AUDIT ENERGI PADA PRODUKSI TEH HITAM ORTODOKS DI PTPN IX (PERSERO) KEBUN JOLOTIGO, PEKALONGAN
SKRIPSI
NURUL INAYAH F14070074
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ENERGY AUDIT AT ORTODOKS BLACK TEA PRODUCTION IN PTPN IX (PERSERO) JOLOTIGO, PEKALONGAN Nurul Inayah Department Of Mechanical & Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box, Bogor, West Java, Indonesia. Phone +62 85 695 716 134, email:
[email protected]
ABSTRACT Energy audit is the activity to identify potential energy savings with energy conservation in a system, facilities and equipment that already exist. The process of tea production in Jolotigo includes seedling, planting, cultivating, picking and carrying, withering, rolling, fermenting, drying and dry sorting. The aim of this study is to conduct energy audit on the black tea production process in PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jolotigo, Pekalongan. The results of the study are to gift the information about the energy flow at every state of the production process and the energy type that required producing per unit of product as well as withering and drying system efficiency. Energy resources used in the process of tea production are energy of fertilizers, pesticides, human, electricity, fuel oil and biomass from solid fuel wood of tea. Energy consumption to produce one kilogram of dry tea is 57.32304 MJ. The energy consumption in the production of black tea are 6.5% of human labor, 1.4% of electricity, 6.06% of fuel oil, 72% of solid fuel, 12.5% of fertilizer energy , and 1.5 % derived from pesticides. The largest energy of production stage that require is the withering which is 26.73682 MJ / kg dry tea (46% of total energy consumption), while the smallest stage energy is the packaging which is 0.013922 MJ / kg dry tea (24% of total energy consumption). Wood solid fuels that dominate energy consumption of the process used for solid fuel are withered and dried. Withering has 5.41% system efficiency, and drying has 24%. Energy saving can be done in wood fuels consumption, intensive investigation on the heat exchanger, flue, as well as factory equipment. Keywords: audit, energy, black tea, Jolotigo
NURUL INAYAH. F14070074. Audit Energi Pada Produksi Teh Hitam Ortodoks Di PTPN IX (Persero) Kebun Jolotigo, Pekalongan. Di bawah bimbingan Sri Endah Agustina. 2011 RINGKASAN Audit energi merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi potensi penghematan energi dan menentukan jumlah energi dan biaya yang dapat dihemat dengan usaha konservasi energi dari suatu sistem, sarana maupun peralatan yang telah ada. Proses produksi teh hitam di PTPN IX Kebun Jolotigo meliputi kegiatan pembibitan, pengolahan lahan dan penanaman, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan, pemeliharaan tanaman menghasilkan, pemetikan, pengangkutan, serta pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam yang meliputi penerimaan bahan baku, pelayuan, penggilingan, fermentasi, pengeringan dan sortasi kering. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan audit energi pada proses produksi teh hitam di PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Jolotigo, Pekalongan. Hasil audit memberikan informasi tentang aliran energi dalam setiap tahapan proses produksi, jumlah dan jenis energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan per satuan produk teh hitam di Perkebunan Jolotigo serta efisiensi penggunaan energi tersebut. Penelitian dilakukan sejak akhir bulan Januari hingga Maret 2011 pada proses produksi teh hitam ortodoks. Metode audit yang digunakan secara garis besar dilakukan dua tahap, yaitu tahap pendahuluan (preliminary energy audit) dan tahap pemeriksaan menyeluruh (detailed energy audit) . Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah efisiensi masing-masing sistem yang diaudit. Pengambilan data dilakukan dengan cara pengamatan dan pengukuran langsung disetiap tahapan proses pengolahan. Sedangkan untuk budidaya digunakan data sekunder. Hasil audit energi yang dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara IX kebun Jolotigo menunjukkan bahwa sumber energi yang digunakan pada proses produksi teh adalah energi pupuk, pestisida, tenaga manusia, listrik, bahan bakar minyak, dan bahan bakar padat berupa kayu teh. Pada saat dilakukan penelitian, untuk memproduksi satu kilogram teh kering dibutuhkan energi sebesar 57.32304 MJ. Total konsumsi energi pada tahap produksi pucuk adalah 20.256 MJ/kg teh kering (35% dari total konsumsi energi keseluruhan), pada tahap pengangkutan 6.09 MJ/kg teh kering (10% dari total konsumsi energi keseluruhan), dan pada tahap pengolahan teh adalah 42.32178MJ/kg teh kering (73.8% dari total konsumsi energi keseluruhan). Berdasarkan sumber energinya, maka konsumsi energi pada proses produksi teh hitam di kebun Jolotigo 6.5% berasal dari tenaga manusia, 1.4% berasal dari energi listrik, 6.06% bahan bakar minyak, 72% berasal dari bahan bakar padat, 12.5% energi pupuk, dan 1.5% berasal dari pestisida. Dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu di beberapa perkebuna di Jawa Barat, kebun Jolotigo mengkonsumsi energi paling besar. Konsumsi energi pada proses produksi teh di Kebun Goalpara, Jayanegara, Nusamba, dan Ciater berturut-turut sebesar 50.80679 MJ/kg teh kering, 47.23966 MJ/kg teh kering, 37.5390 MJ/kg teh kering, dan 48.6884 MJ/kg teh kering. Tahapan produksi yang memerlukan energi terbesar adalah pelayuan yaitu 26.73682 MJ/kg teh kering (46% dari total konsumsi energi), sedangkan tahap yang paling sedikit mengkonsumsi energi adalah pengemasan yaitu 0.013922 MJ/kg teh kering (0.024% dari total konsumsi energi. Penggunaan bahan bakar padat mendominasi sumber energi yang dikonsumsi pada pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam. Proses yang menggunakan bahan bakar padat adalah pelayuan dan pengeringan. Efisiensi sistem pelayuan 5.41%, dan efisiensi sistem pengeringan 24%. Peluang penghematan energi yang dapat dilakukan antara lain adalah pada penggunaan bahan bakar kayu, pemeriksaan intensif pada heat exchanger , cerobong, serta peralatan pabrik. selain itu juga perlu menanamkan pengertian dan kesadaran pentingnya penghematanpenggunaan energi dalam segala tahapan proses produksi teh.
AUDIT ENERGI PADA PRODUKSI TEH HITAM ORTODOKS DI PTPN IX (PERSERO) KEBUN JOLOTIGO, PEKALONGAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh NURUL INAYAH F14070074
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
i
Judul Skripsi: Audit Energi Pada Produksi Teh Hitam Ortodoks Di PTPN IX (Persero) Kebun Jolotigo, Pekalongan Nama
: Nurul Inayah
NIM
: F14070074
Menyetujui, Pembimbing,
Ir. Sri Endah Agustina, MS NIP.195908011982032003
Mengetahui: Ketua Departemen,
Dr. Ir. Desrial, M.Eng 19661201 199103 1 004
Tanggal lulus: 15 April 2011
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Audit Energi Pada Produksi Teh Hitam Ortodoks Di PTPN IX (Persero) Kebun Jolotigo, Pekalongan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2011 Yang membuat pernyataan
Nurul Inayah F14070074
iii
BIODATA PENULIS Nurul Inayah. Lahir di Pekalongan, 28 Oktober 1989 dari ayah Tasurun dan ibu Tarumi, sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMAN 1 Kedungwuni, Pekalongan dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di berbagai organisasi diantaranya Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) pada tahun 2009 dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi pertanian (BEM FATETA) pada tahun 2010 sebagai sekretaris lembaga struktural Mitra Desa. Pada tahun 2010 penulis berhasil menjadi finalis Pekan Kreativitas Mahasiswa bidang penelitian. Penulis melakukan Praktek Lapangan pada tahun 2010 di PTPN IX (Persero) Kebun Jolotigo, Pekalongan.
iv
KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas karunianya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “Audit Energi Pada Produksi Teh Di PTPN IX (Persero) Kebun Jolotigo, Pekalongan” dilaksanakan sejak bulan Januari hingga Februari 2011. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Allah swt Tuhan yang maha cerdas dan maha teliti Ir. Sri Endah Agustina, Ms sebagai dosen pembimbing akademik, Dr. Ir. Dyah Wulandari Msi dan Ir. Susilo Sarwono selaku dosen penguji, Kedua orang tua dan keluarga yang selalu membimbing lahir batin, Kekasih hati Lukman Hakim, S.kom yang selalu memberikan dorongan moril, Direksi PTPN ix (persero) yang telah memberikan ijin penelitian di perkebunan Jolotigo, Bambang Sudarmanto Utomo, SE, selaku administratur yang telah memberikan fasilitas, Yudhi Purnomo, SP dan Untung Casmito sebagai pembimbing lapang, Pak Joyo, Pak Jono, Pak Nardo, Pak Usman, Pak Jo, Bu Sari, Bu Lestari dan segenap karyawan kebun Jolotigo, Rekan-rekan Teknik Pertanian 44 (Ensemble) atas kerjasamanya, khususnya rekan kelas C, Wawat Rodiahwati, Drupadi Ciptaningtyas, dan Tri Yulni sebagai partner terbaik selama perkuliahan, Saudara-saudara serumah di Pondok Bidadari; Fatma, Indah, Selvi, Sherly, Listika, Winda, Tika, Fanny, Gabby, dan Semua pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembanagn ilmu pengetahuan di bidang keteknikan pertanian khususnya energi.
Bogor, Mei 2011 Nurul Inayah
v
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR........................................................................................................................ v DAFTAR TABEL.......................................................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR...................................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................................. ix DAFTAR ISTILAH........................................................................................................................ x I. PENDAHULUAN..................................................................................................................... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................ 5 A. TANAMAN TEH DAN BUDIDAYA TANAMAN TEH.............................................. 5 B. PENGOLAHAN PUCUK TEH....................................................................................... 7 C. PROSES PRODUKSI TEH HITAM DI PERKEBUNAN JOLOTIGO.......................... 10 D. KEBUTUHAN ENERGI DALAM PENGOLAHAN TEH HITAM.............................. 17 E. AUDIT ENERGI.............................................................................................................. 21 III. METODOLOGI PENELITIAN............................................................................................... 24 A. WAKTU DAN TEMPAT................................................................................................ 24 B. METODE AUDIT ENERGI............................................................................................. 24 C. PARAMETER YANG DIUKUR.................................................................................... 27 D. ALAT DAN BAHAN...................................................................................................... 27 E. METODA PENGUMPULAN DATA DAN PENGUKURAN....................................... 27 F. PERHITUNGAN DAN ANALISIS DATA.................................................................... 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................................... 32 A. ALIRAN ENERGI DALAM PROSES PRODUKSI TEH HITAM DI 33 PERKEBUNAN JOLOTIGO, PEKALONGAN............................................................ B. KEBUTUHAN ENERGI PADA PROSES PRODUKSI TEH HITAM DI 36 PERKEBUNAN JOLOTIGO, PEKALONGAN............................................................. C. EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI DAN PELUANG KONSERVASI 39 ENERGI........................................................................................................................... V. SIMPULAN DAN SARAN.................................................................................................... 44 A. SIMPULAN..................................................................................................................... 44 B. SARAN............................................................................................................................ 44 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................... 45 LAMPIRAN................................................................................................................................... 46
vi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10. Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Tabel 14. Tabel 15.
Produksi teh Indonesia (ton), 1995-1999*................................................. Konsumsi energi pada sektor industri (BOE)............................................ Sistem petikan produksi............................................................................. Perbedaan umum antara teh hijau, teh oolong dan teh hitam.................... Perbedaan teh hijau dan teh hitam dari proses pengolahannya.................. Perbedaan teh hijau dan teh hitam dari aspek organoleptiknya................. Nilai kalor per unit beberapa jenis bahan bakar......................................... Masukan energi untuk phospat dan potassium........................................... Masukan energi untu pupuk nitrogen......................................................... Masukan energi untuk memproduksi beberapa jenis pestisida.................. Nilai energi manusia pada berbagai kegiatan produksi teh hitam (MJ/jam).................................................................................................. Hasil- hasil penelitian konsumsi energi pada proses produksi teh dalam satuan MJ/kg teh kering..................................................................... Kebutuhan energi pada proses produksi teh hitam di perkebunan Jolotigo (MJ/kg teh kering......................................................................... Perbandingan konsumsi energi proses produksi teh hitam di perkebunan Jolotigo dengan beberapa perkebunan (MJ/kg teh kering)........................ Penggunaan sumber energi pada tahapan produksi teh (MJ/kg teh kering)........................................................................................................
2 3 7 7 8 8 17 18 18 19 20 21 33 35 36
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Gambar 2. Ganbar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10 Gambar 11
Gambar 12 Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15 Gambar 16
Penggunaan energi per kapita............................................. a.pucuk teh b. tanaman teh di perkebunan.......................... Diagram alir budidaya tanaman teh.................................... Pencabutan pohon teh menggunakan katrol....................... Bibit teh dalam polybag...................................................... Tanaman teh yang sedang dilakukan bending.................... Pemberian pupuk daun........................................................ Pemetikan teh...................................................................... Diagram alir proses pengolahan teh hitam di pabrik teh Jolotigo................................................................................ Jenis teh berdasarkan mutu................................................. Diagram alir proses dan input energi pada tiap-tiap tahapan proses pada kegiatan produksi teh hitam di perkebunan Jolotigo................................................................................ Batasan sistem dalam audit energi di kebun Jolotigo.............................................................................. Nilai masukan energi pada produksi teh hitam di PTPN IX kebun Jolotigo................................................................ Burner pelayuan tampak depan.......................................... Burner pelayuan tampak samping...................................... Skema proses pengeringan..................................................
3 5 10 11 11 12 12 13 14 16 25
26 34 41 41 42
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14
Produksi pucuk teh dan teh kering perkebunan Jolotigo...... Data penggunaan pestisida................................................... Data penggunaan pupuk....................................................... Data penggunaan tenaga manusia......................................... Data spesifikasi peralatan pengolahan teh............................ Data penggunaan tenaga manusia pada pengolahan teh....... Data penggunaan bahan bakar padat pada pengolahan teh.. Data penggunaan bahan bakar minyak pada pengolahan teh........................................................................................ Data penggunaan listrik pada pengolahan teh...................... Data pengukuran suhu pengeringan..................................... Hasil perhitungan efisiensi pengeringan............................... Hasil perhitungan efisiensi pelayuan.................................... Hasil perhitungan efisiensi teknis motor listrik pada tahap penggilingan, sortasi, dan pengemasan................................ Data konsumsi BBM dan effisiensi teknis rata-rata generator...............................................................................
47 48 50 51 56 60 61 62 62 63 66 69 71 72
ix
DAFTAR ISTILAH Audit energi
:
Kegiatan menghitung jumlah energi yang digunakan dalam setiap tahapan di dalam suatu sistem secara keseluruhan.
Bedengan
:
Tanah gembur yang ditinggikan dari sekitarnya yang digunakan untuk tempat pertumbuhan stek daun teh di pesemaian
Bending
:
Kegiatan membentuk bidang tanaman teh yang masih muda dengan cara memberikan beban ke cabang sehingga mengarah ke tanah
BOE
:
Barrel oil equivalent yaitu satuan energi yang didasarkan pada energi yang dilepaskan oleh pembakaran satu barel (42 US galon atau 158,9873 liter) minyak mentah.
Burner
:
Kompor berbahan bakar minyak.
Centering
:
Kegiatan membentuk bidang petik tanaman teh dengan cara memotong cabang-cabang yang mengarah ke atas sehingga akan semakin banyak cabang yang terbentuk
CFM
:
Cubic feet per minute yaitu satuan kecepatan aliran fluida pada feet (1 feet = 0.304 meter).
Ducting
:
Sistem saluran fluida
Elastisitas energi
:
Pertumbuhan kebutuhan energi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tertentu (GDP)
Embodied energy
:
jumlah keseluruhan energi baik langsung atau tidak langsung yang diperlukan pada proses produksi barang
Faktor daya
:
Perbandingan antara daya aktif dan daya total
Listrik 1 fasa
:
Sistem distribusi listrik dengan 1 jalur aktif dan 1 jalur netral
Listrik 3 fasa
:
Sistem distribusi listrik dengan 3 jalur aktif dan 1 jalur netral
MMSTB
:
Million stock tank barrel yaitu satu juta barel (1 barel= 159 liter) minyak
Pengiraban
:
Kegiatan dalam pelayuan teh yang dilakukan dengan cara membolak balik dan mengaduk-aduk pucuk dalam palung pelayuan untuk kerataan pelayuan
Replanting
:
Penanaman teh pada lahan yang pernah ditanami teh sebelumnya.
