HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN SUPERVISI DENGAN KINERJA PERAWAT PADA PROGRAM PENGENDALIAN MUTU ASUHAN KEPERAWATAN DI UNIT MEDIKAL BEDAH PKSC JAKARTA 2016 THE RELATIONSHIP BETWEEN INDIVIDUAL CHARACTERISTICS AND SUPERVISION OF NURSES PERFORMANCE IN A NURSING CARE QUALITY CONTROL PROGRAM AT A MEDICAL SURGICAL UNIT OF PKSC IN JAKARTA 2016
OLEH : RISNAULI SITOMPUL¹
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIK SINT CAROLUS, JAKARTA FEBRUARI, 2016
¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
ABSTRAK Supervisi bagian dari controlling dapat dilaksanakan langsung dan tidak langsung untuk mengawasi kegiatan agar berjalan baik. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan karakteristik individu dan supervisi dengan kinerja perawat pada program pengendalian mutu asuhan keperawatan di PKSC. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan metode cross sectional dan analisa korelasi deskriptif. Populasi berjumlah 107 perawat medikal bedah. Pengambilan sampel dengan teknik random sampling dan pengumpulan data melalui kuesioner. Hasil univariat yaitu 56,1% responden mempersepsikan pelaksanaan supervisi buruk, 66% berusia antara 25-65 tahun, 89,7% berpendidikan DIII Keperawatan, 57% lama kerja > 5 tahun, 72% kinerja baik. Analisa bivariat uji Kendall’s Tau-b (α = 0,05) kesimpulan ada hubungan antara supervisi dengan kinerja perawat (p= 0,004). Saran bagi kepala ruangan dan supervisor klinik adalah perlu memahami peran supervisi melalui pelaksanaan supervisi yang terstruktur, ada program dan waktu yang jelas. Kata kunci: Supervisi, Program Pengendalian Mutu, Kinerja ABSTRACT The direct and indirect implementation of supervision for quality control and the improvement of nursing activities as a part of controlling function. The aim of this research is to determine the relationship between individual characteristics and supervision of nurses’ performance in a nursing care quality control program at PKSC. The study uses a quantitative approach, with cross-sectional descriptive and correlation analysis. Population of 107 medical-surgical nurses, using a random sampling technique and data collection through questionnaires. Univariate results are 56.1% of the respondents perceived bad supervision implementation, 66% aged between 2565 years, 89.7% Nursing Diploma educated, 57% more than 5 years nursing experience, 72% has good work performance. Bivariate analysis test of Kendall's Tau-b (α = 0.05) shown there is a relationship between supervision and the nurses performance (p= 0.004). Suggestions for head nurse and clinical supervisor is the need to understand the role of supervision through a structured supervision implementation with a clear program and timing. Keywords: Supervision, Quality Control Program, Work Perfomance
A. PENDAHULUAN Menghadapi era globalisasi terjadi banyak kompetisi diberbagai bidang, khususnya dalam bidang penyedia jasa kesehatan, yaitu rumah sakit, dimana pertumbuhan rumah sakit, khususnya di daerah perkotaan berkembang pesat. Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS) Jakarta, terjadi peningkatan jumlah fasilitas kesehatan yaitu rumah sakit sejak tahun 2010 yang berjumlah 145 menjadi 159 pada tahun 2013, yang artinya masyarakat sebagai penerima jasa akan semakin kritis dalam memilih dan memutuskan jasa pelayanan kesehatan yang akan mereka gunakan sesuai dengan kebutuhannya.
¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
Isu sentral yang sedang dihadapi saat ini bagi perawat menurut Nursalam dalam orasi ilmiahnya yang diselenggarakan di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 18 Januari 2014 adalah bagaimana perawat ikut berperan serta dalam berkompetisi untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Mutu pelayanan keperawatan sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan di mata masyarakat. Pelaksanaan kegiatan jaminan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan pengendalian mutu (Nursalam, 2015). Mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit dipengaruhi oleh kinerja SDM yang ada di Rumah Sakit tersebut. Kegiatan pelayanan keperawatan tergantung pada kualitas dan kuantitas tenaga keperawatan yang bertugas 24 jam terus menerus di bangsal (Suyanto, 2009).
