FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PANONGAN KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014 Oleh : Suharno, S.Kep.,Ners
ABSTRAK Pemberian ASI eksklusif penting dilakukan, namun kenyataannya cakupan pemberian ASI eksklusif saat ini masih rendah. Cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja UPTD Puskesmas Panongan tahun 2013 sebesar 18,8% dari target 85%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Populasinya adalah semua ibu menyusui bayi usia 7 – 24 bulan di bulan Maret-April tahun 2014 sebanyak 168 orang dan sampelnya 63 orang (proportional to size). Uji hipotesis yang digunakan uji chi square pada α = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan (p value = 0,014), pendidikan (p value = 0,001), pekerjaan (p value = 0,016) dan keterpaparan informasi (p value = 0,001) dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan. Hambatan dalam penelitian ini yaitu pengumpulan data agar didapatkan data yang akurat maka perlunya penyampaian atau menjelaskan pertanyaan kepada responden dengan baik dan benar sehingga responden dapat mengingat pengalamannya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Upaya meningkatkan pemberian ASI Eksklusif adalah dengan meningkatkan kegiatan penyuluhan dengan metode yang efektif dan menarik seperti menggunakan alat peraga atau media poster.
LATAR BELAKANG Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia baik sebagai insan maupun sebagai sumber daya pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Pembangunan manusia sebagai insan tidak terbatas hanya pada kelompok umur tertentu saja melainkan berlangsung dalam seluruh kehidupan manusia sejak janin sampai usia lanjut. Salah satu upaya untuk melahirkan generasi yang sehat, cerdas dan berkualitas adalah dengan memberikan makanan yang sempurna sejak dini yaitu Air Susu Ibu (ASI) (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Pemberian ASI serta proses menyusui yang baik dan benar merupakan langkah yang penting dalam memenuhi kebutuhan nutrisi bayi untuk tumbuh sehat dan berkembang optimal sebagai calon generasi yang sehat, cerdas dan berkualitas. Menurut Proverowati dan Rahmawati (2010) ASI adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam bulan pertama dan ASI tidak bisa digantikan oleh apapun karena mengandung zat-zat yang dibutuhkan bayi dan merupakan makanan alami pertama untuk bayi. Nilai nutrisi ASI mengandung lemak, karbohidrat, protein, dan air dalam jumlah yang tepat untuk pencernaan, perkembangan otak, dan pertumbuhan bayi. Selain kandungan nutrisi ASI yang unik juga ASI dapat merangsang sistem hormon sehingga dapat melindungi bayi sampai sistem imunnya (sistem kekebalan tubuh) berfungsi dengan baik. World Health Organization (WHO) merekomendasikan para ibu untuk menyusui secara ekslusif selama 6 bulan, melanjutkannya dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dari bahan-bahan lokal yang kaya nutrisi sambil tetap memberikan ASI atau menyusui sampai anak berusia 2 tahun atau lebih.
Bayi yang tidak mendapatkan ASI selama 6 bulan dapat mengakibatkan bayi lebih mudah terjangkit berbagai macam infeksi, penyakit dan bahkan kematian. Menurut WHO dalam Khamzah (2012) dampak tidak diberi ASI secara eksklusif maka bayi lebih mudah terserang penyakit seperti asma, alergi, infeksi saluran pernapasan akut, kurang gizi, dan meningkatkan resiko kematian pada bayi dan anak-anak. Hasil penelitian yang dilakukan Rogan dalam Roesli (2008) bahwa bayi yang tidak pernah disusui memiliki 21% lebih besar resiko kematian dalam periode pascaneonatal daripada mereka yang disusui. Pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan sangat penting dilakukan namun pada kenyataannya cakupan pemberian ASI eksklusif sampai saat ini di Indonesia masih rendah. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 cakupan ASI Eksklusif di Indonesia sebesar 30,2% dan mengalami penurunan dibanding pada tahun 2010 sebesar 32,3% (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2013 cakupan ASI Eksklusif di Jawa Barat sebanyak 404.725 bayi (42,63%) dari jumlah bayi sebanyak 949.392 bayi. Angka ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2010 pencapaian ASI Eksklusif di Jawa Barat sebesar 67,3% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2013). Menurut Roesli (2008) rendahnya pemberian ASI eksklusif di kalangan ibu menyusui disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Pengetahuan ini merupakan aspek penting sebagai landasan dasar sehingga ibu mau menyusui ASI secara eksklusif, karena dengan ibu memahami dan mengerti tentang keunggulan ASI yang tidak akan tertandingi oleh susu formula
