimasi Hasil Perhektar ke Hasil Panen Relatif Contoh tabel: estimasi hasil perhektar (ton) 20 24 22 21 18 28 … 21
perlakuan P1 U1 P1 U2 P1 U3 P2 U1 P2 U2 P2 U3 … P12 U3
Untuk mencari hasil panen relatif dari perlakuan P1 U1, di mana P2 U3 merupakan perlakuan yang menghasilkan estimasi hasil perhektar tertinggi, proses perhitungan adalah sebagai berikut: Hasil Panen Relatif P1
=
Estimasi Hasil Perhektar P1 U1 Estimasi Hasil Perhektar P2 U3
x
100%
=
20 28
x
100%
=
71,42 %
a
b
c
d
Lampiran 5. Kondisi Tanaman pada 0 MST (a), 5 MST (b), 10 MST (c) dan 15 MST (d)
35
36
a
b
c
d
e
Lampiran 6. Kecacatan Buah yang Disebabkan Kondisi Lingkungan: (a) Cracking Konsentris, (b) Cracking Radial, (c) Catface, (d) Blossom End Rot dan (e) Malformasi Buah