Gillies (1994) menyatakan bahwa pelayanan keperawatan rumah sakit yang diberikan oleh perawat sangat kompleks dan sumber daya manusia keperawatan merupakan sumber daya kesehatan terbesar di rumah sakit yaitu sekitar 50-60% dari seluruh tenaga kesehatan dan berkontribusi 60% dari jumlah pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit. Tidak ada satupun rumah sakit yang tidak mempergunakan jasa perawat untuk memberikan pelayanan kepada klien (Muhammad Rofii dikutip dari Artikel Pengembangan Sistem Informasi SDM Keperawatan Rumah Sakit, 2012). Sehingga bisa dikatakan bahwa pada pelayanan keperawatan di rumah sakit menuntut adanya peningkatan kualitas serta profesionalisme sumber daya manusia kesehatan termasuk didalamnya sumber daya manusia keperawatan dalam upaya membantu mengatasi masalah klien dalam aspek bio-psiko-sosial-spiritual yang diberikan oleh perawat yang merupakan bentuk dari asuhan keperawatan.
Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel (Ilyas, 2002). Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu: variabel individu, variabel, variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja personel.
¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
Supervisi adalah segala bantuan dari pemimpin/penanggungjawab kepada perawat yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan (Suarli, 2012). Dalam pelaksanaanya supervisi bukan hanya mengawasi apakah seluruh staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan instruksi atau ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga bagaimana memperbaiki proses keperawatan yang sedang berlangsung (Suarli, 2012). Supervisi bisa dilakukan secara langsung yaitu bimbingan dan arahan secara langsung pada suatu kegiatan yang sedang berlangsung untuk mencegah dan memperbaiki kesalahan yang terjadi dan supervisi tidak langsung yaitu supervisi yang dilakukan melalui laporan tertulis seperti laporan pasien dan catatan keperawatan.
Apabila supervisi dilakukan dengan baik, maka akan diperoleh banyak manfaat, diantaranya adalah meningkatkan efektifitas kerja dan efisiensi kerja yang ditandai dengan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bawahan, terbinanya hubungnan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan, semakin berkurangnya kesalahan yang dilakukan sehingga pemakaian sumber daya yang sia-sia dapat dicegah, karena tujuan pokok dari supervisi adalah menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efisien, sehingga tujuan yang ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan (Suarli, 2012).
Karakteristik individu merupakan ciri-ciri individual yang mencakup usia, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan, lama kerja, kemampuan, tingkat pendidikan dan kepribadian (Kurniadi, 2013). Menurut Robbin (dikutip dari Badeni, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, 2013), karakteristik individu merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Siswana (2009), tentang Hubungan Peran Supervisi Kepala Ruang Dengan Kinerja Perawat Pelaksana di RSUD Petala Bumi yang dilakukan terhadap 63 orang perawat pelaksana diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang bermakna antara peran supervisi kepala ruang dengan kinerja perawat pelaksana. ¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
Pelayanan Kesehatan Sint Carolus (PKSC) telah menerapkan standar mutu pelayanan sesuai dengan standar keperawatan yang disusun dalam bentuk Standarized Operational Procedure (SPO). Program pengendalian mutu menjadi pusat perhatian semua organisasi dalam rangka mempertahankan penampilan kerja semua karyawan (Kurniadi, 2013). Dapat dikatakan bahwa program pengendalian mutu mengikuti pendekatan sistem yang dimulai di unit perawatan dimana perawat sebagai provider akan menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien. Bila setiap unit perawatan sudah menerapkan SOP, maka akan dapat dijamin bahwa mutu asuhan keperawatan berjalan dengan professional, akhirnya mutu pelayanan juga bermutu tinggi (Kurniadi, 2013).
Program pengendalian asuhan keperawatan di PKSC dibentuk untuk menjaga dan meningkatkan mutu keperawatan di PKSC. Pelaksanaanya dapat ditinjau dari hasil angket dan survey kepuasan pasien pada bulan Maret
tahun 2014
menunjukkan penurunan
dibandingkan survei sebelumnya yaitu pada bulan Oktober 2013 dan hasil dari tim PPI pada tahun 2015 dimana hasil tersebut masih sesuai dengan standar dari Depkes, dan juga baru terlaksananya akreditasi Rumah Sakit dengan hasil Paripurna di 12 bidang pelayanan.
Dapat dikatakan bahwa tingkat harapan pasien/keluarga terhadap suatu pelayanan kesehatan semakin meningkat sehingga perlu mempertahankan mutu dan kualitas pelayanan keperawatan agar semua dapat berjalan sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan melalui bimbingan dan pengarahan yang tepat. Oleh karena itu, berdasarkan beberapa fakta yang telah dipaparkan dan fenomena yang terjadi dilapangan serta studi pendahuluan yang dilakukan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang terkait dengan hubungan karakteristik individu dan supervisi dengan kinerja perawat pada program pengendalian mutu asuhan keperawatan di unit medikal bedah PKSC.
B. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kuantitatif, dengan metode cross sectional dan analisa korelasi deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di Unit Medikal Bedah Pelayanan Keseahatan Sint Carolus Jakarta Pusat pada tanggal 12 Januari 2016 ¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
sampai dengan 23 Januari 1026. Populasi dalam penelitian ini yaitu 137 perawat pelaksana medikal bedah dengan kriteria pendidikan DIII dan S1 Keperawatan. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus Krejcie-Morgan, dan pengambilan sampel perawat pelaksana menggunakan teknik proportional sampling secara acak/ simple random sampling. Data primer pada penelitian ini diperoleh langsung dari responden melalui penyebaran kuesioner yang didalamnya terdiri dari beberapa pernyataan, sedangkan data sekunder berupa beberapa informasi terkait dengan penelitian dan data kepegawaian diperoleh dari instansi dengan mengajukan surat permohonan terlebih dahulu. Setelah penulis mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian, penulis mengajukan permohonan kepada kepala ruang untuk mengumpulkan data dari responden yang hadir dan dapat meluangkan waktu pada saat itu. Sedangkan untuk responden yang tidak ada ditempat dikarenakan kesibukan ruangan atau belum datang, peneliti menitipkan kepada kepala ruang untuk diberikan kepada responden yang sudah disesuaikan dengan kriteria yang diinginkan peneliti. Selama proses pengumpulan data langsung, responden diberikan kesempatan untuk memperoleh penjelasan terhadap pernyataan yang diberikan. Setelah data terkumpul, maka dilakukan pemeriksaan kelengkapan pengisian kuesioner. Tahap selanjutnya yaitu tahap pengkodean kuesioner dengan memberikan tanda sehingga memudahkan dalam pengolahan data selanjutnya. Data yang sudah terkumpul kemudian dikelompokkan sesuai variabel penelitian dan selanjutnya dilakukan penghitungan.
Data yang telah ditabulasi selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode statistik deskriptif untuk menghasilkan gambar distribusi, frekuensi dan presentase dari tiaptiap variable yang digunakan dalam penelitian yaitu variable independen karakteristik individu dan supervisi. Uji statistik dilakukan menggunakan perangkat lunak komputer, Statistical Product and Service Solution 22 (SPSS 22). Dalam penelitian ini melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen (supervisi dan karakteristik perawat) dengan variabel dependen ( kinerja perawat dalam program pengendalian mutu) yang digunakan adalah uji statistik Kendall’s Tau b dengan tingkat kemaknaan (α = 0,05).
¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Analisis univariat Tabel 1.1 Distribusi Responden Menurut Supervisi Perawat Pelaksana di Unit Medikal Bedah PKSC Jakarta, tahun 2016 Variabel Supervisi n % Buruk 60 56,1 Baik 47 43,9 Total 107 100,0 (Sumber: Data Primer yang sudah diolah) Berdasarkan tabel 1.1 dapat diketahui bahwa sebesar 56,1% (60) mempersepsikan pelaksanaan supervisi buruk. Menurut Swansburg (2001) Supervisi adalah kegiatan pembinaan dengan menerapkan prinsip mengajar, mengobservasi dan mengevaluasi secara terus menerus pada setiap perawat sehingga perawat dapat melakukan asuhan keperawatan dengan baik, terampil, cepat, dan tepat secara menyeluruh. Oleh karena itu perlu diketahui oleh kepala ruangan dan SK mengenai prinsip supervisi seperti yang dikemukakan oleh Suarli (2012) yaitu tujuan utama supervisi adalah untuk meningkatkan kinerja bukan untuk mencari kesalahan, supervisi harus bersifat edukatif dan suportif bukan otoriter, dan harus terjalin kerja sama yang baik antara atasan dan bawahan sehingga tujuan bisa tercapai.
Menurut Bernardin (2001) dikutip dari Triwibowo, Manajemen Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit (2013), mengatakan salah satu kriteria dasar untuk mengukur kineja adalah interpersonal impact terkait dengan kemampuan individu dalam meningkatkan perasaan harga diri, keinginan baik, dan kerjasama diantara sesama pekerja dan anak buah. Dalam hal ini, peneliti berasumsi apabila seseorang yang diberikan supervisi diberikan pernghargaan berupa pujian atas kinerja baik yang sudah dilakukan maka akan menambah harga diri, merasa diakui, merasa dihargai dan akan mengulang perilaku tersebut dalam menjalankan tugas. Menurut Gilmer (1971) dikutip dari Triwibowo, Manajemen Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit (2013), mengatakan bahwa pola kepemimpinan akan sangat mempengaruhi iklim kerja suatu organisasi, jaringan komunikasi antara atasan dan bawahan, antar teman kerja, sehingga aktivitas keperawatan yang bersifat positif yang dibuat seorang manajer keperawatan, akan
¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
menghasilkan iklim kerja yang positif juga (Swansburg, 2002, dikutip dari Triwibowo, Manajemen Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit, 2013).