apa pun akan melahirkan dorongan menyusui dengan ASI semakin tinggi. Menurut Kristiyanasari (2009) bahwa penyebab menurunnya pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh faktor internal yaitu pengetahuan ibu tentang manfaat dan pentingnya pemberian ASI, pendidikan ibu yang rendah, pekerjaan ibu menyusui yang padat, dan faktor eksternal yaitu petugas kesehatan yang kurang maksimal melakukan penyuluhan, sosial budaya (tradisi) dan maraknya iklan mengenai susu formula. Sementara menurut teori perilaku dari Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa keterpaparan informasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam hal ini perilaku tersebut merupakan praktik pemberian ASI eksklusif. Peran keperawatan dalam meningkatkan praktik ASI eksklusif sangat diperlukan karena perlu adanya intervensi tertentu pada ibu baik dari segi pengetahuan yang kurang, pendidikan yang rendah serta pekerjaan sehingga ibu dapat mengatasi masalah yang dihadapi dalam pemberian ASI. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka pada tahun 2013 cakupan pemberian ASI Eksklusif sebesar 58,8% dan mengalami penurunan dibanding cakupan pemberian ASI Eksklusif tahun 2012 sebesar 59,94%. Adapun puskesmas di Kabupaten Majalengka dengan cakupan ASI pada tahun 2013 paling rendah terdapat di Puskesmas Panongan yaitu sebanyak 82 bayi (18,8%) dari 437 bayi dan juga mengalami penurunan bila dibanding tahun 2012 yaitu sebesar 65 bayi (21,8%) dari 298 bayi (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2013). Cakupan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Panongan selain masih rendah juga masih jauh target 85%. Rendahnya pemberian ASI di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Panongan dapat dikarenakan oleh pengetahuan ibu yang kurang, pendidikan ibu yang rendah, pekerjaan dan informasi. Hal tersebut didukung dari hasil studi yang dilakukan penulis pada awal bulan April terhadap 10 ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif menyatakan beberapa alasan. Alasan yang paling banyak dikatakan ibu yaitu karena alasan pekerjaan, dimana sebagian besar ibu-ibu di wilayah kerja UPTD Puskesmas Panongan bekerja sebagai buruh tani. Disamping itu, didapatkan bahwa sebagian besar ibu belum mengetahui pemberian ASI secara eksklusif sebanyak 7 orang (70%), ibu yang berpendidikan rendah atau tamat SD sebanyak 8 orang (80%) dan ibu yang menyatakan belum mendapatkan informasi tentang ASI eksklusif sebanyak 7 orang (70%). Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka tahun 2014”.
METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian korelatif dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian korelatif digunakan untuk mencari hubungan dua variabel pada satu situasi atau kelompok subyek, dalam penelitian ini mencari hubungan antara pengetahuan, pendidikan, dan pekerjaan dengan praktik pemberian ASI ekskluif. Pendekatan cross sectional (pendekatan silang) merupakan penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk dependen dan independen diobservasi dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu menyusui yang mempunyai bayi usia 7 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka pada
bulan Maret-April tahun 2014 jumlah ibu yang mempunyai bayi usia 7 – 24 bulan sebanyak 168 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai
bayi usia 6 – 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka sebanyak 63 orang dan sudah mempunyai anak lebih dari satu.
HASIL PENELITIAN 1.
Gambaran Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Usia 0-6 Bulan Pemberian
f
%
Tidak eksklusif
49
77.8
Eksklusif
14
22.2
63
100.0
ASI Eksklusif
Jumlah
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa sebagian besar ibu menyusui dalam pemberian ASI pada bayi usia 0-6 bulan tidak eksklusif yaitu sebanyak 49 orang 2.
