Jurnal Ilmiah KORPRI Kopertis Wilayah IV
OPTIMALISASI PEMBIBITAN RUMPUT VETIVER DALAM PENERAPAN UNTUK LERENG JALAN
Nanny Kusminingrum Pusat Litbang Jalan dan Jembatan ABSTRAK - Pada beberapa lokasi yang menerapkan teknologi vetiver, menunjukkan
kekurang berhasilan setelah pengaplikasiannya. Hal ini antara lain disebabkan karena kualitas bibitnya yang kurang baik dalam hal kekuatan terhadap lingkungan. Karena sifat vetiver mempunyai adaptasi yang baik terhadap berbagai jenis tanah, ada beberapa pengguna yang menganggap bahwa pada awal pembibitan tidak usah ditambah dengan pupuk organik Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada kesempatan ini, dilakukan penelitian penyiapan bibit dengan awal pembibitan menggunakan pupuk organik dan tanpa menggunakan pupuk organik. Kemudian dilakukan pengamatan mengenai pertumbuhan rumput itu sendiri, yang terdiri dari tinggi tanaman, banyaknya tunas yang tumbuh, serta lebar daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penggunaan pupuk organik sebagai pemupukan awal pada pembibitan rumput vetiver, memberikan perbedaan yang cukup besar dibandingkan dengan perlakuan tanpa penggunaan pupuk organik. Hal ini akan sangat membantu untuk : a). Produsen bibit, dalam mempersiapkan bibit vetiver yang tahan lingkungan. Karena pengguna tentunya akan memilih bibit yang memenuhi syarat sesuai acuan b). pengguna aplikasi teknologi vetiver dalam penerapannya di lereng jalan, dalam memilih bibit yang sesuai acuan, sehingga mendapatkan pertumbuhan rumput vetiver yang lebih baik. Kata kunci : erosi permukaan, rumput vetiver, slip, pembibitan, pupuk organik ABSTRACT - At some sites that employ vetiver , showing lack of success after its application.
This is partly due to poor seed quality in terms of strength on the environment as well. Due to the characteristics of vetiver that may well adapt to various types of soil, there are some users who assume that adding organic fertiliser in the early process of nursery is not needed. Therefore, a research is conducted in seedling preparation by using organic fertiliser and by not using organic fertiliser in the early process of the nursery. Observation is then made on the grass growth, which consists of the plantations height, the number of shoots growing, and the width of the leaves. The results show that the usage of organic fertiliser in the early nursery of vetiver grass has given a significant difference compared to the other treatment without using organic fertiliser. This will greatly help to : a) . Manufacturers of seeds , seedlings resistant to prepare the environment . Because users will certainly pick seeds suitably qualified reference b ) . User applications vetiver technology in its application in slope road , to choose appropriate seeds of reference , so that the growth of vetiver grass to get better. Keywords : surface erosion , vetiver grass , slip , nursery , organic fertilizer
Tekno Efisiensi Vol.1 No. 2 Agustus 2016
223
PENDAHULUAN Rumput vetiver pertama dikembangkan oleh Bank Dunia untuk konservasi tanah dan air di India pada pertengahan tahun 1980. Meskipun penerapannya masih memegang peranan penting dalam pengaturan tanah petanian, penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan 20 tahun terakhir jelas-jelas menunjukkan, adanya penggunaan rumput vetiver sebagai teknik bioteknologi untuk stabilisasi lereng curam, pembuangan limbah cair, fitoremediasi dari tanah dan air yang terkontaminasi, dan tujuan perlindungan lingkungan yang lain. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan sudah melakukan berbagai penelitian yang berhubungan dengan pengurangan erosi permukaan dan longsoran dangkal yang terjadi pada lereng jalan. Salah satu teknologi yang dihasilkan melalui metode vegetasi adalah dengan sistem vetiver. Teknologi ini merupakan teknologi sederhana, sangat praktis, berbiaya murah dan sangat efektif dalam mengontrol erosi dan sedimentasi tanah, konservasi air dan stabilisasi serta rehabilitasi lahan. Penelitian sistem vetiver sudah berlangsung sejak tahun 2007 sampai dengan 2012, baik dalam skala laboratorium ataupun skala penuh (full scale) di beberapa lereng ruas jalan di Indonesia. Luaran akhir dari seluruh kegiatan tersebut adalah berupa pedoman atau spesifikasi, yaitu: a). Pedoman Penanaman rumput vetiver untuk pengendalian erosi pada lereng jalan, b). Spesifikasi khusus Pengendalian lereng atau tebing jalan dengan penanaman rumput vetiver (untuk melengkapi proses lelang) dan c). Spesifikasi rumput vetiver untuk lereng jalan (membahas fisik rumput). Teknologi vetiver ini antara lain sudah diterapkan di : Ruas Ciwaru – Luragung Kab. Kuningan, Ruas jalan Hanjawar-Cipanas Cianjur, Nagreg Km 43 - Kabupaten Bandung, Lingkar Nagreg Kabupaten Garut, Ruas jalan Loa Janan – Gereja (Km 17+400 sd Km 17+502) Kalimantan Timur , Ruas Jalan Surabaya – Madura (Sta. 1+195 sd 1+ 495) Jawa Timur, Ruas jalan Yeti-Arso (Km 106+750 sd Km 107+100), Propinsi Papua dan Kabupaten Sukamara - Pangkalan Bun. Untuk ruas jalan lainnya yang akan menerapkan teknologi vetiver ini, sudah tersedia pedoman ataupun spesifikasi serta spesifikasi khusus yang dilengkapi dengan harga satuannya. Yang perlu menjadi perhatian sekarang adalah ketersediaan dan kesesuaian bibit vetiver dengan jumlah dan kualitas yang dipersyaratkan. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu adanya acuan dalam pemilihan calon/bakal bibit serta cara membibitkan vetiver sampai dengan siap diaplikasikan di lapangan. Sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan pedoman tersebut, perlu dilakukan optimalisasi pembibitan sehingga diperoleh bibit unggul yang cukup handal terhadap lingkungan. Pada kesempatan ini, telah dilakukan penelitian mengenai pertumbuhan bibit rumput vetiver selama proses pembibitan, dengan perlakuan tanpa pupuk dan dengan menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk organik pada awal pembibitan. Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan yang kotorannya sering digunakan untuk pupuk kandang adalah hewan yang bisa dipelihara oleh masyarakat, seperti kotoran kambing, sapi,
224
Tekno Efisiensi Vol.1 No. 2 Agustus 2016
domba, dan ayam. Yang digunakan pada penelitian ini adalah pupuk kandang yang berasal dari kotoran kambing. Tanah yang digunakan sebagai media pertumbuhan bibit vetiver adalah tanah dari daerah Lembang kabupaten Bandung Barat, yang termasuk kedalam jenis tanah Andisol. Tujuan penelitian ini, untuk mengetahui manfaat pemupukan awal dalam perkembangan calon bibit vetiver. Hal ini untuk memilih perlakuan yang terbaik dalam menyiapkan bibit yang siap ditanam di lapangan (tahan persaingan, cepat tumbuh, tahan kondisi lingkungan). Setelah diaplikasikan di lereng jalan, proses pertumbuhan tidak memerlukan usaha /pemeliharaan yang tinggi dan rumput vetiver ini dapat segera bermanfaat sebagai salah satu solusi untuk meminimasi erosi permukaan atau longsoran dangkal pada lereng jalan. Ada beberapa penelitian yang menunjukkan manfaat rumput vetiver, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Tahun 2003, Ministry of Transport Vietnam, telah menstabilkan lereng sepanjang ratusan kilometer jalan baru Ho Chi Minh , jalan nasional , dan jalan propinsi di propinsi Quang Ninhm, Da Nang dan Khanh Hoa. Keseluruhan jalan raya Ho Chi Minh lebih dari 3000 km (1864 mil) panjangnya. Lereng jalan ini dilindungi oleh rumput vetiver yang ditanam pada beberapa jenis tanah dan iklim dari tanah pegunungan dan musim dingin di utara sampai tanah berasam sulfat dan iklim panas dan lembab di selatan. Hasil penelitian menunjukkan : a). Rumput vetiver sangat efektif, ekonomis, sbg alat bioteknologi berbasis masyarakat dan ramah lingkungan melindungi infra struktur dan memitigasi bencana alam, b). Sekali diterapkan, vetiver akan bertahan puluhan tahun, c). Kunci terpenting untuk sukses adalah : bibit yang berkualitas bagus, desain yang tepat dan teknik penanaman yang benar (Van T.,T., 2011). Truong, P (2011), menyatakan bahwa agar aplikasi sistem vetiver (VS) berhasil antara lain kebun bibit harus mampu memproduksi material yang banyak dengan kualitas yang baik. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan, sudah mengaplikasikan teknologi rumput vetiver di beberapa lokasi, dan hasilnya disimpulkan sebagai berikut : Lereng jalan yang sebelumnya merupakan lereng yang sebagian besar terbuka (tanpa tanaman), adanya alur-alur bekas erosi pada permukaan tanah, setelah penerapan teknologi vetiver , terjadi pengurangan alur-alur erosi permukaan yang terjadi dan lereng menjadi hijau tertutup rumput vetiver. Pada saat tingkat penutupan tanah oleh rumput vetiver telah mencapai 70 %, menunjukkan penurunan erosi 80 % Kegagalan merupakan pengalaman yang berharga. Sebagai contoh, ada beberapa daerah yang melaksanakan aplikasi penanaman vetiver untuk mengurangi erosi pada lereng , tetapi tidak dipersiapkan ditanam terlebih dahulu melalui polybag, namun langsung dari asal bibit (Slip akar segar) yang ditanam langsung di lapangan. Hal ini diperparah dengan tanpa pemupukan awal dan pemeliharaan pasca tanam, seperti : penyiraman, pembuangan rumput liar maupun pemupukan ulang. Demikian pula dengan waktu tanam yang kurang tepat, yaitu pada musim kemarau. Hal tersebut lebih menyulitkan tumbuhnya bibit pada lapangan tersebut.Terlihat beberapa waktu kemudian bibit-bibit vetiver tersebut menjadi kering dan
Tekno Efisiensi Vol.1 No. 2 Agustus 2016
225