Sub soil
:
Lapisan tanah dibawah top soil dan batuan
Tanaman tahun ini
:
Tanaman teh yang akan ditanam pada tahun ini
Termokopel
:
Theaflavin
:
Alat ukur suhu yang bekerja berdasarkan pada prinsip adanya perbedaan suhu dapat menghasilkan tegangan listrik, hal ini disebut sebagai efek termoelektrik. Senyawa dalam teh yang memberi warna merah kekuningan
Thearubigin
:
Senyawa dalam teh yang memberi warna merah kecoklatan
x
Thermostat
:
TOE
:
Top soil
:
Trays
:
Waring
:
Peralatan yang mengatur suhu dari suatu sistem dimana suhu sistem dijaga pada nilai tertentu Ton oil equivalent yaitu satuan energi yang didasarkan pada energi yang dilepaskan untuk melakukan pembakaran satu ton minyak mentah Lapisan tanah bagian atas dimana terjadi kegiatan mikroorganisme yang meningkatkan kesuburan tanah Bagian dari mesin pengering dimana teh dilewatkan diatasnya sambil dihembuskan udara panas kemasan berupa plastik berbentuk jaring-jaring yang digunakan untuk membungkus pucuk teh selama di kebun maupun ketika pengangkutan ke pabrik
xi
I.PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia saat ini memiliki cadangan minyak bumi sebesar 7998 MMSTB dan terbukti 4303 MMSTB dengan potensial sebesar 3695 MMSTB (PT Media Data Riset, status Februari 2010 dalam Setiawan 2010). Dengan tingkat produksi minyak 357 juta barel per tahun, minyak bumi Indonesia diprediksi akan habis dalam waktu 10 tahun. Berdasarkan data kementrian energi dan sumber daya mineral (status Mei 2010) cadangan minyak bumi Indonesia sebesar 8.2 miliar barel. Sistem pertanian yang semakin maju meningkatkan kebutuhan energi didalamnya. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya penggunaan alat dan mesin pertanian, penggunaan mesin proses produksi hasil pertanian yang semakin modern, pupuk dan pestisida serta bahan kimia lainnya. Teh (Camelia sinensis L. ) merupakan salah satu hasil pertanian dari sub sektor perkebunan yang menghasilkan devisa bagi negara sebesar 94.6 juta atau 0.22% dari total devisa yang berasal dari non migas. Dalam proses pengolahan teh, aspek efisiensi penggunaan energi tidak dapat dipisahkan dari setiap kegiatannya, sebab akan berpengaruh pada kemampuan kompetisi harga di pasar global. PT perkebunan nusantara IX (Persero), merupakan salah satu perusahaan yang berstatus sebagai badan usaha milik negara (BUMN) yang bisa menghasilkan keuntungan bagi negara. PT perkebunan nusantara IX memiliki komoditi usaha diantaranya teh, karet, kakao, kopi, dan pala. Kenaikan biaya variabel produksi, semakin mempersulit posisi perkebunan dan industri teh sehingga PT perkebunan nusantara IX mencari solusi bentuk energi yang lebih murah dan melakukan penghematan energi. Peranan komoditas teh dalam perekonomian di Indonesia cukup strategis. Industri teh Indonesia pada tahun 1999 diperkirakan menyerap sekitar 300.000 pekerja dan menghidupi sekitar 1,2 juta jiwa. Selain itu, secara nasional industri teh menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar Rp 1,2 triliun (0,3% dari total PDB nonmigas) dan menyumbang devisa bersih sekitar 110 juta dollar AS per tahun. Dari aspek lingkungan, usaha budidaya dan pengolahan teh termasuk jenis usaha yang mendukung konservasi tanah dan air (ATI, 2000). Indonesia merupakan negara produsen teh curah pada urutan ke lima di dunia setelah India, Cina, Sri Lanka, dan Kenya. Pada tahun 2002 total produksi teh Indonesia mencapai 172.790 ton atau 5,7 persen dari total produksi teh dunia yang mencapai 3.062.632 ton (International Tea Committee/ITC, 2003). Sebagian besar produksi teh Indonesia (65%) ditujukan untuk pasar ekspor. Volume ekspor teh Indonesia sebagian besar (94%) masih dalam bentuk teh curah (lihat Tabel 1). Selain sebagai produsen, Indonesia juga merupakan negara eksportir teh curah pada urutan kelima di dunia dari segi volume setelah Sri Lanka, Kenya, Cina, dan India. Perkembangan ekspor teh Indonesia terus menurun selama sembilan tahun terakhir, yaitu dari jumlah 123.900 ton pada tahun 1993 menjadi hanya 100.200 ton pada tahun 2002, atau rata-rata menurun sebesar 2,1 persen per tahun. Keadaan tersebut menyebabkan pangsa volume ekspor teh curah Indonesia di pasar dunia menurun dari 10,8 persen pada tahun 1993 menjadi hanya tujuh persen pada tahun 2002 (ITC, 2003). Pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh di bawah pertumbuhan ekspor teh dunia. Masalah tersebut disebabkan karena (1) komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang mengikuti kebutuhan pasar; (2) negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia kurang ditujukan ke negara-negara pengimpor teh yang memiliki pertumbuhan impor teh tinggi; dan (3) daya saing teh Indonesia di pasar teh dunia yang masih lemah.
1
Tabel 1. Produksi teh Indonesia (ton), 1995 - 2009* Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*
Teh 111,082 132,000 121,000 132,682 126,442 123,120 126,708 120,421 127,523 125,514 128,154 115,436 116,501 114,689 112,761
Sumber: Badan Pusat Statistik Catatan : 1). Termasuk produksi yang menggunakan bahan mentah dari perkebunan rakyat *). Angka sementara Permintaan energi dunia diperkirakan masih didominasi oleh minyak bumi mengingat bahwa jenis energi ini relatif sudah memiliki pasar dan infrastruktur yang memadai di berbagai belahan dunia. Namun demikian, untuk memenuhi kebutuhan minyak tersebut diperlukan investasi yang sangat besar dengan kecenderungan harga yang terus meningkat. Data konsumsi energi sektor industri dapat dilihat pada Tabel 2. Penggunaan energi secara efisien merupakan salah satu usaha penghematan energi yang termasuk pola konservasi energi, karena hasilnya dapat segera dirasakan pada waktu yang relatif singkat. Selain itu konservasi energi di sektor industri dalam hal ini termasuk industri perkebunan akan mengurangi biaya produksi sehingga akan memperkuat daya saing produk. Di Indonesia, konservasi energi dirasakan perlu karena penggunaan energi di Indonesia tergolong tinggi. Menurut riset yang yang dilakukan oleh PT Energy Management Indonesia (EMI), angka elastisitas energi di Indonesia mencapai 1,84. Artinya, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 1% saja, maka pasokan energi harus naik 1,84%. Kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia katakanlah 6%, maka diperlukan tambahan pasokan energi sebesar 11%. Masih menurut EMI, dengan angka elastisitas tersebut Indonesia termasuk negara paling boros energi di ASEAN. Indonesia cukup tertinggal dalam hal konservasi dan penghematan energi. Negara tetangga lain di bawah angka tersebut misalnya Malaysia, angka elastisitasnya 1,69. Thailand 1,16, Singapura 1,1. Jepang, angka elastisitasnya hanya 0,1. Untuk beberapa negara Eropa, angka elastisitas energinya malah minus. Artinya, saat ekonomi tumbuh, laju konsumsi energinya justru menurun. Ini menunjukkan upaya konservasi dan diversifikasi energi berjalan sangat baik. Dari sisi angka intensitas energi, untuk meningkatkan GDP sebesar 1 juta dollas AS Indonesia membutuhkan tambahan energi sebesar 482 TOE. Sementara rata-rata intensitas energi lima negara tetangga di kawasan ASEAN hanya sekitar 358 TOE. Bahkan angka intensitas energi Jepang hanya 92 TOE. Tingginya angka elastisitas dan intensitas energi menurut banyak kalangan mengindikasikan rendahnya daya saing industri kita karena terjadi inefisiensi energi.
2
Sumber:Bank Dunia, Indikator Pembangungan Dunia (Maret 2011)
Gambar 1. Penggunaan energi per kapita Gambar tersebut merupakan penggunaan energi primer Indonesia setara minyak (dalam kilogram, per kapita).
Tabel 2. Konsumsi energi pada sektor industri (BOE) Tahun
Biomass*)
Coal
Briket
Gas
Kerosene
ADO
IDO*)
2000
58981
36.060
85
86.826
4219
37.171
8008
Fuel oil*) 25.581
2001
55186
37.021
78
81.861
4160
39.458
7735
26.680
2002
52305
38.698
83
80.508
3955
38.828
7311
25.596
2003
50167
68.264
77
89.912
3980
37.398
6358
20.756
2004
46917
55.344
80
85.076
4012
42.986
5862
2005
43920
65.744
94
86.277
3851
39.929
2006
46676
89.043
94
82.845
3394
2007
42108
121.904
89
79.723
3352
2008
44235
159.696
157
90.845
2676
LPG
Listrik*)
Total
1.073
1073
72281
972
972
68053
1.093
1093
64664
808
808
61313
21.859
1.101
1101
57892
4843
15.617
1.131
1131
53745
35.027
2627
16.154
1.453
1453
54150
33.787
1422
13.856
1.242
1242
48124
35.371
849
9.961
1.124
1124
48884
Catatan: *)Sumber energi yang digunakan pada industri produk teh Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2010), pada pengolahan teh hitam di perkebunan Cisaruni, pengggunaan energi adalah sebesar 33.62 MJ/kg teh kering dengan rincian energi bahan bakar padat 31.59 MJ/kg, 1.98 MJ/kg untuk energi listrik, dan 0.056 MJ/kg untuk tenaga manusia. Di Perkebunan Goalpara, menurut Mulyawan (2010), penggunaan energi total adalah sebesar 63.8655 MJ/kg teh kering. Dalam penggunaanya, ada sebagian dari energi yang digunakan terbuang sehingga mengakibatkan pemborosan energi dan membawa dampak terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu adanya perhitungan energi dalam proses produksi teh sehingga penghematan energi dapat dilaksanakan dengan baik. Perkebunan teh Jolotigo merupakan salah satu perkebunan yang membudidayakan dan mengolah teh hitam yang dalam prosesnya tentulah digunakan energi. Audit energi sangat diperlukan sebab belum pernah dilakukan audit energi di perkebunan tersebut. Audit energi merupakan suatu langkah awal dalam pelaksanaan program konservasi energi. Audit energi dapat dilakukan dengan cara-cara yang sederhana hingga tingkat yang lebih rinci dan lengkap. Audit energi juga dilakukan untuk mengetahui kemungkinan perbaikan-perbaikan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi. Selain itu audit energi dapat membantu memberikan gambaran tentang penggunaan energi pada tiap proses yang meliputi jumlah, jenis sumber energi, aliran energi dan biaya energi serta mengidentifikasi terjadinya pemborosan energi, sehingga mempermudah penentuan strategi yang tepat untuk meningkatkan efisiensi produksi.
3
B. TUJUAN Tujuan penelitian yang telah dilakukan adalah melakukan audit energi pada proses produksi teh hitam di PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Kebun Jolotigo, Pekalongan, Jawa Tengah. Adapun hasil dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui aliran energi dalam setiap tahapan proses produksi 2. Mengetahui jumlah dan jenis energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan per satuan produk teh hitam di Perkebunan Jolotigo. 3. Efisiensi sistem pelayuan dan pengeringan. Sasaran dari audit energi yang telah dilakukan adalah adanya penghematan energi dalam proses produksi teh di Perkebunan teh Jolotigo.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN TEH DAN BUDIDAYA TANAMAN TEH 1. Tanaman teh Teh merupakan komoditas ekspor yang penting bagi perekonomian Indonesia, selain sebagai salah satu sumber devisa negara juga menyediakan lapangan pekerjaan. Komoditas teh banyak memberikan kehidupan baik pekebun, karyawan yang bekerja di perkebunan besar, pengusaha dan pedagang yang bergerak dalam perdagangan teh. Tanaman teh (Camellia Sinensis) diperkirakan berasal dari daerah pegunungan yang berbatasan dengan daerah RRC, India, Burma serta pegunungan Himalaya. Kurang lebih 4000 tahun yang lalu (2737 SM), Bangsa Cina telah mengenal teh dan mengkonsumsi teh sebagai minuman penyegar. Teh mengandung asam amonia yang diperlukan oleh tubuh manusia, kaya akan mineral dan berbagai macam vitamin. Seseorang yang secara teratur mengkonsumsi teh dengan dosis yang rasional, akan mendapat suplai nutrisi yang teratur bagi tubuhnya, sehingga membantu terbentuknya kekebalan alami.
a
b
Gambar 2. a.Pucuk teh, b.tanaman teh di perkebunan Tanaman Teh tumbuh subur di daerah tropis dan daerah sub-tropis dengan menuntut cukup sinar matahari dan hujan sepanjang tahun. Teh dapat tumbuh dengan baik pada daerah dengan suhu 15-30°C. Jenis tanah yang baik ditanami teh adalah andosol, latosol, dan beberapa jenis laterit. Teh menyukai tanah dengan derajat keasaman kurang dari 5.5. Tanaman ini memiliki produktivitas yang baik di daerah dengan curah hujan 2500-3000 milimeter per tahun (Adisewojo, 1982 dalam Edi Purnomo, 2006). Meskipun dapat tumbuh di dataran rendah, tanaman teh tidak akan memberikan hasil dengan mutu baik. Semakin tinggi daerah penanaman teh maka semakin tinggi mutunya (Ghani,2002 dalam Saputra 2009).
2. Budidaya tanaman teh Kegiatan budidaya tanaman teh meliputi : persiapan lahan, pesemaian, penanaman, pemeliharaan tanaman dan pemetikan. Pembudidayaan tanaman teh memerlukan penanganan yag khusus mulai dari proses persiapan lahan, penyediaan bibit tanaman, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan dan tanaman menghasilkan, pengendalian hama dan penyakit tanaman sampai pada proses pemetikan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kondisi tanaman teh yang merupakan tanaman tahunan agar mampu menghasilkan kualitas pucuk teh yang tinggi dan bermutu baik secara berkesinambungan dalam jangka waktu yang lama.
5
a.
Persiapan lahan Penanaman teh dapat dilakukan sebagai penanaman baru (new planting), penanaman ulang (replanting), konservasi atau rehabilitasi. Ketiga cara penanaman ini berbeda namun memiliki prinsip yang hampir sama dan bertujuan untuk menghasilkan pengolahan tanah yang baik agar pertumbuhan tanaman baru berlangsung optimal. Untuk penanaman baru hal yang perlu dilakukan: survei dan pemetaan tanah, pembongkaran pohon dan tunggul, pembersihan semak belukar dan gulma, pengolahan tanah dan persiapan jalan dan saluran drainase. Persiapan lahan untuk penanaman ulang, kegiatan yang dilakukan: pembongkaran pohon pelindung dan perdu teh tua, sanitasi dan pengolahan tanah. Kegiatan sanitasi ini dilakukan untuk melindungi tanaman baru agar tidak terserang penyakit seperti jamur akar dari tanaman yang lama. Pengolahan tanah dilakukan untuk menggemburkan tanah dan membersihkan sisa-sisa akar dan tunggul dengan cara pencangkulan lahan sebanyak dua kali.
b.
Pesemaian Bibit tanaman teh dapat diperbanyak dengan cara generatif dan vegetatif. Saat ini penyediaan bibit tanaman teh diperoleh secara vegetatif dengan stek. Hal ini karena cara tersebut paling cepat untuk memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah banyak. Pesemaian bibit tanaman teh dapat dilakukan dengan cara pesemaian langsung di tanahtanah bedengan dan pesemaian dalam kantong plastik (polybag). Lokasi untuk pesemaian harus dipilih lahan yang subur dengan drainase tanah yang baik, dekat dengan sumber air, dekat dengan sumber tanah, landai dan dekat dengan jalan. Setelah lahan dibersihkan dan ditata untuk pesemaian, kemudian dibuat bangunan naungan kolektif dengan ukuran tinggi 2 m dan luas disesuaikan dengan kebutuhan. Di sekeliling bangunan pembibitan dibuat selokan yang berfungsi untuk membuang air hujan dan memelihara agar drainase tetap baik. Dalam pesemaian dilakukan pemeliharaan bibit tanaman seperti penyiraman, perbaikan saluran drainase, pemeliharaan sungkup, pemupukan, pengendalian hama/penyakit, pengaturan pembukaan sungkup untuk menyesuaikan keadaan di dalam dan di luar sungkup.
c.
Pemeliharaan tanaman teh Tanaman teh merupakan tanaman tahunan yang membutuhkan pemeliharaan yang baik agar pertumbuhannya subur dan sehat sehingga terbentuk tanaman teh yang berpotensi tinggi dan dapat dipetik pada waktu yang telah ditetapkan. Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan mulai dari tanaman yang belum menghasilkan (TBM) dan tanaman yang telah menghasilkan (TM).
Penyiangan
Penyiangan atau pengendalian gulma dilakukan untuk mencegah pertumbuhan gulma yang merugikan bagi tanaman teh karena aterjadi persaingan di dalam memperoleh unsur hara, air, cahaya matahari dan ruang tumbuh. Cara yang dilakukan untuk mengendalikan gulma adalah dengan cara kultur teknis, cara manual dengan alat-alat sederhana seperti kored, sabit dan cangkul serta cara kimia dengan pemberian bahan kimia seperi herbisida dengan menggunakan hand sprayer.
Pemupukan
Kegiatan pemupukan dilakukan untuk meningkatkan daya dukung tanah terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman teh. Pemupukan harus dilakukan dengan tepat,
6
meliputi tepat dosis, tepat cara, tepat jenis dan tepat waktu. Dalam menentukan dosis pemupukan, perlu dilaksanakan analisis tanah untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah.
