OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur)
OLEH JUVENA ELIZABETH A14103102
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN RIBBED SMOKED SHEET (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur)
Oleh Juvena Elizabeth A14103102
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul
:
Optimalisasi Produksi Karet Olahan Ribbed Smoked Sheet (Kasus Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur) Nama : Juvena Elizabeth NRP : A14103102
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS NIP : 130 687 506
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian,
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP : 131 124 019
Tanggal Kelulusan :
RINGKASAN JUVENA ELIZABETH. Optimalisasi Produksi Karet Olahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) (Kasus : Perkebunan Widodaren, PT Jember Indonesia, Kabupaten Jember, Jawa Timur) (Di bawah bimbingan RATNA WINANDI). Salah satu subsektor pertanian yang penting adalah perkebunan yang hasilnya banyak diekspor ke negara – negara lain termasuk di dalamnya komoditas karet. Karet alam yang diekspor banyak menunjang perekonomian negara karena hasil devisa yang diperoleh dari karet alam cukup besar. Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia dengan luas areal 3.262.291 hektar. Bersama dua negara tetangga yaitu Malaysia dan Thailand menjadi pemasok utama karet dunia sejak 1920-an. Produk karet olahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) merupakan salah satu produk karet alam olahan berupa lembaran – lembaran (sheet) yang populer digunakan sebagai bahan baku terutama bermacam – macam industri karet. Permintaan karet olahan mengalami kenaikan setiap tahun karena maraknya industri ban dan industri pemakai karet lainnya terutama permintaan dari industri kendaraan bermotor. Kebutuhan yang tinggi akan karet alam olahan di dunia tentunya akan mendorong pengusahaan lahan karet dan pengolahan karet di Indonesia. Pemanfaatan potensi perkebunan karet dapat dilakukan terutama di Pulau Jawa khususnya Jember yang banyak terdapat lahan perkebunan khususnya perkebunan karet. Jawa Timur yang mempunyai areal perkebunan paling luas di pulau Jawa. Perkebunan Widodaren yang telah berkiprah selama kurang lebih 32 tahun menghasilkan produk olahan karet alam yaitu berupa RSS 1, RSS 2 dan produk ikutan RSS yaitu Cutting A. Produk olahan RSS 1 merupakan produk andalan yang menghasilkan keuntungan terbesar bagi Perkebunan Widodaren karena tingkat produktivitas yang paling tinggi di antara produk olahan lainnya, yaitu sekitar 90 persen dari total produk karet olahan yang dihasilkan oleh Perkebunan Widodaren. Dengan adanya kebutuhan akan karet olahan yang semakin meningkat dari masa ke masa menyebabkan permintaan akan karet olahan tersebut meningkat pula. Akan tetapi pada kenyataannya, produksi karet olahan terutama RSS I pada perkebunan Widodaren sangat fluktuatif selama tahun 2006 dan 2007. Hal ini biasa terjadi pada musim hujan yang menyebabkan penyadapan pohon agak terhambat dibandingkan pada bulan – bulan sebelumnya. Produksi karet yang tidak tetap juga disebabkan karena penggunaan sumberdaya yang kurang optimal, dimana kondisi tersebut menyebabkan adanya sumberdaya yang berlebih yang mengakibatkan perusahaan harus menanggung sebesar biaya kelebihan tersebut. Adanya permasalahan ini akan menimbulkan kendala dalam memenuhi permintaan terhadap karet olahan yang semakin meningkat dengan bahan baku karet olahan. Selain itu pabrik tidak bisa memproduksi pengalokasian produk karet kering untuk pembuatan RSS I dengan tepat dan menyebabkan pabrik mengalami kekurangan bahan baku (karet kering) atau kelebihan bahan baku. Pabrik dinilai tidak produktif karena tidak bisa menghasilkan produk karet olahan RSS I dengan optimal dan tidak sesuai dengan target yang direncanakan sebelumnya.
Karena adanya permasalahan dalam Perkebunan Widodaren maka perlu diadakan analisis kombinasi produksi optimal produk karet olahan di perkebunan Widodaren yang dapat memaksimumkan keuntungan sekaligus memenuhi permintaan pasar, analisis alokasi penggunaan input/sumberdaya pada perkebunan Widodaren agar dapat mencapai kondisi yang optimal, analisis pengaruh penambahan batasan baru pada penggunaan input/sumberdaya dan laba kontribusi total bagi setiap produk karet olahan. Dilakukan analisis terhadap proses produksi, harga pokok penjualan, harga jual serta berbagai kendala (batasan) yang dimiliki oleh pabrik pengolahan getah karet lateks di Perkebunan Widodaren dengan unit analisis pada pabrik Ribbed Smoked Sheet Kebun Widodaren yang dalam hal ini mengolah lateks. Tujuan analisis data tersebut adalah untuk menggambarkan kondisi pabrik Ribbed Smoked Sheet Kebun Widodaren saat ini, menganalisis tingkat produksi karet olahan yang dapat memberikan keuntungan maksimal dengan sumberdaya yang tersedia serta untuk menganalisis pengaruh perubahan – perubahan terhadap produksi dan harga. Kendala – kendala yang masuk dalam model pemrograman linear untuk produksi Ribbed Smoked Sheet meliputi kendala di kebun dan kendala di pabrik. Kendala – kendala tersebut adalah : kendala bahan baku lateks yang dihasilkan di kebun Widodaren, bahan penolong Asam Semut, kendala taksasi produksi, kendala jam tenaga kerja, kendala ketersediaan jam mesin dan kamar, kendala syarat komposisi produksi. Berdasarkan hasil analisis optimalisasi produksi karet olahan di Perkebunan Widodaren, diketahui bahwa pengolahan yang dilakukan masih belum optimal. Seluruh bahan baku lateks yang didapat dari kebun telah diolah tapi masih belum menghasilkan keuntungan yang maksimal. Pengolahan karet di Perkebunan Widodaren mempunyai penerimaan optimal sebesar Rp 2.761.067.000,- pada tahun 2006 dan 2007. Kombinasi produk optimal pada tahun 2006 dan 2007 adalah RSS 1 sebesar 94 persen, RSS 2 sebanyak 5 persen dan Cutting A sebesar 1 persen. Sumberdaya yang menjadi pembatas utama dalam perkebunan Widodaren adalah taksasi produksi RSS 1, yaitu penambahan satu unit sumberdaya ini akan mempengaruhi nilai optimal maupun produksi optimal pada perkebunan Widodaren. Sedangkan sumberdaya bahan baku lateks, bahan penolong asam semut, HOK, jam mesin semuanya terdapat nilai sisa, yang berarti sumberdaya – sumberdaya tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dapat menyebabkan efisiensi yang buruk pada perkebunan Widodaren. Kondisi optimal dicapai dengan mengoptimalkan persediaan bahan baku lateks, bahan penolong, HOK dan jam kerja mesin. Analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan memperlihatkan batas keuntungan per Kilogram Karet Kering produk yang masih boleh diijinkan untuk dinaikkan sebesar Rp dan nilai kenaikan yang tak terhingga. Pada kendala bahan baku lateks, bahan penolong asam semut, HOK, jam mesin semuanya mempunyai range yang tidak terbatas untuk dinaikkan yang berarti kenaikan sumberdaya tersebut tidak berpengaruh pada nilai optimal perkebunan Widodaren karena jumlahnya berlebih.
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan atas segala limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimalisasi Produksi Karet Olahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) (Kasus : Perkebunan Widodaren, Kabupaten Jember, Jawa Timur)” dengan baik dan tepat waktunya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengkaji kombinasi produksi optimal karet olahan pada perkebunan Widodaren dan menentukan alokasi sumberdaya pada produksi karet di Perkebunan Widodaren yang dapat memberikan keuntungan maksimal. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh penambahan batasan baru untuk penggunaan input/sumberdaya dan laba kontribusi total bagi setiap produk karet olahan. Akhir kata terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Januari 2009
Penulis
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Januari 2009
Juvena Elizabeth A14103102
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Juvena Elizabeth yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 31 Mei 1985. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Agus Djohari dan Agnes Alida Solichin. Jenjang pendidikan yang dilalui penulis diantaranya menamatkan sekolah dasar pada SD Abdi Siswa Taman Aries, kemudian melanjutkan ke SMP Santa Ursula Jalan Pos dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Santa Ursula Jalan Pos dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi diantaranya Kemaki dan IAAS.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, doa serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Tuhan YME, karena dengan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr.Ir.Ratna Winandi, MS. selaku pembimbing skripsi atas bantuan, masukan, semangat dan bimbingannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. 3. Ir. Burhannudin, M.M, selaku dosen penguji utama atas bimbingan dan saransarannya kepada penulis. 4. Eva Yolynda, SP,MM selaku dosen penguji dari departemen atas bimbingan dan saran-sarannya kepada penulis. 5. Kedua orang tua dan adik-adik tercinta atas dorongan untuk bangkit dan terus maju, doa, serta dukungannya baik material maupun non material kepada penulis selama menulis skripsi ini. 6. Para staf di departemen Agribisnis : Ibu Ida, Mba Dewi dan Mba Dian atas bantuan dan dorongan semangatnya. 7. Sahabat-sahabat tercinta : Shekina, Devy, Inggrid, plurkers, Astrid, Aya atas kebersamaan, bantuan, dan semangat yang diberikan kepada penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 8. Seluruh teman – teman Agribisnis 39 dan 40, khususnya : Yeyen, Ema, Lusiana, Yefke, Ana, Adan, Nina, Anggun, Panji atas kebersamaan, bantuan,
dan semangat yang diberikan kepada penulis selama penulis menjalankan turun lapang serta menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman – teman KEMAKI : Pauline, Indi, Paula, Natalia, Ratna, Andrea atas semangat yang diberikan kepada penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam lembaran ini yang telah membantu dan memperlancar penyusunan skripsi ini.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..................................................
II.
1 5 7
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kegunaan Karet Alam ................................................................... 8 2.2. Teori Optimalisasi .......................................................................... 9 2.3. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 10
III.
KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................ 3.1.1. Produksi dan Kombinasi Produksi Optimum....................... 3.1.2. Teori Optimalisasi ................................................................ 3.1.3. Linear Programming ............................................................ 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .................................................
IV.
METODE PENELITIAN 4.1. 4.2. 4.3. 4.4.
Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... Jenis dan Sumber Data ................................................................... Metode Pengumpulan Data ........................................................... Metode Pengolahan dan Analisis Data .......................................... 4.4.1. Pengolahan Data................................................................... 4.4.2. Analisis Data ........................................................................ 4.5. Pembentukan Model ...................................................................... V.
14 14 20 21 27
30 30 31 32 32 32 35
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. 5.2. 5.3. 5.4. 5.5. 5.6. 5.7. 5.8.
Lokasi Perkebunan Widodaren ...................................................... Struktur Organisasi Perkebunan Widodaren .................................. Ketenagakerjaan ............................................................................. Sarana Produksi .............................................................................. Sarana Penunjang ........................................................................... Proses Pengolahan .......................................................................... Deskripsi Produk Karet Olahan ..................................................... Pemasaran Produk Karet Olahan RSS ...........................................
42 42 45 47 49 50 53 54
VI.
OPTIMALISASI PRODUKSI 6.1. Model Optimalisasi ........................................................................ 6.2. Fungsi Tujuan ................................................................................ 6.3. Kendala – Kendala Model Optimalisasi ........................................ 6.3.1. Kendala Pengadaan Bahan Baku Lateks .............................. 6.3.2. Kendala Taksasi Produksi .................................................... 6.3.3. Kendala Bahan Penolong ..................................................... 6.3.4. Kendala Tenaga Kerja .......................................................... 6.3.5. Kendala Jam Mesin .............................................................. 6.3.6. Kendala Syarat Komposisi Produksi ...................................
VII.
PRODUKSI OPTIMAL KARET OLAHAN 7.1. Analisis Primal ............................................................................... 7.1.1. Kombinasi Produk Optimal ................................................. 7.1.2. Tingkat Produksi Aktual Karet Olahan Terhadap Produksi Optimalnya ........................................................................... 7.2. Penggunaan Bahan Baku Lateks dan Bahan Penolong Asam ....... Semut Optimal ............................................................................... 7.3. Penggunaan Tenaga Kerja HOK dan Jam Kerja Mesin Optimal .. 7.4. Analisis Status Sumberdaya ........................................................... 7.5. Analisis Sensitivitas ....................................................................... 7.5.1. Analisis Sensitivitas Koefisien Fungsi Tujuan .................... 7.5.2. Analisis Sensitivitas Ruas Kanan Kendala .......................... 7.6. Analisis Pasca-Optimal ..................................................................
VII.
58 58 59 60 61 62 63 67 69
71 72 73 76 77 80 82 83 85 89
KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan .................................................................................... 91 8.2. Saran .............................................................................................. 92
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 94 LAMPIRAN ..................................................................................................... 96
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Produktivitas Perkebunan Karet Alam Indonesia Tahun 2000-2005............ 2 2. Volume dan Nilai Ekspor Karet Alam Indonesia Berdasarkan Mutu Tahun 2001-2006 (dalam metrik ton) ..................................................................... 4 3. Ekspor Karet Alam Indonesia berdasarkan propinsi di Pulau Jawa (2004-2006)................................................................................................... 5 4. Biaya Produksi dan Keuntungan per Kilogram Karet Kering untuk RSS-1, RSS-2, Cutting A Tahun 2006 dan 2007 .............................................................................. 59 5. Pengadaan Bahan Baku Lateks Tiap Bulan Tahun 2006 dan 2007 .............. 60
6. Taksasi Produksi Tahun 2006 dan 2007 ....................................................... 61 7. Ketersediaan Bahan Penolong Tahun 2006 dan Tahun 2007 ....................... 63 8. Hari Orang Kerja Berdasarkan Proses Produksi Tahun 2006 dan 2007 ....... 64 9. Ketersediaan Jam Mesin Tahun 2006 dan 2007 ........................................... 68 10. Kombinasi Produk Optimal Kebun Widodaren Tahun 2006 dan 2007 ....... 72 11. Tingkat Produksi Aktual dan Optimal RSS 1 Tahun 2006 dan 2007 ........... 73 12. Tingkat Produksi Aktual dan Optimal RSS 2 Tahun 2006 dan 2007 ........... 74 13. Penggunaan Bahan Baku Lateks pada Kondisi Aktual dan Optimal Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 ............................................. 76 14. Penggunaan Bahan Penolong Asam Semut pada Kondisi Aktual dan Optimal Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 ............................................. 77 15. Penggunaan HOK Pembekuan dan Pengenceran, Penggilingan, Kamar Asap pada Kondisi Aktual dan Optimal Tahun 2006 dan 2007............................. 78 16. Penggunaan HOK Pembongkaran dan Sortasi, Pengemasan pada Kondisi Aktual dan Optimal Tahun 2006 dan 2007 ................................................... 79 17. Penggunaan Jam Kerja Mesin Koaguler Bak dan Mesin Sheeter Tahun 2006 dan 2007 ........................................................................................................ 80 18. Rekap Analisis Status Sumberdaya Perkebunan Widodaren Triwulan 1 Tahun 2006............................................................................................................... 82 19. Analisis Sensitivitas Fungsi Tujuan Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007............................................................................................................... 84 20. Rekap Analisis Sensitivitas Nilai Ruas Sebelah Kanan Triwulan 1 Tahun 2006............................................................................................................... 86 21. Perbandingan Tingkat Produksi Optimal Awal dengan Tingkat Produksi Pasca – Optimal (Kilogram Karet Kering) ................................................... 89
DAFTAR GAMBAR
Nomor 1. 2. 3. 4. 5.
Halaman
Sistem Produksi Sebagai Proses Transformasi atau Konversi ...................... 14 Kurva Kemungkinan Produksi dan Kombinasi Produksi Optimal ................ 16 Minimisasi Biaya .......................................................................................... 18 Maksimisasi Output ...................................................................................... 19 Kerangka Alur Pemikiran Operasional Optimalisasi Produksi .................... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Peta Perkebunan Widodaren Tahun 2007 .................................................. 98 2. Struktur Organisasi Perkebunan Widodaren .............................................. 99 3. Produksi Karet Olahan RSS 1, RSS 2, Cutting A Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 ................................................................................. 99 4. Harga Jual Masing – Masing Produk Karet Olahan Tahun 2006 dan 2007 ..................................................................................................... 100 5. Biaya Produksi Total Masing – Masing Produk Karet Olahan Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 .............................................................. 100 6. Jumlah Penggunaan Lateks dan Biaya Lateks Per Triwulan Masing – Masing Produk per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan 2007........................ 100 7. Biaya Bahan Penolong Asam Semut Tahun 2006 dan 2007 per Kilogram Karet Kering............................................................................................... 101 8. Biaya Pengolahan Mesin Perkebunan Widodaren Per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan 2007 ................................................................................. 101 9. Biaya Tenaga Kerja Langsung per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan 2007............................................................................................................ 101 10. Biaya Lain – Lain Perkebunan Widodaren per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan 2007 ............................................................................................ 101 11. Analisis Status Sumberdaya Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007............................................................................................................ 102 12. Analisis Sensitivitas Pasokan Bahan Baku Lateks (KKK) Tahun 2006 dan 2007............................................................................................................ 105 13. Analisis Sensitivitas Pasokan Bahan Penolong Asam Semut (liter) Tahun 2006 dan 2007 ..................................................................................................... 105 14. Analisis Sensitivitas Taksasi Produksi (KKK) Tahun 2006 dan 2007 ...... 105 15. Analisis Sensitivitas Ketersediaan Tenaga Kerja (HOK) Tahun 2006 dan 2007 ..................................................................................................... 106 16. Analisis Sensitivitas Ketersediaan Jam Mesin (jam) Tahun 2006 dan 2007 ..................................................................................................... 107 17. Analisis Sensitivitas Syarat Komposisi Produksi (KKK) Tahun 2006 dan 2007 ..................................................................................................... 108 18. Hasil Pengolahan Program LINDO Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007............................................................................................................ 108 19. Hasil Pengolahan Program LINDO Perkebunan Widodaren Pasca-Optimalitas Tahun 2006 dan 2007 ................................................................................. 116
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian negara adalah dengan mengembangkan sektor pertanian.Pertanian dipandang sebagai sektor yang strategis untuk dikembangkan, karena kondisi alam Indonesia sangat menunjang untuk menghasilkan produk pertanian.Salah satu subsektor pertanian yang penting adalah sektor perkebunan, yang hasilnya banyak diekspor ke negara – negara lain termasuk di dalamnya komoditas karet. Ekspor karet alam banyak menunjang perekonomian negara karena nilai ekspornya tinggi sehingga devisa yang diperoleh dari karet alam cukup besar. Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia dengan luas areal 3.262.291 hektar.Bersama dua negara tetangga yaitu Malaysia dan Thailand menjadi pemasok utama karet dunia sejak 1920-an.Saat itu Indonesia menjadi pemasok karet alam nomor satu dan terkemuka di dunia (Setiawan, 2005).Namun saat ini Indonesia dengan jumlah produksi 2,3 juta ton per tahun berada pada posisi ke-dua setelah negara Thailand dengan jumlah produksi sekitar 2,8 juta ton diikuti negara Malaysia sebesar 1,1 juta ton (Kompas, 2007) Berdasarkan Tabel 1, produktivitas perkebunan karet alam dari tahun 2000 sampai pada tahun 2005 cenderung mengalami peningkatan sebanyak 12,8 persen dari rata – rata produktivitasnya sebanyak 3575,23 kg/ha menjadi 4035,67 kg/ha.
Tabel 1. Produktivitas Perkebunan Karet Alam Indonesia Tahun 2000-2005 Tahun Produktivitas (kg/ha) Pertumbuhan (%) 2000
3575,23
-
2001
3647,71
2,02
2002
3862,63
5,90
2003
3896,66
0,80
2004
4035,67
3,56
2005
4051,02
0,30
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006 RSS (Ribbed Smoked Sheet) merupakan salah satu produk karet alam olahan, berupa lembaran – lembaran (sheet) dari lateks yang digunakan sebagai bahan baku industri karet. RSS diproses melalui pengasapan dengan baik terlebih dahulu.Ketentuan utama adalah karet harus benar – benar kering, bersih, kuat, warna merata, tidak ditemukan noda atau bekas karet.Mutu karet RSS terdiri dari berbagai mutu mulai dari yang paling baik yaitu X RSS, RSS1, RSS2, RSS3, RSS4 dan RSS 5. Dari semua produk RSS, produk olahan RSS I mempunyai kualitas terbaik dan mudah untuk dipasarkan baik di dalam maupun di luar negeri, sehingga produk olahan RSS I harus sesuai dengan International Standards of Quality and Packing for Natural Rubber Grades (The Green Book) atau standar internasional untuk kualitas karet alam olahan. Konsumen paling banyak yang memakai produk karet olahan RSS I sebagai bahan baku adalah industri ban kemudian industri karet elastis, karet penghapus, sol dan lain sebagainya Industri pemakai karet alam setelah industri ban adalah industri peralatan karet (rubber good industry) dan industri lainnya.Industri peralatan karet di antaranya adalah industri vulkanisasi (vulcanization industry), industri karet
otomotif (automotive rubber industry), komponen karet untuk otomotif (automotive rubber component), industri pemborong karet (conveyor rubber industry), alas kaki karet (rubber foot wear), dan industri mainan karet (toy rubber industry).Sedangkan yang dimaksud dengan industri lainnya adalah industri karpet (carpet industry), industri sarung tangan (hand glove industry), industri kondom (condom industry), industri cat (paint industry) dan industri benang (thread industry). Permintaan karet olahan mengalami kenaikan setiap tahun karena maraknya industri ban dan industri pemakai karet lainnya terutama permintaan dari industri kendaraan bermotor. Menurut data Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI), produksi ban pada 2006 mencapai 69,6 juta unit. Jumlah untuk kendaraan beroda empat mengalami peningkatan dari 41,3 juta unit pada tahun 2005 menjadi 45,6 juta unit untuk tahun 2006. Sedangkan untuk ban sepeda motor meningkat dari 22 juta unit pada tahun 2005 menjadi 24 juta unit pada tahun 2006. Hingga Maret 2007, penjualan ban mobil mengalami pertumbuhan 6,8 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.(Warta Ekonomi, 2007).Perkembangan ekspor karet alam berdasarkan mutunya dapat dilihat di Tabel 2.
Tabel 2. Volume dan Nilai Ekspor Karet Alam Indonesia Berdasarkan Mutu Tahun 2001-2006 (dalam metrik ton) Jenis dan Mutu Lateks Pekat Ribbed Smoked Sheet Standard Indonesia n Rubber 3 CV 10 20 SIR lain lain Karet alam mutu lain Total seluruhny a Nilai (USD)
Tahun 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
10,375
8,637
12,526
11,755
4,014
8,334
7,610
32,676
44,194
46,165
145,895
334,125
325,393
275,497
1,403,683
1,437,104
1,589,387
1,684,959
1,674,721
1,952,268
2,121,863
32,045 59,730 1,273,208
31,814 61,655 1,318,600
74,451 59,809 1,332,270
116,145 32,248 1,524,435
64,880 3,381 1,605,956
50,726 --1,897,205
4,287 33,792 2,063,306
38,700
25,035
122,857
12,131
504
4,337
12,126
5,955
7,356
12,842
31,652
10,921
3
1,786
1,452,689
1,497,291
1,660,920
1,874,261
2,023,781
2,285,967
2,406,756
782,108,1
1,038,898,4
1,493,465,92
2,180,030,6
2,582,546,5
4,320,704
4,845,572,6
Sumber : Biro Pusat Statistik, 2008 Kebutuhan yang tinggi akan karet alam olahan di dunia tentunya akan mendorong pengusahaan lahan karet dan pengolahan karet di Indonesia. Pemanfaatan potensi perkebunan karet dapat dilakukan terutama di Pulau Jawa khususnya Jember yang banyak terdapat lahan perkebunan khususnya perkebunan karet.Jawa Timur yang mempunyai areal perkebunan paling luas di pulau Jawa merupakan pengekspor karet terbanyak dari Pulau Jawa. (Tabel 3) Tabel 3. Ekspor Karet Alam Indonesia berdasarkan propinsi di Pulau Jawa (2004-2006) Tahun No. Propinsi 2004 2005 2006 1.
Jawa Timur
114.582
163.485
174.217
2.
Jawa Barat
43.121
31.068
18.685
3.
Jawa Tengah
10.674
13.232
14.519
Sumber : BPS, 2007
1.2 Perumusan Masalah Permintaan produk karet olahan terus meningkat, seiring dengan industri yang menggunakan bahan baku karet. Peningkatan permintaan bahan baku ini tidak selalu diimbangi dengan peningkatan produktivitas karet olahan tersebut. Perkebunan Widodaren yang telah berkiprah selama kurang lebih 32 tahun menghasilkan produk olahan karet alam yaitu berupa RSS 1, RSS 2 dan produk ikutan RSS yaitu Cutting A. Produk olahan RSS 1 merupakan produk andalan yang menghasilkan keuntungan terbesar bagi Perkebunan Widodaren karena tingkat produktivitas yang paling tinggi di antara produk olahan lainnya, yaitu sekitar 90 persen dari total produk karet olahan yang dihasilkan oleh Perkebunan Widodaren. Perkebunan Widodaren yang memiliki areal perkebunan karet seluas 336,867 ha dan pohon karet sebanyak 2.034 pohon.Produksi pada tahun 2006 sebanyak 104.871 kg karet olahan dan pada tahun 2007 sebanyak 109.008 kg karet olahan.Perkebunan Widodaren menjual hasil – hasilnya kepada perusahaan perusahaan pengumpul yang membutuhkan karet olahan untuk diolah lebih lanjut menjadi barang jadi. Perusahaan – perusahaan tersebut adalah PT Bintang Jaya Makmur Surabaya, PT Nasional Birawatama Malang, PT Wahana Karet Persada Bandung, PT Bitung Guna Sejahtera Jakarta dan PT Bina Cipta Karya Swadaya Surabaya. Dengan adanya kebutuhan akan karet olahan yang semakin meningkat dari masa ke masa menyebabkan permintaan akan karet olahan tersebut meningkat pula. Akan tetapi pada kenyataannya, produksi karet olahan terutama RSS I pada perkebunan Widodaren sangat fluktuatif selama tahun 2006 dan 2007.Hal ini
biasa terjadi pada musim hujan yang menyebabkan penyadapan pohon agak terhambat dibandingkan pada bulan – bulan sebelumnya.Produksi karet yang tidak tetap juga disebabkan karena penggunaan sumberdaya yang kurang optimal, dimana kondisi tersebut menyebabkan adanya sumberdaya yang berlebih yang mengakibatkan perusahaan harus menanggung sebesar biaya kelebihan tersebut. Adanya permasalahan ini akan menimbulkan kendala dalam memenuhi permintaan terhadap karet olahan yang semakin meningkat dengan bahan baku karet olahan. Selain itu pabrik tidak bisa memproduksi pengalokasian produk karet kering untuk pembuatan RSS I dengan tepat dan menyebabkan pabrik mengalami kekurangan bahan baku (karet kering) atau kelebihan bahan baku. Pabrik dinilai tidak produktif karena tidak bisa menghasilkan produk karet olahan RSS I dengan optimal dan tidak sesuai dengan target yang direncanakan sebelumnya. Berdasarkan pada uraian permasalahan di atas, maka yang diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kombinasi produksi optimal produk karet olahan di Perkebunan Widodaren yang dapat memaksimumkan keuntungannya sekaligus memenuhi permintaan pasar? 2. Bagaimana alokasi sumberdaya yang dimiliki Perkebunan Widodaren untuk mencapai kondisi optimal? 3. Bagaimana pengaruh adanya batasan baru yang dapat dikenakan perusahaan untuk penggunaan input yang terbatas pada produksi dan bagaimana laba kontribusi total pada setiap produk karet olahan?
