PENETAPAN PASAL 78 KUHP TENTANG KADALUWARSA DALAM TINDAK PIDANA PASAL 266 KUHP TENTANG MENYURUH MEMASUKAN KETERANGAN PALSU KE DALAM AKTA OTENTIK (Analisis Putusan No. 03 / Pid Prap / 2013 / PN.Dps.)”. Oleh: I Made Adi Estu Nugrahan I Gusti Ketut Ariawan I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstract This undergraduate thesis entitled "DESIGNATION OF ARTICLE 78 OF EXPIRY IN THE CRIMINAL ACTION OF ARTICLE 266 OF THE CRIMINAL CODE ON ORDERING SOMEONE TO GIVE FALSE INFORMATION ON THE AUTHENTIC DEED (Analysis on the Decision Number 03 / Pid Prap / 2013 / PN.Dps.)”. The method used in this thesis research is a normative legal research methods. Normative legal research includes the study of the principles, norms of legislation, court decisions, agreements and doctrine. The results obtained in this research is in determining the period of the failure of the right to demand criminal in criminal of giving false information into an authentic deed as in Decision Number 03 / Pid Prap / 2013 / PN.Dps was carried out by interpreting Article 78 of the expiry. If someone has filed a lawsuit to make a report to the Police Station then it does not count expired. Further investigation of the criminal case of giving false information into the authentic deed in terms of the investigation has been terminated by operation of law by reason of expiration to do the further investigation. The mechanism to do further investigation on the case which have been discontinued or SP3, based on a pretrial ruling namely investigators no longer conduct an investigation, but further investigation. If the results of the investigation has been maximum, the investigator has to directly send the case file to the prosecutor. When investigators still need to be refined, the Investigator will maximize the first investigation after then filed and sent to the prosecutor. Keywords: Falsification, Expiry, Termination of Investigation and Further Investigation
1
Abstrak Skripsi ini berjudul “PENETAPAN PASAL 78 KUHP TENTANG KADALUWARSA DALAM TINDAK PIDANA PASAL 266 KUHP TENTANG MENYURUH MEMASUKAN KETERANGAN PALSU KE DALAM AKTA OTENTIK (Analisis Putusan No. 03 / Pid Prap / 2013 / PN.Dps.)”. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif meliputi penelitian terhadap asas-asas, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin. Adapun hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu dalam menentukan jangka waktu gugurnya hak menuntut pidana dalam perkara tindak pidana memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik seperti dalam Putusan No. 03 / Pid Prap / 2013 / PN.Dps. dilakukan dengan cara menafsirkan Pasal 78 tentang kadaluwarsa tersebut. Apabila seseorang sudah mengajukan tuntutan dengan membuat laporan ke Kantor Polisi maka sudah tidak terhitung daluwarsa. Penyidikan lanjutan terhadap perkara tindak pidana memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik dalam hal penyidikan telah dihentikan demi hukum dengan alasan kadaluwarsa dapat dilakukan penyidikan kembali. Mekanisme untuk melakukan penyidikan lanjutan atas perkara yang telah di SP3 berdasarkan putusan praperadilan yaitu Penyidik tidak lagi melakukan penyelidikan, melainkan penyidikan lanjutan. Apabila hasil penyidikan sudah maksimal maka Penyidik langsung mengirim berkas perkara ke Kejaksaan. Apabila Penyidik masih perlu disempurnakan, maka Penyidik akan memaksimalkan penyidikan dulu setelah kemudian diberkas dan dikirim ke Kejaksaan. Kata Kunci : Pemalsuan, Kadaluwarsa, Penghentian Penyidikan, dan Penyidikan Lanjutan
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Pemalsuan dalam hukum di Indonesia merupakan salah satu bentuk tindak
pidana yang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), salah satunya yaitu pemalsuan terhadap surat. Pemalsuan surat adalah berupa kejahatan yang di dalamnya mengandung unsur keadaan ketidakbenaran atau palsu atas sesuatu (objek), yang sesuatunya itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya padahal sesungguhnya bertentangan dengan yang sebenarnya.1 Pemalsuan surat diatur dalam BAB XII Buku II KUHP. Pemalsuan surat pada umumnya diatur dalam pasal 263 KUHP. Tidak setiap kebohongan dalam surat/ tulisan dapat dihukum. Tidak terhadap setiap jenis surat/ tulisan dapat dilakukan perbuatan pemalsuan. Surat/ tulisan yang dapat menimbulkan akibat hukum, yaitu: yang menimbulkan suatu hak misalnya: ijazah, karcis tanda
1
Adami Chazawi, 2001, Kejahatan Terhadap Pemalsuan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 3
2
masuk, surat andil dll, yang menimbulkan suatu perikatan/ perjanjian misalnya surat perjanjian piutang, perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, dsb, yang menimbulkan suatu pembebasan hutang misalnya kwitansi atau surat semacam itu, yang dipergunakan sebagai suatu bukti atas suatu perbuatan/ peristiwa misalnya surat angkutan, obligasi, dll. Ada beberapa aturan yang mengatur tentang tindak pidana pemalsuan surat yang jenis surat itu dianggap memiliki sifat membahayakan umum dimana diberikan perlindungan hukum lebih kuat/ tinggi dari pada surat pada umumnya, salah satunya yaitu tindak pidana menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik yang diatur dalam Pasal 266 KUHP.Tindak pidana dalam pasal 266 KUHP dalam proses untuk mengetahui adanya kejadian tersebut memerlukan jangka waktu yang lama bahkan bisa terjadi lewat waktu hak menuntut hukumnya atau tindak pidna tersebut kadaluwarsa yang diatur dalam pasal 78 KUHP, maka gugurlah hak menuntut delik itu atau hak akan menjalankan hukuman itu.2 Seperti putusan Praperadilan No. 03 / Pid Prap / 2013 / PN.Dps. dimana dalam kasus tersebut adanya perbedaan pendapat antara jaksa dan ahli hukum dalam menentukan kadaluwarsa tindak pidana pemalsuan dalam pasal 266 KUHP. 1.2.