Pengendalian hama/penyakit
Pengendalian hama/penyakit pada tanaman teh dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: kultur teknis, mekanis, hayati dan kimiawi. Pemberian insektisida dan fungisida sebagai pengendali hama/penyakit harus disesuaikan dengan banyaknya tanaman teh yang terserang serta jenis dari hama/penyakitnya. Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah motor pompa atau mist blower. d.
Pemetikan Pemetikan merupakan kegiatan mengambil sebagian tunas dan daun teh yang masih muda dan telah memenuhi syarat untuk diolah menjadi produk teh kering. Pemetikan dilakukan setelah perdu dipangkas sampai saat pemangkasan berikutnya. Jenis petikan menentukan macam pucuk yang dihasilkan dan kualitas daun teh setelah diolah. Tabel 3 menyajikan jenis dan rumus petikan pucuk teh. Tabel 3. Sistem petikan produksi Jenis petikan Petikan halus Petikan medium Petikan kasar Sumber: Kartikasari (2002)
B.
Rumus petikan P+1 atau b+1m P+2, p+3m, b+1m, b+2m, b+3m P+4 atau lebih, b+(1-4t)
PENGOLAHAN PUCUK TEH
Di pasar internasional ada 3 (tiga) golongan teh berdasarkan cara pengolahannya, yaitu teh hitam (black tea), teh hijau (green tea) dan teh oolong (oolong tea) yang memiliki beberapa perbedaan seperti tercantum dalam Tabel 4 sampaidengan Tabel 6 berikut. Tabel 4. Perbedaan umum antara teh hijau, teh oolong dan teh hitam No. 1.
pembeda Fermentasi
2.
Kandungan
3.
Hasil akhir
teh hijau Fermentasi dicegah Konstituen natural leaf dipertahankan
teh oolong Fermentasi sebagian Minyak essensial berkembang
Hasil akhir Tanin menunjukkan tetap/tidak dipabrik/daerah berubah dimana teh itu dibuat Sumber : Djoehana Setyamidjaja, 2006 dalam Saputra 2009
teh hitam Fermentasi penuh Konsentrasi tinggi akan minyak essensial Sedikit menyerupai natural leaf
7
Tabel 5. Perbedaan teh hijau dan teh hitam dari proses pengolahannya No. 1.
Tahap Pengolahan
Teh Hijau
Teh Hitam
Pelayuan
Dilakukan dengan suhu 90˚100˚C dan waktu 4-8 menit
Dilakukan dengan suhu 27˚30˚C, waktu 10 jam.
Penggulungan
Untuk menggulung pucuk daun
Penggilingan untuk mencacah pucuk daun menjadi kecil-kecil.
Fermentasi
Tidak dilakukan proses fermentasi
Dilakukan fermentasi secara oksidasi enzimatis, suhu 25˚-32˚C waktu 40 min - 4 jam
Pengeringan
Untuk mengeringkan pucuk daun dan membentuk gulungan daun.
Sama dengan teh hijau dan juga unutk menginaktifkan enzim polifenol oksidase.
Sortasi dan Pengemasan
Untuk memisahkan biji kering dan mengemasnya sesuai dengan standar pada perusahaan.
Sama dengan teh hijau.
2.
3.
Sumber : Djoehana Setyamidjaja, 2006 dalam Saputra, 2009
Tabel. 6 Perbedaan teh hijau dan teh hitam dari aspek organoleptiknya No.
pembeda
teh hijau
teh hitam
Keadaan fisik
Warna teh kering hijau kehitaman dan air seduhannya hijau kekuningan.
Warna teh kering hitam dengan air seduhan kuning kemerahan.
Aroma (Flavor)
Kurang wangi
Lebih wangi dari teh hijau
Cita rasa
Kesegarannya kurang dan rasanya lebih sepet dari teh hitam
Tingkat kesegarannya lebih dan rasanya tidak sepet
1. 2.
3.
Sumber : Djoehana Setyamidjaja, 2006 dalam Saputra 2009 Dalam pengolahan teh hitam dengan sistem orthodox pada saat ini yang banyak dilakukan adalah sistem orthodox rotorvane. Pengolahan teh hitam orthodox rotorvane terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu: penerimaan bahan baku pucuk segar, pelayuan, penggilingan, fermentasi, pengeringan, sortasi kering dan pengemasa. Pada Gambar 9 disajikan skema pengolahan teh hitam yang secara rinci akan dijelaskan berikut ini:
8
1.
Bahan baku
Dalam pengolahan teh hitam orthodox rotorvane memerlukan bahan baku berupa pucuk segar daun teh. Pucuk segar daun teh harus bermutu tinggi yang secara fisik yaitu: daun muda yang utuh, segar dan berwarna kehijauan. Pucuk yang berkualitas tergantung dari pemetikan dan penanganan hasil petikan dari kebun ke pabrik. Kerusakan pucuk seperti terlipat, robek, terperam dan kontak langsung dengan sinar matahari harus dihindari karena dapat mempengaruhi kualitas teh kering hasil olahan sehingga kurang atau tidak memunculkan sifat-sifat yang dikehendaki pada air seduhannya yaitu warna, rasa dan aroma. 2.
Pelayuan
Pelayuan adalah proses penurunan kadar air sampai tingkat layu tertentu pada pucuk teh agar diperoleh kondisi fisik pucuk yang lentur (kadar air 51-56%) dan tidak mudah patah sehingga mengoptimumkan proses giling selanjutnya. Dalam proses ini daun teh dihamparkan dalam suatu alat yang berbentuk empat persegi panjang yaitu: withering trough yang berkapasitas 1500 kilogram. Pada alat ini dialiri udara segar agar proses penguapan air pada pucuk berjalan lancar sehingga kerataan layuan seragam. Ketebalan pucuk yang dihamparkan disesuaikan dengan keadaan pucuk (basah/kering). Suhu yang dibutuhkan dalam proses pelayuan berkiar 26.7 °C (optimum) sampai 28 °C (maksimum) dengan lama pelayuan 14-18 jam. Dalam proses pelayuan hal yang perlu diperhatikan adalah suhu pelayuan, kelembaban pucuk dan jumlah udara yang diberikan. Apabila standar yang ditentukan tidak terpenuhi, maka sel-sel pada pucuk teh akan terganggu sehingga proses oksidasi enzimatis tidak sempurna. Begitu juga dengan kondisi fisik dan kimia kondisi fisik dan kimia pucuk yang mempengaruhi proses penggilingan. Udara panas yang dihembuskan dalam proses pelayuan dihasilkan dari heater yang dilengkapi dengan fan untuk menghembuskan udara panas menuju withering trough. Udara panas ini membantu proses penguapan pucuk agar berjalan lebih baik. Pemberian udara panas tidak selalu dilakukan karena hal ini disesuaikan dengan keadaan pucuk dan cuaca. Sumber panas berasal dari burner dengan bahan bakar berupa IDO (industrial diesel oil) atau bahan bakar padat berupa kayu. 3. Penggilingan Penggilingan bertujuan untuk mememarkan dan merusak dinding sel daun agar cairan cairan sel keluar serta mengecilkan dan menggulung daun. Penggulungan dilaksanakan dalam alat penggulung yaitu open top roller. Sedangkan untuk memperkecil gulungan daun menjadi partikel yang lebih kecil menggunakan mesin press cap roller, double indian ball breaker natsortier / rotary roll breaker, dan rotorvane. Dalam proses penggilingan ini, enzim dan katekin yang ada dalam daun teh dikeluarkan agar bubuk teh memunculkan sifat-sifat seperti warna, aroma, rasa. Kelembaban tinggi diperlukan dalam ruang penggilingan karena dalam proses ini sudah terjadi fermentasi. 4.
Oksidasi enzimatis
Oksidasi enzimatis merupakan reaksi oksidai dari senyawa-senyawa polifenol oksidasi dengan bantuan oksigen dari udara dan bantuan enzim-enzim oksidase sehingga menghasilkan substansi theaflavin dan thearubigin yang menentukan unsur-unsur pembentuk aroma, warna dan rasa. Oksidasi enzimatis memerlukan kelembaban udara yang tinggi berkisar 90-98 % dengan temperatur 20-24°C. Untuk menciptakan keadaan ini maka digunakan alat pengabut yang disebut air humidifier yang berfungsi melembabkan dan menurunkan suhu ruangan serta fan untuk mengatur sirkulasi udara dalam ruang. 5.
Pengeringan
Tujuan utama pengeringan adalah menghentikan proses fermentasi senyawa polifenol dalam bubuk teh pada saat komposisi zat-zat pendukung kualitas mencapai keadaan optimal sehingga menghasilkan
9
produk akhir yang stabil dan mudah untuk ditangani serta dapat membentuk sifat-sifat bubuk teh yang diinginkan. Dengan adanya pengeringan, kadar air dalam bubuk teh berkurang yaitu sekitar 2.5-3.5 %, sehingga teh kering akan tahan lama dalam penyimpanan. Untuk proses pengeringan digunakan mesin fluidized bed drier (FBD) dengan lama pengeringan 15-20 menit. Selain itu dapat pula digunakan two stage dryer dengan lama proses 19-23 menit. Kedua mesin tersebut memiliki suhu inlet sebesar 98-105 °C dan suhu outlet 60-65°C. udara panas dalam mesin pengeringan dihasilkan dari heater yang sumber panasnya berasal dari burner. Udara tersebut dihisap oleh fan yang selanjutnya dialirkan ke dalam mesin. Bahan bakar yang digunakan heater dapat berupa IDO (industrial diesel oil) maupun bahan bakar padat berupa kayu. 6.
Sortasi kering
Sortasi kering merupakan kegiatan memisah-misahkan bubuk teh kering menjadi jenis-jenis tertentu yang sesuai dengan yang dikehendaki dalam perdagangan. Tujuan sortasi kering adalah untuk mendapatkan ukuran dan warna partikel teh kering yang seragam sesuai dengan standar permintaan pasar. Mesin-mesin yang digunakan dalam sortasi kering terdiri dari midleton, vibrex,nissen sortier,chota sifter, thewan, crusher, druck roll, dan cutter. 7.
Pengemasan
Pengemasan adalah upaya dalam memberikan tempat/wadah untuk produk teh hitam yang sudah jadi agar memudahkan dalam pengiriman produk tersebut kepada konsumen. Tujuan dari pengemasan ini adalah untuk melindungi produk dari kerusakan, memudahkan transportasi dan mencegah terjadinya kontaminasi serta menghindari pengaruh lingkungan yang dapat menurunkan mutu produk. Mesin yang digunakan dalam proses pengemasan teh kering terdiri dari tea bulker, tea packer, dan tea shapper.
C. PROSES PRODUKSI TEH HITAM DI PERKEBUNAN JOLOTIGO 1. Budidaya tanaman teh di kebun Jolotigo Budidaya tanaman teh dimulai dari pembibitan. Secara umum, bibit tanaman teh dapat dihasilkan dengan dua cara yaitu pembiakan biji generatif dan stek (vegetatif). Pembibitan dilakukan di tempat pesemaian khusus yang dibuat di dekat lahan tanaman tahun ini. Tahap selanjutnya adalah penanaman yang meliputi pengolahan lahan, dan pelaksanaan penanaman. Pemeliharaan terdiri dari pemeliharaan TBM, TM. Tahap pemanenan merupakan tahap yang penting dan berhubungan dengan bahan baku pengolahan teh hitam.
Persiapan lahan untuk replanting
Pembibitan Penanaman Pemeliharaan Pemanenan
Gambar 3. Diagram alir budidaya tanaman teh
10
a.
Persiapan lahan untuk replanting
Terdapat 3 jenis penanaman teh yaitu penanaman baru (new planting), sulaman (infilling) dan penanaman ulang (replanting). Penanaman baru adalah penanaman teh pada lahan yang belum diusahakan, seperti bekas hutan atau semak belukar. Sulaman ialah penanaman teh yang dilakukan pada tanah yang kosong bekas tanaman yang mati pada kebun yang menghasilkan (TM), sedangkan jika dilakukan pada kebun yang menghasilkan (TBM) disebut sisipan. Penanaman ulang (replanting) ialah penanaman teh pada lahan bekas kebun teh dengan harapan dapat meningkatkan produksi baik kuantitas maupun kualitasnya.
Gambar 4. Pencabutan pohon teh menggunakan katrol b.
Pembibitan Penentuan lokasi Tahapan pengolahan lahan: Pembuatan bedengan Pembuatan naungan Pengisian tanah ke dalam polybag Pemasangan kerangka sungkup
Gambar 5. Bibit teh dalam polybag
c.
Penanaman
Penanaman dilakukan pada lubang-lubang tanam yang telah disiapkan sebelumnya. Lubang tanam dibuat mengikuti kontur yang ada. Penanaman dilakukan pada permulaan musim penghujan yaitu sekitar bulan Nopember atau Desember. Pada saat penanaman, lapisan tanah top soil dan sub soil harus dikembalikan seperti keadaan semula.
11
d.
Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM) meliputi penyisipan, centering, bending, pemangkasan, penyiangan dan pemupukan serta pemberantasan hama dan penyakit.
Gambar 6. Tanaman teh yang sedang dilakukan bending Pembentukan kerangka tanaman untuk memperoleh kerangka tanaman yang baik dilakukan dengan cara centering, yaitu pemotongan batang utama sekitar 15-20 cm di atas permukaan tanah dengan maksud untuk membentuk percabangan ke samping dan menekan pertumbuhan yang ke atas serta cara bending yaitu perlakukan pada tanaman muda dengan cara membengkokkan batang dan cabang ke arah horisontal. Penyiangan atau pemberantasan gulma perlu dilakukan sedini mungkin sebab sangat merugikan tanaman. Pemberantasan gulma dilakukan dengan cara manual dan cara kimia. e.
Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM)
Pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) meliputi pemangkasan, pemupukan, penyiangan serta pemberantasan hama dan penyakit. Setelah tanaman dipangkas, pupuk diberikan dengan cara dibenamkan sedalam 5-10 cm. Pembenaman tidak perlu penimbunan kembali. Jarak penempatan pupuk yang terbaik adalah 30-40 cm dari batang perdu teh dan diatur jarak diantara lubang anah sepanjang jalur baris tanaman sejauh 20-30 cm, sehingga didapat kira-kira dua lubang pupuk untuk setiap perdunya. Dosis optimal setiap kali pemberian pupuk N adalah naksimal 80 kg N/ha. Interval dan waktu pemupukan adalah 3-4 kali setahun yaitu pada bulan Januari, Maret, Mei, dan Oktober. Pupuk daun diberikan pada saat tidak dilakukan pemupukan lewat tanah, yaitu pada interval antara bulan-bulan tersebut. Disamping pemupukan melalui tanah, baik pada tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman menghasilkan (TM) juga dilakukan pemupukan dengan pupuk daun.
Gambar 7. Pemberian pupuk daun
12
f.
Pemanenan
Pemanenan hasil dilakukan dengan memetik pucuk daun teh (peko) ditambah beberapa daun di bawahnya. Disamping mengambil hasil, pemetikan dimaksudkan pula untuk merangsang pertumbuhan pucuk lebih banyak sehingga produksi teh meningkat.
Gambar 8. Pemetikan teh Jenis petikan adalah petikan jendangan, petikan produksi, dan gandesan. Petikan jendangan adalah jenis petikan yang dilakukan pada tanaman yang baru dipangkas, dimaksudkan untuk membentuk bidang petikan. Tinggi bidang petikan adalah 15-20 cm dari bekas pangkasan dengan bidang petikan sejajar dengan kemiringan tanah. Petikan jendangan dimulai lebih kurang 2 bulan sesudah pangkas dan berlangsung selama 2 sampai 3 bulan pada ketinggian yang sama. Sekitar 6 bulan setelah pemangkasan sudah dapat dilakukan pemetikan produksi yang bertujuan menghasilkan sebanyak-banyaknya pucuk yang dapat diolah dengan baik. Giliran pemetikan atau siklus petik di kebun Jolotigo adalah 7-8 hari untuk dataran rendah dan 8-9 hari untuk dataran tinggi. Giliran pemetikan juga dipengaruhi oleh faktor kesehatan tanaman, kesuburan tanah, musim, umur pangkasan dan klon serta standar petikan. Semakin tua umur pangkasan maka siklus petik semakin panjang, demikian pula pada waktu musim kemarau siklus petik juga semakin panjang.
2. Pengolahan teh hitam di pabrik teh Jolotigo a.
Penerimaan pucuk segar
Tujuan proses penerimaan pucuk segar adalah untuk mengetahui kuantitas dan kualitas pucuk yang akan diolah, serta menjamin dan memastikan bahwa pucuk teh bisa dilayukan sehingga siap untuk digiling. Selesai penimbangan dilakukan pembeberan di dalam withering trough (palung pelayuan) dan selanjutnya dilakukan analisa pucuk yang bertujuan untuk mengetahui persentase pucuk halus dan pucuk kasar. b.
Pelayuan
Pelayuan dilakukan dengan menghamparkan pucuk teh pada palung pelayuan dengan tebal 25-35 kg/m2. Penghamparan dilakukan sambil dikirab agar pucuk dapat dilayukan secara merata. Setelah itu
13
dihembuskan udara dengan kecepatan antara 19-21 m3 / detik. Udara yang dihembuskan dapat berupa udara segar atau udara panas tergantung keadaan pucuk.
Penerimaan Pucuk: Pucuk teh dari kebun diangkut dengan truk, ditimbang dan diperiksa kualitasnya
Pelayuan ; Menurunkan kadar air sampai 49.550%.