Tabel 1.2 Distribusi Responden Menurut Umur Perawat Pelaksana di Unit Medikal Bedah PKSC Jakarta, tahun 2016 Variabel Umur n % Dewasa Muda 20 - ≤ 25 tahun 36 33,6 Dewasa > 25 - 65 tahun 71 66,4 Total 107 100,0 (Sumber: Data Primer yang sudah diolah) Berdasarkan tabel 2.2 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden 66,4% (71) berumur antara 26-65 tahun. Hal ini menurut teori perkembangan psikososial Erik Erikson (dikutip dari Nurdin, Tumbuh Kembang Perilaku Manusia, 2009) menunjukkan bahwa seluruh perawat dalam kategori usia dewasa, matang secara individu, memiliki kreativitas dan produktifitas. Tabel 1.3 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Perawat Pelaksana di Unit Medikal Bedah PKSC Jakarta, tahun 2016 Variabel Tingkat Pendidikan n % DIII Keperawatan 96 89,7 S1 Keperawatan 11 10,3 Total 107 100,0 (Sumber: Data Primer yang sudah diolah) Pada tabel 1.3 dapat diketahui bahwa sebesar 89,7% (96) lulusan DIII Keperawatan. Hal ini menunjukkan bahwa perawat yang bekerjadi unit medikal bedah PKSC didominasi oleh perawat yang mempunyai pendidikan DIII keperawatan.
¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
Tabel 1.4 Distribusi Responden Menurut Lama Kerja Perawat Pelaksana di Unit Medikal Bedah PKSC Jakarta, tahun 2016 Variabel Lama Kerja n % Novice ≤ 1 tahun 0 0 Advanced Beginner 1-2 tahun 24 22,4 Competent 2-3 tahun 9 8,4 Proficient 3-5 tahun 13 12,1 Expert > 5 tahun 61 57,0 Total 107 100,0 (Sumber: Data Primer yang sudah diolah)
Berdasarkan Tabel 1.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai lama kerja > 5 tahun (expert) yaitu sebesar 57% (61). Masa kerja merupakan masa atau lamanya seseorang menjalankan pekerjaannya (Badeni, 2013). Benner (1982) membagi perawat dalam 5 tahap keahlian yaitu novice, advanced beginner, competent, proficient dan expert. Menurut Siagian (1995) semakin lama bekerja atau berkarya, kedewasaan teknis semakin meningkat, begitu juga dengan cara berpikir dan cara bekerja seseorang akan menunjukkan keseriusan dan pengetahuan yang didapat akan semakin bertambah banyak. Pada penelitian ini yang menjadi fokus poin supervisi yang perlu ditingkatkan adalah pada advanced beginner dikarenakan pada tahap ini perawat sudah menyadari aspek penting dan membuat penilaian mengenai situasi tersebut sehingga diperlukannya supervisi untuk memupuk pemahaman yang sama tentang tugas yang akan dilakukan.
Tabel 1.5 Distribusi Responden Menurut Kinerja Perawat Pelaksana Pada Program Pengedalian Mutu di Unit Medikal Bedah PKSC Jakarta, tahun 2016 Variabel Kinerja n % Buruk 30 28,0 Baik 77 72,0 Total 107 100,0 (Sumber: Data Primer yang sudah diolah) Pada tabel 1.5 dapat diketahui sebesar 72% (77) memilki kinerja baik pada program pengendalian asuhan keperawatan. Kinerja menurut Mangkunegara (2013) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
Kinerja yang ditunjukkan perawat dapat mencerminkan baik tidaknya asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit.
