OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN KEMASYARAKATAN DESA NGARIP KECAMATAN ULU BELU KABUPATEN TANGGAMUS
SUSNI HERWANTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Kemasyarakatan Desa Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2012 Susni Herwanti NRP. E151090041
ABSTRACT SUSNI HERWANTI. Optimization of Land Utilization of Community Forestry in Ngarip Village, Ulu Belu Sub Distric, Tanggamus. Under the Supervision of M. BUCE SALEH and BAHRUNI Poverty has been considered as one of factors which caused forest degradation in rural area. About 63% of poor communities live in rural area and most of them are farmer. This study aims to identify cropping patterns, formulate optimal cropping pattern based on social, economic, and ecological aspects, and then identify development prospect of community forestry based on farmer’s perspective. This research was conducted in Desa Ngarip, Lampung province for 2 months. Data were analyzed by linear programming and descriptive method. The result showed that agroforestry system in this area were grouped into 16 cropping patterns. Based on economic and ecological consideration, all optimal cropping patterns achieved ecological criteria but not all profitable. The patterns consisted of commercial plants: 150 plants per hectare for high strata, 1.600 plants per hectare for middle strata and 2.400 plants per hectare for lower strata. With such an approach, it was revealed that the best result was found at cropping pattern 15.The profit was Rp 36.300.000 which was highest profit of all optimal cropping pattern types and could support a life worth living. Furthermore, through descriptive analysis, community forestry had good prospect to be develoved based on farmer’s perspective. Keywords : optimal cropping pattern, community forestry, life worth living
RINGKASAN SUSNI HERWANTI. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Kemasyarakatan Desa Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus. Dibimbing oleh M. BUCE SALEH dan BAHRUNI. Masalah kemiskinan masyarakat sekitar hutan dan kerusakan hutan merupakan isu penting yang terjadi di Indonesia sejak dahulu sampai sekarang. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 32 juta orang atau sekitar 14% dan sebanyak 20 juta orang berada di perdesaan. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung yang berada di perdesaan adalah 1,2 juta orang atau sekitar 22% dari total penduduk Lampung. Luas kawasan hutan yang mengalami kerusakan khususnya di Provinsi Lampung mencapai 52% dari total luas kawasan hutan dan salah satunya disebabkan oleh kemiskinan di perdesaan. Penelitian mengenai pemanfaatan lahan optimal perlu dilakukan untuk mendapatkan pola tanam optimal yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola tanam yang ada di lahan HKm Desa Ngarip, merumuskan pola tanam optimal berdasarkan aspek sosial, ekonomi dan ekologi dan mengidentifikasi prospek pengembangan HKm berdasarkan perspektif petani. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara semi terstruktur dan studi literatur. Sampel diambil secara purposive terhadap petani HKm dan petani yang memiliki pola tanam berbeda. Analisis dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Pola tanam optimal dirumuskan dengan menggunakan linear programming. Pola tanam optimal adalah pola tanam hasil optimalisasi yang mampu memenuhi standar kebutuhan hidup layak (KHL) tertinggi. Standar KHL dapat dipenuhi dengan menambah luas lahan atau tidak menambah luas lahan tergantung dari keuntungan pola tanam hasil optimalisasi. Prospek pengembangan HKm dalam penelitian ini dinilai secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga puluh enam pola tanam yang ada di lapangan dan enam belas pola tanam yang direncanakan petani. Enam belas pola tanam yang direncanakan kemudian dioptimalkan sehingga dihasilkan enam belas pola tanam hasil optimalisasi. Pola tanam hasil optimalisasi terdiri dari sepuluh jenis tanaman pilihan masyarakat, yaitu tanaman kopi, lada, cengkeh, kakao, pala, alpukat, durian, pisang, cabe dan tanaman kayu-kayuan. Analisis optimalisasi menemukan bahwa pola tanam yang memberikan keuntungan tertinggi terdapat pada pola tanam 15. Pola tanam ini memiliki keuntungan sebesar Rp 36.300.000 per hektar per tahun dan terdiri dari jenis tanaman komersial. Komposisi tanaman tajuk tinggi mencapai 150 batang per hektar, tajuk sedang 1.600 batang per hektar dan tajuk rendah 2.400 batang per hektar. Ada beberapa faktor penting yang menentukan keberhasilan penerapan pola tanam optimal, yaitu ketersediaan modal, ketersediaan HOK, ketersediaan pasar komoditas dan ketersediaan sarana penyuluhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah modal yang dimiliki petani tidak cukup untuk membangun pola tanam optimal, sehingga petani perlu mencari sumber-sumber modal. Sumbersumber modal bisa berasal dari dalam dan luar usahatani. Sumber dari dalam berasal dari kelebihan waktu kerja, tabungan dan kekayaan yang dapat diuangkan seperti ternak dan emas. Sumber dari luar berasal dari pinjaman atau kredit kepada
lembaga keuangan atau para pemilik modal. Faktor selanjutnya adalah ketersediaan HOK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah HOK yang tersedia di Desa Ngarip adalah 300 HOK, sedangkan target HOK yang dibutuhkan untuk membangun pola tanam optimal adalah 148 HOK per hektar. Petani bisa bekerja sendiri mengelola lahan HKm dan masih mampu mengelola lahan maksimal seluas 2 hektar berdasarkan potensi kerja yang ada. Faktor lain yang menjadi penentu penerapan pola tanam optimal adalah ketersediaan pasar komoditas dan sarana penyuluhan. Komoditas yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat seperti kopi, lada, kakao dan alpukat lebih mudah dipasarkan daripada komoditas yang baru akan dkembangkan. Komoditas yang menjadi pilihan masyarakat Desa Ngarip adalah komoditas komersial yang memiliki permintaan dan harga jual yang tinggi sehingga petani tidak merasa kesulitan dalam memasarkan produknya. Ketersediaan sarana penyuluhan juga sangat menentukan keberhasilan penerapan pola tanam optimal. Dukungan dari pemerintah untuk memberikan bantuan barang modal dan memberikan fasilitas pelayanan kredit dan dukungan dari LSM, perguruan tinggi dan pihak terkait lainnya untuk memberikan penyuluhan sangat diharapkan untuk mempercepat penerapan pola tanam optimal. Hasil perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL) berdasarkan standar Bank Dunia US$2 adalah Rp 64.080.000 per kepala keluarga (KK) per tahun dengan jumlah keluarga rata-rata sebanyak 4 orang dalam satu KK. Hasil perhitungan KHL aktual diperoleh KHL sebesar Rp 3.800.000 per kapita per tahun atau Rp 15.000.000 per KK per tahun. KHL di wilayah penelitian lebih banyak dihabiskan untuk memenuhi kebutuhan pokok. KHL lainnya dihabiskan untuk kebutuhan pendidikan, tabungan, sosial dan pakaian. KHL di wilayah penelitian adalah 4,7 kali KFM untuk mencapai standar KHL. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat Desa Ngarip sangat rendah sehingga petani harus menyesuaikan kebutuhan mereka dengan pendapatan. Pola tanam hasil optimalisasi mampu memenuhi KHL dengan mengelola lahan seluas 1,8 – 10 hektar. Pola tanam 15 adalah pola tanam yang dapat memenuhi KHL dengan mengelola lahan dengan luas paling minimal, yaitu 1,8 hektar. Analisis deskriptif mengenai prospek pengembangan HKm menunjukkan bahwa HKm memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. Prospek pengembangan HKm ditentukan berdasarkan persepsi dan perspektif petani. Data menunjukan bahwa HKm memberikan kontribusi pendapatan yang cukup besar terhadap total pendapatan petani. Sebesar 53% pendapatan petani berasal dari usaha HKm. Petani memiliki keinginan-keinginan untuk mengembangkan HKm berdasarkan perspektif petani terhadap 5 hal, yaitu perpektif ekonomi, lingkungan, pengetahuan dan ketrampilan, kepentingan investasi dan keberlanjutan izin HKm. Kata kunci : hutan kemasyarakatan, pola tanam optimal, kebutuhan hidup layak
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN HUTAN KEMASYARAKATAN DESA NGARIP KECAMATAN ULU BELU KABUPATEN TANGGAMUS
SUSNI HERWANTI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Tesis Nama NRP
: Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Kemasyarakatan Desa Ngarip Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus : Susni Herwanti : E151090041
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS.
Dr. Ir. Bahruni, MS.
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 27 Januari 2012
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya tesis dengan judul “Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Kemasyarakatan Desa Ngarip, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh dua isu penting yang terjadi di Indonesia, yaitu isu kemiskinan dan kerusakan hutan. Hutan kemasyarakatan
merupakan
program
pemerintah
yang
bertujuan
untuk
melestarikan hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kecenderungan masyarakat untuk menanam berbagai jenis tanpa memperhatikan kemampuan lahan untuk menumbuhkan tanaman membuat produksi tanaman tidak optimal. Penelitian ini berusaha merumuskan model pemanfaatan lahan optimal yang bisa mempertemukan kedua tujuan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis optimalisasi dengan menggunakan linear programming, analisis ukuran garis kemiskinan, analisis KHL, analisis luas lahan minimal yang dibutuhkan berdasarkan standar KHL tertinggi dan analisis prospek pengembangan HKm. Peneliti menemukan tiga puluh enam pola tanam aktual di lapangan dan enam belas rencana pola tanam yang ingin dikembangkan petani. Enam belas pola tanam yang direncanakan kemudian dioptimalkan sehingga diperoleh enam belas pola tanam hasil optimalisasi. Pola tanam 15 adalah pola tanam yang memberikan keuntungan tertinggi. Pola tanam dikatakan optimal apabila keuntungan pola tanam hasil optimalisasi mampu memenuhi standar KHL. Standar KHL mampu dipenuhi petani dengan mengelola lahan seluas 1,8 - 10 hektar. Persepsi yang baik dan adanya keinginan dan dorongan untuk mengembangkan HKm berdasarkan perspektif petani menunjukkan bahwa HKm memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS dan Bapak Dr. Ir. Bahruni, MS selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan masukan dan saran yang sangat berarti mulai dari penulisan rencana penelitian hingga penulisan tesis. Demikian pula penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman Ilmu Pengelolaan Hutan angkatan 2009 yang selalu mendukung, memberikan semangat, dan membantu dalam menyelesaikan tesis ini. Tak lupa pula ucapan terima kasih dipersembahkan penulis kepada Bapak, Ibu (almarhumah), kakak beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan, doa, dorongan, motivasi dan kasih sayangnya hingga tesis ini dapat diselesaikan. Terima kasih pula kepada rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan semua pihak, atas segala dukungan, bantuan dan kerjasamanya. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikannya. Amin.
Bogor, Penulis
Januari 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, 27 September 1981 dari Bapak H. Suharman dan Ibu almarhumah Hj. Amawati. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada dan lulus pada pada tahun 2004. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Dikti. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Universitas Lampung sejak tahun 2006. Penulis aktif melakukan beberapa kegiatan penelitian, pengabdian masyarakat dan pendampingan selama menjadi dosen. Pada tahun 2006 penulis menjadi pendamping mahasiswa S3 dari Jepang untuk melakukan penelitian di Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur. Pengabdian masyarakat dilakukan penulis di Kabupaten Tanggamus pada tahun 2006. Pada tahun 2007 penulis melakukan penelitian tentang total pengelolaan kualitas (TQM) sebagai fokus perbaikan kinerja Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman dan penulis bertindak sebagai ketua. Pada tahun yang sama penulis melakukan penelitian tentang analisis penutupan lahan pada daerah tangkapan air waduk batu tegi di Provinsi Lampung bersama tim peneliti dari Universitas Lampung dan penulis bertindak sebagai anggota. Penulis juga melakukan pendampingan mahasiswa S2 dari Perancis pada tahun 2007 di Sumber Jaya, Lampung Barat dengan topik pengelolaan lahan di Sumber Jaya.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... xix DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xxi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xxiii PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................... Perumusan Masalah .................................................................................. Tujuan Penelitian ....................................................................................... Manfaat Penelitian ..................................................................................... Hipotesis .................................................................................................... Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................................
1 3 3 4 4 4
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kemasyarakatan .............................................................................. Hasil-Hasil Penelitian Optimalisasi Lahan ................................................ Hasil-Hasil Penelitian Optimalisasi HKm ................................................. Agroforestry ............................................................................................... Pola Tanam ................................................................................................ Perencanaan Tanaman ............................................................................... Kebutuhan Tenaga Kerja ........................................................................... Perencanaan Linear Programming untuk Usahatani .................................
7 9 9 10 14 15 16 18
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... Jenis dan Sumber Data............................................................................... Teknik Pengambilan Sampel ..................................................................... Analisis Pola Tanam ................................................................................. Analisis Ukuran Garis Kemiskinan ........................................................... Analisis Kebutuhan Hidup Layak .............................................................. Analisis Luas Lahan untuk Pemenuhan KHL ........................................... Analisis Prospek Pengembangan HKm .....................................................
21 21 22 22 26 26 27 27
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Desa Ngarip ..................................................................... 29 Karakteristik Sosial Ekonomi Desa Ngarip .............................................. 30 Karakteristik Sosial Ekonomi Responden ................................................ 30 xvii
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola tanam Aktual ...................................................................................... Jenis-Jenis Tanaman Pilihan Petani ........................................................... Pola Tanam Optimal .................................................................................. Faktor Penentu Implementasi Pola Tanam Optimal .................................. Ukuran Garis Kemiskinan .......................................................................... Kebutuhan Hidup Layak ............................................................................ Kebutuhan Luas Lahan untuk Pemenuhan KHL ....................................... Pendapatan Petani berdasarkan Luas HKm ............................................... Prospek Pengembangan HKm....................................................................
33 36 44 51 54 55 56 57 58
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ................................................................................................ 61 Saran ........................................................................................................... 62 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 63 LAMPIRAN ........................................................................................................ 68
xviii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil penelitian terdahulu tentang optimalisasi lahan .....................................
9
2 Hasil penelitian terdahulu tentang HKm .........................................................
9
3 Jumlah hari kerja yang dicurahkan per hektar tanaman di Maluku ................ 17 4 Sasaran, metode dan kegunaan Data ............................................................... 22 5 Luas penggunaan dan produktivitas lahan Desa Ngarip ................................. 29 6 Data sosial ekonomi Desa Ngarip ................................................................... 30 7 Data sosial ekonomi responden ....................................................................... 31 8 Pola tanam aktual dan dominasi tanaman ....................................................... 35 9 Jenis tanaman pilihan masyarakat ................................................................... 38 10 Produksi biji kakao dengan beberapa jenis tanaman penaung ....................... 40 11 Pola tanam yang direncanakan di wilayah penelitian .................................... 45 12 Jumlah tanaman aktual dan hasil optimalisasi setiap strata .......................... 46 13 Harga relatif komoditas yang dikembangkan ............................................... 48 14 Komposisi jenis pola tanam hasil optimalisasi .............................................. 49 15 Kebutuhan luas lahan setiap pola tanam berdasarkan standar KHL ............. 56 16 Pendapatan petani berdasarkan luas lahan ..................................................... 57 17 Perbandingan rata-rata pendapatan dan pengeluaran petani .......................... 58
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran optimalisasi pola tanam HKm .......................................
5
2 Pola tanam dengan dominasi satu jenis tanaman kopi .................................... 33 3 Kombinasi tanaman kopi dan cabai ................................................................ 34 4 Kombinasi tanaman kopi, alpukat, pisang dan cabai ...................................... 34 5 Kombinasi tanaman kopi dan pisang .............................................................. 34 6 Perbandingan keuntungan pola tanam aktual dan hasil optimalisasi ............. 47 7 Perbandingan ukuran garis kemiskinan Sajogyo, BPS dan Bank Dunia terhadap total pendapatan aktual .................................................................... 55
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Karakteristik responden per pola tanam .......................................................... 68 2 Rencana perubahan pola tanam aktual ........................................................... 75 3 Rata-rata pendapatan petani per pola tanam ................................................... 76 4 Rata-rata pengeluaran petani per pola tanam .................................................. 77 5 Komponen kebutuhan hidup layak per pola tanam ......................................... 78 6 Arus uang tunai per pola tanam ..................................................................... 79 7 Hasil optimalisasi pola tanam 1 ...................................................................... 80 8 Hasil optimalisasi pola tanam 2 ...................................................................... 81 9 Hasil optimalisasi pola tanam 3 ...................................................................... 82 10 Hasil optimalisasi pola tanam 4 .................................................................... 83 11 Hasil optimalisasi pola tanam 5 ..................................................................... 84 12 Hasil optimalisasi pola tanam 6 ..................................................................... 85 13 Hasil optimalisasi pola tanam 7 ..................................................................... 86 14 Hasil optimalisasi pola tanam 8 ..................................................................... 87 15 Hasil optimalisasi pola tanam 9 ..................................................................... 88 16 Hasil optimalisasi pola tanam 10 ................................................................... 89 17 Hasil optimalisasi pola tanam 11 ................................................................... 90 18 Hasil optimalisasi pola tanam 12 ................................................................... 91 19 Hasil optimalisasi pola tanam 13 ................................................................... 92 20 Hasil optimalisasi pola tanam 14 ................................................................... 93 21 Hasil optimalisasi pola tanam 15 ................................................................... 94 22 Hasil optimalisasi pola tanam 16 ................................................................... 95 23 Persepsi petani terhadap peranan HKm ......................................................... 96 24 Peta areal kerja HKm Desa Ngarip ................................................................ 97
xxiii
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah kemiskinan masyarakat sekitar hutan dan kerusakan hutan merupakan isu penting yang terjadi di Indonesia sejak dahulu sampai sekarang. Pertumbuhan penduduk yang pesat, kebutuhan yang semakin meningkat, sementara
luas
lahan
relatif
tetap
menyebabkan
masyarakat
terpaksa
mengalihfungsikan kawasan hutan untuk dijadikan areal pertanian dan perkebunan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 32 juta orang atau sekitar 14% dan sebanyak 20 juta orang berada di perdesaan. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung yang berada di perdesaan adalah 1,2 juta orang atau sekitar 22% dari total penduduk Lampung (BPS 2010). Peran sektor kehutanan sangat besar dalam menanggulangi kemiskinan karena sekitar 63% penduduk miskin di Indonesia berada di perdesaan dan sebagian besar bermatapencaharian petani. Luas kawasan hutan yang mengalami kerusakan khususnya di Provinsi Lampung mencapai 52% dari total luas kawasan hutan (Wulandari 2009). Kerusakan hutan
salah satunya disebabkan oleh kemiskinan di perdesaan.
Program-program penanggulangan kemiskinan yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengelolaan hutan diperlukan untuk mengatasi isu kemiskinan dan kerusakan hutan tersebut. Pendekatan yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan salah satunya dengan mengembangkan hutan kemasyarakatan yang merupakan skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat.
HKm memberikan peluang kepada masyarakat untuk
memanfaatkan hutan secara optimal berdasarkan prinsip ekonomi, ekologi dan sosial.
HKm memberikan kepastian hak kelola lahan dan menempatkan
masyarakat sebagai pelaku utama pengelolaan hutan. Permenhut Nomor 37 Tahun 2007 tentang HKm menyatakan bahwa kawasan hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai areal kerja HKm adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi. Pemanfaatan kawasan hutan
2
dilakukan dalam pola wanatani (agroforestry) dengan stratifikasi tajuk yaitu, tajuk tinggi, sedang dan rendah. Jenis tanaman yang diarahkan untuk ditanam di lahan HKm adalah Multi Purpose Tree Species (MPTS), pohon-pohon penaung, tanaman kayu keras dan tanaman pakan ternak. Jenis-jenis tersebut diperoleh dari swadaya masyarakat, pemerintah maupun dari kebun bibit rakyat (KBR). Desa Ngarip yang terletak di Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus memiliki areal kerja HKm di kawasan hutan lindung seluas 1.446 hektar. Masyarakat di Desa Ngarip membuka kawasan hutan menjadi areal perkebunan sejak tahun 1980-an. Masyarakat berkebun kopi secara monokultur karena ketidakpastian hak kelola. Masyarakat beralih ke sistem budidaya agroforestry kopi sejak mendapat izin HKm. Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh melalui agroforestry, yaitu manfaat secara ekologi, ekonomi dan sosial budaya (Utami 2003). Agroforestry dapat menciptakan iklim mikro dan melindungi tanah dan air dengan lebih baik. Kombinasi antara tanaman semusim dan tanaman kayu-kayuan dapat mengurangi serangan hama penyakit. Agroforestry juga memberikan kesinambungan vegetasi sehingga tidak pernah terjadi pembukaan tanah yang ekstrim yang dapat mengganggu keseimbangan ekologinya. Penanaman lebih dari satu jenis (diversifikasi jenis) akan meningkatkan ketahanan terhadap fluktuasi harga dan jumlah permintaan pasar yang tidak menentu berdasarkan aspek ekonomi. Petani bisa mengurangi risiko kerugian yang lebih besar ketika salah satu produknya mengalami kegagalan pasar dengan memusatkan perhatian pada produk lain yang kondisi harganya lebih stabil. Filosofi budidaya yang efisien, yaitu memperoleh hasil yang relatif besar dengan biaya atau pengorbanan yang relatif kecil memberikan makna bahwa agroforestry memperhatikan aspek sosial budaya. Berbudidaya agroforestry sama dengan melakukan investasi jangka panjang yang menguntungkan. Penanaman pohon yang bernilai ekonomi tinggi berarti menabung untuk masa depan karena produksinya baru dinikmati beberapa tahun lagi (Hairiah et al. 2000). Penelitian mengenai pemanfaatan lahan HKm yang optimal perlu dilakukan karena banyak manfaat yang bisa diperoleh dari
3
pemanfaatan lahan secara agroforestry. Kecenderungan petani menanam semua jenis memungkinkan terjadi pemanfaatan lahan yang tidak optimal. Program
HKm
harus
terdesentralisasi
dengan
melibatkan
dan
memperhatikan keinginan masyarakat setempat agar program berhasil dan tujuan HKm tercapai. Pemilihan jenis yang secara sosial diterima petani dan secara teknis dikenal oleh masyarakat dan bisa diterapkan di lapangan diharapkan dapat mendukung keberhasilan program HKm dalam mengembalikan fungsi hutan. Kombinasi optimal dicapai bila kemungkinan-kemungkinan pola tanam yang ada di lapangan mampu memberikan manfaat ekonomi dan ekologi. Perumusan Masalah Pola tanam agroforestry yang diterapkan oleh masyarakat di Desa Ngarip Kabupaten Tanggamus sebagian besar didominasi oleh tanaman kopi. Pola tanam tersebut harus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat dan manfaat ekologi bagi lingkungan. Hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sistem agroforestry memberikan manfaat ekonomi dan ekologi yang baik terutama dalam meningkatkan pendapatan penduduk dan memperbaiki kualitas lahan (Budidarsono & Wijaya 2000; Lyngbæk et al. 2001; Subagyono, Marwanto, Kurnia 2003; Buana, Suyanto dan Hairiah 2005; Utomo 2005; Arsyad 2006; Rajati et al. 2006; Banuwa 2008; Marwah 2008; Payan et al. 2009; Helton et al. 2010). Meskipun demikian, seberapa besar sistem agroforestry kopi mampu mencukupi kebutuhan hidup petani Desa Ngarip? Berdasarkan uraian di atas, permasalahan-permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah pola tanam di Desa Ngarip sudah optimal sesuai dengan tujuan HKm? 2) Bagaimanakah pola tanam yang optimal? 3) Bagaimanakah prospek pengembangan HKm dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani? Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu: 1) Mengidentifikasi pola tanam yang ada di lahan HKm 2) Merumuskan pola tanam optimal berdasarkan kebutuhan hidup layak petani 3) Mengidentifikasi prospek pengembangan HKm berdasarkan perspektif petani
4
Manfaat Penelitian mengenai optimalisasi pemanfaatan lahan HKm dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi dan sosial diharapkan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar hutan dan masukan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan untuk mewujudkan hutan lestari dan masyarakat sejahtera. Hipotesis 1) Pola tanam berdasarkan preferensi petani dan secara teknis bisa diterapkan di lapangan akan memberikan hasil optimal 2) Pengembangan HKm dengan pola tanam optimal dan dukungan potensi sosial ekonomi masyarakat akan meningkatkan peran HKm dalam mensejahterakan masyarakat Kerangka Pemikiran HKm bertujuan melestarikan hutan dan meningkatkan kesejahteraan petani melalui
pemanfaatan
lahan
optimal.
Pemanfaatan
lahan
optimal
mempertimbangkan tiga aspek penting, yaitu sosial, ekonomi dan ekologi. Aspek sosial melibatkan petani dalam pemilihan jenis berdasarkan preferensi petani. Jenis-jenis tanaman yang dipilih adalah jenis-jenis yang sudah dikenal dan disukai petani termasuk jenis-jenis yang sudah ada dan yang akan dikembangkan. Pemilihan jenis berdasarkan preferensi merupakan dasar dalam penentuan pola tanam yang akan dikembangkan. Petani menghadapi beberapa kendala dalam mengembangkan pola tanam yaitu kendala ekonomi dan ekologi. Kendala ekonomi yang dihadapi petani adalah ketersediaan modal dan HOK. Kendala ekologi yang dihadapi petani adalah jumlah tanaman maksimal yang dapat tumbuh optimal di lahan HKm. Berdasarkan dua kendala tersebut, pola tanam yang akan dikembangkan dioptimalkan menggunakan linear programming dengan tujuan memaksimalkan keuntungan pola tanam. Hasil analisis optimalisasi ini menghasilkan pola tanam optimal secara ruang, tetapi pola tanam ini perlu dievaluasi terhadap pemenuhan kebutuhan hidup layak (KHL) petani. Pola tanam optimal adalah pola tanam hasil optimalisasi yang mampu memenuhi standar kebutuhan hidup layak (KHL)
5
tertinggi. KHL petani bisa dipenuhi petani dengan menambah luas lahan atau tidak menambah luas lahan tergantung dari keuntungan pola tanam hasil optimalisasi. Petani tidak memerlukan tambahan luas lahan apabila keuntungan pola tanam hasil optimalisasi memenuhi KHL sebaliknya petani memerlukan tambahan luas lahan apabila keuntungan pola tanam hasil optimalisasi tidak memenuhi KHL. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.
Pemanfaatan lahan HKm belum optimal
Pemilihan jenis berdasarkan preferensi petani (sosial)
Ekonomi
Ekologi
Linear programming
Pola tanam optimal
Perlu menambah luas lahan
tidak
Keuntungan ≥ KHL ya
Tidak perlu menambah luas lahan
Gambar 1 Kerangka pemikiran optimalisasi pola tanam HKm.
