TEMU ILMIAH IPLBI 2016
Optimalisasi Kualitas Visual pada Rumah Susun di Indonesia Astri Anindya Sari(1), Shirleyana(2), Fitria Aurora Feliciani(3) (1)
KBK Arsitektur dan Lingkungan, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Negeri Malang. Jurusan Arsitektur, Universitas Widya Kartika Surabaya. Konsultan Lingkungan dan Perubahan Iklim, Malang.
(2) (3)
Abstrak Rumah susun adalah salah satu konsep yang diperkenalkan sebagai solusi atas permasalahan pemukiman informal yang banyak terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Kesan kumuh yang erat pada pemukiman informal seringkali dipandang sebagai ‘pengganggu’ yang merusak citra kota. Merelokasi warga dari pemukiman informal ke rumah susun diharapkan membantu pemerintah untuk memperbaiki kualitas lingkungan kota sekaligus menyediakan ruang hunian yang lebih baik bagi masyarakat yang kurang mampu. Sayangnya selang beberapa waktu, penghunian rumah susun tak jarang menimbulkan permasalahan baru bagi kota. Desain rumah susun yang ‘apa adanya’ diperburuk oleh kebiasaan hidup penghuninya membuat wajah komplek rumah susun tampak semakin kumuh dan semrawut. Kondisi ini lagi-lagi dapat memberikan citra buruk bagi lingkungan sekitar. Komplek Rumah Susun Penjaringan Sari Surabaya dipilih sebagai studi kasus untuk memetakan permasalahan terkait kualitas visual dan penyebabnya yang timbul pada rumah susun. Selanjutnya studi kasus pada obyek dengan permasalahan serupa dilakukan untuk memperoleh preseden yang dapat diaplikasikan sebagai solusi penyelesaian kasus. Kata-kunci : fasade, kualitas visual, perilaku, rumah susun
Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tak diiringi dengan penambahan kuantitas lahan di kota mengakibatkan semakin meningkatnya kebutuhan lahan untuk hunian. Harga tanah yang semakin tinggi kian menjadi tak terjangkau bagi sebagian masyarakat, terutama masyarakat ekonomi kebawah. Permasalahan tersebut mengundang berkembangnya titik-titik slum area di kota. Slum area hingga saat ini masih dianggap sebagai salah satu permasalahan terbesar di kota. Rendahnya kualitas lingkungan di sana menimbulkan berbagai permasalahan baru seperti kesehatan dan kriminalitas. Selain itu slum areaidentik dengan kesan kotor, semrawut, dan tidak teratur sehingga keberadaanya akan memperburuk wajah kota (Budiharjo, 1994).
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi berkembangnya slum area adalah dengan membangun rumah susun sederhana. Berdasarkan Undang-undang No. 16 tahun 1985 tujuan pembangunan rumah susun adalah sebagai upaya meremajakan daerah-daerah kumuh agar menjadi lingkungan yang sehat, serta mendorong pembangunan permukiman yang berkepadatan tinggi. Dengan model hunian vertikal, rumah susun mampu menyediakan unit hunian dengan jumlah yang relatif banyak pada lahan terbatas. Model hunian yang vertikal juga akan menyisakan lahan untuk ruang hijau dan ruang publik sebagai sarana aktivitas masyarakat. Melalui peningkatan kualitas lingkungan tempat tinggal tersebut diharapkan kualitas hidup masyarakat akan dapat ditingkatkan. Bagi kota, rumah susun dapat menjadi suatu alternatif dalam peremajaan lingkungan yang dapat memberi Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | D 073
Optimalisasi Kualitas Visual pada Rumah Susun di Indonesia