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Sehubungan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kombinasi produksi optimal produk karet olahan di perkebunan
Widodaren
yang dapat
memaksimumkan
keuntungan
sekaligus memenuhi permintaan pasar. 2. Menganalisis alokasi penggunaan input/sumberdaya pada perkebunan Widodaren agar dapat mencapai kondisi yang optimal. 3. Menganalisis pengaruh penambahan batasan baru pada penggunaan input/sumberdaya dan laba kontribusi total bagi setiap produk karet olahan. Hasil penelitian ini diharapkan berguna baik bagi penulis maupun pembaca dan pihak berkepentingan lainnya. Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis sendiri diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai aplikasi dari ilmu yang dipelajari selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, menambah pengalaman
akademik dan sebagai
pembelajaran dalam penulisan karya ilmiah. 2. Bagi perusahaan sekiranya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan selanjutnya. 3. Bagi pembaca, tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi, literatur, dan bahan penelitian selanjutnya. 4. Bagi pihak terkait lainnya penelitian ini kiranya dapat bermanfaat dalam usaha pengembangan perkaretan nasional di Indonesia.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kegunaan Karet Alam Karet merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia seharihari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, conveyor belt, sabuk transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Karet alam berguna sebagai bahan baku pembuatan berbagai macam barang dalam industri dan berbagai bidang seperti industri otomotif, industri alat listrik dan bidang kedokteran. Barangbarang yang terbuat dari karet alam (baik sebagai bahan tunggal maupun campuran dengan karet sitetis) terdiri dari banyak jenis. Mulai dari karet dot balita, penghapus, selang, balon, sol sepatu, kasur busa, membran, karet gelang, ban kendaraan, sabuk pengaman (belt), alas lantai, pembungkus kabel, dudukan mesin kendaraan maupun kaca mobil semuanya terbuat dari bahan karet . Kegunaan karet alam sebagai bahan baku pembuatan barang dalam berbagai industri tidak terlepas dari sifat-sifat alami dari karet seperti tahan panas, tidak dapat mengantarkan arus listrik, elastis, kedap air, menahan gesekan dan kemampuan meredam suara. Sehingga berbagai barang yang dihasilkan dari bahan baku karet alam umumnya memiliki manfaat dasar yang sama dengan manfaat karet itu sendiri.1
1
Development in Rubber Technology. industrikaret.wordpress.com (18 Juli 2008)
2.2
Teori Optimalisasi Optimalisasi adalah suatu keseimbangan (equilibrium) yang dicapai
karena memilih alternatif terbaik dari beberapa kriteria tertentu yang ada.Dalam persoalan optimalisasi pada dasarnya adalah bagaimana membuat nilai suatu fungsi beberapa variabel menjadi maksimum/minimum dengan memperhatikan kendala – kendala yang ada diantaranya tenaga kerja, modal, dan material. Optimalisasi sebagai pendekatan normatif, dapat mengidentifikasikan penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan pada titik maksimum atau minimum suatu fungsi tujuan.Untuk menyelesaikan suatu persoalan optimasi dapat melalui dua cara, yaitu : 1. Maksimisasi yaitu pengalokasian sumberdaya untuk mendapatkan keuntungan maksimal. 2. Minimisasi
yaitu
menghasilkan
tingkat
output
tertentu
dengan
menggunakan biaya minimal. Dalam sektor ekonomi, contoh persoalan optimasi maksimisasi adalah memaksimumkan laba perusahaan dan memaksimumkan hasil penjualan.Untuk minimisasi adalah minimisasi biaya produksi dan minimisasi biaya transportasi. Menurut Nicholson (1997) secara umum jenis persoalan optimasi meliputi optimasi tanpa kendala dan optimasi dengan kendala.Dalam optimasi tanpa kendala, faktor – faktor yang menjadi kendala terhadap fungsi tujuan diabaikan sehingga dalam menentukan nilai maksimal atau minimal tidak terdapat batasan – batasan terhadap berbagai pilihan barang X yang tersedia.Dalam optimasi dengan kendala, faktor – faktor yang menjadi kendala pada fungsi tujuan diperhatikan karena turut menentukan titik maksimum dan minimum fungsi tujuan.
Dalam permasalahan optimasi, langkah pertama adalah menentukan fungsi tujuan dimana variabel tidak bebas merupakan objek maksimisasi atau minimisasi dan kelompok variabel bebas merupakan objek – objek yang besarnya dapat dipilih untuk tujuan optimalisasi.Kelompok variabel bebas disebut juga variabel keputusan.Setelah fungsi tujuan kemudian menentukan metode yang akan menjelaskan optimasi berkendala ini, salah satu metode yang dapat digunakan adalah program linear.
2.3 Penelitian Terdahulu Penelitian – penelitian mengenai optimalisasi produksi khususnya dengan memakai metode Linear Programming telah banyak dilakukan oleh peneliti – peneliti sebelumnya sebagai karya ilmiah.Secara umum, tujuan dari penelitian penelitian yang telah dilakukan tersebut adalah untuk mencari kombinasi produksi yang memaksimumkan laba.Di antara penelitian – penelitian tersebut terdapat beberapa persamaan dan perbedaan mengenai aspek – aspek yang diteliti. Beberapa penelitian terdahulu dan laporan ilmiah yang menjadi rujukan karena mengangkat permasalahan pada optimalisasi produk akhir karet olahan, di antaranya adalah Sugiharto (2001) dalam penelitiannya tentang optimalisasi produk akhir RSS (Ribbed Smoked Sheet), TPC (Thin Pale Crepes), lateks pekat dan karet remah, penelitian Yovina (2002) tentang optimalisasi Crumb Rubber serta Hafnar (2003) mengenai optimalisasi produksi karet olahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan SIR (Standard Indonesian Rubber).Sedangkan penelitian optimalisasi produksi dengan komoditi yang berbeda terdapat pada penelitian Lathifah (2006) mengenai optimalisasi produksi Cocoa Butter dan Cocoa Powder.
Perbedaan antara kedua penelitian tersebut dengan penelitian kali ini adalah jenis produk akhir karet yang diteliti.Sugiharto meneliti tentang produk akhir karet diantaranya RSS (Ribbed Smoked Sheet), TPC (Thin Pale Crepe), lateks pekat dan karet remah. Yovina dan Yenny meneliti tentang produk karet olahan Crumb Rubber, Hafnar meneliti produk karet olahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan SIR (Standard Indonesian Rubber) sedangkan penelitian ini meneliti produk karet olahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) beserta produk – produk off grade lain seperti Cutting A. Sugiharto (2001) menyimpulkan bahwa meningkatnya pasokan bahan baku menyebabkan semakin banyaknya pilihan komposisi produk akhir yang dapat diproduksi. Selain pilihan komposisi yang semakin banyak, adanya kegiatan pengadaan bahan baku dari perkebunan seinduk, mengakibatkan tingkat produk akhir optimal yang dapat dihasilkan juga menjadi relatif lebih tinggi. Komposisi produk akhir berdasarkan analisis sensitivitas, tidak peka terhadap penurunan bahan baku, tetapi terhadap kenaikan harga bahan baku terutama terhadap kenaikan harga bahan baku lateks dari kebun sendiri dan harga bahan baku lump yang berasal dari perkebunan Wangunreja. Yovina (2002) melakukan penelitian berjudul Optimalisasi Produksi Crumb Rubber (kasus : Pabrik Crumb Rubber kebun Tanah Besih PT Soefin Indonesia). Melalui analisis optimalisasi produksi dengan bantuan program aplikasi LINDO, disimpulkan bahwa untuk mencapai keuntungan maksimum, kombinasi produk yang optimum pada triwulan I dan II adalah memproduksi SIR 3 CV-50 Tanah Besih,SIR 10 Tanah Besih, SIR 3 CV-50 Lima Puluh, SIR 10 Lima Puluh, beserta seluruh produk off grade yang menjadi produk ikutan dalam
proses pengolahan. Sedangkan untuk triwulan III dan IV 2002, kombinasi produk optimum meliputi SIR 10 Tanah Besih, SIR 3 CV-50 Tanjung Maria, SIR 10 Tanjung Maria, SIR3 CV-60 Lima Puluh, SIR 10 Lima Puluh dan produk ikutan. Pada Triwulan III dan IV 2002 terdapat alternatif solusi, perusahaan dapat memproduksi SIR 3 CV-60 asal kebun Tanah Besih tanpa mengurangi keuntungan jika salah satu produk off grade lateks dari kebun Tanah Besih pada triwulan tersebut dipaksa untuk diproduksi. Keuntungan maksimum sebesar Rp 2.828.856.000,00 diperoleh pada iterasi ke-22. Penelitian Hafnar (2003) adalah mengenai optimalisasi komposisi produk akhir pada produk RSS(Ribbed Smoked Sheet) dan SIR(Standard Indonesian Rubber) di Perkebunan Sarang Ginting, PTPN III, Sumatera Utara dengan tujuan untuk memaksimalkan penerimaan bagi perusahaan. Dengan menggunakan aplikasi dari program LINDO, dapat disimpulkan bahwa Kebun Sarang Ginting mampu mendapatkan penerimaan optimal yang dicapai pada iterasi ke – 42 dengan nilai sebesar Rp 14.308.908.601,-. Dan produk turunan lateks yang disarankan untuk diproduksi dalam empat triwulan adalah RSS I dan RSS 3 dan untuk produk turunan lump, produk SIR 10 dan SIR 20 menjadi pilihan untuk diproduksi karena kontribusi keuntungan yang paling menarik. Penelitian optimalisasi produksi dengan komoditi yang berbeda terdapat pada Lathifah (2006) mengenai penelitian tentang Optimalisasi Produksi Cocoa Butter dan Cocoa Powder pada PT Cacao Wangi Murni, Tangerang. Penelitian ini menggunakan linear programming untuk mencapai tujuan maksimalisasi keuntungan dengan menggunakan dua variabel keputusan.Fungsi kendala dalam model optimasi terdiri dari kendala bahan baku, kendala jam kerja mesin yang
dibedakan menjadi sembilan jenis kendala mesin berbeda, dan kendala tenaga kerja langsung (TKL). Pada kondisi optimal keuntungan perusahaan dapat ditingkatkan sebesar Rp 1.778.778.011 dari keuntungan aktual sekarang. Sumberdaya yang menjadi pembatas adalah jam kerja tenaga langsung Perbedaan lain penelitian ini dengan penelitian – penelitian karet sebelumnya yang terletak pada daerah penelitian dan skala usaha produk karet olahan yang diteliti. Penelitian Sugiharto (2001) dan Hafnar (2003) dilakukan pada PTPN di Sumatera Utara, dan Yovina (2002) yang dilakukan di Tanah Besih di Riau.Penelitian ini dilaksanakan di daerah Jember, Jawa Timur dengan pertimbangan sebelumnya belum ada penelitian karet olahan yang dilaksanakan di daerah Jember.Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan informasi bagi para pengusaha karet olahan untuk mengetahui kombinasi optimal yang dapat memaksimisasi keuntungan dengan adanya kendala – kendala yang dihadapi.Selain itu diharapkan Kabupaten Jember dapat mempertahankan dan mengembangkan posisinya sebagai daerah perkebunan yang berpotensi di Pulau Jawa khususnya sebagai daerah sentra produksi karet olahan di Indonesia dan Pulau Jawa khususnya.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Produksi dan Kombinasi Produksi Optimum Secara umum, sistem produksi didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk mengubah masukan sumber daya guna menciptakan barang dan jasa yang berguna sebagai keluaran (Buffa dan Sarin, 1996). Rangkaian masukan-konversikeluaran merupakan cara yang berguna untuk mengkonseptualisasikan sistem produksi, dimulai dari unit terkecil dari kegiatan produksi, yang biasanya dinamakan operasi. Suatu operasi adalah langkah tertentu dalam keseluruhan akhir. Proses transformasi (pengubahan) ini digambarkan secara jelas dalam Gambar 1. Masukan Material Mesin
Proses Transformasi atau konversi
Keluaran:
Manajemen Operasi :
Produk
Desain sistem Perencanaan dan
Jasa
Fasilitas Energi Pengendalian operasi Informasi
Umpan balik informasi tentang Keluaran untuk pengendalian proses Gambar 1. Sistem Produksi Sebagai Proses Transformasi atau Konversi Sumber : Buffa dan Sarin, 1996 Output berupa produk maupun jasa merupakan hasil pengkombinasian antara faktor - faktor produksi atau input. Hubungan antara input yang digunakan
dalam proses produksi dengan jumlah output yang dihasilkan disebut fungsi produksi atau input. Hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan jumlah output yang dihasilkan disebut fungsi produksi (Lipsey, 1995). Dalam fungsi produksi biasanya jumlah yang diproduksi tergantung pada jumlah bahan baku, tenaga kerja, mesin, dan modal yang digunakan dalam proses produksi. Salah satu tujuan dalam berproduksi adalah bagaimana memperoleh output dari input yang ada secara efisien dan bagaimana mengoptimalkan produksi dengan input yang ada. Penentuan kombinasi produksi optimum untuk memperoleh
keuntungan
maksimum
dapat
dijelaskan
melalui
Kurva
Kemungkinan Produksi (KKP) dan garis isorevenue. Kurva kemungkinan produksi sering disebut dengan kurva isoresource, karena masing – masing point pada
kurva
mencerminkan
kombinasi
output
yang
diproduksi
dengan
menggunakan sejumlah input yang sama, sedangkan garis isorevenue adalah garis yang menunjukkan kombinasi produk yang dapat dijual perusahaan yang akan memberikan penerimaan tertentu. Menurut Lipsey (1995), kurva kemungkinan produksi (production possibility boundary) menjelaskan tiga konsep, yaitu kelangkaan (scarcity), pilihan (choice), dan biaya peluang (opportunity cost). Kelangkaan ditunjukkan oleh kombinasi – kombinasi yang tidak bisa dicapai melebihi batas Kurva Kemungkinan Produksi, pilihan ditunjukkan oleh kebutuhan untuk memilih dari sekian titik – titik alternative yang bisa dicapai sepanjang batas tersebut, sedangkan biaya peluang diperlihatkan oleh kemiringan batas tersebut ke kanan bawah. Kombinasi produk optimal dicapai pada saat kurva kemungkinan produksi bersinggungan dengan
garis isorevenue, yaitu garis yang mencerminkan penerimaan (revenue) yang sama pada berbagai produksi. Terlihat pada Gambar 2.
X1
TR2 a
Q1
Kurva Kemungkinan Produksi c E
Garis Isorevenue b O
Q2
TR1
X2
Gambar 2. Kurva Kemungkinan Produksi dan Kombinasi Produksi Optimal Sumber : Nicholson, 1999 Keterangan : X1 : Produk 1 X2 : Produk 2 TR1 : Total Penerimaan 1 TR2 : Total Penerimaan 2 E : Kombinasi Produk Optimal Q1 : Jumlah produk 1 yang dihasilkan pada kondisi Q2 : Jumlah produk 2 yang dihasilkan pada kondisi a,b : Kombinasi produksi yang tidak optimal c : Kombinasi optimal yang tidak dapat dicapai
Pada Gambar 2, diasumsikan perusahaan menggunakan sumberdaya yang ada hanya untuk memproduksi dua barang, yaitu X1 dan X2. Perusahaan harus berproduksi pada titik E, yaitu menghasilkan produk X1 sebesar Q1 dan produk X2 sebesar Q2, agar penerimaan yang diperoleh perusahaan akan dimaksimalkan yaitu sebesar TR2. Kombinasi produk optimal ini dicapai pada saat KKP bersinggungan dengan garis isorevenue.
Pemilihan kombinasi produk selain pada titik E akan mengurangi penerimaan total. Sebagai contoh, apabila perusahaan memilih kombinasi produk yang ditunjukan pada titik a dan b maka penerimaan yang diperoleh hanya sebesar TR1. Artinya perusahaan belum dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki secara efisien. Titik c adalah kondisi kombinasi produk X1 dan X2 yang tidak dapat dicapai karena terbatasnya sumberdaya. Kelangkaan menyebabkan seseorang harus membuat pilihan – pilihan dan setiap pilihan mencerminkan biaya peluangnya. Akibat sifat sumberdaya yang terbatas (langka) maka keputusan untuk memproduksi barang X1 lebih banyak menyebabkan barang lain X2 yang diproduksi menjadi lebih sedikit. Hal ini mencerminkan konsep opportunity cost, yaitu suatu ukuran yang menyatakan jumlah barang lain yang harus dikorbankan untuk menambah barang X sebesar satu satuan. KKP yang berbentuk cembung melambangkan peningkatan biaya opportunity cost (increasing opportunity cost) dalam memproduksi kedua komoditi tersebut. Posisi biaya paling rendah pada tingkat output tertentu dicapai ketika kurva isoquant dan garis isocost bersinggungan. Kurva isoquant adalah kurva yang menunjukkan keseluruhan perangkat kemungkinan yang efisien secara teknologis untuk memproduksi tingkat keluaran tertentu sedangkan garis isocost adalah garis yang menunjukkan kombinasi alternatif faktor – faktor yang dapat dibeli suatu perusahaan dengan pengeluaran tertentu (Lipsey, 1995). Pada Gambar 3, perusahaan diasumsikan menggunakan dua input yaitu kapital dan tenaga kerja untuk menghasilkan output sebesar Q0. Metode produksi yang paling efisien adalah pada titik E yaitu menggunakan capital sebesar K 0 dan
tenaga kerja T0.Kombinasi input tersebut akan memberikan biaya yang paling minimal yaitu sebesar TC1.Pemilihan kombinasi input selain pada titik E akan menyebabkan biaya yang digunakan bukan biaya yang paling minimal. Sebagai contoh, apabila memilih kombinasi input yang ditunjukkan pada titik a atau b maka biaya yang digunakan menjadi lebih tinggi yaitu sebesar TC2 dan TC3. K
a
Ko
E b To
Qo
TC1 TC2 TC3
T
Gambar 3. Minimisasi Biaya Sumber : Nicholson, 1999 Keterangan : K : Jumlah input capital T : Jumlah input tenaga kerja TC1 : Total Cost 1 TC2 : Total Cost 2 TC3 : Total Cost 3 Qo : Kurva isoquant E : Kombinasi input optimal Ko : Jumlah kapital yang digunakan pada kondisi optimal To : Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada kondisi optimal a,b : Kombinasi input yang tidak optimal Persoalan maksimisasi output merupakan masalah yang identik dengan persoalan minimisasi biaya, perusahaan berusaha menghasilkan output tertentu dengan biaya yang minimal sedangkan pada persoalan maksimisasi keuntungan, perusahaan berusaha mencapai tingkat output maksimal dengan biaya tertentu jumlahnya. Posisi output paling maksimal juga dicapai ketika kurva isoquant bersinggungan dengan garis isocost.
Pada Gambar 4, output maksimal dapat dicapai pada titik E yaitu menghasilkan output sebesar Q2 dengan menggunakan biaya tertentu sebesar TC0. Pemilihan metode produksi selain pada titik E akan menyebabkan output yang dicapai tidak maksimal. Sebagai contoh, apabila perusahaan berproduksi pada titik a atau b maka biaya yang digunakan sama besar tetapi tingkat output yang dihasilkan lebih rendah sebesar Q1. Tingkat output yang tidak dapat dicapai karena membutuhkan biaya yang lebih tinggi daripada biaya yang sudah ditentukan. K a
Ko
E Q3 Q2 Q1
T
Gambar 4. Maksimisasi Output Sumber Nicholson, 1999 Keterangan : K : input kapital T : input tenaga kerja TC1 : Garis isocost Qi : Kurva isoquant, i = 1,2,3 E : Kombinasi input optimal Ko : Jumlah kapital yang digunakan pada kondisi optimal To : Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada kondisi optimal a, b : Kombinasi input yang tidak optimal Kombinasi yang dianggap mampu menghasilkan penerimaan yang layak untuk perusahaan akan diukur dengan beberapa teori pengukuran terhadap proses produksi. Optimalisasi menjadi salah satu ukuran yang tepat untuk mengetahui
sejauh mana suatu proses produksi telah dilakukan secara efisien karena selain menggambarkan fungsi tujuan yang akan dicapai, disertakan pula kendala – kendala yang membatasi fungsi tujuan tersebut dalam keadaan yang mendekati nyata.
3.1.2 Teori Optimalisasi Menurut Soekartawi (1995), optimalisasi adalah suatu usaha pencapaian keadaan terbaik, dan optimalisasi produksi adalah penggunaan faktor – faktor produksi yang terbatas dengan seefisien mungkin sekaligus merupakan suatu pendekatan normatif dengan mengidentifikasikan penyelesaian terbaik dari suatu permasalahan yang diarahkan pada titik maksimal atau minimal suatu tujuan. Berbagai masalah bidang fungsional dalam organisasi merupakan masalah manajemen.Generalisasi masalah dan pengambilan keputusan dari suatu masalah meliputi input, proses dan output. Di dalam optimalisasi dibutuhkan informasi sebagai input untuk diolah dengan suatu model yang terdapat batasan kendala – kendala di dalamnya dan pada akhirnya akan mengeluarkan output berupa keputusan manajerial perusahaan. Persoalan optimalisasi dapat diidentifikasi dengan kendala maupun tanpa kendala. Faktor – faktor yang menjadi kendala terhadap fungsi tujuan, diabaikan dalam optimalisasi tanpa kendala sehingga dalam menentukan nilai maksimal dan minimal tidak terdapat batasan untuk berbagai pilihan yang tersedia. Suatu fungsi yang tidak mempunyai kendala (memiliki dua variabel independen) akan memiliki titik maksimum dan minimum bila slope untuk kedua nilai variabel tersebut adalah nol (Muslich, 1993)
Pada optimalisasi dengan kendala, faktor – faktor yang menjadi kendala pada fungsi tujuan diperhatikan dan turut menentukan titik maksimum dan minimum fungsi tujuan. Optimalisasi dengan kendala pada dasarnya adalah persoalan menentukan nilai variabel – variabel suatu fungsi menjadi maksimal atau minimal dengan keterbatasan – keterbatasan yang ada. Penentuan model yang akan digunakan untuk menganalisis dilakukan dengan menyusun formulasi untuk kombinasi output yang optimal sesuai dengan kondisi di lapangan. Model Linear Programming menjadi salah satu pilihan karena mempunyai keunggulan yaitu dapat diterapkan dalam berbagai bidang fungsional.
3.1.3 Linear Programming Linear Programming merupakan metode perhitungan untuk perencanaan terbaik di antara beberapa kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan. Masalah dalam LP adalah memperhatikan penggunaan atau alokasi yang efisien dari sumberdaya yang terbatas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Suatu solusi yang memuaskan semua kondisi masalah dari tujuan yang ditetapkan dinamakan solusi optimum (Soekartawi, 1992). Tujuan dari penggunaan LP adalah untuk menyusun suatu model yang dapat dipergunakan untuk membantu pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi yang optimal dari sumber daya perusahaan ke berbagai alternatif. Empat kondisi utama yang diperlukan bagi penerapan LP adalah adanya sumber daya yang terbatas, fungsi tujuan seperti memaksimalkan laba atau meminimalkan biaya, linearitas, dan keseragaman (Soepranto, 1987).
Menurut Taylor (2001), tiga analisis yang akan dilakukan dalam LP adalah analisis primal, analisis dual, dan analisis sensitivitas. Setiap model LP memiliki dua bentuk yaitu primal dan dual. Bentuk asli dari suatu model program linear disebut primal. Dual adalah bentuk alternatif model yang dikembangkan sepenuhnya dari model primal. Primal akan menghasilkan solusi – solusi dalam bentuk jumlah laba yang didapat dari memproduksi barang, sedangkan dual akan memberikan informasi tentang nilai dari sumberdaya yang membatasi tercapainya laba tersebut. Manfaat utama dual adalah untuk menentukan apakah perlu menambah sumberdaya serta biaya yang harus dikeluarkan untuk tambahan tersebut. Analisis sensitivitas merupakan cara untuk mengetahui dampak atas suatu perubahan parameter dari suatu model, baik berupa perubahan pada koefisien fungsi tujuan, perubahan pada nilai ruas kanan batasan dan lainnya. Menurut Padlah (2004) terdapat empat karakteristik yang harus dipenuhi agar LP dapat diterapkan yaitu : 1. Terdapat tujuan yang akan dicapai secara jelas dan tegas. 2. Terdapat berbagai alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut. 3. Terbatasnya sumberdaya yang tersedia. 4. Dapat dirumuskan secara kuantitatif. Program linear banyak digunakan dalam membantu penyelesaian masalah pengambilan keputusan. Akan tetapi, menurut Soekartawi (1992) LP memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan LP adalah : 1. Mudah dilaksanakan, terutama jika menggunakan alat bantu komputer. 2. Dapat menggunakan banyak variabel sehingga berbagai kemungkinan untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dapat tercapai.
3. Fungsi tujuan dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan penelitian atau berdasarkan data yang tersedia. Kelemahan penggunaan LP adalah bila alat bantu komputer tidak tersedia, maka cara LP dengan menggunakan banyak variabel akan menyulitkan analisisnya dan bahkan tidak mungkin dikerjakan dengan cara manual saja. Penggunaan variabel yang sedikit jumlahnya maka LP dapat digunakan secara manual dengan bantuan metode simplex, yaitu suatu cara penyelesaian dengan melakukan iterasi berbagai variabel. Kelemahan lainnya dari cara LP adalah penggunaan asumsi linearitas, karena di dalam kenyataan yang sebenarnya kadang – kadang asumsi ini tidak sesuai. Menurut Maarif et al (1989), jika mengikuti pendekatan LP maka seluruh tujuan manajemen diungkapkan dalam satu fungsi tujuan. Hal ini menyebabkan sistem yang direncanakan dapat menjadi optimal pada satu tujuan dengan mengorbankan tujuan – tujuan lainnya. Kelemahan lain dari LP adalah tidak mampu menyelesaikan permasalahan manajemen yang memiliki beberapa tujuan atau sasaran untuk dicapai secara simultan. Menurut Soekartawi (1999), teknik linear programming dapat digunakan dalam dua cara yaitu : 1. Meminimumkan biaya dalam rangka tetap mendapatkan total penerimaan atau total keuntungan sebesar mungkin (minimisasi). 2. Maksimumkan total penerimaan atau total keuntngan pada kendala sumberdaya yang terbatas (maksimisasi). Linear
Programming
itu
sendiri
sebenarnya
merupakan
metode
perhitungan untuk perencanaan terbaik di antara kemungkinan – kemungkinan
tindakan yang dapat dilakukan. Penentuan terbaik tersebut terdapat banyak alternatif dalam perencanaan untuk mencapai tujuan spesifik pada sumberdaya yang terbatas. Program linier terdiri dari dua macam fungsi, yaitu fungsi tujuan dan fungsi kendala. Fungsi tujuan adalah fungsi yang menggambarkan sasaran atau tujuan dalam sumber – sumber untuk memperoleh keuntungan maksimum atau biaya yang minimum. Sedangkan fungsi kendala adalah bentuk penyajian secara matematis kendala – kendala yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai kegiatan. Secara umum, model linear programming dapat dinyatakan sebagai berikut: Maksimisasi atau minimisasi : Memenuhi syarat kendala
, untuk j = 1,2,...,n atau
: 1.