6
7
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan
hutan
yang
bertujuan
untuk
memberdayakan
masyarakat
(meningkatkan nilai ekonomi, nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan masyarakat setempat), tanpa mengganggu fungsi pokoknya (meningkatkan fungsi hutan dan kawasan hutan, pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dengan tetap menjaga fungsi kawasan hutan (Cahyaningsih et al. 2006). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 menyatakan bahwa hutan kemasyarakatan adalah hutan yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat dan hanya diperuntukkan pada kawasan lindung dan kawasan hutan produksi. Hutan kemasyarakatan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Penyelenggaraan hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat. Kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi. Hutan kemasyarakatan memiliki manfaat untuk masyarakat, pemerintah maupun manfaat terhadap fungsi hutan dan restorasi habitat. Manfaat HKm untuk masyarakat adalah: (1) pemberian izin kelola HKm memberikan kepastian hak akses untuk turut mengelola kawasan hutan; (2) masyarakat atau kelompok tani HKm menjadi pasti untuk berinvestasi dalam kawasan hutan melalui reboisasi swadaya mereka. HKm menjadi sumber mata pencaharian dengan memanfaatkan hasil dari kawasan hutan. Keanekaragaman tanaman yang diwajibkan dalam kegiatan HKm menjadikan kalender musim panen petani menjadi padat dan dapat
8
menutupi kebutuhan sehari-hari rumah tangga petani HKm; (3) kegiatan pengelolaan HKm yang juga menjaga sumber-sumber mata air dengan prinsip lindung, berdampak pada terjaganya ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan rumah tangga dan kebutuhan pertanian lainnya; (4) terjalinnya hubungan dialogis dan harmonis dengan pemerintah dan pihak terkait lainnya. Diskusi-diskusi dan komunikasi yang dibangun dan dilakukan melalui kegiatan HKm telah menghasilkan komunikasi yang baik dan harmonis antar para pihak yang dulu merupakan sesuatu hal yang jarang ditemukan; (5) adanya peningkatan pendapatan non tunai (innatura atau berbentuk barang) dalam bentuk pangan dan papan. Manfaat HKm untuk pemerintah adalah: (1) kegiatan HKm memberikan sumbangan tidak langsung oleh masyarakat kepada pemerintah melalui rehabilitasi yang dilakukan secara swadaya dan swadana; (2) adanya peningkatan pendapatan pemerintah daerah untuk pembangunan hutan lestari masyarakat sejahtera; (3) kegiatan teknis di lahan HKm yang mewajibkan kelompok melakukan penerapan pengolahan lahan berwawasan konservasi (menerapkan terasering, guludan, rorak, dll) dan melakukan penanaman melalui sistem MPTS membawa perbaikan pada fungsi hutan; (4) kegiatan HKm berdampak kepada pengamanan hutan (menurunkan penebangan liar), kebakaran hutan, dan perambah hutan. Kegiatan pengamanan hutan tersebut tercantum dan merupakan bagian dari program kerja masing-masing kelompok HKm; (5) terlaksananya tertib hukum di lahan HKm (berdasarkan aturan dan mekanisme kerja kelompok). Manfaat HKm terhadap fungsi hutan dan restorasi hábitat adalah: (1) terbentuknya keanekaragaman tanaman (tajuk rendah, sedang, dan tinggi); (2) terjaganya fungsí ekologis dan hidrologis, melalui pola tanam campuran dan teknis konservasi lahan yang diterapkan; (3) terjaganya blok perlindungan yang dikelola oleh kelompok pemegang izin HKm, yang diatur melalui aturan main kelompok; (4) kegiatan HKm juga menjaga kekayaan alam flora dan fauna yang telah ada sebelumnya beserta habitatnya (Cahyaningsih et al. 2006).
9
Hasil-Hasil Penelitian Optimalisasi Lahan Penelitian mengenai optimalisasi lahan sistem agroforestry telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya disajikan pada Tabel 1 berikut: Tabel 1 Hasil penelitian terdahulu tentang optimalisasi lahan Nama
Metode
Lokasi
(tahun)
Hasil
análisis
Rauf
Kabupaten
Goal
Tipe agrosilvopastural dengan kombinasi
(2004)
Langkat Sumatera
programming
pepohonan/hutan, tanaman pertanian dan
Utara
rumput pakan ternak memberikan hasil optimal
Arunglangi
Tana Toraja
(2005)
Goal
Pola tanam optimal adalah pola yang
programming
memiliki keragaman tertinggi
Mandagi
Kecamatan
Linear
Pola
tanam
optimal
berdasarkan
(2005)
Bintauna Provinsi
programming
pertimbangan musim, unsur hara, hama penyakit dan sumberdaya yang tersedia
Sulawesi Utara
memberikan pendapatan optimal. Rajati
Hutan
Goal
Pola tanam yang memberikan hasil
(2006)
Cipadayungan,
programming
optimal adalah pola tanam berdasarkan
Kabupaten
dan USLE
pilihan masyarakat
Sumedang
Hasil-Hasil Penelitian Hkm Beberapa hasil penelitian tentang HKm telah dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil-hasil penelitian terdahulu tentang HKm Nama (tahun)
Lokasi
Zulfarina
Lampung
(2003)
Barat
Metode
Hasil
análisis Statistik
Terdapat hubungan yang positif antara persepsi dan partisipasi petani terhadap usaha pertanian konservasi
Susilawati
Lampung
Statistik
1) Semakin luas lahan yang dikelola petani,
(2009)
Barat
deskriptif dan
semakin besar daya dukung gizi yang diperoleh
inferensia
untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. 2) Semakin
beranekaragam
jenis
tanaman,
ketersediaan energi yang dihasilkan semakin besar
10
Agroforestry Sistem agroforestry adalah sistem penggunaan lahan yang mengintegrasikan tanaman pangan, pepohonan dan atau ternak secara terus-menerus ataupun periodik, yang secara sosial dan ekologis layak dikerjakan oleh petani untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan tingkat masukan dan teknologi rendah (Nair 1993). King (1979) diacu dalam Watanabe (1999) mendefinisikan bahwa agroforestry adalah sistem pengelolaan lahan berkelanjutan yang mampu meningkatkan produktivitas lahan secara total, mengkombinasikan tanaman pangan (termasuk tanaman tahunan), tanaman hutan dan atau ternak secara terusmenerus atau periodik pada lahan yang sama, mengaplikasikan tingkat pengelolaan yang bersaing dengan kebudayaan masyarakat di sekitarnya. Semua definisi agroforestry di atas mengimplikasikan bahwa: 1) Terdapat interaksi yang kuat, baik kompetitif maupun komplementer antara komponen pohon-pohonan dan bukan pepohonan 2) Terdapat perbedaan yang nyata antara masing-masing komponen agroforestry dalam dimensi fisik, umur dan penampilan fisiologi 3) Agroforestry umumnya mengintegrasikan dua atau lebih jenis tanaman (atau tanaman dan ternak), dimana paling tidak salah satunya merupakan tanaman berkayu 4) Agroforestry selalu mempunyai dua atau lebih hasil 5) Siklus agroforestry selalu lebih dari satu tahun 6) Walaupun dalam bentuk sederhana, secara ekologi dan ekonomi agroforestry lebih kompleks dibandingkan dengan usahatani monokultur 7) Agroforestry dapat diterapkan pada lahan-lahan yang berlereng curam, berbatu-batu, berawa-rawa, ataupun tanah marjinal dimana sistem usahatani lainnya kurang cocok. Pada saat ini dikenal empat jenis agroforestry, yaitu tanaman sela, talun, kebun campuran, pekarangan, tanaman pelindung dan pagar hidup. Empat jenis agroforestry itu adalah (Santoso et al. 2004): Tanaman sela Ada dua model pertanaman sela, yaitu pertanaman sela terus menerus dan pertanaman sela periodik dilihat dari perkembangan tajuk tanaman tahunan.
11
Pertanaman sela terus-menerus adalah penanaman tanaman semusim atau menahun, palawija, atau rumput pakan diantara tanaman tahunan yang sudah menghasilkan. Tajuk tanaman tahunan tidak rapat sehingga memungkinkan untuk membudidayakan tanaman lainnya yang memiliki tajuk lebih rendah dari tanaman tahunan. Pengaturan tanaman dilakukan sedemikian rupa, sehingga interaksi antar tanaman tidak saling merugikan. Penanaman kakao, pisang, ubi kayu, padi gogo, nanas, atau jagung diantara barisan kelapa adalah salah satu contoh pertanaman sela terus-menerus. Tanaman sela sementara adalah penanaman tanaman pangan semusim, palawija atau rumput pakan diantara tanaman tahunan yang tajuknya belum menutupi seluruh permukaan tanah. Tanaman semusim tidak dapat dibudidayakan lagi jika tajuk tanaman tahunan sudah menutupi seluruh permukaan tanah. Teknik tanaman sela berkembang pesat di daerah perkebunan dengan tujuan untuk memberikan penghasilan yang cepat kepada petani selama menunggu tanaman perkebunan menghasilkan atau memberikan pendapatan tambahan dari tanaman tahunan yang tajuknya tidak menutupi seluruh permukaan tanah. Beberapa keuntungan dari pertanaman sela adalah memberikan pendapatan dalam waktu singkat kepada petani pengelola kebun, mencegah pertumbuhan gulma yang dapat merugikan tanaman tahunan dan meringankan pemeliharaan tanaman tahunan karena pemberian pupuk dan pengendalian hama/penyakit tanaman sela meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi gangguan hama/penyakit bagi tanaman tahunan. Kekurangan dari sistem tanaman sela adalah tanaman semusim atau tanaman bertajuk rendah dapat menjadi inang hama/penyakit yang menyerang tanaman tahunan. Tanaman sela dengan tanaman semusim hanya cocok diterapkan pada lahan dengan lereng < 30% karena pada lereng yang lebih curam akan mempercepat erosi dan memerlukan banyak tenaga dan biaya. Talun Talun adalah lahan di luar areal pemukiman yang ditumbuhi oleh tanaman hutan dan tanaman tahunan lainnya. Komponen tanamannya tumbuh sendiri sehingga proporsi jarak tanamnya tidak teratur. Sistem ini lebih menyerupai hutan sekunder yang tumbuh setelah hutan primer dibuka, ditanami tanaman pangan dan setelah beberapa tahun ditinggalkan karena produktivitas lahannya rendah. Talun
12
berasosiasi erat dengan perladangan berpindah di daerah Sumatera dan Kalimantan yang pada umumnya menumbuhkan hutan karet rakyat. Kebun campuran Kebun campuran mirip dengan talun, tetapi komponen tanaman hutan dan tanaman tahunan lainnya sengaja ditanam. Jenis tanaman tahunan yang sengaja ditanam antara lain petai, jengkol, aren, melinjo, sengon, dan buah-buahan. Sebagian lahan kadang-kadang ditanami dengan tanaman pangan semusim tetapi komponen tanaman tahunan dalam sistem kebun campuran lebih dominan dibandingkan dengan tanaman semusim. Kebun campuran dikenal dengan istilah Taungya di Filipina, India dan Kenya, yang berarti sehamparan lahan di daerah pegunungan. Sistem ini disebut tegalan jika proporsi tanaman semusim lebih luas daripada tanaman tahunan. Pekarangan Pekarangan adalah penanaman tanaman tahunan dan tanaman pangan semusim atau menahun serta sering dikombinasikan dengan pemeliharaan ternak terutama jenis ruminansia dan unggas di sekitar rumah. Sistem ini berkembang baik di daerah transmigrasi, dimana untuk setiap rumah tangga disediakan lahan pekarangan sekitar 0,25 hektar untuk ditanami tanaman tahunan, tanaman pangan, tanaman obat-obatan, dan sering diiringi dengan pembuatan kandang ternak ruminansia dan unggas. Tanaman pelindung Tanaman pelindung adalah tanaman tahunan bertajuk tinggi yang sengaja ditanam dengan tujuan untuk melindungi tanaman semusim atau tanaman perkebunan bertajuk rendah (perdu) dari kelebihan intensitas sinar matahari dan pengaruh buruk dari angin dingin. Proporsi tanaman pelindung lebih sedikit daripada tanaman yang dilindungi dan dipilih tanaman jenis leguminosa berkayu untuk mengurangi persaingan unsur hara dengan tanaman yang dilindungi. Tanaman Erythrina sp. yang ditanam di sela-sela barisan tanaman kopi merupakan salah satu contoh tanaman pelindung. Persyaratan tanaman pelindung adalah:
13
1) Memiliki tajuk tinggi 2) Memiliki perakaran yang dalam sehingga dapat mendaur ulang unsur hara dari lapisan tanah yang dalam, dan mengurangi persaingan dengan tanaman pokok 3) Termasuk jenis legume berkayu, sehingga dapat memfiksasi nitrogen dari udara untuk tanaman pokok 4) Tidak mudah rebah atau patah sehingga tanaman pokok tidak mengalami kerusakan 5) Mampu mengurangi kerusakan tanaman pokok dari pengaruh jelek angin terutama di daerah beriklim kering dan kena pengaruh angin dingin dari Benua Australia Pagar hidup Pagar hidup adalah barisan tanaman tahunan jenis perdu
atau pohon
sepanjang batas pemilikan lahan yang ditanam dengan jarak tanam rapat, dipangkas pada ketinggian
1,5 - 2 m. Pagar hidup dapat berfungsi sebagai
pencegah orang, ternak pemakan rumput/tanaman masuk ke lahan dan merusak tanaman, sumber pakan ternak serta menahan erosi selain sebagai batas pemilikan lahan. Persyaratan yang diperlukan untuk tanaman pagar hidup adalah: 1) Berperakaran dalam, sehingga dapat mendaur ulang unsur hara dari lapisan tanah yang dalam, mengurangi persaingan dengan tanaman pokok, dan mampu mencegah erosi 2) Tahan dipangkas secara periodik 3) Menghasilkan banyak bahan hijauan segar untuk pakan ternak atau menghasilkan banyak bahan kayu bakar 4) Bukan sebagai inang hama/penyakit bagi tanaman pokok 5) Untuk daerah beriklim kering seperti di Nusa Tenggara, dipilih tanaman yang tahan kering, sehingga tidak mati selama kemarau panjang 6) Diusahakan dari jenis legume perdu karena kualitas pakan ternak akan lebih baik dan dapat memfiksasi nitrogen dari udara untuk tanaman pokok. Klasifikasi agroforestry Klasifikasi pola agroforestry dapat dilakukan berdasarkan struktur, fungsi, sosial ekonomi, dan ekologi (Watanabe 1999). Klasifikasi berdasarkan struktur menunjukkan komponen-komponen yang menyusun pola tersebut, misalnya
14
tanaman pertanian, tanaman kehutanan dan ternak, sedangkan klasifikasi berdasarkan fungsi menunjukkan peranan dari pola agroforestry yang meliputi peranan produksi atau peranan proteksi. Klasifikasi agroforestry menunjukkan tingkat input yang digunakan (input rendah, input tinggi) atau intensitas pengelolaan dan tujuan komersil (subsisten, komersil atau setengah komersil) berdasarkan sosial ekonomi, sedangkan berdasarkan ekologi menunjukkan kondisi lingkungan dan kesesuaian ekologis dari pola tersebut, misalnya suatu kelompok pola agroforestry yang sesuai untuk dataran tinggi tropis, wilayah semi-arid dan lain-lain. Agroforestry dapat dibagi berdasarkan struktur atau komponenkomponen yang menyusunnya sebagai berikut (Sukandi et al. 2002): a. Kombinasi
antara
pohon-pohonan
dan
tanaman
pertanian
disebut
agrisilviculture b. Kombinasi antara pohon-pohonan dengan tanaman pakan ternak dan atau ternak disebut silvopasture c. Kombinasi antara pohon-pohonan, tanaman pertanian, tanaman pakan ternak dan atau ternak disebut agrosilvopasture d. Kombinasi yang lain, diantaranya adalah pohon-pohonan dengan kegiatan perikanan (silvofishery) atau pohon-pohonan dengan kegiatan perlebahan. Pola Tanam Pola tanam dalam agroforestry sangat spesifik karena menyangkut berbagai komponen yang berbeda di dalamnya. Prinsip pola tanam dalam sistem agroforestry adalah bagaimana memanfaatkan ruang dan waktu secara optimal sehingga unsur-unsur hara, air dan cahaya dapat dimanfaatkan secara optimal pula. Usaha pemanfaatan ruang secara optimal dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya pengaturan jarak tanam, tata letak tanaman, perkembangan lapisan tajuk dan perakaran. Optimalisasi pemanfaatan unsur waktu dilakukan antara lain dengan pengaturan waktu tanam dan panen. Pengaturan ruang dan waktu yang optimal diharapkan komponen yang satu tidak akan menekan komponen yang lain, malah sebaliknya terjadi saling menunjang antar komponen. Pola tanam dalam sistem agroforestry diatur sedemikian rupa sehingga pada tahap awal (faktor naungan belum menjadi masalah) beberapa komponen dapat
15
tumbuh bersamaan dalam satu lapisan tajuk. Sistem agroforestry akan menyerupai ekosistem hutan pada tahap lanjut yang terdiri dari banyak lapisan tajuk (multistrata). Lapisan tajuk atas ditempati oleh jenis-jenis dominan, di bawahnya ditempati oleh jenis-jenis yang kurang dominan yang tahan setengah naungan, kemudian lapisan bawah ditempati oleh jenis-jenis tahan naungan. Pola tanam adalah sistem pengaturan pertanaman berdasarkan distribusi curah hujan, baik pola tanam monokultur maupun tumpang sari pada tanaman seumur pada sebidang tanah sebagai salah satu strategi untuk menjamin keberhasilan usaha tani lahan kering (Santoso et al. 2004). Perencanaan Tanaman Banyak usahatani yang disusun berdasarkan pengalaman. Kebanyakan dari petani yang menggunakan cara ini dibesarkan di daerah tempat ia berusahatani sekarang. Praktek-praktek usahataninya tidak berbeda dengan praktek-praktek yang berlaku di daerah tersebut.
Perencanaan tanaman dilakukan untuk
menentukan jenis tanaman yang akan diusahakan. Beberapa syarat yang harus dipenuhi tanaman tersebut adalah (Soeharjo dan Patong 1973): 1) Dapat menambah atau mempertahankan kesuburan tanah Tiap unit tanah harus dipertahankan kesuburannya. Salah satu jalan adalah dengan rotasi, baik yang sifatnya pendek maupun lama. Pergiliran tanaman yang baik akan memperbaiki struktur dan menjaga kesuburan tanah. Tanaman-tanaman yang dipilih sebagai tanaman kedua adalah tanaman yang memang sifatnya menambah kesuburan tanah. Tanaman-tanaman jenis leguminosa seperti kacang tanah, kedele adalah tanaman-tanaman yang dapat menambah kesuburan tanah. Pergiliran tanaman juga bisa didasarkan atas tanaman yang intensif dan ekstensif. 2) Komplementer dan suplementer satu sama lain Tanaman-tanaman yang diusahakan hendaknya saling meninggikan hasil antara satu dengan lainnya atau sekurang-kurangnya tidak mengurangi hasil tanaman lainnya, terutama penggunaan alat-alat dan tenaga kerja. Tanaman yang intensif dapat diusahakan bersama-sama dengan tanaman yang ekstensif, sehingga penggunaan tenaga kerja dan alat-alat tidak saling bersaing.
16
Absorpsi tenaga kerja pada saat-saat tertentu tidak selalu harus oleh tanaman. Ternak dapat juga mengabsorpsi tenaga kerja. 3) Menggunakan kerja keluarga dengan efisien Salah satu tujuan dari penyusunan rencana tanaman adalah menghitung jumlah kerja produktif. Tembakau dan kentang misalnya, memerlukan lebih banyak kerja per hektar daripada jagung. Jumlah jam yang diperlukan per hektar menjadi sangat berkurang setelah penemuan mesin-mesin pertanian, terutama mesin-mesin serbaguna. 4) Dalam permintaan pasar Syarat ini berlaku terutama bagi usahatani-usahatani yang bertujuan menjual hasilnya ke pasar. Faktor harga sangat berkaitan erat dengan permintaan. Seorang pengusaha harus dapat membedakan antara perubahan-perubahan harga yang sifatnya sementara dan yang relatif kekal. Perencanaan tanaman memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan ternak yang dapat diusahakan. Hasil tanaman tertentu mencerminkan jernis ternak tertentu pula. Perencanaan tanaman harus disertai dengan anggaran biaya atas tindakantindakan dan hasil yang akan diterima karena tindakan tersebut. Anggaran biaya ini menggambarkan taksiran pengeluaran total dan taksiran penerimaan total dari usahatani. Anggaran biaya ini dihitung berdasarkan analisis ekonomi sehingga dalam beberapa hal nilai total biaya bisa menjadi lebih besar dari total penerimaan. Taksiran pengeluaran total dimulai dari perhitungan penggunaan bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, penyusutan alat dan pajak. Taksiran penerimaan total dihitung berdasarkan taksiran produksi tanaman jika tanaman tersebut sudah menghasilkan dengan memperhatikan variasi harga apakah harga untuk jangka pendek atau untuk jangka panjang. Kebutuhan Tenaga Kerja Jumlah kerja yang dibutuhkan pada usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Soeharjo dan Patong 1973): 1) Tingkat perkembangan usahatani Jumlah kerja yang dicurahkan untuk operasi usahataninya relatif kecil pada usahatani yang tujuannya mencukupi kebutuhan keluarga. Tambahan kerja
17
diperlukan lebih banyak pada usaha tani yang telah banyak menggunakan input modern.
Hasil yang lebih baik diperoleh dengan melakukan
pemeliharaan, penyiangan, pengaturan air, pemberantasan hama penyakit, pemupukan dan sebagainya. 2) Jenis tanaman yang diusahakan Setiap jenis tanaman memerlukan kerja yang berbeda. Berdasarkan kebutuhan kerja yang berbeda, tanaman dapat digolongkan dalam: a) Tanaman yang memerlukan kerja intensif, terutama terdiri dari tanamantanaman semusim b) Tanaman yang tidak memerlukan kerja yang banyak terutama terdiri dari tanaman tahunan. Setiap jenis tanaman dari setiap golongan juga memerlukan kerja yang berbeda, misalnya tanaman padi memerlukan kerja yang lebih banyak daripada tanaman palawija. Tanaman keras juga membutuhkan hari kerja yang berbeda dalam satu tahun. Tabel 3 menunjukkan perbedaan jumlah kerja yang dibutuhkan untuk pekerjaan membersihkan tanaman, menyiang, peremajaan dan panen. Tabel 3 Jumlah hari kerja yang dicurahkan per hektar tanaman jangka panjang di Maluku tahun 1972 Eugenia aromatica Tanaman No Desa (HKP) Kelapa (HKP) (HKP) campuran (HKP) 1 Jailolo 47 2 Oba 34,9 3 Wahai 58,1 4 Tanimbar 50,4 5 Makian 13,9 6 Saparna 36,3 7 Tiharu 96,1 8 P. Ambon 94,7 HKP = Hari kerja pria Sumber : Masalah usahatani kelapa dan Eugenia aromatica, lokakarya dalam metode penelitian ilmu-ilmu sosial perdesaan, Departemen Sosek IPB
3) Topografi dan jenis tanah Pengusahaan tanah miring dan bergunung lebih berat daripada tanah datar. Pengusahaan tanah liat lebih berat dari pada tanah-tanah pasir.
18
Perencanaan Linear Programming untuk Usahatani Perencana harus menyusun perencanaan tanaman yang memenuhi beberapa persyaratan. Kegiatan pertanaman merupakan kegiatan proses produksi yang tergantung atau banyak dipengaruhi oleh faktor eksogenous di luar kontrol pengelola dengan demikian aspek ketidakpastian perlu diperhitungkan. Kegiatan pertanaman ini juga melibatkan banyak orang yang tidak terstandarkan, memiliki banyak produsen dan tersebar dan sebagian besar produkya adalah perishable (Soeharjo dan Patong 1973). Linear programming pada dasarnya menentukan penggunaan yang paling menguntungkan dari sumber-sumber pertanian dengan kendala keterbatasan faktor atau sumber itu sendiri dan mampu menunjukkan pendugaan pendapatan dari alternatif yang dipilih. Hubungan produk-produk input-input dan input produk muncul dalam masalah perencanaan usahatani (Soekartawi 1992). Ilmu usahatani adalah ilmu eknomi yang mempelajari bagaimana sumberdaya yang terbatas dapat memenuhi kehendak yang tidak terbatas. Keputusan ekonomi atau pilihan akan melibatkan tujuan, sumberdaya atau faktor dengan pembatasnya atau kendalanya untuk dapat menjangkau tujuan dan kemungkinan alternatif penggunaan sumber daya itu untuk mencapai tujuan (Hernanto 1996). Linear programming adalah salah satu pendekatan matematika yang paling sering digunakan dan diterapkan dalam keputusan-keputusan manajerial. Tujuan dari linear programming adalah untuk menyusun suatu model yang dapat dipergunakan untuk membantu pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi yang optimal dari sumber daya perusahaan ke berbagai alternatif (Muslich 2009). Model adalah penggambaran atau tiruan dunia nyata. Keputusan optimal dari sebuah model mungkin merupakan keputusan terbaik bagi keadaan nyata, namun mungkin juga bukan. Hal itu sangat tergantung kepada kemampuan model untuk mewakili persoalan atau sistem yang sedang dianalisis.
Penyelesaian
optimal yang dihasilkan oleh sebuah model adalah penyelesaian matematis sehingga hasil tersebut hendaknya ditafsirkan dan kebijaksanaan dapat dibuat berdasar hasil-hasil perhitungan tersebut. Langkah untuk membuat peralihan dari realita ke model kuantitatif dinamakan perumusan model.
Perumusan model
19
merupakan hal pertama yang tidaklah mudah dilakukan. Pemahaman terhadap unsur-unsur model akan sangat membantu mengatasi kesulitan ini. Unsur-unsur tersebut adalah (Siswanto 2007): 1) Variabel keputusan Variabel keputusan adalah variabel persoalan yang akan mempengaruhi nilai tujuan yang hendak dicapai. Penemuan variabel keputusan tersebut harus dilakukan terlebih dahulu sebelum merumuskan fungsi tujuan dan kendalakendalanya di dalam proses permodelan. 2) Fungsi tujuan Tujuan yang hendak dicapai harus diwujudkan ke dalam sebuah fungsi matematika linear dalam linear programming. Fungsi itu dimaksimumkan atau diminimumkan terhadap kendala-kendala yang ada. 3) Fungsi kendala Manajemen menghadapi berbagai kendala untuk mewujudkan tujuantujuannya. Kenyataan tentang eksistensi kendala-kendala tersebut selalu ada. Kendala dapat diumpamakan sebagai suatu pembatas terhadap kumpulan keputusan yang mungkin dibuat dan harus dituangkan ke dalam fungsi matematika. Ada tiga macam kendala sesuai dengan dengan dalil matematika yaitu: 1. Kendala berupa pembatas 2. Kendala berupa syarat 3. Kendala berupa keharusan Ketiga macam kendala tersebut akan selalu dijumpai di dalam setiap susunan kendala kasus pemrograman linear, baik yang sejenis maupun gabungan dari ketiganya. Linear programming adalah sebuah metode matematis yang berkarakteristik linear untuk menemukan suatu penyelesaian optimal dengan cara memaksimukan atau meminimumkan fungsi tujuan terhadap satu susunan kendala.
20
21
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Ngarip, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung selama dua bulan yaitu dari bulan Juli sampai dengan Agustus 2011. Desa ini dipilih secara sengaja menjadi wilayah penelitian karena beberapa pertimbangan, yaitu berada di Kabupaten Tanggamus yang merupakan wilayah pengembangan HKm, memiliki kelengkapan data pendukung yang baik dan desa ini telah mendapatkan izin HKm pada tahun 2007. Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan terdiri dari data primer dan data sekunder yang meliputi data biofisik dan sosial ekonomi. Data primer terdiri dari data vegetasi dan data sosial ekonomi dalam kondisi aktual dan kondisi yang direncanakan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara terstruktur dan semi terstruktur dan studi literatur. Data sekunder meliputi data iklim (curah hujan, suhu, ketinggian tempat) dan jenis tanah. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu Kecamatan Ulu Belu, Pekon Ngarip, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanggamus, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, BPS, BPDAS Provinsi Lampung, literatur-literatur dan institusi yang terkait. Data biofisik yang dperlukan dalam penelitian ini adalah data vegetasi meliputi jenis dan jumlah tanaman. Data sosial ekonomi meliputi: (1) jumlah anggota keluarga (jenis kelamin, usia, pekerjaan dan tingkat pendidikan), (2) luas lahan (lahan HKm dan lahan milik), (3) status kepemilikan, (4) produksi usahatani, biaya dan pendapatan dari seluruh komponen usahatani aktual per tahun, (5) pendapatan dan biaya dari usahatani yang direncanakan per tahun (6) input produksi meliputi bibit, pupuk, pestisida, peralatan dan jumlah tenaga kerja (HOK) yang digunakan, (7) total pendapatan petani dan (8) total pengeluaran petani. (9) persepsi dan perspektif petani terhadap HKm. Sasaran, metode dan kegunaan data disajikan pada Tabel 4.