mati. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu pembuktian bahwa awal penanaman perlu atau tidaknya suatu perlakuan demi tumbuhnya bibit vetiver yang ditanam. KAJIAN PUSTAKA 1) Jenis tanah
Indonesia merupakan salah satu daerah vulkanis paling aktif di dunia, yang mempunyai sekitar 129 gunung api yang tersebar di berbagai pulau (Sudradjat, 1992 cit Yulistyani, W., 2012). Selanjutnya dikatakan bahwa aktivitas gunung api menghasilkan bahan yang merupakan sumber bahan induk tanah vulkanis, yang dalam Sistem Taksonomi Tanah diklasifikasikan sebagai Andisol. Luas Andisol di Indonesia mencapai 6,5 juta ha atau sekitar 3,4% dari luas daratan dan merupakan areal pertanian yang penting, terutama untuk tanaman hortikultura (sayuran, buah-buahan dan tanaman hias) serta tanaman perkebunan. Tanah Andisol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat porous, mengandung bahan organik dan lempung tipe amorf, terutama alofan serta sedikit silika, alumina atau hodroxida-besi. Tanah yang terbentuk dari abu vulkanik ini umumnya ditemukan didaerah dataran tinggi (di atas ketinggian 400 m di atas permukaan laut) (Darmawijaya, 1990 cit Yulistyani, W., 2012). Tanah ini merupakan tanah yang pembentukannya melalui prosesproses pelapukan yang menghasilkan mineral-mineral dengan struktur kristal yang cukup rapih. Mineral dari tanah ini memiliki daya pegang terhadap unsur hara dan air yang tinggi. Tanah ini umumnya dijumpai di daerah-daerah dingin dengan tingkat curah hujan yang sedang sampai tinggi, terutama daerah-daerah yang ada hubungannya dengan material vulkanik. Jenis tanah Andisol seringkali dimanfaatkan orang untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan sayur-sayuran atau bunga-bungaan (seperti di daerah Lembang Kabupaten Bandung). Andisol diperkirakan meliputi sekitar 1% dari luas permukaan daratan dunia di luar daratan es (Yulistyani, W., 2012). 2) pH tanah
Yang dimaksud dengan reaksi tanah ialah : Sifat keasaman dan kebasaan dari tanah, sehingga kita kenal ada tiga reaksi tanah yaitu : asam, netral dan basa. Secara difinisi dapat dikatakan bahwa pH tanah adalah aktivitas konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam suatu larutan tanah. Suatu larutan yang bersifat asam mempunyai konsentrasi ion H+ lebih besar dari konsentrasi ion OH-sedangkan suatu larutan basa, jika konsentrasi ion H+ lebih kecil dari konsentrasi ion OH- , dan jika konsentrasi ion H sama dengan ion OH maka suatu larutan disebut netral, atau pH nya = 7. Nilai pH berkisar antara 0–14, sedangkan untuk tanah pertanian pH ini berkisar antara 4 sampaI 9. Tanah-tanah di Indonesia pada umumnya bereaksi asam dengan pH 4.0 – 5.5 sehingga tanah-tanah yang ber pH 6.0 – 6.5 sudah dapat dikatakan cukup netral meskipun masih agak asam.
226
Tekno Efisiensi Vol.1 No. 2 Agustus 2016
Reaksi tanah (pH) mempunyai peranan yang penting terhadap ketersediaan unsur-unsur hara, baik hara makro maupun mikro. Meningkatnya kelarutan ion-ion Al, dan Fe dan juga meningkatnya aktifitas jasad-jasad renik tanah sangat dipengaruhi oleh keadaan pH tanah (Hasibuan,B.E, 2006) 3) Bibit vetiver
Menurut Truong, P., (2008) dan Truong, P., dkk, (2008), bibit vetiver dapat berasal dari beberapa macam, yaitu : a) Slip akar bibit (bare root plantlets): Untuk persiapan pembibitan yang berasal dari slip akar bibit, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : terdiri minimal 3 anakan, ditumbuhkan pada lapisan pasir sela ma 3 sampai 4 minggu dan digunakan segar dalam 1 minggu
Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2010
Gambar 1. Slip akar bibit b) Slip pot / polybag (tube stocks) Untuk persiapan pembibitan pada cara polybag, calon bibit terdiri minimal 3 anakan, kemudian ditempatkan dalam polybag yg sudah diisi media tanah dan pupuk. Apabila setelah berumur 2 sampai 3 bulan, baru ditanam di lapangan. Cara pembibitan melalui polybag lebih mahal dibandingkan dengan bibit yang diperoleh melalui slip akar bibit atau slip akar segar, tetapi paling tahan terhadap lingkungan yang kurang baik. Penyiraman pada pembibitan melalui cara polybag, tdk perlu terlalu intensif. Cara penyiapan bibit melalui slip pot, disarankan untuk : proyek besar, lereng curam, panjang, tidak stabil
Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2010
Gambar 2. Pembibitan melalui Slip pot (polybag)
Tekno Efisiensi Vol.1 No. 2 Agustus 2016
227
c) Strip Penyiapan bibit berupa strip, merupakan pita vetiver sepanjang 1 m, dengan jarak slip 5 sampai 7 cm. Karena merupakan rangkaian, bibit ini praktis, baik dalam pelaksanaan penanaman, maupun selama pengangkutan (transportasi). Bibit ini tahan/kuat selama 2 sampai 3 bulan dalam wadah khusus/container dengan tingkat kerusakan minimal. Strip, lebih cepat tumbuh dan tidak membutuhkan penyiraman yang intensif.
