ANALISIS KESEJAHTERAAN BERBASIS KINERJA MELALUI COMPETENCY DAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) PADA TENAGA ADMINISTRASI Studi Kasus pada Universitas Negeri Semarang (UNNES) Oleh : Ketut Sudarma (Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Unnes)
ABSTRACT Prosperity becoming an ideality for every employee (PNS) because welfare is a state where persons feel any peace, prosperity, pleasures of life. This means that welfare is closely linked with the quality of life (quality of work life). If the prosperity of civil servants is low, then increase the quality of life will be difficult to realize. Problems that are revealed in this study is how the influence of competency, OCB and performance against prosperity. While the purpose of the study is to analyze the effect of directly or indirectly between competency, Competency and Organizational Citizenship Behavior (OCB), and the performance of administrative staff prosperity. The population of this study is all administrative staff in Unnes. Total sample 47 people. Variables consisted of competency, Competency and Organizational Citizenship Behavior (OCB), performance and prosperity. The method of the data collection is using a questionnaire, and analysis method using the path analysis. The results showed that the competency, Competency and Organizational Citizenship Behavior (OCB) and performance have a positive influence on the prosperity administration staff. From the “path analysis” also showed that the performance of a role as an intervening variable between competencies and OCB on the prosperity.
Keywords: Competency, OCB, Performance, Prosperity. PENDAHULUAN Kesejahteraan menjadi idaman bagi setiap pegawai (PNS) karena kesejahteraan merupakan keadaan di mana seseorang merasakan adanya ketentraman, kemakmuran, kesenangan hidup. Ini berarti kesejahteraan sangat berkaitan dengan kualitas kehidupan (quality of work life). Jika kesejahteraan PNS masih rendah, maka peningkatan kualitas kehidupan akan sulit untuk direalisasikan. Tingkat kesejahteraan PNS ditentukan oleh imbalan /kompensasi yang diperoleh dari hasil pelaksanaan pekerjaan yang berupa gaji dan tunjangan yang diterima tiap bulan. Kementerian Negara Pendayaan Aparatur Negara (Kemeneg PAN) menyatakan bahwa kesejahteraan PNS masih rendah terutama golongan bawah, karena gaji pokok PNS golongan paling rendah dengan masa kerja 0 tahun hanya mencapai Rp 1.049.000 dan gaji pokok tertinggi sebesar Rp 3.400.000 (Ramli Naibaho, dalam Syarif, 2009). Oleh karena itu pemerintah terus berusaha menaikkan gaji PNS tersebut. Menurut paradigma lama imbalan/kompensasi dipakai sebagai instrumen untuk meningkatkan kinerja. Ini berarti peningkatan imbalan (gaji) diasumsikan Dinamika Sosial Ekonomi Volume 7 Nomor 1 Edisi Mei 2011
35
dapat meningkatan kinerja. Tetapi dalam kenyataannya paradigma ini tidak berhasil dalam upaya meningkatkan kinerja, karena walaupun gaji telah naik belum tentu terjadi peningkatan kinerja. Oleh karena itu sekarang dikembangkan paradigma baru yaitu kesejahteraan berbasis kinerja, di mana imbalan/kompensasi yang diterima berdasarkan kinerja yang ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan. Data empirik menunjukkan fenomena perilaku SDM terutama pada karyawan PNS, kinerjanya belum maksimal dan cenderung mengalami penurunan. Hal ini ditandai dengan belum efektifnya penggunaan waktu, masih banyak yang datang terlambat, bekerja santai, kurang kreatif memanfaatkan waktu kerja sore hari dan seterusnya. Penelitian Djamaludin Ancok (1998) memperkuat fenomena ini, dimana dalam hasil penelitiannya dinyatakan bahwa motivasi berprestasi PNS di Jawa Barat dan Jawa Tengah tergolong rendah karena dari 166 orang yang diteliti nyaris tidak memiliki virus “n-ach” (need for achievement) sehingga