Penggilingan & Oksidasi Enzimatis ; Merupakan tahapan dimana terjadi reaksi kimia antara cairan sel dgn oksigen
Pengepakan ; Melindungi produk jadi dari kerusakan, memudahkan transportasi dan penyimpanan
Sortasi ; Merupakan pekerjaan memisahkan partikel teh berdasarkan ukuran, berat jenis
Pengeringan ; Menghentikan proses oksidasi enzimatis pada saat kualitas mencapai keadaan optimal dan membuat teh tahan lama dalam penyimpanan sampai kadar air 3%.
Gambar 9. Diagram alir proses pengolahan teh hitam di pabrik teh Jolotigo
14
Apabila daun dalam keadaan basah, maka udara panas segera dialirkan dengan suhu di dalam through sekitar 32 °C dan setelah permukaan daun tidak berair, suhu diturunkan menjadi 27 °C. sebaliknya jika daun dalam keadaan kering maka sebelum dihembuskan udara panas terlebih dahulu dihembuskan udara segar selama lebih kurang satu jam, kemudian dialirkan udara panas dengan suhu 27 °C. Lama pelayuan antara 6 sampai 10 jam tergantung keadaan cuaca dan kebutuhan. Pelayuan dengan menggunakan udara panas dimulai pada pukul 17.00 dan setelah pucuk layu maka udara segar dihembuskan kembali sampai waktu penggilingan dimulai yaitu pada pukul 04.00. selama pelayuan dengan menggunakan udara panas, suhu harus dijaga sebesar 27 °C dan secara bertahap diturunkan sampai 25 °C dengan selisih suhu bola basah dan bola kering antara 3 °C sampai 4 °C. Pembalikan dilakukan setelah udara panas dihembuskan dan dilakukan 2 sampai 3 kali pembalikan dengan interval waktu 3 jam. Pembalikan pucuk disertai dengan pengiraban agar pucuk tidak padat sehingga pucuk layu secara merata. c.
Penggilingan dan Sortasi Basah
Penggilingan dilakukan dengan 4 tahap yaitu dengan menggunakan mesin giling open top roller (OT), press cap roller (PC) dan rotor vane (RV). Dalam proses penggilingan dikenal dua macam skema giling, yaitu skema giling berat dan skema giling ringan dengan urutan sebagai berikut: - Skema giling berat dengan urutan : OT – PC – RV – RV - Skema giling ringan dengan urutan : OT – PC – PC – RV Untuk mendapatkan hasil yang baik maka selama penggilingan dan sortasi basah berlangsung, suhu udara ruang giling dipertahankan antara 20 °C – 27 °C dan kelembaban nisbi antara 90 – 100 % dengan suhu bubuk antara 27 °C – 32 °C. Kondisi ini dapat dipertahankan dengan memasang 4 buah air humidifier yang dipasang pada ruang penggilingan dan sortasi basah. d.
Fermentasi (oksidasi enzimatis)
Di pabrik teh Jolotigo, pengendalian proses fermentasi di lakukan dengan cara sebagai berikut : e.
Mengupayakan suhu bubuk tidak terlalu tinggi Memberikan kelembapan sekitar bubuk pada tingkat hampir jenuh Menyediakan oksigen yang cukup dengan aerasi Membatasi waktu fermentasi
Pengeringan
Pada pengeringan teh digunakan mesin two stage dryer. Pada mesin two stage dryer, udara panas yang berasal dari burner dialirkan melalui hamparan teh pada trays yang berjalan, dengan suhu inlet 90110 °C, dan suhu outlet antara 30- 50 °C. pengaturan suhu inlet dengan menggunakan termostat, sedangkan untuk mengukur suhu outlet dilakukan dengan mengatur tebal tipisnya hamparan bubuk teh yang masuk ke mesin pengering. Lama bubuk teh dalam mesin pengering sekitar 20-23 menit dengan kadar air teh kering yang keluar mesin pengering antara 3.5 – 4.0 persen. f.
Sortasi kering
Peralatan sortasi kering bekerja berdasarkan ukuran, bentuk dan berat jenis. Sortasi berdasarkan ukuran ukuran dan bentuk dilakukan dengan menggunakan mesin pengayak buble tray, vibro dan chota sifter. Sedangkan sortasi berdasarkan berat jenis dilakukan dengan menggunakan tehwan (winnower). Pengecilan ukuran partikel teh dilakukan dengan menggunakan mesin drug roll dan crusher.
15
Pemisahan teh berdasarkan mutu atau jenisnya terjadi pada mesin chofta sifter yang terdiri dari beberapa ayakan dengan ukuran mesh yang berbeda-beda sesuai dengan jenis mutu yang diinginkan. Jenis teh yang dihasilkan adalah BOP (broken orange pekoe) yang lolos mesh 10, BOPF (broken orange pekoe fanning) yang lolos mesh 14, PF (pekoe fanning) dan PF 2 yang lolos mesh 16, serta DUST, DUST 2 dan DUST 3 yang lolos mesh 20. BOP, BOPF, PF, dan DUST adalah grade-grade yang digolongkan dalam mutu I, sedangkan PF 2, DUST 2, dan DUST 3 digolongkan dalam mutu II. Baik mutu I maupun mutu II merupakan mutu ekspor, sedangkan sisa-sisa hasil sortasi kering berupa Bohea dan Kawul sebagai mutu lokal.
Gambar 10. Jenis teh berdasarkan mutu g.
Penyimpanan dan Pengemasan
Bubuk teh hasil sortasi ditimbang untuk mengetahui berat masing-masing jenis mutu yang dihasilkan, kemudian dilakukan penyimpanan pada peti miring. Penyimpanan ini bersifat sementara untuk menunggu waktu pengepakan setelah jumlah teh untuk masing-masing jenis mutu terpenuhi satu chop yang lamanya sekitar 7 sampai 10 hari. Peti miring terbuat dari kayu papan yang dilapisi seng pada bagian dalamnya untuk mempertahankan mutu serta menekan kenaikan kadar air. Jenis kemasan yang dipakai adalah papper sack untuk mutu ekspor dan karung plastik untuk mutu lokal. Setelah teh yang berada dalam peti miring mencapai satu chop, teh dikeluarkan melalui konveyor datar menuju tea packer yang berfungsi menampung sementara bubuk teh dan membantu proses pengemasan dengan adanya corong untuk memasukkan bubuk teh ke dalam paper sack . h. Analisa mutu Analisa mutu bertujuan disamping untuk menentukan mutu dengan menguji sifat-sifatnya, juga untuk mengetahui dan memeriksa kesalahan-kasalahan yang terjadi dalam proses pengolahan. Pengujian dilakukan terhadap:
Kenampakan (appearance) yang meliputi warna dan keseragaman bentuk teh kering Sifat seduhan (liquor) yang meliputi warna, rasa dan aroma seduhan Sifat ampas teh (infused leaf) yang ditekankan pada warna ampas teh
16
Teh yang diuji ditimbang masing-masing seberat 3 gram untuk setiap jenis mutu teh yang diuji. Teh diseduh dalam cangkir porselin bertutup selama 5 menit, kemudian airnya dituangkan ke dalam mangkok dengan cara tutup cangkir tidak dibuak penuh agar ampas teh tidak tertuang ke dalam mangkok. Ampas teh yang tertinggal dalam cangkir bertutup akan diuji sifat ampasnya (infused leaf). Sedangkan air teh yang dituangkan ke dalam mangkok akan diuji sifat seduhannya (liquour). Pengujian dilakukan tanpa menggunakan alat atau mesin yang memerlukan masukan energi. Adapun tenaga kerja yang melakukan pengujian adalah termasuk tenaga kerja sortasi.
D.KEBUTUHAN ENERGI DALAM PROSES PRODUKSI TEH HITAM Berdasarkan batasnya maka energi dapat diartikan sebagai kemampuan melakukan suatu kerja (Abdullah, et.all 1998). Terdapat dua bentuk energi, yaitu energi primer dan energi sekunder. Energi primer adalah energi utama yang mana benda atau sesuatu tersebut dapat menghasilkan energi sendiri, misalnya Batubara, matahari, angin, minyak bumi. Sedangkan energi sekunder adalah energi yang dihasilkan dari energi primer, misalnya listrik yang dihasilkan dari energi angin. Energi sekunder inilah yang disebut sumber energi. Dalam bidang industri dan pertanian, energi sangat diperlukan. Energi merupakan salah satu input dalam proses produksi yang dapat dibedakan menjadi energi langsung, energi tak langsung, dan energi manusia. Energi langsung terdiri dari bahan bakar dan listrik. Energi tidak langsung terdiri dari pupuk, bahan – bahan kimia untuk pertanian, mesin/peralatan produksi dan peralatannya, sedangkan energi biologis merupakan energi yang berasal dari manusia. 1.
Energi pada sistem produksi teh hitam a.
Energi Langsung
Energi langsung merupakan energi yang digunakan secara langsung pada proses produksi yaitu berupa bahan bakar fosil (Abdullah,dkk,1989). Bahan bakar adalah sumber energi yang hampir digunakan dalam seluruh kegiatan pertanian baik dalam penggunaan alat dan mesin pra panen maupun pasca panen (lihat Tabel 7). Tabel 7. Nilai kalor per unit beberapa jenis bahan bakar Sumber Energi
Unit
Gasoline /IDO
Liter
Solar
Liter
Minyak Bumi
Liter
LPG
Liter
Gas Alam
m3
Batubara Keras
Kg
Batubara Lunak
Kg
Kayu keras
Kg
Kayu lunak
Kg
Listrik
kWh
Nilai kalor (MJ/unit) 32.24 38.66 38.66 26.10 41.38 30.23 30.39 19.26 17.58 3.60
Sumber :Cervinca ( 1980) dalam Kartikasari ( 2002)
17
b.
Energi Tidak Langsung
Energi yang secara tak langsung digunakan dalam suatu kegiatan atau proses produksi. Bentuk energi tidak langsung dapat berupa embodied energi yaitu energi yang digunakan untuk memproduksi alat dan mesin, dan energi bahan kimia, serta bahan bahan lain yang mendukung baik dalam produksi maupun penyimpanan bahan. Adapun bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi teh adalah pupuk, dan pestisida. Berikut ini penjelaskan mengenai input energi tersebut. Masukan energi berasal dari penggunaan pupuk Perhitungan secara pasti jumlah energi yang dibutuhkan untuk memproduksi satu kilogram pupuk memang sulit dilakukan. Pupuk nitrogen misalnya dapat berupa amoniak, ammonium sulfatndan urea. Pupuk fosfor dapat berupa super fosfat, tripel super fosfat dan ammonium fosfat. Sedangkan pupuk kalium dapat berupa KCL, ZA, dan bentuk-bentuk lain. Jenis pupuk kimia bersifat padat energi, karena memerlukan sejumlah bahan bakar fosil untuk memproduksinya. Pemakaian pupuk kimia dalam bidang pertanian bila ditinjau dari segi pemasukan energinya dirasakan masih sangat cukup tinggi. Besarnya energi masukan untuk produksi pupuk phospat dan potassium disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8. Masukan energi untuk pupuk phosphat dan potassium Jenis pupuk
Produksi (MJ/kg)
Transportasi (MJ/kg)
Distribusi (MJ/kg)
Total (MJ/kg)
Phosphate rock 5.44 1.67 3.77 normal Super phospate 9.63 2.51 0.84 6.28 (0-20-0) Tripel super 12.56 9.21 0.84 2.51 phospate (0-46-0) Muriate of potash 6.69 4.60 2.09 (0-0-60)/KCL Sumber: Blouin et al., 1975 dan Davis, 1977 dalam Pimentel, 1980 dalam Somantri, 2002 Pemakaian pupuk kimia dalam bidang pertanian bila ditinjau dari segi pemasukkan energinya dirasakan masih cukup tinggi. Penggunaan energi untuk proses produksi pupuk sebagian besar digunakan untuk proses-proses kimia. Besarnya energi masukan untuk produksi pupuk nitrogen disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9. Masukan energi untuk pupuk nitrogen Jenis pupuk
Produksi (MJ/kg)
Transportasi (MJ/kg)
Distribusi (MJ/kg)
Total (MJ/kg)
Anhydrous ammonia
48.97
0.84
0.42
50.23
Urea
56.93
1.67
1.26
59.86
Ammonium 61.53 58.18 2.09 1.26 nitrate Sumber: Blouin et al., 1975 dan Davis, 1977 dalam Pimentel, 1980 dalam Somantri, 2002 Masukan energi berasal dari penggunaan pestisida Pestisida yang digunakan terdiri dari herbisida, insektisida, fungisida, rodentia, akarisida(pestisida pembunuh tungau), nematisida, dan fumisida. Pestisida membutuhkan energi untuk memproduksinya. Proses pembuatan bahan aktif pestisida menggunakan masukan energi langsung seperti listrik dan panas, dan enrgi tak langsung yang berasal dari bahan bakar untuk membuat hidrokarbon sebagai bahan baku
18
(Pimentel, 1980 dalam Somantri, 2002). Besarnya nilai kalor pestisida disajikan dalam Tabel 10 berikut ini. Tabel 10. Masukan energi untuk memproduksi beberapa jenis pestisida Jenis pestisida
Nilai kalor produksi (kcal/kg bahan aktif)
Herbisida : MCPA Diuron Atrazine Trifularin Paraquat 2,4-D 2,4-T Cloramben Dinozeb Propanil Propachlor Dicamba Glyposate
30952 64290 45240 35170 109520 24200 56700 71400 19080 52240 69050 70240 108100
Insektisida: DDT Toxaphene Metil parathion Carbofuran Carbaryl
24200 38100 13810 108100 36340
Fumigasi: Methil bromide
15950
Fungisida : Ferbam Maneb Captan Sulfur
15250 23570 27380 28620
Sumber: Pimentel, 1980 dalam Somantri, 2002
19
c. Energi biologis Tenaga manusia yang digunakan pada pekerjaan terutama dalam bidang pertanian merupakan tenaga biologis. Biasanya digunakan sebagai pengendali dalam melaksanakan tugas, maupun sebagai input energi langsung. Pengeluaran energi manusia sebagai input energi langsung dalam melakukan kerja dapat dilihat dari segi pengeluaran total tubuh dan pengeluaran tenaga mekanis (lihat Tabel 11). Tabel 11. Nilai energi manusia pada berbagai kegiatan produksi teh hitam (MJ)/jam Kegiatan Pemeliharaan
Energi
Keterangan
1.532
Membuat drainase dan jalan
1.532
Membuat drainase dan jalan
1.532
Membuat drainase dan jalan
Penyiangan
1.532
Menyiangi rumput
Pemupukan
0.502
Memupuk
Pemangkasan
1.256
Batas bawah aktivitas sedang
Penggarpuan
0.628
Batas bawah aktivitas sedang
Penggosokan
0.502
Memupuk
Perorakan
1.733
Pengolahan tanah manual
Pemupukan
0.502
Memupuk
0.628
Batas bawah aktivitas ringan
0.803
Menanam
Penyulaman teh
0.803
Menanam
Pemberantasan
1.733
Aplikasi Pestisida
Pemetikan
0.628
Batas bawah aktivitas ringan
Pelayuan
0.628
Batas bawah aktivitas ringan
jalan Pengerasan jalan produksi Pemeliharaan saluran air
lumut
organic Pembenaman serasah Penanaman pohon pelindung
hama dan penyakit
20
Penggilingan
0.628
Batas bawah aktivitas ringan
Pengeringan
0.628
Batas bawah aktivitas ringan
Sortasi
0.628
Batas bawah aktivitas ringan
pengepakan
0.628
Batas bawah aktivitas ringan
Sumber : Edi Purnomo, 2006 Kapasitas seseorang untuk menghasilkan kerja produktif berbeda – beda tergantung pada : (a) sifat pekerja yang meliputi umur, kekuatan, dan keterampilan; (b)tingkat konsumsi makanan dan oksigen, hal ini berhubungan dengan berat badan .(c) jenis kegiatan; (d) lamanya bekerja, maka semakin lama akan semakin tidak efisien; (e) kondisi lingkungan berhubungan dengan suhu, kelembaban udara, tanah, dan lain-lain (Moens dalam Sujai 2007). Menurut Van Loon (1978) dalam Malcolm (1990) bahwa atas kemampuan mengubah energi makanan kedalam bentuk kerja adalah 6 kkal/menit atau sama dengan 0.42 kW. Namun energi yang dapat diolah menjadi energi panas hanya sebesar 10-15 persen, sehingga energi yang dapat digunakan untuk kerja sebesar 0.04 MJ/jam. 2. Hasil penelitian kebutuhan energi pada proses produksi teh hitam di beberapa perkebunan di PTPN VIII Hasil-hasil penelitian terdahulu tentang konsumsi energi pada produksi pucuk teh menjadi bubuk teh di beberapa kebun teh di Jawa Barat, disajikan dalam Tabel 12 berikut: Tabel 12. Hasil-hasil penelitian konsumsi energi pada proses produksi teh dalam satuan MJ/kg teh kering. Teh Nusamba PTPN VIII Perkebunan PTPN VIII Kegiatan Cianjur 1) Goalpara 2) Jayanegara 3) Ciater Pemeliharaan TM 17.88775 28.04716 13.1462 27.30167 Pemetikan 0.17825 0.03430 0.2336 0.00153 Transportasi 3.02265 1.16000 0.2554 0.55940 Pelayuan pucuk 12.18045 7.29810 6.4163 9.91084 Penggilingan 1.28836 1.08310 1.2676 1.41797 Pengeringan 14.78591 9.10700 15.5922 8.80763 Sortasi kering 1.38476 0.67200 0.51030 0.62764 Pengemasan 0.07866 0.01714 Total 50.80679 47.23996 37.5390 48.6884 Sumber : 1). Nasution, 2002 2). Mulyawan, 1997 3). Santoso, 1999 4). Kartikasari, 2002 input energi untuk kebun-kebun tersebut: BBM, biologis, pupuk, pestisida, dan listrik. Berdasarkan hasil penelitian - penelitian tersebut, besarnya masukan energi pada proses produksi di setiap tahapan proses mulai dari pemeliharaan TM, pemetikan, transportasi, pelayuan pucuk teh, penggilingan dan fermentasi, pengeringan bubuk teh dan sortasi kering baik secara total maupun pada tahapan tertentu selalu bervariasi.