2. Analisis Bivariat Tabel 1.6 Hubungan Antara Supervisi Dengan Kinerja Perawat Pada Program Pengendalian Mutu Asuhan Keperawatan di Unit Medikal Bedah PKSC Jakarta, 2016 Kinerja Perawat Pada Program Pengendalian Mutu Total Variabel P Supervisi Buruk Baik value N % N % N % Buruk
23
38,3
37
61,7
60
100
Baik
7
14,9
40
85,1
47
100
Total
30
28
77
72
107
100
0,004*
(Sumber: Data Primer yang sudah diolah) * α = 0,05 Berdasarkan tabel 1.6 diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 60 responden (56,1%) menyatakan pelaksanaan supervisi buruk, namun sebesar 37 responden (61,7%) menyatakan memiliki kinerja yang baik pada program pengendalian mutu asuhan keperawatan. Uji statistik lebih lanjut menunjukkan p value = 0,004 (α = 0,05) yang artinya ada hubungan bermakna antara supervisi dan kinerja perawat pada program pengendalian mutu di Unit Medikal Bedah PKSC, Jakarta Pusat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siswana (2009) dengan judul hubungan peran supervisi kepala ruang dengan kinerja perawat pelaksana di RSUD Petala Bumi terhadap 63 orang perawat pelaksana dengan hasil p value < 0,05, yang berarti adanya hubungan antara supervisi dengan kinerja perawat.
Supervisi merupakan bagian penting dari manajemen keperawatan yaitu controlling (Fayol, 1949), karena dengan supervisi dapat dilakukan pengamatan secara langsung dan ¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan untuk kemudian bila ditemukan masalah, segera mengatasi masalah dalam organisasi dengan cepat (Triwibowo, 2013).
Peneliti berasumsi bahwa bila dikaitkan dengan teori yang ada bahwa supervisi yang dilakukan dengan baik, maka akan meningkatkan efektitivitas kerja, dalam hal ini pelaksanaan program pengendalian mutu asuhan keperawatan. Pada hasil penelitian diketahui bahwa walaupun persepsi pelaksanaan supervisi buruk, namun tidak memberikan dampak yang buruk pada kinerja perawat karena sebanyak 77 responden (72%) mempunyai kinerja yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja perawat tetap baik walaupun tidak mendapatkan supervisi dan menjalankan kegiatan asuhan keperawatan sesuai dengan standar yang ada.
Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu (Nursalam, 2015). Motivasi menimbulkan kesadaran pada diri perawat bahwa perlunya menjaga kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien seiring dengan semakin berkembangnya bisnis pelayanan jasa, khususnya pelayanan kesehatan, sehingga perawat berlomba untuk memberikan yang terbaik. Pendapat tersebut juga didukung oleh teori dari
Florence Nightingale (dikutip dari Dossey, Florence
Nightingale Today, 2006) bahwa ia percaya secara mendalam akan keberadaan dan kekuatan Tuhan. Nightingale mendefinisikan bahwa sebuah “panggilan” adalah melakukan pekerjaan sedemikian rupa dengan melakukan apa yang benar dan terbaik. Nightingale juga mengatakan bahwa pekerjaan perawat adalah sangat penting sehingga harus dipikirkan sebagai janji yang bersifat religius. Pekerjaan perawat dilaksanakan dengan penuh semangat, bukan hanya karena material dalam hal ini uang atau karena pekerjaan perawat merupakan pekerjaan yang sangat digemari. Sementara menurut Roach (1992) mengatakan bahwa motivasi kecintaan akan keperawatan dan pendampingan penuh kasih membutuhkan arahan dan pemenuhan spiritualitas. Dalam keperawatan, model keperawatan spiritual menjadi nyata antara perawat dan seseorang yang mendapat perawatan melalui caring, dimana harapan, rasa percaya, memahami,
¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
dan cinta kasih merupakan landasan utama dalam konsep spiritualitas keperawatan yang kita kenal dengan caring.
Pada hasil penelitian, peneliti juga berpendapat walaupun dengan supervisi yang buruk, namun kinerja dapat berjalan dengan baik karena profesi keperawatan bukan hanya sekedar memperoleh uang, tetapi didasarkan pada keinginan yang luhur untuk melayani sesame sesuai dengan visi dan misi rumah sakit yang berlandaskan pada Guidance Principles Carolus Borromeus. Peneliti tetap memandang perlunya dilakukan supervisi untuk tetap dapat mengontrol kinerja perawat agar sesuai dengan tujuan organisasi, dimana sesuai dengan teori manajemen keperawatan yang dikemukakan oleh Fayol (1949). Agar proses supervisi dapat berjalan lancar, maka supervisor harus Dalam pemberian supervisi, kepala ruang hendaknya juga memperhatikan prinsip-prinsip supervisi, tujuan, teknik, frekuensi cara pelaksanaan (Suarli, 2012) dan mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang nyaman dan terjalinnya kerjasama yang harmonis antara atasan dan bawahan sesuai dengan misi dari institusi yaitu menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.