dorongan untuk meningkatkan prestasi masih rendah. Rendahnya prestasi kerja/kinerja akan berakibat pada kualitas pelayanan yang diberikan. Unnes sekarang ini sedang melaksanakan program SUTERA (Sehat, Unggul, Sejahtera) yang telah dicanangkan oleh pimpinan Universitas. Secara spesifik juga dicanangkan bahwa Unnes menjadi universitas konservasi dan ke depan memasuki jajaran universitas kelas dunia. Untuk mewujudkan keinginan itu tentunya tidak mudah, karena perlu dukungan SDM yang berkalitas. Tenaga administrasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya mewujudkan program sutera tersebut. Oleh karena itu tenaga administrasi harus memiliki perilaku ekstra peran (organizational citizenship behavior), dan competency yang tinggi. Kedua komponen ini untuk mendukung peningkatan kinerja, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan. Oleh karena itu kesejahteraan akan dicapai jika mampu menununjukkan kinerja yang tinggi. Berdasarkan data empirik dan fenomena SDM seperti tersebut diatas, tenaga administrasi di Unnes cenderung menunjukkan kinerja yang belum maksimal yang kemudian akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraannya. Bertolak dari kesenjangan inilah penelitian dilakukan untuk mencoba mengungkap informasi tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja dan kesejahteraan karyawan sehingga diperoleh masukkan untuk mengatasi kesenjangan tersebut. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dapatlah dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh competency terhadap OCB tenaga administrasi. 2. Bagaimana pengaruh competency terhadap kinerja tenaga administrasi 3. Bagaimana pengaruh OCB terhadap kinerja tenaga administrasi 4. Apakah kinerja memediasi pengaruh competency terhadap kesejahteraan tenaga administrasi. 5. Apakah kinerja memediasi pengaruh OCB terhadap kesejahteraan tenaga administrasi. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : Dinamika Sosial Ekonomi Volume 7 Nomor 1 Edisi Mei 2011
36
1. Menganalisis tingkat kesejahteraan, kinerja OCB dan competency tenaga administrasi. 2. Menganalisis pengaruh competency terhadap OCB tenaga administrasi. 3. Menganalisis pengaruh kinerja dalam memediasi antara OCB dan kesejahteraan tenaga administrasi. 4. Menganalisis pengaruh kinerja dalam memediasi antara competency dan kesejahteraan tenaga administrasi. TINJAUAN PUSTAKA Kesejahteraan Kesejahteraan merupakan keadaan dimana seseorang merasakan adanya ketentraman, kemakmuran dan kesenangan hidup yang dicapai melalui bekerja baik disektor publik maupun swasta. PNS yang mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat perlu mendapatkan imbalan/kompensasi yang memadai untuk dapat meningkatan kualitas kehidupannya. Kesejahteraan yang dinikmati oleh PNS, meliputi; kesejahteraan selama bekerja dan kesejahteraan setelah tidak bekerja lagi (pensiun). Kesejahteraan selama bekerja berupa gaji dan tunjangan-tunjangan (kehadiran,kesehatan uang makan), sedangkan kesejahteraan pada masa pensiun berupa uang pensiun, tabungan hari tua dan asuransi kesehatan. Namun demikian pemberian kesejahteraan kepada PNS belum didasarkan pada hasil pengkajian terhadap sistem kesejahteraan secara komprehensif dan sesuai dengan best practices yang dilakukan di negara-negara lain. Dengan demikian sistem kesejahteraan PNS belum mampu meningkatkan profesionalisme PNS sebagai pilar birokrasi (Subianto, 2009). Kesejahteraan dapat berupa kesejahteraan fisik (gaji, tunjangan) dan kesejahteraan non fisik (program refreshing). Konsep Kinerja Karyawan Bernardin (dalam Gomes, 2001 ) memberi batasan mengenai performance (kinerja) sebagai “...... the record of outcomes produced on a specified job of function or activity during a specified time period “ (catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu) Gomes (2001 ) mengemukakan bahwa ukuran-ukuran kinerja yang bersifat kuantitatif seperti satuan produksi, dan volume penjualan menghasilakan pengukuran yang konsisten secara relatif. Penilaian Kinerja . Penilaian kinerja yang dilakukan dengan baik akan dapat membantu meningkatkan palayanan dan loyalitas organisasional karyawan (Samsudin,2006) Bernardin (dalam Robbins, 20003 ), mengemukakan bahwa kinerja dapat dikatakan baik bila karyawan memenuhi hal-hal sebagai berikut : 1. Kualitas kerja, diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap ketrampilan dan kemampuan karyawan. 2. Kuantitas kerja, diukur dari persepsi karyawan terhadap jumlah aktivitas yang ditugaskan beserta hasilnya. Dinamika Sosial Ekonomi Volume 7 Nomor 1 Edisi Mei 2011
37
3. Ketepatan waktu, diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang diselesaikan dari awal waktu sampai menjadi output. 4. Efektivitas, diukur dari persepsi karyawan dalam menilai pemanfaatan waktu dalam menjalankan tugas dan efektivitas penyelesaian tugas yang dibebankan organisasi. 5. Kemandirian, tingkat dimana karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan atau bimbingan dari orang lain, diukur dari persepsi karyawan dalam melakukan fungsi kerjanya masing-masing sesuai dengan tanggung jawabnya. 6. Komitmen kerja, diukur dari persepsi karyawan terhadap komitmennya dalam melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian bahwa kinerja merupakan hasil yang dicapai oleh seseorang berdasarkan standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Competency Kompetensi akan mengarahkan tingkah laku. Sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. (Setyowati, 2009). Pendapat ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Spencer & Spencer (1993) bahwa kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang ada hubungan sebab-akibat dengan prestasi kerja yang luar biasa atau dengan efektivitas kerja. Pendapat lain berkaitan dengan kompetensi PNS adalah : kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keahlian dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. (Suprapto, 2002). Pendapat ini sesuai dengan pendapat Spencer & Spencer, (1993) bahwa terdapat tiga komponen utama dari kompetensi, yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang, ketrampilan dan perilaku individu, yang mana ketiganya dipengaruhi oleh konsep diri, sifat bawaan diri (trait) dan motif. Pengetahuan dan ketrampilan cenderung mempengaruhi kompetensi teknis (technical competency) sedangkan konsep diri, ciri diri dan motif lebih cenderung mempengaruhi kompetensi perilaku (behavioral competency). Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) didifinisikan sebagai perilaku ekstra peran (extra-role behavior), tidak diberikan reward (balas jasa) atau funishment (hukuman) secara formal oleh organisasi, tetapi dapat meningkatkan manfaat bagi organisasi melalui peningkatan efiseinsi dan efektivitas organisasi (Schnake & Damler, 2003). Perbedaan antara perilaku in-role dengan perilaku extra-role yaitu pada reward yang diberikan. Pada in-role berkaitan dengan reward dan funishment (sanksi/hukuman), sedangkan peda extra-role umumnya tidak berkaitan dengan reward. Jadi tidak ada reward atau insentif tambahan yang diterima oleh karyawan yang berperilaku extra-role (Marrison, 1994 dalam Novliadi, 2007). Menurut Organ (1988) dan Podsakoff & Mac Kenzie (2000), ada lima dimensi/komponen/aspek dari Organizational Citizenship Behavior (OCB), yaitu : 1. Altruism, yaitu perilaku membantu karyawan lain tanpa adanya paksaan pada tugas-tugas yang berhubungan dengan operasi organisasi. Dinamika Sosial Ekonomi Volume 7 Nomor 1 Edisi Mei 2011
38