E.AUDIT ENERGI Audit energi merupakan bentuk kegiatan untuk menghitung jumlah energi yang digunakan dalam setiap tahapan di dalam suatu sistem secara keseluruhan (Abdullah, 1989). Audit energi adalah kegiatan untuk mengidentifikasi potensi penghematan energi dan menentukan jumlah energi dan biaya yang dapat
21
dihemat dengan usaha konservasi energi dari suatu sistem, sarana maupun peralatan yang telah ada (KEPRES 43/1993, Konservasi Energi dalam Setiawan 2010). Bagian dari usaha konservasi energi adalah dengan cara mengetahui sumber-sumber pemborosan pemakaian energi, serta memberikan analisis dan jawaban mengenai tindakan yang bisa dilakukan terhadap pemakaian energi yang lebih tepat tanpa mengurangi produktifitas yang telah dicapai sebelumnya (PII, 1992 dalam Setiawan 2010). Menurut KONEBA (1989) dalam Mulyawan (1997), metode audit energi terdiri dari dua tahapan yaitu audit energi awal (preliminary anergy audit) dan audit energi terinci (detailed energi audit). 1.
Audit Energi Awal Adalah berupa pengumpulan data awal dan analisa pendahuluan, yang terdiri dari pengelompokan sumber data, mengidentifikasi data yang diperlukan, pengumpulan data, analisa data, pembuatan rencana pengembangan. 2.
Audit Energi Terinci Adalah dengan melakukan penjajagan terhadap peralatan yang dipakai dalam suatu pabrik dan melakukan analisa, baik terhadap alat yang tetap digunakan secara kontinyu maupun alat yang bersifat tidak tetap. Tahapan audit terinci yaitu: Evaluasi pengelolaan energi harian Melakukan audit energi awal Rencana pengembangan kegiatan pabrik Pemilihan bagian-bagian yang akan diaudit secara rinci Persiapan kelengkapan kerja Pemeriksaan data lapangan Evaluasi data yang dikumpulkan Mengidentifikasi peluang konservasi energi Rencana pengembangan aktivitas peralatan Pengawasan penggunaan energi secara kontinyu Penyempurnaan pengelolaan energi secara menyeluruh. Menurut Wayne C. Turner (1982) dalam Sholahudin(1999), langkah-langkah dalam audit energi adalah pengumpulan data, analisis, evaluasi biaya peralatan, membuat laporan hasil perhitungan konsumsi energi. Masing-masing tahap tersebut diuraikan secara rinci dalam uraian berikut. 1.
Pengumpulan data Teknik pengumpulan data meliputi teknik analisis pendahuluan, pengumpulan data tetapan-tetapan peralatan, catatan lapang, pengoperasian data terhadap persamaan yang telah ada dan uji coba peralatan atau unjuk kerja. 2.
3. 4.
Analisis Tahapan analisis ini meliputi: a. Menganalisa konsep penambahan biaya untuk tahapan tertentu b. Menganalisa kestimbangan massa dan energi c. Menganalisa pindah panas d. Mengevaluasi sifat muatan listrik e. Membuat model dan simulasi Evaluasi biaya peralatan Membuat laporan hasil perhitungan konsumsi energi Tahapan ini merupakan langkah terakhir dalam perumusan audit energi yang meliputi:
22
a. b. c. d.
Laporan utama, merupakan hasil keseluruhan dari auditing (mulai bahan baku sampai barang jadi yang siap dipasarkan) Laporan biasa, merupakan data hasil perhitungan harian dari sebelum dijadikan hasil audit energi yang baku Laporan efektifitas pengelolaan peralatan auditing maupun peralatan pabrik Laporan tinjauan tiap tahapan proses
Audit energi juga dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan (Philippines National Oil Company, 1986 dalam Mulyawan 1997) yaitu primary audit atau preliminary audit yang terdiri dari kegiatan pencatatan dan analisis pemakaian energi dengan cara melakukan tinjauan singkat pada fasilitas pabrik dan dengan analisis kebutuhan dan pembelian bahan bakar minyak. Primary audit dapat dilakukan 1-3 hari tergantung pada kerumitan pabrik. detailed audit atau maxi audit terdiri dari catatan lengkap pemakaian energi dan efisiensi. Hal ini mengharuskan penggunaan alat-alat pengukuran. Detailed audit dapat dikerjakan dalam waktu satu minggu atau lebih. Sedangkan plant survey atau mini audit terdiri dari identifikasi energi yang terpakai, menganjurkan peningkatan pemeliharaan dan praktek pengoperasian alat secara benar. Mini audit memerlukan pengujian dan pengukuran jumlah energi terpakai dan energi yang hilang serta meliputi anjuran dan analisis peluang konservasi energi dengan anggaran dana yang relatif murah. Pimentel et al. (1974) dalam Sholahudin (1999), menyebutkan bahwa ada tiga metode analisis yang digunakan untuk audit energi yaitu: 1. Analisis statistik Merupakan metode untuk menentukan energi yang tersimpan per satuan output dengan menggunakan data statistik, baik untuk memperoleh informasi sejumlah industri maupun lebih dari itu. 2. Analisis input-output Merupakan metode analisis secara langsung atau tidak langsung terhadap aliran bahan yang masuk ke dalam sistem untuk menghasilkan bahan keluaran tertentu dimana bahan keluaran ini dapat dinyatakan sebagai energi utama untuk menghasilkan keluaran tersebut. 3. Analisis proses Pada tiap tahapan proses diidentifikasi untuk menentukan jenis masukannya dan merupakan suatu identifikasi terhadap jaringan kerja dan proses yang harus diikuti untuk memproleh produk akhir
23
III. METODOLOGI PENELITIAN A.
WAKTU DAN TEMPAT
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, IPB dan pabrik Jolotigo, PT Perkebunan Nusantara IX, Pekalongan, Jawa Tengah. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian adalah pada 24 Januari hingga 3 Maret 2011.
B. METODE AUDIT ENERGI 1. pendekatan masalah dan batasan sistem Proses produksi teh meliputi kegiatan produksi pucuk daun teh (mulai pengolahan lahan sampai dengan panen dan transportasi dari kebun ke pabrik) dan pengolahan pucuk daun teh menjadi bubuk teh kering yang siap dipasarkan. Oleh karena itu batasan sistem yang akan diaudit adalah mulai dari proses produksi pucuk teh di kebun sampai dengan di pabrik menjadi teh. Matahari sebagai sumber energi utama pada tahap produksi pucuk teh (budidaya tanaman teh) tidak termasuk dalam sistem yang diaudit karena kesulitan dalam pengukuran yang harus dilakukan selama umur tanaman yang bersangkutan. Untuk energi listrik, sistem yang diaudit meliputi motor listrik untuk produksi teh. Perhitungan pada penerangan pabrik, rumah karyawan, dan kantor tidak dilakukan karena berdasarkan pengamatan selama penelitian pendahuluan yang dilakukan pada periode praktek lapangan penggunaannya tidak memiliki pola yang teratur. Bagan alir proses produksi dan masukan energi pada proses produksi teh di perkebunan Jolotigo disajikan pada Gambar 11 berikut ini.
24
Alat atau mesin
Tahapan
Input energi
Cangkul, katrol
Persiapan lahan
Manusia
Sabit
Pembibitan
Manusia
Cangkul, sprayer, sabit
Pemeliharaan TBM
BBM, pestisida, pupuk, manusia
Cangkul, sprayer, sabit
Pemeliharaan TM
BBM, pestisida, pupuk, manusia
Waring
Pemetikan
Manusia
Truk
Pengangkutan
BBM, manusia
Withering trough
OT, PCR, RV, Conveyor, RRB, Humidifier, Idolaven
Dryer
Bubble tray, crusher, vibro, conveyor, dragroll
Conveyor, fan, beltfast
Pelayuan
Penggilingan dan fermentasi
Pengeringan
Sortasi
Pengemasan
Bahan bakar kayu, manusia, listrik
Listrik, manusia
Listrik, manusia, bahan bakar kayu
Listrik, manusia
Listrik, manusia
Gambar 11. Diagram alir proses dan input energi pada tiap-tipa tahapan proses pada kegiatan produksi teh hitam di perkebunan Jolotigo a. energi manusia Penggunaan energi manusia dibatasi pada tenaga yang digunakan pada semua tahapan proses produksi baik sebagain operator, pekerja, maupun pengawas (mandor). b. energi listrik Energi listrik dibatasi pada penggunaan listrik pada proses pengolahan yaitu sebagai penggerak motor listrik tanpa menghitung penerangan, air, maupun katifitas administratif kantor. c. energi BBM
25
Energi BBM dibatasi pada penggunaan energi untuk transportasi pabrik serta untuk generator. d. energi Bahan bakar padat Energi bahan bakar padat kayu dibatasi hanya pada penggunaannya untuk pelayuan dan pengeringan. e. energi pupuk Energi pupuk dibatasi pada pupuk yang digunakan untuk bbudidaya tanaman teh. f. energi pestisida Energi pestisida dibatasi pada pestisida yang digunakan untuk budidaya tanaman teh.
Mesin dan peralatan pertanian Pupuk
Pembibitan A
Penanaman
Pemeliharaan tanaman Bibit
Pestisida Tenaga manusia
Pemetikan
Pengangkutan pucuk
Bahan bakar minyak
Pelayuan
Penggilingan Bahan bakar kayu Pengeringan B Sortasi kering
Listrik
Pengemasan
Input listrik: A= Proses budidaya
, Aliran energi mesin:
, Satuan proses:
B= Proses pengolahan
Gambar 12. Batasan sistem dalam audit energi di kebun Jolotigo
26
2.
metode audit
Metode audit energi yang dipakai pada penelitian ini adalah tahap audit energi awal (Preliminary Energy Audit) yang dilanjutkan dengan audit energi terinci (Detailed Energy Audit). Pada tahap audit energi awal, setiap masukan energi dikonversikan dalam satuan energi yang sama yaitu Joule (J) atau Mega Joule (MJ). Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya di perkebunan lainnya agar dapat dilakukan analisis faktor yang berpengaruh dalam penggunaan energi pada proses produksi teh. Jika terdapat perbedaan yang mencolok pada suatu sistem, maka dilakukan audit terinci pada sistem tersebut. C.
PARAMETER YANG DIUKUR
a. Penggunaan Energi Berasal Dari Bahan Bakar Data yang dibutuhkan meliputi data konsumsi bahan bakar, nilai kalor bahan bakar dan jumlah produksi pucuk teh dan teh kering. b. Penggunaan Energi Listrik Data yang dibutuhkan meliputi data jumlah pemakaian listrik, efisiensi, tegangan listrik, arus listrik, faktor daya listrik dan jumlah produksi teh kering dan daya terpasang pada peralatan produksi. c. Penggunaan Tenaga Manusia. Data yang dibutuhkan meliputi data jumlah karyawan yang bekerja pada unit produksi, jumlah jam kerja karyawan, nilai unit tenaga manusia dan jumlah produksi pucuk teh dan jumlah produksi teh kering. d.Energi pestisida Data yang dibutuhkan meliputi konsumsi pestisida yang digunakan, nilai unit energi pestisida dan jumlah produksi pucuk teh. e. Energi pupuk Data yang dibutuhkan meliputi konsumsi pupuk yang digunakan, nilai unit energi pupuk dan jumlah produksi pucuk teh. f. Efisiensi Penggunaan Energi Dilakukan dengan membandingkan energi input dan output atau kapasitas pengukuran dengan kapasitas terpasang. D.
ALAT DAN BAHAN
Tanaman teh, bahan baku dan produk teh hitam, semua bahan dan alat/mesin yang digunakan dalam proses produksi teh hitam di Jolotigo. Adapun peralatan yang digunakan dan diamati diantaranya sabit, waring, withering through, pengering tipe two stage drier dan heat exchanger, motor listrik-motor listrik penggerak mesin-mesin yang ada di pabrik. Alat-alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data adalah: stop watch, kWh-meter, tang ampere, termometer alkohol bola basah-bola kering, dan termokopel yang terpasang pada alat pengering dan heat exchanger. E. METODA PENGUMPULAN DATA DAN PENGUKURAN Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung, dan pencatatan data sekunder. Dalam kegiatan prapanen, data yang diperoleh merupakan data sekunder dan data primer. Data sekunder digunakan karena pada saat dilakukan penelitian proses yang bersangkutan sudah tidak dilakukan. Adapun data yang termasuk data sekunder adalah produksi pucuk dan teh kering dari tahun 1991-2009, konsumsi pupuk, pestisida, dan jumlah tenaga manusia. Sedangkan yang termasuk data primer adalah jam kerja kegiatan pemetikan dan pemeliharaan. Data sekunder didapatkan dari buku
27
laporan tahunan yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya. Untuk kegiatan pascapanen , data yang didapat merupakan data primer. Pengumpulan data dilakukan dengan mengikuti alur proses produksi dari tahap yang satu ke tahap berikutnya. Pengumpulan data proses produksi dimulai dari pembibitan sampai dengan dihasilkannya teh hitam. Pada proses pengolahan, Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran aliran energi dengan mengikuti alur proses dari tahap yang yang satu ke tahap berikutnya dengan pencatatan data selama 6 hari pengamatan dan data diambil setiap satu jam selama proses yang bersangkutan berlangsung. a. Proses produksi pucuk teh Pengumpulan data produksi pucuk teh dimulai dari pembibitan sampai dengan pemetikan pucuk. Pada tahap pembibitan, data yang diperlukan adalah jumlah jam kerja selama pembibitan berlangsung, jumlah penggunaan pupuk dan pestisida. Pada penanaman, data yang diperlukan adalah jumlah jam kerja dan luas lahan yang dapat ditanami, serta jumlah bahan kimia yang digunakan. Untuk pemeliharaan tanaman, data yang diperlukan adalah jumlah jam kerja dan jumlah penggunaan pupuk serta pestisida. Sedangkan untuk tahap pemetikan, data yang diperlukan adalah jumlah jam kerja dan kapasitas pemetikan. Data yang diperoleh pada proses prapanen merupakan data primer dan data sekunder. Komponen data yang termasuk data sekunder adalah jumlah konsumsi bahan kimia, sedangkan yang termasuk data primer adalah jam kerja, jumlah tenaga kerja dan kapasitas pemetikan. b. Pengangkutan pucuk Data yang dikumpulkan adalah konsumsi bahan bakar kendaraan pengangkut pucuk. Data yang peroleh adalah data primer.
1) 2) 3)
4) 5)
c. Proses pengolahan teh di pabrik Pengumpulan data pada tahap pengolahan teh di pabrik dilakukan sebagai berikut: Pada pelayuan, pengumpulan data dilakukan dengan cara pengukuran jumlah jam kerja, jumlah tenaga kerja, konsumsi bahan bakar, konsumsi energi listrik, berat pucuk segar Pada penggilingan dan oksidasi enzimatis data yang diperlukan adalah jumlah jam kerja, konsumsi energi listrik dan jumlah tenaga kerja Pada tahap pengeringan, pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran jumlah jam kerja, jumlah tenaga kerja, konsumsi bahan bakar, konsumsi bahan bakar, konsumsi energi listrik, pengukuran suhu udara luar, suhu udara yang masuk ke alat pengering, suhu udara yang keluar dari alat pengering, dan lama proses pengeringan Pada tahap sortasi kering, data yang dibutuhkan adalah jam kerja, konsumsi energi listrik, jumlah tenaga kerja, dan berat teh kering yang dihasilkan Tahap pengemasan, pengumpulan data dilakukan dengan mengukur adalah jam kerja, konsumsi energi listrik, jumlah tenaga kerja, dan berat teh kering yang dikemas.
Pengukuran pada proses pengolahan teh hitam di pabrik dilakukan setiap 1 jam dalam kurun waktu 6 hari.
F. PERHITUNGAN DAN ANALISIS DATA Data yang didapatkan dianalisis dengan perhitungan masukan energi menggunakan persamaanpersamaan (lihat persamaan 1-15), sehingga didapatkan hasil konsumsi energi pada setiap proses produksi teh hitam ortodoks. Analisis data dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan tentang efisien atau tidaknya penggunaan energi pada sistem pengolahan tersebut. Proses pengolahan yang dimaksud adalah meliputi kegiatan pelayuan pucuk segar, penggilingan dan fermentasi, pengeringan, sortasi kering, dan pengemasan. Perhitungan terhadap masukan energi yang digunakan, dilakukan dengan memasukan variabel pada persamaan yang telah ditentukan dan semua satuan dalam MJ/kg teh kering.