22
Tabel 4 Sasaran, metode dan kegunaan data No 1 2 3
4
5
Sasaran pengumpulan data Jenis tanaman dan pola tanam di lahan HKm (aktual) Jenis tanaman dan pola tanam yang direncanakan Sosial dan ekonomi (produksi, biaya, pendapatan dan pengeluaran) dari usahatani aktual dan luar usahatani Sosial dan ekonomi (produksi, biaya dan pendapatan) dari usahatani yang direncanakan Persepsi dan perspektif petani
Metode pengumpulan data Pengamatan langsung secara deskriptif Wawancara terstruktur (kuisioner) Wawancara terstruktur (kuisioner)
Wawancara terstruktur (kuisioner)
Wawancara semi terstruktur (kuisioner)
Kegunaan data Untuk mengetahui jenis pola tanam aktual Untuk mengetahui jenis pola tanam yang direncanakan Untuk menentukan karakteristik sosial ekonomi, ukuran garis kemiskinan, kebutuhan hidup layak, kebutuhan luas lahan dan modal yang tersedia Untuk menentukan pola tanam optimal dan kebutuhan luas lahan Untuk mengetahui prospek pengembangan HKm
Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel pola tanam dilakukan secara purposive sampling. Responden yang diambil sebagai sampel adalah petani yang memiliki lahan HKm dan memiliki pola tanam yang berbeda. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian minimal sebanyak 30 sampel (Sugiyono 2009). Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 66 responden dan tersebar di berbagai pola tanam. Analisis Pola tanam Analisis pola tanam dilakukan terhadap pola tanam aktual dan pola tanam yang direncanakan. Analisis pola tanam aktual dilakukan dengan mengamati jenis tanaman, jumlah setiap jenis dan pola tanam secara langsung di lapangan. Analisis pola tanam yang direncanakan dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: 1) Identifikasi jenis tanaman yang ingin dikembangkan Identifikasi jenis tanaman dilakukan terhadap jenis-jenis tanaman yang ingin dikembangkan oleh petani secara deskriptif. Jenis tanaman tersebut dikelompokkan berdasarkan kelompok tanaman tajuk tinggi, sedang dan rendah. 2) Identifikasi pola tanam yang direncanakan Hasil identifikasi jenis digunakan untuk mengidentifikasi pola tanam yang direncanakan petani.
23
3) Analisis keuntungan pola tanam yang direncanakan Analisis keuntungan merupakan taksiran keuntungan yang akan diterima petani dari pola tanam-pola tanam yang direncanakan pada saat semua tanaman telah berproduksi. Analisis keuntungan dilakukan terhadap jenis tanaman yang ingin dikembangkan petani menggunakan analisis anggaran arus uang tunai (cash flow analysis) yang terdiri dari penerimaan, biaya dan pendapatan (Soeharjo dan Patong 1973, Newnan 1990, Sinaga 1992, Brigham dan Gapenski 1991, Mulyadi 1992, Soekartawi 2002, Umar 2003). Perhitungan keuntungan per jenis tanaman ditentukan dengan struktur sebagai berikut: 1. Total penerimaan per jenis tanaman (TR) merupakan perkalian antara produksi tanaman dengan harga produk yang akan diterima ketika sudah menghasilkan dan dihitung dengan persamaan sebagai berikut: TR = YP Keterangan: TR= penerimaan per jenis tanaman (Rp/btg) Y = jumlah produksi tanaman (kg/btg) P = harga komoditas tanaman (Rp/btg) 2. Total biaya per jenis tanaman (TC) merupakan semua rencana biaya yang dikeluarkan oleh petani selama proses produksi baik langsung maupun tidak langsung untuk setiap jenis tanaman. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap meliputi pajak lahan, iuran kelompok dan lainlain. Biaya tidak tetap meliputi biaya bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, pengangkutan dan lain-lain. Total biaya per jenis tanaman dihitung dengan persamaan sebagai berikut: TC = FC + VC Keterangan: TC = total biaya per jenis tanaman (Rp/btg) FC = biaya tetap (Rp/btg) VC = biaya tidak tetap (Rp/btg) 3. Keuntungan per jenis tanaman Keuntungan per jenis tanaman adalah selisih antara total penerimaan dan total biaya yang dapat dirumuskan dengan persamaan berikut:
24
Π = TR – TC Keterangan: Π = keuntungan per jenis tanaman (Rp/btg) Harga komoditas dan produktivitas tanaman menggunakan data-data yang berlaku di lapangan pada saat penelitian. Harga komoditas menggunakan harga-harga yang berlaku di tingkat petani. Harga komoditas diperoleh melalui literatur, wawancara atau menggunakan harga di tempat lain yang terdekat jika tanaman belum berproduksi. Data produktivitas tanaman diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan literatur. 4) Analisis optimalisasi Analisis optimalisasi dilakukan terhadap masing-masing pola tanam yang direncanakan petani dengan beberapa pendekatan dan asumsi sebagai berikut: a) Hubungan antar variabel penentu adalah linear untuk fungsi yang dioptimalkan dan kendala-kendala b) Produktivitas dan harga dianggap konstan c) Selera petani terhadap jenis dianggap tetap d) Modal usaha tani yang dibutuhkan menggunakan pendekatan biaya yang digunakan selama proses produksi yang direncanakan petani e) Perhitungan optimalisasi dinilai pada tahun ke-7, yaitu ketika semua jenis tanaman telah berproduksi dan diasumsikan semua tanaman dapat hidup f) Ketentuan jumlah tanaman tajuk rendah yang dapat hidup di bawah naungan kopi dianggap sama di bawah semua jenis tanaman tajuk sedang lainnya. g) Jarak tanam semua tanaman tajuk sedang diasumsikan sama Analisis optimalisasi menggunakan linear programming dengan dua kelompok persamaan, yaitu persamaan fungsi tujuan dan persamaan kendala fungsional dengan struktur data sebagai berikut (Bungiorno dan Gilles 2003): a) Variabel keputusan (decision variable) Variabel keputusan adalah jumlah tanaman ke-i yang dinotasikan dalam Xi dalam satuan batang per hektar. b) Fungsi tujuan Fungsi tujuan dalam model ini adalah memaksimumkan keuntungan (Z) dengan rumus sebagai berikut:
25
𝑛𝑛
Keterangan:
� Πi𝑋𝑋i ≥ Z 𝑖𝑖=1
Πi = keuntungan tanaman ke-i (Rp/btg) Xi = jumlah tanaman ke-i (Btg/ha) Z = jumlah keuntungan seluruh tanaman (Rp/ha/th) c) Kendala Fungsional Kendala-kendala fungsional pada model ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1
Ketersediaan modal Perhitungan modal menggunakan pendekatan biaya (cost approach). Perhitungan modal dalam penelitian ini meliputi biaya-biaya yang digunakan selama proses produksi seperti biaya bibit, pupuk, obat-obatan, upah tenaga kerja, alat-alat pertanian, pajak lahan dan lain-lain. Pola tanam yang direncanakan tidak melebihi jumlah modal yang dimiliki petani (Mi ≤ M).
2
Ketersediaan HOK Ketersediaan HOK adalah jumlah hari kerja yang tersedia untuk mengelola usahatani tertentu dengan satuan hari orang kerja (HOK). Ketersediaan HOK setiap jenis dihitung sehingga diperoleh total kebutuhan HOK setiap pola agroforestry. Jumlah HOK pola tanam yang direncanakan harus melebihi jumlah HOK yang tersedia agar pola tanam terbentuk (HOKi ≥ HOK).
3
Kendala jumlah tanaman per hektar Jumlah tanaman harus disesuaikan dengan kapasitas lahan menumbuhkan tanaman yang optimal. Jumlah tanaman minimal ditentukan berdasarkan jumlah tanaman aktual yang ada di lahan petani maupun dari studi literatur. Jumlah minimal tanaman tajuk sedang adalah 1.300 tanaman per hektar dan jumlah maksimal adalah 1.600 tanaman per hektar. Penentuan jumlah ini berdasarkan jarak tanam yang dianjurkan oleh Dirjen Perkebunan 2006 untuk tanaman kopi. Jumlah maksimal tanaman tajuk tinggi adalah 150 batang per hektar. Penentuan ini berdasarkan tabel tegakan jenis kayu industri pada akhir daur (Suharlan et al. 1975). Komposisi MPTS dan kayu-kayuan menggunakan perbandingan 70% dan 30%. Jumlah maksimal tanaman tajuk rendah adalah 3.200 batang per hektar. Penentuan jumlah ini berdasarkan hasil wawancara
26
dengan petani yang mengemukakan bahwa penanaman tumpang sari tanaman tajuk rendah yang baik dilakukan dengan perbandingan 2 : 1 terhadap tanaman kopi, artinya dua tanaman tajuk rendah dinaungi oleh satu tanaman kopi. Penaung tidak hanya tanaman kopi, tetapi semua tanaman tajuk sedang. Analisis Ukuran Garis kemiskinan Ada tiga metode yang sering digunakan dalam melihat standar kemiskinan suatu rumah tangga atau seseorang. Pertama, ukuran garis kemiskinan menurut Sajogyo; kedua, ukuran garis kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik (BPS); ketiga, ukuran garis kemiskinan menurut Bank Dunia. Ukuran garis kemiskinan atau ukuran kebutuhan fisik minimum (KFM) menurut Sajogyo dihitung berdasarkan nilai tukar beras per kapita per tahun, yaitu 240 - 320 kilogram ×
harga beras (Rp/kg). Harga beras yang berlaku di daerah penelitian pada tahun 2011 adalah Rp 6.500 sehingga ukuran garis kemiskinan menurut Sajogyo adalah
Rp 130.000 - Rp 173.000. Ukuran garis kemiskinan menurut BPS (2010) yaitu Rp 189.000. Ukuran ini dinilai untuk tahun 2011 (future value) dengan mempertimbangkan tingkat inflasi rata-rata, dalam penelitian ini rata-rata diambil selama 3 tahun terakhir (tahun 2009, 2010 dan 2011). Tingkat inflasi rata-rata sebesar 4,5 (BPS 2011). Ukuran garis kemiskinan menurut Bank Dunia US$1 dan Bank Dunia US$2 per kapita per hari adalah Rp 8.900 dan Rp 17.800. US$1 sama dengan Rp 8.900 pada bulan November 2011 (Kemendag 2011). Ukuranukuran garis kemiskinan tersebut akan dibandingkan dengan total pendapatan aktual petani untuk mengetahui standar garis kemiskinan di wilayah penelitian. Total pendapatan aktual petani terdiri dari pendapatan dari lahan HKm, lahan milik, usaha ternak, tukang, buruh tani, penjualan kayu bakar, jasa transportasi, pembantu rumah tangga dan usaha lainnya. Satuan yang digunakan disamakan dalam rupiah per kapita per bulan pada tahun 2011. Analisis Kebutuhan Hidup Layak Kebutuhan hidup layak (KHL) petani adalah kebutuhan petani meliputi pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, keagamaan, rekreasi, kegiatan sosial dan tabungan hari tua. KHL aktual diukur pada setiap pola tanam
27
berdasarkan biaya yang dikeluarkan petani untuk memenuhi kebutuhan pangan, pendidikan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, keagamaan, rekreasi, tabungan dan kegiatan sosial. KHL aktual akan dibandingkan dengan standar KHL. Standar KHL adalah 250% dari ukuran garis kemiskinan tertinggi. KHL tertinggi dijadikan dasar dalam penentuan kebutuhan luas lahan yang seharusnya dimiliki petani. Penggunaan standar KHL tertinggi bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Desa Ngarip. Analisis Luas Lahan untuk Pemenuhan KHL Analisis kebutuhan luas lahan dilakukan terhadap pola tanam aktual dan pola tanam hasil optimalisasi. Pola tanam optimal adalah pola tanam hasil optimalisasi yang mampu memenuhi standar KHL. Standar KHL dipenuhi dengan menambah luas lahan atau tidak menambah luas lahan tergantung dari keuntungan pola tanam hasil optimalisasi. Petani perlu menambah luas lahan apabila keuntungan pola tanam aktual dan hasil optimalisasi tidak memenuhi standar KHL tertinggi (
KHL π
≥ 1). Analisis kebutuhan luas lahan dihitung dengan
persamaan sebagai berikut:
Keterangan:
Lm =
KHL π
× 1 hektar
KHL = Kebutuhan hidup layak (Rp/KK/tahun) Lm
= Luas lahan minimal (ha)
π
= Keuntungan dari lahan HKm (Rp) Analisis Prospek Pengembangan HKm Analisis mengenai prospek pengembangan HKm dilakukan secara
deskriptif. Penilaian persepsi petani terhadap peranan HKm dalam meningkatkan kesejahteraan dilakukan sebagai dasar untuk melihat prospek pengembangan HKm ke depan. Persepsi petani terhadap HKm muncul dari pengalamanpengalaman petani. Petani akan menilai baik atau buruk HKm berdasarkan pengalaman mereka selama mengelola lahan HKm. Kontribusi pendapatan dari lahan HKm terhadap total pendapatan petani perlu diketahui. Kontribusi pendapatan yang tinggi akan memberikan pandangan positif terhadap HKm,
28
sebaliknya kontribusi yang rendah akan menimbulkan pandangan negatif terhadap HKm. Persepsi positif akan memunculkan harapan-harapan, keinginankeinginan dan dorongan-dorongan untuk mengembangkan HKm berdasarkan perspektif mereka.
29
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Umum Desa Ngarip Batas Administrasi Wilayah Desa Ngarip merupakan wilayah penelitian yang berada di Kecamatan Ulu Belu Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung dengan luas wilayah 3.600 ha. Adapun batas administrasi wilayah meliputi: 1. Sebelah utara berbatasan dengan hutan lindung register 32 2. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukamaju 3. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Muara Dua/Pagar Alam 4. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Penantian Iklim Wilayah penelitian sebagian besar merupakan dataran tinggi dan berada pada ketinggian antara 850 – 1.200 meter di atas permukaan laut. Jumlah curah hujan berkisar antara 1.500 -2.300 mili meter dengan jumlah bulan basah sebanyak 6 bulan dan suhu rata-rata adalah 22oC (Pekon Ngarip 2010). Jenis Tanah Tanah di daerah penelitian terdiri dari tanah dystropepts, humitropepts, hapludults, tropaquepts, dystrandepts dan tropofluvents. Tekstur tanah di dominasi oleh lempung dengan warna tanah sebagian besar berwarna merah kehitaman (BPKH 2010). Luas Penggunaan Lahan Lahan di Desa Ngarip terdiri dari lahan perkebunan, lahan pertanian dan hutan. Data penggunaan lahan beserta luasnya disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Luas Penggunaan dan produktivitas lahan Desa Ngarip Keterangan Kopi Lada Kakao Sawah Hutan HKm Sumber: Pekon Ngarip 2010
Luas (ha) 1400 2,5 10 62 1837 1446,88
Produktivitas (ton/ha) 0,8 0,5 0,6 3 Belum tercatat
30
Karakteristik Sosial Ekonomi Desa Ngarip Desa Ngarip memiliki jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Ulu Belu. Mata pencaharian sebagian besar adalah petani lahan kering. Data sosial ekonomi selengkapnya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Data sosial ekonomi Desa Ngarip Keterangan Jumlah penduduk (jiwa) Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah keluarga (KK) Kepadatan penduduk (jiwa/km2) Jumlah angkatan kerja usia produktif (orang) Suku (orang) Jawa Semendo Sunda Agama islam Jumlah petani pemilik lahan (orang) Jumlah petani penggarap (orang) Jumlah petani HKm Pemukiman penduduk (ha) Pekarangan (ha) Keluarga pra sejahtera (orang) Keluarga sejahtera I (orang) Keluarga sejahtera II (orang) Keluarga sejahtera III (orang) Keluarga sejahtera III plus Jarak ke ibukota kecamatan (km) Jarak ke ibukota kabupaten (km)
Jumlah Orang Persen (%) 4.798 2.509 52 2.289 48 1.015 133,28 2.580
53,77
3.260 1.500 37 4.798 1.000 15 735 108 108 253 232 242 279 9 0,5 65
68 31 1 100 99 1 72
24,9 22,86 23,84 27,49 0,009
Sumber: Pekon Ngarip 2010
Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Desa Ngarip memiliki satu Gabungan Kelompok HKm
(GAPOKTAN)
yang diberi nama Kelompok HKm Margo Rukun. Kelompok HKm Margo Rukun memiliki jumlah anggota sebanyak 735 penggarap.
Luas areal kelola HKm
adalah 1.446 hektar yang terdiri dari 1.081 hektar blok budi daya dan 365 hektar blok lindung. Jumlah petani sampel yang diambil sebanyak 66 responden. Data mengenai karakteristik responden disajikan pada Tabel 7.
31
Tabel 7 Data sosial ekonomi responden Keterangan -Mata pencaharian Petani HKm Usaha sampingan -Pendidikan SD/sederajat SLTP/sederajat SLTA/sederajat Tidak sekolah -Usia produktif (15-55) -Usia tidak produktif
Jumlah Orang
% 66 16
100 24
44 11 5 6 53 13
67 17 8 9 80 20
Sumber: Pekon Ngarip 2010
Mata pencaharian utama sebagian besar responden adalah petani. Sebesar 24% petani memiliki pekerjaan sampingan sebagai pedagang, jasa transportasi, tukang, buruh tani, pedagang dan lain-lain. Pendidikan responden paling banyak setingkat SD yaitu 67%, sisanya setingkat SLTP dan SLTA. Usia responden adalah antara 25-70 tahun. Usia produktif sebanyak 80% (53 orang) dan usia tidak produktif sebanyak 20% (13 orang).
32
33
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Tanam Aktual Hasil identifikasi pola tanam menunjukkan bahwa ada tiga puluh enam pola tanam di lahan HKm (Tabel 8).
Pengelolaan lahan bersifat semi komersial,
artinya kelompok-kelompok masyarakat memiliki motivasi ekonomi yang cukup tinggi dalam penggunaan lahan, cenderung ingin meningkatkan produktivitas serta kualitas hasil yang dapat dipasarkan untuk memperoleh uang tunai tetapi pola hidup mereka masih bersifat subsisten. Komposisi jenis setiap pola tanam terdiri dari 1 - 6 jenis tanaman. Jenisjenis tanaman pada pola tanam aktual terdiri dari tanaman kopi, lada, kakao, cengkeh, pala, alpukat, durian, pisang, cabai dan tanaman kayu-kayuan. Tanaman kopi terdapat di semua pola tanam aktual. Sebagian besar pola tanam didominasi oleh satu jenis tanaman, yaitu tanaman kopi, tetapi ada juga pola tanam yang tidak hanya didominasi oleh tanaman kopi seperti pola tanam 2, 22, 24, 26, 27, 29, 33 dan 34. Pola 2 didominasi oleh tanaman kopi dan cengkeh. Pola 22, 24 dan 27 didominasi oleh tanaman kopi dan cabai. Pola 26 didominasi oleh tanaman kopi, lada, pisang dan cabai. Pola 29 didominasi oleh tanaman kopi, cabai dan kayu. Pola 33 didominasi oleh tanaman kopi dan kakao.
Pola 34 didominasi oleh
tanaman kopi dan pisang. Pola tanam yang banyak diterapkan oleh petani adalah pola tanam yang terdiri dari satu jenis (tanaman kopi), dua kombinasi jenis (kopi + cabai dan kopi + pisang) dan empat kombinasi jenis (kopi + alpukat + pisang + cabai) (Gambar 2,3,4 dan 5).
Gambar 2 Pola tanam dengan satu jenis tanaman kopi.
34
Gambar 3 Kombinasi tanaman kopi dan cabai.
Gambar 4 Kombinasi tanaman kopi, alpukat, pisang dan cabai.
Gambar 5 Kombinasi tanaman kopi dan pisang.
35
Tabel 8 Pola tanam aktual dan dominasi tanaman No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Pola tanam aktual kopi kopi + cengkeh kopi + pisang kopi + cabai kopi + alpukat kopi + kayu kopi + durian kopi + cabai + kayu kopi + cengkeh + cabai kopi + pisang + cabai kopi + kakao + cabai kopi + lada + cabai kopi + lada + kakao kopi + alpukat + cabai kopi + kakao + cabai kopi + pala + alpukat kopi + kakao + alpukat kopi + alpukat + cabai + kayu kopi + alpukat + pisang + cabai kopi + kakao + alpukat + pisang kopi + kakao + alpukat + cabai kopi + cengkeh + kakao + pisang kopi + alpukat + pisang + cabai kopi + kakao + pisang + cabai kopi + lada + alpukat + pisang kopi + lada + pisang + cabai + kayu kopi + alpukat + durian + pisang + cabai kopi + cengkeh + alpukat + pisang + cabai kopi + alpukat + durian + cabai + kayu kopi + alpukat + durian + pisang + kayu kopi + cengkeh + kakao + alpukat + cabai kopi + kakao + alpukat + cabai + kayu kopi + lada + kakao + alpukat + cabai kopi + kakao + durian + pisang + cabai + kayu kopi + lada + kakao + alpukat + cabai + kayu kopi + cengkeh + kakao + pala + alpukat + cabai + kayu
Dominasi tanaman kopi kopi, cengkeh kopi kopi kopi kopi kopi kopi kopi kopi kopi kopi kopi kopi kopi kopi kopi kopi kopi kopi kopi kopi, cabai kopi kopi, cabai kopi kopi, lada, pisang, cabai kopi, cabai kopi kopi, cabai, kayu kopi kopi kopi kopi, kakao kopi, pisang kopi kopi
Jaminan penguasaan lahan melalui izin HKm menyebabkan masyarakat mulai melakukan pengembangan pola tanam. Penguasaan lahan (property right) sangat penting dalam pelaksanaan agroforestry. Insentif untuk menanam pohon/agroforestry menjadi sangat lemah apabila tidak ada kepastian penguasaan lahan mengingat sistem agroforestry merupakan strategi usaha tani dalam jangka panjang. Investasi yang dilakukan dalam pembukaan lahan dan penanaman pohon akan dinikmati dalam waktu yang lebih panjang. Kepastian penguasaan lahan dan pohon diperlukan untuk memberikan jaminan kepada petani untuk menikmati hasil panen (Suharjito et al. 2003). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Otsuka et al. (2001) yang menunjukkan bahwa penguatan penguasaan lahan di hutan
36
negara oleh masyarakat berdampak pada perubahan sistem pertanian. Perubahan sistem pertanian juga terjadi di Desa Ngarip. Masyarakat mulai mengembangkan jenis-jenis tanaman tertentu. Jenis-Jenis Tanaman Pilihan Petani Jenis-jenis tanaman yang ingin dikembangkan petani memiliki sifat komplementer dan suplementer satu sama lain. Tanaman-tanaman yang intensif dapat diusahakan bersama-sama dengan tanaman ekstensif, sehingga penggunaan tenaga kerja dan alat-alat tidak saling bersaing. Jenis tanaman tersebut terdiri dari tanaman tajuk tinggi, tajuk sedang dan tajuk rendah sehingga diharapkan membentuk agroforestry multistrata yang bermanfaat baik secara ekonomi dan ekologi. Tanaman tajuk tinggi terdiri dari E. aromatica, P. americana, M. fragrans, G. sepium, D. zibethinus, P. falcataria, M. eminii, Michelia sp., M. azedarach dan L. leucocephala. Petani memilih tanaman-tanaman tersebut sebagai tanaman tajuk tinggi karena tanaman tersebut memiliki nilai komersial dan fungsi lindung yang baik terutama pelindung bagi tanaman kopi. Tanaman tajuk sedang terdiri dari tanaman C. robusta, T. cacao, P. nigrum dan Musa sp. Petani memilih tanamantanaman tersebut sebagai tanaman tajuk sedang karena tanaman tersebut memiliki nilai komersial dan memiliki kompatibilitas dengan tanaman kopi sehingga tidak bersaing satu sama lain. Tanaman tajuk rendah adalah C. frustescens. Petani memilih tanaman tersebut sebagai tanaman tajuk rendah karena tanaman ini tahan terhadap naungan dan memberikan pendapatan tambahan bagi petani. Ada beberapa alasan yang menyebabkan petani berminat menanam pepohonan (tajuk tinggi) antara lain, pepohonan yang masih kecil tidak mengganggu tanaman semusim dan perawatan terhadap tanaman pangan dapat memberikan keuntungan bagi pepohonan, petani dapat menanam tanaman yang tahan naungan sehingga menambah pendapatan, menanam pepohonan yang bernilai ekonomi tinggi misalnya buah-buahan berarti menabung untuk masa depan dan menanam pohon tidak memerlukan banyak perawatan (Hairiah et al. 2000). Hasil penelitian ini memperkuat kesimpulan Helton et al. (2010) yang menyatakan bahwa pemilihan jenis yang tepat adalah kunci kesuksesan
37
agroforestry di Brazil. Jenis pohon yang ingin dikembangkan petani
adalah
pohon yang tumbuhnya tidak bersaing dengan tanaman kopi (compatible) atau tidak kompatibel tetapi memiliki keragaman produk. Hasil identifikasi jenis tanaman yang ingin dikembangkan petani disajikan pada Tabel 9. Jenis tanaman pilihan petani dijadikan dasar dalam penentuan pola tanam optimal. Tanamantanaman tersebut adalah: Tanaman Coffea robusta Tanaman C. robusta atau tanaman kopi paling diminati masyarakat Desa Ngarip sebagai tanaman pokok karena tanaman ini lebih stabil memberikan pendapatan tahunan dibandingkan tanaman tahunan lain dan tanaman kopi cocok tumbuh di lahan HKm. Tanaman ini sudah ada sejak tahun 1980an
ketika
pertama kali masyarakat membuka lahan kawasan. Pertumbuhan dan produktivitas tanaman kopi sangat tergantung atau dipengaruhi oleh keadaan lingkungan secara ekonomis. Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah ketinggian tempat, curah hujan, sinar matahari dan tanah. Setiap jenis kopi menghendaki suhu atau ketinggian tempat yang berbeda-beda. Jenis kopi yang dibudidayakan di Desa Ngarip adalah kopi robusta. Kopi robusta tumbuh optimum pada ketinggian 400-700 meter di atas permukaan laut, tetapi beberapa diantaranya masih tumbuh baik dan ekonomis pada ketinggian tempat antara 500-1.700 meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang dibutuhkan berkisar antara 2.000-3.000 mili meter per tahun, tetapi kopi masih tumbuh baik pada daerah bercurah hujan 1.3002.000 mili meter per tahun. Banyaknya intensitas matahari yang dikehendaki tanaman kopi berkisar antara 10-50%. Tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, agak masam, subur dan kaya bahan organik dengan pH 4,5-6,5 (Najiyati dan Danarti 1999). Jumlah tersebut tergantung pada iklim dan jenis kopinya. Tanaman kopi di Kabupaten Tanggamus memiliki areal seluas 41.525 hektar atau 42% dari luas areal tanaman perkebunan (BPS 2010). Produktivitas biji kopi kering di Desa Ngarip rata-rata sebesar 0,8 ton per hektar per tahun dengan ratarata jumlah tanaman sebanyak 2.500 batang per hektar (Pekon Ngarip 2010).