Tabel 1.7 Hubungan Antara Umur Dengan Kinerja Perawat Pada Program Pengendalian Mutu Asuhan Keperawatan di Unit Medikal Bedah PKSC Jakarta, 2016 Kinerja Perawat Pada Program Pengendalian Mutu Total P Variabel Umur Buruk Baik value N % N % N % Dewasa muda 20 - ≤ 25 tahun Dewasa >25-65 tahun Total
13
36,1
23
63,9
36
100
17
23,9
54
76,1
71
100
30
28,0
77
72,0
107
100
0,201
(Sumber: Data Primer yang sudah diolah) Berdasarkan Tabel 1.7 memperlihatkan bahwa responden yang memiliki kinerja baik pada program pengendalian mutu yaitu pada usia 26-65 tahun sebanyak 54 orang
¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
(76,1%), sedangkan responden yang memiliki kinerja buruk pada program pengendalian mutu yaitu pada usia 26-65 tahun sebanyak 17 (23,9%). Hasil uji statistik lebih lanjut didapatkan p value = 0,201 (α= 0,05) yang artinya tidak ada hubungan bermakna antara umur dan kinerja perawat pada program pengendalian mutu di Unit Medikal Bedah PKSC, Jakarta pusat. Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Ida Yanti, dkk (2013) dimana tidak ada hubungan antara umur dengan kualitas dokumentasi proses asuhan keperawatan yang pada uji statistik diperoleh p value = 0,478. Tabel 1.8 Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Kinerja Perawat Pada Program Pengendalian Mutu Asuhan Keperawatan di Unit Medikal Bedah PKSC Jakarta, 2016 Kinerja Perawat Pada Variabel Tingkat Program Pengendalian Mutu Pendidikan Buruk Baik N % N %
N
%
DIII Keperawatan
27
28,1
69
71,9
96
100
S1 Keperawatan
3
27,3
8
72,7
11
100
Total
30
28,0
77
72,0
107
100
Total
P value
0,952
(Sumber: Data Primer yang sudah diolah) Berdasarkan tabel 1.8 diatas dapat diketahui bahwa 71,% (69) lulusan DIII Keperawatan mempunyai kinerja baik dalam program pengendalian mutu asuhan keperawatan, sementara lulusan S1 Keperawatan sebesar 72,7% (8) mempunyai kinerja yang baik. Uji statistik lebih lanjut menunjukkan p value = 0,952 (α = 0,05), yang artinya tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dan kinerja perawat pada program pengendalian mutu di Unit Medikal Bedah PKSC, Jakarta Pusat.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin mudah untuk menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi (Nursalam, 2003). Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan ¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
kinerja yang sejalan dengan pelitian yang dilakukan oleh Mulyaningsih (2013) pada penelitiannya tentang hubungan peningkatan kinerja perawat dalam penerapan MPKP dengan supervisi oleh kepala ruangan di RSJD Surakarta, terhadap 71 perawat dengan p value = 0,12.
Peneliti berpendapat tingkat pendidikan tetap menjadi indikator yang penting dalam upaya memperbaiki kinerja perawat karena secara kognitif dan ketrampilan juga semakin meningkat.
Namun
pada penelitian ini, peneliti menyadari terjadi
ketidakseimbangan jumlah responden yang memiliki latar belakang DIII dan S1 Keperawatan, sehingga hasilnya kurang proporsional.
Tabel 1.9 Hubungan Antara Lama Kerja Dengan Kinerja Perawat Pada Program Pengendalian Mutu Asuhan Keperawatan di Unit Medikal Bedah PKSC Jakarta, tahun 2016 Variabel Lama Kerja
Kinerja Perawat Pada Program Pengendalian Mutu Buruk Baik N % N %
Total
P value
N
%
Novice ≤ 1 tahun
0
0
0
0
0
0
Advanced beginner 1-2 tahun
11
45,8
13
54,2
24
100
Competent 2-3 tahun
2
22,2
7
77,8
9
100
Proficient 3-5 tahun
1
7,7
12
92,3
13
100
Expert > 5 tahun
16
26,2
45
73,8
61
100
Total
30
28,0
77
72,0
107
100
0,270
(Sumber: Data Primer yang sudah diolah) Berdasarkan tabel 1.9 diatas dapat diketahui bahwa sebesar 73,8% (45) perawat dengan lama kerja lebih dari 5 tahun mempunyai kinerja baik dalam program pengendalian mutu asuhan keperawatan dan sebesar 26,2% (16) memiliki kinerja buruk. Uji statistik lebih lanjut menunjukkan p value = 0,270 (α = 0,05) yang artinya ¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
tidak ada hubungan bermakna antara lama kerja dan kinerja perawat pada program pengendalian mutu di Unit Medikal Bedah PKSC, Jakarta Pusat. Masa kerja merupakan masa atau lamanya seseorang menjalankan pekerjaannya (Badeni, 2013). Menurut Robin (1996) bahwa senioritas bukan merupakan perkiraan bahwa seseorang akan menghasilkan produktivitas yang baik, dengan kata lain bukan berarti orang yang telah lama bekerja dalam suatu pekerjaan akan lebih produktif dibandingan dengan mereka yang belum lama bekerja. Namun Robin juga mengemukakan bahwa lama kerja juga turut menentukan kinerja seseorang dalam menjalankan tugas. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara lama kerja dengan kinerja perawat. Hal ini menunjukkan bahwa antara perawat yang masa kerja lama maupun baru mempunyai peluang yang sama untuk menunjukkan kinerja yang baik. Penelitian ini didukung dengan penelitian yng dilakukan oleh Ida Yanti dan Warsito dengan p value = 0,546 pada penelitian yang berjudul hubungan karakteristik perawat, motivasi, dan supervisi dengan kualitas dokumentasi proses asuhan keperawatan terhadap 106 responden.
