RESPON MERISTEM TUNAS PISANG RAJA SEREH
(Musa acuminata colla var. Raja Sereh) TERHADAP PENAMBAHAN BAP PADA MEDIUM MS
Oleh : PINAWATI Pembimbing Milda Ernita, SSi, MP dan Dra. Zaharnis, M.Si
ABSTRAK
Penelitian dalam bentuk percobaan tentang respon meristem tunas pisang raja sereh (Musa acuminata colla var. raja sereh) terhadap penambahan Benzil Amino Purin secara In-vitro telah dilakukan di laboratorium kultur jaringan BBI Lubuk Minturun Padang dari bulan Juli sampai Oktober 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi Benzil Amino Purin yang terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan meristem tunas pisang raja sereh secara In-vitro. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan masing-masing perlakuan adalah : 0,0, 2,0, 2,5, 3,0, 3,5, 4,0 dan 4,5 ppm. Hasil dari percobaan yang telah dilakukan ini ternyata pemberian Benzil Amino Purin 4,0 ppm merupakan konsentrasi terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainya, untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan meristem tunas pisang raja sereh secara In-vitro Kata kunci : Pisang Raja Sereh, BAP
PENDAHULUAN Pisang raja sereh (Musa acuminata colla var. raja sereh) merupakan salah satu tanaman asli Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pisang banyak digunakan sebagai bahan baku industri makanan, minuman seperi anggur karena pisang raja sereh memiliki aroma yang kuat dan khas. Tanaman pisang yang dibudidayakan secara insentif secara penerapan teknologi yang benar dapat memberikan teknologi yang tinggi dan mampu bersaing dengan tanaman yang lain. Apabila pisang saat ini sudah memasuki jajaran komoditas ekspor non-migas yang dapat memberikan sumbangan terhadap pendapatan devisa negara yang cukup tinggi. Oleh karena itu pengembangan tanaman pisang perlu mendapatkan prioritas. Pisang raja sereh memiliki kadar mineral yang cukup tinggi. Dalam 100 gram daging pisang raja sereh yang sudah matang terdapat natrium 42 mg, besi 0,6 mg, belerang 12 mg, kalium 373 mg, kuningan 0,2 mg, pospor 28 mg, klor 125 mg, yodium 0,003 mg. selain memiliki kadar mineral, pisang raja sereh juga memiliki kandungan vitamin yang cukup tinggi dalam 100 gram daging pisang terdapat vitamin A, vitamin B1, vitamin C serta Riboflamin dan Niacin. (Rismunandar, 2005). Selain dikonsumsi segar sebagai buah meja, pisang raja sereh juga bisa dibuat menjadi tepung pisang dan dapat dibuat menjadi anggur pisang. Bahan baku untuk membuat anggur adalah buah yang beraroma kuat dan pisang raja sereh merupakan salah satu jenis pisang yang beraroma kuat (Satuhu dan Supriadi, 2005). Bahan perbanyakan pisang raja sereh berasal dari anakkan atau bonggol. Untuk skala komersial, perbanyakan bibit dengan anakkan tidak efesien. Sebab produksi tidak serempak tidak seragam dan sulit dilakasanakan dalam jumlah banyak selain itu memudahkan berpindahnya penyakit dari anakkan pohon induk yang menjadikan bibit tidak bermutu, sehingga bibit dibutuhkan dalam jumlah yang banyak untuk areal yang luas tidak terpenuhi. Perbanyakan melalui kultur merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan bibit dalam jumlah banyak, bebas dari penyakit, kualitas dan kuantitas buah pisang yang dihasilkan lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara konvensional (Cahyono, 2000). Murashige (2001) menjelaskan ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kultur jaringan tanaman, yaitu karakteristik eksplan, media tanaman, komposisi kimia media dan lingkungan tumbuh kultur dan Zat Pengatur Tumbuh yang digunakan. Medium tumbuh yang digunakan adalah medium MS. Media tumbuh untuk masing-masing tanaman berbeda-beda komposisinya, tetapi pada dasarnya terdiri dari media dasar anorganik, zat pengatur tumbuh, senyawa organik dan gula serta bahan tambahan dan pemadat (Meldia, Sutanto, Sunyoto dan Suprianto, 2003). Medium dasar (basal medium) yang sering digunakan dalam pengkulturan adalah medium Murashige dan Skoog (MS) (Abidin, 2004). Medium MS yang biasa digunakan dalam kultur merupakan medium yang