38 38
Tabel 9 Jenis tanaman pilihan masyarakat Jenis Tanaman Nama Lokal Kopi Lada Cengkeh Kakao Pala Alpukat Durian Pisang Cabai Kayu
Nama Botani Coffea robusta*** Piper nigrum *** Eugenia aromatica *** Theobroma cacao *** Myristica fragrans *** Persea americana Durio zibethinus Musa spp. Capsicum frustescens Kayu
Harga(Rp/kg) (Rp/bh)* (Rp/tandan)** 16.500 50.000 50.000 18.000 3.000 2.000 3.000 2.000 5.000 0
Rata-rata Produktivitas (kg/btg/th) (buah/btg/th)* (tandan/btg/th)** 0,32 0,375 1 1,5 100 10 20 4 0,1 0
Harga komoditas (Rp/btg) 5.280 9.375 50.000 27.000 300.000 20.000 60.000 8.000 500 0
Usia panen (th) (bln)* 3 3 5 4 7 7 7 6 5 -
Frekuensi panen rata-rata (dalam setahun) (dalam sebulan)* 1x 1x 1x 1x 1x 1x 1x 4x 2x -
Sumber: hasil perhitungan penulis Keterangan: *) Rata-rata produktivitas buah durian dihitung dalam satuan buah/btg/th. Satuan usia panen tanaman pisang dan cabai adalah bulan. Frekuensi panen rata-rata tanaman cabai dihitung dalam sebulan **) Harga buah pisang dinilai dalam satuan Rp/tandan dan rata-rata produktivitas dinilai dalam satuan tandan/btg/th ***) Produktivitas buah kopi,lada,cengkeh,dan kakao dinilai dalam kondisi buah kering, produktivitas pala dinilai dalam kondisi buah segar
39
Tanaman Piper nigrum Tanaman lada (P. nigrum) adalah tanaman yang diminati oleh masyarakat desa Ngarip sebagai tanaman sela. Tanaman ini sebagian besar belum berproduksi. Produktivitas lada nasional yaitu 800 kilogram per hektar (Suprapto dan Yani 2008). Produktivitas tumpang sari tanaman lada adalah 250 - 500 gram per tanaman per tahun (Zaubin dan Yufdi 1996). Rata-rata produktivitas tumpang sari tanaman adalah 375 gram buah kering per tanaman per tahun. Pada umumnya lada memerlukan tanaman penegak atau tajar untuk rambatannya. Tanaman penegak yang digunakan sebagai rambatan lada adalah tanaman G. sepium, L. leucocephala, M. fragrans, Erythrina sp. dan C. pentandra.
Tanaman Eugenia aromatica E. aromatica atau cengkeh merupakan salah satu komoditas pertanian yang diminati karena bernilai ekonomi tinggi. Manfaat tanaman ini cukup banyak sebagai rempah-rempah, bahan campuran rokok kretek atau bahan dalam pembuatan minyak atsiri. Tanaman ini sudah pernah ditanam di Desa Ngarip. Harga yang tidak menguntungkan pada saat itu menyebabkan tanaman cengkeh ditebang. Penanaman mulai dilakukan kembali saat ini. Tanaman cengkeh memiliki struktur perakaran yang dalam hingga mencapai kedalaman 3 meter.
Tinggi pohon mencapai 15 - 40 meter. Tajuk tanaman
cengkeh umumnya berbentuk kerucut, piramid atau piramid ganda, dengan batang utama menjulang keatas. Tanaman cengkeh cukup baik ditanam di lahan-lahan miring sehingga mampu melindungi tanah dari bahaya longsor. Lahan miring akan memberikan drainase yang lebih baik dan kecil kemungkinan terjadinya penggenangan
air
yang
berpengaruh
buruk
pada
pertumbuhan
akar
(Hadipoentyanti 1997). Produksi yang dihasilkan tanaman cengkeh dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Produksi tanaman cengkeh tidak sama dari tahun ke tahun. Produksi masih sedikit pada saat awal panen, semakin lama produksi semakin meningkat. Tanaman cengkeh mengalami panen raya dalam 3 4 tahun sekali (Bintoro 1986). Berdasarkan pengalaman petani, cengkeh masih dapat tumbuh di Desa Ngarip meskipun produksinya kurang optimal. Produktivitas tanaman cengkeh di daerah penelitian bervariasi berdasarkan hasil wawancara. Produktivitas tanaman cengkeh semakin baik sejalan dengan semakin tuanya umur tanaman. Produktivitas tanaman mencapai 6 - 8 kilogram
40
cengkeh kering per pohon per tahun pada umur 11 - 20 tahun. Produktivitas hanya 1 kilogram cengkeh kering per pohon per tahun pada umur 6 - 7 tahun. Tanaman Theobroma cacao Tanaman T. cacao atau tanaman kakao tumbuh ideal pada ketinggian kurang dari 800 meter di atas permukaan laut, curah hujan 1.100 - 3.000 milimeter per tahun dan suhu 18o - 32oC (Siregar, Riyadi, Nuraeni 1988). Wilayah penelitian masih sesuai untuk penanaman kakao ditinjau dari faktor iklim. Produktivitas tanaman kakao di Desa Ngarip sebesar 600 kilogram per hektar per tahun (Profil Pekon 2010). Produktivitas tumpang sari tanaman kakao dengan tanaman kelapa yang ditanam pada tahun 1983 menghasilkan 700 kilogram per hektar biji kakao kering pada tahun 2002 dengan jarak tanam 2 m × 3 m. Hal ini berarti
produktivitas biji kakao kering adalah 0,6 kilogram per tanaman per tahun. Produksi biji kakao dengan beberapa jenis tanaman penaung disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan hasil wawancara, produktivitas rata-rata kakao cukup baik di wilayah penelitian yaitu 1,5 kilogram biji kakao kering per tanaman per tahun. Tabel 10 Produksi biji kakao dengan beberapa jenis tanaman penaung Produksi kakao (kg/ha/th) 897 1.143 1.095 982 1.129
Spesies tanaman penaung G. maculate P. javanica C. pentandra P. speciosa G. robusta dan Mahagony sp. Sumber: Lim 1978 diacu dalam Zaenuddin 2010
Tanaman
kakao
memerlukan
pohon
pelindung
untuk
mengurangi
pencahayaan matahari penuh. Pohon pelindung yang baik adalah pohon yang tidak menghasilkan biji, cepat tumbuh, percabangan dan daunnya memberikan perlindungan yang baik, tidak mengalami masa gugur daun pada musim tertentu, perakaran kokoh, dan bebas dari kemungkinan serangan hama dan penyakit. Jenis pohon yang sering menjadi pelindung tanaman kakao adalah L. leucocephala, M. fragrans, Erythrina sp., dan Musa sp. (Siregar, Riyadi, Nuraeni 1988). Tanaman Myristica fragrans Tanaman M. fragrans atau tanaman pala banyak diminati karena produktivitas dan bernilai ekonomi tinggi. Tanaman pala memiliki ketinggian mencapai hingga 16 m dan membentuk akar tunggang yang cukup dalam.
41
Tanaman ini sangat baik sebagai tanaman pelindung selain memiliki produktivitas yang tinggi. Tajuknya berbentuk kerucut dan berdaun rimbun. Tanaman ini bermanfaat sebagai tanaman rempah-rempah dan penghasil minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri pengalengan, minuman dan kosmetik (Drazat 2007). Tanaman pala rata-rata mulai berbuah pada umur 5 - 6 tahun. Setelah mencapai umur 10 tahun hasilnya mulai meningkat. Peningkatan optimum dicapai pada umur rata-rata 25 tahun. Produksi optimum bertahan hingga tanaman berumur 60 - 70 tahun dan kemudian produksi menurun hingga mencapai umur lebih dari 100 tahun. Produktivitas buah pala per pohon tercatat 320 - 1.679 buah di daerah Ungaran (Rismunandar 1992).
Purseglove JW menyatakan bahwa
sebatang pohon pala yang sudah cukup dewasa dapat menghasilkan 1.500 - 2.000 buah. Produktivitas pala berkisar antara 112 - 224 kilogram per hektar dan 560 1.120 kilogram biji kering per hektar. Pada tahun 1983 di Maluku tercatat tanaman pala yang sudah menghasilkan seluas 10.266 hektar dengan produksi sekitar 4.620 ton biji kering. Ini berarti produksi per hektar di Maluku mencapai 450 kilogram biji pala kering dengan jarak tanam rata-rata 10 m × 10 m,
sehingga dapat ditaksir produksi per tahun adalah 4,5 kilogram biji pala kering per pohon atau sekitar 600 kilogram buah pala segar per pohon. Tanaman pala rata-rata mulai berbuah pada umur 7 tahun di daerah penelitian. Semakin tua umur tanaman, produktivitas semakin tinggi. Berdasarkan pengalaman petani di daerah sekitar wilayah penelitian (Gisting), tanaman pala bisa menghasilkan buah sebanyak 1 ton per batang dengan umur diatas 20 tahun. Produksi tanaman pala pada umur 7 tahun adalah 1 kuintal buah pala segar per pohon per tahun di wilayah penelitian. Produktivitas tanaman pala sangat dipengaruhi ketinggian tempat tumbuh dan iklim. Ketinggian tempat yang optimal adalah 500-700 meter di atas permukaan laut, suhu sekitar 20o - 30oC dan curah hujan merata sepanjang tahun (Sunanto 1988). Produktivitas pala akan rendah bila tidak memenuhi persyaratan optimal. Tanaman Persea americana Tanaman P. americana atau tanaman alpukat diminati masyarakat sebagai sumber makanan dan pakan ternak. Tanaman ini sudah lama ditanam di Desa
42
Ngarip. Manfaat yang diambil dari tanaman ini berupa buah dan daun. Bentuk tajuk tanaman alpukat menjorong ke atas, sistem perakarannya berakar tunggang dan tinggi tanaman mencapai 15 meter (Kemenristek 2011). Tanaman dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, curah hujan minimum 1.5003.000 milimeter per tahun dan suhu optimal 12,8o - 28,3oC. Tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi, sehingga bisa mentolerir suhu udara 15o - 30o C atau lebih. Ketinggian tempat optimum yaitu 200 - 1.000 meter di atas permukaan laut. Produktivitas varietas alpukat unggul nasional, yaitu varietas hijau panjang dan varietas hijau bundar mencapai 40 - 80 kilogram per pohon per tahun atau rata-rata 50 kilogram dan 20 - 60 kilogram per pohon per tahun atau rata-rata 30 kilogram (Agromedia 2009). Produktivitas cukup rendah jika dibandingkan dengan produktivitas alpukat di wilayah penelitian. Berdasarkan hasil wawancara, produktivitas buah alpukat rata-rata sebesar 10 kilogram per tanaman per tahun. Tanaman Durio zibethinus Tanaman D. zibethinus atau durian diminati sebagai sumber makanan untuk dikonsumsi dan dijual. Tanaman durian tumbuh optimal pada ketinggian kurang 400 - 600 meter di atas permukaan laut, tetapi ada juga tanaman durian yang cocok ditanam di berbagai ketinggian. Waktu berbunganya lebih lambat dibandingkan dengan durian yang ditanam di dataran rendah jika ditanam di dataran tinggi. Curah hujan maksimum 3.000 - 3.500 milimeter per tahun dan minimal 1.500 - 2.500 milimeter per tahun. Intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan adalah 40% - 50%. Tanaman durian cocok pada suhu rata-rata 22o 29o C. Durian dapat tumbuh tetapi pertumbuhan tidak optimal pada suhu 15o C (Agromedia 2009). Tanaman durian memiliki tajuk berbentuk kerucut (Anonim 2011). Tanaman ini bisa dikembangkan di wilayah penelitian berdasarkan persyaratan optimal. Produktivitas tanaman dipengaruhi oleh umur tanaman. Lebih dari 50 varietas durian unggul nasional dari berbagai daerah sudah dilepas di Indonesia. Produktivitas varietas tanaman durian unggul nasional berkisar antara 50 - 800 buah per pohon per tahun. Produktivitas cukup rendah jika dibandingkan dengan produktivitas rata-rata buah di sekitar wilayah penelitian. Berdasarkan hasil
43
wawancara, produktivitas tanaman pada saat mulai berbuah (umur 7 tahun) adalah 20 buah per pohon per tahun sedangkan pada umur tanaman lebih dari 15 tahun, produktivitas mencapai 100 buah per pohon per tahun. Tanaman Musa sp. Tanaman Musa sp. atau tanaman pisang diminati masyarakat sebagai tanaman sela. Tanaman ini banyak manfaatnya sebagai sumber makanan, pakan ternak dan pembungkus makanan. Pisang dapat tumbuh di daerah tropis baik di dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian tidak lebih dari 1.600 meter di atas permukaan laut. Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 27oC, dan suhu maksimumnya 38oC. Curah hujan 2.000 - 2.500 milimeter per tahun atau paling tidak 100 milimeter per bulan (BPTP 2008). Berdasarkan persyaratan tumbuh optimal, tanaman cocok dikembangkan di wilayah penelitian. Hasil wawancara menyatakan bahwa produktivitas tanaman pisang rata-rata sebanyak 4 tandan per tanaman per tahun. Tanaman Capsicum frustescens C. frustescens atau cabai rawit merupakan tanaman tajuk rendah yang banyak diminati masyarakat karena mampu tumbuh di bawah naungan dan memiliki harga jual yang cukup tinggi saat ini. Tanaman cabai yang ditanam secara intensif pada lahan 1 hektar rata-rata sebanyak 16.000 - 17.000 tanaman. Produktivitas mencapai 1 kilogram per tanaman per tahun dengan keuntungan sekitar 45 juta rupiah (Agromedia 2008). Produktivitas cabai rawit hibrida mencapai 14 ton per hektar per tahun atau ditaksir sekitar 0,8 - 0,9 kilogram per tanaman per tahun (Agromedia 2007). Hasil penelitian Harisetijono et al. (2005) di Pulau Lombok menemukan rata-rata produktivitas tumpang sari tanaman cabai berkisar antara 50 – 1.400 kilogram per hektar per tahun. Berdasarkan hasil wawancara, penanaman tanaman di bawah naungan akan menurunkan produktivitas tanaman, tetapi tanaman mampu bertahan hidup lebih lama (2 tahun) dibandingkan bila ditanam tanpa naungan (1 tahun). Cabai rawit mencapai usia panen pada umur 5 bulan. Pemanenan selanjutnya dilakukan setiap 10 sampai 20 hari sekali atau 2 kali dalam sebulan. Produktivitas tanaman di bawah naungan cukup rendah, yaitu rata-rata 0,1 kilogram per tanaman per tahun. Jarak tanam
44
cabai rawit diwilayah penelitian rata-rata cukup rapat (0,5 m × 0,3 m), sehingga dalam satu baris tanaman kopi terdapat 150 - 200 tanaman cabai rawit. Tanaman kayu Tanaman kayu terdiri dari jenis M. azedarach, P. falcataria, L. leucocephala, Michelia sp., G. sepium, Erhytrina sp. C. calothyrsus dan M. eminii. Tanaman kayu di lahan HKm berfungsi sebagai tanaman pelindung bagi tanaman di bawahnya khususnya tanaman kopi. Tanaman pelindung berfungsi mengatur intensitas matahari sesuai dengan yang dibutuhkan, menghasilkan bahan organik berupa daun-daunan yang dapat menyuburkan tanah, menyerap unsur hara dari tanah bagian dalam, menahan erosi, menahan kencangnya angin, menahan tumbuhnya beberapa jenis gulma sehingga mengurangi biaya pemeliharaan, mengurangi terjadinya kekeringan dan sebagai pakan ternak (Najiyati dan Danarti 1999). Pola Tanam Optimal Hasil identifikasi pola tanam ditemukan adanya rencana perubahan pola tanam berdasarkan jenis-jenis tanaman pilihan petani. Tiga puluh enam pola tanam aktual mengalami perubahan pola menjadi enam belas pola tanam. Pola tanam aktual dengan komposisi sederhana yaitu 1 - 6 kombinasi tanaman dikembangkan menjadi pola tanam yang komposisinya lebih beragam, yaitu 6 10 kombinasi tanaman. Pola tanam yang paling banyak ingin dikembangkan masyarakat adalah pola tanam 4, 7, 12, 14 dan 15 sedangkan pola tanam yang paling sedikit ingin dikembangkan masyarakat adalah pola tanam 16. Beberapa pola tanam aktual yang sama mengalami perubahan pola tanam yang berbeda tergantung preferensi petani dalam mengembangkan jenis tanaman, misalnya pola tanam 1. Beberapa pola tanam aktual yang berbeda berubah menjadi pola tanam yang sama sesuai dengan jenis-jenis tanaman yang ingin dikembangkan, misalnya pola tanam 2 dan pola tanam 12. Petani-petani yang menerapkan pola tanam 1 ingin menambah jenis tanaman lada, kakao, alpukat, durian, pisang, cabai dan kayu tetapi ada juga petani yang ingin mengembangkan jenis tanaman yang berbeda, seperti tanaman lada, cengkeh, kakao, alpukat, durian, pisang, cabai dan kayu.
Petani-petani yang menerapkan pola tanam yang berbeda seperti pola
45
tanam 2 dan pola tanam 12 ingin mengembangkan jenis tanaman yang sama, yaitu tanaman kopi, lada, cengkeh, alpukat, durian, pisang, cabai dan kayu. Perubahan tiga puluh enam pola tanam aktual menjadi enam belas pola tanam disajikan pada Lampiran 2. Enam belas pola tanam yang direncanakan disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Pola tanam yang direncanakan di wilayah penelitian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Rencana pola tanam kopi + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu kopi + lada + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu kopi + cengkeh + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu kopi + kakao + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu kopi + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu kopi + lada + cengkeh + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu kopi + lada + kakao + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu kopi + lada + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu kopi + cengkeh + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu kopi + cengkeh + kakao + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu kopi + kakao + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu kopi + lada + cengkeh + kakao + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu kopi + lada + cengkeh + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu kopi + cengkeh + kakao + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu kopi + lada + kakao + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu kopi + lada + cengkeh + kakao + pala + alpukat + durian + pisang + cabai + kayu
Hasil wawancara dengan petani diketahui bahwa petani memiliki kecenderungan menanam tanaman kopi, alpukat, durian, pisang, cabai dan kayukayuan sehingga tanaman-tanaman tersebut selalu ada di setiap rencana pola tanam sedangkan tanaman lada, cengkeh, kakao dan pala menempati 50% dari pola tanam yang direncanakan petani. Kecenderungan ini didasarkan pada pengalaman masing-masing petani dalam membudidayakan jenis tanaman tersebut. Pengalaman yang baik dalam membudidayakan suatu jenis akan meningkatkan minat petani untuk menanam jenis itu. Enam belas pola tanam dihitung jumlah tanaman dan keuntungannya untuk pola tanam aktual dan pola tanam yang direncanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 1
Perhitungan jumlah tanaman dan keuntungan pada pola tanam aktual berdasarkan tanaman-tanaman yang ada di lapangan sedangkan tanaman yang belum ada (belum ditanam) tidak dihitung.
2
Perhitungan jumlah tanaman dan keuntungan pada pola tanam yang direncanakan berdasarkan tanaman-tanaman yang ada di lapangan dan yang
46
direncanakan. Jumlah tanaman tersebut dioptimalkan melalui analisis optimalisasi. Tabel 12 menunjukkan rata-rata jumlah tanaman aktual dan hasil optimalisasi untuk setiap strata. Tabel 12 Jumlah tanaman aktual dan hasil optimalisasi setiap strata Pola tanam 1 2-5 6-11 12-15 16
Aktual (btg/ha) Strata Tinggi Sedang Rendah 70 1.831 584 100 2.371 1.047 105 2.264 232 117 2.231 547 241 2.200 100
Hasil optimalisasi (btg/ha) Strata Tinggi Sedang Rendah 150 1.600 2.500 150 1.600 2.500 150 1.600 2.400 150 1.600 2.400 150 1.600 2.500
Pola tanam aktual memiliki jarak tanam cukup rapat. Jarak tanam ditentukan berdasarkan kerapatan tanaman tajuk sedang. Jarak tanam tanaman kopi pada pola tanam aktual adalah 2 m × 2 m kecuali pola tanam 1 yang mendekati kombinasi
optimal dengan jarak tanam 2,75 m × 2 m. Tanaman tajuk tinggi ditanam diantara
baris tanaman kopi sebagai tanaman sela secara acak sedangkan tanaman tajuk rendah ditanam di bawah tanaman kopi. Tanaman ini mampu tumbuh di bawah naungan sampai umur 2 tahun. Pola tanam hasil optimalisasi memiliki jarak tanam ideal, yaitu 2,5 m × 2,5 m (Najiyati dan Danarti 1999).
Jarak tanam ideal
memberikan ruang tumbuh yang cukup bagi tanaman sela. Semua pola tanam hasil optimalisasi memiliki jumlah tanaman tajuk tinggi sebanyak 150 pohon per hektar dengan jarak tanam 8 m × 8 m.
Jumlah tanaman tajuk tinggi yang disarankan oleh pemerintah sebanyak 400
batang per hektar. Jumlah ini terlalu padat sehingga akan mengganggu produktivitas tanaman kopi menurut petani. Kemungkinan tanaman kopi tidak berproduksi karena terganggu oleh tanaman tajuk tinggi pada saat izin HKm berakhir. Penelitian sistem agroforestry kopi oleh Helton et al. (2010) yang melibatkan petani dalam penelitiannya menggunakan kerapatan pohon sekitar 100 batang per hektar. Pemangkasan tajuk yang rutin disarankan dalam penelitian ini agar tanaman kopi mendapatkan sinar matahari yang cukup sehingga produksi tanaman tetap baik. Hairiah et al. (2000) menyebutkan bahwa untuk mengurangi
47
persaingan cahaya antara pohon dan tanaman semusim perlu dilakukan pemangkasan daun dan ranting pohon tanaman pagar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola tanam aktual memiliki keuntungan yang lebih rendah dari pada pola tanam hasil optimalisasi (Gambar 6). Keuntungan pola tanam hasil optimalisasi berkisar antara Rp 6.000.000 - Rp 36.300.000 per hektar per tahun. Keuntungan pola tanam aktual berkisar antara Rp 3.000.000 - Rp 10.000.000 per hektar per tahun. Keuntungan pola tanam aktual dihitung berdasarkan keuntungan rata-rata setiap pola tanam.
36.133 ( j K u e t u a n t r u u n p g i a a n h
36.347 35.704
34.048
35.000 29.965
30.000
26.246
25.000
15.000 10.000
19.856
18.370
20.000 12.355 7.238 6.976 6.981 6.223
12.201
12.210
7.297
)
5.000 0 1
2
3
4
5
keuntungan aktual (Rp/ha)
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16
Pola Tanam keuntungan hasil optimalisasi (Rp/ha)
Gambar 6 Perbandingan keuntungan pola tanam aktual dan hasil optimalisasi. Keuntungan pola tanam yang berbeda-beda dipengaruhi oleh tingkat komersial tanaman penyusun pola tanam dan keragaman jenis. Pola tanam yang direncanakan terdiri dari jenis-jenis komersial dan memiliki keragaman yang tinggi. Pola tanam aktual kurang komersial dan memiliki keragaman jenis yang rendah. Jenis tanaman komersial berdasarkan harga komoditas dari yang paling tinggi sampai paling rendah adalah tanaman pala, durian, cengkeh, kakao, alpukat, pisang, kopi dan cabai. Jenis tanaman paling komersial di setiap strata adalah tanaman pala, kakao dan cabai. Harga relatif komoditas yang dikembangkan disajikan pada Tabel 13.
48
Tabel 13 Harga relatif komoditas yang dikembangkan X1 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
0,56
0,1
0,2
0,02
0,26
0,09
0,66
10,56
-
0,19
0,35
0,03
0,47
0,16
1,17
18,75
-
1,85
0,17
2,5
0,8
6,25
100
-
0,09
1,35
0,45
3,375
54
-
15
5
37,5
600
-
0,3
2,5
40
-
7,5
120
-
60
-
X8 X9
-
X10 Keterangan: X1 : tanaman kopi, X2 : tanaman lada, X3 : tanaman cengkeh, X4 : tanaman kakao, X5 : tanaman pala, X6 : tanaman durian, X7 : tanaman alpukat, X8 : tanaman pisang, X9 : tanaman cabai, X10 : tanaman kayu
Rentang nilai komersial tanaman pala yang cukup tinggi dengan tanaman lain menyebabkan keberadaan tanaman pala sangat menentukan tingkat keuntungan pola tanam. Tanaman-tanaman yang selalu ada di setiap pola tanam seperti tanaman kopi, alpukat, durian, pisang dan cabai ternyata tidak menentukan keuntungan pola tanam meskipun tanaman kopi mendominasi sebesar 81% dan tanaman cabai mendominasi 100% di setiap strata pola tanam. Komposisi masingmasing jenis pola tanam hasil optimalisasi disajikan pada Tabel 14. Pola tanam 5, 8, 9, 11, 13, 14, 15 dan 16 memiliki tanaman pala sebanyak 65%. 79%, 36%, 62%, 55%, 51% , 68% dan 26% sehingga pola tanam tersebut memperoleh keuntungan yang tinggi dibandingkan pola tanam lainnya. Pola tanam 8 memiliki tanaman pala paling banyak sehingga keuntungannya cukup besar tetapi keuntungan pola tanam ini lebih rendah dari pola tanam 15. Pola tanam 15 memperoleh keuntungan tertinggi sebesar Rp 36.300.000. Keuntungan tertinggi disebabkan karena pola tanam ini terdiri dari tanaman komersial di setiap strata, memiliki keragaman jenis yang tinggi dan komposisi jenis yang tepat.
49
Analisis optimalisasi menunjukkan bahwa jenis-jenis yang kurang komersial akan dikalahkan oleh pilihan jenis-jenis komersial sehingga jenis paling komersial akan dipilih lebih dulu. Hal ini berbeda dengan pola tanam 11, 14 dan 16 yang juga terdiri dari tanaman komersial di setiap strata. Jenis tanaman komersial yang seharusnya diperbanyak menjadi berkurang jumlahnya karena ada tanaman lain yang harus ditanam, seperti adanya tanaman cengkeh yang menyebabkan jumlah tanaman pala menjadi berkurang. Hasil penelitian ini memperkuat kesimpulan Arrunglangi (2004) yang menyatakan bahwa pola tanam yang memberikan hasil optimal adalah pola tanam dengan keragaman jenis tanaman yang besar dan bernilai ekonomi tinggi. Tabel 14 Komposisi jenis pola tanam hasil optimalisasi Pola tanam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Komposisi hasil optimalisasi 1300X1 + 9X6 + 96X7 + 300X8 + 2500X9 + 45X10 1300X1 + 23X2+ 7X6+ 98X7 + 300X8 + 2500X9 + 22X10 1300X1+ 2X3 + 9X6 + 94X7+ 300X8 + 2500X9 + 45X10 1300X1 + 42X4 + 3X6 + 60X7 + 300X8 + 2500X9 + 45X10 1300X1 + 97X5 + X6 + 7X7 + 300X8 + 2500X9 + 45X10 1300X1 + 23X2 + 10X3 + 5X6 + 90X7+ 300X8 + 2500X9 + 22X10 1300X1 + 23X2 + 296X4 + 5X6+ 100X7 + 4X8 + 2500X9 + 22X10 1300X1 + 23X2 + 118X5 + 4X6+ 5X7 + 300X8 + 2500X9 + 22X10 1300X1 + X3 + 54X4 + 41X6 + 9X7 + 300X8 + 2500X9 + 45X10 1300X1 + 2X3 + 298X4 + 5X6 + 98X7 + 2X8 + 2400X9 + 45X10 1300X1 + 297X4 + 94X5 + 8X6 + 3X7 + 3X8 + 2400X9 + 45X10 1300X1 + 23X2 + 2X3 + 297X4 + 9X6 + 94X7 + 3X8 + 2400X9 + 22X10 1300X1 + 23X2 + 3X3 + 82X5 + 11X6 + 9X7 + 300X8 + 2500X9 + 22X10 1300X1 + 289X3 + 11X4 + 77X5 + 10X6 + 7X7 + 11X8 + 2400X9 + 45X10 1300X1 + 23X2 + 298X4 + 102X5 + 2X6 + X7 + 2X8 + 2400X9 + 23X10 1300X1 + 23X2 + 5X3 + 290X4 + 40X5 + 50X6 + 10X7 + 10X8 + 2400X9 + 22X10
Peningkatan pola tanam hasil optimalisasi tertinggi terhadap pola tanam aktual terdapat pada pola tanam 13 dengan peningkatan sebesar 1.000%. Peningkatan keuntungan pola tanam hasil optimalisasi terhadap pola tanam aktual tidak terjadi di semua pola tanam hasil optimalisasi.