Gambaran Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif Pengetahuan Ibu Menyusui
f
%
Kurang
34
54.0
Baik
29
46.0
63
100.0
Jumlah
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa lebih dari setengahnya ibu menyusui berpengetahuan kurang tentang ASI Eksklusif yaitu sebanyak 34 3.
(76,4%) dan sebagian kecil pemberian ASI pada bayi usia 0-6 bulan eksklusif yaitu sebanyak 14 orang (22,2%).
orang (54,0%) dan kurang dari setengahnya ibu menyusui berpengetahuan baik tentang ASI Eksklusif yaitu sebanyak 29 orang (46,0%).
Gambaran Pendidikan Ibu Menyusui Pendidikan
f
%
Rendah
49
77.8
Tinggi
14
22.2
63
100.0
Ibu Menyusui
Jumlah
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar ibu menyusui berpendidikan rendah yaitu sebanyak 49 orang 4.
(77,8%) dan sebagian kecil ibu menyusui berpendidikan tinggi yaitu sebanyak 14 orang (22,2%).
Gambaran Pekerjaan Ibu Menyusui Pekerjaan
f
%
Bekerja
29
46.0
Tidak bekerja
34
54.0
63
100.0
Ibu Menyusui
Jumlah
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa kurang dari setengahnya ibu menyusui yang bekerja yaitu sebanyak 29 orang 5. Gambaran Keterpaparan Informasi
(46,0%) dan lebih dari setengahnya ibu menyusui yang tidak bekerja yaitu sebanyak 34 orang (54,0%).
Keterpaparan
f
%
Tidak
50
79.4
Ya
13
20.6
63
100.0
Informasi
Jumlah
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa sebagian besar ibu menyusui tidak terpapar informasi tentang ASI Eksklusif yaitu sebanyak 50 orang (79,4%) 1.
dan sebagian kecil ibu menyusui terpapar informasi tentang ASI Eksklusif yaitu sebanyak 13 orang (20,6%).
Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Pemberian ASI eksklusif pada Bayi Usia 0-6 Bulan Pemberian ASI Eksklusif Pengetahuan Ibu Menyusui
Total
Tidak eksklusif
Eksklusif
f
%
f
%
f
%
Kurang
31
91,2
3
8,8
34
100
Baik
18
62,1
11
37,9
29
100
49
77,8
14
22,2
63
100
Jumlah
p value
0,014
Dapat terlihat hasil uji statistik dapat diperoleh nilai p value = 0,014 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi pemberian ASI Eksklusif antara ibu yang berpengetahuan kurang dan baik atau ada hubungan 2.
antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka Tahun 2014.
Hubungan Pendidikan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Usia 0-6 Bulan Pemberian ASI Eksklusif Pendidikan Ibu Menyusui
Total
Tidak eksklusif
Eksklusif
f
%
f
%
f
%
Rendah
43
87,8
6
12,2
49
100
Tinggi
6
42,9
8
57,1
14
100
49
77,9
14
22,2
63
100
Jumlah
Dapat terlihat hasil uji statistik dapat diperoleh nilai p value = 0,001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi pemberian ASI Eksklusif antara ibu yang berpendidikan rendah dan tinggi atau ada
p value
0,001
hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka Tahun 2014.
3. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Usia 0-6 Bulan Pemberian ASI Eksklusif Pekerjaan Ibu Menyusui
Total
Tidak eksklusif
Eksklusif
f
%
f
%
f
%
Bekerja
27
93,1
2
6,9
29
100
Tidak bekerja
22
64,7
12
35,3
34
100
49
77,9
14
22,2
63
100
Jumlah
Dapat terlihat hasil uji statistik dapat diperoleh nilai p value = 0,016 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi pemberian ASI Eksklusif antara ibu yang bekerja dan tidak
p value
0,016
bekerja atau ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka Tahun 2014.
4. Hubungan Keterpaparan Informasi dengan Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi Usia 0-6 Bulan Pemberian ASI Eksklusif Keterpaparan Informasi
Total
Tidak eksklusif
Eksklusif
f
%
f
%
f
%
Tidak terpapar
44
88,0
6
12,0
50
100
Terpapar
5
38,5
8
61,5
13
100
49
77,8
14
22,2
63
100
Jumlah
Dapat terlihat hasil uji statistik dapat diperoleh nilai p value = 0,001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi pemberian ASI Eksklusif antara ibu yang tidak terpapar informasi dan terpapar informasi
p value
0,001
atau ada hubungan antara keterpaparan informasi dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka Tahun 2014.