28
a.
Energi Bahan Bakar Besarnya energi yang berasal dari bahan bakar untuk proses produksi dalam kegiatan prapanen didekati dengan persamaan:
E 1
………………………………………………………….(1)
Sedangkan dalam kegiatan pengolahan (proses produksi teh kering) didekati dengan persamaan:
E 2
………………………………………………………….(2)
Sehingga total energi bahan bakar yang tersimpan tiap kilogram teh kering dapat dijabarkan sebagai berikut:
E (tot)
E 1 d
+ E 2…………………………………………………..(3)
Dimana: Eb1= jumlah energi yang berasal dari bahan bakar pada kegiatan prapanen untuk tiap kg pucuk teh (MJ/kg) Eb2= jumlah energi yang berasal dari bahan bakar pada kegiatan pengolahan untuk tiap kg teh kering (MJ/kg) Ai= konsumsi bahan bakar pada prapanen yang ke-I (liter) Aj= konsumsi bahan bakar pada proses pengolahan yang ke-j (liter) Ri= nilai kalor bahan bakar jenis ke-I (MJ/liter) Rj= nilai kalor bahan bakar jenis ke-j (MJ/liter) Q1= jumlah produksi pucuk (kg) Q2= jumlah produksi teh kering (kg) i 1,2,3,… Rd= rendemen (%) b.
Energi Listrik Besarnya energi listrik yang digunakan untuk memproduksi tiap kg teh kering didekati dengan persamaan (Anwar, 1990 dalam Mulyawan 1997): Elk=
Dt
…………………………………………………………………(4)
Dimana nilai D untuk listrik 1 fasa menggunakan persamaan (PT. Koneba, 1987 dalam Mulyawan 1997): D= V I …………………………………………………………..(5) Nilai D untuk listrik tiga fasa menggunakan persamaan (PT. Koneba 1987 dalam Mulyawan 1997): D= V I ……………………………………………………....(6) Dimana: Elk= energi listrik yang digunakan untuk produksi teh (MJ/kg) D = daya motor/mesin terukur (kW) t= waktu pemakaian alat (jam) efisiensi alat atau motor listrik Q2= jumlah produksi teh kering (kg) V= tegangan (volt) I= arus (ampere) = faktor daya= 0.8 (diasumsikan)
29
c.
Energi Tenaga Manusia Besarnya tenaga manusia selama kegiatan prapanen pada proses produksi teh didekati dengan persamaan: Etm1=
……………………………………………………….(7)
Besarnya tenaga manusia selama kegiatan proses pengolahan teh khususnya pada proses di pabrik menggunakan persamaan (Anwar, 1990 dalam Mulyawan 1997) Etm2=
…………………………………………………………….(8)
Sehingga total energi manusia yang digunakan untuk memproduksi setiap kilogram teh kering adalah: Etm (tot)=
…………………………………………………(9)
Dimana: Etm (tot) = jumlah tenaga manusia total yang dibutuhkan (MJ/kg) Etm1= tenaga manusia selama prapanen tiap kg pucuk teh (MJ/kg) Etm2= tenaga manusia selama pengolahan tiap kg pucuk teh (MJ/kg) JK= jumlah jam kerja (jam) NE= nilai unit kalor tenaga manusia (MJ/jam) Q1= jumlah produksi pucuk (kg) Q2= jumlah produksi teh kering (kg) d.
Energi pupuk Jumlah energi yang berasal dari pengggunaan pupuk untuk tiap kg pucuk teh didekati persamaan (Anwar, 1990 dalam Mulyawan 1997):
Sedangkan jumlah energi pupuk yang dibutuhkan untuk memproduksi tiap kilogram teh kering dapat menggunakan persamaan:
Dimana: Ep (tot)= jumlah energi yang berasal dari pemakaian pupuk untuk tiap kg teh kering (MJ/kg) Ep1 = jumlah energi yang berasal dari penggunaan pupuk untuk tiap kg pucuk teh (MJ/kg) Bi= konsumsi pupuk pada tahap ke-i (kg) Si= nilai unit energi pupuk jenis ke-i (MJ/kg) Q1= jumlah produksi pucuk (kg) Rd= rendemen (%) i= 1,2,3,... e.
Energi pestisida Besarnya energi untuk produksi yang berasal dari penggunaan pestisida didekati dengan menggunakan persamaan (Anwar, 1990 dalam Mulyawan 1997):
30
Sedangkan jumlah energi pupuk yang dibutuhkan untuk memproduksi tiap kilogram teh kering dapat menggunakan persamaan:
Dimana: Ep (tot)= jumlah energi yang berasal dari pemakaian pestisida untuk tiap kg teh kering (MJ/kg) Ep1 = jumlah energi yang berasal dari penggunaan pestisida untuk tiap kg pucuk teh (MJ/kg) Ci= konsumsi pestisida pada tahap ke-i (kg) Ti= nilai unit energi pestisida jenis ke-i (MJ/kg) Q1= jumlah produksi pucuk (kg) Rd= rendemen (%) i = 1,2,3,... f.
Efisiensi Di setiap Tahapan Proses Pengolahan Perhitungan penggunaan efisiensi energi pada proses produksi teh dapat dilakukan dengan membandingkan antara output energi tiap tahapan produksi yang berupa energi mekanik atau energi panas dengan input energi yang berupa energi tenaga manusia, listrik,bahan bakar, pupuk, dan pestisida. Persamaanya adalah: Eff= (OE / IE) x 100 %......................................................................(14)
g.
Efektifitas penggunaan mesin Jika perhitungan tersebut tidak dapat dilakukan, maka untuk memperoleh gambaran terhadap effisiensi penggunaan energi dilakukan dengan cara membandingkan kapasitas mesin terukur (riil) dengan kapasitas mesin terpasang. Eff= (Ekr/ Ekn) x 100% ....................................................................(15) Dimana : Eff= efisiensi teknis (%) OE= output energi (MJ) IE = input energi (MJ) Ekr = energi kapasitas mesin terukur Ekn = energi kapasitas terpasang
h.
Analisis hasil perhitungan energi Analisis data dilakukan dengan pengamatan dan pengukuran jalannya proses produksi teh. Data yang diperoleh dimasukkan dalam persamaan yang telah ditentukan, sehingga diperoleh nilai konsumsi energi pada tiap-tiap tahapan proses produksi. Kebutuhan total energi untuk menghasilkan setiap kilogram teh kering merupakan jumlah konsumsi energi pada tiap tahap produksi. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan penelitian sebelumnya pada jenis komoditi yang sama yaitu teh. Analisis berikutnya adalah melihat efisiensi alat dan proses pada tahapan produksi, sehingga dapat diketahui pemborosan energi yang terjadi. Analisis data secara keseluruhan digunakan untuk memperoleh kesimpulan tentang efisien atau tidaknya penggunaan energi pada proses produksi teh.
31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses produksi teh hitam meliputi kegiatan budidaya tanaman teh yang bertujuan menghasilkan pucuk teh yang berkualitas tinggi dan pengolahan pucuk teh menjadi bubuk teh yang siap dipasarkan. Semua kegiatan tersebut memerlukan masukan-masukan energi yang dapat dibagi menjadi tiga sumber yaitu: energi langsung seperti bahan bakar minyak berupa solar untuk pengangkutan dan generator, bahan bakar padat berupa kayu teh, dan listrik yang berasal dari dua buah generator pembangkit listrik berdaya 285 KVA dan satu generator lagi berdaya 265 KVA. Sumber yang kedua adalah energi tak langsung atau energi embodied berupa energi yang digunakan untuk memproduksi pupuk, pestisida, dan peralatan atau mesin. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36,Kieserite, Rockphospate, ZA. Sedangkan pestisida yang digunakan adalah Gliphosat, Tupormin, Nordox 56 WP, Confidor, Furadan, Matador. Peralatan atau mesin yang digunakan adalah knapsack, cangkul, sabit, waring, palung pelayuan, open top roller, rotorvane, press cap roller, fan, RRB, two stage drier, heat exchanger, bubble tray, crusher, chota shfifter, drag rool, vibro mess, vibro blank, conveyor, peti miring, dan tea bulker. Sumber energi yang ketiga adalah energi biologis yang berasal dari tenaga kerja. Bentuk energi yang digunakan dalam proses produksi teh hitam di Kebun Jolotigo adalah energi panas yang berasal dari pembakaran bahan bakar minyak dan bahan bakar kayu. Selain itu digunakan juga bentuk energi mekanis yaitu pada perputaran motor listrik sebagai tenaga penggerak peralatan dan mesin. Perhitungan audit energi pada proses produksi teh hitam di perkebunan Jolotigo dimulai dari kegiatan pembibitan sampai dengan proses pengolahan teh hitam yang meliputi perhitungan energi bahan bakar minyak, bahan bakar padat, listrik, pupuk, pestisida, serta tenaga manusia. Tabel 13 menunjukan hasil audit energi di perkebunan Jolotigo. Nilai ini diperoleh dengan menghitung kebutuhan energi pada kegiatan budidaya pada tahun 2010 dan produksi teh hitam ratarata sejak tahun 1989 hingga 2009. Dalam kegiatan audit energi ini tidak memperhitungkan nilai energi embodied pada proses pembuatan alat-alat dan mesin karena tidak tersedianya data yang mendukung. Sumber energi yang paling banyak digunakan adalah bahan bakar padat kayu yaitu 72% dari total keseluruhan penggunaan energi. Bahan bakar padat kayu merupakan sumber energi utama dalam proses pelayuan dan pengeringan (pembahasan lebih rinci terdapat pada sub bab B). Sedangkan sumber energi yang paling sedikit digunakan adalah energi listrik yaitu 1.138 % dari total keseluruhan penggunaan energi. Energi listrik yang diaudit merupakan sumber energi sekunder dengan energi primernya berasal dari solar sebagai sumber bahan bakar generator. Ulasan dan perhitungan mengenai effisiensi generator terdapat pada sub bab C (effisiensi dan peluang penghematan energi). Masukan energi manusia sebesar 6.7% merupakan tenaga kerja pada semua tahapan proses produksi teh. 12.5% energi berasal dari penggunaan pupuk, dan 1.51% berasal dari pestisida. Penggunaan pestisida lebih kecil daripada pupuk karena pestisida digunakan hanya jika ada serangan hama atau penyakit. Energi
32
bahan bakar minyak yang digunakan untuk pengangkutan adalah sebesar 6.05% dari total keseluruhan energi. Tabel 13. Kebutuhan energi pada proses produksi teh hitam di perkebunan Jolotigo (MJ/kg teh kering)
Tahap
E. manusia
E.listrik
E. BBM
E. Bahan bakar padat
Jumlah
Persentase terhadap energi total
Pembbibitan
0.006579
-
-
-
0.179312
0.66914
0.855031
1.48
Penanaman Pemeliharaan TBM Pemeliharaan TM
0.03245
-
-
-
1.12206
0.098
1.25251
2.18
0.401669
-
-
-
0.447262
0.052248
0.901179
1.57
1.26293
-
-
-
5.444157
0.04904
6.756127
11.75
-
-
-
-
1.87508
3.26
E.pupuk
E. pestisida
Pemetikan Total energi pada produksi pucuk
1.87508
-
3.578708
0
0
0
7.192791
0.868428
11.63993
20.26
Pengangkutan
0.02166
-
3.4789
-
-
-
3.500557
6.09
Pelayuan
0.024751
0.47747
-
26.2346
-
-
26.73682
46.53
Penggilingan
0.055689
0.093565
-
-
-
-
0.149254
0.26
Pengeringan
0.01547
0.06719
-
15.16384
-
-
15.2465
26.53
Sortasi
0.021657
0.0144
-
-
-
-
0.036057
0.06
Pengemasan Total energi pengolahan teh Total energi pada sistem produksi
0.01238
0.001547
-
-
-
-
0.013922
0.03
0.12995
0.65417
0
41.3984
0
0
42.32178
73.65
3.73
0.65417
3.4789
41.3984
7.192791
0.868428
57.32304
100
A. ALIRAN ENERGI DALAM PROSES PRODUKSI TEH HITAM DI PERKEBUNAN JOLOTIGO, PEKALONGAN Hasil audit energi di kebun Jolotigo menunjukan bahwa kebutuhan energi untuk memproduksi teh hitam adalah 57.32304 MJ/kg teh kering (Gambar 13). Konsumsi energi terbesar di perkebunan Jolotigo adalah pada proses pelayuan sebesar 26.73682 MJ/kg teh kering yang didominasi penggunaan bahan bakar padat berupa kayu teh. Nilai ini adalah 46.53% dari total seluruh konsumsi energi pada proses produksi teh. Sedangkan untuk konsumsi energi terendah berasal dari tahapan pengemasan yaitu sebesar 0.013922 MJ/kg teh kering atau 0.024% dari total keseluruhan penggunaan energi.
33
Pu= 0.179312 Ma= 0.006579
Ma= 0.03245
Ma=0.401669
Pembibitan
Peng. Lahan dan Penanaman
Pemeliharaan TBM
Pi= 0.66914
Pu= 1.12206 Pi= 0.098 Pu= 0.447262 Pi= 0.052248
Ma= 1.26293
Pemeliharaan TM
Pu= 5.444157 Pi= 0.04904
Ma= 1.87508
Ma= 0.021657
Ma= 0.024751
Pemetikan
Pengangkutan pucuk
Bm= 3.4789 Li= 0.47747
Pelayuan Bp= 26.2346
Ma= 0.055689
Ma= 0.01547
Penggilingan & fermentasi
Pengeringan
Li=0.093565
Li = 0.06719 Bp= 15.16384
Ma= 0.021657
Sortasi kering
Li = 0.0144
Ma= 0.01238
Pengemasan
Li= 0.001547
Keterangan : Ma= Tenaga manusia, Li= Listrik, Pu= pupuk, Pi= Pestisida, Bp= Bahan bakar padat, Bm= bahan bakar minyak Masukan energi dalam satuan MJ/kg teh kering
Gambar 13. Nilai masukan energi pada produksi teh hitam di PTPN IX kebun Jolotigo
34
Pada tahap budidaya tanaman teh, konsumsi energi terbesar adalah pada tahap pemeliharaan tanaman menghasilkan yaitu sebesar 11.75% dari total keseluruhan penggunaan energi. Kegiatan pemeliharaan tanaman menghasilkan menentukan kualitas pucuk teh yang dapat dipetik. Oleh karena itu, kegiatan ini membutuhkan suatu penanganan dan perawatan khusus untuk menghindari penurunan produksi. Input energi dari kegiatan ini berasal dari pupuk sebagai input terbesar, pestisida, dan tenaga manusia. Total input untuk pemeliharaan tanaman menghasilkan adalah 6.756127 MJ/kg teh kering. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan perkebunan-perkebunan lain di PTPN VIII (lihat Tabel 14). Penggunaan pupuk, dan pestisida sangat dipengaruhi kondisi lingkungan kebun seperti keadaan tanah, cuaca pada tahun budidaya, serta tingkat serangan hama dan penyakit pada masa budidaya. Tahap budidaya atau produksi pucuk teh mengkonsumsi energi sebesar 20.2% dari keseluruhan proses produksi teh. Perbandingan konsumsi energi pada proses produksi teh antara perkebunan Jolotigo dengan beberapa perkebunan lain dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini. Tabel 14. Perbandingan konsumsi energi proses produksi teh hitam di perkebunan Jolotigo dengan beberapa perkebunan (MJ/kg teh kering)
Kegiatan
Pembibitan Persiapan lahan Penanaman Pemeliharaan TBM Pemeliharaan TM
PTPN VIII Cisaruni
PTPN IX Jolotigo kapasitas 3500 kg/hari (ortodoks)
kapasitas 8910 kg/hari (ortodoks)
PTPN VIII Parakan Salak 2) kapasitas 10890 kg/hari (CTC)
0.855031
-
-
-
1.25251
-
-
-
-
-
-
0.901179
-
-
-
1.37181
4.71044
6.756127
-
20.58
27.30167
24.60238
28.04716
1)
PTPN VIII Ciater 3) kapasitas 11550 kg/hari (Ortodoks)
PTPN VIII Gedeh 4) kapasitas 8910 kg/hari (Ortodoks)
PTPN VIII Goalpara5) (Ortodoks)
Teh Nusamba,6) Cianjur (CTC)
0.21933
0.04361
0.00356
0.21703
3.88831
0.00415
PTPN VIII Gunung mas 7) (CTC)
3.1453 21.88775
Pemetikan Pengangkutan pucuk
1.87508
-
0.96
0.00153
2.01564
0.0343
0.17825
0.01
3.500557
-
2.11
0.5594
1.00062
1.16
3.02265
0.15
Pelayuan
26.73682
4.7241
1.24
9.91084
8.80173
7.2981
12.18045
1.3763
penggilingan
0.149255
0.4151
1.13
1.41797
1.85223
1.0831
1.28836
0.6776
pengeringan
15.2465
28.1092
15.67
8.80763
8.77846
9.107
14.78591
12.2984
sortasi
0.036057
0.3683
0.29
0.672
1.38476
0.1126
Pengemasan
0.153146
-
0.04
0.01714
0.5103
0.07866
0.0372
Total
57.46226
33.6167
42.02
48.68818
55.88232
54.8145
17.8074
Sumber : 1. 2. 3. 4.