Pola tanam 3 dan 4
mengalami penurunan keuntungan sebesar 18% dan 9%. Hal ini disebabkan karena analisis keuntungan yang dilakukan dalam jangka pendek. Analisis jangka pendek menghasilkan taksiran keuntungan yang lebih rendah dari sesungguhnya dan hasilnya seolah-olah tidak ekonomis (Suharjito et al. 2003). Analisis dilakukan hanya sampai tahun ke-7 sedangkan biaya produksi harus dikeluarkan
50
pada awal pelaksanaan sehingga terjadi penundaan keuntungan, tetapi keuntungan ini akan terus meningkat sejalan dengan umur tanaman. Keuntungan pola tanam hasil optimalisasi masih dalam tahap wajar jika dibandingkan dengan keuntungan dari penggunaan lahan lainnya. Keuntungan yang diperoleh dari perkebunan kelapa sawit rakyat monokultur, karet monokultur, agroforestry karet dan agroforestry kopi multistrata dengan pohon buah-buahan, yaitu Rp 8.300.000 per hektar per tahun (Rubiansyah 2004), Rp 4.800.000 (Joshi et al. 2001), Rp 18.254.211 per hektar per tahun (Rodgers 2008) dan Rp 15.342.000 per hektar per tahun (Budidarsono dan Wijaya 2003). Hasil perbandingan keuntungan-keuntungan tersebut menunjukkan bahwa penggunaan lahan dengan sistem agroforestry lebih menguntungkan dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya (monokultur). Suharjito et al. (2003) menyebutkan bahwa agroforestry mampu mencegah penurunan output dan meningkatkan produktivitas dari sistem produksi masa kini. Keberadaan pohon dalam agroforestry dapat mempertahankan produksi tanaman pangan dan memberikan pengaruh positif pada lingkungan fisik terutama dengan memperlambat kehilangan hara dan energi dan menahan daya perusak air dan angin dan memberikan hasil ekonomi bagi rumah tangga petani. Hasil penelitian Marwah (2008) menyebutkan bahwa sistem agroforestry menghasilkan laju erosi yang lebih kecil dari erosi yang ditoleransikan dengan produksi dan pendapatan yang dapat memenuhi KHL keluarga petani dan secara sosial budaya dapat diterima. Buana, Suyanto dan Hairiah (2005) menunjukkan bahwa kebun lindung kopi multistrata memiliki nilai jasa lingkungan yang lebih tinggi daripada kopi monokultur, mampu menekan erosi sampai level terendah dan mampu meningkatkan pendapatan petani sampai level tertinggi Banuwa (2008). Agroforestry multistrata kopi dan shaded coffee system juga mampu menurunkan erosi dan run off dibandingkan kopi monokultur. Hal ini mengindikasikan bahwa pepohonan berperan penting dalam perbaikan permukaan tanah terutama kontribusinya dalam memproduksi seresah dan melindungi tanah (Hairiah et al. 2005). Pola tanam yang direncanakan membutuhkan dimensi waktu dan ruang dalam penerapannya.
Dimensi waktu berdasarkan kombinasi permanen dan
51
kombinasi sementara. Jangka waktu dan proses kesinambungan penggunaan lahan penting untuk diperhatikan dalam agroforestry. Kombinasi berdasarkan tata ruang memperhatikan penyebaran berbagai komponen khususnya tanaman kehutanan dan pertanian. Penyebaran bersifat merata atau tidak merata (Sardjono et al. 2003). Tanaman kopi dan kakao memerlukan naungan atau pelindung selama hidupnya sehingga tanaman-tanaman yang dipersiapkan sebagai tanaman pelindung dari jenis kayu-kayuan maupun MPTS ditanam lebih dulu. Penanaman tanaman pelindung dilakukan 1 atau 2 tahun sebelum penanaman tanaman kopi dan kakao (Najiyati dan Danarti 1999). Penanaman tanaman cabai dilakukan pada saat tanaman kopi belum ditanam dan dapat terus ditanam di bawah naungan kopi. Berdasarkan hasil wawancara, tanaman cabai dapat bertahan hidup selama 6 tahun di bawah tanaman kopi. Penyebaran tanaman pada kondisi aktual tidak merata (acak). Penyebaran pada pola tanam yang direncanakan bisa dilakukan secara merata atau acak. Penyebaran dilakukan secara merata apabila pohon-pohon tumbuh secara merata berdampingan dengan tanaman pertanian, baik sifatnya sementara ataupun permanen dengan memperhatikan jarak tanamnya. Penyebaran dilakukan secara acak apabila tanaman berkayu ditempatkan secara jalur di pinggir atau mengelilingi lahan. Jenis pohon yang cepat tumbuh dan cepat menyebar (umumnya dari suku Leguminosae atau Fabaceae) bisa ditanam di sepanjang garis kontur pada daerah-daerah lereng untuk menghindarkan erosi (shelterbelt). Faktor Penentu Implementasi Optimalisasi Pola Tanam Faktor ketersediaan modal dan HOK sangat penting dalam menerapkan pola tanam optimal. Pola tanam yang direncanakan tidak dapat diterapkan apabila modal yang dibutuhkan untuk membangun pola tanam yang direncanakan tidak tersedia. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa petani memperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp 18.300.000 (Lampiran 3) dan pengeluaran rata-rata sebesar Rp 18.000.000 (Lampiran 4). Modal minimal yang harus disediakan petani adalah Rp 6.400.000 sedangkan modal yang tersedia sebesar Rp 300.000, sehingga secara finansial petani kekurangan modal. Petani bisa mencari sumber-sumber modal dari dalam dan luar petani. Sumber modal dari dalam berasal dari milik
52
petani sendiri seperti tabungan, kerja petani, ternak, alat-alat pertanian dan emas. Kekayaan yang semula tidak produktif dapat digerakkan menjadi produktif. Petani bisa menggunakan tabungan untuk menambah modal usahatani. Petani yang memiliki kelebihan waktu kerja memanfaatkan waktunya dengan usaha lain untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Petani juga bisa memanfaatkan ternak dan emas dengan menguangkannya untuk menambah modal. Penyediaan modal dari luar petani berasal dari pinjaman atau kredit. Petani bisa memperoleh kredit dari lembaga keuangan (bank) atau pemilik modal swasta yang berada di wilayah sekitarnya. Kredit digunakan petani untuk pembelian sarana produksi dan biaya hidup. Kendala yang sering dihadapi adalah petani sering tidak memiliki
surat bukti pemilikan tanah sebagai jaminan sehingga
menyulitkan petani untuk memperoleh kredit dari bank. Petani lebih banyak menggunakan fasilitas kredit dari pemilik modal (perseorangan) karena prosedurnya lebih mudah, akibatnya mereka terjerat dalam sistem ijon yang merugikan petani. Pemerintah perlu menyediakan fasilitas kredit yang mudah dicapai, prosedur mudah dan suku bunga yang relatif rendah kepada petani agar menguntungkan kedua belah pihak. Dukungan pemerintah juga dapat dalam bentuk pemberian barang modal. Modal yang dibutuhkan berupa modal bergerak seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan sebagainya. Bantuan berupa bibit yang berkualitas, pupuk dan alat-alat pertanian akan mempercepat penerapan pola tanam optimal. Bantuan bibit yang selama ini diterima petani belum sesuai dengan harapan petani. Bibit yang diperoleh dari pemerintah sering tidak berkualitas sehingga mengalami kegagalan hidup. Bibit yang diberikan juga sering tidak kompatibel dengan tanaman kopi. Bantuan pupuk juga sangat diharapkan selain bantuan bibit. Rata-rata petani di Desa Ngarip melakukan pemupukan 1 kali dalam setahun bahkan ada yang sama sekali tidak melakukan pemupukan. Frekuensi pemupukan yang dianjurkan adalah 2 kali dalam setahun, yaitu pada awal dan akhir musim hujan (Najiyati dan Danarti 1999).
Harga pupuk yang tinggi menyebabkan petani tidak mampu
membeli pupuk. Faktor penentu lainnya untuk menerapkan pola tanam optimal adalah ketersediaan HOK. Rata-rata tenaga kerja yang tersedia di Desa Ngarip terdiri dari satu orang tenaga kerja pria dan satu orang tenaga kerja wanita.
53
Curahan waktu kerja pria untuk mengelola lahan HKm rata-rata adalah 7 jam dalam sehari atau 200 HOK dalam setahun, sisa waktunya digunakan untuk mengerjakan pekerjaan lain seperti mengurus ternak, mengikuti kegiatan kelompok HKm, kerja sampingan, kegiatan sosial dan lain-lain. Curahan waktu kerja wanita untuk mengelola lahan HKm rata-rata adalah 4 jam dalam sehari atau 100 HOK dalam setahun. Pekerja wanita lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Total curahan waktu kerja yang tersedia di Desa Ngarip adalah 300 HOK. Jumlah HOK yang dibutuhkan untuk mengelola pola tanam optimal yaitu 148 HOK per hektar sehingga kebutuhan HOK untuk mengelola pola tanam optimal dapat dipenuhi dengan bekerja sendiri. Petani masih mampu mengerjakan lahan maksimal seluas 2 hektar dengan jumlah HOK yang tersedia di Desa Ngarip. Hasil penelitian Budidarsono dan Wijaya (2003) menunjukkan bahwa budidaya kopi monokultur dengan pengelolaan semi intensif membutuhkan tenaga kerja paling besar (184 HOK/ha/th) diantara sistem lainnya sedangkan budidaya kopi multistrata rata-rata menyerap tenaga kerja 107 - 166 HOK per hektar per tahun. Faktor lain yang menjadi penentu penerapan pola tanam optimal adalah ketersediaan pasar komoditas dan sarana penyuluhan bagi petani. Komoditas yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat seperti kopi, lada, kakao dan alpukat lebih mudah dipasarkan daripada komoditas yang baru akan dkembangkan. Komoditas yang menjadi pilihan masyarakat Desa Ngarip adalah komoditas komersial yang memiliki permintaan dan harga jual yang tinggi sehingga petani tidak merasa kesulitan dalam memasarkan produknya. Kendala yang sering petani hadapi adalah harga komoditas yang tidak stabil. Informasi pasar berupa perkembangan harga, permintaan pasar, karakteristik produk yang diinginkan, alternatif saluran distribusi dan harga komoditas yang diusahakan perlu diketahui agar petani tidak dirugikan.
Pemasaran yang efektif dapat membantu petani
memaksimalkan dan menstabilkan pendapatan dalam periode jangka panjang. Pengetahuan tentang pemasaran juga dapat menurunkan risiko kelebihan pasokan yang menyebabkan menurunnya harga produk. Pemasaran dapat mengidentifikasi permintaan-permintaan baru dan melalui diversifikasi produk dan jasa dapat memuaskan konsumen. Masyarakat di perdesaan dapat mempelajari penyesuainpenyesuaian yang harus mereka lakukan untuk mempertemukan permintaan pasar.
54
Banyak petani subsisten memiliki akses dan informasi pasar yang terbatas. Petani dapat meningkatkan pilihan-pilihan mereka dan memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar melalui pemasaran (Harcharik 1996). Petani juga harus menguasai pengetahuan teknis selain pengetahuan pasar.
Pengetahuan teknis sangat menentukan keberhasilan
penerapan pola tanam optimal terutama pengetahuan tentang teknik budidaya tanaman. Peran penyuluh sangat diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan petani. Penyuluhan dapat berupa pengenalan cara-cara produksi yang baru, pengenalan teknologi baru, demonstrasi usahatani dan sebagainya. Pada umumnya petani mengelola jenis-jenis yang sudah mereka kenal. Penguasaan teknis terhadap jenis-jenis yang baru dikenal seperti tanaman pala dan durian mereka ketahui dari orang lain yang sudah berpengalaman. Kendala teknis yang sering petani hadapi adalah masalah hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman kopi, seperti penyakit jamur upas dan karat daun. Penyuluhan dan pendampingan tentang teknik budidaya tanaman yang diusahakan sangat diperlukan agar petani memperoleh informasi yang benar. Dukungan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan perguruan tinggi sangat diharapkan dalam meningkatkan usahatani di Desa Ngarip. Ukuran Garis Kemiskinan Total pendapatan aktual petani Desa Ngarip berkisar antara Rp 68.000 - Rp 1.570.000 per kapita per bulan. Ukuran garis kemiskinan Sajogyo, BPS dan Bank Dunia adalah Rp 130.000 - Rp 173.000, Rp 195.000 dan Rp 267.000 - Rp 534.000 per kapita per bulan. Berdasarkan standar tersebut,
sebanyak 8%
pendapatan petani desa Ngarip berada di bawah garis kemiskinan Sajogyo, 15% berada di bawah garis kemiskinan BPS, 22% berada di bawah garis kemiskinan Bank Dunia US$1 dan 77% berada di bawah garis kemiskinan Bank Dunia US$. sedangkan sebanyak 23% pendapatan petani desa Ngarip berada di atas garis kemiskinan Bank Dunia US$2. Sebagian besar pendapatan petani berada di antara garis kemiskinan Bank Dunia US$1 dan garis kemiskinan Bank Dunia US$2. Gambar 7 menunjukkan perbandingan ukuran garis kemiskinan Sajogyo, BPS dan Bank Dunia terhadap total pendapatan aktual.
55
( U k u r a n g a r i s
k e m i s k i n a n
)
R p / k a p i t a / b l n
1.700.000 1.600.000 1.500.000 1.400.000 1.300.000 1.200.000 1.100.000 1.000.000 900.000 800.000 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 Responden Totap pendapatan ( Rp/kapita/bln) Sajogyo 240 kg Sajogyo 320 kg
BPS Bank Dunia US$1 Bank Dunia US$2
Gambar 7 Perbandingan ukuran garis kemiskinan Sajogyo, BPS dan Bank Dunia terhadap total pendapatan aktual. Kebutuhan Hidup Layak Hasil perhitungan ukuran garis kemiskinan diperoleh bahwa standar garis kemiskinan tertinggi adalah garis kemiskinan Bank Dunia US$2, sehingga ukuran ini yang dijadikan standar dalam menghitung KHL. Berdasarkan standar tersebut, KHL petani adalah Rp 1.335.000 per kapita per bulan atau Rp 16.020.000 per kapita per tahun. Rata-rata jumlah orang dalam satu kepala keluarga (KK) di Desa Ngarip adalah empat orang sehingga KHL adalah Rp 64.080.000 per KK per tahun. Hasil perhitungan KHL aktual adalah Rp 3.800.000 per kapita per tahun atau Rp 15.000.000 per KK per tahun. Hal ini berarti bahwa KHL di wilayah penelitian lebih rendah dari standar KHL dan membutuhkan 4,7 kali KFM untuk mencapai standar KHL. Jumlah KHL aktual yang jauh di bawah standar KHL menunjukkan bahwa pendapatan petani di desa Ngarip sangat rendah sehingga petani harus menyesuaikan pengeluaran dengan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup terbesar adalah kebutuhan pokok yang merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi setiap orang. Pendapatan yang rendah mengharuskan petani mendahulukan pemenuhan kebutuhan pokok dibandingkan kebutuhan yang lain agar dapat bertahan hidup. Kebutuhan
56
selanjutnya yang menjadi perhatian petani adalah pendidikan anak, tabungan, sosial dan pakaian (Lampiran 5).
Sardjono et al. (2003) menyatakan bahwa
keterbatasan investasi yang dimiliki, jangkauan pemasaran produk yang belum meluas dan pola hidup yang masih subsisten, maka jaminan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari tetap menjadi dasar pertimbangan terpenting. Kebutuhan Luas Lahan untuk Pemenuhan KHL Analisis luas lahan minimal menggunakan standar KHL tertinggi. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa semua keuntungan dari pola tanam aktual dan hasil optimalisasi tidak dapat memenuhi standar KHL sehingga petani perlu menambah luas lahan untuk memenuhi KHL. Kebutuhan luas lahan disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Kebutuhan luas lahan setiap pola tanam berdasarkan standar KHL Pola tanam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Standar KHL (Rp/th) 64.080.000 64.080.000 64.080.000 64.080.000 64.080.000 64.080.000 64.080.000 64.080.000 64.080.000 64.080.000 64.080.000 64.080.000 64.080.000 64.080.000 64.080.000 64.080.000
Pendapatan aktual (Rp/th) 8.197.500 6.996.000 8.526.667 6.134.200 6.695.000 6.984.800 8.436.000 6.656.100 9.449.300 7.088.333 6.946.875 8.085.000 4.534.667 6.545.000 8.125.833 15.900.000
Luas lahan aktual (ha) 1,75 1,4 1 0,9 0,95 1,3 1 1,1 1,2 1 0,7 0,75 1,2 1,1 0,9 2
Kebutuhan luas lahan (ha) Hasil Aktual optimalisasi 13,7 9,2 12,8 8,9 7,5 9,2 9,4 10,3 9,1 2,1 11,9 8,8 7,6 5,2 10,6 1,8 8,1 3,5 9,0 5,3 6,5 1,9 5,9 5,2 17,0 2,4 10,8 1,8 7,1 1,8 8,1 3,2
Pola tanam hasil optimalisasi mencapai optimal dengan mengelola lahan seluas 1,8 - 10 hektar sedangkan pola tanam aktual membutuhkan luas lahan 6 17 hektar untuk memenuhi standar KHL. Kebutuhan luas lahan paling minimal terdapat pada pola tanam 8, 11, 14 dan 15 sedangkan luas lahan yang dikelola petani berkisar antara 0,7 - 2 hektar. Petani yang dapat memenuhi standar KHL dengan mengoptimalkan lahannya tanpa menambah luas lahan adalah petani pada
57
pola tanam 16. Luas lahan yang dimiliki mencapai 2 hektar sehingga petani dapat memanfaatkan lahan dengan pola tanam 8, 11, 14 dan 15 untuk memenuhi KHL. Petani yang lain memiliki luas lahan yang sempit sehingga penambahan luas lahan sangat diperlukan untuk memenuhi KHL mereka. Pendapatan Petani berdasarkan Luas Lahan HKm Pendapatan aktual dari lahan HKm sebesar Rp 850.000 - Rp 34.000.000 berdasarkan perbedaan luas lahan (Tabel 16). Tabel 16 Pendapatan petani berdasarkan luas lahan Pendapatan aktual (Rp) Minimum Maksimum Pendapatan rata-rata
0,25-1 850.000 13.797.000 6.188.241
Luas lahan (ha) 1,5-2 3.450.000 34.040.000 12.245.282
2,5-3,5 8.868.420 19.092.000 18.096.000
Pendapatan petani HKm di desa Ngarip dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: luas lahan yang dimiliki, harga komoditas, jumlah tanaman yang sudah menghasilkan dan jenis tanaman komersial yang ditanam pada lahan tersebut. Pendapatan sangat dipengaruhi oleh kondisi tanaman yang berada di atasnya. Pendapatan petani dari lahan yang sempit tetapi sudah banyak yang menghasilkan akan lebih besar daripada lahan garapan yang luas namun belum ditanami (belum menghasilkan). Harga komoditas juga mempengaruhi pendapatan yang diterima petani. Komoditas yang diusahakan dari jenis-jenis tanaman komersial akan memberikan pendapatan lebih tinggi daripada tanaman dengan komoditas bernilai ekonomi rendah. Awang (2002) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan dari lahan HKm lebih disebabkan oleh jumlah tanaman di lahan HKm, jumlah jenis tanaman, jenis tanaman yang sudah menghasilkan dan jenis tanaman yang memberikan pendapatan tertinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat pendapatan petani HKm perlu diperhatikan terutama dengan menanam tanaman komersial yang cocok atau sesuai dengan kondisi lahan.
58
Prospek Pengembangan HKm Prospek pengembangan HKm cukup baik di Desa Ngarip. Prospek pengembangan HKm ditentukan berdasarkan persepsi dan perspektif petani terhadap HKm. Pengalaman hidup petani selama berusahatani di lahan HKm telah menimbulkan persepsi yang baik terhadap HKm. Data menunjukan bahwa HKm memberikan kontribusi pendapatan yang cukup besar terhadap total pendapatan petani. Lebih dari separuh (53%) pendapatan petani berasal dari usaha HKm (Tabel 17). Tabel 17 Perbandingan rata-rata pendapatan dan pengeluaran petani Rata-raat pendapatan dan pengeluaran (Rp/th) Pengeluaran Pendapatan -HKm -Lahan milik -Usaha lain Total pendapatan
Rp 18. 000.000 Rp 9.819.563 Rp 6.214.689 2.310.665 Rp 18.344.917
Persepsi yang baik terhadap peranan HKm dalam meningkatkan kesejahteraan ditunjukkan oleh beberapa variabel persepsi (Lampiran 23). Variabel persepsi terdiri dari pengetahuan tentang HKm (definisi HKm, definisi hutan, manfaat ekologi HKm dan hutan dan perbedaan keduanya), tujuan mengikuti program HKm, keuntungan dan kerugian mengikuti program HKm dan kendala-kendala dalam menjalankan program HKm. Masyarakat sebagian besar mengetahui informasi tentang HKm (definisi HKm, definisi hutan, manfaat ekologi HKm dan hutan dan dapat membedakan keduanya) dari sosialisasi yang terus dilakukan oleh pemerintah, LSM, perguruan tinggi dan pihak terkait lainnya. Masyarakat mengikuti program ini untuk mendapatkan ketenangan dan kesejahteraan. Izin Hkm memberikan ketenangan kepada 87% masyarakat, sedangkan sisanya masih merasa tidak tenang. Petani khawatir terjadi pengusiran seperti yang dulu pernah dilakukan pemerintah pada tahun 1990-an. Petani juga khawatir sewaktu-waktu izin HKm dicabut. Izin HKm memberikan dampak yang baik bagi kehidupan petani. HKm telah menciptakan lapangan kerja, kesempatan berusaha dan meningkatkan kesadaran akan fungsi hutan sehingga petani merasa diuntungkan. Banyak pemuda desa yang menganggur sebelum mendapat izin
59
HKm. Kekurangan tenaga kerja terutama pada saat musim panen sering dialami petani setelah mendapat izin HKm. Ada beberapa kendala yang dihadapi petani dalam melaksanakan program ini, yaitu kendala modal (pupuk, obat-obatan, harga bibit, transportasi dan sebagainya), harga jual yang tidak stabil, faktor iklim, kekurangan tenaga kerja, keterbatasan pengetahuan (bercocok tanam dan pengetahuan pasar) dan hama penyakit. Upaya-upaya telah dilakukan untuk mengatasi kendala terutama kendala yang terkontrol, sedangkan kendala yang tidak terkontrol tidak bisa diatasi petani. Kendala modal diatasi dengan upaya mencari pinjaman atau menjual barang investasi (ternak dan emas). Kendala tenaga kerja diatasi dengan mencari tenaga kerja dari desa lain. Kendala pengetahuan dilakukan dengan aktif mengikuti kegiatan kelompok HKm. Kendala hama dan penyakit dilakukan dengan upaya pemberantasan hama dan penyakit. Petani ingin mengembangkan HKm berdasarkan perspektif petani terhadap 5 hal, yaitu perpektif ekonomi, lingkungan, teknis, kepentingan investasi dan keberlanjutan izin HKm. Petani ingin mengembangkan HKm untuk meningkatkan pendapatan,
meningkatkan
meningkatkan
pengetahuan
kualitas teknis,
lingkungan pendidikan
agar anak
produksi dan
lestari,
mendapatkan
perpanjangan izin HKm. Kepentingan-kepentingan ini direalisasikan petani melalui beberapa cara: 1) Peningkatan pendapatan dilakukan melalui peningkatan produktivitas tanaman dan lahan, peningkatan kualitas produk, perbaikan pemasaran dan diversifikasi usahatani. Peningkatan produktivitas dimulai dari pemilihan bibit yang berkualitas,
pemeliharaan
(okulasi,
pemupukan,
penyiangan
rumput,
pemangkasan cabang, pemberantasan hama penyakit, konservasi tanah), pemberantasan hama penyakit dan sebagainya. Peningkatan kualitas produk kopi dilakukan dengan pemanenan yang tepat dan perlakuan pasca panen yang benar. Upaya pemasaran dilakukan dengan memasarkan produk kopi kepada pedagang yang memiliki harga jual tinggi. Diversifikasi usahatani dilakukan dengan membuka usaha penggilingan kopi, usaha penjualan bibit dengan membuat persemaian secara berkelompok, menjadi pedagang pengumpul dan pedagang besar, memproduksi kopi luwak dan sebagainya.
60
2) Peningkatan kualitas lingkungan dilakukan melalui konservasi tanah (pembuatan teras dan rorak), penggunaan pupuk alami dan pengurangan bahan kimia (pupuk dan obat-obatan). 3) Prinsip-prinsip teknik dilakukan petani melalui pemilihan jenis tanaman pelindung yang tepat, penerapan teknologi yang tepat, perbaikan cara budidaya, pemberantasan hama penyakit dan sebagainya. Pengetahuan teknis bisa diperoleh dari kegiatan kelompok seperti kegiatan pelatihan dan sekolah lapangan yang ada di Desa Ngarip. 4) Kepentingan investasi dilakukan melalui investasi alat-alat pertanian untuk meningkatkan produksi, penanaman pohon-pohonan yang hasilnya bisa dinikmati dalam jangka panjang dan melalui upaya pendidikan. Upaya pendidikan dilakukan dengan membekali anak dengan pendidikan yang cukup. Sebagian besar petani ingin menyekolahkan anak sampai pendidikan tinggi (71%), SLTA (11%), SLTP (3%) dan lainnya (15%). Mereka menginginkan anak mendapatkan pekerjaan lebih baik seperti pegawai, dokter, bidan, karyawan dan sebagainya. 5) Upaya mendapatkan perpanjangan izin dilakukan dengan mematuhi semua aturan pemerintah dalam ber-HKm. Petani ingin mengembangkan HKm sebanyak 96%, sedangkan sisanya (4%) tidak tertarik mengembangkan HKm. Petani tidak tertarik mengembangkan HKm karena beberapa alasan yaitu: faktor usia, pekerjaan lain dan keterbatasan pengetahuan. Dampak dan manfaat yang dirasakan masyarakat
menunjukkan bahwa
HKm memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap aspek ekonomi, sosial dan ekologi.
Pengembangan HKm akan semakin meningkatkan kontribusi HKm
terhadap pendapatan petani terutama bagi petani yang hidupnya hanya mengandalkan dari lahan HKm. Peningkatan pengetahuan dengan penyuluhan diperlukan untuk mendukung peningkatan dan pengembangan usaha HKm.