dampak positif terhadap visual kawasan (Yosohusodo, 1991). Seiring relokasi warga dari slum area ke rumah susun, permaslahan pada slum area dapat diatasi. Lingkungan ditata dan digunakan sesuai peruntukannya. Wargapun bisa mendapatkan hunian dengan kualitas dan infrastruktur lebih layak dengan harga terjangkau. Namun demikian tidak seluruhnya permasalahan selesai. Setelah beberapa tahun penghunian, hampir rumah susun di Indonesia mengalami permasalahan yang sama. Rumah susun terlihat kurang terawat, kumuh, dan kotor. Jemuran warga terlihat menggantung di berbagai tempat, menghiasi fasade bangunan. Beberapa bagian bangunan yang telah rusak termakan usia dibiarkan begitu saja tanpa perawatan. Rumah susun yang semula dibangun untuk mengatasi kekumuhan pada slum area justru menciptakan kekumuhan di kawasannya sendiri. Kondisi tersebut tentu tidak dapat dibiarkan terus-menerus dibiarkan. Bagaimanapun, kualitas visual fasade kompleks bangunan akan mempengaruhi citra kawasan secara keseluruhan. Lebih lanjut, baik-buruknya citra kawasan secara tidak langsung akan ikut mempengaruhi citra kota secara keseluruhan. Melalui studi kasus pada Rusunawa Penjaringan Sari 1 dan 2, tulisan ini ingin mengkaji mengapa aspek visual acapkali menjadi permasalahan yang terabaikan pada rumah susun sederhana di Indonesia. Selanjutnya dilakukan studi literatur pada obyek arsitektural dengan permasalahan serupa untuk mencari strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Tinjauan Umum Tentang Rumah Susun Sederhana Dan Permasalahannya Di Indonesia Menurut Undang-Undang No. 16 tahun 1985 tentang rumah susun, tujuan pembangunan rumah susun di Indonesia adalah: 1) memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan menengah kebawah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya; D 074 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
2) meningkatkan daya guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan taman yang lengkap, serasi, dan seimbang. Dari tujuan tersebut, disimpulkan bahwa rumah susun dibangun untuk masyarakat golongan menengah kebawah, artinya rumah susun harus memiliki harga yang dapat dijangkau oleh perekonomian mereka. Rumah susun dibangun untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat. Ini berarti, walaupun dibangun dengan budget yang terjangkau, rumah susun tetap harus dapat memenuhi kebutuhan ruang bagi aktivitas yang nyaman bagi penghuninya. Selain itu rumah susun harus memiliki kualitas lingkungan yang layak bagi kesehatan fisik dan mental penghuninya. Pada poin tujuan ke-dua disebutkan bahwa rumah susun mampu meningkatkan daya guna lahan di permukiman dan menciptakan lingkungan dan taman yang lengkap, serasi, dan seimbang. Artinya, rumah susun sederhana harus memiliki kualitas lingkungan dengan aspek visual yang baik, serasi, dan seimbang sehingga bisa meningkatkan nilai guna dari lahan. Pada umumnya, rumah susun sederhana di Indonesia dibangun dengan prinsip ekonomi dan keterjangkauan. Dalam keterbatasan tersebut, prioritas utama pembangunannya acapkali hanya pada penyediaan unit hunian dengan luasan minimal yang dianggap cukup untuk aktifitas sehari-hari. Penyediaan fasilitas publik diberikan sebagai sarana aktivitas bersama masyarakat. Kualitas visual fasade dianggap sebagai kebutuhan tersier yang acapkali diabaikan. Pandangan inilah yang menyebabkan tidak diberikannya perhatian khusus pada perancangan aspek visual fasade di Indonesia. Kondisi ini semakin parah setelah bsaeberapa tahun pengunian. Tampak bangunan rumah susun akan semakin terlihat lusuh dan kumuh. Menurut Hendaryono (2010), permasalahan kekumuhan pada rumah susun terjadi karena masalah kepenghunian dan pengelolaan yang kurang baik. Hal ini salah satunya disebabkan karena pemerintah seringkali hanya memperhatikan aspek penyediaan fasilitas saja. Bagai-
Astri Anindya Sari
mana pendampingan masyarakat terkait perawatan untuk keberlanjutan fasiitas tersebut tidak diperhatikan. Kurang atau tidak adanya partisipasi penghuni dalam proses perancangan hingga pelaksanaan pembangunan rumah susun membuat rasa kepemilikan masyarakat terhadap kawasan tersebut menjadi kurang. Inilah salah satunya yang menyebabkan mereka kurang berpartisipasi dalam perawatan kompek hunian tersebut.
