OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN DI PTPN VIII KEBUN JALUPANG SUBANG
MUHAMAD SETA BAGJA FARDHAKA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Optimalisasi Produksi Karet Olahan: Studi Kasus PTPN VII Kebun Jalupang, Subang” adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis ini telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2014
M. Seta Bagja Fardhaka H34104098
ABSTRAK MUHAMAD SETA BAGJA FARDHAKA. Optimalisasi Produksi Karet Olahan (Studi Kasus : PTPN VIII Kebun Jalupang, Subang). Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI. Kebun Jalupang yang merupakan salah satu Unit Usaha milik PTPN VIII. Dengan menggunakan program linier LINDO, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kombinasi produksi karet olahan di Kebun Jalupang agar perusahaan menganalisis alokasi penggunaan input/sumberdaya pada Kebun Jalupang agar dapat mencapai kondisi yang optimal. Dalam kurun waktu satu tahun (Mei 2011April 2012), Kebun Jalupang mampu mendapatkan penerimaan optimal pada nilai sebesar Rp 76.364.690.000,00. Sementara itu, penerimaan aktualnya adalah sebesar Rp 81.906.284.918,00 dengan produk olahan karet kering sebanyak RSS sebanyak 2.179.280 Kilogram Karet Kering (77,1%) dan Lateks Pekat sebanyak 646.441 Kilogram Karet Kering (22,9%). Kemudian hasil analisis Status Sumberdaya menunjukkan bahwa sumberdaya yang menjadi pembatas adalah Taksasi Lalek Pekat LP dan pengurangan bahan baku sebanyak 20% akan sangat mempengaruhi jumlah produksi karet Olahan di Kebun Jalupang. Kata Kunci: Optimalisasi Produksi, Karet Olahan, RSS, Lateks Pekat
ABSTRACT Muhamad SETA BAGJA FARDHAKA. Optimization of Production of Rubber Processed (Case Study: PTPN VIII Jalupang Gardens, Subang). Guided by NUNUNG KUSNADI. Jalupang garden which is one of the business units of PTPN VIII. By using a linear program LINDO, this study was conducted to analyze the combination of processed rubber production in Gardens Jalupang that companies analyze the allocation of the use of inputs / resources on Jalupang Gardens in order to achieve optimal conditions. In the period of one year (May 2011-April 2012), Gardens Jalupang able to obtain optimum reception at the value of Rp 76,364,690,000.00. Meanwhile, the actual receipt is Rp 81,906,284,918.00 with dry rubber processed products as RSS as 2.17928 million Kilograms Dry Rubber (77.1%) and as many as 646 441 Kilograms Concentrated Latex Rubber Dry (22.9%). Then the results of the analysis indicate that the Resource Status of the limiting resource is Taksasi Latek Concentrated (LP). and Labor is not a limiting resource and reduction of as much as 20% of raw materials will greatly affect the amount of processed rubber production in Jalupang Gardens. Keywords : Optimization of Production, Rubber Processing, RSS, Concentrated Latex
Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
OPTIMALISASI PRODUKSI KARET OLAHAN DI PTPN VIII KEBUN JALUPANG, SUBANG
MUHAMAD SETA BAGJA FARDHAKA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Depertemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi Nama NIM
: Optimalisasi Produksi Karet Olahan Di PTPN VIII Kebun Jalupang, Subang : Muhamad Seta Bagja Fardhaka : H34104098
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si
Tanggal Lulus :
i
PRAKATA Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul ”Optimalisasi Produksi Karet Olahan (Studi Kasus: PTPN VII Kebun Jalupang, Subang)” dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini menganalisis tingkat produksi optimal karet olahan per periode produksi yang dapat memberikan keuntungan maksimum, menganalisis kendala apa yang harus diperhatikan dalam optimalisasi proses produksi, serta menganalisis apakah keuntungan perusahaan masih dapat ditingkatkan setelah dilakukan proses optimalisasi. Laporan ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat diperlukan demi tercapainya hal yang lebih baik. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, Amin.
Bogor, Desember 2014
Muhamad Seta Bagja Fardhaka
ii
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
iv
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
5
Tujian Penelitian
6
Ruang Lingkup
7
TINJAUAN PUSTAKA
7
Penelitian Tentang Karet
7
Optimalisasi Produksi
7
Optimalisasi Produksi Karet Olahan
8
KERANGKA PEMIKIRAN Kombinasi Produksi Optimum Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN
9 9 11 13
Lokasi dan Waktu Penelitian
13
Jenis dan Sumber data
13
Pengambilan data
13
Metode Analisis Data
13
Linier Programming
14
Menentukan Variabel Keputusan
16
Menentukan Fungsi Tujuan
16
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
18
Sejarah Singkat dan Lokasi Perusahaan
18
Struktur Organisasi Kebun Jalupang
18
Sarana Produksi
20
Proses Produksi
22
HASIL DAN PEMBAHASAN
28
Model Optimalisasi dan Fungsi Tujuan
28
Kendala-kendala Model Optimalisasi
29
iii
Produksi Optimal Karet Olahan
33
Tingkat Produksi Aktual Karet Olahan terhadap Produksi Optimalnya
33
Penggunaan Bahan Baku Lateks Kebun dan Bahan Penolong Optimal
34
Penggunaan Tenaga Kerja Optimal
36
Analisis Status Sumberdaya
36
Analisis Pasca Optimal
39
KESIMPULAN DAN SARAN
41
LAMPIRAN
44
DAFTAR TABEL 1. Persentase produk domestik bruto indonesia atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun 2008 – 2013 2. Proyeksi keseimbangan pasokan dan permintaan karet alam dunia (.000 ton) 3. Luas areal dan produksi perkebunan besar negara menurut jenis tanaman di Jawa Barat tahun 2010 4. Presentase produksi karet olahan PTPN VII kebun jalupang tahun 2009 dan tahun 2011 5. Produksi RSS dan Lateks pekat kebun jalupang 6. Jenis dan Sumber Data 7. Matriks variabel aktivitas produksi (Mei 2011-April 2012) 8. Suhu Kamar Asap dalam Pengasapan Sheet 9. Kombinasi keuntungan produksi RSS dan lateks pekat pada Kebun Jalupang 10. Produksi lateks kebun di Kebun Jalupang pada Bulan Mei 2011- April 2012 11. Pemakaian dan ketersediaan AFS Kebun Jalupang 12. Pemakaian dan ketersedian Amonia pada Kebun Jalupang 13. Taksasi produksi Kebun Jalupang pada Mei 2011 – April 2012 14. Ketersediaan tenaga kerja di Kebun Jalupang 15. Tingkat produksi akual dan optimal RSS pada Triwulan 1-4 16. Tingkat produksi akual dan optimal Lateks Pekat pada Triwulan 1-4 17. Penggunaan bahan baku lateks pada kondisi aktual dan optimal di Kebun Jalupang pada Mei 2011 – April 2012 18. Penggunaan bahan penolong afs pada kondisi aktual dan optimal di Kebun Jalupang pada Mei 2011 – April 2012 19. Penggunaan bahan penolong amonia pada kondisi aktual dan optimal Kebun Jalupang pada Mei 2011 – April 2012 20. Penggunaan tenaga kerja pada kegiatan produksi RSS dan Lateks Pekat di Kebun Jalupang pada Mei 2011 – April 2012 21. Rekap analisis status sumberdaya Kebun Jalupang Triwulan 1 22. Analisis sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan Kebun Jalupang Mei 2011-April 2012
1 2 3 5 6 13 16 23 28 30 31 31 32 33 34 34 34 35 35 36 37 38
iv
23. Analisis sensitivitas nilai ruas sebelah kanan pada Triwulan 1 24. Perbandingan tingkat produksi optimal dan pasca-optimal terhadap ketersediaan bahan baku utama pada produk RSS 25. Perbandingan tingkat produksi optimal dan pasca-optimal terhadap ketersediaan bahan baku utama pada produk lateks pekat
39 39 40
DAFTAR GAMBAR 1. Produktivitas Karet Menurut Pengusahaan Tahun 2000-2012 (Kg/Ha) 2. Kurva Kemungkinan Produksi 3. Alur Kerangka Pemikiran 4. Penerimaan Latek kedalam Balking 5. Pengenceran dan Pembekuan lateks 6. Penggilingan lembaran karet RSS 7. Pengasapan RSS 8. Sortasi dan pengiriman 9. Proses Produksi RSS 10. penerimaan latek kebun pada produksi Lateks pekat 11. Pengolahan lateks pekat pada mesin centrivius 12. Penyaluran lateks pekat ke bak penyimpanan 13. Proses Produksi Lateks Pekat 14. Perbandingan Tingkat Produksi Optimal dan Pasca-Optimal terhadap Ketersediaan Bahan Baku Utama pada Produk RSS 15. Perbandingan Tingkat Produksi Optimal dan Pasca-Optimal terhadap Ketersediaan Bahan Baku Utama pada Produk Lateks Pekat
3 10 12 22 22 23 23 24 25 26 26 27 27 40 41
DAFTAR LAMPIRAN 1. Pohon Bisnis Karet 2. Luas areal dan Produksi Karet Menurut Pengusahaan Tahun 2000-2011 3. Struktur Organisasi Kebun Jalupang 4. Hasil Pengolahan Program LINDO Ooptimalisasi Perkebunan Jalupang 5. Hasil Pengolahan Program LINDO Post Optimal Perkebunan Jalupang
44 43 44 45 49
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi yang memanfaatkan sumberdaya alam untuk menghasilkan produk pertanian segar dan olahan. Produk pertanian tersebut sangat diperlukan oleh seluruh kalangan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan memiliki karakteristik tanah yang subur, komoditi pertanian dapat tumbuh dengan baik di Indonesia. Salah satu kebijakan pemerintah untuk meningkatkan perekonomian Negara adalah dengan mengembangkan sektor pertanian. Unit bisnis komoditi karet memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional, antara lain sebagai sumber pendapatan bagi lebih dari 10 juta petani dan menyerap sekitar 1,7 juta tenaga kerja lainnya. Selain itu, karet juga merupakan salah satu komoditas nonmigas yang secara konsisten nilai ekspornya terus meningkat.1 Data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Produk Domestik Bruto (PDB) negara Indonesia Tahun 2008 sampai dengan 2013 sebagaimana tertera pada Tabel 1 semakin menguatkan pendapat bahwa pertanian merupakan sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Presentase PDB yang berasal dari sektor pertanian mengalami peningkatan dari Tahun 2008 ke Tahun 2009 namun diperkirakan mengalami penurunanpada Tahun 2011 dan Tahun 2012. Data pada Tabel 1 juga menunjukkan bahwa berdasarkan angka sementara Tahun 2010, sebanyak 15,3 persen dari seluruh PDB dihasilkan dari sektor pertanian. Secara keseluruhan sektor pertanian berada pada urutan kedua terbesar dalam menyumbang angka PDB setelah sektor industri pengolahan dengan presentase tertinggi sebesar 24,8 persen. Akan tetapi pada Tahun 2011 diperkirakan menurun dengan nilai 24,3 persen dan tahun 2012 menjadi menurun lagi menjadi 23,94 persen. Tabel 1. Persentase produk domestik bruto indonesia atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun 2008 – 2013 2012* *
2013* **
14.70
14.44
14.98
11.16
11.85
11.78
10.43
26.40 0.80 9.90
24.80 0.76 10.25
24.33 0.77 10.16
23.94 0.79 10.45
23.77 0.84 10.33
14.00
13.30
13.69
13.80
13.90
14.39
6.30
6.30
6.56
6.62
6.66
6.88
7.40
7.20
7.24
7.21
7.26
7.53
Lapangan Usaha 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Konstruksi 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 1
2008
2009
14.50
15.29
15.29
10.90
10.60
27.80 0.80 8.50
http://dishutbun.kayongutarakab.go.id
2010 2011*
2
9. Jasa-jasa Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto Tanpa Migas Sumber Note
9.70 100.0 0
10.20 100.0 0
10.24 100.0 0
89.50
91.70
92.17
10.56
10.78
10.83
100.00
100.00
100.00
91.58
92.27
92.99
: Badan Pusat Statistik Indonesia (2013) :* Angka sementara ** Angka sangat sementara *** Angka Sangat Sangat Sementara (Sampai Triwulan II 2013)
Selain itu, karet merupakan komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi terhadap upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan. Menurut International Rubber Study Group (IRSG), pada Tahun 2011 konsumsi karet alam global diramalkan meningkat 2,0 persen menjadi 11,0 juta ton dan pada Tahun 2012 permintaan karet alam diperkirakan meningkat lagi sebesar 4,6 persen menjadi 11,5 juta ton. Produksi karet alam berasal dari ramalan potensi pemasok berdasarkan kebijakan perkebunan karet dan harga. Harga yang tinggi akan memberikan kecenderungan intensitas sadap yang tinggi dan sebaliknya. Produksi karet alam dunia diperkirakan naik sebesar 4,6 persen mencapai 10,86 juta ton pada Tahun 2011 dan meningkat lagi 5,1 persen, mencapai 11,42 juta ton. Data pemasok dan konsumsi diatas menunjukkan terjadinya defisit pada Tahun 2011 sebanyak 131.000 ton tetapi berkurang menjadi 77.000 ton pada tahun 2012 (Bulletin Karet, 2011). Tabel 2. Proyeksi keseimbangan pasokan dan permintaan karet alam dunia (.000 ton) Karet alam Produksi Konsumsi Keseimbangan
2011 10.862 10.993 -131
2012 11.417 11.494 -77
Perubahan 5,1 % 4,6 %
Sumber : Bulletin Karet (2011)
Prospek agribisnis karet alam tetap cerah dimasa mendatang. Menurut hasil studi IRSG yang dilakukan oleh Anwar (2008) diproyeksikan bahwa partumbuhan produksi karet Indonesia akan meningkat sebesar 3 persen pertahun, Thailand hanya 1 persen, sedangkan Malaysia -2 persen. Selanjutnya pada Tahun 2020 diprediksi dunia akan kekurangan karet alam sebesar 1,4 juta tonkarena negara-negara produsen karet hanya mampu mensuplay karet alam sebesar 12,4 juta ton2. Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai lateks) yang diperoleh dari getah pohon karet (Hevea brasiliensis/ Euphorbiaceae) tetapi dapat juga diproduksi secara sintetis. Untuk menghasilkan lateks proses yang dilakukan adalah dengan cara melukai kulit pohon karet sehingga pohon tersebut akan mengeluarkan lateks serta memberikan respon yang menghasilkan lebih banyak lateks. Lateks dapat dibuat menjadi berbagai macam bahan olahan karet (Lampiran 1). Produksi karet yang dihasilkan oleh seluruh areal areal kebun yang dimiliki Perkebunan Rakyat (smalholders), Perusahaan Negara (government) dan 2
Chairil Anwar - Pusat Penelitian Karet
3
Perusahaan Swasta (private) menunjukan kecenderungan yang terus meningkat. Namun demikian, jumlah produksi karet pada Tahun 2000-2009 menunjukan angka yang berfluktuatif. Pada tahun 2000 jumlah produksi karet yaitu 1.501.428 ton dan terus menunjukan peningkatan jumlah produksi hingga tahun 2007 dengan jumlah produksi sebesar 2.755.172 ton.Akan tetapi, pada Tahun 20082009 mengalami penurunan dimana jumlah produksi di Tahun 2009 menjadi 2.440.347 ton. Setiap tahunnya luas areal perkebunan mengalami peningkatan namun tidak diiringi dengan peningkatan hasil produksi karet. Hasil produksi karet mengalami penurunan pada tahun 2008 sampai 2009 pada smallholder, government maupun perkebunan rakyat. Namun pada Tahun 2010 sampai 2012 produksi karet mengalami peningkatan lagi, meskipun produksi tahun 20012 relatif lebih rendah dibanding produksi tahun 2011 (Lampiran 2). 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 PR
PBN
PBS
Gambar 1. Produktivitas Karet Menurut Pengusahaan Tahun 2000-2012 (Kg/Ha) Produksi karet yang dihasilkan Perkebunan Besar Negara (PBN) memang tidak sebanyak yang dihasilkan oleh Perkebunan Rakyat (PR). Namun demikian, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1, nampak bahwa produktivitas Perkebunan Besar Negara memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas perkebunan milik pelaku usaha lain, kecuali pada tahun 2012 dimana produktivitas Perkebunan Besar Negara mulai disalip oleh Perkebunan Besar Swasta (PBS). Selain itu, Gambar 1 juga menunjukkan bahwa perkebunan rakyat memiliki produktivitas paling rendah dibanding pelaku usaha lainnya, meskipun perkebunan rakyat memiliki jumlah luas terbesar dan produksi terbesar sebagaimana tertera pada Lampiran 2. Tabel 3. Luas areal dan produksi perkebunan besar negara menurut jenis tanaman di Jawa Barat tahun 2010 Luas Areal (Ha) Jenis No Tanaman Tanaman Mengha- Jumlah Produksi Wujud Muda silkan (Ton) Produk 1 Karet 6.871 17.649 24.520 23.962 Sheet 2 Kelapa 2.707 6.182 8.890 75.721 Tanda Buah
4
Sawit 3 4 5 6
Teh Kina Kakao Tebu Jawa Barat
Segar (TBS) 1.636 -
24.513 2.269 792 12.427
26.150 2.269 792 12.427
47.574 179 310 17.267
11 214
64 249
75 463
165 014
Teh Kering Kulit Kering Biji kering Hablur