(≤, = , ≥) bi, untuk i = 1,2,...,n
2. Xj ≥ 0 Keterangan : Z Cj aij bi Xj
= fungsi tujuan = koefisien fungsi tujuan = koefisien input – output = sumberdaya yang terbatas = variabel keputusan
Menurut Buffa dan Sarin (1996), asumsi – asumsi yang harus ditepati dalam program linear adalah sebagai berikut : 1. Kepastian (certainty) Asumsi ini mengisyaratkan bahwa semua parameter model (nilai aj, aij dan bi ) diketahui konstan. 2. Proporsionalitas (Proporsionality)
Asumsi ini mengisyaratkan bahwa apabila variabel pengambil keputusan (Xj) berubah maka dampak perubahan akan menyebar dalam proporsi yang sama terhadap fungsi tujuan (Cj, Xj) dan fungi kendala (aij dan xj) 3. Additivitas (additivity) Asumsi ini mengisyaratkan bahwa
untuk setiap tingkat kegiatan tertentu
(x1,x2,…,xn), nilai total fungsi sasaran Z dan pemakaian total dari setiap sumberdaya sama dengan jumlah kontribusi atau penggunaan sumberdaya oleh setiap kegiatan yang dilakukan. 4. Divisibilitas (Divisibility) Asumsi ini mengisyaratkan bahwa variabel keputusan (xj) dapat dibagi ke dalam pecahan – pecahan apabila diperlukan. 5. Deterministik Asumsi ini menyatakan bahwa semua parameter yang terdapat optimasi adalah tetap,diketahui, dan dapat diperkirakan dengan pasti. Berdasarkan keluaran komputer diperoleh beberapa analisis yaitu analisis primal, analisis dual, analisis sensitivitas, dan analisis post optimalitas : 1). Analisis Primal Analisis primal bertujuan untuk mengetahui kombinasi produk terbaik yang dapat memaksimumkan keuntungan dengan sumberdaya yang terbatas. Dalam analisis primal akan dapat diketahui aktivitas mana yang tidak termasuk dalam skema optimal dan aktivitas yang tidak termasuk dalam skema optimal atau memiliki nilai reduced cost. Untuk mengetahui apakah aktivitas perusahaan telah optimal atau belum, hasil analisis berupa kombinasi aktivitas terbaik ini akan dibandingkan dengan aktivitas aktual perusahaan.
2). Analisis Dual Analisis dual dilakukan untuk mengetahui penilaian terhadap sumberdaya yang ada dan menilai keputusan sumberdaya mana yang masih memungkinkan perusahaan untuk melakukan proses produksi. Nilai dual menunjukkan perubahan yang akan terjadi pada fungsi tujuan apabila sumberdaya berubah sebesar satu – satuan. 3). Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas diperlukan untuk mengetahui sejauhmana jawaban optimal dapat diterapkan apabila terjadi perubahan parameter yang membangun model.Perubahan tersebut dapat terjadi karena perubahan koefisien fungsi tujuan, perubahan koefisien fungsi kendala, perubahan nilai sebelah kanan model, serta adanya tambahan variabel keputusan. Tujuan analisis ini adalah memperoleh informasi mengenai pemecahan nilai optimum yang baru yang memungkinkan sesuai dengan parameter perhitungan tambahan yang minimal (Taha,1996). Analisis sensitivitas menunjukkan selang kepekaan nilai – nilai koefisien fungsi tujuan yang dapat mempertahankan kondisi optimal. Selang kepekaan ditunjukkan oleh batas maksimum yang menggambarkan batas kenaikan nilai aktivitas atau kendala yang tidak mengubah fungsi tujuan dan ditunjukkan oleh batas minimum nilai koefisien fungsi tujuan yang menggambarkan batas penurunan nilai aktivitas atau kendala yang tidak mengubah fungsi tujuan. Selain itu selang kepekaan juga ditunjukkan oleh nilai ruas kanan yang menggambarkan seberapa besar perubahan ketersediaan sumberdaya dapat ditolerir sehingga nilai dual tidak berubah. 4). Analisis Post Optimalitas
Analisis post optimalitas dilakukan untuk mengetahui bagaimana solusi optimal yang terjadi apabila ada perubahan terhadap parameter yang membentuk model. Analisis post optimalitas dapat dilakukan dengan menambah atau mengurangi beberapa kendala yang dapat mempengaruhi penyelesaian optimal, mengubah fungsi tujuan, serta mengubah nilai ruas kanan. Menurut Nasendi dan Anwar (1985), analisis post optimal disebut juga analisis pasca optimal yaitu suatu usaha untuk mempelajari nilai dari peubah pengambilan keputusan dalam suatu model matematik jika satu, beberapa atau semua parameter model tersebut berubah. Dalam suatu persamaan linear programming, analisis post optimalitas menyangkut analisis terhadap nilai peubah pengambilan keputusan sebagai dampak dalam perubahan : 1) Koefisien fungsi tujuan; 2) Koefisien teknologi; dan 3)Nilai sebelah kanan model dan adanya tambahan fungsi kendala baru maupun tambahan peubah pengambilan keputusan.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Setiap perusahaan dalam melakukan kegiatan produksinya akan selalu berusaha untuk memperoleh keuntungan maksimum. Perkebunan Widodaren juga mempunyai tujuan untuk memaksimumkan keuntungan dari kegiatan produksi karet olahan Ribbed Smoked Sheet. Merencanakan penggunaan sumberdaya dipengaruhi oleh dua hal yaitu dari segi permintaan produk dan ketersediaan sumberdaya. Dari segi ketersediaan sumberdaya, Perkebunan Widodaren memerlukan lima macam sumberdaya yaitu bahan baku lateks, bahan penolong, tenaga kerja pabrik, kapasitas sarana produksi, dan ketersediaan jam mesin dan kamar. Disini perusahaan dihadapkan
pada persoalan – persoalan pemenuhan sumberdaya yang optimal dan ekonomis. Tujuan yang hendak dicapai adalah optimalisasi penggunaan sumberdaya dan maksimisasi keuntungan. Kendala yang mungkin dihadapi antara lain adalah kendala produksi dan kendala ketersediaan sumberdaya. Pemecahan persoalan – persoalan di atas dapat digunakan program linear sebagai alat analisis. Program linear itu sendiri sebenarnya merupakan metode perhitungan untuk perencanaan metode terbaik di antara kemungkinan – kemungkinan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan spesifik pada sumberdaya yang terbatas (Soekartawi, 1999). Untuk merencanakan komposisi produk optimal, akan dilakukan analisis primal untuk mengetahui bagaimana komposisi produk optimal yang dapat diproduksi oleh perusahaan. Melalui analisis sensitivitas akan dapat diketahui bagaimana kepekaan komposisi akhir terhadap perubahan alternatif kebijakan. Hasil dari analisis post optimalitas adalah untuk mengetahui bagaimana solusi optimal yang terjadi apabila ada perubahan terhadap parameter yang membentuk model. Dari hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi alternatif perencanaan dengan kondisi produksi yang fluktuatif untuk menyikapi permintaan konsumen dengan tujuan akhir yang hendak dicapai adalah maksimisasi keuntungan. Berdasarkan hal tersebut maka kerangka pemikiran operasional dapat dibentuk pada gambar berikut.
Keuntungan yang fluktuatif
Tujuan perusahaan : Memaksimumkan keuntungan
Diversifikasi produk karet olahan RSS, Cutting, Skimming, Flat Bark, Brown 3x
Perencanaan produksi optimal menggunakan program linear
LINDO
Kendala sumberdaya : -ketersediaan bahan baku lateks, bahan penolong -jam tenaga kerja pabrik -kapasitas sarana produksi - jam kerja mesin
Kombinasi produk, keuntungan optimal, alokasi sumberdaya optimal, status sumberdaya dan analisis sensitivitas
Analisis Post Optimal
Gambar 4. Kerangka Alur Pemikiran Operasional Optimalisasi Produksi
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Pabrik Pengolahan Karet yang beralamat di Jalan Gajah Mada no. 224 Jember, Jawa Timur. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Perkebunan Widodaren merupakan salah satu perkebunan swasta yang cukup besar dalam skala pengelolaan karet, kopi dan tembakau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Februari 2008 di Perkebunan Widodaren dan kantor administrasi PT Jember Indonesia, Jember, Jawa Timur. Kegiatan penelitian dilaksanakan dengan mengadakan wawancara dengan pihak – pihak yang berkaitan dengan proses produksi karet olahan baik secara langsung maupun tidak langsung di PT Jember Indonesia.
4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan Sinder pengolahan, Sinder Keuangan dan Tata Usaha, Mandor dan Mandor Besar pengolahan, serta staf dan karyawan yang terkait dengan keperluan penelitian. Data sekunder diperoleh dari laporan bulanan pengolahan RSS 1, absensi tenaga kerja langsung Perkebunan Widodaren, laporan management Unit Usaha Widodaren, rekapitulasi gaji staf dan karyawan Perkebunan Widodaren, laporan keuangan PT Jember Indonesia. Selain itu data sekunder juga diperoleh
dari Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, internet, serta literatur dan penelitian – penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik penelitian.
4.3 Metode Pengumpulan Data Data primer didapatkan melalui wawancara dengan pihak perusahaan mengenai . Data – data yang dikumpulkan antara lain : 1. Data keadaan umum lokasi penelitian, yaitu : sejarah perusahaan, status badan hukum, lokasi perusahaan, struktur organisasi dan manajemen, proses produksi, serta pemasaran produk. 2. Data jumlah RSS 1 yang dihasilkan dan penggunaan faktor – faktor produksi setiap bulan dari bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2006. 3. Data harga RSS 1 serta masing – masing faktor produksi pada periode Desember 2006. 4. Biaya tunai dan non tunai pada Perkebunan Widodaren. 5. Biaya komoditi karet PT Jember Indonesia yang dibebankan ke Perkebunan Widodaren. Data – data tersebut dikelompokkan berdasarkan kebutuhan analisis, selanjutnya digunakan sebagai input untuk analisis data.
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.4.1 Pengolahan Data Proses pengolahan data terdiri dari empat tahap, yaitu tahap editing, tahap coding, tahap tabulasi dan verifikasi. Tahap coding dimulai dengan merekap kembali catatan yang diperlukan, apakah data – data tersebut memadai untuk dianalisa lebih lanjut. Tahap coding adalah kegiatan pengklasifikasian data menurut jenis ragamnya. Tahap tabulasi adalah proses kegiatan penyusunan data ke dalam bentuk tabel/diagram/grafik agar lebih mudah dipahami.Selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data dengan menyusun daftar variabel yang dimasukkan dalam tabel. Kondisi yang dianalisis berdasarkan anggaran biaya produksi tahun 2006 dikarenakan data tahun 2006 adalah data yang paling aktual yang dimiliki oleh Perkebunan Widodaren. Analisis optimalisasi produksi disusun berdasarkan aktivitas dan lajur kendala serta fungsi tujuan yang ingin dicapai ke dalam suatu model pemrograman linear. Data diolah dengan program komputer LINDO (Linear Pro Interactive and Discrete Optimizer), yaitu suatu program komputer optimalisasi yang siap pakai.
4.4.2 Analisis Data Dilakukan analisis terhadap proses produksi, harga pokok penjualan, harga jual serta berbagai kendala (batasan) yang dimiliki oleh pabrik pengolahan getah karet lateks di PT Jember Indonesia dengan unit analisis pada pabrik Ribbed Smoked Sheet Kebun Widodaren yang dalam hal ini mengolah lateks. Optimalisasi secara khusus dititikberatkan pada kedua kegiatan yaitu kegiatan produksi di pabrik pengolahan karet dengan produk akhir Ribbed Smoked Sheet.
Tujuan analisis data tersebut adalah untuk menggambarkan kondisi pabrik Ribbed Smoked Sheet Kebun Widodaren saat ini, menganalisis tingkat produksi karet olahan yang dapat memberikan keuntungan maksimal dengan sumberdaya yang tersedia serta untuk menganalisis pengaruh perubahan – perubahan terhadap produksi dan harga. Pada fungsi tujuan hanya dimasukkan aktivitas pengolahan sebagai aktivitas produksi produk RSS 1, RSS 2, Cutting A. Dalam fungsi kendala terdapat dua macam konstanta yaitu Nilai Sebelah Kanan (NSK) dan koefisien input output atau yang sering disebut sebagai koefisien teknologi. NSK merupakan jumlah input sumber daya yang tersedia, sedangkan koefisien input output adalah keseluruhan unit sumber daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan tiap Kilogram Karet Kering (KKK) Ribbed Smoked Sheet. Kendala – kendala yang masuk dalam model pemrograman linear untuk produksi Ribbed Smoked Sheet meliputi kendala di kebun dan kendala di pabrik. Kendala – kendala tersebut adalah : kendala bahan baku lateks yang dihasilkan di kebun Widodaren, bahan penolong Asam Semut, kendala taksasi produksi, kendala jam tenaga kerja, kendala ketersediaan jam mesin dan kamar, kendala kapasitas sarana produksi, kendala syarat komposisi produksi. Untuk mengetahui tingkat produksi dan alokasi sumberdaya optimal digunakan program linear dengan tujuan memaksimumkan keuntungan dan produksi karet olahan Perkebunan Widodaren. Penggunaan metode ini didasarkan pada hasil studi empirik yang menunjukkan bahwa output yang dihasilkan program linear sesuai dengan tujuan penelitian ini. Selain itu program linear memiliki beberapa keunggulan di antaranya fungsi tujuan yang dapat fleksibel dan
bisa menggunakan banyak variabel. Kelemahan metode ini adalah hanya dapat digunakan untuk satu tujuan, asumsi proporsionalitas dan deterministik. Namun kelemahan – kelemahan tersebut dapat dikompensasi dengan analisis sensitivitas dan analisis pasca – optimal. Data
kuantitatif
yang
dikumpulkan
menyangkut
aktivitas
yang
dipertimbangkan, faktor kendala yang menjadi pembatas, penentuan koefisien input dan output serta penentuan fungsi tujuan. Kemudian diolah dengan bantuan kalkulator dan komputer.Data tersebut kemudian diedit dan ditabulasikan menurut aktivitas dan dimasukkan ke dalam program linear, kemudian diolah dengan menggunakan LINDO. Analisis yang dilakukan meliputi : 1. Analisis Primal Metode simpleks Primal dimulai dari satu pemecahan dasar yang layak (titik ekstrim) dan berlanjut untuk berulang melalui pemecahan dasar yang layak berikutnya sampai titik optimum dicapai. Dengan analisis primal, dapat diketahui jumlah kombinasi produk (Xj) yang terbaik dalam menghasilkan tujuan Z, dengan kendala keterbatasan sumberdaya yang tersedia (bj). 2. Analisis Dual Analisis dual berfungsi untuk mengetahui penilaian terhadap sumberdaya. Nilai dual yang dihasilkan dalam analisis dual menunjukkan perubahan dalam fungsi tujuan apabila sumberdaya tersebut berubah satu satuan. Penilaian ini dilakukan dengan melihat nilai slack/surplus dan nilai dual yang ada. Apabila dari perhitungan terdapat nilai slack/surplus > 0 dan nilai dual = 0, maka dapat disimpulkan bahwa sumberdaya tersebut keberadaannya berlebihan dan demikian sebaliknya. Sumberdaya dengan nilai dual = 0 disebut sebagai kendala pasif,
karena tidak akan mengubah fungsi tujuan jika terjadi perubahan sebesar satu satuan. Dari analisis dual juga dapat diketahui sumberdaya mana saja yang membatasi fungsi tujuan, yaitu dengan cara melihat sumberdaya yang mempunyai nilai dual > 0 atau memiliki nilai slack/surplus = 0. Sumberdaya dengan nilai dual > 0 disebut sebagai kendala aktif yang menjadi pembatas dalam kegiatan produksi. 3. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas terdiri dari analisis perubahan koefisien dari fungsi tujuan dan analisis sisi kanan fungsi tujuan (Right Hand Side). Analisis sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan digunakan untuk melihat selang perubahan koefisien fungsi tujuan (Cj) yang masih diijinkan agar nilai optimal variabel keputusan tidak berubah. Analisis sensitivitas ruas kanan kendala menunjukkan selang perubahan nilai ruas kanan kendala (bj) yang masih diijinkan agar tetap mempertahankan kondisi feasible awal (tidak akan mempengaruhi nilai dual price kendala bersangkutan) dengan parameter lain dipertahankan konstan. 4. Analisis Pasca Optimalitas (Post Optimal) Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana solusi optimal yang diperoleh jika terjadi perubahan terhadap parameter yang membentuk model.
4.5 Pembentukan model Masalah optimalisasi produksi untuk waktu perencanaan dirumuskan ke dalam model program linear dengan langkah – langkah sebagai berikut :
(1). Menentukan Variabel Keputusan Variabel keputusan menunjukkan jumlah penjualan dan produksi setiap jenis karet olahan diantaranya RSS 1, RSS dan Cutting A dalam satuan Kilogram karet kering. (2). Menentukan Fungsi Tujuan Optimalisasi produksi bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan. Perumusan fungsi dimulai dengan menentukan harga jual dan biaya produksi untuk setiap Kilogram karet kering. Selanjutnya dibentuk persamaan tujuan dalam model linear yaitu : Memaksimumkan :
Keterangan : Z
= Tingkat keuntungan yang ingin dimaksimumkan (Rp)
Pij
= Harga jual jenis produk ke-j triwulan ke - i (Rp/Kg karet kering)
Xij
= Jumlah produk ke-j triwulan ke –i yang dihasilkan (Kg karet kering) di mana: j = 1 untuk RSS I, j=2 untuk RSS II, j=3 untuk Cutting A dan i = triwulan, i = 1,2,3,4 ( dimana : 1 = triwulan 1, 2 = triwulan 2, 3 = triwulan 3, 4 = triwulan 4)
Rij
= Biaya produksi yang digunakan oleh jenis produk ke – j triwulan ke - i
(Rp/Kg karet kering) j
= Koefisien sumbangan keuntungan per kg produk (Rp/Kg karet kering)
(3) Menentukan Kendala Kendala dalam model program linear untuk optimalisasi produksi karet olahan RSS I, RSS II dan Cutting A meliputi ketersediaan bahan baku, bahan penolong, ketersediaan jam kerja mesin, ketersediaan tenaga kerja, kapasitas sarana produksi dan permintaan minimum setiap produk. a. Kendala Ketersediaan Bahan Baku Bahan baku lateks yang dihasilkan di kebun Widodaren. Kendala bahan baku lateks merupakan keterbatasan pengadaan bahan baku masing – masing kebun dalam menghasilkan lateks.
Keterangan : aij
= Koefisien penggunaan bahan baku lateks untuk produk ke – i triwulan ke –j (liter/Kg karet kering)
Xij
= Jumlah produk ke-j triwulan ke –i yang dihasilkan (Kg karet kering) di mana: j = 1 untuk RSS I, j=2 untuk RSS II, j=3 untuk Cutting A dan i = triwulan, i = 1,2,3,4 ( dimana : 1 = triwulan 1, 2 = triwulan 2, 3 = triwulan 3, 4 = triwulan 4)
BB
= Ketersediaan bahan baku selama tahun 2006 (liter)
b. Kendala bahan penolong Asam Semut Dalam melakukan proses produksi pengolahan Ribbed Smoked Sheet (RSS 1 dan RSS 2) dibutuhkan bahan penolong dalam pengolahannya yaitu Formic Acid (asam semut) . Pemakaian bahan penolong per Kg karet kering
Ribbed Smoked Sheet dan ketersediaan bahan penolong merupakan fungsi kendala bahan penolong.
Keterangan : bij = Penggunaan bahan penolong Asam Semut untuk 1 kg produk ke – i triwulan ke – j (liter/Kg karet kering). Xij = Jumlah produk ke-j triwulan ke –i yang dihasilkan (Kg karet kering) di mana: j = 1 untuk RSS I, j=2 untuk RSS II, j=3 untuk Cutting A dan i = triwulan, i = 1,2,3,4 ( dimana : 1 = triwulan 1, 2 = triwulan 2, 3 = triwulan 3, 4 = triwulan 4) BP = Ketersediaan bahan penolong dalam satu tahun (liter) c. Kendala Taksasi Produksi Dalam melakukan produksinya, perusahaan selalu menetapkan jumlah taksasi (perkiraan) yang seharusnya dicapai setiap periode. Taksasi tersebut ditetapkan oleh Direksi PT Jember Indonesia, berdasarkan produksi periode – periode sebelumnya.
Keterangan : Xij = Jumlah produk ke-j triwulan ke –i yang dihasilkan (Kg karet kering) di mana: j = 1 untuk RSS I, j=2 untuk RSS II, j=3 untuk Cutting A dan i = triwulan, i = 1,2,3,4 ( dimana : 1 = triwulan 1, 2 = triwulan 2, 3 = triwulan 3, 4 = triwulan 4) TP =
Taksasi Produksi produk ke-i triwulan ke-j (Kg Karet Kering)
d. Kendala Tenaga Kerja Pabrik Tenaga kerja yang digunakan untuk proses pengolahan disesuaikan dan terbagi atas tenaga kerja pembekuan lateks, tenaga kerja penggilingan sheet, tenaga kerja kamar asap dan tenaga kerja sortasi dan pengemasan. Tenaga kerja olahan mempunyai kendala sesuai kebutuhan hari orang kerja dan ketersediaan HOK
untuk
masing
–
masing
proses
pengolahan
Keterangan : cijk = Koefisien kebutuhan jam tenaga kerja bagian ke – k untuk menghasilkan satu kg karet kering jenis ke – i (jam/Kg karet kering) triwulan ke – j Xij = Jumlah produk ke-j triwulan ke –i yang dihasilkan (Kg karet kering) di mana: j = 1 untuk RSS I, j=2 untuk RSS II, j=3 untuk Cutting A dan i = triwulan, i = 1,2,3,4 ( dimana : 1 = triwulan 1, 2 = triwulan 2, 3 = triwulan 3, 4 = triwulan 4) Jk = Ketersediaan jam tenaga kerja bagian ke – k pada jam kerja normal untuk berproduksi selama tahun 2006 (jam). e. Kendala ketersediaan jam kerja mesin sarana produksi Mesin dan kamar pengolahan bahan baku khusus lateks, digunakan berdasarkan kemampuannya dalam melakukan pengolahan terutama dalam hal ketersediaan waktu yang dimiliki oleh mesin dan kamar tersebut dalam satu periodenya.
Keterangan :
dijk = Koefisien kebutuhan jam kerja mesin bagian ke – k untuk menghasilkan satu kg karet kering jenis ke – i (jam/Kg karet kering) triwulan ke – j dimana : k = 1 untuk koaguler bak, k = 2 untuk mesin sheeter. Xij = Jumlah produk ke-j triwulan ke –i yang dihasilkan (Kg karet kering) di mana: j = 1 untuk RSS I, j=2 untuk RSS II, j=3 untuk Cutting A dan i = triwulan, i = 1,2,3,4 ( dimana : 1 = triwulan 1, 2 = triwulan 2, 3 = triwulan 3, 4 = triwulan 4) JMk = Ketersediaan jam kerja mesin pada jam kerja normal selama tahun 2006 (jam) f. Kendala Syarat Komposisi Produksi Setiap produksi olahan karet memiliki syarat komposisi yang harus dipenuhi agar memenuhi standar produksi yang terdapat dalam perusahaan.
Keterangan : fij =
Koefisien komposisi produksi untuk menghasilkan satu kg karet kering jenis
ke – j triwulan ke – i.
Xij = Jumlah produk ke-j triwulan ke –i yang dihasilkan (Kg karet kering) di mana: j = 1 untuk RSS I, j=2 untuk RSS II, j=3 untuk Cutting A dan i = triwulan, i = 1,2,3,4 ( dimana : 1 = triwulan 1, 2 = triwulan 2, 3 = triwulan 3, 4 = triwulan 4). (4). Menentukan Model Program Linier Dari data yang diperoleh kemudian dilakukan analisis untuk menentukan aktivitas terpilih, tingkat keuntungan yang diperoleh, status sumberdaya serta analisis sensitivitas dengan bantuan software LINDO dan kalkulator.Setelah
fungsi tujuan dan kendala dirumuskan, langkah selanjutnya adalah menyusun model linear masalah optimalisasi produksi.Setelah dicapai kondisi optimal dilakukan analisis pasca optimal untuk mengetahui pengaruh perubahan model program linear terhadap solusi optimal awal.
BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Lokasi Perkebunan Widodaren Perkebunan Widodaren mempunyai areal seluas 646,7172 Ha danterletak di desa Badean kecamatan Bangsalsari kabupaten Jember, telah memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dari Menteri Dalam Negeri Nomor SK. 48/HGU/DA/75 tanggal 21 Oktober 1975 dan berakhir tanggal 31 Desember 1998. Perkebunan Widodaren terletak pada Desa Badean dan Selodakon, Kecamatan Bangalsari dan Tanggul, Kabupaten Jember. Dengan jarak ke kecamatan sebesar 8 km, jarak ke kabupaten sebesar 20 km, dan jarak kebun ke propinsi sebesar 192 km. Adapun batas utara dari Perkebunan Widodaren yakni Tanah Perhutani, batas Selatan adalah Tanah Perhutani dan Desa Curahkalong, batas Barat adalah Tanah Perhutani, dan Timur adalah Tanah Perhutani dan Desa Badean. Perkebunan Widodaren memiliki luas sebesar 646,7172 Ha dengan jenis tanah adalah Latosol dan Regosol dengan elevasi 325 – 590 m dpl. Tipe iklim pada Perkebunan Widodaren adalah C (Smith and Ferguson) dengan suhu sebesar 23-24°C.