Setiawan , 2010 Edi Purnomo, 2006 Noviyanti, 2002 Somantri, 2002
1.53567 50.3949
keterangan: 5. Mulyawan, 1997 6. Nasution, 1992 7. Malcom, 1991
: menggunakan bahan bakar kayu padat
35
Pada tahap pengolahan, konsumsi terbesar adalah pada tahap pelayuan. Seperti telah dipaparkan sebelumnya, konsumsi energi pada keseluruhan proses produksi teh hitam di kebun Jolotigo 46.53% adalah dari tahap ini. Kebun Jolotigo menggunakan kayu bakar sebagai sumber panas proses pelayuan karena keberlimpahan kayu dari replanting teh sebagai pengganti IDO (industrial diesel oil).
B. KEBUTUHAN ENERGI PADA PROSES PRODUKSI TEH HITAM DI PERKEBUNAN JOLOTIGO, PEKALONGAN Tabel 15. Penggunaan sumber energi pada tahapan produksi teh (MJ/kg teh kering) Tahap
E.manusia
E.listrik
E.BBM
E.Bahan bakar padat
E.pupuk
E.pestisida
Produksi pucuk Pengangkutan Pengolahan teh
3.578708
0
0
0
7.192791
0.868428
0.02166 0.12995
0.65417
3.4789 0
41.3984
0
0
Persentase konsumsi setiap sumber energi (%)
6.5
1.4
6.06
72
12.5
1.51
1.
Pupuk Penggunaan pupuk dalam pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan, dan pemeliharaan tanaman menghasilkan bertujuan untuk meningkatkan daya dukung tanah terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman teh. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, Kieserite, KCl, Rockphospate, ZA, Supermes, dan Bifolan. Setiap kilogram teh hitam membutuhkan energi tidak langsung dari pupuk sebesar 7.192791 MJ (data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-3). Penggunaan pupuk terbesar adalah pada tahap pemeliharaan tanaman menghasilkan sebesar 5.444157 MJ/kg teh kering. Penggunaan pupuk ini lebih kecil daripada penggunaan pupuk di perkebunan Goalpara (Mulyawan, 1997), Ciater (Kartikasari, 2002), Gedeh (Somantri, 2002), dan teh Nusamba Cianjur (Nasution, 1992). Konsumsi pupuk di Jolotigo mengikuti standar yang ditetapkan direksi PTPN IX (persero). Akan tetapi, penggunaan pupuk dapat berubah sewaktu-waktu tergantung kondisi di lapangan seperti cuaca dan serangan hama/penyakit pada saat tahun budidaya. 2.
Pestisida
Penggunaan pestisida di perkebunan Jolotigo meliputi penggunaan herbisida, insektisida, dan fungisida. Pestisida digunakan untuk mencegah dan memberantas hama serta penyakit pada masa budidaya teh sejak pembibitan hingga pemeliharaan tanaman menghasilkan. Standar yang telah ditetapkan dapat berubah tergantung seberapa besar kondisi serangan hama dan penyakit pada tiap tahap dan periodenya masing-masing.
36
Kebutuhan pestisida adalah sebesar 0.868428 MJ/kg teh kering atau sebesar 1.5 % dari total kebutuhan energi pada proses produksi teh hitam di kebun Jolotigo (data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-2). Konsumsi terbesar pestisida adalah pada tahap pembibitan teh. 3.
Tenaga manusia
Penggunaan tenaga manusia sangat penting dalam proses produksi teh hitam sejak pembibitan hingga pengemasan. Pada tahap budidaya, tenaga manusia sangat diperlukan karena di Kebun Jolotigo tidak menggunakan alat dan mesin canggih seperti alat petik teh. Sedangkan pada pengolahan teh, tenaga manusia berperan baik sebagai operator alat dan mesin maupun sebagai tenaga transportasi dari satu tahap ke tahap selanjutnya. Secara keseluruhan, konsumsi energi pada proses produksi teh di kebun Jolotigo adalah 3.730307 MJ/kg teh kering atau 6.5% (data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-4). Tahap pemetikan membutuhkan tenaga manusia terbesar dari keseluruhan proses, yaitu 1.87508 MJ/kg teh kering atau 50.2%. Hal ini dikarenakan pada tahap pemetikan hanya digunakan tenaga manusia tanpa mesin petik. Produktivitas rata-rata pemetikan di kebun Jolotigo adalah 21 kg/HOK. 4.
Bahan bakar minyak
Bahan bakar minyak yang digunakan di perkebunan Jolotigo adalah solar. Solar digunakan untuk kebutuhan pengangkutan pucuk dan bahan bakar generator pembangkit tenaga listrik. Kebutuhan energi secara keseluruhan dari bahan bakar minyak pada proses produksi adalah sebesar 3.4789 MJ/kg teh kering (data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-8). Nilai tersebut setara dengan 6.06 % dari total konsumsi energi pada produksi teh yang digunakan sebagai sumber energi armada angkut. Nilai ini lebih besar daripada proses pengangkutan pucuk di PTPN VIII Goalpara yang hanya 1.16 MJ/ kg teh kering serta Perkebunan teh Nusamba, Cianjur sebesar 3.02 MJ/kg teh kering. Konsumsi energi yang besar ini dikarenakan jarak tempuh kendaraan angkut teh yang cukup panjang yaitu sekitar 150 km setiap hari. Lokasi kebun yang cukup jauh dari pabrik serta medan yang sulit membuat konsumsi BBM cukup tinggi setiap harinya yaitu 103.95 liter solar untuk armada angkut sebanyak 7 buah truk. Kebutuhan solar untuk tenaga generator cukup tinggi yaitu 22.5233705 MJ/kg teh kering. Berbeda dengan kebun lain yang menggunakan listrik dari PLN, kebun Jolotigo masih menggunakan generator untuk proses produksi teh, penerangan, dan operasional kantor. Total penggunaan solar untuk tiga buah generator berdaya 285KVA rata-rata setiap hari adalah 673 liter dengan efisisensi teknis rata-rata generator adalah 29% (data dan perhitungan terdapat pada Lampiran 13). 5.
Bahan bakar padat
Bahan bakar padat yang digunakan untuk proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam ortodox di perkebunan Jolotigo adalah berupa kayu teh. Kayu tersebut merupakan biomass yang diperoleh dari kebun sendiri hasil dari replanting. Bahan bakar padat berupa kayu digunakan sebagai sumber energi untuk memanaskan udara pada tahap pelayuan dan pengeringan, dimana bentuk energi panas yang dihasilkan digunakan untuk menguapkan air dari dari daun dan bubuk teh. Kayu-kayu tersebut sebelumnya telah diperkecil dengan cara dipotong dengan gergaji mesin dan kemudian dikeringkan secara alami sebelum dimasukan ke ruang bakar untuk dibakar secara konvensional, dimana ruang bakar dipasang fire bar
37
(roster) sebagai tempat pembakaran. Udara primer dialirkan melalui bagian bawah fire bar dan dihisap oleh induced draught fan (ID fan). Kebutuhan energi total dari bahan bakar padat pada proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam adalah sebesar 41.39844 MJ/kg teh kering(data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-7). Dari jumlah tersebut penggunaan energi dari bahan bakar padat terbesar terjadi pada tahap pelayuan sebesar 26.2346 MJ/kg teh kering dengan rasio bahan bakar padat 1.45. Selain itu bahan bakar padat digunakan pada tahap pengeringan sebesar 15.16384 MJ/kg teh kering. Total penggunaan bahan bakar padat adalah 72% dari keseluruhan konsumsi energi dan merupakan masukan energi terbesar. Jika dibandingkan dengan perkebunan Cisaruni, maka penggunaan bahan bakar kayu untuk pelayuan sangat berbeda jauh. Di kebun Cisaruni hanya membutuhkan 3.9433 MJ/kg teh kering dengan rasio bahan bakar padat 0.2. Jumlah bahan bakar padat yang dibutuhkan selain dipengaruhi oleh proses itu sendiri juga dipengaruhi oleh kandungan air dalam pucuk, tebal hamparan pucuk, kelambaban udara luar dan temperatur udara panas yang keluar dari heat exchanger. Di kebun Cisaruni, bahan bakar kayu tidak digunakan setiap hari, sedangkan di Jolotigo dilakukan setiap hari. Hal ini karena kelembaban udara di Cisaruni sudah cukup untuk tidak menggunakan udara panas pada pelayuan. Jenis kayu yang digunakan di kebun Cisaruni adalah campuran antara kayu teh, karet, albasiah, mahoni, dan jati yang menghasilkan kalor lebih tinggi daripada kayu teh saja seperti yang digunakan di kebun Jolotigo. Pada saat penelitian dilakukan, keadaan cuaca di perkebunan Jolotigo sedang musim hujan sehingga cuaca cukup lembab dan kandungan air dalam pucuk tinggi. Hal ini mengakibatkan harus digunakan burner untuk memanaskan udara pelayuan. Diperlukan banyak kayu untuk memanaskan udara hingga outlet 27°C di setiap palung dengan inlet 100°C saat keluar heat exchanger. Kelembaban udara lingkungan pada saat pelayuan sekitar 91%. Dibandingkan dengan pelayuan, pengeringan memerlukan lebih sedikit bahan bakar padat. Rasio bahan bakar padatnya adalah 0.83, artinya untuk mengeringkan 1kg teh dibutuhkan 0.83 kg kayu. Kelembaban udara lingkungan pengeringan sekitar 78% mengakibatkan mudah untuk menjaga suhu tetap stabil dengan inlet sekitar 110°C. Sebagai perkebunan yang sama-sama menggunakan bahan bakar kayu padat untuk pengeringan, kebun Cisaruni lebih banyak mengkonsumsi bahan bakar kayu. Hal ini dikarenakan proses pengeringan di kebun Cisaruni lebih lama serta mesin lebih banyak berkaitan dengan kapasitas pabrik yang lebih besar pula dibanding Jolotigo. Selain faktor lingkungan seperti kelembaban dan keadaan teh itu sendiri, faktor kebersihan alat juga menentukan banyaknya bahan bakar yang digunakan. Di dalam burner terdapat pipa-pipa udara sebagai heat exchanger . Jika pipa-pipa ini tidak dibersihkan secara rutin maka akan ada banyak abu yang akan menghambat laju perpindahan panas. Semakin lama laju perpindahan panas maka akan semakin banyak bahan bakar yang dibutuhkan untuk mencapai suhu yang diinginkan. Proses pembersihan burner pengeringan dilakukan seminggu sekali, sedangkan pada burner pelayuan sebulan sekali padahal kedua mesin ini digunakan setiap hari. Penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar padat untuk pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam ortodoks di PTPN IX kebun Jolotigo adalah upaya untuk mengatasi krisis energi khususnya bahan bakar minyak fosil. Hal ini disebabkan karena seiring dengan naiknya biaya produksi untuk
38
mengolah pucuk teh menjadi teh hitam di pabrik apabila masih menggunakan bahan bakar minyak. Selain itu juga bahan bakar padat merupakan biomass hasil limbah perkebunan yang berpotensi menjadi sumber energi yang murah, tersedia setempat (tidak perlu impor), dan adanya keuntungan terhadap pembangunan dan lingkungan. 6.
Listrik
Kebutuhan energi listrik untuk pabrik, penerangan, dan kantor di kebun Jolotigo dipenuhi dari dua buah generator pembangkit listrik berdaya 285 KVA dan satu generator lagi berdaya 265 KVA. Penggunaan pembangkit listrik tenaga air untuk membantu proses pengolahan di pabrik sudah tidak dapat dilakukan lagi karena debit sumber air yang semakin mengecil. Pada penelitian ini, energi listrik yang diaudit adalah energi listrik yang digunakan pada proses pengolahan teh di pabrik yang meliputi motor listrik-motor listrik penggerak peralatan dan mesin pengolahan. adapun mesin dan alat yang digunakan pada saat penelitian adalah palung pelayuan,open top roller, rotorvane, press cap roller, fan, RRB, two stage drier, heat exchanger, bubble tray, crusher, chota shfifter, drag rool, vibro mess, vibro blank, konveyor, peti miring, dan tea bulker. (jumlah dan spesifikasi terdapat pada Lampiran ke- 5). Untuk penerangan pabrik tidak dilakukan perhitungan karena ketidakpastian dalam penggunaanya. Penggunaan energi listrik dalam proses produksi teh adalah 0.654172 MJ/kg teh kering atau sebesar 1.14% dari keseluruhan energi yang digunakan(data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-9). Penggunaan energi listrik terbesar adalah pada proses pelayuan sebesar 0.47747 MJ/kg teh kering. Hal ini disebabkan karena proses pelayuan memerlukan waktu yang lama sekitar 15 jam proses dan sebagian besar alat/mesin pada bagian tersebut yaitu blower palung pelayuan digerakan oleh motor listrik. Effisiensi teknis motor listrik rata-rata sebagai tenaga penggerak peralatan dan mesin rendah. Pada proses penggilingan adalah 27%, sortasi 7%, dan pengemasan 8% (Lampiran 12).
C. EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI DAN PELUANG KONSERVASI ENERGI Konservasi energi merupakan usaha untuk memelihara dan melestarikan sumber energi yang ada sehingga tidak terjadi pemborosan energi yang berarti dan membawa dampak yang tidak baik dalam suatu industri atau perusahaan. Konservasi energi bermanfaat bukan hanya untuk menekan konsumsi dan biaya konsumsi energi, namun juga memberikan dampak yang lebih baik terhadap lingkungan. Sumber utama pemanasan global yang dikhawatirkan masyarakat planet bumi kini adalah pembakaran bahan bakar fosil, atau aktivitas manusia yang berkaitan dengan penggunaan energi. Kegiatan pembakaran bahan bakar fosil, misalnya yang ditunjukkan oleh kegiatan transportasi, menghasilkan berbagai polutan seperti COx, NOx maupun SOx di samping partikel debu yang mengotorkan udara. Dari hasil pengamatan di kebun Jolotigo, usaha konservasi yang dapat dilakukan adalah penghematan penggunaan masukan energi yang memerlukan biaya produksi relatif besar dibandingkan dengan masukan energi lainnya. Bahan bakar adalah masukan energi yang cukup besar untuk setiap kilogram teh yang dihasilkan dan jauh berbeda jika dibandingkan dengan perkebunan lainnya.
39
Pada tahap budidaya, penggunaan energi berupa tenaga manusia, pupuk, dan pestisida sudah cukup hemat jika dibandingkan dengan perkebunan lain. Tidak ada standar perhitungan efektifitas dalam tahapan budidaya. Sedangkan pada tahap pengolahan, beberapa usaha penghematan energi yang dapat dilakukan adalah secara teknis maupun non teknis. Secara teknis yang dapat dilakukan antara lain: pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan mesin secara teratur, memodifikasi motor listrik, penggantian peralatan yang bekerja di luar karakteristik kerja dan umur kerja. Sedangkan non teknis adalah dengan melakukan pelatihan atau pembinaan para karyawan untuk menggunakan peralatan dan mesin secara tepat dan benar sesuai standar operasional serta menanamkan pengertian pentingnya penghematan energi. 1.
Peluang penghematan energi bahan bakar padat pada proses pelayuan teh
Dalam proses produksi teh hitam ortodoks di kebun Jolotigo, konsumsi energi pada tahap pelayuan adalah 26.736% dari keseluruhan input energi. Dari nilai itu, 64% berasal dari bahan bakar padat dan 36% dari listrik. Meskipun penggunaan energi bahan bakar kayu lebih besar, namun secara ekonomi lebih murah dibanding dengan energi listrik karena kayu diperoleh dengan cuma-cuma. Permasalahan pada tahap pelayuan adalah rendahnya efisiensi sistem yang terdiri dari sub-sistem 1 dan sub-sistem 2 yaitu 5.4165%. Sub-sistem 1 yang terdiri dari tungku, heat exchanger, main fan, dan pipa distribusi memiliki efisiensi 15.4%. Sedangkan sub-sistem 2 yang terdiri dari blower dan hamparan pucuk teh dalam palung memiliki efisiensi 31.3%. Energi yang dihasilkan berupa energi untuk memanaskan bahan dan energi untuk menguapkan air. Laju penggunaan bahan bakar kayu adalah 345-375 kg/ jam. Penggunaan bahan bakar kayu tergantung pada kadar air dan jenis kayu yang digunakan, karena itu akan berpengaruh terhadap efektifitas panas yang dihasilkan. Selain itu juga dipengaruhi kebersihan pipa udara dalam heat exchanger nya. Prinsip kerja HE (heat exchanger) adalah memanaskan pipa api dengan udara panas dari tungku pembakaran. Tahapnya adalah panas dialihkan dari tungku kepada dinding pipa api, panas memasuki dinding pipa api dan dialihkan dari dinding pipa api ke udara. Udara bersih di luar pipa api yang telah panas dihisap main fan melewati pipa distribusi menuju blower dan selanjutnya dialirkan ke palung pelayuan.