Sumber : BPS Jawa Barat, 2010 (Diolah)
Data pada Tabel 3 di atas menunjukan bahwa untuk Perkebunan Besar Negara yang ada di Provinsi Jawa Barat komoditi karet memiliki areal terluas kedua (setelah teh). Adapun produk olahan karet dalam bentuk sheet merupakan produk olahan perkebunan yang cukup besar di provinsi Jawa Barat. Dewasa ini, bahkan dimasa yang akan datang orientasi sektor pertanian telah berubah kepada orientasi pasar. Semakin banyaknya konsumen yang menuntut atribut produk yang lebih rinci dan lengkap serta adanya preferensi konsumen terhadap produk olahan, maka sektor pertanian harus berubah dari sektor usahatani menjadi sektor agroindustri. Sektor agroindustri harus menjadi penentu kegiatan sub-sektor usahatani dan selanjutnya. Agroindustri merupakan industri yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik produk antara (intermediate product) atau produk akhir (finished product). Sektor agroindustri atau subsistem pengolahan adalah salah satu sektor yang memoderenisasi dan penggerak utama dalam subsistem agribisnis. Dengan adanya sektor agroindustri petani dan/atau pengusaha pertanian tidak perlu khawatir akan sifat produk agribisnis yang cenderung mudah rusak, busuk dan berat. Sektor agroindustri memiliki peran utama sebagai penghasil nilai tambah yang di dapat dari produk turunan suatu komoditas. Menurut Austin (1992) dalam Suprapto, agroindustri hasil pertanian mampu memberikan sumbangan yang sangat nyata bagi pembangunan di kebanyakan Negara berkembang karena empat alasan yaitu : 1) agroindustri hasil pertanian menjadi pintu masuk untuk sektor pertanian, 2) agroindustri hasil pertanian sebagai dasar sektor manufaktur, 3) pengolahan hasil pertanian menghasilkan komoditas ekspor penting, dan 4) jika agroindustri itu bergerak pada sektor pangan maka merupakan sumber penting nutrisi. PTPN VIII merupakan salah satu di antara perkebunan milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1996. Perusahaan ini didirikan dengan maksud dan tujuan untuk menyelenggarakan usaha di bidang agrobisnis dan agroindustri, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya perusahaan untuk menghasilkan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, serta meningkatkan keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. Kegiatan usaha perusahaan meliputi pembudidayaan tanaman, pengolahan/produksi, dan penjualan komoditi perkebunan. Agroindustri karet merupakan salah satu sektor pertanian yang dilakukan oleh PTPN VIII. Dengan didirikannya pabrik-pabrik pengolahan karet alam (lateks) di Kota Purwakarta dan Subang menjadikan komoditi karet yang
5
dihasilkan dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain agar mampu diterima oleh pasar serta untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Perumusan Masalah Setiap perusahaan tentunya memiliki tujuan yang sama, yaitu memperoleh keuntungan dengan biaya seminimal mungkin. Dalam mencapai hal tersebut tidaklah mudah karena keterbatasan-keterbatasan akan muncul sebagai kendala yang bisa menjadi penghadang perusahaan tersebut untuk menggapai tujuannya. Perusahaan yang berproduksi lebih dari satu produk akan kesulitan dengan ketersediaan sumberdaya yang terbatas. Dengan terbatasnya sumberdaya maka perusahaan dituntut melakukan efisiensi alokasi semberdaya untuk dapat menghasilkan tingkat produksi tertentu. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan produksi yang tepat agar sumberdaya yang tersedia dapat digunakan secara optimal sehingga diperoleh tingkat produksi yang optimal. Tabel 4. Presentase produksi karet olahan PTPN VII kebun jalupang tahun 2009 dan tahun 2011 JENIS PRODUK
RSS
2009 GRADE
JUMLAH
RSS 1 RSS 2 RSS 3 Cutting Total L. Pekat
LATEKS PEKAT
Skim Serum Total
JENIS PRODUK
94 3 RSS 3 100 91 7 LATEKS 2 PEKAT 100
2011 GRADE
JUMLAH
RSS 1 RSS 2 RSS 3 Cutting Total
95 3 2 100
L. Pekat
91
Skim Serum Total
7 2 100
Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang
Kebun Jalupang merupakan salah satu unit usaha dari PTPN VIII (perusahaan BUMN Perkebunan) yang sebelumnya memproduksi tiga jenis karet olahan,yaitu RSS, Lateks Pekat dan SIR Hidgh Grade. Namun pada tahun 2011 pabrik SIR High Gradesudah tidak lagi beroperasi (Tabel 4). Untuk setiap jenis produk yang dihasilkan Kebun Jalupang memiliki beberapa jenis mutu yang berbeda.Dalam perkembangannya, komposisi (persentase) setiap jenis maupun mutu karet olahan yang diproduksi Kebun Jalupang dapat berbeda dari tahun ke tahun. Untuk jenis RSS, komposisi hasil produksi cenderung membaik, yaitu dari 94% RSS 1 pada tahun 2009 menjadi 95% RSS1 pada tahun 2011 (Tabel4). Permintaan dan harga jenis-jenis karet olahan khususnya RSS dan Lateks Pekat mendorong perusahaan untuk memproduksi karet olahan sesuai dengan permintaan pasar. Namun dalam kegiatan produksinya, terdapat beberapa kendala yang dihadapi perusahaan tersebut seperti kualitas lateks (kadar karet kering lateks) dan kuantitas lateks. Faktor musim sangat berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas produksi lateks sebagai bahan baku pembuat karet olahan. PTPN
6
VIII Kebun Jalupang merupakan unit usaha yang hanya mengolah lateks cair hasil kebun sendiri dan tidak melakukan pembelian lateks dari luar Kebun Jalupang. Tabel 5. Produksi RSS dan Lateks pekat kebun jalupang Bulan Mei, juni, juli Agustus, Sept, Okt Nov, des, jan Feb, mar, apr Sumber: Kebun Jalupang
RSS
Lateks Pekat
792288 316860 471811 748530
230696 166371 146215 143170
Keberhasilan suatu usaha dapat diukur dengan kepuasan konsumennya. Terpenuhinya permintaan konsumen akan produk yang dihasilkan perusahaan merupakan suatu nilai tambah bagi perusahaan tersebut. Hal ini tidaklah mudah dilakukan oleh suatu perusahaan, banyak hambatan yang harus dihadapi dalam melakukannya. Salah satu hambatan yang sering kali dialami oleh suatu perusahaan dalam upaya pemenuhan permintaan konsumenya adalah kekurangan bahan baku untuk proses produksinya. Kendala yang dihadapi Kebun Jalupang muncul baik musim hujan maupun musim kemarau. Pada musim hujan kendala yang muncul adalah mutu lateks rendah sedangkan pada musim kemarau kendala yang muncul adalah jumlah bahan baku (lateks cair) sedikit. Oleh sebab itu, dalam kegiatan produksinya Kebun Jalupang hanya bisa memproduksi RSS sebanyak 10 Ton dalam 1 Kali produksi, meskipun permintaan kepada Kebun Jalupang sebanyak 15 ton. Adanya permintaan yang cukup besar dari pabrik-pabrik pengolah bahan setengah jadi menjadi barang siap pakai yang berbahan baku karet olahan seperti Sit (RSS) dan Lateks Pekat, waktu produksi RSS dan Lateks Pekat yang bersamaan, dan juga faktor cuaca yang sangat mempengaruhi volume dan kualitas lateks cair dari kebun menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian menganai alokasi sumberdaya dan prooduksi secara optimal sehingga dapat diketahui apakah perusahaan telah berproduksi dalam kondisi optimal atau tidak, serta membandingkan hasil keuntungan aktual dengan keuntungan optimal agartidak terjadi pengalokasian sumberdaya yang tidak tepat atau berlebihan. Dari masalah yang dijelaskan diatas maka dirumuskan perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kombinasi produksi optimal produk karet olahan di Kebun Jalupang terhadap perubahan bahan baku? 2. Bagaimana alokasi sumberdaya yang dimiliki Kebun Jalupang untuk mencapai kondisi optimal? 3. Bagaimana alokasi sumberdaya yang dimiliki Kebun Jalupang jika terjadi perubahab bahan baku utama? Tujian Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
7
1.
2. 3.
Menganalisis kombinasi produksi karet olahan di Kebun Jalupang agar perusahaan mendapatkan penerimaan yang maksimum sekaligus memenuhi permintaan pasar. Menganalisis alokasi penggunaan input/sumberdaya pada Kebun Jalupang agar dapat mencapai kondisi yang optimal. Menguji model yang digunakan oleh peneliti Ruang Lingkup
Penelitian ini memiliki berbagai batasan agar dapat lebih terarah dan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada. Penelitian ini dilakukan di PTPN VII Kebun Jalupang Subang khususnya pada pabrik pengolahannya yang melakukan kegiatan kombinasi produksi karet olahan berupa RSS dan Lateks Pekat. Oleh sebab itu, penelitian ini khusus menganalisis optimalisasi produksi produk olahan komoditi karet jenis RSS dan Lateks Pekat.
TINJAUAN PUSTAKA Penelitian Tentang Karet Penelitian mengenai karet telah banyak dilakukan diantaranya oleh Hardjo (2003) tentang RSS dan SIR, Saleh (1991) tentang karet alam, Yovina (2002) tentang Crumb Rubber, serta Suhara(2005) dan Elfrida (2007) tentang pabrik ban. Walaupun berbeda jenis ataupun produk yang diteliti namun keseluruhan penelitian tersebut dilakukan dengan mengambil komoditi yang sama, yaitu komoditi karet. Penelitian yang dilakukan oleh Saleh (1991), tidak hanya tentang prodiksi karet di Indonesia namun juga termasuk pemasarannya.Penelitian yang dilakukan oleh Yovina(2002)dan Hardjo (2003) mengenai optimalisasi produksi pabrik pengolahan karet. Perbedaan kedua penelitian dimaksud terletak pada jenis produk, dimana penelitian Yovina pada optimalisasi produksi Crumb Rubbersedangkan penelitian Hardjo pada optimalisasi produksi RSS dan SIR. Sementara itu, penelitian Suhara (2005) dan Elfrida (2007) mengarah kepada analisis pengendalian persediaan bahan baku karet untuk kegiatan produksi industri ban. Namun demikian, dari seluruh penelitian tentang karet dimaksud belum ada yang meneliti produk olahan karet tentang Lateks Pekat, terutama untuk optimalisasi dan kombinasi dengan jenis produk olahan lainnya, termasuk kombinasi produksi antara Lateks Pekat dengan RSS yang dilakukan oleh perusahaan yang sama.
Optimalisasi Produksi Penelitian mengenai optimalisasi produksi telah dilakukan pada berbagai macam produk hasil pertanian.Selain pada komoditi karet, penelitian optimasi produksi juga dilakukan pada komoditas pertanian lainnya, diantaranya oleh Latifah (2006) pada cocoa butter dan cocoa powder, Rizqi (2006) pada tahu,
8
Maryati (2008) pada tanaman hias, serta Kesuma (2006) pada ikan konsumsi. Selain itu, penelitian-penelitian tersebut dilakukan pada kegiatan produksi yang dikelola perusahaan sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitianpenelitian tersebut melakukan pendekatan maksimisasi keuntungan sebagai tujuan yang hendak dicapai dalam penelitiannya. Pada perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan, kebutuhan bahan baku utama menjadi hal yang penting (Latifah, 2006) dan Rizqi (2006)) karena kelebihan ataupun kekurangan bahan baku utama akan mengganggu proses produksi. Namun keadaan tersebut berbeda paada perusahaan yang melakukan kegiatan pengadaan bahan baku utama sendiri oleh perusahaan yang sama (Maryati, 2008). Seperti halnya perusahaan yang melakukan produksi krisan dimana pemenuhan bibitnya dilakukan oleh perusahaan sendiri melaluikultur jaringan. Dalam hal ini perusahaan tersebut dapat mengontrol jumlah kebutuhan bahan baku utama kegiatan produksinya. Walaupun demikian, pada perusaan tersebut ketersedian tenaga kerja merupakan kendala yang terpenting. Kegiatan produksi merupakan kegiatan dimana sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan dapat dimanfaatkan sebagai penopang kegiatan produksi.Dalam satu jenis komoditi seperti tanaman hias bisa berbeda pula kendala yang dihadapi tergantung jenis tanaman yang diproduksi (Hotmora, 2004) dan Maryati (2008). Maryati (2008) menyebutkan kendala lahan, bahan kimia, tenaga kerja, sekam bakar, pupuk kimia, larutan pupuk organik, indukan, pasar, namun berbeda dengan yang dilakukan Maryati (2008) tidak mencantumkan pasar sebagai faktor kendala. Dalam kegiatan produksi tidak selalu berjalan lancar, kemungkinan adanya kendala yang dihadapi itu sangat bisa terjadi.Kendala yang dimiliki perusahaan berbeda-beda sesuai dengan komoditi dan jenis kegiatan produksinya (Latifah (2006), Rizqi (2006), Maryati (2008), Kesuma (2006)).
Optimalisasi Produksi Karet Olahan Dalam penelitian yang berjudul Optimalisasi Produk Akhir RSS, TPC, Lateks dan Karet Remah, Sugiharto (2001) mengemukakan bahwa meningkatnya pasokan bahan baku menyebabkan semakin banyaknya pilihan komposisi produk akhir yang dapat diproduksi serta tingkat produksi akhir optimal yang dapat dihasilkan menjadi relatif lebih tinggi. Selain itu, penelitian tersebut juga menunjukan bahwa komposisi produk akhir berdasarkan analisa sensitifitas tidak berpengaruh kepada penurunan bahan baku melainkan peka terhadap kanaikan harga bahan baku lateks. Yovina (2002) yang meneliti tentang optimalisasi produksi pada Crumb Rubber menjadikan waktu sebagai indikator dalam proses produksi sehingga kegiatan produksi dibagi menjadi empat triwulan. Penelitian tersebut tidak hanya menganalisis kombinasi produksi tetapi juga melakukan analisis sensitivitas terhadap perubahan harga dan kombinasi produksi setiap kebun yang terdiri dari tiga kebun.Setiap triwulan menghasilkan kombinasi produksi yang berbeda, baik jenis ataupungrade. Pada analisa post optimal scenario II terlihat bahwa keuntungan total akan berkurang jika perusahaan tetap memproduksi produkproduk yang tidak dipilih oleh keluaran LINDO.
9
Penelitian tentang optimalisasi produksi karet yang dilakukan Yovina, (2002)menggunakan metode analisis Linear Programming dengan tujuan memaksimumkan pendapatan.Hasil analisis optimalisasi dengan menggunakan Linear Programmingtersebut menunjukan bahwa keuntungan yang diperolehpada kondisi optimal lebih besar dari kondisi aktual perusahaan. Penelitian yang akandilakukan peneliti di Kebun Jalupang mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Yovina (2002) yang menjadikan waktu sebagai indikator dalam menentukan fungsi tujuan. Perbedaan penelitian yang dilakukan di Kebun Jalupang dengan penelitian sebelumnya terletak pada hasil output produksi, dimana dalam penelitian tentang karetsebelumnya belum ada yang dilakukan pada proses produksi bahan olah karet yang mengkombinasikan produk olahan RSS dengan Lateks Pekat pada kegiatan produksi yang dilakukan oleh satu perusahaan pengolakan karet yang sama.
KERANGKA PEMIKIRAN Kombinasi Produksi Optimum Perusahaan melakukan kegiatan produksi barang atau jasa dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.Namun tujuan ini terkadang sulit untuk dicapai karena kemampuan perusahaan dalam kegiatan produksi dibatasi dengan ketersediaan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut.Pihak pengambil keputusan di perusahaan perlu mempertimbangkan kombinasi produk optimum yang diperoleh dari penanganan faktor-faktor produksi yang jumlahnya terbatas agar memberikan keuntungan yang maksimal. Untuk menentukan kombinasi produk yang optimum sehingga diperoleh pendapatan yang maksimumdapat dijelaskan melalui Kurva Kemungkinan Produksi (KKP) dan garis isorevenue.Menurut Nicholson (1991), Kurva KemungKinan Produksi (Production Posibility Curve) menunjukkan semua kombinasi keluaran atau output yang dapat dihasilkan oleh satuan ekonomi tertentu dengan menggunakan sumberdaya dengan jumlah tertentu. Dengan demikian, Kurva Kemungkinan Produksi dapat didefinisikan sebagai kurva yang menjelaskan tentang kombinasi output atau produk yang dapat dihasilkan dengan menggunakan sumberdaya dalam jumlah tertentu. KKP ini dapat pula disebut sebagai kurva isoresource, karena masing-masing titik dalam kurva tersebut merupakan kombinasi output yang dihasilkan dengan menggunakan jumlah inputyang sama. Sebaliknya, garis isorevenue adalah garis yang menggambarkan kombinasi output yang menghasilkan penerimaan tertentu kepada perusahaan (Lipsey et al, 1995).