5.2 Struktur Organisasi Perkebunan Widodaren Struktur Organisasi Kebun Widodaren memberikan gambaran tugas dan wewenang dari setiap personil yang terkait. Struktur organisasi harus disusun sesuai dengan urutan dan kebutuhannya. Pimpinan sebagai manusia secara umum
memiliki kemampuan terbatas, karena itu seorang pemimpin tidak dapat melaksanakan tugas secara sendiri tanpa dukungan dari bawahannya, dengan ini sangat membutuhkan pembagian tugas dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan perusahaan. Beberapa jabatan terdapat di dalam struktur organisasi Perkebunan Widodaren, diantaranya adalah : a. Administratur Secara umum Administratur sebagai pimpinan tertinggi (top management) pada suatu kebun, bertanggung jawab kepada Direktur atas jalannya roda perusahaan di kebun tersebut, yang meliputi pelaksanaan fungsi manajemen (merencanakan,
mengawasi,
mengarahkan
dan
mengevaluasi)
dengan
memanfaatkan semaksimal mungkin seluruh unsur/sarana manajemen yang tersedia. Semua kegiatan tersebut ditunjuk untuk mendukung pelaksanaan Tridarma Perkebunan (devisa, tenaga kerja, dan lingkungan hidup) dan eksistensi perusahaan sekaligus mengembangkan perusahaan tersebut. b. Asisten Kepala (Askep) Asisten Kepala adalah merupakan tenaga kerja pimpinan pelaksanaan di tingkat kebun, yang bertanggung jawab kepada Administratur atas semua kegiatan, mulai dari perencanaan sampai pengawasan bidang tanaman. Askep merupakan koordinator dari seluruh sistem afdeling tanaman dan pembantu utama Administratur dalam kegiatan produki sekaligus sarana dan biaya yang digunakan.
c. PAPAM Kepala pengamanan diberikan wewenang komando untuk dapat mengendalikan seluruh kegiatan keamanan baik dalam lingkungan perkebunan, emplacement maupun pondok di dekatnya. d. Asisten Tata Usaha (ATU) Kepala tata usaha adalah orang yang bertugas memahami dan menjalankan peranan manajemen keuangan di perusahaan yaitu fungsi manajemen hutang piutang, persediaan aktivitas tetap analisis inventarisasi dan eksploitasi. e. Asisten Personalia Kebun (APK) Petugas umum adalah aparat/asisten yang bertugas membantu administrasi dalam melaksanakan tugas yang telah digariskan oleh direksi di bidang umum. f. Asisten Afdeling/ Asisten Tanaman Asisten
afdeling
melaksanakan/mengolah
adalah fungsi
suatu
manajemen
aparat/staf terhadap
yang pelaksanaan
bertugas policy
administrator sesuai yang digariskan oleh direksi yang mengenai pengolahan suatu afdeling. g. Asisten Pabrik dan Tehnik Asisten pabrik dan tehnik mempunyai tugas pokok mengelola pabrik, bangunan perusahaan, mesin – mesin pengolahan dan alat – alat transport yang ada dalam ruang lingkup tugasnya dengan berpedoman kepada policy direksi dan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh administrator serta RAKP yang telah digariskan.
5.3 Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan di Perkebunan Widodaren didukung oleh penduduk sekitar sejak dulu telah bermukin dan merupakan generasi yang telah turun – temurun bekerja pada perkebunan tersebut. Tenaga kerja tersebut berasal dari kampung desa sekitar yang terdiri dari 2 kecamatan dan 10 desa. Tahun 2007 diidentifikasi jumlah karyawan yang bekerja pada Perkebunan Widodaren adalah sebanyak 16 orang yang terdiri atas 8 orang karyawan pimpinan dan PAPAM, 2 orang karyawan bulanan, 4 orang laki – laki dan 2 orang perempuan sebagai karyawan harian. Terdapat perbedaan dalam status karyawan dalam perkebunan, dimana karyawan bulanan adalah karyawan yang mempunyai jabatan dengan level mandor, kerani, administrasi, karyawan afdeling dan produksi sedangkan karyawan harian merupakan operator yang telah diangkat sebagai karyawan tetap maupun karyawan lepas. Status tersebut dapat berubah apabila para karyawan dapat menunjukkan kinerja yang lebih baik dengan prestasi yang mendukung sehingga pada akhirnya dapat menempati posisi karyawan pimpinan. Kompensasi untuk karyawan dibedakan menurut status tersebut, dimana karyawan bulanan dan karyawan harian tetap mendapat upah pokok, upah social dan berbagai tunjangan, sedangkan kompensasi yang diterima karyawan harian lepas adalah upah pokok dan tunjangan yang dipengaruhi prestasi. Upah sosial yang diberikan oleh Perkebunan Widodaren adalah bebas tugas atas hari – hari libur dan hari – hari tertentu yang mendapat toleransi dari perusahaan. Tunjangan – tunjangan yang diberikan oleh perusahaan kepada para karyawan adalah
tunjangan kesehatan, tunjangan keluarga, tunjangan hari raya, tunjangan peralihan, listrik, dan rekreasi. Perkebunan Widodaren mempunyai kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan, prestasi
kerja serta loyalitas karyawannya melalui penyediaan
berbagai fasilitas yang terdapat di areal perkebunan. Fasilitas yang terdapat di Perkebunan Widodaren antara lain : a.
Emplacement, yaitu perumahan bagi karyawan yang lebih dikenal dengan istilah Pondok penduduk.
b.
Tempat beribadah bagi umat beragama Islam.
c.
Koperasi Rengganis Maju, yaitu koperasi konsumsi.
d.
Kendaraan, terutama bagi karyawan kantor untuk keperluan dinas keluar daerah
e.
Poliklinik sebagai balai pengobatan bagi karyawan yang sakit.
f.
Lapangan olahraga, yaitu lapangan tenis, sepak bola dan badminton.
g.
Penggantian biaya pengobatan
h.
Jaminan Hari Tua bagi karyawan yang telah pensiun
i.
Jamsostek Tenaga kerja pada Perkebunan Widodaren dibatasi oleh waktu kerja yang
berbeda – beda untuk setiap kriteria karyawan yang dimiliki yaitu karyawan kantor, karyawan kebun, dan karyawan pengolahan. Untuk karyawan kantor bekerja dari hari Senin sampai hari Sabtu yang dimulai dari pukul 07.00 sampai pukul 12.00 diselingi dengan istirahat sampai pukul 14.00 dan mulai kerja kembali sampai pukul 15.00. Sedangkan khusus hari Sabtu, karyawan kantor hanya bekerja dari pukul 07.00 sampai pukul 12.00.
Pada bagian kebun (tanaman) dan pengolahan, karyawan bekerja setiap hari, dan dalam sebulan hanya mendapat 1 hari libur. Sistem giliran pada bagian kebun ditetapkan sesuai dengan aturan yang diberlakukan, sehingga proses penyadapan dilakukan oleh orang – orang yang berbeda – beda sesuai dengan giliran masing – masing mulai dari pukul 06.00 sampai pukul 11.00. Pada proses pengolahan, karyawan dibagi berdasarkan fungsi pengolahan yang telah ditetapkan (pengolahan RSS 1, RSS2, dan Cutting A), diantaranya adalah bagian pembersihan
sarana
pengolahan
(07.00-10.00),
bagian
pembekuan
dan
pengenceran lateks (14.30 – 20.00), bagian penggilingan (16.30 – 02.00), bagian pengasapan (07.00 – 14.00, 14.00-22.00, 22.00-07.00), bagian sortasi (07.0017.00), bagian pengemasan (07.00 – 17.00) dan tenaga mandor (07.00 – 22.00).
5.4 Sarana Produksi Selama proses pengolahan diperlukan sarana produksi yang mempu berfungsi dengan baik dan mendukung secara optimal proses tersebut. Sarana produksi yang digunakan juga mempunyai keterbatasan dalam kapasitas, dimana penggunaannya harus dilakukan secara optimal agar menghasilkan produk akhir sesuai yang diharapkan. Sarana produksi yang dimiliki oleh Perkebunan Widodaren antara lain : 1. Bak Pengenceran Mempunyai diameter kurang lebih 4 meter dan kapasitas 160 kg sebanyak 500 liter, terdapat saringan berukuran 10 mesh yang berfungi untuk memisahkan lateks yang baru diambil dari kebun dengan kotoran – kotoran yang mungkin
menempel.Pada bak pengeceran juga terdapat mesin pengaduk dengan gerakan memutar yang bertujuan untuk membantu proses pengenceran lateks dengan air. 2. Koaguler (bak pembekuan) Bak pembekuan menerima lateks dengan terlebih dahulu disaring dengan saringan berukuran 20 mesh dan mempunyai kapasitas penuh 600 liter lateks. Terdapat sekitar 100 bak pembekuan dan masing – masing bak dilakukan pemasangan sekat schoten sebanyak 74 lembar. 3. Sheeter (mesin giling) Terdiri atas 6 rol mesin sheeter dimana masing – masing rol mempunyai ukuran yang berbeda – beda, yaitu rol 1 (11 mm), rol 2(9 mm), rol 3(7 mm), rol 4 (5mm), rol 6(3 mm). Satu set sheeter mampu menampung hasil lateks beku (koagulan) dan 6 bak (375 kg kering). 4. Lori Berfungsi untuk mengangkut hasil penggilingan berupa lembaran – lembaran (sheets) yang telah dicuci dan digantungkan dengan bambu pilas. Lori dimaksudkan untuk mempermudah pengangkutan sheets ke kamar asap maupun gudang sortasi. 5. Kamar asap Kamar asap terletak tidak jauh dari pabrik pengolahan, dimaksudkan untuk mempermudah proses pengolahan. Terdiri dari 5 kamar asap dengan kapasitas masing – masing kamar sebanyak 3 ton. 6. Gudang sortasi dan pengemasan Tempat untuk menyeleksi sheets yang telah keluar dari kamar asap sekaligus menggolongkan sheets tersebut berdasarkan standar mutu yang telah
ditentukan. Proses pengemasan juga dilakukan di gudang ini, tentunya dengan memperhatikan standar kerja yang telah disepakati. 7. Gudang penyimpanan Terdapat dua jenis gudang penyimpanan, yaitu gudang penyimpanan bahan – bahan penolong dan gudang penyimpanan hasil – hasil produksi dimana gudang tersebut digunakan untuk menyimpan hasil – hasil produksi yang telah selesai diolah dan menunggu untuk dialokasikannya produk – produk tersebut ke pasaran.
5.5 Sarana Penunjang Sarana penunjang yang digunakan oleh Perkebunan Sarang Ginting meliputi berbagai sumber energi seperti listrik, air, dan kayu bakar. 1.
Energi listrik yang digunakan berasal dari PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan tenaga pembangkit diesel. Energi listrik yang dibutuhkan adalah sebesar 160 Kwh/ton KK berasal dari PLN dan yang berasal dari pembangkit diesel adalah sebesar 508 KVA. Jenis mesin genset yang digunakan adalah Genzet CMMINS NI-30/Mercedes dan Genzet Yamaha COMPUTER. Kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh Perkebunan Widodaren secara keseluruhan tentunya memerlukan energi listrik sebagai sumber energi utama, terutama pabrik pengolahan dan peralatan kantor.
2.
Air digunakan terutama pada proses pengolahan, yaitu pada saat pengenceran lateks, campuran bahan penolong, menghasilkan uap panas dan pembersihan sarana – sarana produksi yang telah digunakan. Air yang digunakan berasal dari air sungai yang dipompa sehingga kebutuhan air
yang cukup banyak per harinya mampu dipenuhi dengan pengadaan air tersebut. 3.
Kayu bakar digunakan pada proses pengasapan untuk menunjang pengeringan lembaran – lembaran karet (sheets) di kamar asap. Kayu bakar diperoleh dari kebun sendiri yang ditebang karena sudah dianggap tidak menghasilkan lagi.
5.6 Proses Pengolahan Pada proses pengolahan tersebut telah diperhatikan ketentuan – ketentuan yang menjadi standar kerja di pabrik karena pabrik Perkebunan Widodaren telah mendapat sertifikat ISO – 9004. Proses pengolahan RSS terdiri atas beberapa tahap, yaitu : 1. Penerimaan lateks kebun Lateks hasil sadap yang ditampung di dalam tangki penerimaan diperiksa terlebih dahulu kebersihannya dan diperhatikan volume yang diperoleh dalam satu tangki penerimaan, untuk selanjutnya dilakukan pengambilan sampel untuk menentukan KKK (Kadar Karet Kering) dengan menggunakan metrolak (alat penguji kekentalan). 2. Penerimaan pada bak pengencer Dilakukan proses penyaringan lateks kebun dengan menggunakan saringan berukuran 10 mesh. Pengenceran lateks tersebut dilakukan dengan mencampurkannya dengan air sampai diperoleh kadar 13-14% dan kemudian dilakukan pemutaran alat penganduk selama 1 menit agar diperoleh campuran yang homogen
3. Pengaliran lateks ke bak pembekuan (koaguler) Proses pengaliran dilakukan pada lateks yang telah disaring kembali dengan saringan berukuran 20 mesh dan mempunyai KKK 14% melalui talang – talang dan lubang sekunder menuju bak – bak pembekuan yang berkapasitas 450 liter. 4. Proses pembekuan Lateks yang telah ditampung pada bak – bak pembekuan akan dilakukan pembersihan busa pada lateks agar tidak terdapat bercak pada sheet nantinya. Dilakukan kembali proses penyaringan ulang agar lateks yang akan dibekukan benar – benar terpisah dari slab (busa lateks), kemudian ditambahkan asam semut dengan kadar 5% dan lateks yang telah tercampur tersebut diaduk sebanyak 8 kali dorong tarik. Pembersihan ulang pun dilakukan sebelum dipasang plat schoten sebanyak 74 lembar tiap baknya dan waktu pembekuan yang dibutuhkan adalah selama 4 jam per kilogramnya. 5. Penggilingan lembaran – lembaran lateks beku Lembaran – lembaran lateks beku akan dialirkan melalui talang – talang yang terlebih dulu diisi air menuju mesin sheeter. Tiap – tiap mesin memiliki ukuran yang berbeda – beda, mulai dari yang terbesar (11mm) sampai terkecil (3mm). Pengolahan oleh mesin akan diawasi terus oleh seorang pengawas yang menjaga kondisi mesin tetap stabil, dan kemudian diujung mesin terakhir sheet mentah akan dicuci kembali sebelum dijemur dengan bambu pilas dan disusun di atas 1 ori. Sheet mentah tersebut akan ditiriskan selama 12 jam untuk kemudian dilakukan penyembretan agar lembaran – lembaran sheet tersebut tidak lengket sekaligus mencegah penjamuran dan kondisi mentah.
6. Pengasapan sheet mentah Proses pengasapan dilakukan di kamar asap yang memiliki kapasitas 18 kamar dan 1 kamar asap mempunyai kapasitas 3 ton. Pengasapan dilakukan secara bergiliran selama 6 hari dengan suhu yang berbeda – beda dimana : -
Hari 1 : 40°-45° C
- Hari 4 : 55°-60° C
-
Hari 2 : 45°-50° C
- Hari 5 : 60° C
-
Hari 3 : 50°-55° C
7. Proses sortasi dan pengemasan (packing) Setelah keluar dari kamar asap, dilakukan pembongkaran lori menuju gudang sortasi dan pengepakan. Proses penyortiran dilakukan di atas kaca untuk mengklasifikasikan jenis sheet berdasarkan mutu, produk yang dihasilkan yaitu RSS 1, RSS 2 dan Cutting A. Produk karet olahan yang telah dikelompokkan berdasarkan jenis mutu kemudian dikepak ke dalam peti cetak (balling press) dan didiamkan selama 12 jam, hal tersebut dilakukan guna mendapatkan bentuk karet olahan berupa loss ball seberat 113 kg. 8. Proses penyimpanan dalam gudang Loss ball yang telah memenuhi syarat untuk dikirimkan dibubuhi kapur untuk menghindari perjamuran dan disusun di dalam gudang yang berlapis papan agar tidak mudah terkontaminasi dan berjarak 1 m tiap – tiap ballnya. Suhu gudang yang ideal adalah 30° C pada malam hari sehingga harus dibantu dengan memakai lampu pijar.
5.7 Deskripsi Produk Karet Olahan Produk karet olahan yang dihasilkan oleh Perkebunan Widodaren adalah produk turunan lateks RSS (Ribbed Smoked Sheet) 1 dan 2 serta produk off grade lateks Cutting. Setelah selesai dari ruang pengasapan, lateks kering berupa lembaran – lembaran karet olahan (sheets) akan disortasi berdasarkan mutu yang diperoleh sesuai dengan The Green Book. Lembaran – lembaran tersebut akan dilipat menjadi dua bagian yang sama dengan panjang 48 cm dan disusun ke papan cetakan (kotak empat persegi) yang berukuran 50x50x50 cm dan kemudian ditekan selama 5 menit. Bandela yang dihasilkan akan dipress dengan Electric Automatic Hidraulic Press yang bertekanan 500 lb/inc2 dan kemudian hasil press akan dibungkus dengan lembaran sheet (lembaran pembungkus) dengan rapi dan ditusuk – tusuk dengan jarum khusus agar pembungkus melekat dengan bandela yang mempunyai p x l x t sebesar 55x52x54 cm. Penentuan mutu RSS ditentukan secara visual yaitu berdasarkan jumlah kapang, keseragaman warna, noda oleh benda asing (kebersihan) dan gelembung udara dan kekeringannya. Jenis mutu karet olahan yang dihasilkan oleh Perkebunan Widodaren adalah sebagai berikut : - RSS I Tiap bandela harus bebas dari cendawan, akan tetapi adanya sedikit cendawan kering pada pembalutnya atau pada permukaan bandela yang melekat pada pembalutnya masih diperbolehkan, asal saja cendawan tidak menembus ke dalam bandela. Sheet yang berbintik – bintik atau bergaris pemanasan tinggi, kurang matang, terlampau lama diasap dan hangus tidak diperbolehkan, noda – noda kecil dan gelembung udara sebesar kepala jarum jika letaknya tersebar
diperbolehkan. Kondisi lembaran sheet harus bersih, kekar, baik keadaannya dan tidak cacat. - RSS 2 Pada pembungkus permukaan bandela serta sheet di dalamnya diperbolehkan adanya sedikit bahan yang berwarna seperti karat dan sedikit cendawan kering. Lot akan ditolak bila bahan tersebut dalam jumlah yang cukup berarti terdapat pada bandela yang jumlahnya lebih dari 5 persen dari bandela yang diperiksa untuk contoh. Mutu lembaran sheet harus kering, bersih, kekar, baik keadaannya dan tidak mengandung cacat dan melepuh. Adanya sedikit cacat warna, gelembung udara kecil dan noda – noda kecil berasal dari kulit kayu dalam jumlah tertentu sampai batas tertentu masih diperbolehkan. - Cutting A Guntingan – guntingan yang cukup baik berasal dari RSS I dan RSS II, tidak mengandung karet mentah atau kurang matang.
5.8 Pemasaran Produk Karet Olahan RSS Strategi pemasaran yang dilakukan oleh PT Jember Indonesia secara teknis sudah terpadu, hal ini terbukti dengan dipatuhinya peraturan – peraturan yang ada pada ketentuan – ketentuan pemerintah meskipun pada aplikasinya tergantung kreativitas manajemen. Strategi pemasaran yang dijalankan untuk komoditi karet olahan dapat diuraikan menurut konsep bauran pemasaran yaitu : produk, harga, distribusi dan promosi. Masing – masing bauran pemasaran dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Bauran produksi
PT Jember Indonesia dituntut untuk senantiasa dapat menjaga kontinuitas produksi dan meningkatkan mutu produk karet olahan dalam hal ini adalah RSS. Sebagai jaminan kualitas kepada pembeli, karet olahan yang dihasilkan Perkebunan Widodaren telah memiliki standar dan sertifikat dari Standar Industri Indonesia (SII) dan Sertifikasi Mutu Internasional ISO 9002 dan ISO 14001. 2. Bauran harga Penetapan harga karet olahan sangat tergantung pada mekanisme pasar, baik pasar lokal maupun pasar luar negeri, meskipun harga karet olahan tersebut dipengaruhi oleh harga karet dunia, tetapi masih dimungkinkan terjadinya selisih harga antara price idea dengan harga jual PT Jember Indonesia karena tergantung negosiasi lanjutan antara kedua belah pihak. Tingkat harga yang terjadi telah terlebih dahulu dinegosiasikan antara PT Jember Indonesia dengan konsumen kemudian dituangkan dalam kontrak dengan pertimbangan harga penawaran tertinggi. Sistem pembayaran yang diterapkan PT Jember Indonesia dalam pemasaran karet olahan kepada pembeli, yaitu Sight LC dan Cash Before Delivery. Harga yang terjadi merupakan hasil pelaksanaan tender/lelang, penawaran langsung (spot) dan kontrak jangka panjang (Long Time Contract) dimana penawaran langsung dan kontrak jangka panjang hanya akan diberlakukan apabila dalam lelang tidak terjadi kesepakatan harga antara pihak PT Jember Indonesia dengan pembeli. 3. Bauran distribusi PT Jember Indonesia menggunakan sistem pemasaran tidak langsung dalam memasarkan produk karet olahan, yakni melalui suatu lembaga pemasaran di luar PT Jember Indonesia yaitu Kantor Pemasaran Bersama (KPB) sesuai
dengan arahan pemerintah bahwa proses pemasaran karet olahan dilakukan di KPB. Kantor Pemasaran Bersama (KPB) merupakan lembaga pemasaran bersama komoditi – komoditi perusahaan perkebunan, termasuk minyak kelapa sawit, karet, kakao, kopi, teh, gula, tembakau dan lain – lain. Pengiriman produk karet olahan oleh PT Jember Indonesia ke pihak pembeli dilakukan berdasarkan pesanan. Pembeli memesan produk karet olahan melalui KPB, kemudian KPB menyampaikan kepada PT Jember Indonesia dan setelah terjadi kesepakatan antara pihak PT Jember Indonesia dengan pembeli mengenai harga, kualitas dan kuantitas produk karet olahan, syarat pembayaran, serta waktu dan tempat penyerahan barang. Pihak PT Jember Indonesia akan mengirimkan pesanan melalui pelabuhan terdekat kepada pembeli dengan syarat penyerahan secara FOB (Free on Board). 4. Bauran promosi Promosi yang dilakukan bertujuan untuk memberitahukan keberadaan perusahaan
kepada
konsumen/pembeli
mengenai
produk
yang
dimiliki
perusahaan. Kegiatan promosi untuk produk karet olahan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : promosi melalui publisitas produk di Penjualan secara personal atau Personal Selling diaplikasikan dengan melakukan kunjungan langsung kepada pelanggan secara berkala, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kedekatan emosional antara perusahaan dengan pelanggan baik lokal maupun luar negeri dan akan memudahkan proses transaksi. Pemasaran langsung lainnya adalah menggunakan alat bantu media non personal seperti telepon, faksimili dan surat – menyurat dengan para pembeli. Dalam usaha
menunjuang strategi pemasaran, perusahaan secara rutin mengikuti pameran – pameran dagang di dalam dan luar negeri.
BAB VI OPTIMALISASI PRODUKSI
6.1 Model Optimalisasi Dalam
optimalisasi
produksi
diperlukan
model
matematis
yang
mendukung untuk memperoleh hasil optimal yang diharapkan. Model matematis yang dibangun mempunyai fungsi tujuan dan fungsi kendala dalam proses produksi Ribbed Smoked Sheet (RSS) Fungsi tujuan menjelaskan bahwa proses produksi yang dilakukan bertujuan untuk memaksimumkan kontribusi keuntungan dari RSS 1, RSS 2, dan Cutting A yang dihasilkan sedangkan fungsi kendala menjelaskan berbagai batasan yang ditemui dalam memaksimumkan keuntungan. Fungsi tujuan dan fungsi kendala yang telah dibangun tersebut mempunyai variabel – variabel penyusun yang mewakili sejumlah produk akhir yakni RSS 1, RSS 2 dan Cutting A. Nilai koefisien pada variabel menunjukkan nilai ketergantungan sumberdaya terhadap jumlah produk karet kering yang dihasilkan.
6.2 Fungsi Tujuan Fungsi tujuan optimalisasi produksi RSS adalah memaksimumkan keuntungan penerimaan atau fungsi tujuan merupakan penjumlahan dan kontribusi keuntungan produk per Kilogram Karet Kering (KKK) dikali dengan jumlah produk yang dihasilkan. Produk off grade Cutting A diproduksi dari potongan RSS 1 maupun RSS 2 yang tidak memenuhi ketentuan pada grade. Biaya produksi dan keuntungan masing – masing produk karet olahan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Biaya Produksi dan Keuntungan per Kilogram Karet Kering untuk RSS-1, RSS-2, Cutting A Tahun 2006 dan 2007 RSS 1 2006
Harga Jual
Keuntu ngan
Harga Jual
Biaya Produ ksi
7.093 5.961 5.258 6.116
11.040 11.739 14.318 10.417
17.876 17.371 19.099 16.383
7.090 5.886 5.336 6.334
Biaya Produksi
Keuntu ngan
Harga Jual
Biaya Produ ksi
5.837 6.643 6.268 5.717
11.397 11.457 10.818 13.516
16.933 17.687 17.300 18.967
5.731 6.684 6.584 5.601
18.133 17.700 19.576 16.533
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
Harga Jual
2007
17.234 18.100 17.086 19.233
Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
RSS 2
Biaya Produk si
Cutting A Keuntu ngan 10.786 11.485 13.763 10.049
Keuntu ngan 11.202 11.183 10.716 13.366
Harga Jual
Biaya Produ ksi
Keuntu ngan
17.600 17.399 18.399 15.867
6.884 5.913 5.011 5.925
10.716 11.486 13.388 9.942
Harga Jual
Biaya Produ ksi
Keuntu ngan
16.934 17.567 18.326 18.300
5.798 6.592 6.461 5.563
11.136 10.975 11.865 12.737
Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah.
Setelah parameter input untuk setiap produk diketahui maka fungsi tujuan untuk memaksimumkan keuntungan setiap bulannya dapat dirumuskan sebagai berikut : Maksimum Z = 11040X11+10786X21+10716X31+11739X12+11485X22+11486X32+14318X13+137 63X23+13388X33+10417X14+10049X24+9942X34+11397X15+11202X25+11136X3 5+11457X16+11183X26+10975X36+10818X17+10716X27+11865X37+13516X18+1
3366X28+12737X38 Keterangan : X11 – X18 : Produk RSS 1 pada triwulan 1 sampai dengan triwulan 8 X21 – X28 : Produk RSS 2 pada triwulan 1 sampai dengan triwulan 8 X31 – X38 : Produk Cutting A pada triwulan 1 sampai dengan triwulan 8
6.3 Kendala – kendala Model Optimalisasi Kendala – kendala khususnya dalam pengolahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) terdiri dari kendala pengadaan bahan baku lateks, kendala bahan penolong, kendala tenaga kerja, kendala kapasitas produksi, dan kendala jam mesin per bulannya.