mengandung senyawa anorganik, organik, kaya akan unsur-unsur makro terutama nitrogen juga nitrat (NO3)dan ion-ion amonium (NH4), sukrosa dan beberapa vitamin (Hartman et al, 2004). Bhojwani Razdan (2004). Menambahkan tunas yang dihasilkan oleh eksplan tertentu yang didapatkan dalam medium MS memberikan pertumbuhan yang sangat baik dibandingkan medium tumbuhan lain. Medium MS juga cocok untuk kultur meristem pucuk dan ini sudah dilakukan oleh beberapa penelitian. Zat pengatur tumbuh yang digunakan bermacam-macam tergantung dari jenis bagian tanaman yang dikultur serta tujuan pengkulturan. Sitokinin mempengaruhi berbagai proses fisiologi didalam tanaman aktifitas yang terutama adalah mendorong pembelahan sel (Wattimena, 2003). Leni (2000) menjelaskan varietas pisang ambon kuning, ambon hijau, barangan dan mas memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik pada medium MS dengan penambahan 1-2 ppm dan 2-4 ppm BAP. Abidin (2004) mengemukakan bahwa 2 bulan setelah pengkulturan eksplan tunas pisang genom AAB terbentuk 10-30 tunas pada medium MS yang diperkaya dengan 0,18 ppm IAA dan 4,5 ppm BAP perliter media. Hendaryono (2002) menyebutkan beberapa kultur mungkin tidak memerlukan zat pengatur tumbuh auxin lagi, karena auxin endogen (dibuat dalam sel tanaman) sudah cukup memenuhi kebutuhan yang bersangkutan. Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti telah melakukan penelitian dengan judul : Respon Meristem Tunas Pisang Raja Sereh (Musa acuminata colla) terhadap penambahan 6-Benzil Amino Purin (BAP) pada medium MS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan konsentrasi BAP yang tepat pada medium MS terhadap pertumbuhan meristem tunas pisang raja sereh. BAHAN DAN METODE Penelitian ini telah dilakukan di laboratorium Balai Benih Induk (BBI) Lubuk Minturun Padang, dimulai dari bulan Juli-Oktober 2013. Jadwal kegiatan disajikan pada lampiran 3. Bahan yang digunakan adalah tunas anakan pisang Raja Sereh yang diperoleh di Pasaman Barat, medium MS, Zat pengatur tumbuh BAP, alkohol 70%, bayclin, aquades steril, KOH, HCl, agar. Alat yang dipakai dalam penelitian ini adalah : pisau, scalpel, pinset, gunting, timbangan elektrik, ph meter, autoklaf, kompor listrik, pipet, botol kultur, kertas, selasiban kecil dan besar, aluminium foil, erlemeyer, panci, magnetic stirrer, hot plate, petridish, gelas ukur, lampu spritus, beker gelas, labu takar, semprotan, LAFC (laminar air flow cabinet), sarung tangan dan kertas label. Penelitian ini adalah menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan adalah penambahan BAP pada medium MS yaitu :0 ppm (A0), 2,0 ppm (A1), 2,5 ppm (A2), 3,0 ppm (A3), 3,5 ppm (A4), 4,0
ppm (A5), 4,5 ppm (A6). Masing- masing perlakuan terdiri dari 3 ulangan, setiap perlakuan terdiri dari 5 botol dan 5 sebagai tanaman sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sidik ragam persentase tumbuh eksplan (%) pisang Raja Sereh disajikan dalam lampiran 4a. Pemberian BAP pada berbagai konsentrasi memberi pengaruh berbeda sangat nyata terhadap persentase tumbuh eksplan. Rata-rata persentase tumbuh eksplan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Persentase tumbuh eksplan dari meristem pisang raja sereh dengan penambahan BAP pada medium MS. Kosentrasi BAP (ppm) Persentase