61
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1
Pola tanam aktual di Desa Ngarip terdiri dari tiga puluh enam pola tanam. Pola tanam akan dikembangkan berdasarkan faktor sosial menurut preferensi petani menjadi enam belas pola tanam. Setiap pola tanam mencapai tingkat optimalisasi keuntungan yang berbeda. Keuntungan pola tanam hasil optimalisasi berkisar antara Rp 6.000.000 – Rp 36.300.000 per hektar per tahun. Perbedaan keuntungan tidak dipengaruhi oleh tanaman-tanaman yang selalu ada di setiap pola tanam tetapi dipengaruhi oleh jenis tanaman lain, terutama tanaman pala yang memiliki harga komoditas paling tinggi. Pola tanam hasil optimalisasi yang memberikan keuntungan tertinggi terdapat pada pola tanam 15. Pola tanam ini terdiri dari tanaman kopi, lada, kakao, pala, alpukat, durian, pisang, cabai dan tanaman kayu-kayuan.
2
Pola tanam hasil optimalisasi yang memperhatikan faktor sosial ekonomi menghasilkan komposisi jenis tajuk tinggi, sedang dan rendah sebanyak 150 batang per hektar, 1.600 batang per hektar dan 2.400 batang per hektar. Tanaman kopi dan cabai mendominasi dan terdistribusi di semua pola tanam dengan jumlah 1.300 batang per hektar dan 2.500 batang per hektar.
3
Kebutuhan luas lahan setiap pola tanam hasil optimalisasi berbeda-beda berdasarkan standar KHL yang sama. Kebutuhan luas lahan berkisar antara 1,8 - 10 hektar. Pola tanam 8, 11, 14 dan 15 membutuhkan luas lahan paling minimal untuk memenuhi KHL.
4
Penerapan pola tanam optimal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang sangat menentukan dalam penerapan pola tanam optimal adalah ketersediaan modal dan ketersediaan sarana penyuluhan.
5
Praktek-praktek agroforestry yang diterapkan petani saat ini dengan kontribusi sebesar 53% dari total pendapatan petani membuktikan bahwa HKm memberikan kontribusi yang baik bagi kesejahteraan petani. Potensi dan prospek yang baik untuk dikembangkan menyebabkan petani ingin mengembangkan HKm.
62
Saran 1
Jumlah yang direkomendasikan oleh Pemerintah sebanyak 400 batang per hektar tanaman tajuk tinggi sebaiknya dipertimbangkan kembali karena menurut petani jumlah ini cukup rapat dan dapat mengganggu tanaman utama. Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan penerapan pola tanam optimal karena pola tanam optimal terbukti mampu memenuhi aspek ekonomi dan ekologi.
2
Pola tanam optimal yang sebaiknya diterapkan petani adalah pola tanam 8, 11, 14 dan 15 karena pola tanam ini mampu memenuhi standar KHL dengan kebutuhan luas lahan yang paling minimal.
3
Petani sangat mengandalkan pendapatan dari lahan HKm karena itu pemerintah sebaiknya lebih banyak mengembangkan program HKm kepada masyarakat.
4
Kegiatan penyuluhan sebaiknya lebih sering dilakukan di Desa Ngarip untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan petani.
63
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2011. Durian Juntak. http://www.juntak.com. [11 November 2011]. AgroMedia. 2007. Budidaya Cabai Hibrida. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. AgroMedia. 2008. Budidaya dan Bisnis Cabai. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. AgroMedia.2009. Budidaya Tanaman Buah Unggul Indonesia. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. Arrunglangi W. 2005. Optimalisasi pemanfaatan lahan pola agroforestry: kasus di Kecamatan Tondon Nanggala Kabupaten Tana Toraja. [Tesis]. Bogor. Sekolah pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah Dan Air. Ed ke-2. Bogor: IPB press. Awang SA dan Iisnarti B. 2002. Pengaruh Program Hutan Kemasyarakatan terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat. Jurnal Hutan Rakyat IV(2): 64-79. Banuwa IR. 2008. Pengembangan alternatif usahatani berbasis kopi untuk pengembangan pertanian berkelanjutan di DAS Sekampung hulu. [Disertasi]. Bogor. Sekolah pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bintoro. 1986. Budidaya Cengkeh: teori dan praktek. Bogor: Lembaga Sumberdaya Informasi. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Data dan Informasi Kabupaten/kota. Tanggamus: Badan Pusat Statistik.
Kemiskinan
[BPKH] Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah II Palembang. 2010. Peta Jenis Tanah. Palembang: Balai Pemantapan Kawasan Hutan. [BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Pisang. Lampung: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Brigham EF dan Gapenski LC. 1991. Financial Management: theory and practice. Sixth edition. USA: The Dryden Press. Buana RY, Suyanto S, Hairiah K. 2005. Kebun lindung: kajian ekologi dan sosio ekonomi di Lampung Barat. Agrivita 27(3):170-181. Budidarsono S, Wijaya K. 2003. Praktek konservasi dalam budidaya kopi robusta dan keuntungan petani. Bogor. World Agroforestry Center. Drazat. 2007. Meraup Laba dari Pala. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
64
Hadipoentyanti E. 1997. Monograf Tanaman Cengkeh. Bogor: Balitbang Pertanian. Hairiah et al. 2000. Pengenalan tanah masam secara biologi: refleksi pengalaman dari Lampung Utara. Bogor: World Agroforestry Center. Harcharik 1996. Marketing in Forestry and Agroforestry by Rural People. Bangkok: Forestry Department. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Helton et al. 2010. Selection of native trees for intercropping with coffee in the Atlantic Rainforest biome. Agroforestry Systems 2010(80):1–16. Joshi L, Wibawa G, Vincent G, Boutin D. 2001. Jungle Rubber: a traditional agroforestry system under pressure. Bogor: World Agroforestry Center. [Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2007. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.37/Menhut-II/2007 tentang hutan kemasyarakatan. Kemenhut Dirjen BPDAS dan PS Direktorat BPS. [Kemendag RI] Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. 2011. Statistik Nilai Tukar Mata Uang Asing Terhadap Rupiah. http://www.kemendag.go.id. [25 Desember 2011]. [Kemenristek RI] Kementerian Riset dan Teknologi. 2011. Pertanian alpukat. http://www.warintek.ristek.go.id. [11 November 2011]. Lyngbæk AE, Muschler RG, Sinclair FL. 2001. Productivity and profitability of multistrata organic versus conventional coffee farms in Costa Rica. Agroforestry Systems 2001(53):205-213. Mandagi VO. 2000. Optimalisasi pemanfaatan lahan proyek hutan kemasyarakatan di Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara. [Tesis]. Bogor. Sekolah pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Marwah S. 2008. Optimalisasi pengelolaan sistem agroforestry untuk pembangunan pertanian berkelanjutan di DAS Konaweha Sulawesi Tenggara. [Disertasi]. Bogor. Sekolah pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Mulyadi. 1992. Akuntansi Biaya untuk Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Muslich M. 2009. Metode Pengambilan keputusan kuantitatif. Jakarta: Bumi Aksara. Nair R. 1993. An Introduction to Agroforestry. Netherlands. Kluwer Academic Publishers.
65
Najiyati dan Danarti 1999. Kopi. Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Jakarta: Penebar Swadaya. Newnan DG. 1990. Engineering Ecocnomic Analysis. Third Edition.Jakarta Barat: Binarupa Aksara. Otsuka K, Suyanto, Sonobe T, Tomich TP. 2001. Evolution of customary land tenure and development of agroforestry: evidence from Sumatra. Agriculture Economics in press. Payan et al. 2009. Soil characteristics below Erythrina poeppigiana in organic and conventional Costa Rican coffee plantations. Agroforestry Systems 2009(76):81-93. [Pekon Ngarip] Pekon Ngarip. 2010. Profil Pekon Ngarip Kecamatan Ulu Belu Tahun 2010. Tanggamus: Kabupaten Tanggamus Lampung. Rajati T. 2006. Optimalisasi pemanfaatan lahan kehutanan dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan dan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat desa sekitar hutan: studi kasus di Kabupaten Sumedang. [Disertasi]. Bogor. Sekolah pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rauf A. 2004. Kajian sistem dan optimasi penggunaan lahan agroforestry di kawasan penyangga Tn Gunung Leuser: studi kasus di kabupaten Langkat Sumatera Utara. [Tesis]. Bogor. Sekolah pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rismunandar. 1992. Budidaya dan Tata Niaga Pala. Jakarta: Penebar Swadaya. Rodgers T. 2008. Economic analysis of smallholder rubber agroforestry system efficiency in Jambi Indonesia. [Tesis]. Bogor. Sekolah pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Rubiansyah H. 2004. Analisis ekonomi dan kelembagaan perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. [Tesis]. Bogor. Sekolah pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sajogyo. 1996. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. Yogyakarta: Aditya Media. Santoso et al. 2004. Teknik Konservasi Tanah Vegetatif. Di dalam: Kurnia U, Rachman A, Dairiah, editor. Teknologi Konservasi Tanah Pada Lahan Kering Berlereng. Bogor: Puslittanak Balitbang Departemen Pertanian. hlm 89-90. Sardjono MA, Djogo T, Arifin HS, Wijayanto N. 2003. Klasifikasi dan Pola Kombinasi Komponen Agroforestri. Bogor: World Agroforestry Center.
66
Sinaga M. 1992. Akuntansi Biaya: suatu pendekatan manajerial. Jakarta: Erlangga. Sinukaban N. 2007. Membangun Pertanian Menjadi Industri yang Lestari dengan Pertanian Berkelanjutan. Di dalam: Sinukaban N, penulis. Konservasi Tanah dan Air. Kunci Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Dirjen RLPS. Siregar THS, Riyadi S, Nuraeni L. 1988. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Cokelat. Jakarta: Penebar Swadaya. Siswanto. 2007. Operations Research. Jakarta: Erlangga. Soeharjo A dan Patong D. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor:Institut Pertanian Bogor. Soekartawi 1992. Linear programming: teori dan aplikasi khususnya di bidang pertanian. Jakarta: Rajawali. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia. Subagyono K, Marwanto S, Kurnia. 2003. Teknik Konservasi Tanah secara Vegetatif. Bogor: Puslittanak Balitbang Departemen Pertanian. Sugiyono.2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Suharjito D, Sundawati L, Suyanto, Utami SR, 2003. Aspek Sosial Ekonomi dan BudayaAgroforestri. Bogor: World Agroforestry Center. Suharlan A, Sumarna K, Sudiono J. 1975. Tabel Tegakan Sepuluh Jenis Kayu Industri. Bogor: Puslitbanghut, Depertemen Kehutanan. Sukandi T, Sumarhani, Murniati. 2002. Informasi Teknis. Pola Wanatani (Agroforestry). Bogor. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Badan Litbang Kehutanan. Sunanto. 1988. Budidaya Pala. Yogyakarta: Kanisius. Suprapto dan Yani A. 2008. Teknologi Budidaya Lada . Bogor: BPPT. Susilawati KI. 2009. Analisis daya dukung gizi hutan kemasyarakatan di Kabupaten Lampung Barat. [Tesis]. Bogor. Sekolah pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Utomo WH. 2005. Agroforestry: Hidup Layak Berkesinambungan pada Lahan Sempit. Di dalam: Krisnamurthi B, ABS Dwi dan Kriswantriyono (Eds). Prosiding seminar: Tekanan penduduk, Degradasi Lingkungan dan Ketahanan Pangan. Jakarta: Kerjasama Pusat Studi Pembangunan Lembaga
67
Penelitian IPB, Proyek Koordinasi Kelembagaan Ketahanan Pangan dan Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen Pertanian. Umar H.2000. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Umar H. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka. Utami SR, Verbist B, Noordwijk MV, Hairiah K, Sardjono MA. 2003. Prospek Penelitian dan Pengembangan Agroforestri di Indonesia. Bogor: World Agroforestry Center. Watanabe H. 1999. Handbook of agroforestry. Japan: Association for International Cooperation of Agriculture and Forestry (AICAF), Japan. Zaenudin. 2010. Budidaya Kakao. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. Zaubin R dan Yufdi P. 1996. Monograf Tanaman Lada. Bogor: Balitbang Pertanian Zulfarina 2003. Persepsi dan Partisipasi Petani terhadap Usaha Pertanian Konservasi: studi kasus kelompok pengelola HKM di kawasan hutan lindung register 45B, kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung. [Tesis]. Bogor. Sekolah pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
68
Lampiran 1 Karakteristik responden per pola tanam Pola Tanam
Responden
1
2
3
Jenis kelamin
Umur (tahun)
Pendidikan
1
L
43
SD
2
L
36
STM
Pekerjaan Utama Petani
Sampingan peternak
petani
Jumlah tanggungan (orang) 4
3
3
L
62
SD
petani
pedagang dan peternak
4
L
65
SD
petani
petani
5
5 6
L L
52 45
SD -
petani petani
peternak
2 3
7
L
33
SMP
petani
-
3
8
L
45
SMP
petani
pedagang
5
9
L
40
-
petani
-
5
4
Hubungan keluarga
Umur (th)
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
anak ke- 1 anak ke-2 istri anak ke-1 istri
19 16 43 3 33
SLTP SMO SPG S1
pelajar guru honor
anak ke-1 anak2
27 25
SMP SMP
istri anak ke-1 anak ke-2 anak ke-3 istri anak ke-2 istri istri anak ke-1 istri anak ke-1 istri anak ke-1 anak ke-2 anak ke-3 istri anak ke-1 anak ke-2 anak ke-3
60 19 14 3 35 15 40 50 35 45 8 27 18 12 3 36 10 6 3
SD SMA SD SD SD SD SD SMA SD SMP SMP SD SMP -
pedagang tempe Petani Pelajar Petani ibu RT Petani Pelajar Petani Pelajar Pelajar pedagang pelajar pelajar -
petani
68
Lanjutan Pola Tanam
4
5
Jumlah tanggungan
Responden
Jenis kelamin
Umur (tahun)
Pendidikan
10
L
65
SD
petani
-
4
11
L
45
SD
petani
pedagang dan buruh
4
Pekerjaan
12
L
25
SD
petani
-
3
13
L
30
SMP
petani
pedagang
4
14
L
45
SD
petani
-
4
16
L
30
SMA
petani
pedagang
3
17
L
33
SD
petani
-
3
18
L
38
SD
petani
pedagang
4
29
L
40
SMP
petani
-
4
20
L
60
SD
petani
-
4
Hubungan keluarga istri anak ke-1 anak ke-2 istri
Umur (th) 35 28 19 60
Pendidikan terakhir SMA SMA SD
ibu RT petani petani petani
anak ke-1
19
SMA
pelajar
anak ke-2 anak ke-3 istri anak ke-1 istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 istri anak ke-1 istri anak ke-1 anak ke-2 anak ke-3 istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 cucu mantu
16 11 35 1,5 23 10 3 28 20 19 40 1 27 3 26 11 5 2 28 18 3 33 28 12 30
SMP SD SD SD SMP SMP SMP SMA SMP SD SD SMP SMP SD SD SD
pelajar pelajar pedagang ibu RT pelajar pedagang petani petani petani pedagang ibu RT Pelajar ibu RT pelajar petani petani pelajar petani
Pekerjaan
69
69
70 Lanjutan Pola Tanam 6
7
8
21
Jenis kelamin L
Umur (tahun) 59
22
L
23
Responden
Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah tanggungan 3
SMP
petani
-
39
SMP
petani
peternak
4
L
44
SD
petani
-
4
24
L
40
SD
petani
-
5
25
L
65
SD
petani
pedagang
4
26
L
63
SD
petani
-
4
27
L
38
SMP
petani
-
3
28
L
50
SMP
petani
-
4
29
L
40
SD
petani
buruh
5
30
L
40
-
petani
pedagang
4
31
L
30
SMP
petani
-
4
32
L
51
SD
petani
-
3
Hubungan keluarga anak istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 anak ke-2
Umur (th) 16 62 6 3 34 19 15 25 12 38 25 19 60 28 21 50 5 28 19 13 39 15 38 20 19 60 19 11 50 24 13
Pendidikan terakhir SMP SD SD SD SMP SD SD SD SD STM S1 SD SMA SMA SD SMP SMA SD SMP SD SD SMP SMP SD SMP SD SD SD SD
Pekerjaan pelajar petani pelajar ibu RT petani pelajar ibu RT pelajar ibu RT pedagang mahasiswa petani petani petani petani pelajar ibu RT pelajar pelajar ibu RT Pelajar ibu RT buruh petani petani petani pelajar petani petani pelajar
70
Lanjutan Pola Tanam
9
10
Jumlah tanggungan
Responden
Jenis kelamin
Umur (tahun)
Pendidikan
33
L
66
SD
petani
-
4
34
L
40
SD
petani
peternak
5
35
L
55
-
petani
pedagang
4
36
L
48
SMP
petani
pedagang
4
37
L
55
SD
petani
buruh
3
38
L
40
SD
petani
-
4
39
L
68
SD
petani
pedagang
4
40
L
51
-
petani
pedagang
4
41
L
65
SD
petani
pedagang
4
42
L
41
-
petani
peternak
3
Pekerjaan
Hubungan keluarga istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 anak ke-2 anak ke-3 istri anak istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak cucu istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 anak ke-2 istri
Umur (th) 28 17 9 40 14 9 1 30 25 60 17 17 50 18 11 28 21 25 40 22 14 55 17 8 30 24 17 50 25 5 38
Pendidikan terakhir SMP SMP SD SD SD SMA SD SMP SMP SMP SMP SD SD SMA SD SD SMP SD SD SMP SMP SMP SMA SD SMP TK SD
Pekerjaan ibu RT pelajar pelajar ibu RT pelajar pelajar ibu rt petani pedagang pelajar pelajar pedagang pelajar pelajar buruh petani petani petani ibu RT pelajar pedagang pelajar pelajar ibu RT pedagang pelajar pedagang petani pelajar petani
71
71
72 Lanjutan Pola Tanam
11
12
13
SD
petani
-
Jumlah tanggungan 4
50
SD
petani
-
4
L
50
SD
petani
-
4
46
L
31
SMP
petani
pedagang
3
47
L
45
SD
petani
-
4
48
L
40
SLTA
petani
guru
4
49
L
61
SD
petani
-
3
50
L
31
SD
petani
pedagang
3
51 52 53
L L L
53 50 40
SD SD
petani petani petani
-
1 4 4
54
L
55
SD
petani
-
4
55
L
42
SD
petani
buruh
4
43
Jenis kelamin L
Umur (tahun) 43
44
L
45
Responden
Pendidikan
Pekerjaan
Hubungan keluarga anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak istri anak ke-1 istri istri anak ke-1 anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1 anak ke-2 istri anak ke-1
Umur (th) 21 14 40 20 15 33 20 19 40 11 31 14 2,5 35 6 3,5 33 19 54 3 27 45 30 11 3 33 25 17 50 12
Pendidikan terakhir SMP SD SD SMA SD SD SD SD SD SD SD SD SMP SD SMP SD SMA SMP SMP SD SD SD SD SD
Pekerjaan pelajar petani petani petani pelajar petani petani petani petani pelajar petani pelajar ibu RT pelajar petani petani petani pedagang pulsa pelajar petani petani petani petani pelajar
72
73
73 Lanjutan Pola Tanam
14
15
Responden
Jenis kelamin
Umur (tahun)
Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah tanggungan
Hubungan keluarga anak ke-2 istri anak ke-1 anak ke-2 anak ke-3 istri anak ke-1 anak ke-2 kakak istri
Umur (th) 4 27 15 11 3 36 12 0,5 45 35
Pendidikan terakhir SD SMA SD SD SD SD
petani pelajar pelajar petani pelajar pelajar petani petani
6 31 40
SMP SD
pelajar petani petani pembantu RT ibu RT petani petani pelajar petani
56
L
43
SD
petani
-
4
57
L
40
SD
petani
-
3
58 59
L L
27 35
SMA SD
petani petani
jasa transportasi -
3
60
L
50
-
petani
pedagang
2
anak istri istri
61
L
70
SD
petani
-
2
anak
25
SMP
62
L
40
-
petani
-
3
63
L
57
SD
petani
-
5
anak ke-1 istri anak ke-1 anak ke-2 anak ke-3 istri
24 35 28 24 6 50
SMP SMP SMA -
64
L
45
SD
petani
tukang bangunan
5
anak ke-1
25
SMA
anak ke-2 anak ke-3
23 9
SMP -
istri
45
SD
Pekerjaan
pedagang penjaga toko pelajar petani dan pedagang
74 Lanjutan Pola Tanam
16
65
Jenis kelamin L
Umur (tahun) 34
66
L
55
Responden
SMA
petani
-
Jumlah tanggungan 3
SD
petani
-
5
Pendidikan
Pekerjaan
Hubungan keluarga anak anak ke-1 anak istri
Umur (th) 3 25 14 45
Pendidikan terakhir SMA SD SMP
Pekerjaan Ibu RT pelajar petani
74
75
Lampiran 2 Rencana perubahan pola tanam aktual No 1 2 3
kopi kopi + cengkeh kopi + pisang
Pola tanam aktual
4
kopi + cabai
5 6 7 8 9
kopi + alpukat kopi + kayu kopi + durian kopi + cabai + kayu kopi + cengkeh + cabai
10
kopi + pisang + cabai
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
kopi + kakao + cabai kopi + lada + cabai kopi + lada + kakao kopi + alpukat + cabai kopi + kakao + cabai kopi + pala + alpukat kopi + kakao + alpukat kopi + alpukat + cabai + kayu kopi + alpukat + pisang + cabai kopi + kakao + alpukat + pisang kopi + kakao + alpukat + cabai kopi + cengkeh + kakao + pisang kopi + alpukat + pisang + cabai kopi + kakao + pisang + cabai kopi + lada + alpukat + pisang kopi + lada + pisang + cabai + kayu kopi + alpukat + durian + pisang + cabai kopi + cengkeh + alpukat + pisang + cabai kopi + alpukat + durian + cabai + kayu kopi + alpukat + durian + pisang + kayu kopi + cengkeh + kakao + alpukat + cabai kopi + kakao + alpukat + cabai + kayu kopi + lada + kakao + alpukat + cabai kopi + kakao + durian + pisang + cabai + kayu kopi + lada + kakao + alpukat + cabai + kayu kopi + cengkeh + kakao + pala + alpukat + cabai + kayu
Rencana perubahan pola tujuh, dua belas enam tujuh empat, lima, enam, delapan, dua belas sembilan, sepuluh, dua belas sebelas lima belas satu, dua, lima, tujuh tiga empat, sembilan, empat belas empat enam tujuh, dua belas delapan, tiga belas sebelas tiga belas lima belas satu, dua, lima, tujuh satu, lima empat, sebelas sepuluh, sebelas sepuluh tiga belas, empat belas empat belas lima belas dua tiga tiga, dua belas enam delapan empat belas lima belas enam belas empat lima belas empat belas
76
Lampiran 3 Rata-rata pendapatan petani Lahan milik (Rp/th)
Pekerjaan sampingan (Rp/th)
Pola tanam
HKm (Rp/th)
1
10.737.500
7.657.500
2
9.421.667
5.681.667
50.000
50.000
1.425.000
3
11.290.000
8.856.000
100.000
175.000
1.700.000
4
7.478.000
1.050.000
180.000
500.000
Guru
Jasa transportasi
Tukang
Buruh
3.600.000
Kayu bakar
Ternak
150.000
550.000
Pedagang
Penjaga toko
Pembantu RT
Petani penyakap
1.800.000
19.895.000 16.120.000
2.400.000
21.662.667
5.400.000
225.000
Total pendapatan (Rp/th)
3.400.000
5
7.750.000
6
9.452.800
6.230.900
1.500.000
425.000
1.000.000
12.000.000
7
10.288.000
7.200.000
12.000.000
350.000
2.666.667
4.800.000
8
8.280.500
4.160.500
850.000
2.400.000
13.821.000
9
10.335.500
9.012.500
1.200.000
4.866.667
22.768.000
10
8.370.000
12.263.333
11
8.531.875
5.550.000
12
9.040.000
4.605.600
13
6.668.000
2.783.333
14
7.900.000
149.000
15
10.769.167
590.000
16
20.800.000