2. Conscientiousness, perilaku karyawan yang mempunyai prasyarat peran yang melebihi standar minimum. 3. Virtue, yaitu partisipasi aktif karyawan dalam memikirkan kehidupan organisasi, misalnya selalu mencari informasi terbaru yang mendukung kemajuan organisasi. 4. Sportsmanship, adalah menekankan pada aspek-aspek positif organisasi dari pada aspek negatifnya, seperti perilaku tidak senang protestidak suka mengeluh, tidak membesar-besarkan persoalan sepele. 5. Courtesy, adalah berbuat baik kepada orang lain, mencegah terjadinya suatu masalah, atau mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya atau berkembangnya masalah. KERANGKA PIKIR Hubungan Competency dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) Competency (kompetensi) menyangkut kewenangan seseorang untuk melaksanakan tugas atau mengambil tindakan sesuai dengan posisinya dalam organisasi yang sesuai dengan keahliannya, pengetahuan dan kemampuannya. Dalam hal ini kompetensi menjadi persyaratan yang melandasi individu atau seseorang untuk menunjukkan kinerja yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya. Persyaratan itu muncul dalam bentuk pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill) dan perilaku (attitude) (Spencer & Spencer, 1994). Komponen pokok kompetensi ini untuk menciptakan karyawan yang mampu bertindak efisien, rasional, transparan dan akuntabel. Kompetensi yang dimiliki PNS harus mampu mendukung pelaksanaan strategi organisasi dan mampu mendukung setiap perubahan yang dilakukan manajemen. Dalam mengatisipasi perubahan inilah diperlukan perilaku ekstra peran (extra-role behavior) untuk bekerja demi kemajuan organisasi, bukan untuk tujuan individu. Agar mampu berkinerja superior sebagai wujud dari perilaku extra peran (OCB), maka diperlukan dukungan competency (knowledge, skill, dan attitude) yang tinggi. Dengan demikian terdapat hubungan yang signifikan antara competency dengan organizational citizenship behavior (OCB). Hubungan Kinerja dengan Kesejahteraan Tingkat kesejahteraan PNS ditentukan oleh imbalan /kompensasi yang diperoleh dari hasil pelaksanaan pekerjaan yang berupa gaji dan tunjangan yang diterima tiap bulan..Oleh karena itu sekarang dikembangkan paradigma baru yaitu kesejahteraan berbasis kinerja, di mana imbalan/kompensasi yang diterima berdasarkan kinerja yang ditunjukkan oleh pegawai yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan teori motivasi dari Mc Clelland (Robbins, 2003), bahwa seseorang memiliki Need for Achievement (N-Ach) yaitu kebutuhan untuk berprestasi. Jika PNS memiliki motif N-Ach yang tinggi mereka akan menunjukkan prestasi/kinerja yang tinggi pula, yang kemudian disertai dengan peningkatan imbalan (kesejahteraan).
Dinamika Sosial Ekonomi Volume 7 Nomor 1 Edisi Mei 2011
39
Competency dengan Kinerja Miller dan Nesthey, (2001) mengatakan kompetensi menggambarkan bagaimana seseorang diharapkan berperilaku agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Kompetensi jenis ini dikenal dengan kompetensi perilaku (behavioural competencies) atau kompetensi lunak (soft skill/soft competency). Menurut Palan dalam Setyowati, (2009) kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior performen). Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan Kinerja Organ (1988), mengartikan OCB sebagai perilaku dan sikap yang menguntungkan organisasi yang tidak dapat ditumbuhkan dengan ketentuan peran formal maupun bentuk rekompensasi. Dengan demikian karyawan yang memiliki OCB akan bekerja semaksimal mungkin tanpa memikirkan reward atau intensif yang akan diterima sehingga perilaku mereka cenderung berkinerja yang tinggi, karena mereka memiliki kepuasan berdasarkan performance /kinerja (Organ, 1988). Model Penelitian Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir diatas maka dapat dirumuskan model penelitian sebagai berikut : Competency
Kinerja
Kesejahteraan
OCB