PEMBAHASAN Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka Tahun 2014 (p value = 0,014). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan dipengaruhi oleh pengetahuan ibu, artinya jika pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif baik maka ibu cenderung akan memberikan ASI secara eksklusif dan sebaliknya jika pengetahuannya kurang maka ibu cenderung akan memberikan ASI secara tidak eksklusif. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang memberikan ASI eksklusif lebih banyak terdapat pada ibu yang berpengetahuan baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Suradi (2004) yang menyatakan bahwa rendahnya pemberian ASI eksklusif di kalangan ibu menyusui disebabkan oleh karena kurangnya
pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif. Pengetahuan ini merupakan aspek penting sebagai landasan dasar sehingga ibu mau menyusui ASI secara eksklusif, karena dengan ibu memahami dan mengerti tentang keunggulan ASI yang tidak akan tertandingi oleh susu formula apa pun akan melahirkan dorongan menyusui dengan ASI semakin tinggi. Menurut Kristiyanasari (2009) bahwa penyebab menurunnya pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang manfaat dan pentingnya pemberian ASI, pendidikan ibu yang rendah, pekerjaan ibu menyusui yang padat, petugas kesehatan yeng kurang maksimal melakukan penyuluhan dan maraknya iklan mengenai susu formula. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Notoatmodjo (2007) yang menyatakan bahwa pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Teori lain seperti Suharyono dalam
Wahyuningrum (2007) menyatakan bahwa pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif dapat mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Semakin baik pengetahuan Ibu tentang manfaat ASI eksklusif, maka seorang ibu akan memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah pengetahuan ibu tentang manfaat ASI eksklusif, maka semakin sedikit pula peluang ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahayuningsih (2005) bahwa pengetahuan berpengaruh terhadap pelaksanaan pemberian ASI Eksklusif, juga dengan hasil penelitian Yuliandarin (2009) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif di Wilayah UPTD Puskesmas Kelurahan Kotabaru Kecamatan Bekasi Barat tahun 2009 menyatakan bahwa faktor pengetahuan ibu berhubungan dengan pemberian ASI Ekskluif. Menurut asumsi peneliti, maka untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui maka perlunya pemberian informasi melalui kegiatan penyuluhan yang efektif, menarik dan juga memperhatikan aktfitas keseharian ibu menyusui yang sebagian besar adalah petani seperti mengadakan penyuluhan keliling. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka Tahun 2014 (p value = 0,001). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan yang rendah dapat menjadi kendala dalam pencapaian derajat kesehatan ibu dan anak, termasuk dalam upaya meningkatkan cakupan pemberian ASI secara eksklusif. Hal ini dapat dimungkinkan karena pendidikan rendah
berhubungan dengan pengetahuan dan kepedulian yang kurang karena melalui pendidikan akan terjadi proses perubahan perilaku yang didasari oleh pengetahuan (kognitif). Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Kristiyanasari (2009) yang menyatakan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan tinggi lebih cenderung memberikan ASI secara eksklusif jika dibandingkan dengan ibu yang berlatar belakang pendidikan rendah, dimana penerapan cara pemberian ASI belum dilakukan secara eksklusif. Sedangakn ibuibu dengan pendidikan tinggi lebih mengetahui tentang keuntungankeuntungan fisiologis dan psikologis dari program pemberian ASI eksklusif. Ibu yang berpendidikan lebih tinggi lebih banyak membaca literatur baru mengenai informasi pemberian ASI eksklusif sehingga termotivasi untuk memberikan ASI pada anaknya. Menurut Maulana (2009) bahwa pendidikan merupakan proses pengetahuan, sikap dan tingkah laku. Pendidikan yang beraneka ragam di masyarakat sangat mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat. Masyarakat dengan pendidikan rendah sulit untuk mengikuti petunjuk-petunjuk dari petugas kesehatan terutama dalam hal perilaku sehat. Dengan demikian tingkat pendidikan cukup besar pengaruhnya terhadap perubahan peran dan tingkah laku seseorang. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Wahyuningrum (2007) yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran pemberian ASI pada bayinya. Pemberian ASI pada bayinya lebih banyak terdapat pada ibu yang berpendidikan tinggi. Untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif terutama pada ibu dengan