rusunawa PS 2 terdiri dari 6 massa bangunan masing-masing empat lantai. Unit hunian pada rusunawa ini juga telah menyediakan kamar mandi dan dapur pada masing-masing unitnya. Pada rusunawa PS 2, lantai paling bawah digunakan sebagai area publik, seperti ruang pertemuan, musholla, dan pasar. Rusunawa PS 2 juga telah memiliki area parkir yang cukup luas bagi penghuninya, lapangan olahraga, juga taman baca anak.
Studi Kasus: Rumah Susun Penjaringan Sari 1 dan 2 Surabaya
Komplek rusunawa Penjaringan Sari terbilang memiliki fasilitas umum yang cukup lengkap. Fasilitas yang tersedia diantaranya aula yang terdapat pada tiap bangunan, musholla, pasar, lapangan olahraga, area parkir, area hijau, dan taman baca anak. Kerukunan warganya pun diketahui dari wawancara dengan penguni mengenai adanya berbagai kegiatan warga yang dilakukan bersama. Permasalahan paling menonjol yang terlihat dari komplek rusunawa ini adalah kekumuhan yang terlihat dari fasadenya.
Rumah susun Penjaringan Sari 1 dan 2 yang dijadikan obyek studi pada tulisan ini merupakan salah satu rumah susun tertua yang ada di Surabaya. Komplek rumah susun ini berlokasi di Jl. Penjaringan sari timur, Rungkut, Surabaya. Total terdiri dari 6 blok (9 massa bangunan masing-masing 4 lantai).
Gambar 1. Site plan dan interior Rusun Penjaringan Sari Surabaya
Komplek rumah susun sederhana Penjaringan Sari 1 (PS 1) merupakan komplek yang dibangun pertama kali. Komplek ini terdiri dari tiga bangunan tipikal yakni Blok A, B, dan C. Masing-masing blok terdiri dari 4 lantai. Kekurangan blok ini yang paling dirasakan penghuni adalah tidak disediakannya Kamar mandi dan dapur privat di setiap unit hunian. Kamar mandi disediakan per lantai, satu kamar mandi untuk dua unit hunian, sedangkan untuk dapur disediakan dapur umum di setiap lantai. Rusun Penjaringan Sari 2 (PS 2). Kompleks ini juga terdiri dari tiga bangunan tipikal yakni blok D, E, F. Komplek ini memiliki desain dan zoning ruang yang sedikit berbeda dengan blok hunian pada rusun PS 1. Pada PS 2 satu blok rusunawa terdiri dari dua massa bangunan. Sehingga total
Gambar 2. Kekumuhan pada fasade Rumah Susun Penjaringan Sari
Desain fasade rusunawa Penjaringan 1 dan 2 terbilang sederhana dengan balkon terbuka yang hanya ditutup denga teralis besi. Keberadaan balkon terbuka pada belakang tiap unit hunian dibutuhkan sebagai sirkulasi udara, mengingat rusunawa PS 1 dan 2 merupakan komplek hunian dengan tipe double loaded corridor. Pada tipe double loaded corridor, sirkulasi udara utama didapat dari satu sisi saja, sehingga keberadaan balkon terbuka tersebut sangat membantu terkondisinya suhu udara yang nyaman pada unit hunian (Mascai, 1980).