Sumber : Truong, P., dkk. , 2008
Gambar 3. Pembibitan melalui pita vetiver (strip) d) Slip akar segar (bare root slips): Cara memperoleh calon bibit dari slip akar segar, yaitu dengan cara memisahkan langsung dari rumpun vetiver. Dalam persiapan menjadi bibit, satu calon bibit minimal terdiri dari tiga anakan. Kemudian langsung ditanam dalam area pembibitan yang sudah disiapkan. Penyiapan bibit dengan cara ini, paling murah, namun harus dilakukan penyiraman intensif (terutama musim kemarau) Bibit yang berasal dari slip akar segar, tdk dianjurkan untuk bioengineering
Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2010
Gambar 4. Pembibitan melalui slip akar segar HIPOTESIS
Pemberian pupuk kandang pada awal pembibitan memberikan pengaruh pada pertumbuhan rumput vetiver. METODE PENELITIAN
1). Persiapan bahan Bahan yang harus dipersiapkan meliputi : a) bibit vetiver yang digunakan, yang berasal dari slip akar segar (diambil 2 sampai 3 batang dari rumpun tanaman induk vetiver). b) tanah subur Tanah yang digunakan dalam percobaan ini adalah tanah asal lembang kabupaten Bandung, Jawa Barat.
228
Tekno Efisiensi Vol.1 No. 2 Agustus 2016
c) pupuk kandang pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk padat kotoran kambing d) polibag e) air untuk menyiram 2) Persiapan Alat Alat yang digunakan antara lain, meliputi : cangkul, sekup kecil, sarung tangan, selang air atau embrat 3) Persiapan Bibit dan polibag, meliputi : a) Bibit tanaman harus bebas dari hama penyakit dan tumbuhan liar b) Slip vetiver, diambil dari tanaman dewasa yang telah berumur minimal sekitar 5 bulan sampai dengan 6 bulan
Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2010
Gambar 5. Pohon induk vetiver berumur 5 bulan c) Untuk calon bibit, diambil 3 sampai dengan 4 anakan dari pohon induk. Dengan tinggi batang 4 cm dan panjang akar 3 cm.
Sumber : Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2010
Gambar 6. Pemilihan calon bibit vetiver d) Siapkan polybag berdiameter 9 cm dan tinggi 10 cm atau ukuran lebar bagian bawah sekitar 7 cm dan tinggi 15 cm 4) Pelaksanaan Pembibitan Vetiver
a) Persiapkan media bibit tanaman sebagai berikut : Untuk perlakuan tanpa pupuk kandang, tanah yang sudah dipersiapkan, dimasukkan langsung kedalam polibag Untuk perlakuan dengan pupuk kandang, terlebih dahulu dilakukan pencampuran tanah yang tersedia dengan pupuk kandang, dengan perbandingan tanah : pupuk kandang = 3 : 1 Pupuk kandang yang digunakan adalah kotoran kambing Slip vetiver yang telah dipersiapkan, ditanam dalam polybag. Tekno Efisiensi Vol.1 No. 2 Agustus 2016
229
b) Tempatkan polybag yang sudah ditanami rumput pada tempat yang teduh atau jangan terkena sinar matahari langsung c) Pemeliharaan bibit vetiver Untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman, perlu dilakukan pemeliharaan tanaman yang meliputi: penyiraman, Penyiraman dilakukan minimal sehari sekali pada pagi hari (sebelum jam 9). Waktu penyiraman dilakukan sejak awal penanaman calon bibit sampai bibit berumur tiga bulan. Pembuangan tumbuhan liar (penyiangan) Pembuangan tumbuhan liar dilakukan untuk mengurangi tanaman pesaing vetiver, dan juga untuk meningkatkan kemurnian pertanaman vetiver. Penyiangan bibit dilakukan dengan cara membuang/mencabut tanaman liar yang tumbuh di sekitar calon bibit yang ditanam. Penyiangan dilakukan pada umur bibit 2 minggu, dengan interval penyiangan 1 minggu sekali. HASIL PENGAMATAN
1) Persiapan percobaan a) Jenis tanah sebagai media untuk bibit Tanah yang digunakan adalah tanah dari daerah Lembang .Tanah ini berwarna hitam kelam, Kebanyakan tanah ini memiliki pH antara 5 sampai dengan 7 (Yulistiany, W. , 2012). b) Kandungan kimia tanah b.1. pH tanah Hardjowigeno, S., (1995) menyampaikan ada kriteria ke asaman tanah berdasarkan nilai pH yang diperoleh, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria keasaman tanah
PH (H2O)
Sangat Asam < 4,5
Asam 4,5 – 5,5
Kriteria Ke Asaman Tanah Agak Netral Agak Asam Alkalis 5,6 – 6,5 6,6 – 7,5 7,6 – 8,5
Alkalis 8,5
Tanah yang digunakan mempunyai pH : 5 – 7, berdasarkan hal tersebut di atas, termasuk kriteria agak asam sampai netral. Menurut Truong, P, dkk (2008), bahwa tanaman vetiver tahan terhadap rentang pH tanah 3,3 sd 10,5. Karena itu, pH pada tanah yang digunakan masih cukup baik untuk pertumbuhan rumput vetiver. b.2.