pendidikan yang rendah yaitu dengan cara memberikan penyuluhan secara persuasif yang dapat mendorong ibu untuk mau memberikan ASI secara eksklusif. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara pekerjaan ibu menyusui dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka Tahun 2014 (p value = 0,016). Sering menjadi alasan ibu tidak memberikan ASI pada anaknya on the mand karena ibu sibuk bekerja. Sehingga pada ibu yang bekerja umumnya memberikan ASI secara tidak eksklusif. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Kristiyanasari (2009) yang menyatakan bahwa bagi sebagian orang, pemberian ASI selama dua tahun penuh mungkin tidak menjadi masalah. Tapi bagi sebagian orang lagi yang memiliki banyak keterbatasan, tentu hal ini tidak bisa dilakukan secara optimal dan penuh terutama bagi ibu yang bekerja. Pekerjaan ibu menyusui seringkali menjadi alasan ibu berhenti menyusui. Juga teori Departemen Kesehatan RI (2010) bahwa pada ibu pekerja, terutama di sektor formal, sering kali mengalami kesulitan memberikan ASI eksklusif kepada bayinya karena keterbatasan waktu dan ketersediaan fasilitas untuk menyusui di tempat kerja. Dampaknya, banyak ibu yang bekerja terpaksa beralih ke susu formula dan menghentikan memberi ASI secara eksklusif. Menurut Roesli (2008) bahwa pada masyarakat dimana ibu bekerja, hal ini sering menjadikan alasan ibu tidak menyusui bayinya secara eksklusif. Ibu yang bekerja akan menemui kendala tentang pengaturan waktu antara menyusui bayi dan pekerjaan. Penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini seperti penelitian Yuliandarin (2009) mengenai faktor-
faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif di Wilayah UPTD Puskesmas Kelurahan Kotabaru Kecamatan Bekasi Barat tahun 2009 menyatakan bahwa faktor pekerjaan ibu berhubungan dengan pemberian ASI Ekskluif, ibu dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga cenderung pemberian ASI secara eksklusif dilakukannya. Pada penelitian ini terbukti bahwa status bekerja ibu menyusui berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif. Ibu yang bekerja perlu mendapatkan bimbingan khusus dari petugas kesehatan untuk memberikan ASI on the mand meskipun ibu sedang bekerja dengan cara menyimpan ASI sebelum ibu berangkat bekerja dengan baik. Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara keterpaparan informasi dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka Tahun 2014 (p value = 0,001). Informasi menjadi bagian penting karena dengan informasi pengetahuan ibu menjadi bertambah dan akan mendorong ibu melakukan atau berupaya bertindak sesuai dengan informasi yang didapatkannya. Informasi yang kurang dikarenakan ibu tidak terpapar informasi baik dari media maupun dari petugas kesehatan. Umumnya informasi yang diperoleh ibu di lokasi penelitian yaitu dari petugas kesehatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Kristiyanasari (2009) bahwa pengaruh iklan saat ini mengenai susu formula gencar dilakukan dengan berbagai cara agar menarik perhatian para ibu yang sedang menyusui. Apabila ibu tidak dibekali dengan pengetahuan yang baik, maka dengan mudah ibu akan beralih ke susu formula dan menghentikan pemberian ASI secara langsung oleh ibu.
Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari media maupun dari petugas kesehatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yuliandarin (2009) di Wilayah UPTD Puskesmas Kelurahan Kotabaru Kecamatan Bekasi Barat tahun 2009 menyatakan bahwa faktor informasi berhubungan dengan pemberian ASI Eksklusif. Juga dengan hasil penelitian Ekiawati (2008) mengenai analisis faktor yang berhubungan dengan perilaku pemberian Air Susu Ibu (ASI) menyatakan ibu yang tidak pernah mendapatkan informasi sebesar 65,5% dan informasi berhubungan dengan perilaku pemberian ASI. Asumsi peneliti, dikarenakan mayoritas penduduk di lokasi penelitian adalah petani dan berpendidikan rendah maka infromasi yang tepat diberikan pada ibu adalah oleh petugas kesehatan seperti dengan cara memberikan penyuluhan keliling dengan memanfaatkan sarana yang ada di desa-desa untuk mengadakan kegiatan penyuluhan tersebut.