10
Gambar 2. Kurva Kemungkinan Produksi Menurut Lipsey (1995), Kurva Kemungkinan Produksi (Production Possibility Boundary) menjelaskan tiga konsep, yaitu: kelangkaan (scarcity), pilihan (choise), dan biaya peluang (opportunity cost). Kelangkaan (D) ditunjukkan oleh kombinasi-kombinasi yang tidak dapat dicapai melebihi batas, pilihan (C) ditunjukkan oleh kebutuhan untuk memilih dari sekian titik-titik alternatif yang bisa dicapai sepanjang batas, sedangkan biaya peluang (a-b) diperlihatkan oleh kemiringan batas tersebut ke kanan bawah. Kombinasi produksi yang optimum dicapai saat KKP bersinggungan denga garis isorevenue pada titik E. Pada Gambar 2 diasumsikan perusahaan menggunakan sumberdaya yang ada hanya untuk memproduksi dua produk, yaitu produk Q1 dan produk Q2. Pada saat perusahaan berproduksi sebesar d untuk produk Q1 dan sebesar c untuk produk Q2, total penerimaan yang diterima perusahaan maksimal, yaitu sebesar TR2. Sedangkan kombinasi produksi di titik a dan b bukan merupakan kombinasi yang optimal karena total penerimaan yang dihasilkan lebih rendah dari TR 2 dan masih ada sumberdaya yang berlebih. Masalah optimalisasi produksi dapat diselesaikan dengan salah satu teknik optimalisasi, yaitu menggunakan program linear.Metode pemrograman linear merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah optimalisasi berkendala dimana semua fungsi - baik fungsi tujuan maupun fungsi kendala merupakan fungsi linear.
11
Kerangka Pemikiran Operasional PTPN VIII merupakan perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang agrobisnis dan agroindustri, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya perusahaan untuk menghasilkan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat. Produk yang dihasilkan unit usaha Kebun Jalupang sampai tahun 2009 ada tiga jenis, yaitu RSS, Lateks Pekat, dan SIR High Grade. Namun dengan berjalannya waktu pada Tahun 2011 unit usaha Kebun Jalupang tidak lagi memproduksi SIR high grade. Dengan kata lain, yang diproduksi oleh unit usaha Kebun Jalupang hanya RSS dan Lateks Pekat Setiap perusahaan,termasuk PTPN VIII Kebun Jalupang,tentu saja bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan.Akan tetapi pencapaian tujuan perusahaan tersebut tidak mudah karena setiap perusahaan dihadapkan pada kendala-kendala, dimana salah satunya keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Permintaan produk dan ketersediaan sumberdaya merupakan dua hal yang mempengaruhi dalam perencanaan penggunaan sumberdaya, dimana setiap bulannya ketersedian sumberdaya tersebut tidak tetap atau berfluktiatif. Pemecahan persoalan tersebut dapat menggunakan program linier sebagai alat analisisnya. Program linier itu sendiri merupakan metode atau teknis matematik yang digunakan untuk membantu manajer dalam menentukan keputusan. (Yamit,1993). Perencanaan produksi optimal dapat dicapai dengan menggunakan program linier. Hal tersebut dikarenakan program linier akan memberikan pemecahan persoalan sebagai alternatif pengambilan tindakan. Program linier dipilih untuk menjawab penyelesaian atas permasalahan dalam pengalokasian sumberdaya yang optimal sehingga didapat suatu maksimisasi keuntungan untuk periode tertentu. Hasil dari pemecahan persoalan dengan program linier akan memberikan rumusan perencanaan atau rekomendasi tentang produksi optimal, yaitu kombinasi produksi yang dapat menghasilkan keuntungan yang maksimum.
12
Adanya kendala pada peruahaan yaitu Kendala cuaca, bahan baku, bahan penolong, Taksasi dan Tenaga kerja
Menentukan kombinasi produksi optimal produk karet olahan Menentukan alokasi sumberdaya yang dimiliki Kebun Jalupang untuk mencapai kondisi optimal Menentukan alokasi sumberdaya yang dimiliki Kebun Jalupang jika terjadi perubahan bahan baku utama
Optimalisasi Produksi
Analisis Linear Programming
Penentuan Kombinasi Produksi Olahan Karet
Evaluasi
Gambar 3. Alur Kerangka Pemikiran
Kondisi Aktual Perusahaan
13
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu unit usaha milik PTPN VIII, yaitu di Kebun Jalupangyang terletak di Kabupaten Subang. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa perusahaan tersebut melakukan kegiatan produksi dengan menggunakan bahan baku karet alam (lateks) dan menghasilkan produk olahan RSS dan Lateks Pekat. Pengumpulan data dilakukan selama dua bulan (mei 2012- Juni 2012).
Jenis dan Sumber data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan terkait. Data sekuder meliputi keadaan umum perkebunan karet Jalupang, produksi karet olahan, jumlah tenaga kerja, listrik dan tenaga kerja yang berasal dari laporan bulanan dan merupakan untaian waktu. Tabel 6. Jenis dan Sumber Data No 1 2 3 4 5 6
Jenis Data Sejarah Perusahaan Struktur Organnisasi Produk yang dihasilkan Bahan baku yang digunakan Proses Produksi Mesin-Mesin produksi
Sumber Data Manajemen Manajemen Bagian Produksi Bagian Produksi Bagian produksi Bagian Produksi
Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang
Pengambilan data Studi lapangan dilakukan dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan objek kajian, guna menunjang penelitian. Data primer ini dilakukan dengan wawancara yang berisi tentang pertanyaan yang terkait dengan penelitian ini. Sedangkan dalam pengambilan data sekunder berasal dari data penjualan dan produksi pada Tahun 2009-2011.
Metode Analisis Data Data yang diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diolah dan dideskripsikan untuk memberikan gambaran umum Kebun Jalupang serta proses pelaksanaan produksi karet olahan di unit usaha tersebut. Sementara itu, data kuantitatif diolah dan dianalisa dengan menggunakan Linear Progreaming. Data kuantitatif berupa penerimaan, biaya, dan keuntungan aktual perusahaan diolah dengan program Microsoft Excel dan
14
kalkulator.Hasil pengolahan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk membentuk fungsi tujuan dan kendala dalam upaya menghasilkan kombinasi produksi yang optimal di PTPN VIII Kebun Jalupang. Setelah didapatkan fungsi tujuan dan kendala, kemudian data tersebut diolah dengan menggunakan program linier LINDO (Linier Interactive and Discrete Optimizer).
Linier Programming Linier programming adalah suatu analisis masalah dengan menggunakan sebuah fungsi linier dari sejumlah variabel-variabel dengan tujuan maksimisasi atau minimisasi, dimana variabel-variabel tersebut merupakan anggota dari sejumlah kendala dalam bentuk pertidaksamaan linier. Model dari suatu linier programming harus terdiri dari empat komponen. Komponen-komponen tersebut adalah: 1. Fungsi tujuan (maksimisasi atau minimisasi) Semua masalah mencari pemecahan maksimisasi atau minimisasi dari suatu jumlah, biasanya keuntungan atau biaya.Tujuan tersebut harus dinyatakan secara jelas, baik dengan tulisan atau secara matematis. 2. Kendala Kendala tersebut merupakan jumlah pembatas dalam pencapaian tujuan.Tujuan dari linier programming dibatasi oleh beberpa sumberdaya yang terbatas. 3. Adanya alternatif aktivitas Dengan adanya berbagai alternatif aktivitas, maka linier programming akan dicari suatu kombinasi dari berbagai aktivitas yang memenuhi tujuan yang akan dibatasi. 4. Fungsi tujuan dan fungsi kendala linier Fungsi tujuan dan fungsi kendala dalam bentuk hubungan matematis yang linier atau dalam bentuk pertidaksamaan akan memberikan kemudahan dalam memecahkan masalah. Secara umum, model program linier (linier programming) dapat dinyatakan sebagai berikut : Maksimisasi/minimisasi : untuk j = 1,2,… n memenuhi syarat kendala 1.
, untuk j = 1,2,…. n
2. Xj ≥ 0 Dimana : Z = fungsi tujuan Cj = koefisien fungsi tujuan aj = koefisien input-output bj = sumberdaya yang tersedia dari kendala ke-j Xj = variabel keputusan
15
Nasendi dan Anwar (1985) menyatakan bahwa terdapat asumsi yang mendasari model program linier, yakni : 1. Linieritas Perbandingan antara input yang satu dengan input lainnya, atau suatu input dengan output besarnya tetap dan tidak bergantung pada tingkat produksi. 2. Proporsionilitas Apabila variabel pengambil keputusan (Xj) berubah maka dampak perubahan akan menyebar dalam proporsi yang sama terhadap fungsi tujuan (CjXj) dengan fungsi kendala (ajXj). 3. Aditivitas Nilai koefisien pengambil keputusan fungsi tujuan merupakan jumlah dari nilai individu-individu Cj dalam model program nilai terebut. Dampak total terhadap kendala ke-j merupakan jumlah dampak individu terhadap variabel pengambil keputusan (Xj). 4. Divisibilitas Variabel pengambil keputusan (Xj) dapat dibagi kedalam pecahan-pecahan apabila diperlukan. 5. Deterministik Semua parameter yang terdapat dalam model program linier (aj, Cj, Xj) adalah tetap, diketahui dan dapat diperkiran dengan pasti. Dari keluaran komputer ini diperoleh beberapa analisis yaitu analisis primal, analisis dual, sensitivitas dan analisis post optimalitas. a. Analisis Primal Dengan analisis primal, dapat diketahui jumlah kombinasi produk (Xj) yang terbaik dengan menghasilkan tujuan Z, dimana dalam tujuan Z tersebut meminimumkan deviasi atas dan atau bawah dengan kendala keterbatasan sumberdaya yang tersedia (bj). b. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas terdiri dari analisis perubahan koefisien dari fungsi tujuan dan analisis RHS (Right Hand Side) atau kisaran sisi kanan dari fungsi tujuan (Cook dan Russel,1989). Analisis sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan digunakan untuk melihat selang perubahan koefisien fungsi tujuan (Cj) yang masih diijinkan agar nilai optimal variabel keputusan tidak berubah. Analisis sensitivitas ruas kanan kendala menunjukkan ruas kanan kendala (bj) atau sering disebut right hand side (RHS) yang masih diijinkan agar tetap mempertahankan kondisi feasible awal (tidak akan mengubah nilai shadow price kendala bersangkutan) dengan parameter lain dipertahankan konstan. c. Analisis Post-optimal Analisis post-optimal merupakan suatu analsis untuk mempelajari nilainilai dari peubah-peubah pengambilan keputusan dalam suatu model matematika jika satu atau beberapa atau semua parameter model tersebut berubah. Analisis post-optimal dilakukan setelah diketahui kondisi yang optimal awal untuk suatu model tertentu
16
Menentukan Variabel Keputusan Penentuan variabel keputusan didasarkan kepada produk yang akan dioptimalkan. Variabel keputusan menunjukan aktivitas produksi setiap jenis produk yang dihasilkan PTPN VIII Kebun Jalupang dalam memproduksi dua jenis karet olahan, yaitu RSS dan Latek Pekat.Keuntungan dari produk – produk yang dihasilkan berfluktuasi setiap bulannya sehingga variabel keputusan ditetapkan berdasarkan keuntungan yang diperoleh dari produk tersebut.Keuntungan tersebut diperoleh dari hasil penjualan produk dikurangi dengan biaya produksinya. Pengambilan variabel ini dilakukan melalui data yang dikumpulkan selama 12 bulan (Mei 2011- April 2012). Penentuan 12 bulan karena sasaran tujuan yang ingin dicapai adalah maksimisasi keuntungandari masing – masing produk yang dihasilkan. Permintaan yang berbeda pada setiap periodenya menjadikan produksi perusahaan tiap periodenya selalu berbeda pula.Variabel keputusan disimbolkan dengan Xij (i menunjukan jenis produk dan j menunjukan periode produksi). Penelitian ini menjadikan waktu sebagai indikator dalam menentukan fungsi tujuan. Berkaitan dengan hal tersebut,maka kegiatan produksi RSS maupun Lateks Pekat di PTPN VIII Kebun Jalupang dibagi menjadi empat triwulan. Adapun matriks variabel aktivitas produksi RSS dan Lateks Pekat di PTPN VIII Kebun Jalupang adalah sebagaimana tertera pada Tabel 6 berikut. Tabel 7. Matriks variabel aktivitas produksi (Mei 2011-April 2012) Jenis Produk Periode RSS 1 Lateks Pekat Mei, juni, juli
X11
X21
Agustus, Sept, Okt
X12
X22
Nov, des, jan
X13
X23
Feb, mar, apr
X14
X24
Menentukan Fungsi Tujuan Tujuan optimalisasi yang dibentuk kedalam suatu fungsi menggambarkan sasaran yang ingin dicapai dari permasalahan program linear yang berkaitan dengan penggunaan secara optimal atas sumberdaya yang terbatas. Fungsi tujuan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah maksimisasi keuntungan. Adapun keuntungan yang akan dimaksimalkan merupakan selisih antara penerimaan dengan total biaya produksi. Koefisien fungsi tujuan pada model program linear ini adalah keuntungan dari penjualan masing – masing jenis produk dimana formulasinya adalah sebagai berikut: 2
Z (TRij TCij ) Xij j 1
2
Z AijXij i 1
Keterangan,
17
Z TRij Tcij Aij Xij I J
= Nilai fungsi tujuan/ keuntungan yang ingin dimaksimumkan (Rp) = Kontribusi penerimaan dari produk ke-i pada triwulan ke-j (Rp) = Kontribusi biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk ke-i pada triwulan ke-j (Rp) = Kontribusi keuntungan persatuan yang dihasilkan dari produk ke-i pada triwulan ke-j (Rp) = Jumlah aktivitas produksi dari produk ke-i pada triwulan ke-j (m) = Jenis produksi yang dihasilkan (1= produk A dan 2 = produk B ) = Periode produksi selama satu tahun (4 triwulan)
Pada fungsi tujuan, aktivitas produksi yang dimasukkan adalah aktifitas pengolahan RSS danLateks Pekat. Adapun kendala-kendala yang masuk dalam model pemrograman linear untuk produksi RSS dan Lateks Pekat meliputi kendala di kebun dan kendala di pabrik, yaitu: 1. Bahan baku. Bahan baku merupakan faktor utama dalam pembuatan karet RSS dan lateks pekat yang merupakan lateks kebun(cair). Setiap olahan karet memiliki kadar lateks yang dianjurkan. 2
BijXij b i 1
Bij Bj
j
= Koefisien Penggunaan bahan baku untuk aktivitas ke-i pada triwulan ke-j (kg/triwulan) = Ketersediaan bahan baku pada bulan ke-j (kg/triwulan) selama periodeanalisis
2. Taksasi Produksi Taksasi Produksi merupakan perkiraan jumlah produksi yang seharusnya dicapai. Penentuan taksasi di Kebun Jalupang ditetapkan sesuai dengan permintaan pasar akan masing-masing jenis karet olahan. 2
SijXij s i 1
Sij sij
j
= Koefisien taksasi produksi untuk aktivitas ke-i pada triwulan ke-j (kg/triwulan) = Ketetapantaksasi produksi untuk menghasilkan produk ke-i pada triwulan ke-j selama periode analisis
3. Bahan Penolong Dalam melakukan proses produksi pengolahan RSS dan Lateks Pekat dibutuhkan beberapa bahan penolong dalam pengolahannya yaitu Asap Cair Formula Sheet(AFS) dan Amoniak. Pemakaian bahan baku penolong per Kg Karet Kering RSS dan Lateks Pekat serta ketersediaan bahan penolong tersebut merupakan fungsi kendala bahan penolong. 2
PijXij p i 1
ij
18
Pij pj
= Koefisien Penggunaan bahan penolong untuk aktivitas ke-i pada triwulan ke-j (kg/triwulan) = Ketersediaan bahan penolong untuk menghasilkan produk ke-i pada triwulan ke-j selama periode analisis
4. Kendala Ketersediaan Jam Kerja Tenaga Kerja Tenaga kerja yang dihitung sebagai batasan dalam produksi RSS dan Lateks Pekat adalah tenaga kerja langsung. Ketersediaan tenaga kerja tersebut dihitung berdasarkan jumlah jam kerja yang terdapat dalam suatu periode. Sedangkan jumlah jam kerja yang dibutuhkan dalam memproduksi RSS dan Lateks Pekat adalah dihitung berdasarkan jam kerja reguler yang satuannya adalah jam. 2
TijXij t i 1
Tij tij
ij
= Koefisien Penggunaan tenaga kerja langsung untuk aktivitas ke-i pada triwulan ke-j (jam/triwulan) = Ketersediaan jam kerja tenaga kerja langsung untuk menghasilkan produk ke-i pada triwulan ke-j selama periode analisis
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Singkat dan Lokasi Perusahaan PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Jalupang yang berlokasi di Kabupaten Subang merupakan suatu unit usaha perkebunan yang pengelolaannya selalu berganti – ganti. Unit usaha pekebunan ini pernah dikelola oleh perusahaan swasta asing pada Periode Jaman Pemerintahan Belandadan Jepang Kemerdekaan. Kemudian, pada jaman kemerdekaan pun perusahaan yang mengelola unit usaha Kebun Jalupang berganti – ganti, dan kini unit usaha tersebut dikelola oleh PTPN VIII. PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Jalupang persisnya terletak di Jalan Raya Cipeundeuy Km.20, Desa Lengkong, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Subang Jawa Barat. Kebun Jalupang memiliki luas areal sebesar 3.754,89 hektar. Pabrik pengolahan karet sendiri berdiri di atas bangunan sebesar 15.000 m2. Lokasi PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Jalupang dapat dipandang sangat strategiskarena hal-hal berikut: 1) dekat dengan lokasi pasar (berbagai perusahaan industri hilir yang menggunakan bahan baku karet alam), 2) kondisi sarana jalan transportasi cukup baik (berjarak 1.5 Km dari jalan raya kabupaten yang menghubungkan Kota Subang dengan Kota Jakarta), dan 3) dekat dengan sumber tenaga kerja yang diperlukan untuk mendukung proses produksi (massyarakat yang bertempat tinggal di desa sekitar). Struktur Organisasi Kebun Jalupang
19
Struktur organisasi dalam PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Jalupang ini berbentuk garis.Sebagaimana tertera pada struktur organisasi Kebun Jalupang, perintah dari pimpinan langsung kepada bawahan.(Lampiran 3). Dalam hal ini, untuk seluruh rangkaian proses produksi RSS maupun lateks pekat di Kebun Jalupang, kekuasaan dan tanggung jawab tertinggi dipegang oleh satu pimpinan, yaitu Administratur. Namun demikian, dalam proses pemasaran RSS maupun lateks pekat seluruhnya dilakukan oleh Kantor Direksi sehingga Administratur Kebun Jalupang tidak punya kewenangan melakukan proses tersebut. Mengacu pada struktur organisasi tersebut, wewenang dan tanggung jawab unsur pimpinan di Kebun Jalupang atas pekerjaannya, termasuk dalam memproduksi RSS dan Lateks Pekat, adalah sebagai berikut: a. Administratur Administratur bertugas merencanakan, mengorganisir, mengarahkan dan mengawasi kegiatan-kegiatan perusahaan dan bertanggung jawab atas kelancaran jalanya kinerja unit atau Kebun yang di pimpinnya. b. Kepala Tanaman Bagian ini bertugas melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran tugas pekerjaan bidang tanaman sesuai dengan kebijakan Direksi dan arahan dari Administratur. c. Kepala Administrasi Bagian ini melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaan bidang Tata Usaha dan Keuangan sesuai dengan kebijakan Direksi dan arahan Administratur d. Kepala Teknik dan Pengolahan Bagian ini melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran tugas pekerjaan bidang pengolahan dan teknik sesuai dengan kebijakan Direksi dan arahan Administratur. e. Kepala Afdeling Bagian ini tugasnya melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaan di masing-masing Afdeling sesuai dengan kebijakan Direksi dan Arahan Administratur juga Kepala Tanaman. f. Mandor Besara Afdeling Bertugas melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaan panen produksi dan perawatan tanaman di masing-masing Afdeling Kebun sesuai dengan arahan Adminitratur, Kepala Tanaman dan Kepala Afdeling. g. Mandor Bertugas melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaan panen produksi dan perawatan tanaman di kemandorannnya sesuai dengan ketentuan dan arahan Kepala Afdeling dan Mandor Besar. h. Bagian Tanaman Bertugas untuk membantu Kepala Tanaman dalam melaksanakan tugas dan kelancaran pekerjaan administrasi tanaman sesuai dengan pedoman dan peraturan yang telah ditetapkan i. Mandor Besar Pengolahan Melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaan bidang pengolahan sesuai dengan ketentuan dan arahan Kepala Teknik dan Pengolahan.