Kandungan C-organik tanah Menurut penelitian Adam, B., (2002), bahwa rata-rata kandungan C-organik pada kedalaman tanah sampai dengan 40 cm untuk kawasan hutan BKPH Lembang rataratanya adalah 2,98%. Kriteria penilaian C-organik tanah, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kriteria penilaian C-organik tanah Sifat Tanah
C-ORGANIK (%)
Sangat Rendah < 1,00
Rendah 1,00 – 2,00
Kriteria Penilaian Sedang 2,01 – 3,00
Tinggi 3,01
Sangat Tinggi 5,00
Sumber : Hardjowigeno, S., 1995. Ilmu Tanah 230
Tekno Efisiensi Vol.1 No. 2 Agustus 2016
Jika dibandingkan dengan kriteria penilaian yang disajikan pada Tabel 2 di atas, maka Corganik pada tanah yang digunakan termasuk dalam kriteria : sedang. b.3.
Kandungan Nitrogen (N) dan Kalium (K) tanah Kandungan N-total tanah rata-rata adalah 0,30 % (Adam, B., 2002) Kriteria penilaian sifat fisik tanah menurut Lembaga Pusat Penelitian Tanah (LPPT) Bogor, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kriteria penilaian sifat kimia tanah Sifat Tanah Sangat Rendah < 0,010 <10
Kriteria Analisis Tanah Rendah Sedang Tinggi 0,10 – 0,20 0,21 – 0,50 0,51 – 0,75 10 – 20 21 – 40 41 – 60
Sangat Tinggi 0,75 60
K2O5 HCl 25 % (me/100 gr) Ca (me/100 gr)
<10
10 – 20
21 – 40
41 – 60
60
<2
2–5
6 – 10
11 – 20
20
Mg (me/100 gr)
< 0,4
0,40 – 1,0
1,1 – 2,0
2,1 – 8,0
8,0
N (%) P2O5 HCl (me/100 gr)
Sumber : Soepraptohardjo (1983). Survei kapabilitas tanah LPPT Bogor.
Bila merujuk kriteria analisis N total pada Tabel 3 di atas, maka kandungan N total pada tanah yang digunakan termasuk pada kriteria : sedang Rata-rata Kandungan Kalium tanah menurut Budiman Adam (2002), adalah 0,19 %, Bila mengacu pada analisis kimia kalium pada Tabel 3 di atas, kandungan kalium pada tanah yang digunakan termasuk kedalam kriteria : sangat rendah. Fungsi utama Kalium (K) ialah membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium pun berperan dalam memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Kalium pun merupakan sumber kekuatan bagi tanaman dalam menghadapi kekeringan dan penyakit. Menurut Anonymous (2013) dan Azzamy (2016), bahwa cara penanganan kekurangan unsur kalium adalah dengan menambahkan pupuk kimia KCl (K=52%), NPK, serta pupuk daun kandungan K tinggi. Untuk menggantikan beberapa unsur hara yang hilang, dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain: Memberikan pupuk organik yang bervariasi (pupuk hijau, pupuk kandang dan lainnya) sehingga semua unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman tersedia (Azis, A.,2015). Dalam penelitian ini kandungan Kalium dalam tanah yang sangat rendah, tidak dilakukan penanganan sebelum penelitian. Justru sebagai dasar untuk dilakukan perlakuan “tanpa pupuk kandang” dan perlakuan “dengan penambahan pupuk kandang”, dimana perkembangan pertumbuhan rumput vetiver inilah yang akan dilakukan melalui pengamatan/monitoring . c.3. Pupuk kandang Menurut Puspita Sari , D.F.O (2008), pupuk terdiri dari berbagai macam kotoran ternak (kotoran sapi, babi, ayam, dan lain-lain), hasil buangan dari hewan dan tanaman serta pupuk hijau. Salah satu sumber pupuk yang potensial dalam menyediakan N dan P adalah kotoran ternak dan pupuk hijau.