Tujuan Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui cara menentukan jangka waktu
gugurnya hak menuntut pidana
karena kadaluwarsa dalam perkara tindak pidana
memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan mengetahui penyidikan lanjutan terhadap perkara yang telah dihentikan (SP3) demi hukum.
II. ISI MAKALAH 2.1.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode
penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin. Peter Mahmud Marzuki menjelaskan penelitian hukum normatif adalah: suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum,
2
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2007, Pokok-Pokok Hukum Pidana, PT Pradnya Paramita, Jakarta, h. 87
3
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang dihadapi.3 2.2.
Hasil dan Pembahasan
2.2.1. JANGKA WAKTU GUGURNYA HAK MENUNTUT PIDANA KARENA KADALUWARSA
DALAM
PERKARA
TINDAK
PIDANA
MEMASUKAN KETERANGAN PALSU KE DALAM AKTA OTENTIK Menentukan jangka waktu gugurnya hak menuntut pidana dalam perkara tindak pidana memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik seperti dalam Putusan No. 03 / Pid Prap / 2013 / PN.Dps. dilakukan dengan cara menafsirkan pasal 78 tentang kadaluwarsa tersebut. Dalam pasal 79 KUHP disebutkan tempo gugurnya penuntutan dihitung mulai dari keesokan harinya sesudah perbuatan itu dilakukan, kecuali dalam perkara tertentu. Pasal 266 KUHP hak menuntut atas perbuatan pidana masa daluwarsanya adalah selama 12 tahun. Apabila seseorang sudah mengajukan tuntutan dengan membuat laporan ke Kantor Polisi maka sudah tidak terhitung daluwarsa. Alasannya, kepentingan korban yang diatur dalam pasal 266 KUHP tersebut akan sangat tidak terlindungi apabila pasal tersebut diartikan secara harfiah, karena pelaku tindak pidana seperti yang diatur dalam pasal 266 KUHP ini biasanya adalah orangorang yang lihai menyembunyikan tindak pidana yang telah dilakukannya tersebut, sementara proses untuk mengetahui adanya kejadian ini memerlukan jangka waktu yang lama. 2.2.2. PENYIDIKAN LANJUTAN TERHADAP PERKARA YANG TELAH DIHENTIKAN (SP3) DEMI HUKUM Penyidikan lanjutan terhadap perkara tindak pidana memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik dalam hal penyidikan telah dihentikan (SP3) demi hukum dengan alasan kadaluwarsa dapat dilakukan penyidikan kembali. Mekanisme untuk melakukan penyidikan lanjutan atau membuka penydikan atas perkara yang telah di SP3 berdasarkan putusan praperadilan maka langkah Penyidik yaitu Penyidik tidak lagi melakukan penyelidikan, melainkan penyidikan lanjutan. Apabila
hasil penyidikan
yang telah dilakukan sudah maximal maka Penyidik langsung melakukan pemberkasan perkara, kemudian mengirim berkas perkara tersebut ke Kejaksaan. Apabila Penyidik menilai
Berkas
Perkara
masih
perlu
disempurnakan,
3
maka
Penyidik
akan
Mukti Fajar ND. dan Yulianto Achmad, 2013, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 34
4
memaximalkan penyidikan dulu setelah dinilai memiliki bukti yang cukup, kemudian diberkas dan dikirim ke Kejaksaan. Hambatan/ kendala dalam melakukan penyidikan lanjutan/ membuka kembali penyidikan adalah kasus yang korbannya kebetulan adalah orang asing dan sedang berada di luar negeri, sedangkan Penyidik perlu mendengar keterangan tambahan terhadap saksi korban tersebut, sehingga hal ini merupakan kendala dalam melakukan penyidikan lanjutan.
III. KESIMPULAN Menentukan jangka waktu gugurnya hak menuntut pidana dalam perkara tindak pidana memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik seperti dalam Putusan No. 03 / Pid Prap / 2013 / PN.Dps. dilakukan dengan cara menafsirkan pasal 78 tentang kadaluwarsa tersebut. Apabila seseorang sudah mengajukan tuntutan dengan membuat laporan ke Kantor Polisi maka sudah tidak terhitung daluwarsa. Penyidikan lanjutan terhadap perkara tindak pidana memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik dalam hal penyidikan telah dihentikandemi hukum dengan alasan kadaluwarsa dapat dilakukan penyidikan kembali. Mekanisme untuk melakukan penyidikan lanjutan atau membuka penydikan atas perkara yang telah di SP3 berdasarkan putusan praperadilan maka apabila hasil penyidikan sudah maximal maka Penyidik langsung melakukan pemberkasan perkara, kemudian mengirim berkas perkara tersebut ke Kejaksaan. Apabila Penyidik masih perlu disempurnakan, maka Penyidik akan memaximalkan penyidikan dulu kemudian diberkas dan dikirim ke Kejaksaan.
DAFTAR PUSTAKA Kansil, C.S.T. dan Kansil, Christine S.T., 2007, Pokok-Pokok Hukum Pidana, PT Pradnya Paramita, Jakarta. ND., Mukti Fajar dan Achmad, Yulianto, 2013, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Chazawi, Adami, 2001, Kejahatan Terhadap Pemalsuan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
5