6.3.1 Kendala Pengadaan Bahan Baku Lateks Pengadaan bahan baku yang mampu dilakukan oleh masing – masing kebun berbeda – beda dan mengalami fluktuasi pada tiap triwulan. Pengadaan bahan baku oleh masing – masing kebun menjadi perkiraan ketersediaan bahan baku lateks bagi pengolahan RSS dan menjadi nilai sebelah kanan dalam fungsi kendala pengadaan bahan baku. Total ketersediaan bahan baku lateks dalam liter yang didapatkan melalui penyadapan tiap triwulannya pada tahun 2006 dan 2007 dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Ketersediaan Bahan Baku Lateks Tiap Bulan Tahun 2006 dan 2007 Pengadaan Bahan Baku (Liter) Triwulan 1 77,825 Triwulan 5 72,154 Triwulan 2 107,862 Triwulan 6 90,989 Triwulan 3 90,502 Triwulan 7 99,203 Triwulan 4 59,286 Triwulan 8 69,045 Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah. Periode
Pengadaan Bahan Baku (Liter)
Periode
Pada tabel ketersediaan bahan baku lateks dapat dilihat dengan jelas bahwa produksi lateks mengalami puncak pada triwulan ke-2 pada tahun 2006 sebesar 107.862 liter lateks dan pada triwulan ke-7 pada tahun 2007 sebesar 99.203 liter lateks dan mengalami produksi terendah pada triwulan ke-4 dan ke-8 yaitu pada saat kebun mengalami musim penghujan yang menyebabkan proses penyadapan tidak berjalan mulus. Pada proses produksi pembuatan lateks menjadi karet kering didapatkan 1 Kilogram Karet Kering dihasilkan dari 2,5 liter lateks. Oleh karena itu, seperti ditunjukkan pada Lampiran 3, komposisi produksi aktual sebesar 92 persen RSS 1, 5 persen RSS 2 dan 3 persen Cutting A maka nilai koefisien lateks pada produk
RSS 1 yaitu sebesar 2,3 , pada RSS 2 sebesar 0,125 dan pada Cutting A sebesar 0,075. Berikut adalah fungsi kendala pengadaan bahan baku lateks : Triwulan 1 : 2,3X11+0,125X21+0,075X31 ≤ 77.825 Triwulan 2 : 2,3X12+0,125X22+0,075X32 ≤ 107.862 Triwulan 3 : 2,3X13+0,125X23+0,075X33 ≤ 90.520 Triwulan 4 : 2,3X14+0,125X24+0,075X34 ≤ 59.286 Triwulan 5 : 2,3X15+0,125X25+0,075X35 ≤ 72.154 Triwulan 6 : 2,3X16+0,125X26+0,075X36 ≤ 90.989 Triwulan 7 : 2,3X17+0,125X27+0,075X37 ≤ 99.203 Triwulan 8 : 2,3X18+0,125X28+0,075X38 ≤ 69.045
6.3.2 Kendala Taksasi Produksi Dalam
melakukan
produksinya,
perusahaan
mempunyai
taksasi
(perkiraan) berapa jumlah produksi yang seharusnya dicapai. Penentuan taksasi tersebut dilakukan oleh Kantor Direksi Perkebunan Widodaren, sesuai dengan kebutuhan pasar akan masing – masing jenis karet olahan tersebut. Taksasi produksi produk karet olahan perbulannya dapat dilihat di tabel 6. Tabel 6. Taksasi Produksi Tahun 2006 dan 2007 RSS 1(Kilogram Karet RSS 2(Kilogram Karet Kering) Kering) Triwulan 1 27,102 1,626 Triwulan 2 31,567 1,693 Triwulan 3 28,121 809 Triwulan 4 22,210 1,069 Triwulan 5 26,969 1,110 Triwulan 6 31,887 336 Triwulan 7 31,940 1,816 Triwulan 8 22,685 918 Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah. Periode
Bagi produk ikutan berupa Cutting A, Kantor Direksi mengasumsikan tidak terdapat sejumlah produksi produk ikutan tersebut karena jumlahnya yang kecil namun pada kenyataannya produk ikutan terdapat pada produk karet olahan.
Taksasi produksi tersebut menjadi barometer kinerja masing – masing kebun terhadap kebijakan yang diambil oleh Kantor Direksi PT Jember Indonesia. Berikut adalah fungsi kendala taksasi produksi karet olahan. Produk RSS 1 : Triwulan 1 : X11 ≤ 27.102 Triwulan 2 : X12 ≤ 31.567 Triwulan 3 : X13 ≤ 28.121 Triwulan 4 : X14 ≤ 22.210 Triwulan 5 : X15 ≤ 26.969 Triwulan 6 : X16 ≤ 31.887 Triwulan 7 : X17 ≤ 31.940 Triwulan 8 : X18 ≤ 22.685 Produk RSS 2 : Triwulan 1 : X21 ≤ 1.626 Triwulan 2 : X22 ≤ 1.693 Triwulan 3 : X23 ≤ 809 Triwulan 4 : X24 ≤ 1.069 Triwulan 5 : X25 ≤ 1.110 Triwulan 6 : X26 ≤ 336 Triwulan 7 : X27 ≤ 1.816 Triwulan 8 : X28 ≤ 918
6.3.3 Kendala Bahan Penolong Proses pengolahan lateks menjadi RSS 1 membutuhkan bahan penolong yang terdiri dari asam semut untuk mendukung kestabilan PH pada lateks. Pemberian bahan penolong tersebut terjadi di dua tempat yaitu pemberian lateks pada saat lateks baru dikumpulkan dari kebun sadap sedangkan pemberian asam semut terjadi di pabrik pengolahan pada saat lateks masuk ke dalam koaguler bak. Kebutuhan asam semut dibutuhkan 3,25 gram untuk tiap Kilogram Karet Kering. Oleh karena itu, berdasarkan komposisi produksi aktual sebesar 92 persen RSS 1, 5 persen RSS 2 dan 3 persen Cutting A maka nilai koefisien asam semut pada
produk RSS 1 yaitu sebesar 2,99 , pada RSS 2 sebesar 0,1625 dan pada Cutting A sebesar 0,0975. Nilai kebutuhan bahan penolong merupakan koefisien input bahan penolong dalam fungsi kendala bahan penolong. Ketersediaan bahan penolong dalam satuan gram tersedia pada tabel 7. Tabel 7. Ketersediaan Bahan Penolong Tahun 2006 dan Tahun 2007 Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
Asam Semut (gram) 125.000 175.000 125.000 102.000
Periode Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
Asam Semut (gram) 102.000 150.000 200.000 100.000
Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah Ketersediaan bahan penolong menjadi nilai sebelah kanan dalam fungsi kendala bahan penolong, menggambarkan total maksimal bahan penolong dapat dimanfaatkan pada . Berikut adalah fungsi kendala bahan penolong asam semut : Triwulan 1 : 2,99X11+ 0,1625X21+0,0975X31 ≤ 125.000 Triwulan 2 : 2,99X12+ 0,1625X22+0,0975X32 ≤ 175.000 Triwulan 3 : 2,99X13+ 0,1625X23+0,0975X33 ≤ 125.000 Triwulan 4 : 2,99X14+ 0,1625X24+0,0975X34 ≤ 102.000 Triwulan 5 : 2,99X15+ 0,1625X25+ 0,0975X35 ≤ 102.000 Triwulan 6 : 2,99X16+ 0,1625X26+0,0975X36 ≤ 150.000 Triwulan 7 : 2,99X17+ 0,1625X27+0,0975X37 ≤ 200.000 Triwulan 8 : 2,99X18+ 0,1625X28+0,0975X38 ≤ 100.000
6.3.4. Kendala Tenaga Kerja Sumberdaya tenaga kerja dibutuhkan dalam proses pengolahan khususnya, dimana masing – masing tenaga kerja telah memiliki bagian – bagian tertentu untuk ditangani sehingga diasumsikan bahwa tidak ada tenaga kerja pengolahan lateks yang diperbantukan pada bagian lain. Dalam proses pengolahan terdapat
beberapa tahap, di antaranya adalah pembekuan dan pengenceran, penggilingan, kamar asap, pembongkaran dan sortasi, serta pengemasan. Ketersediaan tenaga kerja diukur dengan satuan HOK (Hari Orang Kerja) yang merupakan perkalian dari jumlah tenaga kerja dengan jumlah hari kerja per orang. Diasumsikan bahwa dalam sebulan tenaga kerja hanya mendapat libur satu hari dan ketersediaan hari kerja sebanyak 29 hari. Konsumsi HOK pengolahan lateks diasumsikan sama bagi setiap produk utama turunan lateks (RSS 1). Berdasarkan laporan dari bagian pabrik kebutuhan tenaga kerja untuk satu ton karet pada masing – masing tahap pengolahan adalah 0,0015 HOK untuk pembekuan dan pengenceran, 0,0027 HOK untuk proses penggilingan, 0,0018 HOK untuk kamar asap, 0,0004 HOK untuk pembongkaran dan sortasi, dan 0,0004 HOK untuk pengemasan. Nilai – nilai HOK tersebut menjadi nilai koefisien dalam fungsi kendala tenaga kerja sedangkan ketersediaan tenaga kerja dalam HOK menjadi nilai sebelah kanan dalam fungsi kendala tenaga kerja. Nilai HOK masing – masing tahap pengolahan dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Hari Orang Kerja Berdasarkan Proses Produksi Tahun 2006 dan 2007 Periode
HOK Pembekuan dan Pengenceran
HOK Penggilingan
HOK Kamar Asap
HOK Pembongkaran dan Sortasi
HOK Pengemasan
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
332 352 352 340 328 356 352 340
581 616 616 595 574 644 644 644
360 364 364 356 348 364 368 368
83 88 88 85 82 89 88 85
83 88 88 85 82 89 88 85
Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah. Pada tahap pembekuan dan pengenceran, koefisien HOK adalah sebesar 0,0015 yang berarti untuk 1 Kilogram Karet Kering diperlukan 0,0015 HOK pada tahap
pembekuan dan pengenceran. Adanya komposisi produksi aktual RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK pembekuan dan pengenceran untuk RSS 1 adalah 0,00138, untuk RSS 2 adalah 0,00248 dan untuk Cutting A adalah 0,001656. Berikut adalah fungsi kendala HOK pada tahap pembekuan dan pengenceran. Triwulan 1 : 0.00138X11+ 0,00248X21+ 0,001656X31 ≤ 332 Triwulan 2 : 0.00138X12+ 0,00248X22+ 0,001656X32 ≤ 352 Triwulan 3 : 0.00138X13+ 0,00248X23+ 0,001656X33 ≤ 352 Triwulan 4 : 0.00138X14+ 0,00248X24+ 0,001656X34 ≤ 340 Triwulan 5 : 0.00138X15+ 0,00248X25+ 0,001656X35 ≤ 328 Triwulan 6 : 0.00138X16+ 0,00248X26+ 0,001656X36 ≤ 356 Triwulan 7 : 0.00138X17+ 0,00248X27+ 0,001656X37 ≤ 352 Triwulan 8 : 0.00138X18+ 0,00248X28+ 0,001656X38 ≤ 340 Pada tahap penggilingan, koefisien HOK adalah sebesar 0,0027 yang artinya untuk membuat 1 Kilogram Karet Kering diperlukan 0,0027 HOK pada tahap penggilingan. Adanya komposisi produksi aktual di mana RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK penggilingan untuk RSS 1 sebesar 0.002484, untuk RSS 2 sebesar 0,000075 dan untuk Cutting A sebesar 0,000045. Berikut adalah fungsi kendala pada tahap penggilingan. Berikut adalah fungsi kendala HOK pada tahap penggilingan. Triwulan 1 : 0.002484X11+ 0,000075X21+ 0,000045X31 ≤ 581 Triwulan 2 : 0.002484X12+ 0,000075X22+ 0,000045X32 ≤ 616 Triwulan 3 : 0.002484X13+ 0,000075X23+ 0,000045X33 ≤ 616 Triwulan 4 : 0.002484X14+ 0,000075X24+ 0,000045X34 ≤ 595 Triwulan 5 : 0.002484X15+ 0,000075X25+ 0,000045X35 ≤ 574 Triwulan 6 : 0.002484X16+ 0,000075X26+ 0,000045X36 ≤ 644 Triwulan 7 : 0.002484X17+ 0,000075X27+ 0,000045X37 ≤ 644 Triwulan 8 : 0.002484X18+ 0,000075X28+ 0,000045X38 ≤ 644
Pada tahap kamar asap, koefisien HOK adalah sebesar 0,0018 yang berarti untuk membuat 1 Kilogram Karet Kering pada tahap kamar asap dan karena adanya komposisi produksi aktual di mana RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK kamar asap untuk RSS 1 adalah 0,001656, untuk RSS 2 adalah 0,00009 dan untuk Cutting A adalah 0,000054. Berikut adalah fungsi kendala pada tahap kamar asap. Triwulan 1 : 0,000368X11+ 0,00009 X21+ 0,000054X31 ≤ 360 Triwulan 2 : 0,000368X12+ 0,00009 X22+ 0,000054X32 ≤ 364 Triwulan 3 : 0,000368X13+ 0,00009 X23+ 0,000054X33 ≤ 364 Triwulan 4 : 0,000368X14+ 0,00009 X24+ 0,000054X34 ≤ 356 Triwulan 5 : 0,000368X15+ 0,00009 X25+ 0,000054X35 ≤ 348 Triwulan 6 : 0,000368X16+ 0,00009 X26+ 0,000054X36 ≤ 364 Triwulan 7 : 0,000368X17+ 0,00009 X27+ 0,000054X37 ≤ 368 Triwulan 8 : 0,000368X18+ 0,00009 X28+0,000054 X38 ≤ 368 Pada tahap pembongkaran dan sortasi serta pengemasan, masing – masing mempunyai koefisien HOK yang sama yaitu 0,0004 pada tahap masing – masing. dan karena adanya komposisi produksi aktual di mana RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK pembekuan dan pengenceran untuk RSS 1 adalah 0,000368, untuk RSS 2 adalah 0,00002 dan untuk Cutting A adalah 0,000012. Berikut adalah fungsi kendala pada tahap pembongkaran dan sortasi. Triwulan 1 : 0,000368X11+ 0,00002X21+ 0,000012X31 ≤ 83 Triwulan 2 : 0,000368X12+ 0,00002X22+ 0,000012X32 ≤ 88 Triwulan 3 : 0,000368X13+ 0,00002X23+ 0,000012X33 ≤ 88 Triwulan 4 : 0,000368X14+ 0,00002X24+ 0,000012X34 ≤ 85 Triwulan 5 : 0,000368X15+ 0,00002X25+ 0,000012X35 ≤ 82 Triwulan 6 : 0,000368X16+ 0,00002X26+ 0,000012X36 ≤ 89 Triwulan 7 : 0,000368X17+ 0,00002X27+ 0,000012X37 ≤ 88
Triwulan 8 : 0,000368X18+ 0,00002X28+ 0,000012X38 ≤ 85 Berikut adalah fungsi kendala HOK pada tahap pengemasan : Triwulan 1 : 0,000368X11+ 0,00002X21+ 0,000012X31 ≤ 83 Triwulan 2 : 0,000368X12+ 0,00002X22+ 0,000012 X32 ≤ 88 Triwulan 3 : 0,000368X13+ 0,00002X23+ 0,000012X33 ≤ 88 Triwulan 4 : 0,000368X14+ 0,00002X24+ 0,000012 X34 ≤ 85 Triwulan 5 : 0,000368X15+ 0,00002X25+ 0,000012 X35 ≤ 82 Triwulan 6 : 0,000368X16+ 0,00002X26+ 0,000012X36 ≤ 89 Triwulan 7 : 0,000368X17+ 0,00002X27+ 0,000012X37 ≤ 88 Triwulan 8 : 0,000368X18+ 0,00002X28+ 0,000012X38 ≤ 85 6.3.5 Kendala Jam Mesin Proses pengolahan produksi dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan antara lain seperti waktu ketibaan lateks dari kebun, waktu pengiriman produksi karet olahan, dan durasi waktu yang diperlukan dalam proses pengolahan tertentu. Keterbatasan waktu yang dimiliki oleh sumberdaya tertentu menjadi ukuran berapa lama suatu sumberdaya tersebut mampu melakukan proses pengolahan produksi. Satuan waktu yang digunakan selama proses pengolahan diukur dalam satuan jam, dihitung dengan mengidentifikasi berapa lama suatu sumberdaya digunakan dalam sehari kemudian menjumlahkannya dalam satu bulan. Ketersediaan jam mesin dalam satuan jam. Diasumsikan untuk 1 hari jam mesin yang tersedia sebanyak 10 sampai 11 jam. Ketersediaan jam mesin pada masing – masing sarana produksi menjadi nilai sebelah kanan pada fungsi kendala jam mesin sedangkan koefisien penyerta variabel fungsi kendala menunjukkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu Kilogram Karet Kering. Berdasarkan konsultasi dengan bagian
tehnik, untuk koaguler bak dibutuhkan 0,001 jam, 0,0011 jam untuk mesin sheeter per Kilogram Karet Keringnya. Nilai ketersediaan jam mesin dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Ketersediaan Jam Mesin Tahun 2006 dan 2007 Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
Koaguler Bak
Mesin Sheeter
913 968 979 935 902 979 968 935
830 880 890 850 902 890 880 850
Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah. Nilai koefisien jam mesin adalah sebesar 0,001 dan karena adanya komposisi produksi aktual di mana RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK pembekuan dan pengenceran untuk RSS 1 adalah 0,00092, untuk RSS 2 adalah 0,00005 dan untuk Cutting A adalah 0,00003. Berikut adalah fungsi kendala jam mesin koaguler bak: Triwulan 1 : 0,00092X11+ 0,00005X21+ 0,00003X31 ≤ 913 Triwulan 2 : 0,00092X12 + 0,00005X22+ 0,00003X32 ≤ 968 Triwulan 3 : 0,00092X13 + 0,00005X23+ 0,00003 X33 ≤ 979 Triwulan 4 : 0,00092X14 + 0,00005X24+ 0,00003 X34 ≤ 935 Triwulan 5 : 0,00092X15 + 0,00005X25+ 0,00003X35 ≤ 902 Triwulan 6 : 0,00092X16 + 0,00005X26+ 0,00003X36 ≤ 979 Triwulan 7 : 0,00092X17 +0,00005X27 + 0,00003X37 ≤ 968 Triwulan 8 : 0,00092X18 + 0,00005X28+ 0,00003X38 ≤ 935 Nilai koefisien jam mesin sheeter adalah sebesar 0,0011 dan karena adanya komposisi produksi aktual di mana RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen maka koefisien HOK pembekuan dan pengenceran untuk RSS 1 adalah 0,001012, untuk RSS 2 adalah 0,000055 dan
untuk Cutting A adalah 0,000033. Berikut adalah fungsi kendala jam mesin sheeter. Triwulan 1 : 0,001012X11+ 0,000055X21 +0,000033 X31 ≤ 830 Triwulan 2 : 0,001012X12+ 0,000055X22 +0,000033 X32 ≤ 880 Triwulan 3 : 0,001012X13 + 0,000055X23 + 0,000033X33 ≤ 890 Triwulan 4 : 0,001012X14 + 0,000055 X24 +0,000033 X34 ≤ 850 Triwulan 5 : 0,001012X15 + 0,000055 X25 +0,000033 X35 ≤ 902 Triwulan 6 : 0,001012X16 + 0,000055X26 +0,000033X36 ≤ 890 Triwulan 7 : 0,001012X17 + 0,000055X27 +0,000033X37 ≤ 880 Triwulan 8 : 0,001012X18+0,000055 X28 +0,000033X38 ≤ 850
6.3.6 Kendala Syarat Komposisi Produksi Berdasarkan laporan bagian teknik diperoleh standar komposisi produksi menurut perkebunan Widodaren untuk produk turunan lateks periode 2006 dan 2007, yaitu 94 persen untuk produk RSS 1, 5 persen untuk produk RSS 2, dan 1 persen untuk produk ikutan Cutting A. Berikut adalah fungsi kendala syarat komposisi produksi. Produk turunan, lateks RSS 2 : Triwulan 1 : X21-0.05X11 ≤ 0 Triwulan 2 : X22-0.05X12 ≤ 0 Triwulan 3 : X23-0.05X13 ≤ 0 Triwulan 4 : X24-0.05X14 ≤ 0 Triwulan 5 : X25-0.05X15 ≤ 0 Triwulan 6 : X26-0.05X16 ≤ 0 Triwulan 7 : X27-0.05X17 ≤ 0 Triwulan 8 : X28-0.05X18 ≤ 0 Produk ikutan, Cutting A : Triwulan 1 : X31-0.05X11 ≤ 0
Triwulan 2 : X32-0.05X12 ≤ 0 Triwulan 3 : X33-0.05X13 ≤ 0 Triwulan 4 : X34-0.05X14 ≤ 0 Triwulan 5 : X35-0.05X15 ≤ 0 Triwulan 6 : X36-0.05X16 ≤ 0 Triwulan 7 : X37-0.05X17 ≤ 0 Triwulan 8 : X38-0.05X18 ≤ 0
BAB VII PRODUKSI OPTIMAL KARET OLAHAN
Dalam perumusan model optimalisasi, hasil yang diharapkan merupakan hasil optimal yang dapat dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan dan kendala yang menjadi batasannya dalam melakukan produksi.Hasil optimal sebagai gambaran suatu proses produksi yang ideal akan ditunjukkan melalui produksi yang disarankan dan menjadi tolak ukur dalam pengambilan keputusan yang tepat. Dalam hal ini Perkebunan Widodaren mengharapkan kombinasi produk optimal berupa RSS (Ribbed Smoked Sheet) yang disarankan
untuk
diproduksi dan sesuai dengan fungsi tujuan yaitu memaksimalkan penerimaan bagi perusahaan. Kombinasi produk yang optimal diperoleh setelah melakukan tabulasi data model fungsi tujuan dan kendala karet olahan melalui program LINDO. Berbagai analisis dan skenario yang dilakukan menunjukkan hasil – hasil yang dapat menjadi alternatif kebijakan yang akan diterapkan dan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan dalam melakukan proses produksi.
7.1 Analisis Primal Analisis terhadap susunan model fungsi tujuan dan kendala yang berbentuk primal merupakan kesimpulan sementara terhadap hasil – hasil dari program LINDO. Analisis primal akan menunjukkan kombinasi produk optimal karet olahan.Analisis yang dilakukan merupakan analisis dari keluaran LINDO
kondisi aktual karena merupakan kegiatan produksi yang sedang dilakukan saat ini. 7.1.1 Kombinasi Produk Optimal Selama
tahun
2006
dan
2007
Perkebunan
Widodaren
mampu
mendapatkan penerimaan optimal dengan nilai sebesar Rp 2.761.067.000,sementara penerimaan aktual yang diperoleh perusahaan pada tahun 2006 dan 2007 adalah Rp 2.392.061.174,-.Penerimaan aktual tersebut didapatkan dari jumlah produk dalam Kilogram Karet Kering dikali dengan kontribusi keuntungan aktual.Kombinasi produk optimal Perkebunan Widodaren selama 8 triwulan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Kombinasi Produk Optimal Kebun Widodaren Tahun 2006 dan 2007 Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
RSS 1 27.102 31.567 28.121 22.210 26.969 31.887 31.940 22.685
Jenis Produk (Kilogram Karet Kering) RSS 2 Cutting A 1.626 271 1.693 315 809 281 1069 222 1.110 269 336 318 1.816 319 918 226
Untuk produk turunan lateks yang disarankan untuk diproduksi terus – menerus dalam waktu 2 tahun adalah RSS 1.Hal tersebut disebabkan karena RSS 1 memberikan kontribusi keuntungan yang paling besar pada Perkebunan Widodaren.Produk turunan RSS 2 dan produk ikutan Cutting A uga terus – menerus diproduksi.
7.1.2
Tingkat Produksi Optimalnya
Aktual
Karet
Olahan
Terhadap
Produksi
Proses pengolahan bahan baku lateks akan menghasilkan produk utama RSS 1, RSS 2 dengan produk ikutan Cutting A. Jumlah aktual dan optimal produk karet olahan RSS 1 tahun 2006 dan 2007 tersedia dalam tabel 11. Tabel 11. Tingkat Produksi Aktual dan Optimal RSS 1 tahun 2006 dan 2007 Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
Produksi RSS I (Kilogram Karet Kering) Aktual Selisih Optimal 27.102 23.673 3.429 31.367 200 31.567 28.121 24.873 3.248 22.210 16.206 6.004 21.902 5.067 26.969 31.887 27.743 4.144 30.056 1.884 31.940 22.685 19.061 3.624
Total produksi RSS 1 pada kondisi optimal sebesar 228.016 Kilogram Karet Kering sedangkan pada kondisi aktual adalah sebesar 195.191 Kilogram Karet Kering.Produksi optimal menggambarkan kombinasi produk yang mengakibatkan penerimaan maksimum dengan susunan kendala – kendala pada proses produksi.Pada tabel terlihat bahwa pada setiap triwulannya terdapat selisih antara produksi aktual dan optimal rata – rata sebesar 3.450 Kilogram Karet Kering. Produk turunan lateks RSS 1 selama 2 tahun disarankan untuk diproduksi karena nilai positif untuk variabel – variabel dalam fungsi tujuan.Selisih produksi aktual dan optimal yang terbesar terdapat pada triwulan 4 dan 5.Jumlah yang disarankan untuk diproduksi tersebut disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku yang ada dan dengan kendala – kendala yang lain oleh program LINDO. Tingkat produksi tertinggi untuk produk RSS 1 dicapai pada triwulan 2 sebesar 31.367 KKK.Sedangkan tingkat produksi terendah pada triwulan ke 8
yaitu sebesar 19.061 KKK.Tingginya tingkat produksi tersebut disebabkan oleh kondisi lingkungan yang mendukung sehingga pasokan bahan baku cukup besar jumlahnya untuk diolah namun pada bulan – bulan tertentu terutama musim hujan mengalami penurunan pasokan bahan baku dan adanya perbaikan dari sistem pabrik yang menyebabkan turunnya tingkat produksi. Komposisi produksi aktual yang dimiliki perusahaan adalah RSS 1 sebesar 92 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 3 persen yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan komposisi produksi optimal Perkebunan Widodaren adalah RSS 1 sebesar 94 persen, RSS 2 sebesar 5 persen dan Cutting A sebesar 1 persen. Produk turunan lateks lainnya yaitu RSS 2, juga memiliki perbedaan dalam hal jumlah aktual dengan jumlah optimalnya, dimana perbedaan tersebut menunjukkan kondisi rill yang terjadi di perusahaan berbeda dengan kondisi optimal yang disyaratkan bagi perusahaan.Jumlah aktual dan optimal produk utama turunan RSS 2 di tahun 2006 dan 2007 tersaji pada tabel 12. Tabel 12. Tingkat Produksi Aktual dan Optimal RSS 2 Tahun 2006 dan 2007 Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
Produksi RSS 2 (Kilogram Karet Kering) Aktual Selisih Optimal 1.626 1.318 308 1.693 2.247 -554 -94 809 903 1069 1220 -151 621 1110 489 336 1.632 -296 -196 1816 1050 918 1.150 -232
Pada kondisi optimal, produksi produk turunan lateks RSS 2 selama tahun 2006 dan 2007 disarankan untuk diproduksi dalam jumlah yang lebih sedikit
daripada saat kondisi aktual dengan tingkat produksi yang tertinggi pada triwulan 2 sebesar 1.693 KKK dan yang terendah pada triwulan 6 sebesar 336 KKK. Lonjakan produksi RSS 2 pada triwulan 2 yang signifikan disebabkan oleh adanya perbaikan sistem pada pabrik perkebunan Widodaren yang mempengaruhi grading hasil akhir karet olahan. Perbedaan antara total produksi aktual dan optimalnya ditunjukkan oleh persentase selisih total produksi yang terjadi dan menunjukkan sejauh mana keseluruhan produksi RSS 1 yang dilakukan perusahaan telah optimal dilakukan. Persentase selisih total produksi optimal RSS 1 terhadap produksi aktualnya adalah sebesar 16,8 persen yang artinya pada kondisi optimal Perkebunan Widodaren mampu berproduksi 16,8 persen lebih tinggi daripada kondisi aktual. Sedangkan untuk produk RSS 2 yang memiliki jumlah pada kondisi optimal sebesar 7.323 Kilogram Karet Kering dan 10.599 pada kondisi aktual memiliki persentase selisih sebesar 30,4 persen yang berarti pada kondisi optimal Perkebunan Widodaren memproduksi 30,4 persen RSS 2 lebih rendah daripada kondisi aktual. Produk turunan lateks RSS 1 dan RSS 2 merupakan produk utama yang diproduksi dan pada akhirnya akan menghasilkan pula produk ikutan berupa Cutting A. Produk Cutting A merupakan produk yang dijual di pasaran lokal dan bukan merupakan produk unggulan sehingga dalam produksinya hanya mendapat komposisi produksi sebesar 1 persen.Pada kondisi aktual total produksi Cutting sebesar 2.486 Kilogram Karet Kering dan pada tingkat optimal sebesar 2.221 Kilogram Karet Kering.