Tekno Efisiensi Vol.1 No. 2 Agustus 2016
231
Pupuk kandang yang digunakan adalah kotoran kambing dengan kandungan didalam nya, meliputi : kandungan Nitrogen (N) = 0,60 % , Phosfor (P) = 0,30 % dan Potasium (K) = 0,17 % Pemilihan kotoran kambing ini, karena di sekitar lokasi penelitian banyak tersedia kotoran kambing. Menurut Agromedia (2007) bahwa tidak ada bukti yang signifikan mengenai keunggulan berbagai jenis kotoran hewan yang digunakan sebagai pupuk. Karena itu, disarankan digunakan pupuk kandang yang mudah diperoleh. Kotoran kambing mengandung bahan yang dapat menyediakan zat hara bagi tanaman melalui proses penguraian. Proses ini terjadi secara bertahap dengan melepaskan bahan yang sederhana Untuk pertumbuhan tanaman. Feses kambing mengandung sedikit air sehingga mudah terurai. Pupuk cair dari Kotoran kambing (feses) memiliki kandungan hara relative lebih seimbang dibandingkan pupuk alam lainnya karena kotoran kambing bercampur dengan air seninya (mengandung hara), hal tersebut biasanya tidak terjadi pada jenis pupuk kandang lain seperti kotoran sapi (Parnata, 2010 cit Anonymous, 2012). Tanah yang baik bagi pertanaman adalah tanah yang subur, menyangkut sifat tanah untuk menyediakan hara dalam jumlah yang seimbang dan tersedia, memiliki tata air dan udara yang baik sesuai dengan kepentingan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Salah satu cara untuk menjaga kesuburan tanah adalah dengan melakukan pemupukan. Pemupukan adalah pemberian bahan kepada tanah untuk memperbaiki atau meningkatkan kesuburan tanah, serta mengganti kehilangan hara dari dalam tanah. Di masa sekarang ini banyak petani yang menggunakan pupuk anorganik (yaitu pupuk kimia yang diproduksi fabrikan), karena kepraktisannya. Mereka belum banyak menyadari bahwa pupuk anorganik justru bisa menurunkan kualitas tanah dan produktivitasnya di masa mendatang jika pemakaiannya berlebihan. Selain itu masalah lain dari pupuk anorganik adalah harganya yang mahal, serta ketersediaannya yang kadang menyulitkan petani hingga terjadi kelangkaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengubahan pola penggunaan pupuk anorganik dengan pupuk organic khususnya pada awal tanam, salah satunya yaitu dengan menggunakan pupuk kandang. 2) Pengamatan tinggi tanaman, jumlah tunas yang tumbuh dan lebar daun. (a) Pertumbuhan tinggi tanaman Pertumbuhan tinggi tanaman untuk setiap pengamatan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata tinggi rumput (panjang daun) vetiver untuk tiap periode pengamatan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
232
Waktu Pengamatan AWAL TANAM UMUR 4 MINGGU UMUR 8 MINGGU UMUR 12 MINGGU UMUR 16 MINGGU UMUR 20 MINGGU UMUR 24 MINGGU
5 19.28 23.33 36.22 41.17 45.78 48.67
Rata – Rata Tinggi Tanaman (cm) Tanpa Pupuk Dengan Pupuk 5 22.39 30.56 40,00 47.06 50.22 53.44
Tekno Efisiensi Vol.1 No. 2 Agustus 2016
8. 9. 10.
UMUR 28 MINGGU UMUR 32 MINGGU UMUR 36 MINGGU
38.33 48.67 53,00
34.33 61,00 83.67
Sumber : Hasil penelitian Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2011 Dari Tabel 4 di atas, panjang daun rumput vetiver dengan perlakuan penambahan pupuk kandang ternyata 1,6 kali lebih panjang dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk kandang. Photo tanaman rumput vetiver pada umur 36 minggu (9 bulan), dapat dilihat pada Gambar 7.
Tanpa pupuk Dipupuk Gambar 7. Pertumbuhan rumput vetiver umur 9 bulan Panjangnya daun rumput vetiver dapat memberikan kontribusi penutupan daun tersebut terhadap tanah, dimana bila hujan turun, air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah. Hal ini mengurangi percikan dan aliran air hujan pada permukaan tanah, sehingga erosi permukaan dapat dikurangi. (b) Pengamatan banyak tunas Tabel 5. Rata-rata banyak tunas rumput vetiver untuk tiap periode pengamatan NO.
Waktu Pengamatan
Rata-Rata Banyak Tunas (Buah) Tanpa Pupuk
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
AWAL TANAM UMUR 4 MINGGU UMUR 8 MINGGU UMUR 12 MINGGU UMUR 16 MINGGU UMUR 20 MINGGU UMUR 24 MINGGU UMUR 28 MINGGU UMUR 32 MINGGU UMUR 36 MINGGU
3.00 3.89 3.89 3.33 4.00 4.78 5.00 4.89 5.44 5.44
Dengan Pupuk 3.00 3,89 3.89 4.89 4.78 5.11 5.11 5.22 6.56 6.56
Sumber : Hasil penelitian Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2011 Pada umur 12 minggu (3 bulan) sampai dengan umur 36 minggu (9 bulan), jumlah tunas dengan perlakuan pemupukan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah tunas pada perlakuan tanpa pupuk kandang. (c) Pengamatan Lebar daun Tabel 5. Rata-rata lebar daun vetiver untuk tiap periode pengamatan NO. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Waktu Pengamatan AWAL TANAM UMUR 4 MINGGU UMUR 8 MINGGU UMUR 12 MINGGU UMUR 16 MINGGU UMUR 20 MINGGU
Tekno Efisiensi Vol.1 No. 2 Agustus 2016
0 4.78 5.33 5.33 5.67 5.78
Rata – Rata Lebar Daun (cm) Tanpa Pupuk Dengan Pupuk 0 5.44 5.89 6.00 6.00 6.00
233
7. 8. 9. 10.