Gambar 1 Model Penelitian
Hipotesis Penelitian Berdasarkan model penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis, yaitu 1. Competency mempunyai pengaruh positif terhadap OCB. 2. Competency berpengaruh positif terhadap kinerja. 3. OCB berpengaruh positif terhadap kinerja. 4. Kinerja memediasi pengaruh competency terhadap kesejahteraan. 5. Kinerja memediasi pengaruh OCB terhadap kesejahteraan. Dinamika Sosial Ekonomi Volume 7 Nomor 1 Edisi Mei 2011
40
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah semua tenaga administasi Unnes, yang tidak menduduki jabatan struktural. Sampel ditetapkan 10% dari jumlah populasi atau 10% dari 468 orang = 47 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan proporsional random sampling, karena populasi terdiri dari tingkatan atau golongan kepangkatan. Variabel Penelitian 1. Competency dengan indikator; pengetahuan, ketrampilan dan perilaku. 2. Organizational Citizenship Behavior (OCB) dengan indikator; altruism, civics virtue, conscientiousness, courtesy, dan sportmanship. 3. Kinerja, dengan indikator; kualitas kerja, kuantitas kerja, efektivitas, dan kemandirian. 4. Kesejahteraan, dengan indikator; kesejahteraan fisik (gaji, tunjangan), dan kesejahteraan non fisik (program refreshing). Metode Pengumpulan Data Metode kuesioner/angket, metode ini merupakan cara utama untuk mengumpulkan data, dengan menggunakan skala Likert, karena penelitian ini merupakan penelitian persepsi. Metode wawancara, dilakukan pada pihak-pihak tertentu sebagai pelengkap metode kuesioner. Metode Analisis Data a. Analisis deskriptif persentase, untuk mengetahui tingkat budaya organisasi, motivasi, kepuasan kerja, dan kinerja. b. Analisis Jalur (Path Analysis), untuk mengetahui pengaruh antar variabel. Formula yang digunakan sebagai berikut : OCB = b1 Com + e1 Kes = b1 Com + b2 OCB + b3 Kin + e2 Kin = b1 Com + b2 OCB +e3 (Ghozali,2007) Kriteria penerimaan hipotesis adalah : Jika probabilitas (p) > 0,05, maka hipotesis nol (Ho) diterima. Jika probabilitas (p) < 0,05, maka hipotesis nol (Ho) ditolak. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata tingkat competency, OCB, kinerja dan kesejahteraan termasuk katagori baik, Namun terdapat beberapa aspek yang masih kurang seperti; tingkat ketrampilan, pemahaman informasi dan perubahan-perubahan yang terjadi, kesejahteraan diluar gaji (kepanitiaan, refreshing). Sedangkan analisis jalur menunujukkan hasil sebagai berikut: Dari hasil output SPSS didapat persamaan regresi : 1. OCB = 0,473 Com R² = 0,082 2. Kes = 0,301 Com + 0,338 OCB + 0,432 Kin R² = 0,249 3. Kin = 0,405 Com + 0,245 OCB R² = 0,221 Dinamika Sosial Ekonomi Volume 7 Nomor 1 Edisi Mei 2011
41
e1 = √ 1 – 0,082 = 0,958 e2 = √ 1 – 0,249 = 0,866 e3 = √ 1 – 0,221 = 0,883 Berdasarkan perhitungan tersebut, diagram jalur (path) dapat digambarkan sebagai berikut :
e1
Competency
0,958 0,301 0,405 0,473
Kinerja 0,245
0,432
Kesejahteraan 0,866
OCB
0,338 e2
0,883 e3
Tabel 1 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung No.
Variabel
Direct effect
Indirect effect
Total effect
Hasil
Kesimpulan
1.
Competency → Kinerja → Kesejahteraan
0,301
0,405 x 0,432 = 0,175
0,476
Total effect > direct effect
Kinerja merupakan variabel intervening
2.
O. C. B → Kinerja → Kesejahteraan
0,338
0,245 x 0,432 = 0,106
0,444
Total effect > direct effect
Kinerja merupakan variabel intervening
Sumber : Data yang diolah
Dinamika Sosial Ekonomi Volume 7 Nomor 1 Edisi Mei 2011
42
Tabel 2 Pengujian Hipotesis No. 1. 2. 3. 4. 5.
Hipotesis Competency mempunyai pengaruh positif terhadap OCB Competency berpengaruh positif terhadap kenerja OCB berpengaruh positif terhadap kinerja Kinerja memediasi pengaruh antara competency terhadap kesejahteraan Kinerja memediasi pengaruh OCB terhadap kesejahteraan
Kriteria (0,001 < 0,05).