Asumsi peneliti yaitu, sebagian besar perawat mempunyai kinerja yang baik yaitu 77 responden (72%) dengan sebagian besar dengan lama kerja > 5 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama seseorang bekerja, pengalaman yang didapat semakin banyak sehingga bisa mempengaruhi kinerja seseorang. Namun tidak menutup kemungkinan juga bahwa dengan masa kerja yang lama dapat menimbulkan suatu keadaan dimana seseorang menjadi tidak produktif dikarenakan bosan, dan menganggap sepele pada pekerjaan sehingga bisa menimbulkan kesalahan kerja. Hal ini didukung dengan teori Rivai (2010) yang mengungkapkan kebosanan pekerjaan yang berlarut-larut dan kurangnya rangsangan intelektual berpengaruh terhadap kurangnya produktivitas kerja.
¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
D. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan analisa data serta pembahasan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Prosentase terbesar responden mempunyai kinerja baik terhadap pelaksanaan program pengendalian mutu asuhan keperawatan di Unit Medikal Bedah PKSC Jakarta pada tahun 2016. 2. Prosentase terbesar responden mempunyai persepsi yang buruk terhadap penerapan supervisi yang dilakukan kepala ruang dan supervisor klinik di Unit Medikal Bedah PKSC Jakarta pada tahun 2016. 3. Prosentase terbesar responden pendidikan DIII Keperawatan dengan pengalaman kerja > 5 tahun dan usia antara 25-65 tahun. 4. Ada hubungan bermakna antara supervisi dan kinerja perawat (p value = 0,004) pada program pengendalian mutu asuhan keperawatan di unit medikal bedah PKSC Jakarta pada tahun 2016. 5. Tidak ada hubungan bermakna antara umur (p value = 0,201), tingkat pendidikan (p value = 0,952) dan lama kerja (p value = 0,270 ) perawat dengan kinerja perawat pad program pengendalian mutu asuhan keperawatan di Unit Medikal Bedah PKSC Jakarta tahun 2016.
SARAN 1. Bagi pihak rumah sakit diharapakan dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan yang bisa dilakukan untuk perbaikan kinerja perawat dan supervisi kepala ruang dan supervisor klinik dimasa yang akan datang agar kualitas asuhan keperawatan semakin lebih baik. 2. Bagi kepala ruangan dan perawat diharapkan dapat mempertahankan hubungan kerja sama yang baik agar kinerja perawat pada pelaksanaan program pengendalian mutu asuhan keperawatan dapat dipertahankan dan ditingkatkan ke arah yang lebih baik. 3. Bagi pihak lain yang tertarik melakukan penelitian selanjutnya, dapat dilanjutkan dengan penelitian apakah yang menjadi motivasi seseorang dalam menjadi perawat dan melihat apakah motivasi tersebut sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Florence Nightingale bahwa menjadi perawat merupakan sebuah panggilan. ¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
Daftar Pustaka Asmuji. (2012). Manajemen Keperawatan: Konsep dan Aplikasi. Ar-ruzz Media. Badeni, M. (2013). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Bandung: Alfabeta. Benner, P. From Novice To Expert. (Mar., 1982). The American Journal of Nursing, Vol.82 (No.3), 402-407 Bond, M., & Holland, S. (2010). Skills of Clinical Supervision for Nurses. Bustami MS, M. (2011). Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan dan Akseptabilitasnya. Erlangga. Djoko Wijono, M. (1999). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Teori dan Strategi dan Aplikasi. Surabaya: Airlangga University Press. Erwin., Komalasari., & Dewi, Y.I. (Maret, 2014) Hubungan Supervisi Keperawatan Dengan Penerapan Tindakan Universal Precaution Oleh Perawat. Jurnal Ners Indonesia Vol.4 (No.2) HM.Hafizurrachman.MPH. (2009). Manajemen Pendidikan Kesehatan. Sagung Seto. Harikadua, A., & dkk. (2013). Hubungan Supervisi Keperawatan dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Irina C BLU RSUP Prof.Dr.R.Kandou Manado. Huber, D. L. (2006). Leadership and Nursing Care Management. Elsevier. Huber, D. L. (2000). Leadership and Nursing Care Management. W.B. Saunders Company. Ilyas, Y. (2002). Kinerja Teori, Penilaian dan Penelitian. Jakarta: Badan Penerbit FKM UI. Ida Yanti, R., & Edi Warsito, B. (2013). Hubungan Karakteristik Perawat, Motivasi, dan Supervisi dengan Kualitas dokumentasi Proses Asuhan Keperawatan. Jurnal Managemen Keperawatan Vol.1(No.2), 107-114 Kurniadi, A. (2013). Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kozier, B.(2011). Fundamentals Of Nursing: Concepts, Process, and Practice.7th ed. USA: Pearson education Khadijah., Adhiwijaya., & Haskas. (2014). Hubungan Peran Kepala Ruangan Sebagai Supervisor Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Pelaksanaan Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Pangkep. Jurnal Ilmiah Kesehatan Vol.4 (No.3), 389-396
¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
Mangkunegara, A.P. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Marquis, B.L., & Houston, C. J. (2012). Leadership Roles and Management Functions In Nursing. Lippincot Williams & Wilkins. Makta, L. O., & dkk. (2013). Pengaruh Motivasi Kerja Dengan Kinerja Perawat Pelaksana di Unit Rawat Inap RS Stella Maris Makassar. Montgomery.(2010). Florence Nightingale Today: Healing Leadership Global Action. USA: Nursesbooks.org Mulyaningsih. 2013. Peningkatan kinerja perawat dalam penerapan MPKP dengan supervisioleh kepala ruang di RSJD Surakarta.Gaster Vol. 10 No. 1 Februari 2013. Muninjaya, A.A. (2010). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Notoatmodjo, P. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Nurdin, A.E. (2009). Tumbuh Kembang Perilaku Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. (2014). Caring Sebagai Dasar Peningkatan Mutu Pelayanan Keperawatan Dan Keselamatan Pasien., http://ners.unair.ac.id/materikuliah/NURSALAM-ORASI18%20JANUARI-2014.pdf. Diperoleh Februari 2016. Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan Aplikasi dlam Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika. Purwaningsih, E., & dkk. (2008). Penigkatan Kepuasan Kerja Perawat Melalui Kebijakan dan Motivasi. Jurnal Keperawatan Indonesia Vol 12, No 3 , 154. Riyanto, B. d. (2013). Kapita Selekta Kuesioner: Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Roach. (1997). Caring From The Heart. New Jersey: Paulist Press Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Siswana, L., Erwin., & Woferst, R. (2009). Hubungan Peran Supervisi Kepala Ruangan Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Rumah Sakit Umum Daerah Petala Bumi., ¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus
http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/1859/manuskrip%20leli%20siswa na.pdf?sequence=1. Diperoleh Januari 2016. Suarli, S., & Bahtiar, Y. (2015). Manajemen Keperawatan Dengan Pendekatan Praktis. Jakarta: Erlangga. Susilo, W.H., & Aima, M.H. (2013). Penelitian Dalam Ilmu Keperawatan. Jakarta: In Media. Susilo, W.H., & dkk. (2014). Biostatistika Lanjut dan Aplikasi Riset. Jakarta: Trans Info Media. Susilo, W.H. (2013). Prinsip-Prinsip Biostatistika dan Aplikasi SPSS Pada Ilmu Keperawatan. Jakarta: In Media. Suyanto, S. M. (2009). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan di Rumah Sakit. Yogyakarta: Mitra Cendekia. Tando, N. M. (2013). Organisasi dan Menajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta: In Media. Triwibowo,C. (2013). Manajemen Pelayanan Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media. Wawan, A., & M, D. (2011). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Yogyakarta: Mulia Medika. Profil Pelayanan Kesehatan Sint Carolus., http://rscarolus.or.id/. Diperoleh Januari 2016.
¹ Mahasiswa STIK Sint Carolus