17.430.000
Rata-rata
9.819.563
5.826.270
200.000 1.200.000
50.000
4.800.000
250.000
100.000
18.000.000
9.865.000 22.553.700
5.000.000
23.518.000
400.000
75.000
2.400.000
21.616.667
375.000
150.000
850.000
2.000.000
15.231.875
450.000
166.667
525.000
800.000
15.055.600
750.000 100.000
5.000.000
12.220.000
5.000.000
100.000
5.000.000
150.000
100.000
9.734.667
600.000 1.333.333
9.209.000 900.000
18.600.000
2.400.000
2.000.000
17.017.500 43.230.000
259.375
6.250
1.546.875
215.937
198.437
686.979
2.785.416
1.162.500
1.275.000
962.500
18.344.917
76
77
Lampiran 4 Rata-rata pengeluaran petani per pola tanam Pola tanam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Rata-rata
Biaya produksi (Rp/th) 4.081.250 2.562.333 4.940.000 3.464.800 961.000 3.255.200 2.228.000 2.830.900 2.574.200 3.926.667 1.985.000 1.755.000 3.241.667 1.355.000 2.735.000 15.150.000 3.565.376
KHL (Rp/th) 17.009.000 9.616.667 14.093.333 13.820.600 11.479.400 17.961.800 13.784.000 12.422.200 15.733.600 16.133.333 13.138.750 13.300.200 10.055.000 11.311.000 15.326.200 25.260.000 14.394.201
Total pengeluaran (Rp/th) 21.090.250 12.179.000 19.033.333 17.285.400 12.440.400 21.217.000 16.012.000 15.253.100 18.307.800 20.060.000 15.123.750 15.055.200 13.296.667 12.666.000 18.061.000 40.410.000 17.959.577
78
Lampiran 5 Komponen KHL per pola tanam Komponen
KHL
Rata-rata
KHL
(Rp/th)
(Rp/th)
Pola tanam 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Konsumsi
8.854.000
6.872.000
8.360.000
9.771.600
8.646.400
9.808.800
9.954.000
7.180.800
9.100.000
7.600.000
7.200.000
9.095.200
6.820.000
8.320.000
9.385.400
11.100.000
8.629.263
Pendidikan
2.400.000
0
1.983.333
700.000
40.000
1.340.000
940.000
2.770.000
1.754.000
5.333.333
1.800.000
940.000
733.333
480.000
914.000
2.500.000
1.539.250
Kesehatan
175.000
203.333
125.000
185.000
220.000
340.000
180.000
108.000
132.000
133.333
128.750
105.000
61.667
52.000
91.000
1.000.000
202.505
Papan
0
0
0
0
0
0
0
36.000
0
0
0
0
0
0
210.000
0
15.375
Sosial
1.125.000
766.667
1.266.667
1.020.000
1.040.000
980.000
650.000
990.000
1.400.000
566.667
1.250.000
1.290.000
983.333
1.100.000
1.410.000
2.500.000
1.146.146
Pajak
200.000
82.667
98.333
162.000
33.000
137.000
110.000
95.400
71.600
146.667
155.000
127.000
106.667
11.000
249.800
200.000
124.133
Listrik
180.000
452.000
446.667
244.000
140.000
336.000
312.000
318.000
144.000
186.667
305.000
180.000
286.667
188.000
432.000
60.000
263.188
Pakaian
875.000
500.000
666.667
610.000
600.000
1.020.000
800.000
460.000
1.100.000
566.667
1.250.000
700.000
683.333
520.000
760.000
1.000.000
756.979
Transportasi
300.000
240.000
300.000
400.000
300.000
300.000
400.000
200.000
300.000
400.000
200.000
200.000
200.000
240.000
300.000
400.000
292.500
Komunikasi
250.000
100.000
180.000
200.000
200.000
300.000
350.000
200.000
240.000
200.000
100.000
180.000
180.000
200.000
350.000
500.000
233.125
Tabungan
2.650.000
400.000
666.667
528.000
260.000
3.400.000
88.000
64.000
1.492.000
1.000.000
750.000
483.000
0
200.000
1.224.000
6.000.000
1.200.354
Total KHL
17.009.000
9.616.667
14.093.334
13.820.600
11.479.400
17.961.800
13.784.000
12.422.200
15.733.600
16.133.334
13.138.750
13.300.200
10.055.000
11.311.000
15.326.200
25.260.000
14.402.818
78
79
Lampiran 6 Arus uang tunai (cash flow) per pola tanam Pola tanam
1
2
Arus uang tunai 2
3
4
5
6
7
8.500
13.780
13.780
13.780
13.780
93.780
Biaya
16.289
5.469
7.961
7.088
7.961
7.088
9.791
8.807
Keuntungan
-7.789
3.031
5.819
6.692
5.819
6.692
83.989
14.893 30.396
Pendapatan
8.500
8.500
23.155
23.155
23.155
23.155
103.155
6.667
9.967
8.886
9.967
8.886
11.797
11.403
Keuntungan
-15.149
1.833
13.188
14.269
13.188
14.269
91.358
18.994
Pendapatan
8.500
8.500
13.780
13.780
63.780
63.780
143.780
45.129
Pendapatan Biaya
13.780
40.780
40.780
40.780
140.780
41.986
11.095
9.929
11.095
9.929
13.834
12.670 29.316
29.685
30.851
126.946
13.780
13.780
393.780
66.557
27.493
6.609
9.264
8.228
9.264
8.228
11.845
11.562
Keuntungan
-18.993
1.891
4.516
5.552
4.516
5.552
381.935
54.995
Pendapatan
8.500
8.500
23.155
23.155
73.155
73.155
153.155
51.825
29.773
7.935
11.091
11.054
11.991
11.032
12.202
13.583
Keuntungan
-21.273
565
12.064
12.101
61.164
62.123
140.953
38.242
Pendapatan
8.500
8.500
23.155
50.155
50.155
50.155
130.155
45.825
28.715
7.852
11.876
10.671
11.876
10.671
13.678
13.620
Keuntungan
-20.215
648
11.279
39.484
38.279
39.484
116.477
32.205
Pendapatan
8.500
8.500
23.155
23.155
23.155
23.155
403.155
73.254
34.853
7.808
11.271
10.027
11.271
10.027
13.851
14.158
-26.353
692
11.884
13.128
11.884
13.128
389.304
59.096
Pendapatan
Pendapatan
8.500
8.500
13.780
13.780
63.780
63.780
443.780
87.986
34.789
7.734
10.532
9.353
11.432
10.253
13.991
14.012
-26.289
766
3.248
4.427
52.348
53.527
429.789
73.974
8.500
8.500
13.780
40.780
90.780
90.780
170.780
60.557
28.651
7.779
11.137
9.998
12.037
10.898
13.818
13.474
Keuntungan
-20.151
721
2.643
30.782
78.743
79.882
156.962
47.083
Pendapatan
8.500
8.500
13.780
40.780
40.780
40.780
420.780
81.986
32.559
7.795
11.173
10.014
11.173
10.014
13.725
13.779
Keuntungan
-24.059
705
2.607
30.766
29.607
30.766
407.055
68.207
Pendapatan
8.500
8.500
23.155
50.155
100.155
100.155
180.155
67.254
36.011
8.977
13.144
11.796
14.044
12.696
15.824
16.070
Keuntungan
-27.511
-477
10.011
38.359
86.111
87.459
164.331
51.183
Pendapatan
8.500
8.500
23.155
23.155
73.155
73.155
453.155
94.682
42.149
8.932
12.539
11.151
13.439
12.051
15.998
16.608
-33.649
-432
10.616
12.004
59.716
61.104
437.157
78.074
Biaya Keuntungan Pendapatan
8.500
8.500
13.780
40.780
90.780
90.780
470.780
103.414
39.855
8.919
12.441
11.138
13.341
12.038
15.872
16.229
Keuntungan
-31.355
-419
1.339
29.642
77.439
78.742
454.908
87.185
Pendapatan
8.500
8.500
23.155
50.155
50.155
50.155
430.155
88.682
39.919
8.993
13.180
11.812
13.180
11.812
15.732
16.375
Biaya
Biaya 16
8.500 7.710
13.780
Biaya
15
8.500 25.101
30.851
Biaya
14
11.257 33.872
2.685
Biaya
13
11.937 131.843
13.780
Keuntungan
12
9.112 54.668
790
Biaya
11
10.128 53.652
8.500
Keuntungan
10
8.212 5.568
8.500
Biaya 9
9.228 4.552
-16.601
Biaya 8
6.593 1.907
Pendapatan
Biaya 7
23.585 -15.085
Keuntungan Biaya 6
23.700
23.649
Keuntungan
5
(Rp/btg)
1
Biaya 4
Rata-rata
Tahun 8.500
Pendapatan
Biaya 3
( Rp/btg)
Keuntungan
-31.419
-493
9.975
38.343
36.975
38.343
414.423
72.307
Pendapatan
8.500
8.500
23.155
50.155
100.155
100.155
480.155
110.111
47.215
10.117
14.448
12.936
15.348
13.836
17.878
18.826
-38.715
-1.617
8.707
37.219
84.807
86.319
462.277
91.285
Biaya Keuntungan
80
Lampiran 7 Hasil optimalisasi Pola tanam 1 Target Cell (Max) Cell Name $H$21 Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X6 $D$6 Variabel keputusan X7 $E$6 Variabel keputusan X8 $F$6 Variabel keputusan X9 $G$6 Variabel keputusan X10 Constraints Cell Name $B$9 Ketersedian HOK X1 $C$9 Ketersedian HOK X6 $D$9 Ketersedian HOK X7 $E$9 Ketersedian HOK X8 $F$9 Ketersedian HOK X9 $G$9 Ketersedian HOK X10 $H$4 $B$8 Ketersediaan modal X1 $C$8 Ketersediaan modal X6 $D$8 Ketersediaan modal X7 $E$8 Ketersediaan modal X8 $F$8 Ketersediaan modal X9 $G$8 Ketersediaan modal X10 $I$14 Ketersediaan modal HASIL $I$15 Ketersedian HOK HASIL $H$5 X10 $H$7 $G$6 Variabel keputusan X10 $C$6 Variabel keputusan X6 $D$6 Variabel keputusan X7 $B$6 Variabel keputusan X1 $F$6 Variabel keputusan X9 $B$6 Variabel keputusan X1 $F$6 Variabel keputusan X9
Original Value 6981073
Final Value 6981073
Original Value 1300 9 96 300 2567 45
Final Value 1300 9 96 300 2567 45
Cell Value 0,05 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 45 2216 1404 1689 1218 959 1357 5944872 148 150 1600 45 9 96 1300 2567 1300 2567
Formula $B$9<=$I$15 $C$9<=$I$15 $D$9<=$I$15 $E$9<=$I$15 $F$9<=$I$15 $G$9<=$I$15 $H$4=$I$4 $B$8<=$I$14 $C$8<=$I$14 $D$8<=$I$14 $E$8<=$I$14 $F$8<=$I$14 $G$8<=$I$14 $I$14<=$K$14 $I$15>=$K$15 $H$5<=$I$5 $H$7<=$I$7 $G$6>=$G$17 $C$6>=$C$17 $D$6>=$D$17 $B$6>=$B$18 $F$6>=$F$17 $B$6<=$B$17 $F$6<=$F$18
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding
Slack 147,8705316 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8939791 0 5942656,94 5943468,281 5943183,204 5943654,004 5943913,024 5943515,236 500640,1664 0 0 0 1 0 93 0 1998 300 432,690105
81
Lampiran 8 Hasil optimalisasi Pola tanam 2 Target Cell (Max) Cell $I$21
Name
Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X2 $D$6 Variabel keputusan X6 $E$6 Variabel keputusan X7 $F$6 Variabel keputusan X8 $G$6 Variabel keputusan X9 $H$6 Variabel keputusan X10 Constraints Cell Name $B$8 Ketersediaan modal X1 $C$8 Ketersediaan modal X2 $D$8 Ketersediaan modal X6 $E$8 Ketersediaan modal X7 $F$8 Ketersediaan modal X8 $G$8 Ketersediaan modal X9 $H$8 Ketersediaan modal X10 $J$14 Ketersediaan modal hasil $J$15 Ketersedian HOK hasil $B$9 Ketersedian HOK X1 $C$9 Ketersedian HOK X2 $D$9 Ketersedian HOK X6 $E$9 Ketersedian HOK X7 $F$9 Ketersedian HOK X8 $G$9 Ketersedian HOK X9 $H$9 Ketersedian HOK X10 $I$4 $I$7 $I$3 Kayu $I$5 X10 $E$6 Variabel keputusan X7 $B$6 Variabel keputusan X1 $G$6 Variabel keputusan X9 $D$6 Variabel keputusan X6 $F$6 Variabel keputusan X8 $G$6 Variabel keputusan X9 $B$6 Variabel keputusan X1
Original Value 7237703,538
Final Value 7237703,538
Original Value 1300 22,5 7 98 300 2548,397906 22,5
Final Value 1300 22,5 7 98 300 2548,397906 22,5
Cell Value 2215,55 1745,94 1404,20 1689,28 1218,48 959,46 1357,25 5936043 148 0,05 0,05 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 45 1600 22,5 150 98 1300 2548,397906 7 300 2548,397906 1300
Formula $B$8<=$J$14 $C$8<=$J$14 $D$8<=$J$14 $E$8<=$J$14 $F$8<=$J$14 $G$8<=$J$14 $H$8<=$J$14 $J$14<=$L$14 $J$15>=$L$15 $B$9<=$J$15 $C$9<=$J$15 $D$9<=$J$15 $E$9<=$J$15 $F$9<=$J$15 $G$9<=$J$15 $H$9<=$J$15 $I$4=$J$4 $I$7<=$J$7 $I$3=$J$3 $I$5<=$J$5 $E$6>=$E$17 $B$6>=$B$18 $G$6<=$G$18 $D$6>=$D$17 $F$6>=$F$17 $G$6>=$G$17 $B$6<=$B$17
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding
Slack 5933827,244 5934296,853 5934638,585 5934353,509 5934824,308 5935083,328 5934685,541 509469,8622 0 147,8705316 147,8723801 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8939791 0 0 0 0 88 0 451,6020942 0 250 1248,397906 300
82
Lampiran 9 Hasil optimalisasi Pola tanam 3 Target Cell (Max) Cell $I$21
Name
Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X3 $D$6 Variabel keputusan X6 $E$6 Variabel keputusan X7 $F$6 Variabel keputusan X8 $G$6 Variabel keputusan X9 $H$6 Variabel keputusan X10 Constraints Cell $B$8 $C$8 $D$8 $E$8 $F$8 $G$8 $H$8 $J$14 $J$15 $I$4 $I$7 $B$9 $C$9 $D$9 $E$9 $F$9 $G$9 $H$9 $I$5 $E$6 $B$6 $B$6 $C$6 $D$6 $F$6 $G$6 $G$6
Name Ketersediaan modal X1 Ketersediaan modal X3 Ketersediaan modal X6 Ketersediaan modal X7 Ketersediaan modal X8 Ketersediaan modal X9 Ketersediaan modal X10 Ketersediaan modal hasil Ketersedian HOK hasil
Ketersedian HOK X1 Ketersedian HOK X3 Ketersedian HOK X6 Ketersedian HOK X7 Ketersedian HOK X8 Ketersedian HOK X9 Ketersedian HOK X10 X10 Variabel keputusan X7 Variabel keputusan X1 Variabel keputusan X1 Variabel keputusan X3 Variabel keputusan X6 Variabel keputusan X8 Variabel keputusan X9 Variabel keputusan X9
Original Value 6976315
Final Value 6976315
Original Value 1300 2 9 94 300 2566,521583 45
Final Value 1300 2 9 94 300 2566,521583 45
Cell Value 2215,55 1849,43 1404,20 1689,28 1218,48 959,46 1357,25 5944436,428 147,9216336 45 1600 0,05 0,04 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 150 94 1300 1300 2 9 300 2566,521583 2566,521583
Formula $B$8<=$J$14 $C$8<=$J$14 $D$8<=$J$14 $E$8<=$J$14 $F$8<=$J$14 $G$8<=$J$14 $H$8<=$J$14 $J$14<=$L$14 $J$15>=$L$15 $I$4=$J$4 $I$7<=$J$7 $B$9<=$J$15 $C$9<=$J$15 $D$9<=$J$15 $E$9<=$J$15 $F$9<=$J$15 $G$9<=$J$15 $H$9<=$J$15 $I$5<=$J$5 $E$6>=$E$17 $B$6<=$B$17 $B$6>=$B$18 $C$6>=$C$17 $D$6>=$D$17 $F$6>=$F$17 $G$6>=$G$17 $G$6<=$G$18
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding
Slack 5942220,883 5942586,999 5943032,224 5942747,147 5943217,946 5943476,967 5943079,179 501076,2238 0 0 0 147,8705316 147,8772482 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8939791 0 86 300 0 0 0 292 1866,521583 433,4784166
83
Lampiran 10 Hasil optimalisasi Pola tanam 4 Target Cell (Max) Cell $I$21
Name
Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X4 $D$6 Variabel keputusan X6 $E$6 Variabel keputusan X7 $F$6 Variabel keputusan X8 $G$6 Variabel keputusan X9 $H$6 Variabel keputusan X10 Constraints Cell Name $B$8 Ketersediaan modal X1 $C$8 Ketersediaan modal X4 $D$8 Ketersediaan modal X6 $E$8 Ketersediaan modal X7 $F$8 Ketersediaan modal X8 $G$8 Ketersediaan modal X9 $H$8 Ketersediaan modal X10 $J$14 Ketersediaan modal hasil $J$15 Ketersedian HOK hasil $I$3 Kayu $I$4 $I$7 $B$9 Ketersedian HOK X1 $C$9 Ketersedian HOK X4 $D$9 Ketersedian HOK X6 $E$9 Ketersedian HOK X7 $F$9 Ketersedian HOK X8 $G$9 Ketersedian HOK X9 $H$9 Ketersedian HOK X10 $I$3 Kayu $I$5 X10 $E$6 Variabel keputusan X7 $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X4 $D$6 Variabel keputusan X6 $F$6 Variabel keputusan X8 $G$6 Variabel keputusan X9 $B$6 Variabel keputusan X1 $G$6 Variabel keputusan X9 $G$6 Variabel keputusan X9
Original Value 6223466,226
Final Value 6223466,226
Original Value 1300 42 3 60 300 2547,877015 45
Final Value 1300 42 3 60 300 2547,877015 45
Cell Value 2215,55 1713,86 1404,20 1689,28 1218,48 959,46 1357,25 5928970 148 1342 45 1600 0,05 0,05 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 1342 150 60 1300 42 3 300 2547,877015 1300 2547,877015 2547,877015
Formula $B$8<=$J$14 $C$8<=$J$14 $D$8<=$J$14 $E$8<=$J$14 $F$8<=$J$14 $G$8<=$J$14 $H$8<=$J$14 $J$14<=$L$14 $J$15>=$L$15 $I$3>=$J$3 $I$4=$J$4 $I$7<=$J$7 $B$9<=$J$15 $C$9<=$J$15 $D$9<=$J$15 $E$9<=$J$15 $F$9<=$J$15 $G$9<=$J$15 $H$9<=$J$15 $I$3<=$K$3 $I$5<=$J$5 $E$6>=$E$17 $B$6>=$B$18 $C$6>=$C$17 $D$6>=$D$17 $F$6>=$F$17 $G$6>=$G$17 $B$6<=$B$17 $G$6<=$G$18 $G$6<=$G$18
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding
Slack 5926754,699 5927256,382 5927566,04 5927280,963 5927751,762 5928010,782 5927612,995 516542,4081 0 342 0 0 147,8705316 147,8754871 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8939791 258 0 57 0 0 0 218 2407,877015 300 452,1229854 452,1229854
84
Lampiran 11 Hasil optimalisasi Pola tanam 5 Target Cell (Max) Cell $I$21
Name
Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X5 $D$6 Variabel keputusan x6 $E$6 Variabel keputusan x7 $F$6 Variabel keputusan x8 $G$6 Variabel keputusan x9 $H$6 Variabel keputusan x10 Constraints Cell Name $B$8 Ketersediaan modal X1 $C$8 Ketersediaan modal X5 $D$8 Ketersediaan modal x6 $E$8 Ketersediaan modal x7 $F$8 Ketersediaan modal x8 $G$8 Ketersediaan modal x9 $H$8 Ketersediaan modal x10 $J$14 Ketersediaan modal hasil $J$15 Ketersedian HOK hasil $B$9 Ketersedian HOK X1 $C$9 Ketersedian HOK X5 $D$9 Ketersedian HOK x6 $E$9 Ketersedian HOK x7 $F$9 Ketersedian HOK x8 $G$9 Ketersedian HOK x9 $H$9 Ketersedian HOK x10 $I$7 $I$4 $I$5 x10 $E$6 Variabel keputusan x7 $B$6 Variabel keputusan X1 $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X5 $D$6 Variabel keputusan x6 $F$6 Variabel keputusan x8 $G$6 Variabel keputusan x9 $G$6 Variabel keputusan x9
Original Value 29964846,2
Final Value 29964846,2
Original Value 1300 97 1 7 300 2562,59045 45
Final Value 1300 97 1 7 300 2562,59045 45
Cell Value 2215,55 2079,10 1404,20 1689,28 1218,48 959,46 1357,25 5980437,21 147,9216336 0,05 0,04 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 1600 45 150 7 1300 1300 97 1 300 2562,59045 2562,59045
Formula $B$8<=$J$14 $C$8<=$J$14 $D$8<=$J$14 $E$8<=$J$14 $F$8<=$J$14 $G$8<=$J$14 $H$8<=$J$14 $J$14<=$L$14 $J$15>=$L$15 $B$9<=$J$15 $C$9<=$J$15 $D$9<=$J$15 $E$9<=$J$15 $F$9<=$J$15 $G$9<=$J$15 $H$9<=$J$15 $I$7<=$J$7 $I$4=$J$4 $I$5<=$J$5 $E$6>=$E$17 $B$6<=$B$17 $B$6>=$B$18 $C$6>=$C$17 $D$6>=$D$17 $F$6>=$F$17 $G$6>=$G$17 $G$6<=$G$18
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding
Slack 5978221,665 5978358,112 5979033,006 5978747,929 5979218,728 5979477,749 5979079,961 465075,4417 0 147,8705316 147,8861265 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8939791 0 0 0 0 300 0 96 0 299 2122,59045 437,4095499
85
Lampiran 12 Hasil optimalisasi Pola tanam 6 Target Cell (Max) Cell $J$21
Name
Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X2 $D$6 Variabel keputusan X3 $E$6 Variabel keputusan X6 $F$6 Variabel keputusan X7 $G$6 Variabel keputusan X8 $H$6 Variabel keputusan X9 $I$6 Variabel keputusan X10 Constraints Cell $B$8 $C$8 $D$8 $E$8 $F$8 $G$8 $H$8 $I$8 $K$14 $K$15 $J$4 $J$7 $J$5 $J$3 $B$9 $C$9 $D$9 $E$9 $F$9 $G$9 $H$9 $I$9 $F$6 $D$6 $B$6 $E$6 $G$6 $H$6 $B$6 $H$6
Name Ketersediaan modal X1 Ketersediaan modal X2 Ketersediaan modal X3 Ketersediaan modal X6 Ketersediaan modal X7 Ketersediaan modal X8 Ketersediaan modal X9 Ketersediaan modal X10 Ketersediaan modal hasil Ketersedian HOK hasil
X10 Kayu Ketersedian HOK X1 Ketersedian HOK X2 Ketersedian HOK X3 Ketersedian HOK X6 Ketersedian HOK X7 Ketersedian HOK X8 Ketersedian HOK X9 Ketersedian HOK X10 Variabel keputusan X7 Variabel keputusan X3 Variabel keputusan X1 Variabel keputusan X6 Variabel keputusan X8 Variabel keputusan X9 Variabel keputusan X1 Variabel keputusan X9
Original Value 7296788,875
Final Value 7296788,875
Original Value 1300 23 10 5 90 300 2544,456348 23
Final Value 1300 23 10 5 90 300 2544,456348 23
Cell Value 2215,55 1745,94 1849,43 1404,20 1689,28 1218,48 959,46 1357,25 5934433 148 45 1600 150 22,5 0,05 0,05 0,04 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 90 10 1300 5 300 2544,456348 1300 2544,456348
Formula $B$8<=$K$14 $C$8<=$K$14 $D$8<=$K$14 $E$8<=$K$14 $F$8<=$K$14 $G$8<=$K$14 $H$8<=$K$14 $I$8<=$K$14 $K$14<=$M$14 $K$15>=$M$15 $J$4=$K$4 $J$7<=$K$7 $J$5<=$K$5 $J$3=$K$3 $B$9<=$K$15 $C$9<=$K$15 $D$9<=$K$15 $E$9<=$K$15 $F$9<=$K$15 $G$9<=$K$15 $H$9<=$K$15 $I$9<=$K$15 $F$6>=$F$17 $D$6>=$D$17 $B$6>=$B$18 $E$6>=$E$17 $G$6>=$G$17 $H$6>=$H$17 $B$6<=$B$17 $H$6<=$H$18
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding
Slack 5932217,111 5932686,72 5932583,227 5933028,452 5932743,376 5933214,175 5933473,195 5933075,408 511079,9953 0 0 0 0 0 147,8705316 147,8723801 147,8772482 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8939791 87 0 0 0 299 2258,456348 300 455,5436521
86
Lampiran 13 Hasil optimalisasi Pola tanam 7 Target Cell (Max) Cell Name $J$21 Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X2 $D$6 Variabel keputusan X4 $E$6 Variabel keputusan X6 $F$6 Variabel keputusan X7 $G$6 Variabel keputusan X8 $H$6 Variabel keputusan X9 $I$6 Variabel keputusan X10 Constraints Cell Name $B$8 Ketersediaan modal X1 $C$8 Ketersediaan modal X2 $D$8 Ketersediaan modal X4 $E$8 Ketersediaan modal X6 $F$8 Ketersediaan modal X7 $G$8 Ketersediaan modal X8 $H$8 Ketersediaan modal X9 $I$8 Ketersediaan modal X10 $K$14 Ketersediaan modal hasil $K$15 Ketersedian HOK hasil $J$7 $J$4 $J$7 $J$3 Kayu $B$9 Ketersedian HOK X1 $C$9 Ketersedian HOK X2 $D$9 Ketersedian HOK X4 $E$9 Ketersedian HOK X6 $F$9 Ketersedian HOK X7 $G$9 Ketersedian HOK X8 $H$9 Ketersedian HOK X9 $I$9 Ketersedian HOK X10 $J$5 X10 $F$6 Variabel keputusan X7 $B$6 Variabel keputusan X1 $H$6 Variabel keputusan X9 $E$6 Variabel keputusan X6 $G$6 Variabel keputusan X8 $H$6 Variabel keputusan X9 $B$6 Variabel keputusan X1 $D$6 Variabel keputusan X4
Original Value 12354823,38
Final Value 12354823,38
Original Value 1300 22,5 296 5 100 4 2422,131945 22,5
Final Value 1300 22,5 296 5 100 4 2422,131945 22,5
Cell Value 2215,55 1745,94 1713,86 1404,20 1689,28 1218,48 959,46 1357,25 5962098,155 147,9216336 1600 45 1600 22,5 0,05 0,05 0,05 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 150 100 1300 2422,131945 5 4 2422,131945 1300 296
Formula $B$8<=$K$14 $C$8<=$K$14 $D$8<=$K$14 $E$8<=$K$14 $F$8<=$K$14 $G$8<=$K$14 $H$8<=$K$14 $I$8<=$K$14 $K$14<=$M$14 $K$15>=$M$15 $J$7>=$K$7 $J$4=$K$4 $J$7<=$L$7 $J$3=$K$3 $B$9<=$K$15 $C$9<=$K$15 $D$9<=$K$15 $E$9<=$K$15 $F$9<=$K$15 $G$9<=$K$15 $H$9<=$K$15 $I$9<=$K$15 $J$5<=$K$5 $F$6>=$F$17 $B$6>=$B$18 $H$6<=$H$18 $E$6>=$E$17 $G$6>=$G$17 $H$6>=$H$17 $B$6<=$B$17 $D$6>=$D$17
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding
Slack 5959882,61 5960352,219 5960384,293 5960693,951 5960408,874 5960879,673 5961138,694 5960740,906 483414,4966 0 600 0 0 0 147,8705316 147,8723801 147,8754871 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8886928 0 97 0 577,8680545 0 0 2322,131945 300 293
87
Lampiran 14 Hasil optimalisasi Pola tanam 8 Target Cell (Max) Cell Name $J$21 Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X2 $D$6 Variabel keputusan X5 $E$6 Variabel keputusan X6 $F$6 Variabel keputusan X7 $G$6 Variabel keputusan X8 $H$6 Variabel keputusan X9 $I$6 Variabel keputusan X10 Constraints Cell Name $B$8 Ketersediaan modal X1 $C$8 Ketersediaan modal X2 $D$8 Ketersediaan modal X5 $E$8 Ketersediaan modal X6 $F$8 Ketersediaan modal X7 $G$8 Ketersediaan modal X8 $H$8 Ketersediaan modal X9 $I$8 Ketersediaan modal X10 $K$14 Ketersediaan modal hasil $K$15 Ketersedian HOK hasil $J$4 $J$7 $J$5 X10 $J$3 Kayu $B$9 Ketersedian HOK X1 $C$9 Ketersedian HOK X2 $D$9 Ketersedian HOK X5 $E$9 Ketersedian HOK X6 $F$9 Ketersedian HOK X7 $G$9 Ketersedian HOK X8 $H$9 Ketersedian HOK X9 $I$9 Ketersedian HOK X10 $F$6 Variabel keputusan X7 $D$6 Variabel keputusan X5 $B$6 Variabel keputusan X1 $E$6 Variabel keputusan X6 $G$6 Variabel keputusan X8 $H$6 Variabel keputusan X9 $B$6 Variabel keputusan X1 $H$6 Variabel keputusan X9