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016| D 075
Optimalisasi Kualitas Visual pada Rumah Susun di Indonesia
pada rusun PS 1 dan 2 memiliki jarak floor to plafoon yang tidak terlalu tinggi yakni 2,75 m. Desain jendela yang ada hanyalah jendela mati pada bagian entrance unit hunian. Sehingga bukaan yang dapat dimanfaatkan untuk ventilasi silang hanya kisi-kisi pada bagian atas jendela serta pintu. Gambar 3. Double loaded corridor Sumber. Mascai (1980)
Masalah terjadi setelah penghunian. Kebutuhan warga akan tempat jemur privat yang tak terwadahi membuat warga menggunakan tempat tempat “sisa” yang bersentuhan langsung dengan udara luar sebagai area jemur. Areaarea yang digunakan termasuk diantaranya balkon unit hunian dan bordes pada tangga. Warga sama-sekali tidak peduli jika jemurannya terekspose secara langsung dari luar bangunan. Jemuran warga yang tidak tertata menjadi pemandangan yang terekspos dari rusunawa PS 1 dan 2. Hal ini menimbulka kesan kumuh dan semrawut pada fasade rumah susun. Kesan kumuh ini tentunya akan berpengaruh pada citra rumah susun sederhana Penjaringan 1 dan 2.
Balkon terbuka selama ini dianggap sebagai lokasi paling strategis bagi masyarakat untuk menjemur pakaian. Jemuran warga yang terekspose dari luar akan membuat kesan fasade semakin terlihat kumuh. Namun demikian, solusi untuk menutup balkon secara permanen tidak dapat dilakukan mengingat keberadaan balkon terbuka sangat dibutuhkan untuk menjamin kenyamanan udara dalam unit hunian dan bangunan. Tantangan lain bagi rumah susun sederhana adalah bagaimana agar solusi yang diberikan merupakan solusi yang mudah diterapkan, tidak menelan banyak biaya dan perawatannya mudah.
Analisis Permasalahan Pada Rusunawa Penjaringan Sari 1 dan Penjaringan Sari 2 Pada prinsipnya permasalahan pada rusunawa penjaringan 1 dan 2 adalah tidak tersedianya area jemur privat bagi warga. Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa tempat jemur privat merupakan kebutuhan bagi warga, terutama yang tinggal di lantai atas. Kalaupun disediakan tempat jemur bersama di lantai satu, mereka tidak dapat menggunakan dengan alasan kemudahan aksesibilitas. Selain itu mereka memilih tempat jemur privat juga karena alasan keamanan dan menghindari adanya pakaian yang tertukar. Desain rumah susun sederhana PS 1 dan 2 merupakan tipe double loaded corridor, sehingga keberadaan balkon terbuka di setiap unit hunian merupakan hal penting yang mem-bantu lancarnya sirkulasi udara di dalam bangunan. Keberadaan aliran udara yang masuk dari balkon membantu terciptanya suhu udara optimal dalam unit hunian. Mengingat unit hunian D 076 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Gambar 4. Kondisi koridor dan balkon pada Rusun Penjaringan Sari
Preseden Desain Fasade merupakan bagian dari bangunan yang menunjukkan orientasi dan merepresentasikan fungsi bangunan. Tidak hanya itu, desain fasade juga memberikan nilai tambah terhadap unsur estetika yang menentukan image bangunan. Fungsi lain dari keberadaan fasade atau selubung bangunan adalah untuk memberikan perlindungan terhadap interior bangunan ter-hadap dampak-dampak dari iklim lingkungan luar seperti panas, hujan, angin, dan lain sebagainya, juga memberikan privasi pada aktivitas yang terjadi di ruang interior (Kesik, 2014). Untuk menilai kesuksesan dari desain fasade sebuah bangunan, salah satu hal yang dapat dilakukan adalah menilai atau mengevaluasi performa
Astri Anindya Sari