Kesimpulan diterima
(0,001 < 0,05)
diterima
(0,002 < 0,05)
diterima
(0,476 > 0,301)
diterima
(0,444 > 0,338)
diterima
PEMBAHASAN Competency dan Kinerja Dari hasil hipotesis menunjukkan terdapat pengaruh positif antara competency terhadap kinerja tenaga administrasi. Sedangkan dari hasil deskriptif persentase menunjukkan rata-rata sebesar 60,29% tenaga administrasi memiliki kriteria competency baik, dan cukup baik 31,56%. Tetapi masih terdapat 8,15% yang termasuk tidak baik. Aspek yang tidak baik terlihat pada aspek ketrampilan. Hal ini dapat dimaklumi bahwa tenaga administrasi yang ada di Unnes banyak yang melalui rekrutmen sistem lama yang sebagian besar melalui tenaga honorer, yang memiliki ketrampilan kerja belum sesuai dengan kebutuhan. Competency yang mencakup indikator pengetahuan, ketrampilan dan perilaku perlu dikembangkan terus-menerus melalui pendidikan dan pengalaman, sedangkan ketrampilan yang terbentuk melalui latihan-latihan atau workshop (Husnan, 1995). Competency and Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan Kinerja Berdasarkan dengan hasil uji hipotesis menunjukkan terdapat pengaruh positif antara OCB dengan kinerja tenaga administrasi. Sedangkan dari analisis deskriptif persentase menunjukkan rata-rata 48,94% tenaga administrasi memiliki tingkat OCB yang baik dan cukup baik 36,17%. Tetapi masih terdapat 14,89% tingkat OCB tidak baik. Aspek yang termasuk tidak baik terlihat pada pemahaman informasi dan perubahan-perubahan yang terjadi. Perubahan yang terjadi demikian cepatnya terutama dalam bidang teknologi informasi. Oleh karena itu tenaga administrasi harus diberi informasi yang jelas agar mereka cepat menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Pimpinan juga harus mendorong bawahan untuk berperilaku ekstra peran (OCB) dimana mereka bekerja tidak hanya melaksanakan tugas sesuai deskripsi kerja saja, tetapi lebih dari tugas formalnya (extra role) untuk peningkatan efektivitas dan mencapai tujuan organisasi. Perilaku OCB ini akan mendorong bawahan bekerja dengan Dinamika Sosial Ekonomi Volume 7 Nomor 1 Edisi Mei 2011
43
sukarela tanpa terlalu memikirkan imbalan. Jika perilaku OCB ini dapat ditingkatkan akan mendorong terciptanya prestasi kerja yang tinggi (Robbins, 2003). Kinerja dan Kesejahteraan Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa kinerja memediasi pengaruh competency dan OCB terhadap kesejahteraan. Ini berarti terdapat pengaruh tidak langsung antara competency dan OCB terhadap kesejahteraan tenaga administrasi. Sedangkan analisis deskriptif persentase tampak bahwa rata-rata kinerja (65,60%) memuaskan. Ini berarti kinerja belum maksimal. Selanjutnya rata-rata tingkat kesejahteraan (65,50%) menunjukkan kreteria puas dan 28,72% cukup puas. Tetapi masih terdapat 5,68% tidak puas terhadap kesejahteraan yang mereka rasakan. Ketidak puasan tersebut tampak pada aspek keterlibatan dalam kepanitiaan, dan program rekreasi yang dilakukan oleh unit kerja. Hal ini dapat dimaklumi karena kegiatan kepanitian sangat tergantung pada kebijakan pimpinan. Kadang-kadang pimpinan tidak berpegang pada asas pemerataan dalam memberikan tugas kepanitiaan, sehingga terjadi yang mendapat tugas adalah orang-orang tertentu saja. Demikian juga program rekreasi lebih diutamakan pimpinan dari pada bawahan. Berdasarkan kebijakan reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh pemerintah maka kinerja sangat berperan dalam memberikan penghasilan baik gaji maupun penghasilan tambahan. Oleh karena itu sangat penting diperhatikan bahwa kesejahteraan adalah berbasis kinerja. Keadaan ini sangat sesuai dengan prinsip keadilan, dan pengembangan SDM melalui kebijakan reward dan funishment. Dengan demikian pengakuan pimpinan terhadap prestasi kerja sangat penting dan dilakukan secara transparan dan akuntabel. Karyawan yang dihargai prestasi kerjanya dan diberi kesempatan untuk promosi akan berusaha meningkatkan kinerjanya karena mereka merasakan kepuasan dalam melaksanakan pekerjaan dan kemudian akan mencintai pekerjaan dan loyal terhadap lembaganya (Hasibuan, 1995). SIMPULAN • Competency mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja tenaga administrasi. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa tingkat competency rata-rata sudah baik, tetapi pada aspek ketrampilan tergolong belum baik. • Organizational Citizenship Behavior (OCB) mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja tenaga administrasi. Dari hasil analisis deskriptif tampak bahwa rata-rata OCB sudah tinggi, namun pada aspek pemahaman informasi dan perubahan-perubahan yang terjadi masih belum baik • Terdapat pengaruh tidak langsung sehingga kinerja berperan sebagai variabel intervening antara competency dan OCB terhadap kinerja tenaga administrasi. Ini berarti kesejahteraan akan meningkat jika kinerja tinggi dan didukung oleh competency dan OCB yang baik.