UMUR 24 MINGGU UMUR 28 MINGGU UMUR 32 MINGGU UMUR 36 MINGGU
5.78 5.00 5.33 5.44
5.67 5.33 5.00 5.00
Tabel 5 menunjukkan bahwa lebar daun yang dipupuk dengan pupuk kandang 66.67 % memperlihatkan lebar daun lebih besar. Lebar daun rumput vetiver dapat memberikan kontribusi penutupan daun tersebut terhadap tanah, dimana bila hujan turun, air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah, tapi mengenai penutupan daun-daun tersebut. Hal ini mengurangi percikan dan aliran air hujan pada permukaan tanah, sehingga erosi permukaan dapat dikurangi. Dari pengamatan Tabel 4 , Tabel 5 dan Tabel 6, pada umur 5 bulan bibit vetiver sudah siap untuk di tanam di lapangan. Bila mengacu pada buku panduan “Pedoman penanaman rumput vetiver untuk pengendalian erosi permukaan dan pencegahan longsoran dangkal pada lereng jalan” (Sunandar, A dan Kusminingrum, N., 2012), bahwa bakal bibit yang diambil dari nursery unit , disyaratkan minimal berumur 5 bulan. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Puslitbang jalan dan jembatan (Sunandar, A dan Kusminingrum, N , 2010), bahwa umur 5 bulan untuk bibit vetiver sudah cukup beradaptasi dengan lingkungan apabila diaplikasikan pada lereng jalan. EVALUASI DAN PEMBAHASAN
1) Dari pengamatan : tinggi tanaman, banyaknya tunas maupun lebar daun, ternyata untuk perlakuan dengan menggunakan pupuk kandang memberikan angka yang lebih tinggi/lebih besar dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk kandang. Hal ini dapat diterangkan bahwa : Menurut Sarief, E.S., (1986), pupuk kandang mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan, antara lain: a. Sebagai sumber hara nitrogen, fosfor, kalium, dan hara mikro yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. b. Meningkatkan daya menahan air. c. Banyak mengandung humus. Dimana pada akhirnya melalui proses penguraian akan menghasilkan tanah yang subur. Wahyuni, N.T ,cs ( 2011) , mengatakan bahwa Pupuk kandang membuat tanah lebih subur, gembur, mudah diolah. Kegunaan ini tidak dapat digantikan oleh pupuk buatan. Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan pupuk kandang pada awal penanaman calon bibit, nyata dapat memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik. 2) Tinggi tanaman dan lebar daun yang lebih besar pada perlakuan dengan pupuk kandang, pada saat ditanam di lapangan dapat memberikan penutupan/naungan lebih baik pada permukaan tanah. Hal ini membantu mengurangi percikan hujan pada permukaan tanah, yang dapat menyebabkan run off (aliran permukaan). Hal ini akan sangat bermanfaat untuk lereng jalan yang pada umumnya terjal. 3) Dengan makin banyak tunas yang tumbuh pada perlakuan yang diberi pupuk kandang, maka makin banyak calon-calon tanaman rumput vetiver. Sehingga setelah bibit ditanam di lapangan, tunas yang tumbuh tersebut saling merapat dengan tunas vetiver di
234
Tekno Efisiensi Vol.1 No. 2 Agustus 2016
sebelahnya, dan tanaman vetiver selanjutnya dapat tumbuh menjadi pagar yang rapat kearah horizontal lereng. Hal tersebut dapat memperlambat aliran air yang datang dari bagian atas tanaman tersebut, sehingga dapat mengurangi terjadinya alur atau bahkan erosi, khususnya pada lereng jalan. 4). Perkembangan tinggi tanaman, jumlah tunas, maupun lebar daun dapat berbeda untuk media tanah yang berbeda maupun untuk ukuran polibag yang berbeda. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan a) Pemberian pupuk kandang pada media tanah dengan perbandingan 1 : 3 sebagai media tanam untuk calon bibit vetiver memberikan hasil yang lebih baik untuk pertumbuhan bibit vetiver dibandingkan tanpa pemberian pupuk kandang b) Dengan pemberian pupuk kandang pada awal tanam di pembibitan, memberikan tinggi tanaman lebih besar, tunas yang tumbuh lebih banyak dan daun yang lebih lebar, dibandingkan dengan tanpa diberikan pupuk kandang. Hal ini akan membantu mempercepat penutupan permukaan tanah oleh rumput vetiver pada saat ditanam pada lereng jalan. Kondisi pertumbuhan yang baik tersebut, dapat membantu mengurangi percikan air hujan pada permukaan tanah dan aliran air (run off) pada lereng akan diperlambat, yang pada akhirnya erosi permukaan yang terjadi pada lereng jalan akan diminimasi. Saran a) Untuk penerapan teknologi vetiver sebagai konservasi pada lereng jalan, disarankan menggunakan bibit yang sudah dipersiapkan dalam polybag selama minimal 3 bulan. Adapun media yang digunakan oleh calon bibit tersebut adalah campuran pupuk kandang : tanah = 1 : 3. b) Pasca penanaman calon bibit pada polybag, harus diikuti dengan pemeliharaan, seperti : penyiraman, pembuangan tumput liar maupun pemupukan ulang. c) Apabila akan dilakukan penanaman langsung pada lereng jalan dengan Slip akar segar (bare root slips), maka harus diikuti semua perlakuan seperti penanaman dalam polybag. d) Dalam penggunaan pupuk kandang perlu diperhatikan bahwa pupuk kandang yang digunakan betul-betul sudah matang, Hal tersebut, karena penggunaan pupuk kandang yang belum matang akan menghambat pertumbuhan tanaman, dan bahkan dapat mematikan tanaman. Hal ini disebabkan oleh proses penguraian karbon C, yang akan meningkatkan temperatur tanah. Kenaikan suhu inilah yang menjadi tanaman menjadi layu DAFTAR PUSTAKA
Azis, A ., 2015. Mari mengenal unsur hara penting dalam tanah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh. Balitbang Pertanian. Kementerian Pertanian. Adam, B., 2002. Analisis sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah Hutan pada Tanaman Hutan Pinus kelas umur II, IV, VI, VIII di RPH Cikole dan RPH Lembang BKPH Lembang, KPH Bandung Utara Unit III Jawa Barat. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan- IPB Bogor. Agromedia, 2007. Petunjuk pemupukan. PT Agromedia Pustaka, cetakan ke dua. Anonymous, 2012. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Organik. Universitas Negeri Medan.