bangunan dari sisi fasade pada periode waktu tertentu. Performa disini merujuk tingkat kepuasan dan harapan pengguna bangunan terhadap berbagai unsur fasade seperti material bangunan yang digunakan, sistem instalasi dan komponen lainnya, juga perawatan (Kesik, 2014). Rumah susun di Indonesia dibangun pada luasan ruang yang terbatas, sehingga strategi mendesain ruang secara efektif dan efisien mutlak dilakukan. Namun seringkali pembatasan ini mengakibatkan kurang diperhatikannya kebutuhan ruang terkait aktivitas yang khas atau menjadi kebiasaan pada budaya-budaya yang berbeda-karena ruang yang dirancang pada akhirnya menjadi sangat tipikal. Tidak terpenuhinya kebutuhan ruang tersebut akhir-nya memaksa pengguna bangunan untuk melakukan adaptasi penggunaan ruang agar dapat memenuhi kebutuhan. Sayangnya adap-tasi yang dilakukan terkadang dapat menjadi sesuatu yang berdampak negatif. Salah satu contohnya adalah image negatif yang muncul dari penggunaan balkon rumah susun sebagai area jemur. Hal ini terjadi karena kebutuhan ruang terkait masyarakat indonesia yang masih menggunakan cuci jemur secara manual kurang diperhatikan. Dibanding penggunaan mesin cuci, aktivitas cuci jemur manual membutuhkan ruang yang lebih luas untuk kegiatan pengeringan pakaian. Kebutuhan tersebut tidak difasilitasi dengan baik di beberapa desain rumah susun di Indonesia, atau kalaupun disediakan lokasinya dipandang kurang privat, atau terlalu jauh. Sehingga kreativitas masyarakat pengguna bangunan mendorong mereka untuk memanfaatkan apa yang ada yakni balkon, tanpa memikirkan dampak ikutan yang mungkin timbul dari perilaku tersebut. Rumah susun di Indonesia dibangun pada luasan ruang yang terbatas, sehingga strategi mendesain ruang secara efektif dan efisien mutlak dilakukan. Namun seringkali pembatasan ini mengakibatkan kurang diperhatikannya kebutuhan ruang terkait aktivitas yang khas atau menjadi kebiasaan pada budaya-budaya yang berbeda-karena ruang yang dirancang pada akhirnya menjadi sangat tipikal. Tidak terpe-
nuhinya kebutuhan ruang tersebut akhirnya memaksa pengguna bangunan untuk melakukan adaptasi penggunaan ruang agar dapat memenuhi kebutuhan. Sayangnya adaptasi yang dilakukan terkadang dapat menjadi sesuatu yang berdampak negatif. Salah satu contohnya adalah image negatif yang muncul dari penggunaan balkon rumah susun sebagai area jemur. Hal ini terjadi karena kebutuhan ruang terkait masyarakat indonesia yang masih menggunakan cuci jemur secara manual kurang diperhatikan. Dibanding penggunaan mesin cuci, aktivitas cuci jemur manual membutuhkan ruang yang lebih luas untuk kegiatan pengeringan pakaian. Kebutuhan tersebut tidak difasilitasi dengan baik di beberapa desain rumah susun di Indonesia, atau kalaupun disediakan lokasinya dipandang kurang privat, atau terlalu jauh. Sehingga kreativitas masyarakat pengguna bangunan mendorong mereka untuk memanfaatkan apa yang ada yakni balkon, tanpa memikirkan dampak ikutan yang mungkin timbul dari perilaku tersebut.
Fixed Façade Salah satu contoh dari fixed design façade adalah desain fasade pada perumahan bertingkat rendah yang terletak di Salou, Tarragona, Spanyol (Girones, T., 2014). Kompleks hunian bertingkat empat ini terdiri dari dua blok bangunan dengan 10 unit hunian pada tiap lantainya. Setiap blok bangunan terdiri dari luas bangunan 15 x 52 m2. Ruang aktivitas yang disediakan pada satu unit hunian meliputi dapur, ruang makan, dan ruang keluarga yang terpisahkan oleh ruang tidur, kamar mandi, dan ruang cuci. Fitur dari fixed façade yang dimaksud adalah pemasangan semacam tirai kayu pada bagian teras, yang memberikan perlindungan atau privasi terhadap aktivitas yang terjadi di teras/balkon. Disebut fixed façade karena tirai tersebut terpasang paten, dan tidak dapat diatur terbuka atau tertutup. Kebebradaan tirai tersebut sekaligus memberikan pembayangan untuk kenyamanan pencahaayaan interior, sementara lubang-lubang yang dibentuk oleh pola penyusunan materialnya berfungsi sebagai Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016| D 077
Optimalisasi Kualitas Visual pada Rumah Susun di Indonesia
ruang sirkulasi bagi sistem penghawaan pasif. Jenis material yang digunakan dipilih berdasarkan kualitasnya sebagai material yang simpel, murah, dan biaya perawatannya rendah.