20
j. Mandor Pengolahan Bertugas melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaan penerimaan bahan baku lateks dan pengolahan awal di Pabrik sesuai dengan arahan Kepala Teknik dan Pengolahan. k. Satuan Pengawas Intern Kebun Bertugas melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan tugas dan pemeriksaan dan pengawasan intern Kebun. l. Petugas Tabin Bertugas melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan tata buku induk sesuai dengan peraturan Perusahaan. m. Petugas SDM dan Umum Melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaan urusan umum dan pengelolaan personil sesuai dengan peraturan dan ketentuan perusahaan serta arahan dari atasan. n. Petugas Kasir Melaksanakan Tugas dan tanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan pekerjaan sebagai kasir sesuai dengan peraturan dan ketentuan Perusahaan. o. Petugas Pengadaan Melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaan pengadaan/pembelian barang dan jasa sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. p. Petugas Gudang Melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaan pergudangan sesuai dengan peraturan Perusahaan dan arahan dari atasan. q. Petugas Kesehatan Melaksanakan dan bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan tugas pekerjaan dibidang kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Perusahaan.
Sarana Produksi Selama proses pengolahan RSS dan Lateks Pekat diperlukan sarana produksi yang mampu berfungsi dengan baik dan mendukung proses tersebut agar berjalan secara optimal. Sarana produksi yang digunakan memiliki kapasitas masing-masing, dimana dalam penggunaannya harus dilakukan secara optimal agar menghasilkan jumlah dan kualitas produk akhir sesuai yang diharapkan. Sarana produksi pengolahan yang dimiliki oleh Kebun Jalupangadalah sarana produksi untuk menghasilkan RSS dan sarana produksi untuk menghasilkan Lateks Pekat. Sarana Produksi RSS yaitu: a. Bak Penerimaan (Balking) Bak penerimaan ini berkapasitas 3 ton atau sama dengan 3.500 ml. Balking yang dimiliki untuk proses Pengolahan RSS yaitu 4 buah. Bak ini bertujuan menampung Lateks kebun yang dikirim dengan menggunakan truk-truk pengangkut.
21
b.
Koaguler (Bak Pembekuan) Bak pembekuan menerima lateks dari Balking yang akan dibekukan. Di dalam bak ini juga terpasang Sekat untuk membuat lembaran-lembaran karet.Koaguler bak ini mempunyai kapasitas 88 kg atau jika dalam bentuk lembaran karet yaitu 100 lembar karet.Pabrik RSS Kebun Jalupang mempunyai 96 Bak. c. Mesin Giling (Sheeter) Mesin giling ini dalam 1 jam dapat mengerjakan penggilingan sebanyak 3 bak koaguler. Pabrik Jalupang memiliki 3 Buah mesin Sheeter. d. Lori atau Monorail Berfungsi untuk mengangkut karet lembaran hasil penggilingan yang telah ditiriskan ke kamar pengasapan. Lori juga bertujuan untuk mengangkut hasil pengasapan ke bagian sortasi. e. Kamar Asap Kamar asap berbeda bangunan dari bangunan pengolahan namun jaraknya tidak berjauhan. Terdiri dari 12 kamar asap dengan kapasitas masing-masing kamar asap tersebut ialah 2.500 kg atau sebanyak 2.600 lembar karet. f. Gudang Sortasi dan Penyimpanan Gudang sortasi dan Penyimpanan berada dalam sebuah ruangan yang sama. Namun kegiatan sortasi tidak sepenuhnya berlangsung di dalam ruangan tersebut. Jika produksi karet sedang melimpah, makaproses sortasi bisa sampai ke luar bangunan. g. Mesin press Di dalam gudang sortasi dan penyimpanan terdapan sebuah alat yang disebut dengan mesin press. Mesin press berkapasitas 113 kg yang akan di jadikan 1 ball atau 1 kotak. Sarana Produksi Lateks Pekat yaitu: a. Bak Penerimaan Bak penerimaan untuk produksi lateks pekat berkapasitas 3 ton lateks kebun. Bak tersebut berguna sebagai tempat penyimpanan pertama lateks kebun yang di bawa oleh truk-truk pengangkut. b. Tangki bulking dan pengaduk Pada proses pengolahan Lateks Pekat, tangki bulking juga berfungsi sebagai mesin pengaduk yang di dalam tangki ada besi-besi yang berputar untuk proses pengadukan. Pabrik jJalupang mempunyai 5 buah mesin pengaduk. c. Mesin Centrivius Mesin ini bekerja mulai pagi hari untuk mengolah atau memisahkan lateks pekat dan skim yang dialirkan dari Bulking. Mesin sentrivius yang dimiliki Kebun Jalupang sebanyak 5 buah. d. Storage Bak penampungan ini berfungsi sebagai bak untuk menampung hasil olahan dengan grade “Lateks Pekat”.Storage yang dimiliki Pabrik Jalupang berjumlah 19 unit. e. Blanding Blanding merupakan tempat penampungan Latek Pekat yang kapasitasnya lebih besar yaitu 38 ton.
22
Proses Produksi Proses Produksi RSS (Ribbed Smoke Sheet) Proses produksi RSS merupakan prosen produksi yang lebih lama di bandingkan dengan produk olahankaret lain di Pabrik Jalupang. Berikut penjelasan proses produksi RSS pada Pabrik Jalupang. a. Penerimaan Lateks Kebun Lateks kebun yang diolah menjadi RSS merupakan latek dari kebun sendiri.PTPN VIII Kebun Jalupang tidak melakukan pembelian lateks dari luar Kebun Jalupang. Dari kebun, lateks diangkut menggunakan truk pasir yang di dalamnya terdapat tangki (satu atau dua) yang kemudian di timbang melalui jembatan timbang selanjutnya dikirim ke pabrik pengolahan. Setelah diterima di pabrik, lateks disimpan di dalam Balking (bak penerimaan) lalu di analisa KKK terlebih untuk menentukan banyaknya bahan penolong yang perlu digunakan.
Gambar 4. Penerimaan Latek kedalam Balking b. Pengenceran dan Pembekuan Setelah dianalisa kadar karet keringnya lalu lateks dialikan ke dalam bakbak pengolahan yang di sebut bak Koaguler. Sebelumnya bak koaguler telah diisi air sebagai bahan pengencer lateks kebun.Batas keenceran latek untuk dibekukan adalah 15 persen. Setelah lateks masuk ke dalam bak dan tercampur dengan air lalu dimasukan AsapCair Formula Sheet atau AFS sebanyak 15 persen atau sebanyak 5.200 cc. Kemudian diaduk sebanyak 7 kali. Setelah diaduk lalu dipasang papan sekat dalam bak untuk membentuk latek menjadi lembaran-lembaran.
Gambar 5. Pengenceran dan Pembekuan lateks
23
c. Penggilingan dan Penirisan Setelah 2 jam, lalu papan sekat dalam bak koaguler di buka lalu lembaran karet dialirkan menuju mensin giling. Setelah penggilingan lalu lembaran karet ditiriskan selama 1 jam sebelum masuk ke dalam kamar asap.
Gambar 6. Penggilingan lembaran karet RSS d. Pengasapan Setelah ditiriskan selama 1 jam lalu lembaran karet dinaikkan ke kamar asap melalui monorail pengankut lembaran karet.Satu plot monorail akandiisi dengan 9 lembaran karet. Didalam kamar asap lembaran karet dijemur dengan menggunakan batang bambu. Setelah hari ke-5 karet dikeluarkan dan selanjutnya dimasukan ke dalam ruang sortasi. Proses pengasapan yang dilakukan pada pabrik Jalupang adalah sebagaimana tertera pada Tabel 7 berikut. Setelah hari ke-5 karet dikeluarkan dan selanjutnya dimasukan ke dalam ruang sortasi. Tabel 8. Suhu Kamar Asap dalam Pengasapan Sheet Waktu
Suhu
Hari ke-1
45oC -50 oC
Hari ke-2
50 oC – 55 oC
Hari ke-3
55 oC – 60 oC
Hari ke-4
< 60 oC (stabil)
Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang
Gambar 7. Pengasapan RSS
24
e. Sortasi Kegiatan sortasi dilakukan didalam dan di luar ruangan. Karet-karet yang telah berbentuk lembaran di sortir ke dalam 3 grade dan 1 cutting (limbah sortasi). Namun didalam perkembangannya Kebun Jalupangn hanya memilih RSS ke dalam 2 grade (RSS 1 dan RSS 3) dan 1 cutting saja. Setelah disortir lalu RSS dipress berberntuk Kubus dengan berat sebesar 113kg perkotak atau bal. setelah dipress lalu karet dilabur dan diberikan cap grade. Karet yg sudah di cap dan di labur sudah siap dipasarkan atau diangkut oleh truk-truk konsumen.
Gambar 8. Sortasi dan pengiriman
25
LATEK KEBUN
PENIMBANGAN LATEK KEBUN
ANALISA KKK DI LABORATORIUM
PENAMPUNGAN
PENGENCERAN & PEMBEKUAN
PENIRISAN
PENGGILINGAN
PENGASAPAN
SORTASI
PACKING
PENYIMPANAN DI GUDANG Gambar 9. Proses Produksi RSS
26
Proses Produksi Lateks Pekat a. Penerimaan Lateks Lateks kebun yang datang ke pabrik lateks pekat selalu diuji terlebih dahulu dilaboratorium sebelum dilakukan ke proses selanjutnya. Setelah diuji di laboratorium kemudian lateks dialirkan ke dalam balking untuk penyeragaman KKK lalu diendapkan minimal 6 jam atau 1 malam sehingga kadar magnesiumnya turun.
Gambar 10. penerimaan latek kebun pada produksi Lateks pekat b. Pengolahan Pada pagi hari pengolahan dimulai. Lateks yg sudah diendapkan selama 6 jam atau satu malam dialirkan ke mesin centrivius untuk menghasilkan Latek Pekat, dan limbah cair. Setelah lateks masuk ke dalam mesin centrivius lalu lateks dialirkan ke dalam bak penampungan kembali. Lalu dianalisa untuk menguji kandungan karet dalam Lateks Pekat tersebut.Selama di dalam bak penyimpanan lateks selalu diuji untuk mengetahui kestabilan kandungannya. Jika ada kandungan karet dalam Lateks Pekat yang berkurang maka akan diaduk dan dicampurkan dengan bahan kimia tersebut.
Gambar 11. Pengolahan lateks pekat pada mesin centrivius
27
c. Penampungan dan Pengiriman Lateks pekat ditampung di bak penampungan sebelum dikirim atau dibawa oleh truk – truk perusahaan. Pengemasan Latek Pekat dengan cara dimasukan ke dalam drum yang di bawa oleh truk yang sebelumnya telah dilapisi oleh plastik.
Gambar 12. Penyaluran lateks pekat ke bak penyimpanan
LATEKS KEBUN
ANALISA KKK DI LABORTORIUM
BAK PENERIMAAN ENERIMAAN BALKING
MESIN CENTRIVIUS
STORAGE
Gambar 13. Proses Produksi Lateks Pekat
28
HASIL DAN PEMBAHASAN Model Optimalisasi dan Fungsi Tujuan Optimalisasi memerlukan model matematis yang dapat mendukung perolehan hasil optimal yang diharapkan. Model matematis yang dibangun mempunyai fungsi tujuan dan fungsi kendala dalam proses produksi Ribbed Smoked Sheet (RSS) dan Lateks Pekat. Fungsi tujuan menjelaskan bahwa proses produksi yang dilakukan bertujuan untuk memaksimalkan kontribusi keuntungan dari RSS dan Latek Pekat yang dihasilkan. Sementara itu, fungsi kendala menjelaskan berbagai batasan yang ditemui dalam memaksimumkan keuntungan. Fungsi tujuan dan fungsi kendala yang telah dibangun tersebut mempunyai variable-variabel penyusun yang mewakili sejumlah produk akhir Nilai koefisien pada variabel menunjukan nilai ketergantungan sumberdaya terhadap jumlah produk karet kering yang dihasilkan. Analisis terhadap susunan model fungsi tujuan dan kendala yang berbentuk primal merupakan kesimpulan sementara terhadap hasil-hasil dari program LINDO pada kondisi aktual karena merupakan kegiatan produksi yang sedang dilakukan saat ini. Analisis primal akan menunjukan kombinasi produk optimal RSS dan Latek Pekat. Fungsi tujuan optimalisasi produksi di Kebun Jalupang menggambarkan upaya perusahaaan untuk memaksimumkan keuntungan dari proses produksi bahan baku karet (lateks) menjadiproduk karet olahan berupa RSS dan Lateks Pekat. Dengan demikian, fungsi tujuan merupakan penjumlahan antara kontribusi keuntungan produk per Kilogram Karet Kering (KKK) dikali dengan jumlah produk RSS dan Lateks Pekat yang dihasilkanoleh Unit Usaha Kebun Jalupang. Biaya produksi dan keuntungan masing-masing produk karet olahan yang dihasilkan Unit Usaha Kebun Jalupangdapat dilihat pada Tabel 8 berikut. Tabel 9. Kombinasi keuntungan produksi RSS dan lateks pekat pada Kebun Jalupang Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
Harga Jual 41.665 41.665 39.738 35.884
RSS Biaya Keuntungan Produksi 10.043 12.135 12.406 12.266
31.622 29.530 27.332 23.618
Harga Jual 43.639 43.639 41.300 36.623
Lateks Pekat Biaya Keuntungan Produksi 15.991 25.558 19.4.38 15.195
27.648 18.081 21.862 21.428
Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)
Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwakeuntungan untuk masing – masing produk berbeda tegantung dari harga jual dan biaya produksi. Selain itu, setiap triwulannya, keuntungan yang diperoleh Unit Usaha Kebun Jalupang per Kilogram Karet Kering dari produk RSS ternyata lebih besar daripada produk Lateks Pekat. Hal ini terjadi baik pada Triwulan 1 maupun pada Triwulan lainnya, yaitu Triwulan 2, 3, dan 4. Pada Triwulan 1 (Mei 2011-Agustus 2011), keuntungan yang diperoleh Kebun Jalupang untuk setiap Kilogram Karet KeringRSS lebih tinggi, yaitu mencapai Rp 31.622,00 sedangkan untuk setiap Kilogram Karet Kering Latek Pekat hanya Rp 27.684,00. Walaupun harga jual
29
Lateks Pekat lebih tinggi dibanding RSS, keadaan tersebut terjadi karena biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memproduksi Lateks Pekat lebih tinggi daripada biaya produksi untuk menghasilkan RSS. Selama periode Mei 2011-April 2012,Kebun Jalupang mendapatkan penerimaan optimal dengan nilai sebesar Rp 76.364.690.000,- sedangkan penerimaan aktualnyasebesar Rp 81.906.284.918,00. Dengan demikian, selisih penerimaan optimal dan penerimaan aktual sebesar Rp. 8.198.964.918,- atau sebesar 10 persen. Penerimaan optimal diperoleh dari jumlah produk optimal dalam Kilogram Karet Kering untuk RSS dan Kilogram Karet Kering untuk Lateks Pekat dikali dengan kontribusi keuntungan masing-masing produk dimaksud. Sementara itu, penerimaan aktual diperoleh dari jumlah produk aktual dalam Kilogram Karet Kering untuk RSS dan Kilogram Karet Kering untuk Lateks Pekat dikali dengan kontribusi keuntungan masing-masing produk dimaksud. Pada saat penerimaan optimal, jumlah produk olahan karet kering yang dihasilkan sebanyak 2,825,721 Kilogram Karet Kering, yang terdiri dari RSS sebanyak 2.179.280 Kilogram Karet Kering (77%) dan Lateks Pekat sebanyak 646.441 Kilogram Karet Kering (23%). Sementara itu, pada saat penerimaan aktual, jumlah produk olahan karet kering yang dihasilkan sebanyak 3.015.941 Kilogram Karet Kering, yang terdiri dari RSS sebanyak 2.329.489 Kilogram Karet Kering (77,2%) dan Lateks Pekat sebanyak 686.452 Kilogram Karet Kering (22,8%). Data tersebut juga menunjukkan bahwa kondisi optimal produksi karet olahan di Kebun Jalupang memiliki selisih dengan kondisi aktualnya sebanyak 190,220 Kilogram Karet Kering, yang terdiri dari 150.209 Kilogram Karet Kering RSS dan 40,011 Kilogram Karet Kering Lateks Pekat. Berdasarkan perhitungan diatas terlihat bahwa tingkat produksi aktual RSS maupun Lateks Pekat di Kebun Jalupang sudah melewati tingkat produksi optimal karena jumlah produksi aktual kedua produk tersebut sudah melebihi jumlah produksi optimal.Tetapi, kesenjangan tersebut juga menunjukan bahwa proses poduksi yang dilakukan Kebun Jalupang belum terencana dengan baik. Setelah parameter input untuk setiap produk diketahui maka fungsi tujuan untuk memaksimumkan keuntungan setiap bulannya dapat dirumuskan sebagai berikut : MaxZ = 31622X11+29530X12+27332X13+3618X14+27648X21+18081X22+ 21862X23+21428X24 Keterangan : X11-X14: Produksi RSS pada Twiwulan 1 sampai dengan Triwulan 4 X21-X24: Produksi Lateks Pekat pada Twiwulan 1 sampai dengan Triwulan 4
Kendala-kendala Model Optimalisasi Kendala-kendala dalam pengolahan RSS dan Latek Pekat terdiri dari kendala bahan baku lateks, kendala bahan penolong, dan kendala tenaga kerja perbulannya.