KESIMPULAN 1. Sebagian besar ibu menyusui di wilayah kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka tahun 2014 dalam pemberian ASI pada bayi usia 0-6 bulan tidak eksklusif yakni 76,4%. 2. Lebih dari setengahnya ibu menyusui di wilayah kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka tahun 2014 berpengetahuan kurang tentang ASI Eksklusif yakni 54,0%.
3.
Sebagian besar ibu menyusui di wilayah kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka tahun 2014 berpendidikan rendah yakni 77,8%. 4. Lebih dari setengahnya ibu menyusui di wilayah kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka tahun 2014 yang tidak bekerja yakni 54,0%. 5. Sebagian besar ibu menyusui di wilayah kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka tahun 2014 tidak terpapar informasi tentang ASI Eksklusif yakni 79,4%. 6. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka Tahun 2014 (p value = 0,014). 7. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka Tahun 2014 (p value = 0,001). 8. Ada hubungan antara pekerjaan ibu menyusui dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 06 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka Tahun 2014 (p value = 0,016). 9. Ada hubungan antara keterpaparan informasi dengan pemberian ASI Eksklusif pada bayi usia 06 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Panongan Kabupaten Majalengka Tahun 2014 (p value = 0,001).
DAFTAR PUSTAKA
Arif, N, 2009. ASI dan Tumbuh Kembang Bayi. Penerbit. Yogyakarta: Media Press. Azwar, S. 2010. Sikap Manusia teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Departemen Kesehatan RI. 2008. Ibu Bekerja Bukan Alasan Menghentikan Pemberian Asi Eksklusif. http://www.depkes.go.id/, diakses tanggal 9 Maret 2014. _____________. 2009. Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Panjang 2005-2025. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. _____________. 2010. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta: Depkes RI. Departemen Pendidikan Nasional. 2011. Sistem Pendidikan Nasional. http://www.depdiknas.go.id, diakses tanggal 12 Maret 2014. Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka. 2013. Data ASI Eksklusif Kabupaten Majalengka Tahun 2013. Majalengka: Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2013. Data Statistik Jawa Barat 2013. Bandung: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Ekiawati. 2008. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pda Ibu Tidak Bekerja. Bogor: IPB. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Survei Demografi Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Khamzah. 2012. ASI, Untuk Ibu, Bayi dan Balita. http://www.ibudanbalita.com/, diakses tanggal 26 Maret 2014. Kristiyanasari, W. 2009. ASI, Menyusui dan Sadari. Yogyakarta: Nuha Medika. Maryunani, A. 2009. Asuhan pada Ibu dalam Masa Nifas (Postpartum). Jakarta: EGC Mubarak, W.I. 2007. Promosi Kesehatan. Jogjakarta : Graha Ilmu. Notoadmodjo, S. 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. ____________ . 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika. Proverowati dan Rahmawati. 2010. Keajaiban ASI. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Roesli, U. 2008. Bayi Sehat Berkat Asi Eksklusif. Jakarta: Elex Media Komputindo. Siregar. 2008. Konsep Penerapan Asi Eksklusif. Jakarta: EGC.
Sudarma. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Sudrajat. 2009. Sistem Informasi (Konsep Dasar, Analisis, Desain dan Implementasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sugiyono. 2009. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta. Wahyuningrum. 2007. Hubungan Karakteristik dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi di Desa Sadang Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus. Semarang: UNNES. Wawan, A. dan Dewi, M. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Jakarta. Nuha Medika. Wong, W. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC. Yuliandarin. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah UPTD Puskesmas Kelurahan Kotabaru Kecamatan Bekasi Barat tahun 2009 . Bekasi: Akademi Kebidanan Gema Nusantara.