nama Rue des Suisses yang berlokasi di Paris, Perancis. Bangunan ini merupakan hasil redesain dari bangunan lama yang dirancang pada luasan yang sangat sempit. Tirai yang dapat dibuka-tutup (adjustable) dipasang pada kulit bangunan untuk memberikan kesan luas pada interior bangunan. Pemilihan material yang digunakan yakni metal, dan bentuk tirai yang bergelombang memberikan kesan fleksibel dan modern pada bangunan (Archie Team, 2014).
Gambar 5. Fasade komplek hunian bertingkat rendah di Salou Tarragona. Sumber: Jose Hevia Photographs (archdaily.com)
Movable/Flexible Facade Fitur ini hampir sama dengan sebelumnya, namun bedanya adalah tabir atau screen yang dipasang dapat diatur sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan, apakah akan ditutup atau dibuka. Hal ini menjamin fleksibilitas penggunaan atau fungsi ruang dibalik tabir tersebut. Contoh yang diberikan seperti gambar berikut adalah pada perumahan bertingkat rendah di Barcelona Spanyol (Mateo, 2014). Pada kasus ini sang arsitek menggunakan dua layer selubung bangunan yakni kaca dan rangka stainless steel untuk selubung bagian dalam, dan screen kayu yang dapat dibuka dan ditutup sesuai kebutuhan pada selubung bagian luar (exterior skin). Desain ini dibuat agar dapat memenuhi kebu-tuhan akan pencahayaan alami Pada ruang-ruang di dalam bangunan, selain juga memberi-kan filter suara dan melindungi privasi terhadap kegiatan di dalam hunian.
Gambar 6. Fasade Komplek Hunian. Sumber : archdaily.com
Gambar 7. Fasade komplek hunian bertingkat rendah di Barcelona, Spanyol Sumber: Jose Hevia Photographs (archdaily.com) Adria Goula Photographs (2014)
Contoh terakhir adalah penerapan movable skin pada Blooming Bamboo House di Hoan Kiem Distrik, Hanoi yang didesain oleh H&P Architects (H&P Architects, 2013). Bangunan ini menggunakan selubung atau tirai bergaya vernacular dengan material bambu yang dikombinasikan dengan tanaman rambat. Penggunaan tirai atau selubung ini dilakukan sebagai perlindungan ruang interior terhadap iklim yakni hujan badai yang acapkali terjadi. Pemilihan material bambu dengan konstruksi yang sederhana dipilih dengan pertimbangan kemudahan instalasi.
Gambar 8. Blooming Bamboo Home, Vietnam Sumber: Doan Thanh Ha (2014)
Contoh lain adalah seperti yang tampak pada hunian bertingkat rendah yang dikenal dengan D 078 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Astri Anindya Sari
Analisis Solusi Terhadap Permasalahan Rumah Susun Penjaringan Sari Dari beberapa studi yang dilakukan pada obyek dengan permasalahan sejenis, diusulkan bahwa solusi terbaik untuk permasalahan rusunawa PS 1 dan 2 adalah dengan memberikan movable screen/facade yang berkisi-kisi pada balkon hunian rusunawa.