30
Kendala Pengadaan Bahan Baku Lateks Kebun Pengadaan bahan baku yang mampu dilakukan oleh masing-masing kebun berbeda-beda dan mengalami fluktuasi pada setiap bulannya. Pengadaan bahan baku oleh masing-masing kebun menjadi perkiraan ketersediaan bahan baku lateks bagi pengolahan RSS dan Lateks Pekat dan menjadi nilai sebelah kanan dalam fungsi kendala pengadaan bahan baku. Total ketersediaan bahan baku lateks yang dapat diperoleh melalui penyadapan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012 dapat dilihat pada Tabel 9 Pada Tabel 9 juga dapat dilihat dengan jelas bahwa produksi lateks kebun mengalami puncak produksi pada Triwulan 1 atau bulan Mei-Juli sedangkan produksi rendah terjadi pada Triwulan 2 atau bulan Agustus - Oktober. Dapat dilihat juga bahwa pada Triwulan 1 dan 4 merupakan waktu dimana produksi lateks kebun melimpah sedangkan pada Triwulan 2 dan 3 produksi lateks kebun sedikit. Hal ini dikarenakan pada bulan Agustus merupakan peralihan musim kemarau ke musim hujan sehingga pada masa itu terjadi fase pengguguran daun untuk menghindari penguapan air yang berlebihan. Kondisi pengguguran daun akan mengakibatkan hasil produksi lateks menurun. Bahan baku lateks ini didapat dari hasil Kebun sendiri milik PTPN VIII Kebun Jalupang yang mana dalam periode Mei 2011 sampai dengan April 2012 memperoleh lateks kebun sebanyak 3.888.665 Kilogram Karet Kering. Tabel 10. Produksi lateks kebun di Kebun Jalupang pada Bulan Mei 2011- April 2012 Produksi Latek Kebun(Kilogram Periode Karet Kering) Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
1.286.209 597.497 873.381 1.131.568
Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang
Koefisien input bahan baku lateks bernilai satu, hal tersebut didukung oleh nilai sebelah kanan pada fungsi kendala pengadaan bahan baku lateks yang dinyatakan dalam kilogram karet kering. Berikut adalah fungsi kendala pengadaan bahan baku lateks : Triwulan 1 : 0.616x11+0.179x21<=1286209 Triwulan 2 : 0.530x12+0.278x22<=597497 Triwulan 3 : 0.540x13+0.167x23<=873381 Triwulan 4 : 0.661x14+0.127x24<=1131568 X11<=792288 X12<=316860 X13<=471811 X14<=748530 X21<=230696 X22<= 166371 X23<=146215 X24<=143170
31
Kendala Pengadaan Bahan Baku Penolong Proses pengolahan lateks menjadi RSS membutuhkan bahan penolong yang terdiri dari Asap Cair Formula Sheet(AFS) untuk mendukung produksinya. Kebutuhan AFSsebanyak 2.500 Cc untuk satu bak koaguler yang menghasilkan 88 Kilogram Karet Kering produk RSS.Kebutuhan AFS di Kebun Jalupang dalam satuan kilogram sebagaimanatertera pada Tabel 10. Tabel 11. Pemakaian dan ketersediaan AFS Kebun Jalupang Periode
Pemakaian (Kilogram)
Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
Ketersediaan (Kilogram) 12.690 7.640 9.190 8.710
15.430 11.790 11.490 12.290
Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang
Ketersediaan bahan penolong menjadi nilai sebelah kanan dalam fungsi kendala bahan penolong, menggambarkan total maksimal bahan penolong yang dapat dimanfaatkan. Berikut adalah fungsi kendala bahan penolong AFS: 0.034x11<=51150 0.027x12<=42800 0.034x13<=84250 0.029x14<=37110 Sementara itu,proses pengolahan lateks kebun menjadi Lateks Pekat membutuhkan bahan penolong Amoniak gas. Kebutuhan Amoniak gas di Kebun Jalupang dalam satuan kilogram sebagaimana tertera pada Tabel 11. Tabel 12. Pemakaian dan ketersedian Amonia pada Kebun Jalupang Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
Pemakaian (Kilogram)
Ketersediaan (Kilogram) 27.200 8.600 16.150 21.470
51.150 42.800 84.250 37.110
Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang
Ketersediaan bahan penolong menjadi nilai sebelah kanan dalam fungsi kendala bahan penolong, menggambarkan total maksimal bahan penolong yang dapat dimanfaatkan. Berikut adalah fungsi kendala bahan penolong amoniak gas: 0.057x21<=15430 0.046x22<=11790 0.063x23<=11490 0.061x24<=12290 Kendala Taksasi Setiap perusahaan memiliki taksasi (perkiraan) jumlah produksi yang seharusnya dicapai. Penentuan taksasi di Kebun Jalupang ini ditetapkan sesuai dengan permintaan pasar akan masing-masing jenis karet olahan tersebut. Taksasi
32
produksi RSS dan Lateks Pekat untuk Kebun Jalupang dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. Tabel 13. Taksasi produksi Kebun Jalupang pada Mei 2011 – April 2012 Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
RSS (Kilogram) 840.153 400.907 500.276 598.321
Latek Pekat (Kilogram) 293.825 126.360
155.288 239.328
Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang
Taksasi produksi yang ditetapkan PTPN VIII untuk masing-masing Unit Usaha Kebun, termasuk Kebun Jalupang, menjadi indikator pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan. Adapun fungsi kendala taksasi produksi karet adalah sebagai berikut: RSS X11<=840153 X12<=400907 X13<=500276 X14<=598321 Lateks Pekat X21<= 293825 X22<= 126360 X23<= 155288 X24<= 239328
Kendala Tenaga Kerja Sumberdaya tenaga kerja dibutuhkan dalam proses pengolahan, karena masing-masing bagian tertentu ditangani oleh masing-masing tenaga kerja. Oleh karena itu, pada masing-masing bidang, tenaga kerja mengatasi tugas dan tanggung jawab masing-masing tanpa terbantukan pada bagian lain. Dalam proses pengolahan terdapat beberapa tahapdiantaranya adalah pembekuan dan pengenceran, penggilingan, kamar asap, pembongkaran, sortasi dan pengemasan. Ketersediaan tenaga kerja yang diukur dengan satuan Hari Orang Kerja (HOK) merupakan perkalian jumlah tenaga kerja dengan jumlah hari kerja per orang. Dalam perhitungan tersebut, diasumsikan bahwa dalam sebulan seorang tenaga kerja bekerja, mereka hanya mendapat libur satu hari dan ketersediaan tenaga kerja dalam satu triwulan merupakan rata-rata dari total ketersediaan tenaga kerja. Ketersediaan tenaga kerja pada proses pengolahan dalamsatuan HOK dapat dilihat pada Tabel 13.
33
Tabel 14. Ketersediaan tenaga kerja di Kebun Jalupang HOK RSS HOK LP Periode Triwulan 1
4.128,75
450
Triwulan 2
4.128,75
450
Triwulan 3
4.128,75
450
Triwulan 4
4.128,75
450
Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang
Adapun fungsi kendala kesediaan tenaga kerja untuk produksi karet olahan di Kebun Jalupang adalah sebagai berikut: 0.00521x11+0.00195x21<=4578.75 0.01303x12+0.00270x22<=4578.75 0.00875x13+0.00308x23<=4578.75 0.00552x13+0.00314x24<=4578.75
Produksi Optimal Karet Olahan Dalam perumusan model optimalisasi, pabrik Jalupang merencanakan produksi karet sesuai dengan tujuan dan kendala yang menjadi batasan dalam proses produksi, agar hasil optimal dapat dicapai. Hasil optimal sebagai gambaran suatu proses produksi yang ideal akan ditunjukan melalui produksi yang disarankan dan menjadi tolak ukur dalam pengambilan keputusanyang tepat. Pabrik Jalupang mengharapkan kombinasi produk optimal berupa RSS dan Lateks Pekat yang disarankan untuk diprroduksi dan sesuai dengan fungsi tujuan yaitu memaksimalkan penerimaan bagi perusahaan. Kendala-kendala yang dihadapi dapat berupa kendala bahan baku utama berupa LateksKebun serta bahan penolong berupa Asap Cair Formula Sheet (AFS), Amoniak, dan Tenaga Kerja sertaTaksasi Produksi. Melalui hasil olahan data yang menggunakan software LINDO dapat dilihat hasil olahan optimalisasi produksi yang diperoleh di Unit Usaha Kebun Jalupang. Hasil olahan optimalisasi produksi akan memperlihatkan solusi optimal yang terdiri dari kombinasi produk, analisis status sumberdaya (Analisis Dual), dan analisis sensitivitas (Analisis Sensitivitas Nilai Koefisien Fungsi Tujuan dan Analisis Sensitivitas Ruas kanan Kendala). Dari hasil analisis dan skenario yang dilakukan, diperoleh hasil-hasil yang dapat menjadi alternatif kebijakan bagi perusahaan dalam melakukan proses produksi.
Tingkat Produksi Aktual Karet Olahan terhadap Produksi Optimalnya Proses pengolahan bahan baku lateks kebun di Unit Usaha Kebun Jalupang akan menghasilkan produk karet olahan berupa RSS dan Lateks Pekat. Tingkat produksiaktual dan optimal produk karet olahan RSS dan Lateks Pekat untuk setiap periode (Triwulan 1, 2, 3, dan 4) tersedia dalam Tabel14 dan Tabel15 berikut.
34
Tabel 15. Tingkat produksi akual dan optimal RSS pada Triwulan 1-4 Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
Produk RSS (Kilogram Karet Kering) Optimal Aktual Selisih 792.288 792.288 316.860 316.860 471.811 471.811 598.321 598321
0 0 0 0
Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)
Data pada Tabel 14 terlihat bahwa kombinasi produk olahan RSS di Kebun Jalupang sudah optimal karena jumlah produksi aktual produk tersebut sudah sama dengan kondisi optimalnya. Data pada Tabel 15 terlihat bahwa Kebun Jalupang telah melakukan kegiatan produksi karet olahan Lateks Pekat secara optimal karena hasil perhitungan produksi aktual produk tersebut sama dari perhitungan produksi optimalnya. Sementara itu, pada kondisi optimal ataupun kondisi actual menunjukan bahwa produksi Lateks Pekat mengalami fluktuasi, yaitu terjadi penurunan dari Triwulan 1 ke Triwulan 2 namun naik kembali di Triwulan 3 hingga Triwulan 4. Tabel 16. Tingkat produksi akual dan optimal Lateks Pekat pada Triwulan 1-4 Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
Optimal 230.696 126.360 146.215 143.170
Produk Lateks Pekat (kg) Aktual 230.696 126.360 146.215 143.170
Selisih 0 0 0 0
Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)
Penggunaan Bahan Baku Lateks Kebun dan Bahan Penolong Optimal Bahan baku yang digunakan pada pengolahan karet di Unit Usaha Kebun Jalupang adalah lateks kebun yang disadap dari pohon karet di kebunsendiri (kebun yang dikelola Unit Usaha Kebun Jalupang). Penggunaan bahan baku lateks kebun pada kondisi aktual dan optimal di Unit usaha tersebut dapat dilihat pada Tabel 17. Penggunaan bahan baku lateks pada kondisi aktual dan optimal di Kebun Jalupang pada Mei 2011 – April 2012 Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
Penggunaan Penggunaan Surplus Slack/surplus Aktual Optimal Aktual Optimal 1286209 529344 0 756865 597497 203064 0 394433 873381 279196 0 594185 1131568 413673 0 717895
Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)
Untuk mengolah seluruh bahan balu lateks kebun menjadi produk karet olahan maka Unit Usaha Kebun Jalupang harus memenuhi syarat, yaitu nilai slack/surplus penggunaan bahan baku lateks kebun bernilai nol. Artinya, bahan
35
baku lateks kebun tidak mempunyai sisa dan habis digunakan untuk proses produksi. Penggunaaan bahan baku lateks kebun pada kondisi optimal terdapat sisa yang lebih besar dibandingkan penggunaan bahan baku pada lateks kebun pada kondisi aktual. Hal ini mempunyai arti bahwa pada kondisi optimal biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku lateks kebun seharusnya lebih sedikit daripada yang dikeluarkan pada kondisi aktual. Untuk mencapai kondisi tersebut, Unit Usaha Kebun Jalupang perlu melakukan pengaturan luas areal penyadapan (luas kebun yang disadap) disesuaikan dengan kebutuhan lateks kebun yang diperlukan dalam proses produksi RSS dan Lateks Pekat. Bahan penolong yang digunakan dalam pengolahan produk RSS dan Lateks Pekat adalah AFS (Asap Cair Formula Sheet)dan Amonia. AFS digunalan untukmembantu proses pengubahan lateks kebun menjadi bentuk padat pada produk RSS atau Sheet.Penggunaan AFS pada kondisi optimal mempunyai sisa yang lebih besar dibandingkan pada kondisi aktual. Hal ini mempunyai arti bahwa biaya yang dapat dikeluarkan untuk menanggung pemakaian bahan penolong sebenarnya dapat ditekan menjadi lebih sedikit. Kesenjangan yang terjadi menunjukan bahwa jumlah pemakaian bahan penolong AFS yang dilakukan masih belum terencana dengan baik. Dengan melaksanakan produksi pada tingkat optimal, Unit Usaha Kebun Jalupang dapat mengurangi resiko kerugian dan menekan biaya seminim mungkin.Penggunaan bahan penolong AFS pada kondisi aktual dan pada kondisi optimal di Unit Usaha Kebun Jalupangdapat dilihat pada Tabel 18. Penggunaan bahan penolong afs pada kondisi aktual dan optimal di Kebun Jalupang pada Mei 2011 – April 2012 Penggunaan Penggunaan Surplus Slack/Surplus Periode Aktual Optimal Aktual Optimal Triwulan 1 27.200 26.938 23.950 24.212,21 Triwulan 2 8.600 8.555 34.200 34.244,78 Triwulan 3 16.150 16.042 68.100 68.208,42 Triwulan 4 21.470 17.351 15.640 19.758,69 Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)
Selain itu, dalam mengolah bahan baku lateks kebun menjadi produk karet olahan Lateks Pekat, Kebun Jalupang harus memenuhi syarat yaitu nilai slack/surplus penggunaan bahan penolong Amonia bernilai nol, yang berarti bahan penolong Amonia tidak mempunyai sisa atau habis digunakan untuk proses produksi. Tabel 19. Penggunaan bahan penolong amonia pada kondisi aktual dan optimal Kebun Jalupang pada Mei 2011 – April 2012 Penggunaan Penggunaan Surplus Slack/Surplus Periode Aktual Optimal Aktual Optimal Triwulan 1 12.690 11.165 -5.789 4.265 Triwulan 2 7.640 3.875 -11.680 7.915 Triwulan 3 9.190 6.522 -7.636 4.968 Triwulan 4 8.710 8.733 -3.533 3.557 Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)
36
Data pada Tabel 18 menunjukkan bahwa penggunaan bahan penolong Amonia pada kondisi optimal terdapat sisa yang lebih besar dibandingkan pada penggunaan bahan baku Amonia pada kondisi aktual. Hal ini mempunyai arti bahwapada kondisi optimal biaya yang dikeluarkan untuk bahan penolong Amoniaperlu ditekan karena seharusnya lebih sedikit daripada kondisi aktual. Penggunaan Tenaga Kerja Optimal Penggunaan tenaga kerja di Kebun Jalupang pada kondisi aktual dankondisi optimalnya dapat dilihat padaTabel19 dibawah ini. Data pada Tabel tersebut menunjukkan bahwa pengguaan tenaga kerja pada kondisi optimal lebih besar dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja pada kondisi aktual. Hal ini disebabkan oleh adanya perbaikan sistem pekerjaan di pabrik Unit Usaha Kebun Jalupang yang masih menggunakan sistem panggilan sesuai dengan jumlah pekerja yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Jika ada kekurangan tenaga kerja maka manajer Kebun Jalupang akan melengkapi jumlah kuota pekerja yang ditetapkan perusahaan. Tabel 20. Penggunaan tenaga kerja pada kegiatan produksi RSS dan Lateks Pekat di Kebun Jalupang pada Mei 2011 – April 2012 Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
Penggunaan Aktual 4.128,75 4.128,75 4.128,75 4.128,75
Penggunaan Optimal
Surplus Aktual
4.510 4.356 4.447 3.054
450 450 450 450
Slack/Surplus Optimal 69 223 132 1.525
Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)
Data pada Tabel 19 juga menunjukkan bahwa penggunaan sumberdaya tenaga kerja pada kondisi optimal memiliki sisa yang lebih kecil dibandingkan penggunaan tenaga kerja pada kondisi aktual. Hal ini mempunyai arti bahwa pada kondisi optimal biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja sudah optimal atau tidak berlebihan. Hal ini terjadi karena adanya sistem tenaga kerja tidak tetap yang dipanggil sesuai kebutuhan.