Tumbuh Eksplan (%) 0,0 100,00 a 4,0 100,00 a 3,5 80,00 ab 3,0 73,33 b 2,5 73,33 b 2,0 66,67 b 4,5 33,33 c KK= 11,60 Angka-angka pada lajur persentase tumbuh eksplan diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT pada taraf 5%. Tabel 1 menunjukkan bahwa pemberian Benzil Amino Purin pada konsentrasi 0,0, 3,5, 4,0 ppm tidak memberikan pengaruh nyata, sedangkan pada konsentrasi 4,5 ppm memberikan pengaruh nyata. Hendaryono (2002) menjelaskan bahwa medium MS pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkan. Pemberian BAP dari 2,0 ppm sampai 4,0 ppm memberikan pengaruh terhadap persentase eksplan tumbuh yang menunjukkan kecendrungan meningkat, sedangkan konsentrasi 4,5 ppm persentase eksplan tumbuh menurun. Hal ini diduga karena kemampuan eksplan untuk bertahan dipengaruhi oleh adanya perbedaan konsentrasi BAP yang diberikan pada medium. Di samping itu juga pengaruh tidak langsung oleh hormon endogen yang ada dalam eksplan. Pada penelitian ini pada medium dasar sudah diberikan Zat Pengatur Tumbuh BAP dari 2,0-4,5 ppm, sehingga persentase tumbuh eksplan pada perlakuan penambahan BAP 4,0 ppm diperkirakan sudah terjadinya keseimbangan antara ZPT eksogen yang diberikan dengan hormon endogen yang berasal dari tanaman itu sendiri, bahkan hormon tersebut dapat berinteraksi dengan baik,
sehingga dapat mendorong sel-sel eksplan, persentase tumbuh menjadi tinggi. Sesuai dengan pendapat Wattimena et al (2003) bahwa hormon tanaman dan ZPT pada umumnya mendorong terjadinya suatu pertumbuhan dan perkembangan jaringan tanaman. Selain dari ZPT yang sudah diberikan pada tiap perlakuan ZPT yang terkandung dalam eksplan juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tumbuh eksplan. Akyas (2005) juga melaporkan bahwa ZPT dapat mempengaruhi kondisi hormon yang ada dalam tanaman, baik langsung (berperan sama atau identik dengan hormon endogen) maupun tidak langsung (mempengaruhi proses pembentukan aktivitas hormon endogen), dan tergantung pada kondisi internal tanaman, sehingga tercapai tingkat tertentu yang sanggup memenuhi kebutuhan eksplan akan ZPT yang diberikan. Interaksi yang seimbang antara hormon endogen dalam tanaman dengan ZPT yang diberikan, akan dapat mendukung tumbuhnya eksplan dan dapat merangsang diferensiasi sel-sel atau jaringan eksplan. Menurut Wattimena et al (2003) pertumbuhan dan marfogenesis tanaman secara in-vitro dikendalikan oleh keseimbangan dan interaksi dari ZPT yang diberikan dan yang ada dalam eksplan. Keseimbangan ZPT sangat menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang dikultur. Satria et al (2004) menyatakan bahwa kosentrasi ZPT dalam medium tumbuh merupakan faktor pembatas dari suatu pertumbuhan morfogenesis eksplan. Pertumbuhan dan morfogenesis eksplan melalui kultur jaringan diatur oleh interaksi dan perimbangan antara ZPT yang ditambakan dan yang dihasilkan secara endogen. Keseimbangan ZPT endogen dan eksogen akan menunjang pertumbuhan eksplan. Selanjutnya bila pertumbuhan eksplan baik dapat meningkatkan daya tahan eksplan yang dikultur (Gunawan, 2004). Persentase eksplan yang tumbuh juga dipengaruhi oleh potongan jaringan eksplan yang digunakan. Pada penelitian ini, jaringan yang digunakan adalah jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda yaitu jaringan yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dindinganya tipis belum mempunyai penebalan dari zat pektin, plasmanya penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Jaringan meristem keadaanya selalu membelah, sehingga diperkirakan mempunyai hormon yang mengatur pembelahan dan perkembangan dalam sel eksplan yang dikultur. Ukuran eksplan juga menentukan keberhasilan eksplan untuk tumbuh. Wiendi (2000) menyebutkan ukuran yang terlalu kecil akan kurang daya tahannya bila dikulturkan, sementara bila terlalu besar akan sulit untuk mendapatkan eksplan yang steril. Setiap jenis tanaman maupun organ memiliki ukuran eksplan yang optimal untuk dikulturkan. ukuran eksplan yang dikultur pada medium MS
