[81] Tolak Pembuat Hukum Selain Allah Swt Wednesday, 23 May 2012 01:45
Oleh: Rokhmat S Labib
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh adzab yang amat pedih (TQS al-Syura [42]: 21).
Sekadar mengimani bahwa Allah SWT ada dan Pencipta alam semesta tidak serta merta menyelamatkan manusia dari kekufuran. Sebab, orang-orang musyrik Arab juga meyakini hal itu, namun keyakinan itu tidak mengubah status mereka yang musyrik (lihat QS al-Ankabut [29]: 61-63, Luqman [31]: 25, al-Zumar [39]: 38, dll).
Beriman kepada Allah SWT harus meyakini Dia satu-satunya ilâh, Tuhan yang patut disembah dan ditaati. Dzat yang diyakini memiliki otoritas membuat hukum yang wajib ditaati. Inilah yang tidak dilakukan kaum musyrik di Makkah ketika itu. Mereka menjadikan tuhan-tuhan selain Allah SWT yang memiliki otoritas membuat agama, undang-undang, dan sistem kehidupan bagi manusia.
Ayat ini dalah di antara yang menjelaskan perkara ini sekaligus memberikan peringatan bagi siapa pun untuk tidak melakukan hal serupa.
1/6
[81] Tolak Pembuat Hukum Selain Allah Swt Wednesday, 23 May 2012 01:45
Sesembahan Selain Allah
Allah SWT berfirman: Am lahum syurakâ` (apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah). Huruf al-hamzah pada kata am bermak na al-ta qrîr wa al-taqrî’ (penetapan dan teguran). Demikian menurut Fakhruddin al-Razi dan al-Zamakhsyari dalam tafsir mereka.
Sedangkan huruf al-mîm berfungsi sebagai shilah (penghubung). Sebab, ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya, yakni firman Allah SWT: Dia telah mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh (TQS al-Syura [41]: 13). Juga firman-Nya : Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan) (TQS al-Syura [46]: 17). Demikian al-Qurthubi dalam tafsirnya, al-Jâmi’ li A h kâm al-Qur`ân.
Ayat ini membicarakan kaum kafir. Sehingga dhamîr hum (kata ganti orang ketiga jamak, mereka), sebagaimana dijelaskan al-Qurthubi, Ibnu Katsir, dan Sihabuddin al-Alusi, menunjuk kepada kaum kafir. Atau sebagaimana dinyatakan Ibnu Jarir al-Thabari, mereka adalah orang-orang musyrik.
Dalam ayat ini ditegaskan bahwa orang-orang kafir itu memiliki al-syurakâ`. Kata al-syurakâ` m erupakan bentuk jamak dari kata al-syarîk. Kata al-syarîk merupakan shifah musyabbahah (sifat yang diserupakan dengan ism al-fâil ) yang menunjukkan tetapnya pelaku syarika (pihak yang bersekutu atau berserikat). Dalam konteks ayat ini, yang dimaksud dengannya adalah
2/6
[81] Tolak Pembuat Hukum Selain Allah Swt Wednesday, 23 May 2012 01:45
âlihah (sesembahan selain Allah SWT. Demikian penjelasan al-Qurthubi dan al-Wahidi al-Naisaburi. Sesembahan tersebut disebut sebagai al-syurakâ` karena dianggap memiliki kedudukan dan otoritas yang sama dengan Allah SWT.
Kemudian disebutkan tentang salah satu otoritas Allah SWT yang diberikan kaum musyrik kepada sesembahan mereka, yakni: syara’û lahum min al-dîn mâ lam ya`dzan bihil-Lâh (yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?). Disebutkan bahwa tuhan-tuhan mereka itu telah yang membuatkan agama untuk mereka. Makna al-dîn di sini adalah al-syarî’ah wa al-tharîqah (syariah dan jalan hidup). Demikian penjelasan al-Samarqandi.
Ditegaskan bahwa agama yang dibuat sesembahan selain Allah SWT itu mâ lam ya`dzan bihil-Lâh. Artinya, mâ lam yusyarri’hul-Lâh ta’âlâ (agama yang tidak disyariatkan Allah SWT), yakni syirik. Demikian penjelasan al-Jazairi. Bisa juga bermakna lam ya`mur bihi (tidak diperintahkan Allah) sebagaimana dinyatakan al-Samarqandi.
Dijelaskan Ibnu ‘Abbas, agama yang tidak diizinkan Allah SWT itu adalah agama selain Islam. Sehingga ayat ini memberikan pengertian bahwa sesembahan selain Allah SWT itu mensyariatkan untuk mereka agama selain Islam.
Realitas tersebut kontradiksi dengan agama yang dibawa Rasulullah SAW dan para nabi sebelumnya. Jika agama kaum kafir itu dibuat oleh sesembahan mereka, maka agama yang dibawa para nabi disyariatkan Allah SWT, Tuhan alam semesta (lihat QS al-Syura [41]: 13).