Movable screen ini dapat dibuka dan ditutup sesuai kebutuhan. Apabila ada aktivitas jemur, screen dapat ditutup sehingga aktivitas tersebut tidak terlihat dari luar. Keberadaan kisi-kisi akan memungkinkan aliran udara tetap dapat masuk ke dalam unit hunian. Selain itu, keberadaan screen juga berfungsi untuk memberikan privasi lebih pada aktifitas penghuni sehingga tidak terlihat dari luar. Desain screen atau tirai dapat dibuat sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk ditanami tanaman rambat, atau pot gantung yang selain menambah estetika juga memberikan efek positif bagi kesehatan penghuni. Material yang diusulkan untuk screen atau tirai adalah bambu yang telah melalui proses pengawetan. Diusulkan bambu karena bambu merupakan salah satu material yang mudah ditemui di Indonesia. Harganya pun relatif tidak terlalu mahal. Bambu merupakan material yang mudah dibentuk dan disusun menjadi pola-pola yang menarik. Penggunaan screen bambu pada bangunan rumah susun akan membuat kesan tropis akan semakin terasa. Citra ini sesuai untuk bangunan di Indonesia. Namun demikian masih perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui desain dan sistem konstruksi instalasi tirai bambu movable yang paling sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Diskusi Di Indonesia, aktivitas menjemur pakaian merupakan aktivitas sehari-hari yang harus dipikirkan dalam perancangan. Seringkali kebutuhan tempat untuk aktivitas ini tidak diwadahi dalam bangunan, sehingga pada akhirnya menggunakan tempat-tempat seperti halaman rumah, pagar, dan balkon pada rumah susun. Kondisi tersebut tentu tidak dapat dibiarkan karena
berakibat pada hilangnya nilai estetika visual pada fasade, dan menimbulkan kesan semrawut. Citra buruk pada bangunan pun dapat terbentuk. Fasade adalah unsur pertama dari bangunan yang dirapresiasi oleh pengamat. Karenanya memperhatikan unsul visual fasade pada perancangan rumah susun merupakan hal yang mutlak. Ini terjadi karena kualitas visual sebuah kompleks bangunan akan mempengaruhi citra kawasan, dan selanjutnya berpengaruh pada citra kota secara keseluruhan. Dalam perancangan rumah susun sederhana, penghuni adalah unsur utama yang berperan dalam perawatan bangunan dan fasilitasnya agar keberlangsungannya dapat tetap terjaga. Karena itu pelibatan penghuni dalam proses perancangan adalah hal yang mutlak untuk memberikan pada mereka rasa kepemilikan yang tinggi terhadap kompleks rumah susun sederhana. Rasa kepemilikan yang tinggi pada akhirnya akan memunculkan loyalitas dan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan. Selain itu adanya Manfaat lain dari pelibatan pengguna pada proses perancangan adalah untuk menghindari adanya kebutuhan mereka dalam desain. Daftar Pustaka Archi Team. (2014). Rue des Suisses. Architravel. Online Architecture Guide. Online di: http:// www.architravel.com/architravel/building/rue-dessuisses/ [last accessed 31 August 2015]. Budiharjo, E. (1994). Sejumlah Masalalah Permukiman Kota, Yogyakarta: Gajahmada University Press. Girones, T. (2014). 80 Viviendas De Protección Oficial En Salou / Toni Gironès. ArchDaily. http:// www.archdaily.com/507784/80-viviendas-deproteccion-oficial-en-salou-toni-girones [last accessed 31 August 2015]. H&P Architects (2013). Bb Home/H&P Architects.
ArchDaily. Hendaryono, S.M. (2010). Evaluasi Pengelolaan Rusun Pekunden Dan Bandarharjo Semarang. Diponegoro University Semarang: Master Thesis. http://www.archdaily.com/431271/bb-home-h-and-parchitects [last accessed 31 August 2015]. Kesik, T.J. ( 2014). Building Enclosure Design Principles and Strategies. Whole Building Design Guide. A Program of the National Institute of Building Sciences. Online di: https://www.wbdg.org/resources/buildingenclosur Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016| D 079
Optimalisasi Kualitas Visual pada Rumah Susun di Indonesia edesignstrategies.php [last accessed 31 August 2015]. Mascai, J. (1980). Housing. John Willey and Sons Mateo, J.L. (2014). Edificio de viviendas en Barcelona / Josep Lluís Mateo. ArchDaily. Online di: http://www.archdaily.com/473515/edificio-deviviendas-en-barcelona-josep-lluis-mateo [last accessed 31 August 2015] Undang-Undang No. 16 tahun 1985 tentang rumah susun Yosohusodo, S. (1991). Rumah Untuk Seluruh Rakyat. Jakarta: INNKOPPOL
D 080 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016