sebaiknya ukuran yang optimum, sehingga eksplan yang dikultur dapat menunjukan respon tumbuh yang baik. Hasil Sidik ragam persentase eksplan yang membentuk kalus dari meristem tunas pisang Raja Sereh dapat dilihat pada lampiran 4b. Pemberian BAP pada berbagai konsentrasi memberi pengaruh berbeda sangat nyata. Hasil rata-rata persentase eksplan membentuk kalus disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Persentase eksplan pisang membentuk kalus dengan penambahan BAP pada medium MS Kosentrasi BAP (ppm) Persentase Ekplan Membentuk Kalus (%) 4,0 73,33 a 3,5 73,33 a 3,0 66,67 a 2,5 60,00 a 2,0 53,33 ab 0,0 53,33 ab 4,5 26,67 c kk= 18,40 Angka-angka pada lajur persentase eksplan membentuk kalus diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT pada taraf 5%. Tabel 2. Dapat dilihat bahwa pemberian Benzil Amino Purin dengan konsentrasi 4,5 ppm berbeda nyata terhadap konsentrasi 2,0 ppm, 2,5 ppm, 3,0 ppm, 3,5 ppm dan 4,0 ppm. Persentase pembentukan kalus tertinggi terdapat pada konsentrasi 3,5 ppm dan 4,0 ppm yaitu 73,33% sedangkan persentase terendah adalah pada konsentrasi 4,5 ppm yaitu 26,67%, dalam tabel terlihat bahwa persentase eksplan meningkat terus dari pemberian Benzil Amino Purin 2,0 ppm sampai 3,5 ppm, sedangkan pada konsentrasi 4,5 ppm terlihat menurun, tingginya persentase pembentukan kalus diduga karena perbandingan auksin endogen dan sitokinin yang ditambahkan sudah seimbang. Tingginya multipikasi kalus, diduga berhubungan dengan tercapainya keseimbangan hormon dan juga faktor genetik (Nurita dan Toruan, 2005). Perkembangan dan pertumbuhan yang cepat disebabkan oleh adanya interaksi yang cocok dari eksplan yang ditanam dengan komponen media (Widiastoety, 2000). Tingginya persentase pembentukan kalus diduga karena perbandingan auxin endogen dan sitokonin (BAP) yang diberikan sudah seimbang. Maka apabila keseimbangan tidak terjadi antara auxin endogen dengan sitokinin yang diberikan kalus yang dihasilkan cendrung menurun. Widiasoety (2000) menyebutkan zat pengatur tumbuh dapat menjadi perangsang dan dapat pula sebagai penghambat, semuanya tergantung pada kosentrasi zat pengatur tumbuh. Kebutuhan sel akan zat pengatur tumbuh yang diperlukan untuk pertumbuhan tergantung dalam bentuk, sifat dan banyaknya.
Pembentukan kalus umumnya terjadi antara minggu ke tiga sampai minggu ke empat setelah tanam, pada saat itu meristem pisang Raja Sereh yang semula berwarna putih sudah berubah menjadi kuning kehijauan sampai menghijau. Teksturnya halus dan longgar pada permukaannya dengan warna kuning putih berangsur-angsur menjadi hijau (Gandawidjaja, 2002). Hasil Sidik ragam terhadap pengamatan persentase eksplan pisang yang membentuk tunas dari meristem pisang raja sereh dapat dilihat pada lampiran 4c. Pemberian BAP pada berbagai kosentrasi pada medium MS, memperlihatkan pengaruh berbeda sangat nyata. Rata-rata persentase eksplan membentuk tunas disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase eksplan pisang membentuk tunas dengan penambahan BAP pada medium MS Konsentrasi BAP (ppm) Persentase Ekspln Membentuk Tunas (%) 0,0 20,00 c 2,0 20,00 c 2,5 26,67 b 3,0 40,00 ab 3,5 46,67 ab 4,0 53,33 a 4,5 20,00 c KK= 23,34 Angka-angka pada lajur persentase eksplan membentuk tunas diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DMRT