Dinamika Sosial Ekonomi Volume 7 Nomor 1 Edisi Mei 2011
44
Saran- Saran • Dalam competency aspek ketrampilan belum baik. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan ketrampilan teknis melalui lembaga maupun inisiatif individu dengan cara pelatihan-pelatihan dan mengikuti workshop dan kegiatan lainnya. • Pemahaman informasi dan perubahan-perubahan belum baik. Untuk itu diperlukan pertemuan rutin atau berkala setiap dua atau tiga bulan sekali guna tukar pengalaman kerja dan mengetahui informasi dan perubahan-perubahan yang terjadi pada unit kerja atau lembaga. • Kesejahteraan di luar gaji masih belum memuaskan, seperti kepanitiaan.Untuk itu pimpinan unit kerja dalam memberikan tugas tambahan seperti kepanitiaan hendaknya adil, merata antar sesama karyawan dan harus obyektif. Demikian juga program rekreasi hendaknya yang diutamakan bawahan bukan sebaliknya sehingga tidak menimbulkan kecemburuan sosial. • Kinerja yang belum maksimal perlu ditingkatkan terus melalui peningkatan competency dan perilaku ekstra peran (OCB) dan penilaian kinerja yang jelas. DAFTAR PUSTAKA Bernardin & Russel, 1993. Human Resource Management. An Experiental Approach, International Edition, Eight Edition. Dole, Carol and Schroeder, Richard G., 2001, The Impact of Varios Factors on the Personality, Job Satisfaction and Turn Over Intentions of Profesional Accountants. Managerial Auditing Journal, Vol. 16 No. 4 pp 234-245 Ferdinand, Augusty, 2006. Motode Penelitian Manajemen. Semarang. Badan Penerbit UNDIP. Gary, Dessler, 1996. Manajemen Personalia. (terjemahan), Jakarta. Penerbit Erlanga. Gomes, Faustino Cordoso, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta.Andi Offet. Ghozali, Imam, 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Badan Penerbit UNDIP, Semarang. Hariandja Marihot Tua Efendi, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Grasindo, PT Gramedia. Hasibuan, Malayu, 2003. Organisasi dan Motivasi dasar peningkatan Produktivitas. Jakarta Bumi Aksara. Hutapea Parulian, Thoha Nurianna, 2008. Kompetensi Plus. Teori, Desain, Kasus dan Penerapan untuk HR dan Organisasi yang dinamis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Lee Kim Liam & Salleh Abdul Latif, 2009. Moderating Effects of Subordinats Competency Level on Leadership and Organizational Citizenship Behavior. International Journal of Business and Management. Vol.4.No.7 Muins, Sutan Makmur, 2000. Standar Kompetensi Tenaga Kerja Indonesia dalam Manajemen Pembangunan No.31.
Dinamika Sosial Ekonomi Volume 7 Nomor 1 Edisi Mei 2011
45
Novliadi Ferry, 2007. Organizational Citizenship Behavior Karyawan ditinjau dari persepsi terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan dan persepsi terhadap Dukungan Organisasi. Makalah Psikologi. USU Medan. Robbin, Stephen P, 2003. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh Jakarta. PT Indeks Gramedia. Samsudin, H. Sadili, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung. CV Pustaka Setia. Schnake Mel E & Dumler Michael P, 2003. Level of Measurement and Analysis Issues in Organizational Citizenship Behavior researh. Journal of Accopational Psychologi. Sep 2003. 76. Sedarmayanti, 2001.Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung.Mandar Maju. Setyowati Kristina, 2009. Strategi Pengembangan Sumber Daya Aparatur (PNS) berbasis Kompetensi. Spirit Publik, Vol.5 No.1 Syarif Helmi, 2009. Gaji PNS 2011 Terendah Lima Juta Rupiah. Seputar Indonesia. 12 Oktober 2009. 15:48. Stone, Raymond J, 1998. Third Edition, Human Resource Management. John Wiley & Sons. Australia. Subianto Achmad, 2009. Repormasi Kesejahteraan PNS makalah dalam pertemuan anggota Korpri di Jakarta.
Dinamika Sosial Ekonomi Volume 7 Nomor 1 Edisi Mei 2011
46