Analisis Status Sumberdaya Analisis dual memberikan penilaian terhadap status sumberdaya yang tersedia dengan melihat nilai slack/surplus dan nilai dual price-nya. Sumberdaya yang memiliki nilai slack/surplus sama dengan nol menunjukan bahwa sumberdaya tersebut habis terpakai danstatusnya sebagai sumberdaya Pembatas (P) atau sebagai sumberdaya yang ketersediaannya langka. Sebaliknya, apabila nilai slack/surplus bernilai lebih besar dari nol berarti sumberdaya tersebut berlebih dan statusnya sebagai sumberdaya Bukan Pembatas (BP), artinya sumberdaya ini tidak habis digunakan pada proses produksi.
37
Nilai dual price juga menjelaskan besarnya pengaruh yang disebabkan oleh penambahan atau pengurangan pada nilai ruas kanan kendala terhadap nilai fungsi tujuan. Besar pengaruh tersebut ditunjukan oleh nilai dual price-nya, dimana sumberdaya yang berstatus sebagai Pembatas akan memiliki nilai dual price lebih besar dari nol. Sebaliknya, sumberdaya yang berstatus Bukan Pembatas akan memiliki nilai dual price sama dengan nol dan penambahan persediaan pada sumberdaya Bukan Pembatas tidak akan mempengaruhi nilai fungsi tujuan. Hasil Analisis Status Sumberdaya pada Unit Usaha Kebun Jalupang untuk Triwulan 1 menunjukkan bahwa sumberdaya yang menjadi sumberdaya Pembatas (P) adalah Taksasi Lateks Pekat (LP) dengan dual price sebesar 23.618. Artinya, pennambahan satu unit taksasi produksi Lateks Pekat akan menaikkan penerimaan optimal sebesar Rp 23.618,- Sementara itu, sumberdaya yang memiliki status sebagai sumberdaya Bukan Pembatas adalahLateks Kebun, AFS, Amonia, Taksasi RSS, dan Tenaga Kerja (Tabel 21). Tabel 21. Rekap analisis status sumberdaya Kebun Jalupang Triwulan 1 Kendala Latek Kebun AFS Amonia Taksasi RSS Taksasi LP HOK
Slack/surplus 763097 24212 4265 47865
0 69
Dual price
status 0 0 0 0 23618 0
BP BP BP BP P BP
Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)
Penentuan Taksasi Lateks Pekat yang menjadi sumberdaya pembatas didasarkan pada permintaan pasar untuk jenis karet olahan tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut, sebaiknya Kebun Jalupang meningkatkan taksasi produksi Lateks Pekat agar keuntungan optimal maupun produksi optimal pada Kebun tersebut.dapat ditingkatkan. Untuk itu, maka bagian pemasaran di Kantor Direksi PTPN VII harus berupaya meningkatkan pangsa pasar Lateks Pekat. Penambahan satu unit sumberdaya ini akan mempengaruhi nilai optimal maupun produksi optimal Kebun Jalupang. Hasil olahan model optimalisasi kadang-kadang tidak dapat diterapkan karena adanya perubahan lingkungan bisnis yang bersifat dinamis. Untuk mengetahui sejauh mana solusi optimal dapat diterapkan jika terjadi perubahanperubahan tersebut, maka perlu dilakukan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas dilakukan setelah solusi optimal tercapai untuk mengetahui sejauh mana perubahan pada koefisien tujuan dan ketersediaan sumberdaya tidak akan mengubah solusi optimal. Pengaruh perubahan dapat dilihat dari selang kepekaan yang terdiri dari kenaikan yang diperbolehkan (allowable increase) dan penurunan yang diperbolehkan (allowable decrease). Jika parameter model optimalisasi produksi masih berada pada selang tersebut maka tidak akan terjadi perubahan pada kombinasi produksi optimal. Berikut ini dijelaskan analisis sensitivitas pada dua bagian yang meliputi analisis sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan dan analisis sensitivitas nilai ruas kanan kendala untuk kombinasi produksi RSS dan Lateks Pekat yang berlangsung di Unit Usaha Kebun Jalupang.
38
Perubahan yang terjadi pada koefisien fungsi tujuan yang masih mempertahankan kondisi optimal semula ditunjukkan dengan selang tertentu antara nilai minimum dan nilai maksimum. Analisis sensitivitas fungsi tujuan untuk kombinasi produksi RSS dan Lateks Pekat yang berlangsung di Unit Usaha Kebun Jalupang dapat dilihat pada Tabel.21 berikut. Sebagaimana tertera pada Tabel 21 nampak bahwa nilai koefisiensi keuntungan per Kilogram Karet Kering RSS yang masih diijinkan untuk turun di Unit Usaha tersebut adalah sebesar Rp 31.662,00 Dengan kata lain, selama penurunan keuntungan (per Kilogram Karet Kering) dari RSS di Triwulan 1 tidak melebihi Rp 31.662, maka Unit Usaha Kebun Jalupang sebaiknya tetap memproduksi RSS sebanyak yang diproduksi pada tingkat optimal. Tabel 22. Analisis sensitivitas nilai koefisien fungsi tujuan Kebun Jalupang Mei 2011-April 2012 Koef. Kenaikan yang Penurunan yang Produk Periode Sekarang Diperkenankan Diperkenankan RSS 31.622 Tidak Terbatas 31.622 TW 1 LP 27.648 Tidak Terbatas 27.648 RSS 29.530 Tidak Terbatas 29.530 TW 2 LP 18..081 Tidak Terbatas 18.081 RSS 27.332 Tidak Terbatas 27.332 TW 3 LP 21.862 Tidak Terbatas 21.862 RSS 23.618 Tidak Terbatas 23.618 TW 4 LP 21.428 Tidak Terbatas 21.428 Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)
Analisis nilai ruas kanan pada kombinasi produksi RSS dan Lateks Pekat di Unit Usaha Kebun Jalupang mencakup seluruh kendala yang terdiri dari sumberdaya Lateks Kebun, AFS, Amonia, Taksasi RSS, Taksasi Lateks Pekat, dan Tenaga Kerja. Nilai-nilai penurunan dan kenaikan sumberdaya yang diperkenankan pada kombinasi produksi RSS dan Lateks Pekat di Unit Usaha Kebun Jalupang tertera pada Tabel 22. Analisis sensitivitas ini adalah perubahan nilai ruas kanan kendala. Analisis ini menunjukan selang perubahan jumlah ketersediaan sumberdaya yang tidak menyebabkan perubahan nilai dual price kendala yang bersangkutan. Selang tersebut juga menunjukan pentingnya suatu sumberdaya dimana semakin kecilnya sumberdaya berarti semakin pentingnya sumberdaya pada kondisi yang bersangkutan. Selang kepekaan tersebut ditunjukan oleh minimum dan maksimum persediaan yang diizinkan. Perubahan pada selang ruas kendala tidak merubah variabel pada kondisi aktual. Perubahan yang dapat dihitung langsung adalah nilai fungsi tujuan dengan cara menambahkan hasil perkalian unit tambahan sumberdaya dengan nilai dual pricenya
39
Tabel 23. Analisis sensitivitas nilai ruas sebelah kanan pada Triwulan 1 Sumberdaya Lateks Kebun AFS Amonia Taksasi RSS Taksasi Latek Pekat HOK
RHS saat ini 1286209 51150 15430 840153 293825 4578.75
kenaikan yg diperkenankan Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak terbatas
penurunan yg diperkenankan 756865 24212 2280 47865 63129 69
Sumber: PTPN VIII Kebun Jalupang (Diolah)
Analisis Pasca Optimal Analisis pasca-optimal pada proses produksi karet olahan di Kebun Jalupang dilakukan untuk mengetahui bagaimana solusi optimal yang terjadi apabila terdapat perubahan pada parameter yang membentuk model. Oleh sebab itu, analisa pasca-optimal tersebut dilakukan setelah dicapai suatu penyelesaian optimal. Dengan demikian, tujuan analisis pasca-optimal pada proses produksi karet olahan di Kebun Jalupang ini adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan dalam model program linear terhadap solusi optimal. Analisis pasca-optimal dapat dilakukan dengan merubah koefisien fungsi tujuan, merubah nilai sisi kanan kendala atau penambahan kegiatan baru dalam model. Lebih lanjut, hasil dari perubahan tersebut dibandingkan dengan kondisi optimal awal. Dalam hal ini, analisis pasca-optimal dalam penelitian proses produksi karet olahan di Kebun Jalupang dilakukan dengan mengurangi produksi Latek kebun sebanyak 5%, 10%, 15% dan 20%. Tabel 24. Perbandingan tingkat produksi optimal dan pasca-optimal terhadap ketersediaan bahan baku utama pada produk RSS Produk RSS (Kilogram Karet Kering) Periode Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4
Optimal
Pengurangan Pengurangan Pengurangan Pengurangan Bahan Baku Bahan Baku Bahan Baku Bahan Baku 5% 10% 15% 20%
792.288
752.674
713.059
673.445
633.830
316.860
301.017
285.174
269.331
253.488
471.811
448.220
424.630
401.039
377.449
598.321
598.321
598.321
598.321
598.321
40
900.000 800.000 700.000
Triwulan 1 Triwulan 2
600.000
Triwulan 3 500.000
Triwulan 4
400.000 300.000 200.000 100.000 0 optimal
5%
10%
15%
20%
Gambar 14. Perbandingan Tingkat Produksi Optimal dan Pasca-Optimal terhadap Ketersediaan Bahan Baku Utama pada Produk RSS Data dan informasi pada Tabel 23 dan Gambar 6. menunjukkan bahwa pada kondisi pasca optimal, terjadi penurunan dan peningkatan jumlah produksi RSS. Tabel di atas menunjukan bahwa, jika terjadi kelangkaan bahan baku, maka kelangkaan sebesar 20% sangat mempengaruhi produksi RSS. Pada kondisi 20% ketersediaan bahan baku maka menunjukan pengaruh besar terhadap tingkat produksi produk RSS. Tabel 25. Perbandingan tingkat produksi optimal dan pasca-optimal terhadap ketersediaan bahan baku utama pada produk lateks pekat Produk Lateks Pekat (Kilogram Karet Kering) Pengurangan Pengurangan Pengurangan Pengurangan Periode Optimal Bahan Baku Bahan Baku Bahan Baku Bahan Baku 5% 10% 15% 20% Triwulan 230,696 207,626 207,626 195,883 184,557 1 Triwulan 126,360 12,636 12,636 84,240 12,636 2 Triwulan 131,594 131,594 103,525 116,972 146,215 3 Triwulan 128,853 128,853 121,695 114,536 143170 4
41
250.000
200.000
Triwulan 1
150.000
Triwulan 2 Triwulan 3
100.000
Triwulan 4 50.000
0 optimal
5%
10%
15%
20%
Gambar 15. Perbandingan Tingkat Produksi Optimal dan Pasca-Optimal terhadap Ketersediaan Bahan Baku Utama pada Produk Lateks Pekat
Data dan informasi pada Tabel 24 dan Gambar 7. menunjukkan bahwa pada kondisi pasca optimal, terjadi penurunan dan peningkatan jumlah produksi Lateks Pekat. Tabel di atas menunjukan bahwa, jika terjadi kelangkaan bahan baku, maka kelangkaan yang sangat mempengaruhi produksi Lateks Pekat adalah kelangkaan sebesar 20%. Pada kondisi 20% ketersediaan bahan baku maka menunjukan pengaruh besar terhadap tingkat produksi produk Lateks Pekat.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian Optimalisasi Karet Olahan di PTPN VIII Kebun Jalupang-Subang, maka penulis dapat merumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam kurun waktu satu tahun (Mei 2011- April 2012), Kebun Jalupang mampu mendapatkan penerimaan optimal pada nilai sebesar Rp 76.364.690.000,00. Sementara itu, penerimaan aktualnya adalah sebesar Rp 81.906.284.918,00. Dengan demikian, selisih antara penerimaan optimal dan penerimaan aktual sebesar Rp. 5.541.594.018,00 atau 7 %. 2. Hasil analisis Linear Programming Kombinasi Produk Olahan Karet Kebun Jalupang menunjukkan pada kondisi optimal dimana produk olahan karet kering sebanyak RSS sebanyak 2.179.280 Kilogram Karet Kering (77,1%) dan Lateks Pekat sebanyak 646.441 Kilogram Karet Kering (22,9%). Sementara itu, pada kondisi aktual terdiri dari RSS sebanyak 2.329.489
42
3.
4.
5.
Kilogram Karet Kering (77,2%) dan Lateks Pekat sebanyak 686.452 Kilogram Karet Kering (22,8%). Hasil Analisis Status Sumberdaya Kebun Jalupangpada Triwulan 1 menunjukkan bahwa sumberdaya yang menjadi sumberdaya pembatas adalah Taksasi Latek Pekat (LP). Penentuan Taksasi tersebut didasarkan pada permintaan pasar untuk masing-masing jenis karet olahan. Dalam hal ini, penambahan satu unit sumberdaya ini akan mempengaruhi nilai optimal maupun produksi optimal pada Kebun Jalupang. Sementara itu,sumberdaya lateks kebun, AFS, Amonia, Taksasi RSS, dan Tenaga Kerja merupakan sumberdaya bukan pembatas. Hasil Analisis Sensitivitas Nilai Koefisien Fungsi Tujuanmenunjukkan bahwa Nilai koefisiensi keuntungan per kilogram karet kering yang masih boleh diijinkan untuk turun sebesar Rp 31.662 artinya selama penurunan keuntungan (per kg karet kering) dari RSS di Triwulan 1 tidak melebihi Rp 31.662, maka Kebun Jalupang sebaiknya tetap memproduksi RSS sebanyak yang diproduksi pada tingkat optimal. Ketersediaan bahan baku utama yaitu lateks kebun sangat berpengaruh jika produksi lateks kebun dikurangi sebesar 20% dari kondisi optimal baik untuk produksi RSS maupun lateks pekat. Saran
Bertolak dari kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian Optimalisasi Karet Olahan di PTPN VIII Kebun Jalupang-Subang, penulis menyarankan beberapa hal yang perlu dilakukan oleh PTPN VIII Kebun Jalupang-Subang: 1. Untuk melakukan produksi pada kondisi optimal, PTPN VIII Kebun Jalupang-Subang sebaiknya meninjau kembali ketersediaan suumberdaya yang digunakan agar tidak berlebih. Untuk mengurang penyedian sumberdaya lateks kebun sebaiknya dilakukan dengan mengatur luas areal penyadapan, untuk mengurangi penyediaan AFS, Amonia, sebaiknya dilakukan dengan pengauran jumlah pembelian, dan untuk mengatur ketersediaan tenaga kerja sebaiknya dilakukan dengan mengatur rekrutmen jumlah tenaga kerja panggilan (tenaga kerja tidak tetap). 2. Kebun Jalupang sebaiknya meningkatkan taksasi produksi Lateks Pekat agar nilai optimal maupun produksi optimal pada Kebun Jalupang.dapat ditingkatkan. Mengingat penentuan taksasi tersebut didasarkan pada permintaan pasar, maka bagian pemasaran yang berada di kantor direksi PTPN VII harus berupaya meningkatkan pangsa pasar Lateks Pekat. 3. Selain itu, dalam menjalankan proses produksi sebaiknya Kebun Jalupang memperhatikan ketetersedian stok barang sehingga tidak menumpuk di gudang. Hal ini dapat dilakukandengan meningkatkan intensitas dan kualitas koordinasi dengan Kantor Direksi PTPN VIII sebagai marketing dari produk olahan karet yang dihasilkan Kebun Jalupang.