pada taraf 5%. Tabel 3 menunjukkan persentase eksplan yang menghasilkan tunas tertinggi adalah pada konsentrasi 4,0 ppm, sedangkan persentase terendah pada konsentrasi 4,5 ppm yaitu 20,00%. Data Tabel menunjukkan bahwa pemberian Benzil Amino Purin 3,5 ppm dan 4,0 ppm menyebabkan persentase eksplan yang membentuk tunas meningkat sedangkan dari konsentrasi 2,0 ppm, 4,5 ppm dan 0,0 ppm (kontrol) ada kecendrungan menurun. Hal ini diduga karena keseimbangan ZPT yang diberikan sudah terjadi pada konsentrasi 4,0 ppm sehingga pembentukan tunas juga terbaik pada konsentrasi ini sama dengan persentase tumbuh eksplan dan persentase eksplan membentuk kalus. Hendaryono dan Wijayani (2002) mengemukaan bahwa pemunculan organ dari jaringan meristem yang terinduksi pertama kali adalah kalus, setelah kalus berkembang dengan maksimal, tunas berangsur mulai muncul. Disamping itu proses pembentukan tunas sangat dipengaruhi oleh Auksin endogen. Gunawan (2004), menyatakan bahwa ZPT mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur. Interaksi dan perimbangan ZPT yang diberikan dalam media dan yang diproduksi sel secara endogen menentukan perkembangan
kultur. Penambahan sitokinin mengubah tingkat ZPT endogen yang merupakan faktor pencetus proses tumbuh dan morfogenesis seperti pembentukan kalus dan tunas. Munculnya tunas pada setiap perlakuan terjadi karena pembelahan sel-sel meristem yang aktif dan berdiferensiasi. Pembentukan tunas juga tergantung pada jenis dan kosentrasi yang tepat dari senyawa organik, anorganik dan zat pengatur tumbuh. BAP merupakan sitokinin yang sangat penting karena dapat menginduksi multiplikasi tunas Bhojwani dan Radzan (2004). Berdasarkan hasil pengamatan, eksplan yang diberi perlakuan dengan konsentrasi BAP rendah maupun yang tinggi dan yang tidak diberi BAP (kontrol) tidak menunjukan terbentuknya akar. Kemungkinan akar belum terbentuk karena tunas yang dihasilkan eksplan belum berukuran maksimal atau optimal. Jamaludin (2005) menyatakan bahwa akar muncul setelah tunas terbentuk karena tunas yang terbentuk dapat menghasilkan auksin yang dapat menginisiasi akar. Jadi diperlukan ZPT lainnya yang dapat membantu merangsang pembentukan akar, dan bila tunas yang terbentuk cukup banyak, maka secara otomatis tunas yang terbentuk tersebut bisa menghasilkan auksin endogen lebih banyak lagi dan dapat merangsang pembentukan akar. Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan akar mungkin lebih lama dari pembentukan tunas, karena akar terbentuk setelah tunas terbentuk dengan sempurna. Hal ini sesuai dengan pendapat Krisnamoorthy (2004) yang menyatakan bahwa tunas yang terbentuk bisa menghasilkan auksin endogen yang bergerak secara langsung yang ahirnya bisa menginduksi akar pada eksplan pisang Raja Sereh yang dikulturkan. Bobot basah eksplan pisang raja sereh pada medium MS dengan penambahan BAP memberikan pengaruh tidak nyata dengan pengambilan 1 sampel pada tiap perlakuan. Tabel 4. Bobot basah eksplan pisang raja sereh dengan penambahan BAP pada medium MS. Kosentrasi BAP (ppm) 0,0 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5
Berat Basah Eksplan (g) 2,1 2,5 2,7 2,6 3,0 3,5 3,4
Dari tabel 4 diatas, terlihat bahwa berat basah eksplan terberat dengan pemberian BAP 4,0 ppm dan bobot terendah yaitu 0,0 (kontrol) ppm. Untuk pertumbuhan pada bobot basah eksplan pisang raja sereh, BAP juga menampakkan pengaruhnya terhadap bobot basah eksplan. Unsur-unsur hara dan