Produk ikutan Cutting pada tingkat optimal memiliki selisih sebesar 0,7 persen lebih kecil dibandingkan aktualnya pada tahun 2006 dan 2007.Hal ini menunjukkan bahwa produk Cutting tidak terlalu disarankan untuk diproduksi karena kontribusi keuntungan yang kecil dan tidak berpengaruh pada Perkebunan Widodaren.
7.2
Penggunaan Bahan Baku Lateks dan Bahan Penolong Asam Semut Optimal Bahan baku yang digunakan pada pengolahan karet di perkebunan
Widodaren adalah lateks yang disadap dari kebun. Penggunaan bahan baku lateks pada kondisi aktual dan optimal pada dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Penggunaan Bahan Baku Lateks pada Kondisi Aktual dan Optimal Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
Penggunaan Aktual 72.497,5 83.937,5 73.027,5 58.752,5 60.000,0 81.352,5 85.187,5 58.822,5
Penggunaan Optimal 62.558,18 72.839,40 64.782,52 51.233,28 62.187,68 73.406,02 73.712,96 52.307,27
Surplus Aktual 5.327,45 23.922,82 17.491,97 533,25 12.154 9.634,32 14.014,50 10.221,47
Slack/Surplus Optimal 15.266,82 35.022,60 25.719,48 8.052,72 9.966,32 17.582,98 25.490,04 16.737,73
Untuk mengolah seluruh bahan baku lateks menjadi produk karet olahan maka Perkebunan Widodaren harus memenuhi syarat yaitu nilai slack/surplus bernilai nol yang berarti bahan baku lateks tidak mempunyai sisa dan habis digunakan untuk proses produksi. Pada penggunaan bahan baku lateks secara optimal terdapat sisa yang lebih besar dibandingkan pada penggunaan bahan baku lateks pada kondisi aktual
mempunyai arti yaitu pada kondisi optimal biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku seharusnya lebih sedikit daripada kondisi aktual. Bahan penolong yang digunakan adalah asam semut yang membantu proses pengubahan lateks menjadi bentuk padat.Penggunaan asam semut pada kondisi optimal mempunyai sisa asam semut lebih besar dibandingkan kondisi aktualnya artinya biaya yang dapat dikeluarkan untuk menanggung pemakaian bahan penolong juga dapat ditekan.Kesenjangan tersebut menunjukkan jumlah yang dilakukan masih belum terencana dengan baik tetapi dengan berproduksi pada tingkat optimal, dapat mengurangi resiko kerugian dan menekan biaya seminim mungkin. Penggunaan bahan penolong asam semut secara aktual dan optimal dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Penggunaan Bahan Penolong Asam Semut pada Kondisi Aktual dan Optimal Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
Penggunaan Aktual 123.245,75 142.693,75 124.146,75 99.879,25 102.000,00 138.299,25 144.818,75 99.888,25
Penggunaan Optimal 81.325,63 94.691,75 84.240,68 66.630,27 80.843,99 95.427,95 95.826,85 67.999,40
Surplus Aktual 1.754,16 32.303,40 852,35 2.120,32 0 11.697,05 55.179,55 0
Slack/Surplus Optimal 43.674,37 80.308,78 40.759,32 35.396,73 21.156,01 54.572,17 104.173,15 32.000,56
7.3 Penggunaan Tenaga Kerja HOK dan Jam Kerja Mesin Optimal Penggunaan mesin di Kebun Widodaren pada kondisi aktual dan optimalnya dapat dilihat pada Tabel 15. Dari tabel dapat terlihat bahwa hampir semua HOK masih tersisa dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini disebabkan oleh adanya perbaikan sistem pekerja pada Perkebunan Widodaren yang menyebabkan tenaga kerja yang dimanfaatkan secara maksimal. Dengan demikian
pada kondisi optimal Perkebunan Widodaren mampu berproduksi menggunakan jumlah tenaga kerja yang lebih efisien daripada kondisi aktual. Tabel 15. Penggunaan HOK Pembekuan dan Pengenceran, Penggilingan, Kamar Asap pada Kondisi Aktual dan Optimal Tahun 2006 dan 2007 Penggunaan HOK Aktual
Penggunaan HOK Optimal
Slack/Surplus Aktual
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
44,65 51,72 43,21 35,73 36 49,23 52,54 36,80
38,43 43,81 38,02 30,73 34,11 45,93 45,19 32,02
288,50 301,63 308,18 304,74 292,00 307,18 300,88 304,70
294,47 308,30 313,12 309,26 290,68 311,95 307,77 308,61
HOK Penggilingan
Aktual
Optimal
Slack/Surplus
Slack/Surplus Optimal
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
80,98 89,23 79,12 64,54 65,39 88,65 93,56 64,46
59,72 67,21 72,56 54,89 56,91 80,21 80,21 57,31
502,75 525,34 537,12 531,54 509,20 556,13 551,99 580,47
513,43 537,33 546,01 539,67 506,84 564,72 564,39 487,51
HOK Kamar Asap
Aktual
Optimal
Slack/Surplus
Slack/Surplus Optimal
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
53,43 61,89 53,65 43,96 44,79 61,23 62,64 43,70
46,31 53,61 47,90 37,01 43,98 56,57 54,65 38,01
307,80 303,56 311,41 313,69 304,79 305,42 306,66 325,64
314,96 311,56 317,34 319,11 303,22 311,15 314,93 330,34
HOK Pembekuan dan Pengenceran
Slack/Surplus Optimal
Pada tabel terlihat bahwa antara HOK Pembekuan dan Pengenceran, Penggilingan dan Kamar Asap aktual dan optimal terjadi slack yang besar dari HOK aktual yang menandakan penggunaan HOK jauh dari optimal yang
seharusnya.HOK Pembongkaran dan Sortasi dan Pengemasan dapat dilihat pada tabel 16. Tabel 16. Penggunaan HOK Pembongkaran dan Sortasi, Pengemasan pada Kondisi Aktual dan Optimal Tahun 2006 dan 2007 HOK Pembongkaran dan Sortasi
Aktual
Optimal
Slack/Surplus Aktual
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
12,40 14, 85 12,31 10,59 10,40 14,99 14,36 10,58
10,99 12,54 11,31 9,81 10,04 12,55 12,12 9,74
71,40 74,56 76,31 75,59 72,40 75,98 74,36 75,58
72,99 76,34 77,63 76,80 72,04 77,25 76,20 76,63
Aktual
Optimal
Slack/Surplus Aktual
Slack/Surplus Optimal
12,40 14,56 12,45 19,55 10,4 14,99 14,36 10,58
10,99 12,54 11,31 9,81 10,04 12,55 12,12 9,74
71,40 74,56 76,31 75,59 72,40 75,98 74,36 75,58
72,99 76,34 77,63 76,80 72,04 77,25 76,20 76,63
HOK Pengemasan
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
Slack/Surplus Optimal
Penggunaan jam kerja mesin pada kondisi optimal diperoleh dari nilai selisih ketersediaan jam kerja mesin dengan nilai slack or surplus. Nilai slack or surplus menunjukkan jumlah jam mesin yang tidak digunakan. Dengan kata lain apabila pada triwulan 1 terdapat surplus sebesar 887,98 jam berarti jumlah jam mesin yang tidak digunakan sebesar 887,98 jam. Data penggunaan jam kerja mesin koaguler bak dan mesin sheeter pada kondisi aktual dan optimal dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Penggunaan Jam Kerja Mesin Koaguler Bak dan Mesin Sheeter Tahun 2006 dan 2007 Jam Mesin Koaguler Bak
Aktual
Optimal
Slack/Surplus Aktual
Slack/Surplus Optimal
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
118,04 119,25 115,35 117,81 113,28 118,03 113,86 114,71
113,24 112,69 114,14 99,87 102,00 114,29 90,81 99,88
771,37 781,24 834,02 856,25 820,18 781,43 824,07 800,98
887,98 938,86 953,08 914,51 877,12 949,63 938,51 914,08
Jam Mesin Sheeter
Aktual
Optimal
Slack/Surplus Aktual
Slack/Surplus Optimal
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
124,61 134,21 128,98 125,50 121,02 127,11 128,03 129,87
123,24 142,69 124,14 99,87 102,00 138,29 144,81 99,88
782,97 791,91 734,42 812,98 800,02 792,71 794,91 800,98
802,47 847,95 861,49 827,46 874,64 857,70 847,56 826,98
7.4 Analisis Status Sumberdaya Tingkat produksi karet olahan dari perkebunan Widodaren ditentukan juga oleh ketersediaan sumberdaya yang dimilikinya.Untuk mencapai kondisi optimal, tingkat produksi akan dibatasi pada ketersediaan sumberdaya yang paling sedikit jumlahnya.Analisis
status
sumberdaya
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
sumberdaya yang membatasi produksi serta pengaruh penambahan sebelumnya mengenai penggunaan sumberdaya. Besarnya penggunaan sumberdaya dapat dilihat dari besarnya nilai slack atau surplusnya.Sumberdaya yang habis digunakan maka nilai slacknya nol, statusnya sebagai sumberdaya pembatas (P) yaitu sebagai sumberdaya yang ketersediaannya langka. Sebaliknya bila sumberdaya tersebut masih tersisa atau berlimpah makan nilai slack-nya lebih besar dari nol dan statusnya sebagai
sumberdaya bukan pembatas (BP), artinya sumberdaya ini tidak habis digunakan pada proses produksi. Nilai slack juga berkaitan dengan besarnya pengaruh penambahan atau pengurangan jumlah ketersediaan sumberdaya bersangkutan habis digunakan atau berstatus pembatas.Sedangkan bila jumlah sumberdaya masih tersisa maka penambahan ketersediaan tidak berpengaruh terhadap nilai fungsi tujuan yaitu kontribusi keuntungan pada Perkebunan Widodaren. Sumberdaya yang menjadi pembatas terdiri dari taksasi produksi RSS 1 dan RSS 2 serta Komposisi Produksi Cutting A. Dual prices dari masing – masing pembatas dapat dilihat pada Lampiran 11. Sumberdaya taksasi produksi RSS 1 menjadi pembatas (P) dengan dual price 11.147,16, artinya penambahan satu unit taksasi produksi akan menaikkan penerimaan optimal sebesar Rp 11.147,16. Nilai dual price kendala ini setara dengan koefisien pada fungsi tujuan, yang berarti setiap penambahan bahan baku ini pada kondisi yang lain tetap akan menambah nilai optimal. Tabel 18 merupakan rekap analisis status sumberdaya pada Perkebunan Widodaren triwulan 1 tahun 2006.Berdasarkan tabel 20, pembatas utama adalah dengan nilai dual price terbesar yaitu taksasi RSS 1. Selain taksasi produksi RSS 1, taksasi produksi RSS 2 dan Komposisi Produksi Cutting A juga turut menjadi pembatas dalam proses produksi perkebunan Widodaren ini. Pada triwulan 1 dengan menambahkan 1 unit taksasi produksi pada taksasi produksi RSS 2 akan menaikkan penerimaan sebanyak Rp 10.786,- dan menambahkan satuan pada koefisien Komposisi Produksi Cutting A akan menaikkan penerimaan sebanyak Rp 10.716,-
Tabel 18. Rekap Analisis Status Sumberdaya Perkebunan Widodaren Triwulan 1 Tahun 2006 Kendala Sumberdaya Lateks Asam Semut Taksasi Produksi RSS 1 Taksasi Produksi RSS 2 HOK Pembekuan dan Pengenceran HOK Penggilingan HOK Kamar Asap HOK Pembongkaran dan Sortasi HOK Pengemasan Jam Kerja Mesin Koaguler Bak Jam Kerja Mesin Sheeter Komposisi Produksi RSS 2 Komposisi Produksi Cutting A
Slack or Surplus
Dual Price
Status
15.266,82 43.674,37
0 0
BP BP
0
11.147,16
P
0
10.786
P
294,47
0
BP
513,43 314,96
0 0
BP BP
72,99
0
BP
72,99
0
BP
887,98
0
BP
802,47
0
BP
0,12
0
BP
0
10.716
P
Ket : P (Pembatas), BP (Bukan Pembatas)
7.5. Analisis Sensitivitas Pada analisis pasca optimal, pengaruh perubahan fungsi tujuan (kontribusi keuntungan per Kilogram Karet Kering) dan perubahan jumlah sumberdaya yang tersedia akan dianalisis terhadap optimalitas pemecahan kasus optimalisasi produksi. Dalam analisis perubahan fungsi tujuan, akan dianalisis pengaruh perubahan skenario fungsi tujuan terhadap hasil optimal produksi yang telah didapatkan sementara dalam perubahan jumlah sumberdaya akan dianalisis seberapa jauh suatu kenaikan dan penurunan
nilai sumberdaya
yang
diperbolehkan. Dalam analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan, dapat diperoleh kisaran kontribusi keuntungan yang diijinkan untuk mempertahankan nilai optimal dari
variabel, walaupun nilai optimal Z akan berubah. Sasaran dalam analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan adalah menentukan kisaran variasi untuk koefisien fungsi tujuan dimana pemecahan optimal saat ini tidak berubah.
7.5.1 Analisis Sensitivitas Koefisien Fungsi Tujuan Perubahan pada koefisien fungsi tujuan yang masih mempertahankan kondisi optimal semula ditunjukkan dalam selang tertentu antara nilai minimum dan nilai maksimum.Analisis sensitvitas nilai fungsi tujuan dapat dilihat pada tabel 19.Perubahan pada selang tersebut tidak akan mengubah komposisi dan jumlah produk yang dihasilkan, tetapi dengan berubahnya koefisien fungsi tujuan tersebut tentunya akan mengubah nilai fungsi tujuan semula.Koefisien fungsi tujuan pada analisis ini merupakan nilai sumbangan keuntungan per Kilogram Karet Kering produk yang dihasilkan Perkebunan Widodaren.Perubahan koefisien tersebut menggambarkan perubahan selisih antara harga jual dengan biaya produksi per Kilogram Karet Kering. Jadi apabila terjadi perubahan koefisien pada fungsi tujuan pada range yang diijinkan berarti terjadi perubahan nilai kontribusi keuntungan, misalnya disebabkan oleh harga yang anjlok atau biaya yang melambung, akan tetapi perubahan koefisien tersebut tidak mempengaruhi jumlah produksi optimal RSS 1, RSS 2 dan Cutting A pada Perkebunan Widodaren. Sedangkan apabila perubahan koefisien tersebut di luar range yang diijinkan maka selain nilai optimal berubah, jumlah produksi optimal pun ikut berubah.
Tabel 19. Analisis Sensitivitas Fungsi Tujuan Perkebunan Widodaren tahun 2006 dan 2007 Produk RSS 1 RSS 2 Cutting A RSS 1 RSS 2 Cutting A RSS 1 RSS 2 Cutting A RSS 1 RSS 2 Cutting A RSS 1 RSS 2 Cutting A RSS 1 RSS 2 Cutting A RSS 1 RSS 2 Cutting A RSS 1 RSS 2 Cutting A
Periode
Triwulan 1
Triwulan 2
Triwulan 3
Triwulan 4
Triwulan 5
Triwulan 6
Triwulan 7
Triwulan 8
Koefisien Sekarang 11.040 10.786 10.716 11.739 11.485 11.486 14.318 13.763 13.388 10.417 10.049 9.942 11.397 11.202 11.136 11.457 11.183 10.975 10.818 10.716 11.865 13.516 13.366 12.737
Kenaikan yang diperkenankan Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas
Penurunan yang diperkenankan 11.147,16 10.786 10.716 11.853,86 11.485 11.486 14.451,88 13.763 13.388 10.516,41 10.049 9.942 11.508,36 11.202 11.136 11.566,75 11.183 10.975 10.936,65 10.716 11.865 13.643,37 13.366 12.737
Nilai koefisien keuntungan per Kilogram Karet Kering yang masih boleh diijinkan untuk diturunkan sebesar Rp 11.147,16 artinya selama keuntungan dari RSS 1 di triwulan 1 turun tidak melebihi Rp 11.147,16 maka Perkebunan Widodaren sebaiknya tetap memproduksi RSS 1 sebanyak yang diproduksi pada tingkat optimal. Sedangkan nilai kenaikan koefisien keuntungan dalam besaran infinity (tak terhingga), yang berarti apabila nilai keuntungan dinaikkan pada berapa pun besarnya, produksi tetap pada tingkat produksi optimal yang disarankan. Pada triwulan 1 RSS 2 dan Cutting mempunyai batasan kenaikan koefisien keuntungan yang tak terhingga dan koefisien keuntungan yang diijinkan
mengalami penurunan dalam besaran tertentu masing – masing sebesar Rp 10.786,- dan Rp 10.716,-. Batasan kenaikan koefisien yang tak terhingga tidak akan mempengaruhi kombinasi produksi optimal, namun apabila meningkatkan keuntungan yang tinggi akan menyebabkan harga jual yang tinggi kepada pasar. Informasi analisis sensitivitas koefisien keuntungan ini membantu untuk mengetahui produksi optimal dan batas kenaikan dan penurunan keuntungan dalam menetapkan kebijakan harga yang sesuai dengan pasar.
7.5.2 Analisis Sensitivitas Ruas Kanan Kendala Bagian kedua dari analisis sensitivitas ini adalah perubahan nilai ruas kanan kendala.Analisis ini menunjukkan selang perubahan jumlah ketersediaan sumberdaya yang tidak menyebabkan perubahan nilai dual price kendala yang bersangkutan.Selang tersebut juga menunjukkan pentingnya suatu sumberdaya, dimana semakin kecil selangnya semakin penting sumberdaya pada kondisi yang bersangkutan.Selang kepekaan tersebut ditunjukkan oleh nilai minimum dan maksimum persediaan yang diijinkan. Analisis kepekaan ruas kanan ini mencakup seluruh kendala yang terdiri dari bahan baku lateks, bahan penolong asam semut, taksasi produksi, kendala jam mesin, kendala HOK, syarat komposisi produksi. Perubahan pada selang ruas kanan kendala tidak merubah variabel pada kondisi aktual.Perubahan yang dapat dihitung langsung adalah nilai fungsi tujuan dengan cara menambahkan hasil perkalian unit tambahan sumberdaya dengan nilai dual pricenya.Tabel 22 merupakan rekap dari apa yang terjadi pada triwulan 1, analisis sensitivitas ruas kanan kendala untuk sumberdaya lateks, bahan penolong asam semut, taksasi produksi RSS 1, taksasi produksi RSS 2, HOK pada
masing – masing tahap, jam mesin, dan syarat komposisi produksi untuk 8 triwulan dapat dilihat pada Lampiran. Tabel 20. Rekap Analisis Sensitivitas Nilai Ruas Sebelah Kanan pada Triwulan 1 tahun 2006 Sumberdaya Lateks Kebun Asam Semut Taksasi Produksi RSS 1 Taksasi Produksi RSS 2 HOK Pembekuan dan Pengenceran HOK Penggilingan HOK Kamar Asap HOK Pembongkaran dan Sortasi HOK Pengemasan Jam Mesin Koaguler Bak Jam Mesin Sheeter Komposisi Produksi RSS 2 Komposisi Produksi Cutting A
RHS saat ini 77825 125000 27102 1626 332 581 360 83 83 913 830 0 0
Kenaikan yang diperkenankan Tidak terbatas Tidak terbatas
Penurunan yang diperkenankan 15.266,82 43.674,37
6.635,58 7.274,90
2 7.385
Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas
294,46 513,43 314,96 72,99 72,99 887,97 802,47 0,12 271,01
Pasokan bahan baku lateks setiap bulannya mempunyai kenaikan yang tidak terbatas dalam ketersediaannya untuk beberapa bulan, hal tersebut karena pada saat optimalitas tercapai sumberdaya bahan baku lateks tidak habis terpakai sehingga penambahan sumberdaya bahan baku lateks tidak akan mempengaruhi nilai dualnya. Untuk bahan baku lateks mempunyai batas penurunan tertentu yaitu sebesar nilai sisa (surplus), hal ini berarti pemanfaatan bahan baku lateks dibawah batas penurunan tersebut akan merubah nilai dualnya. Pada triwulan 1, bahan baku lateks dapat disebut langka apabila ketersediaannya mengalami penurunan lebih dari 15.266,82 liter dan mengubah nilai dual yang dapat mempengaruhi pendapatan optimal perkebunan Widodaren. Ketersediaan bahan penolong Asam Semut dimanfaatkan sebagai bahan pendukung proses produksi terutama yang menghasilkan produk turunan lateks RSS I dan RSS 2. Pemanfaatan sumberdaya bahan penolong Asam Semut
sepanjang tahun 2006 dan 2007 masih memiliki sisa. Kenaikan ketersediaan sumberdaya bahan penolong tidak akan mempengaruhi nilai dual sehingga tiap bulannya kenaikan sumberdaya ini tidak dibatasi sebaliknya penurunan ketersediaan sumberdaya tersebut dapat mempengaruhi nilai dual sehingga harus dibatasi. Bahan penolong asam semut dapat dikatakan langka apabila jumlahnya turun melebihi 35.022,60 gram. Perusahaan dalam melakukan proses produksi karet olahan mempunyai panduan berupa taksasi produksi yang menjadi tolak ukur prestasi bagi perusahaan. Taksasi produksi tersebut berupa ketetapan nilai sejumlah produk karet olahan yang ditentukan oleh Perkebunan Widodaren. Pada tabel rekap terlihat bahwa apabila nilai taksasi produksi meningkat melebihi 6.635,58 Kilogram Karet Kering dengan kata lain menaikkan taksasi produksi sebanyak 6.635,68 Kilogram Karet Kering, maka nilai dualnya akan berubah yang berarti kontribusi pada nilai optimalnya akan berubah. Ketersediaan tenaga kerja diukur dengan satuan HOK (Hari Orang Kerja), merupakan sumberdaya yang berlebih jumlahnya, hal tersebut dilihat dari pemanfaatan sumberdayanya yang memiliki nilai sisa untuk setiap tahap pada proses produksi pengolahan karet perkebunan Widodaren. Ketersediaan tenaga kerja pada tahun 2006 dan 2007, di bagian pembekuan dan pengenceran tidak habis terpakai pada saat kondisi optimal sehingga agar nilai dualnya tidak berubah maka harus dibatasi penurunan dari ketersediaan tenaga kerja tersebut pada kisaran nilai tertentu. Pada bagian – bagian produksi yang lain seperti penggilingan, kamar asap, pembongkaran dan sortasi serta pengemasan ketersediaan tenaga kerja juga tidak habis terpakai
sepanjang tahun 2006 dan 2007 sehingga penambahan berapapun jumlah tenaga kerja tidak akan merubah nilai dual sedangkan untuk penurunannya dibatasi nilai tertentu. Jam mesin dari sarana produksi merupakan banyaknya waktu maksimal yang dapat dimanfaatkan untuk pengolahan bahan baku lateks. Sepanjang tahun 2006 dan 2007 ketersediaan jam mesin dari sarana produksi tidak dimanfaatkan secara optimal, hal tersebut dapat dilihat dari nilai sisa yang dimiliki masing – masing sarana produksi. Tidak optimalnya pemanfaatan jam mesin tersebut karena jumlah bahan baku lateks yang diolah tidak menunjukkan jumlah yang optimal pula, selain itu disebabkan oleh perbaikan sistem produksi pada perkebunan Widodaren. Kenaikan RHS untuk jam mesin masing – masing sarana produksi tidak terbatas sedangkan penurunan nilainya dibatasi sampai pada nilai tertentu. Demi menjaga kestabilan nilai dual kedua hal itu tersebut harus dilakukan oleh perusahaan dalam melaksanakan proses produksi. Perusahaan telah menetapkan komposisi produk akhir karet olahan yang dapat dihasilkan pada proses pengolahan bahan baku lateks. Penentuan komposisi ini disesuaikan dengan mutu produk akhir dan nilai jualnya. Nilai sebelah kanan (RHS) syarat komposisi produksi yang memiliki nilai nol tidak berarti bahwa kendala ini tidak memiliki nilai. Akan tetapi kendala ini berperan dalam menentukan komposisi produksi optimal RSS 1, RSS 2 dan Cutting A.
7.6 Analisis Pasca-Optimal Analisis pasca-optimal dilakukan setelah dicapai suatu penyelesaian optimal. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan dalam model program linear terhadap solusi optimal. Analisis pasca-optimal dapat dilakukan dengan merubah koefisien fungsi tujuan, merubah nilai sisi kanan kendala atau penambahan kegiatan baru dalam model. Kemudian hasil dari perubahan tersebut dibandingkan dengan kondisi optimal awal. Analisis
pasca-optimal
dalam
penelitian
ini
dilakukan
dengan
menambahkan batasan baru dalam model. Hal ini dilakukan dengan menambahkan kendala taksasi produksi untuk RSS 1 terhadap keputusan produksi dan alokasi sumberdaya. Dikarenakan produk RSS 1 merupakan produk dengan sumbangan keuntungan yang paling besar dan signifikan di Perkebunan Widodaren. Penambahan unit taksasi produksi yang dilakukan hanya pada triwulan tertentu saja, yakni triwulan 1, 4 dan 5 karena jumlah range yang diijinkan masih dalam jumlah produksi yang dapat dihasilkan oleh perkebunan Widodaren.Hasil olahan program linear ini dapat dilihat pada Lampiran 19. Perubahan tingkat produksi optimal awal pada keputusan pasca – optimalitas dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 21. Perbandingan tingkat produksi Optimal Awal dengan Tingkat Produksi Pasca-Optimal (Kilogram Karet Kering) Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
RSS 1 27.102 31.567 28.121 22.210 26.969 31.887 31.940 22.685
Optimal Awal RSS 2 Cutting A 1.626 271 1.693 315 809 281 1.069 222 1.110 269 336 318 1.816 319 918 226
RSS 1 33.737 31.567 28.121 25.710 31.300 31.887 31.940 22.685
Pasca Optimal RSS 2 Cutting A 1.626 337,37 1.693 315,67 809 281 1.069 257,10 1.110 313 336 318,86 1.816 319,99 918 226,85
Dari tabel 21 terlihat bahwa pada kondisi pasca optimal, terjadi peningkatan produksi pada RSS 1 dan penurunan produksi pada Cutting A. Dari Lampiran 19 didapatkan bahwa nilai optimal dari kondisi pasca optimalitas ini bernilai Rp 2.921.695.000,- yang berarti pada kondisi pasca optimal keuntungannya lebih tinggi daripada kondisi optimal awal yaitu sebesar Rp 160.628.000,- .Adanya penambahan batasan baru pada model yaitu pada taksasi produksi RSS 1 untuk maka sumberdaya memiliki dual price yang berbeda yaitu sebesar koefisien pada penggunaan yang semuanya merupakan sumberdaya untuk memproduksi. Namun dikarenakan terjadi peningkatan pada produk RSS 1 maka terjadi penurunan pada produksi RSS 2 dan Cutting A. Perubahan ini juga menyebabkan nilai dual price dari lateks yang berubah pada triwulan tersebut. Taksasi produksi menjadi pembatas utama yang membatasi fungsi tujuan.