Original Value 36132599,9
Final Value 36132599,9
Original Value 1300 22,5 118,5 4 5 300 2512,637245 22,5
Final Value 1300 22,5 118,5 4 5 300 2512,637245 22,5
Cell Value 2215,55 1745,94 2079,10 1404,20 1689,28 1218,48 959,46 1357,25 5986789,173 147,9216336 45 1600 150 22,5 0,05 0,05 0,04 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 5 118,5 1300 4 300 2512,637245 1300 2512,637245
Formula $B$8<=$K$14 $C$8<=$K$14 $D$8<=$K$14 $E$8<=$K$14 $F$8<=$K$14 $G$8<=$K$14 $H$8<=$K$14 $I$8<=$K$14 $K$14<=$M$14 $K$15>=$M$15 $J$4=$K$4 $J$7<=$K$7 $J$5<=$K$5 $J$3=$K$3 $B$9<=$K$15 $C$9<=$K$15 $D$9<=$K$15 $E$9<=$K$15 $F$9<=$K$15 $G$9<=$K$15 $H$9<=$K$15 $I$9<=$K$15 $F$6>=$F$17 $D$6>=$D$17 $B$6>=$B$18 $E$6>=$E$17 $G$6>=$G$17 $H$6>=$H$17 $B$6<=$B$17 $H$6<=$H$18
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding
Slack 5984573,628 5985043,236 5984710,075 5985384,969 5985099,892 5985570,691 5985829,712 5985431,924 458723,479 0 0 0 0 0 147,8705316 147,8723801 147,8861265 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8939791 0 112,5 0 0 299 2262,637245 300 487,3627547
88
Lampiran 15 Hasil optimalisasi Pola tanam 9 Target Cell (Max) Cell Name $J$21 Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X3 $D$6 Variabel keputusan X4 $E$6 Variabel keputusan X6 $F$6 Variabel keputusan X7 $G$6 Variabel keputusan X8 $H$6 Variabel keputusan X9 $I$6 Variabel keputusan X10 Constraints Cell Name $B$8 Ketersediaan modal X1 $C$8 Ketersediaan modal X3 $D$8 Ketersediaan modal X4 $E$8 Ketersediaan modal X6 $F$8 Ketersediaan modal X7 $G$8 Ketersediaan modal X8 $H$8 Ketersediaan modal X9 $I$8 Ketersediaan modal X10 $K$14 Ketersediaan modal hasil $K$15 Ketersedian HOK hasil $B$9 Ketersedian HOK X1 $C$9 Ketersedian HOK X3 $D$9 Ketersedian HOK X4 $E$9 Ketersedian HOK X6 $F$9 Ketersedian HOK X7 $G$9 Ketersedian HOK X8 $H$9 Ketersedian HOK X9 $I$9 Ketersedian HOK X10 $J$4 $J$7 $J$5 X10 $F$6 Variabel keputusan X7 $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X3 $E$6 Variabel keputusan X6 $G$6 Variabel keputusan X8 $H$6 Variabel keputusan X9 $D$6 Variabel keputusan X4 $B$6 Variabel keputusan X1 $H$6 Variabel keputusan X9
Original Value 18370277,25
Final Value 18370277,25
Original Value 1300 1 54 41 9 300 2564,288419 45
Final Value 1300 1 54 41 9 300 2564,288419 45
Cell Value 2215,55 1849,43 2079,10 1404,20 1689,28 1218,48 959,46 1357,25 5954061,296 147,9216336 0,05 0,04 0,04 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 45 1600 150 9 1300 1 41 300 2564,288419 54 1300 2564,288419
Formula $B$8<=$K$14 $C$8<=$K$14 $D$8<=$K$14 $E$8<=$K$14 $F$8<=$K$14 $G$8<=$K$14 $H$8<=$K$14 $I$8<=$K$14 $K$14<=$M$14 $K$15>=$M$15 $B$9<=$K$15 $C$9<=$K$15 $D$9<=$K$15 $E$9<=$K$15 $F$9<=$K$15 $G$9<=$K$15 $H$9<=$K$15 $I$9<=$K$15 $J$4=$K$4 $J$7<=$K$7 $J$5<=$K$5 $F$6>=$F$17 $B$6>=$B$18 $C$6>=$C$17 $E$6>=$E$17 $G$6>=$G$17 $H$6>=$H$17 $D$6>=$D$17 $B$6<=$B$17 $H$6<=$H$18
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Binding Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding
Slack 5951845,751 5952211,866 5951982,198 5952657,092 5952372,015 5952842,814 5953101,835 5952704,047 491451,3561 0 147,8705316 147,8772482 147,8861265 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8939791 0 0 0 0 0 0 0 298 2556,288419 53 300 435,7115807
89
Lampiran 16 Hasil optimalisasi Pola tanam 10 Target Cell (Max) Cell Name $J$21 Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X3 $D$6 Variabel keputusan X4 $E$6 Variabel keputusan X6 $F$6 Variabel keputusan X7 $G$6 Variabel keputusan X8 $H$6 Variabel keputusan X9 $I$6 Variabel keputusan X10 Constraints Cell Name $B$8 Ketersediaan modal X1 $C$8 Ketersediaan modal X3 $D$8 Ketersediaan modal X4 $E$8 Ketersediaan modal X6 $F$8 Ketersediaan modal X7 $G$8 Ketersediaan modal X8 $H$8 Ketersediaan modal X9 $I$8 Ketersediaan modal X10 $K$14 Ketersediaan modal hasil $K$15 Ketersedian HOK hasil $J$7 $J$4 $J$5 X10 $B$9 Ketersedian HOK X1 $C$9 Ketersedian HOK X3 $D$9 Ketersedian HOK X4 $E$9 Ketersedian HOK X6 $F$9 Ketersedian HOK X7 $G$9 Ketersedian HOK X8 $H$9 Ketersedian HOK X9 $I$9 Ketersedian HOK X10 $J$7 $F$6 Variabel keputusan X7 $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X3 $E$6 Variabel keputusan X6 $G$6 Variabel keputusan X8 $H$6 Variabel keputusan X9 $B$6 Variabel keputusan X1 $D$6 Variabel keputusan X4 $H$6 Variabel keputusan X9
Original Value 12201203,76
Final Value 12201203,76
Original Value 1300 2 298 5 98 2 2444,062387 45
Final Value 1300 2 298 5 98 2 2444,062387 45
Cell Value 2215,55 1849,43 1713,86 1404,20 1689,28 1218,48 959,46 1357,25 5975705,15 147,9216336 1600 45 150 0,05 0,04 0,05 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 1600 98 1300 2 5 2 2444,062387 1300 298 2444,062387
Formula $B$8<=$K$14 $C$8<=$K$14 $D$8<=$K$14 $E$8<=$K$14 $F$8<=$K$14 $G$8<=$K$14 $H$8<=$K$14 $I$8<=$K$14 $K$14<=$M$14 $K$15>=$M$15 $J$7>=$L$7 $J$4=$K$4 $J$5<=$K$5 $B$9<=$K$15 $C$9<=$K$15 $D$9<=$K$15 $E$9<=$K$15 $F$9<=$K$15 $G$9<=$K$15 $H$9<=$K$15 $I$9<=$K$15 $J$7<=$L$7 $F$6>=$F$17 $B$6>=$B$18 $C$6>=$C$17 $E$6>=$E$17 $G$6>=$G$17 $H$6>=$H$17 $B$6<=$B$17 $D$6>=$D$18 $H$6<=$H$18
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding
Slack 5973489,605 5973855,721 5973991,288 5974300,946 5974015,869 5974486,668 5974745,689 5974347,901 469807,5017 0 0 0 0 147,8705316 147,8772482 147,8754871 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8939791 0 97 0 0 0 0 2111,062387 300 298 555,9376128
90
Lampiran 17 Hasil optimalisasi Pola tanam 11 Target Cell (Max) Cell Name $J$21 Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X4 $D$6 Variabel keputusan X5 $E$6 Variabel keputusan X6 $F$6 Variabel keputusan X7 $G$6 Variabel keputusan X8 $H$6 Variabel keputusan X9 $I$6 Variabel keputusan X10 Constraints Cell Name $B$8 Ketersediaan modal X1 $C$8 Ketersediaan modal X4 $D$8 Ketersediaan modal X5 $E$8 Ketersediaan modal X6 $F$8 Ketersediaan modal X7 $G$8 Ketersediaan modal X8 $H$8 Ketersediaan modal X9 $I$8 Ketersediaan modal X10 $K$14 Ketersediaan modal hasil $K$15 Ketersedian HOK hasil $J$7 $J$4 $J$5 X10 $B$9 Ketersedian HOK X1 $C$9 Ketersedian HOK X4 $D$9 Ketersedian HOK X5 $E$9 Ketersedian HOK X6 $F$9 Ketersedian HOK X7 $G$9 Ketersedian HOK X8 $H$9 Ketersedian HOK X9 $I$9 Ketersedian HOK X10 $J$7 $F$6 Variabel keputusan X7 $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X4 $E$6 Variabel keputusan X6 $G$6 Variabel keputusan X8 $H$6 Variabel keputusan X9 $D$6 Variabel keputusan X5 $B$6 Variabel keputusan X1
Original Value 34047991,82
Final Value 34047991,82
Original Value 1300 297 94 8 3 3 2441 45
Final Value 1300 297 94 8 3 3 2441 45
Cell Value 2215,55 1713,86 2079,10 1404,20 1689,28 1218,48 959,46 1357,25 6007439,579 147,9216336 1600 45 150 0,05 0,05 0,04 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 1600 3 1300 297 8 3 2441 94 1300
Formula $B$8<=$K$14 $C$8<=$K$14 $D$8<=$K$14 $E$8<=$K$14 $F$8<=$K$14 $G$8<=$K$14 $H$8<=$K$14 $I$8<=$K$14 $K$14<=$M$14 $K$15>=$M$15 $J$7>=$K$7 $J$4=$K$4 $J$5<=$K$5 $B$9<=$K$15 $C$9<=$K$15 $D$9<=$K$15 $E$9<=$K$15 $F$9<=$K$15 $G$9<=$K$15 $H$9<=$K$15 $I$9<=$K$15 $J$7<=$L$7 $F$6>=$F$17 $B$6>=$B$18 $C$6>=$C$17 $E$6>=$E$17 $G$6>=$G$17 $H$6>=$H$17 $D$6>=$D$17 $B$6<=$B$17
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding
Slack 6005224,034 6005725,717 6005360,481 6006035,375 6005750,298 6006221,098 6006480,118 6006082,33 438073,0726 0 600 0 0 147,8705316 147,8754871 147,8861265 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8939791 0 0 0 279 0 0 841 87 300
91
Lampiran 18 Hasil optimalisasi Pola tanam 12 Target Cell (Max) Cell Name $K$21 Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X2 $D$6 Variabel keputusan X3 $E$6 Variabel keputusan X4 $F$6 Variabel keputusan X6 $G$6 Variabel keputusan X7 $H$6 Variabel keputusan X8 $I$6 Variabel keputusan X9 $J$6 Variabel keputusan X10 Constraints Cell Name $B$8 Ketersediaan modal X1 $C$8 Ketersediaan modal X2 $D$8 Ketersediaan modal X3 $E$8 Ketersediaan modal X4 $F$8 Ketersediaan modal X6 $G$8 Ketersediaan modal X7 $H$8 Ketersediaan modal X8 $I$8 Ketersediaan modal X9 $J$8 Ketersediaan modal X10 $L$15 Ketersedian HOK hasil $K$4 $K$5 X10 $K$7 $K$3 Kayu $K$7 $B$9 Ketersedian HOK X1 $C$9 Ketersedian HOK X2 $D$9 Ketersedian HOK X3 $E$9 Ketersedian HOK X4 $F$9 Ketersedian HOK X6 $G$9 Ketersedian HOK X7 $H$9 Ketersedian HOK X8 $I$9 Ketersedian HOK X9 $J$9 Ketersedian HOK X10 $G$6 Variabel keputusan X7 $D$6 Variabel keputusan X3 $E$6 Variabel keputusan X4 $B$6 Variabel keputusan X1 $F$6 Variabel keputusan X6 $H$6 Variabel keputusan X8 $J$6 Variabel keputusan X10 $B$6 Variabel keputusan X1 $I$6 Variabel keputusan X9
Original Value 12209817,45
Final Value 12209817,45
Original Value 1300 22,5 2 297 9 94 3 2425,561335 22,5
Final Value 1300 22,5 2 297 9 94 3 2425,561335 22,5
Cell Value 2215,55 1745,94 1849,43 1713,86 1404,20 1689,28 1218,48 959,46 1357,25 147,9216336 45 150 1600 22,5 1600 0,05 0,05 0,04 0,05 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 94 2 297 1300 9 3 22,5 1300 2425,561335
Formula $B$8<=$L$14 $C$8<=$L$14 $D$8<=$L$14 $E$8<=$L$14 $F$8<=$L$14 $G$8<=$L$14 $H$8<=$L$14 $I$8<=$L$14 $J$8<=$L$14 $L$15>=$N$15 $K$4=$L$4 $K$5<=$L$5 $K$7<=$M$7 $K$3=$L$3 $K$7>=$L$7 $B$9<=$L$15 $C$9<=$L$15 $D$9<=$L$15 $E$9<=$L$15 $F$9<=$L$15 $G$9<=$L$15 $H$9<=$L$15 $I$9<=$L$15 $J$9<=$L$15 $G$6>=$G$17 $D$6>=$D$17 $E$6>=$E$17 $B$6>=$B$18 $F$6>=$F$17 $H$6>=$H$17 $J$6>=$J$17 $B$6<=$B$17 $I$6<=$I$18
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding
Slack 5962848,346 5963317,955 5963214,462 5963350,029 5963659,687 5963374,61 5963845,409 5964104,43 5963706,642 0 0 0 0 0 600 147,8705316 147,8723801 147,8772482 147,8754871 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8939791 89 0 294 0 0 0 22,5 300 574,438665
92
Lampiran 19 Hasil optimalisasi Pola tanam 13 Target Cell (Max) Cell Name $K$21 Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X2 $D$6 Variabel keputusan X3 $E$6 Variabel keputusan X5 $F$6 Variabel keputusan X6 $G$6 Variabel keputusan X7 $H$6 Variabel keputusan X8 $I$6 Variabel keputusan X9 $J$6 Variabel keputusan X10 Constraints Cell Name $B$8 Ketersediaan modal X1 $C$8 Ketersediaan modal X2 $D$8 Ketersediaan modal X3 $E$8 Ketersediaan modal X5 $F$8 Ketersediaan modal X6 $G$8 Ketersediaan modal X7 $H$8 Ketersediaan modal X8 $I$8 Ketersediaan modal X9 $J$8 Ketersediaan modal X10 $L$15 Ketersedian HOK hasil $K$4 $K$7 $K$5 X10 $K$3 Kayu $B$9 Ketersedian HOK X1 $C$9 Ketersedian HOK X2 $D$9 Ketersedian HOK X3 $E$9 Ketersedian HOK X5 $F$9 Ketersedian HOK X6 $G$9 Ketersedian HOK X7 $H$9 Ketersedian HOK X8 $I$9 Ketersedian HOK X9 $J$9 Ketersedian HOK X10 $L$14 Ketersediaan modal hasil $G$6 Variabel keputusan X7 $D$6 Variabel keputusan X3 $E$6 Variabel keputusan X5 $B$6 Variabel keputusan X1 $F$6 Variabel keputusan X6 $H$6 Variabel keputusan X8 $I$6 Variabel keputusan X9 $B$6 Variabel keputusan X1 $I$6 Variabel keputusan X9
Original Value 26245647,32
Final Value 26245647,32
Original Value 1300 22,5 3 82 11 9 300 2543,225805 22,5
Final Value 1300 22,5 3 82 11 9 300 2543,225805 22,5
Cell Value 2215,55 1745,94 1849,43 2079,10 1404,20 1689,28 1218,48 959,46 1357,25 148 45 1600 150 22,5 0,05 0,05 0,04 0,04 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 5962385 9 3 82 1300 11 300 2543,225805 1300 2543,225805
Formula $B$8<=$L$14 $C$8<=$L$14 $D$8<=$L$14 $E$8<=$L$14 $F$8<=$L$14 $G$8<=$L$14 $H$8<=$L$14 $I$8<=$L$14 $J$8<=$L$14 $L$15>=$N$15 $K$4=$L$4 $K$7<=$L$7 $K$5<=$L$5 $K$3=$L$3 $B$9<=$L$15 $C$9<=$L$15 $D$9<=$L$15 $E$9<=$L$15 $F$9<=$L$15 $G$9<=$L$15 $H$9<=$L$15 $I$9<=$L$15 $J$9<=$L$15 $L$14<=$N$14 $G$6>=$G$17 $D$6>=$D$17 $E$6>=$E$17 $B$6>=$B$18 $F$6>=$F$17 $H$6>=$H$17 $I$6>=$I$17 $B$6<=$B$17 $I$6<=$I$18
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding
Slack 5960169,934 5960639,542 5960536,049 5960306,381 5960981,275 5960696,198 5961166,997 5961426,018 5961028,23 0 0 0 0 0 147,8705316 147,8723801 147,8772482 147,8861265 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8939791 483127,1731 0 0 80 0 0 296 2387,225805 300 456,7741954
93
Lampiran 20 Hasil optimalisasi Pola tanam 14 Target Cell (Max) Cell Name $K$21 Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X3 $D$6 Variabel keputusan X4 $E$6 Variabel keputusan X5 $F$6 Variabel keputusan X6 $G$6 Variabel keputusan X7 $H$6 Variabel keputusan X8 $I$6 Variabel keputusan X9 $J$6 Variabel keputusan X10 Constraints Cell Name $B$8 Ketersediaan modal X1 $C$8 Ketersediaan modal X3 $D$8 Ketersediaan modal X4 $E$8 Ketersediaan modal X5 $F$8 Ketersediaan modal X6 $G$8 Ketersediaan modal X7 $H$8 Ketersediaan modal X8 $I$8 Ketersediaan modal X9 $J$8 Ketersediaan modal X10 $K$7 $L$15 Ketersedian HOK hasil $K$5 X10 $K$4 $B$9 Ketersedian HOK X1 $C$9 Ketersedian HOK X3 $D$9 Ketersedian HOK X4 $E$9 Ketersedian HOK X5 $F$9 Ketersedian HOK X6 $G$9 Ketersedian HOK X7 $H$9 Ketersedian HOK X8 $I$9 Ketersedian HOK X9 $J$9 Ketersedian HOK X10 $L$14 Ketersediaan modal hasil $K$7 $G$6 Variabel keputusan X7 $D$6 Variabel keputusan X4 $E$6 Variabel keputusan X5 $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X3 $F$6 Variabel keputusan X6 $H$6 Variabel keputusan X8 $I$6 Variabel keputusan X9 $B$6 Variabel keputusan X1 $I$6 Variabel keputusan X9
Original Value 35704391,93
Final Value 35704391,93
Original Value 1300 289 11 77 10 7 11 2459,518904 45
Final Value 1300 289 11 77 10 7 11 2459,518904 45
Cell Value 2215,55 1849,43 1713,86 2079,10 1404,20 1689,28 1218,48 959,46 1357,25 1600 147,9216336 150 45 0,05 0,04 0,05 0,04 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 6053796,343 1600 7 11 77 1300 289 10 11 2459,518904 1300 2459,518904
Formula $B$8<=$L$14 $C$8<=$L$14 $D$8<=$L$14 $E$8<=$L$14 $F$8<=$L$14 $G$8<=$L$14 $H$8<=$L$14 $I$8<=$L$14 $J$8<=$L$14 $K$7>=$L$7 $L$15>=$N$15 $K$5<=$L$5 $K$4=$L$4 $B$9<=$L$15 $C$9<=$L$15 $D$9<=$L$15 $E$9<=$L$15 $F$9<=$L$15 $G$9<=$L$15 $H$9<=$L$15 $I$9<=$L$15 $J$9<=$L$15 $L$14<=$N$14 $K$7<=$M$7 $G$6>=$G$17 $D$6>=$D$17 $E$6>=$E$17 $B$6>=$B$18 $C$6>=$C$17 $F$6>=$F$17 $H$6>=$H$17 $I$6>=$I$17 $B$6<=$B$17 $I$6<=$I$18
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Binding Not Binding Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding
Slack 6051580,798 6051946,913 6052082,481 6051717,245 6052392,139 6052107,062 6052577,861 6052836,882 6052439,094 600 0 0 0 147,8705316 147,8772482 147,8754871 147,8861265 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8939791 391716,309 0 0 0 76 0 246 0 0 1814,518904 300 540,4810964
94
Lampiran 21 Hasil optimalisasi Pola tanam 15 Target Cell (Max) Cell Name $K$21 Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X2 $D$6 Variabel keputusan X4 $E$6 Variabel keputusan X5 $F$6 Variabel keputusan X6 $G$6 Variabel keputusan X7 $H$6 Variabel keputusan X8 $I$6 Variabel keputusan X9 $J$6 Variabel keputusan X10 Constraints Cell Name $B$8 Ketersediaan modal X1 $C$8 Ketersediaan modal X2 $D$8 Ketersediaan modal X4 $E$8 Ketersediaan modal X5 $F$8 Ketersediaan modal X6 $G$8 Ketersediaan modal X7 $H$8 Ketersediaan modal X8 $I$8 Ketersediaan modal X9 $J$8 Ketersediaan modal X10 $K$3 Kayu $L$15 Ketersedian HOK hasil $K$5 X10 $K$7 $K$4 $B$9 Ketersedian HOK X1 $C$9 Ketersedian HOK X2 $D$9 Ketersedian HOK X4 $E$9 Ketersedian HOK X5 $F$9 Ketersedian HOK X6 $G$9 Ketersedian HOK X7 $H$9 Ketersedian HOK X8 $I$9 Ketersedian HOK X9 $J$9 Ketersedian HOK X10 $L$14 Ketersediaan modal hasil $K$7 $G$6 Variabel keputusan X7 $D$6 Variabel keputusan X4 $E$6 Variabel keputusan X5 $B$6 Variabel keputusan X1 $F$6 Variabel keputusan X6 $H$6 Variabel keputusan X8 $I$6 Variabel keputusan X9 $B$6 Variabel keputusan X1 $I$6 Variabel keputusan X9
Original Value 36346970,58
Final Value 36346970,58
Original Value 1300 22,5 298 102 2 1 2 2419,279646 22,5
Final Value 1300 22,5 298 102 2 1 2 2419,279646 22,5
Cell Value 2215,55 1745,94 1713,86 2079,10 1404,20 1689,28 1218,48 959,46 1357,25 22,5 147,9216336 150 1600 45 0,05 0,05 0,05 0,04 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 6000968,794 1600 1 298 102 1300 2 2 2419,279646 1300 2419,279646
Formula $B$8<=$L$14 $C$8<=$L$14 $D$8<=$L$14 $E$8<=$L$14 $F$8<=$L$14 $G$8<=$L$14 $H$8<=$L$14 $I$8<=$L$14 $J$8<=$L$14 $K$3=$L$3 $L$15>=$N$15 $K$5<=$L$5 $K$7>=$L$7 $K$4=$L$4 $B$9<=$L$15 $C$9<=$L$15 $D$9<=$L$15 $E$9<=$L$15 $F$9<=$L$15 $G$9<=$L$15 $H$9<=$L$15 $I$9<=$L$15 $J$9<=$L$15 $L$14<=$N$14 $K$7<=$M$7 $G$6>=$G$17 $D$6>=$D$17 $E$6>=$E$17 $B$6>=$B$18 $F$6>=$F$17 $H$6>=$H$17 $I$6>=$I$17 $B$6<=$B$17 $I$6<=$I$18
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding
Slack 5998753,249 5999222,857 5999254,932 5998889,696 5999564,59 5999279,513 5999750,312 6000009,333 5999611,545 0 0 0 600 0 147,8705316 147,8723801 147,8754871 147,8861265 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8920417 444543,8579 0 0 288 97 0 0 0 2392,279646 300 580,7203537
95
Lampiran 22 Hasil optimalisasi Pola tanam 16 Target Cell (Max) Cell Name $L$21 Adjustable Cells Cell Name $B$6 Variabel keputusan X1 $C$6 Variabel keputusan X2 $D$6 Variabel keputusan X3 $E$6 Variabel keputusan X4 $F$6 Variabel keputusan X5 $G$6 Variabel keputusan X6 $H$6 Variabel keputusan X7 $I$6 Variabel keputusan X8 $J$6 Variabel keputusan X9 $K$6 Variabel keputusan X10 Constraints Cell Name $B$8 Ketersediaan modal X1 $C$8 Ketersediaan modal X2 $D$8 Ketersediaan modal X3 $E$8 Ketersediaan modal X4 $F$8 Ketersediaan modal X5 $G$8 Ketersediaan modal X6 $H$8 Ketersediaan modal X7 $I$8 Ketersediaan modal X8 $J$8 Ketersediaan modal X9 $K$8 Ketersediaan modal X10 $L$3 Kayu $M$15 Ketersedian HOK hasil $L$5 X10 $L$7 $L$4 $B$9 Ketersedian HOK X1 $C$9 Ketersedian HOK X2 $D$9 Ketersedian HOK X3 $E$9 Ketersedian HOK X4 $F$9 Ketersedian HOK X5 $G$9 Ketersedian HOK X6 $H$9 Ketersedian HOK X7 $I$9 Ketersedian HOK X8 $J$9 Ketersedian HOK X9 $K$9 Ketersedian HOK X10 $M$14 Ketersediaan modal hasil $L$7 $H$6 Variabel keputusan X7 $E$6 Variabel keputusan X4 $F$6 Variabel keputusan X5 $B$6 Variabel keputusan X1 $G$6 Variabel keputusan X6 $I$6 Variabel keputusan X8 $J$6 Variabel keputusan X9 $B$6 Variabel keputusan X1 $J$6 Variabel keputusan X9 $D$6 Variabel keputusan X3
Original Value 19855768,42
Final Value 19855768,42
Original Value 1300 22,5 5 290 40 50 10 10 2425,309263 22,5
Final Value 1300 22,5 5 290 40 50 10 10 2425,309263 22,5
Cell Value 2215,55 1745,94 1849,43 1713,86 2079,10 1404,20 1689,28 1218,48 959,46 1357,25 22,5 148 150 1600 45 0,05 0,05 0,04 0,05 0,04 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 5965739 1600 10 290 40 1300 50 10 2425,309263 1300 2425,309263 5
Formula $B$8<=$M$14 $C$8<=$M$14 $D$8<=$M$14 $E$8<=$M$14 $F$8<=$M$14 $G$8<=$M$14 $H$8<=$M$14 $I$8<=$M$14 $J$8<=$M$14 $K$8<=$M$14 $L$3=$M$3 $M$15>=$O$15 $L$5<=$M$5 $L$7>=$M$7 $L$4=$M$4 $B$9<=$M$15 $C$9<=$M$15 $D$9<=$M$15 $E$9<=$M$15 $F$9<=$M$15 $G$9<=$M$15 $H$9<=$M$15 $I$9<=$M$15 $J$9<=$M$15 $K$9<=$M$15 $M$14<=$O$14 $L$7<=$N$7 $H$6>=$H$17 $E$6>=$E$17 $F$6>=$F$17 $B$6>=$B$18 $G$6>=$G$17 $I$6>=$I$17 $J$6>=$J$17 $B$6<=$B$17 $J$6<=$J$18 $D$6>=$D$17
Status Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Binding Binding Binding Not Binding Not Binding Not Binding Binding
Slack 5963523,801 5963993,409 5963889,916 5964025,484 5963660,248 5964335,142 5964050,065 5964520,864 5964779,885 5964382,097 0 0 0 600 0 147,8705316 147,8723801 147,8772482 147,8754871 147,8861265 147,8873767 147,8873767 147,8860469 147,8959368 147,8939791 479773,306 0 0 140 35 0 0 0 1925,309263 300 574,6907369 0
96
Lampiran 23 Persepsi petani terhadap peranan HKm No Variabel persepsi 1 Informasi tentang HKm 2 3 4 5 6
1) 2) Definisi HKm 1) 2) Definisi hutan dan HKm 1) 2) Manfaat ekologi hutan dan HKm 1) 2) Partisipasi dalam kegiatan 1) kelompok HKm 2) Tujuan mendapat izin 1) 2) 3)
7
Yang diuntungkan dengan adanya HKm
1) 2) 3)
8
Yang dirugikan dengan adanya HKm
1) 2)
Kendala dalam menjalankan program HKm
3) 4) 1) 2)
9
Hasil Mengetahui Tidak mengetahui Mengetahui Tidak mengetahui Sama Berbeda Sama Berbeda Aktif Tidak aktif Ketenangan Kesejahteraan Lainnya
Petani Pemerintah Petani dan Pemerintah Pemerintah Petani yang tidak ikut HKm Tidak ada Lainnya Ada Tidak ada
(%) 100 82 18 37 63 47 53 95 5 88 8 4
92 3 5 6 3 90 1 71 29
Keterangan
88% tujuan ketenangan sudah tercapai (100%); 4,5% tujuan ketenangan tercapai sebesar 75% dan 7,5% tujuan ketenangan tercapai sebesar 50%. Sebesar 88% masyarakat menyatakan kesejahteraan belum tercapai dari masyarakat yang memilih tujuan kesejahteraan. Sisanya sudah merasakan kesejahteraan.
97
Lampiran 24 Peta areal kerja HKm Desa Ngarip
Sumber: BPDAS Provinsi Lampung
xxiv