BAP dalam media tersebut digunakan dalam metabolisme eksplan untuk membangun sel-sel dan jaringan lebih lanjut sehingga akan meningkatkan pertambahan bobot basah eksplan. Zat Pengatur Tumbuh BAP (sitokinin) berfungsi untuk mengatur pertumbuhan, mendorong pembelahan sel dan proses morfogenesis. Dalam proses pembelahan yang terjadi pada eksplan akan berpengaruh terhadap bobot basah eksplan pisang Raja Sereh yang dikultur. Selain dari bobot basah eksplan bertambah penggunaan Zat Pengatur Tunbuh Benzil Amino Purin juga dapat berpengaruh dengan pembelahan sel-sel yang dapat memproduksi Auksin endogen yang secara tidak langsung dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan eksplan pisang Raja Sereh. Zat Pengatur Tumbuh merupakan komponen penting yang terdapat pada media tumbuh. Zat Pengatur Tumbuh yang digunakan bermacam-macam tergantung dari jenis dan bagian tanaman yang dikultur serta tujuan pengkulturan (wattimena, 2003). Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemberian Benzil Amino Purin 4,0 ppm pada medium MS merupakan konsentrasi terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan meristem tunas pisang Raja Sereh. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 2004. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanam. Angkasa, Bandung. Akyas, A.M. 2005. Harapan dan Keterbatasan Penggunaan Zat Pengatur Tumbuh dalam Rekayasa Budidaya Tanaman. Makalah Seminar Nasional Agrokimia. Jatinagor. Aslamsyah, S. 2002. Peranan Hormon Tumbuh dalam Memacu Pertumbuhan Algae. Insitut Pertanian Bogor : Bogor. Asra, R. 2000. Respon Meristem Mahkota Nenas (Ananas Comosus L. Cv. Queen) terhadap penambahan BAP pada medium MS. Skripsi. FMIPA Universitas Andalas, Padang. Bhojwani S.S dan M.K Razdan 2004. Plant Tissue Cultur Theory and Practice. Elsevier Science Publish Amsterdam, The Netherlands. Cahyono, B. 2000. Pisang Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisus, Yogyakarta. Foster, KA dan Melati. 2002. Kultur Beberapa Meristem Pisang Raja Sereh pada Medium MS dengan Penambahan BA dan NAA. Sinar baru, Jakarta.
Gandawidjaja, 2002. Pengaruh macam ekstrak bahan organik dan ZPT terhadap pertumbuhan planlet angrek. Jurnal. Bandung. Gunawan, LW. 2004. Tehnik Kultur Jaringan Tumbuhan. PAU. IPB. Bogor. Hartmann, H.D, kester, F. Davies and R.L Geneve. 2004. Plant Propagation Principels andPracties. Upper Saddles River, Newjersey. Hendaryono, DPS. Dan A. Wijayani. 2002. Tehnik Kultur Jaringan, Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara in-vitro. Kanisus, Yogyakarta. Jamaludin, H. 2005. Penggunaan Benzil Amino Purin dan Auksin. PAU. IPB, Bogor. Kumaida, N. 2000. PenuntunPratikum Penggunaan BAP dan IAA dalam Perbanyakan Pisang dalam Media Cair. Fakultas Pertanian, IPB dan Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Hortikultura, Bogor. Katuuk, J. 2004. Tehnik Kultur Jaringan dalam Mikro Propagasi Tanaman. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Krisnamoorthy, E. D. 2004. Tehnik Kultur Jaringan Tumbuhan Pisang. PAU. IPB, Bogor. Lawrence, G.H. M. 2003. Taxonomy Of Vascular Plants. The Macmillan company, New york. Leni, 2000. Pertumbuhan Planlet Beberapa Varietas Pisang (Musa paradisiaca L) pada Berbagai Konsentrasi Sukrosa untuk Penyimpanan Secara In-vitro. Tesis. Pasca Sarjana Universitas Andalas, Padang. Meldia, Y.A. Sutanto, Sunyoto dan B. Suprianto, 2003. Pembibitan Tanaman Pisang dalam Komoditas Pisang (Ed) Purnomo. Balai Penelitian Tanaman Buah, Solok. Murashige, T. 2001. Somatic Plant cel. In Paul F. K, Jr and mM.K Patterson, Jr. (eds) Tissue culture method dan application. Academic press. New York. Melati, 2003. Kultur Beberapa Meristem Pisang Raja Sereh pada Medium MS dengan Penambahan BA dan NAA. Universitas Bioteknologi, Bogor. Peterson, 2004. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. PAU-Bioteknologi, IPB. Bogor