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis optimalisasi produksi karet olahan di Perkebunan Widodaren PT Jember Indonesia, diketahui bahwa pengolahan yang dilakukan masih belum optimal. Pengolahan karet pada perkebunan Widodaren belum menghasilkan keuntungan yang maksimal. Pengolahan karet di Perkebunan Widodaren mempunyai penerimaan optimal sebesar Rp 2.761.067.000,- pada tahun 2006 dan 2007. Komposisi produk optimal adalah RSS 1 sebesar 94 persen, RSS 2 sebanyak persen dan Cutting A sebesar 1 persen dengan RSS 1 masing – masing triwulannya sebesar 27.102; 31.567 ; 28.121 ; 22.210; 26.969; 31.887; 31.940; 22.685. RSS II masing – masing triwulannya sebesar 1.626; 1.693; 809; 1.069; 1.110; 336; 1.816; 918. Cutting A sebesar 271; 315; 281; 222; 269; 318; 319; 226. 2. Sumberdaya yang menjadi pembatas utama dalam perkebunan Widodaren adalah taksasi produksi RSS 1, yaitu penambahan satu unit sumberdaya ini akan mempengaruhi nilai optimal maupun produksi optimal pada perkebunan Widodaren. Taksasi produksi untuk produk karet olahan yang telah ditetapkan tidak tercapai secara keseluruhan, hal tersebut disebabkan karena adanya perbaikan dalam sistem di pabrik perkebunan Widodaren dan juga cuaca yang tidak menentu yang menyebabkan kurangnya pasokan bahan baku lateks pada bulan – bulan tertentu. Sedangkan sumberdaya bahan baku lateks, bahan penolong asam semut, HOK, jam
mesin semuanya terdapat nilai sisa, yang berarti sumberdaya – sumberdaya tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dapat menyebabkan efisiensi yang buruk pada perkebunan Widodaren. Kondisi optimal dicapai dengan mengoptimalkan persediaan bahan baku lateks, bahan penolong, HOK dan jam kerja mesin. Analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan memperlihatkan batas keuntungan per Kilogram Karet Kering produk yang masih boleh diijinkan untuk dinaikkan sebesar Rp dan nilai kenaikan yang tak terhingga. Pada kendala bahan baku lateks, bahan penolong asam semut, HOK, jam mesin semuanya mempunyai range yang tidak terbatas untuk dinaikkan yang berarti kenaikan sumberdaya tersebut tidak berpengaruh pada nilai optimal perkebunan Widodaren karena jumlahnya berlebih. 3. Salah satu upaya untuk meningkatkan nilai optimal atau nilai keuntungan maksimal yang dapat dicapai oleh perkebunan Widodaren adalah dengan meningkatkan taksasi produksi RSS 1. Meningkatkan taksasi produksi berarti meningkatkan target produksi RSS 1 yang ingin dicapai. Kenaikan taksasi produksi pada triwulan 1,4 dan 5 akan menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi daripada kondisi optimal awal yaitu sebesar Rp 2.921.695.000,-
8.2 Saran 1. Pada kondisi optimal didapatkan bahwa komposisi produksi optimal adalah RSS 1 sebanyak 94 persen, RSS 2 sebanyak 5 persen dan Cutting A sebanyak 1 persen.Oleh karena itu, perkebunan Widodaren sebaiknya tetap
menjaga komposisi ini sedemikian sehingga keuntungan yang didapatkan dapat mencapai maksimal. Pemanfaatan teknologi pengolahan karet yang baik juga dapat membantu perkebunan dalam menjaga komposisi ini. Misalnya dengan teknologi terbaru dari kamar asap yang menggunakan arang, dapat menjaga agar karet tidak mudah terkena jamur. 2. Sumberdaya bahan baku lateks, asam semut, HOK dan jam mesin tidak dimanfaatkan secara optimal. Untuk bahan baku lateks, hendaknya perkebunan Widodaren dapat membuat perencanaan penyadapan yang lebih baik agar bisa mengalokasikan sejumlah liter lateks menjadi produk karet olahan pada tingkat optimal. Pada penggunaan HOK yang tidak optimal, dapat dilakukan perencanaan tenaga kerja yang lebih terarah sedangkan pada sumberdaya jam mesin yang tersedia pada perkebunan Widodaren hendaknya dapat lebih dimanfaatkan secara optimal agar dengan meningkatnya jam mesin dapat menghasilkan lebih banyak karet olahan bagi perkebunan Widodaren. 3. Peningkatan taksasi produksi RSS1 dengan kata lain meningkatkan target produksi RSS 1 yang ingin dicapai oleh perkebunan Widodaren dapat memberikan kontribusi keuntungan yang lebih besar. Mengingat besarnya kontribusi laba yang dihasilkan oleh produk RSS 1 maka perkebunan Widodaren hendaknya menekankan produksi pada produk karet olahan RSS 1 secara terus menerus. Hal ini bisa didekati dari segi teknis pada proses pengolahan di perkebunan Widodaren agar bisa mendorong produksi RSS 1 secara maksimal sehingga dapat meminimalisasi produksi
RSS 2 ataupun Cutting A. Hal ini dilakukan supaya semua bahan baku lateks yang diolah dapat semuanya dapat memenuhi kualitas RSS 1.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2005-2006. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta _________________. 2006. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Ekspor. Jakarta. Budiman, S. 1974. Jenis-Jenis Karet Alam dan Karet Sintetis. Kursus Teknologi Karet. Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Bogor. Buffa, Elwood S. dan RK. Sarin. 1996. Manajemen Operasi dan Produksi Modern. Edisi Kedelapan. Jilid I. Binarupa Aksara. Jakarta Barat. Direktorat Jendral Perkebunan. 2006. Statistik Perkebunan Indonesia 2003-2005 : Karet. Departemen Pertanian. Jakarta. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo). 2006. Gapkindo 2005. Jakarta.
List Of Members
Karjo, Hafnar Hadi. 2003. Optimalisasi Produksi RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan SIR (Standard Indonesian Rubber) (kasus di Perkebunan Sarang Ginting, PTPN III, Sumatera Utara). Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Kurniawan, Rony. 2003. Kajian Karakteristik Mutu Karet Alam Olahan Jenis RSS (Ribbed Smoked Sheet) Dengan Teknik Pengolahan Citra. Skripsi Jurusan Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Lathifah, Masayu Azka. 2006. Optimalisasi Produksi Cocoa Butter dan Cocoa Powder Pada PT. Cacao Wangi Murni, Tangerang. Skripsi Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lipsey, R.G; P.N Courant; D.D. Purvis dan P.O. Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid I. Binarupa Aksara. Jakarta Muslich, M. 1993. Metode Kuantitatif. Lembaga Penerbut Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia, Jakarta. Nasendi, B. dan A. Anwar. 1985. Program Linear dan Variasinya. PT Gramedia. Jakarta. Nicholson, W. 1999. Teori Mikro Ekonomi. Binarupa Aksara. Jakarta. Soekartawi. 1996. Linear Programming. Rajawali Pers. Jakarta.
Soepranto J. Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan. Cetakan I. UI Press. Jakarta. Taha, H.A. 1996. Riset Operasi Suatu Pengantar. Jilid I. Binarupa Aksara. Jakarta. Sugiharto, A. 2001. Optimalisasi Pengadaan Bahan Baku dan Produksi Karet Olahan di Perkebunan Cikumpay PTPN VIII Purwakarta, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Yovina. 2002. Optimalisasi Produksi Crumb Rubber (kasus : Pabrik Crumb Rubber kebun Tanah Besih PT Soefin Indonesia). Skripsi Jurusan Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Lampiran
Lampiran 1. Peta Perkebunan Widodaren Tahun 2007
Tanaman Karet : 294,68 Ha Tanaman Kopi : 162,85 Ha Tanaman Kakao: 169,62 Ha
Lampiran 2. Struktur Organisasi Perkebunan Widodaren Komisaris
Direktur Staf Direksi Administratur
Sinder Afdeling Besaran Barat
Mandor
Sinder Afdeling Besaran Timur
Sinder Afdeling Bataan
Sinder Pabrik
Kepala Tata Usaha
Mandor
Mandor
Mandor
Kepala Seksi
Karyawan
Lampiran 3. Produksi Karet Olahan RSS 1, RSS 2, Cutting A Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 Periode RSS 1 RSS 2 Cutting Triwulan 1 23.673 1.318 1062 Triwulan 2 31.367 2.247 852 Triwulan 3 24.873 903 439 Triwulan 4 16.206 1220 421 Triwulan 5 21.902 489 769 Triwulan 6 27.743 1.632 686 Triwulan 7 30.056 1050 971 Triwulan 8 19.061 1.150 856 Jumlah Persentase 92.1 4.98 3.02 Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah
Lampiran 4. Harga Jual Masing – Masing Produk Karet Olahan Tahun 2006 dan 2007 Periode RSS 1 RSS 2 Cutting Triwulan 1 18.133,33 17.966,67 17.600 Triwulan 2 17.700 17.566,67 17.400 Triwulan 3 19.600 19.500 18.700 Triwulan 4 16.533,33 16.433,33 16.166,67 Triwulan 5 17.233,33 17.133,33 16.933,33 Triwulan 6 18.100 18.066,67 17.566,67 Triwulan 7 17.433,33 17.300 17.166,67 Triwulan 8 19.233,33 18.966,67 18.300 Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah
Lampiran 5. Biaya Produksi Total masing – masing produk Karet Olahan Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 Periode RSS 1 RSS 2 Cutting Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
172802417 196386237 139369403 94915333 180297966 190583238 201022682 109239123
9360966 8243562 5092980 8537857 6981639 10002536 10359244 8347970
3145852 2561177 1448914 2304657 2742890 3885870 4780389 3031615
Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah
Lampiran 6. Jumlah Penggunaan Lateks dan Biaya Lateks Per triwulan Masing – Masing Produk per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan 2007 Periode
liter
RSS 1
Liter
RSS 2
liter
Cutting
Triwulan 1
71.599
2.587,89
5.447,75
2.587,89
778.25
2.587,89
Triwulan 2
99.233,04
2.058,02
7.550,34
2.058,02
1078.25
2.058,02
Triwulan 3
83.278,4
1.723,83
6.336,4
1.723,83
905.2
1.723,83
Triwulan 4
54.543,12
2.334,91
4.150,02
2.334,91
592.86
2.334,91
Triwulan 5
66.381,68
1.965,02
5.050,78
1.965,02
690.45
1.965,02
Triwulan 6
83.709,88
2.729,45
6.362,86
2.729,45
909.89
2.729,45
Triwulan 7
91.266,76
2.724,23
6.931,61
2.724,23
992.03
2.724,23
Triwulan 8
63.521,4
2.676,98
4.833,15
2.676,98
690.45
2.676,98
Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah
Lampiran 7. Biaya bahan penolong Asam Semut Tahun 2006 dan 2007 per Kilogram Karet Kering Periode Rupiah Triwulan 1 1.676,89 Triwulan 2 1.361,52 Triwulan 3 1.711,35 Triwulan 4 1.834,26 Triwulan 5 1.892,55 Triwulan 6 2.034,71 Triwulan 7 1.610,52 Triwulan 8 1.198,43 Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah Lampiran 8. Biaya pengolahan mesin Perkebunan Widodaren Per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan 2007 Periode Biaya RSS 1 RSS 2 Cutting Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
11.125.226 19.973.519 23.827.023 27.268.178 13.633.059 21.350.625 22.707.565 19.856.245
10235207.92 18375637.38 21920861.16 25086723.76 12542414.28 19642575 20890959.8 18267745.4
778765.82 1398146.33 1667891.61 1908772.46 954314.13 1494543.75 20890959.8 1389937.15
111252.26 199235.51 238270.23 272681.78 136330.59 213250.62 227.075.65 198.562.45
Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah Lampiran 9. Biaya Tenaga Kerja Langsung per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan 2007 Periode Tenaga Kerja Tenaga Kerja Tenaga Tenaga Kerja Pabrik Kamar Asap Kerja Administrasi Pengemasan Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
231,98 202,84 262,43 224,67 213,91 222,08 228,91 227,10
202,67 201,82 200,30 198,45 205,61 210,49 211,80 210,32
187,23 182,09 172,56 188,34 189,34 191,29 193,76 193,49
250,75 249,91 248,77 251,90 255,89 257,32 261,28 262,55
Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah Lampiran 10. Biaya Lain – Lain Perkebunan Widodaren Per Kilogram Karet Kering Tahun 2006 dan 2007 Periode Biaya Triwulan 1 487,35 Triwulan 2 52,34 Triwulan 3 8,4 Triwulan 4 258,31
Lanjutan Lampiran 10 Periode Biaya Triwulan 5 145,85 Triwulan 6 176,83 Triwulan 7 200,43 Triwulan 8 213,81 Sumber : Laporan Produksi Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007, diolah Lampiran 11. Analisis Status Sumberdaya Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 Sumberdaya Lateks
Slack or Surplus
Dual Price
Status
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
15.266,82 35.022,60 25.719,48 8.052,72 9.966,32 17.582,98 25.490,04 16.737,73
0 0 0 0 0 0 0 0
BP BP BP BP BP BP BP BP
Asam Semut
Slack or Surplus
Dual Price
Status
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
43.674,37 80.308,78 40.759,32 35.396,73 21.156,01 54.572,17 104.173,15 32.000,56
0 0 0 0 0 0 0 0
BP BP BP BP BP BP BP BP
Slack or Surplus
Dual Price
Status
0 0 0 0 0 0 0 0
11.147,16 11.853,86 14.451,88 10.516,42 11.508,36 11.566,75 10.936,65 13.643,37
P P P P P P P P
Slack or Surplus
Dual Price
Status
0 0 0 0 0
10.786 11.485 13.763 10.049 11.202
P P P P P
Taksasi Produksi RSS 1
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8 Taksasi Produksi RSS 2
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5
Lanjutan Lampiran 11 Taksasi Slack or Produksi RSS Surplus 2 0 Triwulan 6 0 Triwulan 7 0 Triwulan 8
Dual Price
Status
11.183 10.716 13.366
P P P
Slack or Surplus
Dual Price
Status
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
294,47 308,30 313,12 309,26 290,68 311,95 307,77 308,61
0 0 0 0 0 0 0 0
BP BP BP BP BP BP BP BP
HOK Penggilingan
Slack or Surplus
Dual Price
Status
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
513,43 537,33 546,01 539,67 506,84 564,72 564,39 487,51
0 0 0 0 0 0 0 0
BP BP BP BP BP BP BP BP
HOK Kamar Asap
Slack or Surplus
Dual Price
Status
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
314,96 311,56 317,34 319,11 303,22 311,15 314,93 330,34
0 0 0 0 0 0 0 0
BP BP BP BP BP BP BP BP
Slack or Surplus
Dual Price
Status
72,99 76,34 77,63 76,80 72,04 77,25 76,20 76,63
0 0 0 0 0 0 0 0
BP BP BP BP BP BP BP BP
HOK Pembekuan dan Pengenceran
HOK Pembongkaran dan Sortasi
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
Lanjutan Lampiran 11 HOK Pengemasan
Slack or Surplus
Dual Price
Status
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8
72,99 76,34 77,63 76,80 72,04 77,25 76,20 76,63
0 0 0 0 0 0 0 0
BP BP BP BP BP BP BP BP
Slack or Surplus
Dual Price
Status
887,98 938,86 953,08 914,51 877,12 949,63 938,51 914,08
0 0 0 0 0 0 0 0
BP BP BP BP BP BP BP BP
Slack or Surplus
Dual Price
Status
802,47 847,95 861,49 827,46 874,64 857,70 847,56 826,98
0 0 0 0 0 0 0 0
BP BP BP BP BP BP BP BP
Slack or Surplus
Dual Price
Status
0,12 201,02 878,26 263.,60 508,14 1.577,21 100,40 340
0 0 0 0 0 0 0 0
BP BP BP BP BP BP BP BP
Slack or Surplus
Dual Price
Status
0 0 0 0
10.716 11.486 13.388 9.942
P P P P
Jam Kerja Mesin Koaguler Bak
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8 Jam Kerja Mesin Sheeter
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8 Komposisi Produksi RSS 2
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Triwulan 5 Triwulan 6 Triwulan 7 Triwulan 8 Komposisi Produksi Cutting A
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
Lanjutan Lampiran 11 Komposisi Produksi Cutting A
Slack or Surplus
Dual Price
Status
11.136 10.975 11.865 12.737
P P P P
Triwulan 5 0 Triwulan 6 0 Triwulan 7 0 Triwulan 8 0 Ket : P (Pembatas), BP (Bukan Pembatas)
Lampiran 12. Analisis Sensitivitas Pasokan Bahan Baku Lateks (KKK) Tahun 2006 dan 2007 Sumberdaya
RHS saat ini 77825 107862 90520 59286 72154 90989 99203 69045
Lateks Kebun Wido Triwulan 1 Lateks Kebun Wido Triwulan 2 Lateks Kebun Wido Triwulan 3 Lateks Kebun Wido Triwulan 4 Lateks Kebun Wido Triwulan 5 Lateks Kebun Wido Triwulan 6 Lateks Kebun Wido Triwulan 7 Lateks Kebun Wido Triwulan 8
Kenaikan yang diperkenankan Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas
Penurunan yang diperkenankan 15.266,82 35.022,60 25.719,48 8.052,71 9.966,32 17.582,98 25.490,04 16.737,73
Lampiran 13. Analisis Sensitivitas Pasokan Bahan Penolong Asam Semut (liter) Tahun 2006 dan 2007 Sumberdaya
RHS saat ini
Asam Semut Triwulan 1 Asam Semut Triwulan 2 Asam Semut Triwulan 3 Asam Semut Triwulan 4 Asam Semut Triwulan 5 Asam Semut Triwulan 6 Asam Semut Triwulan 7 Asam Semut Triwulan 8
125000 175000 125000 102000 102000 150000 200000 100000
Kenaikan yang diperkenankan Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas
Penurunan yang diperkenankan 43.674,37 80.308,78 40.759,32 35.396,73 21.156,01 54.572,17 104.173,15 32.000,55
Lampiran 14. Analisis Sensitivitas Taksasi Produksi (KKK) Tahun 2006 dan 2007 Taksasi Produksi Produk RSS 1 Triwulan 1 Produk RSS 1 Triwulan 2 Produk RSS 1 Triwulan 3 Produk RSS 1 Triwulan 4 Produk RSS 1 Triwulan 5 Produk RSS 1 Triwulan 6 Produk RSS 1 Triwulan 7 Produk RSS 1 Triwulan 8
Lanjutan Lampiran 14
RHS saat ini 27102 31567 28121 22210 26969 31887 31940 22685
Kenaikan yang diperkenankan 6.635,58 15.222,25 11.178,73 3.500,04 4.331,77 7.642,28 11.079,01 7.274,90
Penurunan yang diperkenankan 2 3.350,33 14.637,66 4.393,33 8.469 26.287 1.673,33 7.385,00
Kenaikan yang diperkenankan 7.274,90 0,12 201,02 878,26 263,60 508,14 1.577,21 100,40 443,10
RHS saat ini
Taksasi Produksi Produk RSS 1 Triwulan 8 Produk RSS 2 Triwulan 1 Produk RSS 2 Triwulan 2 Produk RSS 2 Triwulan 3 Produk RSS 2 Triwulan 4 Produk RSS 2 Triwulan 5 Produk RSS 2 Triwulan 6 Produk RSS 2 Triwulan 7 Produk RSS 2 Triwulan 8
22685 1626 1693 809 1069 1110 336 1816 918
Penurunan yang diperkenankan 7.385 1.626 1.693 809 1.069 1.110 336 1.816 918
Lampiran 15. Analisis Sensitivitas Ketersediaan Tenaga Kerja (HOK) Tahun 2006 dan 2007 Sumberdaya Tenaga kerja Triwulan 1 Tenaga kerja Triwulan 2 Tenaga kerja Triwulan 3 Tenaga kerja Triwulan 4 Tenaga kerja Triwulan 5 Tenaga kerja Triwulan 6 Tenaga kerja Triwulan 7 Tenaga kerja Triwulan 8
pembekuan
&
pengenceran
pembekuan
&
pengenceran
pembekuan
&
pengenceran
pembekuan
&
pengenceran
pembekuan
&
pengenceran
pembekuan
&
pengenceran
pembekuan
&
pengenceran
pembekuan
&
pengenceran
Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan 1 Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan 2 Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan 3 Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan 4 Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan 5 Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan 6 Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan 7 Tenaga Kerja Penggilingan Triwulan 8 Tenaga Kerja Kamar Asap Triwulan 1 Tenaga Kerja Kamar Asap Triwulan 2 Tenaga Kerja Kamar Asap Triwulan 3 Tenaga Kerja Kamar Asap Triwulan 4 Tenaga Kerja Kamar AsapTriwulan 5 Tenaga Kerja Kamar Asap Triwulan 6 Tenaga Kerja Kamar Asap Triwulan 7 Tenaga Kerja Kamar Asap Triwulan 8 Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 1
RHS saat ini
Kenaikan yang diperkenankan
332
Tidak terbatas
294,46
352
Tidak terbatas
308,29
352
Tidak terbatas
313,11
340
Tidak terbatas
309,26
328
Tidak terbatas
290,68
356
Tidak terbatas
311,95
352
Tidak terbatas
307,77
340
Tidak terbatas
308,61
581 616 616 595 574 644 644 644 360 364 364 356 348 364 368 368
Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas
513,43 537,33 546,01 539,67 506,84 564,72 564,39 487,50 314,96 311,55 317,35 319,11 303,22 311,14 314,92 330,33
83
Tidak terbatas
72,99
Penurunan yang diperkenankan
Lanjutan Lampiran 15 Sumberdaya
RHS saat ini
Kenaikan yang diperkenankan
88
Tidak terbatas
76,34
88
Tidak terbatas
77,63
85
Tidak terbatas
76,80
82
Tidak terbatas
72,04
89
Tidak terbatas
77,25
88
Tidak terbatas
76,20
85
Tidak terbatas
76,63
83 88 88 85 82 89 88 85
Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas
72,99 76,34 77,63 76,80 72,04 77,25 76,20 76,63
Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 2 Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 3 Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 4 Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 5 Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 6 Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 7 Tenaga Kerja pembongkaran & sortasi Triwulan 8 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 1 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 2 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 3 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 4 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 5 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 6 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 7 Tenaga Kerja pengemasan Triwulan 8
Penurunan yang diperkenankan
Lampiran 16. Analisis Sensitivitas Ketersediaan Jam Mesin (jam) Tahun 2006 dan 2007 Sumberdaya Jam mesin koaguler bak Triwulan 1 Jam mesin koaguler bak Triwulan 2 Jam mesin koaguler bak Triwulan 3 Jam mesin koaguler bak Triwulan 4 Jam mesin koaguler bak Triwulan 5 Jam mesin koaguler bak Triwulan 6 Jam mesin koaguler bak Triwulan 7 Jam mesin koaguler bak Triwulan 8 Jam mesin sheeter Triwulan 1 Jam mesin sheeter Triwulan 2 Jam mesin sheeter Triwulan 3 Jam mesin sheeter Triwulan 4 Jam mesin sheeter Triwulan 5 Jam mesin sheeter Triwulan 6 Jam mesin sheeter Triwulan 7 Jam mesin sheeter Triwulan 8
RHS saat ini 913 968 979 935 902 979 968 935 830 880 890 850 902 890 880 850
Kenaikan yang diperkenankan Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas
Penurunan yang diperkenankan 887,97 938,86 953,07 914,50 877,12 949,63 938,51 914,07 802,47 847,95 861,48 827,45 874,63 857,70 847,56 826,98
Lampiran 17. Analisis Sensitivitas Syarat Komposisi Produksi (KKK) Tahun 2006 dan 2007 Komposisi Produksi Komposisi RSS 2 Triwulan 1 Komposisi RSS 2 Triwulan 2 Komposisi RSS 2 Triwulan 3 Komposisi RSS 2 Triwulan 4 Komposisi RSS 2 Triwulan 5 Komposisi RSS 2 Triwulan 6 Komposisi RSS 2 Triwulan 7 Komposisi RSS 2 Triwulan 8 Komposisi Cutting A Triwulan 1 Komposisi Cutting A Triwulan 2 Komposisi Cutting A Triwulan 3 Komposisi Cutting A Triwulan 4 Komposisi Cutting A Triwulan 5 Komposisi Cutting A Triwulan 6 Komposisi Cutting A Triwulan 7 Komposisi Cutting A Triwulan 8
RHS saat ini 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Kenaikan yang diperkenankan Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas 203.557,64 466.968,00 342.926,44 107.369,56 132.884,29 234.439,78 339.867,25 223.169,81
Penurunan yang diperkenankan 0,12 201,02 878,26 263,60 508,14 1.577,21 100,40 443,10 271,01 315,67 281,21 222,10 269,69 318,87 319,40 226,85
Lampiran 18. Hasil Pengolahan Program LINDO Perkebunan Widodaren Tahun 2006 dan 2007 max 11040x11+10786x21+10716x31+11739x12+11485x22+11486x32+14318x13+137 63x23+13388x33+10417x14+10049x24+9942x34+11397x15+11202x25+11136x3 5+11457x16+11183x26+10975x36+10818x17+10716x27+11865x37+13516x18+1 3366x28+12737x38 ST 2.3x11+0.125x21+0.075x31<=77825 2.3x12+0.125x22+0.075x32<=107862 2.3x13+0.125x23+0.075x33<=90520 2.3x14+0.125x24+0.075x34<=59286 2.3x15+0.125x25+0.075x35<=72154 2.3x16+0.125x26+0.075x36<=90989 2.3x17+0.125x27+0.075x37<=99203 2.3x18+0.125x28+0.075x38<=69045 2.99x11+0.1625x21+0.0975x31<=125000 2.99x12+0.1625x22+0.0975x32<=175000 2.99x13+0.1625x23+0.0975x33<=125000 2.99x14+0.1625x24+0.0975x34<=102000 2.99x15+0.1625x25+0.0975x35<=102000 2.99x16+0.1625x26+0.0975x36<=150000 2.99x17+0.1625x27+0.0975x37<=200000 2.99x18+0.1625x28+0.0975x38<=100000 x11<=27102 x12<=31567 x13<=28121 x14<=22210 x15<=26969 x16<=31887 x17<=31940