Tentang ayat ini, Ibnu Katsir mengatakan bahwa kaum kafir tidak mengikuti agama yang disyariatkan Allah kepada Rasulullah SAW. Sebaliknya, mereka justru mengikuti agama dibuat oleh syetan-syetan mereka, baik dari kalangan jin maupun manusia dengan ikut mengharamkan apa diharamkan oleh syetan-syetan tersebut, seperti al-bahîrah, al-sâibah, alwashîlah
3/6
[81] Tolak Pembuat Hukum Selain Allah Swt Wednesday, 23 May 2012 01:45
, dan alh âm (lihat QS al-Maidah [5]: 3), menghalalkan makan bangkai, darah, judi, dan berbagai kesesatan dan kebatilan lainnya yang diada-adakan pada masa jahiliyyah, berupa al-ta h lîl , al-ta h rîm , dan ibadah yang batil, dan pendapat yang rusak .
Menurut al-Alusi, bentuk istifhâm (kalimat tanya) dalam ayat ini menunjukkan li al-inkâr (pengin gkaran). Artinya, mereka tidak memiliki dalam syara’ dan pembuat syara’ sebagaimana firman Allah SWT dalam QS al-Anbiya’ [21]: 43.
Ancaman bagi Orang Zalim
Setelah diterangkan tentang orang kafir yang memiliki sesembahan selain Allah yang membuat syariah agama selain Islam, kemudian disebutkan: Walawlâ kalimat al-fashl laqudhiya baynahum (sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan [dari Allah] tentulah mereka telah dibinasakan). Pengertian kalimat al-fashl adalah al-qadhâ` (keputusan). Pengertian tersebut sebagaimana terdapat dalam QS al-Mursalat [77]: 38.
Dalam konteks ayat ini, kata tersebut berarti al-qadhâ` al-ladzî sabaq (keputusan terdahulu) bahwa tidak mengazab umat ini dan menundanya hingga hari akhir. Demikian penafsiran al-Samarqandi. Penjelasan serupa juga dikemukakan al-Qurthubi, seraya mendasarkannya
4/6
[81] Tolak Pembuat Hukum Selain Allah Swt Wednesday, 23 May 2012 01:45
dengan QS al-Qamar [54]: 46.
Seandainya ketentuan dari Allah SWT tersebut tidak ada, maka: laqudhiya baynahum. Perkara di antara mereka akan diputuskan. Menurut al-Syaukani, dhamîr hum (mereka) di sini bisa menunjuk kepada Mukmin dan musyrik, atau musyrik dan sesembahan mereka. Sehingga, balasan atas perbuatan mereka bisa dilaksanakan di dunia, baik diberikan pahala atau ditimpakan azab. Namun karena sudah ada keputusan Allah sebelumnya bahwa tidak menghukum mereka di dunia, maka azab yang amat pedih itu akan ditimpakan di akhirat.
Ayat ini pun diakhiri dengan firman-Nya: Wa inna al-zhâlimîn lahum ‘adzâb alîm (dan sesungguhnya orang-orang yang dzalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih). Kata al-zhâlimîn dalam ayat ini menunjuk kepada al-musyrikîn (orang-orang musyrik). Mereka akan ditimpakan azab yang amat pedih di akhrat. Dengan demikian, mereka tidak akan terhindar azab atas kemusyrikan mereka.
Mengenai ditundanya hukuman terhadap pelaku kejahatan di dunia dan akan ditimpakan di akhirat juga diberitakan dalam bebapa ayat lain, seperti dalam QS al-Hasyr [59]: 3 dan al-Mujadilah [58]: 8. Kedua ayat tersebut menerangkan tentang ditundanya azab di dunia bagi orang kafir dan pelaku kejahatan, dan akan ditimpakan di akhirat.
Dijelaskan al-Jazairi, ini merupakan ancaman keras bagi kaum musyrik yang menjadikan jahiliyyah, syirik, dan penyembahan terhadap berhala sebagai agama dan berpaling agama Allah yang diperintahkan kepada Nuh dan saudara-saudaranya hingga Nabi Muhammad SAW.
Demikianlah. Ayat ini memberikan kecaman keras kepada orang-orang kafir yang memiliki sesembahan lain selain Allah SWT. Sesembahan itu pun dianggap memiliki otoritas untuk membuat agama, hukum, peraturan, undang-undang, dan sistem kehidupan. Padahal, itu merupakan otoritas tunggal Allah SWT. Tidak boleh diambil dan diberikan kepada selain-Nya.
Bertolak dari ayat ini, tidak layak bagi seorang yang mengaku Muslim tidak akan tertarik dengan demokrasi. Sebab, ide dasar demokrasi adalah menyerahkan otoritas pembuatan hukum,
5/6
[81] Tolak Pembuat Hukum Selain Allah Swt Wednesday, 23 May 2012 01:45
undang-undang, dan peraturan kepada rakyat atau wakilnya, tanpa memedulikan ketentuan agama dan syariah-Nya. Terlebih lagi, undang-undang produk demokrasi itu nyata-nyata bertabrakan dengan syariah-Nya. Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.
Ikhtisar: 1. Kaum kafir menganggap sesembahan selain Allah memiliki otoritas untuk membuat agama dan aturan hidup 2. Membuat dan mengikuti agama, hukum, dan idelogi selain Islam merupakan perbuatan terlarang. 3. Azab sangat pedih akan ditimpakan kepada kaum kafir di akhirat.
6/6