43
DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jendral Perkebunan. 2013. Statistik Perkebunan Indonesia: Karet. 2012-2014. Jakarta: Direktorat Jendral Perkebunan. Elfrida. 2007. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Karet Pada Industri Ban [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hardjo, Hafnar K. 2003. Optimalisasi Produksi Karet Olahan RSS (Ribbed Smoked Sheet) dan SIR (Standart Indonesian Rubber) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kesuma, Dewangga. 2006.Optimalisasi produksi Budidaya Ikan Konsumsi Air Tawar [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Latifah, Masayu Azka. 2006. Optimalisasi produksi Cocoa Butter dan Cocoa Powder Pada PT Cacao Wangi Murni Tangerang [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor . Lipsey et al. 1995.Pengantar Ekonomi Jilid Satu (Terjemah) Edisi Sepuluh.Binarupa Akasara. Jakarta. Maryati, Sri. 2008. Optimalisasi Produksi Bibit Tanaman Hias PT Inggu Laut Abadi Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanisn Bogor. Nasendi, B.D dan A. Anwar. 1985. Program Linear dan Variasinya. PT. Gramedia. Jakarta Nicholson, Walter. 2001. Teori Ekonomi Mikro Prinsip Dasar dan Pengembangannya.Edisi Kedua. PT Raja Grafindo. Jakarta Rizqi, Arty. 2006. Optimalisasi Produksi Tahu Pada CV. Harum Legit [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Saleh, Deddy. 1991.Optimalisasi Produksi dan Pemasaran Karet Alam Indonesia Dalam Dinamika Struktur Industri Karet Dunia [skripsi]. Bogor; Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Sugiharto, A. 2001. Optimalisasi Pengadaan Bahan Baku dan Produksi Karet Olahan di Perkebunan Cikumpay PTPN VIII Purwakarta, Jawa Barat [Skripsi]. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suhara, Rio Setyawan. 2005. Analisis Pengendalian Karet Sebagai Bahan Baku Utama Produksi Ban Sepeda [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Verianti, Paulina C. 2004. Optimalisasi Produksi Teh Olahan Di Perkebunan Parakansalak PTPN VIII Sukabumim Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Yamit, Zulian. 1993. Metode Kuantitatif untuk Bisnis. Edisi Pertama. BPFE.Yogyakarta. Yovina, Yessy. 2002. Optimalisasi Produksi crumb Rubber [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
44
LAMPIRAN
Produk barang celup
Lateks Pekat
Lateks
RSS USS ADS
Sit
Crep
Sarung Tangan Alat kedokteran Perekat Dasar Karpet Pelapis Kulit dll
Brown Crep Pale
Ban
Produk barang konsumen
Lateks Kebun
Lum
Karet remah
Produk barang industri
Lampiran 1.Pohon Bisnis Karet
Kend. Penumpang Truk Pesawat Traktor
Sol sepatu Mainan anak Alat olahraga dll Konveyor Belt Kabel Selang Pipa Perekat dll
45
43
Lampiran 2. Luas areal dan Produksi Karet Menurut Pengusahaan Tahun 2000-2012
TAHUN 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
LUAS AREAL (Ha) PR PBN PBS 212.617 2.882.759 277.009 221.876 2.838.421 284.470 221.228 2.852.476 271.655 241.625 2.772.490 275.997 239.118 2.747.899 275.250 237.612 2.767.021 274.758 238.003 2.832.982 275.442 238.246 2.889.679 275.792 238.210 2.920.208 275.799 239.375 2.911.533 284.362 239.372 2.921.684 284.359 240.203 2.931.844 284.081 2.977.918 259.005 269.278
JUMLAH 3.372.385 3.344.767 3.345.359 3.290.112 3.262.267 3.279.391 3.346.427 3.403.717 3.434.217 3.435.270 3.445.415 3.456.127 3.506.201
PRODUKSI (Ton) PR PBN 169.866 1.125.161 182.578 1.209.284 186.535 1.226.647 191.699 1.396.244 196.088 1.662.016 209.837 1.838.670 265.813 2.082.597 277.200 2.176.686 276.809 2.173.616 238.656 1.942.298 266.326 2.179.061 288.661 2.486.023 2.377.228 304.602
PBS
JUMLAH
206.401
1.501.428
215.599
1.607.461
217.177
1.630.359
204.405
1.792.348
207.713
2.065.817
222.384
2.270.891
288.821
2.637.231
301.286
2.755.172
300.861
2.751.286
259.393
2.440.347
289.467
2.734.854
313.743 330.424
3.088.427 3.012.254
44
Administratur
Kep. Pengolahan
Kep. Administrasi Kepala Tanaman
Mandor Besar RSS Mandor Besar LP
Kep. Afdeling
Petugas Kasir
Petugas Umum
Kepala Gudang Mandor Teknik Sipil
Mandor Besar
JTU Umum Mandor Teknik Instalasi Satpam Lampiran 3. Struktur Organisasi Kebun Jalupang
45
Lampiran 4.Hasil Pengolahan Program LINDO Optimalisasi Perkebunan Jalupang Max 31622x11+ 29530x12+ 27332x13+ 23618x14+27648x21+18081x22+21862x23+21428x24 St 0.616x11+0.179x21<=1286209 0.530x12+0.278x22<=597497 0.540x13+0.167x23<=873381 0.661x14+0.127x24<=1131568 prodRSS)X11<=792288 X12<=316860 X13<=471811 x14<=748530 prodLP)x21<=230696 x22<= 166371 x23<=146215 x24<=143170 AFS)0.034x11<=51150 0.027x12<=42800 0.034x13<=84250 0.029x14<=37110 AMO)0.057x21<=15430 0.046x22<=11790 0.063x23<=11490 0.061x24<=12290 TAKRSS)X11<=840153 X12<=400907 X13<=500276 X14<=598321 TAKLP)X21<= 293825 X22<= 126360 X23<= 155288 X24<= 239328 HOK)0.00521x11+0.00195x21<=4578.75 0.01303x12+0.00270x22<=4578.75 0.00875x13+0.00308x23<=4578.75 0.00552x13+0.00314x24<=4578.75 x11>=0 x12>=0 x13>=0 x14>=0 x21>=0 x22>=0
46
x23>=0 x24>=0 end
LP OPTIMUM FOUND AT STEP
8
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1)
0.7636469E+11
VARIABLE VALUE X11 792288.000000 X12 316860.000000 X13 471811.000000 X14 598321.000000 X21 230696.000000 X22 126360.000000 X23 146215.000000 X24 143170.000000
REDUCED COST 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 756865.000000 0.000000 3) 394433.125000 0.000000 4) 594185.125000 0.000000 5) 717895.250000 0.000000 PRODRSS) 0.000000 31622.000000 7) 0.000000 29530.000000 8) 0.000000 27332.000000 9) 150209.000000 0.000000 PRODLP) 0.000000 27648.000000 11) 40011.000000 0.000000 12) 0.000000 21862.000000 13) 0.000000 21428.000000 AFS) 24212.207031 0.000000 15) 34244.781250 0.000000 16) 68208.421875 0.000000 17) 19758.691406 0.000000 AMO) 2280.327881 0.000000 19) 5977.439941 0.000000 20) 2278.454834 0.000000 21) 3556.629883 0.000000 TAKRSS) 47865.000000 0.000000
47
23) 84047.000000 0.000000 24) 28465.000000 0.000000 25) 0.000000 23618.000000 TAKLP) 63129.000000 0.000000 27) 0.000000 18081.000000 28) 9073.000000 0.000000 29) 96158.000000 0.000000 HOK) 1.072261 0.000000 31) 108.892181 0.000000 32) 0.061542 0.000000 33) 1524.799438 0.000000 34) 792288.000000 0.000000 35) 316860.000000 0.000000 36) 471811.000000 0.000000 37) 598321.000000 0.000000 38) 230696.000000 0.000000 39) 126360.000000 0.000000 40) 146215.000000 0.000000 41) 143170.000000 0.000000 NO. ITERATIONS=
8
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE X11 31622.000000 INFINITY 31622.000000 X12 29530.000000 INFINITY 29530.000000 X13 27332.000000 INFINITY 27332.000000 X14 23618.000000 INFINITY 23618.000000 X21 27648.000000 INFINITY 27648.000000 X22 18081.000000 INFINITY 18081.000000 X23 21862.000000 INFINITY 21862.000000 X24 21428.000000 INFINITY 21428.000000 RIGHTHAND SIDE RANGES ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 2 1286209.000000 INFINITY 756865.000000 3 597497.000000 INFINITY 394433.125000 4 873381.000000 INFINITY 594185.125000 5 1131568.000000 INFINITY 717895.250000 PRODRSS 792288.000000 205.808182 792288.000000
48
7 316860.000000 8357.036133 316860.000000 8 471811.000000 7.033334 471811.000000 9 748530.000000 INFINITY 150209.000000 PRODLP 230696.000000 549.877258 230696.000000 11 166371.000000 INFINITY 40011.000000 12 146215.000000 19.981064 146215.000000 13 143170.000000 58305.406250 143170.000000 AFS 51150.000000 INFINITY 24212.207031 15 42800.000000 INFINITY 34244.781250 16 84250.000000 INFINITY 68208.421875 17 37110.000000 INFINITY 19758.691406 AMO 15430.000000 INFINITY 2280.327881 19 11790.000000 INFINITY 5977.439941 20 11490.000000 INFINITY 2278.454834 21 12290.000000 INFINITY 3556.629883 TAKRSS 840153.000000 INFINITY 47865.000000 23 400907.000000 INFINITY 84047.000000 24 500276.000000 INFINITY 28465.000000 25 598321.000000 150209.000000 598321.000000 TAKLP 293825.000000 INFINITY 63129.000000 27 126360.000000 40011.000000 126360.000000 28 155288.000000 INFINITY 9073.000000 29 239328.000000 INFINITY 96158.000000 HOK 4578.750000 INFINITY 1.072261 31 4578.750000 INFINITY 108.892181 32 4578.750000 INFINITY 0.061542 33 4578.750000 INFINITY 1524.799438 34 0.000000 792288.000000 INFINITY 35 0.000000 316860.000000 INFINITY 36 0.000000 471811.000000 INFINITY 37 0.000000 598321.000000 INFINITY 38 0.000000 230696.000000 INFINITY 39 0.000000 126360.000000 INFINITY 40 0.000000 146215.000000 INFINITY 41 0.000000 143170.000000 INFINITY
49
Lampiran 5. Hasil Pengolahan Program LINDO Post Optimal Perkebunan Jalupang kelangkaan bahan baku 20% Max 31622x11+ 29530x12+ 27332x13+ 23618x14+27648x21+18081x22+21862x23+21428x24 St 0.616x11+0.179x21<= 1028967 0.530x12+0.278x22<= 477998 0.540x13+0.167x23<= 698705 0.661x14+0.127x24<= 905254 prodRSS)X11<= 633830 X12<=253488 X13<=377449 X14<=598824 prodLP)X21<= 184557 X22<=133097 X23<=116972 X24<=114536 AFS)0.043x11<=51150 0.034x12<=42800 0.043x13<=84250 0.036x14<=37110 AMO)0.069x21<=15430 0.057x22<=11790 0.079x23<=11490 0.076x24<=12290 TAKRSS)X11<=840153 X12<=400907 X13<=500276 X14<=598321 TAKLP) X21<= 293825 X22<= 12636 X23<= 155288 X24<= 239328 HOK)0.00521x11+0.00195x21<=4578.75 0.01303x12+0.00270x22<=4578.75 0.00875x13+0.00308x23<=4578.75 0.00552x13+0.00314x24<=4578.75 x11>=0 x12>=0 x13>=0 x14>=0
50
x21>=0 x22>=0 x23>=0 x24>=0 end HAsil LINDO: LP OPTIMUM FOUND AT STEP
8
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1)
0.6231868E+11
VARIABLE VALUE X11 633830.000000 X12 253488.000000 X13 377449.000000 X14 598321.000000 X21 184557.000000 X22 12636.000000 X23 116972.000000 X24 114536.000000
REDUCED COST 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 605492.000000 0.000000 3) 340136.562500 0.000000 4) 475348.218750 0.000000 5) 495217.750000 0.000000 PRODRSS) 0.000000 31622.000000 7) 0.000000 29530.000000 8) 0.000000 27332.000000 9) 503.000000 0.000000 PRODLP) 0.000000 27648.000000 11) 120461.000000 0.000000 12) 0.000000 21862.000000 13) 0.000000 21428.000000 AFS) 23895.308594 0.000000 15) 34181.406250 0.000000 16) 68019.695312 0.000000 17) 15570.445312 0.000000 AMO) 2695.567383 0.000000 19) 11069.748047 0.000000 20) 2249.211670 0.000000
51
21) 3585.264160 0.000000 TAKRSS) 206323.000000 0.000000 23) 147419.000000 0.000000 24) 122827.000000 0.000000 25) 0.000000 23618.000000 TAKLP) 109268.000000 0.000000 27) 0.000000 18081.000000 28) 38316.000000 0.000000 29) 124792.000000 0.000000 HOK) 916.609497 0.000000 31) 1241.684204 0.000000 32) 915.797485 0.000000 33) 2135.588379 0.000000 34) 633830.000000 0.000000 35) 253488.000000 0.000000 36) 377449.000000 0.000000 37) 598321.000000 0.000000 38) 184557.000000 0.000000 39) 12636.000000 0.000000 40) 116972.000000 0.000000 41) 114536.000000 0.000000 NO. ITERATIONS=
8
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE X11 31622.000000 INFINITY 31622.000000 X12 29530.000000 INFINITY 29530.000000 X13 27332.000000 INFINITY 27332.000000 X14 23618.000000 INFINITY 23618.000000 X21 27648.000000 INFINITY 27648.000000 X22 18081.000000 INFINITY 18081.000000 X23 21862.000000 INFINITY 21862.000000 X24 21428.000000 INFINITY 21428.000000 RIGHTHAND SIDE RANGES CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 2 1028967.000000 INFINITY 605492.000000 3 477998.000000 INFINITY 340136.562500 4 698705.000000 INFINITY 475348.218750
ROW
52
5 905254.000000 INFINITY 495217.750000 PRODRSS 633830.000000 175932.718750 633830.000000 7 253488.000000 95294.257812 253488.000000 8 377449.000000 104662.570312 377449.000000 9 598824.000000 INFINITY 503.000000 PRODLP 184557.000000 39066.195312 184557.000000 11 133097.000000 INFINITY 120461.000000 12 116972.000000 28471.033203 116972.000000 13 114536.000000 47174.531250 114536.000000 AFS 51150.000000 INFINITY 23895.308594 15 42800.000000 INFINITY 34181.406250 16 84250.000000 INFINITY 68019.695312 17 37110.000000 INFINITY 15570.445312 AMO 15430.000000 INFINITY 2695.567383 19 11790.000000 INFINITY 11069.748047 20 11490.000000 INFINITY 2249.211670 21 12290.000000 INFINITY 3585.264160 TAKRSS 840153.000000 INFINITY 206323.000000 23 400907.000000 INFINITY 147419.000000 24 500276.000000 INFINITY 122827.000000 25 598321.000000 503.000000 598321.000000 TAKLP 293825.000000 INFINITY 109268.000000 27 12636.000000 120461.000000 12636.000000 28 155288.000000 INFINITY 38316.000000 29 239328.000000 INFINITY 124792.000000 HOK 4578.750000 INFINITY 916.609497 31 4578.750000 INFINITY 1241.684204 32 4578.750000 INFINITY 915.797485 33 4578.750000 INFINITY 2135.588379 34 0.000000 633830.000000 INFINITY 35 0.000000 253488.000000 INFINITY 36 0.000000 377449.000000 INFINITY 37 0.000000 598321.000000 INFINITY 38 0.000000 184557.000000 INFINITY 39 0.000000 12636.000000 INFINITY 40 0.000000 116972.000000 INFINITY 41 0.000000 114536.000000 INFINITY
53
Lampiran 6. Hasil Pengolahan Program LINDO Post Optimal Perkebunan Jalupang kelangkaan 15% Max 31622x11+ 29530x12+ 27332x13+ 23618x14+27648x21+18081x22+21862x23+21428x24 (Bahan baku Utama) St 0.616x11+0.179x21<= 1028967 0.530x12+0.278x22<= 477998 0.540x13+0.167x23<= 698705 0.661x14+0.127x24<= 905254 X11<= 633830 X12<=253488 X13<=377449 X14<=598824 X21<= 184557 X22<=133097 X23<=116972 X24<=114536 (bahan penolong) AFS 0.043x11<=51150 0.034x12<=42800 0.043x13<=84250 0.036x14<=37110 (bahan penolong / ammonia) 0.069x21<=15430 0.057x22<=11790 0.079x23<=11490 0.076x24<=12290 Taksasi Produksi RSS X11<=840153 X12<=400907 X13<=500276 X14<=598321 Lateks Pekat X21<= 293825 X22<= 12636 X23<= 155288 X24<= 239328 HOK 0.00521x11+0.00195x21<=4578.75
54