Tekno Efisiensi Vol.1 No. 2 Agustus 2016
235
Anonymous, 2013. Kekurangan Unsur Hara Pada Tanaman . Info Pertanian Sulawesi Utara. Azzamy, 2016. Gejala Visual kekurangan (defisiensi) unsur hara pada tanaman. Mitalom.com. Diunduh tanggal 30 Mei 2016. Hardjowigeno, S., 1995. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo. Hasibuan, BE., 2006. Ilmu Tanah. Diktat Fakultas Pertanian, Universitas Islam Sumatera Utara, Medan. Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2010. Laporan Penelitian Aplikasi Teknologi Rumput Vetiver , Balitbang, Kementerian PU. Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2011. Laporan penelitian Monitoring dan Evaluasi Implementasi Teknologi Rumput Vetiver. Balitbang, Kementerian PU. Puspita sari, D FO., 2008. Pengaruh beberapa pupuk organik terhadap pertumbuhan dan serapan N serta P tanaman petsai (Brassica pekinensis) dan brokoli (Brassica oleracea ) pada andisol Cisarua. Program studi ilmu tanah, Fakultas Pertanian IPB-Bogor. Sarief,E.S., 1989. Kesuburan dan pemupukan tanah pertanian. Cetakan ketiga. Penerbit Pustaka Buana Bandung. Supraptohardjo, 1983. Survey Kapabilitas Tanah. LPPT – Bogor. Sunandar, A dan Kusminingrum, N., 2010. Mengintip perkembangan rumput vetiver dalam penanggulangan erosi dan longsoran dangkal pada lereng jalan . Naskah ilmiah . Puslitbang Jalan dan Jembatan, Balitbang, Kementerian PU. Sunandar, A dan Kusminingrum, N., 2012. Pedoman penanaman rumput vetiver untuk pengendalian erosi permukaan dan pencegahan longsoran dangkal pada lereng jalan . Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum no. 01/SE/M/2012. Kementerian Pekerjaan Umum. Truong, P., Van ,TT., and Pinners, E., 2008 . Vetiver Grass-The Plant. The Vetiver System, Vietnam 2000-2008 Truong, P., 2008. Vetiver System Technology for Infrastructure Protection. BrisbaneAustralia. Truong, P., 2011. Metode Untuk mengembangbiakan vetiver. Bagian 2 dari Buku Panduan Teknis Penerapan system vetiver. Edisi Bahasa Indonesia, Diterbitkan oleh The Indonesian Vetiver Net, East Bali Poverty Project work. Van,TT., 2011. Sistem vetiver Untuk pengurangan bencana alam dan perlindungan prasarana. Bagian 3 dari Buku Panduan Teknis Penerapan system vetiver. Edisi Bahasa Indonesia, Diterbitkan oleh The Indonesian Vetiver Net, East Bali Poverty Project work. Wahyuni, NT., Rizali., Y.J., Yuliandani, L., dan Simangunsong, R.J., 2011. Pengaruh perbedaan tekstur tanah, kesuburan tanah, ketersediaan air, dan intensitas cahaya terhadap pertumbuhan dan produktivitas hijauan pakan ternak. Pengantar Manajemen Pastura. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Yulistyani, W., 2012. Sifat dan Karakteristik Tanah Andisol di Indonesia. Just Agriculture. (http://pertanianunpad.wordpress.com). Diunduh tanggal 30 Mei 2016. Riwayat Penulis Nanny Kusminingrum adalah peneliti utama pada pusat Litbang Jalan dan Jembatan,
Balitbang, Kementrian PUPR. Email :
[email protected] 236
Tekno Efisiensi Vol.1 No. 2 Agustus 2016