40
Gambar 14. Burner pelayuan tampak depan
Udara panas dari R. pembakaran Udara panas bergerak antar pipa api Udara panas dari pipa api menuju ID fan Depan
Belakang Gambar 15. Burner pelayuan tampak samping
Pemberian udara panas pada proses pelayuan tidak mutlak digunakan karena tergantung dari faktor kelembaban luar. Namun pada kenyataanya pemberian udara panas tetap dilakukan karena apabila hanya menggunakan udara luar maka proses pelayuan akan berjalan lebih lama. Usaha penghematan energi pada tahap pelayuan dapat dilakukan dengan menggunakan udara luar sebelum pucuk diberi udara panas untuk aerasi. Pemberian udara panas untuk mencapai suhu udara pelayuan yang dikehendaki harus terkontrol agar tidak sampai menaikan suhu pelayuan terlalu tinggi sehingga terjadi penggunaan bahan bakar yang berlebihan. Selain itu, harus dilakukan upaya pembersihan terhadap peralatan dan mesin serta kontrol terhadap kebocoran pada pipa distribusi maupun area sekeliling blower palung pelayuan yang selama ini tidak dilakukan secara rutin. Penggunaan bahan bakar kayu padat secara ekonomi lebih menguntungkan dibandingkan dengan solar (IDO) bagi perkebunan karena kayu didapatkan secara cuma-cuma. Dari sisi keamanan cadangan energi, penggunaan kayu akan menghemat cadangan minyak bumi. Di kebun Cisaruni, penggunaan bahan bakar padat sebagai sumber energi pelayuan dan pengeringan dapat menghemat energi panas sebesar 4.62% dari energi panas sebelumnya yang berasal dari IDO.
41
2.
Peluang penghematan bahan bakar pada proses pengeringan
Konsumsi energi pada tahap pengeringan adalah 36% dari total konsumsi energi pada tahap pengolahan dan 26.6 % dari total konsumsi energi pada produksi teh hitam yang terdiri dari tenaga manusia, bahan bakar padat, dan listrik. Dari jumlah tersebut 99% adalah bahan bakar padat berupa kayu. Pengeringan di kebun Jolotigo menggunakan mesin pengering two stage drier dengan suhu udara masuk mesin pengering berkisar 99-105°C dan udara keluar berkisar 44-46 °C. Dari hasil pengamatan, suhu inlet dan outlet pengering pada saat beroperasi tidak konstan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan bahan bakar yang harus selalu dikontrol (Lampiran ke-10). Jika kayu tidak didorong masuk lebih dalam ke tungku maka suhu akan turun. Efisiensi sistem pengeringan adalah 24% dengan efisiensi penggunaan panas sebesar 57% (Lampiran 11). Laju konsumsi bahan bakar padat sebesar 150 kg/jam. Rasio bahan bakar padat pada proses pengeringan adalah 0.84, sedangkan menurut rekomendasi Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung adalah 0.78. Penggunaan bahan bakar kayu dipengaruhi oleh tingkat kekeringan kayu tersebut. Kayu dengan kadar air tinggi akan menakibatkan korosi pada pipa udara (heat exchanger) dan cerobong. Panas yang dihasilkan dari pembakaran kayu adalah panas yang dibutuhkan untuk mengeringkan kadar air yang terkandung dalam kayu tersebut dan panas yang digunakan untuk mengeringkan bubuk teh. Prinsip kerja HE adalah memanaskan pipa api dengan udara panas dari tungku pembakaran. Tahapnya adalah panas dialihkan dari tungku kepada dinding pipa api, panas memasuki dinding pipa api dan dialihkan dari dinding pipa api ke udara. Udara bersih di luar pipa api yang telah panas dihisap main fan menuju mesin two stage drier.
Gambar 16. Skema proses pengeringan Penghematan energi yang dapat dilakukan pada proses pengeringan adalah dengan cara perawatan dan penggantian bagian peralatan yang mengalami kerusakan pada heat exchanger (Lampiran 11). Perawatan yang perlu dilakukan adalah membersihkan debu dari hasil pembakaran kayu, membongkar heat exchanger dan mengontrol kebocoran agar hasil pembakaran pada burner tidak masuk bersama udara panas pada saat pengeringan.
42
3.
Peluang penghematan pada sistem supplai atau pasokan listrik
Untuk menggerakan seluruh motor listrik di pabrik, penerangan rumah karyawan, dan operasional kantor di kebun Jolotigo masih menggunakan generator yang menggunakan bahan bakar solar dengan konsumsi setiap harinya rata-rata 673 liter. Dengan harga solar untuk industri saat ini sekitar Rp. 7.000/liter , setiap hari perkebunan Jolotigo membutuhkan biaya Rp. 4.711.000. Dan jumlah besar untuk 1 bulan (30 hari) yaitu Rp. 141.330.000. Total konsumsi energi kebun Jolotigo untuk BBM generator sangat tinggi jika dibandingkan dengan perkebunan lainnya yang telah mengganti sumber energi listrik utama ke PLN dan menjadikan generator sebagai cadangan sumber energi listrik ketika listrik PLN padam. Besar konsumsinya adalah 22.523 MJ/ kg teh kering atau 39% dari total konsumsi energi pada proses produksi teh hitam. Perkebunan Cisaruni yang sedang berangsur mengurangi penggunaan BBM solar untuk sumber listrik mengkonsumsi energi listrik sebesar 1.98 MJ/kg teh kering. Penggunaan solar sebagai bahan bakar pembangkit generator di kebun Cisaruni pada Maret 2010 dihemat 95.86 %, sehingga sumber energi listrik lebih banyak dari PLN. Selain itu, energi listrik di kebun Cisaruni masih bisa dihemat sebesar 26.75% dengan digantinya sumber energi panas menjadi bahan bakar padat (Setiawan, 2010). Perkebunan Gedeh yang juga menggunakan PLN dan generator mengkonsumsi energi listrik sebesar 10.31297 MJ/kg teh kering atau 20.46 % dari total konsumsi energi (Somantri, 2002). Sedangkan konsumsi energi listrik di kebun Ciater yang dipenuhi dari PLTA dan generator adalah sebesar 4.449 MJ/kg teh kering (Kartikasari, 2002). Dari sisi ekonomi, pengeluaran kebun paling banyak adalah untuk bahan bakar minyak generator. Setiap tahunnya membutuhkan biaya sekitar Rp. 1,7 M jika konsumsi rata-rata solar setiap hari adalah 673 liter dengan harga solar Rp. 7000/liter. Sedangkan jika menggunakan listrik dari PLN, biaya pertahunnya sekitar Rp. 500 juta (Perhitungan oleh kebun Jolotigo didasarkan dengan biaya listrik pertahun perkebunan lain di PTPN IX yang memiliki kapasitas hampir sama). Biaya investasi untuk mengganti sumber listrik dari generator ke listrik PLN 3 fase yang berada di ibukota kecamatan (10 km) adalah Rp. 2,3M. Penggunaan generator sudah tidak sesuai lagi untuk saat ini dan perlu penggantian ke listrik PLN. Hal ini karena selain pertimbangan ekonomi, juga karena penggunaan generator mengharuskan adanya operator sehingga akan menambah biaya produksi. Sumber energi untuk generator adalah solar yang perlu pendistribusian yang panjang sebelum sampai ke perkebunan sehingga akan semakin banyak energi yang dikonsumsi untuk transportasi bahan bakar minyak tersebut. Selain dihadapkan dengan harga minyak dunia yang terus naik, keadaan generator yang sudah tua dengan efisiensi teknis hanya 29% menyebabkan banyaknya energi yang hilang. Jika telah digunakan listrik dari PLN, generator masih tetap bisa digunakan ketika ada pemadaman. Salah satu hal yang harus diantisipasi oleh perkebunan ketika telah menggunakan listrik PLN adalah jika ada pemadaman. Kesigapan dan kecepatan waktu alih dari PLN ke generator sangat diperlukan agar tidak mempengaruhi proses yang sedang berjalan khususnya pada pengolahan teh.
43
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bentuk energi yang digunakan pada proses produksi teh hitam ortodoks di kebun Jolotigo adalah energi panas dan energi mekanis yang bersumber dari energi listrik, bahan bakar minyak, bahan bakar padat, tenaga manusia, pupuk, dan pestisida. Dari hasil perhitungan, total konsumsi energi pada proses produksi teh di kebun Jolotigo adalah 57.32304 MJ/kg teh kering. Dengan rincian 6.5% berasal dari tenaga manusia, 1.4% berasal dari energi listrik, 6.06% bahan bakar minyak, 72% berasal dari bahan bakar padat, 12.5% energi pupuk, dan 1.5% berasal dari pestisida. Secara keseluruhan tahapan produksi yang memerlukan energi terbesar adalah pelayuan yaitu 26.73682 MJ/kg teh kering, sedangkan tahap yang paling sedikit mengeluarkan energi adalah pengemasan yaitu 0.013922 MJ/kg teh kering. Efisiensi sistem pelayuan 5.41%, dan efisiensi sistem pengeringan 24%. Total konsumsi energi pada tahap produksi pucuk adalah 20.256 MJ/kg teh kering (35% dari total konsumsi energi keseluruhan), pada tahap pengangkutan 6.09 MJ/kg teh kering (10% dari total konsumsi energi keseluruhan), dan pada tahap pengolahan teh adalah 42.32178MJ/kg teh kering (73.8% dari total konsumsi energi keseluruhan). Konsumsi energi bahan bakar padat berupa kayu bakar terbesar adalah pada proses pelayuan yaitu 26.2346 MJ/kg teh kering atau 64% dari total penggunaan bahan bakar padat pada seluruh proses produksi teh. Energi listrik diperoleh dari generator berbahan bakar solar dengan konsumsi setiap hari 673 liter. Jika menggunakan listrik dari PLN, dengan biaya investasi Rp. 2.3 milyar kebun hanya mengeluarkan biaya Rp.500 juta setiap tahun. Sedangkan jika menggunakan generator kebun harus mengeluarkan biaya Rp.1.7 milyar (jika harga solar Rp.7000/liter) dan belum termasuk biaya operator serta perawatan. Effisiensi teknis motor listrik rata-rata sebagai penggerak peralatan rendah, pada proses penggilingan adalah 27%, sortasi 7%, dan pengemasan 8%.
B. Saran Berdasarkan hasil audit yang telah dilakukan di PTPN IX kebun Jolotigo, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. 2. 3.
4.
Perlu dilakukan perawatan dan pengecekan generator dan motor listrik secara intensif agar effisiensi teknisnya dapat ditingkatkan. Membersihkan peralatan dan mesin secara rutin terutama untuk heat exchanger agar efisiensi panas dapat meningkat sehingga mengurangi konsumsi bahan bakar padat. Mengganti sumber energi listrik dari generator ke listrik PLN karena penggunaan genarator membutuhkan biaya tinggi untuk pembelian BBM serta membutuhkan tenaga kerja untuk operator. Meningkatkan pemahaman pekerja tentang pentingnya usaha penghematan energi.
44
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, K. 1989. Energi dan Listrik Pertanian. JICA-DGHE. IPB. Project ADAET. IPB. Bogor. Anonim. 2010. http://www.wikipedia.org [17 April 2010] Anonim. 2009. Elastisitas energi dan intensitas energi. http://www.abduh38.wordpress.com [17 April 2010] Anonim. 2010. http://www.energyefficiencyasia.org [11 April 2010] Edi Purnomo, Fajar.2006. Audit Energi Pada Proses Pengolahan Teh Hitam di Perkebunan Parakan Salak Sukabumi PTP. Nusantara VIII Subang Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB. Bogor. Kartikasari, Noviyanti. 2002. Audit Energi Pada Proses Pengolahan Teh Hitam Di Perkebunan Ciater PTP. Nusantara VIII Subang Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Malcom, Ahmad. 1989. Analisis Aliran Massa dan Energi Pada Proses Produksi Teh Hitam Di PTP XII Gunung Mas. Skripsi. Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Mulyawan, P.E. 1997. Audit Energi Pada Proses Produksi Teh Di PTP. Nusantara VIII. Kebun Goalpara, Sukabumi. Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Nasution, A.T. 1992. Konsumsi Energi pada Proses Produksi Teh (Camelia sinensis L.) di PT. Tehnusamba Indah, Cianjur. Skripsi.Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.Bogor Rukmini, A. 2004. Memepelajarai Aspek Energi pada Proses Pengolahan Teh Hitam di PTPN VIII Perkebunan Gedeh, Cianjur. Laporan Praktek Lapang. Jurusan Teknik Pertanian, IPB, Bogor. Santoso, I.1999. Audit Energi pada Proses Pengolahan Teh Hitam di Perkebunan Assam Jayanegara Indah Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Saputra, P. 2009. Mempelajari Aspek Konsumsi Energi Di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Kebun Gunung Mas, Bogor. Laporan Praktek Lapangan. Departemen Teknik Pertanian, IPB, Bogor Setiawan, Taopik. 2010. Audit Energi Pada Sistem Pengolahan Pucuk Teh Menjadi Teh Hitam Ortodoks Di PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cisaruni, Garut Jawa Barat. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Somantri, Lili. 2002. Audit Energi Pada Proses Produksi Teh Hitam Di PTP. Nusantara VIII. Kebun Gedeh, Garut. Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Sucipto. 1989. Uji Penampilan Alat Pengering Teh Hitam Di PT. Teh Nusamba Tasikmalaya. Skripsi. Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Sugiarti. 1997. Analisis Pengaruh Perlakuan Tebal Tumpukan dan Kecepatan Aliran Udara Terhadap Laju Pelayuan Teh. Skripsi. Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Sujai, M.2007. Analisis Aliran Energi pada Proses Pengolahan Teh Hitam Di Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas, Jawa Barat.opran Praktek Lapang. Departemen Teknik Pertanian, IPB, Bogor Suprihatini, Rohayati. 2005. Daya saing ekspor teh Indonesia. Jurnal agro ekonomi. 23(1):1-29.
45
LAMPIRAN
46
Lampiran 1. Produksi pucuk teh dan teh kering perkebunan Jolotigo
Tahun
Pucuk basah (kg)
Teh kering (kg)
Rendemen (%)
1991
2519750
503950
20
1992
2841350
560270
19.71844
1993
3391390
678298
20.00059
1994
3625030
725006
20
1995
4216425
843285
20
1996
3289935
657987
20
1997
3610025
722005
20
1998
4204060
840812
20
1999
3180730
636146
20
2000
3412740
628648
18.42062
2001
3394305
672807
19.82164
2002
2962975
592595
20
2003
3352970
690534
20.5947
2004
3124355
627871
20.09602
2005
3154550
630918
20.00025
2006
2395200
579040
24.17502
2007
3126975
625395
20
2008
3174145
639829
20.15752
2009
3066535
601709
19.62179
Rataan
3265444
655637.1
20.07804
47
Lampiran 2. Data penggunaan pestisida (2010) Pembibitan:
Fungisida
Jenis zat
Jumlah bahan(kg)/tahun
Basamide
90
271.3238
24419.14
Dithane
212
271.3238
57520.65
Tawas
1200
271.3238
325588.6
1502
813.9714
407528.3
Confidor
9
363.2838
3269.554
Matador
12
363.2838
4359.406
21
726.5676
7628.96
Jumlah Insektisida
Jumlah
Nilai Energi (MJ/kg)
Energi (MJ/tahun)
Penanaman:
Insektisida
Jenis zat
Jumlah (lt/tahun)
Tupormin
70
Bahan aktif (gr/lt)
Jumlah bahan aktif (kg)
720
50.4
Gliphosat
363.2838 210
486
Jumlah
Energi (MJ/tahun)
363.2838
Jumlah Herbisida
Nilai energi (MJ/kg/)
102.06
417.6238
152.46
417.6238
18309.5 42622.69
Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan 1 tahun 2010:
Insektisida
Jenis zat Nordox 56 WP
Jumlah bahan(kg/tahun)
Nilai energi (MJ/kg/)
Energi (MJ/tahun)
18
363.2838
6539.108
Confidor
56
363.2838
20343.89
Furadan
40
363.2838
14531.35
Matador
7
363.2838
2542.987
121
1453.135
43957.34
Jumlah
48
Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan 2 tahun 2010:
Insektisida
Jenis zat Nordox 56 WP
Jumlah bahan(kg/tahun)
Confidor Jumlah
Nilai energi (MJ/kg)
Energi (MJ/tahun)
5
363.2838
1816.419
15
363.2838
5449.257
20
726.5676
7265.676
Nilai energi (MJ/kg)
Energi (MJ/tahun)
Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan 3 tahun 2010:
Insektisida
Jenis zat Nordox 56 WP
Jumlah bahan(kg/tahun) 18
363.2838
6539.108
Confidor
56
363.2838
20343.89
Supracide
40
363.2838
14531.35
114
1089.851
41414.35
10
271.3238
2713.238
7
271.3238
1899.267
17
542.6476
4612.505
Jumlah Fungisida
Belerang Cobox
Jumlah
Penggunaan pestisida pada pemeliharaan tanaman menghasilkan:
Jenis zat Nordox Insektisida
Berat zat (kg/tahun)
Nilai Energi (MJ/kg)
Energi (MJ/tahun)
385
363.2838
139864.263
352.96
363.2838
128224.65
Winder
181.5
363.2838
65936.0097
Matador
41.7
363.2838
15148.93446
83
417.6238
34662.7754
Confidor
Herbisida
Gliphosat
Fungisida
Cobox
26.78
371.3238
9944.051364
Akarisida
Samite
172
363.2838
62484.8136
Jumlah
456265.4976
49