0.01303x12+0.00270x22<=4578.75 0.00875x13+0.00308x23<=4578.75 0.00552x13+0.00314x24<=4578.75 x11>=0 x12>=0 x13>=0 x14>=0 x21>=0 x22>=0 x23>=0 x24>=0 formula: Max Max 31622x11+ 29530x12+ 27332x13+ 23618x14+27648x21+18081x22+21862x23+21428x24 St 0.616x11+0.179x21<= 1093278 0.530x12+0.278x22<= 507872 0.540x13+0.167x23<= 742374 0.661x14+0.127x24<= 961833 prodRSS)X11<= 673445 X12<= 269331 X13<= 401039 X14<= 636251 prodLP)X21<= 196092 X22<= 141415 X23<= 124283 X24<= 121695 AFS)0.040x11<=51150 0.032x12<=42800 0.040x13<=84250 0.034x14<=37110 AMO)0.064x21<=15430 0.054x22<=11790 0.074x23<=11490 0.072x24<=12290 TAKRSS)X11<=840153 X12<=400907 X13<=500276 X14<=598321 TAKLP)X21<=195883 X22<=84240
55
X23<=103525 X24<=159552 HOK)0.00521x11+0.00195x21<=4578.75 0.01303x12+0.00270x22<=4578.75 0.00875x13+0.00308x23<=4578.75 0.00552x13+0.00314x24<=4578.75 x11>=0 x12>=0 x13>=0 x14>=0 x21>=0 x22>=0 x23>=0 x24>=0 End hasil: LP OPTIMUM FOUND AT STEP
2
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1)
0.6615123E+11
VARIABLE VALUE X11 673445.000000 X12 269331.000000 X13 401039.000000 X14 598321.000000 X21 195883.000000 X22 84240.000000 X23 103525.000000 X24 121695.000000
REDUCED COST 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 643372.812500 0.000000 3) 341707.843750 0.000000 4) 508524.250000 0.000000 0.000000 5) 550887.562500 PRODRSS) 0.000000 31622.000000 7) 0.000000 29530.000000 8) 0.000000 27332.000000 9) 37930.000000 0.000000 PRODLP) 209.000000 0.000000
56
11) 57175.000000 0.000000 12) 20758.000000 0.000000 13) 0.000000 21428.000000 AFS) 24212.199219 0.000000 15) 34181.406250 0.000000 16) 68208.437500 0.000000 17) 16767.083984 0.000000 AMO) 2893.487305 0.000000 19) 7241.040039 0.000000 20) 3829.149902 0.000000 21) 3527.960449 0.000000 TAKRSS) 166708.000000 0.000000 23) 131576.000000 0.000000 24) 99237.000000 0.000000 25) 0.000000 23618.000000 TAKLP) 0.000000 27648.000000 27) 0.000000 18081.000000 28) 0.000000 21862.000000 29) 37857.000000 0.000000 HOK) 688.129639 0.000000 31) 841.919067 0.000000 32) 750.801758 0.000000 33) 1982.892334 0.000000 34) 673445.000000 0.000000 35) 269331.000000 0.000000 36) 401039.000000 0.000000 37) 598321.000000 0.000000 38) 195883.000000 0.000000 39) 84240.000000 0.000000 40) 103525.000000 0.000000 41) 121695.000000 0.000000 NO. ITERATIONS=
2
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE X11 31622.000000 INFINITY 31622.000000 X12 29530.000000 INFINITY 29530.000000 X13 27332.000000 INFINITY 27332.000000 X14 23618.000000 INFINITY 23618.000000 X21 27648.000000 INFINITY 27648.000000
57
X22 X23 X24
18081.000000 21862.000000 21428.000000
INFINITY INFINITY INFINITY
18081.000000 21862.000000 21428.000000
RIGHTHAND SIDE RANGES ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 2 1093278.000000 INFINITY 643372.812500 3 507872.000000 INFINITY 341707.843750 4 742374.000000 INFINITY 508524.250000 5 961833.000000 INFINITY 550887.562500 PRODRSS 673445.000000 132078.625000 673445.000000 7 269331.000000 64613.894531 269331.000000 8 401039.000000 85805.914062 401039.000000 9 636251.000000 INFINITY 37930.000000 PRODLP 196092.000000 INFINITY 209.000000 11 141415.000000 INFINITY 57175.000000 12 124283.000000 INFINITY 20758.000000 13 121695.000000 37857.000000 121695.000000 AFS 51150.000000 INFINITY 24212.199219 15 42800.000000 INFINITY 34181.406250 16 84250.000000 INFINITY 68208.437500 17 37110.000000 INFINITY 16767.083984 AMO 15430.000000 INFINITY 2893.487305 19 11790.000000 INFINITY 7241.040039 20 11490.000000 INFINITY 3829.149902 21 12290.000000 INFINITY 3527.960449 TAKRSS 840153.000000 INFINITY 166708.000000 23 400907.000000 INFINITY 131576.000000 24 500276.000000 INFINITY 99237.000000 25 598321.000000 37930.000000 598321.000000 TAKLP 195883.000000 209.000000 195883.000000 27 84240.000000 57175.000000 84240.000000 28 103525.000000 20758.000000 103525.000000 29 159552.000000 INFINITY 37857.000000 HOK 4578.750000 INFINITY 688.129639 31 4578.750000 INFINITY 841.919067 32 4578.750000 INFINITY 750.801758 33 4578.750000 INFINITY 1982.892334 34 0.000000 673445.000000 INFINITY 35 0.000000 269331.000000 INFINITY 36 0.000000 401039.000000 INFINITY 37 0.000000 598321.000000 INFINITY 38 0.000000 195883.000000 INFINITY 39 0.000000 84240.000000 INFINITY
58
40 41
0.000000 0.000000
103525.000000 121695.000000
INFINITY INFINITY
59
Lampiran 7. Hasil Pengolahan Program LINDO Post Optimal Perkebunan Jalupang kelangkaan 10%
Max 31622x11+ 29530x12+ 27332x13+ 23618x14+27648x21+18081x22+21862x23+21428x24 St 0.616x11+0.179x21<= 1157588 0.530x12+0.278x22<= 537747 0.540x13+0.167x23<= 786043 0.661x14+0.127x24<= 1018411 prodRSS)X11<= 713059 X12<= 285174 X13<= 424630 X14<= 673677 prodLP)X21<= 207626 X22<= 149734 X23<= 131594 X24<= 128853 AFS)0.038x11<=51150 0.030x12<=42800 0.038x13<=84250 0.032x14<=37110 AMO)0.061x21<=15430 0.051x22<=11790 0.070x23<=11490 0.068x24<=12290 TAKRSS)X11<=840153 X12<=400907 X13<=500276 X14<=598321 TAKLP) X21<= 293825 X22<= 12636 X23<= 155288 X24<= 239328 HOK)0.00521x11+0.00195x21<=4578.75 0.01303x12+0.00270x22<=4578.75 0.00875x13+0.00308x23<=4578.75 0.00552x13+0.00314x24<=4578.75 x11>=0 x12>=0 x13>=0
60
x14>=0 x21>=0 x22>=0 x23>=0 x24>=0 End LP OPTIMUM FOUND AT STEP
0
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1)
0.6831356E+11
VARIABLE VALUE X11 713059.000000 X12 285174.000000 X13 424630.000000 X14 598321.000000 X21 207626.000000 X22 12636.000000 X23 131594.000000 X24 128853.000000
REDUCED COST 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 681178.625000 0.000000 3) 383091.968750 0.000000 4) 534766.625000 0.000000 5) 606556.500000 0.000000 PRODRSS) 0.000000 31622.000000 7) 0.000000 29530.000000 8) 0.000000 27332.000000 9) 75356.000000 0.000000 PRODLP) 0.000000 27648.000000 11) 137098.000000 0.000000 12) 0.000000 21862.000000 13) 0.000000 21428.000000 AFS) 24053.759766 0.000000 15) 34244.781250 0.000000 16) 68114.062500 0.000000 17) 17963.726562 0.000000 AMO) 2764.813965 0.000000 19) 11145.564453 0.000000 20) 2278.419922 0.000000 21) 3527.995605 0.000000
61
TAKRSS) 127094.000000 0.000000 23) 115733.000000 0.000000 24) 75646.000000 0.000000 25) 0.000000 23618.000000 TAKLP) 86199.000000 0.000000 27) 0.000000 18081.000000 28) 23694.000000 0.000000 29) 110475.000000 0.000000 HOK) 458.841858 0.000000 31) 828.815552 0.000000 32) 457.927979 0.000000 33) 1830.193970 0.000000 34) 713059.000000 0.000000 35) 285174.000000 0.000000 36) 424630.000000 0.000000 37) 598321.000000 0.000000 38) 207626.000000 0.000000 39) 12636.000000 0.000000 40) 131594.000000 0.000000 41) 128853.000000 0.000000 NO. ITERATIONS=
0
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE X11 31622.000000 INFINITY 31622.000000 INFINITY 29530.000000 X12 29530.000000 X13 27332.000000 INFINITY 27332.000000 X14 23618.000000 INFINITY 23618.000000 X21 27648.000000 INFINITY 27648.000000 X22 18081.000000 INFINITY 18081.000000 X23 21862.000000 INFINITY 21862.000000 X24 21428.000000 INFINITY 21428.000000 RIGHTHAND SIDE RANGES CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 1157588.000000 INFINITY 681178.625000 537747.000000 INFINITY 383091.968750 786043.000000 INFINITY 534766.625000 1018411.000000 INFINITY 606556.500000
ROW 2 3 4 5
62
PRODRSS 713059.000000 88069.453125 713059.000000 7 285174.000000 63608.253906 285174.000000 8 424630.000000 52334.625000 424630.000000 9 673677.000000 INFINITY 75356.000000 PRODLP 207626.000000 45324.820312 207626.000000 11 149734.000000 INFINITY 137098.000000 12 131594.000000 23694.000000 131594.000000 13 128853.000000 51882.285156 128853.000000 AFS 51150.000000 INFINITY 24053.759766 15 42800.000000 INFINITY 34244.781250 16 84250.000000 INFINITY 68114.062500 17 37110.000000 INFINITY 17963.726562 AMO 15430.000000 INFINITY 2764.813965 19 11790.000000 INFINITY 11145.564453 20 11490.000000 INFINITY 2278.419922 INFINITY 3527.995605 21 12290.000000 TAKRSS 840153.000000 INFINITY 127094.000000 23 400907.000000 INFINITY 115733.000000 24 500276.000000 INFINITY 75646.000000 25 598321.000000 75356.000000 598321.000000 TAKLP 293825.000000 INFINITY 86199.000000 27 12636.000000 137098.000000 12636.000000 28 155288.000000 INFINITY 23694.000000 29 239328.000000 INFINITY 110475.000000 HOK 4578.750000 INFINITY 458.841858 31 4578.750000 INFINITY 828.815552 32 4578.750000 INFINITY 457.927979 33 4578.750000 INFINITY 1830.193970 34 0.000000 713059.000000 INFINITY 35 0.000000 285174.000000 INFINITY 36 0.000000 424630.000000 INFINITY 37 0.000000 598321.000000 INFINITY 38 0.000000 207626.000000 INFINITY 39 0.000000 12636.000000 INFINITY 40 0.000000 131594.000000 INFINITY 41 0.000000 128853.000000 INFINITY
63
Lampiran 8. Hasil Pengolahan Program LINDO Post Optimal Perkebunan Jalupang kelangkaan 5% Max 31622x11+ 29530x12+ 27332x13+ 23618x14+27648x21+18081x22+21862x23+21428x24 St 0.616x11+0.179x21<= 1221899 0.530x12+0.278x22<= 567622 0.540x13+0.167x23<= 829712 0.661x14+0.127x24<= 1074990 prodRSS)X11<= 752,674 X12<= 301,017 X13<= 448,220 X14<= 711,104 prodLP)X21<= 207626 X22<= 149734 X23<= 131594 X24<= 128853 AFS)0.036x11<=51150 0.029x12<=42800 0.036x13<=84250 0.030x14<=37110 AMO)0.058x21<=15430 0.048x22<=11790 0.066x23<=11490 0.064x24<=12290 TAKRSS)X11<=840153 X12<=400907 X13<=500276 X14<=598321 TAKLP) X21<= 293825 X22<= 12636 X23<= 155288 X24<= 239328 HOK)0.00521x11+0.00195x21<=4578.75 0.01303x12+0.00270x22<=4578.75 0.00875x13+0.00308x23<=4578.75 0.00552x13+0.00314x24<=4578.75 x11>=0 x12>=0 x13>=0 x14>=0 x21>=0 x22>=0
64
x23>=0 x24>=0 End Hasil: LP OPTIMUM FOUND AT STEP
2
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1)
0.7067887E+11
VARIABLE VALUE X11 752674.000000 X12 301017.000000 X13 448220.000000 X14 598321.000000 X21 207626.000000 X22 12636.000000 X23 131594.000000 X24 128853.000000
REDUCED COST 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 721086.750000 0.000000 3) 404570.187500 0.000000 4) 565697.000000 0.000000 5) 663135.500000 0.000000 PRODRSS) 0.000000 31622.000000 7) 0.000000 29530.000000 8) 0.000000 27332.000000 9) 112783.000000 0.000000 PRODLP) 0.000000 27648.000000 11) 137098.000000 0.000000 12) 0.000000 21862.000000 13) 0.000000 21428.000000 AFS) 24053.736328 0.000000 15) 34070.507812 0.000000 16) 68114.078125 0.000000 17) 19160.369141 0.000000 AMO) 3387.692383 0.000000 19) 11183.471680 0.000000 20) 2804.796143 0.000000 21) 4043.407715 0.000000
65
TAKRSS) 87479.000000 0.000000 23) 99890.000000 0.000000 24) 52056.000000 0.000000 25) 0.000000 23618.000000 TAKLP) 86199.000000 0.000000 27) 0.000000 18081.000000 28) 23694.000000 0.000000 29) 110475.000000 0.000000 HOK) 252.447708 0.000000 31) 622.381287 0.000000 32) 251.515472 0.000000 33) 1699.977173 0.000000 34) 752674.000000 0.000000 0.000000 35) 301017.000000 36) 448220.000000 0.000000 37) 598321.000000 0.000000 38) 207626.000000 0.000000 39) 12636.000000 0.000000 40) 131594.000000 0.000000 41) 128853.000000 0.000000 NO. ITERATIONS=
2
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE X11 31622.000000 INFINITY 31622.000000 X12 29530.000000 INFINITY 29530.000000 X13 27332.000000 INFINITY 27332.000000 X14 23618.000000 INFINITY 23618.000000 X21 27648.000000 INFINITY 27648.000000 X22 18081.000000 INFINITY 18081.000000 X23 21862.000000 INFINITY 21862.000000 X24 21428.000000 INFINITY 21428.000000 RIGHTHAND SIDE RANGES CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 1221899.000000 INFINITY 721086.750000 567622.000000 INFINITY 404570.187500 829712.000000 INFINITY 565697.000000 1074990.000000 INFINITY 663135.500000
ROW 2 3 4 5
66
PRODRSS 752674.000000 48454.453125 752674.000000 7 301017.000000 47765.257812 301017.000000 8 448220.000000 28744.625000 448220.000000 9 711104.000000 INFINITY 112783.000000 PRODLP 207626.000000 58408.492188 207626.000000 11 149734.000000 INFINITY 137098.000000 12 131594.000000 23694.000000 131594.000000 13 128853.000000 63178.242188 128853.000000 AFS 51150.000000 INFINITY 24053.736328 15 42800.000000 INFINITY 34070.507812 16 84250.000000 INFINITY 68114.078125 17 37110.000000 INFINITY 19160.369141 AMO 15430.000000 INFINITY 3387.692383 19 11790.000000 INFINITY 11183.471680 20 11490.000000 INFINITY 2804.796143 21 12290.000000 INFINITY 4043.407715 TAKRSS 840153.000000 INFINITY 87479.000000 23 400907.000000 INFINITY 99890.000000 24 500276.000000 INFINITY 52056.000000 25 598321.000000 112783.000000 598321.000000 TAKLP 293825.000000 INFINITY 86199.000000 27 12636.000000 137098.000000 12636.000000 28 155288.000000 INFINITY 23694.000000 29 239328.000000 INFINITY 110475.000000 HOK 4578.750000 INFINITY 252.447708 31 4578.750000 INFINITY 622.381287 32 4578.750000 INFINITY 251.515472 33 4578.750000 INFINITY 1699.977173 34 0.000000 752674.000000 INFINITY 35 0.000000 301017.000000 INFINITY 36 0.000000 448220.000000 INFINITY 37 0.000000 598321.000000 INFINITY 38 0.000000 207626.000000 INFINITY 39 0.000000 12636.000000 INFINITY 40 0.000000 131594.000000 INFINITY 41 0.000000 128853.000000 INFINITY
67
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, 26 September 1989 dari pasangan Bapak Undang Fadjar dan Ibu Heni Hersiani. Penulis ini merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis mengikuti pendidikan Sekolah Dasar di SDN POLISI 4 BOGOR dan lulus pada tahun 2001. Pendidikan tingkat menengah dapat diselesaikan padatahun 2004 di SMP NEGERI 3 BOGOR. Penulis memilih SMAN 7 BOGOR sebagai pendidikan tingkat atas dan dapat diselesailkan pada tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, pada program Diploma III Manajemen Agribisnis, melalui jalur USMI. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan kejenjang Strata 1 pada tahun 2010 di Program Alih Jenis Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.