Lanjutan Lampiran 18 x18<=22685 x21<=1626 x22<=1693 x23<=809 x24<=1069 x25<=1110 x26<=336 x27<=1816 x28<=918 0.00138x11+0.000075x21+0.000045x31<=332 0.00138x12+0.000075x22+0.000045x32<=352 0.00138x13+0.000075x23+0.000045x33<=352 0.00138x14+0.000075x24+0.000045x34<=340 0.00138x15+0.000075x25+0.000045x35<=328 0.00138x16+0.000075x26+0.000045x36<=356 0.00138x17+0.000075x27+0.000045x37<=352 0.00138x18+0.000075x28+0.000045x38<=340 0.002484x11+0.000135x21+0.000081x31<=581 0.002484x12+0.000135x22+0.000081x32<=616 0.002484x13+0.000135x23+0.000081x33<=616 0.002484x14+0.000135x24+0.000081x34<=595 0.002484x15+0.000135x25+0.000081x35<=574 0.002484x16+0.000135x26+0.000081x36<=644 0.002484x17+0.000135x27+0.000081x37<=644 0.002484x18+0.000135x28+0.000081x38<=544 0.001656x11+0.00009x21+0.000054x31<=360 0.001656x12+0.00009x22+0.000054x32<=364 0.001656x13+0.00009x23+0.000054x33<=364 0.001656x14+0.00009x24+0.000054x34<=356 0.001656x15+0.00009x25+0.000054x35<=348 0.001656x16+0.00009x26+0.000054x36<=364 0.001656x17+0.00009x27+0.000054x37<=368 0.001656x18+0.00009x28+0.000054x38<=368 0.000368x11+0.00002x21+0.000012x31<=83 0.000368x12+0.00002x22+0.000012x32<=88 0.000368x13+0.00002x23+0.000012x33<=88 0.000368x14+0.00002x24+0.000012x34<=85 0.000368x15+0.00002x25+0.000012x35<=82 0.000368x16+0.00002x26+0.000012x36<=89 0.000368x17+0.00002x27+0.000012x37<=88 0.000368x18+0.00002x28+0.000012x38<=85 0.000368x11+0.00002x21+0.000012x31<=83 0.000368x12+0.00002x22+0.000012x32<=88 0.000368x13+0.00002x23+0.000012x33<=88 0.000368x14+0.00002x24+0.000012x34<=85 0.000368x15+0.00002x25+0.000012x35<=82 0.000368x16+0.00002x26+0.000012x36<=89 0.000368x17+0.00002x27+0.000012x37<=88 0.000368x18+0.00002x28+0.000012x38<=85 0.00092x11+0.00005x21+0.00003x31<=913 0.00092x12+0.00005x22+0.00003x32<=968 0.00092x13+0.00005x23+0.00003x33<=979 0.00092x14+0.00005x24+0.00003x34<=935 0.00092x15+0.00005x25+0.00003x35<=902 0.00092x16+0.00005x26+0.00003x36<=979 0.00092x17+0.00005x27+0.00003x37<=968 0.00092x18+0.00005x28+0.00003x38<=935
Lanjutan Lampiran 18
0.001012x11+0.000055x21+0.000033x31<=830 0.001012x12+0.000055x22+0.000033x32<=880 0.001012x13+0.000055x23+0.000033x33<=890 0.001012x14+0.000055x24+0.000033x34<=850 0.001012x15+0.000055x25+0.000033x35<=902 0.001012x16+0.000055x26+0.000033x36<=890 0.001012x17+0.000055x27+0.000033x37<=880 0.001012x18+0.000055x28+0.000033x38<=850 x21-0.06x11<=0 x31-0.01x11<=0 x22-0.06x12<=0 x32-0.01x12<=0 x23-0.06x13<=0 x33-0.01x13<=0 x24-0.06x14<=0 x34-0.01x14<=0 x25-0.06x15<=0 x35-0.01x15<=0 x26-0.06x16<=0 x36-0.01x16<=0 x27-0.06x17<=0 x37-0.01x17<=0 x28-0.06x18<=0 x38-0.01x18<=0 x11>=0 x21>=0 x31>=0 x12>=0 x22>=0 x32>=0 x13>=0 x23>=0 x33>=0 x14>=0 x24>=0 x34>=0 x15>=0 x25>=0 x35>=0 x16>=0 x26>=0 x36>=0 x17>=0 x27>=0 x37>=0 x18>=0 x28>=0 x38>=0 end
LP OPTIMUM FOUND AT STEP
0
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1)
0.2761067E+10
Lanjutan Lampiran 18 VARIABLE
VALUE
REDUCED COST
X11 X21 X31 X12 X22 X32 X13 X23 X33 X14 X24 X34 X15 X25 X35 X16 X26 X36 X17 X27 X37 X18 X28 X38
27102.000000 1626.000000 271.019989 31567.000000 1693.000000 315.670013 28121.000000 809.000000 281.209991 22210.000000 1069.000000 222.100006 26969.000000 1110.000000 269.690002 31887.000000 336.000000 318.869995 31940.000000 1816.000000 319.399994 22685.000000 918.000000 226.850006
ROW 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16) 17) 18) 19) 20) 21) 22) 23) 24) 25) 26) 27) 28) 29)
SLACK OR SURPLUS 15266.823242 35022.601562 25719.484375 8052.717285 9966.323242 17582.984375 25490.044922 16737.736328 43674.371094 80308.781250 40759.328125 35396.734375 21156.019531 54572.179688 104173.156250 32000.556641 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 DUAL PRICES 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 11147.160156 11853.860352 14451.879883 10516.419922 11508.360352 11566.750000 10936.650391 13643.370117 10786.000000 11485.000000 13763.000000 10049.000000
Lanjutan Lampiran 18 30) 31) 32) 33) 34) 35) 36) 37) 38) 39) 40) 41) 42) 43) 44) 45) 46) 47) 48) 49) 50) 51) 52) 53) 54) 55) 56) 57) 58) 59) 60) 61) 62) 63) 64) 65) 66) 67) 68) 69) 70) 71) 72) 73) 74) 75) 76) 77) 78) 79) 80) 81) 82) 83) 84) 85) 86)
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 294.465088 308.296356 313.119690 309.260040 290.687378 311.956390 307.772217 308.615631 513.437195 537.333435 546.015442 539.668030 506.837311 564.721497 564.390015 487.508148 314.958099 311.555634 317.343628 319.112030 303.224884 311.147675 314.926666 330.338776 72.990692 76.345695 77.631920 76.802673 72.049973 77.255035 76.205925 76.630836 72.990692 76.345695 77.631920 76.802673 72.049973 77.255035 76.205925 76.630836 887.976746 938.864258 953.079773 914.506714 877.124939 949.637573 938.514832 914.077087 802.474426 847.950684 861.487793 827.457336 874.637451
11202.000000 11183.000000 10716.000000 13366.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
Lanjutan Lampiran 18 87) 88) 89) 90) 91) 92) 93) 94) 95) 96) 97) 98) 99) 100) 101) 102) 103) 104) 105) 106) 107) 108) 109) 110) 111) 112) 113) 114) 115) 116) 117) 118) 119) 120) 121) 122) 123) 124) 125) 126) 127) 128) 129)
857.701355 847.566284 826.984802 0.120000 0.000000 201.020004 0.000000 878.260010 0.000000 263.600006 0.000000 508.140015 0.000000 1577.219971 0.000000 100.400002 0.000000 443.100006 0.000000 27102.000000 1626.000000 271.019989 31567.000000 1693.000000 315.670013 28121.000000 809.000000 281.209991 22210.000000 1069.000000 222.100006 26969.000000 1110.000000 269.690002 31887.000000 336.000000 318.869995 31940.000000 1816.000000 319.399994 22685.000000 918.000000 226.850006
NO. ITERATIONS=
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 10716.000000 0.000000 11486.000000 0.000000 13388.000000 0.000000 9942.000000 0.000000 11136.000000 0.000000 10975.000000 0.000000 11865.000000 0.000000 12737.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
0
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: VARIABLE X11 X21 X31 X12 X22
CURRENT COEF 11040.000000 10786.000000 10716.000000 11739.000000 11485.000000
OBJ COEFFICIENT RANGES ALLOWABLE ALLOWABLE INCREASE DECREASE INFINITY 11147.160156 INFINITY 10786.000000 INFINITY 10716.000000 INFINITY 11853.860352 INFINITY 11485.000000
Lanjutan Lampiran 18 X32 X13 X23 X33 X14 X24 X34 X15 X25 X35 X16 X26 X36 X17 X27 X37 X18 X28 X38
11486.000000 14318.000000 13763.000000 13388.000000 10417.000000 10049.000000 9942.000000 11397.000000 11202.000000 11136.000000 11457.000000 11183.000000 10975.000000 10818.000000 10716.000000 11865.000000 13516.000000 13366.000000 12737.000000
ROW
CURRENT RHS 77825.000000 107862.000000 90520.000000 59286.000000 72154.000000 90989.000000 99203.000000 69045.000000 125000.000000 175000.000000 125000.000000 102000.000000 102000.000000 150000.000000 200000.000000 100000.000000 27102.000000 31567.000000 28121.000000 22210.000000 26969.000000 31887.000000 31940.000000 22685.000000 1626.000000 1693.000000 809.000000 1069.000000 1110.000000 336.000000 1816.000000 918.000000 332.000000 352.000000
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY
11486.000000 14451.879883 13763.000000 13388.000000 10516.419922 10049.000000 9942.000000 11508.360352 11202.000000 11136.000000 11566.750000 11183.000000 10975.000000 10936.650391 10716.000000 11865.000000 13643.370117 13366.000000 12737.000000
RIGHTHAND SIDE RANGES ALLOWABLE ALLOWABLE INCREASE DECREASE INFINITY 15266.823242 INFINITY 35022.601562 INFINITY 25719.484375 INFINITY 8052.717285 INFINITY 9966.323242 INFINITY 17582.984375 INFINITY 25490.044922 INFINITY 16737.736328 INFINITY 43674.371094 INFINITY 80308.781250 INFINITY 40759.328125 INFINITY 35396.734375 INFINITY 21156.019531 INFINITY 54572.179688 INFINITY 104173.156250 INFINITY 32000.556641 6635.585449 2.000000 15222.253906 3350.333496 11178.739258 14637.666992 3500.040039 4393.333496 4331.771484 8469.000000 7642.283691 26287.000000 11079.015625 1673.333374 7274.904297 7385.000488 0.120000 1626.000000 201.020004 1693.000000 878.260010 809.000000 263.600006 1069.000000 508.140015 1110.000000 1577.219971 336.000000 100.400002 1816.000000 443.100006 918.000000 INFINITY 294.465088 INFINITY 308.296356
Lanjutan Lampiran 18 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92
352.000000 340.000000 328.000000 356.000000 352.000000 340.000000 581.000000 616.000000 616.000000 595.000000 574.000000 644.000000 644.000000 544.000000 360.000000 364.000000 364.000000 356.000000 348.000000 364.000000 368.000000 368.000000 83.000000 88.000000 88.000000 85.000000 82.000000 89.000000 88.000000 85.000000 83.000000 88.000000 88.000000 85.000000 82.000000 89.000000 88.000000 85.000000 913.000000 968.000000 979.000000 935.000000 902.000000 979.000000 968.000000 935.000000 830.000000 880.000000 890.000000 850.000000 902.000000 890.000000 880.000000 850.000000 0.000000 0.000000 0.000000
INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY 203557.640625 INFINITY
313.119690 309.260040 290.687378 311.956390 307.772217 308.615631 513.437195 537.333435 546.015442 539.668030 506.837311 564.721497 564.390015 487.508148 314.958099 311.555634 317.343628 319.112030 303.224884 311.147675 314.926666 330.338776 72.990692 76.345695 77.631920 76.802673 72.049973 77.255035 76.205925 76.630836 72.990692 76.345695 77.631920 76.802673 72.049973 77.255035 76.205925 76.630836 887.976746 938.864258 953.079773 914.506714 877.124939 949.637573 938.514832 914.077087 802.474426 847.950684 861.487793 827.457336 874.637451 857.701355 847.566284 826.984802 0.120000 271.019989 201.020004
Lanjutan Lampiran 18 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
466968.000000 INFINITY 342926.437500 INFINITY 107369.562500 INFINITY 132884.296875 INFINITY 234439.781250 INFINITY 339867.250000 INFINITY 223169.812500 27102.000000 1626.000000 271.019989 31567.000000 1693.000000 315.670013 28121.000000 809.000000 281.209991 22210.000000 1069.000000 222.100006 26969.000000 1110.000000 269.690002 31887.000000 336.000000 318.869995 31940.000000 1816.000000 319.399994 22685.000000 918.000000 226.850006
315.670013 878.260010 281.209991 263.600006 222.100006 508.140015 269.690002 1577.219971 318.869995 100.400002 319.399994 443.100006 226.850006 INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY
Lampiran 19. Hasil Pengolahan Program LINDO Perkebunan Widodaren Pasca – Optimalitas Tahun 2006 dan 2007 max 11040x11+10786x21+10716x31+11739x12+11485x22+11486x32+14318x13+137 63x23+13388x33+10417x14+10049x24+9942x34+11397x15+11202x25+11136x3 5+11457x16+11183x26+10975x36+10818x17+10716x27+11865x37+13516x18+1 3366x28+12737x38 ST 2.3x11+0.125x21+0.075x31<=77825 2.3x12+0.125x22+0.075x32<=107862 2.3x13+0.125x23+0.075x33<=90520 2.3x14+0.125x24+0.075x34<=59286 2.3x15+0.125x25+0.075x35<=72154 2.3x16+0.125x26+0.075x36<=90989 2.3x17+0.125x27+0.075x37<=99203 2.3x18+0.125x28+0.075x38<=69045 2.99x11+0.1625x21+0.0975x31<=125000 2.99x12+0.1625x22+0.0975x32<=175000
Lanjutan Lampiran 19 2.99x13+0.1625x23+0.0975x33<=125000 2.99x14+0.1625x24+0.0975x34<=102000 2.99x15+0.1625x25+0.0975x35<=102000 2.99x16+0.1625x26+0.0975x36<=150000 2.99x17+0.1625x27+0.0975x37<=200000 2.99x18+0.1625x28+0.0975x38<=100000 x11<=33802 x12<=31567 x13<=28121 x14<=25810 x15<=31369 x16<=31887 x17<=31940 x18<=22685 x21<=1626 x22<=1693 x23<=809 x24<=1069 x25<=1110 x26<=336 x27<=1816 x28<=918 0.00138x11+0.000075x21+0.000045x31<=332 0.00138x12+0.000075x22+0.000045x32<=352 0.00138x13+0.000075x23+0.000045x33<=352 0.00138x14+0.000075x24+0.000045x34<=340 0.00138x15+0.000075x25+0.000045x35<=328 0.00138x16+0.000075x26+0.000045x36<=356 0.00138x17+0.000075x27+0.000045x37<=352 0.00138x18+0.000075x28+0.000045x38<=340 0.002484x11+0.000135x21+0.000081x31<=581 0.002484x12+0.000135x22+0.000081x32<=616 0.002484x13+0.000135x23+0.000081x33<=616 0.002484x14+0.000135x24+0.000081x34<=595 0.002484x15+0.000135x25+0.000081x35<=574 0.002484x16+0.000135x26+0.000081x36<=644 0.002484x17+0.000135x27+0.000081x37<=644 0.002484x18+0.000135x28+0.000081x38<=544 0.001656x11+0.00009x21+0.000054x31<=360 0.001656x12+0.00009x22+0.000054x32<=364 0.001656x13+0.00009x23+0.000054x33<=364 0.001656x14+0.00009x24+0.000054x34<=356 0.001656x15+0.00009x25+0.000054x35<=348 0.001656x16+0.00009x26+0.000054x36<=364 0.001656x17+0.00009x27+0.000054x37<=368 0.001656x18+0.00009x28+0.000054x38<=368 0.000368x11+0.00002x21+0.000012x31<=83 0.000368x12+0.00002x22+0.000012x32<=88 0.000368x13+0.00002x23+0.000012x33<=88 0.000368x14+0.00002x24+0.000012x34<=85 0.000368x15+0.00002x25+0.000012x35<=82 0.000368x16+0.00002x26+0.000012x36<=89 0.000368x17+0.00002x27+0.000012x37<=88 0.000368x18+0.00002x28+0.000012x38<=85 0.000368x11+0.00002x21+0.000012x31<=83 0.000368x12+0.00002x22+0.000012x32<=88 0.000368x13+0.00002x23+0.000012x33<=88
Lanjutan Lampiran 19 0.000368x14+0.00002x24+0.000012x34<=85 0.000368x15+0.00002x25+0.000012x35<=82 0.000368x16+0.00002x26+0.000012x36<=89 0.000368x17+0.00002x27+0.000012x37<=88 0.000368x18+0.00002x28+0.000012x38<=85 0.00092x11+0.00005x21+0.00003x31<=913 0.00092x12+0.00005x22+0.00003x32<=968 0.00092x13+0.00005x23+0.00003x33<=979 0.00092x14+0.00005x24+0.00003x34<=935 0.00092x15+0.00005x25+0.00003x35<=902 0.00092x16+0.00005x26+0.00003x36<=979 0.00092x17+0.00005x27+0.00003x37<=968 0.00092x18+0.00005x28+0.00003x38<=935 0.001012x11+0.000055x21+0.000033x31<=830 0.001012x12+0.000055x22+0.000033x32<=880 0.001012x13+0.000055x23+0.000033x33<=890 0.001012x14+0.000055x24+0.000033x34<=850 0.001012x15+0.000055x25+0.000033x35<=902 0.001012x16+0.000055x26+0.000033x36<=890 0.001012x17+0.000055x27+0.000033x37<=880 0.001012x18+0.000055x28+0.000033x38<=850 x21-0.06x11<=0 x31-0.01x11<=0 x22-0.06x12<=0 x32-0.01x12<=0 x23-0.06x13<=0 x33-0.01x13<=0 x24-0.06x14<=0 x34-0.01x14<=0 x25-0.06x15<=0 x35-0.01x15<=0 x26-0.06x16<=0 x36-0.01x16<=0 x27-0.06x17<=0 x37-0.01x17<=0 x28-0.06x18<=0 x38-0.01x18<=0 x11>=0 x21>=0 x31>=0 x12>=0 x22>=0 x32>=0 x13>=0 x23>=0 x33>=0 x14>=0 x24>=0 x34>=0 x15>=0 x25>=0 x35>=0 x16>=0 x26>=0 x36>=0 x17>=0 x27>=0
Lanjutan Lampiran 19 x37>=0 x18>=0 x28>=0 x38>=0 end LP OPTIMUM FOUND AT STEP
26
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1) VARIABLE X11 X21 X31 X12 X22 X32 X13 X23 X33 X14 X24 X34 X15 X25 X35 X16 X26 X36 X17 X27 X37 X18 X28 X38 ROW 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16) 17) 18)
0.2921695E+10 VALUE 33737.585938 1626.000000 337.375854 31567.000000 1693.000000 315.670013 28121.000000 809.000000 281.209991 25710.041016 1069.000000 257.100403 31300.771484 1110.000000 313.007721 31887.000000 336.000000 318.869995 31940.000000 1816.000000 319.399994 22685.000000 918.000000 226.850006 SLACK OR SURPLUS 0.000000 35022.601562 25719.484375 0.000000 0.000000 17582.984375 25490.044922 16737.736328 23827.500000 80308.781250 40759.328125 24928.199219 8199.799805 54572.179688 104173.156250 32000.556641 64.414429
REDUCED COST 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 DUAL PRICES 4845.011230 0.000000 0.000000 4570.866211 5002.003906 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
Lanjutan Lampiran 19 19) 20) 21) 22) 23) 24) 25) 26) 27) 28) 29) 30) 31) 32) 33) 34) 35) 36) 37) 38) 39) 40) 41) 42) 43) 44) 45) 46) 47) 48) 49) 50) 51) 52) 53) 54) 55) 56) 57) 58) 59) 60) 61) 62) 63) 64) 65) 66) 67) 68) 69) 70) 71) 72) 73) 74) 75)
0.000000 0.000000 99.959793 68.228516 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 285.304993 308.296356 313.119690 304.428406 284.707611 311.956390 307.772217 308.615631 496.949005 537.333435 546.015442 530.971130 496.073669 564.721497 564.390015 487.508148 303.966003 311.555634 317.343628 313.314087 296.049133 311.147675 314.926666 330.338776 70.547997 76.345695 77.631920 75.514236 70.455360 77.255035 76.205925 76.630836 70.547997 76.345695 77.631920 75.514236 70.455360 77.255035 76.205925 76.630836 881.869995 938.864258
11853.860352 14451.879883 0.000000 0.000000 11566.750000 10936.650391 13643.370117 10180.374023 11485.000000 13763.000000 9477.641602 10576.750000 11183.000000 10716.000000 13366.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
Lanjutan Lampiran 19 76) 77) 78) 79) 80) 81) 82) 83) 84) 85) 86) 87) 88) 89) 90) 91) 92) 93) 94) 95) 96) 97) 98) 99) 100) 101) 102) 103) 104) 105) 106) 107) 108) 109) 110) 111) 112) 113) 114) 115) 116) 117) 118) 119) 120) 121) 122) 123) 124) 125) 126) 127) 128) 129)
953.079773 911.285583 873.138428 949.637573 938.514832 914.077087 795.757019 847.950684 861.487793 823.914185 870.252258 857.701355 847.566284 826.984802 398.255127 0.000000 201.020004 0.000000 878.260010 0.000000 473.602417 0.000000 768.046265 0.000000 1577.219971 0.000000 100.400002 0.000000 443.100006 0.000000 33737.585938 1626.000000 337.375854 31567.000000 1693.000000 315.670013 28121.000000 809.000000 281.209991 25710.041016 1069.000000 257.100403 31300.771484 1110.000000 313.007721 31887.000000 336.000000 318.869995 31940.000000 1816.000000 319.399994 22685.000000 918.000000 226.850006
NO. ITERATIONS=
26
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 10352.624023 0.000000 11486.000000 0.000000 13388.000000 0.000000 9599.184570 0.000000 10760.849609 0.000000 10975.000000 0.000000 11865.000000 0.000000 12737.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
Lanjutan Lampiran 19 RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: VARIABLE X11 X21 X31 X12 X22 X32 X13 X23 X33 X14 X24 X34 X15 X25 X35 X16 X26 X36 X17 X27 X37 X18 X28 X38 ROW 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
CURRENT COEF 11040.000000 10786.000000 10716.000000 11739.000000 11485.000000 11486.000000 14318.000000 13763.000000 13388.000000 10417.000000 10049.000000 9942.000000 11397.000000 11202.000000 11136.000000 11457.000000 11183.000000 10975.000000 10818.000000 10716.000000 11865.000000 13516.000000 13366.000000 12737.000000
OBJ COEFFICIENT RANGES ALLOWABLE ALLOWABLE INCREASE DECREASE 187379.968750 11147.159180 INFINITY 10180.374023 18737996.000000 10356.000000 INFINITY 11853.860352 INFINITY 11485.000000 INFINITY 11486.000000 INFINITY 14451.879883 INFINITY 13763.000000 INFINITY 13388.000000 174445.468750 10516.419922 INFINITY 9477.641602 17444546.000000 9602.314453 194675.656250 11508.360352 INFINITY 10576.750000 19467566.000000 10764.358398 INFINITY 11566.750000 INFINITY 11183.000000 INFINITY 10975.000000 INFINITY 10936.650391 INFINITY 10716.000000 INFINITY 11865.000000 INFINITY 13643.370117 INFINITY 13366.000000 INFINITY 12737.000000
CURRENT RHS 77825.000000 107862.000000 90520.000000 59286.000000 72154.000000 90989.000000 99203.000000 69045.000000 125000.000000 175000.000000 125000.000000 102000.000000 102000.000000 150000.000000 200000.000000 100000.000000 33802.000000 31567.000000 28121.000000 25810.000000 31369.000000 31887.000000
RIGHTHAND SIDE RANGES ALLOWABLE ALLOWABLE INCREASE DECREASE 148.201492 15271.424805 INFINITY 35022.601562 INFINITY 25719.484375 229.982498 18160.679688 156.976761 29451.373047 INFINITY 17582.984375 INFINITY 25490.044922 INFINITY 16737.736328 INFINITY 23827.500000 INFINITY 80308.781250 INFINITY 40759.328125 INFINITY 24928.199219 INFINITY 8199.799805 INFINITY 54572.179688 INFINITY 104173.156250 INFINITY 32000.556641 INFINITY 64.414429 15222.253906 3350.333496 11178.739258 14637.666992 INFINITY 99.959793 INFINITY 68.228516 7642.283691 26287.000000
Lanjutan Lampiran 19 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
31940.000000 22685.000000 1626.000000 1693.000000 809.000000 1069.000000 1110.000000 336.000000 1816.000000 918.000000 332.000000 352.000000 352.000000 340.000000 328.000000 356.000000 352.000000 340.000000 581.000000 616.000000 616.000000 595.000000 574.000000 644.000000 644.000000 544.000000 360.000000 364.000000 364.000000 356.000000 348.000000 364.000000 368.000000 368.000000 83.000000 88.000000 88.000000 85.000000 82.000000 89.000000 88.000000 85.000000 83.000000 88.000000 88.000000 85.000000 82.000000 89.000000 88.000000 85.000000 913.000000 968.000000 979.000000 935.000000 902.000000 979.000000 968.000000
11079.015625 7274.904297 396.961121 201.020004 878.260010 472.063599 765.550720 1577.219971 100.400002 443.100006 INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY
1673.333374 7385.000488 1185.611938 1693.000000 809.000000 1069.000000 1110.000000 336.000000 1816.000000 918.000000 285.304993 308.296356 313.119690 304.428406 284.707611 311.956390 307.772217 308.615631 496.949005 537.333435 546.015442 530.971130 496.073669 564.721497 564.390015 487.508148 303.966003 311.555634 317.343628 313.314087 296.049133 311.147675 314.926666 330.338776 70.547997 76.345695 77.631920 75.514236 70.455360 77.255035 76.205925 76.630836 70.547997 76.345695 77.631920 75.514236 70.455360 77.255035 76.205925 76.630836 881.869995 938.864258 953.079773 911.285583 873.138428 949.637573 938.514832
Lanjutan Lampiran 19 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129
935.000000 830.000000 880.000000 890.000000 850.000000 902.000000 890.000000 880.000000 850.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY 203618.984375 INFINITY 466968.000000 INFINITY 342926.437500 INFINITY 242142.375000 INFINITY 392684.968750 INFINITY 234439.781250 INFINITY 339867.250000 INFINITY 223169.812500 33737.585938 1626.000000 337.375854 31567.000000 1693.000000 315.670013 28121.000000 809.000000 281.209991 25710.041016 1069.000000 257.100403 31300.771484 1110.000000 313.007721 31887.000000 336.000000 318.869995 31940.000000 1816.000000 319.399994 22685.000000 918.000000 226.850006
914.077087 795.757019 847.950684 861.487793 823.914185 870.252258 857.701355 847.566284 826.984802 398.255127 337.485870 201.020004 315.670013 878.260010 281.209991 473.602417 257.184235 768.046265 313.109802 1577.219971 318.869995 100.400002 319.399994 443.100006 226.850006 INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY
Lampiran 20. Gambar Dokumentasi Perkebunan Widodaren tahun 2007
Lanjutan Lampiran 20